Tim Sosialisasi Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak
DAFTAR ISI
LAPORAN UTAMA 4
Niat Pemerintah Melindungi Rakyat
6
Subsidi BBM: Sebuah Pisau Kebijakan Bermata Dua
9
Program Infrastruktur Dasar : Cermin Keseriusan Pemerintah
13
Subsidi Beras Bagi Rakyat Miskin (Raskin)
17
Program Percepatan Dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4s)
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN 26
Menjaga Gawang Apbn Melalui Harmonisasi Peraturan
ENGLISH CORNER 59 60
OPINI 35 38
47
APBN dan Peran Strategis Dja Menengok Jamsos Bagi PNS di Filipina
PNPB Industri Migas Di Tanah Air
62
Low Jean And Lay Jinx
RESENSI
“Bagi Para Prajurit Kehidupan”
RENUNGAN Bekerja Lebih Dari Adanya
POJOK FOTO 64
Fotografi “Still Life”
SISTEM PENGANGGARAN 56
Seputar Pemotongan Anggaran 2013
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
1
SALAM REDAKSI
Pembaca yang budiman…
PENGARAH
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa akhirnya anggota dewan di gedung Senayan menyetujui usulan RUU APBN Perubahan 2013 yang diajukan pemerintah. Persetujuan ini mengakhiri perdebatan mengenai perlu tidaknya beberapa program unggulan pemerintah sebagai konskwensi dari perubahan postur APBN 2013 dan kebijakan kenaikan harga premium bersubsidi yang ‘terpaksa’ harus diambil pemerintah.
Direktur Jenderal Anggaran
Harga premium bersubsidi yang dirasakan masih terlalu murah sangat membebani APBN. Harga yang murah mendorong tingginya konsumsi premium bersubsidi, apalagi bila disparitas (selisih harga) dengan BBM non subsidi juga sangat jauh. Kondisi ini diperburuk dengan lifting minyak bumi yang juga tidak mencapai target dari yang ‘dipatok’ pada penyusunan awal APBN 2013. Berubahnya beberapa indicator ekonomi (seperti nilai tukar dollar USA terhadap dengan rupiah, lifting minyak dan gas bumi, prosentase pertumbuhan ekonomi) yang realitanya sudah tidak sesuai dengan target yang ditetapkan pada penyusunan awal APBN 2013 inilah yang mendorong pemerintah mengajukan usulan perubahan APBN 2013. Sebab, jika tidak dilakukan perubahan niscaya banyak program pemerintah yang tidak bisa dilaksanakan dan rakyat juga yang akan menderita. Pembaca tentu masih ingat tentang perdebatan perlu tidaknya harga premium subsidi dinaikkan. Juga, program-program unggulan pemerintah yang mengiringi kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut. Salah satunya adalah program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang banyak mendapat sorotan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pengamat ekonomi bahkan pengamat politik tak mau ketinggalan untuk memberikan analisanya. Padahal program ini dimaksudkan untuk membantu mengatasi dampak kenaikan harga BBM bersubsidi yang sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi ekonomi setiap rumah tangga tidak mampu. Para Pembaca yang budiman… Pada edisi ke-27 ini, Warta Anggaran sengaja mengangkat cerita lain dibalik kenaikkan harga premium bersubsidi, tentu dari sisi yang berbeda. Kami merasa perlu mengangkat tema ini, untuk melengkapi para pembaca (khususnya) dan masyarakat pada umumnya dapat memperoleh penjelasan yang lebih lengkap mengenai langkah-langkah yang telah diambil pemerintah untuk mengatasi dampak kenaikan BBM bersubdisidi. Kami menyadari, bahwa karena kesibukan sebagian besar awak redaksi Warta Anggaran yang terlibat langsung dalam penyusunan dan pembahasan RUU APBN Perubahan 2013 baik yang berlangsung di gedung DPR maupun rapat pendalaman RUU APBN-P di Wisma DPR Kopo Cianjur, menyebabkan proses penyelesaian tema laporan utama ini memakan waktu cukup lama. Walau begitu, kami tetap berusaha untuk menyajikan media internal ini secara menarik. Kartun dengan icon Bung Budget tak lupa kami sajikan buat para pembaca, bersama-sama rubrik pokok lainnya. Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, kami mohon maaf atas segala keterlambatan penerbitan Warta Anggaran edisi kali ini Selamat Membaca….
Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf arial 11 spasi 1,5 maksimal 5 halaman. Artikel dapat dikirim ke
[email protected] Isi majalah tidak mencerminkan kebijakan Direktorat Jenderal Pajak.
2 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
PENANGGUNG JAWAB Haritedjo Soekirno
REDAKTUR Sri Moedji Sampurnanto Mujibudda’wah Wiharso Eko Santoso Arief Masdi Heri Syafardi M. Indra Zakaria Tarigan Sunawan Agung Saksono Hendra Kurniawan K.H. Ahmad Irsan Moeis Achmad Junaidi Arief Kelana Putra Agus Slamet Riyadi Ade Permadi Mujono Basuki Hisyami Adib
PENANGGUNG JAWAB Rini Ariviani Fijriyanti Dede Kusuma Muhammad Rahmat Rediyanto
DESAIN GRAFIS/PHOTOGRAFER Dana Hadi Kandha Aditya Sandjoyo
SEKRETARIAT Faisal Khabibi (Bagian Keuangan) Ari Candra Arista (Bagian Distribusi)
ALAMAT Gedung Sutikno Slamet Lantai 11 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat Kotak Pos 10710 Telp. 021 - 34357505
LAPORAN UTAMA
NIAT PEMERINTAH MELINDUNGI RAKYAT SUBSIDI BBM: SEBUAH PISAU KEBIJAKAN BERMATA DUA PROGRAM INFRASTRUKTUR DASAR : CERMIN KESERIUSAN PEMERINTAH SUBSIDI BERAS BAGI RAKYAT MISKIN (RASKIN) PROGRAM PERCEPATAN DAN PERLUASAN PERLINDUNGAN SOSIAL (P4S)
NIAT PEMERINTAH MELINDUNGI RAKYAT
R
APBNP 2013 memang telah disetujui bersama antara Pemerintah dengan DPR tanggal 17 Juni lalu. Dan huru-hara mengenai ‘naik-tidaknya’ BBM sudah terjawab, naik. Ada pro dan kotra; malah sebagian pihak menyatakan agak terlambat kebijakan kenaikan tersebut. Asumsi dasar ekonomi makro, utamanya inflasi, juga harus melewati ujian serius pada saat puasa dan lebaran barusan, karena realisasi angka inflasi saat itu menjadi penyumbang penting. Namun harus disadari bahwa setiap kebijakan (apapun itu) pasti mempunyai sisi baik dan sisi ketidaksempurnaannya. Daripada mempermasalahkan berbagai prediksi kondidi perekonomian nantinya atas kebijakan kenaikan BBM ini, ada hal yang lebih penting yaitu menyikapinya secara positif maksud baik adanya kebijakan ini.
4 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
UU APBNP 2013 memang memperlihatkan defisit yang meningkat. Dari sisi penerimaan, Pemerintah menurunkan target penerimaan negara sekitar Rp27 triliun. Semula, target penerimaan sebesar Rp1.529 triliun, kini dipangkas menjadi Rp1.502 triliun. Sementara dari sisi belanja, alokasi anggarannya naik Rp43 triliun, dari Rp1.683 triliun menjadi Rp1.726 triliun. Dengan demikian defisit anggaran dalam APBNP 2013 naik Rp71 triliun, dari Rp153 triliun menjadi Rp224 triliun. Kondisi kenaikan defisit inilah yang dimaknai beberapa pihak sebagai pesimisme Pemerintah dalam menjalani tahun 2013 ini. Apalagi dalam asumsi dasar ekonomi makronya, inflasinya naik menjadi 7,2 persen dari sebelumnya sebesar 4,9 persen; pertumbuhan pun dipangkas menjadi menjadi 6,3 persen, dari semula 6,8 persen.
Jika hanya melihat besaran perubahan dalam APBNP 2013, niat pemangkasan anggaran subsidi energi dapat dikatakan tidak tecermin. Karena subsidi energi dan anggaran belanja pemerintah tetap mengalami kenaikan. Lihat saja alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Meski pemerintah berniat menaikkan harga jual bensin menjadi Rp 6.500 dan solar menjadi Rp 5.500 per liter, alokasi anggaran subsidi BBM tetap saja naik Rp16,11 triliun. Anggaran subsidi listrik juga naik Rp19,04 triliun, meski tahun ini tarif listrik naik sudah sebesar 15 persen. Memang demikian kenyataannya, namun fakta bahwa keputusan besaran angka dalam APBNP 2013 tersebut merupakan hasil dari proses penyusunan yang terbaik dengan situasi dan kondisi saat itu. Adanya kenaikan defisit dan kenaikan belanja
LAPORAN UTAMA subsidi merupakan hal yang tidak dapat dihindari, meskipun telah ada kenaikan harga BBM. Hal ini karena sebelumnya permasalahan subsidi belum dapat ditemukan solusinya secara tepat. Mengingat ini, Pemerintah lebih memilih melindungi rakyatnya, utamanya yang kurang mampu dari segi ekonomi sebagai akibat kebijakan menaikkan harga BBM. Niat ini tercermin dari progam-program yang dijalankan Pemerintah dalam APBNP 2013 ini, terutama program-program untuk pengentasan kemiskinan melalui program-program penanggulangan kemiskinan: Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, Program Keluarga Harapan, dan peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui
pelaksanaan program PNPM Mandiri. Disamping program pengentasan kemiskinan, Pemerintah juga mendampinginya dengan berbagai program pendukung dalam menjada kesejahteraan rakyat. Untuk penyediaan layanan pendidikan murah dan terjangkau, Pemerintah melaksanankan program BOS, dan berbagai program beasiswa. Untuk penyediaan kesehatan murah, Pemerintah melaksanankan program Peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan di Puskesmas dan kelas III rumah sakit pemerintah untuk masyarakat miskin melalui program Jamkesmas dan pemberian pelayanan persalinan (Jampersal) ibu hamil, peningkatan persentase perawatan
balita yang bergizi buruk hingga mencapai 100 persen dan Peningkatan persentase rumah sakit yang melayani pasien penduduk miskin peserta program Jamkesmas hingga mencapai 90%. Sedangkan untuk pelayanan pengamanan dan stabilisasi harga pangan, Pemerintah melaksanakan Program Raskin (Subsidi Pangan). Yang harus dipahami bahwa kebijakan perlindungan masyarakat ini harus sampai kepada masyarakat sesuai peruntukannya: tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu. Dengan inilah maka, masyarakat percaya dan mendukung kebijakan Pemerintah. Tugas kita, elemen masyarakat berupaya membantu mengawasi dan memantau dalam pelaksanaannya. (Ajun)
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
5
SUBSIDI BBM: SEBUAH PISAU KEBIJAKAN BERMATA DUA Setelah sempat tertunda selama kurang lebih satu tahun, pada Jumat malam tanggal 21 Juni 2013 pukul 22.00 WIB, pemerintah akhirnya mengumumkan kebijakan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
H
arga premium naik Rp2.000 per liter menjadi Rp6.500 per liter dan harga solar naik Rp1.000 per liter menjadi Rp5.500 per liter. Cukup lamanya waktu yang dibutuhkan pemerintah untuk mengumumkan penyesuaian harga BBM menunjukkan betapa dilematisnya kebijakan ini. Di satu sisi, tentu saja pemerintah ingin berupaya agar harga BBM terjangkau oleh masyarakat miskin. Sementara itu, dalam pelaksanaannya, subsidi BBM cenderung lebih banyak dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas. Namun di sisi lain, kebijakan pemerintah untuk mensubsidi harga BBM, yang notabene
6 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
kurang produktif bagi perekonomian dan kurang efektif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, semakin “memakan tempat” di APBN. Sehingga kapasitas fiskal pemerintah untuk melaksanakan kebijakan dan program lain yang lebih produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan pembangunan sektor pendidikan, menjadi terbatas.Ibarat pisau bermata dua, alih-alih pisau kebijakan tersebut “tajam” untuk mensejahterakan rakyat miskin, sebaliknya malah “tajam” mengoyak anggaran Negara.
belanja Negara cenderung lebih besar dari proporsi belanja infrastruktur terhadap total belanja Negara, kecuali pada tahun 2009 dan 2010 (lihat Grafik 1). Tercatat bahwa pada tahun 2012, proporsi belanja subsidi BBM terhadap total belanja Negara mencapai 14,2 persen, angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan proporsi belanja infrastruktur terhadap total belanja negara yang sebesar 11,7 persen. Sangat disayangkan apabila anggaran negara lebih banyak yang menguap begitu saja untuk subsidi BBM daripada yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Padahal, belanja infrastruktur memiliki dampak yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibandingkan dengan belanja subsidi BBM.
Selama tujuh tahun terakhir, proporsi belanja subsidi BBM terhadap total
Sebagai Negara pengimpor minyak yang menerapkan kebijakan subsidi
LAPORAN UTAMA
84 139 82 165 212
Kebijakan subsidi BBM merupakan
Euforia masa-masa “low-hanging fruit” emas hitam (baca: minyak) tampaknya masih hadir di tengah masyarakat Indonesia. Padahal faktanya masa-masa
Grafik 2. Perkembangan Subsidi BBM dan Harga Minyak Mentah Internasional
45
Grafik 2 menunjukkan kecenderungan besarnya alokasi subsidi BBM dalam anggaran pemerintah dipengaruhi oleh gejolak harga minyak internasional. Pergerakan fluktuasi yang terjadi dalam harga minyak WTI dan Brent sama polanya dengan fluktuasi yang terjadi dalam jumlah subsidi BBM dalam anggaran pemerintah. Apabila harga minyak internasional memiliki tren yang meningkat (periode 2006-2008 dan 2009-2012), maka subsidi BBM pun memiliki tren yang meningkat juga.
kebijakan yang populer dilakukan oleh negara-negara yang memiliki produksi dan cadangan minyak sangat besar, contohnya Arab Saudi, Iran, dan Kuwait. Sebagai gambaran, Arab Saudi memiliki tingkat produksi minyak sebesar 11,8 juta barel per hari dan cadangan terbuktinya sebesar 262,6 miliar barel. Iran memiliki tingkat produksi sebesar 4,1 juta barel per hari dan cadangan terbukti sebesar 137 miliar barel. Kuwait memiliki tingkat produksi sebesar 2,8 juta barel per hari dan cadangan terbukti sebesar 104 miliar barel. Dilihat dari tingkat produksi dan cadangannya, wajar saja mereka memberikan subsidi BBM bagi masyarakatnya. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Saat ini tingkat produksi minyak Indonesia hanya sebesar 840-850 ribu barel dan cadangan minyak Indonesia hanya tinggal 3,6 miliar barel.
64
BBM, Indonesia juga harus menghadapi risiko dari gejolak harga minyak mentah internasional. Dengan adanya ‘perisai’ subsidi ini, memang konsumen minyak dalam negeri akan terproteksi dari gejolak kenaikan harga minyak di pasar internasional tersebut. Namun, konsekuensinya adalah kenaikan anggaran subsidi BBM pemerintah yang kemudian menyebabkan penyempitan ruang gerak fiskal untuk kebutuhankebutuhan prioritas lainnya.
94
ICP
112
113
Belanja Subsidi BBM (LHS) WTI BRENT
Sumber: Kemenkeu, Kemen ESDM, dan Bloomberg
Grafik 1. Perkembangan Perbandingan Belanja Subsidi BBM dan Belanja Infrastruktur, Tahun 2006-2012
Belanja Subsidi BBM Terhadap Total Belanja
Belanja Infrastruktur Terhadap Total Belanja
Sumber: Kemenkeu
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
7
LAPORAN UTAMA memiliki sumber energi alternatif yang cukup melimpah, salah satunya adalah gas bumi. Selain itu, cetak biru tersebut harus secara rinci memuat waktu pelaksanaan kebijakannya. Dengan kepastian yang jelas dan rinci seperti itu, pihak-pihak yang terkait pun dapat mempersiapkan diri untuk mendukung baik dari sisi kebijakan sektoralnya maupun dari sisi perangkat infrastrukturnya. itu sudah lewat sejak beberapa tahun yang lalu. Dua titik waktu yang menjadi penegasan bahwa masa “low-hanging fruit” minyak Indonesia sudah lewat adalah pada tahun 2001 dan 2008. Tahun 2001 adalah tahun di mana lifting minyak Indonesia mulai mengalami penurunan. Sedangkan tahun 2008 merupakan tahun di mana Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC. Keluarnya Indonesia dari OPEC itu berarti bahwa Indonesia bukan lah lagi sebagai Negara pengekspor minyak. Artinya minyak Indonesia sudah tidak sebanyak dulu lagi. Bahkan saat ini Indonesia mengimpor minyak dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan minyak yang dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ironisnya, kondisi tersebut tidak tercermin baik dari sisi paradigma masyarakatnya maupun dari sisi kebijakan pemerintah. Dari sisi paradigma masyarakat, seperti yang saya telah sebutkan sebelumnya, pemikiran-pemikiran bahwa Indonesia negara yang kaya akan minyak masih ada. Padahal kenyataan di lapangan bertolakbelakang. Minyak memang masih ada di Indonesia, namun sudah jauh berkurang dari sebelumnya. Jadi kata “kaya akan minyak” sudah tidak relevan lagi untuk disematkan di
8 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Indonesia untuk saat ini. Sementara itu, dari sisi kebijakan adalah kebijakan subsidi BBM yang lebih tepat dilakukan apabila negara tersebut memiliki sumber daya minyak yang melimpah. Saat ini dan ke depannya, permintaan energi di Indonesia, khususnya minyak, akan terus tinggi mengingat Indonesia merupakan negara yang memasuki periode pertumbuhan tinggi. Dengan kondisi tersebut, mau tidak mau, pemerintah harus melakukan pembenahan di sektor energi nasional. Jika tidak, perekonomian Indonesia akan terus terjebak dalam kebijakan bermata dua yang kurang produktif, subsidi BBM. Banyak langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun, ada dua hal penting yang harus segera dilakukan. Pertama, cetak biru kebijakan energi nasional untuk jangka panjang harus diperjelas dan diperinci. Cetak biru tersebut harus mencakup hal-hal penting seperti apakah konsumsi energi Indonesia ke depannya akan terus bergantung pada minyak atau akan dilakukan diversifikasi energi. Tampaknya opsi kedua lah yang lebih masuk akal menurut pendapat penulis. Karena sumber daya minyak Indonesia sudah jauh berkurang dan penemuan sumur-sumur baru belum signifikan. Sementara itu, Indonesia pun
Kedua, perbaikan sistem transportasi khususnya di kota-kota besar. Sebagai negara dengan pertumbuhan tinggi, transportasi menjadi sendi yang sangat vital bagi pergerakan ekonomi Indonesia. Namun, sayangnya sektor transportasi di Negara ini masih belum ditata dengan baik. Sebagai akibatnya adalah banyak masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan moda transportasi umum. Dampaknya adalah kemacetan yang tentu saja diikuti oleh pemborosan BBM secara masif. Kondisi tersebut dikombinasikan dengan kebijakan subsidi BBM akan menggiring konsumsi yang berlebihan (over consumption) pada bahan bakar minyak. Sehingga jelas di sini perbaikan sistem transportasi menjadi penting dilakukan. Memang dalam jangka pendek solusi kebijakan untuk mengatasi tekanan pada anggaran pemerintah sebagai akibat pembengkakan subsidi BBM adalah melalui penyesuaian harga BBM bersubsidi. Malah jika memungkinkan subsidi BBM itu dihapus sama sekali. Namun di balik itu semua, yang lebih fundamental adalah perbaikan cetak biru energi nasional dan pembenahan sistem transportasi mendesak untuk dimulai saat ini sebagai solusi jangka panjang bagi penyehatan anggaran pemerintah. *** (arif kelana putra)
PROGRAM INFRASTRUKTUR DASAR : CERMIN KESERIUSAN PEMERINTAH
K
alau kita mencermati Surat Menteri Keuangan Nomor S-407/MK.02/2013 tanggal 18 Juni 2013 hal Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam APBN-P TA 2013, pelaksanaan program dalam rangka kompensasi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) telah diilustrasikan secara lebih terperinci. Sebut saja disini Program Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Beras untuk rakyat miskin (raskin), Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan Program Infrastruktur Dasar. Barangkali cukup menarik untuk dicermati, mengingat belum banyak diekspose di publik. Adanya dua program khusus yang akan dipiloti pemerintah sebagaimana diamanatkan Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2012 tentang APBN TA 2013, yaitu Program Bantuan Langsung Sementera Masyarakat (BLSM) dan Program Infrastuktur Dasar. Dari kedua program tersebut, masyarakat sudah sangat mengenal apa yang disebut BLSM karena beberapa bulan ini telah bergulir dan sebagian telah dirasakan oleh masyarakat. Akan tetapi bisa jadi masyarakat belum begitu akrab dengan program Infrastruktur dasar. Oleh karena itu untuk melengkapi wawasan tentang program khusus tersebut, tulisan ini berusaha untuk memotret apa yang akan dicapai dengan Program Infrastuktur Dasar baik dari sisi tujuan, substansi, maupun sasarannya. Kemudahan Akses Infrastruktur Dasar Program infrastruktur dasar secara subtansi dimaksudkan untuk memberikan kompensasi kepada
masyarakat akibat perubahan besaran subsidi BBM tahun 2013 . Bentuk konkritnya dengan cara membantu mengurangi beban biaya hidup khususnya masyarakat miskin di perdesaan dan/atau perkotaan, dengan memberikan kemudahan akses terhadap infrastruktur di perdesaan dan/atau perkotaan melalui; 1). Penyediaan infrastruktur permukiman; 2). Penyediaan Air Minum untuk Desa Nelayan, Ibu Kota Kecamatan(IKK) Rawan Air dan Kawasan(MBR) Perkotaan; dan 3).Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (SDA) berupa penyediaan air baku pembangunan embung untuk air minum daerah rawan air, perlindungan kawasan pantai dipermukiman nelayan miskin termasuk perbaikan infrastruktur SDA akibat bencana alam, dan perbaikan irigasi kecil perdesaan dengan pola pemberdayaan.
