Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia
LAPORAN COREMAP
STUDI BASELINE EKOLOGI KABUPATEN KEPULAUAN RIAU (2004)
LAPORAN COREMAP
STUDI BASELINE EKOLOGI KABUPATEN KEPULAUAN RIAU (2004)
Disusun oleh CRITC- Jakarta 2005
S TUDY B ASELINE E KOLOGI K EPULAUAN R IAU T AHUN 2004
KOORDINATOR TIM PENELITIAN
: G I Y A N T O , S.S I , M.S C .
PENANGGUNG JAWAB PENELITIAN
:
S I S T I M I N F O R M A S I G E O G R A F I S : D R S . W I N A R D I , M.S C . KUALITAS PERAIRAN
: - DRS. EDI KUSMANTO - DRS. SALMIN
MANGROVE
: DRS. SOEROYO
K A R A N G & M E G A B E N T H O S : D R A . A N N A M A N U P U T T Y , M.S I IKAN KARANG
: D R A . S A S A N T I R. S U H A R T I , M.S C .
DOKUMENTASI
: R. S U T I Y A D I , A.M D .
ANALISA DATA
: G I Y A N T O , S.S I , M.S C .
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR GAMBAR ……………………………………...
iv
DAFTAR TABEL …………………………………………
xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………
xvii
A. Pendahuluan …………………………………………
xvii
B. Hasil ……………….. ……………………………….
xix
C. Saran …………………………………………………
xxviii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………...
1
A. Latar Belakang ………………………………………
1
B. Tujuan Penelitian …………………………………….
3
C. Ruang Lingkup Penelitian …………………………...
3
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………...
5
A. Lokasi Penelitian …………………………………….
5
B. Waktu Penelitian …………………………………….
19
C. Pelaksana Penelitian …………………………………
19
D. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data ………..
19
1. Sistem Informasi Geografis ……………………...
20
2. Kualitas Perairan …………………………………
23
3. Mangrove ………………………………………...
24
4. Karang ……………………………………………
25
5. Mega Benthos …...………………………………
27
6. Ikan Karang ………………………………………
27
CRITC-COREMAP Jakarta
ii
Halaman BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………
30
A. Sistem Informasi Geografis ………………………….
30
1. Geometri Citra ……………………………………
30
2. Kondisi Geografis Daerah Studi …………………
31
3. Hasil pemetaan terumbu karang dan mangrove ….
36
B. Kualitas Perairan …………………………………….
39
1. Temperatur ……………………………………….
39
2. Salinitas …………………………………………..
41
3. Densitas ………………………………………...
43
4. Arus ………………………………………………
46
5. Derajat keasaman (pH)…………………………...
51
6. Kandungan oksigen terlarut (O2) ………………..
53
7. Fosfat ……………………………………………..
56
8. Nitrat (NO3) ……………………………………...
58
9. Nitrit (NO2) ……………...……………………….
60
10. Silikat (SiO3) …..………………………………
62
C. Mangrove ……………………………………………
64
D. Karang ……………………………………………….
70
E. Mega Benthos ……………………………………..
91
F. Ikan Karang …………………………………………..
102
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN …………………
125
A. Kesimpulan ………………………………………….
125
B. Saran …………………………………………………
127
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..
129
CRITC-COREMAP Jakarta
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.a.
Gambar 2.b.
Gambar 3.a..
Gambar 3.b.
Gambar 4.a.. Gambar 4.b.
Peta lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau …………………………..
6
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan …………………………………
9
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan P. Mapur dan sekitarnya ………………………………..
10
Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Kepulauan Tambelan ……………………..
11
Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan P. Mapur dan sekitarnya …………………….
12
Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Kepulauan Tambelan ……………
13
Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan P. Mapur ………………………...
14
CRITC-COREMAP Jakarta
iv
Halaman
Gambar 5.a..
Gambar 5.b.
Gambar 6.a.
Gambar 6.b.
Gambar 7.a.
Gambar 7.b.
Gambar 8.a.
Gambar 8.b.
Gambar 9.a.
Gambar 9.b.
Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan ……
15
Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mapur …………………
16
Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan …………………………………
17
Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan P. Mapur …..
18
Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau ………………
40
Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ………………
41
Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau …..
42
Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau …..
43
Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau …..
44
Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau …..
45
CRITC-COREMAP Jakarta
v
Halaman Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Pola arus di sekeliling P. Tambelan, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau …………………………..
46
Pola arus di sekeliling bagian selatan P. Betung, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau …………………………..
47
Pola arus di Sekeliling P. Benua, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau …………………………..
48
Pola arus di selat antara P. Tambelan – P. Betung, selat P. Benua – P. Sedua, dan selat P. Sedua – P. Tambelan ……………..
49
Pola arus di sekeliling P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau ………………
50
Pola arus di sekeliling P. Marapas, Kabupaten Kepulauan Riau ………………
51
Rerata persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di Kepulauan Tambelan ……..
72
Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masingmasing stasiun di perairan Kepulauan Tambelan dengan metode RRI …………...
74
Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ……….
75
Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan …………………………………
76
CRITC-COREMAP Jakarta
vi
Halaman Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25.
Gambar 26.
Gambar 27.
Gambar 28.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu …………
80
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masingmasing jenis karang batu …………………
80
Rerata persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di P. Mapur …………………
82
Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup dengan metode RRI di masing-masing stasiun di perairan P. Mapur ………………………...
84
Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur ……………………
85
Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur ……
86
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masingmasing jenis karang batu ………………….
88
MDS untuk stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu
89
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Taambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu ……………………………….
90
CRITC-COREMAP Jakarta
vii
Halaman Gambar 29.
Gambar 30.
Gambar 31.
Gambar 32.
Gambar 33.
Gambar 34.
Gambar 35.
Gambar 36.
Gambar 37.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu …………
91
Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan …………………..
93
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan kelimpahan mega benthos ……………………………………
96
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan kelimpahan mega benthos …..
96
Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur ……………………………….
98
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos …..
100
MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos ……………………………………
100
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos ………………...
101
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos …..
102
CRITC-COREMAP Jakarta
viii
Halaman Gambar 38.
Gambar 39.
Gambar 40.
Gambar 41.
Gambar 42.
Gambar 43.
Gambar 44.
Gambar 45.
Gambar 46.
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di Kepulauan Tambelan ……..
104
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masingmasing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ……………………..
108
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun trasnek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang ………………………………..
112
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………………...
112
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau …………………………..
115
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masingmasing stasiun transek permanen di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau ………
119
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang…
121
MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang …………………………………….
122
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………...
123
CRITC-COREMAP Jakarta
ix
Halaman Gambar 47.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah individu ikan karang ……………………………….
CRITC-COREMAP Jakarta
124
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Daftar nilai penting (%) kategori anak pohon di beberapa lokasi di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ………………………………...
69
Daftar nilai penting (%) anak pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……………………………………….
69
Daftar nilai penting (%) pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………
70
Gambaran mengenai struktur mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………
70
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT ………………
77
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ………………………..
79
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur dengan metode LIT ………………………………….
87
CRITC-COREMAP Jakarta
xi
Halaman
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
Tabel 14.
Tabel 15.
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Mapur.
88
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan ….
95
Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di P. Mapur ……………….
99
Jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50% berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=36 stasiun) di Kepulauan Tambelan ………………………...
103
Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi di Kepulauan Tambelan ………………………...
105
Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku yang dijumpai pada lokasi transek permanen di Kepulauan Tambelan …
107
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT …
110
Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan untuk data kelimpahan ikan karang.
111
CRITC-COREMAP Jakarta
xii
Halaman
Tabel 16.
Tabel 17.
Tabel 18.
Tabel 19.
Tabel 20.
Sepuluh besar ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=20 stasiun) di P. Mapur ……………………………………….
114
Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi di P. Mapur ……………………………………….
116
Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku yang dijumpai pada lokasi transek permanen di P. Mapur ……………….
117
Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Mapur dengan metode LIT ………………….
120
Nilai indeks kemiripan Bray-Curtis pada stasiun transek permanen di P. Mapur untuk data kelimpahan ikan karang ………………...
120
CRITC-COREMAP Jakarta
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.a.
Lampiran 1.b.
Lampiran 1.c.
Lampiran 1.d.
Lampiran 1.e.
Lampiran 2.a
Lampiran 2.b.
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …….
132
Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O2), kadar fosfat (PO4), nitrat (NO3), nitrit (NO2), dan silikat (SiO3) di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
134
Posisi stasiun penelitian mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
136
Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………………
137
Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
139
Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………….
140
Peta daerah cakupan untuk perhitungan luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………….
141
CRITC-COREMAP Jakarta
xiv
Halaman
Lampiran 3.a.
Lampiran 3.b.
Lampiran 4.a.
Lampiran 4.b.
Lampiran 4.c.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ………………………….
142
Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut untuk seluruh kolom air, mulai dari permukaan hingga dekat dasar, di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau ……………..
142
Hasil dan analisa zat hara di perairan Kepulauan Tambelan dan sekitarnya ……
143
Hasil dan analisa zat hara di perairan P. Mapur dan sekitarnya ……………………
145
Kadar rata - rata zat hara di perairan Kepulauan Tambelan, P. Mapur dan sekitarnya ………………………………..
147
Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur ……..
148
Jenis karang batu yang dijumpai di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau, berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas...
149
Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …….
157
Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur…….
161
CRITC-COREMAP Jakarta
xv
Halaman
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Kelimpahan beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check Benthos (yang dimodifikasi) pada masingmasing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur …………………………………..
162
Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) yang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur yang diperoleh dengan metode UVC …………………………………….
163
CRITC-COREMAP Jakarta
xvi
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. P ENDAHULUAN COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru
yang
pendanaannya
dibiayai
oleh
ADB
(Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Kabupaten Kepulauan Riau, yang secara administratif masuk ke dalam Propinsi Riau. Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Kepulauan Riau memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup
dan
memijah
ikan-ikan
laut
seperti
ekosistem
mangrove, lamun dan karang. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta krisis
ekonomi
yang
berkelanjutan
telah
memberikan
tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan perairannya. Sebagai
lokasi
baru
COREMAP,
studi
baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
CRITC-COREMAP Jakarta
xvii
karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP. Kegiatan menggunakan efisiensi
penelitian Kapal
waktu
dan
Riset biaya,
di
lapangan
Baruna
Jaya
kegiatan
dilakukan VII.
Untuk
penelitian
ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan di wilayah Kota Batam (meliputi P. Petong, P. Abang Besar dan P. Abang Kecil, serta P. Pengelap) dan Kabupaten Natuna. Kegiatan lapangan di ketiga
lokasi
tersebut
berlangsung
pada
Oktober-
Nopember 2004. Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswi dari Riau (Universitas Riau) juga turut serta dalam survey ini untuk melengkapi Tugas akhirnya. Lokasi penelitian dilakukan di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel dilakukan,
terlebih
dahulu
ditentukan
peta
sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi
CRITC-COREMAP Jakarta
xviii
data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titiktitik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut.
B. H ASIL Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data. Hasil dan pembahasannya adalah sebagai berikut: Luasan hutan mangrove di Kepulauan Tambelan adalah 3,5448 km 2 , sedangkan di P. Mapur adalah 1,3605 km 2 . Luasan terumbu karang yang meliputi fringing reef, patch reef dan shoal di Kepulauan Tambelan adalah 31,2618 km 2 sedangkan di P. Mapur adalah 18,1126 km 2 . Kisaran temperatur pada bagian permukaan di perairan Kepulauan Tambelan antara 29,16°C hingga 30,26°C, dengan rerata temperature 29,60°C, sedangkan di P. Mapur dan sekitarnya antara 28,93°C hingga 29,78°C, dengan rerata temperature 29,50°C. Kisaran temperatur pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar, di Kepulauan Tambelan mempunyai kisaran antara
28,92°C
temperatur
hingga
29,58°C,
CRITC-COREMAP Jakarta
30,67°C
sedangkan
di
dengan P.
rerata
Mapur
dan
xix
sekitarnya
antara
28,92°C
hingga
29,78°C
dengan
rerata temperatur 29,51°C. Kisaran salinitas pada bagian permukaan berkisar di perairan Kepulauan Tambelan antara 32,04 dan 33,41 PSU dengan rerata salinitas 33,06 PSU, sedangkan di P. Mapur dan sekitarnya antara 31,82 dan 32,27 PSU dengan rerata salinitas 32,08 PSU. Kisaran salinitas pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar, di Kepulauan Tambelan mempunyai kisaran antara 32,00 hingga 33,41 PSU dengan rerata salinitas 33,06 PSU, sedangkan di P. Mapur dan sekitarnya antara 31,66 hingga 32,32 PSU dengan rerata salinitas 32,12 PSU. Kisaran densitas pada bagian permukaan berkisar di perairan Kepulauan Tambelan antara 1019,77 kg/m 3 – 1020,63 kg/m 3 dengan rerata 1020,41 kg/m 3 , sedangkan di P. Mapur dan sekitarnya antara 1019,56 kg/m 3 – 1019,85 kg/m 3 dengan rerata 1019,71 kg/m 3 . Kisaran densitas pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat
dasar,
di
Kepulauan
Tambelan
mempunyai
kisaran antara 1019,77 kg/m 3 – 1020,70 kg/m 3 dengan rerata 1020,52 kg/m 3 , sedangkan di P. Mapur dan sekitarnya antara 1019,42 kg/m 3 – 1019,90 kg/m 3 dengan rerata 1019,76 kg/m 3 . Untuk perairan di Kepulauan Tambelan, arah arus di perairan sekeliling P. Tambelan mengikuti bentuk pulau menuju
ke
selatan
ataupun
ke
tenggara,
dengan
kecepatan arus relatif rendah dibawah 500 mm/detik kecuali perairan disisi timur laut, antara 500 mm/detik
CRITC-COREMAP Jakarta
xx
hingga 1000 mm/detik. Sedangkan untuk perairan di selatan P. Betung, arah arus menuju ke barat dengan kecepatan dibawah 500 mm/detik. Untuk perairan P. Benua pengaruh gelombang lebih dominan terutama perairan
di
sisi
utara
pulau.
Massa
air
yang
menghempas pantai akan terpantul kembali kearah laut sedemikian sehingga arus yang terekam bolak balik, kecuali pada sisi barat daya yang relatif aman terhadap hempasan gelombang dan di selat antara pulau-pulau yang ada disekitar P. Benua. Perairan di selat antara pulau-pulau
yang
merupakan
menunjukkan
bahwa
massa
air
perairan menuju
terbuka ke
barat
kemudian ke selatan setelah membentur P. Tambelan. Kecepatan arus yang terekam untuk selat antara P. Benua dan P. Sedua adalah 821 mm/detik; sedangkan untuk selat antara P. Tambelan dan P. Betung adalah 671 mm/detik. Untuk perairan P. Mapur dan sekitarnya, massa air yang mengalir
di
sisi
utara
P.
Mapur
menuju
selatan
melewati sisi utara P. Mapur kemudian ke timur menyusur pantai timur. Sedangkan massa air yang ada disisi barat P. Mapur mengalir ke selatan menyusur pantai barat P. Mapur Kecepatan arus yang terekam di sisi barat maksimum 1165 mm/detik sedangkan di sisi timurnya 1317 mm/detik. Sedangkan untuk perairan P. Marapas, yaitu pulau kecil yang terletak di tenggara P. Mapur, massa air yang mengalir di sekeliling pulau ini didominasi adanya pengaruh gelombang yang relatif
CRITC-COREMAP Jakarta
xxi
kuat sehingga arah arusnya tidak beraturan mengikuti pola hempasan gelombang. Nilai derajat keasaman (pH) antara permukaan dengan dasar
perairan
di
seluruh
lokasi
yang
diteliti
di
Kepulauan Tambelan dan P. Mapur relatif homogen. Mengacu pada nilai yang direkomendasikan KLH, maka di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur masih tergolong baik, dimana pHnya > 8. Untuk Kepulauan Tambelan, pada umumnya kadar oksigen dipermukaan lebih tinggi dibanding dengan dasar
perairan,
kecuali
di
P.
Sedua
yang
relatif
homogen. Sedangkan untuk P. Mapur dan sekitarnya, kadar oksigen dipermukaan relatif homogen dengan bagian dasarnya. Jika merujuk dari baku mutu KLH untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, secara umum bisa dikatakan bahwa kandungan oksigen baik di perairan Kepulauan Tambelan maupun P. Mapur masih cukup baik, walaupun pada stasiun–stasiun tertentu kadar oksigen terlarutnya < 5 ppm (3,5 ml/L). Kadar fosfat di seluruh lokasi yang diteliti baik di Kepulauan Tambelan maupun di P. Mapur lebih tinggi di bagian permukaan dibandingkan dengan di bagian dasar perairan. Ditinjau dari kadar fosfatnya, dengan berpedoman
pada
direkomendasikan
baku KLH
mutu untuk
air
laut
kepentingan
yang wisata
bahari dan biota laut yang tidak melebihi 0,015 ppm (4,9
µg
A/L)
maka
secara
umum
masih
bisa
dikategorikan baik, kecuali pada daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk.
CRITC-COREMAP Jakarta
xxii
Kadar nitrat pada bagian permukaan dengan bagian dasar
perairan
relatif
homogen
di
semua
lokasi
penelitian baik di Kepulauan Tambelan maupun di P. Mapur. Berdasarkan nilai baku mutu untuk nitrat yang dikeluarkan
KLH,
kadar
nitrat
di
semua
lokasi
penelitian bisa dikategorikan masih sangat baik untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut
(nilainya
kurang dari 0,008 ppm atau 26,27 µg A/L). Pada umumnya kadar nitrit pada bagian dasar perairan lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
bagian
permukaannya, kecuali di P. Tambelan di Kepulauan Tambelan, dimana kadar nitritnya relatif homogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua stasiun yang
diteliti,
dibandingkan
kadar dengan
nitritnya kadar
jauh
nitrat,
lebih
kecil
sehingga
bisa
dikatakan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik. KLH tidak menetapkan nilai ambang batas kadar silikat untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. Untuk semua lokasi baik di Kepulauan Tambelan maupun di P. Mapur perairan
memiliki yang
permukaannya.
kadar lebih
silikat tinggi
pada
bagian
dibandingkan
dasar dengan
Kenyataan ini membuktikan bahwa
sumber utama silikat di perairan ini berasal dari sedimentasi pada dasar perairan. Secara keseluruhan di Kepulauan Tambelan di dapatkan 25 jenis mangrove sedangkan di P. Mapur didapatkan 14 jenis mangrove.
CRITC-COREMAP Jakarta
xxiii
Untuk Kepulauan Tambelan, dari pencuplikan data transek mangrove diperoleh kepadatan anak pohon (diameter 2 - <10 cm) mencapai 2020 batang/ha dengan rerata ketinggian 4,72 m dan basal area mencapai 4,24 m 2 /ha, yang didominasi oleh jenis Rhizophora stylosa dengan nilai penting 175,38 %. Sedangkan kepadatan pohon (diameter > 10 cm) mencapai 50 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata 9,5 m dan basal area mencapai
m2
1,13
per
hektar,
yang
didominasi
Sonneratia alba dengan nilai penting 197,80 %. Untuk P. Mapur, berdasarkan hasil pencuplikan data transek mangrove diperoleh kepadatan anak pohon mencapai 3028 batang/ha dengan ketinggian rata-rata mencapai 6,53 m dan basal area mencapai 9,12 m 2 /ha, yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan nilai penting 104,03 %. Sedangkan kepadatan pohon (diameter >10 cm) mencapai 100 batang per hektar dengan ketinggian rata-rata 12,37 m dan basal area mencapai 1,15 m 2 /ha, yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan nilai penting 110,78 %. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 243 jenis yang termasuk dalam 20 suku karang
batu
di
Kabupaten
Kepulauan
Riau
yang
meliputi Kepulauan Tambelan (181 jenis; 18 suku)) dan P. Mapur (175 jenis; 19 suku). Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan dijumpai
di
36
stasiun
persentase
10,00%-90,00%
CRITC-COREMAP Jakarta
di
tutupan
dengan
Kepulauan karang
rerata
Tambelan
hidup
persentase
antara tutupan
xxiv
karang hidup 47,39%, sehingga dapat diperkirakan luasan
karang
hidupnya
sebesar
14,8150
km 2 .
Sedangkan dari 27 stasiun di P. Mapur dijumpai persentase tutupan karang hidup antara 0,00%-55,00% dengan rerata persentase tutupan karang hidup 16,93% (terdapat 5 stasiun yang persentase tutupan karang hidupnya
0%)
sehingga
dapat
diperkirakan
luasan
karang hidupnya sebesar 3,0665 km 2 . Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 12 stasiun
transek
permanen
di
Kepulauan
Tambelan
menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori baik sebanyak 11 stasiun, sedangkan 1 stasiun sisanya masuk dalam kategori cukup. Sedangkan dari 6 stasiun transek permanen di P. Mapur menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori baik sebanyak 3 stasiun, sedangkan 3 stasiun sisanya masuk dalam kategori cukup. Dari hasil reef check di Kepulauan Tambelan terhadap beberapa
mega
benthos
bernilai
ekonomis
penting
ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi
kesehatan
terumbu
karang
diperoleh
kelimpahan Acanthaster planci, yang merupakan hewan pemakan polip karang ditemukan dalam jumlah banyak, yaitu
hanya
631
individu/ha.
Karang
jamur
(CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang sangat berlimpah yaitu 9119 individu/ha. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah banyak yaitu 3756 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang sedikit, dimana untuk yang
CRITC-COREMAP Jakarta
xxv
berukuran
besar
(panjang
>20
cm)
kelimpahannya
sebesar 89 individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 101 individu/ha. Pencil sea urchin
dijumpai
dalam
jumlah
yang
agak
banyak
dimana kelimpahannya sebesar 393 individu/ha. Selama pengamatan
dilakukan,
dijumpai
sedikit
tripang
(holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20) maupun yang berukuran kecil (diameter <20), dengan kelimpahan
berturut-turut
42
individu/ha
dan
83
individu/ha. Dari hasil reef check di P. Mapur terhadap beberapa mega benthos bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa
dijadikan
indikator
dalam
menilai
kondisi
kesehatan terumbu karang, tak dijumpai satu pun Acanthaster Mushrom)
planci. dijumpai
Karang dalam
jamur jumlah
(CMR=Coral yang
sangat
berlimpah yaitu 7702 individu/ha. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah sangat banyak yaitu 9500
individu/ha.
Sedangkan
Kima
(Giant
clam)
dijumpai dalam jumlah yang tak banyak, dimana untuk yang berukuran besar (panjang >20 cm) kelimpahannya sebesar 274 individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 12 individu/ha. Pencil sea urchin dimana
dijumpai
dalam
jumlah
kelimpahannya
sebesar
yang 1036
agak
banyak
individu/ha.
Selama pengamatan dilakukan, tak dijumpai tripang (holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20) maupun yang berukuran kecil (diameter <20).
CRITC-COREMAP Jakarta
xxvi
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 12 Stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan menjumpai
sebanyak
155
jenis
ikan
karang
yang
termasuk dalam 21 suku, sedangkan yang dilakukan di 6
stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 103
jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku. Sehingga dari total 18 stasiun transek permanen yang dilakukan di kedua lokasi tersebut dijumpai sebanyak 182 jenis ikan karang yang termasuk dalam 24 suku. Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 18 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 182 jenis ikan karang, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 24543 individu /ha dengan kelimpahan kelompok ikan major, ikan target, dan ikan indikator berturut-turut individu/ha
adalah dan
19592 456
individu/ha,
individu/ha,
4495
sehingga
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 43:10:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 54 individu ikan yang dijumpai di perairan Kepulauan Riau
(Kepulauan
Tambelan
dan
P.
Mapur),
kemungkinan komposisinya terdiri dari 43 individu ikan major, 10 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator.
Untuk
Kelimpahan
ikan
sebesar
29200
Kepulauan karang
individu
di per
Tambelan
Kepulauan
saja,
Tambelan
hektarnya
dengan
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator sebesar
adalah 15229
CRITC-COREMAP Jakarta
56:14:1, individu
sedangkan per
di
P.
hektarnya
Mapur dengan
xxvii
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 24:3:1.
C. SARAN Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi perairan
di
Kabupaten
Kepulauan
Riau
secara
keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya
pada
Kabupaten
beberapa Kepulauan
kawasan Riau
yang
yaitu
berada
di
di
Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur. Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini perlu
dipertahankan
bahkan
jika
mungkin,
lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang
dan
biota
lainnya.
Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari. Dengan meningkatnya kegiatan di darat di Kabupaten Kepulauan terhadap
Riau, ekosistem
pasti di
akan
membawa
perairan
ini,
pengaruh
baik
secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan
CRITC-COREMAP Jakarta
xxviii
untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara
lestari.
Selain
itu,
data
hasil
pemantauan
tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta
xxix
BAB I. PENDAHULUAN
A. L ATAR B ELAKANG COREMAP yang direncanakan berlangsung selama 15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru
yang
pendanaannya
dibiayai
oleh
ADB
(Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah Kabupaten Kepulauan Riau yang secara administratif masuk ke dalam Propinsi Riau. Pada kegiatan COREMAP Fase II, lokasi yang dipilih
mencakup
wilayah
Kecamatan
Tambelan
(Kepulauan Tambelan, yang terdiri atas P. Tambelan dan beberapa pulau di sekitarnya) serta Kecamatan Mapur (P. Mapur dan beberapa pulau kecil di dekatnya). Wilayah Kepulauan Tambelan terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil. Pulau yang relatif lebih besar dibanding yang lainnya yaitu: P. Tambelan dan P. Benua, sedangkan pulau-pulau lain yang relatif kecil yaitu P. Menggirang Besar dan Kecil, P. Sedua Besar dan Kecil, P. Selintang, P. Bedua, P. Lintang, P. Panjang, P. Mundaga, P. Genting, P. Uwi, P. Sedulang Besar dan Kecil, serta pulau-pulau kecil lainnya. Kesemuanya kurang lebih ada 28 pulau besar dan kecil. Berbeda
dengan
Kepulauan
Tambelan
yang
umumnya berbukit-bukit, P. Mapur mempunyai topografi
CRITC-COREMAP Jakarta
1
secara umum landai dan hanya sebagian kecil yang berbukit dan bergelombang yaitu di bagian utara pulau. Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kecamatan Kepulauan Tambelan dan Mapur yang termasuk dalam Kabupaten Kepulauan Riau, memiliki potensi sumberdaya yang cukup andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem mangrove, lamun dan karang. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta krisis
ekonomi
yang
berkelanjutan
telah
memberikan
tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya, khususnya lingkungan perairannya. Sebagai
lokasi
baru
COREMAP,
studi
baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Data-data yang diperoleh diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, dalam studi ini juga dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang. Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta
2
B. T UJUAN P ENELITIAN Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah sebagai berikut: Mendapatkan
data
dasar
ekologi
di
Kabupaten
Kepulauan Riau, termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan juga kondisi lingkungannya. Membuat transek permanen di beberapa tempat di Kabupaten Kepulauan Riau agar dapat dipantau di masa mendatang.
