ANALISIS MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOKAN MINYAK AKAR WANGI BERBASIS INDUSTRI KECIL MENENGAH (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)
Oleh RENI MEI FARIDA H24070102
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN RENI MEI FARIDA. Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut). Dibimbing oleh HETI MULYATI dan ALIM SETIAWAN S.
Manajemen risiko rantai pasokan dalam industri kecil menengah (IKM) minyak akar wangi sangat diperlukan untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyulingan minyak akar wangi adalah kegiatan operasional, pemasaran minyak akar wangi, dan keuangan. Aspek tersebut menjadi fokus penilaian risiko penyulingan minyak akar wangi. Aspek tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas, jumlah produksi, dan harga jual minyak akar wangi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manajemen rantai pasokan minyak akar wangi, menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling, dan membuat rancangan awal sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu identifikasi rantai pasokan, identifikasi risiko, dan penilaian risiko. Penilaian risiko menggunakan teknik non numeric Multi Expert-Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM), Ordered Weighteded Averaging (OWA) dan basis aturan. Jenis data adalah data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kuesioner, dan studi literatur. Sampel dipilih secara probability dan non probability. Sampel probability diambil dengan teknik stratified sampling dengan membagi populasi berdasarkan wilayah dan jenis anggota rantai pasokan. Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel non probability adalah purposive sampling dan snowball sampling dengan mempertimbangkan status usaha dan keberlanjutan usaha. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis risiko. Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari 5 (lima) anggota yaitu petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Anggota rantai pasokan dapat diklasifikasikan dalam petani, petani/penyuling (petani sekaligus penyuling atau sebaliknya), penyuling, penyuling/pengumpul minyak akar wangi (penyuling sekaligus pengumpul minyak akar wangi atau sebaliknya), pengumpul akar wangi, dan petani/penyuling/pengumpul akar wangi atau minyak akar wangi. Aliran barang dalam rantai pasokan minyak akar wangi yaitu akar wangi dari petani dijual ke pengumpul akar wangi atau penyuling untuk disuling menjadi minyak akar wangi. Selanjutnya, minyak akar wangi dijual ke pengumpul minyak atau eksportir minyak akar wangi. Aliran uang berlangsung dari eksportir ke pengumpul minyak akar wangi atau penyuling, dari penyuling ke petani. Aliran informasi berlangsung dua arah melalui jaringan telekomunikasi atau diskusi kelompok. Risiko rantai pasokan disusun berdasarkan hirarki dengan dua level yaitu: aktivitas risiko dan pemicu risiko (peubah risiko). Hasil penilaian risiko menunjukkan bahwa risiko operasional tinggi (4), risiko pemasaran tinggi (4), dan risiko keuangan tinggi (4). Peubah yang sangat berpengaruh dalam risiko operasional adalah risiko tekanan penyulingan sangat tinggi (5). Berdasarkan hasil
agregasi risiko operasional, pemasaran, dan keuangan didapatkan nilai risiko penyulingan adalah tinggi (4). Penanganan risiko operasional berdasarkan tingkat risiko tinggi (4) dan sangat tinggi (5) adalah menjaga kualitas minyak akar wangi melalui pengadaan alat yang sesuai standar dan pengawasan ketat pada kondisi temperatur dan tekanan. Selain hal tersebut perlu adanya pembinaan dalam pengoperasian alat yang sesuai standar. Penanganan risiko pemasaran berdasarkan tingkat risiko tinggi (4) adalah kontrak kerjasama antara penyuling dan pengumpul/eksportir minyak akar wangi dalam pemasaran minyak akar wangi. Penanganan risiko keuangan berdasarkan tingkat risiko tinggi (4) adalah kontrak kerjasama antara penyuling dan pengumpul/eksportir minyak akar wangi berupa pinjaman modal, mengelola keuangan dengan cara mempersiapkan cadangan keuangan, dan memaksimalkan penyulingan saat panen raya.
Judul Skripsi : Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut) Nama
: Reni Mei Farida
NIM
: H24070102
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Heti Mulyati, S.TP, MT
Alim Setiawan S, S.TP, M.Si
NIP. 19770812 200501 2 001
NIP. 19820227 200912 1 001
Mengetahui Ketua Departemen,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP. 196101231986011002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Reni Mei Farida dilahirkan di Blitar pada tanggal 08 M e i 1987 yang merupakan anak tunggal dari pasangan Dwi Irianto dan Sutriningsih. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Minggirsari dari tahun 1994-2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Blitar tahun 2 0 0 0 -2003. Sejak tahun 2003-2006 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Blitar. P a d a t ahun 2006-2007, penulis melanjutkan program Diploma 1 Pendidikan Aplikasi Bisnis dan Teknologi Universitas Negeri Malang. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan memilih Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa studi penulis aktif di organisasi diantaranya Korps Suka Rela Palang Merah Indonesia (KSR PMI) Unit 1 IPB periode 2007/2009 dan berbagai kegiatan kepanitiaan. Penulis juga menjadi Asisten Dosen mata kuliah Manajemen Keuangan dan Manajemen Produksi Operasi tahun ajaran 2010/2011.
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Manajemen risiko perlu diterapkan dalam setiap usaha, demikian halnya dengan usaha minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang berorientasi pasar ekspor harus mempunyai keunggulan kompetitif dan mampu mempertahankan eksistensinya dalam industri ekspor. Penelitian ini berjudul “Analisis Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Berbasis Industri Kecil Menengah (Studi Kasus Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut)”. Tidak ada kesempurnaan pada manusia. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan penulis. Akhir kata, semoga penelitian ini berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan, khususnya Manajemen Produksi dan Operasi, Manajemen Rantai Pasokan, dan Manajemen Risiko.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak masukan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1.
Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT, dan Bapak Alim Setiawan S, S.TP, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi dan pengarahan kepada penulis.
2.
Bapak Ir. Pramono D Fewidarto, MS. yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi penguji dan memberi masukan dalam ujian sidang skripsi ini.
3.
Orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan yang tak terbatas.
4.
Saudara-saudaraku Eko Susilo, Wahyudi Dwi Susanto, Mera Anjayanti, dan Margo Widodo yang tidak pernah berhenti memberikan semangat kepada penulis.
5.
Ketua Departemen Manajemen dan seluruh dosen Departemen Manajemen, FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
6.
Staf Departemen Manajemen atas bantuan selama penulis menyelesaikan Perkuliahan.
7.
Bapak H. Ede Kadarusman dan Bapak H. Abdullah selaku Ketua dan Wakil Ketua Sentra Akar Wangi Kabupaten Garut, Bapak H. Ajah, Bapak Wawan, Bapak Risham dan seluruh anggota rantai pasokan minyak akar wangi yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu proses pengumpulan data.
8.
Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang dan Linmas); Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi; dan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Garut.
v
9.
Rekan-rekan satu bimbingan: Intania Sudarwati, Mursaliena Noorlaela, Izni Sorfina, Irma Oktavia, Agung Cahya Nugraha, dan Nola, untuk kerjasama dan motivasi selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi.
10. Sahabat-sahabatku Puji Widiastuti, Jeanne Mita Rumbayan, Eka Intina W, Anne E, Setya Putri Larasati, Shoni Riyanti, Karlina, Trismawati Wahid, Dewi Kurniati, Yanti Ambarwati A, Gustyanita Pratiwi, Slamet Riyadi, Ronni Jaya Winangun, Wage Ratna Rohaeni, Sumiati, Karlina Syahrudin, Armita, Peni Lestari, Tri Handayani, Riana Ekawati, Eka Ratnawati, Eka Astriani, dan teman-teman riskiers Ekawati Nursiam, Lina Yanti, Afdoliatus S, dan Evi yang selalu memberi dukungan dan nasihat kepada penulis. 11. Sahabat-sahabat terbaik Manajemen Angkatan 44 yang selalu bersama-sama membuat kenangan dan persahabatan yang indah serta ilmu kehidupan yang diberikan. 12. Semua pihak, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... iii KATA PENGANTAR............................................................................................... iv UCAPAN TERIMAKASIH....................................................................................... v DAFTAR ISI............................................................................................................. vii DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xi I. PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang .............................................................................................. 1 Permasalahan................................................................................................. 3 Tujuan ........................................................................................................... 4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasokan .......................................................................... 6 2.1.1 Definisi Rantai Pasokan................................................................... 6 2.1.2 Definisi Manajemen Rantai Pasokan............................................... 7 2.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan............................................................... 7 2.3. Analisis Manajemen Risiko ........................................................................ 10 2.4. Landasan Matematik Penilaian Risiko........................................................ 13 2.5. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 15 III.METODE PENELITIAN 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6.
Kerangka Pemikiran Konseptual................................................................. 17 Tahapan Penelitian ...................................................................................... 19 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 21 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ........................................................ 21 Teknik Pengambilan Sampel....................................................................... 26 Pengolahan dan Analisis Data..................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Rantai Pasok Minyak Akar Wangi................................ 31 4.1.1 Karakteristik Tanaman Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi .... 31 4.1.2 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi ........................ 35 4.1.3 Aktivitas Petani Akar Wangi ........................................................ 39 4.1.4 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi ................................................ 44 4.1.5 Aktivitas Penyuling Akar Wangi .................................................. 46 4.1.6 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi .................................. 51
vii
4.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling. 53 4.2.1 Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ....................................................................................... 53 4.2.2 Pengukuran dan Pemetaan Risiko Operasional Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ........................................... 56 4.2.3 Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ....................................................................................... 61 4.3. Rancangan Sistem Penunjang Keputusan Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling ....................................................................... 66 4.4. Implikasi Manajerial .................................................................................. 70 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 72 1. Kesimpulan ..................................................................................................... 72 2. Saran ............................................................................................................... 73 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 74 LAMPIRAN ............................................................................................................. 76
viii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Metode pengumpulan data .................................................................................. 25 Jumlah responden penelitian ............................................................................... 27 Skala penilaian risiko .......................................................................................... 28 Sentra produksi akar wangi di Indonesia ............................................................ 33 Luas lahan dan produksi akar wangi tahun 2009 ................................................ 33 Perbandingan mutu minyak akar wangi penyulingan rakyat dengan standar mutu nasional dan internasional.......................................................................... 35 7. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah risiko................................................63
ix
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Rantai pasokan ...................................................................................................... 6 Ketidakpastian permintaan dan pasokan............................................................. 10 Diagram pemetaan risiko .................................................................................... 12 Kerangka pemikiran konseptual.......................................................................... 18 Tahapan penelitian .............................................................................................. 19 Diagram alir penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi....................... 30 Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi.................................................... 36 Luas lahan budidaya petani akar wangi. ............................................................. 40 Lama usaha budidaya petani akar wangi ............................................................ 40 Jumlah penyuling sesuai bentuk usaha ............................................................... 46 Tahapan penyulingan sesuai standar GMP ......................................................... 48 Peta risiko operasional rantai pasokan minyak akar wangi ................................ 57 Struktur hirarki penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling............................................................................................................. 62
x
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman Data hasil penilaian pakar .................................................................................... 76 Data responden identifikasi risiko........................................................................ 77 Agregasi dampak risiko........................................................................................ 79 Agregasi frekuensi risiko ..................................................................................... 80 Agregasi risiko operasional.................................................................................. 81 Agregasi risiko pemasaran ................................................................................... 82 Agregasi risiko keuangan dan risiko keseluruhan................................................ 83
xi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi yang dihasilkan dari akar wangi (Vetiveria zizanioides). Minyak akar wangi banyak digunakan sebagai campuran pembuat parfum, kosmetik, pewangi sabun dan obat-obatan serta dapat digunakan sebagai pembasmi dan pencegah serangga (Sabini dalam Indrawanto, 2009). Tanaman akar wangi hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak gembur atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu vulkanik. Indonesia sebagai salah satu penghasil minyak akar wangi mampu menyumbang 28 persen pasokan minyak akar wangi dunia (Mulyati dkk, 2009). Sentra akar wangi di Indonesia berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang tersebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Hasil minyak akar wangi dari Kabupaten Garut sekitar 90 persen diekspor ke beberapa negara. Negara – negara tujuan ekspor terutama yaitu Swiss, Jerman,
Prancis, dan Amerika Serikat
(Rahmawati, 2010). Minyak akar wangi Kabupaten Garut dihasilkan oleh industri berskala kecil menengah (IKM) dengan menggunakan alat suling yang masih sederhana. Penyulingan akar wangi dilakukan di setiap daerah sentra akar wangi, kecuali di Kecamatan Pasir Wangi. Sistem penyulingan yang digunakan adalah sistem kukus dan uap terpisah/boiler, dimana sistem kukus paling banyak digunakan. Penggunaan alat suling yang masih sederhana tersebut tidak mampu memenuhi kualitas dan kuantitas yang diperlukan pasar dunia. Kualitas yang rendah tersebut membuat harga jual minyak akar wangi Indonesia jauh dibawah harga minyak akar wangi Haiti yang mampu menembus harga jual Rp 1.800.000 per kg. Sedangkan Indonesia hanya mampu menjual dengan harga Rp 1.100.000 per kg. Penyuling mampu memproduksi 3-4 kg minyak dari 1,5 ton akar wangi dalam satu kali
2
penyulingan. Selama satu tahun Indonesia mampu memproduksi rata-rata 50 ton minyak akar wangi, jumlah tersebut sangat jauh dari permintaan dunia yang diperkirakan meningkat sebesar 250-300 ton (Tempointeraktif, 2010). Permintaan minyak akar wangi dunia yang diperkirakan terus meningkat harus diimbangi dengan peningkatan produksi dan kualitas minyak akar wangi. Oleh karena itu, IKM akar wangi perlu dikembangkan lebih lanjut melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan khususnya petani sebagai produsen, penyuling sebagai pengolah, koperasi atau badan swasta sebagai pendamping, dan eksportir yang membeli minyak akarwangi dari koperasi atau badan swasta yang kemudian dijual kepada pemakai akhir di luar negeri (Indrawanto, 2009). Kerja sama tersebut membentuk sebuah rantai yang dikenal sebagai rantai pasokan industri minyak akar wangi. Rantai pasokan ini membutuhkan manajemen yang baik agar tercipta rantai pasokan yang optimal. Rantai pasokan memberikan peluang besar untuk mengurangi biaya dan meningkatkan keuntungan. Manajemen rantai pasokan adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan (Heizer dan Render, 2010). Proses rantai pasokan tidak menutup kemungkinan adanya risiko yang dapat mempengaruhi aktivitas rantai pasok, sehingga aktivitas rantai pasokantidak berjalan semestinya. Dalam rangka melakukan identifikasi dan mengantisipasi risiko yang timbul pada aktivitas rantai pasokan diperlukan suatu manajemen risiko yang baik dalam rantai pasok. Penerapan manajemen risiko yang baik merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan eksistensi sebuah usaha dalam industri. Risiko yang perlu dikaji dalam IKM minyak akar wangi adalah risiko operasional, risiko pemasaran, dan keuangan. Risiko operasional yang dikaji khususnya berkaitan dengan penurunan kualitas minyak akar wangi. Kualitas adalah komponen penting dalam ekspor komoditas minyak akar wangi. Kualitas minyak akar wangi sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku dan proses penyulingan. Industri yang dijalankan masih dalam skala kecil
3
sehingga sebagian besar penyulingan masih menggunakan alat yang masih sederhana yang belum mampu menghasilkan minyak dengan kualitas tinggi. Selain risiko operasional, IKM akar wangi juga mempunyai kemungkinan risiko pemasaran dan keuangan. Walaupun pasar akar wangi terbuka lebar, namun kondisi krisis global akan sangat berpengaruh dalam memasarkan minyak akar wangi yang berorientasi ekspor. Kebutuhan keuangan dalam usaha minyak akar wangi juga perlu diperhatikan, karena modal yang dibutuhkan untuk penyulingan akar wangi besar. 1.2. Permasalahan Permintaan minyak akar wangi dunia yang belum terpenuhi menuntut perkembangan kualitas dan kuantitas minyak akar wangi yang terus menerus. Peningkatan permintaan minyak akar wangi tidak hanya dalam segi kuantitas namun kualitas juga perlu diperhatikan. Kerjasama antar anggota rantai pasokan
merupakan
hal
yang
sangat
penting
untuk
mendukung
pengembangan industri minyak akar wangi. Rantai pasokan yang tidak terlalu panjang dan tidak adanya dominansi peranan akan membuat industri berjalan lancar dan menguntungkan semua pihak. Rantai pasokan yang efektif akan mengoptimalkan fungsi pemasaran minyak akar wangi. Pasar minyak akar wangi yang masih terbuka lebar masih memungkinkan terjadinya risiko pemasaran, menurunnya permintaan akibat kualitas tidak sesuai standar mungkin saja terjadi. Apabila standar kualitas sudah dapat dipenuhi, maka Indonesia mampu menjual minyak akar wangi dengan standar harga yang tinggi. Pengembangan IKM dapat dilakukan dengan meningkatkan rendemen dan kualitas minyak akar wangi. Peningkatan rendemen dan kualitas minyak akar wangi sangat dipengaruhi oleh proses penyulingan akar wangi. Proses penyulingan yang baik adalah menggunakan standar Good Manufacturing Process (GMP). Pada kasus IKM minyak akar wangi di Garut banyak penyuling yang tidak melakukan penyulingan dengan standar GMP, sehingga kemungkinan risiko penurunan kualitas sangat tinggi. Proses penyulingan harus didukung sistem keuangan yang baik sehingga proses penyulingan dapat terus menerus dilakukan tanpa terkendala
4
modal atau biaya operasional yang meningkat. Apabila kualitas dan sistem keuangan sudah terkelola dengan baik maka risiko rantai pasokan minyak akar wangi dapat diantisipasi agar tidak terjadi kerugian yang besar. Risiko rantai pasokan dapat diukur pada setiap aktivitas rantai pasokan. Aktivitas rantai pasokan minyak akar wangi meliputi pertanian, pengumpulan bahan baku, penyulingan, pengumpulan minyak akar wangi, dan ekspor minyak akar wangi. Pada penelitian ini akan dikaji risiko rantai pasokan pada aktivitas penyulingan, yang meliputi risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang perlu dikaji adalah: 1. Bagaimana rantai pasokan minyak akar wangi? 2. Bagaimana manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi khusunya pada aktivitas penyulingan? 3. Bagaimana rancangan awal sistem penunjang keputusan manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan dalam bentuk rule base? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis rantai pasokan minyak akar wangi. 2. Menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan. 3. Membuat rancangan awal sistem penunjang keputusan untuk manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan dalam bentuk rule base. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat: 1. Menjadi bahan referensi untuk para peneliti dan civitas akademika untuk penelitian manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko selanjutnya. 2. Menjadi acuan bagi pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan usaha minyak akar wangi.
