ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP
ROSNIYATI SUWARDA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air Secara Bertahap adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2009
Rosniyati Suwarda NIM F051060051
ABSTRACT ROSNIYATI SUWARDA. Energy Analysis of Vetiver Oil Distillation Process with Gradual Increase of Steam Pressure and Flow Rate. Under direction of I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI and RISFAHERI. Vetiver oil is one of export commodities of Indonesia. In the world main producer of vetiver oil are Indonesia (Java), the Reunion Islands and Haiti with yearly production estimated as 140 ton. The major problems found in Indonesian vetiver oil distillation are low quality of the oil (smoky notes), long time of distillation process and high energy consumption. The experiment was aimed to analyze energy use in several distillation process design and to improve the good quality of oil recovery. Specifically, the purpose of the experiment were: 1) to determine the effect of condition and process steps on the energy use, 2) to analyze the energy use in each sub-systems, and 3) to analyze the efficiency of distillation equipments. The treatment applied in this experiment were a combination of gradual increase of steam pressures (2, 2.5, and 3 bar) and flow rates (1, 1.5, 2 l h-1 kg-1). Material used in this experiment was vetiver root (Vetiveria zizanioides Stapt), type of Pulus Wangi. Number of raw material in each distillation experiments was 3 kg of dried vetiver root. The capacity of retort used in the experiment was 90.50 liter, however it was filled only by 33 to 40 liter of the raw material with its density of 0.09 kg/liter. Distillation was done for 9 hours. The results of the experiment showed that the use of higher pressure (until 3 bars) and the use high steam flow rate caused higher energy consumption. Gradual increased of pressure and constant steam flow rate of 2 l/hr/kg of raw matrial result in high recovery rate (90.42%) with good quality of oil. This design could reduced the duration of distillation process so that decrease energy consumption. Steam flow rate had an effect on oil extraction rate and also related to energy consumption. In the process design in this experiment, the efficiency and performance of retort was quite good. This is showed by high recovery and high efficiency of retort. The effect of energy loss in the retort (wall, cover, and base) and in the connector pipe of retort - condenser was not significant on the total energy consumption as they were isolated. Condenser efficiency was influenced by steam flow rate and cooling water flow rate. Condenser efficiency was relatively lower than retort efficiency because of ability of the condenser in absorbing condensation heat of oil and steam. Specific energy was in the range of 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg of vetiver oil. It was lower than the average scale provided by Small to Medium Industries (SMI) which of 2 677.43 MJ/kg of vetiver oil. Distillation by gradual increased of pressure and water steam flow rate was 30 to 33% saver in energy compare to the SMI scale of vetiver oil in Garut Province. Keywords : vetiver oil, steam pressure and flow rate, energy, oil recovery
RINGKASAN ROSNIYATI SUWARDA. Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA, MEIKA S. RUSLI dan RISFAHERI. Minyak akar wangi adalah salah satu komoditas ekspor non migas Indonesia. Indonesia merupakan eksportir minyak akar wangi ketiga terbesar dunia setelah Haiti dan Bourbon. Masalah utama yang dijumpai pada produksi minyak akar wangi Indonesia adalah mutu rendah, waktu penyulingan yang lama dan kebutuhan bahan bakar yang tinggi. Hal ini memerlukan perbaikan disain proses distilasi yang menjamin tercapainya mutu produk yang lebih baik dan recovery minyak yang tinggi, tapi dengan konsumsi energi yang efisien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan pada beberapa disain proses penyulingan untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi dan menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan serta menganalisis efisiensi peralatan penyulingan. Metode penyulingan yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi proses distilasi yang didasarkan pada perbedaan titik didih komponenkomponen minyak akar wangi. Uji coba yang dilakukan adalah peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan dan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air secara bertahap. Tekanan uap yang digunakan adalah 2 bar, 2.5 bar dan 3 bar, sedangkan laju alir uap air yang digunakan yaitu 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan. Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi, jumlah bahan baku untuk setiap percobaan penyulingan adalah 3 kg akar wangi kering. Ketel suling yang digunakan memiliki volume 90.50 liter, namun pada pelaksanaan penelitian ini bahan diisi berkisar antara 33 - 40 liter dengan kepadatan bahan 0.09 kg/liter. Penyulingan dilakukan selama 9 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penggunaan tekanan yang lebih tinggi sampai dengan 3 bar dan laju alir uap air tinggi menyebabkan makin besar konsumsi energi. Peningkatan tekanan secara bertahap dan laju alir uap air konstan 2 l/jam/kg bahan menghasilkan tingkat recovery minyak yang tinggi (90.42%) dengan mutu yang tetap baik. Disain tersebut dapat mengurangi waktu proses penyulingan sehingga mengurangi jumlah konsumsi energi. Laju alir uap air berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak tapi juga berhubungan dengan konsumsi energi. Pada disain proses yang direkayasa pada penelitian ini kinerja dan efisiensi ketel suling cukup baik, hal ini ditandai dengan tingkat recovery yang tinggi dan efisiensi ketel yang tinggi. Loss energi pada ketel suling (dinding, tutup, dasar) dan pipa penghubung ketel-kondensor tidak signifikan terhadap keseluruhan konsumsi energi karena telah diberi isolator. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh laju alir uap air dan laju alir air pendingin. Efisiensi kondensor relatif rendah dibandingkan dengan ketel suling disebabkan keterbatasan kondensor dalam menangkap panas kondensasi minyak dan uap air. Energi spesifik berkisar antara 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg minyak akar wangi lebih
rendah dari skala IKM rata-rata sebesar 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi. Penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap lebih hemat energi 30%-33% jika dibandingkan dengan skala IKM akar wangi di Kabupaten Garut.
Kata kunci: minyak akar wangi, tekanan dan laju alir uap air, energi dan recovery minyak.
Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS ENERGI PROSES PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DAN LAJU ALIR UAP AIR SECARA BERTAHAP
ROSNIYATI SUWARDA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr.
Judul Tesis Nama NRP
: Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap : Rosniyati Suwarda : F051060051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr. Ketua
Dr. Ir. Meika S. Rusli, MSc. Anggota
Dr. Ir. Risfaheri, MSi. Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.
Tanggal Ujian : 21 Juli 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap” Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr (alm.), bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr, bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc dan bapak Dr. Ir. Risfaheri, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukannya dalam penulisan tesis ini. Disamping itu, penghargaan disampaikan kepada bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr sebagai penguji luar komisi. Terima kasih penulis sampaikan kapada kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, atas kesempatan yang diberikan untuk meneruskan pendidikan magister sains (S2). Penghargaan yang tulus disampaikan kepada bapak Dr. Ir. Meika. S. Rusli, M.Sc yang telah memberikan kepercayaan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian melalui Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang dilakukan bersama dengan Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Terimakasih penulis sampaikan juga kepada staf Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Balai Tanaman Obat dan aromatik, serta Teknologi Industri Pertanian, IPB yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada mama dan suami tercinta Rawiyah Sairen dan Drs. Rais Taufiq Ollong, beserta adik-adikku Diah, Ningsih, Baya, dan anak-anakku tersayang Aifan Atrah, Rahmat Ghalih, Akmal Ikhsan dan Niqmah Fatmasari, atas doa dan kasih sayangnya. Sahabatku ibu Nadiarti terima kasih atas bantuan, perhartian dan pengertiannya. Sahabat-sahabatku
di program studi Teknologi Pascapanen
angkatan 2006 Darmayanti (Almh.), Nona, Deva, Etha, Venti dan angkatan 2007 serta Tuti, Ria dan Ibu Cut Meurah dari program studi Teknologi Industri Pertanian semangat kebersamaan membuat kita menjadi saudara. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat. Semoga Allah SWT menerima apa yang telah penulis lakukan sebagai wujud syukur kepada-Nya. Bogor, Juli 2009 Rosniyati Suwarda
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 10 April 1967 dari ayah M.K Suwarda (Alm.) dan ibu Rawiyah Sairen. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 1986 penulis tamat dari SMA Negeri 2 Ambon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Pattimura melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program studi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan lulus pada tahun 1992. Tahun 1993 penulis menjadi staf honorer pada Sub Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Laut dan tahun 1999 diangkat menjadi PNS pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku sebagai staf peneliti bidang pascapanen. Tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan magister sains (S2) program studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. Kerangka Pemikiran ............................................................................ Manfaat Penelitian ..............................................................................
1 3 3 4 5
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Akar Wangi .......................................................................... . • Manfaat Minyak Akar Wangi ................................................ . • Syarat Mutu Minyak Akar Wangi .......................................... . Kergaan Industri Kecil Menengah (IKM) Penyulingan Minyak Akar Wangi Garut .............................................................................. Sistem Penyulingan (Distilasi) Minyak Atsiri ................................... • Teori Dasar Penyulingan ......................................................... • Metode Penyulingan .............................................................. • Alat Penyulingan Minyak Atsiri ............................................ • Proses Penyulingan Minyak Atsiri ......................................... Pindah Panas ........................................................................................
8 10 10 12 12 13 20
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat ................................................................................... Tempat dan Waktu ............................................................................. Tahapan Penelitian ............................................................................. Prosedur Penelitian ............................................................................ Parameter Pengukuran ....................................................................... Analisis Pindah Panas dan Analisis Energi.........................................
22 26 26 27 29 33
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Akar Wangi ................................................................. Kinerja Proses Penyulingan pada tekanan konstan .............................. Volume dan Recovery Minyak Akar Wangi pada Penyulingan Tekanan Konstan ............................................................................. Efiensi Peralatan Penyulingan pada tekanan konstan ....................... Kinerja Proses Penyulingan dengan Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air secara Bertahap .............................................. Pengaruh Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air terhadap Laju Keluar Minyak dan Recovery Minyak .................... Analisis Energi Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi ............... Perhitungan Kooefisien Perpindahan Panas Menyuluruh (U) ...........
6 7 7
40 41 42 43 44 45 47 57
Hubungan Antara Peningkatan Tekanan dan Laju alir uap air Terhadap Konsumsi Energi dan Recovery Minyak ............................ Analisa Mutu Minyak Akar Wangi .................................................
58 59
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
64
LAMPIRAN ...............................................................................................
67
DAFTAR TABEL Halaman
1. Standar mutu minyak akar wangi menurut Standar Nasional Indonesia 06-2386-2006 ..........................................
7
2. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002 ....................................................................................
8
3. Penyulingan minyak akar wangi kabupaten Garut ................................
9
4. Kadar air dan kadar minyak bahan baku akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) ..............................................
41
5. Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan konstan ........................
42
6. Pengaruh tekanan uap terhadap volume dan recovery minyak .............
42
7. Hasil perhitungan efisiensi peralatan dan energi spesifik pada penyulingan minyak akar wangi dengan tekanan konstan ..........
43
8. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap suhu ketel suling ......................
45
9. Produksi steam dan energi steam pada sistim penyulingan akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap ..............................................................................
48
10. Hasil perhitungan energi yang dimanfaatkan untuk mengekstrak minyak (QD) dan nilai efisiensi ketel suling .........................................
50
11. Pengaruh peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap terhadap kinerja dan efisiensi kondensor .............................................
53
12. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi yang digunakan untuk menguapakan air di boiler ....................
55
13. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi yang dimanfaatkan ketel suling (QD) dan efisiensi ketel suling .........
55
14. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) bertahap terhadap energi yang diserap air pendingin (QL) dan efisiensi kondensor ...............................................................................
56
15. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap kinerja kondensor .................................................................................
56
16. Koefisien perpindahan kalor dari kondensor jenis spiral .....................
57
17. Perbandingan konsumsi energi penyulingan minyak akar wangi ........
63
18. Perbandingan mutu minyak akar wangi ...............................................
59
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) ............................................................................
14
2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation)..................
23
3. Diagram alir proses penyulingan minyak akar wangi ...............................
28
4. Diagram alir aliran energi pada proses penyulingan minyak akar wangi ..............................................................................
39
5. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan ....................................
45
6. Recovery minyak akar wangi pada tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan ..................................................................
46
7. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan tekanan dan laju alir uap air bertahap. .................................................
47
8. Proses pembentukan uap air dalam boiler ...........................................
47
9. Grafik kehilangan energi pada pipa penghubung boiler ke ketel suling (pipa uap) ............................................................
49
10. Perbandingan energi yang masuk ke ketel suling (QB) dengan energi yang dimanfaatkan oleh ketel suling (QD). ....................
51
11. Kehilangan energi pada ketel suling selama proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan (a), dan laju alir uap air bertahap (b). ..........................................................................................
52
12. Perbandingan energi yang masuk ke kondensor (QD) dengan energi yang diserap air pendingin (QL). ....................................
54
13. Hubungan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan terhadap pemakaian energi dan recovery minyak akar wangi. ...............................................................................
58
14. Pengaruh peningkatana tekanan dan laju alir uap air terhadap warna minyak akar wangi ....................................................................
60
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data hasil penelitian penyulingan akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap .......................................
67
2. Perhitungan Kehilangan Panas ..............................................................
71
3. Analisis Penggunaan Energi dan Efisiensi Peralatan .............................
88
4. Prosedur Pengujian Minyak Akar Wangi ...............................................
99
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak akar wangi merupakan minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides) melalui proses penyulingan (distilasi). Minyak akar wangi memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai bahan baku pada pembuatan parfum dan bahan pewangi serta dapat digunakan dalam aromaterapi. Minyak akar wangi berfungsi sebagai pengikat (fixative) dan pemberi bau dasar (flavor agent) (Martinez et al., 2004). Produksi minyak akar wangi di Indonesia 89% dihasilkan di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lokasi penghasil tanaman akar wangi tersebar di empat Kecamatan, yaitu Kecamatan Samarang seluas 1 100 ha, Kecamatan Bayongbong seluas 210 ha, Kecamatan Cilawu seluas 240 ha, dan Kecamatan Leles seluas 750 ha (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat, 2007). Dalam perdagangan dunia minyak akar wangi dari Indonesia dikenal dengan nama “Java vetiver oil”. Sebelum Perang Dunia II, minyak akar wangi Indonesia sangat disukai dipasaran dunia karena mutunya tinggi. Dewasa ini di pasar dunia, Haiti dan Bourbon menggantikan posisi Indonesia. Harga minyak akar wangi Indonesia lebih rendah (US$ 58-65/kg) dibandingkan dengan minyak akar wangi dari Bourbon (US$ 137/kg) dan Haiti (US$ 93/kg) (Chemical Market Reporter, 2000 dalam Leupin, 2001 dan Uhe, 2006). Perkembangan ekspor minyak akar wangi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia tahun 20032006 masing-masing adalah 45.821, 56.444, 74.210 dan 75.199 ton. Fluktuasi minyak akar wangi terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar (tidak seragam dan mutu rendah). Pasar luar negeri yang menyerap produk ini adalah negara Jepang, Cina, Singapura, India, Hongkong, Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Belgia, Swiss dan Italia (BPS, 2007). Masalah utama yang dihadapi industri minyak akar wangi di Garut adalah rendahnya mutu minyak yang dihasilkan dengan indikasi bau gosong dan berwarna gelap. Hal ini berdampak terhadap penerimaan produk minyak akar
wangi di pasar ekspor. Selain itu rendemen yang dihasilkan rendah, hanya sekitar 1.2% dari potensi minyak 2-3% dan kadar vetiverolnya dibawah 50% (Anonimous, 2006 dan Triharyo, 2007). Faktor yang menjadi penyebab rendahnya mutu minyak akar wangi adalah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat dan teknologi proses yang tidak tepat atau belum terstandar serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu baik (Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Penelitian temtang rendahnya efisiensi energi secara kuantitatif dan sistematis belum dilkukan. Teknik penyulingan akar wangi yang umum digunakan
oleh IKM
(Industri Kecil Menengah) adalah penyulingan menggunakan uap air dengan tekanan 5-6 bar dan waktu penyulingan 10-12 jam, yang menghasilkan mutu yang rendah seperti bau gosong. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghemat bahan bakar sejak kenaikan harga BBM tahun 1998. Sebelumnya proses penyulingan menggunakan tekanan 3 bar dengan waktu penyulingan 20-40 jam menghasilkan mutu minyak yang sesuai dengan standar ekspor. Penyulingan dengan menggunakan tekanan yang tinggi secara konstan akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan berbau gosong
(mutu
rendah). Sedangkan bila menggunakan tekanan rendah secara konstan dapat menghasilkan minyak yang bermutu tinggi akan tetapi memerlukan waktu yang lama dan energi yang besar. Karena tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi, maka penyulingan lebih baik dimulai dari tekanan rendah, kemudian tekanan meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses, yaitu ketika minyak yang tertinggal dalam bahan relatif kecil dan hanya komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang masih tertinggal di dalam bahan (Guenther, 1947). Berdasarkan masalah tersebut, maka
dilakukan penelitian analisis
penggunaan energi pada proses penyulingan metode uap lansung (steam distillation) dengan menggunakan variasi peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan minyak akar wangi bermutu tinggi dan dapat mengurangi konsumsi energi.
2
Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis penggunaan energi selama proses penyulingan minyak akar wangi pada beberapa disain proses untuk menghasilkan minyak dengan mutu yang baik. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh kondisi dan tahapan proses terhadap penggunaan energi 2. Menganalisis penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan. 3. Menganalisis efisiensi peralatan penyulingan. Ruang Lingkup Penelitian Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di daerah Garut, Jawa Barat. Karakterisasi bahan meliputi pengukuran kadar air dan kadar minyak atsiri dilakukan sebelum digunakan, kemudian
bahan baku
dibersihkan, dikeringkan, dan dirajang (pengecilan ukuran). Penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa percobaan penyulingan menggunakan tekanan konstan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi penyulingan pada tekanan konstan yang akan menjadi acuan pada percobaan penelitian utama. Pada penelitian utama tekanan uap dalam ketel dinaikan secara bertahap. Tekanan yang akan digunakan adalah 2 bar 2.5 bar dan 3 bar. Percobaan penyulingan dengan peningkatan tekanan ketel secara berthap mula-mula dilakukan dengan menggunakan tiga variasi laju alir uap air konstan masing-masing 1 liter/jam/kg bahan, 1.5 liter/jam/kg bahan, dan 2 liter/jam/kg bahan. Waktu yang digunakan untuk setiap tahap ditentukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Paremeter operasi yang dilihat adalah pengaruh variasi tekanan dan laju alir uap
secara berhatap terhadap penggunaan energi dan menganalisis
penggunaan energi pada masing-masing sub sistem penyulingan, mengetahui laju aliran keluarnya minyak dan mengetahui hubungan antara jumlah energi, tekanan, dan recovery minyak akar wangi yang dihasilkan. Data hasil percobaan dibandingkan dengan mutu minyak akar wangi dari IKM (Industri Kecil Menengah) Kabupaten Garut.
3
Percobaan proses penyulingan minyak akar wangi dilakukan secara bersama dengan penelitian “Rekayasa Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Melalui Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Bertahap” oleh Tuti Tutuarima kandidat S2 Program Studi Teknologi Industri, IPB. Penelitian ini dibiayai oleh Proyek KKP3T T.A. 2007 (Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian
Kerangka Pemikiran Untuk mengembalikan citra minyak akar wangi Indonesia di pasaran ekspor dan penyelesaian masalah yang dihadapi industri penyulingan minyak akar wangi di Garut maka dilakukan upaya perbaikan disain proses penyulingan dengan melakukan modifikasi proses penyulingan metode uap langsung (steam distillation) dengan menggunakan
variasi tekanan dan laju alir uap air secara
bertahap. Penyulingan dimulai dengan uap bertekanan rendah (2 bar) kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan sampai 3 bar. Peningkatan tekanan uap secara bertahap dilakukan berdasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Minyak akar wangi terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki ttitk didih yang berbeda, yaitu komponen senyawa yang bertitik rendah, sedang dan tinggi. Pada awal penyulingan komponen-komponen yang bertitik didih lebih rendah akan tersuling lebih dahulu, kemudian disusul komponen yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1947). Penyulingan
dengan
tekanan
uap
yang
tinggi
secara
konstan
menyebabkan dekomposisi karena panas. Pada tekanan uap 5 bar, suhu dalam ketel
dapat mencapai lebih dari 150oC sehingga
mengakibatkan terjadinya
dekomposisi komponen yang bertitik didih rendah sejak awal dan menyebabkan penguraian dari kandungan bahan, baik yang masih berada pada bahan maupun yang telah teruapkan. Minyak yang dihasilkan setelah proses kondensasi berbau gosong dan berwarna gelap. Sedangkan bila menggunakan tekanan rendah secara konstan dapat menghasilkan minyak yang bermutu tinggi akan tetapi membutuhkan waktu yang lama dan energi yang besar. Kombinasi penggunaan tekanan
yang rendah dan tinggi dengan metode peningkatan tekanan secara
4
bertahap diharapkan dapat mengurangi konsumsi energi dan meningkatkan recovery penyulingan serta dapat memperbaiki mutu minyak akar wangi. Pemakaian uap bertekanan tinggi akan menaikkan tekanan parsial minyak atsiri sehingga perbandingan minyak dan air dalam kondensat menjadi lebih besar, dengan demikian waktu penyulingan lebih singkat (Guenther, 1947). Percepatan proses penyulingan dilakukan berdasarkan pada rumus hidrodestilasi, yaitu dengan meningkatkan secara bertahap tekanan parsial
uap air (steam).
Perbandingan air dengan minyak dalam hasil kondensasi dapat diubah dengan mengatur tekanan uap yang digunakan. Untuk menguapkan komponen-komponen minyak akar wangi yang bertitik didih tinggi dibutuhkan kalor laten yang lebih besar, maka laju alir uap air yang kontak dengan bahan untuk memasok kalor dan menaikkan suhu perlu ditingkatkan secara bertahap untuk mendapatkan laju distilasi minyak akar wangi yang lebih tinggi.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. IKM akar wangi agar mendapatkan minyak akar wangi bermutu baik dengan penyulingan yang singkat. 2. Meningkatkan daya saing minyak akar wangi di pasaran ekspor. 3. Meningkatkan pendapatan para petani dan penyuling minyak akar wangi.
5
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Akar Wangi Tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) ditemukan tumbuh secara liar, setengah liar dan sengaja ditanam diberbagai negara beriklim tropis dan subtropis. Akar wangi asli dari India Selatan, Indonesia, Sri Lanka dan Reuni. Minyak Akar wangi sebagian besar diproduksi di pulau Jawa, Haiti dan Reuni. Tanaman akar wangi termasuk keluarga Graminae, berumpun lebat, akar tinggal bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau abu-abu sampai merah tua berukuran panjang, wangi, daunnya sedikit kaku, berwarna hijau, berumbairumbai
dan karakteristik dari tumbuhan keluarga ini adalah sisitim akar
kompleks, kuat, bercampur dengan tanah dan kering (Marie, 1997 dan Santoso, 1993). Menurut Dalton et al. (1996)
tanaman akar wangi mempunyai sifat
morpologi dan fisiologi yang baik untuk digunakan dalam mencegah erosi tanah dan konservasi air. Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dapat dihasilkan dari tanaman akar wangi. Minyak akar wangi adalah minyak yang diperoleh dengan penyulingan dari akar. Proses penyulingan membutuhkan waktu yang panjang, sebelum diproses akar dicuci, dikeringkan dan rajang. Umur panen akan mempengaruhi mutu dari minyak akar wangi, tanaman yang dipanen masih muda menghasilkan minyak yang berkualitas rendah, umur panen sedikitnya dua tahun (Marie, 1997). Setelah akar dikeringkan dan disuling akan menghasilkan minyak yang mengandung beberapa komponen dan memiliki sifat kimia- fisika. Komponen utama minyak akar wangi adalah vetivone yang terdiri dari alpha dan beta vetivone, dan bau minyak akar wangi terutama disebabkan persenyawaan ini (keton). Komponen penting lainnya adalah vetiverol, senyawa ini sangat mempengaruhi bilangan ester setelah asetilasi. Peningkatan vetiverol didalam minyak akar wangi sekaligus meningkatkan mutu minyak akar wangi. Minyak akar wangi yang berkadar vetiverol rendah dapat ditingkatkan dengan deterpenasi cara penyulingan bertingkat (Moestafa, 1988).
6
•
Manfaat Minyak Akar wangi Minyak akar wangi merupakan salah satu bahan pewangi yang potensial.