C. R UANG L INGKUP P ENELITIAN Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi empat tahapan yaitu: 1.
Tahap
persiapan,
meliputi
kegiatan
administrasi,
koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan mobilitas
peralatan
penelitian
serta
perancangan
penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survey di lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga dilakukan persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian yang akan dilakukan. 2. Tahap pengumpulan data, yang dilakukan langsung di lapangan yang meliputi data tentang kualitas perairan baik fisika maupun kimia perairan, terumbu karang, ikan karang dan mangrove.
CRITC-COREMAP Jakarta
3
3. Tahap analisa data, yang meliputi verifikasi data lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan bisa disajikan dengan lebih informatif. 4. Tahap pelaporan, yang meliputi pembuatan laporan sementara dan laporan akhir.
CRITC-COREMAP Jakarta
4
BAB II. METODE PENELITIAN
A. L OKASI P ENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur (Gambar 1). Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan penarikan sampel, pertama-tama ditentukan terlebih dahulu peta sebaran terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
sementara
interpretasi
(tentative)
data
citra
yang
digital
diperoleh Landsat
7
dari
hasil
Enhanced
Thematic Mapper Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak titik-titik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu
yang
tersedia,
tetapi
diharapkan
sampel
yang
terambil cukup mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan di lokasi tersebut. Tetapi ada kalanya titik-titik stasiun yang telah ditentukan tersebut tidak seluruhnya dapat terambil dikarenakan banyak faktor diantaranya kondisi cuaca yang kurang baik (ombak besar).
CRITC-COREMAP Jakarta
5
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta
6
Untuk parameter temperatur, salinitas dan densitas air laut, untuk perairan Kepulauan Tambelan dilakukan di 35 stasiun (Gambar 2.a.; Lampiran 1.a.) dari 36 stasiun yang
direncanakan.
Terdapat
2
stasiun
yang
tidak
dilakukan pengambilan sampel (Stasiun 32 dan 33) karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan (ombak besar), tetapi terdapat penambahan 1 stasiun baru (Stasiun 0), sehingga jumlah stasiun seluruhnya menjadi 35 stasiun. Sedangkan
untuk
perairan
P.
Mapur
dan
sekitarnya
dilakukan di 26 stasiun dari 33 stasiun yang direncanakan (Gambar 2.b.; Lampiran 1.b). Kondisi cuaca yang tidak memungkinkan juga menjadi penyebab tidak terambilnya semua stasiun yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk parameter kecepatan dan arah arus air laut berhasil dikumpulkan 4 lintasan di perairan Kepulauan Tambelan
(Gambar
2.a.).
Karena
secara
geografis
Kepulauan Tambelan berdekatan dengan P. Kalimantan dan berada di perairan laut Natuna maka diasumsikan pasang surut di perairan ini mirip dengan Kalimantan Barat. Oleh karena itu yang digunakan sebagai acuan dalam
analisa
adalah
pasang
surut
untuk
daerah
Pemangkat. Selama penelitian dilakukan, kondisi perairan menuju pasang hingga pasang maksimum. Sedangkan untuk perairan P. Mapur berhasil dikumpulkan 2 lintasan (Gambar 2.b.). Karena posisi P. Mapur yang berdekatan dengan P. Bintan maka acuan pasang surut yang digunakan adalah
data
pasang
surut
daerah
Kijang.
Selama
penelitian berlangsung di perairan P. Mapur pada pagi hingga siang hari, kondisi air laut saat pasang maksimum.
CRITC-COREMAP Jakarta
7
Untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan
silikat (SiO 3 ) dilakukan di 61 stasiun
penelitian
yang
meliputi
33
stasiun
di
Kepulauan
Tambelan (dari 36 stasiun yang direncanakan) (Gambar 3.a. ; Lampiran 1.b.) dan 25 stasiun di P. Mapur (dari 36 stasiun yang direncanakan) (Gambar 3.b. ; Lampiran 1.b.). Beberapa stasiun penelitian yang semula direncanakan untuk diambil sampelnya tidak jadi dilakukan karena faktor cuaca yang kurang mendukung. Untuk mangrove, transek dilakukan di 11 stasiun yang
terdiri
dari
8
stasiun
di
Kepulauan
Tambelan
(Gambar 4.a. ; Lampiran 1.c.) dan 3 stasiun di P. Mapur (Gambar 4.b. ; Lampiran 1.c.). Untuk
kelompok
karang
dan
ikan
karang,
pengamatan dilakukan di 64 stasiun yang meliputi 36 stasiun di Kepulauan Tambelan (Gambar 5.a.; Lampiran 1.d.). dan 27 stasiun di P. Mapur (Gambar 5.b. ; Lampiran 1.d.) dengan menggunakan metode RRI (Rapid Reef Resources
Inventory).
Sedangkan
untuk
proses
pemantauan kondisi kesehatan karang di masa sekarang dan yang akan datang, dipilih 18 stasiun yang meliputi 12 stasiun di Kepulauan Tambelan (Gambar 6.a.; Lampiran 1.e.) dan 6 stasiun di P. Mapur (Gambar 6.b. ; Lampiran 1.e.)
sebagai
stasiun
transek
permanen
(permanent
transect) untuk karang, mega benthos yang memiliki nilai ekonomis
penting
dan
sebagai
indikator
kesehatan
terumbu karang, serta ikan karang.
CRITC-COREMAP Jakarta
8
Gambar 2.a. Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
9
Gambar 2.b.
CRITC-COREMAP Jakarta
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan P. Mapur dan sekitarny a.
10
Gambar 3.a. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan silikat (SiO 3 ) di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
11
Gambar 3.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan silikat (SiO 3 ) di perairan P. Mapur dan sekitarny a.
CRITC-COREMAP Jakarta
12
Gambar 4.a. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
13
Gambar 4.b. Posisi stasiun penelitian mangrove di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
14
Gambar 5.a. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
15
.
Gambar 5.b. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
16
Gambar 6.a. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
17
Gambar 6.b. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
18
B. W AKTU P ENELITIAN Berhubung
kegiatan
penelitian
di
lapangan
dilakukan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VII. Untuk efisiensi waktu dan biaya, kegiatan penelitian ini dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline ekologi di perairan Batam (meliputi P. Petong, P. Abang Besar dan P. Abang Kecil, serta P. Pengelap) dan Natuna. Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut berlangsung pada Oktober-Nopember 2004.
C. P ELAKSANA P ENELITIAN Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswi dari Riau (Universitas Riau) juga turut serta dalam survey ini untuk melengkapi Tugas akhirnya.
D. M ETODE P ENARIKAN S AMPEL
DAN
A NALISA D ATA
Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa data
yang
digunakan
oleh
masing-masing
kelompok
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta
19
1. Sistem Informasi Geografis Untuk keperluan pembuatan peta dasar sebaran ekosistem perairan dangkal, data citra penginderaan jauh (inderaja) digunakan sebagai data dasar. Data citra inderaja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus (selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak dan kanal infra-merah dekat (band 1,
2, 3, 4
dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan dalam studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4 masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk pembedaan mintakat mangrove. Citra
yang
digunakan
adalah
citra
dengan
cakupan penuh (full scene) yaitu 185 km x 185 km persegi.
Ukuran
piksel,
besarnya
unit
areal
di
permukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran multi-spectral (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7) adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang digunakan dalam studi ini citra perekaman dengan path-row
127-59
(Kecamatan
Tambelan),
path-row
125-59 dan 126-59 (Kecamatan Mapur). Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium terlebih dulu disusun peta tentatif.
Pengolahan citra
untuk penyusunan peta dilakukan dengan perangkat lunak Extension Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2. Prosedur untuk pengolahan citra sampai mendapatkan
CRITC-COREMAP Jakarta
20
peta tentatif daerah studi meliputi beberapa langkah berikut ini: Langkah
pertama,
citra
dibebaskan
atau
setidaknya dikurangi terhadap pengaruh noise yang ada. Koreksi untuk mengurangi noise ini dilakukan dengan teknik smoothing menggunakan filter low-pass. Langkah kedua, memblok atau membuang daerah tutupan awan. Ini dilakukan dengan pertama-tama memilih areal contoh (training area) tutupan awan dan kemudian secara otomatis komputer diminta untuk memilih seluruh daerah tutupan awan pada cakupan citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan menjadi format
shape
file.
Konversi
ini
diperlukan
agar
didapatkan data berbasis vektor (data citra berbasis raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut yang sangat berguna untuk analisis selanjutnya. Dari tabel itu kemudian dilakukan pemilihan daerah yang bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk shape file. Daerah bukan awan inilah yang akan digunakan untuk analisis lanjutan. Langkah ketiga yaitu memisahkan mintakat darat dan mintakat laut. Pada citra yang telah bebas dari tutupan awan dilakukan digitasi batas pulau dengan cara digitasi langsung pada layar komputer (on the screen digitizing). Agar diperoleh hasil digitasi dengan ketelitian memadahi, digitasi dilakukan pada skala tampilan citra 1 : 25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi band
4,2,1.
CRITC-COREMAP Jakarta
Kombinasi
ini
dipilih
karena
dapat
21
memberikan kontras wilayah darat dan laut yang paling baik.
Agar
kontrasnya
maksimum,
penyusunan
komposit citra mengunakan data yang telah dipertajam dengan perentangan kontras non-linier model gamma. Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan kontras yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain yaitu kombinasi band 5,4,3. Dengan kombinasi ini disertai teknik perentangan kontras model gamma, mintakat pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat mudah dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi lain. Hasil interpretasi berupa peta sebaran mangrove dan terumbu karang yang bersifat tentatif. Berdasarkan
peta
tentatif
tersebut
kemudian
secara acak dipilih titik-titik lokasi sampel serta ditentukan posisinya. Titik-titik sampel itu di lapangan dikunjungi dengan dipandu oleh alat penentu posisi secara global atau GPS. Selain sampel model titik-titik ini digunakan pula sampel model garis transek dari pantai kearah tubir yang juga dipilih secara acak. GPS yang dipergunakan saat kerja lapang adalah merk Garmin tipe 12CX dengan ketelitian posisi absolut sekitar 15 meter. Dari data yang terkumpul kemudian di laboratorium dilakukan interpretasi dan digitasi ulang agar diperoleh batas yang lebih akurat.
CRITC-COREMAP Jakarta
22
2. Kualitas Perairan Untuk
kualitas
perairan
yang
terdiri
dari
beberapa parameter fisika dan kimia oseanografi yaitu : a. Parameter fisika (1). Temperatur, salinitas dan massa jenis (densitas) air laut diukur dengan menggunakan alat CTD (Conductive Temperature Depth), (2). Kecepatan
dan
arah
arus
air
laut
diukur
menggunakan alat ADCP (Accoustic Dopler Current Profiler), b. Parameter kimia Untuk stasiun yang mencapai kedalaman > 5 m, sampel air laut diambil dari permukaan dan dasar, sedangkan untuk daerah ≤ 5 m sampel diambil pada bagian permukaannya saja. (1). Derajat
keasaman
(pH)
langsung
diukur
dilapangan dengan menggunakan alat pH meter. (2). Untuk Oksigen terlarut, sampel disimpan dalam botol gelas oksigen dan ditambahkan larutan MnCl 2
dan
NaOH-KI,
selanjutnya
dilaboratorium dianalisis dengan cara titrasi Iodometri dengan metode Winkler. (3). Untuk nutrien PO 4 , NO 3 , NO 2 dan SiO 3 , sampel disimpan
dalam
botol
plastik
polietilen,
dilaboratorium sampel air laut disaring dengan milipour 0,45 µ, selanjutnya dianalisis dengan cara spektrofotometri berdasarkan metode dari US. Hydrography Office, 1958.
CRITC-COREMAP Jakarta
23
3. Mangrove Untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis mangrove
dilakukan
penelitian
di
lapangan
baik
transek maupun koleksi bebas, untuk transek dilakukan dengan membuat garis tegak lurus pantai yang masingmasing
transek
dibuat
plot-plot
atau
petak-petak
berukuran 10 m x 10 m untuk pengambilan data pohon (diameter batang > 10 cm), ukuran 5 m x 5 m untuk pengambilan data anak pohon (diameter batang antara 2 dan 10 cm). Dari data tersebut diatas dapat diperoleh nilai kerapatan nisbi (KN), dominasi nisbi (DN), frekuensi nisbi (FN) dan nilai penting (NP) yang merupakan penjumlahan dari 3 kriteria tersebut, seperti yang dikemukakan Cox (1967).
Jumlah individu suatu jenis KN = -------------------------------------------- x 100% Jumlah individu untuk semua jenis Nilai frekuensi suatu jenis FN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah nilai-nilai frekuensi untuk semua jenis
J u mla h t i t i k p e n g a mb i l a n c o n to h j e n is t e r d a p a t Frekuensi = ------------------------------------------------------- x 100% J u mla h s e mu a t i t i k p e n g a mb i l a n c o n to h
Jumlah luas bidang dasar untuk jenis DN = ---------------------------------------------------- x 100% Jumlah luas bidang dasar untuk semua jenis
NP = KN + FN + DN
CRITC-COREMAP Jakarta
24
4. Karang Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan biota dan substrat di terumbu
karang
pada
setiap
stasiun
penelitian
digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al., 2004). Dengan metode ini, di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan mengamati biota dan substrat yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya selama kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas tahan air yang dibawanya. Pada
beberapa
stasiun
penelitian
dipasang
transek permanen di kedalaman antara 3-5 m yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada lokasi
transek
permanen,
data
diambil
dengan
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang sebanyak 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 6070 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis
tersebut
dicatat
dengan
ketelitian
hingga
centimeter.
CRITC-COREMAP Jakarta
25
Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Selain itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran panjangnya, sehingga bisa dihitung nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada masing-masing stasiun
transek
permanen
yang
diperoleh
dengan
metode LIT. Rumus untuk nilai H’ dan J’ adalah :
k H' = -Σ p i ln p i i=1 dimana p i = n i /N n i = frekuensi kehadiran jenis i N = frekuensi kehadiran semua jenis
J' = (H'/H' max ) H' max = ln S
dimana
S
= jumlah jenis
Selain itu, beberapa analisa lanjutan dilakukan dengan
bantuan
pengelompokan
program (Cluster
statistik analysis)
seperti
analisa
(Warwick
and
Clarke, 2001) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001).
CRITC-COREMAP Jakarta
26
4. Mega Benthos Untuk mengetahui kelimpahan beberapa mega benthos,
terutama
yang
memiliki
nilai
ekonomis
penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode Reef Check pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m 2 . Analisa lanjutan seperti analisa pengelompokan (Cluster
analysis)
dan
Multi
Dimensional
Scaling
(MDS) (Warwick and Clarke, 2001) dilakukan terhadap data kelimpahan individu dari beberapa mega benthos yang dijumpai. 5. Ikan Karang Seperti halnya terumbu karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang dijumpai pada setiap titik pengamatan. Sedangkan pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode Underwater Fish Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis
transek
sepanjang
70
m
dicatat
jenis
dan
jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m 2 .
CRITC-COREMAP Jakarta
27
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda, et al. (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994). Sama seperti halnya pada karang, nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen dari hasil UVC. Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang
dalam
satuan
unit
individu/ha.
Dari
data
kelimpahan tiap jenis ikan karang yang dijumpai dimasing-masing stasiun transek permanen dilakukan analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001). Spesies ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (ENGLISH, et al., (1997), yaitu : a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi.
Biasanya mereka
menjadikan
sebagai
terumbu
karang
pemijahan dan sarang/daerah asuhan.
tempat Ikan-ikan
target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
CRITC-COREMAP Jakarta
28
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator Ikan-ikan
kesuburan
ekosistem
indikator
diwakili
daerah
tersebut.
oleh
famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe); c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan
hias.
Kelompok
ini
umumnya
ditemukan
melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial.
Ikan-
ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
CRITC-COREMAP Jakarta
29
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. S ISTEM I NFORMASI G EOGRAFIS Peta akhir hasil analisis dideskripsi dan dibahas berdasarkan data hasil pengamatan lapangan yang telah dikumpulkan. Selain itu dibahas pula geometri citra dan keterbatasan yang ada dalam pemrosesan citra sehingga tersusun peta akhir. 1. Geometri Citra Data
mentah
citra
(raw
data)
sudah
dalam
kondisi terkoreksi geometri karena produk data Landsat 7 ETM+ yang dipasarkan merupakan data level 1G. Pada level ini data sudah terkoreksi geometri dengan datum
WGS’84
menggunakan
sistem
koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM). Berdasarkan keterangan yang tertera pada dokumen produk data Landsat
7,
data
tingkat
kesalahan
yang
direkam
posisi
kurang
satelit dari
mempunyai 50
meter.
Ketelitian ini dapat dinaikkan lagi dengan aplikasi koreksi geometri menggunakan ground control points (GCP) lokal sampai mencapai kurang dari 15 meter kesalahannya. Untuk studi kali ini, walaupun rencananya akan diaplikasikan koreksi geometri citra ke koordinat lokal dengan GCP lokal, hal ini tidak jadi dilaksanakan. Ini didasari suatu kenyataan bahwa dari sekitar 36 titik ground check (Kecamatan Tambelan) dan 32 titik
CRITC-COREMAP Jakarta
30
ground check (Kecamatan Mapur) di lapangan yang tersebar pada terumbu dekat pantai, terumbu tengah dan tubir, ternyata kesemuanya dapat diplot dengan baik pada peta dasar. Ini mengindikasikan bahwa tingkat kesalahan posisi karena kesalahan geometri peta hasil interpretasi kurang dari 1 piksel citra (kurang dari 30 meter). Untuk itu koreksi geometri dengan koordinat lokal sudah tidak diperlukan lagi karena seluruh posisi hasil pengukuran di lapangan akan dapat diplotkan ke peta dasar dengan baik. 2. Kondisi Geografis Daerah Studi Kondisi geografis, terutama kondisi fisik daerah studi didekati dengan cara deskriptif. Deskripsi kondisi fisik ini mendasarkan pada kenampakan fisik yang terekam dan digambarkan oleh citra yang ditampilkan dalam bentuk citra komposit warna semu. Pada studi ini
kombinasi
yang
digunakan
dalam
penyusunan
komposit citra warna semu untuk keperluan deskripsi kondisi fisik daerah studi adalah 5,4,2 pada warna merah,
hijau
dan
biru.
Juga
dilakukan
proses
pentapisan citra (filtering) metode sharpen
untuk
mendapatkan kenampakan kontras pada citra yang lebih baik. Dengan pentapisan ini kenampakan fisiografi semakin
ditonjolkan.
Demikian
pula
batas
antar
penutupan lahan juga menjadi semakin jelas. Untuk melakukan dibantu
deskripsi,
dan
interpretasi
dicek-silangkan
visual
dengan
citra data
ini yang
diperoleh saat kerja lapang.
CRITC-COREMAP Jakarta
31
Wilayah
Kepulauan
Tambelan
terdiri
dari
beberapa pulau besar dan kecil dalam kelompoknya. Ada dua pulau yang relatif lebih besar dibanding yang lainnya yaitu: P. Tambelan dan P. Benua. Pulau-pulau lainnya relatif kecil yaitu P. Menggirang Besar dan Kecil, P. Sedua Besar dan Kecil, P. Selintang, P. Bedua, P. Lintang, P. Panjang, P. Mundaga, P. Genting, P. Uwi, P. Sedulang Besar dan Kecil, serta pulau-pulau kecil lainnya. Kesemuanya kurang lebih ada 28 pulau besar
dan
kecil.
Secara
administratif
wilayah
kepulauan ini termasuk kedalam Kecamatan Tambelan. Walaupun ada sekitar 28 pulau dalam kerja lapang, karena keterbatasan waktu, hanya dikunjungi 8 pulau besar dan kecil saja. Pulau-pulau yang dikunjungi antara lain: P. Tambelan, P. Betunde, P. Kera, P. Bedua, P. Benua, P. Untuk, P. Lipi, dan P. Jela. Berdasarkan hasil interpretasi visual citra dan pengamatan lapangan yang telah dilakukan, secara umum keleruruhan pulau yang dikunjungi mempunyai karakteristik batuan maupun fisiografi yang relatif sama. Dengan hasil lapangan yang demikian, serta mendasarkan pada karakteristik kenampakan di citra yang ada, dapat dikatakan bahwa keseluruhan pulaupulau
di
Kepulauan
Tambelan
ini
diprediksi
mempunyai kondisi yang kurang-lebih sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa wilayah dataran di pulau-pulau yang ada relatif sempit dan sedikit persebarannya. Hal ini disebakan fisiografi kepulauan
CRITC-COREMAP Jakarta
yang
umumnya
berbukit-bukit
dengan
32
lembah-lembah yang banyak bahkan kadang ditemukan adanya lembah yang relatif curam. Dataran umumnya berkembang di bagian barat pulau dan hanya sebagian kecil saja yang berkembang di bagian yang lain. Sedangkan bagian timur pulau umumnya mempunyai lereng yang terjal. Bentuk-bentuk lembah, dengan demikian,
juga
banyak
yang
mengarah
ke
barat.
Kondisi ini sangat berpengaruh pada perkembangan bentuk pantai di Kepulauan Tambelan. Pantai di bagian barat
pulau
umumnya
berteluk
dan
relatif
datar.
Sedangkan pantai di bagian timur umumnya terjal dan banyak ditemukan adanya singkapan batuan dasar. Batuan dasar penyusun pulau-pulau umumnya batu granit, dan sebagiannya ada yang andesit, shale, batu
pasir
(di
lapangan
hanya
ditemukan
di
P.
Tambelan), serta ada sedikit batu pasir yang bersifat calcareous (calcareous sand stone). Tentu saja jenisjenis ini belum seluruhnya mewakili keseluruhan jenis batuan yang ada di Kepulauan Tambelan mengingat di lapangan tidak dikhususkan untuk mengamati hal ini. Kondisi
batuan
dasar
suatu
wilayah
akan
senantiasa mempengaruhi kondisi hidrologis wilayah bersangkutan. Berdasarkan kondisi batuan yang ada, P. Tambelan diprediksi relatif mempunyai sumber air tawar yang lebih baik dibanding pulau lainnya. Hal ini didasari suatu kenyataan bahwa di pulau tersebut ditemukan adanya batu pasir yang kemungkinan akan dapat menjadi lapisan akifer. Dari pengamatan lapang memang ditemukan kenyataan bahwa sumber air tawar
CRITC-COREMAP Jakarta
33
mudah dijumpai di P. Tambelan dibanding pulau lain yang
dikunjungi.
Bahkan
di
daratan
dekat
Teluk
Tambelan dan juga di atas bukit di pulau ini ada sumber air tawar yang cukup besar. Walaupun kecil, di pulau ini ditemukan adanya sungai permanen yang senantiasa mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di pulau lainnya relatif tidak ada sungai dan kalau pun ada hanyalah sungai-sungai intermiten. Perkembangan tanah juga sangat dipengaruhi oleh kondisi batuan dasar. Secara umum tanah di pulau-pulau Tambelan masih relatif belum berkembang. Sebagian besar masih berupa tanah regosol, dan hanya sebagian kecil yang telah berupa tanah latosol dengan ketebalan solum lebih dari 1 meter. Pada saat kerja lapang, tanah latosol hanya ditemukan di P. Tambelan, P.
Bedua,
serta
P.
Benua.
Walaupun
tanah
di
Kepulauan Tambelan relatif tipis dengan kelerengan yang relatif terjal, oleh karena pada umumnya masih tertutup hutan primer diperkirakan erosi masih belum banyak. Hanya saja pada bagian-bagian tertentu yang dibuka lahannya untuk pertanian harus diwaspadai. Kondisi tutupan lahan di Kepulauan Tambelan secara umum berupa hutan primer. Di P. Tambelan dan P. Benua (dua pulau besar yang ada) sudah ada tutupan lain dengan jenis penggunaan perkebunan/pertanian serta
permukiman.
Menurut
informasi
hanya
P.
Tambelan saja yang saat ini dihuni oleh penduduk. Jika di pulau lain ada bangunan rumah, biasanya hanya
CRITC-COREMAP Jakarta
34
merupakan
rumah
singgah
nelayan
atau
berfungsi
sebagai huma dalam kebun. Berbeda
dengan
Kepulauan
Tambelan
yang
fisiografinya secara umum berbukit-bukit, P. Mapur mempunyai topografi secara umum landai dan hanya sebagian
kecil
yang
berbukit
dan
bergelombang.
