SOSIALISASI HASIL PENETAPAN PARAMETER MASALAH KEPENDUDUKAN DAN PROGRAM KB PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 – 2035 DENGAN TFR 2,5.
1
1. Pendahuluan Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga “ penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan harus menjadi titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan karena jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Perkembangan
kependudukan
dilakukan
untuk
mewujudkan
keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara kuantitas, kualitas dan persebaran penduduk, kebijakan pembangunan berkelanjutan adalah kebijakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk saat ini sekaligus mempertimbangkan kesejahteraan penduduk dimasa mendatang, kebijakan pembangunan untuk meningkatkan
taraf
hidup
penduduk saat
ini
tidak boleh
mengorbankan
kesejahteraan penduduk generasi mendatang. Dari sisi kuantitas jumlah penduduk di Indonesia tidak terkecuali di Propinsi Bengkulu sangat besar dengan Laju Pertumbuhan Penduduk yang belum dapat dikendalikan, jumlah penduduk di Propinsi Bengkulu hasil sensus penduduk tahun 2010 sebesar 1.715.518 dengan Laju Pertumbuhan Penduduk 1,67, berdasarkan hasil perhitungan sementara yang dilakukan oleh BKKBN Pusat dengan Bappenas TFR Propinsi Bengkulu dari 2,23 SDKI tahun 2007 menjadi 2,5 hasil sensus penduduk 2010, dampak tidak terkendalinya penduduk akan mengakibatkan dampak terhadap kependudukan seperti pengangguran, jumlah tenaga kerja bertambah disisi lain lahan pekerjaan berkurang, perpindahan penduduk dari desa ke kota mengakibatkan tata kelola pemukiman menjadinkumuh, pengangguran dikota besar bertambah serta tingkat kemiskinan meningkat.
2. Grand Design Penduduk,
merupakan
pusat
dari
seluruh
kebijaksanaan
dan
program
pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan 2
dimana sebagai subyek pembangunan maka penduduk menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan, pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan berpartisipasi
aktif
kemampuan dalam
penduduk
dinamika
agar
seluruh
pembangunan
penduduk
tersebut.
dapat
Sebaliknya,
pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas. Secara Nasional tiga sasaran pokok kuantitatif, yang mencakup fertilitas, mortalitas, dan persebaran penduduk, yang diarahkan pada pencapaian kondisi penduduk tumbuh seimbang (replacement level fertiliy)
adalah penduduk yang kecepatan
perubahan jumlahnya bersifat konstan dan proporsi untuk masing-masing kelompok umurnya tetap, angka pertumbuhan penduduk dalam kondisi dapat positif, nol atau negatif. Penduduk Tumbuh Seimbang diharapkan tercapai pada tahun 2015 yang ditandai dengan TFR sebesar 2,1 per wanita dan NRR sebesar 1 per wanita, kondisi itu perlu secara konsisten diturunkan sehingga pada tahun 2035 Angka Fertilitas Total (TFR) di Indonesia mencapai 1,85 per wanita dan Net Reproduction Rate sebesar 0,89 per wanita. Di sisi lain angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR) juga menurun dari 16,8 per 1000 penduduk pada tahun 2015 menjadi 13,19 per 1000 penduduk pada tahun 2035. Untuk mengatasi masalah kependudukan yang demikian kompleks, serta sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Pemerintah membuat semacam grand design pembangunan kependudukan di Indonesia, yang terdiri dari dari 5 (lima) aspek pembangunan kependudukan, yaitu: (1) Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk; (2) Grand Design Peningkatan Kualitas Penduduk; (3) Grand Design Pengarahan Mobilitas Penduduk; (4) ) Grand Design Pembangunan Keluarga: dan (5) Grand Design Pembangunan Data-Base Kependudukan.
Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk ini dimaksudkan untuk:
3
a) Memberikan
arah
kebijakan
bagi
pelaksanaan
pengendalian
kuantitas
penduduk nasional 2010-2035; b) Menjadi pedoman bagi penyusunan Road Map pengendalian kuantitas penduduk 2010-2014, 2015-2019, 2020-2024, 2025-2029, dan 2030-2034. c) Menjadi pedoman bagi lembaga serta pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan yang berwawasan kependudukan. d) Mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan melalui rekayasa kondisi penduduk
optimal
yang
berkaitan
dengan
jumlah,
struktur/komposisi,
pertumbuhan, serta persebaran penduduk. e) Mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan secara nasional melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian, dan pengarahan mobilitas penduduk. 3. SKENARIO PENDUDUK MELALUI PENENTUAN TFR 2.5 PADA TAHUN 2015. Rencana pembangunan baik ekonomi maupun sosial tergantung dari pertimbangan jumlah, karakteristik penduduk dimasa depan yang berisi jumlah dan struktur sebagai persyaratan minimum dalam proses perencanaan, pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan agar pembangunan dapat dilaksanakan lebih terarah dan tepat sasaran. Penetapan
parameter
kependudukan
difungsikan
untuk
perencanaan
pembangunan, karena kegiatan dari pembangunan sangat erat hubungan dengan kondisi
kependudukan.
Dalam
penetapan
parameter
faktor
yang
sangat
mempengaruhi perubahan penduduk paling dominan faktor fertilitas, sehingga skenario yang dibuat dengan cara merubah Total Fertility Rate (TFR) dalam melakukan penetapan parameter melalui program Spectrum. Angka kelahiran Total (TFR) yang diharapkan secara nasional akan terus menurun yang diharapkan pada tahun 2015 TFR 2,1 dan Net Reproduction Rate (NRR) =1 untuk mencapai Penduduk Tumbuh Seimbang.
4
Seperti halnya pada tingkat nasional, apabila provinsi telah mencapai situasi NRR=1 atau setara TFR=2,1, maka kecenderungan TFR akan ditahan/dipagu pada angka 2,1 tersebut,
untuk Propinsi yang telah mencapai NRR=1 atau setara
TFR=2,1 dan bahkan telah berada di bawah nilai “replacement level” tersebut, TFR akan dibuat konstan atau tidak dilanjutkan penurunannya sampai level fertilitas paling rendah 1,2 anak per wanita sebagaimana pengalaman level fertilitas pada negara maju. Untuk membuat proyeksi penduduk dalam penetapan parameter serta dampak dari masalah
kependudukan
melalui
program
Spectrum,
Propinsi
Bengkulu
menggunakan data dasar TFR hasil SDKI tahun 2007 sebesar 2,23 juga prevalensi 74, sedangkan jumlah penduduk menggunakan hasil sensus tahun 2010 sebesar 1.715.518 dengan Laju Pertumbuhan Penduduk 1,67. Skenario dalam penetapan parameter melalui penentuan TFR sebagai berikut Skenario pertama TFR : pada tahun 2010 sebesar 2,23 dan tahun 2015 sebesar 2,10 dan tahun 2035 sebesar 1,95 Skenario Kedua TFR : pada tahun 2010 sebesar 2,23 dan tahun 2015 stagnan sebesar 2,23 dan tahun 2035 sebesar 2,1 Skenario Ketiga TFR : pada tahun 2010 sebesar 2,23 dan tahun 2015 sebesar 2,5 dan tahun 2035 sebesar 2,40 Hasil sementara penghitungan yang dilakukan oleh Bappenas dan BKKBN terhadap hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Total Fertilty Rate Indonesia naik dibandingkan dengan TFR hasil SDKI tahun 2007, tidak terkecuali di Propinsi Bengkulu. Propinsi Bengkulu menurut perhitungan sementara hasil TFR melalui Sensus Penduduk tahun 2010 menggunakan teori dari Rele TFR sebesar 2,6 rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita, sedang menggunakan teori dari Palmore TFR sebesar 2,4 dan OC sebesar 2,5. Untuk bahan sosialisasi kepada Stake Holder dan Masyarakat menggunakan skenario ketiga hal ini didasarkan pada kecenderungan fertilitas hasil sensus penduduk tahun 2010 naik dan hal ini tergambar melalui Piramida Penduduk 5
dimana penduduk Propinsi Bengkulu kelompok 0 – 4 tahun menjorok keluar dan kelompok umur 0 – 14 tahun merata yang dapat diartikan di Propinsi Bengkulu selama 14 tahun yang lalu belum dapat menurunkan atau mengendalikan kelahirannya. Diharapkan para stake holder dan pemerhati kependudukan serta masyarakat mempunyai kepedulian dan rencana induk terhadap masalah kependudukan di Propinsi Bengkulu.
4. Hasil Penghitungan :
a. Skenario terhadap TFR Perubahan dinamika penduduk Dari ketiga skenario tersebut adanya variasi dari TFR antara skenario pertama, kedua dan ketiga sebagaimana dalam gambar satu.
2015
2020
2025
2030
2035
TFR 2,10
2.23
2.1
2.06
2.02
1.99
1.95
TFR 2,23
2010 2.23
2.23
2.2
2.17
2.13
2.1
TFR 2,50
2.23
2.5
2.48
2.45
2.42
2.4
TFR 2,10
TFR 2,23
TFR 2,50
b. Jumlah Penduduk, dengan menggunakan ketiga skenario Dampak dari perubahan TFR mempengaruhi perbedaan
jumlah penduduk,
proyeksi penduduk tahun 2015. Dengan Skenario TFR 2,10 pada tahun 2015 jumlah penduduk tahun 2015 sebesar 1.835.330 dan tahun 2035 sebesar 2.242.193, skenario TFR 2,23 tahun 2015 jumlah penduduk Propinsi Bengkulu tahun 2015 diproyeksi sebesar 1.840.894 dan tahun 2035 sebesar 2.292.493 sedangkan dengan skenario TFR 6
2,50 pada tahun 2015 jumlah penduduk sebesar 1.854.048 dan tahun 2035 sebesar 2.401.025. Proyeksi Penduduk Menurut tiga skenario
c. Piramida Penduduk Tahun 2015 TFR 2,50 Penduduk Tahun 2015 dengan skenario TFR 2,50 pada kelompok Umur 0 – 4 tahun menjorok keluar yang diartikan bahwa fertilitas sangat tinggi pada lima tahun yang lalu.
Komposisi penduduk menurut umur dan kelamin di Propinsi Bengkulu.
7
Ditinjau dari segi komposisi umur, maka tingkat fertilitas yang tinggi membawa akibat-akibat yang cukup gawat, apabila kita perhatikan komposisi penduduk Propinsi Bengkulu hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menurut golongan umur dan kelamin, maka penduduk dari golongan umur 0 - 14 tahun berjumlah 30.56 persen golongan umur 15 - 64 tahun sebesar 65,51 persen dan golongan umur 65 tahun keatas sebesar 3,93 persen. Banyaknya penduduk pada ketiga kelompok umur ini sangat besar artinya bagi kehidupan masyarakat karena mereka yang berumur di bawah 15 tahun merupakan golongan yang belum produktip. Mereka yang produktip adalah dari golongan umur-kerja (15 - 64 tahun), Beban Ketergantungan untuk Propinsi Bengkulu adalah 52,64 artinya di antara setiap 100 orang yang potensiil produktip terdapat 52,64 orang yang nafkahnya tergantung dari 100 orang Jika tingkat fertilitas tetap berada pada taraf yang tinggi, maka proporsi anakanak di bawah umur 15 tahun akan meningkat pada tahun 2015 dengan TFR 2,50 sebesar 28,37 persen, sebaliknya bila TFR tahun 2015 sebesar 2,10 di proyeksi penduduk umur dibawah 15 tahun sebesar 27,64 persen. Menurut sensus penduduk tahun 2010 jumlah wanita usia subur (dari golongan umur 15 - 44 tahun) adalah sebesar 428.471 atau 24,98 persen, jumlah ini akan naik pada tahun 2015 dengan skenario TFR 2,50 yaitu 474.276 atau 27,65 persen. d. Kelahiran Pada tahun 2015 diproyeksikan jumlah kelahiran menurut TFR 2,10 sebesar 32.769 tahun 2035 sebesar 31.551 kelahiran, skenaeio TFR 2,23 proyeksi bayi lahir tahun 2015 sebesar 34.740 dan tahun 2035 sebesar 34.548 sedangkan proyeksi TFR 2,50 akan terjadi kelahiran pada tahun 2015 sebesar 38.974 dan tahun 2035 sebesar 40.688 atau naik sebesar 1.714, secara lengkap pada tabel dibawah Bila diasumsikan agar kesehatan dari bayi yang lahir tersebut selama lima tahun ke depan terjaga kesehatannya diperlukan biaya kesehatan anak rata-rata Rp. 8
600.000, maka pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan bayi selama lima tahun pada tahun 2015 dengan skenario TFR 2,50 sebesar
Rp.
23.384.400.000 atau tiap tahun sebesar 4.676.880.000. Bila skenario TFR 2,10 pada tahun 2015 maka biaya yang harus dikeluarkan sebesar
Rp. 19.661.400.000,- atau dapat dihemat biaya sebesar Rp.
3.723.000.000
e. Kematian Bayi ( IMR) Dalam kematian bayi tidak mempunyai pengaruh dalam kematian Bayi atau IMR sebagaimana terlihat pada grafik
f. Tekanan Penduduk 9
Implikasi dari meningkatnya jumlah penduduk secara kuantitas sebagaimana yang diproyeksikan melalui skenario TFR 2,50 akan memberikan dampak langsung terhadap permasalahan kependudukan, Kepadatan penduduk pada tahun 2015 sebesar 93,96 jiwa/KM2 yang akan terus meningkat seiring dengan penambahan penduduk. Dampak pada tekanan penduduk lahan pertanian akan semakin sempit disatu pihak konsumsi terhadap pertanian semakin
meningkat, hasil produksi
meningkat tetapi tidak dapat mengimbangi dari konsumsi.
Luas Lahan Subur, Konsumsi dan Produksi Pangan Tahun 2015 TFR 2,50
Luas Lahan Subur
Konsumsi
Produksi
2010
60,937.28
66,905
38,800
2015
56,632.85
72,308
50,265
2020
52,941.21
77,995
65,918
2025
49,840.70
83,531
87,508
Dari gambaran tersebut diatas dampak dari peningkatan kuantitas penduduk sebagai berikut : 1. Eksploitasi secara berlebihan terhadap tanah pertanian berdampak negatif terhadap produktivitas lahan dan terjadinya degradasi lingkungan. 2. Ekspansi laan pertanian ke wilayah hutan alam, atau lahan lindung dengan melakukan perambahan hutan yang memicu erosi tanah, banjir, longsor dan fungsi hutan sebagai penyimpan air. Untuk Propinsi Bengkulu kerusakan kawasan hutan di Provinsi Bengkulu mencapai 300 ribu hektare (ha) dari total luas kawasan 920 ribu hektare,
10
diakibatkan perambahan liar oleh masyarakat dan penebangan kayu secara liar atau illegal logging. Untuk kawasan Hutan Produksi dan Hutan 3. Melakukan aktivitas diluar pertanian yang dapat menyebabkan degradasi sumber
daya
alam dan
lingkungan
seperti
penggalian
tanah
dan
penambangan pasir yang biasanya dilakukan oleh mereka yang tergusur dari lahan pertanian dan petani marginal (petani gurem) Dampak kerusakan di Propinsi telah dirasakan terhadap pencemaran Sungai Bengkulu yang menjadi salah satu sumber air baku PDAM Kota sudah tercemar akibat pencucian batu bara yang dilakukan di aliran sungai dan, erosi lahan yang bertopografi miring di sekitar kawasan Daerah Aliran Sungai Bengkulu serta perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai. “Pencemaran juga terjadi akibat aktivitas pabrik pengelolaan sawit serta perkebunan sawit yang sebagain besar menggunakan pestisida dan racun lainnya. Hasil survey terhadap air sungai bengkulu tingkat kekeruhan air sebesar 5000 NTU lebih besar dari 5 NTU yang ditetapkan, perubahan warna yang ditolerir sebesar
15 PTCO
sudah berada pada angka 267 PTCO.
Kandungan besi berada pada angka 0,76 mg per liter dari angka yang di tolerir 0,30 mg per liter. Pencemaran air sungai Bengkulu telah menimbulkan dampak nyata. Warga Desa Tengah Padang, kecamatan Karang Tinggi ,Kabupaten Bengkulu Tengah menemukan ratusan ikan mati terapung di Sungai Air Bengkulu. “Operasi penambangan juga mempengaruhi tanah. Operasi penambangan terbuka untuk lubang besar yang tidak dapat di tutup lagi karena mengandung air dengan kadar asam tinggi. Air tersebut mengandung Fe,Mn ,SO4 dan Pb. Fe dn mn dalam jumlah besar dapat menghambat pertumbuhan tanaman, SO4 mempengaruhi kesuburan tanah dan PH, sedangkan Hg dan Pb dapat meracuni tanaman,”.
11
Pelaku dari penambangan batu bara di aliran sungai bengkulu berasal dari kabupaten-kabupaten Propinsi Bengkulu yang rata-rata tidak mendapatkan pekerjaan yang layak di wilayahnya. Kawasan Cagar Alam Dusun Besar (Danau Dendam Tak Sudah ) disebabkan : – Pengembangan Pemukiman – Perambahan Hutan – Pembuangan Akhir Sampah – Pembuatan Bangunan Pengandali Banjir dan Perkuatan Tanggul g. Kebutuhan Air dan Pembuangan Sampah Salah satu kebutuhan mendasar dari manusia adalah air, diasumsikan bahwa kebutuhan air secara rata-rata manusia butuh air bersih per orang dlm 1 hari sebesar 70 liter/hari terdiri : – Minum dan mengolah makanan 5 liter/hari – Higien (mandi, membersihkan diri) 30 liter/hari – Mencuci pakaian dan peralatan 30 liter/hari – Menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitasi sanitasi/pembuangan kotoran 6 liter/hari – Belum termasuk untuk membersihkan lantai, menyiram bunga, sawah, dan lain-lain Bila penduduk Propinsi Bengkulu tahun 2015 diproyeksikan sebesar 1.854.048 maka dalam satu hari dibutuhkan air bersih 129.783.360 liter/hari atau 46.722.009.600,- liter/tahun pada tahun 2015. Kebutuhan air untuk perkebunan sawit diPropinsi Bengkulu seluas 202.863 HA sebesar 243.435.600 liter/hari atau 87.636.816.000 liter/tahun. Dengan adanya pencemaran sungai oleh penambangan batu bara, perkebunan sawit dan karet serta alih fungsi hutan menjadi pemukinan, perkebunan dan pertanian dapat terjadi penyimpanan air dipermukaan
berkurang serta tidak
layak untuk menjadi air bersih, sehingga manusia akan mengambil air dengan 12
cara pengeboran dalam hal ini dimasa mendatang tanah akan turun dan rendah dibandingkan dengan air laut sehingga terjadi banyir/badai rob sebagaimana yang telah terjadi di Jakarta dan daerah/wilayah lain yang mengambil air dengan cara pengeboran. Dampak masalah penduduk adalah pencemaran tanah yang berasal dari sampah yang dibuang atau dikumpulkan disuatu tempat pembuangan sementara atau penampungan akhir, salah satu study tentang rata-rata sampah dibuang oleh manusia dalam satu hari 0,5 Kg belum pembuangan sampah yang berasal dari kegiatan industri, maka dapat diproyeksi pada tahun 2015 sampah yang dibuang sebesar 927.024 Kg atau dalam satu tahun sebesar 333.728.640 Kg di Propinsi Bengkulu sampah dibuang oleh manusia pada tahun 2015.
h. Pendidikan Dampak lain akibat penambahan penduduk secara kuantitas yang tidak terkendali adalah masalah pendidikan, dimana pemerintah akan terbebani oleh penyediaan sarana dan prasarana pendidikan untuk mencerdaskan bangsa agar dapat bersaing dengan negara lain. Dengan skenario TFR 2,50 pada tahun 2015 proyeksikan anak sekolah tingkat SD pada tahun 2015 sebesar 231.182 sedang anak sekolah tingkat SLTP 89,286. Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Anak Sekolah SD 237,135 231,182 223,226 232,144 233,730 231,220
Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Anak Sekolah SMP 82,231 89,286 93,033 94,530 107,594 114,054
Secara grafik memperlihatkan bahwa kondisi anak sekolah tingkat SD terjadi penurunan tajam pada tahun 2020 dan kembali naik secara tajam pada tahun 2025, sedang anak sekolah tingkat SLTP terjadi kenaikan secara melambat, kondisi tersebut diasumsikan bahwa anak SD terjadi droup out pada tahun 2020. 13
2 0 10
2 01 5
2020
2 02 5
20 3 0
2 0 35
Apabila pada tahun 2015, pemerintah mengeluarkan biaya pendidikan melalui Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) untuk tingkat SD sebesar Rp. 450.000,maka pada tahun tersebut pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar 104,031,887,360,- dan tingkat SLTP bila diasumsikan pada tahun 2015 pemerintah mengeluarkan dana BOS sebesar Rp. 650.000 maka dana BOS tingkat SLTP sebesar 58,035,777,536,-. Selain kebutuhan Biaya salah satu melalui dana BOS juga kebutuhan guru sebagai berikut : Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Kebutuhan Guru SD 14,821 14,449 13,952 14,509 14,608 14,451
Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Kebutuhan Guru SLTP 7,476 8,117 8,458 8,594 9,781 10,369
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak terlepas dari peran strategis guru. Dengan kata lain, guru merupakan komponen yang sangat krusial di satuan pendidikan. Tidak hanya mutu guru, jumlah guru di sekolah harus seimbang dengan jumlah siswa di sekolah tersebut. Keterbatasan jumlah guru di sebuah sekolah dapat berakibat pada jumlah siswa yang dapat diterima di sekolah tersebut, yang berarti mengurangi akses calon peserta didik untuk memperoleh 14
pendidikan, rasio guru dengan jumlah murid SD tahun 2009 di Propinsi Bengkulu 18 murid per satu guru sedangkan tingkat SMP 17 murid per satu guru. i.
Kesehatan Salah satu tujuan pembangunan adalah memperbaiki dan meningkatkan kesehatan
masyarakat.
Perbaikan
kesehatan
bertujuan
meningkatkan
produktivitas kerja guna mempercepat proses pembangunan. Perbaikan kesehatan masyarakat haruslah dinilai sebagai investasi, yaitu investasi dalam bentuk manusia. Meskipun dalam bidang kesehatan telah banyak dicapai kemajuan, sebagaimana tercermin dari mmutu akin menurunnya tingkat kematian, namun demikian kesehatan masyarakat pada umumnya masih jauh dari memuaskan. Di samping itu fasilitas kesehatan yang masih belum baik perlu ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya. Selama tingkat fertilitas masih tetap tinggi, maka usaha mengejar perbaikan dalam fasilitas pelayanan kesehatan ini akan menjadi terlampau berat, sehingga tidak bisa diharapkan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Dampak jumlah penduduk pada tahun 2015 sebesar 1.854.048, untuk bidang kesehatan pemerintah akan mengeluarkan biaya kesehatan dalam rangka melengkapi sarana dan prasarana serta jaminan kesehatan pada tahun 2015 sebesar 2,003,969,638,400,- dan tahun 2035 sebesar 2,595,177,103,360,- biaya tersebut akan dapat disimpan atau dialihkan pada bidang lain sebesar 20.231.749.632,- bila TFR sebesar 2,10 pada tahun 2015.
j.
Tenaga Kerja Akibat tingkat fertilitas yang tinggi maka sebagian penduduk menjadi terlalu muda untuk masuk angkatan kerja, sehingga pertambahan penduduk ini hanya meningkatkan potensi tenaga kerja secara kurang proporsionil. Hal ini kurang menguntungkan usaha pembangunan karena golongan muda merupakan beban. Pengeluaran konsumsi yang tinggi oleh golongan bukan tenaga kerja ini akan membatasi tabungan, baik tabungan yang dilakukan oleh Pemerintah maupun 15
Swasta, hal ini berarti mengurangi kemampuan untuk mengadakan investasi guna mempertinggi kapasitas produksi, sehingga menghambat pula perluasan kesempatan kerja. Masalah tenaga kerja semakin meningkatnya jumlah penduduk maka jumlah penduduk angkatan kerja naik, hal ini terlihat dalam gambar pertumbuhan penduduk angkatan kerja dengan skenario TFR 2,5. Meningkatkan angkatan kerja tidak diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja yang akhirnya menyebabkan tingginya angka pengangguran.
Pertumbuhan tenaga kerja di Propinsi Bengkulu dengan skenario TFR 2,50 pada tahun 2015 diproyeksi sebesar 959.635,25 pada saat yang sama diperlukan lahan kerja baru sebesar 20.226 pada tahun 2035 ada 1.272.473,63 tenaga kerja dan dibutuhkan 12.684 lahan kerja baru. Perbandingan antara pertumbuhan tenaga kerja dengan kebutuhan lahan kerja baru sebagaimana dalam gambar dibawah ini
220 10 10
220 01155
200220 0 2
22002 255
16
20 3 00
2 0035 35
Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Pertumbuhan Tenaga Kerja 849,418.19 959,635.25 1,055,977.63 1,135,604.13 1,204,078.63 1,272,473.63
Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035
Kebutuhan Lahan Kerja Baru 21,653 20,226 17,215 13,058 14,212 12,684
k. Ketahanan Pangan Menurut buku Population, Food, Energy and the Environment (2000), terbitan Council for Asia-Europe Cooperation, pertumbuhan penduduk merupakan tantangan bagi jaminan pangan, yang pada dasarnya beda dari produksi pangan. Jaminan pangan berarti semua orang memiliki akses fisik dan ekonomi untuk bahan pangan yang mereka butuhkan agar mampu berfungsi normal. Kegawatan masalah beras yang sering menimpa akan menempatkan dalam kedudukan yang tidak menguntungkan karena adanya kecenderungan bahwa masalah beraspun tidak terlepas dari pengaruh politik negara-negara besar. Di samping itu kegawatan ini dapat mengganggu stabilitas sosial, ekonomi dan keamanan yang merupakan prasyarat bagi lancarnya pembangunan ekonomi. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat, maka diperkirakan tingkat konsumsi beras akan terus mengalami peningkatan. Beras juga dimanfaatkan sebagai bahan baku oleh industri pengolahan makanan seperti tepung beras, bihun dan lainnya. Peningkatan permintaan akan menambah beban penyediaan beras, apalagi dengan kondisi sumberdaya pertanian
yang
semakin
terbatas.
Kondisi
ini
jika
terus
berlangsung
dikhawatirkan akan terjadi kerawanan pangan di tingkat masyarakat. Untuk itulah diupayakan peningkatan ketahanan pangan dengan mengurangi ketergantungan pada beras. Dalam
rangka
pembangunan
berkelanjutan
untuk
membentuk
manusia
Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan 17
ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi serta merata dan terjangkau leh daya beli masyarakat yang selanjutnya disebut adanya ketahanan pangan.
L. Kemiskinan Kemiskinan penduduk disebabkan oleh berkurangnya peluang bekerja dan berusaha yang dapat diakses oleh penduduk miskin, dengan meningkatkan penduduk juga meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja bila tidak disertai dengan kemampuan penciptaan peluang bekerja dan peluang berusaha yang mampu diakses oleh penduduk miskin. Selain itu hingga sampai sekarang Indonesia termasuk Propinsi Bengkulu masih menghadapi kemiskinan, pada gambar dibawah diperlihatkan penduduk yang tergolong miskin 18,3 persen, dengan indeks kedalaman kemiskinan sebesar 2,53 %, keparahan kemiskinan 0,56 persen dan penduduk yang masuk dalam garis kemiskinan sebesar 225.857.
Bila penduduk miskin tidak mampu keluar dari kemiskinan akan terjadi perubahan ekonomi menyebabkan penduduk yang nyaris miskin akan menjadi miskin, sehingga akan mempengaruhi dari Pendapatan Daerah. Kenaikan Pendapatan Daerah Bruto dan Perkapita mengalami kenaikan tidak ada artinya bila penduduk miskin juga naik.
18
2 00 11 00
22 00 1 55
2 0 22 0
20 2 5
2 0 33 0
22 00 3 55
M. Permasalahan Bidang Lain Cepatnya Laju pertumbuhan penduduk mempenaruhi juga penyediaan fasilitas transportasi,
fasilitas
komunikasi,
fasilitas
perumahan
dalam
rangka
meningkatkan kuantitatip dan kualitatip penduduk, mengenai perumahan, sebagian besar penduduk di. daerah pedesaan dan di kota-kota mendiami rumah-rumah yang mempunyai masalah secara kualitatip yaitu jauh dibawah standar kesehatan, perumahan di daerah perkotaan bersumber pada ketidak selarasan jumlah rumah dengan jumlah penduduk karena tingginya tingkat kepadatan penduduk di daerah perkotaan. Tingginya tingkat kelahiran/fertilitas dan pesatnya pertambahan penduduk yang tidak seimbang akan menimbulkan keprihatinan nasional, mengakibatkan kegelisahan/ketegangan sosial yang secara potensiil merupakan faktor ancaman yang serius terhadap masalah sosial dan Ketahanan Nasional. Pada tahun 2009 terjadi : – Resiko Penduduk Terjadi Tindak Pidana 112 – Selang waktu terjadi tindak pidana 4 jam, 47 menit, 24 detik – Jumlah tindak pidana 1.827 Luas Lantai perumahan ideal untuk penduduk umur 1 – 10 tahun sebesar 385.751 dibutuhkan luas lantai 578.627 m2 dan dan untuk ukuran dewasa sebesar 1.330.064 sebesar 5.985.288.
19
Saran : Memperhatikan data-data tersebut yang mempengaruhi terhadap jumlah penduduk, dan masalah-masalah lainnya maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Melakukan pengendalian penduduk dengan melalui Keluarga Berencana untuk mencegah dampak semakin buruk dari perkembangan kuantitas penduduk terhadap daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. 2. Mengendalikan pola penggunaan lahan yang sesuai dengan peruntukannya, untuk mencegah konversi lahan pertanian dan lahan hutan alam dalam upaya untuk mempertahankan daya dukung alam dan daya dukung lingkungan. 3. Mencegah atau mengendalikan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan secara berlebihan yang dapat berakibat terhadap menurunnya daya dukung alam dan lingkungan secara berlebihan. 4. Melakukan pengembangan kesempatan kerja disektor non pertanian yang dapat menyerap tenaga kerja setempat 5. Pengembangan sistem pertanian yang lebih maju dengan kebutuhan lahan pertanian yang lebih sempit tetapi dapat mendukung standar hidup yang dipandang layak. 6. Penanggulangan kemiskinan diintegrasikan dengan program pemerintah yang efektif dan efisien. AGUS SUPARDI BKKBN BENGKULU
20