TINJAUAN PUSTAKA Ciri Umum dan Kondisi FisikKota Pekanbaru Kota Pekanbaru merupakan Ibukota provinsi Riau dengan luas 632,26 km
2
. Secara geografis Kota Pekanbaru terletak anatara 101’14’-101’34’
bujur Timur dan 0’25’ -0’45 Lintang Utara. Dengan ketinggian permukaan laut berkisar 5-50 meter. Kota Pekanbaru mempunyai iklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 32,4oC-33,8oC dengan suhu udara minimum berkisar antara 23,0oC-24,2oC. Curah hujan antara 73,9-584,1 mm perbulan. Kelembaban maksimum berkisar antara 85,5%-93,2% dan kelembaban maksimum berkisar antara 68,0%-83%. Struktur tanah pada umumnya terdiri dari jenis alluvial dan berpasir, sedangkan untuk pinggiran kota pada umumnya terdiri dari jenis tanah organol dan humus yang merupakan rawa-rawa yang bersifat asam, sangat kerosif untuk besi (BPS Kota Pekanbaru, 2013). Kota Pekanbaru mempunyai 96 sekolah menegah pertama dengan perincian 36 gedung sekolah milik pemerintah dan 60 gedung sekolah milik swasta. Rincian sebaran SMP di Kota Pekanbaru akan di sajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Jumlah Sekolah Menengah Pertama di Kota Pekanbaru. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Tampan Marpoyan Damai Bukit Raya Tenayan Raya Lima Puluh Sail Pekanbaru Kota Sukajadi Payung Sekaki Senapelan Rumbai Rumbai Pesisir Jumlah
SMP Negeri 2 4 2 4 6 1 0 4 2 3 4 4 36
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, 2013
SMP Swasta 10 3 6 8 3 3 2 6 10 3 1 5 60
Lahan Gambut Tanah gambut selalu terbentuk di tempat yang kondisinya jenuh air, atau tergenang. Misalnya di cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau di daerahdepresi/basin di dataran pantai di antara dua sungai besar, dimana bahan organik dalamjumlah banyak dihasilkan oleh tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkunganjenuh air. Lingkungan jenuh air dan tergenang mencegah penghancuran dan mineralisasi bahan organik, yang pada waktunya membentuk timbunan bahan organik yang merupakangambut topogen, atau gambut air tanah. Oleh karena tempatnya rendah, gambut ini sering menerima banjir dari terrain di sekitarnya yang lebih tinggi. Bahan mineral yang terbawa air tanah dan banjir musiman, serta unsur hara tanaman ikut memperkaya gambut topogen ini(wahyunto,2003). Sifat dan karakteristik fisika lahan gambut ditentukan oleh dekomposisi bahan itu sendiri. Kerapatan lindak atau bobot isi (bulk density : BD) gambut umumnya berkisar antara 0,05 sampai 0,40 gram/cm3. Nilai kerapatan lindak ini sangat ditentukan oleh tingkatpelapukan/ dekomposisi bahan organik, dan kandungan mineralnya (Kyuma, 1987). Hasil kajian porositas gambut yang dihitung berdasarkan kerapatan lindak dan bobot jenis adalah berkisar antara 7595%. Oleh karena lahan gambut jenuh air dan ’longgar’ dengan BD rendah (0,05–0,40 g/cm3), gambut mempunyai daya dukung beban atau daya tumpu (bearing capacity) yang rendah. Akibat dari sifat ini jika tanah gambut dibuka dan mengalami pengeringan karena drainase, gambut akan ’kempes’ dan diwujudkan dalam bentuk ’subsidence’, atau penurunan permukaan tanah gambut.
