STRATEGI DAN BIAYA ADAPTASI MASYARAKAT TELUK JAKARTA TERHADAP DAMPAK BANJIR ROB AKIBAT PERUBAHAN IKLIM
DINA BERINA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
RINGKASAN DINA BERINA. Strategi dan Biaya Adaptasi Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim. Dibimbing oleh PINI WIJAYANTI Perubahan iklim berpotensi memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan. Fenomena ini ditunjukkan dengan adanya pencairan es di kutub dan kenaikan permukaan air laut. Salah satu dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan air laut adalah banjir di wilayah pesisir atau yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai rob. Dibutuhkan suatu upaya adaptasi sebagai bentuk tindakan responsif yang dilakukan untuk meminimalisir dan mengantisipasi dampak yang diterima. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji upaya adaptasi masyarakat melalui pendekatan ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Tujuan penelitian ini secara khusus yaitu: (1) menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob; (2) mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob; (3) mengestimasi besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob; (4) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob; dan (5) mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, selama bulan April sampai dengan Mei 2011. Kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh perubahan iklim berimplikasi pada terjadinya banjir rob di wilayah tersebut. Fenomena ini menimbulkan suatu strategi dan biaya adaptasi yang harus ditanggung oleh masyarakat. Proses interpretasi persepsi masyarakat, identifikasi strategi adaptasi, dan kajian program menggunakan metode analisis deskriptif. Sementara itu, biaya adaptasi diperoleh melalui pendekatan Averting Behavior Method dan analisis faktor yang mempengaruhi biaya adaptasi menggunakan regresi linear berganda dengan model double log. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat Kelurahan Penjaringan belum memahami istilah perubahan iklim. Saat banjir terjadi, masyarakat lebih memilih menetap di rumah dibandingkan mengungsi ke tempat lain. Hal tersebut menimbulkan biaya yang harus ditanggung masyarakat untuk beradaptasi. Biaya adaptasi total yang harus ditanggung masyarakat Kelurahan Penjaringan adalah sebesar Rp 50 775 630 927.44. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi tersebut yaitu pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke laut, dan status kepemilikan rumah. Masyarakat berpendapat bahwa fasilitas yang telah diberikan oleh pemerintah kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan. Terdapat berbagai sudut pandang dalam menanggapi hal tersebut, mulai dari belum adanya optimalisasi program hingga moral hazard masyarakat di wilayah tersebut. Pemerintah telah menyiapkan beberapa program terkait dengan antisipasi banjir rob dan penurunan lahan, yaitu reklamasi pantai dan Giant Sea Wall sepanjang garis pantai Jakarta Utara. Kata kunci: perubahan iklim, banjir rob, persepsi, adaptasi, Averting Behavior Method.
STRATEGI DAN BIAYA ADAPTASI MASYARAKAT TELUK JAKARTA TERHADAP DAMPAK BANJIR ROB AKIBAT PERUBAHAN IKLIM
DINA BERINA H44070041
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi Nama NIM
: Strategi dan Biaya Adaptasi Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim : Dina Berina : H44070041
Disetujui
Pini Wijayanti, SP, M.Si. Pembimbing I
Nuva, SP, M.Sc. Pembimbing II
Diketahui
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Strategi dan Biaya Adaptasi Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Dina Berina H44070041
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1.
Mama (Tiominar), Bapak (T. Ruhyadi), dan adik-adik penulis (Nirwan Hartadi dan Netya Marsheli) atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang.
2.
Pini Wijayanti, SP, M.Si. (Pembimbing I) dan Nuva, SP, M.Sc. (Pembimbing II) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr. selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen.
4.
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS. selaku pembimbing akademik.
5.
Kelurahan Penjaringan, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta, dan Suku Dinas Tata Kelola Air Wilayah Kotamadya Jakarta Utara, atas data dan informasinya.
6.
Rekan satu bimbingan, Andrian Irwansyah, Andika Lesmana, Desi Irnalia, dan Nasya Fathiras, serta seluruh sahabat ESL 44 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat serta karunia-Nya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai strategi dan biaya adaptasi masyarakat dimana dalam penelitian ini adalah adaptasi terhadap banjir rob di kawasan Teluk Jakarta. Kajian yang dilakukan meliputi interpretasi persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob, serta identifikasi strategi adaptasi melalui analisis deskriptif. Selain itu, dilakukan pula estimasi terhadap biaya adaptasi melalui pendekatan Averting Behavior Method dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya melalui regresi linear berganda. Penelitian ini juga mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara terkait banjir rob dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya pihak yang terkait dengan penelitian ini.
Bogor, Juni 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN .............................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
ii
HALAMAN KEORISINILAN ...................................................................
iii
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
DAFTAR ISI .............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xi
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ............................................................................... Perumusan Masalah ........................................................................ Tujuan Penelitian............................................................................. Manfaat Penelitian........................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................
1 4 6 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
9
2.1 Perubahan Iklim dan Persepsi ....................................................... 2.1.1 Pemahaman Mengenai Perubahan Iklim ........................... 2.1.2 Pengertian dan Konsep Persepsi ....................................... 2.1.3 Banjir Rob ......................................................................... 2.2 Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim ............................................. 2.2.1 Strategi Adaptasi Masyarakat ........................................... 2.3 Averting Behavior Method ...........................................................
9 9 10 11 11 12 13
III. KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................
15
3.1 Kerangka Pemikiran...................................................................... 3.2 Hipotesis ......................................................................................
15 18
IV. METODE PENELITIAN .....................................................................
21
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 4.3 Metode Pengambilan Contoh ........................................................ 4.3.1 Stratified Random Sampling ................................................ 4.3.2 Snowball Random Sampling ................................................ 4.4 Metode dan Prosedur Analisis ...................................................... 4.4.1 Tabel Distribusi Frekuensi .................................................. 4.4.2 Skala Perbedaan Semantik ..................................................
21 21 22 22 23 24 24 25
4.4.3 Analisis Deskriptif ............................................................... 4.4.4 Averting Behavior Method .................................................. 4.4.4.1 Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) .......... 4.4.4.2 Biaya Adaptasi Total ............................................... 4.4.5 Analisis Regresi Linear Berganda .......................................
25 26 26 27 28
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ................................................
30
5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian................................................ 5.2 Karakteristik Responden ............................................................... 5.2.1 Jenis Kelamin Responden.................................................... 5.2.2 Tingkat Usia Responden...................................................... 5.2.3 Status Kependudukan Responden ....................................... 5.2.4 Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 5.2.5 Mata Pencaharian Kepala Keluarga Responden .................. 5.2.6 Pendapatan Rumah Tangga Responden .............................. 5.3 Kondisi Tempat Tinggal dan Banjir Rob ...................................... 5.3.1 Status Kepemilikan Rumah ................................................. 5.3.2 Jenis Bangunan .................................................................... 5.3.3 Luas Rumah .........................................................................
30 32 32 33 33 34 35 36 37 38 38 39
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
41
6.1 Persepsi Responden Kelurahan Penjaringan Terhadap Perubahan Iklim ............................................................................ 6.1.1 Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara ....................... 6.1.2 Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan ...................... 6.1.3 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan ............ 6.1.4 Penilaian Responden Terhadap Banjir Rob ......................... 6.2 Strategi Adaptasi Responden Terhadap Banjir Rob...................... 6.3 Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) ................................ 6.3.1 Biaya Pencegahan untuk Pembuatan Tanggul .................... 6.3.2 Biaya Pencegahan untuk Peninggian Lantai Dasar ............. 6.3.3 Biaya Pencegahan untuk Penambahan Lantai ..................... 6.3.4 Biaya Pencegahan untuk Peninggian Jalan ......................... 6.3.5 Biaya Adaptasi Total Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 . 6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Biaya Adaptasi Akibat Banjir Rob ......................................................................... 6.4.1 Pendapatan Rumah Tangga ................................................. 6.4.2 Jarak Rumah ke Tepi Laut ................................................... 6.4.3 Status Kepemilikan Rumah ................................................. 6.4.4 Jenis Bangunan .................................................................... 6.5 Program dan Rencana Program Pemerintah di Wilayah Kelurahan Penjaringan ..................................................................
41 42 43 43 45 48 52 52 53 53 54 55 56 57 58 58 59 60
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
64
7.1 Kesimpulan ................................................................................... 7.2 Saran .............................................................................................
64 65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
67
LAMPIRAN ...............................................................................................
70
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
82
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Matriks Metode Analisis Data ...........................................................
24
2
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 ...............
31
3
Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Penjaringan Tahun 2010....
31
4
Perilaku Responden Kelurahan Penjaringan dalam Mengombinasikan Strategi Adaptasi pada Tahun 2011 ............................................
51
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Data Sebaran Masyarakat Miskin di Jakarta Tahun 2008 .................
5
2
Diagram Alur Pikir ............................................................................
20
3
Peta Kelurahan Penjaringan ...............................................................
30
4
Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011 ................................................................
32
Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Usia Tahun 2011 ................................................................................
33
Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Status Kependudukan Tahun 2011 ....................................................
34
Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011........................................................
35
Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Mata Pencaharian Kepala Keluarga Tahun 2011 ..............................
36
Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga Tahun 2011 ...........................................
37
Proporsi Status Kepemilikan Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 ....................................................................
38
Proporsi Jenis Bangunan Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 ....................................................................
39
12
Proporsi Luas Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011
39
13
Sumber Pengetahuan Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Perubahan Iklim Tahun 2011............................................
41
Penilaian Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Jumlah Hari Hujan Tahun 2011 .....................................................................
44
Data Iklim Pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok untuk Wilayah Jakarta Utara Tahun 2001-2010 ......................
44
16
Perilaku Adaptasi Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 ..
49
17
Penerapan Strategi Adaptasi Tempat Tinggal Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 ..................................................
49
Proporsi Biaya Rata-Rata Tiap Strategi Adaptasi Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 ..................................................
55
5 6 7 8 9 10 11
14 15
18
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Kuesioner Penelitian ..........................................................................
71
2
Biaya Adaptasi Total dan Rata-Rata Masyarakat Kelurahan Penjaringan Akibat Banjir Rob (per Tahun 2011) .............................
76
3
Analisis Regresi Linear Berganda untuk Model Double Log ............
77
4
Gambaran Lokasi Pelaksanaan Program Pemerintah ........................
81
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota yang menjadi pusat lokasi pelaksanaan fungsi
administrasi pemerintahan dan perekonomian Republik Indonesia. Hal ini memicu pesatnya pembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas dan sarana pendukung kegiatan tersebut. Penyediaan fasilitas dan pembangunan di berbagai sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai daerah untuk menetap dan memperoleh kesejahteraan di kota ini. Hal tersebut melatarbelakangi terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang signifikan di Jakarta. Menurut data BPS (2011), jumlah penduduk Jakarta mencapai 9 607 787 jiwa atau lebih dari 13 000 jiwa/km2 dengan proporsi masyarakat pada garis kemiskinkan sebanyak 331 169 jiwa. Jakarta memiliki 40 % daratan (24 000 ha) yang letaknya lebih rendah dibandingkan permukaan air laut (Firman et al. 2011). Kota ini dibangun oleh Jan Pieters Zoon Coen di awal abad ke-17 dengan konsep kota air (waterfront city). Konsep ini dipilih karena Jakarta telah diprediksi sebagai kota yang akrab dengan permasalahan banjir sehingga dibangun kanal-kanal yang pada awalnya direncanakan seperti yang telah dibangun di Kota Amsterdam. Namun, berselang beberapa waktu dari pembangunan hingga awal abad ke-20 genangan air yang lebih tinggi dari daratan Jakarta terus terjadi, dan banjir tidak dapat dihindari (Caljouw et al. 2004). Permasalahan banjir tersebut terus berlanjut hingga saat ini, bahkan berdasarkan data Bappenas (2007) dalam Steinberg (2007) 60 % daratan di wilayah ibu kota terendam air akibat banjir siklus lima tahunan pada tahun 2007.
