1
SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA GENERASI MUDA BATAK DI PERKOTAAN (Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai, Ciputat)
Oleh Charolina Margaretha A14204065
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN CHAROLINA MARGARETHA. Sosialisasi Dalihan Na Tolu pada Generasi Muda Batak di Perkotaan (Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai, Ciputat). Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS.
Dalihan na tolu merupakan pedoman bagi masyarakat Batak dalam berinteraksi dengan sesamanya dan merupakan inti dari kebudayaan Batak. Sebagai suatu bentuk kebudayaan, dalihan na tolu disosialisasikan kepada generasi muda. Menarik untuk dipelajari bagaimana sosialisasi tersebut pada masyarakat kota di tengah-tengah suku lain yang heterogen. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan penjelasan mengenai proses sosialisasi yang dilakukan untuk pelembagaan dalihan na tolu kepada pemuda Batak, menghasilkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu kepada pemuda Batak, dan menghasilkan penjelasan mengenai hubungan antara proses sosialisasi yang dilakukan dengan pengetahuan dan sikap pemuda Batak terhadap dalihan na tolu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2008 pada perkumpulan Masyarakat Batak di Sarua Permai-Ciputat yang bernama Parsahutaon Dalihan na tolu. Responden penelitian adalah pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu sebanyak 40 orang dengan menggunakan metode sampel jenuh. Data kuantitatif dalam penelitian ini dikumpulkan dengan melakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner sedangkan data kualitatif dengan wawancara mendalam. Data hasil kuantitatif ditabulasi dan diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik melalui uji Chi-Square dan uji Korelasi Spearman.
3
Penelitian ini menunjukkan bahwa proses sosialisasi dalihan na tolu pada generasi muda dilakukan dengan mengajarkan pemuda mengenai upacara adat Batak dan panggilan atau sebutan kepada saudara-saudaranya berdasarkan Adat Batak serta mengajarkan mengenai peranan yang dimiliki setiap individu berdasarkan Adat Batak. Proses lainnya adalah memperkenalkan pemuda kepada saudara-saudaranya, memberikan sanksi dan imbalan apabila pemuda berbuat sesuai atau tidak sesuai dengan peraturan adat, dan mengajak pemuda untuk menghadiri upacara adat. Proses sosialisasi dilakukan oleh saudara terdekat, orang tua, dan teman bermain pemuda terdekat. Berdasarkan uji statistik diketahui semakin tinggi usia pemuda, maka semakin rendah proses sosialisasi; tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dalam proses sosialisasi; tingkat pendidikan individu tidak berhubungan dengan proses sosialisasi; tidak ada perbedaan antara individu yang lahir di Sumatera Utara dan di luar Sumatera Utara dalam proses sosialisasi. Hubungan faktor sosial pemuda dan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: semakin banyak organisasi Batak yang dilibatkan oleh individu, maka semakin tinggi proses sosialisasi; semakin banyak teman bermain yang bersuku Batak, maka proses sosialisasi akan semakin tinggi. Hubungan faktor orang tua dengan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: apabila kedua orang tua beretnis Batak, maka semakin tinggi proses sosialisasi; semakin banyak organisasi Batak yang dilibatkan oleh orang tua responden, maka semakin tinggi proses sosialisasi; tingkat pendidikan orang tua tidak berhubungan dengan proses sosialisasi. Berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman proses sosialisasi yang dialami oleh generasi muda Batak mempengaruhi pengetahuan tentang dalihan na tolu.
4
Semakin tinggi proses sosialisasi maka pengetahuan terhadap dalihan na tolu akan semakin tinggi. Akan tetapi, proses sosialisasi yang dialami tidak mempengaruhi sikap pemuda terhadap dalihan na tolu.
5
SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA PEMUDA BATAK DI PERKOTAAN (Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai, Ciputat)
Oleh Charolina Margaretha A14204065
SKRIPSI Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
6
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
: Charolina Margaretha
NRP
: A14204065
Judul Skripsi
: Sosialisasi Dalihan Na Tolu pada Generasi Muda Batak di Perkotaan (Kasus Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai, Ciputat)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS NIP. 131 476 600 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan:
7
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA GENERASI MUDA BATAK DI PERKOTAAN (KASUS PADA PERKUMPULAN MASYARAKAT BATAK PARSAHUTAON DALIHAN NA TOLU DI SARUA PERMAI, CIPUTAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA
MANAPUN
UNTUK
TUJUAN
MEMPEROLEH
GELAR
AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH
PIHAK
LAIN
KECUALI
SEBAGAI
BAHAN
RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2008
CHAROLINA MARGARETHA A14204065
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 20 Juni 1986. Penulis terlahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Charles Sihombing dan Ibu Emmi Rosalina Hutabarat. Penulis memulai pendidikannya di TK Pelangi, Ciputat pada tahun 19901992. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dasar pada SDK Pelangi, Ciputat dan menyelesaikannya pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTPK Santa Ursula II, Bumi Serpong Damai (BSD). Kemudian pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Menengah Umum di SMUK Charitas Jakarta Selatan dan selesai pada tahun 2004. Pada tahun yang sama pula penulis diterima di Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Dalam
bidang
kemahasiwaan,
penulis
sempat
bergabung
dalam
kepengurusan Miseta pada periode 2005-2006 dan mengikuti beragam kepanitiaan Miseta dalam kegiatan periode yang sama.
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul ” Sosialisasi Dalihan Na Tolu pada Generasi Muda Batak di Perkotaan (Kasus: Pada Perkumpulan Masyarakat Batak Parsahutaon Dalihan Na Tolu di Sarua Permai, Ciputat)” bertujuan untuk menghasilkan penjelasan mengenai proses sosialisasi yang dilakukan untuk pelembagaan dalihan na tolu kepada generasi muda Batak, menghasilkan sebuah identifikasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu kepada generasi muda Batak, dan menghasilkan penjelasan mengenai hubungan antara proses sosialisasi yang dilakukan dengan pengetahuan dan sikap generasi muda Batak terhadap dalihan na tolu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna, namun dengan segala keterbatasan yang ada, skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
10
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan, masukan, bimbingan, serta doa selama penulisan skripsi ini, yaitu: 1. Dr. Ir. Djuara Lubis, MS atas kesabaran dan waktu yang telah diberikan dalam membimbing, memberi masukan dan mengarahkan penulis selama penulisan ini di tengah-tengah kesibukannya. 2. Dra. Winati Wigna, MDS dan Ratri Virianita, S.Sos, M.Si atas kesedian dan masukannya untuk menjadi dosen penguji dalam sidang hasil penelitian ini. 3. Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 4. Papa dan mama tercinta, Yoseph dan Monik atas segala dukungan moril dan materiil terlebih doa dan pengertiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karya kecil ini kupersembahkan untuk kalian. 5. Nurina Pangkaurian, Rianti T.M Marbun, dan Sushane Sarita atas bantuan dan dukungannya selama ini. Teman-teman KPM 41 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah berjasa membantu memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Teman-teman DR (Yoyo, Yunda, Ami, Meita, Wulan, Mira, Anyu, Marissa, Choy, Resti, Elin) dan “penghuni gelapnya” (Adi, Munir, Sani, Bang Ilham, Yudi ‘Nceq’) yang telah membantu memberikan masukan,
11
keceriaan, pengalaman, dan kegilaan luar biasa kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 7. Teman-teman Naposo Bulung HKBP Ciputat atas dukungan doa dan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Bagi pengurus Naposo, mohon maaf atas sering absennya penulis selama penulisan skripsi ini. 8. Teman-teman Naposo Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai atas kerjasamanya dalam proses pengambilan data. 9. Ricky dan Ika yang telah direpotkan penulis dalam proses pengumpulan data. Setiap kayuhan sepeda yang telah kita tempuh sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Randi Sudarmaji yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 11. Pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan dan doa kepada penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii DAFTAR ISTILAH ................................................................................ viii BAB I
PENDAHULUAN .................................................................. 1.1 Latar Belakang ................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ......................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian.........................................................
1 1 3 4 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 2.1 Konsep Kebudayaan ......................................................... 2.2 Dalihan Na Tolu............................................................... 2.3 Perilaku ............................................................................ 2.4 Sosialisasi dalam Proses Pelembagaan.............................. 2.5 Berbagai Kasus Sosialisasi Tradisi di Indonesia ............... 2.6 Kerangka Pemikiran ......................................................... 2.7 Hipotesis Penelitian .......................................................... 2.8 Definisi Operasional .........................................................
6 6 8 13 16 22 25 27 27
BAB III METODOLOGI ...................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 3.2 Teknik Pemilihan Responden. .......................................... 3.3 Teknik Pengumpulan Data. .............................................. 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..............................
32 32 32 33 34
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN PENELITIAN .......................................................................... 4.1 Gambaran Umum Kompleks Sarua Permai-Benda Baru 4.2 Gambaran Umum Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai .......................................................................... 4.3 Gambaran Penggunaan Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai Ciputat .... 4.4 Perkumpulan Pemuda Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan Na Tolu ........................................................... 4.5 Faktor Pribadi Responden .............................................
37 37 39 43 45 47
ii
4.6 4.7 BAB V
Faktor Sosial Responden ............................................... Faktor Orang Tua Responden........................................
PROSES SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ......... 5.1 Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu ................................ 5.1.1 Proses Ajar Didik ................................................. 5.1.2 Sanksi ................................................................... 5.1.3 Ritus Kolektif........................................................ 5.1.4 Alokasi Posisi ....................................................... 5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu ........................................................... 5.2.1 Faktor Individu ..................................................... 5.2.1.1 Jenis Kelamin ........................................... 5.2.1.2 Usia .......................................................... 5.2.1.3 Tingkat Pendidikan Responden ................. 5.2.1.4 Daerah Asal .............................................. 5.2.2 Faktor Sosial Responden ....................................... 5.2.2.1 Keterlibatan dalam Organisasi Batak ........ 5.2.2.2 Teman Bermain ........................................ 5.2.3 Faktor Orang Tua Responden ................................ 5.2.3.1 Etnis Orang Tua ........................................ 5.2.3.2 Keterlibatan Orang Tua dalam Organisasi Batak ........................................................ 5.2.3.3 Tingkat Pendidikan Orang Tua ................. 5.3 Resume ..........................................................................
BAB VI PENGARUH PROSES SOSIALISASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DALIHAN NA TOLU ..................................................................................... 6.1 Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu dan Faktor yang Mempengaruhinya ........................................ 6.1.1 Pengatahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu ... 6.1.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu........................ 6.2 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu dan Faktor yang Mempengaruhinya ........................................................... 6.2.1 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu .............. 6.2.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu .................................... 6.3 Resume ............................................................................
48 50
52 52 52 55 57 58 60 60 60 61 63 65 66 66 68 70 70 72 74 75
78 78 78 80 82 82 84 86
iii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 7.1 Kesimpulan...................................................................... 7.2 Saran ...............................................................................
87 87 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. LAMPIRAN .........................................................................................
89 91
iv
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Halaman Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ciri Individu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ......................... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Sosial di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ......................... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Orang Tua di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ..................... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Ajar Didik di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ..................... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sanksi di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ......................... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Jenis Kelamin di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008................................................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Usia di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 .................................................................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Tingkat Pendidikan di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ........................................................... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Daerah Asal di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008................................................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Keterlibatan Individu dalam Organisasi Batak di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008. .......... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Teman Bermain di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008................................................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Etnis Orang Tua di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008................................................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Keterlibatan Orang Tua dalam Organsasi Batak di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 .......... Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Pendidikan Orang Tua Responden di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ........................ Hasil Uji Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu............................................................
47 49 50 55 57
60
62
64
65
67
68
70
72
74 77
v
16.
17.
18.
19.
20.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ................................................................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi dan Pengetahuan Tentang Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ............................................. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sikapnya terhadap Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ........................................................................................ Jumlah dan Persentase Proses Sosialisasi dan Sikap terhadap Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 ........................................................................................ Hasil Uji Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu terhadap Pengetahuan dan Sikap, 2008 ........................................................
79
81
83
84 86
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu, 2008 ......
26
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Kuisioner ...................................................................................... Panduan Pertanyaan ......................................................................... Peta Kompleks Sarua Permai ............................................................. Hasil Pengujian Korelasi Rank Spearman .......................................... Hasil Pengujian Korelasi Chi-Square................................................. Dokumentasi .....................................................................................
91 97 99 100 102 104
viii
DAFTAR ISTILAH
1. 2. 3. 4. 5.
Bona Taon = Suatu acara pembukaan tahun Boru = Pihak penerima isteri Dongan sabutuha = Teman semarga. Hula-hula = Pihak pemberi isteri Mangapuli = Kegiatan untuk memberikan penghiburan apabila terdapat seseorang yang tertimpa kemalangan 6. Mangulosi = Peristiwa memberikan ulos kepada orang lain melalui suatu upacara adat 7. Manortor = Tarian khas Sumatera Utara 8. Martutur = penelusuran mata rantai istilah kekerabatan jika ia berjumpa dengan orang Batak lainnya 9. Namboru = Saudara perempuan dari ayah 10. Naposo Bulung = Pemuda-pemudi Batak yang belum menikah 11. Ompung = Kakek atau nenek 12. Parsahutaon = Perkumpulan Masyarakat Batak yang memiliki kedekatan tempat tinggal 13. Partondongan = Saling affina atau tidak dipertalikan oleh hubungan darah 14. Tulang = Saudara (kakak atau adik) laki-laki dari ibu 15. Tumpak = Sumbangan 16. Ulos = Kain tenun khas Batak berupa selendang yang melambangkan ikatan kasih sayang antar masyarakat Batak
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan cara mempelajarinya (Koentjaraningrat, 1990). Kebudayaan memiliki tiga wujud yaitu ideas (merupakan kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, peraturan, dan sebagainya), activities (kompleks aktivitas serta tindakan berpola), artifacts (benda-benda hasil karya manusia). Dari ketiga wujud kebudayaan tersebut, sistem nilai budaya, pandangan hidup, dan ideologi merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari kebudayaan. Tiap masyarakat memiliki kebudayaan itu atau mengambil bagian dalam budaya itu (Ihromi, 1999). Kebudayaan memiliki sifat yang tidak statis dan adaptif (Ihromi, 1999). Kebudayaan selalu mengalami perubahan dan tidak sedikit perubahan tersebut ke arah yang negatif yang ditandai dengan memudarnya nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Adanya perubahan tersebut disebabkan karena derasnya arus globalisasi yang membawa berbagai budaya baru serta ketidakmampuan dalam membendung serangan dan mempertahankan budaya dasar (Novianto, 2008). Arus globalisasi tersebut ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan, teknik serta penggunaan dalam masyarakat, komunikasi dan transport, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan harapan dan tuntutan manusia (Susanto, 1977). Perubahan terhadap kebudayaan juga dapat disebabkan
2
karena pembauran budaya sehingga dapat berujung pada memudarnya suatu tradisi dan dapat memungkinkan ciri khas suatu etnis akan sulit untuk ditemukan khususnya dalam lingkungan perkotaan yang multikultural dan sangat heterogen (Sa’diyyah sebagaimana dikutip Siregar, 2003). Memudarnya suatu tradisi terjadi pada masyarakat Pontianak khususnya pada tradisi Pantang Larang. Dahulu Pantang Larang harus dilaksanakan dan dilakukan oleh orang tua. Namun sekarang telah terjadi perubahan sehingga banyak masyarakat Pontianak banyak mengabaikan tradisi tersebut (Aminah, 2006). Selain pada Masyarakat Pontianak, perubahan juga terjadi pada Masyarakat Batak di perkotaan. Perubahan tersebut terjadi dalam upacara adat pernikahan. Saat ini banyak pemuda Batak yang tidak melakukan upacara pernikahan sesuai dengan tradisi Batak. Masyarakat
perkotaan merupakan
masyarakat
yang
telah terjadi
pemudaran kebudayaan. Hal ini berbeda dengan masyarakat pedesaan dimana kebudayaan masih
kental (Redfield,
1982). Pembauran kebudayaan pada
masyarakat perkotaan menjadikan proses sosialisasi terhadap budaya asal sebagai suatu
yang
penting.
Wirutomo
sebagaimana
dikutip
Siregar
(2003)
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan proses sosialisasi yang nyata antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hal ini disebabkan karena industrialisasi, urbanisasi, dan modernisasi. Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan dari masyarakat Batak yang dijadikan sebagai konsep dasar kebudayaan Batak (Harahap, 1987). Dalihan na tolu terdiri dari dongan sabutuha, boru dan hula-hula. Dongan Sabutuha merupakan teman semarga, saudara, orang yang seibu-sebapak, berasal
3
dari keturunan yang sama. Boru adalah pihak penerima isteri, sedangkan hulahula adalah pihak pemberi isteri. Fungsi dari dalihan na tolu secara umum adalah menjaga integrasi masyarakat Batak (Sitorus, 1998). Dalihan na tolu adalah suatu bentuk nilai budaya Batak (Harahap, 1987). Sebagai suatu bentuk dari nilai budaya maka dalihan na tolu juga memiliki sifat yang tidak statis dan adaptif atau dapat berubah. Hal ini yang menyebabkan diperlukannya pemahaman mengenai dalihan na tolu oleh setiap individu dalam masyarakat Batak agar perubahan tersebut tidak diarahkan pada perubahan yang negatif dan tetap dijadikan pegangan dalam mengatur kehidupan masyarakat Batak (Damanik, 2006). Oleh sebab itu, pada masyarakat yang heterogen perlu melakukan proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu agar tetap bertahan menjadi suatu konsep dasar kebudayaan Batak dan tidak terhalang oleh adanya pembauran budaya. Proses sosialisasi dalihan na tolu juga penting dalam mempersiapkan generasi muda sebagai penerus agar kebudayaan tersebut tidak punah dan dapat dijadikan filtrasi dalam menghadapi perubahan kebudayaan. Proses sosialisasi tersebut dilakukan dengan pengendalian sosial yaitu melalui proses ajar didik, sanksi, ritus kolektif, dan alokasi posisi (Van Doorm Lammers sebagaimana dikutip Sajogyo dan Sajogyo, 1982).
1.2 Perumusan Masalah Dalihan na tolu merupakan konsep dasar dari kebudayaan Batak yang mengatur hubungan antar setiap individu (Harahap, 1987). Fungsi dari dalihan na tolu adalah menjaga integrasi dalam masyarakat Batak. Apabila masyarakat Batak
4
tidak menjalankan dalihan na tolu maka keseimbangan masyarakat Batak akan terancam (Sitorus, 1998). Perubahan kebudayaan dapat disebabkan karena kuatnya arus globalisasi dan pembauran budaya pada masyarakat heterogen. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukannya suatu proses sosialisasi tehadap kebudayaan. Oleh sebab itu dalihan na tolu harus disosialisasikan pada generasi muda Batak sebagai penerus kebudayaan Batak terutama yang tinggal di perkotaan. Hal ini agar dalihan na tolu tetap menjadi konsep dasar kebudayaan Batak di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: bagaimana proses pelembagaan dalihan na tolu pada masyarakat yang tinggal pada lingkungan perkotaan ? Permasalahan tersebut dijabarkan dalam pertanyaan yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana proses sosialisasi yang dilakukan dalam proses pelembagaan dalihan na tolu kepada generasi muda Batak ? 2. Apa faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu kepada generasi muda Batak ? 3. Bagaimana hubungan antara proses sosialisasi dengan pengetahuan dan sikap generasi muda Batak terhadap dalihan na tolu ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan:
5
1. Penjelasan proses sosialisasi yang dilakukan untuk pelembagaan dalihan na tolu kepada pemuda Batak. 2. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu kepada pemuda Batak. 3. Penjelasan hubungan antara proses sosialisasi yang dilakukan dengan pengetahuan dan sikap pemuda Batak terhadap dalihan na tolu.