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
9
LAPORAN UTAMA Tujuan program Infrastruktur Dasar difokuskan pada lapisan masyarakat yang rentan terdampak akan kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam konteks tersebut, program dimaksud antara lain ditujukan untuk: 1). memberikan kemudahan aksesibilitas terhadap infrastruktur dasar; 2). meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat di perdesaan dan/atau perkotaan melalui keterlibatan dalam pelaksanaan pembangunan; 3). mengembangkan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan perdesaan dan/atau perkotaan. Sebagai pelaksana dari program tersebut adalah Kementerian Pekerjaan Umum. Program ini lebih populer dinamakan dengan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum (P4-IPU) yang terdiri 3 (tiga) Program, dengan alokasi sebesar Rp6.000,0 miliar ( dari total alokasi Rp7.250,0 miliar). Memperhitungkan Sisa Waktu Tahun Anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk pelaksanaan program
2T
Infrastuktur dasar telah selesai didokumentasikan. Program ini direncanakan dapat berjalan sesuai sisa waktu tahun anggaran 2013 yang ada. Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4-IP) direncanakan
dilaksanakan dengan pola kontraktual melalui penyedia jasa kontraktor. Rencana pelaksanaan adalah selama 6 bulan, terdiri dari persiapan, pelelangan dan pelaksanaan konstruksi yang dijadwalkan selesai dalam waktu 4 bulan.
Program infrastruktur dasar secara subtansi dimaksudkan untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat akibat perubahan besaran subsidi BBM tahun 2013.”
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur SDA (P4ISDA) sebagian dilaksanakan dengan pola kontraktual, swakelola, dan pemberdayaan masyarakat. Untuk kegiatan kontraktual direncanakan dilaksanakan dalam waktu 6 bulan,terdiri dari persiapan dan pelelangan selama 1,5 bulan, serta pelaksanaan konstruksi selama 4,5 bulan. Sedangkan, untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat/ swakelola, dilaksanakan dalam waktu 6 Bulan, terdiri dari Persiapan dan Pelaksanaan pekerjaan oleh masyarakat dengan pola Pemberdayaan Masyarakat yang direncanakan membutuhkan waktu 5 bulan.
dilaksanakan dengan pola pemberdayaan masyarakat. Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan adalah 6 Bulan, terdiri dari masa persiapan 1 bulan dan pelaksanaan pekerjaan oleh masyarakat dengan pola Pemberdayaan Masyarakat 5 bulan. Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan SPAM (P4-SPAM)
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4IP)
Melalui pola pemberdayaan masyarakat yaitu Bantuan Langsung Masyarakat (upah kerja, material, dan peralatan) untuk 5.500 desa baru dan 1.800 kelurahan kawasan kumuh perkotaan, serta Dana Pendampingan (fasilitator,penyiapan masyarakat, dan pembinaan manajemen)
10 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Basis Data Yang dapat Dipercaya Penetapan Desa Sasaran Program Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4-IP) ditetapkan sebanyak 7.300 desa/kelurahan (5.500 desa baru dan 1.800 kelurahan) terdampak, berdasarkan data dari Potensi Desa (PODES) dan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011 sebanyak 81.717 desa/ kelurahan. Selanjutnya, dari sisi penyerapan tenaga kerja, dengan Jumlah Desa/Kelurahan yang ditangani sebesar 7.300 desa/kelurahan serta pemberdayaan 2 bulan dan pelaksanaan konstruksi fisik selama 4 bulan, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja sejumlah + 7,3 juta orang-hari. Di sisi lain total tenaga Fasilitator Masyarakat yang dibutuhkan sekitar +16.500 orang-bulan (1 FM utk 2 desa) diperkirakan dapat menyerap tenaga
LAPORAN UTAMA kerja terdidik melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi setempat. Adapun lebih detil tentang komponen biaya dari program tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut: a) Biaya untuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp250 juta per desa/ kelurahan yang disalurkan langsung ke rekening Organisasi Masyarakat Setempat (OMS), dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur permukiman yang sangat diperlukan dan berdasarkan konsensus masyarakat, seperti:jalan dan jembatan,titian perahu, air minum, sanitasi dan jaringan irigasi desa/kelurahan (skala lingkungan). b) Biaya untuk pendampingan yang dipergunakan untuk pendampingan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur permukiman, antara lain untuk kegiatan persiapan, gaji dan transport fasilitator masyarakat, pengendalian, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. Selanjutnya, untuk Program Percepatan dan perluasan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terdapat dua tujuan besar yang akan dicapai yaitu selain mengurangi dampak kenaikan BBM, juga dalam rangka mencapai target MDGs yang telah ditetapkan yaitu memenuhi cakupan akses air minum layak pada tahun 2015 sebesar 68,87%. Namun berdasarkan data BPS tahun 2011, masih terdapat gap sebesar 13,83% atau sekitar 43 juta jiwa atau sebanyak 8,7 juta Kepala Keluarga (KK) yang belum mendapatkan akses layak air minum. Di sisi lain, terdapat fenomena adanya kapasitas produksi air minum yang belum dimanfaatkan sebanyak 44.653 l/dt, yang dapat memberi tambahan pelayanan air minum bagi 3,5 juta KK ekuivalen 17,8 juta jiwa (7,52%), karena terbatasnya jaringan distribusi
yang disiapkan Pemerintah Daerah. Fokus berikutnya adalah banyaknya pulau di negeri tercinta ini dengan kekayaan lautnya yang cukup berlimpah, menjadikan sebagian masyarakat tinggal di kawasan pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Namun, sebagian masyarakat nelayan tersebut belum mendapatkan akses air minum, sehingga akses masyarakat nelayan untuk mendapatkan air bersih juga menjadi perhatian khusus dalam program ini. Secara komprehensif, kelompok masyarakat yang ditargetkan akan menerima manfaat dari percepatan pembangunan SPAM ini sebanyak 1.590 ribu jiwa. Dengan tambahan penerima manfaat tersebut, akan dapat meningkatkan tambahan cakupan pelayanan secara nasional sebesar 0,67%. Program berikutnya adalah Program Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (SDA), yang mencakup 3 (tiga) fokus utama meliputi: 1) penyediaan air baku; 2) perlindungan kawasan pantai; dan 3) dukungan
2T
peningkatan produksi pangan. Program ini sangat terkait dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan secara nasional. Melalui penyediaan sarana dan prasarana penunjang produksi tanaman pangan yang memadai. Lebih detilnya dapat diilustrasikan, penyediaan jaringan air baku untuk air minum, dengan target volume sebesar 3,84m3/detik (pembangunan/ peningkatan) di 26 Provinsi (sekitar 89 Kabupaten/Kota) dan target volume sebesar 0,80m3/detik (rehabilitasi) di 13 Provinsi (sekitar 23 Kabupaten/ Kota); Disisi lain juga pembangunan dan rehabilitasi embung untuk air baku perdesaan,dengan target volume sebesar 276 buah embung di 10 Provinsi (sekitar 40 Kabupaten/Kota); Cakupan lainnya berupa pembangunan pengaman pantai dipermukiman nelayan miskin dan pembangunan/ rehabilitasi pengendali banjir, dengan target volume sebesar 16,24 km di
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan SPAM (P4-SPAM)
untuk penyediaan air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah perkotaan di 349 kawasan, 36 ibukota kecamatan rawan air, SPAM Perdesaan sebanyak 272 Desa dan SPAM Khusus seperti lokasi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan, dan kawasan khusus lainnya sebanyak 164 Desa WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
11
LAPORAN UTAMA
1997
17.47
34.02
1998
24.23
49.5
1999
22.43
47.97
2000
19.14
14 provinsi (+19 Kabupaten/Kota). Perbaikan infrastruktur SDA akibat bencana alam, dengan sasaran 6 buah bangunan pengendali sedimen di 1 Provinsi (+2 Kabupaten).
38.7
2001
18.41
2002
18.10
38.4
2003
17.43
37.3
37.9
2004
18.10
36.35
2005
15.07
35.1
2006 2007
17.75
38.3
16.50
37.17
2008
16.42
2009
14.15
2010
13.31
2011
12.42
34.3 32.5 31.02 30.02
Jumlah Penduduk Miskin % Penduduk Miskin
Sumber: TNP2K
2T
Selanjutnya, juga direncanakan perbaikan Irigasi Kecil dengan Pola Pemberdayaan/Padat Tenaga Kerja, yang dilaksanakan oleh petani dengan target sasaran 4.000 desa di +15 provinsi lumbung beras nasional dan + 17 provinsi lainnya yang mengalami kerusakan jaringan irigasi. Dari uraian di atas,program infrastruktur dasar ini bila dicermati memang dikembangkan pada elemen dasar yang diharapkan ber- multiplier effect pada pengembangan perekonomian pada tingkat grassroot maupun ekonomi masyarakat secara luas, sehingga dapat bermuara pada ketahanan ekonomi masyarakat itu sendiri. Kebijakan menaikkan harga BBM, benar-benar pilihan yang cukup sulit dan memerlukan keberanian dalam
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA)
meliputi penyediaan air baku, pembangunan embung untuk air minum di Daerah Rawan Air 136 kabupaten/kota, Perlindungan Kawasan Pantai di permukiman nelayan miskin termasuk perbaikan infrastruktur SDA akibat bencana, serta Perbaikan Irigasi Kecil di 4.000 desa yang pelaksanaannya dengan pola pemberdayaan/padat tenaga kerja untuk mendukung Peningkatan Produksi Pangan pada kantongkantong kemiskinan 12 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
mengambil keputusan. Hal ini karena kebijakan tersebut bukan kebijakan yang populer di mata publik. Oleh karena itu pemerintah secara serius berusaha mengambil upaya-upaya untuk memutus dampak negatif yang kemungkinan timbul akibat kenaikan BBM. Salah satu cara mengurangi dampak negatif adalah dengan upaya membuka akses perekonomian pada wilayah-wilayah yang paling rentan terkena dampak kenaikan BBM. Oleh karena itu pemerintah dengan persetujuan DPR RI menggulirkan Program Khusus berupa program Infrastruktur Dasar. Dengan program ini diharapkan dapat menghasilkan infrastuktur dasar yang dapat menopang langsung kehidupan masyarakat seharihari seperti penyediaan air minum, jalan dan jembatan (lingkungan), titian perahu, sanitasi dan jaringan irigasi desa/ kelurahan (skala lingkungan), air baku, pengendali banjir, pengaman pantai di permukiman miskin, perbaikan irigasi dan bentuk lain yang direncanakan langsung oleh masyarakat. Dengan program ini diharapkan ketahanan ekonomi masyarakat semakin kuat, akses untuk meningkatkan pendapat menjadi lebih terbuka, sarana transportasi semakin cepat, kebutuhan dasar hidup dapat terpenuhi, sehingga dampak kenaikan BBM tidak menimbulkan goncangan yang berat bagi masyarakat dan diharapkan tingkat kemiskinan tetap dapat menurun. Sebagai akhir tulisan ini kiranya tidak berlebihan apabila kita semua berharap program-program yang dilaksanakan dalam rangka mengantisipasi dampak negatif kenaikan BBM benar-benar dapat menjadi pilihan terbaik, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara luas. *** (Sunawan Agung)
SUBSIDI BERAS BAGI RAKYAT MISKIN (RASKIN) Tugas Pemerintahan yang telah berlalu, saat ini, dan yang akan datang masih berkutat dengan pengentasan kemiskinan. Masalah kemiskinan ini sangat kompleks, salah satunya berkenaan dengan penyediaan beras sebagai komoditi pangan pokok. Apalagi mengkonsumsi beras dilakukan oleh 95 % penduduk Indonesia. Perkembangan Kemiskinan Di Indonesia Dari data BPS tahun 2011 terlihat bahwa rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia sebesar 113,7 kg/jiwa/tahun, jauh diatas rata-rata konsumsi dunia yang hanya sebesar 60 kg/jiwa/tahun. Dengan demikian Indonesia merupakan negara konsumen beras terbesar di dunia. Beras menjadi komoditas nasional yang strategis. Instabilitas perberasan nasional dapat mengakibatkan gejolak dalam aspek kehidupan sosial, politik maupun ekonomi.
Pengeluaran rumah tangga miskin sebagian besar (65 %) digunakan untuk membeli makanan. Beras sebagai salah satu bahan makanan pokok menjadi komoditi utama dalam konsumsi bahan makanan rumah tangga miskin. Proporsi pengeluaran untuk membeli beras mencapai kisaran 29% dari total pengeluaran.Kenaikan harga beras dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Dengan demikian tugas pemerintah untuk menjaga daya beli rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan, terutama beras, menjadi sangat penting. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa bantuan beras sejumlah 20 kg/KK/bulan telah dapat menolong 2/3 kebutuhan beras rumah tangga. Program RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) merupakan subsidi pangan dalam bentuk beras yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Program RASKIN merupakan salah satu wujud dari upaya pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan sosial. Penyaluran RASKIN sudah dimulai sejak Krisismoneter tahun 1998. Pada awalnya program ini disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), yang berfungsi sebagai program darurat(social safety net).Padatahun 2002 dilakukanperubahannama program dari OPK menjadi RASKIN dengan tujuan
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
13
LAPORAN UTAMA Rata-Rata Konsumsi Beras Penduduk Indonesia
Tujuan dari program RASKIN adalah untuk mengurangi beban pengeluaran RumahTangga Sasaran (RTS). RTS
14 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
12,36
11,96
Mar-12
11,66
28,07
11,37
Mar-13
12,49
28,59
Sep 12
13,33
Sep-11
29,13
14,15
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Sumber: DiolahNasional dari data(Susenas) Survei Sosial
Program RASKIN tergolong dalam program nasional. Program ini melibatkan berbagai fihak secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal penyaluran RASKIN bukan tanggungjawab pemerintah pusat semata, pemerintah daerah juga bertanggungjawab secara proporsional. Jika pemerintah pusat bertanggungjawab dalam membuat kebijakan nasional, maka pemerintah daerah berperan strategis dalam hal pelaksanaan dan penyalurannya. Keberhasilan RASKIN diukur dengan menggunakan indikator enam tepat (6T) yang meliputi : tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas.
29,89
15,42
Penduduk Miskin (juta)
untuk lebih mempertajam ketepatan sasaran penerima manfaat(self targeting). Seiring dengan perubahan nama tersebut fungsi program yang semula darurat beralih menjadi bagian dari program perlindungan sosial.
30,02
Mar-11
31,02
2010
32,53
2009
16,58
34,96
2008
17,75
37,17
2007
15,97
2006
2004
16,66
39,30 35,10
2005
36,10
Persentase (PO)
Ekonomi Nasional (Susenas)
penerima RASKIN adalah rumah tangga miskin yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah berdasarkan hasil musyawarah desa. Musyawarah desa dilakukan dengan melibatkan aparat desa/kelurahan, kelompok masyarakat dan perwakilan RTS. Musyawarah desa/ kelurahan menjadi kekuatan utama untuk memberikan rasa keadilan bagi sesama rumah tangga miskin. Program raskin secara nyata sangat membantu keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pangan. Melalui program ini masyarakat berpenghasilan rendah mendapat fasilitas membeli beras dengan harga yang lebih murah dari rata-rata harga beras di pasar. Pada periode tahun 2005 sampai dengan 2007 harga tebus raskin sebesar Rp.1.000,-/kg. Dengan mempertimbangkan pagu anggaran yang tersedia,kenaikan ongkos produksi dan semakin banyaknya sasaran yang hendak dijangkau, maka mulai tahun 2008 sampai dengan saat ini harga tebus raskin dinaikkan menjadi sebesar Rp.1.600/kg. Jumlah alokasi (kg/KK) dan
DISTRIBUSI PERSENTASE KOMODITAS DALAM PENGHITUNGAN INDEKS HARGA KONSUMEN DAN GARIS KEMISKINAN PROPORSI/BOBOT (%) KOMODITAS
INDEKS HARGA KONSUMEN
GARIS KEMISKINAN
BERAS
5
29
BAHAN MAKANAN LAIN
15
28
MAKANAN JADI & ROKOK
17
8
PERUMAHAN
26
17
PAKAIAN
7
4
KESEHATAN
4
3
PENDIDIKAN
7
4
TRANSPORTASI
19
7
TOTAL
100
100
LAPORAN UTAMA Jumlah alokasi (kg/KK) dan durasi (bulan) raskin yang diterima oleh RTS
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
DURASI (bulan)
12
10
11
10
12
13
13
12
ALOKASI (kg/KK)
20
15
10
10-15
15
13-15
15
15
durasi (bulan) raskin yang diterima oleh RTS berbeda setiap tahun sebagaimana ditampilkan pada tabel. Pada tahun 2008, alokasi 10 kg/KK diberikan pada bulan Januari sedangkan bulan berikutnya diberikan 15 kg/KK. Pada tahun 2010 alokasi 13 kg/KK diberikan selama 5 (lima) bulan mulai Januari s.d. Mei, sedangkan berikutnya diberikan 15 kg/KK. Untuk mendukung program raskin,setiap tahunnya pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi pangan dalam APBN. Melalui Inpres nomor 3/2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah maka Perum BULOG ditugasi melaksanakan kebijakan pengadaan
dan penyaluran beras bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Pada tahun anggaran 2013, pemerintah mengambil kebijakan mengurangi subsidi bahan bakar rminyak (BBM) untuk tujuan menyehatkan perekonomian nasional. Kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat utamanya rumah tangga miskin dan rentan. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah antisipatif guna mempertahankan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dengan menyiapkan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan Program Kompensasi
Dari data BPS tahun 2011 terlihat bahwa rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia sebesar 113,7 kg/jiwa/ tahun, jauh diatas ratarata konsumsi dunia yang hanya sebesar 60 kg/jiwa/tahun.” Khusus yang menyasar rumah tangga miskin dan rentan. Besarnya bantuan serta waktu penyalurannya sangat berpengaruh terhadap efektivitas program dalam menjaga tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin dan rentan. Sebagai bagian dari P4S, program raskin akan memberikan manfaat tambahan kepada RTS. Penyaluran tambahan sebesar 15kg/KK akan diberikan untuk 3 (tiga) bulanya itu bulan Juni, Juli dan September. Untuk penambahan ini pemerintah telah
Anggaran dan Kuantum Subsidi Pangan
25
20.9
20 15
11.7
10 5 0
4.9 1.99 2005
5.3 1.62 2006
12.9
15.1
16.5
6.2 1.74 2007
2.67
2008
Anggaran Subsidi Pangan (Triliun Rupiah)
3.33
2.97
3.41
3.67
2009
2010
2011
2012
Kuantum (Juta Ton)
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
15
LAPORAN UTAMA
Tujuan dari program RASKIN adalah untuk mengurangi beban pengeluaran RumahTangga Sasaran (RTS).” menyiapkan alokasi tambahan anggaran melalui APBN Perubahan Tahun 2013 sebesar Rp4,3Triliun. Penambahan ini diharapkan dapat membantu mempertahankan daya beli RTS setelah kenaikan harga BBM bersubsidi. Terhadap pelaksanaan program raskin telah dilakukan evaluasi. Studi evaluasi
dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri/Swasta dan lembaga pemerintah (BPKP). Pada umumnya hasil studi memberikan respon positif terhadap program ini. Di antara hasil studi tersebut adalah merekomendasikan agar program ini tetap dipertahankan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi pada masyarakat miskin. Selain dukungan, hasil studi evaluasi juga memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan dimasa mendatang. Beberapa saran tersebut antara lain : a. Perlunya mengintegrasikan program raskin dengan program lainnya dalam mengatasi masalah kemiskinan. b. Perbaikan mekanisme pendataan
RTS pola distribusi raskin. c. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Respon positif juga disampaikan oleh masyarakat penerima raskin. Meski kuantitas jumlah yang diterima masih belum mencukupi seluruh kebutuhan, namun masyarakat tetap merasa terbantu. Program raskin adalah program pemerintah untuk memerankan fungsi sejati negara terhadap keamanan pangan rakyatnya. Program ini adalah salah satu wujud usaha pemerintah untuk memakmurkan rakyatnya sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan negara. (indra tarigan)
ANGGARAN PROGRAM RASKIN TAHUN 2013
APBN 2013
APBN-PERUBAHAN 2013
15,530,897
15,530,897
KUANTUM (Kg)
15
15
DURASI (bulan)
12
15
6,151
6,151
17,197
21,497
RUMAH TANGGA SASARAN (RTS)
SUBSIDI (Rp/Kg) TOTAL SUBSIDI (RpTriliun)
16 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
PROGRAM PERCEPATAN DAN PERLUASAN PERLINDUNGAN SOSIAL (P4S) Bantuan Siswa Miskin (BSM) Fakta bahwa belum semua anakanak usia sekolah mampu mengakses pendidikan adalah masih banyaknya penduduk miskin di Indonesia (30,02 juta atau 12,49%, data BPS tahun 2011). Kemiskinan membuat sulitnya memenuhi kebutuhan dasar, apalagi untuk keperluan pendidikan (baju seragam, buku tulis, buku cetak, sepatu, alat-alat tulis serta hal-hal lain terkait
dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah). Selain itu dampak kemiskinan di bidang pendidikan juga tampak pada tinginya angka putus sekolah, seperti tercantum pada data BPS tahun 2011 dibawah ini. Berangkat dari permasalahan tersebut pemerintah menyelenggarakan program-program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S)
Angka Putus Sekolah Kelompok umur 7 – 12 thn (jenjang SD)
182.773 siswa
0,67 %
Kelompok umur 13 – 15 thn (jenjang SMP)
209.976 siswa
2,21 %
Kelompok umur 16 – 18 thn (jenjang SMA)
223.676 siswa
3,14 %
Sumber: BPS tahun 2011
yang salah satunya adalah Program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Inilah bentuk tanggung jawab pemerintah. Beda BOS dan BSM Sudah cukup lama pemerintah meluncurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Bahkan sejak tahun pelajaran 2013/2014 cakupannya diperluas mencapai jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK/ Sedarajat). Sebelumnya BOS hanya mencapai jenjang pendidikan dasar (SD/SMP/Sederajat). Dalam implementasinya BOS berbeda dengan BSM. BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan. Namun BOS
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
17
LAPORAN UTAMA juga diperbolehkan untuk membiayai beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia. Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan. Berbeda dengan BOS, Bantuan Siswa Miskin (BSM) lebih diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan siswa secara pribadi (kebutuhan personal siswa) menyangkut kebutuhan perlengkapan dan peralatan termasuk transportasi sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti proses pembelajaran di sekolah.Yang berhak mendapat bantuan adalah mereka yang masuk dalam kategori dari keluarga kurang mampu untuk dapat melakukan kegiatan belajar di sekolah. Hal ini untuk memberi
peluang bagi siswa tersebut untuk mengikuti pendidikan di level yang lebih tinggi. BSM juga diarahkan untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan baik untuk siswa miskin dari jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/ MTs), jenjang pendidikan menengah (SMA, SMK, MI) juga sampai pada perguruan tinggi. Setidaknya ada 5 tujuan dari digulirkannya program BSM ini yaitu : 1. Memberikan pelayanan pendidikan yang layak kepada siswa dari kerluarga miskin; 2. Memberi peluang bagi lulusan setiap
jenjang sekolah untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi; 3. Mencegah siswa miskin dari kemungkinan terjadinya putus sekolah akibat kesulitan memenuhi biaya pendidikan; 4. Memberi peluang dan kesempatan yang lebih besar kepada siswa miskin untuk terus bersekolah hingga, hingga menyelesaikan pendidikan; 5. Mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun dan pendidikan menengah universal. Mekanisme penyaluruan BSM dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
Coverage BSM Pada Tiap Jenjang Pendidikan Kementerian Dikbud
2009
2010
2011
SD
1,796,800 646,848,000
SD
2,246,800 808,848,000
SD
2,117,300 770,388,000
SMP
710,057 377,040,267
SMP
871,193 479,156,150
SMP
991,849 545,516,950
SMA
577,791 450,676,980
SMA
614,052 478,960,560
SMA
506,479 392,664,946
PT
-
PT
18,209 218,508,000
PT
27,880 334,560,000
1,474,565,247
1,985,472,710
3,084,648
2,043,129,896
3,750,254
2012
3,643,508
2013
SD
4,225,305 1,628,744,525
SD
3,530,305 1,285,336,495
SMP
1,796,020 1,038,606,000
SMP
1,661,205 701,689,755
SMA
1,883,912 1,415,806,620
SMA
1,181,714 1,187,622,500
PT
31,932 203,184,000
PT
149,925 1,445,700,000
4,286,341,145 7,937,169
18 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
4,620,348,750 6,523,149
Keterangan: Sasaran Alokasi Perguruan tinggi khusus Program Bidik Misi
LAPORAN UTAMA menampung alokasi BSM pada sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta, serta Kementerian Agama untuk menampung alokasi BSM pada sekolah-sekolah agama dibawah Kementerian Agama. Pada tahun 2009 program BSM mencakup wilayah sasaran sebagai berikut :
BSM dalam APBN-P Tahun 2013 Program BSM dalam APBNP Tahun 2013 adalah salah satu program dalam rangka Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) 2013. Melalui program BSM diberikan bantuan berupa sejumlah uang tunai secara langsung kepada anak-anak usia sekolah/siswa dari semua jenjang pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/
SMK/MA) yang berasal dari keluarga miskin dan rentan sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Berbeda dengan program BSM reguler, pada APBN-P Tahun 2013 pada anakanak usia sekolah juga diberikan tambahan manfaat sebesar Rp.200.000,per anak yang hanya diberikan satu kali (sekali putus).
