BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Di setiap pulau-pulau yang berada di wilayah Indoneisa memiliki sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Tetapi di samping itu negara Indonesia berada di atas lempengan-lempengan yang terus menerus bergerak karena adanya pergerakan bumi. Lempengan-lempengan tersebut adalah lempengan Australia, lempengan pasifik, dan lempengan eurasia. Pergerakan antar lempengan tersebut dapat menimbulkan bencana apabila adanya gesekan atau tabrakan antara lempengan yang satu dengan yang lainnya. Bencana tersebut berupa gempa bumi yang dapat menimbulkan gelombang tsunami. Gempa bumi dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah apabila gempa tersebut berskala besar. Begitu juga gelombang tsunami yang dapat menyapu daratan dan apapun yang dilaluinya.1 Berbagai bencana terjadi di Indonesia secara berturut-turut, berawal pada akhir tahun 2005, terjadi bencana di Aceh. Bencana alam yang diawali dengan gempa bumi 8,7 skala richter dan beberapa menit kemudian disertai datangnya tsunami. Bencana tersebut tepatnya terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 tergolong sebagai bencana terbesar di dunia. Bencana tersebut melanda negara-
1
Sarwidi, “Sebab Akibat Bencana Alam Terhadap Masyarakat Indonesia”. Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas IMPRESS. tanggal 26 Februari 2005.
1
negara disekitar Asia seperti India, Srilangka, Muangthai, Afrika selatan, Malaysia dan Indonesia. Bencana tersebut mengakibatkan timbulnya banyak korban serta kerusakan yang luar biasa. Bencana gempa dan tsunami yang melanda Indonesia terutama di daerah Nanggro Aceh Darussalam, menimbulkan korban sekitar 200.000 orang meninggal dunia akibat bencana serta sekitar ratusan ribu orang lainnya dinyatakan hilang. Puluhan ribu unit rumah dan bangunan lainnya juga rusak dan hancur akibat bencana. Kemudian terjadi bencana gempa 6,9 skala richter di Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya di daerah Bantul. Bencana tersebut mengakibatkan rusaknya ratusan rumah, gedung perkantoran dan beberapa gedung Universitas di daerah Yogyakarta. Bencana tersebut juga menimbulkan korban meninggal dunia sekitar 6000 orang. Bencana alam juga berdampak negatif bagi lingkungan yang menyebabkan musnah dan rusaknya flora dan fauna di sekitar daerah yang terkena bencana.2 Fenomena bencana alam yang terjadi di Indonesia merupakan peristiwa ilmiah dan tidak ada seorang pun dapat memperkirakan kapan bencana alam akan terjadi. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.3 Bencana alam terjadi juga terkait dengan perilaku umat manusia. Perilaku manusia yang menyimpang dan serakah terhadap sumber kekayaan alam yang kemudian 2
Jawahir Thontowi, “Aspek-Aspek Hukum Internasional Dalam Rancangan Undang-Undang Bencana Alam”, dalam Jurnal Hukum,No. 25, Mei 2005, hlm. 10. 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 1 angka 2.
