TINGKAT KEPUASAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA PENGOLAH MAKANAN DI PT LGEIN BEKASI DAN PT UNITEX BOGOR
RYSDA NURHARMELYA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT RYSDA NURHARMELYA. Levels of job satisfaction and food-service workers productivities in PT LGEIN Bekasi and PT Unitex Bogor. Supervised by FAISAL ANWAR and TIURMA SINAGA. Basically, job satisfaction has individual characteristics depend on how much their desirability fulfilled. Food-service workers who satisfied in their jobs are expected to influence their productivities. The objectives of this study are to know the levels of job satisfaction and food-service workers productivities in PT LGEIN Bekasi and PT Unitex Bogor. Characteristically differences in both of them is located on employment status of the food-service workers, which the employment status is contracts in PT LGEIN and permanent employees in PT Unitex. This study uses a Cross Sectional Observational, housed in the PT LGEIN and PT Unitex canteens at April and July 2011, respectively. Sampling technique uses a Total Sampling (the entire population of food-service workers is taken as asample), consisting of 21 people in the food service workers and 18 people in PT LGEIN and PT Unitex. Based on Independent Sample t-test, it shows that individual characteristics between PT LGEIN and PT Unitex mutually significantly different (P<0.05). Based on the Spearman Correlation Test, in the PT LGEIN, there is a relationship between marital status with the content of job satisfaction (r=-0441, P=0045). In the PT Unitex, there is a relationship between level of education to the satisfaction of the compensation (r=0584, P=0011), and there is a relationship between employment with the satisfaction of co-workers (r=-0508, P= 0.032). Food-service workers productivity in PT LGEIN has food value per hour of work and minutes per meal, two times larger than the PT Unitex. This occurs because of differences in the number of food service workers, working time, and type of the menu. This study shows that high levels of job satisfaction of each food-service workers, not necessarily able to produce high labor-productivity in industrial food-services. Keywords: Food-service workers, individual characteristics, industrial foodservices, job satisfaction, productivity.
RINGKASAN RYSDA NURHARMELYA. Tingkat Kepuasan Kerja dan Produktivitas Tenaga Pengolah Makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR dan TIURMA SINAGA. Karyawan yang bekerja memiliki kewajiban memenuhi waktu kerja kurang lebih 8-10 jam per hari (UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan), sehingga mereka perlu mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya. Perusahaan harus senantiasa berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja secara optimal, yaitu dengan cara menyediakan asupan makanan 40% dari kebutuhan energi tenaga kerjanya per hari (Depkes RI 2000) atau sekitar 800-1100 Kalori per hari (Mukrie 1990) melalui penyediaan fasilitas penyelenggaraan makanan yang sesuai dengan ketentuan KEPMENKES No.715/Menkes/SK/V/2003. Penerapan sistem penyelenggaraan makanan yang baik, salah satunya dilakukan dengan pengawasan terhadap tenaga pengolah makanan. Tujuan umum penelitian adalah mengetahui tingkat kepuasan kerja terhadap produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja) tenaga pengolah makanan dianggap sebagai faktor yang dapat menentukan tingkat kepuasan kerja. Tingkat kepuasan kerja dinilai melalui modus skor penilaian berdasarkan Skala Likert empat poin terhadap faktor kepuasan kerja berdasarkan Rivai (2009), yaitu terdiri atas: (1) jenis pekerjaan; (2) supervisi; (3) kesempatan untuk maju; (4) kompensasi; (5) rekan kerja; (6) kondisi pekerjaan. Produktivitas tenaga pengolah makanan dinilai melalui perhitungan berdasarkan Gregoire-Spears (2006), yaitu perhitungan rasio makanan terhadap jam kerja (menu/jam kerja) dan perhitungan rasio menit per makanan. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross Sectional Observational, bertempat di kantin PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor berturut-turut pada bulan April 2011 dan Juli 2011. Penarikan contoh menggunakan teknik Total Sampling (seluruh populasi tenaga pengolah makanan diambil sebagai contoh), terdiri atas 21 orang tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan 18 orang di PT Unitex. PT LGEIN mulai mengadakan penyelenggaraan makanan pada tahun 2003. Tenaga pengolah makanannya berasal dari jasa katering CV ASE yang bekerjasama melalui sistem kontrak per enam bulan, dengan total pelayanan ±1500 orang tenaga kerja per hari. PT Unitex mulai mengadakan penyelenggaraan makanan sejak perusahaan berdiri pertama kali tahun 1972. Sejak tahun 1984, penyelenggaraan makanannya ditangani langsung oleh tenaga pengolah makanan yang merupakan bagian dari karyawan PT Unitex sendiri, dengan total pelayanan ±1250 orang karyawan per hari. Berdasarkan uji beda Independent Sample t-test, menunjukkan bahwa umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan masa kerja tenaga pengolah makanan antara PT LGEIN dan PT Unitex saling berbeda nyata (P<0.05). Penilaian untuk indikator kepuasan terhadap pujian atasan, kesediaan sesama rekan kerja untuk saling menghargai dan tidak saling mencurigai, serta koordinasi pekerjaan sesama rekan kerja saling berbeda nyata antara dua perusahaan. Tingkat kepuasan kerja secara keseluruhan di kedua perusahaan tidak berbeda nyata (P>0.05).
Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, faktor kepuasan kerja yang paling berpengaruh dengan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN berturut-turut mulai dari yang terbesar sampai terendah pengaruhnya adalah kondisi pekerjaan (t= 8.134, P= 0.000), kompensasi (t= 5.059, P= 0.000), rekan kerja (t= 4.962, P= 0.000), supervisi (t= 4.350, P= 0.000), jenis pekerjaan (t= 3.458, P= 0.003), dan kesempatan untuk maju (t= 2.610, P= 0.017). PT Unitex berturut-turut mulai dari yang terbesar sampai terendah pengaruhnya adalah kompensasi (t= 4.615, P= 0.000), kondisi pekerjaan (t= 4.448, P= 0.000), kesempatan untuk maju (t= 5.049, P= 0.000), dan supervisi (t= 3.841, P= 0.001). Prokduktivitas penyelenggaraan makanan PT LGEIN memiliki nilai makanan per jam kerja dan menit per makanan, dua kali lebih besar dibandingkan dengan PT Unitex. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan jumlah tenaga pengolah makanan, lama waktu kerja, dan jenis menu yang dihasilkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepuasan kerja yang tinggi dari tiap tenaga pengolah makanan, belum tentu mampu menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi di penyelenggaraan makanannya. Hal ini dikarenakan produktivitas kerja dinilai dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti motivasi dari masingmasing tenaga pengolah makanan dalam bekerja.
TINGKAT KEPUASAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS TENAGA PENGOLAH MAKANAN DI PT LGEIN BEKASI DAN PT UNITEX BOGOR
RYSDA NURHARMELYA
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Tingkat Kepuasan Kerja dan Produktivitas Tenaga Pengolah Makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor
Nama Mahasiswa
: Rysda Nurharmelya
NIM
: I14070050
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS
Tiurma Sinaga, B.Sc, MFSA
NIP. 19520413 198103 1 003
NIP. 19610521 198312 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal disetujui:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, 14 Agustus 1989 dari pasangan Bapak Harmadji dan Ibu Nurlena Herliany (almh). Penulis menyelesaikan pendidikan: 1. TK Dian Bhakti, Tangerang tamat tahun 1995 2. SDN 010 Joglo, Jakarta tamat tahun 2001 3. SMPN 206 Meruya Selayan, Jakarta tamat tahun 2004 4. SMAN 112, Jakarta tamat tahun 2007 Kemudian pada tahun 2007, penulis diterima kuliah pada jurusan Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menyelesaikan studi di IPB, penulis aktif bergabung dalam EcoAgrifarma (2008-2009; 2009-2010) dan Badan Konsultasi Gizi (BKG) (20092010; 2011-2012). Penulis juga aktif dalam hal kepanitiaan, diantaranya adalah Nutrition Paper Competition dalam Nutrition Fair 2009, Seminar Kupas Tuntas Herbal 2009, dan Seminar Gizi Nasional 2010. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor pada tahun 2010 serta Internship Dietetika tahun 2011 di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Tenaga Pengolah Makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus penulis penuhi dalam rangka menyelesaikan pendidikan Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. 1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan Tiurma Sinaga, B.Sc, MFSA selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini 2. Leyli Amalia, STP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi ini 3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan bimbingan perkuliahan 4. Apih (Bapak Harmadji), Ibu (Ibu Kustiyati), Kakak (Iwan Kustianto), Saudari Kembar (Rysta Nurharmelya) terima kasih atas doa, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil 5. Andi Syahid Muttaqin selaku teman terdekat yang selalu memberikan motivasi dan saran kepada penulis 6. Teman-teman GM 44 dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2011
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
i ii iv vi vii
PENDAHULUAN .......................................................................................... Latar Belakang .................................................................................... Tujuan ................................................................................................. Hipotesis.............................................................................................. Kegunaan Penelitian............................................................................
1 1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Penyelenggaraan Makanan Institusi .................................................... Penyelenggaraan Makanan Industri .................................................... Tenaga Pengolah Makanan ................................................................ Proses Penyelenggaraan Makanan ..................................................... Faktor Pengaruh Kepuasan Kerja ........................................................ Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja ....................................................... Faktor Pengaruh Produktivitas Kerja.................................................... Penilaian Produktivitas Kerja ............................................................... Hubungan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas ................
5 5 6 8 8 15 16 17 18 20
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................
21
METODE PENELITIAN ................................................................................ Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ................................................ Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................... Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. Definisi Operasional.............................................................................
24 24 24 24 27 29
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ Gambaran Umum Perusahaan ............................................................ A. PT LGEIN Bekasi ...................................................................... B. PT Unitex Bogor ........................................................................ Sejarah Penyelenggaraan Makanan Perusahaan ................................ A. PT LGEIN Bekasi ...................................................................... B. PT Unitex Bogor ........................................................................ Penyelenggaraan Makanan ................................................................. A. Perencanaan Menu dan Anggaran Belanja ............................... B. Pembelian Bahan Makanan ...................................................... C. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan ....................... D. Penyiapan Bahan Makanan ...................................................... E. Pengolahan Makanan ............................................................... F. Pendistribusian dan Penyajian Makanan ................................... Karakteristik Individu Tenaga Pengolah Makanan ............................... A. Umur ......................................................................................... B. Jenis Kelamin ............................................................................
31 31 31 32 33 33 34 34 35 38 39 41 42 43 46 47 48
iii
C. Status Pernikahan ..................................................................... D. Tingkat Pendidikan .................................................................... E. Masa Kerja ................................................................................ Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja ....................................................... A. Tingkat Kepuasan Terhadap Jenis Pekerjaan ........................... B. Tingkat Kepuasan Terhadap Kondisi Pekerjaan ........................ C. Tingkat Kepuasan Terhadap Supervisi...................................... D. Tingkat Kepuasan Terhadap Rekan Kerja ................................. E. Tingkat Kepuasan Terhadap Kesempatan untuk Maju .............. F. Tingkat Kepuasan Terhadap Kompensasi ................................. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Karakteristik Individu ................ A. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Umur............................. B. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin ............... C. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Status Pernikahan ........ D. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan ....... E. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Masa Kerja ................... Tingkat Kepuasan Kerja Tenaga Pengolah Makanan .......................... Penilaian Produktivitas Kerja ...............................................................
49 50 52 53 53 55 57 58 60 62 63 63 65 67 68 71 72 74
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ Kesimpulan .......................................................................................... Saran ...................................................................................................
77 77 78
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
79
LAMPIRAN ...................................................................................................
82
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Gambaran umum perusahaan .......................................................... 31 Tabel 2 Sejarah penyelenggaraan makanan perusahaan ............................. 33 Tabel 3 Proses penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dan PT Unitex ...... 35 Tabel 4 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap jenis pekerjaan berdasarkan modus skor kepuasan .................................................. 54 Tabel 5 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap kondisi pekerjaan berdasarkan modus skor kepuasan ................................................. 56 Tabel 6 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap supervisi berdasarkan modus skor kepuasan ...................................................................... 57 Tabel 7 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap rekan kerja berdasarkan modus skor kepuasan ...................................................................... 59 Tabel 8 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap kesempatan untuk maju berdasarkan modus skor kepuasan .................................................. 60 Tabel 9 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap kompensasi berdasarkan modus skor kepuasan ...................................................................... 62 Tabel 10 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan umur di PT LGEIN .............................................................................................. 63 Tabel 11 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan umur di PT Unitex............................................................................................... 65 Tabel 12 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan jenis kelamin di PT LGEIN ........................................................................ 65 Tabel 13 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan jenis kelamin di PT Unitex ........................................................................ 66 Tabel 14 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan status pernikahan di PT LGEIN .................................................................. 67 Tabel 15 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan status pernikahan di PT Unitex ................................................................... 68 Tabel 16 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan tingkat pendidikan di PT LGEIN ................................................................... 69 Tabel 17 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan tingkat pendidikan di PT Unitex ................................................................... 70 Tabel 18 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan masa kerja di PT LGEIN ..................................................................................... 71
Tabel 19 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan masa kerja di PT Unitex ..................................................................................... 72 Tabel 20 Distribusi tingkat kepuasan kerja PT LGEIN ................................... 73 Tabel 21 Distribusi tingkat kepuasan kerja PT Unitex ................................... 73 Tabel 22 Distribusi produktivitas tenaga pengolah makanan berdasarkan tempat kerja ..................................................................................... 75
2
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Diagram faktor pengaruh perencanaan menu .............................. 10 Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran .................................................. 23 Gambar 3 Alur makan karyawan PT LGEIN Bekasi ...................................... 44 Gambar 4 Alur makan karyawan PT Unitex Bogor ........................................ 46 Gambar 5 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan umur .............. 47 Gambar 6 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin . 48 Gambar 7 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan status pernikahan ................................................................................... 50 Gambar 8 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan tingkat pendidikan .................................................................................... 51 Gambar 9 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan masa kerja..... 52 Gambar 10 Distribusi tingkat kepuasan kerja ................................................ 74
3
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Denah Dapur Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN Bekasi ..... 83 Lampiran 2 Denah Dapur Penyelenggaraan Makanan PT Unitex Bogor ....... 84 Lampiran 3 Struktur Organisasi Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN ....... 85 Lampiran 4 Struktur Organisasi Penyelenggaraan Makanan PT Unitex ....... 86 Lampiran 5 Daftar Menu Makanan Kantin PT LGEIN Bekasi ........................ 87 Lampiran 6 Daftar Menu Makanan Kantin PT Unitex Bekasi ......................... 92 Lampiran 7 Kondisi Penyelenggaraan Makanan di PT LGEIN dan PT Unitex 93 Lampiran 8 Gambar Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN dan PT Unitex . 95 Lampiran 9 Standar Pemotongan Lauk Utama PT LGEIN ............................ 101 Lampiran 10 Kuesioner Tingkat Kepuasan Kerja .......................................... 102 Lampiran 11 Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja PT LGEIN Bekasi ............... 107 Lampiran 12 Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja PT Unitex Bogor ................. 108 Lampiran 13 Uji Beda Independent t-test Tingkat Kepuasan Kerja ............... 109 Lampiran 14 Uji Korelasi Spearman Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepuasan Kerja PT LGEIN Bekasi ........................................... 110 Lampiran 15 Uji Korelasi Spearman Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepuasan Kerja PT Unitex Bogor ............................................. 112
4
PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 tahun 2003, menyebutkan bahwa setiap karyawan yang bekerja memiliki kewajiban memenuhi waktu kerja 40 jam per minggu atau kurang lebih 8-10 jam per hari. Hal ini berarti bahwa tenaga kerja menghabiskan waktunya lebih dari 35% setiap hari di tempat kerja. Oleh karena itu, mereka perlu mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan beban pekerjaan yang dilakukannya. Kekurangan nilai gizi pada makanan yang dikonsumsi tenaga kerja sehari-hari, akan membawa akibat buruk terhadap kesehatan tubuh. Keadaan tersebut membuat harapan agar tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal tidak dapat terpenuhi. Upaya perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja adalah salah satunya dengan memperbaiki keadaan kesehatan dan meningkatkan keadaan gizi tenaga kerjanya melalui penyediaan fasilitas penyelenggaraan makanan di lingkungan perusahaan. Perusahaan dianjurkan mampu mencukupi kebutuhan energi karyawan selama bekerja (8 jam) yang diperkirakan 40-50% dari kebutuhan sehari (Depkes RI 2009). Penerapan prinsip sistem penyelenggaraan makanan sangat dibutuhkan, salah satunya dengan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap tenaga pengolah makanan sebagai penanggung jawab dalam menghasilkan makanan yang baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Gregoire&Spears (2007), tenaga pengolah makanan merupakan salah satu input dari suatu pelayanan makanan. Pekerjaan tenaga pengolah makanan ini didukung juga oleh input lainnya seperti kemampuan tenaga pengolah makanan, keberadaan bahan makanan yang digunakan, fasilitas ruang dan peralatan, dana, waktu, serta informasi operasional. Secara keseluruhan kesatuan input tersebut diharapkan mampu mencapai output yang optimal, seperti kepuasan tenaga pengolah makanan, kepuasan atau daya terima karyawan terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang dihasilkan, serta kesesuaian dalam hal finansial. Penelitian ini menggunakan tenaga pengolah makanan perusahaan sebagai subyek kajian, yaitu untuk menganalisis tingkat kepuasan kerjanya dalam penyelenggaraan makanan. Seseorang yang memperoleh kepuasan dalam pekerjaannya akan cenderung bekerja dengan penuh semangat dan membuat dirinya semakin loyal kepada perusahaannya. Pada dasarnya
5
kepuasan kerja memang memiliki sifat yang individual, artinya setiap tenaga pengolah makanan akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda dengan melihat seberapa besar keinginannya dapat terpenuhi melalui pekerjaannya tersebut. Penilaian kepuasan kerja diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk evaluasi yang dapat menggambarkan perasaan dan sikap tenaga pengolah makanan apakah puas atau tidak terhadap pekerjaannya. Kepuasan tenaga pengolah makanan selanjutnya diharapkan mampu mempengaruhi produktivitas kerjanya dalam penyelenggaraan makanan, karena untuk mencapai produktivitas kerja yang maksimal dalam pelayanan makanan perlu diperhatikan harapan atau keinginan tenaga pengolah makanannya dalam proses penyelenggaraan makanan tersebut. Menurut Sumarsono (2003), peningkatan produktivitas tenaga kerja merupakan sasaran yang strategis. Produktivitas tenaga pengolah makanan berhubungan erat dengan proses penyelenggaraan makanan dalam menghasilkan makanan yang baik secara kualitas maupun kuantitas, serta kecepatan dan ketepatan waktu dalam penyajian makanan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini mengarah pada karakteristik individu tenaga pengolah makanan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja serta seberapa baik produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Kedua perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang sama dalam hal pengadaan pelayanan
makanan
institusi
industri
bagi
karyawannya
di
lingkungan
perusahaan, namun perbedaannya terletak pada status kepegawaian tenaga pengolah makanannya. Tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi berstatus kontrak yang bekerja sama dengan katering (CV ASE) selama lebih dari tiga tahun, sedangkan tenaga pengolah makanan di PT Unitex Bogor berstatus pegawai tetap. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk menilai tingkat kepuasan kerja dan produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tujuan A. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui tingkat kepuasan kerja dan produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor.
6
B. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja) tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor 2. Menganalisis perbedaan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi 3. Menganalisis hubungan karakteristik individu tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor dengan tingkat kepuasan kerja 4. Menganalisis pengaruh jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi terhadap tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor 5. Menilai produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Ada hubungan karakteristik individu dengan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor 2. Ada hubungan tingkat kepuasan kerja dengan produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Kegunaan Penelitian A. Bagi Perusahaan Memberikan masukan kepada kedua pihak penyelenggaraan makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor dalam membuat kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan tenaga pengolah makanan. Pembuat kebijakan di kedua perusahaan diharapkan dapat memperhatikan pemenuhan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kepuasan kerja tenaga pengolah makanan dalam perusahaan tersebut. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sarana evaluasi manajemen sumber daya manusia perusahaan dalam menganalisis dan mendorong peningkatan produktivitas tenaga pengolah makanannya. Adanya peningkatan produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor diharapkan mampu menyediakan makanan yang dapat
7
membantu mencukupi kebutuhan gizi karyawan perusahaan tersebut per hari dan dapat mendukung tercapainya status gizi karyawan yang baik. Status gizi yang baik inilah selanjutnya yang dapat mendukung semua karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya secara maksimal. B. Bagi Penulis Menambah dan mengembangkan pengetahuan mengenai manajemen penyelenggaraan makanan institusi industri. Penulis juga dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja tenaga pengolah makanan industri dan hubungannya dengan karakteristik individu yang mereka miliki, sehingga diharapkan mempermudah penulis dalam memahami proses penyelenggaraan makanan apabila bekerja di bidang manajemen makanan .
TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Institusi Menurut
Moehyi
(1992),
makanan
institusi
merupakan
bentuk
penyelenggaraan makanan kelompok yang memiliki tempat memasak dan menyajikan makanan dalam satu area tertentu. Penyelenggaraan makanan institusi biasanya bersifat non komersil, baik dikelola oleh pemerintah maupun badan swasta, atau pun yayasan sosial. Adapun ciri-ciri penyelenggaraan makanan institusi adalah sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan; 2. Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga penyelenggara harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang tersedia; 3. Makanan diolah dan dimasak di dapur yang berada dalam lingkungan tempat institusi itu berada; 4. Hidangan makanan yang disajikan diatur dengan menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh harian; 5. Hidangan makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan dilingkungan keluarga. Berbagai keterbatasan dalam penyelenggaraan makanan institusi sering mengakibatkan
kerugian
tidak
saja
bagi
konsumen
tetapi
juga
bagi
penyelenggara. Adapun kelemahan dari penyelenggaraan makanan institusi antara lain sebagai berikut: 1. Kualitas bahan makanan yang digunakan sering tidak begitu baik karena keterbatasan alat; 2. Cita rasa makanan kurang diperhatikan karena tidak ada resiko untung atau rugi; 3. Makanan
kurang
bervariasi
menyebabkan
konsumen
tidak berselera
memakannya sehingga terdapat sisa makanan dalam jumlah banyak; 4. Porsi makanan konsumen tidak sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Mukrie (1990), beberapa faktor yang mendorong dilaksanakannya makanan masal di tempat kerja, adalah: 1. Kurang tersedianya waktu untuk menyimpan makanan; 2. Jarak tempat kerja yang jauh dan menyita waktu; 3. Kesulitan membawa makanan selama dalam perjalanan menuju tempat kerja;
6
4. Adanya keharusan diselenggarakannya makanan bagi tenaga kerja tersebut. Tujuan umum dari penyelenggaraan makanan masal ini adalah tersedianya makanan yang memuaskan bagi konsumen, dengan manfaat yang setinggitingginya
bagi
institusi.
Penyelenggaraan
makanan
masal
merupakan
penyelenggaraan makanan yang menyediakan makanan diatas 50 porsi. Adapun tujuan khusus dari penyelenggaraan makanan masal adalah: 1. Menghasilkan makanan yang berkualitas baik, dipersiapkan, dan dimakan dengan layak; 2. Pelayanan yang cepat dan menyenangkan; 3. Menu seimbang dan bervariasi; 4. Memberikan harga yang sesuai dengan pelayanan yang diberikan; 5. Memiliki standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi. Penyelenggaraan Makanan Industri Penyelenggaraan makanan industri secara lebih profesional baru dimulai pada pertengahan abad ke-17 bersamaan dengan awal Revolusi Industri di Eropa. Pada masa itu dirasakan perlu adanya usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja para pekerja di berbagai industri. Pemberian makanan yang memenuhi syarat terbukti dapat meningkatkan produktivitas kerja para pekerja pabrik. Penyelenggaraan makanan industri mulai dikembangkan di berbagai industri tekstil, bank, dan sebaginya. Pemberian makanan bagi karyawan pabrik atau perusahaan sampai saat itu masih dikaitkan dengan pemberian jaminan kesejahteraan. Penyelenggaraan makanan yang didasarkan atas kebutuhan karyawan akan zat gizi agar memperoleh tingkat kesehatan yang optimal yang memungkinkan tercapainya produktivitas kerja maksimal baru dilaksanakan pada awal abad ke-20. Tujuan penyelenggaraan makanan pun berubah menjadi meningkatkan produktivitas kerja yang berarti peningkatan produksi (Moehyi 1992). Menurut Mukrie (1990), pelayanan gizi institusi atau tenaga kerja adalah suatu bentuk penyelenggaraan makanan masal yang sasarannya di pabrik, perusahaan atau perkantoran. Tujuan dari diadakannya penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja ini adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan stamina pekerja yang sebaik-baiknya, agar dapat diciptakan suasana kerja yang memungkinkan tercapainya produktivitas kerja yang maksimal.
7
Faktor yang mendorong perkembangan penyelenggaraan makanan industri menurut Mukrie (1990) adalah sebagai berikut: 1. Tumbuhnya kesadaran dan keyakinan para pengusaha industri bahwa pelayanan makanan di institusi tempat karyawan bekerja akan meningkatkan produktivitas kerja karyawan; 2. Lokasi tempat kerja yang jauh dari pemukiman dan berbagai hambatan transportasi tidak memungkinkan karyawan pulang ke rumah untuk makan; 3. Berbagai kemajuan sebagai hasil pembangunan telah membuka kesempatan bagi para wanita untuk memperoleh pekerjaan di luar rumah. Terbatasnya waktu mereka dirumah tidak memungkinkan mereka menyiapkan makanan di rumah. Pelayanan gizi institusi industri memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Standar makanan yang disediakan diperhitungkan sesuai dengan beban kerja dan lama pekerjaan, serta pertimbangan situasi kerja; 2. Waktu makan pada umumnya seperti waktu makan di rumah, terutama makan siang atau makan sore, kadang kala ada makan pagi dan makan malam. Semua makanan diberikan di ruang makan lengkap dengan air minum; 3. Pada saat pabrik tidak berproduksi, yaitu pada hari libur maka pemberian makanan ditiadakan atau diganti bahan lain; 4. Diperlukan tenaga khusus yang mengelola serta melayani makanan di ruang makan; 5. Jumlah yang dilayani harusnya tetap, atau sedikit sekali perubahan. Penyediaan untuk tamu dilakukan tersendiri dan terpisah; 6. Macam hidangan sederhana, tidak banyak variasi dan disajikan menurut kemampuan perusahaan, tanpa mengabaikan kebutuhan konsumen; 7. Pelayanan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan paling banyak dilakukan adalah menggunakan tiket makanan bertanggal. Penyelenggaraan makanan tenaga kerja ini dikelola oleh pemilik sendiri secara penuh, dikontrakkan dengan pemborong makanan, ataupun dikelola oleh serikat buruh bersama perusahaan, kadang kegiatan pengelolaan penyediaan makanan ini dimodifikasi dengan kombinasi cara-cara yang telah disebutkan (Mukrie 1990).
