II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir
Ketchum (1972) in Kay and Alder (1999) mendefinisikan pesisir sebagai batas wilayah antara daratan dan laut dimana proses dan lahan di daratan ~ne~npengaruhi proses di laut dan sebaliknya. Hildebrand and Norrena (1992) menjelaskan wilayah pesisir meliputi wilayah sekitar pertemuan daratan dan lautan sepanjang ratusan meter sampai beberapa hlometer.
Wilayah pesisir
rnelipuli perairan pesisir dan semua daratan yang secara fisik, ekologis atau proses-proses alami atau aktivitas manusia baik langsung maupun tidak langsung berpotensi me~npengaruhisumberdaya pesisir. Menurut Soegiarto (1976), pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian darat, baik kering lnaupun basah yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi d~darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, lnaupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Menurut Dahuri dkk. (1996), penentuan batas pesisir untuk kepentingan pengelolaan didasarkan atas faktor-faktor yang me~npengaruhi pembangunan (pemanfaatan) dan pengelolaan ekosistem pesisir dan lautan beserta segenap sumberdaya yang ada di dalamnya, serta tujuan dari pengelolaan itu sendiri.
Ekosistern pesisir dapat bersifat ala~niataupun buatan. Ekosistern alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain: terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, for~nasipes-caprae, fonnasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan pemukiman (Dahuri dkk., 1996). Sumberdaya di wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih antara lain meliputi: sumberdaya perikanan (plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea, marnalia laut), m p u t laut, padang lamun, hutan mangrove dan temmbu karang. Sedangkan sumberdaya tidak dapat pulih mencakup: minyak dan gas, bijih besi, pasir, tirnah, bauksit, dan mineral serta bahan tarnbang lainnya(Dahuri dkk., 1996). Kay and Alder (1999) menjelaskan bahwa pennasalahan pesisir timbul akibat aktivitas manusia di daratan dan lautan. Aktivitas di daratan antara lain bempa: pelabuhan, pembangkit energi, bangunan-bangunan. Aktivitas di laut meliputi pembuangan sampah, penangkapan ikan, olah raga air, produksi minyak dan gas, pembangkit energi pasang surut dan budidaya pantai.
2.2 Bahaya Pencemaran Minyak di Wilayah Pesisir 2.2.1 Mangrove Mangrove lnempakan habitat pesisir yang paling rawan apabila terkena tumpahan minyak. Minyak akan terjebak di mangrove sehingga upaya membersihkannya sangat sulit (Taylor, 1991). Darnpak pencemaran minyak terhadap komunitas mangrove lebih mengarah ke gangguan fisik. Dalam pencemaran ~ninyakyang akut, lapisan ~ninyak menutupi seluruh siste~n perakaran mangrove, sehingga terjadi penyumbatan total lentisel pada akar napas, akibatnya pertukaran gas C02 di mulut-tnulut lentisel terputus. Jika ha1 itu terjadi maka tu~nbuhanmangrove yang bersangkutan akhirnya mati (Soemodihardjo dan Soeroyo, 1994). Anakan mangrove tennasuk rentan terhadap ceinaran minyak. Hasil pengamatan pada anakan mangrove yang ditumbuhkan dalam kotak-kotak plastik dan diberi perlakuan ~ninyakdiesel dan air laut dengan konsentrasi 100 ppm, 1.000 ppm, 10.000 ppm dan 100.000 pprn, diketahui anakan mangrove mengalami kematian pada konsentrasi 1.000 ppm ke atas (Mathias (1977) dalum Soemodihardjo dan Soeroyo (1994)). Duke and Pinzon (1986) dan Garrity et. al. (1994) melaporkan, dampak tumpahan minyak dari kilang minyak Panama, yang terjadi pada bulan April 1986 adalah sekitar 75 hektar mangrove dewasa mengalami kematian, setelah terlebih dahulu mengalami rontok daun.
Tiga tahun
kemudian daerah tersebut belum memperlihatkan tanda-tanda adanya regenarasi, dan pada substrat masih ditemukan banyak sisa-sisa minyak.
