BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Permainan Bulutangkis
a. Karakteristik Permainan Bulutangkis Bulutangkis merupakan salah satu jenis olahraga yang termasuk dalam kategori permainan. Bulutangkis sering pula dikenal dengan nama badminton. Permainan bulutangkis dilakukan dengan menggunakan alat khusus, yaitu net, raket dan shuttlecock. Shuttlecock yang digunakan dalam pertandingan resmi harus terbuat dari bulu angsa yang berwarna putih. Lapangan permainan berbentuk segi empat dan dibatasi oleh net untuk memisahkan antara daerah permainan sendiri dan daerah permainan lawan. Tujuan permainan bulutangkis adalah berusaha untuk menjatuhkan shuttlecock di daerah permainan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul shuttelcock dan menjatuhkannya di daerah permainan sendiri. Permainan bulutangkis merupakan permainan yang bersifat individual yang dapat dilakukan dengan cara satu orang melawan satu orang atau dua orang melawan dua orang. Dalam pelaksanaan permainan bulutangkis dibutuhkan keterampilan gerak yang baik. Permainan bulutangkis dilakukan dengan gerakan memukul menggunakan raket, gerakan berdiri, melangkah, berlari, gerakan menggeser, gerakan meloncat, gerakan badan ke berbagai arah dari posisi diam dan lainn sebagainya. Dari semua gerakan itu terangkai dalam satu pola gerak yang menghasilkan suatu kesatuan gerak pemain bulutangkis untuk menyelesaikan tugas. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 14) bahwa, ”Dilihat dari rumpun gerak dan jenis keterampilan bulutangkis seluruh gerakan yang ada dalam bulutangkis bersumber pada tiga keterampilan dasar yaitu lokomotor, non lokomotor dan manipulatif”.
9
10 Gerak lokomotor ditandai dengan pergerakan seluruh tubuh dan anggota badan, dalam proses perpindahan tempat atau titik berat badan dari satu bidang tumpu ke bidang tumpu lainnya. Gerakan lokomotor dalam permainan bulutangkis seperti gerakan langkah pengambilan bola atau penempatan posisi bola tertentu, gerakan melompat saat memukul bola tinggi. Gerakan non lokomotor adalah gerakan yang dilakukan di tempat, dan hal ini merupakan sikap dasar dalam permainan bulutangkis. Sikap dasar ini berupa kuda-kuda yaitu kedua kaki sedikit dibengkokkan, namun kedua kaki dibuka dengan jarak yang enak. Maksudnya gerakan tetap labil, meskipun pada saat memukul sangat dianjurkan agar pemain benar-benar bertumpu pada bidang tumpu. Permainan di depan net tampak nyata memerlukan akurasi yang didukung oleh sikap dasar yang baik karena ada kaitannya dengan posisi permukaan raket yang diupayakan segera menyambut shuttlecock sebelum jatuh ke lantai. Gerakan manipulatif dapat dilaksanakan apabila seorang pemain mampu menggunakan anggota badannya dengan koordinasi yang baik. Gerakan manipulatif berupa gerakan memukul dengan menggunakan raket merupakan keterampilan yang dominan dalam permainan bulutangkis. Antisipasi dan koordinasi merupakan landasan kemampuan yang sangat penting dalam permainan bulutangkis. Karakteristik permainan bulutangkis ini sangat penting untuk dipahami dan dimengerti oleh pembina maupun pelatih. Hal ini karena tugas pembina atau pelatih adalah merencanakan tugas-tugas ajar (tugas latihan) dengan memperhatikan struktur gerak dan jenis keterampilan dasar. Tata urut tugas gerak perlu diperhatikan, karena makin kuat dasar kemampuan gerak (ability) seseorang, maka ia akan terampil untuk melaksanakan tugas-tugas gerak dalam suatu cabang olahraga termasuk permainan bulutangkis.
11 b. Teknik Dasar Permainan Bulutangkis Menurut Sudjarwo (1995: 40) ”teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam melakukan gerakan suatu cabang olahraga”. Teknik juga merupakan suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam suatu cabang olahraga. Pengusaaan teknik dasar dalam permainan bulutangkis merupakan salah satu unsur yang turut menentukan menang atau kalahnya suatu regu di dalam suatu pertandingan disamping unsur-unsur kondisi fisik, taktik dan mental. Dalam permainan bulutangkis teknik dasar harus dipelajari lebih dahulu guna mengembangkan mutu permainan bulutangkis dimainkan oleh dua regu ataupun ada juga perorangan. Mengingat permainan bulutangkis ada yang beregu, maka kerjasama antar pemain mutlak diperlukan sifat toleransi antar kawan serta saling percaya dan saling mengisi kekurangan dalam regu. Atlet, untuk dapat berprestasi semaksimal mungkin, maka suatu tim harus menguasai teknik dasar pemain bulutangkis supaya strategi yang diterapkan oleh pelatih akan berjalan disekitar pertandingan. Salah satu teknik yang harus dikuasai adalah teknik pukulan dalam olahraga bulutangkis yang harus dikuasai oleh para pemain antara lain :
1) Teknik Memegang Raket Di dalam permainan bulutangkis ada beberapa macam cara memegang raket, ialah : a) Pegangan geblok kasur atau pegangan Amerika. Cara memegang raket : letakkan raket di lantai secara mendatar, kemudian ambillah dan peganglah sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari telunjuk menempel pada bagian permukaan yang lebar (Tohar, 1992: 34).
12
Gambar 1 : Pegangan Geblok Kasur (Tohar, 1992: 34)
b) Pegangan Kampak atau pegangan Inggris. Cara memegang raket miring di atas lantai, kemudian raket letakan diangkat pegangannya, sehingga bagian tangan antara ibu jari dan jari telunjuk menempel pada bagian permukaan pegangan raket yang kecil atau sempit (Tohar, 1992:35).
Gambar 2 : Pegangan Inggris atau Kampak (Tohar, 1992: 36)
c) Pegangan gabungan atau pegangan berjabat tangan. Pegangan jenis ini juga disebut Shakehand grip atau pegangan berjabat tangan. Caranya adalah memegang raket seperti orang yang berjabat tangan. Caranya hampir sama dengan pegangan Inggris, tetapi setelah raket dimiringkan tangkai dipegang dengan cara ibu jari melekat pada bagian dalam yang kecil sedang jari-jari lain melekat pada bagian dalam yang lebar (Tohar, 1992: 36).
13
Gambar 3 : Pegangan Jabat Tangan ( Tohar, 1992: 37 )
d) Pegangan Backhand. Cara memegang raket, letakkan raket miring di atas lantai kemudian ambil dan peganglah pada pegangannya. Letak ibu jari menempel pada bagian pegangan raket yang lebar, jari telunjuk letaknya berada di bawah pegangan pada bagian yang kecil. Kemudian raket diputar sedikit ke kanan sehingga letak raket bagian belakang menghadap ke depan (Tohar, 1992: 37).
Gambar 4 : Pegangan Backhand (Tohar, 1992: 38)
2) Kerja Kaki (Footwork) Kerja kaki memiliki peranan yang sangat penting dalam permainan bulutangkis. James Poole (2005: 51) menyatakan, ”tujuan dari footwork yang baik adalah supaya pemain dapat bergerak seefisien mungkin ke segala bagian dari lapangan”. Menurut Herman Subardjah (1999/2000: 27) “footwork adalah gerakan-gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menempatkan posisi badan sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan memukul shuttlecock sesuai dengan posisinya”.
14 Untuk memperoleh footwork yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Menurut Saiful Aristanto (1992: 26) menyatakan bahwa halhal yang harus diperhatikan dalam teknik melangkah (footwork) dalam permainan bulutangkis yaitu “(1) Menentukan saat yang tepat untuk bergerak mengejar bola dan menentukan saat-saat yang tepat kapan harus berbuat dan memukul bola dengan tenang, (2) Tetap memiliki keseimbangan badan pada saat melakukan pukulan. Prinsip dasar footwork bagi pemain yang menggunakan pegangan kanan (right hended) adalah kaki kanan selalu berada di ujung/akhir atau setiap melakukan langkah selalu diakhiri dengan kaki kanan. Sebagai contoh, jika hendak memukul shuttlecock yang berada di lapangan bagian depan atau samping badan, kaki kanan selalu berada di depan. Demikian pula jika hendak memukul shuttlecock di belakang, posisi kaki kanan berada di belakang.