Gambut mempunyai daya menahan air yang sangat besar. Dalam keadaan jenuh, kandungan air tanah gambut dapat mencapai 4,5–30 kali bobot keringnya. Sifat lain yang merugikan adalah bila tanah gambut mengalami pengeringan yang berlebihan, oleh karena terlampau kering, koloid gambut menjadi rusak. Terjadi gejala kering tak balik (irreversible drying), gambut berubah seperti arang, dan tak mampu lagi untuk menyerap hara dan menahan air yaitu sifat-sifat yang merugikan untuk pertumbuhan tanaman dan vegetasi. Sebagai akibat pembukaan, lahan gambut dapat mengalami penurunan ketebalannya. Kedalaman muka air berpengaruh terhadap kandungan air di lapisan gambut permukaan. Semakin dalam muka air maka kandungan air dalam lapisan ini cenderung lebih rendah (Robet et al., 2011). Bagi makrofauna yang hidup di bawah permukaan tanah, penurunan kejenuhan air umumnya justru menguntungkan karena hal ini berarti meningkatnya porositas tanah dan sirkulasi udara di bawah permukaan tanah (Banas & Gos, 2004). Lahan Gambut Provinsi Riau Luas seluruh lahan gambut di propinsi Riau adalah seluas 4.043.602 hektar terdapat hampir di semua wilayah propinsi. Namun yang paling dominan, terdapat pada wilayah kabupaten yang berada di pantai timur propinsi. Lahan gambut umumnya menempati landform kubah gambut (peat dome), yaitumengisi cekungan/ depresi di sepanjang dan di antara sungai-sungai besar seperti sungaiIndragiri, Kampar, Siak, dan Rokan, dengan sungai lain yang lebih kecil. Penggunaan lahanpada saat itu umumnya hutan rawa, sedangkan yang dipakai sebagai perkebunan kelapa (Subagyo,1998).
Pada kondisi tahun 2002, telah terjadi perubahan komposisi lahan gambut. Lahan gambut-sangat dalam yang semula (tahun 1990) sangat luas sekitar 2,07 juta ha (51,1 %), dewasa ini (tahun 2002) masih tetap paling luas, namun luasnya telah menyusut menjadi sekitar 1,61 juta ha (39,7 %). Wilayah lahan gambut-sedang yang semula masih 32,8 % (1,32 juta ha), kini tinggal menjadi 23,5 % (0,952 juta ha). Sebaliknya gambut-dalam yang semula 14,2 % (0,575 juta ha), dewasa ini telah bertambah luas menjadi 20,5 % (0,827 juta ha). Wilayah gambut-dangkal menjadi bertambah sangat luas, yaitu semula hanya 1,9 % (0,076 juta ha), dewasa ini telah bertambah menjadi 14,2 % (0,573 juta ha). Disamping itu, telah teridentifikasi lahan gambut-sangat dangkal (dengan ketebalan lapisan gambut < 0,5 meter), seluas 2,1 % atau 85, 6 ribu ha.(wahyunto,2003).
Famili Termitidae dijumpai dengan proporsi yang jauh lebih kecil (17%). Anggota-anggota famili ini merupakan kelompok rayap pemakan kayu, tanah dan serasah (Donovan et al., 2007). Sebagian besar anggota famili ini bersarang di dalam tanah atau membuat gundukan (busut) di atas permukaan tanah dan sebagian kecil membuat sarang arboreal (Collins, 1984). Rayap Rayap merupakan serangga sosial dengan sistem kasta polimorfik, pemakan selulosa dan tinggal di dalam sarang atau termitarium yang dibangunanya. Serangga ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (Borror, Triplehorn & Johnson, 1992), sepintas mirip semut, dijumpai di banyak tempat, dihutan, pekarangan, kebun, dan bahkan di dalam batang kayu basah, tetapi ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Makanan utamanya adalah kayu dan bahan-bahan dari selulosa lain serta jamur (Amir,2003).
Rayap merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Serangga inibersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang baik. Ciri-ciri kelompok iniadalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yangmenempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas, 1987). Rayap dalam aktivitas dan distribusinya dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya suhu, kelembaban dan curah hujan. Suhu memiliki peranan penting dalam aktivitas dan perkembangan rayap. Sebagian besar serangga memiliki suhu optimum berkisar antara 15–38%. Kelembaban cukup memiliki peranan dalam aktivitas jelajah rayap. Rayap tanah seperti Coptotermes, Macrotermes, Odontotermes memerlukan kelembaban yang tinggi (75–90%). Curah hujan memiliki peran dalam hal perkembangbiakan eksternal dan merangsang keluarnya kasta reproduksi keluar dari tanah. Laron tidak akan keluar bila curah hujan rendah (Nandika et al. 2003). Pola perilaku adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan atau humus. Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis).Sifat ini juga diperlukan agar terdapat pertukaran feromon diantara para individu (Tarumingkeng, 2000)
Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang khas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan menafsirkan setiap rangsangan bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri. Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homoestatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap (Tarumingkeng, 2000).
