BAB IV. BASELINE ANALISIS
4.1
Analisis Emisi Dan Intensitas Energi Analisis intensitas emisi gas CO2 (CO2/GDP) dan intensitas energi
(E/GDP) akan dilakukan dengan menggunakan tahun 1990 sebagai baseline. Proyeksi dilakukan untuk periode 30 tahun kedepan (1990-2020). Berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pertahun dan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1% pertahun, maka berdasarkan perhitungan tingkat emisi (lampiran 15 dan 16) Indonesia pada tahun 1990 menghasilkan 83,8 juta ton CO2 dengan intensitas emisi sebesar 0,32. Pada tahun yang sama total konsumsi BBF menurut sektor sebesar 211,73 juta boe (lampiran 13) dan konsumsi BBF menurut tipe adalah sebesar 207,4 juta boe (lampiran 14). Intensitas energi Indonesia pada tahun 1990 adalah sebesar 0,7875.
Fuel mix Indonesia adalah sebesar 0,40.
Besarnya intensitas emisi pada tahun 1990 sangat ditentukan oleh besarnya intensitas energi, karena besarnya fuel mix Indonesia untuk 30 tahun kedepan cenderung memiliki nilai yang tetap menurut pola pada gambar 52.
Tren Fuel Mix (CO2/E) Ton/BOE
0,42
0,40
Tahun
20 20
20 11 20 14 20 17
20 02 20 05 20 08
19 93 19 96 19 99
19 90
0,38
Fuel Mix
Gambar 52. Tren fuel mix Indonesia 1990 -2020
Melihat tren dari energi mix Indonesia tahun 1990 sampai 2005 dan proyeksi untuk dua puluh tahun kedepan, terlihat bahwa struktur ekonomi Indonesia masih banyak dipengaruhi oleh energi karbon intensif dan belum mengarah ke energi substitusi dan karbon rendah. Berdasarkan perhitungan dari data-data yang tersedia, fuel mix (CO2/E) Indonesia pada tahun 2002 adalah sebesar 2,99 ton CO2/toe, sedangkan Korea hanya sebesar 2,45 , India 2,05, Jepang 2,35 dan Amerika 2,52 (lampiran 27 )
92
Dengan asumsi pertumbuhan sebesar 5 % dan laju pertumbuhan penduduk 1% dan 1,2% maka proyeksi pertumbuhan rata-rata tahunan dari beberapa indikator tersebut dapat dilihat pada tabel 18 dan 19. Tabel 18. Data dan proyeksi pertumbuhan rata-rata tahunan Indikator Populasi (1%/tahun) GDP/Populasi (juta) Energi/GDP (boe/gdp) CO2/Energi (ton/boe) CO2/GDP
Data 1990 - 2005 1,27% 1,9181 0,9586 0,4 0,38
Proyeksi 2006 - 2010 2011 - 2020 1% 1% 2,4618 3,3012 1,0711 0,9827 0,4 0,4 0,42 0,39
Tabel 19. Data dan proyeksi pertumbuhan rata-rata tahunan
Indikator Populasi (1,2%/tahun) GDP/Populasi (juta) Energi/GDP (boe/gdp) CO2/Energi (ton/boe) CO2/GDP
Data 1990 - 2005 1,27% 1,9181 0,9586 0,4 0,38
Proyeksi 2006 - 2010 2011 - 2020 1,20% 1,20% 2,46 3,225 1,0711 0,9827 0,4 0,4 0,42 0,39
Dari tabel dapat dilihat bahwa intensitas energi Indonesia periode 2006 sampai 2020 mengalami kenaikan relatif terhadap periode tahun 1990-2005. Kenaikan intensitas energi tidak berhubungan langsung dengan perubahan laju perumbuhan populasi, tetapi menggambarkan tingkat efisiensi energi yang dipakai oleh sebuah negara. Intensitas emisi tidak berhubungan dengan besar kecilnya sebuah negara, melainkan bagaimana tingkat energi berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan tingkat efisiensi penggunaaan energi. Berdasarkan pada baseline tahun 1990, maka untuk 30 tahun kedepan peningkatan emisi gas CO2 Indonesia akan mencapai tiga kali lipat atau mengalami kenaikan sebesar 339 persen yaitu dari 83,8 juta ton pada tahun 1990 menjadi 368,3 juta ton pada tahun 2020 ( lihat tabel 16 dan 17). Faktor yang menyebabkan meningkatnya intensitas emisi Indonesia tersebut adalah karena adanya kenaikan intensitas energi dari tahun ketahun. Pada tahun 2015 intensitas energi diperkirakan akan mengalami penurunan sesuai dengan pola pada
93 gambar 53, tetapi masih tetap mengalami kenaikan dibandingkan dengan data 1990 - 2005. Penurunan tingkat intensitas energi ini disebabkan karena adanya persentase kenaikan rata-rata konsumsi energi dari tahun ketahun yang tidak sebesar laju pertumbuhan ekonomi yang diasumsi sebesar 5% pertahun. Jika terjadi kenaikan harga energi dipasar dunia, maka tren insitas energi akan mengalami penurunan karena berkurangnya konsumsi nasional (lampiran 21).