Banjir ini merupakan banjir terparah di Jakarta yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 48 orang dan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai US$ 453 juta. Kerugian ekonomi tersebut mencakup kerugian dan kerusakan aset pemerintah, aset dunia usaha, dan aset masyarakat. Banjir dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab banjir adalah perubahan iklim. Perubahan iklim berpotensi menyebabkan banjir melalui peningkatan curah hujan, peningkatan aliran sungai gletser, dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub bumi atau dalam istilah Indonesia dikenal dengan rob (Satterthwaite 2008)1. Berdasarkan data kenaikan permukaan air laut hasil pengamatan Jaringan Stasiun Pasang Surut Nasional, variasi kenaikan permukaan laut di perairan Indonesia berkisar antara 3-8 mm per tahun. Bahkan, kondisi kenaikan permukaan air laut di pantai utara Jawa memiliki variasi yang lebih besar dan diperburuk dengan penurunan lahan di sejumlah kota besar, seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya (Karsidi 2011)2. Berdasarkan dari potensi dampak peningkatan permukaan air laut tersebut, Jakarta merupakan kota yang paling berisiko mengalami banjir (Firman et al. 2011). Hal tersebut juga didukung oleh daratan yang terletak di bawah permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah yang semakin massive. Penurunan lahan ini terjadi dengan tingkat yang variatif mulai 1-15 cm per tahun, hingga di wilayah tertentu mencapai 20-25 cm per tahun, sedangkan untuk wilayah pesisir Jakarta rata-rata tingkat penurunan lahan mencapai 12 cm per tahun (Abidin et al. 2009). 1
2
http://www.un.org/esa/population/meetings/EGM_PopDist/P16_Satterthwaite.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011 http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/workshop-dampak-kenaikan-permukaan-laut-padalingkungan-pantai-indonesia-2/ diakses 18 Mei 2011
Ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi, penduduk miskin merupakan suatu bagian dari lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim (Firman et al. 2011; Adger et al. 2003). Selain itu, lapisan masyarakat yang berada di atasnya, yaitu penduduk yang memiliki penghasilan rendah namun belum masuk ke dalam kriteria penduduk miskin berpotensi menjadi miskin akibat dampak lingkungan yang harus ditanggungnya karena perubahan iklim (Susandi 2009). Dampak lingkungan tersebut dapat berupa banjir, abrasi, kekeringan, dan intrusi air laut (Sales Jr. 2009). Adaptasi merupakan salah satu upaya masyarakat dalam merespon dampak lingkungan yang mereka terima akibat perubahan iklim. Adaptasi ini dapat bersifat swadaya seperti melindungi tempat tinggal mereka dari banjir dan berupa inisiatif pemerintah seperti penyediaan fasilitas pertahanan banjir lainnya. Upaya adaptasi ini juga menimbulkan biaya bagi pemerintah maupun masyarakat (Barker 2003). Namun, dalam hal ini masih terdapat kesenjangan terkait kemampuan beradaptasi antara masyarakat kaya dan miskin. Masyarakat lapisan menengah ke atas memiliki lebih banyak pilihan untuk beradaptasi, misalnya membangun tempat tinggal (menambah lantai) hingga pindah ke tempat lain. Berbeda dengan masyarakat miskin yang cenderung tidak memiliki banyak pilihan karena dampak lingkungan yang terjadi melebihi daya adaptasi. Hal tersebutlah yang menjadi potensi baru pemiskinan lebih lanjut (Caljouw et al. 2004). Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai adaptasi terhadap dampak lingkungan yang diterima masyarakat sebagai akibat perubahan iklim.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan kompleksitas yang dimilikinya perubahan iklim global
dianggap sebagai induk dari berbagai permasalahan pasar dan non-pasar (Griffin 2003). Hal ini melatarbelakangi diangkatnya perubahan iklim sebagai isu global. Beberapa pertemuan antar negara terkait perubahan iklim ini telah dilakukan dan semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir, antara lain UNFCCC Kyoto3, UNFCCC Bali4, KTT Iklim Kopenhagen, dan KTT Iklim Cancun-Meksiko5. Perubahan iklim dapat ditunjukkan oleh kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi, peningkatan permukaan air laut, banjir, dan kekeringan. Peningkatan suhu bumi berpengaruh terhadap pencairan es di kutub sehingga volume air laut meningkat dan berpotensi menggenangi daratan dan pemukiman di wilayah pesisir (Paw dan Thia-Eng 1991). Hal tersebut menimbulkan dampak lingkungan yang berimbas pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat (Barker 2003). Parry et al. (1999) dalam Nicholls et al. (1999) meninjau dari berbagai studi, bahwa perubahan iklim secara regional maupun global berpotensi memberikan dampak terhadap ekosistem daratan, kesehatan manusia, sumber daya air, suplai pangan, dan wilayah pesisir. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu upaya adaptasi secara global maupun lokal. Berdasarkan UNFCCC (2004) dalam Van Aalst et al. (2008) adaptasi secara global dilakukan melalui pendekatan top-down perspective dimana
3
http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/ diakses pada tanggal 11 Februari 2011 http://unfccc.int/meetings/cop_13/items/4049.php diakses pada tanggal 11 Februari 2011 5 http://www.voanews.com/indonesian/news/Agus-Purnomo-Indonesia-Berkomitmen-TurunkanEmisi-Gas-Rumah-Kaca-26-Persen-Tahun-2020-111707619.html diakses pada tanggal 2 Februari 2011 4
pemecahan masalah ditinjau dari upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim, yakni melalui penelitian dan pembentukan kebijakan. Sedangkan, adaptasi secara lokal dilakukan melalui pendekatan bottom-up perspective dimana prioritas utamanya adalah kebutuhan tingkat lokal untuk mengantisipasi maupun mengatasi risiko yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Kotamadya Jakarta Utara merupakan wilayah terendah di Jakarta yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Hasil studi yang dilakukan oleh Yusuf dan Fransisco (2009) dalam (Firman et al. 2011) menyatakan wilayah Jakarta Utara menempati posisi satu dalam urutan wilayah paling berisiko terkena banjir se-Asia Tenggara. Selain itu, Jakarta Utara merupakan kotamadya dengan jumlah populasi penduduk miskin tertinggi dibandingkan kotamadya lain yang terdapat di daratan Jakarta. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Sumber: Badan Pusat Statistik (2010) dalam Firman et al. (2011)
Gambar 1. Data Sebaran Masyarakat Miskin di Jakarta Tahun 2008. Wilayah di Jakarta Utara yang memiliki populasi penduduk miskin terpadat adalah Kelurahan Kali Baru, Kecamatan Cilincing, dan Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan (Susandi 2009). Namun, di antara kedua lokasi tersebut, Kelurahan Penjaringan lebih rentan terhadap dampak banjir rob.
Ketinggian air di wilayah ini saat terjadi rob mencapai 50 cm (DPU 2008) dalam (Firman et al. 2011). Berdasarkan penjelasan di atas perumusan masalah dari penelitian ini antara lain: 1.
Bagaimana presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob?
2.
Apa
saja
strategi
adaptasi
yang
dilakukan
masyarakat
dalam
mengantisipasi dampak banjir rob? 3.
Berapa besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob?
4.
Apa saja faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob?
5.
Apa saja program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan bagaimana kesesuaiannya dengan harapan masyarakat?
1.3
Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, tersebut dikaitkan dengan: 1.
Menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob.
2.
Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob.
3.
Mengestimasi besar biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.
4.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob.
5.
Mengkaji program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dam Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi peneliti, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
2.
Bagi akademisi, sebagai bahan untuk menambah khasanah ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan.
3.
Bagi pemerintah, sebagai bahan acuan dalam melakukan estimasi biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob dan pertimbangan dalam menentukan program dan kebijakan.
4.
Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi mengenai strategi dan besarnya biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.
5. 1.5
Sebagai referensi bagi penelitian terkait berikutnya Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
1.
Penelitian ini tidak mengestimasi nilai kerugian harta benda penduduk dan barang bergerak serta yang berdampak terlalu luas.
2.
Biaya adaptasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan aliranaliran yang dikeluarkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar akibat banjir rob meliputi biaya untuk penambahan kapasitas infrastruktur, yaitu rumah dan jalan.
3.
Penelitian
ini
dilakukan
di
Kelurahan
Penjaringan,
Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara dan hanya mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob melalui presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob, identifikasi strategi adaptasi masyarakat, estimasi besar biaya adaptasi akibat banjir rob, analisis faktor-faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi, dan kajian mengenai program dan rencana program pemerintah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perubahan Iklim dan Persepsi Suatu kejadian dapat menimbulkan beragam persepsi dalam masyarakat.
Salah satunya adalah fenomena perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkan. Dampak ini dapat bersifat global, regional, maupun lokal. Melalui persepsi dapat diketahui pula sejauh mana tingkat pengetahuan dan pandangan masyarakat mengenai perubahan iklim, serta dampak lokal yang diterimanya. Hal ini berimplikasi pada kesigapan dalam menentukan pilihan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan upaya untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar. Oleh sebab itu, fenomena ini penting untuk dipahami. 2.1.1
Pemahaman Mengenai Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan implikasi dari pemanasan global yang
mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) kembali ke permukaan bumi (Susandi et al. 2008). Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global tersebut dominan dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Ada pun sektor lain yang berkontribusi signifikan dalam proses ini antara lain sektor pertanian, sektor industri, dan kegiatan pembukaan lahan hutan (forest clearing). Kegiatan tersebut menimbulkan risiko signifikan yang mempengaruhi kehidupan manusia dan sistem alam (IPCC 2007) dalam (Matson et al. 2010). Mc. Carthy et al. (2001) dalam Grothmann dan Patt (2005) menyatakan dampak yang ditimbulkan dari
perubahan iklim antara lain peningkatan suhu bumi, kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrim, gangguan terhadap biodiversitas, dan kerugian properti. 2.1.2
Pengertian dan Konsep Persepsi Nazir (1988) mendefinisikan persepsi sebagai cara responden menilai
sesuatu tentang perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain atau lingkungannya. Sedangkan, Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pemberian makna melalui stimulasi inderawi. Penduduk lokal Phinaya di wilayah Pegunungan Andes, Peru, dalam studi Adger et al. (2009) mengemukakan berbagai persepsi mengenai perubahan iklim. Fenomena alam yang disebabkan oleh ketidakstabilan atmosfer ini dianggap sebagai suatu proses lingkungan yang menyebabkan mencairnya lapisan es di wilayah tersebut. Proses ini beberapa kali disebut oleh masyarakat setempat sebagai ‘tukurapunqa vida’ yang berarti akhir dari kehidupan. Makna kalimat tersebut lebih direpresentasikan kepada kepunahan Alpaca (spesies domba di wilayah Andes) dan kedatangan angin besar yang akan menyapu seluruh vegetasi. Studi lain menyatakan penduduk lokal Phinaya juga memiliki berbagai persepsi mengenai penyebab perubahan iklim, antara lain polusi, pertambangan, industri dan perkotaan, serta kekuatan supranatural seperti kutukan Tuhan (Dewa Apus) dan nilai spiritual yang ada pada sebuah gunung. Ditinjau dari penyebabnya perubahan iklim merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia yang memberikan timbal balik pada sejumlah aspek kehidupan. Dampak negatif yang ditimbulkan bagi kehidupan manusia memunculkan persepsi yang berbeda-beda dalam masyarakat. Hal ini dapat diakibatkan oleh perbedaan tingkat dampak yang diterima masyarakat.
2.1.3
Banjir Rob Salah satu dampak perubahan iklim adalah banjir akibat kenaikan
permukaan air laut yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai banjir rob. Berdasarkan hasil studi oleh Handoko et al. (2009), hal ini disebabkan oleh mencairnya permukaan es di kutub utara. Fenomena kenaikan tinggi permukaan air laut ini mempercepat proses erosi pantai (abrasi), intrusi air laut, merusak lahan basah di wilayah pantai, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Beberapa lokasi di Pulau Jawa yang rentan terhadap banjir rob merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Pantai Utara Jawa. Fauzi et al. (2010) menyatakan beberapa wilayah yang rentan tersebut antara lain Jakarta, Pekalongan, Jepara, dan Semarang6. Banjir rob dan fenomena lain yang timbul sebagai efek samping dari naiknya permukaan air laut yang telah disebutkan di atas memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat. Dampak tersebut umumnya merupakan kehilangan pendapatan atau peningkatan jumlah pengeluaran untuk beradaptasi, misalnya biaya rekonstruksi rumah, biaya pembelian air bersih, dan lain sebagainya. 2.2
Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim The 3rd Assessment Report of the IPCC (2001) dalam Adger et al. (2009)
menerjemahkan adaptasi terhadap perubahan iklim sebagai penyesuaian pada alam maupun sistem kehidupan manusia dalam rangka merespon pergerakan iklim dan dampaknya yang merugikan atau mengurangi peluang manfaat. Adaptasi tersebut dibedakan ke dalam beberapa tipe yaitu adaptasi antisipatif dan 6
http://www.pices.int/publications/presentations/2010-Climate-Change/C1/C1-6124-Fauzi.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011
reaktif, adaptasi privat dan publik, serta adaptasi terencana dan otonomi. Ada pun beberapa konsep yang berhubungan dengan adaptasi antara lain kapasitas adaptasi, manfaat adaptasi, biaya adaptasi, dan penilaian adaptasi. 2.2.1 Strategi Adaptasi Masyarakat Adaptasi disusun oleh berbagai tindakan dalam masyarakat yang dilakukan oleh individu, kelompok, dan pemerintah. Adaptasi dilatarbelakangi oleh berbagai faktor termasuk perlindungan terhadap kesejahteraan dan keselamatan. Hal tersebut dapat dilakukan secara individu atas dasar kepentingan pribadi, atau tersusun dalam aksi pemerintah dan publik untuk melindungi penduduknya (Adger et al. 2004). Burton et al. (1993) dalam Adger et al. (2005) menjelaskan klasifikasi adaptasi yang berbasis pada strategi sering kali berfokus pada tingkat kerugian yang diderita, kerugian yang dapat dihindari, modifikasi kejadian, pencegahan dampak, pengubahan pemanfaatan, atau pemindahan lokasi. Klasifikasi ini merupakan ekspansi dari tiga landasan adaptasi, yaitu (Adger 2005): a.
Mengurangi sensitivitas sistem yang terkena dampak, misalnya dengan memastikan bangunan di kawasan banjir dibangun dengan lantai dasar yang tahan banjir.
b.
Mengubah kapasitas sistem untuk menerima dampak perubahan iklim, misalnya meningkatkan kesigapan dan mitigasi terhadap bahaya.
c.
Meningkatkan daya tahan sistem sosial dan ekologi, hal ini dapat dicapai melalui berbagai tindakan yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan dan jaminan akses terhadap sumberdaya, tetapi juga tindakan yang spesifik yang dapat memulihkan kembali populasi tertentu dari kerugian yang dideritanya.
Adaptasi merupakan salah satu bentuk respon masyarakat dalam menyikapi perubahan lingkungan. Dibutuhkan sejumlah pengeluaran dalam melakukan tindakan responsif ini, khususnya yang bersifat pencegahan terhadap nilai kerugian yang lebih tinggi. Biaya adaptasi yang ditanggung masyarakat dapat berbeda satu sama lain. Hal ini didasarkan pada berbagai faktor sosial dan ekonomi masyarakat, serta tingkat dampak yang diterima oleh tiap individu. 2.3
Averting Behavior Method Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi besar biaya
adaptasi masyarakat adalah Averting Behavior Method (ABM). Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Metode ABM ini terbatas untuk kasus dimana rumah tangga mengeluarkan sejumlah uang untuk mengimbangi dampak lingkungan yang diterima (Pearce 1993). Pendekatan ini terbagi menjadi tiga, yaitu: 1.
Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) Pendekatan biaya pencegahan merupakan pendekatan melalui estimasi kesediaan individu untuk mengeluarkan biaya agar dapat terhindar dari kerusakan akibat degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). Biaya pencegahan dikeluarkan untuk melindungi rumah tangga dari penurunan kesejahteraan (Hanley dan Spash 1993).
2.
Biaya Pengganti (Replacement Cost) Pendekatan biaya pengganti digunakan untuk menggantikan aset pada harga saat ini. Penilaian dilakukan dengan mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk menggantikan manfaat jasa lingkungan yang rusak dengan
suatu nilai jasa lingkungan yang tidak mengalami kerusakan (Jones et al. 2000). 3.
Biaya Substitusi (Substitute Cost) Pendekatan biaya substitusi dilakukan dengan mengestimasi biaya yang dikeluarkan masyarakat dalam mensubstitusi barang dan jasa yang hilang akibat degradasi lingkungan (Jones et al. 2000).
