BAB III DASAR TEORI 3.1 Minyak Atsiri Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau definisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, dan biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan uap. Meskipun kenyataannya untuk memperoleh minyak atsiri dapat juga diperoleh dengan cara lain seperti cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun dengan cara dipres atau di tempa dan secara enzimatik (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Manurung, 2010). Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa dari proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel glandular pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembulu resin (Ketaren,1981).
17
18
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ seperti di dalam rambut kelenjar pada famili Labiatae, di dalam sel-sel parenkim misalnya famili Piperaceae, di dalam saluran minyak seperti vittae famili Umbelliferae, di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen pada famili Pinaceae dan Rutaceae, terkadang dalam semua jaringan pada famili Conaferae. Pada bunga mawar, kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae banyak terdapat pada buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan helai daun (Gunawan dan Mulyani, 2004). Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peran paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya, minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga. Berdasarkan atas usul-usul biosintetik, konstituen kimia dari minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: a. Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat mevalonat. b. Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).
19
Walaupun minyak atsiri mengandung komponen kimia yang berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok besar yang dominan menentukan sifat minyak atsiri, yaitu : a. Terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena dan isopentena b. Persenyawaan berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang c. Turunan benzena d. Bermacam-macam persenyawaan lainnya. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain famili Pinaceae, Labiatae,
Compositae,
Lauranceae,
Myyrataceae,
Rutaceae,
Piperaciae,
Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome (Ketaren,1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam Tabel 2.
20
Tabel 2. Sumber-sumber Minyak Atsiri Nama Minyak
Nama Botani
Sereh wangi Nilam (patchouli) Kayu putih (cajuput) Sereh Dapur (lemon grass)
Cymbopogon nardus R Pogostemon cablin Benth Melaleuca Leucadenron
Lada (pepper)
Piper nigrum L
Kenanga (cananga)
Cananga odorata Hook
Cymbopogon citrates
Bagian Tanaman Daun Daun Daun Daun Daun/buah
Negara Asal Srilanka Malaysia, Indonesia Indonesia Madagaskar, Guetemala India Timur, Cina, Srilanka
Bunga
Indonesia
Cengkeh (clove)
Caryophyllus
Bunga
Zanzibar, Indonesia, Madagaskar
Lavender
Lavandula offcinalis Chaix
Bunga
Perancis, Rusia
Mawar (rose)
Rosa alba L
Bunga
Bulgaria, Turki
Melati (jasmine) Kapulaga (cardamom) Seledri (celery seed)
Jasminumofficinale L Elettaria cardamomun L Apium graveolen L
Bunga
Perancis Selatan
Biji
India, Amerika
Biji
Inggris, India
Sitrus (lemon)
Citrus medica
Adas (fennel) Akar wangi (Vetiver) Kunyit (Turmeric) Jahe (ginger) Camphor
foeniculum fulgares Mill Vetiveria zizanioides Stap Curcuma longa Zingiber officinale Roscoe Cinnamomun Camphora L Cinnamomun zeylanicum Ness
Kayu manis (Cinnamon) Cendana (sandal Santalum Album L wood) Sumber: Ketaren, 1985
Buah/Kulit Buah Buah/Kulit Buah
Kalifornia
Eropa Tengah, Rusia Indonesia, Akar/rhizome Lousiana Amerika Akar/rhizome Selatan Akar/rhizome Jamaika Batang/Kulit batang Batang/kulit batang Batang/Kulit batang
Formosa, Jepang Prancis, Indo Cina Mysole, Inggris
21
Tanaman aromatik memiliki senyawa volatil berbau, yang muncul dalam struktur khusus yang berbentuk minyak atsiri dalam satu atau lebih bagian tanaman. Tanaman aromatik terjadi pada hampir semua vegetasi daerah tertutup di dunia. Sejumlah besar spesies tanaman keluarga Lamiaceae, Asteraceae, Apiaceae, Zingiberaceae, Rutaceae dll, dan ditandai oleh adanya minyak atsiri (Ramya et al, 2013). Jenis tanaman ini juga merupakan sumber rempah-rempah, tanaman berbasis obat-obatan, pestisida nabati, penolak serangga, kosmetik, obatobatan dan minuman kesehatan herbal (Chomchalow, 2002). 3.1.1 Sifat-sifat Minyak Atsiri Sifat fisik terpenting minyak atsiri adalah sangat mudah menguap pada suhu kamar sehingga sangat berpengaruh dalam menentukan metode analisis yang akan digunakan untuk menentukan komponen kimia dan komposisinya dalam sumber minyak. Pada dasarnya semua minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia dan biasanya campuran tersebut sangat kompleks tetapi tidak melebihi 300 senyawa (Agusta, 2000). Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), minyak atsiri memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa. b. Memiliki bau khas, umumnya mewakili bau tanaman asalnya. c. Mempunyai
rasa
getir,
kadang-kadang berasa
tajam,
memberi
rasa
hangat/panas atau dingin ketika sampai dikulit. Tergantung komponen penyusunnya. d. Dalam keadaan murni mudah menguap pada suhu kamar.
22
e. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa menjadi tengik. f. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet) dan panas. g. Indeks bias umumnya tinggi. h. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi yang spesifik. i. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air. j. Sangat mudah larut dalam pelarut organik. 3.1.2 Kegunaan Minyak Atsiri Menurut Sastrohamidjojo (2004), minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptic, dan lain-lain. Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya. Komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain. Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan bertingkat atau dengan proses kimia yang sederhana. b. Kedua adalah minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya. Lazimnya minyak atsiri tersebut langsung dapat digunakan tanpa diisolasi komponen-komponennya sebagai pewangi produk. Minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat terserap ke dalam
23
aliran darah, tidak merusak lingkungan dan dapat mengalami biodegradasi dan merupakan bagian dari keseimbangan ekosistem selama ribuan tahun. Dengan kemajuan teknologi di bidang minyak atsiri maka usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaannya dalam kehidupan manusia semakin meningkat (Bulan, 2004). Minyak atsiri memiliki beberapa fungsi dalam dunia industri terutama dalam industri kosmetik dan pengobatan serta makanan. Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatil untuk tujuan pengobatan, kosmetik serta wangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba. Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan-bahan alam, antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat diabsorpsi ke dalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan. Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavour dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetik, dan industri farmasi. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak cengkeh, minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak
24
ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavouring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985). Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf, sehingga akan meningkatkan sekresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai sedatif dan stimulant untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987). 3.2 Tanaman Nilam Lebih dari 100 tahun yang lalu ketika barang-barang dagangan seperti kain dan syal tiba di Eropa dari India, yang memiliki aroma lembut, sangat aneh pada saat itu, yang sangat khas dan membuktikan asal mereka. Pada tahun 1844, pengiriman pertama daun nilam kering tiba di London, dan kemudian ditentukan bahwa bau aneh syal dari India berasal dari Nilam. Kemudian, pengusaha dari Perancis segera mulai membuat parfum rumahan mereka sendiri menggunakan nilam (Rose, 1999). Nilam (Pogostemon sp.) merupakan jenis tumbuhan perdu dengan spesifikasi berakar serabut, berdaun bulat atau lonjong, memiliki batang berkayu dengan diameter 10-20 mm, dan banyak cabang bertingkat-tingkat mengelilingi batang (Rinawati, 2012).
