22
Dari Kami
Edisi DESEMBER 2008
Tahun Baru dan Spirit Mewujudkan Pelayanan Publik yang Lebih Baik
P
EMBACA yang budiman, tanpa terasa kita hampir melewati tahun 2008. Kami yakin, ada begitu banyak peristiwa yang kita alami, entah itu positif maupun negatif dalam menjalani rutinitas kita. Seyogyanya hal-hal tersebut dapat kita jadikan sebagai pelajaran dan hikmah maupun motivasi untuk lebih baik lagi. Sebentar lagi kita akan memasuki tahun yang baru, tahun 2009. Ada baiknya kita merumuskan langkah-langkah dengan cermat dan sistematis, agar kehidupan kita semakin berkualitas dan bernilai ibadah. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW : “Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung, yang hari ini sama seperti kemarin dia termasuk orang yang merugi dan yang hari ini lebih buruk dari kemarin dia termasuk orang yang celaka.”
jaringan kerja pemerintah yang lebih dikenal dengan Elektronik Government (e-government). Melalui e-government, dengan jaringan intenet sebagai medianya, informasi yang di sampaikan dapat lebih terarah, sistematis dan terpadu. Apalagi Palembang bervisi sebagai Kota Internasional, Sejahtera, Berbudaya dan Religius pada 2013 mendatang. Tentu saja salah satu syarat yang harus dipenuhi yakni aplikasi dan pemanfaatan teknologi sudah berjalan. Secara umum, pemanfaatan teknologi di kota metropolis cukup menggembirakan. Sekolahsekolah baik negeri maupun swasta pun telah memanfaatkan internet (baca : teknologi informasi) sebagai wahana menambah pengetahuan dan keterampilan, warung internet atau warnet pun marak bermunculan. Kondisi ini merupakan sebuah indikator kemelekan teknologi yang positif.
Pembaca, pun tanpa terasa, Tabloid Dinamika yang diterbitkan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang telah menginjak usia satu tahun. Di usia yang boleh dikatakan masih seumur jagung, kami dengan segala keterbatasan tetap berusaha menghadirkan tabloid ini. Tentu saja dengan harapan dapat memberikan informasi seputar kebijakan dan pembangunan di Kota Palembang kepada pembaca.
Sayangnya, di unit-unit kerja pemerintah (Dinas, Badan, Kantor), pemanfaatan jaringan e-government justru tidak atau belum berjalan. Masih banyak situs-situs di unit pemerintah ini yang tidak di update dan isinya tidak relevan, sehingga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan informasi secara on line-komprehensif.
Pembaca yang budiman, maraknya perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini tentu saja harus disikapi dengan cermat. Terlepas dari berbagai dampaknya yang mungkin saja negatif, teknologi tetap memberi andil terpenting dalam pemberian dan penyebarluasan informasi.
Padahal, bila situs-situs ini dioptimalkan, begitu banyak manfaat yang dapat ambil, selain faktor efisiensi dan efektifitas tentunya. Salah satunya, birokrasi terkait soal perizinan yang rumit dan bertele-tele dapat dipotong jalurnya melalui pelayanan secara komputerisasi.
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, informasi dapat didistibusikan melalui suatu
Semoga saja, seiring pergantian tahun, pelayanan publik di kota yang kita cintai ini akan menjadi lebih baik dan berkualitas. (***)
E-Gov: Upaya Mewujudkan Pemerintahan yang Akuntabel dan Transparan ________ 3 Gagas Media Center, Beri Pelayanan Kepada Masyarakat ___________ 5 6 Strategi Menuju E-Gov ___________________ 6 Empat Tipe Relasi E-Gov ___________________ 7 LSM, Apaan Sih? __________________ 12 Selamat Ulang Tahun Ibu __________________ 13 Palembang Raih PKPD-PU Award ______ 15
Fokus
I
Edisi DESEMBER 2008
33
NFORMASI di era keterbukaan saat ini sudah berkembang demikian pesatnya. Informasi tak lagi di artikan sebagai sarana untuk memberikan keterangan-keterangan agar individu maupun publik mengetahui belaka. Namun, ia telah berkembang menjadi kekuatan penentu yang dominan.
Bila diibaratkan dalam kondisi perang, informasi tak ubahnya bagai pasukan pengintai “tanpa bentuk” guna mengetahui kelemahan sekaligus kekuatan musuh. Sehingga, tak heran, muncul ungkapan siapa saja yang menguasai informasi dialah yang akan menjadi pemenang di medan laga. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, aktivitas penyampaian informasi menjadi bagian yang sangat vital. Melalui informasi yang dikelola secara cermat dan akurat, publik akan memahami, bahkan memberikan dukungan, ketika suatu kebijakan pembangunan digulirkan. Demikian pula sebaliknya. Jika informasi yang disampaikan tidak dipahami dan kurang transparan, kekhawatiran akan timbulnya keresahan bahkan gejolak sangat dimungkinkan mengemuka. Di sisi lain, publik pun berhak mendapatkan akses informasi dari penyelenggara pemerintahan. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pada Pasal 7 Ayat 1 menyatakan, setiap Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Badan Publik terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraa n n e gara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD maupun sumb a n g a n masyarakat dalam dan luar negeri. Sementara pemohon informasi publik adalah warga negara atau badan hukum yang mengajukan permintaan informasi kepada badan publik. E-Government Gambaran diatas kian menguatkan keyakinan bahwa informasi mengambil bagian penting
dalam proses pembangunan. Pemerintah sangat menyadari hal ini. Karena itu pemerintah menempuh berbagai upaya. Antara lain dengan menerapkan sistem elektronik government (e-goverment) atau pemerintahan berbasis elektronik. Dengan pola ini, pemerintahan tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration maupun pengerjaan secara manual mulai ditinggalkan. Berdasarkan definisi dari World Bank, e-government adalah penggunaan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet dan mobile computing) oleh pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. Dalam prakteknya, e-government adalah penggunaan internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Secara ringkas, penerapan e-goverment bertujuan untuk menciptakan pelayanan publik secara on line atau berbasis komputerisasi. Memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi public, dan memangkas sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu, e-goverment juga dimaksudkan untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik. E-goverment dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan maupun kebijakan oleh pemerintah, memperbaiki produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, inisiatif e-goverment telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika). Dalam instruksi itu dinyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. E-goverment wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat di gunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat berupa pelayanan yang m e n dasar dan m e n simplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.
E-goverment dengan menyediakan pelayanan melalui internet dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu penyediaan informasi, interaksi satu arah, interaksi dua arah dan transaksi yang berarti pelayanan elektronik secara penuh. Interaksi satu arah bisa berupa fasilitas mendownload formulir yang dibutuhkan. Pemrosesan atau pengumpulan formulir secara online merupakan contoh interaksi dua arah. Sedangkan pelayanan elektronik penuh berupa pengambilan keputusan dan delivery (pembayaran). Penerapan di daerah Berdasarkan fakta yang ada, pelaksanaan egoverment di Indonesia sebagian besar barulah pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24 persen dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Menurut Direktur e-government Departemen Komunikasi dan Informatika Djoko Agung Harijadi, pemerintah pusat maupun daerah telah mendaftarkan 564 nama domain go.id dan 445 situs web instansi pemerintah. “Hingga kini pemerintah daerah yang telah menyediakan layanan publik melalui situs web sebanyak 386 dari 476 website yang ada di Tanah Air,” ujar Djoko, saat sosialisasi kebijakan dan strategi e-Government dan program aksi di bi-dang telematika 2005-2009. di Bali, beberapa waktu lalu. Akan tetapi perlu di garisbawahi bahwa e-goverment bukan hanya sekedar publikasi situs oleh pemerintah. Pemberian pelayanan sampai dengan tahap full-electronic delivery service pun perlu diupayakan. Beberapa contoh implementasi e-goverment yang mendominasi di seluruh dunia saat ini berupa pelayanan pendaftaran warga negara antara lain pendaftaran kelahiran, pernikahan dan penggantian alamat. Selain itu e-government juga memuat persyaratan mendirikan bangunan, perhitungan pajak (pajak penghasilan, pajak perusahaan dan custom duties), pendaftaran bisnis, perizinan kendaraan. Bahkan melalui e-goverment pun masyarakat pun dapat mengakses APBD dan progres pelaksanaan pembangunan. Sebagai perbandingan, Uni Eropa merupakan salah satu komunitas yang telah menerapkan egoverment dengan sukses. Hanya Canada, Singapura dan Amerika yang telah mengungguli Uni Eropa dalam area e-goverment. Uni Eropa sendiri telah memiliki official website yang cukup moderen dimana setiap masyarakat dapat mengakses informasi terbaru dan kebijakan serta dasar hukum kebijakan pemerintah tersebut. Pada waktu-waktu tertentu masyarakat bahkan dapat berinteraksi langsung dengan para pengambil keputusan melalui fasilitas chatting. (www.europa.eu.int). E Goverment di Palembang E-Government sudah menjadi program nasional sejak tahun 2003. Melalui Instruksi
44
Fokus
Edisi DESEMBER 2008
Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government, pemerintah menyatakan e-government sebagai arah strategis pengembangan layanan kepemerintahan yang harus diimplementasikan di tingkat pusat maupun daerah. Pada kenyataannya, hingga saat ini realisasi e-government belum menggembirakan. Masih banyak lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah, yang belum menganggap e-government sebagai prioritas. Hal ini ditunjukkan oleh berbagai fenomena ketidakoptimalan pemakaian teknologi informasi (TI) dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pemerintahan di segala lini: infrastruktur, sistemsistem aplikasi komputer, dan proses-proses birokrasi. Bagaimana dengan Palembang? Menurut Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya Erwin M.Si, penerapan eGoverment di kota yang bervisi internasional ini belum berjalan optimal. “Saat ini kan yang ada hanya sebatas informasi Kota Palembang secara umum dan tidak ada informasi terbaru yang diberikan pada masyarakat dari masing-masing dinas yang terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Tata Kota, Dinas PU Bina Marga, serta dinas yang lainnya,” ungkap Erwin. Pernyataan Erwin ini tidaklah berlebihan. Alihalih memberikan informasi secara komprehensif, secara internal kedinasan saja, situs di dinasdinas yang ada di Kota Palembang tidak pernah di update (perbaharui) secara kontinyu. “Saya pernah mengunjungi salah satu situs dinas Pemerintah Kota Palembang untuk mencari informasi. Namun situs yang saya kunjungi tersebut hanya memuat foto kepala dinas-nya saja. Nggak ada informasi yang saya cari. Kalaupun ada, isinya malah tentang informasi untuk dinas yang lain, jadi gak nyambung,” aku Febrianti, salah seorang mahasiswi yang sempat ditemui. Apalagi, Palembang melalui walikota-nya Eddy Santana Putra telah mencanangkan visi Palembang sebagai kota internasional. Menurut Erwin, salah satu prasayarat untuk mewujudkan itu adalah penerapan teknologi sudah harus maksimal. “Pemerintah harus proaktif. Kan pemerintah kota juga berencana menerapkan sistem pelayanan satu atap. Dengan sistem ini pelayanan publik dilakukan secara on line, berbasis internet. Kalau teknologi tidak disiapkan dari sekarang tentunya ini akan menjadi kendala,” jelas Erwin. Sistem pelayanan satu atap (one stop service) adalah salah satu program yang dirancang pemerintah kota guna memberikan kemudahan peizinan dan investasi tak hanya bagi warga Palembang, namun juga bagi para investor yang akan menanamkan modalnya. Lokasi gedung pembangunan sistem pelayanan satu atap inipun sudah ditentukan, yakni di eks Hotel Musi Jalan Merdeka Palembang. Hanya saja pemerintah saat ini masih terkendala pada perizinan lahan dan masih melakukan kajian secara intensif. Dinas Harus Membuka Diri Erwin menerangkan, di era global saat ini sudah saatnya pemerintah terutama dinas-dinas terkait membuka diri. Erwin bahkan mengharapkan informasi yang disajikan setiap dinas merangkum semua hal yang terkait dengan kegiatan dinas yang bersangkutan. Ia mencontohkan, setiap dinas harus menyediakan informasi mengenai rencana, program maupun statistik implementasi kegiatan dinas tersebut agar masyarakat dapat memberikan penilaian maupun masukan. “Bahkan setiap SKPD di situsnya masing-masing harus menyediakan informasi mengenai daftar isian pelaksanaan anggaran maupun daftar isian proyek beserta anggarannya yang dapat diakses masyarakat melalui internet. Ini penting demi mewujudkan pemerintahan yang baik, akuntabel dan transparan. Intinya, pemerintah harus jemput bola,” lugas Erwin. Erwin menambahkan, implementasi e-
goverment sebaiknya tidak dipandang dari teknologi apa yang dipakai, namun seberapa besar data yang dapat diolah menjadi informasi yang memudahkan pelayanan publik. Contohnya kehilangan kartu tanda penduduk. Apaagi ketika berada di daerah lain. Bisa terbayang betapa rumitnya prosedur pengurusan yang harus dijalani. Melapor ke polisi dulu, lalu untuk memperbaruinya harus ke kota asal di mana kita tercatat sebagai penduduk. “Hal ini tidak harus terjadi apabila antar daerah, provinsi, kabupaten maupun kota sudah memiliki basis data kependudukan yang terkoneksi satu sama lain. Memperbarui KTP dari kota lain pun dapat dengan simpel dilakukan. Ini hanya contoh kecil dari pemanfaatan e-goverment bagi pelayanan publik,” pungkas Erwin. Kendala SDM Secara umum, menurut Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Mulia Data Pratama (STMIK MDP) Palembang, Ir Rusbandi, M.Eng, SH, penerapan teknologi informasi di Kota Palembang sebenarnya sudah cukup baik. “Warnet juga muncul di mana-mana dan saya lihat hampir setiap hari terisi. Bahkan beberapa kelurahan dan kecamatan juga sudah menggunakan internet. Sekolah-sekolah pun begitu. Artinya, tingkat kesadaran masyarakat Kota Palembang menggunakan teknologi informasi via internet sudah cukup baik. Walaupun secara persentase masih relatif kecil, sekitar 30 persen, karena belum menyentuh ke masyarakat di daerah pinggiran,” ulas Rusbandi. Itu dalam konteks pemanfaatan teknologi secara umum. Sementara mengenai jaringan e-goverment, menurut Rusbandi, pemerintah terkesan belum siap. “Pemerintah baru sebatas membangun jaringan dan perangkat. Belum melakukan upaya pemanfaatan jaringan tersebut. Tak heran informasi yang disajikan, terutama disetiap dinas, belum sepenuhnya bisa dinikmati oleh masyarakat,” ujar Rusbandi. “Persoalannya ada dikomitmen pemerintah dan kesiapan sumber daya manusia. Secara umum masyarakat kita juga belum siap untuk mengatasi kesenjangan digital,” tambah Shinta Puspasari, Dosen dari Program Studi Teknik Informatika STMIK MDP Palembang. Menurut Shinta, terbatasnya SDM yang menguasai teknologi informasi di berbagai instansi baik dinas maupun kantor pemerintah menyulitkan pemerintah menerapkan egovernment secara optimal. “Padahal, penerapan teknologi informasi dan komunikasi ini mempunyai andil yang sangat penting bagi pemerintah sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat,” terangnya. Shinta mengutarakan, selain untuk peningkatan pelayanan publik guna mewujudkan efisiensi kinerja pemerintahan, teknologi
informasi menjadi media yang efektif bagi pemerintah guna mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pola pereekonomian tradisional yang selama ini membudaya di masyarakat, akan berevolusi menjadi perekonomian digital dengan pemakaian teknologi informasi. Transaksi jual beli yang identik dengan adanya tempat yang disebut pasar serta terjadinya tatap muka antara penjual dan pembeli digantikan perannya dengan sebuah portal web yang on line. Pasar virtual seperti ini lazim disebut elektronik market (emarket). “Dalam e-market. Proses transaksi yang melibatkan proses penyampaian informasi, negosiasi, keputusan dan layanan setelah penjualan dilakukan secara otomatis dengan menggunakan sistem aplikasi web,” jelas Shinta. Dengan kecanggihan teknologi informasi, kata Shinta, segala produk dan potensi daerah di Kota Palembang bahkan di tempat yang terpencil sekalipun, dapat dipasarkan ke seluruh dunia tanpa hambatan dan jarak waktu. “Melalui e-market yang diorganisasi dalam jaringan e-goverment, Pemerintah pun dapat mempromosikan beragam potensi daerah maupun peluang investasi yang ada di kota ini. Ini tentunya lebih efisien dan efektif,” ujar Shinta. Pemerintah Terus Berupaya Sementara itu, Kapala Sub Dinas (Kasubdin) Sandi Telekomunikasi dan Pusat Data Elektronik (PDE) Kota Palembang, Marta Edison, mengaku pemanfaatan jaringan e-goverment di pemerintahan memang belum optimal. “Tetapi pemerintah akan terus berusaha mengembangkan e-goverment di pemerintahan kota Palembang. Namun ini tentunya mebutuhkan dana dan anggaran yang sangat besar,” ungkap Martha.
Fokus Ia menerangkan, sejak 2002 lalu Pemerintah kota Palembang telah membangun jaringan egoverment melalaui pembuatan website www.palembang.go.id. Di dalam website itu juga memuat informasi tentang kondisi Kota Palembang secara umum maupun informasi yang ada di setiap dinas. Selain pembuatan website, juga disiapkan 24 titik hotspot yang tersebar di kawasan-kawasan strategis seperti di Kambang, Masjing Agung, Benteng Kuto Besak, kawasan Internasional Plaza, Di GOR Palembang serta di Jalan Merdeka. “Kita juga menyiapkan 14 touchscreen (layar sentuh-red) yang berisi informasi tentang Kota Palembang di kantor walikota, mall PTC, PS dan PIM. Begitu juga untuk memantau kelancaran lalu lintas dan keamanan kita pasang 27 unit CCTV,” terang Marta. Terkait belum optimalnya pemanfaatan situs disetiap masing-masing dinas pemerintah Marta mengatakan hal itu terkembali pada dinas-dinas yang bersangkutan. “Operasional dan pengembangan informasi melalui situs ada di setiap dinas. Tugas kami di PDE ini hanya sebagai pengendali jaringan, dan menyiapkan sarana dan prasarana pembangunan Kota Palembang dari sisi teknologi,” ujar Marta. Kendati hanya melakukan pembangunan infrastruktur, kata Marta, pihaknya juga tetap berupaya mengembangkan sumber daya manusia yang
Edisi DESEMBER 2008 akan menjadi pelaku teknologi di setiap dinas. “Kita sudah lakukan training operator yang terdiri dari perwakilan di setiap dinas pada 2005 dan 2006. Mungkin motivasi dan penempatan SDM yang belum berjalan,” tandas Marta. “Harusnya dinas-dinas proaktif untuk menyampaikan informasi melalui website. Bila SDM-nya tidak siap mereka harus koordinasi dan kita akan siap membantu,” tambahnya. Pada sisi lain, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang Drs.H.Rismaljani, mengatakan, pihaknya terus berupaya memberikan informasi kepada masyarakat sekaligus menjalin komunikasi dengan seluruh komponen masyarakat. “Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pengembangan media center. Di media center kita menyediakan informasi secara online yang dapat diakses melalui internet. Selain itu kita juga memberikan informasi melalui media cetak. Intinya, dinas kominfo terus berupaya,” jelas Rismaljani. Menanggapi belum ter up datenya situs-situs di dinas pemerintah, Wakil Walikota Palembang Romi Herton berjanji akan segera menindaklanjuti hal ini.
