4
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Batang Toru Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur, secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01° 27’ Lintang Utara. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan dengan luas hutan di masingmasing kabupaten sebagai berikut: • Kabupaten Tapanuli Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk kedalam daerah Tapanuli Utara adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas hutan. Air dari hutan Batang Toru di Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di lembah Sarulla dan hulunya dari DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di Tapanuli Utara. Pegunungan yang paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli Utara (Dolok Saut 1.802 m dpl) • Kabupaten Tapanuli Tengah: hutan Batang Toru yang termasuk daerah Tapanuli Tengah adalah seluas 15.492 ha atau 11,4% dari luas hutan. Kawasan hutan Batang Toru di Tapanuli Tengah merupakan daerah tangkapan air bagi PLTA Sipansihaporas. Areal sekitar Sipansihaporas merupakan hutan ditebing kapur yang sangat indah dengan banyak air terjun. Hulu DAS Garoga dan DAS Tapus berada di Tapanuli Tengah. Kawasan Bukit Anugerah yang sedang dibangun untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata Tapanuli Tengah, berada di tepi hutan Batang Toru. • Kabupaten Tapanuli Selatan: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk ke dalam daerah Tapanuli Selatan adalah seluas 31.556 ha atau 23,1% dari luas
Universitas Sumatera Utara
5
hutan. Air dari sungai Batang Toru dan Aek Garoga menjadi penting untuk perkebunan luas yang berada di daerah hilir. (YEL, 2007). Luas, Topografi dan Letak Geografis Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam. Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803 m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang disiapkan usulan perubahan status untuk menjadikan hutan Batang Toru sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli (YEL, 2007). Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting Adiankoting dalam Angka (2012),secara geografis kecamatan Adiankoting terletak pada koordinat 98o50’21,37’’ BT – 01o58’40,02’’ Lintang Utara. Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan 502, 90 Km2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut : • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung.
Universitas Sumatera Utara
6
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli, Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi kemenyan 524,07 ton/tahun (Adiankoting dalam Angka, 2012). Inventarisasi Rotan Pemanfaatan secara lestari rotan alam dapat dilakukan melalui perencanaan yang baik dengan mendasarkan pada informasi mengenai habitat, populasi, potensi, dan persebarannya. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan inventarisasi yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Informasi tersebut merupakan data dasar yang dapat ditindaklanjuti dengan melakukan seleksi jenis, diikuti dengan penelitian, terutama yang berkaitan dengan fenologi dan silvikultur. Rangkaian kegiatan tersebut selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk budidaya secara komersial dalam skala besar untuk menjamin keberadaan rotan alam (Witono, dkk, 2003). Rotan umumnya tumbuh secara alami, menyebar mulai daerah pantai hingga pegunungan, pada elevasi 0 - 2900 m di atas permukaan laut, secara ekologis rotan tumbuh dengan subur di berbagai tempat, baik dataran rendah maupun agak tinggi, terutama di daerah yang lembab seperti pinggiran sungai (Kalima, 2008). Tanaman rotan secara umum tumbuh berumpun dan mengelompok sehingga umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap panen juga berbeda. Oleh
Universitas Sumatera Utara
7
karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara pemilihan atau tebang pilih, maksudnya rotan yang telah masak tebang saja yang dipungut. Ciri-ciri rotan yang telah siap panen pada rotan yang tumbuh secara alami maupun rotan dibudidayakan, yaitu daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam-hitaman, sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan batang telah berwarna hijau (Januminro 2000). Deskripsi Rotan Secara Umum Secara umum taksonomi rotan dalam dunia tumbuh-tumbuhan menurut Januminro (2000) sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub-divisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Spacadiciflorae
