0792: Syahdar Baba dkk.
PG-324
PRODUKSI COMPLETE FEED BERBAHAN BAKU LOKAL DAN MURAH MELALUI APLIKASI PARTICIPATORY TECHNOLOGY DEVELOPMENT GUNA MENINGKATKAN PRODUKSI DANGKE SUSU DI KABUPATEN ENREKANG Syahdar Baba1 M. I. Dagong1 Ambo Ako1 Abdullah Sanusi2 Anis Muktiani3 Fakultas Peternakan Unhas Jln. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea, Makassar Telp. 0411-587217/08124244359 e-Mail:
[email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Dangke susu merupakan indigenous product dari kabupaten Enrekang yang telah dikenal luas oleh masyarakat Sulawesi Selatan dan Indonesia. Rata-rata produksi dangke masih rendah (3 biji per ekor per hari) karena rendahnya adopsi teknologi pakan oleh peternak.Peternak mengalami banyak kendala dalam melakukan pengolahan dan pengawetan limbah pertanian dan perkebunan yang sangat melimpah untuk dijadikan sebagai pakan. Pengetahuan peternak akan nilai nutrisi bahan pakan dan kebutuhan nutrisi sapi perah juga masih rendah. Selain itu, kurangnya tenaga kerja menyebabkan peternak kesulitan mengolah limbah pertanian dan perkebunan. Melalui produksi complete feed berbahan baku lokal, limbah pertanian dan perkebunan yang melimpah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi susu dan dangke. Tahapan kegiatan diawali pembuatan complete feed adalah dengan membuat complete feed sesuai dengan potensi bahan pakan di daerah sentra dan non sentra pengembangan sapi perah Kabupaten Enrekang. Setiap bahan di analisis karakteristik fisik dan kimianya untuk dijadikan dasar dalam menyusun formulasi complete feed. Uji karakteristik fisik dan kimia Complete feed yang telah di buat dilakukan untuk memastikan nilai nutrisi sebelum diujicoba di level peternak. Tahapan penerapan complete feed diawali dengan memilih peternak pelaksana kegiatan Participatory Technology Development. Selama pelaksanaan PTD, peternak pelaksana mencatat seluruh aktivitas yang dilakukan.Diseminasi kegiatan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali. Monitoring dan evaluasi dilakukan masing-masing 1 (satu) kali dengan menjadikan peternak sebagai salah satu nara sumber dalam menyusun instrument evaluasi. Di akhir PTD, dilakukan analisis techno-economy, pemanfaatan tenaga kerja, kemampuan peternak dan aspek karakteristik teknologi complete feed secara partisipatif. Pengembangan kelembagaan produksi complete feed diawali dengan membangun komitmen bersama melalui penentuan hak dan kewajiban peternak. Hasil kegiatan menunjukkan, complete feed yang dihasilkan mempunyai sifat fisik dan kimia yang memenuhi standar complete feed yang baik. Uji in vivo melalui PTD bersama peternak menunjukkan bahwa penggunaan complete feed memudahkan peternak dalam mengelola usaha, meningkatkan pendapatan dan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Kelembagaan produksi complete feed dibuat di bawah naungan koperasi sapi perah manassa dengan sistem bagi hasil sesuai dengan kontribusi modal in kind dan in cash. Perusahaan produksi complete feed dipegang oleh sarjana peternakan yang telah di seleksi. Kemampuan produksi complete feed per periode produksi adalah 50 ton. Jumlah compelete feed yang telah terjual adalah adalah 23 drum dengan berat 2,415 ton. Jumlah peternak yang telah membeli adalah 18 orang yaitu 13 orang dari daerah sentra dan 5 orang dari daerah non sentra. Kata Kunci: Complete feed, Dangke, Enrekang, Participatory Technology Development
I. PENDAHULUAN
Dangke adalah lauk tradisional yang merupakan indigenous product bagi masyarakat kabupaten Enrekang yang telah dikenal meluas di seluruh masyarakat Sulawesi Selatan dan bahkan nasional. Dangke diproduksi dari susu