3) Teknik Memukul Bola Memukul bola (shuttlecock) merupakan ciri dalam permainan bulutangkis. Prinsip teknik memukul bola dalam permainan bulutangkis adalah untuk menyeberangkan bola ke daerah permainan lawan. Tohar (1992: 67) menyatakan, ”teknik pukulan adalah cara-cara melakukan pukulan pada permainan bulutangkis dengan tujuan menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lawan”. Dapat dikatakan bahwa seorang pebulutangkis yang terampil apabila memiliki keterampilan melakukan pukulan yang baik. Hal yang mendasar dan harus dikuasai agar terampil melakukan pukulan dalam permainan bulutangkis adalah menguasai teknik memukul yang benar dan didukung kemampuan kondisi fisik yang baik. Menurut Tohar (1992: 67) jenis-jenis pukulan yang harus dikuasai oleh pemain bulutangkis antara lain “(1) Pukulan service, (2) Pukulan lob, (3) Pukulan dropshot, (4) Pukulan smash, (5) Pukulan drive, (6) Pengembalian servis”. Pendapat lain dikemukakan Icuk Sugiarto (1993:
15 39) bahwa, ”macam-macam pukulan dalam permainan bulutangkis terutama adalah service, lob, smash, dropshot, drive dan netting”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik pukulan yang harus dikuasai dalam permainan bulutangkis meliputi service, lob, drive, dropshot, smash, netting dan pengembalian servis. Jenis-jenis pukulan dapat dilakukan dengan forehand maupun backhand, kecuali pukulan servis tinggi yang sulit dilakukan dengan pukulan backhand.
a) Pukulan Servis Pukulan
servis
adalah
“Pukulan
dengan
raket
yang
menerbangkan shuttlecock ke bidang lapangan lawan secara diagonal dan bertujuan sebagai pembuka permainan yang merupakan salah satu pukulan yang penting dalam permainan bulutangkis” (Tohar, 1992: 40). Servis merupakan pukulan yang sangat menentukan dalam awal perolehan nilai, karena hanya pemain yang melakukan servis yang dapat mengendalikan jalannya permainan, misalnya sebagai strategi awal serangan. Icuk Sugiarto (2002: 31) menyatakan aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan servis pada saat perkenaan adalah: 1) Bola maksimum berada sebatas pinggang. 2) Mulai dari pergelangan, kepala raket harus condong ke bawah. 3) Kaki tidak menyentuh garis. 4) Kedua kaki berhubungan dengan lantai. 5) Tidak
ada
gerakan
pura-pura.
Kecepatan
raket
dapat
diperlambat atau dipercepat tetapi gerakan harus berkelanjutan tanpa adanya istirahat. Ada tiga macam jenis servis yang biasa dilakukan oleh pemain bulutangkis ialah servis panjang, servis pendek, servis tanggung. Servis panjang adalah servis yang mengarahkan bola tinggi dan jauh. “bola diusahakan jatuh sedekat mungkin dengan garis belakang, dengan demikian bola lebih sulit untuk diperkirakan dan dipukul,
16 sehingga semua pengambilan lawan kurang efektif” (Tony Grice, 2002: 25). Servis pendek adalah servis yang dilakukan rendah paling sering digunakan dalam partai ganda, karena lapangan untuk ganda lebih pendek, tetapi lebih lebar dari pada partai tunggal. “servis ini dapat dilakukan dengan baik dengan forehand atau pun dengan backhand” (Tony Grice 2002: 25). Servis tanggung sebenarnya hanya variasi saja dari servis pendek. Dilakukan dengan drive dan flick. “servis ini merupakan alternative yang baik dan membuat lawan hanya memiliki sedikit waktu untuk bertindak” (Tony Grice, 2002: 25).
b) Pukulan Lob (Clear) Pukuan clear biasanya dilakukan dengan tinggi dan panjang. Gunanya untuk mendapatkan waktu untuk kembali ke posisi bagian tengah lapangan. Pukulan ini merupakan strategi yang digunakan khususnya untuk pemain tunggal. Pukulan clear yang bersifat bertahan merupakan pengembalian yang tinggi yang hampir sama dengan pukulan lob dalam tenis. Clear dapat dilakukan dengan pukulan overhand atau underhand, baik dari sisi forehand ataupu backhand untuk memaksa lawan bergerak mundur ke arah sisi belakang lapangannya. Kegunaan utama dari pukulan clear adalah untuk membuat bola menjauh dari lawan dan membuatnya bergerak dengan cepat. Dengan mengarahkan bola ke belakang lawan atau dengan membuat dia bergerak lebih cepat dari yang dia inginkan, akan membuat dia kekurangan waktu dan membuatnya cepat lelah. Jika melakukan clear dengan benar maka lawan harus bergegas melakukan pukulan balasan dengan akurat dan efektif. Pukulan clear yang bersifat menyerang merupakan clear yang cepat dan mendatar, yang berguna untuk menempatkan bola ke belakang lawan dan menyebabkan lawan
17 melakukan pengembalian yang lemah. “Pukulan clear yang bersifat bertahan memiliki lintasan yang tinggi dan panjang” (Tony Grice, 2002: 41)
c) Pukulan Drive Drive adalah pukulan datar yang mengarahkan bola dengan lintasan horisontal melintasi net. Baik drive forehand ataupun backhand mengarahkan bola dengan ketinggian yang cukup untuk melakukan clear pada bola dengan jalur yang datar atau sedikit menurun. Gerakan memukul hampir bersama dengan gerakan memukul dari samping dan biasanya dilakukan dari bagian samping lapangan. Pukulan drive memberi kesempatan untuk melatih footwork karena pukulan ini biasanya dilakukan pada ketinggian antara bahu dan lutut ke arah kiri atau kanan lapangan. Dengan demikian “pukulan ini menekankan pada pencapaian bola dengan menyeret atau menggelincirkan kaki pada posisi memukul” (Tony Grice, 2002: 97). Drive adalah pukulan pengembalian yang aman akan memaksa lawan mengembalikan bola tinggi. “Jika pukulan kurang keras, pengembalian bola lebih mirip dengan pukulan push (mendorong bola) atau drive dari bagian tengah lapangan” (Tony Grice, 2002: 97). Sasaran utama drive adalah untuk mengarahkan bola melintasi net dengan cepat. “Arah bola harus dijauhkan dari lawan agar lawan terpaksa bergerak lebih cepat, dengan hanya mempunyai sedikit waktu dan pengembalian kearah atas”. (Tony Grice, 2002: 97)
d) Pukulan Drop (Dropshot) Pukulan drop shot adalah pukulan rendah dan pelan, tepat di atas net sehingga bola langsung jatuh ke lantai. Bola dipukul di depan tubuh dengan jarak lebih jauh dari pukulan clear overhead, dan permukaan raket dimiringkan untuk mengarahkan lebih ke bawah. Larinya bola lebih seperti diblok atau ditahan dari pada dipukul. Ciri
18 yang paling penting dari pukulan drop overhead yang baik adalah gerakan tipuan. Jika gerakan dapat menipu lawan pukulan mungkin tidak dikembalikan sama sekali. Ciri yang paling merugikan dari “pukulan drop adalah bolanya lambat sehingga memberikan banyak waktu pada lawan.” (Tony Grice, 2002: 74). Nilai dari pukulan drop adalah terletak pada kombinasi pukulan ini dengan clear untuk membuat lawan sibuk dan memaksanya untuk mempertahankan seluruh lapangan. Untuk menjadikan pukulan ini efektif “pukulan drop haruslah akurat agar lawan terpaksa menutupi bagian lapangannya seluas mungkin” (Tony Grice, 2002: 71).
e) Pukulan Smash Pukulan Smash adalah pukulan yang cepat, diarahkan ke bawah dengan kuat dan tajam untuk mengembalikan bola pendek yang dipukul ke atas. Pukulan smash hanya dapat dilakukan dari posisi overhead. Bola dipukul dengan kuat tetapi harus diatur tempo dan keseimbanganya sebelum mencoba mempercepat kecepatan smash. Ciri yang paling penting dari pukulan smash overhead yang baik selain kecepatan adalah sudut raket yang mengarah ke bawah. Bola dipukul di depan tubuh lebih jauh dari pukulan clear atau drop. Permukaan raket diarahkan untuk mengarahkan bola lebih ke bawah. “Jika smash dilakukan cukup tajam, pukulan tersebut mungkin tidak dapat dikembalikan” (Tony Grice, 2002: 85). Arti penting dari pukulan smash adalah pukulan ini hanya memberikan sedikit waktu pada lawan untuk bersiap-siap atau mengembalikan setiap bola pendek yang telah mereka pukul ke atas. Pukulan smash digunakan secara ekstensif dalam partai ganda. “Semakin tajam sudut yang dibuat semakin sedikit waktu yang dimiliki lawan untuk bereaksi. Selain itu semakin akurat pukulan smash, semakin luas lapangan yang harus ditutupi lawan” (Tony Grice, 2002: 85).
