II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Bulutangkis
a. Permainan Bulutangkis Bulutangkis merupakan salah olahraga yang terkenal didunia. Olahraga ini menarik berbagai kelompok usia, berbagai tingkat elemen masyarakat, dan berbagai tingkat ketrampilan. Pria dan wanita memainkan olahraga ini di dalam atau diluar ruangan untuk rekreasi juga sebagai ajang kompetisi. Permainan bulutangkis dapat dimainkan secara perorangan (tunggal) satu lawan satu dan ganda yaitu dua lawan dua, bahkan dalam modifikasinya bulutangkis dapat dimainkan tiga lawan tiga. Bulutangkis dimainkan dengan cara memukul shutllecock dengan menggunakan raket sebagai alatnya dan netting sebagai pembatasnya, dengan berusaha mempertahankan cock tetap melaju di udara serta agar tidak jatuh di daerah lapangan sendiri, dan berusaha mematikan permainan lawan dengan aturan permainan yang telah ditentukan. Sutono (2008 : 1) menyatakan “Bulutangkis merupakan olahraga yang dimainkan dengan menggunakan net, raket, dan bola dengan teknik pemukulan yang bervariasi mulai dari yang relatif lambat hingga yang sangat cepat disertai dengan gerakan tipuan”. Permainan bulutangkis dilakukan di area lapangan persegi panjang dan dibagi dua oleh sebuah net sebagai pembatas pemain. Panjang lapangan adalah 13,4 meter dan lebar 6,1 meter untuk ganda dan 5,18 meter untuk tunggal. Wilayah servis ditandai dengan garis yang membagi dua lapangan dan garis yang melintang sejauh 1,98 meter dari net. Untuk ganda , bidang servis dibatasi juga oleh garis di belakang, yang berjarak 0,76 meter dari garis belakang. Garis-garis lapangan mempunyai ketebalan 40 mm dan harus berwarna kontras terhadap warna lapangan. Warna yang disarankan untuk garis lapangan adalah putih atau kuning. Permukaan lapangan disarankan terbuat dari kayu atau bahan sintetis yang lunak, hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya resiko cedera pada pemain. Ketinggian net adalah 1,55 meter di tepi dan 1,524 meter di bagian tengah. Jaring pada net berwarna gelap kecuali bibir jaring yang mempunyai ketebalan 75 mm harus berwarna putih.
5
6
b. Teknik Dasar Ketrampilan Bulutangkis Dalam setiap cabang olahraga hal pertama yang diajarkan kepada peserta didik adalah teknik dasar. Karena teknik dasar ini adalah awal dari pembentukan ketrampilan peseta didik. Permainan bulutangkis merupakan salah satu permaian yang membutuhkan ketrampilan khusus dengan gerakan yang bervariasi dan dengan kesulitan yang sederhana hingga komplek. Sehingga sangat penting bagi pemain bulutangkis untuk memahami dan menguasai teknik dasar keterampilan Bulutangkis. Ketepatan
dan
keselarasan
gerakan
harus
diperhatikan
untuk
dapat
menyelesaikan rangkaian tugas gerak dan melakukan keterampilan bulutangkis dengan baik. Menurut Sapta Kunta (2010 : 13) bahwa, “ Untuk menjadi pemain bulutangkis yang baik, maka seorang atlet harus menguasai teknik dasar bulutangkis dengan benar. Teknik dasar yang dimaksud bukan hanya penguasaan teknik memukul, tetapi juga melibatkan teknik-teknik yang berkaitan dengan permainan bulutangkis”. Begitu pula dalam pembelajaran bulutangkis, penguasaan teknik dasar keterampilan bulutangkis menjadi tujuan utama. Pada latihan formal yang dilakukan di lingkungan pendidikan atau di sekolah-sekolah pada umumnya bertujuan agar peserta didik mengetahui, memahami dan dapat melakukan gerakan teknik dasar bulutangkis dengan baik dan benar. Lain halnya dengan latihan non formal yang sudah mengarah ke pencapaian prestasi yang maksimal. Teknik dasar dalam permainan bulutangkis yang harus dikuasai oleh seorang pemain bulutangkis meliputi: sikap berdiri (stance), teknik memegang raket, teknik memukul bola, dan teknik langkah kaki (foot work). 1) Sikap Berdiri (stance) Sikap berdiri dalam permainan bulutangkis ini sangat bervariasi, karena setiap pemain memiliki style atau gaya bermain yang berbeda-beda. Adapun sikap berdiri dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu : sikap berdiri saat servis, sikap berdiri saat menerima servis/reservice, dan sikap saat in play, (Purnama, 2010 : 13). Pada dasarnya yang membedakan ketiga bentuk sikap berdiri tersebut adalah posisi kaki dan titik tumpuan berat badan. Sikap berdiri sangat penting guna memudahkan melakukan gerakan maupun pukulan. Sikap berdiri merupakan awalan dari rangkaian sebuah gerakan, sehingga turut menentukan keberhasilan suatu gerakan.
7
2) Teknik Memegang Raket Ada beberapa teknik memegang raket dalam permainan bulutangkis, namun tidak mengharuskan cara memegang raket seorang pemain bulutangkis sama persis dengan referensi yang sudah ada didalam buku. Setiap pemain mempunyai ciri kas tersendiri dan kenyamanan memegang raket yang berbeda-beda. Teknik memegang raket ini merupakan dasar dalam melakukan berbagai pukulan. Teknik memegang yang baik adalah pegangan yang nyaman dan dapat melalukan berbagai pukulan akurat, tidak terlalu banyak menguras tenaga, efisien dan efektif. Ketepatan dalam pegangan sangat berpengaruh terhadap pukulan yang dihasilkan. Untuk memudahkan pergelangan tangan ketika melakukan berbagai pukulan seorang pemain sebaiknya menggunakan jari-jari tangan, bukan telapak tangan. Karena jari-jari tangan dapat dengan leluasa ketika menggerakkan raket baik itu ketika melakukan pukulan ataupun menerima pukulan. Pegangan raket pada saat permainan bulutangkis dapat berubah-ubah sesuai jenis pukulan dan tujuan yang diinginkan. Letak pegangan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pada bagian atas dan bagian bawah. Fungsinya pun berbeda pegangan bagian atas biasanya digunakan untuk melakukan netting yang bersifat lambat dan halus. Sedangkan bagian bawah biasanya digunakan untuk pululan yang keras seperti smash dan lob. Namun adapula jenis pukulan yang keras dengan menggunakan pegangan bagian atas yaitu pada pukulan drive. Pegangan atas banyak digunakan pada pemain ganda yang cenderung banyak bermain di dekat net. Kesalahan dalam pegangan raket dapat mempengaruhi pola dan tipe pukulan pada permainan, apabila tidak diperbaiki dari awal maka sulit dibenahi untuk selanjutnya. Oleh karena itu, pengenalan dan pembiasaan cara memegang raket yang baik dan benar harus mendapat perhatian dan pengarahan khusus sejak awal belajar. Menurut (James Poole, 2011 : 18) ada tiga cara untuk memegang raket dalam permainan bulutangkis: pegangan forehand¸backhand, dan frying pan (panci penggoreng). a) Forehand grip (pegangan untuk pukulan dengan telapak tangan menghadap ke depan). Pegangan forehand dapat digunakan untuk setiap gerakan pukulan. Beberapa pemain mengatakan bahwa mereka dapat melakukan jenis pukulan hanya dengan menggunakan cara memegang forehand, tanpa harus mengganti cara pegangan lainya.
8
Pegangan ini dilakukan dengan cara memegang leher raket dalam tangan kiri, dengan bidang raket tegak lurus tubuh kita. Tempatkan tangan kanan pada tali raket (senar) dan geser ke arah pergelangan raket sehingga tengah-tengah dari bagian bawah telapak tangan berada pada ujung pegangan raket. Pegangan raket harus terletak menyilang pada telapak tangan dan jari-jari tangan kanan. Pegangan raket forehand bisa juga dilakukan dengan cara seperti berjabat tangan. Bentuk ”V” tangan diletakkan pada bagian gagang raket.
Gambar 1.1. Pengangan Raket Forehand (Forehand Grip) Aksan (2012 : 55)
b) Backhand grib (pegangan untuk pukulan dengan telapak tangan menghadap kebelakang) Perbedaan antara pegangan forehand dan backhand ialah terletak pada ibu jari yang dipindahkan dari kedudukan melingkari sisi pegangan raket (untuk forehand) menjadi posisi tegak di sudut kiri atas dari pegangan tersebut (untuk backhand). Dengan posisi seperti itu, memungkinkan menggunakan sisi dalam dari ibu jari sebagai pengukit ketika melakukan gerakan memutar lengan dan tangan pada saat melakukan backhand. Pegangan ini sangat berguna untuk orang-orang yang baru belajar, karena ibu jari memberikan tenaga ekstra pada pukulannya. Kelemahan pegangan ini adalah ketika shuttle ada dibelakang tubuh pemain, maka pemain tidak dapat melakukan pukulan secara efektif hingga ke garis belakang lawan.