FH cross dengan cara diaglutinasi menggunakan getah papain. Rata-rata produksi dangke saat ini adalah 3 biji/ekor/hari karena produktivitas susu hanya 5 liter/ekor/hari (1 biji dangke diproduksi dari 1,5 liter susu). Rendahnya produktivitas susu disebabkan rendahnya
0792: Syahdar Baba dkk. adopsi teknologi pakan oleh peternak yaitu dengan hanya memberikan rumput gajah dan dedak sebagai pakan tambahan. Bahkan, pada musim kemarau (bulan Agustus – November) peternak hanya memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan (jerami, daun ubi jalar) tanpa mengolahnya sehingga produktivitas susu menurun drastis (Baba et al., 2011). Peternak belum mengetahui manfaat limbah pertanian dan perkebunan yang ada serta belum mengetahui metode pengolahan yang efisien dan efektif. Upaya peningkatan produktivitas dan kualitas susu dan dangke dapat ditempuh melalui pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan yang melimpah. Di kabupaten Enrekang, limbah pertanian dan perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan kasar meliputi jerami padi, jerami jagung, pod kakao, daun ubi jalar, daun kacang tanah, limbah wortel dan limbah kol. Pakan konsentrat dapat dipenuhi dari ubi jalar afkir, limbah ubi kayu, dedak dan ampas tahu (Baba et al., 2011). Potensi limbah pertanian yang melimpah tersebut dapat dioptimalkan guna memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah agar produksi susu dapat meningkat Kajian pemanfaatan limbah pertanian telah banyak dilakukan. Melalui teknologi amoniasi fermentasi, kandungan protein jerami padi meningkat dari 3,7% menjadi 12-13% dan kecernaan meningkat dari 30-35% menjadi 5060% (Muktiani, 2007). Demikian halnya penggunaan pod kakao sebagai pengganti rumput gajah terbukti mampu meningkatkan PBB sebesar 0,830 kg/hari (Sutardi, 1997). Pengawetan daun singkong dengan menggunakan teknologi silase mampu meningkatkan kadar protein menjadi 31,02% dan menurunkan kadar sianida sebesar 86,9% (Sandi et al., 2010). Pengawetan limbah wortel dan kubis dengan menggunakan bakteri lactobacillus delbrueckii pada proses silase memperkecil kehilangan bahan kering, bahan organik dan protein kasar (Muwakhid et al., 2007). Kandungan nutrisi ubi jalar dengan PK 3,2%, BK 32%, TDN 83,9% jika dikombinasikan dengan ampas tahu (PK 23,39%, BK 14,6%% dan TDN 60%) dan dedak (PK 8,36%, BK 89,2%, dan TDN 50%) dapat dijadikan sebagai pakan konsentrat unggul yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah untuk berproduksi optimal. Penyediaan pakan sapi perah di kabupaten Enrekang diharapkan semakin efisien dan efektif baik dari segi biaya, waktu maupun tenaga kerja. Potensi pakan yang melimpah di musim hujan tidak dapat dimanfaatkan peternak karena ketidaktahuan manfaat bahan pakan tersebut, ketidaktahuan teknik formulasi dan pengawetan pakan serta terbatasnya tenaga kerja. Olehnya itu, peternak sangat membutuhkan teknologi yang mampu memanfaatkan potensi pakan yang melimpah di musim hujan menjadi pakan yang tersedia sepanjang tahun, efisien dalam pemanfaatan tenaga kerja serta mempunyai kualitas yang bagus. Salah satunya adalah melalui teknologi complete feed (Baba et al., 2011). Complete feed merupakan ransum lengkap yang telah diformulasi sedemikian rupa sehingga mengandung semua nutrien sesuai kebutuhan nutrien ternak, dan diberikan sebagai satusatunya pakan untuk ternak. Teknologi ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi pemanfaatan tenaga kerja,
PG-325 kualitas nutrisi lebih lengkap, serta dapat tahan lama dan meningkatkan pendapatan peternak. Berdasarkan latar belakang, maka tujuan kegiatan adalah 1) menyediakan pakan yang berkualitas, murah dan berkelanjutan bagi peternak sapi perah di kabupaten Enrekang, 2) adopsi teknologi complete feed oleh peternak dan 3) meningkatkan pendapatan peternak sapi perah di kabupaten Enrekang.
II. METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan adalah: Memproduksi complete feed berdasarkan ketersediaan sumber pakan sesuai dengan musim dan wilayah di kabupaten Enrekang. Berdasarkan wilayah pengembangan sapi perah di kabupaten Enrekang, terdapat dua kategori yaitu daerah sentra dan daerah non sentra. Daerah sentra berada di daerah yang arealnya didominasi oleh tanaman pangan (padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah) sedangkan daerah non sentra didominasi oleh tanaman perkebunan dan hortikultura (ubi jalar, kol, wortel, kakao, kopi). Industri tahu dan tempe berkembang pesat di kedua daerah tersebut sehingga ampas tahu tersedia sepanjang tahun. Musim panen padi di daerah sentra pada bulan Pebruari sedangkan jagung pada bulan Januari dan April. Musim panen hortikultura (ubi jalar, kol, wortel) di daerah non sentra pada bulan Juli sampai Agustus.Berdasarkan kondisi tersebut, maka disusun formulasi complete feed di daerah sentra dengan bahan pakan utama adalah dedak padi, jerami padi, jagung, jerami jagung, ubi kayu dan ampas tahu. Di daerah non sentra, bahan pakan utama penyusun complete feed adalah daun ubi jalar, limbah kol dan wortel, limbah kakao, ubi jalar dan ampas tahu.Prosedur produksi complete feed adalah a) pakan sumber serat dan sumber konsentrat dikoleksi dan dianalisis karakteristik fisik dan kimiawi (proximat, kecernaan, energi); b) Hasil analisis menjadi dasar untuk menyusun formulasi complete feed berbahan baku lokal; c) proses pembuatan dan pengawetan complete feed melalui teknologi silase d) analisis karakteristik fisik dan kimiawi complete feed; e) Complete feed siap diujicobakan. 2. Penerapan formulasi complete feed yang telah dibuat di level peternak sapi perah. Uji coba diawali dengan musyawarah untuk menentukan peternak yang menjadi pelaksana penerapan complete feed. Jumlah peternak adalah 2 orang di daerah sentra dan 2 orang di daerah non sentra. Peternak yang terpilih bertugas mencatat segala aktivitas harian yang dilakukan. Pada bulan pertama pelaksanaan PTD, diadakan diseminasi teknologi dengan melibatkan peternak lain guna mengamati dan mendengar secara langsung dampak penerapan teknologi complete feed dari peternak pelaksana. Diharapkan ada umpan balik dari peternak 1.
0792: Syahdar Baba dkk.
PG-326
3.
