TINGKAT PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM PADA NELAYAN PAYANG DI PPI BANDENGAN KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON
ANDI PERDANA GUMILANG
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK ANDI PERDANA GUMILANG, C54104075. Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh DINARWAN dan ANWAR BEY PANE. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan vital dalam semua aktivitas ekonomi. Kenaikan harga BBM yang signifikan antara lain berdampak terhadap kelangsungan penangkapan ikan yang umumnya menggunakan perahu motor tempel. Diduga frekuensi penangkapan ikan akan terpengaruh terhadap tingkat pendapatan usaha penangkapan. Penelitian bertujuan mendapatkan besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang di PPI Bandengan, mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perolehan volume hasil tangkapan dan menghitung pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan payang. Metode yang digunakan adalah sensus yaitu seluruh anggota populasi (nelayan yang memiliki dan menggunakan alat tangkap payang) di Desa Bandengan dijadikan responden. Pendapatan yang diperoleh nelayan payang untuk satu trip sebelum dan setelah kenaikan harga BBM masing-masing Rp 186.929,00 dan Rp 174.430,00. Biaya buruh nelayan (ABK) mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik. Hal ini terlihat dari korelasi Spearman rs = 0,94 = 94 % dan p = 0,32 = 32% sehingga tolak H0 artinya ada hubungan antara bagi hasil ABK dengan pendapatan bila dibandingkan dengan komponen biaya BBM dan bekal operasi sebesar rs = 0.09 = 9% dan rs = 0,18 = 18%. Besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan nelayan payang adalah 6,6 % atau Rp 186.929,00 sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 174.430,00 sesudah kenaikan BBM. . Kata kunci : BBM, nelayan, payang, pendapatan
TINGKAT PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM PADA NELAYAN PAYANG DI PPI BANDENGAN KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON
ANDI PERDANA GUMILANG
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang Di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010 Andi Perdana Gumilang
Judul Skripsi
: Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon
Nama
: Andi Perdana Gumilang
NIM
: C54104075
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. Dinarwan, MS. NIP. 19630823 198803 1 002
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA. NIP. 19541014 198003 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP. 19621223 198703 1 001
Tanggal Lulus: 26 Mei 2010
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat, 11 September 1986 dari Ayah Ir. Sumaryono, MM dan Ibu Ir. Siti Asmirah (Alm) serta Ibu Dra Erna, M.Si. Penulis ádalah anak pertama dari
tiga
bersaudara.
Tahun
2003-2004
Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMUN 4 Cirebon, Jawa Barat. Pada Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan diantaranya Badan Kerohanian Islam Mahasiswa
Institut
Pertanian Bogor (BKIM IPB), Majelis Ta’lim Al-Marjan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC). Penulis menjadi staf Departemen PPSDM BKIM IPB pada tahun 2004-2005, staf Departemen Kesekretariatan BKIM IPB pada tahun 2005-2006, Bendahara BKIM IPB dan Direktur Pemasaran BKIM Agency pada tahun 20062007. Penulis menjadi seksi soal pelajar SMU dalam kepanitiaan try out SPMB di Kota Cirebon yang diselenggarakan IKC pada tahun 2005. Penulis juga menjadi staf Departemen Syiar Majelis Ta’lim Al-marjan FPIK tahun 2006-2007 dan menjadi Ketua Majelis Ta’lim Al-marjan Tahun 2007-2008. Penulis juga pernah menjadi koordinator pelaksana teknis atau Technical Executive (TE) di Salman Media Enterprise (SAME) yaitu kegiatan usaha pelatihan komputer multimedia pada tahun 2008. Selain aktif di Kampus IPB semenjak tahun 2007 penulis mengajar di SMP Sejahtera 4 yang sekolahnya berada di lingkungan luar kampus IPB dan pada tahun 2008 penulis mendapat amanah menjadi pembina rohis SMP tersebut serta di masyarakat sekitar kampus. Penulis juga menjadi pengurus Dewan Keluarga Masjid Nurul Falah dan admin di 3
website
yaitu
www.dakwahkampus.com,
www.almarjan.wordpress.com;
www.bkimipb.org serta pernah menjadi penulis lepas di media online, tulisannya pernah dimuat di detik.com (kolom opini), okezone.com (rubrik kampus), harianglobal.com dengan judul ”Miskinnya Para Nelayan, Kayanya Potensi Kelautan”,
eramuslim.com, hidayatullah.com, syabab.com dengan judul ”Mengikuti dan Meneladani
Rasulullah”,
eramuslim.com,
syabab.com
dengan
judul
”Nasionalisme dan Persatuan Bangsa, Koreksi Total atas Sumpah Pemuda 1928”, eramuslim.com, detik.com, inilah.com, okezone.com, syabab.com, pesisirnews.com, politiksaman.com, lampung-news.com, kliping depag.go.id dengan judul ”Pilkada dan Tragedi Priok Berdarah”, detik.com, syabab.com, eramuslim.com, hidayatullah.com, okezone.com dengan judul ”Kartini Bukan Pahlawan Emansipasi”, okezone.com dengan judul ”Selamatkan Bumi dengan Mengelola SDA”, syabab.com dengan judul ”Vonis Mati Bagi Pelaku Penghina Nabi”, eramuslim.com, syabab.com, hidayatullah.com dengan judul ”Aksi Memalukan
Pada
Pesta
Kelulusan,
Buah
Dari
Pendidikan
Sekuler”,
okezone.com, lembaga bantuan hukum pers (lbhpers.org), detik.com, inilah.com, lampung-news.com, waspada.co.id dengan judul ”Selamatkan Wartawan”, mediaindonesia.com, okezone.com, detik.com dengan judul ”Refleksi Hari Buku: Urgensi Baca Buku Untuk Kemajaun Bangsa”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan, Kecamatan Mundu-Kabupaten Cirebon bimbingan Ir. Dinarwan, MS. dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA. Untuk menjalin tali silaturahim agar lebih erat dapat dihubungi di www.kompasiana.com/andiperdana-gumilang atau email:
[email protected].
KATA PENGANTAR Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan pada penulis untuk dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat serta pengikutnya. Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2008 dengan judul “Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada Nelayan Payang di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya pada Ir. Dinarwan, MS dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA atas bimbingannya selama ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan pada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian untuk penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis. Kritik dan saran yang bersifat membangun penulis sangat harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2010
Andi Perdana Gumilang
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: 1) Bapak Ir. Dinarwan, MS. dan Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA. sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan. 2) Ir. Lilik dan Ir. Ilman dari Dinas Perikanan Kabupaten Cirebon serta Bapak Markuto nelayan payang Desa Bandengan yang telah membantu memberikan informasi berupa data primer dan sekunder. 3) Dr. Ir Ernani Lubis, DEA sebagai dosen penguji dan Vita Rumanti Kurniawati, M.T sebagai Komisi Pendidikan atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan. 4) Kedua orang tua, Ayahanda Ir. Sumaryono dan Ibunda Dra. Erna atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepadaku yang tak terhitung banyaknya. 5) Bapak Dr.Ir Anwar Bey Pane, DEA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan. 6) Bapak Prof.Dr.Ir Rokhmin Dahuri, MS yang telah memberikan saya ilmu kehidupan dan sains perikanan melalui pemberian buku dan kuliahnya di LP Cipinang. 7) Adik-adikku Angger Dewansyah dan Yunita Sumartin atas doanya 8) Keluarga besar di Jakata dan Bogor Mang Udin dan Wa Ayim atas segala bantuannya. 9) Teman-teman di BKIM IPB, MT Al Marjan FPIK dan kru PC lounge 10) Rekan-rekan PSP angkatan 41, Gunawan, Eko, Reza, dll yang tidak mungkin disebutkan satu persatu serta teman-teman di Al-Quds. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Bogor, Juni 2010 Andi Perdana Gumilang
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
vi
1. PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ............................................................................... Perumusan Masalah ....................................................................... Tujuan ……………………………………………………………. Manfaat …………………………………………………………...
1 3 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4
Unit Penangkapan Payang .............................................................. Pendapatan Usaha Penangkapan dan Analisisnya ......................... Nelayan ........................................................................................... Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Dampak Kenaikan Harganya ...
5 9 12 14
3. METODOLOGI 3.1 3.2 3.3 3.4
Waktu dan Tempat Penelitian......................................................... Alat dan Bahan Penelitian .............................................................. Metode Penelitian ........................................................................... Analisis Data...................................................................................
17 17 17 19
4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografis ........................................................................ 4.2 Penduduk ........................................................................................ 4.3 Prasarana Umum.............................................................................
20 21 22
5. KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON 5.1 Unit Penangkapan Ikan .................................................................. 5.2 Produksi Hasil Tangkapan dan Prasarana Perikanan ..................... 5.3 PPI Desa Bandengan ......................................................................
29 33 34
6. USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI PPI BANDENGAN 6.1 Analisis Usaha Penangkapan Payang ............................................. 6.2 Faktor-Faktor Biaya Produksi yang Mempengaruhi Perolehan Produksi Volume Hasil Tangkapan ..............................
i
40 48
7. PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PAYANG 7.1 Tingkat Pendapatan Nelayan Sebelum Kenaikan Harga BBM ..... 7.2 Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan .................
50 52
8. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .................................................................................... 8.2 Saran ..............................................................................................
54 54
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
55
LAMPIRAN ..............................................................................................
58
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Perkembangan harga BBM di Indonesia tahun 2008 .......................... …
15
2 Data dikumpulkan: data utama dan data tambahan.............................. …
18
3 Jumlah penduduk Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007 ............................................................................................ …
22
4 Panjang jalan (km) menurut jenis dan kondisi dirinci per tingkat pengelolaan jalan di Kabupaten Cirebon tahun 2007 ......................... …
23
5 Jumlah sarana transportasi darat menurut jenis sarana dan desa di Kecamatan Mundu tahun 2007 ........................................................... …
24
6 Banyaknya pelanggan pemakai listrik menurut jenis tarif di Kabupaten Cirebon tahun 2007 ........................................................... …
25
7 Pengguna jasa listrik menurut desa/kelurahan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007 ............................................... …
25
8 Banyaknya pelanggan dan air minum yang didistribusikan serta Nilainya menurut jenis pelanggan di Kabupaten Cirebon tahun 2007 …
26
9 Pengguna jasa air minum di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007 .............................................................................. ...
27
10 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan dirinci per kecamatan tahun 2007.................................................................... ...
30
11 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon dirinci menurut jenis alat tangkap tahun 2007 ...................................................................... ...
31
12 Rekapitulasi jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Mundu di Kabupaten Cirebon menurut desa pada tahun 2007............................. ...
32
13 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di laut Kabupaten Cirebon menurut kecamatan tahun 2007.............................................. …
33
14 Rekapitulasi jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007 ................................ …
35
15 Jumlah rumah tangga perikanan (RTP) dan rumah tangga buruh perikanan (RTBP) di Kabupaten Cirebon peeriode 2007 ................... …
37
16 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan per trip, rata-rata harga ikan dan total penjualan nelayan payang di PPI Desa Bandengan menurut jenis ikan tahun 2008 ............................................................. …
38
17 Pengeluaran biaya investasi unit penangkapan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008 ......... …
41
18 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan unit penangkapan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008................................... …
42
iii
19 Biaya tetap yang dikeluarkan usaha penangkapan payang per trip di desa Bandengan tahun 2008.............................................................. …
44
20 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan nelayan payang per trip di Desa Bandengan pada bulan Juli 2008 ...... …
45
21 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan per trip nelayan payang di Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 .............. …
46
22 Hasil perhitungan korelasi Spearman antara nilai pendapatan dengan nilai BBM, perbekalan dan bagi hasil ABK nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 ................................................................ …
49
23 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan nelayan payang per trip sebelum kenaikan harga BBM di Desa Bandengan pada bulan Mei 2008 ............................................................................................. …
50
24 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan nelayan payang per trip sebelum kenaikan harga BBM di Desa Bandengan bulan Mei 2008 ....................................................... …
51
25 Pendapatan dan biaya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM di Desa Bandengan pada bulan Mei tahun 2008 ................................. …
52
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang ...........................
6
2 Tempat pelelangan ikan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 ..............................................................................................
28
3 Alat tangkap payang nelayan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 .............................................................................................
34
4 Perahu nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 ..............................................................................................
35
5 Mesin yang digunakan nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 .............................................................
36
6 Armada penangkapan perahu motor tempel di sungai Selapenganten Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008 .............................................................................................
36
7 Hasil tangkapan ikan utama nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 .............................................................
39
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lokasi penelitian PPI Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 ..................................................................................................
59
2 Jumlah dan harga hasil tangkapan ikan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008 ............................................................. .....
60
3 Foto-foto hasil tangkapan ikan nelayan payang PPI Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.............................................................. .....
62
4 Pengeluaran biaya investasi nelayan payang di Desa Bandengan Bulan Juli tahun 2008 .......................................................................... .....
63
5 Pengeluaran biaya operasional kebutuhan melaut nelayan payang per trip di Desa Bandengan bulan Juli tahun 2008 ...................................... .....
64
6 Komponen variabel faktor-faktor yang mempengaruhi volume hasil tangkapan perikanan payang di Desa Bandengan tahun 2008 (satuan: rupiah).................................................................... .....
65
7 Hasil data uji metode korelasi urutan spearman (The Rank Correlation Test) pendapatan dan sistem bagi hasil ABK nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 ........................................
66
8 Hasil data uji metode korelasi urutan spearman (The Rank Correlation Test) pendapatan dan BBM nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 ...................................................................
67
9 Hasil data uji metode korelasi urutan spearman (The Rank Correlation Test) pendapatan dan perbekalan nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 ...................................................................
