PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 2 TANAH GROGOT PADA OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA KATBAR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Sulistyo Joko Purnomo Guru SMP Negeri 2 Tanah Grogot Abstrak: Berdasarkan pengalaman mengajarkan materi operasi hitung bentuk aljabar, penulis masih menjumpai siswa yang mengalami kesulitan melakukan operasi hitung bentuk aljabar. Selama ini pembelajaran dilakukan tanpa menggunakan media. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan alat peraga KATBAR ( KArTu aljaBAR) untuk membantu siswa kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot yang mengalami kesulitan belajar pada konsep penjumlahan, pengurangan, dan perkalian bentuk aljabar. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014, dengan jumlah siswa 25 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, observasi aktivitas siswa, observasi kemampuan guru melaksanakan tindakan dan angket untuk mengetahui Respon siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I sebesar 65,95 berada pada kategori “tinggi” Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan serbesar 12,8 dengan skor rata-rata hasil belajar 78,25 berada pada kategori “tinggi”. (2) Ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan. Pada siklus I dari 25 siswa sebanyak 13 siswa atau 52 % mencapai ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus II sebanyak 23 siswa atau 92 % mencapai ketuntasan belajar dan ketuntasan belajar klasikal tercapai. Kata Kunci: Alat peraga KATBAR, hasil belajar siswa,, operasi aljabar
Matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang cukup sulit bagi siswa, bahkan menjadi mata pelajaran yang menjadi momok bagi beberapa siswa. Kenyataan seperti ini berdampak negatif bagi prestasi atau hasil belajar siswa. Adanya bukti dari hasil evaluasi pelajaran matematika tiap semester maupun ujian akhir masih sering di bawah standar mata pelajaran lain. Upaya dalam mengatasi keadaan ini adalah mengajak siswa untuk memahami pelajaran yang diberikan dan tidak merasa terbebani jika belajar matematika, memiliki semangat untuk belajar matematika serta menanamkan dalam diri siswa bahwa matematika bukan pelajaran yang sulit. Dari hasil pengalaman mengajar pada kelas-kelas di SMP Negeri 2 Tanah Grogot masih menganggap bahwa pelajaran matematika sulit, membosankan sehingga beberapa diantara mereka hanya datang, duduk dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Mereka masih membawa kebiasaannya dari SD yang masih banyak bermain ketimbang serius memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh gurunya, terlebih lagi jika guru lebih banyak menerapkan metode pembelajaran konvensional. Padahal menurut Nurhadi (2003, 8) mengatakan bahwa siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru. Pembelajaran matematika, khususnya di kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot dengan materi Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar, masih ditemukan kendala yang serius, seperti kurangnya kemampuan siswa dalam melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, dan operasi bentuk aljabar. Hal ini dikarenakan rendahnya pemahaman siswa terhadap materi aljabar yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1) lemahnya siswa dalam operasi hitung bilangan bulat dan pecahan yang telah dipelajari pada materi sebelumnya, 2) pelaksanaan pembelajaran tidak kontekstual sehingga siswa kurang dapat memaknai hakikat simbol-simbol aljabar dan makna dari operasinya, 3) kurang tepat dalam memilih dan mengelola media pembelajaran yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba mengadakan penelitian tindakan kelas dalam sub pokok bahasan tersebut dengan cara melakukan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KatBar atau Kartu Aljabar. 945
Melihat permasalahan di atas maka penulis mencoba mengadakan penelitian dengan tujuan “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 2 Tanah Grogot pada Operasi Hitung Bentuk Aljabar dengan Menggunakan Alat Peraga KatBar”. ALAT PERAGA MATEMATIKA Alat peraga sangat berguna untuk menanamkan konsep atau melatih ketrampilan konsep. Semua bermuara untuk mencapai kompetensi yang akan dicapai. Seperti yang diungkapkan Hamalik (1994) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalamproses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting peranannya, karena itu patut diadakan dan dimanfaatkan. Penggunaan alat peraga yang tepat akan melipat gandakan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif , efektif menarik dan menyenangkan. KATBAR (KARTU ALJABAR) KATBAR yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan model geometri yang digunakan untuk mengkonkritkan pengertian variabel dan konstanta dalam aljabar yang bersifat konsep abstrak. Merupakan model geometri karena alat ini berupa kartu yang berbentuk bangun geometri, yaitu: persegi dan persegipanjang, dan penggunaan alat ini juga mengacu pada prinsip-prinsip yang ada dalam geometri, yaitu konsep panjang, lebar dan luas. Alat peraga KATBAR terdiri dari 3 jenis kartu, yaitu:
X2
X
-X2
1
X
Ketentuan
-X
= 0
= 0
-1
2
= 0
1. Kartu satuan, berupa persegi dengan panjang sisinya satu satuan panjang atau dengan 1 cm x 1 cm. Pada kartu satuan ini ada dua jenis, yaitu yang berwarna menunjukkan positif satu (1) dan tidak berwarna (putih) menunjukkan negatif satu (-1). 2. Kartu x, berupa persegi panjang dengan ukuran 2 cm x 1 cm. Pada kartu ini juga menggunakan dua jenis yaitu yang berwarna menunjukkan positif x (x) dan tidak berwarna (putih) menunjukkan negatif x (-x). 3. Kartu x2, berupa persegi dengan panjang sisi 2 cm. Pada kartu ini juga menggunakan dua jenis warna, yaitu berwarna menunjukkan positif x2 (x2) dan tidak berwarna (putih) menunjukkan negatif x2 (-x2). Berikut ini contoh penggunakan KATBAR dalam penyajian materi Operasi Hitung pada Bentuk Aljabar: Soal 1. Sederhanakanlah bentuk 2x - 3 – 3x + 1 dengan menggunakan KATBAR ! Pembahasan: Bentuk 2x - 3 – 3x + 1 dapat dimodelkan sebagai berikut:
2x
–3
– 3x
1
946
Model tersebut di atas dapat disederhanakan dengan cara mengelompokkan model-model sejenis. Jika pada pengelompokan itu terdapat pasangan nol, maka semua pasangan nol yang ada dihapus.
Pasangan nol DIHAPUS
Pasangan nol DIHAPUS
Pasangan nol DIHAPUS
Jadi bentuk sederhana dari 2x - 3 – 3x + 1 adalah – x – 2. Soal 2. Tentukan hasil dari (x + 2)(x – 3) ! Pembahasan: Langkah I: Bentuk (x + 2)(x – 3) dapat dimodelkan sebagai persegi panjang dengan panjang (x + 2) dan lebarnya (x – 3) sebagai berikut:
x
1
1
x –1 –1 –1 Langkah II: Lengkapi kartu sehingga membentuk persegi panjang.
x
1
1
x
x –1 –1 –1
Hasilnya adalah:
Pasangan nol DIHAPUS
x2 – x – 6
947
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan empat tahapan pelaksanaan meliputi: (a). perencanaan tindakan, (b). pelaksanaan tindakan, (c). pengamatan (observasi) dan (d). refleksi. Penelitian ini di laksanakan di SMP Negeri 2 Tanah Grogot dengan subyek penelitian adalah siswa Kelas VIII E dengan jumlah siswa 25 orang yang terdiri atas 13 orang laki – laki dan 12 orang perempuan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014. Perencanaan Tindakan Penelitian tindakan ini di rencanakan terdiri atas dua siklus. Kedua siklus ini merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus II merupakan lanjutan dan perbaikan berdasarkan refleksi dari siklus I. Siklus I dilaksanakan dengan 2 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali untuk tes, sedangkan siklus II dilaksanakan 2 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali untuk tes. Perencanaan yang dilakukan: Merencanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan, membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk setiap pertemuan, membuat pedoman observasi untuk melihat bagaimana kondisi siswa pada saat proses belajar mengajar di kelas berlangsung, menyiapkan contoh alat peraga yang akan di gunakan kemudian meminta siswa membuat sendiri alat peraga secara berkelompok. Observasi dan Evaluasi Selama tindakan siklus I dan siklus II berlangsung, guru dan kolaboran melakukan observasi, mendokumentasikan tindakan yang diberikan selama pembelajaran berupa pengamatan terhadap kondisi selama pelaksanaan tindakan berlangsung HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengamatan saat pembelajaran di kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan alat peraga Kartu Aljabar didukung LKS yang mengarah kepada keaktifan siswa dalam belajar di kelas. Siswa belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan alur 2 siklus yang masing-masing meliputi: 1).Rencana Tindakan (Planning) yang terdiri:Dokumentasi (daftar siswa, daftar nilai), membuat skenario pembelajaran, membuat LKS, membuat soal evaluasi, menyiapkan lembar observasi. 2). Pelaksanaan Tindakan, 3). Pengamatan, 4). Refleksi Hasil Tes Akhir Siklus I Rangkuman statistik tes hasil belajar matematika siklus I adalah sebagai berikut Tabel 1. Statistik Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot pada Siklus I
Nilai Statistik 25 100 87,5 42,5 45 65,95 15,1
Statistik Subjek Nilai Ideal Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rentang Nilai Nilai Rata-rata Standar deviasi
Jika nilai hasil belajar siswa di atas dikelompokkan dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi nilai seperti yang disajikan pada tabel berikut:
948
Tabel 2. Distribusi Frekuansi dan Proporsi Nilai Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot pada Siklus I No. Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%) 1. 0 – 34 Sangat rendah 0 0 2. 35 - 54 Rendah 7 28 3. 55 - 64 Sedang 5 20 4. 65 - 84 Tinggi 8 32 5. 85 - 100 Sangat Tinggi 5 20 Jumlah
25
100
Setelah digunakan kategorisasi pada Tabel 2 terlihat bahwa dari 25 orang siswa kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot yang dijadikan subjek penelitian, diperoleh bahwa pada umumnya siswa berada pada kategori tinggi dengan persentase 32 %, dan tidak ada siswa yang berada pada kategori sangat rendah. Apabila hasil belajar pada siklus I dianalisis maka persentase ketuntasan belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KATBAR dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6. Deskripsi ketuntasan belajar siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot pada Siklus II Nilai Kategori Frekuensi Persentase (%) Tidak Tuntas 2 8,00 0 – 71 Tuntas 23 92,00 72 – 100 Dari tabel 6 di atas menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal 92 %, yaitu 23 orang dari 25 orang siswa di Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot telah mencapai ketuntasan belajar individual, sedangkan 2 siswa yang lain belum tuntas. Berdasarkan beberapa tabel diatas terlihat bahwa rata-rata hasil belajar yang dilaksanakan dalam dua siklus mengalami peningkatan dari nilai rata-rata dan jumlah siswa yang tuntas. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot melalui pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KatBar. Perubahan sikap siswa dalam proses pembelajaran Data tentang sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga , diperoleh melalui lembar partisipasi yang ditulis siswa. Adapun deskripsi tentang sikap siswa selama mengikuti pembelajaran pada siklus I dan siklus II ditunjukkan dalam tabel 7 berikut: Tabel 7. Lembar Partisipasi Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran Siklus I dan Siklus II Siklus I Siklus II Indikator yang Pert ke- Mean NO Persen Pert ke- Mean Persen di amati 1 2 (%) 1 2 (%) Siswa yang hadir 1. pada saat proses 23 25 24 23 24 23,5 96,55 94 pembelajaran Siswa yang memiliki 2. 13 21 17 24 24 24 68 96 kelengkapan alat pelajaran. Siswa yang aktif 3. pada saat 13 15 14 22 23 22,5 56 90 pembelajaran Siswa yang aktif 4. bekerjasana 14 23 18,5 20 22 21 74 84 dalam kelompok 949
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Siswa yang memperhatikan guru dan mencatat pada saat pembelajaran Siswa aktif mengerjakan/menyelesaia kn tugas-tugas belajar pada LKS Siswa yang memberi respon pada saat diajukan pertanyaan tentang materi pelajaran Siswa yang menerima tanggapan atau masukan dari kelompok lain Siswa yang mencatat hasil keputusan (kesimpulan kelas) Siswa yang mengerjakan latihan mandiri atau tugas/PR
14
22
18
72
22
23
22,5
90
21
18
19,5
78
23
24
23,5
94
6
12
9
36
15
25
20
80
11
15
13
52
20
22
21
84
15
23
19
76
25
25
25
100
14
23
18,5
74
23
24
23,5
94
Berdasarkan hasil analisis deskriptif mengenai perubahan sikap siswa pada awal siklus I sampai pada akhir siklus II di atas menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran setiap pertemuan. Perubahan tersebut meliputi semakin meningkatnya persentase siswa yang memperhatikan penjelasan guru, aktif kerjasama dalam kelompok, siswa yang membantu temannya dalam belajar dan mengerjakan latihan dengan mandiri. Selain itu jumlah siswa yang merespon terhadap pertanyaan guru tentang materi yang belum dipahami mengalami peningkatan. PEMBAHASAN Dalam upaya mengkongkritkan objek matematika yang abstrak menjadi real. Seperti penggunaan dalam materi operasi aljabar koefisien dan nilai-nilainya diganti dengan kartu, Penggunaan alat peraga KATBAR dalam pembelajaran aljabar memberikan dukungan. Berdasarkan analisis deskriptif hasil belajar matematika siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot, diperoleh bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada Siklus I adalah 65,95. Jumlah siswa yang tuntas secara individual dengan KKM 72 adalah 13 orang dari 25 orang siswa, dan 12 orang siswa tidak tuntas. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II adalah 78,25. Jumlah siswa yang tuntas secara individual dengan KKM 72 adalah 23 orang dari 25 orang siswa, dan hanya 2 orang saja siswa tidak tuntas. Dari data tersebut disimpulkan bahwa terjadi peningkatan Hasil Belajar Siswa (HBS) seperti yang ditunjukkan dari nilai ratarata dan jumlah siswa yang tuntas secara individual. Sehingga secara kuantitatif diperoleh bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah penerapan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga KATBAR. Hasil analisis secara kualitatif juga menunjukkan bahwa persentase siswa yang memperhatikan penjelasan guru, keaktifan dalam kelompok, menjawab pertanyaan, mempresentasekan hasil diskusi, siswa yang membantu teman dalam belajar dan mengerjakan 950
soal latihan dengan mandiri siklus I sampai siklus II terus mengalami peningkatan. Demikian pula siswa yang merespon pertanyaan guru tentang materi yang diajarkan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Di samping itu juga siswa yang memerlukan bimbingan guru juga mengalami penurunan. Dengan demikian, secara kualitatif selama siklus I hingga siklus II hasil belajar matematika siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot melalui pembelajaran dengan alat peraga KATBAR dapat meningkat. Dengan meningkatnya hasil belajar siswa Kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot secara kualitatif dan secara kuantitatif menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga KATBAR efektif digunakan dalam pembelajaran. Ini disebabkan oleh karena penggunaan alat peraga KATBAR dalam pembelajaran dapat menumbuhkan motivasi dan minat siswa untuk belajar matematika. Siswa menganggap dengan adanya alat peraga belajar matematika seperti bermain, konsep pembelajaran mudah dipahami. Selain itu, siswa lebih mudah memecahkan masalah-masalah matematika yang diberikan kepada siswa melaui Lembar Kerja yang dikerja secara berkelompok maupun latihan mandiri. SIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Menggunaan alat peraga KATBAR atau KatBar dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I sebesar 65,95 ber ada pada kategori “tinggi” dengan standar deviasi 15,1. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan serbesar 12,8 dengan skor rata-rata hasil belajar 78,25 berada pada kategori “tinggi”. 2. Ketuntasan belajar matematika siswa kelas VIII E SMP Negeri 2 Tanah Grogot juga mengalami peningkatan. Pada siklus I dari 25 siswa sebanyak 16 siswa atau 64 % mencapai ketuntasan belajar, sedangkan pada siklus II sebanyak 23 siswa atau 92 % mencapai ketuntasan belajar dan ketuntasan belajar klasikal tercapai. 3. Keaktifan siswa dalam pelaksanaan tindakan juga semakin meningkat hal ini dapat dilihat bahwa siswa yang memperhatikan penjelasan guru, keaktifan dalam kelompok, menjawab atau merespon pertanyaan, mempresentasikan hasil diskusi, siswa yang membantu teman dalam belajar dan mengerjakan soal latihan dengan mandiri semakin meningkat sedangkan siswa yang melakukan aktifitas lain pada saat pembelajaran semakin berkurang. 4. Menggunaan alat peraga KatBar dapat menumbuhkan minat dan memotifasi siswa untuk lebih giat lagi belajar, meningkatkan pemahaman materi dan bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan hasil refleksi siswa yang pada umumnya bersikap dan beranggapan positif terhadap pelajaran matematika SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Guru matematika hendaknya memilki keterampilan yang lebih baik dalam memilih model pembelajaran, strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang relevan agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan untuk mengikuti pelajaran matematika. 2. Penggunaan alat peraga manipulatif Katbar ini dipakai pada saat menanamkan konsep dan latihan soal pada awal penanaman konsep sebagai alternative alatperaga untuk membelajarkan operasi pada bentuk aljabar. DAFTAR RUJUKAN Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan (cetakan ke-7). Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK: Malang: UM PRESS Suhardjono. 2009.Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah. Malang:Cakrawala Indonesia LP3 Universitas Negeri Malang.
951
PEMBELAJARAN LIMAS DENGAN MENGGUNAKAN LKS DAN MODEL LIMAS DI SMPN 2 LANGKE REBONG KABUPATEN MANGGARAI NTT Benediktus Herson Lagut SMP Negeri 2 Langke Rembong, Manggarai, NTT Abstrak: Berdasarkan pengalaman mengajar selama ini, untuk membelajarkan limas penulis hanya menggunakan LKS tanpa menggunakan alat peraga. Hasilnya masih kurang memuaskan. Untuk mengatasi hal ini penulis mencoba melaksanakan pembelajaran Limas dengan menggabungkan penggunaan LKS dan alat peraga model Limas. LKS ini juga dilengkapi dengan model limas yang disiapkan guru sehingga siswa dapat mengamati secara langsung limas yang dimaksud. Perpaduan LKS dan model limas akan membatu siswa memahami unsur-unsur limas. Kata Kunci: LKS, Model Limas, Unsur-Unsur limas.
Selama ini pembelajaran materi unsur-unsur limas dilakukan dengan cara menggunakan LKS tanpa disertai dengan model konkrit limas. LKS ini disusun dengan menyertakan gambar limas dan unsur-unsur. Siswa secara berkelompok diminta mengerjakan LKS dengan cara mengamati gambar limas yang tersedia di LKS. Setelah mengamati gambar di LKS, kemudian siswa diminta untuk menentukan unsur-unsur yang terdapat pada limas, di antaranya sisi, rusuk dan titik sudut. Setelah selesai mengerjakan LKS, setiap kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Dari hasil presentasi terlihat bahwa sebagian besar kelompok belum dapat menyatakan unsur-unsur limas secara tepat. Kesulitan yang terjadi pada kegiatan mengamati gambar adalah siswa belum mampu membayangkan bagian dari gambar secara utuh di mana limas sebagai suatu benda dimensi tiga. Khususnya, pada gambar limas, siswa tidak dapat membayangkan atau mengilustrasikan gambar yang rusuknya berupa garis putus-putus. Gambar limas masih dirasakan sebagai sesuatu yang abstrak oleh siswa. Kesulitan ini akan menyebabkan siswa tidak mampu menentukan banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut pada limas segi banyak. Sementara harapannya adalah siswa dapat menentukan unsur-unsur limas dengan benar. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa yang dilengkapi dengan model limas yang konkrit. LKS dapat digunakan siswa secara kelompok yang diharapkan dapat menuntun siswa memahami unsur-unsur limas. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan lembaran penugasan yang dibuat dan disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa. Lembar Kerja Siswa dapat dipandang sebagai media interaksi pembelajaran yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik baik di sekolah ataupun di rumah, secara individu maupun berkelompok. Dalam penugasannya materi dalam lembar kerja siswa perlu disusun sedemikian rupa agar Lembar Kerja Siswa tersebut menjadi suatu kegiatan pembelajaran yang sistematis. Menurut Hamalik (1986), Lembar Kerja Siswa bertujuan: 1. Merangsang anak didik aktif belajar, baik ketika dekat dengan guru maupun jauh dari guru di dalam sekolah maupun di luar sekolah. 2. Membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi. 3. Menbuat peserta didik bergairah belajar karena dapat dilakukan dengan bervariasi. 4. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar, eksperimen, atau pendidikan yang banyak berhubungan dengan hidup mereka dapat lebih mudah dan lama diingat. 5. Mengembangkan strategi kognitif para siswa yaitu dengan pemecahan masalah yang dilakukan. Lebih lanjut, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Lembar Kerja Siswa adalah: 1. Pertimbangkanlah tujuan yang dirumuskan dalam standar isi. 952
2. Bentuk Lembar Kerja Siswa yang diberikan harus dikomunikasikan kepada siswa sampai mereka benar- benar memahami apa yang harus mereka kerjakan. 3. Sesuaikan kadar kesukaran dengan kemampuan siswa. 4. Tidak ada salahnya bila guru memberitahukan tentang bahan-bahan rujukan yang dapat dijadikan kertangka acuan bagi siswa. 5. Pikirkan waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan tugas, jangan terlalu singkat atau sebaliknya (Hamalik, 1986). Menurut Nuniek Avanti Agus (2007:208) unsur-unsur limas meliputi: Alas limas, sisi lateral limas, puncak limas, tinggi limas, tinggi sisi lateral atau apotema. Dari unsur-unsur limas tersebut, yang merupakan kesulitan bagi siswa adalah dalam menentukan banyaknya sisi, banyaknya rusuk dan banyaknya titik sudut limas segi banyak. PEMBAHASAN Dalam kegiatan pembelajaran di kelas VIII A SMP Negeri 2 Langke Rembong, topik yang dibahas adalah mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas serta bagianbagiannya. Kegiatan terfokus pada menghitung banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut limas serta menentukan hubungan antara banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut limas atau dikenal dengan kaidah Euler. Pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 23 mei 2013 bertempat di SMP Negeri 2 Langke Rembong Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa Tenggara Timur. Perencanaan dilakukan secara bersama-sama yang dihadiri oleh 4 orang guru matematika atas nama Stanislaus Angkat, Goris Darus, Yustina Meti dan Dominika Dumang. Diskusi berlangsung dalam pembuatan LKS. Dari hasil diskusi diperoleh LKS sebagai berikut: LEMBAR KERJA SISWA (LKS)
Kelas : VIII A Mata Pelajaran : Matematika Kelompok : ................... Hari,tanggal : ................... Petunjuk: 1. Perhatikan model limas berikut ini. 2. Hitunglah banyak unsur-unsur limas secara saksama. Isilah titik-titik pada tabel yang disiapkan A. Perhatikan model limas segi tiga berikut ini. Limas segi tiga memiliki: 1. Sisi sebanyak......yaitu.......... 2. Rusuk sebanyak.....yaitu........... 3. Titik sudut sebanyak.......yaitu........ T
C B
A
953
B. Perhatikan model limas segi empat berikut ini. Limas segi empat memiliki: T
D
C
A B 1. Sisi sebanyak......yaitu............ 2. Rusuk sebanyak.....yaitu............ 3. Titik sudut sebanyak.......yaitu............ C. Perhatikan model limas segi Lima berikut ini. Limas segi lima memiliki: 1. Sisi sebanyak......yaitu.......... 2. Rusuk sebanyak.....yaitu............. 3. Titik sudut sebanyak.......yaitu..............
T
D
C
E B
A
D. Perhatikan model limas segi enam berikut ini. Limas segi enam memiliki: 1. Sisi sebanyak......yaitu............. 2. Rusuk sebanyak.....yaitu.............. 3. Titik sudut sebanyak.......yaitu.........
T
E
D C
F A
B
954
Berdasarkan hasil pengamatan pada model limas di atas, isilah tabel berikut ini. Nama bangun ruang
Banyaknya
Limas segi tiga Limas segi empat Limas segi lima Limas segi enam . . . . .
sisi (S) .......= 3+.... .......= 4+.... ......= 5+.... ......= 6+.... . . . . .
rusuk (R) ......= 3x.... ......= 4x.... ......= 5x.... ......= 6x.... . . . . .
titik sudut (T) ......= 3+.... ......= 4+..... ......= 5+.... ......= 6+..... . . . . .
Limas segi – n
........
........
.............
Jika n menyatakan limas segi n, S menyatakan banyak sisi limas segi n, R menyatakan banyak rusuk limas segi n dan T menyatakan banyaknya titik sudut limas segi n, diperoleh hubungan : 1. S = .......................................................... 2. R = .......................................................... 3. T = .......................................................... 4. S + T = R + .......... (disebut Kaidah Euler). Pelaksanaan Pembelajaran Selain LKS, juga disiapkan model limas segi tiga, limas segi empat, limas segi lima dan limas segi enam. Pembelajaran berlangsung pada minggu ke empat Mei 2013. Pembelajaran dimulai dengan menggambarkan limas di papan tulis kemudian guru menanyakan nama dari bangun yang digambarkan kepada siswa. Sebagian besar siswa dapat menjawabnya, namun masih ada siswa yang tidak dapat menjawabnya. Kemudian guru melanjutkan kegiatan pembelajaran dengan memperlihatkan model-model limas yang sudah disiapkan kepada siswa. Ternyata semua siswa dapat menjawabnya dengan benar. Selanjutnya untuk menentukan unsurunsur limas, siswa diminta mengerjakan LKS melalui diskusi kelompok. Siswa dibagi menjadi 7 kelompok, 5 kelompok beranggotakan masing-masing 5 orang dan 2 kelompok beranggotakan masing-masing 4 orang. Waktu yang disediakan untuk diskusi kelompok adalah 30 menit. Siswa mengerjakan LKS dengan mengamati gambar limas pada LKS. Guru mengamati kegiatan siswa dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain.Setelah 15 menit berlangsung, terdapat 2 kelompok yang hampir selesai mengerjakan LKS-nya, dan hasil diskusinya benar. Sedangkan 4 kelompok lainnya masih bergelut pada limas segi tiga, dan hasilnya diskusinya salah. Jawaban dari 4 kelompok tersebut adalah sebagai berikut. Limas segitiga. T
C A
B Unsur-unsurnya : a. Sisi sebanyak 1 yaitu : Segi tiga ABT b. Rusuk sebanyak 3 yaitu : AB,BT,TA c. Titik sudut sebanyak 3 yaitu : A,B,T 955
Selanjutnya guru membagikan model-model limas yang sudah disiapkan kepada 4 kelompok yang belum memahami unsur-unsur limas tersebut. Siswa pada 4 kelompok tersebut mengamati model limas yang dibagikan secara saksama. Dengan mengamati model limas yang ada, dalam waktu 15 menit kemudian, siswa pada 4 kelompok tersebut ternyata sudah selesai mengerjakan LKS-nya. Selanjutnya, masing-masing kelompok secara bergantian mempresentasekan hasil diskusinya. Jawabannya adalah sebagai berikut: 1. Limas segitiga. T
C A
B Unsur-unsurnya : b. Sisi sebanyak 4 yaitu : ABC,TAB,TBC,TAC c. Rusuk sebanyak 6 yaitu : AB,BC,AC,TA,TB,TC d. Titik sudut sebanyak 4 yaitu : A,B,C,T 2 . Limas segiempat. T
D
C B
A
Unsur-unsurnya : a. Sisi sebanyak 5 yaitu : ABCD,TAB,TBC,TCD,TAD b. Rusuk sebanyak 8 yaitu : AB,BC,CD,AD,TA,TB,TC,TD c. Titik sudut sebanyak 5 yaitu : A,B,C,D,T 3. Limas Segi lima
T
D
C
E B
A
Unsur-unsurnya : a. Sisi sebanyak 6 yaitu : ABCDE,TAB,TBC,TCD,TDE,TAE b. Rusuk sebanyak 10 yaitu : AB,BC,CD,DE,AE,TA,TB,TC,TD,TE c. Titik sudut sebanyak 6 yaitu : A,B,C,D,E,T 956
4. Limas Segienam
T
D
E
C
F A
B
Unsur-unsurnya : a. Sisi sebanyak 7 yaitu: ABCDEF,TAB,TBC,TCD,TDE,TEF,TAF b. Rusuk sebanyak 12 yaitu: AB,BC,CD,DE,EF,AF,TA,TB,TC,TD,TE,TF c. Titik sudut sebanyak 7 yaitu: A,B,C,D,E,F,T. Dari hasil presentasi, terlihat bahwa semua kelompok mengerjakan LKS dengan benar. 2 kelompok mengerjakan LKS dengan mengamati gambar limas pada LKS, sedangkan 4 kelompok lainnya dapat mengerjakan LKS-nya secara benar dengan mengamati model limas yang konkrit. Selanjutnya guru bertanya, “pada limas segi 15 berapakah banyaknya sisi, banyaknya rusuk dan banyak titik sudutnya ?” Siswa terdiam selama kurang lebih 1 menit. Selanjutnya siswa di salah satu kelompok mencoba menggambar limas segi 15 di bukunya. Siswa yang lain bertanya, “mana model limas segi lima belasnya pa?” Guru mengarahkan siswa untuk melanjutkan pengerjaan LKS-nya. Pada LKS telah disiapkan tabel untuk diisi, tentang unsur-unsur limas yang telah dipahami. Nama bangun Limas segi tiga Limas segi empat Limas segi lima Limas segi enam . . . . Limas segi – n
Banyak sisi (S) 4= (3 +1) 5= (4+1) 6= (5+1) 7=(6+1) . . . . n+1
Banyak Rusuk (R) 6= (2 x 3) 8= (2 x 4) 10= (2x5) 12= (2x6) . . . . 2n
Banyak titik sudut (T) 4= (3 +1) 5= (4 + 1) 5= (6+1) 7= (6+1) . . . . n+1
Bilangan-bilangan pada tabel di atas dapat membantu siswa untuk secara terbimbing menemukan pola dalam menentukan banyaknya sisi, banyaknya rusuk, banyaknya titik sudut pada limas segi banyak. Dengan demikian jika n menyatakan limas segi n, S menyatakan banyak sisi limas segi n, R menyatakan banyak rusuk limas segi n dan T menyatakan banyak titik sudut limas segi n maka terdapat hubungan sebagai berikut: 1. S = n + 1. 2. R = 2n 3. T = n + 1 4. S + T = R + 2 (Kaidah Euler). 957
Setelah pola ditemukan, semua siswa dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar yaitu pada limas segi lima belas terdapat : 1. Sisi sebanyak 15 + 1 = 16 2. Rusuk sebanyak 2 x 15 = 30 3. Titik sudut sebanyak 15 + 1 = 16 Bahkan pada limas segi banyak lainnyapun dapat dapat ditentukan banyak masing-masing unsurnya dengan cepat. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, para siswa diminta memberikan komentar atau tanggapan tentang kegiatan diskusi kelompok untuk menentukan unsur-unsur limas. Semua yang ditanya memberikan tanggapan bahwa mereka dapat menentukan unsur-unsur limas dengan benar setelah mengamati model limas yang nyata. Gambar limas yang terdapat pada LKS dirasakan masih abstrak. Sehingga selain gambar limas yang terdapat pada LKS, masih sangat dibutuhkan model limas yang konkrit untuk membangun pemahaman akan unsur-unsur limas. Dengan tahapan pemahaman yang telah dirancang pada LKS mereka merasa terbimbing dalam menemukan pola tentang banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut pada limas segi banyak. Dengan pola yang ada akhirnya mereka dengan mudah dapat menentukan banyaknya sisi, rusuk dan titik sudut pada limas segi banyak. PENUTUP Dari pembelajaran yang telah dilakukan terlihat bahwa dengan menggunakan LKS yang dilengkapi dengan media model konkrit siswa lebih mudah bisa memahami unsur-unsur pada limas. Pada akhir pembelajaran siswa dapat menemukan pola hubungan antara banyaknya sisi, titiksudut, dan rusuk. DAFTAR RUJUKAN Nuniek Avanti Agus.2008.Mudah Belajar Matematika.Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Oemar, Hamalik. 1986. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Martiana.
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI PADA PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT DI KELAS VII SMP NEGERI 4 KOMODO KABUPATEN MANGGARAI BARAT Achmad Sudi SMPN 4 Komodo Abstrak: Rendahnya kemampuan peserta didik untuk melakukan penjumlahan dan penguarangan bilangan bulat telah mendorong guru untuk melakukan perbaikan pembelajaran yang selama ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar. Penerapan metode demonstrasi berbantuan garis bilangan menunjukkan bahwa metode pembelajaran tersebut dapat menfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, karena siswa memperoleh pengalaman langsung dengan melakukan aktifitas kongkrit berbantuan garis bilangan sebelum mampu mengabstraksikan melalui pengamatan terhadap pola-pola yang diperoleh. Kata Kunci: penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, metode demonstrasi.
Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama hendaknya dapat menfasilitasi tercapainya kompetensi seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya hasil belajar peserta didik antara lain cara membelajarkan guru. Ketika guru mendominasi kegiatan pembelajaran akan menciptakan kebosanan bagi peserta didik karena 958
yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana guru menciptakan suasana belajar yang mendorong peserta didik untuk belajar. Masih banyak ditemukan guru yang monoton dalam membelajarkan, tidak pernah mengalami perubahan meskipun kondisi masyarakat telah berubah. Sebagai seorang pendidik harus tahu kebutuhan anak didik, terutama dalam pelayanan dan penyampaian materi pelajaran. Sehingga guru perlu mengadakan variasi metode pembelajarannya. Pembelajaran tidak harus di ruang dengan fasilitas yang lengkap tetapi lebih menekankan pada pengembangan cara-cara baru untuk membelajarkan sesuai dengan kemampuan peserta didik. Pembelajaran akan efektif bila guru mampu mengidentifikasi masalah di kelas, menganalisanya, menentukan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab utama, dan selanjutnya menentukan tindakan pemecahannya. Metode demonstrasi adalah suatu penyajian yang dipersiapkan secara teliti untuk mempertontonkan dan mempertunjukkan, yaitu sebuah tindakan atau prosedur yang digunakan. Metode ini disertai penjelasan, ilustrasi dan pernyataan lisan (oral) atau peragaan (visual) secara tepat (Canei, 1986:38). Winarno (1980:87) mengemukakan bahwa metode demonstrasi adalah adanya seorang guru, orang luar yang diminta atau peserta didik memperlihatakan suatu proses kepada seluruh kelas. Dari dua pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa metode demonstrasi merupakan format interaksi belajar membelajarkan yang sengaja dipertunjukkan atau diperagakan tindakan, proses atau prosedur yang dilakukan oleh guru atau orang lain kepada seluruh peserta didik atau sebagian peserta didik. Berarti sebagai seorang guru dituntut untuk merencanakan penerapannya, memperjelas demonstrasi oral maupun visual, dan menyediakan alat bantu yang diperlukan. Metode demonstrasi lebih sesuai untuk membelajarkankan keterampilan tangan ini dimana gerakan-gerakan jasmani dan gerakan-gerakan memegang suatu benda akan dipelajari, ataupun untuk membelajarkan hal-hal yang bersifat rutin (Staton, 1978 :91). Dengan kata lain, metode demonstrasi bertujuan untuk membelajarkankan keterampilan-keterampilan fisik daripada keterampilan-keterampilan intelektual. Metode demonstrasi dapat dipergunakan untuk membelajarkan melakukan tindakan atau menggunakan suatu prosedur atau produk baru, meningkatkan kepercayaan bahwa suatu prosedur memungkinkan bagi peserta didik, dan meningkatkan perhatian dalam belajar dan penggunaan prosedur. Adapun Winarno (1987: 88) mengemukakan bahwa tujuan penerapan metode demonstrasi adalah membelajarkankan suatu proses, misalnya proses pengaturan, proses pembuatan, proses kerja, proses mengerjakan dan menggunakan. Berdasarkan pendapat diatas, maka tujuan penerapan metode demonstrasi adalah: (1). Membelajarkan peserta didik tentang suatu tindakan, proses atau prosedur tindakantindakan. (2). Mengembangkan kemampuan pengamatan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama. (3). Mengkonkritkan informasi yang disajikan kepada para peserta didik. Dengan memperagakan suatu tindakan, proses, atau prosedur, maka metode demonstrasi memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut. Pertama, memperkecil kemungkinan salah bila dibandingkan kalau peserta didik hanya membaca atau mendengar penjelasan saja, karena demonstrasi memberikan gambaran konkrit, yang memperjelas perolehan belajar peserta didik dari hasil pengamatannya. Kedua, memungkinkan para peserta didik terlibat langsung dalam kegiatan demonstrasi, sehingga memberi kemungkinan memperoleh pengalaman-pengalaman langsung untuk mengembangkan kecakapannya dan memperoleh pengakuan dan penghargaan. Ketiga, memudahkan pemusatan perhatian peserta didik kepada hal-hal yang dianggap penting, sehingga para peserta didik akan benar-benar memberikan perhatian khusus pada hal tersebut. Dengan kata lain, perhatian peserta didik lebih mudah dipusatkan kepada proses belajar sehingga memungkinkan peserta didik mengajukan pertanyaan dan dapat segera direspon oleh guru. Pengamatan selama beberapa tahun terhadap proses maupun hasil dari pembelajaran Matematika di SMPN 4 Komodo menunjukkan hasil belajar yang belum memuaskan (masih rendah), termasuk pembelajaran penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini diduga disebabkan karena guru selalu menggunakan metode klasik yaitu pembelajaran yang berpusat kepada guru. Peran guru hanya sebagai penyebar ilmu dan kurang berperan sebagai fasilitator. Hal tersebut berdasarkan fakta bahwa dominasi guru dalam kelas masih tinggi, guru masih bergantung pada buku, guru masih dominan menggunakan ceramah dan mencatat, guru kurang mengoptimalkan bekerja bersama-sama dan peserta didik dianggap tercapai kompetensinya jika 959
yang bersangkutan telah lulus tes, tanpa memperhatikan aspek lain seperti kejujuran, kedisiplinan, pengendalian diri, penghargaan kepada orang lain, dan kemampuan bekerjasama. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, seorang guru harus menemukan metode pembelajaran yang tepat agar sebagian besar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik adalah metode demonstrasi. Oleh karena itu, penulis ingin membelajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui metode demonstrasi pada peserta didik kelas VII SMPN 4 Komodo. PEMBAHASAN Sebelum pembelajaran dilaksanakan, seorang guru harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun RPP adalah menyusun indikator atau tujuan pembelajaran terkait Kompetensi Dasar, kemudian mengidentifikasi konsep atau materi yang dapat menunjang tercapai kompetensi. Terkait dengan kondisi peserta didik, guru juga perlu menetapkan metode yang cocok untuk membelajarkannya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, siswa kelas VII (30 anak) SMPN 4 Komodo Kabupaten Manggarai Barat belum terampil dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat, khususnya yang terkait dengan bilangan bulat negatif. Dengan kata lain Kompetensi Dasar melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan belum terpenuhi, secara khusus kompetensi menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. Agar peserta didik memperoleh pengalaman yang bermakna sehingga membentuk ingatan atau pemahaman yang kuat terkait penjumlahan bilangan bulat, guru menetapkan metode demontrasi menggunakan garis bilangan untuk memperbaiki pembelajaran yang sebelumnya pernah dilakukan. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan adalah: Dengan asumsi bahwa peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengoperasikan bilangan bulat positif, pada tahapan apersepsi guru melakukan tanya jawab tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat positif, misal 5+7, 32-12. Dilanjutkan dengan meminta siswa untuk menentukan suatu bilangan termasuk bilangan bulat positif atau negatif, kemudian bertanya: dapatkah memberi beberapa contoh bilangan negatif? Ketika siswa sudah menguasai materi prasyaratnya, pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan intinya, yaitu membelajarkan penjumlahan dan pengurangan dua bilangan bulat khususnya yang terkait dengan bilangan bulat negatif melalui demonstrasi pada garis bilangan.
sumberhttp://yeniwidiastuti.wordpress.com Melalui demonstrasi, guru menjelaskan beberapa aturan yang diperlukan yaitu: a. Posisi awal, “orang” harus menghadap seperti pada gambar tersebut di atas. b. Bilangan bulat positif 5 ditunjukkan dengan maju 5 langkah ke depan c. Bilangan negatif -4 ditunjukkan dengan mundur 4 langkah ke belakang d. Operasi penjumlahan ditunjukkan dengan “orang” yang tidak berubah arah (arah tetap) e. Operasi pengurangan ditunjukkan dengan “orang” yang berubah arah (berbalik arah) Misal: -5+6, berarti mundur 5 langkah(-5), arah “orang” tetap (penjumlahan) terus maju 6 langkah (6), hasilnya 1. -3+(-2) berarti mundur 3 langkah (-3), arah “orang” tetap (penjumlahan) terus mundur 2 langkah (-2), hasilnya -5 -4-(-3) berarti mundur 4 langkah (-4), arah “orang” berbalik (pengurangan) terus mundur 3 langkah (-3), hasilnya -1 Kemudian secara berkelompok, peserta didik diminta untuk mengerjakan soal-soal terkait penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Setelah lancar dalam menggunakan garis 960
bilangan, kegiatan berikutnya adalah mengerjakan penjumlahan dan pengurangan beberapa kelompok soal agar peserta didik dapat melihat bahwa ternyata a) .....+ (-....) = ....- ..... atau b) ....-(-....) = ....+..... dan sejenisnya. Di penutup pembelajaran, guru meminta beberapa peserta didik untuk mendemontrasikan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan garis bilangan. Pemberian beberapa soal untuk tugas dirumah juga diberikan di akhir pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, diadakan tes untuk melihat sejauh mana peserta didik dapat terfasilitasi belajarnya. Hasil tes menunjukkan, peserta didik yang mendapat nilai 50 sebanyak 2 orang, peserta didik yang mendapat nilai 65 sebanyak 5 orang, peserta didik yang mendapat nilai 70 sebanyak 15 orang, dan peserta didik yang mendapat nilai 80 sebanyak 8 orang. Karena nilai minimal ketuntasan individu adalah 70, dapat disimpulkan bahwa lebih dari 75% peserta didik telah mencapai kriteria ketuntasan minimal. Dari fakta tersebut, dapat disimpulkan pembelajaran dengan metode demontrasi berbantuan garis bilangan telah dapat menfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang terkait dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, terutama yang terkait dengan bilangan bulat negatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Usman (2002:46) yang menyatakan bahwa keunggulan metode demonstrasi adalah perhatian peserta didik akan dapat terpusat sepenuhnya pada pengalaman praktis yang dilihat atau dialami saat demonstrasi, pengalaman langsung menggunakan garis bilangan dapat membentuk ingatan yang kuat atas perolehan pengetahuan. Adapun Bahri (2000:56) menyatakan bahwa keunggulan metode demonstrasi adalah membantu peserta didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses kegiatan pembelajaran, kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkrit dengan menghadirkan objek sebenarnya. Dalam hal ini, pengamatan terhadap gerakan-gerakan “orang” pada garis bilangan dapat membantu siswa ketika menyelesaikan soal terkait penjumlahan dan pengurangan. Melalui pembelajaran dengan metode demonstrasi berbantuan garis bilangan, guru juga mengalami peningkatan dalam kemampuan menfasilitasi belajar peserta didik karena kebiasaan membelajarkan yang aktif menjelaskan dan menerangkan mulai berkurang, dan berubah menjadi membimbing dan mengembangkan inisiatif peserta didik. Adapun perkembangan dari peserta didik adalah kebiasaan peserta didik yang biasa pasif berubah menjadi aktif dalam mengamati atau berbuat; juga peserta didik memperoleh hasil belajar melalui interaksi dalam diskusi kelompok, untuk selanjutnya diolah lebih lanjut secara individu. PENUTUP Penerapan pembelajaran dengan metode demonstrasi berbantuan garis bilangan dapat menfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik diharapkan senantiasa melakukan perbaikanperbaikan terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan, dengan memilih metode pembelajaran yang sesuai. Untuk menerapkan suatu metode pembelajaran diperlukan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPP adalah mengidentifikasi materi atau pengalaman belajar yang diperlukan, kemampuan prasyarat peserta didik, karakteristik materi, dan ketersediaan alat bantu pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN ..............., http://yeniwidiastuti.wordpress.com; diakses 5 november 2013 Bahri, Djamara Syaiful. 2000. Keunggulan Metode Demonstrasi. Jakarta: Bina Aksara. Cenei.1986. Tujuan Penerapan Metode Demonstrasi. Boston: Allyn & Bacon. Ruseffendi, ET. 1990.Macam-macam Metode Pembelajaran. Jakarta: Bina Aksara. Usman, Basyirudin. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press
961
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL KOOPERATIVE TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PADA SISWA KELAS VIII SMP N 1 LIRUNG TALAUD Demsy Bawinto SMP N 1 Lirung Talaud Abstrak: Matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, termasuk siswa kelas VIII SMP 1 LirungTalaud. Hal ini salah satunya disebabkan oleh karena model pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak sesuai dengan kondisi siswa atau karakterisitik materi. Fakta menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar setelah diterapkan Pembelajaran Kooperatif NHT. Adapun tahapan pembelajarannya adalah: pembagian kelompok dengan memperhatikan keheterogenan kemampuan akademik termasuk kemampuan berinteraksi siswa; secara berkelompok siswa mengerjakan tugasnya; agar setiap siswa bertanggungjawab dan siap untuk mengkomunikasikan perolehan belajarnya maka guru memilih secara acak siswa dalam suatu kelompok untuk mempresentasikan; dilanjutkan dengan guru memberi penguatan dan diakhiri dengan refleksi dan memberikan pekerjaan rumah. Kata kunci: NHT, Hasil Belajar
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dibelajarkan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam pedoman penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama dijelaskan tujuan pembelajaran matematika pada pendidikan dasar (Depdiknas, 2006:8) antara lain agar siswa memahami konsep matematika secara luwes, akurat, efesien, dan tepat serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu atau kritis, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya sendiri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis dalam membelajarkan matematika di SMPN 1 Lirung Talaud, siswa kurang memahami materi yang dibelajarkan guru sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika, akibatnya hasil belajar siswa belum memuaskan. Seperti yang telah ditunjukkan oleh fakta hasil ulangan harian rata-rata nilainya hanya 52 dan hanya sekitar 37,5 % siswa yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Gejala-gejala yang tampak pada saat proses belajar antara lain: kemampuan siswa dalam menganalisa dan menyelesaikan soal rendah, siswa kurang terampil berpikir dan cenderung suka mencontoh pekerjaan teman, siswa belum mampu berfikir kritis dan sistematis. Akibatnya jika diberikan soal-soal yang agak berbeda sedikit dengan contoh yang diberikan, mereka tidak mampu menyelesaikannya. Dari permasalahan yang terjadi tersebut, selanjutnya melalui sebuah diskusi dengan teman sejawat, penulis mencoba mengidentifikasikan dugaan penyebab rendahnya hasil belajar matematika. Hal-hal tersebut adalah model pembelajaran yang diberikan kurang sesuai atau kurang bervarisi, keterampilan berpikir siswa kurang maksimal, teknik penilaian tidak sesuai sehingga perkembangan kemampuan siswa kurang terukur, pemanfaatan lingkungan atau media pembelajaran kurang, dan dukungan belajar dari orang tua dan masyarakat rendah. Berdasarkan ide kolaboratif antar guru-guru matematika SMP Negeri 1 Lirung, model Cooperative Learning tipe NHT (Numbered Heads Together) perlu iimplementasikan di SMP Negeri 1 Lirung guna meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Membiasakan masyarakat belajar ada didalam belajar kooperatif sehingga cocok untuk meningkatkan aktivitas kegiatan belajar. Guru dapat menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif untuk saling bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan dalam kelompoknya. Susento (2009) menyatakan cara yang dapat digunakan melalui metode tersebut adalah guru memanfaatkan kelompok-kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam mencapai sasaran belajar dan memukinkan siswa memaksimalkan proses pembelajaran satu sama lain. kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang di refleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan 962
terus-menerus dapat memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Dalam pelaksanaan model pembelajaran NHT siswa dibagi dalam 5 kelompok yang terdiri atas 4 orang siswa dan setiap anggota kelompok memiliki satu nomor kemudian guru memberikan soal untuk dibahas bersama dalam kelompok. Kemudian guru secara acak menunjuk salah satu nomor siswa pada kelompok itu untuk mempersentasikan hasil diskusinya. Nur (2011) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan suatu variasi dalam diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mengwakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang menwakili kelompok tersebut. Sehingga dengan model pembelajaran ini, akan melibatkan semua anggota kelompoknya dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini merupakan salah satu upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab masing-masing siswa dalam kelompok diskusi. Dengan demikian, permasalahan di kelas VIII.2 SMPN 1 Lirung layak untuk dipecahkan melalui Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan model pembelajaran NHT METODE Tempat Penelitian di kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Lirung, Jln.Malode Gagola, No 16, Kecamatan Lirung, Kabupaten Kep. Talaud. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Lirung. Penelitian yang melibatkan dua orang guru mata pelajaran matematika pada kelasVIII.2 SMP 1 Lirung. Satu guru sebagai ketua peneliti dan satu guru yang lain sebagai pengamat. Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Lirung. Jumlah siswa kelas VIII.2 adalah 20 siswa. Terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan yang umumnya memiliki kemampuan sedang. Latar belakang mereka antara lain : (i) berasal dari lingkungan masyarakat yang kesadaran pendidikannya cukup rendah sehingga budaya belajar dilingkungan itu juga rendah, (ii) terlahir dari keluarga yang ekonominya lemah (sebagian besar orang tua mereka adalah petani dan tidak sedikit di antara mereka hanya menggarap perkebunan pala milik orang lain), (iii) dukungan belajar dari orang tua sangat rendah, dan (iii) kemampuan menyelesaikan soal yang diberikan cukup rendah. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus. Setiap siklusnya memiliki 4 tahapan, yaitu (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Pengamatan, dan (4) Refleksi. Indikator keberhasilan tindakan ditandai dengan: meningkatnya hasil belajar setiap siswa kelas VIII.2 SMP 1 Lirung dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 68 (enam puluh) sekitar 85%; dan terjadinya peningkatan keterampilan berpikir siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa bertanya, serta tidak ada siswa dalam suatu kelompok yang pasif, sekitar 80%. Jika indikator tersebut tercapai, maka diperoleh langkah-langkah pembelajaran melalui model kooperatif NHT yang dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Sesuai dengan indikator keberhasilan tersebut di atas, fokus pengamatan dalam penelitian ini adalah mengamati terjadinya peningkatan keterampilan belajar siswa, yang ditandai dengan keberanian siswa bertanya, tak ada kelompok siswa yang pasif serta tidak ada satupun siswa dalam satu kelompok yang pasif. Adapun untuk melihat keterlaksanaan tindakan seperti yang direnacanakan adalah dengan mengamati cara guru menerapkan model pembelajaran NHT( Numbered Heads Together. Pengamatan dibantu oleh teman sejawat dengan menggunakan lembar pengamatan. Adapun untuk mengamati peningkatan hasil belajar digunakan tes untuk melihat sejauh mana tingkat kemampuan siswa HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan . Berikut tahapan tindakan dengan menerapkan model kooperatif NHT. Siswa dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 orang siswa. Guru memberikan nomor yang berbeda-beda pada setiap siswa yang ada pada masing-masing kelompok. Setelah itu, siswa bekerjasama dalam kelompok untuk mendikusikan tugas kelompok. Saat kerja kelompok, beberapa orang siswa yang belum sepenuhnya aktif dalam berdiskusi. Karena sebagian besar siswa yang kemampuannya diatas rata-rata ditempatkan dalam satu kelompok sehingga mereka yang lebih aktif mengerjakan soal yang diberikan, dan siswa yang pasif ditempatkan dalam satu kelompok diskusi sehingga mereka lebih banyak diam. Bahkan diantara siswa yang pasif hanya bermain dan bercerita dengan teman yang disampingnya. Sehingga kelas agak gaduh dengan suara dari siswa yang tidak aktif. 963
Faktor lainnya guru belum sepenuhnya membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Sesudah itu guru memanggil salah satu nomor pada kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya. Begitu seterusnya guru memanggil salah satu nomor siswa dari kelompok yang lainnya. Ternyata dari seluruh hasil kelompok yang telah dipresentasikan masih banyak soal yang dijawab dengan salah. Akibatnya ketika diberikan soal test pada siklus 1 masih ada siswa yang belum tuntas. Kemampuan berinteraksi atau keaktifan siswa juga masih rendah, masih menunjukkan kualifiksi rendah. Adapun nilai rata-rata tes adalah 59,25; belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu 68%. Dan hanya 11 dari 20 siswa yang tuntas belajar. Nilai tertinggi 80 diraih 2 siswa dan nilai terendah 35 diraih 1 siswa. Ketidak berhasilan pada siklus I, disebabkan oleh pembagian kelompok yang belum heterogen, siswa yang kemampuannya di atas rata-rata masih mengelompok dalam satu kelompok. Termasuk belum meratanya penyebaran siswa yang mempunyai kemampuan berinteraksinya baik. Perbaikan terhadap tindakan yang akan diterapkan pada siklus II adalah menata ulang pembagian kelompok, berdasarkan keheterogenan kemampuan akademik termasuk kemampuan berinteraksi (aktif atau pasif). Sehingga dalam satu kelompok minimal ada siswa yang kemampuannya di atas rata-rata atau ada siswa yang aktif berinteraksi. Selain itu guru juga akan mengontrol keaktifan siswa dalam kelompok dengan menunjuk secara acak seorang siswa untuk ditanya apa yang menjadi hambatan dalam pembelajaran, Aktifitas sama dengan siklus I, yaitu dalam satu kelompok bersama-sama mengerjakan tugas kelompok. Hasil pengamatan menunjukkan setiap kelompok sudah aktif semua, karena siswa yang kemampuannya diatas rata-rata selalu membantu kepada siswa yang kemampuannya dibawah rata-rata untuk menyelesaikan tugas kelompok. Bahkan guru selalu memberikan bimbingan kepada kelompok yang mengalami kesulitan, selalu mengontrol keaktifan belajar setiap siswa dalam setiap kelompok dengan bertanya tentang hambatan dalam belajar. Sehingga guru bisa langsung membimbing untuk memperbaiki hasil kerja mereka. Dengan demikian tidak ada satu siswa yang pasif atau bermain. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugasnya, guru memanggil salah satu nomor siswa pada salah satu kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusi, pemilihan kelompok yang presentasi dipilih berdasarkan kesalahan yang dibuat. Dengan kesalahan yang dipresentasikan, diharapkan semakin banyak pengetahuan atau pengalaman belajarnya. Terbatasnya waktu juga sebagai alasan mengapa tidak semua kelompok menyajikan hasil kerjanya. Penting diperhatikan bahwa jika jawaban kelompok sudah benar dan tidak ada hal menarik yang perlu ditanggapi maka kelompok tersebut tidak perlu ditampilkan untuk presentasi. Pada tahap refleksi guru memberikan penguatan dan memberikan penghargaan pada masing-masing kelompok yang telah menyelesaikan diskusinya dengan baik. Tampak antusiasme siswa terhadap pembelajaran yang telah mereka alami. Kemampuan berinteraksi atau keaktifan siswa sudah dalam kategori cukup. Adapun nilai rata-rata tes adalah 75; dan 85% persen siswa sudah mencapai KKM. Berdasarkan pengamatan dari hasil siklus I dan siklus II, model pembelajaran NHT menyebabkan siswa termotivasi dan bertanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung, siswa terlihat sangat aktif dan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Chuck (1992) yang menyatakan bahwa model pembelajaran NHT menekankan kerjasama yang baik antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya dalam berdiskusi kelompok. Dalam model pembelajaran kooperatif NHT dapat memberikan kesempatan kepada semua siswa yang kemampuannya dibawah rata-rata untuk lebih banyak berdiskusi dalam memecahkan masaalah soal yang diberikan dengan siswa yang memiliki kemampuannya di atas rata-rata, sedangkan uru hanya bertindak sebagai motivator dan fasilitator saja dalam kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Slavin (Mahanal, 2011) berpendapat bahwa siswa yang termotivasi akan lebih mudah diarahkan,diberi penugasan, cenderung rasa ingin tahu yang besar, aktif dalam mencari informasi tentang materi yang dijelaskan oleh guru serta menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi untuk mempelajari dan menyerap pelajaran yang diberikan. Menurut Nur (1999) model pembelajaran kooperatif NHT pada dasarnya merupakan suatu variasi dalam diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mengwakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang mengwakili kelompok tersebut. 964
Sehingga setiap anggota kelompok merasa siap dan siap betanggungjawab terhadap hasil diskusi kelompok. Akibatnya pembelajaran model tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan fakta disimpulkan bahwa belajar kooperatif NHT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIII.2 SMP N 1; juga siswa lebih aktif dan bertanggungjawab dalam mendiskusikan dan mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya. Adapun tahapan pembelajarannya adalah pembagian kelompok dengan memperhatikan keheterogenan kemampuan akademik termasuk kemampuan berinteraksi siswa; secara berkelompok siswa mengerjakan tugasnya; agar setiap siswa bertanggungjawab dan siap untuk mengkomunikasikan perolehan belajarnya maka guru memilih secara acak siswa dalam suatu kelompok untuk mempresentasikan; dilanjutkan dengan guru memberi penguatan dan diakhiri dengan refleksi dan memberikan pekerjaan rumah. DAFTAR RUJUKAN ................, 2006. pedoman penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Departemen Pendidikan Nasional Chuck W, Wiederhold, 1992. Higher – Level thinking. Melbourne: Kagan Cooperative Learning. Manahal, S. 2011a.pembelajaran kooperatif: apa. Mengapa, dan bagaimana? Riau: Yayasan Pendidikan Cendana Nur, Mohammad. 1999, Pembelajaran Berpusat kepada siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: Unesa. Susento, Rudhito. 2009. Pendidikan Matematika. Yogya-karta: FKIP Universitas Sanata Dharma.
PEMBELAJARAN KOOPERATIF SETING INQUIRY DALAM PRAKTIK OPEN CLASS TEQIP 2013 KELAS IX.2 SMP N 1 BUNGURAN TIMUR NATUNA KEPULAUAN RIAU Fitri Mulyani
[email protected] GURU SMP N 1 BUNGURAN TENGAH Abstrak: Pada tulisan ini dibahas bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif dengan setting inquiriy berbasis Lesson Study dalam pembelajaran materi kongruensi bangun datar. Indikator materi ini adalah mampu menentukan syarat dua bangun datar sama dan sebangun atau kongruen. Kegiatan ini dilaksanakan di kelas IX.2 SMPN 1 Bunguran Timur Natuna Kepulauan Riau semester ganjil 2013/2014. Kata kunci: model pembelajaran kooperatif , inquiry, lesson study, efektif.
Berdasarkan diskusi pengalaman mengajar guru–guru peserta diseminasi 1, ditemukan beberapa kendala mengajar diantaranya 1). Motivasi belajar siswa–siswi kabupaten Natuna umumnya dan SMP N 1 Bunguran Timur khususnya masih rendah, 2). Minat belajar siswa–siswi kabupaten Natuna umumnya, dan SMP N 1 Bunguran Timur khususnya masih rendah, 3). Guru masih mendominasi pembelajaran, dan 4). Hasil belajar rendah. Berdasarkan penemuan tersebut peserta diseminasi merencanakan pembelajaran menggunakan metode kooperatif setting inquiry yang diharapkan mampu menumbuhkan motivasi dan minat belajar pada siswa dan guru tidak lagi mendominasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa tuntas. 965
Pembelajaran kooperatif. Metode mengajar berbasis kelompok (kooperatif) merupakan usaha mengopti-malkan peran teamwork dalam berkerja sama menyelesaikan tugas, masalah dan percobaan atau peragaan secara kelompok (Maufur, 2009). Pembelajaran kooperatif ini berguna untuk melatih siswa dalam belajar bersama tim dengan keragaman pandangan dan perbedaan strategi penyelesaian tugas, diharapkan siswa semakin termotivasi dalam belajar. Menurut Sanjaya (2006) prosedur pembelajar kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap yaitu : (1) Penjelasan materi. Tahap ini guru menjelaskan atau memahamkan siswa terhadap pokok materi pelajaran yaitu berupa gambaran umum tentang pelajaran yang harus dikuasai. (2) Belajar dalam kelompok. Setelah guru memberikan gambaran umum tetang pokok – pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta belajar dalam kelompoknya masing – masing yang telah dibentuk sebelumnya. (3) Penilaian. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat berupa presentasi, tes atau kuis baik secara kelompok maupun individu. (4) Pengakuan tim. Tahap ini adalah penetapan tim yang dianggap menonjol/berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan ini bertujuan untuk memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim untuk terus meningkatkan prestasi mereka. Inquiry Pembelajaran dengan penemuan atau inquiry merupakan pembelajaran yang berlangsung sebagai hasil dari manipulasi, menstukturkan, dan mentransfer informasi sehingga siswa menemukan informasi baru. Dalam penemuan, siswa mungkin membuat konjektur, merumuskan hipotesis atau menemukan kebenaran suatu pernyataan matematika menggunakan induksi, deduksi, observasi, dan ekstrapolasi. Hal penting dalam penemuan adalah siswa harus menjadi bagian yang aktif dalam memformulasikan dan dalam mencapai atau mendapatkan informasi baru (Subanji, 2013:127). Lesson Study Pertama kali penulis dikenalkan dengan lesson study adalah tahun 2009 dalam kegiatan pelatihan guru mata pelajaran yang diintegrasikan dengan lesson study yang diselenggarakan LPMP Riau dan Kepulauan Riau di Pekan Baru. Dalam kegiatan tersebut dikenalkan bahwa kunci dari lesson study adalah plan, do dan see. Menurut Lewis (dalam Ibrohim, 2013) menyatakan bahwa lesson study memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan secara sistemik. Lesson study yang telah dilakukan di Jepang tidak hanya memberikan sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan sistem pendidikan yang lebih luas. Melalui Lesson Study guru secara kolaboratif berupaya menterjemahkan tujuan dan standar pendidikan ke alam nyata di dalam kelas. Mereka berupaya merancang pembelajaran sedemikian sehingga siswa dapat dibantu menemukan tujuan pembelajaran yang dituliskan untuk suatu materi pokok. Selain itu, guru di Jepang juga memperhatikan aspek lain standar pendidikan nasional mereka yaitu belajar memiliki kebiasaan berpikir ilmiah. Mereka berupaya merancang suatu skenario pembelajaran yang memperhatikan kompetensi dasar dan pengembangan kebiasan berpikir ilmiah itu dengan membantu siswa agar mengalami sendiri, misalnya pentingnya mengendalikan variabel dan juga memperoleh pengetahuan tertentu yang terkait materi pokok yang dibelajarkan. Setelah itu, rancangan pembelajaran itu dilaksanakan, diamati, didiskusikan, dan direvisi, dan kalau perlu dilaksanakan lagi. Lesson Study juga menciptakan tuntutan mendasar perlunya peningkatan pembelajaran. Seorang guru yang mengamati pelaksanaan pembelajaran yang diteliti (research lesson) akan mengadopsi pembelajaran sejenis setelah mengamati respon siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang dilaksanakan. Melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran yang diteliti (research lesson) maupun laporan tertulis, video, ataupun berbagi pengalaman dengan kolega, telah tersebar luas berbagai rancangan pembelajaran yang telah dikembangkan melalui Lesson Study yang meliputi berbagai topik. Semuanya itu dimulai di tingkat lokal, dikelola secara lokal, dan menyebar menjadi reformasi tingkat sistem pendidikan ke seluruh negeri. Misalnya dalam bidang Matematika, berkat inspirasi dari sekelompok guru Matematika yang aktif menyelenggarakan Lesson Study pada tahun 1970-an, seluruh guru di Jepang dalam 30 tahun terakhir ini mulai menekankan pemecahan masalah dalam Matematika, 966
dan perlahan-lahan beralih kemengajar untuk memahamkan (teaching for understanding) untuk tingkat Matematika Sekolah Dasar. Lebih lanjut lagi Lewis (dalam Ibrohim, 2013) menguraikan bagaimana Lesson Study dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan keprofesionalan guru yaitu dengan menguraikan delapan pengalaman yang diberikan Lesson Study kepada guru sebagai berikut. Lesson Study memungkinkan guru untuk 1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan dari pembelajaran, materi pokok, dan bidang studi, 2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan, 3) memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan, 4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan siswa, 5) merancang pembelajaran secara kolaboratif, 6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku siswa, 7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang kuat/penuh daya, dan 8) melihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata siswa dan kolega. Pengenalan Lesson Study dan implementasinya di Indonesia mulai dikenalkan pada tahun 2004 melalui Program IMSTEP JICA di 3 Universitas UPI, UNY, dan UM pada akhir 2004 (Ibrohim, 2013). Tiga tahap utama Lesson Study, yakni: Plan, Do, See. Ada dua bentuk kegiatan Lesson Study yang dilaksanakan, yaitu LS berbasis MGMP dan LS berbasis Sekolah (LSBS). Lesson Study berbasis MGMP, yaitu Lesson Study yang dilaksanakan pada setiap hari pertemuan MGMP yang telah ditetapkan. Kegiatan ini bisa dilakukan, dengan jadwal sebagai berikut. Misalnya Plan pada minggu pertama diikuti Do dan See pada minggu ketiga. Sedangkan Lesson Study Berbasis sekolah (LSBS) yaitu Lesson Study yang dilakukan di suatu sekolah dengan kegiatan utama berupa open Lesson atau open class oleh setiap guru secara bergiliran pada hari tertentu. Pada saat ada salah seorang guru “membuka kelas” (Open Class) guru-guru yang lain di sekolah tersebut bertindak sebagai observer. Setelah itu semua guru, baik guru model atau observer melakukan diskusi refleksi untuk membahas berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya, Lesson Study yang akan dilaksanakan dalam konteks diseminasi, lebih dekat dengan LSBMGMP. Dalam open Class atau pelaksanaan pembelajara guru model diobservasi oleh guru peserta diseminasi lainnya, trainer, maupun ekspert yang berasal dari berbagai mata pelajaran sama. Efektif. Penilaian efektif diukur dari tingkat pemahaman siswa dalam melakukan kegitan belajar, baik dalam kegiatan kelompok maupun dalam kegiatan mandiri yang diukur dengan Nilai Tugas Kelompok dan Nilai tugas Mandiri. Pembelajaran dikatakan efektif jika : Nilai = , dengan N1 : Nilai Rata –Rata Kerja Individu. N2 : Nilai Rata –Rata Kerja Kelompok. PEMBAHASAN Pelaksanaan Open Class di SMP N 1 BUNGURAN TIMUR. Pelaksanaan Open Class di SMP N 1 Bunguran Timur disesuaikan dengan jadwal pelajaran yang ada. Guru model adalah Indah Katarina Butar Butar S.Pd yang berasal dari SMP Satu Atap Pengadah. Guru model masuk pada kelas IX.2 dengan jumlah siswa 32, selama 2 jam pelajaran yaitu pukul 7.30 s/d 8.50 pada tanggal 12 september 2013, dan 5 observer yang terdiri dari 1 ekspert dari Universitas Negeri Malang, 1 Trainer, dan 3 peserta Diseminasi 1 pelajaran matematika. Dalam tulisan ini dibahas keefektifan model pembelajaran kooperatif dan penemuan (inquiry) untuk memahamkan kekongruenan di kelas IX.2. Tahap perencanaan (Plan) tahap pelaksanaan (Do), dan tahap Refleksi (See) yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan Lesson Study sebagai berikut: (1) Plan dilaksanakan ketika pelaksanaan Diseminasi 1 tanggal 20 s/d 27 Agustus 2013 di Hotel Natuna. Peserta diseminasi tediri dari 18 guru. 18 guru tersebut dibagi menjadi 3 kelompok yang dalam kelompok tersebut didiskusikan tentang standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), dan indikator yang akan diambil pada waktu peer teacing dan Ongoing kemudian dikonsultasikan dengan trainer, setelah itu peserta diseminasi bersama kelompoknya membuat 967
Silabus Dan RPP dan ditetapkan materi untuk open class adalah kongruen dengan pertimbangan materi pada tanggal 12 September 2013 belum pernah diajarkan; (2) guru menentukan KD dan indikator untuk pelaksanaan Lesson Study. Berdasarkan peta distribusi alokasi waktu ditetapkan bahwa indikatornya adalah mampu menentukan syarat dua bangun datar yang sama dan sebangun atau kongruen melalui model bangun datar. Pada kegiatan selanjutnya guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan digunakan oleh guru model untuk Lesson Study. Dalam RPP dilengkapi dengan LKS yang berisi soal-soal untuk didiskusikan dalam kelompok. Selanjutnya, guru dalam satu kelomok mendiskusikan dan merevisi RPP dan LKS yang telah disusun dengan fasilitator trainer. Tahap pelaksanaan (do) Do dilaksanakan pada hari Kamis, 12 September 2013 oleh 1 guru model, 5 observer yang meliputi 3 guru peserta diseminasi dalam satu rumpun, 1 trainer, dan 1 expert dari Universitas Negeri Malang. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran diikuti oleh siswa IX.2 berjumlah 32 siswa. Sebelum memulai kegiatan pembelajaran, observer telah mempelajari RPP dan lembar observasi. Dalam RPP telah diinformasikan bahwa pembelajaran yang akan dilakukan menggunakan model pembelajaran kooperatif dan inquiry. Berikut penjelasan untuk kegiatan pembelajaran saat berlangsung. Kegiatan awal pembelajaran, pada saat masuk kelas, guru model dan siswa saling memberi salam. Kegiatan awal yang dilakukan adalah mengulang kembali materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Setelah itu, guru menginformasikan materi baru yang akan dipelajari pada pertemuan hari itu yaitu kongruen, kemudian guru menyebutkan materi prasyarat yang harus di kuasai jika akan mempelajari kongruen yaitu perbandingan, menentukan nilai vareabel yang tidak diketahui dari perbandingan dan sudut, guru juga melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai materi prasyarat apakah sudah dipelajari atau belum waktu kelas VII dan VIII. Guru juga memberikan soal pre test untuk dikerjakan siswa dalam waktu 10 menit. Setelah 10 menit siswa dan guru membahas soal pretes dengan singkat yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa mengingat materi prasyarat. Kegiatan inti, dimulai dengan pembagian kelompok. Pada RPP disebutkan siswa dibagi menjadi 5 kelompok dengan anggota 4 orang secara heterogen, dikarenakan siswa pada kelas IX.2 SMP N 1 Bunguran Timur berjumlah 32 maka pembagian kelompok tidak sesuai dengan perencanaan yaitu siswa dibagi menjadi 6 kelompok dengan anggota 5 - 6 siswa heterogen. Setelah terbentuk kelompok siswa dibagikan kertas karton, gunting dan kertas berisi rincian tugas kelompok yaitu: a. Gambarlah bangun – bangun datar segi empat DEFG, TUVW dengan menggunakan karton kemudian gunting/potong. Setelah itu jiplak hasil guntingan tersebut. b. Letakkan hasil jiplakanmu diatas bangun yang pertama. Apakah edua bangun tersebut akan tpat saling menutupi atau saling berimpit? c. Berdasarkan hasil kegiatan a dan b diatas: i. Unsur – unsur apa sajakah yang sama jika dua bangun sama dan sebangun? ii. Sebutkan dua buah syarat agar dua bangun datar sama dan sebangun atau kongruen! Kemudian siswa mengerjakan tugas kelompok dengan mediskusikan bangun datar apa yang akan dibuat karena guru mengintruksikan untuk membuat bangun datar yang tidak sama dengan kelompok lain. Beberapa kelompok mempunyai inisiatif untuk bertanya kepada kelompok lain bangun apa yang akan dibuat supaya tidak sama dengan apa yang mereka akan buat. Kelompok lain langsung membuat tanpa memperdulikan kelompok lain, akibatnya ada dua kelompok yang membuat bangun yang sama kemudian guru menentukan kelompok mama yang merubah bangun miliknya. Ada juga kelompok yang membuat bangun segitiga dan guru tidak menegurnya. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk anggota yang sudah mengerti diminta untuk menjelaskan kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti. Setelah semua kelompok menyelesaikan tugasnya ada tiga kelompok yang maju mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok lain menanggapi. Kegiatan penutup, Setelah presentasi guru mengadakan tanya jawab, kemudian dari hasil tanya jawab dibuat kesimpulan. Setelah selesai membuat kesimpulan siswa mengerjakan 968
soal postes yang diberikan guru secara mandiri dengan tekun, walaupun masih ada beberapa siswa yang kebingungan. Soal postest tersebut adalah: Dari gambar – gambar dibawah ini, tentukan bangun – bangun yang sama dan sebangun atau kongruen! 1.
D
C H
G N
M
F K
L
A
E B
2.
(i)
(ii)
(iv)
(iii)
3. C P
A
M
B Q
R
K
L
4.