Menurut Hardjosoewarno (1989), Hasil penelitian efek limbah kilang minyak terhadap tumbuhan mangrove di Cilacap, Rhizophoru lebih rentan terhadap cemaran minyak dari pada Avice~zniudan Sonneraliu. Jenis-jenis tumbuhan bawah seperti Surcolnzobus glohosus, Derris heteropizylla dan Achantizus ilic~foliusmenghilang dari sekitar kilang ininyak ini.
Michel
(1991)
dalam
Soemodihardjo
dan
Soeroyo
(1994)
menjelaskan ttunpahnya minyak sebanyak 3-7 juta barel pada saat perang teluk lelah mencemari pantai kuwait dan Saudi Arabia sepanjang 500 km dengan lebar kurang lebih 1 km. Di daerah pasang surut, tutupan ininyak rnencapai 100 %. Proses pemulihan di daerah mangrove dan rawa payau berjalan lambat. Minyak terperangkap di antara akar-akar mangrove dalan waktu lama serta meresap ke substrat sedalam lebih dari 15 cm.
2.2.2 Terumbu Karang Salah satu faktor penting yang membatasi terumbu karang adalah cahaya .
Cahaya yang cukup hams tersedia agar fotosintesis oleh
zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang dapat terlaksana.
Tanpa
cahaya yang cukup , laju fotosintesis akan akan berkurang dan bersalna dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula. Titik kompensasi untuk karang merupakan kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang sampai 15-20 % dari intensitas di pennukaan (Nybakken, 1988).
Penutupan pennukaan air oleh minyak akan menurunkan laju fotosintesis, dan penutupan dalam jumlah besar akan menyebabkan kerusakan karang. Minyak menutupi polip dan mematikan karang (Taylor, 1991).
2.2.3 Pantai Berpasir
Menurut Nybakken (1988), partikel-partikel pasir atau kerlkil tidak cukup kuat untuk letap stabil jika ada ombak. Akibatnya, setiap ombak memukul, partikel-partikel substrat akan terangkut, teraduk dan terdeposit kembali. Hasil penelitian Michel (1991) dalurn Soemodihardjo dan Soeroyo (1994) menunjukkan bahwa proses pemulihan pencemaran minyak di daerah pasang surut yang berpantai pasir dan terbuka berlangsung cepal. Sloan (1993) mengkiasifikasi panfai berpasir menjadi tiga kelas berdasarkan kerentanannnya terhadap pencemaran minyak, yaitu: a. Pantai berpasir dan berkerikil. Minyak akan mengalami penetralan cepat dan terkubur oleh keadaan energi ombak yang sedang sampai rendah dan dapat bertahan lama. b. Pantai berpasir kasar Minyak akan rnengendap dan terkubur dengan cepat. Pada kondisi energi gelombang sedang sampai besar, minyak akan menghilang secara alami dalam beberapa bulan. c. Pantai berpasir halus
Minyak biasanya tidak menembus jauh ke dalain endapan dan dapat bertahan selama beberapa bulan
2.2.4 Padang Lainun
Lapisan minyak pada daun lamun menghalangi cahaya untuk sampai ke pennukaan daun dan menernbusnya, dan dengan demikian lamun tidak dapat berfotosintesis yang mengakibatkan kematiannya (Dahuri dkk., 1996). Pencemaran minyak akan mematikan rumput laut akibat tertutupnya daun dan batang.
Kemsakan nunput laut juga dapat terjadi akibat
penumpukan minyak pada sedimen. Selanjutnya gelombang dapat mencabut rumput laut dari sedimen (Taylor, 1991) 2.2.5 Sumberdaya Perikanan
2.2.5.1 Plankton Dampak minyak terhadap fitoplankton dapat mematikan atau mengurangi fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton, akan tetapi pada konsentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan fitoplankton, pengaruh tersebut bergantung kepada jumlah dan jenis minyak (Dahl et.ul, 1983). Menurut Johanson et.al (1980), Kelimpahan zooplankton di dekat tumpahan minyak menurun secara nyata, tetapi biomassanya pulih kernbali dalam lima hari. Capuvo ( I 987) menyatakan Zooplankton dapat berperan penting dalam mengendapkan minyak, misalnya Copepoda akan rnencema butiran minyak (tetapi tidak memetabolismenya), kemudian melepaskan minyak tersebut bersama kotoran dan akhirllya mengendap di dasar laut.