Koloni Rayap Masyarakat rayap terdiri atas kelompok-kelompok yang disebut kasta. Masing-masing kasta mempunyai tugas sendiri-sendiri yang dilakukan dengan tekun selama hidup mereka, demi untuk kepentingan kesejahteraan, keamanan dan kelangsungan hidup seluruh masyarakat (Hasan, 1984). Setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer). Pembentukan kasta pekerja, serdadu, ratu atau raja dari nimfa muda dikendalikan
secara
alami
oleh
bahan
kimia
yang
disebut
feromon
(Nandika et al.,2003). Feromon adalah hormon yang dikeluarkan dari kelenjar endrokrin, tetapi berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan mempengaruhi individu lain yang sejenis (Tarumingkeng, 2000).
Pembentukan Koloni rayap secara isolasi dapat terjadi dimana system sarang Kalotermitidae (rayap kayu kering) tidak tertur dan tidak memiliki bilik khusus buat ratu yang merupakan poros komunikasi. Lorong-lorong maupun selsel yang terdapat di dalam sarang terpencar-pencar sehingga memungkin terisolasinya sebagian dari penduduk. Penduduk yang terisolasi ini kemudian membentuk koloni baru dengan menjadikan reproduktif ssuplementer sebagai ratu baru (Hasan, 1984). Kasta pekerja merupakan inti dari koloni, tidak kurang dari 80% populasi dalam koloni merupakan individu –individu pekerja. Bentuknya seperti serangga muda (nimfa), bewarna pucat dengan kepala hypognath tanpa mata facet. Fungsinya mencari makanan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, merawat telur, membuat sarang dan memeliharanya serta membunuh dan memakan rayap yang tidak produktif lagi baik reproduktif, prajurit ataupun kasta pekerja sendiri (Nandika et al.,2003). Sifat kanibalismeberfungsi untuk mempertahakan prinsip efisiensi dan konservasi energy, dan berperan dalam mengatur keseimbangan koloni (Taruningkeng,1993). Menurut Hurt dan Garratt (1967), rayap pekerja ini mandul, tanpa sayap, buta dengan warna tubuh lebih muda dan sedikit lebih pendek. Kasta prajurit mudah dikenal karena ukuran kepalanya besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota –anggotanya mempunyai mendibel atau rostum yang besar dan kuat berbentuk gunting sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung koloni dari gangguan luar. Sekali mendibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun rayap harus mati (Pranggodo et al., 1983). Kasta reproduktif primer terdiri dari sepasang serangga dewasa yang menjadi pendiri
koloni (raja dan ratu). Fungsi kasta ini adalah menghasilkan telur. Seekor ratu menghasilkan 100 telur setiap hari bila koloninya sudah berumur lima tahun (Pearce 1997 ) dan mampu hidup selama enam sampai dua puluh tahun (Nandika et al.,1991). Kasta reproduktif terdiri dari individu-individu seksual yaitu betina (ratu) dan jantan (raja). Kasta ini terbagi atas dua bagian yaitu kasta reproduktif suplemen (sekunder) dan kasta reproduktif primer (laron). Kasta reproduktif supleman (sekunder) terdiri atas jantan dan betina yang keduanya tidak memiliki sayap, bilapun ada sayap berukuran kecil dan relatif tidak berfungsi. Kasta reproduktif sekunder ini terbentuk dengan tujuan sebagai cadangan ratu primer bila suatu saat ratu primer mati atau sakit. Kasta reproduktif primer (laron) memiliki ciri khusus diantaranya memilki sayap . Ukuran dan bentuk pada bagian sayap depan dan belakang sama. Ratu rayap dapat berumur mencapai 20 tahun bahkan 50 tahun lebih lama dibandingkan dengan umur raja. Ukuran badan sang Ratu lebih besar dibandingkan Raja pada bagian abdomen (Prasetyo & Yusuf 2005), hal ini karena pertumbuhan ovari, usus, dan penambahan lemak tubuh akibat kapasitas telur yan meningkat (Borror 1992). Rayap Pada Lahan Gambut Pembukaan hutan rawa gambut dan pengalihgunaan lahannya umumnya didahului dengan pembuatan parit-parit. Keberadaan parit-parit ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap karakteristik hidrologis lahan gambut, yaitu antara lain terjadinya penurunan muka air. Hal ini menyebabkan lahan gambut tidak lagi tergenang dan lapisan permukaan menjadi lebih berpori dan aerobik (Banas & Gos, 2004). Perubahan ini diduga membuat lahan gambut