2
dapat menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem. Secara teoritis, bencana digolongkan dalam tiga jenis: bencana alam (natural disaster), seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir dan lain sebagainya; bencana yang timbul akibat ulah manusia (man made disaster), yaitu konflik dan peperangan; bencana gabungan (complex disaster).4 Berkaitan dengan perilaku umat manusia dalam al-Qur`an ditegaskan bahwa telah terjadi kerusakan di darat dan laut disebabkan akibat dari perbuatan manusia yang melebihi batas. Perbuatan yang menimbulkan kerusakan tersebut, baik bagi alam maupun tatanan masyarakat antara lain disebabkan oleh karena perbuatan tangan-tangan kekuasaan yang jahil dan tidak adil.5 Maka dalam agama Islam, telah ditetapkan hubungan antara manusia dengan alam. Manusia yang dianugrahi akal, seharusnya tidak melakukan tindakan eksploitasi secara berlebihan untuk mengambil sumber daya alam yang dapat merusak ekosistem dan juga dapat menimbulkan bencana alam.6 Penyebab timbulnya bencana alam juga berkaitan dengan pelanggaran hukum. Pelanggaran tersebut berupa pelanggaran ketentuan izin yang berkaitan dengan kegiatan dalam bidang lingkungan hidup. Kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Dalam pasal 5 ayat (3) ditegaskan, “bahwa setiap orang berkewajiban menjaga dan melestarikan lingkungan dari 4
Sarwidi, Op. Cit. Qur`an Surat Ar-Rum : 41 6 Jawahir thontowi, Ibid., hlm. 3. 5
3
penurunan kualitas lingkungan. Secara khusus bagi para pelaku usaha diwajibkan mematuhi AMDAL sebagai persyaratan yang harus diikuti”.7 Untuk itu, dalam upaya pencegahan terjadinya bencana, mengharuskan para pejabat penegak hukum seperti polisi, jaksa, pengacara, dan hakim lebih menegakkan hukum di bidang lingkungan hidup. Koesnadi Hardjosoemantri menegaskan, bahwa salah satu penyebab timbulnya suatu bencana juga terkait dengan tidak dipatuhinya ketentuan izin kegiatan dalam bidang yang berkaitan dengan lingkungan hidup.8 Perilaku penegak hukum yang turut melanggar dengan memberi izin yang tidak benar juga menjadi penyebab utama terjadinya bencana alam dan akan membawa penderitaan bagi seluruh masyarakat. Kurangnya penegakan hukum dapat membawa dampak yang buruk bagi kehidupan masyarakat. Adapun faktor-faktor lainnya yaitu kepedulian yang sangat rendah terhadap ancaman bencana, kurangnya persiapan dan antisipasi terhadap ancaman bencana, tidak menerapkan siklus manajemen bencana, tidak adanya konsep pengetahuan tentang mitigasi suatu bencana, kurangnya para tenaga ahli yang memahami tentang bencana. Negara Indonesia merupakan negara yang paling parah terkena dampak akibat bencana alam tersebut. Terdapat juga para pengungsi yang begitu besar jumlahnya. pengungsi yang merupakan korban bencana tsunami dan gempa, khususnya di Indonesia tidak kurang dari 500.000 jiwa. Tercatat 446,212 jiwa dari
7
Saru Arifin, Hukum dan Bencana Alam di Indonesia, hlm. 3. Koesnadi Hardjosoemantri. Pokok-Pokok Pikiran Hukum Lingkungan dan Implementasinya Terhadap Keseimbangan Ekosistem Indonesia. Dalam Hukum Dan Bencana Alam di Indonesia. FH UII-JICA. 2003. Hlm. 123. 8
4
jumlah pengungsi seluruhnya akibat bencana tsunami adalah pengungsi aceh.9 Meningkatnya jumlah pengungsi telah berpengaruh besar terhadap stabilitas sosial, ekonomi, politik, dan keamanan nasional. Sektor yang paling vital dalam suatu negara yang terkena imbasnya adalah sektor perekonomian karena mengeluarkan dana yang sangat besar untuk merehabilitasi bangunan-bangunan yang hancur akibat bencana dan dana untuk meyalurkan segala keperluan bantuan bagi para korban bencana. Bencana tsunami dan gempa yang terjadi di Aceh dan Yogyakarta memang menimbulkan dampak yang sangat besar yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik di wilayah-wilayah yang terkena bencana secara langsung maupun yang terkena dampak secara tidak langsung dari bencana tersebut. Selain itu, akibat terjadinya bencana alam juga menimbulkan gangguan psikologis karena kehilangan keluarga, harta benda, kemiskinan, ancaman kesehatan, dan kerawanan akibat mereka hidup di pengungsian. Sebagian besar masyarakat yang terkena bencana secara langsung sangat mengaharapkan bantuan dari pemerintah. Bencana tsunami dan gempa yang menyebabkan ratusan ribu jiwa telah menjadi korban dan ratusan ribu pengungsi yang harus berjuang untuk mengatasi rasa kehilangan keluarga dan harta benda mereka, sekaligus mulai berpikir untuk melanjutkan kehidupannya. Bencana yang telah terjadi harus segera ditanggulangi oleh pemerintah Indonesia karena bencana tersebut telah banyak menimbulkan korban dan 9
Jawahir Thontowi, “Urgensi Peraturan Hukum Bagi Bencana Alam”, dalam Hukum dan Bencana Alam, (Yogyakarta, JICA-FH UII, 2003).