19 f) Netting Pukulan netting atau jaring adalah salah satu jenis pukulan yang cukup sulit dalam permainan bulutangkis, karena permainan netting ini banyak memerlukan kecermatan yang penuh perasaan atau feeling. Faktor tenaga dalam permainan nettting hampir tidak diperlukan sama sekali. Pukulan dilakukan dengan tenang dan pasti. Dalam permainan net, bola harus diambil sewaktu bola masih di atas. Apabila bola diambil setelah berada di bawah, tempo permainan akan menjadi lambat dan hal ini memberi kesempatan lawan lebih siap untuk maju. Bola harus serendah mungkin dengan bibir jaring, hal ini mempertinggi target kesulitan lawan memukul kembali bola, terutama untuk menerobosnya. Icuk Sugiarto (2002: 68) menyatakan “Tujuan penempatan bola yang jatuh dekat net adalah agar lawan kesulitan untuk mengembalikan bola, karena jatuhnya bola dekat dengan net, maka pengembalian bola lawan kemungkinan tanggung”. 4) Pola – Pola Pukulan Penguasaan pola-pola pukulan penting untuk mengembangkan permainan dan memperoleh kemenangan dalam permainan bulutangkis. Pemain perlu mendapat pola latihan teknik pukulan secara sistematis, berulang-ulang dan teratur. Icuk Sugiarto (2002: 39) mengemukakan, “Pola latihan teknik pukulan adalah pukulan yang dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan yang dilakukan dengan cara berulangulang sehingga menjadi bentuk/pola teknik pukulan yang dapat dimainkan secara harmonis dan terpadu”. Pola pukulan pada dasarnya merupakan rangkaian dari beberapa pukulan yang dikombinasikan dan dilakukan secara terpadu. Untuk dapat mengalahkan lawan dengan mudah, pemain harus memiliki kemampuan memukul bola dengan baik dan ditunjang dengan penguasaan pola pukulan yang baik pula.
20 Kemenangan dalam suatu pertandingan bulutangkis sangat sulit diperoleh jika hanya mengandalkan kemampuan memukul bola dengan baik, tanpa disertai dengan penguasaan pola-pola pukulan yang baik. Menurut Saiful Aristanto (1992: 30) pola pukulan yang dapat dikembangkan dalam permainan diantaranya yaitu, 1) Pola pukulan panjang-tajam-lurus (lob-chop-lurus) 2) Pola pukulan panjang-pendek (lob-dropshot) 3) Pola pukulan panjang-smash (lob-smash) 4) Pola pukulan panjang-tajam-jaring (lob-chop-net) 5) Pola pukulan panjang-smash-jaring (lob-smash-net) 6) Pola pukulan panjang-pendek-jaring (lob-dropshot-net) 7) Pola pukulan panjang-tajam-smash (lob-chop-smash)
Pola-pola pukulan yang dapat dikembangkan oleh pemain banyak sekali jenisnya dan bervariasi. Selain dengan pola-pola tersebut pemain dapat pula mengembangkan dengan pola yang lain. Namun pola pukulan yang dikembangkan harus memperhitungkan efisiensi dan efektifitas gerakan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik dasar permainan bulutangkis merupakan faktor yang mendasar yang harus dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain agar mampu bermain bulutangkis dengan baik dan terampil.
2. Pukulan Smash Bulutangkis
a. Pengertian Pukulan Smash Smash yaitu pukulan atas (overhead) yang diarahkan ke bawah dan dilakukan dengan tenaga penuh. Pukulan smash identik sebagai pukulan menyerang. Pukulan smash adalah bentuk pukulan keras yang sering digunakan dalam permainan bulutangkis. Smash merupakan gerakan dasar yang harus dikuasai oleh pemain cabang olahraga yang menggunakan raket
21 termasuk bulutangkis. Karakteristik pukulan smash adalah keras, laju jalannya kok cepat menuju lantai lapangan, sehingga pukulan ini membutuhkan aspek power lengan, kecepatan otot tungkai, bahu, lengan, dan fleksibilitas pergelangan tangan serta koordinasi gerak tubuh yang harmonis. Dalam praktek permainan, pukulan smash dapat dilakukan dalam sikap diam, berdiri atau sambil loncat. Teknik pukulan smash tersebut harus diberikan secara bertahap, karena setiap pemain harus menguasainya dengan sempurna agar memiliki senjata dalam mematikan lawan untuk mendapatkan nilai. Menurut M. Furqon (2002: 48) ada berbagai jenis pukulan smash diantaranya: smash penuh dilakukan dengan seluruh daun raket dan menggunakan power lengan yang penuh, smash potong adalah smash yang kurang keras dibandingkan dengan smash penuh tetapi bola menjadi lebih tajam dan lebih terarah, smash seputar kepala (around the head smash) yaitu smash yang dilakukan dengan memutar lengan diatas kepala, smash backhand yaitu smash yang dilakukan dari sisi sebelah kiri, setengah smash yaitu sama dengan smash penuh tetapi saat bola akan menyentuh daun raket bola sedikit dipotong, smash loncat (jumping smash) yaitu smash yang dilakukan dengan meloncat, smash ini membutuhkan koordinasi gerak dan power yang tinggi.
b. Jenis-Jenis Pukulan Smash Bulutangkis Dalam
permainan
bulutangkis
kecakapan
seseorang
turut
mempengaruhi pola permainan, perubahan gerakan yang secepat mungkin dapat berguna untuk mengecoh prediksi lawan sehingga tidak dapat mengantisipasi pengembalian shuttlecock. pukulan smash dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Pukulan Smash Penuh Pukulan smash penuh adalah melakukan pukulan smash dengan mengayunkan pukulan-pukulan raket yang perkenaannya tegak lurus antara daun raket dengan datangnya shutlecock sehingga pukulan itu dilakukan dengan tenaga penuh (Tohar, 1992: 60). Ketepatan sasaran dalam pukulan ini harus diperhitungkan dengan
22 sebagaimana mungkin agar menyulitkan gerakan pengembalian smash. Penempatan shuttlecock yang jauh dari posisi lawan memang merupakan titik sasaran yang tepat, tapi itu bukan merupakan satu-satunya cara yang digunakan, kesulitan mekanika gerak lawan yang lebih condong untuk mematikan pemainan.
