1
Susunan Redaksi Pembina: Sri Mulyani Djoko Kirmanto Iwan Nursyirwan Bambang Susantono Hafil Widianto Imam Anshori Dewan Redaksi: A. Tommy M Sitompul R. Eddy Soedibyo Indrawadi
6
Pemimpin Redaksi: Ade Satyadharma Wakil Pemimpin Redaksi: Fauzi Redaksi/Redaktur : Widayati Syamsu Rizal Sardi Wawan Hernawan Sri Sudjarwati M. Arwan Sadjimin Penyunting : Ade Satyadharma Fauzi Wawan Hernawan Widayati Sri Sudjarwati
8
Desain/Lay Out: Ernawan Ucu Susanto Foto / Dokumentasi: M. Arwan Entis Amijaya Ernawan Sekretariat / Sirkulasi : Kasimun Sadjimin Ernawan Entis Amijaya
12
Alamat Redaksi : DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL Sekretariat Dewan Jl. Pattimura No.20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Telp. (021) 7231083 Fax. (021) 7231083 e-mail :
[email protected] http://www.dsdan.go.id
10 2
15
TT T
Tajuk
Salam Jumpa …
U
DAS Kritis - Rapat Calon Anggota Dewan SDA Nasional (Inzet)
DAFTAR ISI
SAJIAN UTAMA 4 6
Mengapa Koordinasi Pengelolaan SDA Harus Dilakukan? Dewan SDA Nasional Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA
SAJIAN KHUSUS Sekretariat “Jantungnya” Dewan SDA Nasional 10 Merancang Kebijakan Nasional SDA Ke Depan 8
INSPIRASI 12 TKPSDA-WS Akan Integrasikan Kepentingan Berbagai Sektor
SOROTAN 15 Lokakarya Kebijakan Nasional SDA Langkah Awal Menyempurnakan Draft Rancangannya
NUANSA 17 Metode SRI Modifikasi Dengan Biopori
ntuk pertama kalinya, “Bulletin Dewan Sumber Daya Air” menerbitkan edisi perdananya kali ini. Dalam edisi ini kami mencoba untuk menginformasikan mengenai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan wadah koordinasi pengelolaan Sumber Daya Air (SDA). Mungkin diantara pembaca masih belum begitu mengetahui dan memahami keberadaan, tugas dan fungsi wadah koordinasi pengelolaan SDA, baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota ataupun di tingkat Wilayah Sungai (WS). Keberadaan wadah koordinasi ini merupakan amanat dari UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dimana dalam Pasal 87 dijelaskan, bahwa di tingkat nasional dibentuk wadah koordinasi bernama Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) dan di tingkat provinsi bernama Dewan Sumber Daya Air Provinsi atau dengan nama lain yang dibentuk oleh pemerintah provinsi. Sementara untuk kabupaten/kota dan tingkat WS, pembentukan wadah koordinasi ini merupakan pilihan, dimana sesuai dengan kebutuhannya di kedua tingkatan ini dapat dibentuk wadah koordinasi pengelola SDA. Wadah koordinasi ini diharapkan untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang pengelolaan SDA. Adapun tata letak dan perwajahan bulletin ini, kami sajikan sedemikian rupa agar menarik dengan bahasa semi popular dengan harapan agar seluruh lapisan pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Harapan kami tentunya, saran, aspirasi dan kritik yang membangun dapat disampaikan ke alamat redaksi kami. Redaksi
ANEKA 3
Sajian Utama
Mengapa Koordinasi Pengelolaan SDA Harus Dilakukan? Seperti diketahui, Indonesia yang memiliki sekitar 17 ribu pulau besar dan kecil memiliki karakter permasalahan yang variatif. Pertumbuhan penduduk yang mencapai sekitar 219 juta pada tahun 2005 lalu, kurang diikuti dengan penyebaran penduduk secara merata.
S
ensus penduduk tahun 2000, menyebutkan bahwa sekitar 59 persen penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa dan Bali. Padahal dikedua pulau ini hanya memiliki luas sekitar tujuh persen dari luas daratan di Indonesia. Sementara, Maluku dan Papua yang memiliki sekitar 25 persen luas wilayah Indonesia hanya dihuni oleh dua persen dari jumlah penduduk yang ada. Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,66 persen per tahun, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 280 juta pada tahun 2020 nanti. Tantangan Peran Pulau Jawa sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi, telah mendorong pertumbuhan kota dan laju pertambahan penduduk di pulau tersebut. Padahal sampai saat ini, pulau tersebut berfungsi sebagai lumbung beras nasional. Paling tidak sekitar 49 persen luas sawah beririgasi terletak di sini. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat terutama di daerah perkotaan, pada akhirnya berdampak pada berbagai permasalahan SDA di Pulau Jawa. Alih fungsi lahan dari sawah beririgasi teknis menjadi kawasan permukiman, perkotaan, dan industri tentu saja menimbulkan pergeseran kebutuhan air. Artinya, kebutuhan air irigasi berkurang,
4
akan tetapi terjadi peningkatan kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri. Namun, di samping pergeseran kebutuhan air, terjadi pula perubahan kualitas air. Umpamanya saja, semakin tingginya tingkat pencemaran air yang berdampak pada keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih. Akibatnya, banyak kota dan industri yang menggunakan pompa air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka. Dengan begitu, apabila pemompaan air tanah yang dilakukan tidak terkendali, berdampak pada menurunnya muka air tanah, berkurangnya resapan air, dan penurunan permukaan tanah. Pulau Sumatera yang menampung 22 persen jumlah penduduk dengan luas sekitar 25 persen dari daratan Indonesia merupakan pulau dengan tingkat kepadatan kedua setelah Pulau Jawa dan Bali. Luas sawah beririgasi pada pulau ini mencakup 27 persen dari total luas sawah di Indonesia. Perluasan daerah irigasi di sini seringkali menghadapi kendala berupa persaingan dalam penggunaan lahan untuk sawah atau perkebunan kelapa sawit. Perkembangan beberapa kota besar di Pulau Sumatera, seperti Medan, Pekanbaru, dan Palembang, mempunyai karakteristik yang hampir serupa dengan kota-kota di Pulau Jawa. Pulau Kalimantan yang memiliki 30 persen
luas daratan Indonesia, tetapi hanya dihuni oleh sekitar 5,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini berarti kepadatan penduduk di Kalimantan masih sangat rendah. Kegiatan ekonomi yang berpusat pada pertambangan dan pengusahaan hutan berdampak besar pada permasalahan SDA di pulau ini. Pembukaan hutan, yang bertujuan untuk mengambil kayu ataupun untuk mengembangkan perkebunan, telah meningkatkan laju erosi dan sedimentasi di sungai-sungai yang berdampak pada terganggunya transportasi air, terutama pada musim kemarau. Sementara kegiatan penambangan emas tanpa ijin, berpotensi sangat besar pada pencemaran air sungai yang dapat berdampak negatif pada kesehatan penduduk yang tinggal di sekitarnya. Pulau Sulawesi dengan tujuh persen jumlah penduduk dan luas 10 persen dari daratan Indonesia, merupakan pulau ketiga terpadat di Indonesia. Pulau Sulawesi yang mempunyai 12 persen dari luas sawah di Nusantara ini memberikan kontribusi yang besar pada ketahanan pangan di Indonesia. Permasalahan SDA di pulau tersebut, terutama tingginya laju erosi dan sedimentasi yang dapat mengancam keberlanjutan danau dan waduk. Sebut saja, runtuhnya Kaldera Bawakaraeng yang mengancam Sungai
Jeneberang dan Waduk Bili-Bili di sana. Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ditandai dengan kondisi iklim kering dengan curah hujan tahunan rata-rata lebih rendah dari kawasan lain di Indonesia. Kawasan ini memberikan kontribusi sebesar lima persen dari total luas sawah di Indonesia. Dengan keterbatasan air yang ada, maka pada musim kemarau kawasan ini pun akan mengalami defisit air, seperti halnya di Pulau Jawa dan Bali. Sedangkan di Kepulauan Maluku dan Papua mempunyai tingkat kepadatan penduduk terendah dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Permasalahan utama kawasan ini adalah terbatasnya prasarana transportasi, baik transportasi laut yang menghubungkan antar pulau di Kepulauan Maluku maupun transportasi darat yang menghubungkan kota di Papua. Kegiatan pertambangan berpotensi besar terhadap pencemaran SDA di Papua, akan tetapi secara umum kondisi SDA di wilayah ini masih tergolong cukup baik. Selain permasalahan tersebut, tentu saja saat ini kita dihadapi oleh adanya perubahan iklim global – Global Climate Change.Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Kekeringan yang berkepanjangan, meningkatnya frekuensi kejadian hujan ekstrim dan hujan lebat yang menyebabkan banjir bandang, merupakan contoh tentang pengaruh perubahan iklim tersebut. Koordinasi Tantangan inilah yang harus dicarikan solusinya dan harus menjadi perhatian seluruh