25
Tanaman Nilam termasuk tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi penting dalam dunia flavour dan fragrance terutama untuk industri parfum dan aroma terapi. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia, Filipina dan India (Grieve, 2002). Dari berbagai macam minyak atsiri yang ada di Indonesia, minyak nilam merupakan penghasil devisa negara terbanyak dan menjadi primadona dari perdagangan internasional (Sastrohamidjojo, 2004). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan kedudukan tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana, 2004): Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas
: Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Pogostemon
Gambar 2. Tanaman nilam (Sumber: Herliana, 2015)
26
Hasil produksi tanaman nilam berupa daun. Selain daun, bagian tanaman lain yang dapat dipetik untuk disuling yaitu ranting, batang dan akar, tetapi kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit (Mauludi dan Asman, 2005). Ciri khas lainnya yaitu bila daun nilam digosok akan basah dan mengeluarkan aroma khas nilam. Minyak nilam memiliki sifat khas yaitu semakin bertambah umurnya semakin harum wanginya. Oleh sebab itu minyak nilam yang berumur lebih lama lebih baik (Mangun, 2002).
3.2.1 Letak Minyak Atsiri dalam Daun Nilam Kelenjar minyak nilam sangat banyak terdapat di dalam daun nilam. Karena secara anatomi susunan daun nilam terdiri dari beberapa jaringan epidermis, parenkim, bunga karang dan jaringan epidermis bawah. Sel atau kelenjar minyak pada daun nilam banyak ditemukan pada jaringan palisade dan parenkim bunga karang. Kelenjar minyak pada nilam merupakan salah satu sel yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Sel ini mempunyai warna kuning kecoklatan, kuning kemerahan mengkilat (Haryadi dan Yani, 2002).
Gambar 3. Penampakan mikroskopik daun nilam segar
27
Minyak atsiri diproduksi di kelenjar trikoma. Umumnya, organ permukaan tanaman dilapisi trikoma. Trikoma sendiri didefinisikan sebagai uniseluler atau multiseluler pelengkap, yang berasal dari sel epidermis. Pada tanaman nilam daunnya dilindungi oleh trikoma glandular dan trikoma non-glandular (Werker, 2000). Jenis-jenis trikoma glandular pada daun nilam diantaranya adalah shortstalked capitate, long-stalked capitate, peltate, digitiform, clavate filiform, dan fusiform (Talip et al., 2013). Morfologi dari daun nilam menggunkan Scanning Electron Microscopy (SEM) terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4. Morfologi dari Daun Nilam (Pogostemon cablin Benth) Menggunakan SEM (Sumber: Talip, Rahman, Latip, Sharif & Rusydi, 2013) Semua bagian tanaman nilam akar, batang, tangkai dan daunnya mengandung minyak nilam. Tetapi minyak dari akar dan batang mempunyai nilai berat jenis yang tinggi dan mutu serta rendemen yang rendah bila dibandingkan dengan minyak pada daun, sehingga tidak dapat disuling (Ketaren, 1985). Sel-sel minyak paling banyak terdapat pada vakuola dan kelenjar-kelenjar didalam daun nilam. Letak vakuola dalam jaringan daun dapat dilihat pada Gambar 5.
28
Gambar 5. Sel letak vakuola (Zephyris,2011) 3.2.2 Jenis-jenis Tanaman Nilam Ada tiga jenis tanaman nilam yang dapat ditemui, yaitu jenis nilam Aceh, nilam Jawa atau nilam hutan dan nilam sabun. Semua jenis nilam ini memiliki kandungan minyak yang berbeda-beda. a. Pogostemon cablin Benth (Nilam Aceh) Nilam Aceh merupakan tanaman introduksi diperkirakan berasal dari Filipina atau semenanjung Malaysia dan masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang lalu. Nama lainnya Pogostemon cablin atau Pogostemon metha. Nilam jenis ini jarang berbunga. Nilam Aceh mengandung sekitar 2,5-5 % minyak, sehingga banyak diminati oleh petani maupun pasar. Tiga varietas nilam unggul yang sudah dilepas dengan kadar dan mutu minyak tinggi yaitu: Lhokseumawe, Tapak tuan, dan Sidikalang (Nuryani, 2006a). Hasil pengujian seleksi ketahanan nilam terhadap layu bakteri (Ralstonia solanacearum) menunjukkan bahwa varietas Sidikalang lebih toleran terhadap layu bakteri dibanding Lhokseumawe dan Tapak Tuan (Nasrun dkk, 2004). Varietas Sidikalang juga lebih toleran terhadap nematoda (Mustika dan Nuryani,
29
2006). Namun, ketiga varietas nilam itu tidak tahan terhadap penyakit budok (Wahyuno dan Sukamto, 2010). b. Pogostemon heyneanus (Nilam Jawa) Sering dinamakan nilam Jawa atau nilam hutan berasal dari India disebut juga nilam kembang karena dapat berkembang. Kandungan minyaknya lebih rendah 23 kali lipat dari nilam Aceh yaitu berkisar antara 0,5-1,5 %. Oleh karena itu, nilam jenis ini kurang diminati oleh petani meskipun bentuk tanamannya lebih besar dan rimbun dibanding nilam Aceh (Sudaryani, 2001). Wahyuno dan Sukamto (2010), juga melaporkan bahwa nilam Jawa tahan terhadap penyakit budok yang disebabkan oleh jamur Synchytrium pogostemonis. c. Pogostemon hortensis (Nilam Sabun) Nilam jenis ini disebut juga sebagai nilam sabun. Jenis ini hanya terdapat di Banten. Kandungan minyaknya juga rendah berkisar antara 0,5-1,5 %. Mutu minyaknya juga kurang baik sehingga kurang diminati oleh pasar. Nilam ini tidak berbunga. Daunnya dapat digunakan untuk mencuci tangan atau pakaian (Kardinan dan Ludi, 2004). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam Aceh dan nilam sabun tidak berbunga. Dari ketiga jenis nilam yang paling banyak dibudidayakan adalah varietas Pogostemon cablin (nilam Aceh), karena varietas inilah yang sangat baik ditinjau dari segi mutu dan kadar minyaknya, sehingga minyak dari varietas inilah yang banyak diminati di pasar dunia atau dalam perdagangan minyak atsiri (Puteh, 2004). Hal ini dikarenakan kadar minyak dan kualitas minyaknya lebih
30
tinggi dari kedua jenis yang lainnya. Nilam Aceh berkadar minyak tinggi (> 2,5 %) sedangkan nilam Jawa rendah (< 2 %) (Nuryani, 2006a).