(i)
(ii)
(iii)
Tahap (see) Pada tahap see atau refleksi dilakukan oleh 5 orang, yaitu 1 expert dari Universitas Negeri Malang, 3 guru peserta diseminasi 1. Widyawati ST (guru matematika SMP N 2 Bunguran Timur), 2. Elvaheni S.Pd.I (guru matematika SMP N 1 Bunguran Timur), 3. Leliyana S.Pd (guru matematika SMP N 1 Bunguran Timur) dan Penulis sebagai trainer diseminasi 1 jurusan matematika. Refleksi dilakukan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Pada kegiatan ini, guru model menyampaikan hal – hal tentang kesannya selama menjadi model dan juga keterlaksanaan pembelajaran. Apa yang dirasakan, dan apa yang kurang dari pembelajaran yang telah dilakukan. Kemudian dilanjutkan oleh observer menyampaikan hasil pengamatan selama pembelajaran. Hasil observasi dan refleksi sebagai berikut: Setelah moderator (Fitri Mulyani) membuka refleksi, moderator memberi kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan kesannya selama proses pembelajaran. Dari sini tersirat kesesuaian RPP dengan keterlaksanaan pembelajaran. Dari kesan guru model dapat dikemukan bahwa guru model merasa bahasa indonesianya masih terlalu terbawa dengan logat medan, karena kebetulan guru model berasal dari medan, sehingga banyak siswa yang kurang paham mendengarkan penjelasan dan interuksi guru dalam mengerjakan tugas. Guru juga merasa kurang mempersiapkan media dengan baik dikarenakan pada waktu diseminasi 1 RPP belum di presentasikan karena keterbatasan waktu. Guru juga merasa siswa kurang siap untuk belajar, karena pada wktu pelajaran sudah mulai masih ada siswa yang ribut meminjam pena. Guru juga meresa belum maksimal hasil belajar hari ini dikarenakan diwaktu siswa mengerjakan soal mandiri masih ada siswa yang kebingungan. Sedangkan hal – hal penting yang didapat dari pengamatan yang dilakukan oleh observer sebagai berikut: Observer 1 : Elvaheni S.Pd.I, siswa sudah siap menerima pelajaran, walaupun ada sebagian siswa yang yang masih mencari peralatan belajar(pena), siswa mengerjakan soal pretes dengan serius walaupun masih ada siswa yang masih melihat ke kanan dan ke kiri, siswa merespon dengan baik apa yang disampaikan guru, walaupun masih ada siswa yang kebingungan, interaksi siswa dengan siswa terjadi dengan baik dan mulai terjadi ketika 969
dalam kelompok, interaksi siswa dengan guru terjadi dengan baik dan terjadi semenjak pelajaran dimulai, pemicu terjadinya interaksi siswa dengan siswa yaitu ketika mengerjakan tugas kelompok yaitu mendiskusikan bangun apa yang apa yang dibut, pemicu terjadinya interaksi siswa dengan guru ketika di bagi lembar pretes kemudian membahas soal pretes kemudian pada saat membahas tugas kelompok, kemudian guru membantu siswa membagi kelompok dan membimbing siswa mengerjakn tugas kelompok, siswa yang tidak mengikuti pembelajaran secara baik, ada siswa yang bermain ( memainkan gunting) saat membuat bangun datar, ada siswa yang bermain ( memaikan kertas) beberapa menit saat membuat bangun datar, ada siswa yang melamun dan main gunting pada saat penutup pelajaran, mengapa siswa tersebut tidak dapat belajar dengan baik, karena yang bekerja hanya sebagian ( kelompok terlalu banyak) ada sebagian yang sibuk sendiri dan kurang konsentrasi, bagaimana upaya guru untuk mengatasi gangguan belajar, mengarahkan untuk ikut bersama teman – temanya mengerjakan tugas. Alternatif yang harus dibuat untuk mengatasi gangguan belajar, jumlah anggota kelompoknya dikurangi yaitu 4 orang dala 1 kelompok, hal hal yang unik pada saat pembelajaran, memberikan jawaban/pendapat sendiri ketika kawannya memberikan jawaban yang salah, bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup, sebagian siswa ikut terlibat dalam merangkum mengenai bangun datar, respon siswa saat guru menyampaikan tindak lanjut, sebagian siswa memperhatikan dengan baik apa yang diterangkan guru. Walaupaun ada yang melamun dan bermain gunting. Observer 2. Leliyana S.Pd, secara umum sama dengan ibu Elvaheni yaitu : interaksi terjadi ketika adanya pembagian kelompok, media yang diberikan guru membuat anak bergembira, siswa yang tidak mendapat tugas dalam kelompoknya main – main, interaksi siswa dengan siswa baik, interaksi antara siswa dengan guru bak, siswa berani mempresentasikan hasil pekerjaanya di depan kelas, siswa belajar berkerja sama dalam kelompok, siswa belajar mandiri tidak berbuat curang ketika menyelesaikan tugas mandiri. Observer 3. Widyawati S.T, (hasil pengamatan yang sama tidak ditulis lagi) sebagian siswa tidak serius, soal apersepsi sebagian siswa tidak tidak menjawabnya, pembagian kelompok banyak keributan, ada anak yang selalu melamun, ada satu kelompok kerjanya hanya bermain – main, pembagian kelompok sebaiknya 3 – 4 orang saja, guru harus lebih rajin memberi teguran, pelajaran yang dapat dipetik yaitu biarpun siswa banyak bermain – main tetapi siswa mampu menemukan inti pelajaran hari ini. Observer 4. Fitri mulyani S.Pd. (hasil pengamatan yang sama tidak ditulis lagi), pada saat pembagian kelompok sebaiknya menggunakan model - model pembagian kelompok yang terorganisir sehingga kesannya rapi dan teratur, siswa diberi no yang ditempelkan pada punggung supaya observer bisa mencatat hasil pengamatan kepada siswa secara teliti, kelompok diberi nama dikarenakan pembelajaran hari ini mengenai kongruen pada bangun datar akan lebih baik jika nama kelompok adalah nama – nama bangun datar, siswa – siswa pada kelompok 3 dan 5 banyak yang tidak aktif belajar, sebaiknya di beri perhatian lebih, dalam belajar kelompok hasil/ penilaian perlu untuk di beri peringkat dan kelompok yang mengerjakan dengan bagus atau nilai tertinggi perlu diberi apresiasi berupa pujian atau hadiah, sehingga dapat memberi motivasi kepada siswa atau kelompok lainya, hasil kerja individu di analisis sebagai bahan untuk refleksi apakah pembelajaran hari ini sudah tuntas atau kah belum jika sudah tuntas dilanjutkan ke dalam materi selanjutnya jika belum tuntas diadakan remidial. Observer 5. Bapak Hendro Permadi, M.Si (Expert dari Universitas Negeri Malang): pretes memakan waktu, hasil pretest belum dianalisis sehingga blum diketahui secara pasti apakah siswa sudah menguasai materi prasyarat, pembelajaran sudah sesuai dengan Kompetensi Dasar dan Indikator, pembagian kelompok sudah baik siswa dalam jumlah 32 dengan iteruksi bentuklah menjadi 6 belajar dalam waktu 5 menit sudah pada posisi kelompok walaupun pada awalnya ada kelompok yang laki – laki laki semua dan perempuan semua tapi dengan bantuan guru semua bisa diatasi dengan jelas, apersepsinya sebaikanya ditambah dengan mengingat jenis – jenis bangun segi empat, belum ada kelompok yang menemukan kata bersesuaian yang ada baru kata berhimpit, siswa tidak bernomor dan kelompok tidak diberi nama sehingga tidak terdeteksi siswa 970
mana atau kelompok mana yang bermasalah, sebaiknya dalam membuat kelompok siswa pintar dipisah dan ditempatkan dalam setiap kelompok contohnya dengan terlebih dahulu menanyakan rengking 1 sampai 6 ditetapkan sebagai ketua kelompok kemudian anggota yang lain bebas, hasil kerja kelompok ditempel semua sehingga jika kelompok lain tidak presentasi maka siswa lain dapat melihat hasil diskusi kelompok yang tidak presentasi, siswa ditekankan urutan penyebutan bangun, karena dalam menjawab soal mandiri/individu siswa banyak yang terbalik menyebutkan urutannya, kesimpulan ditulis dipapan tulis, siswa wajib mencatatnya, dalam RPP kesimpulan langsung dicatat dengan tujuan jika guru lain menggantikan maka guru pengganti sudah mempunyai panduan RPP yang lengkap. Untuk observer : obsever jangan duduk, observer pemula yang diamati satu atau dua kelompok saja, observer tidak harus langsung mengisi lembar observasi, observer membuat denah letak siswa dalam kelompok diberi simbol laki – laki atau perempuan dan buat catatan yang unik – unik tentang kegiatan yang dilakukan siswa tersebut selama pelajaran berlangsung. Setelah semua observer menyampaikan semua hasil observasi moderator menanyakan kepada guru model apakah ada pendapat atau sanggahan dari hasil observasi, guru model mengucapkan terima kasih yang sebanyak- banyaknya atas masukan yang diberikan rekan – rekan terutama expert dan ini akan dijadikan koreksi supaya pembelajaran ke depan akan lebih baik. Dari hasil observasi kegiatan OPEN CLASS ini dapat diambil pelajaran sebagai berikut: 1. Manajemen waktu sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembelajaran yang baik. 2. Dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif dan Inquiry siswa diajarkan untuk bekerja aktif baik dalam kelompok maupun tugas individu sehingga siswa termotifasi dalam belajar yang berimbas kepada meningkatnya mutu siswa dalam belajar. 3. Biarpun siswa banyak bermain – main tetapi siswa mampu menemukan inti pelajaran hari ini yaitu 2 ciri dari bangun segi empat yang kongruen. 4. Model Inquiry memang rumit, maka harus sering - sering dilakukan supaya terbiasa. 5. Dengan banyak mengamati guru akan semakin profesional. Tabel 1 Data Nilai Tes Individu
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
NAMA Mawar Muharani Suri Wahyudi Robi Handiki Dahria Lailly Ike Prastika Rio Saputra Tian Tian Felyantika Dwi S Idola Iden Agus Suprianto Sugianto Viona Rana I Raditya Noufal K.M M Rahmi Selva Saputra Ade Surya N.Hr Jumlah
NILAI 75 30 60 35 30 40 60 50 70 60 60 0 30 15 30 85 730
NO 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Rata – Rata (N1)
NAMA Meliyana Zulia Anggraeni Zuliana Vara Cana Hendrizal Maulana Alif Ananda W.P Triana Novanti Kurnia Puspitasari Yati Oktavia Puspa Ramersya Muja Kalagun Baraya Restu Pamungkas Reza Tawakal Varagina Aryani Shafira Chang Siau Fen Jumlah 57,1875
971
NILAI 60 70 90 60 65 65 75 70 90 65 70 70 50 70 60 70 1100
Tabel 2. Data Nilai Tugas Kelompok NO KELOMPOK NILAI 1 I 90 2 II 90 3 III 85 4 IV 95 5 V 90 6 VI 90 540 Jumlah 90 Rata - Rata
Total Nilai :
KESIMPULAN Dari Nilai Hasil Kerja Kelompok Dan Nilai Tes Individu dapat di tarik kesimpulan model pembelajaran kooperatif setting inquiry efektif untuk membelajarkan materi kongruen pada siswa kelas IX.2 SMPN 1 Bunguran Timur, Natuna, Kepulauan Riau. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang:UM Press Maufur, Hasan Fauzi. 2009. Sejuta Jurus Mengajar Mengasyikkan. Semarang: Sindur Press:127 Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: UM Press. Sanjaya,Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana
PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI SISTEM PERSAMAAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMPN 17 PPU Tono Sutrisno SMPN 17 Penajam Paser utara Abstrak: Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan salah satu alternatif pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran matematika. Penulis menerapkan pendekatan RME pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) semester 1 kelas VIII SMPN 17 PPU. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi SPLDV berdasarkan 5 prinsip dan 10 karakteristik RME. Pada kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru di kelas VIII SMPN 17 PPU siswa diberikan masalah-masalah yang realistik tentang SPLDV. Guru juga mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh. Kata kunci: pembelajaran, matematika, realistic mathematics education.
972
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa pembelajaran matematika belum menekankan pada pengembangan daya nalar (reasoning), logika dan proses berpikir siswa. Pembelajaran matematika umumnya didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa. Selain itu, proses belajar mengajar hampir selalu berlangsung dengan metode ceramah yang mekanistik, dengan guru menjadi pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Siswa mendengarkan, meniru atau mencontoh dengan persis sama cara yang diberikan guru tanpa inisiatif. Siswa tidak dibiarkan atau didorong mengoptimalkan potensi dirinya, mengembangkan penalaran maupun kreativitasnya. Pembelajaran matematika juga seolah-olah dianggap lepas untuk mengembangkan kepribadian siswa. Pembelajaran matematika dianggap hanya menekankan faktor kognitif saja, padahal pengembangan kepribadian sebagai bagian dari kecakapan hidup merupakan tugas semua mata pelajaran di sekolah (Tatag, 2006). Pendidikan dapat efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan kenyataan-kenyataan hidup yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar, pendapat, dan pemahaman yang diperoleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga perasaan, sikap dan nilai-nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa (Nofikasari, 2007). Guru besar Statistika Institut Teknologi Bandung, Maman A. Djauhari, dalam acara Simposium Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) pada 17 Januari 2007 di ITB menyampaikan bahwa matematika adalah hal yang paling realistis. Jika pun akhirnya matematika itu jadi sulit dicerna atau dipecahkan, bukanlah karena matema-tikanya yang salah, tetapi metode pengajar-annya yang tidak realistis. Ketua Presidium AGMI Firman Syah Noor juga menyampai-kan tentang kondisi rendahnya kualitas pembelajaran matematika di Indonesia salah satunya disebabkan tidak efektifnya pola pembelajaran. Untuk itu, perlu ditanamkan konsep mengajar yang realistis. Matematika harus mampu memberi sumbangsih dengan membantu memecahkan persoalan diling-kungan siswa. Dengan demikian, niscaya tumbuh paradigma belajar matematika bukan kewajiban, melainkan kebutuhan (Nofikasari, 2007). Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual atau realistik mem-berikan peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Dalam menyelesaikan masalah yang dimulai dari masalah-masalah yang dapat dibayang-kan siswa. Siswa diberi kebebasan untuk menemukan strategi sendiri, dan secara perlahan-lahan guru membimbing siswa menyelesaikan masalah tersebut secara matematis formal melalui matematisasi horisontal dan vertikal (Hidayah dan Hasnawiyah, 2011). Realistic Mathematics Education (RME) pertama kali dikembangkan di Belanda, (Marpaung, 2012). Menurut van den Heuvel-Panhuizen dalam Marpaung (2012) terdapat 5 prinsip belajar-mengajar dalam RME, yakni: (1)Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. (2)Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogianya dimulai dengan masalah-masalah yang realistic bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan oleh siswa. (3)Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati berbagai jenjang pemahaman,yaitu dari mampu menemukan solusi suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal. (4)Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagianbagian yang terpisah, tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara lebih baik. (5)Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagi aktifitas sosial. Robert Sembiring dari Intsitut Teknologi Bandung (ITB) merintis RME atau pendidikan matematika realistik di Indonesia dengan membentuk IP-PMRI (singkatan dari Institut Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). Tujuan utama institut ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia melalui reformasi pendekatan pembelajaran matematika di sekolah dengan menggunakan teori pembelajaran RME atau dalam konteks Indonesia PMRI. IP-PMRI itu sendiri mengadopsi RME yang dikembangkan oleh Freudenthal Instute, yang merupakan sebuah lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan 973
matematika di Universitas Utrecht. Freudenthal Instute ini sudah mengembangkan RME hampir satu dasa-warsa (Nofikasari, 2007). RME di Indonesia diinterpretasi, dikembangkan sesuai dengan sosial dan budaya Indonesia, menjabarkannya dan mencoba mempraktekkannya di kelas. Marpaung (2012) menyatakan bahwa RME dijabarkan menjadi 10 karakteristik yaitu; (1)Murid aktif, guru aktif, (2)Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah dengan cara sendiri, (3)Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara sendiri, (4)Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, (5)Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok atau secara individual, (6)Pembelajaran tidak selalu di kelas, (7)Guru mendorong terjadinya interaksi dan negoisasi, baik antara guru dan siswa, maupun antara siswa dengan siswa, (8)Siswa bebas memilih representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya sewaktu menyelesaikan masalah, (9)Guru bertindak sebagai fasilitator, (10)Menghargai pendapat siswa, termasuk pendapat itu betul atau salah. Berdasarkan pernyataan di atas, penulis yang mengalami masalah yang sama dalam pembelajaran matematika di sekolah-nya, berupaya menerapkan pendekatan RME dalam pembelajaran matematika. Menurut Zubaidah (2010) istilah pendekatan berasal dari bahasa Inggris approach yang memiliki beberapa arti di antaranya diartikan dengan ‟pendekatan‟. Di dalam dunia pembelajaran, kata approach juga diartikan a way of beginning something, „cara memulai sesuai‟, oleh karena itu, istilah pendekatan dapat diartikan dengan cara memulai pembe-lajaran. Dalam pengertian yang lebih luas, pendekatan mengacu kepada seperangkat asumsi mengenai cara belajar-mengajar. Pendekatan merupakan titik tolak dalam memandang sesuatu, suatu filsafat atau keyakinan yang tidak selalu mudah membuktikannya. Jadi, pendekatan bersifat aksiomatis. Aksiomatis artinya bahwa kebenaran-kebenaran teori-teori yang digu-nakan tidak dipersoalkan lagi. Pendekatan pembelajaran (teaching approach) adalah suatu ancangan atau kebijaksanaan dalam memulai serta melaksanakan pembelajaran suatu bidang studi atau mata pelajaran yang memberi arah dan corak kepada metode pembelajarannya dan didasarkan pada asumsi yang berkaitan. Integrasi Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Dengan Pendekatan RME SPLDV merupakan salah satu materi Aljabar di semester 1 kelas VIII SMPN 17 Penajam Paser Utara. Agar pembelajaran materi SPLDV realistik/ kontekstual, maka perlu adanya pendekatan dengan permasalahannya dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yang sering di jumpai oleh siswa di lingkungannya. Ada banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV, misalnya: Kegiatan jual-beli barang dengan harga yang berbeda, menentukan kombinasi antara panjang dan lebar suatu bangunan dan lain-lain. Dalam hal ini penulis melakukan penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV di kelas VIII SMPN 17 Penajam Paser Utara dengan kegiatan jual-beli barang dengan harga yang berbeda. Berdasarkan dengan 5 Prinsip dan 10 Karakteristik RME maka penulis mencoba mengintegrasikan materi SPLDV dengan RME dengan langkah sebagai berikut: (1)Pembelajaran sedapat mungkin membuat siswa aktif belajar, guru juga membimbing siswa yang tidak aktif, (2)Guru menyajikan masalah sehari-hari yang kontekstual/realistic bagi siswa, dari hal-hal yang sederhana hingga yang kompleks secara berjenjang (3)Siswa diminta untuk menyelesaikan masalahnya sendiri atau berdiskusi dengan teman sebelahnya, (4)Guru menampilkan gambar-gambar yang menarik bagi siswa, (5)Guru meminta siswa yang sudah menemukan solusi dari masalah untuk prensentasi di depan teman-temannya, (6)Siswa lain diminta untuk menanggapi presentasi, (7)Guru membantu siswa untuk memilih solusi yang dianggap lebih mudah bagi siswa, (8)Guru memberikan penghargaan kepada seluruh siswa yang mempre-sentasikan solusinya di depan kelas dan yang memberikan komentar dengan baik. Tahapan Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran Perangkat pembelajaran yang dikembangkan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1)Guru memilih Kompetensi Dasar (KD) 2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel untuk dikembangkan menjadi RPP, (2)Guru mencari refferensi integrasi materi SPLDV dengan RME, (3)Guru memilih media kontekstual yang akan 974
digunakan untuk membelajarkan SPLDV, (4) Guru menyusun RPP (5)RPP yang dikembangkan dievaluasi oleh kepala sekolah, guru inti dan pengawas matematika agar diberikan kritik dan saran untuk perbaikan, (6)Guru merevisi RPP yang telah dikonsultasikan, (7)Guru pempersiapkan media pembelajaran, (8)Guru menentukan tanggal pelaksanakan pembe-lajaran di kelas. Penerapan Pendekatan RME Pada kegiatan pendahuluan guru menanyakan jenis buah-buahan yang disukai dan mudah dibeli di sekitar rumahnya beserta harga perbuahnya. Siswa menjawab dengan jawaban yang bervariasi. Dalam hal ini siswa bereksplorasi untuk mencari informasi yang luas dan dalam tentang topic yang disampaikan. Pada kegiatan inti guru menam-pilkan 3 gambar pasangan buah dan harganya dengan tampilan menarik dan disukai oleh siswa seperti pada gambar:
Guru mengajukan pertanyaan pada siswa : (1)Berapakah harga 1 Jambu, 2 salak dan 1 jeruk? (2)Berapakah harga 1 Jambu, 1 Salak dan 2 jeruk? (3)Berapakah harga 2 Jambu, 2 salak dan 2 jeruk? (4)Berapakah harga 1 Jambu, 1 salak dan 1 jeruk? (5) Berapakah harga masing-masing buah? Siswa di minta untuk mencari jawaban dengan cara mereka sendiri atau dengan cara diskusi bersama teman sebelahnya. Data yang diperoleh dari pengamatan di kelas ada hampir semua siswa dapat menjawab pertanyaan 1, 2 dan 3. Namun hanya beberapa yang dapat menjawab pertanyaan 4. Beberapa siswa yang menjawab pertanyaan 4 diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas untuk di komentari oleh teman-lainnya. Guru bersama siswa mencari solusi terbaik dari soal yang telah diberikan. Untuk lebih mendalami lagi materi yang diberikan, guru membagikan Lembar Kerja Siswa yang 2 soal berupa masalah yang harus diselesaikan berkelompok yang terdiri dari 2 sampai 3 orang. Agar lebih menarik, gambar yang disajikan merupakan gambar yang sedang trend atau diminati siswa. Kelompok dibentuk secara heterogen sehingga siswa yang pandai akan menyebar pada beberapa kelompok. Dengan demikian komunikasi matematika siswa pada tiap kelompok akan lebih baik, karena siswa biasanya tidak segan bertanya kepada kawannya dalam kelompok tersebut. Selain itu, bahasa siswa yang sebaya dalam ber-komunikasi matematika sering mudah dicerna oleh siswa yang sebaya umurnya. Contoh gambar masalah untuk siswa:
975
Contoh gambar masalah untuk siswi:
Dengan gambar dan konten yang menarik, siswa merasa tertantang untuk menemukan penyelesaian yang diberikan. Soal yang diberikan juga bertahap, dari hal-hal yang sederhana hingga soal yang kompleks. Faktor penghambat dalam penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV di kelas VIII SMPN 17 PPU adalah: (1)guru mengalami kesulitan untuk membuat konsep matematika menjadi realistik, (2)kemam-puan siswa bervariasi dalam memecahkan masalah, (3)guru sulit mengembangkan perangkat pembelajaran realistik dan lembar kerja siswa, (4)buku-buku referensi, buku siswa dan buku guru belum menyajikan materi secara realistik. Faktor pendukung dalam penerapan pendekatan RME pada materi SPLDV di kelas VIII SMPN 17 PPU adalah: (1)adanya semangat yang tinggi dari guru untuk melaksanakan penerapan pendekatan RME, (2)adanya dukungan dari rekan-rekan sejawat, kepala sekolah dan pengawas, (3)adanya koneksi internet untuk mengatasi masalah referensi yang tidak dimiliki oleh guru. SIMPULAN Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) RME sudah sejak lama dikembangkan di Indonesia dengan nama PMRI. (2)penerapan RME sejalan dengan pendidikan karakter yaitu, kerjasama, pantang menyerah, percaya diri, kerja keras, jujur, dan bertanggungjawab. (3)RME membuat siswa berusaha membangun sendiri konsep matematika. (4)siswa mengerti pentingnya mempelajari matematika karena langsung berkaitan dengan masalah yang kontekstual. (5)siswa dapat belajar lebih aktif, kreatif dan menye-nangkan karena tempat belajar tidak haru selalu di dalam kelas, tapi bisa di luar ruangan dan di lingkungan sekitar. Saran yang perlu sampaikan oleh peneliti berdasarkan penelitian ini antara lain: (1)Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hendaknya membuat/mencari cara untuk membuat buku berkualitas di setiap jenjang sekolah misalnya dengan mengadakan lomba penyusunan buku atau membentuk tim penyusun buku oleh pakar sesuai prosedur yang baik. (2)guru sebagai motor utama keberhasilan pendidikan agar lebih kreatif dan inovatif dalam melakukan kegiatan pembelajaran salah satunya dengan RME. DAFTAR RUJUKAN Hidayah dan Hasnawiyah, 2011. Penerapan Pendekatan RME pada Konsep Dasar Perkalian. JTEQIP, Tahun 1, Nomor II. TEQIP. Malang Marpaung, Y. 2012. Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). repository.usd.ac.id/ bitstream/123456789/.../Karakteristik%20PMRI.pdf Nofikasari, I. 2007. Realistic Mathematics Education (RME): Pendekatan Pendidikan Matematika dalam Konsep dan Realitas. INSANIA | Vol. 12 | No. 1. P3M STAIN Purwokerto. Purwokerto. Tatag, Yuli Eko Siswono. 2006. PMRI: Pembelajaran Matematika yang Mengembangkan Penalaran, Kreativitas dan Kepribadian Siswa Makalah disampaikan pada Workshop Pembelajaran Matema-tika di MI “Nurur Rohmah”. Sidoarjo. FMIPA UNESA Surabaya. Surabaya. 976
Zubaidah. 2010. Restrukturisasi Berbagai Istilah pada Penulisan Berbagai Komponen. JTEQIP, Tahun 1, Nomor 1. TEQIP. Malang.
MEMAHAMKAN MATERI LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI DATAR DENGAN MEMANFAATKAN WINGEOM UNTUK EKSPLORASI MATERI PRASYARAT Vanny Vierry Sinaga SMPN 4 Muaro Jambi Abstrak: Penyajian materi prasyarat yang menarik melalui media pembelajaran inovatif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Materi prasyarat yang disampaikan dengan menggunakan software wingeom dapat digunakan untuk mengeksplorasi unsur-unsur permukaan bangun ruang sisi datar dengan animasi-animasi menarik. Uji coba terbatas terhadap siswa SMPN 4 Muaro Jambi Kelas VIII A sebanyak 16 orang memperlihatkan bahwa siswa lebih memahami konsep luas permukaan bangun ruang sisi datar. Siswa lebih tertarik dan antusias mengerjakan soal-soal dalam LKS dengan model penemuan terbimbing yang disediakan guru. Capaian pemahaman siswa ditunjukkan dengan ketuntasan belajar 75%. Kata kunci: animasi, wingeom, luas permukaan. Menentukan luas permukaan bangun ruang sisi datar merupakan materi yang sulit dan selama ini diajarkan dengan memberikan rumus secara langsung dengan contoh soal. Tetapi pada waktu ulangan harian maupun ulangan akhir semester siswa tidak dapat menyelesaikan soalsoal yang berhubungan dengan luas permukaan bangun ruang sisi datar. Setelah ditanyakan kepada siswa ternyata sebagian besar sudah lupa dengan rumusnya. Hal seperti ini masih berulang dari tahun ke tahun dan juga terjadi pada sekolah lain yang ada di Kabupaten Muaro Jambi dari observasi penulis sebagai guru inti di MGMP Muaro jambi. Dari pengalaman penulis dalam merancang pembelajaran materi tersebut, penulis sudah berusaha mencari solusi untuk masalah menentukan luas bangun ruang sisi datar dengan metode dan model pembelajaran yang inovatif maupun dengan bantuan ICT. Hal in dimaksudkan supaya anak lebih termotivasi dan tertarik dalam pembelajaran menetukan luas bangun ruang sisi datar, namun hasilnya juga belum maksimal. Kegiatan untuk meningkatkan kemampuan dan profesional melalui diklat dan berbagai pelatihan banyak yang penulis ikuti dan hasil yang diperoleh belum juga memberikan solusi masalah yang ada, hingga pada bulan April ada penyaringan dari UM untuk menjadi Trainer pada program TEQIP di Muaro Jambi. Penulis terjaring melalui seleksi tertulis dan wawan cara menjadi trainer pada program Teqip yang diselenggarakan oleh Universitas Malang (UM) yang mempunyai program menjadikan guru yang profesional yang mempunyai kemampuan menguasai materi, metode, media, dan assesmen berbasis lesson study. Dari pengalaman penulis menjadi Trainer pada program Teqip dengan mendapat tugas menjadi guru model dan merancang RPP yang diajarkan pada Real Teaching di SMP Model Malang. Materi yang harus dibuat RPPnya harus disesuaikan dengan jadwal yang sudah ditentukan. Dari materi yang ada saya tertarik untuk mengajarkan materi menentukan bangun ruang sisi datar karena materi ini masih menjadi masalah yang solusinya belum terpecahkan oleh saya sebagai guru di SMPN 4 Muaro Jambi. Menjadi guru model pada TOT 1 di SMP Model Malang mendapat pengalaman berharga dari Expert dalam menyusun Rencana Program Pembelajaran (RPP) berbasis lesson study. Materi yang saya ajarkan yaitu KD 5.3 Menemukan Luas Permukaan Kubus, Balok, 977
Limas dan Prisma. Saya merancang motivasi pembelajaran dengan bantuan program „Wingeom‟ yang baru saja saya terima pada pembuatan media pembelajaran di TOT 1. Pada awal pembelajaran siswa tertarik dan memperhatikan gambar-gambar Bangun Ruang sisi Datar yang dapat di buka dan ditutup sehingga dengan jelas terlihat jaring-jaring setiap bangun yang merupakan bangun datar. Tetapi pada saat siswa sudah mengerjakan LKS menemukan masalah dalam menentukan luas permukaan prisma segitiga dan limas. Siswa tidak tahu menentukan luas segitiga. Luas segitiga seharusnya menjadi materi prasyarat pada pokok bahasan menentukan luas permukaan bangun ruang sisi datar. hasilnya pembelajaran tidak tuntas sesuai perencanaan. Setelah kegiatan real teaching, penulis juga melaksanakan kegiatan on going di tempat mengajar dan mengajarkan materi yang sama dengan perencanaan yang sama. Setelah mengerjakan LKS sebagian besar siswa belum bisa mengerjakan dan mendapat nilai rendah dari quis yang diberikan. Secara klasikal penulis menanyakan masalah apa yang dihadapi sehingga siswa tidak dapat mengerjakan LKS dan quis yang diberikan. Dengan jawaban yang sama mereka menyatakan bahwa lupa rumus luas permukaan bangun ruang sisi datar khususnya untuk limas dan prisma. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis tertarik dan langsung menerapkannya di tempat saya mengajar. Pembelajaran berbasis ICT Menurut penelusuran UNESCO (dalam Sirozi, 2013), ada lima manfaat yang dapat diraih melalui penerapan ICT dalam sistem pendidikan: (1) mempermudah dan memperluas akses terhadap pendidikan; (2) meningkatkan kesetaraan pendidikan (equity in education); (3) meningkatkan mutu pembelajaran (the delivery of quality learning and teaching); meningkatkan profesionalisme guru (teachers‟ professional development); dan (4) meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen, tata kelola, dan administrasi pendidikan. Dengan dukungan ICT, proses komunikasi di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Jika diintegrasikan dalam sistem penyelenggaraan pendidikan, ICT dapat menjadi instrumen yang sangat efektif, efisien, kreatif, produktif, dan menyenangkan. Sarana ICT dapat berperan sebagai instrumen utama bagi para pendidik dan peserta didik dalam mencari (searching), menghimpun (classifying), menghubungkan (connecting), menginterpretasi (interpreting), dan menyajikan (presenting) informasi secara cepat dan menarik, untuk ditransformasikan menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Fungsi-fungsinya yang begitu banyak dan perannya yang begitu penting dalam proses pembelajaran membuat ICT menjadi salah satu sarana utama yang harus ada di setiap lembaga pendidikan. Semua lembaga pendidikan perlu difasilitasi dengan sarana ICT yang up to date dan relevan dengan berbagai kebutuhan pelayanan pendidikan, baik pada aspek perangkat keras (hardwares) maupun perangkat lunak (softwares) salah satu perangkat lunak dalam pembelajaran matematika adalah program wingeom. Program Wingeom Wingeom merupakan sebuah perangkat lunak (software) komputer matematika dinamik yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran geometri. Software ini dapat digunakan untuk menggambar obyek-obyek geometri, yang berupa titik, garis, bidang, baik dalam geometri 2 dimensi maupun 3 dimensi Program wingeom dapat diunduh secara gratis pada website (http://www.exeter.edu/publik/peanut.html). Program wingeom dibuat oleh Richard Parris dan fasilitasnya selalu di update dan yang digunkan pada program ini adalah versi 4 April 2008.
978
Gambar 1. Tampilan jendela wingeom
Materi Menentukan Luas Bangun Ruang Sisi Datar Standart kompetensi : 5.3. Menghitung luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas. Kompetensi Dasar :5.3.1. Menemukan rumus luas permukaan kubus, balok, limas dan prisma tegak. Indikator : 1. Menentukan rumus luas permukaan kubus 2. Menentukan rumus luas permukaan balok 3. Menentukan rumus luas permukaan limas segitiga dan segi empat 4. Menentukan rumus luas permukaan prisma tegak segitiga dan segi empat Materi prasyarat untuk menentukan luas permukaan bangun ruang sisi datar sebagai berikut : PRASYARAT
1. LUAS PERSEGI 2. LUAS PERSEGI PANJANG 3. LUAS SEGITIGA
TERAPAN
MENETUKAN LUAS PERMUKAAN KUBUS,BALOK,LIMAS DAN PRISMA
DAPAT MEMBUAT KOTAK SERBAGUNA UNTUK BENDA DAN UNTUK MENENTUKAN VOLUME BRSD
Note: Prasyarat digunakan untuk Apersepsi dan Terapan untuk Motivasi
Untuk indikator 1 Untuk indikator 2 Untuk indikator 3
: operasi (perkalian dan penjumlahan) , rumus luas persegi (s x s) : operasi (perkalian dan penjumlahan ), rumus luas persegi panjang (p x l) : operasi (perkalian, penjumlahan dan pembagian), rumus luas persegi (s x s),rumus luas persegi panjang (p x l) rumus luas segitiga , rumus Pythagoras (a² + b² =c²) 979
Untuk indikator 4
: operasi (perkalian, penjumlahan dan pembagian), rumus luas persegi (s x s),rumus luas persegi panjang (p x l) rumus luas segitiga , rumus Pythagoras (a² + b² =c²)
Materi Prasyarat Materi prasyarat adalah materi yang harus dipenuhi sebelum melakukan, mengikuti, atau memasuki pendidikan atau sesuatu kegiatan dalam pembelajaran. Ahmadi (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan ajar baru. Senada disampaikan Gagne (dalam Sudjana 2010) yang menyatakan bahwa kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum memasuki pembelajaran materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Jadi seorang siswa yang mempunyai kemampuan awal yang baik akan lebih cepat memahami materi dibandingkan dengan siswa yang tidak mempunyai kemampuan awal dalam proses pembelajaran. PEMBELAJARAN MATERI PRASYARAT DENGAN EKSPLORASI WINGEOM
Eksplorasi wingeom pada pemberian materi prasyarat seperti yang saya lakukan di kelas 8A SMPN 4 Muaro Jambi adalah menayangkan satu persatu animasi jaring-jaring kubus, balok, prisma segitiga, limas segi tiga dan limas segi empat, kemudian pada setiap animasi bangun ruang diberikan pertanyaan kepada siswa tentang bangun datar apa dan bagaimana menentukan luas bangun datar yang ada pada animasi wingeom tersebut. Kegiatan Apersepsi 1. Animasi Jaring-Jaring Kubus
JARING-JARING KUBUS
JARING-JARING KUBUS
JARING-JARING KUBUS G' 0 F0
F0
F'
F' F0
J
G'0
I'
J
F'
G' J0 B E' E0
B
E0
I'
G'
C
C
C
E0
H' I' H0 A
A
G'
E'
A
H' D
s
D
s
D
H0
s H'
E'
H0
980
2. Animasi Jaring-Jaring Balok
JARING-JARING BALOK
JARING-JARING BALOK
JARING-JARING BALOK
I' E'
E' E0
H0
G'0 E0
H' I' H0 F' F0
F0
G' J0
H'
E' H0
t
t
F'
I'
G'
t
E0
J
G'0
A
D
p
A F0
D
p B
B
D
p
H'
B C
C
C
l
l
l G'
F' J
3. Animasi Jaring-Jaring Limas Segitiga E
D'
D'D0E
LIMAS SEGITIGA
LIMAS SEGITIGA
LIMAS SEGITIGA
D'
A
A D0
C
B
C
B
C
B D0
4. Animasi Jaring-Jaring Prisma Segitiga JARING-JARING PRISMA SEGITIGA
JARING-JARING PRISMA SEGITIGA
JARING-JARING PRISMA SEGITIGA G'
E0
F0 E0
F0
EE'0
F0 F'
G' E'
F'
DG' D' 0 D'
D0
B
C
A
B
C
B
C
A
A
E'
F'
D0
981
D'
Kegiatan Inti: Setelah semua animasi ditayangkan dan siswa dapat menentukan rumus luas bangun datar pada jaring-jaring bangun ruang sisi datar tersebut kemudian siswa di kelompokkan dalam kelompokkellompok kecil. Karena di kelas 8A SMPN 4 Muaro Jambi ada 16 siswa sehingga dibagi dalam 4 kelompok dengan memperhatikan karakteristik setiap siswa. Setiap kelompok mendapat satu LKS yang sama. Bentuk LKS dirancang dengan metode penemuan terbimbing. Contoh LKS :
Soal no.1. Untuk menentukan rumus luas permukaan kubus.
Luas Permukaan Kubus Perhatikan gambar . Banyak sisi kubus adalah 6 buah sisi Sisi kubus berbentuk …… sehingga : Luas 1 persegi = Maka untuk: Luas 6 persegi =
Soal no.2. Untuk menentukan rumus luas permukaan balok.
Luas Permukaan Balok Perhatikan gambar 2. Sisi balok berbentuk ……………. Luas permukaan balok : = luas 1 + luas 2 + luas 3 + luas 4 + luas 5 + luas 6 = ………………………………………………….. = ………………………………………………….. =…………………………………………...............
982
Soal no.3. untuk menentukan rumus luas permukaan prisma segitiga.
Luas Permukaan Prisma Perhatikan gambar Luas permukaan prisma = (luas 1 + luas 2) + (luas 3 + luas 4 + luas 5) = ……………………………………………. = ……………………………………………. = …………………………………………….
Soal no.4. Untuk menentukan rumus luas permukaan limas segitiga.