pelaksana dan peternak lainnya guna lebih menyempurnakan teknologi complete feed. Pada bulan kedua, diseminasi diadakan lagi dengan tema menghitung keunggulan dan kelemahan penerapan complete feed. Pada tahap ini, monitoring dan evaluasi dilaksanakan bersama-sama dengan peternak untuk menentukan formulasi complete feed terbaik. Indikator untuk mengukur kelayakan teknologi agar dapat diadopsi peternak adalah aspek techno-economy, pemanfaatan tenaga kerja, kemampuan peternak dan aspek karakteristik teknologi complete feed sebagaimana yang dikemukakan oleh Rogers (2003). Untuk melihat proses adopsi teknologi complete feed di level peternak, diadakan pre test dan post test terhadap pengetahuan peternak akan teknologi complete feed disetiap aktivitas pelatihan dan diseminasi teknologi. Membangun kelembagaan usaha produksi complete feed di kabupaten Enrekang. Kegiatan ini diawali dengan
Focus Group discussion (FGD) bersama peternak. FGD bertujuan merumuskan hak dan kewajiban peternak dalam usaha produksi complete feed. Setelah itu, struktur usaha dibentuk beserta standar operasional prosedur dan tim manajemen usaha. Tim manajemen usaha adalah memanfaatkan tenaga profesional yaitu alumni Fakultas Peternakan melalui serangkaian test kemampuan akademik, praktek dan kepemimpinan serta wirausaha. Penentuan harga complete feed dilakukan oleh tim manajemen usaha bersama dengan peternak.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Complete Feed Berdasarkan ketersediaan bahan pakan di daerah sentra dan kebutuhan nutrisi sapi perah untuk produksi susu minimal 10 liter, maka formulasi complete feed di daerah sentra adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Formulasi Complete Feed Di daerah Sentra berdasarkan kandungan bahan kering Bahan Pakan Jerami padi Jerami jagung Dedak padi Jagung giling Bungkil kelapa
% 10 35 20 5 30 100
BK (%) 2,26 7,35 17,84 4,34 26,58 58,37
TDN 4,32 21,00 13,58 4,04 23,61 66,55
Abu 1,69 3,57 2,72 0,11 2,47 10,56
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa pakan yang disusun sebagai formulasi complete feed di daerah sentra untuk memenuhi kebutuhan ternak produksi minimal 10
PK 0,42 3,47 2,60 0,54 6,39 13,42
Lemak 0,15 0,62 1,73 0,21 3,27 5,98
SK 3,25 9,59 2,78 0,13 4,26 20,01
BETN 4,50 17,75 10,17 4,01 13,62 50,05
Ca 0,04 0,43 0,02 0,01 0,07 0,57
P 0,03 0,04 0,28 0,02 0,20 0,56
liter susu per hari. Kandungan protein yang diharapkan adalah minimal 13% (NRC, 2011). Jika diberikan dalam bentuk segar, maka formulasi pakan adalah:
Tabel 2. Komposisi bahan pakan dalam bentuk segar yang akan disusunsebagai formulasi complete feed di daerah sentra.
Bahan Pakan Jerami padi Jerami jagung Dedak padi Jagung giling Bungkil kelapa
% 10 35 20 5 30 100
Berdasarkan komposisi bahan pakan dalam bentuk segar di Tabel 2, bahan pakan utama sebagai sumber serat menggunakan jerami jagung yaitu sebanyak 35%. Untuk menutupi kekurangan protein dari bahan penyusun lainnya, maka digunakan bungkil kelapa sebanyak 30%.Penggunaan bungkil kelapa sebagai sumber protein sangat baik karena selain kandungan protein yang tinggi juga dilengkapi
BK (%) 2,26 7,35 17,84 4,34 26,58 58,37
Segar (Kg) 44,35 166,67 22,42 5,76 33,86 273,05
Segar (100Kg) 16,24 61,04 8,21 2,11 12,40 100,00
dengan beberapa asam amino esensil yang dibutuhkan ternak (Muktiani, 2007).Dedak padi sebanyak 20% digunakan untuk meningkatkan kandungan energi pakan yang dibuat. Adapun komposisi bahan pakan di daerah non sentra adalah sebagai berikut:
0792: Syahdar Baba dkk.