5
3. Menjadi acuan bagi pemangku kepentingan yang terkait dalam mengelola risiko usaha minyak akar wangi khususnya dan minyak atsiri umumnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah manajemen rantai pasokan dan penilaian risiko pada industri minyak akar wangi. Batasan penelitian ini sebagai berikut: 1. Pelaku usaha minyak akar wangi yang diteliti adalah Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. 2. Anggota rantai pasokan meliputi petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. 3. Manajemen risiko difokuskan pada risiko operasional yang berkaitan dengan kualitas minyak akar wangi, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. 4. Risiko operasional dibatasi pada risiko internal (proses), risiko sumber daya manusia, dan risiko sistem. 5. Penilaian risiko didasarkan pada aktivitas penyulingan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasokan 2.1.1 Definisi Rantai Pasokan Pujawan (2005) mendefinisikan rantai pasokan adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Siagian (2007) meyatakan bahwa rantai pasokan mencakup keseluruhan interaksi
antara pemasok,
perusahaan
manufaktur,
distributor, dan konsumen. Interaksi ini juga berkaitan dengan transportasi, informasi, penjadwalan, transfer kredit maupun tunai, serta transfer bahan baku antara pihak-pihak yang terlibat. Rantai pasokan menurut Siagian (2007) digambarkan pada Gambar 1: -
Pemasok
Persediaan
Informasi penjadwalan Arus kas Arus pesanan
Perusahaan
-
Distribusi
Konsumen
Arus kredit Arus bahan baku
Gambar 1. Rantai pasokan (Siagian 2007) Menurut Chopra dalam Tunggal (2009), rantai pasokan terdiri dari semua tahapan yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemenuhan permintaan pelanggan. Menurut Aitken dalam Tunggal (2009), rantai pasokan merupakan sebuah jaringan yang terhubung dan organisasi independen yang bekerja sama untuk mengontrol, mengelola, dan meningkatkan aliran material dan informasi dari pemasok ke pengguna akhir.
7
2.1.2 Definisi Manajemen Rantai Pasokan Jonnsson (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasokan meliputi perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam konversi sumber dan pengadaan, dan semua kegiatan pengelolaan logistik. Manajemen rantai pasokan juga meliputi koordinasi dan kolaborasi dengan mitra saluran, yang dapat berupa pemasok, perantara, pihak ketiga penyedia layanan, dan pelanggan. Menurut Stanford Supply Chain Forum (1999) yang dicetuskan oleh Kepala Forum Hau Lee dalam Tunggal (2009), manajemen rantai pasokan berhubungan erat dengan aliran manajemen bahan, informasi dan finansial dalam suatu jaringan yang terdiri dari pemasok, perusahaan, distributor, dan pelanggan. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) sistem manajemen rantai pasokan dapat didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan. Menurut Pujawan (2005) manajemen rantai pasokan adalah metode atau pendekatan integratif untuk mengelola aliran produk, informasi, dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak mulai dari hulu ke hilir yang terdiri dari supplier, pabrik, jaringan distribusi maupun jasa-jasa logistik. Siagian (2007) menyatakan ruang lingkup Manajemen Rantai Pasokan meliputi: 1. Rantai pasokan mencakup seluruh kegiatan arus dan transformasi barang mulai dari bahan mentah, sampai penyaluran ke tangan konsumen termasuk aliran informasinya. Bahan baku dan aliran informasi adalah rangkaian dari rantai pasokan. 2. Rantai pasokan sebagai suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasa kepada para pelanggannya. 2.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan Risiko dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2010). Menurut
8
Djohanputro (2004), risiko bisa diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. Risiko adalah ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Menurut Kountur (2008), risiko merupakan kemungkinan kejadian yang merugikan. Risiko rantai pasokan dapat didefinisikan sebagai kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam rantai pasokan sebuah perusahaan dan lingkungannya. Jika salah satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasokannya (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Manajemen risiko rantai pasokan adalah kerjasama dengan mitra kerja rantai pasokan dengan menerapkan alat-alat yang diperlukan dalam proses
manajemen
risiko
sehingga
mampu
mengatasi
risiko
dan
ketidakpastian yang muncul dari aktivitas atau sumber-sumber logistik (Norrman dan Jansson dalam Hadiguna, 2010). Menurut Cavinato dalam Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasok, yaitu: risiko operasional, risiko finasial, risiko informasi, risiko relasional, dan risiko inovasional. Manajemen risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada risiko operasional. Misalnya, risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam pembelian barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam sebuah proses bisnis suatu perusahaan. Menurut Hadiguna (2010), risiko rantai pasokan merupakan kemungkinan dan efek dari ketidaksesuaian antara pasokan dan permintaan. Selanjutnya, konsekuensi risiko dapat diasosiasikan dengan keluaran spesifik rantai pasokan seperti biaya atau kualitas. Risiko rantai pasokan terdiri dari perbedaan dalam hal informasi, aliran bahan dan produk, yang berasal dari pemasok awal sampai dengan pengiriman kepada pengguna akhir (Gaonkar dan Viswanadham dalam Hadiguna, 2010).
9
Menurut Pujawan (2005), ketidakpastian suatu rantai pasokan diklasifikasikan menjadi berdasarkan sumber utamanya, yaitu: 1.
Ketidakpastian permintaan Sebuah ritel tidak akan mempunyai informasi yang pasti berapa suatu produk tertentu akan terjual pada minggu atau hari tertentu. Ketidakpastian
tersebut
disebabkan
oleh
kesalahan
administrasi
persediaan, syarat jumlah pengiriman minimum, dan keharusan ritel untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan mereka. 2.
Ketidakpastian dari pemasok Ketidakpastian dari pemasok dapat berupa ketidakpastian pada waktu tunggu pengiriman, harga bahan baku atau komponen, ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim.
3.
Ketidakpastian internal Ketidakpastian internal dapat terjadi akibat kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu maupun kualitas produksi. Menurut Austin dalam Hadiguna (2010), risiko kualitas dapat
diminimisasi dengan memenuhi spesifikasi bahan baku yang diisyaratkan melalui pengembangan standar spesifikasi bahan baku yang dibutuhkan, penentuan kapasitas produksi bahan baku dan penyediaan insentif bagi produsen yang mampu memenuhi standar produksi dan pengiriman. Tingkat risiko rantai pasokan agroindustri akan tergantung dari jenis komoditasnya. Komoditas yang mempunyai diversifikasi yang sangat tinggi akan berisiko tinggi dari sisi pasokan dan sebaliknya (Zsidin, 2003). Menurut Lee dalam Hadiguna (2010), ketidakpastian dalam rantai pasokan bersumber dari dua sisi yaitu permintaan dan pasokan. Hubungan antara ketidakpastian permintaan dan pasokan dapat dilihat pada Gambar 2.
10
Rendah (Produk fungsional)
Tinggi (Produk inovatif)
Rendah (Proses stabil)
Pangan, pakaian, pertanian, minyak dan gas
Pakaian, Komputer
Tinggi (Proses berkembang)
Pembangkit listrik hidro, pangan dan pertanian
Telekomunikasi, semikonduktor, komputer canggih
Arah Strategi pengurangan ketidakpastian Pasokan
Ketidakpastian Pasokan
Ketidakpastian Permintaan
Arah strategi pengurangan ketidakpastian permintaan
Gambar 2. Ketidakpastian permintaan dan pasokan (Lee dalam Hadiguna 2010) Proses manajemen risiko rantai pasokan adalah mengidentifikasikan sumber-sumber risiko. Menurut Norrman dan Jansson dalam Hadiguna (2010), langkah-langkah dalam penanganan risiko yaitu identifikasi dan analisis risiko untuk mencari deviasi dari sebuah kejadian kemudian mencari konsekuensi dari deviasi tersebut termasuk penyebab deviasinya. Kedua, penilaian risiko adalah melakukan penilaian risiko untuk membuat prioritas dari daftar risiko tersebut sehingga dapat diketahui risiko yang lebih prioritas. Penilaian risiko umumnya dilakukan dengan cara melakukan sebuah perhitungan terhadap kerugian yang muncul sebagai konsekuensi terjadinya risiko tersebut. Ketiga, mengelola risiko dengan cara berupa transfer risiko, menanggung bersama risiko, didiamkan saja, dihapus kegiatannya. Keempat, pemantauan risiko yaitu mengikuti pelaksanaan penanganan risiko apakah sudah sesuai dengan biaya yang diperkirakan, jadwal yang direncanakan sehingga diyakini penanganan sudah sesuai rencana. 2.3. Analisis Manajemen Risiko Menurut Djohanputro (2004) siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahapan yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, monitor, dan pengendalian.
11
1. Identifikasi Risiko Pada tahap ini analisis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko. Risiko ada yang dominan dan ada risiko yang minor. Langkah pertama adalah dengan melakukan analisis kepada pihak berkepentingan yaitu pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan, pemain lain dalam industri, pemerintah, manajemen itu sendiri, masyarakat, dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan. Langkah kedua, analis dapat menggunakan 7S dari McKenzie yaitu shared value, strategy, structure, staff, skills, system, dan style. Pada tahap pertaman ini dapat diidentifikasi nilai kerugian (loss exposures). Metode untuk mengidentifikasi risiko beragam, misalnya menggunakan checklist untuk hal-hal yang dapat diidentifikasi dapat menimbulkan risiko. Identifikasi risiko dapat juga dilakukan dengan analisis kinerja keuangan perusahaan, focus group discussion dengan para manajer, survey terhadap karyawan, diskusi dengan perusahaan asuransi dan konsultan manajemen risiko (Mulyati dkk, 2009). 2. Pengukuran Risiko Pengukuran risiko mengacu kepada dua hal yaitu kuantitas dan kualitas risiko. Kuantitas terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, maka semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko. Kemungkinan terjadinya risiko dapat ditentukan walaupun tidak ada data historis dari masa sebelumnya. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan metode aproksimasi. Menurut
Kountur
(2008),
pengumpulan
informasi
pada
metode
aproksimasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: Expert Opinion, Concensus, atau Delphy. Expert Opinion adalah cara pengumpulan informasi dimana seseorang dianggap yang dianggap ahli diwawancarai untuk mendapatkan
12
informasi tentang berapa besar probabilitas dan berapa besar dampak yang terjadi dari suatu risiko. Concensus adalah cara dimana beberapa orang dikumpulkan untuk diminta pendapatnya tentang besarnya probabilitas dan dampak dari suatu daftar risiko. Beberapa orang tersebut harus membuat kesepakatan besarnya risiko yang akan digunakan dalam membuat peta risiko dan status risiko. Delphy adalah suatu cara dimana beberapa orang yang dianggap ahli untuk memberikan pendapat. Hal tersebut dilakukan dengan jalan mengirimkan formulir atau pertanyaan untuk diisi secara tertulis dan dijawab dengan tertulis. Masing-masing ahli tidak boleh saling mengetahui. Selanjutnya pendapat mereka disebarkan ke ahli yang lain untuk diberi pendapat revisi (Kountur, 2008). 3. Pemetaan Risiko Sebuah manajemen akan mampu menilai risiko dengan adanya pengelompokan terhadap risiko. Pemetaan risiko pada prinsipnya merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing
Rendah
Tinggi
risiko (Djohanputro, 2004). Peta risiko dapat dilihat pada Gambar 3. Risiko II Risiko berbahaya yang jarang terjadi
Risiko I Mengancam pencapaian tujuan perusahaan
Risiko IV Risiko tidak berbahaya
Risiko III Risiko yang terjadi secara rutin
Rendah
Probabilitas
Tinggi
Gambar 3. Diagram Pemetaan Risiko (Djohanputro, 2004) Tahap pemetaan menurut Scandizzo (2005) adalah 1) identifikasi kegiatan kunci, 2) analisis pemicu risiko (people, process, system dan external); 3) analisis faktor-faktor risiko (kuantitas, kualitas, kondisi kritis, failure); 4) identifikasi risiko; 5) identifikasi dan analisis kerugian; dan 6) identifikasi dan analisis Key Risk Indicators (KRIs).
13
Berdasarkan peta risiko maka dapat diketahui strategi penanganan risiko. Dua strategi penanganan risiko adalah preventif dan mitigasi. Preventif dilakukan apabila probabilitas besar dan mitigasi dilakukan dengan tujuan memperkecil dampak risiko. Tindakan preventif dapat dilakukan dengan membuat atau memperbaiki prosedur, mengembangkan sumber daya mausia, dan memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. Beberapa cara mitigasi adalah dengan diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko (Kountur, 2008). 4. Model Pengelolaan Risiko Pengelolaan risiko bisa dilakukan secara konvensional, penetapan modal risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko. 5. Monitoring dan Pengendalian Risiko Monitoring dan pengendalian risiko bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana, cukup
efektif,
dan
untuk
memantau
perkembangan
terhadap
kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis merubah prioritas risiko. 2.4 Landasan Matematik Penilaian Risiko Proses pengambilan keputusan yang melibatkan pendapat berbagai pakar menjadi sangat rumit jika setiap pendapat didasarkan pada kriteria jamak (Hadiguna, 2010). Pengambilan keputusan tersebut dikenal dengan istilah Multi-Expert (Person) Multi Criteria Decision Making atau MEMCDM. Teknik ME-MCDM akan didukung oleh proses agregasi rating dan preferensi serta penggabungan pendapat dari setiap pakar sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan (Hadiguna, 2010). Operasi agregasi kriteria adalah metode Order Weighted Average (OWA). Operator OWA merupakan operator yang dapat dengan mudah menyesuaikan atau mengagregasikan operator “dan” dan operator “atau” dalam persoalan ME-MCDM (Yager, 1988). Operasi agregasi kriteria dirumuskan oleh Yager dalam Santoso (2005) yaitu:
14
Pik = Min [Neg I(qj) ˅ Pik(qj)]....................................................................(1) dimana: Pik
= Nilai agregasi risiko dari penilai
I(qj)
= Nilai kemungkinan terjadinya risiko
Neg I(qj) = Nilai negasi I(qj) Pik(qj)
= nilai tingkat kekerasan risiko dari pendapat penilai
˅
= notasi maksimum Formulasi tersebut menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat
kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor keseluruhan. Formulasi agregasi tersebut
memenuhi kondisi Pareto
optimalitas, kebebasan terhadap alternatif tidak relevan, asosiasi yang positif bagi skor individual terhadap skor keseluruhan, non-dictatorship dan simetri yang harus dipenuhi untuk agregasi kriteria jamak (Hadiguna, 2010). Bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula: QA (k) =Sb(k) b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ]................................................................................(2) dimana: QA = bobot rata-rata penilai pada skala k q = jumlah skala penilaian risiko r = jumlah penilai (pakar) Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator Ordered Weighted Averaging (OWA) dirumuskan sebagai berikut: Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj]....................................................................................(3)
dimana: Pi
= Nilai agregasi risiko
Qj = bobot kelompok penilai Bj = pengurutan nilai dari besar ke kecil ∧
= notasi minimum
15
2.5 Penelitian Terdahulu Mulyati dkk (2009) meneliti “Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia”. Hasil penelitian ini adalah teridentifikasi peta potensi minyak akar wangi di Indonesia, gambaran rantai pasokan minyak akar wangi berbasis IKM di Indonesia,
dan
teridentifikasi
faktor
internal
dan
eksternal
yang
mempengaruhi usaha minyak akar wangi. Potensi pengembangan minyak atsiri masih terbuka karena tanah dan iklim Indonesia cocok untuk pengembangan atsiri, didukung oleh ketersediaan areal potensial, terbukanya peluang pasar baik lokal maupun ekspor, serta adanya dukungan lembaga penelitian yang menyiapkan teknologi untuk peningkatan mutu. Gambaran rantai pasokan minyak akar wangi tidak berbeda jauh secara umum dengan rantai pasokan minyak atsiri. Penelitian ini menjadi bahan masukan untuk mengkaji manajemen rantai pasokan minyak akar wangi dan risiko minyak akar wangi. Hadiguna
(2010)
meneliti
“Perancangan
Sistem
Penunjang
Keputusan Rantai Pasokan dan Penilaian Risiko Mutu Pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar”. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan cara penilaian risiko operasional, merumuskan model matematik manajemen panen-angkut-olah dan menghasilkan rancang bangun sistem penunjang keputusan yang berfungsi untuk pengelolaan risiko penurunan dan optimasi rantai pasokan minyak sawit kasar. Rancangan sistem penunjang keputusan yang dihasilkan bernama SIRPO yang berguna untuk menganalisis risiko penurunan mutu dan optimasi rantai pasok. SPK dirancang dengan dengan mengintegrasikan teknik optimasi dan mekanisme protokol atau rule base sehingga mampu memberikan keluaran sesuai kebutuhan pengambil keputusan. Rancangan ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan pengelolaan mutu dan optimasi rantai pasok. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian risiko mutu menggunakan teknik Non-Numeric Multi-Expert Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) dengan agregasi penilaian menggunakan teknik Ordered Weighted Averaging (OWA).