5
menghancurkan beberapa fasilitas umum maka pemerintah segera menetapkan situasi tanggap darurat. Tanggap darurat bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana.10 Bantuan yang diberikan pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri kesejahteraan rakyat, Menteri sosial, dan Menteri kesehatan berupa bantuan pangan atau makanan, obat-obatan serta tendatenda untuk mendirikan penampungan bagi para pengungsi atau warga yang selamat dari bencana tersebut, yang rumahnya hancur diterjang tsunami. Dahsyatnya bencana tsunami yang dialami masyarakat di Aceh dan Yogyakarta mengundang perhatian dan simpati seluruh kekuatan negeri untuk bersama-sama memberikan bantuan agar dapat memulihkan kembali kehidupan dan perekonomian daerah-daerah tersebut. Bantuan bagi para korban tsunami berasal dari masyarakat diberbagai daerah di Indonesia yang tergerak hatinya untuk memberikan bantuan bagi para korban bencana tersebut. Bantuan dari masyarakat seperti makanan serta pakaian-pakaian yang masih layak pakai yang sengaja disumbangkan untuk membantu para korban bencana. Namun, bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah dan masyarakat belum cukup karena banyaknya korban atau para pengungsi akibat dari bencana tersebut.
10
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 1 angka 10.
6
Perhatian pemerintah sangat terbatas dalam melakukan pertolongan evakuasi terhadap para korban bencana. Kurangnya koordinasi dari pemerintah daerah setempat juga menyebabkan bantuan yang diberikan tidak merata kepada seluruh korban bencana sehingga masih banyak pengungsi yang belum menerima bantuan. Selain masalah distribusi bantuan, yang menjadi perhatian pemerintah yaitu harus segera memulihkan daerah-daerah pasca bencana dengan merekontruksi bangunanbangunan yang hancur. Bencana tsunami dan gempa yang telah banyak menimbulkan penderitaan masyarakat. Situasi itulah yang menggerakkan seluruh masyarakat internasional untuk memberikan bantuan terhadap Indonesia. Solidaritas internasional diwujudkan dengan memberikan bantuan-bantuan yang diperlukan bagi para korban bencana di Indonesia. Bantuan berupa barang-barang kebutuhan pokok dan bantuan finansial diberikan sebagai wujud kepedulian atas nama kemanusiaan. Masyarakat dunia yang turut berduka merasa bertanggung jawab atas penderitaan jutaan manusia yang meninggal dunia, terluka, kehilangan tempat tinggal dan harta benda, serta kehilangan masa depan. Di saat seperti ini muncullah solidaritas kemanusiaan yang melampaui tembok-tembok perbedaan kebangsaan, suku, ras, agama, dan keyakinan. Beberapa negara seperti Amerika, Australia, Inggris, Singapura, Malaysia, Korea, Jepang dan China turut serta dalam memberikan bantuan kemanusiaan bagi para korban bencana alam di Indonesia. Dalam penanggulangan bencana, organisasi-organisasi internasional turut memberikan bantuan kemanusiaan untuk para korban bencana. Organisasi PBB
7