2. Pukulan Smash Dipotong (Iris) Pukulan smash dipotong adalah melakukan pukulan smash pada saat impact atau perkenaannya antara ayunan raket dan penerbangan shuttlecock dilakukan dengan cara dipotong atau diiris dengan kecepatan jalannya shuttle cock agak kurang cepat tetapi daya luncur shuttlecock tajam (Tohar, 1992: 60). Pendapat lain menyatakan, pukulan smash potong dilakukan dengan cara memotong (slice) terhadap shuttlecock menurut sudut miring pada permukaan raket. Semakin kecil permukaan raket yang dibentur shuttlecock semakin berkurang kecepatan shuttlecock itu. Oleh sebab itu, menggunakan sepenuhnya ayunan yang sangat cepat menurut pola pukulan smash yang biasa akan menghasilkan pukulan yang lebih lambat dari yang biasa (M.L.Johnson, 1990: 134)
3. Pukulan Smash Melingkar Pukulan smash melingkar adalah melakukan gerakan dengan mengayunkan tangan yang memegang raket kemudian dilingkarkan melewati atas kepala dilanjutkan dengan mengarahkan pergelangan tangan dengan cara mencambukkan raket sehingga melentingkan shuttlecock mengarah ke seberang lapangan lawan (Tohar, 1992: 63). Perlu diingat bahwa dalam pukulan smash melingkar ini dibutuhkan kelentukan dan koordinasi gerak badan serta sangat membutuhkan keterampilan gerakan pergelangan tangan untuk mengantisipasi ketepatan pukulan, menjaga keseimbangan badan
23 dalam meraih pengambilan shuttlecock, dan gerakan lanjutan untuk menjaga agar tetap berdiri tegak serta tidak goyah untuk menerima pengembalian shuttlecock dari lawan.
4. Smash Cambukan (Flicsk Smash) Cara melakukan pukulan ini adalah dengan mengaktifkan pergelangan tangan untuk melakukan cambukan dengan cara ditekan ke bawah. Kelajuan penerbangan shuttlecock dari hasil pukulan ini tidak cepat tetapi kecuraman penerbangan shuttlecock inilah yang diharapkan (Tohar, 1992: 63). Pada jenis pukulan smash ini paling sedikit mengeluarkan tenaga dibandingkan jenis pukulan smash yang lain. Gerakan pukulan ini tepat sekali untuk gerakan menipu lawan, dengan koordinasi yang tepat apalagi bila ditambah dengan gerakan jumping, maka hasil pukulan akan lebih curam dan lebih mudah untuk penempatan shuttlecock.
5. Pukulan Backhand Smash Pukulan backhand smash adalah melakukan pukulan smash dengan menggunakkan daun raket bagian belakang sebagai alat pemukul. Sedang biasanya yang digunakan untuk memukul adalah daun raket bagian depan yang disebut dengan pukulan forehand. Pada saat memukul smash dengan cara backhand ini posisi badan membelakangi net. Pukulan smash yang dilakukan terutama mengutamakan gerakan cambukan pergelangan tangan yang diarahkan atau digerakkan menukik ke belakang (Tohar, 1992: 64).
c. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Melakukan Pukulan Smash Pukulan smash pada dasarnya memukul shuttlecock yang diarahkan tajam, curam kebawah, dengan kecepatan yang tinggi karena menggunakan tenaga yang sepenuhnya dan cambukan pergelangan tangan yang kuat. Untuk membuat pukulan smash yang baik dan benar perlu memperhatikan teknik
24 memukul yang benar, jangan sekali-kali melakukan pukulan smash dengan lengan membengkok karena menurut hukum mekanik panjang lengan perlu mendapatkan perhatian. Jadi lengan yang lurus dengan beban yang panjang yang digunakan sepenuhnya akan menimbulkan pukulan yang keras. Menurut Tohar (1992: 58), “Tenaga yang dihasilkan dari rangkaian kekuatan otot kaki dengan menggerakkan kaki, kemudian lutut, diteruskan memusatkan pada badan, pundak atau bahu, lengan tangan dan terakhir pergelangan tangan”. Gerakan ini dilakukan secara beruntun dan berkesinambungan serta merupakan suatu rangkaian gerakan yang teratur, apabila gerakan itu dilakukan terus-menerus dan dapat terkuasai dengan baik, maka gerakan yang beruntun itu hanya merupakan satu gerakan saja karena sudah gerakan yang otomatis.
3. Konsep Latihan
Setiap atlet pada cabang olahraga apapun tidak akan berprestasi secara baik apabila hanya mengandalkan bakat atau kemampuan yang dibawanya sejak lahir. Seorang atlet cenderung akan mencapai prestasi yang tinggi apabila diberikan latihan yang komprehensif, kontinyu, sistematis, dan progresif. Sebagaimana dikemukakan Harsono (2001 : 13) sebagai berikut : “Latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”. Dengan melihat karakteristik latihan tersebut, lebih lanjut Harsono (2001: 13) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sistematis adalah berencana, menurut jadwal, menurut pola, dan sistem tertentu, metodis, dari yang mudah ke yang sukar, latihan yang teratur dari yang sederhana ke yang lebih komplek, maksudnya ialah agar gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah, otomatis, dan reflektif pelaksanaannya sehingga semakin menghemat energi. Kian hari maksudnya ialah setiap kali, secara periodik, segera setelah tiba saatnya untuk ditambah bebannya, jadi bukan berarti harus setiap hari.
25 Berlatih secara sistematis dan melalui pengulangan-pengulangan (repetitions) yang konstan maka organisme-organisme mekanis neurophysiologis kita akan menjadi bertambah baik. Gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan lama kelamaan akan merupakan gerakan-gerakan yang otomatis dan reflektif yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf daripada sebelum melakukan latihan. Demikian pula dalam melakukan latihan pass atas menggunakan sasaran ban sepeda, menuntut para pemain untuk dapat melakukan kemampuan mengkoordinasikan gerakan badan secara ekonomis, cermat, dan tepat sehingga menghasilkan gerakan penguasaan bola dengan koordinasi gerak secara otomatis dan reflektif. Hal ini hanya mungkin dapat dilakukan oleh para pemain yang telah memiliki refleks bersyarat, yaitu melalui latihan yang sistematis dan progresif. Seperti yang dijelaskan Badriah (2002: 47) sebagai berikut : “Refleks bersyarat ialah gerakan refleks dan terjadilah gerakan demikian ialah oleh karena telah dipenuhinya syarat tertentu, yaitu latihan”. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan prestasi dalam olahraga latihan memegang peranan yang sangat penting disamping aspek yang lainnya. Seseorang yang berbakat sekalipun tanpa adanya latihan yang teratur dan terarah, prestasi optimal yang diharapkan akan sulit diraih. Sebaliknya, seseorang yang kurang berbakat dalam cabang olahraga tertentu dengan melakukan latihan yang teratur dan terarah tidak mustahil akan meraih prestasi yang optimal. a. Kebutuhan Fisik Dalam Olahraga Bulutangkis Sukarman (1987) yang dikutip oleh Icuk, Furqon, Kunta mengemukakan bahwa syarat fisik untuk menjadi pemain bulutangkis yang baik adalah: 1) Ia harus dapat berlari atau melenting dengan cepat kesana kemari. 2) Ia harus dapat mempertahankan irama lari cepat atau melenting selama pertandingan. 3) Ia harus lincah 4) Tangannya harus kuat untuk melakukan Smash
26 5) Ia harus dapat melakukan Smash berkali-kali dengan kekuatan maksimum tanpa kelelahan 6) Kalau perlu dengan meloncat 7) Seluruh otot tubuh harus terutama otot kaki Furqon, Icuk, Kunta (2002) mengemukakan bahwa kualitas fisik pemain bulutangkis harus memiliki: 1) Power dan kapasitas anaerobic (terutama kecepatan dan kekuatan) yang baik agar mampu melompat, melenting dengan cepat ke segala arah, melakukan pukulan Smash, lob, drive secara -ulang. 2) Daya tahan dan kekuatan otot serta daya tahan kardiospiratori (kapasitas aerobic) yang baik, untuk mempertahankan irama gerak tersebut. 3) Kelincahan dan kecepatan 4) Kecepatan reaksi dan kecepatan dalam memberikan respon kepada pukulan lawan (stimulus). 5) Kelenturan dan kecepatan terutama tampak dalam gerakan menekuk dan meliuk tubuh, kaki, dan lengan saat memukul dan mengembalikan bola dari lawan. 6) Koordinasi secara serempak. 7) Kualitas otot yang baik terutama otot, pergelangan tangan, lengan bawah dan atas, bahu, dada, leher, perut, kaki, paha, punggung bagian bawah
27 b. Prinsip-prinsip Latihan Latihan yang diberikan kepada setiap atlet harus mengacu pada prinsip prinsip latihan. Seperti dikemukakan Harsono (2001: 16) sebagai berikut : “prinsip beban lebih, perkembangan multilateral/menyeluruh, reversibility, spesifik, densitas latihan, volume latihan, super kompensasi, intensitas latihan, kualitas latihan” Sedangkan Badriah (2002: 2) menjelaskan bahwa, “Prinsip yang menjadi dasar pengembangan kondisi fisik atlet adalah prinsip latihan beban bertambah, menghindari dosis berlebih, individual, pulih asal, spesifik, dan mempertahankan dosis latihan”. Berbagai macam prinsip latihan tersebut seyogianya memang dapat dipenuhi dalam setiap latihan cabang olahraga. Adapun prinsip latihan yang diterapkan penulis dalam melaksanakan program latihan Smash menggunakan modifikasi net yang direndahkan adalah prinsip beban lebih (overload), prinsip individual, dan prinsip intensitas latihan. 1) Prinsip Beban Lebih (Overload) a) Prinsip overload dalam pelatihan olahraga sangatlah penting untuk diterapkan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan otot atau organ tubuh lainnya terhadap stress atau tekanan yang diberikn dalam Prinsip latihan atau pertandingan. Prinsip overload diterapkan untuk semua latihan, tak terkecuali latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, serta latihan mental. b) overload