8
Tenaga Pengolah Makanan Isi tenaga kerja yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan berdasarkan Moehyi (1992), baik komersial maupun non komersial, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok tenaga kerja, yaitu: A. Kelompok Tenaga Pengelola Tenaga-tenaga
pengelola
kegiatan
penyelenggaraan
makanan
bertanggung jawab atas perencanaan, pengawasan, dan pengendalian. Kelompok tenaga ini bertanggung jawab dalam penyusunan menu, standarisasi kualitas, dan cita rasa makanan yang dihasilkan, serta efisiensi penggunaan dan daya yang tersedia sehingga biaya penyelenggaraan makanan dapat ditekan serendah mungkin tanpa mengurangi mutu dan cita rasa makanan. B. Kelompok Tenaga Pelaksana Kelompok tenaga pelaksana dalam penyelenggaraan makanan adalah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan produksi dan distribusi makanan kepada konsumen. Isi tenaga dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyai keahlian dalam kegiatan masak-memasak, baik melalui pendidikan formal maupun melaui pengalaman yang cukup. C. Kelompok Tenaga Pembantu Pelaksana Kelompok tenaga pembantu pelaksana penyelenggaraan makanan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan, tetapi tidak mempunyai tanggung jawab khusus. Umumnya mereka hanya membantu tenaga pelaksana untuk menyelesaikan tugasnya, seperti membersihkan bahan makanan, memotong, mengiris, atau membantu pekerjaan memasak lainnya, termasuk membersihkan peralatan. Proses Penyelenggaraan Makanan A. Perencanaan Menu Menurut Mukrie (1990), menu adalah rangkaian dari beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali makan. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi. Oleh karena itu, perencanaan menu yang baik sangat diperlukan dalam penyelenggaraan makanan karena memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Memudahkan pelaksana dalam menjalankan tugasnya sehari-hari;
9
2. Dapat menyusun hidangan yang mengandung zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan tubuh; 3. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur, sehingga menghindari kebosanan; 4. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia, sehingga kekurangan uang belanja dapat dihindari; 5. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin; 6. Menu yang terencana dengan baik dapat menjadi suatu alat penyuluhan gizi yang baik. Adapun faktor yang mempengaruhi dalam proses perencanaan menu adalah: 1. Kecukupan gizi, yaitu menu memperhatikan kebutuhan gizi konsumen; 2. Macam dan peraturan institusi, yaitu dalam hal penggunaan anggaran belanja bahan makanan, banyaknya personil, dan prosedur pembelian bahan makanan; 3. Kebiasaan makan, yaitu menu menyesuaikan dengan kebiasaan makan individu atau golongan yang ditentukan oleh faktor kejiwaan, sosial-budaya, agama, latar belakang pendidikan, lingkungan hidup sehari-hari, dan tempat asal; 4. Macam dan jumlah orang yang dilayani; 5. Peralatan dan perlengkapan dapur yang tersedia; 6. Macam dan jumlah pegawai; 7. Macam pelayanan yang diberikan; 8. Musim atau iklim dan keadaan pasar; 9. Dana yang tersedia (Mukrie 1990).
10
Bagan faktor yang mempengaruhi perencanaan menu berdasarkan modifikasi Mahmood dan Mukrie dalam Sinaga (2007) adalah sebagai berikut: Kebiasaan makan dan kesukaan
Kecukupan Gizi Macam dan jumlah orang yang dilayani
Karakteristik makanan dan sifat rangsangannya
Konsumen
Menu Sasaran dan tujuan organisasi
Manajemen
Kondisi pasar Dana/anggaran
Keahlian
Tipe produksi dan sistem pelayanan Macam dan peraturan institusi
Fasilitas dan perlengkapan
Gambar 1 Diagram faktor pengaruh perencanaan menu
B. Penerimaan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan menurut Mukrie (1990) adalah rangkaian kegiatan meneliti, memeriksa, mencatat, dan melaporkan bahan makanan yang masuk sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak (surat perjanjian jual beli). Fungsi penerimaan bahan makanan ada dua, yaitu penerimaan bahan makanan langsung dan penerimaan bahan makanan tidak langsung. Kedua fungsi tersebut bergantung atas besar kecilnya institusi, semakin besar institusi semakin menyukai bentuk langsung. Penerimaan bahan makanan langsung adalah bahan makanan diterima, langsung diperiksa oleh bagian penerimaan, kemudian penjual/rekanan langsung mengirim ke bagian penyimpanan kering maupun segar. Penerimaan tidak langsung adalah bahan makanan diterima oleh unit penerimaan, dan petugas unit tersebut bertugas menyalurkan bahan makanan tersebut ke bagian penyimpanan. Proses penerimaan bahan makanan memiliki prinsip yang harus diperhatikan, terdiri atas: 1. Jumlah bahan makanan yang diterima harus sama dengan jumlah bahan makanan yang tertulis dalam faktur pembelian dan sama jumlahnya dengan daftar permintaan institusi;
11
2. Mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta pada surat kontrak perjanjian jual beli; 3. Harga bahan makanan yang tercantum dalam faktur pembelian harus sama dengan harga bahan makanan yang tercantum pada penawaran bahan makanan. Cara atau bentuk penerimaan terdiri atas dua isi, yaitu sebagai berikut: 1. Blind Receiving atau sering disebut cara buta Petugas penerima tidak mendapatkan spesifikasi bahan makanan serta faktur pembelian dari pihak penjual/leveransir. Petugas penerimaan bertugas mengecek, menimbang, dan menghitung bahan makanan yang datang di ruang penerimaan, kemudian mencatat di buku laporan atau formulir yang telah dilengkapi dengan jumlah, berat, panjang, dan spesifikasi lain jika diperlukan. Pihak leveransir mengirim faktur penerimaan bahan makanan langsung ke bagian pembayaran, sedangkan bagian penerimaan mengirim pula lembar formulir bahan makanan yang diterima untuk dicocokkan oleh bagian pembelian/pembayaran. 2. Konvensional Petugas penerima bahan makanan mendapatkan faktur dan spesifikasi satua dan jumlah bahan makanan yang dipesan, jika jumlah dan mutu tidak sesuai, petugas penerima berhak mengembalikannya. Petugas penerima harus mencatat semua bahan makanan yang diterima dan bahan makanan yang dikembalikan untuk dilaporkan kepada bagian pembelian atau pembayaran. C. Pembelian Bahan Makanan Menurut Mukrie (1990), pembelian bahan makanan adalah rangkaian kegiatan dalam penyediaan macam dan jumlah serta spesifikasi bahan makanan tertentu dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di institusi. Proses pembelian bahan makanan dapat menerapkan berbagai prosedur yang tergantung pada kebijakan, kondisi, besar institusi, dan kemampuan sumber daya institusi tersebut, yakni terdiri atas: 1. Pembelian langsung ke pasar (The open market of buying) Proses pembelian merupakan hasil kesepakatan antara pembeli dan penjual. Pembeli akan mengumpulkan informasi pasar tentang macam, kualitas, harga, dan ketersediaan bahan makanan. Pesanan dapat dilakukan melalui telepon, datang langsung ke pasar, atau berdasarkan perjanjian antara pembeli dengan penjual.
12
2. Pelelangan (The formal competitive of bid) Cara pembelian tergolong resmi dan mengikuti prosedur pembelian yang telah dijabarkan dalam Keputusan Presiden, serta peraturan yang ditetapkan Pemerintah Daerah ataupun penanggung jawab tertentu. 3. Pembelian musyawarah (The negotiated of buying) Pembelian dengan cara ini hanya dilakukan untuk bahan makanan yang hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu, jumlahnya terbatas, dan merupakan bahan makanan yang dibutuhkan konsumen. 4. Pembelian yang akan datang (Future contract) Pembelian ini dirancang untuk bahan makanan yang telah terjamin, terpercaya dalam hal mutu, keadaan dan harganya. 5. Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned contract) Perjanjian dalam proses pembelian dilakukan atas dasar kepercayaan, sehingga pihak rekanan harus memiliki reputasi yang tinggi dalam pelaksanaan pembelian bahan makanan. D. Penyimpanan Bahan Makanan Menurut Mukrie (1990), penyimpanan bahan makanan adalah proses kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, serta penyaluran bahan makanan sesuai dengan permintaan untuk persiapan pemasakan bahan makanan. Tujuan dari proses penyimpanan bahan makanan adalah sebagai berikut: 1. Memelihara dan mempertahankan kondisi serta mutu bahan makanan yang disimpan; 2. Melindungi bahan yang disimpan dari kerusakan, kebusukan, dan gangguan lingkungan lainnya; 3. Melayani kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan dengan mutu dan waktu yang tepat; 4. Menyediakan persediaan bahan makanan dalam macam jumlah dan mutu yang memadai. E. Persiapan dan Pemasakan Persiapan bahan makanan menurut Mukrie (1990) adalah suatu proses kegiatan yang spesifik dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu sebelum dilakukan pemasakan. Kegiatannya meliputi semua perlakuan pada saat bahan makanan diterima, diambil atau dikeluarkan dari penyimpanan untuk kemudian disiangi, dibersihkan bagian-bagian yang tidak dimakan, dicuci,
13
dipotong, direndam bila perlu, diiris tipis, digiling, ditumbuk-tumbuk, dirajang, diaduk, diayak, dibentuk, dicetak, dipanir sampai saat bahan makanan siap untuk dimasak. Persiapan bahan makanan memiliki pengaruh yang besar terhadap standar porsi, standar resep, yang akhirnya dengan prosedur makanan yang ditetapkan dapat mempengaruhi kualitas makanan yang dihasilkan. Persiapan bahan makanan bertujuan untuk: 1. Tersedianya racikan yang tepat dari berbagai macam bahan makanan untuk berbagai masakan dalam jumlah yang sesuai dengan porsi, menu yang berlaku, dan jumlah konsumen; 2. Tersedianya berbagai anjuran bumbu masakan sesuai resep, isi masakan, menu, dan jumlah konsumen. Menurut Mukrie (1990), pemasakan bahan makanan adalah proses kegiatan terhadap bahan makanan yang telah dipersiapkan menurut prosedur yang ditentukan dengan menambahkan bumbu standar menurut resep, jumlah konsumen, serta perlakuan spesial yaitu pemasakan dengan air, lemak, pemanasan dalam rangka mewujudkan masakan dengan cita rasa yang tinggi. Tujuan dari pemasakan bahan makanan adalah sebagai berikut: 1. Memperbaiki daya cerna makanan; 2. Mempertahankan nilai gizi makanan; 3. Mempertahankan dan menambah rasa serta rupa dari bahan makanan; 4. Menimbulkan rasa aman bagi manusia. F. Distribusi dan Penyajian Makanan Proses distribusi berdasarkan Mukrie
(1990)
mengenal dua cara
pendistribusian makanan kepada konsumen, yaitu: 1. Cara sentralisasi Semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu tempat (centralized). Sebelum memilih cara sentralisasi ini, maka penanggung jawab penyediaan makanan sudah harus memperhitungkan konsekuensi yang harus diadakan seperti luas tempat, peralatan, tenaga dan kesepian manajemen yang menyeluruh. Beberapa keuntungan menerapkan cara sentralisasi dalam proses pendistribusian diantaranya adalah penghematan bangunan institusi, tidak membutuhkan alat-alat makan yang berlebih di pantry, masalah kelebihan makanan
atau
sisa
makanan
akan
berkurang,
pengawasan
dipusat,
14
pendistribusian dapat lebih intensif dan teliti, tidak akan dijumpai suara keributan tenaga, alat ataupun bau makanan ke konsumen, serta makanan dapat langsung ke konsumen tanpa hambatan yang berarti. Kelemahan dari pelaksanaan cara sentralisasi ini adalah dibutuhkan uang pendistribusian yang cukup luas untuk peralatan makanan dan alat makan, diperlukan pegawai yang terampil dan terlatih untuk bekerja dengan teliti, cepat, benar, dan rapi, ketidaksesuaian alat makan dan isi hidangan yang tersedia, serta kepuasan konsumen per orang agak terabaikan. 2. Cara desentralisasi Cara pendistribusian desentralisasi biasa diterapkan di institusi yang memiliki ruang makan atau unit-unit pelayanan yang berada pada lokasi yang berbeda. Fokus kegiatan masih tetap berada di unit pembagian utama, kemudian selanjutnya menata makanan dalam alat-alat makan perorangan yang telah disediakan di dapur ruangan. Sistem ini membutuhkan pos pelayanan makan sementara yang berfungsi menghangatkan kembali makanan, membuat minuman atau seisinya, menyiapkan peralatan makanan sesuai dengan porsi yang ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan, serta membawa hidangan kepada konsumen. Keuntungan
cara
desentralisasi
adalah
mutu
makanan
dapat
dipertahankan karena makanan dihangatkan kembali dan peralatan yang dibutuhkan
relative
lebih
sedikit
serta
macam
peralatan
lebih
murah
dibandingkan cara sentralisasi. Kelemahan cara sentralisasi adalah memerlukan tempat distribusi yang luas, kadang kualitas makanan dapat rusak, pelayanan makanan lebih lambat, biaya pantry cukup tinggi, pengawasan sukar, kesulitan menata peralatan makan dan inventarisasinya di pantry,
serta sering
menimbulkan kegaduhan dan bau makanan. Proses penyajian makanan menurut Mukrie (1990), memberi arti khusus bagi penampilan makanan. Seni penyajian ini ada beberapa jenis, tergantung dari asal tempat metode tersebut diperkenalkan yang terdiri atas: 1. Pelayanan di meja gaya Amerika Konsep dasar pelayanan penyajian makanannya yaitu menyajikan hidangan pada piring di dapur. Biasanya ada piring roti, mentega, dan daun salad. Bagian kiri disediakan hidangan cair, tetapi air berada disebelah kanan. Bila ada piring kotor harus diangkat. 2. Pelayanan di meja gaya Perancis
15
Sebagian makanan sudah disajikan pada piring dan sisanya diperagakan dimuka tamu. Bagian kanan dari piring diletakkan pisau, sendok sup, dan gelas minum, sedangkan bagian kiri diletakkan garpu, mentega, dan pisau mentega. 3. Pelayanan menggunakan baki atau alat makan bersekat Alat makan bersekat yang digunakan dapat terbuat dari plastik, alumunium, ataupun stainless steel dan memiliki kedalaman yang cukup untuk porsi hidangan yang ditetapkan. 4. Pelayanan cafetaria Pelayanan cafetaria biasanya dilakukan di pabrik, rumah sakit, lembaga penyediaan makanan masal, sekolah, ataupun di tempat umum. Prinsip pelayanan ini adalah menggabungkan fungsi yang sama seperti alat makan diatur mulai dari sendok garpu, serbet, lalu baki, dan piring. Hidangan juga diatur mulai dengan penyegar, sup, hidangan panas, hidangan dingin, minuman panas, dingin, terakhir makanan penutup, dan loket pembayaran. Adapun cara pelayanan dengan cafetaria terdiri atas: cafetaria umum (konsumen dapat mengambil sendiri hidangan yang diinginkannya), cafetaria dengan pelayanan, dan kantin bergilir. 5. Pelayanan makanan kapal terbang Faktor Pengaruh Kepuasan Kerja Secara teoritis, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, pemenuhan harapan penggajian, dan efektivitas kerja. Faktoryang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan adalah: (a) jenis pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan; (b) supervisi; (c) organisasi dan manajemen; (d) kesempatan untuk maju; (e) gaji dan keuntungan dalam finansial lainnya seperti adanya insentif; (f) rekan kerja; dan (g) kondisi pekerjaan (Rivai 2009). Selanjutnya Rivai (2009) juga menegaskan kepuasan kerja adalah mengenai bagaimana orang merasakan pekerjaan dan aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai dengan fokus karyawan atau perusahaan, yaitu: 1. Manusia berhak diberlakukan dengan adil dan hormat, pandangan ini menurut perpektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi
16
perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan indikator emosional atau kesehatan psikologis; 2. Perpektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antara unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Kepuasan kerja dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan beberapa isi perilaku yang sangat penting dalam organisasi. Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek menurut Hariandja (2002), yaitu: 1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil; 2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang memuaskan; 3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat menyenangkan atau tidak menyenangkan; 4. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan dan dalam hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja; 5. Promosi, yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan. Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang; 6. Lingkungan kerja, yaitu lingkungan fisik dan psikologi. Penilaian Tingkat Kepuasan kerja Kepuasan kerja menurut Rivai (2009) pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbedabeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Oleh karena itu, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atau perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Kepuasan dalam dunia kerja salah satunya bisa mengacu kepada kompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau penghargaan
17
dan fasilitas kerja lainnya seperti rumah dinas dan kendaraan kerja. Konteks “puas” dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan merasa puas apabila dia mengalami hal-hal: 1. Apabila hasil atau imbalan yang didapat atau diperoleh individu tersebut lebih dari yang diharapkan. Masing-masing individu memiliki target pribadi. Apabila mereka termotivasi untuk mendapatkan target tersebut, mereka akan bekerja keras. Pencapaian hasil dari kerja tersebut akan membuat individu merasa puas 2. Apabila hasil yang dicapai lebih besar dari standar yang ditetapkan. Apabila individu memperoleh hasil yang besar dari standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka individu tersebut memiliki produktivitas yang tinggi dan layak mendapatkan penghargaan dari perusahaan. 3. Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang diminta dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan konsisten untuk setiap saat serta dapat ditingkatkan setiap waktu. Faktor Pengaruh Produktivitas Kerja Penyediaan tenaga kerja menurut Arfida (2002) juga dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja. Banyak orang yang bekerja keras, tetapi banyak juga orang yang bekerja dengan sedikit usaha. Hasil yang diperoleh dari dua cara tersebut tentu akan berbeda. Produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh motivasi dari tiap-tiap individu, tingkat pendidikan, dan pelatihan yang sudah diterima, serta kemampuan manajemen. Orang yang berpendidikan tinggi dan giat berlatih pada dasarnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi juga. Manajemen yang relatif baik akan mampu mengerahkan karyawannya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Melalui pendekatan sistem, faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan perusahaan dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu: 1. Kualitas dan fisik karyawan (pendidikan, latihan, etos kerja, motivasi kerja, sikap mental, dan fisik); 2. Sarana pendukung (lingkungan kerja yang terdiri atas keselamatan dan kesehatan kerja, sarana produksi, dan teknologi, serta kesejahteraan yang terdiri atas upah, jamsostek, dan keamanan; 3. Supra sarana (kebijaksanaan pemerintah, hubungan industrial, manajemen).
18
Perbaikan-perbaikan di bidang lingkungan kerja dapat menumbuhkan semangat dan kecepatan kerja. Demikian juga perbaikan di bidang pengupahan dan jaminan sosial dapat meningkatkan motivasi kerja dan kemampuan fisik karyawan. Adanya kepastian atas kelangsungan pekerja dan penghasilan yang akan diperoleh hingga hari tua, merupakan pendorong untuk meningkatkan produktivitas kerja. Faktor manajerial yang mempengaruhi langsung produktivitas adalah melalui perbaikan pengorganisasian dan tata kerja yang memperkecil pemborosan, dan keborosan penggunaan sumber-sumber. Faktor yang tidak langsung mempengaruhi produktivitas adalah melalui fasilitas latihan serta perbaikan penghasilan dan jaminan sosial karyawan. Menurut Palacio&Theis (2009), terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi dan dapat pula meningkatkan produktivitas tenaga kerja dalam sistem pelayanan makanan. Produktivitas tenaga kerja pelayanan makanan dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan input, meningkatkan output, atau melakukan keduanya pada waktu yang bersamaan. Penilaian Produktivitas Kerja Secara umum produktivitas berdasarkan Sinungan (2008) diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa, dimana merupakan hubungan antara output dan input. Orientasi dari produktivitas kerja bukan tertuju hanya pada output atau hanya pada input melainkan kepada keduanya. Konsep produktivitas adalah “lebih luas” dari konsep-konsep yang hanya berorientasi pada satu segi saja (seperti efisiensi, produksi, dan efektivitas). Hubungan antara output dan input biasanya dinyatakan dalam rasio atau indeks (perbandingan rasio dengan rasio). Palacio&Theis (2009), menjabarkan maksud produktivitas kerja dalam sistem pelayanan makanan diartikan sebagai rasio satu atau lebih input yang dibandingkan dengan beragam output. Input dalam hal ini terdiri atas jam kerja, uang yang dihabiskan, dan sumber daya lainnya yang digunakan, sedangkan output terdiri atas makanan yang dihasilkan.
19
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga isi yang sangat berbeda. 1. Perbandingan-perbandingan
antara
pelaksanaan
sekarang
dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta peningkatannya 2. Perbandingan pelaksana antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif 3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya.Inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan. Secara khusus menurut Palacio&Theis (2009), pengukuran produktivitas kerja dari suatu penyelenggaraan makanan dilakukan dengan menentukan produktivitas tenaga pengolah makanannya. Pengukuran produktivitas tenaga kerja merupakan hal yang sangat menarik, sebab mengukur hasil-hasil tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang bervariasi khususnya pada kasus-kasus di negara berkembang atau pada semua organisasi selama periode antara perubahan-perubahan besar pada formasi modal. Metode pengukuran
produktivitas tenaga
kerja
yang baik adalah
berdasarkan waktu tenaga kerja (jam, hari, atau tahun), dimana pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar (Sinungan 2008). Pengukuran produktivitas karyawan dalam jasa pelayanan makanan berdasarkan Gregoire&Spears (2007) terdapat 6 cara, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Makanan/jam kerja =
2. Menit/makanan =
Total makanan yang disajikan/ hari Jam kerja/hari
Menit kerja/hari Total makanan yang disajikan/ hari
3. Biaya upah/hari = ∑ gaji per jam tiap karyawan x Jam bekerja tiap karyawan 4. Biaya upah/makanan yang disajikan =
Total biaya upah harian Makanan yang disajikan/ hari
5. Biaya kerja/hari = Total biaya upah/hari + Total biaya kerja langsung lainnya (keuntungan sisa, dan sebagainya)/hari
20
6. Biaya kerja/makanan yang disajikan =
Total biaya kerja/hari Makanan yang disajikan/ hari
Hubungan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Produktivitas Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan. Hasil kerja karyawan ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam menghasilkan suatu barang atau jasa. Produktivitas kerja karyawan dapat menurun dikarenakan kemungkinan adanya ketidaknyamanan dalam bekerja, upah yang minim dan juga ketidakpuasan dalam bekerja. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Almigo (2004), salah satunya menjelaskan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja dengan produktivitas kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja yang diterima karyawan, semakin tinggi pula produktivitas kerjanya. Hasil
pengujian
hubungan
aspek-aspek
kepuasan
kerja
dengan
produktivitas kerja, menunjukkan bahwa dari lima aspek kepuasan kerja yang digunakan (pekerjaan itu sendiri, gaji atau upah, pengawasan kerja, promosi kerja, dan rekan kerja) diketahui masing-masing aspek memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan produktivitas kerja, kecuali pada aspek rekan kerja.
KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Suklan (2002), yang dimaksud dengan makanan adalah produk yang sudah mengalami proses pengolahan yakni dari bentuk bahan mentah menjadi bentuk makanan yang siap dikonsumsi. Makanan sebagai kebutuhan pokok manusia diperlukan setiap saat, sehingga harus ditangani serta dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Proses penyelenggaraan makanan terdiri atas rangkaian kerja yang melibatkan tenaga manusia, peralatan,
materi
serta
berbagai
input
lainnya
yang
bertujuan
untuk
menghasilkan makanan yang tepat mutu, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, dan sanitasi. Penyelenggaraan makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor memiliki karakteristik yang sama, yaitu memiliki usaha yang tidak berorientasi pada keuntungan (bersifat non komersil) dan memiliki kegiatan pengolahan sampai penyajian makanan yang dilakukan pada satu tempat di dalam lingkungan perusahaan, serta mampu melayani lebih dari 1000 orang per hari. Perbedaan penyelenggaraan makanan antara kedua perusahaan terletak pada status kepegawaian dari sumber tenaga pengolah makanannya, dimana pada PT LGEIN tenaga pengolah makanan bersumber dari jasa katering (CV ASE) dengan status kontrak per enam bulan dan pada PT Unitex tenaga pengolah makanannya berstatus tetap. Semakin banyaknya kebutuhan makanan tenaga kerja perusahaan yang perlu dilayani, maka semakin dibutuhkannya penerapan sistem penyelenggaraan makanan yang baik. Hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap tenaga pengolah makanan sebagai penanggung jawab dalam menghasilkan makanan yang baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Tenaga pengolah makanan sebagai subyek dalam penelitian ini terdiri atas tenaga pengelola, tenaga pelaksana, sampai tenaga pembantu pelaksana. Data yang diteliti dari tenaga pengolah makanan di penyelenggaraan makanan PT LGEIN dan PT Unitex diantaranya adalah tingkat kepuasan kerja yang memperhatikan karakteristik individu dari tiap tenaga pengolah makanan, yakni terdiri atas umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan tersebut juga dilihat melalui masing-masing jawaban mereka terhadap kuesioner dengan mengetahui faktor-faktor atau indikator yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja individu
22
tenaga pengolah makanan tersebut, diantaranya: (1) jenis pekerjaan, bekerja pada tempat yang tepat; (2) supervisi pada pekerjaan yang tepat; (3) kesempatan untuk maju; (4) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif (kompensasi); (5) rekan kerja; (6) kondisi pekerjaan (Rivai 2009). Data lainnya yang juga diteliti adalah data mengenai produktivitas kerja tenaga pengolah makanan di penyelenggaraan makanan PT LGEIN dan PT PT Unitex. Penilaian produktivitas kerja menggunakan pengukuran berdasarkan Gregoire&Spears (2007), yaitu melalui rasio makanan per jam kerja (pembagian total makanan yang disajikan/hari terhadap jam kerja/hari) dan rasio menit per makanan (menit kerja/hari terhadap total makanan yang disajikan/hari). Berdasarkan uraian diatas secara ringkas dapat digambarkan pada bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:
23
Karakteristik Tenaga Pengolah Makanan: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Status Pernikahan 4. Tingkat Pendidikan 5. Masa kerja KEPUASAN KERJA Faktor Kepuasan Kerja: 1. Jenis pekerjaan 2. Kondisi pekerjaan 3. Supervisi 4. Rekan kerja 5. Kesempatan untuk maju 6. Kompensasi
Keterangan: = Variabel yang diteliti = Alur penelitian
Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran
PRODUKTIVITAS KERJA
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif melalui desain studi Cross Sectional Observational untuk menilai tingkat kepuasan kerja dan produktivitas tenaga pengolah makanan yang dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini telah dilaksanakan di PT LGEIN Bekasi selama tiga hari, yakni mulai tanggal 18 April 2011 sampai dengan 20 April 2011 dan PT Unitex Bogor selama tiga hari, yakni mulai tanggal 6 Juli 2011 sampai dengan 8 Juli 2011. Alasan pemilihan tempat di kedua perusahaan adalah karena keduanya memiliki karakteristik yang sama, yaitu memiliki usaha yang tidak berorientasi pada keuntungan (bersifat non komersil) dan memiliki kegiatan pengolahan serta penyajian makanan yang dilakukan pada satu tempat di dalam lingkungan perusahaan, serta mampu menyediakan konsumsi untuk lebih dari 1000 orang karyawan per hari. Alasan diambil dua perusahaan adalah karena antara keduanya memiliki perbedaan dalam hal status kepegawaian tenaga pengolah makanannya. Tenaga pengolah makanan di PT LGEIN bersumber dari jasa katering (CV ASE) dengan status kontrak per enam bulan, sedangkan tenaga pengolah makanan di PT Unitex berstatus tetap. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dari penelitian ini adalah semua tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling, yaitu contoh yang diambil merupakan seluruh
populasi
tenaga
pengolah
makanan
yang
bekerja
dalam
penyelenggaraan makanan di kedua perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki besar contoh yang terdiri atas 21 orang tenaga pengolah makanan dari PT LGEIN dan 18 orang tenaga pengolah makanan dari PT Unitex. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini digolongkan dalam dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, yakni bertempat di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Data primer ini meliputi hasil wawancara dan pengisian kuesioner yang diberikan kepada tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan tersebut. Kuesioner terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang terdiri atas dua bagian, yakni
25
bagian pertama berisi pertanyaan mengenai karakteristik individu yang terdiri atas 8 pertanyaan dan bagian kedua berisi pertanyaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan yang terdiri atas 35 pertanyaan (Lampiran 10). Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan dikategorikan menggunakan Skala Likert empat poin dengan bobot nilai sebagai berikut: Bobot nilai = 4
Sangat Puas (SP)
Bobot nilai = 3
Puas (P)
Bobot nilai = 2
Tidak Puas (TP)
Bobot nilai = 1
Sangat Tidak Puas (STP)
Jawaban-jawaban
yang
telah
diberikan
bobot,
kemudian
diambil
berdasarkan nilai modus atau nilai yang sering muncul. Hasil modus dari skor kepuasan tersebut, dijadikan sebagai skor untuk menilai tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan untuk masing-masing perusahaan. Isi dari kuesioner yang telah diberikan kepada tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor, selanjutnya diolah dan dianalisis lebih lanjut untuk menentukan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: A. Kuesioner mengenai karakteristik individu Karakteristik individu tenaga pengolah makanan yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Umur, dengan kategori: <20 tahun, 20-30 tahun, 31-40 tahun dan >40 tahun 2. Jenis kelamin, dengan kategori: Laki-laki, Perempuan 3. Status pernikahan, dengan kategori: Belum nikah, Nikah 4. Tingkat pendidikan, dengan kategori: Tidak lulus SD, Lulus SD, Lulus SMP, Lulus SMA 5. Masa kerja, dengan kategori: <12 bulan, 12-36 bulan, 37-60 bulan, >60 bulan
26
B. Kuesioner faktor pengaruh tingkat kepuasan kerja Pertanyaan dijawab sesuai dengan tingkat kepuasan kerja masing-masing tenaga pengolah makanan berdasarkan Skala Likert empat poin yang sudah disebutkan diatas. Pertanyaannya berisikan penilaian tingkat kepuasan terhadap hal-hal sebagai berikut: 1. Jenis
pekerjaan,
terdiri
atas
6
pertanyaan
yang
dianggap
dapat
mencerminkan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelenggaraan makanan; 2. Kondisi
pekerjaan,
terdiri atas 9
pertanyaan
yang
dianggap
dapat
mencerminkan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap kondisi pekerjaan penyelenggaraan makanan; 3. Supervisi, terdiri atas 5 pertanyaan yang dianggap dapat mencerminkan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap sikap dan kebijakan atasan; 4. Rekan kerja, terdiri atas 5 pertanyaan yang dianggap dapat mencerminkan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap rekan kerja tenaga pengolah makanan; 5. Kesempatan untuk maju, terdiri atas 4 pertanyaan yang dianggap dapat mencerminkan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap kesempatan untuk maju di penyelenggaraan makanan; 6. Kompensasi, terdiri atas 6 pertanyaan yang dianggap dapat mencerminkan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap kompensasi (langsung maupun tidak langsung). Kuesioner tersebut sebelumnya telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk menentukan derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung dengan nilai r-tabel, dimana butir pertanyaan dapat dikatakan valid jika r-hitung lebih besar dari r-tabel. Uji validasi ini menggunakan rumus korelasi Rank Spearman. Kuesioner yang sudah teruji kevalidannya, dilakukan uji terhadap reliabilitasnya. Uji reliabilitas akan menunjukkan konsistensi dari hasil pengukuran untuk mengetahui apakah pengukuran reliabel (dapat dipercaya) atau tidak dengan melihat hasil dari analisis alpha cronbarch. Data primer melalui proses wawancara dan pengamatan langsung juga digunakan dalam memperoleh data mengenai produktivitas kerja. Data
27
produktivitas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor diperoleh melalui dua jenis penilaian dari enam jenis pengukuran produktivitas menurut Gregoire&Spears (2007) dalam buku Foodservice Organization. Penilaian ini menggunakan pengukuran produktivitas kerja tenaga pengolah makanan dari kedua perusahaan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut: 1. Makanan/jam kerja =
2. Menit/makanan =
Total makanan yang disajikan/ hari Jam kerja/hari
Menit kerja/hari Total makanan yang disajikan/ hari
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa literatur ilmiah hasil penelitian, jurnal, dan data atau dokumen perusahaan yang berkaitan dan mendukung penelitian ini. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan perangkat lunak MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows. Kedua perangkat tersebut digunakan untuk menganalisis data, dimana akan menghasilkan keluaran yang dapat menjelaskan suatu hubungan, suatu perbedaan, serta suatu pengaruh dari variabel-variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: A. Analisis Statistika Deskriptif Analisis statistika deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan proses penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dan PT Unitex serta data karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja) tenaga pengolah makanannya, dimana prosedur SPSS Frequencies digunakan untuk menampilkan distribusi frekuensi dari setiap nilai data karakteristik individu tersebut. Analisis statistika deskriptif melalui prosedur SPSS Frequencies ini juga digunakan untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan berdasarkan faktor kepuasan kerja tersebut (jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi). B. Analisi Korelasi Korelasi adalah ukuran hubungan antara dua variabel, terutama untuk variabel kuantitatif. Ukuran hubungan antara dua variabel kuantitatif biasa
28
disebut asosiasi (Uyanto 2009). Penelitian ini menggunakan korelasi dalam bentuk peringkat Spearman yang sudah tersedia dalam SPSS 16.0. Koefisien korelasi peringkat Spearman (Spearman’s rank correlation) digunakan untuk mengukur hubungan antara karakteristik individu terhadap tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan dan mengukur hubungan tingkat kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja tenaga pengolah makanan. Perhitungan korelasi peringkat Spearman (Spearman’s rank correlation) dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut: 𝑟𝑠 = 1 −
6 ni=1 di2 n (n2 − 1)
Keterangan: rs = koefisien korelasi Spearman n = jumlah data d = selisih pasangan peringkat (rank) ke-i Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, dimana yang merupakan H0 adalah tidak ada hubungan karakteristik individu terhadap tingkat kepuasan kerja dan tidak ada hubungan tingkat kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja. Keputusan pengujian adalah sebagai berikut: 1. Terima Ho, jika nilai peluang > nilai nyata. Artinya tidak ada hubungan antara karakteristik individu terhadap tingkat kepuasan kerja dan tidak ada hubungan tingkat kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja 2. Tolak Ho, jika nilai peluang < nilai nyata. Artinya ada hubungan antara karakteristik individu terhadap tingkat kepuasan kerja dan ada hubungan tingkat kepuasan kerja terhadap produktivitas kerja. C. Uji t dua sampel independen Uji-t dua sampel independen (Independent-Sample t Test) digunakan untuk membandingkan selisih dua purata (mean) dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi normal. Bentuk uji hipotesis dua sisi (two-sided atau two-tailed test) dengan hipotesis: H0: µ1 = µ2 H1: µ 1 ≠ µ2
atau
H0:µ1 – µ2 = 0 H1:µ1 – µ2 ≠ 0
dimana: µ1= purata tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN µ2= purata tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex.
DEFINISI OPERASIONAL Tenaga Pengolah Makanan Orang yang berhubungan langsung dalam proses pengolahan makanan mulai dari pengadaan bahan makanan sampai penyajian makanan, terdiri atas tenaga pengelola, tenaga pelaksana, dan tenaga pembantu pelaksana. Kepuasan kerja Tenaga Pengolah Makanan Keadaan psikis yang dirasakan menyenangkan oleh tenaga pengolah makanan karena terpenuhinya semua kebutuhan secara memadai, diukur melalui penilaian
terhadap
karakteristik individu
dan faktor-faktor yang
mencerminkan kepuasan kerja (jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi). Karakteristik Individu Tenaga Pengolah Makanan Faktor yang melekat pada individu tenaga pengolah makanan yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja, terdiri atas umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan masa kerja di suatu penyelenggaraan makanan perusahaan. A. Umur Lama hidup tenaga pengolah makanan dari sejak lahir sampai saat diwawancarai, dikategorikan menjadi: (1) <20 tahun, (2) 20–30 tahun, (3) 31–40 tahun, dan (4) > 40 tahun. B. Jenis kelamin Karakteristik tenaga pengolah makanan yang menunjukkan ciri biologis, dikategorikan menjadi: (1) laki-laki dan (2) perempuan C. Status Pernikahan Status tenaga pengolah makanan dalam berkeluarga, dikategorikan menjadi: (1) belum nikah dan (2) nikah D. Tingkat Pendidikan Pendidikan terakhir yang telah dilalui oleh tenaga pengolah makanan, dikategorikan menjadi: (1) tidak lulus SD, (2) lulus SD, (3) lulus SMP, dan (4) lulus SMA. E. Masa Kerja Lama kerja yang telah dijalani tenaga pengolah makanan di suatu penyelenggaraan makanan perusahaan sejak awal masuk sampai saat diwawancarai, dikategorikan menjadi: (1) <12 bulan, (2) 12–36 bulan, (3) 37–60 bulan, dan (4) >60 bulan.
30
Jenis pekerjaan Segala kegiatan yang merupakan bagian dari penyelenggaraan makanan perusahaan, dimana dianggap penting untuk dikerjakan dan apabila dapat diselesaikan akan menumbuhkan semangat dan kebanggaan dalam diri tenaga pengolah makanan. Kondisi pekerjaan Kondisi fisik maupun sosial penyelenggaraan makanan perusahaan, seperti suasana kerja dan perlengkapan kerja yang membantu tenaga pengolah makanan
untuk
melaksanakan
tugas
dan
tanggung
jawabnya
dalam
penyelenggaraan makanan secara nyaman dan tenang. Supervisi Bentuk pengawasan penyelenggaraan makanan dari atasan kepada tenaga pengolah makanan mengenai pembagian kerja dan aturan kerja. Rekan Kerja Bentuk interaksi dengan orang lain dalam satu pekerjaan penyelenggaraan makanan, baik hubungan dengan teman sesama bagian atau teman dari bagian lain. Kesempatan untuk Maju Peluang tiap tenaga pengolah makanan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan kerjanya menjadi lebih baik dari sebelumnya melalui pelatihan keterampilan dalam penyelenggaraan makanan. Kompensasi Segala balas jasa berupa finansial dari perusahaan kepada tenaga pengolah makanan, baik bersifat kompensasi langsung (gaji dan upah) maupun bersifat kompensasi tidak langsung (tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, dan insentif). Produktivitas Kerja Kemampuan
tenaga
pengolah
makanan
untuk
menyelesaikan
pekerjaannya dengan mengukur melalui rasio makanan per jam kerja (perbandingan total menu yang disajikan per hari terhadap jam kerja per hari) dan rasio menit per makanan (perbandingan menit kerja per hari terhadap total menu yang disajikan per hari).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Tabel 1 menunjukkan gambaran umum PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 1 Gambaran umum perusahaan Gambaran umum Bidang usaha Pemilik modal Lokasi Tahun berdiri Luas
PT LGEIN Elektronik Korea Selatan Cibitung-Bekasi 1994 2 10.826 m
PT Unitex Tekstil Jepang Tajur-Bogor 1972 2 152.155 m
Gambaran umum kedua perusahaan secara lebih rinci dijelaskan dalam penjabaran berikut ini. A. PT LG Electronics Indonesia Bekasi PT LGEIN merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang berasal dari Korea Selatan dan didirikan di Indonesia pada bulan Oktober 1993 sampai Agustus 1994. LG group didirikan di Korea pada tahun 1947 dengan nama Lucky Chemical Industries dan pada tahun 1951 perusahaan tersebut mulai bergerak dalam bidang plastik. Pada tahun 1958, LG group bergabung dengan perusahaan Electronics di Korea yaitu Goldstar Electronics dan pada saat itu LG group merupakan perintis pendirian industri kimia dan elektronika di Korea. LG group mengalami masa perkembangan yang pesat dengan memperluas jaringan produksinya, seperti produksi automatic telephone switching system (1964), refrigerator (1965), televisi hitam putih (1966), dan mesin cuci (1996). Masa peralihan LG group pada tahun 1970 sampai tahun 1988, ditandai dengan dibangunnya konsep industri yang mantap dan tangguh. Pada tahun 1989-1994, LG group memasuki masa pembaharuan. LG mulai menerapkan konsep baru untuk mengantisipasi perubahan pada abad XXI. Tahun 1989, LG group memasuki industri semi konduktor (LG Semicon). Pada tahun 1996, diumumkan visi baru “LEAP 2005” dengan tujuan menjadi salah satu perusahaan tiga terbesar di dunia pada lima tahun mendatang tepatnya pada tahun 2010. LG group saat ini merupakan perusahaan terbesar kedua di Korea. LG group adalah perusahaan global dengan sejumlah kantor wilayah di beberapa negara dan salah satunya Indonesia. LG group telah bekerja sama dengan 46 perusahaan dan 300 kantor distributor di seluruh dunia. Pada mulanya berbisnis dalam bidang elektronika pada tahun 1959 dan kimia pada tahun 1974. LG group
32
saat ini menjalani empat bidang usaha yaitu kimia, elektronika komunikasi, jasa, dan energi. Salah satu bidang usahanya yang kini berkembang pesat adalah LG Electronics. LG Electronics and Communication adalah salah satu pemain utama di pasar elektronik dunia dan memiliki motto “Global Top 3 by 2010”. LG Electronics yakin bahwa kemajuan diperoleh dengan kecepatan, keindahan, dan kenyamanan yang lebih. Telah menjadi pondasi dasar dan visi “Digital LG” dengan tujuan agar selalu terdepan dalam industri digital, selalu berupaya menjadi printis dalam produk-produk elektronik di pasar dunia. LG Electronics mengembangkan produksinya dengan mendirikan pabrik-pabrik baru di luar Negara Korea, salah satunya di Indonesia yang berkawasan di Cibitung Bekasi yaitu PT LG Electronics Indonesia (PT LGEIN) dengan luas area 10.826 m 2 yang merupakan salah satu industri terbesar di Indonesia. PT LGEIN memiliki visi inovasi, manajemen, dan pengetahuan. A. PT Unitex Bogor PT Unitex adalah sebuah perusahaan kerjasama Indonesia-Jepang yang bergerak dalam bidang tekstil terpadu (fully integrated textile manufactures). Hasil produksi PT Unitex yang utama adalah yarn dyed dan piece dyed. PT Unitex didirikan dalam rangka undang-undang penanaman modal asing No. 1/1957 yang diubah melalui undang-undang No. 11/1970. Pabrik PT Unitex berlokasi di Jl. Raya Tajur No. 1 Bogor, dengan luas 152.155 m2. Visi PT Unitex adalah menguasai pangsa pasar kain kemeja formal (menengah ke atas), khususnya untuk yarn dyed fabric. Sedangkan misi dari PT Unitex adalah menciptakan produk unggulan berkelas dunia. PT Unitex melakukan kegiatan produksi mulai dari spinning (pemintalan), weaving (penenunan), dan dyeing finishing (pencelupan). Bagian spinning adalah bagian yang memproses bahan baku kapas dan polyester menjadi benang. Bagian weaving adalah bagian yang memproses benang menjadi kain mentah. Proses ini diawali dari mempersiapkan benang dalam seksi persiapan hingga terbentuk anyaman benang yang siap masuk mesin tenun dan selanjutnya diproses dalam mesin tenun. Bagian dyeing finishing adalah bagian yang melakukan proses pencelupan dan penyempurnaan dari kain mentah menjadi kain jadi.
33
Sejarah Penyelenggaraan Makanan Perusahaan Sejarah penyelenggaraan makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor secara umum dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Sejarah penyelenggaraan makanan perusahaan Sejarah umum Tahun mulai Sumber tenaga pengolah makanan
PT LGEIN 2003 Katering CV ASE
Status kepegawaian Jumlah tenaga pengolah makanan Jumlah konsumen Shift I
Kontrak 27 orang
Shift II Shift III
±1500 orang 06.00-15.00 10.00-17.00 10.00-19.00 17.00-03.00 17.00-03.00
PT Unitex 1972 Katering Karyawan PT Unitex (1984) Tetap 18 orang ±1250 orang 06.00-14.00 14.00-22.00 22.00-06.00
Sejarah penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dan PT Unitex lebih jelasnya dijabarkan pada uraian sebagai berikut. A. PT LG Electronics Indonesia Bekasi Sejak perusahaan berdiri pada tahun 1994, PT LGEIN tidak menyediakan fasilitas kantin di dalam lingkungan perusahaan, sehingga karyawannya mengalami kesulitan untuk mencari dan memperoleh makanan ditengah waktu istirahat yang hanya satu jam. Kondisi tersebut menyebabkan pihak manajemen PT LGEIN mulai tahun 2003 merasa perlu mengadakan penyelenggaraan makanan di dalam lingkungan perusahaan. Tenaga pengolah makanan di penyelenggaraan makanan ini berasal dari pihak luar dengan menggunakan jasa katering. PT LGEIN dan jasa katering melakukan sistem kontrak yang setiap enam bulan diadakan penilaian dari pihak perusahaan dalam hal kualitas makanan, keragaman menu, sistem pelayanan, dan laporan administrasi dari pihak katering. Pada saat penelitian berlangsung, tenaga kerja yang termasuk dalam penyelenggaraan makanan di PT LGEIN berjumlah 44 orang yang berasal dari katering CV ASE. Kerjasama antara PT LGEIN dengan CV ASE sudah berlangsung lebih dari tiga tahun dengan perpanjangan kontrak setiap enam bulan. Tenaga penyelenggara makanan terbagi atas 4 orang supervisor, 1 orang staff control, 3 orang cleaning service, 6 orang bagian kebersihan ruang makan, dan 27 orang tenaga pengolah makanan. Tenaga pengolah makanan yang memimiliki data lengkap sesuai penelitian ini adalah berjumlah 21 orang. Waktu
34
kerja tenaga pengolah makanan terbagi dalam tiga shift, yaitu shift 1 (06.0015.00 dan 10.00–17.00) untuk melayani konsumsi ±1000 orang karyawan, shift 2 (10.00-19.00 dan 17.00–03.00) untuk melayani konsumsi ±350 orang karyawan, serta shift 3 (17.00-03.00) untuk melayani konsumsi ±50 orang karyawan. Penyelenggaraan makanan PT LGEIN juga melayani makanan untuk tamu dari luar, sehingga mampu melayani konsumsi ±1500 orangkaryawan per hari. B. PT Unitex Bogor Penyelenggaraan makanan di PT Unitex didirikan sejak perusahaan berdiri, yaitu
pada
tahun
1972.
Latar
belakang
yang
mendasari
pendirian
penyelenggaraan makanan di dalam lingkungan PT Unitex adalah keinginan perusahaan untuk mensejahterakan karyawannya melalui perbaikan status gizi, salah satunya dengan menyediakan fasilitas pelayanan makanan. Pada awalnya penyelenggaraan makanan ini dikelola oleh pihak luar dengan menggunakan jasa tenaga pengolah makanan katering, namun semakin lama timbul ketidakpuasan dari para karyawan terhadap kualitas maupun kuantitas dari makanan yang disediakan katering tersebut. Oleh karena itu, sejak tahun 1984 penyelenggaraan makanan di PT Unitex ditangani langsung oleh tenaga pengolah makanan yang merupakan bagian dari karyawan PT Unitex sendiri. Pada saat penelitian berlangsung, tenaga pengolah makanan yang ada dalam penyelenggaraan makanan di PT Unitex berjumlah 18 orang. Waktu kerja para tenaga pengolah makanannya terbagi dalam tiga shift, yaitu shift 1 (06.0014.00) terdiri atas 7 orang tenaga pengolah makanan untuk melayani konsumsi ±750 orang karyawan, shift 2 (14.00-22.00) terdiri atas 5 orang tenaga pengolah makanan untuk melayani konsumsi ±320 orang karyawan, dan shift 3 (22.0006.00) terdiri atas 6 orang tenaga pengolah makanan untuk melayani konsumsi ±180 orang karyawan. Secara keseluruhan penyelenggaraan makanan di PT Unitex mampu melayani konsumsi ±1250 orang karyawan per harinya. Penyelenggaraan Makanan Proses penyelenggaraan makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor terdiri atas kegiatan perencanaan menu dan anggaran belanja, pembelian bahan
makanan,
penerimaan
bahan
makanan, penyimpanan
makanan,
penyiapan bahan makanan, pengolahan makanan, pendistribusian makanan, dan penyajian makanan. Kondisi penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dan
35
PT Unitex secara lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8 berdasarkan KEPMENKES No.715/Menkes/SK/V/2003. Proses penyelenggaraan makanan antara kedua penyelenggaraan institusi industri dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Proses penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dan PT Unitex Proses Perencanaan Menu dan anggran belanja Pembelian bahan Penerimaan Bahan Makanan
Penyimpanan Bahan Makanan Penyiapan Bahan Makanan
Pengolahan Makanan
Pendistribusian Penyajian
PT LGEIN Dilakukan oleh tim kantin Siklus menu 15 hari dengan 2-3 kali putaran Rp 7500,- per porsi makan Pembelian langsung ke pasar dan penunjukkan langsung pemasok Disertai pengecekan terhadap kuantitas dan kualitas bahan makanan yang diterima, tetapi tidak dilengkapi dengan catatan khusus Ruang bahan makanan basah dan kering, dipisah Terdapat standar porsi untuk lauk hewani dan buah, tetapi tidak terdapat standar resep yang tercatat Pengolahan untuk pelayanan shift 1 (11.30–12.30), shift 2 (18.00– 19.00), dan shift 3 (01.30–02.30)
Tersedia dua orang juru masak tiap shift Memiliki 15 buah rice cooker berkapasitas max 8.3kg beras untuk 55 orang, satu buah penggorengan berdiameter 44cm, tiga buah penggorengan telur untuk empat telur, dan lima buah kwali besar berdiameter 100cm. Semua peralatan tersebut tercatat dengan baik. Cafetaria dengan pelayanan Cara sentralisasi
PT Unitex Dilakukan oleh tim kantin Menu 30+1 hari yang direncanakan setiap bulan Rp 5000,- per porsi makan Penunjukkan lsngsung pemasok Disertai pengecekan terhadap kuantitas dan kualitas bahan makanan yang diterima, serta dilengkapi pencatatan Ruang bahan makanan basah dan kering, disatukan Tidak terdapat standar porsi dan resep yang tercatat
Pengolahan untuk pelayanan shift 1 (09.00–11.00), non shift (11.45–12.45), shift 2 (17.00–19.00), dan shift 3 (01.00–03.00) Tersedia tiga orang juru masak tiap shift Memiliki tiga buah rice cooker berkapasitas 10liter beras untuk 50-60 orang, lima buah penggorengan berdiameter 44cm, 19 panci berkapasitas sampai 20liter. Semua peralatan tidak tercatat dengan baik. Cafetaria kantin bergilir Cara sentralisasi
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat adanya kesamaan dan perbedaan proses penyelenggaraan makanan antara PT LGEIN dan PT Unitex, secara lebih rinci dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini. A. Perencanaan Menu dan Anggaran Belanja Perencanaan
menu
menurut
Moehyi
(1992)
merupakan
kegiatan
merencanakan makanan apa yang akan disajikan, berapa banyak makanan yang harus disediakan, bahan makanan apa saja dan berapa banyak bahan makanan
36
itu diperlukan, bagaimana memasaknya, apakah diperlukan peralatan khusus, dan bagaimana menyajikan makanan tersebut kepada konsumen. Perencanaan menu tersebut harus sesuai dengan anggaran belanja yang sudah disusun. Menurut Mukrie (1990), tujuan dari penyusunan anggaran belanja makanan adalah menghindari atau mengurangi pengeluaran yang berlebihan untuk menjamin agar tujuan penyelenggaraan makanan dapat tercapai. 1. PT LG Electronics Indonesia Bekasi Kegiatan perencanaan menu di penyelenggaraan makanan PT LGEIN dilakukan oleh tim kantin, terdiri atas kepala kantin dan perwakilan serikat karyawan PT LGEIN serta perwakilan tenaga pengolah makanan dari katering CV ASE. Proses perencanaan menu sudah sesuai dengan langkah-langkah perencanaan menu menurut Mukrie (1990), yaitu pertama adalah menentukan macam menu yang diinginkan dan disesuaikan dengan kebutuhan gizi karyawan per waktu makan (800-1100 Kal) serta menerapkan prinsip gizi seimbang. Putaran menu ditetapkan untuk siklus 15 hari dengan dua sampai tiga kali putaran oleh kepala kantin. Perencanaan didasari atas pertimbangan variasi dan kombinasi hidangan untuk menghindari kebosanan. Selanjutnya format menu yang telah disusun oleh kepala kantin tersebut, diperiksa kembali bersama perwakilan serikat karyawan PT LGEIN dan tenaga pengolah makanan dari CV ASE. Perwakilan serikat karyawan berperan dalam memberikan masukan terhadap menu apa saja yang paling disukai maupun kurang disukai karyawan, sedangkan pihak tenaga pengolah makanan berperan dalam menentukan kesesuaian menu yang telah dipilih dengan ketersediaan bahan makanan di pasaran, dana dan biaya yang disediakan perusahaan. Menu per hari yang disusun oleh tim kantin di PT LGEIN terdiri atas: satu jenis makanan pokok; empat jenis lauk utama (lauk hewani); dua jenis lauk pendamping (lauk nabati); satu jenis sayur dan buah; satu jenis menu alternatif untuk karyawan yang alergi atau tidak suka dengan lauk utama; dan menu tambahan diberikan tiga kali dalam seminggu, yaitu yakult (setiap hari senin dan jumat, minggu ke-1 dan ke-3), puding buah (setiap hari rabu, minggu ke-1 dan ke-3), ataupun es krim (setiap hari rabu, minggu ke-2 dan ke-4). Perencanaan menu ini didasarkan pada anggaran belanja yang telah ditetapkan antara PT LGEIN dengan katering CV ASE, dimana biaya makan dianggarkan untuk tiap karyawan sebesar Rp 7.500,- per porsi makan. Biaya tersebut dialokasikan untuk pembelian bahan pangan dan pembayaran upah
37
tenaga pengolah makanan CV ASE, sedangkan biayabahan bakar, fasilitas dan peralatan dapurditangani oleh bagian ESH (Environment Savety and Health) PT LGEIN. Seluruh kebutuhan dana dan biaya penyelenggaraan makanan di PT LGEIN tiap bulannya dibayarkan kepada pihak katering dengan menghitung perkalian antara jumlah karyawan yang makan dengan biaya makan yang telah ditetapkan
tersebut.