PG-327
Tabel 3. Formulasi Complete Feed Di daerah Non Sentra berdasarkan kandungan bahan kering Bahan Pakan Limbah kol Limbah wortel Kulit kopi Jerami jagung Bungkil kelapa Jagung giling Dedak padi Ampas tahu
% 2 2 8 45 16 2 20 5 100
BK (%)
TDN
Abu
PK
0,20 0,14 6,82 9,45 14,18 1,74 17,84 0,73 51,08
1,52 1,83 4,58 27,00 12,59 1,62 13,58 3,90 66,62
0,24 0,29 0,71 4,59 1,32 0,04 2,72 0,26 10,16
0,43 0,29 0,57 4,46 3,41 0,22 2,60 1,52 13,49
Penggunaan limbah sayur (kol dan wortel) sebagai sumber serat disebabkan karena di daerah non sentra, merupakan sentra hortikultura (Baba, dkk., 2011). Sumber serat dari limbah sayur diharapkan dapat mengurangi ketergantungan peternak dari rumput gajah.Sumber energi menggunakan dedak padi dan jagung giling sedangkan sumber protein menggunakan bungkil kelapa dan ampas tahu. Penggunaan limbah sayur dalam bentuk silase complete feed dapat mempertahankan kualitas susu meskipun dari segi produksi lebih rendah karena sapi yang belum terbiasa makan silase (Ramli dkk., 2009). Namun demikian, penggunaan limbah sayur sebagai sumber serta diharapkan dapat menghilangkan hambatan peternak dalam memenuhi kebutuhan pakan di musim kemarau. Sebagai bahan pakan, komposisi bahan pakan yang digunakan dalam bentuk segar disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4. Komposisi bahan pakan dalam bentuk segar yang akan disusun sebagai formulasi complete feed di daerah non sentra. Bahan Pakan
%
BK (%)
Segar (Kg)
Segar (100Kg)
Limbah kol Limbah wortel Kulit kopi Jerami jagung Bungkil kelapa Jagung giling Dedak padi Ampas tahu
2
0,20
20,26
5,80
2 8 45
0,14 6,82 9,45
28,57 9,39 214,29
8,17 2,69 61,30
16 2 20 5 100
14,18 1,74 17,84 0,73 51,08
18,06 2,30 22,42 34,25 349,54
5,17 0,66 6,41 9,80 100,00
Bahan pakan utama sebagai sumber serat menggunakan jerami jagung dan limbah sayur sebagai substitusi rumput
Lemak 0,07 0,29 0,31 0,80 1,74 0,09 1,73 0,02 5,04
SK 0,26 0,12 2,26 12,33 2,27 0,05 2,78 1,11 21,18
BETN 1,01 1,01 4,15 22,82 7,26 1,60 10,17 1,63 49,66
Ca
P
0,01 0,01 0,00 0,56 0,04 0,00 0,02 0,01 0,65
0,01 0,02 0,00 0,05 0,11 0,01 0,28 0,06 0,53
gajah.Jerami jagung digunakan karena jumlahnya melimpah utamanya pada saat musim panen jagung.Selain itu, limbah kol dan limbah wortel serta kulit kopi digunakan pula sebagai sumber serat.Semakin beragam sumber serat, maka kualitas bahan pakan semakin meningkat pula (Sutardi, 1997). Uji In Vitro Complete Feed Kualitas complete feed dapat diuji secara fisik maupun secara kimiawi. Secara fisik, uji complete feed meliputi warna, bau, dan pH. Uji kimia meliputi uji TDN, BETN, Serat kasar, protein kasar, lemak kasar dan kandungan abu serta jumlah bakteri asam laktat.Kualitas fisik dan kimia complete feed yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa Complete feed yang dihasilkan tidak ditemukan adanya jamur, baunya asam dengan aroma tape, warnanya masih seperti warna bahan dasar penyusun complete feed yaitu hijau agak kecoklatan. Tidak ditemukan pula adanya jamur dalam silase complete feed yang telah dibuat yang ditandai dengan tidak adanya bau busuk dan warna hitam pada complete feed. Berdasarkan pada keadaaan fisik, maka complete feed yang dibuat telah memenuhi standar complete feed yang baik yaitu warnanya sesuai dengan warna bahan dasar penyusunnya, (Sauns dan Heinrichs, 2008). Lebih lanjut dijelaskan bahwa warna dapat dijadikan sebagai indikator permasalahan selama proses fermentasi, di mana bila berwarna seperti aslinya maka silase baik, jika berwarna kekuningan mengindikasikan asam yang terbentuk adalah asam asetat sedangkan warna kebiruan menunjukkan dominannya asam butirat dalam silase (Ramli, dkk, 2008). Berdasarkan kandungan bakteri asam laktat, juga memenuhi karena standar minimal yang harus dipenuhi adalah 3 x 106 sementara complete feed yang dihasilkan mencapai 1,1 x 107 dan 6,7 x 107.