dalam
pelatihan
dimaksudkan
untuk
memberikan
peningkatan batas ambang rangsang bagi organ tubuh manusia terhadap beban latihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Harsono (2001: 4) sebagai berikut. “Agar prestasi dapat meningkat, atlet harus selalu berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang lebih berat yang mampu dilakukan saat itu (yang berada di atas ambang rangsangnya). Kalau beban latihan terlalu ringan, maka berapa lama pun
28 dia berlatih, betapa sering pun dia berlatih atau sampai bagaimana capek pun dia mengulang-ulang latihan itu, peningkatan prestasi tidak akan mungkin dicapai”. Dengan
demikian,
prinsip
overload
diberikan
dalam
upaya
meningkatkan ambang rangsang tubuh seseorang terhadap beban kerja yang diberikan dalam latihan. Namun demikian, perlu diketahui dan dilaksanakan pembebanan latihan yang diberikan pada pelatih suatu cabang olahraga jangan dilakukan secara terus menerus, karena akan memberikan dampak penurunan prestasi dan kelelahan yang diakibatkan dari over training. Adapun penerapan prinsip overload dalam penelitian ini, penulis memperhatikan pendapat Soekartono (2001: 6) bahwa, “Agar efektif hasilnya, latihan overload sebaiknya menganut sistem tangga (step–type approach).” Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5. Prinsip Latihan Keterangan gambar : a) Setiap garis vertikal menunjukkan perubahan (penambahan) beban latihan dan garis horizontal adalah tahap adaptasi (penyesuaian) terhadap beban yang baru. b) Pada tahap 4, 8, dan 12 beban diturunkan, maksudnya untuk memberikan kesempatan kepada organisme tubuh melakukan regenerasi (agar atlet dapat mengumpulkan tenaga untuk persiapan beban latihan yang lebih berat di tahap-tahap berikutnya).
29 2) Prinsip Individual Badriah (2002: 4) mengemukakan bahwa, “Setiap orang memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara psikis dan sangat dipengaruhi oleh aspek genetik”. Dengan demikian, pada prinsipnya beban latihan bagi tiap individu harus dibedakan sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan bagi kualitas fisiologis dan psikologisnya. Beban latihan yang tidak memperhatikan kemampuan setiap atlet akan berakibat fatal, diantaranya akan menyebabkan cedera dan prestasi tinggi yang diharapkan tidak akan kunjung datang. Mungkin pula ada atlet yang meningkat pesat prestasinya karena program yang diberikan tersebut cocok dan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik atlet yang bersangkutan. Mengingat hal tersebut, maka dalam pemberian program latihan harus dibedakan antara atlet yang satu dengan atlet yang lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan prestasi atlet sesuai dengan keadaan kondisi fisik dan kemampuan masing-masing.
3) Prinsip Intensitas Latihan Harsono (2001: 112) menjelaskan bahwa, “Perubahan-perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlet berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, yaitu latihan yang secara progresif menambah program kerja, jumlah ulangan gerakan (repetisi), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut”. Intensitas latihan mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu unit waktu tertentu. Makin banyak kerja yang dilakukan dalam suatu unit tertentu, makin tinggi intensitas kerjanya. Intensitas latihan yang diberikan biasa digambarkan dengan berbagai macam bentuk latihan yang diberikan. Intensitas latihan yang diberikan terhadap atlet harus sesuai dengan musim-musim latihan, sehingga penerapan intensitas latihan terhadap atlet akan benar-benar cocok dan pada saat pertandingan utama atlet benar-benar berada dalam kondisi puncak.
30 c. Analisa Pukulan Bulutangkis Tahapan dalam gerak memukul shuttlecock, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan diikuti gerakan lanjutan. Gerakannya adalah putaran pada aksis transversal dan longitudinal, serta ketiga persendian yang terkait yaitu pergelangan tangan, siku dan bahu. Siku adalah suatu sambungan engsel yang dibentuk oleh tulang lengan terdiri dari humerus dan ulna. Bahu adalah persendian yang terbentuk dari humerus dan scapula. Pergelangan tangan membentuk suatu condyloid yang menghubungkan antara tulang hasta (ulna) dan tulang pergelangan tangan. Berikut ditampilkan tabel persendian, tulang, gerakan dan otot penggerak pada saat tahap persiapan, tahap pelaksanaan smash dan follow throgh.
Gambar 6. Analisis Pukulan Olahraga Bulutangkis (http://www.brianmac.co.uk/moveanal.htm)
31 Dari analisis pukulan olahraga bulutangkis di atas dapat dilihat penjelasan dalam tabel berikut : Tabel 1. Otot Yang Terlibat Pada Tahap Pelaksanaan Smash dan Follow Trough
Joints involved
Articulating bones
Action
Agonist Muscle
Ulna and carpal
Supinator
Wrist
Supination Radius and ulna Humerus and
Elbow
Extension
Triceps brachii
Humerus and
Horizontal
Posterior deltoid and
Scapula
Hyperextension
latissimus dorsi
Ulna
Shoulder
Joints
Articulating
Involved
Bones
Wrist
Ulna and carpal
Action
Agonist Muscle
Pronation
Pronator teres
Flexion
Biceps brachii
Radius and ulna Elbow
Humerus and Ulna
Shoulder
Humerus and
Horizontal flexion Pectoralis major and
Scapula Trunk
Anterior deltoid Rotation
External obliques
Sumber : (http://www.brianmac.co.uk/moveanal.htm)
32 d. Tahapan Gerakan Smash Dengan penguasaan teknik smash yang baik, seorang atlet akan memiliki modal sangat besar untuk meningkatkan kualitas permainan. Karena smash tujuan utamanya mematikan lawan untuk menghasilkan nilai. Karakteristik pukulan ini adalah; keras, laju jalannya shuttlecock cepat menuju lantai lapangan, sehingga pukulan ini membutuhkan aspek kekuatan otot tungkai, bahu, lengan, dan fleksibilitas pergelangan tangan serta koordinasi gerak tubuh yang harmonis. Dalam latihan pukulan smash ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) Biasakan bergerak cepat untuk mengambil posisi pukul yang tepat, 2) Perhatikan pegangan raket. 3) Sikap badan harus tetap lentur, kedua lutut dibengkokkan dan tetap berkonsentrasi pada kok. 4) Perkenaan raket dan kok di atas kepala dengan cara meluruskan lengan untuk menjangkau kok itu setinggi mungkin dan pergunakan tenaga pergelangan tangan pada saat memukul kok. 5) Akhiri rangkaian gerakan pukulan dengan gerak lanjutan ayunan raket yang sempurna ke depan badan. a) Fase Persiapan 1. Gunakan Grip handshake 2. Kembali keposisi menunggu atau menerima 3. Putar bahu dengan telapak kaki yang diangkat di bagian belakang 4. Gerakkan tangan yang memegang raket keatas dengan kepala raket mengarah ke atas 5. Bagikan berat badan seimbang pada bagian depan telapak kaki b) Fase Pelaksanaan 1. Letakkan berat badan pada kaki yang berada di belakang 2. Gerakkan
tangan
tidak
dominan
ke
atas
untuk
menjaga
keseimbangan 3. Gerakkan backswing menempatkan pergelangan tangan pada keadaan tertekuk 4. Lakukan forward swing ke atas untuk memukul bola pada posisi bola setinggi mungkin
33 5. Ayunkan raket keatas dan dengan permukaan raket mengarah kebawah 6. Tangan kiri/yang tidak dominant menambah kecepatan rotasi bagian atas tubuh 7. Kepala raket mengikuti arah bola c) Fase Follow-Through 1. Tangan mengayun kedepan melintasi tubuh 2. Gunakan gerakkan menggunting dan dorong tubuh dengan kedua kaki 3. Gunakan momentum gerakan mengayun untuk kembali ke bagian tengah lapangan
4. Sistem Energi
Apapun olahraga yang dimainkan, tubuh kita memerlukan energy untuk prestasi puncak. Energi disediakan kedalam otot dari makanan yang dimakan. Tubuh memecah makanan ke dalam blok energi yang dapat dipakai disebut Adenosine Triphosphate (ATP). ATP menjadi sumber energi yang segera untuk kontraksi otot. Tubuh membuat ATP yang tersedia untuk kontraksi otot melalui tiga sistem energi utama yang terletak di dalam serabut otot. Sistem energi yang digunakan tergantung pada jangka waktu dan intensitas dari aktivitas. ATP-PC, atau Creatine Fosfat Sistem, tidak memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi. Anaerobic Glycolysis menggunakan glycogen untuk menyimpan didalam otot guna menghasilkan energi tanpa oksigen. Aerobic Glycolysis menggunakan glycogen otot untuk menghasilkan energi dan terjadi menggunakan oksigen. Oxidative Phosphorylation menggunakan simpanan lemak didalam badan untuk menghasilkan energi dan juga memerlukan oksigen. Menurut Furqon, Kunta, Icuk (2002: 101) sistem energi bulutangkis bila memperhatikan kondisi permainan, frekuensi pukulan, sekurang-kurangnya sama dengan bentuk permainan tenis dan bulutangkis, yaitu (1) ATP-PC = 70%, (2)LA-O2 = 20%, dan (3) O2 = 10%.