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Perubahan iklim merupakan implikasi dari kegiatan manusia yang
menyebabkan peningkatan suhu bumi. Hal ini menjadi faktor pemicu mencairnya lapisan es di kawasan kutub bumi yang berakibat pada peningkatan tinggi permukaan air laut (rob). Fenomena ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir yang rentan terhadap pasang surut air laut (Paw dan Thiang-Eng 1991). Tingkat pengetahuan dan dampak perubahan iklim yang diterima oleh masyarakat tidak selalu seragam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan interpretasi mengenai persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim dan dampak lokal yang diterima. Proses interpretasi ini dilakukan sebagai awal dari beberapa proses identifikasi tingkat lanjut, karena melalui persepsi masyarakat tersebut peneliti dapat memperoleh informasi mengenai dampak umum dari banjir rob yang terjadi di lokasi penelitian. Strategi adaptasi masyarakat pada umumnya didasari oleh persepsi setiap individu terhadap perubahan yang terjadi. Oleh sebab itu, informasi terkait persepsi masyarakat dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi proses identifikasi selanjutnya seperti strategi dan biaya adaptasi, serta harapan masyarakat mengenai program pemerintah terkait permasalahan banjir rob. Selain itu, hasil identifikasi persepsi masyarakat tersebut dapat digunakan sebagai stimulan dan input komunikasi yang efektif saat melakukan wawancara dengan tiap responden. Ada pun tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah identifikasi mengenai strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk
meminimalisir
dampak
banjir
rob
di
lokasi
penelitian.
Selain
untuk
mengidentifikasi jenis strategi adaptasi, hasil dari proses ini akan dikuantifikasi dalam tahap selanjutnya. Strategi adaptasi ini akan dikonversi ke dalam bentuk moneter yang dinilai sebagai biaya adaptasi masyarakat. Biaya adaptasi yang dimaksud diperoleh melalui penerapan Averting Behavior Method (ABM). Garrod dan Willis (1999) menyatakan ABM merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menilai kerugian ekonomi melalui estimasi nilai dari komoditas non-market. Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak degradasi lingkungan. ABM terbatas untuk kasus dimana rumah tangga mengeluarkan sejumlah uang untuk mengimbangi dampak lingkungan yang diterima (Pearce 1993). Salah satu batasan dari penelitian ini adalah strategi adaptasi
infrastruktur
rumah
dan
jalan,
dimana
masyarakat
diindikasi
mengeluarkan sejumlah biaya untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh sebab itu, pendekatan ABM yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah biaya pencegahan (preventive expenditure). Strategi yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari tingkat kemampuan beradaptasi yang direpresentasikan melalui biaya adaptasi yang dikeluarkan. Tingkat kemampuan tersebut dipengaruhi berbagai faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan seperti pendidikan, pendapatan rumah tangga, jarak tempat tinggal ke laut, dan sebagainya. Oleh sebab itu, identifikasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat adaptasi masyarakat menjadi penting untuk dilakukan. Faktor-faktor tersebut akan diidentifikasi berdasarkan
data karakteristik yang diperoleh dari tiap responden yang diolah melalui proses regresi linear berganda. Kemampuan individu untuk mengeluarkan biaya adaptasi tidak selalu sama. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hal ini dipengaruhi oleh tingkat dampak yang diterima oleh tiap individu. Selain itu, faktor lain yang diindikasi mempengaruhi besar biaya adaptasi adalah tingkat pendapatan masyarakat, dimana masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah memiliki kapasitas dan kemampuan adaptasi yang lebih rendah (terbatas) pula. Keterbatasan adaptasi masyarakat ini harus didukung oleh inisiatif pemerintah sebagai penyedia barang publik dan pihak yang memiliki andil dalam menjamin kesejahteraan masyarakat. Dukungan ini dapat diberikan dalam bentuk program adaptasi berupa pembangunan infrastruktur maupun penyediaan barang publik lainnya yang sesuai kebutuhan masyarakat, terutama yang dapat mereduksi peluang penurunan kesejahteraan akibat dampak banjir rob. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang dilakukannya kajian mengenai program dan rencana program pemerintah, serta kesesuaiannya dengan harapan masyarakat. Melalui hasil yang diperoleh dari tahap ini, peneliti dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana program pemerintah membantu masyarakat dalam mengurangi dampak banjir yang diterima, serta menjembatani harapan masyarakat agar pemerintah dapat memberikan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal-hal yang telah disebutkan di atas erat kaitannya dengan kesejahteraan dan proses pemiskinan masyarakat akibat kerugian yang diderita. Oleh sebab itu, aspek-aspek tersebut menjadi penting untuk diteliti dalam suatu kajian mengenai
strategi dan biaya adaptasi masyarakat agar dapat menghasilkan suatu rekomendasi dan acuan bagi penerapan kebijakan yang tepat sasaran. 3.2
Hipotesis Persepsi yang akan dinilai dalam penelitian ini, yaitu mengenai fenomena
perubahan iklim dan dampak lokal yang dirasakan masyarakat. Peneliti menduga bahwa sebagian besar masyarakat belum cukup memahami fenomena tersebut dan belum menyadari bahwa banjir yang terjadi di kawasan Kelurahan Penjaringan merupakan implikasi dari perubahan iklim. Sebagai bentuk antisipasi terhadap penurunan kesejahteraan dan kerugian yang lebih besar masyarakat membentuk suatu strategi adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Bentuk adaptasi yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah meningkatkan daya tahan bangunan tempat tinggal agar lebih adaptif terhadap banjir rob. Diperlukan sejumlah biaya dalam melakukan strategi adaptasi. Namun, dalam penerapannya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi besar biaya adaptasi tersebut. Faktor yang dimaksud dimasukkan sebagai peubah bebas ke dalam model yang akan ditentukan pada penelitian ini. Ada pun peubah yang dimasukkan dalam model adalah pendapatan rumah tangga (X1), jarak rumah ke laut (X2), status kepemilikan (D1), dan jenis bangunan (D2). Seluruh peubah bebas diduga signifikan pada taraf nyata 15 %, yaitu batasan yang ditentukan langsung oleh peneliti di bawah dari taraf nyata untuk ilmu sosial yang telah disepakati para ahli, yaitu sebesar 20 %. Peubah bebas yang diduga berpengaruh positif terhadap biaya adaptasi antara lain pendapatan rumah tangga, dimana peningkatan dalam peubah tersebut diduga akan meningkatkan besar biaya adaptasi. Sedangkan, peubah bebas yang
diduga berpengaruh negatif terhadap biaya adaptasi adalah jarak rumah ke laut, dimana peningkatan dalam peubah tersebut akan menurunkan besar biaya adaptasi. Selain itu, terdapat peubah bebas yang berlaku sebagai dummy dalam model tersebut, yaitu status kepemilikan dan jenis bangunan, dimana penduduk yang merupakan pemilik rumah mempunyai nilai biaya adaptasi yang lebih besar dibandingkan penduduk yang bukan pemilik rumah, dan penduduk yang memiliki tempat tinggal berjenis bangunan permanen mempunyai nilai biaya adaptasi yang lebih besar dibandingkan penduduk yang memiliki tempat tinggal berjenis bangunan semi permanen.
Perubahan iklim Banjir karena kenaikan permukaan air laut (rob) Dampak lingkungan terhadap properti dan kesejahteraan masyarakat
Persepsi masyarakat
Interpretasi persepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob
Adaptasi
Identifikasi strategi adaptasi masyarakat
Biaya adaptasi
Estimasi biaya adaptasi
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya adaptasi masyarakat
Rekomendasi kebijakan Gambar 2. Diagram Alur Pikir Keterangan: Berkaitan langsung dengan kegiatan penelitian Tindak lanjut dari hasil penelitian
Kajian mengenai program dan rencana program pemerintah dan harapan masyarakat
IV. METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja karena Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu wilayah yang paling rentan terhadap dampak banjir rob di Provinsi DKI Jakarta. Banjir rob yang terjadi menimbulkan berbagai persepsi dan strategi adaptasi, serta jenis biaya tertentu yang harus ditanggung oleh masyarakat. Proses pengambilan data primer dan data sekunder berlangsung selama bulan April sampai dengan Mei 2011. 4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui proses wawancara responden yang merupakan penduduk setempat dengan menggunakan kuesioner, serta melalui wawancara dengan perwakilan atau narasumber yang ditunjuk oleh institusi penyedia fasilitas dan infrastruktur adaptasi terhadap dampak banjir rob untuk wilayah tersebut, yakni Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta (DPU) dan Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Kelola Air Wilayah Kotamadya Jakarta Utara. Jumlah responden dalam penilitian ini yaitu sebanyak 50 kepala keluarga (KK). Data sekunder diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan berupa buku referensi, laporan kegiatan, jurnal ilmiah, internet, serta informasi dan sumber dari instansi terkait seperti Kantor Walikota Jakarta Utara, Kelurahan Penjaringan, dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
4.3
Metode Pengambilan Contoh Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah
stratified random sampling dan snowball random sampling. Metode stratified random sampling diterapkan dalam pengambilan data kuesioner yang dilakukan terhadap 50 responden, sedangkan metode snowball random sampling diterapkan dalam pengambilan data sekunder dan wawancara dengan narasumber yang kompeten sesuai dengan informasi yang dibutuhkan peneliti. 4.3.1 Stratified Random Sampling Nazir (2005) menyatakan metode ini memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang tidak overlapping yang disebut strata. Kemudian sampel diambil secara random dari tiap strata yang dibentuk. Kriteria dasar yang digunakan dalam penerapan metode stratified random sampling pada penelitian ini adalah jarak rumah ke tepi laut. Unit satuan yang digunakan dalam metode ini adalah satuan jarak dalam meter. Unit ini dinilai berdasarkan jarak rumah responden ke tepi laut yang berada di wilayah Luar Batang (RW 01), Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Wilayah ini dipilih karena memiliki kriteria sesuai dengan ketentuan yang dibuat peneliti untuk menilai perbedaan dampak yang diterima oleh responden pada
jarak
tertentu
agar
data
yang
dihasilkan
bervariasi
dan
dapat
merepresentasikan keadaan di lapang. Wilayah ini dibagi menjadi dua, yaitu strata I dan strata II. Strata I merupakan wilayah dengan kelas jarak antara nol sampai dengan 75 meter dari tepi laut. Strata II merupakan wilayah dengan kelas jarak lebih dari 75 meter dari tepi laut. Jarak tersebut ditentukan berdasarkan informasi
yang diperoleh dari warga setempat mengenai batas-batas wilayah genangan air saat terjadi banjir. 4.3.2 Snowball Random Sampling Teknik bola salju merupakan teknik yang dapat dimanfaatkan ketika ada suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi suatu populasi atau fakta yang sebelumnya belum diketahui. Proses pada teknik ini dimulai dengan suatu identifikasi awal dari masyarakat maupun narasumber berpengaruh lainnya yang kemudian menentukan narasumber yang sesuai dan kompeten yang akan ditanya selanjutnya. Proses berlanjut sampai alasan maupun fakta yang dikehendaki diperoleh7. Metode snowball random sampling yang diterapkan dalam penelitian ini digunakan untuk mencari informasi mengenai program dan rencana program pemerintah, serta data sekunder pendukung lainnya seperti gambaran program pemerintah dan data iklim. Proses pencarian informasi mengenai program dan rencana program pemerintah diawali dengan wawancara yang dilakukan terhadap aparat Kelurahan Penjaringan sampai dengan tingkat Ketua Rukun Tetangga (RT) dan beberapa tokoh masyarakat. Setelah informasi dan fakta tertentu diperoleh, peneliti meminta narasumber tersebut merekomendasikan pihak yang lebih berwenang dan kompeten untuk memberikan informasi mengenai hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian ini, khususnya program dan rencana program pemerintah terkait antisipasi dampak banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan sekitarnya.
7
http://anginbiru.weebly.com/5/post/2010/10/teknik-snowball-random-sampling.html pada tanggal 11 Juni 2011
diakses
4.4
Metode dan Prosedur Analisis Data yang telah terkumpul diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Tabel 1
menjelaskan metode yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian
Sumber Data Data primer
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif
1
Menginterpretasikan presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan dampak banjir rob.
2
Mengidentifikasi strategi Data primer adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi dampak banjir rob. Mengestimasi besar biaya Data primer adaptasi yang ditanggung masyarakat akibat banjir rob.
Analisis Deskriptif
4
Menganalisis faktor-faktor Data primer yang mempengaruhi besar biaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob.
Regresi Berganda
5
Mengkaji program dan Data primer Analisis Deskriptif rencana program pemerintah dan sekunder Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat.
3
Averting Behavior Method Linear
4.4.1. Tabel Distribusi Frekuensi Teknik analisis statistik ini mengatur data mentah yang dimasukkan ke dalam kategori-kategori yang telah ditentukan. Interpretasi dilakukan setelah frekuensi pemunculan data dijumlahkan. Interpretasi dapat dilakukan dengan menyebutkan jumlah maupun persentase kemunculan kategori tertentu (Nazir 2005).