9
Gambar 1.2. Pegangan Raket Backhand (Backhand Grip) Aksan (2012 : 56) c) Frying pan grip (pegangan panci penggoreng) Cara pegangan ini biasanya digunakan ketika melakukan pukulan reservice atau megembalikan pukulan servis, serta dalam permainan net pada permainan yang membutuhkan pukulan-pukulan pendek. Pegangan ini sebenarnya sama dengan pegangan gebuk kasur/american grib. Gebuk kasur adalah cara memegang raket dengan bagian tangan sela-sela antara ibu jari dan telunjuk menempel pada bagian pegangan raket yang lebar/gepeng. Cara memegang dan memukulkan raket seperti ketika memegang atau memukulkan alat yang disebut gebuk kasur. Cara pegangan ini biasanya dilakukan oleh pemula yang pertama kali belajar memegang dan memukulkan raket. Dengan cara pegangan gebuk kasur ini, pukulan yang dihasilkan menjadi lebih keras, selain itu lebih mudah mengarahkan shutllecock, sehingga arah pukulan sulit diduga oleh lawan. Namun cara pegangan ini juga memiliki kelemahan, yaitu kurang efektif untuk pukulan backhand dan pada permainan netting dan pada saat bertahan/defence. Oleh karena itu, cara pegangan ini kurang diminati dan jarang digunakan oleh pebulutangkis. Pada umumnya pelatih/pengajar menyarankan untuk mengubah cara pegangan ini pada peserta didiknya, karena pegangan ini terlalu kaku dan kurang fleksibel.
10
Gambar 1.3. Frying pan grip Poole (2011 : 19) 3) Teknik Memukul Bola (Strokes) Dalam permainan bulutangkis banyak sekali variasi-variasi teknik pukulan, teknik pukulan ini menjadi ciri khas yang mendasar bagi seorang pemain. Teknik pukulan digunakan dengan tujuan mematikan permainan lawan dengan cara mengembalikan atau menyeberangkan bola ke daerah lapangan permainan lawan. Namun dalam teknik pukulan bukan hanya sekedar menyeberangkan shuttlecock, tetapi juga harus memperhatikan arah pukulan, sehingga shuttlecock jatuh pada daerah lapangan lawan yang sah, dan menghasilkan poin. Dapat diketahui bahwa tujuan teknik pukulan yang utama adalah untuk mematikan permainan lawan, baik itu dengan teknik serangan maupun bertahan. Dalam permainan bulutangkis terdapat beberapa macam teknik pukulan, antara lain service, lob, smash, dropshoot, netting, dll. Menurut Purnama ( 2010 : 15 ) macam-macam teknik dasar pukulan dalam permainan bulutangkis adalah servis panjang, servis pendek, lob, semes, drop shot, chop, drive, dan netting. Semua teknik pukulan bulutangkis dapat dilakukan secara forehand maupun backhand.
Pendapat lain
dikemukakan oleh Aksan (2012: 65) jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai oleh pemain
bulutangkis
antara
lain
“(1)
Pukulan
service,
(2)
Pukulan
dari
bawah/Underhand, (3) Overhead Clear/lob, (4) Pukulan smash, (5) Pukulan potong/dropshot, (6) Netting, (7) Return Smash, (8) Drive”. Dari berbagai pendapat para ahli dapat diketahui bahwa teknik pukulan dalam permainan bulutangkis terutama dalam pembelajaran dasar bagi pemula yang harus dikuasai adalah service, overhead clear, smash, dropshot, drive dan netting.
11
a) Pukulan Service Dalam permainan bulutangkis, servis merupakan modal awal untuk bisa memenangkan suatu game. Karena servis merupakan pukulan pembuka suatu game/pertandingan. Pukulan ini boleh dilakukan baik dengan forehand maupun dengan backhand. Pukulan servis dengan forehand banyak digunakan daam permainan tunggal, sedangkan pukulan servis dengan backhand umumnya digunakan dalam permainan ganda. Meskipun demikian, mengingat semakin berkembangnya permainan menyerang dengan smash-smash tajam yang bahkan dapat dilakukan dengan sempurna dari daerah belakang oleh beberapa pemain yang memiliki power yang lebih. Dewasa ini sudah banyak pula pemain tunggal yang melancarkan pukulan servis dengan backhand yang rendah dan pendek. Menurut peraturan PBSI, ketika pukulan servis dilakukan, shuttle tidak boleh melebihi pinggang pemain yang sedang melakukan servis. Selain itu, bidang kepala raket juga tidak boleh lebih tinggi dari pada tangan yang memegang raket tersebut. (gambar scan) karena pukulan servis pada permainan bulutangkis harus selalu mengarah keatas dan lebih bersifat sebagai pukulan menjaga diri dari pada pukulan menyerang. Hal ini sangan berbeda pukulan pada permainan tenis ataupun permainan bola voli. b) Pukulan Lob/Overhead Pukulan lob adalah merupakan salah satu pukulan dari atas kepala yang keras, panjang, tinggi, dan mengarah ke bagian belakang daerah lawan ketika rally terjadi atau permainan berlangsung. Pukulan lob merupakan pukulan yang paling sering dilakukan oleh seorang pemain. Pukulan ini biasanya dilakukan ketika seorang pemain mengalami tekanan. Menurut Purnama (2010 : 20) Pukulan lob sangat penting dalam mengendalikan permainan bulutangkis, sangat baik untuk mempersiapkan serangan, atau untuk membenahi posisi sulit saat mendapat tekanan dari lawan.
Menurut
Hendriansyah (2011 : 61) ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pukulan lob, antara lain sebagai berikut : 1. Pergunakan pegangan forehand, pegang raket dan posisinya di samping bahu. 2. Posisi badan menyamping (vertikal) dengan arah net. Posisi kaki kanan berada di belakang kaki kiri dan pada saat memukul bola, harus terjadi perpindahan beban badan dari kaki kanan ke kaki kiri. 3. Posisi badan harus diupayakan selalu berada dibelakang bola.
12
4. Bola dipukul seperti gerakan melempar. 5. Pada saar perkenaan bola, tangan harus lurus. Posisis akhir raket mengikuti arah bola, lalu lepas, sedangkan raket jatuh di depan badan. 6. Lecutkan pergelangan raket ketika bola impact. Pukulan lob yang tinggi dan panjang berguna sebagai teknik bertahan. “Pukulan clear yang bersifat bertahan memiliki lintasan yang tinggi dan panjang” (Grice, 2002: 41). Sedangkan pukulan lob yang berguna atau bersifat serangan yaitu dengan lintasan panjang, cepat dan mendatar. Pada umumnya dalam pembelajaran bagi pemula pukulan lob adalah teknik pukulan pertama yang diajarkan. Ini karena pukulan lob relatif lebih mudah dilakukan daripada pukulan lainnya bagi pemain pemula.
Gambar 1.4. Pukulan Lob Aksan (2012 : 76) c. Pukulan Smash Pukulan smes adalah pukulan dari atas kepala yang dilakukan dengan tenaga penuh mengarah kebawah atau menukik tajam yang bertujuan untuk mematikan lawan. Pukulan ini identik sebagai pukulan menyerang, karena tujuan utamanya untuk mematikan lawan. Perkembangan bulutangkis saat ini sudah mengalami kemajuan yang begitu pesat sudah banyak pemain-pemain yang memiliki pertahanan/defence yang kuat. Pukulan-pukulan smash keraspun bisa dikembalikan dengan mudah, bahkan serangan lawan bisa menjadi boomerang bagi penyerang itu sendiri. Menurut Herdiansyah (2011 : 63) Karakteristik pukulan smes adalah keras dan laju jalannya kok cepat menuju lantai
13
lapangan. Untuk itu pukulan smes membutuhkan aspek kekuatan otot tungkai, bahu, lengan, dan fleksibilitas pergelangan tangan serta koordinasi gerak tubuh yang harmonis.
Gambar 1.5. Pukulan Smash Aksan (2012 : 78) d. Pukulan Drop Shot/Pukulan Potong Pukulan dropshot sering disebut juga pukulan chop. Pukulan chop dilakukan dengan overhead, seperti teknik pukulan lob dan smes. Pukulan dropshot adalah pukulan yang pelan dangan arah kelajuan bola kebawah dan sedekat mungkin dengan net. “Dropshot adalah pukulan menyerang dengan menempatkan bola tipis dekat jaring pada lapangan lawan. Dropshot menggandalkan kemampuan felling dalam memukul bola sehingga arah dan ketajaman bola tipis diatas net serta jatuh di dekat net” (Purnama, 2010 : 22). Pukulan dropshot yang baik biasanya dilakukan dengan tipuan, sehingga memaksa lawan kesulitan menjangkau bola yang terarah di dekat net. Dengan kombinasi pukulan lob dan dropshot yang baik maka akan sangat menyulitkan lawan dalam penguasaan lapangan secara penuh. Pukulan drop shot yang baik adalah ketika kok jatuh dekat sekali dengan jaring di daerah lapangan lawan.