Topografi bergelombang sampai berbukit di P. Mapur dijumpai di bagian utara pulau. Namun demikian secara umum dapat dikatakan bahwa P. Mapur mempunyai ciri fisiografi dengan lereng relatif lebih curam di bagian utara sampai timur laut, dan lereng yang landai di bagian lainnya. Kondisi fisiografi daratan ini tercermin pula pada bentuk pantainya. Pantai di bagian barat, selatan, dan tenggara sampai timur P. Mapur relatif landai dan lebar. Pantai umumnya berupa pantai pasir putih
atau
ditemukan
pantai di
bagian
mangrove. teluk
Pantai
(menghadap
mangrove ke
barat)
dengan sebaran cukupluas. Batuan dasar di P. Mapur umumnya batuan sedimen asal marin dengan sebaran yang cukupluas di bagian selatan pulau. Di bagian utara pulau merupakan batuan andesit dan batuan sisa-sisa daratan pra-tersier. Kondisi batuan yang demikian ini berpengaruh pada kondisi air tanah yang tidak begitu baik kualitasnya walaupun ditinjau dari ketersediaan cukup melimpah. Sungai-sungai juga tidak berkembang di P. Mapur ini. Jikalau ada sungai pun hanya sungai kecil yang bersifat intermiten.
CRITC-COREMAP Jakarta
35
Di
P.
Mapur
tanah
juga
belum
begitu
berkembang. Umumnya tanah di P. Mapur berupa tanah regosol dengan solum sangat tipis bahkan di tempattempat tertentu masih berupa batuan dasar. Kondisi ini dijumpai di bagian selatan pulau yang didominasai oleh tanah yang masih berupa pasir koral. Tutupan lahan dan penggunaan lahan di P. Mapur sudah relatif lebih bervariasi jika dibanding di Kep. Tambelan.
Hutan
primer
hanya
ditemukan
dengan
sebaran sempit. Penggunaan lahan yang relatif luas sebarannya adalah perkebunan kelapa, dan bentuk penggunaan pertanian lainnya seperti tegalan, kebun campuran,
dan
tambak.
Penggunaan
lain
berupa
permukiman yang diperkirakan mencapai sekitar 10 sampai 15% dari total luasan daratan yang ada. 3. Hasil pemetaan terumbu karang dan mangrove Peta daerah
sebaran
kajian
terumbu
diturunkan
karang
dan
berdasarkan
mangrove interpretasi
visual citra dengan cara delineasi menggunakan on screen digitizing. Berdasarkan hasil digitasi, terlihat bahwa baik pada Kepulauan Tambelan maupun P. Mapur, semua pulaunya dikelilingi oleh rataan terumbu karang. Pada kedua kawasan tersebut secara umum terlihat bahwa sebaran terumbu relatif lebih sempit di bagian timur pulau-pulaunya dibanding di bagian lain. Hal ini berkorelasi dengan kondisi fisiografinya yang secara umum bagian timur pulau mempunyai lereng yang
terjal
dibanding
bagian
lainnya.
Walaupun
sebaran terumbu karang di bagian barat pulau relatif
CRITC-COREMAP Jakarta
36
lebih lebar, namun karena umumnya di pantai bagian barat
ini
merupakan
wilayah
yang
menjadi
permukiman, sepertinya kondisi karang di bagian ini relatif banyak mengalami gangguan manusia. Hal yang dapat
menjadi
contoh
adalah
adanya
pengerukan
terumbu karang untuk dermaga dan alur masuk ke permukiman seperti di P. Tambelan. Demikian pula di P.
Mapur
terumbu
karang
yang
ada
di
depan
permukiman relatif lebih terganggu dengan adanya kegiatan penduduk seperti permukiman di atas terumbu dan sebagainya. Seperti
halnya
terumbu
karang,
sebaran
mangrove juga lebih banyak ditemukan di bagian barat pulau-pulau di kedua kawasan studi. Pada bagian timur pulau hanya ditemukan mangrove pada wilayah pantai yang berbentuk teluk atau pertelukan. Mangove di teluk depan P. Tambelan, P. Benua dan P. Mapur relatif mencakup daerah sebaran yang cukup luas sampai masuk jauh ke darat. Yang menarik ditemukan adanya semai yang cukup banyak pada mangrove di Teluk Mapur. Diperkirakan sekitar 5 sampai sepuluh tahun lagi tutupannya akan menyatu dengan wilayah induk sehingga memperluas cakupan sebarannya. Berdasarkan peta hasil interpretasi citra ini dapat diturunkan informasi luas dari masing-masing jenis tutupan di setiap kawasan. Tingkat ketelitian informasi ini sangat tergantung dari data citran yang digunakan. Oleh karena citra yang digunakan untuk interpretasi sebaran terumbu karang dan mangrove di Kepulauan
CRITC-COREMAP Jakarta
37
Tambelan
mempunyai
tutupan
awan
sekitar
18%,
diperkirakan ketelitian informasi luas yang diturunkan adalah
sekitar
82%.
Sedangkan
untuk
P.
Mapur
diperkirakan mempunyai ketelitian sekitar 88% karena citra yang digunakan mempunyai tutupan awan 12%. Perkiraan
ini
adalah
secara
teoritis
dengan
mengabaikan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat ketelitian
interpretasi
lainnya.
Jika
dihitung
berdasarkan perbandingan antara hasil interpretasi dan hasil pengamatan lapangan diperoleh hasil yang sedikit berbeda. Dari 36 titik lokasi pengamatan lapangan di Kepulauan Tambelan, ditemukan ada 6 lokasi yang salah interpretasi. Keenam lokasi ini ternyata ada di daerah yang tertutup oleh awan ataupun bayangannya. Berdasarkan
hasil
ini
maka
tingkat
ketelitian
interpretasinya adalah sekitar 89 persen, atau lebih baik 7% dari perkiraan awal. Sedangkan untuk P. Mapur, dari 32 titik yang dikunjungi di lapangan, ditemukan hanya 2 titik yang salah interpretasi. Ini berarti peta sebaran terumbu karang dan mangrove P. Mapur mempunyai ketelitian sekitar 94 persen atau lebih baik 6% dibanding perkiraan awal. Berdasarkan peta hasil akhir ini kemudian dihitung luas mangrove dan terumbu karang pada kedua kawasan studi. Luas mangrove untuk Kepulauan Tambelan 3,5448 km 2 , sedangkan di Tambelan 1,3605 km 2 . Luas terumbu karang di Kepulauan Tambelan 31,2618 km 2 sedangkan di P. Mapur 18,1126 km 2 . Hasil lengkapnya disajikan pada Lampiran 2.a., sedangkan daerah cakupan untuk perhitungan luasnya tergambar pada Lampiran 2.b.
CRITC-COREMAP Jakarta
38
B. K UALITAS
PERAIRAN
Penelitian
mengenai
kualitas
perairan
meliputi
parameter fisika dan kimia. 1. Temperatur a. Kepulauan Tambelan Variasi temperatur permukaan yang terekam selama penelitian berlangsung mempunyai kisaran antara
29,16°C
hingga
30,26°C,
dengan
rerata
temperature 29,60°C (Lampiran 3.a.). Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 28,92°C hingga 30,67°C
dengan
rerata
temperatur
29,58°C
(Lampiran 3.b.). Temperatur rendah ditemukan di hampir sekeliling P. Benua, kecuali di sebelah utara P. Selentang, karena dasar perairannya dangkal dan pengambilan
data
dilakukan
pada
saat
terik
matahari. Temperatur rendah ditemukan pula di barat daya P. Tambelan dan di selatan P. Sedua. Sedangkan
temperature
antara
29,53°C
hingga
29,89°C ditemukan di perairan barat laut, utara hingga tenggara P. Tambelan, sisi selatan P. Betung dan sebelah timur dan selatan P. Sedua (Gambar 7.a.).
CRITC-COREMAP Jakarta
39
Gambar 7.a. Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
b. P. Mapur Variasi temperatur permukaan yang terekam selama penelitian berlangsung mempunyai kisaran antara
28,93°C
hingga
29,78°C,
dengan
rerata
temperature 29,50°C (Lampiran 3.a.). Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 28,92°C hingga 29,78°C
dengan
rerata
temperatur
29,51°C
(Lampiran 3.a.). Distribusi
temperatur
permukaan
hampir
seragam, dimana kisarannya antara 29,50°C hingga 29,79°C, kecuali di dekat dermaga dan di stasiun 3 dan 33 dimana kisaran temperatur antara 29,21°C hingga 29,50°C (Gambar 7.b.).
CRITC-COREMAP Jakarta
40
Gambar 7.b. Variasi temperatur pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarny a, Kabupaten Kepulauan Riau.
2. Salinitas a. Kepulauan Tambelan Salinitas permukaan yang terekam di seluruh perairan Kepulauan Tambelan berkisar antara 32,04 dan 33,41 PSU dengan rerata salinitas 33,06 PSU (Lampiran 3.a.). Kecuali di perairan sisi barat P. Benua, selatan P. Sedua dan di dalam teluk P. Tambelan (Gambar 8.a.), pada umumnya memiliki salinitas yang relatif lebih tinggi yaitu berkisar antara 32,96 hingga 33,41 PSU (Gambar 8.a.). Pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 32,00 hingga
CRITC-COREMAP Jakarta
41
33,41
PSU
dengan
rerata
salinitas
33,16
PSU
(Lampiran 3.b.).
Gambar 8.a. Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
b. P. Mapur Salinitas
permukaan
yang
terekam
di
perairan P. Mapur dan sekitarnya berkisar antara 31,82 dan 32,27 PSU dengan rerata salinitas 32,08 PSU
(Lampiran
3.b.).
Di
sisi
timur
pulau,
salinitasnya didominasi oleh salinitas antara 31,97 hingga 32,12 PSU, sedangkan di sisi barat pulau didominasi oleh salinitas antara 32,12 hingga 32,27 PSU (Gambar 8.b.). Salinitas rendah ditemukan di
CRITC-COREMAP Jakarta
42
stasiun 3 dan di dekat dermaga perkampungan nelayan. Pada kolom air mulai dari permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 31,66 hingga 32,32
PSU
dengan
rerata
salinitas
32,12
PSU
(Lampiran 3.b.).
Gambar
8.b.
Variasi salinitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarny a, Kabupaten Kepulauan Riau.
3. Densitas a. Kepulauan Tambelan Densitas air laut pada bagian permukaan berkisar antara 1019,77 kg/m 3 – 1020,63 kg/m 3 dengan
rerata
1020,41
kg/m 3
(Lampiran
3.a.).
Sedangkan pada kolom air mulai dari permukaan
CRITC-COREMAP Jakarta
43
hingga
dekat
dasar
mempunyai
kisaran
antara
1019,77 kg/m 3 – 1020,70 kg/m 3 dengan rerata 1020,52 kg/m 3 (Lampiran 3.b.). Distribusi densitas permukaan mempunyai pola yang mirip dengan pola sebaran salinitas permukaan, dimana stasiun yang memiliki densitas yang tinggi dijumpai pada stasiun yang memiliki salinitas yang tinggi pula (Gambar 9.a.).
Gambar
9.a.
Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
b. P. Mapur Densitas air laut pada bagian permukaan berkisar antara 1019,56 kg/m 3 – 1019,85 kg/m 3 dengan
CRITC-COREMAP Jakarta
rerata
1019,71
kg/m 3
(Lampiran
3.a.).
44
Densitas air laut yang ditemukan di bagian timur P. Mapur didominasi oleh massa air dengan densitas antara 1019,56 hingga 1019,66 kg/ m 3 sedangkan disisi barat P. Mapur massa air yang dominan mempunyai kisaran antara 1019,75 hingga 1020,00 kg/m 3 (Gambar 9.b.). Fenomena ini terjadi karena adanya perbedaan massa air yang mengalir melewati P. Mapur. Sedangkan
pada
kolom
air
mulai
dari
permukaan hingga dekat dasar mempunyai kisaran antara 1019,42 kg/m 3 – 1019,90 kg/m 3 dengan rerata 1019,76 kg/m 3 (Lampiran 3.b.).
Gambar
CRITC-COREMAP Jakarta
9.b.
Variasi densitas permukaan pada stasiun penelitian di perairan P. Mapur dan sekitarny a, Kabupaten Kepulauan Riau.
45
4. Arus a. Kepulauan Tambelan Arah dan kecepatan arus di perairan P. Tambelan
dan
sekitarnya
menunjukkan
bahwa
pengaruh topografi dasar perairan sangat dominan. Untuk perairan di sekeliling P. Tambelan, arah arus mengikuti bentuk pulau menuju ke selatan ataupun ke tenggara (Gambar 10). Kecepatan arus yang terekam
relatif
rendah
dibawah
500
mm/detik
kecuali perairan disisi timur laut, kecepatan arusnya antara
500
mm/detik
hingga
1000
mm/detik.
Sedangkan untuk perairan di selatan P. Betung, arah arus menuju ke barat dengan kecepatan dibawah 500 mm/detik Gambar 11.
Gambar 10. Pola arus di sekeliling P. Tambelan, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta
46
Gambar 11. Pola arus di sekeliling bagian selatan P. Betung, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
Untuk
perairan
P.
Benua
pengaruh
gelombang lebih dominan terutama perairan di sisi utara pulau. Massa air yang menghempas pantai akan
terpantul
kembali
kearah
laut
sedemikian
sehingga arus yang terekam bolak balik, kecuali
CRITC-COREMAP Jakarta
47
pada sisi barat daya yang relatif aman terhadap hempasan gelombang dan di selat antara pulaupulau yang ada disekitar P. Benua (Gambar 12).
Gambar 12. Pola arus di Sekeliling P. Benua, Kepulauan Tambelan, Kabupaten Kepulauan Riau.
Perairan di selat antara pulau-pulau pada gugus
P.
Tambelan,
yang
merupakan
perairan
terbuka menunjukkan bahwa massa air menuju ke barat pada saat air laut menuju pasang (Gambar 13). Massa air permukaan seragam menuju ke barat kemudian
ke
selatan
setelah
membentur
P.
Tambelan. Kecepatan arus yang terekam untuk selat antara P. Benua dan P. Sedua adalah 821 mm/detik; sedangkan untuk selat antara P. Tambelan dan P. Betung adalah 671 mm/detik.
CRITC-COREMAP Jakarta
Berdasarkan data di
48
perairan selat ini menunjukkan bahwa pola umum pergerakan massa air untuk perairan ini adalah timur barat.
Gambar 13. Pola arus di selat antara P. Tambelan – P. Betung, selat P. Benua – P. Sedua, dan selat P. Sedua – P. Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
49
b. P. Mapur Massa air yang mengalir di sisi utara P. Mapur berasal dari laut lepas menuju keselatan melewati sisi utara P. Mapur kemudian ke timur menyusur pantai timur (Gambar 14). Sedangkan massa
air
yang
ada
disisi
barat
P.
Mapur
kemungkinan besar berasal dari sisi sebelah barat pulau mengalir keselatan menyusur pantai barat P. Mapur (Gambar 14). Kecepatan arus yang terekam di sisi barat maksimum 1165 mm/detik sedangkan disisi timurnya 1317 mm/detik.
Gambar 14. Pola arus di sekeliling P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
Untuk perairan P. Marapas, yaitu pulau kecil yang terletak di tenggara P. Mapur, massa air yang mengalir di sekeliling pulau ini didominasi
CRITC-COREMAP Jakarta
50
adanya
pengaruh
gelombang
yang
relatif
kuat
sehingga arah arusnya tidak beraturan mengikuti pola hempasan gelombang (Gambar 15).
Gambar
15.
Pola arus di sekeliling P. Kabupaten Kepulauan Riau.
Marapas,
4. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kualitas perairan. Suatu perairan laut yang baik biasanya bersifat basa dengan pH>7
sebagaimana
yang
direkomendasikan
KLH
(Anonimous, 2004).
CRITC-COREMAP Jakarta
51
Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) yang dilakukan Kepulauan
di
masing-masing
Riau
bisa
stasiun
dilihat
pada
penelitian Lampiran
di 4.a.
(Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata derajat keasaman (pH) pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan pada Lampiran 4.c. a. Kepulauan Tambelan Pada
perairan
P.
Tambelan,
pH
berkisar
antara 8,17–8,45, di perairan P. Benua berkisar antara 8,07–8,50 dan di perairan P. Sedua berkisar antara 8,24–8,46 (Lampiran 4.a.). Dengan demikian, mengacu pada nilai pH yang direkomendasikan KLH (Anonimous, 2004) maka di perairan Kepulauan Tambelan masih tergolong baik ditinjau dari derajat keasamannya. Dengan membandingkan nilai rerata pH antara permukaan dengan dasar (Lampiran 4.c.) terhadap pH
yang
tertinggi
diantara
kedua
kedalaman
tersebut, baik di perairan P. Tambelan, P. Benua maupun di P. Sedua, ternyata pH pada bagian permukaan relatif lebih rendah dibandingkan bagian dasarnya (<3%),
tetapi sehingga
perbedaannya kadar
pH-nya
tidak bisa
signifikan dikatakan
homogen. Pada perairan P. Tambelan, perbedaan rerata pH antara permukaan dengan dasar berkisar 0,98%, perairan P. Benua berkisar 0,48% dan daerah P. Sedua berkisar 1,08%.
CRITC-COREMAP Jakarta
52
b. P. Mapur Derajat keasaman (pH) di P. Mapur, pada bagian
permukaan
berkisar
antara
8,11–8,40,
sementara pada bagian dasarnya berkisar antara 8,29–8,46 (Lampiran 4.b.). Mengacu pada nilai pH yang direkomendasikan KLH (Anonimous, 2004), maka di perairan P. Mapur masih tergolong baik ditinjau dari derajat keasamannya. Dengan
membandingkan
nilai
rerata
pH
bagian permukaan dengan dasarnya yang dihitung terhadap
pH
yang
tertinggi
diantara
kedua
kedalaman tersebut, perbedaannya hanya sebesar 1,26%. Perbedaan ini tidak cukup signifikan (<3%), sehingga bisa dikatakan pH di P. Mapur keadaannya homogen. 5. Kandungan oksigen terlarut (O 2 ) Kandungan oksigen terlarut (O 2 ) dalam perairan turut menentukan kualitas perairan, karena oksigen sangat
dibutuhkan
untuk
pernapasan
(respirasi)
makhluk hidup dan proses oksidasi dalam perairan. Sebagai contoh ikan yang hidup dalam perairan yang kekurangan oksigen akan terganggu fungsi insangnya dan dapat menyebabkan insang ikan itu berlendir (anoxia) dan mati. Fungsi lain dari oksigen adalah sebagai oksidator senyawa–senyawa kimia di perairan. Sumbangan oksigen terbesar berasal dari adsorpsi udara bebas, sementara dari fitoplankton dan tumbuhan
CRITC-COREMAP Jakarta
53
hijau
lain
yang
berklorofil
menyumbang
oksigen
sebagai produk fotosintesis. Faktor
yang
bisa
mempengaruhi
kemampuan
suatu perairan untuk mengadsorpsi oksigen adalah salinitas, suhu, kekeruhan air, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Raymont,
1963).
Faktor
kedalaman
juga
mempengaruhi kadar oksigen terlarut (Tijssen ,1990). Dalam kondisi yang normal, semakin dalam perairan itu maka semakin menurun kadar oksigennya. KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, kadar oksigen terlarutnya > 5 ppm (3,5 ml/L) (Anonimous, 2004). Hasil pengukuran kadar oksigen yang dilakukan di seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar oksigen
pada
permukaan
dan
dasar
perairan
ditampilkan pada Lampiran 4.c. a. Kepulauan Tambelan Di perairan P. Tambelan kadar oksigen terlarut berkisar antara 3,10–4,41 ml/L, di perairan P.
Benua
berkisar
antara
2,98–4,11
ml/L
dan
perairan P. Sedua berkisar antara 3,58–3,82 ml/L (Lampiran 4.a.). Untuk perairan P. Tambelan dan P. Benua, kadar oksigen terlarut di permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan dasarnya (Lampiran 4.c.) dengan perbedaan mencapai 4,41% di P. Tambelan dan 5,75% di P. Benua. Akan tetapi di
CRITC-COREMAP Jakarta
54
perairan
P.
menunjukkan
Sedua
(Lampiran
perbedaan
yang
4.c.)
tidak
signifikan
(<3%)
dengan tingkat perbedaan 2,71%, sehingga dapat dikatakan bahwa di perairan P. Sedua, kandungan oksigen
terlarut
homogen.
Nilai
di
permukaan
perbedaan
dan
dasarnya
tersebut
dihitung
terhadap nilai yang tertinggi antara permukaan dan dasar di masing-masing lokasi. Jika merujuk dari baku mutu KLH untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, secara umum bisa dikatakan bahwa kandungan oksigen di perairan Kepulauan Tambelan masih cukup baik. Jika
ada
stasiun–stasiun
tertentu
dimana
kadar
oksigen terlarutnya < 5 ppm (3,5 ml/L), tidak bisa dikatakan bahwa itu mewakili semua perairan, sebab nilai reratanya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. b. P. Mapur Di perairan P. Mapur, kadar oksigen terlarut berkisar antara 2,96–3,91 ml/L (Lampiran 4.b.). Dengan membandingkan kadar oksigen terlarut pada bagian permukaan dengan dasarnya (Lampiran 4.c.), perbedaannya tidak signifikan (<3%), sehingga bisa dikatakan bahwa rerata kadar oksigen di perairan P. Mapur homogen. Jika merujuk dari baku mutu KLH untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut, seperti halnya di Kepulauan Tambelan, secara umum bisa dikatakan bahwa kandungan oksigen di perairan P.
CRITC-COREMAP Jakarta
55
Mapur masih bisa dikategorikan baik. Jika ada stasiun–stasiun
tertentu
dimana
kadar
oksigen
terlarutnya < 5 ppm (3,5 ml/L), tidak bisa dikatakan bahwa itu mewakili semua perairan, sebab nilai reratanya
tidak
menunjukkan
perbedaan
yang
signifikan. 6. Fosfat Fosfat
merupakan
salah
satu
nutrisi
yang
dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada diperairan. Sumbangan fosfat terbesar berasal dari sedimentasi yang ada di dasar perairan. Oleh karena itu, semakin dalam perairan, semakin besar kandungan fosfatnya. Kekecualian
bisa
terjadi,
dimana
kadar
fosfat
dipermukaan lebih tinggi dibandingkan kolom air yang lebih
dalam
bila
di
perairan
tersebut
mendapatkan pengaruh dari darat berupa
banyak
sumbangan
“limbah penduduk”. Limbah penduduk yang banyak menyumbang kadar fosfat diantaranya detergen. KLH telah merekomendasikan baku mutu air laut untuk
kepentingan
wisata
bahari
dan
biota
laut,
memiliki kadar fosfat yang tidak melebihi 0,015 ppm (4,9 µg A/L) (Anonimous, 2004). Hasil pengukuran kadar fosfat yang dilakukan di seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar fosfat pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan pada Lampiran 4.c.
CRITC-COREMAP Jakarta
56
a. Kepulauan Tambelan Pada perairan P. Tambelan kadar fosfat berkisar antara 0,35–7,97 µg A/L, P. Benua berkisar antara 0,18–9,69 µg A/L, dan P. Sedua berkisar antara 0,40–4,47 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan
rerata
kadar
fosfat
antara
permukaan dengan dasarnya (Lampiran 4.c.), di perairan
P.
signifikan
Tambelan
dengan
perbedaannya
tingkat
perbedaan
sangat mencapai
84,45%. Hal yang sama juga terjadi di P. Benua dengan tingkat perbedaan mencapai 82,32% dan di P. Sedua mencapai 71,98%. Nilai perbedaan tersebut dihitung terhadap nilai tertinggi antara permukaan dan dasar di masing-masing lokasi. Dari perhitungan ini terbukti bahwa kadar fosfat
di
bagian
permukaan
lebih
tinggi
dibandingkan dengan di bagian dasarnya. Tingginya kadar fosfat dipermukaan terlihat jelas sebagai sumbangan
dari
daratan.
Pengaruh
“limbah
penduduk” juga nampak jelas pada stasiun 11, 12, 13, dan 14 yang cukup padat dengan pemukiman. Ditinjau berpedoman
dari
pada
kadar
baku
fosfatnya,
mutu
air
laut
dengan yang
direkomendasikan KLH untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut maka pada umumnya stasiunstasiun penelitian yang dilakukan di Kepulauan Tambelan masih bisa dikategorikan baik, kecuali pada
daerah
yang
dekat
dengan
pemukiman
penduduk.
CRITC-COREMAP Jakarta
57
b. P. Mapur Kadar sekitarnya
fosfat
di
berkisar
perairan
antara
Mapur
0,05–6,22
dan
µg
A/L
(Lampiran 4.b.). Dengan membandingkan rerata kadar fosfat pada bagian permukaan dengan dasar terhadap
nilai
yang
tertinggi
diantara
kedua
kedalaman tersebut (Lampiran 4.c.), perbedaannya sangat
signifikan
dengan
tingkat
perbedaan
mencapai 82,34% dimana kadar fosfat pada bagian permukaan lebih tinggi dibandingkan dasarnya. Dengan berpedoman pada baku mutu air laut yang direkomendasikan KLH untuk kepentingan wisata
bahari
penelitian
dan
yang
biota
dilakukan
laut, di
stasiun-stasiun P.
Mapur
dan
sekitarnya pada umumnya masih bisa dikategorikan baik ditinjau dari kadar fosfatnya. Adanya beberapa stasiun penelitian yang memiliki kadar fosfat diatas nilai yang direkomendasikan KLH, terutama pada bagian permukaan perairan, merupakan sumbangan dari daratan yang masuk ke perairan ini. 7. Nitrat (NO 3 ) Nitrat
sebagaimana
halnya
fosfat
merupakan
salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada dalam perairan. Fungsinya turut membantu pembentukan asam amino sebagai komponen dasar protein.
Sumbangan
terbesar
nitrat
berasal
dari
sedimentasi di dasar perairan. Nilai baku mutu yang dikeluarkan
CRITC-COREMAP Jakarta
KLH,
kadar
nitrat
untuk
kepentingan
58
wisata bahari dan biota laut nilainya tidak melebihi 0,008 ppm (26,27 µg A/L) (Anonimous, 2004). Hasil pengukuran kadar nitrat yang dilakukan di seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar nitrat pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan pada Lampiran 4.c. a. Kepulauan Tambelan Kadar
nitrat
di
perairan
P.