1,2000 1,1000 1,0000 0,9000 0,8000 0,7000 19 90 19 92 19 94 19 96 19 98 20 00 20 02 20 04 20 06 20 08 20 10 20 12 20 14 20 16 20 18 20 20
E/GDP
Tren Intensitas Energi
Tahun
Intensitas Energi
Gambar 53. Tren intensitas energi Indonesia 1990 - 2020
Beradasarkan data dari EIA ( Energy Information Administration) tahun 2006, maka emisi gas CO2 global (Total World) tahun 1990 adalah sebesar 21.223 juta metrik ton dan diprediksi mencapai 36.746 juta metrik ton pada tahun 2020(lampiran 25). Terjadi kenaikkan 73% untuk periode 30 tahun (1990-2020). Intensitas emisi gas CO2 dunia mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu 629 metrik ton/ juta USD (0,000629 ton/USD) pada tahun 1990 menjadi 340 metrik ton/ juta USD (0,000340 ton /USD) pada tahun 2020 dan diproyeksi menurun sebesar 311 metrik ton/ juta USD ( 0,000311 ton/USD) pada tahun 2030 beradasarkan harga dollar tahun 2000 (lampiran 25 dan 26). Pada tabel 20 dapat dilihat perubahan emisi gas CO2 dari tahun 1990 dan prediksi sampai tahun 2020 yang berasal dari BBF. Pertumbuhan emisi untuk negara yang berada dibawah OECD mengalami penurunan sebesar 10,87 % untuk periode 30 tahun dan yang bukan OECD mengalami kenaikan sebesar 10,26 persen untuk periode yang sama. Sementara kontribusi emisi dari Indonesia akan mengalami kenaikan sebesar 0,59 % untuk periode Tahun 1990 – 2020.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan prakiraan
94 pertumbuhan 5%, dan laju penduduk sebesar 1% atau 1,2% Indonesia masih akan sangat tergantung dari energi yang berasal dari BBF. Secara grafik dapat dilihat pada gambar 54. Tabel 20. Perubahan emisi gas CO2 Indonesia terhadap negara OECD dan non-OECD dari Tahun 1990 – 2020 Data 1990 2003 11.378 13.150
Negara OECD
2010 14.249
Proyeksi 2015 15.020
2020 15.709
% Dunia
53,61
52,55
46,93
44,61
42,74
Non OECD *
9.762
11.679
15.858
18.339
20.672
% Dunia
45,99
46,67
52,22
54,47
56,25
Indonesia 83,788 198,104 254,796 303,646 0,4 0,8 0,83 0,9 % Dunia Dunia 21.223 25.020 30.362 33.663 * Non-OECD telah dikurangi emisi CO2 untuk Indonesia
366,018 0,99
36.748
20,00
PERSENTASE PERUBAHAN KONSUMSI ENERGI MENURUT SEKTOR 15,00
Persentasi
10,00 Industri Komersial Residen Transport
5,00
20 20
20 18
20 16
20 14
20 12
20 10
20 08
20 06
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
0,00
-5,00 Tahun
Gambar 54. Presentase perubahan konsumsi energi menurut sektor
Kontribusi emisi gas CO2 terbesar adalah disebabkan oleh adanya presentase kenaikan konsumsi disektor industri, komersial dan transportasi. Pada periode tahun 1997/1998 yaitu adanya reformasi pemerintahan, maka pertumbuhan konsumsi energi disektor industri dan transportasi mengalami penurunan sebesar – 1,69 untuk industri dan -3,99 untuk transportasi. Setelah periode tahun 1999 mengalami kenaikan cukup signifikan.
95 4.2
Analisis Elastisitas
4.2.1 Elastisitas Konsumsi Energi Terhadap GDP Untuk periode tahun 1990 – 2002 rasio pertumbuhan pemakaian energi terhadap pertumbuhan GDP Indonesia berada diatas satu, kecuali pada tahun 1997 dimana Indonesia memasuki masa krisis akibat adanya reformasi pemerintahan rasio tersebut berada pada 0,06 (lihat lampiran 28 dan gambar 55).
