TINGKAT DEPRESI LANSIA YANG PERNAH MENGALAMI KUSTA DI PANTI REHABILITASI EKS-KUSTA NGANGET, JAWA TIMUR Rima Hanifati, Enie Novieastari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Jawa Barat, Indonesia Email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Kusta merupakan suatu penyakit kulit yang dapat menular dan memiliki dampak terhadap perubahan fisik dan secara psikososial. Lansia juga memiliki perubahan psikologis karena sesuai dengan perubahan usianya. Penelitian ini merupakan peneltian deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan depresi lansia yang pernah mengalami kusta di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur. Jumlah sampel yang diteliti secara total sampling adalah sebanyak 30 lansia. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,3% mengalami depresi ringan dan 6,7% mengalami depresi berat. Penelitian ini dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya dengan menambahkan indikator lainnya, seperti bagaimana meningkatkan koping pada lansia yang pernah mengalami kusta dan bertempat tinggal di panti. Kata kunci: depresi, Geriatric Depression Scale, kusta, lansia
Abstract Leprosy is one of infectious disease and has impact on physical changes. Elderly has psychological changes due to their age changing. This research was used descriptive research with purpose to describe depressive elderly who affected leprosy in Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, East Java. The number of samples that researcher was taken around 30 elderly. Geriatric Depression Scale (GDS) was used in this study. The result showed 53,3% expreinced mild depression and 6,7% experienced severe depression. This research could be further used in research materials related to depression in elderly by adding other indicators, such as how to enhance coping for elderly who affected leprosy and lived in panti. Keywords: depression, Geriatric Depression Scale, leprosy, elderly
Pendahuluan Penyakit kusta yang dikenal sebagai penyakit Hansen atau lepra merupakan sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Hingga saat ini cara penularannya masih dianggap melalui udara dan kontak kulit (Meima, 2004). Indonesia merupakan negara dengan peringkat ketiga penderita kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brazil dengan jumlah
penderita 18.994 (World Health Organization, 2013). Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia jumlah penderita kusta di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya dan 50% atau sekitar 23.169 kasus didominasi oleh penduduk yang berada di Pulau Jawa (Joniansyah, 2013). Orang yang pernah mengalami kusta sering mendapatkan perlakuan diskriminatif dari
lingkungannya sendiri (Fajar, 2010). Oleh zkarena itu, Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, yang dahulunya merupakan Rumah Sakit Kusta saat ini dijadikan sebagai panti rehabilitasi yang dikhususkan kepada para penderita yang pernah mengalami kusta agar mendapatkan pengobatan tanpa adanya diskriminasi dari masyarakat luar. Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur, merupakan salah satu panti rehabilitasi bagi penderita yang pernah mengalami kusta dan dahulunya merupakan Rumah Sakit Kusta. Panti Rehabilitasi Eks-Kusta didirikan oleh Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dibawah Perda Jatim No. 12 Tahun 2000 dengan tujuan semua penderita yang pernah mengalami kusta disiapkan kembali untuk memiliki rasa percaya diri, mendapatkan bimbingan keterampilan, dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat (Tofan 2010). Penderita yang pernah mengalami kusta dan bertempat tinggal di Panti Rehabilitasi mayoritas merupakan pasien lanjut usia yang mengalami kecacatan secara fisik. Lanjut usia (lansia) merupakan tahapan seseorang yang mengalami pertambahan usia dan terjadinya perubahan-perubahan secara fisik maupun psikososial. Seiring berjalannya waktu, seseorang yang menua akan mengalami perubahan anatomi tubuh yang juga mengalami proses pertambahan usia (Stanley & Bearre, 2006). Hal ini didukung dengan teori-teori penuaan pada lansia, seperti teori biologi dan psikososial. Teori biologi menjelaskan tentang proses penuaan fisik, termasuk dengan perubahan dalam struktur dan fungsi, pengembangan, usia lanjut, dan kematian. Sementara, teori psikososial berfokus pada perilaku dan perubahan sikap yang menyertai usia lanjut, yang bertentangan dengan dampak biologi dari penurunan fungsi anatomi (Carlson & Pfadt, 2009). Disabilitas fisik yang terjadi pada lansia menurut Stanley dan Beare (2006) merupakan