Family
: Arecaceae
Batang Menurut Rusmiati (1996) panjang batang rotan sangat bervariasi, tergantung jenis maupun individunya. Selanjutnya diterangkan bahwa jenis-jenis rotan digolongkan dalam beberapa kelas berdasarkan panjang ruas: ruas sangat pendek (0-10 cm); ruas pendek (10-20 cm); misalnya rotan udang, ruas, sit, dalun; ruas sedang (20-30 cm) misalnya rotan ayas, katok sega, denan; ruas rotan sangat panjang (40 cm ke atas). Diameter batang rotan secara umum akan sangat bergantung pada jenisnya.Batang rotan membulat dan beruas-ruas dimana pada tingkat pertumbuhan vegetatif, panjang ruas batang relatif pendek, namun pada
Universitas Sumatera Utara
8
pertumbuhan selanjutnya panjang ruas akan mewakili ukuran yang relatif sama. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Rotan ada yang berbatang tunggal dan ada yang berbatang lebih dari satu membentuk rumpun. Ciri ini sangat stabil untuk satu jenis. Dari segi ekonomisnya, ciri ini dapat dipakai sebagai dasar penentuan jenis mana yang dapat dipanen satu kali dan jenis yang dapat dipanen berulang. Permukaan batang rotan ada yang halus dan ada yang kasar. Ciri ini juga dapat membedakan antar jenis (Maturbongs, 1994). Daun Tumbuhan rotan berdaun majemuk, dimana duduk daun berada pada pelepah menyelimuti permukaan batang, anak daun yang tumbuh pada ibu tulang daun (Costa) sesuai dengan jenisnya dijumpai duduk sejajar, berseling atau dengan 2-4 helai daun berseling, arah ke ujung bila mencapai ketinggian/panjang batang sekitar 2-3 meter akan termodifikasi menjadi duri-duri pendek (cirrus). Pelepah daun yang duduk pada buku menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh menghadap ke dalam berfungsi sebagai penguat mengaitkan. Ukuran panjang daun dan anak daun setiap jenis berbedabeda demikian pula bentuknya (Sumarna, 1991). Bunga Menurut (Alrasyid dan Dali, 1986) pada umunya rotan termasuk jenis berumah dua kecuali jenis dari genus Korthalsia. Kedudukan bunga pada batang
Universitas Sumatera Utara
9
ada yang lateral dan terminal. Tipe pembungaannya ada dua yaitu Pleomatik dan Hapaxantik. Buah Kulit buah rotan bersisik halus hingga kasar. Daging buah dibungkus oleh selaput mesicarp. Rasa daging buah disukai oleh beberapa jenis satwaliar, seperti tupai, kelelawar dan lain-lain. Buah rotan pada waktu muda berwarna hijau, setelah tua berwarna kecoklatan hingga coklat kehitaman. Umumnya berbentuk bulat dan berbiji tunggal. Bentuk, warna, ukuran, dan jumlah sisik buah sering digunakan dalam menjelaskan pebedaan antara jenis rotan (Bless, 2011). Akar Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapesium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000). Rotan Sumatera Utara Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menjelaskan bahwa pada umumnya masyarakat Propinsi Sumatera Utara sudah lama mengenal rotan (Calamus sp) sebagai salah satu komoditas yang berguna, dan sekaligus sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Hasil Inventarisasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa taksiran potensi produksi rotan di wilayah Propinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun dengan luas kawasan mencapai 482.000 ha. Rotan yang dimanfaatkan secara komersil hanya 6 jenis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
10
1. Rotan manau (Calamus manan) 2. Rotan semambo (C. sciopionum) 3. Rotan sega (C. caesus) 4. Rotan getah (C. scipionum) 5. Rotan batu (C. dipenhorstii) 6. Rotan cacing (C. javensis) Tempat Tumbuh Rotan Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000 mm-4000 mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24 oC-30 oC. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon (Januminro, 2000). Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Pada umunya rotan tumbuh secara alami dari daerah pantai hingga pegunungan, pada ketinggian 0-2900 meter dpl pada jenis tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan dan semakin sedikit di daerah berbatu kapur dan juga semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan (Bless, 2011).