Koordinasi dalam pembahasan rancangan Kebijakan Nasional SDA
stakeholder SDA di Indonesia. Apalagi bencana alam banjir, kekeringan dan tanah longsor seringkali terjadi di beberapa tempat di tanah air belakangan ini. Begitupun konflik kepentingan dalam pemanfaatan SDA mulai muncul di berbagai daerah. Konflik kepentingan antara pemenuhan kebutuhan air pertanian dan pemenuhan kebutuhan air baku perkotaan. Berkembangnya perkotaan membutuhkan penambahan penyediaan air baku, yang harus didatangkan dari luar kota, yang semula dimanfaatkan untuk keperluan pertanian. Perubahan alokasi air dari pertanian ke perkotaan tersebut menimbulkan konflik antara petani dan PDAM, atau antara Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten. Konflik yang terjadi antara Pemerintah Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan dalam
Penggunaan ruang yang tak terkoordinasi dapat menimbulkan berbagai permasalahan sumber daya air
pemanfaatan sumber air baku di Kabupaten Kuningan belum lama ini, merupakan contoh permasalahan tersebut. Perbedaan persepsi juga terjadi dalam upaya konservasi dan pengendalian daya rusak air antara masyarakat yang bertempat tinggal di sebelah hulu dan masyarakat yang tinggal di sebelah hilir daerah aliran sungai. Konflik kepentingan terjadi antara kebutuhan untuk mempertahankan kawasan hijau, hutan lindung, dan pengendalian erosi di sebelah hulu dengan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat yang membutuhkan penambahan lahan pertanian. Sementara di sebelah hilir, kebutuhan lahan untuk penampungan air banjir berbenturan dengan kebutuhan lahan untuk permukiman. Hal-hal tersebutlah yang harus dicarikan solusi dan jalan keluarnya antarstakeholders SDA. Inilah saatnya koordinasi antarsektor, antarwilayah dan antarberbagai kepentingan di jalankan dan diselaraskan. Koordinasi tersebut perlu diwujudkan melalui wadah koordinasi sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundangundangan, untuk tingkat nasional dinamai Dewan SDA Nasional, tingkat provinsi, tingkat kabupaten/kota serta tingkat wilayah sungai. Terlebih lagi untuk memberikan respon terhadap berbagai permintaan izin, misalnya penggunaan air di lokasi tertentu, pengawasan terhadap penggunaan lahan pinggiran sungai, dan pengawasan terhadap prasarana SDA yang tak terpelihara, perlu lebih diperhatikan lagi. Kapan lagi koordinasi ini akan dilaksanakan, kalau tidak dimulai dari sekarang ? l ad
5
Sajian Utama Sebagai akibatnya, tentu saja bencana alam tanah longsor, kekeringan dan banjir kerap terjadi. Perilaku manusia demikianlah yang sebetulnya merupakan salah satu pengguna dan pemanfaat akan air, ikut memberikan kontribusi dan andil terjadinya permasalahan di atas. Permasalahan ini harus diatasi dengan daya dan upaya yang mengarah pada terciptanya keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan air, dengan menata dan mengelola sumber daya air secara komprehensif dan berkesinambungan.
Dewan SDA Nasional Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA Dewasa ini semakin banyak tantangan yang harus dihadapi dalam mengelola Sumber Daya Air (SDA). Sebut saja pertumbuhan penduduk yang terbilang cukup pesat dan akan membawa konsekuensi kebutuhan air yang meningkat. Misalnya saja, pemenuhan kebutuhan air untuk rumah tangga, industri, irigasi dan sanitasi yang perlu mendapat perhatian lebih besar lagi dari seluruh stakeholder. Begitu pula saat ini semakin meningkatnya kebutuhan energi khususnya listrik.
B
erbagai peningkatan kebutuhan akan air ini, acap kali tidak sejalan dengan upaya konservasi SDA. Bahkan ada beberapa oknum yang sering mengabaikan upaya konservasi dan pelestarian lingkungan ini. Meski pemerintah terus berupaya untuk melaksanakan reboisasi dan penanaman pohon kembali, akan tetapi mereka – para oknum seakan-akan tidak peduli. Mungkin bagi para oknum tersebut, yang penting akan menambah koceknya. Tak perduli dengan upaya pelestarian lingkungan yang tengah dikerjakan pemerintah, terutama mengenai konservasi SDA. Hal tersebut terbukti dengan semakin maraknya tindakan penggundulan hutan di beberapa tempat di bumi pertiwi ini. Kesemuanya itu telah menyebabkan banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi kritis.
6
Merubah Paradigma Air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa memiliki nilai esensiil dalam peradaban dan kehidupan mahluk di dunia. Bahkan dalam tubuh kita, kandungan terbesar adalah air. Tiada kehidupan dan peradaban tanpa kehadiran air. Karena itu diperlukan upaya untuk merubah paradigma bermasyarakat dan bernegara berupa transparasi, demokrasi, dan desentralisasi dengan mengedepankan prinsip keadilan. Untuk mewujudkan keinginan tersebut maka perlu dibangun sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi dengan menciptakan koordinasi untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, dan para pemilik kepentingan (stakeholder), melalui pembentukan wadah koordinasi. Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada Pasal 87 ayat (1) telah mengamanatkan bahwa “Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah, dan pada tingkat provinsi dilakukan oleh wadah koordinasi dengan nama dewan sumber daya air provinsi atau dengan nama lain yang yang dibentuk oleh pemerintah provinsi”. Sementara sebagai tindak lanjut dari Pasal 86 ayat (4) UU No.7 tahun 2004 tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air yang mengatur mengenai susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi. Berdasarkan peraturan dan perundangundangan tersebut, maka dibentuklah wadah koordinasi yang disebut dengan Dewan Suber Daya Air, baik di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, serta pembentukan Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air di
tingkat Wilayah Sungai (TKPSDA-WS). Adapun tugas Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) antara lain menyusun dan merumuskan kebijakan nasional serta strategi pengelolaan SDA, dan memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk penetapan Wilayah Sungai (WS) dan Cekungan Air Tanah (CAT). Tugas lainnya adalah memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan WS dan CAT, serta mengusulkan perubahan penetapannya, dan menyusun dan merumuskan kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi pada tingkat nasional. Sedangkan fungsi Dewan SDA Nasional, antara lain mengevaluasi dengan pihak terkait guna keterpaduan dan pengintegrasian kebijakan serta tercapainya kesepahaman dan keselarasan kepetingan antar sektor, antar wilayah, dan antarpemilik kepentingan. Kemudian memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan nasional pengelolaan
SDA, dan konsultasi dengan pihak terkait guna pemberian pertimbangan untuk penetapan WS dan CAT. Konsultasi dengan pihak terkait guna keterpaduan kebijakan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi pada tingkat nasional, serta menyusun dan merumuskan kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi pada tingkat nasional Keanggotaan Dewan SDA Nasional telah ditetapkan oleh Presiden RI melalui Keppres No.6 Th. 2009 tentang Pembentukan Dewan Sumber daya Air Nasional, pada tanggal 27 Maret 2009. Anggotanya terdiri dari unsur Pemerintah dan nonpemerintah yang masingmasing berjumlah 22 orang. (lihat tabel) Setelah adanya penetapan keanggotaan Dewan SDA Nasional nantinya, kita tunggu kinerja dari wadah koordinasi pengelolaan SDA tnigkat nasional tersebut. Semoga pengelolaan SDA di Indonesia ke depan akan lebih baik lagi. l ad Daftar Anggota Dewan SDA Nasional
No.
Unsur Pemerintah
No.
