BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian dan Tujuan Manajemen Produksi dan Operasi Manajemen Produksi dan Operasi menurut T.Hani Handoko (2002,p.34) adalah : “Manajemen Produksi dan Operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumber daya-sumber daya (atau sering disebut faktor-faktor produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainya. Dalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa”. Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi menurut Nicholas J. Aquilano adalah :
“Operation management is defined as the design, operation and improvement of the systems that create and deliver the firm’s primary product and services.”
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Produksi dan Operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan sumber daya yang ada secara optimal di dalam proses produksi agar dapat dapat menciptakan dan menambah nilai atau kegunaan suatu produk atau jasa. Tujuan Manajemen Operasi adalah memproduksikan atau mengatur produk barangbarang dan jasa dalam jumlah, kualitas, harga, waktu, serta tempat tertentu sesuai dengan kebutuhan manajemennya. (Reksohadiprodjo dan Gitosudarma,2000, p.2)
2.1.2 Pengertian Persediaan Persediaan adalah setiap sumber daya yang disimpan (stored resource) yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan pelanggan pada saat ini atau masa depan. Bagi banyak perusahaan, persediaan mencerminkan sebuah investasi, dan investasi ini sering lebih besar daripada yang seharusnya karena perusahaan lebih mudah untuk
5
6
memiliki persediaan just-in-case (berjaga-jaga kalau ada apa-apa) daripada persediaan
just-in-time (persediaan seperlunya). Setiap maanger operasi menyadari bahwa manajemen persediaan yang baik sangat penting. Perusahaan dapat mengurangi biaya dengan mengurangi tingkat persediaan di tangan, sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas bila suatu produk stocknya habis. Oleh karena itu, perusahaan harus mencapai keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat layanan konsumen. (http://bahankuliah.files.wordpress.com/2008/04/1-kuliah-05_inventory-management-
information-systems.ppt.) Persediaan atau stock adalah merupakan salah satu aspek penting bagi perusahaan yang menjual barang dagangan atau perusahaan pengolahan. Stock atau persediaan yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh terlalu banyak, namun juga tidak boleh terlalu sedikit. Pengertian persediaan dalam topik ini di fokuskan pada persediaan bahan baku. Persediaan itu perlu di awasi sehingga diperlukan pengawasan persediaan. Secara fungsional, pengawasan persediaan adalah suatu kegiatan untuk menentukan tingkat atau komposisi dariapda persediaan part, bahan baku dan barang hasil / produk, sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi serta kebutuhankebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien. Tujuan pengawasan persediaan pada intinya adalah menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.
7
•
Menurut pendapat Pardede Pontas M (2005, p.412) “ persediaan / Inventory adalah sejumlah bahan baku atau barang yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu dimasa yang akan datang.”
•
Berdasarkan pendapat Heizer, Jay H. Dan Barry Render (2001, p.60) “Persediaan merupakan asset termahal bagi perusahaan, dan berjumlah sekitar 50 persen dari total modal yang ditanamkan.”
•
Menurut Maarif, Syamsul (2003, p.276) “Persediaan adalah suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang masih menunggu untuk digunakan dalam suatu proses produksi.
•
Persediaan adalah kuantitas dimana produsen akan menjual produk pada harga yang ditentukan. (http://en.wikipedia.org/wiki/supply)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa persediaan itu merupakan aktiva dari suatu perusahaan, apakah dalam bentuk mentah (bahan baku), atau dalam bentuk sedang diproses atau dalam bentuk barang jadi.
2.1.2.1 Fungsi Persediaan Menurut Barry, Jay dalam bukunya Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi (2001, p.314), Persediaan (inventory) dapat memiliki berbagai fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan. Ada 6 penggunaan persediaan, yaitu : 1. Untuk memberikan suatu stok barang-barang agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan timbul dati konsumen. 2. Untuk memasangkan produksi dengan distribusi. Misalnya bila prmintaan produknya
tinggi
hanya
pada
musim
panas,
suatu
perusahaan
dapat
8
memnbentuk stok selama musim dingin, sehingga biaya kekurangan stok dan kehabisan stok dapat dihindari. Demikian pulsa, bila pasokan suatu perusahaan berfluktuasi,
persediaan
bahan
baku
ekstra
mungkin
diperlukan
untuk
“memasangkan” proses produksinya. 3. Untuk mengambil keuntungan dari potongan jumlah, karena pembelian dalam jumlah besar dapat secara substansial menrunkan biaya produksi. 4. Untuk melakukan hedging terhadap inflasi dan perubahan harga. 5. Untuk menghindari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, masalah mutu, atau pengiriman yang tidak tepat. “Stok Pengaman” misalnya barang ditangan ekstra, dapat mengurangi resiko kehabisan stok. 6. Untuk
menjaga
agar
operasi
dapat
berlangsung
dengan
baik
dengan
menggunakan ‘barang-dalam-proses” dalam persediannya. Hal ini karena perlu waktu untuk memproduksi barang dan karena sepanjang berlangsungnya proses, terkumpul persediaan-persediaan.