Biasanya dipakai secara meluas pada pembuatan parfum, bahan kosmetika dan sebagai bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi selain berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif), juga memberikan bau wangi yang menyenangkan, tahan lama dan keras. Pemakaian harus memperhatikan dosis karena bau yang keras, jika dosisnya berlebihan justru memberikan kesan bau yang tidak enak (woody). Penggunaan minyak akar wangi ini biasanya dicampur dengan minyak nilam, dan minyak “sandalwood”. Nilai ekonomis tanaman akar wangi
terdapat pada
akarnya. •
Syarat Mutu Minyak Akar Wangi Standar mutu minyak akar wangi dalam perdagangan internasional belum
seragam, masing-masing negara penghasil dan pengimpor menentukan standar minyak akar wangi menurut kebutuhan sendiri. Standar mutu minyak akar wangi Indonesia ditentukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar mutu minyak akar wangi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2386-2006. No Jenis Uji Persyaratan 1
Keadaan : •
Warna
Kuning muda - coklat kemerahan
•
Bau
Khas akar wangi
2
Bobot Jenis20ºC/20ºC
0.980 – 1.003
3
Indeks Bias 20ºC
1.520 – 1.530
4
Kelarutan dalam etanol 95 %
1:1 jernih, seterusnya jernih
5
Bilangan asam
10 – 35
6
Bilangan ester
5 – 26
7
Bilangan ester setelah asetilasi
100 – 50
8
Vetiverol total, %
Minimum 50
Sumber : Standar Nasional Indonesia 06-2386- 2006
Sementara untuk perdagangan internasional mengacu pada ISO (International Organization for Standarization) 4716 (2002), yang disajikan pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Standar mutu minyak akar wangi menurut ISO 4716 : 2002 No
Persyaratan
Jenis Uji Reunion
1
Keadaan :
2 3 4 5 6 7 8
• Warna • Bau Bobot Jenis20ºC/20ºC Indeks Bias 20ºC Kelarutan dalam etanol 80 % Bilangan asam Bilangan ester Bilangan karbon Putaran optik pada 20ºC
Coklat hingga merah kecoklatan Khas akar wangi 0.99 – 1.015 1.5220 – 1.5300 Maks. 1 : 2 Maks. 35 5 – 16 44 – 68 + 19 – +30
Haiti Coklat hingga merah kecoklatan Khas akar wangi 0.986 – 0.998 1.521 – 1.526 Maks. 1 : 2 Maks. 14 5 – 16 23 – 59 +22 - +38
Sumber : ISO (International Organization for Standarization) 4716, 2002.
Keragaan IKM Penyulingan Minyak Akar Wangi Tanaman akar wangi telah diusahakan dan dibudidayakan di kabupaten Garut sejak tahun 1960-an. Pengolahan akar wangi untuk dijadikan minyak atsiri banyak dilakukan di daerah-daerah sekitar gunung Cikurai, daerah Samarang dan Leles. Saat ini terdapat 29 unit pengolahan minyak atsiri yang berlokasi di kecamatan Cilawu (5 unit, 1 bekerja penuh dan 4 unit tidak bekerja penuh), kecamatan Leles 7 unit (5 unit bekerja penuh dan 2 bekerja tidak penuh) dan kecamatan Samarang 13 unit ( 6 unit bekerja penuh dan 7 unit tidak bekerja penuh) (Lembaga Pengembangan Ekonomi, 2006). Untuk memproses akar sehingga dihasilkan minyak atsiri dilakukan dengan cara penyulingan. Proses penyulingan dimulai dengan cara membersihkan akar kemudian dijemur dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ketel yang telah berisi air. Selanjutnya ketel dipanaskan dengan menggunakan pemanas. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah. Kapasitas ketel yang dimliki saat ini oleh sebagian penyuling adalah berkisar antara 1.2 - 1.5 ton akar wangi. Dengan kapasitas tersebut dapat menghasilkan antara 5 - 7 kg minyak atsiri per penyulingan, sehingga dapat dihasilkan 10 – 14 kg minyak atsiri per hari. Penyulingan dilakukan 12 jam, namun minyak yang dihasilkan berbau gosong sehingga waktu diperpanjang hingga 24 jam dengan pemakain bahan bakar 210 – 450 liter (Bachtiar, 2007)
8
Pada saat pemasakan seringkali suhu dan tekanan yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Adakalanya suhu terlalu tinggi dan tekanan terlalu tinggi (5 – 6 bar). Beberapa ketel yang digunakan terbuat dari besi yang berumur telah lebih dari setahun, serta hanya memiliki petunjuk tekanan. Penggunaan ketel besi sangat mempengaruhi mutu minyak dan waktu proses menjadi lebih lama. Mutu minyak rendah yaitu, minyak berwarna gelap dan berbau gosong. Akibatnya adalah adanya penambahan biaya produksi dan harga jual produk yang rendah (Lembaga Pengembangan Ekonomi, 2006). Untuk proses pendinginan atau kondensasi digunakan kolam air. Saluran pipa yang mengangkut air dan minyak melalui kolam air tersebut. Bak pendingin yang berisi air tidak menghasilkan pendinginan yang optimal karena adanya keterbasan ketersediaan air sehingga air dan minyak hasil penyulingan keluar dalam keadaan masih panas, hal ini tentu saja berpengaruh pada rendemen. Rendemen yang dihasilkan sekitar 1.2% dari potensi minyak 2-3% (Triharyo, 2007). Kinerja penyulingan minyak akar wangi di kabuten Garut dapat dilihat pada Tabel 3. Pada awalnya penyulingan di masyarakat dilakukan pada tekanan rendah (2 – 4 bar) dan waktu penyulingan 24 jam, tetapi karena kenaikan bahan bakar minyak (BBM) terutama minyak tanah, masyarakat memotong waktu operasi penyulingan dengan cara menaikkan tekanan padahal dengan menaikkan tekanan, kualitas minyak yang dihasilkan kurang baik. Tabel 3. Penyulingan minyak akar wangi Kabupaten Garut Komponen
Nilai
Keterangan
Penyuling
16
Unit
Rendemen Rata-rata Kapasitas
0.51 11.31
% Kg/suling
Kukus
15
Unit
Uap
0
Unit
Rebus
1
Unit
Stainless
16
Unit
Non-stainless
0
Unit
Minyak Tanah
16
Unit
Kayu Bakar
0
Unit
Teknologi
Alat Suling Bahan Bakar
Sumber : Dewan Atsiri Indonesia (2008).
9
Sistem Penyulingan (Distilasi) Minyak Atsiri •
Teori Penyulingan Penyulingan (distilasi) adalah suatu proses yang melibatkan campuran
cairan atau uap yang terdiri dari dua atau lebih komponen dipisahkan menjadi fraksi komponen yang diinginkan, dengan memasukan dan mengeluarkan panas. Pemisahan komponen dari campuran cairan dengan distilasi tergantung pada titik didih masing-masing komponen dan juga tergantung pada konsentrasi, karena masing-masing mempunyai karakteristik titik didih, sehingga proses distilasi tergantung pada karakteristik tekanan uap campuran cairan (http://process engineers.blogspot.com/2008/01/distillation-basic-theory-part-1.html.[05April 2008]). Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Geankoplis, 1983). Produksi minyak atsiri umum dilakukan dengan penyulingan sistim uap (direct steam distillation). Uap yang digunakan adalah uap air aktif yang biasanya bertekanan lebih besar dari 1 atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah dan kemudian dialirkan kedalam tumpukan bahan didalam ketel. Dengan bantuan uap air, minyak atsiri dapat diekstrak (Guenther, 1947). Pada penyulingan minyak atsiri dengan sistem uap air atau air mendidih (hydrodistillation), tekanan dalan ruang uap akan tetap konstan, karena uap berhubungan dengan atmosfir atau ditentukan oleh alat kontrol yang dapat menurunkan atau menaikkan tekanan. Tekanan yang dihasilkan oleh uap murni pada suhu yang sama, merupakan tekanan uap dari komponen murni, sedang jumlah tekanan uap dari campuran larutan sama dengan jumlah tekanan parsial. Sistim campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fase. Pada cairan dua fase dalam keadaan kesetimbangan jumlah molekul yang terdapat pada fase uap lebih besar dari pada jumlah molekul cairan murni, karena tekanan tergantung pada konsentrasi molekul atau konsentrasi uap. Tekanan
yang
dihasilkan oleh uap yang terdiri dari dua macam molekul atau lebih merupakan manifestasi dari benturan secara terus menerus antara molekul uap yang bergerak cepat pada dinding pembatas uap tersebut. Tekanan yang disebabkan oleh uap, dihasilkan akibat benturan molekul-molekul uap pada dinding ketel. Besarnya tekanan yang terjadi akan sama dengan jumlah tekanan yang ditimbulkan oleh
10
satu molekul dikalikan dengan jumlah molekul yang membentur dinding per satuan luas dalam satuan waktu tertentu. Menurut Bernasconi et al., (1995), pada campuran dua cairan yang tidak saling larut, tekanan uap total adalah penjumlahan tekanan uap dari masingmasing komponen dalam keadaan murni. Tekanan total tersebut tidak tergantung pada perbandingan masa atau komponen. Tekanan uap total dari campuran itu dapat menyamai tekanan udara sekelilingnya pada suhu yang lebih rendah dari pada yang dicapai oleh komponen tunggal yang murni. Oleh karena itu titik didih campuran selalu lebih rendah dari komponen yang membentuknya. Minyak atsiri termasuk minyak akar wangi merupakan campuran yang terdiri dari berbagai komponen senyawa yang memiliki titik didih yang berkisar antara 1500C-3000C pada tekanan 1 atm. Pada awal penyulingan komponenkomponen yang bertitik didih lebih rendah akan tersuling lebih dahulu, kemudian disusul komponen yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1947). Pada penyulingan minyak atsiri dengan sistem distilasi uap, perbandingan air dengan minyak dalam hasil kondensasi dapat diubah yaitu dengan mengatur tekanan parsial uap yang digunakan. Perbandingan ini ditentukan oleh persamaan sebagai berikut: WH 2O PH 2O MH 2 O = x Woil Poil Moil
Dimana :
WH2O : berat air di dalam kondensat, g Woil : berat minyak di dalam kondensat, g PH2O : tekanan uap air pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel), mmHg Poil : tekanan uap minyak pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel), mmHg MH2O : berat molekul air (=18), g Moil : berat molekul minyak (dengan asumsi bahwa nilai ini ditetapkan sebagai nilai rata-rata), g Pada penyulingan dengan menggunakan uap jenuh, jumlah Poil akan sama dengan tekanan yang digunakan dan suhu dalam ketel secara otomatis akan berubah pula sampai pada tekanan yang diinginkan. Jika tekanan operasional diturunkan sampai lebih rendah dari tekanan atmosfir, maka suhu penyulingan akan menurun. Turunnya tekanan uap air yang diakibatkan oleh penurunan suhu , lebih lambat dari pada tekanan uap minyak atsiri sehingga perbandingan berat air 11
terhadap minyak dalam kondensat akan bertambah. Sebaliknya perbandingan ini akan menurun jika suhu bertambah tinggi. •
Metode Penyulingan. Penyulingan minyak akar wangi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Penyulingan dengan uap dan air atau water and steam distilation 2. Penyulingan dengan uap atau steam distilation Pada penyulingan uap dan air serta penyulingan dengan uap, bahan diletakkan pada rak-rak atau saringan berlubang sehingga bahan tidak kontak lansung dengan air yang digunakan untuk menghasilkan uap. Perbedaannya pada penyulingan dengan uap langsung, uap berasal dari boiler yang terpisah. Penyulingan dengan uap langsung lebih baik dari pada penyulingan dengan air dan uap ditinjau dari segi biaya, kecepatan penyulingan dan kapasitas produksi minyak. •
Alat Penyulingan Minyak Peralatan dasar yang digunakan untuk penyulingan minyak akar wangi
yaitu ketel uap (Boiler), ketel suling (retort), pendingin (condensor), dan penampung hasil (receiver). a. Ketel Uap (Boiler) Ketel uap merupakan alat penghasil uap, alat ini diperlukan pada penyulingan dengan uap langsung, atau kadang-kadang diperlukan sejumlah superheated steam, dan ini hanya dapat dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah (Guenther, 1947). Terdapat dua macam ketel uap, yaitu ketel uap bertekanan rendah (2 – 3.5 bar) dan ketel uap bertekanan tinggi (7 bar) atau lebih. Uap bertekanan rendah dan bersuhu rendah akan terkondensasi kembali menjadi air pada tumpukan bahan, sedangkan uap yang bertekanan tinggi akan berpenetrasi kedalam bahan secara lebih efektif, dan peristiwa kondensasi dalam ketel suling akan berkurang. Ketel uap bertekanan tinggi akan bekerja lebih efisien karena akan mempersingkat waktu penyulingan. b. Ketel Suling (Retort) Ketel suling yang paling sederhana berbentuk silinder (tangki), yang mempunyai diameter kurang lebih sama dengan ukuran tingginya (Ketaren, 1985). Silinder tersebut dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka pada bagian 12
atas silinder. Pada tutup bagian atas silinder dipasang pipa untuk mengalirkan uap ke kondensor. Pada penyulingan uap langsung ukuran tinggi ketel harus lebih tinggi dari ukuran diameternya dengan harapan bahan yang disuling akan lebih lama kontak dengan uap sehingga meningkatkan rendemen minyak (Guenther, 1947). Kondisi bahan dalam ketel penyuling harus diperhatikan, misalnya pengisian bahan dalam ketel suling yang harus diatur supaya merata. Kepadatan bahan dalam ketel berhubungan dengan penetrasi uap, kapasitas ketel dan efisiensi uap (Sukirman dan Aiman, 1979). c. Kondensor (Condensor) Kondensor adalah alat penukar panas yang berupa tabung silinder dan didalamnya terdapat pipa-pipa lurus atau spiral yang berfungsi mengubah uap menjadi cair. Menurut McCabe et al., (1993), kondensor didefinisikan sebagai peralatan pindah panas yang digunakan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dengan menghilangkan panas laten yang dipunyai oleh uap. Panas laten ini dihilangkan dengan mengabsorbsikannya pada cairan yang disebut coolant. Selanjutnya menurut Guenter (1947), kondensor berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan minyak menjadi fase cair. Jumlah panas yang dikeluarkan pada peristiwa kondensasi sebanding dengan panas yang diperlukan untuk penguapan uap minyak dan uap air serta sejumlah kecil panas tambahan dikelurakan untuk mendinginkan hasil kondensasi yang berguna untuk menjaga suhunya dibawah titik didih. Besarnya panas yang dapat dibebaskan oleh uap sewaktu mengembun dapat dinyatakan sebagai berikut : Q = UA ∆T
(1)
dimana : Q = jumlah panas yang dibebaskan persatuan waktu, W A = luas areal yang dipakai untuk membebaskan panas, m2 U = koefisien pindah panas menyeluruh, W/m2 0C ∆T
=
perbedaan suhu antara uap panas dan medium pendingin (air pendingin),0C
Faktor yang mempengaruhi nilai U pada proses kondensasi adalah kecepatan aliran pendingin (air dingin) yang melewati permukaan kondensor,
13
kecepatan aliran uap dan jenis bahan kondensor. Nilai U bertambah besar jika nilai dari faktor-faktor tersebut bertambah dan faktor ini selalu diperhitungkan dalam membuat kondensor. Kondensor yang paling umum digunakan adalah kondensor berpilin (coil condenser) yang dimasukkan kedalam tangki berisi air dingin yang mengalir. Arah aliran pendingin berlawanan dengan tangki yang berisi air dingin yang mengalir. Arah aliran air pendingin berlawanan dengan arah uap air dan uap minyak. Umumnya penggunaan air pendingin lebih efektif dengan menyisipkan 2 pipa yang berpilin pada tangki kondensor. Disain kondensor yang juga efektif adalah tipe shell and tube. Kondensor tipe ini, berupa sekumpulan tabung brerbentuk pipa yang berada dalam sebuah silinder, biasanya terbuat dari tembaga yang dilapisi kaleng, aluminium atau yang lebih baik lagi menggunakan stainless steel sehingga perubahan minyak dari besi dapat dihindarkan.Tetapi aluminium tidak dapat digunakan pada minyak yang mengandung fenol. Pada kondensor ini, uap dan coolant dipisahkan oleh tabungtabung yang digunakan sebagai media pindah panasnya. Dalam penanganan kondensor yang lebih baik, maka aliran air pendingin yang lebih cepat menyebabkan pendingin lebih efisien. Aliran air pendingin harus berlawanan arah dengan aliran air dan uap minyak sehingga distilat yang akan keluar dari kondensor mempunyai suhu yang mendekati suhu air pendingin yang masuk kedalam kondensor (Ketaren, 1985). Menurut Pherys (1999), skema perbedaan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow) dapat dilihat pada Gambar 1.
T1’ T2’’
T2’
Suhu
T1’’
Panjang penukar panas Gambar 1. Grafik perubahan suhu logaritmik untuk aliran berlawanan (countercurrent flow)
14
Aliran T1’- T2’ merupakan aliran fluida yang akan didinginkan, sedangkan aliran T1’’- T2’’ merupakan aliran fluida (air) pendingin. Persamaan perbedaan suhu logaritmik countercurrent adalahseperti berikut :
∆TLMTD =
(Τ 1'− Τ 2' ' ) − (T 2'- T 1" ) ln(Τ 1'− Τ 2' ' ) /(T 2'- T 1" )
(2)
dimana : T1’ = suhu uap masuk kondensor (ºC) T2’ = suhu destilat yang keluar kondensor (ºC) T1’’ = suhu air yang masuk kondensor (ºC) T2’’ = suhu air keluar kondensor (ºC) d. Penampung dan Pemisah Minyak (receiver) Penampung hasil kondensasi atau receiver adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor kemudian memisahkan minyak dari air suling (condensat water). Jumlah air suling selalu lebih banyak dibandingkan jumlah minyak dan secara pasti pemisahan akan terjadi karena minyak atsiri dan air suling memilikit perbedaan berat jenis (Lutony dan Rahmawati, 1994). •
Proses Penyulingan Minyak Atsiri. Untuk memisahkan minyak atsiri dari tanaman aromatik, dalam
prakteknya bahan tersebut dimasukkan kedalam ketel penyuling, kemudian ditambahkan sejumlah air dan didihkan atau uap panas dipompakan kedalam ketel penyuling tersebut. Dengan pemanasan dengan air air atau uap, minyak atsiri akan dibebaskan dari kelenjar minyak dalam jaringan tanaman. Alat penyuling akan berisi dua macam cairan yaitu air panas dan minyak yang tidak saling melarutkan atau hanya sebagian kecil saja melarut. Secara perlahan-lahan cairan dalam alat penyuling didihkan sehingga campuran uap terdiri dari uap air dan uap minyak. Campuran uap tersebut mengalir dari pipa menuju kondensor sehingga uap tersebut dicairkan kembali dengan sistim pendinginan dari luar, yaitu biasanya dengan air dingin. Dari kondensor, kondensat tersebut ditampung dalam tabung pemisah (receiver), dalam tabung tersebut minyak atsiri akan terpisah dari air suling (Guenther, 1947). Selama proses penyulingan adanya penggantian air yang telah diuapkan atau pemasukan jumlah uap yang cukup sangat penting untuk menguapkan 15
seluruh minyak atsiri yang terdapat dalam bahan atau dalam ketel penyuling. Jika seluruh minyak atsiri telah terekstrak, maka hanya air murni yang keluar, dan ini berarti penyulingan telah selesai. Mutu minyak atsiri yang dihasilkan dipengaruhi oleh mutu bahan baku, penanganan bahan sebelum penyulingan, kondisi proses penyulingan dan peralatan yang digunakan. Dalam merekomendasikan standar proses produksi minyak atsiri, keseluruhan komponen tersebut harus diperhatikan (Risfaheri dan Mulyono, 2006). Mutu bahan baku di pengaruhi
oleh kualitas pertanaman meliputi
persyaratan agroklimat, jenis varietas yang tepat, teknologi budidaya yang diterapkan dan umur panen yang tepat. Untuk minyak akar wangi, minyak yang disuling dari akar muda mempunyai bobot jenis dan putaran optik yang rendah, sukar larut dalam alkohol, sebagian besar terdiri terpen dan seskuiterpen. Akar yang telah tua menghasilkan minyak dengan bobot jenis dan putaran optik yang lebih tinggi, bersifat mudah larut dalam alkohol serta beraroma lebih wangi (Tasma, et al., 1999). Menurut Ketaren (1985), perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri umumnya dapat dilakukan dengan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Proses pengeringan bahan baku bertujuan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat.
Minyak atsiri dalam tanaman aromatik dikelilingi oleh kelenjar
minyak, pembuluh-pembuluh, kantung minyak atau rambut gradular. Minyak atsiri hanya dapat diekstrak apabila uap air berhasil melalui jaringan tanaman dan mendesaknya kepermukaan. Proses ini dapat terjadi hanya karena peristiwa hidrodifusi, suatu fenomena yang penting artinya dalam proses penyulingan. Kecepatan minyak terekstrak ditentukan oleh kecepatan proses difusi. Proses perajangan bertujuan agar supaya kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin dan memperpendek ukuran agar mudah ditangani. Besar ukuran hasil rajangan bervariasi tergantung dari jenis bahan itu sendiri. Apabila bahan tidak kompak dan merata, penggunaan uap air menjadi tidak efisien karena banyak uap yang lolos. Penyulingan dengan suhu tinggi akan menghasilkan minyak yang bermutu kurang baik. Pada penyulingan dengan uap, perajangan
16
bahan yang dirajang terlalu halus akan membentuk saluran uap diantara bahan dalam ketel, sehingga mengurangi efisiensi penyulingan, karena kurang sempurnanya kontak antara uap dengan bahan dalam ketel. Selama proses penyulingan, kondisi proses penyulingan harus diperhatikan y ang meliputi : a. Pengisian Bahan kedalam Ketel. Menurut Guenther (1947), pengisian bahan kedalam ketel harus diatur sedemikian rupa, agar uap dapat berpenetrasi secara merata ke dalam bahan, sehingga rendemen yang dihasilkan lebih tinggi. Pengisian bahan kedalam ketel sehomogen mungkin, merata dan tidak terlalu padat. Jika tumpukan bahan terlalu renggang, maka uap akan langsung lolos tanpa menimbulkan pengaruh terhadap bahan yang disuling. Untuk ukuran ketel yang besar/tinggi, masalah kepadatan bahan diatas dengan cara menyusun bahan secara bertingkat (diberi space). Menurut penelitian Rusli dan Nurjanah (1977), semakin padat bahan (bulk density) dalam ketel menyebabkan semakin rendah rendemen yang diperoleh. Hal ini disebabkan semakin tinggi bahan dalam ketel, akan semakin besar jarak yang ditempuh dan halangan yang dialami uap air akan mengakibatkan semakin lambat kecepatan penyulingan. Guenter (1947) mengatakan, kepadatan bahan berhubungan dengan besar bahan, jika terlalu padat uap tertahan sehingga dapat mendorong bahan ke atas ketel suling, hal ini sering terjadi pada penyulingan uap. Lama penyulingan mempengaruhi kontak air dengan bahan, atau uap air dengan bahan dan berpengaruh terhadap fraksi berat atau yang bertitik didih tinggi makin besar. b. Pengaruh Tekanan dan suhu pada penyulingan Pengaruh
suhu terhadap minyak atsiri sangat penting. Tekanan pada
penyulingan (tekanan atmosfir, diatas atau dibawah tekanan atmosfir) dapat diatasi, tetapi suhu uap atau campuran uap yang menerobos bahan dalam ketel ketel penyuling dapat berfluktuasi (turu-naik) tergantung dari fluktuasi tekanan. Pada awal pemanasan (suhu rendah), persenyawaan dalam minyak yang bertitik didih lebih rendah akan dibebaskan akibat perajangan dan akan menguap lebih dahulu, suhu uap akan naik secara bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional (Guenther, 1947) 17
Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi dan mutu minyak atsiri yang baik diusahakn agar : suhu penyulingan dipertahankan serendah mungkin atau juga pada suhu tinggi dengan waktu sesingkat mungkin, dan pada penyulingan dengan uap, jumlah air yang kontak lansung dengan bahan yang disuling diusahakan sedikit mungkin tetapi harus diingat air harus ada untuk membantu kelancaran difusi (Guenther, 1947). Sampai saat ini telah banyak penelitian dilakukan terhadap kondisi proses distilasi minyak atsiri yang berkaitan dengan peningkatan tekanan uap dengan hasil yang cukup memuaskan. Menurut Sakiah (2006), penyulingan minyak pala dengan tekanan awal 0 bar selama 4 jam kemudian ditingkatkan menjadi 0.5 bar selama 4 jam berikutnya dan ditingkatkan lagi menjadi 1.5 bar sampai akhir penyulingan menghasilkan
rendemen lebih tinggi
dibandingkan dengan
penyulingan dengan menggunakan tekanan konstan. Suryatmi (2006) melakukan penyulingan minyak akar wangi dengan menggunakan variasi tekanan uap konstan 1, 2 dan 3 atm, menghasilkan rendemen minyak akar wangi yang semakin meningkat (1%, 1,06% dan 1,14%) dengan mutu yang cukup baik (tidak berbau gosong). Lestari (1993) melaporkan hasil kajian penyulingan sereh wangi dengan metoda uap langsung, memperlihatkan bahwa semakin besar tekanan yang digunakan menghasilkan efisiensi energi yang rendah berkisar antara 47.84% 76.16% dan mutu yang semakin rendah. Penelitian Azlina (2005) mendapatkan efisiensi energi pada penyulingan minyak jahe dengan metoda uap langsung pada 1.3 bar sampai 2.2 bar berkisar antara 37% - 44%. c. Laju Penyulingan Laju penyulingan adalah nilai perbandingan antara jumlah air suling yang dihasilkan persatuan waktu. Kecepatan ini harus diatur sesuai dengan diameter ketel dan volume antar ruang bahan. Jika laju penyulingan terlalu rendah maka uap akan terhenti pada bagian bahan yang padat, sehingga proses ekstraksi minyak tidak dapat berlangsung secara sempurna. Sebaliknya jika laju penyulingan terlalu cepat maka uap dalam ketel akan keluar melalui bahan dengan membentuk jalur uap (rat holes) dan akan mengangkut partikel kedalam kondensor, sehingga menghambat aliran uap didalam kondensor.