Hal ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP Indonesia sangat tergantung dari tingkat konsumsi BBF. Perubahan setiap unit BBF akan sangat mempengaruhi tingkat GDP. Untuk proyeksi tiga puluh tahun kedepan elastisitas konsumsi energi terhadap GDP berada pada 0,79
Elastisitas Konsumsi Energi Terhadap GDP 6,00 GDP elast Elastisitas GDP Terhadap Energi GDP e ind Elastisitas GDP Terhadap Energi GDP e kom Elastisitas GDP Terhadap Energi GDP e Res Elastisitas GDP Terhadap Energi GDP e Trans
4,00
2,00
Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi
0,00
1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
Tahun -2,00
Gambar 55. Elastisitas konsumsi energi terhadap GDP
Dari empat sektor konsumsi BBF, maka elastisitas pada sektor industri berada pada tingkat pertama kemudian diikuti sektor komersial, residen dan transportasi. Artinya sektor industri sangat sensitif terhadap perubahan pertumbuhan konsumsi BBF. Pada tahun 1990 elastisitas konsumsi energi sektor industri sebesar 1,25 dan proyeksi tiga puluh tahun kedepan akan berada 0,95 sedangkan sektor transportasi akan berada pada 0,63. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi pada sektor industri sangat mempengaruhi GDP Indonesia dibandingkan dengan sektor transportasi.
96 4.2.2 Elastisitas Harga Energi Terhadap GDP Respon dari konsumsi dalam hal ini adalah solar (diesel fuel) dan bensin ( gasoline) terhadap perubahan harga dan pendapatan di Indonesia adalah sebagai berikut : Ln TC = - 11,118 + 0,130 lnCP + 0,403 ln GDP + 0,488 ln LTC SE
(3,175)
(0,033)
(0,169)
(0,327)
Data untuk setiap variabel dapat dilihat pada lampiran 24 dan output SPSS dapat dilihat pada lampiran 10. Hasil pendugaan parameter persamaan memberikan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,899. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi total (TC) 89,9 % dapat diterangkan oleh variabel harga bahan bakar dan pendapatan.
Koefisien determinasi antara total konsumsi(TC) terhadap harga
bahan bakar adalah sebesar 0,825. Hal ini menunjukkan ada hubungan kuat antara harga bahan bakar dan total konsumsi dan dapat dijelaskan sebesar 82,5% dari model. Koefisien determinasi (R2) antara total konsumsi dan pendapatan adalah sebesar 0,728. Hal ini menunjukkan 72,8% total konsumsi dapat dijelaskan oleh pendapatan. Hubungan antara variabel harga dan pendapatan secara statistik cukup signifikan dengan taraf nyata (α) sebesar 0,05. Dari model dapat dijelaskan bahwa harga bahan bakar tidak elastis terhadap total konsumsi, karena kenaikan 1% harga hanya akan mempengaruhi total konsumsi sebesar
0,13%. Tetapi kenaikan 1% pendapatan (GDP) akan
mengakibatkan kenaikan total konsumsi sebesar 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP Indonesia dipengaruhi oleh total konsumsi bahan bakar, tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga bahan bakar itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tren intensitas energi Indonesia pada gambar 60. Jika hubungan harga bahan bakar dan pendapatan dilihat secara terpisah, maka koefisien determinasi (R2) hubungan harga dan total konsumsi adalah sebesar 0,825 sedangkan R2 untuk hubungan pendapatan terhadap total konsumsi adalah sebesar 0,728. Artinya secara statistik kedua variabel memiliki hubungan yang cukup signifikan.
97 4.3
Analisis Dampak Emisi Gas CO2 Terjadi persentase kenaikan emisi gas CO2 Indonesia dari baseline tahun
1990. Terjadi peningkatan emisi gas CO2 lebih dari dua kali lipat pada tahun 2020 yaitu dari 0.4% menjadi 0,99 %, sementara emisi dunia turun sebesar 20,2% untuk periode yang sama (lihat tabel 20). Meningkatnya emisi gas CO2 menyebabkan tingginya tingkat konsentrasi dari emisi gas CO2 yang berada diatmosfir yaitu dari 280 ppmv (parts per million by volume) pada tingkat pre-industrial menjadi 358 ppmv pada tahun 1994 dan pada saat ini diperkirakan berada pada tingkat 370 ppmv (lampiran 39). Pada gambar 56 dapat dilihat bahwa selama 20 tahun terakhir kenaikan konsentrasi tersebut sangat signifikan. Menurut Laporan khusus mengenai skenario emisi dari IPCC (SRES) pada akhir abad 21 tingkat konsentrasi emisi gas CO2 akan berada pada kisar 490 sampai 1260 ppmv. Laju tingkat konsentrasi yang akan terjadi sangat tergantung dari beberapa faktor seperti asumsi mengenai tingkat pertumbuhan ekonomi, pengembangan teknologi, pertumbuhan populasi dan energi alternatif. Oleh karenanya diperlukan kebijakan untuk mengurangi laju dari emisi gas CO2 tersebut. Kebijakan akan menjadi lebih mudah karena penyebab terbesar dari meningkatnya emisi gas CO2 tersebut disebabkan oleh pembakaran BBF(lampiran 36).