68
vi
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor riil yang diharapkan bisa dikembangkan sehingga berkontribusi dalam membangun perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan bahwa sedikitnya ada 11 sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan yakni perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, kehutanan, perhubungan laut, sumber daya pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim serta SDA nonkonvensional (Dahuri, 2009). Adanya sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan dari perikanan tangkap diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, oleh karena itu pembangunan perikanan tangkap di daerah, khususnya Jawa Barat, diarahkan untuk mewujudkan visi dan misi pembangunan perikanan tangkap. Visi yang dimaksud adalah ”usaha perikanan tangkap Indonesia yang kokoh, mandiri dan lestari tahun 2020” sedangkan salah satu misi pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan (Anonymous, 2008). Meskipun pada kenyataannya dua per tiga wilayah Indonesia berupa lautan dan telah ditetapkan misi tersebut di atas, tetapi masih banyak dijumpai nelayan yang taraf hidupnya masih rendah bahkan kehidupan 70 % nelayan tergolong miskin (Kusnadi, 2004). Hal ini berkaitan erat dengan tingkat pendapatan dan pengeluaran nelayan. Seperti diketahui bahwa persentase pengeluaran terbesar oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel atau kapal motor adalah bahan bakar minyak (BBM). Persentase tersebut mencapai 40-50 % dari total biaya operasional melautnya (Satria, 2009) ; dan ini sangat mempengaruhi besaran pendapatan nelayan. Bahan bakar minyak merupakan salah satu komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam sebagian besar aktivitas ekonomi. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM pada tanggal 23 Mei 2008 pada umumnya telah mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami kesulitan di berbagai daerah. Begitu pula dengan nelayan di daerah Desa Bandengan
2
Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon juga mengalami kesulitan dalam usaha penangkapan ikan karena mereka mengandalkan perahu dengan mesin yang berbahan bakar solar. Kenaikan harga BBM menyebabkan biaya operasional penangkapan ikan semakin meningkat karena sebagian besar biaya operasionalnya adalah bahan bakar minyak. Disamping bahan bakar minyak, biaya operasional lainnya juga meningkat seperti biaya perbekalan dikarenakan biaya kebutuhan pokok juga meningkat. Agar nelayan tersebut diatas dapat mempertahankan pekerjaannya yaitu melaut, maka nelayan mencari tambahan modal atau jika tidak beralih profesi selain melaut. Meningkatnya biaya operasional penangkapan ikan mengakibatkan pada perubahan bahan bakar yang digunakan oleh nelayan dalam mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengganti bahan bakar solar dengan minyak tanah. Kenaikan harga BBM jelas akan mempengaruhi pendapatan nelayan, khususnya di Desa Bandengan Kecamatan Mundu karena hasil penjualan ikan sebagian besar terserap untuk biaya operasional sedangkan harga jual hasil tangkapan relatif tidak mengalami kenaikan. Kusnadi (2003) mengungkapkan bahwa “ancaman” terhadap kepastian pendapatan nelayan buruh (ABK) sangat besar. Berbeda dengan pekerjaan lain, kegiatan penangkapan ikan merupakan pekerjaan yang “spekulatif” ; meskipun pemilik perahu diminta untuk memberikan upah tetap dalam sekali melaut kepada nelayan buruh, tetapi resiko ekonomi yang harus ditanggung cukup besar, biayabiaya operasi perahu setiap hari yang harus ditanggungnya sudah cukup menguras kemampuan dana yang dimiliki apalagi jika dalam operasi tersebut tidak memperoleh hasil tangkapan. Oleh karena itu, kalau hasil tangkapan sedikit, biasanya akan digunakan untuk menutupi biaya operasional dulu (sebagai hak pemilik perahu), sedangkan sisa hasil yang lain dibagikan kepada nelayan buruh. Cara ini untuk meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perahu. Wilayah Desa Bandengan, Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon merupakan desa pesisir yang komunitas nelayannya relatif cukup besar. Hal ini berdasarkan data dari Kantor Kepala Desa Bandengan tahun 2008 tercatat jumlah penduduk dengan mata pencaharian tertinggi adalah nelayan sebesar 235 orang atau 61,197
3
% dari total penduduk jumlah usia kerja 384 orang dibandingkan dengan jumlah penduduk dengan jenis mata pencaharian lain. Terjadinya kenaikan harga BBM yang signifikan diduga akan berdampak terhadap
kelangsungan
kegiatan
penangkapan
ikan,
termasuk
kegiatan
penangkapan ikan nelayan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon yang pada umumnya dalam pengoperasian unit penangkapan payang menggunakan perahu motor tempel atau outboard engine yang menggunakan BBM. Hal ini berdasarkan pada laporan Dinas Kelautan & Perikanan Kabupaten Cirebon tahun 2007 bahwa jumlah perahu motor tempel Desa Bandengan berjumlah 97 unit yang meliputi perahu garok rajungan 23 unit, perahu payang 27 unit dan perahu jaring rampus 47 unit. Penelitian dilakukan pada nelayan payang karena berdasarkan wawancara nelayan payang di Desa Bandengan memiliki ketergantungan kepada tengkulak yang paling dominan. Adanya kenaikan harga BBM diduga frekuensi penangkapan ikan akan terpengaruh oleh besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka perlu kiranya penelitian ini dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan kondisi yang demikian maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1). Dalam kondisi tingkat harga BBM saat penelitian, berapakah tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan nelayan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon?; 2). Faktor-faktor biaya produksi mana yang dominan berpengaruh terhadap perolehan volume hasil tangkapan ikan?; dan 3). Apakah terjadinya kenaikan harga BBM memberikan dampak negatif terhadap besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan?.
4
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1). Mendapatkan besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan Payang di sekitar wilayah PPI Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada kondisi tingkat harga BBM saat penelitian; 2). Mengetahui faktor biaya produksi yang berpengaruh terhadap perolehan volume produksi hasil tangkapan ikan; dan 3). Menentukan besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan payang. 1.4 Manfaat Bagi pemerintah khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan nelayan dan diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang dapat memberikan dampak positif terhadap kegiatan penangkapan ikan.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unit Penangkapan Payang 2.1.1 Alat tangkap payang Payang termasuk alat tangkap yang memiliki produktivitas relatif cukup tinggi karena termasuk alat tangkap aktif, payang dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia. Nama payang di berbagai daerah berbeda-beda antara lain payang (Jakarta, Tegal dan Pekalongan), payang uras (Bali), payang gerut (Bawean), atau jala lompo (Kaltim, Sulsel) (Anonymous, 2004). Melihat sudah lamanya alat penangkap ikan ini digunakan, payang dapat digolongkan sebagai alat penangkap ikan tradisional. Keberadaan unit penangkapan payang di dalam perikanan laut Indonesia dianggap penting baik dilihat dari produktivitas maupun jumlah tenaga kerja yang terlibat. Payang merupakan pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri atas bagian kantong (bag), badan (body) dan sayap (wing). Menurut Subani dan Barus (1989) menyatakan bahwa bagian kantong payang umumnya terdiri atas bagian kecil yang tiap bagian mempunyai nama sendiri yang tiap daerah umumnya berbeda. Dua buah sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang, setiap sayap berukuran panjang 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 3665 meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter. Deskripsi payang yang diterangkan oleh Subani dan Barus (1989) adalah sebagai berikut; besar mata mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbedabeda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang sampai sekitar 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah yang lebih pendek. Hal ini untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke arah bawah, karena pada umumnya payang digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang biasanya hidup di bagian lapisan atas perairan dan mempunyai sifat cenderung bergerak ke lapisan bawah bila terkurung jaring.
6
Menurut Monintja (1991), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini. Semakin kecil ukuran mata jaring maka akan semakin kecil kemungkinan ikan meloloskan diri. Von Brandt (1984) menjelaskan bahwa payang termasuk ke dalam kelompok seine net atau danish seine. Seine net adalah alat penangkap ikan yang mempunyai bagian badan, sayap dan tali penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong. Alat penangkap ikan ini dioperasikan dengan cara melingkari area seluas-luasnya dan kemudian menarik alat ke kapal atau pantai. Payang merupakan salah satu dari seine net yang dioperasikan dengan cara melingkari kawanan ikan lalu ditarik ke atas kapal yang tidak bergerak. Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap payang dapat dilihat pada Gambar 1.
Tali ris
Sayap Badan
Kantong
http://auxis.tripod.com/fishing.htm
Gambar 1 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang. 2.1.2 Kapal/perahu payang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 pasal 1 tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi
7
penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan dalam aktivitas penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Pada kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkat ikan (Nomura dan Yamazaki, 1977). Kapal perikanan yang umum digunakan pada pengoperasian unit penangkapan payang adalah perahu, dengan menggunakan mesin penggerak berupa motor tempel atau outboard engine. Perahu ini mempunyai konstruksi khusus, yaitu mempunyai tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja, 1991). Perahu yang digunakan pada pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki ukuran yang berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang mengoperasikan juga berbeda. Misalnya kapal payang di Bengkulu memiliki ukuran rata-rata kapal payang 2,68 GT, mesin 12,9 HP dan jumlah nelayan 11 orang (Ta’alidin Z, 2003). Adriani (1995) menjelaskan bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground, mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien. 2.1.3 Metode Pengoperasian Payang Alat tangkap payang biasanya dioperasikan di lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling). Metode pengoperasian payang dapat dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penurunan dan tahap penarikan jaring (Ayodhyoa, 1981). Dalam operasi penangkapan ikan dengan payang, nelayan terlebih dahulu melakukan persiapan sebelum berangkat dari fishing base menuju fishing ground. Persiapan tersebut meliputi penyusunan alat tangkap diatas perahu dan persiapan bahan bakar serta perbekalan (Monintja, 1991).
8
Tahap pengoperasian payang terdiri atas penurunan jaring (setting) dan penarikan jaring (hauling). Tahap setting dilakukan setelah gerombolan ikan ditemukan dengan cara menduga-duga keberadaan gerombolan ikan. Setting dilakukan dengan cara menurunkan tali selambar depan dengan pelampung tonda yang dibawa oleh seorang perenang. Perahu dengan kecepatan penuh melingkari kelompok ikan hingga seluruh jaring terentang dan mengurunginya (Monintja, 1991). Setelah dilakukan setting maka segera dilakukan hauling. Pada waktu penarikan jaring semua nelayan berada di sisi kiri perahu dan terbagi menjadi kelompok. Kelompok pertama menarik sayap kiri jaring dari arah haluan perahu dan kelompok kedua menarik sayap kanan jaring dari arah buritan perahu. Kecepatan penarikan jaring antara kedua kelompok harus sama, yaitu dengan mengetahui jumlah pelampung yang sudah naik ke atas perahu. Setelah seluruh bagian jaring dinaikkan ke atas perahu, kemudian dilakukan pemindahan ikan dari kantong ke palka perahu (Monintja, 1991). Penangkapan ikan menggunakan payang dapat dilakukan baik pada siang hari maupun malam hari. Untuk meningkatkan hasil tangkapan saat pengoperasian alat tangkap payang digunakan alat bantu berupa lampu petromaks (kerosene pressure lamp) dan atau rumpon atau payaos (fish agregating device). Alat bantu petromaks biasa digunakan jika pengoperasian alat tangkap payang dilakukan pada malam hari. Alat bantu rumpon atau payaos biasa digunakan jika pengoperasian alat tangkap payang dilakukan pada siang hari. Kadangkala pengoperasian alat tangkap payang dilakukan tanpa menggunakan alat bantu, yaitu dengan cara menduga-duga keberadaan ikan atau mencari gerombolan ikan (Subani dan Barus, 1989). Menurut Ayodhyoa (1981), indikator yang digunakan dalam menduga keberadaan gerombolan ikan adalah dengan melihat : 1) Adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan air; 2) Adanya ikan yang melompat-lompat di permukaan air laut; 3) Adanya riak-riak kecil karena gerakan renang ikan di bagian permukaan air laut;
9
4) Adanya buih-buih di permukaan air laut akibat udara yang dikeluarkan ikan; 5) Adanya burung yang menukik dan menyambar ke permukaan laut. Jenis ikan yang biasanya tertangkap oleh payang di perairan Laut Jawa adalah tongkol (Auxis sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger sp), peperek (Leiognathus sp), tembang (Clupea sp), layang (Decapterus sp) dan lainlain. Sebagian besar ikan yang tertangkap dengan payang tergolong sumberdaya ikan pelagis, yaitu ikan yang hidup di permukaan laut atau didekatnya (Subani dan Barus, 1989). Alat bantu pendeteksi gerombolan ikan “fish finder”, umumnya di Indonesia belum digunakan untuk perikanan payang. 2.2 Pendapatan usaha penangkapan dan analisisnya Biaya atau cost adalah pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun melalui pemberian jasa (Rony,1990). Biaya operasional penangkapan ikan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan komponen biaya yang tidak berubah besarannya dan tidak dipengaruhi oleh besaran tingkat produksi penangkapan ikan. Sementara biaya variabel adalah komponen biaya yang sangat dipengaruhi oleh besaran tingkat produksi penangkapan ikan. Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri atas dua kategori, yaitu biaya berupa pengeluaran nyata dan biaya yang tidak merupakan pengeluaran nyata. Pengeluaran-pengeluaran nyata ada yang kontan dan tidak kontan. Menurut Mulyadi (2005), pengeluaran-pengeluaran kontan adalah : (1) Bahan bakar dan oli (2) Bahan pengawet (es dan garam) (3) Pengeluaran untuk makanan/ konsumsi awak (4) Pengeluaran untuk reparasi (5) Pengeluaran untuk retribusi dan pajak Pengeluaran-pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata adalah penyusutan dari perahu, mesin dan alat tangkap karena pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti.
10
Soekartawi (1986), mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan yaitu : 1) Penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk 2) Pengeluaran tunai, yaitu jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri 3) Pendapatan tunai, yaitu selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai 4) Penerimaan kotor, produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual 5) Pengeluaran total usaha, yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 6) Pendapatan bersih usaha, yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha. 2.2.1 Analisis biaya kebutuhan melaut Biaya kebutuhan melaut per trip penangkapan merupakan total biaya yang dikeluarkan nelayan untuk melakukan satu trip penangkapan terkait kebutuhan nelayan dalam operasi penangkapan ikan. Perhitungan volume kebutuhan BBM per trip penangkapan dilakukan dengan rumus pengkonsumsian bahan bakar yang dikeluarkan Pertamina tahun 2001 yaitu : F =W × H ×c
Keterangan : F : Konsumsi BBM per trip (ton/trip)
W : Daya mesin kapal/perahu (HP) H : lama waktu mesin beroperasi per trip (jam)
c : Fuel Consumption Rate (0,16) Biaya konsumsi BBM per trip (Fuel Consumption Cost) dihitung dari : FCC = V × HET Dimana : FCC = Fuel Consumption Cost / biaya konsumsi BBM per trip (Rp) V
= Volume BBM per trip (ton/trip)
HET = Harga Eceran Tertinggi BBM (Rp).