18
Pada penyulingan dengan uap, kecepatan penyulingan dapat diatur dengan mengatur tekanan uap. Pengguanaan tekanan uap yang tinggi menyebabkan bahan didalam ketel semakin kering. Minyak hanya akan menguap setelah terjadi difusi dan akan berhenti atau menurun aktivitasnya jika bahan tersebut menjadi kering (Guenther, 1947). Moestafa et al. (1991) melaporkan bahwa laju penyulingan memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen dan kadar vetiverol minyak akar wangi. Jumlah minyak dan kadar vetiverol minyak akar wangi pada laju penyulingan 0.6 kg uap/jam lebih tinggi dari laju penyulingan 0.5 kg uap/jam. d. Penentuan Akhir Penyulingan Penetuan akhir proses penyulingan sangat penting, karena berhubungan dengan mutu minyak, rendemen dan biaya produksi. Proses penyulingan harus dihentikan bila tambahan minyak yang diperoleh sudah tidak sebanding dengan biaya produksi (bahan bakar), dengan catatan minyak tersebut telah memenuhi persyaratan mutu. Penyulingan minyak atsiri tertentu seperti minyak akar wangi, akan menghasilkan komponen berfraksi titik didih tinggi menjelang akhir penyulingan, dimana komponen tersebuit sangat menentukan mutu minyaknya. Oleh sebab itu proses penyulingan tersebut harus diperpanjang beberapa jam, walaupun kelihatan hampir tidak ada lagi minyak yang tersuling (Risfaheri dan Mulyono, 2006). Menurut Guenther (1947), penyulingan akar wangi membutuhkan waktu selama 12-36 jam tergantung pada tekanan dan jumlah uap yang dibutuhkan. Hasil penelitian Harjono (1973), memperlihatkan perpanjangan waktu setelah 20 jam tidak memberikan hasil yang berarti dari segi rendemen. Rendemen yang diperoleh 2.02% dengan kepadatan bahan 0.07 kg/l dan lama penyulingan 4 - 5 jam. Setelah penyulingan, minyak harus segera dipisahkan dari air untuk mencegah terjadinya proses hidrolisa pada senyawa-senyawa ester dan eter. Air yang masih tersisa dalam minyak dapat diserap dengan menggunakan Na2SO4 anhidrat atau Mg2SO4 (Ketaren, 1985). Minyak Atsiri mudah menguap pada suhu kamar, dapt rusak
karena
pengaruh cahaya, oksigen, air panas dan katalisator. Untuk mencegah kerusakan tersebut, maka minyak atsiri harus disimpan dengan baik.
19
Pindah Panas Air murni dapat terjadi dalam tiga keadaan yaitu padat, cair dan uap. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi suhu dan tekanan. Uap adalah bagian cairan yang diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung partikel-partikel cairan di dalamnya. Dengan pemanasan, partikel cairan ini akan teruapkan. Uap super panas atau uap panas lanjut (superheated steam) menpunyai sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya. Tekanan uap air tergantung pada suhu. Apabila suhu mulai meningkat, tekanan uap jenuh meningkat. Dengan sendirinya apabila suhu contoh udara ditingkatkan dan tidak ada air yang ditambahkan atau dikurangi, maka kelembaban relatif terus menurun. Demikian pula apabila suhu sangat menurun maka udara akan jenuh dan apabila menurun terus, air akan mengembun. Pada setiap kelembaban absolut dan tekanan tertentu, suhu saat air mengembun disebut suhu titik pengembunan (Early, 1983). Kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan kooefesien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang temperaturnya dibawah temperatur jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983). Ilmu perpindahan panas adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana energi dalam bentuk panas berpindah dari suatu benda ke benda lain yang suhunya lebih rendah (Kamil dan Pawito, 1983). Perbedaan suhu merupakan syarat terjadinya perpindahan panas. Panas mengalir dari tempat dengan suhu lebih tinggi ke tempat dengan suhu lebih rendah. Hal ini terus berlangsung hingga tidak terdapat lagi perbaedaan suhu diantaranya (Bernasconi et al., 1995). Ada tiga modus perpindahan panas yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi. Ketiga tipe ini dapat terjadi secara bersamaan dan disarankan untuk menghitung transfer panas per tipe untuk setiap kasus. Konduksi adalah pindah panas dari satu bagian objek ke bagian yang lain, atau dari satu objek ke yang lainnya melalui kontak fisik tanpa perpindahan partikel didalam objek (Perry, 1995). Konduksi panas terjadi didalam bahan padat, cair atau gas. Dalam hal ini getaran-getaran yang timbul karena panas dipindahkan oleh molekul-molekul ketika saling bertumbukan. Dengan bertambahnya waktu perpindahan ini mencapai seluruh
20
bagian bahan. Konduksi panas murni praktis hanya terjadi pada benda-benda padat. Baik buruknya konduksi panas tergantung pada struktur bahan (Bernasconi et al., 1995). Perpindahan panas secara konveksi adalah transfer energi yang disebabkan oleh adanya pergerakan fluida panas. Dalam cara ini, energi dipindahkan dengan kombinasi antara konduksi panas, penyimpanan panas dan adanya pencampuran bahan. Suatu contoh konveksi yaitu pindah panas ke produk didalam alat penukar panas tabung dimana panas dipindahkan dari dinding ke cairan secara konduksi, penyimpanan panas dan kejadian pencampuran produk (Singh dan Helman, 1984). Menurut Toledo (1991), mekanisme perpindahan panas terjadi pada saat molekulmolekul berpindah dari satu titik ke titik lain pada lokasi yang lain pula. Gerakan molekul ini ini ditimbulkan oleh perubahan-perubahan densitas yang terjadi dalam fluida yang dipacu oleh adanya perbedaan suhu pada titik-titik yang berbeda dalam fluida. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Dalam konveksi alamiah gerakan fluida disebabkan beda densiti antara beberapa tempat, karena adanya selisih temperatur antara tempat-tempat itu (Utomo, 1984). Pindah panas konveksi dinyatakan oleh
Singh dan Heldman (1984)
sebagai laju dari panas yang berubah pada interfase antara fluida dan bahan pada tempat dimana panas akan dialirkan. Laju pindah panas konveksi sebanding dengan perbedaan suhu seperti pada persamaan berikut : Q’ = h A (Tm – Tx) = h A (∆T)
(3)
h adalah koefesien pindah panas konveksi, A adalah luas permukaan interfase fluida dan bahan padat tempat panas dialirkan dan ∆T adalah perbedaan suhu atau selisih antara suhu fluida (Tm) dengan suhu pada TX. Perhitungan perpindahan panas pada pipa harus ditetapkan terlebih dahulu luas permukaan yang diambil sebagai dasar perhitungan.
21
METODOLOGI Bahan dan Alat •
Bahan Bahan baku yang digunakan adalah akar wangi (Vetiveria
zizanioides Stapt) jenis Pulus Wangi yang berasal dari perkebunan akar wangi rakyat di Kecamatan Sukahardja Kabupaten Garut, Jawa Barat dalam keadaan telah bersih dari tanah dan telah kering. Sebelum digunakan dilakukan persiapan pendahuluan bahan baku untuk penyulingan meliputi proses pembersihan ( melepaskan tanah yang menempel pada akar), pengeringan ulang sampai diperoleh kadar air yang sesuai standar penyulingan, dan pengecilan ukuran (perajangan). Bahan pembantu adalah bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sifat fisika kimia minyak akar wangi. Bahan kimia ini terdiri dari etanol, KOH, penophtalein, HCL, asam asetat anhidrit, natrium asetat anhidrat, akuades, NaCl, Na2SO4 anhidrid, Na2CO3, dan toluen. •
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Termometer ruang Alat ini berbentuk batang yang menggunakan prinsip pengembangan volume alkohol sebagai parameter pengukuran suhu dengan ketelitian 10C. 2. Chino recorder Alat ini menampilkan suhu yang diukur oleh sensor yang berupa termokoppel dengan suhu minimum yang dapat diukur – 500C dan suhu maksimum 1500C. Ketelitian alat ini adalah 20C. 3. pencatat waktu (stop watch) 4. Alat-alat gelas : gelas ukur 100 ml dan 1 liter, gelas piala 100 ml dan 1 liter, botol penampung, corong, labu distilasi, penampung distilat, pendingin tegak, tabung pengering yang berisi silika gel atau kalsium klorida kering. 5. Peralatan yang digunakan dalam percobaan penyulingan dengan sistem penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) terdiri dari boiler, pressure ruducing valve (PRV), ketel penyuling (retort), alat pendingin (kondensor),alat penampung dan pemisah minyak (separator). Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation) disajikan pada Gambar 2.
22
g
c
k
a
Ketel Suling d
j Boiler
kondensor
Kondenso e h
i
b
f
Air & Minyak Separator
Keterangan : a, b, c : Indikator tekanan ; i : Pressure Reducing Valve (PRV) d, f, g : katup pengatur tekanan/valve
h : strainer k, j : indikator suhu
Gambar 2. Skema sistem penyulingan uap langsung (steam distillation) 1. Ketel Uap (Boiler) Boiler yang digunakan adalah ketel dengan pemanas listrik dengan daya 9 KW, menghasilkan tekanan uap maksimum 8 bar dengan aliran uap rata-rata sekitar 9,08 kg/jam. Pengaturan tekanan kerja boiler menggunakan pengatur tekanan (pressure gauge), sedangkan pengumpan air menggunakan pompa yang bekerja otomatis atas dasar ketinggian air didalam boiler. Uap yang dihasilkan dari boiler ini dialirkan ke dalam ketel suling melalui pipa uap dari sebuah katup berputar. Jumlah aliran uap air dengan besar kecilnya pembukaan katup ini. Safety valve (katup pengaman) merupakan alat yang berguna untuk mengeluarkan uap yang berlebihan yang berada dalam boiler. Uap yang berlebihan apabila tidak dikeluarkan akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam boiler sehingga mengakibatkan dinding boiler pecah. Katup akan membuka pada saat tekanan dalam boiler melabihi tekanan yang telah ditentukan. Alat penduga tinggi air berguna untuk mengetahui seberapa banyak air yang terdapat dalam boiler. Air dalam boiler harus dijaga agar tidak kekurangan. Pengisian air dalam boiler dilakukan secara otomatis oleh pompa air. Jika air 23
dalam boiler sudah melewati batas minimal. Maka pompa akan hidup sehingga kekurangan air dapat diatasi. Pressure gauge atau manometer adalah alat penduga tekanan dalam boiler. Tekanan dalam boiler perlu diketahui setiap saat untuk menghindari terjadinya tekanan yang melebihi tekanan yang diperbolehkan atau tekanan yang melibihi kekutan boiler. Pipa uap merupakan pipa tempat keluarnya uap yang dihasilkan oleh boiler. Tekanan dalam boiler perlu diketahui setiap saat untuk menghindari kehilangan panas yang dapat menyebabkan pengkondensasian uap dalam pipa. Selain itu isolasi juga dapat mengurangi kebocoran uap sehingga meningkatkan efisiensi penyulingan. Isolasi yang digunakan adalah serat asbes. 2. Pressure Reducing Valve (PRV) Pressure Reducing Valve (PRV) yang digunakan adalah tipe BRV2 dengan spring code warna hijau yang mampu mengontrol tekanan keluar antara 1.4 – 4.0 bar. Pressure Reducing Valve (PRV) disebut katup penurun tekanan yang dapat menurunkan tekanan berlebih pada pelepasan uap utama. PRV dilengkapi dengan strainer, Pressure gauge dan Savety valve. Fungsi Pressure gauge dan Savety valve sama seperti yang ada pada boiler yang telah dijelaskan terdahulu. Dalam sistim steam dan kondensat, kerusakan pabrik seringkali diakibatkan oleh kotoran-kotoran pada saluran pipa seperti kerak, karat, persenyawaan pada sambungan, pengelasan logam dan padatan lainnya, yang dapat masuk menuju sistim pemipaan. Strainer adalah peralatan yang menangkap padatan tersebut dalam cairan atau gas, dan melindungi peralatan dari pengaruh-pengaruh yang membahayakan, dengan begitu
mengurangi waktu penghentian dan perawatan. Strainer harus
dipasang pada bagian hulu pada setiap steam trap, pengukur aliran dan kran kendali. Kerak pipa dan kotoran dapat mempengaruhi kran pengendali dan steam traps, dan menurunkan laju perpindahan panas (Spiraxsarco, 2008).
Dengan adanya PRV ini laju uap yang masuk ke ketel suling dapat diatur dengan cara mengatur valve yang ada pada pipa penghubung ketel suling dengan kondensor. 3. Ketel Suling Ketel suling yang digunakan terbuat dari stinless steel. Ketel
suling
berkapasitas 90.5 liter dengan diameter 40 cm dan tinggi 78 cm. Ketel suling ini dilapisi dengan insulator glass wool. Jalur masuk uap berada dibagian bawah. Uap 24
didistribusikan melalui pipa melingkar berpori. Jalur uap keluar berada dibagian atas ketel. Dasar ketel suling berbentuk cekung dengan dilengkapi sebuah kran yang berguna untuk mengeluarkan uap yang terkondensasi dalam ketel sehingga air hasil kondensasi ini tidak akan menutupi pipa distribusi uap yang bisa menyebabkan penetrasi uap kedalam bahan yang tidak sempurna. Hal ini disebabkan karena uap yang mengenai bahan merupakan uap basah yang akan membasahi bahan dan akan menggumpalkan bahan. Pada saat penyulingan kran ini harus terus dikontrol agar pipa distribusi tidak terendam apalagi sampai merendam bahan yang akan disuling. Selain itu kran ini juga berfungsi untuk saluran pembuangan air cucian pada saat ketel suling ini dibersihkan. Besarnya tekanan dan suhu dalam ketel suling dapat dideteksi melalui sensor tekanan yang terpasang pada bagian atas (header) ketel suling. Tekanan dan jumlah uap yang masuk dapat diatur dengan mengatur besar kecilnya pembukaan katup masuk dari ketel dan katup keluar uap ke kondensor, katup ini juga dipasang pada aliran uap (steam) dari boiler. 4. Kondensor Kondensor yang digunakan adalah penukar panas berbentuk spiral dengan diameter pipa spiral 19 inchi, panjang pipa spiral adalah 9 m. Kondensor yang digunakan terbuat dari stainless steel, media pendingin menggunakan air yang dialirkan secara berlawanan arah (countercurrent flow). Penukar kalor spiral (Spiral Heat Exchanger, SHE) pada prinsipnya terbuat dari dua lembaran plat yang disusun sejajar dengan celah di antara keduanya. Kedua Plat ini bersama-sama digulung 1 diroll membentuk
spiral yang
konsentris. Untuk proses kondensasi fluida kerja kedua yang berfungsi sebagai pendingin fase cair mengalir secara konsentris melalui alur spiral yang tertutup . Sementara itu luida kerja pertama yang semula berfase uap dialirkan secara tegak lurus terhadap fluida kerja kedua hingga terjadi proses pengembunan di antara celah spiral. Untuk kecepatan aliran tertentu pada tube yang lurus hanya menyebabkan aliran laminar, pada kecepatan yang sama lengkungan spiral di SHE menyebabkan turbulensi tinggi sehingga meningkatkan efisiensi perpindahan kalor dengan faktor pengotoran kecil . Alat ini selain efektif untuk menangani fluida dengan berbagai variasi viskositas, dapat pula dibuat dengan berbagai logam yang mudah dibentuk (cold-formed) (http://digilib.batan.go.id/ sipulitbang/ abstrak.php?id=0640. [24 Februari 2008].
25
5. Penampung dan Pemisah Minyak (separator) Separator merupakan alat penampung distilat yang keluar dari kondensor dan sekaligus pemisah minyak dari air. Air dan minyak tidak akan saling larut sehingga dengan adanya gaya gravitasi maka minyak dan air tersebut akan memisah karena perbedaan berat jenis. Minyak yang memiliki berat jenis lebih rendah dari air maka akan berada diatas (mengapung), begitu juga sebaliknya pada minyak yang berat jenisnya lebih besar dari air maka akan berada dibawah (mengendap). Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian-IPB; Bangsal Atsiri dan Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. .
Pelaksanaan kegiatan penelitian terdiri dari
penelitian pendahuluan
dilaksanakan pada bulan September 2007 dan penelitian utama dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2008. Tahapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Perlakuan yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini adalah tekanan dan laju alir uap dilakukan secara konstan. Penelitian tahap ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi penyulingan pada tekanan konstan sebagai kontrol dan acuan untuk percobaan selanjutnya. Pada tahap ini dilakukan penyulingan menggunakan tekanan 1 bar, 2 bar dan 3 bar sampai akhir penyulingan yaitu sampai minyak sudah tidak menetes lagi. Sedangkan laju alir uap yaitu sebesar 1 – 2 liter/jam/kg bahan. Jumlah bahan baku untuk setiap percobaan penyulingan adalah 3 kg akar wangi kering. Penyulingan dilakukan selama 9 jam. Setiap jam selama penyulingan berlangsung, dilakukan sampling minyak akar wangi yang tersuling dan diukur volumenya. Dari evaluasi terhadap volume minyak tersuling dan hasil analisa sifat fisiko kimia dari setiap sampel minyak pada penelitian ini akan ditentukan saat yang tepat berdasarkan kelompok titik didih senyawa-senyawa yang terdapat pada minyak akar wangi untuk menaikkan tekanan uap secara bertahap. Minyak akar wangi hasil penelitian ini juga akan dijadikan standar atau pembanding kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan 26
pada penelitian dengan variasi tekanan uap dan laju alir secara bertahap (penelitian utama). Penelitian Utama Perlakuan-perlakuan yan gdilakukan pada penelitian utama ini yaitu peningkatan tekanan uap (P) secara bertahap dan laju alir uap (V). Tekanan uap dinaikkan secara bertahap berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yaitu : 1. Jam ke-0 sampai jam ke-2, tekanan uap 2 bar 2. Jam ke-3 sampai jam ke-5, tekanan uap 2.5 bar 3. Jam ke-6 sampai jam ke- 9, tekanan uap 3 bar Laju uap yang akan digunakan yaitu 1 liter/jam/kg bahan, 1.5 liter/jam/kg bahan, dan 2 liter/jam/kg bahan. Rancangan perlakuan tahapan penyulingan diatas sebagai berikut : V1 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap selama proses distilasi dengan laju alir distilasi 1 liter/jam/kg bahan. V2 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap selama proses distilasi dengan laju alir distilasi 1.5 liter/jam/kg bahan. V3 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap selama proses distilasi dengan laju alir distilasi 2 liter/jam/kg bahan. V4 : Tekanan uap 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar secara bertahap dengan laju alir distilasi bertahap (1, 1.5 dan 2 liter/jam/kg bahan) selama proses distilasi. Minyak akar wangi yang diperoleh diklasifikasikan atas tiga fraksi berdasarkan bobot molekulnya yaitu fraksi 1 (hasil tekanan 2 bar), fraksi 2 (hasil tekanan 2.5 bar), dan fraksi 3 (hasil tekanan 3 bar). Minyak akar wangi yang dihasilkan dari penyulingan dievaluasi sifat fisik dan kimianya. Prosedur Penelitian Metode penyulingan yang digunakan adalah penyulingan dengan sistem uap langsung (steam distillation). Sebelum proses penyulingan, dilakukan pengukuran kadar air dan kadar minyak atsiri terhadap bahan baku akar wangi yang digunakan. Diagram alir proses penyulingan minyak akar wangi disajikan pada Gambar 3.
27
Karakterisasi bahan baku akar wangi (kadar air, kadar minyak atsiri)
Perlakuan bahan sebelum Penyulingan (preparation) (Akar wangi dibersihkan, dikeringkan, dan dicacah)
Pemasukan bahan (loading) (Akar wangi dimasukkan ke dalam ketel suling (retort))
Penyulingan akar wangi
Penyulingan (distillation) (Tekanan konstan 1,2,3 bar)
Penyulingan (distillation) (Tekanan bertahap 2, 2.5, 3 bar, laju uap air 1 – 2 l/jam/kg bahan)
Penyulingan (distillation) (Tekanan bertahap 2, 2.5, 3 bar, laju uap air bertahap 1 – 2 l/jam/kg bahan)
Kondensasi (condensation) (Uap air dan minyak didinginkan)
Pemisahan (separation) (Minyak akar wangi dipisahkan dari air) Analisis (Analisis sifat fisika-kimia G (mutu), rendemen dan efisiensi energi)
Gambar 3. Diagram alir proses penyulingan minyak akar wangi
Operasi penyulingan dilakukan terlebih dahulu dengan memeriksa kelengkapan alat suling. Sekrup-sekrup yang ada dipasang. Tutup ketel dipastikan terkunci dengan rapat untuk menghindari kebocoran. Monitor suhu dan tekanan 28
dihidupkan. Uap dialirkan dari boiler dan diatur tekanannya. Sebelum membuka katup uap yang masuk ke dalam ketel suling, katup pembuangan yang terletak di bagian bawah ketel dibuka untuk membuang kondensat yang masih ada pada pipa penyalur dari boiler. Tekanan dan suhu yang terjadi dalam ketel suling diamati pada indikator yang terdapat pada kepala ketel. Pengaturan tekanan dilakukan untuk mendapatkan tekanan yang ditentukan yaitu 2 bar, 2.5 bar, dan 3 bar dengan mengatur katup yang terdapat pada pressure reducing valve (PRV). Laju alir uap diatur dengan membuka katup yang terdapat pada pangkal kondensor dekat kepala ketel suling. Setelah itu proses penyulingan dimulai. Kondisi operasi meliputi laju alir uap, rasio minyak dan air, suhu distilat, suhu air pendingin, tekanan dan suhu dalam ketel suling dikontrol secara ketat. Perhitungan waktu penyulingan dimulai ketika kondensat pertama menetes, penyulingan dilakukan selama 9 jam yaitu ketika minyak tidak menetes lagi. Kondensat ini terdiri dari minyak dan air yang belum mengalami proses pemisahan. Kondensat ditampung dalam separator dan sekaligus minyak terpisah dari air. Minyak akar wangi hasil penyulingan kemudian diberi natrium sulfat anhidrat untuk mengikat air yang masih terbawa dan selanjutnya minyak ditampung dibotol sampel untuk dianalisa mutu.