34 Tabel 2. Sistem Energi Utama Berdasarkan Penampilan Bidang Waktu Penampilan Sistem Energi
Contoh Jenis Aktivitas
Utama
1
Kurang dari 30 detik
ATP-PC
Lari 100m Tolak Peluru Pukulan dalam tennis, bulutangkis, Golf
2
3
30 detik s/d 90 detik
90 detik s/d 3 menit
ATP-PC dan
Lari cepat 200 s/d 400 m
Lactid Acid
Renang 100m
Lactid Acid dan
Lari 800m
Oksigen
Nomor-nomor dalam senam, Tinju (1 ronde 3 menit), Gulat (periode 2 menit)
4
> 3 menit
Oksigen
Sepakbola Joging Lari Maraton
Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga akan terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan aktivitas yang bersifat anaerobik. Kegiatan/jenis olahraga yang bersifat ketahanan seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen aktivitas aerobik yang dominan sedangkan kegiatan olahraga yang membutuhkan tenaga besar dalam waktu singkat seperti
35 angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh merupakan jenis olahraga dengan komponen komponen aktivitas anaerobik yang dominan. Namun dalam beragamnya berbagai cabang olahraga akan terdapat jenis olahraga atau juga aktivitas latihan dengan satu komponen aktivitas yang lebih dominan atau juga akan terdapat cabang olahraga yang mengunakan kombinasi antara aktivitas yang bersifat aerobik dan anaerobik.
Gambar 7. Persentase Kebutuhan Sistem Energi Bulutangkis Gambar di atas bahwa itu mendekati beberapa persen dari sumber energi anaerobic dan aerobic untuk aktip memberi waktu pada usaha yang maksimum. Dari informasi yang tersedia pada bulutangkis dapat disimpulkan bahwa sistem energi yang diperlukan dalam permainan itu. Hal ini telah ditunjukkan bahwa permainan ini melibatkan suatu kegiatan / aktivitas yang intensif / sering. Hal ini sebagian besar akan melibatkan sistem ATP-PC. Sedangkan yang lain bersatu bertahan sepanjang 20 detik, jika bermain dengan intensitas maksimum, maka sekitar 90 persen dari sistem anaerobic yang terdiri dari ATP-PC dan sistem asam laktat. Suatu permainan boleh bertahan / berlangsung hanya 8 menit dan akan
36 menggunakan semua tiga sistem, sedangkan suatu pertandingan bisa bertahan berlangsung di atas beberapa jam dan oleh karena itu memerlukan suatu sistem oksigen yang dibangun dengan baik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan intensitas rendah - sedang yang dapat dilakukan secara kontinu dalam waktu yang cukup lama sepeti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging. Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak dapat dilakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat diregenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali. Contoh dari kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas anaerobik dominan adalah lari cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau juga loncat jauh. Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga individual akan terdapat pula gerakan-gerakan / aktivitas seperti meloncat, mengoper, melempar, menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan cepat yang bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang olahraga seperti sepakbola, bola basket, bulutangkis atau juga tenis lapangan disebutkan merupakan kegiatan olahraga dengan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik.
37 a. Sistem ATP-PC ATP-PC (Adenosine Triphosphate Phospho-Creatine) sistem adalah utama pada aktivitas maksimal atau sub-maximal sampai dengan 20 detik. Ketika jangka waktu aktivitas meningkat ATP-PC sistem menyediakan suatu porsi yang lebih kecil dari total energi. ATP-PC sistem digunakan sepanjang transisi dari istirahat untuk berlatih, dan juga sepanjang transisi dari seseorang berlatih dengan intensitas yang lebih tinggi. Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam di dalam otot sebagai sumber energi. Di dalam otot, bentuk creatine yang sudah terfosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk menghasilkan ATP. Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang tersimpan di dalam otot akan dipecah menjadi Pi (inorganik fosfat) dan creatine dimana proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3kkal ) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang dihasilkan melalui proses pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP (adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP (adenosine triphospate). Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar (2,3 mmol ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat dihasilkan secara instant untuk memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di dalam jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik. Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi popular pada awal tahun 1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk creatinemonohydrate telah menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik. Namun secara alami, creatine iniakan banyak terkandung di dalam bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan. Data dari hasil-hasil penelitian dalam bidang olahraga yang telah dilakukan menunjukan bahwa konsumsi creatine sebanyak 5-20 gr per harinya secara rutin
38 selama 20 hari sebelum musim kompetisi berlangsung dan menguranginya menjadi 5 gr/hari saat memulai kompetisi dapat memberikan peningkatan terhadap
jumlah
creatine
dan
phosphocretine
di
dalam
otot
dimana
peningkatannya ini juga akan disertai dengan peningkatan dalam performa latihan anaerobik. Data juga membuktikan bahwa cara terbaik untuk mengisi creatine di dalam otot pada saat menjalani rutinitas latihan adalah mengimbanginya dengan mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar dan mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang kecil.
b. Anaerobic Glycolysis Glikolisis merupakan salah satu bentuk metabolisme energi yang dapat berjalan secara anaerobik tanpa kehadiran oksigen. Proses metabolisme energi ini mengunakan simpanan glukosa yang sebagian besar akan diperoleh dari glikogen otot atau juga dari glukosa yang terdapat di dalam aliran darah untuk menghasilkan ATP. Inti dari proses glikolisis yang terjadi di dalam sitoplasma sel ini adalah mengubah molekul glukosa menjadi asam piruvat dimana proses ini juga akan disertai dengan membentukan ATP. Jumlah ATP yang dapat dihasilkan oleh proses glikolisis ini akan berbeda bergantung berdasarkan asalmolekul glukosa. Jika molekul glukosa berasal dari dalam darah maka 2 buah ATP akan dihasilkan namun jika molekul glukosa berasal dari glikogen otot maka sebanyak 3 buah ATP akan dapat dihasilkan. Apabila cadangan PC yang digunakan untuk resintesis ATP berkurang, maka dilakukan pemecahan cadangan glikogen tanpa menggunakan oksigen (anaerobglicolysis). Dalam proses ini diperlukan reaksi yang lebih panjang daripada sistem phosphogen, karena glikolisis ini menghasilkan asam laktat, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini berjalan lebih lambat. Aktivitas yang dilakukan secara maksimal dalam waktu 45 – 60 detik menimbulkan akumulasi asam laktat. Dan jika ketersediaan oksigen terbatas di dalam tubuh atau saat pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat seperti saat melakukan sprint, maka asam piruvat tersebut akan terkonversi menjadi asam laktat.