11
2.2.2 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha penangkapan ikan dan besar keuntungan (π) yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan untuk melakukan operasi penangkapan ikan yaitu dengan rumus (Soekartawi, 1995) π = TR − TC dimana : TR (Total Reveneu) per satuan waktu = Pendapatan total per satuan waktu TC (Total Cost) per satuan waktu
= Biaya total per satuan waktu
π = Keuntungan Apabila : TR > TC maka usaha menguntungkan TR < TC maka usaha mengalami kerugian TR = TC maka usaha impas. Biaya total (Total Cost) terdiri atas biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya variabel (Variabel Cost). Biaya tetap (Fixed Cost) terdiri atas investasi, penyusutan dan komponen biaya tetap lain seperti perizinan, retribusi dan perawatan. Biaya variabel terdiri atas biaya operasional melaut dan biaya upah bagi hasil. Dalam menghitung penyusutan digunakan metode garis lurus (stright line) yaitu biaya penyusutan benda setiap tahun dibebankan dalam jumlah yang sama, secara matematis perhitungan nilai penyusutan ini dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) : penyusutan =
NB − NA T
Keterangan : NB = Nilai beli
T = Tahun atau umur teknis
NA = Nilai akhir/nilai jual
2.2.3 Analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan Uji korelasi urutan Spearman (The Rank Correlation Test) digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel atau data ordinal. Hal ini dikarenakan data yang digunakan bersifat homogen dalam distribusi populasi sehingga digunakan analisis uji korelasi urutan Spearman (Hasan, 2001). Untuk
12
suatu variabel A yang memiliki hubungan yang erat atau kuat dengan variabel B lainnya yang diuji, maka dapat diduga variabel A bersifat mempengaruhi variabel B lainnya tersebut; sehingga dapat dikatakan variabel A merupakan faktor yang termasuk mempengaruhi variabel B. Dalam konteks penelitian ini, maka variabel-variabel yang diukur dan kemudian diuji melalui uji korelasi urutan spearman diharapkan menjadi faktor yang termasuk mempengaruhi volume hasil tangkapan. Menurut Iqbal Hasan (2001) koefisien korelasi urutan Spearman dirumuskan : rs = 1 −
6− ∑d2 n(n 2 − 1)
Keterangan : d = beda urutan dalam satu pasangan data n = banyaknya pasangan data Adapun langkah-langkah pengujian korelasi urutan Spearman adalah sebagai berikut : 1) Menentukan formulasi hipotesis H0 : tidak ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya dan H1 : ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya. 2) Menentukan taraf nyata (α) dan nilai ρs tabel Taraf nyata dan nilai ρs tabel ditentukan sesuai dengan besarnya n (n ≤ 30). Pengujiannya dapat berupa pengujian satu sisi dan dua sisi. 3) Menentukan kriteria pengujian : H0 diterima apabila rs ≤ ρs (α) dan H0 ditolak apabila rs > ρs (α) 4). Menentukan nilai uji statistic yaitu merupakan nilai rs situ sendiri 5) Membuat kesimpulan yaitu menyimpulkan H0 diterima atau ditolak 2.3 Nelayan Menurut UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan (Anonymous, 2004). Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
13
Berdasarkan status penguasaan modal, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal/perahu, jaring dan alat tangkap, sedngkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering disebut anak buah kapal (ABK) (Satria, 2002). Berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan, maka nelayan juga dapat dibedakan menjadi : 1) Nelayan penuh ; adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan di laut; 2) Nelayan sambilan utama adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan ikan, nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain; dan 3) Nelayan sambilan tambahan adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan (Anonymous, 2002). Menurut Hermanto (1986), kelompok pelaku dalam usaha penangkapan ikan bila ditinjau dari bagian yang diterima oleh pelaku, diantaranya: juragan/pemilik dan ABK. 1) Juragan/pemilik adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan. 2) ABK adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai buruh atau pandega, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian. Kedua kelompok diatas juga terdapat pada perikanan payang. Jumlah nelayan dalam pengoperasian unit penangkapan payang berkisar antara 10-20 orang. Biasanya nelayan payang telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan
14
dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master (Monintja, 1991). 2.4 Bahan Bakar Minyak dan Dampak Kenaikan Harganya Bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu hasil pertambangan yang mempunyai nilai sangat strategis bagi kehidupan suatu negara. Bahan bakar minyak dijabarkan dalam berbagai bentuk dan memiliki harga tertentu sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1. Kenaikan harga BBM memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor perikanan dan kelautan terutama nelayan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kebutuhan melaut nelayan adalah BBM. Selain harga bahan bakar untuk pengoperasian kapal semakin tidak terjangkau, kenaikan harga BBM juga berdampak pada kenaikan biaya operasional lain seperti bahan kebutuhan pokok selama melaut yang mencapai 20 hingga 30 persen dari biaya produksi, serta penyediaan es balok. Kenaikan harga solar dari Rp 4.300,00 menjadi Rp 5.500,00 pada tanggal 23 Mei 2008 (Tabel 1) menjadikan kondisi ekonomi nelayan semakin miskin, terlebih karena tanpa kenaikan harga BBM, nelayan sudah menerima harga yang melebihi harga pasar. Hal ini terjadi karena biaya pengangkutan solar dari distributor ke daerah sekitar pesisir membutuhkan biaya yang besar yang disebabkan jarak tempuh dalam pendistibusian BBM tersebut cukup jauh. Dengan kenaikan harga BBM, nelayan harus menerima harga yang begitu tinggi, yaitu harga BBM yang secara resmi dinaikkan oleh pemerintah ditambah dengan biaya pendistribusian yang semakin tinggi.
15
Tabel 1 Perkembangan harga BBM di Indonesia tahun 2008 Tanggal
Premium Eceran (Rp/Lt) Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL)
1 Juli
Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL) Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL) Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL) Eceran (Rp/Lt) Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL)
15 Mei
Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL) Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL) Pelanggan (Rp/KL) Bunker (US$/KL)
M.Tanah
M.Solar
M.Diesel
Diesel V10
5.500 WILAYAH 1
M. Bakar
Pertamina Dex
6.000
2.500
-
-
-
9.136.000
11.229.000
-
6.783.500
11.560.000
981,48
1.206,3
-
728,64
1.241,82
9.487.000
11.474.000
11.224.000
-
6.931.500
-
1.019,18
1.232,62
1.257,02 1.205,73 WILAYAH 3
-
744,54
-
9.688.000
11.717.500
11.462.000
-
7.078.500
1.040,78
1.258,77
1.283,66 1.231,30 WILAYAH 4
-
760,33
9.136.000
11.229.000
11.133.045
10.984.000
9.708.000
6.783.500
11.560.000
981,48
1.206,3
1.195,95
1.179,95
1.042,88
728,64
1.241,82
4.500
2.000
7.870.090
9.572.482
852,16
1.036,49
8.172.412
9.781.201
884,89
1.059,09
8.345.762
9.988.676
903,66
1.081,55
7.870.090
9.572.482
9.313.886
9.231.973
8.206.333
5.947.446
9.797.829
852,16
1.036,49
1.008,47
999,58
888,6
644
1.060,87
11.277.000
10.984.000
1.211,41 1.179,95 WILAYAH 2 11.701.500
11.949.500
4.300 WILAYAH 1
-
-
-
9.231.973
-
5.947.446
9.797.829
1.014,54 999,58 WILAYAH 2
-
644
1.060,87
9.516.016
-
6.076.862
-
1.071,7 1.030,33 WILAYAH 3
-
658,01
-
9.717.866
-
6.205.762
-
1.094,43 1.052,19 WILAYAH 4
-
671,97
-
9.369.985
9.897.883
10.107.833
-
Catatan : Harga Tanpa Pajak Wilayah 1 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) selain Batam, Wilayah 4, UPmsVII Makasar, Upms VIII Jayapura dan Propinsi NTT Wilayah 2 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) di UPmsVII Makasar Wilayah 3 : Harga berlaku Ex. Suplai Point (Depot/Transit Terminal) di UPmsVIII Jayapura dan Propinsi NTT Wilayah 4 : Harga berlaku Ext. Inst. Medan Grup, Depot Panjang TT. TG. Gerem, Depot Pelumpang, Depot Cikampek, Inst. Tanjung Priok, Int. semarang/Pengampon, Int. Surabaya Grup
16
Kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya operasional nelayan. Seperti pada perikanan payang di Cirebon jumlah melaut 21 kali per bulan menurun tajam menjadi 8 kali per bulan. Sebagaimana diketahui, pada kenyataannya kebanyakan nelayan di Indonesia hanya menggantungkan sumber penghasilan dari hasil melaut. Peningkatan biaya untuk BBM juga berpengaruh secara ”berantai” terhadap komponen biaya lain yang merupakan bagian dari biaya operasional. Biaya lain yang turut meningkat adalah biaya kebutuhan pokok selama melaut, biaya penyediaan es balok, serta biaya lain yang terpengaruh karena kenaikan harga BBM tersebut. Sejauh ini belum terdapat energi alternatif bagi nelayan selain BBM (solar dan minyak tanah). Nelayan melakukan penghematan BBM dengan cara mencampur solar dengan minyak tanah, oli atau zat lain yang persentasenya tetap lebih kecil dibandingkan solar yang digunakan.”Pengoplosan” bahan bakar tersebut akan memperpendek usia mesin perahu nelayan.
17
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2008 dengan lokasi penelitian di Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1). 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data adalah kuisioner dan bahan yang digunakan di dalam penelitian adalah data hasil kuisioner. 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan aspek yang dikaji adalah aspek pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang dan aspek pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan yang berada di sekitar Tempat Pelelangan Ikan Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Pada aspek di atas akan diteliti input produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan ikan, besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan dan pengaruh atau dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan. Perolehan data berupa input, besaran dan dampak diatas dilakukan dengan 3 cara, yaitu melakukan observasi (pengamatan), melakukan
wawancara
dengan
menggunakan
angket
(kuisioner)
dan
mengumpulkan data sekunder. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan nelayan payang yang berada di Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon meliputi pengamatan proses persiapan melaut (terutama penyiapan kebutuhan BBM) dan proses pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di PPI Bandengan. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik payang; yang jumlah unit penangkapan seluruhnya 27 unit. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode sensus yaitu seluruh anggota populasi (nelayan yang memiliki dan menggunakan alat tangkap payang) di Desa Bandengan dijadikan responden berjumlah 27 nelayan.
18
Data pendapatan nelayan payang sebelum dan sesudah kenaikan BBM diperoleh melalui wawancara langsung terhadap responden nelayan pemilik payang dengan berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya; meliputi: jumlah hasil tangkapan ikan per trip, harga ikan, lama hari melaut dalam sebulan, jumlah ABK dan biaya kebutuhan setiap melaut pada waktu sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Keseluruhan data tersebut merupakan data yang diperlukan untuk menghitung pendapatan nelayan. Wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan informasi profil sosialekonomi masyarakat nelayan di desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon dan keragaman kegiatan usaha penangkapan ikannya. Data yang akan dikumpulkan disampaikan pada Tabel 2. Pengumpulan data dibagi dalam 2 tahap, tahap pertama pengumpulan data sekunder dari instansi terkait. Instansi tersebut antara lain: Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Cirebon, Kantor Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon dan Kantor Badan Statistik Kabupaten Cirebon. Tahap kedua adalah pengumpulan data primer yang dilakukan dengan melakukan pengamatan, wawancara dan pengisian angket (kuisioner) responden nelayan payang. Tabel 2 Data yang dikumpulkan: data utama dan data tambahan Data yang dikumpulkan
Data Utama
Data Tambahan
Data Primer
Kondisi usaha (input-output) Daerah pemasaran Pendapatan usaha Biaya investasi Biaya tetap Biaya variabel Hasil Tangkapan Tenaga Kerja dan Upah Pendaratan hasil tangkapan Pemasaran hasil tangkapan Program Kompensasi BBM
Permasalahan Alat tangkap payang Kapal/Perahu penangkap Ikan Operasi penangkapan Ikan Fishing ground Program penyuluhan nelayan
Data Sekunder Produksi penangkapan ikan di laut per kecamatan Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan Perkembangan jumlah alat tangkap Perkembangan jumlah rumah tangga perikanan dan buruh nelayan di kabupaten Cirebon
Komposisi penduduk Bandengan Geografis Tingkat pandidikan Mata pencaharian
Desa
19
3.4 Analisis Data Data hasil penelitian secara umum akan diolah dan dianalisis secara deskriptif melalui tabulasi dan perhitungan rata-rata. Untuk mendapatkan tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang, akan dilakukan analisis pendapatan (subbab 2.2.2). Pada metode tersebut akan dihitung biaya operasi penangkapan ikan, biaya tetap, biaya variabel, bagi hasil dan biaya investasi. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap perolehan volume produksi hasil tangkapan ikan dianalisis dengan uji korelasi Spearman (subbab 2.2.3), sedangkan untuk mendapatkan besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang digunakan metode analisis komparatif antar pendapatan nelayan payang sebelum dan sesudah bulan Mei kenaikan harga BBM.
20
4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Geografi Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km2 merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Jawa Barat dan merupakan batas sekaligus sebagai pintu gerbang propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letak geografisnya antara 108º40’-108º48’ Bujur Timur dan 6º30’-7º00’ Lintang Selatan (Anonymous, 2007). Batas administratif Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu Sebelah Timur : Wilayah kota Cirebon dan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah Sebelah Selatan : Kabupaten Kuningan Sebelah Barat Laut : Kabupaten Majalengka Kabupaten Cirebon memiliki jarak terjauh arah barat-timur sepanjang 54 km dan utara-selatan 39 km meliputi 40 kecamatan, 412 desa dan 12 kelurahan dengan ibukota kabupaten di Sumber (Ditetapkan berdasarkan PP. No. 33 tahun 1979) (http://www.jabarprov.go.id). Secara topografi Kabupaten Cirebon terletak pada ketinggian antara 0-130 m di atas permukaan laut. Di lihat dari permukaan tanah atau daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu dataran rendah dan dataran tinggi. Wilayah kecamatan yang terletak disepanjang pantai utara Pulau Jawa termasuk pada dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0-10 m dari permukaan laut terdiri atas Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Suranenggala, Arjawinangun, Klangenan, Gunungjati, Kedawung, Weru, Mundu, Astanajapura, Lemahabang, Karangsembung, Waled, Babakan, Ciledug dan Losari, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11-130 m dari permukaan laut (Anonymous, 2006). Kecamatan-kecamatan yang memiliki wilayah pantai untuk kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terjadi di tujuh kecamatan terdiri atas Kecamatan Kapetakan, Cirebon Utara, Mundu, Astanajapura, Pangenan, Gebang dan Losari. Wilayah Kabupaten Cirebon memiliki suhu rata-rata 28ºC, suhu
21
tertinggi di wilayah ini dapat mencapai 33ºC sedangkan suhu terendah sekitar 24ºC. Suhu di wilayah ini cenderung tidak fluktuatif, sementara itu wilayah ini juga dikenal dipengaruhi oleh angin kumbang yang bertiup relatif kencang, terkadang berputar dan bersifat kering (http://www.jabarprov.go.id). Iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri atas daerah pantai, terutama bagian utara, timur, dan barat, sedangkan di sebelah selatan adalah daerah perbukitan. Menurut Schmidt dan Ferguson bahwa Kabupaten Cirebon termasuk kategori iklim tipe C dan D dengan jumlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1000-3000 mm. Iklim kabupaten Cirebon bersifat tropis dengan jumlah curah hujan tertinggi terdapat di bagian tengah dan selatan yaitu daerah perbukitan di kaki gunung Ciremai (Kecamatan Beber, Sumber, Palimanan dan Plumbon) sedangkan curah hujan terendah umumnya di wilayah pesisir dan wilayah dataran di bagian utara (Anonymous, 2007).
