MODIFIKASI PROSES PENYULINGAN DENGAN VARIASI TEKANAN UAP UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK AROMA MINYAK PALA
SITI SAKIAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK SITI SAKIAH. Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala (TUN TEDJA IRAWADI selaku Ketua, MEIKA SYAHBANA RUSLI DAN ANTON APRIYANTONO selaku Anggota Komisi Pembimbing) Indonesia merupakan produsen minyak pala terbesar di dunia yaitu ratarata menyumbang 72.2% produksi dunia. Pangsa ekspor yang tinggi ini harus diiringi dengan peningkatan mutu minyak pala agar dapat terus bersaing dan meningkatkan nilai tambah. Salah satu faktor yang menentukan mutu minyak pala adalah komposisi senyawa pembentuk aroma. Sehingga dianggap perlu melakukan penelitian mengenai kajian perubahan komponen aroma minyak pala selama proses destilasi (penyulingan). Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi proses penyulingan menggunakan uap langsung dengan cara mengubah tekanan secara bertahap. Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu pertama melihat pengaruh umur biji dan fuli pala terhadap kadar air, lemak, minyak atsiri, serta rendemen minyak pala, dan karakterisasi mutu berdasarkan analisis sifat fisikokimia (indeks bias, putaran optik, bobot jenis, sisa penguapan, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik (uji kesukaan terhadap aroma) serta analisis kualitatif komponen volatil penyusun aroma minyak pala. Biji pala yang digunakan adalah biji pala muda (bejo) (3 – 4 bulan), biji pala polong (4 – 5 bulan) dan biji pala tua (kilat) (5 –6 bulan) dan ukuran diameter biji pala yang digunakan adalah 0.5 cm. Pada penelitian tahap kedua dilihat pengaruh perubahan tekanan pada proses destilasi terhadap mutu minyak pala, analisis deskripsi sensori aroma minyak pala (metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan panelis semi terlatih). Metode kualitatif dilakukan dengan teknik In-Depth Interviews dan Focus Group, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan teknik Quantitative Description Analysis (QDA) dan analisis komponen volatil penyusun aroma minyak pala dengan menggunakan GC-MS. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan biji pala muda (bejo) mempunyai rendemen minyak yang tertinggi (17.15%v/w), dibandingkan biji pala polong dan biji pala tua (kilat) akan tetapi komponen penyusun minyak dari biji pala tua mempunyai kandungan senyawa monoterpen alkohol dan senyawa aromatik yang lebih tinggi. Hasil evaluasi sensori menunjukkan aroma minyak biji pala secara umum disukai konsumen. Penelitian tahap kedua menunjukkan modifikasi penyulingan terbaik yaitu penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm selama 4 jam dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan (4 jam) mempunyai rendemen minyak yang tertinggi yaitu 15.30% v/w (biji pala) dan 16.73% v/w (fuli pala). Analisis deskripsi sensori dari minyak pala dengan peningkatan tekanan secara bertahap sampai 0.5 atm menghasilkan atribut aroma spicy, warmly, sweet dan pungent, sedangkan peningkatan tekanan sampai 1.5 atm menghasilkan atribut aroma lebih banyak yaitu spicy, warmly, camphoraceous, sweet dan pungent. Peningkatan tekanan secara bertahap sampai 1.5 atm juga menghasilkan komponen aroma yang paling banyak terdeteksi yaitu 51 komponen pada biji pala dan 88 komponen pada fuli pala.
ABSTRACT Indonesia is one of the world’s biggest nutmeg oil producer which contributes to 72.2% of world production. This major market share must be maintained by continous improvement of nutmeg oil quality. One of the important factors determine the nutmeg oil quality is the composition of aroma compound. Thus, the research on studying the aroma component of nutmeg oil during distillation process was conducted. In this research, distillation process operation was modified by using direct steam method by gradually change the pressure. The experiments were divided into two stages. The result of first stage showed that young nutmeg kernel produced the highest yields (17.15% v/w), among nutmeg kernel (bejo) and old nutmeg kernel. In contrary, old nutmeg kernel yielded the highest aromatic compounds and alcoholic monoterpene. Sensory test analysis showed that panelists generally like the aroma of nutmeg kernel oil. The second stage showed that the best distillation modification was distillation using initial pressure 0 atm for 4 hours, then was increased 0.5 atm for 4 hours and 1.5 atm until the end of the process (4 hours). The yields of nutmeg kernel and mace were (15.30% v/w) and (16.73% v/w), respectively. Sensory descriptive analysis of nutmeg oil with gradually increasing of pressure up to 0.5 atm resulted aromatic attributes such as spicy, warmly, sweet and pungent. But, increasing pressure up to 1.5 atm yielded more aromatic attributes such as spicy, warmly, camphoraceous, sweet and pungent. Data were analysed using QDA (Quantitative Description Analysis). In addition, this method produced the most detected aromatic compounds. The number of identified aromatic compounds for the kernel and the mace were 51 and 88, respectively.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebahagian atau seluruh dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopy, microfilm, dan sebagainya
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, Desember 2006
Siti Sakiah NIM F 151010271
MODIFIKASI PROSES PENYULINGAN DENGAN VARIASI TEKANAN UAP UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK AROMA MINYAK PALA
SITI SAKIAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tesis Nama
: Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala : Siti Sakiah
NIM
: F351020271
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc Anggota
Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industi Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian: 5 September 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sengkang pada tanggal 16 Juli 1977 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Anwar Rasyid dan Nurhayati Saleh. Tahun 1995 penulis lulus dari SMU dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Hasanuddin. Di Universitas Hasanuddin penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan lulus tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana (jenjang magister) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB.
PRAKATA Alhamdullilahirabbala’lamin Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya kepada penulis sehingga tesis yang merupakan salah satu syarat untuk penyelesaian studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat terselesaikan. Tesis ini berjudul Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, ditengah kesibukan beliau sebagai Ketua Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB. 2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc, sebagai anggota komisi Pembimbing atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, 3. Dr. Ir. Anton Apriyantono, sebagai anggota Komisi Pembimbing atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, ditengah kesibukan beliau sebagai Menteri Pertanian RI, dan bersedia hadir pada sidang akhir Magister. 4. Ir. S. Ketaren, MS sebagai penguji luar komisi atas saran dalam penyempurnaan tulisan ini 5. Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Irawadi Jamaran, beserta staf yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademik 6. Bapak Kepala Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) yang memberikan kesempatan kepada Penulis melakukan penelitian dan seluruh staf, khususnya kepada Bapak Makmun dan Bapak Dedi selaku pembimbing Teknis dan Bapak Chairuddin yang bersedia menyiapkan sampel biji pala selama penelitian berlangsung. 7. Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan hormat yang mendalam pada Ayahanda Anwar Rasyid dan Ibunda Nurhayati Saleh, saudara-saudaraku (Zakariah, Herawati, dan Saiful), Pamanda dr. Amiruddin Abu dan keluarga, Doni Hidayat SP, MSi dan seluruh keluarga besar M.
i
Saleh dan Abdul Rasyid yang selalu mendukung dan
mendoakan setiap
aktivitas penulis untuk menjadi orang yang bermanfaat 8. Sahabat-sahabatku (Zumi Saidah SP, MSi, Deni Sumarna, SP, MSi, Ari Imam Sutanto, STP, Erna Safrida, SPi), teman-teman kosku (Oca, Karin, Niken, Indy, Uli, Meti, Yati, dan Ike) dan rekan-rekan angkatan 2002 TIP yang memberikan bahan masukan dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian tulisan ini 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terselesainya studi, dan penulisan tesis ini. Penulis menyadari tulisan ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Desember 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Tujuan Penelitian ............................................................................. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Pala (Myristica fragrans Houtt) dan Pemanfaatannya ..................... Komposisi Kimia Biji dan Fuli Pala ............................................... Pemanfaatan Pala secara Industri .................................................... Minyak Pala ..................................................................................... Standar Mutu Minyak Pala Indonesia .............................................. Komposisi Aroma Minyak Pala ....................................................... Distilasi ............................................................................................ Penyulingan Minyak Pala ................................................................ Kegunaan Minyak Atsiri Pala .......................................................... Ekstraksi dan Identifikasi Komponen aroma Minyak Pala.............. Analisis sensori ............................................................................... Quantitative Descriptive Analysis (QDA) ....................................... Principal Component Analisis (PCA)..............................................
5 6 6 7 10 10 15 17 16 17 22 24 26
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... Bahan dan Alat................................................................................. Metode Penelitian ............................................................................ Analisis ............................................................................................
28 28 31 39
HASIL DAN PEMBAHASAN PenelitianTahap Satu........................................................................ Penelitian Tahap Dua ....................................................................... Analisis Deskripsi Sensori Minyak Pala ......................................... Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala ...................................
43 49 55 63
iii
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................
79
Saran .................................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
81
LAMPIRAN ..................................................................................................
86
iv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Perkembangan Konstribusi Minyak Pala Terhadap Nilai Ekspor ......
1
2.
Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000 ................
2
3.
Analisis proksimat fuli dan biji pala basis kering..............................
6
4.
Sifat Fisik Senyawa-senyawa Utama Minyak Pala .............................
9
5.
Sifat Fisik Minyak Pala East Indian dan West Indian.........................
9
6.
Standar Mutu Minyak Pala Indonesia ................................................
10
7.
Komposisi Kimia Minyak Atsiri dari Biji dan Fuli Pala ....................
15
8.
Standar Aroma pada Tahap Pelatihan .................................................
36
9.
Persamaan dalam Penentuan Nilai Konsentrasi dan Flavor Standar ...
39
10.
Standar Deskripsi Aroma untuk QDA.................................................
39
11.
Kondisi Analisis GC-MS Komponen Aroma Minyak Pala.................
40
12.
Analisis Proksimat Biji dan Fuli dari berbagai Kelas Mutu ................
44
13.
Hasil Analisis Mutu Minyak Pala dari Berbagai Umur Pala...............
47
14.
Hasil Analisis Komponen Penyusun Minyak Pala ..............................
49
15.
Hasil Analisis Mutu Minyak dari Biji dan Fuli Pala Hasil Penyulingan dengan Berbagai Perlakuan .........................................
54
16.
Kesimpulan Deskripsi Aroma Minyak Pala ........................................
56
17.
Deskripsi Aroma minyak Pala Hasil Diskusi Focus Groups ..............
57
18.
Deskripsi Kuantitatif Aroma Minyak Pala ..........................................
58
19.
Komposisi Komponen Aroma Minyak dari Biji Pala pada Berbagai Perlakuan .............................................................................
67
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya ........................................
7
2.
Struktur Molekul Senyawa-senyawa Utama Minyak Pala ................
8
3.
Kromatogram Minyak Pala (Masada, 1976) ....................................
13
4.
Kromatogram Minyak Fuli (Masada, 1976) .......................................
14
5.
Sketsa Instalasi Penyulingan Uap Langsung .......................................
30
6.
Diagram Alir Prosedur PenelitianTahap Satu......................................
32
7.
Diagram Alir Prosedur PenelitianTahap Dua ......................................
34
8.
Laju Penyulingan Minyak Pala dari Biji pala pada berbagai Umur ...
44
9.
Pengaruh Umur Biji Pala terhadap Rendemen Minyak Pala...............
46
10.
Laju Penyulingan Minyak Pala dari Biji Pala untuk Tiap Perlakuan ..
51
11.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Minyak Pala......................
53
12.
Spider web Aroma Minyak dari Biji Pala Hasil QDA .........................
59
13.
Spider web Aroma Minyak dari Fuli Pala Hasil QDA ........................
59
14.
Grafik bi-plot PC1 dan PC2 Hasil Analisis Komponen Utama Aroma Minyak Biji Pala ....................................................................
61
Grafik bi-plot PC1 dan PC2 Hasil Analisis Komponen Utama Aroma Minyak Fuli Pala ..................................................................
63
16.
Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P0 ....................
69
17.
Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P1 ....................
70
18.
Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P2 ....................
71
19.
Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P3 ....................
72
20.
Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P4 ....................
73
21.
Kromatogram Minyak dari Fuli Pala Pada Perlakuan P2....................
74
15.
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Diagram Pengolahan Buah pala .........................................................
83
2.
Contoh Format Isian Seleksi Uji .........................................................
84
3.
Hasil Seleksi Panelis dengan Uji Segitiga dan Kesediaan Panelis ....
85
4.
Contoh Format Isian Pelatihan Uji Deskripsi Aroma .........................
86
5.
Contoh Format Isian Pelatihan Uji Rangking ...................................
87
6.
Contoh Format Isian Pelatihan Uji Skoring Aroma ............................
88
7.
Contoh Format Isian In Depth Interview .............................................
89
8.
Contoh Format Isian Uji Deskripsi QDA Aroma ................................
90
9.
Prosedur Analisis Sifat Fisik dan Kimia Minyak Pala ........................
91
10.
Prosedur Analisis Proksimat Biji dan Fuli Pala ..................................
96
11a.
Laju Penyulingan Minyak Tiap 1 jam pada berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ............................................................................
98
11b.
Kondisi Operasi Penyulingan dengan Tekanan 0 atm........................
98
12a.
Data Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm .....................................................................................
99
Analisa Keragaman Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm...................................................................
99
Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm.............................................................................
99
12b. 12c. 13a.
Hasil Analisa Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm............................................................................. 100
13b.
Analisa Keragaman Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm .................................................................. 100
13c.
Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ........................................................................... 100
14a.
Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ........................................................................... 101
14b.
Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm................................................................... 101
14c.
Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ........................................................................... 101
15a.
Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ........................................................................... 102
15b.
Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm.................................................................. 102
15c.
Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ................................................................... 102
16a.
Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ......................................................... 103
16b.
Analisa Keragaman Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm.......................................... 103
16c.
Analisa Duncan Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm .......................................... 103
17a.
Hasil Duncan Sisa Penguapan Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm ................................................................... 104
18a.
Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm ................................................................... 105
18b.
Analisis Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekana 0 atm ........................................................... 105
18c.
Analisa Duncan Bilangan Asam Minya k Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada 0 atm.................................................................................. 105
19a.
Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm............................................................................. 106
19b.
Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm .................................................................. 106
19c.
Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm ................................................................... 106
20.
Hasil Uji Kesukaan Terhadap Aroma Minyak Pala ............................ 107
21.
Kromatrografi Standar Hasil Analisa GC............................................ 108
22.
Kromatrogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda : Biji Pala Polong : Biji Pala Tua (Kilat) ............................................... 110
23.
Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda (Bejo) ................................................................................................... 112
24.
Kromatogram Minyak Pala dengan bahan baku Biji Pala Polong ...... 115
25.
Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Tua (Kilat) 118
26a.
Laju Penyulingan Minyak Biji Pala Tiap 1 Jam dari Tiap Perlakuan . 121
26b.
Laju Penyulingan Minyak Fuli Pala Tiap 1 Jam Dari Tiap Perlakuan
27a.
Data Rendemen Minyak Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan............... 122
27b.
Analisa Keragaman Rendemen Minyak Biji Pala dari Berbagai
121
Perlakuan ............................................................................................. 122
27c.
Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan ............................................................................. 122
28a.
Data Rendemen Minyak Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan .............. 123
28b.
Analisa Keragaman Rendemen Minyak Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan ............................................................................................. 123
28c.
Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 123
29a.
Hasil Analisa Bobot Jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 124
29b.
Analisa Keragaman Bobot jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 124
29c.
Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 124
30a.
Hasil Analisa Bobot Jenis Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Berlakuan............................................................................................. 125
30b.
Analisa Keragaman Bobot Jenis Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 125
30c.
Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 125
31a.
Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 126
31b.
Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan...................................................................... 126
31c.
Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 126
32a.
Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 127
32b.
Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala Dari Fuli pala dari Berbagai Perlakuan....................................................................... 127
32c.
Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 127
33a.
Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan ............................................................................................. 128
33b.
Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 128
33c.
Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 128
34a.
Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan ............................................................................. 129
34b.
Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 129
34c.
Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 129
35a.
Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................. 130
35b.
Analisa Keragaman Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan............................................... 130
35c.
Analisa Duncan Kelarutan Dalam A lkohol 90% Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan........................................................ 130
36a.
Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................. 131
36b.
Analisa Keragaman Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Fiji Pala Dari Berbagai Perlakuan ............................................... 131
36c.
Analisa Duncan Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan ....................................................... 131
37a.
Hasil Analisa Sisa Penguapan Minyak Pala dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 132
37b.
Analisa Keragaman Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan...................................................................... 132
37c.
Analisa Duncam Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan...................................................................... 132
38a.
Hasil Analisa Sisa Penguapan Minyak Pala dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 133
38b.
Analisa Keragaman Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan...................................................................... 133
38c.
Analisa Duncam Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan...................................................................... 133
39a.
Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 134
39b.
Hasil Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan ..................................................................... 134
39c.
Analisa Duncan Bilangan Asam Minyak Pala dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuaan ............................................................................ 134
40a.
Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 135
40b.
Hasil Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan ..................................................................... 135
40c.
Analisa Duncan Bilangan Asam Minyak Pala dari Fuli Pala dari
Berbagai Perlakuan.............................................................................. 135 41a.
Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 136
41b.
Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 136
41c.
Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 136
42a.
Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 137
42b.
Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 137
42c.
Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan.............................................................................. 137
43.
Sensory Intensity Lima Atribut Flavor Standar................................... 138
44a.
Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P0 .................................. 141
44b.
Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P1 .................................. 143
44c.
Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P2 .................................. 145
44d.
Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P3 .................................. 147
44e.
Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P4 ................................... 149
45.
Grafik Residual Varian........................................................................ 151
46.
Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan 0 atm gauge Selama 12 Jam (kontrol), Hasil GC-MS ....................................................................................... 152
47.
Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1 atm gauge Selama 8 jam (P1) Hasil GC-MS ....................................................................................... 153
48.
Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1,5 atm gauge Selama 8 jam (P2) Hasil GC-MS ....................................................................................... 154
49.
Komponen Aroma Minyak Pala DariBiji Pala Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Wal 0,5 atam Gauge Samapi Akhir Penyulingan, P3) Hasil GC-MS ....................................................................................... 155
50.
Komponen Aroma Minyak Pala dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 Atm Gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 1 atm Gauge Selama 8 Jam (P4), Hasil GC-MS............ 156
51.
Komponen Aroma Minyak Pala Dari Fuli Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm Selama 4 Jam, Ditingkatkan
0,5 atm Sampai Akhir Penyulingan, Hasil GC-MS............................. 157
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat penting di Indonesia. Harga minyak pala Indonesia di pasaran dunia dalam selang waktu meningkat.
1996-2001 menunjukkan tingkat harga yang cenderung
Pada tahun 1999, harga minyak pala Indonesia di pasar dunia
mencapai tingkat harga rata-rata 26.18 US dollar per kilogram. Pada tahun 2000, harga rata-rata minyak pala Indonesia di pasaran dunia kembali naik mencapai tingkat harga rata-rata 33.38 US dollar per kilogram. Potensi dan peluang pasar yang masih sangat besar dan juga potensi ketersediaan bahan baku dapat dijadikan dasar pengembangan industri minyak pala di Indonesia (BPS, 2002). Indonesia merupakan produsen minyak pala terbesar di dunia yaitu ratarata menyumbang 72.2% produksi dunia. Dari tahun 1996 hingga tahun 2002 ekspor minyak pala cenderung terus meningkat, peningkatan ini terlihat data kontribusi minyak pala terhadap total nilai ekspor minyak atsiri Indonesia seperti dapat di lihat pada Tabel 1. Pada tahun 2001 Indonesia mengekspor 727.205 kg minyak pala senilai USD 12.915.515,0 (Sumangat et al., 2001). Produksi minyak pala Indonesia pada tahun (1995 – 2000) dapat dilihat pada Tabel 2. Peluang ekspor yang tinggi ini harus diimbangi dengan peningkatan mutu minyak pala agar dapat bersaing dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Tabel 1 Perkembangan Konstribusi Minyak Pala Terhadap Nilai Ekspor Tahun
Kontribusi (%)
1996 1998 1999 2000 2001 2002
3.1 4.1 9.0 7.6 13.4 17.9
Sumber : Biro Pusat Statistik, (2002) Tanaman pala merupakan tanaman multiguna, karena setiap bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri (BBIHP, 1984). Bagan pemanfaatan tanaman pala dapat dilihat pada Lampiran 1. Biji, fuli, dan minyak atsiri dari pala merupakan yang paling banyak dieksport, digunakan dalam industri makanan dan minuman, obat-obatan, parfum, dan kosmetik.
Dalam
industri makanan dan minuman minyak pala digunakan untuk penyedap roti dan kue, acar, asinan, daging, dan masakan ikan. Sedangkan pada minuman seperti minuman telur kopyok (Anonim 2005). Selain itu minyak pala juga digunakan sebagai bahan tambahan penyedap pada produk rokok (Clark dan Bunc, 1997). Pada industri kosmetik dan parfum digunakan sebagai pewangi pada produk sabun, air pembersih (lotion), dan deterjen (Anonim 2005). Arti penting minyak pala dari industri tersebut diatas adalah kandungan komponen aromanya, karena aroma tersebut akan memberikan aroma khas dan kesan yang khusus (warmly spicy, terpeny). Komponen aroma utama yang terdapat dalam minyak pala adalah
α dan β pinen, limonen, 4-terpeniol, safrole dan miristisin (Reineccius 1994). Tabel 2 Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000* Tahun
Berat (kg)
Nilai (US $)
1995 1996 1997 1998 1999 2000
109.509 216.581 209.513 382.100 383.725 263.245
1.529.609 3.105.894 3.778.535 10.014.413 10.046.165 6.822.189
* Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) Mutu minyak pala dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kemasakan biji pada waktu di panen, penanganan pasca panen yaitu pengeringan dan proses destilasi. Proses destilasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pembuatan minyak atsiri pala dan keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis, seperti suhu dan tekanan yang digunakan dalam proses itu. Penyulingan minyak pala di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Metode penyulingan yang digunakan umumnya dengan cara uap dan air dengan ketel yang digunakan terbuat dari drum-drum bekas, rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah meskipun bahan baku yang digunakan memiliki kadar minyak atsiri yang cukup tinggi.
Sebagian industri minyak pala telah menggunakan
metode penyulingan uap langsung dimana ketel uap terpisah dari ketel suling. Bahan ketel suling terbuat dari ”stainless steel” sehingga rendemen dan mutu minyak pala yang dihasilkan lebih baik daripada penyulingan industri kecil. Sampai saat ini penelitian yang telah dilaksanakan adalah karakterisasi bahan baku, penerapan teknologi penyulingan uap, karakterisasi minyak pala
(komposisi) dan penerapan teknologi deterpenasi.
Akan tetapi parameter-
parameter dalam penelitian tersebut ditekankan pada komposisi komponen minyak pala semata dan belum ada yang menekankan pada komponen aroma minyak pala, yang merupakan komponen utama dalam penentuan mutu pada perdagangan international. Untuk itu diperlukan penelitian mengenai kajian perubahan komponen aroma minyak pala selama proses penyulingan. Sebagai upaya untuk menghasilkan
mutu minyak pala yang tinggi
dalam hal ini komponen aroma minyak pala pada penyulingan menggunakan metode uap langsung digunakan penyulingan dengan tekanan yang tinggi tetapi dengan waktu yang sesingkat mungkin dan minyak yang dihasilkan cenderung mempunyai warna gelap dan berbau gosong sehingga menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Selain itu dapat juga digunakan tekanan yang rendah, akan tetapi dibutuhkan waktu yang lama dan energi yang besar untuk menghasilkan minyak. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan modifikasi proses operasi penyulingan minyak pala (metode uap langsung) dengan cara mengubah tekanan secara bertahap. Diharapkan dengan metode ini minyak dapat tersuling semaksimal mungkin dan mutu minyak yang dihasilkan lebih baik terutama komponen pembentuk aroma minyak pala yang dibutuhkan dalam industri pangan (flavor), industri farmasi serta industri fragrans dan parfum. Dengan demikian diharapkan dengan proses tersebut dapat meningkatkan mutu minyak pala produksi Indonesia yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga minyak pala produksi Indonesia. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh tekanan uap terhadap komponen aroma minyak pala, sehingga diharapkan dapat diketahui kondisi proses yang sesuai dalam pengolahan minyak dari biji dan fuli pala. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini yaitu : 1. Penyulingan minyak pala dengan metode uap langsung dengan peningkatan tekanan secara bertahap (0,0.5,1.0 dan 1.5 atm), dengan bahan baku biji dan fuli pala yang berasal dari berbagai umur buah pala.
2. Analisis sifat fisik dan kimia minyak pala (sisa penguapan, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik minyak pala dengan analisis deskripsi sensori aroma dan intensitas aroma minyak pala. 3. Profil kromatografi gas (GC) dan analisis komponen aroma minyak pala dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS).
TINJAUAN PUSTAKA Pala (Myristica fragrans Houtt) dan Pemanfaatannya Tanaman dan Biji Pala Tanaman
pala
termasuk
dalam
kelas
Angiospermae,
subkelas
Dicotyledonae, ordo Ranales, family Myristiceae serta Myristica. Tanaman ini terdiri dari 15 genus dan 250 species. Dari 15 genus tersebut, 5 genus terdapat di daerah tropis Amerika, 6 genus di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah tropis Asia. Tanaman pala
(Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli
Indonesia yang berasal
dari Malaise archipel, yaitu dari gugusan kepulauan
Banda dan Maluku (Sunanto 1993).
Tanaman pala tergolong dalam famili
Myristicaceae dengan kira-kira 200 species dan seluruhnya tersebut di daerah tropis. Jenis yang baik untuk bahan tanaman pala dari segi kuantitas dan kualitas produksinya adalah jenis pala banda, Sian, Patani, Ternate dan Pala Tidore. Selain Indonesia yang merupakan produsen pala terbesar di dunia (7075%)
juga diikuti oleh Grenada (20-25%). Ada beberapa species pala yang
dikenal selain Myristica fragrans Houtt (Pala Banda), yaitu Myristica argentea Warb (Pala Papua), Myristica malabarica (Pala Malabar) dan Myristica succedena Blume (Pala Halmahera). Diantara jenis-jenis tersebut yang bermutu baik adalah Myristica fragrans Houtt (Syukur dan Hernani 2002). Buah pala yang masak berwarna kuning kehijauan dengan tekstur yang keras. Diameter buah bervariasi antara 3 – 9 cm. Buah pala terdiri atas daging pala dan biji pala yang terdiri dari fuli, tempurung, dan daging biji. Di antara daging dan biji terdapat selaput seperti jala yang di dalam dunia perdagangan disebut fuli (Purseglove et.al., 1981). Fuli dari buah pala yang belum cukup masak berwarna kuning pucat. Bila dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat muda. Fuli yang sudah tua berwarna merah api, bila dikeringkan akan berwarna merah coklat, dan bila disimpan dalam waktu yang lama akan berubah menjadi kuning tua hingga kuning orange seperti warna jerami. Berdasarkan daerah asalnya, biji pala dan fuli dibedakan menjadi dua jenis mutu. yaitu "East indian Nutmeg and Mace" dan "West indian Nutmeg and
Mace". Pala yang berasal dari daerah Banda, Siauw, Penang, Padang dan Papua Nugini (Myristica argentea) dimasukkan dalarn kelompok "East indian Nutmeg and Mace", sedangkan pala yang berasal dari Grenada termasuk jenis "West indian Nutmeg and Mace" (Smith dan Anand 1984). Fuli yang berasal dari Indonesia (East india) mempunyai aroma yang lebih kuat dan warna yang lebih terang dibandingkan fuli yang berasal dari Grenada (West india) (Redgrove 1983). Hal ini disebabkan karena kandungan safrole dan myristicin East india yang lebih tinggi dibandingkan West india, disamping itu juga terdapat perbedaan komponen penyusun monoterpen. Safrole dan myristicyn merupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang kuat pada fuli (Purseglove 1981). Komposisi Kimia Biji dan Fuli Pala Di Kepulauan Banda khususnya perbandingan berat biji kering dengan fuli kering rata-rata 4 : 1. Di pulau lain dan gugusan kepulauan Maluku berat fulinya agak rendah. Purseglove et al (1981) mengemukakan perbandingan biji pala kering terhadap fuli kering adalah 20 : 3. Analisis proksimat menunjukkan bahwa sebagian besar komponen yang ada di dalam biji pala dan fuli adalah pati, minyak lemak dan ekstrak alkohol. Sebagian besar lemak dalam bentuk trimiristin (73%), yaitu trigliserida dan asam miristat. Hasil Analisis proksimat fuli dan biji pala dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis proksimat fuli dan biji pala basis kering (%)*) Komponen
Fuli
Air 9,78-12.04 Protein 6.25-7.00 Minyak atsiri 6.27-8.25 Ekstrak alkohol 22.07-24.76 Minyak lemak 21.63-23.72 Pati 49.85-64.85 Serat Kasar 2.94-395 Abu 1.81-2.54 *) Winto. A.L. dan Winton K.B. di dalam Somaatmadja (1984)
Biji 5.79-10.83 6.56-7.00 2.56-6.94 10.42-17.38 28.73-36.94 31.81-49.80 2.38-3.72 2.13-3.26
Pemanfaatan Pala secara Industri Somaatmadja dan Herman (1984) menyatakan dari buah pala segar dapat dihasilkan daging buah sebanyak 83.3%, fuli 3.22%, tempurung biji 3.94% dan daging biji sebanyak 9.54%. Pada Lampiran 1 dapat dilihat berbagai alternatif
pemanfaatan dan pengolahan buah pala. Buah pala dan bagian-bagianya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya Minyak Pala Minyak pala diperoleh dengan cara melakukan penyulingan terhadap biji dan fuli pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda karena mempunyai kandungan minyak pala yang lebih tinggi. Minyak pala berwama kuning pucat sampai tak berwarna, mudah menguap, dan mempunyai bau khas pala (Dorsey 2001). Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa komposisi kimia minyak pala terdiri dari hidrokarbon (monoterpen) yang jumlahnya antara 61-88%, hidrokarbon teroksigenasi 5-15% dan eter aromatis 2-18%, sedangkan senyawa lainnya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Konstituen terbesar dari golongan hidrokarbon monoterpen adalah α-pinen, β-pinen serta sabine, sementara myristicin merupakan komponen utama dalam fraksi eter aromatis. Aroma dari minyak pala terutama disebabkan oleh adanya eter aromatis, myristicin, safrole, dan elimicin yang memberikan bau.