1.4 Kegunaan Penelitian Bagi penulis hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Hasil penelitian ini juga dapat memberikan informasi kepada institusi yang melakukan pembinaan kebudayaan daerah. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi mahasiswa dan masyarakat luas untuk melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddahyah, yang merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990). Menurut Ihromi (1999) kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau diinginkan. Koentjaraningrat (1990) mengungkapkan kebudayaan memiliki tiga wujud yang terdiri dari: 1. Ideas, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya. Wujud kebudayaan ini sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya berada dalam alam pikiran warga masyarakat. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas dari yang lain, melainkan selalu berkaitan, menjadi suatu sistem. Dalam Bahasa Indonesia terdapat istilah lain untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat istiadat. 2. Activities, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitasaktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain dari hari-ke hari menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat,
7
sisitem sosial ini bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa difoto, dan didokumentasi. 3. Artifacts, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Seluruh total dari hasil fisik adalah aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat sehingga sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Ketiga wujud kebudayaan di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran dan ide, maupun karya manusia, menghasilkan kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya (Koentjaraningrat, 1990). Unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukkan ke dalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu. Namun harus diingat, kebudayaan tidak dapat bersifat statis dan selalu berubah. Tanpa adanya gangguan yang disebabkan oleh masuknya unsur budaya asing sekalipun suatu kebudayaan dalam masyarakat tertentu, pasti akan berubah dengan berlalunya waktu. Faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan menurut Soekanto sebagaimana dikutip Ambayoen (2006) adalah sebagai berikut: 1. Kontak dengan kebudayaan lain. 2. Sistem pendidikan formal yang maju.
8
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. 4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang merupakan delik. 5. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification). 6. Penduduk yang heterogen. 7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu. 8. Orientasi ke masa depan. 9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya. Dalam setiap kebudayaan selalu ada suatu kebebasan tertentu dari setiap individu terutama untuk memperkenalkan variasi dalam cara-cara berlaku yang pada akhirnya dapat dijadikan milik bersama dan di kemudian hari dapat menjadi suatu kebudayaan. Atau mungkin beberapa aspek lingkungan berubah dan memerlukan adaptasi kebudayaan yang baru (Ihromi,1999).
2.2 Dalihan Na Tolu Dalihan na tolu merupakan konsep dasar kebudayaan masyarakat Batak yang sifatnya sangat unik. Secara harafiah arti dalihan na tolu adalah kaki tungku nan tiga dan merupakan lambang sistem sosial masyarakat Batak yang terdiri dari tiga tiang penopang, yaitu dongan sabutuha, boru, dan hula-hula. Hal tersebut seperti yang diungkapkan dalam semboyan Batak yang berbunyi manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhula-hula, yang artinya: “Hendaklah
9
hati-hati dengan teman semarga, terhadap boru haruslah melayani, dan kepada hula-hula harus dengan sikap menyembah.” (Siahaan, 1982). Dalihan na tolu merupakan tiang utama penyangga kehidupan seluruh tatanan kebudayaan Batak yang terdiri dari hula-hula - dongan sabutuha - boru. Di atas ketiga kaki tungku inilah seluruh tatanan sosio kultural disandarkan (Harahap, 1987). Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan masyarakat Batak yang mengatur kekerabatan antarindividu. Dalihan na tolu dapat dianalogikan dengan tiga kaki tungku-masak di dapur tempat menjajakan periuk yang terdiri dari unsur pihak semarga, pihak yang menerima isteri dan pihak yang memberi isteri. Dalihan na tolu merupakan salah satu dan merupakan nilai utama dari nilai inti budaya suku Batak (Daulay, 2006). Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalihan na tolu adalah suatu bentuk kebudayaan berupa sistem kekerabatan yang mengatur hubungan antar manusia masyarakat Batak yang merupakan nilai utama dari inti budaya Batak yang terdiri dari ketiga unsur yaitu dongan sabutuha, hulahula, dan boru. Unsur-unsur dalam dalihan na tolu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dongan sabutuha, secara harafiah teman yang berasal dari kandungan yang sama (sabutuha = sekandungan) atau dalam arti luas disebut sebagai teman semarga. Marga merupakan satuan kelompok yang berasal dari jalur keturunan yang sama yang berasal dari keturunan pihak ayah, hal tersebut dikarenakan sistem kekerabatan orang Batak adalah patrilineal dimana laki-laki membentuk kelompok kekerabatan dan perempuan menciptakan hubungan besan dengan pihak yang lain (Vergouwen, 1986).
10
2. Hula-hula, secara harafiah adalah pihak pemberi isteri. Misalkan sebuah keluarga memiliki anak perempuan maka pihak perempuan itu menjadi hula-hula bagi pihak suaminya. Prinsip yang dipegang teguh masyarakat Batak ialah klen pria yang menerima seorang wanita menjadi anggotanya karena kawin dengan putera dari klen tersebut maka klen pria sangat berhutang budi kepada klen yang memberikan wanita tersebut. Sang wanita dan klen suaminya harus tetap hormat menyembah hula-hula seolah-olah sebagai sumber berkat. Hula-hula dianggap sebagai pemberi kebahagiaan, ketentraman batin dan juga sumber kemakmuran. 3. Boru, secara harafiah diartikan sebagai pihak yang menerima isteri. Misalkan sebuah keluarga memiliki anak perempuan, marga suami dari anak perempuannya itu menjadi boru bagi marga kepala keluarga tersebut. Ketiga unsur dalam dalihan na tolu tersebut saling betalian satu dengan yang lain dan tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut karena setiap orang dapat menjadi dongan sabutuha, boru, maupun hula-hula bagi individu yang lainnya. Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut: misalnya X adalah seorang suami dari Y. Apabila X sedang berada pada keluarga Y maka ia berperan sebagai boru. Apabila X sedang berada pada keluarganya maka ia berperan sebagai dongan tubu. Sedangkan apabila X memiliki anak perempuan dan menikah dengan keluarga Z maka X adalah hula-hula bagi keluarga Z. Dalihan na tolu dapat dikategorikan sebagai wujud kebudayaan ideas, activities, dan artifacts. Dikatakan sebagai ideas karena dalihan na tolu merupakan suatu gagasan yang merupakan nilai inti dari masyarakat Batak dan bertalian satu dengan yang lain. Dalam wujud yang demikian sifatnya sangat
11
abstrak, tak dapat diraba maupun difoto. Apabila dalihan na tolu sudah diimplementasikan dalam sebuah aktivitas seperti upacara adat dan kebiasaan ‘martutur’ maka wujud dari sistem kekerabatan ini adalah activities. Martutur merupakan penelusuran mata rantai istilah kekerabatan jika ia berjumpa dengan orang Batak lainnya. Hal tersebut untuk mengetahui apakah yang satu masih kerabat dari yang lainnya dan bagaimana cara yang seharusnya untuk saling bertutur sapa. Dalam wujud artifacts terlihat dalam ulos. Secara harafiah ulos adalah selimut untuk menghangatkan badan. Ulos merupakan kain tradisional Batak berupa selendang yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan orang lain. Pemberian ulos didasarkan pada dalihan na tolu dimana seseorang hanya boleh mengulosi (memberi ulos) orang lain yang menurut kekerabatan berada di bawahnya. Misalnya orang tua boleh mangulosi anak, tetapi anak tidak boleh mangulosi orang tua atau seorang boru tidak boleh mangulosi hula-hula. Prinsip dalihan na tolu dijadikan konsep dasar kebudayaan Batak baik di kampung halaman atau desa maupun tanah perantauan (Harahap, 1987). Desa bagi masyarakat Batak merupakan suatu unit genealogis dan teritorial dimana warga desa diikat oleh hubungan darah dari satu leluhur. Selain itu prinsip tersebut digunakan dalam setiap upacara adat yang mencakup upacara adat perkawinan, kematian, dll. Apabila tidak berdasarkan pada adat dalihan na tolu maka tidak dapat dikatakan sebagai upacara adat Batak (Siahaan, 1982). Upacara adat dikatakan berdasarkan adat dalihan na tolu apabila ia mengundang dongan sabutuha, hula-hula, dan boru serta melakukan berbagai prosesi berdasarkan ketentuan adat.
12
Pada tahap yang lebih tinggi dalihan na tolu dihayati sebagai sistem kognitif yang memberikan pedoman bagi orientasi setiap orang Batak. Hal ini ditunjukkan dengan Pada tingkat selanjutnya, dalihan na tolu adalah pengetahuan kolektif yang menentukan persepsi dan definisi terhadap realitas (Harahap, 1987). Mekanisme dalihan na tolu menurut Sitorus (1998) berfungsi memelihara kesatuan (integrasi) masyarakat Batak Toba. Hal tersebut dapat berlangsung karena keluarga inti menjalankan fungsi-fungsi hula-hula, dongan tubu, dan boru pada tempat, waktu, dan konteks peristiwa dan dengan cara yang benar. Fungsifungsi itu adalah: 1. Hula-hula memberi pengayoman 2. Dongan sabutuha menanggung bersama beban ringan maupun berat (solidaritas). 3. Boru “berkorban” untuk hula-hula. Sekali keluarga inti berhenti menjalankan fungsi-fungsi di atas, maka integrasi masyarakat akan terancam. Nasib prasyarat integrasi tersebut ditentukan oleh sejauh mana terjadi keseimbangan dalam pelaksanaan tri-fungsi dalihan na tolu. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: apabila seseorang tidak menjalankan peran berdasarkan statusnya maka peran tersebut tidak dapat digantikan oleh orang lain yang mimiliki status yang berbeda. Keadaan ini menjadikan adanya peran yang tidak dijalankan, contohnya: jika hula-hula tidak menjalankan fungsinya, maka tidak ada yang memberikan pengayoman; jika dongan sabutuha tidak menjalankan fungsinya, maka tidak ada yang menanggung beban; jika boru tidak menjalankan fungsinya, maka tidak ada yang berkorban atau melayani. Hal ini dapat mengancam integrasi masyarakat Batak.
13
Sejalan dengan Sitorus, Daulay (2006) mengungkapkan bahwa fungsi dari dalihan na tolu adalah menciptakan integrasi terhadap ketiga unsur dalihan na tolu melalui perkawinan. Selain itu, fungsi dalihan na tolu merupakan pengenalan garis keturunan pada setiap individu masyarakat Batak. Kekuatan kekerabatan terwujud dalam pemakaian tutur atau sapa. Secara singkat, dalihan na tolu mengatur mekanisme integritas dan identitas antar marga (clan). Nilai tersebut diaplikasikan dalam bentuk sosial adat dalihan na tolu. Segi khusus dalam pelaksanaan fungsi dalihan na tolu adalah proses pertukaran apabila dua keluarga inti dihubungkan: satu melakukan fungsi hulahula dan satu lainnya melakukan fungsi boru. Pertukaran harusnya terjadi dalam batas-batas keseimbangan, tidak ada yang merasa dirugikan, sehingga tidak mengganggu integrasi masyarakat. Hubungan tersebut menjadikan affina bagi individu yang satu dan lainnya; mereka menciptakan hubungan partondongan = saling affina; tidak dipertalikan oleh hubungan darah. Fungsi hula-hula, dongan tubu dan boru dilakukan dengan oleh keluarga inti yang berbeda, tetapi dalam suatu ikatan interaksi (Sitorus, 1998).
2.3 Perilaku Perilaku merupakan reaksi dari hasil interaksi antar individu dengan rangsangannya atau lingkungannya. Menurut Goldmith sebagaimana dikutip Lutfiah (2007) perilaku individu adalah segala sesuatu yang meliputi pengetahuannya (knowledge) yang menjadi sikapnya (attitude), dan yang bisa dikerjakan (action). Adapun perilaku muncul sebagai hasil interaksi antar individu dengan lingkungannya. Dengan demikian perilaku juga dapat dikatakan sebagai
14
reaksi yang terjadi karena adanya stimulus atau interaksi antara individu dengan lingkungannya dan benar-benar dilakukan seseorang dalam bentuk tindakan. Menurut Smith sebagaimana dikutip Sarwono (2002), perilaku manusia sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari luar maupun dari dalam. Perilaku bukanlah faktor yang kuat tetapi dapat berubah, diubah, dan berkembang sebagai hasil interaksi individu yang bersangkutan dengan lingkungannya. Mengacu pada pendekatan psikologi, Mugniesyah (2006) mengungkapkan bahwa perilaku individu mencakup domain atau ranah, yaitu: 1. domain atau ranah kognitif atau pengetahuan 2. domain atau ranah afektif atau sikap 3. domain psikomotorik atau keterampilan Perubahan perilaku diperoleh dari hasil proses belajar. Secara sederhana perubahan perilaku yang ingin dicapai oleh individu yang belajar adalah perubahan pada aspek pengetahuan (knowladge), sikap (attitude), keterampilan (skill). Bloom sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006) mengembangkan klasifikasi hasil atau tujuan belajar yang dilihat dari tiga ranah perilaku yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun rincian dari setiap ranah perilaku tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Ranah kognitif a. Pengetahuan, pada tahap ini individu dapat mengingat berbagai hal yang pernah tersimpan dalam ingatannya.
15
b. Pemahaman, pada tahap ini individu mempunyai kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari berbagai hal yang pernah dilakukan dan dipelajarinya. Pada tahap ini kemampuan individu dapat ditunjukkan
dengan
menerangkan,
menerjemahkan,
dan/atau
menginterpretasikan sesuatu yang dilihat dan didengarnya dengan menggunakan kata-kata sendiri. c. Penerapan, kemampuan individu untuk mengaplikasikan (dalam pikiran) apa yang telah dipelajari dengan menerapkannya pada suatu kasus atau problem baru. d. Analisa, kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. e. Sintesa, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan pola baru. f. Evaluasi, individu dapat memberikan penilaian terhadap suatu atau membanding keunggulan dan kelemahan sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pendapat itu dengan kriteria tertentu. 2. Ranah afektif a. Penerimaan, mencakup kemampuan seseorang yang belajar untuk menerima hal-hal yang baru atau sikap menerima terhadap sesuatu dengan menunjukkan sikap mendengar dengan penuh perhatian, sadar akan pentingnya belajar b. Menanggapi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan
16
dengan memberikan suatu reaksi dengan menunjukkan minat terhadap sesuatu c. Penilaian/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk sikap menerima, menolak atau mengabaikan d. Organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan e. Menghayati, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan
sedemikian
rupa,
sehingga
menjadi
milik
pribadi
(internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. 3. Ranah psikomotorik, hasil belajar melibatkan unsur saraf, otak, dan otot yang ada pada tubuh dengan tujuah kategori hasil belajar, yaitu persepsi, set, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa atau mekanis, gerakan kompleks, adaptasi, kreativitas.
2.4 Sosialisasi dalam Proses pelembagaan Untuk menciptakan hubungan manusia dalam lembaga kemasyarakatan maka dirumuskan norma-norma masyarakat (Soekanto, 2002). Awalnya norma dibuat secara tidak sengaja. Namun semakin lama norma dibuat secara sadar. Setiap norma memiliki kadar kekuatan mengikat yang berbeda. Untuk melihat kadar mengikatnya maka terdapat empat tingkatan norma, yaitu:
17
1. Cara (usage), pada tingkatan ini norma memiliki kekuatan yang sangat lemah. Cara (usage) lebih menonjol dalam hubungan individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya hanya mendapat celaan dari individu yang dihubunginya. 2. Kebiasaan (folkways), pada tingkat ini norma memiliki kekuatan mengikat yang lebih besar. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulangulang dalam bentuk yang sama, merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan itu. Kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Penyimpangan terhadapnya akan dianggap sebagai penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. 3. Tata kelakuan (mores), mencerminkan sifat-sifat hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak, oleh masyarakat dan anggota-anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di pihak lain melarangnya, sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Tata kelakuan penting karena tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu, mengidentifikasi individu dengan kelompoknya, menjaga solidaritas antar anggota masyarakat. 4. Adat istiadat (custom), adat istiadat memiliki daya ikat yang tinggi dimana pelanggaran terhadap adat istiadat mendapat sangsi yang keras yang secara tidak langsung diperlakukan. Biasanya yang melakukan pelanggaran akan dikeluarkan dari masyarakat.
18
Norma-norma di atas mengalami proses yang pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization).
Suatu norma tertentu dikatakan telah
melembaga apabila norma tersebut telah diketahui, dipahami dan dimengerti, ditaati, dihargai. Proses pelembagaan tidak berhenti pada suatu tahap institutionalized saja, tetapi menjadi internalized dimana para anggota masyarakat dengan sendirinya berperilaku sejalan dengan perilaku yang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Proses pelembagaan norma diatas adalah menggunakan pengendalian sosial. Pengendalian sosial merupakan suatu proses pengawasan, yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (contoh: ibu mendidik anak untuk menyesuaikan diri pada kaidah yang berlaku) atau mungkin dari individu terhadap suatu kelompok sosial, dan selanjutnya dilakukan oleh suatu kelompok kepada kelompok yang lainnya. Tujuan utama dari pengendalian sosial adalah mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan yang ada dalam masyarakat. Proses pengendalian sosial dapat bersifar prefentif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Prefensi merupakan suatu pencegahan terhadap terjadinya gangguan pada keserasian. Usaha prefentif dijalankan melalui sosialisasi, pendidikan formal, dan informal. Sedangkan represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah yang berlaku (Soekanto, 2002).
19
Bentuk pengendalian sosial adalah sosialisasi. Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Selain itu sosialisasi merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan dan pewarisan kebudayaan serta tingkah laku dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Proses sosialisasi ini dialami individu sejak lahir hingga meninggal dunia dan dalam proses tersebut si individu belajar mengenali nilai, sikap, keahlian dan berbagai peranan yang secara keseluruhan membentuk kepribadiannya, baik secara langsung maupun tidak langsung dari keluarga maupun lingkungannya (Adiwijaya dkk sebagaimana dikutip Siregar 2003). Berkaitan dengan hal di atas maka George Ritzer sebagaimana dikutip Soe’oed (1999) membagi siklus kehidupan manusia dalam empat tahap, yaitu: 1. Tahap kanak-kanak, pada tahap ini orang tua sangat berperan dalam sosialisasi karena orang tua dinilai memiliki kewajiban untuk mengajarkan kepada anaknya tentang kehidupan. Apa yang dilakukan orang tua pada masa hidupnya sangat menentukan kepribadian tentang anak tersebut. 2. Tahap remaja, merupakan masa transmisi dari anak-anak menuju dewasa. Sosialisasi pada tahap remaja dapat disebut sebagai suatu gejala “reverse socialization” yang mengacu pada cara di mana orang yang lebih muda dapat menggunakan pengaruh mereka kepada yang lebih tua. 3. Tahap dewasa, pada tahap ini sosialisasi merupakan proses dimana individu dewasa mempelajari norma, nilai, dan peranan yang baru dalam lingkungan sosial yang baru pula. Proses belajar di sini lebih intensif, belum tentu sama dengan nilai, norma yang diperoleh pada kesempatan
20
sebelumnya atau di lingkungan sosial yang lainnya, mungkin berbeda bahkan bertentangan. 4. Tahap tua, proses sosialisasi bagi orang lanjut usia dimulai secara perlahan-lahan. Ketika seorang mencapai lanjut usia maka mereka harus bergantung kepada orang lain Menurut Sunarto (1993), sosialisasi merupakan keseluruhan kebiasaan yang dimiliki manusia baik dalam bidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama dan sebagainya yang harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat melalui suatu proses. Proses sosialisasi merupakan pembinaan dan pengembangan budaya yang berlangsung berupa kegiatan-kegiatan yang melibatkan generasi muda dalam rangkaian proses belajar dan penghayatan nilainilai budaya yang berlaku di masyarakat dengan ajaran, bimbingan, keteladanan dari generasi orangtua (Sucipto, 1998). Menurut Fuller dan Sunarto (1993) terdapat empat agen sosialisasi, yang terdiri dari: 1. Keluarga. Agen sosialisasi terdiri atas orangtua dan saudara kandung. Pada masyarakat yang mengenal sistem keluarga luas, agen sosialisasi bisa berjumlah banyak dan mencakup nenek, kakek, paman, bibi dan lainnya. Pada tahap ini terjadi proses significant other dimana seorang anak mulai belajar berkomunikasi secara verbal dan non-verbal. Kemampuan anak akan mencapai tahap play-stage dalam pengambilan peranan orang lain. Ia mulai mengidentifikasi diri sebagai diri seorang anak laki-laki dan anak perempuan.