16
Santoso (2005) meneliti “Rekayasa Model Manajemen Risiko Untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan Secara Berkelanjutan”. Penelitian ini membahas secara komprehensif manajemen risiko agroindustri buahbuahan khususnya mangga dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengambilan keputusan kriteria majemuk. Hasil penelitian ini adalah sistem penunjang keputusan M-RISK, yang terdiri dari lima model utama yang membatu pengambil keputusan dalam pengembangan agroindustri buahbuahan.Model M-RISK dapat digunakan untuk menentukan prioritas produk agroindustri unggulan, menganalisis risiko dan merumuskan strategi manajemen risiko pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk agroindustri, merumuskan manajemen kelembagaan dan menganalisis kelayakan usaha agroindustri dengan berbagai skenario. Risiko yang tertinggi dari penelitian tersebut adalah aspek pengadaan bahan baku. Kaitan penelitian ini adalah sebagai referensi proses manajemen risiko dan teknik yang digunakan. Kusnandar dan Marimin (2003) meneliti “Pengembangan Produk Agroindustri Jamu dan Analisis Struktur Kelembagaannya”. Penelitian tersebut menghasilkan bahwa produk jamu serbuk merupakan alternatif terbaik dengan kategori tinggi (T) dengan pendekatan fuzzy non numeric decision making. Kaitannya dengan penelitian ini adalah sebagai referensi metode agregasi OWA dan pengambilan keputusan dengan pendekatan fuzzy non numeric. Santoso dan Marimin (2001) meneliti “Produk Olahan Apel Unggulan Menggunakan Teknik Fuzzy Non Numerik dan Analisis Struktur Serta Pola Pembinaan Kelembagaannya”. Hasil penelitian tersebut adalah kategori tinggi (T) untuk dodol apel, sari buah dan keripik kategori sedang (M), dan ketegori rendah (R) untuk produk lainnya. Kaitan penelitian ini adalah sebagai referensi penentuan keputusan menggunakan pendekatan fuzzy non numeric.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Permintaan minyak akar wangi dunia diperkirakan terus meningkat. Hal tersebut merupakan salah satu kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan industri minyak akar wangi. Pengembangan industri minyak akar wangi harus didukung oleh suatu sistem yang mampu mengoptimalkan produktivitasnya. Sistem tersebut adalah manajemen rantai pasokan yang terdiri dari petani, pengumpul akar wangi, penyuling, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Sistem rantai pasokan yang panjang tidak menguntungkan bagi usaha. Selain itu, peranan anggota rantai pasokan yang tidak seimbang juga menyebabkan tidak optimalnya suatu produksi, sehingga hanya dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini eksportir sangat dominan dalam menentukan harga minyak akar wangi. Manajemen rantai pasokan minyak akar wangi tidak menutup kemungkinan adanya ketidakpastian kualitas dan kuantitas, penjualan, dan permodalan usaha. Ketidakpastian tersebut dapat menjadi risiko yang mengakibatkan kerugian usaha. Risiko yang dikaji adalah risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Risiko tersebut dinilai dan dibentuk rancangan sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan minyak akar wangi. Risiko perlu dikelola untuk keberlanjutan suatu usaha. Risiko yang dikelola dengan baik akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi usaha. Keunggulan kompetitif yang dimaksud adalah keunggulan dalam hal mutu dan biaya. Keunggulan kompetitif mampu menciptakan ketahanan dan keberlanjutan usaha. Ketahanan usaha minyak akar wangi tersebut menjadi rumusan kerangka pemikiran penelitian ini. Diagram kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
18
Permintaan minyak akar wangi yang terus meningkat
Kesempatan pasar yang luas
Pengembangan industri minyak akar wangi
Manajemen rantai pasokan minyak akar wangi
Ketidakpastian kualitas dan kuantitas, penjualan, permodalan usaha
Risiko rantai pasokan minyak akar wangi
Manajemen risiko operasional, pemasaran, dan keuangan
Rancangan Model Sistem Penunjang Keputusan
Keunggulan kompetitif
Ketahanan Usaha
Gambar 4. Kerangka pemikiran konseptual
19
3.2. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian merupakan rincian dari langkah-langkah yang dilakukan berdasarkan dari awal sampai akhir penelitian. Tahapan Penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Proposal penelitian
Ijin dan penjajakan penelitian
Pra Penelitian
Studi pustaka
Pengumpulan data Analisis rantai pasokan minyak akar wangi
Analisis risiko Identifikasi risiko dan penanganan risiko operasional, pemsaran, dan keuangan
Identifikasi rantai pasokan Input data identifikasi risiko Input data identifikasi rantai pasok Pengukuran probabilitas dan dampak risiko Analisis deskriptif
Pemetaan risiko
Analisis deskriptif risiko
Kesimpulan dan saran
Gambar 5. Tahapan penelitian
1.Penilaian pakar (Non Numeric MCDM) 2. Teknik Agregasi OWA 3. Pembuatan rule base
Rancangan awal sistem penunjang keputusan
20
Berdasarkan Gambar 5. tahapan penelitian secara rinci terdiri dari: 1.
Studi pustaka dilakukan sebagai landasan sistem nyata yang dipelajari. Pustaka yang dipelajari adalah pustaka yang berhubungan dengan manajemen rantai pasokan dan manajemen risiko rantai pasokan. Pustaka lain yang dipelajari adalah metode yang bisa digunakan dalam menyelesaikan model risiko rantai pasokan.
2.
Pembuatan proposal penelitian yang meliputi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan
penelitian
dan
rancangan
pengumpulan data.
Rancangan pengumpulan data meliputi 1) identifikasi kebutuhan data, 2) metode pengumpulan data, 3) metode pengambilan sampel, dan 4) pemilihan teknik analisis pengolahan data. 3.
Pra survey yang dilakukan melalui wawancara dengan ketua sentra akar wangi sebagai tahap awal penjajakan penelitian. Penjajakan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum rantai pasokan dan risiko akar wangi serta kondisi geografis objek penelitian. Pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbag dan Linmas) Kabupaten Garut dan kantor desa Sukakarya tempat responden petani dan penyuling.
4.
Pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer melalui wawancara dengan anggota rantai pasokan (petani, pengumpul minyak akar wangi, penyuling, dan pengumpul minyak akar wangi) minyak akar wangi dalam bentuk kuesioner untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi. Wawancara dengan penyuling minyak akar wangi untuk mengidentifikasi risiko operasional, pemasaran, dan keuangan serta penanganannya pada aktivitas penyulingan. Pengumpulan data sekunder ke Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi dan Dinas Perkebunan Kabupaten Garut.
5.
Input data ke program Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16.0.
6.
Pengolahan data primer dan sekunder untuk identifikasi rantai pasokan dengan analisis deskriptif.
21
7.
Pengolahan data primer identifikasi risiko penyuling dengan analisis deskriptif berdasarkan proses manajemen risiko (identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, dan penanganan risiko).
8.
Merumuskan faktor-faktor risiko dan peubah penentu yang dibutuhkan dalam penilaian risiko rantai pasok. Prosedur yang dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka hasil-hasil penelitian terkait. Faktor risiko yang
diperoleh
akan
distrukturisasi
secara
hirarki
sehingga
mendeskripsikan keterkaitan antar faktor. 9.
Merumuskan basis aturan untuk menterjemahkan hasil penilaian risiko sehingga rekomendasi dapat dikeluarkan oleh model pengambil keputusan. Rekomendasi merupakan akuisisi pengetahuan para ahli yang terdiri dari akademisi dan pelaku usaha (penyuling).
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan di Garut, dengan objek penelitian adalah industri kecil menengah (IKM) minyak akar wangi. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan IKM akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. IKM akar wangi bersentra di Kabupaten Garut yang tersebar di lima kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011. 3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi, kuesioner, dan wawancara langsung dengan anggota rantai pasokan minyak akar wangi. Data sekunder berupa studi literatur dan data lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini yang diperoleh dari jurnal, surat kabar, Dinas Perkebunan Garut, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Garut.
22
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi, yaitu pengamatan langsung obyek penelitian dengan tujuan untuk memahami kondisi rantai pasokan yang sebenarnya. Obyek yang diamati adalah lahan akar wangi, akar wangi, kondisi penyulingan, dan proses penyulingan. 2. Wawancara, dilakukan kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi. penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan akademisi. Wawancara mengenai aktivitas masing-masing anggota rantai pasokan dengan alat bantu kuesioner. 3. Kuesioner, berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait dengan topik penelitian, yaitu kepada petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan akademisi. Kuesioner dibagi menjadi tiga jenis, yaitu i) kuesioner untuk mengidentifikasi rantai pasokan minyak akar wangi. ii) kuesioner untuk megidentifikasi risiko rantai pasokan pada penyuling, dan iii) kuesioner untuk penilaian risiko rantai pasokan. i)
Kuesioner Identifikasi Rantai Pasokan Kuesioner untuk petani berisi daftar pertanyaan mengenai identitas usaha, aspek budidaya dan pasca panen, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan. Identitas usaha petani bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari petani yaitu status usaha petani, kegiatan petani, jumlah produksi, kepemilikan lahan, dan awal mulai usaha bertani akar wangi. Aspek budidaya dan pasca panen berisi daftar pertanyaan mengenai pola tanam akar wangi, proses budidaya akar wangi yang sesuai Good Agricultural Process (GAP) dari pembibitan sampai panen, masa tanam, kebutuhan input pertanian dan pemasok, permasalahan dan kendala budidaya akar wangi serta solusi yang diterapkan. Aspek pemasaran pada petani akar wangi berisi pertanyaan mengenai cara penjualan, kerjasama penjualan yang dilakukan,
23
wilayah penjualan, harga jual, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam budidaya akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha petani. Kuesioner untuk penyuling berisi pertanyaan mengenai identitas usaha, aspek penyulingan akar wangi, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan. Identitas usaha penyuling bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik dari penyuling yaitu status dan bentuk usaha penyuling, kegiatan penyuling, jumlah produksi minyak akar wangi, dan awal mulai usaha penyulingan akar wangi. Aspek penyulingan akar wangi berisi daftar pertanyaan mengenai karakteristik input penyulingan akar wangi, proses penyulingan akar wangi, dan output yang dihasilkan. Jenis kendala dan permasalahan selama proses penyulingan akar wangi serta solusi yang diterapkan. Aspek pemasaran pada penyuling berisi pertanyaan mengenai cara penjualan minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan minyak akar wangi, harga jual minyak akar wangi, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam proses penyulingan akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak yang menjadi mitra usaha penyuling. Kuesioner untuk pengumpul akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi berisi garis besar pertanyaan yang sama yaitu identitas usaha, aspek pemasaran, aspek keuangan, dan aspek kemitraan. Idetitas usaha untuk pengumpul akar wangi/minyak akar wangi berisis pertanyaan mengenai karakteristik pengumpul akar wangi/ minyak akar wangi, status usaha, bentuk usaha, sistem pemesanan, mekanisme pembayaran, dan permasalahan serta solusinya. Aspek
24
Pemasaran berisi pertanyaan mengenai cara penjualan akar wangi/minyak akar wangi, kerjasama penjualan yang dilakukan, wilayah penjualan akar wangi/minyak akar wangi, harga jual akar wangi/minyak akar wangi, dan permasalahan serta solusinya. Aspek keuangan bertujuan untuk mengetahui permodalan dalam proses pengumpulan akar wangi/minyak akar wangi, investasi yang dibutuhkan, dan masalah permodalan yang dihadapi serta solusinya. Aspek kemitraan bertujuan untuk mengetahui bentuk kemitraan dan pihak-pihak
yang
menjadi
mitra
usaha
pengumpul
akar
wangi/minyak akar wangi. ii) Kuesioner Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Kuesioner identifikasi risiko ditujukan untuk penyuling minyak akar wangi yang terdiri dari 3 (tiga) risiko utama yaitu operasional, pemasaran, dan keuangan. Masing-masing risiko terdapat variabel atau pemicu risiko. Risiko operasional terdiri dari 3 (tiga) pemicu utama yaitu internal, Sumber Daya Manusia (SDM), dan sistem. Masing-masing variabel dan pemicu risiko tersebut diberi penilaian oleh responden berdasarkan frekuensi dan dampak dengan skala ST (5), T (4), S (3), R (2), dan SR (1). Kuesioner berikutnya berisi upaya penanganan risiko, pihak-pihak yang dapat membantu serta peran yang diharapkan dari pihak-pihak tersebut untuk menangani risiko. iii) Kuesioner Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Kuesioner penilaian rantai pasokan berisi daftar pertanyaan hasil reduksi dari kuesioner identifikasi rantai pasokan yang telah disetujui oleh pakar. Kuesioner ini ditujukan kepada pakar untuk mengetahui nilai agregasi risiko operasional, pemasaran, keuangan, dan risiko penyulingan. Penilaian pakar didasarkan pada tingkat frekuensi dan dampak risiko sesuai skala ST (5), T (4), S (3), R (2), dan SR (1). Jenis dan metode pengumpulan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
25
Tabel 1. Jenis dan metode pengumpulan data No Tujuan
Jenis Data
1
Menganalisis Primer rantai pasokan Sekunder minyak akar wangi
2
Menganalisis manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan
3
Membuat Primer rancangan awal Sekunder sistem penunjang keputusan untuk manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyulingan
Primer Sekunder
Sumber Data Metode Pengumpulan Data Wawancara Anggota rantai dan Kuesioner pasokan minyak Studi Literatur akar wangi Bahan Pustaka, surat kabar, Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Garut. Wawancara Anggota rantai dan Kuesioner pasokan minyak Studi Literatur akar wangi (penyuling). Bahan Pustaka, surat kabar, Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian Garut. Pakar akademisi dan pelaku usaha (penyuling) Wawancara
Alat Analisis Analisis Deskriptif
Analisis risiko Analisis Deskriptif MEMCDM Teknik Agregasi OWA
Pakar akademisi Rule Base dan pelaku dengan usaha Logika IF(penyuling) THEN Hasil dari tujuan 2
26
3.5. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel berdasarkan probability sampling dan non probability sampling. Pengambilan sampel non probability dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Pengambilan sampel probability dilakukan secara stratified random sampling. Stratified random sampling merupakan pengambilan sampel dengan membagi populasi menjadi subpopulasi. Populasi penelitian ini adalah pelaku industri minyak akar wangi dan wilayah Kabupaten Garut. Pelaku industri minyak akar wangi dikelompokkan ke dalam empat kelompok yaitu petani, penyuling, pengumpul akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi. Wilayah industri minyak akar wangi Kabupaten Garut dikelompokkan ke dalam empat kelompok kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel yang
disesuaikan
oleh
tujuan
atau
maksud
peneliti
dengan
mempertimbangkan kriteria tertentu. Kriteria dari sampel yang dipilih adalah lokasi usaha, status usaha, dan keberlanjutan usaha pelaku industri minyak akar wangi. Snowball sampling dilakukan dengan mencari referensi responden berikutnya dari responden pertama. Hal tersebut terus dilakukan sehingga jumlah responden semakin banyak. Responden identifikasi rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani, penyuling, pemgumpul akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi. Responden penyuling juga menunjukkan sebagai responden identifikasi risiko rantai pasokan minyak akar wangi. Responden ahli terdiri dari satu orang ahli akademisi, dua orang pelaku usaha yaitu penyuling dan pengumpul minyak akar wangi. Jumlah populasi petani tidak teridentifikasi secara jelas sehingga jumlah pengambilan sampel disesuaikan dengan kecukupan data sampel homogen. Hasil responden untuk identifikasi rantai pasokan minyak akar wangi dapat dilihat pada Tabel 2.
27
Tabel 2. Jumlah responden penelitian No
1 2 3 4 5 6
Kecamatan
Responden untuk Identifikasi Rantai Pasok
Responden untuk Penilaian Risiko Rantai Pasok
Petani
Penyuling
Pengumpul Akar Wangi
Pengumpul Minyak Akar Wangi
Penyuling
Ahli
10 7 7 1 25
5 4 2 1 12
2 1 3
1 1 2
5 4 2 1 12
1 1 1 3
Samarang Bayongbong Cilawu Leles Garut Kota Dramaga Total
3.6. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0 dan Excel 2007. Sedangkan analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif Analisis ini merupakan metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan data yang telah dikumpulkan. Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik responden, dan keadaan umum rantai pasokan minyak akar wangi. Selain itu analisis deskriptif juga menggambarkan aspek-aspek risiko minyak akar wangi. Data disajikan dalam bentuk tabulasi, charts dan diagram. 2. Analisis risiko Analisis risiko secara deskriptif berdasarkan analisis manajemen risiko yaitu identifikasi risiko dengan teknik Non-Numeric Multi-Expert Multi Criteria Decision Making. Pengukuran risiko rata-rata skor pendapat responden menggunakan modus yang selanjutnya dipetakan pada peta risiko. Selanjutnya analisis risiko untuk mendapatkan model risiko menggunakan teknik ME-MCDM untuk penilaian risiko dari responden ahli. Teknik agregasi risiko menggunakan metode Ordered Weighted Averaging (OWA). Hasil penilaian risiko akan menjadi masukan dalam penentuan rekomendasi. Tingkatan risiko tersebut dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan basis aturan.
28
Formulasi hubungan ini menggunakan logika IF-THEN dengan format umum sebagai berikut IF (tingkat risiko) THEN (rekomendasi 1, rekomendasi 2,...). Metode penilaian risiko merujuk pada Santoso (2005). Jika dampak risiko sangat tinggi dan kemungkinan risiko sangat tinggi maka tingkat risiko pada suatu bagian akan menjadi sangat tinggi. Skala penilaian penurunan mutu ditentukan berdasarkan lima tingkatan yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Skala penilaian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Skala penilaian risiko No 1 2 3 4 5
Arti Nilai Berisiko sangat tinggi Berisiko tinggi Berisiko sedang Berisiko rendah Berisiko sangat rendah
Nilai ST T S R SR
3. Tahapan penilaian Risiko Tahapan penilaian risiko diawali dengan penilaian risiko oleh pakar. Setelah penilaian pakar tentukan Bj sebagai urutan nilai terbesar hingga terkecil. Jumlah pakar yang ditetapkan dalam penilaian adalah tiga orang dengan batasan risiko merujuk formulasi Yager dalam Hadiguna (2010) sebagai berikut: QA(p) = Int [1+4/3k], dimana k = 1,2,3...................................................(4) Perbandingan secara bebas dilakukan antara nilai aktual dengan preferensi pengambil keputusan dengan cara menghitung nilai tingkat kepentingan setiap peubah penentu menggunakan rumus 3 yaitu: Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj]. Nilai agregasi risiko merupakan hubungan antara
kemungkinan terjadinya risiko dan dampak risiko.
Tujuan sebuah manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah mendapatkan tindakan manajerial untuk mengatasi dampak risiko tersebut. Tindakan manajerial diperoleh melalui pengetahuan para praktisi di lapang. Rangkuman tindakan manajerial tersebut dapat diolah menjadi basis pengetahuan. Hubungan antara tingkat risiko dan
29
kumpulan tindakan-tindakan manajerial akan menghasilkan tindakantindakan manajerial yang sesuai dengan tingkat risiko. Agregasi tingkatan risiko yang diperoleh akan dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan rule base. Prosedur penilaian risiko dilakukan secara bertahap sebagai berikut: 1. Memasukan hasil penilaian kemungkinan risiko dan dampak risiko untuk setiap elemen. Penilaian berdasarkan skala penilaian Tabel 3. Data penilaian diperoleh berdasarkan pendapat tiga orang ahli. 2. Melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai risiko dari setiap faktor risiko untuk setipa pengambil keputusan ke-j (Vij) pada semua variabel (peubah) risiko. Rumus yang digunakan dalam perhitungan Yager dalam Santoso (2005) adalah: Pik = Min [Neg I(qj) V Pjk(qj)]. 3. Menentukan bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula: b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ] 4. Menentukan nilai gabungan dari seluruh nilai pakar dengan metode OWA: Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj].
5. Melakukan proses perhitungan dari 2 sampai 4 dilakukan secara berulang sampai didapat agregasi secara total. Prosedur yang dijelaskan diatas dapat dilihat pada Gambar 6. Output dari penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi berupa tingkat risiko dan rekomendasi penanganan risiko. Tingkat rsisiko tersebut akan dijadikan parameter risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyulingan.