Perencanaan
menu
yang
ditetapkan
juga
mempertimbangkan waktu pendistribusian makanan dan jumlah tenaga pengolah makanan yang tersedia. Waktu pendistribusian makanan yang telah disusun, dibagi dalam tiga kali waktu makan dalam sehari yang terdiri atas: shift 1 (11.30– 12.30), shift 2 (18.00–19.00), dan shift 3 (01.30–02.30). 2. PT Unitex Bogor Perencanaan menu pada penyelenggaraan makanan di PT Unitex dilakukan oleh kepala kantin, juru masak, dan perwakilan karyawan dari seluruh bagian. Proses perencanaan menu di PT Unitex sudah dapat dikatakan baik berdasarkan
Mukrie
(1990),
yaitu
perencanaan
menu
diawali
dengan
menentukan macam menu yang diinginkan dan menetapkan menu untuk 30+1 hari tanpa perputaran, selanjutnya daftar menu tersebut didiskusikan bersama juru masak dan perwakilan karyawan PT Unitex yang berperan dalam hal menetapkan jenis bahan makanan yang akan digunakan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan gizi karyawan sebesar 40-50% dari kebutuhan per harinya (Depkes RI 2009). Menu yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan PT Unitex terdiri atas satu jenis makanan pokok, satu jenis lauk pauk (lauk hewani), satu jenis lauk pelengkap (lauk nabati ataupun kerupuk), serta satu jenis sayur dan buah. Menu didistribusikan untuk waktu makan tiga kali shift dan non-shift, yaitu pada shift 1 yang terbagi atas istirahat 1 (09.00–10.00) dan istirahat 2 (10.00–11.00), non-shift (11.45–12.45), shift 2 yang terbagi atas istirahat 1 (17.00–18.00) dan istirahat 2 (18.00–19.00), dan shift 3 yang terbagi atas istirahat 1 (01.00–02.00) dan istirahat 2 (02.00–03.00). Perencanaan menu juga menyesuaikan anggaran belanja yang ditetapkan oleh direktur PT Unitex tiap bulannya. Anggaran belanja dihitung melalui biaya makan yang telah ditetapkan untuk per porsi makan karyawan. Pada saat penelitian, anggaran biaya makan untuk tiap karyawan terhitung Rp 5.000,- per porsi makan. Anggaran biaya bahan bakar dan pengadaan fasilitas serta peralatan dapur ditanggung langsung oleh pihak manajemen perusahaan.
38
B. Pembelian Bahan Makanan Pembelian bahan makanan merupakan pengadaan bahan makanan yang dapat dilakukan melalui pemesanan kepada pemasok ataupun melalui pembelian secara mandiri. Menurut Moehyi (1992), biasanya penyelenggaraan makanan institusi melakukan pembelian bahan makanan melalui pemasok (leveransir). Tujuan pembelian adalah memperoleh pangan yang sehat dan aman untuk memenuhi kebutuhan atau persyaratan menu yang telah direncanakan (Sulaeman 2010). 1. PT LG Electronics Indonesia Pembelian bahan makanan di PT LGEIN dilakukan melalui dua cara, yaitu pembelian langsung ke pasar (Kramat Jati) dan penunjukkan langsung pemasok (CV ASE). Pembelian langsung ke pasar berlaku untuk buah, sayur dan bumbu. Pemesanan melalui pemasok dilakukan untuk bahan makanan basah (ayam, daging sapi, ikan, dll) dan sembilan bahan pokok (beras, mie, minyak, gula, dll). Pembelian segala macam bahan makanan didasarkan pada perhitungan kebutuhan untuk membuat menu-menu yang sudah disusun, hal ini bertujuan untuk mencegah adanya kelebihan ataupun kekurangan bahan makanan. Menurut Mukrie (1990), sebelum proses pembelian hendaknya mampu menghitung kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan untuk setiap putaran menu atas dasar penetapan jumlah konsumen, standar porsi, dan standar resep agar penyediaan bahan makanan mencukupi kebutuhan dan pengawasan terhadap harga makanan dapat dilakukan. Frekuensi pembelian buah dan sayur ke pasar dalam satu hari dilakukan sebanyak dua kali untuk tetap menjaga kesegaran sayur pada saat penyajian, sedangkan pembelian bumbu ke pasar dilakukan setiap dua hari sekali. Pemesanan bahan makanan kering melalui rekanan dilakukan setiap satu minggu sekali, hal ini dikarenakan jenis bahan makanan yang dipesan memiliki daya simpan yang cukup lama apabila penyimpanannya baik dan benar. Frekuensi pembelian sudah dapat dikatakan baik menurut Mukrie (1990), yaitu untuk golongan lauk hewani (2-4 kali seminggu), sayur mayur dan buah (3-4 kali seminggu), gula dan minyak (1-2 kali seminggu). 1. PT Unitex Bogor Semua pembelian bahan makanan, baik bahan makanan kering maupun makanan basah di PT Unitex dilakukan melalui penunjukkan langsung pemasok dari Pasar Bogor. Kerjasama dengan pemasok menggunakan sistem kontrak
39
setiap satu bulan sekali, dimana perpanjangan kontrak terhadap pemasok tersebut didasarkan kepada kesesuaian harga yang telah disepakati dengan kualitas bahan makanan pesanan. Proses pembelian bahan makanan ini menggunakan sitem penunjukan langsung, yaitu penunjukkan rekanan sebagai pelaksanaan pembelian dilakukan tanpa melalui pelelangan umum atau terbatas, sekurang-kurangnya terdiri atas tiga penawar atau rekanan yang tercatat dalam rekanan mampu (Mukrie 1990). Frekuensi pembelian untuk bahan makanan seperti buah, sayur, buah, dan bumbu yang telah dipesan, dikirimkan ke penyelenggaraan makanan PT Unitex setiap hari, sedangkan untuk beras, minyak, dan gula dikirim setiap satu minggu sekali. Pembelian seluruh bahan makanan didasarkan atas perhitungan kebutuhan untuk membuat menu-menu sehari yang sudah disusun. C. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan dilakukan segera ketika pengadaan bahan makanan melalui pemasok tiba di ruang penerimaan penyelenggaraan makanan institusi. Proses penerimaan bahan makanan terdiri atas pemeriksaan terhadap kesesuaian bahan makanan yang dikirim pemasok dengan bahan makanan yang dipesan sesuai kontrak, baik secara kuantitas maupun kualitas. Tujuan dari penerimaan berdasarkan Sulaeman (2010) adalah memastikan kesegaran dan keamanan bahan pangan dan memindahkan pangan tersebut ke tempat penyimpanan yang tepat secepat mungkin. Penyimpanan bahan makanan merupakan kegiatan memilah bahan makanan mana yang langsung digunakan setelah diterima dari pemasok dan bahan makanan yang memungkinkan disimpan. Menurut (Sulaeman 2010), secara umum terdapat empat cara untuk menyimpan makanan yang terdiri atas penyimpanan kering, refrigerator, deep chilling unit, dan freezer. 1. PT LG Electronics Indonesia Bekasi Penerimaan bahan makanan di penyelenggaraan makanan PT LGEIN dilakukan oleh petugas gudang, proses penerimaan bahan sudah sesuai dengan etika penerimaan menurut Mukrie (1990), yaitu melakukan kegiatan memeriksa, mencatat, dan melaporkan bahan makanan yang telah ditetapkan dalam kontrak. Bahan makanan hasil pemesanan akan dikembalikan langsung kepada pemasok apabila
terdapat
kerusakan
ataupun
ketidaksesuaian
pesanan.
Proses
penerimaan dilakukan dengan cara penerimaan bahan makanan langsung,
40
dimana pemasok langsung mengirim ke bagian penyimpanan kering maupun basah. Kekurangan dari penyelenggaraan makanan PT LGEIN adalah tidak tersedianya tempat dan petugas khusus dibagian penerimaan serta tidak dilengkapi catatan khusus mengenai bahan makanan yang sudah diterima ataupun ditolak. Ruang penyimpanan bahan makanan pada PT LGEIN terbagi atas ruang penyimpanan kering dan ruang penyimpanan basah. Ruang penyimpanan kering memiliki luas ±5mx3m dengan suhu ruangan ±28°C, merupakan tempat untuk beras, telur, mie, kerupuk, dan sebagainya yang diletakkan diatas tiga buah rak besi berukuran 2mx2m dengan jarak ±5cm dari lantai, ±100cm dari langit-langit, dan menempel pada dinding. Kondisi ruang penyimpanan kering ini beberapa belum sesuai dengan syarat menurut Sulaeman (2010), dimana bahan kering harus disimpan pada suhu 15-21°C untuk kebanyakan produk, bahan kering harus diletakkan pada rak penyimpanan kering yang sekurang-kurangnya berjarak 5-10cm dengan dinding, 15-30cm dari lantai, dan 70cm dari langit-langit. Penyimpanan basah terdiri atas dua buah chiller bersuhu +5°Cuntuk sayur, serta dua buah freezer bersuhu -10°C untuk penyimpanan beku daging, unggas dan ikan. Penyimpanan basah ini sudah sesuai dengan standar penyimpanan pangan, yaitu suhu antara -3-0°C untuk menurunkan pertumbuhan bakteri tanpa merusak mutu pangan (Sulaeman 2010). 1. PT Unitex Bogor Penerimaan bahan makanan di penyelenggaraan makanan PT Unitex juga dilakukan oleh petugas gudang. Tidak terdapat tempat dan petugas khusus bagian penerimaan bahan makanan. Proses penerimaan bahan makanan dari pemasok dilakukan secara langsung di depan gudang penyimpanan setiap hari. Proses penerimaan disertai dengan proses pengecekan terhadap kualitas dan kuantitas setiap bahan makanan sesuai dengan pesanan, serta pencatatan dalam buku khusus untuk mengetahui adanya kelebihan atau kekurangan persediaan bahan makanan. Proses penerimaan bahan makanan di PT Unitex dari segi penerapan pengecekan dan pencatatan sudah sesuai dengan Depkes RI (2001). Bahan makanan yang sudah diterima, selanjutnya ada yang disimpan ke dalam gudang penyimpanan dan ada yang langsung masuk ke tempat persiapan bahan makanan. Gudang penyimpanan antara bahan makanan kering dan basah disatukan dalam satu ruangan berukuran 4mx3m dengan suhu ±26°C.
41
Bahan makanan kering seperti beras, telur, kerupuk, gula, minyak, dan sebagainya diletakkan pada sebuah rak besi berukuran 2mx1.5m dengan jarak ±3cm dari lantai, ±100cm dari langit-langit, dan menempel dengan dinding. Bahan makanan basah seperti daging, unggas, dan ikan disimpan dalam dua buah freezer bersuhu -5°C. Ruang penyimpanan ini belum sesuai dengan KEPMENKES No,715/Menkes/SK/V/2003, yaitu ruang penyimpanan bahan kering dan bahan basah harus dipisah untuk menghindari adanya kontaminasi silang. D. Penyiapan Bahan Makanan Proses penyiapan penyelenggaraan makanan di kedua perusahaan terdiri atas kegiatan penyortiran, pengupasan, pemotongan, pengirisan, pencincangan, penggilingan, pemberian bentuk, pembersihan dan penyucian sampai siap diolah. Tempat penyiapan bahan makanan di PT LGEIN menyatu dengan tempat penerimaan dan penyimpanan, serta hanya tersekat dinding dengan tempat pengolahan. Fasilitas untuk kegiatan penyiapan terdiri atas dua buah meja stainless steel berukuran 150cmx50cm, tiga buah kursi kayu, tiga buah kursi plastik, dan dua buah keran. Peralatan yang disediakan terdiri atas tiga buah pisau stainless steel, dua buah alat pengupas, baskom stainless steel berdiameter 34cm, keranjang plastik berdiameter 20cm, dan talenan plastik. Tempat penyiapan di PT Unitex berukuran ±6mx3m terpisah ruang dengan tempat pengolahan. Fasilitas untuk kegiatan penyiapan terdiri atas satu buah keran dan satu buah meja keramik. Peralatan yang disediakan terdiri atas pisau dan baskom stainless steel berdiameter 34cm, talenan dan keranjang plastik berdiameter 20cm. Semua fasilitas dikedua perusahaan sudah memenuhi prinsip-prinsip sanitasi menurut Sulaeman (2010) untuk menghindari adanya kontaminasi baik secara biologi, kimia, maupun fisik, namun masih ditemukan kekurangan pada PT LGEIN yang masih mengunakan kayu untuk infrastruktur bangunan. Hal ini dapat menjadi sumber kontaminasi fisik dalam pengolahan makanan karena serat-serat kayu yang mungkin bias terkelupas di sisi kayu, selain itu kayu juga tidak mudah dibersihkan karena strukturnya yang berongga. Penyiapan bahan makanan seperti pemotongan buah dan lauk utama (telur, ikan, ayam, dan daging) di PT LGEIN didasarkan pada standar berat per porsi makan (Lampiran 9). Penyiapan bahan makanan di PT Unitex tidak memiliki standar porsi yang tertulis, pemotongan porsi makanan didasarkan pada
42
perkiraan. Secara umum kedua perusahaan belum memenuhi hal-hal yang perlu disediakan dalam penyiapan bahan makanan, seperti standar resep dan standar porsi menurut Mukrie (1990) yang menyatakan bahwa standar resep dan standar porsi haruslah tersedia untuk mencapai standar kualitas yang baik pada setiap isi hidangan. Penyiapan untuk pemotongan per porsi makan bahan makanan di kedua perusahaan, disesuaikan dengan perhitungan kandungan kalori yang harus disediakan penyelenggaraan makanan suatu perusahaan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi karyawannya selama delapan jam kerja sesuai dengan Depkes RI (2009) yaitu sebesar 40-50% dari kebutuhan energi per hari atau sekitar 800-1100 Kal (Mukrie 1990). E. Pengolahan Makanan Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan siap santap (Depkes 2001). Pengolahan dan pemasakan
makanan
merupakan
kegiatan
terpenting
dalam
proses
penyelenggaraan makanan karena cita rasa makanan yang dihasilkan akan ditentukan oleh proses pemasakan makanan. Kegiatan pengolahan makanan ini sangat
memerlukan
adanya
standardisasi
resep,
standardisasi
bumbu,
standardisasi prosedur pemasakan (Moehyi 1992). Pengolahan bahan makanan pada penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dilakukan tiga kali sehari, yaitu untuk pelayanan shift 1 (11.30–12.30), shift 2 (18.00–19.00), dan shift 3 (01.30–02.30). Terdapat empat orang juru masak yang melakukan pengolahan, dimana untuk shift 1 dan setengah pengolahan untuk shift 2 dilakukan oleh dua orang juru masak, serta kelanjutan pengolahan untuk shift 2 dan pengolahan shift 3 dilakukan oleh dua orang juru masak lainnya. Peralatan yang tersedia terdiri atas lima belas buah rice cooker (automathic gas cooker) dengan kapasitas maksimal 8.3kg beras untuk 55 orang, satu buah penggorengan berdiameter 44cm, tiga buah penggorengan telur untuk empat telur, dan lima buah kwali besar berdiameter 100cm, semua peralatan tersebut tercatat dengan baik. Pengolahan bahan makanan pada penyelenggaraan makanan di PT Unitex terbagi untuk pelayanan shift 1 (09.00–11.00), non shift (11.45–12.45), shift 2 (17.00–19.00), dan shift 3 (01.00–03.00). Terdapat sembilan orang juru masak yang melakukan pengolahan, dimana untuk shift 1 dan non shift dilakukan oleh tiga orang juru masak, serta shift 2 dan shift 3 juga dilakukan oleh masing-
43
masing tiga orang juru masak. Peralatan yang tersedia terdiri atas tiga buah rice cooker memiliki kapasitas 10liter beras untuk 50-60 orang, lima buah penggorengan berdiameter 44cm, lima buah panci kecil memiliki tinggi 26cm, diameter 34cm, dan kapasitas 5liter, lima buah panci sedang memiliki tinggi 28cm, diameter 36cm, dan kapasitas 10liter, serta sembilan buah panci besarmemiliki tinggi 30cm, diameter 38cm, dan kapasitas 20liter, semua peralatan tidak tercatat dengan baik. Pengolahan semua isi menu pada PT LGEIN dan PT Unitex tidak memiliki standar resep dan standar bumbu secara tertulis, hal ini dikarenakan pengalaman pribadi yang dimiliki para juru masak dalam menghasilkan suatu menu dianggap sudah mampu menghasikan menu dengan cita rasa yang baik. Hal ini kurang baik dilakukan karena kemungkinan besar mutu dan kualitas yang sama pada setiap hidangan yang dihasilkan tidak tercapai, apabila pengolahan dilakukan oleh tenaga pengolah makanan yang berbeda. Secara keseluruhan, ruang pengolahan dikedua perusahaan telah sesuai dengan ketentuan Depkes RI (2001) yaitu ventilasi sudah cukup baik yang menyebabkan asap dan udara panas dapat keluar ruangan dengan sempurna, tungku sudah dilengkapi dengan alat penangkap asap atau pembuang asap berupa cerobong asap, dan ruang bebas lalat dan tikus. F. Pendistribusian dan Penyajian Makanan 1. PT LG Electronics Indonesia Bekasi Pendistribusian makanan di PT LGEIN dilakukan menggunakan cara sentralisasi. Semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada satu tempat yang memiliki keuntungan penghematan bangunan institusi, tidak membutuhkan alat-alat yang berlebih, berkurangnya masalah kelebihan makanan di ruangan, tidak ditemukan suara keributan tenaga, dan makanan dapat langsung diberikan kepada karyawan (Mukrie 1990). Penyajian makanan di PT LGEIN menggunakan metode pelayanan cafetaria dengan pelayanan, yaitu sebagian dari hidangan tersedia dalam bentuk porsi yang siap untuk diambil dan sebagian lagi hidangan disajikan atas permintaan karyawan, serta perlu tenaga yang melayani hidangan. Pengambilan makanan oleh karyawan dilakukan melalui antrean (serving line) dan tenaga pelayanan bertugas memberikan menu sesuai porsi makan yang telah ditentukan (satu jenis lauk hewani, satu jenis lauk nabati, sayur, dan buah). Alat makan yang
44
disediakan pihak penyelenggara makanan terdiri atas piring dan mangkuk melamin, sendok dan garpu stainless steel, dan gelas plastik yang diletakkan di atas baki. Pengambilan nasi dibebaskan untuk tiap karyawan, sehingga untuk nasi dimasukkan ke dalam termos-termos dan diletakkan di setiap meja makan, begitu pula kebebasan dalam mengambil air mineral yang disediakan berupa galon air minum disetiap sudut ruang makan. Makanan disajikan pada counter makanan yang telah ditentukan. Terdapat lima counter makanan, yaitu counter 1 untuk ayam, counter 2 untuk ikan atau daging, counter 3 untuk menu alternatif, counter 4 untuk sayur, serta counter 5 untuk lauk pendamping dan buah. Penyajian berdasarkan counter dilakukan untuk mempermudah saat pendistribusian makanan oleh tenaga pelayanan. Pada counter menu daging dan sayur berkuah dilengkapi dengan alat pemanas bersuhu 40°C untuk menjaga suhunya dan mencegah adanya kontaminasi. Suhu alat penyimpanan belum memenuhi standar menurut Sulaeman (2010), hal ini dikarenakan untuk menjaga makanan panas dalam peralatan penyimpanan makanan panas dari kontaminasi diperlukan suhu sebesar >60°C. Gambar 3 berikut ini merupakan skema yang menunjukkan alur makan karyawan PT LGEIN. A
H
C
B
G
G
Keterangan: A = Counter 1 B = Counter 2 C = Counter 3 D = Counter 4 E = Counter 5 F = Pencucian alat makan G = Tempat alat makan H = Tempat sambal I = Meja makan
D
E
G
G
F
H
I I
Pintu utama Gambar 3 Alur makan karyawan PT LGEIN Bekasi
45
Alur pengambilan makanan adalah pertama karyawan mengambil baki, piring plastik, sendok, garpu, dan gelas yang ada di depan counter. Karyawan terlebih
dahulu
absen
pengambilan
makanan
yang
dilakukan
dengan
menggesekkan kartu tanda pengenal pada sebuah alat pendeteksi yang terhubung pada sistem komputerisasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya karyawan yang mengambil makanan lebih dari satu kali. Karyawan selanjutnya dipersilahkan memilih makanan sesuai dengan menu makanan pada hari itu di counter-counter yang tersedia. Setiap karyawan diizinkan memilih satu jenis lauk hewani, satu jenis lauk pendamping, satu mangkuk sayur, dan satu jenis buah. Menu alternatif dapat dipilih oleh karyawan apabila tidak suka atau alergi terhadap lauk utama yang disediakan, kemudian karyawan membawa makanannya ke meja makan dan mengambil nasi yang ada di dalam termos sesuai kebutuhannya. 2. PT Unitex Bogor Proses pendistribusian makanan dilakukan dengan cara sentralisasi seperti pada PT LGEIN. Semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada satu tempat yang memiliki keuntungan penghematan bangunan institusi, tidak membutuhkan
alat-alat
yang berlebih,
berkurangnya
masalah
kelebihan
makanan di ruangan, tidak ditemukan suara keributan tenaga, dan makanan dapat langsung diberikan kepada karyawan (Mukrie 1990). Penyajian makanan di PT Unitex menggunakan metode pelayanan cafetaria dengan isi kantin bergilir, yaitu karyawan dapat mengambil plato yang berisi satu jenis lauk pauk, satu jenis lauk pelengkap, satu jenis sayur, dan buah yang sudah diporsikan, kemudian untuk nasi dan air minum dapat diambil bebas pada setiap meja makan. Berikut merupakan skema yang menunjukkan alur makan karyawan PT Unitex yang dapat dilihat pada Gambar 4.