21
2. Teman Bermain. Biasanya seorang anak yang tengah bepergian atau merantau, maka anak tersebut akan memperoleh agen sosialisasi di luar keluarga yaitu teman bermain baik yang terdiri dari kerabat maupun tetangga atau teman sekolah. Pada tahap ini memasuki game stage. 3. Sekolah. Dalam sekolah, seorang anak akan mempelajari hal-hal baru yang belum dipelajari sebelumnya dalam keluarga ataupun dalam kelompok bermain. 4. Media Massa. Media massa sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh terhadap perilaku khayalaknya. Perkembangan teknologi yang semakin maju telah meningkatkan kualitas pemberi pesan serta peningkatan frekuensi pengenaan masyarakat sehingga memberi peluang yang semakin tinggi bagi media massa untuk berperan sebaagai agen sosialisasi. Menurut Van Doorm Lammers yang dikutip oleh Sajogyo dan Sajogyo (1982) proses sosialisasi dilakukan melalui pengendalian sosial yang meliputi empat proses sebagai berikut: 1. Proses ajar, didik, atau pewarisan. Proses belajar menurut Witting yang dalam Muhibbin yang dikutip oleh Aminah (2007) menyatakan belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil dari pengalaman. Proses belajar sosial terjadi dalam urutan yang meliputi tahap perhatian, tahap penyimpanan dalam ingatan, tahap reproduksi, dan tahap motivasi. 2. Dengan sanksi, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah tindakan-tindakan atau hukuman untuk memaksa orang menepati
22
perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang. Lubis sebagaimana dikutip Aminah (2007) mengungkapkan bahwa sanksi dapat dibagi ke dalam tiga bentuk yaitu: (a) sanksi fisik berupa kontrol negatif, pengusiran, permusuhan, dan hukuman fisik; (b) sanksi ekonomi berupa hukuman ekonomi, intimidasi ekonomi dan hadiah atau ganjaran ekonomi; dan (c) sanksi psikologis berupa hukuman secara psikologis dan ganjaran atau hadiah secara psikologis. 3. Ritus kolektif, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah tata cara dalam upacara secara bersama-sama. 4. Alokasi posisi-posisi adalah adanya peranan-peranan tertentu yang dilakukan berdasarkan status yang dimilikinya.
2.5 Berbagai Kasus Sosialisasi Tradisi di Indonesia Proses sosialisasi terhadap tradisi
atau kebudayaan juga dilakukan di
berbagai tempat di Indonesia. Berikut adalah contoh kasus proses sosialisasi terhadap tradisi atau kebudayaan yang terjadi di Indonesia: 1. Proses ajar didik. Dalam masyarakat Tengger proses ajar melalui forum formal dan informal. Pada forum formal dilakukan dengan melakukan proses pengajaran di sekolah. Pengajaran mengenai adat dan tradisi Tengger dilakukan bersama-sama dengan pelajaran agama Hindu maupun PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Pengajaran mengenai Adat tengger bahkan sudah mulai dirintis di tingkat Sekolah Menengah Umum. Pada forum non formal dilakukan proses ajar-didik tata cara upacara adat Entas-Entas yang dilakukan oleh tokoh adat. Tokoh adat
23
mengajarkan tradisi tersebut saat persiapan upacara adat dimana pada saat itu masyarakat dapat bebas menanyakan mengenai tradisi Entas-Entos (Ambayoen, 2006). Dalam masyarakat Melayu Pontianak, proses ajar didik dilakukan secara informal dengan melakukan pengajaran oleh orang tua kepada anaknya mengenai tradisi Pantang Larang (Aminah, 2007). Proses tersebut dilaksanakan apabila seseorang akan memasuki prosesi perkawinan, masa kehamilan dan melahirkan pada saat itu orang tua mengajarkan mengenai Pantang Larang agar dapat mengingat pantang larang yang sedang dijalani. 2. Dengan sanksi. Pada masyarakat Melayu Pontianak sanksi berkenaan dengan tradisi Pantang Larang disampaikan ketika upacara perkawinan kepada calon pengantin, pada pasangan suami isteri di masa kehamilan dan kelahiran (Aminah, 2007). Apabila mereka melanggar pantang larang yang diberikan kepada mereka maka mereka akan mendapat dampaknya pada diri mereka sendiri. Pada masyarakat Tengger sanksi diberikan berupa hukuman moral dengan dikucilkan dari pergaulan apabila ada yang meninggalkan upacara Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat. Selain itu sanksi berupa imbalan terlihat dengan adanya penghargaan dan pengakuan masyarakat berupa tingkat pengetahuan yang dimiliki (pemberian predikat sebagai orang yang paham budaya), pada tahap selanjutnya mereka dapat dicalonkan/ mencalonkan diri menjadi tokoh adat seperti Legen, Wong Sepuh atau bahkan dicalonkan sebagai dukun (Ambayoen, 2006).
24
3. Ritus kolektif. Dalam masyarakat Tengger ritus kolektif ditunjukkan dengan upacara-upacara adat seperti Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujaan Kapat yang masih dilakukan doleh masyarakat Tengger dan melibatkan banyak orang, sehingga generasi muda dan warga masyarakat lainnya dapat mengikuti (Ambayoen, 2006). Secara khusus upacara adat Pujaan Kapat semua masyarakat Desa dapat mengikuti upacara adat ini dan mereka dapat merasa ikut memiliki hajat ini. Pada masyarakat Melayu Pontianak ritus kolektif salah satunya ditunjukkan pada upacara adat seperti prosesi perkawinan dan kehamilan. Pada saat itu orang tua atau dukun kampung menyampaikan pantang larang kepada calon pengantin dan calon orang tua bayi agar mereka dapat menjalakan pantang larang dengan tepat (Aminah, 2007). 4. Alokasi posisi. Pada masyarakat Tengger alokasi posisi terlihat dari kuatnya peranan kepala desa dalam melestarikan budaya Tengger dengan mensosialisasikan berbagai ketentuan-ketentuan adat seperti penggunaan pakaian adat di setiap upacara. Selain itu alokasi posisi juga terlihat dari peran keluarga yang menjalin komunikasi dengan generasi muda untuk mensosialisasikan kebudayaan Entas-Entas (Ambayoen, 2006). Pada masyarakat Melayu Pontianak alokasi posisi terlihat dari kepatuhan yang besar antara anak kepada orang tua berkenaan dengan tradisi Pantang Larang, sehingga tradisi tersebut tetap dijalankan oleh generasi muda (Aminah, 2007).
25
2.6 Kerangka Pemikiran Dalihan na tolu adalah salah satu bentuk kebudayaan Batak yang dijadikan sebagai tiang utama penyangga kehidupan seluruh tatanan kebudayaan Batak. Sebagai suatu bentuk dari kebudayaan dalihan na tolu bersifat tidak statis dan adaptif. Hal tersebut dapat menyebakan adanya perubahan terhadap dalihan na tolu sebagai akibat dari majunya ilmu pengetahuan, teknik serta penggunaannya, komunikasi dan transport, serta pembauran dengan kebudayaan lain. Oleh sebab itu, perlu adanya sosialisasi terhadap dalihan na tolu di kalangan generasi muda Batak yang pada lingkungan perkotaan. Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dipengaruhi oleh agen sosialisasi utama yaitu keluarga terutama orang tua (Sunarto, 1993). Pada penelitian ini, aspek orang tua diukur dengan melihat faktor orang tua yang meliputi status orang tua, keterlibatan dalam organisasi Batak, dan tingkat pendidikan. Sosialisasi dalihan na tolu juga dipengaruhi adalah faktor individu dan faktor sosial (Rogers dan Shoemaker, 1971). Pada penelitian ini faktor individu meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan daerah asal, sedangkan faktor sosial pemuda meliputi oleh keterlibatan individu dalam organisasi Batak dan teman bermain. Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dilakukan dengan sistem pengendalian sosial. Pengendalian sosial dilakukan dengan empat komponen, yaitu proses ajar didik, sanksi, alokasi posisi, ritus kolektif. Pengendalian sosial yang dilakukan mempengaruhi perilaku generasi muda terhadap dalihan na tolu. Perilaku dapat dilihat dari dua domain atau ranah perilaku yaitu komponen pengetahuan dan sikap. Ranah psikomotorik (keterampilan) dalam dalihan na tolu
26
tidak dibahas karena sulit untuk dikaji. Secara ringkas, hubungan variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor Orang tua • Etnis • Keterlibatan Orang Tua dalam organisasi Batak • Tingkat pendidikan Orang tua
Faktor Individu • Jenis kelamin • Usia • Tingkat pendidikan individu • Daerah asal
Proses sosialisasi dalihan na tolu • Proses ajar didik • Sanksi • Alokasi posisi • Ritus kolektif
Perilaku • Pengetahuan • Sikap
Faktor sosial individu • Keterlibatan individu dalam organisasi Batak • Teman bermain
Keterangan: Bergubungan dengan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu, 2008
27
2.7 Hipotesa Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan di atas maka hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor orang tua (etnis, keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak, tingkat pendidikan) mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu. 2. Faktor individu (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, daerah asal) mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu 3. Faktor sosial (keterlibatan dalam organisasi Batak, teman sepermainan) mempengaruhi proses sosialisasi dalihan na tolu 4. Proses sosialisasi dalihan na tolu mempengaruhi pengetahuan dan sikap pemuda Batak terhadap dalihan na tolu.
2.8 Definisi Operasional 1. Etnis adalah suku orang tua kandung (ayah dan ibu) dari responden. Kategori etnis orang tua dari responden diukur dengan melihat dua kategori yang terdiri dari: a. Kedua orang tua responden bersuku Batak diberi skor 2 b. Salah satu orang tua responden yang bersuku Batak diberi skor 1 2. Keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak adalah keikutsertaan orang tua responden dalam kegiatan organisasi Batak. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, keterlibatan dalam organisasi Batak dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori yang terdiri dari: a. Sedikit apabila orang tua responden terlibat
2 organisasi sosial Batak
28
b. Tinggi apabila orang tua responden terlibat > 2 organisasi sosial Batak 3. Tingkat pendidikan orang tua (ayah dan ibu) responden adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh orang tua responden sampai pada wawancara berlangsung. Tingkat pendidikan diukur berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner. Pemberian skor dilakukan sebagai berikut: SD diberi skor 1, SMP diberi skor 2, SMU diberi skor 3, Perguruan tinggi diberi skor 4. Selanjutnya, skor ayah dan ibu dijumlahkan dan dikategorikan menjadi: a. Rendah apabila skor < 5 b. Tinggi apabila skor
5
4. Jenis kelamin adalah identitas biologis responden yang terdiri dari: a. Laki-laki diberi kode 1 b. Perempuan diberi kode 2 5. Usia adalah lama hidup responden dari sejak lahir sampai ketika diwawancarai, diukur dalam tahun. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, usia responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 tingkatan, yaitu: a. Rendah apabila Usia 17 - 20 tahun dan diberi skor 1 b. Tinggi apabila Usia 21 - 25 tahun dan diberi skor 2 6. Tingkat pendidikan individu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh responden sampai pada wawancara berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, tingkat
29
pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi empat tingkatan, yaitu: a. SD diberi skor 1 b. SMP diberi skor 2 c. SMU diberi skor 3 d. Perguruan tinggi diberi skor 4 7. Daerah asal adalah lokasi tempat responden ketika dilahirkan. Daerah asal responden dilihat dari 2 kategori yang meliputi: a. Di luar Sumatera Utara diberi kode 1 b. Di Sumatera Utara diberi kode 2 8. Keterlibatan individu dalam organisasi sosial adalah keikutsertaan responden dalam kegiatan organisasi Batak. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, keterlibatan dalam organisasi Batak dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua kategori yang terdiri dari: a. Sedikit apabila responden terlibat
1 organisasi sosial Batak
b. Tinggi apabila responden terlibat > 1 organisasi sosial Batak 9. Teman bermain adalah teman reponden yang berinteraksi secara intensif rata-rata 2 kali seminggu dalam 6 bulan terakhir dengan responden dilihat dari etnisnya. Teman responden dalam penelitian ini dilihat dari jumlah teman responden yang berdasarkan sukunya. teman bermain responden dikategorikan menjadi: a. Sedikit apabila jumlah teman responden yang bersuku non Batak lebih banyak daripada yang bersuku Batak
30
b. Sedang apabila jumlah teman responden yang bersuku non Batak berimbang dengan yang bersuku Batak c. Tinggi apabila jumlah teman responden yang bersuku Batak lebih banyak daripada yang bersuku non Batak 10. Proses sosialisasi adalah cara yang dilakukan oleh orang lain untuk mengajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dalihan na tolu terhadap responden. Proses sosialisasi terdiri dari empat aspek, yaitu: a. Ajar didik adalah penjelasan berupa pengajaran yang pernah diberikan oleh berbagai pihak kepada responden mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dalihan na tolu. Proses ajar didik diukur dari jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai ajar didik di kuesioner yaitu pertanyaan nomor 1 sampai 5 pada bagian 4. b. Sanksi adalah hukuman dan ganjaran yang pernah diberikan oleh orang lain kepada responden terhadap tindakan responden berkenaan dengan ketentuan dalihan na tolu. Sanksi diukur dari jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai sanksi di kuesioner yaitu pertanyaan nomor 6 sampai 4 dan nomor 10 sampai 11 pada bagian empat. c. Alokasi posisi adalah peran yang dilaksanakan oleh orang lain berkenaan dengan statusnya dalam proses pelembagaan dalihan na tolu. Diukur dari jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai alokasi posisi di kuesioner yaitu pertanyaan terbuka pada nomor 1 sampai 11 pada bagian empat
31
d. Ritus kolektif adalah aktivitas adat berupa upacara-upacara adat Batak yang pernah dihadiri responden. Ritus kolektif diukur diukur dari jawaban responden melalui kuesioner. Pertanyaan mengenai alokasi posisi di kuesioner yaitu pertanyaan nomor 11 pada bagian empat. Secara keseluruhan proses sosialisasi diukur dari jawaban responden melalui kuesioner yaitu sebanyak 11 pertanyaan. Apabila responden menjawab “Ya” maka diberi skor 2 dan jika menjawab “Tidak” diberi skor 1. Selanjutnya pengukuran proses sosialisasi adalah sebagai berikut: a. Rendah apabila skor pertanyaan
16
b. Tinggi apabila skor pertanyaan > 16 11. Aspek kognitif adalah pengetahuan responden tentang dalihan na tolu. Aspek kognitif diukur dengan mengajukan 14 pertanyaan berkenaan dengan dalihan na tolu. Kategori aspek kognitif adalah sebagai berikut: a. Rendah apabila jumlah pertanyaan benar < 8 b. Tinggi apabila jumlah pertanyaan benar
8
12. Aspek afektif adalah perasaan senang atau tidak senang responden berkenaan dengan dalihan na tolu. Diukur dengan memberikan 10 pertanyaan mengenai sikap terhadap dalihan na tolu, mulai dari “sangat setuju” diberi skor 5, “setuju” diberi skor 4, “ragu-ragu” diberi skor 3 , “tidak setuju” diberi skor 2, dan “sangat tidak setuju” diberi skor 1. selanjutnya pengukuran aspek afektif adalah sebagai berikut: a. Rendah apabila skor pertanyaan < 30 b. Tinggi apabila skor pertanyaan
30
32
BAB III METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yaitu pada suatu perkumpulan masyarakat Batak di Sarua Permai, Ciputat yang bernama Parsahutaon Dalihan na tolu. Penelitian dilakukan pada pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu. Lokasi penelitian dipilih berdasarkan kemudahan akses dan pertimbangan bahwa Parsahutaon Dalihan na tolu merupakan suatu kelembagaan Batak yang berada pada masyarakat perkotaan dan para pemudanya telah membentuk suatu kelembagaan baru yang berada pada naungan kelembagaan Parsahutaon Dalihan na tolu. Proses penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei dan Juni 2008. Waktu penelitian terdiri dari wawancara kuesioner (10 sampai dengan 25 Mei 2008) dan wawancara kelompok (1 Juni 2008 dan 7 Juni 2008). Pengolahan data dan penulisan hasil laporan dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan Juni 2008.
3.2 Teknik Pemilihan Reponden Dalam penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah anggota pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu masyarakat Batak di Sarua Permai-Ciputat, orang tua pemuda dan pendiri perkumpulan masyarakat Batak di Sarua PermaiCiputat untuk memperoleh gambaran mengenai lokasi penelitian.
33
Penentuan sampel bagi responden dilakukan dengan menggunakan metode sampel jenuh yang menjadikan seluruh populasi menjadi sampel penelitian. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 60 orang. Namun karena beberapa pemuda parsahutaon yang melaksanakan pendidikan dan bekerja di luar Ciputat serta ada pemuda yang pindah sementara, maka yang menjadi sampel penelitian hanya berjumlah 40 orang.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survai. Metode survai adalah penelitian yang menggunakan
kuesioner
sebagai
alat
pengumpulan
data
yang
pokok
(Singarimbun, 1995). Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan mengenai sosialisasi sistem kekerabatan dalihan na tolu pada generasi muda yang terdiri dari faktor orang tua, faktor individu, aktivitas sosial, dan proses sosialisasi dalihan na tolu. Kuesioner dapat dilihat pada lampiran 1. Pada awalnya peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada seluruh pemuda Batak yang berada di Sarua Permai. Jumlah responden adalah 40 orang. Kuesioner yang terkumpul kemudian diolah. Dari hasil pengolahan data kemudian dipilih 10 responden secara purposive untuk dijadikan subyek dalam wawancara kelompok melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2000). Instrumen pengumpulan data yang digunakan
34
berupa pedoman wawancara guna melengkapi hasil penelitian kuantitatif. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran 2. Selanjutnya pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada orang tua dari pemuda untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya. Wawancara kemudian dilakukan kepada Bapak Ch. Sihombing yang merupakan tokoh di Parsahutaon Dalihan na tolu untuk memperoleh gambaran mendalam mengenai dalihan na tolu. Data sekunder diperoleh dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah tangga Parsahutaon Dalihan na tolu melalui pengurus parsahutaon. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan data anggota Pemuda Parasahutaon Dalihan na tolu.