Struktur molekul
senyawa-senyawa utama minyak pala dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Struktur molekul senyawa-senyawa utama minyak pala (Purseglove et al, 1981) Hustiany (1994) melaporkan bahwa daging buah pala mengandung 29 komponen volatil dengan 23 komponen yang teridentifikasi dan 6 komponen lainnya yang belum teridentifikasi. Komponen-komponen yang paling banyak terkandung dalam minyak atsiri daging buah pala adalah α-pinen (8.7%), βpinen (6.92%), ∆-3-karen (3.54%), D-limonen (8%), α -t erpinen (3.6 9%), 1 .3,8mentatrien (5.43%), γ-terpinen (4.9%), α-terpineol (11.23%, safrol (2.95%), dan myrist isin (23 .37%).
Senyawa-senyawa penyusun minyak pala berpengaruh besar terhadap sifat minyak pala. Sifat fisik senyawa-senyawa tersebut dalam minyak pala diterangkan oleh Guenther (1952) seperti yang tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Sifat Fisik Senyawa-Senyawa Utama Minyak Pala Senyawa
Berat Molekul (g/mol)
α Pinen
136,23 Kamfen 136,23 Limonen 136,23 Dipenten 136,23 p Simen 134,22 154,25 α Terpineol Safrol 162,19 Geraniol 154,24 Eugenol 164,20 Asam Miristat 228,36 Sumber : Guenther (1952)
Bobot Jenis (20oC) (g/ml)
Indeks Bias (20oC)
Titik Didih pada 15 mmHg (oC)
0,8592 0,8422 0,8402 0,8402 0,8573 0,9338 1,0960 0,8894 1,0664 0,8622
1,4664 1,4551 1,4744 1,4744 1,4909 1,4818 1,5383 1,4766 1,5410 1,4305
44,3 53,8 61,0 61,0 64,1 102,1 115,3 117,8 130,9 199,2
Sifat minyak ini tergantung kepada asal daerah, jenis tanaman penghasil, umur buah, mutu biji pala dan fuli serta metode penyulingan. Oleh karena itu sifat fisik dan kimia minyak pala dan fuli yang berasal darl "East indian" berbeda dengan minyak "West indian". Minyak pala "West indian" mempunyai bobot jenis, indeks bias, residu penguapan yang lebih rendah dan putaran optik yang lebih tinggi karena mengandung terpene dalam jumlah lebih besar. Perbedaan sifat minyak pala tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5 Sifat fisik dan kimia minyak pala “ East indian” dan “West indian”
Bobot Jenis 15o Putaran Optik 15o Indeks Bias 20o Kelarutan dalam alkohol 90 % Sisa Penguapan (%) Bilangan asam (%) Bilangan ester (%) Bilangan ester setelah asetilasi (%)
Minyak Pala East indian West indian Nutmeg and mace Nutmeg and mace (Indonesia) (Grenada) 0.865 – 0.925 8" – 30` 1.479 – 1.488 Larut pada perbandingan 0.5 sampai 3 bagian 1.0-1.5 3.0 2–9 25 - 31
0.659 – 0.865 25045' – 38032' 1.469 – 1.472 Larut pada perbandingan 2 sampai 3 bagian 0.2-0.3 1.0-1.3 6.3 – 7.3 -
Standar Mutu Minyak Pala Indonesia Tinggi rendahnya mutu minyak pala ditentukan oleh ciri-ciri fisik dan kimiawinya.
Ciri-ciri fisik yang terutama dijadikan ukuran penentuan mutu
minyak pala adalah bobot jenis, putaran optik, indeks bias, kelarutan dalam alkohol, dan sisa penguapan. Sedangkan ciri kimiawi yang menentukan mutu minyak pala terutama adalah kandungan miristisin dalam senyawa aromatik, dan kandungan alkohol dalam senyawa terpen. Mengingat bahwa produksi minyak pala di Indonesia hampir seluruhnya diekspor, maka terdapat standar mutu atau persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1998 yang harus dipenuhi oleh produk tersebut sebelum diekspor, seperti terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Standar Mutu Minyak Pala Indonesia Minyak Pala*
Minyak Pala**
Minyak Pala***
Karakteristik Bobot Jenis 25oC/25oC 0.847 – 0.919 0.840 – 0.925 0.847 – 0.919 Putaran Optik +10o - +30o +10o - +30o +8o - +26o Indeks Bias (n25D) 1.472 – 1.494 1.474 – 1.488 1.472 – 1.494 Kelarutan dalam 1 : 3 Jernih, 1 : 1 Jernih, 1 : 3 Jernih, alkohol 90% seterusnya Jernih seterusnya Jernih seterusnya Jernih Sisa Penguapan 2.5% 3% Zat Asing : - Lemak Negatif Negatif Negatif -Alkohol Tambahan Negatif Negatif Minyak Pelikan Negatif Negatif Minyak Terpentin Negatif Negatif *)Standar Mutu Perdagangan (SP-29-1976) **) Standar Mutu Menurut Ketentuan Balai Penelitian Kimia (Ketaren, 1990) ***) Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3735-1998)
Komposisi Aroma Minyak Pala Dalam industri ”fragrance dan ”flavor”, aroma merupakan kombinasi persepsi penerimaan dari rasa dan bau. Pada umumnya ada 4 macam kualitas rasa yaitu manis, asam, asin dan pahit (bitter) (deMan 1985), sedangkan untuk bau ada tujuh bau dasar dalam industri aroma yaitu camphoraceous, musky, floral, peppermint, ethereal, pungent dan putrid (Amoore et al. 1964, dalam deMan 1985). Aroma dibentuk dari beberapa variasi struktur dan grup senyawa kimia. Antara lain senyawa kimia heterosiklik, karbosiklik, terpenoid, aromatik dan
sebagainya, dan sensasi aroma tersebut disebabkan baik oleh “single compound” maupun agregat “group of compound” yang ada dalam minyak atsiri. Komponen aroma yang terdapat dalam minyak atsiri terdiri dari hidrokarbon, yang merupakan komponen terbesar dibandingkan Oxygenated hydrocarbon dan senyawa aroma lainnya (Purseglove et al., 1981). Golongan hidrokarbon terdiri dari monoterpen, seskuiterpen, diterpen dan politerpen, serta parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik.
Walaupun golongan terpen
hidrokarbon sangat besar jumlahnya dalam minyak atsiri, akan tetapi sangat kecil nilai aromanya, mungkin hampir tidak ada nilai aromanya (Heath, 1981). Golongan hidrokarbon ini menentukan sifat khas minyak atsiri, seperti pinen yang banyak dikandung minyak atsiri pala dan limonen yang banyak dikandung minyak atsiri jeruk. Komponen kimia yang menyebabkan bau wangi dalam minyak atsiri berasal dari golongan oxygenated hydrocarbon yang terdiri dari senyawa alkohol, aldehida, keton, oksida, ester dan eter, serta dapat pula yang berbentuk terpen (Heath 1981). Menurut Belitz dan Grosch (1987), minyak atsiri dari biji pala biasanya dikenal dengan nama minyak pala yang mengandung 80% monoterpen, 4% terpen alkohol dan 11% senyawa aroma lainnya, sedangkan minyak fuli terdiri dari 87.5% monoterpen, 5.5% monoterpen alkohol dan 7% senyawa aroma lainnya. Komponen-komponen utama minyak pala adalah sabinen (22%), α pinene (21%), β -pinene (12%), miristisin (10%), terpinen-4-ol (8%), γ-terpinen (4%), mirsen (3%), limonen (3%), 1,8-sineol (3%) dan safrol (2%) (Wright 1991).
Dari seluruh komponen
senyawa aroma tersebut, maka miristisin
merupakan senyawa yang toksik dan dapat menimbulkan kecanduan apabila dikomsumsi dalam jumlah besar (Opdyke, 1976). Dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectromectry (GC-MS) dapat diketahui kandungan minyak pala serta konsentrasinya secara terperinci. Kromatogram dari minyak pala dari biji pala dan fuli pala yang dilakukan Masada pada tahun (1976) dapat dilihat pada Gambar 3 dan pada Gambar 4. Kromatogram minyak biji pala dan minyak fuli yang dihasilkan Masada pada tahun 1976, banyak peak yang terdeteksi GC-MS. Akan tetapi, Masada belum dapat mengidentifikasikan semua komponen yang terdeteksi oleh GC-
MS tersebut. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, Shenk dan Lamparsky pada tahun 1981 dengan menggunkan Gas Liguid Chromatography –mass Spectromectry (GLC-MS) dapat mengidentifikasi komponen minyak atsiri dari biji pala. Dalam industri minyak pala, karakteristik sensori yang diinginkan adalah warmly spicy dan terpeny, sedangkan komponen aroma utama yang diinginkan adalah α dan β pinen, limonen, 4-terpeniol, safrole dan miristisin (Reineccius 1994).
Minyak pala yang disuling dengan air-uap dari biji
pala memiliki
karakteristik aroma spicy, warmly, dan sweet (Anonim, 2005). Rasa biji pala yaitu bitter, warmly, spicy, pungent, heavy, oily, dan agak terpeny (Farrel, 1990), sedangkan aroma biji pala yaitu spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, dan pungent. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap minyak biji pala yang berasal dari Indonesia dan Granada, dengan menggunakan ”Gas Liquid Chromatografy”, ”Infrared Spectroscopy” dan ”Mass Spectrometry”, diperoleh komposisi kimia minyak pala seperti terlihat pada (Tabel 7). Data pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa komponen kimia minyak pala sebagian besar terdiri dari senyawa terpen yang penting diantaranya α -pinene, sabinene, β -pinene, myrcene, α -terpinene, γ -terpinene dan limonene. Senyawa ”oxygenated hydrocarbon” yang penting α -terpineol, 1.8 sineole dan miristisin yang merupakan komponen minor dalam minyak pala. Komposisi kimia minyak pala Indonesia dan Granada berbeda secara kuantitatif, tetapi jenis komponen hampir sama. Minyak pala ”West indian type” sedikit mengandung α - pinene, safrole dan miristisin, tetapi kandungan sabinene lebih tinggi. Sebaliknya minyak pala ”East indian type” relatif lebih banyak mengandung miristisin.
Hal ini menyebabkan perbedaan mutu kedua jenis
minyak tersebut. Selain itu miristisin dinyatakan memberikan aroma yang lebih tajam. Disamping itu pula minyak biji pala ”West indian type” mempunyai kandungan terpen relatif lebih tinggi dibandingkan ”East indian type” , sehingga aroma minyak pala menyerupai minyak terpentin.
Gambar 3. Kromatogram Minyak Pala (Masada, 1976) 7. α-pinen, 10. Kamfen, 11. β-pinen, 13. mirsen, 16. dipenten, 17. limonen, 18. sineol, 20. γ-terpinen, 21. p-simen, 22. C8-aldehida, 24. C9-aldehida, 31. sitronellal, 36. C-10 aldehida, 41. β-linalool, 47. β-terpineol, 57. α-terpineol, 58. borneol, 69. geraniol, 71. Safrol, 87. eugenol, 94. isoeugenol, 95. miristisin
Gambar 4. Kromatogram Minyak Fuli (Masada, 1976) 2. α-pinen, 5. kamfen, 6. β-pinen, 8. mirsen, 11. dipenten, 12. limonen, 13. sineol, 14. α-terpinen, 15. p-simen, 16. C8-aldehida, 23. sitronellal, 28. C8-aldehida, 33. linolool, 37. terpineol-4, 38. β-terpineol, 51. borneol, 68. geraniol, 72. safrol, 89eugenol, 97. isoeugenol, 98. miristisin
Tabel 7 Komposisi kimia minyak atsiri dari biji dan fuli pala Nama Senyawa α -pinen
West indian a) (%)
10.6 – 12.6 Camphene 0.2 β-pinen 7.8 –12.1 Sabinene 49.6 – 50.7 Myrcene 2.5 – 2.8 α-Phellandrene 0.4 – 0.6 α-Terpinene 1.8 – 1.9 Limonene 3.1 – 3.3 1,8-cineole 2.3 – 2.5 γ-Terpinene 1.9 – 3.1 P-Cymene 0.7 – 3.2 Terpinolene 1.2 – 1.7 Trans sabineneHydrate 0.3 – 0.8 Copaene 0.3 Linalool 0.4 - 0.9 Cis-sabinene Hydrate 0.2 – 0.7 Cis-P-menth-2en-ol 0.1 – 0.4 Terpinen-4ol 3.5 – 6.1 Safrole 0.1 – 0.2 Methyl eugenol 0.1 – 0.2 Eugenol 0.2 Elemicin 1.3 – 1.4 Myristicin 0.5 – 0.8 a) Heath (1981) b) Maarse (1991)
Biji East indian a) (%) 18.0 – 21.2 0.2 – 0.4 9.3 – 17.7 15.4 – 44.1 2.2 – 2.9 0.4 – 1.0 0.8 – 2.5 2.7 3.6 1.5 – 3.2 1.3 – 6.8 0.3 – 2.7 0.6 – 2.6 0.3 – 0.6 0.2 – 0.3 0.2 – 0.9 0.2 – 0.6 0.1 – 0.5 2.0 - 10.9 0.6 – 3.2 0.5 – 1.2 0.3 – 0.7 0.3 – 4.6 3.3 – 13.5
Fuli b) (%) Srilangka a) (%) 13.0 0.3 9.0 47.9 0.7 3.8 Trace 4.1 3.5 1.0
16,3 10,6 12,5 2,2 7,5 3,8 3,7
0.8 0.3
14,2 0,2
0.2 1.6 3.8
2,0 1,3
Distilasi Distilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Geankoplis, 1983). Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Schaneberg dan Khan, 2002).
Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: Evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil dan kondensasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil. Teori Dasar Distilasi Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Sebagai contoh adalah cairan murni didalam suatu tempat yang tertutup. Pada suhu tertentu molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan bergerak bebas secara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekulmolekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Namun setiap molekul pada lapisan permukaan yang bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu (Guenther, 1987). Kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam bersentuhan dengan padatan yang suhunya di bawah suhu jenuh sehingga membentuk cairan seperti air (Geankoplis, 1983). Hukum hidrodestilasi minyak atsiri atau zat-zat menguap adalah : “Perbandingan antara berat dua komponen uap dan perbandingan berat dua macam cairan dalam destilat (kondensat), merupakan perbandingan dari tekanan uap parsial dikalikan dengan perbandingan berat molekulnya”. WH2O Woi1
=
P H2O
P oil
X M H2O M oil
………………. (1)
Keterangan : WH2O = Berat air di dalam kondensat ; Woi1 = Berat minyak di dalam kondensat ; PH2O = Tekanan uap air pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel);
P oil
= Tekanan uap minyak pada suhu yang ditetapkan (suhu ketel);
M H2O
= Berat molekul air (=18);
M oil
= Berat molekul minyak (dengan asumsi bahwa nilai ini ditetapkan sebagai nilai rata-rata).
Proses Distilasi Menurut Brown (1984) dalam
prakteknya ada berbagai macam proses
destilasi Hal ini disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu untuk pemisahan komponen dalam suatu campuran, seperti : perbedaan titik didih antar komponen yang cukup besar atau kecil, dan tingkat kemurnian yang diinginkan terhadap produk yang dihasilkan. Proses distilasi tersebut adalah proses distilasi normal. Proses distilasi normal yaitu suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan atmosfer. Pada proses ini titik didih campuran cukup besar perbedaannya, sehingga proses pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh : Campuran benzen dan toluen. Benzen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2 °C, sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1 °C. Proses penyulingan juga termasuk dalam kelompok proses distilasi normal. Metoda penyulingan yang digunakan untuk penyulingan pala dapat berupa penyulingan uap (steam distillation) maupun penyulingan dengan uap dan air (steam and water distillation). Kadang-kadang juga dilakukan penyulingan dengan air atau kohobasi. Penyulingan dengan air dan uap menghasilkan minyak dengan mutu yang paling baik, sedangkan cara kohobasi menghasilkan minyak pala dengan mutu yang bervariasi dan berada di bawah standar mutu yang ada (Purseglove,1981). Penyulingan Minyak Pala Rendemen dan mutu hasil sulingan dipengaruhi oleh jenis bahan yang disuling, cara dan kondisi penyulingan, instalasi penyulingan yang dipergunakan dan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku. Menurut Guenther (1952), agar diperoleh minyak bermutu tinggi maka penyulingan berlangsung pada tekanan rendah dan dapat juga pada tekanan tinggi tetapi dalam waktu sesingkat mungkin. Proses penyulingan pada tekanan rendah dan suhu rendah mempunyal keuntungan
minyak yang didapat tidak mengalami dekomposisi oleh panas, disamping itu penguapan substansi bertitik didih tinggi dan larut dalam air akan berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyulingan minyak pala antara lain sebagal berikut : 1. Perlakuan Bahan Sebelum Penyulingan Perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara. yaitu dengan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Proses pengeringan. bahan baku bertujuan menguapkan. sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Proses pengeringan biji pala dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering. Pengeringan biji pala secara komersial disarankan pada suhu konstan 40 T selama 8-9 hari. Pada kondisi pengeringan tersebut, kehilangan minyak atsiri relatif kecil, demikian pula kemungkinan dengan biji pecah relatif kecil . 2. Kondisi Penyulingan Pengisian Bahan ke dalam Ketel Pada penyulingan, diusahakan agar pengisian bahan sehomogen mungkin, merata. dan tidak terlalu padat. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penetrasi uap air ke dalam bahan agar kontak antara uap dengan bahan optimal sehingga minyak dapat terekstraksi secara sempurna dan menghasilkan rendemen dan mutu yang tinggi. Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Penyulingan Penyulingan dapat dilakukan pada tekanan lebih kecil, sama atau tekanan lebih besar dari 1 atm. Uap yang bertekanan sama atau lebih kecil dari 1 atm akan terkondensasi kembali menjadi air pada tumpukan bahan, sedangkan uap yang bertekanan lebih besar dari 1 atm akan berpenetrasi ke dalam bahan secara lebih efektif, dan peristiwa kondensasi dalam ketel penyulingan berkurang. Variasi tekanan juga akan mempengaruhi perbandingan antara jumlah air yang tersuling dengan jumlah minyak atsiri yang dihasilkan (Guenther, 1952). Suhu uap atau campuran uap yang menerobos bahan dalam ketel penyulingan dapat berfluktuasi (turun-naik) tergantung dari fluktuasi tekanan. Suhu uap dapat mempengaruhi proses difusi, hidrolisis dan dekomposisi oleh panas. Pada awal pemanasan (suhu rendah), senyawa dalam minyak yang bertitik
didih lebih rendah akan menguap lebih dahulu, suhu uap akan akan naik secara bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional. Agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi, maka perlu diusahakan penyulingan minyak atsiri berlangsung pada suhu rendah, atau dapat juga pada suhu tinggi tetapi waktu sesingkat mungkin (Guenther, 1952). Pengaruh Lama Penyulingan Lama penyulingan mempengaruhi kontak air atau uap air dengan bahan. Penyulingan yang lebih lama akan mengakibatkan banyak minyak yang terbawa oleh uap sehigga rendemen minyak yang dihasilkan lebih banyak. Lama penyulingan juga berpengaruh terhadap penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi. Makin lama penyulingan, penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi makin besar (Guenther, 1952). Kegunaan Minyak Pala Menurut Belitz dan Grosch (1987), minyak atsiri diperoleh dari penyulingan sebagian atau seluruh bagian tumbuhan, seperti buah, daun, biji, batang, kulit dan sebagainya. Distilat hasil penyulingan dipisahkan dari lapisan air dan dimurnikan, sehingga dikenal dengan minyak atsiri. Minyak atsiri sejak lama digunakan sebagai bahan parfum, kosmetik, aromaterapi dan fitoterapi serta bumbu masak. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan tanaman penghasilnya,
umumnya larut dalam
alkohol dan pelarut organik lainnya, dan kurang larut dalam alkohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70%. Daya larut minyak atsiri dalam alkohol lebih kecil jika minyak mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar. komponen volatil berbagai minyak atsiri sangat beragam.
Jumlah
Berat molekul
komponen volatil minyak atsiri berkisar antara 100 hingga 300 amu (Buchbbauer, 1993). Minyak pala digunakan dalam industri baik sebagai bahan baku maupun bahan penolong pada suatu produksi.
Secara garis besar kegunaan
minyak pala adalah sebagai berikut : (1) zat penyedap (flavoring agent), (2) zat pewangi (fragrance), (3) zat pengawet, dan (4) zat penghilang rasa sakit. Industri
yang memerlukan penggunaan minyak pala umumnya adalah industri makanan dan minuman, industri kosmetika dan parfum, serta industri farmasi. Dalam industri makanan dan minuman, minyak pala diperlukan sebagai zat penyedap, pewangi dan pengawet.
Penggunaan minyak pala sebagai zat
penyedap dalam industri tersebut adalah untuk memberikan rasa dan aroma yang sedap pada produk makanan dan minuman. Untuk pewangi makanan, penggunaan minyak pala terutama pada makanan-makanan yang dipanggang seperti cake, cokies, pudding, dan sebagainya. Penggunaan minyak pala secara bersama-sama dengan minyak cengkeh, vanili, dan cassia adalah sebagai pencampur aroma tembakau pada industri rokok kretek.
Sedangkan penggunaan minyak pala
sebagai bahan pengawet makanan disebabkan oleh kandungan miristisin dalam minyak tersebut.
Herman (1976) menjelaskan bahwa dalam dosis tertentu
miristisin dapat bersifat racun, sehingga penggunaan minyak pala dalam industri makanan dan minuman hanya diperbolehkan dalam jumlah yang dibatasi. Dalam industri kosmetika dan parfum yang memproduksi aneka produk kosmetika dan parfum, sabun, pasta gigi dan sebagainya, penggunaan minyak pala adalah sebagai zat pewangi (fragrances), karena sifat wangi dari minyak pala tidak kalah dengan minyak atsiri yang berasal dari bunga. Pada industri parfum, minyak pala digunakan bahan pencampur minyak wangi atau eau de cologne dan penyegar ruangan. Kemudian bersama dengan minyak permen (peppermint oil) digunakan untuk penyegar pasta gigi. Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala Identifikasi
komponen
aroma
dilakukan
Chromatography-Mass Selective (GC-MS).
dengan
teknik
Gas
Prinsip kerjanya berdasarkan
penembakan senyawa yang masuk ke dalam kolom dengan elektron berenergi tinggi.
Penembakan dengan elektron ini akan menyebabkan pecahnya ikatan
kimia senyawa. Hasilnya direkam sebagai spektrum dari pecahan (fragmen) ion bermuatan positif. Fragmen ion tersebut memiliki rasio intensitas masa relatif (m/z) yang khas untuk masing-masing senyawa. Kekhasan terjadi karena pecahan senyawa yang terbentuk tergantung pada pola struktur kimia senyawa yang bersangkutan.
Dengan GC-MS dapat diketahui berat molekul, komposisi
elemental, dan rumus molekul.
Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan pecahan m/z senyawa yang terdeteksi dengan library (Mussinan 1993).
Identifikasi hasil
perbandingan m/z senyawa yang terdeteksi dengan library diperkuat lagi dengan nilai LRI (linear Retention Indices) senyawa yang telah diidentifikasi dari percobaan dengan nilai LRI senyawa tersebut pada literature yang telah diterbitkan sebelumnya. Penentuan
LRI
atau
kovats
indeks
tidak
dapat
langsung
mengindentifikasikan komponen volatil yang ada dalam suatu bahan. Paling tidak hanya dapat menentukan komponen berdasarkan waktu retensi relatif terhadap standar. Oleh karena itu, menurut Kovats (1964) perlu adanya pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan komponen volatil yang ada dalam suatu bahan berdasarkan kelas-kelas komponennya. Dengan kata lain perlu adanya standar pembanding untuk mengindentifikasi komponen volatil yang ada dalam suatu bahan.
Selanjutnya hasil perhitungan kovats indeks ini harus dihubungkan
dengan spektrum massa yang didapatkan (Chang, 1989). Metode GC-MS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi komponen aroma minyak atsiri dari beberapa jenis tanaman dan memberikan hasil yang cukup baik. Dugo et al. (1997) melakukan penelitian karakterisasi minyak jeruk Key dan persian yang diekstraksi dengan cara ”cold pressed”. Identifikasi komponen aroma kedua minyak jeruk tersebut dilakukan dengan metode GCMS. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom kapiler silika DB-5MS. Merek GC yang digunakan yaitu Fison Mega Series 5160 sedangkan MS digunakans Fisons MD800, berhasil diidentifikasi komponen aroma sebanyak 66 komponen baik pada minyak jeruk Key maupun jeruk Parsian. Selain itu karakterisasi komponen aroma dengan GC-MS juga telah dilakukan pada minyak kulit jeruk Kabosu (Citrus sphaerocapra Tanaka) metode cold pressed, dengan
merek alat GC yang digunakan adalah Shimadzu 17A
sedangkan MS yang digunakan merek Shimadzu QP 5000. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom DB-Wax. Komponen aroma yang berhasil teridentifikasi yaitu sebanyak 68 komponen. Chairul dan Sulianti (2000) melakukan penelitian perbandingan komposisi kimia penyusun minyak atsiri pala Wegio (Myristica fatua L.) dan pala
Banda (Myristica fragrans Houtt) menggunakan metode GC-MS . Jenis kolom yang digunakan adalah Shimadzu CBP-5.
Komponen aroma yang berhasil
teridentifikasi pada pala Wegio yaitu 25 komponen sedangkan pala Banda sebanyak 21 komponen. Selain karakterisasi pada minyak jeruk dan minyak pala, identifikasi komponen aroma dengan GC-MS juga dilakukan pada buah lada Cina (Zanthoxylum simulans) yang dilakukan oleh Chyou et al. (1996) hasil destilasi uap dan ekstrak karbondioksida
Komponen aroma lada Cina yang berhasil
diidentifikasi yaitu sebanyak 43 komponen. Jenis kolom yang digunakan untuk identifikasi adalah kolom kapiler silika CP-Wax 52 CB.
Merek GC yang
digunakan yaitu Hewlett Packard 5890A sedangkan MS yang digunakan yaitu model TSQ-70. Analisis Sensori Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan, karakterisitik serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk membedakan produk tersebut dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh konsumen.
Dalam pengembangan dan pengawasan mutu produk, maka
penentuan dan evaluasi sensori karakteristik produk sangat penting dalam banyak aplikasi.
Diantaranya adalah digunakan untuk menentukan umur simpan,
pemetaan produk, penyesuaian produk, spesifikasi produk dan jaminan mutu produk, formulasi ulang produk, menguji adanya sensori asing (taints) dan untuk menentukan produk yang dapat diterima konsumen (Lyon et al., 1994). Analisis sensori sudah umum dilaksanakan terhadap hampir semua komoditi terutama yang berasal dari hasil pertanian : Minyak wangi, minyak atsiri, rempah-rempah dan sebagainya (Soekarto, 1981). Analisis sensori banyak menggunakan uji segitiga, uji skala, dan uji deskripsi (Pangborn, 1980) serta ujiuji lainnya. Secara garis besar metode dalam analisis sensori dapat digolongkan menjadi uji pembedaan, uji deskripsi dan uji penerimaan konsumen, sedangkan pangborn (1980) membedakan analisis sensori atas empat bagian, yaitu sentivitas, uji kuantitatif, uji kualitatif dan uji penerimaan konsumen Uji pembedaan adalah uji yang digunakan untuk membedakan antara dua produk atau lebih dan untuk membedakan ambang penerimaan dengan
pengujian yang memerlukan sentivitas yang tinggi, seperti uji segitiga (Lyon et al., 1994). Uji segitiga merupakan salah satu jenis uji pasangan atau dua-trio. Selain dapat mendeteksi perbedaan kecil, uji ini juga dapat digunakan untuk menyeleksi calon penelis (Larmond, 1970). Analisis sensori yang digunakan untuk menentukan kuantitas sensori suatu produk, yaitu uji peringkat, uji skoring, uji rasio dan uji intensitas (Pangborn, 1980).
Adapun uji deskripsi adalah uji yang digunakan untuk
menggambarkan karakteristik sensori suatu produk, seperti deskripsi bau, flavor, tekstur, penampakan dan after-taste (Lyon et al., 1994). Untuk pengukuran analisis sensori digunakan panelis yang disesuaikan dengan metode analisis yang digunakan. Pada uji pembedaan, misalnya untuk membedakan dua atau lebih sampel, maka dapat digunakan panelis terlatih, tidak terlatih atau panelis konsumen. Apabila menggunakan panelis tidak terlatih, maka tidak sensitif pada jumlah sampel yang sedikit dan memerlukan jumlah panelis yang lebih besar dibandingkan dengan panelis terlatih.