4.4.2. Skala Perbedaan Semantik Skala ini digunakan untuk mengukur pengertian suatu objek atau konsep oleh seseorang. Responden akan diminta untuk menilai suatu konsep atau objek dalam suatu skala biopolar. Skala biopolar merupakan skala yang berlawanan seperi baik-buruk, cepat-lambat, dan sebagainya. Nilai untuk seorang responden adalah jumlah skor dari pasangan sifat biopolar yang digunakan (Nazir 2005). Nilai semantik secara umum adalah nilai rata-rata yang diperoleh dari total skor seluruh responden. Skor yang diberikan pada pilihan dalam kuesioner berselang antara 1 sampai dengan 5 atau 7. Nilai ini memperlihatkan kecondongan secara umum sebagai opini yang merupakan suatu kesatuan dari berbagai pilihan responden terhadap objek tertentu. 4.4.3. Analisis Deskriptif Metode analisis data yang digunakan dalam mengkaji upaya adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, adalah metode analisis deskriptif. Nazir (2005) menyatakan bahwa analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Analisis deskriptif merupakan metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat mengenai masalah-masalah yang ada dalam masyarakat, tata cara yang berlaku, serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena (Withney 1960) dalam (Nazir 2005). Beberapa hal terkait strategi adaptasi yang akan dijelaskan melalui analisis deskriptif ini antara lain presepsi masyarakat mengenai perubahan iklim dan
dampak banjir rob, strategi adaptasi, serta program dan rencana program pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara untuk mengatasi banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan dan kesesuaiannya dengan harapan masyarakat. Penjelasan ini dilakukan untuk memberi gambaran sistematis mengenai fakta-fakta mengenai strategi adaptasi masyarakat terhadap dampak banjir rob di wilayah tersebut. 4.4.4. Averting Behavior Method Averting Behavior Method (ABM) merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi nilai kerugian akibat kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan. Metode ini menggambarkan sejumlah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan tujuan mencegah atau mengurangi dampak degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999). ABM terdiri dari tiga bagian yaitu biaya pencegahan (preventive expenditure), biaya pengganti (replacement cost), dan biaya substitusi (substitute cost). Salah satu batasan dari penelitian ini adalah bentuk adaptasi infrastruktur rumah dan jalan, dimana masyarakat diindikasi mengeluarkan sejumlah biaya untuk mencegah kerugian yang lebih besar. Oleh sebab itu, pendekatan ABM yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah biaya pencegahan (preventive expenditure). 4.4.4.1. Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) Biaya adaptasi diestimasi melalui biaya yang dikeluarkan untuk melindungi rumah tangga dari penurunan kesejahteraan. Ada pun tahapan dalam mengestimasi biaya adaptasi dalam penelitian ini melalui pendekatan biaya pencegahan, antara lain: (1) identifikasi dampak lingkungan akibat banjir rob; (2) identifikasi berbagai strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat untuk mencegah
dampak yang lebih besar; dan (3) hitung biaya atau sejumlah uang yang dikeluarkan masyarakat untuk upaya pencegahan yang dilakukan. Strategi adaptasi pencegahan dampak ini dapat berupa penambahan daya dukung atau kapasitas bangunan tempat tinggal dan infrastruktur penunjang lainnya. Besar biaya rata-rata untuk upaya pencegahan tersebut dapat diperoleh melalui rumus: ……………………………………………………………..…(4.1)
PE = dimana: PE
= Rata-rata biaya pencegahan (Rupiah/Kepala Keluarga)
PEi
= Biaya pencegahan untuk responden i (Rupiah)
n
= Jumlah responden (Kepala Keluarga)
i
= Responden ke-i (1, 2, 3, …, n) Tiap biaya pencegahan yang dikeluarkan masyarakat dikonversi ke dalam
nilai saat ini (present value) sesuai dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia per 12 Mei 2011, yaitu 6.75 %. Perhitungan present value dari biaya pencegahan adalah sebagai berikut (Pearce 1998). PV = PEi (1+r)-t…………………………..……………………………………(4.2) dimana: PV
= Nilai saat ini (Rupiah)
PEi
= Biaya pencegahan untuk responden i (Rupiah)
r
= Suku bunga bank (0.0675)
t
= Selisih waktu saat ini dan saat biaya dikeluarkan (tahun)
4.4.4.2. Biaya Adaptasi Total Akumulasi dari nilai yang dihasilkan oleh penjumlahan biaya pencegahan untuk tiap strategi adaptasi merupakan biaya adaptasi total yang harus ditanggung
masyarakat akibat banjir rob. Biaya adaptasi tersebut dapat diperoleh melalui rumus: BA =
+
+
+
…………………..……(4.3)
dengan rata-rata adaptasi tiap kepala keluarga, …………………………...…………….………………….…......….(4.4)
BA = dimana:
BA = Total biaya adaptasi (Rupiah) BA = Rata-rata biaya adaptasi (Rupiah/Kepala Keluarga) n
= Jumlah responden (Kepala Keluarga)
i
= Responden ke-i (1, 2, 3, …, n) = Strategi adaptasi untuk rumah
m
= Strategi adaptasi untuk infrastruktur penunjang
4.4.5. Analisis Regresi Linear Berganda Biaya adaptasi merupakan fungsi dari beberapa variable bebas, yaitu: Y = f(X1, X2, D1, D2, ε) .………………………………………………….…..(4.5) Faktor-faktor yang berpengaruh dalam besar biaya adaptasi tersebut dianalisis melalui metode regresi linear berganda pada aplikasi Stastistical Product and Service Solutions (SPSS) 15. Model yang digunakan dalam menganalisis faktorfaktor tersebut adalah model double log. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut: Ln Y = β0+β1 Ln X1+β2 Ln X2 +β3D1+β4D2 + ε..….......................................... (4.6) dimana: Ln Y = Total biaya adaptasi responden (Rp/Kepala Keluarga) β0
= Intersep
β1,2,3,4 = Elastisitas peubah bebas Ln X1 = Pendapatan rumah tangga (Rp/bulan) Ln X2 = Jarak rumah ke laut (meter) D1
= Status kepemilikan (asli = 1; pendatang = 0)
D2
= Jenis bangunan (permanen = 1; semi permanen = 0) = Galat Variasi model ini dipilih karena mengubah peubah bebas menjadi Ln
membuat jarak antar data menjadi tidak terlalu lebar, sehingga dapat terhindar dari heteroskedastisitas dan ketidakstasioneran. Hasil regresi pun berupa presentase yang telah mencerminkan elastisitas variabel X terhadap variabel Y (Juanda 2009).
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya
Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang terbagi dalam 17 Rukun Warga (RW) dan 240 Rukun Tetangga (RT). Kelurahan Penjaringan memiliki dataran yang kurang lebih satu meter lebih rendah dari permukaan air laut dan merupakan muara dari tiga sungai sehingga memiliki potensi banjir yang cukup tinggi apabila terjadi hujan dan pasang air laut. Kawasan yang memiliki potensi banjir tertinggi akibat air pasang dan kenaikan permukaan air laut adalah wilayah Luar Batang (RW 01, 02, dan 03) dan Muara Baru (RW 17). Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pluit dan Kelurahan Penjagalan, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Ancol, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Roa Malaka, Kelurahan Tambora, dan Kelurahan Penjagalan. Peta Kelurahan Penjaringan dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Kelurahan Penjaringan (2011)
Gambar 3. Peta Kelurahan Penjaringan
Jumlah penduduk Kelurahan Penjaringan pada tahun 2011 sebesar 79 066 jiwa yang terdiri dari 46 028 (58.21 %) laki-laki dan 33 038 (41.79 %) perempuan. Kepadatan penduduk di Kelurahan Penjaringan yaitu 1 420 jiwa/km2. Jumlah penduduk di Kelurahan Penjaringan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok usia muda (0-14 tahun), kelompok usia kerja (15-64 tahun) dan kelompok usia tua (65 tahun ke atas). Kelompok usia di Kelurahan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel. 2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 Kelompok Umur Jumlah Penduduk 18 289 0-14 57 553 15-64 3 224 65+ Sumber: Kelurahan Penjaringan, 2011 (diolah)
Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Penjaringan yaitu pegawai swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), nelayan, buruh bangunan, dan pedagang. Mayoritas
penduduk
Kelurahan
Penjaringan
adalah
sebagai
pegawai
swasta/PNS/TNI yaitu 39.42 %, kemudian diikuti pedagang dengan presentase sebesar 29.47 %. Mata pencaharian lainnya sebesar 17.01 % yang terdiri dari wirausaha, dokter, akademisi, dan buruh pelabuhan. Daftar mata pencaharian penduduk Kelurahan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel. 3 Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Penjaringan Tahun 2010 Mata Pencaharian
Jumlah (Orang)
Swasta/PNS/TNI Nelayan Buruh Bangunan Pedagang Lain-lain Total
51 318
Sumber: Kelurahan Penjaringan 2011 (diolah)
5.2 Karakteristik Responden
Presentase (%)
20 231
39.42
152
0.30
7 082 15 122 8 731
13.80 29.47 17.01 100.00
Karakteristik umum responden di Kelurahan Penjaringan pada penelitian ini diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 50 orang responden yang dibagi ke dalam dua strata berdasarkan jarak rumah ke laut. Karakteristik umum tersebut terdiri dari jenis kelamin, usia, status kependudukan, tingkat pendidikan, mata pencaharian kepala keluarga (KK), dan pendapatan rumah tangga. 5.2.1
Jenis Kelamin Responden Penduduk yang menjadi responden dalam penelitian ini terdiri dari jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Sebagian besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan, yaitu 62 %, sedangkan responden laki-laki berjumlah 38 %. Hal ini disebabkan oleh survei yang dilaksanakan pada hari kerja dimana pada umumnya laki-laki mencari nafkah. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Laki-laki 38%
Perempuan 62% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 4. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011 Responden dengan jenis kelamin perempuan pada umumnya lebih memahami berbagai pengeluaran rumah tangga. Hal ini membantu peneliti dalam memperoleh informasi mengenai biaya adaptasi yang dikeluarkan oleh rumah tangga tersebut. 5.2.2
Tingkat Usia Responden
Usia menjadi salah satu faktor yang mencerminkan tingkat kedewasaan dan pola pikir seseorang dalam menentukan berbagai hal dalam hidupnya, misalnya jenis pekerjaan maupun alokasi pendapatan yang diterima. Responden pada usia produktif pada umumnya lebih bijak dalam mengalokasikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat usia responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 5 berikut. 55-64 4%
≥ 65 4%
45-54 24%
25-34 40%
35-44 28% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 5. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Usia Tahun 2011 Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan distribusi usia antara 25 tahun hingga 83 tahun. Sebagian besar responden berada pada kelompok usia 25-34 tahun, yaitu 40 %. Sedangkan jumlah responden terendah terdapat pada kelompok usia 55-64 tahun dan 65 tahun ke atas, yaitu masing-masing 4 %. 5.2.3
Status Kependudukan Responden Status kependudukan dari responden mempengaruhi tingkat kepedulian
sosial dan lingkungan tempat tinggalnya. Status kependudukan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi penduduk asli dan pendatang. Penduduk asli ialah penduduk yang berasal (lahir) dan bertempat tinggal di Kelurahan Penjaringan. Sedangkan, pendatang ialah penduduk yang berasal dan bertempat tinggal di luar Kelurahan Penjaringan sebelum menetap di tempat tinggal saat ini. Status
kependudukan responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 6 berikut. Pendatang 40%
Penduduk Asli 60% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 6. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Status Kependudukan Tahun 2011 Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei, sebagian besar responden merupakan penduduk asli Kelurahan Penjaringan, yaitu sebanyak 60 %. Sedangkan, selebihnya berasal dari berbagai daerah di luar Kelurahan Penjaringan maupun pendatang dari luar Provinsi DKI Jakarta. Jumlah responden pendatang yaitu 40 % dan terbagi dalam beberapa daerah asal, yaitu Bekasi, Solo, Blitar, Kebumen, Pacitan, Subang, Kuningan, Makasar, Ujung Pandang, Bone, dan Ambon. Sebagian besar pendatang memilih berdomisili di wilayah Kelurahan Penjaringan dengan alasan mencari mata pencaharian yang lebih baik dan kemudahan akses fasilitas publik. 5.2.4
Tingkat Pendidikan Responden Selain tingkat usia, tingkat pendidikan juga mempengaruhi jenis pekerjaan
dan pola pikir responden dalam menentukan pilihan demi kelangsungan hidupnya. Jenis pekerjaan mempengaruhi tingkat pendapatan dan kesejahteraan seseorang. Tingkat kesejahteraan berpengaruh pada daya beli seseorang, dalam hal ini daya adaptasi terhadap kerusakan dan perubahan kondisi lingkungan. Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 7 berikut.
PT 2%
SD 32%
SMA 40%
SMP 26% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 7. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Hasil survei menunjukkan jumlah responden terbanyak terdapat pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, yaitu 40 %. Sedangkan jumlah responden terendah terdapat pada tingkat Perguruan Tinggi (PT), yaitu 2 % yang merupakan lulusan S1. Responden lainnya menempuh jenjang pendidikan formal Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu sebanyak 26 % dan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, yaitu sebanyak 32 %, Artinya, mayoritas responden berpendidikan rendah, hal ini dapat dilihat dari proporsi lulusan SMA dan PT lebih kecil dibandingkan lulusan SD dan SMP. 5.2.5
Mata Pencaharian Kepala Keluarga Responden Jenis mata pencaharian kepala keluarga dalam rumah tangga responden
cukup variatif. Jenis mata pencaharian tersebut antara lain pegawai swasta, nelayan, pedagang, buruh, wirausaha, dan beberapa pekerjaan lainnya. Wirausaha yang dimaksudkan adalah usaha yang dibangun sendiri oleh individu dalam skala yang lebih besar dengan status hukum yang jelas, misalnya penyedia jasa, koorporasi, dan usaha sejenisnya. Sedangkan, pedagang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenis usaha dengan skala yang lebih kecil seperti warung, penjual makanan dan sayuran, penjual alat dapur, dan sebagainya. Jenis mata pencaharian responden dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 8 berikut.
Lainnya 20%
Wirausaha 10% Pegawai Swasta 30%
Buruh 16%
Pedagang 22%
Nelayan 2%
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 8. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Mata Pencaharian Kepala Keluarga Tahun 2011 Jenis mata pencaharian kepala keluarga (KK) responden dengan jumlah terbanyak adalah pegawai swasta, yaitu 30 %. Hal ini dikarenakan banyak industri dan perkantoran yang beroperasi di wilayah tersebut. Jumlah mata pencaharian KK responden dengan jumlah terbanyak kedua adalah pedagang, yaitu sebanyak 22 %. Hal ini disebabkan latar belakang pendidikan sebagian kepala keluarga yang masih tergolong rendah dan lokasi tempat tinggal responden yang dekat dengan pasar. Kepala keluarga responden yang menjadikan wirausaha sebagai mata pencaharian yaitu sebanyak 10 %. Jenis usaha tersebut antara lain penyedia jasa travel, event organizer, percetakan, dan lain sebagainya. Responden yang memiliki jenis mata pencaharian lainnya yaitu sebanyak 20 %. Jenis pekerjaan tersebut antara lain keorganisasian, tukang ojek, seniman (pemain lenong), petugas keamanan, dan TNI. 5.2.6
Pendapatan Rumah Tangga Besar jumlah pendapatan rumah tangga responden cukup variatif.
Pendapatan rumah tangga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jumlah dari penghasilan utama dan sampingan kepala keluarga dengan penghasilan anggota keluarga lainnya yang masih tinggal di rumah yang sama. Besar pendapatan
rumah
tangga
merepresentasikan
tingkat
kesejahteraan
dan
mempengaruhi daya adaptasi seseorang. Variasi jumlah pendapatan rumah tangga responden dapat dilihat pada Gambar 9 berikut. ≥ 3600001 24%
400001-1200000 20%
2800001-3600000 16% 2000001-2800000 8%
1200001-2000000 32%
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 9. Karakteristik Responden Kelurahan Penjaringan Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga Tahun 2011 5.3
Kondisi Tempat Tinggal dan Banjir Rob Kelurahan Penjaringan merupakan muara dari tiga sungai dan memiliki
permukaan tanah yang lebih rendah kurang lebih satu meter dari permukaan laut. Hal tersebut memperparah potensi dampak perubahan iklim melalui kenaikan permukaan air laut. Banjir pasang atau yang biasa dikenal dengan istilah rob adalah peristiwa yang biasa terjadi di wilayah ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, 84 % menyatakan terjadi peningkatan intensitas banjir rob sejak tahun 2007, yakni sejak banjir siklus lima tahunan terakhir. Sedangkan, responden yang menyatakan tidak terdapat perubahan sebanyak 6 % dan responden yang menyatakan terjadi penurunan sebanyak 10 %. Hal ini disebabkan lokasi atau jarak rumah responden dengan muara sungai yang bervariasi. Selain itu, menurut informasi yang diperoleh dari responden intensitas rob meningkat tetapi ketinggian air menurun pada sebagian wilayah pemukiman. Ketinggian air terendah rata-rata di tempat tinggal responden saat terjadi air pasang adalah 0.08 meter, sedangkan ketinggian air tertinggi rata-rata adalah 0.54 meter.
