II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
MINYAK ATSIRI
Pada mulanya minyak atsiri atau minyak eteris adalah istilah yang digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan uap. Definisi ini dimaksudkan untuk membedakan minyak atau lemak dengan minyak atsiri yang berbeda tanaman penghasilnya. Minyak atsiri ini merupakan minyak yang bersifat mudah menguap, dengan komposisi dan titk didih yang berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal ini dipengaruhi oleh suhu. Pada umumnya tekanan uap ini sangat rendah untuk persenyawaan yang memiliki titik didih yang sangat tinggi, selanjutnya intensitas suatu bau (harum yang dihasilkan, dengan beberapa kekecualian pada kondisi tertentu) merupakan manifestasi dari sifat mudah menguap persenyawaan yang menghasilkan bau harum tersebut (Ketaren, 1987). Guenther (1948) menyatakan bahwa minyak atsiri adalah minyak yang dihasilkan oleh tanaman, terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda, mempunyai rasa getir berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Menurut Harris (1987), minyak atsiri dapat bersumber dari setiap bagian tanaman, yaitu dari daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, dan akar. Pengambilan atau ekstraksi minyak atsiri dari bagian tanaman tersebut dapat dilakukan dengan cara penyulingan, pengempaan, ekstraksi menggunakan pelarut, atau adsorbs dengan lemak tergantung dari jenis tanaman dan sifat fsiko kimia minyak atsiri di dalamnya. Minyak atsiri memiliki manfaat yang sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingannya. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam perisa maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients). Industri kosmetik dan parfum menggunakan minyak atsiri sebagai bahan pewangi pembuatan sabun, pasta gigi, sampo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, dan pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahanbahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida (Gunawan, 2009).
2.2
MINYAK AKAR WANGI
Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk ke dalam famili Graminae atau rumputrumputan. Akar wangi memiliki bau yang sangat wangi, tumbuh merumpun lebat, memiliki akar serabut, dan mempunyai cabang banyak berwarna merah tua. Akar wangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Tanaman ini menghasilkan vetiver oil yang banyak digunakan dalam pembuatan parfum, kosmetik, pewangi sabun, obat-obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga. Minyak vetiver mempunyai aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam vetinenat dan adanya senyawa vetivenol (Departemen Pertanian 1989). Dibawah ini merupakan klasifikasi tanaman akar wangi. Akar wangi dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) : Commelinidae : Poales : Poaceae (suku rumput-rumputan) : Vetiveria : Vetiveria zizanioides (L.) Nash
Gambar 1. Akar wangi (Dewan Atsiri Indonesia, 2009) Tanaman akar wangi dapat tumbuh pada ketinggian 200-1000 m dpl, pada tanah yang berpasir atau memiliki abu vulkanik, pH optimal 6-7, kondisi curah hujan berkisar 200-3000 mm/tahun. Tanaman ini dapat dijumpai di Garut (daerah penghasil utama minyak akar wangi), Wonosobo, Pasuruan dan Lumajang. Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan penyulingan uap pada tekanan bertingkat 1-3 atm selama 8 – 9 jam dengan laju destilasi 0,7 – 0,8 liter destilat/kg akar/jam. Rendemen rata-rata minyak akar wangi 1,5 – 2%. Mutu minyak akar wangi tidak hanya tergantung pada umur akar, tetapi juga tergantung dari lamanya penyulingan. Bau gosong yang ditimbulkan karena penyulingan yang cepat akan menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi yang diinginkan pembeli. Minyak akar wangi tersusun dari beberapa komponen, diantaranya yaitu: vetiveron, vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Minyak akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan disamping itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative) (Dewan Atsiri Indonesia, 2009). Standar mutu minyak akar wangi dalam perdagangan internasional belum seragam, masingmasing negara penghasil dan pengimpor menentukan standar minyak akar wangi menurut kebutuhan sendiri. Jika dibandingkan, harga minyak akar wangi relatif lebih tinggi daripada minyak atsiri lainnya. Semakin tinggi kadar vetiverol dalam minyak akar wangi, maka harganya semakin mahal (Guenther, 1987). Standar mutu minyak akar wangi Indonesia ditentukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Standar mutu minyak akar wangi Indonesia menurut SNI No 1
Jenis Uji
Persyaratan
Keadaan
Kuning muda-coklat kemerahan Khas akar wangi
Warna
Bau Bobot jenis 20oC/20oC 2 Indeks bias 20oC 3 Kelarutan dalam etanol 95% 4 Bilangan asam (mg/g) 5 Bilangan ester (mg/g) 6 Bilangan ester setelah asetilasi (mg/g) 7 Vetiverol total (%) 8 Sumber : Standar Nasional Indonesia 06-2386-2006
0.980 - 1.003 1.520 - 1.530 1 : 1 jernih, seterusnya jernih 10 – 35 5 – 26 100 – 50 Minimum 50
Di Indonesia tanaman akar wangi dibudidayakan kebanyakan untuk diambil minyaknya. Penyebarannya terbatas di daerah Jawa Barat (Garut), Jawa Tengah (Wonosobo dan Wonosari), dan DI Yogyakarta, namun hanya di Garut saja yang diusahakan secara komersial untuk diproduksi minyaknya. Minyak akar wangi Indonesia hampir seluruhnya diekspor, di pasaran dunia dikenal dengan Java vetiver oil. Indonesia pernah menjadi negara pengekspor terbesar kedua setelah Haiti, namun sekarang volume ekspor cenderung menurun, hal ini karena semakin berkurangnya areal pertanaman di daerah Garut sebagai sentra produksi akibat persaingan dengan tanaman sayuran dan meningkatnya biaya produksi seperti bahan bakar. Perkembangan ekspor impor minyak akar wangi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1, untuk grafik perkembangan ekspor minyak atsiri akar wangi dapat dilihat pada Gambar 2.