Pada uji segitiga
memerlukan panelis tidak terlatih paling sedikit 24 orang, sedangkan apabila menggunakan panelis terlatih, maka hanya menggunakan 18 orang. Adapun pada uji rating, maka memerlukan panelis tidak terlatih paling sedikit 20 orang, sedangkan apabila menggunakan panelis terlatih maka cukup hanya menggunakan 8 orang (Soekarto, 1981) Pada uji deskripsi dapat digunakan panelis terlatih, tidak terlatih dan panelis konsumen.
Sebaiknya digunakan panelis terlatih, karena lebih dapat
menggambarkan perbedaan deskripsi pada sampel dibandingkan menggunakan panelis tidak terlatih maupun panelis konsumen. Jumlah panelis terlatih yang digunakan paling sedikit adalah 8 orang (Soekarto, 1981). Untuk mendapatkan panelis terlatih, maka diperlukan beberapa tahap, yaitu (1) wawancara panelis, (2) penyaringan, (3) pelatihan, dan (4) evaluasi (Cross et al., 1978). Tahap pertama adalah tahap yang paling penting. Pada tahapan ini peneliti (panelist leader) benar-benar memilih calon panelis yang dapat dilatih dan mempunyai kemauan serta kemampuan terhadap analisis sensori yang akan diujikan. Apabila lolos wawancara, maka calon panelis mengikuti tahap kedua, yaitu tahap penyaringan. Pada tahapan ini akan dilihat calon-calon
panelis yang mampu melakukan analis sesuai dengan uji yang diberikan. Biasanya uji yang dilakukan untuk penyaringan panelis adalah uji pembedaan, yaitu uji segitiga. Apabila panelis mempunyai sensitivitas yang tinggi, maka dapat membedakan sampel yang disajikan dengan nilai 100 % atau paling tidak dapat membedakan sampai 75 %. Apabila kurang dari nilai tersebut, maka calon panelis tidak dapat diterima atau dikeluarkan, sedangkan calon-calon panelis yang mampu akan dilatih lebih lanjut. Pelatihan lebih lanjut disesuaikan dengan uji yang akan digunakan. Misalkan panelis tersebut akan digunakan untuk mendeskripsikan komponen aroma pada minyak pala, maka panelis dilatih untuk mengenali berbagai macam aroma standar sampai panelis tersebut dapat membedakan dan mengenali berbagai macam komponen standar tersebut. Latihan dilakukan beberapa kali. Apabila telah dianggap cukup latihannya oleh panelis leader, maka dilakukan evaluasi terhadap kemampuan calon panelis. Apabila panelis tersebut andal, maka dapat dijadikan panelis terlatih. Apabila tidak andal, maka dapat dilatih lebih lanjut atau dijadikan calon panelis baru yang disaring dari wawancara lagi. Menurut Noble (2002), analisis sensori pada analisis flavor mirip dengan analisis menggunakan instrumen, yaitu menggunakan standar yang baku dan dalam suatu kondisi yang terkontrol. Semua faktor eksternal yang dapat membiaskan penilaian harus disingkirkan. Test harus difasilitasi sebaik mungkin hingga dapat mencegah berbagai gangguan. Respon secara obyektif terhadap sifat makanan diperoleh dengan penilaian organoleptik melalui penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran (Piggott et al., 1998). Carpenter et al. (2000) mengemukakan bahwa ada dua metode utama dalam uji deskriptif sensori yaitu metode kualitatif (mengidentifikasi atribut) dan metode
kuantitatif
(memberikan
penilaian/skor).
Resurreccion
(1998)
mengemukakan bahwa metode kualitatif dapat dilakukan dengan cara yaitu oneon-one, in-depth interviews, grup interview dan focus group, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Quantitative Description Analysis (QDA) yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu karakteristik sensori suatu produk
secara matematis (Look dan Pearce, 1988). Menggunakan panelis terlatih yang memberi penilaian terhadap intensitas atribut suatu produk yang dibandingkan dengan standar pada skala garis sepanjang 6 inci (15 cm). Data QDA setelah mengalami transformasi data dapat ditampilkan dalam bentuk grafik majemuk jaring laba-laba (Spider web) atau menggunakan Multivariate Analysis dengan aplikasi teknik Principal Component Analysis (PCA). Quantitative Description Analysis (QDA) adalah metode analysis deskriptif yang menggambarkan seluruh sifat sensori suatu produk dan mengukur intensitasnya.
Quantitative Description Analysis (QDA) diarahkan oleh
moderator dan memerlukan 10-12 panelis, meskipun dalam beberapa uji 8-15 panelis dapat dilibatkan. Pengujian sampel dengan metode QDA minimum tiga ulangan yang dianjurkan. semacam pertemuan.
Pelatihan paling baik dilakukan dalam ruangan
Selama pelatihan, panelis mengembangkan bahasa,
defenisi, dan prosedur evaluasi yang distandardisasi (Resurreccion 1997, diacu dalam Resurreccion 1998). Panelis diseleksi dari kelompok besar kandidat menurut kemampuan mereka membedakan perbedaan dalam sifat sensori diantara sampel dari tipe produk spesifik yang dilatih. Pelatihan panel QDA memerlukan penggunaan produk dan bahan-bahan referensi, sama dengan metode deskriptif yang lain, untuk merangsang pengembangan bahasa.
Panel leader bertindak sebagai
fasilitator, lebih baik dari pada sebagai pelatih, dan menahan diri supaya jangan mempengaruhi kelompok. Perhatian diberikan pada pengembangan bahasa yang konsisten, tetapi panelis bebas mengembangkan pendekatan mereka sendiri untuk memberikan skor, menggunakan skala garis sepanjang 15 cm (6 inci) pada metode yang disediakan (Meilgaard et al. 1999). Principal Component Analisis (PCA) Principal Component Analysis (PCA) adalah metode statistik yang dapat mengidentifikasi suatu keragaman, dinamakan "principal component" dimana dijelaskan jumlah keragaman dari yang terbesar hingga jumlah keragaman terkecil yang tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan sebanyak 75% - 90% dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25 sampai 30 variabel hanya dengan dua sampai tiga print prul component (Meilgaard et al., 1999).
Teknik dalam Principal Component Analysis (PCA) atau analisis komponen utama ini adalah mentransformasikan variabel-variabel asal yang kurang berkorelasi ke dalam variabel-variabel baru yang dimensinya lebih kecil, saling bebas, dan ortogonal antara variabel yang satu dengan variabel yang lain, dinamakan komponen utama (principal component, PC). Komponen utama yang dihasilkan ini bukan merupakan interpretasi dari variabelvariabel asal,
melainkan interpretasi kombinasi linier variabel-variabel baru,
dimana komponen utama pertama menjelaskan keragaman maksimum dari data. Menurut Esbensen et al. (1994), tahapan dasar dalam PCA adalah mentransformasikan p variabel-variabel kuantitatif awal yang kurang saling berkolerasi ke dalarn p variabel kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Jadi hasil analisis tipe ini tidak berasal dari variabel-variabel awal tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linear variabel-variabel awal. Diantara sernua indeks sintetik yang mungkin terbaca, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam individu yang maksimun. Indeks ini disebut komponen utama-1 dan mempunyai variasi terbesar dari variasi total individu. Selanjutnya dican komponen utama-2 dengan syarat berkolerasi nihil dengan yang pertarna dan memiliki variasi individu terbesar setelah komponen utarna-1. Proses ini akan terus berlanjut sampai komponen utama terakhir, dimana variasi individu yang dijelaskan akan semakin kecil (Esbensen el al., 1994). Setiap komponen dalam model PCA mempunyai tiga set karakteristik atribut yaitu keragaman (variances), loadings dan scores (Esbensen el al., 1994). Grafik residual variance sebaiknya
diambil
menerangkan jumlah PC (komponen utama) yang
untuk
menginterprestasikan
data.
Grafik
scores
menggambarkan hubungan antara sampel. Grafik x-loading menggambarkan hubungan antara variabel atau atribut. Sedangkn grafik bi-plot menggambarkan hubungan antara variabel (atribut) dengan sampel (gabungan dari grafik score dan x-loading).
Grafik ini menggambarkan secara keseluruhan hubungan antar
variabel dan sampel. Jarak antar titik variabel menunjukkan hubungan diantara variabel. variabel.
Interpretasi titik-titik pada sampel sama dengan interpretasi pada
PCA
biasa
digunakan
pada
analisis
deskripsi
flavor
untuk
memperlihatkan hubungan antara atribut dan sampel (Bell dan Easton, 1999). Komponen utama (Principal Component, PC) pertama menjelaskan keragaman maksimum data.
Komponen kedua selanjutnya menjelaskan keragaman data
berikutnya, sisa keragaman yang tidak dijelaskan.
Demikian pula dengan
komponen utama berikutnya. Setiap komponen utama adalah kombinasi dari setiap variabel atribut.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) dan Laboratorium Teknik Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Penelitian berlangsung mulai dari bulan September 2004 sampai September 2005. Bahan dan Alat Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji dan fuli pala yang diperoleh dari petani di daerah Cikereteg, Kabupaten Bogor. Buah Pala yang digunakan berasal dari jenis Myristica fragrans Houtt. Biji dan fuli pala yang digunakan adalah biji pala muda (bejo) (3 – 4 bulan), biji pala polong (4 – 5 bulan) dan biji pala tua (kilat) (5 –6 bulan), Biji pala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan biji yang keadaan dan karakteristiknya sama seperti yang biasa digunakan pada pabrik penyulingan rakyat. Biji dan fuli pala yang sudah terpilih dikeringkan selama 7 hari. Biji dan fuli pala kering dibawa ke tempat penelitian di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). Bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu, air, alkohol 90%, Na2SO4, dietil eter dan toluena. Air sebagai medium penguap digunakan pada proses penyulingan, pengukuran kadar minyak dan pada kondensor sebagai medium pendingin. Alkohol 90% digunakan untuk analisis kelarutan minyak dalam alkohol. Disodium Sulfat digunakan untuk menyerap molekul-molekul air yang tercampur di dalam minyak. Toluena digunakan sebagai medium penguap pada pengukuran kadar air. Alat Alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan bahan baku adalah mesin penggiling (hammer mill) didalamnya terdapat saringan untuk menghasilkan ukuran biji pala yang diinginkan, dan timbangan.
Ukuran biji pala yang
digunakan adalah 0.5 cm. Penyulingan ini menggunakan sistem penyulingan dengan uap langsung dimana uap dibangkitkan pada ketel yang terpisah (boiler). Peralatan yang digunakan untuk proses ekstraksi adalah boiler, ketel penyuling,
alat pendingin (kondensor), labu florentine dan penampung minyak. Pada Gambar 5 dapat dilihat sketsa instalasi penyulingan uap langsung Ketel uap (boiler) yang digunakan adalah ketel dengan pemanas listrik dengan daya 9 KWh, menghasilkan tekanan uap maksimum 8 bar (808 kPa), dan dengan aliran uap rata-rata sekitar 9,08 kg/jam. Pengaturan tekanan kerja boiler ini menggunakan pengatur tekanan (pressure governor), sedangkan pengumpan air menggunakan pompa yang bekerja otomatis atas dasar ketinggian air di dalam boiler. Uap yang dihasilkan dari boiler ini dialirkan ke dalam ketel suling dengan pipa melalui sebuah katup berputar. Jumlah aliran uap dapat diatur dengan besar kecilnya pembukaan katup ini. Ketel suling yang digunakan dari baja tahan karat (stainless steel), berbentuk silinder. Cara kerja alat ini adalah uap dialirkan dari bagian bawah ketel suling melalui tumpukan bahan baku. Bahan baku terletak diatas kisi-kisi yang berbentuk saringan. Uap yang mengalir akan menyebabkan minyak yang terkandung di dalam bahan baku ikut menguap. Uap yang bercampur dengan uap minyak dialirkan ke dalam kondensor melalui sebuah katup. Tekanan uap di dalam ketel suling dapat diatur dengan mengatur besar kecilnya pembukaan katup (pulp) keluar uap kondensor. Tekanan didalam ketel suling dapat dilihat pada sensor tekanan dengan kisaran 0 – 15 atm gauge. Kondensor yang digunakan adalah dari jenis shell and tube heat exchanger
dengan air sebagai media pendingin.
Air mengalir dari tempat
minyak menetes dan berakhir di tempat uap air dan minyak pertama kali masuk ke kondensor setelah keluar dari ketel suling. Kondensor terbuat dari stainless Steel. Alat-alat untuk analisis adalah alat refraktometer Abbe, piknometer, thermometer, cawan porselen, timbangan, labu didih, gelas piala, pipet mohr, peralatan soxchlet, labu Bildwell Sterling, tanur, sedangkan alat yang digunakan untuk identifikasi komponen aroma adalah GC (Gas Cromatograph), GC-MS (Gas Cromatograph-Mass Spectrometer).
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Penelitian tahap satu berupa analisis proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar minyak atsiri) masing-masing masingmasing umur biji dan fuli pala, rendemen minyak pala, karakterisasi mutu berdasarkan analisis sifat fisikokimia (indeks bias, putaran optik, bobot jenis, sisa penguapan, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik berupa uji kesukaan terhadap aroma dan analisis kualitatif berupa profil GC dengan identifikasi awal komponen volatil penyusun aroma minyak pala dari berbagai umur biji dan fuli pala. Data yang diperoleh dari analisis proksimat dan analisis mutu diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) pada taraf α = 5%. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan nilai yang berpengaruh nyata, pengolahan data dilanjutkan dengan uji Duncan untuk membuktikan pengaruh nyata. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu model rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan satu faktor, yaitu perbedaan umur biji pala yaitu pala muda (bejo), pala polong, pala tua (kilat)) dengan dua kali ulangan, menggunakan rumus : Yi = µ + Ai + ε1 Dimana : Yi
= Nilai pengamatan
µ
= Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh perbedaan kelas mutu pala pada taraf ke-i (i = 1,2,3,4,) ε1
= error
Rancangan yang dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah bahan baku dari berbagai umur biji pala sebagai berikut : BI : Biji Pala Muda (bejo) B2 : Biji Pala polong B3 : Biji Pala tua (kilat) B4 : Biji pala Muda (bejo) 3 : Biji pala polong 3 : Biji PalaTua (kilat) 4 Dan dilakukan penyulingan pada tekanan 0 atm Diagram alir prosedur penelitian tahap satu dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram Alir Prosedur PenelitianPendahuluan
Penelitian tahap dua berupa penyulingan dengan peningkatan tekanan secara bertahap, karakterisasi mutu minyak pala, analisis deskripsi sensori aroma minyak pala dengan metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan panelis semi terlatih. Metode kualitatif dilakukan dengan teknik In-Depth Interviews dan Focus Groups.
Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan teknik
Quantitative Description Analysis (QDA) dan analisis
komponen volatil
penyusun aroma minyak pala dengan menggunakan GC-MS. Diagram alir prosedur penelitian tahap dua dapat dilihat pada Gambar 7. Sistem Penyulingan dengan Uap Langsung Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh perbedaan tekanan uap pada penyulingan minyak dengan metode uap langsung terhadap komponen aroma minyak pala. Pengamatan yang dilakukan adalah volume minyak yang tersuling, kondisi operasi seperti tekanan, dan suhu dalam ketel suling, laju air pendingin, suhu air keluar kondensor, dan suhu destilat. Rancangan acak lengkap pada penelitian utama adalah sebagai berikut : P0: Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm selama 4 jam dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4
jam, ditingkatkan 0.5
atm selama 4 jam dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0.5 atm sampai akhir penyulinga P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan Dengan bahan baku biji pala
dan fuli pala hasil formulasi dari penelitian
pendahuluan, selama 10 jam. Pemilihan Panelis Semi Terlatih Panelis semi terlatih yang akan digunakan untuk penelitian ini diperoleh setelah melalui beberapa langkah yaitu seleksi panelis, pengujian panelis, dan pelatihan panelis. 1. Seleksi panelis semi terlatih Seleksi panelis dilakukan dengan menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi calon panelis antara lain (1) berumur antara 18 sampai dengan 35
Gambar 7 Diagram alir prosedur penelitian utama
tahun, (2) tidak alergi terhadap buah pala dan minyak pala, (3) bersedia menjadi panelis terlatih, (4) mempunyai waktu kapan saja untuk melakukan pengujian sensori, (5) mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian terhadap komponen aroma minyak pala, (6) dan dapat dipercaya (Hustiany, 2001). Jika telah memenuhi kriteria diatas, maka telah dipilih menjadi calon panelis. 2. Pengujian Panelis Semi Terlatih Calon panelis yang digunakan untuk memilih intensitas aroma minyak pala atau kualitas aroma yang paling mendekati aroma pala yang sebenarnya di uji kepekaan dan kekonsistenan indera penciuman dengan uji segitiga. Uji segitiga dilakukan menggunakan standar bau. Caranya calon panelis diberikan tiga sampel, dimana dua sampel standar aroma mempunyai bau yang sama sedangkan satu sampel standar aroma mempunyai bau berbeda. Contoh format isian uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 2.
Uji segitiga ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan sampel yang satu dengan sampel yang lainnya berdasarkan kepekaan indera pembau. Hasil seleksi panelis dengan uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji segitiga ini dilakukan dengan menggunakan beberapa standar aroma yang diperkirakan terdapat pada sampel minyak pala. Pengujian ini dilakukan duplo dengan bottle technique yaitu mencium standar aroma langsung dari botol. Standar aroma yang digunakan pada uji segitiga untuk pemilihan panelis adalah ethyl isovalerat, methyl eugenol, camphor oil, nutmeg oil, dan methyl salicylate. Jumlah panelis yang dilibatkan dalam uji segitiga ini adalah 30 orang. Panelis yang terpilih adalah yang mempunyai jawaban benar minimal 50% dari contoh standar aroma yang disajikan. Hasil uji segitiga ini diperoleh 15 orang panelis yang selanjutnya diberi pelatihan sebelum melakukan pengujian pada sampel minyak pala. Pengujian panelis semi terlatih dilakukan sebanyak 2 kali ulangan dan calon panelis yang lolos pengujian mempunyai jawaban benar diatas atau sama dengan 50%. Calon panelis yang lolos pengujian (minimal 10 orang) selanjutnya mengikuti pelatihan.
3. Pelatihan Panelis Semi Terlatih Panelis yang telah lolos seleksi diberi pelatihan untuk melatih kepekaan sensori terhadap atribut aroma yang akan sangat membantu pada pengujian selanjutnya. Pelatihan panelis ini menggunakan beberapa standar aroma yang diperoleh langsung dari PT. Firmenich Indonesia (Tabel 8). panelis
membaui
beberapa
standar
aroma
kemudian
Masing-masing panelis
diminta
mendeskripsikan atribut aromanya masing-masing. Tahap selanjutnya panelis diminta mengenali deskripsi aroma pada beberapa standar aroma yang diperoleh dari literatur. Pelatihan panelis juga dilakukan terhadap sampel minyak pala dari berbagai perlakuan meliputi uji deskripsi aroma, uji rangking dan uji skoring untuk penilaian intensitas. Pada uji deskripsi aroma, panelis diminta mendeskripsikan atribut aroma yang ada pada sampel.
Pada uji rangking,
panelis diminta mengurutkan sampel berdasarkan intensitas aromanya. Pada uji skoring, panelis diminta memberikan skor sampel pada skala garis sepanjang 15 cm. Contoh format isian pelatihan uji deskripsi aroma, uji rangking dan uji skoring dapat dilihat pada Lampiran 4, 5 dan 6. Tabel 8 Standar aroma pada tahap pelatihan Standar • • • • •
Deskripsi Spicy (pedas) Warmly (hangat) Camphoraceous (aroma kamper) Sweet (manis) Pungent (menyengat)
methyl eugenol methyl salicylate camphor oil ethyl isovalerat nutmeg oil
4. Pengujian sampel Pengujian
sampel
baik
secara
kualitatif
maupun
kuantitatif
menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 15 orang. a.
Metode analisis kualitatif Metode analisis kualitatif
digunakan untuk mendeskripsikan atribut
aroma minyak pala secara subyektif dengan teknik In-Depth Interviews dan Focus Groups.
1. Teknik In-Depth Interviews Pada pengujian sensori menggunakan teknik ini sifat pengujiannya yaitu one to one, dimana terjadi interaksi secara langsung antara panelis dan seorang moderator. Panelis dipandu oleh moderator dalam mencicip setiap sampel yang disajikan, kemudian moderator akan memaparkan keseluruhan atribut yang dikenali panelis yang terdapat pada sampel. Moderator dapat membantu menggambarkan
sampel
bila
panelis
mendapatkan
kesulitan
untuk
mendeskripsikan atribut pada sampel tersebut. Pengujian sampel minyak pala dengan teknik In-Depth Interviews yaitu dilakukan wawancara langsung antara panelis dan seorang moderator. Panelis semi terlatih ini terlebih dahulu membaui satu per satu sampel minyak pala dari tiap perlakuan yang dipandu oleh moderator, kemudian panelis diminta untuk mendeskripsikan/mengidentifikasi atribut aroma yang dikenali.
Panel
leader (moderator) sewaktu-waktu dapat membantu panelis yang mengalami kesulitan dalam mendeskripsikan atribut aroma minyak pala yang dikenali. 2. Teknik Focus Group Pengujian sensori dengan teknik Focus Group juga melibatkan panelis dan moderator, tetapi tidak bersifat one to one. Pengujian sampel minyak pala dengan teknik Focus Groups dilakukan dengan sistem diskusi yang dipandu oleh moderator yakni mendeskripsikan atribut aroma minyak pala secara bersam-sama. Bila terdapat bahasa yang berbeda maka dilakukan kesepakatan dengan menggunakan bahasa yang sama. Pengujian dengan teknik In-Depth Interviews dan Focus Group dilakukan simplo dengan bottle technique (Lampiran 7). Hasil yang diperoleh dari metode analisis kualitatif ini adalah kesepakatan atribut aroma minyak pala yang akan digunakan pada metode analisis kuantitatif (QDA). b. Metode Analisis Kuantitatif (QDA) Uji deskripsi menggunakan metode Quantitative Description Analysis (QDA) dilakukan untuk melihat intensitas aroma pada minyak pala khususnya dari biji pala yang menjadi ciri khas dari minyak pala. Metode QDA dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur atau menilai intensitas aroma sampel minyak pala.
Pengujian ini dilakukan
dengan cara menilai intensitas aroma sampel minyak pala kemudian dibandingkan dengan intensitas standar yang telah diketahui nilainya menggunakan skala garis sepanjang 15 cm. Setiap pengujian dilakukan triplo dengan bottle technique. Data nilai respon dari setiap panelis dalam skala garis (0 – 15 cm), kemudian ditransformasi pada skala nilai 0 – 100 dimana 0 = intensitas sampel sangat lemah dan 100 = intensitas sampel sangat kuat. Contoh format isian uji deskripsi QDA aroma dapat dilihat pada Lampiran 8. Sebelum dilakukan penilaian terhadap sampel minyak pala, terlebih dahulu panelis berlatih memberikan penilaian intensitas terhadap setiap atribut aroma dengan konsentrasi tertentu, kemudian dibandingkan dengan standar menggunakan skala garis. Nilai intensitas konsentrasi standar yang diperoleh pada saat melakukan latihan QDA diolah dengan menggunakan persamaan Moskowitz (1983) untuk mendapatkan nilai konsentrasi standar yang akan digunakan pada pengujian. Persamaannya adalah sebagai berikut : Log SI = Log K + n (Log PI) ................................(1) Dimana : Sensory intensity (SI)
= Perkiraan intensitas yang terdeteksi
(magnitude estimation). Physical intensity (PI)
= Ukuran konsentrasi (molar, molal, atau %)
Log K
= Konstanta
n
= Kemiringan garis
Hasil selengkapnya persamaan garis yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi standar aroma dari kelima atribut dapat dilihat pada Tabel 9. Sedangkan nilai konsentrasi standar aroma yang digunakan pada pengujian sampel dengan metode QDA dapat dilihat pada Tabel 10. Analisis Komponen Aroma Analisis komponen aroma minyak pala menggunakan kromatografi gas yang dihubungkan dengan mass spektrometer (GC-MS). Metode GC-MS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi komponen aroma minyak atsiri dari beberapa jenis tanaman dan memberikan hasil yang cukup baik.. Analisa ini dilakukan pada laboratorium MIPA Kimia,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Kondisi GC-MS yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 9 Persamaan dalam penentuan nilai konsentrasi flavor standar Atribut
SI
PI
Spicy
38.77 0.05* 66.68 0.075* Warmly 39.78 0.05* 64.36 0.08* Camphoraceous 5.80 0.0015* 27.73 0.02* Sweet 36.51 0.005* 65.81 0.01* Pungent 37.21 0.025* 66.10 0.05* Keterangan : * satuan dalam µl/10 ml PG PG = Propilen glikol SI = Perkiraan intensitas yang terdeteksi
Persamaan Moskowitz Log SI = 3.07 + 1.33 log PI Log SI = 2.89 + log PI Log SI = 2.45 + 0.60 log PI Log SI = 3.46 + 0.83 log PI Log SI = 2.90 + 0.83 log PI
Tabel 10 Standar deskripsi aroma untuk QDA Atribut
SI
Spicy
40 70 Warmly 40 70 Camphoraceous 10 30 Sweet 40 70 Pungent 40 70 Keterangan : PG = Propilen glikol
PI methyl eugenol 0.07 µl/10 ml PG methyl eugenol 0.11 µl/10 ml PG methyl salicylate 0.05 µl/10 ml PG methyl salicylate 0.09µl/10 ml PG camphor oil 0.003 µl/10 ml PG camphor oil 0.02 µl/10 ml PG ethyl isovalerat 0.005 µl/10 ml PG ethyl isovalerat 0.01 µl/10 ml PG nutmeg oil 0.03 µl/10 ml PG nutmeg oil 0.05 µl/10 ml PG
Analisis Analisis Sifat Fisik dan Kimia Prosedur Analisis sifat fisik dan kimia minyak pala dari biji pala dapat dilihat pada Lampiran 9. Analisis Deskripsi Sensori Analisis Gas Chromatography Analisis komponen minyak atsiri dari biji pala dan fuli pala dengan gas Chromatography dilakukan dengan menggunakan GC merk Shimadzu, model GC-9AM yang dilengkapi dengan kolom kapiler SPB 20 (panjang 30 m, diameter internal 0.75 mm, tebal lapisan fase diam 1 µm) sebagai fase diam dan fase bergerak adalah gas helium.
Kondisi GC yang digunakan adalah sebagai berikut, program suhu 60oC selama 5 menit dengan kenaikan suhu 3oC per menit sampai suhu akhir 200oC, dipertahankan selama 999 menit. Rata-rata aliran gas yang digunakan 1 ml per menit dengan split ratio 1 : 2.5, suhu injektor 225oC dan jumlah sampel yang disuntikkan ke kolom sebanyak 0.2 µl. Detektor yang digunakan adalah Flame Ionization Detector (FID)
atau detektor ionisasi nyala dengan gas hidrogen
sebagai gas pembakar, sedangkan integrator yang digunakan adalah integrator Shimadzu CR6A. Tabel 11 Kondisi analisis GC-MS komponen aroma minyak pala No.
Kondisi
1
GC Merk alat Kolom
2.
Gas pembawa Detektor Suhu injektor Suhu interface Volume injeksi Teknik injeksi Split ratio Program suhu : Suhu awal Laju kenaikan suhu Suhu akhir MS Merek alat Detektor volts Kisaran massa Interval Resolusi
Keterangan Kolom kapiler DB-5MS, panjang 30 m, diameter dalam 0.25 mm dan ketebalan lapisan film 0.25 µmikroorganisme Helium, dengan tekanan 100 kpa MS 250oC 260oC 0.2 µL Split 1 : 100 40oC ditahan selama 5 menit 5oC/menit 260oC ditahan selama 2 menit Shimadzu model QP5050A 1.0 kv 33-550 0.5 detik 1000
. . Untuk mengetahui komponen-komponen minyak pala yang terkandung dalam sampel dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar, sedangkan untuk mengetahui jumlah kandungan tiap-tiap komponen minyak dilakukan dengan membandingkan konsentrasi area puncaknya dengan konsentrasi area puncak seluruh komponen minyak yang terdeteksi dikurangi dengan konsentrasi area pelarut.
A Konsentrasi komponen minyak :
----------- X 100% .........(2) B - C
Keterangan : A : Konsentrasi area komponen minyak yang dihitung B : Konsentrasi area komponen minyak seluruhnya C : Konsentrasi area pelarut Analisis Gas Chromatography – Mass Spectrometri Analisis Gas Chromatography – Mass Spectrometri menggunakan GCMS merk Shimadzu model 17A yang dilengkapi dengan kolom kapiler DB-5MS dengan panjang kolom 30 m, diameter internal 0.25 mm, tebal lapisan fase diam 0.25 µm sebagai fase diam dan fase bergerak adalah gas helium. Untuk mengidentifikasi komponen volatil dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Interprestasi Spektra Massa Interprestasi spektra massa dilakukan dengan membandingkan spektra massa suatu senyawa dengan spektra massa standar yang terdapat pada mass spectra library koleksi NIST (National Institute Standard and Technology), yaitu NIST 12 dan NIST 62 yang memiliki koleksi pola spektra massa lebih dari 62 000 pola. Pustaka spektra massa ini sudah berbentuk program software yang dapat dibaca dengan bantuan komputer.
