BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LatarBelakang Masalah tanah merupakan masalah yang sangat menyentuh keadilan karena sifat
tanah yang langka dan terbatas, dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Luas daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar dan dari luasan tersebut yang berupa kawasan hutan 147 hektar. Selanjutnya berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dilaporkan bahwa kawasan hutan Indonesia adalah 143 juta hektar yang terdiri atas hutan produksi seluas 64 Juta hektar yang terbagi atas hutan produksi tetap (HP) 33 juta hektar dan hutan produksi terbatas (HPT) 31 juta hektar, hutan lindung 29,5 juta hektar, hutan yang awalnya merupakan open access itu, kini menjadi persengketaan, dan tidak jarang berujung pada konflik mendalam. Hal ini bukan saja diakibatkan konservasi 30,5 juta hektar, hutan swaka alam dan wisata 19 juta hektar (Soetarto, 2000).
Amanat UUD 1945 seperti yang diuraikan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu, harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan tanah oleh negara mempunyai arti bahwa negara mempunyai wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya. Atas dasar hak menguasai ini, negara dapat menentukan bermacam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang perorang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, serta badan-badan hukum.
13 Universitas Sumatera Utara
Desa Hutaginjang merupakan desa yang terletak didaerah Kecamatan Muara dipinggiran Danau Toba Kabupaten Tapanuli Utara yang sudah ada sejak tahun 1200-an dan berdiri sejak tahun 1945 yang dipimpin oleh Kepala Nagari, dimana sistem kepemilikan lahannya secara adat istiadat telah turun temurun atau disebut tanah warisan. Desa Hutaginjang merupakan desa yang terdiri dari 354 KK dengan luas daerah sekitar 970 Ha menurut penggunaan lahan pada tahun 2014-2015(sesuai dengan format Permendagri Nomor 114 tahun 2014), diantaranya lahan pertanian baik persawahan maupun perkebunan dan pekaranngan rumah.Secara keseluruhan pertanian merupakan sumber kebutuhan masyarakat baik
secara
primer
dan
sekunder
dimana
hampir
secara
keseluruhan
masyarakatDesaHutaginjang berpenghasilan dari pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling utama dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat tersebut dimana masyarakat pada umumnya petani kopi, bawang dan sayuran yang tujuannya adalah sebagai penopang roda perekonomian keluarga secara keseluruhan. Lahan pertanian yang dijadikansebagaihutanlindung berlangsung tanpa penghormatan hak-hak
ulayat,
yang
dipahami
masyarakat
setempat.Penunjukan
areal
konservasimerupakankebijakanpemerintahuntukmelindungihutansebagaibentukpelestarianala m,
namun
areal
konservasi
tersebut
mencakup
tanah
masyarakat.Masyarakatmengusahakanlahan
pertanian
yang
dikelola yang
adauntukmempertahankankelestarianekosistem
yang
ada
sepertimenanamkayu-
kayuandanbuah-buahanpada pinggiran lahan pertanian. Adanya perluasan hutan lindung yang mencakup lahan pertanian menyebabkan masyarakat tidak menerima dimana lahan yang menjadi sumber penghidupan tidak dapat lagi dikelola dan dimamfaatkan sebagai sumber penghidupan dalam melakukan segala aktifitas mereka termasuk pengelolaan bahan pangan
14 Universitas Sumatera Utara
dari menanam tanaman muda seperti sayur-sayuran, umbi-umbian dan juga sebagi bahan sosialisasi. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesianomor:PP. 44/Menhut-ii/2012 tentangpengukuankehutananPasal 11 yaitu: 1. Usulanpenunjukankawasanhutan yang berasaldaritanahsebagaimana DimaksuddalamPasal 4 ayat (2) huruf c, danhuruf d dirincimenurut status, keadaan, letak, batasdanluassertadilampiridengan: a. Peta dengan skala minimal 1:250.000, disesuaikandenganluas areal yang ditunjuksertamemenuhikaidah-kaidahpemetaan. b. PertimbanganteknisdariKepalaDinasProvinsidan/atauKepalaDinas, Kabupaten/Kota yang memuat: 1. Status areal yang diusulkanuntukditunjukmenjadikawasanhutan; 2. Kelayakanteknis areal yang diusulkanmenjadikawasanhutan. c. Rekomendasigubernur maupun bupati/walikotamemuatpersetujuanatasareal yang diusulkanuntukmenjadikawasanhutanberdasarkanpertimbanganteknisKepalaDinas Provinsidan/atauKepalaDinasKabupaten/Kota. (http://dokumen.tips/documents/peraturan-menteri-kehutanan-nomor-p-44menhutii2012-tentang-pengukuhan.html). Dari Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesianomor : PP. 44/Menhut-ii/2012 tentangpengukuankehutananPasal 11 jelas diketahui bahwa dalam pasca perluasan hutan lindung ada pemetaan dan survei lapangan guna menjaga stabilitas lahan yang akan dijadikan hutan lindung.