Perkembangan Ekspor Minyak Atsiri Akar Wangi 1800
Berat Bersih (Ton)
1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1
2
3
4
5 Tahun
6
7
8
9
Gambar 2. Grafik perkembangan ekspor minyak akar wangi (BPS, 2009)
6
2.3 USAHA / INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (U/IKM) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kriteria usaha kecil dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 terdapat dalam pasal 5 ayat 1 yang berbunyi : 1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200,000,000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha 2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1000,000,000 3) Milik Warga Negara Indonesia 4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar 5) Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 mendefinisikan bahwa industri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang menglolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Menurut Mayer (1996) Industri Kecil dan Menengah (IKM) adalah suatu kegiatan usaha industri yang memiliki aset sampai dengan lima miliar rupiah diluar tanah dan bangunan serta beromzet sampai dengan 25 miliar rupiah per tahun, sedangkan menurut Deperindag bersama dengan Badan Pusat Statistik (2002), IKM adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan yang bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, dengan kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar kurang lebih satu miliar rupiah. IKM sangat berperan penting dalam struktur perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Menurut Suwandi (1997) indikasi yang menunjukkan pentingnya peranan IKM dapat dilihat melalui kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), ekspor non migas, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cukup berarti. Haeruman (2000) menyatakan bahwa tantangan bagi dunia usaha terutama pengembangan IKM mencakup aspek yang luas, antara lain : 1) Peningkatan kualitas SDM dalam kemampuan manajemen, organisasi, dan teknologi 2) Kompetensi kewirausahaan 3) Akses yang lebih luas terhadap permodalan 4) Informasi modal yang transparan, dan 5) Faktor input produksi lainnya. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam bersaing, IKM memerlukan bantuan dan peran pemerintah, namun yang harus diperhatikan disini adalah bukan kemampuan bersaing dengan usaha (industri) besar, tetapi lebih pada kemampuan untuk memprediksi lingkungan usaha dan kemampuan untuk mengantisipasi kondisi lingkungan tersebut. Karakteristik khusus dari suatu produk yang cocok untuk industri kecil tidak akan mampu bertahan pada kelompok produk yang cocok untuk industri besar, sebaliknya industri besar tidak tertarik untuk masuk dan bersaing dengan dalam kelompok industri kecil, karena pertimbangan efisiensi skala usaha (Suwandi, 1997). Adapun beberapa kendala yang dihadapi usaha kecil dan menegah menurut Rachmat (2005) diantaranya :
7
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Kualitas SDM rendah Tingkat produktivitas dan kualitas produk dan jasa rendah Kurangnya teknologi dan informasi Faktor produksi, sarana dan prasarana belum memadai Aspek pendanaan dan pelayanan jasa pembiayaan Iklim usaha yang belum mendukung (peraturan perundangan persaingan sehat) Koordinasi pembinaan belum berjalan. Menurut Rachmat (2005), sampai saat ini usaha kecil dan menengah merupakan usaha yang masih dapat bertahan di tengah badai krisis moneter yang berkepanjangan, untuk itu pemerintah berupaya dengan keras untuk membina usaha kecil dan menengah guna menjadikan usaha ini penyumbang devisa bagi Negara.
2.4
PEMASARAN
Menurut Rangkuti (2005), pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut, masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Menurut Stanton dan Lamarto (1994), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan produk, menentukan harga, mempromosikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Pemasaran juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptkan, menawarkan, dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kottler, 1995). Asosiasi Pemasaran Amerika (The American Marketing Association) dalam buku Marketing Management (Kotler, 2002) mengemukakan definisi pemasaran (marketing) yaitu proses perencanaan (planning) dan pelaksanaan (executing) konsep harga (pricing), promosi (promotion), dan distribusi (distribution) gagasan (ideas), barang (goods), dan jasa (services) untuk menciptakan pertukaran (exchanges) yang memuaskan (satisfy) tujuan individu dan organisasi. Untuk melaksanakan tugasnya, manajer pemasaran melakukan proses pemasaran yang dimulai sebelum adanya produk dan berlanjut selama pengembangan produk sampai produk itu dibuat. Ada enam tahapan proses pemasaran, yaitu: analisis pasar, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang program pemasaran, dan mengorganisir, melaksanakan serta mengawasi usaha pemasaran (Kotler, 2001). Hasil akhir dari suatu pemasaran berdasarkan hubungan menurut Kotler (1995) adalah membangun suatu asset perusahaan berupa jaringan pemasaran. Jaringan pemasaran terdiri atas suatu perusahaan dengan pemasok, distributor dan pelanggannya dimana sudah terdapat suatu hubungan bisnis yang kuat dan dapat diandalkan. Semakin lama, pemasaran semakin bergeser dari memaksimalkan keuntungan dari setiap transaksi ke memaksimalkan hubungan saling menguntungkan dengan mitranya. Prinsip dasarnya adalah dengan membangun hubungan baik, transaksi yang menguntungkan akan datang sendiri.