5.3.1
Status Kepemilikan Rumah Status kepemilikan merupakan faktor yang mempengaruhi keinginan dan
kepedulian seseorang untuk melakukan perlindungan maupun kemampuan beradaptasi dari rumah yang dihuni. Berdasarkan data yang diperoleh melalui survei responden yang merupakan pemilik dari rumah yang dihuninya yaitu sebanyak 80 %, sedangkan responden bukan pemilik yaitu sebanyak 20 %. Responden bukan pemilik yang diperoleh dalam survei merupakan responden yang tinggal di rumah sewa atau mengontrak. Proporsi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 10 berikut. Bukan Pemilik 20%
Pemilik 80% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 10. Proporsi Status Kepemilikan Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 5.3.2
Jenis Bangunan Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap biaya adaptasi adalah jenis
bangunan. Jenis bangunan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bangunan permanen dan semi permanen. Bangunan permanen merupakan bangunan yang memiliki konstruksi kokoh atau tembok. Sedangkan bangunan semi permanen adalah bangunan yang sebagian besar konstruksinya terbuat dari bambu, kayu, maupun bilik. Proporsi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 11 berikut.
Semi Permanen 14%
Permanen 86% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 11. Proporsi Jenis Bangunan Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 Berdasarkan data yang diperoleh, responden yang menghuni tempat tinggal jenis bangunan permanen yaitu sebanyak 86 %. Sedangkan responden yang menghuni tempat tinggal jenis bangunan semi permanen, yaitu sebanyak 14 %. 5.3.3
Luas Rumah Lokasi penelitian ini merupakan kawasan padat penduduk dimana
mayoritas penduduk tinggal di rumah yang berhimpitan dengan rumah lain dan cenderung tidak terlalu luas, bahkan dapat dikatakan terlalu kecil untuk jumlah anggota dalam keluarga tertentu. Proporsi luas rumah responden tersebut dapat dilihat dalam Gambar 12 berikut (dalam meter persegi). 57-71 4%
> 71 14%
12-26 30%
42-56 14%
27-41 38% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 12. Proporsi Luas Rumah Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011
Mayoritas responden memiliki rumah tidak lebih luas dari 41 m2. Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ekonomi dan luas lahan di wilayah tersebut. Meskipun harus tinggal di rumah yang sempit, sebagian besar responden mengaku merasa betah tinggal di wilayah Kelurahan Penjaringan karena letaknya strategis.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Responden Kelurahan Penjaringan Terhadap Perubahan Iklim Perubahan iklim menimbulkan dampak tersendiri bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Penjaringan, yaitu banjir yang diakibatkan oleh kenaikan permukaan air laut atau yang dikenal dalam istilah Indonesia sebagai rob. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 80 % responden pernah mendengar istilah perubahan iklim, dan sisanya belum pernah mendengar istilah perubahan iklim. Hal ini menunjukkan mayoritas responden telah familiar dengan istilah ini. Sebanyak 78 % responden yang familiar dengan istilah ini mengaku mendengar istilah perubahan iklim melalui media elektronik, yaitu televisi dan internet. Selebihnya mendengar istilah tersebut dari kerabat, media cetak, buku atau literatur ilmiah, dan sumber lain, seperti penyuluhan, seminar, dan pamflet yang pernah diedarkan di wilayah tersebut. Proporsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini. Kerabat 10%
Lainnya 5%
Buku/Literatur ilmiah 2%
Media Cetak 5%
Media elektronik 78% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 13. Sumber Pengetahuan Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Perubahan Iklim Tahun 2011 Meskipun sebagian besar responden merasa familiar dengan istilah tersebut namun tidak semua responden memahami istilah perubahan iklim. Berdasarkan data yang diperoleh dari 50 orang responden, terdapat 50 % responden yang memahami fenomena perubahan iklim. Pemahaman tersebut
meliputi pemaparan singkat dari responden tentang informasi mengenai fenomena dan ciri-ciri perubahan iklim yang telah diterima. Berbagai pemahaman responden mengenai perubahan iklim, yaitu peningkatan suhu udara, perubahan musim dan cuaca yang semakin tidak menentu, mencairnya es di kutub bumi, dan peningkatan tinggi permukaan air laut. Namun, dari 50 % responden yang memahami istilah perubahan iklim tersebut, hanya 56 % responden yang juga memahami penyebab dari perubahan iklim yang terjadi. Menurut sejumlah responden tersebut perubahan iklim disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang mengurangi jumlah pepohonan, meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, polusi udara akibat kegiatan perindustrian, efek rumah kaca, dan pemanasan global. Meskipun terdapat responden yang belum pernah mendengar maupun memahami perubahan iklim, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden menyatakan terjadi peningkatan suhu udara, peningkatan/penurunan curah hujan, serta peningkatan/penurunan jumlah hari hujan. 6.1.1
Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara Sebanyak 90 % responden menyatakan telah terjadi peningkatan suhu
udara, dan sisanya menyatakan tidak ada perubahan suhu yang terjadi (tetap). Mayoritas responden tersebut menyatakan suhu udara memanas dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini relatif tidak sesuai dengan data temperatur udara rata-rata tahunan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk wilayah Jakarta Utara. Berdasarkan data pemantauan, temperatur udara rata-rata selama 10 tahun terakhir cenderung stabil pada kisaran 28ºC (BMKG 2011).
6.1.2
Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan Kondisi curah hujan di suatu lokasi mempengaruhi ketersediaan dan debit
air di wilayah tersebut. Begitu pun di Kelurahan Penjaringan, peningkatan curah hujan di wilayah tersebut berkontribusi dalam naiknya tinggi air. Berdasarkan hasil survei, 48 % responden menyatakan tidak ada perubahan curah hujan, 32 % menyatakan tidak tahu, dan 20 % menyatakan terjadi peningkatan curah hujan. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada responden yang menyatakan telah terjadi penurunan curah hujan. Meskipun penilaian responden mengenai curah hujan berbeda-beda, akan tetapi responden berpendapat bahwa curah hujan tidak menentu. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan BMKG, yaitu rata-rata curah hujan tahunan cenderung fluktuatif dalam 10 tahun terakhir (BMKG 2011). 6.1.3
Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan Selain curah hujan jumlah hari hujan juga mempengaruhi volume air di
muara sungai di Kelurahan Penjaringan. Peningkatan jumlah hari hujan menyebabkan peningkatan volume air, begitu pun sebaliknya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, mayoritas responden menyatakan terjadi penurunan jumlah hari hujan. Sebanyak 15 % responden menyatakan tidak terjadi perubahan, responden berpendapat hal tersebut karena lokasi tempat tinggal yang berada di wilayah pesisir memang memiliki jumlah hari hujan yang lebih sedikit dibandingkan tempat lain yang bukan wilayah pesisir. Proporsi tersebut ditunjukkan pada Gambar 14 berikut.
Meningkat 2%
Tidak Tahu 31%
Tetap 15%
Menurun 52%
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 14. Penilaian Responden Kelurahan Penjaringan Mengenai Jumlah Hari Hujan Tahun 2011 Terdapat 31 % responden yang menyatakan tidak tahu, responden berpendapat jumlah hari hujan tidak menentu dan tidak mengenal musim, maksudnya berdasarkan pengamatan responden dalam beberapa tahun terakhir hujan tidak hanya turun saat musim penghujan. Sebagian responden tersebut berpendapat ketidakstabilan cuaca dianggap menjadi ancaman bagi kesehatan dan daya tahan tubuh. Hal tersebut sesuai dengan data pengamatan BMKG dimana jumlah hujan selama 10 tahun terakhir cenderung fluktuatif, namun meningkat cukup signifikan pada tahun 2010. Data iklim hasil pengamatan BMKG ditunjukkan pada Gambar 15 berikut. 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 2001
2002
2003
2004
2005
DATA TEMPERATUR RATA-RATA
2006
2007
2008
2009
2010
DATA CURAH HUJAN
DATA HARI HUJAN
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (diolah)
Gambar 15. Data Iklim Pengamatan Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok untuk Wilayah Jakarta Utara Tahun 2001-2010
6.1.4
Penilaian Responden Terhadap Banjir Rob Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah meningkatnya permukaan
air laut akibat pemanasan global. Peningkatan suhu bumi ini menyebabkan mencairnya lapisan es di kutub bumi yang berimplikasi pada kenaikan tinggi permukaan air laut. Fenomena tersebut berpotensi meningkatkan intensitas banjir pasang (rob) dan ketinggian genangan air di pemukiman sekitar muara dan wilayah pesisir. Namun, hasil survei menunjukkan mayoritas responden tidak mengetahui bahwa banjir rob yang terjadi disebabkan oleh perubahan iklim. Hanya 18 % responden yang mengetahui dan dapat menjelaskan hubungan banjir rob yang terjadi di wilayah tersebut dengan perubahan iklim. Sebanyak 84 % responden menyatakan terjadi peningkatan intensitas banjir rob. Melalui perhitungan secara semantik diperoleh angka 2.28, artinya sebelum tahun 2007 intensitas rob terjadi sebanyak ≤ 10 kali dalam satu bulan dimana kedatangan banjir dapat diprediksi melalui musim dan kondisi bulan saat muncul pada malam hari. Berdasarkan perhitungan secara semantik yang sama, diperoleh angka 3.52 untuk intensitas banjir rob pasca banjir tahun 2007 hingga saat ini. Hal tersebut menunjukkan intensitas banjir berada pada kelompok 16-20 kali dalam satu bulan. Menurut informasi yang diperoleh dari setiap responden, intensitas banjir rob tertinggi terjadi pada periode Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011. Dilihat data iklim BMKG, dapat diindikasikan bahwa hal ini didukung oleh pergerakan angin muson barat, peningkatan curah hujan, dan jumlah hari hujan pada periode tersebut. Meskipun terjadi peningkatan intensitas, menurut informasi yang diperoleh dari responden ketinggian banjir relatif menurun pada sebagian wilayah
pemukiman. Ketinggian air terendah rata-rata di tempat tinggal responden saat terjadi air pasang adalah 0.08 meter, sedangkan ketinggian air tertinggi rata-rata adalah 0.54 meter. Penurunan ini disebabkan oleh peninggian tanggul yang dibangun mengelilingi kawasan pemukiman penduduk oleh pemerintah sehingga debit air yang masuk kepemukiman lebih rendah. Kondisi lingkungan erat kaitannya dengan tingkat kenyamanan yang dirasakan responden di lokasi tempat tinggal. Berdasarkan perhitungan secara semantik, diperoleh angka 3.32. Artinya, masyarakat merasa cukup nyaman dengan kondisi lingkungan dan tempat tinggal saat ini. Penilaian ini diukur dalam beberapa indikator, yaitu jarak tempat tinggal ke fasilitas publik (rumah sakit, sekolah, pasar, stasiun, dan sebagainya), jarak tempat tinggal perkantoran/lokasi mencari nafkah, kebersihan lingkungan, bau dan penyakit yang ditimbulkan saat banjir, dan kenyamanan secara sosial. Mayoritas responden menyatakan lokasi tempat tinggal saat ini dekat dengan berbagai fasilitas publik dan tempat mereka mencari nafkah. Hal ini disebabkan kemudahan dalam mengakses jasa transportasi untuk menuju lokasi lain. Faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan responden adalah kenyamanan sosial. Sebanyak 90 % responden menyatakan nyaman dengan kedekatan dan rasa persaudaraan antar warga. Sedangkan, sisanya menyatakan tidak nyaman karena kondisi keamanan yang kurang stabil. Mayoritas responden menyatakan banjir rob yang terjadi di lokasi tempat tinggal mereka memberikan kerugian dan dampak terhadap kehidupan mereka. Dampak yang dirasakan oleh responden antara lain rasa takut akan datangnya debit air yang lebih tinggi, keterjangkitan penyakit seperti diare dan gatal-gatal,
berkurangnya
waktu
untuk
beristirahat
akibat
membersihkan
rumah,
berkurangnya waktu dan tempat untuk anak-anak bermain, mempersulit akses keluar rumah, dan bau tak sedap. Namun, 10 % responden tidak menganggap halhal tersebut sebagai dampak yang mereka terima karena merasa sudah terbiasa. Sebanyak 62 % responden menyatakan kebersihan di lokasi tempat tinggal mereka belum cukup memadai. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang masih minim mengenai kebersihan dan sampah yang terangkut air saat terjadi banjir. Selain itu, banjir juga menyebabkan bau tak sedap ke lokasi pemukiman. Menurut 94 % responden, bau tak sedap tejadi setiap waktu dan semakin parah saat banjir datang. Hal ini terjadi karena banjir juga menyeret lumpur dan kotoran masuk ke kawasan pemukiman. Bau tak sedap dan minimnya kebersihan lingkungan menjadi potensi keterjangkitan penyakit. Sebanyak 50 % responden mengaku bahwa anggota keluarga mereka pernah terjangkit penyakit yang diakibatkan banjir rob, seperti gatal-gatal dan diare. Selain dampak sosial, terdapat 76 % responden yang merasa menerima kerugian ekonomi akibat peristiwa banjir rob ini. Mayoritas responden menyatakan merasa dirugikan akibat biaya yang harus dikeluarkan untuk rehabilitasi dan perbaikan rekonstruksi rumah. Selain itu, kerugian ekonomi lain yang diterima responden adalah rusaknya harta benda mereka seperti elektronika dan furnitur akibat terendam air, dan berkurangnya jam kerja sehingga menimbulkan perubahan pendapatan bagi responden yang bekerja di sektor informal. Namun, di sisi lain terdapat 24 % responden yang menganggap kejadian ini sebagai suatu konsekuensi atas pilihannya untuk menetap di lokasi tersebut sehingga tidak merasa dirugikan.