Tabel 2 BESARAN BANTUAN SISWA MISKIN
BSM dapat dimanfaatkan antara lain untuk pembelian perlengkapan siswa (buku dan alat tulis), pakaian dan perlengkapan sekolah (sepatu dan tas), biaya transportasi siswa ke sekolah, serta uang saku siswa di sekolah, dan keperluan lain yang berkaitan dengan kegiatan mengikuti pembelajaran di sekolah.
No 1.
Jenjang Pendidikan
Setelah Tahun 2013
SD/MI
450,000*)
2.
SMP/MTs
750,000*0
3.
SMA/SMK/MA
1,000,000
4.
PTN/PTA
Ket: *)
6,000,000**)
Mulai APBNP tahun 2013
**)
Dialokasikan per semester
Coverage BSM Pada Tiap Jenjang Pendidikan Kementerian Agama
2009
2010
2011
MI
648,000 232,400,000
MI
745,439 268,358,040
MI
509,769 189,730,660
MTs
550,000 392,300,000
MTs
593,666 427,439,520
MTs
459,433 346,268,295
MA
325,000 248,700,000
MA
395,278 300,411,280
MA
302,503 239,904,204
65,277 78,216,900
PTA
72,179 94,100,800
PTA
PTA
*)
951,616,900
*)
1,090,309,640
1,588,277
1,329,745
2013
Keterangan:
MI
731,879 269,919,360
MI
1,379,326 646,060,470
MTs
1,301,664 409,683,840
MTs
852,547 706,533,400
MA
486,347 306,926,760
MA
336,722 416,129,000
65,437 87,781,617
PTA
PTA
*)
1,074,311,577 2,585,327
58,040 87,530,905
863,434,064
1,806,562
2012
*)
*)
1,910,274,975 2,635,125
66,530 141,552,105
Sasaran Alokasi Ket: *) Pada tahun 2009 s.d. 2012 dialokasikan sebagai Beasiswa untuk mahasiswa miskin dan berprestasi Pada Tahun 2012 (APBNP) dan 2013 dialokasikan sebagai Bidikmisi dan Beasiswa untuk mehasiswa miskin berprestasi
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
19
LAPORAN UTAMA ALOKASI BSM DAN TAMBAHAN MANFAAT DALAM APBN-P 2013
NO
KEMENTRIAN/JENJANG/URAIAN
SASARAN
JUMLAH
KEMDIKBUD 1
2
3
4
5
JENJANG SD Bantuan Siswa Miskin SD
8,580,286 Siswa
1,688,687,625
Tambahan Manfaat Penerima BSM
8,062,561 Siswa
1,612,512,200
Bantuan Siswa Miskin SMP
3,075,986 Siswa
883,463,745
Tambahan Manfaat Penerima BSM
2,893,187 Siswa
578,637,400
Bantuan Siswa Miskin SMA
748,100 Siswa
374,050,000
Tambahan Manfaat Penerima BSM
678,790 Siswa
135,758,000
Bantuan Siswa Miskin SMK
1,122,149 Siswa
561,074,700
Tambahan Manfaat Penerima BSM
1,018,184 Siswa
203,636,800
JENJANG SMP
JENJANG SMA
JENJANG SMK
JENJANG PENDIDIKAN TINGGI Bidik Misi
8,900 Mahasiswa
53,400,000
KEMENTRIAN AGAMA 1
2
JENJANG MI Bantuan Siswa Miskin MI
1,586,755 Siswa
361,813,095
Tambahan Manfaat Penerima BSM
1,436,228 Siswa
287,245,600
1,049,875 Siswa
305,009,205
950,291 Siswa
190,058,200
Bantuan Siswa Miskin MTs
433,891 Siswa
216,945,811
Tambahan Manfaat Penerima BSM
392,729 Siswa
78,545,800
JENJANG MTs Bantuan Siswa Miskin MTs Tambahan Manfaat Penerima BSM
3
4
JENJANG MA
JENJANG PTA Bantuan Siswa Miskin PTA
4,321 Mahasiswa
Sumber: Persetujuan Komisi X dan Komisi VIII DPR RI
20 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
47,406,000
LAPORAN UTAMA Program BLSM Salah satu program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) yang paling banyak disorot adalah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). BLSM ini merupakan bantuan tunai langsung sementara untuk membantu mempertahankan daya beli rumah tangga miskin agar terlindungi dari dampak kenaikan harga akibat penyesuaian harga BBM. Melalui bantuan ini diharapkan masyarakat penerima bantuan dapat memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya, membantu membeli obat bila sakit, membantu biaya pendidikan dan keperluan lainnya. BLSM memang bukan solusi jangka panjang untuk mengurangi kemiskinan, namun merupakan solusi jangka pendek untuk menghindarkan masyarakat miskin dari menjual aset, berhenti sekolah, dan mengurangi konsumsi makanan yang bergizi.
Evaluasi pelaksanaan bantuan langsung tunai yang dilakukan sebelumnya (tahun 2005 dan 2008) membuktikan bahwa program ini telah membantu rumah tangga miskin dan rentan dalam menjaga daya beli setelah kenaikan harga bahan bakar minyak, dengan tetap mempertahankan kemampuan dalam mengakses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Cakupan Sasaran program BLSM adalah 15,5 juta rumah tangga dengan tingkat sosial ekonomi terendah yang terdapat dalam Basis Data Terpadu (BDT) hasil PPLS 2011. Besaran BLSM adalah sebesar Rp.150.000/bln/RT selama empat bulan. Besar bantuan ini diharapkan dapat membantu masyarakat miskin untuk mempertahankan daya beli ketika terjadi kenaikan harga akibat kenaikan harga BBM.
Penyaluran BLSM dibagi menjadi 2 (dua) kali penyaluran dengan jadwal sebagai Berikut: 1. Pembayaran pertama pada bulan Juni/Juli 2013 sebesar Rp.300.000. 2. Pembayaran kedua pada bulan September/Oktober 2013 sebesar Rp. 300.000. Tabel 6. Anggaran Program BLSM Tahun 2013
KETERANGAN Rumah Tangga Sasaran Nilai Bantuan/Bulan (Rp.)
APBN-P 2013 15.530.897
150.000
Durasi (Bulan) TOTAL (Rp Miliar)
4 9.318,5
Mekanisme Penyaluran Untuk memperoleh bantuan ini masyarakat diwajibkan membawa Kartu Perlidungan Sosial (KPS) dan dokumen pendukung ke kantor pos terdekat. Untuk menghindari antrian yang berlebihan, lokasi dan jadwal pembayaran akan ditentukan oleh kantor pos dan pemerintah daerah setempat. Pada hari yang dijadwalkan, RTS dapat mengambil bantuan di kantor pos terdekat dan untuk daerah terpencil, dimana tidak terdapat kantor pos, PT. Pos Indonesia akan mendatangi daerah tersebut untuk membuka loket khusus.
Gambar : Alur Pembayaran BLSM
Bilamana Kepala Rumah Tangga yang namanya tertera di KPS tidak dapat mengambil sendiri bantuan BLSM (misalnya karena sakit), maka dapat diwakilkan oleh anggota rumah tangga lainnya dengan menyertakan surat kuasa dan bukti pendukung tambahan (KK atau Surat Keterangan Domisili) sebagai bukti mewakili/ penerima kuasa dari kepala rumah tangga yang berhak.
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
21
LAPORAN UTAMA JUMLAH RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) PENERIMA BLSM NAD 356,720 SUMUT 746,220
RIAU 227,656 KEP RIAU 64,732 SUMBAR 275,431
JAMBI 162,779
BENGKULU 121,574
KALBAR 233,922
BELITUNG 41,635 SUMSEL 419,579
LAMPUNG� 573,954
KALTIM 147,718
GORONTALO SULUT 161,089 89,918
SULBAR 75,453 KALTENG 83,711 JATIM 2,857,469
DKI JAKARTA 226,462
JABAR DI YOGYARTA BANTEN 2,615,790 288,391 526,178 JATENG NTB 2,482,157 471,566
SULSEL 484,617
MALUKU SUL TENGGARA 119,825 158,716
NTT 421,799
Total Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah 15,530,897
Gambar : Mekanisme Penyaluran BLSM
22 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
PAPUA BARAT 90,547
SULTENG 201,239
KALSEL 161,592 BALI 151,924
MALUT 55,531
PAPUA 435,003
LAPORAN UTAMA REALISASI PEMBAYARAN NASIONAL BLSM TAHAP I 2013 (Per 19 Juli 2013) DAYA SERAP NO.
PROVINSI
ALOKASI BLSM
REALISASI BAYAR
ALOKASI
SISA
BLSM (RTS)
(RUPIAH)
(RTS)
(RUPIAH)
(%)
(RTS)
(RUPIAH)
1.
N.A.D
356.720
107.016.000.000
283.013
84.903.900.000
79,34
73.707
22.112.100.000
2.
SUMUT
746.220
223.866.000.000
616.350
184.905.000.000
82,60
129.870
38.961.000.000
3.
SUMBAR
275.431
82.629.300.000
226.187
67.856.100.000
82,12
49.244
14.773.200.000
4.
RIAU
227.656
68.296.800.000
151.093
45.327.900.000
66,37
76.563
22.968.900.000
5.
JAMBI
162.779
48.833.700.000
148.037
44.411.100.000
90,94
14.742
4.422.600.000
6.
SUMSEL
419.579
125.873.700.000
333.640
100.092.000.000
79,52
85.939
25.781.700.000
7.
BENGKULU
121.574
36.472.200.000
108.209
32.462.700.000
89,01
13.365
4.009.500.000
8.
LAMPUNG
573.954
172.186.200.000
484.178
145.253.400.000
84,36
89.776
26.932.800.000
9.
KEP. BABEL
41.635
12.490.500.000
34.959
10.487.700.000
83,97
6.676
2.002.800.000
10.
KEP. RIAU
64.732
19.419.600.000
52.510
15.753.000.000
81,12
12.222
3.666.600.000
11.
DKI JAKARTA
226.462
67.938.600.000
206.601
61.980.300.000
91,23
19.861
5.958.300.000
12.
JAWA BARAT
2.615.790
784.737.000.000
2.431.520
729.456.000.000
92,96
184.270
55.281.000.000
13.
JATENG
2.482.157
744.647.100.000
2.354.642
706.392.600.000
94,86
127.515
38.254.500.000
14.
D IY
288.391
86.517.300.000
278.284
83.485.200.000
96,50
10.107
3.032.100.000
15.
JAWA TIMUR
2.857.469
857.240.700.000
2.357.019
707.105.700.000
82,49
500.450
150.135.000.000
16.
BANTEN
526.178
157.853.400.000
495.783
148.734.900.000
94,22
30.395
9.118.500.000
17.
BALI
151.924
45.577.200.000
144.218
43.265.400.000
94,93
7.706
2.311.800.000
18.
NTB
471.566
141.469.800.000
453.214
135.964.200.000
96,11
18.352
5.505.600.000
19.
NTT
421.799
126.539.700.000
392.691
117.807.300.000
93,10
29.108
8.732.400.000
20.
KALBAR
233.922
70.176.600.000
163.179
48.953.700.000
69,76
70.743
21.222.900.000
21.
KALTENG
83.711
25.113.300.000
67.932
20.379.600.000
81,15
15.779
4.733.700.000
22.
KALSEL
161.592
48.477.600.000
142.606
42.781.800.000
88,25
18.986
5.695.800.000
23.
KALTIM
147.718
44.315.400.000
81.157
24.347.100.000
54,94
66.561
19.968.300.000
24.
SULUT
161.089
48.326.700.000
140.076
42.022.800.000
86,96
21.013
6.303.900.000
25.
SULTENG
201.239
60.371.700.000
162.828
48.848.400.000
80,91
38.411
11.523.300.000
26.
SULSEL
484.617
145.385.100.000
353.654
106.096.200.000
72,98
130.963
39.288.900.000
27.
SULTRA
158.716
47.614.800.000
129.707
38.912.100.000
81,72
29.009
8.702.700.000
28.
GORONTALO
89.918
26.975.400.000
74.450
22.335.000.000
82,80
15.468
4.640.400.000
29.
SULBAR
75.453
22.635.900.000
67.348
20.204.400.000
89,26
8.105
2.431.500.000
30.
MALUKU
119.825
35.947.500.000
42.233
12.669.900.000
35,25
77.592
23.277.600.000
31.
MALUT
55.531
16.659.300.000
10.818
3.245.400.000
19,48
44.713
13.413.900.000
32.
PAPUA BARAT
90.547
27.164.100.000
11.806
3.541.800.000
13,04
78.741
23.622.300.000
33.
PAPUA
435.003
130.500.900.000
42.985
12.895.500.000
9,88
392.018
117.605.400.000
15.530.897
4.659.269.100.000
13.042.927
3.912.878.100.000
83,98
2.487.970
746.391.000.000
JUMLAH
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
23
LAPORAN UTAMA Program (PKH)
Keluarga
Harapan
Bentuk lain program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) adalah Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program perlindungan sosial melalui pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki ibu hamil/nifas/menyusui, anak balita atau anak usia 5-18 tahun yang belum tamat pendidikan dasar. Keluarga PKH akan menerima bantuan apabila menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran tertentu, memeriksakan kesehatan dan/atau memperhatikan kecukupan gizi dan pola hidup sehat bagi anak dan ibu hamil.
Lokasi dan Cakupan Pada tahun 2013 PKH telah dilaksanakan di seluruh provinsi, 336 kab/kota, dan 3.216 kecamatan di Indonesia dengan cakupan sebanyak 2,4 juta rumah tangga. Pada tahun 2014 cakupan akan ditingkatkan menjadi 3,2 juta rumah tangga di seluruh kab/kota di Indonesia.
Di dunia internasional program dikenal sebagai Program Conditional Cash Transfers (CCT) atau Program Bantuan Tunai Bersyarat. Peserta PKH juga berhak memperoleh Program Raskin, Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Jamkesmas. Dalam jangka panjang, PKH bertujuan memutus rantai kemiskinan antar generasi. Tujuan ini dapat tercapai melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perubahan perilaku dari peserta PKH dengan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pendidikan dan kesehatan anggota rumah tangganya. Secara khusus, tujuan dari PKH adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas kesehatan Peserta
24 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Penerima Manfaat Saat ini Peserta PKH adalah rumah tangga yang berada dikelompok dengan status sosial ekonomi 7% terendah, yang diperoleh dari Basis Data Terpadu (BDT) dengan kriteria: 1. Memiliki ibu hamil/nifas/menyusui, dan/atau 2. Memiliki anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, dan/atau 3. Memiliki anak yang bersekolah SD dan/atau SMP dan/atau anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar.
Penyaluran dan Nilai Bantuan Nilai Bantuan/thn (Rp.) Tahun 2007-2012
Nilai Bantuan/thn (Rp.) APBN-P Tahun 2013
200.000
300.000
800.000
1.000.000
c. Anak Peserta Pendidikan Setara SD/MI
400.000
500.000
d. Anak Peserta Pendidikan Setara SMP/MTs
800.000
1.000.000
Rata-rata bantuan
1.390.000
1.800.000
Bantuan minimum
600.000
800.000
2.200.000
2.000.000
Rincian Bantuan Bantuan tetap Bantuan Peserta PKH yang memiliki: a. Anak Usia Balita b. Ibu Hamil/Nifas/Menyusui
Penyaluran dan Nilai Bantuan Bantuan tunai PKH disalurkan kepada ibu atau perempuan dewasa (nenek, bibi, atau anak perempuan tertua) yang merupakan pengurus rumah tangga. Dana yang disalurkan kepada pengurus rumah tangga perempuan terbukti lebih baik dalam pemanfaatannya untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Nilai bantuan PKH yang berlaku saat ini dapat diambil oleh pengurus rumah tangga di kantor pos terdekat dengan membawa Kartu Peserta PKH dan tidak dapat diwakilkan.
PKH serta akses dan taraf pendidikan anak-anak Peserta PKH.
Bantuan maksimum
Catatan: • Bantuan per Peserta PKH dibatasi maksimum Rp. 2.800.000/tahun. • Nilai bantuan terkait dengan pendidikan dihitung berdasarkan jumlah anak yang bersekolah. • Jumlah anak yang ditanggung dibatasi oleh maksimum bantuan per Peserta PKH. • Bantuan terkait dengan kesehatan berlaku bagi Peserta PKH dengan anak balita dan/atau ibuhamil/nifas/menyusui. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak.
LAPORAN UTAMA Dengan mengacu kepada rincian bantuan PKH di atas, maka perbandingan bantuan dan kebutuhan anggaran PKH dalam rangka P4S adalah sebagai berikut: Saat Ini Cakupan Sasaran
2,4 juta Peserta PKH
2,4 juta Peserta PKH
Rata-rata Bantuan
Rp. 1,39 juta/Peserta/Tahun
Rp. 1,8 juta/Peserta/Tahun
4x pembayaran peserta lama dan 1x 4x pembayaran peserta lama dan 1x
Pembayaran Anggaran
Proses Verifikasi Pembayaran
dan
pembayaran peserta baru.
pembayaran peserta baru.
Rp. 2,9 Triliun
Rp. 3,6 Triliun
Jadwal
Verifikasi dilaksanakan untuk memantau kewajiban yang harusdipenuhi oleh Peserta PKH. Verifikasi dilakukan sebelum tahappembayaran, kecuali pada pembayaran pertama di awal tahunkepesertaan PKH. Jadwal pembayaran PKH di tahun 2013: • • •
APBN-P 2013
Periode I : Maret 2013 Periode II : Juni 2013 Periode III : September 2013
•
Periode IV : November/Desember 2013 Alur Program PKH Program PKH dimulai dengan dengan proses validasi rumah tangga calon peserta PKH yang diperoleh dari Basis Data Terpadu dengan memperhatikan kondisionalitas yang relevan untuk masing-masing Rumah Tangga. Kecuali untuk pembayaran pertama pada tahun awal kepesertaan PKH yang tidak melewati proses verifikasi, kepatuhan dalam menjalankan kondisionalitas PKH menjadi parameter utama dalam
menentukan besaran manfaat yang diterima oleh masing-masing peserta PKH. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban berimplikasi kepada pengurangan manfaat yang diterima oleh peserta PKH. Setelah proses verifikasi ini selesai, UPPKH menerbitkan Surat Perintah Pembayaran ke PT. Pos Indonesia. Setiap peserta PKH langsung mengambil manfaat PKH di kantor pos terdekat dengan menunjukkan kartu kepesertaan PKH. (Hendra Kurniawan)
Unit Penetapan Sasaran (Basis Data Terpadu)
Daftar Nama dan alamat
Hasil Validasi digunakan untuk memutakhirkan data pembayaran
UPPKH KEMENSOS
2 Verifikasi Awal RT oleh Pendamping PKH di Kecamatan
1
RT memenuhi kewajiban ke Faskes dan Fasdik 3
7
Gambar : Alur Program PKH
5
4
Hasil verifikasi diserahkan ke UPPKH Pusat
FASKES dan FASDIK
6 Perintah Pembayaran kepada PT Pos
Faskes dan Fasdik melakukan verifikasi
PT POS INDONESIA RT mengambil pembayaran di Kantor Pos Pembayaran *catatan pembayaran pertama dilakukan tanpa proses verifikasi
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
25
MENJAGA GAWANG APBN MELALUI HARMONISASI PERATURAN Perlu kecermatan, keberanian dan strategi jitu untuk menghadapi “tendangan-tendangan liar” setiap rancangan kebijakan dan peraturan yang mengancam “jebolnya” gawang APBN.
D
isinilah diperlukan “goalkeeper” yang handal dan mumpuni untuk menangkis segala serangan yang datang mengancam. Kerja keras tidaklah cukup, tetapi juga kerja cerdas untuk mengembalikan “bola liar” tersebut sehingga tercipta harmoni dalam setiap tindakan, peraturan, maupun kebijakan yang dihasilkan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
26 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Perwakilan Rakyat. APBN merupakan produk politik yang ditetapkan dalam undang-undang setiap tahunnya. Secara garis besar, dalam APBN terkandung komponen pendapatan negara yang merupakan hak Pemerintah Pusat yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih (terdiri atas Penerimaan Perpajakan, PNBP, dan Penerimaan Hibah), dan komponen belanja negara yang merupakan kewajiban Pemerintah Pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (terdiri atas belanja Pemerintah Pusat dan transfer ke daerah).