menjadi lebih sesuai sebagai habitat makrofauna tanah, seperti antara lain rayap tanah (subterranean termites), yaitu rayap yang bersarang di bawah permukaan tanah (Fazzly et al., 2005). Kehadiran rayap pada lahan gambut dapat memberikan dampak lingkungan yang patut diperhitungkan. Hal ini mengingat rayap memainkan peranan kunci dalam eksosistem, yaitu sebagai pembentuk struktur tanah, vegetasi serta daur materi melalui proses dekomposisi (Bignell & Eggleton, 2000).Pada penelitian (Purnasari, 2013) famili Rhinotermitidae merupakan famili yang paling banyak dijumpai dalam (83%) baik pada kebun kelapa sawit maupun pada kebun pekarangan. Wang et al. (2003) menyebutkan bahwa spesies-spesies anggota Rhinotermitidae memang lebih sering dijumpai di luar hutan alam atau di kawasan hutan alam yang telah dialihfungsikan menjadi areal perkebunan dan pemukiman. Famili Rhinotermitidae merupakan kelompok rayap pemakan kayu (Eggleton, 2000) dan mempunyai habitat di dalam tanah atau di dalam kayu mati (Collins, 1983). Subfamili dari Rhinotermitidae yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Rhinotermitinae dan Coptotermitinae.Menurut Lavelle et al. (1997), cara penggunaan
lahan
akan
mempengaruhi
keanekaragaman
dan
biomassa
makrofauna tanah secara umum. Sedangkan Jones et al. (2003), misalnya, menyebutkan bahwa tipe dan intensitas penggunaan lahan sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman dan biomassa rayap Rayap Perusak Gedung Rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling mengganggu. Rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik
serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik, kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta penghalang fisik lainnya (Nandika et al. 2003). Tarumingkeng (2003) menyatakan jenis-jens rayap perusak kayu di Indonesia termasuk dalam family Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan termitidae: 1.
Famili Kalotermitidae Jenis –jenis rayap ini merupakan jenis rayap yang paling primitif
koloninya tidak terdapat kasta pekerja. Tugas mengumpulkan makanan dan merawat saranng dilakukana oleh larva dan nimfa yang telah tua. Cara hidupnya dibagi atas tiga golongan : a. Rayap kayu lembab (Glyptotermes spp). b. Rayap pohon (Neotermes spp). c. Rayap kayu kering (Cryptotermes spp). 2.
Famili Rhinotermitidae Famili ini mempunyai sarang dibawah atau diatas tanah. Jenis –jenis
yang terpenting adalah Coptotermes curvignatus dan Coptotermes travian. Organisasi dari family ini sedikit lebih maju dari family Kalotermitidae. 3.
Famili Termitidae Famili ini memiliki organisasi yang lebih sempurna dari family
kalotermitidae. Rayap ini kebanyakan hidup di dalam tanah. Genus yang terkenal antara lain Ondototermes, Microtermes, macrotermes. Namun diantara rayap – rayap itu yang paling penting menimbulkan masalah pada bangunan gedung adalah jenis Captotermes curvignathus. Kemampuanya dalam menyerang
bangunan sangat ditunjang oleh daya jelajahnya yang tinggi baik pada arah jelajah horizontal maupun vertikal; mampu membuat sarang antara (secondary nest) pada tempat-tempat yang secara tidak langsung bersinggungan dengan tanah, dan ukuran populasinya tinggi. Namun beruntung, dibandingkan dengan rayap lain misalnya Schedorhinotermes javanicus, Macrotermes gilvus maupun Microtermes inspiratus, sebarab rayap C. curvignathus jauh lebih terbatas dan diduga pola spasialnya berbeda (Rismayadi,1999). Menurut Rismayadi (2003) rayap tanah Coptotermes juga dapat menyerang kayu sasaranya sejauh 90 meter dari sarangnya yang terdapat di kedalaman tanah 30-60 cm dibawah permukaan tanah bahkan lebih dalam lagi dengan liang-liang selebar 6 cm. Perinsipnya makanan dari golongan rayap ini adalah bahan-bahan yang mengandung selulosa seperti bamabu, kertas kain dan berbagai jaringan tanaman lainya . kerusakan uang timbul akibat serangan rayap disebut sarang lebah (honey com demage) yaitu berupa saluran yang berlapis-lapis dan tidak beraturan (Harris,1971). Cara Penyerangan Rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga mencapai kuda-kuda dan di seluruh permukaan tembok. Adapun mekanisme rayap menyerang bangunan antara lain : 1. Menyerang melalui kayu yang berhubungan langsung dengan tanah. 2. Masuk melalui retakan-retakan atau rongga pada dinding dan pondasi. 3. Membuat liang-liang kembara di atas permukaan kayu, beton, pipa dan lain-lain(sheltertubes).