Gambar 6. Bentuk daun nilam Jawa (kiri), nilam Aceh (kanan) Sumber: Candra (2011). Ciri-ciri spesifik yang dapat membedakan nilam Jawa dan nilam Aceh secara visual yaitu pada daunnya. Permukaan daun nilam Aceh halus sedangkan nilam Jawa kasar. Tepi daun nilam Aceh bergerigi tumpul, sedangkan pada nilam Jawa bergerigi runcing. Ujung daun nilam Aceh meruncing sedangkan nilam Jawa runcing. Nilam Jawa lebih toleran terhadap nematoda dan penyakit layu bakteri dibandingkan nilam Aceh, karena antara lain disebabkan kandungan fenol dan ligninnya lebih tinggi dari pada nilam Aceh (Nuryani, 2006a). 3.2.3 Morfologi Tanaman Nilam Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, apabila diraba daunnya halus seperti beludru dan agak membulat lonjong seperti jantung serta warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batang berkayu dengan diameter 10-20 mm relatif hampir membentuk segi empat, serta sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan
31
satu sama lain. Jumlah cabang yang banyak dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3-5 cabang per tingkat (Mangun, 2008). Tanaman nilam merupakan tanaman introduksi, kemungkinan berasal dari daerah subtropik Himalaya, Asia Selatan, Filipina atau Malaysia (Bunrathep et al., 2006). Menurut Nuryani (2006b), diperkirakan daerah asal nilam Aceh dari Filipina atau Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia lebih dari seabad yang lalu. Setelah sekian lama berkembang di Indonesia, tidak tertutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari sifat-sifat asalnya. Dari hasil ekplorasi ditemukan bermacam-macam tipe yang berbeda baik karakter morfologinya, kandungan minyak, sifat fisika kimia minyak dan sifat ketahanannya terhadap penyakit dan kekeringan. Lahan dan iklim sangat mempengaruhi produksi dan kualitas minyak nilam, terutama ketinggian tempat dan ketersedian air. Nilam yang tumbuh di dataran rendah–sedang (0-700 m dpl) kadar minyaknya lebih tinggi dibandingkan nilam yang tumbuh di dataran tinggi (>700 m dpl). Nilam sangat peka terhadap kekeringan, kemarau panjang setelah panen dapat menyebabkan tanaman mati. Nilam dapat tumbuh di berbagai jenis tanah (andosol, latosol, regosol, podsolik, kambisol), akan tetapi tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan banyak mengandung humus. Lahan harus bebas dari penyakit terutama penyakit layu bakteri, budog, nematoda, dan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Pada Tabel 3, menunjukkan kesesuaian tanah dan iklim dengan berbagai parameter yang dapat menghasilkan tanaman nilam dengan mutu yang baik (Nuryani dkk, 2007).
32
Tabel 2. Kiteria Kesesuaian Tanah dan Iklim untuk Tanaman Nilam Parameter Ketinggian (m dpl) Jenis tanah
Sangat sesuai 100-400 Andosol, latasol
Drainase
Baik
Tekstur
Lempung
Tingkat kesesuaian Kurang Sesuai sesuai 0-700 >700 Regosol, podsolik, Lainnya kambisol Baik
Kedalaman air (cm)
>100
Liat berpasir 75-100
pH (keasaman)
5,5-7 2.3003.000
5-5,5 1.7502.300
10-11
9-10
Curah hujan (mm) Jumlah bulan basah (curah hujan >200 mm/bulan
Tidak sesuai >700 Lainnya
Agak baik
Terhambat pasir
Lainnya
Lainnya
50-75
<50
4,5-5
<4,5
>3.500
>5.000
<9
<8
Nilam dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran tinggi dan memiliki kadar patchoulol lebih tinggi dibanding tanaman yang dibudidayakan di daerah dataran rendah, namun tanaman yang dibudidayakan pada dataran tinggi memiliki kadar minyak (rendemen) lebih rendah yaitu kurang dari 2 %. Begitu juga sebaliknya tanaman nilam yang dibudidayakan di daerah dataran rendah memiliki rendemen lebih tinggi yaitu lebih dari 2 % namun memiliki kadar patchoulol lebih rendah dibanding tanaman yang dibudidayakan pada daerah dataran tinggi. Nilam menghendaki intensitas cahaya matahari antara 75-100 % dan apabila tanaman kurang mendapat sinar matahari (ternaungi), maka kadar minyak nantinya akan rendah. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman diantaranya adalah sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara
33
dalam tanaman, penumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas tanaman (Santoso, 1990). 3.2.4 Kegunaan Lain Tanaman Nilam Menurut Santoso (1990), bagian dari tanaman nilam seperti daun nilam memiliki banyak kegunaan antara lain: a. Daun nilam dapat dipergunakan untuk pelembab kulit, dengan cara digosokgosokkan daun nilam yang segar ke seluruh tubuh. Disamping itu juga dapat dipakai untuk menghilangkan bau badan dan gatal-gatal akibat gigitan serangga. b. Daun nilam dapat digunakan sebagai pewangi (aroma) masakan atau kue, dengan cara melalui proses oksidasi, kemudian dihidrolisis oleh isopeulogol asetat sehingga daun nilam menjadi tepung berwarna putih yang dapat dipakai sebagai penyedap atau aroma pada masakan. c. Daun nilam dapat digunakan sebagai obat antiinfeksi, dengan cara daun tersebut di tumbuk halus dan dipakai untuk kompres pada bagian yang terluka. 3.3 Minyak Nilam (Patchouli Oil) Nilam (Pogostemon cablin Benth) adalah tanaman semak herbal dalam keluarga Libiatae. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara. Daun nilam mengandung minyak nilam (minyak atsiri) sebagai unsur utama. 3.3.1 Sifat Fisika–Kimia Minyak Nilam Sifat fisika dan kimia minyak nilam di tunjukkan pada Tabel 4, berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
34
Tabel 3. Sifat fisika–kimia minyak nilam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-06-2385-2006) No
Jenis Uji
Satuan
1
Warna
-
2 3
Bobot jenis 25oC/25oC Indeks bias (nD20) Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 20oC ± 3oC Bilangan asam Bilangan ester Putaran optik Patchouli alcohol Alpha copaene Kandungan besi (Fe)
-
4 5 6 7 8 9 10
% % mg/kg
Persyaratan Kuning muda-coklat kemerahan 0,950-0,975 1,507-1,515 Larutan jernih atau opalesensi ringan dalam perbandingan volume 1:10 Maksimal 8 Maksimal 20 (-)48o - (-)65o Min. 30 Maksimal 0,5 Maksimal 25