Sebagai sebuah produk politik, UU tentang APBN sarat dengan motif kepentingan. Di dalamnya secara langsung maupun tidak langsung bersinggungan dengan produk hukum lainnya. Implikasi langsung berupa kewajiban negara untuk mengalokasikan sejumlah persentase tertentu dalam APBN secara eksplisit dalam rangka membiayai suatu kegiatan tertentu yang sudah ditetapkan dalam suatu peraturan perundangan. Sedangkan implikasi tidak langsung berupa penetapan kewajiban pemerintah untuk mengalokasikan sejumlah dana dalam APBN, yang secara implisit/tersirat diamanatkan dalam suatu peraturan. Oleh karena itu, diperlukan seorang “goalkeeper” yang handal untuk menjaga gawang APBN dari “tendangan-tendangan liar” kebijakan yang dituangkan dalam beragam peraturan yang berdampak
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN fiskal. Salah satu langkah yang ditempuh adalah melalui harmonisasi peraturan dalam tataran proses pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah /har·mo·ni·sa·si/ n pengharmonisan; berarti upaya mencari keselarasan. Sementara Badan Pembina Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM, memberikan pengertian harmonisasi hukum sebagai kegiatan ilmiah untuk menuju proses pengharmonisasian (penyelarasan/ kesesuaian/keseimbangan) hukum tertulis yang mengacu pada nilai-nilai filosofis, sosiologis, ekonomis dan yuridis. Nilai filosofis dapat diartikan apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Nilai yuridis yaitu apabila persyaratan formal terbentuknya peraturan perundang-undangan telah terpenuhi. Nilai sosiologis yaitu efektivitas atau hasil guna peraturan perundang-undangan dalam kehidupan masyarakat, dan nilai ekonomis yaitu substansi peraturan perundangundangan hendaknya disusun dengan memperhatikan efisiensi dalam pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Secara leksikal, harmonisasi berarti menyinkronkan beberapa ketentuan sehingga selaras substansinya satu sama lain. Jika dikaitkan dengan peraturan, maka harmonisasi peraturan merupakan upaya menyelaraskan substansi suatu peraturan dengan peraturan lainnya, baik peraturan yang lebih tinggi tingkatannya (harmonisasi secara vertikal) maupun dalam level yang setara (harmonisasi secara horizontal). Hal ini diperlukan adar tidak terjadi
pertentangan muatan di dalamnya dan dapat dilaksanakan dalam tataran implementasinya. Mengapa Perlu Harmonisasi? Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan. Dalam rangkaian pentahapan tersebut, pada dasarnya terdapat proses yang memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang tersebut, namun pengaruhnya sangat besar, yaitu proses pengharmonisasian. Dengan merujuk pada definisi harmonisasi di atas, maka tujuan dari proses ini adalah untuk menghindari adanya tumpang tindih/duplikasi pengaturan, inkonsistensi atau pertentangan pengaturan dalam rancangan peraturan perundangan yang sedang disusun dengan peraturan lain. Banyaknya ragam peraturan yang disusun sering kali memunculkan pertentangan substansi satu sama lain. Hal ini karena tidak semua unit pengusul mengetahui secara luas setiap item-item peraturan yang ada di republik ini. Bahkan sering kali ditemukan dua pengaturan dan perlakuan yang berbeda pada dua peraturan atas hal yang sama. Selain itu, proses pembentukan perundang-undangan tidak selalu steril dari pengaruh dan kepentingan politik. Setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dapat terelakkan dari pengaruh politik, yang pada akhirnya akan berdampak pada substansi peraturan perundangundangan yang disusun tersebut, baik peraturan atas inisiatif pemerintah,
maupun inisiatif badan legislatif (DPR). Berbagai jenis peraturan perundangundangan di Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 meliputi (i) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (ii) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, (iii) Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang, (iv) Peraturan Pemerintah, (v) Peraturan Presiden, (vi) Peraturan Daerah Provinsi, (vii) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Selain itu, terdapat pula jenis peraturan lain yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang atau pemerintah atas perintah undangundang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Namun dalam praktiknya sering kali produk peraturan perundang-undangan tersebut menyisakan permasalahan hukum, sehingga peraturan perundangundangan yang sudah disahkan harus diuji matriil maupun formil oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Sebut saja lahirnya Undangundang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang di-judicial review pada tahun yang sama melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 11-14-21-126-136/PUUVII/2009. Undang-undang tersebut dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh lain adalah penetapan Peraturan
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
27
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, yang salah satu pasalnya mengatur bahwa pendapatan yang diperoleh dari hasil alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan dapat digunakan langsung untuk membiayai kegiatan yang bersangkutan. Ketentuan tersebut bertentangan secara vertikal dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mengamanatkan bahwa pendapatan tersebut tidak dapat digunakan secara langsung untuk membiayai kegiatan yang berhubungan dengan asal pendapatan tersebut, karena pendapatan tersebut merupakan PNBP. Hal ini yang menyebabkan permasalahan tidak dapat diimplementasikannya ketentuan tersebut karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam hal ini, asas hukum lex superior derogat legi inferior berlaku, yang mengandung arti bahwa peraturan yang hierarkinya lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang hierarkinya lebih rendah. Setiap tahunnya, ratusan rancangan peraturan perundangan disusun, dari mulai undang-undang yang diprakarsai oleh pemerintah maupun DPR sampai peraturan menteri. Untuk tahun 2013, berdasarkan Keputusan DPR RI Nomor:04/DPR RI/II/20122013, terdapat 70 (tujuh puluh) RUU yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan “mengantri” untuk disahkan (lihat tabel). Jumlah tersebut belum termasuk 5 (lima) daftar RUU kumulatif terbuka, yaitu RUU tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, RUU tentang Putusan
28 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Mahkamah Konstitusi, RUU tentang APBN, RUU tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dan RUU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Menjadi Undang-undang yang harus disahkan DPR. Jumlah tersebut juga belum termasuk peraturan perundangan lain yang disusun Pemerintah, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden sampai Peraturan Menteri terkait. Di sinilah peran harmonisasi diperlukan untuk turut berkontribusi dan ‘mengawal’ lahirnya peraturan perundang-undangan tersebut sehingga tidak terjadi pertentangan/ tumpang tindih dengan peraturan lain. Pada dasarnya, setiap peraturan perundang-undangan yang akan lahir membutuhkan anggaran untuk melaksanakannya.
Namun tentunya harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara yang dimiliki. Peran harmonisasi peraturan juga tidak sebatas pada ada tidaknya pertentangan/tumpang tindih pengaturan dengan peraturan lain secara vertikal maupun horizontal, tetapi juga dampak lebih luas dari substansi peraturan itu sendiri, sehingga diharapkan peraturan tersebut tidak mengandung risiko fiskal dan memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi masyarakat. Dalam konteks keuangan negara, maka peraturan perundangan yang disusun di republik ini harus selaras dengan peraturan perundangan di bidang keuangan negara, baik UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004, UU Nomor 15 Tahun 2004, maupun peraturan derivatnya. Dalam konteks ini, proses harmonisasi diperlukan untuk menjaga ruang fiskal APBN agar tidak terjadi pengkavelingan anggaran yang akan menambah beban APBN.
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN No
Judul RUU
Pemrakarsa
1.
RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara
Pemerintah
2.
RUU tentang Aparatur Sipil Negara
3.
RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah
4.
RUU tentang Mahkamah Agung
DPR
5.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI
DPR
6.
RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan
DPR
7.
RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
DPR
8.
RUU tentang Jalan
DPR
9.
RUU tentang Perdagangan
Pemerintah
10.
RUU tentang Perindustrian
Pemerintah
11.
RUU tentang Keantariksaan
Pemerintah
12.
RUU tentang Jaminan Produk Halal
13.
RUU tentang Tenaga Kesehatan
14.
RUU tentang Pendidikan Kedokteran
15.
RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Daerah
Pemerintah
16.
RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Pemerintah
17.
RUU tentang Usaha Perasuransian
Pemerintah
18.
RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
DPR
19.
RUU tentang Organisasi Masyarakat
DPR
20.
RUU tentang Keamanan Nasional
21.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
DPR
22.
RUU tentang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
DPR
23.
RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan
DPR
24.
RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri
DPR
25.
RUU tentang Perjanjian Internasional
DPR
26.
RUU tentang Pemerintahan Daerah
Pemerintah
27.
RUU tentang Desa
Pemerintah
28.
RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Pemerintah
DPR Pemerintah
DPR Pemerintah DPR
Pemerintah
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
29
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN No
Judul RUU
Pemrakarsa
29.
RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat
DPR
30.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
DPR
31.
RUU tentang Kepalangmerahan
DPR
32.
RUU tentang Keinsinyuran
DPR
33.
RUU tentang Keperawatan
DPR
34.
RUU tentang Pengelolaan Ibadah Haji
DPR
35.
RUU tentang Pertanahan
DPR
36.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
DPR
37.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
DPR
38.
RUU tentang Pencarian dan Pertolongan
DPR
39.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
DPR
40.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
DPR
41.
RUU tentang Kesetaraan Gender
DPR
42.
RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
DPR
43.
RUU tentang Kesehatan Jiwa
DPR
44.
RUU tentang Kebudayaan
DPR
45.
RUU tentang Sistem Perbukuan Nasional
DPR
46.
RUU tentang Kawasan Parisiwata Khusus
DPR
47.
RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
DPR
48.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
DPR
49.
RUU tentang Perubahan atas UU 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
DPR
50.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
DPR
51.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
DPR
52.
RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.
DPR
53.
RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji
Pemerintah
54.
RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pemerintah
55.
RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pemerintah
56.
RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Pemerintah
30 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN No
Judul RUU
Pemrakarsa
57.
RUU tentang Administrasi Pemerintahan
Pemerintah
58.
RUU tentang Rahasia Negara
Pemerintah
59.
RUU tentang Pertembakauan
DPR
60.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
DPR
61.
RUU tentang Konservasi Tanah dan Air
DPR
62.
RUU tentang Kelautan
DPR
63.
RUU tentang Pengaturan Minuman Beralkohol
DPR
64.
RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Pemerintah
65.
RUU tentang Panas Bumi
Pemerintah
66.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Pemerintah
67.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Pemerintah
68.
RUU tentang Perubahan Harga Rupiah
Pemerintah
69.
RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian
Pemerintah
70.
RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Pemerintah
Sumber: Prolegnas 2013
Perlunya “Goalkeeper” Yang Handal Proses harmonisasi suatu peraturan bukanlah pekerjaan yang mudah. Seringkali muncul resistensi dari unit pengusul ketika keinginannya tidak ditampung dalam peraturan yang disusunnya. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 12Tahun 2011 antara lain diatur, proses pengharmonisasian RUU inisiatif DPR dilakukan oleh alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi. Sementara RUU inisiatif pemerintah (Presiden), rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) maupun Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres), proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapannya dikoordinasikan oleh Kementerian
Hukum dan HAM. Sebelum rancangan peraturan tersebut disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dilakukan harmonisasi, dalam skala yang lebih kecil, seringkali proses penyusunan peraturan perundangundangan tersebut melibatkan Kementerian Keuangan.
“goalkeeper” bermain untuk mengatasi “tendangan-tendangan” liar kebijakan yang berpotensi menjebol gawang APBN. Perlu keberanian, kecermatan dan strategi jitu untuk menghadapi “serangan-serangan” tersebut agar dapat menjadi “goalkeeper” yang handal.
Di sinilah peran Kementerian Keuangan di tuntut sebagai perisai atas substansi pengaturan yang berdampak fiskal. Resistensi yang muncul dari unit pengusul atas berbagai rekomendasi perubahan substansi pengaturan dari Kementerian Keuangan yang mereduksi kepentingan mereka membutuhkan kecermatan tersendiri dalam menyikapinya.Di sinilah awal mula peran
APBN kita sudah terlalu berat menanggung beban belanja setiap tahunnya. Bahkan, harus ada kaveling tersendiri yang mau tidak mau harus disediakan untuk membiayai pengeluaran karena memang sudah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Sebut saja porsi 20% anggaran pendidikan yang harus dialokasikan dalam APBN sebagai
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
31
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN amanat dari UUD 1945. Belum lagi anggaran minimal 5% untuk kesehatan yang harus disediakan dalam APBN karena perintah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, walaupun dalam praktiknya belum secara mulus dilaksanakan. Alokasi sekurangkurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN untuk Dana Alokasi Umum (DAU) juga turut berkontribusi dalam menambah belanja APBN. Beban APBN akan semakin berat setiap tahunnya dengan membengkaknya alokasi belanja pegawai, belanja subsidi, dan pembayaran hutang beserta bunganya yang turut mempersempit gerak fiskal. Mengingat semakin sempitnya kamar APBN, perlu kebijakan-kebijakan yang tepat agar tidak terjadi defisit yang semakin besar. Goalkeeper yang handal diperlukan dalam proses harmonisasi peraturan untuk menjaga stabilitas kapasitas fiskal APBN dan menjaga keselarasan peraturan perundang-undangan yang disusun dengan norma-norma pengelolaan
32 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
keuangan negara. Perlu kejelian dan kecermatan dalam menyikapi berbagai usulan dalam ragam peraturan yang ada, khususnya yang memiliki implikasi fiskal, meskipun kadang harus bermain di kandang lawan yang memiliki risiko “dimusuhi”. Kementerian Negara/Lembaga selaku pengusul peraturan sering kali mencantumkan substansi pengaturan yang terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan dalam produk peraturan yang diusulkan (RUU, RPP maupun R-Perpres). Tingginya ego sektoral unit pengusul dan keterbatasan ruang fiskal APBN sering kali diabaikan oleh Kementerian Negara/Lembaga pengusul rancangan peraturan perundangan tersebut. Celah-celah regulasi sering dimanfaatkan menjadi instrumen pembenaran dalam rangka mendapat dukungan dana dari APBN, meskipun sebagian atau seluruh ketentuan tersebut tidak selaras dengan ketentuan di bidang keuangan negara. Jika hal-hal tersebut terabaikan, maka beban APBN akan semakin
Namun dalam praktiknya sering kali produk peraturan perundang-undangan tersebut menyisakan permasalahan hukum, sehingga peraturan perundang- undangan yang sudah disahkan harus diuji matriil maupun formil oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.” berat. Penyusunan suatu peraturan perundangan seringkali sarat dengan kristalisasi kepentingan elit politik tertentu. Hal ini tidak dipungkiri karena dalam proses penyusunannya melibatkan peran mereka selaku legislatif. Sebagai contoh, dalam penyusunan suatu RUU, bukanlah tidak mungkin terjadi ‘gesekan’ dalam proses pembahasan antara pemerintah dengan badan legislatif atas suatu substansi pengaturan di dalamnya. Belum lagi suatu produk peraturan sektoral yang hanya melibatkan internal pemerintah (antar Kementerian Negara/Lembaga), misalnya produk RPP, potensi terjadinya dishamonisasi dalam proses penyusunan peraturan tersebut acap kali terjadi. Oleh karena itu, peran harmonisasi peraturan di dalamnya sangatlah penting. Jika dalam tataran rancangan peraturan perundangundangan inisiatif DPR diharmonisasi lebih dulu oleh internal DPR yang membidangi legislasi, maka rancangan peraturan perundang-undangan inisiatif pemerintah, diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM.
HARMONISASI PERATURAN PENGANGGARAN
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam proses harmonisasi peraturan, khususnya peraturan yang bersinggungan dengan peraturan di bidang keuangan negara (dan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Anggaran) antara lain: a. Persentase pengalokasian APBN (pengkavelingan anggaran). Ruang gerak APBN sudah sangat terbatas untuk membiayai belanja setiap tahunnya. Oleh karena itu, pengkavelingan anggaran secara eksplisit (dalam bentuk persentase tertentu) maupun implisit (tersirat) dalam peraturan perundangan harus dihindari karena akan menambah beban baru dalam APBN yang berdampak pada semakin besarnya defisit. b. Mekanisme penganggaran tertentu selain yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Aturan main dalam penganggaran sudah jelas di atur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 maupun aturan pelaksanaannya. Perlu
Dalam praktiknya, Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran khususnya), sering dilibatkan dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan atas materi-materi yang bersinggungan dengan substansi penganggaran pada khususnya, dan materi keuangan negara pada umumnya. Namun terkadang keikutsertannya hanya dilibatkan dalam proses finalisasinya saja. Terlepas kondisi tersebut disengaja atau tidak oleh unit pengusul, proses penyusunan peraturan yang di dalamnya mengatur substansi keuangan negara, seyogyanya melibatkan Kementerian Keuangan sejak awal pembahasannya.
dihindari adanya pengaturan mekanisme penganggaran yang menyimpang dari koridor hukum yang seharusnya, sehingga memunculkan inkonsistensi satu peraturan dengan peraturan lainnya. c. Pembentukan badan/lembaga baru. Pembentukan badan/lembaga baru membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, mulai dari pengadaan infrastruktur gedung, pegawai dan sarana penunjangnya. Oleh karena itu, pembentukan badan/lembaga baru dalam suatu rumusan peraturan perundangundangan sebisa mungkin dihindari karena memiliki dampak fiskal yang cukup signifikan. Badan/lembaga yang sudah ada bisa dioptimalkan sehingga model job enrichment bisa berjalan.
Sebagai sebuah unit organisasi yang salah satu tugasnya merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang harmonisasi peraturan penganggaran, maka setiap rekomendasi yang dihasilkan dalam proses harmonisasi peraturan tersebut haruslah tepat agar tidak memiliki risiko fiskal bagi APBN. Paling tidak, setiap rekomendasi yang dihasilkan tersebut mengedepankan 3 (tiga) prinsip aman, yaitu aman secara regulasi (tidak ada duplikasi pengaturan dengan peraturan lain yang saling bertentangan), aman secara substansi (muatan yang diatur tidak berdampak fiskal) dan aman secara implementasi (kemungkinan tidak terjadinya polemik di masyarakat pada saat peraturan
d. Penetapan tarif dan penggunaan langsung PNBP. Pengelolaan PNBP sudah secara jelas diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP beserta aturan turunannya. Mekanisme pemungutan, penyetoran, penggunaan, dan pelaporan PNBP sudah diatur dalam ragam peraturan di bidang PNBP. Adanya mekanisme baru dalam pengelolaan PNBP yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP, seperti penggunaan langsung PNBP di luar instansi yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU), atau penetapan tarif diluar mekanisme yang sudah ada, perlu diharmoniskan sehingga tidak memunculkan pertentangan dan tumpang tindih pengaturan satu sama lain.
tersebut diterapkan). Memang, prinsip-prinsip tersebut bukanlah suatu indikator yang mutlak diterapkan dalam proses harmonisasi peraturan di bidang penganggaran, karena terkadang dinamika perubahan kebijakan sering kali lebih cepat dibandingkan dengan proses penyelesaian regulasi yang akan digunakan sebagai dasar penetapan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, perlu pemikiran inovatif dan kreatif bagi seorang “goalkeeper” dalam melakukan harmonisasi peraturan dengan tetap berpegang pada normanorma pengaturan di bidang keuangan negara. (Agus Slamet Riyadi)
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
33
OPINI
APBN DAN PERAN STRATEGIS DJA MENENGOK JAMSOS BAGI PNS DI FILIPINA
34 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
APBN DAN PERAN STRATEGIS DJA
M
unculnya kasus-kasus korupsi besar seperti wisma atlet, flu burung, simulator SIM, atau kasus besar lain yang akan muncul menjadikan Ditjen Anggaran (DJA) sebagai pihak yang terkait dan dikaitkaitkan. Setidaknya DJA diminta keterangan, meski hal tersebut muncul pada tataran pelaksanaan bukan perencanaan anggaran sebagai core bussiness-nya. Risiko ini membawa dampak psikologis sebagain pegawai DJA untuk bekerja berdasar aturan formil dan hanya bersifat administratif. Khawatirnya, DJA secara perlahan melepas tanggungjawab strategisnyaterhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagaimana amanat UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, sebagai pengawal APBN yang menjamin
kualitas belanja, dan secara keseluruhan anggaran yang akuntabel. Kondisi Existing Belajar dari kasus-kasus yang terjadi dimana DJA ikut terbawa dalam proses pemeriksaan, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk diperbaiki sebagai di bawah ini : Pertama, banyaknya rincian (line item) dalam dokumen Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKAKL) menjadikan pengelolaan anggaran dari sudut pandang kementerian lembaga (K/L) sebagai hal yang kaku dan rinci hingga sampai pada level satker, komponen, bahkan akun. Hal ini menjadikan DJA terkesan harus ikut bertanggungjawab pada tingkat pelaksanaan anggaran.
Kedua, alokasi anggaran per jenis belanja(belanja pegawai, belanja barang, belanja modal dan bantuan sosial) menjadikan proses perencanaan penganggaran tidak fleksibel dan mengikat. Kondisi ini juga menjadi pemicu pihak eksternal berkesimpulan bahwa DJA ikut bertanggungjawab terhadap penggunaan anggaran. Idealnya, DJA adalah institusi perencanaan dan penganggaran yang mempunyai tugas dan fungsi untuk menjaga alokasi anggaran berdasarkan perencanaan/program-program yang tepat dalam rangka pencapaian targettarget pembangunan pemerintah. Ketiga, rincian RKAKL hingga sampai level akun juga menjadikannya sebagai dokumen pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Hal ini yang menjadikan DJA dianggap
OPINI ikut bertanggungjawab terhadap penyimpangan anggaran pada waktu pelaksanaannya. Idealnya sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran,RKAKL cukup menyajikan informasi outcome yang ingin dicapai, outputapa saja yang harus dihasilkan untuk mendapatkan outcome. Kegiatankegiatan apa yang perlu dilakukan sebagai proses yang harus dilalui serta input-input rasional yang dibutuhkan kegiatan tersebut. Sedangkan akun dibutuhkan dalam tahap pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Keempat, manajemen penyelesaian RKAKL/DIPA membutuhkan job description yang jelas dan tegas serta tidak menimbulkan multi tafsir. Proses bisnis yang melibatkan 2 unit eselon I yang berbeda (DJA dan DJPB) menjadi kendala tersendiri. Meski berada pada satu kementerian yang sama (Kemenkeu) proses tersebut tetap menimbulkan hambatan-hambatan administrasi dan koordinasi di lapangan. Hal tersebut juga memiliki potensi konflik kewenangan yang dapat berujung pada masalah hukum di masa yang akan datang. Dibutuhkan pembagian tugas dan kewenangan yang membedakan antara fungsi perencanaan penganggaran (DJA) dengan fungsi pelaksanaan dan pertanggungjawaban penganggaran (K/L dan DJPB). Kelima, keberadaan blokir dan output cadangan selalu menjadi alasan K/L untuk menuding DJA sebagai penghambat pelaksanaan APBN. Untuk pencopotan tanda bintang karena adanya output cadangan memerlukan waktu yang sama dengan penelaahan RKAKL pada saat penyusunan APBN. Sedangkan peruntukannya, kadangkadang tidak sesuai dengan prioritas atau tidak sesuai tugas-fungsi K/L.