4.2 Penduduk Kabupaten Cirebon adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang mempunyai luas wilayah terkecil kedua setelah Kabupaten Purwakarta tetapi mempunyai jumlah penduduk yang cukup besar. Jumlah penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 adalah sebanyak 2.107.945 jiwa, terdiri atas laki-laki 1.057.750 jiwa dan perempuan 1.050.195 jiwa dengan luas wilayah administratif 990,36 km2. Rata-rata kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten Cirebon adalah sebesar 2.128 jiwa per km2 dari total penduduk sebanyak 2.107.945 jiwa. Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Sumber yaitu sebanyak 84.710 jiwa dengan sebaran distribusi penduduk sebesar 4,02 % dan yang terkecil adalah Kecamatan Pasaleman dengan jumlah penduduk hanya 26.678 jiwa dengan sebaran distribusi penduduk sebesar 1,27 % (Anonymous, 2008). Salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon adalah kecamatan Mundu, yang memiliki luas wilayah 25,58 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 66.461 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon disajikan dalam Tabel 3 berikut :
22
Tabel 3 Jumlah penduduk Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Desa Waruduwur Citemu Mundu Pesisir Suci Banjarwangunan Pamengkang Setupatok Sinarrancang Penpen Mundumesigit Bandengan Luwung Jumlah
Jumlah Penduduk (jiwa) L P L+P 2.001 1.986 3.987 1.724 1.809 3.533 2.843 2.828 5.671 1.536 1.410 2.946 4.972 4.789 9.761 4.685 4.841 9.526 4.268 4.367 8.635 1.419 1.333 2.752 3.976 3.770 7.746 2.119 1.866 3.985 1.637 1.633 3.270 2.374 2.275 4.649 33.554 32.907 66.461
Keterangan: L=laki-laki; P=perempuan Sumber : Kantor Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, 2008
Jumlah penduduk Kecamatan Mundu tahun 2007 berjumlah 66.461 orang yang terdiri atas jenis kelamin laki-laki 33.554 orang dan perempun 32.907 orang.
4.3 Prasarana umum 4.3.1 Transportasi Keberadaan sarana penghubung untuk transportasi darat di Kabupaten Cirebon relatif cukup baik dilihat dari kondisi jalan kabupaten, jalan propinsi dan jalan negara yang hampir semuanya berkondisi baik/sedang. Tingkat pengelolaan jalan untuk kategori jalan kabupaten membentang sepanjang 643,16 km seperti disajikan dalam Tabel 4.
23
Tabel 4 Panjang jalan (kilometer) menurut jenis dan kondisi dirinci per tingkat pengelolaan jalan di Kabupaten Cirebon tahun 2007 Jenis dan kondisi jalan Jenis permukaan Aspal Kondisi jalan Baik Sedang Rusak Rusak berat Jumlah
Panjang jalan (km) Jalan kabupaten Jalan propinsi Jalan negara 643,16
53,20
247,26 21,4 139,3 46,2 643,16
41,5 11,7 53,20
88,50 65 23,5 88,50
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2008
Sarana transportasi darat di Kecamatan Mundu terdiri atas sepeda, delman, becak, sepeda motor, mikrolet, mobil dinas, mobil pribadi dan truk sebagaimana tertera pada Tabel 5. Sepeda motor merupakan sarana transportasi paling dominan di Kecamatan Mundu yaitu sebesar 2.406 unit dibandingkan dengan yang lain. Adapun sarana transportasi darat di Desa Bandengan pada umumnya cukup tersedia, beberapa jenis yang digunakan adalah truk 2 unit, mobil pribadi 14 unit, sepeda motor 135 unit, becak 28 unit dan sepeda 32 unit. Adapun jalan yang menghubungkan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Bandengan menuju jalan raya sudah beraspal sehingga memudahkan jenis transportasi tersebut untuk melakukan kegiatan pengangkutan barang.
24
Tabel 5 Jumlah sarana transportasi darat menurut jenis sarana dan desa di Kecamatan Mundu tahun 2007 Sepeda Sepeda Delman Becak motor No Desa (unit) (unit) (unit) (unit) 1 Waruduwur 25 2 80 2 Citemu 30 3 56 3 Bandengan 32 28 135 4 Mundu Pesisir 48 35 218 5 Suci 31 13 72 6 Banjarwangunan 45 10 500 7 Pamengkang 47 54 200 8 Setupatok 49 181 421 9 Sinarrancang 31 70 10 Penpen 215 6 3 526 11 Mundumesigit 44 4 78 12 Luwung 51 12 50 Jumlah 648 6 345 2.406 Sumber : Kantor Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, 2008
Mikrolet (unit)
Mobil dinas (unit)
10
2
1 3 14
2 4
Mobil pribadi (unit) 15 3 14 16 8 15 13 15 4 3 2 2 110
Truk (unit) 3 2 35 1 12
53
4.3.2 Komunikasi Dalam era modernisasi saat ini khususnya dalam sektor komunikasi banyak dikuasai oleh pasar yang mengedepankan kecepatan, kemudahan dan terjangkau. Handphone adalah salah satu produk modernisasi dalam komunikasi, dengan mengandalkan produk SMS (Short Message Service) dimana semua pengguna dapat dengan mudah berkomunikasi secara cepat, mudah dan murah bahkan saat ini internet telah dapat di download oleh handphone sehingga layanan e-mail lebih mudah dilakukan. Berbagai kemajuan teknologi komunikasi saat ini, sangat berpengaruh terhadap penurunan perkembangan pengiriman surat sebagai media komunikasi pada PT. POS Indonesia (persero) khususnya di Kabupaten Cirebon pada tahun 2007. Jumlah pengiriman surat pada tahun 2007 sebanyak 618.827 surat (dalam dan luar negeri) menurun 20% dibandingkan tahun 2006 (Anonymous, 2008). Penduduk Desa Bandengan, berdasarkan wawancara terhadap nelayan, belum memiliki sarana komunikasi berupa telepon rumah sehingga menggunakan handphone (HP) untuk berkomunikasi. Pada umumnya nelayan pemilik kapal atau juragan yang memiliki handphone tersebut, sedangkan nelayan buruh belum memilikinya. Adapun sarana informasi lainnya berupa TV milik pribadi dan radio tidak semua nelayan yang memilikinya.
25
4.3.2 Listrik dan Air Pada tahun 2007 PT. PLN (persero) Kabupaten Cirebon memiliki pelanggan sebanyak 280.412 orang dengan total tarif sebesar 3.737 (Rp/KWh). Sebagaimana tertera pada Tabel 6. Tabel 6 Banyaknya pelanggan pemakai listrik menurut jenis tarif di Kabupaten Cirebon tahun 2007 Jenis Tarif
Jumlah Pelanggan (pelanggan)
Sosial
Tarif Rp/KWh
6.256
463,68
265.432
506,32
7.424
721,46
Industri
382
571,88
Pemerintah
918
660,40
Multiguna
0
813,26
Rumah tangga Bisnis
Jumlah
280.412
3.737
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2008
Jumlah pelanggan pemakai listrik terbesar terdapat pada tarif rumah tangga sebanyak 265.432 pelanggan dengan tarif 506,32 (Rp/KWh). Adapun pengguna jasa listrik di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tersebar di 11 desa sebagaimana yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Pengguna jasa listrik menurut desa/kelurahan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Desa/kelurahan Waruduwur Citemu Bandengan Mundupesisir Suci Banjarwangunan Pamengkang Setupatok Penpen Mundumesigit Luwung Jumlah
Sumber : Data monografi Kecamatan Mundu, 2008
Pengguna jasa PLN (pelanggan) 415 620 715 880 340 569 620 850 925 491 500 6.925
26
Selain listrik prasarana umum lainnya adalah air yang didistribusikan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM). Pada tahun 2007 total pelanggan yang terdaftar di PDAM Kabupaten Cirebon sebanyak 23.488 pelanggan sebagaimana yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8 Banyaknya pelanggan dan air minum yang didistribusikan serta nilainya menurut jenis pelanggan di Kabupaten Cirebon tahun 2007 Jenis pelanggan Rumah tempat tinggal Badan sosial dan rumah sakit Sarana umum Perusahaan, pertokoan dan industri Instansi pemerintah Lain-lain/tangki Niaga kecil Niaga sedang Niaga besar Jumlah
Jumlah (Pelanggan)
Banyak (m3)
Nilai (Ribuan Rp)
22.459
3.772.358
12.099.516,6
324
119.649
165.392,2
56
50.010
105.087,0
4
1.344
9.280,3
170
126.313
470.869,0
53
11.808
170.876,1
389
113.369
384.879,4
29
18.537
92.156,9
4
2.540
14.359,5
23.488
4.215.928
13.407.435,14
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, 2008
Jumlah pelanggan pemakai air minum dominan terdapat pada jenis pelanggan rumah tangga sebanyak 22.459 pelanggan dibandingkan dengan lainnya. Adapun pengguna air minum di Kecamatan Mundu pada umumnya menggunakan pompa dan sumur untuk mendapatkan air guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk di Desa Bandengan. Penduduk nelayan di Desa Bandengan belum memiliki sarana air dari PDAM sehingga menggunakan pompa dan air sumur untuk keperluan hidup sehari-hari seperti minum, mandi, mencuci, wudhu dan sebagainya. Pada tahun 2007 pengguna air minum di Desa Bandengan dengan menggunakan pompa berjumlah 135 pengguna dan sumur 75 pengguna sebagaimana yang tertera pada Tabel 9.
27
Tabel 9 Pengguna jasa air minum di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007
No 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12
Desa/kelurahan Waruduwur Citemu Bandengan Mundupesisir Suci Banjarwangunan Pamengkang Setupatok Penpen Mundumesigit Luwung Jumlah
PDAM
41
20 61
Pengguna jasa air minum (pengguna) Badan pengelola air Pompa Sumur 2 175 35 185 46 1 135 75 110 910 95 155 276 35 375 25 200 721 256 65 175 500 25 485 3 2007 3052
Sumber : Data monografi Kecamatan Mundu, 2008
Pengguna air minum di Kecamatan Mundu yang menggunakan PDAM hanya terdapat di dua desa yaitu Desa Mundupesisir dan Mundumesigit berjumlah 41 dan 20 pengguna, sedangkan desa lainnya di Kecamatan Mundu pada umumnya menggunakan pompa dan sumur dalam mendapatkan air minum. Pengguna jasa air minum menggunakan pompa dan sumur terbanyak terdapat pada Desa Pamengkang sebesar 375 pengguna dan Desa Mundupesisir sebesar 910 pengguna. Pada Desa Bandengan yang terdapat nelayan payang biasanya menggunakan air berasal dari pompa dan sumur.
28
5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON Perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon memiliki prasarana perikanan seperti pangkalan pendaratan ikan (PPI). Pangkalan pendaratan ikan yang baik merupakan salah satu pendukung pengembangan pembangunan perikanan, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi nelayan untuk melaksanakan kegiatan usahanya guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Kabupaten Cirebon berjumlah 20 unit, yang terdiri atas PPI inti 2 dan PPI plasma 18 unit. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) inti tersebar di Kecamatan Cirebon Utara dan Gebang, sedangkan PPI plasma tersebar di Kecamatan Kapetakan 4 unit, Cirebon Utara 3 unit, Mundu 4 unit, Pangenan 2 unit, Babakan 5 unit dan Losari 2 unit. Salah satu PPI plasma di Kecamatan Mundu adalah PPI Desa Bandengan. Keempat unit PPI plasma di Kecamatan Mundu adalah PPI Mundu Pesisir, PPI Bandengan, PPI Citemu dan PPI Waru Duwur. Prasarana yang dimiliki PPI Bandengan diantaranya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Tempat pelelangan ikan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.
29
Tempat Pelelangan Ikan PPI Desa Bandengan yang sudah dibangun sejak tahun 2007, berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan payang, belum memiliki aktivitas pelelangan ikan; sehingga nelayan belum dapat melakukan aktivitas pelelangan hasil tangkapannya di TPI PPI Desa Bandengan. Selama TPI belum beroperasi nelayan kebanyakan menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak dengan tingkat harga yang relatif rendah. Dengan adanya kenaikan harga BBM, maka nelayan yang semula melaut dengan menggunakan bahan bakar solar beralih menggunakan minyak tanah. Hal tersebut akan berdampak pada cepat rusaknya mesin kapal dan biaya pemeliharaannya meningkat seperti yang dialami oleh nelayan payang
desa
Bandengan. Berdasarkan hasil wawancara, minyak tanah yang dipakai ”dioplos” terlebih dahulu dengan oli mesin; hal ini jelas akan mempengaruhi keawetan mesin. Mesin yang seharusnya mampu bertahan untuk dua tahun, kini hanya mampu bertahan hanya sekitar satu tahun. Kerusakan mesin itu bisa dilihat dari suara mesin yang kasar dan cepat panas. Mesin perahu nelayan yang menggunakan campuran minyak tanah dan oli atau solar oplosan akan mengalami rusak berat. Akibatnya mereka menjadi semakin susah karena untuk memperbaiki mesin mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan tidak semua nelayan dapat melaut. 5.1 Unit Penangkapan Ikan Kapal
atau
perahu
penangkap
ikan
di
Kabupaten
Cirebon
dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), kapal motor (KM) dan perahu motor tempel (PMT). Perahu tanpa motor (PTM) adalah perahu yang tidak menggunakan mesin atau motor dalam operasi penangkapan ikan, kapal motor (KM) adalah kapal yang pengoperasiannya menggunakan mesin atau motor dalam (inboard motor) dimana mesin kapal ditempatkan di dalam kapal itu sendiri, sedangkan perahu motor tempel (PMT) adalah perahu yang pengoperasiannya menggunakan mesin luar sebagai tenaga penggeraknya yang ditempatkan disamping perahu atau disebut juga dengan (outboard motor). Pada tahun 2007 jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon sebanyak 4.049 unit. Armada penangkapan ikan yang mendominasi di wilayah Kabupaten tersebut pada tahun yang sama adalah perahu motor tempel (PMT)
30
sebanyak 4.049 unit atau 98,92% dari seluruh armada yang ada di Kabupaten Cirebon, sedangkan jumlah armada kapal motor (KM) hanya terdapat 7 unit atau 0,17 %. Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon per kecamatan pada tahun 2007 disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan per kecamatan tahun 2007 Jumlah armada penangkapan (unit) Kecamatan
Jumlah (unit) (%)
PTM
PMT
KM
0
725
6
731
17,86
21
706
1
728
17,79
Mundu
0
256
0
256
6,25
Astanajapura
0
36
0
36
0,88
16
311
0
327
7,99
Gebang
0
1.588
0
1.588
38,80
Losari
0
427
0
427
10,43
Jumlah
37
4.049
7
4.093
100,00
Kapetakan Cirebon utara
Pangenan
Keterangan : PTM = Perahu Tanpa Motor; PMT = Perahu Motor Tempel; KM = Kapal Motor Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon (2008), perahu motor tempel di Kecamatan Mundu pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 13,22 % yaitu dari 4.666 unit tahun 2006 menjadi 4.049 unit tahun 2007. Selain unit penangkapan ikan berupa perahu, unit penangkapan ikan lainnya yang digunakan nelayan dalam usaha penangkapan ikan di laut adalah alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Cirebon sangat bervariasi. Adapun rekapitulasi jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Cirebon per kecamatan menurut jenis alat tangkap pada tahun 2007 disajikan dalam Tabel 11. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 sebanyak 9.216 unit. Jenis alat tangkap yang dominan di wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun tersebut adalah pukat tarik ikan dan pukat pantai/jaring arad sebanyak 1.648 unit atau 18 % dari seluruh jenis alat tangkap yang ada di Kabupaten Cirebon.