D
Perhatikan Gb.5 Luas permukaan limas segitiga = ……………………………………………….. = …………………………………………………….
A
C
Pada awalnya ada satu kelompok yang mengalami masalah untuk menentukan rumus prisma segitiga, karena memang dalam kelompok ini kemampuan siswanya merata dan tidak ada yang lebih tetapi dengan bantuan teman pada kelompok lain mereka juga bisa menemukan rumus luas limas segitiga tersebut dan dapat mempresentasikannya di depan kelas. Seluruh soal yang ada pada LKS tersebut dapat dikerjakan siswa secara berkelompok yang hasilnya dipresentasikan dan sangat memuaskan. Dari hasil presentasi kelompok, siswa dapat menentukan rumus luas bangun ruang sisi datar. Setelah mengerjakan LKS, siswa secara mandiri mengerjakan Kuis dan hasil yang diperoleh hanya 4 orang siswa dari 16 siwa yang nilai quisnya belum mencapi KKM . Hasil tersebut sangat memuaskan karena ketuntasan pembelajaran mencapai hingga 75%. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memahamkan materi prasyarat dalam setiap pembelajaran matematika, khususnya materi menentukan luas bangun ruang sisi datar sangat diharapkan pemberian pemahaman materi prasyarat dengan eksplorasi wingeom untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada pembelajaran sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dalam Rencana Program Pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, Iif Khoiru.2011.Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu.Jakarta: PT. Prestasi Pustaka Raya. Sirozi, Muhammad. 2013. Peran dan Manfaat ICT dalam Pendidikan. http://radenfatah.ac.id/artikel-155-peran-dan-manfaat-ict-dalam-pendidikan.html. (diakses tanggal 4 November) Sudjana, N. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. 983
PENERAPAN PEMBELAJARAN TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN SISWA SMPN 12 TANJUNG JABUNG TIMUR Liliek Sulastri Guru Matematika SMPN 12 Tanjung Jabung Timur Abstrak: Artikel ini merupakan rangkuman dari penelitian tindakan kelas (PTK). Subyek penelitian adalah 31 orang siswa kelas IX.B SMP Negeri 12 Tanjung Jabung Timur yang terdiri atas 18 orang wanita dan 13 orang pria. Hasil belajar siswa sebelum penelitian rendah, yaitu (1) rata-rata 4,12 untuk kesebangunan dan kongruensi, dan (2) ratarata 5,67 untuk luas dan volume bangun ruang. Dengan menerapkan model STAD, PTK terlaksana dengan dua siklus. Hasil siklus pertama belum sesuai criteria ketuntasan ≥ 65% karena ketercapaian ketuntasan 49% (14 orang dari 31 orang), dengan skor rata-rata 73,45. Hasil siklus kedua sudah sesuai criteria ketuntasan ≥ 65% karena ketercapaian ketuntasan 87% (27 orang dari 31 orang), dengan skor rata-rata 78,83. Dengan menggunakan pembelajaran tipe STAD, keaktifan belajar siswa meningkat, serta hasil belajar siswa tentang geometri dan pengukuran meningkat. Kata kunci: PTK, model STAD, Geometri, SMP
Penelitian ini dilatarbelakangi perlunya peningkatan kreativitas mengajar guru dalam proses pembelajaran, dan hasil belajar matematika yang rendah. Dalam kegiatan pembelajaran geometri dan pengukuran, materi pelajaran tidak kontekstual, dan kinerja siswa rendah. Guru masih melaksanakan pembelajaran dengan ceramah. Dampaknya menimbulkan kejenuhan, kebosanan, serta menurunkan minat dan motivasi belajar siswa. Menurut Fudyartanto(2003),” Motivasi adalah usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan”. Subanji (2010) menegaskan bahwa dengan perkembangan paradigma pendidikan, dari pandangan behaviorisme ke pandangan konstruktivisme, perlu perubahan peran guru dari “memindahkan informasi dalam proses pembelajaran” ke arah “pemberian pengalaman, dan pengembangan berpikir (kognisi)”. Sehingga peran guru berubah dari “memberi/mengajar” menjadi “ fasilitator” yang memfasilitasi siswa agar mampu belajar secara mandiri. Saat ini telah banyak dikembangkan model pembelajaran, seperti model pembelajaran tipe STAD. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tipe STAD, siswa lebih banyak belajar dari temannya sendiri sesama siswa daripada belajar dari guru. Metode pembelajaran memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi sesama temannya. Ini terjadi di SMP Negeri 12 Tanjung Jabung Timur, pada kelas IX B, bahwa guru dengan penggunaan metode ceramah sebagian besar siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan, mereka merasa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit. Disamping itu aktifitas siswa selama proses belajar mengajar juga masih sangat kurang sehingga pada akhirnya prestasi belajar siswa menjadi rendah. Berikut ini hasil perolehan nilai ulangan harian matematika siswa kelas IX.B. No 1 2
Ulangan Harian Kesebangunan dan Kekongruenan Menghitung luas,volume, Tabung, kerucut, bola
Nilai Rata-rata 4,12 5,67
Dari tabel data diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan harian matematika pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan masih sangat rendah. Rendahmya nilai ulangan harian perlu diperbaiki, dan untuk meningkatkan nilai ulangan harian matematika menjadi lebih tinggi, diperlukan pemilihan model pembelajaran yang tepat. Siswa SMP Negeri 12 Tanjung Jabung Timur pada umumnya belum memiliki interaksi yang bersifat kooperatif, artinya belum belajar secara bersama dalam suatu kelompok. Pada umumnya, siswa masih belajar secara individualistis tanpa ada saling tukar fikiran. Sebagai contoh, siswa yang pintar atau siswa yang mempunyai kemampuan lebih, mereka tidak mau membimbing dan mengajari temannya yang kurang memahami konsep, sehingga siswa yang kurang tetap tidak ada perkembangan. Keadaan 984
ini perlu diperbaiki supaya tidak menimbulkan efek psikologi bagi siswa yang kurang mampu, dan untuk memperbaikinya diperlukan suatu sarana berupa model pembelajaran yang mampu membuat terjalinnya kerjasama diantara siswa, yaitu salah satu pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Tipe STAD ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang sederhana, dan mudah dilaksanakan sebagai pembelajaran melalui kelompok. Anggota kelompok menggunakan lembar kegiatan, atau lembar pembelajaran yang lain untuk, menuntaskan materi pelajaran. Kemudian, siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran dan memecahkan masalah melalui diskusi. Masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang, dibentuk dari anggota yang heterogen, memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu tujuan pembentukan kelompok dengan kemampuan heterogen adalah agar siswa dapat saling berbagi pendapat dan saling melengkapi. Suasana belajar yang menyenangkan sangat diperlukan dalam pembelajaran.( Wena, 2009) Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai urutan kegiatan: penyajian kelas, diskusi kelompok, pemberian kuis, pemberian skor kemajuan (perkembangan) individu, dan penghargaan kelompok. Penyajian kelas Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian kelas mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan pembimbing. Diskusi kelompok Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Guru perlu mengingatkan siswa dalam kegiatan kelompok untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Masing-masing siswa mempunyai tanggung jawab sendiri dan memastikan bahwa teman dikelompoknya juga merasa mempunyai tanggung jawab mandiri yang telah disepakati bersama 2. Tidak seorangpun anggota kelompok meninggalkan tugas diskusi sebelum semua siswa menyelesaikan tugas masing0masing dengan bantuan atau tanpa bantuan teman lain. 3. Boleh meminta bantuan kepada guru setelah tidak ada dalam satu kelompok yang mampu memberikan bantuan. Pemberian kuis Kuis adalah tes dalam bentuk essay yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai hasil perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok. Pemberian skor kemajuan (perkembangan) individu Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor kuis terkini melampui rata-rata skor siswa yang lalu. Penghargaan kelompok Penghargaan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok. Hasil belajar adalah seperangkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang diperoleh siswa setelah melewati tahapan pembelajaran tertentu. Hasil belajar tersebut diwujudkan dari perubahan tingkah laku, sikap belajar dan pemahaman siswa. Indikator pencapaian hasil belajar tersebut tertuang dalam laporan dalam hasil belajar siswa. Sesuai dengan konsep KTSP bahwa hasil belajar siswa ditunjukan dengan kemampuan siswa menguasai standar kompetensi dengan indikator KKM yang telah ditetapkan . 985
Garis Besar Langkah Proses Pembelajaran Tipe STAD Tahap pendahuluan Pada tahap pendahuluan, guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan mereka pelajari, tujuan pembelajaran, dan pemberian motivasi agar siswa tertarik pada materi. a. Guru membentuk siswa kedalam kelompok yang sudah direncanakan. b. Mensosialisasikan kepada siswa tentang model pembelajaran yang digunakan dengan tujuan agar siswa dapat mengenal dan memahaminya. c. Guru memberikan persepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Tahap Pengembangan a. Guru mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara efektif dengan menggunakan alat bantu atau manipulatif lain. b. Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi kepada masingmasing kelompok. c. Siswa memberikan kesempatan untuk mendiskusikan LKS bersama kelompoknya. d. Guru memantau kerja dari tiap-tiap kelompok dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Tahap penerapan a. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam LKS dengan waktu yang ditentukan, siswa diharapkan bekerja secara individu tetapi tidak menutup kemungkinan mereka saling bertukar pikiran dengan anggota lainnya. b. Setelah siswa selesai mengerjakan soal, lembar jawaban dikumpulkan untuk dinilai. c. Guru dan siswa membahas soal-soal LKS. METODE Subyek penelitian adalah Siswa kelas IX.B SMP Negeri 12 Tanjung Jabung Timur, jumlah siswa di kelas ini adalah 31 orang yang terdiri dari 18 orang siswi, dan 13 orang putra. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan menggunakan dua siklus, setiap siklus menggunakan langkah-langkah: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Refleksi. Proses penelitian tindakan kelas ini dititikberatkan pada peningkatan hasil belajar siswa melalui proses model pembelajaran tipe STAD. Melalui strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam meraih hasil belajar. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik : a. Angket, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara cepat dari responden dalam waktu yang singkat. b. Observasi, hal ini dimaksudkan untuk cross check data yang dikumpulkan melalui angket, tentang sikap dan perilaku guru selama kegiatan, sehingga diharapkan mendapatkan data yang akurat. c. Wawancara, hal ini dimaksudkan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui angket, dan observasi. Validasi Data Agar data yang dikumpulkan valid, maka penulis mengumpulkan data melalui perpaduan antara angket, observasi, dan wawancara sehingga data yang diperoleh obyektif, valid, dan dapat dipertanggung jawabkan. Analisis data Analisis data yang digunakan pada penelitian adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif adalah analisis data yang dinyatakan dengan angka. Analisis kualitatif adalah analisis data yang dinyatakan dengan keterangan yang dilakukan pada data hasil angket, observasi, dan wawancara. Analisis digunakan terhadap data hasil penelitian tahap awal, siklus pertama, dan siklus ke dua. Teknik analisis dilakukan dengan membandingkan seberapa besar selisih nilai yang diperoleh siswa dalam mengikuti ulangan harian dan aktifitas siswa selama proses pembelajaran pada setiap tahap. 986
Tahap awal Langkah Tindakan pada Kegiatan tahap awal a.Menginformasikan kepada kelas IX.B SMPN 12 Tanjung Jabung Timur pada saat proses pembelajaran akan dimulai bahwa kelasnya dijadikan penelitian. b.Mengadakan ulangan harian c.Menganalisis hasil ulangan d.Mengamati aktifitas siswa baik sikap dan perilakunya selama mengikuti proses pembelajaran maupun ulangan. e.Melakukan penelitian Siklus Pertama Kegiatan penelitian tindakan kelas dalam siklus pertama dilaksanakan berdasarkan hasil kegiatan tahap awal. Siklus pertama dengan menggunakan pendekatan STAD dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: a. Perencanaan Penyusunan perencanaan mengacu pada peningkatan hasil belajar siswa mata pelajaran matematika. Perencanaan penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Mengkondisikan kelas agar dapat digunakan untuk penelitian tindakan kelas. 2). Menyiapkan perangkat penelitian, antara lain : a). Menyusun angket penelitian. b). Menyusun pedoman observasi. c). Menyusun pedoman wawancara atau panduan wawancara. d). Menyiapkan pedoman analisis data. b.Tindakan Melaksanakan penelitian tindakan kelas, dengan menggunakan skenario sebagai berikut 1) Membentuk kelompok belajar berdasarkan hiterogenitas jenis kelamin, kemampuan. 2) Memberi penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan, dan yang dilakukan dalam kelompok. 3) Menugaskan kelompok untuk membuat kesimpulan materi yang didiskusikan dalam kelompok 4) Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi. 5) Rangkuman yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat setempat. 6) Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. 7) Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan hasil kelompok lain. 8) Meminta kelompok mengumpulkan hasil kerja kelompok. 9) Membuat kesimpulan bersama dalam kelas. c. Pengamatan atau Observasi Peneliti mengadakan pengamatan atau observasi selama proses pembelajaran dan laporan hasil kerja kelompok siswa berupa rangkuman hasil diskusi kelompok, meliputi : 1). Reaksi siswa saat menerima tugas mendiskusikan materi. 2). Aktifitas siswa selama diskusi kelompok. 3). Partisipasi siswa dalam membuat laporan hasil kerja. 4). Produk siswa yang berupa laporan hasil kerja kelompok 5). Partisipasi siswa selama diskusi kelas. 6). Partisipasi siswa selama membuat laporan bersama. d. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi dan wawancara selama kagiatan suklus pertama, diperoleh data aktifitas dan hasil kerja siswa selama diskusi. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan pada siklus ke dua. Kegiatan refleksi dilakukan untuk mengetahui kelemahan tindakan siklus pertama, apakah telah terjadi perubahan atau belum, dan bagaimana cara mengatasi kelemahan987
kelamahan yang terjadi pada siklus tersebut, selanjutnya digunakan untuk merencanakan tindakan siklus ke dua. Siklus ke Dua Penelitian tindakan kelas pada siklus ke dua dilaksanakan berdasarkan refleksi dari pelaksanaan tindakan siklus pertama. Pelaksanaan tindakan siklus ke dua dilaksanakan dengan tujuan memperbaiki kelemahan - kelemahan tindakan siklus pertama. Adapun langkahlangkah tindakan siklus ke dua adalah sebagai berikut : a. Perencanaan Kegiatan perencanaan siklus ke dua adalah sebagai berikut : 1) Menyusun rencana atau skenario tindakan ulang berdasarkan evaluasi dan catatan yang didapat berdasarkan hasil refleksi siklus pertama. 2) Menyiapkan perangkat tindakan berupa lembar pengumpulan data dan perangkat analisis data. 3) Melaksanakan rencana tindakan siklus ke dua dengan pendekatan STAD. b.Tindakan Pada siklus ke dua, peneliti melakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan siklus pertama, dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus pertama yakni pendekatan CTL yang lebih bervariasi. c. Observasi atau pengamatan Kegiatan yang dilakukan pada saat observasi adalah 1) Peneliti melakukan pengamatan atau observasi dengan menggunakan lembar pengamatan terhadap proses diskusi siswa 2) Mengumpulkan data hasil diskusi siswa baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. d. Refleksi Kegiatan yang dilakukan pada saat refleksi adalah 1) Memeriksa dan menilai hasil diskusi siswa 2) Mengidentifikasi kelemahan yang timbul pada tindakan siklus ke dua berlangsung 3) Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap proses dan hasil kerja siswa selama siklus ke dua. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh pada tahap awal, pelaksanaan tindakan siklus pertama, dan pelaksanaan tindakan siklus ke dua. Hasil penelitian berupa hasil ulangan harian siswa dan sikap atau perilaku siswa selama diskusi kelompok dan Data pada tahap awal yang diperoleh melalui angket, wawancara, dan observasi siswa kelas IXB SMPN 12 Tanjung Jabung Timur sebanyak 31 siswa, menunjukkan hasil sebagai berikut: Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa kelas IX.B SMP Negeri I2 Tanjung Jabung Timur pada materi Geometri dan Pengukuran melalui pembelajaran Tipe STAD (Student Team Achievement Division). Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dari hasil observasi diperoleh data kualitatif yang akan memberikan gambaran tentang kegiatan yang dilakukan siswa dan guru selama proses belajar mengajar dan hasil tes siswa yang diperoleh berupa data kuantitatif. Data-data tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode dan rumus yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun analisis data dari tiap-tiap siklus akan diperoleh sebagai berikut : a. Analisis Data Penelitian Siklus I 1. Data obsevasi aktivitas guru. Data observasi guru diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan oleh peneliti yang bertujuan untuk merekam jalannya proses belajar mengajar. Observasi terhadap aktivitas guru dilakukan dengan mengamati prilaku guru pada saat proses belajar mengajar. Semua aktivitas guru yang tampak diberi tanda conteng dalam lembar observasi yang sesuai dengan item yang tersedia. Adapun hasil data yang diperoleh dari observasi terhadap guru dapat dilihat dalam tabel berikut: 988
Tabel 1. Data Hasil Observasi Aktifitas Guru Siklus I Total skor Kategori 7 Aktif Dari hasil di atas terlihat bahwa total skor aktivitas guru pada siklus 1 sebesar 7 yang berkategori aktif 2. Data observasi aktivitas siswa. Data lengkap mengenai aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I . Berdasarkan banyaknya siswa dan banyaknya deskriptor pada setiap indikator maka jumlah skor ideal untuk tiaptiap indikator adalah 4 sehingga kriteria penggolongan aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Data Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Banyak Total Skor Kategori Siswa 31 73 Kurang aktif Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total skor aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 73 yang berarti bahwa aktivitas belajar siswa berkategori kurang aktif, sehingga pada siklus selanjutnya perlu ditingkatkan lagi. 3. Data prestasi belajar Data prestasi belajar siswa siklus I adalah membahas bangun-bangun yang sebangun dan kongruen. Data lengkap prestasi belajar siswa siklus I, kemudian dianalisis sehingga diperoleh data seperti berikut: Tabel 3. Data Hasil Evaluasi Belajar Siklus I Banyak Siswa 31
Total Nilai 2277
Nilai Rata-Rata 73,45
Banyak Siswa Yang Persentase Tidak Tuntas Ketuntasan 17 49
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa adalah 73,45 Dari 31 siswa yang mengikuti tes evaluasi terdapat 14 siswa yang tuntas belajar, persentase ketuntasan belajar adalah 49%. Nilai masih kurang dari ketuntasan belajar secara klasikal. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa belum mencapai target dari prestasi belajar yang diinginkan yaitu ketuntasan belajar klasikal yang >65 %. Dan untuk mengetahui dapat meningkat atau tidaknya prestasi belajar siswa, maka akan dilanjutkan ke siklus II. Memperhatikan data pada table tersebut ,maka kekurangan yang terdapat pada siklus 1 adalah :
1. Komunikasi dua arah antara guru dan siswa masih kurang 2. Komunikasi dan kerja sama siswa dalam kelompok Nampak kurang. Demikian siswa yang berkemampuan rendah , enggan bertanya pada Temanya yang berkemampuan tinggi. 3. Guru kurang membimbing siswa dalam diskusi. 4. Guru kurang mengatur alokasi waktu, sehingga waktu untuk pengerjaan yang tidak cukup 5. Guru kurang memotivasi siswa dalam membangkitkan minat pada awal pelajaran Memperhatikan kekurangan di atas, maka rencana perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II adalah: 1. Guru memberikan beberapa pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, sehingga komunikasi antara guru dan siswa tercipta. 989
2. Guru mentukan tutor sebaya untuk tiap-tiap kelompok agar mau membantu atau mengajari temenya yang belum bisa. Guru menekankan kepada siswa bahwa kelompok yang dikatakan berhasil apabila tiap anggota kelompoknya mengerti atau bias menjawab pertanyaan yang diberikan 3. Guru lebih aktif memberikan bimbingan kepada tiap kelompok dengan terus mengoreksi kelompok tiap pelajaran berlangsung 4. Guru mengatur kembali alokasi waktu pengerjaan LKS serta menentukan jumlah soal dan tingkat kesulitan soal sesuai dengan waktu yang tersedia. 5. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk membangkitkan minat pada pelajaran yaitu dengan memberikan gambaran tentang kegunaan materi yang sedang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. b. Analisis Data Penelitian Siklus II 1. Data Observasi Kegiatan Guru Observasi terhadap aktivitas guru dilakukan dengan mengamati prilaku guru pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Berdasarkan hasil observasi pada siklus II skor ratarata aktivitas guru dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Data Hasil Observasi Aktifitas Guru Siklus II Total skor 9
Kategori Sangat aktif
Dari hasil data diatas terlihat bahwa total skor pada siklus II adalah 9 dan berkategori sangat aktif. 2. Data Observasi Aktivitas Siswa Berdasarkan hasil observasi dari skor rata-rata siswa dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Data Hasil Observasi Aktifitas Belajar Siswa Siklus II Banyak Siswa Total Skor Kategori 31 80 aktif Dari tabel di atas terlihat bahwa total skor aktivitas belajar siswa pada siklus II sebesar 80 yang berarti bahwa aktivitas belajar siswa sudah berkategori aktif. 3. Data Prestasi Belajar Berdasarkan prestasi belajar setelah dianalisis diperoleh data sebagai berikut. Tabel 6. Data Hasil Evaluasi Belajar Siklus II Banyak Total Nilai Banyak Persentase Siswa Nilai RataSiswa Yang Ketuntasan Rata TidakTuntas 31 2444 78,83 4 87 Data diatas menunjukkan bahwa persentase siswa yang mendapat nilai minimal 27. (ketuntasan minimal) adalah 87 %. Karena ketuntasan klasikal tercapai jika banyaknya siswa yang tuntas ≥ 65.%, maka hasil penelitian pada siklus II sudah tercapai ketuntasan belajar secara klasikal, ini berarti bahwa proses pembelajaran pada siklus II sudah dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dari hasil prestasi belajar siswa yang kurang pada siklus I sudah dapat ditingkatkan pada siklus II, dengan demikian ini menunjukkan bahwa tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan prestasi belajar siswa tercapai. Dari tindakan siklus II ternyata target yang ditetapkan oleh kurikulum sudah tercapai. Dengan demikian, maka pada siklus berikutnya dapat dihentikan karena telah diperoleh informasi –informasi yang cukup untuk mengambil beberapa keputusan sehubungan dengan target penelitian ini. Walaupun demikian namun masih ada beberapa 990
siswa yang masih dibawah target, maka perlu mendapat perhatian penanggulangan khusus dari guru bidang studi yang bersangkutan. Penelitian ini dilaksanakan sesuai prosedur penelitian tindakan kelas yang telah ditetapkan dengan diawali pada perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi sampai refleksi. Berdasarkan analisis data, pelaksanaan tindakan pada siklus I menunjukan bahwa nilai rata-rata kelas sebesar 73,45. dan persentase ketuntasan klasikal adalah 45%. Hasil ini belum mencapai ketuntasan klasikal yaitu 65% atau lebih. Adapun untuk hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I diperoleh bahwa skor rata-rata aktivitas belajar siswa adalah 7 dengan total skor sebesar 73 yang tergolong dalam kategori kurang aktif. Hasil penelitian pada siklus I menunjukan bahwa prestasi belajar siswa masih kurang dan aktivitas belajar siswa juga masih rendah. Karena ketuntasan belajar pada siklus I belum tercapai, maka pelaksanaan tindakan dilanjutkan ke siklus II dengan melakukan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan kekurangan-kekurangan pembelajaran tipe stad pada siklus I. Setelah melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran, dari hasil analisa pada siklus II diperoleh nilai rata – rata kelas sebesar 78,83 dan persentsae ketuntasan klasikal sebesar 87%. Pada hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh skor rata – rata aktifitas siswa adalah 9 dengan total nilai sebesar 100 yang tergolong aktif. Data ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor pada aktivitas siswa dan peningkatan nilai prestasi belajar siswa jika dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Dan setelah dianalisis dengan menggunakan ketuntasan klasikal dan nilai rata-rata, maka prestasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan. SIMPULAN Dari hasil yang diperoleh dalam pembelajaran tipe STAD dapat dilihat bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX B SMPN 12 Tanjung Jabung Timur pada materi Geometri dan Pengukuran. Karena dalam pembelajaran siswa dapat saling membantu memahami pembelajaran dan memperbaiki jawaban teman serta kegiatan lainnya dengan mencapai tujuan belajar bersama DAFTAR RUJUKAN Furdyartanto, KBS.2003.Psikologi Pendekatan Pendidikan Baru. Yogjakarta: Global Pustaka Utama Subanji. 2010. Matematika Sekolah dan Pembelajarannya. J-TEQIP Wena,M, 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara
PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION BERBASIS LS DALAM MENGHITUNG LUAS PERMUKAAN BOLA SISWA SMP NEGERI MANGGARAI BARAT Paulinus Rodi SMP Negeri 2 Mbeliling Manggarai Barat Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik pembelajaran Group Investigation pada kegiatan lesson study di MGMP tingkat SMP Negeri 1 Ndoso dalam membelajarkan materi menghitung luas permukaan bola. Kegiatan ini dilakukan di kelas IXA, yang siswanya berjumlah 31 siswa terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. Kegiatan lesson study dilakukan dalam tiga langkah plan, do, dan see. Berdasarkan hasil refleksi ditemukan hal-hal sebagai berikut: (1) pentingnya pembelajaran kooperatif, (2) perlunya pengelolaan kelas yang baik, (3) pentingnya mengomptimalkan penggunaan media manipulatif, (4) perlu memperhatikan beban mental siswa. Kata Kunci: lesson study LS), bola, group investigation
991
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah melalui peningkatan kualitas guru, karena sesungguhnya guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Peran guru dalam kelas adalah sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa agar dapat belajar secara efektif dan efisien. Olehnya itu guru harus berperan untuk dapat mendorong siswa untuk belajar. Dalam mendorong siswa untuk belajar guru dituntut professional dengan memiliki penguasaan materi, pemilihan model dan metode yang tepat, media dan assesmen, serta memiliki wawasan yang luas terhadap bidang studi yang diajarkan. Untuk dapat menjadi guru yang professional tentu tidak terjadi begitu saja. Ada begitu banyak faktor tetapi salah satunya melalui peningkatan kompetensi guru baik dalam bentuk seminar, workshop maupun pelatihan guru dalam jabatan atau in-service teacher training (INSET). Adapun tujuan umum INSET adalah membantu guru memperbaiki kualitas mengajar untuk meningkatkan karir profesionalnya dengan mendorong mereka untuk selalu bekerja sama antar mereka sendiri (Noor dalam Ibrohim, 2013). Salah satu program yang sedang dikembangkan sekarang dalam meningkatan profesionalisme guru adalah melalui suatu kegitan yang disebut lesson study. Lesson study sebenarnya bukan metode pembelajaran atau pendekatan pembelajaran, tetapi suatu model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan kontinu berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas yang saling membantu dalam belajar untuk membangun komunitas belajar (Ibrohim, 2013). Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru melalui pengkajian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah mendeskripsikan keterlaksanaan LS untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika SMP di Kabupaten Manggarai Barat. PEMBAHASAN Program TEQIP (Teacher Quality Improvement Program) adalah kegiatan peningkatan kualitas guru SD dan SMP Sabang sampai Marauke melalui in-service training dengan pola Trainng of Trainer (TOT). Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah terbentuknya guruguru bermutu yang dapat menjalankan tugasnya secara professional (Suswinto, dkk, 2013). Guru professional tentu guru yang menyadari bahwa tugasnya menciptakan keadaan pebelajar agar ia mampu untuk belajar sendiri, artinya guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada pebelajar, tetapi guru dapat membangun pebelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar (Ahmadi dan Amri, 2011). Pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa bisa terlibat aktif dalam pembelajaran apabila siswa diberi ruang dan waktu untuk dapat membangun, menemukan, mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dibenaknya. Menurut pandangan konstruktivisme (Slavin dalam Ahmadi dan Amri, 2011) menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka dan menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Salah satu pendekatan kontruktivisme dalam pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran dila-kukan dengan diskusi kelompok, sehingga siswa saling berinteraksi dalam melakukan diskusi. Akibat dari siswa saling berinteraksi, maka pembelajaran akan berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran lebih diutamakan pada proses dan partisipasi siswa, sehingga siswa memiliki ruang dan waktu untuk dapat mengeksperikan kemampuannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang didiskusikan. Pembelajaran kooperatif sudah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Misdi (2012) menunjukkan pembelajaran kooperatif think-pair share dapat meningkatkan hasil belajar IPA kelas VI SD. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh Mardiatun (2012) menyimpulkan penerapan cooperative STAD dalam pembelajaran IPA di kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat dapat menambah semangat belajar yang tinggi siswa. Masih banyak lagi penelitianpenelitian yang menunjukkan penerapan model pembelajaran kooperatif yang dapat 992
meningkatkan hasil belajar, keaktifan siswa, semangat belajar, dan lain-lain. Begitupun dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Pembelajaran kooperatif pada umumnya, juga pembelajaran cooperative tipe group investigation, adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis (Jauhar, 2011). Pembelajaran kontruktivis merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa sendiri yang mengkonstruksikan pengetahuan lewat diskusi kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugasnya, setiap siswa dalam kelompok harus saling bekerja sama, berbagi dan saling membantu dalam memahami suatu materi ataupun persoalan yang didiskusikan. Kelas dibagi dalam kelompok yang heterogen baik dari kemampuan, jenis kelamin, dan suku. Guru hanya sebagai motivator dan konsultan. Siswa sendiri yang menentukan dan menyelesaikan suatu masalah, sehingga siswa dituntut untuk proaktif, kreatif, inovatif, semangat, dan cermat dalam menyelesaikan suatu masalah. Kenyataan di lapangan masih banyak pembelajaran berpusat pada guru. Kecendrungan guru menggunakan metode ceramah sehingga siswa hanya menghafal suatu konsep dan tidak menggunakan media pembelajaran dalam membelajarkan suatu materi. Hal ini juga yang terjadi di SMP Negeri 1 Ndoso. Pembelajaran masih berpusat pada guru, akibatnya siswa pasif, menjadi penghafal konsep, siswa menjadi pendengar, tidak semangat, cenderung pendiam dan setiap diberikan tes atau PR selalu nilainya di bawah KKM yang telah ditetapkan. Semua hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan kepala sekolah saat melakukan supervisi guru di kelas dan dari guru mata pelajaran. Itu sebabnya kepala sekolah membuat MGMP tingkat sekolah berbasis lesson study. Dengan harapan dengan MGMP ini, para guru dapat menyusun perangkat pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada saat dilakukan open class, guru model menerapkan pembelajaran cooperative tipe group investigation (GI). Menurut Sharan (dalam Subanji, 2013), langkah-langkah GI sebagai berikut: (a) guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen, (b) guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok, (c) guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas yang berbeda dari kelompok lain, (d) masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat penemuan, (e) setelah diskusi, siswa memilih juru bicara kelompok untuk menyajikan hasilnya, (f) guru mengulas kembali secara singkat dari diskusi sekaligus memberikan kesimpulan, (g) guru memberikan kuis, (h) pengumuman pemenang, dan (i) penutup. Adapun kelebihan dari model pembelajaran GI adalah: (1) pembelajaran berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan dan motivator sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran. (2) pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu materi pelajaran serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok. (3) pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi. Pelaksanaan Lesson Study MGMP tingkat sekolah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ndoso. Pelaksanaannya berlangsung selama tiga hari dari tanggal 17 – 19 Oktober 2013. Setiap hari kegiatannya berlangsung dari jam 07.30 -20.00. Diikuti oleh 17 orang guru. Jadwal yang dibuat panitia, pada tanggal 17 Oktober 2013, materi yang disampaikan dalam MGMP adalah lesson study, dan model-model pembelajaran yang dibawakan oleh para trainer. Pada tanggal 18 Oktober 2013 penyusunan perangkat pembelajaran dan pembuatan media serta peer teaching, dan pada tanggal 19 Oktober 2013, dilakukan real teaching dan diakhiri oleh refleksi per mata pelajaran dan penutup. 1. Plan (Perencanaan) Tahap plan (perencanaan) yang dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2013. Yang dilakukan pada tahap ini adalah: (1) menentukan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan diopen classkan , (2) menyusun RPP secara kolaboratif, (3) memilih model pembelajaran yang sesuai, (4) menentukan dan membuat media yang akan digunakan, (5) menentukan guru model yang akan tampil pada saat peer teaching dan real teaching . 993
Pada awal penyusunan RPP, kepala sekolah menegaskan untuk membuat RPP sesuai dengan batasan materi yang dibelajarkan oleh siswa. Itu sebabnya standar kompetensi yang dipilih yaitu memahami sifat – sifat tabung, kerucut dan bola serta menentukan ukurannya, dengan kompetensi dasar menentukan luas selimut tabung, kerucut dan bola. Berdasarkan kompetensi dasar ini dirumuskan tujuan pembelajaran: (1) Setelah mempelajari materi ini dengan baik siswa diharapkan mampu menentukan rumus luas permukaan bola, dan (2) siswa dapat menghitung luas permukaan bola. Sesuai dengan karakter materi, karakter siswa dan media pembelajaran yang tersedia disepakati untuk menggunakan model pembelajaran group investigation (GI). 2. Do (Pelaksanaan) Real teaching dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2013 jam 07.30 – 09.30 waktu setempat dengan materi menghitung luas permukaan bola. Guru model mengimplementasikan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran group investigation. Pada awal pembelajaran guru model memberikan salam dan mengecek kehadiran siswa, mengkondisikan dan memusatkan perhatian siswa dengan menunjukkan sebuah bola. Kemudian siswa diminta mengacungkan tangan bagi siswa yang hobinya bermain bola dan ternyata siswa kebanyakan yang hobinya bermain bola (bola volley dan bola sepak). Pada tahap apersepsi guru meminta salah satu siswa untuk memotong/membelah bola yang dipegang guru menjadi dua bagian yang sama. Kemudian guru mengambil sebuah kertas menutupi salah satu belahan bola tadi dan menunjukkan kepada siswa serta meminta mereka menyebutkan bangun datar apa yang anda lihat setelah belahan bola yang telah dipotong ditutup dengan kertas. Spontan siswa menjawab secara serempak lingkaran. Lalu guru bertanya lagi, kalau begitu siapa yang masih ingat rumus luas lingkaran? Secara serempak lagi siswa menjawab πr2. Setelah itu guru menyampaikan materi yang akan dibelajarkan siswa dan menyampaikan tujuan pembelajarannya. Pada kegiatan inti, guru meletakkan suatu bola yang telah dililitkan setengahnya dengan tali nilon di atas sebuah meja yang telah disediakan sebelumnya di depan kelas. Selanjutnya guru membagi siswa kedalam empat kelompok secara heterogen yang berjumlah 7 – 8 siswa perkelompok. Sebelum LKS dibagikan guru model menjelaskan langkah kerja yang harus dilakukan. Kemudian guru meminta ketua kelompok masingmasing ditambah 2 orang untuk maju ke depan kelas mendekati meja yang telah diletakkan sebuah bola yang setengahnya dililitkan tali nilon, dan meminta dua orang siswa membuka lilitan tali nilon tersebut dan melilitkan kembali pada lingkaran-lingkaran yang telah dibuat yang merupakan hasil jiplakkan bekas potongan belahan bola tadi hingga dua lingkaran penuh dengan lilitan tali tersebut. Guru menempelkan di papan tulis hasil lilitan tadi dan meminta masing-masing kelompok mendiskusikan hal tersebut dengan berpedoman pada LKS yang sudah dibagi. Selesai diskusi, guru model meminta salah satu juru bicara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Guru model mengulas kembali materi yang didiskusikan secara singkat sekaligus menyimpulkannya dan memberikan pujian kepada semua kelompok yang telah mempersentasikan hasil diskusinya dengan baik. Pada kegiatan terakhir guru memberikan kuis secara individu dan mengumumkan pemenangnya. Para guru yang lain sebagai observer yang mengamati segala aktifitas siswa. 3. See (Refleksi) Pada tahap see ini, para observer yang terdiri dari teman sejawat menyampaikan hasil pengamatannya. Refleksi dipimpin oleh moderator. Moderator mengawali kegiatan dengan memberikan ucapan selamat kepada guru model. Selanjutnya moderator memberikan kesempatan kepada guru model untuk mengungkapkan perasaannya dan menyampaikan kesan ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Guru model merasakan pembelajaran berlangsung sesuai dengan apa yang diharapkannya, siswa dapat berinteraksi, siswa dapat menemukan rumus luas permukaan bola, dan siswa sangat antusias dan semangat dalam diskusi kelompok, dan paling penting guru model merasa bahwa betapa pentingnya media pembelajaran dan betapa pentingnya pemilihan suatu 994
model pembelajaran dalam membelajarkan suatu materi di dalam proses pembelajaran serta lesson study sangat-sangat baik jika dilakukan karena segala kekurangan guru model akan diperbaiki oleh masukan-masukan para observer sehingga guru model dapat memperbaiki diri untuk pembelajaran yang akan datang bahkan guru model berjanji untuk selalu mencoba menerapkan lesson study untuk pemebelajaran berikutnya. Untuk kekurangannya yang dirasakan oleh guru model penggunaan waktu yang kurang baik dan sistem pembagian kelompok karena kelompok IV, siswa laki-lakinya hanya satu orang sehingga dia minder dan malu yang akibatnya siswa tersebut terlihat pasif dalam diskusi kelompok. Observer mencatat seluruh hasil pengamatan dan menyampaikan hasil pengamatannya. Hasil Lesson Study Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi para observer ditemukan hal-hal berikut ini: 1. Kesiapan belajar. Pada awal pelajaran siswa sangat siap untuk menerima pelajaran. Hal ini ditandai siswa mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru model, juga setiap pertanyaan dari guru model siswa dengan penuh semangat mengacungkan tangan beramai-ramai dan menjawab pertanyaan guru model dengan benar. 2. Interaksi belajar Interaksi siswa dengan siswa dan interaksi antar siswa dengan guru serta interaksi siswa dengan media pembelajaran. Pada saat pelajaran dimulai sudah terjadi interaksi siswa dengan guru model. Hal ini disebabkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru model dan siswa dengan penuh semangat menjawab setiap pertanyaan dengan baik. Interaksi terjadi hingga pelajaran usai. Begitupun interaksi siswa dengan siswa dan interaksi siswa dengan media pembelajaran terjadi pada saat diskusi kelompok berlangsung dan pada saat masing-masing kelompok mempersentasikan temuan/hasil diskusinya di depan kelas. Sekalipun masih ada beberapa siswa yang sibuk dengan aktifitasnya sendiri. 3. Siswa yang tidak belajar Sebagian besar siswa dapat belajar dengan baik. Hanya saja siswa pada kelompok IV yang bernama Hiro selalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri bahkan pada awal pembagian kelompok diskusi dia terlihat tidak semangat dan paling terakhir bergabung dengan anggota kelompoknya yang lain. Tiga orang siswa laki-laki pada kelompok I saling bercerita dan saling mengganggu. Terutama pada saat masing-masing kelompok mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas. 4. Mengapa siswa tersebut tidak belajar? Untuk Hiro disebabkan oleh karena hanya dia sendiri siswa laki-laki dalam kelompoknya, sehingga dia merasa malu dan tidak percaya diri. Sedangkan untuk tiga siswa laki-laki pada kelompok I karena mereka duduk berdekatan sehingga saling mengganggu. Juga disebabkan kurangnya perhatian dari guru model dan kurangnya media pembelajaran. 5. Upaya guru mengatasi siswa yang tidak belajar. Upaya yang dilakukan oleh guru model untuk mengatasi ketiga siswa laki-laki pada kelompok I yang mengalami gangguan belajar dengan memberikan pertanyaan untuk mereka jawab secara bergantian dan menegur mereka agar mengikuti pelajaran dengan baik. Sedangkan untuk Hiro guru model memberikan motivasi agar dia tidak malu karena semua siswa yang ada dalam kelompoknya temannya dan mempunyai tujuan yang sama. 6. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi siswa yang mengalami gangguan dalam belajar. Perlunya pembagian kelompok yang agak seimbang antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, pengaturan tempat duduk yang baik sehingga siswa tidak saling mengganggu, penguasaan kelas yang baik oleh guru agar siswa yang mengalami gangguan dalam belajar ditegur atau diperhatikan. Perlu pula memberikan motivasi, memberi dorongan agar siswa semangat dalam belajar dan melakukan pendekatan individu yang intens. Yang lebih penting media pembelajaran sekurang-kurangnya setiap kelompok memiliki. 7. Bagaimana siswa terlibat dalam kegiatan penutup? 995
Dalam kegiatan penutup siswa dan guru secara bersama membuat kesimpulan terkait materi yang telah dipelajari dengan memberikan pertanyaan terkait materi yang telah dipelajari siswa, memberikan PR dan memberikan penguatan bagi siswa yang telah belajar dengan baik dan memberikan motivasi kepada siswa yang mengalami gangguan belajarnya. 8. Pengalaman berharga yang diperoleh. Pengalaman berharga yang diperoleh adalah penggunaan media pembelajaran (bola yang dililitkan tali) sangat baik untuk membelajarkan materi menghitung luas bola. Lesson study sangat baik dalam membelajarkan suatu materi kepada siswa karena segala kekurangan dapat diketahui berdasarkan hasil pengamatan dari para observer dan penggunaan model pembelajaran cooperative tipe group investigation (GI) sangat baik untuk diterapkan dalam membelajarkan materi menghitung luas bola. Diskusi Melalui kegiatan lesson study ini kita mendapatkan beberapa hikmah diantaranya: 1. Pentingnya pembelajaran secara kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivisme (Jauhar, 2011: 52). Pada pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bisa mengkontruksikan sendiri pengetahuan, siswa dituntut untuk saling kerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Begitupun dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran. Dalam diskusi kelompok siswa terkadang kurang mengerti bagaimana diskusi kelompok itu sebenarnya, sehingga yang terjadi hanya sebagian besar saja anggota kelompok yang berdiskusi dengan baik dan yang lainnya sibuk dengan urusannya sendiri. Padahal kelompok diskusi itu suatu tim yang memiliki tujuan yang sama. Menurut Lungdren (dalam Jauhar, 2011: 53), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah: (a) para siswa harus memiliki persepsi yang sama bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”, (b) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi, (c) para siswa harus memiliki padangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama, (d) para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab dianatara para anggota kelompok, (e) para siswa diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok, (f) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar, dan (g) setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Olehnya itu, perlu guru memberikan pengarahan dan motivasi terkait hal-hal yang harus dilakukan dalam diskusi kelompok. 2. Perlunya pengelolaan kelas yang baik. Berkaitan dengan penciptaan ruangan kelas yang kondusif, sangat diperlukan manajemen pembelajaran dengan mengaplikasikan teori belajar. Teori belajar stimulusrespon berlaku dalam kegiatan pembelajaran. Yang terjadi, ketika kelompok mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, masih ada anggota kelompok lain yang bermain atau bergurau dan dibiarkan oleh guru, maka siswa tersebut akan terbiasa melakukan hal semacam itu. Olehnya itu, guru dan siswa perlu membuat aturan atau kesepakatan untuk memfokuskan perhatian siswa misalnya, sapaan “matematika” dan siswa menjawab secara bersama “yes”, setelah itu kelas sepakat untuk diam dan memperhatikan penjelasan. Perlu juga memberikan penguatan (reinforcement) bagi siswa yang bekerja dengan sungguh-sungguh dan menghasilkan pekerjaan yang benar. Sebaliknya siswa yang tidak disiplin perlu mendapatkan punishment. Dengan demikian mereka mendapatkan penguatan agar bertambah semangat dan merasa karya mereka tidak sia-sia dan dihargai sehingga mereka pasti memepertahankan hal itu. Sedangkan bagi siswa yang tidak mendapatkan penguatan sesungguhnya itu sebuah hukuman tersendiri bagi mereka. 3. Pentingnya mengomptimalkan penggunaan media manipulatif. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran (Jauhar, 2011: 97). Pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu 996
sistem, maka media pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam sistem pembelajaran. Tanpa media pembelajaran, proses pembelajaran sebagai proses komunikasi tidak bisa berlangsung secara optimal. Olehnya itu guru perlu menyiapkan media pembelajaran yang cukup pada saat membelajarkan suatu materi terutama materi menghitung luas bola. Sekurang-kurangnya guru menyiapkan bola yang sudah dililitkan tali/benang sebanyak jumlah kelompok dan usahakan ukuran bola berbeda untuk setiap kelompoknya, sehingga siswa dalam kelompok bisa mempraktekkan sendiri tanpa hanya diam memperhatikan media yang ada di papan tulis. Demikian siswa menyakini bahwa rumus luas permukaan bola adalah empat kali luas lingkaran, sekalipun ukuran bolanya berbedabeda.