1. 2. 3.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menteri Pekerjaan Umum Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Menteri Dalam Negeri. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Menteri Pertanian Menteri Kesehatan Menteri Kehutanan. Menteri Perhubungan Menteri Perindustrian. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Menteri Kelautan dan Perikanan Menteri Negara Riset dan Teknologi Menteri Pendidikan Nasional Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan. Perwakilan Pemerintah Daerah: - Gubernur Sumatera Selatan, mewakili Indonesia bagian barat. - Gubernur Jawa Timur, mewakili Indonesia bagian timur - Gubernur Kalimantan Barat, mewakili Indonesia bagian tengah - Gubernur Sulawesi Selatan, mewakili Indonesia bagian tengah - Gubernur Maluku, mewakili Indonesia bagian timur - Gubernur Nusa Tenggara Timur, mewakili Indonesia bagian timur
1.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Unsur nonPemerintah Martin Hutabarat, SH, Ketua Bidang Pertanahan, Hukum dan Perundang-undangan, DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Ir. H. Winarno Tohir, Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Karen Sjarief Tambayong, Ketua Umum Asosiasi Bunga Indonesia (ASBINDO) Ir. H. Achmad Marju Kodri, Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) Hendro Baroeno, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Mimum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) Ir. Erwin Tunas, Asisten Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Ir. Drs. Eddy Eko Susilo, MT, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pengeboran Air Tanah Indonesia (APPATINDO) Ir. Achmadi Partowijoto, CAE, Ketua Badang Pengarah Yayasan Kemitraan Air Indonesia (KAI) Ir. Kusnaedi, Dipl. HE, Ketua Jaringan Informasi Komunikasi Pengelolaan Sumber Daya Air (JIK-PA) Ir. Rapiali Zainuddin, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Peduli Air (MPA) Ir. Rubiyanto, Dipl. HE, Anggota Yayasan Air Adhi Eka Drs. Hasim, DEA, Direktur Eksekutif Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Watch Ir. S. Indro Tjahyono, Koordinator Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI) Ully Hary Rusady, Pimpinan Yayasan Garuda Nusantara Ir. Sudar Dwi Atmanto, MMAgr, Wakil Direktur Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Christian P.P. Purba Wakil Ketua Badan Pengurus Perkumpulan TELAPAK Tri Mumpuni, Anggota Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Ir. Nugroho Basuki, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan DPP Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan (GAPASDAP) Ir. Arief Toengkagie, Wakil Ketua Rinjani Trek Management Board (RTMB) Ir. Priyo Pribadi Soemarno, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Dr. Ir. Bambang Widyantoro, Anggota Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Ir. Bambang Kuswidodo, Dipl. HE, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB)
7
Sajian Khusus
Sekretariat “Jantungnya” Dewan SDA Nasional
Imam Anshori
B
erdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan SDA Nasional tanggal 10 Juli 2008, tugas Sekretariat Dewan SDA Nasional antara lain, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan, menyelenggarakan administrasi kesekretariatan dan keuangan, serta memfasilitasi penyediaan tenaga ahli/pakar dan penyelenggaraan pemilihan anggota dewan dari unsur nonpemerintah. Sedangkan fungsinya, antara lain pelayanan administrasi anggota Dewan, penyediaan sarana dan prasarana pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan, pelaksanaan persidangan Dewan, serta pelayanan data dan informasi untuk mendukung tugas Dewan dan kepada masyarakat.
Keterpaduan Dalam rapat untuk pertama kalinya beberapa waktu lalu yang dihadiri seluruh pejabat struktural Sekretariat Dewan SDA Nasional, Sekretaris Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT menjelaskan, bahwa pembentukan Dewan SDA Nasional di tingkat Pusat ini diperlukan
8
Ketika ketua dan keanggotaan Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) masih menunggu ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI, Sekretariat Dewan SDA Nasional telah berupaya menyiapkan perangkat-perangkatnya untuk mendukung tugas pokok dan fungsinya. Penyiapan tersebut dimaksudkan agar setelah keluarnya Keppres, maka para anggota Dewan SDA Nasional dapat langsung bekerja dan bertugas. agar terjadi keterpaduan tindak untuk pemanfaatan dan keberlangsungan fungsi SDA. “Sehingga pemanfaatannya dapat dirasakan masyarakat luas serta fungsinya dapat terus berjalan
berkesinambungan. Dewan juga bertugas untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor dalam pengelolaan SDA,” jelas Imam. Selain itu, menurut Imam, Dewan SDA Nasional juga bertugas antara lain
memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk penetapan Wilayah Sungai (WS) dan Cekungan Air Tanah (CAT), memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan WS dan CAT serta mengusulkan perubahan penetapan WS dan CAT. “Oleh karena itu agar tugas Dewan SDA Nasional dapat berjalan dengan baik, diperlukan Sekretariat yang berfungsi sebagai jantungnya dapur atau juru masaknya untuk melayani para anggota Dewan SDA Nasional tersebut,” katanya. Terlebih lagi bila melihat keterkaitan pengelolaan SDA dihubungkan dengan isu perubahan iklim global – Global Climate Change, revitalisasi pertanian, diversifikasi pangan dan masih berlanjutnya krisis air dan energi. “Ketika menunggu terbitnya Keppres RI tersebut, Sekretariat telah mempersiapkan diri dan mengagendakan penyelenggaraan sidang perdana Dewan SDA Nasional yang waktu dan tempatnya akan ditentukan kemudian,” ujar Imam. Agenda Dengan visi “Menjadi Inisiator, Fasilitator dan Motor pembangun
sinergi antar stakeholder dalam pengelolaan SDA”, Sekretariat juga nantinya akan mengagendakan sidang perdana Dewan SDA Nasional untuk mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Disamping itu, pada tahun 2008 lalu, Sekretariat Dewan SDA Nasional antara lain telah melaksanakan penyusunan draft rancangan Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (KN-SDA) berdasarkan review KN-SDA tahun 2006 dan penyiapan draft Tata Tertib dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan SDA Nasional. Kedua bahan ini akan disampaikan dalam sidang perdana Dewan SDA Nasional. Selain itu, Sekretariat Dewan juga akan memfasilitasi kegiatan Dewan dalam penyiapan pertimbangan Dewan terhadap pembagian Wilayah Sungai (WS) dan Cekungan Air Tanah (CAT), penyiapan draft kebijakan pengelolaan Sistem Informasi Hydrologi, Hydro-meteorology, dan Hydrogeology (SIH3), dan inventarisasi isu-isu yang sedang berkembang
antara lain, kekeringan, banjir, Global Warming dan Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis. Juga akan dilaksanakan sosialisasi, menyusun booklet/leaflet tentang Dewan Sumber Daya Air, menyusun bahan untuk membangun kesadaran, kepedulian dan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan SDA dan program pembinaan di daerah dalam pembentukan Dewan SDA di provinsi, kabupaten/kota, dan di WS. Kalau hal tersebut dapat terpenuhi, kita menunggu kiprah Sekretariat Dewan SDA Nasional dalam mendukung tugas Dewan dan Pemerintah tentunya, dalam pengelolaan SDA di negeri ini. l ad/tom
9
Sajian Khusus
Merancang Kebijakan Nasional SDA Ke Depan Ketika masih menunggu penetapan personil keanggotaan Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDA-N) oleh Presiden RI, Sekretariat Dewan SDA Nasional telah melakukan langkah awal guna menunjang kinerja Dewan SDA Nasional. Salah satu diantaranya adalah memfasilitasi pembuatan rancangan kebijakan nasional SDA ke depan.