2.1.2.2 Jenis – Jenis Persediaan Menurut Barry, Jay dalam bukunya Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi (2001, p.314) jenis-jenis dari persediaan yaitu: 1. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Inventory) dibeli tetapi tidak diproses. Persediaan ini dapat digunakan untuk mengecoupel (yaitu, memisahkan) para pemasok dari proses produksi. Bagaimanapun, pendekatan yang lebih disukai adalah menghapuskan keragaman mutu, kuantitas, atau waktu pengiriman pemasok sehingga pemisahan tidak lagi diperlukan. 2. Persediaan Barang Setengah Jadi (Working In Process - WIP Inventory), adalah bahan baku atau komponen yang sudah mengalami beberapa perubahan
9
tetapi belum selesai. Adanya WIP disebabkan oleh waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah produk (disebut silkus waktu- cycle time). Mengurangi sirklus waktu berarti mengurangi persediaan. Seringkali tugas ini mudah : dalam sebagian besar waktu yang digunakan untuk membuat sebuah produk ketika ”sedang dibuat”, sebenarnya produk tersebut tidak mengalami proses apapun, waktu pekerjaan yang sebenarnya atau waktu “ run” hanyalah sebagian kecil dari waktu aliran material, mungkin hanya 5%. 3. Maintenance
Repair
Operating
(MRO)
adalah
persediaan
yang
diperuntukkan bagi pasokan pemeliharaan, perbaikan, atau operasi yang diperlukan untuk menjaga agar permesinan dan proses produksi tetap produktif. MRO tetap ada karena kebutuhan dan waktu pemeliharaan dan perbaikan beberapa peralatan tidak diketahui. Walaupun permintaan persediaan MRO sering merupakan sebuah fungsi jadwal pemeliharaan, permintaan MRO lain yang tidak dijadwalkan harus diantisipasi. 4. Persediaan Barang Jadi (Finised Goods Inventory) adalah produk yang sudah selesai dan menunggu pengiriman. Barang jadi bisa saja dsimpan karena permintaan pelanggan di masa depan tidak diketahui.
2.1.2.3 Biaya-Biaya dalam Persediaan Menurut Arman Hakim Natsution dalam bukunya Perencanaan dan Pengendalian Produksi (2003,p.105) biaya dalam sistem persediaan terdiri dari biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya simpan dan biaya kekurangan persediaan. Berikut ini adakn diuraikan secara singkat masing-masing komponen biaya diatas •
BIAYA PEMBELIAN (Purchasing Cost = c) Biaya pembelian adalah biaya yang dikelurkan untuk membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang akan dibeli dan harga
10
satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. •
BIAYA PENGADAAN (PROCUREMENT COST) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai dengan asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan memproduksi sendiri. 1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost = k) Biaya
pemesanan
adalah
semua
pengeluaran
yang
timbul
untuk
mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan. Menurut Wakhid,A.J.et al (2009,p.) Peningkatan biaya pemesanan atau biaya pengiriman akan mengakibatkan peningkatan biaya persediaan pembeli dan total biaya persediaan gabungan. Peningkatan biaya pada pembeli lebih diakibatkan oleh meningkatnya tingkat persediaan yang ada. 2. Biaya Pembuatan (Setup Cost = k) Biaya
pembuatan
adalah
semua
pengeluaran
yang
timbl
dalam
mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya. Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost) •
BIAYA PENYIMPANAN (Holding Cost/Carrying Cost = h)
11
Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya ini meliputi : a) Biaya Memiliki Persediaan (biaya modal) Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat diukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagi persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu. b) Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi. c) Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang ataupun jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya. d) Biaya Kadaluwarsa Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluwarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. e) Biaya Asuransi
12
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. f)
Biaya Administrasi dan pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasikan persediaan barang yang ada,
baik
pada
saat
pemesanan,
penerimaan
barang
maupun
penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling. •
BIAYA KEKURANGAN PERSEDIAAN (shortage Cost = p) Bila perusahaan kehabisan barang pada saat permintaan, maka akan terjadi keadaan kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu dan kehilangan kesempatan mendapat keuntungan atau kehilangan konsumen pelanggan karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari : a) Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memnuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan misalnya : Rp/unit. b) Waktu pemenuhan Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan misalnya : Rp/satuan waktu.
13
c) Biaya pengadaan darurat Supaya konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan misalnya : Rp/setiap kali kekurangan.
2.1.3 Economic Order Quantity dan Safety Stock Menurut Sukanto, Indriyo dalam bukunya Manajemen Produksi (2000, p.200) Economic Order Quantity volume ata jumlah pemebelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kalo pembelian. Sebagai contoh dari pengertiaan EOQ ini ialah misalnya kebutuhan bahan dasar suatu perusahaan selama 1 tahun adalah sebesar 12.000 ton. Persoalan persediaan sebenarnya terdiri dari dua buah pertanyaan yaitu berapa jumlah yang harus dipesan dan berapa lama waktu selang antara pesanan pertama dengan pesanan berikutnya yang akan mendatangkan biaya yang minimal. Perhitungan EOQ adalah dengan menggunakan rumus : EOQ = √2 DS H
Dimana : EOQ = Jumlah pesanan yang ekonomis D = Kebutuhan bahan baku dalam satu periode S = Biaya pesan bahan baku H = Biaya simpan bahan baku dalam satu periode
14
Dengan ditemukannya EOQ ini sebenarnya masih ada kemungkinan adanya out of
stock di dalam proses produksi. Kemungkinan stock out itu akan timbul apabila : 1. Penggunaan bahan dasar di dalam proses produksi lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini akan berakibat persediaan akan habis diproduksi sebelum pembelian/pesanan yang berikutnya akan datang, sehingga terjadilah out of
stock. Hal ini berarti terjadi ketidakpastian dalam pemakaian bahan. 2. Pesanan/pembelian bahan dasar itu tidak dapat datang pada waktunya (mundur). Hal ini berarti lead time tidak tepat pada waktunya.