4. Perlunya memperhatikan beban mental siswa. Dalam pembelajaran ada-ada saja perilaku siswa yang mengganggu belajarnya. Hal ini bisa terjadi karena secara mental mereka beban. Beban karena tidak mengertinya suatu konsep/materi/soal. Olehnya itu guru perlu jeli/cermat memperhatikan hal ini. Jika dibiarkan tentunya siswa merasa tidak diperhatikan dan terus melakukan hal tersebut dan guru perlu memberikan bantuan (scaffolding) jika siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya. SIMPULAN Pembelajaran materi menghitung luas permukaan bola di kelas IXA SMP Negeri 1 Ndoso Manggarai Barat: pengalaman praktik musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) tingkat sekolah berbasis lesson study dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Guru model lebih percaya diri dalam membelajarkan suatu materi terutama materi menghitung luas permukaan bola. 2. Guru model meyakini model pembelajaran cooperatif tipe group investigation lebih cocok diterapkan dalam membelajarkan materi menghitung luas permukaan bola. 3. Siswa kelas IXA SMP Negeri 1 Ndoso Manggarai Barat sangat antusias, semangat, dan sangat termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran Matematika. DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, K.I. & Amri, S,. 2011. PAIKEM GEMBROT: Mengembangkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Jakarta: Prestasi Pustaka. Ibrohim, 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG/MGMP. Malang. Universitas Negeri Malang. Jauhar, M. 2011. Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik: Sebuah Pengembangan Pembelajaran Berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Prestasi Pustaka. Mardiatun. 2012. Pembelajaran Cooperative STAD Dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study Pada Kegiatan On going TEQIP 2012. Malang: Universitas Negeri Malang. Misdi. 2012. Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas VI SD. Malang: Universitas Negeri Malang. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang Suswinto, dkk. 2013. Pedoman Umum TEQIP. Malang: Universitas Negeri Malang.
997
PENINGKATAN PEMAHAMAN KESEBANGUNAN DUA BANGUN DATAR MELALUI ALAT PERAGA BAGI SISWA KELAS IX B SMPN 2 MELIAU Puryanti SMPN 2 Meliau Kabupaten Sanggau
Abstrak: Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dan mendasar untuk dipelajari di Sekolah Menengah Pertama. Matematika sering kali masih merupakan mata pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan. Pengalaman saya selama mengajarkan Kesebangunan Dua Bangun Datar, sering kali menemukan siswa mengalami kesulitan terutama untuk mengidentifikasi dua bangun datar yang memiliki panjang sisi yang berbeda dan besar sudut yang berbeda. Siswa juga masih mengalami kesulitan membuat perbandingan dari panjang sisi-sisi yang diketahui. Hal ini ditemukan dari hasil pekerjaan siswa rata-rata dibawah nilai ketuntasan yaitu 67. Saya sebagai guru sudah semestinya mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu cara yaitu dengan menggunakan alat peraga. Dengan alat peraga diharapkan siswa lebih memahami konsep kesebangunan bangun datar, serta dapat mengidentifikasi dua bangun datar. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang terdiri dari dua Siklus yaitu Siklus I dan Siklus II. Hasil tes akhir siswa Siklus I diperoleh dengan nilai rata-rata 60,69,dan pada Siklus II di peroleh hasil dengan nialai 99,30. Maka terdapat peningkatan hasil belajar siswa antara Siklus I dan Siklus II sebesar 38,61. Kata Kunci: Pemahaman, Kesebangunan, Bangun Datar, Alat Peraga
Sudah tidak rahasia lagi bahwa belajar pada mata pelajaran matematika sangat tidak menyenangkan, bahkan menjadi momok bagi sebagian besar siswa saat menghadapi Ujian Sekolah atau Ujian Nasional. Tidak mengherankan pula jika nilai pada mata pelajaran ini ini rendah dibanding dengan beberapa pelajaran lain. Hal inilah terjadi pada siswsa SMP Negeri 2 Meliau. Ketidak mampuan siswa mencapai nilai diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada setiap Kompetensi Dasar (KD) yaitu 67, yang merupakan penyebab dasar turunnya nilai pelajaran Matematika di SMP Negeri 2 ini. Berdasarkan gejala di atas dapat dipastikan ada unsur dalam proses belajar mengajar yang kurang berfungsi secara maksimal. Selama ini kegiatan belajar mengajar pada pelajaran Matematika di SMP Negeri 2 menggunakan metode ceramah. Metode ini hanya berjalan satu arah. Akibatnya siswa kurang aktif dan cendrung menerima saja apa yang dijelaskan guru. Dengan demikian metode belajar ceramah ini kurang efektif untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar matematika. Pemilihan metode mengajar yang kurang tepat atau kurang cermat seperti yang terjadi pada siswa kelas IX B SMP Negeri 2 Meliau ini bedampak sangat signifikan pada hasil belajar siswa. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar matematika guru hendaknya memperhatikan metode dan ketrampilan yang ia pergunakan. Selain itu juga guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang lebih menarik, menciptakan lingkungan belajar yang membuat siswa aktif khususnya dalam mengajar siswa SMP Negeri 2 Meliau. Keaktifan siswa ini merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Untuk menciptakan keaktifan tersebut adalah dengan memberikan variasi dalam interaksi belajar, contoh belajar secara klasikal, kerja kelompok, diskusi kelompok. Kelas yang membosankan akan mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa. Menurut Hamzah B.Uno (http://kafeguru.blogspot.com/2009/01/modelpembelajaran.htm),istilah pembelajaran memiliki hakekat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk pembelajaran siswa. Oleh karena itu dalam belajar siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi siswa juga diharapkan untuk bisa berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar atau media pembelajaran yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran sebagai salah satu sarana dalam menyampaikan imformasi dari guru kepada siswa dan merupakan alat bantu yang mujarab dalam membangun dan meningkatkan pemahamam siswa terhadap materi yang diberikan atau yang disampaikan oleh 998
guru. Selama ini yang sering terjadi banyak guru yang belum mempergunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan bantuan media pembelajaran. Sehingga sering kali materi yang disampaikan tidak terserap dengan baik dan pada akhirnya siswa tidak bisa menggunakan materi tersebut pada materi selanjutnya. Maka alat peraga sebagai salah satu media pembelajaran yang bisa memberi manfaat yang besar bagi guru dalam menyamakan persepsi dan pandangan siswa akan suatu permasalahan secara bersama dan seimbang. Menurut Estiningsih (1994) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengaandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Alat peraga merupakan salah satu komponen penentu efektivitas belajar. Alat peraga mengubah materi ajar yang abstrak menjadi kongkit dan realistik. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep agar anak mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga maka anak mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti konsep. Dengan kata lain, tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk mendemonstrasikan konsep yang abstrak kedalam bentuk visual. Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi: 1. Memecah rangkaian pembelajaran ceramah yang menoton 2. Membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat siswa belajar 3. Menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan. 4. Memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara kongkrit. 5. Melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian pengalaman nyata. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMP Negeri 2 Meliau kabupaten Sanggau, dengan mengambil subyek penelitian adalah siswa kelas IX B tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 29 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 16 perempuan. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilakukan pada bulan Juli sampai bulan September pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 dengan materi Kesebangunan dan Kekongruenan yang mencakup kesebangunan dua atau lebih bangun datar. Penelitian ini menggunakan metode PTK, dengan peneliti berperan dalam kegiatan penelitian sebagai pengajar. Kemudian di bantu oleh teman sejawat sebagai obsever. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran dalam beberapa Siklus secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kesejawatan dan saling membutuhkan (Suharsimi Arikunto,2006:23). PTK ini dilaksanakan dalam dua siklus. Masing–masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (I Wayan Dasna, 2013:18). HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Siklus I Kegiatan pembelajaran pada Siklus I adalah mengidentifikasi dua bangun datar yang sebangun. Pada pelaksanaan pembelajaran ini Peneliti (guru) di dampingi oleh satu orang guru sebagai kolaborator untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung dikelas IX B SMP Negeri 2 Meliau. Adapun kegiatan yang dilakukan pada Siklus I adalah di mana sebelum pelaksanaan pembelajaran, Peneliti membagi kelompok diskusi terlebih dahulu yang terdiri dari 6 kelopmpok, yang masing-masing kelompok memiliki jumlah 4-5 siswa yang heterogen. Pada saat pembagian kelompok masih ada siswa yang tidak mau bergabung dngan kelompok yang sudah di tentukan oleh guru, mereka menginginkan agar kelompoknya adalah teman sebangkunya. Tapi setelah dijelaskan oleh guru, barulah mereka bergabung dengan kelompok yang sudah ditentukan. Kemudian guru menjelaskan cara mengidentifikasi dua bangun datar yang sebangun. Pada saat guru menjelaskan ada beberapa siswa yang masih bercanda dengan teman sebangkunya mereka tidak serius dalam belajar (Fauzi Nanda dan Yogi Yulhandi). Tapi setelah guru menegur, barulah mereka memperhatikan. Setelah guru menjelaskan masih ada beberapa siswa yang belum memahami cara mengidentifikasi dua bangun datar. Kemudian guru membagikan alat peraga bangun datar (Persegi Panjang, Jajar Genjang) dengan ukuran yang berbeda.Guru membagikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS), penggaris dan busur pada setiap kelompok. Guru meminta setiap kelompok untuk mengisi LKS yang memuat langkah-langkah mengidentifikasi dua bangun datar yang didapatkan oleh setiap kelompok. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 999
1. 2. 3.
Mengukur panjang sisi dari dua bangun datar dengan menggunakan penggaris. Mengukur besar sudut dari dua bangun datar dengan menggunakan busur derajat. Membuat perbandingan panjang sisi dua bangun datar,apakah memilki perbandingan yang senilai atau tidak. 4. Menentukan apakah kedua bangun datar tersebut memliki besar sudut yang sama. 5. Menyimpulkan hasil yang diperoleh dari hasil pengukuran dua bangun datar. Pada saat diskusi kelompok, di mana tiap kelompok pada saat melakukan pengukuran baik panjang sisi dan besar sudut dengan menggunakan penggaris dan busur derajat, siswa masih banyak mengalami kesulitan. Bahkan ada beberapa kelompok yang tidak mengerti cara mengukur sudut dengan menggunakan busur, hal ini ditemukan guru pada saat guru mendatangi tiap kelompok. Pada saat diskusi, ada kelompok yang hanya bermain-main dengan alat peraga yang diberikan,mungkin karena alat peraga ini terbuat dari kertas manila jadi mudah terlipat dan sobek, mungkin juga alat peraga ini tidak menarik bagi siswa, sehingga siswa tidak semangat dalam belajar. Pada saat diskusi siswa juga masih merasa kesulitan untuk membuat perbandingan panjang sisi, hal ini ditemukan pada saat guru mendatangi tiap kelompok dan mereka bertanya bagaimana cara membuat perbandingan sisi pada bangun datar. Pada saat diskusi masih ada kelompok yang meminta hasil dari kelompok yang lain, hal ini dikarenakan mungkin bangun datar yang diberikan ada yang sama. Kemudian masing-masing kelompok diminta untuk mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian, sedangkan kelompok lain diminta untuk menanggapinya. Pada saat persentasi masih ada kelompok yang tidak mau maju ke depan, mereka hanya membiarkan teman yang satu untuk menyampaikan hasil diskusinya. Pada saat persentasi masih ada kelompok yang masih kesulitan untuk berbicara. Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran. Guru memberikan evaluasi beruapa post tes. Pada pengamatan/observasi yang dilakukan oleh obsever. Pengamatan selama proses pembelajaran pada Siklus I ditemukan beberapa masalah antara lain: 1. Kurang tertibnya siswa dalam mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS),dan masih ada siswa yang berjalan-jalan bertanya dengan kelompok lain. 2. Pada pelaksanaan pembelajaran ada beberapa siswa yang tidak mentaati tata tertib dalam melakukan diskusi,misalnya bergurau dengan teman sebangkunya. 3. Dalam dikusi kelompok ada siswa yang hanya diam dan tidak aktif untuk berdiskusi,bahkan hanya membiarkan temannya sendiri yang mengerjakan LKS. 4. Guru masih belum sempurna dalam menyampaikan pelajaran. Hasil tes akhir siswa pada Siklus I diperoleh nilai rata-rata 60,69 dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 40. Untuk siswa yang belum tuntas yang memiliki niali kurang dari kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 67, maka akan diadakan remedial. Jadi berdasarkan hasil yang diperoleh dari Siklus I, dibuat rencana untuk melaksanakan Siklus II. Deskripsi Siklus II Kegiatan proses belajar mengajar pada Siklus II, materi yang dipelajari masih materi mengidentifikasi dua bangun datar. Pada pelaksanaan pembelajaran ini, penulis masih didampingi oleh kolaborator untuk melakukan pengamatan saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Adapun kegiatan yang dilakukan pada Siklus II adalah guru membagi kelompok menjadi 6 kelompok, di mana masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Pada saat pembagian kelompok siswa sudah bisa menerima pembagian kelompok yang ditentukan oleh guru. Guru menyampaikan secara garis besar materi kesebangunan dua bangun datar.Pada saat guru menyampaikan materi siswa begitu antusias mendengarkan. Siswa selalu bertanya pada saat mereka tidak memahami apa yang sampaikan oleh guru( siswa lebih aktif). Guru membagikan alat peraga (Persegi Pangjang, Persegi, Jajar Genjang, Trapesium Siku-Siku, Trapesium Sama Kaki, dan Trapesium Sembarang) dengan ukuran yang berbeda. Kemudian guru membagikan LKS, penggaris dan busur derajat pada setiap kelompok. Pada saat pembagian alat peraga siswa begitu senang dengan alat peraga yang mereka dapatkkan. Hal ini disebabkan mungkin alat peraga ini terbuat dari bahan fiber dengan warna yang cerah (merah, kuning dan hijau). Guru meminta setiap kelompok untuk mengisi/mengerjakan langkah-langkah yang ada dalam LKS yaitu mengidentifikasi dua bangun datar. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1000
1. 2. 3.
Mengukur panjang sisi dari dua bangun datar dengan menggunakan penggaris. Mengukur besar sudut dari dua bangun datar dengan menggunakan busur derajat. Membuat perbandingan panjang sisi dua bangun datar,apakah memilki perbandingan yang senilai atau tidak. 4. Menentukan apakah kedua bangun datar tersebut memliki besar sudut yang sama. 5. Menyimpulkan hasil yang diperoleh dari hasil pengukuran dua bangun datar. Namun sebelum siswa melakukan pengukuran dua bangun datar dengan menggunakan penggaris dan busur, terlebih dahulu guru mendemonstrasika cara mengukur sisi bangun datar dengan menggunakan penggaris dan mengukur sudut dua bangun datar dengan menggunakan busur derajat. Hal ini diharapkan agar setiap kelompok bisa melakukan pengukuran baik panjang sisi dan besar sudut dua bangun datar dengan menggunakan penggaris dan busur derajat. Pada saat diskusi dimana setiap kelompok melakukan pengukuran baik panjang sisi dan besar sudut bangun datar dengan menggunakan penggaris dan busur derajat, setiap kelompok sudah bisa menggunakan penggaris untuk mengukur panjang sisi bangun datar, dan sudah bisa menggunakan busur untuk mengukur besar sudut,dan mereka begitu antusias dan semangat dan saling berkerjasama pada saat diskusi. Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan alat peraga bangun datar yang berbeda pada setiap kelompok, akan lebih memperkecil kerjasama dari setiap kelompok (mengurangi keinginan dari kelompok lain untuk meminta jawaban dari kelompok lain), hal ini terlihat pada saat guru mendatangi setiap kelompok, mereka sudah bisa menunjukkan hasil pengukuran yang telah mereka lakukan secara bersama-sama terutama pada tiap-tiap kelompok. Kemudian masing-masing kelompok diminta untuk mempersentasikan hasil diskusinya didepan kelas secara bergantian,sedangkan kelompok lain diminta untuk menanggapinya. Pada saat persentasi, setiap kelompok sudah menunjukkan kerjasama yang baik, di mana mereka dari 5 orang pada tiap kelompok persentasi kedepan dengan berbagi tugas, ada yang menjadi pembicara (menyampaikan hasil diskusi) ada yang bertugas memegang alat peraga, Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan bimbingan guru, siswa membuat kesimpulan dari kegiatan pembelajaran. Guru memberikan evaluasi beruapa post tes. Pada tahap pengamatan/observasi yang dilakukan oleh obsever.Adapun pada tahap pengamatan ini,obsever mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan lembar obsever. Adapun hasil pengamatan obsever selama proses pembelajaran pada Siklus II ada beberapa peningkatan kegiatan antara lain: 1. Diskusi pada masing-masing kelompok sudah mulai tertib, hal tersebut dikarenakan semua siswa bertanggung jawab untuk menyelesaiakan tugas di dalam kelompoknya. 2. Siswa sudah banyak yang senang dan lebih banyak yang melaksanakan pembelajaran dengan semangat, meskipun masih terlihat ada beberapa siswa yang bermain sehingga pada waktu persentasi didepan kelas masih mengalami kesulitan untuk berbicara. 3. Siswa sudah bisa menggunakan penggaris dan busur derajat untuk melakukan pengukuran pada bangun datar yaitu dengan menggunakan alat peraga bangun datar. 4. Saat didatangi guru siswa dalam kelompok tersebut sudah dapat menunjukkan hasil diskusinya. Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan dan dilakukan pengamatan, langkah berikutnya adalah refleksi dan evaluasi terhadap hasil pengamatan dan hasil evaluasi keberhasilan tujuan perbaikan pembelajaran. Hasil tes akhir siswa pada Siklus II diperoleh nilai rata-rata 99,30 dengan nilai tertinggi 100, dan nilai terendah 45. Dibanding dengan Siklus I, maka Siklus II terjadi kenaikan nilai rata-rata sebesar 38,61. Kedua Siklus yang dilaksanakan pada tindakan guru pada bagian pembahasan merupakan aktifitas yang direncanakan berdasarkan analisis yang berusaha dengan baik dilakukan oleh penulis. Hasil-hasil penelitian secara kualitatip terhadap hasil tersebut disampaikan berikut ini: Tabel 1. Rata-rata Nilai Formatif Suklus Keterangan Siklus I Rata – rata 60.69 Nilai Tuntas (67 – 100 ) 10 ( 34,48 % ) Nilai Belum Tuntas (10-66) 19 (65,52 % ) 1001
Siklus II 99,30 27 ( 93,10 % ) 2 ( 6,89 % )
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa ketuntasan siswa memahami kesebangunan dua bangun datar dengan menggunakan alat peraga mengalami peningkatan yang signifikan. Dimana angka ketidaktuntasan pada Siklus I sebesar 65,52 % menurun menjadi 58,63%. Dengan ada penurunan angka ketidak tuntasan, maka dengan demikian bahwa penggunaan media dan alat peraga akan mempermudah siswa untuk memahami konsep dari materi yang dipelajari dan akan menciptakan suasana belajar yang lebih asyik dan menyenangkan buat siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dari pelaksanaan dua Siklus (Siklus I dan Siklus II) yang dilakukan pada kegiatan ini,ternyata terdapat peningakatan yang signifikan dalam hal langkah-langkah siswa yang melakukan pembelajaran pemahaman kesebangunan dua bangun datar dengan menggunakan alat peraga. 2. Hasil tes akhir siswa pada Siklus I dan Siklus II diperoleh hasil dengan nilai rata-rata 60,69. Dan pada Siklus II diperoleh hasil dengan nilai rata-rata 99,30. Maka terdapat peningkatan hasil belajar siswa antara Sklus I dan Siklus II sebesar 38,61. 3. Pengguanaan alat peraga yang menarik akan meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pembelajaran matematika. 4. Penggunaan alat peraga juga dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk lebih memahami konsep dari kesebangunan dua bangun datar. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta : Rineka Cipta. Dasna, I.W, 2013. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang Estiningsih, E. 1994. Landasan Teknik Pengajaran Hitung SD. Yogyakarta: PPPG Matematika. Hamzah B. Uno. 2009. Model – Pembelajaran http://kafeguru.blogspot.com/2009/01/modelpembelajaran.htm),istilah
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA OPERASI HIMPUNAN Syarianto SMP Negeri 29 Muaro Jambi Abstrak: Rendahnya tingkat pemahaman siswa dalam menguasai konsep salah satu kurang tertariknya siswa dengan suasana belajar yang monoton. Siswa kurang banyak terlibat dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan partisipasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay to Stray. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Masingmasing siklus terdiri dari tiga pertemuan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMPN 29 Muaro Jambi yang berjumlah 20 siswa. Data penelitian ini diperoleh melalui observasi, angket, wawancara serta dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan dengan model pembelajaran kooperatif Two Stay-Two Stray dapat meningkatkan partisipasi siswa dan hasil belajar siswa. Hal ini tampak dari peningkatan skor pengamatan aktivitas dan hasil belajar siswa Kata kunci: Partispasi, Two Stay Two Stray, Operasi Himpunan
Himpunan merupakan materi pembelajaran yang sangat menarik karena termasuk materi yang terkait dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari atau kontekstual. Namun dalam praktek pembelajaran di SMP Negeri 29 Muaro Jambi masih banyak siswa yang memiliki pemahaman 1002
yang rendah pada konsep himpunan. Beberapa faktor penyebabnya terlihat dari intake, minat dan disiplin belajar yang rendah. Hal ini terlihat dari ketuntasan belajar materi himpunan pada pertemuan sebelumnya hanya 3 orang dari 20 siswa dalam suatu kelas. Salah satunya upaya meningkatkan pemahaman siswa adalah mengubah suasana pembelajaran yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu melalui pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada obyek yang nyata serta melibatkan pengetahuan awal siswa (prior knowledge). Belajar menurut Konstruktivis adalah suatu perubahan konseptual, yang dapat berupa pengkonstruksian ide baru atau merekonstruksi ide yang sudah ada sebelumnya. Menurut Konstruktivist dalam Isjoni, (2010:31) ketika siswa masuk ke kelas untuk menerima pelajaran, siswa tidak dengan kepala kosong yang siap diisi dengan berbagai macam pengetahuan oleh guru. Sebenarnya para siswa telah memiliki konsep awal yang diistilahkan oleh para konstruktivist dengan gagasan/pikiran siswa (children's ideas). Relevansi dari teori konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray. Pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas. Implikasi utama dalam pembelajaran menghendaki seting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif, dengan siswa berinteraksi. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat membantu siswa memahami konsepkonsep matematika yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan mengembangkan sikap sosial siswa. Melalui teknik Two Stay Two Stray ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa. Mereka berdiskusi atau bekerja sama untuk tujuan bersama. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan bertamu ke kelompok lain. Dua siswa yang tinggal dikelompoknya bertugas membagi hasil kerja atau menyampaikan informasi kepada tamu mereka. Siswa yang menjadi tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri. Mereka melaporkan hal yang didapat dari kelompok lain. Two Stay Two Stray adalah salah satu type dalam pembelajaran kooperatif yang diartikan sebagai dua tinggal dua tamu. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan hasil informasi dengan kelompok lain (Isjoni, 2010:79) Model type Two Stay Two Stray terdapat 7 fase atau langkah utama dalam pembelajaran. Langkah-langkah tersebut telihat seperti berikut ini. 1. Siswa dikelompokkan. 2. Siswa bekerja sama dalam kelompok. 3. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok bertamu ke kelompok lain. 4. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 5. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 6. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 7. Guru memberi evaluasi. Menurut Raymon dalam Taniredja (2010:96) partisipasi siswa merupakan ukuran keterlibatan dalam aktivitas kelompok. Dalam perspektif psikologis, pertisipasi diartikan sebagai kondisi mental yang menunjukkan sejauh mana anggota kelompok bisa menikmati posisinya sebagai anggota kolektivitas. Dalam konteks pembelajaran di kelas pertisipasi siswa adalah keterlibatan siswa dalam aktivitas kelompok dalam memberikan sumbangan tenaga dan pikiran untuk dirinya sendiri dan bermanfaat bagi anggota lainnya untuk mencapai tujuan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah kelas VII A karena presensi kehadiran yang baik dibandingkan kelas lain sehingga akan memperlancar proses tindakan, pengumpulan data dan penganalisisan data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah: 1003
1. 2. 3.
Hasil observasi aktivitas guru dan partisipasi siswa yang berpedoman pada lembar pengamatan Catatan lapangan dan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran. Hasil belajar tes awal penelitian dan tes pada akhir tiap-tiap tindakan. Pemberian penghargaan pada kelompok menurut Isjoni (2010) peneliti dapat mengadopsi penilaian dalam STAD. Untuk penyekoran kuis ditunjukkan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Skala poin peningkatan kuis
4.
No Skor tes terkini Skor Peningkatan 1 Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 2 10 poin di bawah sampai 1 poin skor dasar 10 3 Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar 20 4 Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 5 Pekerjaan sempurna (tanpa perlihatkan skor dasar) 30 Tiap-tiap tim mendapat penghargaan atau hadiah berdasarkan pada rata-rata perolehan poin. Pemberian penghargaan seperti yang dikemukakan Slavin dalam Isjoni (2010) pemberian penghargaan atas pencapaian kelompok didasarkan pada tiga tingkatan, yaitu: tim baik untuk rata-rata poin tim 15, tim hebat 20, dan tim super dengan rata-rata 25. Angket partisipasi siswa dan tanggapan siswa dalam model pembelajaran Angket Partisipasi sebanyak 15 item dan Tanggapan Siswa sebanyak 25 item menggunakan skala likert. Tabel 2. Kriteria penilaian jawaban responden
Kriteria opsi jawaban responden tidak pernah/sangat gaduh/sangat tidak senang/sangat sulit/makin bingung jarang/gaduh /tidak menyenangkan/sulit/bingung kadang-kadang/agak gaduh/agak menyenangkan/agak mudah/agak bingung sering/tenang/menyenangkan/mudah/jelas selalu/sangat tenang dan tertib/sangat mudah/sangat jelas
5.
Skor 5 4 3 2 1
Jawaban subjek penelitian pada saat wawancara. Wawancara dilakukan setelah pelaksanaan tindakan dengan berpedoman pada panduan wawancara yang dirancang sesuai aspekaspek yang berpengaruh dalam pelaksanaan tindakan. Pedoman wawancara juga merupakan pengembangan dari angket partisipasi dan respon siswa yang tujuannya mempertegas dari hasil jawaban angket-angket tersebut. Teknis wawancara dilakukan secara acak mewakili kelompok belajar. Prosedur dan langkah-langkah tindakan mengikuti model Kemmis dan McTaggart dalam Taniredja (2010) berupa siklus spiral yang terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi, yang diikuti siklus spiral berikutnya.