Intrerprestasi spektra massa juga dapat
dilakukan secara manual, yaitu dengan membandingkan pola spektra massa suatu senyawa pada sampel dengan pola spektra massa senyawa tersebut yang terdapat pada jurnal atau buku yang sesuai. 2. Penentuan Linear Retention Indices (LRI) Setiap peak yang terdeteksi oleh alat GC-MSD mempunyai waktu retensi yang berbeda. Nilai LRI masing-masing peak dihitung berdasarkan da ta waktu retensi n-alkana standar (C8-C31) yang disuntikan pada kondisi yang sama dengan kondisi penyuntikan sampel. Perhitungan LRI dilakukan dengan persamaan (Heath, 1981):
LRI x
= 100 x (n +
t x − tn Tn+1 − t n
)
........ (3)
Keterangan : LRIx = indeks retensi linier komponen x tx = waktu retensi komponen x tn = waktu retensi alkana standar,dengan n buah atom C yang muncul sebelum komponen x tn+1 = waktu retensi alkana standar, dengan n+1 buah atom C yang muncul komponen x n = jumlah atom C alkana standar yang muncul sebelum komponen x Hasil perhitungan LRI suatu komponen dibandingkan dengan nilai LRI yang terdapat pada pustaka dengan kolom GC-MS yang digunakan dipak dengan fase diam yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Pengaruh Umur Buah Pala terhadap Minyak Atsiri Buah pala merupakan buah dengan kadar air yang tinggi dan mengandung komponen volatil yang mudah menguap. Proses penentuan kadar air tidak ditentukan dengan metode oven, karena dikhawatirkan komponen volatilnya ikut menguap bersama-sama dengan air. Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatil), menggunakan cara distilasi dengan pelarut tertentu, seperti toluena yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Pengukuran kadar air dan kadar minyak bertujuan untuk mengetahui kandungan air dan jumlah minyak yang terdapat pada biji dan fuli pala kering dari tiap umur pala. Hasil analisis proksimat masing-masing umur biji dan fuli pala (Tabel 12). Prosedur analisis proksimat biji dan fuli pala dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 12 Analisis proksimat biji dan fuli pala dari berbagai umur pala (%) Sampel Muda (bejo) Polong Tua (kilat) Muda : polong :Tua
Lemak Biji Fuli 12.56 10.42 8.89 8.13 21.97 14.27 14.28 10.35
Minyak Atsiri Biji Fuli 19.10 22.10 11.79 15.89 6.94 7.89 12.61 15.20
Air Biji 12.45 12.50 10.80 11.74
Fuli 11.2 10.5 9.80 10.6
Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa umur biji dan fuli pala berpengaruh nyata pada kadar air, kadar lemak dan kadar minyak atsiri. Biji pala muda mengandung kadar minyak atsiri yang lebih tinggi (19.10%), dibandingkan biji pala polong dan biji pala tua karena proses pembentukan minyak atsiri tinggi sebagai hasil metabolisme pada tanaman pala, sedangkan pada biji pala polong dan biji pala tua rendah, pembentukannya sudah mulai terhenti karena sebagian sudah diikat oleh lemak. Hal ini dapat dilihat dari kandungan lemak pada biji pala tua yang lebih tinggi (21.97%). Selain itu dari hasil analisis proksimat kandungan minyak atsiri fuli pala muda lebih tinggi (22.10%) dibandingkan biji pala muda (19.10%). Biji pala mengandung lemak cukup tinggi (21.97%), sedangkan pada fuli pala (14.27%).
Pengaruh Umur Buah Pala terhadap Laju penyulingan Minyak Pala Karakteristik laju penyulingan minyak pala keluar dari bahan baku dapat dilihat dari hubungan antara banyaknya minyak pala yang tersuling pada selang waktu tertentu.
Data laju penyulingan minyak pala dari berbagai umur pala
(Lampiran 11a). Laju volume minyak pala yang tersuling terhadap waktu peyulingan (Gambar 8). Pada awal penyulingan, laju minyak yang tersuling sangat tinggi setelah itu menurun. Hal ini disebabkan biji pala yang disuling cukup kering sehingga pada awal penyulingan dapat langsung menguapkan minyak yang terdapat pada permukaan bahan dan juga disebabkan oleh besarnya jumlah minyak yang bertitik didih rendah yang terdapat dipermukaan bahan. Minyak disekitar permukaan bahan pada awal penyulingan masih banyak tersedia dan minyak yang mempunyai titik didih rendah akan teruapkan terlebih dahulu. Kondisi operasi
Volume minyak tersuling (ml)
penyulingan dengan tekanan 0 atm (Lampiran 11b).
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Waktu (jam ke-) Biji pala muda (bejo) Biji pala polong Biji pala tua (kilat) Biji pala muda : polong : tua
Gambar 8 Laju penyulingan minyak dari biji pala pada berbagai umur pala Semakin lama waktu penyulingan jumlah minyak yang tersuling semakin kecil karena semakin sedikit jumlah minyak atsiri yang tersisa. Pada dua jam pertama, biji pala bejo menghasilkan volume minyak tersuling yang terbesar yaitu 105 ml akan tetapi bila digabungkan ketiga umur pala volume minyak yang tersuling yaitu 67.5 ml. Pada Biji pala polong volume minyak tersuling 70 ml
sedangkang biji pala tua volume minyak tersuling yaitu 57 ml.
Pada jam
berikutnya laju aliran minyak biji pala akan menurun secara drastis hingga sampai akhir proses penyulingan. Hal ini menunjukkan bahwa laju penyulingannya berada pada fase menurun. Semakin tua umur biji pala yang disuling maka volume minyak yang tersuling semakin kecil. Penurunan laju minyak yang tersuling pada jam berikutnya disebabkan minyak yang ada pada permukaan bahan setelah teruapkan tidak segera dapat digantikan minyak bagian dalam bahan, karena minyak tersebut terlebih dahulu harus dibawa ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi. Rendemen Minyak Pala Rendemen penyulingan minyak pala dinyatakan dalam perbandingan antara jumlah minyak pala yang diperoleh dengan berat biji pala yang disuling. Rendemen tertinggi dari minyak pala adalah dari biji pala muda (bejo) yaitu 17.15 (%v/w, basis basah) dan terendah dari biji pala tua (kilat) yaitu 7.72 (%v/w, basis basah).
Data hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 12a.
Rendemen yang dihasilkan pada proses penyulingan minyak pala dengan berbagai umur pala dapat dilihat pada Gambar 9. Rendemen dari biji pala muda (bejo) lebih tinggi karena biji pala muda (bejo) memiliki kandungan minyak yang tinggi yang merupakan hasil dari proses metabolisme pada tanaman pala. Pada biji pala muda (bejo) proses pembentukan komponen-komponen minyak atsiri sangat tinggi sedangkan pada biji pala polong dan biji pala tua pembentukan komponen-komponen minyak atsiri ini rendah dan sudah mulai berhenti. Pada biji pala tua kandungan minyak atsirinya berkurang yang disebabkan karena sebagian kecil minyak atsiri pada buah hilang oleh karena panas. Hal ini dapat dilihat dari kandungan lemak pada biji pala yang ditunjukkan oleh analisis proksimat biji pala kering (Tabel 12), dimana biji pala tua (kilat) memiliki kandungan lemak yang tinggi dibandingkan biji pala bejo dan polong, sedangkan kandungan minyak atsirinya kecil.
Rendemen (% v/w)
18 16 14 12 (% v/w, 10 basis 8 basah) 6 4 2 0
17.15
12.11
11.33 7.72
Kelas mutu pala
Biji pala muda (bejo)
Biji pala polong
Biji pala tua
Biji pala muda : polong : tua
Gambar 9 Pengaruh umur biji pala terhadap rendemen minyak pala Hasil analisis sidik ragam dan analisis Duncan (Lampiran 12b dan Lampiran 12c) menunjukkan bahwa umur biji pala berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak pala. Minyak pala dari biji pala muda (B1) sangat berbeda nyata dengan minyak pala dari biji pala polong (B2), minyak pala dari biji pala tua (B3) dan minyak pala kombinasi dari ketiga kelas mutu pala, akan tetapi minyak pala dari biji pala polong (B2), dan minyak pala dari biji pala tua (B3) rendemen minyak pala yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Bila diperhatikan dari penambahan jumlah minyak dan lama penyulingan dapat dikatakan penyulingan ini tidak ekonomis. Oleh karena itu pada penelitian utama dilakukan penyulingan selama maksimum 10 jam, dengan perlakuan peningkatan tekanan proses penyulingan dari awal penyulingan dan peningkatan tekanan secara bertahap selama proses berlangsung Pengaruh Umur Buah Pala Terhadap Mutu dan Daya Terima Konsumen Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan mutu minyak pala yang dihasilkan dari berbagai umur biji pala memenuhi persyaratan mutu SNI (Tabel 13). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan analisis Duncan (Lampiran 13 – Lampiran 19) terlihat bahwa umur biji pala memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot jenis, indeks bias, putaran optik, sisa penguapan, kelarutan
dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester. Semakin tua umur biji pala bobot jenis, putaran optik, sisa penguapan, dan kelarutan dalam etanol 90% semakin meningkat (Tabel 13). Hal ini diduga disebabkan karena semakin tua umur biji pala kandungan senyawa monoterpen hidrokarbon semakin rendah dan golongan monoterpen alkohol semakin tinggi. Pada umumnya minyak yang mengandung hidrokarbon beroksigen (Oxigenated hydrocarbon) lebih mudah larut daripada yang banyak mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen daya larut makin rendah, sebab senyawa terpen merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fungsi. Selain itu, senyawa-senyawa terpen mudah membentuk reaksi resinifikasi yang dapat menyebabkan sukar larut dalam alkohol. Selain itu semakin tua umur biji pala bilangan asam dan bilangan ester semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi proses hidrolisis pada senyawa ester-ester yang terdapat dalam minyak. Tabel 13 Hasil analisis mutu minyak pala dari berbagai umur pala Karakteristik Bobot jenis (20oC/20oC) Putaran Optik (20oC) Indeks bias (20oC) Kelarutan dalam etanol 90% Sisa penguapan (%) Bilangan asam (%) Bilangan ester (%)
Muda (bejo) 0.877 +17.5 1.475 1:2 0.58 1.07 5.54
Umur buah pala Polong Tua Muda : Polong : Tua 0.878 0.885 0.884 +21.25 +24 +18.5 1.475 1.477 1.476 1:2 1.72 1.36 5.97
1:1 2.55 1.43 7.53
1:1 2.40 1.42 7.45
SNI Minyak pala(1998) 0.847 – 0.919 +8o sampai +26o 1.427 – 1.494 1 : 3 jernih seterusnya jernih maks 3.0 % -
Abimanyu et al. (2004) melaporkan bahwa hasil analisis sifat fisikokimia pada pemisahan komponen minyak pala ternyata fraksi berat (fraksi residu) mempunyai nilai viskositas, berat jenis dan indeks bias lebih besar daripada fraksi ringan (distilat) begitu pula terhadap bahan bakunya. Selain itu pada pemisahan komponen minyak pala, diperoleh komposisi masing-masing Senyawa monoterpene oxygenated (fraksi berat) memiliki berat molekul dan titik didih lebih tinggi dari monoterpene hydrocarbon (terpen) sehingga total bobot molekul semakin tinggi. Evaluasi sensori yang digunakan adalah uji kesukaan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap aroma yang dihasilkan oleh minyak atsiri dari biji pala. Hasil evaluasi sensori menunjukkan aroma minyak biji pala secara umum
disukai konsumen. Nilai uji terbesar dihasilkan oleh minyak dengan bahan baku biji pala tua (nilai uji 6.1) berarti disukai oleh konsumen, sedangkan minyak biji pala muda memiliki nilai lebih kecil (nilai uji 4.5) yang berarti tidak disukai. Skala uji yang digunakan skala 1 sampai 7. Kurang disukainya minyak atsiri biji pala muda dapat disebabkan banyaknya komponen monoterpen hidrokarbon yang dikandung minyak atsiri tersebut dibandingkan senyawa oxygenated hydrocarbon. Komponen monoterpen hidrokarbon sangat sedikit menghasilkan aroma dibandingkan senyawa oxygenated hydrocarbon. Selain itu dapat disebabkan, kandungan ester pada minyak atsiri tersebut banyak yang terhidrolisis menjadi asam dan alkohol Nilai uji yang dihasilkan merupakan nilai rata-rata, karena menurut Thomson (1976), preferensi
konsumen terhadap aroma yang dicium melalui
proses penerimaan yang dihubungkan dengan perasaan konsumen pada saat itu. Ada beberapa tahapan proses penerimaan yaitu ransangan input, perhatian, disimpan dalam otak, diaktifkan untuk menentukan penilaian terhadap ransangan yang dirasakan dan penentuan penilaian secara keseluruhan terhadap ransangan yang dirasakan. Pengaruh Umur Buah Pala Terhadap Komponen Penyusun Minyak Pala Hasil analisis komponen penyusun minyak pala menggunakan gas kromatografi mendeteksi 14 senyawa penyusun minyak pala (Tabel 14). Minyak dari biji pala muda mempunyai kandungan senyawa monoterpen hidrokarbon yang lebih tinggi dibandingkan minyak dari biji pala polong dan biji pala tua (kilat), sedangkan minyak dari biji pala tua mempunyai kandungan senyawa monoterpen alkohol dan senyawa aromatik yang lebih tinggi dibandingkan minyak dari biji pala muda dan biji pala polong. Hasil analisis luas puncak dan jumlah senyawa dengan gas kromatografi (Tabel 14) minyak pala hasil penyulingan dari biji pala muda (bejo) mengandung komponen monoterpen (α- pinene, camphene, p-cymene, β- pinene, limonen) tertinggi yaitu 45.370% dibandingkan minyak pala hasil penyulingan biji pala polong, biji pala tua (kilat) dan gabungan dari ketiga umur pala, sedangkan minyak pala hasil penyulingan biji pala tua (kilat) mengandung komponen
senyawa aromatik (safrol, eugenol, miristisin, elimisin dan isoeugenol) yang paling tinggi yaitu 39.297 %. Tabel 14 Hasil analisis komponen penyusun minyak pala Nama komponen aroma α- pinene camphene p-cymene β- pinene Limonen Linalool Borneol Terfineol Eugenol Farnesol Safrol Miristisin Isoeugenol Elimisin
Umur buah pala dan luas area relatif (%) Muda (bejo)
Polong
Tua
6.667 5.336 20.548 9.504 3.316 3.080 8.161 0.646 0.319 2.319 1.323 20.819 0.944 0.700
5.639 4.448 20.487 8.894 2.727 3.049 9.214 1.163 0.447 1.922 1.123 25.640 1.563 0.765
3.171 4.097 15.617 7.748 3.170 2.382 9.763 0.753 0.592 1.474 3.399 33.966 0.734 0.606
Muda : Polong : Tua 5.059 4.527 15.784 8.515 3.171 2.587 9.246 0.854 0.652 1.805 2.458 29.808 1.050 0.590
Hasil penelitian tahap satu yaitu rendemen minyak tertinggi diperoleh dari biji pala muda (bejo) 17.15 (%v/w, basis basah), memenuhi SNI akan tetapi kurang disukai oleh konsumen (nilai uji 4.5) dan mengandung komponen monoterpen tertinggi (45.370%) sedangkan minyak dari biji pala tua (kilat) menghasilkan rendemen minyak yang terendah 7.72 (%v/w, basis basah), memenuhi SNI dan disukai oleh konsumen (nilai uji 6.1) serta mengandung komponen senyawa aromatik yang tertinggi (39.297 %). Penelitian Tahap Dua Pengaruh Peningkatan Tekanan Uap Ketel Terhadap Laju Penyulingan Penyulingan dilakukan dengan menaikkan tekanan ketel suling sehingga diperoleh rendemen minyak yang lebih besar dari sebelumnya, dan komponen minyak yang belum tersuling ikut tersuling. Proses penyulingan pada tahap ini menggunakan bahan baku biji dan fuli pala dari gabungan berbagai umur pala selama 10 jam yang menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi, memenuhi SNI, analisis GC-MS, dan evaluasi sensori minyak pala. Data laju penyulingan minyak dari biji dan fuli pala pada peningkatan tekanan ketel dapat dilihat pada Lampiran 26a dan Lampiran 26b. Perubahan laju penyulingan minyak dari biji dan fuli pala dapat dilihat pada Gambar 10.
Suhu dalam ketel suling meningkat secara bertahap mulai dari saat uap dimasukkan dan pada tekanan relatif 0 atm suhu berkisar antara 99-100oC. Dengan adanya uap panas yang masuk kedalam ketel penyulingan akan menghasilkan uap yang terdiri dari uap air dan uap minyak atsiri. Campuran uap tersebut mengalir melalui pipa menuju kondensor dan uap tersebut mengalami proses pengembunan dalam kondensor dengan sistem pendinginan menggunakan air yang dialirkan diluar pipa-pipa kondensor. Dari kondensor destilat keluar menuju pemisah (separator) yang selanjutnya minyak akan terpisah dari air. Suhu destilat diusahakan serendah mungkin, karena suhu destilat mempengaruhi warna minyak hasil penyulingan. Suhu destilat ini sangat ditentukan oleh kemampuan kondensor untuk mendinginkan uap yang dihasilkan dari proses penyulingan. Kondensor akan dikatakan baik jika suhu destilat yang dihasilkan sekitar 30 oC dan suhu air yang keluar dari kondensor maksimal 80 oC. Selain itu juga untuk mengatur suhu destilat harus disesuaikan dengan laju air yang digunakan kondensor untuk mendinginkan dan laju destilat dari ketel suling ke kondensor.
Volume minyak tersuling (ml)
700 600 500 400 300 200 100 0 1
2
3
4
5
6
7
8
P3
P4
Waktu (jam ke-) P0
P1
P2
Biji Pala
9
10
Volume minyak tersuling (ml)
700 600 500 400 300 200 100 0 1
2
3
4
5
6
7
8
P3
P4
9
10
Waktu (jam ke-) P0
P1
P2
Fuli Pala Keterangan: *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Gambar 10
Laju penyulingan minyak dari biji dan fuli pala untuk tiap perlakuan
Semakin tinggi tekanan penyulingan mengakibatkan suhu proses yang semakin tinggi. Kondisi operasi penyulingan pada berbagai perlakuan (Lampiran 26c). Dengan tingginya
suhu maka proses difusi akan berjalan lebih cepat
sehingga penguapan minyak yang terkandung di dalam bahan baku akan lebih mudah dan cepat pula. Ketika uap melalui bahan, uap tersebut akan mengembunkan sejumlah air dalam ketel. Akibatnya suhu uap yang bertekanan tinggi itu akan turun mencapai titik didih campuran uap-minyak. Titik didih campuran uap minyak lebih rendah dari pada suhu uap jenuh. Pada saat minyak atsiri menguap dari bahan, maka suhu uap naik lagi mencapai suhu uap jenuh. Pada awal penyulingan, laju penyulingan minyak baik dari biji maupun fuli pala sangat tinggi (Gambar 10). Laju penyulingan minyak pala bahkan lebih besar dari penelitian pendahuluan sebelumnya. Pada penelitian tahap ini dengan perlakuan peningkatan tekanan proses penyulingan dari awal penyulingan dan peningkatan tekanan secara bertahap selama proses berlangsung dapat menghemat waktu penyulingan dari total penyulingan jika dibandingkan dengan penyulingan pada tekanan konstan 0 atm.(P0).
Peningkatan tekanan dari 0 atm menjadi 0.5 atm, 1 atm dan 1.5 atm seperti pada perlakuan (P1), (P2), dan (P3) dan peningkatan tekanan dari 0 atm menjadi 1 atm seperti pada perlakuan (P4), untuk mendapatkan minyak yang jumlahnya sama memerlukan waktu yang lebih sedikit jika dibandingkan pada tekanan 0 atm. Pada perlakuan P3 baik minyak dari biji pala maupun fuli dimana tekanan awal sebesar 0.5 atm dari awal penyulingan mempunyai volume minyak yang rersuling yang lebih tinggi untuk biji pala (629 ml) jika dibandingkan dengan semua perlakuan dengan tekanan awal 0 atm (615 – 618 ml), sedangkan untuk fuli (663 ml) dan untuk semua perlakuan (635.9 – 648 ml) Hal ini sesuai dengan pendapat Guenther (1952) dimana suhu yang tinggi dan pergerakan air yang disebabkan oleh kenaikan suhu dalam ketel suling mempercepat proses difusi, sehingga penguapan minyak yang terkandung dalam bahan baku akan lebih mudah dan cepat. Rendemen Minyak Pala Rendemen penyulingan minyak pala dinyatakan dalam perbandingan antara jumlah minyak pala yang diperoleh dengan berat biji dan fuli pala yang disuling. Berdasarkan hasil analisa, rendemen rata-rata minyak dari biji pala yang diperoleh 14.20 – 15.30(% v/w) sedangkan pada fuli pala diperoleh 15.41 16.73(% v/w), basis basah. Data hasil analisa dapat dilihat pada Lampiran 27a. Rendemen yang dihasilkan pada proses penyulingan minyak dari biji dan fuli pala dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 11. Perlakuan penyulingan dengan tekanan awal 0 atm
selama 4 jam,
ditingkatkan 0.5 atm selama 4 jam dan ditingkatkan 1.5 atm sampai akhir penyulingan (P2) menghasilkan rendemen minyak paling tinggi dari semua perlakuan, untuk biji pala yaitu sebesar 15.30% dan fuli pala 16.73%. Rendemen yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi dari penyulingan yang biasa dilakukan pada industri penyulingan, yaitu hanya berkisar 9-13 % dengan kadar air bahan berkisar 10 - 12% (Hasil survey industri penyulingan rakyat, 2005).
Rendemen (%v/w)
15.3
15.4 15.2 15 14.8 (% v/w, 14.6 basis 14.4 basah) 14.2 14 13.8 13.6
14.99
14.93
14.83
14.2
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Biji Pala
16.73
16.8 16.6 16.4 16.2 16 (%v/w, 15.8 basis 15.6 basah) 15.4 15.2 15 14.8 14.6
16.28 16.32
16.3
15.41
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Fuli Pala Gambar 11 Pengaruh perlakuan terhadap rendemen minyak pala Penyulingan dengan peningkatan tekanan 1.0 –1.5 atm ini akan menghasilkan suhu di dalam ketel suling yang lebih besar daripada tekanan 0.5 dan 0 atm. Penggunaan dengan tekanan 1.0 –1.5 atm mengakibatkan komponenkomponen minyak di dalam bahan lebih cepat diuapkan.
Sedangkan bila
menggunakan tekanan 0 – 0.5 atm ada beberapa komponen-komponen minyak dalam bahan yang belum dapat diuapkan karena memiliki titik didih yang tinggi dan baru akan teruapkan apabila tekanan yang digunakan diketel mencapai 1.0 atm.
Analisis Mutu Minyak Pala Hasil analisis
mutu minyak dari biji dan fuli pala dari berbagai
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil analisis mutu minyak dari biji pala hasil penyulingan dengan berbagai perlakuan Karakteristik P0 Biji Pala Bobot jenis (20oC/20oC) Putaran Optik (20oC) Indeks bias (20oC) Kelarutan dalam etanol 90% Sisa penguapan (%) Bilangan Asam (%) Bilangan Ester (%)
Tekanan ketel (atm) P1 P2 P3
SNI Minyak Pala (1998)
P4
0.894 +14 1.474 1 :2
0.895 +9.45 1.475 1:1
0.903 +8.1 1.475 1:1
0.901 +9.1 1.475 1 :2
0.899 +10.45 1.475 1:1
0.34 1.065 9.4
0.46 1.08 11.70
0.48 1.075 15.35
0.39 1.07 9.75
0.47 1.095 11.90
0.897 +14 1.474 1:3
0.902 +10 1.475 1:1
0.906 +8.2 1.475 1:1
0.903 +9.2 1.474 1:1
0.904 +10.1 1.475 1:1
0.34 2.8 9.9
0.47 3.2 12.7
0.49 3.6 14.7
0.41 3.1 11.6
0.48 3.2 12.7
0.847 – 0.919 +8o - +26o 1.427 – 1.494 1 : 3 jernih seterusnya jernih Maks 3.0 % -
Fuli Pala Bobot jenis (20oC/20oC) Putaran Optik (20oC) Indeks bias (20oC) Kelarutan dalam etanol 90% Sisa penguapan (%) Bilangan Asam (%) Bilangan Ester (%)
0.847 – 0.919 +8o - +26o 1.427 – 1.494 1 : 3 jernih seterusnya jernih Maks 3.0 % -
Keterangan: *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3: Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan mutu minyak dari biji dan fuli pala yang dihasilkan dari berbagai perlakuan memenuhi persyaratan mutu SNI. Hasil perhitungan analisis mutu minyak dari biji dan fuli pala dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 28 – Lampiran 42. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, perlakuan peningkatan tekanan secara bertahap memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot jenis, indeks bias, putaran optik, sisa penguapan, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester minyak yang dihasilkan. Bobot jenis minyak pala semakin tinggi dengan peningkatan tekanan secara bertahap. Hal ini disebabkan dengan tekanan yang semakin besar suhu
yang dihasilkan akan semakin tinggi. Dalam kondisi tersebut mengakibatkan komponen fraksi berat minyak dari bahan lebih mudah dan cepat diuapkan. Semakin besar tekanan uap yang digunakan, maka semakin tinggi indeks bias dan sisa penguapan minyak pala yang dihasilkan. Hal ini juga terkait dengan peningkatan jumlah fraksi berat. Komponen fraksi berat minyak merupakan senyawa yang bertitik didih tinggi. Senyawa-senyawa tersebut akan meningkatan kerapatan minyak, sehingga sinar yang menembus minyak sukar diteruskan,maka nilai indeks bias menjadi semakin tinggi daripada indeks bias minyak hasil penyulingan dengan tekanan uap yang lebih rendah. Analisis Deskripsi Sensori Minyak Pala a. Deskripsi Kualitatif Berdasarkan hasil pengujian dari seluruh panelis terhadap sampel minyak pala terlihat adanya perbedaan atribut aroma, hal ini disebabkan masingmasing
panelis
memiliki
deskripsi
sensori
yang
berbeda-beda
dalam
menggambarkan atribut aroma minyak pala. Atribut aroma minyak pala dari berbagai perlakuan hasil In-Depth Interviews dari masing-masing panelis secara singkat dapat disimpulkan pada Tabel 16. Atribut aroma yang teridentifikasi dari seluruh sampel minyak pala baik dari biji maupun fuli adalah spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, woody, fruity, bitter dan mint. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farell (1990) bahwa aroma minyak pala adalah pedas (spicy), hangat (warmly), sedikit aroma kamper (slightly camphoraceous), manis (sweet), dan menyengat (pungent). menggambarkan aroma spicy
Panelis dalam
menggunakan produk lain seperti jahe, cabe,
cengkeh, bahkan ada yang menggambarkan seperti permen karet. Sedangkan panelis dalam menggambarkan
atribut
warmly digambarkan seperti aroma
balsem, minyak kayu putih, minyak gosok tawon dan minyak telon. Keragaman bahasa cukup terlihat ketika panelis menggambarkan aroma pungent memiliki bahasa yang berbeda-beda seperti menyengat, bau yang menusuk hidung, tajam bahkan ada yang mengasosiasikan dengan aroma produk lain seperti aroma merica, ketumbar, dan aroma cengkeh.
Tabel 16 Kesimpulan deskripsi aroma minyak pala hasil In-Depth Interviews *) Sampel minyak pala (perlakuan) Biji Pala P0 P1 P2 P3 P4
Deskripsi Aroma Spicy, warmly, sweet, pungent, woody, mint, fruity Spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint, woody, fruity Spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint, woody, fruity, mint, bitter Spicy, warmly, sweet, pungent, woody, mint, Spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint, woody, fruity
Fuli Pala P0 P1
Spicy, warmly, sweet, pungent, woody, mint Spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint, woody, fruity P2 Spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint, woody, fruity, mint, bitter P3 Spicy, warmly, sweet, pungent, woody, mint, fruity P4 Spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint, woody, fruity Keterangan : *) Kesimpulan hasil interview 15 orang panelis terlatih P0: Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Panelis menggambarkan aroma mint dengan menggunakan produk lain seperti
balsem, Vicks
dan minyak kapak.
Sedangkan aroma woody
diasosiasikan dengan aroma minyak gosok tawon dan minyak cengkeh. Sedangkan atribut sweet, panelis menggambarkan seperti aroma sirup cocopandan dan permen karet. Minyak dari biji dan fuli pala pada perlakuan (P0) dan perlakuan (P3) digambarkan hampir sama oleh panelis (spicy, warmly, sweet, pungent, woody, mint, fruity). Sedangkan sampel minyak pada perlakuan (P1), (P2) dan (P4) digambarkan spicy, warmly,
slightly camphoraceous, sweet, pungent, mint,
woody, fruity, dan bitter. Tahap pengujian selanjutnya pada analisis deskripsi kualitatif adalah Focus Groups untuk menyepakati atribut aroma minyak pala yang akan digunakan pada uji QDA (Quantitative Descriptive Analysis).