46
A
B
D C
C
Pintu utama Keterangan: A = Tempat pelayanan makanan B = Tempat pencucian alat makan C = Meja makan D = Tempat cuci tangan
D
Gambar 4 Alur makan karyawan PT Unitex Bogor
Alur pengambilan makanan dilakukan dengan cara antrean mengambil plato berisi makanan yang sudah diporsikan tenaga pelayanan penyelenggaraan makanan, selanjutnya karyawan mengambil sendok dan gelas. Karyawan ke meja makan untuk mengambil nasi dan menyantap makanannya. Tidak ada pengontrolan terhadap pengambilan makanan dari pihak penyelenggaraan makanan PT Unitex, sehingga karyawan memiliki kesempatan untuk mengambil makanan lebih dari satu kali. Karakteristik Individu Tenaga Pengolah Makanan Tenaga pengolah makanan merupakan pemeran utama dalam proses penyelenggaraan makanan. Tenaga pengolah makanan bertanggung jawab menghasilkan mutu, kualitas, dan cita rasa makanan sesuai dengan selera karyawan. Tenaga pengolah makanan sebagai subyek penelitian, diteliti berdasarkan karakteristik individunya yang diduga dapat menentukan tingkat kepuasan kerja dan mampu meningkatkan produktivitas kerja pada proses penyelenggaraan makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Karakteristik individu tenaga pengolah makanan yang diteliti terdiri atas variabel umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, dan masa kerja. Pengolahan terhadap data karakteristik individu ini menggunakan analisis statistika deskriptif dan uji beda Independent t-test antara kedua perusahaan
47
melalui tabel distribusi frekuensi dari setiap variabel karekteristik individu tersebut. A. Umur Distribusi frekuensi umur tenaga pengolah makanan di penyelenggaraan makanan PT LGEIN memiliki umur yang tersebar pada semua kategori umur, sedangkan tenaga pengolah makanan di PT Unitex memiliki umur yang tersebar pada kategori umur 31–40 tahun dan >40 tahun. Distribusi frekuensi tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. 78% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
67%
22%
19% 10%
5%
0%
0%
< 20 20-30 31-40 > 40 < 20 20-30 31-40 > 40 tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun PT LGEIN
Uji beda P<0.05
PT Unitex
Gambar 5 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan umur
Berdasarkan Gambar 5, diketahui bahwa tenaga pengolah makanan pada PT LGEIN didominasi oleh umur yang lebih muda dibandingkan dengan tenaga pengolah makanan di PT Unitex. Distribusi umur dari 21 orang tenaga pengolah makanan PT LGEIN memiliki frekuensi terbanyak (66.7%) atau sebesar 14 orang tenaga pengolah makanannya berada pada kategori umur 20-30 tahun. Distribusi umur dari 18 orang tenaga pengolah makanan PT Unitex memiliki frekuensi terbanyak (77.8%) atau sebesar 14 orang tenaga pengolah makanannya berada pada kategori umur >40 tahun. Karakteristik umur tenaga pengolah makanan di PT Unitex tidak terlalu berbeda dengan hasil penelitian Anggraeny (2003), yaitu tenaga pengolah makanan di PT Otsuka didominasi (40.0%) berumur 19-23 tahun dan pada PT Patal didominasi (26.7%) tenaga pengolah makanannya berumur 24-30 tahun.
48
Uji beda Independent t-test menunjukkan bahwa, umur tenaga pengolah makanan antara PT LGEIN dan PT Unitex saling berbeda nyata, dimana nilai Pvalue (2-tailed)= 0.000 atau P<0.05.
B. Jenis kelamin Distribusi frekuensi tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor, berdasarkan jenis kelamin terbagi atas tenaga pengolah makanan berjenis kelamin laki-laki dan tenaga pengolah makanan berjenis kelamin perempuan. 81% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
50%
50%
19%
Laki-laki
Perempuan
PT LGEIN
Laki-laki
Perempuan
Uji beda P<0.05
PT Unitex
Gambar 6 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin di PT LGEIN didominasi oleh laki-laki (81.0% atau berjumlah 17 orang) dibandingkan dengan tenaga pengolah makanan berjenis kelamin perempuan (19.0% atau berjumlah 4 orang). Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada proses penyelenggaraan makanan, tenaga pengolah makanan berjenis kelamin laki-laki memiliki kekuatan fisik yang lebih besar dari pada tenaga pengolah makanan berjenis kelamin perempuan. Alasan tersebut menjadikan tenaga pengolah makanan yang berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih dibutuhkan di PT LGEIN untuk menghasilkan hasil kerja yang dituntut cepat dan tepat waktu dalam menyajikan makanan.
49
Tenaga pengolah makanan di PT Unitex, memiliki distribusi tenaga pengolah makanan dengan frekuensi yang sama jumlahnya antara laki-laki dan perempuan (50.0% laki-laki dan 50.0% perempuan atau masing-masing berjumlah 9 orang). Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin ini didasarkan atas anggapan bahwa tenaga pengolah makanan dengan jenis
kelamin
laki-laki
dan
perempuan
dalam
menjalankan
proses
penyenggaraan makanan dapat saling melengkapi. Tenaga pengolah makanan yang berjenis kelamin laki-laki berperan besar pada saat proses kegiatan yang membutuhkan kekuatan otot dan fisik, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan berperan saat melakukan kegiatan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan dalam proses penyelenggaraan makanan. Pertimbangan pemilihan jenis kelamin tenaga pengolah makanan juga dilakukan oleh penyelenggaraan makanan di PT Otsuka yang didominasi (52.4%) oleh tenaga pengolah makanan laki-laki karena alasan stamina fisik lakilaki lebih kuat dari pada perempuan, selain itu dapat mengurangi kecenderungan ngemil dan berbicara pada waktu proses produksi. Hal ini berbeda dengan pemilihan tenaga pengolah makanan di PT Patal yang didominasi (68.8%) oleh perempuan karena alasan perempuan lebih disiplin dan lebih sabar dalam melakukan pekerjaan (Anggraeny 2003). Perbedaan distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin antara PT LGEIN dan PT Unitex dibuktikan dengan nilai P-value (2-tailed)= 0.047 atau P<0.05, maka dapat dinyatakan bahwa jenis kelamin tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex berbeda nyata. C. Status Pernikahan Distribusi frekuensi tenaga pengolah makanan berdasarkan status pernikahan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor dapat dilihat di Gambar 7 berikut ini.
50
100%
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
71%
29%
0%
Belum Kawin
Kawin
Belum Kawin
PT LGEIN
Kawin
Uji beda P<0.05
PT Unitex
Gambar 7 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan status pernikahan
Gambar 7 menunjukkan bahwa penyelenggaraan makanan PT LGEIN memiliki tenaga pengolah makanan yang didominasi oleh yang berstatus belum nikah, sedangkan penyelenggaraan makanan PT Unitex didominasi tenaga pengolah makanan berstatus nikah. Menurut Robbins et al (2003), status pernikahan seorang karyawan akan mempengaruhi kepuasan kerjanya. Distribusi tenaga pengolah makanan dengan frekuensi terbanyak (71.4%) atau 15 orang dari 21 orang tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki status belum nikah. Hal ini dikarenakan tenaga pengolah makanannya sebagian besar memiliki umur yang cenderung masih muda dengan rata-rata berumur 24 tahun. Hal berbeda ditunjukanoleh PT Unitex yang memiliki distribusi frekuensi sebesar 100.0% tenaga pengolah makanannya berstatus nikah, hal ini dikarenakan tenaga pengolah makanannya sudah memiliki rata-rata umur 42 tahun yang cenderung sudah berkeluarga. Perbedaan distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan status pernikahan antara kedua perusahaan tersebut dibuktikan dengan nilai P-value (2-tailed)= 0.000 atau P<0.05, maka dapat dinyatakan bahwa status pernikahan tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex saling berbeda nyata. D. Tingkat Pendidikan Pengalaman dan keterampilan yang dimiliki seorang tenaga pengolah makanan merupakan hal yang diutamakan dan dibutuhkan dalam melakukan proses penyelenggaraan makanan. Kedua hal tersebut salah satunya dapat
51
dimiliki tenaga pengolah makanan melalui pendidikan formal. Gambar 8 berikut ini menunjukkan distribusi frekuensi tingkat pendidikan formal yang terakhir dijalankan tenaga pengolah makanan. 43% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
39% 29%
28%
24% 17%
17%
5%
Tidak Lulus Lulus Lulus Tidak Lulus Lulus Lulus Lulus SD SMP SMA lulus SD SMP SMA SD SD PT LGEIN
Uji beda P>0.05
PT Unitex
Gambar 8 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan tingkat pendidikan
Berdasarkan
pembagian
kategori
tingkat
pendidikan,
Gambar
8
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di PT LGEIN dan PT Unitex tersebar pada semua kategori tingkat pendidikan. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan terbanyak di PT LGEIN (42.9% atau sebesar 9 orang) dan PT Unitex (38.9% atau sebesar 7 orang) berada pada tingkat pendidikan terakhir lulus SMP. Distribusi tenaga pengolah makanan dengan tingkat pendidikan terendah (tidak lulus SD) masih ditemukan dikedua perusahaan, yaitu tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki frekuensi yang lebih rendah (4.8% atau sebesar 1 orang) dibandingkan dengan tenaga pengolah makanan di PT Unitex (16.7% atau sebesar 3 orang). Tingkat pendidikan terakhir yang tertinggi (kategori lulus SMA) pada kedua perusahaan juga tidak ditemukan tenaga pengolah makanan yang merupakan lulusan sekolah kejuruan tata boga, sehingga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal yang dimiliki tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex tidak begitu diutamakan pada saat perekrutan kerja sebagai tenaga pengolah makanannya. Hal ini juga didukung dengan penelitian Anggraeny (2003), dimana pada PT Otsuka yang didominasi (50.0%) oleh tenaga pengolah makanan dengan tingkat pendidikan SMA dan PT Patal yang didominasi (40.0%) oleh tenaga pengolah makanan dengan tingkat pendidikan SD.
52
Berdasarkan Uji beda Independent t-test, distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan tingkat pendidikan antara PT LGEIN dan PT Unitex tidak berbeda nyata. Hal ini digambarkan dengan nilai P-value (2-tailed)= 0.574 atau P>0.05. E. Masa Kerja Masa kerja tenaga pengolah makanan di penyelenggaraan makanan PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor dapat menunjukkan loyalitas mereka dalam melaksanakan proses penyelenggaraan makanan. Distribusi frekuensi tenaga pengolah makanan berdasarkan masa kerja di kedua perusahaan tersebut dapat dilihat melalui Gambar 9 berikut ini. 100% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
38%
38% 14%
10% 0%
0%
0%
< 12 12 - 36 37 - 60 > 60 < 12 12 - 36 37 - 60 > 60 bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan bulan PT LGEIN
Uji beda P<0.05
PT Unitex
Gambar 9 Distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan masa kerja
Gambar 9 menunjukkan bahwa, penyelenggaraan makanan di PT LGEIN didominasi oleh tenaga pengolah makanan dengan masa kerja yang lebih singkat dibandingkan dengan masa kerja tenaga pengolah makanan PT Unitex. Tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki distribusi masa kerja dengan frekuensi terbanyak berada pada kategori masa kerja <12 bulan dan 12–36 bulan, yaitu masing-masing kategori sebesar 38.1% atau terdiri atas 8 orang tenaga pengolah makanan. Distribusi masa kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex seluruhnya (100.0%) berada pada kategori masa kerja >60 bulan. Masa kerja tenaga pengolah makanan yang mendominasi di PT LGEIN dan PT Unitex tidak berbeda dengan masa kerja di PT Otsuka dan PT Patal. PT Otsuka didominasi (40.0%) oleh tenaga pengolah makanan dengan masa kerja
53
<12 bulan, sedangkan PT Patal didominasi dengan masa kerja <12 bulan dan >60 bulan (Anggraeny 2003). Berdasarkan Uji beda Independent t-test, perbedaan distribusi tenaga pengolah makanan berdasarkan masa kerja antara kedua perusahaan tersebut berbeda nyata. Hal ini digambarkan dengan nilai P-value (2-tailed)= 0.000 atau P<0.05. Perbedaan masa kerja antara kedua perusahaan ini terjadi karena status kepegawaian seluruh tenaga pengolah makanan PT LGEIN masih berstatus kontrak
dengan
perpanjangan
setiap
enam
bulan,
sedangkan
status
kepegawaian seluruh tenaga pengolah makanan PT Unitex sudah berstatus tetap. Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan dinilai berdasarkan faktor kepuasan kerja menurut Rivai (2009), yaitu terdiri atas kepuasan terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi. Penilaian tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex dilakukan dengan menggunakan skor kepuasan berdasarkan Skala Likert empat poin. Berdasarkan skor kepuasan tersebut, kemudian diambil nilai modusnya atau skor nilai yang sering muncul dan selanjutnya diinterpretasikan sebagai penilaian untuk mewakili tingkat kepuasan kerja masing-masing tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan.
A. Tingkat Kepuasan Terhadap Jenis pekerjaan Penilaian tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan terhadap jenis pekerjaan diukur melalui enam indikator atau pertanyaan. Kepuasan terhadap jenis pekerjaan yang dimaksud adalah kepuasan terhadap penambahan pengetahuan dan keterampilan tenaga pengolah makanan terhadap pekerjaan mereka sendiri, seperti jam kerja dan waktu istirahat di penyelenggaraan makanan PT LGEIN dan PT Unitex. Tabel 4 berikut ini merupakan perbedaan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan terhadap jenis pekerjaan dalam penyelenggaraan makanan di kedua perusahaan, berdasarkan modus skor kepuasan terhadap enam indikator jenis pekerjaan.
54
Tabel 4 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap jenis pekerjaan berdasarkan modus skor kepuasan No 1
Indikator
%
PT LGEIN Penilaian
%
PT Unitex Penilaian
Nilai P
4
Dukungan pengetahuan dan pemahaman terhadap pekerjaan Kesesuaian antara pekerjaan dengan pendidikan Perubahan keterampilan dan pengetahuan selama melakukan pekerjaan Penyelesaian pekerjaan yang diberikan
57.1
Puas
94.4
Puas
0.226
5
Jumlah jam kerja yang harus dilaksanakan
61.9
Puas
83.3
Puas
0.215
6
Jumlah istirahat yang diberikan
52.4
Puas
72.2
Puas
0.647
2 3
66.7
Puas
83.3
Puas
0.429
52.4
Puas
72.2
Puas
0.943
85.7
Puas
72.2
Puas
0.086
Tabel 4 menunjukkan bahwa, berdasarkan modus skor kepuasan diperoleh tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex menilai puas untuk semua indikator kepuasan kerja terhadap jenis pekerjaan. Robbins et al (2003), menyatakan bahwa jenis pekerjaan merupakan seberapa besar pekerjaan dapat menyediakan kesempatan karyawan untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaanya. Berdasarkan uji beda Independent t-test, tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap enam indikator kepuasan jenis pekerjaan antara dua perusahaan tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05. Perbedaan tingkat kepuasan terhadap jenis pekerjaan sebenarnya dapat terjadi tergantung pada seberapa besar tingkat pemahaman pekerjaan yang dikuasai tenaga pengolah makanan dapat mendukung pelaksanaan pekerjaan mereka. Pada penelitian ini, penilaian puas terhadap jenis pekerjaan mengartikan bahwa kedua perusahaan sudah mengutamakan pengembangan diri dan keahlian tenaga pengolah makanannya, sehingga tenaga pengolah makanan merasa pekerjaan yang mereka lakukan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Hal ini didukung oleh penelitian Syanputri (2009) mengenai pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga kependidikan. Persentase terbesar (85.7%) tenaga pengolah makanan PT LGEIN yang menilai puas, berada pada indikator ada tidaknya penambahan pengetahuan yang didapatkan selama bekerja di penyelenggaraan makanan PT LGEIN. Tenaga pengolah makanan mengaku bahwa meskipun pelatihan keterampilan dalam penyelenggaraan makanan di PT LGEIN hanya diadakan pada saat kali pertama masuk bekerja, namun mereka memiliki kesempatan untuk saling belajar dan membagi pengalaman sesama rekan kerjanya. Oleh karena itu,
55
pengetahuan mereka yang mayoritas (42.9%) lulusan SMP mampu menambah pengetahuaanya mengenai penyelenggaraan makanan. Persentase terbesar (94.4%) tenaga pengolah makanan di PT Unitex yang menilai puas, berada pada indikator kepuasan ketika pekerjaannya dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini dikarenakan 100.0% tenaga pengolah makanan di PT Unitex memiliki masa kerja yang relatif lama (>60 bulan), sehingga mereka memiliki loyalitas untuk menghasilkan yang terbaik bagi perusahaan dan apabila pekerjaannya sudah terselesaikan maka mereka merasa puas karena tidak ada beban tanggung jawab lagi kepada perusahaan. Modus skor kepuasan distribusi frekuensi tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap jenis pekerjaan menurut enam indikator secara lebih rinci dapat dijabarkan bahwa tenaga pengolah makanan di PT LGEIN sebesar 4.8% menilai tidak puas, 71.4% menilai puas, dan 23.8% menilai sangat puas. Tenaga pengolah makanan di PT Unitex sebesar 94.4% menilai puas dan 5.6% menilai sangat puas terhadap jenis pekerjaan dalam penyelenggaraan makanannya. B. Tingkat Kepuasan Terhadap Kondisi pekerjaan Penilaian
tingkat
kepuasan
kerja
terhadap
kondisi
pekerjaan
penyelenggaraan makanan dilakukan dengan menggunakan sembilan indikator, yaitu berisi kepuasan mereka terhadap keamanan, kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan dapur. Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja merupakan kewajiban perusahaan, salah satunya dengan memelihara tempat kerja yang aman dan sehat bagi pekerjanya (Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970). Begitu pula didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor: Per.05/MEN/1996 berisi tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Penilaian tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan terhadap
kondisi pekerjaan
berdasarkan skor kepuasan ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
56
Tabel 5 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap kondisi pekerjaan berdasarkan modus skor kepuasan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Indikator
% 57.1
Keamanan tempat bekerja Kebersihan, kerapihan, dan kenyamanan tempat 52.4 bekerja Ukuran ruangan bekerja 76.2 Ventilasi ruangan bekerja 38.1 Penerangan ruangan bekerja 76.2 Fasilitas MCK dan ketersediaan air bersih 57.1 Sistem pembuangan sampah 81.0 Sarana pendukung dan peralatan 57.1 Fasilitas kesehatan 42.9
PT LGEIN Penilaian Puas
PT Unitex % Penilaian 61.1 Puas
Nilai P 0.230
Puas
50.0
Puas
0.176
Puas Puas Puas Puas Puas Puas Puas
72.2 77.8 100.0 66.7 55.6 61.1 66.7
Puas Puas Puas Puas Puas Puas Puas
0.769 0.320 0.666 0.415 0.052 0.612 0.442
Berdasarkan Tabel 5, kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap kondisi pekerjaan di penyelenggaraan makanan PT LGEIN dan PT Unitex berdasarkan modus skor kepuasan menunjukkan nilai puas untuk semua indikator yang digunakan. Berdasarkan uji beda Independent t-test, tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap sembilan indikator kepuasan kondisi pekerjaan antara dua perusahaan tersebut tidak berbeda nyata. Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05 pada masing-masing indikator. Penyelenggaraan makanan di PT LGEIN memiliki persentase tenaga pengolah makanan terbesar (81.0%) menilai puas pada indikator kepuasan terhadap sistem pembuangan sampah. Hal ini dikarenakan lokasi pembuangan sampah yang berjarak ±1km dari tempat penyelenggaraan makanan, sehingga tenaga pengolah makanan di PT LGEIN merasa nyaman dan terbebas dari bau ataupun serangga yang bersumber dari sampah hasil penyelenggaraan makanan. Kondisi tersebut menandakan lokasi penyelenggaraan makanan PT LGEIN telah memenuhi syarat jarak jasa boga dari sumber pencemaran (minimal 500m) berdasarkan KEPMENKES No.715/Menkes/SK/V/2003. Tenaga pengolah makanan di PT Unitex juga menilai puas pada sembilan indikator
kondisi
pekerjaan
berdasarkan
modus
skor
kepuasan.
Penyelenggaraan makanan di PT Unitex memiliki persentase tenaga pengolah makanan terbesar (100.0%) menilai puas pada indikator kepuasan terhadap penerangan ruang penyelenggaraan makanan. Tenaga pengolah makanan merasa puas karena pada ruang penyelenggaraan PT Unitex memiliki pencahayaan yang cukup dan tidak menyilaukan mata ataupun menghasilkan bayangan yang mengganggu mereka, dimana pencahayaan ruang bersumber dari matahari dan pencahayaan lampu. Berdasarkan kondisi pencahayaan tersebut, PT Unitex sudah cukup memenuhi persyaratan pendistribusian
57
pencahayaan jasa boga menurut KEPMENKES No.715/Menkes/SK/V/2003 meskipun masih belum adanya pemantauan terhadap intensitas pencahayaan yang sedikitnya perlu memenuhi 10fc (100 lux) tiap lampu. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan PT LGEIN terhadap kondisi pekerjaan berdasarkan modus skor kepuasan dari sembilan indikator, diperoleh bahwa sebesar 4.8% menilai sangat tidak puas, 14.3% menilai tidak puas, 71.4% menilai puas, dan 9.5% menilai sangat puas. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex terhadap kondisi pekerjaan berdasarkan modus skor kepuasan dari sembilan indikator, diperoleh bahwa sebesar 11.1% menilai tidak puas, 83.3% menilai puas, dan 6.6% menilai sangat puas. Perbedaan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan terhadap kondisi pekerjaan antara PT LGEIN dan PT Unitex, dipengaruhi oleh adanya perbedaan terhadap jarak penyelenggaraan dengan sumber pencemaran, serta kondisi bangunan dan fasilitas seperti kondisi lantai, dinding, langit-langit, pintu dan jendela, pencahayaan, ventilasi, dan sumber air bersih. Lebih jelasnya perbedaan kondisi pekerjaan di PT LGEIN dan PT Unitex dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. C. Tingkat Kepuasan Terhadap Supervisi Supervisi merupakan bentuk pengawasan penyelenggaraan makanan dari atasan kepada tenaga pengolah makanan mengenai pembagian kerja dan aturan kerja. Menurut Hariandja (2002), supervisi dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Tabel 6 berikut ini menunjukkan perbedaan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan terhadap supervisi. Tabel 6 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap supervisi berdasarkan modus skor kepuasan No
Indikator
1 2
Keadilan atasan dalam pemberian tugas Kesesuaian tugas yang diberikan atasan dengan keahlian dan pengalaman yang miliki Disiplin (ketegasan, ketepatan, dan tindakan atas pelanggaran) kerja yang ditanamkan dalam penyelesaian tugas Pujian dari atasan terhadap tugas yang dapat diselesaikan Sapaan atasan
3
4 5
% 66.7
PT LGEIN Penilaian Puas
PT Unitex % Penilaian 94.4 Puas
Nilai P 0.363
71.4
Puas
88.9
Puas
0.801
47.6
Puas
77.8
Puas
0.915
57.1
Puas
61.1
Puas
0.036
66.7
Puas
72.2
Puas
0.181
Berdasarkan modus skor kepuasan terhadap supervisi, diperoleh bahwa tenaga pengolah makanan PT LGEIN dan PT Unitex memiliki nilai puas terhadap semua indikator kepuasan terhadap supervisi. Berdasarkan uji beda Independent
58
t-test, meskipun kedua perusahaan sama-sama menilai puas pada tiap indikator namun terdapat perbebedaan yang nyata (P<0.05) dalam hal kepuasan terhadap sikap atasan untuk memberikan pujian apabila tenaga pengolah makanan telah menyelesaikan tugas dengan baik. Perbedaan ini ditunjukkan pula dengan adanya perbedaan distribusi tingkat kepuasan kerja, dimana pada PT LGEIN kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 23.8% menilai tidak puas; 57.1% menilai puas; dan 19.0% menilai sangat puas, sedangkan pada PT Unitex kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 5.6% menilai sangat tidak puas; 33.3% menilai tidak puas; dan 61.1% menilai puas. Perbedaan tingkat kepuasan kerja antara kedua perusahaan untuk indikator kepuasan terhadap pujian atasan, diduga karena adanya perbedaan cara masing-masing atasan dalam menyikapi tenaga pengolah makanan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini dipengaruhi oleh masa kerja supervisor di PT LGEIN (2 tahun) yang lebih singkat dari pada supervisor PT Unitex (12 tahun), sehingga tenaga pengolah di PT Unitex cenderung lebih jauh mengenal sikap yang baik maupun buruk supervisornya tersebut. Supervisi memiliki peran yang penting dalam menentukan kepuasan kerja, yaitu dalam hal kemampuan pengawas untuk memberikan dukungan emosional dan bimbingan teknis selama bekerja (Robbins et al 2003). Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN terhadap supervisi berdasarkan modus skor kepuasan dari lima indikator tersebut secara lebih rinci, diperoleh bahwa sebesar 4.8% menilai sangat tidak puas, 14.3% menilai tidak puas, 61.9% menilai puas, dan 19.0% menilai sangat puas. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan PT Unitex terhadap supervisi berdasarkan modus skor kepuasan dari lima indikator, secara lebih rinci diperoleh bahwa sebesar 0.0% menilai sangat tidak puas, 5.6% menilai tidak puas, 94.4% menilai puas, dan 0.0% menilai sangat puas. D. Tingkat Kepuasan Terhadap Rekan Kerja Rekan kerja menurut Hariandja (2002) merupakan teman-teman dimana kepada
siapa
pekerjaannya.