2.1.4 Pengiriman Pengiriman (distribusi) adalah suatu proses pengadaan pengiriman barang dengan mengutamakan kepuasan konsumen hingga barang yang diterima dapat sampai kepada konsumen hingga proses pengiriman berlangsung secara tepat waktu, tepat kualitas, tepat sasaran. Menurut Lamb (2001,p.8), “Saluran pemasaran merupakan serangkaian dari organisasi
yang
suka
bergantung
yang
memudahkan
pemindahan
kepemilikan
sebagaimana produk-produk bergerak dari produsen ke pengguna bisnis/pelanggan”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan arus barang yang saling berhubungan dari produk ke perantara dan akhirnya ke tujuan akhir. Menurut Yunarto (2006,p.42) menyatakan bahwa dalam saluran distribusi dikenal tiga komponen utama yaitu Intermediary (perantara), Agent (agen) dan Facilitator (fasilitator). Menurut Amelia,S.et al (2009,p.16) pengiriman atau distribusi bertujuan untuk menetapkan kebijakan persediaan dan transportasi secara terintegrasi agar ongkos total sistem selama satu horison perencanaan minimum. Kebijakan persediaan meliputi kebijakan produksi di pabrik dan kebijakan pemesanan (replenishment) digudang penyangga,
distributor
dan
pengecer.
Sedangkan
kebijakan
transportasi
untuk
15
memindahkan produk dari pabrik ke gudang penyangga, dari gudang penyangga ke distributor dan dari distributor ke pengecernya. Ongkos total sistem terdiri atas ongkos total di eselon pabrik, gudang penyangga, distributor dan pengecer.
2.1.4.1 Keputusan dalam Desain dan Pemilihan Saluran Distribusi (Kotler,2002,p.356)
menjelaskan
bahwa
untuk
merancang
suatu
saluran
distribusi, harus memperhatikan hal-hal berikut : 1.
Menentukan sasaran dan kendala saluran distribusi. Sasaran-sasaran saluran distribusi perlu dalam tingkatan output jasa yang
ditentukan. Untuk merancanakan saluran yang efektif, produsen perlu menentukan segmen pasar mana saja yang akan dilayani dan saluran terbaik manakah yang perlu digunakan untuk masing-masing segmen. Produsen mengembangkan sasaran salurannya dalam konteks berbagai kendala yang ditimbulkan produk, pihak perantara, pesaing, kebijakan perusahaan, lingkungan perusahaan, tingkat output jasa yang diinginkan konsumen. 2. Mengidentifikasi berbagai altrnatif saluran distribusi utama, selanjutnya perusahaan harus mengidentifikasi alternatif-alternatif saluran yang penting. Sebuah alternatif saluaran harus mencakup 3 unsur : •
Jenis Perantara. Perusahaan harus mengidentifikasi jenis perantara yang ada untuk menjalankan tugas salurannya.
•
Jumlah perantara Perusahaan harus menentukan jumlah perantara yang dipekerjakan disetiap saluran, ada 3 strategi mengenai hal ini: a. Distribusi intensif b. Distribusi eksklusif
16
c. •
Distribusi selektif
Persyaratan dan tanggung jawab para anggota saluran distribusi. Unsur terpenting yang merupakan persyaratan para anggota saluran distribusi adalah kebijakan harga,syarat-syarat penjualan , hak-hak teritoria dan pelayanan khusus yang diberikan oleh semua pihak.
3. Mengevaluasi alternatif saluran distribusi yang penting. Setiap alternatif yang ada perlu dievaluasi sesuai dengan kriteria ekonomis, kriteria pengendalian, kriteria adaptif. Dalam kriteria ekonomis, masalah pertama yang harus dievaluasi adalah cara manakah yang akan menghasilkan penjualan lebih banyak diantara alternatif-alternatif tersebut. Dalam
kriteria
pengendalian,
evaluasi
harus
diperluas
yang
untuk
mempertimbangkan pengawasan terhadap saluran-saluran distribusi tadi. Dalam kriteria adaptif, setiap saluran dievaluasi mencakup rentang waktu komitmen dan kemungkinan hilangnya fleksibilitas Menurut Tjiptono (2001,p.187), Saluran distribusi yang baik untuk suatu perusahaan belum tentu baik untuk perusahaan lain. Baik tidakanya saluran distribusi yang digunakan oleh sebuah perusahaan dipengaruhi oleh kondisi perusahaan itu sendiri. Menurut Tjiotono (2001,p.187-189) dalam memilih saluran distribusi ada beberapa hal yang perlu ditinjau yakni : 1. Panjangnya saluran distribusi. 2. Banyaknya perantara yang digunakan. Menurut Tjiptono (2001,p.208) dalam menentukan banyaknya perantara dalam saluran distribusi, produsen mempunyai tiga alternatif pilihan yaitu :
a. Distribusi intensif
17
Jenis distribusi ini menggunakan perantara, terutama pengecer sabenyakbanyaknya. Semua ini dimaksudkan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. b. Distribusi selektif Jenis distribusi ini berusaha memilih menurut suatu daerah geografis. c.