36 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Reposisi DJA Ada 3 komponen dalam postur APBN : Pendapatan Negara, Belanja Negara dan Pembiayaan. Dari postur APBN tersebut, kita bisa melihat tugas dan tanggung jawab sebagian unit eselon I di lingkungan Kemenkeu. Komponen Pendapatan Negara menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, dan Ditjen Anggaran (di Direktorat PNBP). Komponen Belanja Negara terbagi pada 2 urusan, Belanja Pemerintah Pusat menjadi tugas Ditjen Anggaran (DJA) dan transfer daerah merupakan tugas Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK). Sedangkan untuk komponen pembiyaaan menjadi tanggung jawab tugas Ditjen Pengelolaan Utang (DJPU) dan Ditjen Kekayaan Negara (DJKN). Anggaran belanja dalam belanja pemerintah pusat yang menjadi tugas DJA dapat dikelompokkan dalam 2 kategori. Pertama, Belanja Pemerintah untuk penyediaan barang publik (komplemen terhadap investasi swasta), seperti infrastruktur, hukum dan HAM, pertahanan dan keamanan, riset, kesehatan masyarakat miskin, pelestarian lingkungan. Kategori ini yang dikenal sebagai belanja K/L atau sektoral. Kedua, Belanja Pemerintah pada barang privat, yang secara optimal menghasilkan dan mengganti belanja publik, yaitu belanja konsumsi murni, subsidi dan pembayaran pokok serta bunga hutang. Jenis belanja ini yang masuk ke dalam BA.999 atau non sektoral. Mempertimbangkan besarnya tanggungjawab dan strategisnya posisi DJA dalam mengelola APBN, maka potensi risiko perlu dikelola dengan baik (risk management) bukan dihindari (risk averse). Dengan demikian terdapat
beberapa konsekuensi logis yang harus dilakukan untuk perbaikan sistem penganggaran sebagaimana di bawah ini. Mempertegas posisi DJA sebagai institusi negara yang bertanggungjawab terhadap perencanaan dan penganggaran. Yang jelas pencapaian program dan penggunaan anggarannya menjadi tanggungjawab K/L. Dengan kata lain, K/L berperan sebagai Chief Operational Official (COO) dan DJA sebagai Chief Finance Official (CFO). Jika terjadi penyimpangan dalam tahap pelaksanaan, DJA tidak lagi dianggap terlibat terhadap terjadinya kesalahan pelaksanaan anggaran tersebut. Simplifikasi dokumen RKAKL sampai pada tingkat program tidak lagi disusun hingga level satker, komponen dan akun. Penyempurnaan dokumen perlu dilakukan agar isi RKAKL tidak lagi detail dan rigid, namun informatif, terukur serta dapat dipertanggungjawabkan. RKAKL berfungsi sebagai dokumen perencanaan penganggaran suatu K/L dalam mencapai target pembangunan yang diamanatkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) melalui program-program kerja. Bukan lagi sebagai dokumen pelaksanaan dan pertanggungjawaban seperti selama ini. Penggunaan teknologi yang mudah, cepat dan akurat. Peranan aplikasi tidak kalah penting kedudukannya dalam proses penyusunan RKAKL. Aplikasi yang ada saat ini dirasakan kurang optimal sebagai alat bantu. Sebagai pegangan, filosofis penggunaan teknologi adalah menjadikan pekerjaan lebih mudah, cepat dan akurat. Mungkin perlu review dan evaluasi menyeluruh terhadap pilihan aplikasi yang digunakan dalam menyusun RKAKL. Sebagai gambaran, reformulasi RKAKL
OPINI sebagaimana Table 1. Alokasi anggaran yang tertera pada RKAKL adalah net allocation. Jika ada alokasi anggaran yang tidak efisien dan efektif sebagai hasil penelaahan, alokasi semacam ini dimasukkan dalam National Budget Basket. Dengan demikian tidak dikenal lagi terminologi blokir dan output cadangan dan RKAKL yang diterbitkan oleh DJA merupakan alokasi net anggaran yang dapat digunakan langsung oleh K/L sejak Tahun Anggaran dimulai. Pemanfaatan terhadap keranjang anggaran ini diatur dengan regulasi tersendiri. Penggunaannya pun merupakan otoritas Menteri Keuangan selaku penanggungjawab fiskal
berdasarkan persetujuan Presiden. Mekanisme untuk menggunakan NBB dapat dilakukan melalui beauty contestterhadap proposal yang paling sesuai dengan prioritas nasional, direktif presiden, atau untuk bantalan fiskal pemerintah sebagai antisipasi terhadap dinamika perekonomian baik nasional, regional maupun internasional. Dengan demikian tidak ada lagi kebijakan penghematan dan pemotongan anggaran di tengah tahun anggaran berjalan. Usulan perbaikan sistem penganggaran tersebut tidak mempunyai arti bila tidak didukung oleh sumber daya yang memadai, seperti SDM, aturan internal (SOP) yang jelas. Pembinaan SDM DJA dilakukan dengan pendekatan pegawai
Tabel 1
PROGRAM: PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
adalah aset organisasi yang kompeten karena telah mengikutitraining,workshop, short course dan degree educationsebagai dasar melakukan analisis anggaran yang profesional. Sejalan dengan itu, juga perlu ada penyempurnaan SOP dan pembagian tugas serta kewenangan berdasarkan leveling fungsi dan jabatan yang ada. Tidak kalah penting adalah dukungan fasilitas kerja yang modern dan canggih serta mendapatkan kesejahteraan yang layak dan memadai. Hal ini menjadi basic needs untuk menghindari terjadinya potensi moral hazard yang tinggi. *** (A Irsan) *) penulis adalah pegawai di Direktorat Anggaran III
RKAKL Masa Depan
SITUASI: Rendahnya kapasitas Sumber Daya Air dalam mencukupi kebutuhan masyarakat INPUT: • • • • • • •
Sumberdaya manusia Anggaran Sarana Prasarana Modul Pelatihan Manual/guidance/SOP Bahan Baku Sumber Daya Alam
PROSES/AKTIVITAS: • Normalisasi saluran air baku »» Normalisasi DAS »» Pengerukan sedimentasi »» Pemeliharaan saluran primer, skunder dan tersier »» Sosialisasi kepada masyarakat sepanjang DAS • Pengadaan Tenaga
Operasi
OUTPUT:
OUTCOME:
• Jumlah panjang saluran air • baku yang dinormalisasi …KM • Jumlah Tenaga operasi dan pemeliharaan saluran air baku yang terlatih ….Orang • Jumlah panjang sumber air baku baru ….KM
• Jangka Pendek Peningkatan kapasitas air baku 12m3 per detik di tahun 2014 • Jangka Menengah Peningkatan kapasitas air baku 13,92m3 per detik di tahun 2019 • Jangka Panjang Peningkatan kapasitas air baku 14,76m3 per detik di tahun 2024
dan
Sharing penggunaan: • Masyarakat Umum 60% • Masyarakat Industri 40%
Pemeliharaan »» Recruitment Tenaga Operasi dan Pemeliharaan »» Pelatihan Tenaga Operasi dan Pemeliharaan »» Sertifikasi Tenaga Operasi dan Pemeliharaan • Pembangunan sumber air baku baru »» Penyusunan desain fasilitas Sumber Air Baku »» Pembangunan infastruktur Sumber Air Baku »» Pengawasan dan evaluasi tata kelola Sumber Air Baku
CUSTOMER: • Masyarakat umum • Masyarakat Industri
ASUMSI:
FAKTOR EKSTERNAL:
Penyediaan Air baku merupakan salah satu outcome Program Pengelolaan SDA, Minimnya infastruktur SDA, Minimnya Tenaga Operasi dan Pemelihara an Infrasuktur SDA, Potensi SDA masih besar, Tingginya kebutuhan air baku masyarakat.
Bencana Alam, Budaya dan tingkat ekonomi masyarakat, political will legislative, Perda dan sebagainya.
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
37
MENENGOK JAMSOS BAGI PNS DI FILIPINA 1. Pendahuluan Menurut laporan Public Service Internasional tahun 2009, di antara negara-negara berkembang di Asia, Filipina mempunyai program jaminan sosial tertua dengan cakupan dan tingkat manfaat yang luas. Sistem jaminan sosial di Filipina setidak-tidaknya terdiri dari 4 pilar, yaitu: •
Pilar pertama lebih merupakan bantuan sosial dimana beberapa kementerian yang berbeda (Kementerian Pengembangan dan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Tenaga Kerja) menjalankan program-program bantuan sosial untuk orang-orang miskin.
diselenggarakan oleh Social Security System atau SSS untuk pekerja sektor swasta dan the Government Service Insurance System atau GSIS untuk pekerja pemerintah (pegawai negeri). •
Pilar ketiga adalah tabungan yang bersifat mandatory untuk pekerja sektor swasta yang diselenggarakan oleh PAG-IBIG Fund. Meskipun demikian, manfaat yang diperoleh oleh sektor swasta tidak sebanyak Kondisi sosial/ekonomi Jumlah Penduduk % (Penduduk 65+)/(Total Populasi) Tingkat Harapan Hidup GNI per kapita Tingkat Pengangguran Tingkat Kemiskinan
•
Pilar kedua adalah skema manfaat pasti mandatory yang
38 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
pekerja pemerintah karena pada prinsipnya manfaat tersebut merupakan gabungan dari pilar kedua dan pilar ketiga. •
Pilar keempat adalah pilar voluntary atau sukarela, di mana dalam skema ini individu-individu menyiapkan rencana pension mereka sendiri dengan membeli premi pensiun dan manfaat lainnya guna memenuhi kebutuhan kontingensi mereka di masa mendatang. Indonesia
Filipina
227 juta
90 juta
5,8%
4,2%
71 tahun
71 tahun
$1.880
$3.521
8,4%
7,5%
16,7%
32,9%
Sumber: OECD and World Bank Statistics
OPINI Untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kondisi sosial dan ekonomi Filipina, tabel berikut ini menyajikan data perbandingan antara Indonesia dan Filipina pada tahun 2008. 2. Sistem Jaminan Sosial Filipina Deskripsi atas sistem jaminan sosial Filipina dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan. Pertama adalah dengan pendekatan sistem multi pilar.Sedangkan pendekatan kedua dilaksanakan dengan pendekatan institusional dan skema yang dijalankannya. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan ringkasan sistem jaminan sosial di Filipina dengan menggunakan pendekatan multi pilar. Sistem jaminan sosial Filipina dapat juga dijabarkan berdasarkan institusi yang melaksanakan serta jenis programnya. Tabel 2 berikut menyajikan informasi atas institusi dan programnya. 3. Sistem Jaminan Pegawai Negeri Sipil Filipina Jaminan sosial pegawai negeri di Filipina telah berlangsung sejak tahun 1936 atau sejak berdirinya the GSIS yang diberikan mandat untuk menyelenggarakan jaminan sosial bagi pegawai pemerintah. Jaminan sosial yang diberikan oleh the GSIS meliputi jaminan hidup yang diwajibkan, jaminan hidup tambahan, manfaat pensiun, jaminan pengangguran, jaminan cacat, dan jaminan kematian. Pada tahun 2007, melalui Resolusi No. 1, Komite Pengembangan Sosial, Otoritas Pengembangan dan Ekonomi Nasional, Filipina melakukan perubahan atas penyelenggaraan program sosialnya termasuk untuk pegawai pemerintah. Perubahan tersebut diawali dengan
Tabel 1: Sistem Jaminan Sosial Filipina Pilar
Institusi dan Programnya
Pilar 0 yaitu sistem bantuan sosial dengan target menurunkan kemiskinan dan dibiayai dengan pajak.
Bantuan sosial dan penurunan kemiskinan yang merupakan program dari departemen pemerintah seperti kesejahteraan sosial, kesehatan, dan tenaga kerja.
Skema pensiun dari SSS untuk pekerja sektor swasta, skema pensiun dari GSIS untuk pekerja sipil sektor publik, dan skema pensiun dari AFPPilar 1 yaitu sistem pensiun publik RSBS untuk anggota militer. yang bersifat wajib dengan skema Program jaminan kecelakaan kerja dari ECC. Defined Benefit (DB). Progran asuransi kesehatan dari PHIC. Program jaminan pekerja di luar negeri dari OWWA. Pilar 2 yaitu skema pensiun perseorangan atau terkait pekerjaan yang bersifat wajib dengan skema Defined Contribution (DC).
Skema tabungan wajib dari HDMF (Pag-IBIG). Skema tabungan wajib dari AFP-RSBS. Skema asuransi jiwa dari GSIS. Skema asuransi jiwa dari OWWA.
Pilar 3 yaitu skema pensiun perseorangan atau terkait pekerjaan Skema pensiun dari perusahaan swasta besar. yang bersifat sukarela serta skema- Reksa dana/Mutual Fund dari GSIS. skema tambahan lainnya. Pilar 4 yaitu skema sukarela, dukungan Pensiun swasta. informal (keluarga), program sosial Jaminan kesehatan masyarakat. formal (layanan kesehatan).
Keterangan: a. SSS adalah Social Security System b. GSIS adalah Government Service Insurance System c. AFP-RSBS adalah Armed Forces of the Philippines-Retirement Benefit System d. ECC adalah Employment Compensation Commission e. PHIC (PhilHealth) adalah The Philippines Health Insurance Corporation f. OWWA adalah Overseas Workers Welfare Administration
mendefinisikan ulang jaminan sosial yang diselaraskan dengan definisi sesuai dengan standar internasional. Dengan definisi yang mengacu pada standar internasional tersebut, jaminan sosial akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama, yaitu: 1. Contributory social insurance program Program ini membantu para kepala rumah tangga dalam menanggulangi
berkurangnya pendapatan pada usia pensiun. Dalam program ini, mereka diwajibkan untuk mengikuti program pension untuk jaminan hari tua, cacat, kematian, dan kesehatan. 2. Non-contributory social welfare program and social safety nets program Program ini ditujukan untuk membantu orang-orang miskin atau yang rentan terhadap kemiskinan. Program ini termasuk program bantuan pendidikan,
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
39
OPINI Tabel 2: Institusi Pelaksana Jaminan Sosial Sektor Formal
Pengangguran Ibu Rumah Tangga
Pemerintah
Risiko/Skema
Sipil
Militer
Swasta (DN)
Swasta (LN)
Anak-Anak
Hari Tua/Pensiun
GSIS
AFP-RSBS
SSS
Kematian/Kelangsungan hidup
GSIS, ECC, HDMF
AFP-RSBS
SSS, ECC
OWWA
Cacat
GSIS, ECC
SSS, ECC
OWWA
Separation/ Unemployment
GSIS
AFP-RSBS
PhilHealth
PhilHealth
PhilHealth SSS, ECC
PhilHealth OWWA
Asuransi Swasta (sukarela)
Swasta (sukarela)
Swasta (sukarela)
Swasta (sukarela) OWWA
Asuransi Swasta (sukarela)
Asuransi Jiwa
GSIS (wajib plus optional) Swasta (sukarela)
Mutual Fund/Provident Fund
GSIS (optional) HDMF
AFP-RSBS HDMF
HDMF
HDMF
HDMF
Sakit/Kesehatan
Program Pinjaman
GSIS
HDMF
pemberian sejumlah dana, program ketenagakerjaan, program mikrofinance, dana sosial, dan bantuan sosial. Program-program tersebut memberikan dukungan berupa manfaat minimal bagi orang-orang miskin, khususnya orang-orang yang sangat miskin.
SSS
OWWA
HDMF
3. Active labor market program Program ini ditujukan untuk meningkatkan ketrampilan, pelatihan untuk meningkatkan potensi usaha, bantuan mencari kerja, dan subsidi untuk penempatan kerja. Dengan demikian, program ini lebih ditujukan untuk meningkatkan pasar tenaga kerja.
Dalam menyelenggarakan jaminan sosial pegawai negeri, Filipina menggunakan kategori pertama dimana tingkat kontribusi untuk setiap peserta per bulan rata-rata 21% dan dibagi antara pegawai (9%) dan pemerintah (12%). Bagian pemerintah sebesar 12% tersebut sudah termasuk 4% premi tambahan untuk jaminan hidup. Selain memberikan manfaat di atas, the GSIS
Total Kontribusi Dan Total Benefit Yang Dibayarkan Oleh The Gsis Uraian Premium Contribution Benefit payments Ratio of contribution to benefit payments
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
34.7 16,9 2,05
36,7 21,3 1,72
39,9 24,5 1,63
40,4 25,9 1,56
39,2 30,9 1,27
40,4 29,9 1,35
39,1 30,6 1,28
40,8 32,3 1,26
Sumber: Social Insurance in Philippines: Responding to the Global Financial Crisis and Beyond, Rosario G. Manasan, 2009
40 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
OPINI juga memberikan keistimewaan bagi para anggotanya seperti pinjaman untuk kepemilikan rumah dan pinjaman kedaruratan dalam bentuk service privileges. Dengan tingkat kontribusi sebesar itu, dalam kondisi normal, peserta dapat memperoleh minimal manfaat pensiun bulanan lebih dari 90% dari rata-rata penghasilan bulanan.
kementerian/lembaga Pemerintah. Berikut adalah total kontribusi dan total benefit yang dibayarkan oleh the GSIS tahun 2000 – 2007 (in billion pesos)
Namun demikian, sustainabilitas program mengalami ancaman tatkala pertumbuhan kontribusi jauh tertinggal dengan manfaat yang dibayarkan. Rasio kontribusi terhadap manfaat benefit mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu 1,3 dibandingkan dengan tahun 2000 yang sebesar 2,1. The GSIS juga mengalami kendala dalam mengumpulkan tunggakan premi dari
a. Mengembangkan sistem informasi guna mendukung informasi terkait dengan peserta seperti iuran yang telah dibayarkan, manfaat yang telah diperoleh, serta data pendung lainnya. Sistem ini sangat diperlukan untuk mendukung operasional harian the GSIS, termasuk memantau kinerja investasi the GSIS.
A. Sekilas tentang GSIS
1. Anggota Judiciary and Constitutional Commissions yang dicover/dijamin dengan program jaminan terpisah; 2. Pegawai kontrak; 3. Anggota militer, Polisi, Lembaga Pemasyarakatan, dan Pemadam Kebakaran.
GSIS adalah institusi asuransi sosial yang dibentuk dengan Commonwealth Act No. 186 tahun 1936 dan terakhir diperbaharui dengan Republik Act No. 8291 tahun 1997. Tujuan dari dibentuknya GSIS adalah menjamin masa depan seluruh pegawai pemerintah Filipina melalui penyediaan dan pengadministrasian suatu dana pensiun yang mempunyai benefit jaminan sosial berupa: asuransi jiwa wajib, asuransi jiwa optional, pensiun, jaminan cacat akibat pekerjaan, jaminan kematian. GSIS merupakan institusi yang beroperasi dengan skema Defined Benefit (DB). B. Peserta GSIS Peserta GSIS mencakup seluruh pegawai pemerintah tanpa memandang status kepegawaiannya kecuali:
Atas beberapa permasalahan tersebut, the GSIS melakukan beberapa perubahan diantaranya:
Sampai dengan tahun 2010 jumlah anggota GSIS tercatat sebagai berikut: Anggota aktif 1.378.796 Pensiunan 208.314 Pensiunan (ahli waris) 98.283 C. Pendanaan sistem jaminan PNS Filipina Kontribusi dari jaminan PNS Filipina yang dikelola oleh GSIS adalah sebagai berikut: 1. Iuran Pegawai (employee) per bulan
b. The GSIS telah melaksanakan premium-based policy, yaitu kebijakan untuk memberikan manfaat minimal kepada peserta. Dalam kebijakan ini pensiunan akan memperoleh manfaat berdasarkan prinsip “what you get is what you paid for.” Suatu kebijakan yang menghubungkan antara kontribusi yang telah diberikan dengan manfaat yang akan diperoleh. Kebijakan ini merupakan bagian dari penerapan definisi jaminan sosial secara internasional yang diadopsi oleh Filipina. Selanjutnya, pada bagian ini akan disampaikan pelaksanaan sistem jaminan PNS di Filipina secara terperinci.
sebesar 9% dari gaji pokok dengan rincian: • 2% untuk asuransi jiwa; • 7% untuk pensiun dan jaminan sosial lainnya. 2. Iuran Pemberi Kerja (employer) per bulan sebesar 12% dari gaji pokok dengan rincian: • 2% untuk asuransi jiwa; • 10% untuk pensiun dan jaminan sosial lainnya. Di dalam Republic Act 8291 tahun 1997 Pemberi Kerja (Employer) didefinisikan sebagai berikut. “Employer — The national government, its political subdivisions, branches, agencies or instrumentalities, including governmentowned or controlled corporations, and financial institutions with original charters, the constitutional commissions and the judiciary”. Yang terpenting dari definisi ini adalah dimasukkannya pemerintah daerah (its political subdivisions) ke
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
41
OPINI dalam definisi employer. Ini berarti, pemerintah daerah sebagai employer wajib untuk membayar iuran kepada GSIS. Saat ini, disamping pemerintah pusat, kewajiban sebagai employer tersebut telah dilaksanakan juga oleh pemerintah daerah.
Act 1616. Persyaratan untuk menjadi gratuitant adalah: • Bekerja di pemerintah pada atau sebelum tanggal 31 Mei 1977; • Telah bekerja minimal 20 tahun; • Bekerja dengan tidak terputus dalam periode 3 tahun terakhir sebelum berhenti kecuali karena meninggal dunia, cacat, atau pemberhentian akibat reorganisasi.