6.2
Strategi Adaptasi Responden Terhadap Banjir Rob Kondisi lingkungan dan tempat tinggal yang telah disebutkan sebelumnya
tidak membuat responden berniat untuk berpindah ke lokasi lain. Seluruh responden menyatakan akan tetap mempertahankan kepemilikan rumah maupun keberadaan mereka di rumah tersebut meski terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh jarak antara lokasi tempat tinggal dengan berbagai fasilitas publik dan lokasi mencari nafkah yang relatif dekat, dengan kata lain seluruh responden mengaku tempat tinggal saat ini berada pada lokasi yang strategis. Saat banjir terjadi responden lebih memilih untuk berada di rumah dibandingkan mengungsi ke tempat lain. Hal ini karena durasi banjir rata-rata tidak terlalu lama atau masih dapat dihitung dalam satuan jam. Umumnya banjir terjadi sekitar pukul 05.00 pagi dan surut perlahan-lahan hingga siang hari. Pilihan responden untuk tetap tinggal menimbulkan konsekuensi untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan, yaitu dengan meningkatkan kapasitas atau daya tahan tempat tinggal dari dampak yang ditimbulkan banjir. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 86 % responden yang melakukan adaptasi tempat tinggal terhadap banjir rob. Sedangkan, sebanyak 14 % responden tidak melakukan adaptasi terhadap banjir. Responden yang tidak melakukan adaptasi tempat tinggal yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah responden yang tidak mengeluarkan tambahan biaya untuk meningkatkan daya tahan atau kapasitas tempat tinggal yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan saat ini. Hal tersebut disebabkan responden merupakan penyewa atau pemilik yang menempati rumah dengan
kapasitas yang telah sesuai dengan kondisi lingkungan, yakni banjir. Proporsi tersebut ditampilkan pada Gambar 16 berikut. Tidak Melakukan Adaptasi 14%
Melakukan Adaptasi 86% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 16. Perilaku Adaptasi Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 Terdapat tiga strategi adaptasi tempat tinggal yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu membuat tanggul permanen maupun non-permanen di pintu masuk maupun teras rumah, meninggikan lantai dasar (penimbunan tanah), dan menambah jumlah lantai rumah. Selain itu, terdapat adaptasi yang dilakukan secara swadaya (kolektif) oleh responden tertentu, seperti peninggian jalan di depan rumah. Penerapan dan jumlah responden yang melakukan adaptasi tempat tinggal dan peninggian jalan ditunjukkan pada Gambar 17 berikut. 46 50
46
45
36
40 30 14
20 4
4
10
5
0 Pembuatan Tanggul
Peninggian Lt. Dasar Ya
Penambahan Lantai
Peninggian Jalan
Tidak
Sumber: data primer (diolah)
Gambar 17. Penerapan Strategi Adaptasi Tempat Tinggal Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011
Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 8 % responden membuat tanggul di pintu masuk maupun di teras rumah. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah. Strategi adaptasi ini umumnya dilakukan pada rumah responden yang memiliki ketinggian tanah yang lebih rendah dibandingkan jalan. Sebanyak 72 % responden meninggikan lantai dasar rumahnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah air menggenang di dalam ruangan dan merusak harta benda yang terdapat di dalam rumah. Penambahan jumlah lantai juga dilakukan oleh responden. Tercatat terdapat 8 % responden yang menambah jumlah lantai sebagai salah satu bentuk adaptasi. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan harta benda agar tidak mengalami kerugian yang lebih besar. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden, kenyamanan merupakan alasan utama dari penambahan jumlah lantai, terutama jika genangan air di lantai dasar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk surut. Keberadaan lantai tambahan memberikan keleluasaan bagi responden untuk dapat beristirahat meskipun genangan air masih menggenang di lantai dasar rumah. Bentuk lain dari strategi adaptasi yang dilakukan responden di luar adaptasi daya dukung rumah adalah peninggian jalan. Peninggian jalan ini dilakukan karena posisi jalan (gang) di depan rumah responden lebih rendah dibandingkan jalan utama yang ada di lokasi penelitian. Hal ini disebabkan peninggian jalan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang pada dasarnya bertujuan untuk mempermudah akses masyarakat pengguna jalan. Namun, peninggian jalan ini tidak dilakukan secara merata hingga ke dalam gang yang lebih sempit. Sebagai upaya untuk mengantisipasi menggenangnya air, sejumlah
responden yang tinggal di gang tersebut juga melakukan peninggian jalan secara swadaya. Jumlah responden yang melakukan adaptasi peninggian jalan adalah 10 %. Berdasarkan data dan pengamatan, diperoleh kombinasi antar pola adaptasi yang dilakukan oleh responden. Strategi adaptasi responden terbagi menjadi adaptasi tunggal, yaitu responden hanya melakukan satu bentuk adaptasi saja, dan strategi adaptasi kombinasi, yaitu responden melakukan lebih dari satu bentuk adaptasi. Hal tersebut tercantum dalam Tabel 4 berikut. Tabel
4.
Perilaku Responden Kelurahan Penjaringan dalam Mengkombinasikan Strategi Adaptasi pada Tahun 2011 Kombinasi Adaptasi Pelaku % Pembuatan Tanggul 2 4.65 Peninggian Lantai Dasar 31 72.09 Penambahan Lantai 2 4.65 Peninggian Jalan 2 4.65 Pembuatan Tanggul dan Peninggian Lantai Dasar 1 2.33 Pembuatan Tanggul dan Peninggian Jalan 1 2.33 Peninggian Lantai Dasar dan Penambahan Lantai 2 4.65 Peninggian Lantai Dasar dan Peninggian Jalan 2 4.65 Total 43 100.00
Sumber: data primer (diolah)
Persentase jumlah responden tersebut didasarkan pada proporsi tiap strategi dan kombinasi terhadap jumlah responden yang melakukan adaptasi, yaitu 43 orang. Mayoritas responden, yaitu sebanyak 86.04 % tidak mengkombinasikan strategi adaptasi tempat tinggal atau hanya melakukan satu jenis strategi adaptasi. Jumlah responden yang melakukan kombinasi adaptasi tempat tinggal sebanyak 13.96 %. Jumlah responden terbesar terdapat pada strategi adaptasi peninggian lantai dasar yaitu 72.09 %. Hal ini disebabkan oleh persepsi masyarakat yang menjadikan strategi pola adaptasi ini sebagai kebutuhan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, responden berpendapat apabila lantai dasar tidak
ditinggikan maka air yang masuk ke dalam rumah akan terus menggenang. Hal tersebutlah yang menjadi prioritas pencegahan bagi mayoritas responden. Responden juga berpendapat strategi adaptasi ini adalah strategi yang paling efektif. 6.3
Biaya Pencegahan (Preventive Expenditure) Strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat di atas tidak terlepas dari
sejumlah biaya pembangunan. Biaya tersebut merupakan biaya pencegahan (preventive expenditure) yaitu biaya yang dikeluarkan oleh individu untuk menghindari kerusakan akibat degradasi lingkungan (Garrod dan Willis 1999), dalam hal ini kerugian yang lebih besar akibat kerusakan harta benda yang dimiliki. Seluruh biaya yang dikeluarkan responden dalam melakukan adaptasi tempat tinggal telah dikonversi ke dalam nilai saat ini (present value) yaitu pada tahun 2011 dengan tingkat suku bunga 6.75 % sesuai dengan suku bunga Bank Indonesia per 12 Mei 2011. 6.3.1
Biaya Pencegahan untuk Pembuatan Tanggul Terdapat 8 % responden yang beradaptasi dengan membuat tanggul untuk
mengantisipasi masuknya air ke dalam rumah. Umumnya tanggul dibuat di pintu masuk maupun teras rumah. Tanggul yang dibuat bersifat permanen maupun nonpermanen. Tanggul permanen terbuat dari bahan bangunan dan diplester atau dilapisi keramik, sedangkan tanggul non-permanen dibuat dari tumpukan karung berisi ijuk, pasir atau tanah yang dipadatkan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari responden pembuatan tanggul dilatarbelakangi oleh kepemilikan rumah, keterbatasan ekonomi, dan ketinggian air yang tidak terlalu parah di lokasi tempat tinggal responden.
Biaya total yang dikeluarkan responden untuk pembuatan tanggul adalah sebesar Rp 3 989 007.62. Besar biaya tersebut dibagi dengan jumlah responden yang membuat tanggul, dan menghasilkan biaya pencegahan rata-rata untuk pembuatan tanggul, yaitu sebesar Rp 997 251.91. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 3.93 % dari total biaya pencegahan rata-rata. 6.3.2
Biaya Pencegahan untuk Peninggian Lantai Dasar Peninggian lantai dasar merupakan upaya responden untuk mengantisipasi
tinggi genangan di lantai dasar rumah yang diakibatkan oleh banjir. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko menggenangnya air di dalam rumah dalam kurun waktu tertentu, terutama bagi rumah responden yang posisinya lebih rendah dari jalan. Terdapat 72 % responden yang menerapkan pola adaptasi ini. Berdasarkan data yang diperoleh, biaya pencegahan untuk peninggian lantai dasar cukup variatif. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk meninggikan lantai dasar adalah sebesar Rp 236 824 505.88. Nilai biaya ini merupakan nilai total biaya pencegahan terbesar yang diperoleh di antara biaya bagi strategi adaptasi lainnya. Hal ini disebabkan mayoritas responden melakukan strategi adaptasi ini. Biaya tersebut dibagi dengan jumlah responden yang meninggikan lantai dasar, dan menghasilkan biaya pencegahan rata-rata untuk peninggian lantai dasar, yaitu sebesar Rp 6 578 458.50. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 25.92% dari total biaya pencegahan rata-rata. 6.3.3
Biaya Pencegahan untuk Penambahan Lantai Penambahan lantai atau meningkatkan rumah merupakan bentuk adaptasi
tempat tinggal untuk mengantisipasi banjir yang lebih besar dan genangan air
yang lebih lama di dalam rumah. Misalnya, banjir siklus lima tahunan yang dapat menggenangi rumah lebih dari satu hari. Terdapat 8% responden yang menerapkan pola adaptasi ini. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk menambah lantai adalah sebesar Rp 70 601 508.07. Biaya tersebut dibagi dengan jumlah responden yang menambah lantai, dan menghasilkan biaya pencegahan rata-rata untuk penambahan lantai, yaitu sebesar Rp 17 650 377.02. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 69.54 % dari total biaya pencegahan rata-rata, dan merupakan biaya rata-rata strategi adaptasi tertinggi. 6.3.4
Biaya Pencegahan untuk Peninggian Jalan PT Pelindo telah meninggikan beberapa ruas jalan utama di pemukiman
responden. Hal ini menyebabkan ketinggian jalan utama dan jalan-jalan kecil lainnya cukup timpang, sehingga air mengalir ke jalan yang lebih rendah. Salah satu upaya masyarakat untuk mengantisipasi genangan di jalan depan rumah adalah dengan melakukan peninggian jalan yang biayanya ditanggung bersama atau yang lebih dikenal dengan istilah swadaya masyarakat. Setiap responden tertentu dimintai sejumlah uang sebagai iuran maupun sumbangan untuk beradaptasi secara kolektif. Terdapat 10 % responden yang mengeluarkan biaya adaptasi peninggian jalan. Biaya total yang dikeluarkan responden untuk meninggikan jalan adalah sebesar Rp 781 430.27. Biaya pencegahan total yang dibagi dengan jumlah responden yang meninggikan jalan menghasilkan biaya rata-rata, yaitu sebesar Rp 156 286.05. Biaya rata-rata tersebut setara dengan 0.62 % dari total biaya pencegahan rata-rata, dan merupakan biaya rata-rata strategi adaptasi terendah.
Ada pun proporsi tiap biaya rata-rata tiap bentuk adaptasi ditampilkan pada gambar berikut. Jalan 0.62%
Tanggul 3.93% Peninggian lantai dasar 25,92%
Penambahan lantai rumah 69,54% Sumber: data primer (diolah)
Gambar 18. Proporsi Biaya Rata-Rata Tiap Strategi Adaptasi Responden Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 6.3.5
Biaya Adaptasi Total Kelurahan Penjaringan Tahun 2011 Berdasarkan perhitungan menggunakan pendekatan biaya pencegahan,
diperoleh biaya adaptasi total sebesar Rp 312 196 451.84. Biaya adaptasi total dibagi dengan jumlah responden, yaitu 50 orang dan menghasilkan biaya adaptasi rata-rata per responden sebesar Rp 6 243 929.04. Biaya adaptasi rata-rata per responden tersebut diasumsikan sama bagi seluruh kepala keluarga (KK) yang rentan terhadap dampak banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan. Hasil dari biaya adaptasi rata-rata per responden yang dikalikan dengan jumlah KK yang rentan terhadap genangan banjir tersebut merupakan total biaya adaptasi yang harus ditanggung masyarakat di Kelurahan Penjaringan. Wilayah yang rentan genangan banjir di wilayah Kelurahan Penjaringan yaitu wilayah Luar Batang yang terdiri dari RW 01, 02, dan 03, serta wilayah Muara Baru yang terdiri dari RW 17. Jumlah KK di wilayah Luar Batang adalah sebanyak 1 882 KK dan jumlah KK di wilayah Muara Baru adalah sebanyak 6 250 KK. Jadi, total KK yang rentan terhadap dampak banjir rob di Kelurahan
Penjaringan adalah sebanyak 8 132 KK. Berdasarkan perhitungan yang telah disebutkan sebelumnya, diperoleh biaya adaptasi total untuk wilayah Kelurahan Penjaringan per tahun 2011, yaitu sebesar Rp 50 775 630 927.44. 6.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Biaya Adaptasi Akibat Banjir Rob Model pendugaan fungsi faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
mempengaruhi biaya adaptasi merupakan model regresi double log. Peubah bebas yang dimasukan ke dalam model, yaitu pendapatan rumah tangga (X 1), jarak rumah ke tepi laut (X2), status kepemilikan (D1), dan jenis bangunan (D2). Model diperoleh dari pengolahan data melalui program Microsoft Office Excel 2007 dan Stastistical Product and Service Solutions (SPSS) 15. Persamaan biaya adaptasi yaitu: Ln Y = -2.402 + 1.034 Ln X1 – 0.161 Ln X2 + 2.114 D1 + 1.053 D2 + …….(6.1) Hasil dari pengolahan data menunjukkan persamaan regresi double log dengan peubah tak bebas biaya adaptasi memiliki koefisien determinasi yang telah disesuaikan (R2Adjusted) sebesar 41.3 %. Artinya, keragaman pada biaya adaptasi dapat dijelaskan oleh peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model, dan sisanya, yaitu 58.7 % dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Selain itu, setelah melihat hubungan antara peubah bebas dan peubah tak bebas dilakukan pengujian terhadap model. Pertama, model diuji kenormalannya, diperoleh P-value sebesar 0.945 atau lebih dari alpha 5 % yang berarti galat menyebar normal. Kedua, dilakukan uji terhadap multikolinearitas dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Berdasarkan pengolahan data, diperoleh nilai VIF dari tiap peubah bebas berkisar antara 1.002 sampai dengan 1.421. Hal ini menunjukkan tidak terjadi
multikolinearitas, dimana keberadaan multikolinearitas ditunjukkan apabila VIF > 10. Uji terakhir yang dilakukan terhadap model ini adalah pembuktian terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil olah data, diperoleh residual yang tidak membentuk pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Melalui berbagai uji tersebut dapat disimpulkan tidak terdapat pelanggaran asumsi regresi linear berganda dalam model. Tanda koefisien negatif memiliki arti pengaruh dari peubah bebas tersebut bersifat berbanding terbalik, yaitu peningkatan peubah tersebut akan menurunkan biaya adaptasi. Sedangkan, tanda koefisien positif memiliki arti sebaliknya, yaitu peningkatan peubah bebas tersebut juga akan meningkatkan biaya adaptasi. Ada pun peubah bebas yang terdapat pada model berpengaruh nyata pada alpha 15 % adalah pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke laut, dan status kepemilikan. Peubah bebas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 6.4.1
Pendapatan Rumah Tangga Hasil regresi pada model double log menunjukkan peubah bebas
pendapatan rumah tangga memiliki hubungan positif terhadap biaya adaptasi. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Nilai elastisitas peubah bebas pendapatan rumah tangga adalah 1.034 yang berarti apabila terjadi peningkatan pendapatan sebesar 1 %, maka rata-rata biaya adaptasi diduga akan ikut meningkat sebanyak 1.034 % dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.002 yang berarti pendapatan rumah tangga memberikan pengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Secara teoritis, semakin besar nilai pendapatan rumah tangga yang dihasilkan maka kemampuan untuk
mengeluarkan biaya adaptasi akan mengalami peningkatan, terutama yang berkaitan dengan upaya proteksi banjir (Grothmann dan Patt 2005). 6.4.2
Jarak Rumah ke Tepi Laut Jarak rumah ke laut mempengaruhi besar dampak banjir yang diterima
responden. Berdasarkan hasil regresi pada model double log, peubah bebas jarak rumah ke laut memiliki hubungan negatif terhadap besar biaya adaptasi dengan nilai elastisitas -0.161. Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan jarak rumah ke laut sebesar 1%, maka rata-rata biaya adaptasi diduga akan mengalami penurunan sebesar 0.161 % dengan asumsi peubah bebas lain tetap (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.146 yang berarti jarak rumah ke laut memberikan pengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Hal tersebut sesuai secara teoritis dan keadaan di lapang dimana responden yang tinggal lebih dekat dengan laut menerima dampak yang lebih besar sehingga dibutuhkan biaya yang lebih besar pula untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungan. 6.4.3
Status Kepemilikan Rumah Berdasarkan status kepemilikan rumah, hasil regresi pada model double
log menunjukkan rata-rata biaya adaptasi antara penduduk yang merupakan pemilik rumah lebih besar dibandingkan yang bukan pemilik rumah dengan nilai dugaan sebesar 2.114 % saat peubah bebas lain bersifat tetap (cateris paribus). Hal ini berarti penduduk yang merupakan pemilik rumah memiliki kemampuan maupun keinginan untuk beradaptasi dibandingkan dengan penduduk yang bukan pemilik dari rumah yang dihuninya (menumpang atau mengontrak).
Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.002 yang berarti status kepemilikan rumah memberikan pengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Secara teoritis, penduduk yang merupakan pemilik dari rumah yang dihuni lebih independen dalam berperilaku dan memutuskan apa saja yang harus dilakukan terhadap properti yang dimiliki, khususnya terkait dengan adaptasi tempat tinggal (Grothmann dan Patt 2005). Sedangkan, berdasarkan fakta di lapang, lebih rendahnya biaya adaptasi yang diperoleh dari penduduk yang bukan pemilik rumah dikarenakan tidak ada biaya tambahan yang dikeluarkan untuk adaptasi atau telah menerima kondisi rumah yang sudah memiliki kapasitas untuk beradaptasi. Ada pun peubah bebas yang tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 15 % adalah jenis bangunan. Peubah bebas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 6.4.4
Jenis Bangunan Jenis bangunan yang terdapat di lokasi penelitian terbagi menjadi
bangunan permanen dan semi permanen. Hasil regresi pada model double log menunjukkan rata-rata biaya adaptasi penduduk yang tinggal di rumah berjenis bangunan permanen lebih besar dibandingkan penduduk yang tinggal di rumah berjenis bangunan semi permanen dengan nilai dugaan sebesar 1.053 % saat peubah bebas lain bersifat tetap (cateris paribus). Hal ini berarti bangunan jenis permanen membutuhkan biaya adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan bangunan semi permanen. Berdasarkan pengujian P-value diperoleh nilai sebesar 0.209 yang berarti jenis bangunan tidak berpengaruh nyata terhadap besar biaya adaptasi dengan
taraf kepercayaan 85 % (α = 0.15). Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, dimana jenis bangunan diduga berpengaruh signifikan terhadap biaya adaptasi. 6.5
Program dan Rencana Program Pemerintah di Wilayah Kelurahan Penjaringan Terdapat
program
pemerintah
yang
telah
dilaksanakan
untuk
mengantisipasi dampak yang lebih luas dari banjir rob di wilayah Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Program tersebut antara lain tanggul pompa Pluit, tanggul pelabuhan Muara Baru, tanggul darmaga Muara Baru, tanggul Pasar Ikan, dan tanggul Luar Batang. Program tersebut diberikan melalui berbagai lembaga pemerintah, yaitu Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta (DPU) dan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP). Selain itu, sebagai upaya antisipasi dalam keadaan darurat pemerintah melalui DPU menyediakan bantuan berupa beronjong batu kali dan tanggul pasir. Program pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah dilaksanakan di lokasi tempat tinggal responden, yaitu wilayah Luar Batang antara lain tanggul, pompa, dan kolam penampungan air. Proses peremajaan tanggul terakhir dilakukan pada tahun 2008, yaitu pasca banjir siklus lima tahunan pada akhir tahun 2007. Proses peremajaan tanggul tersebut dilengkapi bantuan berupa pembangunan kolam penampungan air seluas ± 500 m2 dan pompa. Kolam berfungsi menampung air saat rob datang, sedangkan pompa berfungsi menyalurkan air dari kolam kembali ke laut. Menurut informasi yang diperoleh dari sebagian besar responden, pompa yang diberikan memberikan manfaat dalam mengurangi ketinggian dan durasi air menggenang di kawasan tersebut. Namun, manfaat ini tidak dirasakan cukup lama karena berselang beberapa bulan sejak bantuan diberikan, pompa tidak dapat
difungsikan lagi atau rusak. Hal ini menyebabkan timbulnya persepsi masyarakat bahwa program yang diadakan oleh pemerintah belum cukup memadai. Berdasarkan perhitungan secara semantik, diperoleh nilai 2.30. Artinya, mayoritas responden menyatakan program yang diberikan oleh pemerintah kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan belum adanya optimalisasi program dan tindak lanjut dalam upaya perbaikan pompa maupun bantuan pompa yang baru. Selain itu, ditinjau dari sudut pandang sejumlah responden terdapat penurunan kualitas tanggul dibandingkan kegiatan peremajaan tanggul yang dilakukan pada waktu-waktu sebelumnya. Menurut responden, konstruksi tanggul yang telah diperbaiki pada tahun 2008 tersebut lebih mudah rapuh dan mudah dilewati air (rembes). Oleh sebab itu, mayoritas responden memiliki harapan kepada pemerintah agar memperbaiki sarana dan pra sarana untuk meminimalisir dampak banjir rob yang terjadi di lingkungan tersebut. Selain itu, harapan masyarakat terhadap pemerintah, yaitu melakukan pemerataan peninggian jalan, menambah intensitas pengerukan saluran air, dan memberikan kompensasi untuk adaptasi rumah. Namun, hal ini bertentangan dengan pendapat tokoh masyarakat dan sejumlah responden lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan sejumlah informan tersebut, daya tahan tanggul menurun karena terdapat perilaku masyarakat yang kurang menyadari pentingnya menjaga keberlangsungan fungsi dari tanggul yang telah dibangun. Misalnya, terdapat masyarakat yang merusak tanggul untuk melakukan ekspansi bangunan rumah sampai di atas air, yaitu dengan memanfaatkan bahan bangunan semi permanen seperti bambu, kayu, dan
sebagainya. Hal ini yang diduga sebagai penyebab kerusakan tanggul sehingga daya tahannya menurun. Selain itu, terdapat permasalahan lain seperti sampah dan bangunan-bangunan liar yang berdiri di atas permukaan air. Hal ini menyebabkan berkurangnya kapasitas daya tampung air sehingga lebih mudah meluap ke pemukiman penduduk. Menanggapi hal ini, pemerintah tidak berdiam diri dalam mengupayakan program terkait pengurangan dampak banjir rob. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Kelola Air Wilayah Kotamadya Jakarta Utara, pemerintah Kotamadya akan menyediakan pompa baru untuk dioperasikan kembali di wilayah Luar Batang. Program ini diperkirakan akan dilaksanakan pada pertengahan hingga akhir tahun 2011. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari DPU, terdapat beberapa program jangka pendek dan jangka panjang yang akan direalisasikan terkait penyediaan sarana untuk mengantisipasi dampak banjir rob tersebut. Program jangka pendek (≤ 5 tahun ke depan) yang akan direalisasikan adalah pembuatan tanggul sepanjang garis pantai Jakarta Utara yang melibatkan pihak lembaga pemerintah maupun perusahaan yang beroperasi di wilayah pesisir Jakarta, seperti DPU, DKP, Dinas Perhubungan DKI Jakarta (Dishub), Dinas Perikanan DKI Jakarta, PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Program ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2012. Sedangkan rencana program jangka panjang (> 5 tahun ke depan) yang akan dilakukan di wilayah tersebut adalah reklamasi pantai dan Giant Sea Wall. Reklamasi pantai akan dilakukan sepanjang pantai utara Jakarta, yaitu 32 km
dimulai dari perbatasan Kecamatan Cilincing dan Bekasi sampai perbatasan Kecamatan Penjaringan dengan Tangerang. Program ini dilaksanakan untuk mengurangi dampak abrasi pantai dan penurunan lahan yang semakin parah di wilayah Jakarta Utara. Selain itu, program lainnya adalah Giant Sea Wall (GSW) atau dam raksasa yang juga akan dibangun sepanjang pantai utara Jakarta. Pembangunan GSW ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2025 dan diperkirakan selesai pada tahun 2030. Program ini merupakan bantuan hibah dari pemerintah Belanda sebagai upaya antisipasi ancaman potensi kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim. Saat ini, program tersebut sudah memasuki tahap kajian teknis meskipun belum terlalu detil. Program-program ini diharapkan dapat mengantisipasi ancaman ekologis dan kerugian masyarakat yang lebih besar akibat banjir rob.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1.
Sebagian besar masyarakat di Wilayah Kelurahan Penjaringan belum memahami istilah dan dampak perubahan iklim. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perubahan iklim.
2.
Mayoritas masyarakat melakukan adaptasi terhadap tempat tinggal mereka demi meningkatkan kapasitas atau daya tahan terhadap banjir rob. Adaptasi tersebut meliputi pembuatan tanggul, peninggian lantai dasar, penambahan lantai, dan peninggian jalan.
3.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan biaya pencegahan (preventive expenditure), pada tahun 2011 secara agregat diperoleh total biaya adaptasi masyarakat Kelurahan Penjaringan sebesar Rp 50 775 630 927.44 dan biaya rata-rata per rumah tangga adalah sebesar Rp 6 243 929.04.
4.
Besar biaya yang dikeluarkan responden dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga, jarak rumah ke laut, dan status kepemilikan. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap biaya adaptasi adalah pendapatan rumah tangga dan status kepemilikan, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap biaya adaptasi adalah jarak rumah ke laut.
5.
Pemerintah telah menyiapkan beberapa program yang disesuaikan oleh kebutuhan masyarakat seperti penyediaan pompa kembali sesuai dengan harapan masyarakat. Serta, menyiapkan rencana program yang lebih besar
lainnya seperti pembuatan tanggul sepanjang garis pantai utara Jakarta, reklamasi pantai, dan Giant Sea Wall. 7.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, ada pun saran-saran yang
diberikan peneliti sebagai rekomendasi dalam pembuatan kebijakan dan program oleh pihak-pihak terkait dan pemerintah, yaitu: 1.
Perlu diadakan pengenalan dan sosialisasi mengenai perubahan iklim dan dampaknya oleh pemerintah melalui Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Regional Jawa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dibidang lingkungan hidup. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat memahami dan mengantisipasi dampak perubahan iklim dan banjir rob yang lebih besar. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pengadaan penyuluhan khusus mengenai perubahan iklim dan dampaknya.
2.
Dibutuhkan kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, serta aparat kelurahan setempat dalam pemberdayaan masyarakat dan pengawasan yang lebih ketat terhadap keberlangsungan sarana yang telah disediakan terkait upaya adaptasi dan antisipasi dampak banjir rob. Pemberdayaan masyarakat lokal ini dapat berupa pembentukan tim atau organisasi masyarakat khusus yang bertugas mengawasi sarana dan pra sarana yang telah ada dan berkoordinasi dengan pihak pemerintah dan pemberi bantuan terkait rencana program yang akan dibangun di lokasi tersebut.
3.