30
Mulai
Jumlah dan nama faktor-faktor peubah kegiatan ke-i dari risiko rantai pasokan-j Akuisisi pengetahuan: Penilaian ahli ke-k terhadap setiap faktor peubah risiko kegiatan ke-i dan risiko rantai pasokan-j Urutkan hasil penilaian para ahli secara descending
Operasi fungsi agregasi untuk semua i dan j yang sama untuk k = 1,2,3. Dapatkan QA (k) =Sb(k) ; b(k) = Int [1 + k* (q-1)/r ] Pi = Max j...r [Qj ∧ Bj] Dapatkan skor risiko untuk semua i
Tingkat dampak risiko
Hitung nilai risiko dari setiap faktor:
Pik = Min [Neg I(qj) ˅ Pik(qj)] Penentuan skor untuk risiko rantai pasokan dan risiko keseluruhan Skor kegiatan risiko rantai pasokan Skor risiko keseluruhan Aturan pemberian rekomendasi penanganan risiko: Jika (ST) maka (A1,A2...An) Jika (T) maka (A1,A2...An) Jika (S) maka (A1,A2...An) Jika (R) maka (A1,A2...An) Jika (SR) maka (A1,A2...An)
Basis pengetahuan penanganan risiko
Rekomendasi untuk risiko rantai pasokan dan risiko keseluruhan
Selesai
Gambar 6. Diagram alir penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi 4.1.1 Karakteristik Tanaman Akar Wangi dan Minyak Akar Wangi 1. Karakteristik Tanaman Akar Wangi Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) termasuk famili Graminieae atau rumput-rumputan. Tanaman akar wangi memiliki bau yang sangat wangi, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak, berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua. Tangkai daun tersembul dari akar tinggal yang dapat mencapai 2 (dua) meter. Daun akar wangi berwarna kelabu, tampak kaku, panjangnya mencapai 100 cm dan tidak mengandung minyak. Daun akar wangi banyak digunakan sebagai bahan baku kerajinan. Bunganya berwarna hijau atau ungu pada pucuk tangkai daun (Mulyati dkk, 2009). Berdasarkan hasil survey akar wangi mempunyai tiga tingkatan kualitas yaitu kualitas 1, kualitas 2, dan kualitas 3. Tingkatan kualitas tersebut didasarkan pada umur tanaman, karakteristik fisik akar, dan lokasi penanaman akar wangi. Akar wangi kualitas 1 adalah akar wangi yang berusia lebih dari 12 bulan, berukuran panjang dan keras, pahit jika digigit, bertekstur licin dan berwarna kuning khas. Lokasi yang menghasilkan akar wangi kualitas 1 adalah Pasir wangi, Cikurai, dan Samarang. Wilayah lain lebih banyak menghasilkan akar wangi kualitas 2 dan 3. Akar wangi kualitas 2 dan 3 mempunyai karakteristik berbeda dengan karakteristik akar wangi kualitas 1. Warna akar wangi kualitas 2 dan 3 cenderung agak kemerahan, tekstur tidak terlalu licin. Warna akar wangi bergantung pada jenis tanah, sedangkan panjang akar bergantung pada usia tanaman. Pola tanam akar wangi umumnya monokultur dan tumpang sari. Tanaman akar wangi dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 700‐1600 meter di atas permukaan laut. Curah
32
hujan yang cocok berkisar antara 1500-2500 mm setiap tahun, dengan suhu lingkungan 17-27°C, dan dengan derajat keasaman tanah (pH) sekitar 6-7 (Garutkab, 2009). Tanah yang baik untuk pertumbuhan akar wangi adalah tanah yang tidak padat (gembur) atau tanah yang berpasir seperti tanah yang mengandung abu vulkanik. Pada tanah yang demikian akar wangi akan tumbuh dengan baik dan akar akan mudah dicabut pada waktu panen, sehingga tidak meninggalkan sisa‐sisa akar di dalam tanah. Akar wangi akan tumbuh dengan baik jika dilakukan pemangkasan daun pada bulan kelima penanaman. Pemangkasan dapat meningkatkan hasil sampai sekitar 10 persen (Garutkab, 2009). Akar wangi merupakan tanaman yang tidak berhama dan penyakit, sehingga tidak membutuhkan obat tanaman. Hama yang sering ada berupa hama hidup yaitu kuuk atau beberapa binatang hutan seperti ayam alas dan babi hutan yang merusak tanaman. Sebagian besar petani tidak melakukan penanganan khusus dalam menghadapi kuuk atau binatang hutan. Mereka hanya melakukan pengawasan yang terus menerus untuk mengurangi kerusakan akibat binatang hutan tersebut. Pemanenan akar wangi dapat dilakukan setelah tanaman berumur 8 (delapan) bulan pada musim kemarau. Namun, sebagian besar petani akar wangi memanen setelah tanaman berumur 12 bulan. Akar wangi akan menghasilkan minyak dengan kuantitas dan kualitas optimum apabila dipanen setelah tanaman berusia 15 bulan dan maksimum tanaman berusia 18 bulan. Cara panen akar wangi adalah dengan mencangkul tanah di sekeliling rumpun tanaman agar longgar sehingga semua akar bisa diambil dan tidak ada yang putus. Oleh karena itu, dibutuhkan alat bantu panen berupa traktor yang dapat mencangkul lebih dalam, sehingga memudahkan pekerja dalam memanen akar wangi. Sentra produksi bahan baku akar wangi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.
33
Tabel 4. Sentra produksi akar wangi di Indonesia No Propinsi Jumlah Kabupaten Luas (Ha) 1 Jawa Barat 1 2500 2 Jawa Tengah 2 29 3 DI Yogyakarta 3 11 Jumlah 6 2540 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Mulyati dkk, (2009) Tabel 4 memperlihatkan bahwa terdapat tiga propinsi yang menjadi sentra produksi akar wangi. Luas daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tidak seluas daerah Jawa Barat. Hal ini dikarenakan sentra produksi akar wangi terletak di Kabupaten Garut Jawa Barat telah ditetapkan untuk mempertahankan luas wilayah budidaya akar wangi. Kabupaten Garut mampu memasok 90 persen lebih dari total produksi minyak akar wangi Indonesia, yaitu sekitar 60-75 ton per tahun (Sinar Tani, 2009). Budidaya komoditas akar wangi di Kabupaten Garut berdasarkan keputusan Bupati Kabupaten Garut Nomor: 520/SK. 196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996, yang menetapkan luas areal perkebunan akar wangi dan pengembangannya oleh masyarakat seluas 2.400 Ha. Selama setahun tercatat 2.318 Ha luas garapan perkebunan akar wangi yang memproduksi minyak sebanyak 75 ton, dengan rincian pada Tabel 5. Tabel 5. Luas lahan dan produksi akar wangi tahun 2009 Kecamatan Luas Lahan (Ha) Hasil (Ton) Cilawu 240,00 8,00 Bayongbong 112,00 3,70 Samarang 1.141,00 37,40 Pasirwangi 75,00 2,50 Leles 750,00 23,40 Jumlah 2.318,00 75,00 Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2010)
34
2. Karakteristik Minyak Akar Wangi Tahap setelah pemanenan adalah proses penyulingan akar wangi untuk memperoleh minyak akar wangi kasar. Proses penyiapan penyulingan akar wangi dimulai dengan pembersihan dan pencucian akar wangi untuk menghilangkan tanah yang menempel pada akar wangi. Apabila sebagian tanah ikut dalam proses penyulingan maka dapat menurunkan rendemen dan mutu minyak akar wangi. Setelah itu dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Pengeringan akar wangi sebaiknya dilakukan selama 12 jam di bawah sinar matahari langsung atau pada kadar air 15 persen sampai 25 persen. Sebelum penyulingan sebaiknya akar wangi dirajang terlebih dahulu untuk memudahkan penguapan akar wangi. Akar wangi yang sudah dikeringkan dan dirajang dimasukkan dalam ketel yang tertutup rapat. Prinsip kerja penyulingan tidak langsung adalah ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Akar wangi diletakkan di atas saringan, sehingga tidak berhubungan langsung dengan air yang mendidih, tetapi akan berhubungan dengan uap air. Pada fase ini terjadi penguapan dalam ketel. Uap air yang bercampur dengan partikel minyak akan dialirkan ke alat pendingin melalui pipa. Alat pendingin yang dimaksud merupakan bak penampungan air dingin yang permanen. Pada alat pendingin tersebut terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak akan mencair kembali. Proses selanjutnya adalah uap air yang mencair tersebut dialirkan ke alat pemisah minyak akar wangi dan air. Berat jenis air lebih ringan dibanding dengan akar wangi. Sehingga air akan berada di atas dan minyak berada pada lapisan bawah. Selanjutnya minyak dialirkan melalui lubang bawah alat pemisah ke alat pengumpul minyak. Sebagian besar penyuling tidak menerapkan penyulingan dengan ketentuan yang baku (good manufacturing process). Pencucian akar wangi hanya dilakukan apabila musim hujan karena
35
terlalu banyak tanah yang menempel. Penjemuran hanya dilakukan pada pagi hari dan tidak ada proses perajangan. Semua itu dilakukan untuk mempercepat proses produksi dan menghemat biaya operasional. Pemisahan air dan minyak menggunakan kertas saring yang tidak tembus air. Sehingga ketika disaring air akan berada di atas dan minyak mengalir ke dalam wadah penampungan. Kesadaran dan kemauan yang rendah untuk memproses dengan ketentuan yang baku membuat mutu dan rendemen minyak tidak
optimal.
dibandingkan
Gambaran
dengan
mutu
beberapa
hasil
penyulingan
standar
mutu
rakyat
nasional
dan
internasional dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan mutu minyak akarwangi penyulingan rakyat dengan standar mutu Nasional dan Internasional Parameter Warna
Penyulingan Rakyat Coklat tua/gelap
Bobot Jenis 0.9882-0.9870 20/20°C Indeks Bias pada 1.5178-15221 20°C Bilangan asam 26.82-51.17 1:1 Kelarutan dalam etanol 80% pada 20°C Bilangan ester 3.17-17.82 Vetiverol total (asetilasi) Kadar vetiverol 4.44-6.31
Standar Mutu Reunion Coklat-merah kecoklatan
Haiti Coklat-merah kecoklatan
0.9900-1.1015
0.9860-0.9980
1.520-1.530
1.5220-1.5300
1.521-1.526
10-35 1:1
Maks 35 Maks 1 : 2
Maks 14 Maks 1 : 2
5-26 Min 50
5-16 -
5-16 -
-
-
-
Indonesia Kuning mudacoklat kemerahan 0.980-1.003
Sumber: Tutuarima (2009) 4.1.2 Identifikasi Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktivitas nilai yang satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai pasokan juga merupakan rantai keterkaitan dalam suatu kegiatan usaha sejak bahan baku tanaman akar wangi sampai dengan konsumen industri, yaitu industri pangan, kosmetik, parfum, toileteries, dan lain-lain. Rantai pasokan minyak akar wangi di Indonesia sampai dengan eksportir.
36
Selanjutnya eksportir mengekspor minyak akar wangi ke negara Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India (Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Perkoperasian Kabupaten Garut, 2011) Anggota utama rantai pasokan minyak akar wangi terdiri dari petani akar wangi sebagai pemasok bahan baku, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir minyak akar wangi. Setiap anggota rantai pasokan melakukan aktivitas berhubungan dengan kegiatan operasional untuk menghasilkan minyak akar wangi yang berkualitas. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi dapat dilihat pada Gambar 7.
Cakupan rantai pasokan minyak akar wangi Indonesia
Gambar 7. Pola aliran rantai pasokan minyak akar wangi Aliran rantai pasokan minyak akar wangi dimulai dari petani sebagai penghasil akar wangi atau bahan baku minyak akar wangi. Hasil panen dari petani akan dibeli oleh pengumpul akar wangi yang kemudian dijual ke penyuling atau disuling sendiri dengan menyewa alat suling. Hasil panen bisa dibeli langsung oleh penyuling. Harga akar wangi dari petani sebesar Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kg. Harga akar wangi dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas akar wangi. Selain itu,
37
kualitas akar wangi juga dipengaruhi oleh cuaca, karena cuaca hujan terus maka terdapat akar wangi yang dijual di bawah harga standar yaitu mencapai Rp 1.200 per kg. Petani langsung mengantarkan akar wangi ke penyuling atau pengumpul akar wangi. Selain itu, ada penyuling yang langsung membeli akar wangi yang masih berada di lahan. Alat transportasi yang digunakan oleh petani untuk mengantarkan akar wangi kepada penyuling adalah truk pribadi atau truk sewa. Penyuling melakukan penyulingan untuk menghasilkan minyak akar wangi yang dijual langsung ke pengumpul minyak akar wangi atau eksportir minyak akar wangi yang berada di luar wilayah Garut. Eksportir paling banyak berada di Bogor dan Jakarta. Eksportir mengekspor minyak akar wangi ke beberapa negara yaitu Jepang, Singapura, Inggris, USA, Swiss, Italia, Jerman, Hongkong, dan India. Harga beli oleh pengumpul atau eksportir minyak akar wangi sebesar Rp 1.000.000 sampai Rp 1.400.000 per kg bergantung pada kualitas yang dihasilkan. Semakin baik kualitas minyak akar wangi, maka semakin mahal harga minyak akar wangi tersebut. Aliran finansial pada rantai pasokan minyak akar wangi terjadi dari pengekspor minyak akar wangi ke pengumpul minyak atau langsung ke penyuling. Selanjutnya, aliran finansial dari penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani. Eksportir membayar minyak akar wangi dengan cara transfer setelah minyak dikirim dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 2 (dua) hari. Sistem pembayaran penyuling atau pengumpul minyak akar wangi adalah sistem tunai setelah minyak dikirim. Sebagian besar eksportir atau pengumpul minyak memberikan pinjaman modal sebelum penyulingan kepada penyuling sehingga pemodal akan menerima bayaran berupa minyak setelah minyak terkumpul selama lebih kurang 10 hari. Eksportir melakukan pinjaman modal sekaligus pembinaan dimaksudkan untuk memperoleh mutu atau jaminan mutu minyak yang lebih baik. Oleh karena adanya keterikatan
38
antara pemberi modal (eksportir atau pengumpul minyak akar wangi) dan penyuling, maka harga beli pemberi modal adalah di bawah harga standar dengan selisih Rp 25.000 –Rp 75.000 per kg. Hal tersebut juga dilakukan penyuling kepada petani, yaitu penyuling memberikan pinjaman modal kepada petani untuk melakukan budidaya akar wangi. Salah satu kasus dijumpai penyuling yang memberikan bantuan modal (bibit, pupuk, dan biaya panen) kepada petani yang membutuhkan, walaupun tidak bersifat rutin. Petani mempunyai keterikatan untuk menjual hasil produksinya kepada penyuling yang bersangkutan karena pemberian bantuan tersebut. Sistem komunikasi sudah terintegrasi dengan baik antara anggota primer dalam rantai pasokan akar wangi. Aliran informasi terjadi dari pengekspor minyak akar wangi dan pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke penyuling akar wangi. Selanjutnya dari penyuling ke pengumpul akar wangi atau langsung ke petani akar wangi. Komunikasi mempunyai arus dua arah. Komunikasi antara pengekspor dengan penyuling menggunakan telepon berupa informasi harga yang berlaku dan tanggal pengiriman minyak akar wangi. Komunikasi antara penyuling dengan petani akar wangi berupa informasi harga akar wangi, tanggal panen, dan kapasitas pengiriman akar wangi kepada penyuling. Komunikasi antara penyuling, pengumpul akar wangi, dan petani akar wangi juga dilakukan melalui rapat atau musyawarah. Rapat atau musyawarah tersebut tidak dilakukan secara rutin dan berlangsung informal. Masalah yang dibahas adalah masalah mengenai perijinan bahan bakar, bantuan modal, penggunaan pupuk, pemilihan bibit dan masalah lain yang perlu dibahas untuk mencapai kesepakatan. Perijinan bahan bakar yang dimaksud adalah perijinan penggunaan oli bekas. Rapat atau musyawarah tidak dilakukan dengan kelompok besar saja namun dengan kelompok-kelompok kecil antara penyuling dan petani binaan.
39
4.1.3 Aktivitas Petani Akar Wangi Petani akar wangi di Kabupaten Garut tersebar di Kecamatan Bayongbong, Samarang, Cilawu, Leles, dan Pasir Wangi. Karakteristik petani akar wangi dibagi menjadi 2 (dua) yaitu petani individu dan petani kelompok. Petani ada yang bertindak sebagai penyuling yang disebut petani/penyuling dan petani murni. Rata-rata petani hanya bekerja sebagai petani saja, walaupun tidak hanya akar wangi yang diusahakan. Ada beberapa petani yang juga melakukan budidaya sayuran berupa kol, tomat, kentang, kubis, cabai, dan singkong. Petani individu relatif lebih sedikit dibandingkan petani yang berkelompok, petani kelompok sebesar 72 persen dan petani individu sebesar 28 persen. Bentuk usaha dari 72 persen petani kelompok tersebut adalah Persekutuan Komanditer (CV) sebesar 32 persen dan 40 persen tidak berbadan hukum. Jumlah kelompok tani yang tidak berbadan hukum lebih besar daripada kelompok tani dengan bentuk CV, hal tersebut menunjukkan bahwa struktur kelembagaan petani masih belum tersusun secara rapi. Menurut
data
Dinas
Perkebunan
(2010),
kegiatan
pengembangan akar wangi melibatkan 1.203 orang sebagai pemilik (Kepala Keluarga) dan 52.717 orang tenaga kerja. Mereka tergabung dalam 33 kelompok tani yang tersebar di Kecamatan Samarang sebanyak 9 (sembilan) kelompok tani, di Leles terdapat 12 kelompok tani, di Cilawu terdapat 10 kelompok tani dan di Bayongbong terdapat 2 (dua) kelompok tani. Jumlah anggota kelompok tani paling banyak adalah Sinar Wangi yaitu sebanyak 200 anggota. Satu kelompok tani diketuai oleh seorang penyuling yang berperan sebagai pemberi modal dan pembina teknik budidaya bagi anggotanya. Anggota kelompok tani menyediakan sarana produksi tanaman seperti pupuk, bibit, dan tenaga kerja. Kesepakatan antara petani dan penyuling adalah petani harus menjual hasilnya kepada pemberi modal (penyuling). Namun, ada beberapa penyuling yang memberi kebebasan kepada anggotanya untuk menjual
40
hasil panen kepada penyuling atau pengumpul lain, dengan ketentuan petani dapat membayar pinjaman modal yang diberikan. Status kepemilikan lahan budidaya ada yang milik sendiri (88 persen), sewa (4 persen), milik sendiri dan sewa (8 persen). Luas lahan budidaya yang dimiliki petani bervariasi, 40 persen petani memiliki luas lahan budidaya dibawah 5 Ha, 36 persen memiliki lahan budidaya 5 sampai 10 Ha, dan hanya 24 persen yang memiliki luas lahan di atas 10 Ha (Gambar 8). Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata rata-rata petani adalah petani berskala kecil. Satu hektar lahan rata rata-rata mampu memproduksi 10 – 21 ton akar wangi dengan kapasitas satu kali pan panen sebesar 3 (tiga) ton. Oleh karena itu satu hektar lahan memerlukan panen lebih dari 3 (tiga) kali. <5 Ha
24% 36%
40%
5 - 10 Ha >10 Ha
Gambar 8. Luas lahan budidaya petani etani akar wangi (Sumber: Data Primer, diolah) Rata rata petani menjalankan usaha budidaya akar wangi sudah Rata-rata lebih dari 10 tahun. Lama usaha petani dapat dilihat secara rinci pada Gambar 9. Para petani umumnya melakukan budidaya akar wangi berdasarkan warisan dari orang tua mereka secara turun menurun.