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data
primer
kuantitatif
kemudian
ditabulasi
dan
diuji
dengan
menggunakan uji statistik non-parametrik melalui uji Chi-Square untuk melihat hubungan antar variabel dengan data berskala nominal. Sementara itu, untuk data dengan skala ordinal diolah dengan menggunakan uji Korelasi Spearman. Pengolahan data untuk Chi-Square dan uji Spearmen dilakukan dengan menggunakan komputer dengan program SPSS for Windows versi 13.0. Hal ini dilakukan guna ketepatan, kecepatan proses perhitungan, dan kepercayaan hasil pengujian. Hasil dari pengolahan tersebut kemudian dilakukan analisis dan diinterpretasikan untuk memperoleh kesimpulan. Dalam penelitian ini uji Chi-Square untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dan proses sosialisasi serta hubungan tempat lahir dengan proses
35
sosialisasi. Rumus Chi-Square berdasarkan buku Metedologi Penelitian Survay oleh Singarimbun (1995) adalah: (f0 – ft)²
²= ft Keterangan: ² = Kai kuadrat f0 = Frekuensi yang diperoleh melalui survay
ft = Frekuensi yang diharapkan
Selain itu uji Korelasi Rank Spearman untuk menguji hubungan faktor orang tua reponden (meliputi: etnis orang tua reponden, keterlibatan dalam organisasi sosial, tingkat pendidikan), faktor individu (tingkat pendidikan, usia, daerah asal), faktor sosial responden (teman bermain, keterlibatan dalam organisasi sosial) terhadap proses sosialisasi dan proses sosialisasi terhadap tingkat kognitif dan afektif. Untuk melihat hubungan yang nyata atau tidak, maka P-value dibandingkan dengan taraf nyata 5 % atau 0.05 dan selang kepercayaan 95 %. Nilai Rs akan berada pada selang -1 hingga +1, semakin mendekati -1 atau +1 artinya korelasi antara kedua variabel semakin erat atau dengan kata lain variabel x berpengaruh semakin nyata terhadap variabel y. Tanda positif dan negatif menggambarkan ke arah pengaruhnya, dimana tanda positif menunjukkan searah, sedangkan tanda negatif menunjukkan hubungan berlainan arah. Menurut Walpole (1995), tingkat hubungan antar variabel penelitian berdasarkan kesalahan tersebut sebagai berikut:
36
•
0,80 - 1,00
= variabel-variabel penelitian berhubungan sangat kuat
•
0,60 - 0,79
= variabel-variabel penelitian berhubungan kuat
•
0,40 - 0,59
= variabel-variabel penelitian berhubungan sedang
•
0,20 - 0,30
= variabel-variabel penelitian berhubungan lemah
•
0,01 - 0,19
= variabel-variabel penelitian berhubungan sangat lemah
37
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kompleks Sarua Permai-Benda Baru Penelitian ini dilakukan di Kompleks Sarua Permai. Lokasi tersebut terletak di Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang dan berbatasan dengan Provinsi Banten dan DKI Jakarta. Kompleks ini terdiri dari delapan Rukun Warga (RW). Peta Kompleks Sarua Permai dapat dilihat pada Lampiran 3. `
Penduduk di Kompleks Sarua Permai merupakan penduduk yang
heterogen. Hal tersebut ditandai dari keragaman etnis warganya. Penduduk di Sarua Permai sebagian besar didominasi oleh etnis Jawa, Sunda, dan Batak. Selain ketiga etnis tersebut juga terdapat etnis Manado, Minang, Bugis, dan Tionghoa. Setiap etnis memiliki kedekatan interpersonal yang tinggi dengan sesama etnisnya. Kedekatan tersebut menyebabkan beberapa etnis membentuk suatu kelembagaan nonformal. Tujuannya adalah mempererat hubungan antar setiap individu dan mempertahankan kebudayaan daerah asal. Salah satu etnis yang membentuk kelembagaan adalah etnis Batak yang diberi nama Parsahutaon Dalihan na tolu. Interaksi antar setiap warga seetnis terlihat ketika ada anggota etnisnya yang terimpa kemalangan seperti kematian. Warga seetnis akan terlebih dahulu membantu dibanding warga lain. Warga seetnis bersama-sama masyarakat lain akan saling memberikan bantuan baik material maupun imaterial. Bantuan material yang diberikan berupa sejumlah uang, sedangkan bantuan imaterial yang
38
diberikan berupa dukungan moral dan tenaga untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan berkaitan dengan rangkaian acara sampai pada penguburan. Persiapan tersebut di antaranya adalah menyediakan makanan dan minuman untuk para tamu, mendirikan tenda, maupun membereskan rumah duka sebelum para tamu datang untuk melayat. Selain kemalangan warga seetnis bekerja sama pada peristiwa pernikahan dengan memberikan bantuan moral dan material. Etnis lain juga ikut serta memberikan partisipasi dengan menghadiri peristiwa tersebut. Interaksi antar warga yang berbeda etnis berlangsung rukun dan harmonis. Hal ini terlihat ketika warga ikut serta dalam program perbaikan jalan yang berlangsung dari tahun 2002 sampai tahun 2006. Pada saat itu delapan RW yang terdapat di Kompleks Sarua Permai memutuskan untuk membentuk panitia perbaikan jalan dan menerapkan iuran sebesar Rp 1000,- per hari untuk warga yang keluar atau masuk kompleks dengan menggunakan kendaraan bermotor. Hubungan antar etnis terlihat juga dalam kegiatan perayaan hari kemerdekaan. Kegiatan tersebut diantaranya perlombaan olahraga, perlombaan hiburan, dan “Karnaval Agustusan” dimana anak-anak diwajibkan untuk memakai pakaian daerah dan berkeliling kompleks. Pada acara puncak perayaan diadakan acara hiburan berupa nyanyian, pembacaan puisi, dan persembahan tari-tarian tradisional. Pada peristiwa Idul Fitri juga terjadi interaksi antar warga yang berbeda etnis. Pada saat itu warga saling bermaafan dan saling mengunjungi rumah warga lain terutama yang tidak mudik. Bagi warga yang mudik dan belum sempat melakukan hal tersebut, maka digelar acara Halal Bihalal di beberapa RT untuk silaturahmi dan saling bermaafan antar warga yang seetnis maupun berbeda etnis.
39
4.2 Gambaran Umum Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai Perkumpulan parsahutaon di Sarua Permai, Ciputat dibentuk pada hari Sabtu tanggal 7 September 1985 oleh Masyarakat Batak di Perumahan Sarua Permai-Benda Baru dan sekitarnya, dan diberi nama Parsahutaon Dalihan na tolu. Nama tersebut diambil dari inti kebudayaan Batak yang mengatur hubungan antarindividu
dalam
masyarakat
Batak.
Parsahutaon
merupakan
suatu
perkumpulan masyarakat Batak yang memiliki kedekatan tempat tinggal. Kegiatan dalam parsahutaon seperti menghadiri upacara adat Batak berperan dalam proses pelembagaan dalihan na tolu. Parsahutaon Dalihan na tolu adalah perkumpulan yang berlandaskan pada adat Batak dan persaudaraan yang bertumpu pada keturunan si Raja Batak yang merupakan nenek moyang dari masyarakat Batak. Perkumpulan Parsahutaon Dalihan na tolu merupakan perkumpulan yang menjalankan kasih, kekeluargaan, dan sosial. Tujuan dari Perkumpulan Parsahutaon Dalihan na tolu adalah (1) menuju kesatuan hati dan kesamaan pendapat antar setiap anggota Parsahutaon Dalihan na tolu, (2) saling tolong menolong dalam setiap kegiatan adat antar sesama anggota baik dalam peristiwa sukacita maupun kegiatan dukacita, (3) memperbaiki dan menetapkan hal yang berhubungan dengan adat Batak yang sesuai dengan kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang sehingga menuju kesatuan adat yang lebih baik (Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parsahutaon Dalihan na tolu, 2006). Pada awal dibentuk, Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari 20 kepala Keluarga. Saat ini anggota Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari 70 kepala keluarga. Dalam melakukan pengkoordinasian kepada setiap kepala keluarga,
40
maka dibentuklah lima komisaris yang dikoordinir oleh seorang koordinator pada setiap daerahnya. Wilayah suatu komisaris disesuaikan dengan tempat tinggal anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Komisaris memimpin 15 kepala keluarga. Anggota Parsahutaon Dalihan na tolu adalah seluruh masyarakat Batak yang merupakan keturunan dari si Raja Batak dan bertempat tinggal di Sarua Permai-Benda Baru dan sekitarnya yang telah mendaftarkan dirinya untuk menjadi anggota. Seluruh Masyarakat Batak di Sarua Permai dan Benda Baru telah mendaftar menjadi anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Akan tetapi, hanya 50 anggota yang aktif mengikuti setiap kegiatan di Parsahutaon Dalihan na tolu dan menjalankan kewajibannya sebagai anggota parsahutaon. Setiap anggota Parsahutaon Dalihan na tolu memiliki kewajiban sebagai berikut: 1. Membayar iuran yang telah ditetapkan sebesar Rp 10.000,- setiap bulan dan memberikan waktu serta sumbangan pikiran untuk keperluan Parsahutaon Dalihan na tolu. Apabila terdapat anggota yang tidak membayar iuran maka parsahutaon tidak menjalankan kegiatannya untuk mengunjungi mereka ketika sakit, penghiburan apabila ada yang meninggal maupun pernikahan. 2. Menjalankan peraturan yang tertuang dalam Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD & ART) Parsahutaon Dalihan na tolu serta keputusan lain diluar AD & ART 3. Mengikuti kegiatan yang dilaksanakan Parsahutaon Dalihan na tolu baik dalam kegiatan yang bersifat kebahagiaan dan kemalangan.
41
Hak anggota Parsahutaon Dalihan na tolu adalah sebagai berikut: 1. Memberikan bantuan baik berupa moral dan material untuk membangun Parsahutaon Dalihan na tolu 2. Memilih dan dipilih untuk menjadi pengurus Parsahutaon Dalihan na tolu 3. Memberikan ide, kemampuan, dan perilaku untuk menciptakan kerukunan Parsahutaon Dalihan na tolu Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Parsahutaon Dalihan na tolu adalah sebagai berikut: 1. Arisan setiap Bulan yang dilaksanakan pada minggu pertama awal bulan yaitu pada hari Sabtu. Setiap anggota yang mengikuti arisan diwajibkan membayar iuran sebesar Rp 50.000,-. Kegiatan tersebut dikoordinasikan oleh seksi arisan. Anggota Parsahutaon yang mengikuti Arisan sebanyak 30 orang. Sedikitnya anggota yang mengikuti arisan karena beberapa anggota memiliki kegiatan lain yang bersamaan dengan waktu pelaksanaan arisan. Arisan bulanan dilakukan di rumah anggota yang mengikuti kegiatan arisan secara bergiliran dan tuan rumah menyediakan makanan dan minuman. Kegiatan arisan dilakukan untuk tetap menjalin komunikasi dan tatap muka antar sesama anggota parsahutaon. 2. Kunjungan terhadap anggota yang sakit. Kegiatan ini dilaksanakan kepada semua anggota parsahutaon yang sakit baik yang dirawat di rumah maupun di rumah sakit. Pengurus mengeluarkan anggaran sebanyak Rp 50.000,- apabila terdapat anggota yang sakit. 3. Memberikan penghiburan (mangapuli) terhadap anggota keluarga yang mengalami kemalangan (kematian).
Pada
saat
anggota
keluarga
42
parsahutaon ada yang meninggal, para pengurus dan anggota yang lain langsung datang ke rumah duka dan mempersiapkan keperluan untuk kelangsungan upacara adat. Pada saat upacara berlangsung para anggota juga membantu hal-hal yang berkaitan dengan upacara adat. Kegiatan ini berada dibawah koordinasi dari dongan sabutuha yang meninggal. Dongan sabutuha juga berkoordinasi dengan tuan rumah. Setelah satu sampai dua minggu kemudian pengurus dan anggota mengunjungi kembali ke rumah duka untuk memberikan penghiburan kepada keluarga yang berduka. Acara penghiburan tersebut terdiri dari ucapan belasungkawa dari seorang mewakili kaum ibu, seorang mewakili kaum bapak, dan seorang mewakili pemuda. Selanjutnya, pengurus mengeluarkan anggaran kepada keluarga yang berduka sebesar Rp 100.000,4. Menghadiri pernikahan anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Pada saat pernikahan pengurus mempersiapkan ulos atau tumpak (sumbangan) untuk diserahkan kepada pengantin. Penyerahan ulos (mangulosi) atau tumpak dilakukan oleh salah seorang dari pengurus kepada pengantin. 5. Merayakan bona taon (pembukaan tahun) di awal tahun bersama-sama dengan seluruh anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Bona taon diadakan di rumah salah satu anggota parsahutaon. Pada kegiatan ini anggota parsahutaon saling membantu untuk kelangsungan acara ini. Bantuan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kontribusi baik secara material maupun imaterial.
43
6. Merayakan hari raya Natal bersama dengan seluruh anggota Parsahutaon Dalihan na tolu. Para anggota parsahutaon saling membantu untuk kelangsungan acara ini baik secara material maupun imaterial.
Struktur organisasi Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari ketua dan wakil ketua, sekertaris dan wakil serksertaris, bendahara dan wakil bendahara, komisaris-komisaris,
seksi-seksi
yang
meliputi
seksi
kerohanian,
seksi
kebudayaan, seksi pemuda, dan seksi arisan.
4.3 Gambaran Penggunaan Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai Ciputat Parsahutaon berperan dalam berbagai upacara adat, bahkan parsahutaon dijadikan sebagai pelengkap dalihan na tolu dimana apabila suatu upacara adat tidak dihadiri oleh parsahutaon, maka upacara adat tersebut tidak dapat berjalan. Dalam upacara adat Batak hula-hula selalu dihormati, dongan sabutuha mendampingi dan saling membantu dengan pihak tuan rumah, boru membantu dongan sabutuha untuk melayani para tamu, sedangkan parsahutaon ikut membantu dan memberikan sumbangan berupa tumpak atau ulos. Dokumentasi upacara adat Batak dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada upacara pernikahan adat Batak dalihan na tolu digunakan pada setiap prosesi adat. Upacara pernikahan didahului dengan penyambutan dongan sabutuha dan hula-hula. Setelah seluruh dongan sabutuha dan hula-hula memasuki ruangan maka dilanjutkan makan siang dan manumpaki atau memberikan sumbangan kepada pengantin atau orang tua pengantin. Selanjutnya adalah acara memberikan ulos. Pemberian ulos diawali oleh hula-hula yang
44
memberikan ulos kepada kedua orang tua pria, kemudian ulos dari orang tua pengantin wanita kepada pengantin pria yang dinamakan ulos besan, dan pemberian ulos kepada suhi ngampang na opat. Setelah prosesi tersebut selesai maka dilanjutkan dengan pemberian tumpak atau ulos dari parsahutaon kepada pengantin. Tupak diberikan apabila parsahutaon mendapat undangan dari pihak pengantin pria, sedangkan ulos diberikan apabila mendapat undangan dari pihak pengantin wanita. Setelah pemberian tumpak dilanjutkan dengan prosesi mangulosi tulang, baik tulang dari pihak pengantin pria maupun wanita. Pada upacara kematian dalihan na tolu diperlihatkan dalam prosesi adat kematian dan dalam mempersiapkan berbagai hal berkaitan dengan upacara adat. Ketika ada keluarga yang berduka parsahutaon bekerjasama dengan dongan sabutuha keluarga untuk membantu menyiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan upacara adat. Parsahutaon adalah orang yang terlebih dulu datang membantu karena dianggap sebagai saudara terdekat. Pada upacara ini parsahutaon memberikan tumpak kepada keluarga yang berduka. Apabila terdapat kekurangan dana dalam pelaksanaan upacara adat maka dongan sabutuha saling membantu untuk mengatasi kekurangan tersebut. Dalihan na tolu juga digunakan dalam upacara adat untuk memasuki rumah baru. Upacara adat ini dihadiri oleh hula-hula, dongan sabutuha, boru, dan parsahutaon. Pada acara ini dongan sabutuha mendampingi tuan rumah, hulahula membawa beras, sedangkan boru melayani tamu. Selain pada upacara adat dalihan na tolu terdapat dalam keseharian masyarakat Batak. Pada saat pertemuan keluarga, peranan setiap unsur dalam dalihan na tolu tetap dijalankan. Ketika ada suatu pertemuan keluarga dongan
45
sabutuha menjadi tuan rumah sedangkan boru membantu dongan sabutuha untuk mempersiapkan kebutuhan seperti mempersiapkan makanan dan minuman. Apabila hula-hula juga hadir dalam pertemuan tersebut maka ia menjadi tamu dan wajib untuk dilayani. Dalihan na tolu tidak hanya dijalankan pada saat pertemuan keluarga. Ketika ada permasalahan seperti kesulitan keuangan, ada anggota keluarga yang putus sekolah, atau ada keluarga yang membutuhkan pekerjaan maka dongan sabutuha wajib untuk membantunya. Hal ini terjadi juga di Parsahutaon Dalihan na tolu dimana terdapat anggota parsahutaon yang ikut membantu saudara terdekatnya dengan menyekolahkan atau hanya sekedar memberi tumpangan tempat tinggal. Oleh sebab itu, ketika seseorang ingin bermigrasi dari kampung halaman (Sumatera Utara) ke Jakarta, ia akan terlebih dahulu mencari dongan sabutuha-nya. Ini memperlihatkan bahwa dalihan na tolu tidak hanya mengandung unsur kebudayaan tetapi juga mengandung unsur ekonomi.
4.4 Perkumpulan Pemuda Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan Na Tolu Pada tanggal 3 April 2005 Parsahutaon Dalihan na tolu membentuk sebuah perkumpulan pemuda di bawah naungan organisasi yang sama dan diberi nama Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu. Perkumpulan tersebut dibentuk guna menampung kegiatan-kegiatan pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu. Anggota dari Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu berjumlah 60 orang yang terdiri dari pemuda-pemudi masyarakat Batak yang belum menikah. Anggota perkumpulan ini tidak hanya bagi pemuda yang orang tuanya terdaftar sebagai anggota Parsahutaon Dalihan na tolu saja tetapi juga pemuda Batak yang
46
bertempat tinggal di Sarua Permai dan Benda Baru. Hal tersebut karena ada sebagian pemuda yang bermigrasi dari kampung halaman (Sumatera Utara) untuk bersekolah dan tinggal di rumah saudara mereka di Sarua Permai-Benda Baru. Tujuan dari Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu adalah memupuk kesatuan dan kebersamaan keluarga besar Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu dan meningkatkan pelayanan rohani bagi keluarga besar Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu. Berbeda dengan organisasi pokoknya (Parsahutaon Dalihan na tolu) naposo bulung dalihan na tolu lebih bertumpu pada pedoman kerohanian daripada kebudayaan atau adat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Parsahutaon Dalihan na tolu adalah sebagai berikut: 1. Melakukan kebaktian bulanan yang biasa diadakan pada minggu ketiga setiap bulannya 2. Mengunjungi anggota yang sakit 3. Memberikan penghiburan (mangapuli) terhadap anggota keluarga yang mengalami kemalangan (meninggal, musibah dan bencana alam, dll) 4. Merayakan Bona Taon (pembukaan tahun) di awal tahun bersama-sama dengan seluruh anggota Parsahutaon Dalihan na tolu 5. Merayakan hari raya Natal bersama dengan seluruh anggota Parsahutaon Dalihan na tolu
Struktur organisasi Naposo Bulung Parsahutaon Dalihan na tolu terdiri dari ketua, sekertaris, bendahara, dan seksi-seksi yang meliputi seksi kerohanian, seksi olahraga, seksi humas.
47
4.5 Faktor Pribadi Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang diambil secara keseluruhan pada pemuda Batak yang bertempat tinggal di Sarua Permai. Secara lebih rinci jumlah dan persentase responden penelitian menurut ciri individunya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Ciri Individu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Faktor Kategori Jumlah Persentase (%) Jenis Kelamin
Usia
Tingkat Pendidikan
Tempat Lahir
Laki-laki
16
40,0
Perempuan
24
60,0
17 – 20
11
27,5
21 – 25
29
72,5
SD
1
2,5
SMP
4
10,0
SMA
27
67,5
Perguruan Tinggi
8
20,0
Luar Sumatera Utara
35
87,5
Sumatera Utara
5
12,5
Berdasarkan Tabel 1 maka dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan. Responden perempuan berjumlah 24 orang (60 persen). Sedangkan responden pria sebanyak 16 orang (40 persen). Jika dilihat dari usianya, kisaran usia responden dalam penelitian ini adalah 17 sampai 25 tahun. Selanjutnya kisaran tersebut dibagi ke dalam dua tingkatan yaitu usia tinggi dan rendah. Responden sebagian besar berada pada usia tinggi yaitu usia 21 sampai 25 tahun (72,5 persen), sedangkan responden yang berada pada kisaran usia rendah yaitu sebesar 11 orang (27,5 persen).
48
Dalam penelitian ini, faktor pribadi responden juga dilihat dari tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan responden adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah dilalui oleh responden. Persentase pendidikan formal responden paling banyak berada pada jenjang pendidikan SMA (67,5 persen). Hal tersebut karena sebagian besar responden masih menjalani pendidikan di Perguruan tinggi sedangkan pengukuran tingkat pendidikan formal pada penelitian ini dilihat dari jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditamatkan oleh responden. Selanjutnya, jenjang pendidikan formal responden penelitian adalah Perguruan Tinggi (20 persen), SMP (10 persen), dan SD (2,5 persen). Faktor selanjutnya adalah tempat lahir. Sebagian besar responden pada penelitian ini dilahirkan di luar Sumatera Utara yaitu sebesar 35 orang (87,5 persen). Hal ini dikarenakan orang tua responden telah terlebih dahulu bermigrasi. Responden yang lahir di Sumatra Utara yaitu sebesar 5 orang (12,5 persen). Sebagian besar responden yang dilahirkan di Sumatera Utara melakukan migrasi ketika responden telah lulus pada jenjang pendidikan tertentu untuk melanjutkan sekolah atau mencari pekerjaan di Jakarta dan mereka tinggal bersama dengan kerabatnya.
4.6 Faktor Sosial Responden Faktor sosial responden dalam penelitian ini dilihat dari keterlibatan responden dalam organisasi Batak dan teman bermain responden. Jumlah dan persentase faktor sosial responden dapat dilihat pada Tabel 2.
49
Keterlibatan
dalam
organisasi
penelitian
ini
dilihat
dari
jenis
organisasinya, yaitu organisasi Batak. Pengkategorian keterlibatan responden dalam organisasi Batak adalah sebagai berikut: apabila responden terlibat kurang dari sama dengan satu organisasi Batak maka keterlibatan responden dalam organisasi Batak tergolong rendah, sedangkan apabila responden terlibat lebih dari satu organisasi Batak, maka keterlibatan dalam organisasi tergolong banyak.
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Sosial di Parsahutaon dalihan na tolu Sarua Permai, 2008 Faktor Kategori Jumlah Persentase Keterlibatan dalam organisasi Batak Teman bermain
Sedikit
27
67,5
Banyak
13
32,5
Sedikit
16
40,0
Sedang
5
12,5
Banyak
19
47,5
Berdasarkan Tabel 2 maka dapat dilihat bahwa reponden yang sedikit terlibat dalam organisasi Batak lebih banyak dibandingkan responden dengan keterlibatan dalam organisasi Batak yang banyak. Responden dengan keterlibatan dalam organisasi Batak yang sedikit berjumlah 27 orang (67,5 persen), sedangkan responden dengan keterlibatan yang banyak berjumlah 13 orang (32,5 persen). Faktor sosial lain yang dilihat dari reponden adalah teman bermain. Teman bermain dalam penelitian ini adalah teman yang berinteraksi secara intensif ratarata dua kali seminggu dalam enam bulan terakhir dengan responden dilihat dari sukunya. Berdasarkan pada Tabel 2 maka responden dengan teman bermain bersuku Batak yang banyak adalah 19 orang (47,5 persen), sedangkan responden dengan
50
teman bermain bersuku Batak yang sedikit yaitu 16 orang (40,0 persen) dan teman bermain bersuku Batak yang sedang yaitu 5 orang (12,5 persen).
4.7 Faktor Orang Tua Responden Faktor orang tua responden dapat dilihat dari etnis orang tua, keterlibatan dalam organisasi Batak, dan tingkat pendidikan. Jumlah dan persentase faktor orang tua responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Orang Tua di Parsahutaon dalihan na tolu Sarua Permai, 2008 Faktor Kategori Jumlah Persentase Etnis orang tua
Salah satu Batak
6
15,0
Keduanya Batak
34
85,0
Keterlibatan dalam organisasi Batak
Sedikit
23
57,5
Banyak
17
42,5
Tingkat pendidikan
Rendah
2
5,0
Tinggi
38
95,0
Faktor orang tua yang pertama adalah etnis orang tua. Kategori dari etnis orang tua meliputi salah satu orang tua (ayah atau ibu) beretnis Batak dan kedua orang tua (ayah dan ibu) beretnis Batak. Berdasarkan Tabel 3 maka jumlah terbanyak adalah responden yang kedua orang tuanya beretnis Batak yaitu sebanyak 34 orang (85 persen), sedangka responden yang salah satu orang tuanya beretnis Batak berjumlah 6 orang (15 persen). Hasil ini memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan bagi masyarakat Batak yang tinggal di perkotaan untuk menikah dengan orang yang bersuku lain. Akan tetapi, untuk tetap mempertahankan dalihan na tolu maka terdapat tiga
51
responden yang orang tuanya diangkat menjadi suku Batak dengan memberikan marga melalui suatu upacara adat. Faktor orang tua selanjutnya dilihat dari keterlibatan dalam organisasi Batak. Kategori keterlibatan orang tua responden dalam organisasi Batak dilihat dari dua kategori meliputi: apabila orang tua responden terlibat dalam kurang dari sama dengan dua organisasi Batak, maka keterlibatan responden dalam organisasi Batak tergolong rendah. Kategori yang kedua adalah banyak jika orang tua responden terlibat lebih dari dua organisasi Batak. Berdasarkan Tabel 3 diketahui sebagian besar orang tua reponden banyak terlibat dalam organisasi Batak dengan responden berjumlah 23 orang (57,5 persen), sedangkan orang tua responden yang memiliki keterlibatan dalam organisasi Batak sedikit berjumlah 17 orang (42,5 persen). Faktor orang tua responden juga dilihat dari tingkat pendidikannya. Berdasarkan Tabel 3, maka diketahui reponden yang pendidikan formal orang tuanya tinggi yaitu sebanyak 38 orang (95 persen). Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan orang tua responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu sebanyak 2 orang (5 persen).
52
BAB V PROSES SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
5.1 Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu 5.1.1 Proses Ajar Didik Proses ajar didik merupakan proses pewarisan kebudayaan dengan pengajaran. Pengukuran proses ajar didik responden dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner dan pendekatan kualitatif melalui
wawancara
kelompok.
Wawancara
kelompok
dilakukan
untuk
memperoleh gambaran lebih mendalam mengenai proses ajar didik. Berdasarkan wawancara kelompok yang telah dilakukan peneliti terhadap pemuda parsahutaon, proses ajar didik yang terjadi di Parsahutaon Dalihan na tolu bersifat non formal dan sebagian besar terjadi pada lingkungan keluarga. Sebagian proses ajar didik dilakukan oleh orang tua dan saudara terdekat (seperti: namboru, oppung, tulang). Proses awal ajar didik pada awalnya dilakukan ketika seseorang sudah mengenal saudara terdekatnya yaitu dengan mengajarkan panggilan atau sebutan untuk memanggil saudara-saudara terdekatnya terutama keluarga kandung dari pihak ayah dan ibu. Hal tersebut karena seseorang akan sering menjalin komunikasi dengan keluarga kandung, baik dari pihak ayah maupun ibu. Proses ajar didik juga dilakukan dengan mengajarkan mengenai upacaraupacara adat Batak dan sebagian besar dilakukan oleh orang tua kandung dari pemuda parsahutaon. Orang tua responden menjelaskan mengenai upacara adat dan kapan upacara adat tersebut dilaksanakan. Orang tua juga menjelaskan mengenai peranan-peranan yang harus dijalankan oleh setiap individu dalam
53
setiap upacara adat. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut apabila seseorang berperan sebagai boru dalam suatu upacara adat, maka dia harus bekerja atau melayani tamu yang hadir, sedangkan teman semarga menjadi tuan rumah. Sebagai tuan rumah, teman semarga berkewajiban untuk saling membantu kelancaraan upacara adat baik dalam hal dana maupun hal-hal lain yang mendukung kelancaran suatu upacara adat tersebut. Contohnya ketika seseorang kekurangan dana saat mengadakan upacara adat maka teman semarga wajib membantu kekurangan tersebut. Proses ajar didik mengenai upacara adat biasanya dilakukan ketika keluarga para pemuda sedang menghadiri suatu upacara adat. Hal tersebut pernah dialami oleh Y (23 tahun). Ia menceritakan bahwa ketika ia mengikuti upacara pernikahan adat Batak orang tuanya menjelaskan mengenai kekerabatan Batak yang terdiri dari hula-hula, dongan sabutuha, dan boru serta peranan yang dimiliki ketiga unsur tersebut. Pada upacara pernikahan adat Batak posisi tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga orang-orang yang memiliki status tertentu berkumpul menjadi satu. Misalnya Hula-hula memiliki tempat tertentu. Pada saat itulah orang tua menjelaskan mengenai status dan peranan yang dimiliki seseorang berdasarkan adat Batak. Pada saat upacara adat Batak juga merupakan suatu peristiwa dimana keluarga besar dapat bertemu, maka pada saat itu juga orang tua menjelaskan mengenai panggilan-panggilan dan mengenalkan responden pada keluarga besarnya. Tujuan dari proses ajar didik adalah memperkenalkan kepada para pemuda mengenai adat istiadat masyarakat Batak agar kekerabatannya tidak punah. Pemuda juga diharapkan untuk dapat ikut serta melestarikan kebudayaan tersebut.
54
Selain itu, tujuan proses ajar didik adalah untuk memperlihatkan bahwa masyarakat Batak memiliki kelebihan dengan suku-suku lain dalam hal kekerabatannya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh kakek (ompung) dari salah satu responden pria berinisial Y (20 tahun): “Orang Batak punya kelebihan dibanding suku-suku yang lainnya. Kalian Lihat aja Orang Batak punya panggilan-panggilan untuk memanggil saudara-saudaranya. Bahkan yang gak hubungan darah pun ada panggilan-panggilannya. Kelebihan lainnya kalau kalian bertemu sama orang yang semarga sama kalian kalian bisa langsung martutur. Tanya aja dia keturunan nomor berapa. Itu yang harus membuat kita bangga sebagai orang Batak.”
Kelebihan dalam hal kekerabatan juga dijelaskan tidak hanya oleh keluarga dari para pemuda Parsahutaon melainkan dapat melalui diskusi adat berupa seminar mengani adat Batak yang dialami oleh C (25 tahun). Dalam seminar tersebut diajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak dan hal-hal yang berkaitan dengan kekerabatan masyarakat Batak. Ia menyatakan bahwa ketika ia mengikuti seminar tersebut ia dapat lebih mengetahui bahwa masyarakat Batak memiliki kekerabatan yang sangat kuat antar individu. Hasil kuesioner memperlihatkan bahwa proses ajar didik yang dialami sebagian responden tergolong tinggi. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa terdapat 34 orang pemuda (85 persen) yang mengalami proses ajar didik yang tinggi. Pemuda yang mengalami proses ajar didik yang rendah sebanyak 6 orang(15 persen). Jumlah dan persentase proses ajar didik dapat dilihat pada Tabel 4.
55
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Ajar Didik di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Ajar Didik
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
6
15
Tinggi
34
85
Total
40
100
5.1.2 Sanksi Proses Sosialisasi terhadap dalihan na tolu dilakukan juga melalui sanksi. Sanksi tidak hanya berupa hukuman atau punishment tapi juga dapat berupa reward atau pemberian ganjaran. Orang tua dari salah satu pemuda parsahutaon menyatakan bahwa pemberian sanksi dalam sosialisasi adat dirasa kurang efektif karena apabila anaknya semakin dipaksa maka akan menimbulkan sikap ketidaksukaan terhadap adat Batak. Hal ini pernah ia alami ketika ia sering memaksa anaknya untuk ikut dalam acara pernikahan. Saat itu anaknya menjadi malas untuk datang ke berbagai acara adat dan menganggap adat Batak bertele-tele serta membosankan. Begitu juga dengan pemberian reward atau imbalan hanya sekali-sekali saja ia akan tertarik. Hasil wawancara kelompok mengungkapkan bahwa individu yang memberikan sanksi terbanyak adalah orang tua. Proses sosialisasi melalui sanksi dilakukan apabila para pemuda malas menghadiri upacara adat. Ketika para pemuda malas, maka orang tua akan memaksa. Apabila para pemuda merubah pikiran maka biasanya orang tua akan memberikan imbalan kepada mereka. Imbalan dapat berupa material (uang) atau imaterial seperti ajakan “jalan-jalan” sehabis upacara adat berlangsung. Namun, apabila mereka tidak merubah pikiran
56
dan tetap untuk tidak ikut ke upacara adat, maka orang tua akan memaksa dan kemudian memarahi mereka. Sanksi juga dilakukan apabila pemuda salah dalam menyebutkan sapaan atau panggilan kepada kerabat mereka. Biasanya keluarga tidak memberikan sanksi namun teguran dan meralat kesalahan mereka. Hal tersebut pernah dialami oleh I (23 tahun) dan S (22 tahun) pada saat itu ia salah dalam menyebutkan panggilan kepada saudara mereka, selanjutnya orang tua mereka menegur dan meralat kesalahan tersebut. Pemberian sanksi tidak hanya dilakukan oleh orang tua tetapi dapat juga dilakukan oleh keluarga lainnya seperti tulang, bapak tua, ataupun saudara kandung lainnya dari ayah dan ibu. Dalam suatu upacara adat yang dialami oleh R (18 tahun) ia pernah diminta untuk membantu melayani para tamu saat ada upacara adat dari pihak ayahnya. Pada saat itu ia malas untuk melakukannya maka ia dimarahi oleh orang tuanya dan juga mendapatkan teguran dari namboru-nya. Pemberian sanksi bagi individu yang sudah menikah berbeda dengan yang belum menikah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu orang tua responden apabila seseorang yang sudah menikah malas datang ke upacara adat, maka apabila ia mengadakan upacara adat orang lain tidak akan datang ke acaranya. Sanksi lain adalah apabila seseorang tidak menjalankan peranan dalam dalihan na tolu maka orang tersebut dapat dikucilkan oleh saudara-saudaranya. Berdasarkan data hasil kuesioner pada Tabel 5 maka dapat dilihat bahwa sanksi tidak begitu dominan dalam proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Responden dengan sanksi yang rendah sebesar 22 orang (55 persen), sedangkan
57
sanksi yang tinggi sebesar 18 orang (45 persen). Hasil pengukuran sanksi dalam proses sosialisasi dalihan na tolu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sanksi di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Sanksi
Jumlah
Persentase (%)
Rendah
22
55
Tinggi
18
45
Total
40
100
5.1.3 Ritus Kolektif Ritus kolektif merupakan proses sosialisasi adat melalui saluran upacaraupacara adat. Untuk melihat sosialisasi melalui ritus kolektif, dapat diperoleh melalui wawancara kelompok dan kuesioner. Hasil kuesioner digunakan untuk mendapat gambaran singkat mengenai pernah atau tidaknya responden diajak ke suatu upacara adat oleh keluarga atau orang lain di sekitar lingkungannya. Setelah itu hasil tersebut diperdalam melalui wawancara kelompok yang dilakukan bersama pemuda parsahutaon. Berdasarkan kuesioner, dapat diketahui bahwa seluruh responden pernah diajak ke upacara-upacara adat. Para pemuda parsahutaon sebagian besar diajak oleh orang tua, namboru, tulang, bahkan sepupu-sepupu mereka. Orang tua mereka berpendapat dengan mengajak mereka ke upacara adat maka orang tua dapat memperkenalkan upacara adat Batak kepada mereka dan memperkenalkan mereka kepada keluarga terdekatnya. Keluarga para pemuda juga ingin mengajarkan kepada mereka bahwa apabila seseorang malas datang ke upacara adat, maka apabila di kemudian hari
58
orang tersebut mengadakan upacara adat, maka orang juga akan berbuat demikian terhadapnya. Namun upacara-upacara adat masih terbatas pada upacara perkawinan dan kematian. Selain itu berdasarkan wawancara kelompok dengan para pemuda parsahutaon diketahui bahwa para pemuda sebagian besar juga diajak untuk berpartisipasi membantu kelangsungan upacara adat tersebut. Namun, partisipasi tersebut tidak terlalu berkaitan dengan adat karena para pemuda belum menikah. Dalam masyarakat Batak, seseorang yang sudah menikah dapat memperoleh hakhak tertentu seperti mangulosi. Partisipasi dalam suatu upacara adat pernah dialami oleh I (23 tahun). Ketika itu ia berpartisipasi menjadi penerima tamu saat upacara pernikahan dari sepupunya. Selain itu partisipasi dalam upacara adat juga pernah dialami oleh Y (23 tahun). Ia mempersiapkan dan menyediakan makanan ketika ada upacara adat di rumah saudaranya. Selain keluarga yang berperan mengajak para pemuda untuk ikut serta dalam upacara adat adalah teman bermain. Hal tersebut dialami oleh pemuda parsahutaon ketika ada salah satu anggota mereka yang menikah. Para pemuda parsahutaon diajak untuk menghadiri upacara pernikahan yang berdasarkan pada adat Batak. Pada saat itu mereka juga ikut berpartisipasi bersama para orang tua yang merupakan anggota perkumpulan Parsahutaon Dalihan na tolu untuk manortor (tarian adat Batak) saat orang tua memberikan ulos kepada mempelai.
5.1.4 Alokasi Posisi Proses sosialisasi melalui alokasi posisi yaitu dimana adanya perananperanan tertentu yang dijalankan berdasarkan status yang dimilikinya baik dalam
59
keluarga atau masyarakat untuk keberlangsungan dalihan na tolu. Alokasi dapat dilihat melalui jawaban kuesioner untuk memperoleh gambaran singkat mengenai proses sosialisasi tersebut dan kemudian diperdalam melalui wawancara kelompok dengan beberapa responden. Dari hasil kuesioner dapat diketahui bahwa alokasi posisi banyak dilakukan oleh orang tua mereka. Di samping itu keluarga kandung dari ayah dan ibu mereka seperti ompung, namboru, tulang juga berperan memperkenalkan mengenai dalihan na tolu kepada mereka. Hal tersebut dilakukan karena keluarga adalah agen sosialisasi utama. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemuda parsahutaon, diketahui bahwa keluarga para pemuda berperan dalam mengajarkan mengenai sapaansapaan, mengenalkan kepada saudara-saudara terdekat, dan mengajak pemuda untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam upacara-upacara adat Batak. Selain keluarga, alokasi posisi juga dilakukan oleh teman bermain mereka. Teman bermain sering mengajak mereka untuk ikut serta dalam upacara adat dan menjelaskan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan kekerabatan masyarakat Batak. Hal tersebut dialami oleh Y (23 tahun) yang memiliki teman bermain beretnis Batak yang lebih banyak dibandingkan suku lain di luar Batak. Selain keluarga dan teman bermain, alokasi posisi juga dilakukan oleh para tokoh adat melalui seminar adat Batak yang diselenggarakan oleh para tokoh adat. Tokoh adat memiliki peran untuk tetap menjaga kelangsungan adat Batak. Oleh sebab itu, ia mengadakan suatu seminar mengenai adat Batak yang menjelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak diantaranya mengenai kekerabatan Dalihan Na Tolu.
60
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu 5.2.1 Faktor Individu 5.2.1.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Tabel 6 maka dapat dilihat bahwa baik responden laki-laki maupun perempuan tidak berbeda jauh dalam proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Selain itu, dapat dilihat bahwa laki-laki yang mengalami proses sosialisasi rendah, yaitu sebesar 3 orang (18,75 persen) dan perempuan sebesar 5 orang (20,83 persen). Pada responden laki-laki yang mengalami proses sosialisasi tinggi, yaitu sebesar 13 orang (81,25 persen) dan perempuan sebesar 19 orang (79,17 persen ). Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin responden dan proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Jenis Kelamin di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah
Tinggi
Jenis Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Kelamin Laki-laki
3
18,75
13
81,25
16
Perempuan
5
20,83
19
79,17
24
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 16, dapat dilihat antara jenis kelamin dengan proses sosialisasi dalihan na tolu terbukti tidak ada hubungan nyata. Hasil uji Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95 persen ( = 0,05) menunjukkan bahwa nilai probability yaitu 0,872 lebih tinggi daripada 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak terdapat hubungan nyata antara jenis kelamin responden dengan proses sosialisasi. Hasil ini juga memperlihatkan bahwa tidak
61
ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam proses sosialisasi. Kesimpulan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh salah satu pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu yang mengatakan bahwa baik pria maupun perempuan sama-sama harus mempelajari kebudayaan. Berikut petikan pernyataan responden: “Kalau menurut gua mah orang belajar tentang budaya tuh gak harus dibedain cowo sama cewe. Semuanya sama-sama harus belajar. Kan itu juga emang kebudayaan kita. Contohnya di keluarga gua gak ada dibeda-bedain antara cara ngajar adat ke adek gua (cewe) sama ke gua.” (R, 24 tahun) Pernyataan tersebut juga sekaligus menekankan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kewajiban yang sama dalam hal mempelajari adat Batak dan tidak ada pembedaan dalam cara mengajar adat. Begitu halnya dengan proses sosialisasi dengan menggunakan sanksi dan ritus kolektif yang dialami oleh I (23 tahun) yang berjenis kelamin perempuan dan S (22 tahun) yang berjenis kelamin laki-laki sama-sama pernah dikenakan sanksi ketika ia salah dalam memanggil sebutan kepada saudaranya. Selain itu, mereka diajak ke upacara adat dan tidak membedakan antar jenis kelamin.
5.2.1.2 Usia Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat sebaran usia responden terhadap proses sosialisasi dalihan na tolu dimana responden yang berada pada usia rendah (17 sampai 20 tahun) mengalami proses sosialisasi yang tinggi, yaitu sebesar 100 persen. Responden yang berada pada usia tinggi (23 sampai 25 tahun) mengalami proses sosialisasi yang tinggi, yaitu hanya sebesar 72,41 persen. Hal tersebut
62
memperlihatkan bahwa responden pada usia rendah lebih sering mengalami proses sosialisasi dibandingkan responden yang berada pada usia tinggi. Jumlah dan persentase usia terhadap terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Usia di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah Umur
Jumlah
Tinggi
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
17 – 20
0
0,00
11
100,00
11
21 – 25
8
27,59
21
72,41
29
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 15 maka dapat dilihat bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen (
= 0,05) variabel usia memiliki
hubungan yang nyata atau signifikan dengan proses sosialisasi dalihan na tolu. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai probability yaitu sebesar 0,027 yang lebih rendah daripada 0,05; yang berarti berarti tolak Ho atau terdapat hubungan nyata. Namun, R hitung dari usia responden menunjukkan angka negatif yang berarti semakin rendah usia responden, maka proses sosialisasi akan cenderung lebih tinggi. Kesimpulan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh beberapa pemuda parsahutaon melalui wawancara kelompok, yang menyatakan bahwa proses sosialisasi merupakan proses yang dilakukan lebih sering ketika mereka berada pada usia rendah. Namun, responden berinisial R (24 tahun) mengakui bahwa para pemuda yang berada pada usia rendah, proses sosialisasinya
63
hanya terbatas pada kuantitasnya saja dan tidak pada makna yang terkandung dari perstiwa adat tersebut. Contohnya pada usia rendah orang tua sering mengajak pemuda untuk ikut dalam upacara adat. Pada saat itu orang tua hanya mengajak saja dan tidak mengajarkan mengenai rangkaian acara dalam upacara adat tersebut. Berdasarkan wawancara dengan salah satu orang tua, maka dapat diketahui bahwa ia mengajarkan dan memperkenalkan adat sedini mungkin dan dilakukan terus menerus karena mereka hidup di tengah-tengah masyarakat majemuk dan rentan bagi mereka untuk melupakan budaya asal. Mereka mengatakan bahwa ketika semakin rendah usia maka seseorang akan cenderung sering mendapatkan pengajaran mengenai adat dari keluarga dan sering diajak ke upacara adat. Semakin tinggi usia seseorang maka ia akan cenderung malas untuk ke upacara adat apabila diajak oleh orang tua mereka.
5.2.1.3 Tingkat Pendidikan Responden Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa, baik responden yang tingkat pendidikannya rendah maupun tinggi, tidak jauh bebeda dalam proses sosialisasi dalihan na tolu. Sebaran pendidikan responden memperlihatkan bahwa setiap tingkatan pendidikan rata-rata memiliki proses sosialisasi yang tinggi terhadap dalihan na tolu. Pada tingkat SD dan SMP proses sosialisasi memiliki persentase sebesar 100 persen. Begitu juga pada tingkat pendidikan SMA memiliki persentase sebesar 74,07 persen dan Perguruan Tinggi sebesar 87,5 persen. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan proses sosialisasi.
64
Hasil uji Spearman pada Tabel 15 juga memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antar tingkat pendidikan dengan proses sosialisasi dengan nilai P value sebesar 0,413 yang lebih besar dari
yaitu 0,05. Namun, r
hitung dari tingkat pendidikan responden menunjukkan angka negatif yang berarti semakin rendah tingkat pendidikan responden maka proses sosialisasi cenderung tinggi walaupun tidak terdapat hubungan nyata. Jumlah dan persentase tingkat pendidikan terhadap terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Tingkat Pendidikan di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah Pendidikan
Jumlah
Tinggi
Persentase (%) Jumlah
Persentase (%)
Total
SD
0
0,00
1
100,00
1
SMP
0
0,00
4
100,00
4
SMA
7
25,93
20
74,07
27
PT
1
12,50
7
87,50
8
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh responden wanita berinisial R (20 tahun) dengan tingkat pendidikan SD dan responden pria berinisial R (24 tahun) dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi. Kedua responden mengatakan bahwa keluarga mengajarkan adat Batak (dalihan na tolu) tanpa mempertimbangkan tingkat pendidikan. Mereka mengakui bahwa orang tua beranggapan bahwa tingkat pendidikan merupakan hal yang terpisah dengan adat sehingga orang tua tetap mengajarkan dalihan na tolu kepada mereka.
65
5.2.1.4 Daerah Asal Tabel sebaran mahasiswa berdasarkan daerah asal responden terhadap proses sosialisasi (Tabel 9) memperlihatkan bahwa responden yang lahir di luar Sumatera Utara memiliki proses sosialisasi dalihan na tolu yang tidak jauh berbeda. Responden yang lahir di Sumatera Utara memiliki proses sosialisasi yang tinggi yaitu sebesar 27 responden (77,14 persen) dari 35 responden yang lahir di luar Sumatera Utara. Begitu juga yang lahir di Luar Sumatera yaitu sebesar 5 responden yang mengalami proses sosialisasi yang tinggi. Jumlah dan persentase daerah asal terhadap terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Daerah Asal di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah
Tinggi
Daerah Asal
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Luar Sumatera Utara
8
22,86
27
77,14
35
Sumatera Utara
0
0,00
5
100,00
5
Hasil uji Chi-Square pada Tabel 15 juga memperlihatkan tidak ada hubungan antara daerah asal dengan proses sosialisasi. Pada tingkat kepercayaan 95 persen ( = 0,05) nilai probability yaitu sebesar 0,232 dan lebih tinggi dari maka Ho diterima dan tidak ada hubungan nyata antara kedua variabel tersebut.
66
Dari hasil kuesioner juga ditemukan responden yang berinisial Y (23 tahun) memiliki proses sosialisasi yang tinggi namun ia tidak dilahirkan di Sumatera Utara begitu juga R (20 tahun) yang dilahirkan di Sumatera Utara. Namun, berdasarkan wawancara kelompok R yang lahir di Sumatera Utara dan dibesarkan di Sibolga menyatakan bahwa pengajaran yang diberikan di kampung (Sibolga) lebih mendalam dan langsung dapat dilihat dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut karena di Sibolga merupakan lingkungan yang homogen yang sebagian besar penduduknya beretnis Batak. Ia mengatakan di daerahnya sering diadakan upacara adat dan para pemuda ikut membantu kelangsungan upacara adat tersebut.
5.2.2 Faktor Sosial Responden 5.2.2.1 Keterlibatan dalam Organisasi Batak Tabel sebaran keterlibatan responden dengan proses sosialisasi (Tabel 10) memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang jauh dalam hal proses sosialisasi pada organisasi Batak. Terdapat 19 responden (70,37 persen) yang keterlibatan dalam organisasi Bataknya sedikit dan memiliki proses sosialisasi yang tinggi dan sedangkan terdapat 13 responden atau sebesar 100 persen yang keterlibatan dalam organisasi Bataknya banyak dan memiliki proses sosialisasi yang tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin banyak responden terlibat dalam organisasi Batak, maka proses sosialisasi dalihan na tolu akan semakin tinggi. Jumlah dan persentase keterlibatan individu terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil uji korelasi-Spearman pada Tabel 15 juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara proses sosialisasi dengan keterlibatan dalam organisasi
67
Batak. Hal tersebut terlihat dari nilai P value sebesar 0,014 yang lebih besar dari nilai
(0,05) pada tingkat kepercayaan 95 persen. Organisasi Batak yang dilibatkan oleh para pemuda diantaranya
perkumpulan pemuda parsahutaon, perkumpulan mahasiswa Batak di kampus, dan perkumpulan pemuda Batak di tempat ibadah. Para pemuda yang terlibat dalam organisasi Batak mengungkapkan bahwa organisasi Batak memberikan masukan tentang hal-hal yang berhubungan dengan dalihan na tolu seperti pengetahuan mengenai aturan bertingkah laku setiap unsur dalam dalihan na tolu dan pengetahuan mengenai marturur. Namun, mereka mengakui bahwa pengajaran yang diberikan kepada pemuda dilakukan secara tidak sengaja. Pengajaran yang didapat pemuda dilakukan dalam pembicaraan antar setiap anggota dalam organisasi tersebut. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Keterlibatan Individu dalam Organisasi Batak di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah
Organisasi Batak Individu
Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Sedikit
8
29,63
19
70,37
27
Banyak
0
0,00
13
100,00
13
Selain proses ajar didik proses sosialisasi yang dilakukan adalah ritus kolektif. Organisasi Batak yang diikuti sering diundang dalam upacara pernikahan apabila ada anggotanya yang menikah. Pada saat itu pemuda secara bersama-sama menghadiri upacara tersebut. Selain pernikahan, organisasi Batak juga memiliki kegiatan untuk menghadiri upacara adat kematian apabila ada anggota keluarga
68
yang meninggal. Hal ini memperlihatkan bahwa organisasi Batak memiliki pengaruh yang tinggi dalam melakukan proses sosialisasi. 5.2.2.2 Teman Bermain Tabel sebaran mahasiswa berdasarkan teman bermain (Tabel 11) memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara responden yang memiliki sedikit dan banyak teman bermain yang bersuku Batak. Terdapat 7 responden dengan teman bermain bersuku Batak yang sedikit dan mengalami proses sosialisasi yang rendah. Terdapat 18 responden yang memiliki teman bermain bersuku Batak yang banyak dan mengalami proses sosialisasi yang tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin sedikit teman responden yang bersuku Batak, maka semakin rendah proses sosialisasi. Begitu juga sebaliknya, semakin banyak teman responden yang bersuku Batak maka akan semakin tinggi proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Jumlah dan persentase teman bermain terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil uji Korelasi-Spearman pada Tabel 15 juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antar teman bermain dengan nilai P value sebesar 0,02 yang lebih rendah dari nilai
yaitu 0,05.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Teman Bermain di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah
Teman Bermain
Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Sedikit
7
43,75
9
56,25
16
Sedang
0
0,00
5
100,00
5
69
Banyak
1
5,26
18
94,74
19
Berdasarkan wawancara kelompok dengan responden wanita berinisial S (22 tahun) ia memiliki teman bermain yang bersuku Batak lebih sedikit jumlahnya dengan teman bermain yang bersuku lain. Teman bermainnya yang bersuku Batak hanya pada Parsahutaon Dalihan na tolu. Hal ini mengakibatkan proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu menjadi rendah. Ia menyatakan bahwa teman bermain sangat besar pengaruhnya terhadap ketertarikannya. Berikut petikan pernyataan S: “Temen tuh berpengaruh banget ya.. kita sehari-hari kan selalu bareng mereka. Trus kalo temen gua gak ada yang Batak jadi gak pernah sekalipun ngomongin adat, gak pernah dateng ke pesta Batak..ya..gua jadi semakin gak tau..” (S, 22 tahun)
Begitu juga yang diungkapkan oleh Y (23 Tahun) yang memiliki teman bersuku Batak yang banyak. Ia tidak jarang membicarakan kegiatan-kegiatan adat Batak dan sering datang ke upacara adat ketika ada undangan bersama teman-teman lain yang bersuku Batak. Y juga pernah diajak untuk berpartisipasi dalam pesta pernikahan berdasarkan adat Batak karena saat itu teman bermainnya akan melangsungkan pernikahan. Pada saat temannya menikah temannya meminta bantuan untuk menjadi pendampingnya sehingga ia harus menyaksikan rangkaian upacara pernikahan sampai selesai. Hal tersebut diakui oleh E (22 tahun) yang juga memiliki teman bermain bersuku Batak yang banyak. Ia mengakui teman bermain dapat menambah ketertarikan dirinya terhadap dalihan na tolu karena mereka sering membicarakannya dengan teman bermain.
70
5.2.3 Faktor Orang Tua Responden 5.2.3.1 Etnis Orang Tua Tabel sebaran responden berdasarkan etnis orang tua (Tabel 11), memperlihatkan bahwa antara salah satu orang tua responden yang bersuku Batak dan kedua orang tua responden yang beretnis Batak memiliki perbedaan yang mencolok dalam hal proses sosialisasi. Kedua orang tua responden yang bersuku Batak memiliki proses sosialisasi yang lebih tinggi. Terdapat 32 responden (94,2 persen) yang kedua orang tuanya beretnis Batak dan mengalami proses sosialisasi yang tinggi, sedangkan pada proses sosialisasi yang rendah terdapat 6 responden yang salah satu orang tuanya beretnis Batak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin homogen (Batak) etnis kedua orang tua responden maka akan semakin tinggi proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Hasil uji Korelasi-Spearman pada Tabel 15 menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar 0,000 yang lebih rendah dari nilai
yaitu 0,05. Hasil ini
menyatakan bahwa tolak Ho dan terdapat hubungan nyata antara etnis orang tua dengan proses sosialisasi dalihan na tolu.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Etnis Orang Tua di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah
Etnis Orang Tua
Jumlah
Tinggi
Salah satu Batak
6
Persentase (%) 100,00
Kedua Batak
2
5,88
Jumlah 0
Persentase (%) 0,00
32
94,12
Total 6 34
71
Kesimpulan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan S (22 tahun) yang kedua orang tuanya beretnis Batak dan Manado. S mengungkapkan bahwa di dalam keluarga, komunikasi menjadi lebih sering dengan keluarga dari ibunya yang beretnis Manado. Hal tersebut karena keluarga dari ayahnya berada jauh di Medan. Para pemuda yang kedua orang tuanya bersuku Batak memiliki proses sosialisasi yang tinggi. Hal tersebut karena kedua orang tuanya sering mengajarkan mengenai dalihan na tolu dan sering berkomunikasi dengan saudara dekatnya. Walaupun ia lebih sering berkomunikasi dengan keluarga dari salah satu pihak misalnya hanya keluarga dari pihak ayah ataupun ibu namun keduaduanya masih beretnis sama. Pemuda yang kedua orang tuanya beretnis Batak pada umumnya mengharapkan agar mereka pada akhirnya juga menikah dengan orang yang bersuku Batak pula dengan tujuan mempertahankan budaya Batak dan tetap mempererat kekerabatan masyarakat Batak. Namun diantara pemuda ada yang hanya salah satu orang tuanya yang beretnis Batak dan telah diberikan marga Batak. Pemberian marga ini dilakukan dalam suatu upacara adat. Peristiwa ini dialami oleh pemuda parsahutaon berinisial L (22 tahun) yang ayahnya beretnis Batak dan ibu beretnis Jawa. Marga yang diberikan kepada ibunya adalah marga ibu dari ayahnya (nenek). Sebelum ibunya diberikan marga, ibu dan ayahnya terlebih dahulu meminta izin kepada saudara kandung laki-laki neneknya dari pihak ayah atau tulang ayahnya untuk mengangkatnya menjadi anak dalam hal adat. Selanjutnya diadakan suatu upacara adat untuk memberikan marga kepada ibunya. Pemberian marga ini sekaligus
72
mengangkat ibunya menjadi anak dari tulang ayahnya dan tulang ayahnya bertanggung jawab untuk mengajarkan adat Batak kepada ibunya.
5.2.3.2 Keterlibatan Orang Tua dalam Organisasi Batak Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa orang tua yang berpartisipasi dalam organisasi Batak yang banyak memiliki proses sosialisasi yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, orang tua yang berpartisipasi sedikit memiliki proses sosialisasi yang rendah. Terdapat 5 responden dengan keterlibatan organisasi Batak yang sedikit dan proses sosialisasinya rendah, dan 32 responden dengan keterlibatan yang banyak dan proses sosialisasinya rendah. Jumlah dan persentase keterlibatan orang tua terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Keterlibatan Orang Tua dalam Organsasi Batak di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah Keterlibatan Orang tua dalam Organisasi Batak Sedikit Banyak
Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
7
30,43
16
69,57
23
1
5,88
16
94,12
17
Hasil uji Korelasi-Spearman pada Tabel 15 juga menunjukkan pada taraf kepercayaan 95 persen ( = 0,05) maka terdapat hubungan antara keterlibatan orang tua responden dengan proses sosialisasi. Hasil P value sebesar 0,002 lebih rendah dari nilai kedua variabel.
maka tolak Ho dan terdapat hubungan yang signifikan antara
73
Berdasarkan wawancara dengan para pemuda parsahutaon apabila orang tua mengikuti organisasi Batak maka ia akan sering mengajak anaknya dalam setiap kegiatan dalam organisasi tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh responden berinisial R (24 tahun) ia mengatakan bahwa orang tuanya sering mengajaknya ke upacara adat ataupun kegiatan lain dalam organisasi Batak tersebut. Ia pernah diajak ayahnya untuk menghadiri upacara adat pernikahan, Bonataon, ataupun acara “Pulang Kampung Bersama” yang diadakan oleh organisasi Batak tempat ayahnya terlibat. Ayah dari R terlibat di banyak organisasi Batak diantaranya perkumpulan marga, perkumpulan orang-orang yang dibesarkan di kampung yang sama, dan parsahutaon. Alasan ayahnya untuk ikut serta organisasi Batak adalah agar saling mengenal dan membantu dengan apabila ada kesusahan ataupun kegembiraan serta untuk tetap mempertahankan kebudayaan Batak di tengah-tengah masyarakat yang heterogen seperti ditempat ia tinggal (Ciputat). Para pemuda lain yang orang tuanya memiliki keterlibatan yang tinggi dalam organisasi Batak adalah Y (19 tahun). Ia mengatakan bahwa orang tuanya sering mengajaknya untuk ikut dalam upacara adat pernikahan dan dalam kegiatan lain dalam organisasi Batak seperti arisan, rekreasi bersama, bona taon. Apabila ia malas menghadiri upacara adat tersebut orang tua sering memaksanya. Ia juga mengatakan tujuan orang tua mengajaknya dalam kegiatan organsasi Batak adalah untuk menambah pengetahuan mereka.