39 c. Sistem Oksigen (Aerobic) Pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) seperti lari marathon, bersepeda jarak jauh (road cycling) atau juga lari 10 km, produksi energi di dalam tubuh akan bergantung terhadap sistem metabolisme energi secara aerobik melalui pembakaran karbohidrat, lemak dan juga sedikit dari pemecahan protein. Oleh karena itu maka atlet-atlet yang berpartisipasi dalam ajang-ajang yang bersifat ketahanan ini harus mempunyai kemampuan yang baik dalam memasok oksigen ke dalam tubuh agar proses metabolisme energi secara aerobik dapat berjalan dengan sempurna. Proses metabolisme energi secara aerobik merupakan proses metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas olahraga yang dilakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi yang berbeda. Secara singkat proses metabolisme energi secara aerobik seperti yang ditunjukan pada gambar dibawah ini
40
Gambar 8. Diagram Proses Metabolisme Energi Secara Aerobik Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa untuk meregenerasi ATP, 3 simpanan energi akan digunakan oleh tubuh yaitu simpanan karbohidrat (glukosa, glikogen), lemak dan juga protein. Diantara ketiganya, simpanan karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi utama saat berolahraga dan oleh karenanya maka pembahasan metabolisme energi secara aerobik pada tulisan ini akan difokuskan kepada metabolisme simpanan karbohidrat dan simpanan lemak. Sistem ini, penting bagi permainan bulutangkis, berdasar pada pengangkutan persediaan oksigen yang cukup dari atmospir terhadap bekerjanya otot. Oksigen diperlukan untuk bekerjanya otot sebagai bagian dari reaksi untuk menyediakan energi. Paru-Paru, aliran darah dan hati / jantung adalah semua yang dilibatkan dalam perpindahan ini dan harus sangat efisien untuk memastikan bahwa oksigen menjangkau otot itu dengan penundaan yang minimum. Ketika
41 intensitas latihan sedemikian hingga persediaan oksigen dari atmospir adalah cukup untuk permintaan bekerjanya otot, maka sistem oksigen digunakan. Banyak aktivitas alami jangka panjang (aktivitas daya tahan) yang beroperasi lebih banyak dengan sistem oksigen. 5. Metode
a. Pengertian Metode Kata metode berasal dari bahasa “Greeka” yang terdiri atas “metha” yang artinya melalui atau melewati, dan “hodos” yang artinya jalan atau cara. Menurut Sunardi (2002: 366), “metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, atau cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu tujuan yang ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 740)”. Jadi metode adalah cara yang sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan. Hal ini berlaku bagi pelatih (metode mengajar), maupun bagi atlet (metode belajar), makin banyak metode yang digunakan, makin efektif pula pencapaian tujuan.
b. Metode Melatih Bulutangkis Tujuan utama olahraga prestasi adalah meningkatkan keterampilan atau prestasi se maksimal mungkin. Untuk mencapai prestasi tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Kondisi fisik, teknik, taktik, dan psikis yang terdiri dari mental dan kematangan juara. Keempat faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, semua faktor tersebut menjadi tugas pelatih untuk membina dan meningkatkan kualitasnya. Suharno HP (1993: 26) menyatakan bahwa, metode umum melatih keterampilan olahraga secara metodis dapat diurutkan sebagai berikut:
42 1. Memberi gambaran pengertian yang benar melalui lisan. 2. Memberi contoh atau demonstrasi yang benar antara lain dengan : a) Contoh langsung dari pelatih. b) Contoh langsung dari atlet yang dianggap baik. c) Contoh dengan gambar seri/foto. d) Contoh dengan film/video. 3. Atlet disuruh melaksanakan gerak dengan formasi-formasi yang ditentukan oleh pelatih. 4. Pelatih mengkoreksi dan membetulkan kesalahan-kesalahan yang bersifat perorangan maupun kelompok. 5. Atlet/pemain disuruh mengulangi kembali gerakan sebanyak mungkin untuk mencapai gerakan otomatis yang benar. 6. Pelatih mengevaluasi terhadap hasil yang sudah dicapai pada saat itu.
6. Metode Konvensional Untuk Meningkatkan Kemampuan Smash Pemain Bulutangkis
a. Pengertian Metode Konvensional Metode konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada pelatih dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh pelatih, jadi pelatih memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa (Oemar Hamalik, 1990). Sedangkan menurut Roestiyah N.K. (1998), “Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam latihan pada umumnya ialah cara mengajar dengan ceramah”. Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan, metode konvensional merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada pelatih dimana hamper seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh pelatih dan telah lama dijalankan dalam latihan ialah cara mengajar dengan ceramah.
43 Metode yang digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Karena menggunakan metode tersebut maka siswa kurang terlihat aktif dalam proses belajar. Pembelajaran konvensional sudah lama digunakan oleh generasi sebelumnya sehingga sering disebut
dengan
pembelajaran
yang
tradisional.
Adapun
pembelajaran
konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. pembelajaran berpusat pada pelatih 2. terjadi passive learning 3. interaksi di antara siswa kurang 4. tidak ada kelompok-kelompok kooperatif 5. penilaian bersifat sporadis 6. lebih mengutamakan hafalan 7. sumber belajar banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari buku 8. mengutamakan hasil dari pada proses.
b. Pelaksanaan Metode Konvensional untuk Meningkatkan Kemampuan Smash Pemain Bulutangkis Pelaksanaan metode konvensional pada prinsipnya sama dengan metode audio visual. Letak perbedaannya pada alat atau strategi yang digunakan yaitu dengan metode konvensional. Menurut Fasaebila.blogspot.com, pelaksanaan pembelajaran konvensional lebih menekankan kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan, sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. Fasaebila.blogspot.com juga menjelaskan bahwa, “kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai ciri-ciri sebagai pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu”. Berdasarkan hal tersebut, metode konvensional merupakan pembelajaran klasikal, para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu sehingga belajar dilihat sebagai proses “meniru” dan siswa dituntut untuk dapat
44 mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari melalui kuis atau tes terstandar. Penyampaian materi latihan, pelatih lebih menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Materi disampaikan secara lisan atau ceramah. c. Kelebihan
dan
Kelemahan
Metode
Konvensional
untuk
Meningkatkan Kemampuan Smash Pemain Bulutangkis Ditinjau pelaksanaan metode konvensional untuk meningkatkan kemampuan smash pemain bulutangkis dapat di identifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan metode konvensional untuk meningkatkan kemampuan smash pemain bulutangkis antara lain: 1.
Pelaksanaannya tidak membutuhkan biaya yang besar dan penyampaian informasi cepat.
2.
Membangkitkan minat akan informasi dan Mengajari pemain yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
3.
Pelatih dapat menguasai situasi / keadaan saat latihan agar tetap kondusif.
4.
Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya materi dengan baik.
5.
Memberi
kesempatan
pada
pelatih
untuk
menggunakan
pengalaman, pengetahuan, dan kearifan. Kelemahan metode konvensional untuk meningkatkan kemampuan smash pemain bulutangkis antara lain: 1.
Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar pemain tetap tertarik dengan apa yang dipelajari sehingga keaktifan pemain rendah.
2.
Interaksi antara pelatih dan pemain tidak optimal.
3.
Atlet yang bertipe visual menjadi rugi, dan hanya atlet yang bertipe mendengarkan yang benar – benar menerimanya.
4.
Mudah membuat situsai menjadi jenuh
5.