Parameter Pengukuran 1. Berat awal bahan Berat bahan sebelum penyulingan diukur dengan menggunakan timbangan kiloan. Berat bahan merupakan berat bersih tanpa bonggol akar dan tanah. 2. Kadar air dan kadar minyak akar wangi Pengukuran kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat di dalam bahan yang disuling, sedangkan pengukuran kadar minyak bertujuan untuk mengetahui jumlah minyak yang terdapat di dalam bahan yang akan disuling serta persentase recovery penyulingan. Pengukuran air untuk bahan-bahan yang mempunyai komponen volatil adalah dengan sistem distilasi. Pengukuran kadar ini memerlukan alat aufhauser. Prosedur pengukuran kadar air adalah, bahan ditimbang sebanyak 30 gram dan
29
kemudian dimasukkan dalam erlemeyer 500 ml. Kemudian ditambah dengan touluen sampai bahan terendam, Erlemeyer tersebut kemudian disambungkan dengan aufhauser dan di refluks selama 24 jam. Volume air yang terdistilasi dibaca pada tabung aufhauser. Kadar air (basis basah) =
berat air (g) × 100% bobot contoh (g)
Pengukuran kadar minyak
dalam bahan menggunakan alat distilasi
clavenger. Minyak yang terekstrak akan tertampung dalam tabung clavenger dan terpisah dengan air. Prosedur pengukuran kadar minyak adalah bahan ditimbang sebanyak 20 gram kemudian dimasukkan dalam erlemeyer 500 ml dan ditambah air sampai semua bahan terendam oleh air. Penyulingan dilakukan selama 24 jam. Volume minyak yang tersuling dibaca pada tabung clavenger. Kadar minyak (ba sis basah) =
berat minyak (g) × 100% bobot bahan (g)
3. Volume minyak Jumlah minyak yang dihasilkan diukur dengan menggunakan gelas ukur 100 ml. Volume minyak hasil penyulingan diukur setelah proses penyulingan selesai dengan memisahkan terlebih dahulu minyak dengan air dengan menggunakan corong pemisah. Gelas ukur yang akan digunakan untuk menghitung volume minyak dikeringkan terlebih dahulu untuk menhindari adanya butiran air yang akan mengganggu pengukuran. Setelah pengukuran volume, minyak hasil penyulingan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dengan tingkat ketelitian 0.0001 g. 4. Volume air hasil kondensasi pada kondensor Volume air yang dihasilkan dari proses kondensasi campuran uap air dengan minyak pada kondensor diukur dengan menampung semua air yang terkondensasi setelah dipisahkan terlebih dahulu dari minyak akar wangi hasil penyulingan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur. 5. Volume air yang terkodensasi di dalam ketel Volume air yang terkondensasi didalam ketel diukur setiap jam selama proses selama proses penyulingan dengan membuka katup pembuangan yang
30
terdapat pada bagian bawah ketel, air kondensat tersebut ditampung dengan menggunakan gelas piala 1 liter. Kemudian diukur dengan menggunakan gelas ukur 1 liter. 6. Tekanan Tekanan di dalam ketel penyuling diukur dengan indikator pressure gauge yang terdapat pada tutup ketel suling. Tekanan disesuaikan dengan kondisi penyulingan yang diinginkan. 7. Suhu Suhu yang diamati adalah : a. Suhu udara lingkungan yang diukur secara periodik dengan termometer ruang b. Suhu didalam ketel dihitung berdasarkan tabel steam. c. Suhu air pendingin yang masuk kedalam kondensor, diukur secara periodik dan on line oleh chino recorder yang dihubungkan dengan termokoppel pada air yang masuk ke kondensor. d. Suhu air pendingin yang keluar dari kondensor, diukur secara periodik dan on line oleh chino recorder yang dihubungkan dengan termokoppel pada air yang keluar dari kondensor. e. Suhu distilat yang keluar dari kondensor. Diukur secara periodik dengan termometer alkohol pada distilat (campuran air dan minyak) yang keluar dari kondensor. f. Suhu luar tutup ketel. Diukur secara periodik dengan termokoppel digital pada permukaan luar tutup ketel. g. Suhu luar bagian bawah ketel. Diukur secara periodik dengan termokoppel digital pada bagian permukaan luar tutup bawah ketel. h. Suhu dinding luar ketel. Diukur secara periodik dengan termokoppel digital pada bagian permukaan luar dinding ketel. i. Suhu luar lapisan isolator. Diukur secara periodik dengan termokoppel digital pada bagian permukaan luar lapisan isolator. j. Suhu pipa penghubung ketel dengan kondensor. Diukur dengan termokoppel pada bagian permukaan pipa penghubung antara ketel dengan kondensor.
31
8. Rendemen Rendemen minyak ditentukan berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dengan berat awal bahan yang disuling. Persamaannya sebagai berikut : Berat minyak (g) Rendemen (%) =
X 100 % Berat sampel sebelum disuling (g)
9. Laju uap selama penyulingan Laju uap diukur dengan menjumlahkan uap yang terkondensasi oleh kondensor dengan uap yang terkondensasi didalam ketel serta dijumlahkan dengan selisih berat bahan setelah penyulingan dengan berat bahan awal. Tujuannya untuk mengetahui konsumsi uap yang digunakan selama penyulingan. 10. Laju air pendingin Laju air pendingin dihitung dengan mengukur debit air pendingin dengan mengisikan gelas piala 1 liter dengan air pendigin keluaran dari kondensor bersamaan dengan hal tersebut waktu yang dibutuhkan untuk mengisi gelas piala tersebut juga diukur dengan menggunakan stopwatch selama selang waktu tertentu. Tujuannya untuk mengetahui jumlah air yang digunakan untuk mengembunkan uap dari ketel suling selama penyulingan 11. Konsumsi Energi Untuk menentukan jumlah energi yang dipakai selama penyulingan, maka dilakukan perhitungan berdasarkan energi yang terpakai dikalikan dengan waktu penyulingan. 12. Analisa Mutu Kimia Minyak Akar Wangi Mutu minyak akar wangi dibandingkan dan dilakukan sesuai dengan SNI minyak akar wangi yaitu SNI 06-2386-2006. Analisa yang akan dilakukan meliputi bau/aroma, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam etanol 95%, bilangan asam, bilangan ester dan bilangan ester setelah asetilasi.
32
Analisis Pindah Panas dan Energi Proses Penyulingan •
Perhitungan Pindah Panas Panas yang harus dilepaskan adalah panas penguapan yang besarnya sama
dengan panas pengembunan atau berdasarkan asas Black Q = Qair = Q minyak Qminyak = mw Cp (Tk – Tw) dimana : Q = panas yang dihasilkan, J/s Mw = massa air yang diupkan, kg Cp= panas jenis air, J/kg0C Tw= suhu air masuk boiler, 0C Tk = suhu air pendingin keluar kondensor ,0C
(4)
Perpindahan panas dalam sistim dapat dihitung dengan persamaan (1): Perbedaan suhu rata-rata logaritmik (logarithmic mean temperature difference) dapat dihitung dengan persamaan (2), luas penampang pindah panas dapat dihitung : A = π DL Sehingga koefisien pindah panas total (U) dapat dihitung dengan persamaan : U =
dimanan : A
Q A ∆Τ LMTD
(5)
= luas penampang/permukaan pindah panas,m2
D = diameter pipa,m L = panjang pipa, m ∆TLMTD=perbedaan suhu rata-rata logaritmik ((logarithmic mean temperature difference) •
Analisis Energi Proses Penyulingan Analisis energi selamam proses penyulingan dilakukan dengan menghi-
tung energi yang masuk ke sistem berupa energi yang dibutuhkan untuk memproduksi uap air (steam), energi yang dimanfaatkan ketel suling untuk mengekstrak minyak, energi yang keluar dari sistem dan kehilangan energi. Energi listrik yang digunakan boiler diabaikan. 33
1. Energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air Energi untuk mengubah air menjadi uap (steam) dapat dihitung dengan persamaan berikut : a. Qu = Mw Cp(Tda – Tw) b. Panas Laten uap: QS = (MS LS) + (MS Cps (Ts – Tda)) Panas yang dibutuhkan oleh boiler : QB = QU + QS atau QB ={[(MwCp (Tda – Tw))+ (MS LS) + (MSCps (Ts – Tda)]}
(6)
dimana : Qu QS QB Mw MS Cp Cps Tda TS Tw Ls
= energi untuk pemanasan air, kJ, kKal = panas latent uap, kJ, kKal = panas yang dibutuhkan oleh boiler untuk menguapkan air, KJ = massa air yang diuapkan, kg = masa uap yang dihasilkan, kg = panas jenis air, kJ/kg0C = panas jenis uap, kJ/kg0C = titik didih air, 0C = suhu uap, 0C = suhu air masuk, 0C = panas laten penguapan, kJ/kg
Panas yang dihasilkan oleh boiler tidak seluruhnya digunakan untuk penyulingan, tetapi ada sebagian panas yang hilang ke lingkungan melalui pipa uap, dinding ketel suling, tutup ketel suling, tutup bawah ketel suling dan pipa penghubung ke kondensor secara konveksi. a. Permukaan pipa uap Bagian permukaan pipa uap diasumsikan sebagai pipa silider horisontal dan vertikal. Bagian pipa Vertikal Kehilangan panas melaui pipa uap vertikal dapat dihitung menggunakan persamaan Newton sebagai berikut : Q Lpv = h Ap (Top – T∞) Dimana : Q Lpv = panas yang hilang melalui pipa vertikal, kJ h = koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C Ap = Luas permukaan luar pipa,m2 Top = suhu dinding luar pipa, 0C T∞ = suhu udara lingkungan, 0C
(7)
34
Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h= NuV k Lpu-1
(8)
Menurut McCabe (1999), Nu pada silinder vertikal dapat dicari dengan persamaan NuV = 0.59 ( GrPr)0.25 (9) 4 9 Untuk jangkauan 10 < GrPr <10 atau NuV = 0.13 ( GrPr)0.333 (10) 9 12 Untuk jangkauan 10 < GrPr <10 dimana : k = Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C Lpu = panjang pipa uap,m Bagian Horisontal Kehilangan energi melalui pipa uap horisontal dapat dihitung dengan persamaan Newton : Qhpu = h Ap (Top – T) (11) dimana : Qhpu = panas yang hilang melalui pipa uap horisontal, kJ h = koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C = Luas permukaan pipa uap horisontal, m2 AP Top = suhu dinding luar pipa uap, 0C T = suhu udara lingkungan, 0C Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h = NuD k Du-1 dimana : k = Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C Du = Diameter luar pipa uap,m Menurut Mc. Adam dalam Kamil dan Pawito (1983) Nu silinder horisontal Untuk 103
(12)
(13)
b. Dinding ketel suling Bagian dinding ketel diasumsikan sebagai pipa silider vertikal yang besar. Kehilangan energi melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan persamaan Newton (Kamil dan Pawito, 1983) : Q LD = h AD(Tod – T∞)
(14)
dimana : Q LD = Panas yang hilang melalui dinding ketel suling, kJ
35
h AD Tod
= koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C = Luas permukaan luar dinding ketel,m2 = suhu dinding luar ketel, 0C
T∞ = suhu udara lingkungan, 0C Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h
=NuD k LD-1
(15)
dimana : k
= Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C
LD
= tinggi dinding ketel suling,m
Menurut McCabe (1999), Nu pada silinder vertikal
dapat dicari dengan
persamaan 9 dan 10 : c. Tutup ketel suling Tutup ketel dapat diasumsikan sebagai plat horizontal yang sedang dipanaskan dari bawah. Kehilangan energi melalui tutup ketel suling dapat dihitung dengan persamaan Newton : QLT = h AT (Tot- T∞)
(16)
dimana : QLT = Panas yang hilang melalui bagian horizontal tutup ketel suling, KJ h = koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C AT = Luas permukaan luar tutup ketel,m2 Tot = suhu tutup ketel, 0C = suhu udara lingkungan, 0C T∞ Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h = NuT k Dt-1
(17)
dimana : k
= Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C
Dt
= diameter tutup ketel suling,m
Menurut McCabe (1999), Nu pada plat horisontal yang dipanaskan dari bawah dapat dicari dengan persamaan : NuB
= 0.27 ( GrPr)0.25
(18)
Untuk 105< GrPr <109 atau
36
d. Dasar ketel suling Bagian dasar ketel dapat diasumsikan sebagai plat horizontal yang sedang dipanaskan dari atas. Kehilangan energi melalui dasar ketel suling dapat dihitung dengan persamaan Newton (Kamil dan Pawito, 1983) : Q LB = h AB (Tob – T∞) (19) dimana : Q LB
= Panas yang hilang melalui dasar ketel suling, kJ
H = koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C AB = Luas permukaan luar dasar ketel,m2 Tob = suhu luar dasar ketel, 0C T∞ = suhu udara lingkungan, 0C Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h = Nut k DB-1 dimana : k DB
(20)
= Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C = diameter dasar ketel suling,m
Menurut McCabe (1999), Nu pada plat horisontal dapat dicari dengan persamaan : NuB = 0.54 ( GrPr)0.25 (21) 5 10 Untuk 3x10 < GrPr <3x10 (22) NuB = 0.14 ( GrPr)0.333 7 12 Untuk 2x10 < GrPr <3x10 Total panas yang hilang adalah : QL total = QLP + QLD + QLT + QLB 2. Energi yang dimanfaatkan oleh ketel suling : Energi masuk ke ketel = QB Energi yang dimanfaatkan ketel untuk mengekstrak minyak dapat dihitung dengan persamaan : QD = (Mad hg)
(23)
dimana: QD = panas yang dimanfaatkan oleh ketel, kJ Mad = massa air distilat, kg hg = entalpi uap air, kJ/kg Efisiensi ketel suling :
ηD = Q
D
QB
×100 %
(24)
3. Kondesor Energi yang hilang akibat perpindahan panas secara konveksi pada : 37
a. Pipa penghubung ketel suling dengan kondesor. Bagian pipa Vertikal Kehilangan energi melalui pipa vertikal penghubung ketel suling dengan kondesor dapat dihitung dengan persamaan Newton (Kamil dan Pawito, 1983) : Qv = h Ah(Toh– T∞) (25) dimana : = Panas yang hilang melalui pipa penghubung, kJ Qv h = koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C Ah = Luas permukaan pipa penghubung vertikal,m2 Toh T∞
= suhu dinding luar pipa penghubung, 0C = suhu udara lingkungan, 0C
Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h = Nuh k Lop-1 dimana : k = Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C = panjang (tinggi) pipa penghubung,m Lop
(26)
Menurut McCabe (1999), Nu pada silinder vertkal dapat dicari dengan persamaan 9 dan 10 : Bagian horisontal Kehilangan energi melalui pipa horisontal penghubung ketel suling dengan kondesor dapat dihitung dengan persamaan Newton : Qh = h Ap (Top – T) (27) dimana : Qh = Panas yang hilang melalui pipa penghubung, kJ h = koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2 0C AP = Luas permukaan pipa penghubung horisontal, m2 Top = suhu dinding luar pipa penghubung, 0C T = suhu udara lingkungan, 0C Nilai h dapat dicari dengan persamaan dibawah ini : h = NuD k Dop-1 dimana : k = Konduktivitas panas lingkungan, W/m2 0C Dop = diameter luar pipa,m
(28)
Menurut McCabe (1999), Nu pada pipa penghubung ketel-kondensor horisontal dapat dicari dengan persamaan (13):
38
Efisiensi Kondensor Efisiensi kondensor dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : Energi yang diserap air pendingin (QL) Efisiensi kondensor ( ηK) = x100% (29) Energi yang dimanfaatkan ketel (QD) Energi yang diserap air pendingin adalah : QL = Ma Cp (Tk – Tm) dimana : QL = energi yang diterima air pendingin, kJ Ma = massa air pendingin,kg Cp = kalor jenis air, (4190 J/kg0C Tm = suhu air pendingin masuk kondensor, 0C Tk = suhu air pendingin keluar kondensor, 0C 4. Energi Spesifik Energi spesifik adalah penggunaan energi
(30)
per kilogram minyak akar
wangi : Energi Spesifik =
Energi yang digunakan (MJ) Jumlah minyak (kg)
(31)
Aliran pemakaian energi pada proses penyulingan minyak akar wangi adalah sebagai berikut : Energi Masuk (QBB )
Boiler (QB ) Mw
(ηB) MS
Pembuangan
T1, W, Cp
Ketel Suling (QD ) (ηD)
(QLDTotal )
T2 , W, Cp Ma T, Cp
Kondensor (QL) (ηK)
QLPK
Gambar 4. Diagram alir aliran energi pada proses penyulingan minyak akar wangi
39
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bahan Baku Karakterisasi dilakukan terhadap akar wangi yang telah kering meliputi kadar air dan kadar minyak yang dilakukan sebelum proses penyulingan. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air dan kandungan minyak yang terdapat dalam bahan sebelum proses penyulingan. Hasil karakterisasi bahan baku akar wangi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kadar air dan kadar minyak bahan baku akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) Penggunaan akar wangi Pada berbagai perlakuan
Kadar Air (% bb)
Kadar Minyak (% bb)
10.00 8.42 8.33
3.80 3.47 3.07
Laju alir uap air konstan (l/jam/kg bahan): 1 10.75 1.5 10.00 2 9.38
3.10 3.00 3.22
Laju alir uap bertahap (l/jam/kg bahan) : (1,1.5,2) 9.50
3.30
Tekanan uap konstan (bar): 1 2 3
Sebelum pengeringan, kadar air akar wangi 42.5%. Akar wangi dikeringkan selama ± 6 jam menggunakan tenaga matahari, kadar air bahan baru mencapai 19 %. Nilai tersebut belum memenuhi syarat untuk disuling. Menurut Guenther (1947) kandungan air yang tinggi pada bahan akan mengakibatkan penyulingan menjadi tidak sempurna. Oleh karena itu pengeringan dilanjutkan kembali selama ± 3 jam, kadar air yang dihasilkan berkisar antara 8.30% 10.75%.
Nilai ini menunjukkan bahwa akar wangi yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kadar air lebih rendah dibandingkan dengan kadar air akar wangi yang umum digunakan masyarakat dengan kondisi kering panen atau sebesar 42%, sedangkan yang memakai bahan baku akar wangi kering jemur hingga kadar air 15% hanya sebagian kecil agroindustri saja (Indrawanto 2006).
40
Rusli (1985) juga menyatakan bahwa minyak yang dihasilkan dari akar tanpa dikeringkan terlebih dahulu menghasilkan rendemen yang lebih rendah daripada akar yang telah dikeringkan. Pada kondisi akar wangi kering angin hanya menghasilkan rendemen sebesar 0.42% (Indrawanto 2006). Sedangkan rendemen akar wangi kering jemur sebesar 1.6%-2.1% (Rusli 1985) dan 1.0%-1.12% (Suryatmi 2006). Nilai hasil analisa kadar minyak pada Tabel 4 menunjukkan persentase kadar minyak rata-rata yang terkandung di dalam akar wangi yang digunakan pada penelitian ini sebesar 3.28%. Perbedaan karakteristik bahan baku minyak atsiri sangat tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman sebelum dipanen, tempat tumbuh, dan penyimpanan bahan baku itu sendiri (Sutedjo 1990, dalam Wibowo et al. 2008). Penelitian Pendahuluan Kinerja Proses Penyulingan Suhu dalam ketel suling meningkat secara bertahap mulai dari saat uap dimasukkan, semakin tinggi tekanan semakin tinggi pula suhu yang dihasilkan. Suhu rata-rata ketel suling adalah 99.40 ºC pada tekanan 1 bar, 119.85 ºC (2 bar) dan pada tekanan 3 bar suhu mencapai 132.55 ºC. Dengan adanya uap panas yang masuk kedalam ketel suling akan menghasilkan uap campuran yang terdiri dari uap air dan uap minyak atsiri. Campuran uap tersebut mengalir melalui pipa menuju kondensor dan uap tersebut mengalami proses pengembunan dalam kondensor. Distilat keluar dari kondensor menuju pemisah minyak (separator) dan minyak akan terpisah dari air. Kondisi operasi dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5 terlihat semakin tinggi tekanan uap yang digunakan semakin besar laju alir air pendingin yang digunakan, hal ini berhubungan dengan energi panas yang dilepaskan semakin besar pada tekanan uap yang tinggi. Pada laju alir air pendingin yang besar energi yang diserap air pendingin menurun dan efisiensi kondensorpun menurun (Tabel 7), namun efisiensi kondensor masih sangat tinggi. Suhu destilat rata-rata yang diperoleh pada penelitian pendahuluan ini adalah 28.09 sampai 28.49 ºC dengan suhu air keluar kondensor 48.11 sampai 55.53 ºC, dengan demikian dapat dikatakan kondensor cukup baik. Suhu destilat diusahakan
41
serendah mungkin, karena suhu destilat mempengaruhi mutu (warna) minyak hasil penyulingan. Suhu destilat sangat ditentukan oleh kemampuan kondensor untuk mendinginkan uap yang dihasilkan dari proses penyulingan. Menurut Guenther (1947), kondensor dikatakan baik jika suhu destilat yang dihasilkan sekitar 30 ºC dan suhu air yang keluar dari kondensor maksimal 80 ºC. Tabel 5. Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan konstan Tekanan Uap (bar )
Suhu ketel (ºC)
1 2 3
99.40 119.85 132.55
Distilat Laju alir Suhu distilat uap air rata-rata (l/jam/kg (ºC) bahan)
2.66 2.89 2.44
28.49 28.44 28.09
Laju air pendingin rata-rata (l/jam)
Suhu air keluar kondensor rata-rata (ºC)
75.93 207.58 304.70
51.97 55.53 48.11
Volume dan Recovery Minyak Akar Wangi pada Penyulingan dengan Tekanan Konstan Semakin tinggi tekanan uap semakin tinggi konsumsi energi dan akan mempengaruhi volume dan recovery minyak yang dihasilkan. Semakin tinggi energi yang digunakan semakin tiggi volume dan recovery minyak yang diperoleh. Tingginnya energi disebabkan karena kenaikan suhu yang semakin tinggi dalam ketel, suhu tinggi akan berpenetrasi kedalam bahan secara lebih efektif dan mempercepat proses difusi. Volume dan recovery minyak yang dihasilkan untuk penyulingan selama 9 jam pada tekanan konstan dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan konsumsi energi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 6. Pengaruh tekanan uap terhadap volume dan recovery minyak Tekanan Uap (bar) 1
Volume Minyak (ml)
Recovery Minyak (%)
96.50
78.31
2
101.30
88.88
3
125.15
90.37
Recovery minyak akar wangi pada penyulingan dengan menggunakan tekanan 1 bar baru mencapai 78%, hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat 42
sejumlah minyak yang belum tersuling. Minyak akar wangi yang terdapat dalam bahan masih dapat diperoleh dengan menambahkan waktu penyulingan. Dengan demikian pengugunaan tekanan 1 bar tidak efektif, sedangkan penyulingan dengan menggunakan tekanan 2 dan 3 bar sangat efektif menghasilkan recovery minyak yaitu sebesar 88.88% dan 90.37%. Menurut Guenther (1990), semakin tinggi tekanan yang digunakan maka akan meningkatkan jumlah minyak yang dihasilkan, peningkatan tekanan diakibatkan oleh adanya kenaikan suhu. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat proses difusi. Efisiensi Peralatan Penyulingan Dari hasil perhitungan efisiensi peralatan penyulingan akar wangi dengan menggunakan tekanan 1, 2 dan 3 bar turut-turut ; efisiensi ketel suling (distilator) rata-rata adalah 96.26 %; 96.77%; 99.13%, efisiensi kondensor rata-rata adalah 97.51%; 81.89%; 89.87%. Hasil perhitungan energi dan efisiensi peralatan dapat dilihat pada Tabel 7, perhitungan efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 3. Semakin besar tekanan yang digunakan semakin besar efisiensi ketel suling sehingga mengahsilkan recovery minyak yang cukup tinggi. Efisiensi kondensor menurun seiring dengan peningkatan tekanan, proses kondensasi uap campuran minyak sangat baik, ini terlihat dari efisiensi kondensor yang tinggi. Tabel 7. Hasil perhitungan efisiensi peralatan dan energi spesifik pada penyulingan
minyak akar wangi dengan tekanan konstan. Tekanan
Boiler
Ketel Suling
Kondensor
Energi Spesifik
Uap
Energi Steam
QD
ηD
QL
ηK
MJ/Kg minyak
(bar)
(MJ)
(MJ)
(%)
(MJ)
(%)
akar wangi
1
227.42
218.90
96.25
213.46
97.51
2 356.64
2
228.15
220.77
96.77
180.78
81.89
2 469.19
3
495.77
491.45
99.13
441.69
89.87
4 582.00
Konsumsi energi untuk satu kali penyu-lingan dengan menggunakan tekanan 1, 2 dan 3 bar berkisar antara 2 356.64 - 4 582.00 MJ/kg minyak akar wangi. Konsumsi energi untuk satu kali penyulingan pada skala IKM dengan lama penyulingan 24 jam adalah 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi di konversi dari 450 liter minyak tanah dan konsumsi energi dengan lama penyulingan 10-12 jam adalah 1 784.956 MJ/kg akar wangi (250 liter).
43
Membandingkan konsumsi energi hasil penelitian dengan penyulingan skala IKM dengan lama penyulingan 24 jam maka penyulingan dengan tekanan 1 dan 2 bar dapat menghemat energi sebesar 11.98% dan 7.78% sedangkan pada tekanan 3 bar penghematan energi tidak dapat dilakukan namun rendemen yang dihasilkan sangat tinggi yaitu 3.17% dari skala IKM yaitu 1.2% dan menghemat waktu 11 jam. Penghematan energipun tidak dapat dilakukan bila bandingkan
dengan
penyulingan selama 10-12 jam, namun dari segi mutu, rendemen, dan waktu, penyulingan dengan tekanan 1, 2 dan 3 bar lebih unggul terutama warna tidak gelap dan tidak berbau gosong seperti yang dihasilkan pada penyulingan skala IKM. Penelitian Utama Kinerja Proses Penyulingan Minyak Akar Wangi Tekanan dan Laju Alir Uap Air Secara Bertahap
dengan Peningkatan
Pada penelitian utama kondisi operasi tiap perlakuan berbeda dengan perlakuan tekanan konstan, perbedaan terlihat dari laju alir uap air dan suhu ketel sedangkan kondisi yang lainnya seperti suhu distilat, suhu air pendingin dan laju air pendingin tetap dipertahankan. Pada penelitian ini penggunaan laju alir uap air disesuakan dengan perlakuan. Laju alir uap air dapat diatur disebabkan adanya pressure reducing valve (PRV). Untuk mendapatkan laju alir uap air sesuai kebutuhan yaitu dengan cara membuka valve yang terletak pada pipa penghubung ketel-kondensor. Peningkatan tekanan mengakibatkan suhu proses tinggi dan berimplikasi pada tingginya suhu dalam ketel suling. Pada tekanan 3 bar suhu ketel pada semua perlakuan mencapai 135 ºC (Tabel 8). Dengan tingginya suhu maka proses difusi berjalan lebih cepat sehingga minyak dapat terekstrak lebih mudah. Semakin besar laju alir uap air, semakin besar pemakaian uap air (Tabel 9) sehingga semakin cepat uap air
bergerak menembus tumpukan bahan yang padat. Uap dapat
berpenetrasi ke dalam bahan secara merata, hal ini ditandai dengan tidak terdapat area bahan yang masih kering setelah proses penyulingan. Menurut Guenther (1947) uap dengan laju alir tinggi menyebabkan perbedaaan tekanan dalam ketel suling sehingga uap mencegah stagnasi bagian yang padat dari bahan dalam ketel.