14
Gambar 1.7. Pukulan Drop Short Aksan (2012 : 81) e. Drive Drive adalah pukulan yang dilakukan dengan cepat dan mendatar. Pukulan drive banyak dilakukan dalam permainan ganda. Tujuan dari pukulan ini adalah untuk menghindari lawan ketika melakukan serangan atau untuk memaksa lawan mengangkat bola dan berada pada posisi bertahan. Pukulan Drive juga dapat dilakukan dengan arah tajam, tergantung posisi bola yang akan dipukul. Purnama (2010 : 23) menyatakan bahwa “ pukulan drive biasanya digunakan untuk menyerang atau mengembalikan bola dengan cepat secara lurus maupun menyilang ke daerah lawan, baik secara forehand maupun backhand. Pukulan drive merupakan ciri permainan dengan tempo yang cepat, ini biasa terjadi pada permainan ganda yang mengandalkan permainan menyerang yang cepat. Semakin mendatar dan cepat maka bola lebih sulit untuk dikembalikan oleh lawan. Menurut Herdiansyah (2011 : 70), Untuk melakukan pukulan drive memerlukan ketrampilan tingkat lanjut, karena pukulan ini menuntut ketrampilan grip, reflek yang cepat, dan kekuatan pergelangan tangan.
f. Pukulan Netting Pukulan netting adalah pukulan yang dilakukan dekat net, diarahkan sedekat mungkin ke net, dan dipukul dengan sentuhan tenaga halus sekali. Pukulan netting yang baik apabila bola yang dipukul halus dan melintir tipis dekat sekali dengan net. Pukulan netting bisa dilakukan dengan meggunakan pegangan forehand maupun pegangan backhand. Keberhasilan
pukulan
netting
dipengaruhi
oleh
keluwesan
footwork,
keseimbangan tubuh, posisi raket, dan kok saat terjadi pukulan, serta daya kosentrasi pemain. sikap dan posisi kaki ketika menumpu harus tetap kokoh menapak di lantai
15
dengan lutut agak dibengkokkan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi gerakan tambahan yang dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh.
4) Footwork /Teknik Langkah Kaki Agar dapat memukul bola dengan posisi yang baik, seorang pemain bulutangkis harus dapat melangkahkan kaki dengan tepat, cepat, dan berkelanjutan. Sikap dan langkah kaki yang benar dalam permainan bulutangkis sangat penting dikuasai secara benar oleh setiap pemain, karena teknik melangkah sangat mempengaruhi kualitas ketika seorang pemain melakukan pukulan dan mengembalikan pukulan. Mengenai teknik langkah kaki dalam bulutangkis, menurut Purnama (2010 : 26) bahwa : Prinsip dasar footwork dalam permainan bulutangkis adalah kaki yang sesuai dengan tangan yang digunakan untuk memegang raket saat memukul selalu berakhir sesuai arah tangan tersebut. Misalnya tangan memukul ke arah depan net, maka langkah akhir kaki yang sesuai tangannya juga di depan; demikian pula saat memukul bola di daerah belakang maka langkah akhir kaki yang sesuai tangannya juga di belakang. Hal ini berarti harus ada keselarasan gerak langkah kaki dengan pukulan yang akan dilakukan. Langkah kaki sangat berpengaruh terhadap hasil pukulan. Selain itu tumpuan kaki yang kuat berpengaruh terhadap pengaturan power pukulan yang dilakukan. Pukulan dapat dilakukan dengan arah dan teknik yang tepat sesuai dengan tujuan pukulan, jika langkah kaki yang dilakukan juga benar. 5) Pola-Pola Pukulan Setelah mempelajari dan menguasai teknik pukulan dalam bulutangkis, selanjutnya menggabungkan teknik pukulan-pukulan tersebut menjadi rangkaian yang disebut pola pukulan. Penguasaan pola pukulan penting untuk mengembangkan permainan bulutangkis. Pola pukulan diajarkan dengan rangkaian yang terpadu dan berkesinambungan sesuai pada saat permainan bulutangkis berlangsung. Sugiarto (2002: 39) mengemukakan, “Pola latihan teknik pukulan adalah pukulan yang dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan yang dilakukan dengan cara berulang-ulang sehingga menjadi bentuk/pola teknik pukulan yang dapat dimainkan secara harmonis dan terpadu”. Terdapat banyak pola lain yang dapat dikembangkan. Pola yang dikembangkan disesuaikan dengan tujuan pola permainan yang dominan baik serangan maupun
16
bertahan. Pola-pola pukulan yang dikembangkan juga harus dilakukan secara efektif, baik dari gerakan maupun kombinasi pukulan. Dalam melatih/mengajarkan pola pukulan dimulai dari pola yang sederhana kemudian semakin sulit/kompleks.
2. Latihan Imagery a. Pengertian Imagery Imagery merupakan salah satu metode latihan visualisasi atau pembayangan untuk meningkatkan ketrampilan teknik seorang atlit. Vealey & Greenleaf (2011) mendifinisikan imagery sebagai: ”As re-creating or creating, as polysensory experience, as the absence of eksternal stimuli”. Imagery merupakan sebuah bentuk simulasi yang aktual, dalam imagery berbagai pengalaman itu nyata melalui pancaindra (melihat, merasakan, dan mendengarkan), tetapi secara keseluruhan pengalaman itu terjadi didalam otak. Weinberg & gould (1995 : 280) menjelaskan: “Through imagery you can recreate previous positive experiences or picture new events to prepare yourself mentally for performance”. Imagery berarti gambaran - gambaran mental secara kolektif, yang menyebabkan seseorang dapat membentuk gambaran - gambaran dalam otaknya (Kartono & Gulo, 2000 : 217). Jadi bisa disimpulkan imagery adalah merupakan salah satu metode latihan mental yang membentuk gambaran - gambaran gerakan ketrampilan atlet, yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan seorang atlet. Dalam latihan imagery akan terjadi proses visualisai yaitu ketrampilan melihat diri sendiri dalam benak atau layar mata hatinya, dengan penuh kesadaran memanggil bayangan (gambaran) yang sudah dibayangkan dalam proses imagery. Hal ini sama dengan fase dalam belajar gerak yaitu ketika seseorang belajar memasuki fase yang pertama yaitu fase kognitif. Pada fase kognitif pelatih ataupun guru memberikan informasi kepada siswa agar siswa paham tentang bagaimana cara untuk melakukan gerakan yang baik dan benar. Setelah siswa memperoleh informasi tentang materi latihan yang akan dilakukan, secara tidak langsung di dalam benak siswa telah terbentuk motor-plan, yaitu ketrampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan ketrampilan gerak. Orlick (1980) yang dikutip Setyobroto (2010 : 144) menjelaskan, apabila atlet melakukan latihan imagery secara otomatis atlet melihat dirinya sendiri
17
(visualisasi) dalam melakukan sesuatu, seperti melihat dirinya dalam rekaman video. Hal terpenting yang diperoleh dari latihan imagery adalah atlet melihat dan merasakan bahwa dirinya melakukan gerakan atau ketrampilan tertentu secara benar. Hal ini akan berpengaruh secara positif terhadap penguasaan gerak penampilan olahraga yang sesungguhnya. Ketika dalam latihan imagery terjadi proses visualisasi, maka banyak rasa (sense) yang memungkinkan terlibat, seperti kinestetik, auditori, taktil, dal olfaktori sense. Kinestetik sangat penting untuk atlet sebab adanya sensasi posisi tubuh atau pergerakan yang timbul dari rangsangan ujung syaraf sensoris dalam otot, sendi, dan tendon. Dalam permainan bulutangkis ketika seorang atlet melakukan smash pukulan tersebut menggunakan “sense”. Pertama, untuk melihat shutllecock yang dipukul oleh seorang pemain (menggunakan visual sense). Kedua, untuk mengetahui dimana posisi kok saat perkenaan untuk mentransfer kekuatan yang cepat (power) dan tepat. Atlet yang menggunakan auditory sense berguna untuk mendengarkan suara perkenaan alat pemukul dengan kok. Taktile sense berguna untuk merasakan bagaimana alat pemukul dirasakan oleh tangan pada saat memukul. Disamping keterlibatan perasaan (sense), belajar untuk menyertakan sejumlah keadaan emosional dan moods untuk menggambarakn pengalaman merupakan bagian penting dalam latihan imagery. Menciptakan kembali emosi-emosi seperti (kecemasan, marah, kesenangan, atau perasaan sakit) melalui imagery akan membantu atlet mengendalikan keadaan tersebut. Misalnya, seorang atlet bulutangkis gagal ketika melakukan servis, selanjutnya atlet tersebut membayangkan dan menciptakan gambaran-gambaran dalam pikiranya bagaimana melakukan servis yang baik dan benar. Latihan imagery akan mudah untuk dilakukan apabila kita paham tentang fase dalam belajar gerak. Menurut fiits dan Posner yang dikutip Sugiyanto (2012 : 34) ada tiga fase dalam belajar gerak yaitu: fase kognitif, fase asosiatif, dan fase otonom. 1) Fase kognitif atau fase awal Fase kognitif merupakan fase awal dalam belajar gerak ketrampilan. Dikatakan fase kognitif karena pada awal mempelajari gerakan ketrampilan baru, fungsi kognitifnya yang mula-mula aktif. Siswa menggunakan pikirannya untuk mengetahui