Tambelan
berkisar antara 0,79–0,98 µg A/L, di P. Benua berkisar antara 0,73–0,88 µg A/L, dan P. Sedua berkisar antara 0,77–0,81 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan
membandingkan
rerata
kadar
nitrat
di
bagian permukaan dengan bagian dasarnya terhadap kadar
nitrat
kedalaman
yang
tersebut
tertinggi di
diantara
kedua
masing-masing
lokasi
(Lampiran 4.c.), tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (<3%), sehingga bisa dikatakan kadar nitratnya homogen antara permukaan dan dasar perairan di semua lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan. Mengacu pada nilai baku mutu untuk nitrat yang dikeluarkan KLH untuk kepentingan wisata bahari
dan
biota
laut,
perairan
di
Kepulauan
Tambelan kondisinya masih sangat baik dan kadar nitratnya masih jauh dari nilai ambang batas yang ditetapkan KLH.
CRITC-COREMAP Jakarta
59
b. P. Mapur Hasil pengukuran kadar nitrat di seluruh stasiun di P. Mapur dan sekitarnya diperoleh kadar nitrat berkisar antara 0,63–0,90 µg A/L (Lampiran 4.b.). Dengan membandingkan rerata kadar nitrat pada bagian permukaan dengan dasarnya terhadap nilai
yang
tertinggi
diantara
kedua
kedalaman
tersebut (Lampiran 4.c.), terdapat perbedaan yang tidak
cukup
dikatakan
signifikan
bahwa
di
(2,40%), perairan
P.
sehingga
bisa
Mapur
dan
sekitarnya, kadar nitratnya homogen pada bagian permukaaan maupun dasar perairan. Berdasarkan nilai baku mutu untuk nitrat yang dikeluarkan KLH, kadar nitrat pada semua perairan di P. Mapur dan sekitarnya, dikategorikan masih sangat baik untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. 8. Nitrit (NO 2 ) Nitrit merupakan senyawa kimia yang sangat reaktif karena struktur molekulnya tidak stabil. Karena reaktifnya ini, nitrit akan cepat bereaksi dengan logam berat misalnya, membentuk senyawa garam nitrat yang larut dalam air. Nitrit termasuk parameter yang dapat dijadikan indikator kualitas perairan.
Suatu perairan
yang baik, kadar nitritnya harus lebih kecil dari pada kadar nitrat. Semakin kecil kadar nitritnya, semakin baik kualitas perairannya.
CRITC-COREMAP Jakarta
60
Hasil pengukuran kadar nitrit yang dilakukan di seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar nitrit pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan pada Lampiran 4.c. a. Kepulauan Tambelan Kadar
nitrit
di
perairan
P.
Tambelan
berkisar antara 0,10–0,29 µg A/L, P. Benua berkisar antara 0,04–0,16 µg A/L, dan di P. Sedua berkisar antara 0,06–0,10 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan
rerata
kadar
nitrit
di
bagian
permukaan dengan bagian dasarnya (Lampiran 4.c.), di
perairan
perbedaan
P.
Tambelan
tidak
yang
signifikan
(<3%),
menunjukkan atau
dapat
dikatakan kondisinya homogen. Sedangkan di P. Benua dan P. Sedua perbedaannya sangat signifikan dengan tingkat perbedaan di P. Benua mencapai 18,26% dan di P. Sedua sebesar 12,50%. Pada perairan P. Benua dan P. Sedua, kadar nitrit di bagian dasarnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian
permukaannya.
dihitung
terhadap
Nilai
nilai
perbedaan
yang
tertinggi
tersebut antara
permukaan dan dasar di masing-masing lokasi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua stasiun yang diteliti di Kepulauan Tambelan, kadar nitritnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadar nitrat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik.
CRITC-COREMAP Jakarta
61
b. P. Mapur Hasil pengukuran kadar nitrit di seluruh stasiun di P. Mapur dan sekitarnya diperoleh kadar nitrit antara 0,06–0,14 µg A/L (Lampiran 4.b.). Dengan membandingkan rerata kadar nitrit antara bagian
permukaan
dihitung kedua
terhadap
dengan nilai
kedalaman
bagian
yang
dasar
tertinggi
tersebut
yang
diantara
(Lampiran
4.c.),
perbedaannya signifikan dengan tingkat perbedaan mencapai 4,46 %, dimana rerata kadar nitrit pada bagian dasarnya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian permukaannya. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari semua stasiun yang diteliti di P. Mapur dan sekitarnya, kadar
nitritnya
jauh
lebih
kecil
dibandingkan
dengan kadar nitrat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perairannya masih dalam kondisi baik. 9. Silikat (SiO 3 ) Silikat merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
kesuburan
perairan,
karena
Silikat
dibutuhkan untuk perkembangan hidup fitoplankton dilaut, seperti jenis silicoflagellata dan beberapa jenis diatom
membutuhkan
silikat
untuk
pembentukan
kerangka dinding selnya. Kadar silikat di estuarin, selain dari perairan itu sendiri juga bisa berasal dari daratan seperti proses erosi dan hujan (Nybakken, 1988). KLH tidak menetapkan nilai ambang batas kadar silikat untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut.
CRITC-COREMAP Jakarta
62
Hasil pengukuran kadar silikat yang dilakukan di seluruh stasiun di Kepulauan Riau bisa dilihat pada Lampiran 4.a. (Kepulauan Tambelan) dan Lampiran 4.b. (P. Mapur dan sekitarnya). Sedangkan rerata kadar silikat pada permukaan dan dasar perairan ditampilkan pada Lampiran 4.c. a. Kepulauan Tambelan Kadar
silikat
di
perairan
P.
Tambelan
berkisar antara 3,14–5,33 µg A/L, di P. Benua berkisar antara 3,24–8,38 µg A/L, dan di P. Sedua berkisar antara 3,24–6,38 µg A/L (Lampiran 4.a.). Dengan membandingkan rerata kadar silikat antara permukaan
dengan
dasarnya
(Lampiran
4.c.),
perbedaannya signifikan (>3%), untuk semua lokasi di Kepulauan Tambelan dimana pada bagian dasar lebih tinggi dibandingkan dengan permukaannya. Di P. Tambelan perbedaannya sebesar 6,52% , di P. Benua sebesar 8,56% dan di P. Sedua sebesar 26,28%. Nilai perbedaan tersebut dihitung terhadap nilai yang tertinggi antara permukaan dan dasar di masing-masing lokasi. b. P. Mapur Hasil pengukuran kadar silikat di P. Mapur dan sekitarnya berkisar antara 1,33–9,77 µg A/L. Kadar
silikat
dibandingkan
pada
bagian
dengan
dasar
lebih
permukaannya,
tinggi dengan
perbedaan mencapai 10,45 % dihitung terhadap kadar silikat di dasar.
CRITC-COREMAP Jakarta
63
C. M ANGROVE 1. Kepulauan Tambelan Hasil pencuplikan data baik secara inventarisasi maupun
transek
di
beberapa
pulau
di
Kepulauan
Tambelan adalah sebagai berikut: a. Pulau Betunda Secara
physionomi
bagian
depan
dari
mangrove didominasi oleh Rhizophora stylosa (0–10 m), dengan ketebalan mangrove mencapai 50 m. Sedang
di
Sonneratia
bagian
belakang
alba,
Excoecaria
ditemukan
Bruguiera
agallocha,
Pemphis
jenis
gymnorrhiza, acidula,
dan
beberapa jenis lainnya sehingga didapatkan 7 jenis (Lampiran 5). b. P. Kera Ketebalan mangrove di pulau ini ada yang mencapai 75 meter. Bagian depan banyak dijumpai Rhizophora apiculata sedang di bagian belakang dijumpai Sonneratia alba, aegiceras corniculatum, Xylocarpus granatum, dan beberapa jenis lainnya sehingga
keseluruhannya
didapatkan
11
jenis
(Lampiran 5). c. Pulau Tambelan. Pada umumnya mangrove di bagian depan didominasi
oleh
Rhizophora
stylosa
dengan
ketinggian 4–6 m. Zona ini mempunyai ketebalan bervariasi bahkan ada yang mencapai 100 m. Di
CRITC-COREMAP Jakarta
64
belakang zone tersebut atau bagian tengah ada beberapa tempat yang didominasi jenis Bruguiera gymnorrhiza,
Rhizophora
apiculata,
sedang
di
bagian atau zone belakang jenis lain seperti yang terlihat pada (Lampiran 5). Pada tempat-tempat tertentu terutama yang berada di muara sungai bagian depan mangrove didominasi jenis Rhizophora mucronata. Kondisi perairan di daerah muara umumnya keruh sedang di daerah
yang
didominasi
umumnya
jenis
bagian
Rhizophora
depan
stylosa
yang kondisi
perairannya jernih dan di dekatnya masih ditemukan kehidupan terumbu karang. Sedang untuk zone mangrove yang bagian depan didominasi Rhizophora mucronata
di
sekitarnya
jarang
ditemukan
kehidupan terumbu karang. Dari
pencuplikan
ditemukan 7 jenis anak
data
pohon,
transek
dimana
jenis Rhizophora
stylosa mendominasi dengan nilai penting 134,84 %, sedangkan
jenis
Heritiera
littoralis
merupakan
codominan dengan nilai penting 30,14 % (Tabel 1) d. P. Bedua Ketebalan mangrove di pulau ini berkisar 150-200 m, zonasi depan diduduki oleh Rhizophora stylosa dengan ketinggian 3–5 m. Bagian belakang yang berbatasan dengan darat dijumpai Sonneratia alba,
Excoecaria
agallocha
dan
di
pulau
ini
seluruhnya ditemukan 12 jenis (Lampiran 5).
CRITC-COREMAP Jakarta
65
Dari pencuplikan data transek ditemukan 5 jenis anak pohon yang didominasi jenis Rhizophora stylosa
dengan
nilai
penting
183,38
%
dan
Sonneratia alba merupakan jenis codominan dengan nilai penting 39,50 % (Tabel 1). e. P. Selentang Zone mangrove di bagian depan didominasi jenis Rhizophora stylosa dengan ketinggian 4–6 m. Bagian
belakang
ditemukan
jenis
Bruguiera
gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Sonnertia alba dan Ceriops tagal (Lampiran 5). Dari ketebalan mangrove yang mencapai 125 meter diketahui bahwa jenis Rhizophora stylosa merupakan anak pohon yang dominan dengan nilai penting 184,13 %, sedang Rhizophora apiculata merupakan jenis codominan dengan nilai penting 42,22 % dan jenis lainnya mempunyai nilai penting kurang dari 25 % (Tabel 1).
Secara keseluruhan di Kepulauan Tambelan di dapatkan 25 jenis dimana Rhizophora stylosa dan Rhizophora mucronata
dijumpai di semua tempat
pencuplikan (Lampiran 5). Dari pencuplikan data transek untuk jenis anak pohon (diameter batang antara 2 dan 10 cm) di dapatkan
10
jenis
yang
didominasi
oleh
jenis
Rhizophora stylosa dengan nilai penting 175,38 % dan Rhizophora apiculata sebagai codominan dengan nilai
CRITC-COREMAP Jakarta
66
penting 36,24 % (Tabel 2), untuk jenis lain mempunyai nilai penting kurang dari 30%. Kepadatan anak pohon mencapai
2020
batang
per
hektar
dengan
rerata
ketinggian 4,72 m dan basal area mencapai 4,24 m 2 per hektar (Tabel 4). Untuk kategori pohon (diameter > 10 cm) di Kepulauan Tambelan hanya ditemukan 3 jenis yang didominasi
Sonneratia
alba
dengan
197,80
(Tabel
dan
Excoecaria
%
3)
nilai
penting
agallocha
merupakan codominan dengan nilai penting 58,58 %. Kepadatan dengan
pohon
rerata
mencapai
ketinggian
50
batang
9,5
m
dan
per
hektar
basal
area
2
mencapai 1,13 m per hektar. 2. P. Mapur Hasil
pencuplikan
data
baik
koleksi
bebas
maupun transek yang dilakukan di St. 9 (Gambar 4.b.) tampak
pada
zone
depan
ditemukan
campuran
Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa dengan ketinggian 6–7 m. Bagian belakang lebih banyak jenis lain yang ditemukan antara lain Rhizophora apiculata, Sonneratia
alba,
gymnorrhiza
dan
Bruguiera beberapa
parviflora, jenis
Bruguiera
lainnya
sehingga
didapatkan 12 jenis (Lampiran 5). Pada St. 10 (Gambar 4.b.), zone depan mangrove didominasi belakang
jenis
Rhizophora
ditemukan
stylosa
Sonneratia
alba,
dan
bagian
Lumnitzera
littorea dan Bruguiera cylindrica dan beberapa jenis lainnya
CRITC-COREMAP Jakarta
sehingga
jenis
yang
didapatkan
9
jenis
67
(Lampiran 5). Ketebalan mangrove di tempat ini hanya sebatas 15–20 m. Di St.11 (Gambar 4.b.) yang merupakan muara sungai, di bagian depan didominasi jenis Rhizophora mucronata
sedangkan
pada
bagian
belakangnya
didominasi oleh Rhizophora apiculata. Di tempat yang jauh dari muara, zona depan tengah didominasi oleh Rhizophora apiculata dengan ketinggian mencapai 10 m. Bagian belakang dari ketebalan mangrove sekitar 30 m ini ditemukan jenis Sonneratia alba, Lumnitzera littorea, Bruguiera gymnorrhiza, dan beberapa jenis lainnya
sehingga
didapatkan
8
jenis
mangrove
(Lampiran 5). Hasil pencuplikan data transek menunjukkan bahwa di P Mapur ini untuk anak pohon (diameter batang antara 2 dan 10 cm) ditemukan 7 jenis yang didominasi oleh Rhizophora mucronata dengan nilai penting 104,03 % dan Rhizophora apiculata sebagai codominan dengan nilai penting 70,45 % dan jenis lainnya mempunyai nilai penting kurang dari 50 % (Tabel 1 dan Tabel 2). Kepadatan anak pohon mencapai 3028
batang
per
hektar
dengan
rerata
ketinggian
mencapai 6,53 m dan basal area mencapai 9,12 m 2 per hektar (Tabel 4). Untuk pohon (diameter > 10 cm) dari hasil transek didapatkan 4 jenis mangrove yang didominasi oleh
Rhizophora
mucronata
dengan
nilai
penting
110,78 % dan Sonneratia alba merupakan codominan dengan nilai penting 86,84 %, jenis lainnya mempunyai
CRITC-COREMAP Jakarta
68
nilai penting kurang dari 60 % (Tabel 3). Kepadatan pohon mencapai 100 batang per hektar dengan rerata ketinggian 12,37 m dan basal area mencapai 1,15 m 2 per hektar (Tabel 4). Secara keseluruhan jenis yang didapatkan mencapai 14 jenis.
Tabel 1. Daftar nilai penting (%) kategori anak pohon di beberapa lokasi di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. No.
Jenis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Rhizophora stylosa R. apiculata Sonneratia alba Lumnitzera littorea Bruguiera gymnorrhiza Ceriops tagal Heritiera littoralis Excoecaria agallocha Xylocarpus moluccensis Rhizophora mucronata Bruguiera parviflora
Kepulauan Tambelan P. Tambelan P. Bedua P. Selentang 134,84 183,38 184,13 23,12 37,62 42,22 39,50 24,55 27,62 28,04 34,96 24,55 24,55 30,14 11,46 27,62 21,70 -
P. Mapur 39,13 70,45 39,43 18,69 12,92 104,03 15,35
Tabel 2. Daftar nilai penting (%) anak pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. No.
Jenis anak pohon
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Bruguiera gymnorrhiza B. parviflora Ceriops tagal Excoecaria agallocha Heritiera littoralis Lumnitzera littorea Rhizophora apiculata R. mucronata R. stylosa Sonneratia alba Xylocarpus moluccensis
CRITC-COREMAP Jakarta
Nilai Penting (%) Kep. Tambelan P. Mapur 15,22 12,92 15,35 8,62 5,28 5,56 17,91 18,69 36,24 70,45 3,75 104,03 175,38 39,13 26,84 39,43 5,02 -
69
Tabel 3. Daftar nilai penting (%) pohon mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. No.
Jenis anak pohon
Nilai Penting (%) Kep. Tambelan
P. Mapur
1.
Rhizophora mucronata
-
110,78
2.
Excoecaria agallocha
58,58
-
3.
Sonneratia alba
197,80
86,84
4.
Rhizophora apiculata
43,62
53,58
5.
Bruguiera parviflora
-
48,80
Tabel 4. Gambaran mengenai struktur mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. Lokasi Atribut vegetasi Kep. Tambelan
P. Mapur
25
14
Pohon
1,13
1,15
Anak pohon
4,24
9,12
50
100
2020
3028
Banyak jenis 2
Basal area (m /Ha)
Kepadatan (batang/Ha) •
Pohon
•
Anak pohon
Rerata tinggi (m) •
Pohon
9,5
12,37
•
Anak pohon
4,72
6,53
Rerata diameter (cm) •
Pohon
12,00
12,09
•
Anak pohon
5,17
6,19
Sonneratia alba (197,89 %)
Rhizophora mucronata (110,78 %)
Excoecaria agallocha (58,58 %)
Sonneratia alba (86,84 %)
Rhizophora stylosa (175,38 %)
Rhizophora mucronata (104,03 %)
Rhizophora apiculata (36,42 %)
Rhizophora apiculata (70,45 %)
Pohon •
Dominan
•
Codominan
Anak pohon •
Dominan
•
Codominan
CRITC-COREMAP Jakarta
70
D. K ARANG 1. Kepulauan Tambelan Pantai berupa pasir, hutan mangrove ataupun batuan. Pada beberapa lokasi, pantainya berbataskan dataran tinggi berupa batuan cadas yang langsung terjal ke arah laut. Pada saat penelitian dilakukan, perairan tidak begitu jernih dimana sudut pandang di bawah air hanya berkisar anatar 4-7 m. Rataan terumbu tidak begitu lebar, hanya berkisar antara 40-100 m, dimana dasar rataan berupa pasir, pasir lumpuran dan pecahan karang
mati.
Alga
dari
marga
Sargassum
banyak
dijumpai pada daerah rataan terumbu. Lereng terumbu tidak begitu curam dengan sudut kemiringan berkisar antara 20 o -50 o . Karang masif dari jenis Porites dan karang bercabang seperti Acropora dan Pocillopora mudah dijumpai di perairan ini. Kima yang berukuran agak besar juga banyak dijumpai. Pada kedalaman lebih dari 15 m, karang sudah jarang dijumpai. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas yang dilakukan di Kepulauan Tambelan berhasil dijumpai 181 jenis karang batu yang termasuk dalam 18 suku (Lampiran 6). Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 36 stasiun di Kepulauan Tambelan dijumpai
persentase
10,00%-90,00%
tutupan
dengan
karang
rerata
hidup
persentase
antara tutupan
karang hidup 47,39%.
CRITC-COREMAP Jakarta
71
Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI di Kepulauan Tambelan untuk masing-masing kategori biota dan substrat (yaitu Acropora, Non Acropora, karang mati (dead scleractinia), karang mati yang ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae), karang lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed, biota lain (other biota), pecahan karang (rubble), pasir (sand) dan lumpur (silt) ditampilkan seperti pada Gambar 16.
Kepulauan Tambelan
Acropora Non Acropora Karang mati dgn alga Karang mati Karang lunak Sponge Fleshy Seaweed Biota lain Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
Gambar 16. Rerata persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
72
Dari 36 stasiun RRI di Kepulauan Tambelan ini, terdapat 2 stasiun dikategorikan “sangat baik” (tutupan karang hidup 75%-100%), 16 stasiun dikategorikan “baik” (tutupan karang hidup 50%-74%), 13 stasiun dalam kondisi “cukup” (tutupan karang hidup 25%49%), dan 5 stasiun dalam kondisi “kurang” (tutupan karang hidup <25 %) (Gambar 17). Berdasarkan hasil yang diperoleh sebelumnya tentang luasan terumbu karang di Kepulauan Tambelan (Lampiran 2.a) yaitu seluas 31,2618km 2 , dan rerata persentase tutupan karang hidup berdasarkan hasil RRI sebesar 47,39%, maka diperoleh luasan untuk karang hidupnya sebesar 14,8150 km 2 . Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 12 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori “baik” (tutupan karang hidup 50%-74%) sebanyak 11 stasiun, sedangkan 1 stasiun sisanya masuk dalam kategori “cukup” (tutupan karang hidup 25%-49%). Persentase tutupan
untuk
masing-masing
kategori
biota
dan
substratnya di masing-masing stasiun transek permanen yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan pada Lampiran 8, Gambar 18 dan Gambar 19.
CRITC-COREMAP Jakarta
73
Gambar 17. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun di perairan Kepulauan Tambelan dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta
74
Gambar 18. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
75
Kepulauan Tambelan 100%
Batuan (RK) Lumpur (SI) Pasir (S)
75%
Pecahan karang (R) Biota lain (OT)
50%
Fleshy Seaweed (FS) Sponge (SP)
25%
Karang lunak (SC) Karang mati dgn alga (DCA) Karang mati (DC)
KRIL12
KRIL11
KRIL10
KRIL09
KRIL08
KRIL07
KRIL06
KRIL05
KRIL04
KRIL03
KRIL02
KRIL01
0%
Non Acropora (NA) Acropora (AC)
Gambar 19. Histogram persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
Dari hasil LIT yang dilakukan di 12 stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan, terlihat bahwa pada stasiun KRIL05 memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon yang tertinggi, dan nilai
indeks
kemerataan
Pielou
yang
tinggi
juga
(walaupun masih sedikit lebih rendah dibandingkan stasiun KRIL08) (Tabel 5). Ini menunjukkan bahwa karang batu yang dijumpai di KRIL05 selain relatif lebih beragam, juga penyebaran jenisnya merata.
Hal
yang berbeda terjadi pada Stasiun KRIL06, dimana pada stasiun ini diperoleh nilai indeks keanekaragaman
CRITC-COREMAP Jakarta
76
jenis Shannon dan nilai indeks kemerataan Pielou yang terendah.
Hal
ini
disebabkan
karena
kurang
beragamnya jenis karang batu yang dijumpai dan jenis Heliopora coerulea yang dijumpai di stasiun penelitian ini. Dengan memperhatikan Tabel 5, terutama pada jumlah individu (N) dan persentase tutupan karang batu (%LC), maka dapat dikatakan bahwa ukuran koloni karang batu yang dijumpai di stasiun KRIL05 relatif lebih kecil dibandingkan dengan karang batu yang dijumpai di stasiun KRIL06 dan juga stasiun-stasiun lainnya. Tabel 5. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
%LC
KRIL01
24
95
2,61
0,82
69,83
KRIL02
24
93
2,49
0,78
74,80
KRIL03
31
86
2,97
0,86
61,43
KRIL04
16
83
2,33
0,84
60,80
KRIL05
31
70
3,16
0,92
27,53
KRIL06
8
68
1,59
0,77
72,63
KRIL07
22
62
2,42
0,78
73,20
KRIL08
24
87
2,98
0,94
55,20
KRIL09
27
92
2,98
0,90
65,43
KRIL10
19
65
2,32
0,79
67,10
KRIL11
38
85
3,18
0,88
57,10
KRIL12
28
70
2,93
0,88
52,17
CRITC-COREMAP Jakarta
77
Nilai
kemiripan
Similarity)
yang
Bray-Curtis
dihitung
(Bray-Curtis
berdasarkan
jumlah
kehadiran (number of occurrence) dari masing-masing jenis karang batu di setiap stasiun transek permanen ditampilkan
pada
Tabel
6.
Selanjutnya
dengan
menggunakan metode rerata kelompok (group average), dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis) dengan
bantuan
program
PRIMER
diperoleh
dendrogram seperti pada Gambar 20. Dengan nilai kemiripan lebih dari 50 % (pada Gambar 20 ditandai dengan garis merah untuk nilai kemiripan KRIL09
50%), dan
terlihat
KRIL10
bahwa
stasiun
mengelompok
KRIL03,
dalam
satu
kelompok, serta KRIL04 dan KRIL07 dalam kelompok yang lain. Kelima stasiun tersebut mengelompok dalam satu kelompok dengan nilai kemiripan 42,03 % (pada Gambar 20 ditandai dengan garis biru untuk nilai kemiripan
40%.
Walaupun
analisa
MDS
(Multi
Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,12 kurang begitu jelas menggambarkan pengelompokan antara KRIL03, KRIL09 dan KRIL10 dalam satu kelompok serta antara KRIL04 dan KRIL07 dalam kelompok yang lainnya, tetapi pengelompokan antar kelima stasiun tersebut terlihat jelas (Gambar 21).
CRITC-COREMAP Jakarta
78
Tabel 6. Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
Stasiun
KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12
KRIL01
-
KRIL02
7,41
-
KRIL03
20,00
30,49
-
KRIL04
19,85
30,97
31,58
-
KRIL05
17,05
16,99
19,85
16,39
-
KRIL06
28,30
6,15
7,41
6,06
14,43
-
KRIL07
13,70
41,18
44,59
54,68
26,28
14,04
-
KRIL08
16,51
16,54
34,23
27,45
28,00
12,99
30,77
-
KRIL09
16,54
31,85
51,85
41,27
22,58
11,88
42,55
40,38
-
KRIL10
9,60
33,56
59,84
44,07
10,34
4,30
48,12
22,92
50,00
-
KRIL11
16,77
30,17
31,85
29,73
19,18
3,25
39,26
20,63
26,67
18,31
-
KRIL12
5,97
39,24
33,82
28,35
25,60
1,96
36,62
28,57
32,56
34,71
33,11
CRITC-COREMAP Jakarta
-
79
Gambar 20. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
Gambar
CRITC-COREMAP Jakarta
21.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
80
2. P. Mapur Penduduk
umumnya
tinggal
di
bagian
barat
pulau. Pantai berupa pasir, hutan mangrove ataupun batuan. Pada saat penelitian, perairannya relatif tidak begitu jernih. Rataan terumbu agar lebar, terutama pada daerah dekat pemukiman penduduk, dimana dasar rataan berupa pasir dan pasir lumpuran. Lamun dari marga Enhalus dan Thalassia, serta alga dari marga Sargassum
banyak
dijumpai
pada
daerah
rataan
terumbu. Rataan terumbu landai, dan semakin ke arah lereng terumbu kemiringannya bertambah, dimana pada daerah
lereng o
terumbu
sudut
kemiringan
berkisar
o
antara 20 -60 . Terutama pada daerah-daerah yang perairannya keruh, seperti pada perairan yang dekat dengan pemukiman penduduk, banyak dijumpai bulu babi (Diadema setosum) dan juga karang jamur seperti Fungia. Karang dari jenis Porites, Fungia dan Acropora yang memiliki bentuk pertumbuhan bercabang dan mendatar menyerupai meja (tabulate) banyak dijumpai di perairan ini. Pada tempat yang akag dalam juga dijumpai Montipora yang memiliki bentuk percabangan foliose.