Gambar 1. Alur PTK Model Kemmis dan Mc Tagart
1004
1. Perencanaan Pada tahap ini dilakukan berbagai persiapan dan perencanaan yang meliputi: tes kemampuan awal siswa untuk pembagian kelompok. membuat skenario pembelajaran tindakan mempersiapkan bahan ajar. Materi dari buku pegangan Buku Matematika Kontekstual Kelas VII, Buku BSE Matematika Kelas VII dan LKS mempersiapkan alat bantu mengajar seperti penggaris, spidol warna dll. mempersiapkan instrumen evaluasi mempersiapkan lembar jawaban untuk evaluasi. mempersiapkan jurnal refleksi diri. 2. Pelaksanaan tindakan a. Pendahuluan - Guru memberitahu materi yang akan disampaikan kepada siswa. - Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai pada pertemuan ini. - Guru melakukan motivasi dan apersepsi. - Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan singkat kepada siswa sebagai materi prasyarat unruk mengarahkan dan menyiapkan siswa pada materi yang akan dipelajari b. Kegiatan Inti - Mengelompokkan siswa yang terdiri dari 5 kelompok yang beranggotakan 4 orang siswa, yaitu kelompok Aljabar, Aritmatika, Geometri, Phytagoras, dan John Venn - Guru menjelaskan secara singkat materi pembelajaran - Guru menjelaskan cara-cara kerja kelompok - Guru membagikan tugas kepada masing-masing kelompok - Siswa mengerjakan tugas dalam kelompoknya masing-masing - Dua orang siswa masing-masing kelompok diminta untuk mencari info tentang hasil jawaban dari kelompok lain setelah itu kembali ke kelompok asal melaporkan temuannya, mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. - Siswa mempresentasikan masing-masing hasil diskusi kelompok - Guru melakukan penguatan materi pelajaran - Guru memberikan tugas/kuis c. Penutup - Dengan bimbingan guru siswa menarik kesimpulan dan membuat rangkuman. - Guru memberikan refleksi - Guru memberikan PR 3. Observasi Pengamat mengisi format instrumen yang telah disiapkan. Hasil observasi dan evaluasi pembelajaran digunakan untuk dianalisis dan memperbaiki kualitas proses pembelajaran pada siklus berikutnya. a. Pengamatan terhadap siswa - Kehadiran siswa - Perhatian terhadap cara guru menjelaskan materi pelajaran - Banyaknya siswa yang bertanya atau memberikan pendapat - Aktivitas siswa pada saat mengerjakan soal seperti mengerjakan kegiatan matematis, seperti menghitung, mencatat, memprediksi, membuat kesimpulan, generalisasi, dll - Berintereaksi satu sama lain dengan menyampaikan gagasan , saling bertanya atau menjelaskan, berdiskusi, memberikan pendapat /tanggapan dalam pemecahan masalah dalam kelompok - Menghargai gagasan sesama teman dan mau menerima pendapat orang lain sehingga menghasilkan hasil keputusan kelompok (kesimpulan) - Motivasi mengerjakan tugas yang diberikan guru - Bertanggung jawab sebagai anggota kelompok - Mempresentasi hasil diskusi dengan berani, terstruktur, baik dan lancar 1005
- Memberikan tanggapan pada kelompok lain - Menerima tanggapan/ masukan dari kelompok lain - Mencatat hasil keputusan (kesimpulan) kelas b. Pengamatan terhadap guru - Kehadiran guru - Penampilan guru di depan kelas - Persiapan pembelajan - Penyampaian tujuan pembelajaran - Memotivasi siswa - Memyampaikan materi prasayarat - Cara menyampaikan materi pelajaran - Suara guru dalam menyampaikan materi - Mengatur siswa dalam kelompok belajar dan penataan tempat duduk siswa - Melatih keterampilan kooperatif dalam kelompok - Memberikan bimbingan kepada siswa satu kelas dalam kelompok - Mendorong dan membimbing keterampilan kooperatif satu kelas seperti mengajukan pertanyaan, menanggapi pertanyaan, menyampaikan pendapat, - Membimbing membuat rangkuman - Mengumumkan penghargaan - Memberikan tindak lanjut pembelajaran/tugas/PR - Pengelolaan alokasi waktu - Suasana kelas yang berpusat pada siswa dan kondusif - Antusias siswa dan guru - Sumber belajar, Alat dan media pembelajaran 4. Refleksi Revisi tindakan pada setiap siklus dilakukan berdasarkan hasil refleksi dengan memperhatikan hal-hal yang sudah efektif untuk dipertahankan dan yang kurang efektif diperbaiki serta yang tidak efektif diganti. Kriteria Keberhasilan Indikator keberhasilan pembelajaran jika ketuntasan individual minimal 70, dan mancapai ketuntasan klasikal 85%. Untuk indikator keberhasilan tindakan, tindakan dinyatakan berhasil apabila nilai ratarata tindakan memenuhi kriteria baik sesuai dengan skala instrumen tindakan dengan kriteria sebagai berikut: Interval Kualifikasi 0 – 1,99 Sangat kurang 2 – 2,99 Kurang 3 – 3,99 Cukup 4 – 4,99 Baik 5 Sangat baik HASIL PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data pada siklus I, indeks rata-rata partisipasi siswa 3,96 dan ratarata hasil belajar siswa 59,1. Hal ini belum maksimal seperti yang di harapkan sehingga diperlukan siklus II dengan perubahan tindakan yang memungkinkan bisa lebih meningkatkan lagi partisipasi dan hasil belajar siswa. Pada siklus II kegiatan belajar tetap menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray akan tetapi siswa dituntun dahulu melalui LKS untuk menemukan dan menuliskan anggota himpunan dari suatu diagram Venn yang dimaksud. Pembahasan Hasil Partisipasi Siswa Seteleh melalui dua siklus maka dapat direkapitulasi hasil partisipasi siswa disajikan dalam tabel berikut:
1006
Tabel 3. Rekapitulasi Skor Rata-Rata Partisipasi Siswa
Rataan skor partisipasi
Siklus I Siklus II 3, 96 4, 63
Dari table 3 yang disajikan terlihat terjadi peningkatan rata-rata skor partisipasi siswa dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray. Partisipasi tersebut dalam hal: a. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru b. Memberikan pendapat ataupun pertanyaan terhadap materi yang dijelaskan guru c. Aktivitas dalam kelompok pada saat mengerjakan soal seperti, menghitung, mencatat, mengeneralisasi, memprediksi, menyimpulkan, dll d. Intereaksi dengan sesama anggota kelompok dengan menyampaikan pertanyaan, gagasan, menjelaskan, mendiskusikan gagasan. e. Menghargai gagasan dan mau menerima pendapat orang lain f. Motivasi dalam melaksanakan tugas g. Tanggung jawab sebagai anggota kelompok h. Aktif dalam diskusi kelas i. Memberikan penghargaan kepada kelompok lain yang lebih berhasil j. Mencatat hasil kesimpulan diskusi kelas Pembahasan Hasil Belajar Rekapitulasi hasil belajar disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4. Rekapitulasi Skor hasil belajar
Rataan hasil belajar siswa
Rata-rata Siklus I 59,1
Rata-rata Siklus II 83,09
Berdasarkan rekapitulasi pada tabel 4 yang disajikan terlihat terjadi peningkatan ratarata skor hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Jika ditinjau dari hasil nilai akhir jawaban siswa maka dapat dikatakan semua siswa memiliki nilai hasil belajar yang tinggi terlihat dari hasil akhir jawaban siswa tiap soal yang benar dan dapat mencapai nilai maksimal butir soal sesuai dengan indikator soal nomor terakhir, artinya siswa dapat memahami dan menjawab soal dengan benar dan tepat. Pembahasan Hasil Observasi Pengelolaan Pembelajaran Rekapitulasi rata-rata skor pengamatan aktivitas guru menunjukkan peningkatan seperti yang tertera pada skor nilai pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Rekapitulasi Skor Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran
SI/P1 SI/P2 SI/P3 SII/P1 SII/P2 Jumlah Skor 111 111 120 126 132 Rata-rata Skor Pengelolaan Kelas 3.83 3.96 4.00 4.20 4.40 Kategori CUKUP BAIK CUKUP BAIK BAIK BAIK BAIK Rata-rata Skor Pengelolaan Kelas 3.93 4.30 Kategori CUKUP BAIK BAIK Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa guru mengalami peningkatan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran. Peningkatan tersebut adalah: a. Persiapan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Penjelasan siklus yang digunakan pada model tindakan d. Penyampaian materi yang lebih inovatif e. Mendorong dan membimbing dilakukannya ketrampilan kooperatif dalam memecahkan masalah kelompok f. Mendorong dan membimbing dilakukannya ketarmpilan kooperatif satu kelas g. Membimbing siswa membuat rangkuman 1007
h. i. j. k.
Melakukan refleksi bersama siswa Pelaksanaan waktu Penggunaan alat dan media belajar Suasana kelas yang kondusif Dari gambaran dapat disimpulkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pelaksana tindakan sudah memenuhi kriteria baik Pembahasan Hasil Respon Siswa Rekapitulasi hasil angket respon siswa disajikan dalam Tabel 6 senbagai berikut: Tabel 6. Rekapitulasi Angket Respon Siswa
Rataan skor respon siswa
Siklus I 3,65
SIklus II 4,01
Berdasarkan tabel 6, siswa menunjukkan bahwa: a. Terjadi peningkatan respon siswa setiap siklus b. Suasana kelas dan pembelajaran menggunakan model pembelajaran TS-TS lebih menyenangkan c. Siswa lebih termotivasi dalam menyelesaikan soal secara bersama dan lebih terasa mudah d. Siswa menjadi lebih berani mengungkapkan tanggapan dan presentasi hasil belajarnya e. Siswa lebih cepat memahami materi karena adanya kerjasama kelompok f. Siswa menjadi aktif berpartisipasi dalam belajar kelompok g. Siswa menjadi lebih terlatif berpikir kritis, menghubungkan materi pelajaran dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari h. Siswa termotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum belajar agar menjadi yang terbaik dan memperoleh penghargaan i. Siswa menjadi lebih senang belajar matematika yang disajikan dalam model pembelajaran yang menarik Tabel 7. Rekapitulasi Angket Partisipasi Siswa
Persentase respon positif
Siklus I 50 %
SIklus II 71 %
Berdasarkan tabel 7, menunjukkan peningkatan respon siswa dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I siswa masih baru mengenal model pembelajaran dan masih belum banyak memahami model pembelajaran dan setelah melalui proses sehingga pada siklus II respon siswa menunjukkan peningkatan respon positif terhadap model pembelajaran yang diterapkan. Pembahasan Wawancara Berdasarkan wawancara yang dilakukan sebagian besar siswa umumnya tertarik dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Pada awal pelaksanaan tindakan siswa berpendapat agak bingung tindakan yang bagaimana yang harus mereka lakukan untuk kerja kelompok. Namun pada pelaksanaan tindakan pertemuan selanjutnya mereka sudah bisa dan memahami apa yang harus mereka lakukan untuk kelompok mereka dan tugas mereka masing-masing. Bagi siswa yang merasa agak lambat memahami materi merasa terbantu dengan adanya kerjasama kelompok. Disamping itu, siswa lebih leluasa mengekspresikan pengetahuan mereka untuk anggota kelompoknya dan diskusi kelas untuk mendapatkan pengahargaan yang terbaik. Terhadap materi pelajaran siswa lebih merasa mudah memahami masalah himpunan jika disajikan dalam bentuk konkrit menggunakan alat bantu pembelajaran seperti benda-benda sekitar sebagai objek himpunan yang dikelompokkan seperti halnya pada diagram venn. Dalam menyelesaikan soalpun dengan menggunakan alat peraga dan diagram lebih mudah dan praktis daripada secara rumus teoritis.
1008
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Model pembelajaran kooperatif type Two Stay Two Stray dapat meningkatkan partisipasi siswa, kerja sama dan sikap sosial sesuai nilai karakter bangsa. Diantaranya dalam hal: Perhatian siswa terhadap penjelasan guru Memberikan pendapat ataupun pertanyaan terhadap materi yang dijelaskan guru Aktivitas dalam kelompok pada saat mengerjakan soal seperti, menghitung, mencatat, mengeneralisasi, memprediksi, menyimpulkan, dll Intereaksi dengan sesama anggota kelompok dengan menyampaikan pertanyaan, gagasan, menjelaskan, mendiskusikan gagasan. Menghargai gagasan dan mau menerima pendapat orang lain Motivasi dan tanggung jawab sebagai anggota kelompok dalam melaksanakan tugas Pengakuan untuk menghargai kelompok lain yang lebih berhasil 2. Model pembelajaran kooperatif type Two Stay Two Stray dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah himpunan. 3. Selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif siswa merasa senang dalam berdiskusi, menambah keberanian dalam menyampaikan pendapat, dan keterampilan-keterampilan lain dalam pembelajaran kooperatif. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas maka peneliti menyarankan: 1. Dapat mengunakan model pembelajaran kooperatif type Two Stay Two Stray sebagai alternatif dari model pembelajaran yang dapat diterapkan guna meningkatkan partisipasi dan hasil belajar siswa. 2. Memperhatikan pengalokasian waktu yang diperlukan dalam menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray karena model pembelajaran ini cukup membutuhkan waktu yang lebih bagi siswa untuk melaksanakan kegiatan diskusi dalam kelompok dan bertamu ke kelompok lain. 3. Menggunakan alat bantu pembelajaran, alat peraga ataupun menggunakan pendekatan yang kontekstual yang bisa mempermudah siswa memahami materi DAFTAR RUJUKAN Isjoni, 2010. Cooperatif Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta Taniredja; Pujiati dan Nyata. 2010. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATERI KESEBANGUNAN DAN KONGRUENSI MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL JIGSAW PADA SISWA KELAS IXA SMP NEGERI 4 TAHUNA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Viktorino Teddy Loong Guru SMPN 4 Tahuna, Kabupaten Sangihe Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX SMPN 4 Tahuna pada materi kesebangunan dan kongruensi melalui metode kooperatif model jigsaw. Penelitian ini menggunakan PTK yang diterapkan pada 21 siswa kelas IX SMPN 4
1009
Tahuna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus III rata-rata hasil belajar siswa adalah 81,43 dan persentase siswa yang mengalamai ketuntasan adalah 85,71%, dengan demikian dapat disimpulkan adanya peningkatan prestasi belajar siswa pada materi kesebangunan dan kongruensi melalui metode pembelajaran kooperatif model jigsaw pada siswa kelas IX SMPN 4 Tahuna. Kata kunci: Kesebangunan dan Kongruensi, Prestasi belajar, Kooperatif model jigsaw
Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa, siswa dengan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa, dan lebih lagi interaksi antara siswa dengan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Interaksi dalam peristiwa pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar. Sebagai salah satu pelaku dalam pembelajaran, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang berhasil dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan. Demikian pula dalam upaya membelajarkan siswa, guru dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif. Agar dapat mengajar efektif, guru harus meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Kesempatan belajar siswa dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Hal ini berarti kesempatan belajar makin banyak dan optimal serta guru menunjukkan keseriusan saat melaksanakan pembelajaran. Makin banyak siswa yang terlibat aktif dalam belajar, makin tinggi kemungkinan prestasi belajar yang dicapainya. Sedangkan dalam meningkatkan kualitas dalam pembelajaran hendaknya guru mampu merencanakan program pembelajaran dan sekaligus mampu pula melakukan dalam bentuk interaksi pada proses pembelajaran. Bagi guru sendiri keberhasilan tersebut akan menimbulkan kepuasan, rasa percaya diri serta semangat yang tinggi. Hal ini berarti telah menunjukkan sebagian sikap guru professional yang dibutuhkan pada era globalisasi dengan berbagai kemajuannya, khususnya kemajuan ilmu dan teknologi yang berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Pengalaman penulis mengajar matematika kelas IX di SMPN 4 Tahuna prestasi belajar siswa masih rendah, terutama untuk materi kesebangunan dan kongruensi. Dari hasil refleksi diperoleh informasi bahwa model pembelajaran yang dilakukan guru masih konvensional, yaitu guru menyampaikan informasi kepada siswa kemudian dilanjutkan dengan latihan soal. Siswa cenderung pasif dalam pembelajaran karena siswa belum punya kesempatan untuk berbagi dengan temannya. Padalah dalam pembelajaran matematika tidak lagi mengutamakan pada penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau tugas matematika dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide kepada orang lain. Langkah-langkah tersebut memerlukan partisipasi aktif dari siswa. Untuk itu perlu ada metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Adapun metode yang dimaksud adalah metode pembelajaan kooperatif. Pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada interaksi antar siswa. Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan sepadan”. (Soekamto. 1997). Pembelajaran kooperatif model jigsaw memiliki langkah sebagai berikut, siswa bekerja dalam kelompok empat atau lima orang. Setiap angota tim membaca pasal yang berlainan. Selanjutnya para siswa didalam kelompok ahli tersebut kembali lagi ke timnya semula dan bergantian mengerjakan apa yang sudah dipelajarinya kepada anggota tim lain.Akhirnya, para 1010
siswa mengikuti kuis yang mencakup seluruh pasal, dan skor kuis menjadi skor tim. Skor yang disumbangkan oleh siswa ke timnya didasarkan pada peningkatan individual, dan siswa-siswa yang berada di tim dengan skor tertinggi berhak mendapat sertifikat atau penghargaan lain. Jadi para siswa dimotivasi untuk mempelajari materi pembelajaran yang diberikan sebaik mungkin dan bekerja keras di dalam kelompok ahli sehingga dapat membantu anggota kelompok lainnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya. (Nur, 1996: 2). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Margono(1996) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simultan terintegratif; (d) administrasi sosial eksperimental. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau sedang diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan. Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan pratek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru (Margono. 1996). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Margono. 1996), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan seperti yang berikut ini: 1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran. 2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya metode pembelajaran model jigsaw. 3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat. 4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam tiga putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas materi pembelajaran yang sama dan diakhiri dengan tes di akhir masing-masing putaran. Dibuat dalam tiga putaran dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar. 2. Rencana Pelajaran (RP) Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan pembelajaran. 1011
3. Lembar Kegiatan Siswa Lembar kegiatan ini yang dipergunakan siswa untuk membantu proses pengumpulan data hasil eksperimen. 4. Tes Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika pada pembelajaran Kesebangunan dan Kongruensi. Tes ini diberikan setiap akhir putaran. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw, observasi aktivitas siswa dan guru beserta tes. Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus 1 a. Tahap Persiapan Pada tahap ini guru sebagai peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes dan alat-alat pengajaran yang mendukung. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan dengan alokasi 2 x 40 menit sebanyak 2 kali pertemuan dengan jumlah siswa 21 orang. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok yang kemampuannya sudah dipetakan sehingga tiaptiap kelompok mempunyai tingkat kecerdasan yang berimbang. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung guru melakukan pengamatan Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus I berada pada kriteria cukup (nilai 22,5). Dari hasil tes yang diberikan bahwa dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 66,19 dan ketuntasan belajar mencapai 66,67% atau ada 14 siswa dari 21 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus 1 secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 66,67% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw. c. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut: 1. Guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu 3. Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung. d. Revisi Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus 1 ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya. 1. Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan. 1012
2. Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan. 3. Guru harus lebih trampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa lebih antusias. Siklus 2 Pembelajaran pada siklus 2 ini dilaksanakan berdasarkan refleksi pada siklus 1. Pembelajaran masih tetap menggunakan metode kooperatif model jigsaw. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus 1, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus 1 tidak terulang lagi pada siklus 2. Pengamatan (observasi) tetap dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan proses. Dari pengamatan , tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan pembelajaran (siklus 2) yang dilaksanakan dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw mendapatkan penilaian yang cukup baik. Hasil pengamatan menunjukkan nilai 36,5 (baik) dan diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,33% dan ketuntasan belajar mencapai 76,19% atau ada 16 siswa dari 21 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus 2 ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Nilai di atas belum merupakan hasil yang optimal, karena masih ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan konsep, dan pengelolaan waktu seefisien mungkin. Dengan penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam penerapan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw diharapkan siswa dapat menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa yang telah mereka lakukan. Refleksi Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperoleh informasi melalui pengamatan sebagai berikut: 1. Memotivasi siswa 2. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep 3. Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep 4. Pengelolaan waktu Revisi Rancangan Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus 3 antara lain: 1. Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung. 2. Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. 3. Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. 4. Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 5. Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.
1013
Siklus 3 Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pembelajaran , LKS , soal tes formatif dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Tahap pelaksanaan dan pengamatan Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus 3. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pembelajaran dengan memperhatikan refisi pada siklus 2, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus 2 tidak terulang lagi pada siklus 3. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran. Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Dari hasil observasi, dapat terlihat aspek-aspek yang pada kegiatan pembelajaran siklus 3 dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw mendapatkan nilai cukup baik dengan cara memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, dan pengelolaan waktu. Penyempurnaan aspek-aspek di atas dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw diharapkan dapat berhasil semaksimal mungkin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus 3 berada pada kriteria baik (nilai 44,5). Sedangkan dari tes diperoleh nilai rata-rata sebesar 81,43 dan dari 21 siswa yang telah tuntas sebanyak 18 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85,71% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus 3 ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus 2. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus 3 ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw menjadikan siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Refleksi Pada tahap ini dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw. Dari data-data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum maksimal, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek naik secara signifikan. 2. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik. 4. Hasil belajar siswa pada siklus 3 mencapai ketuntasan. Pada siklus 3 guru telah menerapkan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Hasil belajar siswa juga sudah baik sehingga peneltian tindakan kelas ini bisa dihentikan. PENUTUP Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari sklus 1, 2, dan 3) yaitu masing-masing 66,67%, 76,19%, dan 85,71%. Pada siklus 3 ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika pada pokok bahasan kesebangunan dan kongruensi dengan metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang paling dominan adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif. Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah 1014
metode pembelajaran kooperatif model Jigsaw dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas yang muncul pada proses pembelajaran di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. DAFTAR RUJUKAN Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta. Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya. Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMPN 1 MELONGUANE PADA MATERI GARIS-GARIS SEJAJAR MELALUI PENERAPAN METODE PEMBERIAN TUGAS DENGAN MEMANFAATKAN TUTOR SEBAYA Wilmar Sipota SMP N 1 Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud Abstrak: Materi garis-garis sejajar adalah materi pelajaran matematika yang sifatnya abstrak. Untuk memudahkan siswa dalam belajar garis-garis sejajar dibutuhkan banyak tugas yang memanfaatkan tutor sebaya. Tujan PTK ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar melalui penerapan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya. Hasil pelaksanaan siklus 1 adalah 85% siswa sudah mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6,5. Dengan hasil pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIII SMP N 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar Kata Kunci: Garis-garis sejajar, Pemberian tugas, Tutor sebaya
Pengalaman penulis mengajar Matematika di kelas VIII SMP N 1 Melonguane diperoleh gambaran bahwa hasil belajar siswa masih rendah dan siswa cenderung pasif apabila kegiatn pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil instropeksi guru diperoleh gambaran bahwa pembelajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru dan tidak pernah memberi tugas pada siswa. Sedangkan hasil wawancara dengan siswa diperoleh gambaran bahwa mereka lebih suka bertanya permasalahan yang belum dimengerti kepada temannya dari pada kepada gurunya.Hal ini sangat merisaukan kalangan guru matematika di SMP N 1 Melonguane terutama peneliti untuk mencari alternative solusi supaya siswa meningkat hasil belajarnya. Surakhmad(1986)menyatakan bahwa metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan Pasaribu dan Simandjuntak(1983) mengemukakan beberapa kriteria dalam menggunakan metode mengajar sebagai berikut.1).sesuai dengan tujuan pelajaran 2) sesuai dengan waktu,tempat dan alat yang tersedia dan dengan tugastugas guru 3)sesuai dengan jenis kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pelajaran 4) menarik bagi siswa 5) dipahami oleh siswa 6) sesuai kecakapan guru. Pemberian tugas adalah salah satu metode pengajaran yang sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar sebagai variasi dalam penyajian pelajaran kepada siswa. Metode pemberian tugas dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah, akan tetapi penerapan metode ini tidak terbatas pada anggapan tersebut karena tugas yang diberkan kepada siswa terdiri dari tiga fase kegiatan; 1) guru memberikan tugas, 2) siswa mengerjakan tugas, 3) siswa mempertanggungjawabkan kepada guru apa yang telah dipelajari selanjutnya. Sedangkan Sudirman (1987) mengemukakan bahwa pemberian tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. 1015
Pemberian tugas kepada siswa harus memperimbangkan kewajaran dari pada tugas yang diberikan agar kelemahan-kelemahan dari metode ini dapat dikurangi. Berdasarkan uraian di atas,maka dapat dinyatakan bahwa metode pemberian tugas adalah cara penyajian pelajaran tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar atau mengerjakan tugas, baik dalam kelas atau di rumah asalkan tugas tersebut dapat dikerjakan dengan baik. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar baik dalam bahan pelajaran maupun mengerjakan tugas pelajaran yang diberikan oleh guru, diperlukan seseorang untuk membantu kesulitan tersebut yang berfungsi sebagai tutor. Tutor adalah orang yang memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Conny Semiawan (1989:24) menjelaskan bahwa metode tutorial dapat dilakukan oleh siswa sebagai guru tutor sebaya. Tutor sebaya adalah siswa yang pandai dapat memberi bantuan kepada siswa yang kurang pandai, dimana bantuan dapat diberikan diluar atau didalam kelas dalam bentuk kegiatan belajar kelompok. Siswa yang ditunjuk sebagagai tutor memegang peranan penting dalam upaya perbaikan kesulitan belajar siswa. Syarat sebagai tutor sebaya adalah; 1) menguasai bahan yang ditutorkan 2) mengetahui cara mengajarkan bahan tersebut. 3) diterima/disetujui oleh siswa yang akan ditutor. 4) memiliki hubungan sosial yang baik, bersahabat dan menunjang tutor. 5) mampu menyampaikan bahan perbaikan yang dibutuhkan oleh siswa yang menerima bantuan. 6) mempunyai daya kreatif yang cukup untuk memberikan bimbingan atas bantuan. Berdasarkan uraian di atas dan permasalahan yang dihadapi siswa, maka penulis melaksanakan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar melalui penerapan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya. METODE PENELITIN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Melonguane kelas 8 a yang berjumlah 30 orang siswa terdiri dari laki-laki 15 orang dan perempuan 15 orang yang terdaftar tahun 2009/2010. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan langkah sebagai berikut: 1. Rencana Pada tahap ini, penelitian membuat instrumen penelitian yang terdiri dari rencana pelajaran dan tes untuk mengukur hasil belajar siswa. 2. Pelaksanaan Tindakan Peneliti melaksanakan kegiatan pembelajaran yang memusatkan pada tindakan penerapan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya dalam pembelajaran garis-garis sejajar. 3. Observasi Pada tahap ini pengamat,dalam hal ini sesama guru akan mengamati bagaimana proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru, selanjutnya pada bagian akhir dari kegiatan pembelajaran,peneliti akan mengevaluasi hasil belajar siswa. 4. Refleksi Berdasarkan pada hasil observasi, selanjutnya dilakukan refleksi, apakah penelitian masih dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tidak. Sdangkan kriteria keberhasilan penelitian ini ditentukan oleh ketuntasan secara klasikal,yaitu 85 % siswa telah memperoleh nilai minimal 6,5 HASIL DAN PEMBAHASAN Diskripsi siklus 1 Penerapan metode pemberian tugas dalam pembelajaran garis-garis sejajar dengan memanfaatkan tutor sebaya dilaksanakan dengan tiga kali pertemuan. Peneliti bekerja sama dengan teman guru dan kepala sekolah untuk membantu melaksanakan kegiatan observasi di kelas. Pada ahkir siklus dilakukan tes untuk mengetahui keberhasilan penelitian. Dari hasil tes akhir siklus I diperoleh data bahwa sudah 85% siswa mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 6,5. Ini berarti penelitian sudah dapat dihentikan karena sudah mencapai indikator keberhasilan. 1016
Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 1 siklus dan diawali dengan tes awal. Tujuan dilakukanya tes awal adalah untuk mengetahui kemampuan dasar siswa terhadap materi garis-garis sejajar. Hasil tes awal menunjukkan nilai semua siswa kurang dari criteria ketuntasan minimal. Ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa terhadap materi ini masih rendah. Hal ini bisa disebabkan karena metode belajar sebelumnya yang cenderung satu arah, guru lebih banyak bercerita dan murid kurang mendapat kesempatan untuk belajar dari temannya. Siswa seharusnya dilibatkan untuk membantu temannya yang masih merasa kesulitan. Dengan membantu temannya yang masih mengalami kesulitan siswa tersebut akan berupaya untuk belajar lebih giat lagi. Demikian juga siswa yang mendapat bantuan dari temannya akan merasa tidak takut dan malu dalam belajar. Model membelajarkan dengan temannya seperti ini yang disebut dengan tutor sebaya. Setelah dilakukan pelaksanaan tindakan pada Siklus 1, yaitu pemberian tugas untuk garis-garis yang sejajar dengan menggunakan tutor sebaya diperoleh hasil 85% siswa sudah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65. Ini dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas VIII SMP N 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar melalui penerapan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas VIII SMP N 1 Melonguane dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pemberian tugas dengan memanfaatkan tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIII SMP N 1 Melonguane pada materi garis-garis sejajar. Dengan diterapkannya metode ini diperoleh hasil bahawa 85% siswa sudah mencapai nilai lebih dari atau sama dengan 65 yang merupakan KKM untuk matapelajaran matematika di SMP N 1 Melonguane. DAFTAR RUJUKAN Pasaribu,L.L.dan simandjuntak,B. 1983. Proses belajar mengajar. Bandung: Tarsito. Semiawan,Ca. 1989. Pendekatan Ketrampilan Proses.Jakarta: Gramedia. Surakhmad,W. 1984. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar.Bandung: Tarsito.
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG SISWA KELAS III SDK II ATAMBUA Vera Kartina SDK II Atambua Abstrak: Salah satu masalah yang sering dihadapi pada mata pelajaran matematika adalah tidak aktif serta kurangnya motivasi dalam belajar siswa. Tentu saja, hal ini berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Faktor terbesar yang mempengaruhi hal tersebut adalah guru. Hal ini dikarenakan guru memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Untuk mengatasi kurangnya peran aktif siswa dalam belajar, guru harus memiliki kompetensi merancang kegiatan belajar. Hal ini agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami dan sesuai urutan yang logis. Untuk itu guru perlu memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif adalah pembelajaran inquiri. Dengan metode inquiri siswa lebih dilibatkan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan. Kata Kunci: pembelajaran, inquiri
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar juga dapat diartikan sebagai 1017
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku tersebut adalah perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor) maupun efektif (Dwiyana, 2003). Dalam suatu proses belajar mengajar (PBM) diharapkan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Dalam proses tersebut pendidik berperan sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dalam suatu kegiatan belajar mengajar yang utuh, melibatkan beberapa komponen seperti siswa, guru, tujuan pembelajaran, materi, metode, media dan evaluasi. Keberhasilan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain metode mengajar, sarana-prasarana, dan materi pembelajaran. Demikian pula, dalam pembelajaran matematika, peran guru sangat penting dalam mengelola pembelajaran. Guru tidak hanya menguasai teori-teori dan materi matematika saja, tetapi juga harus memiliki kompetensi merancang kegiatan pembelajaran. Hal ini, agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami dan sesuai urutan yang logis dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Penulis sebagai guru matematika di MI Hidayatullah Atambua sering menghadapi masalah dalam pembelajaran, di antaranya siswa tidak aktif dalam belajar dan kurangnya motivasi dalam belajar. Dalam satu minggu pelajaran matematika biasanya diisi 5-6 jam. Dampak dari gejala ini diperlihatkan pada hasil belajar siswa kurang memuaskan. Pada saat proses belajar mengajar, banyak siswa yang tidak aktif dan hanya pasif sebagai penerima pelajaran. Ketika diskusi seringkali didominasi oleh siswa yang aktif dan cepat menerima pelajaran sedangkan yang lain hanya diam mendengarkan. Ketika pembahasan hasil diskusi siswa yang maju hanyalah siswa yang aktif tadi saja. Sedangkan yang lain tidak mau berpartisipasi. Selain itu banyak siswa yang beranggapan belajar matematika itu menakutkan, sulit dan menjenuhkan. Bagi mereka, belajar matematika adalah belajar dengan rumus dan soalsoal. Siswa merasa belajar matematika memerlukan banyak berpikir dan kurang mengasyikkan dan menarik bagi siswa. Ketidakberhasilan dalam proses belajar mengajar, jika dianalisa tidak hanya disebabkan karena kurangnya motivasi dan peran aktif siswa saja, tetapi kemungkinan juga oleh pihak pengajar yaitu guru. Salah satu penyebabnya adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang cenderung monoton, misalnya hanya dengan metode ceramah saja. Tentu saja, model pembelajaran seperti itu kurang menarik bagi siswa dan tidak melibatkan siswa secara aktif. Hal lain yang menunjang adalah penampilan guru yang terkesan tidak bersahabat dalam mengajar, sehingga anak-anak menjadi takut. Akibatnya siswa menjadi cepat jenuh dan malas untuk belajar. Apabila hal ini terus dibiarkan, akan berakibat adanya anggapan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menakutkan, kurang disenangi siswa dan dianggap paling sulit. Bagi guru, hal ini tentu tidak menguntungkan untuk proses belajar mengajar. Menyadari akan hal tersebut, guru setidaknya mampu menciptakan model pembelajaran yang bervariasai, yaitu suatu metode yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, tuntutan penguasaan materi sangat diperlukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan situasi atau interaksi belajar mengajar. Interaksi dalam proses belajar yang menarik dan menyenangkan akan menumbuhkan minat yang tinggi bagi siswa. (Asmara,H. 2007 ). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Slavin, 1997). Pembelajaran kooperatif dilandasi oleh teori konstruktivisme Vygotsky, dengan belajar kelompok siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya dan memperoleh pengetahuan melalui kegiatan yang beraneka ragam dengan guru sebagai fasilitator. Dengan kegiatan yang beragam peserta didik dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui membaca, diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, pengerjaan dan presentasi. Pembelajaran yang dipilih adalah kooperatif model inquiri (penemuan).Pembelajaran inquiri adalah metode yang memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran melalui percobaan maupun eksperimen sehingga melatih siswa berkreativitas dan berpikir kritis untuk menemukan sesuatu. 1018
Melaui artikel ini, kami ingin berbagi pengalaman tentang keikutsertaan dalam mengikuti pelatihan TEQIP 2013 yang diadakan oleh Universitas Negeri Malang dan PT Pertamina. Melalui pelatihan ini kami banyak mendapatkan pembelajaran matematika kreatif dan inovatif, termasuk model-model pembelajaran. Kegiatan yang telah kami lakukan, telah membuka mata hati kami untuk melaksanakan paragdima baru dalam mengajarkan matematika, yaitu dengan memilih metode maupun strategi yang tepat. Untuk kali ini kami menerapkan model pembelajaran inquiri dalam pembelajaran menghitung luas persegi dan persegi panjang. Pembelajaran ini kami lakukan melalui kegiatan real teaching di SDK Santa Theresia Atambua I dengan berbasis Lesson Study. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (plan) kami lakukan bersama tim guru matematika, dengan kegiatan diskusi. Materi diskusi adalah, mata pelajaran matematika kelas III ( tiga ) semester II ( dua) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Pada diskusi tersebut disepakati untuk memilih standar kompetensi: menghitung keliling, luas persegi dan persegi panjang serta penggunaanya dalam pemecahan masalah. Sedangkan Kompetensi Dasarnya: Menghitung luas persegi dan persegi panjang. Selanjutnya dikembangkan indikator: 1. Menentukan rumus luas persegi, dan 2. Menentukan rumus luas persegi panjang. Tujuan pembelajaran : 1. Siswa dapat menentukan rumus luas persegi dan persegi panjang dan 2. Siswa dapat menentukan luas daerah persegi dan persegi panjang dengan menggunakan satuan persegi. Materi : Menghitung luas persegi dan persegi panjang. Metode: Tanya jawab, diskusi , penugasan. Model pembelajaran : kooperatif inquiri dan media : satuan persegi, persegi dan persegi panjang berpetak Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Pertama, Ketika akan memulai pelajaran siswa terlihat tegang dan pasif. Guru : „‟Selamat pagi anak-anak” Siswa menjawab serempak:„‟Pagi bu” Guru :”Bagaimana kabarnya hari ini?‟‟ Siswa : “sehat bu.‟‟. Lalu guru memperkenalkan diri. Agar lebih akrab guru mengajak anak-anak menirukan yel yang diberikan guru. Guru :‟‟Supaya lebih belajar hari ini lebih semangat ibu akan memberikan yel”. Siswa : ”Mau bu..!” Terlihat anak-anak mulai antusias untuk mendengarkan. Guru :“Anak-anak, kalau Ibu mengatakan : Ingat belajar Ingat 3 F, anak-anak menjawab:”Fine, Fresh , Fokus..!”. Lalu guru meminta siswa untuk berdiri semua dan memperagakan bersamasama.Anak-anak senang sekali dengan yel tersebut. Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi, guru bertanya kepada siswa. Guru :“Anak-anak pada kelas 3 sudah belajar tentang bagun datar. Siapa yang bisa menyebutkan contoh bangun datar..?”. Beberapa anak mengangkat tangan untuk menjawab. Guru menunjuk salah satu siwa untuk menjawab. Sisca: “persegi panjang, bu!” Guru :“Bagus sekali Sisca” guru memujinya. Guru :“Siapa yang bisa menyebutkan lagi?” Guru menghampiri siswa lain yang mengangkat tangan. Beberapa anak mulai menjawab contoh bangun datar seperti persegi, lingkaran, segitiga. Guru :“Wah ternyata anak-anak pintar semua ya?” Guru :“Anak-anak masih ingat dengan pelajaran bangun datar?” Terlihat siswa mulai memperhatikan penjelasan guru dan siswa mulai dilibatkan. Terlihat siswa mulai senang dalam belajar. Guru :“ Nah, anak-anak coba perhatikan apa yang ibu perlihatkan ini?” 1019
;“Bentuk bangun datar apakah ini ?” (Guru memegang kertas HVS satu lembar). Salah satu anak menjawab bentuk persegi panjang. Lalu guru bertanya kembali. Guru :“Coba anak-anak perhatikan di dalam ruangan kelas ini, benda apa saja yang sama seperti bangun datar persegi?” Beberapa anak mulai mengangkat tangan dan berebutan untuk menjawab. Siswa :“Saya bu, saya bu..!” Lalu guru menunjuk salah satu anak untuk menjawab. Guru :“Ya Alfred, coba sebutkan” Alfred :“ papan tulis, bu” Guru :“Bagus sekali Alfred” Guru meminta anak yang lain menyebutkan (beberapa anak menyebutkan kalender, foto, pintu kelas. Guru :“ Nah, anak-anak kalau ini bentuk bangun datar apa?” Guru :“Nah, sekarang coba sebutkan ciri-ciri dari persegi panjang?” Beberapa anak mengangkat tangan. Guru menunjuk salah satu siswa. Sisca :“Kedua sisinya sama panjang dan dua sisinya sama lebar, bu” Guru :“Tepat sekali jawabanmu, nak!”. Kemudian guru memperlihatkan kertas origami kepada anak-anak. Siswa :“Itu persegi bu!” salah satu siswa menjawab dengan lantang. Guru :“Bagus sekali jawabanmu, nak…!” Guru :”Siapa yang bisa menunjukkan bangun datar persegi di dalam kelas ini?” Siswa : “saya bu!, saya bu!”. Siswa nampak berebutan untuk menjawab. Secara bergantian siswa menjawab : jendela kelas, gambar di dinding kelas, jam. Guru :“Bagaimana dengan ciri-cirinya persegi?” Guru :“Siapa yang bisa menjawab?” Salah seorang siswa nampak ragu-ragu mengangkat tangannya. Lalu guru menghampirinya. Guru :“Ayo jangan takut nak, kamu pasti bisa!” Guru memotivasi siswa untuk berani menjawab. Siswa :“Semua sisinya sama bu”, jawabnya pelan. Guru :“Tepat sekali jawabanmu, nak!”. Guru :“Ayo tepuk tangan untuk temanmu ini“ Sambil menepuk-nepuk bahu siswa tersebut (siswa lain bertepuk tangan). Guru memegang kertas HVS dan kertas Origami ditunjukkan kepada siswa. Guru :“Anak-anak, coba perhatikan kedua bangun datar persegi dan persegi panjang ini. Apakah perbedaan bangun persegi dan persegi panjang?”. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir. Sisca mengangkat tangan. Guru :“Ya Sisca, apa perbedaan ciri persegi dan persegi panjang?”, Guru seraya menghampiri. Sisca :“kalau persegi, keempat sisinya sama bu. Kalau persegi panjang ada dua sisi sama panjang dan dua sisi sama lebar”. Guru :”Bagus Sisca, jawabanmu tepat sekali”. Siswa
Kemudian guru menjelaskan bahwa apa yang dilakukan tadi ada kaitannya dengan materi yang akan dipelajari hari yaitu tentang menentukan luas persegi dan persegi panjang. Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa pembelajaran ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika anak-anak akan memasang keramik pada lantai ruangan, anak-anak bisa menentukan berapa luas ruangan, berapa dos keramik yang akan dibeli, berapa ongkos tukang dan berapa harga keramik untuk menutupi seluruh ruangan tersebut, serta tidak lupa guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran.