55
“Kita a k a n k o o r dinasikan dengan semua kepala dinas untuk membicarakan hal ini,” ujar Romi. Visi Palembang kota internasional memang merupakan suatu gagasan yang brilian. Kendati demikian, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sejumlah prasyarat. Dan pengembangan e-goverment yang up to date dan handal, adalah salah satu prasyarat yang harus dimiliki. (yat/imr/ina)
Gagas Media Center, Beri Pelayanan Terbaik Kepada Masyarakat
T
UGAS memberikan informasi dan menjalin komunikasi dengan masyarakat merupakan hal yang tak mudah. Dibutuhkan kecermatan, wawasan serta kebijakan yang komprehensif untuk mewujudkan hal tersebut. Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Palembang sangat menyadari hal ini. Karena itulah, dinas yang sempat hendak “dihilangkan” oleh wakil rakyat di DPRD Palembang beberapa waktu lalu karena dianggap tidak menjalankan fungsinya ini menggagas pembangunan Media Center guna memberi akses informasi kepada masyarakat. Apa dan bagaimana konsep Media Center itu? Berikut wawancara ringkas dengan Kepala Bidang Pemberdayaan Telematika Pos dan Telekomunikasi pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palembang, Drs.H.Thamrin. Apa latar belakang pendirian Media Center ini? Sebenarnya ini dilatarbelakangi kebijakan dari Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) RI berkaitan dengan program penyebaran informasi publik dan upaya merajut kembali hubungan pusat dan daerah. Untuk itulah, Badan Informasi Publik Depkominfo mempunyai program penyebarluasan informasi melalui pengembangan media center di daerah-daerah. Untuk pengembangan media center ini Dinas Kominfo Palembang mendapat bantuan 4 unit komputer dari Depkominfo pada 2007 untuk kelengkapan sarana pengembangan media center. Apa yang pertamakali disiapkan? Karena kita didahului dengan bantuan penyerahan peralatan, maka langkah kita selanjutnya adalah mempersiapkan tenaga SDM. Harus kami akui, SDM yang ada di dinas ini sangat terbatas. Untuk itulah kami melakukan kemitraan dengan beberapa professional yang memahami bidang informasi teknologi. Seperti apa konsep pengembangan Media Center? Kita mengutamakan pemberian layanan informasi kepada masyarakat melalui pemanfaatan teknologi informasi, misalnya melalui internet. Selain itu informasi juga disampaikan melalui media cetak dan media-media informasi lainnya. Produk-produk informasi apa saja yang dihasilkan Media Center? Media Center punya beberapa produk. Untuk media cetak kita membuat Tabloid Warta Kota yang terbit 2 minggu satu kali. Berisi informasi tentang Kota Palembang secara umum yang perlu diketahui masyarakat. Ada juga Tabloid Dinamika, yang terbit 2 bulan satu kali. Juga berisi informasi tentang Kota Palembang, namun kontennya lebih bersifat pendalaman materi. Media Center juga mendesain spanduk, baliho, banner, brosur, leaflet, mendokumentasi foto-foto kegiatan pemerintah, serta produk-produk informasi yang lain. Sementara untuk media internet, kita juga telah menyiapkan bulletin on line yang dapat diakses melalui http://www.bulletinmetropolis.com. Di media on line ini, selain berita bulanan, juga disajikan berita-berita harian dan beberapa fitur-fitur informasi yang lain. Rencananya kita akan launching media on line ini pada 2009 mendatang. Ke depan, apakah Media Center ini akan menjadi ujung tombak bagi Dinas Kominfo Palembang dalam pelayanan informasi kepada masyarakat? Kita berusaha dan tetap berkomitmen memberikan informasi terbaik yang dengan mudah dapat diakses oleh masyarakat. Media Center Inforkom Palembang ke depan dapat dijadikan ujung tombak informasi bagi semua kalangan masyarakat Kota Palembang. Yang lebih penting DRS.H.THAMRIN lagi, bagaimana Media Center Inforkom Kota Palembang dapat selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait pelayanan informasi kepada publik, terutama kepada masyarakat Kota Palembang. (yat)
66
Fokus
Edisi DESEMBER 2008
6 Strategi Menuju E-Government INSTRUKSI Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government harus diakui adalah angin segar bagi penerapan teknologi komunikasi dan informasi di birokrasi pemerintahan. Seperti apa strategi pengembangan E-goverment? Dalam lampiran Inpres E-goverment, dipaparkan enam strategi yang disusun pemerintah dalam mencapai tujuan strategis e-government. Antara lain: Strategi pertama adalah mengembangkan sistem pelayanan yang andal, terpercaya serta terjangkau masyarakat luas. Sasarannya antara lain, perluasan dan peningkatan kualitas jaringan komunikasi ke seluruh wilayah negara dengan tarif terjangkau. Sasaran lain adalah pembentukan portal informasi dan pelayanan publik yang dapat mengintegrasikan sistem manajemen dan proses kerja instansi pemerintah. Strategi kedua adalah menata sistem dan
proses kerja pemerintah dan pemerintah daerah otonom secara holistik. Dengan strategi ini, pemerintah ingin menata sistem manajemen dan prosedur kerja pemerintah agar dapat mengadopsi kemajuan teknologi informasi secara cepat. Strategi ketiga adalah memanfaatkan teknologi informasi secara optimal. Sasaran yang ingin dicapai adalah standardisasi yang berkaitan dengan interoperabilitas pertukaran dan transaksi informasi antarportal pemerintah. Standardisasi dan prosedur yang berkaitan dengan manajemen dokumen dan informasi elektronik. Pengembangan aplikasi dasar seperti e-billing, e-procurement, e-reporting yang dapat dimanfaatkan setiap situs pemerintah untuk menjamin keamanan transaksi informasi dan pelayanan publik. Sasaran lain adalah pengembangan jaringan intra pemerintah. Strategi keempat adalah meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan industri telekomunikasi dan teknologi informasi. Sasaran yang ingin dicapai adalah adanya partisipasi dunia usaha dalam mempercepat pencapaian tujuan
strategis e-government. Itu berarti, pengembangan pelayanan publik tidak perlu sepenuhnya dilayani oleh pemerintah. Strategi kelima adalah mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, baik pada pemerintah maupun pemerintah daerah otonom disertai dengan meningkatkan e-literacy masyarakat. Strategi keenam adalah melaksanakan pengembangan secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Dalam pengembangan e-government, dapat dilaksanakan dengan empat tingkatan yaitu, persiapan, pematangan, pemantapan dan pemanfaatan. Inpres itu akan menunjuk Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sebagai koordinator penerapan e-government di Indonesia. Melalui hal ini pemerintah ingin membangun sebuah masyarakat berbasis pengetahuan. Pertanyaannya, Bisakah? (***)
Fokus
Edisi DESEMBER 2008
7
Empat Tipe Tipe Relasi Relasi E-Government E-Government Empat SEPERTI halnya di dalam dunia aplikasi e-Commerce yang kerap diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu tipe B-to-B dan B-to-C, di dalam konsep e-Government dikenal pula empat jenis klasifikasi, yaitu: G-to-C, G-to-B, G-to-G, dan G-to-E. Government to Citizens Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi e-Government yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat (rakyat). Dengan kata lain, tujuan utama dari dibangunnya aplikasi e-Government bertipe Gto-C adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya melalui kanal-kanal akses yang beragam agar masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahnya untuk pemenuhan berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut: •Kepolisian membangun dan menawarkan jasa pelayanan perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) melalui internet dengan maksud untuk mendekatkan aparat administrasi kepolisian dengan komunitas para pemilik kendaraan bermotor dan para pengemudi, sehingga yang bersangkutan tidak harus bersusah payah datang ke Komdak dan antre untuk memperoleh pelayanan; •Kantor Imigrasi bekerja sama dengan Bandara Udara Internasional Soekarno-Hatta dan sejumlah bank-bank swasta membangun jaringan teknologi informasi sehingga para turis lokal yang ingin melanglang buana dapat membayar fiskal melalui mesin-mesin ATM sehingga tidak perlu harus meluangkan waktu lebih awal dan antre di bandara udara; •Departemen Agama membuka situs pendaftaran bagi mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun tertentu sehingga pemerintah dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan perjalanan yang sesuai; •Bagi masyarakat yang memiliki keahlian tertentu dan berniat untuk mencari pekerjaan di luar negeri (menjadi Tenaga Kerja Indonesia), maka yang bersangkutan dapat dengan mudah mendaftarkan diri dari Warnet (Warung Internet) terdekat ke Departemen Tenaga Kerja secara gratis); dan lain sebagainya. Government to Business Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekenomian sebuah negara dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, entiti bisnis semacam perusahaan swasta membutuhkan banyak sekali data dan informasi yang dimiliki oleh pemerintah. Disamping itu, yang bersangkutan juga harus berinteraksi dengan berbagai lembaga kenegaraan karena berkaitan dengan hak dan kewajiban organisasinya sebagai sebuah entiti berorientasi profit. Diperlukannya relasi yang baik antara pemerintah dengan kalangan bisnis tidak saja bertujuan untuk memperlancar para praktisi bisnis dalam menjalankan roda perusahaannya, namun lebih jauh lagi banyak hal yang dapat menguntungkan pemerintah jika terjadi relasi interaksi yang baik dan efektif dengan industri swasta. Contoh dari aplikasi e-Government berjenis G-to-B ini adalah sebagai berikut: •Para perusahaan wajib pajak dapat dengan mudah menjalankan aplikasi berbasi web untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan ke pemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet; •Proses tender proyek-proyek pemerintahan yang melibatkan sejumlah pihak swasta dapat