3.3.2 Kandungan Minyak Nilam Minyak nilam dan komponen kimianya merupakan hasil dari metabolit sekunder yang disimpan dalam vakuola daun. Komponen utama penyusun minyak nilam adalah patchoulol yang merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam dan merupakan komponen terbesar penyusun minyak nilam. Komponen yang memberikan wangi khas pada minyak nilam adalah norpatchoulenol yang terdapat dalam jumlah kecil. Komponen lainnya merupakan komponen minor diantaranya adalah patchoulene, azulene, eugenol, cinnamaldehid, keton dan senyawa seskuiterpen lainnya (Guenther, 1987). Telah dilaporkan bahwa minyak atsiri dari nilam terdiri dari patchoulol (patchoulol) sebagai komponen utama dan beberapa komponen kecil lainnya seperti caryophyllene, α-, β-, γ- dan δ-patchoulene, pogostol, seychellene, cycloseychellene, α- dan β-bulnessene, α- dan δ-guaiene dan norpatchoulenol (Kongkathip et al., 2009).
35
Tabel 5. Titik didih komponen minyak nilam (Guenther, 1987) Komponen minyak nilam Patchouli alcohol Eugenol Benzaldehid Cinnamic aldehyde Caniden
Titik didih 140 oC pada 8 mmHg 252,66 oC pada 760 mmHg 178,07 oC pada 760 mmHg 251,00 oC pada 760 mmHg 274 oC pada 760 mmHg
3.3.3 Patchoulol (PA atau Patchoulol) Senyawa utama yang dikandung minyak nilam adalah patchoulol. Patchoulol merupakan seskuiterpen alkohol tersier trisiklik yang mempunyai gugus hidroksil yaitu gugus –OH dan empat buah gugus metil yang dapat diisolasi dari minyak nilam, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain, mempunyai titik didih 140 oC pada 8 mmHg, Kristal berwarna putih dengan titik lebur 56 oC (Sastrohamidjojo, 2004). Patchoulol disebut juga patchouli camphor atau oktahidro-4,8a,9,9-tetrametil-1,6-metanonaftalen. Mempunyai berat molekul 222,36 g/mol dengan rumus molekul C15H26O. Tabel 6. Sifat fisik patchoulol (Sastrohamidjojo, 2002) Sifat Bobot jenis (20/4 oC) Putaran optic (pada khloroform) Indeks bias (20 oC) dan (25 oC) Titik didih (8 mmHg)
Nilai 1.0284 (-)97o 42’ 1,5245 dan 1,52029 140 oC
36
Gambar 7. Struktur Patchoulol Kadar patchoulol dalam minyak nilam dapat diketahui dengan cara melakukan uji munggunakan kromatografi gas (KG). Patchoulol mempunyai waktu retensi yang cukup lama karena titik didihnya yang tinggi. Waktu retensi adalah waktu yang digunakan oleh senyawa patchoulol untuk bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu ini diukur berdasarkan waktu saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunjukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu (Zaimah, 2013). Senyawa patchoulol berfungsi sebagai bahan baku pengikat (fiksatif) untuk parfum agar aroma keharuman parfum bertahan lebih lama. Semakin tinggi kandungan patchoulol, maka mutu minyak semakin baik karena senyawa patchoulol menentukan wangi minyak nilam yang dihasilkan (Purwaningrat, 2008). Berdasarkan SNI 06-2385-2006 standar mutu minyak nilam yang baik adalah memiliki kadar patchoulol minimal 30 %, sedangkan standar minyak nilam internasional menurut Essential Oil Association (EOA) memiliki kadar patchoulol minimal 38 %. Patchoulol merupakan bahan pewangi digunakan sebagai bahan kosmetik, minyak wangi, shampoo, sabun toilet dan keperluan toilet lainnya yang
37
tidak termasuk produk kosmetik seperti deterjen dan pewangi ruangan (Bathia et al., 2008). 3.3.4 Kegunaan Minyak Nilam Pemakai terbesar minyak atsiri dan turunan minyak atsiri di dunia adalah industri perasa dan pewangi (flavor dan fragrance). Produk-produk flavor dan fragrance tersebut selanjutnya digunakan oleh industri-industri produk konsumen seperti kosmetik, sabun, detergen, sigaret, shampoo, makanan/minuman dalam kemasan dan sebagainya. Konsumen terbesar minyak atsiri dan turunan minyak atsiri tersebut terdapat di pusat-pusat produksi di Amerika Serikat dan Eropa (Gunawan 2002; Paulus 2010). Minyak nilam menurut Lawless (2002), secara tradisional digunakan untuk pewangi kertas linen dan pakaian. Dalam industri, secara ekstensif minyak nilam digunakan dalam pembuatan kosmetik, dan digunakan sebagai fiksatif dalam sabun dan parfum, terutama parfum tipe oriental. Minyak nilam juga digunakan dalam industri makanan, minumam beralkohol dan softdrink. Kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam minyak nilam bersifat antimikrobial, bactericidal, antiviral, fungicidal, antiseptik, antitoksik, carminatif, diuretic, tonik, stimulan dan lain-lain. Dalam perawatan kulit, minyak nilam juga digunakan untuk mengobati jerawat, kulit pecah-pecah, ekseem, infeksi cendawan, perawatan rambut, penolak serangga, dan mengobati luka. 3.4 Teknik Destilasi (Penyulingan) Nilam Penyulingan tanaman atsiri merupakan proses penguapan atau pembebasan minyak atsiri dari trikoma atau jaringan dinding sel tanaman karena hadirnya uap
38
air, dengan mengaplikasikan suhu tinggi dan kemudian mendinginkan campuran uap tersebut untuk memisahkan komponen minyak dari air berdasarkan densitas (Tandon, 2008). Jumlah minyak yang menguap bersama-sama dengan uap air ditentukan oleh 3 faktor yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan yang mengandung minyak. Pada permulaan penyulingan, hasil sulingan sebagian besar terdiri dari komponen minyak yang bertitik didih rendah, selanjutnya disusul dengan komponen yang bertitik didih tinggi dan pada saat mendekati akhir penyulingan, jumlah minyak dalam hasil sulingan akan bertambah kecil (Ketaren, 1985). Menurut Sastrohamidjojo (2004), destilasi (penyulingan) didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Pada dasarnya terdapat dua jenis penyulingan, yaitu: a. Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan minyak atsiri dengan uap air. Penyulingan uap air sering disebut juga hidrodestilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran bahwa penyulingan dapat dilakukan dengan cara mendidihkan bahan tanaman atau minyak atsiri dengan air. Pada proses ini akan dihasilkan uap air yang