A
tas inisiasi Sekretariat Dewan SDA Nasional rapat pembahasan rancangan kebijakan nasional SDA ini, telah dilakukan beberapa kali dengan nara sumber Prof. R.W Triweko dan Ir. M. Napitupulu, Dipl. HE. Dalam rapat-rapat tersebut telah mengundang beberapa instansi, asosiasi dan organisasasi yang terkait dengan air untuk mendapatkan masukan-masukan di dalam merumuskan Kebijakan Nasional SDA. Pada beberapa pertemuan rapat
10
pembahasan yang mengundang para calon anggota Dewan SDA Nasional, nara sumber mencoba menyampaikan hasil-hasil kesepakatan dan pembahasan sebelumnya. Nara sumber menjelaskan, bahwa kebijakan pengelolaan SDA merupakan perangkat yang sangat penting untuk dapat dijadikan landasan dalam pengelolaan SDA, sehingga perlu ditetapkan pada tingkat nasional. Lebih lanjut nara sumber menyampaikan, bahwa sebagai negara kepulauan yang terdiri dari lebih
17 ribu pulau besar dan kecil, Indonesia menghadapi permasalahan yang unik dalam pengelolaan SDA. Umpamanya saja, di Pulau Jawa dan Bali sejak tahun 1995 sebetulnya telah mengalami defisit air berdasarkan data neraca air per pulau di Indonesia yang ada. Kondisi tersebut dikarenakan 59 persen jumlah penduduk Indonesia bermukim di kedua pulau tersebut. Sementara ketersediaan air pada pulau-pulau lainnya ternyata masih berlimpah, terutama di Pulau
Narasumber penyusunan rancangan KN-SDA
Kalimantan dan Papua yang masingmasing baru menggunakan sekitar enam persen dan 0,08 persen dari air yang tersedia. Masih rendahnya pemanfaatan air pada kedua pulau tersebut, menurut nara sumber, terkait dengan sedikitnya jumlah penduduk dan terbatasnya kegiatan perekonomian, baik pertanian, perdagangan, maupun perindustrian. Begitu juga dengan permasalahan yang terkait dengan air diungkapkan nara sumber, seperti masalah konservasi SDA, pendayagunaan SDA, daya rusak air, kelembagaan dan masalah sistem informasi SDA. Sistem Informasi Untuk masalah yang terakhir, yaitu sistem informasi SDA, diperlukan guna mendukung pengambilan keputusan pada berbagai tingkatan, baik tingkat operasional, manajerial maupun pada tingkat strategis dalam pengelolaan SDA pada suatu Wilayah Sungai (WS). Ketersediaan informasi dari berbagai sektor di tingkat kabupaten/ kota, provinsi dan nasional juga diperlukan untuk mendukung perumusan kebijakan pada masingmasing tingkat pemerintahan tersebut. Nara sumber mengharapkan, agar sistem informasi SDA merupakan sebuah jaringan yang terhubung secara vertikal – antar tingkat pemerintahan dan horizontal – antar sektor. Sampai saat ini, menurut nara sumber, jaringan sistem informasi SDA seperti itu masih belum berhasil dibangun. Akan tetapi, ketersediaan informasi pada tingkat operasional
relatif cukup baik. Namun di tingkat manajerial dan strategis seringkali tidak tersedia informasi yang cukup. Pasalnya, tidak berlanjutnya pengumpulan data sehingga informasi yang ada kurang akurat. Begitu pula dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah, dapat menciptakan hambatan dalam pengelolaan data dan informasi SDA. Hal ini dikarenakan adanya dependensi dari masing-
Nara sumber mengharapkan, agar sistem informasi SDA merupakan sebuah jaringan yang terhubung secara vertikal – antar tingkat pemerintahan dan horizontal – antar sektor. Sampai saat ini, jaringan sistem informasi SDA seperti itu masih belum berhasil dibangun. Akan tetapi, ketersediaan informasi pada tingkat operasional relatif cukup baik.
masing pemerintah kabupaten/kota, seringkali menjadi kendala dalam pengumpulan data secara baku dan berkelanjutan. Masukan Rapat pembahasan rancangan Kebijakan Nasional SDA dihadiri oleh beberapa instansi pemerintah, asosiasi dan organisasi terkait. Antara lain, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dep. Dalam Negeri, Dep. Pertanian, Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB), dan Masyarakat Peduli Air (MPA), menghasilkan beberapa masukan kepada nara sumber. Misalnya saja tantangan ke depan, yaitu dalam kurun waktu 2030 tahun ke depan perlu diuraikan lebih spesifik. Mengenai visi, juga diusulkan ada beberapa alternatif yang dikemukakan nara sumber agar dapat menjaring dan mengakomodasi berbagai unsur yang terkait dengan SDA nantinya. Dalam visi ini juga diusulkan agar kalimatnya singkat dan jelas, tetapi juga mengandung tujuan yang diinginkan. Ada pula yang mengusulkan, agar keikutsertaan masyarakat dan swasta dalam pengelolaan SDA, ditekankan pada pola partisipasi yang telah banyak dipakai dan dipahami berbagai pihak. l faz/ad/tom
11
Inspirasi
K
arena itulah, Dinas Pengelolaan SDA (PSDA) Provinsi Jawa Tengah telah merintis pembentukan wadah koordinasi yang dalam hal ini bernama Tim Koordinasi Pengelolaan SDA Wilayah Sungai (TKPSDAWS) Bengawan Solo. Setelah dilaksanakan proses seleksi keanggotaan TKPSDA WS Bengawan Solo yang melintasi sekitar 20 kabupaten/kota, maka ditetapkan sebanyak 64 calon anggota, yang masing-masing terdiri dari 32 calon anggota dari unsur pemerintah daerah dan 32 berasal dari Organisasi nonPemerintah (Ornop).
Pembekalan Terbentuknya wadah koordinasi pengelolaan SDA di tingkat WS yang diberi nama TKPSDA, menurut Sekretaris Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT adalah langkah awal untuk mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor di wilayah administrasi provinsi, kabupaten/kota, dan para pemilik kepentingan SDA. Imam Anshori menyatakan, pembentukan wadah tersebut dalam rangka membangun keterpaduan program dan kegiatan untuk mendayagunakan dan menjaga kelangsungan fungsi air dan sumber air. Koordinasi yang nantinya akan dilaksanakan pun sifatnya unik. Menurut Imam, sebagai kebutuhan yang harus diwujudkan, dalam beberapa kesempatan lain ternyata koordinasi sangat sulit diwujudkan. “Oleh karena itu, kita harus menyamakan persepsi atas semua ketentuan yang menjadi landasan pengelolaan SDA sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ucapnya, yang mewakili Direktur Jenderal SDA
TKPSDA-WS Akan Integrasikan Kepentingan Berbagai Sektor Bengawan Solo merupakan salah satu sungai di Indonesia yang melintasi dua provinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain sungai ini menjadi urat nadi perekonomian bagi kedua provinsi, juga seringkali membanjiri daerahdaerah yang dilewatinya. – Dep. PU dalam acara “Pembekalan Calon Anggota TKPSDA WS Bengawan Solo” di Solo – Jawa Tengah belum lama ini. Imam Anshori mengharapkan, ketika proses seleksi calon anggota TKPSDA WS Bengawan Solo sudah selesai, maka anggota TKPSDA dapat segera berperan aktif dan
difungsikan. Dengan begitu pengelolaan SDA, khususnya WS Bengawan Solo akan lebih baik lagi ke depan. “Peran Sekretariat yang akan memfasilitasi kegiatan itu juga sangat penting,” katanya. Melalui wadah dan proses koordinasi ini, semua komponen yang terlibat diharapkan dapat senantiasa bekerjasama untuk membangun konsensus dalam upaya menghasilkan kesamaan tujuan, pendapat, keputusan dan produk-produk kebijakan di tingkat WS yang akan menguntungkan semua pihak. “Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang, khususnya dalam kegiatan pengelolaan SDA. Sehingga hasilnya akan menjadi sumbangan bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya di WS Bengawan Solo,” harap Imam. Ketat Pada acara tersebut, Sekretaris Dewan SDA Nasional juga berkesempatan menyampaikan paparannya. Dalam penjelasannya, Imam Anshori mengatakan, bahwa air sangat berperan penting dalam
12
kehidupan. Terlebih lagi di era otonomi daerah seperti saat ini pengelolaan SDA harus sesuai dengan kewenangannya masing-masing antara Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan peraturan yang berlaku. Namun karena air sifatnya mengalir dan tidak mengenal batas wilayah administratif, pengelolaannya harus dilaksanakan secara terpadu. Oleh karena itu lewat asas Tugas Pembantuan (TP) ataupun dekonsentrasi yang telah dilaksanakan Pemerintah, diharapkan PSDA dapat terkelola dengan lebih baik lagi. “Kalau dekon, adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah provinsi yang sifatnya software atau pengaturan. Seperti perizinan ataupun pengawasan,” katanya. Sedang TP, merupakan pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, baik itu provinsi ataupun pemerintah kabupaten/kota yang bersifat hardware dan tahunan. Umpamanya saja, mengenai TP kegiatan Operasi dan Pemeliharaan (O&P) jaringan irigasi yang disesuaikan dengan tanggung jawab dan kewenangan masing-masing. Dimana yang lintas provinsi menjadi wewenang Pusat, lintas kabupaten/kota tanggung jawab provinsi, dan irigasi pada satu kabupaten/kota menjadi wewenang kabupaten/kota yang bersangkutan. Tentang perizinan, menurut Imam Anshori, UU SDA telah memberi persyaratan yang ketat ketika ada pihak-pihak non pemerintah yang ingin melakukannya untuk kebutuhan usaha tertentu.
