i
STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PELABUHANRATU TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
GILANG ANGGA PUTRA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Adaptasi Nelayan Pelabuhanratu terhadap Perubahan Iklim adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 11 April 2014 Gilang Angga Putra NIM I34090130
ABSTRAK GILANG ANGGA PUTRA. Strategi Adaptasi Nelayan Pelabuhanratu Terhadap Perubahan Iklim. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI. Dampak perubahan iklim dapat dilihat dari fenomena naiknya permukaan air laut, perubahan suhu permukaan air laut, perubahan salinitas air laut serta perubahan pola cuaca, curah hujan dan pola hidrologi. Para nelayan mengalaminya sebagai perubahan cuaca yang cepat, seringnya badai, dan makin sulitnya memperoleh hasil tangkapan. Hal ini mengakibatkan turunnya pendapatan rumahtangga. Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, nelayan di Pelabuhanratu melakukan strategi adaptasi yang terdiri atas diversifikasi, intensifikasi, mobilitas anggota rumah tangga, hubungan sosial, serta menggadaikan dan menjual barang berharga. Bentuk-bentuk strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan berbeda menurut kelasnya, karena karakteristik mereka berbeda. Di Pelabuhanratu dikenal ada tiga kelas nelayan, yang paling tinggi adalah nelayan juragan, kemudian nelayan tradisional dan yang paling rendah adalah nelayan buruh. Kata-kata kunci: karakteristik sosial nelayan, kelas sosial nelayan, strategi adaptasi, perubahan iklim ABSTRACT GILANG ANGGA PUTRA. Adaptation Strategies of Pelabuhanratu Fishermen to Climate Change. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI. The impact of climate change can be seen in the phenomenon of rising sea levels, changes in sea surface temperature, sea water salinity and weather patterns, as well as changes in rainfall and hydrological patterns. Fishermen in Pelabuhanratu perceive the climate change impacts as the frequent storms, a sudden weather changes, and reduce of catches. Consequently, it will reduce the household income from fishery activity. To cope with the impact of climate change, fisher communityin Pelabuhanratuperforms adaptation strategiesin various ways, such as: diversification, intensification, mobilization of household members, social relations, and sell and pawn valuables. The types of adaptation strategies perform by the fisher community in Pelabuhanratu are different according to social classes they belong to, as each social class owns different social characteristics. In Pelabuhanratu, fisher communitybelongs to three social classes: modern equip fisher, traditional equip fisher, and none equip fisher or labor. Keywords: fishermen social characteristics, fishermen social classes, adaptation strategies, climate change
i
STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PELABUHANRATU TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
GILANG ANGGA PUTRA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
iii
Judul Skripsi Nama NIM
: Strategi Adaptasi Nelayan Pelabuhanratu terhadap Perubahan Iklim : Gilang Angga Putra : I34090130
Bogor, 11 April 2014 Disetujui oleh:
Dr. Ekawati Sri Wahyuni Pembimbing
Mengetahui
Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________________
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Strategi Adaptasi Nelayan Pelabuhanratuterhadap Perubahan Iklim. Penelitian ini menjelaskan bagaimana masyarakat nelayan di Pelabuhanratu melakukan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonominya. Karakteristik yang melekat pada nelayan berpengaruh terhadap strategi adaptasi yang dilakukan karena berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki. Ucapan terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada Dr. Ekawati Sri Wahyuni selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, masukan ide serta bimbingan selama proses penulisan hingga penyelesaian penelitian. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih ayahanda Istar Effendy (alm.), Ibunda Hariyati, Spd yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga baru di Institut Pertanian Bogor dan teman-teman SKPM 46 yang namanya tidak bisa disebutkan satu per satu sebagai teman berdiskusi, bertukarpikiran, serta membantu dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, 26 Februari 2014 Gilang Angga Putra
v
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan penelitian Kegunaan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Konsep Perubahan Iklim Konsep Dampak Perubahan Iklim Konsep Kelas Nelayan Konsep Karakteristik Nelayan Konsep Strategi Adaptasi Konsep Persepsi Kerangka Pemikiran Hipotesis Definisi Konseptual Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANG Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Populasi dan Sampel Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Kondisi Alam Potensi Alami Kependudukan Sarana dan Prasarana Konteks Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Perubahan Iklim di Pelabuhanratu KARAKTERISTIK NELAYAN Usia Pendidikan Pengalaman Melaut vi
Halaman v vi vii vii vii 1 1 2 2 2 3 3 3 4 5 6 7 8 9 9 10 13 13 13 14 14 14 17 17 17 18 18 20 20 25 25 26 26
Pendapatan Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Adaptasi STRATEGI ADAPTASI NELAYAN Diversifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Intensifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Mobilisasi Anggota Keluarga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Pemanfaatan Hubungan Sosial Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Menggadaikan atau Menjual Barang Berharga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii
28 28 31 31 33 35 36 38 41 41 43 43 45 57
DAFTAR TABEL
1 Penggolongan Nelayan Berdasarkan Daerah Penangkapan 2 Jumlah Responden Pada Setiap Kelas Nelayan 3 Produksi Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu 4 Sarana Pendidikan di Pelabuhanratu 5 Sarana Kesehatan di Pelabuhanratu 6 Karakteristik pada Kelas Nelayan 7 Hubungan Kelas Nelayan dengan Frekuensi Strategi Adaptasi yang Dilakukan
Halaman 6 14 18 19 19 25 29
DAFTAR GAMBAR Halaman 9 21
1 Kerangka Pemikiran 2 Kenaikan Permukaan Air Laut Secara Global 3 Perubahan Peluang Hujan Ekstrim di Wilayah Jawa Barat, Banten dan Jakarta pada Bulan Desember – Februari Antara Tahun 1990-1999 4 Persepsi masyarakat nelayan Pelabuhanratu terhadap fenomena perubahan iklim 5 Distribusi Nelayan Juragan, Nelayan Tradisional dan Nelayan Buruh yang Melakukan Diversifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi 6 Distribusi Nelayan Juragan, Nelayan Tradisional dan Nelayan Buruh yang Melakukan Intensifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi 7 Distribusi Nelayan Juragan, Nelayan Tradisional dan Nelayan Buruh yang Melakukan Mobilisasi Anggota Keluarga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi 8 Distribusi Nelayan Juragan, Nelayan Tradisional dan Nelayan Buruh yang Memanfaatkan Hubungan Sosial Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi 9 Distribusi Nelayan Juragan, Nelayan Tradisional dan Nelayan Buruh yang Menjual dan Menggadaikan Barang Berharga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi
viii
22 23 32 34 35 37 38
xii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rencana Kegiatan Penelitian 2 Peta Pelabuhanratu 3 Dokumentasi Penelitian 4 Kerangka Sampling 5 Tabel Analisis Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Adaptasi
ix
45 47 50 51 54
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim merupakan peristiwa alamiah bumi dan terjadi dalam kurun waktu milyaran tahun. Penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, serta kerusakan lingkungan melalui deforestasi dan degradasi lahan memberi kontribusi yang cukup besar terhadap percepatan terjadinya perubahan iklim ini (Marr et al.. 2009). Penduduk yang semakin bertambah serta penggunaan gas emisi rumah kaca juga menjadi penyumbang terjadinya percepatan perubahan iklim. Efek dari penggunaan gas rumah kaca dalam jangka panjang adalah terkumpulnya gas-gas tersebut dilapisan atmosfer, dan ketika matahari memantulkan gelombang panjang ke bumi, pancaran gelombang panjang ini tertahan oleh gas-gas rumah kaca. Akibatnya, gelombang panjang yang bersifat panas tadi terjebak di dalam rumah kaca, kemudian meningkatkan suhu di dalam atmosfer bumi, sehingga hal inilah yang menyebabkan suhu bumi meningkat dan mengganggu sistem yang ada di bumi dan atmosfernya, dan fenomena ini lazim disebut sebagai pemanasan global (Diposaptono et al. 2009). Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia tentunya tidak lepas dari dampak perubahan iklim. Kawasan pesisir yang luas membuat sebagian besar masyarakat memilih tinggal di pesisir untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir yang melimpah, dimana sebagian besar penduduk Indonesia yang tinggal dan bermukim di daerah pesisir. Tingginya jumlah penduduk yang bermukin di daerah pesisir, membuat dampak perubahan iklim menjadi sangat terasa bagi masyarakat nelayan. Dampak perubahan iklim yang terlihat adalah kenaikan permukaan air laut, serta meningkatkan intensitas dan frekuensi badai di lautan dan pesisir (Diposaptono et al. 2009). Masyarakat pesisir dengan ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya kelautan tentunya harus memiliki strategi adaptasi untuk dapat bertahan hidup dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap pendapatan serta sumber mata pencarian mereka. Pelabuhanratu merupakan salah satu Pusat Pelabuhan Nusantara (PPN) dan menjadi salah satu sentra perikanan laut di pantai utara Jawa. Letaknya yang strategis serta fasilitas yang lengkap seperti adanya tempat pelelangan ikan, gedung pasar grosir ikan, gedung pengecer ikan, kios, gudang, kantor yang dimanfaatkan oleh para pengusaha perikanan, kios penjualan, tempat pengepakan ikan dan berbagai fasilitas penunjang lainnya membuat daerah ini menjadi salah satu daerah pemasok ikan untuk Pulau Jawa dan sekitarnya. Tingginya jumlah penduduk yang bekerja sebagai nelayan, yakni sebanyak 3297 orang (Profil Kecamatan Pelabuhanratu 2011) menjadikan Pelabuhanratu menjadi salah satu sentra perikanan di Jawa Barat. Sebagai salah satu sentra perikanan tangkap, Pelabuhanratu memiliki berbagai macam jenis kapal yang bersandar serta nelayan yang menggantungkan hidupnya dari kekayaan alam laut di kawasan ini. Pada penelitian sebelumnya, adaptasi sosial ekonomi nelayan yang dibahas secara keseluruhan dimana nelayan dipandang sebagai satu kesatuan, padahal pada kenyatannya nelayan memiliki stratifikasi yang di dalamnya terdapat kelas-
2
kelas, seperti nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh. Ketiga kelas ini memiliki kemampuan dan cara tersendiri dalam melakukan upaya adaptasi. Penelitian ini nantinya akan menjabarkan bahwa pada setiap kelas nelayan tingkat dan jenis strategi adaptasi yang dilakukan berbeda-beda. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat diangkat dalam topik penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk strategi adaptasi sosial ekonomi yang dilakukan nelayan sebagai dampak perubahan iklim? 2. Bagaimana pengaruh kelas nelayan terhadap strategi adaptasi nelayan? Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disusun beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan hubungan karakteristik pada kelas nelayan dengan strategi adaptasi yang dilakukan. 2. Menganalisis strategi adaptasi berdasarkan kelas nelayan. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh kelas terhadap bentuk strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat nelayan. Penelitian ini juga berguna untuk: 1. Bagi akademisi, sebagai literatur mengenai strategi adaptasi masyarakat nelayan. 2. Bagi pemerintah, sebagai acuandalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat nelayan. 3. Bagi swasta, sebagai acuan dalam melakukan investasi pada sektor perikanan dan kelautan. 4. Bagi masyarakat, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan strategi adaptasi sebagai dampak perubahan iklim.