4. Menembus objek-objek penghalang seperti plastik, logam tipis, dan lainlainwalaupun objek tersebut bukan makanannya. (Jusmalinda,1994) Rayap kayu kering mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk diketahui. Pada kayu yang diserang terjadi lubang dan lorong-lorong yang saling berhubungan. Kayu yang diserang menjadi keropos dan menyebabkan ronggarongga tak teratur dalam kayu, dengan meninggalkan lapisan yang tipis pada permukaan kayu sehingga dari luar tidak nampak serangannya, tetapi dengan tekanan sedikit saja kayu akan rusak. Tanda serangan yang kelihatan adalah keluarnya ekskremen berupa butir-butir kecil berdiameter 0,6 - 0,8 mm, berwarna kecoklatan yang dikeluarkan dari lubang serangan dalam jumlah yang besar (Nandika et al. 2003). Rayap kayu kering mampu menyerang bangunan melalui laron (kasta reproduktif) yang terbang keluar dari sarangnya dan hinggap di kayu yang tidak terlindungi. Di kayu tersebut, laron akan menetap dan berkembang biak untuk membangun koloni baru. Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas pada kayu struktur bangunan (kuda-kuda, kaso, gording, reng dan lain-lain) tetapi juga seringkali menyerang barang-barang mebel (meja, kursi, dipan, kitchen set, dan lain-lain), kusen, jendela dan pintu, tetapi tidak menyerang barang berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain karpet, dan lain-lain (Nandika et al. 2003).
Apabila rayap mampu mencapai sasarannya, serta faktor biotik dan abiotik mendukung perkembangannya maka rayap akan dengan mudah memperluas serangannnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini berlaku pada rayap tanah Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan rayap (Nandika et al. 2003). Aktivitas makan rayap pada suatu jenis kayu tergantung faktor luar yaitu jenis kayu. Pada tahap awal, kompenen kimia kayu merangsang saraf perasa gustatory rayap yaitu pada waktu rayap mulai makan. Kedua adalah tingkat ambang rasa rayap itu sendiri. Dengan demikian tingkat kesukaan makan rayap pada beberapa jenis kayu tergantung pada jenis-jenis kayu dan jenis rayap itu sendiri. Perbedaan sifat kayu dan ambang rasa rayap menimbulkan perbedaan aktivitas makan setiap jenis rayap pada berbagai jenis kayu (Supriana,1983). Kerugian Serangan Rayap di Indonesia Indonesiamengenal rayap sebagai serangga perusak kayu dan bangunan gedung yang paling penting. Seranganya pada kayu kontruksi bangunan dan bahan lignoselulosa lainnya telah dilaporkan hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Bahkan kerugian ekonomis yang terjadi akibat
seranganya pada
bangunan gedung terus meningkatkan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 kerugian tersebut dipekirakan mencapai Rp. 3,73 trilyun (Nandika et al. 2003). Sejalan dengan meluasnya pembukaan wilayah hutan, reklamasi lahan, pembangunan pemukiman, serta lahan pertanian dan perkebunan, ancaman
serangan rayap pada bangunan gedung, tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan cenderung terus meningkat. Penelitian tentang kerugian ekonomis akibat serangan rayap di Indonesia telah banyak dilakukan. Penelitian tentang dampak kerugian yang disebabkan rayap dan intensitas seranganya telah dilakukan sejak tahun 1980-an. Seperti yang diungkapkan Rudi (1999) dalam Romaida (2002) bahwa kerugian untuk kotamadya Bandung mencapai 1,35 milyar pertahun. Menurut Safaruddin (1994) kerugian ekonomis akibat serangan rayap di Jakarta Barat dan Jakarta Timur berkisar Rp 67,57 milyar. Organisme yang paling banyak ditemukan menimbulkan keruskana pada kayu khususnya bangunan adalah rayap tanah . genus Coptotermes merupakan hama isopteran yang sangat destruktif menyerang kayu dan bahan berkayu di dunia (Takematset al., 2006) dan berbagai spesies rayap ini di temukan di Indonesia seperti di Pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera. Kerugian akibat serangan rayap pada bangunan/ rumah masyarakat di Indonesia diperkirakan telah mencapai 1.67 triliyun per tahun (Rakhmawati,1996). Di samping itu, data yang dikemukan oleh Supriana (1983) menunjukkan bahwa kerugian dengan adanya serangan rayap bangunan gedung milik pemerintah mencapai 100 milyar rupiah per tahun.