BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk pemenuhan kebutuhan
ini, manusia/masyarakat memiliki berbagai alternatif antara lain membeli dari perusahaan penyedia air bersih ataupun beralih kepada pengambilan air bawah tanah. Kedua cara tersebut mengharuskan masyarakat mengeluarkan dana yang relatif tidak kecil. Air adalah materi essensial didalam kehidupan. Tidak satupun makhluk hidup didunia ini yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup, baik tumbuhan maupun hewan, sebagian besar tersusun oleh air, seperti didalam sel tumbuhan terkandung lebih dari 75% atau didalam sel hewan terkandung lebih dari 67%. Dari 40 juta mil-kubik air yang berada di permukaan dan di dalam tanah, ternyata tidak lebih dari 0,5% (0,2 juta mil-kubik) yang secara langsung dapat digunakan untuk kepentingan manusia. Sekitar 97% dari sumber air tersebut terdiri dari air laut, 2,5% berbentuk salju abadi yang baru dalam keadaan mencair dapat digunakan (Widiyanti, 2004). Penggunaan air bersih yang merata pada seluruh penduduk di Indonesia merupakan bagian integral dari program penyehatan air. Menurut Depkes RI (2008) program penyehatan air tersebut meliputi perencanaan kebutuhan air bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun kebutuhan air bersih pada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat perkotaan. Menurut Totok (2004) peningkatan kuantitas air adalah syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat kehidupan seseorang maka meningkat pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ke tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004). Kualitas air secara mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Adanya bakteri koli di dalam air bersih menunjukan bahwa adanya pencemaran disebabkan oleh tinja manusia. Dengan ditemukannya koliform di dalam air diperkirakan dapat membahayakan kesehatan manusia, karena dicurigai air tersebut mengandung mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan gangguan penyakit. Adapun mikroorganisme patogen antara lain adalah bakteri, virus, protozoa dan parasit yang di transmisikan melalui faecal material (Wardhana, 2004). Pencemaran bakteri coli atau coliform dapat melalui terkontaminasinya air sumur dengan air limbah. Bahan-bahan sumber pencemaran dapat masuk ke sumber air melalui pergerakan secara horizontal dan vertikal di dalam tanah dimana terdapat lokasi pembuangan kotoran. Penyebaran bahan tersebut melalui proses pengenceran air yang bervariasi, terutama tergantung pada porositas tanah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum ada beberapa daerah di Provinsi Aceh cakupan air bersih sangat rendah. Cakupan air minum di Provinsi Aceh Pada tahun 2007 sebanyak 52 %, sedangkan cakupan air bersih dan sanitasi 51%. Ini mengambarkan bahwa kondisi masyarakat untuk mendapatkan air bersih masih rendah. Bertitik tolak dari data tersebut di atas, Dinas Kesehatan Provinsi Aceh melalui dana bantuan dari ADB (Asian Development Bank), melaksanakan program penyehatan air dan lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dilakukan di 5 (lima) Kabupaten yaitu Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Nagan Raya, Aceh Jaya dengan target 352 Desa (Sijawati dan Tharuddin, 2009). Mengacu pada Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010 Provinsi Aceh, terkait air dan sanitasi, konsumsi air/orang/hari di provinsi aceh pada umumnya lebih dari 100 liter (akses optimal). Berdasarkan kesediaan air bersih, secara umum di Provinsi Aceh sebanyak 10,9% rumah tangga mengalami kesulitan air bersih saat musim kemarau. Dalam hal jarak dan waktu, pada umumnya rumah tangga dapat menjangkau sumber air dalam waktu kurang dari 30 menit dan jarak kurang dari 1 kilometer. Berdasarkan jenis sumber utama air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga sebesar 52,1% rumah tangga menggunakan air sumur gali. Kurang lebih 39 % dari penduduk mendapatkan air minum dari sumur gali, dan hanya 9,6 % yang mendapatkan air dari pelayanan perpipaan (Kemenkes, 2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menyatakan prevalensi nasional diare klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan) adalah 9,0% dengan rentang 4,2%-18,9%. Dilaporkan 14 provinsi mempunyai prevalensi diare di
Universitas Sumatera Utara