8
2.5 PEMASARAN EKSPOR Ekspor adalah suatu kegiatan mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. SM (2004) merumuskan beberapa tujuan ekspor antara lain yaitu: 1) Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba) 2) Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor) 3) Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity) 4) Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat dan terhindar dari sebutan jago kandang. Sebelum melangkah melalui pasar ekspor, maka perlu ditetapkan syarat perdagangan mana yang kita pilih sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kita selaku eksportir dalam memenuhi kewajiban untuk masing-masing persyaratan itu. Ekspor hanya dapat dilakukan oleh eksportir yang mempunyai APE, APES, atau APET. Dengan adanya ketentuan mengenai jual beli devisa hasil ekspor kepada Pemerintah (Bank Indonesia) maka ekspor hanya dapat dilaksanakan melalui sistem perbankan. Pada umumnya ekspor dapat dilakukan atas dasar suatu bankers L/C, dalam hal tertentu dapat pula dilakukan tanpa L/C yaitu dengan penyerahan cash devisa atau izin khusus Departemen Perdagangan (Walean, 1984). Amir (2004) mendefinisikan bahwa pemasaran ekspor adalah penjualan suatu komoditi ke Negara lain dengan kondisi yang sudah disesuaikan dengan keinginan dan selera pembeli di pasar sasaran ekspor. Komoditi yang biasa diekspor dengan kondisi semacam ini pada umumnya adalah komoditi yang memerlukan penyesuaian atau adaptasi sesuai dengan keadaan iklim, postur, tradisi, agama, serta selera dari calon pembeli. Pelaksanaan kegiatan ekspor ini dilakukan oleh eksportir, yang dimaksud dengan eksportir adalah perusahaan yang memperoleh izin dari Departemen Perdagangan untuk mengekspor, dengan memenuhi ketentuan-ketentuan serta perundang-undangan yang berlaku (Walean, 1984). Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir agar dapat melakukan kegiatan ekspor, baik perusahaan maupun perorangan harus memenuhi syarat sebagai beikut : 1) Memiliki SIUP yaitu surat izin usaha perdagangan 2) Memiliki izin usaha dari departemen teknis atau lembaga pemerintahan non departemen berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 3) Bagi perusahaan harus memiliki TDP yaitu tanda daftar perusahaan Barang-barang ekspor berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain mencakup: perjanjian komoditi internasional, kebutuhan bahan baku bagi industri di dalam negeri, dan kelestarian sumber daya alam, maka dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok barang, yaitu kelompok barang yang diatur ekspornya, kelompok barang yang diawasi ekspornya, kelompok barang yang dilarang ekspornya, dan kelompok barang yang bebas ekspornya. Berdasarkan pengelompokan barangnya, minyak atsiri (minyak akar wangi) termasuk kedalam kelompok barang yang bebas ekspornya. Pada masa lalu sistem pembayaran ekspor dan impor Indonesia didasarkan atas suatu letter of credit (L/C) yang dibuka oleh bank. Pembayaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara L/C atau cara non L/C, oleh karena itu untuk membedakan dalam teknik operasionalnya, maka dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Ekspor dengan L/C Perbedaan dasar dari ekspor L/C dan ekspor non L/C yaitu pada ekspor non L/C bisa dilakukan sendiri oleh eksportir tanpa melibatkan bank, sedangkan untuk kegiatan ekspor L/C harus melalui bank. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh eksportir untuk dapat
9
melakukan kegiatan ekspor dengan L/C melalui bank devisa menurut Warsidi (2003) adalah sebagai berikut: 1) Fotocopy SIUP 2) Fotocopy NPWP 3) Fotocopy TDP (Tanda Daftar Perusahaan) 4) Memiliki Rekening Giro 5) Menyerahkan contoh tanda tangan pejabat eksportir yang berhak menandatangani dokumen ekspor 6) Menyerahkan surat kuasa untuk mengambil dokumen, nota-nota, dll. 7) Menandatangani persyaratan negosiasi wesel ekspor 8) Memiliki lines/ fasilitas /plafond negosiasi wesel ekspor Cara pembayaran dengan mengunakan L/C merupakan cara yang paling aman bagi kelancaran transaksi perdagangan luar negeri. L/C ini adalah suatu surat yang memberi hak kepada eksportir untuk menarik wesel atau draft atas nama importir untuk sejumlah uang seperti yang tertera dalam L/C setelah pihak eksportir memenuhi syarat-syarat yang dicantunkan dalam L/C tersebut. Dibawah ini merupakan bagan transaksi luar negeri dengan L/C (sebelum pengapalan barang) dapat dilihat pada Gambar 3.
Pembeli/Buyer Aplikasi Pembukaan L/C Bank Pembuka L/C Credit Opening Bank
Contract
Penjual/Seller Advice L/C Bank Koresponden Advising Bank
Gambar 3. Bagan transaksi luar negeri dengan LC (Walean, 1984) 2.
Ekspor Non L/C Apabila ekspor dilakukan dengan non L/C maka eksportir dapat melakukan kegiatannya sendiri tanpa melibatkan bank yaitu mulai dari pengiriman barang sampai pengiriman dokumen dan menagih pembayaran kepada importir, sehingga kegiatannya samasekali tidak melibatkan bank, hanya proses pembayarannya saja yang melalui bank, karena proses transfer secara internasional harus dilakukan melalui bank. Akan tetapi apabila eksportir minta tolong kepada bank (yang disebut remitting bank) untuk mengirimkan dokumen dan menagihkan kepada importir, maka kegiatan ini di bank disebut dengan documentary collection dan teknik operasionalnya memerlukan dokumen yang harus dipenuhi. Dalam rangka mempermudah transaksi ekspor, maka diadakan kemudahan dalam sistem pembayaran. Pada prinsipnya cara pembayaran ekspor (dan impor) dapat dilakukan dengan tunai atau dengan kredit. Dalam garis besarnya sistem pembayaran ekspor dapat dirinci sebagai berikut (Amir, 2004): 1) Pembayaran Tunai (Cash Payment) Pada cash payment pembeli mengirimkan uang terlebih dahulu kepada eksportir sebelum barang dikirimkan. Cash payment ini sangat menguntungkan eksportir tetapi sebaliknya bisa merupakan risiko bagi pembeli. Uang sudah terlanjur dikirim, namun tidak ada jaminan bahwa barang akan dikirim oleh eksportir.