salah satu penyebab terjadinya depresi. Penyebab depresi lainnya menurut Stanley & Beare (2006) adalah kehilangan sesuatu dalam hidupnya seperti kehilangan pekerjaan (pensiun) dan kehilangan pasangan. Menurut Royal College of General Practitioners (2011), adanya penyakit kronik, isolasi sosial dan kesendirian, kemiskinan, demensia, tinggal di panti sosial, dan memiliki masalah tidur juga merupakan faktor pencetus depresi pada lansia. Selain mengalami disabilitas fisik, para penderita memiliki masalah psikologis yang sama dengan masalah psikologis pada lansia umumnya, seperti depresi (Enwereji, 2011). Dampak depresi pada lansia dapat mengakibatkan rasa putus asa dan keinginan untuk bunuh diri (Nishida & Aosaki, 2006). Hal inilah yang ingin peneliti ketahui mengenai depresi yang terjadi pada lansia yang pernah mengalami kusta di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur. Pengamatan yang penulis lakukan selama dua minggu di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, menunjukkan sebagian besar pasien lansia mengalami depresi yang selain disebabkan oleh disabilitas fisik, terdapat juga faktor lainnya seperti, kurangnya atau tidak adanya dukungan dari keluarga, serta masih adanya stigma dan diskriminasi dari masyarakat luar, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan harga diri rendah dan isolasi sosial. Hingga saat ini sudah ada beberapa studi yang menganalisis hubungan tingkat disabilitas fisik akibat kusta terhadap usia. Pada studi yang dilakukan di University Medical Center Rotterdam didapatkan masyarakat Ethiophia pada usia 60 tahun keatas yang mengalami disabilitas fisik akibat kusta sebanyak 34% atau 12 orang (Meima, 2004). Kemudian studi lainnya didapatkan 48 dari 385 (12,5%) pasien lepra mengalami depresi (Nishida & Aosaki, 2006).
Studi ketiga yaitu dalam Enwereji (2011) menyebutkan bahwa lansia yang lebih dari 70 tahun di Abia dan Ebonyi, Norwegia, mengalami depresi yang cukup berat dengan kondisi psikologis yang memburuk. Terdapat beberapa perbedaan antara persentase dari tiga studi tersebut. Perbedaan tersebut dapat didasarkan kepada jumlah sampel yang diteliti berbeda dan adanya perbedaan faktor-faktor lainnya seperti budaya yang memengaruhi responden, pelayanan kesehatan yang diberikan dapat memengaruhi perasaan individu, lingkungan sosialnya masyarakat, dll (Wulandari, 2011) Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan bertugas untuk tidak membedabedakan pasien dengan latar belakang yang berbeda. Dan untuk memerangi stigma pada masyarakat yang mengalami ataupun pernah mengalami kusta, pelayanan kesehatan harus menyerang tiga pilar dasar stigma, yaitu, perasaan takut tertular, ketidaksembuhan dan deformitas, serta menjelaskan kepada masyarakat lainnya bagaimana pengobatan membantu dalam proses penyembuhannya (Varkavisser et al., 2008). Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya gambaran depresi lansia yang pernah mengalami kusta di Panti Rehabilitasi EksKusta, Nganget, Jawa Timur.
Metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif yang merupakan pendeskripsian sistematis dan akurat pada area populasi tertentu dan menjelaskan fenomena/ karakteristik individu, situasi/ kelompok tersebut (Danim, 2002). Penelitian ini menggunakan 30 responden lansia yang berada di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur dan dengan menggunakan cara total sampling. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen baku yang
biasa digunakan dalam pengukuran depresi pada lansia. Instrumen tersebut adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan. GDS telah melewati uji validitas yaitu uji keterbacaan dengan nilai 0,97 dan responden yang digunakan untuk dilakukannya uji validitas adala 30 lansia yang pernah mengalami kusta di daerah Sitanala, Tangerang.