44
Tabel 8. Pengaruh peningkatan tekanan terhadap suhu ketel suling Laju alir uap air (l/j/kg bahan)
Suhu Ketel Suling (ºC) 2 bar
2.5 bar
3 bar
125.71 122.13 122.42
129.87 127.54 129.18
135.61 135.19 135.07
123.27
130.18
135.25
Laju alir uap air konstan : 1 1.5 2 Laju alir uap air bertahap: (1, 1.5, 2)
Pengaruh Peningkatan Tekanan dan Laju Alir Uap Air terhadap Laju Keluar Minyak dan Recovery Minyak •
Peningkatan Tekanan Uap Bertahap dan Laju Alir Uap Air Konstan Sample minyak diambil berdasarkan fraksi, fraksi 1 (F1) adalah pada
tekanan 2 bar, fraksi 2 (F2) pada tekanan 2.5 bar dan fraksi 3 (F3) pada tekanan 3 bar. Volume minyak tersuling dapat dilihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa penggunaan laju alir uap air 2 liter/jam/kg bahan pada F1 menghasilkan minyak yang tertinggi. Hal ini disebabkan uap dapat berpenetrasi kedalam bahan secara merata sehingga proses ekstraksi berjalan sempurna. Pada tekanan 2.5 bar, penggunaan laju alir uap air yang sama masih menghasilkan jumlah minyak yang banyak. Namun saat tekanan dinaikkan menjadi 3 bar, minyak yang dihasilkan sangat sedikit. Hal ini diduga
Volume Minyak (ml)
minyak yang terkandung dalam bahan telah semakin berkurang dan hampir habis. 40 35 30 25 20 15 10 5 0 F1 Laju uap 1 l/jam/kg bahan Laju uap 1,5 l/jam/kg bahan Laju uap 2 l/jam/bahan
F2 Fraksi
F3
Gambar 5. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan (F1= tekanan 2 bar, jam ke 0- 2; F2 = tekanan 2 bar, jam ke 3 – 5; F3 = tekanan 3 bar, jam ke 6 – 9) 45
Proses perajangan bahan sebelum diolah sangat membantu terjadinya proses difusi minyak. Bahan tersebut dapat dimasukkan dengan merata kedalam ketel suling dan uap menembus lebih merata, kerapatan bahan sangat mempengaruhi kemampuan uap berpenetrasi ke dalam bahan. Kerapatan pengisian bahan yang tidak merata menyebabkan terjadinya jalur uap (rat hole). Jalur uap tersebut dapat menyebabkan loss uap sehingga uap air tidak dapat mengikat minyak dari jaringan/kantung minyak tanaman. Pada Gambar 6 terlihat bahwa, semakin tinggi laju uap air semakin besar tingkat recovery minyak.
Recovery Minyak (%)
100 80 60 40 20 0
1.52 1 Laju alir uap air (l/j/kg bahan)
2
Gambar 6. Recovery minyak akar wangi pada tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan. Penggunaan laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan menghasilkan recovery minyak 90.42%, dengan demikian sebagian besar minyak dari potensi minyak yang ada telah terekstrak sedangkan perlakuan lainya dengan lama penyulingan yang sama belum dapat mengekstrak minyak dengan sempurna, recovery minyak yang diperoleh pada laju alir uap air 1 dan 1.5 l/jam/kg bahan adalah 73.03% dan 83.05 %. •
Peningkatan Tekanan dan laju Alir Uap Air Bertahap Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa volume minyak tersuling pada
fraksi 1 (F1) masih sedikit dan pada fraksi 2 (F2) meningkat dan mulai menurun sedikit dan pada fraksi ke-3. Hal ini berbeda dengan penyulingan pada peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan, volume minyak tersuling pada fraksi 1 sangat tinggi dan menurun hingga akhir proses. Dengan demikian penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air 46
bertahap tidak efektif karena volume minyak tersuling hingga akhir proses masih banyak, sehingga masih membutuhkan penambahan waktu proses untuk mengekstrak minyak dengan sempurna. .
Volume (ml)
40 30 20 10 0 F1
F2 Fraksi
F3
Laju uap bertahap (l/jam/kg bahan)
Gambar 7. Volume minyak akar wangi pada penyulingan peningkatan tekanan dan laju alir uap air bertahap (F1= tekanan 2 bar, jam ke 0- 2; F2 = tekanan 2 bar, jam ke 3 – 5; F3 = tekanan 3 bar, jam ke 6 – 9).
Analisis Energi Proses Penyulingan Analisis Energi Berdasarkan Sub Sistem Alat a. Ketel Uap (Boiler) Boiler merupakan sumber energi panas berupa uap (steam). Pada tahap awal air dipanaskan dalam boiler hingga mencapai suhu 100 ºC selanjutnya air berubah fase menjadi uap. Pada pemanasan air, saat air mencapai suhu 100 ºC, proses kenaikan suhu akan berhenti dan terjadi perubahan fasa air dari cair menjadi gas. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah fasa inilah yang disebut sebagai panas laten suatu zat (http://elearning. gunadarma. ac.id/docmodul/fisika_ ilmu_panas/bab4-panas_ dan_ perubahan_fasa.pdf, 2009). Proses pembentukkan uap dalam boiler dapat dilihat pada Gambar 8. T(ºC) º
D B
Keterangan : A – B = Fasa cair B – C = Fasa cair dan uap (titik didih) C – D = Fasa uap
C
A A
Q
Gambar 8. Proses pembentukan uap air dalam boiler. 47
Total energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air (steam) di boiler dapat dihitung dengan persamaan (6), dari hasil perhitungan (Lampiran 3 ) didapatkan total energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air (energi steam) yang terbesar adalah pada perlakuan laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan. Rata-rata produksi steam dan energi steam dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Produksi steam dan energi steam pada sistem penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap Laju alir uap air air (l/j/kg bahan)
Massa air (liter)
Massa uap air (liter)
Energi (MJ) QB
Loss pipa uap
Laju alir uap air air konstan : 1
67.74
48.725
127.50
1.24
1.5
81.30
59.805
152.75
1.18
2
100.73
83.035
213.10
1.46
66.385
172.41
1.34
Laju alir uap air air bertahap : (1,1.5,2)
84.29
Berdasarkan Tabel 9, penggunaan air semakin besar seiring dengan besarnya laju uap air yang digunakan dan semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk memproduksi steam. Peningkatan tekanan akan menambah panas lebih banyak dan akan menaikkan suhu dalam boiler sampai mencapai 170ºC. Kenaikan tekanan meningkatkan entalphi air dan suhu jenuh. Air akan berubah menjadi steam pada suhu tersebut dan membutuhkan panas laten yang besar sehingga menghasilkan energi yang besar. Selama penyulingan 9 jam terdapat kehilangan energi secara konveksi pada pipa uap untuk laju alir uap air 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan berturut-turut adalah 1.24 MJ, 1.18 MJ, dan 1.46 MJ, untuk peningkatan tekanan dan laju alir uap air bertahap adalah 1.34 MJ. Perhitungan kehilangan energi
dengan
pendekatan konveksi dapat dilihat Lampiran 2, sedangkan profil kehilangan kalor ke lingkungan setiap jam pada penyulingan ini seperti pada Gambar 9. Kehilangan energi dapat diminimalkan karena pipa uap di isolasi dengan bahan isolator yang baik yaitu lembaran asbetos.
48
Kehilangan Energi (MJ)
0.2 0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
Waktu Penyulingan (jam) V1 = 1 l/jam/kg bahan
V2 = 1,5 l/jam/kg bahan
V3 = 2 l/jam/kg bahan
Gambar 9. Grafik kehilangan energi pada pipa penghubung boiler ke ketel suling (pipa uap).
b. Ketel Suling (Distillator) Kapasitas ketel suling adalah 90.5 liter, namun pada pelaksanaan penelitian ini bahan diisi sebanyak 3 kg sampai 4 kg dengan kepadatan bahan 0.09 kg/liter. Pengisian bahan dalam ketel suling tidak sampai pada kapasitas maksimal volume ketel. Hal ini bertujuan agar pengisian bahan lebih merata dan tidak terlalu padat sehingga uap dapat berpenetrasi dengan sempurna, hal ini juga ditunjang oleh laju alir uap air. Laju alir uap air yang besar dapat mempersingkat waktu penyulingan, pada laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan dapat mengektrak minyak sebesar 90% dengaan lama penyulingan 9 jam. Adanya pressure reducing valve (PRV) dapat menagatur laju alir uap air dan tekanan tetap stabil sampai akhir penyulingan sehingga kondisi proses penyulingan dapat dipertahankan pada kondisi optimal dan akan berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi proses penyulingan. Keseluruhan uap yang diproduksi oleh boiler digunakan sebagai pemanas pada stasiun penyulingan maka perlu dipasang pengukur laju destilasi, efisien tidaknya energi yang dibutuhkan sangatlah tergantung kebutuhan uap yakni steam ratio kg uap/liter yang digunakan terutama pada proses distilasi. (http://staff.ui.edu/internal/131668156/material/02AuditEnergi Rekomnedasi.ppt., 2009)
Berdasarkan Tabel 10, semakin tinggi laju uap semakin besar energi yang digunakan untuk mengekstrak minyak. Perhitungan nilai efisiensi ini didasarkan perbedaan input energi pada ketel dan energi yang dimanfaatkan oleh ketel untuk 49
menguapkan minyak. Energi input ketel berupa energi steam yang dialirkan dari boiler. Pada Gambar 10 terlihat energi yang masuk ketel suling dapat dimanfaatkan secara optimal untuk proses penyulingan. Nilai efisiensi ketel suling dari uji coba penyulingan ini berkisar antara 96.15% sampai 99.74%. Efisiensi ketel yang tinggi disebabkan proses pindah panas pada ketel sangat baik artinya uap dapat mentransmisikan panas dengan baik ke seluruh bahan sehingga energi dapat berdifusi dengan bahan secara sempurna. Tabel 10. Hasil perhitungan energi yang dimanfaatkan minyak (QD) dan nilai efisiensi ketel suling Laju alir uap air air (l/j/kg bahan) QD Laju alir uap air konstan : 1 1.5 2
Energi (MJ) Loss (MJ)
untuk mengekstrak Efisiensi ketel suling (%)
122.64 150.12 212.55
3.89 3.67 4.32
96.15 98.28 99.74
165.9
4.56
96.23
Laju alir uap air bertahap (1,1.5,2)
Didalam ketel terjadi kondensasi saat penyulingan. Kondensasi di ketel terjadi disebabkan uap air besuhu tinggi kehilangan sebagian energi untuk berdifusi dengan bahan, sehingga sebagian uap air tidak dapat mempertahankan fase uapnya berubah menjadi air. Terkondensasinya sebagian uap dalam ketel mengakibatkan adanya kehilangan panas. Air yang terkondensasi diketel cukup besar namun hal ini tidak menyebabkan efisiensi rendah karena air tersebut dikeluarkan secara berkala setiap jam. Menurut Guenther (1947) air yang terkondensasi diketel harus dibuang karena uap akan berpenetrasi terlebih dahulu melalui lapisan air dan menyebabkan uap basah yang dapat membasahi bahan dan menggumpalkannya. Bahan menjadi lembab dan melekat, sehingga jumlah uap yang dibutukan lebih banyak, penyulingan lebih lama dan biasanya menghasilkan rendemen yang rendah. Air yang terkondensasi dalam sisitim penyulingan minyak akar wangi berkisar antara 15.09 liter sampai 17.317 liter.
50
99.74
200
100
98.02
96.15
80
150
60
100
40
50
20
0-
Efisiensi Ketel (%)
Energi (MJ)
250
0 1
1.5 Laju Alir Uap Air (l/jam/kg bahan)
2
QB = Energi Steam QD = Energi yg dim anfaatkan di ketel suling Efisiensi Kete Suling
Gambar 10. Perbandingan energi yang masuk ke ketel suling (QB) dengan energi yang dimanfaatkan oleh ketel suling (QD). Selama proses penyuling
kehilangan panas dapat dapat diminimalkan
antara lain dengan penahan panas (glasswool) pada dinding ketel, membuang air yang terkondensai dalam ketel secara berkala. Kehilangan energi pada laju alir uap air air 1, 1.5 dan 2 l/jam/kg bahan adalah 3.89 MJ, 3.67 MJ dan 4.32 MJ serta 4.56 MJ pada laju alir uap air air bertahap. Histogram perbandingan kehilangan energi dapat dilihat pada Gambar 11. Kehilangan energi panas tidak dapat dihindari walaupun telah diberi isolator, kehilangan energi panas hanya dapat diminimalkan. Gambar 11 menunjukkan bahwa dinding ketel diberi isolator
masih terdapat kehilangan
energi panas namun kecil jika dibandingkan dengan yang tidak diinsulasi. Kehilangan energi tertinggi adalah pada dinding ketel yang tidak diinsulai dapat disebabkan karena letaknya berdekatan dengan pipa penghubung ketel ke kondensor dimana terdapat uap campuran minyak dan uap air meninggalkan ketel ke kondensor dan adanya pergerakan uap keatas walaupun luas permukaan diniding tersebut cukup kecil namun suhu yang terukur pada dinding tersebut
angan Energi (MJ)
cukup tinggi.
2.5 2 1.5 1
51
a)
Kehilangan Energi (MJ)
Laju Alir Uap air (l/jam/kg bahan) Laju Alir Uap air (l/jam/kg bahan)
b)
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 Bertahap
Laju Uap (l/jam/kg bahan)
Laju Alir Uap air (l/jam/kg bahan) Tutup Ketel Dinding Ketel Tanpa isolator Pipa penghubung Ketel-kondensor
Dinding ketel diinsulasi Dasar Ketel
Gambar 11. Kehilangan energi pada ketel suling selama proses penyulingan minyak akar wangi dengan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air konstan (a), dan laju alir uap air bertahap (b). Pada penyulingan secara bertahap ini tekanan uap dinaikkan bertahap sampai 2 kali, pada saat tekanan akan dinaikkan proses penyulingan dihentikan sebentar untuk mengeluarkan distilat pada fraksi tersebut sampai tidak terlihat lagi adanya distilat (campuran air dan minyak), air yang terkondensasi di ketel juga dikeluarkan. Akibat dihentikan dan dijalankan proses penyulingan ini dapat menyebabkan fluktuasi tekanan dalam ketel uap, fluktuasi tekanan ini akan menguntungkan karena aliran uap tersebut dapat memperlonggar susunan bahan sehingga uap dapat masuk kebagian yang lebih padat. Menurut Guenther (1947), pemanasan ketel yang tidak teratur dan peningkatan penggunaan uap dapat menyebabkan fluktuasi tekanan dalam ketel uap, uap yang bertekanan tinggi cenderung mengalir dengan pengaruh menyentak didalam ketel suling dan dapat mengakibatkan perubahan tekanan dalam ketel, menurutnya hal ini sangat menguntungkan uap dapat berpenetrasi kedalam bahan yang lebih padat.
52
d. Kondensor Efisiensi kondensor dapat diasumsikan dengan kemampuan kondensor dalam menftransfer energi kedalam air pendingin. Air pendingin ini dapat berfungsi sebagai recoveri panas. Untuk input energi kondensor didapatkan dari output energi rata-rata ketel suling. Suhu uap yang masuk kondensor diketahui dari tekanan ketel kemudian dihitung dengan bantuan tabel steam. Dari perhitungan ini (Lampiran 3) didapatkan efisiensi rata-rata kondensor berkisar antara 55.41% sampai 64.88%. Perbandingan energi yang masuk ke kondensor dan diserap air pendingin dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tersebut menunjukkan proses pindah panas terjadi pada kondensor cukup baik, energi yang masuk ke kondensor sebagian besar dapat diserap oleh air pendingin. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh laju alir uap air (laju distilat), Tabel 11 menunjukkan bahwa semakin besar laju alir uap air semakin rendah efisiensi kondensor, karena laju alir uap air yang besar akan melepaskan enegi panas yang besar pula. Tabel 11. Pengaruh peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap terhadap kinerja dan efisiensi kondensor Laju Uap air (l/j/kg bahan)
Suhu (ºC) Distilat Air keluar kondensor Laju Uap air konstan :
Laju alir air pendingin (l/jam)
QL (MJ)
Efisiensi kondensor (%)
1
30.03
53.46
126.74
79.57
64.88
1.5
26.46
64.14
76.9
90.01
59.96
2
27.08
69.85
74
117.77
55.41
63.74
82.05
98.31
59.2
Laju Uap air bertahap : (1,1.5,2)
26.71
Kemampuan air pendingin untuk menyerap panas menurun ketika suhu air pendingin meningkat. Hal ini berhubungan dengan laju alir air pendingin yang digunakan, laju alir
yang cepat dapat menyerap panas dengan baik bila
dibandingkan dengan laju alir yang lambat. Namun bila laju alir air pendingin dialirkan cepat pada penggunaan laju uap yang tinggi akan berdampak pada minyak yang keluar dari kondensor. Selama proses penyulingan, minyak tidak keluar dengan sempurna, di duga minyak masih menempel atau terakumulasi pada pipa kondensor, sehingga pada saat di dray untuk menaikkan tekanan
53
berikutnya minyak ikut
mengalir keluar
bersama uap yang keluar dengan
kecepatan tinggi. Terhambatnya minyak yang kelur dari kondensor diduga karena kemiringan dari pipa spiral kondensor kurang baik sehingga kondensasi uap minyak dan air kurang sempurna. Kinerja kondensor dapat dikatakan baik karena suhu destilat yang keluar dari kondensor sekitar 30ºC dan suhu yang keluar darti kondensor maksimal 80 ºC, selain itu untuk mengatur suhu destilat harus disesuaikan dengan laju air yang digunakan kondensor. Pada penelitian ini suhu destilat yang keluar dari kondensor adalah berkisar antara 26ºC sampai 32.97ºC. 100
Energi (MJ)
200
80 68.07
150
64.88
55.41
60
100
40
50
20
0-
Efisiensi Kondensor (%)
250
0 1
1.5 2 Laju alir Uap Air (l/jam/kg bahan)
QD = energi yg dim anfaatkan di ketel suling QL = Energi yg diserap air pendingin Efisiensi Kondensor
Gambar 12. Perbandingan energi yang masuk ke kondensor (QD) dengan energi yang diserap air pendingin (QL). Analisis Energi Berdasarkan Tahapan Proses Perhitungan energi berdasarkan tahapan proses dilakukan untuk melihat penggunaan energi setiap peningkatan tekanan 2 bar (tahap 1), 2.5 bar (tahap 2) dan 3 bar (tahap 3). Semakin tinggi tekanan semakin tinggi energi yang diperlukan untuk proses pembentukan uap air. Energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air pada tekanan 3 bar (tahap 3) lebih besar dari tekanan 1 dan 2 bar (tahap 1 dan 2) (Tabel 12), jumlah steam yang lebih besar ini dapat mempercepat proses penyulingan. Hal ini ditandai dengan recovery pada tahap ke- 3 terutama pada laju
54
alir uap air air 2 l/jam/kg bahan minyak yang terdapat dalam bahan (akar wangi) telah terekstrak dengan optimal. Tabel 12. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi yang digunakan untuk menguapakan air di boiler Laju alir uap air
Energi (MJ)
(l/j/kg bahan)
2 bar
2.5 bar
3 bar
1
31.26
52.03
81.91
1.5
40.40
66.58
86.72
2
51.36
77.18
110.77
34.46
58.30
103.61
Laju alir uap air konstan :
Laju alir uap air bertahap : (1,1.5,2)
Energi yang disalurkan dari boiler setiap tahapan proses ke ketel suling sebagian besar dimanfaatkan dengan baik untuk proses ekstraksi minyak sehingga menghasilkan efisiensi ketel suling per tahapan proses tinggi. Rata-rata efisiensi ketel suling per tahapan proses berkisar antara 73.87 - 89.93% (Tabel 13). Pada tabel tersebut terlihat pula bahwa semakin tinggi tekanan semakin tinggi energi yang digunakan untuk mengekstrak minyak. Penggunaan energi yang besar pada tekanan 3 bar (tahap 3) disebabkan uap membutuhkan panas yang besar agar dapat cepat
berdifusi
menyebabkan
sampai
suhu
kedalam
dalam
ketel
jaringan
bahan.