seseorang Seseorang
senantiasa dapat
berinteraksi
merasakan
dalam
rekan
pelaksanaan
kerjanya
sangat
menyenangkan atau tidak menyenangkan dalam proses penyelenggaraan makanan, sehingga apabila antar rekan kerja tercipta hubungan yang erat maka akan meningkatkan semangat kerja dan kerja sama antara tenaga pengolah
59
makanan tersebut. Tabel 7 merupakan kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap rekan kerja di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 7 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap rekan kerja berdasarkan modus skor kepuasan No 1 2
Indikator
%
Kesediaan rekan kerja dalam 52.4 memberikan bantuan dan kerjasama Kesediaan rekan kerja dalam memberlakukan rasa saling menghargai 61.9 dan rasa saling tidak mencurigai
PT LGEIN Penilaian
%
PT Unitex Penilaian
Nilai P
Puas
72.2
Puas
0.889
Puas
83.3
Puas
0.020
66.7
Puas
77.8
Puas
0.632
3
Keramah tamahan sesama rekan kerja
4
Kemampuan melakukan komunikasi kepada sesama rekan kerja dan atasan
76.2
Puas
83.3
Puas
0.491
Koordinasi sesama rekan kerja
71.4
Puas
72.2
Puas
0.035
5
Tabel 7 menunjukkan bahwa tenaga pengolah makanan memiliki tingkat kepuasan kerja yang baik terhadap rekan kerja dengan modus skor kepuasan yang diinterpretasikan puas pada lima indikator yang digunakan. Meskipun demikian, berdasarkan uji beda Independent t-test kepuasan tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan memiliki perbedaan yang nyata (P<0.05) untuk indikator kepuasan terhadap rasa saling menghargai dan kepuasan terhadap koordinasi sesama rekan kerja. Perbedaan ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap rasa saling menghargai sesama rekan kerja, dimana pada PT LGEIN kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 4.8% menilai sangat tidak puas; 23.8% menilai tidak puas; 61.9% menilai puas; dan 9.5% menilai sangat puas, sedangkan pada PT Unitex kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 83.3% menilai puas dan 16.7% menilai sangat puas. Begitu pula dengan perbedaan distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap koordinasi sesama rekan kerja, dimana pada PT LGEIN kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 4.8% menilai sangat tidak puas; 19.0% menilai tidak puas; 71.4% menilai puas; dan 4.8% menilai sangat puas, sedangkan pada PT Unitex kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 5.6% menilai tidak puas; 72.2% menilai puas, dan 22.2% menilai sangat puas. Perbedaan distribusi tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan untuk indikator kepuasan terhadap rasa saling menghargai dan koordinasi sesama rekan kerja tersebut, menunjukkan bahwa tenaga pengolah makanan di PT Unitex memiliki kepuasan yang lebih baik dibandingkan tenaga pengolah
60
makanan di PT LGEIN. Hal ini diduga karena masa kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex lebih lama (±17 tahun) dibandingkan dengan PT Unitex (±2 tahun), sehingga cenderung mempengaruhi hubungan sesama rekan kerja khususnya dalam hal rasa saling menghargai, saling mempercayai, dan rasa untuk berkoordinasi dengan baik sesama rekan kerja. Menurut Syanputri (2009), hubungan yang baik sesama rekan kerja dapat menciptakan rasa nyaman dan senang bagi tenaga kerja karena dapat bekerja dalam lingkungan kerja yang harmonis, sehingga dapat mengurangi konflik yang dapat mengganggu pekerjaan. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan PT LGEIN terhadap rekan kerja, secara lebih rinci memiliki persentase berdasarkan modus skor kepuasan sebesar 4.8% menilai sangat tidak puas, 19.0% menilai tidak puas, 61.9% menilai puas, dan 19.0% menilai sangat puas. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan PT Unitex terhadap rekan kerja secara lebih rinci, berdasarkan modus skor kepuasan diperoleh bahwa persentase tenaga pengolah makanan sebesar 83.3% menilai puas dan 16.7% menilai sangat puas. E. Tingkat Kepuasan Terhadap Kesempatan untuk Maju Kesempatan untuk maju dalam penelitian ini merupakan kesempatan tenaga pengolah makanan untuk mendapatkan pelatihan atau pengembangan karirnya dalam penyelenggaraan makanan, serta kesempatan tenaga pengolah makanan dalam mendapatkan promosi kenaikan jabatan. Berdasarkan Hariandja (2002), latihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi (penyelenggaraan makanan) untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai (tenaga pengolah makanan). Promosi merupakan kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan, dimana seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak. Berikut dapat dilihat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap kesempatan untuk maju di penyelenggaraan makanan PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 8 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap kesempatan untuk maju berdasarkan modus skor kepuasan No 1 2 3 4
Indikator Tawaran pelatihan dari atasan Frekuensi pelatihan yang diikuti Kesempatan berkembang Dukungan atasan setiap ada promosi
PT LGEIN % Penilaian 52.4 Puas 38.1 Puas 61.9 Puas 42.9 Tidak Puas
PT Unitex % Penilaian 38.9 Puas 38.9 Puas 55.6 Puas 66.7 Puas
Nilai P 0.119 0.041 0.910 0.178
61
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa tenaga pengolahan makanan PT LGEIN memiliki nilai puas terhadap faktor kesempatan untuk maju, kecuali pada indikator kepuasan terhadap dukungan atasan untuk promosi jabatan yang memiliki modus skor kepuasan yang menunjukkan nilai tidak puas. Penilaian tidak puas ini dikarenakan tenaga pengolah makanan di PT LGEIN merasa supervisor mereka tidak memberikan informasi yang jelas mengenai waktu dan kriteria penilaian saat diadakan promosi jabatan. Ketidakpuasan terhadap kesempatan untuk maju juga ditunjukkan oleh tenaga pengolah makanan di PT Otsuka dan PT Patal dengan alasan ada beberapa tenaga pengolah makanan yang belum melakukan pelatihan akibat pembagian pelatihan dari atasan yang belum merata (Anggraeny 2003). Hal ini berbeda dengan tenaga pengolah makanan di PT Unitex, yang memiliki nilai puas terhadap semua indikator kepuasan terhadap kesempatan untuk maju. Berdasarkan uji beda Independent t-test, tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan memiliki nilai berbeda nyata (P<0.05) untuk indikator kepuasan terhadap frekuensi pelatihan. Perbedaan ini ditunjukkan pula dengan adanya perbedaan distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap frekuensi pelatihan, dimana tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan di PT LGEIN terbagi atas 9.5% menilai sangat tidak puas; 28.6% menilai tidak puas; 38.1% menilai puas; dan 23.8% menilai sangat puas, sedangkan pada PT Unitex kepuasan tenaga pengolah makanannya terbagi atas 22.2% menilai sangat tidak puas; 38.9% menilai tidak puas dan puas. Perbedaan distribusi tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan untuk indikator kepuasan terhadap frekuensi pelatihan, menunjukkan bahwa tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki kepuasan yang lebih baik dibandingkan tenaga pengolah makanan di PT Unitex. Hal ini terjadi karena pelaksanaan pelatihan di kedua perusahaan sama-sama hanya dilakukan pada saat pertama kali tenaga pengolah makanan bekerja, sehingga tenaga pengolah makanan di PT LGEIN yang baru bekerja ±2 tahun belum memiliki harapan lebih terhadap adanya pelatihan, sedangkan tenaga pengolah makanan PT Unitex yang sudah memiliki masa kerja ±17 tahun memiliki harapan untuk diadakannya pelatihan kembali agar menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan mereka dalam penyelenggaraan makanan. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN secara lebih rinci berdasarkan modus skor kepuasan memiliki persentase sebesar 4.8%
62
menilai sangat tidak puas, 23.8% menilai tidak puas, 57.1% menilai puas, dan 14.3% menilai sangat puas. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan PT Unitex terhadap kesempatan untuk maju secara lebih rinci, memiliki persentase sebesar 16.7% menilai sangat tidak puas, 33.3% menilai tidak puas, dan 50.0% menilai puas. F. Tingkat Kepuasan Terhadap Kompensasi Menurut Veithzal (2009), kepuasan dalam dunia kerja salah satunya bisa mengacu kepada kompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan fasilitas kerja lainnya. Konteks “puas” dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu individu akan merasa puas apabila hasil atau imbalan yang didapat atau diperoleh individu tersebut lebih dari yang diharapkan, serta apabila hasil yang dicapai lebih besar dari standar yang ditetapkan. Tabel 9 berikut ini menjelaskan tigkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap kompensasi. Tabel 9 Distribusi tingkat kepuasan kerja terhadap kompensasi berdasarkan modus skor kepuasan No
Indikator
%
PT LGEIN Penilaian
%
PT Unitex Penilaian
1
Keadilan sistem penggajian berdasarkan lamanya kerja
38.1
Tidak Puas
66.7
2
Kesesuaian gaji yang diterima dengan kebutuhan hidup
47.6
Tidak Puas
61.1 Tidak Puas
0.849
3
Sistem kompensasi langsung dan tidak langsung (gaji dan 38.1 tunjangan) berdasarkan posisi dan lamanya kerja Pemberian insentif berdasarkan kemampuan keterampilan dan 52.4 kinerja Pemberian penghargaan berdasarkan hasil kerja 42.9 Kesesuaian sistem kenaikan gaji 52.4
Puas
55.6
Puas
0.367
Tidak Puas
50.0
Puas
0.109
Tidak Puas Puas
61.1 77.8
Puas Puas
0.195 0.278
4 5 6
Puas
Nilai P 0.553
Berdasarkan uji beda Independent t-test, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan yang nyata (P>0.05) antara tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex untuk lima indikator kepuasan terhadap kompensasi. Meskipun demikian, tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki kepuasan yang kurang baik dibandingkan dengan PT Unitex yang dapat dilihat dari kepuasan terhadap enam indikator yang diberikan. Tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki modus skor kepuasan dengan nilai tidak puas terhadap keadilan sistem penggajian; kesesuaian gaji dengan biaya hidup; kesesuaian pemberian insentif dan penghargaan dengan hasil kerja, sedangkan tenaga pengolah makanan di PT Unitex hanya memiliki modus skor kepuasan dengan nilai tidak puas terhadap kesesuaian gaji dengan biaya hidup. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tenaga pengolah makanan di PT Unitex memiliki nilai kepuasan yang lebih baik dibandingkan dengan PT LGEIN,
63
dikarenakan jumlah nominal gaji yang diterima tenaga pengolah makanan antara kedua perusahaan juga berbeda. Rata-rata gaji yang diterima tenaga pengolah makanan di PT LGEIN lebih kecil (Rp 547.222) dibandingkan dengan PT Unitex (Rp 900.000). Perbedaan jumlah nominal antara kedua perusahaan tersebut juga berkaitan dengan status kepegawaian tenaga pengolah makanannya, dimana di PT LGEIN masih berstatus kontrak, sedangkan di PT Unitex sudah berstatus tetap. Hal ini sesuai dengan penelitian Syanputri (2009), menunjukkan bahwa pekerja yang berstatus tetap akan cenderung lebih puas dibandingkan dengan pekerja honorer atau kontrak. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN terhadap kompensasi berdasarkan modus skor kepuasan secara lebih rinci, memiliki persentase sebesar 19.0% menilai sangat tidak puas, 42.9% menilai tidak puas, 33.3% menilai puas, dan 4.8% menilai sangat puas. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex terhadap kompensasi berdasarkan modus skor kepuasan secara lebih rinci, diperoleh persentase sebesar 5.6% menilai sangat tidak puas, 33.3% menilai tidak puas, dan 61.1% menilai puas. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Karakteristik Individu A. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Umur Robbins et al (2003), menyebutkan bahwa umur dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. Pekerja yang sudah tua dengan fisik yang sudah melemah dan lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaannya akan cenderung lebih merasa puas dari pada pekerja yang masih muda. Tabel 10 dan Tabel 11 berikut ini menunjukkan modus tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan berdasarkan umur di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 10 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan umur di PT LGEIN Umur (thn)
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi
%
Nilai
%
Nilai
%
Nilai
<20
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
25.0
P
20-30
57.1
P
50.0
P
42.9
P
42.9
P
42.9
P
35.7
TP
31-40
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
TP
>40
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
TP
100.0
TP
Nilai P
0.143
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas
0.746
0.942
0.981
0.419
0.352
64
Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN berdasarkan umur pada Tabel 10, diketahui bahwa pada semua kategori umur tenaga pengolah makanannya memiliki nilai puas terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, dan rekan kerja. Hal ini berbeda dengan kepuasan terhadap kesempatan untuk maju, dimana tenaga pengolah makanan pada kategori umur ≤40 tahun (95.2%) memiliki nilai puas sedangkan pada kategori umur >40 tahun (4.8%) memiliki nilai yang tidak puas. Pada penilaian kepuasan terhadap kompensasi, untuk kategori umur <20 tahun (19.0%) memiliki nilai puas sedangkan kategori umur ≥20 tahun (81.0%) memiliki nilai tidak puas. Perbedaan
tingkat
kepuasan
kerja
berdasarkan
umur
terhadap
kesempatan untuk maju, terjadi karena tenaga pengolah makanan yang memiliki umur >40 tahun menganggap bahwa pada umurnya yang relatif lebih tua seharusnya mereka sudah memperoleh harapan idealnya untuk menjadi maju dalam dunia kerja. Kesenjangan antara harapan tersebut dengan realita kerjanya yang menyebabkan mereka menjadi tidak puas (Rifai 2009). Perbedaan tingkat kepuasan kerja berdasarkan umur juga terjadi pada kepuasan terhadap kompensasi. Menurut Rivai (2009), perbedaan antara pengeluaran hidup dengan penerimaan kompensasi yang didapatkan seseorang dalam bekerja merupakan keadaan yang penting menyangkut kepuasan. Tenaga pengolah makanan pada kategori umur ≥20 tahun menilai tidak puas, hal ini karena sebesar 35.3% tenaga pengolah makanannya sudah berstatus nikah dan lainnya sudah bukan tanggungan orang tuanya. Kondisi tersebut menyebabkan pengeluaran mereka untuk kebutuhan hidup cenderung lebih besar dari pada penerimaan kompensasi yang mereka dapatkan dari gaji, insentif, dan bonus sebesar Rp 547.222,-. Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman,
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan PT LGEIN tidak ada hubungan antara umur tenaga pengolah makanan dengan enam faktor kepuasan kerja (jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi). Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05 untuk masing-masing faktor kepuasan kerja. Sesuai dengan penelitian Syanputri (2009) yang menyatakan bahwa umur seseorang tidak selalu dapat menjamin tingginya tingkat kepuasan kerja mereka.
65
Tabel 11 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan umur di PT Unitex Jenis pekerjaan % Nilai
Umur (thn)
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
%
Nilai
%
Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
31-40
75.0
P
75.0
P
100.0
P
100.0
P
50.0
P
50.0
P
>40
100.0
P
86.0
P
93.0
P
79.0
P
42.9
P
57.1
P
<20 20-30
Nilai P
0.828
0.801
0.100
0.198
0.337
0.519
Keterangan: P = Puas
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada penyelenggaraan makanan di PT Unitex, tenaga pengolah makanannya memiliki umur >30 tahun. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan berdasarkan umur, memiliki modus skor kepuasan dengan nilai puas untuk semua faktor kepuasan (jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi). Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman,
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan di PT Unitex sama seperti di PT LGEIN, tidak ada hubungan antara umur tenaga pengolah makanan dengan enam faktor kepuasan kerja yang dinilai. Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05 untuk masing-masing faktor kepuasan kerja. B. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Jenis kelamin Menurut Glenn et al (1977), dalam teorinya yang berpendapat bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja. Kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja lebih rendah dibandingkan pria. Tabel 12 dan Tabel 13 berikut ini merupakan modus tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan berdasarkan jenis kelamin di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 12 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan jenis kelamin di PT LGEIN Jenis kelamin
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi %
Nilai
Rekan Kerja % Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
Laki-laki
70.6
P
64.7
P
58.8
P
58.8
P
41.2
P
47.1
TP
Perempuan
75.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
100.0
P
75.0
P
Nilai P
Keterangan: P = Puas
0.827
0.569
TP
0.315
= Tidak Puas
0.485
0.446
0.129
66
Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN berdasarkan jenis kelamin, tidak ditemukan perbedaan antara tenaga pengolah makanan laki-laki dan perempuan terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, dan kesempatan untuk maju. Perbedaan tingkat kepuasan kerja antara tenaga pengolah makanan laki-laki dan perempuan terlihat pada penilaian kepuasan terhadap kompensasi, dimana tenaga pengolah makanan laki-laki (81.0%) memiliki modus skor kepuasan dengan nilai tidak puas sedangkan tenaga pengolah makanan perempuan (19.0%) memiliki nilai puas. Penilaian tidak puas tenaga pengolah makanan laki-laki terhadap kompensasi dikarenakan mereka dalam keluarga memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dari pada perempuan, sehingga kompensasi dari PT LGEIN dianggap belum dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tidak pernah ditemukan penelitian yang menunjukkan jenis kelamin memiliki dampak langsung terhadap kepuasan kerja (Robbins et al 2003). Tabel 13 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan jenis kelamin di PT Unitex Jenis kelamin
Jenis pekerjaan % Nilai
Laki-laki
88.9
P
77.8
Perempuan
100.0
P
88.9
Nilai P
0.556
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
Kesempatan u/ Maju % Nilai
%
Nilai
%
Nilai
P
88.9
P
100.0
P
55.6
P
100.0
P
66.7
P
55.6
0.089
0.332
0.063
Kompensasi %
Nilai
TP
66.7
P
P
55.6
P
0.782
0.806
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas
Tabel 13 merupakan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan modus skor kepuasan, diperoleh bahwa tidak ditemukan perbedaan penilaian kepuasan antara tenaga pengolah makanan laki-laki dan perempuan terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, dan kompensasi yang menunjukkan nilai puas. Terjadi perbedaan penilaian kepuasan antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan untuk maju, dimana tenaga pengolah makanan laki-laki (55.6%) menilai tidak puas sedangkan tenaga pengolah makanan perempuan (55.6%) menilai puas. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih memiliki harapan yang kuat untuk maju melalui pekerjaan yang dilakukannya dibandingkan perempuan, sedangkan pada kondisinya di PT Unitex kesempatan untuk maju bagi tenaga pengolah makanan belum terlaksana dengan baik seperti pelatihan yang diadakan hanya dilakukan satu kali saat perekrutan, waktu kenaikan jabatan
67
yang belum berkala, dan belum ada informasi yang jelas mengenai kenaikan jabatan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Luddy (2005) yang menyebutkan bahwa karyawan perempuan cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dari pada karyawan laki-laki. Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan di PT LGEIN dan PT Unitex, tidak ada hubungan antara jenis kelamin tenaga pengolah makanan dengan jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi. Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05. C. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Status Pernikahan Menurut Robbins (2001), suatu pernikahan akan memaksakan adanya peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting. Hal inilah yang membedakan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan yang sudah menikah dengan yang masih bujangan. Tabel 14 dan Tabel 15 berikut ini disajikan untuk mengetahui modus tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap faktor kepuasan kerja berdasarkan status pernikahan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 14 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan status pernikahan di PT LGEIN Status Pernikahan Belum Nikah Nikah Nilai P
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi %
Nilai
Rekan Kerja % Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
66.7
P
60.0
P
46.7
P
60.0
P
60.0
P
40.0
P
83.3
P
83.3
P
100.0
P
66.7
P
66.7
TP
66.7
TP
0.045
1.000
1.000
0.337
0.058
0.397
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN berdasarkan status pernikahan tidak ditemukan perbedaan modus skor kepuasan antara tenaga pengolah makanan yang berstatus belum nikah (71.4%) dan nikah (28.6%) untuk penilaian puas terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, dan rekan kerja. Penilaian tidak puas, ditemukan pada kepuasan tenaga pengolah makanan yang berstatus nikah terhadap kesempatan untuk maju dan kompensasi. Hal ini terjadi karena tenaga pengolah makanan berstatus nikah cenderung memiliki beban hidup yang lebih besar dari pada yang berstatus belum nikah, selain itu harapan tenaga
68
pengolah makanan yang berstatus nikah terhadap perolehan kesempatan untuk maju dan kompensasi juga lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Luddy (2005), dimana karyawan yang berstatus nikah memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dibandingkan karyawan yang belum nikah. Berdasarkan uji korelasi Spearman, menunjukkan bahwa ada hubungan antara status pernikahan tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dengan kepuasan terhadap jenis pekerjaan. Hal ini digambarkan dengan nilai r= -0.441 dan P= 0.045 (P<0.05). Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, diperoleh bahwa status pernikahan memiliki pengaruh nyata dengan kepuasan terhadap jenis pekerjaan di PT LGEIN (t= -2.210, P= 0.040). Tabel 15 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan status pernikahan di PT Unitex Status Pernikahan Belum Nikah Nikah Nilai P
Jenis pekerjaan % Nilai 94.4 -
Kondisi pekerjaan % Nilai
-
-
P
83.3 -
Supervisi
Rekan Kerja % Nilai
%
Nilai
-
-
-
-
P
94.4
P
83.3
-
Kesempatan u/ Maju % Nilai
-
-
P
50.0
-
-
Kompensasi %
Nilai
-
-
-
P
61.1
P -
Keterangan: P = Puas
Tenaga pengolah makanan di PT Unitex sebesar 100.0% berstatus nikah, sehingga pada Tabel 15 tidak dapat dibedakan tingkat kepuasan antara tenaga pengolah makanan berstatus belum nikah dengan nikah. Uji korelasi Spearman juga tidak dapat digambarkan karena data yang homogen. D. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat kepuasan kerja, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak pula tuntutan-tuntutan yang diajukan untuk mencapai kepuasannya dalam bekerja. Tabel 16 dan Tabel 17 berikut ini menjelaskan tingkat kepuasan tenaga pengolah makanan berdasarkan tingkat pendidikan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor.
69
Tabel 16 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan tingkat pendidikan di PT LGEIN Tingkat Pendidikan Tidak Lulus SD Lulus SD Lulus SMP Lulus SMA Nilai P
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
%
Nilai
%
Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
TP
40.0
P
80.0
P
80.0
P
60.0
P
40.0
P
60.0
TP
66.7
P
55.6
P
66.7
P
66.7
P
77.8
P
66.7
P
100.0
P
66.7
P
50.0
P
50.0
P
66.7
TP
66.7
TP
0.526
0.608
0.221
0.725
0.384
0.515
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas
Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN pada Tabel 16 merupakan penilaian melalui modus skor kepuasan berdasarkan tingkat pendidikan. Tenaga pengolah makanan di PT LGEIN untuk semua kategori tingkat pendidikan memiliki tingkat kepuasan kerja dengan penilaian puas terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, dan rekan kerja. Hal ini berbeda dengan kepuasan terhadap kesempatan untuk maju dan kompensasi, dimana tenaga pengolah makanan pada tingkat pendidikan lulus SMA (28.6%) memiliki penilaian tidak puas. Hal ini dikarenakan seiring dengan tingkat pendidikan mereka yang tertinggi di penyelenggaraan makanan, mereka memiliki harapan yang lebih tinggi terhadap kesempatan memperoleh jabatan yang lebih tinggi dan kompensasi yang lebih besar dari pada tenaga pengolah makanan lainnya. Perbedaan kepuasan berdasarkan tingkat pendidikan juga terjadi pada kepuasan terhadap kompensasi, tenaga pengolah makanan dengan tingkat pendidikan lulus SMP (40.0%) memiliki penilaian puas, sedangkan tenaga pengolah makanan yang tidak lulus SD, lulus SD, dan lulus SMA memiliki penilaian tidak puas. Menurut Luddy (2005), karyawan dengan kualifikasi atau tingkat pendidikan rendah lebih cenderung merasa kurang puas dibandingkan karyawan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan mereka menyadari dan meyakini bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi kedudukannya dalam bekerja dan selanjutnya akan mempengaruhi besar penerimaan kompensasinya. Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman,
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan di PT LGEIN tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan tenaga pengolah makanan dengan faktor kepuasan kerja (jenis
70
pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi). Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05 untuk masing-masing faktor kepuasan kerja. Tabel 17 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan tingkat pendidikan di PT Unitex Tingkat Pendidikan Tidak Lulus SD Lulus SD Lulus SMP Lulus SMA Nilai P
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
%
Nilai
%
Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
100.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
75.0
P
75.0
STP
100.0
TP
85.7
P
71.4
P
100.0
P
100.0
P
57.1
P
71.4
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
80.0
P
60.0
P
100.0
P
0.129
0.363
0.134
0.512
0.575
0.011
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas STP = Sangat Tidak Puas
Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex pada Tabel 17 merupakan penilaian melalui modus skor kepuasan. Berdasarkan tingkat pendidikan, tenaga pengolah makanan PT Unitex untuk kategori tingkat pendidikan tidak lulus SD (16.7%), lulus SMP (38.9%), dan lulus SMA (27.8%) memiliki penilaian puas terhadap faktor kepuasan kerja (jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi), namun berbeda pada tenaga pengolah makanan dengan tingkat pendidikan lulus SD (16.7%) yang memiliki penilaian sangat tidak puas terhadap kesempatan untuk maju dan penilaian tidak puas terhadap kompensasi. Hal ini terjadi sama seperti uraian sebelumnya, bahwa karyawan dengan kualifikasi atau tingkat pendidikan rendah lebih cenderung merasa kurang puas dibandingkan karyawan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Mereka menyadari dan meyakini bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi kedudukannya dalam bekerja dan selanjutnya akan mempengaruhi besar penerimaan kompensasinya (Luddy 2005). Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan di PT Unitex, ada hubungan tingkat pendidikan dengan kepuasan terhadap kompensasi. Hal ini digambarkan dengan nilai r= 0.584 dan P= 0.011 (P<0.05). Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, diperoleh bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh nyata dengan kepuasan terhadap kompensasi (t= 2.133, P= 0.049).