18
gerak ketrampilan yang akan dilakukan. Pada fase kognitif pelajar berusaha memahami ide atau konsep gerakan melalui pendengaran, penjelasan, atau melihat contoh gerakan. Informasi verbal tentang gerakan yang didengar oleh telinga, dan informasi visual yang dilihat oleh mata kemudian diproses kedalam mekanisme perseptual yaitu mekanisme menangkap dan memahami makna informasi. Berdasarkan pemahaman tentang gerakan yang dimaknakan dari informasi yang diberikan, pada pikiran pelajar muncul gerakan yang akan dilakukan. 2) Fase asosiatif atau fase menengah Fase asosiatif merupakan fase setelah fase kognitif. Konsep gerak ketrampilan yang dipahami pada fase kognitif kemudian dicoba untuk dilaksanakan dalam praktik. Di sini terjadi pengasoslasian antara aktivitas kognitif denga aktivitas gerak tubuh. Konsep gerak yang kemudian menjadi rencana gerak, yang ada didalam pikiran dicoba untuk dipraktikkan dalam wujud gerakan tubuh. Rencana gerak kemudian dilaksanakan dalam kegiatan mempraktikkan gerakan. Saat awal mempraktikkan gerakan, aktivitas kognitif masih mendominasi proses pelaksanaan gerak. Pikiran tentang konsep gerak masih lebih dominan dibanding memikirkan pelaksanaan geraknya, sehingga respon geraknya masih belum benar dan belum lancar. Setelah pelajar mempraktikkan gerakan berulang-ulang, konsep gerak yang ada dalam pikiran sudah semakin mudah dilaksanakan dalam respon geraknya. Aktivitas kognitif sudah berasosiasi secara baik dengan respon geraknya, sehingga pelajar semakin mudah dan benar dalam melaksanakan konsep gerakan. Siswa semakin menguasai ketrampilan gerak yang dipelajari. Dengan mengulangulang praktek gerak, siswa akan mencapai fase otonom. 3) Fase otonom atau fase akhir Fase otonom dapat dikatakan sebagai fase akhir dalam mempelajari gerak ketrampilan yang baru, atau merupakan puncak pencapaian ketrampilan gerak. Siswa mampu melakukan gerakan ketrampilan secara otonom dan otomatis. Gerakan yang otonom adalah gerakan dapat dilakukan walaupun pada saat yang bersamaan siswa melakukan aktivitas kognitif selain gerak yang dilakukan. Misalnya pemain bulutangkis dapat melakukan smash dengan baik sambil memperhatikan posisi lawan
19
dan arah jatuhnya bola. Sedangkan gerakan yang otomatis adalah gerakan yang dilakukan seolah-olah dengan sendirinya. Misalnya pemain bulutangkis yang melakukan defence spontan mengembalikan pukulan smash yang mengarah pada dirinya. Untuk mencapai gerak yang otonom dan otomatis harus melalui latihan berulang-ulang secara teratur dan berkelanjutan dalam jangka waktu relatif lama. Gerakan otonom dan otomatis akan dapat dilakukan apabila siswa mampu melewati fase kognitif. Tanpa pemahaman yang baik siswa tidak akan pernah dapat melakukan gerakan secara otonom dan otomatis. Dengan metode latihan imagery siswa menciptakan kembali pengalamannya didalam pikiran. Latihan imagery di dalamnya akan terjadi proses visualisasi yaitu suatu ketrampilan melalui diri sendiri dengan penuh kesadaran memanggil bayangan (gambaran) yang sudah dibayangkan dalam proses imagery. Hal ini berhubungan dengan fase kognitif dalam belajar gerak, siswa berusaha untuk memahami ide atau konsep gerakan melalui pendengaran, penjelasan, atau melihat contoh gerakan. Namun imagery adalah suatu metode latihan yang menekankan proses visualisasi di dalam pikiran siswa yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan gerak siswa. b. Bentuk Latihan Imagery Latihan imagery diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk latihan. Hall, et al., (1998) yang dikutip oleh Komarudin (2013 : 88) mengklasifikasikan latihan imagery menjadi lima bentuk yaitu : 1) Cognitive Specific (CS) : imagery ini khusus untuk ketrampilan olahraga yang spesifik, seperti tembakan bebas dalam bola basket. 2) Cognitive General (CG) : imagery ini merupakan strategi yang dilakukan secara rutin, seperti strategi pertahanan dan penyerangan yang dilakukan oleh tim sepak bola. 3) Motivational specific (MS) : imagery ini dilakukan untuk menentukan tujuan secara spesifik, dan membentuk perilaku yang berorientasi pada tujuan, seperti atlet angkat beban yang ingin mencapai rekor angkatan, memperoleh medali dalam kejuaraan.
20
4) Motivational general aurosal (MGA) : imagery yang berhubungan dengan emosi dan performa, seperti merasa gembira dan semangat ketika bertanding di depan penonton banyak. 5) Motivational general mastery (MGM) : imagery yang terkait dengan penguasaan situasi olahraga, seperti atlet sepak bola tetap fokus ketika berada pada posisi dicaci maki oleh penonton. Menurut hasil penelitian menunujukkan bahwa lima bentuk latihan imagery sering digunakan oleh atlet, tetapi latihan imagery motivasi (motivational imagery) lebih sering digunakan dari pada latihan imagery kognitif (cognitive imagery). Pada dasarnya, latihan imagery yang biasa dilakukan atlet telah menunjukkan ke-lima bentuk latihan imagery tersebut. Latihan imagery yang dilakukan atlet sangat terkait dengan tujuan melakukan latihan imagery , seperti pada kognitif imagery bentuk cognitive specific (CS), digunakan untuk meningkatkan penampilan atlet pada ketrampilan yang spesifik misalnya hanya untuk meningkatkan motivasi, atau hanya untuk meningkatkan kepercayaan diri atlet. Cognitive general (CG), Motivation specific (MS), dan Motivation general arousal (MGA) sangat efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri. Motivation general arousal (MGA) juga bisa digunakan dalam melakukan psyching up supaya atlet tampil tenang dan memperoleh tingkat arousal yang optimal. Atlet dapat menampilkan penampilan terbaiknya. Oleh karena itu, menggunakan kombinasi bentuk imagery sangat terkait dengan tujuan yang spesifik. c. Karakteristik Imagery Karakteristik latihan imagery dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Apruebo (2005 : 259) menjelaskan sebagai berikut : 1) Vividnes merupakan penggambaran sebuah peristiwa olahraga dengan jelas, realistik, melibatkan pancaindra, dan dilakukan secara detail. 2) Multisensory, karakteristik ini memungkinkan dapat melibatkan pancaindra, misalnya melihat gerak, merasakan gerakan sendiri, mendengarkan suara, dan mencium bau. Selain itu, berusaha untuk menciptakan kembali rasa gerak yang sebenarnya. Gambaran tersebut lebih dekat dan nyata dalam pikiran,
21
emosi, perasaan gerak, dan transfer yang lebih baik kepada peforma yang sebenarnya. 3) Controllablity merupakan gambaran mengenai apa yang atlet inginkan untuk ditampilkan. Masalah yang biasa dilakukan terkait dengan bagaimana mengendalikan gambaran gerak, biasanya dengan cara mengulang-ulang kesalahan atau kegagalan, dan mengingat gambaran gerak yang sebenarnya. Dengan demikian, latihan ketrampilan mental membutuhkan latihan supaya berkembang lebih sempurna. 4) Internal atau eksternal persfektif, karakteristik ini mengacu kepada memvisualisasikan olahraga atau peristiwa tertentu melalui pandangan mata pelaku. Sedangakan perspektif eksternal mengacu kepada melihat atau menontom penampilan atlet pada sebuah video. Imagery internal lebih fokus pada kompetisi. Imagery eksternal lebih baik untuk mengoreksi kesalahan yang dilakukan atlet. 5) Mastery rehearsal merupakan karakteristik untuk melihat penampilan pada diri seorang atlet secara sempurna dengan penuh percaya diri dan penuh perhatian. Perhatiannya tertuju utuk memperhatikan permainan atau performa terbaiknya. Atlet mendegarkan suara, merasakan energi, adrenaline, intensitas, dan merasakan emosi positif yang ada dalam tubuhnya dan dibayangkan dalam benaknya. 6) Coping rehearsal karakteristik dimana seorang atlet melihat keberhasilan dalam mengatasi kesalahan dan kemundurannya dengan penuh percaya diri. Atlet mengidentifikasi situasi yang tepat dalam mengatasi masalah dalam waktu yang sudah ditetapkan.