sebagai organisasi internasional terbesar turut serta berperan aktif dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban bencana. Diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Tsunami Sumit di Indonesia pada tanggal 6 Januari 2005. Konferensi tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jendral PBB yaitu Kofi Anan dan dihadiri oleh perwakilan negara-negara ASEAN. Hasil Konferensi tersebut PBB akan memberikan dana bantuan kemanusiaan mencapai trilyunan dollar.11 Kewajiban untuk membantu para korban bencana alam telah ditetapkan oleh PBB melalui dikeluarkannya resolusi tentang pencegahan dan penanggulangan bencana alam. Dikeluarkannya Resolusi Majelis Umum PBB No. 58/214 23 Desember 2003 tentang Strategi Internasional untuk penanganan bencana (International Strategy for Disaster Reduction) yang menyebutkan bahwa “mendorong agar seluruh masyarakat internasional untuk menyediakan bantuan yang diperlukan oleh badan atau instansi lainnya yang menjadi sumber dana untuk berbagai keperluan ilmiah, teknis, dan bantuan kemanusiaan untuk mengurangi akibat-akibat bencana”.12 Kemudian Resolusi Majelis Umum PBB No. 58/215 27 Februari 2007 tentang Natural Disaster and Vulnerability yang menyebutkan antara lain “Mendorong kerjasama antar negara-negara untuk memberikan bantuan kepada para korban bencana alam dan berupaya untuk mengurangi akibat-akibat bencana alam”.13
11
Kedaulatan Rakyat, KTT Tsunami diselenggarakan di Jakarta , 6 Januari 2005, hlm 1. General Assembly, Resolution Adopted by The General Assembly 58/214, International Strategy for Disaster Reduction, 23 December 2003. 13 General Assembly, Natural Disaster and Vulnerability 58/215, 27 February 2004. 12
8
Perhatian masyarakat internasional yang dilengkapi dengan fasilitas pertolongan modern dirasakan manfaatnya. Tidak dapat dipungkiri lagi adanya praktek bantuan kemanusiaan dengan kehadiran organisasi-organisasi internasional dan relawan-relawan asing yang ikut memberikan bantuan dalam melakukan evakuasi dan tanggap darurat pasca bencana. Pemberian bantuan kemanusiaan terkadang dilakukan untuk alasan kemanusiaan. Namun, muncul pandangan bahwa bantuan kemanusiaan sering dihadapkan oleh persoalan kedaulatan negara. Dalam Piagam PBB juga ditegaskan dalam pasal 2 (4) yang menyebutkan bahwa setiap negara anggota harus menjauhkan diri dari penggunaan ancaman dan kekerasan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara lain. Dan Piagam PBB pasal 2 (7) menyebutkan bahwa organisasi internasional PBB tidak boleh mencampuri urusan yang pada hakikatnya merupakan urusan dalam negeri suatu negara.14 Atas dasar tersebut maka terdapat perdebatan mengenai bantuan kemanusiaan. Maka penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan teori-teori mengenai bantuan kemanusiaan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka penulis mengajukan tema sebagai penyusunan skripsi dengan judul “PENGATURAN BANTUAN KEMANUSIAAN DALAM
UNDANG-UNDANG
PENANGGULANGAN
NOMOR
BENCANA
24
TAHUN
DITINJAU
2007
TENTANG
DARI
HUKUM
INERNASIONAL”.
14
Sri Setianingsih, Pengantar Hukum Organisasi internasional (Jakarta: Universitas Indonesia, 2004), hlm. 270.
9
B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, maka secara garis besarnya dapat penulis tegaskan bahwa rumusan masalah yang diperlukan dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimana bantuan kemanusiaan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana ? 2. Apakah bantuan kemanusiaan dalam Undang-Undang 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana sesuai dengan hukum internasional ?
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bantuan kemanusiaan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. 2. Untuk mengetahui apakah bantuan kemanusiaan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana sesuai dengan hukum internasional.