3
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Perubahan Iklim Diposaptono et al. (2009) berpendapat bahwa perubahan iklim terjadi secara alami terkait dengan proses alam yang sangat panjang (evolusi) dalam rentang waktu 4.5 milyar tahun silam. Fenomena yang terjadi saat ini adalah perubahan yang terjadi lebih cepat dari yang seharusnya. Fenomena ini penting disoroti mengingat penyebab-penyebab pemanasan global ini berasal dari faktorfaktor antropogenis yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Peningkatan emisi GRK disebabkan oleh aktivitas ekonomi manusia yang mengkonsumsi energi fosil seperti bahan bakar minyak, batu bara dan sejenisnya serta diperparah oleh deforestasi (Satria 2009), degradasi lahan gambut serta kebakaran hutan (Marr et al.. 2009). Semenjak revolusi industri pertengahan abad 18, intensitas dan inefisiennya pembakaran kayu, arang, minyak dan gas, diikuti oleh konversi lahan besar-besaran telah mengakibatkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer. Tumbuhan berperan dalam mengubah CO2 menjadi oksigen. Pengurangan jumlah tumbuhan membuat ketersediaan oksigen juga ikut terbatas, sehingga bakteri memproduksi metana yang menjadi gas pemicu pemanasan global. Penggunaan pupuk buatan di akhir abad 19 juga menyebabkan pelepasan nitrogen oksida, salah satu GRK, ke udara. Semenjak tahun 1920, aktivitas industri mulai menggunakan sejumlah campuran karbon buatan yang digunakan untuk mesin pendingin, fire suppression, dan sebagainya yang menghasilkan GRK yang sangat kuat (UNEP 2009). Pemanasan global merupakan salah bentuk perubahan iklim yang paling nyata dirasakan. Pemanasan global merupakan suatu keadaan dimana permukaan bumi dan lautan mengalami kenaikan suhu dibanding dengan abad-abad sebelumnya (Tauli-Corpuz et al.. 2009). Emisi gas rumah kaca yang terkumpul di atmosfer sanggup menangkap panas dan memancarkan lagi lagi panas ke bumi. Gas tersebut antara lain adalah karbondioksida (CO2), metana (NH4), klorofluorokarbon atau CFC (Satria 2009), nitrat oksida, ozon, uap air (Diposaptono et al. 2009). Proses efek rumah kaca sebagai kondisi dimana sinar matahari yang memancarkan gelombang pendek leluasa menerobos masuk ke rumah kaca, namun ketika bumi memancarkan gelombang panjang ke atmosfer gelombang ini tertahan oleh gas-gas rumah kaca. Akibatnya, gelombang panjang yang bersifat panas tadi terjebak di dalam rumah kaca, kemudian meningkatkan suhu di dalam rumah kaca, sehingga hal inilah yang menyebabkan suhu bumi meningkat dan mengganggu sistem yang ada di bumi dan atmosfernya (Diposaptono et al. 2009). Konsep Dampak Perubahan Iklim Perubahan iklim yang dipercepat akibat campur tangan manusia menyebabkan berbagai perubahan dalam ekosistem laut dan perairan seiring terjadinya perubahan temperatur dan peningkatan keasaman akibat penyerapan
4
gas CO2 oleh perairan laut (UNEP 2009). Dampak yang ditimbulkan akibat dari perubahan ini antara lain: 1. Naiknya Permukaan air laut akibat pemanasan yang dipicu peningkatan suhu atmosfer sehingga lapisan gletse dan es di kutub utara mencair (Diposaptono et al. 2009; UNEP 2009; Tauli-Corpuz 2009; Satria 2009) yang nantinya berakibat pada: a. Kerusakan ekosistem mangrove (Satria 2009; Diposaptono et al. 2009; UNEP 2009) b. Terjadinya peningkatan erosi pantai (Diposaptono et al. 2009; UNEP 2009; Tauli-Corpuz 2009) c. Banjir, badai dan gelombang ekstrim (Diposaptono et al. 2009) d. Intrusi air laut ke daratan (Diposaptono et al. 2009; Tauli-Corpuz 2009) 2. Terjadinya kenaikan suhu permukaan air laut (Diposaptono et al. 2009; UNEP 2009; Chen 2008) yang kemudia memicu timbulnya: a. Kerusakan terumbu karang, dimana peningkatan suhu memicu matinya jaringan terumbu karang dan berakibat pada munculnya fenomena pemutihan terumbu karang (Satria 2009; UNEP 2009; Chen 2008) b. Perubahan upwelling atau gerombolan ikan (Chen 2008: Diposaptono et al. 2009) 3. Menurunnya salinitas air laut sehingga memicu migrasi berbagai jenis spesies hewan karena kondisi lingkungan yang berubah (Chen 2008; Satria 2009) 4. Perubahan Curah hujan, pola hidrologi dan pola angin dimana hal ini menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas badai dilautan (Chen 2008; Diposaptono et al. 2009; UNEP 2009). Konsep Kelas Nelayan Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, pengertian nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Menurut Satria (2002) dilihat dari penguasaan kapital, nelayan dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan pekerja (buruh). Nelayan pemilik adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal/perahu, jaring, dan alat tangkap lainnya. Nelayan pekerja atau buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut atau sekarang lebih dikenal dengan anak buah kapal (ABK). Kelas Nelayan adalah suatu kelas yang dibentuk berdasarkan jenis mata pencaharian atau profesi yaitu sebagai nelayan. Setiap kelas nelayan memiliki identitas atau karakter tersendiri. Identitas tersebut merupakan cerminan kondisi internal dari suatu kelas. Menurut Kinseng (2011) nelayan dapat dibagi menjadi 4 kelas. Keempat kelas tersebut adalah buruh nelayan, atau biasa disebut dengan nelayan buruh, nelayan kecil yakni nelayan yang memiliki kapal dan bekerja sendiri atau mempekerjakan satu sampai tiga orang buruh, nelayan sedang yakni nelayan yang memiliki kapal dan mepekerjakan sampai 10 buruh, dan nelayan besar atau kapitaslis yang mempekerjakan lebih dari 10 buruh. Konsep Karakteristik Nelayan
5
Menurut Imron (2003) nelayan adalah suatu kelas masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Nelayan pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Karakteristik Nelayan merupakan atribut yang melekat pada tiap individu nelayan, dan berbeda-beda pada tiap individu. Adapun karakteristik nelayan dapat dilihat dari: 1. Waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan (Direktorat Jendral Perikanan Tangkap 2001) dapat dibagi atas: a. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/ binatang air lainnya/tanaman air. b. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Nelayan kategori ini dapat pula mempuyai pekerjaan lain disamping melakukan penangkapan ikan. c. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan penangkapan ikan. 2. Jenis armada, daya jangkau serta lokasi penangkapan (Widodo 2008): a. Nelayan pantai atau biasa atau yang biasa disebut perikanan pantai untuk usaha perikanan skala kecil dengan armada yang umum digunakan adalah perahu tanpa motor atau kapal motor tempel. b. Nelayan perikanan lepas pantai dengan wilayah perikanan lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas perahu rata-rata 30 GT. c. Nelayan perikanan samudera didominasi oleh kapal-kapal ukuran besar misalnya 100 GT dengan target perikanan tunggal seperti ikan tuna. Secara umum penggolongan nelayan berdasarkan armada, alat tangkap dan wilayah penangkapan dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 1 Penggolongan nelayan berdasarkan daerah penangkapan Aspek
Pantai
Lepas Pantai
Laut Lepas
Kedalaman
0-2,5 m
2,5-25 m
>25 m
Jenis Sasaran
Nener, Bener, Ikan Demersal
Udang, ikan demersal, ikan karang
Ikan-ikan pelagis
Macam Armada
Tanpa Armada, Perahu Kecil
Perahu berukuran sedang, bagan
Perahu berukuran besar
Alat Tangkap
Jala, Perangkap, Serok kail
Jaring insang, bagan, pukat cincin, mini, jaring kantong
Jaring insang, pukat cincin, payang
Sumber: Sajogyo, 1996
Respon untuk mengantisipasi tingginya risiko dan ketidakpastian (Satria 2002):
6
a. Nelayan Besar (large scale fishermen), dicirikan dengan besarnya kapasistas teknologi penangkapan maupun jumlah armada. Nelayan besar berorientasi pada keuntungan dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks. b. Nelayan Kecil (small scale fishermen), beroperasi di daerah kecil yang bertumpang tindih dengan kegiatan budidaya dan bersifat padat karya. Nelayan kecil juga dapat dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun budaya yang keduanya sangat terkait satu sama lain. Selain itu, ciri lain dari nelayan kecil adalah ketiadaan kemampuan untuk memberi pengaruh pada kebijakan publik karena nelayan selalu dalam posisi dependen dan marjinal. Konsep Strategi Adaptasi Adaptasi dapat dikatakan sebagai sebuah tingkah laku yang merujuk pada strategi bertahan hidup (Bennet 1978 dalam Mulyadi 2007). Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem adalah keseluruhan situasi di mana adaptabilitas berlangsung atau terjadi. Karena populasi manusia tersebar di berbagai belahan bumi, konteks adaptabilitas akan sangat berbeda-beda. Suatu populasi di suatu ekosistem tertentu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan cara-cara yang spesifik. Ketika suatu populasi masyarakat mulai menyesuaikan diri terhadap suatu lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai dan mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri (Moran 1982). Sahlins (1968) menekankan bahwa proses adaptasi sangatlah dinamis karena lingkungan dan populasi manusia. Adaptasi perubahan iklim dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang sifatnya reaktif maupun antisipatif. Dalam melakukan adaptasi, terdapat tiga konsep penting (Bennet 1976 dalam Saharudin 2007), yakni: 1. Adaptasi perilaku (adaptive behaviour) yang merujuk pada cara aktual dalam menemukan suatu pemecahan masalah dengan mempertimbangkan biaya dengan hasil yang akan dicapai. 2. Adaptasi proses (adaptive process) merujuk suatu bentuk perubahan-perubahan yang dilakukan dengan melalu proses yang panjang dengan menyesuaikan bentuk strategi yang dipilih. 3. Strategi adaptasi (adaptive strategies) merupakan suatu bentuk pola dalam merespon permasalan yang telah terbentuk melalui berbagai proses penyesuaian dengan melakukan evaluasi terhadap alternatif dan konsekuensinya. Dalam masyarakat nelayan, adaptasi dilakukan dalam beberapa bentuk, yakni: 1. Diversifikasi (Wahyono 2001), yaitu dengan melukan perluasan alternatif mata7 pencarian yang dilakukan baik dalam sektor perikanan, maupun sektor non perikanan. 2. Intensifikasi (Wahyono 2001) dengan melakukan investasi pada teknologi penangkapan ikan untuk meningkatkan hasil tangkapan.
7
3. Jaringan sosial (Kusnadi 2007) dengan membentuk ikatan atau suatu bentuk hubungan khusus yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan nelayan dalam pengangkapan ikan. 4. Mobilisasi anggota keluarga (Kusnadi 2007) dengan mengikutsertakan istri dan anak dalam mencari nafkah. 5. Menggadaikan atau menjual barang-barang berharga (Kusnadi 2007) Konsep Persepsi Persepsi didefinisikan oleh Rakhmat (1999) sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan. Persepsi sebagai proses menerima, menyeleksi, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa persepsi adalah suatu proses aktif komunikasi, menyerap, mengatur, dan menafsirkan pengalamannya secara selektif. Beberapa orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda dalam melihat suatu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh faktor antara lain tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang, kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu. Persepsi dapat diartikan juga sebagai proses pengorganisasian stimulus yang diterima oleh indra individu, kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diterima oleh indera itu. Persepsi merupakan keadaan yang terpadu dari individu terhadap stimulus yang diterimanya, maka apa yang ada dalam diri individu, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif dalam persepsi individu. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dijelaskan bahwa persepsi adalah suatu hal yang sangat memberikan pandangan pada seseorang individu atau masyarakat tentang keadaan yang sebenarnya terjadi dalam lingkungannya. Dalam memberikan tanggapan terhadap hal tersebut individu atau masyarakat tidak hanya memandang dengan indera penglihatan dan pikiran tetapi juga dengan perasaan sehingga individu atau masyarakat dapat mengenal dan tahu tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat sekarang. Faktor pihak pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang ikut menetukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu. Kesamaan persepsi akan mendorong terbentuknya motivasi yang mendukung makna dari perubahan yang terjadi, dengan kata lain bahwa kesamaan persepsi akan mendorong terciptanya motivasi yang optimal bagi pelaksanaan pencapaian tujuan dan misi yang dihadapinya.
8
Kerangka Pemikiran Perubahan iklim menyebabkan terjadinya pemanasan global yang berdampak pada terjadinya kenaikan permukaan air laut, kenaikan suhu permukaan air laut, penurunan salinitas air laut dan perubahan curah hujan, pola hidrologi dan pola angin. Perubahan yang terjadi menyebabkan terjadinya perubahan ekologis pada ekosistem laut dan pesisir. Perubahan yang terjadi adalah intrusi air laut ke daratan, gelombang ekstrim dan peningkatan frekuensi badai, erosi pantai, kerusakan terumbu karang perubahan proses upwelling, gerombolan ikan, perubahan pola migrasi ikan serta peningkatan salinitas air laut. Perubahan pola hidrologi, pola angin disertai kenaikan permukaan air laut menyebabkan intensitas dan frekuensi badai serta gelombang ekstrim yang terjadi di lautan. Perubahan tingkat keasaman air laut, kenaikan suhu permukaan air laut serta perubahan salinitas air laut dapat memicu kerusakan terumbu karang. Rusaknya terumbu karang menyebabkan perubahan dan terganggunya sistem rantai makanan yang ada di daerah tersebut, sehingga dampak lanjut yang ditimbulkan adalah ikan akan bermigrasi mencari tempat yang memiliki terumbu karang yang lebih baik. Migrasi ikan akibat rusaknya terumbu karang menyebabkan daerah penangkapan ikan mengalami penurunan jumlah pasokan ikan dalam skala besar. Berbagai dampak perubahan iklim yang terjadi tersebut berpotensi menganggu dan bahkan menghambat proses penangkapan ikan oleh nelayan di laut. Terganggunya proses penangkapan ikan berimplikasi pada menurunnya hasil tangkapan nelayan dan berakibat pada menurunnya tingkat pendapatan nelayan. Penurunan pendapatan yang terjadi berkali-kali dan dalam jangka waktu yang lama meyebabkan nelayan melakukan suatu bentuk adaptasi. Nelayan di Pelabuhanratu terbagi atas tiga kelas, yakni nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh. Nelayan juragan adalah nelayan pemilik armada kapal yang digunakan untuk melakukan proses penangkapan ikan dilaut lepas. Umumnya kapal yang dimiliki oleh nelayan pada kelas ini berkisar 50 GT – 150 GT. Kuantitas penangkapan ikan yang besar membuat nelayan juragan mempekerjakan tenaga bantuan, yaitu nelayan buruh. Nelayan buruh merupakan tenaga bantuan yang diupah oleh nelayan juragan berdasarkan pembagian hasil penjualan dari tangkapan ikan yang didapat. Nelayan tradisional adalah kelas nelayan yang pada umumnya bekerja secara perorangan, yang memiliki perahu dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan yang lebih sederhana seperti pancing dan jaring. Pada setiap kelas nelayan, terdapat karakteristik yang berbeda. Karakteristik berupa umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut serta pendapatan berperan penting dalam menentukan bentuk strategi adaptasi yang akan dilakukan oleh nelayan berdasarkan kelasnya masing-masing.