2.2.5.2 Benthos
Biota penghuni dasar seperti lobster, kerang, bintang laut dapat mati akibat terkena minyak. Pasir pantai dapat mengabsorbsi ininyak sehingga biota yang hidup di dalamnya mati akibat terkena minyak atau kehabisan udara (US Fish and Wild life Science, 1998). Habitat mempengaruhi lamanya dampak pencemaran minyak terhadap benthos. Pengaruh minyak terlama terjadi pada sedimen halus di daerah yang terlindung, sedang spesies di tepi laut terbuka berbatu karang akan pulih kembali dalam waktu jauh lebih cepat . Kecepatan pulih tergantung pada keterbukaan terhadap ombak, ukuran butiran substrat, jumlah dan jenis minyak, musirn, komunitas spesies dan sifat biologis pantai (Baker, 1991). Menurut Levings and Garrity (1994), Setelah lima tahun kejadian tumpahan minyak di pantai Karibia (Panama), Kelimpahan organisma yang hidup di dalam liang (seperti isopoda) relatif sama antara daerah yang tercemar dan tidak terceinar. Adapun hewan yang tidak membuat liang (seperti juwenil Panulirus argus) menurun populasinya sekitar 40 - 50 %. Minyak berpengaruh kronis terhadap Mytilus edul~s(Berg, 1999). Biota lain, Nematoda memiliki kemampuan pulih yang baik. Tumpahan minyak menurunkan diversitas koinunitas nematoda, akan tetapi dalam satu bulan pola diversitasnya sama dengan sebelum terjadi pencemaran (Danovaro et.al., 1995).
2.2.5.3 Ikan Dampak langsung minyak terhadap ikan dapat berupa pengaruh racun secara langsung (jangka Pendek), pengaruh fisik (mekanis) dan kontaminasi kronis (jangka Panjang). Pengaruh akut secara langsung mencakup kernatian, menjadi lemah karena adanya gangguan sistem syaraf pusat, pengaturan tekanan osmosis tidak berfungsi, metabolisme terganggu atau kerusakan jaringan secara (histologis). Gangyan pada sistem syaraf pusat dapat menyebabkan kematian secara langsung atau mematikan secara tidak langsung melalui perubahan tingkah laku yang lnenyebabkan ikan tidak marnpu lagi menghindar dari predator (Tim Fak. Perikanan IPB, 1995). Komponen minyak yang besifat volatile dapat membakar kulit, iritasi pada hidung, mata dan mulut. Benzine, toluena dan hidrokarbon lain yang masuk ke dalam tubuh dapat merusak sel darah merah, sistem kekebalan, ginjal, hati dan sistem reproduksi (AMSA, 1998). Minyak dapat mempengaruhi kehidupan ikan; misalnya memperlambat pertumbuhan, menyebabkan penetasan lebih dini, perubahan pada proses pertmbuhan dan genetis ( Carls and Rice, 1990). Secara m u m telur dan larva lebih peka terhadap pencemaran minyak dari pada anak ikan dan anak ikan lebih peka daripada ikan dewasa ( Carls and Rice, 1990). Sekelompok ikan finfish dewasa masih dapat
menghindari pencemaran minyak (Goldberg, 1991).
2.3 Indeks Kepekaan L i ~ i g k ~ ~ n g a n
Kepekaan adalah tidak tolerannya suatu habitat, komunitas atau spesies terhadap faktor luar, sehingga mudah rusak atau bahkan mati (Mc Leod, 1996). S L I ~ habitat, ~ L I komunitas atau spesies inenjadi rawan ketika terkena pengaruh dari luar (lingkungan). Kepekaan disebabkan oleh kerentanan ketika berhubungan dengan dainpak fisik atau kondisi lingkungan yang sangat ekstriin (Tyler-Walter el. CI/., 200 1 ). Tingkat kerawanan merupakan gainbaran keinungkinan suatu habitat terhadap faktor luar yang bersifat peka (Tyler-Walter
el.
ul., 2001). Tingkat
kerawanan (vulnerubilily ruling) suatu ekosistem terhadap dainpak kegiatan pembangunan bergantung pada respons ekosistein tersebut terhadap suatu dampak dan peluang terjadinya dampak atas ekosistem.