D. Kerangka Teori Terjadinya bencana alam di Indonesia telah menimbulkan dampak yang sangat besar. Adapun aspek yang paling penting dapat kita pelajari dari akibat-akibat bencana alam tersebut yaitu faktor geografis. Menurut beberapa pakar geologi, misalnya di pulau jawa terdapat daerah-daerah yang sangat rawan longsor dan banjir
10
yaitu wilayah dataran tinggi di kota Bandung, Majalengka, Tasikmalaya dan Ciamis. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah titik rawannya meliputi daerah Banyumas, Kebumen, Semarang, Magelang, Purworejo, Salatiga, Boyolali, Temanggung dan Rembang. Sedangkan untuk wilyah luar Jawa timur yaitu Cepu dan Untuk luar Jawa yaitu Nias.15 Selain faktor geografis, perubahan iklim juga dapat menjadi penyebab timbulnya suatu bencana alam. Perubahan iklim secara global menyebabkan naikknya permukaan laut yang dapat menimbulkan banjir dan bencana lainnya. Perubahan iklim dapat terjadi karena alam dan karena campur tangan manusia. Menurut pakar manejemen perairan Universitas Gadjah Mada Dr. Ing. Ir. Agus Maryono mengemukakan bencana banjir disebabkan karena kesalahan perencanaan alur sungai dan perubahan tatanan guna daerah aliran sungai.16 Pembangunan diberbagai bidang juga menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya bencana. Dalam kenyataannya terdapat pembangunan pemukimanpemukiman di wilayah yang rawan longsor atau daerah perbukitan. Pembangunan permukiman tersebut lebih didorong oleh faktor ekonomis agar mendapat keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Menurut Sri Hastuti Puspita Sari dengan mengutip Gumbira Said, bahwa dampak negatif pembangunan dibidang lingkungan hidup yaitu menyebabkan kerusakan akibat pertanian, kerusakan akibat eksploitasi hutan, kerusakan akibat budidaya perikanan, dan terdapat polusi akibat pemukiman 15
Jawahir Thontowi, “Urgensi Peraturan Hukum Korban Bencana Alam”, dalam Islam, Politik dan Hukum : Esai-esai Ilmiah Untuk Pembaruan (Yogyakarta: Madyan Press, 2002), hlm. 219. 16 Jawahir Thontowi, Ibid., hlm. 221.
11
industri. Keterlibatan manusia ini sangat erat karena adanya situasi di mana aturanaturan hukum yang telah dibuat kemudian dilanggar dan tidak dipatuhi. Gayus Lumbun, menganalisis bahwa bencana banjir disebabkan karena pelanggaran terhadap ketentuan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), yaitu ketentuan Rencana Umum Tata Ruang, Konservasi, seperti penebangan hutan, pembangunan resort, pemukiman modern dan lapangan golf.17 Maka peran pemerintah untuk menangani bencana sangatlah penting. Melalui penegakan hukum agar mencegah terjadinya bencana serta memberi bantuan tanggap darurat kepada para korban bencana ketika terjadi bencana. Berkaitan dengan tanggung jawab negara, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Atas dasar tersebut pemerintah telah mensahkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Meskipun sebelum adanya peraturan tersebut telah ada peraturan lainnya yang mengatur tentang penanggulangan bencana seperti Keppres No. 3 Tahun 2001, namun belum efektif dan belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa Indonesia. Maka dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 upaya penanggulangan bencana di 17
Jawahir Thontowi , Ibid., hlm 223.
12
Indonesia dapat lebih terencana, terkoordinasi, dan terpadu serta dapat dijadikan landasan hukum. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa asas-asas penanggulangan bencana yaitu : a. Kemanusiaan; b. Keadilan; c. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; d. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian; e. Ketertiban dan kepastian hukum; f. Kebersamaan; g. Kelestarian lingkungan hidup; dan h. Ilmu pengetahuan dan teknologi.18 Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 terdapat pasal 4 yang menyebutkan bahwa penanggulangan bencana bertujuan untuk : a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; b. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; d. Menghargai budaya lokal; e. Membangun partisipasi dan kemitraaan publik serta swasta;
18
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 3 ayat 1.