9
1. 2. 3. 4.
Fenomena Perubahan Iklim Kenaikan permukaan air laut Kenaikan suhu permukaan air laut Penurunan salinitas air laut Perubahan curah hujan, pola hidrologi dan pola angin
Penurunan Hasil Tangkapan Ikan
Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi Nelayan
Kelas Nelayan 1. Nelayan buruh 2. Nelayan tradisional 3. Nelayan juragan
Keterangan: pengaruh Gambar 1 Kerangka pemikiran Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat ditarik beberapa hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Diduga kelas nelayan dengan modal yang kecil cenderung lebih banyak melakukan strategi adaptasi. Defiisi Konseptual 1. Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim yang mempengaruhi berbagai perubahan pada atmosfer (udara), hidrosfer (air), kriosfer (bagian bumi yang membeku), permukaan tanah dan biosfer (bagian bumi yang terdapat kehidupan). 2. Dampak perubahan iklim pada ekosistem laut adalah perubahan abiotik dan biotik yang terdapat dalam cakupan ekosistem laut sebagai dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan iklim. 3. Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang memiliki ketergantungan ekonomi terhadap sumberdaya kelautan dan secara aktif melakukan kegiatan penangkapan ikan/ binatang air atau tanaman air lainnya serta membentuk
10
kebudayaan yang khas terkait dengan ketergantungan akan pemanfaatan sumberdaya pesisir. 4. Penurunan hasil tangkapan ikan adalah dampak lanjutan yang dialami oleh nelayan berupa berkurangnya hasil tangkapan ikan sehingga membuat hasil penjualan ikan menurun dan menyebabkan pendapatan yang didapat oleh nelayan berkurang. 5. Strategi adaptasi sosial ekonomi nelayan adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim yang mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan baik secara reaktif maupun antisipatif. Definisi Operasional 1. Fenomena Perubahan iklim adalah persepsi nelayan terhadap terjadinya perubahan iklim yang ditandai dengan adanya fenomena: a. Kenaikan permukaan air laut, adalah persepsi nelayan mengenai perubahan ketinggian air laut. b. Perubahan suhu permukaan air laut, adalah persepsi nelayan berkaitan dengan dampak perubahan suhu air laut berupa terjadinya keruakan terumbu karang dan perubahan daerah gerombolan ikan. c. Menurunnya salinitas air laut, adalah persepsi nelayan akibat perubahan tingkat keasinan air laut yang ditandai oleh berubahnya pola penyebaran ikan. d. Perubahan pola cuaca, adalah persepsi nelayan mengenai pergantian cuaca yang sulit diprediksi.Gelombang tinggi, adalah persepsi nelayan mengenai perubahan frekuensi serta ketinggian gelombang air laut. 2. Karakteristik nelayan adalah ciri-ciria atau atribut yang melekat pada diri nelayan a. Usia adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai pada saat dilakukannya penelitian. Diukur dengan menggunakan skala ordinal. Dibedakan kedalam kategori-kategori yang berbeda dengan menggunakan perhitungan standar deviasi: 1) Muda (25 tahun -35 tahun) 2) Dewasa awal (36 tahun - 46 tahun) 3) Dewasa akhir (47 tahun – 57 tahun) b. Pendidikan adalah tingkat belajar yang pernah dilalui oleh responden. Tingkat belajar ini meliputi pendidikan formal. Diukur dengan menggunakan skala ordinal. Dibedakan kedalam kategori-kategori yang berbeda dengan menggunakan perhitungan standar deviasi: 1) Rendah, jika tamat SD/ sederajat. 2) Sedang, jika tamat SMP/ sederajat. 3) Tinggi, jika tamat SMA/ sederajat. c. Pengalaman melaut adalah lamanya responden bekerja sebagai nelayan. Diukur dengan menggunakan skala ordinal. Dibedakan kedalam kategorikategori yang berbeda dengan menggunakan perhitungan standar deviasi: 1) Rendah, jika responden bekerja sebagai nelayan selama 7 tahun –16 tahun
11
2) Sedang, jika responden bekerja sebagai nelayan selama > 16 tahun 25 tahun 3) Tinggi, jika responden bekerja sebagai nelayan > 25 tahun – 36 tahun. d. Pendapatan nelayan adalah total uang yang didapatkan nelayan selama sebulan penuh. Diukur dengan menggunakan skala ordinal. Dibedakan kedalam kategori-kategori yang berbeda dengan menggunakan perhitungan standar deviasi: 1) Rendah, jika responden memiliki total pendapatan Rp700,000 – Rp4000,000,000 perbulan 2) Sedang, jika responden memiliki total pendapatan > Rp4,000,000 – Rp7,300,000 per bulan. 3) Tinggi, jika responden memiliki total pendapatan > Rp7300,000 Rp10,500,000 perbulan 3. Kelas nelayan adalah pembagian nelayan berdasarkan kepemilikan kapal dan alat tangkap. Responden dibagi menjadi tiga kelas1, yaitu: a. Nelayan juragan, jika responden memiliki kapal dan mempekerjakan sedikitnya satu orang tenaga tambahan. b. Nelayan tradisional, jika responden memiliki perahu dan tidak mempekerjakan tenaga tambahan. c. Nelayan buruh, jika responden tidak memiliki kapal dan perahu. 4. Strategi adaptasi merupakan tindakan yang dilakukan nelayan dalam menyiasati dampak negatif perubahan iklim yang dibagi atas: a. Diversifikasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan dalam menambah jenis kegiatan penghasilannya dalam menghadapi dampak langsung dan tidak langsung perubahan iklim. Dikategorikan dalam: 1) Melakukan (kode 1), jika responden melakukan bentuk diversifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. 2) Tidak melakukan (kode 2), jika responden tidak melakukan diversifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. b. Intensifikasi adalah kegiatan yang dilakukan nelayan dalam rangka meningkatkan kualitas kapasitas usaha penangkapan ikan dalam menghadapi dampak langsung dan tidak langsung perubahan iklim. Dikategorikan dalam: 1) Melakukan (kode 1), jika responden melakukan bentuk intensifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. 2) Tidak melakukan (kode 2), jika responden tidak melakukan intensifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. c. Jaringan sosial adalah hubungan yang dijalin nelayan dalam menghadapi dampak langsung dan tidak langsung perubahan iklim. Dikategorikan dalam: 1) Melakukan (kode 1), jika responden memiliki jaringan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi. 1
Kelas nelayan didasarkan atas kebiasaan dari masyarakat nelayan lokal Pelabuhanratu yang membagi nelayan atas 3 kelas, yakni nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh.
12
2) Tidak melakukan (kode 2), jika responden tidak memiliki jaringan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi. d. Mobilisasi anggota rumah tangga adalah mengikutsertakan anggota rumah tangga nelayan untuk bekerja, baik di sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan dalam menghadapi dampak langsung dan tidak langsung perubahan iklim. Dikategorikan dalam: 1) Melakukan (kode 1), jika responden melakukan bentuk mobilisasi anggota rumah tangga sebagai bentuk strategi adaptasi. 2) Tidak melakukan (kode 2), jika responden tidak melakukan mobilisasi anggota rumah tangga sebagai bentuk strategi adaptasi. e. Menggadaikan atau menjual barang berharga, adalah usaha strategi adaptasi nelayan dengan menjual atau menggadaikan aset yang mereka memiliki untuk tetap mendapat penghasilan. Dikategorikan dalam: 1) Melakukan (kode 1), jika responden melakukan menggadaikan atau menjual barang berharga sebagai bentuk strategi adaptasi. 2) Tidak melakukan (kode 2), jika responden tidak melakukan menggadaikan atau menjual barang berharga sebagai bentuk strategi adaptasi.
13
PENDEKATAN LAPANG Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif dalam pengumpulan datanya. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun & Effendi 1987). Pengumpulan data kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan melalui metode survei kepada masyarakat dengan menggunakan kuesioner. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan pendekatan kualitatif dilakukan melalui teknik observasi dengan terlibat langsung kepada yang diteliti. Melalui pendekatan ini dilakukan observasi, pengambilan dokumen dan wawancara mendalam kepada informan. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif ini berguna untuk mengetahui bentuk strategi adaptasi sosial ekonomi yang dilakukan nelayan sebagai dampak perubahan iklim, pengaruh perubahan iklim terhadap strategi adaptasi masyarakat nelayan serta pengaruh kelas nelayan terhadap strategi adaptasi nelayan sebagai dampak perubahan iklim. Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian untuk melihat aktivitas yang dilakukan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting sehingga menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner responden diolah dan kemudian dianalisa secara deskriptif. Menurut Riduwan dan Sunarto (2011), analisis deskriptif adalah analisis yang menggambarkan suatu data yang akan dibuat baik sendiri maupun secara kelas. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk mendukung dan memperkuat analisis kuantitatif. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan penelitian yang memiliki karakteristik profesi pekerjaan sebagai nelayan sangat banyak. Pemilihan lokasi ini dianggap sesuai dan dapat menjawab tujuan dari penelitian karena ditempati oleh penduduk yang berproesi sebagai nelayan dan terpengaruh langsung dengan adanya perubahan iklim, sehingga dapat diasumsikan masyarakat Pelabuhanratu telah melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan pada bulan Maret – April 2013. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal, pengumpulan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
14
Populasi dan Sampel Populasi sampling dari penelitian ini adalah nelayan yang beraktifitas di ruang lingkup Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhanratu serta nelayan yang berdomisili di sekitar Pelabuhanratu. Pemilihan responden dilakukan dengan metode pengambilan sampel acak yang terlebih dahulu dikelaskan (stratified random sampling) agar dapat secara tepat mengidentifikasi sifat-sifat populasi yang keterogen, sehingga populasi dibagi dalam kelas-kelas pada kelas tertentu, dan dari setiap kelas diambil sampel secara acak. Kerangka sampling diambil dari anggota kelompok nelayan Pelabuhanratu yang berjumlah 133 orang nelayan (dapat dilihat pada lampiran 5) yang terdiri dari kelas nelayan juragan, kelas nelayan tradisional dan kelas nelayan buruh. Penggunaan metode ini untuk mengantisipasi perbedaan sifat antar kelas. Responden dibagi dalam tiga kelas, yakni nelayan juragan, nelayan tradisional serta nelayan buruh. Pada setiap kelas diambil 12 orang responden, sehingga jumlah keseluruhan responden untuk penelitian ini adalah 36 orang responden. Pengambilan jumlah responden yang sama pada ketiga kelas nelayan didasarkan atas pertimbangan jumlah populasi pada ketiga kelas tidak jauh berbeda. Responden diambil secara acak melalui sistem pengocokan, dimana nama responden didapat dari data kelas nelayan Pelabuhanratu. Tabel 2 Jumlah responden pada setiap kelas nelayan Kelas
Jumlah Responden
Nelayan Juragan
12
Nelayan Tradisional
12
Nelayan Buruh
12
Total
36
Sumber: Laporan Tahunan TPI Pelabuhanratu, 2013
Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh melalui berbagai metode pengumpulan data, baik itu data kuantitatif maupun kualitatif, selanjutnya diproses guna mendapat jawaban atas tujuan dari peneltian ini. Tipe data yang digunakan yaitu data ordinal. Pengujian pada tiap-tiap hipotesis menggunakan metode tabel frekuensi. Data kuantitatif yang telah diperoleh ditabulasi menggunakan Microsoft Excel 2007 dan diolah dengan softwere SPSS for Windows. Selain menggunakan SPSS for Windows. Data ini selanjutnya dikuatkan dengan hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan sebagai data kualitaitif. Data kualitatif yang didapat diolah langsung di lapangan dengan 3 tahapan, yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sitorus 1998).
15
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik pada setiap kelas nelayan, serta hubungan karakteristik yang melekat pada kelas nelayan dengan bentuk strategi adaptasi sosial ekonomi yang dilakukan. Pengolahan data dilakukan dengan langkah, yaitu pertama, melakukan pengkodean kemudian memasukkan data ke dalam berkas data. Kedua, membuat tabel frekuensi atau tabel silang. Ketiga mengedit yakni mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi atau tabel silang. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik tabel frekuensi, untuk menganalisis data primer, yaitu karakteristik nelayan berupa usia, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan serta pengalaman melaut, serta hubungan antara karakteristik kelas nelayan dengan frekuensi strategi adaptasi yang dilakukan. Data yang didapat dari hasil tabel frekuensi dijabarkan secara deskriptif. Pengolahan data dapat dilihat pada hadil uji diversifikasi, data di jabarkan dalam bentuk tabel frekuensi dimana data jumlah nelayan yang melakukan diversifikasi dibandingkan dengan jumlah nelayan yang idak melakukan, setiap data dipisahkan berdasarkan kelas-kelas yang telah ditentukan seperti nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh. Pengolahan data yang dilakukan akan menggambarkan tingkat dari masing-masing kelas nelayan dalam melakukan diversifikasi.