71
E. Tingkat Kepuasan Kerja Berdasarkan Masa Kerja Menurut Robbins (2001), masa kerja memiliki hubungan yang positif terhadap produktivitas kerja. Masa kerja seorang tenaga pengolah makanan yang lama akan cenderung membuat dirinya lebih merasa betah dalam suatu penyelenggaraan makanan. Hal ini salah satunya dikarenakan tenaga pengolah makanan telah melakukan adaptasi dengan lingkungan penyelenggaraan makanan tempatnya bekerja. Berikut ditampilkan kepuasan tenaga pengolah makanan terhadap faktor kepuasan kerja berdasarkan masa kerja di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor. Tabel 18 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan masa kerja di PT LGEIN Masa Kerja
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
%
Nilai
%
Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
<12
100.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
75.0
P
13-36 37-60 >60
100.0
P
100.0
P
100.0
P
75.0
P
75.0
TP
100.0
TP
85.7
P
71.4
P
100.0
P
100.0
P
57.1
P
71.4
P
100.0
P
100.0
P
100.0
P
80.0
P
60.0
P
100.0
TP
Nilai P
0.994
0.512
0.523
0.533
0.370
0.759
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas
Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN pada Tabel 18 merupakan penilaian melalui modus skor kepuasan berdasarkan masa kerja. Tenaga pengolah makanan di PT LGEIN untuk semua kategori masa kerja memiliki puas terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, dan rekan kerja. Hal ini berbeda dengan kepuasan terhadap kesempatan untuk maju dan kompensasi, dimana tenaga pengolah makanan pada kategori masa kerja 13-36 bulan (38.1%) memiliki penilaian tidak puas terhadap kesempatan untuk maju dan kompensasi, sedangkan pada kategori masa kerja >60 bulan (9.5%) memiliki penilaian yang tidak puas terhadap kompensasi. Hal ini terjadi karena tenaga pengolah makanan dengan masa kerja 13-36 bulan masih relatif belum lama bekerja sehingga mempengaruhi kesempatan untuk maju dan penerimaan kompensasinya, sedangkan tenaga pengolah makanan dengan masa kerja >60 bulan yang tidak puas terhadap kompensasi diduga terjadi karena mereka merasa pengakuan atau penghargaan baik berupa finansial maupun non finansial terhadap kinerja mareka selama masa kerja yang relatif lama masih dirasakan minim atau tidak sesuai harapan mereka. Hal ini sesuai dengan penelitian Syanputri (2009).
72
Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman,
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan di PT LGEIN tidak ada hubungan antara masa kerja tenaga pengolah makanan dengan jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi. Tabel 19 Distribusi modus tingkat kepuasan kerja berdasarkan masa kerja di PT LGEIN Masa Kerja <12 13-36 37-60 >60 Nilai P
Jenis pekerjaan % Nilai
Kondisi pekerjaan % Nilai
Supervisi
Rekan Kerja
%
Nilai
%
Nilai
Kesempatan u/ Maju % Nilai
Kompensasi %
Nilai
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100.0
P
100.0
P
100.0
P
80.0
P
60.0
P
100.0
TP
0.929
0.149
0.099
0.032
0.191
0.608
Keterangan: P = Puas TP = Tidak Puas
Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex pada Tabel 19 merupakan penilaian melalui modus skor kepuasan. Berdasarkan kategori masa kerja, tenaga pengolah makanan di PT Unitex mayoritas (100.0%) berada pada kategori masa kerja >60 bulan dan memiliki penilaian puas terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi. Berdasarkan
uji
korelasi
Spearman
menunjukkan
bahwa
dalam
penyelenggaraan makanan di PT Unitex, ada hubungan antara masa kerja tenaga pengolah makanan dengan rekan kerja. Hal ini digambarkan dengan nilai r= -0.508 dan P= 0.032 (P<0.05). Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, diperoleh bahwa masa kerja memiliki pengaruh nyata dengan kepuasan terhadap rekan kerja (t= -2.692, P= 0.016).
Tingkat Kepuasan Kerja Tenaga Pengolah Makanan Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex dinilai dari modus skor kepuasan terhadap enam faktor kepuasan kerja yang telah ditetapkan berdasarkan Rivai (2009). Distribusi tenaga pengolah makanan terhadap penilaian tingkat kepuasan di PT LGEIN dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini.
73
Tabel 20 Distribusi tingkat kepuasan kerja PT LGEIN Tingkat Kepuasan Kerja Sangat Tidak Puas Tidak Puas Puas Sangat Puas
Jenis pekerjaan (%)
Kondisi pekerjaan (%)
Supervisi (%)
Rekan Kerja (%)
Kesempatan u/ Maju (%)
Kompensasi (%)
0.0
4.8
4.8
4.8
4.8
19.0
4.8
14.3
14.3
19.0
23.8
42.9
71.4
71.4
61.9
61.9
57.1
33.3
23.8
9.5
19.0
14.3
14.3
4.8
Tabel 20 menunjukkan persentase tenaga pengolah makanan dalam menilai tingkat kepuasan kerjanya terhadap jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supevisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi. Secara keseluruhan, tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki modus tingkat kepuasan kerja dengan penilaian puas terhadap seluruh faktor kepuasan kerja, kecuali kepuasannya terhadap kompensasi. Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, faktor kepuasan kerja yang paling berpengaruh dengan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN berturut-turut mulai dari yang terbesar sampai terendah pengaruhnya adalah kondisi pekerjaan (t= 8.134, P= 0.000), kompensasi (t= 5.059, P= 0.000), rekan kerja (t= 4.962, P= 0.000), supervisi (t= 4.350, P= 0.000), jenis pekerjaan (t= 3.458, P= 0.003), dan kesempatan untuk maju (t= 2.610, P= 0.017). Tabel 21 Distribusi tingkat kepuasan kerja PT Unitex Tingkat Kepuasan Kerja Sangat Tidak Puas Tidak Puas Puas Sangat Puas
Jenis pekerjaan (%)
Kondisi pekerjaan (%)
Supervisi (%)
Rekan Kerja (%)
Kesempatan u/ Maju (%)
Kompensasi (%)
0.0
0.0
0.0
0.0
16.7
5.6
0.0
11.1
5.6
0.0
33.3
33.3
94.4
83.3
94.4
83.3
50.0
61.1
5.6
5.6
0.0
16.7
0.0
0.0
Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa distribusi tingkat kepuasan kerja berdasarkan modus skor kepuasan tenaga pengolah makanan di PT Unitex untuk semua faktor kepuasan kerja memiliki penilaian puas. Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, faktor kepuasan kerja yang paling berpengaruh dengan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Unitex berturut-turut mulai dari yang terbesar sampai terendah pengaruhnya adalah kompensasi (t= 4.615, P= 0.000), kondisi pekerjaan (t= 4.448, P= 0.000), kesempatan untuk maju (t= 5.049, P= 0.000), dan supervisi (t= 3.841, P= 0.001).
74
Gambar 10 berikut ini, merupakan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor secara keseluruhan berdasarkan penggabungan enam faktor kepuasan kerja yang digunakan. 100.0% 100.0
61.9%
80.0 60.0 40.0 20.0
4.8%
19.0%
14.3% 0.0%
0.0%
0.0%
0.0 Sangat Tidak Puas
Tidak Puas
PT LGEIN
Puas
Sangat Puas
PT Unitex
Gambar 10 Distribusi tingkat kepuasan kerja
Berdasarkan uji beda Independent t-test antara kedua perusahaan, diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex. Hal ini digambarkan dengan nilai P>0.05. Persentase distribusi tenaga pengolah makanan pada Gambar 10, berdasarkan modus skor kepuasan untuk indikator dari enam faktor kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex menunjukkan bahwa pada PT LGEIN distribusinya tersebar pada semua tingkat kepuasan yaitu mulai dari sangat tidak puas (4.8%) sampai sangat puas (19.0%), sedangkan distribusi tenaga pengolah makanan PT Unitex 100.0% memiliki penilaian puas. Kedua perusahaan memiliki distribusi tenaga pengolah makanan terbesar berada pada penilaian puas. Hal ini menunjukkan bahwa kedua perusahaan tersebut telah mampu menciptakan dengan baik jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi yang sesuai harapan tenaga pengolah makanannya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut (Rivai 2009). Penilaian Produktivitas Kerja Menurut Arfida (2002), penyediaan tenaga kerja dalam sebuah perusahaan dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja yang dimiliki tenaga kerjanya.
75
Produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh motivasi dari tiap-tiap individu, tingkat pendidikan, dan pelatihan yang sudah diterima serta kemampuan manajemen. Orang yang berpendidikan tinggi dan giat berlatih pada dasarnya mempunyai produktivitas yang lebih tinggi juga. Berdasarkan Palacio&Theis (2009), menjabarkan bahwa produktivitas kerja dalam sistem pelayanan makanan diartikan sebagai rasio satu atau lebih input yang dibandingkan dengan beragam output. Input dalam hal ini terdiri atas jam kerja, besar uang yang dikeluarkan, dan sumber daya lainnya yang digunakan, sedangkan output terdiri atas makanan yang dihasilkan. Secara khusus, pengukuran
produktivitas
tenaga
pengolah
makanan
didasarkan
pada
perhitungan menurut Gregoire&Spears (2007) yaitu sebagai berikut:
Total makanan yang disajikan/ hari Jam kerja/hari 1. Makanan/jam kerja = Menit kerja/hari 2. Menit/makanan = Total makanan yang disajikan/ hari Rumus perhitungan tersebut digunakan sebagai asumsi untuk mewakili penilaian produktivitas kerja seluruh tenaga pengolah makanan dikedua perusahaan, dimana total makanan diartikan sebagai jumlah menu yang disediakan tenaga pengolah makanan per harinya untuk memenuhi karyawan perusahaan. Tabel 22 berikut ini menunjukkan hasil penilaian produktivitas kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex berdasarkan rumus perhitungan
produktivitas
kerja
tenaga
pengolah
makanan
menurut
Gregoire&Spears (2007). Tabel 22 Distribusi produktivitas tenaga pengolah makanan berdasarkan tempat kerja Produktivitas
PT LGEIN
PT Unitex
Shift I
Jumlah Menu 11
Jam Kerja 9
Shift II
11
9
Shift III
11
10
Rata-rata per hari
11
9.3
Shift I
5
8
Shift II
5
8
Shift III
5
8
Rata-rata per hari
5
8
Waktu Makan
Makanan per jam kerja
Menit per makanan
1.2
51
0.6
96
76
Tabel 22 menunjukkan adanya perbedaan nilai produktivitas kerja tenaga pengolah makanan antara PT LGEIN dan PT Unitex. Secara kuantitas, perbedaan prokduktivitas tersebut terjadi karena adanya perbedaan jumlah input dan output penyelenggaraan makanan masing-masing perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan input penyelenggaraan makanan berupa penyediaan tenaga pengolah makanan pada PT LGEIN berjumlah 27 orang tenaga pengolah makanan dengan waktu kerja rata-rata sebesar 9.3 jam untuk menghasilkan 11 menu (nasi, 4 jenis lauk utama, 2 jenis lauk pendamping, 1 jenis sayur, 1 jenis buah, 1 jenis menu alternatif, dan 1 jenis tambahan). Penyelenggaraan makanan di PT Unitex memiliki 18 orang tenaga pengolah makanan dengan waktu kerja rata-rata 8 jam untuk menghasilkan empat menu (nasi, 1 jenis lauk utama, 1 jenis sayuran, 1 jenis menu pelengkap, dan 1 jenis buah). Berdasarkan hasil penilaian produktivitas tersebut, dapat dilihat bahwa produktivitas tenaga pengolah makanan PT LGEIN dalam menghasilkan makanan per jam kerja dan menit per makanan memiliki nilai dua kali lebih besar dibandingkan dengan nilai produktivitas tenaga pengolah makanan PT Unitex. Tenaga
pengolah
makanan
sebagai
penggerak
dari
pencapaian
produktivitas penyelenggaraan makanan yang optimal memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Almigo (2004), terdapat hubungan antara kepuasan kerja karyawan dengan produktivitasnya dalam bekerja, namun dalam penelitian ini uji korelasi antara kepuasan kerja dan produktivitas tenaga pengolah makanan di kedua perusahaan tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan produktivitas yang diperoleh, merupakan produktivitas kerja perusahan tanpa menunjukkan produktivitas individu. Padahal untuk melihat hubungan antara tingkat kepuasan kerja dengan produktivitas tenaga pengolah makanan memerlukan data produktivitas individu ataupun produktivitas kerja per kelompok kerja. Pada penelitian ini, penilaian produktivitas individu ataupun produktivitas per kelompok kerja dalam penyelenggaraan makanan tidak memungkinkan untuk dilakukan karena masalah perizinan akibat adanya kemungkinan dapat mengganggu proses penyelenggaraan makanan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Karakteristik individu tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex memiliki distribusi frekuensi yang berbeda antara keduanya. Berdasarkan uji perbedaan karakteristik individu antara kedua perusahaan tersebut, diperoleh bahwa umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan masa kerja tenaga pengolah makanan antara PT LGEIN dan PT Unitex saling berbeda nyata (P<0.05). Perbedaan tersebut dapat terdiri atas tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki frekuensi terbanyak pada umur yang lebih muda dari pada tenaga pengolah makanan di PT Unitex, tenaga pengolah makanan PT LGEIN memiliki frekuensi terbanyak berjenis kelamin laki-laki sedangkan PT Unitex memiliki tenaga pengolah makanan yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki frekuensi terbanyak dengan status belum nikah sedangkan tenaga pengolah makanan di PT Unitex seluruhnya telah berstatus nikah, dan tenaga pengolah makanan di PT LGEIN memiliki frekuensi terbanyak <36 bulan sedangkan tenaga pengolah makanan seluruhnya memiliki masa kerja >60 bulan. Berdasarkan uji beda Independent t-test terhadap tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex, menunjukkan bahwa tenaga pengolah makanan antara kedua perusahaan tersebut saling berbeda nyata (P<0.05) terhadap indikator kepuasan terhadap pujian atasan, indikator kepuasan terhadap kesediaan sesama rekan kerja untuk saling menghargai dan tidak saling mencurigai, serta terhadap indikator koordinasi pekerjaan sesama rekan kerja. Secara keseluruhan, diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) antara tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN dan PT Unitex. Berdasarkan uji korelasi Spearman, pada PT LGEIN terdapat hubungan antara status pernikahan dengan kepuasan terhadap jenis pekerjaan (r= -0.441, P= 0.045). Pada PT Unitex terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepuasan terhadap kompensasi (r= 0.584, P= 0.011), dan ada hubungan masa kerja dengan kepuasan terhadap rekan kerja (r= -0.508, P= 0.032). Berdasarkan uji pengaruh Regresi sederhana, faktor kepuasan kerja yang paling berpengaruh dengan tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT LGEIN berturut-turut mulai dari yang terbesar sampai terendah pengaruhnya adalah kondisi pekerjaan (t= 8.134, P= 0.000), kompensasi (t= 5.059, P= 0.000),
78
rekan kerja (t= 4.962, P= 0.000), supervisi (t= 4.350, P= 0.000), jenis pekerjaan (t= 3.458, P= 0.003), dan kesempatan untuk maju (t= 2.610, P= 0.017). PT Unitex berturut-turut mulai dari yang terbesar sampai terendah pengaruhnya adalah kompensasi (t= 4.615, P= 0.000), kondisi pekerjaan (t= 4.448, P= 0.000), kesempatan untuk maju (t= 5.049, P= 0.000), dan supervisi (t= 3.841, P= 0.001). Hasil penilaian terhadap produktivitas kerja tenaga pengolah makanan antara PT LGEIN dan PT Unitex, menunjukkan bahwa produktivitas tenaga pengolah makanan PT LGEIN dalam menghasilkan makanan per jam kerja dan menit per makanan memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan nilai produktivitas tenaga pengolah makanan PT Unitex. Hasil antara tingkat kepuasan kerja dengan nilai produktivitas kerja tersebut dalam penelitian ini tidak dapat dilakukan uji korelasi, dikarenakan nilai produktivitas yang diperoleh bersifat
konstan
yaitu
hanya
mewakili
produktivitas
perusahan
tanpa
menunjukkan produktivitas individu ataupun produktivitas per kelompok kerja. Saran Saran untuk penyelenggaraan makanan di PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor adalah lebih memperhatikan keamanan pangan seperti kesesuaian suhu, keamanan peralatan, standarisasi fasilitas, dan aliran makanan dalam penyelenggaraan makanan. Manajemen PT LGEIN dan PT Unitex hendaknya lebih memenuhi harapan tenaga pengolah makanan dalam hal jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan, supervisi, rekan kerja, kesempatan untuk maju, dan kompensasi untuk meningkatkan kepuasannya dalam bekerja.
Saran untuk
penelitian selanjutnya sebaiknya meneliti lebih lanjut pengukuran produktivitas kerja
tenaga
pengolah
makanan
per
kelompok
kerja
dalam
proses
penyelenggaraan makanan dan membandingkan kualitas makanan yang dihasilkan di kedua perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA [Depkes RI]. 1995. Persyaratan Kesehatan Rumah Makan dan Restoran. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [Depkes RI]. 2001. Kumpulan Permenkes Bidang Sanitasi Makanan. Jakarta: Yayasan Pesan. __________. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman. Jakarta: Yayasan Pesan. [Depkes RI]. 2009. Pedoman Pemenuhan Kecukupan Gizi Pekerja Selama Bekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Almigo. 2004. Hubungan antar kepuasan kerja dengan produktivitas kerja karyawan. Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang (1)1: 111. Anggraeny. 2003. Tingkat kepuasan kerja tenaga pengolah makanan di PT Otsuka Indonesia Malang dan PT Patal Malang [karya tulis]. Malang: Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Malang Arfida. 2002. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Malang: Ghalia Indonesia. Danarti, Sukendro. 2008. 160 Ide Bisnis Paling Laris. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Ginting. 2004. Analisa kepuasan karyawan atas hubungan kepuasan kerja dengan kinerja keryawan di Novotel Coralia Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Gregoire, Spears. 2007. Foodservice Organizations; a managerial and system approach. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hariandja. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Grasindo. Hasibuan. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan. 2008. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara. Jenie. 1988. Sanitasi Dalam Institusi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Josias Beverley. 2005. The relationship between job satisfaction and absenteeism in a selected field services section within an electricity utility in the western cape [thesisi]. Faculty of economic and management science. University of western cape. Kartasapoetra, Marsetyo. 2008. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktivitas Kerja). Jakarta: Rineka Cipta.
80
Karyantina. 2007. Industri Jasa Boga. Surakarta: Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Slamet Riyadi. Khan, Mahmood. 1987. Foodservice Operations. New York: Van Nostrand Reinhold Company Inc. Luddy Nazaam. 2005. Job satisfaction among first employees at a public health institution in the western cape [thesisi]. Faculty of economic and management science. University of western cape. Moehyi. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara. Mukrie NA. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Akzi: jakarta Palacio, Theis. 2009. Introduction to Foodservice. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Prawirosentono. 2001. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Rivai. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Edisi kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Robbins. 2001. Prilaku Organisasi. Jakarta: PT Prenhallindo. Robbins et al. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT Gramedia Reynolds, Biel. 2007. Incorporating satisfaction measures into a restaurant productivity index. International Journal of Hospitality Management 26: 352-361. Rumekso. 2009. Housekeeping Hotel Public Area. Yogyakarta: Andi Saksono I, Saksono L. 1986. Pengantar Sanitasi Pangan. Bandung: Alumni. Siagian. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Sinaga Tiurma. 2007. Menyusun Menu dan Pedoman Menu Anak Sekolah. Jakarta: Yayasan Gizi kuliner Jakarta. Sinungan. 2008. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara. Sudiara, Sabudi. 1995. Hygiene dan Sanitasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sulaeman. 2007. Prinsip-Prinsip HACCP dan Penerapannya Pada Industri Jasa Boga. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Sumarsono. 2003. Ekonomi Manajemen Ketenagakerjaa. Jember: Graha Ilmu
Sumberdaya
Manusia
dan
81
Syanputri. 2009. Analisis pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja tenaga kependidikan (studi kasus: sembilan fakultas IPB, dramaga Bogor) [skripsi]. Bogor: Ekonomi dan manajemen. Institut Pertanian bogor. Tarwotjo. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: PT Grasindo. Toruan. 2003. Meningkatkan Daya Jual Pada Situasi Sulit. Jakarta: PT Gramedia. Wardani. 2004. Pengendalian biaya makanan, perencanaan menu, kualitas makanan, dan tingkat konsumsi energi protein tenaga kerja di Catering PT Otsuka Indonesia Lawang Malang [karya tulis]. Malang: Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Malang Wawan, M Dewi. 2010. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Widhayanti. 2004. Analisis hubungan motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan PT. Dahana [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Wirakartakusumah. 1990. Sistem Nasional Pengawasan Makanan. Makalah. Dalam: Lokakarya Sistem Perngawasan Makanan BLKM Depkes RI di Ciloto, 4-6 Oktober.
LAMPIRAN
83
Lampiran 1
Denah Dapur Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN Bekasi
N N
Keterangan:
B
L
A
C
A = Tempat penerimaan B = Tempat penyiapan bahan makanan C = Tempat pencucian bahan makanan D = Gudang kering
K
M
D
E = Gudang basah F = Gudang snack (tambahan)
G
E
G = Ruang pengolahan H = Tempat penyajian
H
K
I = Tempat distribusi makanan J = Ruang makan K = Ruang pencucian alat makan L = Tempat pencucian alat masak
I
M = Ruang penyimpanan alat makan N = WC (laki-laki dan perempuan)
= Arus masak
J
F Pintu utama
84
Lampiran 2
Denah Dapur Penyelenggaraan MakananPT Unitex Bogor
JJ
I
E
H F
D
G Pintu utama
C
K K
A
B
Keterangan: A = Ruang penerimaan bahan makanan
G = Tempat distribusi
B = Ruang penyiapan bahan makanan
H = Ruang makan
C = Gudang kering
I = Tempat penyucian alat
D = Freezer
J = Tempat menyimpan alat
E = Tempat pengolahan
K = WC (laki-laki dan perempuan)
F = Tempat penyajian
= Arus masak
85
Lampiran 3
Struktur Organisasi Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN Bekasi
Pengelola (Kusum)
Senior Supervisor (Sihab)
Supervisor I
Supervisor II
Supervisor III
Kebersihan
(Wafa)
(Rachmat)
(Angga)
3 orang cleaning service
Senior Supervisor (Sihab)
Shift I
Shift II
Shift III
12 orang
7 orang
8 orang
Tenaga pengolah
Tenaga pengolah
Tenaga pengolah
makanan
makanan
makanan
6 orang sektor depan
86
Lampiran 4
Struktur Organisasi Penyelenggaraan Makanan PT Unitex Bogor
Kepala Kantin (Ferry)
Kepala Regu A
Kepala Regu B
Kepala Regu C
(Adi Priatman)
(Oban)
(Suherman) Senior Supervisor (Sihab)
Shift I
Shift II
Shift III
7 orang
5 orang
6 orang
Tenaga pengolah makanan
Tenaga pengolah makanan
Tenaga pengolah makanan
87
Lampiran 5 Daftar Menu Makanan Kantin PT LGEIN Bekasi Periode bulan April 2011 Minggu 1
Shift I dan Shift II
Senin Lauk utama: 1. Ayam balado 2. Daging rendang 3. Ikan bandeng 4. Telur bb. Kuning
Selasa Rabu Lauk utama: Lauk utama: 1. Ayam panggang kecap 1. Ayam kalio 2. Daging lada hitam 2. Bistiks daging 3. Lele tepung goreng 3. Ikan pepes 4. Telur omlet 4. Telur ceplok rendang
Kamis Lauk utama: 1. Ayam kentacky 2. Dendeng bb. Cabe 3. Kakap tepung 4. Telur dadar mie
Jumat Lauk utama: 1. Ayam pepes 2. Daging semur 3. Nila bb. Acar 4. Telur pesmol
Sabtu Lauk utama: 1. Ayam goreng laos 2. Daging bb. Rujak 3. Nila pepes 4. Puyunghai
Lauk pendamping: 1. Tempe oseng pedas 2. Orek tempe
Lauk pendamping: 1. Balado kentang 2. Perkedel
Lauk pendamping: 1. Tahu isi goreng 2. Bakwan sayur
Lauk pendamping: 1. Lumpia 2. Risole
Lauk pendamping: 1. Bakwan jagung 2. Mie goreng
Lauk pendamping: 1. Tempe mendoan 2. Mihun goreng
Sayur: 1. Sup makaroni
Sayur: `1. Lodeh
Sayur: 1. Sayur asem
Sayur: 1. Gudek nangka
Sayur: Sayur: 1. Sayur jagung + buncis 1. Gulai buncis
Buah: 1. Semangka
Buah: 1. Melon
Buah: 1. Pisang
Buah: 1. Pepaya
Buah: 1. Jeruk
Tambahan: 1. Yakult Alternatif: 1. Rawon
Tambahan: 1. Puding buah Alternatif: 1. Somay
Alternatif: 1. Gado-gado
Buah: 1. Alternatif
Tambahan: 1. Yakult Alternatif: 1. Capcay seafood kuah
Alternatif: 1. Tongseng sapi
Alternatif: 1. Laksa
88
Lanjutan Lampiran 5
Minggu 2
Senin Lauk utama: 1. Ayam goreng keremes 2. Balado daging 3. Ikan bawal pemol 4. Telur ceplok
Selasa Lauk utama: 1. Ayam balado 2. Daging semur 3. Nila goreng tepung 4. Telur ceplok
Rabu Lauk utama: 1. Ayam goreng kremes 2. Kalio daging bali 3. Ikan bakar bb. Bali 4. Telur bb. Rujak
Kamis Lauk utama: 1. Ayam pepes 2. Daging balado basah 3. Ikan bawal bakar 4. Telur rendang
Jumat Lauk utama: 1. Ayam rica-rica 2. Daging kalio 3. Bawal pesmol 4. Telur ceplok
Sabtu Lauk utama: 1. Ayam bb. Bali 2. Daging rica-rica 3. Pepes emas 4. Telur mata sapi
Lauk pendamping: 1. Tahu goreng cabe hijau 2. Tahu sambal goreng
Lauk pendamping: 1. Nugget 2. Tempe bacem
Lauk pendamping: 1. Teri kacang 2. Tempe bb. Bombay
Lauk pendamping: 1. Pangsit goreng 2. Terong teri
Lauk pendamping: 1. Tempe oseng 2. Bakwan jagung
Lauk pendamping: 1. Teri kacang 2. Tahu brontak
Sayur: 1. Sayur kari
Sayur: Sayur: 1. Sup kacang merah wortel1. Gulai nangka
Sayur: 1. Sayur jagung wortel
Sayur: 1. Urap sayuran
Buah: 1. Semangka
Buah: 1. Melon
Buah: 1. Pepaya
Buah: 1. Jeruk
Buah: 1. Alternatif
Alternatif: 1. Nasi tim
Alternatif: 1. Ketoprak komplit
Alternatif: 1. Mie ayam bakso
Shift I dan Sayur: Shift II 1. Oyong soun Buah: 1. Pisang
Tambahan: 1. Es krim Alternatif: 1. Soto sulung
Alternatif: 1. Lontong sayur
Alternatif: 1. Capcay
89
Lanjutan lampiran 5 Minggu 3
Shift I dan Shift II
Senin Lauk utama: 1. Ayam goreng padang 2. Tongseng sapi 3. Kakap fillet 4. Telur dadar
Selasa Lauk utama: 1. Ayam teriyaki 2. Danging bb. Bali 3. Ikan bakar bb. Bali 4. Puyunghai
Rabu Lauk utama: 1. Ayam kentacky 2. Semur daging cincang 3. Lele balado 4. Telur omlet
Kamis Lauk utama: 1. Ayam kuluyuk 2. Daging balado basah 3. Ikan bawal bakar 4. Telur rendang
Jumat Lauk utama: 1. Ayam pepes 2. Daging semur 3. Lele pesmol 4. Telur balado
Sabtu Lauk utama: 1. Ayam bb. Bali 2. Daging rica-rica 3. Pepes emas 4. Telur semur
Lauk pendamping: 1. Terong balado 2. Bakwan jagung
Lauk pendamping: 1. Risol 2. Tempe opor
Lauk pendamping: 1. Lumpia sayur 2. Tempe bacem
Lauk pendamping: 1. Pangsit goreng 2. Terong teri
Lauk pendamping: 1. Tempe oseng 2. Bakwan jagung
Lauk pendamping: 1. Nugget 2. Perkedel
Sayur: 1. Sayur kapau
Sayur: 1. Sayur kari
Sayur: 1. Orak arik sayuran
Sayur: 1. Gulai nangka
Sayur: 1. Sayur jagung wortel
Sayur: 1. Pecel sayuran
Buah: 1. Semangka
Buah: 1. Pisang
Buah: 1. Pepaya
Buah: 1. Melon
Buah: 1. Jeruk
Buah: 1. Alternatif
Tambahan: 1. Yakult Alternatif: 1. Soto betawi
Tambahan: 1. Puding buah Alternatif: 1. Lontong sayur
Alternatif: 1. Gado-gado
Tambahan: 1. Yakult Alternatif: 1. Bakso daging sapi
Alternatif: 1. Somay
Alternatif: 1. Nasi kebuli
90
Lanjutan Lampiran 5 Minggu 4
Shift I dan Shift II
Senin Lauk utama: 1. Ayam pepes 2. Daging sambel goreng 3. Sup ikan nila 4. Telur dadar sayur
Selasa Lauk utama: 1. Ayam keremes 2. Opor daging 3. Bandeng presto 4. Telur rendang
Rabu Lauk utama: 1. Ayam bb. Rujak 2. Semur daging cincang 3. Gabus balado 4. Puyunghai
Kamis Lauk utama: 1. Ayam teriyaki 2. Empal 3. Bandeng rica-rica 4. Telur pesmol
Jumat Lauk utama: 1. Ayam asam manis 2. Daging serundeng 3. Lele bb. Rujak 4. Telur mata sapi
Sabtu Lauk utama: 1. Ayam kuluyuk 2. Gulai daging 3. Bawal bb. Tauco 4. Telur dadar sayur
Lauk pendamping: 1. Balado kentang 2. Tempe bb. Bombay
Lauk pendamping: 1. Teri kacang 2. Orek tempe
Lauk pendamping: 1. Bakwan jagung 2. Mie goreng
Lauk pendamping: 1. Soun cah 2. Terong balado
Lauk pendamping: 1. Tempe oseng 2. Tempe mendoan
Lauk pendamping: 1. Lumpia sayur 2. Pangsit isi
Sayur: 1. Urap sayuran
Sayur: 1. Sayur singkong
Sayur: 1. Orak arik sayuran
Sayur: 1. Soto kudus
Sayur: Sayur: 1. Oseng sawi hijau tahu 1. Sup sayuran
Buah: 1. Semangka
Buah: 1. Pisang
Buah: 1. Jeruk
Buah: 1. Melon
Buah: 1. Pepaya
Buah: 1. Alternatif
Alternatif: 1. Gado-gado
Alternatif: 1. Ketoprak
Alternatif: 1. Nasi kuning
Tambahan: 1. Es krim Alternatif: 1. Bakso daging sapi
Alternatif: 1. Soto sulung
Alternatif: 1. Capcay spesial
91
Lanjutan Lampiran 5 Menu Alternatif Shift III
Menu Hari Minggu Shift I, II, dan III
1.