74
5.2.3.3 Tingkat Pendidikan Orang Tua Berdasarkan Tabel 14 maka dapat dilihat bahwa antara orang tua yang tingkat pendidikannya rendah dan tinggi tidak banyak memiliki perbedaan dalam proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu. Begitu juga sebaliknya, orang tua yang berpartisipasi sedikit memiliki proses sosialisasi yang rendah. Terdapat 5 responden dengan keterlibatan organisasi Batak yang sedikit dan proses sosialisasinya rendah, dan 32 responden dengan keterlibatan yang banyak dan proses sosialisasinya rendah. Jumlah dan persentase tingkat pendidikan orang tua terhadap proses sosialisasi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu dan Pendidikan Orang Tua Responden di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Proses Sosialisasi Rendah
Pendidikan Orang tua
Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Rendah
0
0,00
2
100,00
2
Tinggi
8
21,05
30
78,95
38
Berdasarkan hasil pengolahan pada Tabel 15, maka dapat dilihat antara tingkat pendidikan orang tua responden dengan proses sosialisasi terhadap proses sosialisasi dalihan na tolu terbukti tidak terdapat hubungan nyata. Hasil uji Korelasi-Spearman menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen ( = 0,05) menunjukkan bahwa nilai probability yaitu 0,240 lebih tinggi daripada 0,05 sehingga Ho diterima atau tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dan proses sosialisasi dalihan na tolu. Namun, r hitung dari tingkat
75
pendidikan orang tua menunjukkan angka negatif yang berarti semakin rendah tingkat pendidikan orang tua maka proses sosialisasi akan cenderung tinggi walaupun tidak terdapat hubungan nyata. Hal ini terlihat dari persentase orang tua yang pendidikannya rendah dan proses sosialisasinya tinggi berjumlah 100 persen sedangkan orang tua yang pendidikannya tinggi dan proses sosialisasinya tinggi berjumlah 78,95 persen. Kesimpulan tersebut diperkuat dapat diperkuat dari kuesioner beberapa pemuda parsahutaon. Baik seseorang yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah maupun tinggi sama-sama memiliki proses sosialisasi yang tinggi. Berdasarkan wawancara dengan
orang tua pemuda
parsahutaon
yang
berpendidikan tinggi dan rendah, maka dapat diketahui bahwa orang tua memiliki tanggung jawab yang sama tingginya untuk mempertahankan kebudayaan Batak dan tidak dibatasi oleh tingkat pendidikan. Namun mereka berpendapat bahwa terdapat kecenderungan bahwa seseorang yang pendidikannya tinggi akan semakin melupakan dalihan na tolu. Hal ini terutama disebabkan karena kesibukan mereka. Seseorang yang pendidikannya tinggi cenderung memiliki kesibukan yang tinggi sehingga mereka jarang berpartisipasi dalam kegiatan adat.
5.3 Resume Faktor-faktor yang diduga memiliki hubungan nyata dengan proses sosialisasi terhadap dalihan na tolu meliputi faktor individu, faktor sosial individu, dan faktor orang tua. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut memiliki hubungan nyata dengan proses sosialisasi maka dilakukan uji ChiSquare dan
uji korelasi Spearman. Untuk melihat tingkat keeratan pada
76
koefisiensi Spearman maka dilakukan dengan menguji signifikansi (one-tailed) dari hasil koefisien korelasi Spearman. Jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih besar dari 0,05 ( = 5 %); maka Ho diterima dan tidak terdapat korelasi. Begitu juga sebaliknya jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih rendah dari 0,05 ( = 5 %); maka Ho ditolak dan terdapat korelasi. Selanjutnya untuk menguji hubungan antar variabel dimana salah satu variabelnya adalah nominal, maka dilakukan uji statistik Chi-Square. Nilai asymptotic signifikasi (2-sided) lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan antar variabel yang diuji, begitu pula sebaliknya apabila signifikasi (2-sided) lebih kecil dari 0,05 maka terdapat hubungan antar variabel yang diuji. Hasil output SPSS dapat dilihat pada lampiran empat dan lima. Berdasarkan Tabel 15, maka dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah etnis orang tua, keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak, usia, keterlibatan responden dalam organisasi Batak dan teman bermain responden. Sedangkan, faktor-faktor lainnya (jenis kelamin, tingkat pendidikan responden, daerah asal, tingkat pendidikan orang tua) tidak berhubungan nyata dengan proses sosialisasi.
77
Tabel 15. Hasil Uji Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu Faktor-faktor yang berhubungan
Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu
r
Probability
Keterangan
-
0,872
Tidak signifikan
-0,308
0,027
Signifikan
-0,036
0,413
Tidak signifikan
-
0,232
Tidak signifikan
0,347
0,014
Signifikan
0,438
0,02
Signifikan
a. Etnis orang tua
0,840
0,000
Signifikan
b. Keterlibatan orang tua dalam organisasi Batak
0,303
0,002
Signifikan
c. Tingkat pendidikan
-0,115
0,240
Tidak signifikan
hitung
I. Faktor Individu a. Jenis kelamin
Ajar didik
b. Usia c. Tingkat pendidikan
Sanksi
d. Daerah asal II. Faktor Sosial Individu a. Keterlibatan individu dalam organisasi Batak b. Teman bermain
Ritus kolektif
Sanksi
III. Faktor orang tua
78
BAB VI PENGARUH PROSES SOSIALISASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI DALIHAN NA TOLU
6.1
Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu dan Faktor yang Mempengaruhinya 6.1.1 Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu Pengetahuan pemuda Parsahutaon Dalihan na tolu diukur dengan mengajukan 14 pertanyaan terbuka kepada pemuda parsahutaon berkaitan dengan dalihan na tolu. Selanjutnya pengkategorian pengetahuan digolongkan menjadi rendah dan tinggi. Secara umum pengetahuan pemuda parsahutaon terhadap dalihan na tolu tergolong tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Pemuda dengan pengetahuan tentang dalihan na tolu yang tinggi yaitu berjumlah 33 orang (82,5 persen) sedangkan yang pengetahuannya rendah berjumlah 7 orang (17,5 persen).
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Pengetahuan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah
7
17,5
Tinggi
33
82,5
Total
40
100,0
Berdasarkan Kuesioner, pemuda parsahutaon cenderung memiliki pengetahuan yang tinggi dalam hal martutur atau menyapa saudara dengan panggilan atau sebutan yang sesuai dengan Adat Batak. Hal tersebut terlihat dari hasil kuesioner dimana pertanyaan antara nomor 1 sampai 7 responden dapat
79
menjawab dengan baik, sedangkan pertanyaan pada kuesioner nomor 8 hingga 14 mengenai unsur-unsur dari dalihan na tolu pemuda banyak membuat kesalahan. Berdasarkan hasil wawancara kelompok para pemuda memperoleh pengetahuan mengenai martutur dari teman bermain, orang tua, dan saudara dekat seperti ompung dan saudara kandung dari ayah dan ibu. Namun, para pemuda mengakui bahwa orang tua responden lebih sering mengajarkan para pemuda mengenai sebutan untuk memanggil saudaranya (martutur). Para pemuda mengakui bahwa tujuan orang tua mengajarkan martutur kepada anaknya adalah agar mereka merasa lebih dekat dengan saudara-saudaranya. Selain itu orang tua menginginkan agar mereka dapat mengetahui bahwa Masyarakat Batak memiliki keragaman dalam hal memberikan sebutan kepada saudara-saudara dekatnya. Alasan orang tua mengajarkan martutur kepada anakanya karena mereka menginginkan agar para pemuda dapat mengikuti ketentuan adat dalam memanggil sebutan kepada saudara terdekatnya. Para pemuda parsahutaon mengakui bahwa pengetahuan mengenai martutur lebih dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya para pemuda langsung dapat memanggil saudara mereka dengan panggilan yang sesuai dengan Adat Batak. Para pemuda mengatakan bahwa martutur tidak diajarkan secara sengaja oleh orang tua. Martutur lebih sering diajarkan kepada para pemuda ketika bertemu dengan saudara yang hendak disapa dengan panggilan berdasarkan dalihan na tolu. Misalnya mereka sedang bertemu dengan adik atau kakak perempuan dari ayah, maka pada saat itulah orang tua mengajarkan panggilan ‘namboru’ kepada para pemuda.
80
Pengetahuan yang lebih mendalam mengenai unsur-unsur dari dalihan na tolu dan fungsi dari setiap unsurnya kurang dimiliki oleh pemuda parsahutaon. Hal tersebut diakui oleh pemuda parsahutaon. Menurut pemuda pengetahuan mengenai unsur-unsur dalam dalihan na tolu merupakan pengetahuan tambahan yang kurang begitu penting apabila dibandingkan dengan martutur. Para pemuda yang memiliki pengetahuan lebih mendalam mengenai unsur dalihan na tolu terjadi karena lingkungan pemuda yang dekat dengan unsur Batak dan ditandai dengan teman bermain yang sebagian besar bersuku Batak ataupun orang tua mereka yang aktif dalam kepengurusan organisasi Batak. Hal tersebut dialami oleh Y (23 tahun) dan C (25 tahun). Berbeda dari mereka, pemuda parsahutaon lainnya seperti S (22 tahun) dan L (22 tahun) yang jauh dari unsur Batak karena teman bermain bersuku Batak yang sedikit, orang tua yang tidak aktif dalam organisasi Batak, dan hanya salah satu orang tua beretnis Batak memiliki pengetahuan yang kurang mendalam mengenai dalihan na tolu.
6.1.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Pengetahuan Pemuda Tentang Dalihan Na Tolu Pengetahuan para pemuda mengenai dalihan na tolu dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar pemuda. Proses sosialisasi yang dialami oleh responden meliputi proses ajar didik, sanksi, ritus kolektif dan sanksi. Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat bahwa terdapat 32 orang atau semua pemuda Parsahutaon dengan proses sosialisasi yang tinggi dan memiliki pengetahuan yang tinggi. Responden yang mengalami proses sosialisasi yang rendah dan memiliki pengetahuan yang rendah sebanyak 7 orang (87,5
81
persen). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemuda yang mengalami proses sosialisasi yang tinggi akan memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Proses Sosialisasi dan Pengetahuan Tentang Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Aspek Kognitif Rendah Proses Sosialisasi
Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Rendah
7
87,50%
1
12,50%
8
Tinggi
0
0,00%
32
100,00%
32
Total
7
17,50%
33
82,50%
40
Hasil uji Korelasi Spearman pada Tabel 20 dengan taraf kepercayaan 95 % = 0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara proses sosialisasi dengan pengetahuan. Nilai P value sebesar 0,000 lebih rendah daripada nilai . Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi proses sosialisasi maka semakin tinggi pengetahuan responden tentang dalihan na tolu. Berdasarkan wawancara kelompok, para pemuda menyatakan bahwa pengetahuan mereka mengenai dalihan na tolu banyak didapat dari orang tua, saudara dekat, tokoh adat dan teman bermain. Mereka menyatakan bahwa pengetahuan tersebut diperoleh melalui penjelasan yang diberikan oleh orang tua dan saudara dekat mereka, dari upacara-upacara adat yang pernah diamati, dan sanksi yang diperoleh untuk memperbaiki kesalahan sehingga mereka semakin mengerti dengan dalihan na tolu. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh pernyataan beberapa responden. Berikut petikan wawancara dengan responden:
82
“Gua sering diajarin dan sering nanya-nanya ke orang tua tentang kekerabatan Batak sih. Trus orang tua juga sering ngajakin ke acara-acara adat. makanya gua jadi ngerti dikitdikit.” (Y, 23 tahun) Para pemuda mengakui bahwa semakin sering mengalami proses sosialisasi dari kecil maka pengetahuan mereka terhadap dalihan na tolu juga akan semakin bertambah. Mereka mengakui bahwa pengetahuan yang mereka peroleh merupakan suatu proses dan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan suatu proses yang berkesinambungan.
6.2
Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu dan Faktor yang Mempengaruhinya 6.2.1 Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu Sikap pemuda terhadap dalihan na tolu diukur dengan mengajukan sepuluh pertanyaan tertutup kepada responden dengan menggunakan skala likert. Selanjutnya pengkategorian sikap pemuda digolongkan menjadi rendah dan tinggi. Berdasarkan jawaban kuesioner, maka diketahui bahwa responden yang memiliki sikap yang tinggi dan rendah memiliki perbandingan yang seimbang. Responden yang sikapnya rendah, yaitu sebesar 20 orang (50 persen). Jumlah tersebut sama dengan jumlah responden yang memiliki sikap yang tinggi. Jumlah dan persentase sikap pemuda parsahutaon dapat dilihat pada Tabel 18. Para pemuda parsahutaon yang memiliki aspek sikap yang tinggi mengungkapkan bahwa mereka secara keseluruhan memiliki ketertarikan terhadap dalihan na tolu. Alasan mereka tertarik terhadap dalihan na tolu karena kebudayaan Batak tersebut sangat unik dan sangat mempererat persaudaraan antar setiap individu dalam Masyarakat Batak. Hal tersebut terlihat dari peristiwa martutur. Selain martutur, marga yang dimiliki masyarakat Batak juga dapat
83
mempererat persaudaraan yang terlihat ketika seorang Batak bertemu dengan sesama Batak dan memiliki marga yang sama dengannya maka mereka langsung merasa saudara dekat walaupun awalnya mereka belum saling mengenal. Selain itu mereka menganggap bahwa aturan berperilaku yang dimiliki oleh masyarakat Batak memiliki keunikan. Contohnya ayah mereka harus hormat kepada keluarga dari pihak ibu begitu juga ayah mereka harus saling membantu saudara dari pihaknya.
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Sikapnya terhadap Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Sikap
Jumlah (orang)
Persentase (%)
Rendah
20
50
Tinggi
20
50
Total
40
100
Berdasarkan wawancara kelompok dengan para pemuda yang memiliki aspek sikap yang rendah, mereka mengakui bahwa sikap yang dimilikinya karena kebudayaan Batak sifatnya sangat bertele-tele. Mereka memberi contoh ketika upacara perkawinan. Upacara tersebut dalam adat Batak berlangsung dari pagi hingga malam hari. Demikian juga dengan upacara kematian yang dapat berlangsung selama beberapa hari. Selain bertele-tele mereka menganggap bahwa aturan mengenai bertingkah laku terhadap individu lain seperti orang yang semarga (dongan sabutuha) ataupun saudara dari pihak ibu sangat banyak dan dapat mengurangi keakraban dengan individu yang lainnya.
84
6.2.2 Hubungan Proses Sosialisasi dan Sikap Pemuda terhadap Dalihan Na Tolu Berdasarkan Tabel 19 maka dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang tinggi antara responden yang proses sosialisanya rendah dan tinggi dengan sikapnya terhadap dalihan na tolu. Terdapat 14 responden (43,75 persen) yang memiliki proses sosialisasi tinggi dan memiliki sikap terhadap dalihan na tolu yang rendah dan terdapat 18 responden (56,25 persen) dengan proses sosialisasi tinggi dan memiliki sikap terhadap dalihan na tolu yang tinggi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan proses sosialisasi dalihan na tolu terhadap sikapnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Proses Sosialisasi dan Sikap terhadap Dalihan Na Tolu di Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai, 2008 Sikap Rendah Proses Sosialisasi
Tinggi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
Total
Rendah
6
75,00
2
25,00
8
Tinggi
14
43,75
18
56,25
32
Total
20
50,00
20
50,00
40
Hasil uji korelasi-Spearman pada Tabel 20 memperlihatkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 persen ( = 0,05) tidak terdapat hubungan yang nyata antar kedua variabel tersebut. Nilai P value sebesar 0,06 lebih tinggi daripada nilai yaitu 0,05 maka terima Ho maka tidak terdapat hubungan nyata antar kedua variabel. Hasil wawancara dengan responden yang memiliki proses sosialisasi yang tinggi dan sikap yang rendah menyatakan bahwa proses sosialisasi yang dilakukan
85
oleh orang tua responden adalah berupa paksaan dan tekanan kepada responden sehingga responden menjadi tidak menyukai sistem kekerabatan maupun berbagai hal tentang adat Batak. Hal tersebut dialami oleh pemuda parsahutaon yang berinisial I (23 tahun) dan E (22 tahun). Mereka menyatakan bahwa orang tuanya sering mengajarkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adat Batak terutama kekerabatan dalihan na tolu dan sering mengajak mereka untuk ikut serta dalam upacara adat. Namun, orang tua mereka selalu memaksa mereka sehingga mereka tidak menyukai kebudayaan Batak. Orang tua dari pemuda bahkan ada yang berpesan kepada anak mereka apabila kelak mereka menikah mereka harus menikah dengan orang yang bersuku Batak juga. Mereka merasa bahwa masyarakat Batak sering merasa lebih baik dalam hal kebudayaan dan kekerabatan dibandingkan etnis lainnya. Pada responden yang mengalami proses sosialisasi tinggi dan sikap yang tinggi seperti dialami oleh Y (23 tahun) dan R (24 tahun). Ia menyatakan bahwa orang tua mereka sering mengajarkan mengenai budaya Batak termaksud kekerabatan dengan individu lain sejak kecil dan juga mengajak ke upacara adat serta mengajarkan mengenai makna-makna dari setiap kegiatan Batak. Hal tersebut membuatnya semakin tertarik dengan adat Batak terutama dalihan na tolu. Dengan demikian maka sikap terhadap dalihan na tolu yang dimiliki oleh para pemuda parsahutaon bergantung pada cara orang di sekitar mereka melakukan proses sosialisasi.
86
6.3 Resume Faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap responden adalah proses sosialisasi dalihan na tolu yang meliputi proses ajar didik, sanksi, ritus kolektif, dan alokasi posisi. Untuk mengetahui hubungan setiap faktor maka dilakukan uji korelasi Spearman. Keeratan hubungan antar tiap variabel dilihat dengan menguji nilai signifikasi (one-tailed) dari hasil koefisien korelasi Spearman. Jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih besar dari 0,05 ( = 5 %); maka Ho diterima dan tidak terdapat korelasi. Begitu juga sebaliknya jika nilai signifikansi (one-tailed) lebih rendah dari 0,05 ( = 5 %); maka Ho ditolak dan terdapat korelasi antara kedua variabel. Hasil uji antara pengaruh proses sosialisasi dengan pengetahuan dan sikap pemuda parsahutaon dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Uji Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu terhadap pengetahuan dan Sikap, 2008 r Probability Keterangan Proses Sosialisasi Faktor faktor dalihan na tolu yang dipengaruhi hitung Ajar didik, sanksi, ritus kolektif, alokasi posisi
Aspek Kognitif
0,921
0,000
Signifikan
Aspek Afektif
0,250
0,06
Tidak signifikan
Berdasarkan Hasil pengujian pada Tabel 20 maka proses sosialisasi dalihan na tolu berhubungan nyata dengan pengetahuan responden dilihat dari nilai probability sebesar 0.000. Sikap tidak berhubungan dengan proses sosialisasi dalihan na tolu yang diperlihatkan dengan nilai probability sebesar 0,06.