d. Efektifitas Latihan Imagery Atlet yang sudah berpengalaman sering menggunakan latihan imagery sebagai bagian dalam proses latihan dan pertandingan. Banyak data menunjukkan bahwa atlet yang menggunakan latihan imagery penampilanya menjadi lebih baik, tidak hanya dalam proses latihan tetapi dalam pertandingan. Murphy, Jowdy & Durtschi (1990) menemukan bahwa, 90 % atlet olimpiade menggunakan bentuk latihan imagery, 97 % atlet merasa terbantu penampilanya, 94 % atlet olimpiade melakukan imagery sebelum
22
sesi latihan, 20 % menggunakan imagery setiap sesi latihan. Data diatas diperkuat dengan data yang dijelaskan Orlick & Partington (1988) bahwa, “Of 235 Canadian athletes who participated in the 1984 olympic games, 99 % reported using imagery”. Atlet tersebut melakukan latihan imagery dengan berbagai tujuan, ada yang berlatih untuk tujuan belajar ketrampilan, mengembangkan strategi, mempersiapkan pertandingan seperti memperkenalkan veneus, atau untuk mempersiapkan mental dan mengembangkan ketrampilan mental, mengatasi stess, dan rintangan dalam olahraga (cedera, latihan berat, dan gangguan-gangguan lainnya). Beberapa pertimbangan penting terkait dengan penggunaan latihan imagery, beberapa hasil penelitian yang dijelaskan oleh vealey (2005) menunjukkan bahwa, ”imagery perspective that will best facilitate the effectiveness of imagery on enhancing performance”(Hardy & Callow, 1999). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa latihan imagery memberikan fasilitas terbaik kepada atlet untuk meningkatkan performa, kepercayaan diri, motivasi, mengendalikan perhatian, melihat kemampuan secara visual selama pertandingan. Selain itu latihan imagery dapat memfasilitasi performa dan persepsi diri atlet. Ada dua pendekatan dalam latihan imagery, yaitu pendekatan kognitif (cognitive), dan pendekatan psikologis (psychological state). Pendekatan kognitif terfokus pada proses informasi dan bagaimana informasi tersebut diperoleh, disimpan, didapatkan kembali, dan digunakan di dalam otak. Menurut teori bio-informasi lebih populernya disebut sebagai “mental blueprints for perfect responses”. Dengan demikian performa atlet akan meningkat lebih baik melalui latihan imagery yang menekankan pada produktivitas respons telah menciptakan ruang lingkup respons dalam otak yang diukur dengan aktivitas electrocephalographic. Pendekatan psikologis (psychological states) terfokus kepada fungsi motivasi dari latihan imagery, karena latihan imagery dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri pada atlet, memiliki arrousal optimal, dan lebih fokus pada pertandingan. Latihan imagery juga memberikan dampak positif terhadap performa atlet untuk sukses. Hal ini sesuai dengan pendapat Loehr (1982 : 159) bahwa, “visualization is one of the most powerful mental training strategies available to performing athletes”. Maksud dari pendapat tersebut adalah, visualisasi memberikan kontribusi kepada
23
keberhasilan atlet dalam olahraga, visualisasi dapat meningkatkan reaksi fisik dan psikologis, mampu membangun kepercayaan diri atlet dalam menampilkan kemampuan dan ketrampilanya di bawah tekanan dan di dalam berbagai situasi. Berdasarkan studi meta-analisys terkait dengan kajian visualisasi dan imagery Richardson (1967) yang dikutip Lane (2001 : 140) menunjukkan bahwa, “25 mental practice studies and included that this technique was effective in improving motor performance”. Studi meta-analysis lain yang diungkapkan oleh Hinshaw (1991) juga menunjukkan bahwa, “an average 0,60 the mental practice is an effective way to enhance performance, and found that the effects of mental practice were stronger when cognitive elements were contained within the task”. Dari beberapa studi meta-analysis tersebut latihan mental khususnya latihan visualisasi dan imagery memberikan pengaruh terhadap performa atlet.
e. Teori Imagery Yang Memfasilitasi Performa Atlet Dari gambaran-gambaran yang sudah diciptakan di dalam pikiran, latihan imagery dapat memfasilitasi performa atlet baik ketika latihan maupun bertanding. Ada beberapa teori yang mendukung fungsi imagery atau visualisasi, Apruebo (2005) menjelaskan sebagai berikut: Psychoneuromuscular theory atau disebut juga dengan muscle memory. Menurut teori ini latihan imagery terjadi dalam otak dan otot, ketika atlet menggambarkan atau membayangkan pola gerak tanpa atlet menampilkan menampilkan gerak yang sebenarnya. Ketika atlet membayangkan sebuah ketrampilan olahraga tertentu ototnya akan terjadi kontraksi , hal ini kondisinya sama dengan keadaan atlet menampilkan rangkaian ketrampilan dalam konteks yang sebenarnya. Symbolic learning theory teori ini dikenal sebagai mental blueprint. Atlet melakukan latihan imagery akan menampilkan sistem kode di dalam sistem syaraf pusat yang akan membantu atlet membentuk, dan merencanakan, pola gerak yang akan dilakukannya. Teori ini akan membantu dan memfasilitasi performa atlet dengan cara atlet membuat blue-print atau kode gerak ke dalam komponen simbol, yang menyebabkan atlet dapat melakukan pola gerak lebih mudah, lebih familiar, dan lebih otomatis
24
Bio-informational theory menjelaskan bahwa dalam latihan imagery terjadi adanya keterlibatan jaringan aktivasi kode stimulus dan respons secara porporsional yang disimpan dalam waktu lama dalam memori. Ketika atlet melakukan imagery, cenderung mengaktifkan karakteristik stimulus yang menggambarkan isi (pola gerak) yang akan dibayangkan, dan mengaktifkan karakteristik respons yang menggambarkan stimulus apa
yang harus
mereka respons dalam
situasi
tertentu. Contoh,
memvisualisasikan pukulan smash dalam permainan bulutangkis pada point-point kritis akhir pertandingan selesai, yang meliputi karakteristik stimulus atlet merasakan pegangan raket yang begitu kuat, tenaga yang mengalir begitu besar, bola yang berada tepat didepan kepala, dan teriakan penonton yang begitu keras. Karakteristik respons pada waktu membayangkan meliputi ketengangan otot lengan pada saat melekakukan pukulan smash, keringat meningkat, timbul perasaan cemas, kesenangan dan kebanggaan pada saat melihat pukulan begitu keras tajam dan mematikan. Attention-arousal theory menekankan pada efektivitas latihan imagery sebagai sebuah regulasi diri yang sangat penting dalam mengatasi ketrampilan, kemampuan untuk menetapkan tujuan, perencanaan, memecahkan masalah, meregulasi tingkat arousal, kecemasan pada saat pertandingan, emosi sebagai komponen penting untuk sukses, dan atlet membuat imagery jelas, realistik, dan mendetail. Contoh, ketika atlet memvisualisasikan persiapannya dalam menghadapi pertandingan, sistem syaraf pusatnya memprogram keberhasilan sebab aktivitas yang divisualisasikan benar-benar telah siap ditampilkan. f. Petunjuk Latihan Imagery Latihan imagery tidak seperti latihan fisik yang secara nampak terlihat, karena latihan imagery membutuhkan tingkat kosentrasi yang tinggi. Latihan imagery juga membutuhkan ketenangan dalam berpikir. Syer & Cannolyy dalam Setyobroto (2011 : 144) berpendapat bahwa latihan imagery sebaiknya diawali dengan relaksasi, jika yang dipelajari ketrampilan tertentu yang dianggap sulit dan sudah lama ditekuni, maka latihan relaksasi dalam waktu yang terpat dan dalam tempo yang singkat akan memberikan peningkatan dan kemajuan yang pesat. Dalam latihan imagery akan terjadi dialog antara otak dengan tubuh atlet selama berlangsungnya latihan imagery.
25
Pelaksanaan latihan imagery yaitu: ´duduklah seenak mungkin dan tutuplah mata anda. Usahakan dalam keadaan relaks terlebih dahulu, bernapaslah dalam-dalam beberapa kali, usahakan membayangkan atau membuat imaginasi satu persatu pengalaman yang berhubungan dengan panca indra. Latihan imagery tidak hanya dilakukan dalam posisi duduk bisa juga berdiri ataupun berbaring terlentang. Atlet dilatih untuk membuat khayalan-khayalan mental mengenai suatu gerakan atau ketrampilan tertentu, atau mengenai apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu (membuat cognitive images). Caranya adalah menyuruh atlet untuk melihat, mengamati, memperhatikan, dan membayangkan dengan seksama pola gerak tertentu, selanjutnya mengingat-ingat kembali gerakan tersebut dalam otak kita, misalnya dalam permainan bulutangkis, pemain membayangkan ketika sedang melakukan rangkaian gerakan netting dari posisi kaki ketika sedang melangkah sampai perkenaan kok yang sangat tipis melintir melewati jaring netting sehingga tidak dapat dikembalikan oleh lawan. Proses tersebut harus dilakukan supaya rangkaian gerak itu bisa ditampilkan dengan baik. Menurut Harsono (1988 : 259), meskipun kita tidak melakukan gerakan, kita tetap akan dapat memperkembangakan behavior (perilaku) kita, asalkan kita secara intensif dan dengan konsentrasi penuh memikirkan dan mengamati suatu pola gerakan. Ketika seorang atlet secara intensif dan konsentrasi penuh memikirkan dan mengamati ketrampilan yang akan ditingkatkan, maka akan timbul rangsanganrangsangan neumuscular yang berhubungan dengan otak dalam tubuh kita. Dengan demikian mental image (hayalan mental) memudahkan orang yang bersangkutan untuk mentransformasikan image tersebut kedalam tindakan fisik atau gerakannya. Eberspacher (1982) yang dikutip oleh Harsono (1988 : 259) menyarankan urutan latihan imagery sebagai berikut : 1) Mula-mula kepada para atlet diperlihatkan suatu pola gerak, misalnya suatu gerak bulutangkis yang baru pada masing-masing atlet. Demonstrasi ini juga dapat diberikan melalui peragaan langsung atau melalui video atau film. Atlet diminta untuk memperhatikan dan mengamati demonstrasi tersebut dengan seksama dan konsentrasi penuh. Konsentrasi ini penting sekali karena dengan konsentrasi biasanya akan diperoleh dimensi kognitif yang kuat.