0792: Syahdar Baba dkk.
PG-328 Tabel 5. Uji kualitas fisik dan kimiawi complete feed yang dihasilkan Sifat Fisik dan Kimia pH Bau Warna Bakteri asam laktat Jamur Protein Kasar Serat Kasar BETN
CF Daerah Non Sentra 3,8 Asam Coklat Kehijauan 1,1 x 107 Tidak ada 13,57 30,53 36,55
Berdasarkan kandungan protein, diperoleh sebesar 13,57% dan 13,87%. Hasil ini memenuhi standar yang diharapkan di mana pada awal penyusunannya diharapkan kandungan protein kasar adalah 13,5% (NRC, 2001). Dengan demikian, berdasarkan uji in vitro, complete feed yang disusun telah memenuhi standar yang diharapkan. Uji In Vivo Complete Feed Hasil uji in vitro menunjukkan complete feed yang dihasilkan memenuhi standar, maka uji selanjutnya adalah uji in vivo complete feed yang dilakukan secara partisipatif. Peternak melakukan sendiri pemberian complete feed kepada ternaknya sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh peneliti. Peternak melakukan evaluasi
CF Daerah Sentra 3,4 Asam Coklat Kehijauan 6,7 x 107 Tidak ada 13,87 31,22 39,65
terhadap pelaksanaan kegiatan pemberian complete feed yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian partisipatif, diperoleh hasil sebagai berikut: Berdasarkan Tabel 6, dapat disimpulkan, bahwa terdapat peningkatan produksi susu maupun dangke akibat pemberian complete feed yang telah dibuat. Rata-rata peningkatan produksi susu mencapai 1,125 liter per ekor per hari. Namun demikian, terdapat 2 ekor sapi yang tidak mengalami peningkatan produksi susu yaitu sapi 3 di daerah non sentra dan sapi 2 di daerah sentra. Dari segi produksi dangke, rata-rata peningkatan produksi mencapai 1,25 biji per ekor per hari. Hanya sapi 2 di daerah sentra yang mengalami peningkatan produksi dangke terendah rata-rata 0,5 biji per hari.
Tabel 6. Produksi susu dan dangke ternak sapi yang diberikan complete feed secara partisipatif oleh peternak. Daerah Non Sentra Daerah Sentra Keterangan Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4 Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Rata-Rata Produksi susu (liter)/Produksi dangke (biji) Perlakuan 13/10 15/11 17/11 15/10 15/12 12/8 8/4 petani/Sebelum pemberian complete feed Setelah pemberian 15/11 16/13 17/12 16/11 17/13 12/8,5 10/6 Complete feed Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa ada dua tipe perubahan yang terjadi yaitu peningkatan produksi susu yang disertai dengan peningkatan produksi dangke serta produksi susu yang tidak meningkat namun produksi dangke meningkat. Kedua tipe perubahan ini berpotensi meningkatkan pendapatan peternak karena di kabupaten Enrekang, karena peternak hanya menjual dangke dan tidak menjual susu segar. Sebuah teknologi yang mampu meningkatkan produksi dangke, meskipun tidak meningkatkan produksi susu, memberikan keuntungan kepada peternak. Peningkatan produksi susu disebabkan karena complete feed yang diberikan memenuhi standar kebutuhan sapi perah. Jika dibandingkan dengan perlakuan peternak selama ini, peternak hanya memberikan rumput gajah dan dedak.Pemberian ini tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah. Lain halnya dengan complete feed yang
Sapi 4 7/4
8,5/5.5
diberikan, kebutuhan nutrisi sapi perah telah dihitung sesuai dengan kebutuhan untuk produksi susu minimal 10 liter, sehingga kalaupun tidak terjadi produksi susu, maka kualitas susu meningkat yang ditandai dengan meningkatnya kandungan bahan kering susu yang berarti menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dangke. Berdasarkan produksi susu dan dangke yang dihasilkan, maka dapat dihitung besar penerimaan peternak berdasarkan penjualan dangke dikurangi dengan biaya pakan. Perhitungan biaya yang hanya memperhitungkan konsentrat karena biaya lainnya seperti biaya tetap dan biaya pemeliharaan lainnya sama. Teknologi yang diintroduksikan hanya formulasi pakan lengkap yang terdiri dari pakan hijauan dan pakan konsentrat. Perlakuan lain yang diberikan petani masih seperti sebelum dilakukannya penerapan teknologi yang diteliti. Adapun perbandingan