Hasil Hasil penelitian ini merupakan penguraian dari hasil analisis data dengan metode yang telah digunakan. Pemaparan hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisa univariat, seperti karakteristik responden, jumlah lansia yang mengalami depresi, serta distribusi responden berdasarkan karakteristiknya. Tabel 1 Rata – Rata Usia Responden (n=30)
Variabel
CI 95%
Mean
SD
Usia
66,71-70,89
68.80
5.592
Pada tabel 1 menunjukkan rata-rata usia responden berkisar 68,80 dengan usia paling muda 60 dan usia paling tua adalah 81 tahun. Peneliti 95% percaya bahwa lansia yang mengalami depresi di Panti Rehabilitasi EksKusta Nganget pada rentan usia antara 66,71 dan 70,89. Pada tabel 2 mayoritas responden berjenis kelamin dengan jumlah 24 dari 30 responden (80%). Agama yang dianut oleh responden, mayoritas adalah Islam sebanyak 28 responden (93,3%). Sementara pendidikan terakhir, mayoritas responden tidak sekolah yaitu dengan frekuensi 22 responden (73,4%) dan yang paling sedikit responden lulusan dari SMP dengan frekuensi 1 responden (3,3%).
Tabel 2 Frekuensi Jenis Kelamin, Pendidikan Terakhir, Agama, Status Pernikahan, Asal Tempat Tinggal, dan Lama Tinggal di Panti (n=30)
No. 1
2
3
4
5
6
Variabel
Frekuensi (n)
Persentase (%)
24 6
80 20
28 2
93,3 6,7
22 7 1
73,4 23,3 3,3
2
6,7
12 16
40 53,3
26 3 1
86,7 10 3,3
3 7 20
10 23,3 66,7
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Agama Islam Kristen Protestan Pendidikan terakhir Tidak Sekolah SD/SR SMP Status Pernikahan Tidak Menikah Menikah Duda/ Janda Asal Tempat Tinggal Jawa Sumatera Sulawesi Lama Tinggal di Panti 1-5 tahun 6-10 tahun >10 tahun
Hasil penelitian juga didapatkan bahwa lebih banyak lansia yang tidak memiliki pasangan bertempat tinggal di Panti dengan jumlah 16 responden (53,3%) dan berasa dari Pulau Jawa (86,7%). Tabel 3 Depresi pada Lansia yang Pernah Mengalami Kusta (n=30)
Tingkat Depresi Tidak Mengalami Depresi Depresi Ringan Depresi Berat
Frekuensi (n)
Persentase (%)
12
40.0
16 2
53.3 6.7
Pada tabel 3 menunjukkan hasil bahwa mayoritas lansia berjumlah 16 responden
(53,3%) mengalami depresi sedangkan 2 responden lansia mengalami depresi berat.
ringan, (6,7%)
Tabel 4 menggambarkan mayoritas lansia laki-laki dengan jumlah 13 responden (54,2%) mengalami depresi ringan dan 1 responden (4,2%) mengalami depresi berat. Sedangkan pada lansia perempuan, mayoritas mengalami depresi ringan dengan jumlah responden 3 (50%) dan 1 responden (16,7%) mengalami depresi berat. Pada tabel 4 juga menunjukkan hasil bahwa lansia yang tidak bersekolah lebih banyak yang mengalami depresi ringan (54,5%). Begitu juga dengan lansia yang berstatus duda atau janda 8 responden lansia mengalami depresi ringan (50%). 2 responden lansia yang beragama Islam mengalami depresi berat (7,1%) dan lebih banyak responden lansia yang berasal dari Pulau Jawa mengalami depresi ringan (53,8%). Didapatkan juga hasil lansia yang berada di Panti dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun lebih banyak yang mengalami depresi ringan (50%).