Respon ekosistem pesisir
terhadap suatu dampak ada yang sangat peka sainpai yang tidak peka, bergantung pada karakteristik biologi dan ekologi dari ekosistein yang bersangkutan. Peka dalain ha1 ini artinya jika ekosiste~n tersebut terkena suatu dampak, maka ekosistem ini akan inudah rusak tetapi sukar pulih untuk menjadi baik (Tim Fakultas Perikanan IPB, 1995). Indeks Kepekaan lingkungan (IKL) ~nerupakan pendekatan secara sisternatis rnengkompilasi informasi inengenai kepekaan pantai, sumberdaya biologi dan sumberdaya yang dimanfaatkan manusia. Peta IKL berguna untuk mengidentifikasi sensitivitas sumberdaya sebelum terjadi tumpahan ininyak untuk memperkirakan prioritas proteksi dan mendesain strategi meinbersihkan minyak (NOAA, 200 1).
Sistem perangkingan kepekaan lingkungan digunakan dalain atlas untuk membatasi dan menggainbarkan kepekaan relatif di daerah pantai dan perairan terhadap dainpak tumpahan minyak.
Rangking kepekaan menggunakan nilai
bertingkat mulai dari sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. Elemen pang dijadikan katagori adalah sulnberdaya alain yang digunakan manusia, keberadaan biologis dan residensi ininyak. Peta kepekaan lingkungan terhadap tuinpahan ininyak berguna untuk perencanaan respon terhadap turnpahan ininyak dan alat uiituk mengidentifikasi suinberdaya alam yang beresiko; n~enentukan prioritas proteksi lingkungan dan strategi mengatasinya (Mosbech el. ul., 2000). Peta indeks kepekaan lingkungan (IKL) meliputi tiga tipe infonnasi, yaitu klasifikasi garis pantai, sumberdaya alain dan habitat, serta pemanfaatan lahan (aspek sosial) (NOAA, 1997 dan RPI, 1994). Hayes et.al (1999) liienyusun IKL berdasarkan tingkat penutupan permukaan air, tingkatan percainpuran minyak di kolom air, potensi retensi minyak, keinudahan membersihkan, kepekaan dan kerawanan asosiasi rawa, pemanfaatan lahan, kepekaan dan nilai penting biota. Nilai sosial merupakan pola penggunaan lahan pada prinsipnya dapat dibagi dalam 4 komponen utama, yaitu: (1) rekreasi dan pemanfaatan pantai, (2) manajeinen wilayah, (3) pemanfaatan sumberdaya alam, dan (4) arkheologi, situs sejarah dan budaya (NOAA, 1997).