15 Universitas Sumatera Utara
Tanah bagi masyarakat Batak Toba sangat berharga dan dijaga batasannya dari keturunan ke keturunan sebagai warisan, dan tanah juga mempererat sosialisasi pada masyarakat setempat karena pada umumnya masyarakat petani mengadakan kelompok taniuntuk dijadikan bahan sosialisasi pengelolaan tanah dengan baik dan juga menjadi jembatan untuk saling gotong royong antar sesama baik didaerah itu sendiri maupun kedaerah lainnya seperti daerah Silando, daerah Tapian Nauli, daerah Simpang Tolu dan daerah lainnya. Awalnya pada 2001 sebagian lahan masyarakat yang tidak dikelola diproduksi sebagai hutan rakyat yang luasnya sekitar 10 Ha dengan maksud agar lahan tidak kosong dengan sistem kepemilikan warisan yaitu hutan rakyat yang diawasi keturunan “Opung Gani Ompusunggu dan keturunan Marga Simare-mare”.
Perlawanan masyarakat adat terhadap pemerintah yang mengizinkan adanya perluasan hutan tersebut membuat masyarakat mengalami konflik dimana sesama masyrarakat terbagi menjadi dua kelompok karena mencari tahu siapa yang mengijinkan lahan masyarakat sebagai perluasan hutan lindung. Masyarakat yang mengadakan perlawanan ke pemerintah diantaranya masyarakat yang lahannya baik persawahan, perkebunan dan halaman rumah telah dijadikan sebagai pasca perluasan hutan lindung.
Desa Hutaginjaang merupakan desa yang lahan pertaniannya dijadikan sebagai pasca perluasan hutan lindung yang mengakibatkan masyarakat risuh akan hal tersebut yang secara perlahan akan menutup kemungkinan untuk bertani, sehingga masyarakat melakukan perlawananan terhadap mpemerintah. Dari latar belakang diatas peneliti tertarik melihat bagaimana pola perlawanan rakyat atas perluasan hutan lindung di Desa Hutaginjang Kecamatan Muara.
16 Universitas Sumatera Utara
1.2.
Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan pertanyaan penelitian dengan topik atau judul
penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalahnya adalah “Bagaimana pola perlawanan masyarakat atas perluasan hutan lindung di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara”. 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memetakan Pola Perlawanan Rakyat dengan pihak yang bersengketa atas Perluasan Hutan Lindung di Desa Hutaginjang Kecamatan Muara. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi mamfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1.4.1. Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menambah khazanah ilmiah bagi mahasiswa ilmu sosial yang dapat memberi kontribusi bagi ilmu sosiologi terutama tentang konflik. 2. Untuk menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk peneliti bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan tentang konflik sosial.
17 Universitas Sumatera Utara
1.4.2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bermamfaat bagi penulis agar dapat meningkatkan
kemampuan akademisi terutama dalam pembuatan karya ilmiah tentang pola perlawanan masyarakat atas perluasan hutan lindung yang di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara sehingga penelitian ini dapat menjadi masukan dan saran terhadap pemerintah dan masyarakat secara keseuruhan dalam menyelesaikan konflik di masyarakat.
18 Universitas Sumatera Utara