Farell (1990)
melaporkan bahwa metode In-Depth Interviews dan Focus Groups
juga
digunakan untuk menentukan karakteristik aroma dan rasa dari biji pala. Pada
penelitian ini, dari 15 aroma yang dideskripsikan pada In-Depth Interviews dan Focus Groups hanya 5 aroma yang disepakati yaitu pedas (spicy), hangat (warmly), sedikit aroma kamper (slightly camphoraceous), manis (sweet) dan menyengat (Pungent) (Tabel 17). Pada penelitian ini panelis menggabungkan aroma mint (pedas) dengan aroma spicy dan warmly, aroma fruity dengan aroma sweet dan aroma menyengat dengan aroma pungent. Tabel 17 Deskripsi aroma minyak pala hasil diskusi Focus Groups Sampel minyak pala (perlakuan) Biji Pala P0 P1 P2 P3 P4 Fuli Pala P0 P1 P2 P3 P4
Deskripsi aroma Spicy, warmly, Spicy, warmly, Spicy, warmly, Spicy, warmly, Spicy, warmly,
sweet, pungent slightly camphoraceous, sweet, pungent slightly camphoraceous, sweet, pungent sweet, pungent slightly camphoraceous, sweet, pungent
Spicy, warmly, Spicy, warmly, Spicy, warmly, Spicy, warmly, Spicy, warmly,
sweet, pungent slightly camphoraceous, sweet, pungent slightly camphoraceous, sweet, pungent sweet, pungent slightly camphoraceous, sweet, pungent
b. Deskripsi Kuantitatif Hasil analisa deskripsi kuantitatif terhadap atribut aroma sampel minyak pala dari berbagai perlakuan dari 15 orang panelis semi terlatih yang sudah divalidasi dapat dilihat pada Tabel 18, dan dalam bentuk spider web atau grafik majemuk jaring laba-laba dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. Deskripsi kuantitatif aroma minyak pala dari berbagai perlakuan pada Gambar 12 dan Gambar 13 menunjukkan adanya perbedaan intensitas aroma dari masing-masing minyak pala. Minyak dari biji pala pada perlakuan (P0) dan (P3), dideskripsikan dengan aroma spicy, warmly, pungent dan sweet, akan tetapi tidak memiliki aroma camphoraceous seperti pada perlakuan yang lain.
Minyak dari
fuli pala pada perlakuan (P0) dan (P3) juga tidak memiliki camphoraceous.
Intensitas aroma spicy
aroma
relatif tinggi dibandingkan semua
perlakuan. Minyak pala pada perlakuan (P1), dideskripsikan dengan aroma spicy, warmly, pungent, camphoraceous dan sweet.
Intensitas aroma warmly, relatif
tinggi dibandingkan semua perlakuan, akan tetapi intensitas aroma spicy lebih rendah dari semua perlakuan. Tabel 18 Deskripsi kuantitatif aroma minyak pala Perlakuan spicy
warmly
Intensitas aroma camphoraceous
sweet pungent Biji Pala P0 72.87 24.62. 0 39.45 60.30 P1 13.79 74.97 17.92 68.70 69.29 P2 62.00 64.59 16.81 63.45 65.14 P3 57.39 68.59 0 41.52 46.75 P4 22.26 54.79 16.12 62.08 64.70 Fuli Pala P0 75.98 21.65 0 42.21 61.54 P1 14.97 75.87 21.32 65.58 69.29 P2 64.32 65.87 23.85 62.14 63.25 P3 57.65 67.25 0 43.21 45.28 P4 21.36 52.39 20.39 61.39 65.89 Keterangan : *)Nilai rata-rata 3 kali ulangan dari 15 panelis yang sudah divalidasi. Skala 0 (terendah) sampai 100 (tertinggi) 0 = tidak terdeteksi *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Minyak pala pada perlakuan (P2), dideskripsikan dengan aroma spicy, warmly, camphoraceous, sweet dan pungent. Intensitas dari kelima atribut aroma relatif tinggi. Sedangkan minyak pala pada perlakuan (P3), dideskripsikan dengan aroma spicy, warmly, sweet dan pungent. Dimana intensitas aroma warmly relatif tinggi, akan tetapi masih dibawah intensitas aroma warmly pada minyak pala pada perlakuan (P1). Deskripsi minyak pala pada perlakuan (P4), dideskripsikan dengan aroma spicy,
warmly, camphoraceous, sweet
dan
pungent. Intensitas aroma sweet relatif tinggi, akan tetapi masih lebih rendah dibandingkan minyak pala pada perlakuan (P1) dan (P2). Menurut Fourie (1996) ada 4 bagian utama pada buah-buahan yang berkontribusi pada karakteristik flavor, yaitu asam organik, gula, pahit atau astrigent, dan komponen volatil. Komponen kimia utama yang menghasilkan aroma pada buah-buahan adalah golongan ester atau alkohol alifatik, dan asam lemak rantai pendek.
spicy 80 60 40 pungent
20
warmly
0
sweet
camphoraceous
P0 = T ;0 atm
P1 = T;0 atm T1 ;0.5 dan 1 atm
P2 = T;0 atm T1:0.5 dan 1.5 atm
P3 = T;0.5 atm
P4 = T;0 atm T1;1 atm
Gambar 12 Spider web aroma minyak dari biji pala hasil QDA (Quantitative Descriptive Analysis
spicy
80 60 40 20 0
pungent
sweet
warmly
camphoraceous
P0 = T; 0 atm
P1 = T;0 atm T1; 0.5 dan 1 atm
P2= T1; 0.5 dan 1.5 atm
P3= T; 0.5 atm
P4= T; 0 atm T1; 1 atm
Gambar 13 Spider web aroma minyak dari fuli pala hasil QDA (Quantitative Descriptive Analysis
Minyak pala pada perlakuan (P1) mempunyai intensitas aroma warmly, sweet dan pungent yang lebih tinggi dari semua perlakuan, sedangkan perlakuan (P2) memiliki intensitas aroma camphoraceous yang lebih tinggi dan aroma sweet walaupun relatif lebih rendah dari perlakuan (P1).
Jika dikaitkan antara
komponen aroma pada minyak pala dan deskripsi sensori kualitatif maka akan terlihat komponen aroma yang berperan pada setiap aroma yang berhasil dideskripsikan. Aroma warmly, sweet dan pungent merupakan aroma yang berasal dari senyawa monoterpene hidrocarbon yaitu Myrcene, α –phelandrene, dan germacrene dan golongan aromatik seperti myristicin, safrole, eugenol, isoeugenol dan elimicin. Sedangkan aroma camphoraceous merupakan aroma yang berasal dari golongan aromatik yaitu
safrole, dan senyawa terpen-o
(golongan monoterpen alkohol dan golongan ester).
Principal Component Analysis (PCA) Pengolahan data menggunakan PCA menghasilkan evaluasi karakteristik aroma minyak pala menggunakan komponen utama (Principal Component, PC). Hasil analisis PCA yang diperoleh menerangkan bahwa ada empat komponen utama yang dapat digunakan dalam menerangkan keragaman karakter aroma sampel minyak pala. Dari empat komponen utama yang disarankan, jumlah komponen utama (Principal Component, PC) yang diambil hanya dua komponen utama karena telah dapat menerangkan 91% dari total keragaman aroma sampel minyak pala. Hasil plot gabungan scores dan x-loading (biplot) PC1 dan PC2 aroma diterangkan oleh 91% total keragaman data (Gambar 14).
Dari gambar plot
gabungan PC1 dan PC2 tersebut, komponen utama pertama PC1 yang searah sumbu X, mengelompokkan sampel minyak pala berdasarkan atribut sweet, camphoraceous, warmly dan pungent (kiri) dan mengelompokkan sampel minyak pala berdasarkan atribut spicy (kanan). Plot gabungan tersebut menunjukkan terdapat empat kelompok sampel minyak dari biji pala yang dapat dibedakan berdasarkan atribut aromanya. Kelompok tersebut adalah minyak biji pala perlakuan (P0), perlakuan (P1), perlakuan (P2), perlakauan (P3) dan perlakuan (P4).
Scatterplot 0
P3
1,5 1,0
warmly
PC2
0,5 P1
0,0 P4
-0,5
sweet camphoraceous P2
0
spicy
pungent
-1,0
P0
-2
-1
0 PC1
1
2
*) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Gambar 14 Grafik bi-plot perlakuan penyulingan dan atribut aroma minyak biji pala terhadap komponen utama PC1 dan PC2 Berdasarkan plot gabungan minyak biji pala pada perlakuan (P2) dan (P4) (Gambar 14) dicirikan dengan aroma yang sama karena berada dalam kelompok yang sama (kuadran ketiga). Kedua sampel minyak pala tersebut dapat dibedakan dari sampel minyak pala yang lain berdasarkan aroma sweet, camphoraceous, dan pungent. Aroma tersebut diduga berasal dari senyawa terpen seperti α-pinene, limonene, senyawa aromatik seperti eugenol dan iso-eugenol, senyawa ester seperti geraniol acetate.
Secara parsial, α-pinene memiliki
karateristik sensori ringan (light) dan kayu pinus (pine), sedangkan limonene memberikan karateristik sensori lemah (weak), light dan manis (sweet). Terdapatnya eugenol dan iso-eugenol pada produk akan memberikan karakter menyengat (Pungent) (Reineccius, 1994 dan Wright 1995). Geraniol acetate memberikan karakter sensori manis (sweet), fruity, aroma tanaman (floral)
(Wright, 1995).
Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil analisis kualitatif QDA.
Intensitas ketiga atribut aroma tersebut lebih tinggi pada perlakuan P2 dan perlakuan P4 (Tabel 18). Minyak biji pala pada perlakuan (P1) berada dalam kuadran keempat yang dicirikan dengan atribut aroma warmly. Aroma tersebut diduga berasal dari senyawa terpen seperti sabinene, α-pinene, myrcene, α-phellandrene, germacrene, senyawa aromatik seperti safrol, myristicin, eugenol, isoeugenol dan elimicin dan senyawa terpen-o (golongan monoterpen alkohol dan golongan ester). Sedangkan minyak biji pala pada perlakuan P0 berada pada kuadran kedua yang dicirikan dengan atribut aroma spicy, Aroma tersebut diduga berasal dari senyawa terpen yaitu sabinene termasuk monoterpen bisiklis yang intensitasnya relatif tinggi. Selain dari senyawa terpen, atribut aroma spicy berasal dari senyawa aromatik seperti eugenol acetate. Karakter hangat (warmly dan pedas (spicy) dikontribusi oleh komponen eugenol acetate (Wright, 1995). hasil analisis kuantitatif QDA.
Hal ini juga ditunjukkan oleh
Intensitas atribut aroma spicy lebih tinggi
dibandingkan perlakuan yang lain.
Sedangkan minyak pala perlakuan P3
(kuadran pertama) tidak dicirikan dengan aroma tertentu (Tabel 18). Hasil plot gabungan scores dan x-loading (biplot) (Gambar 15) mengelompokkan sampel minyak dari fuli pala berdasarkan atribut sweet, pungent, camphoraceous dan warmly (kiri) dan mengelompokkan sampel minyak dari fuli pala berdasarkan atribut spicy (kanan).
Berdasarkan plot gabungan
tersebut, sampel minyak dari fuli pala pada perlakuan (P2) dan perlakuan (P4) dicirikan dengan aroma yang sama yaitu sweet, camphoraceous dan pungent karena berada dalam kelompok/kuadran yang sama (kuadran keempat). Aroma tersebut kemungkinan berasal dari senyawa terpen seperti limonene, terpinolene, α-pinene, β-pinene, myrcene, α-phellandrene, germacrene, senyawa aromatik seperti myristicin, dan senyawa terpen-o seperti 4-terpeniol. Sampel minyak dari fuli pala pada perlakuan (P1) berada
dalam
kuadran ketiga yang dicirikan dengan atribut aroma warmly. Karakter hangat (warmly) pada suatu produk dikontribusi oleh komponen eugenol acetate. Sedangkan pada perlakuan (P0) berada dalam kuadran pertama yang dicirikan dengan atribut aroma spicy. Eugenol acetate selain memberikan karakter warmly
pada produk juga memberi karakter pedas (spicy) Wright, 1995). Perlakuan (P3) berada dalam kuadran kedua yang tidak dicirikan dengan atribut aroma tertentu.
Scatterplot 0
P0
1,0 pungent
PC2
0,5 0,0
P4 spicy
camphoraceous P2 sweet
0
P1
-0,5
warmly
-1,0 P3
-1,5 -2
-1
0 PC1
1
2
*) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Gambar 15 Grafik bi-plot PC1 dan PC2 hasil analisis komponen utama aroma minyak fuli pala Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala Identifikasi komponen aroma minyak pala dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) dengan kolom DB-5. Kromatogram hasil GC-MS dari seluruh sampel minyak pala dari biji dan fuli pala dapat dilihat pada Gambar 16, 17, 18, 19, dan 20, sedangkan dari fuli pala dapat dilihat pada Gambar 21. Hasil identifikasi terhadap komponen aroma dan LRI minyak pala dapat dilihat pada Lampiran 46, 47, 48, 49, 50 dan 51.
Hasil identifikasi GC-MS terhadap minyak atsiri dari biji pala berbagai perlakuan dapat dilihat pada profil GC-MS. Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol) (PO), komponen minyak atsiri biji pala yang terdeteksi sebanyak 39 komponen, akan tetapi hanya 35 komponen yang teridentifikasi secara pasti yang dapat dilihat pada Gambar 20.
Komponen terbesar yang
teridentifikasi monoterpene hydrocarbon sebesar
70.84% (13 komponen).
Komponen lain yang teridentifikasi yaitu sesquiterpene hydrocarbon 0.84% (4 komponen), aromatic 18.53 % ( 8 komponen), monoterpenene alcohol 9.71% (9 komponen), ester 0.83% (4 komponen) dan phenol 0.11% (1 komponen) (Tabel 19) Pada perlakuan penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan (P1), komponen minyak atsiri biji pala yang terdeteksi sebanyak 43 komponen, akan tetapi hanya 39 komponen yang teridentifikasi
yang dapat dilihat pada Gambar 21.
Komponen aroma terbesar yang teridentifikasi monoterpene hydrocarbon sebesar 66.25% (14 komponen). Komponen lain yang teridentifikasi yaitu sesquiterpene hydrocarbon
0.62%
(4
komponen),aromatic
21.18%
(8
komponen),
monoterpenene alcohol 9.21% (9 komponen), sesquiterpen alcohol 0.13% (1 komponen), ester 0.71% (4 komponen), acid 2.23% (2 komponen) dan phenol 0.61% (1 komponen) (Tabel 19) Sedangkan pada perlakuan penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan (P2), komponen minyak atsiri biji pala yang terdeteksi sebanyak 51 komponen, akan tetapi hanya 44 komponen yang teridentifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 22. Komponen aroma terbesar yang teridentifikasi monoterpene hydrocarbon sebesar 64.63% (15 komponen).
Komponen lain yang teridentifikasi yaitu
sesquiterpene hydrocarbon 1.86% (9 komponen), aromatic 22.3% ( 8 komponen), monoterpenene alcohol 9.53% (10 komponen), aldehyde 0.15% (1 komponen), ester 1.54% (6 komponen), acid 0.08% (1 komponen) dan phenol
0.1% (1
komponen) (Tabel 19). Pada perlakuan penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan (P3), komponen minyak atsiri biji pala yang terdeteksi sebanyak 43
komponen, akan tetapi hanya 36
komponen yang teridentifikasi yang dapat
dilihat pada Gambar 23, Komponen aroma terbesar
yang teridentifikasi
monoterpene hydrocarbon sebesar 66.94% (14 komponen). Komponen lain yang teridentifikasi yaitu sesquiterpene hydrocarbon 1.19% (5 komponen), aromatic 21.12% (6 komponen), monoterpenene alcohol 9.8% (13 komponen), dan ester 0.88% (6 komponen) (Tabel 19). Sedangkan penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm selama 8 jam (P4), komponen minyak atsiri biji pala yang terdeteksi sebanyak 45 komponen, akan tetapi hanya 39 yang teridentifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 24. Komponen aroma terbesar yang teridentifikasi monoterpene hydrocarbon sebesar 68.86% (14 komponen). Komponen lain yang teridentifikasi yaitu sesquiterpene hydrocarbon 0.99%(7 komponen), aromatic 19.69% (8 komponen), monoterpenene alcohol 9.48% (10 komponen),
ester
1.04% (5 komponen), dan phenol 0.14% (1 komponen) (Tabel 19) Pada perlakuan penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan (P2), komponen minyak atsiri fuli pala yang terdeteksi sebanyak 88 komponen, akan tetapi hanya komponen yang teridentifikasi yang dapat dilihat pada Gambar 25. Komponen aroma
terbesar
yang
teridentifikasi
adalah
monoterpene
hydrocarbon.
Komponen lain yang teridentifikasi yaitu sesquiterpene hydrocarbon, aromatic, monoterpenene alcohol, aldehyde, ester, acid dan phenol (Tabel 19). Hampir semua perlakuan mengandung komponen yang sama seperti komponen yang terdeteksi dengan GC-MS. Akan tetapi ada beberapa perlakuan yang tidak mengandung komponen-komponen yang terdeteksi dengan GC-MS. Komponen-komponen yang tidak terdeteksi tersebut adalah komponen-komponen yang mempunyai berat molekul tinggi, seperti turunan Benzen dan asam palmitat. Komponen aroma minyak pala dari biji dan fuli pala dari berbagai perlakuan apabila dibandingkan dengan minyak pala yang digunakan secara komersial pada industri flavor terlihat perbedaan untuk beberapa komponen, terutama komponen aroma minyak pala dari fuli pala lebih banyak yang teridentifikasi dan tidak terdapat pada minyak pala dari biji pala dan minyak pala yang digunakan secara komersial pada industri flavor. Hasil penelitian Nurasyik
(2005), bahwa komponen yang teridentifikasi pada minyak pala yang digunakan oleh industri flavor (PT. Firmenich Indonesia) dan industri eksportir minyak pala (PT.Scent Indonesia) juga teridentifikasi pada minyak pala dari berbagai perlakuan Terjadinya variasi persentase kandungan volatil pada minyak atsiri pala dapat disebabkan karena adanya variasi buah pala yang digunakan dan kondisi penyimpanan setelah pemanenan (Sanford dan Heinz, 1970) serta ditambahkan oleh Heath dan Reineccius (1986) yaitu kondisi pengolahan, meliputi kondisi pengeringan bahan dan kondisi sewaktu distilasi yaitu suhu dan tekanan destilasi. Selanjutnya ditegaskan oleh Sanford dan Heinz (1970), bahwa variasi isolasi komponen volatil dalam satu sumber menghasilkan variasi apabila diambil dari daerah yang berbeda. Oleh karena itu, walaupun buah pala diambil pada satu sumber yang sama, mungkin saja akan terjadi variasi buah yang sangat besar. Variasi bisa berasal dari perbedaan pohon, tempat pengambilan, kondisi unsur hara tanah, kondisi lingkungan dan perkembangan tanaman. Menurut Reinecius (1994)
bahwa minyak atsiri yang memberikan
aroma spesifik pada tanaman terdiri dari campuran komponen oerganik yang terbentuk secara alami dengan jumlah yang relatif dan juga tergantung dari species dan faktor agrikultural seperti lingkungan, iklim, kondisis tanah, waktu pemanenan, dan penanganan pasca panen. Komponen aroma utama yang terdapat dalam minyak pala adalah α-pinen, β-pinen, limonen, 4-terpineol, safrole dan myristicin. Purseglove et al. (1981) melaporkan bahwa komposisi kimia minyak pala terdiri dari hidrokarbon (monoterpen) yang jumlahnya antara 61-88%, hidrokarbon teroksigenated 5-15% dan eter aromatis 2-18%, sedangkan senyawa lainnya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil.
Konstituen terbesar dari
golongan hidrokarbon monoterpen adalah α-pinene, β-pinene, serta sabinene, sementara myristicin merupakan komponen utama dalam fraksi eter aromatis, asam miristat juga ditemukan dalam jumlah kecil.
Aroma dari minyak pala
terutama disebabkan oleh adanya eter aromatis, myristicin, safrole, dan elimicin yang memberikan bau dan pengaruh. Walaupun myristicin berkonstribusi paling banyak dalam hal jumlah, tapi myristicin bukan merupakan komponen tunggal dalam pembentuk aroma pala.
Tabel 19 Komposisi komponen aroma minyak dari biji pala pada berbagai perlakuan Nama Komponen aroma
Luas Area Relatif (%) *minyak **minyak pala pala
P0
P1
P2
P3
Jumlah Komponen
39
44
39
43
51
43
45
1. Senyawa terpen
68.69
65.31
71.68
66.87
66.5
68.1
69.9
a. Monoterpene Hydrocarbon α-thujene
67.89 1.81
64.68 1.96
70.84 1.98
66.25 1.62
64.6 1.93
66.9 1.76
68.9 1.75
α-pinene
17.67
15.14
17.57
15.49
13.6
15.9
16.7
0.4
0.32
0.4
0.38
0.31
0.33
0.36
Camphene
P4
Sabinene
15.83
12.43
16.29
12.98
16.6
18.5
17.8
β-pinene
13.93
12.74
13.55
12.69
11.3
12.6
12.7 2.17
Myrcene
2
2.08
2.24
1.89
2.45
1.87
p-mentha-1 (7), 8-diene
x
0.04
x
x
0.05
x
x
0.62
0.9
0.84
1.04
0.73
0.45
0.71 0.98
α-phellandrene ∆-3-carene
0.98
1.47
0.99
1.42
0.73
0.93
α-terpinene
2.09
2.98
2.68
3.53
2.78
1.38
2.49
p-cymene
2.29
2.07
1.87
1.6
1.64
4.12
1.96
Limonene
5.66
6.08
6.26
6.27
6.38
5.78
6.01
γ-terpinene
3.35
4.56
4.19
5.17
4.48
2.27
3.78
Terpinolene
1.26
1.84
1.54
2.14
1.55
0.89
1.48
x
x
x
0.05
0.07
0.08
0.08
0.8 0.45
0.63 0.33
0.84 0.47
0.62 0.31
1.86 0.79
1.19 0.53
0.99 0.41
trans-caryophyllene
x
0.08
x
x
0.08
0.11
0.09
1-pentadecyene
x
x
x
x
0.12
x
0.08
α-bergamotene
0.12
0.06
0.13
0.07
0.2
0.18
0.14
α-p-dimethylstyrene b. Sesquiterpene hydrocarbon α-copaene
Germacrene-D
x
x
x
x
0.09
x
x
α-farnesene
x
x
x
0.09
0.09
x
0.05
β-bisabolene
0.08
0.04
0.08
x
0.14
0.18
0.08
γ-cadinene
0.15
0.12
0.16
0.15
0.27
0.19
0.14
∆-cadinene
x
x
x
x
0.08
x
x
2. Aromatic Safrole
20.08 2.5
21.87 2.6
18.53 2.39
21.18 1.98
22.3 2.98
21.1 1.98
19.7 2.29
p-pentylanisole
x
0.07
0.17
0.07
0.36
x
0.23
Eugenol
0.35
0.32
0.36
0.39
0.46
0.21
0.34
methyl eugenol
0.93
1.9
0.83
0.69
1.4
1.54
0.76
x
0.54
0.32
0.82
0.31
x
0.47
Isoeugenol trans-methyl isoeugenol
0.23
0.38
0.15
0.18
0.35
0.63
0.25
Myristicin
15.51
15.16
13.79
16.37
15.8
15.7
14.7
Elemicin
0.56
0.9
0.52
0.68
0.69
1.08
0.66
x
12.83
x
x
x
x
x
3. Senyawa terpen-o
9.97
12.83
10.65
12.89
11.4
10.7
10.7
a. Monoterpene alcohol Cis-sabinene hydrate
9.97 0.44
11.77 0.36
9.71 0.44
9.21 0.19
9.53 0.26
9.8 0.46
9.48 0.46
Linalool
0.61
0.54
0.6
0.38
0.51
0.58
0.51
x
0.03
x
x
x
x
x
0.22
0.3
0.24
0.26
0.07
0.26
0.25
cis-isoeugenol
d-fenchyl alcohol Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol isopinocarveoi Trans-p-menth-2-en-1-ol
x
x
x
x
x
0.08
x
0.26
0.27
0.21
0.22
0.23
0.21
0.18
terpinene-4-ol
6.98
8.74
6.85
6.37
7.21
6.19
6.57
p-cyme-8-ol
0.16
0.13
0.12
0.13
0.09
0.29
0.14
α-terpineol
1.11
1.21
1.07
1.19
0.99
1.05
1.17
trans-piperitol
0.08
0.11
0.09
0.13
0.11
0.08
0.07
1-hydroxylinalool
x
0.08
x
0.34
x
0.29
x
3-decyn-2-ol
x
x
0.09
x
0.06
x
0.05
Tabel 19 (lanjutan) Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol 2-methyl-5-(Methylethyl-bycyclo 3.1.0. Hexan2-ol
0.11 x
x
x
b. sesquiterpen alcohol patchouli alkohol
0,00 x
0,00 x
0,00 x
c. diterpene alcohol 3,7,11,15-tetramethyl-2-hexadecen-1-ol
0.15 0.15
0,00 x
0,00 x
d. aldehyde Undecanal
0,00 x
0,00 x
e. ester bornyl acetate
1.13 0.18
0.86 0.17
4-terpinenyl acetate
0.23
0.18
l-p-menthen-8-yl-acetate
0.3
0.29
citronellyl acetate
0.11
0.08
geranyl acetate
0.24
neryl acetate
x
x
x
x
0.14
0.08
x
x
0.17
X
0.13 0.13
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0,00 x
0.15 0.15
0,00 x
0,00 x
0.83 0.19
0.71 0.17
1.54 0.22
0.88 0.24
1.04 0.18
x
x
0.12
x
0.24
0.29
0.21
0.53
0.33
0.28
0.11
0.11
0.19
0.11
0.1
0.14
0.24
0.22
0.43
0.2
0.24 x
x
x
x
x
0.05
x
ethyl methylphenyl glycidate
0.07
x
x
x
x
x
x
f. acid Myristic acid
0,00 x
0,00 x
0,00 x
2.23 0.16
0.08 0.08
0,00 x
0,00 x
Palmitic acid g. phenol 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol
x
x
x
2.07
x
x
x
0,00 x
0.2 0.2
0.11 0.11
0.61 0.61
0.1 0.1
0,00 x
0.14 0.14
Keterangan : * = Komponen aroma minyak pala yang diperoleh dari industri flavor (Hasil penelitian Nurasyik 2005) ** = Komponen aroama minyak pala yang diperoleh dari eksportir (Hasil Penelitian Nurasyik 2005) X = Tidak teridentifikasi *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol). P1:Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan P2: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan
Gambar 18 Kromatogram minyak pala pada perlakuan P0 hasil analisis GC-MS
Gambar 19 Kromatogram minyak pala pada perlakuan P1 hasil analisis GC-MS
Gambar 20
Kromatogram minyak pala pada perlakuan P2 hasil analisis GC-MS
Gambar 21
Kromatogram minyak pala pada perlakuan P3 hasil analisis GC-MS
Gambar 22
Kromatogram minyak pala pada perlakuan P4 hasil analisis GC-MS
Gambar 23 Kromatogram minyak pala dari fuli pala pada perlakuan P2 hasil analisis GC-MS
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Biji pala muda (bejo) mempunyai rendemen minyak yang tertinggi yaitu 17.15%, dibandingkan biji pala polong dan biji pala tua (kilat) dan mutu minyak pala dari semua jenis biji pala memenuhi standar SNI.
Hasil
evaluasi sensori menunjukkan aroma minyak biji pala secara umum disukai konsumen dan komponen penyusun minyak dari biji pala muda mempunyai kandungan senyawa monoterpen yang lebih tinggi (45.370%), sedangkan minyak dari biji pala tua mempunyai kandungan senyawa monoterpen alkohol dan senyawa aromatik yang lebih tinggi (39.297%). 2.
Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan dengan bahan baku fuli pala menghasilkan rendemen tertinggi (16.73%) dan mutu minyak pala yang sesuai dengan standar SNI. Hasil analisis deskripsi sensori diperoleh bahwa minyak pala hasil penyulingan dengan tekanan 0 atm dan peningkatan tekanan 0.5 atm memiliki 4 atribut aroma yaitu spicy, warmly, sweet dan pungent, sedangkan minyak pala hasil penyulingan dengan peningkatan tekanan sampai 1.5 atm memilki 5 atribut aroma yaitu spicy, warmly, camphoraceous, sweet dan pungent.
3.
Hasil analisis PCA (Principal Component Analysis) menunjukkan plot gabungan (bi-plot) sampel minyak pala berdasarkan atribut aroma warmly, sweet, camphoraceous, dan pungent dan empat kelompok sampel minyak dari biji dan fuli pala.
4.
Hasil identifikasi komponen aroma utama minyak pala hasil penyulingan dengan peningkatan tekanan sampai 1.5 atm mempunyai jumlah komponen aroma terbesar yang teridentifikasi yaitu 51 komponen pada minyak dari biji pala dan 88 komponen pada minyak dari fuli pala.dengan komponen terbesar yang teridentifikasi adalah golongan senyawa terpen dan senyawa aromatik.
5.