Pemerintah harus merelokasi pemukiman dan menertibkan gubuk liar yang terdapat di tepi laut. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko rusaknya
tanggul akibat pembangunan pemukiman secara ilegal. Selain itu, terkait dengan hasil penelitian dimana jarak rumah ke tepi laut berpengaruh signifikan terhadap biaya adaptasi, kegiatan relokasi ini harus dilakukan untuk meminimalisir biaya adaptasi dan kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat. 4.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus segera merealisasikan program yang telah direncanakan untuk mengantisipasi potensi dampak banjir rob dan meminimalisir kerugian masyarakat yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin HZ, Andreas H, Gumilar I, Gamal M, Fukuda Y, Deguchi T. 2009. Land Subsidence and Urban Development in Jakarta (Indonesia). [Editor tidak diketahui]. The 7th Regional Conference-Spatial Data Serving People: Land Governance and Environment-Building the Capacity. 19-22 Oktober 2009. Hanoi (VTM). Hal 1-16. Adger WN et.al. 2009. Adapting to Climate Change. Cambridge University Press. Cambridge. Adger WN, Arnell NW, Tompkins EL. 2005. Successful Adaptation to Climate Change Across Scales. Global Environmental Change. vol.15. no.1: 7786. Adger WN, Huq S, Bodron K, Conway D. 2003. Adaptation to Climate Change in Developing World. Progress in Development Studies. vol. 3. no. 3: 179195. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2011. ‘Data Iklim Wilayah Jakarta Utara, Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok’. BMKG. Jakarta. Badan Pusat Statistik 2011. ‘Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2010’. BPS. Jakarta. . ‘Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan, dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Provinsi Tahun 2010. BPS. Jakarta. Barker T. 2003. Representing Global Climate Change, Adaptation, and Mitigation. Global Environmental Change. vol. 13. no. 1: 1-6. Caljouw M, Nas PJM, Pratiwo. 2004. Flooding in Jakarta. [Editor tidak diketahui]. The 1st International Conference on Urban History. 23-25 Agustus. Surabaya (ID). Hal 1-20. Fauzi A, Diposaptono S, Anna S. 2010. Socio-Economic Impacts of Climate Change on Coastal Communities: The Case of the North Coast of Java Small-Pelagic Fisheries. [Editor tidak diketahui]. International Symposium on Climate Change Effects on Fish on Fisheries. [Waktu pertemuan dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Sendai (JPN). Hal 25-29. http://www.pices.int/publications/presentations/2010-ClimateChange/C1/C1-6124-Fauzi.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011 Firman T, Surbakti IM, Idroes IC, Simarmata HA. 2011. Potential ClimateChange Related Vulnerabilities in Jakarta: Challenges and Current Status. Habitat International. vol. 35. no. 1: 372-378.
Garrod G, Willis K. 1999. Economic Valuation of the Environment: Method and Case Studies. Scottish Agricultural College. UK. Griffin JM. 2003. Global Climate Change: The Science, Economics, and Politics. Edward Elgar Publishing. Cheltenham. Grothmann T, Patt A. 2005. Adaptive Capacity and Human Cognition: The Process of Individual Adaptation to Climate Change. Global Environmental Change. vol. 15. no. 1: 199-213. Handoko I, Hardjomidjojo H. 2009. Global Warming, Climate Change and Impacts to Food and Agriculture. [Editor tidak diketahui]. Climate Change Scenarios and Its Implication on Ecosystem and Biodiversity, Food Security, and Health Seminar. 23-24 Juni. Penang (Malaysia). Hal 1-15. Hanley N, Spash CL. 1993. Cost-Benefit Analysis and Environmental. Edward Elgar Publishing. England. Iklim
Karbon. [Tahun tidak diketahui]. ‘Protokol Kyoto’. http://iklimkarbon.com/perubahan-iklim/protokol-kyoto/ diakses pada tanggal 11 Februari 2011
Jones GEB, Davies B, Hussain S. 2000. Ecological Economic an Introduction. Blackwell Science Ltd Oxford. England. Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. Karsidi A. 2011. Bakosurtanal: Dampak Kenaikan Permukaan Laut pada Lingkungan Pantai Indonesia. [Editor tidak diketahui]. Workshop Dampak Kenaikan Permukaan Laut pada Lingkungan Pantai Indonesia. 27 April 2011. IPB International Convention Center Bogor. http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/workshop-dampak-kenaikanpermukaan-laut-pada-lingkungan-pantai-indonesia-2/ diakses 18 Mei 2011
Matson PA et.al. 2010. Advancing The Science of Climate Change. National Academic Press. Washington DC. Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. . 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. Nicholls RJ, Hoozemans FMJ, Marchand M. 1999. Increasing Flood Risk and Wetland Losses due to Global Sea-Level Rise: Regional and Global Analyses. Global Environmental Change. vol. 9. no. 1: S69-S87. Paw JN, Thia-Eng C. 1991. Climate Change and Sea Level Rise: Implications on Coastal Area Utilization and management in South-East Asia. Ocean and Shoreline Management. vol. 15. No. 1: 205-232. Pearce D. 1993. Economic Values and The Natural World. Eartscan. London.
. 1998. Economics and Environment: Essays on Ecological Economics and Sustainable Development. Edward Elgar Publishing Limited. UK. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2011. ‘Laporan Bulanan: Januari 2011’. Kelurahan Penjaringan. Jakarta. Rakhmat J. 2005. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Bandung. Sales Jr. RFM. 2009. Vulnerability and Adaptation of Coastal Communities to Climate Variability and Sea-Level Rise: Their Implications for Integrated Coastal Management in Cavite City, Philippines. Ocean and Coastal Management. vol. 52. no. 1: 395-404. Satterthwaite D. 2008. Climate change and urbanization: Effects and implications for urban governance. [Editor tidak diketahui]. The United Nations expert group meeting on population distribution, urbanization, internal migration, and development. United Nations Secretariat, 21-23 Januari. New York (USA). [Halaman tidak diketahui]. http://www.un.org/esa/population/meetings/EGM_PopDist/P16_Satterthw aite.pdf diakses pada tanggal 11 Februari 2011 Satriyawan B. 2010. ‘Teknik Snowball Random Sampling’. http://anginbiru.weebly.com/5/post/2010/10/teknik-snowball-randomsampling.html diakses pada tanggal 11 Juni 2011 Steinberg F. 2007. Jakarta: Environmental Problems and Sustainability. Habitat International. vol. 31. no. 1: 354-365. Susandi A, Herlianti I, Tamamadin M, Nurlela I. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut di Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan. vol. 12. no. 2: 1-8. Susandi A. 2009. Integration of Adaptive Planning Across Economic Sector. [Editor tidak diketahui]. NPW Technical Workshop on Integration of Approaches to Adaptation Planning. 12-14 Oktober. Bangkok (THD). [Halaman tidak diketahui]. Umar I. 2010. ‘Indonesia Berkomitmen Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca 26 Persen Tahun 2020’. http://www.voanews.com/indonesian/news/AgusPurnomo-Indonesia-Berkomitmen-Turunkan-Emisi-Gas-Rumah-Kaca-26Persen-Tahun-2020-111707619.html diakses pada tanggal 2 Februari 2011 UNFCCC. 2007. ‘The United Nations Climate Change Conference in Bali’. http://unfccc.int/meetings/cop_13/items/4049.php diakses pada tanggal 11 Februari 2011 Van Aalst MK, Cannon T, Burton I. 2008. Community Level Adaptation to Climate Change: The Potential Role of Participatory Community Risk Assessment. Global Environmental Change. vol. 18. no. 1: 165-179.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16680 Telp. (0251) 8621 834. Fax. (0251) 8421 762
Nomor Responden : Nama Responden : Alamat Responden : Nomor Telepon/HP :
KUESIONER PENELITIAN Hari/Tanggal :…………………... ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………
Kuesioner ini digunakan sebagai acuan dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam skripsi “Strategi dan Biaya Adaptasi Masyarakat Teluk Jakarta Terhadap Dampak Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim” oleh Dina Berina, Mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan objektif, lengkap, dan teliti. Kerahasian informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan terjamin dan tidak untuk dipublikasikan, serta tidak terkait dengan kepentingan politik pihak mana pun. Atas perhatian dan partisipasinya saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L / P 2. Usia : ………….. tahun 3. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Sekolah d. SMA/Sederajat b. SD/Sederajat e. Perguruan c. SMP/Sederajat Tinggi/Sederajat Sampai dengan kelas/tingkat…………………... 4. Status Perkawinan : a. Menikah b. Belum Menikah 5. Status Kependudukan : a. Penduduk Asli b. Pendatang, Asal….. 6. Pekerjaan : a. Wirausaha d. Pedagang b. PNS/Swasta e. Buruh c. Nelayan f. Lainnya…………… 7. Penghasilan : a. Utama Rp……………..…/Bulan b. Sampingan Rp……………..…/Bulan c. Anggota Keluarga Lainnya Rp……………...…/Bulan 8. Jumlah Tanggungan : …………………….. Orang 9. Apakah Anda adalah penerima program (bantuan) pemerintah? a. Ya, sebutkan…………………………………………………………… b. Tidak
B. Kondisi Tempat Tinggal 1. Jarak dari Muara : ………………………………….. Meter (m) 2. Luas Rumah : ………………………………….. m2 3. Jenis Bangunan : a. Permanen b. Semi Permanen 4. Umur Bangunan : ………………………………….. Tahun 5. Status Kepemilikan : a. Pemilik b. Penyewa 6. Tinggal di lokasi sejak tahun……………………………… 7. Saat banjir rob berlangsung, ketinggian air minimum adalah………...m 8. Saat banjir rob berlangsung, ketinggian air maksimum adalah …..…..m Indikator Kenyamanan Kemudahan akses publik (Rumah Sakit, Pasar, Sekolah, dll) Kemudahan akses/dekat dengan lokasi kerja/kantor
Ya
Tidak
Kebersihan Bau (akibat rob) Kertejangkitan penyakit (diare, gatalgatal, dsb) Kenyamanan secara sosial (rasa persaudaraan/rukun) dengan warga lainnya 9. Berdasarkan indikator di atas, apakah Anda merasa nyaman dengan kondisi lingkungan dan lokasi tempat tinggal Anda saat ini? a. Sangat Nyaman d. Kurang Nyaman b. Nyaman e. Tidak Nyaman c. Cukup Nyaman f. Tidak Tahu C. Persepsi Terhadap Perubahan Iklim 1. Apakah Anda pernah mendengar istilah perubahan iklim? a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, dari mana Anda mengetahui istilah tersebut? a. Buku/Literatur Akademik/Ilmiah d. Kerabat/Teman b. Media Elektronik e. Penyuluhan c. Media Cetak f. Lainnya………… 3.
Apakah Anda memahami maksud dari istilah perubahan iklim tersebut? a. Ya, jelaskan…………………………………….......................................... . ………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………… b. Tidak
4.
Apakah Anda mengetahui penyebab perubahan iklim? a. Ya, jelaskan……………………………………............................................ …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. b. Tidak
5.
Menurut Anda, apa saja dampak perubahan iklim di tempat tinggal anda? Dampak Tidak Perubahan Meningkat Tetap Menurun Tahu Iklim Suhu Curah Hujan
Jumlah Hari 6. A Hujan p a Intensitas Rob k a h terjadi peningkatan intensitas banjir rob sejak tahun 2007? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu 7. Seberapa sering banjir rob terjadi? Sebelum tahun 2007 ………………/Bulan Setelah tahun 2007 ………………/Bulan 8. Apakah sebelumnya Anda mengetahui bahwa banjir rob di kawasan tempat tinggal Anda merupakan salah satu dampak perubahan iklim? a. Ya b. Tidak 9. Apakah banjir rob berdampak (sosial) pada kehidupan Anda? a. Ya b. Tidak Karena…………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… 10. Apakah Anda merasa dirugikan dengan fenomena ini? a. Ya b. Tidak Karena…………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… D. Strategi Adaptasi 1. Apakah Anda melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi? a. Ya (Lanjut ke pertanyaan selanjutnya) b. Tidak 2.
Adaptasi Tempat Tinggal (Rumah) Apakah upaya pencegahan yang Anda lakukan untuk meminimalisir dampak banjir rob? (boleh pilih lebih dari satu) a. Membuat tanggul pada tahun……………
b. Meninggikan lantai dasar rumah pada tahun…………… c. Menambah lantai (tingkat) rumah pada tahun…………... d. Lainnya, sebutkan………………………………………………...
3.
Berapa besar biaya yang Anda keluarkan untuk masing-masing upaya pencegahan yang dilakukan? a. Membuat tanggul Rp …………………… b. Meninggikan lantai dasar rumah Rp ……..…………….. c. Menambah lantai (tingkat) rumah Rp …………………… d. Lainnya, sebutkan.............................. Rp ……………………
Apakah Anda berpindah tempat tinggal (menumpang/menyewa/membeli rumah) selama banjir rob terjadi? a. Ya b. Tidak
Jika Ya, berapa biaya yang Anda keluarkan untuk perpindahan tersebut? Rp……………………………………………………………………..
Adaptasi Kolektif (Swadaya Masyarakat) Apakah ada upaya adaptasi secara kolektif di lokasi tempat tinggal Anda? a. Ya, sebutkan……………………………………………………… b. Tidak
Jika Ya, apakah Anda dikenakan pungutan/iuran sejenis untuk upaya adaptasi tersebut? a. Ya, Rp………………………… b. Tidak
Upaya adaptasi tersebut dilakukan pada tahun…..…………………..
E. Harapan dan Saran Bagi Pemerintah 1. Apakah ada program pemerintah yang telah terlaksana terkait pencegahan maupun penyelesaian masalah banjir rob di sekitar lokasi tempat tinggal Anda? a. Ya b. Tidak 2. Jika Ya, apakah program tersebut sesuai dengan kebutuhan Anda? a. Sangat Sesuai d. Kurang Sesuai b. Sesuai e. Tidak Sesuai c. Cukup Sesuai 3. Apa harapan Anda kepada pemerintah terkait penanggulangan kerugian dan dampak banjir rob di sekitar lokasi tempat tinggal Anda? …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 27 November 1989 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Teteng Ruhyadi dan Tiominar. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1994 di TK Islam Amanah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Pamulang Permai pada tahun 2001 dan melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Pamulang dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu, penulis kembali melanjutkan sekolah di SMA Negeri 46 Jakarta dan dinyatakan lulus pada tahun 2007. Penulis memasuki Institut Pertanian Bogor di tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Penulis memilih minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan sebagai pelengkap kompetensi mayor. Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis aktif sebagai anggota UKM Pers Mahasiswa Koran Kampus sejak tahun 2007 sampai tahun 2010 dengan jabatan terakhir sebagai Pemimpin HRD dan terpilih sebagai peliput untuk reportase khusus PIMNAS XXII di Universitas Brawijaya, Kota Malang, pada tahun 2009. Penulis tergabung dalam Resources and Environmental of Economics Students Association (REESA) sebagai staf public relation pada tahun 2008-2009. Penulis juga produktif dalam dunia sinematografi kampus dan tergabung dalam Komunitas Layar IPB (KLIP) sebagai Wakil Ketua periode 2009-2010. Selain itu, penulis juga aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) Kabinet Orange Beraksi sebagai Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi pada masa kepengurusan tahun 2010.