39
dibutuhkan alat penyuling. Uap air tersebut dapat juga dihasilkan dari alat pembangkit uap air yang terpisah. b. Penyulingan suatu cairan yang tercampur sempurna hingga hanya membentuk satu fasa. Pada keadaan ini pemisahan minyak atsiri menjadi beberapa komponennya, sering disebut fraksinasi, tanpa menggunakan uap air. Destilasi merupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut didinginkan kembali menjadi cairan. Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa cair. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbentuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Geankoplis, 1983). Minyak atsiri dapat diperoleh dengan menggunakan metode penyulingan bahan baku. Prinsip umum dari penyulingan adalah pemisahan senyawa yang memiliki perbedaan tekanan uap pada suhu tertentu. Istilah penyulingan merujuk pada pemisahan fisik dari sebuah campuran menjadi dua atau lebih fraksi yang memiliki titik didih yang berbeda. Jika cairan yang terdiri dari dua bahan volatil dipanaskan, uap yang dihasilkan mengandung konsentrasi yang tinggi dari bahan yang memiliki titik didih lebih rendah dari pada cairan asal. Sebaliknya, jika uap panas didinginkan, bahan yang memiliki titik didih lebih tinggi memiliki tendensi untuk berkondensasi dalam jumlah yang besar dari pada bahan dengan titik didih yang lebih rendah (Caroline, 2011).
40
Destilasi merupakan metode yang paling popular digunakan secara luas dan cost-effective untuk memproduksi minyak atsiri di seluruh dunia. Destilasi tanaman secara sederhana menggunakan penguapan atau membebaskan minyak dari membran sel tanaman dengan adanya kelembaban, dengan menerapkan suhu yang tinggi dan kemudian mendinginkan campuran uap untuk memisahkan minyak dari air berdasarkan ketidakbercampuran dan densitas minyak atsiri dengan air (Caroline, 2011). Menurut Ma’mun (2011), Penyulingan minyak atsiri adalah suatu proses pengambilan (pemisahan) minyak dari bahannya dengan bantuan uap air. Pemisahan minyak tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan titik didih (tekanan uap) di antara komponen-komponen bahan. 3.5 Jenis-jenis Destilasi Menurut Guenther (1987), proses penyulingan dibagi menjadi tiga macam, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan air dan uap, dan penyulingan dengan uap langsung. a. Penyulingan dengan Air (Water Distillation/Hydrodistillation) Penyulingan dengan air merupakan proses paling sederhana dan tertua untuk memperoleh minyak atsiri dari tanaman. Sistem ini dapat juga disebut dengan destilasi rebus. Rangkaian alat penyulingan dengan air dapat dilihat pada Gambar 8. Walaupun destilasi air masih digunakan, menurut Caroline (2011), proses destilasi ini memiliki beberapa kerugian, yaitu:
41
1. Karena bahan tanaman yang berada di bawah penyuling masih dapat berkontak langsung dengan api, bahan tanaman tersebut dapat rusak dan mempengaruhi bau minyak esensial. 2. Aksi yang lama dari air panas dapat menyebabkan hidrolisis beberapa kandungan senyawa dari minyak esensial, misalnya ester. 3. Panas sulit diatur, yang dapat menyebabkan perbedaan laju destilasi 4. Proses lambat dan waktu yang diperlukan lebih lama dibandingkan dengan destilasi uap. 5. Komponen teroksigenasi seperti fenol bertendensi untuk larut dalam air, sehingga sulit dilakukan pemisahan dengan destilasi. 6. Menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. Menurut Tandon (2008), proses destilasi air mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya: 1. Material yang berada di dalam ketel akan menjadi hangus dan menimbulkan bau pada minyak atsiri. 2. Kontak yang lama dengan air panas dapat menghidrolisis beberapa senyawa pada minyak atsiri, seperti ester. 3. Proses lambat dan waktu destilasi lebih lama dibandingkan destilasi uap.
42
3 5
5
6
6
4 2 7 8 9
1 Gambar 8.Destilasi Air Keterangan: 1. Sumber panas/Api
6. Kondensor
2. Bahan baku dan air
7. Minyak
3. Tutup
8. Separator
4. Air dingin/masuk
9. Air kondensat
5. keluar b. Penyulingan dengan Air-Uap (Water-Steam Distillation) Untuk mengeliminasi kelemahan destilasi air dibuatlah sistem destilasi airuap. Pada metode ini bahan (sampel) diletakan di atas air yang mendidih dalam satu wadah (ketel) dan dipisahkan dengan saringan berlubang agar uap air bisa melewati bahan. Ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Serta bahan hanya berhubungan dengan uap air yang lembab, tidak bercampur langsung dengan air mendidih. Kemudian minyak akan terbawa bersama uap dan dikondensasi oleh pendingin lalu destilat yang
43
berupa air dan minyak atsiri ditampung. Rangkaian alat penyulingan dengan airuap dapat dilihat pada Gambar 9. Bahan diletakan di atas plat berlubang yang terletak di atas air mendidih. Kapasitas volum ketel memang lebih kecil, tetapi desain ini ditunjukan agar bahan tidak tersuspensi dengan air (Douglas, 2005). Tinggi air dijaga berada di bawah plat berlubang, minyak atsiri tersuling oleh uap dari air mendidih yang naik ke atas (Tandon, 2008). Keuntungan dari sistem destilasi air-uap adalah uap berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100 oC (Ketaren, 1985), minyak atsiri yang dihasilkan lebih tinggi, kerusakan minyak dapat dihindari akibat hidrolisis, proses lebih cepat sehingga lebih hemat energi (Douglas, 2005). Menurut Caroline (2011), kekurangan destilasi air dan uap adalah: 1. Dikarenakan tekanan yang rendah dari uap yang terbentuk, minyak yang memiliki titik didih yang tinggi memerlukan kuantitas uap yang lebih besar untuk penguapan dan waktu destilasi yang lebih lama. 2. Bahan tanaman menjadi basah sehingga memperlambat destilasi karena air harus diuapkan untuk berkondensasi.