D. Benefit-Benefit sistem Jaminan PNS Filipina Paket benefit utama yang diperoleh dari GSIS dapat dirinci sebagaimana uraian dibawah ini. 1. Benefit Pensiun (Retirement Benefit) Benefit pensiun dapat diberikan dalam dua skema utama yaitu sebagai penerima uang kehormatan (gratuitant) dan sebagai pensiunan (pensioner). (a) Sebagai gratuitant: Skema ini diberikan berdasarkan Republic
Paket Pensiun dibawah Republic Act 660 Persyaratan 1. Bekerja dengan tidak terputus dalam periode 3 tahun terakhir sebelum berhenti kecuali karena meninggal dunia, cacat, atau pemberhentian akibat reorganisasi; 2. Status penunjukkannya bersifat permanen;
harus
3. Usia dan masa kerja memenuhi kriteria formula “Magic 87”. Formula ini mensyaratkan bahwa jumlah usia dan masa kerja minimal 87. Formula “Magic 87” adalah sebagai berikut: Maksimum pensiun untuk mereka yang usianya lebih dari 57 tahun adalah 80%
42 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Sebagai gratuitant,pegawai yang berhenti tidak memperoleh pensiun bulanan tetapi akan memperoleh benefit berupa gratuity dan pengembalian dana sebagai berikut: •
Uang kehormatan (gratuity) yang dibayar oleh pemberi kerja terakhir dengan perhitungan sebagai berikut:
dari Average Monthly Salary (AMS) yang diterima dalam kurun waktu 3 tahun terakhir. Sedangkan maksimum pensiun bagi mereka yang berusia 57 tahun ke bawah adalah 75% dari AMS. Benefit Tersedia berikut:
3
opsi
benefit
sebagai
Opsi 1: Pensiunan yang usianya dibawah 60 tahun bisa memilih untuk menerima pensiunan bulanan secara otomatis atau menerima lumpsum dari tahun ke-1 s.d tahun ke-5 dan menerima pensiun bulanan mulai tahun ke-6. Mekanisme lumpsum adalah dengan menerima
•
Lama Bekerja
Uang Kehormatan
Kurang dari 20 tahun
1 bulan gaji
20-30 tahun
1,5 bulan gaji
Lebih dari 30 tahun
2 bulan gaji
Pengembalian akumulasi dana yang terdiri dari dana iuran pensiun pegawai ybs plus bunga dan iuran pensiun pemberi kerja (pemerintah) tanpa mendapat bunga.
(b) Sebagai pensiunan: GSIS menawarkan berbagai paket pensiun sesuai dengan kualifikasi dari para anggotanya. Tercatat empat paket pensiun yang ditawarkan yaitu paket dibawah RA 660, paket dibawah PD 1146, paket dibawah RA 7699, dan paket dibawah RA 8291.
seluruh uang pensiun bulanan untuk satu tahun ditiap awal tahun ke-1 s.d. ke-5. Opsi 2: Pensiunan dengan usia 60-62 tahun memperoleh lumpsum untuk 3 tahun, selanjutnya pada usia 63 tahun kembali mendapat lumpsum untuk 2 tahun. Jika yang bersangkutan masih hidup setelah periode 5 tahun tersebut, yang bersangkutan akan memperoleh pensiun bulanan. Opsi 3: Pensiunan dengan usia 63-65 tahun akan memperoleh lumpsum untuk 5 tahun dan setelah 5 tahun mereka akan memperoleh pensiun bulanan.
Age
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
Service
35
34
33
32
31
30
28
26
24
22
20
18
16
15
OPINI Paket Pensiun dibawah Presidential Decree 1146 Persyaratan Disediakan buat pegawai yang bekerja setelah 31 Mei 1977 tetapi sebelum 24 Juni 1997.
ini akan memperoleh Basic Monthly Pension (BMP) selama 5 tahun (yang bisa juga dibayar sekaligus/lumpsum dengan diskon rate 6%). Setelah 5 tahun pensiunan juga akan memperoleh Basic Monthly Pension. Perhitungan BMP:
Maksimum RAMC = 3.140 Peso BMP tidak boleh lebih dari 90% AMC Total Compensation received during
AMC =
the last 3 years Total Number of months during which compensation received
Benefit Tersedia 2 opsi benefit sebagai berikut: Opsi 1: Tersedia buat pegawai yang usianya 60 tahun dan memiliki masa kerja 15 tahun. Bagi mereka yang memenuhi kriteria
1. Jika masa kerja kurang dari 15 tahun: BMP = 0.375 X RAMC 2. Jika masa kerja 15 tahun atau lebih : BMP = 0.025 X RAMC X Masa Kerja RAMC = Revalued Average Monthly Compensation RAMC = AMC + 140 Peso
Opsi 2: Tersedia buat pegawai yang usianya 60 tahun dan memiliki masa kerja sedikitnya 3 tahun tetapi kurang dari 15 tahun. Jika memenuhi criteria ini, akan memperoleh kas sebesar 100% AMC untuk setiap tahun masa kerja.
Paket Pensiun dibawah Republic Act 7699
Paket Pensiun dibawah Republic Act 8291
setelah 5 tahun akan menerima pensiun bulanan.
Buat pegawai yang tidak memenuhi masa kerja pensiun dibawah PD 1146 dan RA 8291, mereka dapat menggabungkan masa kerja selama bekerja di sektor swasta dan masa kerja selama berada dipemerintahan untuk memenuhi masa kerja sebagaimana disyaratkan dalam PD 1146 dan RA 8291 tersebut. Sebagaimana diketahui, selama bekerja di swasta mereka juga telah mengiur kepada Social Security System.
Persyaratan Hanya dua syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh pensiun dibawah aturan RA 8291 yaitu: 1. Usia minimal 60 tahun dengan masa kerja minimal 15 tahun; 2. Tidak menerima pensiun cacat total permanen. Benefit Opsi 1: Lumpsum dengan menerima sekaligus BMP untuk 5 tahun kedepan dan
Opsi 2: Menerima lumpsum 18 kali BMP, selanjutnya pensiunan akan menerima pensiun TMT yang bersangkutan pensiun. Perhitungan BMP adalah sbb: BMP = 0.025 X RAMC X Masa Kerja RAMC = Revalued Average Monthly Compensation RAMC = AMC + 700 Peso BMP tidak boleh lebih dari 90% AMC
(2) Benefit Asuransi Jiwa (Life Insurance Benefit) GSIS memiliki 2 program asuransi jiwa yaitu:
Benefit Terdapat 3 macam benefit yang melekat yaitu: Death benefit: akan dibayarkan ketika peserta meninggal, besaran dihitung berdasarkan gaji terakhir dan pembayaran premium peserta. Termination Value: dibayarkan ketika terjadi termination/ pemutusan dengan nilai sebesar 25% dari setiap premium bulanan yang dibayarkan.
(a) Enhanced (ELP)
Life
Policy
Peserta Peserta program ini adalah pegawai yang bekerja setelah tanggal 31 Juli 2003.
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
43
OPINI yang mengalami kecelakaan, sakit, cacat, bahkan kematian terkait dengan pelaksanaan pekerjaannya. (d) Unemployment Kompensasi yang diberikan kepada pegawai yang telah membayar iuran selama 12 bulan dan diberhentikan tidak atas kemauan sendiri sebagai akibat reorganisasi misalnya. (e) Funeral Benefit diberikan kepada ahli waris untuk biaya pemakaman sebesar 20.000 peso.
Annual Dividens: dibayarkan atas akumulasi dari termination value. (b) Life Endowment (LEP)
Policy
Peserta Peserta program ini adalah pegawai yang bekerja sebelum tanggal 1 Agustus 2003. Benefit Terdapat 5 macam benefit yang melekat yaitu: 1. Maturity Benefit, dibayarkan pada tanggal jatuh tempo sesuai kontrak sebesar jumlah akumulasi asuransi ditambah dengan suplemennya. 2. Surrender Benefit, dibayarkan pada saat pemutusan kerja sebesar akumulasi asuransi ditambah dengan suplemennya. 3. Death Benefit, dibayarkan pada saat meninggal sebesar jumlah
44 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
akumulasi asuransi ditambah dengan suplemennya. 4. Dividens, dibayarkan berdasarkan akumulasi yang terkumpul. 5. Policy Loan, peserta yang telah membayar lebih dari 1 tahun premium berhak untuk mendapat pinjaman sampai dengan 50% dari akumulasi asuransinya. Benefit-Benefit lainnya meliputi: (a) Separation Benefit ini diberikan kepada pegawai yang tidak mencapai usia pensiun 60 tahun tetapi telah diberhentikan dari pekerjaannya. (b) Disability Benefit ini diberikan kepada peserta yang mengalami cacat sebagai akibat kecelakaan maupun penyakit. (c) Employee compensation Merupakan kompensasi untuk pegawai
(f) Survivorship Ketika peserta atau pensiunan meninggal dunia, ahli warisnya menerima uang kas dan/atau pensiun benefit. Ahli waris yang berhak melanjutkan pensiun akan mendapat hak sebesar 50% dari basic monthly pension yang diterima peserta atau pensiunan. 4. Kesimpulan Jika dibandingkan dengan sistem jaminan sosial yang sedang dan akan diterapkan di Indonesia maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Dari aspek program, program jaminan sosial di Filipina lebih komprehensif dibanding dengan program jaminan sosial di Indonesia. Beberapa program yang belum tercover sistem jaminan sosial di Indonesia antara lain: Program pensiun wajib untuk pegawai swasta, dan program jaminan untuk pegawai yang bekerja di luar negeri (overseas). b. Dari aspek badan pelaksana, jaminan sosial di Filipina dijalankan oleh berbagai badan pelaksana. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan jaminan sosial bisa juga dilaksanakan oleh banyak
OPINI badan penyelenggara. Sedangkan dalam hal jaminan pegawai negeri sipil beberapa hal yang bisa ditarik dari sistem jaminan pegawai negeri sipil di Filipina adalah sebagai berikut: a. Pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemda -dalam kedudukannya sebagai pemberi kerja- membayar iuran jaminan pegawai negeri sipil dalam program jaminan yang bersifat Defined Benefit. Sedangkan di Indonesia, hanya pemerintah pusat yang menyediakan dana dalam skema pay as you go. b. Batas Usia Pensiun (BUP) minimal di Filipina adalah 60 tahun. Batas ini lebih tinggi dari BUP Indonesia yang hanya 56 tahun. Implikasi dari tingginya BUP bagi pengelola dana
pensiun adalah iuran pensiun yang terkumpul menjadi lebih banyak tetapi pembayaran benefit pensiun secara umum menjadi makin berkurang; c. Dalam perhitungan pensiun, GSIS menggunakan rata-rata 3 tahun penghasilan terakhir sebagai dasar dalam perhitungan benefit pensiun. Sebaliknya, Indonesia menggunakan penghasilan terakhir sebagai dasar perhitungan benefit pensiun. Jika dikaitkan dengan iuran yang dibayarkan peserta, penggunaan rata-rata 3 tahun penghasilan terakhir akan menghasilkan perhitungan pensiun yang lebih fair/adil dibandingkan dengan menggunakan penghasilan terakhir; d. Peserta GSIS memiliki fleksibelitas yang tinggi dan opsi yang lebih
banyak dalam hal benefit yang diperoleh. Sebagai contoh, pensiunan memiliki pilihan apakah akan mengambil pensiun langsung atau kombinasi antara pembayaran lumpsum dan pensiun. Meskipun demikian, banyaknya benefit yang ditawarkan tentu akan berpengaruh pada sustainability dari program jaminan tersebut. Hal ini perlu dicermati lebih lanjut. Sebagai tambahan dapat disampaikan bahwa pemerintah Filipina memberikan jaminan/ garansi penuh atas pelaksanaan jaminan PNS yang dilaksanakan oleh GSIS. *** (Ade Permadi) *) penulis adalah Kepala Seksi Harmonisasi Jamsoskes – Dit. HPP
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
45
PNBP
INDUSTRI MIGAS DI TANAH AIR
46 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
INDUSTRI MIGAS DI TANAH AIR Banyak orang Indonesia yang mengasosiasikan industri Migas dengan bisnis jutaan dolar dan negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan gedung-gedung pencakar langitnya di tengah gurun pasir.
K
etika berbicara tentang industri migas, banyak orang Indonesia yang mengasosiasikannya dengan bisnis jutaan dolar dan negaranegara di kawasan Timur Tengah dengan gedung-gedung pencakar langitnya di tengah gurun pasir. Tetapi, ketika berbicara tentang industri migas di Indonesia, mungkin banyak orang Indonesia yang justru terbayang dengan kemiskinan dan kelangkaan BBM. Ditambah lagi dengan kenaikan harga BBM pada bulan Juni 2013 ini yang tentunya akan menambah beban masyarakat miskin pada khususnya. Perasaan kecewa karena sumber daya alam yang tidak terbaharukan ini dikuasai oleh negara asing dan dikeruk
habis-habisan tanpa adanya kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan Indonesia juga merupakan hal yang terbayang di sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini sangat beralasan ketika masyarakat melihat fakta di lapangan, di mana di beberapa tempat di wilayah Indonesia, masyarakat kesulitan mencari BBM. Ironisnya, kelangkaan BBM ini justru terjadi di wilayah sekitar daerah penghasil migas di mana papan nama perusahaan minyak asing seperti Chevron dan ExxonMobil terpampang disana. Selanjutnya, tingkat kemiskinan yang cukup tinggi juga dapat ditemui di sekitar wilayah
daerah penghasil migas. Semua ini adalah suatu gambaran dari industri migas di Indonesia dari sudut pandang orang Indonesia pada umumnya yang belum mengetahui atau hanya sedikit mengetahui tentang proses bisnis migas di Indonesia. Hal ini menyebabkan sulitnya mencari akar permasalahan sebenarnya dari masalah-masalah yang terjadi khususnya yang terkait dengan kelangkaan BBM dan tingginya tingkat kemiskinan di beberapa wilayah di Indonesia. Untuk membatasi ruang lingkup permasalahan, seluruh artikel ini hanya akan membahas tentang kegiatan industri hulu minyak bumi.Dalam rangka mencari sumber permasalahan dan solusinya, ada baiknya terlebih dahulu kita ketahui proses bisnis industri hulu minyak bumi di Indonesia.
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
47
PNBP Pada dasarnya, ada 2 mainstream dari industri minyak bumi ini, yaitu industri hulu dan hilir minyak bumi. Ketika berbicara tentang BBM, saat itu kita sedang berbicara tentang industri hilir minyak bumi. Namun ketika kita sedang berbicara harga minyak mentah dan ekspor minyak bumi, kita sedang dalam koridor industri hulu minyak bumi. Mengapa perlu kita bedakan antara kedua industri minyak bumi ini? Ada beberapa alasan yang menyebabkan perlu dipisahkan antara kedua industri ini. Namun, alasan mendasar yaitu adanya perbedaan secara prinsip antara keduanya. Pada industri hulu minyak bumi, kegiatan yang dilakukan meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam pelaksanaannya, kegiatan yang dilakukan lebih bersifat kepada ekstraksi sumber daya alam melalui pengeboran dan beberapa pekerjaan teknis lainnya sampai dengan
48 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
diperoleh minyak mentah dan dijual ke buyer. Sedangkan pada industri hilir minyak bumi, kegiatan utamanya yaitu proses pengilangan. Dalam proses ini, kegiatan yang dilakukan hampir serupa dengan industri manufaktur dimana sebuah perusahaan pengilangan melakukan processing dari raw material berupa minyak mentah menjadi produk jadi berupa kerosin, premium, avtur, solar dan lain-lain. Kondisi Indonesia dahulu dan saat ini Indonesia merupakan negara eksportir minyak bumi sekaligus importir minyak bumi. Mengapa bisa demikian? Untuk menjelaskannya, perlu terlebih dahulu diketahui statistik produksi/lifting minyak bumi dan konsumsi BBM di Indonesia sertatrend dari produksi dan konsumsi energisecara keseluruhan di Indonesia sebagai berikut:
Indonesia merupakan negara eksportir minyak bumi sekaligus importir minyak bumi. Pada umumnya, produksi migas di Indonesia berasal dari lapangan migas yang sudah cukup berumur. Lapangan minyak yang pertama kali ditemukan di Indonesia yaitu di Lapangan Brandan pada tahun 1885 oleh A.J. Zylker, seorang petani tembakau dari Belanda. Oleh karena itu, produksinya secara alami mengalami penurunan yang cukup signifikan. Saat ini, berdasarkan informasi dari berbagai perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia, banyak lapangan minyak bumi di Indonesia yang menghasilkan kurang dari 10% minyak bumi dan sisanya terdiri dari air, gas, lumpur dan lainnya. Dilain pihak, dengan meningkatnya
PNBP pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional, konsumsi BBM di Indonesia cenderung meningkat secara signifikan. Pada mulanya, pemerintah Indonesia membangun kilang minyak untuk menampung sebagian besar produksi minyak bumi nasional dan mendistribusikannya untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri. Sedangkan sisanya diekspor ke luar negeri. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, permintaan dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga produksi minyak bumi di dalam negeri tidak lagi mampu untuk memenuhi pasokanraw material dari kilang minyak di dalam negeri. Ditambah lagi, banyak minyak mentah yang diproduksi dari lapanganlapangan dengan jenis minyak mentah yang tidak lagi memenuhi spesifikasi dari kilang minyak tersebut. Dengan demikian, Pemerintah perlu membeli minyak mentah dari negara lain untuk memasok kilang-kilang minyak di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri.
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dijelaskan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam migas yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam rangka pengusahaan kegiatan migas, diperlukan teknologi tinggi dan kemampuan finansial yang memadai sehingga SDA migas tersebut dapat diperoleh dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kontrak Kerja Sama Migas di Indonesia
Saat ini, Pemerintah Indonesia dalam rangka pengusahaan migas dimaksud, secara teknologi memiliki keterbatasan dan tidak memiliki dana yang cukup apabila harus dialokasikan ke usaha migas secara langsung. Apalagi dengan mempertimbangkan bahwa industri migas merupakan industri yang penuh dengan ketidakpastian walaupun memiliki potensi keuntungan yang besar, maka Pemerintah tidak akan mengalokasikan dana APBN yang diperoleh dari rakyat untuk gambling. Seperti pada umumnya bisnis yang terkenal dengan istilah high risk high return, industri migas memang sangat menjanjikan apabila berhasil. Namun demikian, kita harus bersiap-siap kehilangan uang miliaran dolar apabila tidak berhasil.
Produksi migas di Indonesia pada umumnya diperolehmelalui Kontrak Kerja Sama antara Pemerintah (diwakili oleh SKK Migas) dan perusahaan migas. Lalu, mengapa Pemerintah tidak melakukan sendiri pengusahaan migas ini tanpa bantuan dari pihak lain?
Dilain pihak, perusahaan migas hanya sebuah entitas yang tidak memiliki sumber daya alam. Namun, mereka memiliki teknologi untuk dapat mengekstrak sumber daya alam migas dari dalam perut bumi. Disamping itu, perusahaan migas dapat dipastikan
Ada beberapa alasan utama mengapa Pemerintah harus melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka pengusahaan migas, yang dapat dijelaskan melalui tabel berikut:
Keterangan SDA Migas Teknologi Finansial Risiko
memiliki kemampuan finansial yang kuat untuk mendanai kegiatannya. Yang terpenting, perusahaan migas mau mengambil risiko yang tinggi atas kegagalan yang mungkin terjadi mengingat pada umumnya, industri migas memiliki rasio keberhasilan kurang dari 50%. Berdasarkan penjelasan tersebut, Pemerintah Indonesia dalam rangka mencari sumber pendanaan untuk pembangunan, mengupayakan untuk dapat mendayagunakan sumber daya alam yang dimiliki secara optimal. Dengan mempertimbangkan potensi migas di Indonesia cukup menjanjikan namun terkendala oleh beberapa permasalahan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Pemerintah selanjutnya berupaya untuk melakukan kontrak kerja sama dengan perusahaan migas baik dari dalam maupun luar negeri. Bagaimana proses pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara Pemerintah Indonesia dan Perusahaan migas? Ada satu hal utama yang harus diperhatikan dan mendasari prinsip pengelolaan migas di Indonesia. Sebagaimana diatur dalampasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945, SDA migassebagai sumber daya alam yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, dalam pengusahaan industri migas, walaupun pengoperasiannya dilakukan oleh
Indonesia Ada Tidak ada Tidak ada Tidak mau menanggung
Perusahaan Migas Tidak ada Ada Ada Mau menanggung
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
49
PNBP kontraktor migas tapi hak kepemilikan, manajemen dan pengawasannya tetap dilakukan oleh Pemerintah RI melalui instansi Pemerintah yang ditunjuk. Gibb dan Bromley (1989) menglasifikasikan rezim hak kepemilikan sumber daya alam menjadi 4 paham yaitu: (1) Open Access, (2) Private Property (Individual Corporation) (3) Common Property/Communal Property dan (4) State Property Open Access berarti sumber daya alam itu tidak ada yang memiliki sehingga siapapun dapat memanfaatkannya. Sebagai contoh adalah pengambilan ikan yang berada di wilayah Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) sehingga setiap orang berhak untuk memanfaatkan kekayaan alam yang berada diwilayah tersebut. Private Property berarti kepemilikan atas sumber daya alam tersebut melekat kepada pribadi perseorangan atau perusahaan.Sebagai contoh adalah kepemilikan tanah dan bangunan milik pribadi.Seluruh hak dan kewajiban melekat kepada pemilik tanah dan bangunan tersebut. Common Property/Communal Property mengindikasikan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Konsep ini merupakan suatu konsep tradisional dimana dalam pengelolaan sumber daya alam, peran aktif masyarakat sekitar menjadi penentu dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam tersebut. State Property/Communal Property berarti sumber daya alam merupakan milik Negara.Dalam hal ini, negara menjadi pihak yang mengatur dan mengelola sumber daya alam.
50 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Oleh karena itu, paham yang dianut dalam pengelolaan sumber daya alam migas adalah state property. Dalam pelaksanaannya, Kontrak Kerja Sama yang diaplikasikan di Indonesia menerapkan prinsip tersebut. Berbeda dengan pengelolaan pertambangan non migas pada umumnya dimana paham yang diterapkan adalahhampir serupa dengan private property. Misalnya pada pertambangan batu bara, Pemerintah memberikan izin kepada perusahaan tambang batu bara untuk melakukan usaha penambangan batu bara dengan biaya sendiri, risiko bisnis ditanggung sendiri dan tingkat produksi diatur oleh mereka sendiri. Negara tidak memiliki hak selain hanya memperoleh sejumlah persentase tertentu dari penjualan hasil tambang, royalti dan iuran tetap sertadari pajak-pajak
Kontrak Kerja Sama migas di Indonesia adalah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/ PSC) yang asli digagas oleh bangsa Indonesia. yang harus dibayar oleh perusahaan tambang batu bara. Royalti dihitung berdasarkan persentasetertentu terhadap tingkat penjualan. Sedangkan pajak dihitung berdasarkan tingkat keuntungan. Kontrak Kerja Sama migas di Indonesia adalah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC) yang asli digagas
PNBP
(x)
Lifting
ICP
Groos Avenue
(-)
FTP
(-) Cost Recovery ETS/NOI
Bagian Kontraktor dari FTP Bagian Kontraktor dari NOI/ETS
DMO at Cost (-) DMO Fee
(-)
Net DMO
Bagian Kontraktor setelah dikurangi Net DMO (-) Pajak Penghasilan
Bagian Pemerintah dari FTP Bagian Pemerintah dari NOI/ETS Net DMO
Net Bagian Kontraktor
Pajak Penghasilan
Cost Recovery Total Bagian Pemerintah
Total Bagian Kontraktor
Ilustrasi Production Sharing Contract di Indonesia
oleh bangsa Indonesia. Berdasarkan pendapat para ahli di bidang migas, penggagas dari PSC adalah Presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Namun, ada yang berpendapat bahwa penggagas utama dari PSC adalah Ibnoe Soetowo, Direktur Utama Pertamina pada masa itu.Terlepas dari siapa yang pertama kali menggagas PSC tersebut, para ahli di bidang perminyakan berpendapat bahwa pola yang diterapkan dalam PSC mengikuti sistem pembagian hasil dari pertanian yang diterapkan di Indonesia yang dikenal dengan nama “paron”. Keuntungan utama dari sistem PSC ini adalah penguasaan atas sumber daya alam tetap berada pada negara.Dengan demikian, perusahaan migas seperti Chevron, Petrochina, ExxonMobil yang selama ini beroperasi di Indonesia sama sekali tidak memiliki hak atas
penguasaan wilayah pertambangannya melainkan hanya bertindak sebagai kontraktor yang bekerja kepada pemerintah Indonesia (diwakili oleh BPMIGAS/SKK Migas) Melihat keuntungan yang diperoleh oleh negara dengan penerapan sistem ini, banyak negara-negara yang menerapkan sistem PSC. Hampir semua negara di Asia menerapkan sistem ini dalam pengelolaan sumber daya alamnya. Di beberapa daerah di Eropa dan Afrika juga diterapkan sistem ini dengan beberapa modifikasi. Production Sharing Contract untuk kegiatan hulu minyak bumi di Indonesia dapat disimplifikasi dan digambarkansebagaimana ilustrasi PSC minyak bumi diatas.