< 10 tahun 32%
12% 4% 12%
10 - 20 tahun 20 - 30 tahun
40%
30 - 40 tahun > 40 tahun
Gambar 9. Lama usaha budidaya petani akar wangi ((Sumber: Data Primer, diolah) Budidaya tanaman akar wangi dapat dilakukan dengan sistem monokultur dan tumpang sari. Petani yang melakukan sistem tumpang sari sebesar 84 persen dan 16 persen dengan sistem monokultur.
41
Budidaya akar wangi dimulai dengan pembibitan. Bibit akar wangi diperoleh dengan cara memisahkan daun dan akar, setelah itu diambil bonggol akarnya untuk ditanam. Bibit yang ditanam (bonggolnya) adalah akar yang berasal dari tanaman yang tidak berbunga dengan jarak tanaman biasanya antara 0,5m x 0,75m sehingga untuk 1 Ha lahan diperlukan bibit sebanyak ± 10.000 rumpun. Setelah penyiapan bibit maka dilanjutkan pencangkulan dengan proses manual. Proses selanjutnya adalah proses penanaman. Setelah 5 bulan penanaman sebaiknya dilkukan pemangkasan daun. Hal tersebut akan meningkatkan pertumbuhan akar. Penyiangan dapat dilakukan sebanyak 3 kali selama musim tanam. Masa penyiangan pertama dilakukan pada saat akar berusia antara 1-2 bulan. Masa penyiangan kedua dilakukan antara usia 3-4 bulan dan masa penyiangan ketiga dilakukan antara usia 4-6 bulan. Penyiangan bertujuan untuk menghilangkan tanamantanaman penganggu yang dapat mengurangi nutrisi bagi akar. Penyiangan sangat berpengaruh pada jumlah rendemen minyak akar wangi. Pemupukan dilakukan hanya sekali dalam satu musim tanam. Pemupukan dilakukan saat akar berusia 2-4 bulan. Walaupun demikian, ada petani yang tidak melakukan pemupukan. Hal tersebut dikarenakan tidak sesuainya harga beli dan biaya operasional yang dikeluarkan dengan harga jual akar wangi. Menurut sebagian besar petani akar wangi, tanaman akar wangi tetap tumbuh dengan baik walaupun tidak diberi pupuk, terutama untuk sistem tanam monokultur. Sedangakan, sistem tanam tumpang sari pemupukan diutamakan untuk tanaman tumpangnya daripada tanaman akar wangi. Petani akar wangi menggunakan pupuk organik dan anorganik. Jenis pupuk anorganik yang digunakan adalah ZA, TSP, NPK, KCL, kecuali pupuk UREA. Sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang. Setelah tanaman berusia 12 bulan maka tanaman siap dipanen. Sebagian besar petani memanfaatkan tenaga kerja lebih untuk proses pemupukan, penyiangan dan panen. Tenaga kerja yang digunakan
42
biasanya adalah tenaga kerja harian atau borongan. Tenaga kerja harian dibayar sebesar Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari untuk tenaga kerja wanita dan Rp 25.000 – Rp 35.000 per hari untuk tenaga kerja laki-laki. Besar pembayaran untuk sistem borongan adalah Rp 150.000 – Rp 200.000 untuk satu pemborong dengan jumlah tenaga kerja tidak ditentukan. Setelah panen petani menjual akar wangi langsung kepada penyuling atau kepada pengumpul akar wangi yang berada di daerah sekitarnya. Petani terkadang mengantarkan hasil panen kepada pembeli atau pembeli datang langsung ke petani atau ke lahan langsung. Apabila petani tersebut tergabung dalam kelompok tani maka hasil tersebut dikumpulkan terlebih dahulu di koperasi Usaha Rakyat (USAR). Petani individu menjual bahan baku akar wangi kepada penyuling atau pengumpul yang membeli dengan harga tinggi dibandingkan pembeli lain. Petani yang mempunyai kelompok tani akan menjual hasil panen ke penyuling yang memberikan modal pinjaman untuk budidayanya. Sedangkan petani yang berperan sebagai penyuling juga akan menyuling hasil panen mereka sendiri selain membeli dari petani lain untuk disuling. Menurut survey ada petani yang juga melakukan penyulingan langsung walaupun tidak mempunyai alat suling. Petani tersebut terkadang menyuling bahan baku dengan menumpang di tempat penyulingan milik pengusaha penyuling dengan ketentuan bahwa produk yang dihasilkan dijual ke pemilik alat suling. Selanjutnya minyak akar wangi tersebut dijual lagi ke pengumpul minyak atau eksportir. Pemasaran akar wangi tidak mempunyai kendala yang signifikan, karena semua hasil panen pasti terserap pasar. Kerjasama antara petani, pengumpul, dan penyuling sangat berpengaruh dalam pemasaran tersebut. Akar wangi dijual dengan harga berat basah yaitu berkisar antara Rp 1.200 – Rp 3.000 per kg. Sebagian besar petani menjual akar wanginya pada harga Rp 2.000 per kg.
43
Modal petani kebanyakan adalah modal sendiri atau modal pinjaman dari saudara. Selain itu, sebagian besar petani yang tergabung dalam
kelompok
tani
mendapat
pinjaman
modal
dari
ketua
kelompoknya. Modal yang dibutuhkan dalam budidaya akar wangi selama satu periode penanaman kurang dari Rp 25.000.000 per hektar. Kendala modal yang sering dihadapi oleh petani adalah lamanya masa tanam, sehingga perputaran modalnya terlalu lama. Hal tersebut membuat sebagian petani yang bermodal kecil menjual akar wangi dengan sistem ijon saat tanaman berumur 8 bulan. Walaupun demikian tanaman akar wangi tetap dipanen setelah berumur 12 bulan. Petani jarang yang melakukan pinjaman kredit ke bank atau lembaga keuangan lain. Hanya beberapa
yang memanfaatkan
kesempatan tersebut. Persyaratan yang rumit dirasa memberatkan petani dalam memperoleh pinjaman modal dari bank. Persyaratan tersebut adalah bunga pinjaman yang harus dibayar dan sistem administrasi yang rumit (misalnya harus menggunakan agunan pinjaman). Menurut survey 84 persen petani mengharap bantuan dari pemerintah, 8 (delapan) persen dari pihak perbankan, 8 (delapan) persen yang lain mengharap bantuan dari kelompok tani dan sistem bagi hasil dengan investor akar wangi. Petani akar wangi yang melakukan kemitraan sebesar 76 persen dan 24 persen lainnya tidak melakukan kemitraan. Mitra petani antara lain adalah kelompok tani, penyuling, pengumpul bahan baku, dinas perkebunan, dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi Kabupaten Garut. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara lain pembelian bibit, pelatihan budidaya akar wangi, pemberian modal, dan pemasaran akar wangi. Selama bermitra, petani memperoleh manfaat lebih. Salah satu contohnya adalah adanya pembinaan budidaya tanaman akar wangi yang mampu meningkatkan hasil budidaya. Permasalahan yang sering muncul adalah ketersediaan bibit yang tidak konsisten dan mutu bibit tidak sesuai dengan yang diharapkan. Permasalahan lain yang muncul adalah cuaca yang tidak
44
menentu yang mengakibatkan rendemen minyak akar wangi berkurang. Cuaca yang tidak baik untuk tanaman akar wangi adalah ketika curah hujan meningkat, sehingga kandungan air pada akar berlebih. Selain itu, kosongnya pupuk dan keterampilan pekerja yang rendah juga menjadi kendala dalam budidaya akar wangi. Harapan petani berdasarkan hasil survey adalah meluasnya pangsa pasar minyak akar wangi Indonesia di dunia dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas. Pangsa pasar diharapkan meluas ke Indonesia. Peningkatan posisi harga, sehingga kesejahteraan petani meningkat. Oleh karena itu, sangat diharapkan peran pemerintah yang tepat guna dalam memberikan bantuan baik fasilitas maupun permodalan. 4.1.4 Aktivitas Pengumpul Akar Wangi Pengumpul akar wangi berperan sebagai pengumpul akar wangi dari para petani. Pengumpul tidak mempunyai kelompok pengumpul secara terpisah. Ada pengumpul yang berperan sekaligus menjadi petani atau penyuling, sehingga mereka tergabung dalam kelompok petani atau penyulingan. Antar pengumpul individu (hanya berperan sebagai pengumpul) cenderung bekerja sendiri dan bersaing antar pengumpul. Pengumpul menjalankan usaha rata-rata selama lebih dari 5 (lima) tahun. Usaha yang dijalankan merupakan usaha yang tidak berbadan hukum. Jumlah pengumpul tidak banyak untuk setiap wilayah, hanya ada satu atau dua pengumpul dalam satu wilayah desa atau kecamatan. Sebagian besar pengumpul mempunyai usaha lain berupa budidaya sayuran atau mempunyai toko kelontong. Pengumpul akar wangi membeli akar wangi langsung dari petani setelah panen. Pengumpul akan menjual akar wangi kepada penyuling atau pengumpul yang melakukan penyulingan. Pengumpul mendapat modal dari penyuling untuk mencari akar wangi. Para pengumpul terkadang mencari akar wangi sampai ke luar wilayah untuk memenuhi kekurangan pasokan akar wangi. Pengumpul akar wangi terkadang juga melakukan penyulingan sendiri dengan menyewa alat
45
suling kepada penyuling dan membayarnya berupa minyak akar wangi kasar. Rata-rata pengumpul akar wangi mampu mengumpulkan 4-5 ton per hari dengan harga Rp 2.000 - Rp 3.000 per kg. Sistem pemesanan dilakukan secara langsung dengan mekanisme bayar cash and carry. Penjualan akar wangi tidak ada kesulitan, karena 100 persen akar wangi pasti terjual walaupun kualitas akar wangi berbeda-beda. Kualitas baik akan dihargai lebih tinggi daripada kualitas tidak baik. Permodalan pengumpul selama ini diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman dari penyuling. Penyuling memberi modal kepada pengumpul untuk mengumpulkan akar wangi ke beberapa daerah. Modal yang dibutuhkan dalam investasi awal usaha adalah kurang dari Rp. 25.000.000 untuk pengumpul berskala kecil dan Rp 25.000.000 – Rp 50.000.000 untuk pengumpul berskala besar. Menurut survey 100 persen pengumpul tidak melakukan pinjaman kredit, persyaratan kredit yang rumit menjadi kendala peminjaman modal. Salah satu cara mengatasi permodalan adalah bermitra dengan penyuling. Bantuan modal dari penyuling lebih mudah daripada harus meminjam di bank. Walaupun bentuk utama kegiatan kemitraan adalah pemasaran bahan baku akar wangi. Selain modal dan pemasaran, informasi juga tersampaikan secara baik melalui kemitraan. Para pengumpul yang mempunyai peranan lain (sebagai petani dan penyuling) selalu mengetahui informasi budidaya dan penyulingan terutama tentang bahan bakar. Informasi tersebut diperoleh melalui kegiatan rapat atau musyawarah. Kendala yang dialami pengumpul adalah ketersediaan akar wangi yang tidak konsisten dan mutu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan kendala permodalan. Kendala tersebut mengakibatkan harga jual yang berbeda-beda. Keadaan cuaca sangat mempengaruhi kualitas akar wangi yang dihasilkan. Harapan ke depan para pengumpul adalah semoga industri minyak akar wangi lebih baik.
46
4.1.5 Aktivitas Penyuling Akar Wangi Produk minyak akar wangi berupa minyak akar wangi kasar. Penyuling akar wangi tersebar di empat kecamatan yaitu Kecamatan Samarang, Bayongbong, Cilawu, dan Leles. Penyuling yang tergabung dalam kelompok penyuling Usaha Rakyat Raky (USAR) sebanyak ebanyak 75 persen dan 25 persen merupakan penyuling individu. individu Usaha Rakyat (USAR) merupakan koperasi k penyuling akar wangi Garut yang baru berdiri tahun 2010 yang berlokasi di Kecamatan Samarang. Koperasi USAR diharapkan mampu meningkatkan industri industri minyak akar wangi. Bentuk usaha penyuling akar wangi adalah tidak berbadan hukum, Persekutuan Komanditer (CV), dan koperasi. Presentase jumlah penyuling sesuai bentuk usaha dapat dilihat pada Gambar 10. Lama penyuling menjalankan usaha lebih 20 tahun sebesar sebesar 75 persen, 16,67 persen penyuling menjalankan usaha 10 – 20 tahun, dan 8,3 persen penyuling menjalankan usaha kurang dari 10 tahun. 25,00% 8,30% 66,70%
Tidak Berbadan Hukum Persekutuan Komanditer Koperasi
Gambar 10. Jumlah penyuling sesuai bentuk usaha (S (Sumber: Data Primer, diolah) Penyuling ada yang bertindak sebagai petani yang disebut petani/penyuling. Penyuling yang tidak menanam akar wangi memenuhi kebutuhan akar wangi dengan membeli langsung dari petani/kelompok tani dan pengumpul akar wangi. Rata Rata-rata penyuling diberi pinjaman modal oleh eksportir atau pengumpul minyak dengan syarat mereka harus membayar pinjaman modal dengan minyak. Pengiriman minyak dilakukan setelah minyak terkumpul selama 10 hari dengan jumlah rata-rata rata rata sebanyak 40 kg. Saat musim kemarau, sekitar bulan Juli – September penyuling dapat memproduksi minyak lebih banyak dengan jumlah 50 kg selama satu minggu.
47
Penyulingan dilakukan menggunakan ketel stainless steel dengan sistem kukus atau uap langsung sebesar 50 persen. Penyulingan yang menggunakan sistem boiler atau sistem uap terpisah sebesar 33,4 persen dan 8,3 persen menggunakan sistem rebus, dan 8,3 yang lain menggunaknan sistem uap langsung dan sistem boiler. Bahan bakar yang digunakan saat ini didominasi oleh minyak solar dan oli bekas. Walaupun demikian masih ada yang menggunakan kayu bakar. Pemakaian solar lebih ramah lingkungan daripada pemakaian oli, namun harga beli solar lebih mahal. Harga solar Rp 4.500 per liter, sedangkan oli bekas sekitar Rp 2.200 – Rp 2.500 per liter. Sebelumnya, penyuling menggunakan minyak tanah untuk proses penyulingan, namun kenaikan harga minyak tanah membuat biaya operasional meningkat dan mereka beralih ke bahan bakar lain. Keadaan lebih diperburuk lagi karena kelangkaan bahan bakar, sehingga banyak usaha penyulingan yang tidak berproduksi. Tahun 2011 sedang dilakukan perijinan untuk menggunakan oli bekas sebagai bahan bakar minyak akar wangi. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi biaya operasional terkait dengan penggunaan solar yang lebih mahal. Walupun demikian, mutu minyak akar wangi yang dihasilkan dengan pembakaran solar lebih baik daripada penggunaan oli bekas. Pasokan bahan bakar berasal dari dalam Garut dan luar Garut. Pemasok tersebut merupakan pemasok dengan skala usaha kecil (58,3 persen), skala menengah (16,7 persen), dan skala besar (25 persen). Mutu minyak akar wangi ditentukan oleh temperatur dan tekanan yang digunakan. Tekanan yang rendah membuat mutu minyak lebih bagus dibanding tekanan tinggi yang dapat membuat minyak gosong. Kasus IKM akar wangi di Garut yang terjadi adalah penyuling menaikkan tekanan pada 5 bar yang sebelumnya dijaga pada 3 bar dengan suhu sekitar 140°C-160°C pada sistem kukus. Hal tersebut dilakukan untuk menghemat waktu pengukusan sekitar 5 jam, sehingga bahan bakar dapat dihemat. Namun, mutu minyak akar wangi yang dihasilkan tidak sesuai standar. Sistem yang mampu menjaga mutu
48
adalah sistem uap terpisah atau boiler. Sistem uap terpisah menggunakan suhu dan tekanan yang relatif lebih rendah daripada sistem kukus yaitu 120°C dengan tekanan 2-3 bar selama 20 jam. Proses penyulingan yang sesuai standar menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian dapat dilihat pada Gambar 11. Penyulingan uap Akar wangi (panen) Pencucian akar
Dibersihkan dari tanah dan kotoran lainnya
Pengeringan (2 hari) Ka: 25-30% Perajangan (15-20 cm) Pengisian Ketel (Kepadatan: 0,09-0,1) Penyulingan Pemisahan minyak dengan “oil separator”
Laju dest: 0,6-0,7 kg uap/jam. kg bahan
Penampungan minyak Pengemasan
Jirigen atau botol gelas berwarna gelap
Gambar 11. Tahapan penyulingan sesuai standar GMP (Balitbang Deptan, 2011) Sistem boiler memerlukan waktu lebih lama, sehingga kebutuhan biaya operasionalnya juga lebih besar. Harga jual minyaknya pun lebih tinggi dibandingkan sistem kukus. Sebagian besar penyuling tetap melakukan proses suling dengan sistem kukus karena margin minyak premium (sistem boiler) dan minyak reguler (sistem kukus) tidak berbeda jauh tetapi biaya operasionalnya berbeda jauh.Penyuling membutuhkan waktu 12 jam dalam satu kali proses penyulingan yaitu
49
10 jam untuk pengukusan dan 2 jam untuk memasukkan dan membongkar akar wangi dalam tungku. Sehingga, satu alat suling mampu menyuling maksimal sebanyak dua kali sehari. Kapasitas tungku per penyulingan sebesar 1,2-2 ton. Minyak akar wangi yang dihasilkan sebesar 4-8 kg per satu suling dalam kondisi akar wangi yang bagus. Pada saat penelitian rendemen rata-rata yang dihasilkan adalah 0,4 - 0,5 persen. Penyuling akar wangi tidak mempunyai kesulitan dalam memasarkan minyak akar wangi. Pemasaran dilakukan dalam wilayah Garut, yaitu 75 persen penyuling menjual minyak di wilayah Garut dan 25 persen menjual kepada eksportir di Jakarta atau Bogor. Penyuling yang menjual ke agen pengumpul sebesar 50 persen, sedangkan 50 persen yang lain menjual ke eksportir dan kadang-kadang menjual ke pengumpul. Penyuling melakukan penjualan minyak secara individu ke pengumpul atau eksportir. Pengumpul biasanya mendatangi tempat penyulingan atau penyuling mengirim langsung minyak ke pengumpul atau eksportir tersebut. Modal awal penyulingan minyak akar wangi yang dibutuhkan adalah lebih dari Rp 100.000.000. Permodalan yang besar tersebut membuat
beberapa
penyuling
tidak
mampu
untuk
memenuhi
permodalan awal penyulingan. Presentase penggunaan modal adalah 50 persen penyuling menggunakan modal sendiri untuk penyulingan. Lima puluh persen penyuling yang lain menggunakan modal dari eksportir, pengumpul minyak, atau gabungan modal pengumpul dan modal sendiri. Hanya sedikit penyuling yang menggunakan jasa kredit lembaga
keuangan
untuk
pemenuhan
modal.
Penyuling
yang
menggunakan jasa kredit Bank Umum sebesar 8,33 persen, 16,67 persen jasa kredit dari Kementrian UKM dan 75 persen tidak menggunkan jasa kredit. Permasalahan kredit yang dirasakan penyuling sama dengan permasalahan kredit para petani akar wangi, yaitu persyaratan bunga pinjaman yang berat dan administrasi yang rumit.