Modifikasi perlakuan yang terbaik adalah penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan baik dari biji pala maupun fuli pala menghasilkan rendemen
minyak pala tertinggi pada biji pala (15.30%), fuli pala (16.73%), memenuhi standar SNI, memiliki 5 atribut aroma, dan komponen aroma yang teridentifikasi lebih banyak Saran Perlu dilakukan penelitian analisis sensori lebih lanjut dengan menggunakan alat analisis Gas Chromatography-Olfactomectry (GC-O) untuk mengetahui hubungan deskripsi sensori dengan komponen aroma minyak pala yang disuling dengan peningkatan tekanan secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, H., A. Sulaswatty, Waryaningsih dan E. Agustian. 2004. Penggunaan Distilasi Fraksionasi Vakum Untuk Pemisahan Komponen Minyak Pala. Pusat Penelitian Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kawasan PUSPITEK Serpong, Tangerang. Anonim. 2004. Minyak Atsiri Fuli dan Buah Pala. http://www.warintek.progresio.or.id/plants/nutmeg.shtml {2 April 2004}. Anonim. 2005. Processing of Nutmeg and Mace. http://www.itdg.org/does/technical-information-service/nutmeg-mace.pdf (7 Juli 2005) Anonim. 2005. Uses of Nutmeg and Mace. http://www.knet.co.za/nutmeg/uses.htm (6 Juli 2005) AOAC. 1984. Officials Methods of Analysisof The Association Official Analytical Chemistry. Washington DC, USA. Apriyantono, A. 1997. Kimia Flavor. Modul Universitas Terbuka, Bogor. Arvanitoyannis, I. S., M.N. Katsota., E. P. Psarra., E.H. Soufleros dan S. Kallithraka. 1999. Application of Quality Control Methods For Assessing Wine Authenticity : Use of Multivariate Analysis (Chemomectrics). Trends in Food Science & Technology, 10 : 321-336. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. 1984. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri: Minyak Atsiri. Buku VII. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. Baldry et al., 1976. Composition and Flavour of Nutmeg Oils. International Flav. Food Addit., 7, 28-30. Bamelmans, J. M. H. 1979 Review of Isolation and Conceration Technique. Di dalam Progress in Flavor Research (ed. D. G. Land dan H. E. Nursten). Applied Science Publ., Ltd., London. Baranauskiene, R., R. P. Venskutonis, dan J. C.R. Demyttenaere. 2003. Sensory and Instrumental Evaluation of Catnip (Nepeta cataria L.) Aroma. J. Agric. Food Chem. 51, 3840-3848. Biro Pusat Statistik. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. 19982002. Ekspor-Import. Jilid I. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Belitz, H. O. Dan W.Grosch.1987. Food Chemistry. Springer Verlag, Berlin, Heidelberg. Bell, G. A. Dan K. Easton. 1999. Indonesia : Taste Preferences of Consumers. Di dalam Bell, G.A dan Annesley J. Watson (eds). Taste and Aromas : The Chemical Senses in Sciense and Industry. A UNSW Press. Sidney Brown, G. G. 1984. Unit Operation Modern Asia Edition. Hal 322-394. John Wiley And Sons. Inc., New York. Chang, S. S. 1989. Food Flavors. Food Technol. 43:101. Carpenter, R. P, D.H. Lyon, dan T.A Hasdell. 2000. Guidelines for Sensory Analysis in Product Development and Quality Control. Aspen Publ. Inc., Gaithersburg, Maryland. Chairul dan S. B. Sulianti. 2000. Perbandingan Komposisi Kimia Penyusun Minyak Atsiri Pala Wegio (Myristica fatua) dan pala (Myristica
fragrans) dengan GC-MS. Laboratorium Fitokimia, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. Chevallier, A. 2001. Encyclopedia of Medicinal Plants. Dorling Kindersley Limited, London. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Pengolahan Lanjut Minyak Atsiri dan Penggunaannya dalam Industri. Disampaikan pada Workshop Nasional Minyak Atsiri. Dirjen IDKM Depperindag. Bogor, 30 Oktober 2001. Dorsey, Scott. 2001. Effect of Nutmeg and Myristicine. http://www.erowid.org/plants/nutmeg.shtml. {26 Desember 2001}. Dugo, P., L. Mondello, G. Lamonica, dan G. Dugo. 1997. Characaterization of Cold-Pressed Key and Persian Lim Oils by Gas Chromatography, Gas Chromatography/Mass Spectroscopy, High-Performance Liquid Chromatography, and Physicochemical Indices. J. Agric. Food Chem, 45, 3608-3616. Ellenhorn dan Barceloux. 1988. Medical Toxicology Diagnosis and Treatment of Human Poisoning. Elvesier Science Publishing Company, New York. Esbensen, k., S. Schonkopf dan T. Midtgaard. 1994. Multivariate Analysis in Practice. Wennergs Trykkery, AS, Trondheim. Ferreira, V., M. Aznar, R. Lopez, dan J. Cacho. 2001. Quantitative Gas Chromatography-Olfactometry Carried Out at Different Dillutions of an Extract. Key Differences in The Odor Profiles of Four Hight Quality SpanishAged Red Wines. J. Agric. Food Chem. 49 : 4818-4824 Fourie, P.C. 1996. Fruit and Human Nutrition. Di dalam D. Arthey and P. R. Ashurs (ed). Fruit Processing. Chapman and Hall, Cambridge. Farrel, K. T. 1990. Soices, Condiments, and seasonings. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Geankoplis, C. J. 1983. Transport Process And Unit Operations 2 nd ed. Allin Bacon. Inc., Boston. Guenther, E. 1952. The Essential Oil Vol II, III dan V. Van Nostrand Reinhold Company, New York. Hadad, H. M. 2001. Perbaikan Budidaya dan Mutu Hasil Tanaman Pala (Myristica Fragrans HOUTT). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Himmelblau, D. M. 1987. Basic Principles And Calculation in Chemical Engineering Prentice Hall, New York. Heath, H. B 1981. Di dalam G. Reineccius (ed). Source Book of Flavor. Chapman an Hall, New York. Heath, H. B. Dan Reineccius. 1986. Flavor Chemistry and Technology : Profile, Products, Aplication. AVI Publ., Co., Inc., Westport, Connecticut Herman, A. S. 1976. Perbaikan Mutu Minyak Pala Indonesia. Balai Penelitian Kimia : Seminar Minyak Atsiri I Tanggal 19-21 Desember 1976. Bogor. Hustiany, R. 1994. Ekstraksi dan Karakterisasi Minyak Atsiri Serta Oleoresin Daging Buah Pala (Myristica fragrans HOUTT). Skripsi Fateta. IPB, Bogor. Jirovetz, L., G. Buchbauer, M. P. Shafi, A. Saidutty. 1998. Analysis of The AromaCompounds of The Essential Oil of Seeds of The Spice Plant
Zanthoxylum rhetza from Southern India. Z Lebensm Unters Forsch A. 206 : 228-229. Kirk, Othmer. 1967. Encyclopedia of Chemical Technology. John Wiley & Sons, Inc. New York. Kerrola, K dan H. Kallio. 1993. Volatile Compounds and Odor Characteristic of Carbon Dioxide Extracts of Coriander (Coriandrum sativum L.) Fruits. J. Agric Food Chem. 41, 785-790. Kumara, B. 1998. Identifikasi Character Impact Compound Flavor Buah Kawista (Ferona Limonia). Skripsi. Fateta. IPB, Bogor. Kovats. 1964. The Kovats Retention Indeks System Analytical Chemistry. 36:31-40. Larsen, M. dan L. Poll. 1990. Quick and Simple Extraction Method for Analysis of Aroma Compounds in Fruit Products. Di Dalam Y. Bessiere dan A. F. Thomas (ed,). Flavour Science and Technology. John Wiley and Sons” Ltd. England. Lyon, D.H., M. A. Francombe, T.A. Hasdell, dan K. Lawson (Eds.). 1994. Guidelines for Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control. Chapman & Hall, New York. Maarse, H. 1991. Spices and Condiments I. Di dalam Volatile Compounds in Foods and Beverage. Marcel Dekker, Inc., New York. Masada, Y. 1976. Analysis of Essensial Oils By Gas Chromatography and Mass Spectromectry. John Wiley & Sons, Inc., New York. McKee, L. H. Dan M. L. Harden. 1991. Nutmeg : A Review. Lebensmitt. Technol. 24 : 190-203. Meilgaard, M., G. V. Civille., dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Technigues. 3 rd ed.CRC Press LLC, Florida. Moskowitz, H.R. 1983. Product Testing and Sensory Evaluation of Foods. Marketing and R&D Approaches. Food & Nutrition Press, Inc. USA Mussinan, C. J. 1993. Instrumental Analysis in The Flavour Industry. Di dalam Flavor Science : Sensible Principles dan Techniques. T. E. Acree dan R. Terranishi. (Ed). ACS Profesional Reference Book, Washington DC. Noble, A. C. 2002. Sensory Methode of Flavour Analysis. Di dalam Taylor, A. J. (ed). 2002. Food Flavour Technology. CRC Press LLC, Florida. Hlm 252-271. Opdyke, D. I. J. 1976. Nutmeg Oil, East Indian. Food & Cosmetic Toxicology. 14:631-633. Paulitis, M. E., V. J. Krukonis and R. C. Reid. 1983. Supercritical Fluid Extraction. Review in Chemical Engineering. Vol 1. (2) : 179 – 224. Pangborn, R.M. 1980. Sensory Science Today. Cereal Foods World, 25(10) : 637 – 639. Parliment, T. H. Dan R. Scarpellino. 1997> Organoleptik Techniques in Chromatographic Food Flavor Analysis. J. Agric. Food Chem., 25:1. Pennarun, A. L, Carole Prost, and Michel Demaimay. 2002. Aroma Extracts From Oyster Crassostrea Gigas : Comparison of Two Extraction Methods. Journal Of Agricultural and Food Chemistry. Nantes Cedex 3, France. Petersen, M. A., I. Poll dan L. M. Larsen. 1998. Comparison of Volatiles in Raw and Boiled Potatoes Using A Mild Extraction Technique Combined with GC Odour Profiling and GC – MS. Food Chem., 61 (4) : 461 – 466.
Purselglove, J. W., E. G. Brown., C. L. Green., dan S. R.J. Robbins. 1981. Spices Volume I. Longman, New York. Piggot, J.R., Stephanie J. S., dan S. A. R. Williams. 1998. Sensory Analysis. International J. Food Sei. And Tech. 33: 7-18. Reineccius, G. A. 1994. Source Book of Flavors. 2 nd ed. Chapman dan Hall, . New York. Resurreccion, A. V. A 1998. Consumer Sensory Testing for Product Development. A Chapmant & Hall Food Science Book. Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg, Maryland. Rouseff, R. L. dan K. R. Cadwallader. 2001. Headspace Analysis of Foods and Flavor. Theory and Practice Kluwer Academic/plenum Publisher, New York. Rismunandar. 1988. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Penerbit Swadaya, Jakarta. Rothe, M. 1988. Introduction to Aroma Research. Kluwer Academic Publ., London. Schaneberg, B.T and Ikhlas A. Khan.2002. Camparison of Metthods For Marker Compounds in The Essential Oil of Lemon Grass by GC. Journal Of Agricultural And Food Chemistry. The University of Misisippi. USA. Schay, S.R. 1975. General Methode of Preparation. Di dalam T. E. Furia and N. Bellanca (Ed,). Handbook of Flavor Ingredients. CRC Press Inc. Crandwood, Parkway. Shenk, H. P. And Lamparsky, D. 1981. Analysis of Nutmeg Oil Using Chromatographics Methods. J. Of Chromatography. 204:391-395. Schonkopf, S. Dan A. Midjo. 1998. Rose marie pangborn symposium davis sensometric workshop contribution. Food Quality ans Preference 9(6). Shulgin, A. T., Sargen dan C. Naranjo. 1967. In Etnopharmacologic Search for PsyhoactiveDrugs. Di dalam Forrest, J.T. dan Heacock, R.A. 1972. Nutmeg and Mace. The Psychotropic Spices from Myristica fragrans. Lloydia. 35:440-449. Sunanto, H. 1993. Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Kanisius, Yokyakarta. SNI. O6.3735. 1998. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta Smith, A. E dan N. Anand. 1984. The United Kindom Market For Cloves, Nutmeg, Mace, Cassia and Chinnamon. Trop. Dev. And Es. Inst., London. Staniforth, V.1973. Spice or Oleoresin: Choice di dalam Proceding of Comforence of Spice. Trop. Prod. Inst., London. Soekarto, T. Soewarno. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusbangtepa/Food Technology Development Center. Institut Pertanian Bogor. Somaatmadja, D. 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi no. 125 BBIHP. Bogor. Somaatmadja, D. A. S., Herman. 1984. Kemungkinan Penganekaragaman Pala. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Departemen Perindustrian, Bogor. Syukur, C. dan Hernani. 2002. Budi Daya Tanaman Obat Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Teranishi, R. dan S. Kint. 1993. Sample Preparation. In T.E. Acree and R. Teranishi, eds. Flavor Science Sensible Principles and Techniques. ACS Professional Reference Book, Washington DC Wallis, T.E. 1960. Text Book of Pharmacognosy. J & A Churchill Ltd, London. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta. Zook, K. L dan H. J. Pearce. 1988. Quantitative Descriptive Analysis of Food. Di dalam Moskowitz (ed). Applied Sensory Analysis of Foods. CRC Press inc, Florida.
LAMPIRAN
Lampiran l. Diagram Pengolahan Buah Pala*
Bentuk Produk Manisan Fruit salad Sirup Jelly Jem Chutney
Daging
Minyak Fuli
PALA
Fuli
Bungkil Oleoresin Mentega Fuli
Biji
Tempurung
Daging Biji Pala
Konsumen Industri Pangan Industri Pangan Industri Pangan Industri Pangan Industri Pangan Industri Pangan
Industri Pangan Industri Pakan Industri Pangan Industri Kosmetik
Industri Kimia
Minyak Pala Bungkil Oleoresin Mentega Pala
*Gambar 1. Pohon Industri Pala (Somaatmadja dan Herman, 1984).
Industri pangan Industri Pakan Industri Pangan Industri Kosmetik
Lampiran 2. Contoh Format Isian Seleksi Uji Segitiga Nama Panelis Tanggal Pengujian Alamat Panelis No. Telp/HP Waktu Pengujian Usia Jenis kelamin Instruksi
: : : : : : : P/L : * Berikut ini disajikan 4 set contoh uji yang masing-masing berisi 3 larutan contoh *Anda diminta menentukan salah satu contoh yang berbeda pada setiap set dengan cara :
1. Bauilah setiap contoh dengan mengibas-ngibaskan udara diatas botol kearah hidung dengan tangan, lakukan selama 3 detik. 2. Nyatakan salah satu contoh yang berbeda dengan memberikan tanda ( ) ada kolom respon. 3. Istirahat selama 30 detik sebelum menguji contoh yang lain. Set Pengujian
Kode sampel
I
546
Respon
987 973 II
908 876 765
III
980 453 654
IV
656 675 564
Jika anda dinyatakan lulus seleksi, apakah anda bersedia untuk mengikuti pelatihan panelis (ya/tidak) Terima kasih
Lampiran 3. Hasil seleksi panelis dengan uji segitiga dan kesediaan Panelis No
Nama Panelis
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Maya Arsanti Putut sri kustiati M.Yunus Syafrisal Sandra dini utami Dwi febrianti Dwi rahma tanti Novia kusuma D Galang topano Irwansyah Riski tri Andana Sari Rahayu Rara ayu Putri herliani Nurul facriah Firda mufarida Firda ferdika Sopian ari saputra Ferdiyansyah Chairul iksan Dea Anugrah Nisa nurul isnaeni Amanda melianti Listiana s Hasna dian Z Maulida Nesya Wahyu Indah Rina saidah Zulfa Nurani Diana safitri
75% 100% 25% 25% 100% 25% 50% 50% 100% 50% 100% 75% 100% 50% 25% 50% 25% 50% 25% 25% 100% 25% 50% 25% 50% 50% 25% 50% 75% 50%
75% 100% 75% 25% 75% 25% 25% 50% 100% 25% 100% 25% 100% 50% 25% 25% 25% 100% 50% 100% 25% 25% 25% 50% 50% 25% 25% 50% 25% 50%
75% 100% 50% 25% 87,5% 25% 37,5% 50% 100% 37,5% 100% 50% 100% 50% 25% 37,5% 25% 75% 37,5% 62.5% 62.5% 25% 37,5% 37,5% 50% 37,5% 25% 50% 50% 50%
Kesediaan mengikuti training Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya
Lampiran 4. Contoh format isian pelatihan uji deskripsi aroma Nama Lengkap : Tanggal
:
Alamat
:
No.Telp
:
Waktu
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: P/L
Instruksi
: Nyatakan aroma yang berhasil anda identifikasi dari 7 contohsampel yang disajikan dengan cara :
1. Bauilah setiap contoh dengan mengibas-ngibaskan udara diatas botol ke arah hidung dengan tangan, lakukan selama 3 detik. 2. Nyatakan aroma yang berhasil anda identifikasi pada kolom respon. 3. Istirahat selama 30 detik sebelum menguji contoh yang lain.
Kode
Respon
576
…………………………………………………………….
768
.……………………………………………………………
761
.……………………………………………………………
576
…………………………………………………………….
576
…………………………………………………………….
Lampiran 5. Contoh format isian pelatihan uji rangking Nama lengkap Tanggal Alamat No.Telp/HP Waktu Usia Jenis Kelamin Instruksi
: : : : : : : P/L : Nyatakan aroma yang berhasil anda identifikasi dari setiap set contoh sampel
1. Bauilah setiap contoh dengan mengibas-ngibaskan udara diatas botol ke arah hidung dengan tangan, lakukan selama 3 detik. 2. Setelah mencium satu set contoh, urutkan peringkat aroma dari 1 s/d 5, dengan nilai 1 untuk sampel dengan intensitas tertinggi. 3. Netralkan dengan menghirup segelas air sebelum menguji contoh yang lain.
Aroma
Peringkat
Spicy (pedas)
788
769
987
432
454
Warmly (hangat)
699
809
756
978
923
Camphoraceous (Aroma Kamfer)
767
321
238
921
256
Sweet (manis)
456
768
567
348
913
Pungent (menyengat, menususk)
378
817
670
489
279
Lampiran 6. Contoh format isian pelatihan uji skoring aroma Nama Lengkap Tanggal Alamat No.Telp/HP Waktu Usia Jenis Kelamin Instruksi
: : : : : : : P/L : Beri penilaian intensitas aroma sampel dengan membandingkan intensitas standar aroma terhadap intensitas aroma sampel, dengan cara :
1. 2.
Buka tutup botol larutan standar Baui larutan standar yang mempunyai intensitas terkecil terlebih dahulu dengan mengibas-ngibaskan udara diatas botol ke arah hidung dengan tangan, selama 5 detik. 3. Baui sampel selama 5 detik, bandingkan aroma dan nilai intensitas aroma standar yang diberikan dengan intensitas aroma sampel, kemudian beri penilaian terhadap aroma sampel dengan memberikan tanda (X) pada garis intensitas. 4. Istirahat selama 30 detik sebelum menguji contoh yang lain.
Sampel P0 Aroma : Spicy (pedas) Lemah
40
60
Kuat
Aroma : Warmly (hangat) Lemah
40
60
Kuat
Aroma : Camphoraceous (aroma kamfer) Lemah 10 30 Aroma : Sweet (manis) Lemah
Kuat
40
60
Kuat
Aroma : Pungent (hangat) Lemah 40
60
Kuat
Lampiran 7. Contoh format isian In-Depth Interview Nama lengkap Tanggal Alamat No.Telp/HP Waktu Usia Jenis Kelamin Instruksi
: : : : : : : P/L : Panelis diminta melakukan instruksi dan menjawabpertanyaan yang dibacakan oleh moderator.
1. Panelis diminta mencium contoh dan menyatakan bau apa saja yang berhasil teridentifikasikasi sebanyak-banyaknya dengan bahasa sendiri. 2. Panelis mengulangi mencium contoh dan menyatakan bau lain yang berhasil teridentifikasi. 3. Panelis beristirahat selama 1 menit sebelum menguji contoh yang lain. Aroma 1. Contoh 679 …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. 2. Contoh 896 …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. 3. Contoh 345 …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. 4. Contoh 456 …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………………. 5. Contoh 236 .………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………………….
Lampiran 8. Contoh format isian uji deskripsi QDA aroma Nama lengkap Tanggal Alamat No.Telp/HP Waktu Usia Jenis Kelamin Instruksi :
: : : : : : : P/L Beri penilaian intensitas aroma sampel dengan membandingkan intensitas standar aroma terhadap intensitas aroma sampel, dengan cara :
1. Buka tutup botol larutan standar 2. Baui larutan standar yang mempunyai intensitas terkecil terlebih dahulu dengan mengibas-gibaskan udara diatas botol ke arah hidung dengan tangan, selama 5 detik. 3. Baui sampel selama 5 detik, bandingkan aroma dan nilai intensitas aroma standar yang diberikan dengan intensitas aroma sampel, kemudian beri penilaian terhadap aroma sampel dengan memberikan tanda (X) pada garis intensitas. 4. Istirahat selama 30 detik sebelum menguji contoh yang lain. Aroma : Spicy (pedas) Sampel : 561 Lemah 40
60
kuat
Sampel : 567 Lemah
40
60
kuat
Sampel : 980 Lemah
40
60
kuat
Sampel : 557 Lemah
40
60
kuat
Sampel : 501 Lemah
40
60
kuat
Aroma : Camphoraceous (aroma kamper) Sampel : 571 Lemah 10 30
kuat
Sampel : 534 Lemah 10
30
kuat
Sampel : 361 Lemah 10
30
kuat
Lampiran 9. Prosedur analisis sifat fisik dan kimia minyak pala a. Kadar Air (AOAC, 1984) Air dalam jaringan tanaman diekstrak dengan cairan yang saling tidak melarutkan sehingga membentuk dua fasa. Kadar air minyak ditentukan dengan metode Afhausher. Ke dalam erlenmeyer 250 ml, dimasukkan bahan sebanyak 10 gram yang ditimbang secara teliti. Kemudian ditambahkan toluen sampai bahan terendam. Sambungkan erlenmeyer dengan afhausher kemudian refluks selama satu jam. Volume air yang terdestilasi dapat terbaca pada afhausher. Perhitungan : Kadar Air =
ml Air
X
100%
Bobot contoh b. Kadar Minyak Atsiri Kadar minyak atsiri dalam contoh dapat ditetapkan dengan cara pemisahan minyak dan komponen lainnya berdasarkan perbedaan titik didihnya, dengan penyulingan kohabasi. Prosedur Kerja Sejumlah 25 gram contoh, kemudian dimasukkan ke dalam labu didih dan ditambahkan 250 ml air suling. Setelah itu dipanaskan atau disuling selama 12 jam. Kemudian dibaca pada skala ml minyak tersuling. Perhitungan = Ml Minyak : bobot contoh c. Rendemen Minyak (SNI 06-3735-1998) Rendemen minyak ditentukan berdasarkan perbandingan antara volume minyak dengan dengan berat biji pala, yang diperoleh dengan menggunakan rumus : Re ndemen Minyak (% berat basah ) =
Volume Minyak ( ml ) x 100 % Berat bahan ( gram )
d. Bobot Jenis (SNI 06-3735-1998) Bobot jenis adalah perbandingan antara kerapatan minyak pada suhu 20oC terhadap kerapatan air suling pada suhu yang sama. menggunakan piknometer.
Ditentukan dengan
Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang, kemudian diisi dengan air dan dimasukkan ke dalam termostat yang telah tetap suhunya pada 20oC selama 15 menit. Isi air dalam piknometer ditetapkan. Piknometer diangkat dan dikeringkan bagian luarnya pada suhu kamar, kemudian ditimbang. Pengerjaan ini diulang dengan menggunakan minyak pala sebagai pengganti air. Perhitungan menurut rumus berikut ini : Bobot jenis ( BJ ) min yak =
Bobot min yak ( gram) Bobot air suling ( gram)
BJ (25 / 25 o C ) = BJ (t ) + 0.00082(t − 25) Dimana : BJ (t)
= bobot jenis minyak pada suhu pengukuran t
0.00082 = faktor koreksi bobot jenis minyak pala untuk perubahan suhu 1oC e. Indeks Bias (SNI 06-3735-1998) Jika cahaya datang dan menembus dua media dengan kerapatan berbeda, maka akan dibelokkan atau dibiaskan menuju garis normal. Rumus pembiasan :
Sin i N = Sin r n
Dimana : N = indeks bias media lebih rapat n = indeks bias media kurang rapat i = sudut antar sinar datang dengan garis normal r = sudut bias Cara kerjanya sebagai berikut : prisma pada refraktormeter dibersihkan dengan alkohol, kemudian di atas prisma diteteskan minyak dengan menggunakan pipet tetes. Prisma dirapatkan dan diatur slide-nya sehingga diperoleh garis batas yang jelas antara terang dan gelap. Saklar diatur sampai garis batas berimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan, indeks bias dibaca. Perhitungan : Indeks Bias (25 o C ) = n1 − 0.0004 (t − 25) Dimana : T
= suhu kamar (oC)
n1
= indeks bias pada suhu kamar
0.0004 = faktor koreksi minyak pala terhadap suhu yang nilainya dapat berubah sesuai dengan suhu yang dipakai f. Putaran Optik (SNI 06-3735-1998) Pada setiap jenis minyak mempunyai atom C kiral akan memutar bidang polarisasi cahaya. Bila arah ke kanan (dextro rotary) bertanda positif, dan jika berputar ke arah kiri (levo rotary) bertanda negatif. Cara kerjanya, antara lain : 1. Sumber cahaya dinyalakan sampai diperoleh kilauan penuh pada alat polarimeter. 2. Tabung polari diisi dengan minyak pala sampai penuh dan diusahakan jangan sampai ada gelembung udara. 3. Ditempatkan dibawah alat pemeriksa di anatara analizer dan polarizer. 4. Analizer diputar-putar sampai diperoleh lapang pandang yang terletak antara gelap dan terang. 5. Dibaca putar optik dari minyak pala pada alat polarimeter. 6. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap air suling. Perhitungan : Putaran Optik (o) = Pembacaan contoh − pembacaan blanko
g. Kelarutan dalam alkohol 90% (SNI-06-3735-1998) Kelarutan minyak dalam alkohol dapat dilihat dari seberapa jauh minyak tersebut larut dalam alkohol sampai jernih dengan perbandingan tertentu. Satu mililiter minyak pala dimasukkan ke dalam tabung berskala, kemudian ditambahkan 1 ml alkohol dan dikocok sampai jernih. Jika tidak jernih ditambahkan alkohol lagi sampai jernih (tiap penambahan dengan 1ml alkohol). Perhitungan : ml min yak : ml alkohol
h. Sisa Penguapan (SNI 06-3190-1998) Sisa penguapan minyak atsiri adalah banyaknya sisa dari minyak tersebut setelah mengalami penguapan dinyatakan dalam persen bobot/bobot. Senyawa yang tidak menguap didapat dengan menguapkan minyak atsiri di atas penangas air.
Cara kerjanya : Cawan porselin untuk contoh ditimbang, contoh minyak atsiri sebanyak 5 gram ditimbang di cawan porselin dan dimasukkan ke oven. Kemudian diuapkan hingga beratnya konstan.
Sisa PenguapanUap (% bobot / bobot ) =
W2 x 100% W1
Dimana : W2 = berat sisa penyulingan (gram) W1 = berat contoh (gram) i. Bilangan Asam (Guenther, 1952) Prinsip analisa ini adalah menentukan jumlah mg NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gr minyak . Sebanyak 2.5 gram minyak dimasukkan kedalam labu penyabunan 100 ml. Ditambahkan 15 ml alkohol 95 % dan 3 tetes larutan fenoftahlein 1 %. Asam bebas dititrasi dengan larutan standar NaOH 0.01 N. Penambahan tetes alkali yang baik sewaktu titrasi adalah kira-kira 30 tetes per menit. Isi labu harus digoyangkan terus selama titrasi berlangsung. Warna merah yang timbul pertama kali dan tidak hilang dalam 10 detik menunjukkan titik akhir titrasi. Perhitungan : Bilanganasam =
40xmlNaOHxNNaOH beratcontoh( gr )
j. Bilangan Ester (Guenther, 1952) Prinsip analisis ini adalah menentukan jumlah mg NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 gram minyak. Caranya, kedalam labu penyabunan dimasukkan 1.5 gram minyak. Ditambahkan 5 ml alkohol 95% dan 3 tetes fenoftalein, dinetralkan asam bebas dengan larutan NaOH 0.01 N. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan NaOH 0.5 N beralkohol. Kemudian direfluks selama 1 jam di atas penangas. Setelah itu dibiarkan sampai dingin pada suhu kamar selama 15 menit. Sisa alkali dititrasi dengan HCl 0.5 N. Diperlukan juga blangko untuk menentukan jumlah alkali. Perhitungan :
Bilanganester = Dimana : b = jumlah ml titrasi blanko a = jumlah ml titrasi contoh
40 x(b − a) xNHCl gramcontoh
Lampiran 10. Prosedur Analisis Proksimat biji dan fuli pala 1. Kadar Protein (Metode Semi Mikro Kjehdal) (AOAC, 1990) Sampel sebanyak 0,1 gram yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, 1 gram katalis dan batu didih. Sampel didihkan selam 1 – 1,5 jam atau sampai cairan berwarna jernih.
Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya
dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%, kemudian dibilas dengan air suling. Labu Erlenmeyer berisi HCl 0,02 N diletakkan dibawah kondensor, sebelumnya ditambahkan kedalamnya 2-4 tetes indicator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02 dalam alkohol dengan perbandingan 2 :1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl kemudian dilakukan destilasi sampai sekitar 25 ml destilat dalam labu Erlenmeyer.
Ujung kondensor dibilas
dengan sedikit air destilata dan biasanya ditampung dalam Erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau menjadi ungu. Penetapan blangko dilakukan dengan cara yang sama. Kadar Pr oteinKasar (%) =
( y − z )xNx0,014 x6,25 x100% W
2. Kadar Abu (AOAC) Sampel sebanyak 2 gram ditempatkan dalam cawan porselin dan dimasukkan dalam tanur bersuhu 600 oC. Proses pengabuan dilakukan selama 2 jam, kemudian sample dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan lalu ditimbang. KadarAbu (% ) =
a−b x100% a
Dimana : a = Bobot awal sampel (gram) b= Bobot akhir sample (gram) 3. Kadar Lemak (AOAC, 1990) Labu berisi batu didih dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dan ditimbang. Contoh bebas air yang akan ditentukan kadar minyaknya sebanyak 2-3 gr dibungkus dengan kertas saring.