26
2) Atlet disuruh untuk mendiskusikan masalah teknik baru yang baru saja diperlihatkan itu. Mungkin saja dalam diskusi tersebut akan berkembang tanggapan-tanggapan seperti “teknik itu terlalu rumit”, atau “teknik itu hanya merupakan modifikasi dari teknik yang kita pelajari dulu”, atau “teknik itu baik dan perlu kita latih”. 3) Langkah selanjutnya adalah atelt diintruksikan untuk melakukan apa yang disebut interval mental rehearsal, atau dengan perkataan lain membayangkan dan mengimajinasi gerakan-gerakan yang didemontrasikan tadi. 4) Kemudian diperlihatkan lagi demonstrasi tersebut agar mereka bisa melengkapi kekurangan-kekurangan yang mungkin ada dalam imajinasi. 5) Setelah melihat melihat demonstrasi baik itu secara model langsung ataupun melalui video, atlet diminta untuk mempraktikan gerakan teknik yang sudah terekam dan tergambarkan dalam pikiran atlet.
3. Intelegensi (IQ) Pandangan masyarakat secara umum intelegensi itu dikatakan sebagai kemampuan individu dalam menghadapi suatu permasalahan dan memecahkannya secara efektif. Banyak masyarakat yang memiliki anggapan anak yang menduduki rangking pertama dikelasnya, akan cenderung dikatakan sebagai siswa yang cerdas. Alfred Binet dalam Safaria (2010 : 14) menjelaskan bahwa intelegensi mencakup tiga hal : pertama, kemampuan untuk mengarahkan tindakan artinya individu mampu menetapkan tujuan untuk dicapai (goal-setting). Kedua, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila dituntut demikian, artinya individu mampu melakukan penyesuaian diri dalam lingkungan tertentu (adaptasi). Ketiga, kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autokritik, artinya individu mampu melakukan perubahan atas kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, atau mampu mengevaluasi diri sendiri secara objektif. Menurut David Wechsler dalam buku Safaria (2010 : 14), memandang intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan individu untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya secara efektif. Sedangkan Walters & Gardner dalam buku Safarian (2010 : 15) mendefinisikan
27
intelegensi
sebagai
suatu
kemampuan
atau
serangkaian
kemampuan
yang
memungkinkan individu untuk memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu. Jadi intelegensi secara umum bisa diartikan kemampuan berpikir seseorang dengan cepat dan cermat dalam menghadapi dan mensikapi berbagai masalah kehidupan. Ada beberapa teori-teori kecerdasan yang telah disampaikan oleh beberapa ilmuan, namun teori kecerdasan yang saat ini menjadi acuan dalam mengembangkan potensi anak adalah teori kecerdasan milik Howard Gardner dalam buku Safarian (2010 : 17), yang merumuskan teori intelegensi ganda, biasa disebut sebagai multiple intelligence. 8 macam kecerdasan tersebut antara lain akan dijelaskan sebagai berikut : 1) Kecerdasan linguistik, kecerdasan ini akan menunjukkan kemampuan anak dalam mengolah bahasa, membuat suatu kalimat, mudah memahami kata-kata, dan mengubah kata-kata (bahasa) lalu menjadikannya sesuatu yang indah. Anak-anak yang memiliki kecerdasan linguistik bisa kita lihat pada penyair atau penulis novel dan karya sastra yang terkenal. 2) Kecerdasan logis-matematik, kecerdasan ini menunjukkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan angka dan pemikiran logis. Anak yang memiliki intelegensi matematis-logis tinggi akan mampu dan unggul dalam perhitungan dan pemecahan angka. Anak-anak ini juga menguasai cara-cara berpikir secara logis, menggunakan penalarannya, mampu berpikir secara abstrak, dan mampu menangkap ide-ide ilmiah. Anak seperti ini memiliki minat untuk menjadi ilmuwan, ahli pemrograman komputer, akuntan, insinyur, atau bahkan menjadi filsuf. 3) Kecerdasan dimensi-ruang (spatial) merupakan kemampuan anak dalam memahami perspektif ruang dan dimensi. Anak yang memiliki kelebihan dalam intelegensi dimensi-ruang akan lebih cepat memahami bentuk-bentuk dimensi ruang, seperti bentuk-bentuk rumah, bangunan, ruangan, dan dekorasi. Mereka berpikir dalam bentuk visualisasi dan gambar. Anak-anak ini juga mampu memahami bentuk tiga dimensi, lebih mampu melihat bentuk gambar dari pada kata-kata, dan memahami bagaimana manipulasi dimensi ruang menjadi karya
28
yang bernialai. Anak semacam ini umumnya berminat dalam bidang pekerjaan arsitek, insinyur, seniman lukis, seniman patung atau ahli bangunan. 4) Kecerdasan musikal merupakan kecerdasan yang menunjukkan kemampuan anak dalam menyusun lagu, menyanyi, serta memainkan alat musik dengan sangat baik. Mereka juga mampu membaca bunyi-bunyi musikal dan memiliki kepekaan terhadapnya. Anak-anak yang tinggi intelegensi musiknya akan menjadi seorang musikus, komposer, dan penggubah lagu yang sukses. 5) Kecerdasan kelincahan tubuh (Kinestetik) merupakan kecerdasan anak dalam aktivitas olahraga, atletik, menari, dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kelincahan tubuh. Anak memiliki kemampuan lebih tinggi, jika dibandingkan orang lain dalam kegiatan-kegiatan yang menuntut kelincahan tubuh, seperti aktivitas olahraga, tari, senam, atau akrobatik. Anak-anak seperti ini akan menjadi olahragawan atau penari. 6) Kecerdasan
interpersonal
merupakan
kecerdasan
yang
menunjukkan
kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Anak yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan
orang
lain,
mampu
berempati
secara
baik,
serta
mampu
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka dapat dengan cepat memahami tempramen, sifat, dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif, dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. 7) Kecerdasan intrapersonal, kecerdasan ini menunjukkan kemampuan anak dalam memahami diri sendiri. Mereka memiliki kepekaan yang tinggi untuk memahami suasana hatinya, emosi-emosi yang muncul di dalam diri, serta mampu menyadari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri sendiri, baik secara fisik maupun psikologis. 8) Kecerdasan naturalis (alam) merupakan kecerdasan yang menunjukkan kemampuan anak dalam memahami gejala-gejala alam, memperlihatkan kesadaran ekologis, dan menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam, misalnya anak memahami keterkaitan ekologis binatang-binatang, siklus hidupnya, memahami kebiasaan-kebiasaan hewan dialam lia, dan merasa memiliki ikatan batin dengan hewan-hewan tersebut. Biasanya anak yang
29
memiliki kecerdasan naturalis berminat pada pekerjaan seperti dokter hewan, penjaga hutang lindung, ahli tanaman, atau pakar ekologi. Dari beberapa teori intelegensi diatas dapat disimpulkan bahwa konsep kecerdasan begitu luas, namun dalam hal ini intelegensi yang dimaksud adalah bagaimana seseorang dapat berpikir dengan cepat dan cermat dalam menerima materi latihan dan menggaplikasikan ke dalam bentuk gerakkan. 4. Latihan a. Pengertian Latihan Latihan merupakan suatu proses yang harus dilaksanakan oleh seorang atlet untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Berikut ini disajikan pengertian latihan secara umum yang dikemukakan oleeh beberapa ahli, sebagai berikut : 1) Menurut Suharno HP. (1993: 7), “latihan adalah suatu proses penyempurnaan atau pendewasaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik dan mental secara teratur dan terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya”. 2) Menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 145), “latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya”. 3) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6), “latihan adalah suatu proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan”. Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, latihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu serta berulang-ulang dengan beban latihan dan intensitas latihan yang semakin meningkat. Peningkatan beban dan intensitas latihan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atlet yang berlatih. Dalam pelaksanaan latihan ada beberapa aspek yang sangat penting untuk mencapai prestasi. Menurut Harsono (1988 : 100) ada beberapa aspek yang perlu dilatih dan dikembangkan untuk mencapai prestasi meliputi, “(1) latihan fisik, (2) latihan teknik, (3) latihan taktik, dan (4) latihan mental”.