16
17
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Kondisi Alam Kecamatan Pelabuhanratu termasuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Sukambumi, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Pelabuhanratu merupakan pusat pemerintahan ibukota Kabupaten Sukabumi dengan batas-batas wilayah sebagi berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur
: Kecamatan Cikidang : Kecamatan Simpenan : Kecamatan Cikakak : Kecamatan Bantar Gadung
Kecamatan Pelabuhanratu berjarak 0.5 kilometer dari pusat kota kabupaten, 156 kilometer dari ibukota provinsi dan 175 kilometer dari ibukota negara. Perjalan menuju Pelabuhanratu dapat dilakukan dari terminal Baranangsiang, Bogor. Waktu tempuh yang digunakan sekitar 5 jam perjalanan. Kecamatan Pelabuhanratu memiliki luas wilayah 10.287.985 Ha, yang terdiri dari 8 desa, yakni Pelabuhanratu, Citepus, Cibodas, Buniwangi, Citarik, Cikadu, Tonjong dan Pasiruren. Pusat pemerintahan kecamatan Pelabuhanratu terletak di desa Pelabuhanratu, dan juga di desa ini terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara dan tempat pelelangan ikan. Beberapa kantor pemerintahan juga terdapat di wilayah ini, sehingga dengan banyaknya titik vital pemerintahan membuat Pelabuhanratu menjadi salah satu minipolis di Jawa Barat. Kondisi topografi Kecamatan Pelabuhanratu didominasi oleh dataran rendah dan berikisar pada ketinggian 2 meter diatas permukaan laut. Curah hujan di Pelabuhanratu berkisar antara 2000 – 3000 mm pertahun, dengan kisaran suhu 18 – 36 derajat celcius. Tingginya tingkat curah hujan dan suhu yang hangat membuat kawasan ini sering terkena badai dan banjir. Tingginya frekuensi badai dan banjir membuat beberapa daerah di Pelabuharatu mengalami abrasi. Potensi Alami Letak Pelabuhanratu yang memiliki banyak pantai dan berbatasan dengan Laut Indonesia menyebabkan masyarakat yang berada di kawasan Pelabuhanratu memanfaatkan potensi dari perairan dan kelautan sebagai mata pencarian utama. Tingginya angka penduduk yang bekerja sebagai nelayan, yakni sebanyak 3.297 jiwa membuat nelayan menjadi salah satu pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakaat Pelabuhanratu. Penduduk yang berprofesi sebagai nelayan di Kecamatan Pelabuhanratu terpusat di Desa Pelabuhanratu, yakni sebanyak 1.621 jiwa. Tingginya jumlah nelayan yang ada di Desa Pelabuhanratu disebabkan karena lokasinya yang berdekatan dengan garis pantai dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu. Untuk mendapatkan gambaran dapat dilihat tingkat produksi perikanan tangkap Pelabuhanratu pada table 3.
18
Tabel 3 Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu No.
Tahun
Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Ikan Pelabuhanratu Produksi (Kg)
Nilai (Rp)
1
2002
3,875,468
15,335,105,315
2
2003
4,625,763
18,335,560,568
3
2004
6,404,179
31,566,769,254
4
2005
12,473,099
66,185,976,723
5
2006
9,933,719
61,648,109,620
6
2007
13,546,684
88,619,812,654
7
2008
8,836,943
78,151,806,675
8
2009
8,716,777
109,655,164,610
9
2010
11,897,548
198,724,195,500
10
2011
13,814,120
212,838,920,819
Sumber: Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu, 2012
Kependudukan Jumlah penduduk di Kecamatan Pelabuhanratu adalah sebanyak 101.036 jiwa pada tahun 2012. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 51.515 jiwa atau sekitar 52 persen, sedangkan jumlah penduduk wanita sebesar 49.521 jiwa atau sekitar 48 persen dari total penduduk Kecamatan Pelabuhanratu. Mayoritas penduduk Pelabuhanratu berprofesi sebagai petani yakni sebanyak 11.199 jiwa dan nelayan 3.297 jiwa. Jumlah penduduk menurut data statistik demografi kecamatan Pelabuhanratu tahun 2011 yaitu sebesar 101.022 jiwa. Jumlah ini tersebar di 8 desa yang ada di Kecamatan Pelabuhanratu. Jumlah penduduk desa terbanyak berada di Kelurahan Pelabuhanratu yakni sebesar 31.275 jiwa. Hal ini disebabkan olehterkonsentrasinya kegiatan perekonomian di Kelurahan Pelabuhanratu. Dari total jumlah penduduk di Kecamatan Pelabuhanratu sebanyak 50,99% berjenis kelamin laki-laki. Sarana dan Prasarana Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan suatu wilayah tidak bisa lepas dari keberadaan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang terdapat di Pelabuhanratu diantaranya adalah sarana pendidikan, sarana peribadatan, dan sarana kesehatan. Jumlah sarana pendidikan yang terdapat di Pelabuhanratu pada tahun 2013 adalah sembilan unit yang terdiri dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah atas yang tersebar di 8 Desa di Kecamatan Pelabuhanratu.
19
Tabel 4 Sarana pendidikan di Pelabuhanratu Sarana Pendidikan PAUD TK SD MI SMP MTs SMA SMK MA
Jumlah (unit) 63 9 31 14 8 10 4 6 3
Sumber: Profil Kecamatan Pelabuhanratu tahun 2011
Sarana lainnya yang ada di Kecamatan Pelabuhanratu adalah sarana kesehatan, dimana terdapat Rumah Sakit umum Daerah Pelabuhanratu. Berikut jumlah sarana kesehatan yang ada di Pelabuhanratu: Tabel 5 Sarana kesehatan di Pelabuhanratu Sarana Kesehatan Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Poskesdes Posyandu
Jumlah (unit) 1 2 3 4 101
Sumber: Profil Kecamatan Pelabuhanratu tahun 2011
Di daerah ini juga terdapat pasar tradisional, serta terminal yang menjadi jalur transportasi antar kota. Beberapa kantor pemerintahan juga terdapat di wilayah Kecamatan Pelabuhanratu karena statusnya sebagai ibukota Kabupaten Sukabumi.
20
Konteks Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu termasuk kedalam wilayah administratif Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu adalah salah satu pelabuhan yang dibangun pemerintah pusat guna menunjang aktivitas perikanan yang memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 9 Samudra Hindia, dan melayani kapal-kapal yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan di daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan menyampaikan informasi yang dibutuhkan nelayan. Layanan yang biasa diberikan seperti penyampaian informasi mengenai prakiraan potensi daerah penangkapan ikan, harga ikan, kondisi cuaca melalui radio komunikasi atau alat elektronik lainnya, melakukan pelayanan terhadap kapal-kapal perikanan baik pada saat keberangkatan maupun pada saat kedatangan dan saat berada di pelabuhan, memfasilitasi kegiatan pengolahan ikan guna mempertahankan mutu ikan yang didaratkan sehingga layak konsumsi, memfasilitasi kegiatan pemasaran ikan sehingga memperoleh harga yang wajar melalui kegiatan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhanratu. Selain itu fungsi PPN Pelabuhanratu adalah untuk memperlancar kegiatan distribusi ikan ke daerah konsumen, melakukan pembinaan terhadap nelayan melalui pelatihan-pelatihan dan pembinaan usaha nelayan. PPN Pelabuhanratu mulai beroperasi pada tahun 1993,. Sejak pengembangannya pada periode 1993 – 2008, PPN Pelabuhanratu telah mengalami dua tahap pembangunan yakni pembangunan tahap pertama pada tahun1993 dan beroperasi sampai pada tahun 2002, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan tahap kedua selama periode 2003 – 2005 yang merupakan pengembangan pembangunan tahap pertama. Pembangunan Pelabuhan tahap pertama dilakukan untuk menunjang aktifitas perikanan terutama untuk penangkapan ikan dengan ukuran kapal mencapai 30 GT. Pembangunan tahap kedua pelabuhan perikanan ditujukan untuk menunjang aktifitas penangkapan ikan oleh kapal berukuran 30 GT sampai dengan 150 GT. Dana pengembangan Pelabuhan Perikana Nusantra (PPN) Pelabuhanratu pada tahap awal bersumber pada dana APBN, Asian Develpoment Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (ISDB). Pembangunan fisik pelabuhan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 1991/1992 sampai dengan Tahun Anggaran 1992/1993 dan pada tanggal 18 Februari 1983 diresmikan operasionalnya oleh Presiden Republik Indonesia pada saat itu, yakni H.H Soeharto. Selain dimanfaatkan kapal perikanan domisili, segenap fasilitas PPN Pelabuhanratu yang telah ditingkatkan melalui SPL OECF tahun 1999/2002 juga dimanfaatkan oleh nelayan pendatang (andon) dari cilacap, Benoa, NTB, NTT dan Jakarta. Nelayan andon ini umumnya menggunakan kepal berukuran 30 GT – 150 GT dan menerapkan teknologi pengangkapan dengan menggunakan jarring berukuran besar dan pancing Longline dibantu oleh fasilitas yang modern dan maju sehingga diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan nelayan domisili (nelayan Pelabuhanratu) yang hanya menggunakan alat penangkapan ikan yang lebih sederhana berupa pancing ulur, pancing rawai, jarring insang, jarring payang dan jaring kecil (rampus).
21
Perubahan Iklim di Pelabuhanratu Kondisi iklim tropis di wilayah pesisir Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi dipengaruhi oleh musim angin barat yang bertiup dari timur ke barat, dan musim angin timur yang bertiup dari barat ke timur. Musim angin barat bertiup dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan angin timur berlangsung antara bulan Juni sampai dengan bulan September. Curah hujan tahunan di pesisir Teluk Pelabuhanratu dan sekitarnya berkisar antara 2.500 – 3.500 mm per tahun dan hari hujan antara 110 – 170 hari per tahun. Suhu udara di sekitar wilayah ini berkisar antara 18o – 30o C dan memiliki kelembaban udara yang berkisar antara 70 – 90 % Pelabuhanratu yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, iklim dan cuacanya sangat dipengaruhi oleh laut. Adanya peningkatan permukaan air laut global yang diproyeksikan meningkat selama abad ke-21 pada tingkat yang lebih tinggi daripada selama 1961 sampai 2003, seperti saat permukaan air laut global mencapai 0.22 sampai 0.44 m di atas tingkat 1990, dan sedang meningkat sekitar 4 mm/tahun. Seperti di masa lampau, perubahan permukaan air laut di masa depan tidak akan seragam secara geografis, dengan perubahan permukaan laut regional bervariasi sekitar ±0.15 m dari rata-rata proyeksi model tipikal. Hal ini dapat dilihat dari perairan pantai selatan pulau Jawa yang mempunyai nilai rata – rata kenaikan muka laut sebesar 0,97 mm/tahun.
Gambar 2 Kenaikan permukaan air laut secara global ( Sumber: Sunil 2011) Letak geografis yang berdekatan dengan laut juga membuat Pelabuhanratu rentan terjadi storm surge. Storm surge adalah surge (gelombang) yang disebabkan oleh badai, terutama badai tropis. Storm surge ini merupakan bencana serius di daerah pantai khususnya di zona tropis dan sub tropis, dimana salah satu dampak dari badai tropis adalah naiknya muka air ekstrim akibat angin dan tekanan dari siklon tersebut (BMKG 2013). Storm surges yang dibangkitkan oleh tropical cyclone di samudera Hindia sering menghantam perairan pantai Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat dan dapat menyebabkan potensi bahaya, seperti tergenangnya insfrastruktur bangunan pantai dan rumah, relokasi masyarakat ke
22
daerah pengungsian, terganggunya aktivitas pariwisata, dan terganggunya aktivitas ekonomi di pelabuhan. Dampak perubahan iklim lainnya yang mungkin dirasakan adalah terjadinya hujan ekstrim dan badai. Hal ini dapat dilihat di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, peluang kejadian hujan ekstrim dengan intensitas mencapai 500 mm/bulan selama periode tahun 1970 - 1999 meningkat hingga 13%. Padahal, selama periode tahun 1900 - 1929, walaupun peluang kejadian hujan ektrim di ketiga wilayah tersebut hanya 3% , hal tersebut ditunjukkan Gambar 8.