Selanjutnya contoh
dimasukkan kedalam soxlet apparatus dengan pelarut organic misalnya
petroleum eter atau n-heksana diatas penangas air selama 8 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan pelarutnya dengan cara diangin-anginkan, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC sampai bobotnya konstan. KadarLemak =
B 2 − B1x100% G
Keterangan : B1 = Berat labu kosong + batu didih B2 = Berat labu dan ekstraksi minyak G = Berat contoh
Lampiran 11a. Laju penyulingan minyak tiap 1 jam pada berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Volume minyak Biji pala Muda Biji pala polong tersuling (ml) (bejo) (ml) (ml) pada jam ke 1 80 52 2 25 18 3 23 17 4 15 12 5 10 9 6 7 6.5 7 4.2 2.8 8 3.4 1.8 9 2.1 1.1 10 1.8 0.9 171.5 121.1 Jumlah Minyak (ml) *) Berat Biji Pala = 1,0 kg, **) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Biji pala Tua (ml) 47 10 7 5 3.5 2.1 1.1 0.7 0.5 0.3 77.2
Biji Bejo : Polong : Tua (ml) 50.5 17 14 11 8.9 5.9 2.8 1.6 0.9 0.7 113.3
Lampiran 11b Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan 0 atm
Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Suhu Ketel (oC) I II 27 27 99 99 99 100 100 100 100 99 100 100 100 99 100 100 100 99 100 100 100 99
Suhu destilat (oC) I II 28 27 35 34 34 33 32 31 34 33 34 33 33 33 34 33 33 33 32 31 33 33
Laju air kondensor I II 0.09 0.09 0.1 0.09 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.1 0.2 0.2 0.2 0.1 0.2 0.2 0.2 0.1 0.2 0.2 0.2 0.1
Suhu air keluar kondensor (oC) I II 48 50 49 50 49 49 50 51 51 51 51 51 50 51 51 51 50 51 50 53 53 52
Lampiran 12a. Data rendemen minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala
Ulangan 1 Ulangan 2 (% v/w) (% v/w) Biji pala Muda 17.13 17.17 Biji pala polong 11.51 12.71 Biji pala Tua 7.61 7.71 Biji Bejo : Polong : Tua 11.1 11.57 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg **) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Rata-rata (% v/w) 17.15 12.11 7.72 11.33
Lampiran 12b. Analisa Keragaman rendemen minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: RENDEMEN Sum of Squares
Source
DF
Mean Square
Model
3
91.59233750
30.53077917
Error
4
0.83625000
0.20906250
Corrected Total
7
92.42858750
F Value
Pr >F
146.04
0.0002
R-Square
Coeff Var
Root MSE
RENDMN Mean
0.990952
3.790144
0.457234
12.06375
Source
DF
Mutu biji Pala
3
Anova SS 91.59233750
Mean Square 30.53077917
F Value 146.04
Pr >F 0.0002
Lampiran 12c. Analisa Duncan rendemen minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for RENDEMEN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.209063 Number of Means Critical Range
2 1.269
3 1.297
4 1.304
Means with the same letter are not significantly different. Mutu Duncan Grouping Mean N Biji Pala A
17.1500
2
B1
B B B
12.1100
2
B2
11.3350
2
B4
C
7.6600
2
B3
Lampiran 13a. Hasil analisa bobot jenis minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala
Ulangan 1 (25 oC/25 oC)
Ulangan 2 (25 oC/25 oC)
Rata-rata
0.878 0.876 0.884 0.885
0.877 0.876 0.885 0.884
Biji pala Muda (bejo)
0.875 Biji pala polong 0.876 Biji pala Tua (kilat) 0.886 Biji Bejo : Polong : Tua 0.883 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 13b. Analisa Keragaman bobot jenis minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: BOBOT JENIS DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
3
0.00013737
0.00004579
21.55
0.0062
Error
4
0.00000850
0.00000212
Corrected Total
7
0.00014587
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
BJENIS Mean
0.941731
0.165581
0.001458
0.880375
Source
DF
Mutu Biji Pala
3
Anova SS 0.00013737
Mean Square
F Value
0.00004579
21.55
Pr >F 0.0062
Lampiran 13c. Analisa Duncan bobot jenis pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for BOBOT JENIS NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 2.125E-6 Number of Means Critical Range
2 .004047
3 .004136
4 .004157
Means with the same letter are not significantly different. Mutu Biji Pala
Duncan Grouping
Mean
N
A A A
0.885000
2
B3
0.884000
2
B4
B B B
0.876500
2
B1
0.876000
2
B2
Lampiran 14a. Hasil analisa indeks bias minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala Biji pala Muda (bejo)
Ulangan 1 (n25 D)
Ulangan 2 (n25 D)
Rata-rata
1.475 1.475 1.476 1.477
1.475 1.475 1.477 1.476
1.475 Biji pala polong 1.475 Biji pala Tua 1.477 Biji Bejo : Polong : Tua 1.475 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 14b. Analisa keragaman indeks bias minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: INDEKS BIAS DF
Sum of Squares
Model
3
3.375E-6
Error
4
2.5E-6
Corrected Total
7
5.875E-6
Source
Source Mutu biji Pala
Mean Square
F Value
1.125E-6
1.80
Pr > F 0.2867
6.25E-7
R-Square
Coeff Var
Root MSE
INDEKSB Mean
0.574468
0.053575
0.000791
1.475625
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
3
3.375E-6
1.125E-6
1.80
0.2867
Lampiran 14c. Analisa Duncan indeks bias minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for INDEKS BIAS NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 4 6.25E-7
Number of Means 2 3 4 Critical Range .002195 .002243 .002255 Means with the same letter are not significantly different. Mutu bIJI Pala
Duncan Grouping
Mean
N
A A A A A A A
1.4765000
2
B3
1.4760000
2
B4
1.4750000
2
B1
1.4750000
2
B2
Lampiran 15a. Hasil analisa putaran optik minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala Ulangan 1 Biji pala Muda (bejo) +18 Biji pala polong +21 Biji pala Tua +25 Biji Bejo : Polong : Tua +19 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
Ulangan 2 +17 +21.5 +23 +18
Rata-rata +17.5 +21.25 +24 +18.5
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 15b.
Analisa keragaman putaran optik minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: P_Optik DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
3
51.34375000
17.11458333
21.91
0.0061
Error
4
3.12500000
0.78125000
Corrected Total
7
54.46875000
Source
R-Square 0.942628 Source Mutu Biji Pala
Coeff Var 4.351426
Root MSE 0.883883
P_Optik Mean 20.31250
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
3
51.34375000
17.11458333
21.91
0.0061
Lampiran 15c. Analisa Duncan putaran optik minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for P_Optik NOTE:This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 2.454
0.05 4 0.78125 3 2.508
4 2.521
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Mutu biji Pala
A
24.0000
2
B3
B
21.2500
2
B2
C C C
18.5000
2
B4
17.5000
2
B1
Lampiran 16a. Hasil analisa kelarutan dalam alkohol minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala Ulangan 1 Biji pala Muda (bejo) 1: 2 Biji pala polong 1:2 Biji pala Tua 1:1 Biji Bejo : Polong : Tua 1:1 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
Ulangan 2 1: 2 1:2 1:1 1:1
Rata-rata 1:2 1:2 1:1 1:1
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 16b. Analisa keragaman kelarutan dalam alkohol minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: KELARUTAN DALAM ALKOHOL DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
3
0.50000000
0.16666667
Infty
<.0001
Error
4
0.00000000
0.00000000
Corrected Total
7
0.50000000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
KLARUT Mean
1.000000
0
0
0.750000
Source
DF
Mutu biji Pala
3
Anova SS 0.50000000
Mean Square
F Value
0.16666667
Infty
Pr >F <.0001
Lampiran 16c. Analisa Duncan kelarutan dalam alkohol minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for KELARUTAN DALAM ALKOHOL NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0 Number of Means Critical Range
2 0
3 0
4 0
Means with the same letter are not significantly different. Mutu biji Pala
Duncan Grouping
Mean
N
A A A
1.000
2
B3
1.000
2
B4
B B B
0.500
2
B1
0.500
2
B2
Lampiran 17a. Hasil analisa sisa penguapan minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala Ulangan 1 Biji pala Muda (bejo) 0.57 Biji pala polong 1.63 Biji pala Tua 2.51 Biji Bejo : Polong : Tua 2.38 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
Ulangan 2 0.59 1.8 2.59 2.43
Rata-rata 0.58 1.72 2.55 2.40
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 17b. Analisa keragaman sisa penguapan minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: SISA PENGUAPAN DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
3
4.84705000
1.61568333
338.36
<.0001
Error
4
0.01910000
0.00477500
Corrected Total
7
4.86615000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
UAP Mean
0.996075
3.812490
0.069101
1.812500
Source
DF
Mutu Biji Pala
3
Anova SS 4.84705000
Mean Square
F Value
1.61568333
338.36
Pr >F <.0001
Lampiran 17c. Analisa Duncan sisa penguapan minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for SISA PENGUAPAN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.004775 Number of Means Critical Range
2 .1919
3 .1961
4 .1971
Means with the same letter are not significantly different. Mutu Biji Pala
Duncan Grouping
Mean
N
A A A
2.55000
2
B3
2.40500
2
B4
B
1.71500
2
B2
C
0.58000
2
B1
Lampiran 18a. Hasil analisa bilangan asam minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala Ulangan 1 Biji pala Muda (bejo) 1.08 Biji pala polong 1.35 Biji pala Tua 1.45 Biji Bejo : Polong : Tua 1.42 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
Ulangan 2 1.06 1.38 1.41 1.42
Rata-rata 1.07 1.36 1.43 1.42
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 18b.
Analisa keragaman bilangan asam minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: BILANGAN AsAM DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
3
0.17525000
0.05841667
155.78
0.0001
Error
4
0.00150000
0.00037500
Corrected Total
7
0.17675000
Source
R-Square 0.991513 Source Mutu biji Pala
Coeff Var 1.464266
Root MSE 0.019365
B_Asam Mean 1.322500
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
3
0.17525000
0.05841667
155.78
0.0001
Lampiran 18c. Analisa Duncan bilangan asam minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for BILANGAN AsAM
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.000375 Number of Means Critical Range
2 .05377
3 .05494
4 .05523
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Mutu Biji Pala
A A A
1.43000
2
B3
1.42500
2
B4
B
1.36500
2
B2
C
1.07000
2
B1
Lampiran 19a. Hasil analisa bilangan ester minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Kelas mutu biji pala Ulangan 1 Biji pala Muda (bejo) 5.52 Biji pala polong 5.53 Biji pala Tua 7.52 Biji Bejo : Polong : Tua 7.23 Sistem : Berat Bahan Baku = 1 kg
Ulangan 2 5.56 6.41 7.54 7.26
Rata-rata 5.54 5.97 7.33 7.24
**) perbandingan biji pala muda : polong: Tua ( 3 : 3 : 4)
Lampiran 19b. Analisa keragaman bilangan ester minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Dependent Variable: BILANGAN EsTER DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
3
4.88923750
1.62974583
16.77
0.0099
Error
4
0.38865000
0.09716250
Corrected Total
7
5.27788750
Source
Source Mutu Biji Pala
R-Square
Coeff Var
Root MSE
B_Ester Mean
0.926363
4.779896
0.311709
6.521250
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
3
4.88923750
1.62974583
16.77
0.0099
Lampiran 19c. Analisa Duncan bilangan ester minyak pala dari berbagai kelas mutu pada tekanan 0 atm Duncan's Multiple Range Test for BILANGAN ESTER NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.097163 Number of Means Critical Range
2 .8654
3 .8844
4 .8889
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Mutu Pala
A A A
7.3300
2
B3
7.2450
2
B4
B B
5.9700 5.5400
2 2
B2 B1
Lampiran 20. Hasil uji kesukaan terhadap aroma minyak pala
Panelis
Biji pala Muda
Biji pala polong
Biji pala tua
Biji pala muda : polong : tua
1. Maya Arsanti 2. Putut Sri Kustiati 3. M. Yunus 4. Syafrisal 5. Sandra Dini Utami 6. Dwi Febrianti 7. Dwi Rahma Tanti 8. Novia Kusuma D 9. Galang Topano 10. Irwansyah 11. Risky Tri Andana 12. Sari Rahayu 13. Rara Ayu 14. Putri Herliani 15. Nurul Fachriah 16. Firda mufarida 17. Firda ferdika 18. Sopian ari saputra 19. Ferdiyansyah 20. Chairul iksan 21. Dea Anugrah 22. Nisa nurul isnaeni 23. Amanda melianti 24. Listiana s 25. Hasna dian Z 26. Maulida Nesya 27. Wahyu Indah 28. Rina saidah 29. Zulfa Nurani 30. Diana safitri Total Rata-rata
5 5 5 3 5 5 5 6 5 4 6 2 5 6 3 4 7 5 4 4 3 6 5 4 4 3 2 5 5 4 135 4.5
5 5 6 4 4 4 5 6 6 5 5 3 4 5 4 6 2 6 5 3 3 4 6 5 5 5 5 4 5 4 139 4.6
7 7 6 7 6 7 6 7 6 7 7 5 7 6 7 7 5 7 6 5 6 5 6 7 7 6 7 6 7 7 182 6.1
6 5 5 6 7 5 5 3 4 4 6 7 6 3 4 5 5 4 4 4 3 2 5 5 4 5 5 6 6 5 144 4.8
Lampiran 21. Kromatogram Standar Hasil Analisis GC
D-2500 Method : M.PALA TAG : 2 CH : 1 File : 1 CALC-METHOD :AREA% TABLE: 0 CONC: AREA NO 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 25 TOTAL
RT 0.64 0.68 0.90 1.02 1.09 1.24 1.46 1.72 2.20 2.41 2.91 3.77 4.23 4.93 5.42 5.98 6.41 6.86 7.71 8.46 10.02 11.26 13.23
PEAK REJ :
AREA 17437815 3882226 154222 406878 600182 584395 749048 5578626 1362223 356281 362575 232985 2064613 118322 180986 514340 72558 412496 348451 1036900 515225 9210121 61601 46243069 50000
CONC 37.709 8.395 0.334 0.880 1.298 1.264 1.620 12.064 2.946 0.770 0.784 0.504 4.465 0.256 0.391 1.112 0.157 0.892 0.754 2.242 1.114 19.917 0.133 100.000
BC BV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV TVV
Lampiran 22. Kromatogram Minyak pala dengan bahan baku biji pala muda : biji pala polong : biji pala tua (kilat)
D-2500 Method : M.PALA TAG : 2 CH : 1 File : 1 CALC-METHOD :AREA% TABLE: 0 CONC: AREA NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 23 24 25 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 TOTAL
RT 0.72 0.94 1.08 1.16 1.32 1.56 1.92 2.37 2.59 3.24 3.72 3.99 4.48 5.14 5.69 6.23 7.06 7.30 8.08 8.72 10.35 11.80 13.50 19.23 19.90 20.43 20.68 20.95 21.20 21.44 21.95 22.20 22.47 22.74 22.98 24.27
PEAK REJ :
AREA 19933216 280319 734633 1028357 1048548 1390646 12031563 4100435 1276608 80161 105950 196032 5464990 135525 214024 872968 286674 239910 246153 2046095 814130 16986716 3080085 498892 166864 73894 76132 70743 69246 140343 73354 61341 62583 60478 55578 1074396 46243069 50000
CONC 26.554 0.373 0.334 1.370 1.397 1.851 16.026 5.462 1.700 0.107 0.141 0.261 7.278 0.181 0.285 1.162 0.382 0.320 0.320 2.725 1.084 22.626 4.103 0.665 0.222 0.099 0.101 0.095 0.092 0.187 0.098 0.082 0.083 0.080 0.074 1.431 100.000
BC BV VV VV VV VV VV VV VV VV TVB VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV
Lampiran 23. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda (Bejo).
D-2500
00/00/00
File : 0 CALC – Method : AREA% TABLE: No. 3 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 23 24 25 27 28 29 30 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
RT 0.58 0.79 0.96 1.08 1.22 1.93 2.18 2.46 3.09 3.46 4.21 4.72 5.48 6.31 7.90 8.69 9.26 12.34 13.87 14.83 16.60 17.43 18.70 18.91 22.23 22.50 22.76 23.02 23.27 23.52 23.78 24.04 24.28 24.54 25.72 Total
AREA 100 conc 2480199 11.059 5057692 22.551 1726459 7.698 1251072 5.578 991908 4.423 78834 0.352 228924 1.021 436603 1.947 172604 0.770 702523 3.132 2704832 12.060 29218 0.130 877510 3.913 405536 1.808 41763 0.186 21242 0.095 1074287 4.790 84985 0.379 41967 0.187 305181 1.361 101702 0.453 2740412 12.219 124191 0.554 335155 1.494 17428 0.078 16184 0.072 16709 0.075 16740 0.075 16438 0.073 14326 0.064 15259 0.068 13948 0.062 13261 0.059 23125 0.103 249392 1.112 22427609 100.000 PEAK REJ : 10000
0 CONC :AREA BC VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV TBB VV VV VV VV VV VB BV VV VV VB BV VV VV VB BV VV VV VV VV VV VV VV VV
Keterangan Tabel : No.3,4,6
= Pelarut
No.13
= Kamfen
No.14
= Simen
No.16
= α-pinen
No.17
= linalool
No.20
= Borneol
No.23
= Terfineol
No.24
= eugenol
No.25
= farnesol
No.28
= miristisin
No.29
= isoeugenol
Lampiran 24. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Polong
D-2500
00/00/00
File : 0 CALC – Method : AREA% TABLE: No. 3 4 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 23 24 25 26 27 28 29 30 31 34
RT 0.57 0.76 0.92 1.04 1.18 1.88 2.14 2.41 3.06 3.44 4.22 4.70 5.52 6.38 7.99 8.78 9.37 11.59 12.44 13.48 13.98 14.92 15.91 16.74 17.58 18.80 25.78 Total
AREA 100 conc 3888532 10.445 8039221 21.594 2795681 7.509 2001742 5.377 1650927 4.434 150459 0.404 448045 1.203 613886 1.649 321659 0.864 1001084 2.689 4610916 12.385 68330 0.184 1269212 3.409 686245 1.843 80202 0.215 46163 0.124 2073648 5.570 11921 0.032 261750 0.703 33688 0.090 100509 0.270 432483 1.162 90958 0.244 252952 0.679 5774880 15.512 351911 0.945 172384 0.463 37229379 100.000 PEAK REJ : 10000
0 CONC :AREA BC VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV TBB VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV BB
Keterangan Tabel : No.3,4, dan 6 = Pelarut No.13
= Kamfen
No.14
= Simen
No.16
= α-pinen
No.17
= linalool
No.20
= Borneol
No.24
= Terfineol
No.26
= eugenol
No.27
= farnesol
No.30
= miristisin
No.31
= isoeugenol
Lampiran 25. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Tua (Kilat)
D-2500 File : 0 CALC – Method : AREA% TABLE: No. RT AREA 100 conc 3 0.62 7190852 10.792 4 0.98 20478093 30.734 5 1.03 3913377 5.873 6 1.16 3018804 4.531 7 1.84 237088 0.356 8 2.08 754128 1.132 9 2.35 845910 1.270 10 2.98 704650 1.058 11 3.34 1235122 1.854 12 4.06 6084502 9.132 13 4.06 169721 0.255 14 5.36 1596243 2.396 15 6.22 928442 1.393 16 7.44 12195 0,018. 17 7.85 105182 0.158 18 8,64 58453 0.088 19 9.22 3804173 5.709 20 10.39 14895 0.022 23 12.31 293352 0.440 24 13.44 59106 0.089 25 13.86 230604 0.346 26 14.83 574284 0.862 27 15.83 85350 0.128 28 16.62 360410 0.541 29 17.44 13245321 19.879 30 18.71 285648 0.429 31 20.48 26.638 0.040 34 24.80 80937 0.121 35 25.70 236123 0.354 Total 66629603 100.000 PEAK REJ : 10000
00/00/00 0 CONC :AREA BC VV VV VV VV VV VV VV VV VV VV TBB VV VV VV VV VV VV TBU VV VV VV VV VV VV VV TBB TBV BV VV
Keterangan Tabel : No.3,4,
= Pelarut
No.11
= Kamfen
No.12
= Simen
No.14
= α-pinen
No.15
= linalool
No.19
= Borneol
No.23
= Terfineol
No.25
= eugenol
No.26
= farnesol
No.29
= miristisin
No.30
= isoeugenol
Lampiran 26a. Laju penyulingan minyak biji pala tiap 1 jam dari tiap perlakuan Volume minyak tersuling (ml) P3 pada jam ke P0 P1 P2 P4 1 615 618 619 629 616 2 555 552 551 561 554 3 195 189 197 223 190 4 155 161 168 157 170 5 135 158 160 153 167 6 115 142 150 117 155 7 105 125 128 115 130 8 95 115 122 105 100 9 88 101 115 93 93 10 72 79 85 72 74 Jumlah 2130 2240 2295 2225 2249 *) Berat Biji Pala = 15 kg, Keterangan: *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm gauge selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm gauge dan 1 atm gauge sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm gauge dan 1,5 atm gauge sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm gauge sampai akhir penyulingan P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm gauge sampai akhir penyulingan
Lampiran 26b. Laju penyulingan minyak fuli pala tiap 1 jam dari tiap perlakuan Volume minyak P0 P1 P2 P3 P4 tersuling (ml) pada jam ke 1 635.9 642 648 663 637 2 583 581 578 591 589 3 208 195 212 238 201 4 178 188 198 179 183 5 159 172 177 157 179 6 137 159 164 147 168 7 118 141 153 136 157 8 107 137 139 129 124 9 100 121 127 109 107 10 87 109 114 94 103 Jumlah 2312.9 2445 2510 2443 2448 *) Berat fuli Pala = 15 kg Keterangan: *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm gauge selama 10 jam (kontrol). P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm gauge dan 1 atm gauge sampai akhir penyulingan P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm gauge dan 1,5 atm gauge sampai akhir penyulingan P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm gauge sampai akhir penyulingan
P4 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm gauge sampai akhir penyulingan
Lampiran 27a. Data rendemen minyak biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Ulangan 1 (% v/w) 13.83 14.67 15.49 14.95 15.11
Ulangan 2 (% v/w) 14.56 15.19 15.1 14.7 14.86
Rata-rata (% v/w) 14.20 14.93 15.30 14.83 14.99
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 27b. Analisa keragaman rendemen minyak biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: RENDEMEN
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
1.30444000
0.32611000
3.02
0.1285
Error
5
0.54020000
0.10804000
Corrected Total
9
1.84464000
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
RENDMN Mean
0.707152
2.214027
0.328694
14.84600
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
1.30444000
0.32611000
3.02
0.1285
Lampiran 27c. Analisa Duncan rendemen minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for RENDEMEN
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .8449
0.05 5 0.10804
3 .8712
4 .8824
5 .8864
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A A A
15.2950
2
P2
14.9850
2
P4
14.9300
2
P1
14.8250
2
P3
14.1950
2
P0
B B B B B B B
Lampiran 28a. Data rendemen minyak fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1 (% v/w) P0 15.13 P1 16.5 P2 16.6 P3 16.4 P4 16.43 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2 (% v/w) 15.7 16.09 16.85 16.16 16.2
Rata-rata (% v/w) 15.41 16.30 16.73 16.28 16.32
Lampiran 28b. Analisa keragaman rendemen minyak fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: RENDEMEN DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
1.84064000
0.46016000
6.91
0.0286
Error
5
0.33300000
0.06660000
Corrected Total
9
2.17364000
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
RENDMN Mean
0.846801
1.592433
0.258070
16.20600
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
1.84064000
0.46016000
6.91
0.0286
Lampiran 28c. Analisa Duncan rendemen minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for RENDEMEN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 5 Error Mean Square 0.0666 Number of Means Critical Range
2 .6634
3 .6840
4 .6928
5 .6959
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A A A
16.7250
2
P2
16.3150
2
P4
16.2950
2
P1
16.2800
2
P3
B
15.4150
2
P0
Lampiran 29a. Hasil analisa bobot jenis minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Ulangan 2 (25 oC/25 oC) 0.896 0.897 0.904 0.902 0.898
Ulangan 1 (25 oC/25 oC) 0.893 0.894 0.903 0.901 0.901
Rata-rata (25 oC/25 oC) 0.8945 0.8955 0.9035 0.9015 0.8995
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 29b. Analisa keragaman bobot jenis minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: BOBOT JENIS Source
Sum of Squares
DF
Mean Square
F Value
Pr >F
10.21
0.0127
Model
4
0.00011840
0.00002960
Error
5
0.00001450
0.00000290
Corrected Total
9
0.00013290
R-Square 0.890895 Source Tekanan
Coeff Var 0.189447
Root MSE 0.001703
B_Jenis Mean 0.898900
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.00011840
0.00002960
10.21
0.0127
Lampiran 29c. Analisa Duncan bobot jenis minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for BOBOT JENIS
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .004378
0.05 5 2.9E-6
3 .004514
4 .004572
5 .004592
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A
0.903500
2
P2
0.901500
2
P3
0.899500
2
P4
C C C
0.895500
2
P1
0.894500
2
P0
B B B
Lampiran 30a. Hasil analisa bobot jenis minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1 (25 oC/25 oC) P0 0.898 P1 0.902 P2 0.905 P3 0.902 P4 0.903 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2 (25 oC/25 oC) 0.896 0.902 0.907 0.904 0.905
Rata-rata (25 oC/25 oC) 0.897 0.902 0.906 0.903 0.904
Lampiran 30b. Analisa keragaman bobot jenis minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: BOBOT JENIS DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.00009040
0.00002260
14.12
0.0062
Error
5
0.00000800
0.00000160
Corrected Total
9
0.00009840
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
BJENIS Mean
0.918699
0.140172
0.001265
0.902400
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.00009040
0.00002260
14.12
0.0062
Lampiran 30c. Analisa Duncan bobot jenis minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for BOBOT JENIS NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 5 1.6E-6
Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .003252 .003353 .003396 .003411 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A
0.906000
2
P2
0.904000
2
P4
0.903000
2
P3
0.902000
2
P1
0.897000
2
P0
B B B B B
C
Lampiran 31a. Hasil analisa putaran optik minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
P0 P1 P2 P3 P4
+13 +8.9 +8 +9 +10
+15 +10 +8.2 +9.2 +11
+14 +9.45 +8.1 +9.1 +10.45
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 31b. Analisa keragaman putaran optik minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: PUTARAN OPTIK DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
41.41600000
10.35400000
16.46
0.0044
Error
5
3.14500000
0.62900000
Corrected Total
9
44.56100000
Source
R-Square 0.929423 Source Tekanan
Coeff Var 7.752641
Root MSE 0.793095
P_Optik Mean 10.23000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
41.41600000
10.35400000
16.46
0.0044
Lampiran 31c. Analisa Duncan putaran optik minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for PUTARAN OPTIK NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 2.039
0.05 5 0.629
3 2.102
4 2.129
5 2.139
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A
14.0000
2
P0
B B B B B
10.5000
2
P4
9.4500
2
P1
9.1000
2
P3
8.1000
2
P2
C C C C C
Lampiran 32a. Hasil analisa putaran optik minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1
P0 +13 P1 +9,0 P2 +8.2 P3 +9.1 P4 +10.2 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2
Rata-rata
+15 +11 +8.2 +9.3 +10
+14 +10 +8.2 +9.2 +10.1
Lampiran 32b. Analisa keragaman putaran optik minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: PUTARAN OPTIK DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
38.88000000
9.72000000
12.03
0.0089
Error
5
4.04000000
0.80800000
Corrected Total
9
42.92000000
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
OPTIK Mean
0.905871
8.727070
0.898888
10.30000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
38.88000000
9.72000000
12.03
0.0089
Lampiran 32c. Analisa Duncan putaran optik minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for PUTARAN OPTIK NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 2.311
0.05 5 0.808
3 2.383
4 2.413
5 2.424
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Tekanan A
14.0000
2
P0
B B B B B B B
10.1000
2
P4
10.0000
2
P1
9.2000
2
P3
8.2000
2
P2
Lampiran 33a. Hasil analisa indeks bias minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Ulangan 1 (n 25 D) 1.4739 1.4749 1.4758 1.4753 1.4748
Ulangan 2 (n 25 D) 1.4741 1.4753 1.4756 1.4752 1.4754
Rata-rata (n 25 D) 1.4740 1.4751 1.4757 1.4753 1.4751
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 33b. Analisa keragaman indeks bias minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: INDEKS BIAS DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
3.136E-6
7.84E-7
12.85
0.0077
Error
5
3.05E-7
6.1E-8
Corrected Total
9
3.441E-6
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
INDEKSB Mean
0.911363
0.016744
0.000247
1.475030
Source Tekanan
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
3.136E-6
7.84E-7
12.85
0.0077
Lampiran 33c. Analisa Duncan indeks bias minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for INDEKS BIAS
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .0006349
0.05 5 6.1E-8
3 .0006546
4 .0006630
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A A A
1.4757000
2
P2
1.4752500
2
P3
1.4751000
2
P4
1.4751000
2
P1
B
1.4740000
2
P0
5 .0006660
Lampiran 34a. Hasil analisa indeks bias minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1 (n 25 D) P0 1.4741 P1 1.4754 P2 1.4757 P3 1.4749 P4 1.4754 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2 (n 25 D) 1.4743 1.4752 1.4757 1.4749 1.4754
Rata-rata (n 25 D) 1.4742 1.4753 1.4757 1.4749 1.4754
Lampiran 34b. Analisa keragaman indeks bias minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: INDEKS BIAS DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
2.68E-6
6.7E-7
83.75
<.0001
Error
5
4E-8
8E-9
Corrected Total
9
2.72E-6
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
INDEKSB Mean
0.985294
0.006064
0.000089
1.475100
Source Tekanan
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
2.68E-6
6.7E-7
83.75
<.0001
Lampiran 34c. Analisa Duncan indeks bias minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for INDEKS BIAS NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .0002299
0.05 5 8E-9
3 .0002371
4 .0002401
5 .0002412
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A
1.4757000
2
P2
B B B
1.4754000
2
P4
1.4753000
2
P1
C
1.4749000
2
P3
D
1.4742000
2
P0
Lampiran 35a. Hasil analisa kelarutan dalam alkohol 90% minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
P0 P1 P2 P3 P4
1:2 1:1 1:1 1:2 1:1
1:2 1:1 1:1 1:2 1:1
1:2 1:1 1:1 1:2 1:1
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 35b. Analisa keragaman kelarutan dalam alkohol 90% minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: KELARUTAN DALAM ALKOHOL DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.60000000
0.15000000
Infty
<.0001
Error
5
0.00000000
0.00000000
Corrected Total
9
0.60000000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
KLARUT Mean
1.000000
0
0
0.800000
Lampiran 35c. Analisa Duncan kelarutan dalam alkohol 90% minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for KELARUTAN DALAM ALKOHOL NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
0.05 5 0
Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 0 0 0 0 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A
1.000
2
P4
1.000
2
P1
1.000
2
P2
B B B
0.500
2
P3
0.500
2
P0
Lampiran 36a. Hasil analisa kelarutan dalam alkohol 90% minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan
Ulangan 1
P0 1:2 P1 1:1 P2 1:1 P3 1:2 P4 1:1 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2
Rata-rata
1:4 1:1 1:1 1:2 1:1
1:3 1:1 1:1 1:2 1:1
Lampiran 36b. Analisa keragaman kelarutan dalam alkohol 90% minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: KELARUTAN DALAM ALKOHOL DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.77500000
0.19375000
31.00
0.0010
Error
5
0.03125000
0.00625000
Corrected Total
9
0.80625000
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
KLARUT Mean
0.961240
10.20090
0.079057
0.775000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.77500000
0.19375000
31.00
0.0010
Lampiran 36c. Analisa Duncan kelarutan dalam alkohol 90% minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for KLARUTAN DALAM ALKOHOL NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means 2 3 Critical Range .2032 .2095
0.05 5 0.00625 4 .2122
5 .2132
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A
1.00000
2
P4
1.00000
2
P1
1.00000
2
P2
B B B
0.50000
2
P3
0.37500
2
P0
Lampiran 37a. Hasil analisa sisa penguapan minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Ulangan 1 (%) 0.33 0.47 0.49 0.41 0.48
Ulangan 2 (%) 0.34 0.46 0.48 0.39 0.47
Rata-rata (%) 0.34 0.46 0.48 0.39 0.47
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 37b. Analisa keragaman sisa penguapan minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: SISA PENGUAPAN DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.03236000
0.00809000
101.12
<.0001
Error
5
0.00040000
0.00008000
Corrected Total
9
0.03276000
Source
R-Square 0.987790 Source Tekanan
Coeff Var 2.070433
Root MSE 0.008944
Sisa_uap Mean 0.432000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.03236000
0.00809000
101.12
<.0001
Lampiran 37c. Analisa Duncan sisa penguapan minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for SISA PENGUAPAN NOTE: This test controls experimentwise error rate.