Lifting, ICP dan Gross Revenue Berdasarkan ilustrasi, diketahui bahwa penerimaan minyak bumi bersumber dari lifting. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Lifting adalahadalah sejumlah minyak mentah dan/atau gas bumi yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point). Volume minyak mentah yang dijualini diukur dalam satuan barel. Masing-masing jenis minyak mentah memiliki nilai jual yang berbeda-bedaHarga minyak mentah tersebut disebut juga ICP (Indonesia Crude Price). Setiap bulan pun ICP nilainya berfluktuatif..Misalnya jenis minyak mentah Sumatra Light Crude
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
51
PNBP (SLC) pada bulan April 2013,ICP-nya bernilaiUS$ 101,96 per barel menjadi US$ 100,09 per barel pada bulan Mei 2013. Dengan mengalikan volume minyak mentah dengan harganya dapat diperoleh Gross Revenue dalam US$. Cost Recovery Cost recovery merupakan komponen pengurang yang diperhitungkan dalam usaha pertambangan migas. Pada intinya, cost recovery merupakan biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010, biaya operasi dimaksud terdiri dari biaya eksplorasi, biaya eksploitasi dan biaya lain. Seluruh biaya operasi yang keluarkan
dan diperkenankan dalam rangka eksplorasi sampai dengan eksploitasi migas dapat di-reimburse oleh kontraktor kepada pemerintah dengan cara memperhitungkannya dengan hasil penjualan migas. Dengan kata lain, seluruh biaya yang timbul tersebut di defferred sampai dengan cadangan migas berhasil ditemukan dan secara ekonomis dapat diproduksi dan dijual sehingga diperoleh penghasilan. First Tranche Petroleum (FTP) Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010, FTP merupakan sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, yang dapat diambil dan diterima oleh Badan Pelaksana
dan/atau kontraktor dalam tiap tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use). Pada umumnya, persentasenya antara 5% sampai dengan 20%. Dengan kata lain, FTP berlaku sebagai pembatasan cost recovery antara 80% sampai dengan 95% yang diperkenankan untuk di-reimburse kepada kontraktor. Persentase bagi hasil antara Pemerintah dan Kontraktor pun berbeda-beda. Sebagai contoh, bagi hasil minyak bumi antara pemerintah dan Exxonmobil sebesar 71,1538% dan 28,8462%. Sedangkan bagi hasil minyak bumi antara Pemerintah dan Chevron Rokan Block sebesar 79,4872% dan 20,5128%.
Melakukan Kegiatan eksplorasi
Ada Produksi?
Ya
Melakukan lifting
Dibagikan antara Pemerintah dan Kontraktor (FTP)
Tidak selesai
Ya
Ada Sisa?
Memperhitungkan dengan Cost Recovery
Tidak Kontraktor menyerahkan minyak DMO dari bagian FTP senilai ICP
Ya
Ada Sisa?
Tidak Pemerintah membayar minyak DMO maksimum senilai ICP
Kontraktor membayar pajak dari bagian FTP setelah diperhtungkan dengan net DMO (dapat ditangguhkan sampai dengan ada ETS)
Selesai
Selesai
Dibagikan antara Pemerintah dan Kontraktor (ETS) Kontraktor menyerahkan minyak DMO dari bagian ETS senilai ICP Pemerintah membayar minyak DMO maksimim senilai ICP Kontraktor membayar pajak dari bagian ETS + (Pengangguhan pajak dari FTP) setelah diperhitungkan dengan net DMO Selesai
52 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
PNBP Equity to be Split/Net Operating Income Mengacu kepada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 Equity to be split (atauNet Operating Income) merupakan adalah hasil produksi yang tersediauntuk dibagi (lifting) antara Badan Pelaksana (saat ini SKK Migas) dan kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi (jikaada), dan pengembalian biaya operasi. Nilai ini juga dibagihasilkan antara pemerintah dan kontraktor sebagaimana FTP. Domestic Market Obligation (DMO) Mengacu kepada Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010, DMO atau Domestic Market Obligation adalahkewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.Adapun besarnya ditetapkan sebesar 25% sebagaimana diatur juga dalam kontrak.Minyak mentah yang diserahkan tersebut nilainya sebesar ICP (DMO at Cost) namun hanya dibayar maksimum sebesar ICP (DMO Fee).Adapun istilah DMO Fee sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2010 adalah imbalan yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada kontraktor atas penyerahan minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Selisih antara DMO at Cost dan DMO Fee merupakan Net DMO yang menjadi penerimaan migas lainnya bagi pemerintah. Pajak Penghasilan Dari bagiannya, baik yang diperoleh dari FTP maupun dari ETS/NOI setelah dikurangi Net DMO, kontraktor
diwajibkan untuk membayar pajak. Sebagai contoh, apabilabagi hasil minyak bumi antara pemerintah dan Exxonmobil sebesar 71,1538% dan 28,8462%, kontraktor harus membayar pajak kepada Pemerintah sebesar 48%. Sedangkan untuk Chevron Rokan Block, dengan bagi hasil antara Pemerintah dan kontraktor sebesar 79,4872% dan 20,5128%, kontraktor harus membayar pajak penghasilan sebesar 41,5%. Apabila dijelaskan secara diagram alur, kontrak kerjasama migas dapat digambarkan sebagaimana gambar berikut: Untuk dapat lebih memperjelas konsep PSC, akandigunakan ilustrasi PSC warung makan Sunda sebagai analogi sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Rinto Pudyantoro, salah satu ahli perminyakan di Indonesia.
Dalam PSC warung makan ini, terdapat dua pihak yang berkepentingan, yaitu pemilik lahandan investor rumah makan. Dalam hal ini, pemilik lahan memiliki tempat yang terlihat strategis mengingat letaknya dipusat kota dan banyak dilalui oleh kendaraan.Pemilik lahan tersebut ingin mendayagunakan lahannya agar produktif dengan mendirikan bisnis rumah makan Sunda. Namun, pemilik lahan tidak memiliki pengalaman untuk berbisnis maupun kemampuan finansial yang cukup untuk memulai bisnis serta tidak ingin mengambil risiko dari kemungkinan kerugian bisnis.Dilain pihak,ada investor yang memiliki pendanaan yang kuat, pengalaman dan mau mengambil risiko. Selanjutnya kedua pihak ini memulai kesepakatan untuk berbisnis dengan cara kontrak kerja sama (PSC).
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
53
PNBP Di dalam kontrak tersebut diatur halhal sebagai berikut: 1. Kerjasama dilakukan selama xx tahun. 2. Hak kepemilikan lahan tetap ditangan pemilik lahan 3. Investor menyediakan dana untuk pembangunan gedung, peralatan penunjang untuk operasional restoran, pembayaran pegawai restoran serta pengeluaran lainnya yang terkait dengan usaha restoran.
Berdasarkan paparan tersebut, dapat dianalogikan bahwa pemerintah bertindak selaku pemilik lahan dan investor bertindak sebagai kontraktor migas.Pemerintah dan kontraktor migas menandatangani kesepakatan kerja sama untuk pengusahaan migas selama xx tahun (sebagaimana aturan kontrak nomor 1). Pemerintah menyediakan lahan yang akan dieksplorasi untuk usaha migas. Hak kepemilikan atas lahan yang dieksplorasi tetap ditangan Pemerintah (sebagaimana aturan kontrak nomor 2).Kontraktor migas menyediakan pendanaan, peralatan dan teknologi untuk mengeksplorasi migas di lahan yang disediakan oleh pemerintah (sebagaimana aturan kontrak nomor 3). Seluruh peralatan yang dibeli oleh kontraktor migas dalam rangka pengusahaan migas menjadi milik Pemerintah dan selama masa kontrak, peralatan tersebut digunakan oleh kontraktor migas dalam rangka pengusahaan migas (sebagaimana aturan kontrak nomor4). Selanjutnya,biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor migas dapat direimburse dalam bentuk cost recovery setelah diperoleh cadangan migas yang secara ekonomis dapat diproduksi dan
54 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
4. Gedung dan peralatan penunjang sebagaimana dimaksud pada angka 3 menjadi hak pemilik lahan sejak dibangun/dibeli dan digunakan oleh investor selama masa kontrak untuk keperluan usaha restoran. Setelah habis masa kontrak, bangunan dan peralatan dikembalikan kepada pemilik lahan. 5. Hasil usaha yang diperoleh dari restoran dibagihasilkan antara pemilik lahan dan investor setelah diperhitungkan terlebih dahulu dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh investor sebagaimana dimaksud pada angka 3. 6. Seluruh pengeluaran oleh investor sebagaimana dimaksud pada angka 3 dapat direimburse kepada pemilik lahan hanya dari hasil yang diperoleh dari usaha restoran 7. Bagi hasil antara pemilik lahan dan investor adalah sebesar x% dan y%.
dijual. Apabila, hasil penjualan migas sampai dengan berakhirnya masa kontrak tidak dapat menutupi biayabiaya yang telah dikeluarkan, maka Pemerintah tidak menanggung sisanya (aturan kontrak nomor 5 dan 6).Hasil yang diperoleh dari penjualan migas dibagihasilkan antara Pemerintah dan kontraktor sesuai persentase yang ditentukan dalam kontrak (sebagaimana aturan nomor 7).
orang-orang Indonesia sebagai pegawai oleh perusahaan migas.
Dengan demikian, sistem kontrak kerja sama ini seyogianya merupakan suatu sistem yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, pemerintah tetap memegang hak kepemilikan atas wilayah pertambangan migas dan seluruh kegiatan operasi tetap didalam kendali pemerintah mengingat setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh kontraktor migas harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari pemerintah melalui instansi yang ditunjuk. Disamping itu, sistem ini juga seyogianya juga dapat digunakan sebagai sarana alih teknologi dan pengetahuan dari pihak kontraktor ke masyarakat Indonesia dengan cara pelatihan dan rekruitmen
Namun demikian, sepertinya kesempatan ini kurang dioptimalkan oleh pihak kita untuk menjadikan bangsa kita bangsa yang maju yang melahirkan perusahaan-perusahaan migas yang tidak hanya melakukan eksplorasi dan produksi di tanah air tetapi juga di manca Negara. Dengan kondisi cadangan migas yang terus menurun di Indonesia, sudah selayaknya pemerintah melalui PT Pertamina EP, sebagai salah satu perusahaan minyak milik pemerintah,untuk dapat berkiprah dan terus maju untuk melakukan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri melalui upaya pencarian cadangan-cadangan baru baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan demikian, kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi dapat dipenuhi dan PT Pertamina EP, sebagai salah satu anak perusahaan dari BUMN terbesar di Indonesia, dapat menyumbangkan tambahan dividen sebagai sumber pendanaan pembangunan di Indonesia. *** (yubilianto)
SISTEM PENGANGGARAN
SEPUTAR PEMOTONGAN ANGGARAN 2013
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
55
SEPUTAR PEMOTONGAN ANGGARAN 2013 Untuk yang kesekian kalinya Pemerintah melakukan kebijakan pemotongan anggaran Kementerian/Lembaga pada saat tahun berjalan.
K
ebijakan yang tidak populis ini terpaksa dilakukan oleh Pemerintah ketika asumsiasumsi yang digunakan dalam penyusunan APBN 2013 ternyata menjauh dari kenyataan. Sebagai contoh, asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi semula dipatok sebesar 6,5 persen, dalam Pokok-Pokok Perubahan APBN Tahun Anggaran 2013, Pemerintah mengajukan angka 6,2 persen, tingkat inflasi awalnya ditetapkan 4,9%, Pemerintah merevisi menjadi 7,2 persen, Minyak mentah Indonesia (ICP) yang pada awalnya USD100/barrel berubah ke USD108/ barrel. Adapun lifting minyak yang semula 900 ribu barrel/hari kemudian diusulkan 840 ribu barrel/hari, dan
56 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
lifting gas dari 1,360 juta barrel/hari menjadi 1,240 juta barrel/hari. Hanya Tingkat suku bunga SPN 3 bulan yang tidak mengalami perubahan yaitu tetap di 5,0 persen. Pergeseran asumsi ekonomi makro tersebut berdampak cukup signifikan terhadap postur APBN 2013. Target defisit pada APBN 2013 melebar Rp 80,4 triliun dari rencana semula. Hal ini disebabkan target penerimaan turun Rp 41.4 triliun sehingga menjadi Rp 1.488 triliun, sedangkan belanja membengkak menjadi Rp 39 triliun atau menjadi Rp 1.772 triliun. Dengan demikian, defisit APBN 2013 menjadi 233,7 triliun atau 2,48 persen dari produk domustik bruto. Angka yang masih dihalalkan
dalam Undang-undang Keuangan Negara yang mengatur defisit APBN dan APBD secara kumulatif tidak boleh melampaui batas 3% terhadap PDB. Menurut Menteri Keuangan, Chatib Basri “tanpa perubahan kebijakan, defisit APBN 2013 dapat membengkak sampai dengan 3,8 persen”. Subsidi bahan bakar minyak berikut program kompensasi memberikan kontribusi yang paling besar terhadap belanja pemerintah, yaitu sebesar Rp 39 triliun, ditambah lagi by law anggaran pendidikan yang ikut-ikutan naik. “Inilah ganjilnya sistem pengelolaan anggaran di Indonesia”, ungkap Faisal Basri, ekonom Universitas Indonesia. Satu sisi pemerintah harus menekan anggaran belanja karena subsidi BBM, yaitu dengan pemotongan belanja kementerian/lembaga yang ditarget mencapai 24,6 triliun, kemudian diikuti
SISTEM PENGANGGARAN dengan menaikan harga premium dan solar dari Rp 4.500 per liter menajdi Rp 6.500 perliter dan Rp 5.500 per liter untuk solar. Namun disisi lain, pemerintah terpaksa menambah anggaran belanja karena adanya undangundang sisdiknas yang mengharuskan pemerintah memberikan porsi 20 persen dari total belanja. Sebagian pengamat mengatakan bahwa kebijakan Pemerintah untuk melakukan pemotongan anggaran Kementerian/Lembaga sangatlah tidak mudah, mengingat pemotongan anggaran dilakukan di tengah jalan, pada saat pelaksanaan anggaran yang sudah hampir satu semester. Anggaran pendidikan tiba-tiba bertambah, padahal programnya relatif baru bahkan belum ada. Ruang fiskal daerah (APBD) pun
turut berubah dan ujung-ujungnya penyerapan anggaran kecil ataupun kalaupun dipaksakan akan menjadi asal-asalan. Dapat diprediksi anggaran tidak memberikan efek yang maksimal. Gejala ini sudah terlihat, ketika sampai dengan 15 Mei 2013, penyerapan belanja modal baru mencapai 10,97 persen dari total pagu sebesar Rp Rp 20,23 triliun. Dengan demikian masih ada 89 persen anggaran yang harus terserap dalam jangka waktu 7,5 bulan. Realisasi ini lebih rendah bila dibandingkan dengan minggu pertama bulan Mei 2012 yang saat itu sudah menyerap dana 12 persen. Hampir dapat dipastikan, penyerapan anggaran belanja modal akan menumpuk pada akhir tahun. Kondisi yang kurang baik ini, sebenarnya sudah diawali, ketika anggaran yang terblokir pada awal tahun cukup
APBN-RAPBN 2013 No
KODE BA
KEMENTRIAN NEGARA/ LEMBAGA
1
033
KEMEN PU
2
022
3
JUMLAH RM
JUMLAH APBN
banyak. Ketika pada awal bulan Maret 2013, separuh dari pagu anggaran ditiga kementerian (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama dan Kementerian Pemuda dan Olah Raga), terblokir akibat belum lengkap sarat administratifnya. Secara nominal, anggaran ketiga kementerian yang diblokir tersebut mencapai Rp 119,1 triliun. Pemotongan Anggaran Kementerian/Lembaga Untuk menjaga agar defisit APBN 2013 tetap dalam koridor 2,5% terhadap PDB atau 2,8 persen dalam pokok-pokok perubahan APBN 2013, Pemerintah sepakat untuk melakukan pemotongan belanja K/L sebesar K/L Rp27,6 triliun. Pemotongan ini dilakukan terhadap
EXERCISE PEMOTONGAN RM (NON PENDAMPING, NON OPS NON ANGG PENDIDIKAN (BASIS PEMOTONGAN)
PEMOTONGAN RP27,5 TRILIUN (Rata2:10,2%)
% PEMOTONGAN DARI PAGU TOTAL
DARI PAGU RM
PAGU SETELAH PEMOTONGAN
70.100.481.360.0
77.978.017.568
67.380.441.371
6.906.246.159
9%
10%
71.071.771.409
KEMENHUB
33.699.308.252
36.679.246.644
28.887.920.362
2.960.905.049
8%
9%
33.718.341.595
024
KEMENKES
28.354.428.402
34.581.957.385
20.812.695.839
2.133.224.386
6%
8%
32.448.732.999
4
020
KEMEN ESDM
17.104.809.112
18.803.891.368
16.344.247.440
1.675.224.944
9%
10%
17.128.666.424
5
018
KEMENTAN
17.532.660.534
17.819.545.212
15.784.772.200
1.617.880.800
9%
9%
16.201.664.412
6
012
KEMENHAN
68.610.272.678
81.963.562.678
15.215.208.758
1.559.502.653
2%
2%
80.404.060.025
7
010
KEMENDAGRI
14.169.240.799
15.782.619.288
13.512.965.403
1.385.029.001
9%
10%
14.397.590.487
8
076
KPU
8.492.009.875
8.492.009.875
7.827.064.874
802.245.216
9%
9%
7.689.764.659
9
015
KEMENKEU
17.781.549.243
18.234.397.480
5.493.753.681
563.089.444
3%
3%
17.671.308.036
10
027
KEMENSOS
5.599.973.507
5.605.594.300
5.249.728.272
538.077.742
10%
10%
5.067.516.558
11
032
KKP
6.546.162.739
7.077.443.156
5.244.419.335
537.533.595
8%
8%
6.539.909.561
12
091
KEMENPERA
4.951.188.763
5.168.112.276
4.851.521.498
497.262.097
10%
10%
4.670.850.179
13
060
POLRI
38.663.708.097
45.622.032.305
4.274.208.700
438.090.592
1%
1%
45.183.941.713
14
029
KEMENHUT
5.332.612.551
6.717.498.152
3.940.209.382
403.856.896
6%
6%
6.313.641.256
Sumber: Kementerian Keuangan WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
57
SISTEM PENGANGGARAN nilai total pagu belanja K/L APBN 2013 yang mencapai Rp594,6 triliun setelah dikurangi dengan Rupiah Murni Pendamping, Belanja Operasional, Anggaran Pendidikan, Pinjaman dan Hibah LN/Pinjaman Dalam Negeri/ PNBP/BLU dan SBSN PBS yang jumlahnya mencapai Rp325,3 triliun, sehingga sisa yang dapat dijadikan dasar pemotongan adalah sebesar Rp269,3 triliun; Pemotongan belanja K/L sebesar Rp27,6 triliun tersebut berarti 4,6% terhadap total pagu belanja K/L (Rp594,6 triliun) atau 10,2% terhadap pagu RM yang menjadi dasar pemotongan (Rp269,3 triliun). Berikut 15 besar Kementerian/ Lembaga yang mengalami pemotongan. Pemotongan anggaran terbesar terjadi pada Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp 6,15 triliun atau 7,9 persen dari pagu. Berikutnya adalah Kementerian Perhubungan dipotong Rp 2,64 triliun atau 7,2 persen dari pagu. Sedangkan Kementerian Kesehatan dipotong Rp 1,9 triliun atau 5,5 persen dari pagu dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dipotong Rp 1,49 triliun atau 7,9 persen dari pagu. Kementerian Pertanian dipotong Rp 1,44 triliun atau 8,1 persen dari pagu sedangkan Kementerian Pertahanan dipotong Rp 1,39 triliun atau 1,7 persen dari pagu. Kriteria Pemotongan Anggaran K/L Dalam melakukan pemotongan anggaran pada Kementerian/Lembaga, Pemerintah memberikan ramburambu bahwa pemotongan dapat dilakukan apabila tidak mengurangi kebutuhan biaya tetap, berupa belanja pegawai dan belanja barang operasional penyelenggaraan kantor. Apabila hal ini
58 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
dilakukan, kondisi yang akan terjadi tergangungnya pelayanan Pemerintah kepada masyarakat. Kriteria selanjutnya adalah bahwa pemotongan tidak boleh mengurangi alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total belanja. Hal ini merupakan kesepakatan Pemerintah dengan DPR yang tertuang dalam undang-undang sisdiknas bahwa Pemerintah harus mengalokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total belanja. Kemudian pemotongan diharapkan juga tidak mengurangi kebutuhan anggaran dalam rangka penyediaan dana RM pendamping dan tidak mengurangi alokasi anggaran dengan sumber pendanaan PNBP/ BLU, PHLN/PHDN dan SBSN/ PBS. Secara lebih spesifik Pemerintah mengharapkan pemotongan anggaran pada K/L Pemotongan hanya dilakukan terhadap anggaran bersumber dari Rupiah Murni (RM) dan PNBP (sejauh tidak menghambat pencapaian target penerimaan dan kinerja). Sedangkan teknis pelaksanaan pemotongan dilakukan dengan pemblokiran anggaran oleh masingmasing K/L (self blocking), dan selanjutnya diusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk dilakukan pemblokiran dalam RKAKL/DIPA, sedangkan aturan lebih lanjut kebijakan penghematan dituangkan dalam Instruksi Presiden tentang Penghematan dan Pengendalian Anggaran Belanja K/L. Dalam rangka mengantisipasi adanya pagu minus pada Kementerian/ Lembaga, pemotongan anggaran harus memperhatikan realisasi anggaran belanja K/L sampai dengan bulan Mei 2013, atau saat dilakukannya identifikasi. Demikian halnya juga,
Sebagian pengamat mengatakan bahwa kebijakan Pemerintah untuk melakukan pemotongan anggaran Kementerian/ Lembaga sangatlah tidak mudah, mengingat pemotongan anggaran dilakukan di tengah jalan, pada saat pelaksanaan anggaran yang sudah hampir satu semester. pemotongan tidak boleh dilakukan terhadap anggaran untuk kegiatan yang sudah terikat kontrak dan pemenuhan kewajiban pemerintah yang bersifat inkracht, serta tunggakan yang tidak dapat ditunda. Pengalaman menunjukan, apabila Kementerian/Lembaga tetap melakukan pemotongan terhadap anggaran yang sudah terikat kontrak, misalnya, maka yang akan terjadi adalah pagu minus pada akhir tahun dan akan menambah panjang jalur penyelesaiannya. Oleh sebab itu, Pemerintah mengharapkan pemotongan anggaran pada Kementerian/Lembaga dilakukan untuk anggaran pada belanja barang non operasional non prioritas,anggaran yang terblokir, output cadangan, perjalanan dinas, honorarium, seminar, rapat di luar kantor, serta hasil optimalisasi/ sisa dana swakelola, sebagai sumber pemenuhan pemotongan anggaran. Dengan pemotongan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut, relatifly, anggaran masing-masing Kementerian/ lembaga lebih aman untuk dilaksanakan, semoga. *** (mujibudda’wah)
ENGLISH CORNER
LOW JEAN AND LAY JINX Oleh: Eko Widyasmoro “Silakan Bapak log in dulu”, said a very helpful tutor when I asked him how to use the e-performance application. I understand his instruction perfectly, even when he pronounced ‘log in’ as low jean. Similarly, I get that my wife wanted to buy a pair of leggings for our daughter, not to lay a jinx, a curse on her. The g in ‘log in’ and ‘leggings’ is a hard g, which means that it is pronounced as you would in ‘good’or ‘game’, not a soft g as in ‘giraffe’. But how are we supposed to know these things, right? In the list of alphabets, g is pronounced softly. So why not ‘lojin’ and ‘lejing’? The pronunciation and spelling in our Bahasa Indonesia are comfortingly reliable and consistent. Except for the nasal ng, the consonant g will always be pronounced as a hard g, for example in ‘galak’ and ‘bagus’, regardless of its position and the vowels that comes before or after it. The majority of other consonants (to name a few: t, k, l, m, d, b or j) also sound exactly like how they are written. The closest thing we can get to a pronunciation problem is when we want to differentiate f from v, for example in vungsi and telefisi. But that’s about it. English pronunciation, on the other hand, is nothing short of a nightmare. The hard and soft g is just the tip of an incredibly confusing iceberg. Consider the following pair of words: heardbeard, five-give, steak-streak, low-how, break-speak. Same spelling, different pronunciation. The cluster of letters -ough can be pronounced in eight
different ways -- as in through, though, tough, plough, thorough, hiccough, and lough. It’s as if the language is created specifically to annoy its speakers. The above seemingly randomness is just the standard English. If we take into account the various accent, things can get even more ridiculous. For example, try saying ‘raise up lights’. That’s how Australians say razorblades. For more extreme pronunciations, we can go to Wales. The Welsh for ‘how are you?’ is ‘pwy ydych chwi?’. These guys even hold the record for the longest village name, i.e. Llanfairpwllgwyngyllgoger ychwyr ndrobwllllantysiliogogogoch, which, for obvious reasons, is shortened into Llanfairpwllgwyngyll. Good luck pronouncing that! However, for the most challenging pronunciation the Chinese really takes the cakes. Chinese is a monosyllabic language, in which most, if not all, words are formed by a single syllable. As a result, each sound on average represent seventy words. In fact, in Pekingese dialect, the sound ‘yi’ can stand for a staggering 215 different words. They differentiate these words by using rising or falling pitches to vary the sounds subtly. In Bahasa Indonesia, we use pitches only in three ways: questions (sudah?), statement (sudah), and exclamation (sudah!). English also used it the same way. Now imagine having to learn hundreds of different pitches like the Chinese. Feeling better about English already?