meningkat
Peningkatan
mencapai
135ºC,
tekanan dengan
meningkatnya suhu jumlah energi panas juga menjadi besar. Tabel 13. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap energi yang dimanfaatkan ketel suling (QD) dan efisiensi ketel suling Laju alir uap air (l/j/kg bahan)
Energi (MJ) 2 bar
Efisiensi Ketel Suling (%)
2.5 bar
3 bar
2 bar
2.5 bar
3 bar
Laju alir uap air konstan : 1
23.09
40.73
65.69
73.87
78.28
80.19
1.5
31.92
54.99
71.23
78.99
82.60
82.14
2
44.63
68.21
99.62
86.90
88.37
89.93
47.24
92.27
76.00
81.03
89.05
Laju alir uap air bertahap : (1,1.5,2)
26.19
Untuk subsistem kondensor, energi yang dilepaskan oleh ketel hanya sebagian yang diserap oleh air pendingin seiring dengan peningkatan tekanan 55
(Tabel 14), sehingga menghasilkan efisiensi kondensor rendah pada akhir proses, kecuali pada perlakuan laju alir uap air 2 l/j/kg bahan. Tabel 14. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) bertahap terhadap energi yang diserap air pendingin (QL) dan efisiensi kondensor Energi (MJ)
Laju alir uap air (l/j/kg bahan)
2 bar
Efisiensi Kondensor (%)
2.5 bar
3 bar
2 bar
2.5 bar
3 bar
23.54 26.98 29.07
35.44 43.17 65.87
72.51 63.90 51.06
57.79 49.06 42.63
53.95 60.61 66.13
34.74
48.33
48.19
73.54
52.38
Laju alir uap air konstan : 1 1.5 2
16.74 20.39 22.79
Laju alir uap air bertahap : (1,1.5,2) 12.62
Tabel 15 menunjukkan bahwa penggunaan laju alir uap air kecil, laju alir air pendingin menurun pada tekanan 3 bar (tahap 3) mengakibatkan air tidak dapat menyerap panas dengan baik, sedangkan pada laju alir uap air yang besar laju air pendingin pada tekanan 3 bar (tahap 3) tinggi sehingga uap yang diserap cukup baik. Perbedaan penggunaan laju air pendingin ini disebabknan adanya fenomena minyak yang keluar dari kondensor tidak sempurna. Laju air pendingin diatur lambat dengan tujuan agar uap dapat kontak lama dengan air pendingin sehingga minyak dapat keluar dengan baik. Tabel 15. Pengaruh peningkatan tekanan (tahapan proses) terhadap kinerja kondensor Laju alir air pendingin
Suhu (ºC)
Laju alir uap air
Air keluar kondensor
Destilat
(l/jam)
(l/j/kg
Tekanan (bar)
Tekanan (bar)
Tekanan (bar)
bahan)
2
2.5
3
2
2.5
3
2
2.5
3
Laju alir uap air konstan : 1
53.00
51.93
55.31
31.98
31.58
26.42
135.05
158.49
84.06
1.5
69.88
70.92
59.75
26.19
26.56
26.51
63.18
54.21
76.65
2
72.63
77.00
69.94
26.75
27.08
27.25
65.57
58.02
90.2
67.38
25.88
26.68
27.13
69.08
89.64
82.85
Laju alir uap air bertahap : (1,1.5,2)
56.69
63.58
Penentuan Kooefisien Perpindahan Panas Menyuluruh (U)
56
Menurut Yunus and Robert (2001), bila perpindahan panas yang terjadi pada kondesor dan luas permukaan pindah panas diketahui maka
koefisien
pindah panas menyeluruh (U) dapat ditentukan. Perhitungan koefisien perpindahan panas dapat dilihat pada Lampiran 3. Koefisien perpindahan panas menyuluruh (U) berkisar antara 542.698 sampai 1 045.955 W/m2 ºC (Tabel 16). Banyaknya perpindahan kalor dihitung berdasarkan perbedaan temperature rata-rata logaritmik. Makin besar koefisien perpindahan kalornya makin kecil luas bidang pendingin yang diperlukan. Salah satu faktor yang menentukan besarnya koefisien perpindahan kalor adalah kecepatan aliran fluida atau benda yang hendak didinginkan, disamping itu makin besar benda yang hendak didinginkan (menempel) atau dekat pada bidang pendingin makin besar koefisien perpindahan kalornya (Wiranto dan Heize, 2005). Tabel 16. Koefisien perpindahan kalor dari kondensor jenis spiral Laju Alir Uap Air (l/j/kg bahan)
∆LMTD
U (W/m² ºC )
U (BTU/feet ºF)
Laju alir uap air konstan : 1
76.13
542.698
95.65
1.5
69.94
621.076
109.47
2
57.59
1045.955
184.29
67.25
781.711
137.78
Laju alir uap air bertahap : (1,1.5,2)
Hubungan Antara Peningkatan Tekanan dan Laju alir uap air Terhadap Konsumsi Energi dan Recovery Minyak Gambar 13 menunjukkan laju alir uap air sangat mempengaruhi konsumsi energi dan recovery minyak akar wangi, semakin besar laju alir uap air semakin tinggi energi yang digunakan dan semakin tinggi minyak yang terekstrak. Tingginya energi disebabkan karena semakin banyak uap yang diterima oleh bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari bahan, semakin besar uap yang berhubungan dengan sel-sel minyak pada jaringan bahan semakin tinggi recovery minyak. Penggunaan laju alir uap air 2 l/j/kg bahan yang menghasilkan recovery minyak yang tinggi dengan konsumsi energi yang besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Energi (MJ)
160 120 80
80 60 40 20
overy Minyak (%)
100 200
57
Gambar 13. Hubungan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air konstan terhadap pemakaian energi dan recovery minyak akar wangi. •
Energi Spesifik Konsumsi energi untuk satu kali penyulingan pada penelitian ini berkisar
antara 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg minyak akar wangi lebih rendah dari skala IKM rata-rata sebesar 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi (nilai panas minyak tanah 35 699.12 KJ/l). Pada penyulingan skala IKM bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah, untuk memproduksi minyak akar wangi yang bermutu baik membutuhkan 450 liter selama 24 jam dan menghasilkan 5-7 kg minyak akar wangi. Membandingkan konsumsi energi hasil peneltian dengan IKM akar wangi di Kabupaten Garut maka penelitian ini lebih menghemat energi berkisar antara 8.30% - 33.40%. Perbandingan konsumsi energi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Perbandingan konsumsi energi penyulingan minyak akar wangi Uraian
1. Berat akar wangi, kg 2. Jumlah minyak yang dihasilkan, kg 3. BBM (minyak tanah), lt 4. Konsumsi energi, MJ 5. Konsumsi energi /kg minyak akar wangi, MJ/kg minyak
Hasil Penelitian Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
IKM Lama penyulingan Bertahap (24 jam) 3 1500
1 3
1.5 3
2 3
0.0715 127.5
0.0740 152.75
0.0868 213.1
0.0923 172.41
6 450 16064.60
1783.22
2064.19
2455.07
1868.94
2677.43
8.31%
30.20%
6. Penghematan energi terhadap penyulingan skala IKM : 33.40%
22.90%
-
58
Analisa Mutu Minyak Akar Wangi Minyak akar wangi dapat digolongkan bermutu baik apabila memenuhi standar penerimaan umum yaitu SNI 06-2386-2006. Perbandingan mutu minyak akar wangi dapat dilihat pada Tabel 18. Secara keseluruhan mutu minyak akar wangi hasil penelitian adalah baik. Nilai mutu meningkat seiring dengan peningkatan tekanan. Warna merupakan salah satu parameter mutu yang menjadi salah satu pertimbangan konsumen minyak akar wangi. Umumnya warna yang lebih muda lebih disukai dari pada warna yang gelap. Warna minyak minyak yang dihasilkan yaitu kuning muda hingga coklat kemerahan (Gambar 14), sedangkan Aroma merupakan kriteria penting dalam menentukan mutu minyak atsiri. Aroma khas akar wangi merupakan standar yang diinginkan dalam perdagangan minyak akar wangi. Aroma/bau minyak yang dihasilkan dari penelitian adalah bau kkhas minyak akar wangi. Semakin tinggi tekanan (F3) warna minyak semakin gelap dan memberikan bau yang lebih tajam. Guenther (1990) menyatakan bahwa komponen minyak yang paling menentukan nilai warna dan aroma adalah komponen bertitik didih tinggi. Komponen bertitik didih tinggi ini hanya dapat tersuling pada suhu tinggi atau tekanan tinggi. Tabel 18. Perbandingan mutu minyak akar wangi Jenis Uji
Syarat Mutu SNI 2006
• Warna
Kuning muda – coklat kemerahan
Mutu Minyak Akar Wangi Hasil Penelitian Kuning muda – coklat kemerahan
• Bau • Bobot Jenis 20ºC/20ºC • Indeks Bias 20ºC • Kelarutan dalam etanol 95 % • Bilangan asam • Bilangan ester • Vetiverol total (%)
Khas akar wangi 0.980 – 1.003 1.520 – 1.530 1:1 jernih, seterusnya jernih 10 – 35 5 – 26 Minimum 50
Khas akar wangi 0.980 - 1.003 1.5233 – 1.5266 1:1 jernih, seterusnya jernih 3–9 4 – 20 44.45 – 71.40
ISO 2002 Reunion Haiti Coklat merah kecoklatan 0,99 – 1,015 1,522 – 1,530 Maks. 1 : 2
Coklat merah kecoklatan 0,986 – 0,998 1,521 – 1,526 Maks. 1 : 2
Maks. 35 5 – 16 -
Maks. 14 5 – 16 -
59
F1
F2
F3
Keterangan : F1 : Fraksi 1, hasil penyulingan 2 jam pertama pada tekanan 2 bar F2 : Fraksi 2, hasil penyulingan jam ke- 3 – 5 pada tekanan 2.5 bar F3 : Fraksi 3, hasil penyulingan jam ke -6 – 9 pada tekanan 3 bar
Gambar 14. Pengaruh peningkatan tekanan dan laju alir uap air terhadap warna minyak akar wangi. Untuk nilai bobot jenis minyak akar wangi hanya minyak fraksi 1 dari masing-masing perlakuan yang memenuhi standar SNI 2006 yaitu kisaran 0.980 – 1.003. Sementara fraksi 2 dan 3 dari setiap perlakuan berada di atas rentang tersebut. Perbedaan bobot jenis ini dapat disebabkan oleh perbedaan kultivar, umur panen dan kondisi tempat tumbuh serta metode penyulingan yang digunakan (Wibowo et al. 2008). Guenther (1990) menyebutkan akar wangi yang tua akan menghasilkan minyak dengan nilai bobot jenis yang lebih tinggi. Menurut Ketaren (1985), bobot jenis yang tinggi mengarah pada mutu minyak yang baik. Hal ini dikarenakan komponen dengan berat molekul tinggi terkandung dalam minyak. Bilangan asam menunjukkan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atsiri, yaitu senyawa-senyawa asam tersebut dapat merubah bau khas dari minyak atsiri. Hal ini dapat disebabkan oleh lamanya penyimpanan minyak dan adanya kontak antara minyak atsiri yang dihasilkan dengan sinar dan udara sekitar ketika berada pada botol sampel minyak pada saat penyimpanan. Jika penyimpanan minyak tidak diperhatikan atau secara langsung kontak dengan udara sekitar, maka akan semakin banyak senyawa-senyawa asam yang terbentuk. Bilangan 60
asam untuk minyak akar wangi dari pulau Jawa berkisar antara 8 - 35. Nilai bilangan asam minyak akar wangi hasil penyulingan pada penelitian ini masih sesuai dengan standaryang ditetapkan oleh SNI (2006) yaitu berkisar antara 3 - 9. Kadar vetiverol yang dihasilkan berkisar antara 44.45% - 71.40%, kadar vetiverol ini sesuai dengan standar yang ditetapkan SNI (2006). Kadar vetiverol meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan. Hal ini disebabkan karena vetiverol merupakan komponen berat yang lebih banyak terdapat pada fraksi berat atau fraksi yang sukar menguap.
61
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan tekanan yang lebih tinggi sampai dengan 3 bar dan laju alir uap air tinggi menyebabkan makin besar konsumsi energi. Peningkatan tekanan secara bertahap dapat dan laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan menghasilkan tingkat recovery minyak yang tinggi (90.42%) dengan mutu yang tetap baik. Disain tersebut dapat mengurangi waktu proses penyulingan sehingga mengurangi jumlah konsumsi energi. Laju alir uap air berpengaruh terhadap laju ekstraksi minyak tapi juga berhubungan dengan konsumsi energi. Pada disain proses yang direkayasa pada penelitian ini kinerja dan efisiensi ketel suling cukup baik, hal ini ditandai dengan tingkat recovery yang tinggi dan efisiensi ketel yang tinggi. Loss energi pada ketel suling (dinding, tutup, dasar) dan pipa penghubung ketel-kondensor tidak signifikan terhadap keseluruhan konsumsi energi karena telah diberi isolator. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh laju alir uap air dan laju alir air pendingin. Efisiensi kondensor relatif rendah dibandingkan dengan ketel suling disebabkan keterbatasan kondensor dalam menangkap panas kondensasi minyak dan uap air. Energi spesifik berkisar antara 1 783.22 – 2 455.07 MJ/kg minyak akar wangi lebih rendah dari skala IKM rata-rata sebesar 2 677.43 MJ/kg minyak akar wangi. Penyulingan dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap lebih hemat energi jika dibandingkan dengan skala IKM akar wangi di Kabupaten Garut.
Saran 1. Perlu diuji dengan bahan bakar batu bara agar secara ekonomis bisa dievaluasi. 2. Perlu dilakukan verifikasi pada sistem penyulingan skala besar. 3. Perlu pemanfaatan kembali air pendingin yang keluar dari kondensor untuk pemanasan boiler agar penggunaan energi lebih efisien.
62
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2006. Akar Wangi (Vetiveria zizanoides Stapt). PT. Djasula Wangi. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri. 18 – 20 September 2006. Solo, Indonesia. Azlina, N.B.M. 2005. Study on Important Parameters Affecting The HydroDistillation for Ginger Oil Production. [Thesis]. Faculty of Chemical and Natural Resources Engineering University Teknologi Malaysia. BPS. 2007. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Expor. BPS. Jakarta. Bachtiar, S.N. 2007. Studi Pemanfaatan Panas Bumi Sisa PLTP Untuk Industri Akar Wangi di Kabupaten Garut. LEAD Associate Project Cohort XII. Bernasconi, H, H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, E. Scheneiter. 1995. Teknologi Kimia 2. Diterjemahkan oleh Lienda Handojo. PT. Pragniya Paramita, Jakarta. Leupin, R. E. 2001. Vetiveria zizanioides: An Approach to Obtain Essential Oil Variants via Tissue Culture. Dissertation. Swiss Federal Institute Of Technology Zürich. Dalton, P. A., Smith R.J. and Truong P.N.V. 1996. Vetiver grass hedges for erosion control on a cropped flood plain: hedge hydraulics. Journal of Agricultural Water Management 31 : 91-104. Dewan Atsiri Indonesia. 2008. Database Minyak Atsiri Indonesia. http://atsiri indonesia.com/public/index.php?menu=3&show=4. [25 April 2008]. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2007. Jawa Barat Dalam Angka. http:// www.bapeda-jabar.go.id/docs/jabarangka/20071210 = 095922. [13 Juni 2009]. Early, R. L. 1983. Unit Operations in Food Processing. Pergamon International Library. Guenther, E. 1947. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan. Semangat Ketaren. UIPress. Jakarta. Guenther, E. 1990. Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid IVA. Terjemahan. Semangat Ketaren. UI-Press. Jakarta. Geankoplis, C.J. 1983. Transport Process and Unit Operations. 2nd ed. Allyn Bacon. Inc. Boston. Harjono, S. Rusli dan R. J. Deswert. 1973. Cara-cara penyulingan mempengaruhi rendemen dan kualitas akar wangi. Penelitian LPTI No. 15-16. p. 39-47.
63
Heldman, D.R and R.P Singh. 1980. Food Processing Engineering, Second Edition. Afi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. http://elearning.gunadarma. ac.id/docmodul/fisika_ilmu_panas/bab4-panas_ dan_ perubahan_fasa.pdf. Panas dan Perubahan Fasa. [11 Pebruari 2009] http://digilib.batan.go.id/ sipulitbang/ abstrak.php?id=0640. Penukar Kalor Spiral [24 Februari 2008]. http://processengineers.blogspot.com/2008/01/distillation-basic-theory-part-01. html. Process Engineer - The Way Of Live Distillation Basic Theory Part 01. [05 April 2008] Indrawanto. 2006. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Akar Wangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Buletin Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol XVIII (2) : 78 – 83. [ISO] Interna-tional Organization for Standarization. 2002. Oil of vetiver
(Vetiveria zizanioides (Linnaeus) Nash). http://www.iso.org/iso/iso_ catalogue/catalogue_tc/catalogue_detail.htm?csnumber=28587 [15 April 2008]. Kamil Sulaiman dan Pawito. 1983. Termodinamika dan Perpindahan Panas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Ketaren, S dan Djatmiko, B. 1978. Minyak Atsiri Bersumber dari Batang dan Akar. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Bogor : FATEMETA, IPB. Lembaga Pengembangan Ekonomi Al-Syura. 2006. Pengembangan Komoditi Pertanian Unggulan di Kabupaten Garut. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Lembaga Pengembangan Ekonomi (LPE) Al–Syura bekerjasama dengan The Partnership for Economic Growth (PEG) dan The United States Agency for International Development (USAID). http://bakti.easternindonesia.org/gsdl/ collect/ pdf/index/assoc/HASH01d3 /3ce84399.dir/doc.pdf. [15 April 2008]. Lestari, R. S.E. 1993. Pengaruh Tekanan Uap dalam Proses Distilasi Terhadap Rendemen Minyak Serai Wangi. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. Lutony, T. L dan Rahmawati ,Y. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. Martinez. J., Paulo T. V. R., Chantal, M., Alain L., Pierre B., Dominique P., dan M. Angela A. M. 2004. Valorization of Brazilian Vetiver (Vetiveria zizanioides (L.) Nash ex Small) oil. J. Agric. Food Chem. 53: 6578-6584
64
Marie Temmen. 1997. Essential oil profile Vetiver. Journal of the National Association for Holistic Aromaterapy (NAHA), 7 (3). McCabe, W. R., Julian C. M and Petter H. 1993. Sitem Operatian of Chemical Engineering Fith Edition. McGraw Companies, Inc. Primis Custom Publishing. McCabe, W. R., Julian C. M and Petter H. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2. Cet.4 Erlangga, Jakarta. Moestafa, Achmad dan J. Moermanto. 1988. Meningkatkan Mutu Minyak Akar Wangi Dengan Cara Deterpenasi. Warta IHP Vol.5. Balai Besar Industri Pertanian (BBIHP), Bogor. Moestafa A, Waspodo P dan Hakim S. 1991. Pengaruh Lama dan Kecepatan Penyulingan Terhadap kadar Minyak dan Vetiverol Akar Wangi. Warta IHP 8 (2) : 11 – 15. Perry, Robert H. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. The McGraw-Hill Companies, Inc. Risfaheri dan Mulyono E. 2006. Standar proses produksi minyak atsiri. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri. Solo, Indonesia 18 – 20 September 2006. Buku 2. h. 68-75. Sakiah S. 1999. Modifikasi Proses Penyulingan dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor. Santoso, H. B. 1993. Akar Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. [SNI]
Standar Nasional Indonesia. 2006. Minyak Akar Wangi. http://www.bsn.or.id/files/sni/SNI%2001-2386-2006%20_akar%wangi_. pdf. [10 Februari 2008]
Suryatmi, R.D. 2006. Kajian Variasi tekanan pada penyulingan minyak akar wangi skala laboratorium. Prosiding Konferensi Nasional Minyak Atsiri Solo, Indonesia 18 – 20 September 2006. Buku 1. h. 173-178. Spirax Sarco. 2008. Tambahan Saluran Pipa. Learning Centre, Blok 10. www.spiraxsarco.com. Tasma, I.M, Pandji M.L dan Taurini, E. 1990. Perkembangan penelitian akar wangi. Edisi Khusus Balittro Vol. VI, No. I P. 10-22. Triharyo. 2007. Studi Potensi Pemanfaatan Uap Panas Bumi secara Langsung (Direct-Use Geothermal) Untuk Akar Wangi. Laporan Penelitian. Kerjasa-ma Kelompok ASGAR (Asli Garut) bersama PT
65
Rekayasa Industri - Pem-bangun PLTP Kamojang-4 Desember 2007. http://www.triharyo. com/dl jump.php?id=11. [25 April 2008]. Uhe, G. 2006. Market Report Essential Oils Desember 2006. www.uhe.com Utomo T. 1984. Teori Dasar Fenomena Transport. Cetakan Pertama. Penerbit Binacipta. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2006. Strategi Pengembangan Minyak Atsiri Indonesia. Vol.28, No. 5. Wiranto dan Heize, S. 2005. Penyegaran Udara. PT. Pradya Paramita. Cet. 7, Jakarta. Yunus A. C and Robert H. T. 2001. Fundamentals Of Thermal-Fluid Sciences. Both of the Departemen of Mechanical Engineering University of Nevada, Reno. The McGraw-Hill Companies, Inc.
66
Lampiran 1. Data hasil penelitian penyulingan akar wangi dengan peningkatan tekanan dan laju alir uap air secara bertahap. • No.
Hasil penyulingan pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir uap air 1 l/jam/kg bahan Uraian 2
1 2 3 4 8 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Berat Bahan, kg Kadar air bahan, % bb Kadar minyak, % bb Lama Penyulingan, jam Volume minyak yang tersuling, ml Rendemen, % bb massa air, kg Massa uap, kg Jumlah air distilasi, lt Jumlah air yang terkondensasi Dalam ketel suling, lt Laju distilasi, lt/jam Laju air pendingin, lt/jam Jumlah energi, MJ Tekanan boiler, bar Suhu dalam boiler, ºC Tekanan PRV, bar Suhu dalam ketel suling, ºC Tekanan ketel suling, kg/cm²
Ulangan 1 Tekanan (bar) 2.5 3
-
-
-
2 22.50 0.75 27.24 8.01 6.27 1.74
3 21.00 0.70 34.58 15.35 10.21 5.14
0.98 67.59
sistim 2
Ulangan 2 Tekanan (bar 2.5 3
Sistim
-
-
-
4 17.50 0.58 40.72 21.52 11.88 9.64
3.00 12.00 3.20 9 61.00 2.03 67.60 48.37 28.35 16.52
2 31.80 1.06 28.25 9.02 6.25 2.77
3 32.00 1.07 33.81 14.58 9.46 5.12
3 18.20 0.61 40.79 21.56 11.62 9.94
3.00 9.50 3.00 8 82.00 2.73 64.39 48.66 27.33 17.83
1.06 70.98
1.06 69.08
1.04 69.38
1.08 202.50
1.05 246.00
1005.00 109.92
1.04 184.10
31.24
54.49
75.30
126.93
6.57
6.58
6.74
6.65
31.26 6.65
52.03 6.65
72.87 6.60
127.56 6.63
169.28
169.39
170.25
169.77
2.05 123.49 2.15
2.55 128.59 2.72
3.00 135.21 3.38
2.53 130.09 2.80
169.79 2.10 122.47 2.20
169.79 2.44 128.59 2.65
169.49 2.92 134.98 3.22
169.69 2.54 129.91 2.75
67
Lampiran 1 (Lanjutan) • No.
1 2 3 4 8 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Hasil penyulingan pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir uap air 1,5 l/jam/kg bahan Uraian
Berat Bahan, kg Kadar air bahan, % bb Kadar minyak, % bb Lama Penyulingan, jam Volume minyak yang tersuling, ml Rendemen, % bb Massa air, kg Massa uap, kg Jumlah air distilasi, lt Jumlah air yang terkondensasi dalam ketel suling, lt Laju distilasi, lt/jam Laju air pendingin, lt/jam Jumlah energi, MJ Tekanan boiler, bar Suhu dalam boiler, ºC Tekanan PRV, bar Suhu dalam ketel suling, ºC Tekanan dalam ketel suling, kg/cm²
Ulangan 1 Tekanan Uap (bar) sistem 2 2.5 3 3 10 12.4 2 3 3 8 12.00 26.00 17.00 55.00 1.28 0.67 0.83 2.78 30.42 39.78 39.10 76.79 11.42 20.78 12.80 57.79 8.69 15.18 12.80 36.67 2.73 5.60 7.30 15.62 1.30 15.623 39.64 6.03 166.08 1.95 121.79 2.10
1.50 64.20 68.10 6.58 169.50 2.48 127.01 2.75
1.40 75.72 66.71 6.48 169.01 2.90 134.27 3.15
1.48 68.74 152.37 6.41 168.34 2.43 129.23 2.38
Ulangan 2 Tekanan Uap (bar) Sistem 2 2.5 3 3 10 2.4 2 3 4 9 32.00 29.00 22.60 83.60 1.07 0.97 0.75 2.79 31.14 38.61 45.07 80.82 12.14 19.61 26.07 61.82 8.75 13.27 17.07 39.09 3.39 6.34 9.00 18.73 1.52 117.45 41.17 6.65 169.79 1,9 121.73 2.15
1.55 64.86 65.06 6.67 169.89 2.43 129.50 2.72
1.52 119.79 86.40 6.46 168.67 3.10 136.69 3.38
1.53 100.96 161,90 6.57 169.33 2.60 130.52 2.80
68
Lampiran 1 (Lanjutan) • No.
1 2 3 4 8 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Hasil penyulingan pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir uap air 2 l/jam/kg bahan Uraian
Berata Bahan, kg Kadar air bahan, % bb kadar minyak, % bb Lama Penyulingan, jam Volume minyak yang tersuling, ml Rendemen, % bb massa air, kg Massa uap, kg Jumlah air distilasi, lt Jumlah air yang terkondensasi dalam ketel suling, lt Laju distilasi, lt/jam Laju air pendingin, lt/jam Jumlah energi, MJ Tekanan boiler, bar Suhu dalam boiler, ºC Tekanan PRV, bar Suhu dalam ketel suling, ºC Tekanan dalam ketel suling, kg/cm²
Ulangan 1 Tekanan Uap (bar) Sistim 2 2.5 3 3.00 6.50 3.20 2 3 4 9 51.00 50.00 13.60 114.60 1.70 1.67 0.45 3.82 35.11 44.41 28.91 102.93 4.37 38.71 33.55 85.24 13.1 18.8 27.8 59.7 4.37 7.88 8.64 20.89 2.06 57.78 53.29 3.48 148.63 1.95 122.42 2.20
2.10 63.54 81.10 5.62 163.65 2.51 130.41 2.78
1.97 70.65 109.90 5.74 164.37 2.95 135.07 3.23
2.02 65.42 212.00 5.08 160.44 2.58 131.040 2.85
Ulangan 2 Tekanan Uap (bar) Sistim 2 2.5 3 3.00 10.00 3.20 2 3 4 9 25.00 23.00 11.00 59.00 0.83 0.77 0.37 1.97 33.21 41.13 54.360 98.52 15.52 23.44 36.670 80.83 13.32 18.23 27.825 59.38 2.2 5.21 8.85 16.26 2.02 73.35 48.46 6.53 169.04 2 122.42 2.20
2.02 52.5 73.27 6.40 168.30 2.46 128.04 2.61
1.97 109.76 110.96 6.50 168.90 2.93 133.192 3.05
1.99 82.58 208.44 6.48 168.75 2.56 133.192 3.05
69
Lampiran 1 (Lanjutan) •
Hasil penyulingan pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir uap air berthap (1, 1,5 dan 2) l/jam/kg bahan
No. Uraian 1 2 3 4 8 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Berat Bahan, kg Kadar air bahan, % bb kadar minyak, % bb Lama Penyulingan, jam Volume minyak yang tersuling, ml Rendemen, % bb massa air, kg Massa uap, kg Jumlah air distilasi, lt Jumlah air yang terkondensasi dalam ketel suling, lt Laju distilasi, lt/jam Laju air pendingin, lt/jam Jumlah energi, MJ Tekanan boiler, bar Suhu dalam boiler, ºC Tekanan PRV, bar Suhu dalam ketel suling, ºC Tekanan dalam ketel suling, kg/cm²
Ulangan 1 Tekanan Uap (bar) 2 2.5 3 -
sistim
-
-
2 25.50 0.85 27.48 9.57 7.21 2.36
3 27.00 0.90 35.35 17.44 12.49 4.95
4 34.00 1.13 51.40 33.49 25.48 8.01
3.00 9.00 3.40 9 86.50 2.88 82.51 64.60 45.18 15.32
1.05 65.70 34.20 6.53 169.04 2.00 121.73 2.15
1.46 108.00 58.56 6.67 169.89 2.45 129.79 2.73
1.97 79.43 103.16 6.59 169.42 2.90 134.81 3.20
1.59 85.90 167.59 6.60 169.45 2.56 129.37 2.69
Ulangan 2 Tekanan Uap (bar) 2 2.5 3
Sistim
-
-
-
2 30.00 0.60 27.64 9.73 7.27 2.46
3 39.00 0.78 35.04 17.13 13.96 3.17
4 29.00 0.58 29.37 11.46 9.63 1.83
3.00 10.00 3.20 9 98.00 1.96 86.08 26.68 26.68 7.34
1.10 72.45 34.72 6.60 169.49 2.08 124.81 2.38
1.46 71.28 58.03 6.53 169.09 2.50 130.68 2.82
2.03 86.27 104.06 6.54 169.12 2,95 135.61 3.28
1.63 78.20 177.22 6.56 169.23 2.63 130.74 2.82
70
Lampiran 2. Perhitungan Kehilangan Panas A. Data Dimensi Alat Penyulingan a. Dimensi Pipa Uap Boiler ke Ketel Bagian Pipa horizontal 1 horizontal 2 Horisontal 3 PRV vertikal 1 vertikal 2
Panjang (m)
Diameter (m)
0.19 0.42 1.05 1.07 0.16
0.032 0.029 0.019 0.019 0.02
Luas Permukaan Pipa (m2) 0.019 0.038 0.063 0.064 0.010
b. Dimensi Ketel Bagian
Dimensi ketel (m)
Dinding ketel total Dinding ketel Insulasi
Dinding insulasi
Tutup Dasar ketel
ketel
Tinggi
0.78
Diameter
0.40
Tinggi
0.60
Diameter
0.44
Tebal
0.04
Tinggi
0.18
Diameter
0.40
Tebal
0.003
Tinggi
0.06
Diameter
0.40
Tinggi
0.17
Diameter
0.40
Luas permukaan (m²) 0.980 0.829
tanpa 0.226
0.151 0.427
71
Lampiran 2 (lanjutan)
c. Dimensi Pipa penghubung Ketel Kondensor Bagian
Panjang (m)
Diameter (m)
0.15 0.23 0.284 0.22
0.047 0.039 0.039 0.039
Horizontal dr ketel 1 Horizontal 2 Vertical 1 Vertical 2 B. Perhitungan Kehilangan Panas
Kehilangan energi pada penyulingan dengan tekanan bertahap dan laju alir uap air 1 l/jam/kg bahan a. Kehilangan Panas melalui pipa uap Pipa horisontal 1 a.