13
f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.19 Peran lembaga internasional dalam penanggulangan bencana sangat dirasakan manfaatnya. Lembaga internasional WHO (World Health Organization) memberikan bantuan kemanusiaan dalam penanggulangan bencana gempa di Yogyakarata dengan menyediakan bantuan layanan kesehatan darurat dengan menyediakan sejumlah besar tenaga kerja, obat-obatan, persediaan alat kesehatan dan tenda untuk fasilitas kesehatan sementara. Sementara lembaga internasional lainnya seperti UNDP (United Nations Development Programme) turut serta memberikan bantuan dengan menyediakan tempat hunian sementara untuk keluarga yang paling rentan yang telah kehilangan rumah mereka demi memperkecil ketimpangan antara bantuan darurat dan bantuan rekonstruksi.20 Bantuan yang diberikan oleh lembaga internasional juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007. Keterlibatan lembaga internasional dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk penanggulangan bencana diatur dalam pasal 30 ayat 1 :
19
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 4. http://ochaonline.un.org/OchaLinkClick.aspx?link=ocha&docid=1078112, “Respon Kemanusiaan Untuk Gempa Jawa”, diakses 2 Desember 2008. 20
14
“Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dapat ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana dan mendapat jaminan perlindungan dari pemerintah terhadap para pekerjanya” 21 Selain itu berkaitan dengan tanggung jawab negara yaitu adanya para pengungsi. para pengungsi tersebut adalah para warga yang selamat dari bencana alam. Mereka tidak memiliki tempat tinggal dan memerlukan bantuan pemerintah. Menurut hukum internasional mereka tergolong sebagai pengungsi domestik. Para pengungsi domestik ditempatkan di penampungan darurat disediakan oleh pemerintah dan organisasi-organisasi lainnya.22 Oleh karena itu, penanganan para pengungsi korban bencana alam sangatlah penting. Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap para pengungsi untuk melindungi hak-hak mereka. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 diatur tentang tanggung jawab pemerintah dalam penanggulangan bencana yang tercantum dalam pasal 6 yaitu : a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana; c. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum; d. pemulihan kondisi dari dampak bencana; 21
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 30 ayat 1. Jawahir Thontowi “Pengungsi dan Ancaman Keselamatan Umat Manusia”, dalam Hukum Internasional di Indonesia (Yogyakarta: Madyan Press, 2002), hlm. 140. 22
15
e. pengalokasian
anggaran
penaggulangan
bencana
dalam
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai; f. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan g. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.23 Pengungsi yang disebabkan oleh bencana alam, menurut ketentuan hukum internasional disebut Internal Displaced persons (IDPs).24 IDPs tergolong sebagai orang-orang yang mendapat perhatian dan perlindungan serta bantuan dari UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees). Berdasarkan Pedoman Prinsip perpindahan di dalam negeri 1998 yang mendefinisikan pengungsi dalam negeri adalah : “orang-orang
atau
sekelompok
orang
yang
dipaksa
atau
terpaksa
meninggalkan tempat tinggal atu tempatnya menetap, sebagai akibat dari atau untuk menghindari konflik bersenjata, kekerasan yang meluas, pelanggaran hak asasi
23
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, Pasal 6. Istilah IDPs (pengungsi dalam negeri) pertama kali muncul pada saat terjadinya konflik senjata internal di Sudan pada tahun 1972, dalam konflik internal tersebut mengakibatkan banyak rakyat Sudan harus meninggalkan kampung halamannya untuk mencari tempat yang lebih aman tetapi masih di wilayah Sudan. Pada tahun 1990-an dan periode berakhirnya perang dingin banyak terjadi konflik internal di negara-negara di dunia yang mengakibatkan sejumlah orang di Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika Latin terpaksa meninggalkan sebagai akibat dari konflik bersenjata, kerusuhan internal, dan pelanggaran hak-hak asasi manusia. Achmad Romsan. Et.al., Pengantar Pengungsi Internasional (Jakarta: UNHCR, 2003), hlm. 32. 24
16
manusia atau bencana alam atau akibat ulah manusia, yang tidak meyeberangi wilayah perbatasan negara yang diakui.”25 Berdasarkan definisi tersebut, istilah IDPs atau pengungsi dalam negeri timbul karena adanya bahaya yang mengancam keselamatan penduduk seperti adanya pertikaian bersenjata, terjadi pelanggaran hak asasi manusia, karena bencana alam. Seperti halnya pengungsi, pengungsi di dalam negaranya sendiri juga terpaksa melarikan diri meninggalkan rumahnya. Namun, mereka tidak menyebrangi perbatasan negaranya dan berupaya mencari perlindungan di wilayah lain di negaranya. IDPs berhak untuk memperoleh perlindungan atas hak-haknya berdasarkan hukum nasional maupun hukum internasional dalam prinsip-prinsip umum pengungsi dalam negeri. Hak-hak pengungsi dimuat dalam prinsip 1 yang menyatakan : 1. Para Pengungsi dalam negeri berhak menikmati hak-hak dan kebebasan yang sama dan setara di bawah perlindungan hukum internasional maupun nasional, sama seperti orang–orang lain di negara yang bersangkutan yang tidak menjadi pengungsi. Mereka tidak boleh didiskriminasi atau dirampas hak-haknya untuk menikmati hak dan kebebasan mana pun dengan alasan bahwa mereka adalah pengungsi dalam negeri.