44
5 7 8 4
3
6 9
9
air
10
2 1
11
Gambar 9. Destilasi Air-Uap Keterangan: 1. Sumber panas/Api
7. keluar
2. Water level control
8. Kondensor
3. Pemisah bahan dan air
9. Minyak
4. Bahan baku
10. Separator
5. Tutup
11. Air kondensat
6. Air dingin/masuk c. Penyulingan dengan Uap Langsung ( Steam Distillation) Metode ini memisahkan bahan dan air penghasil uap dalam dua tempat (ketel) yang berbeda. Sehingga hanya uap panas saja yang berinteraksi dengan bahan. Seperti pada sistem penyulingan air dan uap, bahan tanaman diletakkan diatas saringan berlubang. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa menuju saringan berlingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan dan uap bergerak keatas
45
melalui bahan yang terletak diatas saringan. Selanjutnya uap air akan membawa minyak atsiri dan dikondensasi lalu destilat minyak dan air ditampung (Andini, 2011). Rangkaian alat destilasi uap dapat dilihat pada Gambar 10. Kekurangan penyulingan dengan uap langsung adalah: 1. Proses penyulingan dengan metode ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik dan sempurna. 2. Biaya alat penyulingan yang diperlukan lebih mahal dibandingkan dengan alat penyulingan destilasi air maupun destilasi air dan uap. Penggunaan tekanan yang besar dapat membuat proses destilasi lebih cepat dan sempurna. Destilasi uap cocok untuk menyuling bahan material seperti akar dan kayu (Tandon, 2008). Namun, penyulingan pada tekanan dan suhu yang terlalu tinggi
akan menguraikan komponen kimia minyak dan
dapat
mengakibatkan proses resinifikasi minyak. Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin yang merupakan senyawa polimer. Resinifikasi menyebabkan minyak atsiri memadat dan berwarna gelap (Ketaren, 1985). 5 6 7 8 4 9
1 3
10 11
2 Gambar 10. Destilasi Uap
46
Keterangan: 1. Boiler
7. Kondensor
2. Heat control
8. Out
3. Uap dari boiler
9. Minyak
4. Bahan baku
10. Separator
5. Tutup
11. Air kondensat
6. Air dingin/in Tiga cara destilasi di atas dapat digunakan untuk mengisolasi minyak nilam (Ketaren, 1985): a. Destilasi dengan air (Water Distillation), ini merupakan cara yang paling sederhana. Destilasi ini jarang dilakukan karena minyak nilam yang diperoleh mutunya rendah dan rendemennya juga rendah. b. Destilasi dengan air dan uap (Water-Steam Distillation), waktu destilasi sekitar 5 jam, menghasilkan rendemen minyak nilam 2,5 – 3,0 % dan mutunya cukup bagus. c. Destilasi dengan uap (Steam Distillation), cara destilasi ini biasanya digunakan untuk kapasitas besar. Rendemen minyak yang dihasilkan sekitar 2,0 – 2,5 %. Untuk minyak nilam, cara penyulingan yang dianjurkan adalah cara (b) dan (c), tergantung pada kondisi (modal, areal pertanaman dan situasi lapang). Kapasitas tangki suling umumnya dinyatakan dalam volume, misalnya dalam liter. Kerapatan (bulk density) terna nilam kering berkisar antara 90-120 g/liter, tergantung dari persentase daun dan kadar airnya (Ma’mun, 2011).
47
Mutu minyak nilam yang dihasilkan menggunakan tiga metode tersebut masih belum baik dengan menghasilkan patchoulol yang masih tergolong rendah. 3.6 Teknik Destilasi Water Bubble Menurut Andini (2011), teknik penyulingan minyak nilam di atas masih memiliki kelemahan yang dapat menurunkan mutu dari minyak nilam. Agar minyak nilam yang diperoleh mempunyai mutu yang baik maka penyulingan dapat dilakukan dengan menggunakan metode destilasi water bubble. Destilasi water bubble merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam penyulingan minyak atsiri nilam. Bahan baku yang digunakan dalam hal ini adalah daun nilam yang diletakkan dalam labu leher dua yang dicampur dengan air dan kemudian diaduk. Kemudian pada boiler diisi air yang akan dipanaskan dan terhubung dengan labu leher dua yang berisi air dan bahan baku. Dengan catatan suhu pada tempat bahan dan air yang diaduk tidak boleh melebihi tempat penghasil uap air. Uap panas dari boiler yang satu akan naik dan mengenai labu leher dua berisi bahan baku dan air, kemudian bersama uap air ini akan ikut terbawa minyak nilam yang yang dikandung bahan. Uap air yang timbul disalurkan melalui pipa yang selanjutnya masuk ke kondensor. Dalam kondensor uap air berkondensasi menjadi air dan minyak campuran antara air dan minyak ini ditampung sebagai destilat. Rangkaian alat destilasi water bubble dapat dilihat pada Gambar 11.
48
Gambar 11.Destilasi Water Bubble (Sumber: Pribadi) 3.7 Kromatografi Gas (KG) atau Gas Chromatography (GC) Kromatografi merupakan cara pemisahan yang mendasarkan partisi cuplikan antara fasa gerak (mobile phases) dan fasa diam (stationary phases). Berdasarkan sifat-sifat kedua fasa tersebut, maka kita dapat membedakan berbagai jenis dari kromatografi (Sastrohamidjojo, 2002).
Gambar 12. Diagram alat kromatografi gas Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut. Gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan.