Data :
Suhu permukaan pipa bagian luar rata-rata
= 47.79oC
Suhu udara lingkungan rata – rata = 28.2 oC b. Mencari nilai h Tf = [( 47 .79 + 28 .2 ) / 2 ] + 273 = 310.995 o Κ Pr = 0.705 nilai Pr pada suhu Tf = 310.995 0K adalah 0.705 Gr
= (114.429 x 106)(0.032)3(19.63 oC) = 0.0736 x 106
GrPr = (0.0736 x 106)(0.705) = 0.0519 x 106 menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.53 (GrPr
Nu
)1/4
= 0.53 [( 0.0519 x 106) ]1/4 = 8.000
72
Lampiran 2 (lanjutan) Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut : h = (Nu k)/ Dp h = [(8.00)(2.709 x 10-2)]/ 0.032 = 6.7720 W/m2 K c. Menghitung nilai q
q A q
= h A ∆T = 3.14 (0.19 m)(0.032 m) = 0.019091 m2 = (6.7720 W/m2 K)(0.019091 m2)(19.63 0C) = 2.5398 W = (2.5398J/det)(3600 det/jam)(9 jam) = 82 289.52 J = 0.0822 MJ Pipa horisontal 2 d. Data : Suhu permukaan pipa bagian luar rata-rata = 49.8oC Suhu udara lingkungan rata – rata = 28.2 oC e. Mencari nilai h
Tf = [(49.8 + 28.2) / 2 ] + 273 = 312.0 2 o Κ Pr = 0.705
Nilai Pr pada suhu Tf = 312.020K adalah 0.705 Gr
= (112.690 x 106)(0.029)3(21.55ºK) = 0.0592 x 106
GrPr = (0.0592 x 106)(0.705) = 0.0418 x 106 menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.53 (GrPr
)1/4
Nu = 0.53 [( 0.0418 x 106))]1/4 = 7.5760 Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Dp
h
= [(7.5760)(2.717 x10-2 )]/ 0.029 = 7.0975 W/m2 K
73
Lampiran 2 (lanjutan)
f. Menghitung nilai q
q
= h A ∆T
A
=
q
= (7.0975 W/m2 K)(0.038245 m2)(21.63 0K)
(3.14)(0.029 m)(0.42 m) = 0.038245 m2
= 5.848 W = (5.848 J/det)(3600 det/jam)(9 jam)
= 189 504.2198 J = 0.189 MJ Pipa horisontal 3 a. Data : Suhu permukaan pipa bagian luar rata-rata = 64.7oC Suhu udara lingkungan rata – rata = 28.2 oC b. Mencari nilai h Tf = [(64.7+ 28.2)/ 2] + 273 = 319.48o Κ Pr = 0.703
Nilai Pr pada suhu Tf = 311.98 0K adalah 0.703 Gr
= (100.259 x 106)(0.019)3(36.48 oK) = 0.0251 x 106
GrPr = (0.0251 x 106)(0.703) = 0.0176 x 106 menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.53 (GrPr )1/4
Nu = 0.53 [( 0.0251 x 106 )(0.703)]1/4 = 6.1074 Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Dp
h
= [(6.1074)(2.774 x10-2)]/ 0.019 = 8.9192 W/m2 K
c. Menghitung nilai q
q A q
= h A ∆T = (3.14)(0.019 m)(1.05 m) = 0.06264 m2 = (8.9192 W/m2 K)(0.06264 m2)(36.48 0K) = 20.38225 W = (20.38225 J/det)(3600 det/jam)(9 jam) = 660 385.05 J = 0.6603 MJ
74
Lampiran 2 (lanjutan) Total kehilangan panas pada pipa uap horisontal adalah : qph
= 0.0822 M J + 0.1890 MJ + 0.6603 MJ = 0.932 MJ
Kehilangan energi pada pipa uap vertikal 1 a. Data : Suhu pipa bagian luar rata-rata
= 39.1oC
Suhu udara lingkungan rata – rata = 28.2 oC b. Mencari nilai h
Tf = [(39.1 + 28.2) / 2] + 273 = 306.65 o Κ Pr = 0.706 Nilai Pr pada suhu Tf = 306.60 0K adalah 0.706 Gr = (121.632 x 106)(1.07)3 (10.89 oK) = 16 101.8681 x 106 = 1.6101 x 109 GrPr = (1.6101 x 109)(0.706) = 1.1373 x 109 menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.13
Nu
(GrPr )0.333
= 0.13 [( 1.6101 x 109)(0.706)]0.333 = 134.7550
Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Lp
h
= [(134.7550 )(2.675 x10-2 )]/ 1.072 m = 3.3693 W/m2 K
c. Menghitung nilai q
q
= h A ∆T
A
=
q
= (3.3693 W/m2 K)(0.063836 m2)(10.81 0K)
(3.14)(0.019 m)(1.07 m) = 0.063836 m2
= 2.3241 W = (2.3241 J/det)(3600 det/jam)(9 jam)
= 75 301.00 J = 0.0753 MJ
75
Lampiran 2 (lanjutan)
Kehilangan energi pada pipa uap vertikal 2 a. Data : Suhu pipa bagian luar rata-rata
= 151.9oC
Suhu udara lingkungan rata – rata = 28.2 oC b. Mencari nilai h
Tf = [(151,9 + 28.2)/2 ] + 273 = 363,08 o Κ Pr = 0.695 Nilai Pr pada suhu Tf = 363.08 0K adalah 0.695 Gr
= (56.624 x 106)(0.16)3(123.68 oK) = 28.7168 x 106
GrPr = (28.7168 x 106)(0.695) = 19.9451 x 106 = 0.0199 x 109 menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.59 (GrPr )1/4
Nu
= 0.59[(28.7128 x 106)(0.695)]0.25 =39.4175
Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Lp
h
= [(39.4175) (3.10 x10-2)]/ 0.16 m = 7.6372 W/m2 K
c. Menghitung nilai q
q A q
= h A ∆T = (3.14)(0.02 m)(0.16 m) = 0.010048 m2 = (7.6372 W/m2 K)(0.010048 m2)(123.68 0K) = 9.4909 W = (9.4909 J/det)(3600 det/jam)(9 jam)
= 307 505.4 J = 0.3075 MJ Total kehilangan panas pada pipa uap vertikal adalah : qpv = 0.0761 MJ +0.3075 MJ = 0.3839 MJ
76
Lampiran 2 (lanjutan)
Jadi total kehilangan energi melalui pipa uap adalah : qPU
= qpph + qppv = 0.932 MJ + 0.3839 MJ
= 1.3159 MJ Dengan cara perhitungan yang sama rata-rata kehilangan energi melaui pipa uap untuk setiap jam pada berbagai perlakuan di dapat : Kehilangan Energi (MJ) Jam ke-
Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
1
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
Laju alir uap air konstan : 1
0.130
0.133
0.141
0.147
0.149
0.148
0.160
0.161
0.132
1.302
1.5
0.116
0.122
0.132
0.141
0.139
0.153
0.154
0.167
0.160
1.284
2
0.147
0.153
0.157
0.159
0.174
0.169
0.168
0.177
0.159
1.464
0.098
0.153
0.159
0.148
0.169
0.165
0.180
0.177
1.339
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
0.089
b. Kehilangan panas melalui tutup ketel Penyulingan akar wangi kapasitas 3 kg. kepadatan = 0.09 kg/l pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir 1 l/jam/kg bahan. a. Data : Diameter tutup ketel = 40 cm = 0.4 m Suhu tutp ketel bagian luar rata-rata = 62.8oC Suhu udara lingkungan rata – rata =27.6 oC b. Mencari nilai h Tf = [( 62 . 8 + 27 .6 ) / 2 ] + 273 = 318 . 16 o Κ Pr = 0 .703
Menurut McCabe (1999). nilai Pr suhu Tf = 318.600K adalah 0.703 Gr
= (102.459 x 106)(0.4)3 (35.2 oK) = 2.3066 x 108
GrPr
= (2.3066 x 108)(0.703) = 1.6226 x 108
Menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 3x105< GrPr < 1010 maka :
Nu Nu
= 0.27 (GrPr)1/4 = 0.27 (1.6226 x 108 )1/4 = 30.4730
77
Lampiran 2 (lanjutan) Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ D
h
= [(30.4730)(2.76 x10-2)]/ 0.4 = 2.1059 W/m2 K
c. Menghitung nilai q Menurut McCabe (1999). nilai q dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
q
= h A ∆T
A
= {[( 3.14 x 4)(0.4m/2)(0.06 m/2)]+ [(3.14 x 0.4 m)(0.06 m)]} = 0.15072 m2
q
= (2.1095 W/m2 K)(0.15072 m2)(34.3 0K) = 11.16467 W = (11.16467 J/det)(3600 det)(9 jam)
= 361 735.4 J = 0.3617 MJ Dengan cara perhitungan yang sama rata-rata kehilangan energi melaui tutup ketel suling setiap jam pada berbagai perlakuan di dapat : Kehilangan Energi (MJ) Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
Jam ke1
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
Laju alir uap air konstan : 1
0.039
0.039
0.038
0.037
0.038
0.039
0.039
0.039
0.038
0.346
1.5
0.035
0.035
0.035
0.039
0.039
0.039
0.040
0.040
0.034
0.335
2
0.032
0.032
0.033
0.043
0.036
0.040
0.042
0.043
0.045
0.346
0.038
0.038
0.042
0.041
0.041
0.044
0.044
0.045
0.373
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
0.038
c. Kehilangan panas melalui dasar ketel suling Penyulingan akar wangi kapasitas 3 kg. kepadatan = 0.09 kg/l pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir 1 l/jam/kg bahan. a. Data : Diameter pipa = 40 cm = 0.4 m
78
Lampiran 2 (lanjutan) Suhu tutup bawah ketel rata-rata
= 54.0oC
Suhu udara lingkungan rata – rata
=27.0 oC
b. Mencari nilai h
Tf = [(54,0 + 27 .0) / 2 ] + 273 = 313,49 o Κ Pr = 0.705 Menurut McCabe (1999). nilai Pr suhu Tf = 313.49 0K adalah 0.705 Gr
= (110.239 x 106)(0.4)3 (27.0 oK) = 190.3161 x 106 = 1.9032 x 108
GrPr = (1.9032x 108)(0.705) = 1.3410 x 108 Menurut McCabe (1999). bila nilai 3x105< GrPr < 1010 maka :
Nu = 0.27(GrPr)1/4 Nu
= 0.27 [(1.3410 x 108)(0.705)]1/4 = 29.0551
Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ D
h
= [(29.0551)(2.728 x10-2)]/ 0.4 = 1.9817 W/m2 K
c. Menghitung nilai q Menurut McCabe (1999). nilai q dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
q
= h A ∆T
A
= {[( 3.14)( 4)(0.4m/2)(0.17 m/2)]+ [(3.14)( 0.4 m)(0.17m)]} = 0.42704 m2
q
= (1.9817 W/m2 K)(0.42704 m2)(27.0 0K) = 22.82815 W = (22.82815 J/det)(3600 det)(9 jam)
= 739 632.1 J = 0.7396 MJ
79
Lampiran 2 (lanjutan) Dengan cara perhitungan yang sama rata-rata kehilangan energi melaui dasar ketel suling setiap jam pada berbagai perlakuan di dapat : Kehilangan Energi (MJ) Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
Jam ke1
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
Laju alir uap air konstan : 1
0.073
0.074
0.076
0.062
0.062
0.083
0.091
0.094
0.095
0.709
1.5
0.073
0.077
0.076
0.074
0.076
0.079
0.081
0.084
0.100
0.720
2
0.073
0.078
0.078
0.071
0.066
0.083
0.092
0.094
0.096
0.732
0.078
0.080
0.080
0.082
0.083
0.084
0.086
0.089
0.741
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
0.080
d. Kehilangan panas melalui dinding ketel Dinding ketel suling tanpa isolator Penyulingan akar wangi kapasitas 3 kg. kepadatan = 0.09 kg/l pada peningkatan tekanan secara bertahap dengan laju alir 1 l/jam/kg bahan. a. Data : Diameter ketel = 40 cm = 0.4 m, L= 0.18 m Suhu dinding luar rata-rata = 105.5oC Suhu udara lingkungan rata – rata =27.0 oC b. Mencari nilai h Tf = [(105 . 5 + 27 . 0 ) / 2 ] + 273 = 339 . 27 o Κ Pr = 0 . 699
Menurut McCabe (1999), nilai Pr suhu Tf = 339.270K adalah 0.699 Gr
= (75.889 x 106) x (0.4)3(78.540K) = 3.0516 x 106
GrPr = (3.0516 x 106)(0.699) = 2.1335 x 106 Menurut McCabe (1999) bila nilai 3x105< GrPr < 1010 maka :
Nu = 0.59 x (GrPr)1/4 Nu = 0.59 [(0.699)(3.0516 x 106)]1/4 = 22.5490 Lampiran 2 (lanjutan)
80
Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ D
h
= [(22.5490)(2.923 x10-2)]/ 0.4 = 8.238 W/m2 K
c. Menghitung nilai q Menurut McCabe (1999), nilai q dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
q
= h A ∆T
A q
= (3.14)(0.18 m)(0.4 m) = 0.2261 m2 = 8.238 W/m2 K x 0.2261 m2 x 78.540C = 146.2309 W = (146.2309 J/det)(3600 det)(9 jam) = 473.7882 kJ = 4.738 MJ
Dengan cara perhitungan yang sama rata-rata kehilangan energi melaui dinding ketel suling tanpa isolator setiap jam pada berbagai perlakuan di dapat : Kehilangan Energi (MJ)
Laju alir uap air
Jam ke-
(l/jam/kg bahan) 1
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
Laju alir uap air konstan : 1
0.228
0.229
0.228
0.229
0.233
0.236
0.237
0.234
0.236
2.091
1.5
0.217
0.218
0.224
0.225
0.223
0.228
0.235
0.234
0.245
2.049
2
0.209
0.218
0.223
0.220
0.228
0.248
0.254
0.259
0.274
2.134
0.233
0.233
0.237
0.235
0.235
0.238
0.244
0.247
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
0.231
Dinding ketel suling yang Diisolator Penyulingan akar wangi kapasitas 3 kg, kepadatan = 0.09 kg/l pada penyulingan dengan tekanan bertahap dan laju alir uap air 1 l/jam/kg bahan. a. Data : Diameter ketel = 44 cm = 0.44 m, L= 60 cm = 0.60 m
81
2.134
Lampiran 2 (lanjutan) Suhu dinding luar rata-rata
= 38.6oC
Suhu udara lingkungan rata – rata = 27.0 oC b. Mencari nilai h Tf = [(38 .6 + 27 .0) / 2 ] + 273 = 305 .79 o Κ
Pr = 0.707 Menurut McCabe (1999), nilai Pr suhu Tf = 305.790K adalah 0.707 Gr = (123.065 x 106)(0.6)3(11.570K) = 488.320 x 106 = 4.883 x 108 GrPr = (4.883 x 108)(0.707) = 3.450 x 108 Menurut McCabe (1999) bila nilai 3x105< GrPr < 109 maka :
Nu = 0.59 (GrPr)1/4 Nu = 0.59 (3.450 x 108 )1/4 = 80.411 Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h h
= (Nu k)/ D = [(80.411)(2.669 x10-2)]/ 0.44 = 3.066 W/m2 K
c. Menghitung nilai q Menurut McCabe (1999), nilai q dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
q
= h A ∆T
A
= (3.14)(0.60 m)(0.44 m) = 0.829 m2
q
= (3.066 W/m2 K)(0.829 m2)(11.570K) = 34.299 W = (34.299 J/det)(3600 det)(9 jam)
= 1 111.271 kJ = 1.111 MJ
Kehilangan panas keseluruhan dinding ketel suling adalah :
q = 4.748 MJ + 1.111 MJ = 5.859 MJ
82
Lampiran 2 (lanjutan) Dengan cara yang sama perhitungan kehilangan energi pada dinding ketel suling yang diisolator setiap jam pada berbagai perlakuan di dapat : Kehilangan Energi (MJ)
Laju alir uap air
Jam ke-
(l/jam/kg bahan) 1
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
Laju alir uap air konstan : 1
0.113
0.115
0.122
0.088
0.098
0.099
0.109
0.120
0.122
0.985
1.5
0.097
0.095
0.100
0.102
0.099
0.095
0.096
0.096
0.063
0.843
2
0.106
0.137
0.134
0.131
0.138
0.131
0.137
0.145
0.157
1.215
0.165
0.152
0.139
0.144
0.133
0.136
0.150
0.156
1.317
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
0.142
e. Kehilangan Panas melalui pipa penghubung kondensor Penyulingan akar wangi kapasitas 3,1 kg, kepadatan = 0.09 kg/l pada penyulingan dengan peningkatan tekanan bertahap dan laju alir uap air 1 l/jam/kg bahan
Pipa penghubung ketel – kondensor vertikal 1 a. Data : Diameter pipa = 0.039 m, L= 0.284 m Suhu pipa bagian luar rata-rata = 43.3oC Suhu udara lingkungan rata – rata =27.6 oC b. Mencari nilai h Tf = [(43.3 + 27.6) / 2] + 273 = 308.42 o Κ Pr = 0.706 Menurut McCabe (1999), nilai Pr suhu Tf = 308.420K adalah 0.706 Gr = (118.675 x 106)( x (0.284)3 (15.700K) = 0.4267 x 106 GrPr = (0.4267 x 106)(0.706) = 0.3012 x 106
83
Lampiran 2 (lanjutan) Menurut McCabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka :
Nu = 0.59 (GrPr)¼ Nu = 0.59 ( 0.3012 x 106)1/4 = 43.709
Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Lp
h
= [(5.4586)(2.696 x10-2)]/ 0.284 = 4.139 W/m2 K
c. Menghitung nilai q Menurut McCabe (1999), nilai q dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
h
= h A ∆T
A
= (0.284 m)(3.14)(0.039 m) = 0.0348 m2
q
= (4.139 W/m2 K)(0.0348 m2)(15.700K) = 2.2594 W = (2.2594 J/det)(3600 det)(9 jam)
= 73.204 kJ = 0.073 MJ Kehilangan energi pada pipa penghubung ketel - kondensor vertikal 2 a. Data : Diameter pipa = 0.039 m, L= 0.22 m Suhu pipa bagian luar rata-rata = 64.90oC Suhu udara lingkungan rata – rata = 27.0 oC b. Mencari nilai h Tf = [(64 .90 + 27 .0) / 2] + 273 = 318 .94 o Κ Pr = 0.703
Nilai Pr pada suhu Tf = 318.94 0K adalah 0.703 Gr
= (101.161 x 106)(0.22)3(37.880K)
= 40.802 x 106 GrPr = (40.802 x 106)(0.703) = 28.695 x 106
84
Lampiran 2 (lanjutan) menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.59 (GrPr )1/4
Nu = 0.59[(40.802 x 106)(0.703)]0.25 = 43.182 Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Lp
h
= [(43.182)( 2.770 x10-2)]/ 0.22 m = 5.438 W/m2 K
c. Menghitung nilai q
q A q
= h A ∆T = (3.14)(0.039 m)(0.22 m) = 0.0269 m2 = (5.438 W/m2 K)(0.0269 m2)(37.88 0K) = 5.549 W = (5.549 J/det)(3600 det/jam)(9 jam)
= 179.793 kJ = 0.179 MJ Total kehilangan panas pada pipa penghubung ketel-kondensor vertikal adalah : qpv = 0.073 MJ +0.179 MJ
= 0.252 MJ Pipa horisontal 1 a.
Data :
Suhu permukaan pipa bagian luar rata-rata
= 76.40oC
Suhu udara lingkungan rata – rata = 27.0 oC b. Mencari nilai h
Tf = [(76.40 + 27.0) / 2 ] + 273 = 324.71 o Κ Pr = 0.702
Nilai Pr pada suhu Tf = 324.71 0K adalah 0.702 Gr
= (93.659 x 106)(0.047)3( 49.410K)
= 0.480 x 106 GrPr = (0.480 x 106)(0.702) = 0.337 x 106
85
Lampiran 2 (lanjutan) Menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.53 (GrPr
Nu
)1/4
= 0.53 [( 0.480 x 106)(0.702)]1/4 = 12.773
Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h h
= (Nu k)/ Dp = [(12.773)(2.814 x10-2 )]/ 0.047 = 7.646 W/m2 K
c. Menghitung nilai q
q A q
= h A ∆T = (3.14)(0.15 m)(0.047 m) = 0.0221 m2 = (7.646 W/m2 K)(0.0221 m2 )( 49.41 0K) = 10.640 W = (10.640 J/det)(3600 det/jam)(9 jam) = 344.747 kJ = 0.3447 MJ
Pipa horisontal 2 a. Data : Suhu permukaan pipa bagian luar rata-rata
= 40.4oC
Suhu udara lingkungan rata – rata = 27.0 oC b.