Gambar 3 Perubahan peluang hujan ekstrim (500 mm/bulan) di wilayah Jawa Barat, Banten dan Jakarta pada bulan Desember - Februari antara tahun 1900 - 1999 (Sumber : UNEP 2009) Dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh nelayan Pelabuhanratu dapat dilihat dari kenaikan tinggi air laut, dimana air laut mulai mendekati pemukiman warga. Hal ini dapat dilihat jelas di desa Camara, dimana abrasi menyebabkan kerusakan beberapa rumah warga. “..dulu air masih jauh, kalau sekarang suka tiba-tiba naik. Kayak tahun lalu aja disini ada yang rumahnya ampe hancur kebawa ombak” ( BH, 51 Tahun)
Selain itu, cuaca ekstrim yang ditandai dengan peningkatan frekuensi badai juga terjadi. Cuaca yang buruk dan badai membuat nelayan tidak bisa melaut, atau hanya bisa melaut di daerah yang tidak terlalu jauh dari bibir pantai, sehingga membuat hasil tangkapan ikan tidak maksimal. “..awal-awal bapak ngelaut paling cuma beberapa jam, langsung balik lagi. Tapi kalau sekarang udah ga bisa. Bapak pernah nyari ikan sampai deket pulau chrismas sangking susahnya nyari ikan.” (UK, 42 Tahun )
Hal ini diperparah dengan cuaca yang semakin sulit di prediksi. Pihak Pelabuhan Perikanan Pelabuhanratu sudah menyediakan fasilitas ramalan cuaca yang dipampang di rolling banner di depan kantor PPN Pelabuhanratu, dan disiarkan melalui radio.
23
“ya asal udah liat langitnya mah udah bisa ngira-ngirain bakal badai dimana. Tapi ya kalau sekarang kadang kita udah liat cerah tapi pas ditengah laut gelombangnya udah tinggi aja kapalnya dibawa balik. Kalau dipaksain takut kenapa-kenapa.” (YS, 37
Tahun)
Alternatif lain yang digunakan oleh nelayan selain pedoman dari ramalan cuaca yang dikeluarkan oleh PPN Pelabuhanratu adalah dengan mengandalkan pengetahuan perbintangan serta intuisi melaut. Nelayan lebih mengandalkan pengetahuan mereka akan rasi bintang dan bentuk awan untuk meramalkan cuaca di tengah laut karena dianggap lebih akurat walau terkadang perkiraan mereka juga sering tidak tepat. Pada nelayan Pelabuhanratu, fenomena perubahan iklim lebih didasarkan kepada persepsi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan kelautan. Persepsi nelayan pelabuhanratu terhadap perubahan iklim dapat dilihat pada Gambar 4. 100 90 80 70 60
Sangat setuju
50
setuju Tidak setuju
40
Sangat tidak setuju
30 20 10 0 1
Keterangan: Indeks 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2
3
4
5
6
7
8
9
Dampak perubahan iklim yang dirasakan Permukaan air laut semakin meninggi Terjadi perubahan pola penyebaran ikan Kondisi cuaca semakin sulit diprediksi Gelombang air laut semakin tinggi Gelombang air laut semakin sering terjadi Frekuensi badai laut meningkat Musim ikan semakin sulit diprediksi Jumlah ikan semakin sedikit Semakin sulit menetukan daerah penangkapan ikan
Gambar 4 Persepsi masyarakat nelayan Pelabuhanratu terhadap fenomena perubahan iklim
24
Pada Gambar 4 dapat dilihat sebagian besar nelayan memiliki persepsi bahwa telah terjadi perubahan-perubahan yang menyangkut masalah kelautan. Perubahan-perubahan yang merupakan dampak lanjutan dari pemanasan global ini yang menyebabkan nelayan mengalami kesulitan serta menjadi hambatan nelayan dalam melaut. Dampak dari semua ini adalah terjadinya perubahan pada musim tangkap ikan yang sebelumnya telah terjadwal. Perubahan-perubahan yang terjadi membuat nelayan tidak bisa lagi mengandalkan penanggalan pada musim tangkap, sehingga nelayan tidak bisa lagi memaksimalkan proses melaut untuk mendapatkan hasil tangkapan yang berlimpah.
25
KARAKTERISTIK NELAYAN Dalam penelitian ini responden dibagi atas tiga kelas, yakni nelayan juragan, nelayan buruh dan nelayan tradisional. Pembagian kelas didasarkan atas kepemilikan kapal dan alat penangkapan ikan. Pada setiap kelas nelayan, terdapat karakteristik yang diangggap berkaitan dengan keputusan nelayan untuk melakukan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim. Adapun karakteristik dari setiap kelas nelayan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Karakteristik pada kelas nelayan Karakterisitk nelayan Kelas nelayan Nelayan Nelayan Juragan Tradisional
Umur (25 – 35 tahun) (36 – 46 tahun) (47 – 57 tahun) Pendidikan Rendah (tamat SD) Sedang (tamat SMP) Tinggi (tamat SMA) Pengalaman melaut Rendah (7 - 16 tahun) Sedang (>16- 25 tahun) Tinggi (>25 – 36 tahun) Pendapatan (x1000 rupiah) Rendah (700 - 4000) Sedang (>4000 - 7,300) Tinggi (>7,300 – 10,500)
Nelayan Buruh
1 7 4
7 5
12 -
6 4 2
12 -
12 -
1 6 5
3 9
12 -
2 10
12 -
12 -
Usia Distribusi usia pada nelayan juragan didominasi oleh umur dewasa awal. Hal yang melatarbelakangi banyaknya nelayan juragan yang berada pada fase ini adalah nelayan merupakan pekerjaan yang sangat membutuhkan kemampuan serta pengalaman melaut yang tinggi, karena pada saat mereka melakukan penangkapan ikan di laut lepas, selain dengan peralatan yang ada mereka akan mengandalkan pengalaman yang telah mereka miliki untuk memudahkan mereka dalam mencari ikan atau untuk memecahkan masalah ketika berada di tengah laut. Kebanyakan dari nelayan juragan tersebut merintis armadanya dalam tempo waktu yang cukup lama. Beberapa diantara mereka memulai usaha dari menjadi nelayan tradisional, dan seiring dengan waktu armada yang mereka miliki dapat berkembang. Dengan bantuan modal yang didapat dari meminjam kepada bank atau bantuan dari pihak keluarga, nelayan juragan mampu memiliki armada kapal penangkapan ikan dan mempekerjakan tenaga bantuan. Pada nelayan tradisional, distribusi umur berada pada usia dewasa awal dan dewasa akhir. Jarangnya
26
generasi muda yang mau bekerja sebagai nelayan tradisional karena pendapatan yang bisa didapatkan relatif rendah dan tidak menentu, tergantung dari cuaca dan badai membuat nelayan pada kelas nelayan tradisional di didominasi oleh nelayan yang sudah berumur. Ketidakmampuan nelayan tradisional dalam mengakses modal membuat nelayan tradisional tidak mampu meningkatkan usaha perikanannya untuk menjadi nelayan juragan, sehingga dengan usia yang relatif sama nelayan yang tidak mampu mengakses modal tetap menjadi nelayan tradisional, sedangkan nelayan tradisional yang mampu mengakses modal mampu menjadi nelayan juragan. Pada kelas nelayan buruh terlihat yang mendominasi adalah nelayan muda. Dari data wawancara dengan responden diketahui bahwa nelayan yang tidak memiliki modal cenderung memilih menjadi nelayan buruh daripada menjadi nelayan tradisional. Mudahnya akses untuk menjadi nelayan buruh dan tidak diperlukannya modal uang, dan perahu karena hanya menggunakan fasilitas kapal yang dimiliki oleh nelayan juragan membuat nelayan muda lebih memilih menjadi nelayan buruh. Pilihan nelayan buruh ini untuk bekerja kepada nelayan juragan juga didasari oleh mahalnya harga perahu atau kapal, serta pengalaman mereka yang sedikit sehingga akan menyulitkan mereka untuk melakukan penangkapan ikan jika harus menjadi nelayan tradisonal. Pendidikan Distribusi pendidikan pada kelas nelayan juragan cukup merata, walaupun sebagian besar berada pada tingkat pendidikan rendah/ SD akan tetapi ada yang telah menempuh pendidikan hingga SMP bahkan SMA. Tingkat pendidikan nelayan juragan yang cenderung lebih tinggi disebabkan latar belakang keluarga yang telah mapan, karena sebagian besar dari nelayan juragan berasal dari keluarga mampu sehingga mereka bisa disekolahkan sampai tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan nelayan trdisional dan nelayan buruh. Pada nelayan tradisional, tingkat pendidikan cenderung rendah, hal ini disebabkan nelayan tradisional berasal dari keluarga yang tidak mampu, sehingga pada usia dini mereka telah diikutsertakan bekerja guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari, atau hanya dibiarkan bermain dengan teman sebaya sambil diajari untuk bekerja sehingga pendidikan formal tidak menjadi prioritas utama. Pada nelayan buruh dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan rendah mendominasi pada kelas nelyan buruh. Beberapa orang nelayan buruh merupakan anak putus sekolah, yang sebagian besar dikarenakan kekurangan biaya. Lingkan tempat tinggal yang berdekatan dengan pelabuhan, membuat mereka terbiasa untuk membantu nelayan buruh lainnya, sehingga lama-kelamaan mereka ikut menjadi nelayan buruh. Selain itu beberapa nelayan buruh adalah pendatang yang mencari pekerjaan di Pelabuhanratu karena mereka kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan di daerah asal karena tidak memiliki ijazah pendidikan formal sehingga mereka memutuskan untuk menjadi nelayan buruh karena tidak diperlukan dasar pendidikan formal. Nelayan buruh mendapatkan pendidikan non formal mengenai penangkapan ikan dari proses melaut yang mereka ikuti. Biasanya nelayan juragan, atau nahkoda kapal menugaskan nelayan buruh yang baru belajar untuk membantu nelayan buruh lainyya yang sudah terbiasa bekerja di kapal. Dalam
27
rentang waktu tertentu, nelayan buruh akan dipkerjakan dengan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan penangkapan ikan di kapal. Pergantian penugasan ini ditujukan agar nelayan buruh dapat belajar dan mengerti keseluruhan proses penangkapan ikan, sehingga mampu membantu mengerjakan semua pekerjaan yang dibutuhkan oleh nahkoda atau nelayan juragan. Rendahnya tingkat pendidikan pada nelayan, khususnya pada nelayan tradisional dan beberapa nelayan juragan berkaitan dengan usia mereka. Usia nelayan tradisional dan nelayan juragan cenderung tua, dimana pada saat mereka berada di usia sekolah, fasilitas pendidikan belum ada, berada di daerah yang jauh sehingga sulit untuk diakses serta sekolah yang ada hanya ada pada tingkatan sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan formal membuat nelayan lebih mengandalkan informasi yang didapat dari media atau pertukaran informasi sesama nelayan. Pengalaman Melaut Pengalaman melaut berkaitan erat dengan umur nelayan, hal ini dikarenakan dengan lamanya pengalaman melaut berarti semakin tua umur seorang nelayan, dimana hal ini disebabkan nelayan juragan dan nelayan tradisional memulai usaha penangkapan ikan dari usia muda, dan untuk menjadi seorang nelayan juragan atau nelayan tradisional, dibutuhkan kemampuan dan skill yang didapat dari bertahun-tahun melaut. Pengalaman melaut yang cukup tinggi pada nelayan juragan disebabkan karena waktu yang dibutuhkan untuk membuat mereka mampu memiliki kapal dan mengembangkan usahanya relatif lama, sehingga dibutuhkan bertahun-tahun pengalaman melaut hingga mereka memiliki armada kapal dan nelayan buruh yang bekerja kepada mereka. Pada Kelas nelayan tradisional, distribusi pengalaman melaut cenderung berada pada tingkat tinggi, hal ini karena sebagian besar nelayan tradisional telah melakukan usaha penangkapan ikan dari sejak mereka berusia muda, sehingga pengalaman melaut yang mereka miliki relatif tinggi. Pengalaman melaut yang tinggi merupakan salah satu modal utama nelayan tradisional untuk melakukan proses penangkapan ikan. Proses penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai, dengan peralatan navigasi yang minim membuat nelayan tradisional mengandalkan pengetahuan serta intuisi yang didapat dari pengalamn melaut selama bertahun-tahun. Kondisi cuaca yang sering berubah serta gelombang tinggi yang datang ketika mereka berada di lepas pantai, atau masalah alinnya yang timbul ketika mereka berada di atas perahu dapat lebih mudah diatasi dengan tingginya pengalaman melaut yang dimiliki. Pada kelas nelayan buruh cenderung memiliki pengalaman melaut yang rendah. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena usia mereka yang masih muda. Sebagian besar dari nelayan buruh cenderung baru melakoni pekerjaan sebagai nelayan sehingga pengalaman melaut mereka tergolong rendah. Pengalaman melaut yang rendah juga disebabkan karena waktu untuk mereka bisa melaut sangat tergantung dari keputusan nelayan juragan, sehingga terkadang mereka tidak diikutsertakan dalam proses penangkapan ikan.