50
Kerjasama terbentuk antara petani, penyuling, dan pengumpul atau eksportir. Kerjasama yang lain adalah antara penyuling dan pemasok bahan bakar serta penyuling dan pemasok alat atau mesin penyulingan. Kerjasama yang dibentuk antara penyuling dan pemasok bahan bakar berupa dagang umum dengan hubungan jangka pendek. Sedangkan kerjasama antara penyuling, petani, dan pengumpul atau eksportir merupakan hubungan sub kontrak jangka panjang. Kerjasama yang dibentuk memudahkan penyuling untuk melakukan usaha penyulingan. Penyuling yang bermitra akan mempunyai informasi yang lebih efektif. Informasi tersebut berupa proses penyulingan, harga dan mutu minyak akar wangi atau bahan bakar, dan pemasok atau agen pengumpul akar wangi dan minyak akar wangi. Selain dengan bermitra informasi
dapat
diperoleh
melalui
internet,
buku
dan
Dinas
Perindustrian Perdagangan dan Koperasi. Permasalahan yang dihadapi oleh penyuling adalah ketersediaan bahan baku yang tidak konsisten, mutu bahan baku yang tidak sesuai standar, alat suling yang tidak sesuai standar dan modal yang tidak mencukupi. Alat pemisah air dan minyak yang masih sederhana, sehingga membuat rendahnya rendemen akibat tingginya penyusutan. Kasus penjualan produk minyak akar wangi mempunyai beberapa keragaman. Penyuling dengan modal besar dapat menjual minyak akar wangi kepada pengumpul atau eksportir yang memberi harga yang lebih menguntungkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi sebagian besar penyuling yang kesulitan modal. Mereka bergantung pada pinjaman modal dari pengumpul atau eksportir sehingga harus mengembalikan pinjaman modal tersebut berupa minyak. Minyak akar wangi di Garut mempunyai kasus yaitu terdapat satu pengumpul yang dominan sehingga hampir seluruh penyuling memiliki hubungan keterkaitan dengan pedagang pengumpul tersebut. Konsekuensi dari hal tersebut adalah harga minyak akar wangi dibeli oleh pedagang yang bersangkutan dengan harga relatif lebih murah dari harga yang berlaku.
51
4.1.6 Aktivitas Pengumpul Minyak Akar Wangi Pengumpul minyak akar wangi berperan sebagai pengumpul minyak akar wangi dan menjualnya ke eksportir. Jumlah pengumpul minyak di daerah Garut tidak banyak hanya ada 2 (dua) yang merupakan perwakilan dari eksportir di Jakarta dan Bogor. Salah satu pengumpul minyak akar wangi adalah perwakilan eksportir PT. Djasula Wangi Jakarta. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan ekspor impor minyak atsiri yang didirikan pada tahun 1962. Bentuk usaha pengumpul minyak berupa Perseroan Terbatas (PT) dan tidak berbadan hukum. Pengumpul yang berbentuk PT tidak diijinkan melakukan penyulingan. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari monopoli usaha, karena melihat modal sebuah PT yang besar. Berdasarkan survey, pengumpul minyak akar wangi di Garut berjumlah dua pengumpul minyak berskala besar yang mempunyai karakteristik berbeda. Salah satu pengumpul minyak akar wangi selalu memperhatikan mutu minyak yang dibeli, sedangkan pengumpul yang lainnya tidak memperhatikan mutu minyak akar wangi. Adanya satu pengumpul minyak akar wangi yang mau menerima minyak akar wangi tanpa memperhatikan mutu minyak menyebabkan para penyuling beranggapan bahwa semua minyak akar wangi pasti terjual walaupun mutunya rendah. Keadaan yang demikian membuat daya saing Indonesia dalam ekspor minyak akar wangi menurun. Harga jual minyak akar wangi Indonesia tidak mampu bersaing dengan harga minyak akar wangi yang berkualitas bagus. Lama usaha yang dijalankan adalah lebih dari 10 tahun. Usaha pengumpulan minyak membutuhkan modal yang besar yaitu lebih dari Rp 100.000.000. Eksportir atau pengumpul minyak akar wangi terkadang memberi modal terlebih dahulu kepada penyuling atau petani/penyuling. Pengumpul minyak mendapatkan modal tersebut dari eksportir.
52
Pasokan minyak akar wangi berasal dari penyuling yang tersebar di Garut. Mekanisme pembayaran berupa cash and carry dan modal di awal. Pengumpul minyak mampu mengumpulkan 100 – 400 kg minyak akar wangi dalam satu minggu saat panen raya (Juli – September). Sedangkan saat musim paceklik yang terjadi pada bulan Maret – Juni hanya mampu mengumpulkan rata-rata 200 kg dalam waktu 10 hari. Pengumpulan minyak dilakukan sesuai kontrak yang terikat dengan pemberian modal terlebih dahulu. Ikatan keluarga dan jarak penyulingan yang berdekatan juga mempengaruhi proses pengumpulan minyak akar wangi. Penyuling tersebut akan mengumpulkan minyak melalui satu perwakilan tanpa ada ikatan kontrak. Minyak akar wangi yang terkumpul tersebut langsung dikirim ke eksportir yang berada di luar wilayah Garut yaitu Jakarta dan Bogor. Harga ekspor minyak tidak diketahui secara pasti oleh para pengumpul. Pengumpul berperan sebagai penerima harga dari eksportir. Sistem pembayaran eksportir ke pengumpul berupa sistem pembayaran langsung, maksimal dua hari setelah pengiriman melalui transfer. Permasalahan yang sering muncul adalah ketersediaan minyak yang tidak konsisten dan mutu minyak akar wangi tidak sesuai yang diharapkan. Kalau mutu tidak sesuai, maka minyak tidak akan diterima oleh eksportir. Oleh karena itu dibutuhkan pengalaman untuk menguji standar mutu sebelum diuji oleh laboratorium eksportir. Bantuan modal dan pembelian minyak merupakan salah satu bentuk kemitraan yang dibentuk oleh penyuling, pengumpul, dan eksportir minyak akar wangi. Kemitraan tersebut sangat bermanfaat bagi usaha minyak akar wangi yaitu kepastian pemasaran dan informasi penting. Informasi penting tersebut berupa pemasok minyak akar wangi, pengembangan mutu minyak akar wangi, dan proses penyulingan yang baik. Menurut survey, harapan para pengumpul minyak akar wangi adalah keberlanjutan industri minyak akar wangi, dan peningkatan mutu melalui pembinaan dari pemerintah.
53
4.2. Manajemen Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling 4.2.1 Identifikasi Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling 1. Risiko Operasional Operasional merupakan kegiatan yang mempengaruhi mutu yang dihasilkan selama proses penyulingan. Risiko operasional yang dikaji terdiri dari risiko proses selama penyulingan, risiko sumber daya manusia, dan risiko sistem. Identifikasi risiko operasional meliputi: A. Risiko Proses Penyulingan Risiko proses penyulingan minyak akar wangi yang dapat diidentifikasi adalah: 1.
Kelangkaan bahan baku yaitu bahan baku akar wangi sulit diperoleh karena beberapa faktor antara lain faktor cuaca, gagal panen.
2.
Bahan baku terlambat, keterlambatan bahan baku terkait dengan waktu dan jumlah pengiriman.
3.
Mutu bahan baku tidak sesuai, hal ini dikarenkan mutu akar wangi berbeda-beda setiap wilayah dan mempunyai tiga tingkatan mutu yaitu mutu 1, 2, dan 3. Minyak akar wangi mutu 1 akan menghasilkan mutu minyak yang paling baik dan jumlah rendemen lebih banyak daripada yang lain.
4.
Kelangkaan bahan bakar akibat krisis dan pasokan berkurang.
5.
Kondisi temperatur terlalu tinggi (lebih dari 120°) dapat mengakibatkan minyak gosong, sehingga mutu minyak akar wangi menurun.
6.
Kondisi tekanan terlalu tinggi (lebih dari 5 bar) dapat mengakibatkan minyak gosong, sehingga mutu minyak akar wangi menurun. Selain itu, tekanan terlalu tinggi dapat mengakibatkan ledakan dan kebakaran.
7.
Waktu memasukkan akar wangi dan mengeluarkannya lebih dari 2 (dua) jam sehingga akan mempengaruhi waktu siklus proses penyulingan.
54
8.
Waktu perebusan akar wangi terlalu lama sehingga akan mempengaruhi waktu siklus penyulingan
9.
Belum menjalankan proses penyulingan sesuai Good Manufacturing Process (GMP) akan mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan.
10. Mutu minyak akar wangi tidak sesuai standar merupakan output yang menentukan harga jual minyak akar wangi. 11. Jumlah produksi tidak sesuai target merupakan output yang menentukan jumlah penerimaan penyuling. 12. Penggunaan alat penyulingan tidak sesuai standar akan mengakibatkan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan tidak sesuai standar. B. Risiko Sumber Daya Manusia Risiko Sumber Daya Manusia yang diidentifikasi adalah: 1. Ketidakterampilan
pekerja
dalam
memasukkan
dan
membongkar akar wangi sangat berpengaruh terhadap waktu siklus penyulingan berikutnya dan kondisi selama proses penyulingan berlangsung. 2. Ketidakterampilan pekerja dalam mengatur temperatur dan tekanan. Kondisi temperatur dan tekanan harus selalu dikontrol agar tetap stabil, sehingga diperlukan pekerja yang terampil. 3. Kesalahan pekerja (human error), kesalahan-kesalahan mungkin terjadi selama proses pencucian, pengeringan dan pengaturan tekanan dan temperatur. 4. Pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri selama proses penyulingan.
Proses
penyulingan
yang
mempunyai
kemungkinan risiko seperti kebakaran, kondisi tempat penyulingan yang bertemperatur tinggi mungkin dapat membahayakan keselamatan pekerja. 5. Kinerja karyawan rendah sangat berpengaruh terhadap waktu siklus penyulingan berikutnya.
55
C. Risiko Sistem Risiko sistem yang diidentifikasi adalah: 1. Teknologi alat penyulingan tidak sesuai standar akan menurunkan mutu minyak akar wangi. 2. Distorsi informasi sangat berpengaruh dalam mendukung proses penyulingan. 2. Risiko Pemasaran Risiko pemasaran merupakan risiko yang berhubungan dengan penjualan minyak akar wangi kepada pengumpul atau eksportir minyak akar wangi. Identifikasi risiko pemasaran adalah: 1. Jumlah permintaan minyak akar wangi turun. Jumlah permintaan dikhawatirkan menurun akibat mutu yang tidak sesuai standar. 2. Harga minyak akar wangi turun akibat mutu yang dihasilkan tidak sesuai standar. 3. Pembayaran
tidak
sesuai
kontrak
antara
penyuling
dan
pengumpul atau eksportir minyak akar wangi. Kontrak yang terjadi merupakan kontrak terikat dengan pemberian modal terlebih dahulu dan membayar modal dengan minyak akar wangi. 4. Pengembalian minyak akar wangi akibat mutu tidak sesuai standar. 5. Konsumen beralih ke produsen lain untuk mencari mutu yang sesuai standar. 6. Gagal dalam pengiriman produk akibat mutu tidak sesuai standar atau faktor eksternal seperti ketersediaan alat transportasi dan cuaca. 7. Fluktuasi harga minyak akar wangi karena pengaruh krisis global. 3. Risiko Keuangan Risiko keuangan sangat berkaitan dengan modal usaha. Risiko keuangan yang diidentifikasi adalah: 1. Biaya operasional meningkat akibat kenaikan harga input (bahan baku akar wangi, bahan bakar, dan peralatan).
56
2. Permodalan tidak mencukupi untuk proses penyulingan, modal penyulingan cukup tinggi dan penjualan minyak dilakukan setelah minyak terkumpul. Sehingga, selama proses pengumpulan membutuhkan modal untuk terus menyuling. 3. Penerimaan
menurun
akibat
penjualan
menurun.
Jumlah
rendemen yang tidak dapat dipastikan membuat penerimaan penyuling juga tidak pasti. Sehingga, ketika jumlah rendemen tinggi maka penerimaan penyuling akan tinggi, demikian sebaliknya. 4. Peningkatan pajak/retribusi dari pemda. Pajak dan retribusi mungkin sangat mempengaruhi keuangan penyuing terkait dengan peningkatan biaya selain operasional. Namun, penyuling belum melaksanakan manajemen keuangan yang tersusun secara rapi, sehingga kebutuhan biaya kurang terdefinisi dengan pasti. 5. Penerimaan kerugian akibat mutu tidak sesuai standar. Mutu yang tidak sesuai standar merupakan akan menrunkan harga minyak akar wangi sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi penyuling. Risiko-risiko tersebut terkait dengan aliran barang, finansial, dan informasi. Apabila terjadi salah satu risiko pada aliran tersebut maka dapat mengganggu kinerja rantai pasokan minyak akar wangi secara keseluruhan. 4.2.2 Pengukuran dan Pemetaan Risiko Operasional Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling Proses pengukuran risiko dilakukan dengan menentukan frekuensi dan dampak dari masing-masing peubah risiko. Pengukuran risiko berdasarkan nilai modus frekuensi dan dampak risiko dari responden. Masing-masing nilai modus peubah risiko dipetakan pada peta risiko yang terdiri dari empat kuadran. Kuadran Risiko I merupakan kuadran risiko dengan frekuensi tinggi dan dampak tinggi. Kuadran Risiko II merupakan kuadran risiko dengan frekuensi rendah dan dampak tinggi. Kuadran III merupakan kuadran risiko dengan
57
frekuensi tinggi dan dampak rendah. Kuadran IV merupakan kuadran risiko frekuensi rendah dan dampak rendah. Peta risiko operasional ditunjukkan oleh Gambar 12.
Keterangan: 1. Kelangkaan bahan baku 2. Bahan baku terlambat 3. Mutu bahan baku tidak sesuai 4. Kelangkaan bahan bakar 5. Kondisi temperatur terlalu tinggi 6. Kondisi tekanan terlalu tinggi 7. Waktu memasukkan akar wangi dan mengeluarkan dari ketel terlalu lama 8. Waktu perebusan akar wangi terlalu lama 9. Belum menjalankan proses penyulingan yang sesuai
10. 11. 12. 13. 14.
GMP (Good Manufacturing Process) Mutu minyak akar wangi tidak sesuai standar Jumlah produksi tidak sesuai standar Menggunakan alat penyulingan tidak sesuai standar Ketidakterampilan pekerja dalam memasukkan dan membongkar akar wangi Ketidakterampilan pekerja dalam mengatur temperatur dan tekanan selama penyulingan
15. Ketidakterampilan pekerja dalam mengekstraksi minyak dan air (jika dilakukan dengan manual) 16. Kesalahan pekerja (Human Error) 17. Pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri dalam proses penyulingan 18. Kinerja/produktivitas karyawan rendah 19. Penerapan teknologi tidak sesuai standar 20. Distorsi informasi (tidak ada akses untuk memperoleh informasi)
Gambar 12. Peta risiko operasional rantai pasokan minyak akar wangi Pengukuran dilakukan terhadap risiko operasional, pemasaran, dan keuangan. Sedangkan pemetaan dilakukan pada risiko operasional untuk mengetahui posisi pada kuadran dan tindakan yang harus dilakukan. Hal tersebut dilakukan karena faktor-faktor yang memicu risiko operasional cukup banyak dibandingkan dengan risiko pemasaran dan keuangan. Risiko yang berada pada garis tengah
58
(tingkat sedang) dapat diklasifikasikan pada kuadran tertentu bergantung kondisi saat penelitian dan prioritas penanganan risiko. Risiko pada kuadran I memerlukan perhatian khusus, namun pihak manajemen tidak mampu mengendalikan beberapa risiko secara operasional
karena
keterbatasan
sumberdaya.
Hal
tersebut
dikarenakan risiko tingkat frekuensi yang tinggi dan dampak yang tinggi. Sehingga, suatu usaha yang mempunyai kriteria risiko tersebut akan mempunyai tingkat kerugian yang tinggi. Risiko kelangkaan bahan baku merupakan risiko yang tidak dapat dikontrol oleh penyuling. Kelangkaan bahan baku saat penelitian berlangsung (existing) dikarenakan faktor cuaca yang tidak baik. Sehingga, petani akar wangi menunda pemanenan yang membuat beberapa penyuling tidak aktif menyuling. Faktor cuaca tersebut juga mengakibatkan mutu bahan baku tidak baik dan jumlah rendemen minyak turun. Jumlah rendemen turun sekitar 50 persen apabila akar wangi dipanen saat musim hujan. Oleh karena itu, solusi yang dilakukan adalah berhenti produksi. Teknologi yang belum sesuai standar menunjukkan bahwa penggunaan alat suling juga tidak sesuai standar. Sistem yang lebih baik yang mampu menghasilkan kualitas minyak lebih baik adalah sistem uap terpisah dengan alat boiler. Harga alat suling yang mahal membuat penyuling belum mampu untuk membeli alat suling yang baru dan penyuling belum mampu mengoperasikan alat tersebut. Sehingga, penyuling masih mempertahankan alat yang ada. Apabila penyuling mampu menyediakan alat suling yang sesuai standar, maka risiko tersebut dapat digeser ke kuadaran II. Kuadran II merupakan kuadran yang beranggotakan risiko yang mampu dikelola penyuling dengan baik. Risiko input penyulingan pada kuadran II berupa bahan baku terlambat dan kelangkaan bahan bakar. Antisipasi agar bahan baku terlambat adalah mencari bahan baku yang mempunyai jarak lebih dekat penyulingan dan mempunyai alat transportasi yang mendukung pengangkutan akar
59
wangi. Sedangkan kelangkaan bahan bakar dapat diantisipasi melalui kemitraan dengan pemasok. Risiko yang berkaitan dengan proses seperti, kondisi tekanan dan temperatur dapat dikelola dengan menjaga kestabilannya pada ukuran
tertentu.