Pembahasan Karakteristik usia responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berkisar dari usia 60-81 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian sebelumnya, yaitu mengetahui gambaran depresi lansia yang pernah mengalami kusta di mana menurut WHO lansia merupakan seseorang yang berusia diatas dari 60 tahun (Depkes, 2010). Menurut Syamsudin dalam Cahyono (2012) menyebutkan bahwa lansia yang bertempat tinggal di dalam Panti dengan berbagai alasan akan merasa kesepian jika tidak ada kegiatan dan tidak ada yang mengunjungi. Perasaan ini
Tabel 4 Depresi Lansia Berdasarkan Karakteristik Responden (n=30)
Karakteristik Responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah SD SMP Status Pernikahan Tidak Menikah Menikah Duda/ Janda Agama Islam Kristen Asal Tempat Tinggal Jawa Sumatera Sulawesi Lama Tinggal di Panti 1-5 tahun 6-10 tahun >10 tahun
Tingkat Depresi Tidak Mengalami Depresi Ringan n % n %
Total Berat n %
n
%
10 2
41,6 33,3
13 3
54,2 50
1 1
4,2 16,7
24 6
100 100
8 4 -
36,4 57,1 -
12 3 1
54,5 42,9 100
2 -
9,1 -
22 7 1
100 100 100
1 4 7
50 33,3 43,8
1 7 8
50 58,3 50
1 1
8,3 6,3
2 12 16
100 100 100
10 2
35,8 100
16 -
57,1 -
2 -
7,1 -
28 2
100 100
11 1
42,4 100
14 2 -
53,8 66,7 -
1 1 -
3,8 33,3 -
27 3 1
100 100 100
3 9
100 45
6 10
85,7 50
1 1
14,3 5,0
3 7 20
100 100 100
didukung karena terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang merupakan faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia. Berdasarkan hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa mayoritas lansia yang pernah mengalami kusta merupakan responden berjenis kelamin laki-laki (80%). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Trisnawati (2011) yang menyebutkan bahwa sebagian besar responden yang mengalami depresi yaitu yang berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 27 responden (60%). Kemudian dari hasil penelitian selanjutnya didapatkan bahwa 22 responden lansia tidak bersekolah. Hal ini menurut hasil wawancara dari beberapa responden disebabkan karena beberapa hal seperti pada zaman dulu latar
belakang ekonomi keluarga yang tidak mencukupi untuk bersekolah dan juga dengan ditambahnya responden yang terkena penyakit kusta saat kecil membuat dikucilkan dari masyarakat dan individu memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah. Hasil penelitian lainnya juga didapatkan bahwa dari hampir semua responden sudah bercerai atau pisah dengan pasangannya. Hasil wawancara didapatkan hal ini dikarenakan banyaknya pasangan responden yang memilih untuk bercerai atau pisah karena penyakit kusta yang dideritanya. Berdasarkan dari hasil penelitian, lansia yang pernah mengalami kusta mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu 24 dari 30 responden dan 14 responden diantaranya (58,4%) mengalami depresi ringan dan berat. Hal ini sesuai dengan penelitian Senturk (2007) yang menggambarkan 72,3% responden mengalami kusta dan depresi adalah laki-laki. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan pernyataan Baldwin dalam Hughes (2005) yang mengatakan bahwa laki-laki merupakan salah satu faktor risiko seseorang mengalami depresi. Hal ini dikarenakan perbandingan populasi jenis kelamin pada saat itu lebih besar laki-laki daripada perempuan (14:7) (Hughes, 2005). Hasil penelitian juga bertolak belakang dari penelitian Nuryanti, Indarwati, dan Hadisuyatmana (2012) yang menyebutkan bahwa wanita lebih banyak yang mengalami depresi dibandingkan laki-laki (dengan perbandingan 9:4). Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kerja hormon pada laki-laki dan wanita. Hipothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis merupakan sistem hormon yang terjadi antara sistem saraf dan hormonhormon stres di mana jika HPA dibiarkan terlalu lama dapat membuat repson stress tidak terhentikan dan memicu berkembangnya perasaan cemas dan depresi (Oz & Roizen, 2007) . Berdasarkan hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa mayoritas lansia tidak bersekolah, yaitu dengan jumlah 22 responden dan 14 diantaranya (63,6%) mengalami depresi ringan dan berat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Fitri (2011) yang menggambarkan pendidikan lansia di suatu komunitas dan yang menngalami depresi sebesar 58,1%. Hal ini dapat dikarenakan mayoritas lansia terkena kusta sejak bersekolah di Sekolah Dasar atau Sekolah Rakyat dan dampak dari penyakit kusta yang membuat perubahan fisik yang menjadikan individu saat itu dikucilkan dari masyarakat sehingga harus memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan. Hasil penelitian selanjutnya adalah 16 responden lansia berstatus duda atau janda dan 9 diantaranya (56,3%) mengalami depresi ringan dan berat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Eldaron et al. dalam Singh (2012) yang menyebutkan bahwa 14,4% di Saudi
terjadi perceraian kepada perempuan di Saudi. Hal tersebut terjadi karena setelah individu terkena kusta, banyak pasangan yang takut tertular penyakit tersebut sehingga banyak yang memutuskan untuk menceraikan atau pisah dari pasangannya. Hasil penelitian ini juga sejalan dari hasil penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa perbandingan lansia yang berstatus janda atau duda mengalami depresi lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami depresi. Sedangkan, dengan adanya ikatan suami-istri dapat dipercaya mengurangi risiko mengalami depresi (Nuryanti, Indarwati, dan Hadisuyatmana, 2012). Penelitian lainnya juga menyebutkan 20 dari 42 responden lansia yang berstatus duda atau janda mengalami depresi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kapplan & Saddock (1997) yang menyatakan bahwa depresi pada usia lanjut berhubungan dengan kematian pasangan (Trisnawati, 2011). Hasil penelitian lainnya adalah 28 responden yang beragama Islam dan 18 diantaranya (64,2%) mengalami depresi ringan dan berat. Hal ini sejalan dengan penelitian Trisnawati (2011) yang menyebutkan bahwa 33% responden lansia tidak mengalami depresi. Hal tersebut terjadi dikarenakan responden yang memiliki ativitas religi sangat baik seperti rajin beribadah sepeti melakukan shalat, puasa, berdzikir, dll. Sedangkan responden beragama lain seperti agama Kristen, juga rajin beribadah setiap minggunya di gereja dekat panti. Menurut Hawari dalam Trisnawati (2011), tujuan dari dimensi spiritual adalah untuk mendapatkan ketenangan. Dalam penelitian Cahyono (2012) juga menyebutkan bahwa spiritualitas yang tinggi dapat membuat lansia memiliki koping yang baik dalam memecahkan masalah sehingga membuat lansia tiadk mengalami depresi.
Selanjutnya, 27 responden berasal dari Jawa di mana 15 diantaranya (57,6%) mengalami depresi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menggambarkan 50% atau sekitar 23.169 kasus didominasi penduduk yang berada di Pulau Jawa (Joniansyah, 2013).
tersebut berdampak pada kondisi fisiknya, hal tersebut akan memengaruhi kondisi psikologisnya. Penyakit kusta juga bukan salah satu penyakit yang dapat menular dalam waktu cepat sehingga diharapkan tidak memiliki ketakutan terhadap pasien dengan penyakit kusta.
Hasil penelitian selanjutnya yaitu lama tinggalnya responden di Panti Rehabilitasi, 20 responden di mana 11 diantaranya (55 %) mengalami depresi. Hal ini bertolak belakang dari penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa selain lansia memiliki spiritualitas tinggi, lansia dapat mengalami depresi juga karena lamanya lansia berada tinggal di panti dan tanpa adanya dukungan keluarga (Cahyono, 2012).