25
Kate Jastram dan Marilyn Achiron, Refugee Protection: A Guide to International Refugee Law (UNHCR, 2001), hlm.26.
17
2. Prinsip-prinsip ini tidak memuat prasangka atas tanggung jawab kriminal individual dalam hukum internasional, khususnya yang berhubungan dengan pemusnahan atau pembunuhan massal dengan alasan tertentu (genocide), tindak-tindak kejahatan melawan kemanusiaan, serta tindak-tindak kriminal dalam peperangan (war crimes).26 Setiap pengungsi dalam negeri memiliki hak yang sama dan tidak boleh ada diskriminasi. Hal ini juga disebutkan dalam prinsip 4 angka 1 sebagai berikut : “prinsip ini diterapkan tanpa diskriminasi dalam bentuk serta jenis apa pun, misalkan berdasrkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau kepercayaan, haluan politik atau pendapat pribadi lainnya, kebangsaan, asal-usul etnis atau sosial, status legal atau sosial, kecacatan, harta kekayaan atau hak milik, status kelahiran, atau lain-lain dengan criteria yang serupa”.27 Negara sebagai subjek hukum internasional tentunya mempunyai kewajiban berdasarkan hukum internasional. Salah satu kewajiban utama suatu negara adalah untuk memberlakukan semua orang yang berada di wilayahnya secara baik dengan memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.28 Dengan munculnya pengungsi akibat bencana alam yang dikategorikan sebagai pengungsi dalam negeri maka pemerintah suatu negara mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap pengungsi tersebut. Dalam
26
Panduan Penanganan Masalah Pengungsian Dalam Negeri, Prinsip 1. Panduan Penanganan Masalah Pengungsi Dalam Negeri, Prinsip 4 angka 1. 28 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hlm. 39. 27
18
hukum internasional telah dibuat prinsip-prinsip untuk menjamin dan melindungi hak-hak pengungsi dalam negeri. Kewajiban pemerintah negara terhadap pengungsi dalam negeri dan hak-hak pengungsi dalam negeri untuk mendapat bantuan kemanusiaan disebutkan dalam prinsip 3 angka 1 dan 2 sebagai berikut : 1. Pihak-pihak berwenang di tingkat nasional memiliki kewajiban dan tanggung jawab utama untuk menyediakan perlindungan serta bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi dalam wilayah hukum (yurisdiksi) mereka. 2. Para pengungsi dalam negeri memiliki hak untuk meminta dan menerima perlindungan
serta
bantuan
bantuan
kemanusiaan
dari
pihak-pihak
berwenang yang telah disebutkan diatas. Tidak dibenarkan adanya hukuman atau sanksi bagi mereka karena mengajukan permintaan semacam itu.29 Berkaitan dengan keberadaan pengungsi dalam negeri yang merupakan korban yang terkena bencana, maka dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 terdapat juga hak-hak masyarakat yang terkena bencana tercantum dalam pasal 26 ayat 1 yaitu: “Setiap orang berhak mendapat perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat yang terkena bencana”30
29 30
Panduan Masalah Pengungsi Dalam Negeri, Prinsip 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, Pasal 26.