Metode ini berhasil bergantung pada siapa yang menerapkanya.
45
7. Metode Audio Visual Untuk Meningkatkan Kemampuan Smash Pemain Bulutangkis
a. Pengertian Metode Audio Visual Menurut Azhar Arsyad (2011: 30-31) menyatakan bahwa teknologi audio visual adalah cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesanpesan audio dan visual. Arief S Sadiman (2002: 49) menjelaskan bahwa media audio visual merupakan media pembelajaran yang disajikan melalui unsur-unsur lambang auditif (suara) dan lambang-lambang visual (gambar) serta gerak. Azhar Arsyad (2011: 30) juga berpendapat bahwa, pengajaran melalui audio visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film dan video. Jadi pengajaran melalui audio visual adalah penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung pada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, metode audio visual adalah suatu pendekatan latihan yang dapat membantu pemain mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah dengan alat bantu mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual yang memperlihatkan gambar bergerak dan suara secara bersama-sama saat menyampaikan informasi atau pesan.
46 b. Pelaksanaan Metode Audio Visual untuk Meningkatkan Kemampuan Smash Pemain Bulutangkis Pukulan smash merupakan salah satu faktor penting dalam permainan bulutangkis. Metode audio visual pada dasarnya merupakan suatu strategi latihan teknik dasar yang bertujuan agar pemain dapat menampilkan gerakan servis panjang dengan teknik yang benar, sehingga pukulannya menjadi lebih baik. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diterapkan strategi latihan yang baik dan efektif untuk mengembangkan penguasaan teknik smash yang lebih baik. Azhar Arsyad (2011: 31) menyatakan ; Ciri-ciri utama metode audio visual adalah sebagai berikut: 1.
Mereka bersifat linear
2.
Mereka menyajikan visual yang dinamis.
3.
Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya.
4.
Mereka merupakan gagasan real, atau gagasan abstrak.
5.
Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif.
6.
Umumnya mereka berorientasi pada pelatih dengan tingkat pelibatan interaksi murid yang rendah. Pelaksanaan metode audio visual untuk meningkatkan kemampuan
smash pemain bulutangkis
yaitu, pelatih
memberikan latihan dimana
penyampaian materi dengan menggunakan alat bantu media audio visual berupa video yang di dalamnya terdapat informasi berupa gambar bergerak dengan suara. c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Audio Visual untuk Meningkatkan Kemampuan Smash Pemain Bulutangkis Ditinjau
pelaksanaan
metode
audio
visual
untuk
mengetahui
kemampuan smash pemain bulutangkis dapat di identifikasi kelebihan dan
47 kelemahannya. Kelebihan metode audio visual untuk mengetahui kemampuan smash pemain bulutangkis antara lain: 1. Materi yang disampaikan memperlihatkan suatu peristiwa teknik pukulan smash secara berkesinambungan, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat di saksikan berulang-ulang. 2. Para pemain mampu melihat serta mengkoreksi teknik gerakan smash dengan benar. 3. Dapat diputar dan dipelajari berulang – ulang. 4. Keras lemahnya suara dapat di atur dan disesuaikan bila akan disisipi komentaryang akan di dengar. 5. Pelatih dapat dengan mudah mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar jika diperlukan. 6. Mengatasi pembatasan ruang, waktu, dan daya indera. Kelemahan metode audio visual untuk mengetahui kemampuan smash pemain bulutangkis antara lain: 1. Memerlukan biaya yang mahal. 2. Pada saat penyampaian materi, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua pemain mampu mengikuti informasi
yang ingin
disampaikan melalui tayangan tersebut. 3. Sifat komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain. 4. Atlet tidak akan mengikuti dengan benar kalau pengamatannya lambat atau memahami materi yang ditampilkan terlalu lama. 5.
Dapat memungkinkan terjadi gangguan yang tidak di inginkan.
6. Tidak dapat digunakana dimana saja dan kapan saja, karna media ini cenderung tetap ditempat.
48 B. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat di gambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut: Bulutangkis
Audio Visual
Kemampuan Smash
Konvensional
Metode Hasil Metode Audio Visual
Hasil Metode Konvensional Dibandingkan
Kesimpulan
Berdasarkan konseptual kerangka berpikir tersebut menggambarkan bahwa, keterampilan pukulan bulutangkis dapat ditingkatkan dengan latihan kecepatan dan latihan ketepatan. Pendekatan kecepatan dan ketepatan dapat mempengaruhi terhadap keterampilan pukulan dalam permainan bulutangkis. Dari kedua latihan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga akan menimbulkan pengaruh yang berbeda pula terhadap peningkatan keterampilan pukulan dalam permainan bulutangkis.
49 1. Perbedaan Pengaruh Metode Konvensional dan Audio Visual terhadap Peningkatan Kemampuan Smash Bulutangkis Pelaksanaan Metode Konvensional dan Audio Visual untuk mengetahui kemampuan
smash
merupakan
bentuk
metode
yang
mengarah
pada
pengembangan teknik smash. Dari kedua metode yang digunakan bertujuan untuk merangsang atlet agar teknik pukulan smash menjadi lebih baik. Perbedaan penggunaan media dan cara pelaksanaan dari kedua metode tersebut tentu akan menimbulkan respon yang berbeda. Ditinjau dari media yang digunakan, pelaksanaan latihan menggunakan metode audio visual memiliki kecenderungan pengembangan unsur teknik untuk melakukan smash lebih baik. Hal ini karena, pemanfaatan media terjadi secara optimal, dan terjadi interaksi antara pelatih dan pemain sehingga pemain tidak pasif selama proses latihan. Materi yang disampaikan memperlihatkan suatu peristiwa teknik pukulan smash secara berkesinambungan, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan berulang-ulang sehingga pemain mampu melihat serta mengkoreksi teknik gerakan smash dengan benar serta usia atlet yang masih muda mempengaruhi untuk mereka dapat secara langsung antusias terhadap metode latihan ini. Namun sebaliknya, pada pelaksanaan metode konvensional ada kecenderungan pengembangan unsur teknik untuk melakukan smash lebih baik, namun proses di dalam latihan sedikit terabaikan. Perbedaan karakteristik dari kedua metode tersebut tentu akan memberi dampak yang berbeda terhadap peningkatan kemampuan smash bulutangkis. Dengan demikian diduga, pelaksanaan metode audio visual dan konvensional di duga memiliki perbedaan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan smash bulutangkis.
50 2. Metode audio visual lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan Smash bulutangkis Berdasarkan karakteristik dari metode Konvensional dan Audio Visual menunjukkan bahwa, metode audio visual memilliki pengaruh yang lebih baik terhadap kemampuan smash bulutangkis. Hal ini karena, metode audio visual dilakukan dengan pemanfaatan media terjadi secara optimal, dan terjadi interaksi antara pelatih dan pemain sehingga pemain tidak pasif selama proses latihan. Ciri-ciri metode audio visual ini sangat dibutuhkan untuk kemampuan smash. Metode yang diberikan secara sistematis dan kontinyu serta berpedoman pada cara-cara melatih pukulan smash dengan benar, maka kemampuan smash akan meningkat secara optimal. Selain itu metode ini juga mengoptimalkan pemanfaatan media audio visual,dimana alat yang digunakan adalah video. Materi yang disampaikan memperlihatkan suatu peristiwa teknik pukulan smash secara berkesinambungan, menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat di saksikan berulang-ulang sehingga pemain mampu melihat serta mengkoreksi teknik gerakan smash dengan benar. Metode konvensional hanya menyajikan materi secara lisan atau ceramah, proses latihan berpusat pada pelatih sedang pemain hanya pasif sehingga interaksi antara pelatih dengan pemain tidak optimal.
51 C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh metode konvensional dan audio visual terhadap kemampuan smash bulutangkis pada atlet putra usia 10 – 13 tahun Persatuan Bulutangkis Sari Bumi Solo Tahun 2014 / 2015. 2. Metode audio visual lebih baik pengaruhnya terhadap kemampuan smash bulutangkis pada atlet putra usia 10 – 13 tahun Persatuan Bulutangkis Sari Bumi Solo Tahun 2014 / 2015.