Distribusi ekslusif Dilakukan oleh perusahaan dengan hanya menggunakan satu pengecer dalam daerah pasar tertentu.
4. Faktor – Faktor yang mempengaruhi pemelihansaluran Saluran distribusi ditentukan oleh pola pembelian, maka sifat pasar merupakan faktor penentu yang mempengaruhi pemilihan saluran oleh pihak manajemen perusahaan. Perusahaan yang mengadakan pemiilihan saluran distribusi harus mempertimbangkan tiga kriteria, yaitu : pengawasan saluran, pencakupan pasar, dan biaya. 5. Kemungkinan penggunaan saluran distribusi ganda. Tipe saluran ini dapat digunakan oleh produsen terutama untuk mencapai pasar yang berbeda. Untuk daerah pasar yang penduduknya jarang dapat menggunakan agen.
2.1.4.2 Tingkat Saluran Distribusi Menurut Kotler (2002,p.350) tingkat saluran distribusi terdiri dari : •
Saluran nol tingkat Saluran ini disebut juga saluran pemasang langsung, dimana pabrik secara
langsung menjual kepada konsumen. •
Saluran satu tingkat
18
Saluran ini menunjukan bahwa pemasaran hanya menggunakan satu tipe perantara. •
Saluran dua tingkat Saluran ini mencakup dua perantara. Dalam pasar industrial, mereka disebut
distributor •
Saluran tiga tingkat Saluran ini mencakup tiga perantara. Segala pendistribusiannya adalah
pedagang besar, pemborong dan pengecer yang kemudian menyalurkan kepada konsumen akhir.
2.1.4.3 Strategi Saluran Distribusi Menurut Chandra (2001,p.93), “strategi pemasaran merupakan rencana yang menjabarkan ekspetasi perusahaan akan dampak berbagai aktifitas/ program pemasaran terhadap permintaan produk/ link produknya di pasar sasaran tertentu.” Perusahaan memakai dua jenis saluran distribusi yaitu saluran langsung dan saluran tidak langsung. •
Saluran langsung Orang / produsen yang memproduksi barang dan jasa berinteraksi secara
langsung dengan pelanggan. Saluran ini digunakan pada pada perusahaan yang membentuk sebuah saluran distribusi luar negeri. •
Saluran tidak langsung Saluran ini digunakan pada sebuah perusahaan lokal yang memasarkan
produknya melalui perusahaan lokal lainnya yang bertindak sebagai perantara penjualan.
19
2.1.5 Peramalan Menurut Barry, Jay dalam bukunya Manajemen Operasi (2009, p.162) mengatakan bahwa peramalan ( forecasting) adaalah seni atau ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan pengambilan data historis dan memproyeksikannya le masa mendatang dengan suatu bentuk model matematis. Hal ini juga bisa merupakan predeksi intuisi yang bersifat subjektif. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi model matematis yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer.
2.1.5.1 Meramalkan Horizon Waktu Menurut Barry, Jay dalam bukunya Manajemen Operasi (2009, p.163) mengatakan bahwa peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa depan yang dilingkupinnya. Horizon waktu terbagi menjadi beberapa kategori: 1. Peramalan Jangka Pendek Peramalan ini meliputi jangka waktu hingga satu tahun, tetapi umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan ini digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja, dan tingkat produksi. 2. Peramalan Jangka Menengah Peramalan jangka menengah atau intermediate umunya mencakup hitungan bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini bermanfaat untuk merencanakan penjualan, perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas, serta menganalisis bermacammacam rencana operasi. 3. Peramalan Jangka Panjang Umumnya untuk perencanaan masa tiga tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan (litbang).
20
2.1.5.2 Jenis-Jenis Peramalan Berdasarkan Barry, Jay dalam bukunya Manajemen Operasi (2009, p.164) mengatakan bahwa berbagai organisasi merupakan tiga jenis peramalan yang utama dalam perencanaan operasi di masa depan: 1. Peramalan Ekonomi (Economic Forecast) Peramalan ekonomi menjelaskan siklus bisnis dengan memprediksikan tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang dibutuhkan untuk membangun perumahan, dan indikator perencanaan lainnya. 2. Peramalan Teknologi (Technological Forecast) Peramalan teknologi memperhatikan tingkat kemajuan teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang menarik yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru. 3. Peramalan Permintaan (Demand Forecast) Peramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau layanan suatu perusahaan. Peramalan ini disebut peramalan penjualan yang mengendalikan produksi, kapasitas, serta sistem penjadwalan dan menjadi input bagi perencanaan keuangan, pemasaran, dan sumber daya manusia.
2.1.5.3 Berbagai Pendekatan dalam Peramalan Barry, Jay dalam bukunya Manajemen Operasi (2009, p.167) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan umum untuk peramalan sebagaimana ada dua cara mengatasi semua model keputusan seperti yang akan dibahas secara etail dibawah ini: 1. Peramalan Kuantitatif (quantitative forecast) menggunakan model matematis yang beragam dengan data masa lalu dan variabel sebab-akibat untuk meramalkan permintaan.
21
2. Peramalan Subjektif atau Kualitatif (qualitative forecast) menggabungkan faktor, seperti intuisi, emosi, pengalaman pribadi dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal.