1020
Kedua, pada kegiatan inti guru secara klasikal menjelaskan materi tentang menentukan luas persegi dan persegi panjang, dengan tahap pembelajaran pertama konsep bangun datar, kedua konsep persegi dan ketiga konsep persegi panjang. Guru memberikan petunjuk mengerjakan LKS. Kemudian siswa diminta untuk menempelkan satuan persegi pada daerah persegi dan persegi panjang. Siswa sangat antusias dan hampir semua siswa mendapat kesempatan untuk menempelkan satuan persegi pada daerah pesegi dan persegi panjang. Agar lebih menarik guru membagikan karton untuk menempel hasil pekerjaan siswa. Guru membagi siswa menjadi 7 kelompok setiap kelompok anggotanya 5 orang dan satu kelompok terdiri dari 6 siswa. Setiap kelompok dipilih berdasarkan jenis kelamin dan kemampuan akademiknya. Setiap kelompok mendapatkan tugas. Kemudian dibagikan LKS siswa berdiskusi membahas LKS tersebut, dalam LKS tersebut siswa diminta menempelkan potongan satuan persegi pada darah persegi I, II dan III. Kemuadian siswa akan menemukan berapa satuan persegi yang menutupi daerah persegi tersebut. Demikian juga dengan daerah persegi panjang. Sehingga akan diketahui luas daerah pesrsegi dan persegi panjang. Guru menyampaikan bahwa setiap anggota kelompok harus bisa mengerjakannya dan paham, siswa kelihatan asyik bekerjasama terlihat hampir semua siswa dapat bekerjasama dengan kelompoknya . Karena dalam kelompok tersebut pembagiannya sudah sesuai tingkat kemampuannya. Dalam diskusi kelompok interaksi siswa dengan siswa sangat baik siswa sangat antusias mengerjakannya. Pada awal mengerjakan ada satu kelompok terlihat rebut, ternyata mereka berebut untuk bisa menempelkan satuan persegi pada daerah persegi. Guru mendatangi kelompok tersebut dan menyruh siswa untuk berbagi tugas. Siswa asyik menempel potongan satuan persegi pada gambar persegi dan persegi panjang. Anggota kelompok yang sudah mengerti berkewajiban menjelaskannya pada anggota kelompok yang lain. Setelah diskusi selesai guru menyuruh setiap kelompok menempelkan hasil kerja kelompok di depan dan mempresentasikan hasil pekerjaannya. mendapat giliran menjawab pertanyaan dari guru. Terlihat sekali siswa dalam keadaan senang siswa diajak belajar menemukan rumus persegi dan persegi panjang dan menentukan daerah persegi dan persegi panjang dengan menempel satuan persegi. Dengan bermain, siswa yang tadinya diam ikut aktif dalam belajar, dan semua siswa harus selalu dalam keadaan siap. Dengan pembelajaran ini dapat melatih siswa Pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif. Siswa terlihat ceria, senang dengan demikian dapat melatih mental siswa untuk siap pada kondisi dan situasi apapun. Meskipun ada beberapa siswa yang kelihatan gelisah, merasa degdegan, dan bercanda tetapi tidak mengganggu proses belajar mengajar. Guru juga memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Ketiga, pada kegiatan akhir kesimpulan materi pelajaran hari ini dilakukan bersama-sama dengan siswa, guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan pelajaran. Evaluasi akhir diberikan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam waktu yang disepakati 10 menit sebagian besar siswa sudah selesai mengerjakannya, hanya ada beberapa orang siswa yang belum selesai dikarenakan murid tersebut sedikit lambat dalam belajar. Kemudian soal tersebut dibahas bersama-sama ternyata hasilnya cukup memuaskan dari 36 siswa keseluruhan tuntas nilainya sempurna. Sebagai tindak lanjut guru memberikan arahan kepada siswa untuk tetap belajar. Suasana belajar ini cukup menyenangkan dengan bersenang-senang, otak siswa akan mekar seperti bunga jadi mudah untuk menerima pelajaran. Refleksi Setelah kegiatan pembelajaran selesai maka diadakan refleksi yang dihadiri oleh guru model, observer (rekan sejawat, kepala sekolah dan exspert dari UM). Beberapa catatan hasil observasi diantaranya adalah: (1) Siswa diajak menyerukan yel untuk mengantar ke pelajaran, terus berdiri dan diminta berhitung, (2) Kondisi dan respon siswa sangat baik ketika guru memberikan apersepsi, (3) Interaksi siswa dengan siswa ketika menempel satuan persegi pada daerah persegi yang di tempelkan di karton mulai terjadi interaksi yakni dengan mengoreksi pekerjaan temannya, (4) Interaksi dengan guru dari awal sampai akhir pembelajaran, (5) Satu siswa laki-laki paling belakang pada awal pembelajaran kurang aktif namun pada proses diskusi dia mampu berinteraksi dengan temen-temannya, malah dia yang terlihat aktif mengajari teman sekompoknya dalam menjawab LKS, (6) Membentuk kelompok dan memberikan LKS, (7) Guru mengamati dengan berkeliling untuk melihat semua kelompok pada saat diskusi, (8) 1021
Siswa terlibat dalam merangkum materi pelajaran, (9) Respon siswa sangat baik, yakni mengerjakan soal evaluasi, dan (10) Strategi pembelajaran yang tepat membuat suasana belajar menjadi menarik dan media pembelajaran yang tepat sangat membantu pemikiran siswa memahami konsep luas persegi dan persegi panjang. PENUTUP Berdasarkan kegiatan pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Guru harus memiliki kompetensi merancang kegiatan belajar agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami dan sesuai urutan yang logis dengan memilih model pembelajaran yang tepat tepat membuat suasana dalam pembelajaran menjadi menarik sehingga siswa termotivasi dan aktif dalam belajar dan hasil belajar menjadi memuaskan. 2. Model pembelajaran inquiri ini membuat anak didik berpikir, senang dan melatih mental anak didik untuk terlibat aktif dalam mengkontruksi pengetahuan, memperoleh informasi,memecahkan masalah dan mencari kebenaran atau pengetahuan daripada mengkonsumsi pengetahuan. 3. Jika strategi pembelajaran dan media pembelajaran yang dipilih telah membuat kegiatan belajar menjadi menarik, efektif dan efisien dalam pemahaman konsep yakni siswa dapat menentukan luas persegi dan persegi panjang maka pembelajaran yang dilaksanakan bermakna. DAFTAR RUJUKAN Asmara, Husna. 2007. Penulisan Karya Ilmiah . Pontianak: Fahruna Bahagia. Dwiyana. 2003. Pembelajaran Kooperatif model STAD Sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Trigonometri Siswa Kelas 3 SMU Negeri Malang. Jurnal Matematika Tahun IX , Nomor 1, April. Slavin. 1997. ”Synthesis of research on cooperative learning” dalam Educational Leadership,Tahun XL(5):71-82. Musetyo, Gatot,dkk. 2011. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Universitas Terbuka. Subanji, dkk. 2012. Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang dan Pertamina. Salmani & Agus Mujiono. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model STAD untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Pencerminan Siswa Kelas V SDN 017 Penajam. J_TEQIP, Edisi Tahun I, Nomor I, November.
PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF PADA PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT SISWA KELAS V SDN 087 PANYABUNGAN MANDAILING NATAL Zulkifli Adi Sukarmin SDN 087 Panyabungan Mandailing Natal Abstrak: Dalam pembelajaran matematika guru memerlukan media untuk membantu siswa memahami konsep abstrak matematika, yang dapat berupa media manipulatif. Telah banyak media yang ditemukan oleh pakar pendidikan, tetapi guru perlu kreatif dalam mengimplementasikannya di dalam kelas. Salah satunya adalah penggunaan media muatan positif negatif untuk membelajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Kata kunci: media manipulatif, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
1022
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah lemahnya proses pembelajaran. Kelemahan dalam proses pembelajaran diantaranya, yang pertama siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Kelemahan kedua, pada saat proses pembelajaran di kelas cenderung diarahkan pada kemampuan menghafal informasi, kegiatan pembelajaran belum diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki siswa. Kelemahan tersebut secara mendasar menyatakan bahwa proses pendidikan kurang diarahkan membentuk manusia yang cerdas, memiliki kemampuan memecahkan masalah hidup, serta belum diarahkan untuk kemampuan membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. Tinjauan kualitas pendidikan matematika secara umum yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal masih jauh dari yang diharapkan. Sebagian besar guru yang menurut pengamatan penulis, belum mampu menyesuaikan pembelajaran dengan pengalaman siswa. Terdapat kecenderungan, guru kehabisan akal untuk menciptakan proses penyajian materi pembelajaran yang lebih konkret, sehingga dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Persepsi siswa menyatakan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sangat sulit dan menjadi momok. Hal ini Nampak pada pengamatan penulis, saat siswa akan memulai pembelajaran matematika di kelas yang nampak tegang dan tidak kondusif. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya kualitas hasil belajar siswa di Kabupaten Mandailing Natal, diantaranya adalah sarana dan prasarana pembelajaran yang masih kurang memadai serta kualitas para pendidik yang belum memenuhi standar nasional. Selain itu para guru SD di Mandailing Natal kompetensi bidang studi masih kurang. Keadaan tersebut tentu berdampak pada rendahnya kualitas pembelajaran, karena pengetahuan guru yang minim serta terhadap inovasi-inovasi baru dalam bidang pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika tingkat SD, adalah penting untuk melengkapi pembelajaran dengan media dalam rangka mengembangkan pemahaman siswa. Media dalam bentuk benda-benda fisik atau manipulatif yang digunakan untuk memodelkan konsep-konsep matematika merupakan media yang penting. Media tersebut digunakan untuk membantu siswa belajar matematika. Sehingga konsep matematika berisi hubungan-hubungan logis yang dikonstruksi di dalamnya dan yang ada dalam pikiran sebagai bagian dari jaringan ide dapat dimodelkan secara nyata melalui media. Model untuk sebuah konsep matematika merujuk kepada sebarang objek atau gambar yang menyatakan konsep tersebut atau yang padanya hubungan konsep dapat dikaitkan. Sebagian besar proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru di Kabupaten Mandailing Natal belum melibatkan media dalam membelajarkan konsep matematika kepada siswa. Tentu saja, hal ini belum sesuai dengan kebutuhan siswa terhadap tahap perkembangan seperti pendapat Bruner (Pitadjeng, 2006) yang menyatakan bahwa untuk memahami pengetahuan matematika yang baru, diperlukan tahapan-tahapan yaitu: 1. Tahap enaktif Siswa belajar dengan menggunakan atau memanipulasi objek-objek kongkrit secara langsung. Contoh : Dalam pembelajaran bilangan – guru memvisualisasikan dengan meminta siswa: Ambil media muatan positif sebanyak 5 buah ( ) dan media muatan negatif sebanyak 2 buah ( ). Berapa banyakkah media yang tidak mempunyai pasangan? Contoh : Dalam pembelajaran bilangan – guru memvisualisasikan dengan meminta siswa: Ambil media bermuatan negatif sebanyak 3 buah ( ), dan kemudian ambil 6 pasang media yang bermuatan positif dan negatif ( ). Dari media itu ambillah media bermuatan negatif sebanyak 6 buah ( ). Jadi, tinggal berapa lagi media yang tidak mempunyai pasangan? 2. Tahap ikonik Kegiatan siswa mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek kongkrit. Siswa tidak memanipulasi langsung objek kongkrit, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memahami gambaran objek-objek yang dimaksud. 1023
3.
Dalam implementasinya guru hanya meminta siswa dalam menggambarkan media muatan positif negatif dalam menyelesaikan soal. Contoh soal Tahap simbolik Siswa belajar dengan memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek kongkrit dan gambarannya. Seperti menjawab soal secara langsung bahwa , dan – .
Sebelum siswa mengenal hal-hal yang abstrak, ada baiknya terlebih dahulu guru melakukan proses mengkongkritkannya dengan menggunakan media dengan tujuan memberikan makna. Jika tidak mengikuti tahapan tersebut, dikhawatirkan anak kehilangan makna yang dipelajari dan merasa dipaksa. Selama ini, khususnya guru di Kebupaten Mandailing Natal membelajarkan konsep Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui penyebutan bahwa bilangan positif adalah kepunyaan dan bilangan negatif dinyatakan dengan hutang. Misal, untuk menyelesaikan soal tersebut, siswa diajak untuk membayangkan kepada peristiwa jual beli yaitu, hari ini kamu mempunyai utang kue sebanyak 5 di toko kue Seroja, sementara besoknya kamu mempunyai kue sebanyak 7, apabila kamu ingin membayar/mengembalikan utang kue kamu yang kemarin, berapa banyak lagikah kue yang tersisa? Kemudian siswa menjawab 2. Dari pengalaman, untuk membelajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas V, cara tersebut agak sulit dipahami siswa. Patut diduga tahapan pembelajarannnya bertentangan dengan tahap kognitif siswa. Keadaan seperti ini dapat membuat siswa terpaksa belajar dan pada akhirnya siswa merasa jenuh. Oleh karena itu, penulis akan membahas implementasi penggunaan media muatan positif negatif dalam suatu rencana pembelajaran. Pembuatan Media Bahan yang diperlukan adalah kertas manila yang berwarna biru dan kertas manila berwarna coklat (warna ini nantinya menjadi representasi dan ), adapun alatnya adalah spidol, jangka, penggaris, isolasi dwimuka dan gunting/cutter. Adapun langkah pembuatannya: 1. Buatlah beberapa lingkaran kecil sebanyak mungkin dari kertas manila yang berwarna biru dan coklat, selanjutnya lingkaran tersebut nantinya dibagi dua untuk manghasilkan setengah lingkaran yang diinginkan. 2. Setelah lingkaran dibagi dua, gunakan spidol untuk menuliskan tanda positif ( ) disetiap setengah lingkaran tersebut pada kertas manila yang berwarna biru dan untuk menyatakan bilangan negatif ( ) pada kertas yang berwarna coklat. 3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih bagus, kertas manila yang sudah selesai dibuat dilaminating agar terhindar dari basah dan bisa tahan lama 4. Gunting setengah lingkaran-setengah lingkaran tersebut. Hasil guntingan ini yang akan mengilustrasikan lambang bilangan bulat positif, negatif dan nol 5. Gunakan isolasi dwimuka pada bagian belakang media, untuk memudahkan menempelkan di papan tulis pada saat melaksanakan pembelajaran Hasil pembuatan media setengah lingkaran tersebut merepresentasikan tanda dari bilangan bulat positif, negatif dan nol sedangkan banyaknya setengah lingkaran menyatakan kuantitasnya, media tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Bilangan Positif
Bilangan Negatif
Bilangan
nol
(0)
Gambar 1. Bentuk setengah lingkaran bilangan bulat positif, negatif dan nol
Pelaksanaan Pembelajaran Adapun tahapan pembelajaran konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat melalui tiga tahapan yang utama, yaitu pertama konsep bilangan bulat, kedua konsep penjumlahan bilangan bulat, dan ketiga pengurangan bilangan bulat. 1024
Pertama, guru secara klasikal membelajarkan konsep bilangan bulat melalui tahapan berikut ini. 1.
Guru menunjukkan media setengah lingkaran serta menjelaskan tentang media tersebut dan cara penggunaannya.
a. Penjelasan: - Bilangan bulat terdiri dari bilangan positif, negatif dan nol - Media setengah lingkaran yang berwarna biru mewakili bilangan bulat positif - Media setengah lingkaran yang berwarna coklat mewakili bilangan bulat negatif - Dua media yang mewakili bilangan positif dan negatif apabila digabungkan menjadi bilangan netral yang hasilnya menjadi nol b. Penggunaannya: - Dalam menyatakan bilangan positif 5 dapat ditentukan dengan cara mengambil media yang berwarna biru sebanyak 5 buah. Siswa dapat menambahkan beberapa pasangan warna biru dan coklat yang menyatakan bilangan netral bernilai nol, seperti yang terlihat pada gambar berikut:
5
5
5 Untuk menyatakan negatif 3 dengan gambar berikut:
2.
Guru menyajikan beberapa contoh penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Contoh 1:
a. Sediakan 2 media biru
1025
b. Letakkan/taruh 5 media coklat (dipasangkan dengan media biru)
c. Media yang berpasangan, bernilai nol (bilangan netral), yang tidak punya pasangan itulah jawabannya
Dengan demikian Contoh 2:
a. Sediakan 7 media coklat
b. Keluarkan 5 media (berarti tinggal 2 media lagi, maka itulah jawabannya) Dengan demikian
–
Contoh 3:
a. Sediakan 4 media coklat
b. Keluarkan 5 media coklat (ternyata tidak bisa dikeluarkan 5 karena cuma ada 4 media yang berwarna coklat) c. Bantu 5 pasang media warna biru dan coklat, lalu letakkan disampingnya
d. Kemudian keluarkan 5 media warna coklat
1026
e. Karena ada 1 media warna biru yang tidak punya pasangan (itulah jawabannya) Dengan demikian
–
Kedua, guru membagi siswa dalam beberapa kelompok heterogen. Masing-masing kelompok dibagikan Lembar Kerja Siswa. Berikut ini contoh Lembar Kerja Siswa yang digunakan dalam pembelajaran. Soal-soal yang diberikan disusun berdasarkan kesulitan yang biasa dialami siswa selama ini. Soal-soal berikut juga memberikan pengalaman belajar siswa untuk terbiasa melihat pola. Dengan terbiasa melihat pola, diharapkan siswa tidak hanya menghafal prosedur. Kerjakan soal-soal dibawah ini! I.
A. 1. 2. 3. 4.
B. 1. 2. 3. 4.
– – – –
Perhatikan polanya, apa kesimpulan yang dapat kamu peroleh dari soal-soal di atas? II.
A. 1. 2 3. 4.
B. 1. 2. 3. 4.
Perhatikan polanya, apa kesimpulan yang dapat kamu peroleh dari soal-soal di atas? PENUTUP Dalam pembelajaran guru dituntut untuk menentukan media yang cocok dalam membelajarkan konsep matematika yang abstrak. Media manipulatif yang dapat digunakan untuk membelajarkan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat adalah media muatan positif negatif. Penggunaannya dapat oftimal jika dilengkapi dengan pilihan soal-soal yang disusun berdasarkan kesulitan siswa dalam menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. Siswa juga dibiasakan dengan melihat pola. Dengan terbiasa melihat pola, diharapkan siswa tidak hanya menghafal prosedur. DAFTAR RUJUKAN Pitadjeng, 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, TEQIP. Malang : Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang.
1027
PENINGKATAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA SEDERHANA PADA POKOK BAHASAN BILANGAN BULAT Alihot Suhaimi Harahap SDN 200201 Ujungpadang Abstrak: Hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 200201 Ujungpadang dari beberapa kali ulangan masih sangat rendah. Dari tiga kali ulangan, rata-rata nilai kelas masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah penggunaan alat peraga sederhana dan model pembelajaran tutor sebaya dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. Penelitian ini adalah Classroom Action Research (Penelitian Tindakan Kelas). Adapun kelas yang diteliti adalah siswa kelas IV SD Negeri 200201 Ujungpadang dengan jumlah siswa 28 orang. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar sebelum dilakukannya tindakan dan setelah tindakan. Peningkatan dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan hasil belajar dari rata-rata 41,48 menjadi 79,64 dan peningkatan ketuntasan belajar kelas dari 5 siswa atau 17,86% meningkat menjadi 23 siswa atau 82,14%. Dengan demikian penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan hasil belajar belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Kata Kunci: Alat peraga sederhana, matematika, bilangan bulat.
Hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri 200201 Ujungpadang dari beberapa kali ulangan masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari observasi peneliti terhadap kelas yang dijadikan sebagai subjek dari penelitian. Dari tiga kali ulangan, rata-rata nilai kelas masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 49,50; 49,50 dan 52,00. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran matematika yang ditetapkan di SD 200201 Ujungpadang yaitu 70. Pada ulangan pertama nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 15. Pada ulangan harian kedua nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 28 sedangkan pada ulangan tengah semester nilai tertinggi 88 dan nilai terendah 25. Berdasarkan daftar nilai tengah semester siswa (sampel yang diambil 8 siswa yakni 30% dari jumlah siswa di kelas) yang memperoleh nilai 10-29 sebanyak 1 siswa atau 13%, nilai 30-49 sebanyak 3 siswa atau 38%, nilai 50-69 sebanyak 2 siswa atau 25% dan nilai > 70 sebanyak 2 siswa atau 25%. Berdasarkan prinsip belajar tuntas, pembelajaran dikatakan berhasil apabila 85% siswa menguasai 70% materi yang diajarkan. Pada data tersebut siswa yang menguasai > 70% materi baru mencapai 22%, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terutama pada aspek berhitung. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap kelas IV, tampak siswa senang dengan pembelajaran yang sedang berlangsung akan tetapi siswa kurang mentaati disiplin yang berlaku di kelas, seperti ribut, siswa mengganggu siswa lainnya, berjalan ke depan kelas, dan berteriak, suasana kelas menjadi kurang kondusif untuk belajar. Berdasarkan analisis lebih lanjut ternyata siswa yang membuat keributan adalah siswa yang tergolong pintar dan cepat dalam menangkap pelajaran. Sedangkan siswa yang berada dikisaran sedang sampai lambat cenderung pesimis (tidak percaya diri), mereka menganggap tugas yang diberikan padanya terlalu sulit sehingga mereka sering sekali meminta bantuan guru jika ada kesulitan dalam mengerjakan tugas walaupun kesulitan tersebut bisa dia tanyakan kepada temannya. Dalam proses belajar mengajar mengajar selama ini, guru jarang menggunakan alat peraga dalam mengajarkan konsep matematika yang abstrak. Pola guru yang sering digunakan adalah whiteboard dan spidol dalam melakukan pembelajaran. Situasi pembelajaran yang terjadi, tidak membuat siswa menjadi aktif. Ketika siswa disuruh mengerjakan soal, beberapa siswa tampak tidak mengerti cara menyelesaikan soal yang diberikan guru. Kemudian dari keaktifan siswa, siswa tidak ada yang bertanya. Pengamatan guru, hanya siswa yang pandai yang dapat mengikuti pembelajaran. Untuk memperkaya hasil pengamatan, peneliti menambahkan data-data yang diperoleh dari angket. Angket yang peneliti susun berisi pertanyaan-pertanyaan faktor internal dan eksternal yang mungkin menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Angket diberikan 1028
kepada siswa secara acak sebanyak 30% dari jumlah populasi yakni 8 siswa sampel dari 28 siswa seluruh kelas. Pada tanggal 20 Oktober 2012 peneliti peneliti memberikan angket, setelah pembelajaran berlangsung. Hasilnya 6 siswa atau sebesar 75% mengatakan suasana kelas ketika KBM berlangsung tidak kondusif, 7 siswa atau sebesar 88% mengatakan alat peraga yang digunakan guru tidak menarik perhatian mereka, 6 siswa atau sebesar 75% mengatakan mereka tidak memahami materi pelajaran dengan bantuan alat peraga yang digunakan guru, dan jawaban pertanyaan lainnya mengindikasikan tidak terdapat masalah. Berdasarkan hasil analisis jawaban angket ditemukan masalah yaitu guru kurang memaksimalkan penggunaan alat peraga dalam melaksanakan pembelajaran. Pelajaran matematika pada pokok bahasan apapun memiliki kendala dalam pelaksanaannya, hal ini disebabkan karakteristik matematika yakni ilmu yang mempelajari objek berupa fakta, konsep, dan operasi serta prinsip yang semuanya itu adalah abstrak. Kesemua objek tersebut harus dipahami secara benar oleh siswa, karena biasanya materi satu merupakan prasyarat untuk materi yang lain. Bahkan beberapa materi matematika diperlukan untuk pelajaran yang lain seperti pelajaran IPA pada pokok bahasan pengukuran berat, volume, dan suhu, pelajaran IPS pada pokok bahasan uang. Dengan kata lain pembelajaran matematika harus sistematis yang memiliki arti, siswa belum bisa melanjutkan materi berikutnya jika belum memahami/tuntas memahami materi pendukung. Oleh karena itu guru harus memahami konsep mengajar matematika secara tepat melalui penggunaan alat peraga yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Seperti diungkapkan oleh Sudjana (1989:99) bahwa “Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif”. Setiap proses belajar dan mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan, metode, alat/media serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada tujuan. Dalam pencapaian tujuan tersebut, peranan alat peraga memegang peranan penting sebab dengan adanya alat peraga ini materi dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Dengan demikian yang dimaksud dengan alat peraga sederhana pada penelitian ini seperti yang dikemukakan oleh Pujiati (2004:3) adalah “pemanfaatan alat peraga yang dibuat sendiri dan bahan pembuatnya diambil dari lingkungan sekitar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan proses penggunaan alat peraga sederhana serta untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika pokok bahasan bilangan bulat dengan penggunaan alat peraga sederhana. Dengan tujuan agar peserta didik mampu menemukan sendiri konsep dari materi yang diajarkan, agar nantinya proses belajar mengajar di kelas akan lebih bermakna. Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan bantuan garis bilangan dengan membuat diagram panah yang menyertakan bilangan.
1) Mengenal bilangan bulat dengan diagram panah Sebuah bilangan bulat dapat ditunjukkan dengan diagram panah pada garis bilangan yang mempunyai panjang dan arah. Panjang diagram panah menunjukkan banyaknya satuan, sedangkan arahnya menunjukkan positif atau negatif. Jika diagram panah menuju ke arah kanan, maka anak panah tersebut menunjukkan bilangan bulat positif. Jika diagram panah menuju ke kiri, maka anak panah tersebut menunjukkan bilangan bulat negatif. Menunjukkan bilangan 7
Gambar 2.1. Menunjukkan bilangan 7
1029
Menunjukkan bilangan –7
Gambar 2.2. Menunjukkan bilangan -7
2) Menjumlah bilangan bulat dengan diagram panah Penjumlahan bilangan bulat dengan diagram panah dimulai dari bilangan nol. Coba perhatikan contoh berikut ini. Tentukan hasil penjumlahan dari : 3 + (–4) Jawab:
Gambar 2.3. Contoh penjumlahan bilangan bulat
Diagram panah dari 0 ke 3 menunjukkan bilangan 3 Diagram panah dari 3 ke –1 menunjukkan bilangan –4 Hasilnya ditunjukkan diagram panah dari 0 ke –1 Jadi, 3 + (–4) = –1 Sebelum dilanjutkan kepada materi pengurangan bilangan bulat. siswa harus memahami dulu bilangan bulat yang saling berlawanan. a) Bilangan Bulat yang saling berlawanan
Gambar 2.4. Bilangan bulat yang saling berlawanan
Berdasarkan gambar dapat kita simpulkan sebagai berikut: Bilangan-bilangan bulat di sebelah kiri titik nol saling berlawanan dengan bilangan di sebelah kanan titik nol yang berjarak sama. b) Pengurangan Bilangan Bulat Pengurangan adalah lawan dari penjumlahan. Bagaimana cara mengurangkan bilangan bulat. Mari perhatikan contoh berikut ini. Tentukan hasil pengurangan berikut : 2 – 5 = .... 1030
Gambar 2.5. Contoh pengurangan bilangan bulat
Jadi, 2 – 5 = –3 Selanjutnya, penarikan kesimpulan tentang hasil-hasil pengurangan dengan penjumlahan bilangan bulat seperti dibawah ini: a. 2 + (–5) = –3 2 – 5 = –3 b. (–2) + (–5) = –7 (–2) – 5 = –7 c. 2 + 5 = 7 2 – (–5) = 7 d. (–2) + 5 = 3 (–2) – (–5) = 3 Berdasarkan hasil penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tersebut dapat disimpulkan bahwa: Pengurangan bilangan bulat adalah penjumlahan dengan lawan bilangannya. Dengan rumus sebagai berikut (Burhan,2008:152) : a – b = a + (–b) a – (–b) = a + b
Operasi hitung campuran adalah operasi hitung bilangan bulat positif dan negatif yang melibatkan penjumlahan dan pengurangan sekaligus. Contoh: Tentukan hasil operasi hitung berikut ini. (–4) + 12 – 3 = Jawab:
Gambar 2.6. Contoh Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat
Jadi, (–4) + 12 – 3 = 5
1031
Kerangka berpikir yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut :
Kondisi Awal
Guru/peneliti : Belum memanfaatkan alat peraga sederhana
Tindakan
Memanfaatkan: Alat peraga sederhana
Siswa/yang diteliti: Hasil belajar matematika siswa rendah
Siklus I : Guru menggunakan alat peraga materi penjumlahan bilangan bulat
Siklus II : Guru menggunakan alat peraga materi pengurangan bilangan bulat
Kondisi Akhir
Diduga melalui penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan hasil belajar penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV
METODE Metode penelitian adalah penelitian tindakan kelas, yang menggunakan skenario berupa siklus kegiatan yang dikembangkan berdasarkan acuan Kemmis dan Mc Taggart. Kegiatan tersebut meliputi perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pemantauan (observation) dan refleksi (reflection).
1032
PENJAJAKAN
Perencanaan
Tindakan I
Evaluasi
Pemantauan Refleksi
Perencanaan
Tindakan II
Evaluasi
Pemantauan Refleksi
Permasalahan yang akan diteliti yaitu masalah yang ditemukan oleh peneliti ketika melaksanakan observasi awal. Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh peneliti maka dibuat suatu rancangan pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus I. Untuk keperluan tindakan pelaksanaan observasi kegiatan dan refleksi dilakukan oleh teman sejawat. Hasil refleksi digunakan untuk keperluan keputusan tindakan berikutnya. Uraian di atas mengidentifikasikan bahwa (1) terdapat permasalahan faktual dalam pembelajaran, yaitu lemahnya kemampuan siswa dalam berbicara terutama pada aspek isi pembicaraan, aspek penggunaan bahasa, dan aspek performansi masih rendah, (2) ada tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan tersebut, yaitu penggunaan teknik bermain peran dalam pembelajaran, serta (3) terjadi kolaborasi antara guru sebagai peneliti dengan teman sejawat sebagai observer selama penelitian berlangsung. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan satu kasus. Penelitian ini terdiri dari dua siklus yang masing-masing siklus meliputi tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan evaluasi, dan refleksi. Hasil refleksi siklus I dipakai sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus II. Dengan kata lain, pemberian tindakan pada siklus II didasarkan pada upaya untuk dapat melaksanakan penggunaan alat peraga sederhana dalam meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV. Dalam setiap siklus waktu yang di buat oleh penulis pada rencana yang di susun yiatu 2 x 35 Menit. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD 200201 Ujungpadang, yang terdiri dari dua kelas paralel yaitu A dan B, namun subjek yang digunakan oleh peneliti yaitu kelas IVA 1033
yang berjumlah 28 Orang siswa. Sedangkan instrument yang digunakan oleh peneliti berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP ), Alat Peraga Sederhana, lembar observasi, anngket serta soal yang akan digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian, pada saat pretes sebelum diberikan tindakan diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 41,48. Rata-rata ketuntasan belajar siswa seluruh kelas berada di bawah 70% yakni 17,86%. Berarti siswa dapat dikatakan belum berhasil baik secara individu maupun secara keseluruhan kelas. Setelah pemberian tindakan melalui penggunaan alat peraga sederhana yang dilakukan Peneliti pada siklus I dengan sub pokok bahasan penjumlahan bilangan bulat diperoleh nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 65,00 dengan keketuntasan belajar siswa mencapai 14 siswa dari 28 siswa yakni sebesar 50,00%. Berdasarkan analisis data siklus I diperoleh kesimpulan sementara bahwa penggunaan alat peraga sederhana yang dilakukan peneliti belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif pokok penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat baik secara individu maupun keseluruhan, sehingga perlu perbaikan dan pengembangan penggunaan alat peraga sederhana dan tutor sebaya pada siklus II. Pada tindakan siklus II, merupakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I. Penggunaan alat peraga sederhana dan pembelajaran tutor sebaya pada siklus II, peneliti mengajarkan materi pengurangan bilangan bulat yang lebih menekankan yakni sebagai berikut: 1. Memberikan bimbingan cara pembuatan alat peraga “Jembatan Bilangan Bulat” dengan cara penjelasan dan lembar panduan pembuatan alat peraga. 2. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk tampil kedepan kelas untuk memperagakan penyelesaian soal penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan alat peraga akan diperbanyak lagi. 3. Memperjelas cara-cara belajar bersama dalam kerja kelompok. 4. Melihat kesiapan belajar siswa dan membuat suasana kelas menjadi kondusif untuk belajar. 5. Memberitahu kepada siswa tentang peraturan dikelas untuk meningkatkan kedisiplin. Kemudian setelah siklus II dilaksanakan didapat hasil tes siswa yakni nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 79,64 dengan ketuntasan belajar kelas meningkat menjadi sebesar 82,14%. Hal ini berarti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga yang dilaksanakankan peneliti dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Rata - rata
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
79.64 65.00 41.48
Pretest
Siklus I
Siklus II
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat kenaikan nilai rata-rata siswa mulai dari Pretest, Postest I , hingga Postest II. Kenaikan rata-rata nilai keseluruhan siswa dari Prestest ke Postest I sebesar 57% yakni dari 41,48 ke 65,00. Kemudian kenaikan rata-rata nilai keseluruhan siswa dari Postest I ke Postest II sebesar 23% yakni dari 65,00 ke 79,64. Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Keseluruhan Siswa dari Pretest, Postest I, dan Postest II adalah sebagai berikut: 1034
100.00 82.14
Persen %
80.00 60.00
50.00
40.00 17.86 20.00 0.00 Pretest
Postest I
Postest II
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Ketuntasan Belajar Keseluruhan Siswa
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat kenaikan ketuntasan belajar keseluruhan siswa mulai dari Pretest, Postest I , hingga Postest II. Kenaikan ketuntasan belajar keseluruhan siswa dari prestest ke postest I sebesar 32,14% yakni dari 5 siswa menjadi 14 siswa atau dari 17,86% menjadi 50,00%. Kemudian kenaikan ketuntasan belajar keseluruhan siswa dari Postest I ke Postest II sebesar 31,86% yakni dari 14 siswa menjadi 23 siswa atau dari 50,00% menjadi 82,14%. PENUTUP Berdasarkan hasil observasi pada siklus I aktivitas siswa yang terdiri dari tiga aspek yakni aktivitas umum, aktifitas penggunaan alat peraga mendapat persentase hanya 68% kemudian pada observasi aktivitas siswa pada siklus II terjadi peningkatan menjadi sebesar 96%. Dari data tersebut dapat disimpulkan penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran matematika pokok bahasan bilangan bulat di kelas IV. Nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan hal tersebut terlihat Pretest pada saat sebelum memulai siklus I adalah sebesar 41, kemudian nilai Postest meningkat pada siklus I sebesar 65, dan nilai Postest meningkat lagi pada siklus II menjadi sebesar 80. Sedangkan tingkat ketuntasan belajar keseluruhan siswa juga meningkat dari pretest, Postest Siklus I, dan Postest Siklus II yakni berturut-turut 18% dengan kategori belum tuntas, 50% dengan kategori belum tuntas dan 82 % dengan kategori tuntas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, melalui penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika pokok bahasan bilangan bulat pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 200201 Ujungpadang. Dengan melihat peningkatan hasil belajar yang signifikan melalui penggunaan alat peraga sederhana terhadap pembelajaran matematika SD pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat maka, peneliti menyarankan kepada guru harus mampu mengajak siswa ikut berpartisifasi dalam membuat alat peraga sederhana agar siswa termotivasi untuk belajar. DAFTAR RUJUKAN Hudojo, Herman. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Pujiati. 2004. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
1035
EFEKTIVITAS MODEL MENINJAU KEMBALI KESULITAN MATERI DALAM UPAYA MEMBANTU SISWA MENGINGAT KEMBALI MATERI PELAJARAN MATEMATIKA PADA KELAS IV SDN INPRES MELONGUANE Flortje Tumbal SDN INPRES Melonguane Abstrak: Kesulitan mengingat kembali materi pelajaran merupakan hal yang sering dialami oleh siswa SD dalam menghadapi ujian formatif dan ujian lainnya. Ini menunjukkan bahwa hasil prestasi belajar siswa masih rendah. Solusi untuk mengatasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika yaitu menggunakan strategi belajar aktif dengan model meninjau kembali kesulitan materi pelajaran dalam upaya membantu siswa mengingat kembali materi pelajaran matematika. Penggunaan strategi belajar aktif model meninjau kesulitan materi pelajaran dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa kelas IV SD. Dari hasil analisis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari (5,42 %) pada siklus I menjadi (7,73 %) pada siklus II. Kata Kunci : Belajar aktif, Prestasi belajar, meninjau kembali kesulitan materi
Akhir dari rangkaian proses belajar mengajar adalah tes akhir suatu mata pelajaran yang dilakukan melalui tes formatif, tes mid semester, atau tes akhir semester bagi siswa kelas IV SD. Di dalam menghadapi tes formatif bagi siswa kelas IV SD perlu adanya waktu senggang terhadap materi ajar yang telah diterima oleh siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. Salah satu metode pengajaran yang dapat membuat anak bisa dan mampu mengingat kembali materi pelajaran yang telah mereka terima adalah cara belajar aktif model pembelajaran meninjau kembali kesulitan pada materi pelajaran. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri. Penjelasan dan peragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang maksimal. Agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berpikir keras (moving about dan thinking aloud). Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran matematika yang telah dipelajari pada siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane Tahun Pelajaran 2012/2013, (2) Mengetahui pengaruh metode belajar aktif model meninjau kembali kesulitan pelajaran matematika pada siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane. Berdasarkan permasalahan, peneliti dalam penelitian tindakan yang memilih judul Efektifitas model meninjau kembali kesulitan materi dalam upaya membantu siswa mengingat kembali materi pelajaran matematika pada kelas IV di SDN Inpres Melonguane Tahun Pelajaran 2012/2013, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : Jika proses belajar mengajar siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane menggunakan metode belajar aktif model meninjau kembali kesulitan materi dalam menyampaikan materi pembelajaran matematika, maka aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane akan lebih baik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Penelitian ini memberikan manfaat bagi sekolah sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran matematika, bagi guru sebagai bahan pertimbangan dalam menemukan metode pembelajaran yang efektif bagi siswa. Metode belajar aktif adalah suatu pengajaran yang melibatkan siswa aktif untuk memahami materi yang diajarkan guru dan memenuhi tujuan yang diharapkan. Motivasi belajar adalah merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri seseorang anak dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan, pengalaman. Motivasi mendorong dan mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran matematika. 1036
Prestasi Belajar Belajar adalah perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan hasil akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulanbulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru. Agar belajar dapat dicapai hasil yang baik, siswa harus mau belajar dengan sebaik mungkin. Supaya mereka mau belajar dengan baik yaitu belajar dengan baik dan teratur secara sendirisendiri, secara kelompok dan berusaha memperkaya bahan pelajaran yang diterima di sekolah dengan bahan pelajaran ditambah dengan usaha sendiri. Belajar dengan baik dapat diciptakan, apabila guru dapat mengorganisir belajar siswa, sehingga minat dan motivasi belajar dapat ditumbuhkan dalam suasana kelas yang menggairahkan. Tugas mengorganisir terletak pada si pendidik. Oleh karena itu bagaimana membantu si pendidik dalam menggunakan alat pelajaran yang ada. Belajar merupakan aktivitas/usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada dirinya atau diri indivdu. Perubahann tingkah laku tersebut merupakan pengalaman-pengalaman baru. Perubahan dalam kepribadian menyatakan suatu pola baru dan pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Untuk mempertegas pengertian belajar, penulis akan memberikan kesimpulan bahwa : “Belajar adalah suatu proses lahir maupun batin pada diri individu untuk memperoleh pengalaman baru dengan jalan mengalami dan latihan”. Pembelajaran Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (KBBI, 1996 : 14). Belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993 : 120). Pasal 1 Undang-undang No. 29 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sependapat juga dengan pernyataan tersebut Sutomo (1993 : 68) menemukakan bahwa pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Komponen Kompetensi Pengetahuan Pembelajaran Seorang guru yang profesional sikap dan kinerjanya akan kelihatan dalam kehidupan sehari-hari. Semua hasil kerjanya harus bisa diukur oleh indikator. Oleh sebab itu Dirjen Dikdasmen (2004 : 10) merumuskan indikator kompetensi pengetahuan pembelajaran. Kompetenti ini merupakan komponen awal yang harus dilakukan oleh guru, karena bagian inilah seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan program-program yang disiapkan. Dengan adanya program itu, semuanya akan dapat dinilai, diukur dan dievaluasi. Dalam dunia pendidikan, penentuan keberhasilan dapat dilihat dari indikatornya. Indikator dalam komponen menurut Dirjen Dikdasmen adalah sebagai berikut : a. Komponen menyusun rencana pembelajaran dengan indikator sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan tujuan pembelajaran. 2. Menemukan materi sesuai dengan kompetensi yang telah ditemukan. 3. Mengorganisasikan materi berdasarkan urutan dan kelompok. 4. Mengalokasikan waktu. 5. Menemukan metode pembelajaran. 1037
6. 7.