0792: Syahdar Baba dkk. penerimaan
peternak
PG-329 sebelum
dan
setelah
adanya
penerapan teknologi adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Penerimaan Peternak dari Penjualan Dangke Setelah Dikurangi Biaya Pakan Sebelum dan Setelah Penerapan Teknologi. Berdasarkan Gambar 1, dapat disimpulkan bahwa penerimaan peternak setelah adanya penerapan teknologi mengalami peningkatan dibanding sebelum adanya penerapan teknologi. Rata-rata peningkatan penerimaan peternak di daerah sentra mencapai Rp 282.250 per bulan sedangkan di daerah non sentra mencapai Rp 436.000,- per bulan. Ini menunjukkan bahwa, penerapan teknologi complete feed mampu meningkatkan pendapatan peternak pada tataran pelaksanaan usaha tani. Peningkatan pendapatan peternak disebabkan oleh dua hal yaitu pertama peningkatan produksi dangke 1-2 biji perhari serta penurunan biaya produksi utamanya biaya pembelian konsentrat.Peningkatan produksi dangke secara otomatis mampu meningkatkan penerimaan peternak karena harga per biji dangke saat penelitian ini dilaksanakan adalah sekitar Rp 10.000 per biji.Demikian pula penurunan harga konsentrat disebabkan karena pakan yang diberikan sudah merupakan pakan komplit sehingga tidak membutuhkan lagi makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Semua bahan pakan yang digunakan terdiri dari bahan baku lokal yang dapat diakses dengan mudah oleh peternak dengan harga yang terjangkau sehingga biaya produksi menjadi jauh lebih murah dibanding sebelumnya. Kelembagaan Produksi dan Adopsi Teknologi Complete Feed Guna meningkatkan adopsi teknologi complete feed, maka disusun kelembagaan produksi secara partisipatif dengan menggunakan metode focus group discussion bersama peternak. Berdasarkan hasil FGD, maka diputuskan bahwa kelembagaan produksi berada di bawah
Koperasi sapi perah Manassa dengan membuat unit usaha produksi pakan yang otonom.Usulan untuk mengangkat manajer dari sarjana peternakan disetujui dan diangkat Supardi Rahman, S.Pt. berdasarkan hasil seleksi. Untuk sementara, tenaga kerja yang digunakan didatangkan dari luar kabupaten Enrekang sebanyak 2 orang untuk membantu pemotongan dan pembuatan complete feed. Pusat produksi complete feed disepakati untuk ditempatkan di daerah sentra dengan menggunakan lahan milik koperasi sapi Perah Manassa. Pertimbangannya adalah di daerah sentra, jumlah peternak mencapai 65% dari total peternak sehingga pusat produksi ditujukan untuk mendekati konsumen.Modal usaha pembuatan complete feed menggunakan modal koperasi dan 4 orang peternak maju untuk berinvestasi. Jumlah modal yang terkumpul adalah Rp 30.000.000,-. Pembagian keuntungan dengan pemodal dilakukan dengan sistem saham yaitu mempertimbangkan kontribusi modal dari pemodal dengan seluruh modal yang terkumpul baik yang in cash maupun in kind.Kemampuan produksi complete feed adalah 50 ton per periode produksi (selama 3 minggu). Pembuatan complete feed menggunakan drum plastik dengan kapasitas 200 liter dengan berat setelah dibuat menjadi complete feed adalah 105 kg per drumnya. Setiap peternak yang ingin membeli complete feed diwajibkan membeli drum untuk pertama kalinya dan untuk pembelian berikutnya, peternak hanya membeli complete feed. Biaya produksi complete feed termasuk biaya tenaga kerja, pengadaan bahan, operasional, penyusutan peralatan adalah Rp 975 per kg. Berdasarkan hasil FGD, harga jual yang disepakati adalah Rp 1.250 per kg dan jika diantarkan ditambah biaya pengantaran sesuai dengan jarak pengantaran. Margin penjualan adalah Rp 275 per kg
0792: Syahdar Baba dkk.