dilakukan melalui website (sehingga menghemat biaya transportasi dan komunikasi), mulai dari proses pengambilan dan pembelian formulir tender, pengambilan formulir informasi TOR (Term of Reference), sampai dengan mekanisme pelaksanaan tender itu sendiri yang berakhir dengan pengumuman pemenang tender; •Proses pengadaan dan pembelian barang kebutuhan sehari-hari lembaga pemerintahan (misalnya untuk back-office dan administrasi) dapat dilakukan secara efisien jika konsep semacam eprocurement diterapkan (menghubungkan antara kantor-kantor pemerintah dengan para supplier-nya); •Perusahaan yang ingin melakukan proses semacam merger dan akuisisi dapat dengan mudah berkonsultasi sehubungan dengan aspek-aspek regulasi dan hukumnya dengan berbagai lembaga pemerintahan terkait; dan lain sebagainya. Government to Governments Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara-negara untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari ke hari. Kebutuhan untuk berinteraksi antar satu pemerintah dengan pemerintah setiap harinya tidak hanya berkisar pada hal-hal yang berbau diplomasi semata, namun lebih jauh lagi untuk memperlancar kerjasama antar negara dan kerjasama antar entitientiti negara (masyarakat, industri, perusahaan, dan lain-lain) dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi perdagangan, proses-proses politik, mekanisme hubungan sosial dan budaya, dan lain sebagainya. Berbagai penerapan e-Government bertipe G-to-G ini yang telah dikenal luas antara lain: •Hubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintah setempat dengan sejumlah kedutaankedutaan besar atau konsulat jenderal untuk membantu penyediaan data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga negara asing yang sedang berada di tanah air; •Aplikasi yang menghubungkan kantor-kantor pemerintah setempat dengan bank-bank asing milik pemerintah di negara lain dimana pemerintah setempat menabung dan menanamkan uangnya; •Pengembangan suatu sistem basis data intelijen yang berfungsi untuk mendeteksi mereka yang tidak boleh masuk atau keluar dari wilayah negara (cegah dan tangkal);
•Sistem informasi di bidang hak cipta intelektual untuk pengecekan dan pendaftaran terhadap karya-karya tertentu yang ingin memperoleh hak paten internasional; dan lain sebagainya. Government to Employees Pada akhirnya, aplikasi e-Government juga diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayan masyarakat. Berbagai jenis aplikasi yang dapat dibangun dengan menggunakan format G-to-E ini antara lain: •Sistem pengembangan karir pegawai pemerintah yang selain bertujuan untuk meyakinkan adanya perbaikan kualitas sumber daya manusia, diperlukan juga sebagai penunjang proses mutasi, rotasi, demosi, dan promosi seluruh karyawan pemerintahan; •Aplikasi terpadu untuk mengelola berbagai tunjangan kesejahteraan yang merupakan hak dari pegawai pemerintahan sehingga yang bersangkutan dapat terlindungi hak-hak individualnya; •Sistem asuransi kesehatan dan pendidikan bagi para pegawai pemerintahan yang telah terintegrasi dengan lembaga-lembaga kesehatan (rumah sakit, poliklinik, apotik, dan lain sebagainya) dan institusi-institusi pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, kejuruan, dan lainlain) untuk menjamin tingkat kesejahteraan karyawan beserta keluarganya; •Aplikasi yang dapat membantu karyawan pemerintah dalam membantu untuk melakukan perencanaan terhadap aspek finansial keluarganya termasuk di dalamnya masalah tabungan dan dana pensiun; dan lain sebagainya. Dengan menyadari adanya bermacam-macam tipe aplikasi tersebut, maka terlihat fungsi strategis dari berbagai aplikasi e-Government yang dikembangkan oleh sebuah negara. Keberadaannya tidak hanya semata untuk meningkatkan kinerja pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya, namun lebih jauh lagi untuk meningkatkan kualitas dari penyelenggaraan pemerintahan sebuah negara, yang pada akhirnya bermuara pada kemajuan negara itu sendiri. (***)
88
Edisi DESEMBER 2008
Lensa
WALIKOTA PALEMBANG H. EDDY SANTANA PUTRA DALAM KESIBUKANNYA SEHARI-HARI SEBAGAI PEMIMPIN KOTA PALEMBANG FOTO:RYO
TANPA TOWER PEMANCAR INI, DAK ADA KOMUNIKASI TELP CELULAR.SISI BURUKNYA MENGGANGGU KEINDAHAN DAN TATA RUANG KOTA FOTO:RYO
MOBIL INDONESIA 1 MELINTASI FLY OVER SIMPANG POLDA SETELAH DIRESMIKAN LANGSUNG OLEH PRESIDENT SUSILO BAMBANG YUDHOYONO FOTO:RYO
HALTE BUS, SALAH SATU ALTERNATIVE TEMPAT BERTEDUH DISAAT HUJAN DERAS.TAK ADA FOTO:RYO PERBEDAAN STATUS SOSIAL DI SINI
WALIKOTA PALEMBANG BESERTA ISTRI FOTO BERSAMA SEUSAI MERAYAKAN HARI IBU FOTO:RYO 22 DESEMBER 2008
PERAYAAN IDUL ADHA DIIKUTI PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN, DAGING HEWAN KURBAN YANG FOTO:RYO DIBAGI KAN KE PADA MASYARAKAT HARUS SEHAT DAN TIDAK CACAT
Lensa
Edisi DESEMBER 2008
99
DINAS KOMINFO KOTA PALEMBANG, MEMFASILITASI KEGIATAN JUMPA PERS UNTUK MEMPERMUDAH REKAN PERS MEMPEROLEH SUMBER BERITA FOTO:RYO
PEMKOT PALEMBANG MELALUI DINAS KOMINFO DAN DINKES MELAKUKAN SOSIALISASI PENULARAN DAN PENCEGAHAN VIRUS HIV FOTO:RYO
SETIAP PAGINYA DUA TRUK MEMBAWA PASUKAN KUNING BERPATROLI KELILING KOTA PALEMBANG MENYAPU SAMPAH-SAMPAH DI PINGGIR JALANAN FOTO:RYO
KUMPULAN BOCAH SEDANG ASIK BERENANG DISALAH SATU KOLAM RETENSI, TANPA PEDULI SUMBER AIR DARI KOLAM TERSEBUT FOTO:RYO
PEMBUKAAN PERLOMBAAN AEROMODELING 2008 YANG DILAKSANAKAN DI JAKABARING, DENGAN FOTO:RYO ATRAKSI TERJUN PAYUNG MEMUKAU PENONTON YANG HADIR
MASYARAKAT KOTA PALEMBANG MEMADATI HALAMAN MESJID AGUNG UNTUK MELAKSANAKAN FOTO:RYO SHOLAT IDUL ADHA 1429 H
10
Edisi DESEMBER 2008
Fokus
Persepsi-Persepsi tentang E-Government KENDALA implementasi e-government memang disebabkan banyak hal, salah satunya komitmen dan keterbatasan SDM. Kendati demikian dibalik kendala tersebut, ada pola-pola menarik yang mengarah pada kesalahan persepsi atau pandangan pihak-pihak di lingkungan pemerintah terhadap konsep e-government itu sendiri. Apa saja persepsi-persepsi yang salah itu? Persepsi 1: E-Government = Situs Web Lembaga Pemerintah Persepsi ini dulu banyak dianut pada saat-saat awal e-government digalakkan. Situs web adalah representasi pemanfaatan TI dan Internet yang paling terlihat, maka dengan mudah orang kemudian mengasosiasikan situs web dengan e-government. Jadi jika sudah memiliki situs web, maka pemerintah dianggap sudah menerapkan e-government. Tentu saja pandangan ini tidak benar. Menurut teori komunikasi, situs web adalah media komunikasi. Ia adalah alat untuk membangun interaksi antara pemerintah dengan pihak-pihak terkait, dan efektivitasnya tergantung pada banyak hal (misalnya, ketersediaan bandwidth, kualitas informasi yang dikandungnya, dan frekuensi update. E-Government, di sisi lain, melibatkan TI secara lebih luas dan bahkan menyangkut aspek-aspek lain di luar TI. Menganggap e-government identik dengan keberadaan situs Web jelas akan mereduksi makna dari e-government itu sendiri. Persepsi 2: E-Government = Ketersediaan Infrastruktur Infrastruktur perangkat keras dan jaringan komputer (termasuk koneksi ke Internet) memang sangat penting dalam e-government, tetapi ketersediaan infrastruktur tidaklah identik dengan e-government. Infrastruktur membentuk pondasi bagi pemanfaatan TI di berbagai lembaga pemerintah. Infrastruktur memungkinkan pemakai membangun berbagai layanan dan aplikasi serta modus komunikasi. Ibaratnya sistem transportasi, infrastruktur adalah jaringan jalan rayanya, tetapi sebagus apapun jalan raya tersebut, kemanfaatan sistem transportasi tersebut juga ditentukan oleh mobil yang lewat dan muatan-muatan yang dibawanya. Dan yang lebih penting lagi, tujuan keseluruhan sistem transportasi tersebut adalah menumbuhkan kekuatan-kekuatan pemberdayaan. E-governmentpun demikian, infrastruktur TI harus dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar. Persepsi 3: E-Government = Pembangunan Sistem-Sistem Aplikasi Persepsi ini adalah kulminasi dari dua persepsi sebelumnya. E-government dipersepsikan sempurna bila situs web, infrastruktur, dan sistem-sistem aplikasi telah tersedia. Aplikasi-aplikasi tersebut bertujuan mengimplementasikan fungsionalitas layanan-layanan e-government, baik yang bersifat publik maupun internal. Persoalannya adalah ternyata keberadaan aplikasi-aplikasi dan sistemsistem informasi di berbagai lembaga pemerintah belum bisa merealisasikan kinerja fungsionalitas layanan-layanan e-government dengan baik. Sistem-sistem informasi yang dibangun belum bisa