Karang
banyak
tumbuh
hanya
sampai
kedalaman sekitar 10-15 m. Setelah itu hanya berupa pasir, pecahan karang mati atau lumpur. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas yang dilakukan di P. Mapur berhasil dijumpai 175 jenis karang batu yang termasuk dalam 19 suku (Lampiran 6).
CRITC-COREMAP Jakarta
81
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang dilakukan di 27 stasiun di P. Mapur dijumpai persentase tutupan karang hidup antara 0,00%-55,00% dengan rerata persentase tutupan karang hidup 16,93%. Ada 5 stasiun (KRIR39, KRIR43 ,KRIR44, KRIR46 dan KRIR59) tidak dijumpai sama sekali karang hidup, dimana pasir (S) ataupun karang mati yang telah ditumbuhi alga (DCA) mendominasi daerah ini. Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI di Kepulauan Tambelan untuk masing-masing kategori biota dan substrat (yaitu Acropora, Non Acropora, karang mati (dead scleractinia), karang mati yang ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae), karang lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed, biota lain (other biota), pecahan karang (rubble), pasir (sand) dan lumpur (silt) ditampilkan seperti pada Gambar 22.
P. Mapur
Acropora Non Acropora Karang mati dgn alga Karang mati Karang lunak Sponge Fleshy Seaweed Biota lain Pecahan karang Pasir Lumpur Batuan
Gambar 22. Rerata persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat dengan metode RRI di P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
82
Berdasarkan
dari
persentase
tutupan
karang
hidupnya, dari 27 stasiun RRI tersebut, tak satu pun stasiun dikategorikan “sangat baik” (tutupan karang hidup 75%-100%), 1 stasiun dikategorikan “baik” (tutupan karang hidup 50%-74%), 8 stasiun dalam kondisi “cukup” (tutupan karang hidup 25%-49%), dan 18 stasiun dalam kondisi “kurang” (tutupan karang hidup <25 %) (Gambar 23). Berdasarkan hasil yang diperoleh sebelumnya tentang luasan terumbu karang di P. Mapur (Lampiran 2.a) yaitu seluas 18,1126 km 2 , dan rerata persentase tutupan karang hidup berdasarkan hasil RRI sebesar 16,93%, maka diperoleh luasan untuk karang hidupnya sebesar 3,0665 km 2 . Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di 6 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu karang yang masuk dalam kategori “baik” (tutupan karang hidup 50%-74%) sebanyak 3 stasiun, sedangkan 3 stasiun sisanya masuk dalam kategori “cukup” (tutupan karang hidup 25%-49%). Persentase tutupan
untuk
masing-masing
kategori
biota
dan
substratnya di masing-masing stasiun transek permanen yang dilakukan dengan metode LIT ditampilkan pada Lampiran 8, Gambar 24 dan Gambar 25.
CRITC-COREMAP Jakarta
83
Gambar 23. Kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup dengan metode RRI di masing-masing stasiun di perairan P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
84
Gambar 24. Persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
85
P. Mapur Batuan (RK)
100%
Lumpur (SI) Pasir (S)
75%
Pecahan karang (R) Biota lain (OT )
50%
Fleshy Seaweed (FS) Sponge (SP) Karang lunak (SC)
25%
Karang mati dgn alga (DCA) Karang mati (DC) Non Acropora (NA)
KRIL18
KRIL17
KRIL16
KRIL15
KRIL14
KRIL13
0%
Acropora (AC)
Gambar 25. Histogram persentase tutupan untuk masingmasing kategori biota dan substrat dengan metode LIT di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur.
Dari hasil LIT yang dilakukan di 6 stasiun transek permanen di P. Mapur, terlihat bahwa pada stasiun KRIL16 memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon dan kemerataan Pielou yang tertinggi, (Tabel 7). Ini menunjukkan bahwa karang batu yang dijumpai
di
KRIL16
selain
lebih
beragam,
juga
penyebaran jenisnya lebih merata. Walaupun begitu, dibandingkan dengan stasiun lainnya, ukuran koloni karang
batu
yang
dijumpai
pada
stasiun
KRIL16
umumnya lebih kecil. Hal ini bisa diamati dari jumlah individu (N) karang batu pada stasiun KRIL16 yang lebih banyak tetapi dengan persentase tutupan (%LC) yang lebih rendah.
CRITC-COREMAP Jakarta
86
Tabel 7. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e), Indeks kemerataan Pielou (J’) dan persentase tutupan (%LC) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
%LC
KRIL13
25
51
2,87
0,89
36,40
KRIL14
35
67
3,33
0,94
53,30
KRIL15
22
51
2,85
0,92
42,17
KRIL16
39
64
3,44
0,94
36,20
KRIL17
23
56
2,74
0,87
55,53
KRIL18
34
88
3,12
0,89
64,83
Nilai Similarity)
kemiripan yang
Bray-Curtis
dihitung
(Bray-Curtis
berdasarkan
jumlah
kehadiran (number of occurrence) dari masing-masing jenis karang batu di setiap stasiun transek permanen ditampilkan
pada
Tabel
8.
Kemudian
dengan
menggunakan metode rerata kelompok (group average), dilakukan analisa pengelompokan (cluster analysis) dengan
bantuan
program
PRIMER
diperoleh
dendrogram seperti pada Gambar 26. Dengan memilih tingkat kemiripan 50 %, terlihat bahwa tak satupun stasiun terlihat mengelompok dalam satu kelompok. Analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,01
juga
tidak
memperlihatkan
adanya
pengelompokan antar stasiun tersebut (Gambar 27). Ini menunjukkan
bahwa
masing-masing
stasiun
saling
berbeda ditinjau dari jumlah kehadiran dari masingmasing jenis karang batunya.
CRITC-COREMAP Jakarta
87
Tabel 8.
Stasiun
Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Mapur. KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18
KRIL13
-
KRIL14
25,42
-
KRIL15
7,84
38,98
-
KRIL16
17,39
25,95
33,04
-
KRIL17
42,99
29,27
16,82
20,00
KRIL18
23,02
27,10
21,58
21,05
30,56
-
Gambar 26. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta
88
Stress: 0.01 KRIL18
KRIL17
KRIL14 KRIL15
KRIL13
KRIL16
Gambar 27. MDS untuk stasiun transek permanen di Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian (Kepulauan Tambelan dan P. Mapur), berhasil dijumpai 243 jenis karang batu yang termasuk dalam 20 suku. Persentase tutupan karang batu dari hasil RRI di Kepulauan Tambelan (n=36 stasiun) dan P. Mapur (n=27 stasiun), diperoleh rerata karang batu untuk Kabupaten Kepulauan Riau (berdasarkan data dari 2 lokasi tersebut) sebesar 34,34%. Jika
dilakukan
analisa
pengelompokan
(cluster
analysis) menggunakan metode rerata kelompok (group average) berdasarkan nilai kemiripan Bray-Curtis terhadap jumlah individu karang batu yang dijumpai di seluruh
CRITC-COREMAP Jakarta
89
stasiun
transek
permanen
dengan
bantuan
program
PRIMER maka diperoleh dendrogram seperti pada Gambar 28. Sedangkan analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,15 ditampilkan pada Gambar 29. Dari kedua gambar tersebut, walaupun kurang begitu jelas terlihat,
pada
mengelompok
umumnya
stasiun-stasiun
berdasarkan
lokasinya,
yang
diamati
terutama
pada
beberapa stasiun yang berada di Kepulauan Tambelan.
Gambar
28.
CRITC-COREMAP Jakarta
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Taambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
90
Gambar
29.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu.
E. M EGA B ENTHOS Seperti yang diuraikan dalam metode penarikan sampel
dan
dimodifikasi)
analisa yang
data,
metode
dilakukan
Reef
pada
check
lokasi
(yang transek
permanen dalam penelitian ini mencatat hanya beberapa dari jenis mega benthos yang bernilai ekonomis penting ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai kondisi kesehatan terumbu karang. 1. Kepulauan Tambelan Dari hasil Reef check di Kepulauan Tambelan diperoleh bahwa kelimpahan Acanthaster planci, yang
CRITC-COREMAP Jakarta
91
merupakan hewan pemakan polip karang ditemukan dalam jumlah banyak, yaitu hanya 631 individu/ha. Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam
jumlah
individu/ha.
yang
sangat
Tingginya
berlimpah
kelimpahan
yaitu
CMR
9119
terutama
dijumpai pada Stasiun KRIL03, KRIL05 dan KRIL09. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah
banyak
kelimpahannya
yaitu di
3756
stasiun
individu/ha,
KRIL03
dimana
sangat
tinggi.
Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang sedikit, dimana untuk yang berukuran besar (panjang
>20
cm)
kelimpahannya
sebesar
89
individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm)
sebesar
101
individu/ha.
Pencil
sea
urchin
dijumpai dalam jumlah yang agak banyak dimana kelimpahannya pengamatan
sebesar
dilakukan,
393
individu/ha.
dijumpai
Selama
sedikit
tripang
(holothurian) baik yang berukuran besar (diameter >20) maupun yang berukuran kecil (diameter <20), dengan kelimpahan
berturut-turut
42
individu/ha
dan
83
individu/ha. Hasil reef check selengkapnya di masing-masing stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 30 dan
Lampiran
9.
Beberapa
jenis
mungkin
tidak
dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena luas
pengamatan
yang
dibatasi
(luasan
bidang
pengamatan = 140 m 2 /transek), sehingga tidak menutup kemungkinan
akan
dijumpai
pada
lokasi
di
luar
transek.
CRITC-COREMAP Jakarta
92
Gambar 30. Hasil reef check untuk mega benthos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
93
Hasil kelimpahan
analisa
cluster
mega
benthos
dan yang
MDS
berdasarkan
diamati
dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya memakai
nilai
kemiripan
Bray-Curtis
(Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 9) dengan metode rerata kelompok (group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 31 dan Gambar 32. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa dengan nilai kemiripan 50 %, terdapat 4 kelompok berdasarkan kelimpahan mega bentosnya, yaitu Kelompok I yang terdiri
dari
stasiun
KRIL02,
KRIL03,
KRIL05
dan
KRIL09; Kelompok II terdiri dari KRIL04, KRIL07, KRIL10 dan KRIL12; Kelompok III terdiri atas KRIL01 dan KRIL06; serta Kelompok IV terdiri atas KRIL08 dan KRIL11.
CRITC-COREMAP Jakarta
94
Tabel 9.
Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
STASIUN KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12 KRIL01
-
KRIL02
45,00
KRIL03
13,26
36,44
KRIL04
44,62
48,96
23,36
KRIL05
19,72
53,82
61,43
22,46
KRIL06
71,94
42,59
14,25
47,35
25,39
KRIL07
53,15
45,69
17,07
48,78
14,57
48,19
KRIL08
40,00
18,69
5,18
20,51
12,50
49,56
51,28
KRIL09
23,71
61,90
62,96
34,21
90,70
26,69
29,33
14,61
KRIL10
43,48
37,89
15,43
56,39
12,31
40,22
69,15
47,41
29,08
KRIL11
9,64
4,83
2,14
8,81
5,60
24,53
29,09
59,65
9,74
34,38
KRIL12
56,12
51,88
25,13
54,12
21,74
56,62
76,23
37,65
36,03
58,92
-
CRITC-COREMAP Jakarta
29,45
-
95
Gambar
31.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan kelimpahan mega benthos.
Gambar 32. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan berdasarkan kelimpahan mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta
96
2. P. Mapur Dari hasil Reef check di Kepulauan Tambelan tak
dijumpai
satu
pun
Acanthaster
planci,
yang
merupakan hewan pemakan polip karang. Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam jumlah yang sangat berlimpah yaitu 7702 individu/ha. Tingginya kelimpahan
CMR
terutama
dijumpai
pada
Stasiun
KRIL13 dan KRIL14. Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah sangat banyak yaitu 9500 individu/ha, walaupun
pada stasiun KRIL18, selama
pengamatan berlangsung di tidak dijumpai Bulu babi. Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang tak banyak, dimana untuk yang berukuran besar (panjang
>20
cm)
kelimpahannya
sebesar
274
individu/ha, dan yang berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 12 individu/ha. Pencil sea urchin dijumpai dalam jumlah yang agak banyak dimana kelimpahannya sebesar
1036
individu/ha.
Selama
pengamatan
dilakukan, tak dijumpai tripang (holothurian) baik yang berukuran
besar
(diameter
>20)
maupun
yang
berukuran kecil (diameter <20). Hasil reef check selengkapnya di masing-masing stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 33 dan
Lampiran
9.
Beberapa
jenis
mungkin
tidak
dijumpai pada saat pengamatan berlangsung karena luas
pengamatan
yang
dibatasi
(luasan
bidang
2
pengamatan = 140 m /transek), sehingga tidak menutup kemungkinan
akan
dijumpai
pada
lokasi
di
luar
transek.
CRITC-COREMAP Jakarta
97
Gambar 33. Hasil reef check untuk mega benthos y ang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur.
CRITC-COREMAP Jakarta
98
Hasil kelimpahan
analisa
cluster
mega
benthos
dan
MDS
yang
berdasarkan
diamati
dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya memakai
nilai
kemiripan
Bray-Curtis
(Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 10) dengan metode rerata kelompok (group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 34 dan Gambar 35. Tabel 10. Nilai kemiripan Bray -Curtis berdasarkan kelimpahan mega benthos pada stasiun transek permanen di P. Mapur. STASIUN KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18 KRIL13
-
KRIL14
90,83
-
KRIL15
52,77
48,68
-
KRIL16
23,78
21,69
55,32
-
KRIL17
79,73
83,72
55,00
26,45
-
KRIL18
10,00
9,49
27,72
59,41
13,73
-
Dari Gambar tersebut terlihat bahwa dengan nilai kemiripan
lebih
dari
50
%,
terdapat
dua
kelompok
berdasarkan jumlah kelimpahan mega benthosnya yaitu kelompok I yang terdiri dari stasiun KRIL13, KRIL14, KRIL15 dan KRIL17, serta kelompok II yang terdiri dari KRIL16 dan KRIL18.
CRITC-COREMAP Jakarta
99
Gambar
34.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
Gambar 35. MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta
100
Analisa
pengelompokan
(cluster
analysis)
menggunakan metode rerata kelompok (group average) berdasarkan
nilai
kemiripan
Bray-Curtis
terhadap
kelimpahan mega benthos di seluruh stasiun transek permanen memperoleh Sedangkan
di
Kepulauan dendrogram
analisa
MDS
Tambelan
dan
P.
seperti
pada
(Multi
Dimensial
Mapur
Gambar
36.
Scaling)
ditampilkan pada Gambar 37. Dari kedua gambar tersebut, terlihat kurang begitu jelas pengelompokan yang terjadi berdasarkan
lokasinya
(Kepulauan
Tambelan
dan
P.
Mapur), sehingga dapat dikatakan bahwa komposisi mega benthos yang diamati pada kedua lokasi tersebut tidak jauh berbeda. Hal ini bisa disebabkan letak geografis keduanya yang berada pada garis lintang yang berdekatan (Gambar 1) ataupun karena kualitas perairan di kedua lokasi tersebut tidak begitu berbeda.
Gambar 36. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta
101
Gambar
F. I KAN
37.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan kelimpahan mega benthos.
KARANG
1. Kepulauan Tambelan Dari 36 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang dengan metode RRI di Kepulauan Tambelan, ikan karang jenis Pomacentrus moluccensis merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI. Jenis ini berhasil dijumpai di 30 stasiun dari 36 stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati= 83,33 %). Kemudian diikuti oleh Lutjanus decussatus yang memiliki nilai
CRITC-COREMAP Jakarta
102
frekuensi
relatif
kehadiran
72,22%,
serta
Amblyglyphidodon curacao memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran yang sama yaitu 63,89 %. Lutjanus decussatus
merupakan
ikan
target,
yang
biasa
dikonsumsi. Chaetodon octofasciatus yang merupakan ikan
indikator
menempati
untuk
urutan
ke
kesehatan
terumbu
karang
4
frekuensi
relatif
dengan
kehadiran 58,33%. Terdapat 7 jenis ikan karang yang memiliki frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50% (Tabel 11).
Tabel 11. Jenis ikan karang y ang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran lebih dari 50% berdasarkan jumlah stasiun RRI y ang diamati dan dijumpai ikan karang (n=36 stasiun) di Kepulauan Tambelan. No. Jenis
Frekuensi relatif kehadiran (%)
1.
Pomacentrus moluccensis
83.33
2.
Lutjanus decussatus
72.22
3.
Amblyglyphidodon curacao
63.89
4.
Chaetodon octofasciatus
58.33
5.
Paraglyphidodon nigroris
58.33
6.
Abudefduf sexfasciatus
55.56
7.
Thalassoma lunare
52.78
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator
di
masing-masing
stasiun
RRI
ditampilkan pada Gambar 38.
CRITC-COREMAP Jakarta
103
Gambar 38. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di Kepulauan Tambelan.
CRITC-COREMAP Jakarta
104
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 12 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 155 jenis ikan karang yang termasuk dalam 21 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 29200 individu per hektarnya (Lampiran 10). Jenis Neopomacentrus sp. merupakan jenis ikan karang yang memiliki
kelimpahan
yang
tertinggi
dibandingkan
dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 3502 individu/ha-nya, kemudian diikuti oleh Caesio teres (3167
individu/ha)
dan
Chromis
viridis
(3150
individu/ha). Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ditampilkan dalam Tabel 12. Tabel 12. Sepuluh besar jenis ikan karang y ang memiliki kelimpahan y ang tertinggi di Kepulauan Tambelan. No.
Kelimpahan (jml individu/ha)
Jenis
1.
Neopomacentrus sp.
3502
2.
Caesio teres
3167
3.
Chromis viridis
3150
4.
Chromis ternatensis
2805
5.
Pomacentrus lepidogenys
1738
6.
Pomacentrus moluccensis
1581
7.
Archamia sp.
1214
8.
Amblyglyphidodon curacao
1086
9.
Pomacentrus alexanderae
1024
10.
Cirrhilabrus cyanopleura
714
Kelimpahan
beberapa
jenis
ikan
ekonomis
penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek
CRITC-COREMAP Jakarta
105
permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae)
yaitu
274
individu/ha,
ikan
kerapu
(termasuk dalam suku Serranidae) 112 individu/ha, ikan ekor kuning (termasuk dalam suku Caesionidae) yaitu 4371 individu/ha. Ikan
kepe-kepe
(Butterfly
fish;
suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 412 individu/ha. Sedangkan ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
masih
dijumpai
dengan
kelimpahan
7
individu/ha. tidak dijumpai. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku ditampilkan dalam Tabel 13. Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang yang
dijumpai
di
masing-masing
stasiun
transek
permanen dengan menggunakan metode UVC bisa dilihat
pada
Lampiran
10.
Hasil
UVC
juga
menunjukkan bahwa kelimpahan kelompok ikan major, ikan target, dan ikan indikator berturut-turut adalah 22910
individu/ha,
5879
individu/ha
dan
412
individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 56:14:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 71 individu ikan yang dijumpai
di
perairan
Kepulauan
Tambelan,
kemungkinan komposisinya terdiri dari 56 individu ikan major, 14 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen ditampilkan pada Gambar 39.
CRITC-COREMAP Jakarta
106
Tabel 13. Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku y ang dijumpai pada lokasi transek permanen di Kepulauan Tambelan.
NO.
SUKU
KELIMPAHAN (jml individu/ha)
1.
POMACENTRIDAE
18619
2.
CAESIONIDAE
4371
3.
LABRIDAE
2593
4.
APOGONIDAE
1626
5.
SCARIDAE
619
6.
CHAETODONTIDAE
412
7.
LUTJANIDAE
274
8.
POMACANTHIDAE
188
9.
SIGANIDAE
157
10.
SCOLOPSIDAE
145
11.
SERRANIDAE
112
12.
PSEUDOCHROMIDAE
29
13.
EPHIPPIDAE
12
14.
NEMIPTERIDAE
12
15.
ACANTHURIDAE
10
16.
BLENNIIDAE
5
17.
KYPHOSIDAE
5
18.
MONODACTYLIDAE
5
19.
CARANGIDAE
2
20.
HAEMULIDAE
2
21.
MURAENIDAE
2
CRITC-COREMAP Jakarta
107
Gambar 39.
CRITC-COREMAP Jakarta
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan.
108
Berdasarkan
hasil
perhitungan
nilai
indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan jenis Pielou (Tabel 14), terlihat bahwa untuk kedua nilai indeks tersebut, pada stasiun KRIL11 memiliki nilai yang tertinggi (H’=3,42 dan J’=0,84). Ini bisa diartikan bahwa selain keragaman jenis ikan karangnya tinggi, juga jumlah individunya terdistribusi lebih merata pada setiap jenis ikan karang dibandingkan dengan di stasiun lainnya. Sebaliknya pada stasiun KRIL07, walaupun dijumpai lebih banyak jenis ikan karang (72 jenis), tetapi karena ada jenis yang terlihat lebih
mendominasi
sehingga
nilai
indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan jenis Pielou rendah. Jenis yang terlihat dominan yaitu Neopomacentrus sp. dan Caesio teres. Sebelum
dilakukan
analisa
pengelompokan
(cluster analysis) dan MDS (Multi Dimensial Scaling), terlebih dahulu dihitung nilai kemiripan antar stasiun menggunakan nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan data jumlah individu ikan karang yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 15. Dari hasil analisa pengelompokan berdasarkan rerata kelompok (group average) (Gambar 40), terlihat bahwa stasiun-stasiun yang mengelompok dalam satu kelompok yaitu antara stasiun KRIL01 dan KRIL06, antara
stasiun
KRIL03
dan
KRIL09,
serta
antara
stasiun KRIL02, KRIL05 dan KRIL12 dengan nilai kemiripan lebih dari 50 % (pada Gambar 40 dibatasi
CRITC-COREMAP Jakarta
109
dengan garis warna biru). Sedangkan stasiun-stasiun lainnya
masing-masing
terpisah
sendiri.
Dengan
memilih nilai kemiripan diatas 40% (pada Gambar 40 dibatasi
dengan
garis
warna
merah),
terdapat
4
kelompok yaitu Kelompok I terdiri atas KRIL02, KRIL05, KRIL 11 dan KRIL12; Kelompok II terdiri atas KRIL01, KRIL03, KRIL04, KRIL06, KRIL09 dan KRIL10.
Sedangkan
KRIL07
dan
KRIl08
masing-
masing sebagai kelompok tersendiri yaitu Kelompok III dan Kelompok IV. Hasil analisa MDS (Gambar 41) juga memperlihatkan dengan jelas hasil pengelompokan yang terjadi antar stasiun penelitian di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang yang dijumpai dalam setiap transeknya. Tabel 14. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
KRIL01
40
1141
2,37
0,64
KRIL02
71
862
3,17
0,74
KRIL03
33
622
2,46
0,70
KRIL04
33
434
2,89
0,83
KRIL05
59
1076
2,94
0,72
KRIL06
37
1109
2,15
0,60
KRIL07
72
3416
2,10
0,49
KRIL08
56
1028
2,33
0,58
KRIL09
35
589
2,71
0,76
KRIL10
42
626
2,35
0,63
KRIL11
58
379
3,42
0,84
KRIL12
76
982
3,15
0,73
CRITC-COREMAP Jakarta
110
Tabel 15. Nilai indeks kemiripan Bray -Curtis pada stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan untuk data kelimpahan ikan karang. STASIUN KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12 KRIL01
-
KRIL02
23,86
-
KRIL03
56,04
35,98
-
KRIL04
44,06
27,78
46,59
-
KRIL05
23,55
52,01
27,92
25,96
-
KRIL06
59,29
21,11
52,92
40,83
20,50
-
KRIL07
11,85
29,36
13,67
10,86
20,12
12,82
-
KRIL08
16,04
41,80
26,18
26,40
36,12
20,40
20,57
-
KRIL09
42,43
39,15
68,87
49,66
31,35
47,82
15,13
28,70
-
KRIL10
43,24
32,80
48,08
43,96
25,73
53,26
11,08
22,61
51,69
-
KRIL11
24,74
41,74
31,77
43,54
36,56
22,18
14,02
32,41
38,84
41,19
-
KRIL12
24,12
57,59
31,67
32,20
52,09
23,53
27,79
41,09
37,30
30,47
42,62
CRITC-COREMAP Jakarta
-
111
Gambar
40.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun trasnek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang.
Gambar
41.
MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan berdasarkan jumlah individu ikan karang.
CRITC-COREMAP Jakarta
112
2. P. Mapur Dari 27 stasiun yang dilakukan pengamatan ikan karang dengan metode RRI, terdapat 7 stasiun tidak dijumpai ikan karang sama sekali yaitu di stasiun KRIR38, KRIR39, KRIR43, KRIR44, KRIR46, KRIR59 dan KRIR60. Dari 20 stasiun yang dijumpai ikan karang tersebut, ikan karang jenis Pomacentrus bankanensis merupakan jenis yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI. Jenis ini berhasil dijumpai di 13 stasiun dari 20 stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati= 65,00 %). Kemudian diikuti oleh Choerodon anchorago, yang merupakan
salah
satu
ikan
target
memiliki
nilai
frekuensi relatif kehadiran 55,00%. Jenis Halichoeres melanurus menempati urutan ke 3 dengan frekuensi relatif kehadiran 50,00%. Untuk ikan jenis lainnya memiliki frekuensi relatif kehadiran kurang dari 50%. Sepuluh
besar
ikan
karang
yang
memiliki
nilai
frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang (n=20 stasiun) di P. Mapur ditampilkan pada Tabel 16.