Pemberian izin juga harus berdasarkan rencana pengalokasian dan neraca air di WS serta pengusaha juga harus memaparkan rencana usahanya melalui konsultasi publik. Dan apabila publik tidak menghendaki, berarti akan menjadi kendala dalam penerbitan izin. Demokratis Pada acara pembekalan tersebut, selain dilaksanakan tanya-jawab antara calon anggota TKPSDA WS Bengawan Solo dengan nara sumber, juga dilaksanakan penentuan ketua dan wakil ketuanya, tata tertib serta usulan rencana kerja. Untuk penentuan ketua dan ketua harian TKPSDA WS Bengawan Solo, dilangsungkan cukup terbuka. Banyak usulan dan masukkan, yang pada akhirnya berdasarkan votting dari para calon anggota yang hadir.
Hasilnya adalah, sebagai ketuanya Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan ketua hariannya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Provinsi Jawa Timur. Terkait dengan hal tersebut, juga telah disepakati bahwa ada penggiliran jabatan ketua dan ketua harian secara otomatis setiap awal bulan Januari yang dimulai pada tahun 2010. Bila tahun pertama ketuanya dari Jawa Tengah dan Ketua Hariannya Jawa Timur, maka awal tahun selanjutnya Ketua dari Jawa Timur dan Ketua Hariannya dari Jawa Tengah. Begitu seterusnya secara bergiliran. Begitu juga untuk pembahasan tata tertib, rencana dan program kerja TKPSDA WS Bengawan Solo, juga telah disepakati untuk dibahas dan membentuk tiga Komisi, yaitu Komisi Konservasi SDA, Komisi Pendayagunaan SDA, dan Komisi Pengendalian Daya Rusak Air. Untuk pos ketua, wakil ketua dan sekretaris komisi juga disepakti akan dilaksanakan secara bergiliran dalam periode satu tahunan. Hal ini dimaksudkan agar seluruh calon anggota TKPSDA WS Bengawan Solo suatu saat akan dapat memimpin jalannya sidang-sidang komisi berikutnya. Disamping itu juga telah ditetapkan rancangan program kerja TKPSDA WS Bengawan Solo pada tahun 2009 nanti. Misalnya saja, mengenai rapat rancangan pola PSDA, penetapan dan penyebarluasan hasilnya. Juga mengenai rapat alokasi air, penetapan, persiapan kekeringan, persiapan menghadapi bencana alam banjir dan penyebarluasan hasil-hasilnya. l mah/ad/edd/tom
13
CALON ANGGOTA TKPSDA WS BENGAWAN SOLO UNSUR PEMERINTAH No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Nama
Instansi
Prof.DR.Ir.Slamet Budi Prayitno,MSc Ir.Suryono Suripno,S.IP,MT Ir.Sri Puryono Kartosoedarma,MP Ir.Aris Budiono Ir.Djoko Sutrisno,MSi Ir.Hadi Prasetyo,ME Ir.H.Mustofa Chamal Basya,MM H.Agus Syamsuddin,SH,MS Ir.Wibowo Eko Putro,MMT Ir.Dewi Juniar Putriatni,MSc Ir.Joko Sujono,MM Ir.Zubaidi,MM Ir.Budi Yulistianto,MSi Ir.H.Bambang Agoestiono Ir.A.A.Bambang Haryanto,M.Eng,SC,MH Ir.Sudaryanto,MM H.Umartono,SH Haryanto,ST,MT Ir.Subagyo Wardoyo,MEng Ir.Budiyanto,Msi Ir.Dewanto Eko Putro,MM Ir.Marjono,Sp Ir.Haryanto,Sp Ir.Budiyanto,MM Ir.A.Andi Tjandra,MM,MT Ir. Sri Pandoyo Ir.Heru Sanjoto,MSi Ir.Tugas Husni Sarwanto Trubus Reksodirdjo,ST,MSi Ir.Sri Mulyono,MM Ir.Erwin Budoyo,M.Eng Ir.Graita Sutadi,MSc
Bappeda Provinsi Jawa Tengah PSDA Provinsi Jawa Tengah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah Bappeprop Jawa Timur DPU Pengairan Propinsi Jawa Timur Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur Dinas pertanian Propinsi Jawa Timur Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Timur DPUPPK Kabupaten Boyolali DPU Kabupaten Sragen DPU Kota Surakarta DPU Kabupaten Klaten DPU Kabupaten Sukoharjo Dinas Pengairan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Wonogiri Sekretariat Daerah Kabupaten Blora DPU Kabupaten Karanganyar DPU Kabupaten Rembang DPU Pengairan Kabupaten Madiun DPU Kabupaten Ponorogo DPU Pengairan dan pertambangah Kabupaten Ngawi Dinas pengairan Kabupaten Magetan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro DPU Kabupaten Tuban Dinas PU Pengairan Kabupaten Lamongan DPU Kabupaten Gresik DPU Kota Madiun Dinas Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Perum Jasa Tirta I
Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
CALON ANGGOTA TKPSDA WS BENGAWAN SOLO UNSUR NONPEMERINTAH No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
1414
Nama Sugeng Sihono Mulyadi MS Drs.Sarjanto Sartono,BSc Ngatmanto Eka Widiastono Hariyana Ali Sukatman Soekamto,BA Jamal Masir HS Musyafak Tjatur Prasetyo Chasidin Tri Atmojo Sukomulyo,ST Suparno,ST Suratno,BSc Ir.Tirto,MM H. Buyung Handang P,SE Supardi,SE Kasdan,SPd Ir.Jumadi S.Rama Mudjijono Fadjar Rachmat Ir. Supriyadi,MP Majid Widigdo,SH Agus Supriyanto,Amd Teguh Suprapto Gendut Suharso Drs.Harun Basuki Syamsudin Ro‘is Sri Widodo Murbowaseso,BA,BSc
Organisasi/Asosiasi GP3A Tirtomulyo Wonogiri GP3A Agung Wiguna Sukoharjo IP3A Colo Timur Sragen P3A Pulo Makmur Pulosari Kebakramat, Karanganyar Gapoktan Tani Manunggal Kebakramat GP3A Asri Tirta Manunggal GP3A Sumber Semen Rembang KTNA Ngawi KTNA Madiun Gabungan Hippa Tirto Gogor Gresik Gabungan Hippa Tirta Jaya Utama DI PA Kaligerman Lamongan Gabungan Hippa Tirto Mulyo DI Rawa Cungkup Lamongan Gabungan Hippa Sumber Rejeki Bojonegoro Gabungan Hippa Tirto Sumber Rejeki PDAM Kota Surakarta PDAM Karanganyar PDAM Ngawi PDAM Pacitan PDAM Klaten PDAM Kabupaten sragen Hippams Banyu Urip Lamongan Yayasan KALAL Rembang PT Indonesia Power UBP Mrica Sub.Unit PLTA Wonogiri Petro Kimia Gresik LSM Dian Nusantara Karanganyar HISPAM Ngawi LSM Gerbang Madiun PERSEPSI Klaten FKPB Bojonegoro YLPMI Boyolali LSPM Warna Merdeka Ponorogo Yayasan KUNTUM
Sorotan
Lokakarya Kebijakan Nasional SDA
Langkah Awal Menyempurnakan Draft Rancangannya Setelah membuat draft rancangan Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (KN-SDA) dengan nara sumber Prof. R.W Triweko (Universitas Parahyangan Bandung) dan Ir. M. Napitupulu, Dipl. HE (Kemitraan Air Indonesia-KAI), atas inisiasi Sekretariat Dewan SDA Nasional dilaksanakan lokakarya untuk penyempurnaan draft tersebut di Jakarta belum lama ini.