mengolah data dan menghasilkan informasi yang akurat dan tepat waktu. Aplikasiaplikasi tidak bisa melakukan apa yang biasanya dilakukan di lembaga yang menerapkannya. Intinya, komputerisasi dirasakan masih belum bisa menampilkan potensi komputer sebagai alat yang memudahkan. Akar persoalan tersebut adalah tidak selarasnya sistem-sistem yang dikembangkan dengan proses-proses birokrasi yang dilakukan sehari-hari. Keduanya tidak menyatu dengan baik, masing-masing berjalan sendiri dengan polanya. Apa yang dilakukan sistem-sistem informasi tidak sesuai dengan proses-proses birokrasi yang ada, dan apa yang dihasilkan tidak bisa digunakan oleh proses-proses tersebut. Pada akhirnya tujuan dasar sistem informasi untuk mendukung kegiatan penyelenggaraan pemerintahan tidak tercapai dengan optimal. Artinya, esensi e-government juga tidak tercapai. Persepsi 4: Pengembangan E-Government Harus Secara Bertahap Hampir semua lembaga pemerintahan berpendapat bahwa e-government harus dilakukan secara bertahap. Pendapat ini benar adanya, tetapi kadang-kadang alasannya tidak tepat. Banyak yang berpendapat bahwa penahapan diperlukan karena alasan terbatasnya biaya. Seharusnya keterbatasan biaya dianggap sebagai kekangan, bukan alasan dasar untuk melakukan penahapan implementasi e-government. Alasan yang lebih penting adalah kesiapan (maturity). Teknologi informasi adalah produk dunia maju. Penerapannya di lingkungan-lingkungan lokal kita bisa menimbulkan jarak (gap), karena tingkat kematangan masyarakat yang berbeda. Penerapan TI memerlukan proses akulturasi untuk meminimalkan jarak tersebut. Proses inilah yang direalisasikan melalui penahapan-penahapan implementasi, dengan tiap tahapan bertujuan menaikkan tingkat kematangan dan kesiapan pemakai TI.
Persoalan lain yang muncul dalam konteks penahapan implementasi egovernment adalah aspek perencanaan. Banyak implementasi yang tidak didahului oleh perencanaan yang matang. Akibatnya kegiatan-kegiatan pada tiap tahapan seolah-oleh berdiri sendiri dan menghasilkan artefakartefak yang tidak tersambung dengan baik. Keberadaan rencana jangka panjang (rencana induk, cetak biru, atau variasinya) sangat penting sebagai guideline bagi penahapan implementasi e-government. Persepsi 5: Sistem-Sistem Informasi di Berbagai SKPD Persepsi ini mirip dengan persepsi nomor 3, hanya saja sudut pandang tinjauannya berbeda. Ada pihak eksekutif yang berpendapat bahwa jika semua SKPD telah memiliki sistem-sistem informasi untuk mendukung kegiatannya, maka semua kebutuhan akan bisa dipenuhi oleh sistemsistem tersebut dan pengambilan keputusan bisa lebih baik lagi. Kenyataannya, banyak proses pengambilan keputusan dan penyediaan layanan yang tidak efektif karena memerlukan data dan informasi yang berasal dari berbagai sumber. Karena sumber-sumber informasi tidak terintegrasi, proses pemenuhan kebutuhan informasi komposit untuk pengambilan keputusan atau penyediaan layanan harus dilakukan secara manual. Akibatnya sulit untuk menyediakan informasi yang diperlukan secara cepat dan mudah. Dalam dunia yang serba terhubung saat ini, integrasi informasi menjadi syarat penting bagi terselenggaranya kegiatan-kegiatan kepemerintahan. Keberadaan sistem-sistem informasi di SKPD tidak akan banyak berarti jika tidak diikuti dengan integrasi antar sistem-sistem tersebut. Integrasi ini mengidentifikasi jalur-jalur akses data dan informasi antar sistem, yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi yang bersifat antar-bidang. Persepsi 6: E-Government Hanya Memerlukan SDM Bidang TI Saja Memang e-government sarat dengan implementasi TI yang tentu saja memerlukan SDM-SDM teknis yang tangguh, tetapi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, e-government tidak hanya berurusan dengan aspek teknis TI saja. Untuk menjamin keberhasilan penerapan TI di lingkungan organisasi pemerintah, diperlukan orang-orang yang dengan kewenangan yang cukup yang memiliki pandangan visioner tentang pemanfaatan TI serta kemampuan mengorganisasikan berbagai sumber daya dalam sebuah orkestrasi proses-proses bisnis yang selaras dengan TI. Peran ini justru tidak memerlukan ketrampilan teknis yang tinggi, justru kemampuan manajemennya yang lebih dituntut. Di lingkungan pemerintahan, peran ini merupakan porsi para pejabat, bukan staf teknis. Kesimpulannya, untuk mendukung e-government, para pejabat pemerintahpun perlu terlibat aktif dan memberikan dukungan yang diperlukan sehingga apa yang dilakukan oleh staf teknis dapat berjalan dengan baik. Mereka harus memiliki kepemimpinan TI (IT leadership) yang tinggi untuk dapat mengawal implementasi e-government. Persepsi 7: E-Government itu Mahal Mahal atau murah itu relatif. Yang penting bukan mahal murahnya, tetapi nilai tambah yang bisa dihasilkan. E-government menjadi mahal jika investasi (infrastruktur, sistem-sistem aplikasi, dan berbagai pengadaan lain) tidak bisa memenuhi sasaran yang diinginkan. Sebaliknya, biaya investasi yang tinggi menjadi tidak berarti jika implementasi TI mampu menggulirkan efek berantai (multiplier effect) yang menghasilkan outcome yang jauh lebih bernilai dibandingkan investasi yang telah dikeluarkan. Persepsi 8: Sasaran E-Government adalah Tuntasnya Implementasi TI Tuntasnya implementasi TI hanyalah merupakan sasaran antara dalam e-government. TI hanyalah alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yang tidak lain adalah tujuan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan itu sendiri. Bank Dunia mengidentifikasikan tujuan akhir e-government adalah peningkatan-peningkatan dalam pemberdayaan masyarakat, kualitas pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Agar tidak terjebak untuk berhenti pada sasaran antara, semua pihak harus memiliki pemahaman yang tepat tentang konsep dasar e-government. Dalam memandang e-government, TI justru tidak boleh terlalu menonjol sehingga menutupi tujuan dasar yang hakiki. Dalam banyak kasus, justru yang lebih penting untuk ditangani adalah perbaikan dan peningkatan sistem dan proses birokrasi. Di sinilah letak pentingnya internalisasi visi e-government, dan ini hanya bisa disampaikan oleh pejabat-pejabat pemerintah yang memiliki komitmen yang kuat terhadap reformasi birokrasi dan visi tentang TI sebagai alat strategis untuk mencapainya. (***)
Fokus
Edisi DESEMBER 2008
11
Peliknya Kondisi Jaringan Komunikasi Pemerintah PENCANANGAN penggunakan komputer dan Internet di lingkungan pemerintahan sudah ada sejak awal tahun 2000. Saat itu, bisa dikatakan hampir semua lembaga pemerintah berlomba-lomba membangun infrastruktur jaringan komunikasi komputer dan internet. Ada yang melalui teknologi kabel dan ada juga yang sudah menerapkan teknologi jaringan berbasis nirkabel untuk menyambung berbagai kantor yang ada di sekitarnya. Pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan komputer dilakukan secara bombastis, bahkan tidak sedikit kabupaten atau kota yang menghabiskan dana puluhan milyar rupiah untuk mewujudkan cita-cita mulia – menerapkan e-government. Setelah selang satu dua tahun dari “pesta” membangun seluruh fasilitas teknologi informasi, komputer dan jaringan infrastruktur komunikasi, akhirnya keadaan menjadi berbalik. Kendala teknis dan kesulitan manusia bercampur baur menyebabkan kesulitan yang tidak habis-habisnya, sehingga akhirnya perangkat komputer dijadikan mesin games dan pembunuh waktu, bukan sebagai mesin yang produktif dan mampu meningkatkan efisiensi kerja. Perangkatperangkat nirkabel yang terpasang sudah tidak keruan bentuknya, karena ada yang rusak karena tersambar petir, towernya roboh dan bahkan komputernya entah sudah dibawa kemana. Kenapa pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi dan pemanfaatan komputer gagal? Jawabannya sepertinya hanya satu saja, yaitu tidak adanya keseriusan pejabat pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah untuk tetap menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai salah satu faktor pemercepat proses kemajuan. Niat dan konsistensi pimpinan teratas merupakan cermin bagi seluruh pegawai negeri di kota yang bersangkutan, dan sayangnya pimpinan yang mengerti teknologi dan sekaligus konsisten akan semua kebijakan yang sudah dikeluarkan, terasa amat langka di Indonesia. Sayangnya lagi, kontraktor di Indonesia kebanyakan adalah kontraktor “karbitan”, apalagi yang bergerak di bidang teknologi informasi dan komputer, kebanyakan berasal dari kontraktor penyedia alat-alat tulis dan kantor. Mereka tidak punya pengalaman dalam membangun infrastruktur atau aplikasi komputer, dan pada prosesnya, “asal tembak” menunjuk sub kontraktor menyebabkan mereka tidak dapat memenuhi target pekerjaannya. Selain itu, kesulitan membangun infrastruktur jaringan komunikasi di Indonesia, juga tak lepas dari peran pemerintah pusat yang memberikan hak monopoli kepada satu operator yang kenyataannya tidak mampu membangun jaringan telekomunikasi dengan sebaik-baiknya dan mengikuti perkembangan jaman. Kalau saja pihak operator sudah menyediakan infrastruktur yang memadai, kemungkinan kegagalan penerapan e-government ini dapat diperkecil.