31
Tabel 11 Jumlah alat tangkap di Kabupaten Cirebon dirinci menurut jenis alat tangkap tahun 2007 No
Jenis alat tangkap
1
Pukat Tarik Ikan Payang Dogol Pukat Pantai/Jaring Arad Jaring Insang Hanyut Jaring Lingkar Jaring Insang Tetap Trammel Net Bagan Tancap Anco Rawai Tetap Perangkap Kerang Perangkap lainnya Jumlah
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jumlah (unit) 1.648 796 25 1.648 934 16 1.415 1.168 52 52 243 473 746 9.216
(%) 18 9 0 18 10 0 15 13 1 1 3 5 8 100
Sumber : : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008
Adapun jumlah alat tangkap yang terdapat di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon juga cukup bervariasi. Rekapitulasi jumlah alat tangkap yang digunakan nelayan Kecamatan Mundu di Kabupaten Cirebon dirinci per desa pada tahun 2007 disajikan dalam Tabel 12.
32
Tabel 12 Rekapitulasi jumlah alat tangkap nelayan Kecamatan Mundu di Kabupaten Cirebon menurut Desa pada tahun 2007 No
Desa
Jenis alat tangkap
Arad Garok rajungan Mundu Perangkap lain (Sudu) Pesisir Alat pengumpul lain Garok kerang Garok rajungan Bandengan Payang Jaring rampus Garok rajungan Payang Jaring kejer Citemu Trammel net Jaring rampus Bubu rajungan Jaring kejer Waruduwur Trammel net Bubu rajungan Total
1
2
3
4
Jumlah per jenis (unit) 29 47 10 8 180 23 27 47 22 18 29 13 36 126 75 23 99
Jumlah per desa (unit)
274
97
244
197 812
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2008
Tabel 12 menjelaskan bahwa pada tahun 2007 jumlah alat tangkap di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon berjumlah 812 unit. Jumlah alat tangkap yang dominan di Kecamatan Mundu terdapat pada Desa Mundu Pesisir sebanyak 274 unit, sedangkan di Desa Bandengan memiliki jumlah alat tangkap sebanyak 97 unit terdiri atas garok rajungan 23 unit, payang 27 unit dan jaring rampus 47 unit. Adapun nelayan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan adalah nelayan yang memiliki sarana produksi dan membiayai operasi penangkapan, sedangkan nelayan buruh adalah nelayan yang secara langsung melakukan operasi penangkapan. Jumlah nelayan buruh lebih banyak dibandingkan jumlah nelayan pemilik.
33
5.2 Produksi Hasil Tangkapan dan Prasarana Perikanan Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terjadi di tujuh kecamatan pantai (sub 4.1) dengan panjang pantai 54 km. Konsentrasi perikanan tangkap terbesar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cirebon Utara dan Gebang dengan perolehan produksi HT tertinggi Kecamatan Gebang dan yang kedua Kecamatan Cirebon Utara. Uraian perkembangan produksi dari hasil penangkapan ikan di laut per kecamatan tahun 2007 tertera pada Tabel 13. Tabel 13 Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan di laut Kabupaten Cirebon menurut kecamatan tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Kapetakan Cirebon Utara Mundu Astanajapura Pangenan Gebang Losari Jumlah
Produksi (ton) (%) 6.231,0 15,70 6.111,9 15,40 6.905,7 17,40 397,0 1,00 3.056,0 7,70 13.414,5 33,80 3.571,9 9,00 39.688,0 100,00
Nilai produksi (Rp 1000) (%) 23.444.481 9,0 88.047.050 33,8 20.058.056 7,7 2.604.942 1,0 45.065.502 17,3 40.116.111 15,4 41.158.088 15,8 260.494.230 100,00
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2007
Jumlah produksi hasil tangkapan ikan di Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 sebesar 39.688 ton sedangkan nilai produksi sebesar Rp 260.494.230,00. Kecamatan-kecamatan dengan produksi hasil tangkapan dominan terdapat pada Kecamatan Gebang sebesar 13.414,5 ton atau 33,80 %, Kecamatan Mundu sebesar 6.905,7 ton atau 17,40 %, Kecamatan Kapetakan sebesar 6.231 ton atau 15,70 % dan Kecamatan Cirebon Utara sebesar 6.111,9 ton atau 15,40 %. Nilai produksi di Kecamatan Gebang adalah sebesar Rp 40.116.111,00, Kecamatan Mundu
sebesar
Rp
20.058.056,00,
Kecamatan
Kapetakan
sebesar
23.444.481,00 dan Kecamatan Cirebon Utara sebesar Rp 88.047.050,00.
Rp
34
5.3 PPI Desa Bandengan Kecamatan Mundu memiliki satu unit tempat pelelangan ikan PPI Desa Bandengan yang berlokasi di Desa Bandengan dan pembangunan serta pengadaan peralatannya dibiayai dari APBD Provinsi Jawa Barat dengan waktu pelaksanaan pembangunan dan pengadaan peralatan tempat pelelangan ikan PPI Desa Bandengan dilaksanakan pada tanggal 4 Juli s.d 1 Oktober 2007 (Anonymous, 2007). 5.3.1 Unit penangkapan Jenis perahu yang digunakan pada unit penangkapan di PPI Desa Bandengan adalah perahu motor tempel dengan mesin yang dapat dipasang atau dilepaskan secara mudah dari buritan perahu (outboard). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan-nelayan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 berjumlah 812 unit yang tersebar di setiap desa terdiri atas Desa Mundupesisir sebanyak 274 unit, Desa Bandengan sebanyak 97 unit, Desa Citemu sebanyak 244 unit dan Desa Waruduwur sebanyak 197 unit. Alat tangkap payang di Desa Bandengan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3 Alat tangkap payang nelayan Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008. Armada penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu, biasanya menggunakan perahu yang terbuat dari
35
kayu jati (Tectona grandis) yang dibuat di sekitar Desa Bandengan. Perahu payang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Perahu nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008. Jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007 disajikan dalam Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14 Rekapitulasi jumlah armada penangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon per desa tahun 2007 No 1 2 3 4
Desa Mundu Pesisir Bandengan Citemu Waruduwur Jumlah
Motor Tempel 256 97 244 198 795
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon 2008
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap nelayan, ukuran perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang mempunyai ukuran rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m, tinggi (D) 1,3-1,5 m dengan tenaga penggerak digunakan mesin umumnya berkekuatan 24 PK dengan merek yang sebagian besar Dompheng sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.
36
Gambar 5 Mesin yang digunakan nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008. Nelayan lebih menyukai merek dompheng karena merek mesin tersebut dirasakan lebih murah dibandingkan dengan merek mesin lainnya seperti Kubota. Armada penangkapan ikan berupa perahu motor tempel (PMT) yang bersandar di sungai Selapenganten Desa Bandengan Kecamatan Mundu dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 6 Armada penangkapan perahu motor tempel di Sungai Selapenganten Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008.
37
5.3.2 Nelayan Tenaga kerja yang terserap dalam usaha penangkapan ikan terdiri atas nelayan pemilik atau disebut dengan rumah tangga perikanan (RTP) dan sebagai buruh dalam usaha penangkapan atau disebut dengan rumah tangga buruh perikanan (RTBP). Pada tahun 2007 jumlah (RTP) di Kabupaten Cirebon sebanyak 5.533 orang, sedangkan jumlah rumah tangga buruh perikanan (RTBP) sebanyak 17.207 orang. Jumlah nelayan buruh diduga lebih banyak dibandingkan jumlah nelayan pemilik. Hal ini diindikasikan oleh jumlah Rumah Tangga Buruh Perikanan (RTBP) lebih besar daripada jumlah (RTP) di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon periode 2007 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah (RTP) dan (RTBP) di Kabupaten Cirebon periode 2007 No 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Kapetakan Cirebon Utara Mundu Astanajapura Pangenan Gebang Losari Jumlah
RTP
RTBP
Jumlah RTP/RTBP
731 1.565 812 46 363 1.589 427 5.533
1.800 2.204 2.821 72 2.032 7.338 940 17.207
2.531 3.769 3.633 118 2.395 8.927 1.367 22.740
Sumber : Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon tahun 2008
Jumlah nelayan buruh lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik di Kecamatan Mundu yaitu nelayan buruh berjumlah 2.821 orang
sedangkan
nelayan pemilik berjumlah 812 orang. Berdasarkan wawancara dari Kantor Kepala Desa Bandengan tahun 2007 jumlah nelayan Desa Bandengan sebanyak 235 orang terdiri atas 70 orang nelayan pemilik dan 165 orang nelayan buruh. 5.3.3 Jenis dan produksi hasil tangkapan Produksi hasil tangkapan ikan di Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada tahun 2007 sebesar 6.905,7 ton, sedangkan nilai produksi sebesar Rp 20.058.056,00. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden nelayan di PPI Desa Bandengan Kecamatan Mundu diperoleh bahwa jenis ikan hasil tangkapan yang paling utama adalah ikan tembang, sementara yang lainnya adalah ikan teri,
38
kembung dan pepetek (pepirik). Hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya dapat dilihat pada Tabel 16 dan Lampiran 2. Tabel 16 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan per trip, rata-rata harga ikan dan total penjualan nelayan payang di PPI Desa Bandengan menurut jenis ikan tahun 2008
No 1 2 3 4
Jenis ikan Tembang Kembung Teri Pepetek (Pepirik) Jumlah
Rata-rata jumlah hasil tangkapan per trip (kg) 271 34 19 60 384
Rata-rata harga ikan (Rp)/kg
Total penjualan (Rp)
1.500 5.200 4.750 1.000 12.450
406.500 176.800 90.250 60.000 733.550
Sumber : Data primer, 2008
Hasil tangkapan ikan yang paling banyak adalah jenis ikan tembang (Fringescale sardinella) rata-rata sebanyak 271 kg dengan harga per kg-nya ratarata berkisar Rp 1.500,00, sedangkan ikan yang lain adalah ikan kembung perempuan (Short-bodied mackerel) 34 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 5.200,00, ikan pepetek (Slipmouths or Pony fishes) yaitu 60 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.000,00 dan yang paling sedikit adalah ikan teri (Anchovies) 19 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 4.750,00. Hasil tangkapan ikan utama nelayan payang dapat dilihat pada Gambar 7 dan Lampiran 3.
39
Ikan tembang (Fringescale sardinella)
Ikan teri (Anchovies)
Ikan kembung perempuan (Short bodied mackerel)
Ikan pepetek (Slipmouths or Pony fishes) Gambar 7 Hasil tangkapan ikan utama nelayan payang Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008.
40
6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan usaha penangkapan ikan nelayan payang ialah bagaimana cara memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah yang banyak dan beragam dengan kualitas yang memadai dalam jangka waktu tertentu sehingga menjadi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil tangkapan nelayan payang yang diperoleh harus dapat dijual tidak saja dengan harga yang layak, tetapi juga dalam waktu yang tidak terlalu lama. Karena ikan merupakan komoditi yang cepat rusak/busuk apalagi tanpa perlakuan (Ismail, 2001), padahal berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada umumnya nelayan payang di desa Bandengan tidak memiliki sarana penyimpanan yang dapat menjaga kualitas ikan hasil tangkapan mereka. Besar atau kecil volume hasil tangkapan nelayan payang tidak hanya ditentukan oleh sumberdaya yang mereka miliki, seperti perahu dan alat tangkap serta pengalaman mereka sebagai nelayan, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan laut dan kondisi geografi di mana mereka melakukan usaha penangkapan ikan. Selain faktor lingkungan tersebut diduga terjadinya kenaikan harga BBM pun juga berpengaruh terhadap volume hasil tangkapan ikan disebabkan oleh BBM yang digunakan nelayan untuk melaut merupakan biaya melaut yang dominan dari keseluruhan biaya melaut lainnya dalam operasi penangkapan ikan sehingga untuk mengetahui besaran pendapatan dari usaha penangkapan payang maka dilakukan suatu analisis usaha penangkapan ikan nelayan payang di Desa Bandengan. 6.1 Analisis Usaha Penangkapan Payang 6.1.1 Analisis Biaya Usaha Penangkapan Payang 1. Investasi Investasi nelayan payang Desa Bandengan dalam usaha penangkapan ikan terdiri atas perahu, alat tangkap dan mesin. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para 27 responden nelayan diperoleh perhitungan biaya investasi berupa perahu sebesar Rp 25.400.000,00, alat tangkap sebesar Rp
41
15.000.000,00 dan mesin sebesar Rp 5.000.000,00 sebagaimana yang disajikan pada Tabel 17 dan Lampiran 4. Tabel 17 Pengeluaran biaya investasi unit penangkapan payang di Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2008 No 1 2 3
Jenis Investasi Perahu Alat Tangkap Mesin Jumlah
Rata-rata Biaya Pembelian (Rp1.000) 25.400 15.000 5.000 45.400
Prosentase Biaya (%) 56,0 33,0 11,0 100,0
Sumber : Analisis data primer, 2008
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap nelayan payang Desa Bandengan, ukuran perahu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap payang mempunyai rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m dan tinggi (D) 1,3-1,5 m, dengan tenaga penggerak digunakan umumnya berkekuatan 24 PK dan sebagian besar bermerek Dompheng. Alat tangkap payang yang digunakan dalam usaha penangkapan ini memiliki dua buah sayap yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang berukuran panjang sekitar 100-200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan adalah sepanjang 10-20 meter. Perahu payang yang digunakan nelayan dalam operasi penangkapan ikan di laut tidak dilengkapi palka. Tempat pembuatan perahu payang dilakukan di Desa Bandengan. Adapun alat tangkap payang, pada umumnya dibuat sendiri oleh nelayan di Desa Bandengan setelah membeli bahan alat tangkap di daerah yang sama, sedangkan tenaga penggerak berupa mesin Dompheng berasal dari Cina. Besarnya investasi
pada kegiatan usaha penangkapan ikan
dengan
menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan adalah Rp 45.400.000,00. Perahu merupakan komponen biaya yang paling dominan yaitu Rp 25.400.000,00 atau 56% dibandingkan dengan seluruh biaya pengeluaran dana investasi armada payang. Hal ini disebabkan oleh bahan baku perahu terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang harganya cukup tinggi sehingga berpengaruh pada besarnya biaya perahu.