Kestabilan
temperatur
dan
tekanan
akan
meningkatkan kualitas minyak akar wangi. Mutu minyak akar wangi dapat dikelola dengan menjaga temperatur dan tekanan. Peningkatan kinerja karyawan
dan
keterampilan dapat
dilakukan dengan
pengawasan ekstra dan pembinaan mengenai proses penyulingan dan pengoperasian alat penyulingan. Risiko yang diidentifikasi pada kuadran III adalah penyuling belum menjalankan proses penyulingan sesuai Good Manufacturing Process (GMP) dengan frekuensi dan dampak sedang. Penyuling akar wangi
menghilangkan
sebagian
proses
penyulingan
seperti
pencacahan akar wangi menjadi bagian yang sama. Hasil survey menunjukkan ada sebagian penyuling yang tidak melakukan pencucian akar wangi. Proses-proses tersebut membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak. Dampak risiko cenderung sedang ke rendah, sedangkan frekuensinya tinggi. Risiko ini dapat digeser ke kuadran IV dengan menerapkan GMP setiap penyulingan. Risiko yang mempunyai frekuensi dan dampak sedang yang lain adalah distorsi informasi. Tidak ada akses untuk memperoleh informasi menjadi sebuah risiko yang memerlukan penanganan khusus. Risiko pada kuadran IV yang dapat diidentifikasi adalah risiko yang terkait dengan waktu pekerja dan perebusan akar wangi, pekerja sudah terbiasa dengan pekerjaannya dan mempunyai kontrol waktu dalam bekerja. Waktu perebusan tidak berpengaruh signifikan karena waktu perebusan mempunyai standar waktu minimal. Perebusan akar wangi yang terlalu lama pun tidak akan menghasilkan minyak akar wangi lagi akibat kandungan minyak akar wangi sudah habis disuling. Risiko yang lain adalah ketidakterampilan pekerja dalam memasukkan dan membongkar akar wangi, dan ketidakterampilan pekerja dalam
60
mengekstraksi minyak dan air (jika dilakukan dengan manual). Halhal tersebut jarang terjadi dan tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kualitas minyak akar wangi. Risiko rantai pasokan penyulingan yang diukur adalah risiko pemasaran dan risiko keuangan. Hasil perhitungan risiko pemasaran berdasarkan modus jawaban responden adalah frekuensi risiko sangat rendah dan dampak risiko tinggi adalah 1) jumlah permintaan turun, 2) harga minyak akar wangi turun, 3) pembayaran tidak sesuai kontrak, 4) pengembalian minyak akar wangi, 5) gagal dalam pengiriman produk, dan 6) fluktuasi harga minyak akar wangi karena krisis global. Risiko tersebut dapat disimpulkan hampir tidak pernah terjadi, namun jika terjadi maka dampaknya sangat merugikan. Risiko pemasaran yang mempunyai frekuensi sangat rendah dan berdampak sedang adalah konsumen beralih ke produsen lain. Penyuling mampu mengatasi dengan menjual minyak akar wangi ke pengumpul lain yang mau menerima minyak akar wangi dengan semua tingkat kualitas. Hasil survey frekuensi risiko pemasaran yang sangat rendah menunjukkan bahwa pasar minyak akar wangi jelas dan masih terbuka lebar untuk dikembangkan. Risiko keuangan yang mempunyai frekuensi dan dampak tinggi adalah biaya operasional meningkat dan tingkat penerimaan menurun akibat penjualan menurun. Risiko ini sangat berpengaruh terhadap proses penyulingan. Frekuensi tinggi disebabkan harga bahan bakar yang terus menigkat dan ketidakpastian kualitas bahan baku yang menyebabkan rendahnya harga jual. Salah satu cara yang dilakukan penyuling minyak akar wangi Garut adalah mengganti bahan bakar solar dengan bahan bakar oli bekas. Harga oli bekas lebih murah, namun hasil pembakarannya kurang bagus, sehingga kualitas minyak akar wangi juga menurun. Risiko keuangan yang mempunyai frekuensi rendah dan berdampak tinggi berdasarkan nilai modus adalah permodalan tidak mencukupi untuk proses penyulingan. Modal penyuling sering tidak
61
cukup namun hal tersebut dapat diantisipasi dengan meminjam modal kepada pengumpul atau eksportir minyak akar wangi. Sebagian penyuling melakukan manajemen keuangan dengan menyiapkan cadangan modal yang dapat digunakan untuk menutup kebutuhan biaya operasional atau kebutuhan diluar operasional penyulingan. Misalnya, biaya keluarga karyawan yang sakit dan peningkatan pajak/retribusi dari Pemda. Peningkatan pajak/retribusi dari Pemda terjadi secara kontinu. Risiko menerima kerugian akibat mutu tidak standar juga mempunyai frekuensi rendah dan dampak tinggi. Risiko tersebut berfrekuensi rendah karena harga minyak yang cenderung meningkat. Walaupun harga minyak akar wangi Indonesia dibawah harga minyak akar wangi dari Haiti. Haiti mampu menjual minyak akar wangi dengan harga Rp. 1.800.000 per kg dan Indonesia mampu menjual minyak akar wangi dengan harga Rp. 1.100.000 per kg. Risiko yang selalu terjadi adalah risiko peningkatan pajak/retribusi daerah. Namun risiko tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap penyulingan karena dampaknya rendah dan penyuling mampu mengatasinya. Kondisi-kondisi risiko tersebut dapat berubah. Risiko tersebut bergantung pada perubahan waktu dan kondisi-kondisi eksternal. Risiko yang dianalisis merupakan risiko berdasarkan hasil survey responden dengan kondisi penyulingan saat penelitian berlangsung (existing). 4.2.3 Penilaian Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling 1. Strukturisasi Risiko Rantai Pasokan Penilaian risiko didasarkan pada penilaian pakar sesuai peubah risiko yang sudah diidentifikasi. Peubah risiko yang sudah diidentifikasi tersebut direduksi untuk memudahkan penilaian. Reduksi peubah risiko dilakukan berdasarkan persetujuan pakar. Peubah risiko operasional diakuisisi dengan pola pemikiran input, proses, dan output, serta pendukung kegiatan operasional. Hubungan antara risiko dan peubah dapat digambarkan dalam bentuk struktur
62
hirarki untuk memudahkan penilaian risiko dan pengagregasian risiko. Struktur hirarki penilaian risiko dapat dilihat pada Gambar 13. Simbol KR menunjukkan Key Risk Indicators dengan nomor n. Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi pada Penyuling
Operasional
Pemasaran
Keuangan
Kelangkaan Bahan Baku (KR1) Mutu bahan baku tidak sesuai (KR2) Kelangkaan Bahan Bakar (KR3) Kondisi Suhu Penyulingan Terlalu Tinggi (KR4) Kondisi Tekanan PenyulinganTerlalu Tinggi (KR5) Belum menjalankan proses penyulingan sesuai GMP (KR6) Teknologi alat penyulingan tidak sesuai standar (KR7) Ketidakterampilan Pekerja (KR8) Kinerja karyawan rendah (KR9) Distorsi Informasi (KR10)
Harga minyak akar wangi turun (KR13)
Pembayaran tidak sesuai kontrak (KR14)
Pengembalian minyak akar wangi (KR15)
Konsumen beralih ke produsen lain (KR16)
Biaya Operasional Meningkat (KR19)
Permodalan tidak mencukupi untuk proses penyulingan (KR20)
Penerimaan menurun (KR21)
Gagal dalam pengiriman produk (KR17) Fluktuasi harga minyak akar wangi karena pengaruh krisis global (KR18)
Mutu minyak tidak sesuai standar (KR11)
Jumlah produksi tidak sesuai target (KR12)
Gambar 13. Struktur hirarki penilaian risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling
63
3. Hasil Penilaian Risiko Penilaian
risiko
rantai
pasokan
minyak
akar
wangi
dimaksudkan untuk mengetahui nilai risiko setiap peubah risiko. Hasil penilaian dampak setiap peubah risiko pakar dapat dilihat pada Tabel 7. Risiko yang perlu mendapat perhatian lebih adalah kondisi tekanan terlalu tinggi. Hal tersebut dikarenakan dampak yang ditimbulkan sangat tinggi, kondisi tekanan terlalu tinggi akan menurunkan kualitas minyak, kebakaran, dan ledakan ketel. Tabel 7. Hasil agregasi penilaian risiko pada peubah risiko Kode
Peubah Penentu/Faktor-Faktor Peubah Risiko
Operasional KR1 Kelangkaan bahan baku KR2 Mutu bahan baku tidak sesuai KR3 Kelangkaan bahan bakar Kondisi temperatur penyulingan KR4 terlalu tinggi Kondisi tekanan penyulingan terlalu KR5 tinggi Belum menjalankan proses KR6 penyulingan sesuai GMP Teknologi alat penyulingan tidak KR7 sesuai standar KR8 Ketidakterampilan pekerja KR9 Kinerja karyawan rendah KR10 Distorsi Informasi KR11 Mutu minyak tidak sesuai standar KR12 Jumlah produksi tidak sesuai target Pemasaran KR13 Harga minyak akar wangi turun KR14 Pembayaran tidak sesuai kontrak KR15 Pengembalian minyak akar wangi KR16 Konsumen beralih ke produsen lain KR17 Gagal dalam pengiriman produk Fluktuasi harga minyak akar wangi KR18 karena pengaruh krisis global Keuangan KR19 Biaya Operasional Meningkat Permodalan tidak mencukupi untuk KR20 proses penyulingan KR21 Penerimaan menurun
Tingkat Dampak Risiko
Tingkat Frekuensi Risiko
4 4 4 4
2 3 3 4
5
4
4
3
4
3
4 3 4 4 4
2 2 2 4 4
4 3 4 4 4 4
4 1 1 2 2 3
4 4
3 4
4
4
Keterangan: 5 (Sangat Tinggi), 4 (Tinggi), 3 (Sedang), 2 (Rendah), 1 (Sangat Rendah).
64
Kelangkaan bahan baku mempunyai dampak risiko yang tinggi, bahan baku yang dimaksud adalah akar wangi. Apabila terjadi kelangkaan bahan baku maka penyuling tidak dapat melakukan penyulingan secara kontinu. Kelangkaan bahan baku terjadi saat penelitian berlangsung (existing), kelangkaan tersebut diakibatkan oleh cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan. Permasalahan cuaca juga mengakibatkan rendahnya mutu akar wangi. Akar wangi mempunyai tiga tingkatan kualitas, selain itu adanya musim hujan terus menerus maka rendemen minyak juga berkurang. Input proses penyulingan yang berisiko tinggi adalah kelangkaan bahan bakar. Apabila terjadi kelangkaan bahan bakar maka proses punyulingan tidak dapat dilaksanakan. Kelangkaan bahan bakar paling parah adalah adanya program konversi minyak tanah ke gas. Penyuling yang menggunakan bahan bakar minyak tanah mengganti bahan bakar menjadi solar atau oli bekas. Selama proses penyulingan, kondisi temperatur terlalu tinggi perlu mendapat perhatian lebih. Kondisi temperatur yang tinggi mengakibatkan tingkat kegosongan minyak yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena tidak didukung oleh teknologi yang sesuai standar. Proses penyulingan yang tidak sesuai standar mengakibatkan rendahnya mutu minyak dan berkurangnya rendemen. Kegiatan operasional penyuling didukung oleh karyawan dan informasi yang berhubungan dengan penyulingan. Karyawan yang tidak terampil dalam mengatur suhu dan tekanan mempunyai tingkat risiko tinggi. Walaupun demikian kinerja karyawan mempunyai tingkat risiko sedang. Kesalahan informasi atau adanya distorsi informasi mempunayai dampak risiko yang tinggi pula. Output berupa minyak akar wangi kasar yang mempunyai peubah risiko yaitu mutu dan jumlah rendemen minyak akar wangi. Mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai standar mempunyai dampak risiko tinggi. Jumlah rendemen yang tidak sesuai target juga
65
mempunyai risiko tinggi. Risiko pada output tersebut dikarenakan input dan proses penyulingan yang kurang tepat. Peubah risiko pemasaran yang mempunyai tingkat risiko tinggi adalah harga minyak akar wangi turun. Penurunan harga minyak akar wangi mengakibatkan kerugian keuangan. Penurunan harga tersebut terjadi akibat penurunan mutu atau adanya keterikatan kontrak modal yang terikat. Sehingga penyuling yang mempunyai hutang modal akan menerima harga yang lebih rendah. Namun demikian, risiko pembayaran tidak sesuai kontrak mempunyai tingkat risiko sedang. Peubah risiko pemasaran lain yang mempunyai tingkat risiko tinggi adalah pengembalian minyak akar wangi, beralihnya konsumen minyak akar wangi ke produsen lain, dan gagal dalam pengiriman produk. Ketiga peubah tersebut akan mengakibatkan total kerugian yang beasr. Fluktuasi harga minyak akar wangi akibat krisis global mempunyai tingkat risiko yang tinggi. Peningkatan harga tinggi yang tidak diimbangi oleh peningkatan permintaan luar negeri akan mengakibatkan ekspor minyak akar wangi mengalami kendala. Hal ini dikarenakan Indonesia belum mampu mengolah minyak akar wangi menjadi produk jadi. Risiko keuangan penyulingan mempunyai tiga peubah utama yaitu peningkatan biaya operasional, kecukupan modal, dan penerimaan yang menurun. Tiga peubah tersebut mempunyai tingkat risiko yang tinggi. Biaya operasional meningkat dan modal yang tidak cukup akan mengakibatkan berhentinya proses penyulingan sehingga penerimaan penyuling menurun. Risiko pada setiap kegiatan dalam penyulingan menunjukkan bahwa kegiatan operasional, pemasaran , dan keuangan mempunyai risiko tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam kegiatan penyulingan integrasi antara operasional, pemasaran, dan keuangan sangat diperlukan. Setiap kegiatan rantai pasokan harus didukung oleh bagian satu dan yang lain. Sehingga, semua anggota atau
66
aktivitas rantai pasokan harus saling mendukung agar tercipta rantai pasokan
yang
efisien.
Hasil
agregasi
risiko
keseluruhan
menunjukkan bahwa risiko penyulingan adalah tinggi. Risiko tingkat tinggi membutuhkan pengelolaan atau manajemen risiko yang baik. Manajemen risiko yang baik tersebut dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan usaha penyulingan akar wangi. 4.3. Rancangan Sistem Penunjang Keputusan Risiko Rantai Pasokan Minyak Akar Wangi Pada Penyuling Rancangan model keputusan dalam penelitian ini untuk membantu pengambil keputusan dalam memgelola risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada aktivitas penyuling. Model diposisikan sebagai media yang membantu pengambil keputusan dalam menganalisis sitem nyata sehingga langkah-langkah yang efektif dan terukur dapat dilakukan. Model disusun berdasar basis aturan. Basis aturan tersebut disusun berdasar hasil agregasi dan penanganan risiko yang diakuisisi pakar. Hasil agregasi risiko keseluruhan menunjukkan bahwa risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah tinggi. Hasil penilaian tersebut berdasarkan hubungan antara nilai kemungkinan terjadinya risiko dan dampak
risiko.
mengumpulkan
Setelah
identifikasi
alternatif
tindakan
para yang
penyuling patut
diminta
dilakukan
untuk
sehingga
kemungkinan risiko terjadi dapat dikurangi. Hasil alternatif tindakan tersebut diakuisisi oleh para ahli dan disimpan dalam basis pengetahuan model. Hasil akuisisi tersebut harus konsisten dengan berbagai keadaan yang mungkin terjadi. Hasil akuisisi pengetahuan ini disebut rekomendasi penanganan penyuling. Rekomendasi yang diakuisisi dari penyuling masih dimungkinkan untuk diperkaya dan memodifikasi basis pengetahuan dan basis aturan untuk mendapatkan rekomendasi yang lebih baik dan rasional. Mekanisme inferensi yang digunakan adalah if nilai agregasi then rekomendasi. Aturan-aturan yang dibentuk sesuai dengan penanganan hasil akuisisi pakar adalah sebagai berikut:
67
Aturan 1 Jika Risiko Operasional Penyulingan Sangat Tinggi, maka penanganan risiko risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Pengadaan alat suling dengan teknologi yang sesuai standar.
Menjaga kestabilan temperatur dan tekanan dengan pengawasan yang lebih ketat.
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi lebih awal.
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani, pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 2 Jika Risiko Operasional Penyulingan Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menjaga kestabilan temperatur dan tekanan dengan pengawasan yang ketat.
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi lebih awal.
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani, pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 3 Jika Risiko Operasional Penyulingan Sedang, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menjaga kestabilan temperatur dan tekanan dengan pengawasan ekstra.
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi lebih awal.
68
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani, pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 4 Jika Risiko Operasional Penyulingan Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Memperluas kepemilikan lahan atau memesan bahan baku akar wangi lebih awal.
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani, pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pencampuran bahan baku dengan kualitas yang berbeda-beda.
Pembinaan pekerja dalam pengoperasian alat suling dan pengawasan pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 5 Jika Risiko Operasional Penyuling Sangat Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan kemitraan dengan pemasok bahan-bahan baku (petani, pengumpul akar wangi, pemasok bahan bakar).
Pengawasan pekerja dalam menjaga temperatur dan tekanan.
Aturan 6 Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Sangat Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan kontrak dengan pengumpul minyak.
Mempertahankan mutu produksi.
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Promosi ekspor oleh pemerintah.
Aturan 7 Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan kontrak dengan pengumpul minyak.
69
Mempertahankan mutu produksi.
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Aturan 8 Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Sedang, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Mempertahankan mutu produksi.
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Aturan 9 Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan pengiriman dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Aturan 10 Jika Risiko Pemasaran Minyak Akar Wangi Sangat Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menambah informasi pemasaran secara umum.
Aturan 11 Jika Risiko Keuangan Sangat Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menyiapkan cadangan keuangan.
Subsidi bahan bakar.
Melakukan kerja sama dengan pengumpul atau eksportir dalam bentuk kontrak pemberian modal atau mengajukan kredit pada lembaga keuangan.
Meningkatkan penyulingan saat musim kemarau.
Pinjaman bunga rendah atau sistem syariah.
Aturan 12 Jika Risiko Keuangan Tinggi, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menyiapkan cadangan keuangan.
Subsidi bahan bakar.
70
Melakukan kerja sama dengan pengumpul atau eksportir dalam bentuk kontrak pemberian modal atau mengajukan kredit pada lembaga keuangan.
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
Pinjaman bunga rendah atau sistem syariah.
Aturan 13 Jika Risiko Keuangan Sedang, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Menyiapkan cadangan keuangan.
Subsidi bahan bakar.
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
Pinjaman bungan rendah atau sistem syariah.
Aturan 14 Jika Risiko Keuangan Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
Pinjaman bunga rendah atau sistem syariah.
Aturan 15 Jika Risiko Keuangan Sangat Rendah, maka penanganan risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah:
Melakukan penanganan keuangan dengan baik.
Meningkatkan penyulingan saat panen raya.