the
Type
I
comparisonwise
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .02299
error
rate,
not
0.05 5 0.00008
3 .02371
4 .02401
5 .02412
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A
0.485000
2
P2
0.475000
2
P4
0.465000
2
P1
B
0.400000
2
P3
C
0.335000
2
P0
the
Lampiran 38a. Hasil analisa sisa penguapan minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan Ulangan 1 (%) P0 0.38 P1 0.47 P2 0.48 P3 0.4 P4 0.48 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2 (%) 0.35 0.47 0.5 0.42 0.48
Rata-rata (%) 0.34 0.47 0.49 0.41 0.48
Lampiran 38b. Analisa keragaman sisa penguapan minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: SISA PENGUAPAN DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.02296000
0.00574000
33.76
0.0008
Error
5
0.00085000
0.00017000
Corrected Total
9
0.0238100
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
UAP Mean
0.964301
2.943207
0.013038
0.443000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.02296000
0.00574000
33.76
0.0008
Lampiran 38c. Analisa Duncan sisa penguapan minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for SISA PENGUAPAN NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .03352
0.05 5 0.00017
3 .03456
4 .03500
5 .03516
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A
0.49000
2
P2
0.48000
2
P4
0.47000
2
P1
B
0.41000
2
P3
C
0.36500
2
P0
Lampiran 39a. Hasil analisa bilangan asam minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Ulangan 1 (%) 1.07 1.08 1.07 1.07 1.08
Ulangan 2 (%) 1.06 1.08 1.08 1.07 1.11
Rata-rata (%) 1.065 1.08 1.095 1.07 1.075
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 39b. Analisa keragaman bilangan asam minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: BILANGAN ASAM DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.00106000
0.00026500
2.41
0.1805
Error
5
0.00055000
0.00011000
Corrected Total
9
0.00161000
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
ASAM Mean
0.658385
0.973824
0.010488
1.077000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.00106000
0.00026500
2.41
0.1805
Lampiran 39c. Analisa Duncan bilangan asam minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for BILANGAN ASAM NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 5 Error Mean Square 0.00011 Number of Means Critical Range
2 .02696
3 .02780
4 .02816
5 .02828
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A A A A A A A
1.09500
2
P4
1.08000
2
P1
1.07500
2
P2
1.07000
2
P3
1.06500
2
P0
B B B B B B B
Lampiran 40a. Hasil analisa bilangan asam minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan Ulangan 1 (%) P0 2.8 P1 3.2 P2 3.5 P3 3.1 P4 3.2 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2 (%) 2.8 3.2 3.7 3.1 3.2
Rata-rata (%) 2.8 3.2 3.6 3.1 3.2
Lampiran 40b. Analisa keragaman bilangan asam minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable:BILANGAN ASAM DF
Squares
Sum of Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
0.65600000
0.16400000
41.00
0.0005
Error
5
0.02000000
0.00400000
Corrected Total
9
0.67600000
Source
R-Square
Coeff Var
Root MSE
ASAM Mean
0.970414
1.988854
0.063246
3.180000
Source Tekanan
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
0.65600000
0.16400000
41.00
0.0005
Lampiran 40c. Analisa Duncan bilangan asam minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for BILANGAN ASAM
NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .1626
0.05 5 0.004
3 .1676
4 .1698
5 .1706
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A
3.60000
2
P2
B B B B B
3.20000
2
P1
3.20000
2
P4
3.10000
2
P3
C
2.80000
2
P0
Lampiran 41a. Hasil analisa bilangan ester minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Ulangan 1 (%) 9.3 11.3 15.8 9.8 11.5
Ulangan 2 (%) 9.5 12.1 14.9 9.7 12.3
Rata-rata (%) 9.4 11.70 15.35 9.75 11.90
Sistem : Berat biji pala = 15 kg Lampiran 41b. Analisa keragaman bilangan ester minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable:BILANGAN ESTER DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Model
4
44.84600000
11.21150000
52.39
Error
5
1.07000000
0.21400000
Corrected Total
9
45.91600000
Source
Source tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
ESTER Mean
0.976697
3.981079
0.462601
11.62000
Pr >F 0.0003
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
44.84600000
11.21150000
52.39
0.0003
Lampiran 41c. Analisa Duncan bilangan ester minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for BILANGAN ESTER NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 5 Error Mean Square 0.214 Number of Means Critical Range
2 1.189
3 1.226
4 1.242
5 1.247
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
tekanan
A
15.3500
2
P2
B B B
11.9000
2
P4
11.7000
2
P1
C C C
9.7500
2
P3
9.4000
2
P0
Lampiran 42a. Hasil analisa bilangan ester minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Perlakuan Ulangan 1 (%) P0 9.9 P1 12.7 P2 14.8 P3 11.6 P4 12.7 Sistem : Berat fuli Pala = 15 kg
Ulangan 2 (%) 9.9 12.7 14.6 11.6 12.7
Rata-rata (%) 9.9 12.7 14.7 11.6 12.7
Lampiran 42b. Analisa keragaman bilangan ester minyak pala dari fuli pala dari berbagai perlakuan Dependent Variable: BILANGAN ESTER DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr >F
Model
4
24.65600000
6.16400000
1541.00
<.0001
Error
5
0.02000000
0.00400000
Corrected Total
9
24.67600000
Source
Source Tekanan
R-Square
Coeff Var
Root MSE
ESTER Mean
0.999189
0.513357
0.063246
12.32000
DF
Anova SS
Mean Square
F Value
Pr >F
4
24.65600000
6.16400000
1541.00
<.0001
Lampiran 42c. Analisa Duncan bilangan ester minyak pala dari biji pala dari berbagai perlakuan Duncan's Multiple Range Test for BILANGAN ESTER NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 5 Error Mean Square 0.004 Number of Means Critical Range
2 .1626
3 .1676
4 .1698
5 .1706
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Tekanan
A
14.70000
2
P2
B B B
12.70000
2
P1
12.70000
2
P4
C
11.60000
2
P3
D
9.90000
2
P0
Lampiran 45 Grafik residual varianc
300
X-variance
Residual Variance
250
200
50
00
50
0 PC_00 Variable: c.Total v.Total
PCs PC_01
PC_02
PC_03
PC_04
Lampiran 46. Komponen aroma minyak pala dari biji pala pada perlakuan penyulingan pada tekanan 0 atm gauge selama 12 jam (kontrol) (P0), hasil GC-MS No.peak
Waktu Retensi
Nama Komponen aroma
LRI Exp
LRI Ref
Luas Area Relatif (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
9.620 9.968 10.503 11.588 11.801 12.252 12.818 12.885 13.245 13.555 13.747 14.834 15.285 15.775 16.388 17.225 17.834 19.192 19.392 19.669 20.071 21.482 22.387 22.627 23.044 22.272 24.352 24.472 25.124 25.222 25.873 26.781 27.235 28.590 28.831 29.146 29.392 29.889 31.173
α-thujene α-pinene Camphene Sabinene β-pinene Myrcene α-phellandrene ∆-3-carene α-terpinene p-cymene l-limonene γ-terpinene Cis-sabinene hydrate Terpinolene Linalool Cis-p-menth-2-en-l-ol Trans-p-menth-2-en-1-ol terpinene-4-ol p-cyme-8-ol α-terpineol trans-piperitol 3-decyn-2-ol bornyl acetate Safrole p-pentylanisole l-p-menthen-8-yl-acetate citronellyl acetate Eugenol α-copaene Geranyl acetate Methyl eugenol α-bergamotene Isoeugenol trans-methyl isoeugenol β-bisabolene γ-cadinene Myristicin Elemicin 2,6-dimethoxy-4(2-propenyl)phenol
925 933 946 973 978 990 1004 1006 1016 1024 1029 1059 1071 1084 1101 1126 1144 1184 1190 1198 1210 1255 1284 1291 1305 1347 1349 1353 1376 1379 1401 1433 1450 1498 1507 1519 1529 1547 1596
931 939 953 976 980 990 1005 1012 1018 1026 1031 1062 1068 1088 1098 1121 1140 1177 1183 1189 1205 1285 1285 1354 1376 1383 1401 1436 1447 1495 1509 1513 1520 1554 -
1.98 17.57 0.40 16.29 13.55 2.24 0.84 0.99 2.68 1.87 6.26 4.19 0.44 1.54 0.60 0.24 0.21 6.85 0.12 1.07 0.09 0.09 0.19 2.39 0.17 0.29 0.11 0.36 0.47 0.24 0.83 0.13 0.32 0.15 0.08 0.16 13.79 0.52. 0.11
Keterangan : LRI eksprimen dari GC-MS, kolom DB-5 aLRI referensi Adams (1995), kolom DB-5
Lampiran 47. Komponen aroma minyak pala dari biji pala pada perlakuan penyulingan pada tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1 atm gauge selama 8 jam (P1), hasil GC-MS No peak
Waktu Nama Komponen Aroma Retensi 1 9.670 α-thujene 2 10.028 α-pinene 3 10.542 Camphene 4 11.651 Sabinene 5 11.779 β-pinene 6 12.326 Myrcene 7 12.860 α-phellandrene 8 12.935 ∆-3-carene 9 13.246 α-terpinene 10 13.597 p-cymene 11 13.796 l-limonene 12 14.833 γ-terpinene 13 15.326 Cis-sabinene hydrate 14 15.825 Terpinolene 15 15.998 α,p-dimethylstyrene 16 16.420 Linalool 17 17.244 Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol 18 17.862 Trans-p-menth-2-en-1-ol 19 19.233 terpinene-4-ol 20 19.423 p-cyme-8-ol 21 19.685 α-terpineol 22 20.110 trans-piperitol 23 21.526 1-hydroxylinalool 24 22.423 bornyl acetate 25 22.659 Safrole 26 23.037 p-pentylanisole 27 24.312 l-p-menthen-8-yl-acetate 28 24.389 citronellyl acetate 29 24.503 Eugenol 30 25.175 α-copaene 31 25.230 geranyl acetate 32 25.903 methyl eugenol 33 26.794 α-bergamotene 34 27.276 isoeugenol 35 28.648 trans-methyl isoeugenol 36 28.759 α-farnesene 37 29.158 γ-cadinene 38 29.484 Myristicin 39 28.925 Elemicin 40 31.218 2,6-dimethoxy-4(2-propenyl)phenol 41 33.201 Patchouli alcohol 42 35.366 Myristic acid 43 39.813 Palmitic acid Keterangan : LRI eksprimen dari GC-MS, kolom DB-5 aLRI referensi Adams (1995), kolom DB-5
LRI Exp 926 935 947 975 978 991 1005 1007 1016 1025 1031 1059 1072 1086 1090 1102 1126 1144 1185 1191 1198 1212 1257 1285 1293 1305 1348 1350 1354 1377 1379 1402 1434 1451 1500 1504 1519 1532 1549 1598 1677 1767 1964
LRI Ref 931 939 953 976 980 991 1005 1011 1018 1026 1031 1062 1068 1088 1096 1098 1121 1140 1177 1183 1189 1205 1285 1285 1354 1356 1376 1383 1401 1436 1447 1495 1508 1513 1520 1554 1659 1770 1961
Luas Area Relatif (%) 1.62 15.49 0.38 12.98 1269. 1.89 1.04 1.42 3.53 1.60 6.27 5.17 0.19 2.14 0.05 0.38 0.26 0.22 6.37 0.13 1.19 0.13 0.34 0.17 1.98 0.07 0.21 0.11 0.39 0.31 0.22 0.69 0.07 0.82 0.18 0.09 0.15 16.37 0.68 0.61 0.13 0.16 2.07
Lampiran 48 Komponen aroma minyak pala dari biji pala pada perlakuan penyulingan pada tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1,5 atm gauge selama 8 jam (P2), hasil GC-MS No peak
Waktu Retensi
Nama Komponen Aroma
1 9.687 α-thujane 2 10.020 α-pinene 3 10.559 Camphene 4 11.651 Sabinene 5 11.849 Β-pinene 6 12.323 Myrcene 7 12.761 p-mentha-1.7, 8-diene 8 12.864 α-phellandrene 9 12.887 ∆--3-carene 10 13.248 α-terpinene 11 13.601 p-cymene 12 13.821 Limonene 13 14.907 γ-terpinene 14 15.329 Cis-sabinene hydrate 15 15.828 Terpinolene 16 16.599 α,p-dimethyl styrene 17 16.437 Linalool 18 17.248 Cis-p-menth-2-en-1-ol 19 17.885 Trans-p-menth-2-en-1-ol 20 19.234 Terpinene-4-ol 21 19.444 p-cymen-8-ol 22 19.699 α-terpineol 23 20.115 Trans-piperitol 24 21.528 3-decyn-2-ol 25 22.245 Cis-p-mentha-1 (7),8-diene-2-ol 26 22.428 bornyl acetate 27 22.701 Safrole 28 22.805 4-terpinenyl acetate 29 22.932 Undecanal 30 23.008 p-pentylanisole 31 24.301 1-p-menthen-8-yl-acetate 32 24.386 Citronellyl acetate 33 24.524 Eugenol 34 24.656 Neryl acetate 35 25.158 α-copaene 36 25.229 Geranyl acetate 37 25.903 Methyl eugenol 38 26.431 Trans-caryophyllene 39 26.526 1-pentadecyne 40 26.791 α-bergamotene 41 27.276 Isoeugenol 42 28.166 Germacrene-d 43 28.638 Trans-methyl isoeugenol 44 28.766 α-farnesene 45 28.875 β-bisabolene 46 29.148 γ-cadinene 47 29.446 Myristicin 48 29.607 ∆ -cadinene 49 29.933 Elemicin 50 31.209 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl)phenol 51 35.379 Myristic acid Keterangan : LRI eksprimen dari GC-MS, kolom DB-5 a LRI refrensi Adams (1995), kolom DB-5
LRI Exp
*LRI Ref
Luas Area Relatif (%)
926 934 948 975 980 991 1001 1005 1006 1016 1025 1031 1061 1072 1086 1090 1102 1126 1145 1185 1191 1199 1212 1257 1279 1285 1294 1297 1301 1304 1348 1350 1355 1360 1377 1379 1402 1421 1424 1434 1451 1483 1500 1504 1509 1519 1531 1537 1549 1598 1768
931 939 953 976 980 991 1004 1005 1011 1018 1026 1031 1062 1068 1088 1096 1098 1121 1140 1177 1183 1189 1205 1285 1285 1306 1354 1356 1365 1376 1383 1401 1418 1436 1447 1480 1495 1508 1509 1513 1520 1524 1554 1770
1.93 13.59 0.31 16.64 11.30 2.45 0.05 0.73 0.73 2.78 1.64 6.38 4.48 0.26 1.55 0.07 0.51 0.28 0.23 7.21 0.09 0.99 0.11 0.06 0.07 0.22 2.98 0.12 0.15 0.36 0.53 0.19 0.46 0.05 0.79 0.43 1.40 0.08 0.12 0.20 0.31 0.09 0.35 0.09 0.14 0.27 15.75 0.08 0.69 0.10 0.08
Lampiran 49. Komponen aroma minyak pala dari biji pala pada perlakuan penyulingan pada tekanan awal 0,5 atm gauge sampai akhir penyulingan, (P3), hasil GC-MS No peak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Waktu Retensi 9.635 9..967 10.540 11.628 11.775 12.259 12.816 12.886 13.251 13.554 13.748 14.840 15.316 15.774 15.997 16.385 17.255 17.765 17.834 18.842 19.192 19.444 19.574
Nama Komponen Aroma
α-thujane α-pinene Camphene Sabinene Β-pinene Myrcene α-phellandrene ∆ -3-carene α-terpinene p-cymene l-limonene γ-terpinene Cis-sabinene hydrate Terpinolene α,p-dimethyl styrene Linalool Cis-p-menth-2-en-1-ol isopinocarveol Trans-p-menth-2-en-1-ol Ocimenyl acetate Terpinene-4-ol p-cymen-8-ol 2-methylen-5-isopropenyl cylohexanol 24 19.687 α-terpineol 25 20.108 Trans-piperitol 26 22.522 1-hydroxylinalool 27 22.246 Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol 28 22.423 bornyl acetate 29 22.649 Safrole 30 22.841 2-methylen-5-isopropenyl cyclohexanol 31 24.312 1-p-menthen-8-yl-acetate 32 24.380 Citronellyl acetate 33 24.498 Eugenol 34 25.158 α-copaene 35 25.236 Geranyl acetate 36 25.937 Methyl eugenol 37 26.431 Trans-caryophyllene 38 26.795 α-bergamotene 39 28.614 Trans-methyl isoeugenol 40 28.794 β-bisabolene 41 29.159 γ-cadinene 42 29.379 Myristicin 43 29.936 Elemicin Keterangan : LRI eksprimen dari GC-MS, kolom DB-5 a LRI refrensi Adams (1995), kolom DB-5
LRI Exp 926 933 947 974 978 990 1004 1006 1016 1024 1029 1059 1072 1084 1090 1101 1126 1142 1144 1173 1184 1191 1195
*LRI Ref 931 939 953 976 980 991 1004 1005 1011 1018 1026 1031 1062 1068 1088 1096 1098 1140 1183 1189 -
Luas Area Relatif (%) 1.76 15.93 0.33 18.51 12.64 1.87 0.45 0.93 1.38 4.12 5.78 2.27 0.46 0.89 0.08 0.58 0.26 0.08 0.21 0.14 6.19 0.29 0.19
1198 1212 1256 1279 1285 1295 1298
1189 1205 1285 -
1.05 0.08 0.29 0.14 0.24 1.98 0.17
1348 1350 1354 1377 1379 1403 1421 1434 1499 1509 1519 1528 1549
1354 1356 1376 1383 1401 1418 1436 1495 1509 1513 1520 1554
0.33 0.11 0.21 0.53 0.20 1.54 0.11 0.18 0.63 0.18 0.19 15.68 1.08
Lampiran 50. Komponen aroma minyak pala dari biji pala pada perlakuan penyulingan pada tekanan awal 0 atm gauge selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm gauge selama 8 jam (P4), hasil GC-MS No.peak
Waktu Nama Komponen Volatil Retensi 1 9.673 α-thujene 2 10.026 α-pinene 3 10.555 Camphene 4 11.682 Sabinene 5 11.823 β-pinene 6 12.310 Myrcene 7 12.865 α-phellandrene 8 12.934 ∆-3-carene 9 13.300 α-terpinene 10 13.599 p-cymene 11 13.798 l-limonene 12 14.884 γ-terpinene 13 15.329 Cis-sabinene hydrate 14 15.825 Terpinolene 15 16.00 α,p-dimethylstyrene 16 16.424 Linalool 17 17.253 Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol 18 17.884 Trans-p-menth-2-en-1-ol 19 19.244 terpinene-4-ol 20 19.432 p-cyme-8-ol 21 19.687 α-terpineol 22 20.110 trans-piperitol 23 21.532 3-decyn-2-ol 24 22.258 Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol 25 22.434 bornyl acetate 26 22.677 Safrole 27 22.803 4-terpinenyl acetate 28 23.036 p-pentylanisole 29 24.313 l-p-menthen-8-yl-acetate 30 24.395 citronellyl acetate 31 24.524 Eugenol 32 25.175 α-copaene 33 25.233 geranyl acetate 34 25.910 methyl eugenol 35 26.435 trans-caryophyllene 36 26.525 1-pentadecyn 37 26.788 α-bergamotene 38 27.273 isoeugenol 39 28.636 trans-methyl isoeugenol 40 28.767 α-farnesene 41 28.877 β-bisabolene 42 29.149 γ-cadinene 43 29.446 Myristicin 44 29.928 Elemicin 45 31.210 2,6-dimethoxy-4(2-propenyl)phenol Keterangan : LRI eksprimen dari GC-MS, kolom DB-5 a LRI refrensi Adams (1995), kolom DB-5
LRI Exp 926 935 948 976 979 991 1005 1007 1017 1025 1031 1060 1072 1086 1090 1102 1126 1145 1185 1191 1198 1212 1257 1280 1285 1293 1297 1305 1348 1351 1355 1377 1379 1402 1421 1524 1434 1451 1500 1505 1509 1519 1539 1549 1598
LRI Ref 931 939 953 976 980 991 1005 1011 1018 1026 1031 1062 1068 1088 1096 1098 1121 1140 1177 1183 1189 1205 1285 1285 1376 1356 1376 1383 1401 1418 1436 1447 1495 1508 1509 1513 1555 1554 -
Luas Area Relatif (%) 1.75 16.67 0.36 17.77 12.65 2.17 0.71 0.98 2.49 1.96 6.01 3.78 0.46 1.48 0.08 0.51 0.25 0.18 6.57 0.14 1.17 0.07 0.05 0.08 0.18 2.29 0.24 0.23 0.28 0.10 0.34 0.41 0.24 0.76 0.09 0.08 0.14 0.47 0.25 0.05 0.08 0.14 14.69 0.66 0.14
Lampiran 51. Komponen aroma minyak pala dari Fuli pala pada perlakuan penyulingan pada tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan, hasil GC-MS No.peak
Waktu Retensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
8.600 8.922 9.201 10.035 10.259 12.310 10.692 10.885 11.655 11.207 11.479 11.625 11.807 12.022 12.331 12.404 12.637
18
12.739
19 20 21 22
12.828 13.004 13.102 13.252
23 24 25 26 27 28 29 30
13.399 13.478 13.625 13.688 13.775 14.252 14.315 14.459
31 32 33 34 35 36 37 38
14.579 14.654 14.750 14.888 15.134 15.215 15.432 15.642
39 40 41
15.862 16.040 16.139
Nama Komponen Volatil
LRI Exp
LRI Ref
α-thujene α-pinene Camphene β-pinene Myrcene α-phellandrene ∆-3-carene ∆-2-carene p-methyl-isopropyl benzen l-limonene (E)-3.7-dimetil-2,6-oktadien-1-ol 2.6.trymetyl bisiklo 3.1.1 sabinene γ-terpinene Cis-sabinene hydrate Terpinolene α- p- dimethylstiren 2-methyl 5-(1-methylethyl) bisiklo 3.1.0 hexan 2-ol 2.7.7-trimethyl (IS-endo) (1α,5α,6ß) bisiklo 3.1.1 heptan-2-en-6-ol
926 935 948 976 979 991 1005 1007 1017 1025 1031 1060 1072 1086 1090 1102 1126
931 939 953 980 991 1005 1011 1017 1018 1031 1060 1062 1068 1088 1096 1121
Luas Area Relatif (%) 2.10 9.80 0.37 11.67 2.40 0.01 3.60 2.70 3.09 5.17 0.07 0.02 4.15 0.20 2.64 0.19 0.27
1145
1140
0.03
1185 1191 1198 1212
1177 1183 1189 1205
0.07 0.06 0.54 0.12
1257 1280 1285 1293 1297 1305 1348 1351
1285 1285 1376
0.32 0.40 0.06 0.05 0.02 6.92 0.37 1.62
1355 1377 1379 1402 1421 1524 1434 1451
1356 1376 1383 1401 1418 1436 1447
0.09 0.25 0.02 0.02 0.07 0.06 0.24 0.01
1500 1505 1509
1495 1508 1509
0.51 1.72 0.26
α- fenchyl alkohol Trans-p-menth-2-en-1-ol 2-methyl 5-(1-methylethenyl) 1.3 siklohexadien 4-metil-1-(-metiletil)2-cycloheksan-1-ol Cis-p-mentha-1(7),8-diene-2-ol Linalool Cis- limonene 4-terpineol p-cymen-8-ol α, α, 4- trimetyl, 3 sikloheksan 1methanol Cis-sabinol Cis-piperitol endobornyl acetate dehydrolinalool Cis-p-mentha-1,8-diene-2-ol Lynalyl acetate limonene 1-methyl-4-(2-methyloxiranyl) 7oxabicyclo 4.1.0 heptane Isobornyl acetate 1.3. Benzodioxole, 5-2-propenyl Thujol
42 43 44
16.257 16.408 16.572
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84
16.742 16.847 17.008 17.133 17.264 17.351 17.520 17.662 17.782 17.905 17.974 18.151 18.217 18.317 18.510 18.811 18.935 19.124 19.224 19.292 19.882 20.150 20.208 20.308 20.397 20.526 20.683 20.826 20.999 21.098 21.196 21.355 21.475 21.567 21.686 21.995 23.229 24.347 24.525 24.713
2-methyl-3-(1-methylethenyl (1α,2α,3 α) farnesol 2.2-dimethyl-4.5 Bis (1-methylethenyl) exo 2 Hydroxycineole 1-p-menthen-8-YL acetate eugenol geranyl acetate α-copaene methyl eugenol isoeugenol 3-methoxy-4-hydroxy-benzaldehyde vanillin α-bergamotene Unknown Aromadendrene Trans-isoeugenol α- amorphene germacrene α-farnesene β-bisabolene Trans-methyl iso-eugenol Myristicin Cis-isomyristicin Trans-isomyristicin Unknown Unknown Unknown Unknown Unknown Trans-isoelemicin Unknown α-cadinol Ethyl iso-alcholate Unknown Patchouly alcohol Unknown Unknown Unknown Unknown 3.7.11-trimethy-(CAS)3.7.11trimethyldodeca-d-Nerolidol 1.6.10Dodecatrient-3-ol Unknown Unknown Unknown
85 25.695 86 27.406 87 30.246 88 30.413 Keterangan : LRI eksprimen dari GC-MS, kolom DB-5 a LRI refrensi Adams (1995), kolom DB-5
1519 1539 1549
1513 1555 1554
0.10 0.14 0.20
1598
-
0.02 0.85 1.26 0.03 0.64 0.72 0.12 0.82 0.17 0.26 0.45 0.22 0.05 0.04 3.76 0.19 0.08 0.38 0.19 0.06 23.35 0.13 0.11 0.07 0.11 1.62 0.15 0.23 0.10 0.03 0.14 0.06 0.06 0.01 0.21 0.05 0.21 0.05 0.03 0.03 0.11 0.04 0.02 0.03