PG-330 complete feed yang dijual. Pembagian keuntungan disepakati untuk dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan perincian, Rp 50 biaya penyertaan peternak yang membeli (pengembalian dana peternak yang membeli complete feed), 60% dana yang tersisa untuk koperasi dan 40% untuk pemodal. Pembagian dividen untuk pemodal dilakukan berdasarkan kontribusi modal sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah produksi secara besar-besaran dilakukan sejak awal bulan November, jumlah penjualan sampai saat ini adalah 23 drum dengan berat 2,415 ton.Jumlah peternak yang telah membeli adalah 18 orang yaitu 13 orang dari daerah sentra dan 5 orang dari daerah non sentra. Alasan peternak membeli complete feed pada umumnya karena rumput gajah belum bisa dipotong karena masih musim kemarau. Terdapat pula 4 orang peternak yang membeli complete feed karena kesibukannya sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengambil rumput.
[4]
[5]
[6]
[7]
IV. KESIMPULAN
Complete feed yang dihasilkan mempunyai kualitas fisik dan kimiawi yang memenuhi standar sebagaimana yang diharapkan. Setelah uji in vivo, peternak menganggap bahwa complete feed mampu meningkatkan pendapatan peternak baik karena peningkatan produksi susu maupun karena peningkatan produksi dangke jika dibandingkan dengan metode pemberian pakan oleh peternak selama ini. Complete feed yang dihasilkan mulai diadopsi oleh peternak yang ditandai oleh dibelinya complete feed oleh peternak dan telah mulai digunakan sebagai sumber pakan utama bagi sapi perahnya.
DAFTAR PUSTAKA [1] Baba, S., A. Muktiani, A. Ako., M.I. Dagong. 2011. Keragaman dan Kebutuhan Teknologi Peternak Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Med. Pet. Vol. 34 No.2:146-154. [2] Muktiani, A. 2007.Pemberian Jerami Padi Terolah dan Limbah Sayur serta Suplementasi Zn-Proteinat Pada Sapi PO. Penelitian Mandiri. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. [3] Muwakhid, B., Soebarinoto, O. Sjofjan & A. Am. 2007. Pengaruh penggunaan inokulum bakteri asam laktat
[8]
terhadap kualitas silase limbah sayuran pasar sebagai bahan pakan. J. Peng. Pet. Trop. 32: 159-166 National Research Council. 2001. Nutrient Requerement of Dairy Cattle. National Academy Press, Washington D.C. Ramli, N., N. Ridla, T. Toharmat, dan L. Abdullah. 2009. Produksi dan kualitas susu sapi perah dengan pakan silase ransum komplit berbasis sumber serat sampah sayuran pilihan. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 34(1): 36-41. Rogers, E.M. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Ed., New York Press, New York.Sandi, S., E.B. Laconi, A. Sudarman, K.G. Wiryawan & D. Mangundjaja. 2010. Kualitas nutrisi silase berbahan baku singkong yang diberi enzim cairan rumen dan Leuconostoc mesenteroides. Med. Pet. 33:25-30. Saun, R.j.V. and A.J. Heinrichs. 2008. Troubleshooting silage problems. How to Identify potential problem. In: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference, Pensylvania. May 26th 2008. Penn. State College, P 210. Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.