49
Komponen-komponen
campuran
yang
telah
terpisahkan
satu
persatu
meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan diujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Bila suatu kromatogram terdiri dari 5 puncak maka terdapat 5 senyawa atau 5 komponen dalam campuran tersebut. Sedangkan luas peak bergantung pada kuantitas suatu komponen dalam campuran (Hendayana, 2010). Kromatografi Gas (KG) mendeskripsikan semua metode kromatografi dimana fasa gerak yang digunakan adalah gas. KG merupakan instrumen analitik yag sering digunakan baik di industri maupun di laboratorium akademik dikarenakan kapabilitas resolusi, selektivitas dan sensitivitas yang tinggi. Idealnya, fasa gerak yang digunakan pada KG tidak bersifat reaktif terhadap analit dan tidak mudah terbakar (Robards et al., 2001). Tabel 7. Kondisi Fisik (pada 273 K dan 101 kPa) dan aplikasi penggunaan gas pada KG Konduktivitas termal (108 Wm-1K-1)
Viskositas (10-7 Pa.s)
Densitas (kg m-3)
Hidrogen
16,75
84
0,0899
Helium Nitrogen Argon Neon Oksigen Udara
14,07 2,39 1,67 4,56 2,43 2,39
186 166 212 298 192 171
0,1785 1,2505 1,7839 0,8999 1,4289 1,2928
Gas
Aplikasi Gas Pembawa dan Gas Pembakar Gas Pembawa Gas Pembawa Gas Pembawa Gas Pembawa Gas Pembakar Gas Pembakar
50
Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang sebagian komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom pada peralatan dari kromatografi gas (Granados et al., 2007). 3.7.1 Kromatografi Gas-Spektrometer massa (KG-SM) Berbagai jenis detektor dapat digunakan untuk mendeteksi komponenkomponen yang telah terpisahkan di dalam kolom kromatografi gas. Tabel 8 menjelaskan batas deteksi dan rentang linear detektor kromatografi. Menurut Hendayana (2010), detektor spektroskopi massa (Mass Spectroscopy/MS) merupakan jenis detektor yang paling terkenal dan mutakhir dalam kromatografi gas. Ketika gas solut memasuki spektoskopi massa maka molekul senyawa organik ditembaki dengan elektron berenergi tinggi sehingga molekul tersebut pecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Pecahan molekul terdeteksi berdasarkan massanya yang digambarkan spectra massa. Kombinasi kromatografi gas dan spektoskopi massa ini dikenal dengan sebutan KG-SM atau GC-MS.
51
Tabel 8. Batas deteksi dan rentang linear detektor kromatografi gas Detektor Daya hantar panas (Thermal Conductivity Detector/TCD) Ionisasi Nyala (Flame Ionization Detector/FID) Penangkap elektron (Electron Capture Detector/ECD) Fotometrik Nyala (Flame Photometric Detector) Nyala alkali (Alkali Flame Detector) Spektrometri massa (Mass Spectrometry/MS)
Perkiraan batas deteksi
Rentang
400 pg/mL (propan)
> 105
2 pg/s
> 107
5 fg/s
104
< 1 pg/s (fosfor)
> 104
< 10 pg/s (belerang)
> 103
25 fg to 100 fg
105
Perkembangan teknologi instrumentasi meghasilkan alat yang merupakan gabungan dari 2 sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lainnya tetapi dapat saling melengkapi yaitu gabungan kromatografi gas dan spektrometer massa.
Kromatografi
gas-spektrometri
massa
merupakan
metode
yang
menggabungkan kromatografi gas dan spektroskopi massa untuk mengidentifikasi zat dalam sampel. Pada KG-SM aliran dari kolom terhubung secara langsung pada ruang ionisasi spektormeter massa. Pada ruang ionisasi semua molekul (termasuk gas pembawa, pelarut, dan solut) akan terionisasi dan ion dipisahkan berdasarkan massa dan rasio muatannya. Setiap solut mengalami fragmentasi yang khas (karakteristik) menjadi ion yang lebih kecil sehingga spektra massa yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi solut secara kualitatif (Harvey, 2000). Prinsip kerja KG-SM didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat diuapkan. Sampel yang berupa cairan atau gas
52
langsung diinjeksikan kedalam injektor, jika sampel berbentuk padatan maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Aliran gas yang mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk masuk kedalam kolom. Komponenkomponen yang ada pada sampel akan dipisahkan berdasarkan partisi diantara fasa gerak (gas pembawa) dan fasa diam (kolom). Hasilnya adalah berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasi pada spektrometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya (Karliawan, 2009). Instrumen KG-SM dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan komponen organik atsiri dan semi atsiri dalam campuran yang kompleks. Selain itu, metode ini dapat menetukan bobot molekul dan komposisi dasar, serta struktur komponen organik yang tidak diketahui dengan mencocokkan spektrum dengan spektrum rujukan dan menginterpretasinya. Hal tersebut dikarenakan KGSM dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkannya. Selain itu fragmentasi yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan struktur molekulnya. KG-SM merupakan kombinasi kekuatan yang simultan
untuk
memisahkan
campuran (Harvey, 2000).
dan
mengidentifikasi
komponen-komponen
53
Gambar 13. Kromatografi Gas-Spektrometer Massa a. Gas Pembawa Gas pembawa yang paling sering digunakan adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), Hidrogen (H2) dan Karbon dioksida (CO2). Keuntungannya adalah karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni dan mudah diperoleh. b. Kolom Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung ataupun gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang. Ada 2 macam kolom yaitu kolom kemas dan kolom kapiler.
54
1.
Kolom Kemas Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca atau plastik yang
berisi penyangga padat yang inert. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga padat tersebut. Diameter kolom biasanya 2-4 mm dengan panjang 0,5-6 m. 2.
Kolom Kapiler Daya tarik yang paling diminati kolom ini adalah kehebatan daya pisahnya.
Jenis kolom ini berbeda dengan kolom kemas, dalam hal adanya rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa terbuka. Bahan kolom biasanya terbuat dari gelas, baja tahan karat atau silica dengan panjang 10-100 m dan diameter 0,2-0,5 mm. Fase cair berupa lapisan film dilapiskan pada dinding kolom bagian dalam. Secara umum keuntungan penggunaan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang dibutuhkan hanya sedikit. Gas pembawa yang dibutuhkan juga sedikit dan pemisahannya lebih sempurna. c. Fase Diam Fase diam disapukan pada permukaan dalam medium, atau dilapiskan pada dinding kapiler. Berdasarkan bentuk fisiknya, fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Akan tetapi, untuk kolom kapiler lebih banyak digunakan fase cair yang disebut dengan istilah film thickness. Berdasarkan sifatnya, fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, semi polar dan sangat polar.