L
okakarya yang dihadiri calon anggota Dewan SDA Nasional pada medio Desember 2008 lalu, baik dari unsur nonpemerintah maupun perwakilan instansi Pemerintahan terkait dengan SDA ini, mendapat sambutan yang cukup baik dari para peserta. Mereka bersemangat untuk memberikan masukan-masukan dan usulannya. Padahal, para calon anggota tersebut, hingga saat ini masih tetap menunggu penetapan personil keanggotaan Dewan SDA Nasional oleh Presiden RI. Pembahasan Awal Dalam sambutan pembukaan acara tersebut, Direktur Jenderal Sumber Daya Air (Dirjen SDA) – Departemen Pekerjaan Umum (PU), Ir. Iwan Nursyirwan, Dipl. HE menyatakan, pada hari tersebut belum bisa dikatakan rapat besar, tetapi merupakan awal dari rapat-rapat Dewan SDA Nasional nantinya. “Sebenarnya hingga saat ini kita sedang menunggu Keputusan Presiden mengenai keanggotaan Dewan SDA Nasional ini. Dari Pemerintah dan nonpemerintah masing-masing sebanyak 22 orang,” katanya. Untuk keanggotaan Dewan SDA Nasional dari unsur Pemerintah, terdiri dari 16 Menteri ditambah enam gubernur. Masing-masing, dua gubernur mewakili wilayah barat, tengah dan timur Indonesia. Kemudian sisanya 22 orang adalah dari unsur non pemerintah yang terdiri dari asosiasi atau organisasi dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang terkait dengan SDA. Iwan Nursyirwan menyampaikan, bahwa sebelumnya untuk anggota dari unsur non Pemerintah sudah diajukan dengan mencantumkan Ketua-Ketua Umum-nya saja. Tanpa menyebutkan nama-nama orangnya. “Dengan tanpa menyebutkan namanama orangnya dari unsur non Pemerintah ini, tidak diperkenankan Sekretariat Kabinet. Karena dalam Keppres nantinya harus disebutkan nama-namanya dan nama organisasinya,” jelas Iwan. Oleh karena itu, kemudian Ditjen SDA kembali menyusulkan nama-nama yang bersangkutan beserta nama asosiasi atau organisasinya. “Sehingga kalau pada saat Keppres tersebut telah ditandatangani Presiden, maka resmilah keanggotaan Dewan SDA Nasional,” ungkap Iwan. Setelah keanggotaan Dewan SDA Nasional ditetapkan Presiden, menurut Iwan, tentunya harus dilakukan rapat perdana anggota Dewan SDA Nasional. Dalam rapat itu nantinya, harus jelas apa yang akan dibahas. “Untuk itu, pada hari ini kita coba hal-hal yang mungkin perlu di bahas pada awal rapat nantinya, yaitu kebijakan nasional SDA yang draftnya telah disiapkan oleh tim kecil,” kata Dirjen SDA. Lebih lanjut Iwan menjelaskan, bahwa kebijakan nasional SDA harus segera disusun dan tidak bisa menunggu lebih lama. Pasalnya, kalau tidak segera terjaga kelestariannya, air yang menjadi sumber kehidupan ini, dikhawatirkan menjadi bermasalah pada masa-
Iwan Nursyirwan
masa mendatang. “Pembahasan awal ini juga sudah disetujui oleh Menteri PU, selaku Ketua Harian TKPSDA, supaya kita bisa menjadi lebih cepat bergerak,” ucap Iwan Nursyirwan. Iwan menuturkan, bahwa Kebijakan Nasional SDA ini nantinya akan merupakan dokumen resmi yang menjadi acuan didalam penyusunan kebijakan SDA di masa-masa mendatang. “Kebijakan Nasional SDA ini juga nantinya akan menjadi payung dari kebijakan-kebijakan SDA di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan tingkat Wilayah Sungai (WS),” jelas Dirjen SDA. Koordinasi Sementara itu dalam laporannya, Sekretaris Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT mengingatkan kembali, bahwa UU No. 7 tahuan 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya Pasal 14, pada intinya menyebutkan koordinasi pada tingkat nasional dibidang SDA dilakukan oleh Dewan SDA Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah. “Keanggotaan DSDAN ini terdiri atas unsur Pemerintah dan non pemerintah dalam jumlah yang seimbang, atas dasar prinsip keterwakilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 86,” ujar Imam. Sebagai tindak lajut pelaksanaan pasal 86 ayat 4 dari UU SDA tersebut, menurut Imam, kemudian diterbitkan Peraturan Presiden No. 12 tahun 2008 tentang Dewan SDA yang mengatur susunan organisasi dan tata kerja Dewan SDA.
15
“Dalam Perpres tersebut dinyatakan bahwa Dewan SDA Nasional mempunyai tugas menyusun dan merumuskan kebijakan nasional dan strategi pengelolaan SDA, serta memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk penetapan WS sebagai satuan wilayah pengelolaan SDA dan Cekungan Air Tanah (CAT)” jelasnya. Kemudian memantau dan mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan WS dan CAT, mengusulkan perubahan atas penetapan WS dan CAT, serta menyusun dan merumuskan kebijakan pengolahan sistem informasi hidrologi, hidrometrologi dan hidrogeologi pada tingkat nasional. Disamping itu Dewan SDA Nasional melaksanakan koordinasi pengelolaan SDA melalui konsultasi dengan para pihak terkait guna membangun keterpaduan dan pengintegrasian kebijakan serta pencapaian kesepahaman dan keselarasan kepentingan antarsektor, wilayah dan antarpemilik kepentingan. Dewan SDA Nasional juga me-
laksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan nasional pengelolaan SDA, konsultasi kepada pihak terkait guna pemberian pertimbangan dan penetapan WS dan CAT, konsultasi dengan pihak terkait guna keperpaduan kebijakan informasi hidrologi, hidrometerologi dan hidrogeologi, serta pemantauan dan evaluasi perencanaan kebijakan sistem informasi hidrologi, hidrometrologi dan hidrogeologi pada tingkat nasional. Dalam Perpres tahun 2008 tersebut, menurut Imam, juga disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Dewan SDA Nasional perlu didukung oleh sebuah Sekretariat Dewan. “Sehubungan dengan hal itu, Menteri PU selaku Ketua Harian Tim Koordinasi Pengelolaan Dewan SDA Nasional telah membentuk Sekretariat Dewan SDA Nasional melalui Peraturan Menteri Nomor 11 tahun 2008,” jelas Imam. Tugas Sekretariat Dewan SDA Nasional adalah mendukung tugas dan fungsi Dewan SDA Nasional, memfasilitasi tenaga ahli atau
pakar dan nara sumber, penyelenggaraan administrasi kesekretariatan, dan memfasilitasi penyelengaraan pemilihan anggota dewan atas unsure non pemerintah pada masa bakti dewan berikutnya. “Sekretariat ini mempunyai visi sebagai inisiator, fasilitator dan sekaligus menjadi motor untuk membangun sinergi antarstakeholder dalam pengelolaan SDA,” kata Imam. Pada akhir acara lokakarya ini, sempat dilantunkan sebuah lagu yang secara spontan digubah dan dinyanyikan oleh Ully Sigar Rusadi yang juga merupakan calon anggota Dewan SDA Nasional dari unsur nonpemerintah yaitu Yayasan Garuda Nusantara. Lirik lagu tersebut pada intinya adalah untuk menggugah stakeholder SDA dan masyarakat pada umumnya untuk selalu memperhatikan dan menjaga kelestarian SDA, mulai saat ini dan di masa-masa yang akan datang. l wid/faz/ad/tom
Beberapa Masukan dan Usulan
D
alam pembahasan draft rancangan KN-SDA yang di pandu oleh Ir. Bambang Kuswidodo dari Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar (KNI-BB) ini, para peserta banyak memberikan masukan dan usulannya. Misalnya saja, ada masukan untuk memperbaharui atau menghilangkan sama sekali tabel neraca air yang tercantum di draft tersebut. Karena draft rancangan ini bersifat global yang berkaitan dengan kebijakan dan strategi. Kemudian ada yang mengusulkan pada tahap awal menggambarkan kondisi saat ini dan kondisi ke depan yang kemungkinan akan terjadi. Baru setelah itu memunculkan visi, misi, tujuan dan sasarannya. Tahap selanjutnya adalah penentuan strategi untuk pencpaiannya, termasuk di dalamnya tahapan strategi yang akan diimplementasikan berdasarkan kurun waktu tertentu, serta yang terakhir adalah penentuan kebijakan berkaitan dengan strategi yang ada. Disamping itu diusulkan juga, permasalahan distribusi penduduk yang akan terus berlangsung dan terkonsentrasi di Pulau Jawa
16
sebaiknya perlu diatur lebih lanjut dengan kebijakannya yang tepat. Ada juga yang menyampaikan, bahwa draft yang disusun ini masih sangat berbau continental, belum disinggung peran masingmasing pulau di dalam manajemen pengelolaan air. Begitu pula diusulkan, agar dalam draft ini perlu melihat dan memuat situasi dan perkembangan terbaru. Seperti adanya kenaikan muka air laut atau rob yang terjadi belakangan ini. Kata reklamasi yang tercantum dalam konservasi dan pendayagunaan, diusulkan agar dihindari untuk mencegah hal-hal yang kontradiktif. Pasalnya, kedua hal tersebut merupakan hal yang berbeda. Disampaikan pula masukan, bahwa selain memberikan pengakuan kepada peran masyarakat, juga agar ada tambahan poin yang berkaitan dalam hal menggali kearifan lokal masing-masing daerah. Juga ada usulan untuk efektivitas dalam segi informasi kepada berbagai kalangan, agar ada penyuluhan-penyuluhan yang gencar dilaksanakan. Umpamanya, pesan layanan masyarakat yang bisa dilaksanakan melalui buku, majalah dan media elektronik. l ad/tom
Nuansa
Metode SRI Modifikasi Dengan Biopori Bagi sebagian orang yang bergelut dengan padi, mungkin telah mengetahui metode tanam padi jenis System of Rice Intensification (SRI), yaitu budidaya tanam padi hemat air, dan ramah lingkungan melalui penggunaan pupuk organik. Budidaya dengan metode semacam ini telah ada semenjak dikembangkan di Madagaskar oleh seorang Pasteur Fr. Laulanie, SJ tahun 1983 lalu.