Menurut RPI (1994) tingkat kepekaan habitat di wilayah pesisir terhadap tu~npahan Ininyak akan dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) tipe garis pantai (substrat, ukuran partikel, elevasi), (2) tingkat keterbukaan pantai terhadap pasang dan gelombang, (3) produktivitas dan kepekaan secara biologi, dan (4) ke~i~udahan ~nembersihkanminyak. Tabel 1. Tingkatan kepekaan habitat terhadap tumpahan rninyak (RPI, 1999) Rangking 1A 1B 2A
2B 3A
3B 3C 4
5 6A
6B 7 8A
8B 8C 8D 8E
9A 9B 10A
10B 10C 1OD 10E
Habitat Pantai berbatu terbuka Pantai dengan bangunan terbuka Pantai berbatu, lu~npuratau liat dengan pemecah gelombang Pantai curam dengan substrat tanah liat Pantai berpasir sedang - halus Pantai berpasir curam Pantai berupa tebing Panta~pasir-koarsa Pantai calnpuran pasir dan kerikil Pantai kerikil Pantai dengan penghalang gelo~nbang Pantai landai terbuka Pantai berbatu terlindung Pantai dengan bangunan terlindung Pantai dengan penghalang gelombang terllndung Pantai curam bervegetasi Pantai Gambut Pantai landai terlindung Pinggiran rendah bervegetasl Rawa asin dan payau Rawa air tawar Rawa-rawa Lahan basar bersemak Tundra rawan banjir
RPI (1999) rnenibuat tingkatan kepekaan lingkungan pesisir terhadap t~~mpahan minyak didasarkan pada faktor-faktor berikut: (1) besarnya gelombang dan pasang, (2) ke~niringanpantai, (3) tipe substrat, dan (4) produktivitas dan kepekaan biologi. Penentuan perangkingan merupakan hubungan antara prosesproses fisik, tipe substrat, asosiasi biota yang ~nelnbentukgeornorfik atau ekologi habitat pesisir dan dugaan pergerakan tumpahan tninyak, pola transport sedimen serla dalnpak biologi yang timbul.
U.S. Fish and Wild Live Service (1998)
~nengemukakanada 4 faktor penting yang harus diperhatikan pada saat terjadi tu~npahanminyak, yaitu ( I ) gelombang dan pasang, (2) tipe pantai, (3) inusirn dan cuaca, (4) kelimpahan dan kepekaan biota dan habitatnya. Kunci perangkingan kepekaan lingkungan didasarkan pada hubungan antara proses-proses fisik, substrat, tipe pantai, tipe produk, dan pola transport sedimen. lntensitas energi yang berasal dari gelombang, pasang dan arus sungai ~ne~npengaruhi secara langsung darnpak pencemaran niinyak (NOAA dan CDFG, 1998). Indeks
kepekaan
lingkungan
pengendalian pencemaran minyak.
(IKL)
dapat
dipergunakan
untuk
Mekanis~neyang dapat dilakukan adalah
melalui pendeteksian wilayah yang akan terkena pengaruh buruk tumpahan minyak dan wilayah yang dapat diproteksi dari pencemaran minyak (NOOA, 200 1).
Tabel 2. Tingkatan kepekaan lingkungan pesisir terhadap tu~npahantninyak (NOAA, 1997)
Habitat
Rangking 1A
Pantai berbatu terbuka
1B
Pantai dengan bangunan terbuka Pantai berbatu, lumpur atau liat dengan pemecah gelombang Pantai curaln dengan substrat tanah liat Pantai berpasir sedang - halus Pantai berpasir curaln Pantai pasir-koarsa Pantai calnpuran pasir dan kerikil Pantai kerikil Pantai dengan penghalang gelombang Pantai landai terbuka Pantai berbatu terlindung Pantai dengan bangunan terlindung Pantai dengan penghalang gelombang terlindung Pantai curam bervegetasi Pantai landai terlindung Pinggiran rendah bervegetasi Rawa asin dan payau Rawa air tawar Rawa Lahan basar berselnak
Menurut Sloan (1993), tingkat kerentanan ekosiste~npesisir terhadap pencemaran lninyak di Indonesia dapat dikelompokan menjadi lima katagori, yaitu rendah, kurang, sedang tinggi dan sangat tinggi. Secara terperinci tingkat kerentanan tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. lndeks kerentanan jenis-jenis ekosistern di pesisir Tingkat Kerentanan
I
Keterangan
I
5
Sangat Tinggi
4
Tinggi
-Terurnbu karang -Padang larnun
3
Sedang
-Perairan semi terbuka (teluk, der~naga)
2
Kurang
-Pantai berbatu -Pantai berpasir
1
-Mangrove -Rawa Payau -Daerah pasang surut berbatu terlindung -Dataran banjir terlindung -Penggunaan khusus (rnisalnya jenis langka)
! Rendah
I
Tipe Ekosiste~n
-Daerah pasang surut berbatu terbuka -1-Iutan Kelp -Perairan terbuka (lepas pantai) -Subtidal berbatu (karang-karang berbatu) -Subtidal berbatu lunak
I kerasldasar