Bubur ayam special
Senin
1. Nasi kuning
2.
Mie ayam
Selasa
2. Nasi kembuli
3.
Lontong opor
Rabu
3. Nasi liwet sambel goreng
4.
Somay
Kamis
4. Nasi bakar (isi sayur peda)
5.
Gado-gado
Jumat
5. Nasi uduk
6.
Bakso daging sapi
Sabtu
6. Nasi goreng spesial
7.
Laksa
Minggu
7. Sate ayam lontong
8.
Soto ayam
9.
Tongseng sapi
10. Soto betawi 1.
Rawon
2.
Soto sulung
3.
Sup daging
4.
Sup tauge
5.
Sup kimlo
6.
Capcay special
7.
Bubur kacang
92
Lampiran 6 Daftar Menu Makanan Kantin PT Unitex Bogor Periode bulan Juli 2011 Tanggal
Lauk utama
Sayuran
Pelengkap
Buah
1
Daging teri
Sayur sop
Kerupuk udang
Pepaya
2
Ayam gulai
Sayur bayam
Kerupuk bawang
Pisang
3
Telur dadar
Gudeg nangka
Rempeyek kacang
Semangka
4
Ikan nila goreng
Sayur lodeh
Kerupuk bulat
Pepaya
5
Daging bistik
Sayur godog gambas
Bakwan jagung
Pisang
6
Ayam goreng
Soto kuning
Kerupuk udang
Semangka
7
Telur asin
Gado-gado
Tahu goreng
Pepaya
8
Daging rendang
Tumis sawi putih
Kerupuk bulat
Pisang
9
Ayam gulai
Sayur oyong
Tempe goreng
Semangka
10
Telur bb. Saus
Stup sayuran
Rempeyek teri
Pepaya
11
Ayam tepung
Sop jagung
Kerupuk udang
Pisang
12
Ikan kembung pesmol
Sayur gambas
Kerupuk bulat
Semangka
13
Telur rendang
Tumis jagung muda
Tahu goreng
Pepaya
14
Daging goreng
Soto bandung
Emping
Pisang
15
Ayam opor
Gulai kacang panjang
Rempeyek kacang
Semangka
16
Telur gulai
Sayur sawi putih
Kerupuk kakap
Pepaya
17
Daging semur
Acar kuning
Tempe goreng
Pisang
18
Telur ceplok
Sayur godog kentang
Teri kacang
Semangka
19
Ayam goreng
Sayur laksa
Kerupuk bulat
Pepaya
20
Ikan nila goreng
Sayur gambas
Kerupuk kakap
Pisang
21
Daging empal
Sayur asam dan sambel
Kerupuk bulat
Semangka
22
Telur bb. Saus
Tumis jagung muda
Rempeyek teri
Pepaya
23
Ayam cabe
Sayur oyong
Bakwan jagung
Pisang
24
Telur bb. Kecap
Gulai daun singkong
Tahu goreng
Semangka
25
Daging gulai
Sayur oyong
Tempe tepung
Pepaya
26
Ayam bb. Pecel
Tumis tahu tauge
Kerupuk bulat
Pisang
27
Telur ceplok
Gulai nangka
Rempeyek teri
Semangka
28
Ikan kembung pesmol
Sayur ceysin jagung
Kerupuk kakap
Pepaya
29
Ayam tepung
Sop kimlo
Kerupuk udang
Pisang
30
Daging rendang
Sayur bayam
Tahu goreng
Semangka
31
Telur asin
Sayur godog kentang
Rempeyek kacang
Pepaya
Catatan: Menu dapat berupah apabila bahan tidak ada di pasaran.
93
Lampiran 7 Kondisi Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor Kondisi pekerjaan Lokasi Lantai Dinding
Langit-langit
Pintu dan Jendela
Pencahayaan
Ventilasi Ruang pengolahan makanan
Persyaratan KEPMENKES No.715/Menkes/SK/V/2003 Jarak jasaboga harus jauh minimal 500m dari sumber pencemaran Permukaan lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin, dan mudah dibersihkan Permukaan dinding berwarna terang, halus, kering, tidak menyerap air, mudah dibersihkan, dan tidak menahan debu Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan dan jarak dengan lantai >2.4m Pintu harus membuka ke arah luar, jendela, pintu, dan ventilasi dilengkapi kassa yang dapat dibuka pasang, serta semua pintu dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat Intensitas pencahayaan sedikitnya 10fc (100 lux) pada titik 90cm dari lantai dan semua pencahayaan tidak menyebabkan silau Ventilasi harus cukup (±20% dari luas lantai) Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2m² untuk tiap orang, tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, serta sedikitnya dilengkapi meja kerja, tempat penyimpanan bahan dan
PT LGEIN Bekasi
PT Unitex Bogor
Berjarak ±1km dari tempat pembuangan sampah dan ±5m dari wc umum. Permukaan lantai licin dan terdapat air menggenang meskipun sebenarnya mudah dibersihkan Permukaan dinding berwarna putih dan beberapa bagian menggunakan keramik sehingga mudah dibersihkan
Berjarak ±1km dari tempat pembuangan sampah dan ±2m dari wc umum. Permukaan lantai licin, terdapat air menggenang, susah dibersihkan, dan terdapat lantai yang sudah pecah Permukaan dinding berwarna krem, berlumut, berdebu dan susah dibersihkan
Langit-langit tidak rembes air, jarak dengan lantai ±5m
Langit-langitrembes air, berlumut, jarak dengan lantai ±4m
Pintu membuka ke arah dalam dan terkadang tertutup rapat, jendela dan pintu tidak dilengkapi kassa
Pintu membuka ke arah luar dan terkadang terus terbuka, jendela dan pintu tidak dilengkapi kassa.
Pencahayaan berasal dari cahaya matahari dan cahaya lampu yang tidak menyilaukan mata tetapi cukup menerangi ruangan Ventilasi hanya mencakup ±10% dari luas lantai Luas dapur ±20mx20m, dilengkapi dengan 15buah rice cookerberkapasitas max 8.3kg beras untuk 55 orang, satu buah penggorengan berdiameter 44cm, tiga buah penggorengan telur untuk empat telur, dan lima buah kwali besar
Pencahayaan berasal dari cahaya matahari dan cahaya lampu yang tidak menyilaukan mata tetapi cukup menerangi ruangan Ventilasi mencakup ±20% dari luas lantai Luas dapur ±10mx5m, dilengkapi dengan tiga buah rice cooker berkapasitas 10liter beras untuk 50-60 orang, lima buah penggorengan berdiameter 44cm, 19 panci berkapasitas sampai 20liter.
94
Fasilitas pencucian
Tempat cuci tangan
Jamban
Tempat sampah
makanan jadi yang terlindung dari pencemaran hewan
berdiameter 100cm. Tidak berhubungan langsung dengan jamban atau berjarak 5m
Pencucian peralatan harus menggunakan deterjen, pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan Kalium Permanganat 0.02% atau dalam rendaman mendidih beberapa detik, serta penyimpanan peralatan terlindung dari pencemaran Tempat cuci tangan terpisah dengan tempat pencucian peralatan dan bahan makanan, dilengkapi air keran, bak penampungan, sabun, dan pengering, jumlah tempat cuci tangan 1-10= 1 buah, serta dekat dengan tempat bekerja Jumlah jamban untuk 1-10 orang= 1 buah, 11-25 orang= 2 buah, 2650 orang= 3 buah, dan penambahan 1 buah setiap penambahan 25 orang
Terdapat 10 buah tempat pencucian alat makan yang terbuat dari stainless steel yang disertai sabun cair dan terpisah dengan tempat pencucian alat masak
Terdapat dua buah tempat pencucian alat masak yang digabung dengan pencucian alat makan dengan disertai sabun cream
Tempat cuci tangan menyatu dengan tempat pencucian peralatan ataupun bahan makanan dan tidak disediakan sabun maupun pengering
Tempat cuci tangan menyatu dengan tempat pencucian peralatan ataupun bahan makanan dan tidak disediakan sabun maupun pengering
Terdapat dua jamban untuk 21 orang
Terdapat dua jamban untuk 18 orang
Tempat sampah seperti kantong plastik/kertas, bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah
Tempat sampah dari karung dan plastik tersedia dekat dengan ruang penyiapan bahan makanan
Tempat sampah dari karung dan plastik tersedia dekat dengan ruang penyiapan bahan makanan
95
Lampiran 8 Gambar Penyelenggaraan Makanan PT LGEIN Bekasi dan PT Unitex Bogor Keterangan
Tempat penerimaan bahan makanan
Tempat penyiapan bahan makanan
Tempat penyucian bahan makanan
Ruang penyimpanan kering
PT LGEIN Bekasi
PT Unitex Bogor
96
Tempat penyimpanan bahan segar
Tempat pengolahan
Tempat pendistribusian makanan
Tempat penyajian makanan
97
Pintu utama ruang makan
Ruang makan dan peralatan makan
98
Sumber air minum
Cuci tangan
99
Tempat Pencucian Alat Makan
Tempat Pencucian Alat Masak
Tempat Penyimpanan Alat
Langit-langit
100
Lantai
Fasilitas WC
101
Lampiran 9 Standar Pemotongan PT LGEIN Golongan
Buah
Lauk Hewani
Isi Pangan
Berat per porsi (g)
URT
Semangka
175
1 ptg
Pepaya
100
1 ptg
Jeruk pokhan
100
1 biji
Pisang Ambon
100
1 biji
Melon
130
1 ptg
Daging sapi
50
1 ptg
Daging ayam
55
1 ptg
Telur ayam
50
1 biji
Ikan bawal
75
1 ekor
Ikan bandeng
85
1 ekor
102
Lampiran 10
KUESIONER PENELITIAN
TINGKAT KEPUASAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA PENGOLAH MAKANAN A. Pengantar Bapak/ Ibu yang terhormat Kuesioner ini diberikan dalam rangka penyusunan tugas akhir Rysda Nurharmelya, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Berikut ini adalah pertanyaan yang berkaitan dengan “Tingkat Kepuasan Kerja Tenaga Pengolah Makanan”. Bacalah setiap pertanyaan dengan cermat sebelum menjawab, kemudian pilihlah jawaban yang Anda rasa paling sesuai dengan keadaan diri Anda pada lembar jawaban yang tersedia. Saya sangat menghargai kejujuran dan keterbukaan Anda. Terima Kasih.
No. kuesioner
(diisi oleh peneliti):
Kode responden
(diisi oleh peneliti):
Tanggal
(diisi oleh peneliti):
Saya setuju untuk diwawancara
Tanda tangan responden
B. Petunjuk 1. Silahkan bapak/ibu jawab pertanyaan dengan jujur 2. Jawaban tidak mempengaruhi profesi bapak/ibu 3. Jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk penelitian
103
Lanjutan Lampiran 10 1. Karakteristik Individu Tenaga Pengolah Makanan Petujuk pengisian: Isilah pertanyaan no 1 sampai 8 dengan mengisi tanda silang (x) pada kotak yang sesuai. 1. Nama
: ………………………................
2. Umur
:
1. < 20 tahun
3. 31-40 tahun
a. 2. 20-30 tahun
4. > 40 tahun 2. Perempuan
3. Jenis kelamin
:
1. Laki-laki
4. Status Pernikahan
:
1. Belum Nikah 2. Nikah
5. Pendidikan Terakhir :
1. Tidak lulus SD
4. Lulus SMA
2. Lulus SD 3. Lulus SMP 6. Masa Kerja
:
1. < 12 bulan a. 2. 12-36 bulan
7. Pekerjaan Anda*
:
3. 37-60 bulan 4. > 60 bulan
1. Pemilihan bahan makanan 2. Penyiapan bahan makanan 3. Pemasakan makanan 4. Penyajian makanan 5. Lainnya, sebutkan ……….…………
*Jawaban dapat lebih dari satu. 8. Penghasilan per bulan: Rp ………………..
104
Lanjutan Lampiran 10 2. Tingkat Kepuasan Kerja Tenaga Pengolah Makanan Petunjuk pengisian: 1. Berilah tanda checklist ( √ ) pada jawaban yang Anda pilih 2. Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan pendapat Anda mengenai pekerjaan yang Anda lakukan. 3. Keterangan jawaban: SP
: Sangat Puas
TP
: Tidak Puas
P
: Puas
STP
: Sangat Tidak Puas
No.
Jawaban
Pertanyaan
SP
Jenis pekerjaan Dukungan pengetahuan dan pemahaman yang 1
saya
miliki
terhadap
penyelenggaraan
makanan 2
3
Kesesuaian
antara
pekerjaan
yang
saya
kerjakan dengan pendidikan saya Perubahan keterampilan dan pengetahuan selama melakukan penyelenggaraan makanan
4
Penyelesaian pekerjaan yang diberikan
5
Jumlah jam kerja yang harus dilaksanakan
6
Jumlah istirahat yang diberikan Kondisi pekerjaan
7 8
Keamanan tempat penyelenggaraan makanan Kebersihan,
kerapihan,
dan
kenyamanan
penyelenggaraan makanan
9
Ukuran ruangan penyelenggaraan makanan
10
Ventilasi ruangan penyelenggaraan makanan
11
Penerangan makanan
ruangan
penyelenggaraan
P
TP
STP
105
No.
Jawaban
Pertanyaan
SP
12
Fasilitas MCK dan ketersediaan air bersih
13
Sistem pembuangan sampah
14 15
Sarana
pendukung
dan
peralatan
untuk
penyelenggaraan makanan Fasilitas kesehatan Supervisi
16
Keadilan atasan dalam pemberian tugas Kesesuaian
17
kepada
tugas yang
saya
diberikan
dengan
keahlian
atasan dan
pengalaman yang saya miliki Disiplin (ketegasan, ketepatan, dan tindakan 18
atas pelanggaran) kerja yang ditanamkan dalam penyelesaian tugas
19 20
Pujian dari atasan kepada saya terhadap tugas yang dapat saya selesaikan Sapaan atasan pada saya Rekan Kerja
21
Kesediaan rekan kerja dalam memberikan bantuan dan kerjasama Kesediaan rekan kerja dalam memberlakukan
22
rasa saling menghargai dan rasa saling tidak mencurigai
23 24 25
Keramah tamahan sesama rekan kerja Kemampuan melakukan komunikasi kepada sesama rekan kerja dan atasan Koordinasi sesama rekan kerja Kesempatan untuk maju
26
Tawaran pelatihan dari atasan kepada saya
27
Frekuensi pelatihan yang diikuti
28
Kesempatan mengembangkan karier
P
TP
STP
106
No.
29
Jawaban
Pertanyaan
SP
P
TP
STP
Dukungan atasan kepada saya setiap ada promosi Kompensasi
30
31
Keadilan
penggajian
berdasarkan
lamanya kerja Kesesuaian
gaji
yang
diterima
dengan
kebutuhan hidup saya Sistem
32
sistem
kompensasi
langsung
dan
tidak
langsung (gaji dan tunjangan) berdasarkan posisi dan lamanya kerja
33
34 35
Pemberian insentif berdasarkan kemampuan keterampilan dan kinerja Pemberian penghargaan berdasarkan hasil kerja Kesesuaian sistem kenaikan gaji
Saran tenaga pengolah makanan terhadap pihak penyelenggara makanan mengenai kepuasan kerja:
107
Lampiran 11 Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja PT LGEIN Bekasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama AP AD AG AN DA EK ER FB FT GL HD HM IS LS MR MY ML SP SS SM YP Total
ISIP P SP SP SP P P P P SP P P P P P TP P P P P P SP P
Keterangan: ISIP KONDIP SUPERV REKANKER KESEMAJU KOMPENS
= Jenis pekerjaan = Kondisi pekerjaan = Supervisi = Rekan Kerja = Kesempatan untuk Maju = Kompensasi
Tingkat Kepuasan Kerja Tenaga Pengolah Makanan KONDIP SUPERV REKANKER KESEMAJU KOMPENS SP P P P P P P P P STP P SP P SP TP STP STP STP P P P P P P TP P P P P P P P P P TP TP P TP TP TP SP SP SP SP SP P TP TP P TP P P P P TP TP TP TP TP STP P TP P P P P P P P P P P TP TP STP P P P P P P P P P P P P P TP TP P SP SP SP TP P P P TP TP TP SP SP STP STP P P P P TP
Total P P SP STP P P P TP SP P P TP P P TP P P P SP P SP P
108
Lampiran 12 Penilaian Tingkat Kepuasan Kerja PT Unitex Bogor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama AS AP AT DA LS MD MM NN ON RL RK RH SA SH SK UN WM YS Total
ISIP SP P P P P P P P P P P P P P P P P P P
Tingkat Kepuasan Kerja Tenaga Pengolah Makanan KONDIP SUPERV REKANKER KESEMAJU KOMPENS P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P SP STP P P P P TP P P P P STP TP SP P SP P TP TP P P TP TP P P P P P P P P P P P P P STP TP P P P P P TP P P TP STP P P P TP P P P P P P P TP P TP TP P P SP TP TP P P P P P
Keterangan: ISIP KONDIP SUPERV REKANKER KESEMAJU KOMPENS
= Jenis pekerjaan = Kondisi pekerjaan = Supervisi = Rekan Kerja = Kesempatan untuk Maju = Kompensasi
Total P P P P P P P P P P P P P P P P P P P
109
Lampiran 13 Uji Beda Independent t-test Tingkat Kepuasan Kerja T-test Analyze → Compare means → Independent Samples T-Test → Test Variabels (Tingkat Kepuasan Kerja) dan Grouping variabel (1. PT LGEIN, 2. PT Unitex) → Ok
Group Statistics
Tingkat Kepuasan Kerja
Kelompok
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
PT LGEIN
21
3.00
.447
.098
PT Unitex
18
3.00
.000
.000
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances F Equal variances Tingkat assumed Kepuasan Equal variances Kerja not assumed
4.018
Sig.
.052
t-test for Equality of Means
t
.000
df
Sig. (2-tailed)
Mean Std. Error Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
37
1.000
.000
.106
-.214
.214
.000 20.000
1.000
.000
.098
-.204
.204
110
Lampiran 14 Uji Korelasi Spearman Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepuasan Kerja PT LGEIN Bekasi Nonparametric Correlations Analyze → Correlate → Bivariate → Masukkan variabel → Correlation Coefficients (Spearman) → Test of Significances (Two tailed) → Ok Correlations Spearman's rho
Umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan .331
Kondisi pekerjaan -.075
.017
Rekan Kerja .006
Kesempatan u/ Maju -.186
.143
.746
.942
.981
.419
.352
21
21
21
21
21
21
Supervisi
Kompensasi -.214
Correlations Spearman's rho
Jenis kelamin
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan .051
Kondisi pekerjaan -.132
-.231
Rekan Kerja -.161
Kesempatan u/ Maju .176
.827
.569
.315
.485
.446
.129
21
21
21
21
21
21
Supervisi
Kompensasi .342
Correlations Spearman's rho
Status Pernikahan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan -.441
Kondisi pekerjaan .000
.000
Rekan Kerja -.220
Kesempatan u/ Maju -.420
.045 21
1.000
1.000
.337
.058
.397
21
21
21
21
21
Supervisi
Kompensasi -.195
111
Lanjutan Lampiran 14 Correlations Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Jenis pekerjaan -.147
Kondisi pekerjaan -.119
.526 21
N
-.279
Rekan Kerja .082
Kesempatan u/ Maju -.200
.608
.221
.725
.384
.515
21
21
21
21
21
Supervisi
Kompensasi -.150
Correlations Spearman's rho
Masa Kerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan .002
Kondisi pekerjaan -.151
-.148
Rekan Kerja -.114
Kesempatan u/ Maju -.206
.994
.512
.523
.533
.370
.759
21
21
21
21
21
21
Supervisi
Kompensasi -.071
112
Lampiran 15 Uji Korelasi Spearman Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepuasan Kerja PT Unitex Bogor Nonparametric Correlations Analyze → Correlate → Bivariate → Masukkan variabel → Correlation Coefficients (Spearman) → Test of Significances (Two tailed) → Ok Correlations Spearman's rho
Umur
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan .055
Kondisi pekerjaan -.064
-.400
Rekan Kerja -.318
Kesempatan u/ Maju -.240
.828
.801
.100
.198
.337
.519
18
18
18
18
18
18
Supervisi
Kompensasi -.163
Correlations Spearman's rho
Jenis kelamin
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan -.149
Kondisi pekerjaan .413
.243
Rekan Kerja .447
Kesempatan u/ Maju -.070
.556
.089
.332
.063
.782
.806
18
18
18
18
18
18
Supervisi
Kompensasi -.062
Correlations Spearman's rho
Status Pernikahan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan .
Kondisi pekerjaan
Supervisi .
.
Rekan Kerja .
Kesempatan u/ Maju
Kompensasi .
.
.
.
.
.
.
.
18
18
18
18
18
18
113
Lanjutan Lampiran 15 Correlations Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
Jenis pekerjaan -.371
Kondisi pekerjaan -.228
.129 18
N
.367
Rekan Kerja -.165
Kesempatan u/ Maju .142
.363
.134
.512
.575
.011
18
18
18
18
18
Supervisi
Kompensasi .584
Correlations Spearman's rho
Masa Kerja
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Jenis pekerjaan .022
Kondisi pekerjaan -.355
-.401
Rekan Kerja -.508
Kesempatan u/ Maju -.323
.929
.149
.099
.032
.191
.608
18
18
18
18
18
18
Supervisi
Kompensasi -.130