30
b. Latihan Teknik Setiap cabang olahraga selalu berisikan teknik-teknik dari cabang olahraga yang bersangkutan. Untuk menguasai teknik dengan baik, diperlukan latihan teknik yang sistematis dan kontinyu. Berikut ini disajikan pengertian-pengertian latihan teknik yang disajikan oleh beberapa ahli, sebagai berikut : 1) Menurut Sudjarwo (1993: 41), ”latihan teknik bertujuan untuk pengembangan dan pembentukan sikap dan gerak melalui pengembangan motorik dan system persyarafan menuju gerakan otomatis”. 2) Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996: 127), ”latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan untuk membentuk dan mengembangkan kebiasaankebiasaan motorik dan neuromuskular”. Berdasarkan pengertian latihan teknik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa latihan teknik merupakan latihan yang bertujuan untuk mengembangkan dan menyempurnakan teknik-teknik gerakan pada cabang olahraga. Suatu teknik dalam cabang olahraga dapat dikuasai dengan baik apabila dilakukan secara sistematis dan kontinyu dengan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tepat.
c. Prinsip-prinsip Latihan Di dalam pelaksanaan latihan, baik atlet maupun pelatih harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan. Dengan memperhatikan prinsip latihan maka diharapkan kemampuan atlet akan meningkat dan mengurangi akibat yang buruk yang terjadi pada fisik maupun teknik atlet. Prinsip ini menyediakan suatu landasan konstruksi dari program pelatihan untuk meningkatkan prestasi atlet. Menurut Purnama (2010 : 61) ada 8 prinsip-prinsip latihan meliputi : “(1) Prinsip Generalisasi, (2) Prinsip Overload (beban lebih), (3) Prinsip
Reversibilitas (kembali asal), (4) Prinsip Specificity
(kekhususan), (5) Prinsip dari Kompetisi, (6) Prinsip Keanekaragaman, (7) Individual, dan (8) Asas Overkompensasi”. Untuk lebih jelasnya kedelapan prinsip-prinsip latihan diuraikan sebagai berikut : 1) Prinsip Generalisasi Semua cabang olahraga memerlukan kualitas efisiensi sistem cardiovaskular dan pernapasan. Ini dimaksudkan bahwa secara umum latihan untuk mengembangkan daya tahan cardiorespiratori harus dilaksanakan, dengan kualitas daya tahun umum yang baik
31
maka akan mendukung pada latihan untuk meningkatkan komponen-komponen yang lain. 2) Prinsip Overload (Beban lebih) Beban yang diberikan kepada atlet harus selalu meningkat, harus selalu sedikit diatas kemampuannya dan setiap kali/periode tertentu harus ditingkatkan, agar tubuh bisa beradaptasi dengan beban yang lebih berat. Atlet yang sudah terbiasa latihan dengan beban berlebih akan terhindar dari stres fisik maupun mental. Walaupun latihan dilakukan secara rutin, berulang-ulang, dan dalam waktu yang cukup lama kalau beban latihan terlalu ringan, peningkatan prestasi tidak mungkin akan terjadi. 3) Prinsip Reversibilitas (Kembali Asal) Prinsip reversibilitas merupakan prinsip dimana seorang atlet harus berlatih secara progresif dan secara terus menerus/kontinyu, karena dengan latihan akan merangsang perubahan baik secara anatomis maupun fisiologis. Namun sebaliknya, prinsip reversibilitas juga mengatakan bahwa, ketika seorang atlet berhenti berlatih, maka tubuh akan kembali ke keadaan semula. 4) Prinsip Specificity (Kekhususan) Ketika seorang pemain bulutangkis yang mempunyai kondisi fisik yang baik melakukan renang 100 meter terlihat nafasnya terengah-engah dan seperti kelelahan. Ini menandakan bahwa latihan yang keras untuk bulutangkis tidak berlaku bagi kegiatan berenang. Seperti pendapat Rushall dan Pyke dalam buku purnama (2010 : 63), “ there is no better training than actually performing in the sport”. Contohnya, untuk bisa menguasai gerakan tinju, orang harus berlatih gerakan gerakan-gerakan tinju, bukan gerakan karate meskipun antara tinju dan karate sama-sama olahraga beladiri. Jika seseorang ingin terampil bermain bulutangkis jangan latihanya seperti memukul bola pada tennis atau tennis meja. 5) Prinsip dari Kompetisi Bulutangkis merupakan salah satu permainan yang kompetitif dan alhasil kinerja dari atlet akhirnya dikaji pada satu keadaan yang kompetitif. Kompetisi adalah persaingan yang sehat yang memotivasi atlet untuk menjadi seorang pemenang. Prinsip ini bertujuan untuk memelihara dan menjaga stamina atlet, sehingga kondisi dari kinerja atlet selalu termotivasi untuk meningkatkan performanya yang macet. Atlet harus memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuannya dan memelihara kondisinya
32
pada satu taraf tinggi sehingga pelatihannya harus teratur dan berkelanjutan untuk selalu siap baik ketika akan bertanding maupun ketika masa kompetisi berlangsung. Prinsip dari kompetisi ini sebaiknya di masukkan kedalam program pelatihan. Karena ketika pelatih sudah membuat target atau rencana jalannya kompetisi, hasil yang didapat juga akan lebih maksimal dari pada sama sekali tidak ada rencana sebelumnya. 6) Prinsip Keanekaragaman Masih banyak sekali pelatih yang melatih berdasarkan pengalaman masa lampau ketika menjadi seorang atlet. Latihan yang kurang bervariasi membuat atlet cenderung bosan dan motivasi berlatih menurun. Salah satu cara mencegah masalah ini adalah membuat variasi, modifikasi-modifikasi latihan yang menyenangkan dan efektif. Dengan model-model modifikasi latihan yang belum pernah dilakukan sebelumnya memungkinkan motivasi atlet berlatih lebih keras dan tekun untuk mencapai hasil yang lebih baik. 7) Individual Prinsip individual menuntut pelatih untuk memahami kondisi para atlet, karena setiap individu tidak sama. Meskipun kembar secara fisik, keduanya pasti memiliki tingkat intelegensi dan emosi yang berbeda. Oleh karena itu masing-masing individu harus mendapatkan penanganan yang berbeda. Program latihan harus dibuat sesuai dengan kemampuan individu masing-masing. 8) Asas Overkompensasi Overkompensasi mengacu kepada dampak latihan dan regenerasi pada organisme tubuh kita yang merupakan dasar biologis guna persiapan atau arousal (gugahan) fisik dan psikologis dalam menghadapi suatu pertandingan. Ketika seorang atlet berlatih, maka sumber makanan dan otot akan berkurang (habis), atlet akan mengalami kelelahan, baik kelelahan fisik maupun kelelahan mental dalam sistem pusat syaraf. Selama masa istirahat sumber-sumber energi biokemikal bukan saja diganti namun akan kompensasinya meningkat sampai melewati keadaan semula. Hal ini dimungkinkan dengan cara mengerahkan sumber-sumber cadangan energi yang ada dalam tubuh kita. Tahap ini disebut overkompensasi. Overkompensasi maksimal hanya bisa dicapai kalau stimulus yang diberikan dalam latihan cukup tinggi, sedikitnya 60% dari kemampuan maksimal atelt agar terasa effect-nya. Stimulus yang kurang dari 60% tidak akan mengakibatkan munculnya overkompensasi yang cukup
33
untuk perkembangan prestasi, bahkan untuk atlet yang sudah profesional stimulus harus diatas 70% dari kemampuan maksimalnya. d. Komponen-komponen Latihan Setiap kegiatan olahraga yang dilakukan oleh atlet akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, dan kejiwaan. Menurut Depdiknas (2000: 105) bahwa,”Dalam proses latihan yang efisien dipengaruhi : (1) Volume latihan, (2) Intensitas latihan, (3) Densitas latihan,dan (4) Kompleksitas latihan”. Apabila seorang pelatih merencanakan suatu latihan yang dinamis, maka harus mempertimbangkan semua aspek yang menjadi komponen latihan tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya komponen-komponen latihan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut : 1) Volume Latihan Sebagai komponen utama, volume adalah syarat yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi dan pencapaian fisik yang lebih baik. Bompa (1999: 77) berpendapat bahwa,”Volume adalah hal penting prasyarat yang kuantitatif untuk taktis tinggi dan terutama prestasi”. Sedangkan repetisi menurut Suharno HP. (1993: 32) adalah “Ulangan gerak berapa kali atlet harus melakukan gerak setiap giliran”. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut menunjukkan bahwa, volume latihan mencerminkan kuantitas atau banyaknya latihan yang dilakukan pada saat latihan. 2) Intensitas Latihan Menurut Bompa (1999: 79) bahwa,“Intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan geraknya, variasi interval atau istirahat di antara tiap ulangannya”. Suharno HP (1993: 31) menyatakan bahwa, “Intensitas adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkatan pengeluaran energi atlet dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingannya”. 3) Densitas Latihan Bompa (1999: 91) menyatakan bahwa,”Densitas adalah frekuensi dimana atlet ditunjukkan ke suatu rangkaian stimuli per bagian waktu”. Dengan demikian densitas berkaitan dengan suatu hubungan yang dinyatakan dalam waktu antara kerja dan pemulihan. Densitas yang mencukupi akan menjamin efisiensi latihan dan