2.1.5.4 Metode Peramalan Kualitatif Barry, Jay dalam bukunya Manajemen Operasi (2009, p.167) Metode peramalan secara kualitatif meliputi : • Dekomposisi • Moving Average
Moving average method jika disebutkan dalam bahasa indonesia adalah rata-rata bergerak. Metode ini sangat bermanfaat apabila kita dapat membuat asumsi bahwa
demand (permintaan) cenderung stabil sepanjang waktu. Rumus metode rata-rata bergerak (Moving average method ) adalah :
Σ demand pada periode n Rata-rata Bergerak =
n
Dimana n adalah jumlah periode yang digunakan dalam metode rata-rata bergerak. •
Exponential Smoothing Penghalusan eksponensial atau disebut juga exponential smoothing merupakan salah satu metode forecasting yang relatif mudah dipergunakan , karena tidak memerlukan input data yang sangat banyak. Adanya rumusa metode penghalusan eksponensial adalah sebagai berikut :
Forecast periode yang akan dating = Forecast periode yang lalu + α (aktual demand – forecast periode yang lalu)
22
Dimana α adalah konstanta yang nilainya antara 0 sampai 1, sehingga peramalan tersebut bisa ditulis sebagai berikut : Ft = Ft-1 + α (At1-Ft-1) Dimana :
Ft
= Forecast yang baru
Ft-1
= Forecast yang lalu
At-1
= Actual demand periode yang lalu
α
= Konstanta yang nilainya 0 sampai 1
α (smoothing constant)
dapat berubah, tergantung pada asumsi kita mengenal
perubahan yang akan terjadi pada data tersebut. Semakin besar asumsi terhadap terjadinya peningkatan penjualan, nilai α akan semakin besar, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, pemilihan besarnya nilai α harus kita lakukan dengan hati-hati. Untuk memperoleh forecasting yang lebih akurat, kita dapat membandingkan nilai
forecasting
dengan nilai aktual yang terjadi. Semakin kecil perbedaan antara nilai hasil
forecasting
dan nilai aktual, berarti tingkat kesalahannya semakin kecil dan metode
forecasting
yang digunakan relatif baik. Tingkat kesalahan forecasting (forecast error)
dapat dihitung sebagai berikut:
Forecast error = Demand - Forecast
4. Eksponential Smoothing dengan menggunakan trend adjustment 5. Trend projection 6. Linear regression causal model
23
Peramalan dengan regresi linear di dasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data histories bersifat linier. Rumus yang digunakan untuk menghitung peramalan dengan metode regresi linier adalah persamaan garis regresi linier sebagai berikut:
Y = a + bX
Dimana : Y = Variabel dependen a = koefisien intercept b = koefisien slope atau kemiringan garis regresi X = Variabel independen Koefisien kemiringan slope b dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
b=
n Σ XY - (Σ X)(Σ Y) n (Σ X²) - (Σ X)²
Di mana : b = slope atau kemiringan garis regresi Σ = tanda penjumlahan X = Nilai variabel inpenden Y = Nilai variabel dependen X = rata-rata dari nilai X Y = rata-rata dari nilai Y n = jumlah sampel atau jumlah pengamatan
24
Setelah mencari koefisien b kita peroleh, selanjutnya kita dapat menghitung koefisien a :
ΣY – b Σ X a=
n
atau
a=Y–bX
Ketepatan estimasi regresi ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar penyimpanan semua data variabel independen (X) terhadap garis regresi. Apabila semua data variabel independen (X) tersebut berada di sepanjang garis regresi, maka tingkat kesalahannya mendekati 0. Sebaliknya, jika data variabel tersebut makin menjauh dari garis regresi, tingkat kesalahannya semakin besar. Dan besarnya tingkat kesalahan dapat dihitung dengan rumus:
Se =
Σ Y² - a Σ Y – b Σ XY n-2
Di mana : Se = Standart error estimasi Metode peramalan kuantitatif terdiri dari peramalan deret waktu (time series) dan peramalan sebab akibat. Kedua metode kuantitatif ini mendasarkan peramalannya adalah
25
pada dara lalu dengan menggunakan prediktor untuk masa mendatang. Dengan mengelola data yang lalu maka melalui metode time series atau kausal akan sampai pada suatu hasil peramalan. Metode peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu : 1.
Peramalan deret waktu (Time Series) Peramalan ini dilakukan berdasarkan data-data dari suatu produk yang sudah ada sebelumnya, kemudian dianalisa pola datanya apakah berpola pada trend atau musiman maupun berbentuk siklus. Metode-metode yang dapat dipergunakan dalam hal ini dapat berupa Rata-rat bergerak, penghalusan eksponensial, model matematika dan metode Box-Jenkis
2. Peramalan sebab-akibat (Causal) Peramalan ini dilakukan berdasarkan data yang sudah ada sebelumnya, tetapi mempergunakan
data
dari
variabel
yang
lain
yang
menentukan
atau
mempengaruhinya pada masa depan, seperti penduduk, pendapatan, dan kegiatan ekonomi. Dengan mengolah data yang sudah ada sebelumnya melalui deret waktu dan metode sebab akibat, maka akan diperoleh hasil peramalan, tetapi metode peramalan yang ditekankan dalam pembahasan ini terbatas pada peramalan dengan metode deret waktu. Metode-metode yang dapat dipergunakan salam hal ini dapat berupa regresi, model ekonometri, model input-output dan model simulasi.