Universitas Sumatera Utara
11
Asal dan Penyebaran Rotan Penyebaran rotan di Indonesia meliputi: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan Pulau Papua (Rombe, 1986). Rotan di dunia dikenal dalam 13 genera dan diperkirakan terdiri dari kurang lebih dari 600 jenis. Ketiga belas genera tersebut antara lain: Calamus, Daemonorops, Eremospatha, Korthalsia, Pongonatum, Ceratolobus, Retispatha, Plectocomia, Plectocomiopsis, Mirialepsis, Colospataha, Oncocalamus, dan Bedjudia (Dransfield, 1996). Iklim Tumbuhan rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2.000 mm - 4.000 mm per tahun menurut tipe iklim Schmid dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 240 C - 300 C. Persyaratan iklim masing-masing jenis rotan berbeda mulai dari beriklim basah (tipe A dan B menurut Schmid dan Ferguson) cocok unutk rotan irit, taman/sega, manau sampai agak kering (tipe C dan D) cocok untuk tumbuhnya rotan semambu (Djaswadi, 1986 dalam Maturbongs, 1988). Tinggi Tempat Dari Permukaan Laut(dpl) Berdasarkan keringgian tempat utmbuh dari permukaan laut, tempat tumbuh rotan secara umum dibedakan sebagai berikut (Dransfield, 1996): − Jenis rotan yang tumbuh di dataran rendah di atas 300 meter dpl di Jawa : Calamus polytachys, Calamus Univarius, Calamus horrens, Calamus
Universitas Sumatera Utara
12
viminalis, Calamus muricatu, Ceratolobus glaucescens, Daemonorops hystrix dan Korthalsia teymanii. − Jenis yang tumbuh di dataran rendah di atas 800 meter dpl di Jawa: Calamus ornatus, Calamus burckianus, Calamus reinwardtii, Daemonorops rubra. − Jenis yang tumbuh di bukit pada ketinggian 500 meter sampai 1400 meter dpl: Calamus asperimus,
Calamus adspersus,
Calamus ciliaris, Calamus
spectabilis, Calamus heteroideus, Calamus rhomboideus,Daemonorops spp, Daemonorops oblonga, Ceratolobus concolor dan Korthalsia junghunii. − Jenis yang tumbuh pada ketinggian 0-1800 meter dpl: Plectocomia elongata, Calamus javensis, Daemonorops melanochaetes. Potensi Rotan Indonesia menghasilkan lebih dari 75% pasokan rotan dunia. Rotan menghasilkan devisa lebih banyak dibandingkan hasil hutan lainnya kecuali kayu gelondongan. Volume ekspor rotan Propinsi Sumatra Utara pada tahun 2008 adalah 660,95 ton atau setara dengan US $ 1.840.000,-. Terhitung sejak tahun 1992 volume rata-rata perdagangan rotan Indonesia adalah 87.770 ton per tahun atau setara US $ 292.000.000,- (Dishut Prov. Sumatra Utara, 2008). Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga propinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah Kalimantan Tengah (75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%) (Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, 2004). Ada beberapa kabupaten di Propinsi Sumatra Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan mencapai 672.620 ton per tahun, diantaranya adalah Kabupaten Toba Samosir, Tapanuli
Universitas Sumatera Utara
13
Tengah, Langkat, dan Mandailing Natal. Luas kawasan yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Prov. Sumatera Utara, 2008). Manfaat Rotan Bagian dari tanaman rotan yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian batangnya, terutama batang yang sudah tua. Batang rotan yang sudah tua umumnya dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Disamping bagian batang, bagian lain seperti akar, buah, dan getah dari beberapa jenis rotan juga dapat dimanfaatkan. Akar dan buah rotan digunakan sebagai bahan obat tradisional. Sementara getahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan industri farmasi. Tabel 2 menyajikan pemanfaatan dari beberapa jenis rotan. Setiap batang rotan juga memiliki kegunaan yang beragam, tergantung pada jenis hasil olahan, diantaranya: 1. Kulit rotan (peel) dimanfaatkan untuk berbagai jenis anyaman, lampit, tikar, tas, keranjang, dan sebagai bahan pengikat. Pemanfaatan didasarkan pada warna, elastisitas/ kekuatan, dan kelurusan bukunya. 2. Hati rotan dimanfaatkan untuk berbagai bahan pembuatan keranjang dan tali pengikat. Penggunaanya didasarkan pada elastisitas, tingkat keawetannya, kehalusan hasil serutan, dan ada tidaknya cacat. 3. Limbah kulit dan hati rotan dimanfaatkan untuk keperluan industri petasan, pengisian jok mobil/ kursi, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 1. Pemanfaatan batang beberapa jenis rotan Jenis Rotan Pemanfaatan Tohiti
Bahan mebel, penahan pasir di gurun pasir, sandaran kapal, pengisi batang sepeda, batang sapu lantai, pengganti kerangka baja, dan lainnya.
Umbul
Bahan
anyaman
untuk
pembuatan
untuk
pembuatan
keranjang. Datu
Bahan
anyaman
keranjang dan bahan pembuatan kursi. Tarampu, Tanah
Bahan baku mebel.
Taman, Irit, Cincin, Pulut Merah, Pulut Bahan kursi antik dan tali pengikat Putih, Pulut Hijau, Manau, Batang
yang paling baik, bahan baku lampit rotan, tirai, dan lainnya.
Sabutan, Ahas, Danan
Bahan baku mebel yang tidak dilekuk maupun dilekuk. Bahan pembuatan alat penangkap ikan, pengikat rakit, dan lainnya.
Sumber: Hutagalung, 2009
Universitas Sumatera Utara