Idealnya, pemerintah pusat melalui lembagalembaga seperti Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) atau Dewan Teknologi Informasi Komunikasi Nasional (DeTIKNas) membuat satu task force yang fungsinya menyeragamkan semua program aplikasi di berbagai departemen, sehingga akhirnya dapat melakukan konsolidasi dan memproses data dengan lebih efisien. Kunci utama keberhasilan penerapan e-government di Indonesia adalah tersedianya program-program aplikasi yang berhubungan dengan pengolahan data yang ada, misalnya program pengolahan kartu tanda penduduk, identitas penduduk untuk dikaitkan dengan pajak dan kegiatan hukum, dan berbagai aplikasi termasuk pengolahan data keuangan dari satu daerah. Dengan sudah majunya teknologi server berbasis web, persoalan carut marut pembangunan program aplikasi ini sebetulnya sudah dapat diatasi, apalagi dengan tersedianya teknologi client-server yang sudah sedemikian majunya, maka memungkinkan kita mengelola satu negara dengan menggunakan server komputer. Langkah berikutnya adalah menyiapkan infrastruktur jaringan komunikasi di lembaga pemerintah yang bersangkutan, yang berguna untuk menghubungkan seluruh kantor dinas dan kantor terkait baik di tingkat pusat dan di daerah. Dalam hal infrastruktur jaringan komunikasi, pilihan teknologi nirkabel merupakan yang paling cepat dan dapat langsung dijalankan. Seperti teknologi wireless LAN dengan standar 802.11, hal ini sangat mudah diterapkan oleh siapa saja, sehingga terjadi interferensi dan gangguan yang tidak dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Dalam kasus ini, lembaga pemerintah dapat mengambil inisiatif untuk membangun jaringan nirkabel sendiri, dan kemudian memberikan fasilitas yang sudah ada ke masyarakat luas. Dengan begitu seluruh penduduknya tidak perlu lagi memikirkan pembangunan infrastruktur komunikasi untuk kepentingan mereka. Dan memang sudah semestinya,
pemerintah memikirkan dan membangun infrastruktur untuk dipakai oleh rakyatnya, seperti membangun jalan, listrik, air bersih dan fasilitas lainnya. Membangun Infrastruktur Jaringan Komunikasi Efisien Langkah-langkah membangun jaringan infrastruktur komunikasi di era e-government: 1. Pastikan pimpinan mempunyai komitmen akan pemanfaatan teknologi informasi dan konsisten akan semua keputusan yang diambil 2. Membuat task force dibawah pimpinan untuk mengantisipasi melesetnya semua rencana yang sudah dibuat 3. Task Force sebaiknya dibantu oleh konsultan yang betul-betul mengerti persoalannya, dapat memberikan solusi-solusi. 4. Pembangunan e-government ini terdiri dari dua aspek, yaitu pembangunan infrastruktur dan pengembangan content (isi dari jaringan komunikasi tersebut). sebaiknya dua hal ini dipisah dan dilakukan secara terintegrasi 5. Khusus pembangunan infrastruktur jaringan komunikasi, jika memungkinkan pemerintah dapat menyewakan jaringannya ke masyarakat luas. Hal ini tak jauh berbeda dengan layanan pengadaan air bersih (PAM) atau listrik (PLN) 6. Task Force terus bekerja untuk meningkatkan sistem yang ada, sekaligus secara konsisten memberikan pelatihanpelatihan di lingkungan kantor pemerintahan Membuat Task Force merupakan yang paling sulit, karena human resource di Indonesia sangat terbatas dan kebanyakan “orang pinter” di dunia teknologi informasi tidak memiliki dasar-dasar keilmuan yang kuat dan etika yang tidak baik. Untuk pembentukan Task Force yang merupakan kunci keberhasilan dari program e-gov di satu kota, ada baiknya dilakukan dengan merekrut tenaga dari perguruan tinggi dan jangan tergantung pada satu orang saja. Pasalnya, program pengembangan infrastruktur jaringan komunikasi sangat beragam dan tidak mungkin dikuasai oleh satu orang saja. Sewaktu merekrut tenaga ahli dalam Task Force tersebut, harus disyaratkan yang bersangkutan ikut serta dalam banyak mailing list berbasis teknologi informasi (kalau bisa, yang bersangkutan aktif sebagai kontributor), seperti Telematika, IT-Center, INDOWLI, Asosiasi-Warnet atau lainnya. Persyaratan ini memang agak nyeleneh, tetapi merupakan satu bukti bahwa orang yang bersangkutan ingin tetap maju dan selalu meng-update kemampuannya secara informal.(***) Analisis oleh Michael S. Sunggiardi, Praktisi IT (Network)
12
Perspektif
Edisi DESEMBER 2008
LSM, Apaan Sih? Oleh: Dyah Paramita Makin meningkatnya pendidikan dan tingkat pendapatan, terutama ketika terjadi ketidakpuasan di lapisan masyarakat, mulai timbul gejala baru dalam demokrasi, yaitu partisipasi. Dalam sejarah Barat, partisipasi itu timbul dari bawah, di kalangan masyarakat yang gelisah. Gejala itulah yang dilihat oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859) seorang pengamat sosial Prancis dalam kunjungannya ke Amerika pada tahun 30an abad ke 19 yakni timbulnya perkumpulan dan perhimpunan sukarela (voluntary association). Selain menyelenggarakan kepentingan mereka sendiri, dengan melakukan berbagai kegiatan inovatif, perkumpulan dan perhimpunan itu juga bertindak sebagai pengimbang kekuatan negara (as a counter-weights to state power). Ada 3 macam peranan yang dijalankan oleh perkumpulan dan perhimpunan tersebut. Pertama, menyaring dan menyiarkan pendapat dan rumusan kepentingan yang jika tidak dilakukan pasti tidak akan terdengar oleh pemerintah atau kalangan masyarakat umumnya. Kedua, menggairahkan dan menggerakkan upaya-upaya swadaya masyarakat daripada menggantungkan diri pada prakarsa negara. Ketiga, menciptakan forum pendidikan kewarganegaraan, menarik masyarakat untuk membentuk usaha bersama (co-operative ventures) dan dengan demikian mencairkan sikap menyendiri (isolatif) serta membangkitkan tanggung jawab sosial yang lebih luas. Perkumpulan dan asosiasi itulah yang kemudian menjadi “sokoguru masyarakat” (civil society). Dan apa yang disebut oleh Tocqueville itu tak lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang dalam masyarakat Barat dewasa ini disebut sebagai Non Government Organisation (ORNOP, Organisasi non pemerintah) dan perkumpulan sukarela (voluntary association). David Korten, seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran perkembangan LSM. Ia membagi LSM menjadi 4 generasi berdasarkan strategi yang dipilihnya. Generasi pertama, mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang kurang dalam masyarakat. Generasi ini disebut sebagai “relief and welfare”. LSM generasi ini memfokuskan kegiatannya pada kegiatan amal untuk anggota masyarakat yang menyandang masalah sosial. Generasi kedua, memusatkan perhatiannya pada upaya agar LSM dapat mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagai pelaku langsung, tetapi sebagai penggerak saja. Orientasinya pada proyekproyek pengembangan masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small scale, self reliance local development. Generasi ini melihat masalah sosial dengan lebih kompleks. Tidak sekedar melihat soal yang langsung kelihatan saja tapi juga mencari akar masalah. Fokusnya pada upaya membantu masyarakat memecahkan masalah mereka, misal programprogram peningkatan pendapatan, industri kerajinan dan lain-lain. Semboyan yang populer adalah “Berilah Pancing dan Bukan Ikannya!” Generasi ketiga, keadaan di tingkat lokal dilihat sebagai kiblat saja dari masalah regional atau nasional. Masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik pembangunan nasional. Karena itu penanggulangan mendasar dilihat hanya bisa dimungkinkan kalau ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yang tumbuh pada LSM generasi ini bersamaan dengan otokritiknya atas LSM generasi sebelumnya sebagai ”pengrajin sosial”. LSM generasi ini