Merancang prosedur pembelajaran. Menentukan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang akan digunakan. 8. Menentukan sumber belajar yang sesuai (berupa buku modul, program komputer, dan sejenisnya). Berdasarkan indikator yang telah ditetapkan oleh Dirjen Dikdasmen tersebut, seorang guru harus mampu membuat Rancangan Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang pada dasarnya sama dengan indikator di atas. Guru tidak mampu membuat RPP jika guru tidak banyak belajar tentang materi, metode, strategi, media, dan penilaian pembelajaran. Oleh sebab itu, guru harus banyak membaca dan belajar. b. Komponen melaksanakan pembelajaran dengan indikator sebagai berikut : 1. Membuka pelajaran dengan metode yang sesuai. 2. Menyajikan materi pelajaran secara otomatis. 3. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan. 4. Mengatur kegiatan siswa di kelas. 5. Menggunakan media pembelajaran/peralatan praktikum (dan bahan) yang telah ditentukan. 6. Menggunakan sumber belajar yang telah dipilih (berupa buku, modul, program komputer, dan sebagainya). 7. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif. 8. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komukatif. 9. Memberikan pertanyaan dan umpan balik, untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar mengajar. 10. Menyimpulkan pembelajaran. 11. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Berdasarkan indikator di atas, guru harus mampu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan melatih dan menilai siswa dalam belajar. Indikator-indikator di atas berkaitan dengan tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran (KBM). Oleh sebab itu, guru yang mampu melaksanakan indikator di atas akan dapat menghasilkan pendidikan yang bermutu. Strategi Pembelajaran dalam Penanaman Konsep Matematika Pada hakikatnya belajar matematika adalah berpikir dan berbuat atas mengerjakan matematika. Makna dari strategi pembelajaran matematika adalah strategi pembelajaran aktif, yang dilandasi oleh dua faktor, yaitu; (1) Interaksi optimal antara seluruh komponen dalam proses belajar mengajar, diantaranya antara dua komponen utama yaitu guru dan siswa, (2) Berfungsinya secara optimal seluruh “sense” yang meliputi indera, emosi, karsa dan nalar. Selain interaksi antara guru dan siswa atau antar sesama siswa, interaksi juga dapat terjadi antara siswa dengan sumber belajar dan media belajar. Faktor yang memungkinkan terjadinya interaksi yang terjadi antara guru dan siswa berkaitan atau bersumber pada bervariasinya berbagai situasi belajar mengajar yang dikembangkan oleh guru. Salah satu di antaranya ialah metode yang digunakan guru. Faktor yang memungkinkan terjadinya interaksi yang terjadi antara sumber belajar atau media dan siswa berkaitan atau bersumber pada bervariasinya berbagai sumber belajar atau media pengajaran yang disiapkan oleh guru dan siswa sendiri. Peningkatan kemampuan atau Penanaman konsep akan terjadi jika interaksi yang terjadi adalah interaksi timbal balik. Demikian maka dapat digabungkan antara kedua diagram terjadi optimalisasi siswa aktif dalam belajar matematika. Model Meninjau Kembali Kesulitan Materi (MKKM) Salah satu model yang secara empiris melalui penelitian adalah model yang dikembangkan adalah model meninjau kembali kesulitan materi. MKKM merupakan salah satu model yang terstruktur seperti halnya model pembelajaran lainnya. Struktur tersebut dikemas dalam langkah-langkah sebagai berikut : Langkah I : Review (Meninjau ulang). - Meninjau ulang pelajaran yang menjadi prasyarat. - Membahas PR. 1038
Langkah II
Langkah III
Langkah IV
Langkah V
:
Pengembangan. - Pengecekan kembali konsep matematika dirasa sulit oleh siswa. - Penjelasan oleh guru dengan contoh konkrit. : Latihan terkontrol. - Siswa merespon soal. - Guru mengoreksi bagian materi yang dirasa sulit sekaligus membimbing siswa untuk menemukan solusi. : Seatwork - Siswa bekerja sendiri untuk latihan. - Atau perluasan konsep pada langkah-langkah. : PR atau soal review (Tinjau ulang).
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SDN Inpres Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun pelajaran 2012/2013. Subjek Peneliti Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas IV SDN Inpres Melonguane. Jumlah siswa 26 orang yang terdiri dari 16 orang siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Adanya hambatan keterbatasan waktu penelitian, maka peneliti memfokuskan pada aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2012/2013. Dalam memecahkan permasalahan ada beberapa faktor yang diselidiki, yaitu: aktivitas siswa, melihat peningkatan keaktifan siswa dalam merespon pembelajaran, kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran, serta hasil belajar, memperhatikan peningkatan prestasi belajar siswa. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini terlaksana dalam 2 siklus, pada setiap siklus terdiri dari (4) tahapan yaitu: tahap perencanaan tindakan, tahap pelaksanaan tindakan, observasi (pemantauan) dan refleksi (evaluasi). Instrumen yang digunakan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan Lembar Observasi pembelajaran. Langkah-langkah dalam penelitian ini disusun dengan mengikuti rancangan skematis di bawah ini: Siklus I. A. Perencanaan Tindakan Guru menginginkan agar siswa dapat memahami dan menguasai serta dapat mengingat kembali materi pelajaran dengan baik, sehingga guru menyusun rencana pembelajaran untuk memperbaiki proses pembelajaran agar siswa memperoleh hasil yang maksimal. Kegiatan tahap perencanaan adalah berikut ini. 1. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM. 2. Menentukan pokok bahasan. 3. Penyusunan RPP. 4. Lembar Kerja Siswa (LKS). 5. Mengembangkan format evaluasi. 6. Mengembangkan lembar informasi observasi pembelajaran. B. Pelaksanaan Tindakan Prosedur pelaksanaan perbaikan langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut: 1. Langkah 1 : Review (meninjau ulang). - Meninjau ulang pelajaran yang menjadi prasyarat. - Membahas PR. 2. Langkah 2 : Pengembangan. - Pengecekan kembali konsep matematika dirasa sulit oleh siswa. - Penjelasan oleh guru dengan contoh konkret. 3. Langkah 3 : Latihan terkontrol. - Siswa merespon soal. - Guru mengoreksi bagian materi yang dirasa sulit sekaligus membimbing siswa untuk menemukan solusi. 4. Langkah 4 : Seatwork. - Siswa bekerja sendiri untuk latihan. 1039
- Atau perluasan konsep pada langkah-langkah. 5. Langkah 5 : PR atau soal review (tinjau ulang). C. Pengamatan - Melakukan observasi dengan memakai format observasi. - Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format LKS. D. Refleksi - Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan, evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari Setiap macam tindakan. - Melaksanakan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang RPP, LKS. - Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus berikutnya. - Evaluasi. Siklus II Siklus II dilaksanakan selama satu semester, yakni semester genap tahun pelajaran 2010/2011 dan merupakan kelanjutan serta perbaikan siklus I. Kegiatan siklus kedua didasarkan pada hasil siklus pertama dengan rangkaian : 1. Perencanaan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan. 3. Observasi (Pengamatan) 4. Refleksi (Evaluasi) Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu pengamatan terhadap proses pembelajaran oleh guru. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas siswa. Pengumpulan dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan instrumen aktivitas siswa dan soal tes hasil belajar. Data yang telah dikumpulkan dianalisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan perubahan perilaku aktivitas siswa dalam pembelajaran. Adapun analisis kuantitatif digunakan untuk mngetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik persentase. Untuk pengkategorian aktivitas siswa tersebut digunakan kriteria sebagai berikut : Indikator Keberhasilan Siklus I Di atas 50% siswa mendapatkan nilai 60 pada tes kemampuan pemahaman konsep. Di atas 60% siswa aktif dalam KBM. Indikator Keberhasilan Siklus II Di atas 75 % siswa mendapatkan nilai di atas 60 pada tes kemampuan pemahaman Kosep. Siswa aktif KBM. Kategori Keaktifan ditentukan : 77% - 100% = Sangat Aktif 60% - 76% = Aktif 43% - 59% = Cukup Aktif 0% - 42% = Tidak Aktif Keseluruhan data yang terkumpul, selanjutnya dipergunakan untuk menilai keberhasilan tindakan dengan harapan sebagai berikut : 1. Terjadi peningkatan aktifitas siswa dalam pembelajaran. 2. Terjadi peningkatan kinerja guru dalam pembelajaran. 3. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa. HASIL PENELITIAN Siklus I Berdasarkan pemantauan selama persiapan, pelaksanaan dan evaluasi penelitian tindakan ini diperoleh berbagai data dari aktivitas siswa yang sedang melaksanakan proses belajar. Gambaran yang menampakkan hasil dan temuan penelitian adalah sebagai berikut : Peneliti sekaligus sebagai guru melaksanakan pembelajaran dengan metode yang sudah direncanakan sebelumnya. Hasil pemantauannya sebagai berikut :
1040
Tabel 1. Data Aktivitas Siswa Siklus I %
Nilai
Ada
Jmlh Siswa 18
69
3
Baik
Ada
15
57
2
Cukup
Ada
15
57
2
Cukup
Ada
17
65
3
Baik
Ada
14
53
2
Cukup
Ada
15
57
2
Cukup
Ada
15
57
2
Cukup
8.
Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi yang sulit. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau kembali bersama guru. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam membahas materi yang sulit. Siswa melakukan latihan soal materi sulit.
Ada
16
62
3
Baik
9.
Siswa merumuskan kesimpulan materi.
Ada
10
38
1
Tdk Baik
10. 11.
Siswa mengikuti evaluasi. Siswa membuat rangkuman pembelajaran
Ada Ada
13 14
50 53
2 2
Cukup Cukup
24 2,18
Cukup
NO.
Aspek Yang Dinilai
Ada/Tidak
1.
Siswa memperhatikan/mencatat tujuan pembelajaran. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri.
2. 3.
4. 5. 6. 7.
materi
Jumlah Rata-rata Kategori
Ket.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, ternyata siswa keaktifannya belum maksimal, hasilnya masih cukup dengan indikator yang telah ditetapkan, masih ada yang kurang. Tabel 2. Data hasil melaksanakan pembelajaran tindakan siklus I Hasil Pengamatan No
Aspek Yang Dinilai
Pertemuan I
Pertemuan II
P1
P2
P1
P2
1.
Menginformasikan tujuan pembelajaran.
3
3
3
4
2.
Memunculkan rasa ingin tahu memotivasi siswa.
2
2
3
3
3.
Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat siswa.
2
2
3
3
2
3
3
3
untuk
2
3
3
4
Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dikerjakan oleh siswa.
2
2
3
3
4.
5.
6.
Memberikan tugas awal untuk dikerjakan siswa untuk mendeteksi materi yang sulit dikerjakan siswa. Memberikan kesempatan kepada mendiskusikan materi yang ada.
siswa
7.
Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan.
2
3
3
3
8.
Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif.
3
2
3
3
9.
Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif.
1
2
3
3
1041
10.
Memberikan pertanyaan dan umpan balik untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar mengajar.
2
3
3
3
11.
Menyimpulkan pembelajaran.
2
2
3
3
12.
Menggunakan waktu secara efektif dan efisien
1
2
3
3
13.
Mengadakan evaluasi.
2
2
3
3
2,00
Rata-rata Pengamat Rata-rata Kategori
Keterangan :
2,38 2,19 Cukup
3,00
3,15 3,07 Baik
- P1= Pengamat 1 - P2 = Pengamat 2.
Instrumen penelitian yang digunakan berupa soal tes belajar dengan hasil sebagai berikut: Tabel 3. Data hasil belajar Siswa Siklus 1 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Nama Siswa Albert Landang Michael Pandengkalu Meleaki Mona Michael Paendong Muhamad Yusuf Oktavian Mailantang Seprianto Anumpitan Roberto Gagola Tansa Agimat Christian Silaen Alreti Apita Palensia Riung Cabriela Panganton Juarni Bungkaes Jesike Malunsenge Liliani Linda Natalia Gagola Oesheylia Larenggam Gloria Simon Paulina Ughude Michael Londoran Rafandi Aomo Neben Ria Avattar Matoneng Seetly Ambalau Muchlis Maliki Jumlah Rata-rata
L/P L L L L L L L L P L P L P P P P P P P P L L L L L L
Nilai 5 5 7 4 7 8 5 6 6 6 7 3 3 5 7 3 5 7 5 5 4 7 5 4 6 6 141 5,42
Keterangan
Setelah dilaksanakan pengamatan, peneliti menulis hasil refleksi sebagai berikut : 1. 2. 3.
Siswa memperhatikan/mencatat tujuan pembelajaran dengan rata-rata nilai 3. Berdasarkan data tersebut aktivitas siswa sudah baik. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru dengan nilai 2. Berdasarkan nilai tersebut perlu ditingkatkan. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri dengan nilai rata-rata 2. Pada bagian ini siswa perlu diberi bimbingan lagi tentang bagaimana belajar dimotivasi untuk belajar mandiri. 1042
4.
Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi yang sulit dengan nilai 1. Aktivitas ini sudah baik tetapi perlu ditingkatkan. 5. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau kembali bersama guru dengan nilai 2. Berdasarkan catatan dan hasil pelaksanaan ternyata pada bagian ini siswa perlu diberi bimbingan dan pengarahan dalam berdiskusi. 6. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dengan nilai 2. Pada bagian ini siswa masih malu menyampaikan materi yang dianggap sulit, perlu lagi motivasi bagi siswa. 7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam membahas materi yang sulit dengan nilai 2. Siswa pada bagian ini masih belum berfokus pada materi sehingga berpengaruh perhatian siswa pada penjelasan guru. 8. Siswa melakukan latihan soal materi sulit dengan nilai 3. Siswa pada bagian ini sudah melakukan latihan soal tetapi masih dalam perintah guru. Inisiatif siswa masih kurang. 9. Siswa melakukan simpulan materi dengan nilai 1. Pada bagian ini siswa masih kurang inisiatif dalam mencatat bagian-bagian penting dalam kesimpulan materi. 10. Siswa mengikuti evaluasi dengan nilai 2. Pada bagian ini siswa belum bersemangat dalam mengikuti evaluasi, perlu arahan lagi. 11. Siswa membuat rangkuman materi pembelajaran dengan niali 2. Dalam mencatat rangkuman materi pembelajaran masih kurang karena siswa nanti mencatat kalau diperintahkan guru. Hasil refleksi pada bagian pelaksanaan pembelajaran, setelah diadakan diskusi dengan guru dan peneliti, sebagai berikut : 1.
Menginformasikan tujuan pembelajaran. Guru sudah menginformasikan tujuan pembelajaran dengan baik. Guru yang dianggap mampu menginformasikan tujuan pembelajaran dengan tepat dengan nilai 3. Berdasarkan nilai di atas guru perlu mempertahankan cara tersebut. 2. Memunculkan rasa ingin tahu/memotivasi siswa. Dalam membuka pelajaran, guru sering lupa memotivasi agar murid rasa ingin tahu sebagai pengantar materi dan berdasarkan pengamatan guru yang dikategorikan baik dengan nilai 3, tetapi guru tetap perlu memotivasi siswa sehingga muncul rasa ingin tahu. 3. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat siswa dengan nilai 3. Guru dalam mengajar langsung belum mengaitkan materi sebagai prasyarat siswa menggunakan metode masih berfokus pada metode tradisional. Secara otomatis dalam pelaksanaannya guru seakan-akan mentransfer ilmunya. Sebagai perbaikan guru-guru yang masih belum paham dalam menggunakan metode pembelajaran modern diwajibkan membaca buku-buku yang berkaitan dengan metode pembelajaran modern. 4. Memberikan tugas awal untuk dikerjakan siswa, untuk mendeteksi materi yang sulit dikerjakan siswa dengan nilai 3. Berdasarkan data tersebut guru sudah mengarahkan siswa untuk fokus dalam belajar sehingga dapat dideteksi kesulitan materi. 5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan materi yang ada dengan nilai 3. Guru agar dapat memberikan kesempatan bagi siswa dalam belajar. 6. Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dikerjakan oleh siswa dengan nilai baik, guru perlu menggali keberanian siswa dalam menyampaikan pendapatnya sehingga mempermudah guru dalam menjelaskan materi. 7. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran telah ditentukan dengan nilai baik, guru perlu mengembangkannya yang lebih baik lagi. 8. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif dengan nilai 3, kategori baik. Guru lebih lagi dalam memotivasi siswa dalam belajar. 9. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif dengan nilai 3. Guru perlu lagi berinteraksi dengan siswa menggunakan bahasa yang lebih komunikatif. 10. Memberikan pertanyaan dan umpan balik untuk mengatahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar dengan nilai 3. Pada bagian ini guru tidak masalah lagi. 11. Menyimpulkan pembelajaran dengan nilai 3. Guru sudah baik dalam menyimpulkan pembelajaran. 12. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien dengan niali 3. Guru belum maksimal dalam memanfaatkan waktu. 1043
13. Mengadakan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan belajar siswa dengan nilai 3. Guru dalam memberikan evaluasi sudah baik. Dari hasil belajar dapat dilihat, hasil belajar siswa masih belum maksimal karena rata-rata hasil belajar masih rendah yaitu 5,42 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah 6,0 berjumlah 14 siswa atau 54%, sehingga perlu ada perbaikan lagi. Diharapkan ada peningkatan pada siklus ke 2. Berdasarkan deskripsi dan refleksi di atas, peneliti melakukan evaluasi yang berkaitan dengan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pada siklus kedua.Evaluasi Aktivitas Siswa Siklus I berdasarkan hasil refleksi di atas maka perlu ada perbaikan pada siklus berikutnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Siswa perlu dimotivasi lagi agar menjadi berani dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Siswa perlu dimotivasi untuk berinisiatif dalam mengerjakan soal tidak harus menunggu perintah guru. Siswa perlu memperhatikan ketika menjelaskan materi. Siswa perlu didorong dalam berdiskusi terutama materi-materi yang dianggap sulit. Siswa perlu berinisiatif dalam mencatat bagian-bagian penting dari simpulan materi.
Pada siklus I pelaksanaan pembelajaran pada penelusuran materi yang sulit. Guru sebagai peneliti perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Materi pembelajaran dibuat sesederhana mungkin dan urut dari yang sederhana ke yang sulit. Materi itu ditulis dalam RPP guru. Guru harus mampu mengaitkan materi dengan contoh yang lebih sederhana dan sistematis. Guru mengembangkan teknis bertanya sehingga lebih terarah dan menghemat waktu dalam pembahasan materi. Guru membagi papan tulis menjadi tiga bagian, yakni bagian pertama digunakan untuk menulis tujuan yang ingin dicapai. Bagian kedua untuk tanya jawab atau tulisan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Bagian ketiga digunakan untuk kesimpulan.
Pada hasil refleksi bahwa hasil belajar masih belum maksimal. Oleh karena itu perlu dilihat bagian-bagian mana pada soal tes yang dilakukan masih belum dimengerti oleh siswa terutama bagian-bagian yang dianggap sulit oleh siswa. Siklus II Siklus II dilaksanakan berdasarkan temuan siklus I. Bagian yang sudah baik dipertahankan. Bagian persentase yang keberhasilannya kecil perlu diperbaiki pada siklus II ini. Berdasarkan refleksi dan pelaksanaan tindak lanjut siklus I, gambaran hasil dan temuan yang perlu ditindak lanjuti adalah sebagai berikut. Guru berdiskusi dengan guru senior dan dibantu supervisor sekolah untuk merumuskan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran. Tujuan itu bersumber pada KD/indikator atau pokok bahasan dan indikator kompotensi guru yang telah dirumuskan. Hasil sebagai berikut: Tabel 4. Data Aktifitas Siswa Siklus II No
Aspek yang dinilai
1.
Siswa memperhatikan/mencatat tujuan pembelajaran. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri. Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi yang sulit. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau kembali bersama guru. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit.
2. 3. 4. 5. 6.
1044
Ada/ Tidak Ada
Jlh Siswa 22
%
Nilai
85
4
Ada
17
65
3
Ada
17
65
3
Ada
21
80
4
Sangat Baik Baik
Ada
16
62
3
Baik
Ada
17
65
3
Baik
Keterangan Sangat Baik Baik Baik
7.
Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam membahas materi yang sulit. Siswa melakukan latihan soal materi sulit. Siswa merumuskan simpulan materi. Siswa mengikuti evaluasi. Siswa membuat rangkuman materi pembelajaran. Jumlah Rata-rata Kategori
8. 9. 10. 11.
Ada
17
65
3
Ada Ada Ada Ada
21 14 16 17
80 53 62 65
4 2 3 3 35 3,18
Sangat Baik Cukup Baik Baik
Baik
Berdasarkan hasil yang dicapai ternyata hampir semua siswa aktifitasnya menjadi maksimal. Tabel 5. Hasil Melaksanakan Pembelajaran Tindakan Siklus II No.
Aspek Yang Dinilai
1. 2. 3.
Menginformasikan tujuan pembelajaran Memunculkan rasa ingin tahu/memotivasi siswa Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat siswa. Memberikan tugas awal untuk dikerjakan siswa untuk mendeteksi materi yang sulit dikerjakan siswa. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan materi yang ada. Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dikerjakan oleh siswa. Menerapkan materi yang prosedur pembelajaran yang telah ditentukan. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif Memberikan pertanyaan dan umpan balik untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar. Menyimpulkan pembelajaran. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien. Mengadakan evaluasi. Rata-rata Pengamat Rata-rata Kategori
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Keterangan :
Hasil Pengamatan Pertemuan III Pertemuan IV P1 P2 P1 P2 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3
4
4
4
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
4
3 3
3 3
4 4
4 4
3
3
3
3
4 3 3
3 3 4
4 3 4
4 3 4
3,23
3,69
3,15 3,19 Baik
3,77 3,73 Baik
- P1= Pengamat 1 - P2 = Pengamat 2.
Instrumen penelitian pada siklus II tetap menggunakan instrumen yang dibuat oleh peneliti. Hasil sebagai berikut : Tabel 6. Data Hasil Belajar Siswa Siklus II No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9. 10. 11. 12. 13.
Nama Siswa Alber Landang Michael Pandengkalu Meleaki Mona Michael Paendong Mohamad Ysyf Oktavian Mailantang Seprianto Anumpitan Roberto Gagola Tansa Agimat Christian Silarn Alreti Apita Falensia Riung Gabriela Panganton
L/P L L L L L L L L L L P P P
1045
Nilai 7 7 9 7 9 10 8 8 8 8 9 6 6
Ketuntasan
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Juarni Bungkaes Jesika Malunsenge Liliani Linda Natalia Gagola Ocsheylia Larenggam Gloria Simon Paulina Ughude Michael Londoran Refandi Aomo Neben Ria Avattar Matoneng Sweetly Ambalau Mochlist Maliki Jumlah Rata-rata
P P P P P P P L L L L P L
7 9 6 7 9 8 7 7 9 7 7 8 8 201 7,73
Berdasarkan hasil pengumpulan data secara langsung pada saat pembelajaran guru pada siklus II. Refleksi aktivitas siswa siklus II, setelah dilaksanakan diskusi dengan guru mata pelajaran dan supervisor, peneliti menulis hasil refleksi sebagai berikut : 1. Siswa memperhatikan/mencatat tujuan pembelajaran dengan nilai 4, sangat baik. Berdasarkan dua data tersebut sudah baik mencatat tujuan pembelajaran dan tetap dipertahankan. 2. Siswa mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru dengan nilai 3. Ternyata siswa sudah mampu mengajukan dan menjawab pertanyaan sehingga suasana kelas lebih aktif. 3. Siswa berinisiatif mengerjakan soal dengan cara mereka sendiri dengan nilai 3 kategori baik. Pada bagian ini siswa sudah berinisiatif sehingga yang dibahas guru adalah bagian materi yang benar-benar sulit. 4. Siswa bersama guru dalam meninjau bagian materi yang sulit dengan nilai 4 kategori sangat baik. Kegiatan pada bagian ini dipertahankan yakni siswa tidak kaku lagi dalam mencari informasi berkaitan dengan materi yang sulit. 5. Siswa berdiskusi materi yang sulit untuk ditinjau kembali bersama guru dengan nilai 3 kategori baik. Siswa sudah serius dalam berdiskusi untuk menentukan soal yang sulit. 6. Siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dengan nilai 3 kategori baik. Siswa dapat menyampaikan bagian materi yang sulit dengan baik. 7. Siswa mendengarkan penjelasan guru dalam membahas materi yang sulit dengan nilai 3 kategori baik. Ternyata pada bagian ini sudah banyak siswa yang memperhatikan penjelasan guru. 8. Siswa melakukan latihan soal materi sulit dengan nilai 4 kategori sangat baik. Siswa sudah berinisiatif melakukan latihan soal. 9. Siswa merumuskan simpulan materi dengan nilai 2 kategori cukup. Siswa sudah mencatat bagian-bagian penting materi tanpa harus diberitahukan guru. 10. Siswa mengikuti evaluasi dengan nilai 3, siswa sudah serius dalam mengikuti evaluasi. 11. Siswa membuat rangkuman materi pempelajaran dengan nilai 3, siswa sudah baik dalam mencatat rangkuman materi pembelajaran. Hasil refleksi pada bagian pelaksanaan pembelajaran dan setelah diadakan diskusi dengan guru, peneliti dan supervisor sebagai berikut : 1. Menginformasikan tujuan pembelajaran. Guru sudah menginformasikan tujuan pembelajaran dengan sangat baik. Guru yang dianggap mampu menginformasikan tujuan pembelajaran dengan tepat dengan nilai 4. Berdasarkan nilai di atas, guru perlu mempertahankan cara tersebut. 2. Memunculkan rasa ingin tahu/memotivasi siswa. Dalam membuka pelajaran, guru sering lupa memotivasi agar muncul rasa ingin tahu sebagai pengantar materi dan berdasarkan pengamatan guru yang dikategorikan sangat baik dengan nilai 4.
1046
3.
Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan prasyarat siswa, ditentukan dengan nilai 3. Guru dalam mengajar sudah mengaitkan materi sebagai prasyarat bagi siswa sehingga siswa mampu memahami materi matematika dengan baik. 4. Memberikan tugas awal untuk dikerjakan oleh siswa untuk mendeteksi materi yang sulit dikerjakan siswa dengan nilai 3. Berdasarkan data tersebut guru sudah mampu mengarahkan siswa dengan baik. 5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan materi yang ada dengan nilai 4. Guru sudah memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat berdiskusi dengan baik. 6. Memberikan kesempatan kepada siswa menyampaikan bagian materi yang sulit dikerjakan oleh siswa dengan nilai baik. Siswa lebih berani menyampaikan hal yang belum dipahami. 7. Menerapkan metode dan prosedur pembelajaran yang telah ditentukan dengan nilai baik, tetapi perlu strategi yang lebih baik. 8. Memotivasi siswa dengan berbagai cara yang positif, dengan nilai 3 kategori baik. Guru sudah memotivasi siswa dengan baik. 9. Melakukan interaksi dengan siswa menggunakan bahasa yang komunikatif dengan nilai 4, sangat baik. Guru sudah berinteraksi dengan baik. 10. Memberikan pernyataan dan umpan balik untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar dengan nilai 3 kategori baik. Pada bagian ini guru sudah tidak masalah lagi. 11. Menyimpulkan pembelajaran dengan nilai 4 sangat baik. Guru sudah baik dalam menyimpulkan pembelajaran. Kegiatan seperti ini perlu dipertahankan. 12. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien dengan nilai 3, baik. 13. Mengadakan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dan memperkuat penerimaan siswa dalam proses belajar dengan nilai 3, baik. Refleksi Hasil Belajar Siklus II dapat dilihat dari hasil belajar siswa sudah maksimal karena rata-rata hasil belajar sudah meningkat yaitu 7,73 dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 6,0 berjumlah 26 siswa atau 100%. PEMBAHASAN Dari hasil observasi pada umumnya peran siswa dalam proses pembelajaran mulai antusias meskipun guru belum mampu meningkatkan proses diskusi antara sesama siswa dan antara siswa dengan guru. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yaitu siswa masih belum berani dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan sehingga membuat guru kesulitan dalam mendeteksi kemampuan prasyarat awal siswa untuk mengetahui bagian mana materi yang sulit. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk diperbaiki pada siklus kedua, di antaranya siswa masih kurang berani untuk bertanya kepada guru tentang masalah yang dihadapi atau materi yang dirasa sulit. Masih ada beberapa siswa yang kurang peduli dalam proses pembelajaran. Untuk hal pengelolaan pembelajaran guru belum maksimal dalam mengarahkan siswa untuk aktif, sehingga memudahkan bagi guru dalam mendeteksi kesulitan yang dialami siswa. Secara keseluruhan antara pertemuan pertama dan kedua terdapat peningkatan dalam kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dan aktifitas siswa yaitu kategori cukup ke kategori baik. Pada siklus II rata-rata kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Hal ini terlihat pada rata-rata kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran yaitu kategori baik pada pertemuan ketiga dan keempat. Kemampuan guru dalam meninjau kesulitan materi mulai mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran guru, guru mulai mampu memberikan bimbingan/mengarahkan materi sehingga menjadi jelas bagi siswa. Guru mulai memotivasi kepada siswa untuk bertanya kepada guru dan menjawab pertanyaan guru. Aktivitas siswa meningkat ketika dilaksanakan pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya guru yang sudah mampu mengarahkan pembelajaran dengan baik. Langkah-langkah yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : 1. Guru memotivasi siswa untuk menjadi berani dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan guru. 2. Guru memotivasi siswa untuk berinisiatif dalam mengerjakan soal yang diberikan atau yang ada di buku tanpa harus menunggu tugas atau perintah dari guru. 3. Guru mendorong siswa untuk berdiskusi mengenai bagian materi yang dianggap sulit. 1047
4.
Guru memotivasi siswa untuk memperhatikan penjelasan guru ketika guru menjelaskan bagian materi yang dianggap sulit oleh siswa. 5. Guru mendorong siswa perlu berinisiatif dalam mencatat bagian-bagian penting dari simpulan materi. Kinerja guru meningkat dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam penelitian tindakan ini ternyata guru sudah mampu melaksanakan pembelajaran dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Peneliti sebagai guru diamati oleh guru yang lain. 2. Selama pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru tidak menganggap pengamat sebagai penilai karena sebelum pelaksanaan pembelajaran guru dan pengamat telah berdiskusi permasalahan-permasalahan yang ada dalam pembelajaran tersebut. 3. Pengamat mencatat semua peristiwa yang telah terjadi di dalam pembelajaran, baik positif maupun negatif. 4. Pengamat berdiskusi dengan guru sebagai peneliti tentang contoh pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran modern. 5. Jika ada yang pembelajarannya kurang jelas tujuan, penyajian, dan umpan baliknya, pengamat dan peneliti berdiskusi menganai bagaimana menjelaskan tujuan, menyajikan, memberi umpan balik kepada siswa tersebut. 6. Setelah guru berdiskusi, guru melaksanakan perbaikan pembelajaran dan pengamat sebagai teman sejawat mengamati pelaksanaannya. Hasil belajar siswa meningkat ketika dilaksanakan pembelajaran meninjau kembali kesulitan materi. Berdasarkan hasil tindakan pada siklus I dan II sebagaimana yang ada pada tabel, dapat dideskripsikan bahwa hasil pembelajaran meningkat dari rata-rata pada siklus I yaitu 5,42 menjadi rata-rata pada siklus II yaitu 7,73. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pelaksanaan pembelajaran model meninjau kembali kesulitan materi dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar matematika. 2. Pelaksanaan pembelajaran meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran. 3. Pelaksanaan pembelajaran model meninjau kembali kesulitan materi dapat meningkatkan hasil belajar. Saran 1. Sekolah perlu merencanakan kegiatan pembelajaran secara berkala dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. 2. Peneliti yang lain dapat mengembangkan penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2001, Managemen Berbasis Sekolah. Jakarta. Depdiknas. 2003, Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Depdiknas. 2004, Standar Kompotensi Guru Sekolah Dasar. Jakarta. Depdiknas. 2004, Kurikulum 2004 Pedoman Pembelajaran Pengajaran. Jakarta. Depdiknas. 2004, Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan di Sekolah. Jakarta. Depdiknas. 2005, Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2005 tentang Standar Pendidkikan Nasional. Jakarta. Depdiknas. 2011, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.35 Tahun 2010 tentang Penilaian Jabatan Guru. Jakarta. Djazuli. 1996, Pembelajaran meningkatkan kemampuan guru. Jakarta, Bima Bakti. Modul P4TK Pertanian. 2011, Pembelajaran Akademik. Jakarta: P4TK Pertanian Cianjur. Sutomo. 1993, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Bima Bakti.
1048