atas prevalensi nasional, dengan prevalensi tertinggi terjadi di Aceh (18,9%) dan terendah di Yogyakarta (4,2%). Di Aceh pada tahun 2008 proporsi kasus diare pada balita mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah 58.116 kejadian, sedangkan pada tahun 2007, 44,3%. Salah satu sumber air yang paling sering tercemar adalah sumur gali yang merupakan salah satu konstruksi sumur yang paling umum dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat sebagai sumber air bersih dan air minum. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang relatif dekat dari tanah permukaan, oleh karena itu sumur gali kemungkinan besar mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Salah satu indikator pencemaran air adalah dengan ditemukannya bakteri coliform. Bakteri coliform hidup atau berada di dalam air diakibatkan adanya rembesan sumber pencemar disekitar sumber air sumur gali seperti tinja manusia dan tinja hewan. Penelitian Konsukartha, dkk (2007) menunjukkan bahwa pencemaran air tanah dapat diakibatkan oleh pembuangan limbah domestik di lingkungan kumuh di Banjar Ubung Sari, Kecamatan Denpasar Barat, Bali
dan hasil penelitian
menemukan bahwa kekeruhan air sumur penduduk mencapai 12,5 Nepnelometrik Turbidity Unit (NTU), bakteri E. Coli mencapai 28/100 ml dan bakteri Coliform mencapai 1100/100 ml yang melebihi standar baku mutu kualitas air. Penelitian Putra (2010) di Desa Patumbak Kampung Deli Serdang menemukan adanya bakteri coliform pada air sumur gali sebesar 66,6% yang melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan pemerintah . Selain itu, berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
hasil penelitian Teuku Faisal menemukan kadar total Coliform 16.391/100 ml air pada air sumur gali yang ada di Pesantren Tradisional Kota Langsa. Desa Cempeudak, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara adalah suatu daerah yang pada umumnya penduduk disana masih menggunakan sumur gali sebagai sumber air bersih. Di Desa tersebut terdapat pasar hewan yang terletak disekitar perumahan penduduk, pasar hewan ini tidak memiliki sarana pengolahan limbah. Limbah hewan dibuang disekitar lingkungan Pasar Hewan. Hal ini tentunya dapat mencemari sumur gali penduduk disekitarnya, ditambah lagi dengan buruknya sistem drainase di sekitar Pasar Hewan tersebut. Masyarakat di lingkungan Pasar Hewan mengeluhkan bahwa air sumur galinya berbau dan berwarna tetapi menurut masyarakat selain berdampak negatif keberadaan Pasar Hewan di Kabupaten Aceh Utara juga membawa keuntungan bagi masyarakat. Air sumur gali tersebut digunakan oleh masyarakat untuk segala keperluan masyarakat sehari-hari, selain itu, air sumur gali tersebut juga digunakan untuk keperluan usaha berjualan dimana disekitar Pasar Hewan tersebut masyarakat membuka usaha berjualan makanan atau warung nasi. Berdasarkan data dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bahwa daerah ini merupakan daerah yang sering menjadi titik penyebaran penyakit menular, dari data 10 besar penyakit menunjukkan tingginya angka kesakitan ISPA, penyakit kulit infeksi, diare dan DHF (Laporan Puskesmas Tanah Jambo Aye, 2011). Adanya kasus-kasus penyakit pada saluran pencernaan dan penyakit kulit ada kaitannya dengan kualitas air yang tidak baik akibat penanganan pembuangan limbah Pasar
Universitas Sumatera Utara
Hewan sehingga dapat terjadi pencemaran pada sumber air bersih khususnya air yang berasal dari sumur gali. Berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan pada pemeriksaan dua sampel air sumur gali yang ada disekitar pasar hewan menunjukkan adanya bakteri coliform dalam air sumur gali. Sehubungan dengan apa yang telah dikembangkan di atas dan melihat betapa pentingnya pencegahan penyakit yang diakibatkan bakteri coli atau coliform, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh jarak dan konstruksi sumur gali serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012. 1.2
Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah pengaruh jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform di dalam air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012. 1.3
Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air
terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Hipotesis Ada pengaruh yang bermakna antara jarak dan konstruksi sumur serta tindakan pengguna air terhadap jumlah coliform air sumur gali penduduk di sekitar Pasar Hewan Desa Cempeudak Kecamatan Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara tahun 2012. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan kepada pemerintah Kabupaten Aceh Utara tentang kebijakan perencanaan program pengendalian limbah Pasar Hewan. 2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan sehingga dapat memberikan sumbangan kajian tentang pembuatan konstruksi sumur gali dan tata cara pengguna air sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan. 3. Sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya.
.
Universitas Sumatera Utara