34
menghindarkan atlet dari kelelahan yang berlebihan. Densitas yang seimbang akan mengarah kepada pencapaian rasio optimal antara rangsangan latihan dan pemulihan. 4) Kompleksitas Latihan Kompleksitas dikaitkan pada kerumitan bentuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Hal ini sesuai pendapat Depdiknas (2000: 108) bahwa, ”Kompleksitas latihan menunjukkan tingkat keragaman unsur yang dilakukan dalam latihan”. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab yang penting dalam menambah intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Suatu gambaran kelompok individual terhadap keterampilan yang kompleks dan dapat membedakan dengan cepat mana yang memiliki koordinasi yang baik dan yang jelek. Komponen-komponen latihan yang disebutkan di atas, harus dipahami dan diperhatikan dalam pelaksanaan latihan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalm latihan, maka komponen-komponen di atas harus diterapkan dengan baik dan benar, sehingga tidak terjadi hal-hal yang buruk di dalam latihan.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dibutuhkan dalam mendukung kajian teori yang dikemukakan, sehingga dapat dipergunakan sebagai kajian hipotesis. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Pradana Lukman Arif (2010) yang berjudul pengaruh mental imagery terhadap kemampuan siswa dalam teknik dasar dribble bola basket dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Hasil kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan latihan mental imagery terhadap kemampuan siswa dalam penguasaan teknik dasar dribble bola basket dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Penelitian Khalida Nawa Aprilia (2014) yang berjudul, penerapan model pembelajaran imagery terhadap hasil belajar bulutangkis pada mahasiswa semester VI prodi penjaskesrek JPOK FKIP UNS tahun akademik 2013/2014. Hasil
35
kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran imagery terhadap hasil belajar bulutangkis pada mahasiswa semester VI prodi penjaskesrek JPOK FKIP UNS tahun akademik 2013/2014. C. Kerangka Pikir Dari kajian teori tentang pengaruh latihan imagery dan intelegensi terhadap bermain bulutangkis. Maka dapat disimpulkan kerang pemikiran yaitu : 1. Perbedaan pengaruh latihan imagery & non-imagery terhadap ketrampilan bermain bulutangkis. Latihan imagery adalah salah satu metode latihan mental yang membentuk gambaran-gambaran gerakan ketrampilan atlet, yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan bermain atlet. Melalui proses visualisasi latihan imagery ini dilakukan. Proses latihan imagery dalam permainan bulutangkis ini dilakukan dengan posisi berdiri dan menggunakan model secara langsung. Kelebihan latihan imagery adalah efek yang telah diciptakan didalam pikiran seorang atlet. Atlet akan dengan mudah memutar ulang gambaran yang sudah diciptakan didalam pikiran selain itu melalui latihan imagery akan dapat menampilkan sistem kode di dalam sistem syaraf pusat yang akan membantu atlet membentuk dan merencanakan pola gerak yang dilakukannya. Hal ini akan membantu dan memfasilitasi performa atlet dengan cara membuat blue-print kode gerak kedalam pikiran, yang menyebabkan atlet dapat melakukan pola gerak lebih mudah, lebih familiar, dan lebih otomatis. Kekurangan latihan imagery adalah waktu yang dibutuhkan saat proses latihan lebih banyak dibandingkan dengan latihan non-imagery. Selain itu latihan imagery juga membutuhkan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi karena ketika latihan imagery, atlet berusaha untuk menciptakan gambaran-gambaran didalam pikiran sebelum melakukan drill secara langsung. Latihan non-imagery adalah salah satu bentuk latihan atau drill secara langsung tanpa melakukan proses pembayangan. Atlet melakukan latihan setelah diberikan contoh dan di intruksikan oleh seorang pelatih. Kelebihan latihan non-imagery adalah waktu latihan tidak termakan banyak untuk melakukan proses berpikir, atlet langsung melakukan gerakan yang dicontohkan dan diintruksikan oleh pelatih. Kekurangan latihan ini adalah atlet cenderung mudah lupa melakukan gerakan yang sudah dicontohkan, karena tidak disediakan waktu untuk menciptakan gambaran-
36
gambaran didalam pikiran secara detail. Agar terjadi gerakan yang otomatis atlet harus melewati beberapa fase atau tahapan dalam belajar gerak. Salah satu fase tersebut adalah fase kognitif atau proses berpikir. Seseorang dikatakan terampil bermain bulutangkis apabila mampu melakukan pukulan servis panjang, servis pendek, lob, dan smash. Latihan tehnik tidak terlalu membutuhkan banyak tenaga seperti ketika latihan daya tahan, akan tetapi atlet perlu kondisi stamina yang masih penuh agar dapat dengan mudah menerima materi latihan yang diberikan. Dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan latihan imagery dan nonimagery,
peneliti
memprediksi
latihan
imagery
berpengaruh
lebih
tinggi
dibandingkan latihan non-imagery terhadap ketrampilan bermain bulutangkis. 2. Perbedaan pengaruh antara intelegensi tinggi dan intelegensi rendah terhadap ketrampilan bermain bulutangkis. Intelegensi adalah kemampuan berpikir seseorang secara cepat dan tepat dalam menerima stimulasi dan menghadapi berbagai tekanan. Dalam fase belajar gerak ada tiga tahapan yaitu fase kognitif, fase assosiatif, dan fase otonom. Ketiga tahapan tersebut harus secara runtun di lakukan oleh seorang atlet, artinya seorang atlet tidak akan bisa melakukan gerakan secara otomatis sebelum masuk didalam fase kognitif. Atlet perlu melakukan proses berpikir sebelum memerintahkan bagian tubuh untuk melakukan gerakan. Intelegensi tinggi adalah kemampuan berpikir seseorang diatas rata-rata yang diukur dengan menggunakan tes baku intelegensi yaitu intelegence structure test atau IST. Intelegensi rendah adalah kemampuan berpikir seseorang dibawah rata-rata yang diukur dengan menggunakan tes baku intelegensi yaitu intelegence structure test atau IST. Tes intelegensi dalam cabang olahraga bulutangkis ini tidak serumit seperti tes-tes intelegensi yang sudah dibuat oleh para psikolog. Penekanan intelegensi dalam permainan bulutangkis adalah mencari hasil penilaian fokus, kecepatan berpikir, dan konsentrasi. Karena ketiga hal tersebut sangat diperlukan ketika seorang atlet, baik ketika sedang berlatih ataupun ketika pertandingan. Atlet yang memiliki intelegensi tinggi mampu berpikir dengan cepat dan tepat ketika menerima stimulus, maka akan dengan mudah melakukan proses imagery dan menerima beban latihan yang diberikan oleh seorang pelatih. Sebaliknya atlet yang
37
memiliki intelegensi rendah akan mengalami kesulitan ketika melakukan proses imagery, akibatnya beban latihan yang diberikan tidak mampu diselesaikan dengan maksimal.
3. Adanya Interaksi latihan imagery
dan intelegensi terhadap ketrampilan
bermain bulutangkis. Dalam belajar ketrampilan dasar bermain bulutangkis setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki tingkat intelegensi yang tidak sama, ada yang cepat dan ada pula yang lambat ketika menerima beban latihan. Latihan imagery adalah merupakan salah satu metode latihan mental yang membentuk gambaran-gambaran gerakan ketrampilan atlet, yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan seorang atlet sedangkan Intelegensi adalah kemampuan berpikir seseorang secara cepat dan tepat dalam menerima stimulasi dan menghadapi berbagai tekanan. Atlet yang dapat berpikir dengan cepat dan tepat akan lebih mudah melakukan proses latihan imagery. Selain itu gambaran-gambaran yang sudah diciptakan didalam pikiran atau memory seorang atlet akan terekam lebih baik dibandingkan dengan atlet yang memiliki intelegensi rendah. D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1.
Ada perbedaan pengaruh latihan imagery dan non-imagery terhadap ketrampilan bermain bulutangkis pada siswa ekstrakurikuler MTS Muhammadiyah Blimbing tahun 2015. Dengan latihan imagery siswa akan
lebih cepat mengalami
peningkatan ketrampilan bermain bulutangkis, karena melalui latihan imagery gambaran-gambaran gerakan yang ingin dilakukan sudah termemori didalam pikiran seseorang. 2.
Ada perbedaan pengaruh antara intelegensi tinggi dan intelegensi rendah terhadap ketrampilan bermain bulutangkis pada siswa ekstrakurikuler MTS Muhammadiyah Blimbing tahun 2015. Dengan memiliki intelegensi tinggi siswa akan lebih cepat untuk menerima materi latihan yang diberikan.
38
3. Ada interaksi latihan imagery dan intelegensi terhadap ketrampilan bulutangkis pada siswa ektrakurikuler MTS Muhammadiyah Blimbing tahun 2015. Dengan intelegensi tinggi maka akan semakin besar pula kontribusi dalam proses latihan imagery.