10
2) L/C Opening atau Pembukaan L/C L/C Opening adalah pembeli menyediakan dana untuk eksportir dengan perantaraan banknya. Bank devisa yang membuka L/C itu melalui korespondennya di negara eksportir menyimpan dana itu sampai tiba saatnya pembayaran harus dilakukan. Pembayaran hanya dapat dilakukan dengan penyerahan dokumen pengapalan yang membuktikan bahwa barang telah dikirimkan. Jadi pembayaran hanya dilakukan setelah barang dikirim oleh eksportir. Dengan demikian risiko pembayaran antara kedua belah pihak dapat ditekan serendah mungkin. Cara pembayaran dengan L/C adalah sistem pembayaran yang paling aman bagi kedua belah pihak. 3) Deferred Payment Deferred Payment adalah bila eksportir memberikan keringanan kepada pembeli (importir) untuk menangguhkan pembayaran beberapa waktu setelah barang pesanan dikirimkan. Penangguhan itu misalnya untuk jangka waktu satu bulan, tiga bulan, bahkan ada yang sampai enam bulan. Penangguhan pembayaran ini dilakukan dengan apa yang lazim disebut penarikan wesel berjangka oleh eksportir kepada importir atas L/C yang dibuka oleh importir. Wesel berjangka ini lazim juga disebut Long Bill of Exchange dan dapat dilunasi beberapa waktu kemudian. Wesel yang harus dibayar pada saat ditunjukkan oleh eksportir kepada importir disebut Sight Draft atau Sight Bill of Exchange atau sering disebut juga Demand Draft. Menurut Amir (2004), waktu pembayaran yang lazim sesuai dengan posisi komoditi yang diperdagangkan di pasar internasional adalah sebagai berikut : 1) Dibayar di muka sebelum pengapalan 2) Dibayar pada saat pengapalan 3) Dibayar pada waktu penyerahan barang 4) Dibayar beberapa waktu setelah penyerahan barang Untuk komoditi yang laris di pasar internasional, kita bisa menegosiasikan syarat pembayaran “Advance Payment”, namun bagi komoditi yang banyak saingan dan kurang laku, terpaksa kita menerima pembayaran beberapa waktu setelah pengapalan. Syarat terakhir ini jelas akan sangat mempengaruhi posisi likuiditas perusahaan dan risiko Non-Payment yang cukup tingi. Informasi perdagangan luar negeri yang menyangkut ekspor dan impor secara umum dapat diperoleh dari : - Kamar Dagang (Chamber of Commerce) masing-masing Negara - Kantor-Kantor Agen Perdagangan dari Luar Negeri - Biro Ekonomi dari Kedutaan Negara-Negara Asing - Dari Bank-Bank Devisa di Indonesia Menurut Walean (1984), minyak atsiri yang boleh diekspor adalah yang memenuhi standar mutu barang ekspor seperti yang telah ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan. Setiap ekspor minyak atsiri harus disertai dengan sertifikat mutu (certificate of quality) dan laporan surveyor (surveyor report) mengenai pengambilan contoh, penyegelan, penimbangan dan pemuatan yang dikeluarkan oleh badan atau perusahaan yang ditunjuk Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan. Promosi yang biasa dilakukan dalam pemasaran ekspor selain dengan media cetak, radio dan media elektronika, maka promosi yang lazim dan sangat efektif adalah dengan mengikuti berbagai pameran dagang internasional (trade fairs) yang diadakan di dalam atau di luar negeri. Promosi juga dapat dilakukan melalui bantuan berbagai badan khusus seperti Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Lembaga Penunjang Ekspor (LPE), serta para atasan di Kedutaan Besar RI dan kedubes asing yang ada di Indonesia.
11
Menurut Amir (2004), kunci keberhasilan ekspor tergantung pada pemasaran. Produksi yang berlimpah tidak akan ada artinya kalau tidak ada pembeli, tetapi menemukan pembeli juga bukanlah hal yang mudah. Kita dihadapkan pada dua hal pokok yang harus dicarikan jalan keluarnya, yaitu: menentukan pasar (menentukan calon pembeli), dan menentukan saluran pemasaran (marketing channel). 1. Menentukan Pasar, cara yang lazim digunakan adalah sebagai berkut : a. Melakukan penelitian sederhana tentang : 1) Permintaan potensial terhadap komoditi, dengan meneliti : a) Keadaan penduduk dari negara yang dituju mengenai jumlah, tingkat pendapatan, dan lain-lain b) Budaya masyarakat, misalnya India yang menghormati sapi, Saudi Arabia yang anti babi, Inggris yang aristokrasi, dan lain-lain c) Tradisi dari penduduk di negara yang dituju, misalnya Jepang yang suka merayakan Natal secara besar-besaran walau bukan oran Kristen d) Keadaan iklim di negara yang dituju : spring, summer, autumn, winter, tropis, subtropis, dan lain-lain e) Selera pembeli: berselera tinggi, puritanis, seragam, konservatif, modernis, dan lain-lain 2) Saingan potensial dari komoditi kita, dengan meneliti : a) Negara-negara yang mempunyai komoditi sejenis b) Merek-merek dagang yang menjadi saingan di pasar 3) Mutu komoditi b. Menentukan sistem promosi yang tepat, bisa dilakukan dengan cara : 1) Melalui media massa dengan perantaraan iklan di radio, TV, majalah, surat kabar, atau membuat brosur 2) Menyediakan benda-benda promosi seperti kalender, buku harian, gantungan kunci, dan lain-lain. c. Menentukan kebijakan harga, kebijakan harga ekspor dapat ditentukan dengan salah satu dari pilihan berikut : 1) Biaya produksi ditambah persentase keuntungan (Cost Plus Mark-up) 2) Disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku di tempat tujuan di negara pembeli (Current Market Price) 3) Harga dumping 4) Harga subsidi dan fasilitas negara pembeli seperti GSP (subsidized price) Sebelum menjatuhkan pilihan tentang pasar ekspor, ada baiknya diteliti lebih dahulu situasi dan kondisi calon pembeli, antara lain mengenai : a. Bonafiditas dari calon pembeli dan negara pembeli b. Stabilitas sosial negara pembeli c. Situasi cadangan devisa dan kondisi umum perekonomian negara pembeli d. Kendala dan fasilitas yang diberikan negara pembeli, seperti ada tidaknya pembatasan impor, pengaturan impor, fasilitas impor, kondisi pelabuhan tujuan, dan sertifikasi dan dokumentasi yang diperlukan untuk pabean e. Sistem pembayaran internasional yang berlaku 2. Menentukan saluran pemasaran Pemasaran barang ke luar negeri dapat dilakukan sendiri, cara ini disebut pemasaran langsung, tetapi ekspor dapat pula dilakukan melalui perantara atau melalui perusahaan lain.
12
2.6
STRATEGI PEMASARAN
Menurut Chandler (1962) dalam Rangkuti (2005), menyatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya, sedangkan menurut Porter (1985) dalam Rangkuti (2005), menyatakan bahwa strategi merupakan suatu alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Perumusan strategi pemasaran didasarkan pada analisis yang menyeluruh terhadap pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang datang dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah. Konsekuensi perubahan faktor eksternal tersebut juga mengakibatkan perubahan faktor internal perusahaan, seperti perubahan terhadap kekuatan maupun kelemahan yang dimiliki perusahaan tersebut (Rangkuti, 2005). Dalam suatu usaha, baik itu usaha kecil, usaha menengah, maupun usaha besar, pasti akan ada sesuatu yang namanya tujuan dari usaha. Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan, baik UKM ataupun IKM berbeda-beda. Tujuan itu menunjukkan apa yang ingin dicapai oleh unit bisnis. Untuk mencapai suatu tujuan, diperlukan strategi. Strategi menunjukkan bagaimana cara untuk mencapai tujuan. Setiap bisnis harus menetapkan strategi mencapai tujuannya. Walaupun banyak jenis strategi, Porter (1980) telah merangkumnya menjadi tiga jenis dasar yang memberikan titik awal bagi pemikiran strategis: 1) Keunggulan biaya keseluruhan: Disini bisnis atau usaha berusaha keras mencapai biaya produksi dan distribusi rendah, sehingga harganya lebih rendah daripada pesaingnya dan mendapatkan pangsa pasar yang besar. Perusahaan dengan strategi ini harus terampil dalam reksayasa, pembelian, produksi maupun distribusi, dan tidak perlu terampil dalam menjual. 2) Pembedaan (diferensiasi): Disini bisnis berusaha mencapai kinerja terbaik dalam manfaat pelanggan yang diinginkan kebanyakan pelanggan dalam pasar. Perusahaan dapat menjadi yang terbaik dalam pelayanan, mutu, gaya, teknologi, dan seterusnya, namun sulit untuk menjadi semuanya. Perusahaan akan membina kekuatannya yang memberikan keunggulan kompetitif dalam keuntungan. Jadi perusahaan yang ingin memimpin dalam mutu, harus membuat atau membeli komponen terbaik, memadukannya dengan baik, memeriksanya dengan teliti, dan seterusnya. 3) Fokus: Disini bisnis memfokuskan diri pada salah satu segmen pasar yang sempit, dan tidak mengejar pasar umum. Perusahaan mengenali kebutuhan segmen ini dan melakukan keunggulan biaya atau pembedaan dalam segemen sasaran itu. Untuk melakukan tugasnya, seorang manajer pemasaran akan melakukan proses pemasaran. Proses pemasaran terdiri atas analisa peluang pasar, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi pemasaran, merancang program pemasaran, dan mengorganisir, melaksanakan serta mengawasi usaha pemasaran Dalam menentukan suatu strategi pemasaran, ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu tahapan perencanaan strategis. Proses penyusunan perencanaan strategis dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap pengumpulan data, tahap pencocokan atau tahap anlisis dan tahap pengambilan keputusan. Dibawah ini merupakan kerangka formulasi strategis menurut Rangkuti (2008) dapat dilihat pada Gambar 4.
13
1. Tahap pengumpulan data
• Evaluasi Faktor Eksternal • Evaluasi Fakor Internal
2. Tahap Analisis
• Matriks SWOT • Matriks Internal Eksternal
3. Tahap Pengambilan Keputusan
• Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif
Gambar 4. Kerangka formulasi strategis (Rangkuti, 2008)
2.7 BAURAN PEMASARAN Menurut Kotler (1986) bauran pemasaran (marketing mix) adalah perangkat variabel-variabel pemasaran terkontrol yang perusahaan gabungkan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkannya dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri atas segala sesuatu hal yang dapat perusahaan lakukan untuk mempengaruhi permintaan akan produknya. Kemungkinan-kemungkinan yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok variabel yang dikenal 4P, yaitu produk (product), saluran distribusi (place), harga (price), dan promosi (promotion). Berikut ini penjelasan masing-masing elemen menurut Joscon Network (2002). 1. Product, merupakan deskripsi lengkap tentang barang dan atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Deskripsi tersebut antara lain, meliputi fitur (feature) dan kegunaan (benefit) dari barang dan atau jasa yang ditawarkan 2. Price, pada bagian ini mendeskripsikan strategi penentuan (pricing strategy) harga barang dan atau jasa yang ditawarkan dan kebijakan atau sistem pembayarannya (payment policies) 3. Promotion merupakan media untuk memaparkan secara rinci alat-alat atau media promosi yang akan digunakan perusahaan atau taktik yang akan diterapkan dalam merealisasikan rencana promosi (promotion plan) dalam rangka mewujudkan tujuan pemasaran perusahaan 4. Place, di sini perusahaan diminta untuk mendeskripsikan secara rinci bagaimana dan di mana produk perusahaan akan ditempatkan (didistribusikan) sehingga pelanggan mudah mengaksesnya. Perusahaan juga perlu untuk memaparkan bagaimana perusahaan akan menjualnya atau metode distribusi dan penjualan apa yang akan diterapkan oleh perusahaan.
2.8 ANALISIS LINGKUNGAN BISNIS Lingkungan bisnis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. 1.
Analisis Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi langsung dan khusus pada perusahaan. Di dalam suatu organisasi terdapat kekuatan dan kelemahan dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Melalui anlisis lingkungan internal kekuatan dan kelemahan tersebut dapat diidentifikasi dan dievaluasi
14
sehingga perusahaan dapat memanfaatkan kekuatan dengan cara efektif dan dapat mengatasi kelemahan yang dimilikinya (Imran, 2003). Menurut David (2004), secara tradisional aspek – aspek lingkungan internal perusahaan yang hendak diamati dapat dilihat dari pendekatan fungsional. Pada pendekatan ini, pengkategorian analisis internal sering diarahkan pada pasar dan pemasaran, kondisi keuangan dan akunting, produksi, sumberdaya manusia, dan sistem informasi manajemen. a. Pasar dan Pemasaran Ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan agar posisi produk di pasar sesuai dengan harapan, diantaranya: pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan, informasi tentang pasar, pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, kegiatan promosi, harga jual produk, komitmen manajemen puncak, loyalitas pelanggan, dan kebijakan produk baru. b. Keuangan dan Akuntansi Dalam keuangan dan akuntasi, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, diantaranya: kemampuan perusahaan memupuk modal jangka pendek dan jangka panjang, beban yang harus dipikul sebagai upaya untuk memperoleh modal tambahan, hubungan baik dengan penanam modal, dan pemegang saham, pengelolaan keuangan, struktur modal kerja, harga jual, produk pemantauan penyebab inefisiensi dan sistem akunting yang handal. c. Kegiatan Produksi-Operasi Aktivitas produksi dan operasi sering menjadi bagian terbesar dari asset manusia dan modal. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya adalah hubungan baik dengan pemasok, sistem logistik yang handal, lokasi fasilitas yang tepat, organisasi yang memiliki kesatuan sistem yang bulat, pembiayaan, pendekatan inovatif dan proaktif, kemungkinan terjadinya terobosan dalam porses produksi, dan pengendalian mutu. d. Sumberdaya Manusia Manusia merupakan sumberdaya terpenting bagi perusahaan. Oleh karena itu, manajer perlu berupaya agar terwujud perilaku positif di kalangan karyawan perusahaan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah: langkah-langkah yang jelas mengenai manajemen sumberdaya manusia, keterampilan dan motivasi kerja, produktivitas dan sistem imbalan. e. Penelitian dan Pengembangan Suatu perusahaan harus mempunyai orientasi litbang yang kuat dalam mengembangkan strategi pengembangan produk. Selain dilakukan analisis terhadap bidang fungsional bisnis, pada analisis internal juga penting dilakukan analisis terhadap struktur organisasi perusahaan. f. Sistem Informasi Manajemen Informasi menghubungkan semua bisnis menjadi satu dan menjadi dasar untuk semua keputusan manajerial. Informasi menunjukkan sumber utama dari kekuatan atau kelemahan kompetitif manajemen. Sistem informasi manajemen berguna untuk memperbaiki kinerja suatu perusahaan dengan memperbaiki kualitas keputusan manajerial. Sistem informasi yang efektif adalah mengumpulkan, memberi simbol atau kode, menyimpan, dan menyajikan informasi dalam bentuk yang dapat menjawab pertanyaan penting operasi strategis. 2.
Analisis Lingkungan Eksternal Menurut Hunger (2001), lingkungan eksternal terdiri atas variabel-variabel berupa peluang dan ancaman yang berada diluar organisasi dan tidak langsung ada dalam pengendalian jangka pendek oleh manajemen puncak. Tujuan analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan ancaman yang harus dihindarinya. David (2008) menyebutkan bahwa lingkungan eksternal ini dibagi
15
menjadi lima kekuatan, yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan sosial budaya, kekuatan politik, pemerintahan dan hukum, kekuatan teknologi, dan kekuatan kompetitif. a. Kekuatan Ekonomi Layanan konsumen yang lebih baik, ketersediaan yang cepat, operasi produk yang bebas masalah, serta perawatan dan layanan perbaikan yang handal menjadi semakin penting. Orang saat ini bersedia untuk membayar lebih untuk mendapatkan layanan yang baik jika hal itu membatasi ketidaknyamanan. Faktor ekonomi berdampak langsung pada daya tarik potensial dari beragam strategi, misalnya kebijakan perpajakan dapat mengurangi daya tarik investasi dalam suatu industri atau mengurangi pendapatan setelah dipotong pajak dari para konsumen yang akhirnya mengurangi tingkat pengeluarannya. b. Kekuatan Sosial Budaya, Demografis dan Lingkungan Perubahan sosial, biudaya, demografis, dan lingkungan memiliki dampak yang besar atas hampir semua produk, jasa, pasar, dan konsumen. Organisasi-organisasi kecil, besar, laba, dan nirlaba di semua industri dikejutkan dan ditantang oleh peluang dan ancaman yang muncul dari perubahan dalam variabel sosial, budaya, demografis, dan lingkungan. Tren-tren sosial, budaya, demografis, dan lingkungan membentuk cara orang hidup, bekerja, memproduksi, dan mengonsumsi. Tren-tren baru itu menciptakan jenis konsumen yang berbeda dan konsekuensinya menciptakan kebutuhan akan produk, jasa, dan strategi yang berbeda pula. c. Kekuatan Poltik, Pemerintahan dan Hukum Pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan pembuat regulasi, deregulasi, penyubsdi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Oleh karena itu, faktor-faktor politik, pemerintahan dan hukum dapat mempresentasikan peluang atau ancaman utama baik bagi organisasi kecil maupun besar. Untuk industri dan perusahaan yang sangat bergantung pada kontrak atau subsidi pemerintah, ramalan politik bisa menjadi bagian terpenting dari audit eksternal. Perubahanperubahan dalam hukum paten, undang-undang antitrust (undang-undang yang menentang penggabungan-penggabungan industri), tarif pajak, dan aktivitas lobi dapat memberi pengaruh signifikan perusahaan. Kesalingtergantungan global yang semakin meningkat di kalangan ekonomi, pasar, pemerintah dan organisasi memaksa perusahaan untuk mempertimbangkan dampak potensial dari variabel-variabel politik dalam perumusan dan penerapan strategi kompetitif mereka. Undang-undang, badan pembuat peraturan, dan kelompok kepentingan khusus dapat memberi dampak yang besar terhadap strategi dari organisasi kecil, besar, laba dan nirlaba. Banyak perusahaan telah mengubah ataupun meninggalkan strategi masa lalu karena aksi politis atau pemerintahan. d. Kekuatan Teknologi Dewasa ini perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, baik di bidang bisnis maupun di bidang yang mendukung bisnis. Sebenarnya, teknologi itu tidak hanya mencakup penemuan-penemuan baru saja, tetapi juga meliputi cara-cara pelaksanaan atau metode-metode baru dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Perubahan dan penemuan teknologi yang revolusioner tersebut memiliki dampak yang dramatis terhadap organisasi. Dalam praktiknya, keputusan-keputusan penting menyangkut teknologi sangat sering didelegasikan ke tingkat organisasional yang lebih rendah atau dibuat tanpa pemahaman yang baik mengenai implikasi strategisnya. Banyak penyusun strategi menghabiskan waktu berjam-jam untuk menetapkan pangsa pasar, memosisikan produk dalam pengertian fitur dan harganya, meramalkan penjualan dan besar pasar, serta memonitor distributor, namun tidak jarang teknologi memperoleh perhatian yang sama.
16
e.
Kekuatan Kompetitif Pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi dalam banyak industri yaitu dengan menggunakan model lima kekuatan Porter tentang analisis kompetitif. Menurut Porter (1991) hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman produk atau jasa pengganti, kekuatan tawar menawar pembeli, kekuatan tawar menawar pemasok, dan persaingan diantara perusahaan yang ada. Porter dalam Umar (2003) mengemukakan konsep Competitive Strategy yang menganalisis persaingan bisnis berdasarkan lima aspek utama yang disebut lima kekuatan bersaing. Analisis kompetitif adalah pendekatan yang digunakan secara luas untuk mengembangkan strategi di banyak industri. Model lima kekuatan Porter (Porter’s five forces model) yaitu terdiri atas ancaman masuknya pendatang baru, persaingan antar perusahaan dalam industri, ancaman dari produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, kekuatan tawarmenawar pemasok, seperti ditunjukkan pada Gambar di 5. Pendatang baru yang potensial Kekuatan dari serikat, pemerintah, dan sebagainya Stakeholder lainnya Pemasok
Ancaman pendatang baru
Pesaing Industri Kekuatan penawaran pembeli Persaingan di antara perusahaan yang telah ada
Pembeli
Kekuatan penawaran pemasok Ancaman produk atau jasa pengganti
Produk pengganti
Gambar 5. Konsep competitive strategy dari Michael E. Porter (Porter, 1980)
2.9
MATRIKS INTERNAL-EKSTERNAL (IE)
Matriks IE merupakan gabungan dari matriks IFE dan matriks EFE yang berisikan sembilan sel yang memerlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks IFE dan EFE. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 6.
17
Total Faktor Internal 4.0 Kuat (3.0-4.0) T O T A L F A K T O R
E K S T E R N A L
3.0 Sedang (2.0-2.99)
2.0 Lemah (1.0-1.99)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Tinggi (3.0-4.0)
Sedang (2.0-2.99)
Rendah (1.0-1.99)
Gambar 6. Matriks IE (David, 2009) Matriks IE memposisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 6 diatas. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang mempunyai implikasi strategi yang berbeda – beda. Pertama ketentuan untuk divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan membangun (grow and build). Strategi yang intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal) bisa menjadi yang paling tepat bagi divisi-divisi ini. Kedua, divisi-divisi yang masuk dalam sel III, V atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi menjaga dan mempertahankan (hold and maintain). Penetrasi pasar dan pengembangan produk adalah dua strategi yang paling banyak digunakan dalam jenis divisi ini. Ketiga ketentuan umum yang masuk dalam sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi (harvest or divest). Organisasi yang berhasil mampu mencapai portofolio bisnis yang masuk atau berada di seputar sel I dalam matriks IE (David, 2009).
2.10 ANALISIS STRENGTH-WEAKNESS-OPPORTUNITY-THREAT (SWOT) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling
18
populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 2005). Diagram analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 7. Berbagai Peluang 3.
Mendukung strategi turn-around
1. Mendukung strategi agresif
Kelemahan Internal 4.
Mendukung strategi defensive
Kekuatan Internal 2. Mendukung strategi diversifikasi
Berbagai Ancaman
Gambar 7. Diagram analisis SWOT (sumber : Rangkuti, 2005)
-
-
-
-
Penjelasan dari diagram diatas, adalah sebagai berikut : Kuadran 1: Pada kuadran pertama merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapakan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhanyang agresif (growth oriented strategy). Kuadran 2: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk atau pasar). Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala dan kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4: Situasi pada kuadaran ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Menurut Hubeis dan Najib (2008), matriks SWOT adalah alat untuk mencocokan faktorfaktor penting yang akan membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yaitu SO, WO, ST dan WT. Mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci merupakan bagian yang paling sulit dalam mengembangkan matriks SWOT untuk menentukan tema-tema strategik dan membutuhkan penilaian yang baik dan tidak pada tahap pencocokan terbaik.
2.11 METODE QSPM David (2009) menyatakan bahwa di luar strategi pemeringkatan untuk mendapatkan daftar prioritas, hanya ada satu teknik analitis dalam literatur yang dirancang untuk menentukan daya tarik relatif dari berbagai tindakan alternatif. Teknik tersebut adalah Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix - QSPM), yang menyusun tahap 3 dari kerangka analitis perumusan strategi. Teknik ini secara objektif menunjukkan strategi mana yang terbaik. QSPM menggunakan analisis input dari tahap 1, dan hasil pencocokan dari tahap 2 untuk secara objektif menentukan strategi yang hendak dijalankan diantara strategi-strategi alternatif. Itu artinya, matriks EFE, matriks IFE yang menyusun tahap 1, dilanjutkan dengan matriks IE dan matriks SWOT pada tahap 2, menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun QSPM (tahap 3). QSPM adalah alat yang memungkinkan para penyusun strategi mengevaluasi berbagai strategi alternatif
19
secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan penting eksternal dan internal yang diidentifikasi sebelumnya. Seperti halnya alat-alat analitis perumusan strategis yang lain, QSPM memerlukan penilaian intuitif yang baik. Matriks QSPM memiliki keistimewaan dan keterbatasan dalam penggunannya. Salah satu keistimewaan dari QSPM adalah bahwa rangkaian-rangkaian strateginya dapat diamati secara berurutan dan bersamaan. Keistimewaan lain yaitu mendorong para penyusun strategi untuk memasukkan faktor-faktor eksternal dan internal yang relevan ke dalam proses keputusan. QSPM dapat diadaptasi untuk digunakan oleh organisasi berorientasi laba dan nirlaba yang besar maupun kecil sehingga bisa diaplikasikan di hampir setiap jenis organisasi. Disamping memiliki keistimewaan, matriks QSPM juga memiliki keterbatasan. Pertama QSPM selalu membutuhkan penilaian intuitif dan asumsi yang berdasar. Pemeringkatan dan skor daya tarik membutuhkan keputusan penilaian, meskipun hal itu harus didasarkan pada informasi yang objektif. Keterbatasan yang lain yaitu QSPM hanya akan baik dan bermanfaat sepanjang informasi prasyarat dan analisis pencocokan yang menjadi dasarnya.
2.12 PENELITIAN TERDAHULU Penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (2002), melakukan penelitian tentang “Analisis Pengembangan Industri Penyulingan Minyak Akar Wangi Berorientasi Ekspor”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan industri penyulingan minyak akar wangi berorientasi ekspor yang dapat memberikan nilai tambah yang proporsional bagi petani serta menganalisa kelayakannya. Ruang lingkup penelitian meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen organisasi, aspek financial dan aspek yuridis pengembangan industri penyulingan industri penyulingan minyak akar wangi Hasil prakiraan dengan analisis model regresi model kuadratik menunjukkan bahwa untuk 10 tahun kedepan (2002-2011) permintaan terhadap minyak akar wangi Indonesia akan terus meningkat. Dengan metode Brown Gibson, Desa Lembang terpilih sebagai lokasi pendirian unit usaha penyulingan minyak akar wangi di Kecamatan Leles. Kelembagaan usaha berupa unit usaha penyulingan yang dimiliki koperasi didirikan oleh para petani anggota koperasi akan lebih meningkatkan nilai tambah atau keuntungan penjualan produk bagi petani. Teknologi penyulingan yang digunakan untuk meningkatkan mutu minyak akar wangi adalah dengan penyulingan uap atau menggunakan boiler serta ketel yang terbuat dari bahan stainless steel. Analisis keuangan menunjukkan bahwa proyek ini layak secara financial. Hasil analisis sensitivitas mengindikasikan bahwa perubahan harga jual produk dan perubahan nilai tukar dolar terhadap rupiah sangat berpengaruh terhadap kelayakan proyek. Ferryandi (2010) melakukan penelitian tentang “Strategi Pemasaran Produk Industri Kecil Mi Sagu (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Quran Wal Hadis). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal industri kecil mi sagu, mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapai industri kecil mi sagu, dan merumuskan rekomendasi strategi pemasaran yang sesuai baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dari hasil penelitian dengan menggunakan matriks IE diperoleh bahwa industri kecil mi sagu Pondok Pesantren Al Quran Wal Hadis berada pada sel IV yaitu dalam masa pertumbuhan dan harus segera bertindak agresif dalam strategi pemasarannya. Pada sel ini dapat dilakukan dua macam strategi utama, yaitu growth strategy dengan konsentrasi integrasi horizontal atau stability strategy. Strategi yang dapat disarankan yaitu strategi pertumbuhan yang berkonsentrasi melalui integrasi horizontal. Strategi ini diperkuat dengan analisis matriks SPACE.
20
Pada analisis SWOT dihasilkan beberapa alternatif strategi, diantaranya: menanamkan positioning Mi Sagu Metro sebagai produk mi sagu yang berkualitas, sehat, higienis, dan halal, memperluas daerah pemasaran dan jaringan distribusi, meningkatkan nilai tambah dan melakukan inovasi dari mi sagu, menonjolkan keunggulan dan ciri khas produk melalui kegiatan promosi yang terus menerus, meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan, memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk, melakukan perencanaan dan pengendalian poduksi, meningkatkan kegiatan promosi dalam mengahadapi persaingan, menetapkan strategi harga, meningkatkan efisiensi biaya produksi, dan mempertahankan hubungan kerjasama yang baik dengan pihak pemasok bahan baku atau distributor. Sembiring (2010), melakukan penelitian tentang “Analisa Strategi Pemasaran Teh Botol Sosro pada PT. Sinar Sosro Kantor Penjualan Bogor”. Tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan analisis pemasaran berdasarkan situasi lingkungan intrernal dan eksternal, mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, mengidentifikasi segmen dan bauran pemasaran produk teh botol sosro yang telah ada di Pasar, menyusun dan menentukan strategi pemasaran yang dipilih untuk mengembangkan pangsa pasar PT. Sinar Sosro. Alat analisis yang digunakan yaitu matriks IFE dan matiks EFE, tahap pencocokan dengan menggunakan matriks IE dan SWOT, dan tahap terakhir yaitu pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP. Dari hasil analisis diperoleh informasi bahwa perusahaan berada pada sel IV yaitu pada kondisi bertumbuh dan membangun. Strategi yang dapat dikembangkan pada posisi ini yaitu strategi penetrasi pasar dan pengembangan pasar dan produk yang akan menjadi dasar dalam pembuatan matriks SWOT. Dari matriks SWOT diperoleh enam alternatif strategi pemasaran. Tahap terakhir yaitu pengolahan alternatif strategi pemasaran dengan menggunakan metode AHP untuk menentukan prioritas strategi. Dari AHP diperoleh hasil bahwa prioritas pertama yaitu melakukan promosi secara intensif, prioritas kedua yaitu mempertahankan saluran distribusi yang ada dengan menjalin kerjasama yang baik dengan semua pihak yang terkait. Prioritas ketiga yaitu strategi mengoptimalkan biaya operasional guna mempertahankan produk tetap stabil, prioritas keempat yaitu meningkatkan kapasitas persediaan produk, prioritas kelima yaitu meningkatkan kualitas produk untuk mempertahankan pelanggan lama dan memperoleh pelanggan baru, dan strategi yang menjadi prioritas terakhir yaitu aktif melakukan kegiatan pengembangan produk yang berbeda dengan pesaing.
21