28
Pendapatan Distribusi pendapatan pada kelas nelayan juragan didominasi oleh tingkat pendapatan tinggi, dimana tidak ada yang berada di tingkat rendah. Dengan kepemilikan armada kapal penangkapan ikan, membuat tingkat pendapatan nelayan juragan relatif lebih tinggi daripada nelayan tradisional dan nelayan buruh. Kemampuan nelayan juragan dalam mengakses sumber modal dan melakukan upaya peningkatan kualitas hasil tangkapan dengan peralatan tambahan membuat nelayan juragan tetap mendapatkan hasil penjualan yang maksimal walaupun hasil tangkapan mereka berkurang. Pada nelayan tradisional, keterbatasan alat tangkap membuat nelayan tradisional tidak mendapatkan hasil yang maksimal ketika hasil tangkapannya menurun, atau ketika mereka tidak bisa melaut karena cuaca dan badai. Distribusi pendapatan yang rendah juga terjadi pada nelayan buruh, karena pendapatan yang mereka dapatkan dari hasil penangkapan ikan akan dibagi rata dengan nelayan buruh lainnya, sehingga walaupun hasil penjualan tangkapan tinggi, hasil yang mereka dapatkan per individu tetap relatif kecil. Pada kelas nelayan buruh pendapatan yang dimiliki relatif rendah. Nelayan buruh sangat mengandalkan upah yang didapat dari pembagian hasil tangkapan ikan. Ketika nelayan juragan tidak mengoperasikan armada kapalnya karena tingginya frekuensi badai atau gelombang laut membuat nelayan buruh tidak mendapatkan upah. Pekerjaan lainnya yang mereka lakukan cenderung hanya mengandalkan tenaga dan hasil yang didapat relatif kecil. Hubungan Karakterisitk Nelayan dengan Strategi Adaptasi Dari keempat karakterisitk yang telah dijabarkan, dapat dilihat bahwa pada masing-masing kelas, yakni nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan yang nyata antar kelas membuat penelitian ini dilakukan dengan memisahkan responden berdasarkan kelasnya untuk diuji hubungannya dengan strategi adaptasi, sehingga nantinya akan terlihat strategi adpatasi yang dilakukan oleh nelyan berbeda antar kelas. Strategi adaptasi erat kaitannya dengan modal atau akses ke sumber modal. Pada nelayan juragan yang cenderung memiliki akses modal yang lebih banyak dapat dilihat pada tabel 7 bahwa strategi adaptasi yang dilakukan lebih mengarah pada upaya intensifikasi, dimana untuk dapat melakukan intensifikasi nelayan juragan menjual atau menggadaikan kapalnya yang tidak ditujukan kepada usaha bertahan hidup, melainkan untuk memperluas armada serta melengkapai fasilitas yang diperlukan oleh kapalnya, srhingga dengan adanya anomali cuaca atau perubahan-perubahan lokasi gerombolan ikan tidak menyulitkan kapal dari nelayan juragan untuk menangkap ikan, sehingga hasil tangkapan ikan bisa maksimal dan berdampak dengan tidak menurunya pendapataan yang dihasilkan oleh nelaya juragan.
29
Tabel 7 Hubungan Kelas Nelayan dengan frekuensi strategi adaptasi yang dilakukan Kelas Nelayan
Strategi Adaptasi Diversifikasi
Intensifikasi
Mobilisasi Anggota Keluarga
Pemanfaatan Menggadaikan Hubungan dan Menjual Sosial Barang Berharga
Juragan
2
10
2
2
-
Tradisional
9
7
7
7
12
Buruh
10
-
6
9
6
Nelayan tradisonal yang mayoritas berpenghasilan rendah dan memiliki akses modal yang sangat terbatas. Strategi adaptasi pada kelas nelayan ini lebih didssarkan kepada pemenuhan kebutuhan bertahan hidup. Dilihat dari Tabel 7, strategi adaptasi yang cenderung dilakukan adalah diversifikasi pekerjaan serta menggadaikan dan menjual barang berharga. Nelayan tradisional juga melakukan intensifikasi, mobilisasi serta pemanfaatan hubungan sosial, hal ini dilakukan karena dengan terbatasnya modal maka mereka harus melakukan upaya ekstra agar penghasilan mereka yang berkurang karena tidak dapat melaut dapat diatasi dengan strategi adaptasi yang dilakukan. Pada nelayan buruh, strategi adaptasi yang dilakukan cenderung lebih mengutamakan diversifikasi, hal ini karena pada nelayan buruh mereka tidak memiliki aset berupa armada penangkapan ikan atau alat penangkapan ikan, sehingga adaptasi dilakukan dengan lebih mengandalkan tenaga. Nelayan buruh yang cenderung berusia muda, memanfaatkan tenaga unuk melakukan pekerjaan lebih sehingga ketika nelayan juragan tidak mengoperasikan armada kapalnya, nelayan buruh mencari pekerjaan lain yang mengandalkan tenaga. Pinjaman untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang biasa didapat dari nelayan juragan pemilik kapal tempat dia bekerja juga menjadi alternatif strategi adaptasi yang kerap dilakukan. Strategi adaptasi berupa intensifikasi tidak dilakukan pada kelas nelayan buruh, karena mereka tidak memiliki kapal melainkan hanya menggunakan kapal yang dimiliki oleh nelayan juragan. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan berdasarkan kelasnya dijelaskan di bab berikut selanjutnya.
30
31
STRATEGI ADAPTASI NELAYAN Adaptasi dapat dikatakan sebagai sebuah tingkah laku yang merujuk pada strategi bertahan hidup (Bennet 1978 dalam Mulyadi 2005). Dalam kajian adaptabilitas manusia terhadap lingkungan, ekosistem adalah keseluruhan situasi dimana adaptabilitas berlangsung atau terjadi. Dalam masyarakat nelayan, adaptasi dilakukan dalam beberapa bentuk, yakni diversifikasi (Wahyono 2001), yaitu dengan melukan perluasan alternatif mata pencarian yang dilakukan baik dalam sektor perikanan, maupun sektor non perikanan, intensifikasi (Wahyono) dengan melakukan investasi pada teknologi penangkapan ikan untuk meningkatkan hasil tangkapan, pemanfaatan jaringan sosial (Kusnadi 2007) dengan membentuk ikatan atau suatu bentuk hubungan khusus yang ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan nelayan dalam pengangkapan ikan, mobilisasi anggota keluarga (Kusnadi 2007) dengan mengikutsertakan istri dan anak dalam mencari nafkah atau dengan menggadaikan atau menjual barang-barang berharga (Kusnadi 2007). Ketika strategi adaptasi dikaitkan dengan kelas nelayan, maka akan terdapat hasil yang berbeda pada setiap kelas. Perbedaan kemampuan dalam mengakses modal dan kepemilikan aset serta fasilitas penangkapan ikan membuat nelayan pada setiap kelas memiliki suatu bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung mampu dilakukan. Diversifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Diversifikasi adalah salah satu usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan bekerja atau bermatapencarian lebih dari satu. Berdasarkan data yang didapat, responden dibagi atas dua kategori yakni nelayan yang melakukan diversifikasi dan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Distribusi nelayan pada setiap kelas berdasarkan diversifikasi dijelaskan sebagai berikut. Pada Gambar 4a dapat dilihat kecenderungan yang rendah dari nelayan juragan untuk melakukan diversifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. Kepemilikan nelayan juragan atas armada kapal penangkapan ikan menjadi salah satu faktor yang membuat pendapatan nelayan relatif tinggi, sehingga saat terjadi peningkatan frekuensi badai atau anomali cuaca yang menyebabkan armada kapal mereka tidak bisa beroperasi hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap tingkat pendapatan serta perekonomian dari nelayan juragan. Tabungan atau simpanan yang mereka dapatkan dari hasil penjualan tangkapan ikan sebelumnya dapat mereka gunakan guna menunjang keperluan sehari-hari, sehingga mereka tidak perlu melakukan penambahan mata pencarian. Faktor umur juga berpengaruh karena dengan semakin tua nelayan juragan, maka mereka semakin mengurangi kegiatan yang memerlukan banyak tenaga dan lebih mengandalkan hasil dari tangkapan ikan. Ketika cuaca buruk atau terjadi badai, maka nelayan juragan hanya menambatkan kapalnya di dermaga pelabuhan.. Diversifikasi yang dilakukan oleh nelayan juragan cenderung kepada pekerjaan yang tidak memerlukan alokasi waktu dan tenaga yang banyak, seperti
32
menjadi pegawai di tempat pelelangan ikan atau membuka toko baru, seperti yang dilakukan oleh nelayan berikut: “..kebanyakan yang punya kapal disini mah kalau sedang tidak melaut paling benerin kapalnya aja, atau ngelaut juga tapi jadi jauh nyari ikannya ...” (U, 36th, 2 April 2013)
a
Nelayan juragan
b
Nelayan tradisional
8% 25%
92%
c
75%
Nelayan buruh 8%
melakukan tidak melakukan
92%
Gambar 4 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang melakukan diversifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. Pada nelayan tradisional, tingkat diversifikasi terbilang tinggi, dapat dilihat pada Gambar 4b, sebagian besar dari nelayan tradisional melakukan diversifikasi sebagai suatu bentuk upaya strategi adaptasi. Minimnya fasilitas penunjang untuk melaut yang dimiliki oleh nelayan tradisional membuat mereka rentan terhadap perubahan cuaca dan terjadinya badai. Ketika nelayan tradisional tidak bisa melaut, maka mereka harus mencari alternatif sumber pendanaan lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Terjadinya hal ini karena sebagian besar nelayan tradisional tidak memiliki tabungan karena hasil tangkapan yang mereka dapatkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh nelayan berikut:
33
“..ya kalau lagi ga ngelaut ya paling dirumah aja. Kadang ada temen yang ngajak buat kerja jadi kuli bangunan gitu, kalau ngga mah ya benerin perahu aja...” (S, 46th, 2 April 2013)
Jenis diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh nelayan tradisional yang umum dilakukan adalah dengan membeli ikan yang didatangkan dari Jakarta dan menjualnya di pasar tradisional, atau mengolah ikan asin untuk meningkatkan harga jual ikan. Selain itu, pekerjaan lain yang dilakukan adalah menjadi tukang ojeg, membuat bilik dari bambu atau menjadi buruh bangunan Nelayan buruh merupakan nelayan yang paling banyak melakukan diversifikasi pekerjaan. Upah yang minim, karena hasil penjualan ikan dibagi dengan juragan dan nelayan buruh lainnya dan juga karena ketidakpastian waktu melaut membuat nelayan buruh harus melakukan diversifikasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Dari Gambar 4c dapat dilihat 83% nelayan Pelabuhanratu melakukan diversifikasi sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi adaptasi diversifikasi adalah strategi adaptasi yang paling banyak dilakukan oleh nelayan buruh. Diversifikasi pekerjaan yang umum dilakukan oleh nelayan buruh adalah menjadi tukang parkir, berjualan ikan di pasar tradisional, menjadi buruh bangunan atau membantu memperbaiki kapal. Intensifikasi Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Intensifikasi adalah usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan memperbanyak alternatif alat tangkapan ikan guna meningkatkan hasil tangkapan ikan. Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yakni nelayan yang melakukan intensifikasi dan nelayan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Distribusi nelayan pada kelas berdasarkan intensifikasi dijelaskan sebagai berikut. Distribusi nelayan juragan yang melakukan intensifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi relatif besar, hal ini dapat dilihat dari Gambar 5a yang menunjukan bahwa hampir semua nelayan juragan melakukan intensifikasi. Intensifikasi yang dilakukan oleh nelayan meliputi penambahan alat bantuan dalam melakukan usaha penangkapan ikan seperti GPS untuk mencari lokasi keberadaan ikan, sonar untuk menemukan gerombolan ikan di bawah laut serta penambahan jaring atau pukat. Selain itu intensifikasi juga dilakukan dengan penambahan alat yang digunakan untuk peningkatan mutu kualitas ikan hasil tangkapan. Alat tersebut seperti jaket ikan, yang digunakan untuk menjaga kualitas ikan tuna. Penggunaan alat ini untuk mencegah ikan terbentur ketika dinaikan keatas kapal, sehingga kualitas fisik ikan tetap terjaga dan dapat diekspor sehingga harga jualnya jauh lebih tinggi dari ikan tuna yang tidak menggunakan jaket ikan. Selain itu juga dilakukan perubahan-perubahan material pada peti kemas ikan, hal ini untuk mencari bahan terbaik yang dapat menjaga dan mencegah kualitas ikan menurun ketika didaratkan ke pelabuhan.