Gambar 56. Tren konsentrasi emisi gas CO2 di atmosfir dan emisi antropogonik
Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca akan mempercepat laju perubahan iklim global (Climate Change) dan pada gilirannya akan menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi. Menurut
TAR (Third Assesment Report – IPCC ) climate
98 sensitivity adalah sebesar 1,5 sampai 4,5oC dan rata-rata suhu permukaan bumi diproyeksikan meningkat sebesar 1,4 sampai 5,8oC pada periode 1990 sampai 2100 dan permukaan laut diperkirakan meningkat sebesar 0,1 sampai 0,9 meter dalam periode yang sama (lampiran 37). Pada tahun 2020 permukaan laut diperkirakan naik sebesar 0,1 meter dan suhu bumi pada tahun 1990 berkisar pada 15oC dengan skenario yang paling buruk berada pada 19oC. (gambar 57, 58 dan gambar 59 ).
Gambar 57. Proyeksi suhu rata-rata global dan skenario setelah tahun 1990
Gambar 58. Prakiraan kenaikan suhu seratus tahun yang akan datang ( Sumber :IPCC-SRES)
99
Gambar 59. Prediksi kenaikan permukaan laut (dalam meter) dalam seratus tahun yang akan datang. (Sumber : IPCC-SRES )
Selain meningkatnya permukaan laut dan perubahan suhu, maka perubahan iklim juga akan mengakibatkan perubahan presipitasi, kekeringan dan banjir. Perubahan ini akan berdampak pada sosial ekonomi. Analisis dalam model penelitian ini hanya akan melihat dampak ekonomi berupa GDP atau output nasional, karena ada implikasi terhadap tingkat kesejahteraan (walfare) masyarakat. Dalam keadaan BAU (Business as Usual), artinya jika tidak ada kebijakan yang dibuat untuk mengatasi dampak emisi gas CO2, maka dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% per tahun maka GDP per kapita Indonesia tahun 1990 berada pada tingkat 1,4 juta rupiah per tahun. Pada tahun 2006 berada pada tingkat 2,3 juta per tahun. Dengan proyeksi tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1% per tahun, maka pada tahun 2020 GDP per kapita Indonesia berada pada tingkat 3,9 juta per tahun dan dengan pertumbuhan penduduk 1,2% per tahun, GDP per kapita akan berada pada 3,7 juta per tahun. Pada gambar 64 dapat dilihat bahwa perebedaan pertumbuhan populasi tidak memberikan dampak signifikan terhadap GDP per kapita. Berdasarkan baseline tahun 1990, maka untuk periode 30 tahun kedepan GDP per kapita hanya berbeda sebesar lebih kurang Rp 120.000 ( 3% ) untuk perbedaan pertumbuhan populasi 0,2% per tahun, jika pertumbuhan ekonomi diasumsi tetap sebesar kisar 4,5 - 5% per tahun sesuai dengan tren yang terlihat pada gambar 60.
100
GDP/Kapita - Indonesia Dan Proyeksi 4.000.000 c ( Dalam Rp /Kapita/Tahun)- p 1%/tahun c ( Dalam Rp /Kapita/Tahun)- p 1,2%/tahun
Rupiah
3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 1990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
Tahun
Gambar 60. GDP/kapita Indonesia dan proyeksi dalam kondisi BAU
Pertumbuhan GDP dan Populasi Indonesia- Baseline1990
Pertumbuhan (%)
15 10 5 0 -51990
1995
2000
2005
2010
2015
2020
Pertumbuhan Populasi p1,2%
-10
Pertumbuhan Populasi p 1%
-15
Pertumbuhan GDP-p4,5-5% (%)
-20 Tahun
Gambar 61. Pertumbuhan GDP dan populasi Indonesia dengan beberapa asumsi terhadap baseline
Pertumbuhan CO2 dan GDP/Kapita 20,00 15,00 10,00
(%)
5,00 0,00 -5,00
1990
1995
2000
2005
-10,00 -15,00
Tahun
2010
2015
2020
Pertumbuhan CO2 (%) Pert c (%) - p 1% Pert c (%) - p 1,2%
-20,00
Gambar 62. Pertumbuhan emisi gas CO2 Indonesia dan GDP/kapita
101
Dengan asumsi pertumbuhan GDP sebesar 5% per tahun dan tingkat pertumbuhan populasi 1% dan 1,2 % per tahun, maka pertumbuhan CO2 per tahun akan berada dibawah 5% dalam kondisi BAU (lihat gambar 62). Jika perekonomian bertumbuh dengan estimasi sebesar 5 % per tahun, maka pertumbuhan emisi gas CO2 akan meningkat dengan pola yang sama.