2.1.5.5 Menghitung Kesalahan Peramalan Menurut Jay Heinzer dan Barry Render ada beberapa perhitungan yang biasa dipergunakan untuk menghitung kesalahan peramalan (forecast error) total. Perhitungan ini dapat dipergunakan untuk membandingkan model peramalan yang berbeda, juga untuk mengawasi peramalan, untuk memastikan peramalan berjalan dengan baik. Tiga
26
hari perhitungan yang paling terkenal adalah deviasi rata-rata absolut (mean absolute
deviation- MAD), kesalahan rata-rata kuadrat (mean squared error-MSE), dan kesalahan persen rata-rata absolut (Mean absolute percent error-MAPE). 1. Deviasi Rata – rata absolut ( Mean Absolute Deviation = MAD ) MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peramalan keseluruhan untuk sebuah model. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai absolut dari kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data (n).
MAD =
Σ |aktual - peramalan| n
2. Kesalahan Rata-rata kuadrat (Mean Square Error = MSE) MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peramalan keseluruhan. MSA merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSA adalah bahwa ia cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya pengkuadratan. MSE = Σ (kesalahan peramalan) n
3. Kesalahan persen Rata- Rata Absolut (Mean Absolute Percentage Error = MAPE) Masalah yang terjadi dengan MAD dan MSE adalah bahwa nilai mereka tergantung pada besarnya unsur yang diramal. Jika unsur tersebut dihitung dalam satuan ribuan, maka nilai MAD dan MSE bisa menjadi sangat besar. Untuk menghindari masalah ini, kita
27
dapat menggunakan MAPE. MAPE dihitung sebagai rata-rata diferensiasi absolut antara nilai yang diramal dan aktual, dinyatakan sebagai persentase nilai aktual. n
MAPE = 100Σ |aktual i – ramalan i | / aktual i I=1 n
Berdasarkan Nachrowi D, dan Hardius Usman (2004,p.239) menyatakan bahwa sebenarnya, membandingkan kesalahan peramalan adalah suatu cara sderhana, apakah suatu teknik peramalan tersebut patut dipilih untuk digunakan sebagi indikator apakah suatu teknik peramalan cocok digunakan atau tidak. Dan teknik yang mempunyai MSE terkecil merupakan ramalan yang terbaik. Sedangkan Vincent Gaspers (2005,p.80) dalam bukunya menyebutkan akurasi peramalan akan semakin tinggi apabila nilai-nilai MAD, MSE, dan MAPE semakin kecil. Dan menurut Freddy Rangkuti (2005,p.70) dalam bukunya menyatakan keharusan untuk membandingkan perhitungan yang memiliki nilai MAD paling kecil, karena semakin kecil nilai MAD, berarti semakin kecil pula perbedaan antara hasil forecasting dan nilai aktual.
2.1.6 Karakteristik Peramalan Menurut Arman Hakim Nasution (2003,p.28) peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang pernting, antara lain akurasi biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut : •
AKURASI. Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan
28
tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. •
BIAYA. Biaya yang diperlukan dalam pembuatan suatu peramalan adalah tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang di pakai.
•
KEMUDAHAN. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
2.1.6.1 Sifat Hasil Peramalan Menurut Arman Hakim Natsution (2003,p.29) dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil suatu peramalan, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu : 1. Peramalan pasti mengandung kesalahn, artinya peramalan hanya bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut. 2. Peramalan seharusnya memberikan informasi tentang berapa ukuran kesalahan, artinya karena peramalan psti mengandung kesalahn, maka adalah penting bagi peramalan untuk menginformasikan seberapa besar kesalahan yang mungkin terjadi. 3. Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan peramalam jangka panjang. Hal ini disebabkan karena pada peramalan jangka pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang periode peramalan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan.
29
2.1.7 Pengertian Bahan Baku Menurut pendapat Sofjan Assauri (2008,p.240-241) ”bahan baku merupakan barangbarang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. Bahan baku diperlukan oleh pabrik untuk diolah, yang setelah mengalami beberapa proses diharapkan menjadi barang jadi.” Dan menurut M.Narafin (2007,p.202) bahan baku merupakan bahan langsung (direct material) yaitu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang terpisahkan dari produk jadi. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu produk. Bahan bakun biasanya mudah ditelusuri dalam suatu produk yang harganya relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pembantu. Sedangkan Abdul Sani dkk, (2007,p.12) barang atau bahan (bahan baku) adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi. Berdasarkan dari tiga pengertian yang telah dijelaskan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan baku adalah bahan-bahan yang didapat dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier untuk memproduksi barang dan jasa dalam proses produksi.
2.1.8 Pohon Keputusan (Decision Tree) Dalam penelitian operasional, teori pohon keputusan merupakan bagian dari pembahasan
teori
keputusan
dan
permainan.
Pohon
keputusan
disajikan
untuk
mengevaluasi hal yang dapat disebut sebagai alternatif tahap tunggal. Dalam arti bahwa, keputusan di masa mendatang tidak tergantung pada keputusan yang diambil sekarang. Proses keputusan (decision process) adalah proses yang memerlukan satu atau sederetan keputusan untuk menyelesaikannya. Tiap keputusan yang diambil mempunyai suatu
30
keuntungan atau kerugian yang berkaitan dengannya yang ditentukan pula oleh berbagai keadaan luar (external) yang mengelilingi proses itu (suatu segi membedakannya dari proses yang lain). (Nurhasanah, Nunung. 2003, p59) Jika terdapat dua atau lebih keputusan yang berurutan, dan keputusan yang terakhir didasarkan pada hasil keputusan yang sebelumnya, maka pendekatan dengan menggunakan pohon keputusan sangat tepat untuk digunakan.