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan terhadap praktik keperawatan di keperawatan gerontik. Perawat yang akan menangani pasien lansia dengan suatu penyakit bisa mencari pendekatan yang sesuai untuk melakukan perawatan yang dibutuhkan.
Kesimpulan Lansia yang pernah mengalami kusta di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur mengalami depresi ringan (53,3%). Responden lansia yang berada di Panti juga memiliki mayoritas yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah lebih banyak dibandingakn perempuan. Lansia yang pernah mengalami kusta di Panti Rehabilitasi EksKusta, Nganget, Jawa Timur memiliki ratarata usia 68,80 dengan 95% peneliti mempercayai bahwa lansia yang mengalami depresi di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta Nganget pada rentan usia antara 66,71 dan 70,89. Lansia yang pernah mengalami kusta di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur paling banyak berasal dari Pulau Jawa (53,8%) dan yang tidak bersekolah saat itu (54,5%) mengalami depresi ringan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi terkait depresi dan tingkatannya terhadap lansia yang pernah mengalami kusta. Perawat sebagai profesi yang tidak boleh membeda-bedakan pasien harus bisa mengerti juga terhadap pasien dengan kusta atau penyakit lainnya karena selain penyakit
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber rujukan penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya dapat diharapkan dapat mencari cara koping pada lansia dengan penyakit kusta. Penelitian selanjutnya juga diharapkan mengambil jumlah sampel yang luas dan semakin banyak serta tempat penelitian sehingga akan menghasilkan variasi-variasi hasil penelitian.
Ucapan Terima Kasih Jurnal berjudul “Gambaran Depresi Lansia yang Pernah Mengalami Kusta” dan dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan. Peneliti dalam menyelesaikan jurnal ini, banyak dibantu oleh orang-orang yang sangat berarti bagi peneliti. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. Junaiti Sahar, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan 2. Dr. Enie Novieastari, S.Kp., MSN. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama ini dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan jurnal. 3. Ibu Kuntarti. S.Kp., M. Biomed sebagai koordinator mata kuliah Riset Keperawatan yang memberikan arahan dalam penyusunan jurnal. 4. Dinas Sosial Jawa Timur yang telah memberikan izin untuk melakukan
5.
6.
7.
8.
penelitian kepada warga di Panti Rehabilitasi Eks-Kusta, Nganget, Jawa Timur. Orang tua dan adik peneliti yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun materi. Pak Supriyono selaku Kepala Panti Rehabilitas Eks Kusta, Jawa Timur, yang mengizinkan dan memberikan kemudahan untuk saya dalam melakukan penelitian ini. Aliansi Sakura dan seluruh anggota di dalamnya yang selalu menjadi penyemangat peneliti. Teman-teman FIK UI angkatan 2010.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan jurnal ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan jurnal penelitian ini..
Referensi Budiarto, E. (2004). Metodologi penelitian kedokteran: sebuah pengantar. Jakarta: EGC Cahyono, A.N. (2012). Hubungan spiritualitas dengan depresi pada lansiadi UPT pelayanan sosial lanjut usia Magetan. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya. Carlson, D., & Pfadt, E. (2009). Clinical Coach for Effective Nursing Care for Older Adults. Philadelphia: F. A. Davis Company. Ebenso, B., Fashona, A., Ayuba, M., Idah, M., Adeyemi, G., & S-fada, S. (2007). Impact of Socio-Economic Rehabilitation On Leprosy Stigma In Northern Nigeria : Findings of A Retrospective Study. Asia Pacific Disability Rehabilitation Journal, 18(2), 98–119. Enwereji, E. (2011). Assessing Psychological Rehabilitation of and Ebonyi States of Nigeria. European Journal of General Medicine, 8(2), 110–116.