4.4. Implikasi Manajerial Implikasi manajerial dari manajemen risiko rantai pasokan minyak akar wangi adalah pentingnya peningkatan koordinasi yang efektif antara kegiatan operasional, pemasaran, dan keuangan pada penyuling. Kerjasama dilakukan antara petani, penyuling, pengumpul akar wangi, pengumpul minyak akar wangi, dan eksportir. Selain hal itu dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk meningkatkan industri minyak akar wangi melalui bantuan peralatan budidaya dan penyulingan. Peningkatan industri melalui pembinaan pengoperasian alat dan proses penyulingan serta proses budidaya. Hal
71
tersebut dapat mengurangi adanya risiko pada rantai pasokan minyak akar wangi. Adanya proses penilaian risiko yang menghasilkan tingkatan risiko dan penanganannya dapat dijadikan kontrol proses rantai pasokan minyak akar wangi. Sehingga penilaian risiko menjadi ukuran yang berguna dalam meningkatkan efektivitas manajemen risiko rantai pasokan.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Rantai pasokan minyak akar wangi di Kabupaten Garut beranggotakan petani akar wangi, pengumpul akar wangi, penyuling akar wangi, dan pengumpul minyak akar wangi atau eksportir. Akar wangi yang telah dipanen oleh petani dibeli oleh pengumpul akar wangi atau penyuling, dan ada juga petani yang melakukan penyulingan sendiri. Minyak akar wangi yang dihasilkan oleh penyuling langsung dijual dan dikirim kepada pengumpul minyak akar wangi atau langsung ke eksportir. Harga akar wangi ditentukan oleh penyuling atau kesepakatan petani dan penyuling. Sedangkan harga minyak akar wangi ditentukan oleh pengumpul minyak akar wangi atau eksportir. Harga akar wangi atau minyak akar wangi bergantung pada tingkatan kualitasnya. Semakin tinggi kualitas maka harganya semakin tinggi. Aliran informasi berupa komunikasi personal dan kelompok antar anggota rantai pasokan yang berlangsung secara dua arah. b. Sumber-sumber risiko rantai pasokan minyak akar wangi pada penyuling diidentifikasi berdasarkan kegiatan operasional, pemasaran, dan keuangan. Hasil penilaian risiko adalah kegiatan operasional, pemasaran, dan keuangan berisiko tinggi. Penanganan risiko operasional adalah pengadaan alat yang sesuai standar, mengontrol kestabilan temperatur dan tekanan, pembinaan dalam pengoperasian alat, dan kerjasama dengan pemasok bahan baku akar wangi atau bahan bakar. Penanganan risiko pemasaran adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pengumpul minyak akar wangi, menjaga kualitas minyak akar wangi, dan mengirim jumlah minyak akar wangi sesuai permintaan. Penanganan risiko keuangan adalah melakukan kontrak kerjasama dengan pengumpul minyak akar wangi atau eksportir berupa pinjaman modal, mengelola keuangan dengan baik dengan mempersiapkan cadangan keuangan. Penanganan yang lain untuk risiko keuangan adalah memaksimalkan penyulingan saat panen raya.
73
c. Penelitian ini menghasilkan rancangan awal sistem penunjang keputusan dalam bentuk rule base penanganan risiko. 2. Saran Beberapa saran berkaitan dengan aktivitas rantai pasokan dan manajemen risiko rantai pasokan adalah: a. Sebaiknya dilakukan pemberdayaan fungsi lembaga koperasi USAR lebih efektif, agar mampu meningkatkan bargaining power minyak akar wangi. b. Kualitas minyak akar wangi ditentukan oleh sistem yang digunakan, kondisi temperatur, dan kondisi tekanan. Selain itu kondisi-kondisi eksternal sangat mempengaruhi dalam risiko rantai pasokan secara umum. Oleh karena itu, perlu dikaji manajemen risiko rantai pasokan akar wangi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal. c. Penelitian lanjutan berupa pemodelan komputasi sebagai tindak lanjut rancangan sistem penunjang keputusan risiko rantai pasokan minyak akar wangi.
74
DAFTAR PUSTAKA Balitbang Deptan. 2011. Tahapan Penyulingan Sesuai Standar GMP. Arsip Penyuling, Garut. Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. PPM, Jakarta. Fahmi, I. 2010. Manajemen Risiko: Teori, Kasus, dan Solusi. Alfabeta, Bandung. Garutkab. 2009. Peluang Investasi Minyak Akar Wangi. http://www.garutkab.co.id. [4 Mei 2011] Hadiguna, R.A. 2010. Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasokan dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Minyak Sawit Kasar Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Heizer J, dan B. Render. 2010. Manajemen Operasi. Salemba Empat, Jakarta. Indrawanto, C. 2009. Kajian Pengembangan Industri Akar Wangi (Vetiveria zizanoides L.) Menggunakan Interpretative Structural Modelling. Informatika Pertanian 18 (1): 1-18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Jonnson, P. 2008. Logistic and Supply Chain Management.McGraw-Hill Higher Education, United Kingdom. Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM, Jakarta. Kusnandar dan Marimin. 2003. Pengembangan Produk Agroindustri Jamu dan Analisis Struktur Kelembagaannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 14(1): 40-45, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. Mulyati H, dkk. 2009. Rancang Bangun Sistem Manajemen Rantai Pasokan dan Risiko Minyak Akar Wangi Berbasis IKM di Indonesia. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pujawan, I.N. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya. Rahmawati, W.T. 2010. Peluang Bisnis Minyak Akar Wangi. http//:www.lifestyle.kontan.co.id. [4 Mei 2011] Santoso, I. 2005. Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan secara Berkelanjutan. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso, I dan Marimin. 2001. Penentuan Produk Olahan Apel Unggulan Menggunakan Teknik Fuzzy Non Numerik dan Analisis Struktur Serta Pola Pembinaan Kelembagaannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12(2): 163-170. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
75
Scandizzo, S. 2005. Risk Mapping and Key Risk Indicators in Operational Risk Management. Economic Notes by Banca Monte dei Paschi di Siena SpA 34(2): 231-256. Blackwell Publishing Ltd, United Kingdom. Siagian, Y.M. 2007. Aplikasi Suplply Chain Management Dalam Dunia Bisnis. Gramedia, Jakarta. Sinar Tani. 2009. Akar Wangi Sebagai Penghasil Minyak Atsiri. http://www.sinartani.com. [20 Juni 2011] Tempointeraktif. 2010. Permintaan Minyak Akar Wangi Meningkat, Pengusaha Kewalahan. http//:www.tempointeraktif.com. [20 Juni 2011] Tunggal, A.W. 2009. Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan). Havarindo, Jakarta. Tutuarima, T. 2009. Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap. Tesis pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yager, R.R. 1988. On Ordered Weighted Aggregation Operators in Multicriteria Decision Making. IEEE Transaction on Systems, Man, and Cybernatics 18(1): 183-190. Iona Collage, New York. Zsidisin, G.A. 2003. Managerial Perception of Supply Risk. Journal of Supply Chain Management 3: 14-24. Institut for Supply Chain Management Inc, Michigan.
77
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Data Hasil Penilaian Pakar Risiko
Frekuensi
Kode Variabel Pakar 1
Operasional
Pemasaran
Keuangan
Risiko
Pakar 2
Dampak Pakar 3
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
KR1
SR
T
R
ST
T
T
KR2
S
T
S
T
T
T
KR3
S
R
T
T
T
T
KR4
T
T
T
ST
T
T
KR5
T
T
T
ST
ST
ST
KR6
S
S
S
ST
S
T
KR7
S
T
R
ST
T
T
KR8
SR
R
R
ST
T
T
KR9
R
S
SR
T
S
S
KR10
R
S
R
T
S
T
KR11
T
T
T
ST
S
ST
KR12
T
T
T
ST
ST
T
KR13
S
T
T
T
ST
T
KR14
SR
SR
SR
T
S
S
KR15
SR
SR
SR
T
SR
T
KR16
SR
R
SR
T
S
T
KR17
R
SR
R
T
S
T
KR18
S
S
T
T
S
T
KR19
S
T
S
T
T
T
KR20
T
ST
T
T
T
T
KR21
T
T
S
T
T
T
Frekuensi Risiko Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
Operasional
S
S
S
Pemasaran
R
R
R
Keuangan
T
T
S
77
Lampiran 2. Data Responden Identifikasi Risiko 1. Risiko Operasional Frekuensi
No
B10 B11 B12 Modus B1 B2 B3 B4
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
1
3
4
5
4
4
5
3
1
1
4
3
4
4
4
4
4
2
1
3
4
3
3
3
1
1
2
3
1
4
3
3
3
3
1
4
5
4
4
4
4
1
3
4
1
4
4
3
4
1
2
5
3
3
3
1
1
2
1
4
5
1
5
3
4
3
3
3
2
2
4
5
1
3
3
6
3
4
3
3
3
2
2
4
5
1
3
7
1
3
3
4
4
2
1
1
1
3
8
1
2
1
3
3
2
1
1
3
9
1
3
4
3
3
2
1
3
3
10
1
4
1
3
3
3
1
1
11
1
4
4
5
5
4
4
12
1
2
4
3
3
3
13
1
3
1
4
4
14
1
2
3
3
15
1
3
3
16
1
3
17
1
4
18
1
19 20
Dampak
B10 B11 B12
Modus
B5
B6
B7
B8
B9
5
5
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
2
3
3
4
3
4
4
3
3
3
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
5
4
3
5
5
3
4
4
5
4
4
3
4
3
3
5
5
3
5
5
3
4
4
5
5
4
3
5
1
3
1
3
3
3
3
3
4
3
1
2
3
3
3
3
3
1
1
1
3
4
1
3
3
3
3
3
3
3
3
1
3
3
1
4
3
4
3
4
3
3
3
1
3
3
3
4
4
3
4
3
1
3
1
4
3
1
3
3
4
3
1
4
3
4
4
4
4
5
4
1
4
4
4
5
4
3
3
3
4
4
3
4
4
3
4
3
4
4
2
1
4
4
4
5
4
3
3
3
4
4
4
3
4
4
4
2
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
3
3
3
1
1
1
3
1
1
1
3
3
1
2
2
1
2
2
2
4
4
2
5
4
5
4
2
5
3
4
2
4
1
1
3
1
2
2
1
2
2
1
1
3
2
1
3
4
1
2
2
3
1
2
1
4
4
4
3
1
3
1
1
1
2
1
4
3
4
3
4
4
4
2
1
3
3
4
4
1
4
4
4
1
1
5
1
3
1
1
4
4
1
3
3
3
4
1
3
3
3
1
3
3
3
2
2
3
1
3
1
1
1
3
1
4
3
3
3
3
3
4
2
1
3
3
3
3
2
4
3
3
3
3
2
3
5
1
3
3
3
4
4
3
4
4
3
4
3
5
1
4
3
1
3
3
2
3
3
1
3
1
3
1
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
1
3
3
3
4 3
77
B1
78
Lanjutan lampiran 2 2. Risiko Pemasaran No
Frekuensi
B1 B2
B3 B4 B5
B6 B7 B8
B9 B10 B11 B12
Modus
Dampak
B1
B2 B3 B4
B5 B6 B7
B8 B9 B10 B11 B12 Modus
1
1
3
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
4
3
5
4
4
3
4
5
1
3
4
4
4
2
1
4
1
2
2
4
1
1
2
3
1
1
1
4
5
4
4
4
4
4
4
2
3
4
4
4
3
1
1
2
2
2
2
1
2
1
1
1
2
1
3
3
4
4
4
4
3
4
1
3
4
3
4
4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
1
4
1
5
5
5
4
4
4
1
3
3
4
4
5
1
2
2
3
3
1
1
2
1
3
1
1
1
3
3
3
3
3
5
4
3
1
3
4
4
3
6
1
1
1
2
2
1
1
1
1
3
1
1
1
3
3
4
4
4
4
4
4
1
3
3
4
4
7
1
3
1
4
4
2
1
1
3
3
2
2
1
1
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
3. Risiko Keuangan No
Dampak
Frekuensi
Modus
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
Modus
1
4
4
1
2
2
3
4
1
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
3
4
4
3
3
4
4
4
2
2
5
4
2
2
3
2
4
4
3
4
2
2
3
4
4
2
2
3
3
4
4
3
4
3
3
3
1
4
3
4
4
2
1
3
4
3
1
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1
3
5
3
5
1
2
2
1
3
1
1
3
3
4
3
4
4
4
3
3
3
4
4
1
3
4
4
4
78
79
Lampiran 3. Agregasi Dampak Risiko Operasional KR1
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Bobot Pakar 1 2 3 Agregasi Nilai min
KR2
KR3
5 4 4 4 4 4 4 4 4 = int[1+4/3k] 2,33 2 3,67 4 5 5 2 2 2 5 4 4 2 2 2
Pemasaran
Keuangan
KR4
KR5
KR6
KR7
KR8
KR9
KR10
KR11
KR12
KR13
KR14
KR15
KR16
KR17
KR18
KR19
KR20
KR21
5 4 4
5 5 5
5 4 3
5 4 4
5 4 4
4 3 3
4 4 3
5 5 3
5 5 4
5 4 4
4 3 3
4 4 1
4 4 3
4 4 3
4 4 3
4 4 4
4 4 4
4 4 4
2 5 2
2 5 2
2 5 2
2 5 2
2 5 2
2 4 2
2 4 2
2 5 2
2 5 2
2 5 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
min
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 5 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 3 3
4 4 4
4 5 4
4 5 4
4 4 4
4 3 3
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 4 4
min
5 4 4
5 4 4
5 4 4
5 4 4
5 5 5
5 3 3
5 4 4
5 4 4
5 3 3
5 3 3
5 3 3
5 4 4
5 4 4
5 3 3
5 1 1
5 3 3
5 3 3
5 3 3
5 4 4
5 4 4
5 4 4
2 4 4
2 4 4
2 4 4
2 4 4
2 4 5
2 4 3
2 4 4
2 4 4
2 3 3
2 4 3
2 4 3
2 4 4
2 4 4
2 3 3
2 4 1
2 4 3
2 4 3
2 4 3
2 4 4
2 4 4
2 4 4
4
4
4
4
5
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
Agregasi Dampak
79
80
Lampiran 4. Agregasi Frekuensi Risiko Operasional
Pemasaran
Keuangan
KR1
KR2
KR3
KR4
KR5
KR6
KR7
KR8
KR9
KR10
KR11
KR12
KR13
KR14
KR15
KR16
KR17
KR18
KR19
KR20
KR21
4 2 1
4 3 3
4 3 2
4 4 4
4 4 4
3 3 3
4 3 2
2 1 1
3 2 1
3 2 2
4 4 4
4 4 4
4 4 3
1 1 1
1 1 1
2 1 1
2 2 1
4 3 3
4 3 3
5 4 4
4 4 3
Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Bobot Pakar 2,3 1 3 3,6 2 7 3 5 Agregasi 2 Nilai 4 Min 2
2 4 5 2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 3 2
2 4 2
2 2 2
2 3 2
2 3 2
2 4 2
2 4 2
2 4 2
2 1 1
2 1 1
2 2 2
2 2 2
2 4 2
2 4 2
2 5 2
2 4 2
Min
4 2 2
4 3 3
4 3 3
4 4 4
4 4 4
4 3 3
4 3 3
4 1 1
4 2 2
4 2 2
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 1 1
4 1 1
4 1 1
4 2 2
4 3 3
4 3 3
4 4 4
4 4 4
Min
5 1 1
5 3 3
5 2 2
5 4 4
5 4 4
5 3 3
5 2 2
5 1 1
5 1 1
5 2 2
5 4 4
5 4 4
5 3 3
5 1 1
5 1 1
5 1 1
5 1 1
5 3 3
5 3 3
5 4 4
5 3 3
2 2 1
2 3 3
2 3 2
2 4 4
2 4 4
2 3 3
2 3 2
2 1 1
2 2 1
2 2 2
2 4 4
2 4 4
2 4 3
1 1 1
1 1 1
2 1 1
2 2 1
2 3 3
2 3 3
2 4 4
2 4 3
2
3
3
4
4
3
3
2
2
2
4
4
4
1
1
2
2
3
3
4
4
Agregasi frekuensi
80
2 4 2
81
Lampiran 5. Agregasi Risiko Operasional Frekuensi
kode
Dampak
Negasi Frekuensi
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
P1
P2
P3
KR1
1
4
2
5
4
4
5
2
4
KR2
3
4
3
4
4
4
3
2
3
KR3
3
2
4
4
4
4
3
4
2
KR4
4
4
4
5
4
4
2
2
2
KR5
4
4
4
5
5
5
2
2
2
KR6
3
3
3
5
3
4
3
3
3
KR7
3
4
2
5
4
4
3
2
4
KR8
1
2
2
5
4
4
5
4
4
KR9
2
3
1
4
3
3
4
3
5
KR10
2
3
2
4
3
4
4
3
4
KR11
4
4
4
5
3
5
2
2
2
KR12
4
4
4
5
5
4
2
2
2
DP=dampak pakar
NF=Negasi Frekuensi Pakar
DP1
DP2
NF1
Maks1
NF2
Mak2
DP3
NF3
Mak3
5
5
5
4
2
4
4
4
4
4
3
4
4
2
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
2
4
5
2
5
4
2
4
4
2
4
5
2
5
5
2
5
5
2
5
5
3
5
3
3
3
4
3
4
5
3
5
4
2
4
4
4
4
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
5
5
4
4
4
3
3
3
4
4
4
5
2
5
3
2
3
5
2
5
5
2
5
5
2
5
4
2
4
min
4
min
3
min
4
Urutan B
Bobot Pakar
4
2
2
4
4
4
3
5
3
Agregasi
Max
4
82
Lampiran 6. Agregasi Risiko Pemasaran kode
Frekuensi
Dampak
Negasi Frekuensi
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
P1
P2
P3
KR13
3
4
4
4
5
4
3
2
2
KR14
1
1
1
4
3
3
5
5
5
KR15
1
1
1
4
1
4
5
5
5
KR16
1
2
1
4
3
4
5
4
5
KR17
2
1
2
4
3
4
4
5
4
KR18
3
3
4
4
3
4
3
3
2
Maks1
DP2
DP1
NF1
NF2
Mak2
DP3
NF3
Mak3
4
3
4
5
2
5
4
2
4
4
5
5
3
5
5
3
5
5
4
5
5
1
5
5
4
5
5
4
5
5
3
4
4
4
5
5
4
4
4
3
5
5
4
4
4
4
3
4
3
3
3
4
2
4
Min
4
Min
3
Min
4
Urutan B
Bobot Pakar
4
2
2
4
4
4
3
5
3
Agregasi
Max
4
83
Lampiran 7. Agregasi Risiko Keuangan dan Risiko Keseluruhan Frekuensi kode
Pakar 1
Dampak
Negasi Frekuensi
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 1
Pakar 2
Pakar
KR19
3
4
3
4
4
4
3
2
3
KR20
4
5
4
4
4
4
2
1
2
KR21
4
4
3
4
4
4
2
2
3
DP1
NF1
Maks1
DP2
NF2
Mak2
DP3
NF3
Mak3
4
3
4
4
2
4
4
3
4
4
2
4
4
1
4
4
2
4
4
2
4
4
2
4
4
3
4
Min
4
Min
4
Min
4
Urutan B
Bobot Pakar
4
2
2
4
4
4
4
5
4
Max
4
Agregasi Risiko Keseluruhan Negasi Frekuensi
Frekuensi
risiko Pakar 1
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 1
Pakar 2
Pakar 2
Operasional
4
3
3
3
3
3
3
Pemasaran
4
2
2
2
4
4
4
Keuangan
4
4
4
3
2
2
3
risiko
NF1
Maks1
risiko
NF2
Maks2
risiko
NF3
Maks3
4
3
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
2
4
4
3
4
min
4
min
4
min
4
Urutan B
Bobot Pakar
4
2
2
4
4
4
4
5
4
Agregasi
max
4