2.1.8.1 Definisi Pohon Keputusan (Decision Tree) • Menurut Heizer dan Render (2005, p326), pohon keputusan (decision tree) merupakan sebuah tampilan grafis proses keputusan yang mengindikasikan alternatif keputusan yang ada, kondisi alamiah dan peluangnya, dan juga imbalannya bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan kondisi alamiah. • Menurut Siswanto (2007, p55), pohon keputusan (decision tree) adalah model visual untuk menyederhanakan proses pembuatan keputusan secara rasional. Dengan
adanya
visualisasi
memungkinkan
untuk
memahami
proses
pembuatan keputusan yang terstruktur, bertahap, dan rasional. Pembuatan keputusan sendiri berarti memilih alternatif-alternatif keputusan yang tersedia, karena unsur ketidakpastian maka berbagai kemungkinan keadaan akan dihadapi oleh masing-masing alternatif keputusan itu. Oleh karena itu, diagram keputusan mempunyai noda keputusan dan noda cabang. • Menurut Antonie (2008), Decision Tree adalah sebuah struktur pohon, dimana setiap node pohon merepresentasikan atribut yang telah diuji, setiap cabang merupakan
suatu
pembagian
hasil
uji,
dan
node
daun
(leaf)
merepresentasikan kelompok kelas tertentu. Level node teratas dari sebuah Decision Tree adalah node akar (root) yang biasanya berupa atribut yang paling memiliki pengaruh terbesar pada suatu kelas tertentu. Pada umumnya
31
Decision Tree melakukan strategi pencarian secara top-down untuk solusinya. Pada proses mengklasifikasi data yang tidak diketahui, nilai atribut akan diuji dengan cara melacak jalur dari node akar (root) sampai node akhir (daun) dan kemudian akan diprediksi kelas yang dimiliki oleh suatu data baru tertentu. • Menurut Niwanputri, Ginar Santika (2007), Analisis pohon keputusan (decision
tree analysis) merupakan salah satu alat pengambilan keputusan investasi dari berbagai alternatif yang tersedia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pohon keputusan (decision tree) adalah salah satu alat yang digunakan dalam pengambilan keputusan dari berbagai alternatif yang ada, yang mana dilakukan secara terstruktur, bertahap, dan rasional.
2.1.8.2 Analisis Pohon Keputusan (Decision Tree) Terlepas dari kerumitan sebuah keputusan atau kecanggihan teknik yang digunakan untuk menganalisis keputusan tersebut, semua pengambil keputusan dihadapkan dengan berbagai alternatif dan “kondisi alami”. Pada saat membuat sebuah pohon keputusan, harus dipastikan bahwa semua alternatif dan kondisi alami berada di tempat yang benar dan logis serta semua alternatif yang mungkin serta kondisi alami telah disertakan. Notasi yang digunakan adalah: 1. Istilah: a. Alternatif – sebuah tindakan atau strategi yang dapat dipilih oleh seorang pengambil keputusan. b. Kondisi alami – sebuah kejadian atau situasi dimana pengambil keputusan hanya memiliki sedikit kendali atau tidak sama sekali. 2. Simbol yang digunakan dalam sebuah pohon keputusan:
32
a. – sebuah titik keputusan dimana terdapat satu alternatif atau lebih yang dapat dipilih. b. – sebuah titik kondisi alami dimana kondisi alami mungkin akan terjadi. Diagram pohon sering kali membantu dalam memahami dan menyelesaikan persoalan probabilitas. Diagram pohon biasanya digambarkan dengan lambang yang baku. Dimulai dengan suatu nokhta kemudian dibuat cabang-cabang sebanyak peristiwa yang mungkin dapat dihasilkan dari percobaan. Pada masing-masing cabang dituliskan probabilitas terjadinya peristiwa yang bersangkutan. Jika percobaan dilakukan lagi, maka langkah-langkah itu diulang. Setiap cabang berakhir pada nokhta yang kemudian diisi dengan probabilitas peristiwa bersama. Pada nokhta yang paling awal dituliskan angka 1 yang artinya jumlah probabilitas dari seluruh peristiwa yang mungkin. (Mulyono, 2004, p223) Menganalisis masalah dengan menggunakan pohon keputusan mencakup lima langkah: 1.
Mendefinisikan masalah.
2.
Menggambarkan pohon keputusan.
3.
Menentukan peluang bagi kondisi alamiah.
4.
Memperkirakan imbalan bagi setiap kombinasi alternatif keputusan dan kondisi alamiah yang mungkin.
5.
Menyelesaikan masalah dengan menghitung EMV bagi setiap titik kondisi alamiah. Hal ini dilakukan dengan mengerjakannya dari belakang ke depan (backward) – yaitu memulai dari sisi kanan pohon, terus menuju ke titik keputusan di sebelah kirinya.