CRITC-COREMAP Jakarta
113
Tabel 16. Sepuluh besar ikan karang y ang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun RRI y ang diamati dan dijumpai ikan karang (n=20 stasiun) di P. Mapur. No. Jenis
Frekuensi relatif kehadiran (%)
1.
Pomacentrus bankanensis
65,00
2.
Choerodon anchorago
55,00
3.
Halichoeres melanurus
50,00
4.
Abudefduf sexfasciatus
45,00
5.
Abudefduf septemfasciatus
40,00
6.
Amblyglyphidodon curacao
40,00
7.
Thalassoma lunare
40,00
8.
Paraglyphidodon melas
35,00
9.
Pomacentrus moluccensis
35,00
10.
Scarus ghobban
35,00
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator
di
masing-masing
stasiun
RRI
ditampilkan pada Gambar 42. Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 6 stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 103 jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 15229 individu per hektarnya (Lampiran 10). Jenis Apogon quenquelineatus merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 1562 individu/ha-nya, kemudian diikuti oleh Pomacentrus alexanderae
(1467
individu/ha)
dan
Pomacentrus
moluccensis (1267 individu/ha). Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ditampilkan dalam Tabel 17.
CRITC-COREMAP Jakarta
114
Gambar 42. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
CRITC-COREMAP Jakarta
115
Tabel 17. Sepuluh besar jenis ikan karang y ang memiliki kelimpahan y ang tertinggi di P. Mapur. No.
Kelimpahan
Jenis
(jml individu/ha)
1.
Apogon quenquelineatus
1562
2.
Pomacentrus alexanderae
1467
3.
Pomacentrus moluccensis
1267
4.
Apogon aureus
1143
5.
Chromis viridis
881
6.
Amblyglyphidodon curacao
843
7.
Pomacentrus bankanensis
776
8.
Chromis alpha
762
9.
Caesio teres
619
10.
Paraglyphidodon nigroris
452
Kelimpahan
beberapa
jenis
ikan
ekonomis
penting yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae)
yaitu
95
individu/ha,
ikan
kerapu
(termasuk dalam suku Serranidae) 81 individu/ha, ikan ekor kuning (termasuk dalam suku Caesionidae) yaitu 786 individu/ha. Ikan
kepe-kepe
(Butterfly
fish;
suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 543 individu/ha. Sedangkan ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
tidak
dijumpai
selama
pengamatan
berlangsung. Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku ditampilkan dalam Tabel 18.
CRITC-COREMAP Jakarta
116
Tabel 18. Kelimpahan ikan karang untuk masingmasing suku y ang dijumpai pada lokasi transek permanen di P. Mapur.
NO.
KELIMPAHAN
SUKU
(jml individu/ha)
1.
POMACENTRIDAE
8495
2.
APOGONIDAE
2986
3.
LABRIDAE
1400
4.
CAESIONIDAE
786
5.
CHAETODONTIDAE
543
6.
HAEMULIDAE
290
7.
SCOLOPSIDAE
176
8.
SCARIDAE
148
9.
LUTJANIDAE
95
10.
POMACANTHIDAE
86
11.
SERRANIDAE
81
12.
SIGANIDAE
57
13.
HOLOCENTRIDAE
38
14.
CENTRISCIDAE
19
15.
NEMIPTERIDAE
19
16.
MURAENIDAE
5
17.
SAURIDAE
5
Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang yang
dijumpai
di
masing-masing
stasiun
transek
permanen dengan menggunakan metode UVC bisa dilihat
pada
Lampiran
10.
Hasil
UVC
juga
menunjukkan bahwa kelimpahan kelompok ikan major,
CRITC-COREMAP Jakarta
117
ikan target, dan ikan indikator berturut-turut adalah 12957
individu/ha,
1729
individu/ha
dan
543
individu/ha, sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 24:3:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 28 individu ikan yang dijumpai di perairan P. Mapur, kemungkinan komposisinya terdiri dari 24 individu ikan major, 3 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masingmasing stasiun transek permanen ditampilkan pada Gambar 43. Berdasarkan
hasil
perhitungan
nilai
indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan jenis Pielou (Tabel 19), terlihat bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon pada stasiun KRIL18 memiliki nilai yang tertinggi (H’=3,06), tetapi nilai nilai kemerataan jenis Pielounya (J’=0,74) lebih rendah dibandingkan dengan stasiun KRIL17 (J’=0,82) yang memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon yang
rendah
(H’=2,49).
Ini
bisa
diartikan
bahwa
walaupun pada stasiun KRIL17 ikan karangnya kurang beragam,
tapi
kemerataan
jumlah
individu
untuk
masing-masing jenis ikan karangnya lebih seragam dibandingkan
stasiun
KRIL18
yang
lebih
banyak
dijumpai jenis ikan karangnya.
CRITC-COREMAP Jakarta
118
Gambar 43.
CRITC-COREMAP Jakarta
Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator pada masing-masing stasiun transek permanen di P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau.
119
Tabel 19. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) y ang dihitung menggunakan ln (=log e) dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Mapur dengan metode LIT. Stasiun
S
N
H’
J’
KRIL13
32
479
2.66
0.77
KRIL14
37
445
2.83
0.78
KRIL15
27
203
2.56
0.78
KRIL16
42
936
2.40
0.64
KRIL17
21
332
2.49
0.82
KRIL18
61
803
3.06
0.74
Sebelum
dilakukan
analisa
pengelompokan
(cluster analysis) dan MDS (Multi Dimensial Scaling), terlebih dahulu dihitung nilai kemiripan antar stasiun menggunakan nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan data jumlah individu ikan karang yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 20.
Tabel 12. Nilai indeks kemiripan Bray -Curtis pada stasiun transek permanen di P. Mapur untuk data kelimpahan ikan karang. STASIUN KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18 KRIL13
-
KRIL14
47.62
-
KRIL15
18.48
18.83
-
KRIL16
26.86
24.19
16.86
-
KRIL17
60.67
42.21
17.20
27.60
-
KRIL18
35.88
34.78
24.25
30.59
34.01
CRITC-COREMAP
-
120
Dari hasil analisa pengelompokan berdasarkan rerata kelompok (group average) (Gambar 44), terlihat bahwa
hanya
mengelompok
stasiun dalam
KRIL13 satu
dan
kelompok
KRIL17
yang
dengan
nilai
kemiripan lebih dari 50 % (pada Gambar 44 dibatasi dengan garis warna biru). Sedangkan stasiun-stasiun lainnya
masing-masing
terpisah
sendiri.
Dengan
memilih nilai kemiripan diatas 40%, stasiun KRIL14 mengelompok dengan stasiun KRIL13 dan KRIL17 (pada Gambar 44 dibatasi dengan garis warna merah). Hasil analisa MDS (Gambar 45) juga memperlihatkan dengan jelas hasil pengelompokan yang terjadi antar stasiun penelitian di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang yang dijumpai dalam setiap transeknya.
Gambar
CRITC-COREMAP
44.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang.
121
Gambar 45. MDS untuk stasiun transek permanen di P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang.
Secara
keseluruhan,
berdasarkan
hasil
yang
diperoleh baik dari Kepulauan Tambelan maupun P. Mapur, dari hasil Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 18 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 182 jenis ikan karang yang termasuk dalam 24 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 24543 individu per hektarnya. Jenis Chromis viridis merupakan jenis
ikan
karang
yang
memiliki
kelimpahan
yang
tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebesar 2394 individu/ha-nya. Kelimpahan kelompok ikan major, ikan target, dan ikan indikator berturut-turut adalah 19592 individu/ha, 4495
individu/ha
dan
456
individu/ha,
sehingga
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah 43:10:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 54 individu ikan yang dijumpai di perairan Kepulauan
CRITC-COREMAP
122
Riau (Kepulauan Tambelan dan P. Mapur), kemungkinan komposisinya terdiri dari 43 individu ikan major, 10 individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Dengan
bantuan
program
PRIMER,
analisa
pengelompokan (cluster analysis) menggunakan metode rerata
kelompok
(group
average)
berdasarkan
nilai
kemiripan Bray-Curtis terhadap jumlah individu ikan karang yang dijumpai di seluruh stasiun transek permanen baik
di
Kepulauan
memperoleh
Tambelan
dendrogram
seperti
maupun
P.
Mapur
pada
Gambar
46.
Sedangkan analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai Stress=0,11 ditampilkan pada Gambar 47. Dari kedua gambar tersebut, walaupun kurang begitu jelas terlihat, pada umumnya stasiun-stasiun yang diamati mengelompok berdasarkan lokasinya.
Gambar
CRITC-COREMAP
46.
Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan jumlah individu ikan karang.
123
Gambar 47. MDS untuk stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur berdasarkan berdasarkan jumlah individu ikan karang.
CRITC-COREMAP
124
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. K ESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Karakteritik massa air di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur sangat dipengaruhi oleh pemanasan matahari disamping oleh pengaruh massa air dari daratan. Massa air dengan salinitas yang tinggi tidak ditemukan diperairan ini. Pola arus yang berkembang di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur tergantung pada pola umum dan sistem arus yang berkembang di Laut Natuna dan Laut Cina Selatan kemudian dibelokkan oleh masingmasing pulau sesuai dengan kondisi topografi dan lokasi perairannya. Ditinjau dari kadar zat hara, kondisi perairan di Kepulauan
Tambelan
dan
P.
Mapur
masih
dikategorikan baik untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. Tingginya kadar fosfat pada bagian permukaan perairan dibandingkan bagian dasarnya diduga kuat karena adanya sumbangan dari daratan. Kadar Silikat yang lebih tinggi di bagian dasar perairan membuktikan bahwa kadar silikat dari semua daerah
CRITC-COREMAP
125
yang diteliti sumber utamanya berasal dari sedimentasi di bagian dasar perairan. Secara keseluruhan di Kepulauan Tambelan di dapatkan 25 jenis mangrove yang didominasi oleh Rhizophora stylosa (untuk kategori anak pohon) dan Sonneratia alba (untuk kategori pohon). Sedangkan di P. Mapur didapatkan 14 jenis mangrove yang didominasi oleh Rhizophora mucronata, baik untuk kategori anak pohon maupun pohon. Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil dijumpai 243 jenis yang termasuk dalam 20 suku karang
batu
di
Kabupaten
Kepulauan
Riau
yang
meliputi Kepulauan Tambelan (181 jenis; 18 suku)) dan P. Mapur (175 jenis; 19 suku). Ditinjau dari persentase tutupan karang hidupnya, secara umum terumbu karang di perairan Kepulauan Riau dapat dikategorikan “cukup” dimana persentase tutupan karang hidupnya hanya sebesar 47,39% saja. Sedangkan di P. Mapur dikategorikan “kurang” dimana persentase tutupan karang hidupnya sebesar 16,93%. Walaupun kadar zat hara di perairan sekitar Kepulauan Tambelan dan P. Mapur masih dibawah nilai ambang batas maksimum yang dianjurkan KLH untuk biota laut, tapi tanda-tanda adanya pencemaran di perairan ini bisa terlihat dari tingginya kelimpahan beberapa mega benthos yang umum dijumpai pada daerah yang tercemar perairannya.
CRITC-COREMAP
126
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 12 Stasiun transek permanen di Kepulauan Tambelan menjumpai
sebanyak
155
jenis
ikan
karang
yang
termasuk dalam 21 suku, sedangkan yang dilakukan di 6
stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 103
jenis ikan karang yang termasuk dalam 17 suku. Sehingga dari total 18 stasiun transek permanen yang dilakukan di kedua lokasi tersebut dijumpai sebanyak 182 jenis ikan karang yang termasuk dalam 24 suku. Kelimpahan ikan karang yang memiliki nilai ekonomis penting relatif rendah di perairan ini.
B. SARAN Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi perairan
di
Kabupaten
Kepulauan
Riau
secara
keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya
pada
Kabupaten
beberapa Kepulauan
kawasan Riau
yang
yaitu
di
berada
di
Kepulauan
Tambelan dan P. Mapur. Secara umum, kualitas perairan di lokasi penelitian ini dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini
CRITC-COREMAP
127
perlu
dipertahankan
bahkan
jika
mungkin,
lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan terumbu
karang
dan
biota
lainnya.
Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang ada tetap terjaga dan lestari. Dengan meningkatnya kegiatan di darat di Kabupaten Kepulauan terhadap
Riau, ekosistem
pasti di
akan
membawa
perairan
ini,
pengaruh
baik
secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara
lestari.
Selain
itu,
data
hasil
pemantauan
tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP
128
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 51 tahun 2004 Tentang Baku mutu Air Laut Cox, G.W.
1967.
Laboratory manual of General Ecology.
M.W.C. Brown Company, Minneapolis, Minnesota. English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second edition. Australian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p. Heemstra, P.C and Randall, J.E., 1993.
FAO Species
Catalogue. Vol. 16. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephelidae). Kuiter, R. H., 1992. Pacific,
Tropical Reef-Fishes of the Western
Indonesia
and
Adjacent
Waters.
PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Lieske E. & R. Myers,
1994.
Reef Fishes of the World.
Periplus Edition, Singapore. 400p. Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling
accuracy
of
reef
resource
inventory
technique. Coral Reefs: 1-17.
CRITC-COREMAP
129
Matsuda, A.K.; Amoka, C.; Uyeno, T. and Yoshiro, T., 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago.
Tokai
University Press. Nybakken,
J. W
1988.
Biologi Laut, Suatu Pendekatan
Ekologi. Alih bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia Jakarta : 459 hal. Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversity in different types of biological collections. J. Theoret. Biol. 13: 131-144. Randall, J.E and Heemstra, P.C. 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision
of
Indo-Pacific
Grouper
(Perciformes:
Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New Species. Raymont, J.E.G. 1963. Plankton and Productivity in the Oceans. Pergamon Press. Oxford : 660 pp. Shannon,
C.E.
1948.
A
mathematical
theory
of
communication. Bell System Tech. J. 27: 379-423, 623-656. Tijssen, S.B., M. Mulder and F.J. Wetsteyn 1990. Production and consumption rates of oxygen, and vertical oxygen structure in the upper 300 m in the eastern Banda Sea during and after the upwelling season, August
1984
and
February/March
1985.
Proc.
Snellius-II Symp., Neth. J. Sea Res. 25: 485-499.
CRITC-COREMAP
130
U.S. Navy Hydrographic Office 1958. Instruction manual for oceanography
observation.
H.
O.
Publ.
607,
Washington, D.C. Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine communities: an approach to stasistical analysis and interpretation, 2 n d edition. PRIMER-E:Plymouth. Zar, J. H., 1996. Biostatistical Analysis. Second edition. Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey: 662 p.
CRITC-COREMAP
131
LAMPIRAN Lampiran 1.a.
Posisi stasiun penelitian untuk temperatur, salinitas dan densitas air laut serta lintasan untuk pengukuran parameter kecepatan dan arah arus air laut di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Lokasi
Kepulauan Tambelan
Stasiun
Posisi Longitude (BT) o
Latitude (LU)
0 1 2 3
107 34,577’ 107o 35,557’ 107o 36,299’ 107o 35,323’
0o 57,898’ 0o 59,112’ 1o 00,136’ 1o 01,022’
4 5 6 7 8 9 10
107o 34,177’ 107o 32,861’ 107o 31,755’ 107o 31,906’ 107o 31,717’ 107o 32,151’ 107o 32,440’
1o 01,282’ 1o 01,586’ 1o 01,228’ 1o 00,872’ 0o 59,854’ 0o 58,796’ 0o 58,371’
11 12 13 14 15 16 17
107o 32,815’ 107o 33,441’ 107o 33,583’ 107o 32,971’ 107o 34,782’ 107o 31,112’ 107o 30,063’
0o 58,396’ 0o 58,722’ 0o 58,754’ 0o 57,608’ 0o 58,602’ 0o 56,888’ 0o 57,112’
18 19 20 21 22 23 24
107o 29,713’ 107o 30,111’ 107o 30,552’ 107o 29,656’ 107o 28,837’ 107o 27,648’ 107o 26,472’
0o 56,240’ 0o 55,458’ 0o 56,358’ 0o 58,050’ 0o 58,091’ 0o 58,611’ 0o 58,384’
25 26
107o 25,795’ 107o 25,222’
0o 58,707’ 0o 57,969’
bersambung
CRITC-COREMAP
132
Sambungan Lampiran 1.b. Lokasi
Kepulauan Tambelan
P. Mapur
CRITC-COREMAP
Stasiun
Posisi Longitude (BT) o
Latitude (LU)
27
107 25,702’
0o 57,112’
28 29 30 31 34 35 36
107o 26,574’ 107o 27,650’ 107o 28,702’ 107o 31,258’ 107o 29,379’ 107o 30,545’ 107o 30,958’
0o 55,718’ 0o 55,297’ 0o 56,108’ 1o 02,980’ 1o 02,714’ 1o 02,233’ 1o 01,612’
3 9 10 11
104o 49,354’ 104o 46,785’ 104o 46,931’ 104o 47,735’
1o 01,144’ 1o 00,793’ 1o 00,101’ 1o 00,005’
13 16 17 18 19 21 22
104o 47,792’ 104o 46,925’ 104o 47,493’ 104o 47,638’ 104o 47,962’ 104o 48,339’ 104o 48,727’
0o 59,615’ 0o 59,867’ 0o 59,319’ 0o 58,937’ 0o 58,457’ 0o 58,015’ 0o 57,596’
23 24 25 27 28 29 30
104o 49,299’ 104o 50,041’ 104o 50,561’ 104o 51,495’ 104o 51,441’ 104o 50,89’ 104o 51,137’
0o 57,110’ 0o 57,104’ 0o 57,608’ 0o 58,834’ 0o 59,304’ 0o 59,698’ 1o 00,504’
31 32 33 34 35 37 38
104o 50,723’ 104o 50,254’ 104o 49,700’ 104o 50,969’ 104o 51,331’ 104o 55,046’ 104o 55,513’
1o 01,175’ 1o 01,245’ 1o 01,203’ 0o 57,615’ 0o 57,439’ 0o 56,056’ 0o 55,594’
39
104o 55,690’
0o 56,016’
133
Lampiran 1.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (O 2 ), kadar fosfat (PO 4 ), nitrat (NO 3 ), nitrit (NO 2 ), dan silikat (SiO 3 ) di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. Lokasi
Kepulauan Tambelan
Stasiun
Posisi Longitude (BT) Latitude (LU)
1
107o 35,56’
0o 59,12’
2
107o 36,30’
1o 00,14’
3
107o 35,32’
1o 01,02’
4
107o 34,18’
1o 01,28’
5
107o 32,86’
1o 01,59’
6
107o 31,76’
1o 01,23’
7
107o 31,91’
1o 00,87’
8
107o 31,72’
0o 59,85’
9
107o 32,15’
0o 58,80’
10
107o 32,44’
0o 58,37’
11
107o 32,82’
0o 58,40’
12
107o 33,44’
0o 58,72’
13
107o 33,58’
0o 58,75’
14
107o 32,97’
0o 58,61’
15
107o 34,78’
0o 58,60’
16
107o 31,11’
0o 56,89’
17
107o 30,06’
0o 57,11’
18
107o 29,71’
0o 56,24’
19
107o 30,11’
0o 55,46’
20
107o 30,55’
0o 56,36’
21
107o 29,66’
0o 58,05’
22
107o 28,84’
0o 58,09’
23
107o 27,65’
0o 58,61’
24
107o 26,47’
0o 58,38’
25
107o 25,80’
0o 58,71’
26
107o 25,22’
0o 57,97’
bersambung
CRITC-COREMAP
134
Sambungan Lampiran 1.b. Lokasi
Kepulauan Tambelan
P. Mapur
CRITC-COREMAP
Stasiun
Posisi Longitude (BT) Latitude (LU)
28
107o 26,57’
0o 55,78’
29
107o 27,65’
0o 55,30’
30
107o 28,70’
0o 56,11’
31
107o 31,26’
0o 62,98’
34
107o 29,38’
0o 62,71’
35
107o 30,54’
0o 62,23’
36
107o 30,96’
0o 61,61’
6
104o 49,35’
0o 61,14’
8
104o 46,79’
0o 60,79’
10
104o 46,93’
0o 60,10’
11
104o 47,73’
0o 60,00’
13
104o 47,79’
0o 59,01’
16
104o 46,92’
0o 59,87’
17
104o 47,49’
0o 59,32’
18
104o 47,64’
0o 58,94’
19
104o 47,96’
0o 58,46’
21
104o 48,34’
0o 58,02’
22
104o 48,73’
0o 57,60’
23
104o 49,30’
0o 57,11’
24
104o 50,04’
0o 57,09’
25
104o 50,56’
0o 57,61’
27
104o 51,49’
0o 58,83’
28
104o 51,44’
0o 59,30’
29
104o 50,89’
0o 59,70’
30
104o 51,14’
0o 60,50’
31
104o 50,72’
0o 61,17’
32
104o 50,25’
0o 61,25’
33
104o 49,70’
0o 61,20’
34
104o 50,97’
0o 57,62’
35
104o 51,33’
0o 57,94’
37
104o 55,05’
0o 56,06’
38
104o 55,51’
0o 55,59’
39
104o 55,69’
0o 56,02’
135
Lampiran 1.c. Posisi stasiun penelitian mangrove di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. Lokasi
Stasiun
Posisi Longitude (BT) Latitude (LU)
P. Betunda Selatan
1
107o 31,39’
0o 59,30’
P. Kera
2
107o 32,09’
0o 59,15’
3
107o 32,08’
0o 59,51’
4
107o 32,18’
0o 59,17’
5
107o 32,48’
0o 58,53’
P. Bedua Selatan
6
107o 30,10’
0o 56,12’
P. Selentang
7
107o 28,37’
0o 57,04’
Teluk Lancang
8
107o 34,32’
1o 00,18’
9
104o 50,20’
0o 57,43’
10
104o 49,33’
0o 58,19’
11
104o 48,04’
0o 59,10’
P. Tambelan
P. Mapur
CRITC-COREMAP
136
Lampiran 1.d. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. Lokasi
Kepulauan Tambelan
Stasiun
Posisi Longitude (BT) Latitude (LU)
KRIR1
107o 35,59’
0o 59,13’
KRIR2
107o 35,63’
1o 00,14’
KRIR3
107o 35,03’
1o 00,71’
KRIR4
107o 34,26’
1o 01,25’
KRIR5
107o 32,79’
1o 01,37’
KRIR6
107o 31,38’
1o 01,49’
KRIR7
107o 31,94’
1o 01,02’
KRIR8
107o 31,67’
1o 00,01’
KRIR9
107o 31,65’
0o 59,39’
KRIR10
107o 32,48’
0o 59,03’
KRIR11
107o 32,62’
0o 58,22’
KRIR12
107o 33,44’
0o 59,00’
KRIR13
107o 33,69’
0o 58,89’
KRIR14
107o 32,94’
0o 57,52’
KRIR15
107o 34,81’
0o 58,59’
KRIR16
107o 31,20’
0o 56,90’
KRIR17
107o 30,21’
0o 57,21’
KRIR18
107o 29,69’
0o 56,45’
KRIR19
107o 30,10’
0o 55,45’
KRIR20
107o 30,45’
0o 56,27’
KRIR21
107o 29,66’
0o 58,08’
KRIR22
107o 28,83’
0o 58,05’
KRIR23
107o 27,68’
0o 58,58’
KRIR24
107o 26,45’
0o 58,39’
KRIR25
107o 25,76’
0o 58,71’
KRIR26
107o 24,86’
0o 58,77’
KRIR27
107o 24,94’
0o 58,11’
KRIR28
107o 25,74’
0o 57,09’
KRIR29
107o 26,47’
0o 55,81’
bersambung
CRITC-COREMAP
137
Sambungan Lampiran 1.b. Lokasi
Kepulauan Tambelan
P. Mapur
CRITC-COREMAP
Stasiun
Posisi Longitude (BT) Latitude (LU)
KRIR30
107o 27,53’
0o 55,22’
KRIR31
107o 28,68’
0o 56,19’
KRIR32
107o 29,97’
1o 03,02’
KRIR33
107o 29,29’
1o 03,36’
KRIR34
107o 29,38’
1o 02,71’
KRIR35
107o 30,47’
1o 02,19’
KRIR36
107o 30,89’
1o 01,51’
KRIR37
104o 49,30’
1o 01,44’
KRIR38
104o 49,14’
1o 01,48’
KRIR39
104o 48,66’
1o 01,53’
KRIR40
104o 46,94’
1o 01,36’
KRIR41
104o 46,90’
1o 00,77’
KRIR42
104o 46,85’
1o 00,28’
KRIR43
104o 47,73’
1o 00,05’
KRIR44
104o 48,23’
1o 00,01’
KRIR45
104o 47,82’
0o 59,70’
KRIR46
104o 47,51’
0o 59,90’
KRIR47
104o 46,98’
0o 59,80’
KRIR48
104o 46,92’
0o 59,35’
KRIR49
104o 47,45’
0o 59,31’
KRIR50
104o 47,66’
0o 58,99’
KRIR51
104o 47,93’
0o 58,53’
KRIR52
104o 48,32’
0o 58,05’
KRIR53
104o 48,80’
0o 57,55’
KRIR54
104o 49,36’
0o 57,14’
KRIR55
104o 50,06’
0o 57,12’
KRIR56
104o 50,57’
0o 57,55’
KRIR57
104o 50,87’
0o 58,20’
KRIR58
104o 51,17’
0o 58,45’
KRIR59
104o 50,20’
1o 00,89’
KRIR60
104o 49,84’
1o 00,91’
KRIR61
104o 50,98’
0o 57,64’
KRIR62
104o 55,13’
0o 56,04’
KRIR63
104o 55,50’
0o 55,60’
138
Lampiran 1.d. Posisi stasiun penelitian untuk karang, mega benthos dan ikan karang pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Lokasi
Kepulauan Tambelan
P. Mapur
CRITC-COREMAP
Posisi
Stasiun
Longitude (BT)
Latitude (LU)
KRIL01
107o 34,24
1o 01,25
KRIL02
107o 31,67
0o 59,97
KRIL03
107o 32,92
0o 57,51
KRIL04
107o 34,93
0o 58,43
KRIL05
107o 30,23
0o 57,22
KRIL06
107o 30,09
0o 55,43
KRIL07
107o 28,85
0o 58,09
KRIL08
107o 26,45
0o 58,39
KRIL09
107o 25,73
0o 57,10
KRIL10
107o 27,53
0o 55,22
KRIL11
107o 29,30
1o 03,35
KRIL12
107o 30,50
1o 02,21
KRIL13
104o 46,94
1o 01,32
KRIL14
104o 47,66
0o 58,99
KRIL15
104o 49,34
0o 57,15
KRIL16
104o 51,06
0o 58,39
KRIL17
104o 49,87
1o 00,94
KRIL18
104o 55,40
0o 55,66
139
Lampiran 2.a.
Luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan * ) dan P. Mapur * ) Luas (km2)
Jenis Tutupan Mangrove Terumbu karang Fringing reef Patch reef Shoal Keterangan :
CRITC-COREMAP
Kepulauan Tambelan **)
P. Mapur ***)
3,5448
1,3605
31,2618
18,1126
25,5860
15,1943
-
2,0320
5,6758
0,3605
*) daerah cakupan tergambar pada peta Lampiran 2b. **) tingkat ketelitian 89%. ***) tingkat ketelitian 94%.
140
Lampiran 2.b. Peta daerah cakupan untuk perhitungan luas mangrove dan terumbu karang di lokasi penelitian di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. (i). Kepulauan Tambelan
(ii). P. Mapur
CRITC-COREMAP
141
Lampiran
3.a.
Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut permukaan di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarny a, Kabupaten Kepulauan Riau. Kep. Tambelan
Statistik
P. Mapur dan sekitarnya
Temperatur Salinitas Densitas Temperatur Salinitas Densitas (°C)
(PSU)
(kg/m3)
(°C)
(PSU)
(kg/m3)
Jumlah data
35
35
35
26
26
26
Minimum
29,16
32,04
1019,77
28,93
31,82
1019,56
Maximum
30,26
33,41
1020,63
29,78
32,27
1019,85
Kisaran
1,10
1,37
0,86
0,85
0,44
0,28
Rerata
29,60
33,06
1020,41
29,50
32,08
1019,71
Lampiran
3.b.
Hasil pengukuran temperatur, salinitas, dan densitas massa air laut untuk seluruh kolom air, mulai dari permukaan hingga dekat dasar, di perairan Kepulauan Tambelan serta P. Mapur dan sekitarny a, Kabupaten Kepulauan Riau. Kep. Tambelan
Statistik
P. Mapur dan sekitarnya
Temperatur Salinitas Densitas Temperatur Salinitas Densitas (°C)
(PSU)
(kg/m3)
(°C)
(PSU)
(kg/m3)
705
705
705
483
483
483
Minimum
28,92
32,00
1019,77
28,92
31,66
1019,42
Maximum
30,67
33,41
1020,70
29,78
32,32
1019,90
Kisaran
1,75
1,41
0,94
0,86
0,66
0,49
Rerata
29,58
33,16
1020,52
29,51
32,12
1019,76
Jumlah data
CRITC-COREMAP
142
Lampiran 4.a. Hasil dan analisa zat hara di perairan Kepulauan Tambelan dan sekitarny a. P a r a m e t e r No. Stn.
Kedalaman (m)
1
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
P
8,37
4,41
4,96
0,84
0,12
5,33
P
8,21
3,85
5,00
0,94
0,22
4,38
D
8,40
3,82
1,11
0,86
0,14
4,48
P
8,34
3,80
5,71
0,81
0,10
3,62
D
8,45
3,73
0,35
0,85
0,12
4,19
P
8,28
3,76
7,39
0,90
0,27
3,90
D
8,40
3,73
0,53
0,98
0,29
4,10
P
8,33
3,74
7,97
0,90
0,22
4,00
P
8,30
4,36
2,66
0,94
0,22
4,38
D
8,44
3,89
0,35
0,90
0,22
4,86
P
8,31
3,74
5,31
0,88
0,16
4,95
P
8,30
3,8
4,16
0,94
0,22
3,71
D
8,38
3,75
0,49
0,79
0,22
4,48
9
P
8,38
3,60
5,40
0,96
0,24
5,24
10
P
8,38
3,74
4,25
0,96
0,24
4,95
P
8,24
3,63
5,62
0,92
0,20
4,10
D
8,33
3,60
0,49
0,94
0,20
4,19
P
8,17
3,41
5,31
0,84
0,20
4,57
D
8,30
3,31
1,42
0,92
0,12
5,33
P
8,19
3,53
4,20
0,85
0,14
4,10
D
8,34
3,10
1,06
0,92
0,20
4,86
P
8,26
3,91
5,49
0,92
0,20
3,14
D
8,33
3,75
1,52
0,94
0,22
4,76
15
P
8,32
3,70
5,04
0,86
0,14
3,90
16
P
8,38
3,68
4,20
0,77
0,06
4,75
17
P
8,36
4,06
5,49
0,75
0,04
8,38
18
P
8,45
4,08
2,70
0,77
0,06
4,57
19
P
8,38
3,79
5,44
0,81
0,08
5,43
2 3 4 5 6 7 8
11 12 13 14
bersambung
CRITC-COREMAP
143
Sambungan Lampiran 4.a. P a r a m e t e r No. Stn.
Kedalaman (m)
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
P
8,41
3,86
4,82
0,81
0,10
3,24
D
8,50
3,76
0,8
0,79
0,08
5,62
P
8,50
4,11
3,81
0,75
0,04
4,48
P
8,18
3,83
0,35
0,86
0,06
5,05
D
8,29
3,79
1,01
0,77
0,04
6,19
P
8,22
3,86
1,15
0,88
0,04
4,48
D
8,33
3,79
0,49
0,88
0,16
4,57
P
8,09
3,36
2,47
0,84
0,06
4,29
D
8,27
2,98
0,57
0,73
0,08
4,76
P
8,23
3,74
0,18
0,77
0,06
4,67
D
8,33
3,72
0,22
0,79
0,06
5,43
26
P
8,21
3,47
2,71
0,77
0,06
3,72
27
P
8,24
3,86
2,38
0,79
0,08
7,62
28
P
8,12
3,85
4,72
0,75
0,04
4,19
P
8,07
3,52
1,63
0,81
0,10
4,29
D
8,21
3,37
0,57
0,75
0,04
5,81
P
8,38
3,72
9,69
0,77
0,06
4,86
P
8,36
3,69
1,42
0,79
0,08
3,24
D
8,46
3,60
0,40
0,81
0,10
3,90
P
8,24
3,82
0,97
0,81
0,06
4,95
D
8,34
3,75
0,66
0,77
0,06
6,19
P
8,38
3,76
4,47
0,77
0,06
4,48
D
8,44
3,58
0,93
0,79
0,08
6,38
P
8,31
3,71
2,61
0,79
0,08
3,52
20 21 22 23 24 25
29 30 31 34 35 36
Keterangan : P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP
144
Lampiran 4.b. Hasil dan analisa zat hara di perairan P. Mapur dan sekitarny a. P a r a m e t e r No. Stn.
Kedalaman (m)
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
P
8,26
3,67
6,22
0,67
0,06
5,88
D
8,34
3,45
0,93
0,71
0,10
6,07
P
8,31
3,88
2,29
0,71
0,08
3,70
D
8,39
3,83
0,05
0,75
0,10
5,21
P
8,25
3,49
6,00
0,82
0,06
4,65
D
8,33
3,28
0,07
0,73
0,06
5,60
P
8,19
3,52
4,99
0,67
0,06
5,69
D
8,29
3,32
0,84
0,69
0,08
7,12
13
P
8,2
3,47
4,19
0,69
0,08
6,07
16
P
8,23
3,57
3,66
0,63
0,06
1,33
17
P
8,24
3,57
3,57
0,88
0,06
5,60
P
8,22
3,62
4,54
0,75
0,14
5,22
D
8,33
3,60
0,79
0,71
0,10
7,02
19
P
8,21
3,13
3,66
0,69
0,08
5,79
21
P
8,21
3,45
3,79
0,73
0,08
7,12
P
8,17
3,3
2,56
0,67
0,06
6,45
D
8,29
2,96
0,84
0,67
0,06
9,11
P
8,23
3,73
3,18
0,71
0,10
6,36
D
8,32
3,68
0,66
0,69
0,08
6,64
P
8,11
3,57
3,26
0,69
0,08
4,17
D
8,31
3,09
0,79
0,67
0,06
5,69
25
P
8,26
3,62
5,21
0,69
0,08
9,77
27
P
8,28
3,66
3,18
0,73
0,08
3,80
P
8,29
3,87
2,43
0,67
0,06
4,55
D
8,40
3,80
0,35
0,82
0,06
5,03
6 8 10 11
18
22 23 24
28
Bersambung
CRITC-COREMAP
145
Sambungan Lampiran 4.a. P a r a m e t e r No. Stn.
29 30 31 33 34 35 37 38 39
Kedalaman (m)
pH
O2
PO4
NO3
(ml/l)
(ugA/l)
(ugA/l)
NO2
SiO3
(ugA/l) (ugA/l)
P
8,34
3,84
5,52
0,82
0,08
4,74
D
8,42
3,70
0,79
0,73
0,12
4,93
P
8,30
3,59
2,74
0,71
0,10
5,88
P
8,32
3,73
3,93
0,69
0,08
4,36
D
8,41
3,69
1,10
0,90
0,08
4,65
P
8,40
3,77
2,65
0,67
0,06
4,55
D
8,46
3,75
0,40
0,86
0,12
4,74
P
8,24
3,61
3,53
0,75
0,14
5,12
P
8,33
3,91
3,44
0,79
0,08
5,03
D
8,42
3,7
0,62
0,82
0,08
5,41
P
8,32
3,71
2,07
0,86
0,12
5,12
D
8,40
3,71
0,66
0,75
0,08
5,31
P
8,33
3,72
3,35
0,71
0,10
4,55
D
8,38
3,72
0,79
0,77
0,12
5,41
P
8,30
3,68
4,63
0,90
0,08
4,84
D
8,39
3,62
1,01
0,73
0,08
5,21
Keterangan : P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP
146
Lampiran 4.c. Kadar rata - rata zat hara di perairan Kepulauan Tambelan, P. Mapur dan sekitarny a. Lokasi A B C D
pH
O2
PO4
NO3
NO2
SiO3
Ml/L
µg A/L
µg A/L
µg A/L
µg A/L
P
8,29
3,80
5,23
0,90
0,19
4,28
D
8,37
3,63
0,81
0,90
0,19
4,58
P
8,28
3,79
3,45
0,79
0,06
4,93
D
8,32
3,57
0,61
0,79
0,08
5,40
P
8,32
3,75
2,37
0,79
0,07
4,05
D
8,41
3,64
0,66
0,79
0,08
5,49
P
8,26
3,63
3,78
0,73
0,08
5,21
D
8,37
3,56
0,67
0,75
0,09
5,82
Keterangan : A = Perairan P. Tambelan dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau . B = Perairan P. Benua dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau. C = Perairan P. Sedua dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau. D = Perairan P. Mapur dan sekitarnya, Kabupaten Kepulauan Riau. P = permukaan D = dasar
CRITC-COREMAP
147
Lampiran 5. Jenis-jenis mangrove y ang didapatkan di Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. No. Suku No. Jenis I. Apocynaceae 1. Cerbera odullum II. Baringtoniaceae 2. Baringtonia racemosa III. Combretaceae 3. Lumnitzera littorea IV. Euphorbiaceae 4. Excoecaria agallocha V. Flagillariaceae 5. Flagellaria indica VI. Lythraceae 6. Pemphis acidula VII. Malvaceae 7. Hibiscus tiliaceus 8. Thespesia populnea VIII. Myrsinaceae 9. Aegiceras corniculatum 10. Xylocarpus granatum 11. X. moluccensis IX. Myrtaceae 12. Osbornia octodonta X. Palmae 13. Nypa fruticans 14. Oncosperma tigillaria XI. Polypodiaceae 15. Acrostichum aureum XII. Rhizophoraceae 16. Bruguiera cylindrica 17. B. gymnorrhiza 18. B. parviflora 19. Ceriops tagal 20. Rhizophora apiculata 21. R. mucronata 22. R. stylosa XIII. Rutaceae 23. Parmygnya angulata XIV. Sonneraticeae 24. Sonneratia alba XV. Sterculiaceae 25. Heritiera littoralis XVI. Verbenaceae 26. Avicennia alba
Keterangan:
2
3
4
5
Lokasi 6 7
8
9
10
11
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
+
-
+
+
+
+
+
-
-
+
-
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
+
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+ -
+
-
+ -
+ +
-
+
-
+ +
-
+
-
+ + -
-
+ -
+ -
+ + +
-
+ -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
+ -
+
+ +
+ +
+ -
-
+ +
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+ +
+ + + + +
+ + +
+ + + + +
+ + + + + + +
+ + + + +
+ + + +
+ + + + +
+ + + + + +
+ + + + +
+ + + +
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
+
-
+
-
+
+
+
+
+
+
-
-
-
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+ = dijumpai ; St. 1. St. 2. St. 3. St. 4.
CRITC-COREMAP
1
P. Betunda Selatan; P. Kera; P. Tambelan; P. Tambelan;
- = tidak dijumpai ; St. 5. St. 6. St. 7. St. 8.
P. Tambelan; P. Bedua Selatan; P. Selentang; Teluk Lancang;
St. 9. P.Mapur; St.10. P.Mapur; St.11. P.Mapur;
148
Lampiran 6. Jenis karang batu y ang dijumpai di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur, Kabupaten Kepulauan Riau, berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas. NO. SUKU No. Jenis I
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
POCILLOPORIDAE Madracis kirby Pocillopora damicornis P. eydouxi P. meandrina P. verrucosa P. woodjonesi Pocillopora sp. Seriatopora caliendrum S. guttatus S. hystrix Stylophora pistillata Palauastrea ramosa
+ + + + + + + + + +
+ + + + + + + + -
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
ACROPORIDAE Acropora abrolhosensis A. aspera A. brueggemanni A. caroliniana A. cerealis A. clathrata A. cuneata A. cytherea A. dendrum A. digitata A. digitifera A. divaricata A. echinata A. florida A. formosa A. gemmifera A. glauca
+ + + + + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + +
II
bersambung
CRITC-COREMAP
149
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
A. grandis A. granulosa A. humilis A. hyacinthus A. intermedia A. latistella A. loripes A. microphthalma A. millepora A. nasuta A. nobilis A. palifera A. pulchra A. robusta A. sarmentosa A. selago A. subglabra Acropora sp. A. tenuis A. valenciennesi A. valida A. yongei Astreopora explanata A. gracilis A. myriophthalma Anacropora forbesi A. puertogelerae A. reticulata Montipora aequituberculata M. capricornis M. digitata M. efflorescens M. foliosa M. foveolata M. grisea M. hispida
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Bersambung
CRITC-COREMAP
150
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis 66 67 68 69 70 71 III 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91
M. hoffmeisteri M. informis M. monasteriata M. venosa M. verrucosa Montipora sp. PORITIDAE Alveopora spongiosa Goniopora columna G. djiboutiensis G. minor G. pandoraensis G. pendulus G. stokesi G. stutchburyi G. tenuidens Goniopora sp. Porites annae P. cylindrica P. deformis P. lichen P. lobata P. lutea P. nigrescens P. rus P. solida Porites sp.
SIDERASTREIDAE 92 Coscinaraea columna 93 C. marshae 94 Psammocora contigua 95 P. haimeana 96 P. profundacella 97 Psammocora sp. 98 Pseudosiderastrea tayami bersambung
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
+ + + + + +
+ + + +
+ + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + +
-
IV
CRITC-COREMAP
151
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109
AGARICIIDAE Pavona cactus P. decussata P. minuta P. varians Pavona sp. Leptoseris mycetoseroides L. yabei Gardineroseris planulata Coeloseris mayeri Pachyseris rugosa P. speciosa
+ + + + + + + + + + +
+ + + + + +
110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129
FUNGIIDAE Cycloseris patelliformis Heliofungia actiniformis Heliofungia sp. Diaseris distorta D. fragilis Fungia concinna F. echinata F. fungites F. horrida F. molluccensis F. paumotensis F. repanda F. scutaria F. talpina Fungia sp. Polyphyllia talpina Halomitra pileus Lithophyllon edwardsi Podabacia crustacea Podabacia sp.
+ + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + +
V
VI
bersambung
CRITC-COREMAP
152
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
VII OCULINIDAE 130 Archelia horrescens 131 Archelia sp. 132 Galaxea astreata 133 G. fascicularis 134 Galaxea sp.
+ + + + +
+ + + +
VIII PECTINIDAE 135 Echinophyllia aspera 136 Goniastrea favulus 137 Goniastrea retiformis 138 Goniastrea sp. 139 Oxypora glabra 140 O. lacera 141 Oxypora sp. 142 Mycedium elephantotus 143 Pectinia alcicornis 144 P. ayleni 145 P. lactuca 146 P. paeonia 147 Pectinia sp.
+ + + +
+ + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + +
IX 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
MUSSIDAE Acanthastrea bowerbanki Acanthastrea sp. Blastomussa merleti Cynarina lacrymalis Scolymia vitiensis Lobophyllia corymbosa L. hataii L. hemprichii L. pachysepta Lobophyllia sp. Symphyllia agaricia S. radians S. recta
Bersambung
CRITC-COREMAP
153
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis 161 162 X
S. valenciennesii Symphyllia sp.
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
+ +
+
163 164 165 166 167 168 169 170 171
MERULINIDAE Hydnophora exesa H. microconos H. pilosa H. rigida Hydnophora sp. Merulina ampliata M. scabricula Merulina sp. Scapophyllia cylindrica
+ + + + + + + + +
+ + + + + -
172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192
FAVIIDAE Barabattoia amicorum Barabattoia sp. Caulastrea curvata C. furcata C. tumida Cyphastrea chalcidicum C. microphthalma C. serailia Cyphastrea sp. Diploastrea heliopora Echinopora gemmacea E. horrida E. lamellosa E. mammiformis E. pacificus Echinopora sp. Favia favus F. lizardensis F. matthaii F. pallida F. rotundata
+ + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + +
XI
Bersambung
CRITC-COREMAP
154
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis
Lokasi Kep. Tambelan
P. Mapur
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
XII TRACHYPHYLLIIDAE 219 Trachyphyllia geoffroyi
-
+
XIII CARYOPHYLLIIDAE 220 Catalaphyllia jardinei 221 Euphyllia ancora 222 E. cristata 223 E. divisa 224 E. glabrescens
+ + +
+ + + + +
193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218
F. speciosa Favia veroni Favia sp. Favites abdita F. complanata F. halicora F. pentagona Favites sp. Goniastrea favulus G. retiformis Goniastrea sp. Leptastrea pruinosa L. purpurea L. transversa Leptastrea sp. Leptoria phrygia Montastrea annuligera M. curta Montastrea sp. Oulophyllia bennettae O. crispa Oulophyllia sp. Platygyra daedalea P. lamellina Platygyra pini Platygyra sp.
Bersambung
CRITC-COREMAP
155
Sambungan Lampiran 6. NO. SUKU No. Jenis
Kep. Tambelan
P. Mapur
+ + +
+ + +
XIV DENDROPHYLLIIDAE 228 Tubastrea faulkneri 229 Turbinaria peltata 230 T. mesenterina 231 T. stellulata 232 Turbinaria sp.
+ + + +
+ +
XV TUBIPORIDAE 233 Tubipora musica
+
+
XVI HELIOPORIDAE 234 Heliopora coerulea
+
+
XVII MILLEPORIDAE 235 Millepora. tenella 236 Millepora sp.
+ +
+ +
XVIII STYLASTERIDAE 237 Distichopora sp. 238 Stylaster sp.
+ -
+
XIX EUPHYLLIDAE 239 Euphyllia ancora 240 E. devisa 241 E. glabra 242 E. glabrescens
+ -
+ + + +
XX SIDERATREIDAE 243 Siderastrea sp.
-
+
181
175
225 226 227
Plerogyra sinuosa Plerogyra sp. Physogyra lichtensteini
Jumlah spesies
CRITC-COREMAP
Lokasi
156
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
KRIR01
57,55
0,94
56,60
0,00
28,30
0,94
0,94
0,94
1,89
9,43
0,00
0,00
0,00
KRIR02
15,24
3,81
11,43
0,00
71,43
0,95
0,95
4,76
1,90
0,00
4,76
0,00
0,00
KRIR03
70,83
8,33
62,50
0,00
0,00
4,17
4,17
20,83
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
KRIR04
83,33
37,04
46,30
0,00
4,63
4,63
0,93
1,85
0,00
4,63
0,00
0,00
0,00
KRIR05
20,41
8,16
12,24
0,00
66,33
1,02
1,02
5,10
1,02
5,10
0,00
0,00
0,00
KRIR06
57,69
48,08
9,62
0,96
9,62
19,23
0,96
4,81
1,92
4,81
0,00
0,00
0,00
KRIR07
40,43
8,51
31,91
1,06
21,28
5,32
2,13
1,06
2,13
21,28
5,32
0,00
0,00
KRIR08
54,81
11,54
43,27
0,96
19,23
7,69
1,92
4,81
0,96
9,62
0,00
0,00
0,00
KRIR09
33,65
4,81
28,85
0,96
19,23
4,81
0,96
4,81
1,92
33,65
0,00
0,00
0,00
KRIR10
34,78
4,35
30,43
0,00
17,39
0,00
20,00
3,48
2,61
8,70
13,04
0,00
0,00
KRIR11
71,29
1,98
69,31
0,00
19,80
4,95
0,99
0,99
0,00
0,99
0,99
0,00
0,00
KRIR12
22,92
2,08
20,83
0,00
10,42
2,08
2,08
10,42
0,00
41,67
10,42
0,00
0,00
KRIR13
39,62
1,89
37,74
0,00
9,43
0,00
1,89
18,87
1,89
9,43
18,87
0,00
0,00
KRIR14
69,31
14,85
54,46
0,00
7,92
2,97
0,99
9,90
0,99
7,92
0,00
0,00
0,00
KRIR15
68,42
10,53
57,89
0,00
15,79
2,11
2,11
0,00
0,00
10,53
1,05
0,00
0,00
KRIR16
10,00
5,00
5,00
0,00
0,00
15,00
5,00
0,00
5,00
65,00
0,00
0,00
0,00
KRIR17
26,32
15,79
10,53
0,00
0,00
52,63
3,16
0,00
2,11
10,53
5,26
0,00
0,00
bersambung
CRITC-COREMAP
157
Sambungan Lampiran 7 Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
KRIR18
50,00
5,00
45,00
0,00
10,00
25,00
0,00
0,00
5,00
10,00
0,00
0,00
0,00
KRIR19
90,00
85,00
5,00
0,00
5,00
2,00
1,00
0,00
2,00
0,00
0,00
0,00
0,00
KRIR20
70,00
10,00
60,00
0,00
5,00
15,00
3,00
0,00
2,00
5,00
0,00
0,00
0,00
KRIR21
25,00
5,00
20,00
0,00
10,00
5,00
3,00
0,00
2,00
55,00
0,00
0,00
0,00
KRIR22
70,00
15,00
55,00
0,00
15,00
5,00
4,00
0,00
1,00
5,00
0,00
0,00
0,00
KRIR23
27,78
5,56
22,22
0,00
38,89
11,11
3,33
0,00
2,22
0,00
16,67
0,00
0,00
KRIR24
40,00
5,00
35,00
0,00
30,00
10,00
5,00
2,00
2,00
3,00
8,00
0,00
0,00
KRIR25
45,00
10,00
35,00
0,00
35,00
5,00
3,00
0,00
2,00
5,00
5,00
0,00
0,00
KRIR26
35,00
10,00
25,00
0,00
30,00
15,00
5,00
0,00
5,00
5,00
5,00
0,00
0,00
KRIR27
20,00
0,00
20,00
0,00
10,00
5,00
3,00
0,00
2,00
60,00
0,00
0,00
0,00
KRIR28
45,00
15,00
30,00
0,00
15,00
30,00
3,00
0,00
2,00
5,00
0,00
0,00
0,00
KRIR29
45,00
10,00
35,00
0,00
35,00
10,00
0,00
0,00
1,00
4,00
5,00
0,00
0,00
KRIR30
50,00
10,00
40,00
0,00
30,00
5,00
5,00
0,00
3,00
7,00
0,00
0,00
0,00
KRIR31
31,31
1,01
30,30
0,00
40,40
10,10
5,05
0,00
1,01
10,10
2,02
0,00
0,00
KRIR32
56,60
18,87
37,74
0,00
28,30
1,89
1,89
0,94
0,94
9,43
0,00
0,00
0,00
KRIR33
56,82
5,68
51,14
0,00
22,73
11,36
2,27
0,00
0,00
5,68
1,14
0,00
0,00
KRIR34
49,59
4,13
45,45
0,00
9,92
1,65
0,83
3,31
18,18
8,26
8,26
0,00
0,00
KRIR35
61,11
5,56
55,56
1,11
11,11
5,56
2,22
5,56
2,22
11,11
0,00
0,00
0,00
KRIR36
61,40
35,09
26,32
0,00
3,51
8,77
3,51
3,51
3,51
12,28
3,51
0,00
0,00
KRIR37
3,00
0,00
3,00
0,00
85,00
0,00
0,00
10,00
0,00
0,00
2,00
0,00
0,00
bersambung
CRITC-COREMAP
158
Sambungan Lampiran 7 Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
KRIR38
1,00
0,00
1,00
0,00
15,00
0,00
0,00
60,00
1,00
3,00
20,00
0,00
0,00
KRIR39
0,00
0,00
0,00
0,00
80,00
0,00
0,00
20,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
KRIR40
40,40
5,05
35,35
0,00
40,40
0,00
0,00
2,02
2,02
15,15
0,00
0,00
0,00
KRIR41
32,71
4,67
28,04
0,00
28,04
0,93
0,93
8,41
0,93
18,69
9,35
0,00
0,00
KRIR42
15,00
5,00
10,00
0,00
70,00
0,00
0,00
5,00
0,00
10,00
0,00
0,00
0,00
KRIR43
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
100,00
0,00
0,00
KRIR44
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
10,00
0,00
0,00
90,00
0,00
0,00
KRIR45
5,00
0,00
5,00
0,00
20,00
0,00
0,00
50,00
0,00
5,00
20,00
0,00
0,00
KRIR46
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
20,00
0,00
0,00
80,00
0,00
0,00
KRIR47
4,00
0,00
4,00
0,00
20,00
0,00
0,00
60,00
1,00
5,00
10,00
0,00
0,00
KRIR48
25,00
15,00
10,00
0,00
30,00
5,00
5,00
0,00
3,00
30,00
2,00
0,00
0,00
KRIR49
1,00
0,00
1,00
0,00
10,00
0,00
0,00
70,00
1,00
3,00
15,00
0,00
0,00
KRIR50
25,00
15,00
10,00
0,00
55,00
7,00
0,00
5,00
3,00
5,00
0,00
0,00
0,00
KRIR51
30,00
10,00
20,00
0,00
30,00
5,00
0,00
20,00
0,00
10,00
5,00
0,00
0,00
KRIR52
20,00
10,00
10,00
0,00
40,00
0,00
0,00
30,00
3,00
5,00
2,00
0,00
0,00
KRIR53
6,80
1,94
4,85
0,00
58,25
1,94
1,94
4,85
1,94
19,42
4,85
0,00
0,00
KRIR54
45,22
1,74
43,48
0,00
21,74
1,74
1,74
17,39
6,09
4,35
1,74
0,00
0,00
KRIR55
41,18
1,96
39,22
0,00
29,41
1,96
1,96
19,61
0,98
2,94
1,96
0,00
0,00
KRIR56
22,64
3,77
18,87
0,00
18,87
0,00
0,00
9,43
1,89
18,87
28,30
0,00
0,00
KRIR57
25,77
0,00
25,77
0,00
20,62
1,03
0,00
30,93
1,03
10,31
10,31
0,00
0,00
bersambung
CRITC-COREMAP
159
Sambungan Lampiran 7 Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
KRIR58
9,71
0,00
9,71
0,00
9,71
0,00
0,00
38,83
0,97
38,83
1,94
0,00
0,00
KRIR59
0,00
0,00
0,00
0,00
70,00
0,00
0,00
10,00
0,00
20,00
0,00
0,00
0,00
KRIR60
55,00
15,00
40,00
0,00
20,00
5,00
3,00
0,00
2,00
10,00
5,00
0,00
0,00
KRIR61
14,85
2,97
11,88
0,00
54,46
0,00
0,00
9,90
0,99
19,80
0,00
0,00
0,00
KRIR62
19,00
4,00
15,00
0,00
50,00
0,00
0,00
10,00
1,00
15,00
5,00
0,00
0,00
KRIR63
14,85
1,98
12,87
0,00
49,50
0,00
0,00
14,85
0,99
19,80
0,00
0,00
0,00
Rerata Kep. Tambelan
47,39
12,32
35,07
0,14
19,60
8,64
2,90
3,00
2,26
12,89
3,18
0,00
0,00
Rerata P. Mapur
16,93
3,63
13,30
0,00
34,30
1,10
0,54
19,86
1,22
10,71
15,35
0,00
0,00
Rerata seluruhnya
34,27
8,60
25,74
0,08
25,90
5,41
1,89
10,23
1,81
11,96
8,39
0,00
0,00
Keterangan: K a r a n g h id u p
= Acropora + Non Acropora S ta s iu n d i K e p u la u a n T a mb e la n = a d a 3 6 s ta s iu n ya itu K RI R0 1 - K RI R3 6 S ta s iu n d i P . Ma p u r = a d a 3 7 s ta s iu n ya itu K RI R3 7 - K RI R6 3
CRITC-COREMAP
160
Lampiran 8. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur.