disebut sebagai “sustainable system development”. Generasi keempat disebut sebagai “people movement”. Generasi ini berusaha agar ada transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan yang mempengaruhi kehidupan. Visi dasarnya adalah cita2 terciptanya dunia baru yang lebih baik. Karena itu dibutuhkan keterlibatan penduduk dunia. Ciri gerakan ini dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yang terstruktur. LSM di Indonesia Perjalanan LSM di Indonesia pada awal kemunculannya melalui perspektif sejarah dan mengacu pada pembagian generasi di atas, ada yang berpendapat bahwa cikal-bakal LSM di Indonesia telah ada sejak pra-kemerdekaan. Lahir dalam bentuk lembaga keagamaan yang sifatnya sosial/amal (dapat dikategorikan generasi pertama). Tahun 50-an tercatat muncul LSM yang kegiatannya bersifat alternatif terhadap program pemerintah, dua pelopornya misal LSD (Lembaga Sosial Desa) dan Perkumpulan Keluarga Kesejahteraan Sosial. Tahun 60-an lahir beberapa lembaga yang bergerak terutama dalam pengembangan pedesaan. Pendekatan dengan proyek-proyek mikro menjadi ciri utama masa ini, terutama yang menyangkut aspek sosial ekonomi pedesaan. Pada kurun waktu ini pula lembaga-lembaga ini merintis jaringan kerjasama nasional misal lahir Yayasan Sosisal Tani Membangun yang kemudian berkembang menjadi Bina Desa, Bina Swadaya. Ciri LSM yang muncul dan berkembang pada tahun 70-an merupakan fenomena yang unik. Ini dipengaruhi oleh ORBA. LSM merupakan reaksi sebagian anggota masyarakat atas kebijakan pembangunan yang ditempuh saat itu. Dasar penggeraknya adalah motivasi untuk mempromosikan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan. Meski juga berorientasi pada proyek mikro, juga mengaitkan persoalan kebijaksanaan pada tingkat makro, Contohnya LSM yang lahir pada generasi ini adalah LBH, YLKI, LP3ES. Sejak masa itu sampai kini, perkembangan LSM di Indonesia sangat pesat. Visi, misi, pendekatan dan isu beragam. Perkembangan LSM tidak bisa lagi dilihat secara linier dan mengikuti urutan waktu generasi per generasi. Perjalanan LSM di Indonesia sekitar tahun 1970an disebut sebagai ORNOP yang merupakan terjemahan dari NGO. ORNOP /NGO bisa merupakan satu lembaga bisnis (swasta), organisasi profesi, klub olah raga, kelompok artis, jamaah aliran agama, lembaga dana, yang penting semua organisasi yang bukan pemerintah. Interaksi antar kelompok ORNOP ini mempengaruhi tatanan sosial politik masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Masing-masing memperjuangkan kepentingannya dan pemerintah hanya berfungsi sebagai wasit (yang adil). Segala sesuatu dimulai dari masyarakat dalam suasana yang hampir-hampir bebas dari intervensi negara. Istilah ORNOP kemudian dirubah menjadi LSM karena di satu sisi, adanya kesan dan anggapan bahwa istilah ORNOP memiliki konotasi negatif seakan-akan melawan pemerintah (jaman ORBA alergi sekali dengan yang berbau oposisi, atau non-pemerintah). Di lain pihak, dalam kalangan aktivisnya saat itu ada kesadaran bahwa gerakan mereka ini di landasi oleh suatu misi positif, yakni mengembangkan kemandirian dan membangun kesadaran, tidak semata-mata “bukan pemerintah/non government”. Pergeseran ORNOP Pergeseran ORNOP menjadi LSM sebenarnya menimbulkan perbedaan arti, landasan ORNOP adalah untuk “non governmentalism”, sedangkan LSM adalah “auto governmentalism” dengan kata lain yang dibangun oleh LSM bukan “non kepemerintahan” tetapi
keswadayaan dan kemandirian. Penggantian istilah ORNOP menjadi LSM sesungguhnya telah memberikan perbedaan makna yang sangat mendasar. Formalisasi kemudian dilakukan pemerintah terhadap LSM melalui UU. No. 4 tahun 1982 tentang pokokpokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (kemudian diatur pula dengan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Keormasan, dan Instruksi Menteri Dalam Negri Nomor 8 Tahun 1990). Pada pasal 19 UU Nomor 4 Tahun 1982 disebutkan : “Lembaga Swadaya Masyarakat berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan Lingkungan Hidup”, sedangkan dalam penjelasannya LSM mencakup antara lain: a. Kelompok profesi yang berdasarkan profesinya tergerak menangani masalah lingkungan b. Kelompok hobi yang mencintai kehidupan alam terdorong untuk melestarikannya c. Kelompok minat yang berminat untuk membuat sesuatu bagi pengembangan lingkungan hidup. Batasan, fungsi dan peran LSM dibandingkan dengan pengertian aslinya (dalam arti NGO) menjadi teredusir. Karena keberadaan LSM terutama saat ORBA sarat dengan intervensi pemerintah maka ada beberapa LSM yang kemudian dalam pergerakannya memakai bentuk Yayasan, karena Yayasan lebih fleksibel. Dalam PBB, sejak tahun 1970-an, NGO memperoleh status resmi (consultative status). NGO juga mempunyai kode etik yang berlaku secara internasional. Sampai sekarang hampir semua kesempatan dalam pertemuan delegasi NGO berhak hadir dengan suara penuh/ disediakan forum-forum khusus untuk NGO. Kehadiran NGO dalam sistem PBB ini telah pula dilembagakan secara permanen, di bawah UNDP, di sebut NGO Forum, di Indonesia NGO Forum ini mungkin karena kekaburan makna dan keunikan LSM kita, sering menjadi olok-olok “Gongo” (Government NGO), atau LSM-LSM plat merah. Perkembangan selanjutnya di Indonesia, UU No. 4 tahun 1982 digantikan oleh UU No. 23 tahun 1997, UU ini tidak menjelaskan definisi LSM (tapi paling tidak UU ini mengakui environment legal standing) sementara itu UU. No. 8 tahun 1985 telah dicabut diganti dengan UU politik Dji Sam Soe/No. 2, 3, 4 yang tidak memuat mengenai LSM (jadi untuk sementara ini, LSM diatur dengan Inmendagri, tapi logikanya Inmendagri ini juga tidak berlaku karena peraturan yang di atasnya telah dicabut) dan kemudian di era Reformasi bentuk Yayasan pun mulai diintervensi pemerintah dengan dikeluarkannya UU Yayasan. Ada suatu wacana menarik bahwa kemudian NGO merupakan alat bagi neo liberalism, memang bisa saja neo liberalism beroperasi dalam dua lini: ekonomi dan budaya politik, dua level: rezim dan rakyat kelas bawah. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak sekali pihak berduit/pihak asing yang tertarik mendanai kegiatan-kegiatan yang dilakukan NGO di Indonesia dan tentunya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh NGO untuk memperoleh dana tersebut. Yang perlu menjadi catatan penting adalah sejauh mana tingkat independensi dan bargaining posisition terhadap penyandang dana, terlebih lagi evaluasi kerja LSM dilakukan mereka. Dan bagaimana pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, sebab sampai saat ini tidak ada mekanisme pertanggungjawaban LSM terhadap masyarakat, jadi masyarakat sendirilah yang menilai keberadaan LSM di tengah-tengah mereka. Jangan kaget kalau suatu saat ada elemen masyarakat yang berkata LSM itu Lembaga Suka Menipu, dan lain-lain. Hal itu merupakan serangkaian pengalaman yang dialami masyarakat, karena ada LSM yang menyelewengkan dana JPS misalnya. Melihat sejarah dan fenomena tentang LSM di atas, mari kita cermati kembali bagaimanakah LSM yang ada saat ini? (***)
Varia
D
Edisi DeSEMBER 2008
13
ALAM buku Recto Verso karya Dewi Lestari, ada satu penggalan kisah tentang seorang perempuan yang bergabung dalam perkumpulan bernama Working Mother Anonymous. Perkumpulan yang menampung unekunek dan kepedihan perempuan-perempuan karier yang memutuskan jadi bread winner (pencari nafkah keluarga), tapi harus kehilangan momen berharga bersama anak-anaknya sehingga mereka hanya jadi orang asing bagi anak-anaknya sendiri.