34
Nelayan tradisional yang melakukan intensifikasi dengan yang tidak melakukan intensifiksi relatif sama. Keterbatasan modal dan perahu dan alat tangkap sederhana membuat intensifikasi yang dilakukan oleh nelayan tradisional juga tergolong sederhana. Intensifikasi dilakukan dengan menambah mata pancing, atau membuat bubu perangkap ikan. Intensifikasi yang tidak bisa dilakukan secara maksimal membuat tidak semua nelayan juragan melakukannya, karena dengan intensifikasi tersebut tidak berdampak besar terhadap hasil tangkapan ikan yang didapat. a
Nelayan juragan
b
Nelayan tradisional
8% 49% 51% 92%
c
Nelayan buruh melakukan tidak melakukan
Gambar 5 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang melakukan intensifikasi sebagai bentuk strategi adaptasi. Intensifikasi sebagai strategi adaptasi dilakukan oleh nelayan buruh terkait erat dengan intensifikasi yang dilakukan oleh nelayan juragan. Nelayan buruh yang merupakan pekerja dari nelayan juragan, hanya menggunakan peralatan dan fasilitas penangkapan ikan yang dimiliki oleh nelayan juragan. Bentuk intensifikasi yang mereka lakukan hanya sebatas pada mempelajari penggunaan dan pengoperasian peralatan yang diintensifikasi oleh nelayan juragan. Pada Gambar 5c terlihat seluruh nelayan buruh tidak melakukan intensifikasi karena intensifikasi yang mereka lakukan hanya sebatas mempelajari pengoperasian alatalat tersebut. Selain itu adanya pembagian kerja saat berada di kapal membuat tidak semua nelayan buruh memiliki akses ke alat-alat tambahan yang digunakan. Dapat disimpulkan bahwa nelayan yang paling banyak melakukan intensifikasi adalah nelayan juragan, hal ini karena nelayan juragan memiliki modal yang lebih
35
besar sehingga memudahkan mereka untuk melakukan dan membeli peralatan tambahan yang diperlukan dalam rangka mempermudah proses penangkapan ikan. Mobilisasi Anggota Keluarga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Mobilisasi anggota keluarga adalah bentuk strategi adaptasi dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan mempekerjakan anggota keluarga lain (istri, anak). Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu nelayan yang melakukan mobilisasi anggota keluarga, dan nelayan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Distribusi nelayan yang melakukan strategi adaptasi pada kelas berdasarkan mobilisasi anggota keluarga dijelaskan sebagai berikut. a
Nelayan juragan
b
Nelayan juragan
8% 41% 59% 92%
c
Nelayan buruh melakukan 50%
50%
tidak melakukan
Gambar 6 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang melakukan mobilisasi anggota keluarga sebagai bentuk strategi adaptasi. Berdasarkan Gambar 6a dapat dilihat bahwa mayoritas dari nelayan juragan tidak melakukan mobilisasi sebagai bentuk strategi adaptasi. Tingginya pendapatan yang bisa didapatkan oleh nelayan juragan membuat sebagian dari mereka tidak melakukan mobilisasi anggota keluarganya. Jika ada anggota keluarga yang telah bekerja hal itu dilakukan karena memang telah cukup umur
36
dan hasil dari pekerjaannya dinikmati sendiri, tidak dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada nelayan angka tradisional, persentase yag melakukan mobilisasi anggota keluarga cukup tinggi, dapat dilihat pada Gambar 6b. Mobilisasi biasa dilakukan oleh istri nelayan dengan membantu suaminya mencari sumber pendapatan. Pekerjaan yang biasa dilakukan oleh istri nelayan adalah membuka warung kecil di rumah, menjual ikan yang didatangkan dari jakarta di pasar tradisional atau membuat bilik bambu. Sedangkan anggota keluarga nelayan yang lain, seperti anak dari nelayan tersebut hanya membantu dalam memperbaiki perahu atau jaring yang telah rusak. Kebanyakan dari anak nelayan tradisional ketika beranjak remaja mencari pekerjaan di luar Pelabuhanratu, seperti menjadi buruh pabrik. Mobilitas anggota keluarga juga dilakukan oleh nelayan buruh di Pelabuhanratu. Mobilitas anggota keluarga yang umum dilakukan dengan mengajak istri atau anaknya untuk ikut menjual ikan di pasar tradisonal, atau menjajakan kopi dan makanan kecil di tempat pelelangan ikan. Pada Gambar 6c terlihat nelayan buruh yang melakukan mobilitas sama banyak dengan yang tidak melakukan, karena sebagian dari nelayan buruh masih berusia muda dan belum menikah. Pemanfaatan Hubungan Sosial Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Pemanfaatan hubungan sosial adalah usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan memanfaatkan ikatan yang mereka miliki (kekeluargaan dan patron-client) dengan pemilik modal atau orang yang memiliki sumberdaya yang bisa dipinjamkan. Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yakni nelayan yang melakukan pemanfaatan hubungan social dan nelayan yang tidak melakukan. Distribusi nelayan pada kelas berdasarkan pemanfaatan hubungan sosial dijelaskan sebagai berikut ini. Pemanfaatan hubungan sosial sebagai strategi adaptasi tidak banyak dilakukan oleh nelayan juragan karena di daerah tempat tinggal mereka hubungan sosial yang bisa dimanfaatkan dalam memerluas peluang pengembangan armada sangat minim. Hubungan sosial yang mereka manfaatkan hanya untuk mendapatkan informasi terbaru serta pengetahuan mengenai teknologi penangkapan ikan, sehingga strategi adaptasi pemanfaatan hubungan sosial tidak menjadi prioritas. Hubungan sosial yang lebih banyak dimanfaatkan oleh nelayan juragan justru berada di luar kawasan pelabuhanratu. Hubungan sosial dijalin oleh nelayan juragan dengan pihak-pihak yang memungkinkan nelayan juragan untuk mendapatkan pinjaman kredit modal, seperti dengan pihak Bank. Hubungan sosial lainnya yangdimiliki adalah dengan pengepul atau pihak pengolahan ikan dan ekportir tuna. Dengan adanya hubungan sosial yang terjalin dengan baik dengan pihak pengepul, pengolah ataupun eksportir ikan, nelayan juragan dapat memperoleh informasi harga dari hasil tangkapan ikannya. Informasi mengenai harga ikan sangat penting bagi nelayan juragan, karena hal ini akan mempengaruhi proses penjualan hasil tangkapan, apakah langsung dijual di TPI, atau bisa dikirim ke pengepul di Jakarta.
37
Pada nelayan tradisional, hubungan sosial menjadi aset penting, karena dengan adanya hubungan sosial, mereka bisa mendapatkan informasi mengenai pekerjaan tambahan, seperti ajakan untuk bekerja sebagai buruh bangunan. Selain itu nelayan tradisional juga mengandalkan hubungan dengan keluarga istri atau suami untuk meminjam uang atau modal untuk memperbaiki perahu. Dengan adanya hubungan sosial, nelayan tradisonal yang perahunya rusak bisa ikut menumpang perahu nelayan tradisional lainnya.
a
Nelayan juragan
b
Nelayan tradisional
8% 41% 59% 92%
c
Nelayan buruh melakukan 25%
tidak melakukan
75%
Gambar 7 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang memanfaatkan hubungan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi. Distribusi nelayan buruh yang mengandalkan hubungan sosial sebagai bentuk strategi adaptasi tergolong tinggi. Dengan adanya hubungan patron client yang ada diantara nelayan juragan dengan nelayan buruh membuat nelayan buruh mendapatkan akses untuk mendapatkan pinajaman uang kepada nelayan juragan yang nantinya pembayaran dapat dilakukan dengan memotong upah. Hubungan sosial juga dimanfaatkan nelayan buruh untuk mencari informasi mengenai pekerjaan tambahan yang bisa mereka lakukan untuk dapat menambah penghasilan. Pada Gambar 7c dapat dilihat sebagian besar nelayan buruh mengandalkan hubungan sosial sebagai strategi daptasi.
38
Menggadaikan atau Menjual Barang Berharga Sebagai Bentuk Strategi Adaptasi Menggadaikan dan menjual barang berharga adalah usaha yang dilakukan nelayan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dengan menjual atau menggadaikan aset yang dimiliki agar didapat sumber pendanaa dalam melakukan strategi adaptasi ataupun untuk tetap bertahan hidup. Berdasarkan data yang didapat responden dibagi menjadi dua kategori, yakni nelayan yang menggadaikan dan menjual barang berharga dan nelayan yang tidak melakukan. Pada setiap kelas akan dilihat bentuk strategi adaptasi yang lebih cenderung dipakai. Pada nelayan juragan, menggadaikan atau menjual barang berharga dilakukan bukan sebagai bentuk usaha bertahan hidup, melainkan untuk memperbesar armada penangkapan ikan sehingga pendapatan yang bisa didapat tidak menurun. Nelayan juragan biasa menggadaikan kapalnya sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman modal, yang nantinya akan dibelikan kapal baru atau peralatan tambahan untuk kapal yang mereka miliki sehingga nelayan juragan tidak melakukan upaya menggadaikan dan menjual barang berharga sebagai bentuk strategi adaptasi. a
Nelayan juragan
b
Nelayan tradisional
41% 59%
c
Nelayan buruh melakukan 50%
50%
tidak melakukan
Gambar 8 Distribusi nelayan juragan, nelayan tradisional dan nelayan buruh yang menjual dan menggadaikan barang berharga sebagai bentuk strategi adaptasi.
39
Pada nelayan tradisional, menggadaikan atau menjual barang biasa dilakukan ketika nelayan tidak bisa melaut dan pekerjaan tambahan tidak bisa dilakukan, atau sumber pendapatan yang tidak mencukupi. Hasil dari penjualan atau menggadaikan barang biasa digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan semakin seringnya intensitas badai membuat strategi adaptasi in semakin sering dilakukan pada kalangan nelayan tradisional. Pada nelayan buruh, menggadaikan dan menjual barang berharga juga lumrah terjadi karena ada saat-saat tertentu mereka mendapatkan upah yang lebih tinggi. Hal ini akan dimanfaatkan oleh nelayan buruh untuk membeli peralatan elektronik ataupun telepon genggam. Akan tetapi, saat mereka tidak melaut, atau upah yang didapat lebih kecil, maka barang-barang tersebut akan dijual kembali.
40
41
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan seperti berikut ini: 1. Secara umum, nelayan merasakan dampak dari perubahan iklim berupa perubahan cuaca yang mendadak, peningkatan frekuensi badai, peningkatan frekuensi gelombang laut serta musim ikan yang semakin sulit diprediksi yang membuat jadwal penangkapan ikan di laut oleh nelayan menjadi terganggu karena untuk melaut nelayan harus menunggu badai reda, serta tidak ada jaminan saat berada ditengah laut akan terjadi badai atau gelombang besar atau tidak, dan waktu yang dihabiskan untuk mencari gerombolan ikan juga semakin panjang karena perubahan pola penyebaran ikan dan jumlah ikan yang tidak menentu. Akibat dari dampak perubahan iklim adalah adalah terganggunya proses penangkapan ikan sehingga terjadi penurunan produksi ikan dan membuat nelayanan mengalami penurunan pendapatan. Mengatasi dampak yang terjadi, terbukti nelayan dari kelas nelayan juragan, kelas nelayan tradisional dan kelas nelayan buruh melakukan diversifikasi, intensifikasi, memanfaatkan jaringan sosial, memobiliasi anggota keluarga dan menjual atau menggadaikan barang berharga dengan tingkat yang berbeda-beda pada setiap kelas nelayan. 2. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan juragan berkaitan dengan peningkatan produksi hasil tangkapan ikan, yaitu dengan melakukan intensifikasi seperti membeli alat bantu penangkpan ikan karena modal besar yang dimiliki oleh nelayan juragan. Intensifikasi juga dilakukan oleh nelayan tradisional namun dengan taraf yang lebih sederhana karena keterbatasan modal yang dimiliki. Pada nelayan buruh strategi adaptasi dilakukan lebih kepada kegiatan non perikanan tangkap, karena mereka tidak memiliki alat penangkapan ikan dan status mereka yang hanya sebagai pekerja pada kapal nelayan juragan. Nelayan buruh lebih banyak melakukan upaya diversifikasi untuk bertahan hidup. Saran Saran yang dapat diberikan sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 1. Pemerintah daerah diharapkan lebih mendukung nelayan dengan memberikan pelatihan-pelatihan untuk menambah wawasan nelayan mengenai proses penangkapan ikan dan pengolahan ikan agar ketika produksi ikan menurun nelayan bisa mengolah ikan sehingga harga jualnya tetap tinggi. 2. Pelatihan non perikanan tangkap juga perlu dilakukan agar ketika terjadi badai atau musim panceklik, nelayan terutama nelayan buruh dan tradisional tetap bisa mendapatkan penghasilan.