19
E. Metode Penelitian 1. Data Penelitian dan/atau Bahan Hukum a. Jenis Data dan/atau Bahan Hukum Bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian diambil dari tiga macam bahan hukum yaitu: 1. Bahan Hukum Primer Untuk bahan hukum primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Bahan hukum primer yang diambil berasal dari konvensi-konvensi internasional tentang bantuan kemanusiaan dan konvensikonvensi lain yang berkaitan dengan bantuan kemanusiaan. 2. Bahan Hukum Sekunder Untuk bahan hukum sekunder diperoleh dari bahan-bahan pendukung yang menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder diperoleh dari bukubuku, jurnal-jurnal, dan hasil penelitian sarjana hukum terdahulu, dokumendokumen internasional resmi yang berkaitan dengan bantuan kemanusiaan, beritaberita yang didapat dari surat kabar dan majalah. 3. Bahan Hukum Tersier Untuk bahan hukum tersier diperoleh dari bahan-bahan pendukung yang menjelaskan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier diperoleh dari ensiklopedia, dan kamus.
20
2. Pengumpulan Data dan/atau Bahan Hukum a. Teknik Pengambilan Bahan Hukum Untuk mendapatkan bahan hukum yang telah ditetapkan di atas dilakukan dengan Library Research di daerah Yogyakarta atau melakukan studi kepustakaan dan melakukan studi dokumen di daerah Yogayakarta. 3. Metode Pendekatan Untuk menganalisa permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini metode pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan pemahaman terhadap kasus-kasus. Merupakan pendekatan utama dalam penelitian ini, dilakukan dengan mengkaji norma-norma hukum internasional yang berkaitan dengan objek penelitian ini. 4. Analisis Analisa merupakan suatu proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu. Bertitik tolak dari pengertian yang demikian maka erat kaitannya antara metode analisis dengan pendekatan masalah dalam penelitian ini. Penguraian secara sistematis terhadap bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara normatif eksploratif yaitu menggali azas-azas atau prinsip-prinsip, dan norma-norma atau kaidah-kaidah dalam hukum internasional dan dijelaskan secara sitematis melalui fakta-fakta yang diangkat dalam penelitian ini.
21
F. Sistematika Penulisan Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan terdahulu dan agar pembahasan dalam skripsi ini dapat lebih terarah dan sistematis, maka pembahasan akan dibagi menjadi empat bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab pertama mengenai pendahuluan, dalam bab ini di kemukakan uraian sebagai langkah awal tulisan ini yang beranjak pada latar belakang masalah, dalam hal ini untuk melihat lebih dekat permasalahan serta membatasi ruang lingkup bahasan, yang kemudian diungkap mengenai permasalahan di dalam rumusan masalah Bertolak dari permasalahan di lanjutkan dengan tujuan dan kerangka teori dalam rangka upaya mendukung landasan penulisan secara teoritik, setelah itu di lanjutkan dengan metode penulisan yang yang diakhiri dengan cara mengkaji bahan hukum, untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, di lanjukan uraian tentang sistematika penulisan. Bab kedua dalam bab ini akan di bahas mengenai tinjauan umum sebagai landasan teori dari apa yang akan di teliti di dalam skripsi ini, adapun beberapa hal yang akan di kaji adalah tinjauan umum organisasi internasional terkait dengan bantuan kemanusiaan yaitu mengenai ECOSOC (Economic and Social Council), WHO (World Health Organization), UNICEF (United Nations Children`s Fund), UNDP (United Nations Development Programme), UNDRO (United Nations Disaster Relief Office), OCHA (Office for the Coordination of Humanitarian Affairs), FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), IOM (International Organization for Migration), ICRC (International Commitee of the
22
Red Cross), UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), WFP (World Food Programme). Bab ketiga dalam bab ini membahas apa yang dijadikan analisis dalam penelitian yaitu mengenai bantuan kemanusiaan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan bantuan kemanusiaan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menurut hukum internasional. Bab keempat akan berisikan tentang kesimpulan dan saran yang berasal dari hasil penelitian yang telah di lakukan oleh penulis agar tercapai tujuan dari penelitian ini yaitu guna dapat memberikan kontribusi dalam pemikiran hukum.
23