D
i Indonesia sendiri, pengembangan budidaya padi SRI ini juga telah dikembangkan oleh Instansi Pemerintah dan masyarakat secara perorangan ataupun kelompok. Misalnya saja, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) - Dep. Pekerjaan Umum (PU) dan Ditjen Pengolahan Lahan dan Air (PLA) – Dep. Pertanian (Deptan), serta Alik Sutaryat dan teman-temannya di Provinsi Jawa Barat. Dalam perkembangannya, metode SRI ini telah coba dikembangkan dengan metode SRI yang dimodifikasi, yaitu budidaya tanam padi organik, hemat air, ramah lingkungan dan bisa berkelanjutan. Modifikasi ini telah dikembangkan
oleh Pengging Gumuling Eco Farming Kab. Boyolali bekerjasama dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, dimana menyesuaikan dengan kondisi lokal di sana. Biopori Menurut koordinator pelatihan budidaya metode SRI modifikasi BBWS Bengawan Solo, Tedjo Sularta, dari awal pihaknya telah mencoba memberikan satu nilai tambah tehnik budidaya tanam padi dengan metode SRI modifikasi. “Disamping SRI oganik dengan fokus pada tanah, kami mencoba mengefisiensikan pemberian air irigasinya dan mencoba mengkoservasi air dilahan tersebut,” kata Tedjo, penggagas metode SRI
Tedjo Sularta
modifikasi. Selama ini, Tedjo menjelaskan, kita sering menemui masalah air pada irigasi pertanian. Umpamanya saja, kekurangan air dimusim kemarau dan kelebihan air di musim hujan. “Sehingga kekurangan air di musim kemarau ini, coba diatasi dengan mengefisiensi pemberian air irigasi. Prinsipnya padi itu bukan tanaman air tergenang. Pemanfaatan airnya pun bisa disiasati,” ujarnya. Salah satu cara untuk bisa menampung air di lahan sawah, menurut Tedjo Sularta, pihaknya telah mencoba dengan sebutan konservasi dilahan dengan biopori atau sumur resapan. Sebelum mulai diolah, lahan dibuat lubang-lubang biopori dengan
1717
kedalaman dan diameter disesuaikan yang diisi sampah atau humus. Selanjutnya lubang-lubang biopori ini diratakan, ditutup dan diolah. Selama pelaksanaan tanam padi wulung itu, lubang-lubang biopori yang berisi sampah atau limbah pertanian akan menjadi kompos dan menyimpan air. Sehingga musim tanam kedua, kebutuhan kompos dan airnya akan mendekati yang awal. “Modifikasi ini kalau boleh disebut, mencoba mendekati dari sisi irigasi. Sedangkan metode SRI yang biasa dengan pendekatan pemuliaan tanah. Kami mendekatinya dari segi efisiensi irigasi dan konservasi air di lahan,” tuturnya. Disamping itu, pihaknya mengetahui bahwa pada saat ini kaum muda tidak tertarik pada bidang pertanian. Pasalnya, selain kepemilikan lahan pertanian semakin menyempit juga hasilnya pun tidak signifikan seperti yang mereka harapkan. “Kita mencoba menggunakan dengan bibit padi yang bernilai gizi tinggi untuk perbaikan kesehatan masyarakat dan bernilai ekonomi tinggi. Ini antara lain menggunakan padi hitam - padi wulung yang mempunyai kandungan gizi tinggi. Bagi mereka yang mempunyai penyakit gula, bisa menggunakan beras ini,” jelasnya. Padi hitam ini juga bernilai ekonomi tinggi dengan harga jual Rp. 20.000,- per kilogramnya. Sehingga kalau membandingkan dengan padi biasa dengan harga sekitar Rp. 7.000,per kilogramnya. “Berapa yang dapat dihasilkan petani bila pada lahan seluas satu hektar ditanam dengan menggunakan padi hitam ini. Dengan mengandaikan yang terjelek, hasilnya sekitar tujuh ton, maka kira-kira petani akan mendapatkan 7.000 kg x Rp. 20.000,= Rp. 140 juta. Cukup besar kan,” ungkap Tedjo. Ditempat Lain Menutu Tedjo Sularto, tehnik modifikasi SRI bisa diaplikasikan pada sembarang tempat dengan kondisi sepanjang airnya dapat diusahakan setiap saat. Kemudian bibitnyapun
18
Sistem “singgang” cepat tumbuh di bandingkan sistem konvensional
tidak tergantung pada padi wulung tersebut. “Silahkan menggunakan bibit apapun, tetapi kalau ingin pendapatan lebih ya.. harus menggunakan bibit padi wulung ini. Ini bisa diterapkan pada semua lahan dengan semua macam bibit seperti bibit IR3, IR 64, dan model Cipoko,” jelasnya. Tedjo juga merekomendasikan agar menggunakan padi wulung tersebut. Pasalnya apabila menggunakan padi yang konvensional, sudah susah payah mengerjakannya, tetapi hasil pendapatan para petani masih belum mencukupi. “Kenapa tidak memakai padi yang bergizi tinggi. Jadi ada dua sasaran sekaligus yang ingin dicapai, selain meningkatkan komsumsi dengan beras nilai gizi tinggi juga bagi petani pendapatannya akan lebih meningkat lagi,” tegasnya. Mengenai pemasaran padi hitam tersebut, Tedjo mengatakan, bahwa justru pihaknya mengalami kesulitan untuk melayani konsumen. Sementara produktivitas padi hitam di tempatnya kurang. “Salah satu perusahaan di Jakarta dan Surabaya meminta sekitar empat ton per bulan. Sedangkan kami hanya mampu berproduksi sekitar 1,5 ton/ bulan dengan lahan yang masih terbatas. Padahal usia padi hitam ini sekitar 4,5 bulan. Pasar ini yang belum bisa dipenuhi,” katanya. Kemudian untuk lebih mempercepat waktu pertumbuhan padi wulung ini, pihak BBWS Bengawan Solo tengah mencoba mengembangkan teknologi tanam ulang atau dalam bahasa Jawanya tanam
singgang. “Jadi menggunakan bekas padi yang dipotong untuk nantinya tumbuh lagi. Akan tetapi produktivitasnya memang terjadi penurunan sekitar 7580 persen dari hasil sebelumnya,” ucap Tedjo. Akan tetapi, menurut Tedjo, kalau dari segi permodalan masih lebih menguntungkan untuk sistem singgang ini. Disamping itu, waktu panennya juga akan lebih pendek. Kalau yang pertama membutuhkan waktu 4,5 bulan, untuk yang kedua bisa 3 sampai 3,5 bulan akan panen. Tedjo menjelaskan, bahwa pihaknya sudah mencoba metode SRI modifikasi tersebut pada lahan 5-10 Ha pada sepuluh lokasi yang tersebar dibeberapa kabupaten dengan bermacam-macam bibit yang ditanam di sana. “Ada bibit padi putih, ada yang IR dan ada rojolele. Kemudian kami juga mencoba padi merah yang menurut orang mengandung vitamin B. Namun, khusus untuk padi hitam baru dikembangkan didaerah Kab. Boyolali akibat terbatasnya bibit yang ada,” ujar Tedjo. Ya...paling tidak dengan mempergunakan metode SRI modifikasi ini, masalah terbatasnya ketersediaan air di musim kemarau, kekurangan modal dan keterbatasan lahan, sepertinya mulai dapat teratasi. Mudah-mudahan metode SRI modifikasi dapat terus dikembangkan, sehingga bisa meningkatkan produksi pertanian, kesehatan masyarakat, dan tentu saja meningkatkan pendapatan para petani.l ad
Aneka Ketika acara pembekalan calon anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDAWS) Bengawan Solo berakhir beberapa waktu lalu, Bulletin Dewan SDA menemui Sekretaris Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Ir. Graita Sutadi, M.Sc untuk meminta tanggapannya mengenai wadah koordinasi pengelolaan SDA tersebut. Berikut petikan tanggapan dari kedua narasumber tersebut di bawah ini.
