Inspektorat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sosialisasi Program Pencegahan Gratifikasi Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh: Inspektur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jakarta, 29 September 2016
PROGRAM PENCEGAHAN GRATIFIKASI ANTI KORUPSI GRATIFIKASI WHISTLEBLOWING SYSTEM (WBS)
Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB); Pembangunan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi (WBK) Dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBK)
PERAN APIP
3
QUALITY ASSURANCE
CONSULTING
WATCHDOG
(Penjamin Kualitas)
(Konsultan)
(Pengawas)
Memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (Assurance Activity)
Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (Consulting Activity)
Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi (Anti Corruption Activities)
Memberikan solusi yang bersifat jangka panjang
Memberikan solusi yang bersifat jangka pendek
PROGRAM PENGAWASAN ITJEN WATCHDOG (Pengawas)
AUDIT
• KINERJA (TUSI) • TEMATIK
EVALUASI • IMPLEMENTASI SAKIP (LAPORAN KINERJA) Pengawasan Kasus berindikasi KKN • Audit Investigasi • Penanganan Pengaduan Masyarakat • Satker Yang direkomendasikan Berpredikat WBK
CONSULTING
QUALITY ASSURANCE
(Konsultan)
(Penjaminan Kualitas)
REVIU • LAPORAN KEUANGAN • RKAKL ESELON I
PEMANTAUAN • PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN • PEMANTAUAN PELAKSANAAN SPIP • PEMANTAUAN KINERJA
WILAYAH KERJA INSPEKTORAT INSPEKTORAT I 1) Inspektorat Jenderal (1 Satker) 2) Ditjen KSDAE (6 Satker) 3) Ditjen P2KL (6 Satker) Serta Instansi LHK di Pulau Sumatera PPPE : 1 Satker UPT : 51 Satker Dekon : 28 Satker
Total 93 Satker
INSPEKTORAT II
INSPEKTORAT III
7)Ditjen PHPL (6 satker) 8) Badan Litbang dan inovasi (5 satker) 5) Ditjen PSKL 9) Ditjen PSL & B3 (5 Satker) (6 satker) 6) Badan PPSDM 10) Dirjen Gakum LHK (5 Satker) (5 satker) Serta Instansi LHK di Serta Instansi LHK di P Kalimantan dan P Jawa, Bali dan Papua Nusra
4) Ditjen Pengendalian DAS dan HL (6 Satker)
PPPE : 2 Satker UPT : 52 Satker Dekon : 22 Satker
PPPE : 2 Satker UPT : 46 Satker Dekon : 18 Satker TP : 3 Satker
Total 92 Satker
Total 91 Satker
INSPEKTORAT IV 11) Ditjen PKTL (6 satker) 12) Setjen (12 Satker) 13) Ditjen PPI (6 satker) Serta Instansi LHK di P. Sulawesi, Maluku dan Malut PPPE : 1 Satker UPT : 41 Satker Dekon : 24 Satker
INSPEKTORAT INVESTIGASI
(seluruh unit eselon I dan UPT-nya )
Total 90 Satker
Total Satker KLHK : 366 Satker Tahun 2016
Tahun 2017
Satker yang di Audit Sebanyak 212 Satker (58%)
Satker yang di Audit Sebanyak 220 Satker (60%)
5
Audit investigasi
1. Kasus di TN Kutai 2. Kasus di BPDAS Mahakam Berau 3. IUPHHK HTI Sari mutiara Hijau 4. Offset Harimau dan ilegal Loging TN Berbak 5. Peredaran Hasil hutan di Kaimana 6
Korupsi Mencari untung dengan cara melawan hukum dan merugikan negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001) Unsur-unsur: 1. Setiap Orang 2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. 3. Dengan cara melawan hukum 4.Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001) 1. Suap-menyuap
2. Penggelapan Dalam Jabatan 3. Pemerasan 4. Perbuatan Curang 5. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan 6. Gratifikasi
Jenis Suap dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam menurut KPK Suap untuk mendapat manfaat langka dan menghindari biaya (misal: mendapat konsesi) Suap untuk mendapatkan diskresi yang menguntungkan (misal: pengurangan pembayaran Pajak dan PNBP) Suap untuk layanan Cepat atau Informasi “di dalam (misal: mempercepat perizinan) Suap untuk menghambat persaingan usaha (misal: membayar aparat pemerintah untuk menggeledah pabrik/usaha kompetitor)
• Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi “Pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik” •
Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor:P.86/Menhut-II/2014 Tentang Pengendalian Gratifikasi Di Lingkungan Kementerian Kehutanan
GRATIFIKASI • Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, • Pengecualian : Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
BUKTI SUAP DAN GRATIFIKASI
12
11
SUAP-menyuap 1. Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji terkait dengan jabatannya; 2. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang terkait;
Penggelapan dalam Jabatan Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut; memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi; menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut;
Pemerasan Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; pada waktu menjalankan tugas, pekerjaan atau penyerahan barang,
meminta
atau
menerima
memotong pembayaran kepada Pegawai negeri penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
atau
seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
Perbuatan Curang Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang;
Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Bab I pasal 2, meliputi : 1. Pejabat Negara dalam Lembaga Tertinggi Negara 2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara 3. Menteri 4. Gubernur 5. Hakim Pejabat Negara lainnya : 1. Duta Besar 2. Wakil Gubernur 3. Bupati/ Walikota dan Wakilnya Pejabat lainnya yang memiliki jabatan strategis: 1. Komisaris, direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD 2. Pimpinan Bank Indonesia 3. Pimpinan Perguruan Tinggi 4. Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan sipil dan Militer 5. Jaksa 6. Penyidik 7. Panitera Pengadilan 8. Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek
9.Pegawai Negeri
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan No. 20 Tahun 2001 meliputi : Pegawai pada: 1. MA, MK 2. Pegawai pada Kementerian/Departemen & LPND 3. Pegawai pada Kejagung 4. Pegawai pada Bank Indonesia 5. Pimpinan dan Pegawai pada Kesekretariatan MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II 6. Pegawai pada Perguruan Tinggi 7. Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres, maupun PP 8. Pimpinan dan Pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab, Sekmil 9. Pegawai pada BUMN dan BUMD 10.Pegawai pada Badan Peradilan 11.Anggota TNI dan POLRI serta Pegawai Sipil di lingkungan TNI dan POLRI 12.Pimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II
Pembentukan UPG
(Kepmenhut No. SK.468/Menhut-II/2013) Menunjuk Inspektur Jenderal sebagai penanggung jawab, dan para Sekretaris ITJEN, DITJEN dan Badan sebagai anggota
Tugas UPG adalah: 1. Mensosialisasikan kewajiban PNS Lingkup Kementerian Kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk melaporkan penerimaan gratifikasi; 2. Menfasilitasi pelaporan gratifikasi PNS; 3. Mengelola pelaporan penerimaan gratifikasi PNS; 4. Melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban tugas PNS kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi tersebut dilaporkan; 5. Menyampaikan laporan perkembangan pelaporan penerimaan gratifikasi kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan sekali Evaluasi UPG
SETIAP SATKER BELUM MENYAMPAIKAN LAPORAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI KEPADA UPG
Pengendalian Gratifikasi (PERMENHUT NO. P. 86/MENHUT-II/2014)
Setiap PNS wajib melaporkan kepada UPG atas: penerimaan gratifikasi yang dianggap suap dan gratifikasi dalam kedinasan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak penerimaan gratifikasi. penolakan pemberian gratifikasi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penolakan pemberian gratifikasi. pemberian pihak ketiga yang tidak sesuai dengan ketentuan pemberian selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberian gratifikasi. permintaan dari penyelenggara negara yang menjurus kepada pemerasan dan/ atau pemaksaan yang terkait dengan kelancaran proses kerja instansi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan gratifikasi.
Pasal 14 Ayat 5 Setiap satuan kerja di bawah Setjen, Itjen, Ditjen dan Badan lingkup Kementerian Kehutanan wajib menyampaikan laporan pengendalian gratifikasi terkait proses pemeriksaan dan pengadaan barang dan jasa secara berkala
Apa saja yang harus dilaporkan? 1. Gratifikasi yang dianggap suap 2. Gratifikasi terkait kedinasan
3. Penolakan Gratifikasi yang dianggap suap
Apa saja yang tidak perlu dilaporkan? 1.
Pemberian karena hubungan keluarga, yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu, dan keponakan.
2.
Hadiah langsung/tanpa diundi, hadiah hasil undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, souvenir, atau hadiah lainnya yang Berlaku Umum.
3.
Hidangan atau sajian yang Berlaku Umum.
4.
Cindramata dan oleh-oleh bukan dalam bentuk uang dengan nilai maksimal Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
5.
Hadiah (tanda kasih) dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dengan batasan nilai keseluruhan paling banyak Rp1000.000,00 (satu juta rupiah)
6.
Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi.
7.
Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang Berlaku Umum.
8.
Kompensasi atau penghasilan atas profesi di luar kedinasan yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi dari penerima Gratifikasi dan telah mendapatkan izin tertulis dari atasan langsung atau pihak lain yang berwenang. (Pasal 2 PERMENHUT P.86/MENHUT-II/2014)
Faktor Penyebab Korupsi 1.
Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,
2.
Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
3.
Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan,
4.
Rendahnya integritas dan profesionalisme,
5.
Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan,
6.
Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan
7.
Lemahnya perencanaan anggaran
8.
Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.
Peran Inspektorat Jenderal Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Merancang kebijakan dan penguatan SPIP di tingkat Satker TIPIKOR
Melakukan pengawasan mulai tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan kegiatan ditingkat Satker
Sosialisasi anti korupsi dan mendorong terwujudnya zona integritas wilayah bebas dari korupsi di tingkat Satker
Penanganan pengaduan TIPIKOR (Bekerja sama dengan aparat penegak hukum (APH))
Menjadi leader UPG
Pagi
Sore
TEPAT WAKTU TANPA MANIPULASI TUNJANGAN KINERJA
SELESAI……