42
43
DAFTAR PUSTAKA Beebe SA, Masterson JT. 2000. Communicating in Small Groups: Principles and Practices. United State of America (USA): Addison-Wesley Educational Publishers [BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. Dampak Siklon Tropis. [Internet]. [diunduh 2013 Februari 22].http://meteo.bmkg.go.id/siklon/learn/07/id Chen, CTA. 2008. “Effects of Climate on Marine Ecosystem,” Fisheries for Global Welfare and Environment: 5th World Firsheries Congress (K. Tsukamoto, T. Kawamura, T. Takeuchi, T. D. Beard, Jr. and M. J. Kaiser, Eds.). Tokyo (JP): TERRAPUB Diposaptono S, Budiman, Firdaus A. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Bogor (ID): PT. Sarana Komunikasi Utama Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2001. Inventarisasi Jenis dan Jumlah Produk Olahan Hasil Perikanan Skala Kecil Di Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan Goldberg AA., Larson CE. 2006. Komunikasi Kelas: Proses-Proses Diskusi dan Penerapan; Penerjemah, Koesdarini S., Gary R. Jusuf. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Imron M. 2003. Kemiskinan dalam masyarakat nelayan. Jurnal Masyarakat dan Budaya. PMB – LIPI.5(1) [Kantor Kecamatan Pelabuhanratu]. Profil Kecamatan Tahun 2011 [Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu]. Buku Laporan Tahunan Statisitik Perikanan Tangkap Tahun 2011 [Kantor Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhanratu]. Laporan Kegiatan Tempat Pelalangan Ikan Pelabuhanratu 2011 Kinseng RA. 2011. Konflik Kelas Nelayan di Indonesia Tinjauan Kasus Balikpapan. Bogor (ID): IPB Press Kusnadi. 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta (ID): LkiS. Marr C, Adhiati AS, McVeigh C, Roger V, Barber P, Tiominar B, Yuriun P, Nettleton G, Kutwaroo K, Amafnini P. 2009. Keadilan Iklim dan Penghidupan yang Berkelanjutan. Bogor (ID): Down to Earth International Campaign for Ecological Justice in Indonesia Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.14/MEN/2012.http://infohukum.kkp.go.id/fileskepmen/KEP%2014%2 0MEN%202012.pdf[Dikutip 2 Januari 2013] Moran E.F. 1982. Human Adaptability An Introduction to Ecological Anthropology. Colorado (CL): Westview Press, Inc Mulyadi. 2007. Ekonomi Kelautan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Murniatmo G, Wibowo HJ. 1983. Sistem Pelapisan Sosial Dalam Komunitas Orang Madura di Sumenep. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat JenderalKebudayaan. Jakarta (ID): Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
44 Rakhmat J. 1999. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): PT. Remaja Rosdakarya. Sahlins MD. 1968. Culture and Environment: The Study of Cultural Ecology. Manners RA, Kaplan D. Theory inAnthropology: A Source Book. Chicago (CH): Aldine Saharudin. 2007. Antropologi Ekologi. Adiwibowo S, editor.Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia IPB Saleh A. 2009. Bahan Kuliah Komunikasi Kelas. Tidak dipublikasikan. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia: Institut Pertanian Bogor Sajogyo, Sunito S, Adiwibowo H.S. 1996. Panen 20 tahun , Ringkasan Tesis dan disertasi 1975-1974 Studi Sosiologi Pedesaan Program Pasca Sarjana IPB Sajogyo, Satyawan Sunito,Harmini S Adiwibowo. Jakarta (ID): Puspaswara Santosa S. 2006. Dinamika Kelas (Edisi Revisi). Jakarta [ID]: PT Bumi Aksara Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Cidesindo _________. 2009. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor (ID): IPB Press Singarimbun M, Sofian E. 1987. Metode Penelitian Survai. Yogyakarta (ID): LP3S Sitorus, MT Felix. 1998. Penelitian Kualitatif: suatu perkenalan. Bogor (ID): Kelas Dokumentasi Ilmu-ilmu Sosial IPB Sunarto. 2003. Geomorfologi Pantai: Dinamika Pantai. Yogyakarta (ID): FakultasGeografi UGM Sunil, Santha. 2011. Community-based adaptation to coastal hazards: A scoping study among traditional fi shing communities in Kerala, India.Disaster, Risk and Vulnerablity Conference 2011. India (IN): Mahatma Gandhi University. Tauli-Corpuz V, De Chavez R, Baldo-Soriano E, Magata E, Golocan C, Bugtong MV, Enkiwe-Abayao L, Cariño J. 2008. Panduan Tentang Perubahan Iklim dan Masyarakat Adat. Philippines (PH): Tebtebba Foundation UNEP. 2009. Climate Change Science Compendium. Catherine P. MCmULLEN, Jason Jabbour, Eds. [Internet]. [diunduh 2013 Februari 20]. Tersedia pada:http://www.unep.org/pdf/ccScienceCompendium2009/cc_ScienceCom pendium2009_full_en.pdf Wahyono A. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta (ID): Meida Pressindo Widodo J, Suadi. 2008. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II Desa Botohilitano, Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Kependudukan COREMAP-LIPI
45
LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Kegiatan Penelitian
Kegiatan Penyusuna n Proposal Kolokium Revisi Proposal Pengumpul an Data Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Skripsi
Feb 13 3 4
Maret 13 1 2
3 4
April 13 – Januari 14
Feb 14 1 2 3 4
46
Lampiran 2 Peta Pelabuhanratu
47
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN ”STRATEGI ADAPTASI NELAYAN PELABUHANRATU TERHADAP PERUBAHAN IKLIM” No. Responden : ....... (diisi oleh peneliti) Responden Nama : ........................................................................... Alamat : ............................................................................ Tingkatan Kelas : ............................................................................ No. Telp/ Hp: ............................................................................ I.
Karakteristik Nelayan
1. Berapa usia bapak sekarang? : .......... tahun 2. Pendidikan formal yang Bapak capai? Tidak Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Pelatihan atau kursus apakah yang pernah Bapak ikuti? Tidak pernah Sekolah Lapang/ Penyuluhan. Mengenai : .................................... Selama : .................................. Pada Tahun : ................................... 3. Sudah berapa lama Bapak bekerja sebagai nelayan? ............... tahun 4. Apakah nelayan merupakan pekerjaan utama Bapak? Ya Tidak 5. Sumber penghasilan rumah tangga (dicatat dalam ribuan) No
Penyumbang
1.
Usaha tangkapan (Total) a. b. c. Gaji/Upah (Total) a. b.
2.
% Dijual¹
Per Hari
Per Musim Tangkap
48 48 3.
Usaha keluarga/ Wiraswasta (Total) a. b. 4. Remitan (Total) a. b. 5. Lain-lain a. b. Total Pendapatan CATATAN: 1) Untuk hasil tangkapan catat berapa % dari total hasil tangkap yang dijual. 8. Apakah bapak memiliki unit penangkapan (kapal) ikan? YA TIDAK Jika YA, spesifikasi unit penangkapan (kapal) yang bapak miliki adalah: No Parameter Armada Tangkap Respon Nelayan 1. Jenis Armada Tangkapan a. Panjang kapal b. Lebar kapal c. Tinggi kapal d. Bahan material kapal e. Daya mesin kapal f. Ukuran GT Kapal 2. Daerah jangkauan penangkapan 3. Jenis alat tangkap yang digunakan 9. Apakah bapak mengoperasikan sendiri unit penangkapan ikan tersebut? YA TIDAK. Saya memperkerjakan ........ orang pekerja. II. No 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Dampak Perubahan Iklim
Dampak perubahan iklim yang dirasakan Permukaan air laut semakin meninggi Terjadi perubahan pola penyebaran ikan Kondisi cuaca semakin sulit diprediksi Gelombang air laut semakin tinggi Gelombang air laut semakin sering terjadi Frekuensi badai laut meningkat Musim ikan semakin sulit diprediksi Jumlah ikan semakin sedikit
STS
TS
S
SS
49 18. Semakin sulit menetukan daerah penangkapan ikan III. Pilihan Adaptasi Nelayan 19. Melakukan penganekaragaman sumber pendapatan Ya. Sumber pendapatan lain : (1) ................................. (2) ................................. (3) ................................. Tidak 20. Selain Bapak, apakah ada dalam anggota keluarga Bapak yang telah bekerja? Ya (1) Istri, pekerjaan : .................................. (2) Anak, pekerjaan : .................................. (3) Anggota lainnya (sebutkan) : a. .................................. pekerjaan : .................................. b. .................................. pekerjaan : .................................. c. .................................. pekerjaan : .................................. Tidak 21. Penganekaragaman alat tangkap Ya.Perubahan yang dilakukan:(1) ................................. (2) ................................. (3) ................................. Tidak 23. Memanfaatkan hubungan sosial Ya.Bentuk hubungan sosial:(1) ................................. (2) ................................. (3) ................................. Tidak 25. Menjual atau menggadaikan barang berharga Ya.Brang atau aset yang dijual/ digadaikan:(1) ................................. (2) ................................. (3) ................................. Tidak
50
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Kapal Motor Besar
Perahu Tradisional
Tempat Pengolahan Tuna untuk Diekspor
Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu
Suasana Saat Lelang Ikan
Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhanratu
51
Lampiran 5 Kerangka Sampling Inisial Nama HS S AR DM JS US MM UG MT ND HS UA CB MB G I DN AN MJ AD B TS MI W UK AS J H W A D AS JJ
Kelas Kelas Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan Nelayan Juragan
Inisial Nama AC L
Kelas Kelas Nelayan Juragan Nelayan Juragan
Sumber: Laporan Kegiatan Tempat Pelalangan Ikan Pelabuhanratu 2011
52
Inisial Nama MJ CC EM SR SP A AB DN N DD MY YS S JK SH MK L HN MF AW BH HN I H AT D J SK C MI MD S S
Kelas Kelas Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional
Inisial Nama MP H PO AD M A AN
Kelas Kelas Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional Nelayan Tradisional
Sumber: Laporan Kegiatan Tempat Pelalangan Ikan Pelabuhanratu 2011
53
Inisial Nama AS SI ML DI AN AE TR SP SL SK BD MI SS SK LP M MS S HS T S AD C S N MI AK C P W SD MD C
Kelas Kelas Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh
Inisial Nama S AD M NM H BD A MN CK BN MI MK HS M KL P S YH O S P T MN Y TM
Kelas Kelas Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh Nelayan Buruh
Sumber: Laporan Kegiatan Tempat Pelalangan Ikan Pelabuhanratu 2011
Umur (25 – 35 tahun) (36 – 46 tahun) (47 – 57 tahun) Pendidikan Rendah (tamat SD) Sedang (tamat SMP) Tinggi (tamat SMA) Pengalaman melaut Rendah (7 - 16 tahun) Sedang (>16- 25 tahun) Tinggi (>25 – 36 tahun) Pendapatan (x1000 rupiah) Rendah (700 - 4000) Sedang (>4000 - 7,300) Tinggi (>7,300 – 10,500) Jumlah yang tidak melakukan
Karakteristik Nelayan
Nelayan Juragan
1 7 2 5 4 1 1 5 4 1 9 10
1 2 2 2
Intensifikasi
1 1
Diversifikasi
2 2
1 1
1 1
2 -
2 2
1 1 -
2 -
1 1
Strategi Adaptasi Mobilisasi Anggota Pemanfaatan Keluarga Hubungan Sosial
Lampiran 6 Tabel Analisis Hubungan Karakteristik Nelayan dengan Strategi Adaptasi
Menggadaikan dan Menjual Barang Berharga
-
-
-
-
1
54
Umur (25 – 35 tahun) (36 – 46 tahun) (47 – 57 tahun) Pendidikan Rendah (tamat SD) Sedang (tamat SMP) Tinggi (tamat SMA) Pengalaman melaut Rendah (7 - 16 tahun) Sedang (>16- 25 tahun) Tinggi (>25 – 36 tahun) Pendapatan (x1000 rupiah) Rendah (700 - 4000) Sedang (>4000 - 7,300) Tinggi (>7,300 – 10,500) Jumlah yang tidak melakukan
Karakteristik Nelayan
Nelayan Tradisional
2
3 4 7 2 5 7 7
9 2 7 9 9
Intensifikasi
4 5
Diversifikasi
7 7
2 5
7 -
2 5
7 7
2 5
7 -
3 4
Strategi Adaptasi Mobilisasi Anggota Pemanfaatan Keluarga Hubungan Sosial
12 12
3 9
12 -
5 7
Menggadaikan dan Menjual Barang Berharga
55
Umur (25 – 35 tahun) (36 – 46 tahun) (47 – 57 tahun) Pendidikan Rendah (tamat SD) Sedang (tamat SMP) Tinggi (tamat SMA) Pengalaman melaut Rendah (7 - 16 tahun) Sedang (>16- 25 tahun) Tinggi (>25 – 36 tahun) Pendapatan (x1000 rupiah) Rendah (700 - 4000) Sedang (>4000 - 7,300) Tinggi (>7,300 – 10,500) Jumlah yang tidak melakukan
Karakteristik Nelayan
Nelayan Buruh
-
10 10 10 10
Intensifikasi
10 -
Diversifikasi
6 6
6 -
6 -
6 -
9 9
9 -
9 -
9 -
Strategi Adaptasi Mobilisasi Anggota Pemanfaatan Keluarga Hubungan Sosial
6 6
6 -
6 -
6 -
Menggadaikan dan Menjual Barang Berharga
3
56
57 RIWAYAT HIDUP Gilang Angga Putra dilahirkan di Padang pada tanggal 12 November 1989, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, buah hati dari pasangan Istar Effendy (alm) dan Haryati, Spd. Pendidikan yang pernah dijalani adalah SDN Percobaan IKIP Padang, SLTP N 7 Padang, SMA N 7 Padang. Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selain aktif di perkuliahan, penulis juga aktif anggota IAAS LC IPB Bogor. Penulis juga aktif didalam kepanitian beberapa event di IPB seperti Indonesia Ecology Expo serta Olimpiade Mahasiswa.