42
2. Biaya Operasional Penangkapan Ikan Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya variabel adalah biayabiaya bahan bakar, pelumas, perbekalan konsumsi yang dibawa, air tawar dan upah yang menggunakan sistem bagi hasil ABK. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner yang dilakukan para responden nelayan berjumlah 27 orang diperoleh perhitungan biaya operasional melaut unit penangkapan payang ukuran perahu payang rata-rata panjang (P) 10-12 m, lebar (L) 3-3,5 m dan tinggi (D) 1,31,5 m terdiri atas biaya bahan bakar sebesar Rp 105.000,00 (Tabel 18 dan Lampiran 5) dengan jumlah BBM jenis minyak tanah oplosan per trip melaut 30 liter, biaya pelumas sebesar Rp 30.000,00 dengan jumlah pelumas per trip 4 liter, biaya perbekalan konsumsi sebesar Rp 61.0000,00 per trip dan biaya air tawar sebesar Rp 4.000,00 dengan jumlah 10 liter per trip. Upah seluruh tenaga kerja per trip berdasarkan bagi hasil diperoleh sebesar Rp 266.775,00. Tabel 18 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan unit penangkapan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008
No Jenis biaya 1. Biaya Operasi Melaut 1) Bahan bakar***) 2) Pelumas 3) Perbekalan konsumsi 4) Air tawar Sub Jumlah 2. Upah TK (Bagi hasil) 3. Jumlah biaya variabel
Rata-rata jumlah pengeluaran (Rp) 105.000 30.000 61.000 4.000 200.000 266.775 466.775
Persentase-1*) (%) 22,4 6,4 13,0 0,8 57,1 100,0
Persentase-2**) (%) 52,5 15,0 30,5 2,0 100,0 -
Keterangan : *) Persentase terhadap biaya total variabel **) Persentase terhadap biaya operasi melaut ***) Jenis Minyak tanah oplosan Sumber : Data primer, 2008
Dalam hal proses bagi hasil, yang dibagi adalah hasil penjualan ikan hasil tangkapan. Setelah ikan hasil tangkapan dijual oleh tengkulak selama satu hari di Desa Bandengan kemudian dilakukan perhitungan bagi hasil antara nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK). Waktu-waktu perhitungan bagi hasil dilakukan setiap akhir trip sehingga para nelayan buruh menerima bagiannya setiap trip melaut.
43
Besarnya bagi hasil yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK) adalah setengah-setengah, yaitu setelah hasil penjualan ikan dikurangi biaya operasional melaut, lalu dibagi dua antara nelayan pemilik dan tenaga kerja. Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan nelayan pemilik adalah sebesar Rp 466.775,00 sedangkan upah merupakan komponen biaya variabel yang paling dominan yaitu sebesar Rp 266.775,00 (57,1 %) dibandingkan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan nelayan payang pemilik perahu. Artinya sistem bagi hasil berpengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik payang. Nelayan pemilik yang mendapatkan 50 % dari bagi hasil sudah termasuk digunakan untuk menutupi biaya operasional melaut. Sistem bagi hasil diperoleh sebesar Rp 533.550,00 (Rp 733.550,00 – Rp 200.000,00). Adapun biaya operasional melaut terdiri atas biaya bahan bakar minyak tanah, pelumas, perbekalan dan air tawar, sedangkan biaya tetap terdiri atas perawatan dan penyusutan. Seluruh biaya tanggungan dari pemilik alat dan perahu payang. Pada sistem bagi hasil, nelayan pemilik payang memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 (50% × Rp 533.550,00) sedangkan tenaga kerja (ABK) memperoleh bagian sebesar Rp 266.775 (50% × Rp.533.550,00 ). Akan tetapi, bagian yang diterima tenaga kerja (ABK) harus dibagi lagi dengan sejumlah tenaga kerja (ABK) yang terlibat dalam aktivitas kegiatan di perahu. Semakin banyak jumlah tenaga kerja (ABK), semakin kecil bagian atau upah yang diperoleh setiap tenaga kerjanya (ABK). Dengan demikian rata-rata tenaga kerja (ABK) akan mendapatkan upah jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang diperoleh nelayan pemilik. Rendahnya upah ABK ini merupakan salah satu penyebab utama kemiskinan. Menurut (Kusnadi, 2004) salah satu penyebab kemiskinan nelayan (baca: ABK) adalah faktor yang berkaitan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Faktor-faktor internal mencakup masalah antara lain: (1) keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan; (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan; (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh/ABK) dalam organisasi penangkapan ikan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh; (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan; (5) ketergantungan yang
44
tinggi terhadap okupasi melaut; dan (6) gaya hidup yang dipandang ”boros” sehingga kurang berorientasi ke masa depan. Sebagaimana hal tersebut di atas maka hubungan kerja antara pemilik perahu dengan nelayan buruh dalam organisasi penangkapan ikan, khususnya mengenai sistem bagi hasil, sangat berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan. Sistem bagi hasil itu sendiri terbentuk salah satunya sebagai konsekuensi dari tingginya resiko usaha penangkapan (Satria, 2002). Selain itu kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak pada bulan Juli tahun 2008 juga mempengaruhi pendapatan yang diperoleh nelayan. Bahan bakar minyak (BBM) memiliki pengaruh terhadap biaya operasional melaut dari total biaya variabel. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan bakar yang dominan yakni sebesar Rp 105.000,00 (22,4 %) dibandingkan dengan kebutuhan melaut lainnya seperti pelumas sebesar Rp 30.000,00 (6,4 %), perbekalan konsumsi sebesar
Rp 61.000,00 (13,0 %), air tawar sebesar Rp.
4.000,00 (0,8 %) dari total kebutuhan melaut sebesar Rp 200.000,00 per trip melaut. Besaran persentase biaya operasional melaut yaitu dari biaya variabel tanpa upah adalah bahan bakar minyak (BBM) sebesar 52,5 %, pelumas sebesar 15,0 %, perbekalan konsumsi sebesar 30,5 % dan air tawar sebesar 2,0 %. Komponen biaya tetap pada operasi penangkapan ikan nelayan payang terdiri dari biaya penyusutan dan perawatan. Hasil wawancara terhadap 27 responden nelayan diperoleh biaya tetap yang perinciannya dapat di lihat pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19 Biaya tetap yang dikeluarkan usaha penangkapan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Biaya Penyusutan perahu Penyusutan mesin Penyusutan alat tangkap Perawatan perahu Perawatan mesin Perawatan alat tangkap Jumlah
Sumber : Data primer, 2008
Jumlah (Rp) 9.067 3.571 17.857 15.600 15.000 31.250 92.345
45
Biaya tetap yang dikeluarkan nelayan payang per trip adalah Rp 92.345,00 dengan biaya tertinggi pada komponen perawatan alat tangkap sebesar Rp 31.250,00 atau 33,8 % dari jumlah biaya tetap yang dikeluarkan, sedangkan biaya terendah pada komponen penyusutan mesin sebesar Rp 3.571,00 atau 3,8 % dari jumlah biaya tetap yang dikeluarkan. 6.1.2. Analisis penerimaan usaha Penerimaan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Desa Bandengan diperoleh dari hasil penjualan ikan hasil tangkapan di Desa Bandengan. Jenis ikan hasil tangkapan yang paling utama adalah ikan tembang, sementara yang lainnya adalah ikan teri, kembung dan pepirik. Berdasarkan hasil wawancara terhadap para responden nelayan diperoleh hasil penerimaan hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya sebagaimana yang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan nelayan payang per trip di Desa Bandengan pada bulan Juli 2008
No 1 2 3 4
Jenis Ikan Tembang Kembung Teri Pepetek (Pepirik) Jumlah
Rata-rata Jumlah Hasil Tangkapan per trip (kg) 271 34 19 60 384
Rata-rata Harga Ikan (Rp)/kg
Total Penjualan (Rp)
1.500 5.200 4.750 1.000 12.450
406.500 176.800 90.250 60.000 733.550
Sumber : Data primer, 2008
Hasil tangkapan ikan yang paling banyak adalah jenis ikan tembang (Fringescale sardinella) rata-rata sebanyak 271 kg dengan harga per kg-nya ratarata berkisar Rp 1.500,00, sedangkan ikan yang lain adalah ikan kembung perempuan (Short-bodied mackerel) 34 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 5.200,00, ikan pepetek (Slipmouths or Pony fishes) yaitu 60 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.000,00 dan yang paling sedikit adalah ikan teri (Anchovies) 19 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 4.750,00. Jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh nelayan payang untuk satu trip rata-rata Rp 733.550,00.
46
6.1.3. Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan payang Keberhasilan suatu usaha dapat diketahui dari keuntungan yang diperoleh, yaitu penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya. Pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan Payang per trip dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini. Tabel 21 Analisis pendapatan usaha penangkapan ikan per trip nelayan Payang di Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008 I. Penerimaan hasil tangkapan per trip (TR) 1 kali trip x Rp 733.550,00 II. Biaya-biaya 1. Biaya investasi 2. Biaya variabel per trip 2.1 Biaya operasi melaut (dikeluarkan sebelum melaut): 1) Bahan bakar 1 kali trip x Rp 105.000,00 2) Perbekalan 1 kali trip dengan rincian -Beras Rp 5.000 x 5 kg Rp 25.000,00 -Bumbu masak Rp 10.000,00 -Rokok Rp 14.000,00 -Minyak kompor 3 lt x Rp 4.000,00 Rp 12.000,00 3) Pelumas/oli 1 kali trip x Rp 30.000,00 4) Air tawar 1 kali trip x Rp 4.000,00 2.2 Upah/bagi hasil untuk TK (nelayan ABK, nakhoda, dll) 1 kali trip x (Rp 733.550,00-Rp 200.000,00) x 50 % Total biaya variabel (A) Biaya tetap per trip Penyusutan perahu (Rp 22.850.000/10th.12.21) Penyusutan mesin (Rp 4.500.000/5th.12.21) Penyusutan alat tangkap (Rp 13.500.000/3th.12.21) Perawatan perahu Perawatan mesin Perawatan alat tangkap Total biaya tetap (B) Total biaya usaha (A) + (B) (TC) Pendapatan per trip : TR-TC Rp 733.550,00 – Rp 559.120.00
Rp 733.550,00 Rp 45.400.000,00
Rp Rp
105.000,00 61.000,00
Rp Rp
30.000,00 4.000,00
Rp Rp
266.775,00 466.775,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
9.067,00 3.571,00 17.857,00 15.600,00 15.000,00 31.250,00 92.345,00 559.120,00
Rp
174.430,00
Keterangan : 12.21 *) Payang 1 th beroperasi 12 bulan, 1 bulan 21 trip Sumber : Data primer 2008
Berdasarkan pada Tabel 21 tersebut diatas dapat dilihat bahwa penerimaan per trip setelah dikurangi biaya-biaya, keuntungan yang didapat adalah Rp 174.430,00. Keuntungan yang didapat per bulan atau setara 21 trip pada musim puncak (Februari s.d Juli ) sebesar 21 x Rp 174.430,00 = Rp 3.663.030.
47
Berdasarkan pada sistem bagi hasil, nelayan pemilik payang memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 (50% × Rp 533.550,00) sedangkan tenaga kerja (ABK) memperoleh bagian sebesar Rp 266.775,00 (50% × Rp 533.550,00) dengan jumlah tenaga kerja (ABK) sebanyak 15 orang, maka masing-masing tenaga kerja ABK mendapatkan pendapatan sebesar Rp 17.785,00 per trip. Nelayan pemilik payang di Desa Bandengan juga merangkap sebagai nakhoda (tenaga kerja) dalam operasi penangkapan ikan di laut meskipun demikian besaran sistem bagi hasil tangkapan ikan yang diterima nelayan pemilik dan tenaga kerja (ABK) adalah sama setengah-setengah. Berdasarkan pada wawancara nelayan, pada umumnya nelayan payang di Desa Bandengan melaut pada musim puncak yaitu berkisar bulan Februari s.d Juli tahun 2008 dengan daaerah penangkapan ikan antara lain daerah perairan Bandengan, Cirebon, Losari, Klangenan dan Brebes. Pada musim puncak tersebut nelayan mendapatkan hasil tangkapan ikan antara lain ikan tembang, ikan kembung, ikan teri dan ikan pepirik. Adapun selain jenis ikan tersebut terdapat hasil tangkapan ikan sampingan yaitu ikan talang, ikan alu-alu, ikan tempul dan ikan kakap putih, namun dalam penelitian ini hanya membahas hasil tangkapan ikan yang dominan atau utama disebabkan nelayan lebih banyak mendapatkan hasil tangkapan ikan ini. Saat musim sedang yang berkisar bulan Agustus dan September tahun 2008 nelayan hanya melaut di daerah perairan Desa Bandengan dengan hanya mendapatkan jenis ikan tembang. Dan pada musim paceklik yang berkisar bulan Oktober s.d Januari tahun 2008 nelayan payang tidak melaut. Karena tidak ada pekerjaan lain selain melaut maka pada umumnya nelayan memilih aktivitas untuk memperbaiki jaring atau di rumah bersama keluarga. Nelayan payang dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha penangkapan ikan di laut pada kenyataannya masih belum mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari disebabkan oleh mereka pada umumnya masih bergantung pada tengkulak sehingga harga tangkapan ikan bisa rendah karena permintaan tengkulak. Disamping itu adanya harga BBM yang masih relatif mahal bagi nelayan membuat nelayan menggunakan minyak tanah dalam kebutuhan melaut dan bahkan karena tidak terjangkaunya harga BBM ada yang tidak melaut.
48
Selain hal-hal diatas faktor kondisi cuaca seperti gelombang tinggi, curah hujan tinggi dapat mengurangi pendapatan nelayan karena pada umumnya nelayan payang tidak melaut. Masyarakat nelayan Desa Bandengan mengandalkan mata pancaharian hanya sebagai nelayan tidak berprofesi ke yang lain. Dalam penanganan hal diatas perlu adanya kepedulian dari pemerintah untuk membantu para nelayan yang sedang mengalami kesulitan yakni dengan memberikan subsidi harga BBM bagi nelayan dan mengaktifkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Bandengan, meskipun telah ada Peraturan Daerah (Perda) No 5/2002 tentang TPI, tetapi nyatanya pelelangan tidak berjalan. Padahal, pemerintah daerah telah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membangunnya. Para nelayan Desa Bandengan meminta agar aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berjalan sehingga nelayan dapat melakukan pelelangan hasil tangkapan ikannya dan harga ikan pun stabil tidak dimonopoli oleh tengkulak. Hal ini disebabkan para nelayan tergantung kepada para tengkulak yang telah meminjamkan modal untuk biaya operasional melaut agar hasil tangkapan bisa dijual. Selain itu, nelayan Desa Bandengan mengharapkan adanya tindakan tegas dari aparat terkait banyaknya alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti garuk, arad, trawl, pukat harimau, dan apollo. 6.2 Faktor-faktor Biaya Produksi yang Mempengaruhi Perolehan Produksi Volume Hasil Tangkapan Faktor-faktor biaya produksi yang mempengaruhi volume hasil tangkapan diperoleh melalui proses perhitungan dengan membuat rank dari variabel-variabel untuk diukur denagan pengujian korelasi urutan Spearman yaitu diawali dengan menentukan formulasi hipotesis kemudian menentukan taraf nyata (α) dan nilai ρs tabel yang ditentukan sesuai dengan besarnya n (n ≤ 30). Setelah itu menentukan kriteria pengujian H0 diterima apabila rs ≤ ρs (α) atau H0 ditolak apabila rs > ρs (α), kemudian menentukan nilai uji statistik yang merupakan nilai rs dan terakhir membuat kesimpulan apakah H0 diterima atau ditolak.