Ir. Imam Anshori, MT
TKPSDA WS Bengawan Solo Perlu Dibentuk ACARA yang berlangsung di Solo ini, Imam Anshori menegaskan, adalah dalam rangka pembentukan wadah koordinasi pengelolaan SDA di tingkat wilayah sungai. Wadah koordinasi tersebut perlu dibentuk, dikarenakan WS Bengawan Solo merupakan WS lintas provinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Meskipun dalam UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menyatakan tidak mewajibkan, akan tetapi dapat dibentuk. Terlebih lagi WS Bengawan Solo melintasi wilayah 20 kabupaten/kota yang bisa menimbulkan perebutan beberapa kepentingan pengguna air di sana,” jelasnya. Dari situ, bisa digambarkan betapa kepentingan-kepentingan wilayah ini sangat mewarnai keberadaan SDA di WS tersebut. Umpamanya saja, mengenai kebutuhan dan penggunaan air Bengawan Solo yang dapat berbeda di setiap kabupaten/kota yang ada. “Saya kira untuk WS di Pulau Jawa, nampaknya warna kepentingan di WS sudah begitu tinggi. Sehingga, meskipun UU No. 7 tahun 2004 tidak mewajibkan untuk membentuk wadah koordinasi tersebut, nampaknya sangat urgent di Pulau Jawa harus dibentuk,” tegas Imam. Dengan terbentuknya wadah koordinasi pengelolaan SDA di WS tersebut, menurut Sekretaris Dewan SDA Nasional, proses pengelolaan SDA yang demokratis, berkeadilan, dan terbuka bisa ditegakkan. Prinsip good governance itu menjadi lebih bisa terwujud,” ujar Imam Anshori. Imam menambahkan, bahwa pembentukan tersebut memang merupakan pekerjaan besar yang harus diwujudkan. Tugas dari Pemerintah tak lain adalah untuk bisa membantu atau mendampingi proses pembentukannya. “Wujud dari terbentuknya wadah koordinasi tersebut tak lain berdasarkan Perpres No. 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air dan Permen PU No. 11/PRT/M/2008 yang telah memberikan bantuan didalam proses pembentukannya,” kata Imam. Begitu juga dengan WS di luar Pulau Jawa, misalnya saja di Pulau Sumatera, Imam Anshori menjelaskan, sebagian besar nampaknya juga sudah sangat urgent untuk dibentuk wadah kordinasi. “Tidak hanya WS lintas provinsi tetapi WS dalam satu provinsi pun, seperti di Provinsi Lampung, saat ini juga sudah sangat banyak mewarnai berbagai kepentingan, khususnya dalam pendayagunaan air,” ungkap Imam. Sama halnya dengan Pulau Jawa dan Sumatera, di Pulau Kalimantan dan Sulawesi juga ada beberapa WS yang sudah demikian urgent-nya untuk segera dibentuk wadah koordinasi semacam itu. Sedangkan di Pulau Bali wadah koordinasi di tingkat WS-nya, menurut Imam Anshori, bisa melekat di dalam Dewan SDA Provinsi Bali. Dengan demikian, di Bali tidak perlu dibentuk lagi wadah koordinasi di tingkat WS. “Karena kebetulan WS Bali-Penida sudah melingkup seluruh wilayah Provinsi Bali. Sehingga ketika dibentuk Dewan SDA Provinsi Bali, maka anggotaanggotanya sudah sama dari WS tersebut,” jelas Imam. Untuk Pulau Lombok – Nusa Tenggara Barat (NTB), Imam Anshori menyatakan, nampaknya juga perlu dibentuk wadah koordinasi di tingkat WSnya. Lain halnya dengan di Pulau Sumbawa, yang dirasakan masih belum perlu dibentuk di tingkat WS-nya. Sementara untuk Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua, menurut Imam, masih belum perlu di bentuk wadah koordinasi di tingkat WS-nya. Misalnya saja, Sungai Membramo – Papua yang cukup luas wlayahnya, tetapi belum tentu
stakeholders yang ada di sana amat membutuhkannya. “Kesemuanya itu tergantung dari kebutuhan dan perkembanganya. Namun yang pastinya, di setiap provinsi diwajibkan untuk membentuk wadah koordinasi pengelolaan SDA sesuai dengan UU No. 7 tahun 2004. Tugas Pemerintah Pusat tidak lain adalah melakukan pendampingan dalam proses pembentukannya,” jelas Imam kembali. l faz/ad
Ir. Graita Sutadi, M.Sc
Pemilihan Calon Anggota Sesuai Mekanisme PEMILIHAN calon anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Bengawan Solo, menurut Graita Sutadi, telah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang mengikuti Permen PU No. 4/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA pada Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Wilayah Sungai (WS). “Jadi calon anggota TKPSDA telah diseleksi oleh sebuah tim khusus yang dibentuk sebelumnya. Proses penyeleksiannya telah melalui prosedur yang telah ditetapkan dan kemudian diumumkan lewat mass media lokal,” ujar Graita. Graita menyatakan, calon anggota TKPSDA WS Bengawan Solo ini, baik dari unsur pemerintah maupun nonpemerintah masing-masing sebanyak 32 orang. Dari unsur pemerintah yang terkait dengan SDA, 20 anggota berasal dari utusan 20 kabupaten/kota, masing-masing lima anggota dari Dinas PSDA Provinsi Jateng dan Jatim, serta satu orang dari Perum Jasa Tirta dan satu orang lagi dari BBWS Bengawan Solo. Sementara dari nonpemerintah, berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) dan organisasi tertkait lainnya. “Setelah diadakan seleksi tadi oleh tim khusus, kemudian ditetapkan sebagai calon anggota TKPSDA WS Bengawan Solo, lalu diumumkan di media massa. Setelah itu, ada masa sanggahnya. Jadi telah mengikuti standar baku yang ditetapkan,” ungkap Graita. Untuk calon ketua dan wakil ketua TKPSDA WS Bengawan Solo ini, menurut Kepala BBWS Bengawan Solo, pada saat pembekalan ini telah ditetapkan dan kemudian akan disampaikan kepada Menteri PU untuk selanjutnya ditetapkan. “Nantinya dalam masa lima tahun kemudian, akan diadakan pemilihan kembali. Ini merupakan salah satu penerapan Good Governance, khususnya dalam pengeloan sumber daya air di WS Bengawan Solo,” tambah Graita. Graita Sutadi mengibaratkan, nantinya BBWS Bengawan Solo akan berperan sebagai eksekutif, sedangkan untuk fungsi legislatifnya akan dilaksanakan oleh TKPSDA Bengawan Solo. “Tetapi ini dalam konteks pengelolaan SDA. Saya akan meminta pengertian calon anggota TKPSDA untuk memberikan kelonggaran, terutama pada awalawal pertama dimana TKPSDA baru mulai bekerja,” katanya. Pasalnya, dengan akan terbentuknya TKPSDA Bengawan Solo, sudah barang tentu akan ditemui kekurang sinkronan antara program yang akan dijalankan BBWS Bengawan Solo dengan keinginan dari calon anggota TKPSDA Bengawan Solo. “Namun setelah terbiasa, mudah-mudahan nanti waktu yang terbuang akan lebih sedikit. Saya sadari, untuk hal yang sederhana itu memerlukan effort lebih komplek lagi. Apalagi BBWS Bengawan Solo mempunyai keterbatasan pendanaan dari APBN,” jelas Graita. l ad/tom
19
Cegah Kerusakan Lingkungan, Jaga Kelestarian Sumber Air
20