87
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Dalihan na tolu yang merupakan inti dari kebudayaan Batak, masih disosialisasikan pada masyarakat perkotaan yang heterogen. Proses sosialisasi dalihan na tolu kepada pemuda dilakukan dengan mengajaran pemuda mengenai upacara adat Batak, sapaan untuk memanggil saudara-saudaranya berdasarkan Adat Batak, dan mengajarkan mengenai peranan yang dimiliki setiap individu berdasarkan Adat Batak. Proses lainnya adalah memperkenalkan pemuda kepada saudara-saudaranya, memberikan sanksi dan imbalan apabila pemuda berbuat sesuai atau tidak sesuai dengan peraturan adat, dan mengajak pemuda untuk menghadiri upacara adat. Proses sosialisasi dilakukan oleh saudara terdekat, orang tua, tokoh adat dan teman bermain pemuda. Berdasarkan uji statistik diketahui semakin tinggi usia pemuda, maka semakin rendah proses sosialisasi; tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dalam proses sosialisasi; tingkat pendidikan individu tidak berhubungan dengan proses sosialisasi; tidak ada perbedaan antara individu yang lahir di Sumatera Utara dan di luar Sumatera Utara dalam proses sosialisasi. Hubungan faktor sosial pemuda dan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: semakin banyak organisasi Batak yang dilibatkan oleh individu, maka semakin tinggi proses sosialisasi; semakin banyak teman bermain yang bersuku Batak, maka proses sosialisasi akan semakin tinggi. Hubungan faktor orang tua dengan proses sosialisasi dalihan na tolu adalah sebagai berikut: apabila kedua orang tua beretnis
88
Batak, maka semakin tinggi proses sosialisasi; semakin banyak organisasi Batak yang dilibatkan oleh orang tua responden, maka semakin tinggi proses sosialisasi; tingkat pendidikan orang tua tidak berhubungan dengan proses sosialisasi. Berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman proses sosialisasi yang dialami oleh generasi muda Batak mempengaruhi pengetahuan tentang dalihan na tolu. Semakin tinggi proses sosialisasi maka pengetahuan terhadap dalihan na tolu akan semakin tinggi. Akan tetapi, proses sosialisasi yang dialami tidak mempengaruhi sikap pemuda terhadap dalihan na tolu.
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka proses sosialisasi adalah hal yang penting untuk meningkatkan pengetahuan pemuda terhadap dalihan na tolu. Akan tetapi tingginya pengetahuan tidak menjamin tingginya sikap pemuda. Oleh sebab itu saran dalam penelitian ini adalah orang tua sebagai agen utama sosialisasi dalihan na tolu perlu melakukan sosialisasi yang tidak memaksa dan memberikan imbalan kepada pemuda sehingga pemuda lebih tertarik dengan dalihan na tolu.
89
DAFTAR PUSTAKA
Ambayoen, Mas Ayu. 2006. Pola Komunikasi Masyarakat Tengger dalam Sosialisasi Tradisi Entas-Entas, Praswala Gara, dan Pujan Kapat. Tesis: Sekolah Pascasarjana IPB. Aminah, SYF. 2007. Proses Komunikasi dan Perubahan Nilai-nilai Budaya Masyarakat Melayu Pontianak. Tesis: Sekolah Pascasarjana IPB. Anonim. 2002. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parsahutaon Dalihan Na Tolu Sarua Permai-Benda Baru. Ciputat. Damanik, Erond Litno. 2006. Budaya Lokal Vs Global, Sanggupkah ?. http://www.silaban.net/2006/11/26/budaya-lokal-vs-budaya-globalsanggupkah/ Daulay, Anwar Saleh. 2006. Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu: Analisis Dari Sudut Prinsip Serta Urgensinya dalam Merajut Integrasi dan Identitas Bangsa.http://marbun.blogspot.com/2006/11/dalihan-na-tolupenjelasan.html Harahap. 1987. Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak. Jakarta: Sanggar Willem Iskandar Ihromi, T.O. 1999. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mugniesyah, Siti Sugiah. 2006. Diktat Penyuluhan Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Novianto, Rahmad Dedi. 2008. Perkembangan kebudayaan dalam Wacana Sejarah. http://www.hupelita.com/baca.php?id=34139 Redfield, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta: Rajawali. Rogers, Everett M. dan Shoemaker, F. Floyd. 1971. Communication of inovations: A Cross Cultural Approach. London: Collier Macmillan Publishers. Sajogyo, Pudjiwati & Sajogyo. 1982. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
90
Siahaan, N. 1982. Adat Dalihan Natolu: Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakarta: Grafina. Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S. Soe’oed, R. Diniarti F. 1999. Proses Sosialisasi dalam Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sitorus, M.T. Dalihan Na Tolu: Fungsi Keluarga Batak Toba, suatu Analisis Makro-Fungsional. Mimbar Sosek: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Faperta IPB, vol 11 no 1, April 1998. Siregar, Rahma Sari. 2003. Sosialisasi Anak Dalam Keluarga yang Tinggal Bukan pada Lingkungan Budaya Asalnya. Skripsi: Fakultas Pertanian IPB. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi sebagai Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sucipto, Toto. 1998. Peranan Media Massa Lokal bagi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Daerah. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sunarto, Kamanto. 1993. “Pengantar Sosiologi”. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Susanto, Astrid S. 1995. Globalisasi dan Komunikasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. _________. 1977. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Binacipta Tim editor. 2003. Sosiologi Umum. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda. Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Batak Toba. Jakarta: Pustaka Azert. Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika, Edisi Ketiga. Penerjemah Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia.
91
LAMPIRAN
91
Lampiran 1. Kuisioner KUESIONER PENELITIAN
SOSIALISASI DALIHAN NA TOLU PADA GENERASI MUDA BATAK DI CIPUTAT (Studi Kasus: Perkumpulan Masyarakat Batak “Parsahutaon Dalihan Na Tolu”, Sarua Permai) Petunjuk Umum: • Berilah tanda ( ) pada setiap kolom ( ) di bawah ini • Isilah kuesioner pada setiap bagian yang bertitik-titik I. Karateristik Individu 1. Nama :............................................................. 2. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan 3. Usia :.................Tahun 4. Pendidikan :............................ 5. Di mana anda di lahirkan ?............................................... II. Karateristik Orang tua 1. Orang tua anda beretnis: •Ayah :..................................... •Ibu :..................................... 2. Apakah orang tua (ayah dan ibu) anda sedang mengikuti organisasi sosial ? ( ) Ya ( ) Tidak Jika jawaban Ya, Orang Tua Organisasi Sosial Peran Ayah
Ibu
• • • • • • • • • •
................................. ................................. ................................. ................................. ................................. ................................. ................................. ................................. ................................. .................................
( ( ( ( (
) Anggota ) Anggota ) Anggota ) Anggota ) Anggota
( ( ( ( (
) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus
( ( ( ( (
) Anggota ) Anggota ) Anggota ) Anggota ) Anggota
( ( ( ( (
) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus
92
3. Pendidikan terakhir orang tua anda: • Ayah :...................................... • Ibu :...................................... III. Karateristik Sosial 1. Teman bermain anda: Teman bermain (geng) Bersuku Batak (jumlah orang) .......................orang • Di sekolah/kampus .......................orang • Di Kosan .......................orang • Di rumah .......................orang • .......................orang • .......................orang • .......................orang • .......................orang •
Bersuku non Batak (jumlah orang) .......................orang .......................orang .......................orang .......................orang .......................orang .......................orang .......................orang .......................orang
2. Apakah anda pernah mengikuti organisasi sosial ? ( ) Ya ( ) Tidak Jika jawaban anda Ya, Organisasi Sosial Peran • • • • •
................................. ................................. ................................. ................................. .................................
( ( ( ( (
) Anggota ) Anggota ) Anggota ) Anggota ) Anggota
( ( ( ( (
) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus ) Pengurus
IV. Proses Sosialisasi Dalihan Na Tolu 1. Apakah anda pernah diajarkan mengenai panggilan atau sapaan untuk memanggil anggota keluarga dari pihak ayah atau ibu anda? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Apabila Pernah, Sebutkan oleh siapa............................................................ ........................................................................................................................ 2. Apakah anda pernah diajarkan mengenai upacara-upacara adat masyarakat Batak ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Apabila Pernah, Sebutkan oleh siapa............................................................. ......................................................................................................................... 3. Apakah anda pernah diajarkan mengenai kelebihan-kelebihan yang dimiliki Orang Batak dalam hal kekerabatannya (seperti: marga, sapaan/panggilan kepada individu yang lain, dll) ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa....................................................................
93
4.
5.
6.
7.
8.
9.
......................................................................................................................... Apakah anda pernah diajarkan mengenai aturan bagaimana anda atau orang lain bertingkah laku (seperti: menghormati, melayani, dll) sesuai dengan statusnya (sebagai orang tua, sebagai anak, sebagai oppung, dll) ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ......................................................................................................................... Apakah anda pernah diajarkan mengenai sanksi yang didapat apabila anda atau orang lain bertingkah laku tidak sesuai dengan aturan adat (seperti tidak datang ke upacara adat, tidak menghormati, dll) ? Jika Pernah, sebutkan oleh siapa.................................................................... ........................................................................................................................ Apakah anda pernah dikenakan sanksi apabila anda salah dalam menyebutkan panggilan atau sapaan kepada anggota keluarga dari pihak ayah atau ibu saya ? ( ) Pernah ( ) Tidak pernah Jika Pernah, Sebutkan oleh siapa.................................................................. ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ Apakah anda pernah dikenakan sanksi/hukuman apabila anda tidak menghadiri upacara-upacara adat ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................ Apakah anda pernah diberi imbalan (dapat berupa hadiah, pujian, dll) apabila anda benar dalam memanggil sapaan atau panggilan kepada keluarga baik dari pihak ayah maupun ibu saya ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................ Apakah anda pernah diajak untuk menghadiri upacara-upacara adat seperti perkawinan, kematian, kelahiran, dll ? ( ) Pernah ( ) Tidak pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................
10. Apakah anda pernah diberi nasehat apabila anda malas untuk menghadiri upacara-upacara adat ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................ 11. Apakah anda pernah diberi imbalan (dapat berupa hadiah, pujian, dll) apabila anda menghadiri upacara adat ? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah
94
Jika Pernah, sebutkan oleh siapa................................................................... ........................................................................................................................ 12. Upacara adat apa yang pernah anda hadiri ?................................................... ......................................................................................................................... IV. Perilaku terhadap Dalihan Na Tolu • Aspek Kognitif Isilah pada Bagian yang bertitik-titik di bawah ini 1. Anak perempuan berdasarkan adat Batak harus memanggil adik/kakak lakilaki kandungnya dengan sebutan: ......................................................... 2. Saya memanggil adik/kakak perempuan ayah saya dengan sebutan:........................................................................................................ 3. Saya memanggil adik laki-laki ayah saya dengan sebutan:......................................................................................................... 4. Saya memanggil kakak laki-laki ayah saya dengan sebutan:......................................................................................................... 5. Saya memanggil adik/kakak laki-laki dari ibu saya dengan sebutan:........................................................................................................ 6. Saya memanggil kakak perempuan dari ibu saya dengan sebutan:......................................................................................................... 7. Saya memanggil suami dari adik/kakak perempuan ayah saya dengan sebutan:......................................................................................................... 8. Anak dari adik/kakak perempuan merupakan.......................bagi saudara (adik/kakak) laki-lakinya. 9. Dalam upacara adat Batak maka pihak pengundang atau yang mengundang biasa dinamakan:..................................................................... 10. Ayah saya dalam setiap kegiatan adat Batak harus lebih hormat kepada:.......................................................................................................... 11. Ketika ada upacara adat atau kegiatan adat Batak di pihak siapa ayah saya harus bersikap melayani ?..................................................................... 12. Ayah saya dalam setiap upacara atau kegiatan adat Batak harus saling membantu terhadap:...................................................................................... 13. Ucapan terima kasih dari pihak pengundang setelah upacara adat Batak berakhir disebut:............................................................................................ 14. Pada Masyarakat Batak ulos diberikan kepada........................................................................................................... •
Aspek Afektif Berikut ini disajikan pernyataan mengenai sikap anda terhadap Dalihan Na Tolu. Anda diharapkan menyatakan sikap anda terhadap pernyataan-pernyataan tersebut dengan memilih: SS = Sangat Setuju TS = Tidak Setuju S = Setuju STS = Sangat Tidak Setuju R = Ragu-ragu
95
NO
PERNYATAAN
PILIHAN SS
1. 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Saya merasa senang menghadiri upacara-upacara adat Batak Saya merasa upacara-upacara adat Batak tidak ribet/bertele-tele Saya merasa senang dengan kebiasaan masyarakat Batak dalam hal memberi sebutan atau panggilan kepada individu lainnya (seperti: namboru, tulang, dll) Saya merasa bahwa kebiasaan masyarakat Batak memberi sebutan atau panggilan kepada individu lainnya memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan etnis lainnya. Saya merasa bahwa kebiasaan masyarakat Batak dalam hal memberi sebutan atau panggilan kepada individu lainnya dapat menjalin keakraban dan kekeluargaan. Saya merasa senang apabila ada orang yang mengajarkan kepada saya mengenai sebutan atau panggilan-panggilan kepada individu lainnya (seperti: namboru, tulang, dll) Saya merasa senang apabila ada yang menegur saya apabila saya salah memanggil saudara-saudara saya karena tidak sesuai dengan sebutan atau panggilan berdasarkan adat Batak. Saya merasa senang apabila ayah saya hormat kepada saudara dari pihak ibu saya Saya merasa senang apabila ayah saya harus melayani dan membantu pihak ibu saya ketika
S
R
TS
STS
96
10.
ada suatu upacara adat di pihak ibu saya. Saya merasa senang apabila ayah saya saling membantu keluarga dari pihaknya.
97
Lampiran 2. Panduan Pertanyaan PANDUAN PERTANYAAN •
Wawancara Kelompok
Responden Generasi Muda Perkumpulan Masyarakat Batak Sarua Permai, Ciputat 1. Apakah orang tua kalian sering mengajarkan mengenai sebutan/panggilan dan bertingkah laku kepada individu yang lain beradasarkan adat Batak ? Menurut kalian hal apa yang menyebabkan mereka bersikap seperti itu ? 2. Bagaimana mereka mengajarkan kepada kalian mengenai sebutan/panggilan dan bertingkah laku kepada individu yang lain berdasarkan adat Batak ? 3. Apakah orang tua kalian sering mengajarkan dan mengajak kalian dalam mengikuti upacara-upacara adat Batak ? Menurut kalian hal apa yang menyebabkan mereka bersikap demikian ? 4. Apa faktor yang utama menyebabkan kalian menjadi tertarik atau tidak tertarik terhadap sebutan/panggilan kepada individu yang lain berdasarkan adat Batak? 5. Apa faktor utama yang menyebabkan kalian menjadi tertarik atau tidak tertarik terhadap upacara-upacara adat Batak ? 6. Siapa
orang
yang
paling
sering
mengajarkan
kalian
mengenai
sapaan/panggilan kepada individu yang lain berdasarkan adat Batak, upacaraupacara adat Batak, maupun cara kalian bertingkah laku terhadap individu yang lain berdasarkan adat Batak ?
98
7. Siapa yang paling sering memberikan hukuman (baik fisik maupun teguran) apabila kalian salah dalam menyapa/memanggil saudara kalian ? 8. Bagaimana mereka memberikan hukuman (baik fisik maupun teguran) apabila kalian salah dalam menyapa/memanggil saudara kalian ? 9. Siapa orang yang paling sering memberikan imbalan apabila kalian benar dalam menyapa individu yang lain dan bertingkah laku sesuai dengan adat Batak ? 10. Bagaimana cara mereka memberikan imbalan apabila kalian benar dalam menyapa individu yang lain dan bertingkah laku sesuai dengan adat Batak ? 11. Siapa orang yang paling sering memberikan hukuman apabila kalian malas mendatangi upacara adat Batak ? Bagaimana mereka memberikan hukuman kepada kalian ? 12. Siapa orang yang paling sering memberikan imbalan apabila kalian mendatangi upacara adat Batak ? Bagaimana cara mereka memberikan imbalan kepada kalian ?
99
Lampiran 3. Peta Kompleks Sarua Permai
Skala 1: 12.500
100
Lampiran 4. Hasil Pengujian Korelasi rank Spearman Correlations
Spearman's rho
Umur
Pendidikan
Etnis Orang Tua
Pendidikan Orang tua
Organisasi Sosial Orang tua Teman Bermain
Organisasi Sosial Individu Proses Sosialisasi
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Etnis Umur Pendidikan Orang Tua 1,000 ,460** -,259 . ,001 ,053 40 40 40 ,460** 1,000 -,062 ,001 . ,351 40 40 40 -,259 -,062 1,000 ,053 ,351 . 40 40 40 -,141 ,252 -,096 ,192 ,058 ,277 40 40 40 -,037 ,246 ,361* ,411 ,063 ,011 40 40 40 ,112 ,268* ,480** ,246 ,047 ,001 40 40 40 -,051 ,185 ,291* ,378 ,127 ,034 40 40 40 -,308* -,036 ,840** ,027 ,413 ,000 40 40 40
Pendidikan Orang tua -,141 ,192 40 ,252 ,058 40 -,096 ,277 40 1,000 . 40 ,197 ,111 40 -,229 ,077 40 ,159 ,163 40 -,115 ,240 40
Organisasi Sosial Orang tua -,037 ,411 40 ,246 ,063 40 ,361* ,011 40 ,197 ,111 40 1,000 . 40 ,470** ,001 40 ,267* ,048 40 ,303* ,028 40
Teman Bermain ,112 ,246 40 ,268* ,047 40 ,480** ,001 40 -,229 ,077 40 ,470** ,001 40 1,000 . 40 ,580** ,000 40 ,438** ,002 40
Organisasi Sosial Individu -,051 ,378 40 ,185 ,127 40 ,291* ,034 40 ,159 ,163 40 ,267* ,048 40 ,580** ,000 40 1,000 . 40 ,347* ,014 40
Proses Sosialisasi -,308* ,027 40 -,036 ,413 40 ,840** ,000 40 -,115 ,240 40 ,303* ,028 40 ,438** ,002 40 ,347* ,014 40 1,000 . 40
101
Correlations Proses Sosialisasi Aspek Kognitif Aspek Afektif Spearman's rho Proses Sosialisasi Correlation Coefficient 1,000 ,921** ,250 Sig. (1-tailed) . ,000 ,060 N 40 40 40 Aspek Kognitif Correlation Coefficient ,921** 1,000 ,329* Sig. (1-tailed) ,000 . ,019 N 40 40 40 Aspek Afektif Correlation Coefficient ,250 ,329* 1,000 Sig. (1-tailed) ,060 ,019 . N 40 40 40 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
102 Lampiran 5. Hasil Pengujian Korelasi Chi Square
Tempat Lahir * Proses Sosialisasi Crosstabulation Count Proses Sosialisasi rendah Tempat Lahir
Luar Sumatera Utara Sumatera Utara
Total
tinggi
Total
8 0
27 5
35 5
8
32
40
Chi-Square Tests
1
Asymp. Sig. (2-sided) ,232
,357
1
,550
2,404
1
,121
Linear-by-Linear Association
1,393
1
,238
N of Valid Cases
40
Value 1,429(b)
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio
df
Fisher's Exact Test
a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
Symmetric Measures
Interval by Interval
Pearson's R
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
Value ,189
Asymp. Std. Error(a) ,053
Approx. T(b) 1,186
Approx. Sig. ,243(c)
,189
,053
1,186
,243(c)
N of Valid Cases
40
a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation.
Jenis kelamin * Proses Sosialisasi Crosstabulation Count Proses Sosialisasi rendah Jenis kelamin Total
tinggi
Total
Laki-laki
3
13
16
Perempuan
5
19
24
8
32
40
103 Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square
Asymp. Sig. (2-sided)
df
,026(b)
1
,872
,000
1
1,000
,026
1
,871
Linear-by-Linear Association
,025
1
,873
N of Valid Cases
40
Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,20. Symmetric Measures
Interval by Interval
Pearson's R
Ordinal by Ordinal
Spearman Correlation
N of Valid Cases
Value -,026
Asymp. Std. Error(a) ,157
Approx. T(b) -,157
Approx. Sig. ,876(c)
-,026
,157
-,157
,876(c)
40 a Not assuming the null hypothesis. b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c Based on normal approximation
104 Lampiran 6. Dokumentasi
Gambar 1.Anggota Parsahutaon Dalihan Na Tolu
Gambar 2. Pemuda Parsahutaon Dalihan Na Tolu
Gambar 3 & 4. Suasana Pernikahan Adat Batak saat Mangulosi
Gambar 5. Suasana Upacara Kematian Adat Batak