Tampaknya seorang Dewi Lestari cukup cerdas mencermati fenomena yang kini melanda kaum perempuan hampir di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Para perempuan atas nama emansipasi berbondong-bondong menyerbu dunia kerja yang dulu didominasi kaum laki-laki. Bahkan kini hampir tak ada lagi batasan antara jenis pekerjaan yang dapat dilakukan kaum perempuan dan laki-laki. Dampak dari partisipasi aktif para perempuan dalam dunia kerja memang sepintas lebih banyak nilai positif dibanding negatifnya. Para perempuan tak lagi terkungkung sangkar ranah domestik dalam rumah. Mereka dapat mengaktualisasikan diri dan memuaskan ambisi menjadi apa saja yang mereka inginkan. Namun, dampak langsung lain dari fenomena ini, para ibu rumah tangga yang juga berkarier di luar rumah sering memercayakan pengasuhan anakanaknya pada para pembantu rumah tangga yang biasanya tingkat pendidikannya lebih rendah. Bahkan terkadang, pendapatan yang didapat seorang perempuan yang bekerja di luar rumah sama dengan upah yang harus ia bayarkan pada pembantu rumah tangga atau baby sitter yang bekerja di rumahnya. Ada baiknya kita menyimak ungkapan Kartini dalam suratnya tertanggal 2 November 1900 untuk Prof. G.K. Anton dan istrinya yang berbunyi “Dari perempuanlah manusia itu pertama-tama menerima pendidikan. Di pangkuan perempuanlah seseorang mulai belajar merasa, berpikir, dan berkata-kata. Dan bagaimanakah ibu-ibu Bumiputera dapat mendidik anakanaknya, kalau mereka sendiri tidak berpendidikan?” Sebuah ungkapan yang amat bijak tadi dicetuskan Kartini yang selama ini penjadi pahlawan emansipasi perempuan Indonesia dan namanya sering menjadi legitimasi bagi perempuan meninggalkan rumah dan tugas utamanya, yakni mendidik anak-anaknya. Padahal, menurut Kartini, proses perawatan dan pengasuhan anak dari seorang ibu yang telah tercerdaskan sangat menentukan kualitas anak tersebut karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Namun, saat ini masalah perempuan yang telah bertransformasi menjadi seorang ibu bukan hanya tentang pilihan mereka untuk menjadi ibu rumah tangga penuh atau menjadi ibu yang sekaligus pencari nafkah saja. Beberapa waktu lalu tersiar kabar yang cukup miris untuk didengar, tentang anak-anak yang menjadi korban kekejaman ibu kandungnya yang entah dirasuki apa sehingga tangan yang seharusnya melindungi darah dagingnya sendiri tiba-tiba berubah menjadi tangan monster yang mampu merenggut jiwa anak-anak mereka sendiri. Konon menurut para ahli psikologi, para ibu tadi mengalami depresi berat akibat tekanan ekonomi dan sosial yang tak mampu mereka atasi sehingga tragisnya mereka melampiaskannya pada anak-anak. Jika ditelaah lebih lanjut, tampaknya ada dua hal yang menjadi penyebab sesungguhnya dari tragedi itu. Pertama adalah berkurangnya atau bahkan hilangnya keimanan di dalam hati para ibu tadi akibat rendahnya tingkat pengetahuan terutama pengetahuan agama. Kedua adalah kesenjangan ekonomi yang memang sudah menjadi penyakit akut bangsa ini yang diperparah oleh hilangnya kepedulian sosial dan empati antarsesama. Kompleksitas masalah yang harus dihadapi para ibu tadi juga seiring dengan perkembangan zaman yang semakin mempersulit medan tempur para ibu, yang pada satu sisi ingin mempertahankan eksistensi mereka di luar rumah dan di sisi lain masih harus bertanggung jawab atas keberlangsungan perawatan dan pendidikan anak-anak di lingkungan rumah dan luar rumah yang kini sangat tidak ramah karena anak-anak
dari sejak dini usia sudah mendapat berbagai ancaman dari mulai bahan makanan berbahaya, aksi pornografi, pelecehan seksual, tindak kekerasan, narkoba, dan berbagai hal lain yang akan menghancurkan masa depan mereka. Namun, itulah dinamika yang harus dihadapi para ibu. Tanpa mengecilkan peran para ayah, tapi memang di tangan para ibulah kualitas generasi penerus bangsa ditentukan. Menjadi seorang ibu merupakan peran yang teramat berat. Peran yang menuntut perempuan untuk menjadi cerdas, bijak, tangguh dan lembut pada saat yang sama. Hingga tak mengherankan jika ada sebuah hadis yang menyatakan surga berada di telapak kaki ibu. Untuk seluruh ibu di nusantara, selamat ulang tahun, selamat Hari Ibu. Mari rayakan dengan mengucap syukur atas kepercayaan yang diberikan Tuhan untuk membentuk anak-anak bangsa menjadi generasi yang lebih baik dan tentunya mengevaluasi setiap langkah yang telah ditempuh untuk menjadi ibu dan perempuan yang lebih berkualitas. Nia Kurniawati, Ibu dan Pengajar Politeknik Negeri Lampung
14
Edisi DESEMBER 2008
Agenda
Warta
Palembang Raih PKPD Award
PEMERINTAH Kota Palembang menerima penghargaan Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah (PKPD) dalam bidang Pekerjaan Umum Tahun 2008 dari Kementerian Pekerjaan Umum. Penghargaan berupa trofi dan piagam adalah untuk sub bidang cipta karya kategori penyelenggaraan air minum dan sub bidang cipta karya kategori penanganan permukiman kumuh perkotaan. Penghargaan ini diberikan oleh Menteri PU Djoko Kirmanto dan di terima langsung oleh Walikota Palembang Eddy Santana Putra di Studio Metro TV, Jakarta Barat, Jumat (29/11). Untuk kategori kota metropolitan, Palembang harus bersaing dengan Surabaya, Medan, Makassar, Bandung, serta Bali guna mendapatkan penghargaan ini. Kriteria penilaian terdiri dari aspek fisik dan nonfisik, Titik beratnya adalah komitmen pemerintah daerah dalam kontribusi pembiayaan (budget sharing), pengaturan kelembagaan, kesiapan sumber daya manusia, serta komitmen dalam menggerakkan dan melibatkan masyarakat untuk menuju pembangunan prasarana dan sarana yang berkelanjutan. “Pemberian penghargaan ini bertujuan mendorong partisipasi aktif stakeholders dalam penyelenggaraan infrastruktur di bidang pekerjaan umum, sehingga diharapkan akan menjadi suatu kegiatan yang membudaya untuk berpacu dalam menyejahterakan masyarakat,” kata Djoko
WALIKOTA PALEMBANG SAAT MENERIMA PENGHARGAAN PKPD-PU AWARD DARI MENTERI PU DJOKO KIRMANTO
Kirmanto. Selain meraih penghargaan PKPD award, Pemerintah Kota Palembang juga menyabet peringkat ketiga subbidang cipta karya untuk kategori penyelenggaraan sanitasi, serta peringkat kedua subbidang bina marga kategori penyelenggaraan jalan dan jembatan. PKPD-PU Award sudah diselenggarakan oleh
Kementerian Departemen PU sebanyak empat kali. Penghargaan ini sebagai apresiasi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dinilai memiliki komitmen yang tinggi terhadap sarana dan prasarana publik, pengaturan kelembagaan, serta kepedulian terhadap pemberdayaan masyarakat.(net/yat)
Rumah Murah Bagi Guru dan Warga Miskin
PEMERINTAH KOTA PALEMBANG DALAM WAKTU DEKAT JUGA BERENCANA MEMBANGUN 500 UNIT RUMAH.
PEMPROV Sumsel pada 2009 mendatang segera membangun 2.000 unit rumah di kawasan Jakabaring.
FOTO:IST
“Tahap awal kami bangun 1.000 rumah untuk guru, kemudian 1.000 lagi untuk tukang ojek, sopir, dan buruh informal lain,” ujar Gubernur Sumsel Alex
Noerdin seusai menggelar rapat bersama pejabat Pemprov Sumsel, Rabu (3/12). Sistem pembayaran dengan menggunakan angsuran ringan, disesuaikan dengan penghasilan guru dan buruh sektor informal. Dengan cara ini diharapkan dalam waktu 10 tahun, para guru dan karyawan sektor informal akan memiliki rumah sendiri. Sementara pendanaan akan berasal dari APBN dan dukungan pihak ketiga. Pemkot Palembang Bangun 500 Rumah Selain Pemprov Sumsel, Pemerintah Kota Palembang dalam waktu dekat juga berencana membangun 500 unit rumah. “Warga miskin akan kami beri kemudahan mendapatkan perumahan. Saat ini, kami masih mencari lahan,” kata Wali Kota Palembang, Eddy Santana Putra. “Angsuran jelas ringan, kan tujuan membantu. Sehingga warga yang berpenghasilan rendah segera memiliki rumah dengan cara mencicil Rp 10 ribu. Selain itu, diupayakan tepat sasaran,” tambah Eddy. Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Kota Palembang Harmen Abbas menyambut positif rencana pembangunan rumah ini. Kendati demikian ia mengharapkan proses pendataan dan pengawasan benar-benar dijalankan agar program ini tepat sasaran. (imr/rio)