49
Hasil perhitungan terhadap beberapa faktor yang terdiri atas bahan bakar minyak (X1), perbekalan konsumsi (X2) dan upah/bagi hasil ABK (X5) dengan pengujian korelasi urutan spearman dapat dilihat pada Tabel 22 dan Lampiran 6. Tabel 22 Hasil perhitungan Korelasi Spearman antara nilai pendapatan dengan nilai BBM, perbekalan dan bagi hasil ABK nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 Hasil uji korelasi urutan Spearman ∑d rs
2
Y
X1
Y
X2
Y
X5
2.969,5
2.683
195
0,09
0,18
0,94
Keterangan : Y = Nilai pendapatan kotor ∑d2 = Jumlah beda urutan dalam satu pasangan data X1 = Nilai BBM rs = Korelasi spearman X2 = Nilai perbekalan konsumsi X5 = Nilai bagi hasil ABK Sumber : Data primer, 2008
Berdasarkan pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa biaya/bagi hasil buruh nelayan (ABK) mempunyai pengaruh terhadap pendapatan nelayan pemilik. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan korelasi Spearman sebesar rs = 0,94 = 94 % (Lampiran 7) dengan nilai ρs tabel sebesar = 0,32 = 32% sehingga tolak H0, artinya ada hubungan antara bagi hasil ABK dengan pendapatan bila dibandingkan dengan komponen biaya BBM dan perbekalan konsumsi sebesar rs = 0.09 = 9% (Lampiran 8) dan rs = 0,18 =18% (Lampiran 9). Meskipun demikian bahan bakar dan perbekalan konsumsi dalam kebutuhan melaut memiliki faktor biaya produksi yang berpengaruh disebabkan oleh tingginya kebutuhan bahan bakar dan perbekalan konsumsi sebesar 52,5 % dan 30,5 % dalam biaya operasi melaut dibandingkan dengan yang lain sehingga pengaruh BBM cukup signifikan.
50
7 PENGARUH KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP PENDAPATAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PAYANG Kenaikan harga BBM yang meningkat memberikan dampak cukup besar terhadap para nelayan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar biaya operasional yang dikeluarkan melaut adalah BBM. Bila harga BBM meningkat para nelayan pada umumnya harus mengeluarkan biaya operasional melaut yang lebih besar sehingga akan mempengaruhi pendapatan nelayan. 7.1 Tingkat Pendapatan Nelayan Sebelum Kenaikan Harga BBM Pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya-biaya. Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya variabel adalah bahan bakar, pelumas, perbekalan yang dibawa, air tawar dan sistem bagi hasil ABK. Berdasarkan hasil wawancara para nelayan diperoleh perhitungan biaya operasional melaut sebelum kenaikan harga BBM pada bulan April 2008 yang terdiri atas biaya bahan bakar sebesar Rp 90.000,00 dengan jumlah BBM per trip melaut sebanyak 30 liter, biaya pelumas sebesar Rp 27.000,00 dengan jumlah pelumas per trip sebanyak 4 liter, biaya perbekalan sebesar Rp 55.0000,00 per trip dan biaya air tawar sebesar Rp 3.000,00 dengan jumlah 10 liter per trip. Perhitungan biaya melaut terhadap pendapatan seperti pada Tabel 23 berikut ini. Tabel 23 Biaya rata-rata variabel yang dikeluarkan nelayan payang per trip sebelum kenaikan harga BBM di Desa Bandengan pada bulan Mei 2008 No Jenis biaya 1. Biaya Operasi Melaut 1) Bahan bakar 2) Pelumas 3) Perbekalan 4) Air tawar Jumlah 2. Upah/Bagi hasil TK 3. Total biaya variabel
Rata-rata jumlah pengeluaran (Rp)
Persentase-1*) (%)
Persentase-2**) (%)
90.000 27.000 55.000 3.000 175.000
19,8 5,9 12,1 0,6
51,4 15,4 31,4 1,7 100,0
279.275
61,4 100,0
454.275
Keterangan : *) Persentase terhadap biaya total variabel **) Persentase terhadap biaya operasi melaut Sumber : Data primer, 2008
51
Tabel 23 menunjukkan bahwa total biaya variabel yang dikeluarkan nelayan pemilik sebesar Rp 454.275,00. Adapun bagi hasil tangkapan pada komponen tersebut merupakan biaya variabel yang paling dominan yaitu sebesar Rp 279.275,00 (61,4 %) dibandingkan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan nelayan payang pemilik perahu pada kondisi sebelum kenaikan harga BBM. Bahan Bakar Minyak (BBM) memiliki pengaruh terhadap biaya operasional melaut. Hal ini disebabkan oleh pengeluaran kebutuhan BBM yang dominan terhadap biaya operasi melaut pada biaya variabel tanpa upah yakni sebesar Rp 90.000,00 (51,4 %) dibandingkan dengan kebutuhan melaut lainnya seperti pelumas sebesar Rp 27.000 (15,4 %), perbekalan sebesar Rp 55.000,00 (31,4 %), air tawar sebesar Rp 3.000,00 (1,7 %) dari total kebutuhan melaut sebesar Rp 175.000,00 per trip melaut pada kondisi sebelum kenaikan harga BBM sekitar bulan April 2008. Adapun harga ikan sebelum kenaikan harga BBM dengan sesudah kenaikan harga BBM tidak berubah atau tetap disebabkan oleh tidak adanya kegiatan pelelangan ikan, sehingga terjadi monopoli harga oleh tengkulak di Desa Bandengan. Berdasarkan pada wawancara nelayan payang jumlah tangkapan ikan per trip dari jumlah ikan yang didaratkan setiap bulan dalam setahun cenderung berubah karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan, pencemaran limbah oleh PLTU atau musim ikan. Penerimaan hasil tangkapan rata-rata ikan per tripnya sebelum kenaikan harga BBM disajikan pada Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24 Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan, harga dan total penjualan nelayan payang per trip sebelum kenaikan harga BBM di Desa Bandengan bulan Mei 2008
No 1 2 3 4
Jenis ikan Tembang Kembung Teri Pepetek (Pepirik) Jumlah
Rata-rata jumlah hasil tangkapan per trip (kg) 271 34 19 60 384
Rata-rata harga ikan (Rp)/kg
Total penjualan(Rp)
1.500 5.200 4.750 1.000 12.450
406.500 176.800 90.250 60.000 733.550
Sumber : Data primer, 2008
Hasil tangkapan ikan yang dominan sebelum kenaikan harga BBM adalah jenis ikan tembang (Fringescale sardinella) rata-rata sebanyak 271 kg dengan harga
52
per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.500,00, sedangkan ikan yang lain adalah ikan kembung perempuan (Short-bodied mackerel) 34 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 5.200,00, ikan pepetek (Slipmouths or Pony fishes) yaitu 60 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 1.000,00 dan yang paling sedikit adalah ikan teri (Anchovies) 19 kg dengan harga per kg-nya rata-rata berkisar Rp 4.750,00. Jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh nelayan payang untuk satu trip rata-rata Rp 733.550,00 Pada kondisi sebelum kenaikan harga BBM, biaya tetap tidak berubah atau tetap jumlahnya pada saat setelah kenaikan harga BBM yakni sebesar Rp 92.346,00 sehingga pendapatan/keuntungan sebelum harga BBM per trip dapat diperoleh dari penerimaan sebesar Rp 733.550,00 dikurangi biaya variabel terdiri atas biaya operasional melaut dan biaya upah bagi hasil tenaga kerja (ABK) sebesar Rp 454.275,00 dan biaya tetap sebesar Rp 92.346,00 (sudah terserap sistem bagi hasil) atau Rp 733.550,00-(Rp 454.275,00 + Rp 92.346,00) = Rp 186.929,00. 7.2 Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Pendapatan Pengaruh kenaikan harga BBM dapat diperoleh dengan membandingkan biaya dan pendapatan antara sebelum kenaikan dan sesudah kenaikan harga BBM. Proses perhitungan dilakukan dengan berdasarkan hasil wawancara melalui kuisioner yang dilakukan para nelayan diperoleh perhitungan selisih penerimaan sebelum dan sesudah kenaikan BBM yakni pada bulan April 2008 dan bulan JuliAgustus 2008. Hal ini dapat diperhatikan pada Tabel 25 berikut ini. Tabel 25 Pendapatan dan biaya sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM di Desa Bandengan pada bulan Mei tahun 2008 Waktu kenaikan BBM 1 Sebelum Sesudah Selisih Persentase (%)
Pendapatan kotor (Rp) 2 733.550 733.550 0
Total biaya (Rp) 3 546.621 559.120 12.499
0
2,2
Keterangan : *) Total biaya = Biaya variabel + Biaya tetap Sumber : Data primer, 2008
Pendapatan bersih (Rp) 4
186.929 174.430 12.499 6,6
53
Tabel 25 menjelaskan bahwa pengaruh sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM pada bulan Mei tahun 2008 terhadap pendapatan bersih, mengalami penurunan sebesar 6,6 % yaitu dari Rp 186.929,00 sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 174.430,00 sesudah kenaikan BBM. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh biaya operasional melaut dan harga ikan yang tetap, sedangkan pendapatan kotor adalah tetap yaitu sebesar Rp 733.550,00. Pendapatan kotor tersebut disebabkan oleh jumlah hasil tangkapan ikan dan harga jual ikan tidak mengalami kenaikan sedangkan biaya operasional melaut meningkat. Adapun pengaruh terhadap perubahan total biaya yang mengalami kenaikan 2,2 % yaitu dari Rp 546.621,00 sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 559.121,00 sesudah kenaikan BBM disebabkan oleh adanya kenaikan biaya variabel yakni biaya operasional melaut dan biaya upah bagi hasil. Harga ikan yang tetap sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM dipengaruhi oleh tengkulak yang memiliki wewenang untuk menentukan harga ikan karena pada umumnya nelayan Desa Bandengan setelah selesai melaut hasil tangkapan ikan dipasarkan langsung ke tengkulak. Nelayan memasarkan hasil tangkapan ikan ke tengkulak disebabkan oleh belum berfungsinya tempat pelelangan ikan dan adanya permasalahan ekonomi pada nelayan yakni memiliki hutang pada tengkulak sehingga nelayan pada umumnya memasarkan hasil tangkapan ikan ke tengkulak.
54
8 KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 1) Besaran tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan nelayan Payang pemilik di sekitar wilayah PPI Desa Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon pada kondisi tingkat harga BBM saat penelitian adalah sebesar Rp 174.430,00 per trip. 2) Faktor biaya produksi yang berpengaruh dominan terhadap perolehan hasil tangkapan adalah bahan bakar minyak {Rp 105.000,00 (52,5 %)} dan biaya perbekalan melaut {Rp 61.000,00 (30,5 %)} dari jumlah biaya operasi melaut setelah kenaikan BBM. 3) Besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap perolehan tingkat pendapatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan payang adalah sebesar 6,6 % atau Rp 12.499,00 yakni dari Rp 186.929,00 sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 174.430,00 sesudah kenaikan BBM.
8.2 Saran 1) Alternatif solusi yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan melaut nelayan diantaranya memberikan subsidi harga bahan bakar kepada nelayan agar nelayan dapat mengurangi beban biaya operasional melautnya. 2) Perlu adanya kepedulian dari pemerintah daerah (dinas perikanan & kelautan) untuk membantu para nelayan yang sedang mengalami kesulitan yakni dengan mengaktifkan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Desa Bandengan agar nelayan dapat melakukan pelelangan hasil tangkapan ikannya dan harga ikan pun stabil tidak dimonopoli oleh tengkulak. 3) Pemerintah daerah perlu menambah sarana dan prasarana di Tempat Pelelangan Ikan dan memberikan jaminan sosial bagi para nelayan saat musim paceklik.
55
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Y. 1995. Hubungan Kekuatan Mesin dengan Faktor Produksi. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 65 hal. Anonymous. 2002. Statistik Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. 47 hal. _______ 2004. Undang-undang Perikanan 2004: UU RI NO 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Sinar Grafika.103 hal Anonymous. 2008. Kabupaten Cirebon Dalam Angka tahun 2007-2008. 135 hal. Anonymous. 2008. Perikanan Tangkap Indonesia Dari Masa ke Masa Untuk Kesejahteraan Bangsa.125 hal. Anonymous. 2004. Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Usaha Perikanan Tangkap. Jakarta: Crescent. 57 hal. Anonymous. 2007. Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten tahun 2007. 47 hal. Anonymous. 2007. Laporan Tahunan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon tahun 2007. Anonymous. 2001. Statistik Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertamina.tahun 2001.73 hal Artikel non-personal. Selayang Pandang Kabupaten Cirebon.www.jabarprov.go.id (diakses tanggal 12 Mei 2009). Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. Hal 245. Dahuri, R. 30 Januari 2009. Melirik Ekonomi Kelautan. Harian Jakarta. Hasan, I. 2001. Pokok-pokok Materi Statistik 2 (statistik inferensif). Jakarta: Buana Aksara. 215 hal. Hermanto. 1986. Analisis Pendapatan dan Pencurahan Tenaga Kerja Nelayan di Desa Pantai (Studi Kasus di Muncar, Banyumas). Bogor : Pusat Peneliti Agronomi, Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 97 hal. Ismail Z. 2001. Adaptasi Nelayan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Laut: Aspek Kelembagaan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 118 hal.
56
Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKiS. 248 hal. Kusnadi.2004. Polemik Kemiskinan Nelayan.Yogyakarta: Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan. 97 hal. Monintja, D.R. 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Lautan Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal. Monintja, D.R. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Diktat Kuliah. Bogor: Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi, Institut Pertanian Bogor. 42 hal. Mulyadi S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 124 hal. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. 110 hal. Nomura M dan T Yamazaki. 1977. Fishing Techniques. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. P. 214-237. Rony,
H.1990. Akuntansi Biaya: Pengantar Untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.15 hal.