Stasiun
Karang hidup
Acropora
Non Acropora
Karang mati
Karang mati dgn alga
Karang lunak
Sponge
Fleshy seaweed
Biota lain
Pecahan karang
Pasir
Lumpur
Batuan
KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12 KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18
69,83 74,80 61,43 60,80 27,53 72,63 73,20 55,20 65,43 67,10 57,10 52,17 36,40 53,30 42,17 36,20 55,53 64,83
47,27 7,07 6,67 2,97 2,67 62,80 2,43 9,70 5,07 4,90 1,50 0,87 13,33 10,10 0,00 1,70 25,60 26,23
22,57 67,73 54,77 57,83 24,87 9,83 70,77 45,50 60,37 62,20 55,60 51,30 23,07 43,20 42,17 34,50 29,93 38,60
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
28,27 15,73 30,83 36,30 24,83 20,40 15,20 35,37 15,47 22,20 23,97 9,03 35,17 33,83 35,70 44,13 31,40 33,17
0,80 1,47 6,47 2,40 8,93 0,00 4,47 0,53 17,17 9,93 12,40 9,20 3,63 0,00 0,00 1,43 0,00 0,00
0,80 0,50 0,00 0,00 3,60 1,73 1,10 0,00 0,00 0,27 0,43 1,80 0,83 2,00 1,00 0,07 5,13 1,33
0,00 0,00 0,00 0,17 0,00 4,23 0,00 7,57 1,17 0,00 0,00 0,00 16,60 0,00 0,00 10,67 0,00 0,00
0,00 0,60 1,27 0,00 2,00 1,00 6,03 0,00 0,77 0,50 0,00 2,13 3,03 2,03 0,67 0,00 3,77 0,67
0,30 6,57 0,00 0,33 32,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 16,00 4,33 0,00 20,47 5,33 1,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,10 0,00 0,00 8,83 0,00 2,17 3,17 0,00
0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 9,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Keterangan: K a r a n g h id u p
= Acropora + Non Acropora S ta s iu n d i K e p u la u a n T a mb e la n = a d a 1 2 s ta s iu n ya itu K RI L 0 1 – K RI L 1 2 S ta s iu n d i P . Ma p u r = a d a 8 s ta s iu n ya itu K RI L 1 3 - K RI L 1 8
CRITC-COREMAP
161
Lampiran 9. Kelimpahan beberapa mega benthos y ang diamati dengan metode Reef Check Benthos (y ang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Tambelan dan P. Mapur. Large Giant clam 1 0 2 1 0 0 1 0 6 1 2 1 2 14 4 2 1 0
Small Giant clam 0 0 12 1 0 0 0 0 2 2 0 0 0 1 0 0 0 0
393
89
1036
274 151
Stasiun
Acanthaster planci
CMR
Diadema Drupella setosum
KRIL01 KRIL02 KRIL03 KRIL04 KRIL05 KRIL06 KRIL07 KRIL08 KRIL09 KRIL10 KRIL11 KRIL12 KRIL13 KRIL14 KRIL15 KRIL16 KRIL17 KRIL18
0 0 11 72 0 0 0 0 0 23 0 0 0 0 0 0 0 0
37 141 472 53 355 44 20 12 338 16 2 42 199 218 101 14 115 0
17 39 310 43 5 10 52 6 39 36 1 73 208 252 35 21 282 0
Kelimpahan di Tambelan (ind./ha)
631
9119
3756
Kelimpahan Mapur (ind./ha)
0
7702
9500
Kelimpahan seluruhnya (ind./ha)
421
8647
5671
607
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
K e t e r a n g a n : 1 2 s ta s iu n d i K e p . T a mb e la n ( K RI L 0 1 – K RI L 1 2 ) ;
CRITC-COREMAP
Large Small Lobster Holothurian Holothurian
Pencil sea urchin
Trochus niloticus
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
3 0 6 6 0 16 0 0 0 1 0 0 13 3 0 0 2 0
0 0 0 4 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 2 0 0 0 0 3 6 0 0 0 0 0 0 0 0
101
42
83
65
393
190
12
0
0
0
1036
214
71
28
56
44
607
198
8 s ta s iu n d i P . Ma p u r ( K RI L 1 3 – K RI L 1 8 )
162
Lampiran 10. Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) y ang dijumpai pada masing-masing stasiun transek permanen di perairan Kep. Tambelan dan P. Mapur y ang diperoleh dengan metode UVC. No. NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
1
Abudefduf bengalensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
Abudefduf septemfasciatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
0
4
9
0
4
3
Abudefduf sexfasciatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
35
60
36
0
20
0
50
5
0
0
0
25
15
0
2
5
0
14
4
Abudefduf vaigiensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
5
Acanthurus melanurus
ACANTHURIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
6
Aeoliscus strigatus
CENTRISCIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
7
Aetaloperca rogha
SERRANIDAE
TARGET
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
Amblyglyphidodon aureus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
4
2
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
9
Amblyglyphidodon curacao
POMACENTRIDAE
MAJOR
6
90
33
8
30
31
90
30
53
20
20
45
56
5
0
45
31
40
10
Amblyglyphidodon leucogaster
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
11
Amphiprion clarckii
POMACENTRIDAE
MAJOR
10
42
0
0
17
2
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
12
Amphiprion melanopus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
13
Amphiprion ocellaris
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
6
0
0
0
7
10
4
11
0
4
12
0
0
0
0
0
0
14
Amphiprion perideraion
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
2
0
0
0
0
1
2
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
15
Amphiprion sandaracinos
POMACENTRIDAE
MAJOR
3
0
0
0
0
3
4
8
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
16
Anampses geographicus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
17
Anampses melanurus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
7
0
0
0
0
2
0
1
2
0
0
0
0
2
2
18
Anampses meleagrides
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
19
Anampses sp.
LABRIDAE
MAJOR
0
0
3
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
Bersambung
CRITC-COREMAP
163
Sambungan Lampiran 10 KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
No. NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
20
Apogon aureus
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
240
0
0
21
Apogon compressus
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
105
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
22
Apogon cyanomos
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
23
Apogon macrodon
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
30
0
4
24
Apogon quenquelineatus
APOGONIDAE
MAJOR
0
15
3
0
0
0
10
0
7
20
0
10
0
5
4
300
9
10
25
Apogon sealei
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
1
10
0
0
0
26
Archamia sp.
APOGONIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
10
500
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
27
Bleniid
BLENNIIDAE
MAJOR
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
28
Bodianus mesothorax
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
1
0
0
1
2
6
0
0
2
0
0
0
0
0
2
29
Caesio coerulea
CAESIONIDAE
TARGET
35
5
0
0
10
0
200
0
0
0
0
0
0
0
20
0
0
0
30
Caesio cuning
CAESIONIDAE
TARGET
80
0
0
50
0
90
0
0
0
0
0
0
15
0
0
0
0
0
31
Caesio lunaris
CAESIONIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
30
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
32
Caesio teres
CAESIONIDAE
TARGET
0
120
0
0
40
0
1150
20
0
0
0
0
0
0
65
25
0
40
33
Caranx sp.
CARANGIDAE
TARGET
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
34
Centropyge vrolicki
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
35
Cephalopholis argus
SERRANIDAE
TARGET
0
3
2
0
2
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
36
Cephalopholis boenak
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
1
0
1
1
0
4
37
Cephalopholis cyanostigma
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
3
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
38
Cephalopholis miniatus
SERRANIDAE
TARGET
0
2
0
0
1
0
1
0
0
0
1
4
1
0
0
0
0
0
39
Cephalopholis pachycentron
SERRANIDAE
TARGET
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
3
40
Cephalopholis sp.
SERRANIDAE
TARGET
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP
164
Sambungan Lampiran 10 KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
No. NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
41
Cephalopholis urodeta
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
42
Chaetodon adiergastos
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
2
0
0
43
Chaetodon auriga
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
44
Chaetodon baronessa
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
8
0
0
0
0
3
2
0
2
0
2
0
0
0
0
0
0
0
45
Chaetodon bennetti
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
46
Chaetodon melanotus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
47
Chaetodon octofasciatus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
8
19
8
6
11
5
22
13
9
11
10
12
9
26
6
6
18
20
48
Chaetodon speculum
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
49
Chaetodon trifasciatus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
4
0
0
0
0
2
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
50
Chaetodontoplus mesoleucus
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
8
3
1
8
13
13
8
2
2
2
3
3
7
0
0
0
8
51
Cheilinus chlorurus
LABRIDAE
MAJOR
3
0
0
1
2
0
5
3
0
0
2
1
1
0
0
2
0
2
52
Cheilinus diagrammus
LABRIDAE
MAJOR
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
53
Cheilinus fasciatus
LABRIDAE
MAJOR
0
6
3
0
0
0
4
2
0
2
2
5
2
0
0
1
0
1
54
Cheilinus oxycephalus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
55
Cheilinus trilobatus
LABRIDAE
MAJOR
0
3
0
0
1
0
1
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
56
Cheilinus undulatus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
57
Cheiloprion labiatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
58
Chelmon rostratus
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
2
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
4
5
4
12
2
0
59
Choerodon anchorago
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
3
3
0
2
60
Chromis alpha
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
160
61
Chromis atripectoralis
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
60
0
0
0
0
50
0
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP
165
Sambungan Lampiran 10 No. NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
62
Chromis ternatensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
200
20
100
70
0
360
20
20
70
278
20
20
7
4
0
0
0
0
63
Chromis viridis
POMACENTRIDAE
MAJOR
450
40
220
23
50
230
30
20
150
50
25
35
75
0
0
15
75
20
64
Chromis weberi
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
15
0
0
10
0
0
0
10
0
0
0
0
0
0
65
Chrysiptera cyanea
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
35
0
0
0
0
0
5
8
0
0
4
0
0
0
66
Chrysiptera parasema
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
8
0
0
0
0
4
0
6
67
Chrysiptera rollandi
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
10
11
0
35
0
20
10
20
4
0
17
0
0
0
0
0
0
68
Cirrhilabrus cyanopleura
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
300
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
69
Coris gaimard
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
70
Coris sp.
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
71
Dascyllus reticulatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
13
0
0
0
30
0
0
0
0
3
0
140
0
0
0
0
0
70
72
Dascyllus trimaculatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
0
0
0
13
73
Diproctacanthus xanthurus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
74
Dischistodus melanotus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
75
Dischistodus perspecillatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
76
Dischistodus prosopotaenia
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
77
Epibulus insidiator
LABRIDAE
MAJOR
3
6
0
2
0
0
5
4
0
0
2
3
0
0
0
1
0
3
78
Epinephelus miniata
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
79
Epinephelus ongus
SERRANIDAE
TARGET
0
2
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
80
Epinephelus sexfasciatus
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
81
Gomphosus varius
LABRIDAE
MAJOR
13
2
0
23
0
3
2
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
1
82
Gymnothorax sp.
MURAENIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP
166
Sambungan Lampiran 10 No. NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
83
Halichoeres argus
LABRIDAE
MAJOR
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
2
0
0
3
0
0
2
84
Halichoeres chrysus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
85
Halichoeres gymnocephalus
LABRIDAE
MAJOR
0
2
0
0
1
0
1
2
0
0
1
2
0
0
0
1
0
2
86
Halichoeres hortulanus
LABRIDAE
MAJOR
0
2
1
1
1
0
1
1
0
3
5
5
0
0
0
0
0
1
87
Halichoeres leocurus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
3
0
88
Halichoeres marginatus
LABRIDAE
MAJOR
0
1
2
2
4
0
2
2
0
2
0
3
17
29
1
5
4
5
89
Halichoeres melanurus
LABRIDAE
MAJOR
12
1
10
8
6
3
3
1
8
0
1
0
22
40
6
8
4
7
90
Halichoeres ornatissimus
LABRIDAE
MAJOR
17
0
18
13
0
3
0
0
1
11
0
0
0
0
3
0
0
0
91
Halichoeres prosopion
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
92
Halichoeres purpurescens
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
93
Halichoeres scapularis
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
94
Halichoeres sp.
LABRIDAE
MAJOR
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
95
Halichoeres trimaculatus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
22
0
0
31
16
0
0
0
0
0
0
0
0
96
Halichoeres vroliki
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
2
0
97
Hemiglyphidodon plagiometopon
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
4
0
0
0
0
6
7
0
0
0
0
0
0
0
3
3
6
98
Hemigymnus fasciatus
LABRIDAE
TARGET
3
2
0
4
1
0
0
2
0
0
2
1
0
0
0
0
0
0
99
Hemigymnus melapterus
LABRIDAE
TARGET
7
1
3
3
0
12
3
2
2
0
4
3
2
2
0
1
0
0
CHAETODONTIDAE
INDICATOR
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
101 Holocentron rubrum
HOLOCENTRIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
102 Kyphosus vaigiensis
KYPHOSIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LABRIDAE
MAJOR
2
1
6
6
1
8
1
0
0
2
0
2
0
0
0
0
0
0
100 Heniochus varius
103 Labrichthys unilineatus Bersambung
CRITC-COREMAP
167
Sambungan Lampiran 10 No. NAMA SPECIES
KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
NAMA SUKU
KELOMPOK
104 Labracinus cyclophthalmus
PSEUDOCHROMIDAE
MAJOR
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
105 Labracinus sp.
PSEUDOCHROMIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
106 Labroides bicolor
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
6
2
0
0
0
0
0
0
0
1
107 Labroides dimidiatus
LABRIDAE
MAJOR
8
3
7
12
4
6
6
4
12
14
3
2
2
2
2
0
0
3
108 Lutjanus biguttatus
LUTJANIDAE
TARGET
0
5
0
0
0
0
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
109 Lutjanus carponotatus
LUTJANIDAE
TARGET
0
2
0
0
3
0
3
2
0
2
3
0
3
3
8
0
0
2
110 Lutjanus decussatus
LUTJANIDAE
TARGET
6
3
0
7
7
0
6
2
0
5
7
4
0
0
0
0
0
0
111 Lutjanus fulviflamma
LUTJANIDAE
TARGET
0
6
0
0
4
0
4
0
1
0
0
9
0
0
0
4
0
0
112 Lutjanus gibbus
LUTJANIDAE
TARGET
0
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
113 Lutjanus russeli
LUTJANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
114 Lutjanus vitta
LUTJANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
MONODACTYLIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
MURAENIDAE
MAJOR
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
117 Neopomacentrus filamentous
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25
0
0
118 Neopomacentrus sp.
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
40
0
0
50
0
1180
46
0
0
15
140
0
0
0
0
0
0
119 Novaculichthys taeniourus
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
120 Oxycheilinus celebicus
LABRIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
8
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
0
121 Paraglyphidodon melas
POMACENTRIDAE
MAJOR
5
2
6
0
0
0
5
3
0
2
3
2
15
15
0
8
0
8
122 Paraglyphidodon nigroris
POMACENTRIDAE
MAJOR
6
19
26
18
12
13
23
20
33
30
7
15
20
20
1
20
29
5
123 Pentapodus caninus
NEMIPTERIDAE
TARGET
4
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
124 Pentapodus sp.
NEMIPTERIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
115 Monodactylus argenteus 116 Muraena sp.
Bersambung
CRITC-COREMAP
168
Sambungan Lampiran 10 KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
No. NAMA SPECIES
NAMA SUKU
KELOMPOK
125 Platax orbicularis
EPHIPPIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
126 Platax teira
EPHIPPIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
127 Plectorhinchus chaetodontoides
HAEMULIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
61
128 Plectroglyphidodon lacrymatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
16
6
0
13
2
3
0
0
7
6
7
8
0
0
0
0
13
3
129 Plectropomus leopardus
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
130 Plectropomus maculatum
SERRANIDAE
TARGET
0
1
0
0
0
0
2
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
131 Plectropomus truncatus
SERRANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
132 Pomacanthus imperator
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
133 Pomacanthus sexfasciatus
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
1
0
0
4
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
134 Pomacanthus sextriatus
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
135 Pomacentrus alexanderae
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
100
11
0
100
0
40
60
9
0
0
110
25
107
20
55
36
65
136 Pomacentrus alleni
POMACENTRIDAE
MAJOR
47
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
137 Pomacentrus bankanensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
20
6
0
28
28
18
3
0
8
17
20
18
84
20
5
12
30
12
138 Pomacentrus burroughi
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
11
0
40
139 Pomacentrus chrysurus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
0
0
0
0
140 Pomacentrus lepidogenys
POMACENTRIDAE
MAJOR
33
90
36
33
100
30
60
55
52
65
76
100
3
0
0
0
4
28
141 Pomacentrus moluccensis
POMACENTRIDAE
MAJOR
37
30
23
55
40
197
105
70
35
9
8
55
63
53
3
30
42
75
142 Pomacentrus philippinus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
4
0
0
0
0
6
13
0
0
8
12
0
0
0
3
0
0
143 Pomacentrus sp.
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
144 Pomacentrus tripunctatus
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
2
145 Neopomacentrus filamentous
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
0
3
0
0
0
0
0
8
5
0
0
0
0
0
0
0
0
Bersambung
CRITC-COREMAP
169
Sambungan Lampiran 10 No. NAMA SPECIES
KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
NAMA SUKU
KELOMPOK
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
6
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LABRIDAE
MAJOR
2
0
0
1
0
6
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
PSEUDOCHROMIDAE
MAJOR
0
3
0
0
0
0
0
2
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
POMACANTHIDAE
MAJOR
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
BLENNIIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
HOLOCENTRIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
152 Saurida sp.
SAURIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
153 Scarus bicolor
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
154 Scarus bleekeri
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
0
4
0
2
0
0
0
3
2
0
0
0
0
0
0
155 Scarus bowersi
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
0
2
0
3
0
0
0
3
1
0
0
0
0
0
0
156 Scarus dimidiatus
SCARIDAE
TARGET
2
1
0
0
0
0
2
1
0
0
5
2
0
0
0
3
0
2
157 Scarus ghobban
SCARIDAE
TARGET
5
3
11
6
3
0
6
4
7
10
4
4
0
1
0
10
0
5
158 Scarus hypselopterus
SCARIDAE
TARGET
0
2
8
9
0
0
0
3
0
0
3
4
0
0
0
0
0
2
159 Scarus longicep
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
160 Scarus niger
SCARIDAE
TARGET
6
1
0
0
0
0
0
2
0
2
0
3
0
0
0
0
0
0
161 Scarus sordidus
SCARIDAE
TARGET
4
1
4
0
2
0
1
3
4
2
3
1
0
3
0
1
0
2
162 Scarus spp.
SCARIDAE
TARGET
0
0
0
0
20
0
35
25
0
0
15
0
0
2
0
0
0
0
163 Scolopsis bilineatus
SCOLOPSIDAE
TARGET
3
2
0
0
8
3
4
1
0
2
3
3
1
2
0
4
3
0
164 Scolopsis ciliatus
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
165 Scolopsis lineatus
SCOLOPSIDAE
TARGET
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
11
0
0
166 Scolopsis margaritifer
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
5
0
2
2
1
1
2
0
2
3
5
0
9
0
0
3
0
146 Premnas biaculeatus 147 Pseudocheilinus hexataenia 148 Pseudochromis diadema 149 Pygoplites diacanthus 150 Salarias sp. 151 Sargocentron melanospilos
Bersambung
CRITC-COREMAP
170
Sambungan Lampiran 10 No. NAMA SPECIES
KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL KRIL 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 01
NAMA SUKU
KELOMPOK
SCOLOPSIDAE
TARGET
0
2
0
0
0
0
2
0
0
0
1
0
0
0
0
3
0
0
168 Siganus canaliculatus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
169 Siganus coralinus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
170 Siganus guttatus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
3
0
10
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
171 Siganus punctatus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
172 Siganus spinus
SIGANIDAE
TARGET
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
173 Siganus virgatus
SIGANIDAE
TARGET
8
2
0
5
2
0
0
0
0
0
6
1
0
0
0
4
0
0
174 Siganus vulpinus
SIGANIDAE
TARGET
3
8
0
0
2
0
2
0
0
0
4
2
0
0
0
0
0
0
POMACENTRIDAE
MAJOR
0
3
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
25
2
0
0
0
176 Stethojulis albovittata
LABRIDAE
MAJOR
0
2
0
0
4
0
0
0
0
0
1
3
0
0
0
0
0
2
177 Stethojulis bandanensis
LABRIDAE
MAJOR
0
1
8
0
2
0
0
0
4
0
3
0
0
0
0
0
0
0
178 Stethojulis strigiventer
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
0
1
179 Thalassoma hardwickei
LABRIDAE
MAJOR
0
2
0
0
11
0
2
1
0
0
9
2
0
0
0
0
0
3
180 Thalassoma janseni
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
181 Thalassoma lunare
LABRIDAE
MAJOR
14
3
10
13
14
15
7
5
19
0
7
6
0
0
0
0
15
0
182 Thalassoma sp.
LABRIDAE
MAJOR
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
16
13
0
0
0
8
1141
862
622
434
1076
1109
3416
1028
589
626
379
982
479
445
203
936
332
803
a. Ikan Major
955
647
585
342
936
977
1915
930
561
580
283
911
438
391
98
840
306
648
b. Ikan Target
169
190
29
86
125
124
1475
85
16
33
80
57
28
23
95
76
6
135
c. Ikan. Indikator
17
25
8
6
15
8
26
13
12
13
16
14
13
31
10
20
20
20
37
67
30
32
56
35
68
53
34
38
57
72
29
34
25
39
20
58
167 Scolopsis trilineatus
175 Stegastes nigricans
Jumlah Individu
Jumlah jenis
CRITC-COREMAP
171