55
d. Temperatur Temperatur merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis KG-SM. Minyak atsiri yang didominasi oleh senyawa monoterpen biasanya dapat memberikan hasil yang memuaskan jika temperatur kolom diprogram mulai dari 40 atau 50 dengan kecepatan kenaikan temperatur 2-4 injektor dapat diprogram antara 150-200 oC sampai 150 atau 200 oC/menit, sedangkan temperatur minyak atsiri yang didominasi oleh senyawa dari golongan monoterpena dan fenol sederhana ini umumnya memiliki aroma yang sangat merangsang seperti minyak basil (Ocimum basilicum). e. Sistem Injeksi Kromatografi gas-spektrometer massa memiliki dua sistem pemasukan sampel (injection) yaitu secara langsung (direct inlet) dan melalui sistem kromatografi gas (indirect inlet). Untuk sampel campuran seperti minyak atsiri pemasukan sampel harus melalui sistem KG, sedangkan untuk sampel murni dapat langsung dimasukkan ke dalam ruang pengion (direct inlet). f. Detektor Detektor yang digunakan pada sistem KG-SM harus stabil dan tidak merusak senyawa yang dideteksi. Pada sistem KG-SM ini yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem ionisasi dan sistem analisis. g. Sistem Pengolahan Data dan Identifikasi Senyawa Komputerisasi untuk pengolahan data akan sangat membantu penafsiran hasil analisis. Dari hasil KG-SM akan diperoleh dua informasi dasar yaitu hasil analisis
56
kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometer massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa. Dari kromatogram dapat diperoleh informasi mengenai jumlah komponen kimia yang terdapat dalam campuran yang dianalisis yang ditunjukkan oleh puncak yang terbentuk pada kromatogram berikut kualitasnya masing-masing. Pembentukan kromatogram ini didasarkan pada jumlah total ion yang terbentuk dari masing-masing komponen kimia tersebut. Artinya jika suatu komponen berada dalam presentase tinggi dalam campuran yang dianalisis maka jumlah ion yang terbentuk dari molekul komponen tersebut akan tinggi juga, sehingga puncak yang muncul pada kromatogram juga memiliki luas area yang besar. Sebaliknya, jika dalam suatu komponen kimia dalam campuran tersebut terdapat presentase kecil, maka puncak yang tampil dalam kromatogramnya otomatis akan kecil. Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari
suatu
komponen
kimia
(masing-masing
komponen
dalam
suatu
kromatogram). Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda dan ditampilkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z atau m/e (massa/muatan) pada sumbu X dan intensitas pada sumbu Y yang disebut dengan spektrum massa. Pola pemecahan (fragmentasi) molekul yang terbentuk untuk setiap komponen kimia sangat spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan struktur molekul suatu komponen kimia (Agusta, 2000).
57
3.7.2 Spektrometri Massa Spektrometri massa adalah suatu teknik analisis yang berdasarkan pemisahan berkas-berkas ion yang sesuai dengan perbandingan massa dan pengukuran intensitas dari berkas-berkas ion tersebut. Dalam spektromertri massa, molekulmolekul organik ditembak berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi, yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil, lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dinyatakan M atau Mᶧ (Sastrohamidjojo, 2001). Pada spektroskopi massa senyawa organik diurai dan direktum pola fragmentasinya menurut massanya. Uap sampel berdifusi ke dalam sistem spektroskopi yang bertekanan rendah dengan energi yang cukup untuk memutuskan ikatan kimia. Prinsip spektrometri massa merupakan suatu instrumen yang menghasilkan bekas ion dari suatu zat uji, memilih ion tersebut menjadi spektrum yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap muatan dan merekam kelimpahan relatif tiap jenis ion yang ada. Umumnya hanya ion positif yang dipelajari karena ion negatif yang dihasilkan dari sumber tumbukan umumnya sedikit. Ion-ion molekuler, ion-ion pecahan dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh pembelokan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dangan massa dan muatan dari ion-ion tersebut serta menimbulkan arus pada kolekter yang sebanding dengan kelimpahan relatif ion-ion. Spektrum massa adalah gambar kelimpahan elativen dengan massa/muatan (m/z). Bagan spektrometri massa:
58
Gambar 14.Bagan rangkaian sistem spektrometri massa Spektrometer massa dapat digunakan untuk analisis kuantitatif sebuah campuran senyawa-senyawa yang dekat hubungannya. Analisis ini dapat digunakan untuk analisis campuran baik organik maupun anorganik bertekanan uap rendah. Karena pola fragmentasi senyawa campuran sifatnya adalah aditif maka campuran harus yang lebih baik jika di kombinasikan dengan kromatografi gas (Khopkar, 2002). 3.8 Jamur Aspergilus sp. dan Penicillium sp. Jamur Aspergilus sp. dan Penicillium sp. adalah jamur tidak sempurna karena tidak memiliki fase seksual yang jelas. Morfologi khas dari kedua jamur ini samasama memiliki struktur reproduksi berupa konidia. Kedua jamur ini sama-sama memiliki kelas deuteromycetes. Jamur Aspergilus sp. dan Penicillium sp. Banyak terdapat di alam pada berbagai medium seperti makanan, tumbuhan, minuman, permukaan gelas bahkan logam. Menurut Alexopoulus dan Mims (1996) dalam Aryantha (2004), jamur ini dapat tumbuh secara optimum pada temperatur 29-30 o
C
59
Aspergilus sp. dan Penicillium sp. merupakan jamur yang dapat menghasilkan enzim selulase. Enzim selulase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis selulosa. Menurut Pelczar dan Chan (1986) ciri-ciri kedua jamur ini adalah sebagai berikut: a. Ciri-ciri Aspergilus sp. adalah: 1.
Hifa septet dan misellium bercabang, biasanya tidak berwarna.
2.
Koloni kompak.
3.
Konidiofora septet muncul dari “foot cell”.
4.
Konidia membentuk rantai berwarna hitam.
5.
Konidiofora membengkok menjadi vesikel pada ujungnya, membawa sterigmata dimana tumbuh konidia.
b. Ciri-ciri Penicillium sp. adalah: 1.
Hifa septet, miselium bercabang biasanya tidak berwarna
2.
Konidiofora septet dan muncul diatas permukaan, berasal dari hifa dibawah permukaan bercabang
3.
Konidia waktu berumur muda berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kebiruan atau kecoklatan.
60
(A)
(B)
Gambar 15. (A) Miselium jamur Aspergilus sp. dan (B) miselium jamur Penicillium sp.