Razak, M. 2004. Analisis Sistem Distribusi Solar Dalam Menunjang Aktivitas Nelayan di PPI Muara Angke Jakarta. [Skripsi]. Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Cidesindo. 78 hal. Satria, A. 2009. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor: IPB Press. 178 hal. Subani, W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indoensia. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. 115 hal Soekartawi. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI-Press.60 hal Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta: UI-Press. 63 hal Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Jakarta: UI-Press.65 hal Ta’alidin Z. 2003. Studi Kapal Ikan Pukat Payang di Kota Bengkulu. Jurnal Penelitian UNIB, Volume IX: jurnal elektronik. 13 Juli 2009.
57
Von Brandt, A. 1984. Fishing Catching Methods Of The World. England: Fishing News Books. Ltd. Farnhan, Surrey. 97 hal
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Lokasi penelitian PPI Desa Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008
Sumber: google earth, 2009 (diolah kembali)
60
Lampiran 2 Jumlah dan harga hasil tangkapan ikan nelayan payang per trip di Desa Bandengan tahun 2008 Responden ke1 2 3 4
5
6
7 8 9 10 11 12 13
14
15
16
17 18
Jenis Ikan Tembang Kembung Tembang Teri Tembang Tembang Pepetek Tembang Pepetek Teri Tembang Pepetek Kembung Tembang Teri Tembang Kembung Tembang Kembung Tembang Teri Tembang Kembung Tembang Kembung Tembang Kembung Tembang Pepetek Kembung Tembang Kembung Tembang Kembung Pepetek Tembang Pepetek Tembang Pepetek
jumlah (kg) 250 62,5 300 110,5 350 350 275 200 25 100 100 130 100 350 54 200 77 200 77 350 47 300 48 300 50 300 48 350 90 50 260 50 200 50 140 350 50 300 100
Haga Jual (Rp/Kg) 1.500 5.200 1.500 4.750 1.500 1.500 1.000 1.500 1.000 4.750 1.500 1.000 5.200 1.500 4.750 1.500 5.200 1.500 5.200 1.500 4.750 1.500 5.200 1.500 5.200 1.500 5.200 1.500 1.000 5.200 1.500 5.200 1.500 5.200 1.000 1.500 1.000 1.500 1.000
Hasil tangkapan (Rp) 375.000 325.000 450.000 524.875 525.000 525.000 275.000 300.000 25.000 475.000 150.000 130.000 520.000 525.000 256.500 300.000 400.400 300.000 400.400 525.000 223.250 450.000 249.600 450.000 260.000 450.000 249.600 525.000 90.000 260.000 390.000 260.000 300.000 260.000 140.000 525.000 50.000 450.000 100.000
61 Lanjutan lampiran 2 : Responden ke19
20
21
22
23
24
25
26
27
Jenis Ikan
Tembang Teri Tembang Kembung Pepetek Tembang Kembung Pepetek Tembang Kembung Pepetek Tembang Kembung Pepetek Tembang Kembung Pepetek Tembang Teri Pepetek Tembang Kembung Pepetek Tembang Teri Pepetek Jumlah Rata-rata
jumlah (kg)
Haga Jual (Rp/Kg)
Hasil tangkapan (Rp)
300 50 200 50 140 300 50 90 300 50 90 300 50 90 200 50 140 300 50 61 300 50 90 100 100 125 10.370 384,07
1.500 4.750 1.500 5.200 1.000 1.500 5.200 1.000 1.500 5.200 1.000 1.500 5.200 1.000 1.500 5.200 1.000 1.500 4.750 1.000 1.500 5.200 1.000 1.500 4.750 1.000 171.950 6.368,52
450.000 237.500 300.000 260.000 140.000 450.000 260.000 90.000 450.000 260.000 90.000 450.000 260.000 90.000 300.000 260.000 140.000 450.000 237.500 61.000 450.000 260.000 90.000 150.000 475.000 125.000 19.775.625 732.430,56
62
Lampiran 3 Foto-foto hasil tangkapan ikan nelayan payang PPI Bandengan Kabupaten Cirebon tahun 2008
Ikan Tembang (Fringescale sardinella)
Ikan Teri (Anchovies)
Ikan Kembung Perempuan (Short bodied mackerel)
Ikan Pepetek (Slipmouths or Pony fishes)
63
Lampiran 4 Pengeluaran biaya investasi nelayan payang di Desa Bandengan Bulan Juli tahun 2008
Responden ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Junlah Rata-rata
Biaya investasi (Rp.106,-) Perahu Alat tangkap Mesin 24 15 5 23 12 5 21 10 5 25 14 5 25 12 5 33 15 5 25 15 4 22 15 5 30 15 5 30 25 5 30 12 6 22 25 7 28 15 5 21 15 4 33 12 5 25 15 5 22 13 5 25 15 5 25 12 5 23 13 4 23 14 5 21 15 5 25 12 5 25 25 5 33 15 5 25 15 5 22 14 5 686 405 135 25,40741 15 5
64
Lampiran 5 Pengeluaran biaya operasional kebutuhan melaut nelayan payang per trip di Desa Bandengan Bulan Juli tahun 2008 Responden ke(1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Jumlah Rata-rata
Jumlah BBM (Liter) (2) 30 30 29 33 29 32 30 29 34 29 28 30 29 28 29 30 33 29 33 28 30 29 33 30 28 30 28 810 30
Biaya Operasi Melaut (Rp) Perbekalan Air Pelumas BBM konsumsi tawar (3) (4) (5) (6) 105.000 61.000 13.000 4.000 105.000 55.000 65.000 3.000 101.500 64.000 12.000 3.500 115.500 60.000 27.000 0 101.500 81.000 28.000 10.000 112.000 60.000 30.000 0 105.000 61.000 13.000 4.000 101.500 52.500 25.000 4.000 119.000 58.000 30.000 4.000 101.500 65.000 35.000 0 98.000 53.000 30.000 5.000 105.000 61.000 52.000 6.000 101.500 84.500 24.000 4.000 98.000 63.000 14.000 4.000 101.500 50.000 65.000 6.000 105.000 61.000 65.000 3.000 115.500 63.000 13.000 4.000 101.500 53.000 26.000 5.000 115.500 58.000 13.000 3.000 98.000 57.000 24.000 4.000 105.000 61.000 30.000 7.000 101.500 67.000 25.000 3.500 115.500 54.000 24.000 4.000 105.000 61.000 30.000 4.000 98.000 70.000 12.000 6.000 105.000 60.000 55.000 3.000 98.000 53.000 30.000 4.000 2.835.000 1.647.000 810.000 108.000 105.000 61.000 30.000 4.000
Jumlah biaya operasi melaut (Rp) (7) 183.000 228.000 181.000 202.500 220.500 202.000 183.000 183.000 211.000 201.500 186.000 224.000 214.000 179.000 222.500 234.000 195.500 185.500 189.500 183.000 203.000 197.000 197.500 200.000 186.000 223.000 185.000 5.400.000 200.000
65
Lampiran 6 Komponen variabel faktor-faktor yang mempengaruhi volume hasil tangkapan perikanan payang di Desa Bandengan tahun 2008 (Satuan: Rupiah) Responden ke-
Y
X1
X2
X3
X4
X5
1
700.000
105.000
61.000
13.000
4.000
258.500
2
975.000
105.000
55.000
65.000
3.000
373.500
3
525.000
101.500
64.000
12.000
3.500
172.000
4
800.000
115.500
60.000
27.000
0
298.750
5
800.000
101.500
81.000
28.000
10.000
289.750
6
800.000
112.000
60.000
30.000
0
299.000
7
780.500
105.000
61.000
13.000
4.000
298.750
8
700.000
101.500
52.500
25.000
4.000
258.500
9
700.000
119.000
58.000
30.000
4.000
244.500
10
748.500
101.500
65.000
35.000
0
273.500
11
700.000
98.000
53.000
30.000
5.000
257.000
12
712.500
105.000
61.000
52.000
6.000
244.250
13
700.000
101.500
84.500
24.000
4.000
243.000
14
875.000
98.000
63.000
14.000
4.000
348.000
15
650.000
101.500
50.000
65.000
6.000
213.750
16
700.000
105.000
61.000
65.000
3.000
233.000
17
575.000
115.500
63.000
13.000
4.000
189.750
18
550.000
101.500
53.000
26.000
5.000
182.250
19
687.500
115.500
58.000
13.000
3.000
249.000
20
700.000
98.000
57.000
24.000
4.000
258.500
21
800.000
105.000
61.000
30.000
7.000
298.500
22
800.000
101.500
67.000
25.000
3.500
301.500
23
800.000
115.500
54.000
24.000
4.000
301.250
24
700.000
105.000
61.000
30.000
4.000
250.000
25
748.500
98.000
70.000
12.000
6.000
281.250
26
800.000
105.000
60.000
55.000
3.000
288.500
27
750.000 19.777.500
98.000 2.835.000
53.000 1.647.000
30.000 810.000
4.000 108.000
282.500 7.188.750
Jumlah
Keterangan : Y = Pendapatan kotor X1 = Bahan bakar minyak X2 = Perbekalan
X3 = Pelumas X4 = Air tawar X5 = Upah ABK
66
Lampiran 7 Hasil data uji metode korelasi urutan Spearman (The Rank Correlation Test) pendapatan dan sistem bagi hasil ABK nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 Responden ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Nilai pendapatan Y Urutan 700.000 9,5 975.000 27 525.000 1 800.000 22 800.000 22 800.000 22 780.500 18 700.000 9,5 700.000 9,5
Nilai bagi hasil ABK X5 Urutan 258.500 13 373.500 27 172.000 1 298.750 21,5 289.750 19 299.000 23 298.750 21,5 258.500 13 244.500 8
748.500 700.000 712.500 700.000 875.000 650.000 700.000 575.000 550.000 687.500 700.000 800.000 800.000 800.000 700.000 748.500 800.000 750.000
273.500 257.000 244.250 243.000 348.000 213.750 233.000 189.750 182.250 249.000 258.500 298.500 301.500 301.250 250.000 281.250 288.500 282.500
15,5 9,5 14 9,5 26 4 9,5 3 2 5 9,5 22 22 22 9,5 15,5 22 17
15 11 7 6 26 4 5 3 2 9 13 20 25 24 10 16 18 17
rs Keterangan : Y = Pendapatan kotor X5 = Bahan bakar minyak rs = Koefisien korelasi urutan Spearman d(Y-X5) = Selisih urutan antara Y dan X5 d = Beda urutan dalam satu pasangan data
d (Y-X5) -3,50 0 0 0,5 3 -1 -3,5 -3,5 1,5
d2 12,25 0 0 0,25 9 1 12,25 12,25 2,25
0,5 -1,5 7 3,5 0 0 4,5 0 0 -4 -3,5 2 -3 -2 -0,5 -0,5 4 0
0,25 2,25 49 12,25 0 0 20,25 0 0 16 12,25 4 9 4 0,25 0,25 16 0 195 0,94
67
Lampiran 8 Hasil data uji metode korelasi urutan Spearman (The Rank Correlation Test) pendapatan dan BBM nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 Nilai pendapatan
Nilai BBM
Responden ke1
Y 700.000
Urutan 9,5
X1 105.000
Urutan 17,5
d (Y-X1) -8
d2 64
2
975.000
27
105.000
17,5
9,5
90,3
3
525.000
1
101.500
9,5
-8,5
72,3
4
800.000
22
115.500
24,5
-2,5
6,3
5
800.000
22
101.500
9,5
12,5
156,3
6
800.000
22
112.000
22
0
0
7
780.500
18
105.000
17,5
0,5
0,3
8
700.000
9,5
101.500
9,5
0
0
9
700.000
9,5
119.000
27
-17,5
306,3
10
748.500
15,5
101.500
9,5
6
36
11
700.000
9,5
98.000
3
6,5
42,3
12
712.500
14
105.000
17,5
-3,5
12,3
13
700.000
9,5
101.500
9,5
0
0
14
875.000
26
98.000
3
23
529
15
650.000
4
101.500
9,5
-5,5
30,3
16
700.000
9,5
105.000
17,5
-8
64
17
575.000
3
115.500
24,5
-21,5
462,3
18
550.000
2
101.500
9,5
-7,5
56,3
19
687.500
5
115.500
24,5
-19,5
380,3
20
700.000
9,5
98.000
3
6,5
42,3
21
800.000
22
105.000
17,5
4,5
20,3
22
800.000
22
101.500
9,5
12,5
156,3
23
800.000
22
115.500
24,5
-2,5
6,3
24
700.000
9,5
105.000
17,5
-8
64
25
748.500
15,5
98.000
3
12,5
156,3
26
800.000
22
105.000
17,5
4,5
20,3
27
750.000
17
98.000
3
14
196
Jumlah
2.969,5
rs
0,09
Keterangan : Y = Pendapatan kotor X1 = Bahan bakar minyak rs = Koefisien korelasi urutan Spearman d(Y-X1) = Selisih urutan antara Y dan X1 d = Beda urutan dalam satu pasangan data
68
Lampiran 9 Hasil data uji metode korelasi urutan Spearman (The Rank Correlation Test) pendapatan dan perbekalan nelayan payang di Desa Bandengan tahun 2008 Responden ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Nilai pendapatan Nilai perbekalan Y Urutan X2 Urutan 700.000 9,5 61.000 16,5 975.000 27 55.000 7 525.000 1 64.000 22 800.000 22 60.000 12 800.000 22 81.000 26 800.000 22 60.000 12 780.500 18 61.000 16,5 700.000 9,5 52.500 2 700.000 9,5 58.000 9,5 748.500 15,5 65.000 23 700.000 9,5 53.000 4 712.500 14 61.000 16,5 700.000 9,5 84.500 27 875.000 26 63.000 20,5 650.000 4 50.000 1 700.000 9,5 61.000 16,5 575.000 3 63.000 20,5 550.000 2 53.000 4 687.500 5 58.000 9,5 700.000 9,5 57.000 8 800.000 22 61.000 16,5 800.000 22 67.000 24 800.000 22 54.000 6 700.000 9,5 61.000 16,5 748.500 15,5 70.000 25 800.000 22 60.000 12 750.000 17 53.000 4 Jumlah rs
Keterangan : Y = Pendapatan kotor X2 = Perbekalan rs = Koefisien korelasi urutan Spearman d(Y-X2) = Selisih urutan antara Y dan X2 d = Beda urutan dalam satu pasangan data
d (Y-X2) -7 20 -21 10 -4 10 1,5 7,5 0 -7,5 5,5 -2,5 -17,5 5,5 3 -7 -17,5 -2 -4,5 1,5 5,5 -2 16 -7 -9,5 10 13
d2 49 400 441 100 16 100 2,3 56,3 0 56,3 30,3 6,3 306,3 30,3 9 49 306,3 4 20,3 2,3 30,3 4 256 49 90,3 100 169 2.683 0,18