Fajar, N.A. (2010). Dampak psikososial penderita kusta dalam proses penyembuhannya. Palembang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Hargrave, J., Wallace, T., dan Lush, D. (2010). Guidelines for the control of leperosy in the Northern territory. Casuarina: Centre for Disease Control, Department of Health and Families Hughes, C. (2005). Depression in older people. In Chapter 25 (pp. 529-554) Javed, S., & Mustafa, N. (2013). Prevalence of Depression in Various Demographic Variables among Elderly, 2(1), 2–5. Joniansyah. (14 Februari 2013). Penderita kusta di Indonesia tertinggi ketiga dunia. Tempo Online. Dikutip pada http://www.tempo.co/read/news/2013/ 02/14/214461169/Penderita-KustaIndonesia-Tertinggi-Ketiga-Dunia Maryam, S. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika Meima, A. (2004). The Impact of Leprosy Control Epidemiological and modelling studies. Netherlands Leprosy Relief and the Department of Public Health. University Medical Center Rotterdam. Miller, C.A. (2012). Nursing for welless in older adults. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Mongi, R. A. (2012). Keluarga Pada Penderita Kusta di Kota Manado. Universitas Sam Ratulangi. Retrievefrom http://fkm.unsrat.ac.id/wpcontent/uploads/2012/10/RilauniMongi.pdf Nishida, M., Nakamura, Y., & Aosaki, N. (2006). Prevalence and characteristics of depression in a Japanese leprosarium from the viewpoints of social stigmas and ageing. A preliminary report. Leprosy Review, 77(3), 203–9.
Nuryanti, T., Indarwati, R., & Hadisuyatmana, S. (2012). Hubungan perubhan peran diri dengan tingat depresi pada lasia yang tinggal di UP PSLU Pasuruan, Babat, Lamongan. Fakultas Keperawatan , Universitas Airlangga Oz, M.C., dan Roizen, M.F. (2007). Still young: Jurus menyiasati kerja gen agar muda sepanjang hidup (Ahli penerjemah: Rani Sundari E.). Bandung: Mizan Media Utama (MMU) Senturk, V., Stewart, R., & Sagduyu, A. (2007). Screening for mental disorders in leprosy patients: comparing the internal consistency and screening properties of HADS and GHQ-12. Leprosy Review, 78(3), 231-42. Diperoleh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 18035774 Stanley, Mickey & Beare, P. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (Ahli Bahasa: Nety Juniarti & Sari Kurnianingsih). Dalam E. Meiliya & M. Ester (Eds.), (Edisi 2). Jakarta: EGC. Tofan. (30 Januari 2010). Pemberian bantuan sosial kepada penderita kusta di Nganget, Tuban. Dinas Sosial Jawa Timur. Dikutip pada 3 Maret 2014 http://dinsosjatim.go.id/?prm=berita& var=detail&id=316 Trisnawati, Dewi. (2011). Hubungan aktivitas religi dengan tingkat depresi pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werda Unit Budi Luhur, Yogyakarta. Juli 2011. STIKES Kusuma Husada Surakata. Varkevisser, C. M., Lever, P., Alubo, O., Burathoki, K., Idawani, C., Moreira, T. M. a,, Yulizar, M. (2009). Gender and leprosy: case studies in Indonesia, Nigeria, Nepal and Brazil. Leprosy Review, 80(1), 65–76. World Health Organization (WHO). (2013). Weekly Epidemiological Record
Relevé épidémiologique hebdomadaire. World Health Organization, 88(35), 365–380. Wulandari, A.F.S. (2011). Kejadian dan tingkat depresi pada lanjut usia: studi perbandingn di panti werda dan komunitas. Semarang: Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro Yasamy, M.T., Dua, T., Harper, M., & Saxena, S. (2013). Mental health of adults, addressing: a growing concern. Washington D.C: World Health Organization, Department of Mental Health and Substance Abuse