As has been mentioned earlier, pronunciation mistakes occur due to differences in language characteristics. A learner accustomed to a reliable phonetic language like Bahasa Indonesia, Hindi or Finnish will have trouble mastering the rules of pronunciation in English, Chinese, or French. This is to be expected and is never an excuse to avoid learning altogether. After all, of 300,000 to 400,000 known English words (depending on which source you consult), you only need to master around 500 to have a basic daily conversation. Or 1000 to 1500 words if you want to wow the consultants on the third floor. So, how can we learn word pronunciation? The simplest, most cost effective way is to copy how actors converse in movies. Create a specific goal, for example, ‘I want to speak like Morgan Freeman’.Then rent or buy his movies and copy the sound, rhythm, and pitches of every word he speaks. Make sure to turn on the English subtitle so that you can learn how a word is written AND spoken. Tips: Arnold Schwarzenneger is not a good example. Instead go for Hugh Grant or Helen Mirren or Emma Watson if you fancy a British accent. There are also softwares that can help you learn the ‘standard’ English. Some of these can be obtained for free in the internet. However, some websites may require you to LOG IN first. *** (eko widyasmoro)
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
59
RESENSI
“BAGI PARA PRAJURIT KEHIDUPAN” Oleh: Hisyami Adib
Sejurus anda akan mulai menyadari bahwa ternyata kehidupan anda seharihari adalah medan perang yang harus anda hadapi.
Judul Buku : The 33 Strategies of War Pengarang : Robert Greene Penerbit : Joost Elffers Book
B
ayangkan diri anda sebagai seorang panglima perang yang memimpin ribuan prajurit di medan perang yang tengah menghadapi tentara lawan yang jumlahnya 2 kali lipat dari jumlah pasukan anda dan dengan persenjataan yang lebih lengkap. Di saat seperti ini, apakah yang akan anda lakukan? Memerintahkan pasukan anda untuk mundur dari medan perang, atau tetap maju menghadapi lawan dengan berbekal strategi mumpuni?
60 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Situasi seperti digambarkan di atas tentu kurang familiar dengan kehidupan anda sehari-hari jika anda membayangkan medan perang yang dipenuhi ribuan orang berseragam perang dan bersenjata dan dilengkapi dengan kendaraan-kendaraan tempur yang mematikan. Akan tetapi coba gantikan bayangan anda tentang medan perang dengan permasalahan anda sehari-hari di kantor, kemudian tentara yang anda pimpin sebagai staf dan kolega2 anda di tempat kerja dan
target-target pekerjaan sebagai tentara musuh yang siap menerjang. Sejurus anda akan mulai menyadari bahwa ternyata kehidupan anda seharihari adalah medan perang yang harus anda hadapi. Tiap bab dalam buku ini bertujuan untuk memberikan strategi bagaimana cara untuk menyelesaikan “pertempuran” yang anda hadapi tiap hari, mulai dari bertempur dengan tentara bermotivasi rendah, kelelahan akibat menghadapi terlalu banyak
“medan pertempuran” sekaligus, hingga rasa frustasi ketika rencana tidak sinkron dengan kenyataan di lapangan. Dalam buku ini, penulis memberikan 6 prinsip ideal yang harus miliki jika anda ingin menerapkan strategi pertempuran-pertempuran dalam kehidupan anda : 1. Look things as they, not as your emotions color them : War demands the utmost in realism, seeing things as they are. The more you can limit or compensate for your emotional responses, the closer you will come to ideal condition. 2. Judge people by their actions : The briliance of warfare is that no amount of eloquence nor talk can explain away a failure on the battlefield. A general has led his troops to defeat, lives has been wasted and that is how history will judge them. In this life, you are responsible for the good and bad in your life, for this look at the everything other people do as a strategic maneuver, an attempt to gain victory. 3. Depend on your own arm : Everything in life can be taken away from you and generally will be at some point. Your wealth vanishes, the latest gadgetry suddenly become obsolete, your allies (colleagues) desert you, etc. But if your mind is armed with the art of war, there is no power that could take that away, because in the middle of crisis, your mind will find its way to the best solution, as Sun-tzu says, “Being uncoquerable lies with yourself” 4. Worship Athena, not Ares : In the mythology of ancient Greece, Ares was a god of War in its direct and brutal form who fought with violence
Sesuai dengan judulnya, buku” The 33 Strategies of War” ini merangkum 33 kisah pertempuran terhebat yang pernah tercatat dalam sejarah dan dipimpin oleh para panglima-panglima perang dan ahli strategi yang hanya pernah kita dengar dari buku-buku kepahlawanan, mulai dari sang Legenda Sun-Tzu, Miyamoto Mushashi, Jengis Khan hingga Jenderal Erwin Rommel. Buku ini dibagi dalam 5 bagian yang masingmasing mewakili jenis dari pertempuran, antara lain : 1. Self Directed Warfare 2. Organizational (Team) Warfare 3. Defensive Warfare 4. Offensive Warfare 5. Unconventional (Dirty) Warfare
“Without war, human beings stagnate in comfort and affluence and lose their capacity for great thoughts and feelings. They become cynical and subside into barbarism” –Fyodor Dostoyevsky, 1821-1881 and on the other hand, Athena was the Goddess of Wisdom and strategic warfare who always fought with the utmost intelligence and subtlety. That’s why the people of Greeks despised Ares and worshipped Athena because they want to always one step ahead and making their moves more indirect and subtle before in order to win the war. 5. Elevate yourself above the battlefield : In war, strategy is the art of commanding the entire miltary operation. Tactics, in the other hand is the skill of forming up the army for battle and dealing with the immediate needs of battle field. Most of us in life are tacticians, not the strategist.Tactical people are heavy and stuck in the ground, while strategist are light on their feet and can see far and wide.
6. Spiritualize your warfare : Every day you face battles, but the greatest battle of all is with yourselfyour weaknesses, your emotions, your lack of resolution in seeing things trough the end. That’s why in order to success, you need to forge the warror’s spirit and only constant practice will lead you there. Penulis buku ini merupakan pakar sejarah klasik yang memiliki pengetahuan luas mengenai pertempuran-pertempuran besar yang pernah terjadi, maka tak heran detail kejadian buku ini mengagumkan dan ditambah lagi gaya naratif penulis yang makin membuat buku ini semakin enak untuk dinikmati baik sambil minum teh maupun dalam perjalanan. *** (pustakawan DJA)
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
61
RENUNGAN
BEKERJA LEBIH DARI ADANYA
H
ari itu ada seseorang yang meninggal dunia. Seperti biasanya, jika ada sahabat meninggal dunia, nabi Muhammad SAW pasti menyempatkan diri mengantarkan jenazahnya sampai ke kuburan. Tidak cukup sampai di situ, pada saat pulangnya, Rasulullah menyempatkan diri singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga yang ditinggalkan supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musbah itu. Begitupun terhadap keluarga sahabat yang satu ini. Sesampai di rumah duka, Rasulullah bertanya kepada istri almarhum, “Tidakkah almarhum suamimu mengucapkan wasiat ataulah sesuatu sebelum ia wafat?” Sang istri yang masih diliputi kesedihan hanya tertunduk. Isak tangis masih sesekali terdengar dari dirinya. “Aku mendengar ia mengatakan sesuatu di antara dengkur nafasnya yang tersengal. Ketika itu ia tengah menjelang ajal, ya Rasulullah.” Rasulullah tertanya, dikatakannya?”
“Apa
yang
“Aku tidak tahu, ya Rasulullah. Maksudku, aku tidak mengerti apakah ucapannya itu sekadar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dahsyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong.”
62 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
“Bagaimana bunyinya?” tanya Rasulullah lagi. Istri yang setia itu menjawab, “Suamiku mengatakan ‘Andaikata lebih panjang lagi…. Andaikata yang masih baru… Andaikata semuanya….’. Hanya itulah yang tertangkap sehingga aku dan keluargaku bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu hanya igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai….” Rasulullah tersenyum. Senyum Rasulullah itu membuat istri almarhum sahabat menjadi keheranan. Kemudian, terdengar Rasulullah berbicara, “Sungguh, apa yang diucapkan suamimu itu tidak keliru.” Beliau diam sejenak. “Jika kalian semua mau tahu, biarlah aku ceritakan kepada kalian agar tak lagi heran dan bingung.” Sekarang, bukan hanya istri almarhum saja yang menghadapi Rasulullah. Semua keluarga almarhum mengerubungi Rasul akhir zaman itu. Ingin mendengar apa gerangan sebenarnya yang terjadi. “Kisahnya begini,” Rasulullah memulai. “Pada suatu hari, ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat Jumat. Di tengah jalan ia berjumpa dengan dengan orang buta yang bertujuan sama—hendak pergi ke masjid pula. Si buta itu sendirian tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntunnya. Maka, dengan sabar dan telatennya, suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas
yang penghabisan, ia menyaksikan pahala amal shalihnya itu. Lalu ia pun berkata, ‘Andaikata lebih panjang lagi.’ Maksudnya adalah andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya akan jauh lebih besar pula.” Semua anggota keluarga itu sekarang mengangguk-angguk kepalanya. Mulai mengerti sebagian duduk perkara. “Terus, ucapan yang lainnya, ya Rasulullah?” tanya sang istri yang semakin penasaran saja. Nabi menjawab, “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi sekali untuk shalat Subuh, cuaca dingin sekali. Di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suaminya membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia pun mencopot mantelnya yang lama yang tengah dikenakannya dan diberikan kepada si lelaki tua itu. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, ‘Coba, andaikata yang masih baru yang kuberikan kepadanya, dan bukannya mantelku yang lama yang kuberikan kepadanya, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi.’ Itulah yang dikatakan suami selengkapnya.” “Kemudian, ucapan yang ketiga, apa maksudnya ya Rasulullah?” tanya sang istri lagi.
RENUNGAN Dengan penuh kesabaran, Rasulullah menjelaskan, “Ingkatkah engkau ketika pada suatu waktu suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Ketika itu engkau segera menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur daging dan mentega. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong. Yang sebelah diberikannya kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalnya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata, ‘Kalau aku tahu begini hasilnya, musafir itu tidak akan kuberi hanya separuh. Sebab, andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti pahalaku akan berlipat ganda pula.’” Sekarang, semua anggota keluarga mengerti. Mereka tak lagi risau dengan apa yang telah terjadi kepada suami dan ayah mereka ketika akan
menjelang wafatnya. Kelapangan telah ia dapatkan karena ia tidak sungkan untuk menolong dan memberi. Kisah di atas memberikan banyak pelajaran kepada kita semua. Tidak bisa dipungkiri bahwa fitrah manusiabiasanya enggan melakukan perbuatan lebih dari yang diminta. Bahkan kalo bisa bekerja sesuai yang diperintahkan saja dan kewajibanpun gugur. Begitu selesai langsung melanjutkan pekerjaan yang menjadi hobinya alias leha-leha. Alhasil, bila pekerjaan itu dinilai, maka bisa dipastikan jika outputnyapun ala kadarnya. Padahal ada kesempatan luas untuk mengerjakan yang lebih baik lagi. Memang tidak semua hasil dari suatu perbuatan langsung diganjar Tuhan seketika. Adakala orang mendapatkan imbalan lama setelah perbuatan itu selesai dikerjakan. Bekerja dan memberi sesuatu kepada orang lain ternyata tidak sekedar bermodal tanpa pamrih saja. Namun, berikanlah yang terbaik
dari yang kita miliki. Betapa bahagianya seorang atasan ketika mengetahui permintaannya telah dikerjakan oleh bawahannya melebihi ekspektasi yang diharapkan. Tak sedikit inisiatif dan ide brilian bawahan sungguh diperlukan untuk mempertajam kualitas pekerjaan. Bila hal ini dilakukan niscaya si atasan tidak akan segan-segan memberikan kesempatan karir atau bonus lainnya kepada bawahan. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Dia pasti mengganjar setiap perbuatan sekecil apapun kepada hambaNya. Jika bekerja merupakan bagian ibadah harian kita, maka sudah saatnya kita meningkatkan kualitas pekerjaan kita masing-masing. Jangan sampai terjadi suatu penyesalan dalam diri kita, kenapa dulu kita bekerja hanya seadanya, bukan lebih dari adanya.Alangkah baiknya bila kita memotivasi diri untuk senantiasa memberikan dan mengerjakan sesuatu melebihi yang diharapkan orang lain. (Sri mudji sampurnanto)
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
63
POJOK FOTO Canon EOS 60D | ISO 200 | F/5 | Speed 1/50 | Pencahayaan Available Light
FOTOGRAFI “STILL LIFE”
64 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Canon EOS 60D | ISO 200 | F/16 | Speed 1/250 | Pencahayaan Available Light
Canon EOS 60D | ISO 400 | F/2.8 | Speed 1/2500 | Pencahayaan Available Light
Canon EOS 5D Mark II | ISO 100 | F/14 | Speed 1/100 | Pencahayaan Available Light
Canon EOS 60D | ISO 400 | F/2.8 | Speed 1/250 | Pencahayaan Available Light
FOTOGRAFI “STILL LIFE” Oleh: Edy “singomoto” Santoso
D
alam kehidupan sehari-hari, foto still life sering kita jumpai, misalnya di brosur, kalender, majalah, koran, billboard, dll. Fotografi still life sering menampilkan makanan dan minuman, serta benda-benda mati lainnya yang dikomposisikan sedemikian rupa sehingga menarik untuk dilihat. Mungkin tanpa kita sadari, kita juga sering melakukan pemotretan still life terhadap benda-benda di sekitar kita, misalnya gelas, ballpoint, dan lain-lain. Tapi saya yakin bahwa yang paling sering dilakukan adalah memotret menu makan siang untuk dipamerkan di group blackberry mesengger, diunggah di facebook, dll. Dalam tulisan kali ini saya akan mengajak untuk mengenal lebih lanjut tentang fotografi still life sebagai salah satu cabang fotografi yang sangat menarik, karena di sini seorang fotografer dituntut
66 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
untuk mengeksplorasi kemampuan dan kreativitasnya. Fotografer dituntut untuk menghasilkan foto yang baik dan menarik bahkan dari obyek/benda yang paling sederhana. Apa yang dimaksud fotografi still life ? Dari kata per kata, dapat diartikan bahwa kata still berarti benda diam/mati, sedangkan life berarti hidup, sehingga tujuan dari fotografi still life itu adalah berusaha memberikan “kehidupan” pada benda tersebut. Fotografi still life identik dengan fotografi komersial dan advertising. Seorang fotografer still life dituntut untuk kreatif dan bisa membuat membuat foto lebih bermakna dan bercerita, sehingga fotografer dituntut untuk bisa memberikan jiwa/roh kepada benda-benda mati yangmenjadi obyek pemotretan, sehingga benda-benda
tersebut “hidup”, bisa “berbicara” dan “mengajak” orang yang melihatnya. Untuk itu benda-benda mati tersebut perlu diatur atau dibuat secara khusus untuk membentuk komposisi yang indah dan menarik. Tujuan fotografi still life Tujuan dan fungsi fotografi still life berupa pemotretan benda dengan tujuan pembuatan katalog, brosur, newsletter, company profile, flyer, iklan, dll. Foto harus dibuat komunikatif, seberapa bagus desain barangnya, fungsi barang tersebut, dan untuk siapa barang tersebut diciptakan/dibuat. Biasanya foto still life dibuat sesuai selera, konsep dan emosi fotografernya. Yang perlu diperhatikan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemotretan still life, yaitu :
POJOK FOTO Konsep/tujuan pemotretan; Tidak hanya dalam fotografi still life saja yang diperlukan konsep. Konsep dalam fotografi harus sejalan atau sesuai dengan tujuan foto itu dibuat. Dalam beberapa kasus, perlu melibatkan banyak pihak yang berkepentingan dalam pemotretan tersebut. Pencahayaan, Dalam fotografi tidak bisa dilepaskan dari pencahayaan. Dalam hal ini arah jatuhnya cahaya pada benda menjadi kunci keberhasilan fotografi still life. Sudut pengambilan Sudut pengambilan atau angle sangat berpengaruh pada komposisi dalam fotografi still life. Dengan komposisi yang baik, maka benda-benda yang dipotret akan semakin menonjol dan menarik untuk dilihat. Jenis benda atau obyeknya, Sebelum memotret sebuah benda/ obyek, perlu juga diketahui karakteristik
benda tersebut.Apakah benda tersebut bersifat transparan, misalnya gelas, bola lampu, dll.. Ataukah benda tersebut merupakan benda solid yang tidak tembus cahaya, misalnya bola, sepatu, dll. Bisa juga benda yang bersifat reflektif, misalnya perhiasan dll. Outdoor atau indoor ? Fotografi still life merupakan salah satu genre fotografi yang dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Bila di dalam ruangan, pencahayaan harus menggunakan cahaya buatan atau artificial light yang berasal dari flash maupun lampu studio. Atur jatuhnya cahaya pada obyek sedemikian rupa sehingga mendapatkan pencahayaan yang paling baik, dengan cara menggeser/memindahkan dan memutar obyek. Posisi lampu dan jumlah lampu yang digunakan akan sangat menentukan dalam memberi
“roh” benda mati tersebut. Tetapi apabila pemotretannya dilakukan di luar ruangan (outdoor), untuk pencahayaannya sudah pasti available light, yaitu sinar matahari tetapi apabila dibutuhkan, kadang kita bisa menggunakan teknis pencahayaan campuran atau mix lighting, yaitu menggunakan available light dan artificial light untuk menambahkan atau memberi efek-efek tertentu. Beberapa foto berikut ini merupakan beberapa contoh foto yang mungkin bisa dijadikan rujukan untuk belajar fotografi still life. Selamat mencoba !!! *) penulis pegawai di Subdit Anggaran IIIB, penghobi fotografi & pemilik www. singomoto.com
Fujifilm X10| ISO 100 | F/10 | Speed 14 | Pencahayaan Artificial Light
WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
67
POJOK FOTO
Canon EOS Digital X | ISO 200 | F/16 | Speed 1/80 | Pencahayaan Artificial Light
Canon EOS 50D | ISO 400 | F/5.6 | Speed 1/50 | Pencahayaan Artificial Light
68 WARTA ANGGARAN | Edisi 27 Tahun 2013
Canon EOS 60D | ISO 400 | F/2.8 | Speed 1/6400 | Pencahayaan Available Light