Mencari nilai h
Tf = [(40.4 + 27.0) / 2] + 273 = 306.72o Κ Pr = 0.706 Nilai Pr pada suhu Tf = 306.72 0K adalah 0.706 Gr = (121.517 x 106)(0.039)3 (13.430K) = 0.097 x 106 GrPr = (0.097 x 106)( 0.706) = 0.0684 x 106
86
Lampiran 2 (lanjutan)
Menurut Mc Cabe (1999) bila nilai 104< GrPr < 109 maka : Nu = 0.53 (GrPr
)1/4
Nu = 0.53 [( 0.097 x 106)(0.706)]1/4 = 8.570 Nilai h dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :
h
= (Nu k)/ Dp
h
= [(8.570)(2.676 x10-2)]/ 0.039 = 5.880 W/m2 K
c. Menghitung nilai q
q
= h A ∆T
A
=
q
= (5.880 W/m2 K)(0.0282 m2)(13.43 0K)
(3.14)(0.039 m)(0.23 m) = 0.0282 m2
= 2.2239 W = (2.2239 J/det)(3600 det/jam)(9 jam)
= 72.0542 kJ = 0.0721 MJ Total kehilangan panas pada pipa penghubung horisontal adalah : qph
= 0.3447 M J + 0.0721 MJ
= 0.4168 MJ Jadi total kehilangan energi melalui pipa penghubung ketel-kondensor adalah : qPU
= qph + qpv = 0.3447 MJ + 0.4168 MJ
= 0.7615 MJ Dengan cara yang sama perhitungan kehilangan energi pada pipa penghubung ketel-kondensor setiap jam pada berbagai perlakuan di dapat : Laju alir uap air (l/jam/kg bahan) 1 Laju alir uap air konstan : 1 0.073 1.5 0.067 2 0.065 Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2) 0.114
Kehilangan Energi (MJ) Jam ke-
Total
2
3
4
5
6
7
8
9
0.066 0.069 0.067
0.064 0.066 0.072
0.062 0.065 0.068
0.057 0.063 0.067
0.061 0.061 0.071
0.065 0.066 0.071
0.062 0.062 0.068
0.072 0.043 0.073
0.583 0.561 0.621
0.114
0.122
0.131
0.125
0.126
0.130
0.144
0.136
1.141
87
Lampiran 3. Analisis Penggunaan Energi dan Efisiensi Peralatan Untuk semua perhitungan diambil salah satu contoh perlakuan yaitu perlakuan peningkatan tekanan bertahap dengan laju alir uap air 1 l/jam/kg bahan. B. Sumber Energi 1. Ketel Uap (Boiler) T(ºC)
(169.49 -100)ºC
100ºC
mL
26ºC Q
Gambar 1. Proses pembentukan uap dalam boiler
•
Data : Dari hasil penelitian diketahui tekanan rata-rata boiler dari dua kali
ulangan adalah 6.6 bar, yang berarti tekanan absolutnya = (6.64+0.981) bar = 7.581 bar (7.621 x 1.0526) kg/cm² =7.98 kg/cm² = 782.822 kPa. Berdasarkan tekanan absolut ini dan pertolongan tabel uap dapat diketahui : Tw (suhu uap) = 169.490ºC Cp uap Cp air
= 2 021.441 J/kgºC = 4 179.600 J/kgºC
L (Panas laten penguapan = 2 051 684.633 J/kg Mw (masa air) = 67.595 kg Ms (massa uap air) = 48.365 kg Massa uap air yang terbentuk = (volume air yang terkondensasi diketel suling + volume air distilasi) + (berat bahan setelah penyulingan - berat bahan sebelum penyulingan
•
Perhitungan energi yang dibutuhkanr untuk pembentukan uap air (energi
steam) : QB = [(MwCp(Tda-Tw) + (MsLs) + (MsCps(Ts-Tda)] Maka energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah : QB = {[( 67.595 kg)(4 179.600 J/kg ºC)( 100 - 26) ºC)] + [(48.365)(2 051 684.633 J/kg)] + [(48.365 kg)(2 021.441 J/kg ºC)(169.76 - 100) ºC)]}
QB = 126 929 991.17 Joule = 126.930 MJ
88
Lampiran 3 (lanjutan) Perhitungan energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air (energi steam (QB)) tiap peningkatan tekanan dan sistem Tekanan T air Tekanan Volume air (ºC) T uap (ºC) Cp (J/kgºC) Jam Uap kehfg Ts Air Uap Bar KPa Distilat Terkondensasi Tw Tda (bar) (J) di ketel 1 6.48 770.431 2.82 0.83 29.00 100 168.78 4 178.40 2 051.37 2 054 036.06 2 2 6.65 787.986 3.45 0.91 30.00 100 169.79 4 178.00 2 008.97 2 050 704.87
QB (Joule) 14 787 466.89 16 451 471.68
Jumlah : 2 033.91 2 052 664.40 2 033.91 2 052 664.40 2 008.97 2 050 704.87
31 238 938.57 14 800 638.52 14 841 283.30 24 843 366.51 54 485 288.33 20 606 635.82 18 593 903.30 18 010 668.33 18 091 645.99 75 302 853.44 126 929 991.17
2.5
3 4 5
6.55 6.55 6.65
777.659 777.659 787.986
3.25 2.88 4.08
0.48 0.91 3.75
31.00 100 169.19 32.00 100 169.19 32.00 100 169.79
4 178.20 4 178.40 4 178.40
3
6 7 8 9
6.7 6.7 6.7 6.8
793.149 787.986 793.149 803.475
3.29 2.93 2.76 2.90
2.83 2.38 2.27 2.16
32.00 32.00 31.00 31.00
170.07 169.79 170.07 170.56
4 178.40 4 178.40 4 178.20 4 178.20
Jumlah : 2 004.06 2 049 759.02 2 008.97 2 050 704.87 2 004.06 2 049 759.02 2 033.02 2 048 041.28 Jumlah :
16.52
26.00 100 169.49
4 179.60
2 021.44
Rata*Sistem rata 6.6 782.822 28.35 Berat bahan sebelum disuling = 3 kg Berat bahan setelah disuling = 6.5 kg
100 100 100 100
2 051 684.63
*Sistem adalah sistem penyulingan secara keseluruhan, perhitungan didasarkan pada rata-rata tekanan secara keseluruhan
89
Lampiran 3 (lanjutan) Dengan cara yang sama energi yang dibutuhkan untuk pembentukan uap air (energi steam (QB)) tiap jam pada perlakuan lainya: Energi (MJ)
Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
Ulangan
Jam ke-
Sistem
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
14.787
16.451
14.801
14.841
24.843
19.857
18.594
18.008
18.070
126.93
2
16.803
14.479
17.710
15.834
16.035
22.536
23.330
24.576
-
128.19
1
20.886
18.764
21.556
23.857
22.705
22.445
22.185
34.474
-
152.34
2
21.851
24.148
24.590
22.766
27.810
31.592
24.637
25.726
25.078
153.15
1
26.077
27.217
24.480
26.265
30.351
28.248
26.780
22.212
32.660
217.77
2
20.971
27.488
26.539
21.577
25.157
22.601
25.886
31.411
31.060
208.44
1
17.849
16.349
19.435
22.287
16.838
29.205
25.136
23.752
25.068
167.591
2
18.376
16.341
19.137
17.908
20.985
24.613
22.005
23.839
33.602
177.223
Laju alir uap air konstan : 1
1.5
2
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
90
Lampiran 3 (lanjutan)
3. Ketel Suling (Destillator) Tekanan uap yang masuk ke ketel suling diatur dengan membuka valve pada pressure reducing valve (PRV) sesuai dengan tekanan uap yang diinginkan, suhu dalam ketel suling dilihat berdasarkan display pada pressure gauge pada ketel dengan satuan kg/cm².
•
Data :
Pada penyulingan dengan tekanan uap bertahap dan laju alir 1 l/jam/kg bahan diperoleh: Tekanan rata-rata ketel (sistem) = 2.8 kg/cm² = 277.409 kPa Massa air distilat = 44.865 kg Berdasarkan tekanan absolut ini dan tabel uap maka : Suhu Uap = 2183.79 ºC hg (entalpi steam) = 2 721 112.97 J/kg
•
Perhitungan energi yang dimanfaatkan ketel untuk menguapkan distilat
QD = (mad hg)
mad = volume air distilat + volume air terkondensasi di ketel
QD
= (44.865 kg)( 2 721 112.97 J/kg)
QD
= 122 082 733.4 Joule
= 122.08 MJ Efisiensi ketel suling (Distilator) : ηD
= QD/QB x 100% 122.08 MJ ηD = x 100% 126.93 MJ = 96.18 %
91
Lampiran 3 (lanjutan) Perhitungan energi yang dimanfaatkan ketel suling (QD) untuk mengekstrak minyak dan efisiensi ketel suling ; Tekanan Uap
Tekanan Ketel
Kg/cm²
KPa
1
2.35
230.54
Vol. Air Destilat (lt) 2.82
2
2.20
215.82
3.45
Jam ke-
(bar)
2
2.5
3
Vol.air terkondensasi di ketel (lt) 0.825
hg J/kg
QD (J)
QB (J)
2 712 933.83
9 888 643.8
14 787 466.89
0.91
2 709 933.65
11 815 310.7
16 451 471.68
Jumlah:
21 703 954.5
31 238 938.57
3
2.55
250.16
3.25
0.48
2 716 934.06
10 134 164.1
14 800 638.52
4
2.70
264.87
2.875
0.91
2 719 934.24
10 294 951.1
14 841 283.3
5
2.70
264.87
4.08
3.75
2 719 934.24
21 297 085.1
24 843 366.51
Jumlah:
41 726 200.3
54 485 288.33
Efisiensi çD (%)
69.48
76.58
6
3.20
313.92
3.29
2.83
2 727 246.73
16 690 750.0
20 606 635.82
7
3.25
318.83
2.925
2.38
2 727 945.91
14 471 753.1
18 593 903.3
8
3.20
313.92
2.76
2.27
2 727 246.73
13 718 051.0
18 010 668.33
9
3.30
323.73
2.9
2.16
2 728 645.10
13 806 944.2
18 091 645.99
Jumlah:
58 687 498.30
75 302 853.44
77.94
2 721 112.97
122 875 315.46
126929991.2
96.81
*Sistem Rata-rata
2.80
270.89
28.35
16.515
*Sistem adalah sistem penyulingan secara keseluruhan, perhitungan didasarkan pada rata-rata tekanan secara keseluruhan
92
Lampiran 3 (lanjutan) Dengan cara yang sama didapatkan energi yang dimanfaatkan untuk mengekstrak minyak pada perlakuan lainya : Energi (MJ) Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
Jam ke-
Ulangan 1
2
3
4
5
Sistem 6
7
8
9
Laju alir uap air konstan : 1
1.5
2
1
9.889
11.815 10.134 10.295 21.297 16.691 14.472 13.718 13.807 122.875
2
13.592 10.867 14.454 12.648 12.539 18.573 19.450 20.782
-
122.411
1
16.649 14.298 17.524 20.121 19.000 18.506 18.246 18.178
-
142.809
2
17.493 15.392 20.652 14.280 18.414 21.976 15.998 16.812 16.376 157.433
1
22.925 24.335 21.570 23.538 27.926 25.531 24.040 19.271 30.670 219.258
2
17.390 24.715 23.717 18.142 22.098 19.350 22.991 29.450 28.581 205.842
1
13.722 12.208 15.736 18.932 12.986 26.651 22.168 20.638 22.086 165.391
2
14.283 12.166 15.364 13.956 17.496 21.512 19.544 20.609 31.325 166.408
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
93
Lampiran 3 (lanjutan)
4. Kondensor Pada penyulingan tekanan bertahap dan laju uap 1 l/jam/kg bahan selama 9 jam diperoleh :
•
•
Data : massa air pendingin (ma) suhu air pendingin masuk (tm)
= 624.42 kg = 31.11 ºC
suhu air pendingin keluar (tk) Cp air
= 53.4 ºC = 4 179.20 J/kgºC
Energi yang diserap air pendingin (QL) : QL = (ma Cpair (tk - tm) = 624.42 kg x 4 179.20 J/kgºC x (53.1 – 30.8) ºC = 58 003 758.9 Joule
Efisiensi Kondensor =( QL/QD) x 100%
= 47.38 %
Perhitungan energi yang diserap air pendingin dan efisiensi kondensor Tekanan Uap
Jam ke-
Massa air (lt)
(bar)
2
2.5
3
*Sistem
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Rata-rata
66.6 68.58 135.18 73.44 72.9 66.6 212.94 72.72 68.4 68.76 66.42 276.3 624.42
Suhu Air masuk ºC 29 30 29.5 31 32 32 31.7 32 31.5 31 31 31.4 30.8
Air keluar ºC 51 52 51.5 53 53.5 53 53.2 55.5 52.5 55 55 54.5 53.1
Cp air
QL
QD
(J/kg ºC)
(J)
(J)
Efisiensi Kondensor çK (%)
4 180.00 4 179.80 4 180.80 4 179.50 4 179.30 4 179.20 4 180.20 4 179.20 4 179.20 4 179.20 4 179.20 4 180.20 4 179.20
6 124 536.00 6 306 315.00 12 430 851.00 6 752 734.60 6 550 425.90 5 845 029.10 19 148 189.60 7 141 918.50 6 003 002.90 6 896 683.00 6 661 979.10 26 703 583.50 58 003 758.90
9 888 643.80 11 815 310.70 21 703 954.50 10 134 164.10 10 294 951.10 21 297 085.10 41 722 045.00 16 690 750.00 14 471 753.10 13 718 051.00 13 806 944.20 58 687 498.30 122 082 733.4
*Sistem adalah sistem penyulingan secara keseluruhan, perhitungan didasarkan pada rata-rata tekanan secara keseluruhan
94
57.27
45.89
45.50 47.51
Lampiran 3 (lanjutan) Dengan cara yang sama untuk perlakuan lainnya Laju alir uap air (l/jam/kg bahan)
Energi (MJ)
Ulangan
Jam ke-
Sistem
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
11.373
9.680
10.003
7.220
10.702
11.954
19.008
6.543
-
101.182
2
6.125
6.306
6.753
6.550
5.845
7.142
6.003
6.897
6.662
57.954
1
9.863
9.575
9.337
7.443
9.791
7.461
9.404
9.539
26.427
77.826
2
11.003
10.348
4.804
12.926
9.657
19.780
10.268
10.332
9.779
102.187
1
9.685
12.337
11.637
11.569
13.184
13.671
13.813
14.773
11.647
112.331
2
13.611
10.913
10.545
8.717
10.962
16.867
11.962
15.439
13.446
123.207
1
8.174
6.018
13.635
13.104
11.689
14.286
15.028
10.121
11.529
105.093
2
5.172
5.876
12.087
8.243
10.717
11.670
12.724
12.061
9.242
91.517
Laju alir uap air konstan : 1
1.5
2
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
95
Lampiran 3 (lanjutan)
• Penentuan koefisien pindah panas menyeluruh (U) Dengan mengetahui besarnnya energi yang diserap air pendingin maka koefisian pindah panas menyuluruh (U) dapat dihitung dengan persamaan Q = UA∆T
U=
Luas pindah panas kondensor
Q A ∆T
:
Luas pindah panas kondensor adalah 0.53694 m² dengan panjang pipa spiral 9 m dan diameter pipa 19 inchi atau 0 .019 m 1 Btu =
1 055 joule
1 feet =
0.0929 m²
1 °F = 0.55556°C Perubahan suhu pada kondensor
Uap 131.01ºC
Distilat 27 ºC KONDENSOR
Air keluar 53.4 ºC 31.11ºC Perbedaan suhu logaritmik : ∆TLMTD =
Air masuk
(Τ1'−Τ2' ' ) − (T2'-T1" ) ln(Τ1'−Τ2' ' /(T2'-T1" )
(131.01 − 53.4)°C −(27 − 31.11)°C Ln(131.01 − 53.4)°C (25 − 29)°C =76.60°C Q
U
= madCpa (Tak – Tam) = (624.42 kg)( 4 179.20 J/kg ºC)((55- 31ºC) = 58 280 532.10 J = (58 280 532.10 J/ 0.53694 m² )(76.60 ºC) = 1 416 975.58 J/ m² °C atau 69.37 Btu/feet² °F = 393.604 W/ m² °C
96
Lampiran 3 (lanjutan) Perhitungan kooefisien pindah panas menyeluruh (U) Suhu ºC Massa
Uap
ÄLMTD
Destilat
U
U
QL
Joule/
Btu/feet²
(Joule)
M² °C
°F
79.57
6 124 536.00
143 344.79
7.02
52
70.24
6 306 315.05
167 218.67
8.19
31
53
74.68
6 752 734.56
168 396.85
8.24
26.75
32
53.5
74.18
6 550 425.86
164 453.57
8.05
129.275
27
32
53
76.04
5 845 029.12
143 151.00
7.01
72.72
134.805
27
32
55.5
79.08
7 141 918.46
168 206.05
8.24
7
68.4
134.805
27
31.5
52.5
82.08
6 003 002.88
136 211.48
6.67
8
68.76
134.805
27
31
55
79.58
6 896 683.01
161 409.02
7.90
9
66.42
134.805
27
31
55
76.93
6 661 979.14
161 277.60
7.90
sistem
624.42
130.144
27
31.1
53.4
76.60
58 280 532.10
1 416 975.58
69.37
air
masuk
Air
Air
pendingin
kondensor
masuk
keluar
1
66.6
130.801
25
29
51
2
68.58
122.472
25.5
30
3
73.44
127.914
26.25
4
72.9
127.914
5
66.6
6
Jam ke-
97
Lampiran3 (lanjutan) Dengan cara yang sama untuk perlakuan lainnya : Koefisien pindah panas menyeluruh , U (W/m² °C ) Laju alir uap air
Jam ke-
Ulangan
(l/jam/kg bahan)
Sistem
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
86.794
71.801
68.082
47.856
70.080
76.746
132.683
42.273
-
691.792
2
39.818
46.450
46.777
45.682
39.764
46.724
37.837
44.836
44.799
393.604
1
83.153
103.821
82.056
79.069
70.615
47.601
64.363
67.561
-
588.085
2
83.217
76.283
32.164
122.955
76.781
153.340
63.443
63.867
59.384
654.067
1
95.949
151.222
112.004
111.343
128.196
116.781
134.498
142.711
96.309
1071.857
2
125.241
118.324
103.769
99.870
106.675
133.083
83.547
115.639
86.244
1019.334
1
59.663
60.201
96.570
105.867
86.061
116.269
118.574
82.371
93.831
852.779
2
31.769
51.725
88.359
72.572
90.446
98.007
85.918
79.296
70.719
710.642
Laju alir uap air konstan :
1
1.5
2
Laju alir uap air bertahap : (1.1.5.2)
98
Lampiran 4. Prosedur Pengujian Minyak Akar Wangi 1. Penentuan warna (SNI 06-2386-2006) Prinsip Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penglihatan langsung, terhadap contoh minyak akar wangi. Prosedur : Pipet 10 ml contoh minyak akar wangi, masukkan kedalam tabung reaksi, hindari adanya gelembung udara. Sandarkan tabung reaksi berisi contoh minyak akar wangi pada kertas atau karton berwarna putih. Amati warnanya dengan mata langsung, jarak pengamatan antara mata dan contoh 30 cm.
2 . Bau (SNI 06-2386-2006) Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indra penciuman langsung, terhadap contoh minyak akar wangi. Penyajian hasil uji : Hasil uji yang disajikan harus sesuai dengan warna contoh minyak akar wangi yang diamati. Apabila contoh minyak akar wangi yang diamati berwarna kuning muda, maka warna contoh minyak akar wangi dinyatakan kuning muda.
3. Penentuan bobot jenis (SNI 06-2386-2006) Prinsip : Perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. a). Cara kerja: Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian basuh berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m), Isi piknometer dengan air suling sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2 oC selama 30 menit, sisipkan
99
Lampiran 4 (lanjutan)
penutupnya dan keringkan piknometernya. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1). Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara, celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20 oC ± 0,2 oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2). b). Penyajian hasil uji
dimana : m, adalah massa piknometer kosong (g); m1, adalah massa, piknometer berisi air pada 20oC (g); m2, adalah massa, pikonometer berisi contoh pada 20oC (g).
4. Penentuan indeks bias (SNI 06-2386-2006) Prinsip Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. a). Cara kerja : Alirkan air melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu saat pembacaan akan dilakukan. Suhu harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2 oC Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil b). Penyajian hasil uji
100
Lampiran 4 (lanjutan)
dimana : = pembacaan yang dilakukan pada suhu pengerjaan = indeks bias pada suhu 20o; = suhu yang dilakukan pada suhu pengerjaan; = suhu referensi (20oC); = faktor koreksi untuk indeks bias.
5. Penentuan kelarutan dalam etanol (SNI 06-2386-2006) Prinsip Kelarutan minyak akar wangi dalam etanol absolut atau etanol 95 % membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan. a). Cara kerja : Tempatkan 1 ml contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml. Tambahkan etanol 95 %, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20 oC. Bandingkanlah kekeruhan yang terjadi dengan kekeruhan larutan pembanding, melalui cairan yang sama tebalnya, bila larutan tersebut tidak bening. b). Penyajian hasil uji : Hasil uji dinyatakan sebagai berikut: Akan membentuk larutan jernih atau opalesensi ringan, apabila ditambahkan etanol sebanyak maksimum sepuluh kali volume contoh
6. Penentuan bilangan asam (SNI 06-2386-2006) Prinsip Asam-asam bebas dinetralkan dengan larutan terstandar kalium hidroksida etanol. a). Cara kerja : Timbang 4g ± 0,05 g contoh minyak, larutkan dalam 5 ml etanol netral pada labu saponifikasi penyabunan, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai indicator. Titrasi larutan tersebut dengan kalium hidroksida 0,1 N sampai warna merah muda
101
Lampiran 4 (lanjutan)
b). Penyajian hasil uji :
dimana: 56,1
= adalah bobot setara KOH;
V N
= adalah volume larutan KOH yang diperlukan (ml); = adalah normalitet larutan KOH (N);
m
= adalah massa contoh yang diuji (g).
7. Penentuan bilangan ester (SNI 06-2386-2006) Prinsip Penyabunan ester-ester dengan larutan KOH alkohol berlebihan. KOH dititrasi kembali dengan asam klorida (HCl). Ester-ester dihidrolisis dengan larutan standar kalium hidroksida berlebih pada kondisi panas. Kelebihan alkali ditetapkan dengan titrasi kembali dengan asam klorida. Cara kerja a). Pengujian blanko : Isi labu penyabunan dengan beberapa potong batu didih atau porselen, lalu tambahkan 25 ml larutan kalium hidroksida 0,5 N dalam alcohol. Refluks dengan hati-hati di atas penangas air mendidih selama 1 (satu) jam setelah larutan mendidih. Diamkan larutan hingga menjadi dingin. Lepaskan kondensor refluks dan tambah 5 tetes larutan fenolftalein dan kemudian titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna. b). Pengujian contoh : Timbang contoh 4 g ± 0,05 g dan masukkan ke dalam labu, tambahkan 25 ml kalium hidroksida 0,5 N dan batu didih. Refluks diatas penangas air selama 1 jam. Lepaskan kondensor refluks, tambahkan 5 tetes larutan fenolftalein, dan titrasi dengan HCl 0,5 N sampai diperoleh perubahan warna
102
Lampiran 4 (lanjutan)
c). Penyajian hasil uji : Bilangan ester (E) dihitung dengan rumus:
dimana : 56,1
= adalah bobot setara KOH;
V1
= adalah volum HCl yang digunakan dalam penentuan blanko (ml);
Vo
= adalah volume HCl yang digunakan untuk contoh (ml);
M
= adalah massa dari contoh yang diuji (g);
N
= adalah normalitet HCl (N).
8. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi (SNI 06-2386-2006) Prinsip Asetilasi minyak atsiri oleh anhidrida asetat dengan adanya natrium asetat. Isolasi dan pengeringan minyak atsiri yang terasetilasi tersebut. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi. Perhitungan kadar alkohol bebas, dengan memperhatikan bilangan ester minyak sebelum asetilasi a). Cara Kerja 1. Campurkan kira-kira 10 ml contoh minyak, 10 ml asam asetat anhidrat dan 2 g natrium asetat anhidrat dalam labu asetilasi. Tambahkan potongan-otongan kecil batu apung atau porselen dan lengkapilah labu tersebut dengan pendingin reflaksinya. 2. Panaskan labu dengan alat pemanas dan refluks cairan dengan hati-hati selama 2 jam. Biarkan menjadi dingin. 3. Tambahkan 50 ml air suling dan panaskan pada suhu antara 40°C-50°C selama 15 menit, menggunakan alat pemanas dan sering dikocok. Dinginkan sampai suhu kamar. 4. Tanggalkan pipa refluks dan pindahkan cairan ke dalam corong pemisah lalu bilas labu dua kali masing-masing dengan 10 ml air suling, dan tambahkan air
103
Lampiran 4 (lanjutan)
5. pencucian ini ke dalam isi corong pemisah. Tunggu sampai cairan memisah dengan sempurna, kemudian buanglah lapisan airnya. 6. Cuci lapisan minyak dengan jalan menggosok berurut-turut dengan 50 ml larutan natrium khlorida, 50 ml larutan natrium karbonat/natrium khlorida, 50 ml larutan natrium khlorida, 20 ml air suling. 7. Kocok dengan baik minyak atsiri yang terasetilasi ini dengan larutan larutan jenuh tersebut kemudian hati-hati dengan air suling sedemikian rupa sehingga bila pencucian telah dilakukan dengan baik minyak itu netral terhadap kertas lakmus (pH7). 8. Pindahkan lapisan minyak ke dalam sebuah tabung yang kering dan kocoklah beberapa kali selama 15 min dengan sedikitnya 3 g magnesium sulfat anhidrat. Saringlah minyak yang sudah dikeringkan itu. Ulangi pengocokan dengan 3 g magnesium sulfat berikutnya sampai minyak yang reasetilasi ini bebas dari air. 9. Timbanglah sampai ketelitian 0,5 mg minyak atsiri yang terasetilasi sebanyak 2 g dan tambahkan 2 ml air suling dan 0,5 ml larutan fenolptalein. 10. Tambahkan 25 ml larutan etanol kalium hidroksida 0,5 N. Didihkan campuran tersebut dalam pendingin refluks diatas penangas air selama 1 jam, kemudian dinginkan dengan cepat, dengan menambhkan 20 ml air suling dan titrasi kelebihan alkali dengan larutan asam khlorida 0,5 N. b). Penyajian hasil uji Pertama-tama hitunglah bilangan ester dari minyak atsiri
dimana : a = volume dalam ml dari larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menitrasi blanko; b = volume dalam ml larutan dari larutan HCl 0,5 N yang digunakan untuk menetralisasi penentuan contoh; c = berat contoh minyak dalam g setelah asetilasi.
104
Lampiran 4 (lanjutan)
9. Penentuan alkohol bebas sebagai vetiverol Senyawa-senyawa alkohol bebas sebagai vetiverol dihitung dari bilangan ester setelah asetilasi dan sebelum asetilasi Lampiran 7 (lanjutan)
dimana : M adalah bobot molekul vetiverol E1 adalah bilangan ester setelah asetilasi E2 adalah bilangan ester sebelum asetilasi
105
106