33
Noda Cabang 1 Keputusan
M M
NH1
Keputusan
NH2 Noda Keputusa Keputusan
2
M M
M M M M m
M M
Nilai keputusan 1 Nilai keputusan 1 Nilai keputusan 1
Nilai keputusan 2 Nilai keputusan 2 Nilai keputusan 2
Nilai keputusan m Nilai keputusan m Nilai keputusan m
NHm Sumber Gambar: Siswanto (2007, p56)
Gambar 2.1 Diagram Pohon
EMV merupakan kriteria yang paling sering digunakan untuk menganalisis pohon keputusan. Satu dari langkah awal analisis ini adalah untuk menggambar pohon keputusan dan menetapkan konsekuensi financial dari semua hasil masalah tertentu. Nilai harapan moneter (Expected Monetary Value – EMV) adalah nilai harapan moneter yang diharapkan dari sebuah variabel yang memiliki beberapa kemungkinan kondisi alamiah yang berbeda, masing-masing dengan peluang tersendiri. Saat peluang diketahui, nilai
maximax dan maximin menyatakan skenario perencanaan kasus terbaik – kasus terburuk. Nilai ini mewakili nilai yang diharapkan atau rata-rata tingkat pengembalian modal jika keputusan ini dapat diulangin berkali-kali. (Heizer dan Render, 2005, p324) EMV sebuah alternatif merupakan jumlah semua keuntungan alternatif, yang masing-masing diberikan bobot kemungkinan terjadinya.
34
EMV (Alternatif i) =
(Hasil kondisi alamiah 1) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah 1) + (Hasil kondisi alamiah 2) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah 2) + . . . + (Hasil kondisi alamiah terakhir) x (Kemungkinan terjadi kondisi alamiah terakhir)
Atau dengan rumus: (Siswanto, 2007, p56) .
,
, ,…,
% Dimana:
NHi
= Nilai harapan cabang keputusan ke-i.
Pj
= Probabilitas kemunculan keadaan ke-j.
hij
= Nilai hasil keputusan jika alternatif keputusan ke-i diambil dan keadaan ke-j terjadi
35
PT
Rp20.000.000,-/tahun
0,8 2 PR
BPKB
Rp15.000.000,-/tahun
0,2
Rp19.000.000
PT
PT Rp76.000.000,-/th
0,8 5
PT Rp76.000.000,-/th
1
PR 0,2
4
Rp2.000.000,-/tahun
PT
BPKK
0,8 6
Rp80.000.000
PT Rp24.000.000,-/th
3
Rp9.000.000,-/tahun
PR 0,2
Rp2.500.000,-/tahun
Rp2.000.000,-/tahun
PR 0,20 Tahap I
Tahap II
2 Tahun
8 Tahun
Rp2.000.000,-/tahun
Sumber Gambar: Nurhasanah (2003, p60)
Gambar 2.2 Contoh Diagram Pohon Keputusan Pabrik Konveksi “ABC” Keterangan: BPKP
:
Bangun Pabrik Berukuran Besar
BPKK
:
Bangun Pabrik Berukuran Kecil
PT
:
Permintaan Tinggi
PR
:
Permintaan Rendah
36
2.2 Literature Review Tabel 2.1 Literature Review Forecasting Metode
Nama
Penelitan
Pengarang
Forecasting
Jurnal
Jurnal
Haryadi Sarjono,
Yulia
Agustina
dan
Arko Pujadi
di
Hasil Penelitan
Manajemen
Bidang
Pariwisata
Hasil yang tingkat
Jasa
kesalahan
dan
dari
terkecil beberapa
Lingkungan,
metode
Keuangan dan Pasar
Eksponential
Modal
Smoothing. MAD =
“Analisis
yaitu
Peramalan
15,67 (alpha 0,1)
Penjualan pada PT
MSE
Multi megah Mandiri
(alpha 0,5)
=
366,10
Tahun 2009” (2009) Economic Order Quantity Economic Order
Oviliani
Yenty
Jurnal Manajemen &
EOQ = 2.741,97 kg
Quantity (EOQ)
Yuliana
dan
Kewirausahaan Vol.
F = 13,71 kali
3,
T = 0,072 bulan
Tanti Octavia
No.
2001:
1, 72
“Rancang
Maret –
84
Sistem
Informasi
R = 3.308,09 kg Total
dari
biaya
persediaan = Rp.
Persediaan
Bahan
75.932.270,83
Baku Terkomputerisasi PT. KPL” 2001 Pohon Keputusan (Decision Tree) Decision Tree
Haryadi Sarjono
Jurnal Manajemen,
nilai
dan Fenny Yanti
Fakultas
Ekonomi
lokasi Banjarmasin
Bisnis,
adalah sebesar Rp
dan Universitas
Bina
Nusantara,
Jakarta
EMV
untuk
1.027.440.015,-,
37
“Analisis Keputusan
nilai
untuk
Penentuan
lokasi
Lokasi
Bisnis
dengan
Decision
Tree Model” (2009) Sumber : Penulis
EMV
untuk
Pekanbaru
adalah sebesar Rp. 689.680.228,-.
38
2.3 Kerangka Pemikiran
PT Dinamika Indonusa Prima
Forecasting
Moving
Weighted
Exponential
Exponential
Linear
Naïve
Average
Moving
Smoothing
Smoothing
Regression
Method
Average
With Trend
MAD dan MSE
Economic Order Quantity (EOQ)
Pengiriman Barang
Decision Tree
Output
Simpulan dan Saran Sumber : Pengolahan Penulis, (2010) Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran