STUDI DESKRIPTIF TENTANG PENYESUAIAN DIRI SISWA BARU KELAS VII SMP NEGERI 37 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2008/2009 SETELAH MENGIKUTI MASA ORIENTASI SISWA (MOS)
Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi oleh Fitri Yuliani 1550402076
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2009
PERSETUJUAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 8 April 2009
Fitri Yuliani 1550402076
ii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 8 April 2009. Panitia :
Ketua
Sekretaris
Drs. Agus Salim, M.Pd 130781006
Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si 132307257
Penguji Utama
Dra.Tri Esti Budiningsih 131570067
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Sri Maryati D, M.Si 131125886
Drs. Sugeng Haryadi, M. S 131472593
iii
MOTTO DAN PERUNTUKKAN
MOTTO Aku dibesarkan untuk percaya bahwa ALLAH SWT memiliki suatu rencana bagi setiap orang dan bahwa setiap peristiwa yang terjadi merupakan bagian dari rencanaNya. Bahkan kegagalan yang mematahkan hati, pada akhirnya akan menjadi yang terbaik. Kalau sesuatu salah janganlah putus asa, tetaplah bergerak maju, suatu saat sesuatu yang baik pasti akan terjadi. (Peneliti)
PERUNTUKKAN Untuk Ayahanda Soepaat dan Ibunda Rumini tercinta dan terkasih yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayangnya untukku. Untuk Kakak-kakakku tersayang “Mbak Partini, Mas Kelik, Mas Indarto, dan Teh Ririn” terima kasih atas doa, perhatian, dan bantuan yang diberikan untukku selama ini. Untuk Anakku tersayang “Savira ibu sayang vira
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirrabbil’alamin. Segala Puji bagi Allah SWT, atas segala rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Tentang Penyesuaian Diri Siswa Baru Kelas VII SMP Negeri 37 Semarang Tahun Pelajaran 2008/2009 Setelah Mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS)”. Penyusunan skripsi ini ditunjukkan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelas sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengalami berbagai hambatan, tetapi berkat bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat mengatasinya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian dalam penulisan skripsi ini 2. Dra. Tri Esti Budiningsih, M.Si, Ketua Jurusan Psikologi dan sekaligus sebagai penguji utama yang telah memberikan kemudahan dan dukungan kepada penulis. 3. Dra. Sri Maryati Deliana, M.Si, dosen pembimbing I skripsi ini yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan-pengarahan sampai terselesaikannya skripsi ini.
4. Drs. Sugeng Haryadi, M.S, dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta kesabarannya dalam membantu, membimbing dan memberikan
v
5. Seluruh staf pengajar jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ilmu-nya selama melaksanakan studi. 6. Drs. R. Sutrisno, Kepala Sekolah SMP Negeri 37 Semarang yang telah memberikan ijin dan fasilitas selama penelitian berlangsung. 7. Ibu Endah, Ibu Kristin, Ibu Tutik, dan Ibu Priti, selaku guru BK SMP Negeri 37 Semarang yang telah memberikan bantuan dalam mengumpulkan data penelitian. 8. Seluruh guru dan karyawan SMP Negeri 37 Semarang yang telah memberikan bantuan sehingga dapat terlaksananya skripsi ini. 9. Seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 37 Semarang, selaku responden yang telah ikut membantu terselesainya penelitian ini. 10. Seluruh mbak-mbak dan mas-masku : Mbak Partini, Mas Riza, Mas Kelik, Mbak Jum, Mas Indarto, Mbak Eri, dan Teh Ririn, yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsinya. 11. Keponakan-keponakanku : Nabila, Nadia, Dzulfikar, Rara, Ridho, dan Rana, yang telah menghibur di saat sedih. 12. Teman-temanku yang tercinta : Ria, Riska, Nunung, dan Riri, terima kasih atas bantuan dan dukungan serta persahabatan yang telah kita bina selama ini.
13. Teman-teman angkatan 2002, terima kasih telah menjadi teman-teman terbaikku selama menuntut ilmu di jurusan psikologi, semoga pertemanan kita abadi selamanya dan jangan terputuskan tali silahturahmi kita.
vi
14. Adik-adik kelasku angkatan 2003 dan angkatan 2004, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah kalian berikan kepada penulis. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu di sini, baik secara langsung maupun tidak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan rendah hati penulis berharap bahwa karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. atas segala kekurangan tulisan ini, penulis
mengharap berbagai masukan. Terimakasih.
Semarang, 8 April 2009
Fitri Yuliani
vii
ABSTRAK
Yuliani, Fitri. 2009. Studi Deskriptif Tentang Penyesuaian Diri Siswa Baru Kelas VII SMP Negeri 37 Semarang Tahun Pelajaran 2008/2009 Setelah Mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS). Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini dibawah bimbingan: Dra. Sri Maryati Deliana, M.Si dan Drs. Sugeng Haryadi, M.S. Kata kunci : Penyesuaian Diri, Masa Orientasi Siswa (MOS). Penyesuaian diri adalah suatu proses pencapaian keharmonisan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dan merasakan ketenangan dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa baru kelas VII setelah mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS). Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik merupakan pribadi-pribadi yang unik harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sebelum memasuki ajaran baru, perlu adanya suatu orientasi yang disebut dengan MOS. MOS, kependekan dari Masa Orientasi Siswa adalah suatu masa dimana siswa baru diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan sekolah yang baru. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa baru kelas VII SMP Negeri 37 Semarang sejumlah 240 siswa. Sampel ditentukan dengan teknik simple random sampling yaitu sejumlah 60 siswa. Variabel penelitian adalah penyesuaian diri. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan skala. Uji validitas menggunakan rumus korelasi product moment dan uji reliabilitas menggunakan rumus alpha. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi teknik deskriptif persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyesuaian diri siswa termasuk dalam kategori tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang masuk dalam kategori tersebut sebanyak 50,00% sampai 83,33% dengan rincian sebagai berikut : aspek penampilan dengan tingkat prosentase 83,33%; aspek kemampuan berpikir dengan tingkat prosentase 51,67%; aspek sikap, sifat, dan perasaan dengan tingkat prosentase 55,00%; aspek pribadi dengan tingkat prosentase 50,00%; dan aspek pemurah dengan tingkat prosentase 58,33%. Berdasarkan hasil penelitian, diajukan saran sebagai berikut : (1) Bagi pihak sekolah, supaya lebih meningkatkan hal-hal yang dapat menjadikan siswa dapat menyesuaikan dengan lingkungan di sekolah, (2) Bagi guru, hendaknya lebih menciptakan suasana yang menyenangkan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS), dan (3) Bagi siswa, hendaknya selalu menerapkan materi-materi yang diajarkan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang berhubungan dengan penyesuaian situasi kelas, teman, guru dan karyawan, kurikulum, dan penyesuaian dengan peraturan sekolah.
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..……………………………………………………………….i HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………….ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………………...iv KATA PENGANTAR……………………………………………………………..... v ABSTRAK…………………………………………………………………………viii DAFTAR ISI………………………………………………………………………...ix DAFTAR TABEL..…………………..……………………………………………..xii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….....xiv DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. xv 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………………………………………………………………….1 1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………... 9 1.3. Penegasan Istilah …….…………………………………………………………9 1.4. Tujuan Penelitian...……………………………………………………………..10 1.5. Manfaat Penelitian ..……………………………………………………………10 1.6. Sistematika Skripsi……………………………………………………………..11 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyesuaian Diri………………………………………………………………...13 2.1.1 Pengertian Penyesuaian Diri.………………………….………………...13 Faktor-faktor Penyesuaian Diri………………………………….................…....….18
ix
2.1.2 Karakteristik Penyesuaian Diri…….……………………………………23 2.1.3 Proses Penyesuaian Diri………………………………………………...26 2.1.4 Aspek-aspek Penyesuaian Diri……………………………………….....27 2.1.5 Masalah-masalah Penyesuaian Diri……………………………………..29 2.2 Masa Orientasi Siswa 2.2.1 Pengertian Masa Orientasi Siswa…………………………………….....30 2.2.2 Maksud dan Tujuan MOS……………………………………………....32 2.2.3 Sasaran MOS..………………………………………………………….33 2.2.4 Materi MOS..………………………………………………………...…33 2.2.5 Manfaat MOS terhadap Penyesuaian Diri.............................................. 38 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ……………………………………………………………... ..41 3.2 Variabel Penelitian……………………………………………………………..42 3.2.1 Identifikasi Variabel…………………………………………………....42 3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian…….…………………….…..43 3.3 Populasi dan Sampel...........................................................................................44 3.3.1 Populasi………………………………………………………………..44 3.3.2 Sampel……………………………………………………………..…..45 3.4 Metode Pengumpulan ........................................................................................46 3.5 Validitas dan Reliabilitas....................................................................................51 3.5.1 Validitas…………………………………………………………….. ...51 3.5.2 Reliabilitas..……………………………………………………………52 3.6 Metode Analisis Data........................................................................................ 53
x
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian………………………………………………………...….55 4.1.1 Orientasi Kancah……………………………………………………...55 4.1.2 Proses Perijinan…………………………………………………….....56 4.1.3 Penentuan Sampel…………………………………………………….57 4.2 Pelaksanaan Penelitian…...………………………………………………….….58 4.3 Keterbatasan Penelitian………………………………………………………....58 4.4 Prosedur Pengumpulan Data..……………………………………………….….59 4.4.1 Perhitungan Validitas………………………………………………....59 4.4.2 Perhitungan Reliabilitas……………………………………………....61 4.5 Deskripsi Hasil Penelitian ………………………………………………….…61 4.5.1 Gambaran Penyesuaian Diri………………………………………….62 4.6 Pembahasan….………………………………………………………………...102 SIMPULAN DAN SARAN………………………………………...………...…..109 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..112 LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1 Populasi Penelitian……………………......................................................45 3.2 Blue Print Instrument Penyesuaian Diri………………………………….50 3.3 Kriteria dan Nilai Alternatif jawaban Skala Psikologi...............................51 3.4
Interval Nilai Persentase dan Klasifikasi Skor.......................................... 54
3.5
Sebaran Item Valid Skala Penyesuaian Diri...............................................60
3.6
Interpretasi Reliabilitas...............................................................................61
3.7 Penggolongan Kriteria Analisis..................................................................62 3.8 Penggolongan Kriteria Tingkat Penyesuaian Diri......................................63 3.9
Kategorisasi Aspek Penampilan................................................................ 64
4.0
Distribusi Frekuensi Aspek Penampilan ...................................................65
4.1 Kategorisasi Aspek Kemampuan Berpikir.................................................66 4.2 Distribusi Frekuensi Aspek Kemampuan Berpikir.....................................66 4.3 Kategorisasi Aspek Sikap, Sifat, dan Perasaan..........................................67 4.4 Distribusi Frekuensi Aspek Sikap, Sifat, dan Perasaan.............................68 4.5 Kategorisasi Aspek Pribadi…………………………………………...….69 4.6 Distribusi Frekuensi Aspek Pribadi…………….......................................69 4.7 Kategorisasi Aspek Pemurah……………………….................................70 4.8 Distribusi Frekuensi Aspek Pemurah……………………………............71 4.9 Distribusi Frekuensi Penyesuaian Diri……………………………..........71 5.0
Kategorisasi Indikator Tampang yang baik………………………...........73
xii
1
Kategorisasi Indikator Aktif dalam kelompok…………………………….75
5.2
Kategorisasi Indikator Mempunyai inisiatif……………………….……....76
5.3
Kategorisasi Indikator Memikirkan kepentingan kelompok……………....78
5.4 Kategorisasi Indikator Mengemukakan ide………………………………..80 5.5
Kategorisasi Indikator Bersikap sopan…………………………………….82
5.6
Kategorisasi Indikator Empati………………………………………..........83
5.7
Kategorisasi Indikator Penyabar……………………………………..........85
5.8
Kategorisasi Indikator Menyumbangkan pengetahuan………………........87
5.9
Kategorisasi Indikator Jujur………………………………………...…......88
6.0
Kategorisasi Indikator Bertanggung jawab……………………………......90
6.1
Kategorisasi Indikator Mentaati peraturan…………………...…………...92
6.2
Kategorisasi Indikator Menyesuaikan diri………………………………...94
6.3
Kategorisasi Indikator Tidak pelit………………………………………...95
6.4
Kategorisasi Indikator Suka bekerjasama……………………………........97
6.5
Katergorisasi Indikator Membantu anggota kelompok……………….......99
6.6
Penjelasan Deskriptif Tingkat Penyesuaian Diri………………………...100
6.7
Penjelasan Deskriptif Per Indikator Penyesuaian Diri……………….......101
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Grafik Penyesuaian Diri......................................………………………....72 2. Grafik Indikator Tampang yang baik………….……………………….....74 3. Grafik Indikator Aktif dalam kelompok…………………………...……...75 4. Grafik Indikator Mempunyai inisiatif………………………………...…...77 5. Grafik Indikator Memikirkan kepentingan kelompok……………….........79 6. Grafik Indikator Mengemukakan ide………………………………...........81 7. Grafik Indikator Bersikap sopan…………………………………...…..….82 8. Grafik Indikator Empati……………………………………………...........84 9. Grafik Indikator Penyabar…………………………………………...........86 10. Grafik Indikator Menyumbangkan pengetahuan……………………...…...87 11. Grafik Indikator Jujur………………………………...................................89 12. Grafik Indikator Bertanggung jawab……………………............................91 13. Grafik Indikator Mentaati peraturan………………………….....................93 14. Grafik Indikator Menyesuaikan diri………………………….....................94 15. Grafik Indikator Tidak pelit……………………………………………......96 16. Grafik Indikator Suka bekerjasama………………………………..............98 17. Grafik Indikator Membantu anggota kelompok……………………….......99
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Skala Penyesuaian Diri…………….…………………………………………...114 2. Tabulasi Data Penelitian Skala Penyesuaian Diri………………………………115 3. Uji validitas dan reliabilitas skala………………………………………………118 4. Analisis Korelasi……………………………………………………………......129 5. Analisis Deskriptif Skala Penyesuaian………………………………………....150 6. Surat Ijin Penelitian Untuk SMP Negeri 37 Semarang……………………..…..151 7. Surat Ijin Penelitian Dari Bagian Tata Usaha FIP………………………….…..152 8. Surat Ijin Penelitian Dari Dinas Pendidikan Kota Semarang………………..…153 9. Surat Keterangan Penelitian Dari SMP Negeri 37 Semarang………………….154
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Mereka saling membutuhkan antara satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial dan bagi kebanyakan orang kecenderungan untuk bersama orang lain lebih kuat daripada keinginan untuk menyendiri. Kenyamanan dan kedamaian hati akan dirasakan oleh seseorang apabila dalam berinteraksi dapat mengikuti pola dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungannya, sehingga untuk dapat mempertahankan hidup dan diterima lingkungannya, individu harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia berada. Dalam proses pendidikan di sekolah, siswa sebagai subjek didik merupakan pribadipribadi yang unik dengan segala karakteristiknya. Siswa sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksinya dengan lingkungan. Sebagai pribadi yang unik, terdapat perbedaan individual antar siswa yang satu dengan yang lainnya. Demikian pula masalah yang berkaitan dengan penyesuaian diri siswa, baik penyesuaian terhadap lingkungan maupun terhadap sesama teman. Banyak diantara siswa yang sukar beradaptasi ada juga yang mudah beradaptasi. Setiap memasuki tahun pelajaran baru, pada umumnya hampir di setiap sekolah menyelenggarakan kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS), yang wajib
1
2 diikuti oleh setiap calon siswa baru. MOS, kependekan dari Masa Orientasi Siswa adalah suatu masa dimana siswa baru diberi kesempatan untuk memiliki masa orientasi (pembiasaan) untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan sekolah yang baru. Jenjang pendidikan di Indonesia dibina oleh Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Setiap jenjang pendidikan memiliki ciri khusus yang membedakan dengan jenjang pendidikan yang lain. Untuk mengantar seorang anak memasuki jenjang pendidikan yang baru, Dirjen Dikdasmen telah menetapkan suatu masa orientasi untuk siswa baru, yang disebut Masa Orientasi Siswa (MOS). Masa Orientasi Siswa (MOS) diadakan sebagai upaya untuk menjembatani siswa baru mengenal berbagai kekhususan dari jenjang pendidikan barunya, baik yang berupa lingkungan fisik, lingkungan sosial, peraturan maupun isi dan cara-cara belajar yang berbeda dengan lingkungan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Masa Orientasi Siswa SMP dan SMK Sederajat Propinsi Jawa Tengah bahwa tujuan diadakannya Masa Orientasi Siswa (MOS) adalah memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada siswa baru tentang lingkungan sekolahnya yang baru. Mereka diharapkan mengawali kegiatan pendidikan dengan halhal yang menggembirakan sambil mengenal dan mempelajari sesuatu yang baru, baik yang berkaitan dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk norma-norma khusus yang berlaku di lingkungan sekolah barunya) maupun dengan cara-cara belajar yang baru.
3 Masa Orientasi Sekolah (MOS) selama ini selalu menjadi tradisi sekolah dan dilakukan dengan cara yang sama. Padahal saat MOS itulah guru berkesempatan mengenali siswa. Bukan sekedar tahu asal sekolah mereka, biodata, nilai rapor, atau hasil psikotes. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti tiga hari setelah siswa mengikuti MOS pada kelas VII SMP Negeri 37 Semarang dengan menggunakan angket, diperoleh data sebagai berikut: 20% dari 40 siswa dapat menyesuaikan dengan lingkungan fisik sekolah, 20% dari 40 siswa dapat menyesuaikan diri dengan situasi kelas, 20% dari 40 siswa dapat menyesuaikan diri dengan teman, 15% dari 40 siswa dapat menyesuaikan diri dengan guru dan karyawan, 20% dari 40 siswa dapat menyesuaikan diri dengan kurikulum, dan 15% dari 40 siswa dapat menyesuaikan diri dengan peraturan tata tertib sekolah. Dengan demikian masih banyak siswa yang belum dapat menyesuaikan diri dengan guru, karyawan, dan peraturan tata tertib sekolah. Hal ini dikarenakan anak masih memasukkan materi-materi yang diajarkan pada saat MOS secara kognitif saja. Pada dasarnya, peralihan ke sekolah yang lebih tinggi mungkin tidak terlalu sulit bagi sebagian siswa. Namun ada banyak faktor yang mempengaruhi siswa-siswa lain sehingga mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan penyesuaian diri dengan sekolah barunya. Bahkan, siswa baru kini tidak semata-mata harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru, tapi juga harus menjadi bagian dari budaya sekolah yang mendasari komunitas pembelajar. MOS haruslah bertujuan untuk orientasi siswa, pondasi pengembangan komunitas pembelajar, serta mengembangkan keahlian dan nilai siswa. Lalu melalui kegiatan ini,
4 sekolah juga harus mengadakan pemetaan siswa. Maksudnya, sekolah harus bisa membuat rekomendasi dari setiap anak dan langkah-langkah untuk mengoptimalkan kemampuan anak. Menurut Direktur Konsultan Manajemen dan Pendidikan Open Mind Tendi Naim, selama ini guru selalu memberitahu murid, padahal harusnya terjadi komunikasi dua arah sehingga mengerti tentang anak. MOS berpotensi sebagai dasar penciptaan komunitas belajar. Kegiatan ini juga bisa digunakan untuk mengenal anak dari awal termasuk potensi yang dimiliki anak. Untuk itu, sekolah juga membutuhkan data lain seperti karakteristik siswa, kebiasaan, target, komitmen, potensi masalah, dan potensi dukungan masalah. Salah satu sekolah yang sudah menerapkan MOS seperti ini adalah SMP Taruna Bakti, Bandung, Jawa Barat. Sejak tahun 2006-2007, sekolah tersebut ingin menerapkan MOS yang berbeda. Dalam MOS tak jarang terjadi peristiwa perpeloncoan. Menurut (Purnomo Iman Santoso.26 April 2006.Perpeloncoan.www.suara merdeka.com) bahwa MOS berbeda dengan perpeloncoan. Tahun 1975, MOS lebih menekankan pada penanaman kedisiplinan. Selama satu minggu siswa baru wajib mengikuti pelajaran baris berbaris. Sedangkan pada tahun 1980, MOS diisi dengan penataran P4. Namun setelah itu, mulai muncul istilah perpeloncoan yang tak jarang sering kebablasan, belum terdeteksi apakah MOS dapat berakibat cedera psikis maupun phisik. Dengan demikian, menyosialisasikan arti MOS sangat penting bagi siswa baru. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) serukan hentakan kekerasan dalam pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah (MOS) untuk siswa baru kelas satu Sekolah
5 Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) karena melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Nomor 23 Tahun 2002. Menurut Arist Merdeka Sirait, Sekretaris Jendral Komisi Nasional Perlindungan Anak bahwa MOS rentan terhadap tindak kekerasan fisik, psikis, maupun emosional yang dirasakan siswa baru. Seperti kegiatan MOS yang memaksa siswa baru mengenakan berbagai atribut seperti kalung berbagai macam tumbuhan, kaos kaki selang seling dan sebagainya yang membuat siswa tidak patut atau layak dalam pandangan masyarakat dapat pula dikategorikan kekerasan. Sementara itu, penggiat pendidikan, Sucipto, mengatakan kegiatan MOS perlu dikembalikan pada tujuan dasarnya. MOS harus menjadi awal dari pembentukan sikap siswa baru dalam mengenal pendidikan yang berbeda dari sebelumnya. Secara teoritik, kegiatan orientasi memang memiliki tujuan yang positif yakni membantu para calon siswa untuk mengenal dan memahami lingkungan sekolahnya yang baru, baik lingkungan fisik, seperti ruang kelas, tempat ibadah, laboratorium dan fasilitas belajar lainnya, maupun lingkungan sosio-psikologis, seperti guru-guru, teman dan iklim serta budaya yang dikembangkan sekolah sehingga diharapkan para calon siswa dapat segera mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di sekolahnya. Dalam menghadapi tahun ajaran baru, tentu diperlukan semangat baru. Semangat untuk menerima atau mengikuti pelajaran baru. Di samping itu, semangat baru dibutuhkan dalam rangka menghadapi tantangan, hambatan, dan gangguan. Semakin tinggi tingkatan kelas atau jenjang sekolah maka akan semakin tinggi pula tantangan, hambatan, dan gangguan yang mesti dihadapi.
6 Sebelum mulai belajar, sebaiknya ada persiapan sehingga tahun ajaran baru diawali dalam keadaan lancar dan dapat mencapai hasil belajar yang baik. Sebagaimana kita ketahui, persiapan yang matang merupakan setengah sukses. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam menghadapi tahun ajaran baru berkaitan dengan fisik, material, dan mental atau psikologis. Untuk melakukan kegiatan belajar dibutuhkan fisik yang sehat, karena kesehatan merupakan modal utama untuk melakukan kegiatan termasuk kegiatan belajar. Dalam keadaan fisik yang sehat, semangat belajar akan tetap terjaga dan tidak akan cepat lelah dan menyerah ketika mengalami kesulitan belajar. Belajar akan berjalan dengan lancar apabila didukung dengan material atau alat dan sumber belajar. Alat tulis yang diperlukan, misalnya pulpen, pensil, penggaris, dan lainlain. Sumber belajar, yaitu buku pelajaran atau buku paket sejumlah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Bagi siswa baru, perlu mempunyai pakaian seragam sekolah, misalnya pakaian olah raga, putih merah (SD), putih biru (SMP), putih abu (SMA), dan pakaian seragam lainnya. Begitu juga belajar akan mencapai hasil hasil yang baik seandainya mempunyai kesiapan mental. Apabila mempunyai mental yang siap, kegiatan belajar akan dilakukan dengan antusias (bersemangat dan bergembira). Siswa tidak akan merasa malas dalam belajarnya seandainya mempunyai kemauan yang kuat, adanya rasa percaya diri (PD), dan tidak mengenal putus asa apabila mengalami kesulitan selama mengikuti proses belajar di sekolah. Saat tahun ajaran baru tiba, siswa akan dihadapkan pada hal-hal yang baru pula. Misalnya guru baru, mata pelajaran baru, teman baru, kelas baru, sekolah baru, dan lain-
7 lain. Hal-hal baru tersebut menuntut siswa untuk bersikap baik dan menyesuaikan diri. Dalam menyesuaikan diri, siswa harus membuka diri, tidak mudah tersinggung oleh ucapan dan tindakan orang lain serta tidak egois atau mementingkan diri sendiri. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri ini akan mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan dalam belajar selanjutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian diri akan berakibat pada kesulitan selama mengikuti pelajaran di sekolah. Hal ini harus disadari oleh siswa baru karena situasi sekolah (kelas) yang lama akan berbeda dengan sekolah (kelas) yang baru. Kondisi di SD dengan di SMP atau SMA mempunyai beberapa perbedaan yakni berbeda dalam lingkungan fisik sekolah, lingkungan sosial, dan lain-lain. Siswa kelas VII SMP pada awal tahun pelajaran menunjukkan adanya sikap rendah diri, ragu-ragu, menyendiri, dan takut kepada guru sehingga hal ini menghambat dan merugikan proses kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung. Timbulnya gejala tersebut dimungkinkan karena siswa kelas VII belum mengenal lingkungan sekolahnya yang baru dan asing baginya. Lingkungan sekolah tersebut dapat berupa fasilitas fisik sekolah, situasi kelas, teman sekolah, guru dan karyawan, kurikulum serta tata tertib sekolah. Menghadapi sesuatu yang baru dan asing bagi kebanyakan orang merupakan sesuatu yang sulit. Demikian pula bagi siswa kelas VII SMP Negeri 37 Semarang terutama pada harihari pertama masuk sekolah, menghadapi lingkungan sekolahnya yang baru dan asing tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu waktu yang cukup lama dan bantuan yang sistematis dari guru pembimbing di sekolah itu melalui layanan orientasi. Layanan orientasi merupakan layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa
8 baru terhadap lingkungan yang baru dimasukinya melalui MOS yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. Salah satu usaha atau kegiatan untuk mengadakan persiapan dan penyesuaian diri dengan tahun ajaran baru, yaitu melalui kegiatan orientasi yang diadakan pihak sekolah. Dengan adanya orientasi studi, siswa baru dapat memperoleh pemantapan dalam hal tujuan belajar, gambaran mengenai lingkungan sekolah yang baru, keadaan guru dan karyawan serta dapat berkenalan dengan teman-teman yang baru. Kegiatan orientasi ini biasanya dilakukan pada minggu pertama masuk sekolah selama tiga sampai enam hari. Pelaksanaannya diatur dan dilaksanakan oleh masing-masing sekolah. Bagi siswa kelas VII, meskipun telah dilaksanakan layanan orientasi di sekolah namun masih banyak yang belum mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolahnya. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri ini ditandai dengan sikap tidak tenang, apatis, ragu-ragu, mengundurkan diri, terisolasi, rendah diri, bersikap agresif seperti mengacau, merusak dan memberontak sehingga hal ini akan menghambat dan merugikan proses kegiatan belajar siswa di sekolah. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka mendorong peneliti untuk mengadakan suatu penelitian yang diharapkan dapat mengungkap lebih lanjut tentang penyesuaian diri siswa baru kelas VII SMP Negeri 37 Semarang setelah mengikuti MOS (Masa Orientasi Siswa).
1.2 Rumusan Masalah
9 Berdasarkan uraian di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana tingkat penyesuaian diri siswa baru kelas VII SMP Negeri 37 Semarang? 1.3 Penegasan Istilah 1.3.1 Penyesuaian Diri Calhoun dan Acocella (1995:14) menjelaskan bahwa penyesuaian dapat diartikan sebagai interaksi individu yang kontinyu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia individu. Definisi penyesuaian diri tersebut menunjukkan bahwa penyesuaian diri dapat digambarkan sebagai usaha individu untuk saling mempengaruhi antara dirinya sendiri, dengan orang lain, dunia luar atau lingkungannya. 1.3.2
Siswa SMP kelas VII
Siswa SMP kelas VII adalah siswa yang baru memasuki jenjang sekolah menengah pertama. 1.3.3 SMP Negeri 37 Semarang Salah satu Sekolah Menengah Pertama yang berada di daerah Semarang tepatnya di Jalan Sompok Baru No. 43 A Semarang. 1.3.4 Masa Orientasi Siswa (MOS) Masa orientasi siswa adalah suatu masa orientasi yang dilaksanakan di sekolah dalam upayanya membantu siswa mengenali berbagai kekhususan dari jenjang pendidikan barunya baik yang berupa fisik, lingkungan sosial maupun isi dan cara-cara belajar yang berbeda dengan lingkungan di jenjang pendidikan sebelumnya (Depdiknas, 2006:1).
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris berkenaan dengan: Tingkat penyesuaian diri siswa baru kelas VII SMP Negeri 37 Semarang.
10 1.5 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut yaitu : 1.5.1 Manfaat Teoritis (1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya
psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan. (2) Dapat dijadikan sebagai kajian bagi peneliti selanjutnya yang
berhubungan
dengan penelitian ini sehingga hasilnya lebih luas dan mendalam. 1.5.2 Manfaat Praktis (1) Memberikan masukan bagi guru pembimbing agar dapat membantu
siswa
dalam upayanya mengenal lingkungan sekolahnya melalui Masa Orientasi Siswa (MOS) yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. (2) Memberikan masukan bagi guru pembimbing agar dapat membantu siswa dalam upayanya mengenal lingkungan sekolah sehingga siswa dapat menyesuaikan diri secara baik dengan lingkungan sekolahnya. (3) Memberikan masukan bagi siswa kelas VII SMP yang memasuki lingkungan sekolah baru agar memiliki kesiapan mental sehingga diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika skripsi disusun dengan tujuan agar pokok-pokok masalah yang dibahas dapat secara urut dan terarah. Sistematika skripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu : 1.6.1 Bagian Awal Skripsi Bagian ini terdiri dari : halaman judul, halaman pengesahan, halaman sari (Abstrak),
11 halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar tabel, daftar lampiran. 1.6.2 Bagian Inti Skripsi Bagian ini terdiri dari : 1.6.2.1 Bab I Pendahuluan Pada bab 1 ini akan memberikan gambaran keseluruhan isi skripsi berisikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, penegasan judul, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika skripsi. 1.6.2.2 Bab II Landasan Teori Landasan teori merupakan penjelasan fungsional konsep-konsep yang akan digunakan sebagai kerangka penjelasan juga merupakan panduan penelitian. 1.6.2.3 Bab III Metode Penelitian Metode penelitian untuk menjelaskan langkah-langkah kerja yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini. Metode penelitian ini meliputi : jenis penelitian, variabel penelitian dengan menjabarkan didalamnya identifikasi variable penelitian, definisi operasional, hubungan antar variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, langkah-langkah penyusunan skala psikologi, validitas dan reliabilitas instrumen, metode analisis data. 1.6.2.4 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV ini akan menguraikan tentang penyajian data penelitian secara rinci, sehingga data yang dikumpulkan mempunyai makna atau arti. 1.6.2.5 Bab V Penutup Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian serta beberapa saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.
12 1.6.3 Bagian Akhir Skripsi Bagian akhir dari skripsi ini terdiri dari : daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung penelitian ini.
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 PENYESUAIAN DIRI 2.1.1
Pengertian Penyesuaian Diri Setiap orang tentu mempunyai masalah. Berbagai permasalahan yang timbul
dalam kehidupan kita sehari-hari pada dasarnya merupakan suatu hal yang wajar. Setiap orang, setiap saat dan setiap waktu pastilah akan menjumpai fenomena hidup yang disebut sebagai masalah. Tetapi untuk dapat belajar menghadapi masalah secara efektif, seseorang perlu melakukan proses penyesuaian yang disebut dengan penyesuaian diri. Salah satu definisi mengenai penyesuaian diri ini dikemukakan oleh Walgito (2003:57) menyebutkan bahwa penyesuaian diri berarti individu dapat melebur diri dalam lingkungan yang dihadapinya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan disesuaikan dengan apa yang ingin dicapai oleh individu yang
bersangkutan. Menurut Fahmy (1982:14)
merumuskan pengertian
penyesuaian diri sebagai proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan lingkungannya. Sedangkan menurut Soeparwoto dkk (2006:187) penyesuaian diri merupakan proses menyelaraskan antara kondisi diri individu sendiri dengan sesuatu objek atau perangsang melalui kegiatan belajar. Dalam arti yang lebih luas, penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk dapat mempertahankan eksistensinya dan dapat memperoleh kesejahteraan 13
14 jasmani dan rohani juga dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian diri sebagai “social adjusment” yaitu adanya kemampuan seseorang untuk mereaksi situasi dan realitas sosial secara harmonis dan efektif. Dalam hal ini individu selain dapat menghargai hak-hak pribadi juga dapat menghargai hak-hak orang lain di masyarakat ( Kartono, 1983:134). Calhoun dan Acocella (1995:14) menjelaskan bahwa penyesuaian dapat diartikan sebagai interaksi individu yang kontinyu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia individu. Definisi penyesuaian diri tersebut menunjukkan bahwa penyesuaian diri dapat digambarkan sebagai usaha individu untuk saling mempengaruhi antara dirinya sendiri, dengan orang lain, dunia luar atau lingkungannya. Diri sendiri yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada individu : tubuh, perilaku, dan pemikiran serta perasaan individu merupakan sesuatu yang dihadapi setiap detik. Adapun orang lain menurut Calhoun dan Acocella (1995:14), mereka berpengaruh besar kepada individu, sebagaimana individu juga berpengaruh besar terhadap mereka. Sedangkan dunia luar atau lingkungannya : penglihatan dan penciuman serta suasana yang mengelilingi ketika individu menyelesaikan urusan akan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi mereka. Penyesuaian diri menurut Gerungan (2004:59) berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Pada bagian yang lain, Gerungan (2004:60) mengartikan penyesuaian diri sebagai berikut : “Penyesuaian diri dalam arti yang pertama disebut juga penyesuaian diri yang Autoplastis (Auto: sendiri, Plastis: dibentuk),
15 sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga disebut penyesuaian diri yang Alloplastis (Alo: yang lain). Jadi, penyesuaian diri ada yang artinya “pasif”, dimana kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan dan ada yang artinya “aktif”, dimana individu mempengaruhi lingkungan. Sundari (2005:39) bahwa penyesuaian diri alih bahasa dari adjusment yang dilakukan manusia sepanjang hayat, karena pada dasarnya manusia ingin mempertahankan eksistensinya sejak lahir berusaha memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan fisik, psikis, dan sosial. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan karena adanya dorongan yang mengharapkan kepuasan, bila pemuasan dorongan tercapai individu akan memperoleh keseimbangan. Selain definisi mengenai penyesuaian diri di atas, Fatimah (2006:194-195) mengemukakan bahwa penyesuaian dapat diartikan sebagai berikut : (1) Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. (2) Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. (3) Penyesuaian dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon-
respon sedemikian rupa sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat. (4) Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi. Penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan sekolah yaitu penyesuaian diri siswa terhadap fasilitas fisik sekolah, penyesuaian diri siswa terhadap situasi
16 kelas, penyesuaian diri siswa terhadap teman sekolah, penyesuaian diri siswa terhadap guru dan karyawan, penyesuaian diri siswa terhadap kurikulum dan penyesuaian diri siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah. Hariyadi dkk (1995:104) merumuskan bahwa penyesuaian diri (adjusment) berarti adaptasi, dapat pula berarti konformitas. Dalam pengertian yang lebih luas, adaptasi adalah kemampuan individu untuk dapat mempertahankan eksistensinya dan dapat memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani (phisik dan psikis) serta dapat melakukan relasi-relasi secara memadai sesuai dengan tuntutan-tuntutan sosialnya. Konformitas berarti adanya kecocokan atau kesesuaian dengan normanorma diri pribadi serta norma-norma sosial masyarakatnya. Menyambung definisi diatas, Hariyadi dkk (1995:104) menambahkan bahwa penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai penyesuaian terhadap lingkungan sosial. Sebagaimana dinyatakan bahwa penyesuaian diri (adjusment) diartikan sebagai “social adjusment” yaitu adanya kemampuan seseorang untuk mereaksi situasi dan realitas sosial secara harmonis dan efektif. Dalam hal ini individu selain dapat menghargai hak-hak pribadi juga dapat menghargai hak-hak pribadi lain di masyarakat. Selain itu, masih menurut Hariyadi dkk (1995:105), penyesuaian diri dalam arti yang luas juga mengandung makna kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan (autoplastis) dan dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri (aloplastis).
Jadi disini penyesuaian
diri dapat bersifat pasif, yaitu kegiatan individu ditentukan oleh lingkungan; dapat pula bersifat aktif, yaitu kegiatan individu mempengaruhi lingkungan, karena
17 lingkungan hidup itu selalu berubah dan keinginan individu tidaklah statis maka penyesuaian diri itupun sifatnya selalu dinamis antara autoplastis dan aloplastis. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, penyesuaian diri adalah suatu
proses pencapaian keharmonisan untuk
mengadakan hubungan yang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya dan merasakan ketenangan dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya. Jadi, penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri siswa secara autoplastis. Dimana siswa berusaha untuk mengubah dirinya sesuai dengan keadaan lingkungannya. Siswa harus bisa menyesuaikan diri dengan guru, teman, karyawan, kurikulum dan peraturan sekolah, dengan situasi kelas maupun lingkungan sekolah.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Haryadi, dkk (1995: 110-112) mengemukakan bahwa pada dasarnya penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu : 2.1.2.1 Faktor Internal (1) Motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berprestasi dan motif mendominasi. Motif-motif tersebut merupakan potensi-potensi individu untuk berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain, terdorong untuk mengaktualisasikan bakat, potensi, dan kemampuannya serta untuk
18 mempengaruhi dan memimpin orang
lain.
Motif tersebut
akan
mempengaruhi terhadap pola maupun kadar penyesuaian diri. (2) Konsep Diri, yaitu bagaimana remaja memandang terhadap dirinya sendiri, baik pada aspek fisik, psikologis, sosial, maupun aspek akademik. Remaja yang memiliki kosep diri yang tinggi akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian yang menyenangkan dibanding remaja yang memiliki konsep diri yang rendah. (3) Persepsi Remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa maupun kehidupan. Remaja yang memiliki persepsi yang sehat berarti akan mengefektifkan proses sosialisasinya.
(4) Sikap Remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku positif atau negatif. Remaja yang bersikap positif terhadap sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri. (5) Intelegensi dan Minat, yaitu intelegensi merupakan modal untuk menalar, menganalisis, dan menyimpulkan berdasar argumentasi yang maton sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih nyata. Bila remaja telah memiliki minat terhadap sesuatu maka proses penyesuaiannya lebih cepat dan lancar.
19 (6) Kepribadian, yaitu pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih lentur dan dinamis sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan statis. 2.1.2.2 Faktor Eksternal (1) Keluarga terutama pola asuh keluarga. Pada dasarnya pola asuh keluarga yang demokratis dengan suasana keterbukaan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif. Demikian pula keluarga yang sehat dan utuh akan lebih memberi pengaruh yang positif terhadap penyesuaian diri remaja. (2) Kondisi sekolah. Kondisi sekolah yang sehat dimana remaja merasa bangga dan kerasan terhadap sekolahnya telah memberikan landasan remaja untuk dapat bertindak menyesuaikan diri secara harmonis di masyarakat. Sebaliknya kondisi sekolah yang kurang sehat atau sakit, dimana remaja merasa tidak kerasan, tidak senang dengan guru-gurunya, sering terjadi perkelahian, bolos sekolah merupakan hal biasa jelas akan mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja. (3) Kelompok Teman Sebaya. Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok-kelompok teman sebaya ini adalah yang menguntungkan pengembangan proses penyesuaian diri, tetapi ada pula yang justru menghambat proses penyesuaian diri remaja. (4) Prasangka Sosial. Adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang men aruh prasangka terhadap para remaja, misalnya dengan memberi label remaja pasti nakal, sukar diatur, suka menentang orang tua, suka cuek, suka minum-
20 minum, bereksperimen seks, malas, cari enaknya dan semacamnya. Prasangka-prasangka sosial semacam ini jelas tidak hanya menjadi kendala proses penyesuaian diri remaja, tetapi justru akan memperdalam jurang kesenjangan dan bahkan merupakan sumber frustasi dan konflik bagi remaja. (5) Hukum dan Norma Sosial. Bila suatu masyarakat ternyata hukum dan normanorma sosial hanya merupakan “slogan” artinya tidak ditegakkan sebagaimana mestinya maka akan melahirkan remaja-remaja yang “maladjusted” (salah suai). Sebaliknya bila suatu masyarakat benar-benar konsekuen menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka akan mengembangkan remajaremaja yang “welladjusted”. Sedangkan Daradjat (1979:24-27) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang adalah sebagai berikut : 1. Frustasi (Tekanan Perasaan) Frustasi ialah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya. Pada dasarnya setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk segera dipenuhi, namun ada kalanya kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi karena adanya halangan tertentu. Orang yang sehat mentalnya akan dapat menunda pemuasan kebutuhannya untuk sementara atau ia dapat menerima frustasi itu untuk sementara sambil menunggu adanya kesempatan yang memungkinkan mencapai keinginannya itu. Tetapi jika orang itu tidak mampu menghadapi frustasi dengan cara
21 yang wajar maka ia akan berusaha mengatasinya dengan cara-cara yang lain tanpa mengindahkan orang dan keadaan sekitarnya atau ia akan berusaha mencaru kepuasan dalam khayalan. Apabila rasa tertekan itu sangat berat sehingga tidak dapat diatasinya mungkin akan mengakibatkan gangguan psikologis pada orang tersebut. Keadaan demikian apabila yang bersangkutan memandang faktor ini sebagai sesuatu yang biasa tanpa beban maka frustasi itu tidak terlalu dipandang sebagai sesuatu yang menghambat penyesuaian diri seseorang terhadap keadaan sekitarnya. 2. Konflik Konflik jiwa atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang bersamaan. Konflik dapat terjadi karena dua hal yang sama diinginkantetapi antara keduanya tidak mungkin dicapai secara bersamaan, selain itu konflik juga terjadi karena dua hal yang pertama diinginkan, sedangkan yang kedua tidak disenangi dan dapat pula terjadi terhadap dua hal yang sama-sama tidak diinginkannya. Keadaan-keadaan seperti ini sangat mempengaruhi penyesuaian diri seseorang karena seseorang dihadapkan pada suatu pilihan yang menyebabkan perasaannya selalu terombang-ambing. 3. Kecemasan Kecemasan merupakan perwujudan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur pada saat orang mengalami tekanan perasaan dan
22 pertentangan batin.Rasa cemas dapat timbul karena menyadari akan bahaya yang dapat mengancam dirinya. Cemas dapat juga berupa penyakit yang terlihat dalam bentuk seperti cemas dalam bentuk takut akan benda-benda seperti darah, orang ramai, dan lai-lain. Selain itu, cemas dapat juga timbul karena perasaan berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan hati nurani. 2.1.3 Karakteristik Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dapat berlaku secara positif maupun sebaliknya. Dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah, siswa harus bisa mengubah dirinya sesuai dengan lingkungannya (autoplastis). Siswa harus bisa menyesuaikan dirinya dengan segala sesuatu yang berlaku di lingkungan sekolah. Apabila siswa dapat menyesuaikan diri dengam baik, maka siswa tidak akan mengalami masalah sehingga menimbulkan gejala perkembangan yang sehat dalam diri individu begitu juga sebaliknya. Haryadi (1995:107-109) karakteristik penyesuaian diri remaja dapat ditunjukkan sebagai berikut : 2.1.3.1 Penyesuaian diri remaja terhadap peran dan identitasnya Pada prinsipnya remaja berjuang untuk menyesuaikan perannya yang pas, cocok atau sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa anak-anak menjadi masa dewasa sehingga memperoleh identitas diri yang dapat dimengerti dan diterima oleh lingkungan hidupnya, baik di rumah (keluarga), sekolah ataupun masyarakat.
23 2.1.3.2 Penyesuaian diri remaja terhadap studinya Masa kegoncangan remaja seringkali mengakibatkan kendala dalam penyesuaiannya terhadap kegiatan belajar. Remaja sebenarnya tahu bahwa untuk sukses harus rajin belajar. Namun karena segera ingin lepas dari “ketidakpastian”, mereka lebih suka mencari kesenangan-kesenangan dengan kelompoknya sehingga seringkali menjadi malas dan tidak disiplin dalam belajar. Mereka ingin sukses studi dengan cara yang mudah dan tidak usah belajar. 2.1.3.3 Penyesuaian diri remaja tehadap kehidupan seks Kematangan pertumbuhan fungsi seksual remaja mengakibatkan dorongan seksual makin mencolok. Ini berarti bahwa remaja perlu menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam batas-batas penerimaan lingkungan hidupnya, sehingga terbebas dari kecemasan psikoseksual ataupun kecemasan moral. 2.1.3.4 Penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial Suatu mesyarakat baik keluarga, sekolah maupun masyarakat umum, pada dasarnya memiliki ukuran-ukuran yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, yang berupa aturan, norma, hukum maupun adat istiadat. 2.1.3.5 Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang dan uang Remaja melakukan penyesuaian antara dorongan kebebasannya, inisiatif dan kreatifitasnya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian penggunaan waktu luang akan menunjang pengembangan diri pribadi dan sosial. 2.1.3.6 Penyesuaian diri remaja terhadap frustrasi, konflik dan kecemasan
24 Dalam masa perkembangannya, remaja seringkali dihadapkan pada frustrasi, konflik ataupun kecemasan. Strategi yang digunakan untuk menyesuaikan ketidakenakan tersebut biasanya dengan alat pertahanan diri seperti kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi, fiksasi ataupun isolasi. Fatimah (2006:195-198) menyebutkan bahwa karakteristik penyesuaian diri ada dua yaitu penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah. 1. Penyesuaian Diri Yang Positif Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut : (1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional (2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis (3) Tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi (4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri (5) Mampu dalam belajar (6) Menghargai pengalaman (7) Bersikap realistik dan objektif 2. Penyesuaian Diri Yang Salah Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian diri yang salah yaitu : (1)
Reaksi Bertahan
Individu
berusaha untuk
mempertahankan dirinya seolah-olah tidak
menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan.
25
(2) Reaksi Menyerang Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya. (3) Reaksi Melarikan Diri Dalam reaksi ini, orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya. 2.1.4 Proses Penyesuaian Diri Fahmy (1982:14) bahwa proses penyesuaian diri yang dilakukan individu adalah dalam upaya mencari keakraban dan pendekatan serta untuk mengurangi perbedaan dan kerenggangan. Sundari (2005:42) menyebutkan bahwa proses penyesuaian diri yaitu usaha manusia untuk menemukan dan mengatasi rintangan, tekanan dan tantangan untuk mencapai pribadi yang seimbang. Haryadi, dkk (1995: 105) mengemukakan bahwa proses penyesuaian diri dapat ditujukkan sebagai berikut : (1) Mula-mula individu di satu sisi memiliki dorongan keinginan untuk memperoleh arti atau makna (eksistensi) dalam kehidupannya, dan di sisi lain individu mendapat peluang atau tuntutan dari luar dirinya sendiri.
26 (2) Kemudian individu mempelajari (memikirkan dan merasakan) kondisi dan keadaan dirinya serta mempelajari peluang, tuntutan, dan keterbatasan lingkungan hidupnya. (3) Terjadilah
tahap
pemahaman
tertentu
tentang
dirinya
sendiri
dan
lingkungannya tergantung pada persepsi dan kemampuan individu (4) Selanjutnya
individu
secara
dinamis
melakukan
upaya-upaya
menginteraksikan antara dorongan, kemampuan, dan persepsi dengan peluang, tuntutan, dan keterbatasan lingkungannya hidupnya. (5) Upaya-upaya berupa suatu tindakan pada gilirannya dapat berupa tindak positif atau negatif, aktif atau pasif, ataupun kombinasi antara keduanya. Jadi, proses penyesuaian diri adalah upaya memenuhi kebutuhan yang memerlukan waktu dan beberapa tahapan serta proses belajar dari individu itu sendiri dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan. Sehingga proses penyesuaian diri dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah proses penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan sekolah dalam semester I tahun ajaran 2008 / 2009 baik penyesuaian diri secara pribadi maupun penyesuaian diri sosio-kultural. 2.1.5 Aspek-aspek Penyesuaian Diri Fatimah (2006:207) bahwa penyesuaian diri mempunyai dua aspek, yaitu:
2.1.5.1 Penyesuaian pribadi
27 Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya.Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh tidak adanya rasa benci, tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan, atau tidak percaya pada potensi dirinya. 2.1.5.2 Penyesuaian Sosial Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus-menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup. Sedangkan
Mappiere
(1982:170)
menyebutkan
bahwa
aspek-aspek
penyesuaian diri sebagai berikut : (1) Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain : tampang yang baik, atau paling tidak rapi serta aktif dalam urusan-urusan kelompok. (2) Kemampuan pikir antara lain meliputi : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya. (3) Sikap, sifat, perasaan antara lain meliputi : bersikap sopan, memperhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenagkan dirinya, suka menyumbangkan pengetahuannya pada orang lain terutama anggota kelompoknya.
28 (4) Pribadi meliputi jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu meyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial. (5) Aspek lain meliputi pemurah atau tidak pelit atau tidak kikir, suka bekerjasama dan membantu anggota kelompok. 2.1.6 Masalah-masalah Penyesuaian Diri Dalam penyesuaian diri, individu tidak selamanya efektif namun individu tidak jarang mengalami hambatan atau kendala, kecanggungan bahkan yang lebih fatal adalah individu akan sampai pada situasi salah suai akibat kurang mampu dalam menyesuaikan diri maka individu akan mengalami konflik batin, tidak tenang, tidak puas terhadap dirinya sehingga bersikap apatis, ragu-ragu, mengundurkan diri dan over kompensasi, berlaku merugikan diri sendiri dan orang lain seperti benci, dendam, iri, salah paham, merasa tidak aman, terisolasi, rendah diri,
menyendiri,
bersikap
agresif
seperti mengacau,
merusak,
memberontak, merampok, dan sebagainya.
Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru,baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya (Sunarto dan Hartono, 2006 : 238).
29 2.2 MASA ORIENTASI SISWA (MOS) 2.2.1 Pengertian MOS (Masa Orientasi Siswa) Masa Orientasi Siswa (MOS) adalah suatu masa orientasi yang dilaksanakan dalam upayanya membantu siswa mengenali berbagai kekhususan dari jenjang pendidikan barunya baik yang berupa fisik, lingkungan sosial maupun isi dan cara-cara belajar yang berbeda dengan lingkungan di jenjang pendidikan sebelumnya (Depdiknas, 2006:1). Selanjutnya MOS adalah waktu dimana kita membuat pembiasaan atau pengertian yang baru akan sekolah yang baru kepada siswa-siswi yang baru saja lulus dan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah yang berbeda daripada yang sebelumnya. Pembiasaan lebih kepada pengenalan akan tradisi dan seluk-beluk sekolah baru tersebut bukan kepada arah senioritas dan tindakantindakan lain yang melibatkan fisik seseorang (http://ayaelectra.wordpress.com).
Di SLTP, Masa Orientasi Siswa (MOS) ini kegiatannya dilaksanakan pada awal tahun pelajaran atau hari-hari pertama masuk sekolah untuk siswa kelas I dan biasanya diselenggarakan selama tiga hari. Kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS) diadakan dengan memperhatikan kenyataan bahwa : (1) Hari-hari pertama sekolah adalah masa ketika sebagian besar siswa memasuki lingkungan yang baru, tidak semua teman kelasnya adalah teman yang sama dengan ketika di Sekolah Dasar. Ketika memasuki Sekolah Dasar untuk pertama kali, besar kemungkinan pada murid masih diantar dan ditunggui oleh
30 para orang tuanya. Untuk sejumlah anak, memasuki dunia yang baru seringkali menimbulkan ketegangan yang tidak sepenuhnya disadari, tetapi membawa dampak terhadap suka atau tidak sukanya ia dengan lingkungan yang baru. Padahal rasa suka atau tidak suka akan membawa pengaruh yang besar terhadap kelancaran dalam studi, karena itu diusahakan agar hari-hari pertama masuk sekolah adalah pengalaman yang menyenangkan bagi siswa. (2) Di SLTP selisih usia murid kelas satu dan kelas dua atau tidak lagi terasa sangat berbeda dengan selisih usia murid kelas satu SD dengan murid kelas dua atau kelas tiga. Pergaulan antar murid dengan tingkat kelas yang berbeda lebih sering terjadi di SLTP. Karena itu, diusahakan agar sejak hari-hari pertama bersekolah para murid baru sudah mulai berkenalan dengan kakakkakak kelasnya. (3) Di SLTP para murid sudah diharapkan untuk belajar bersama dengan murid lainnya. 2.2.2 Maksud dan Tujuan MOS (Masa Orientasi Siswa) 2.2.2.1 Tujuan umum Tujuan umum dari MOS (Masa Orientasi Siswa ) adalah memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada siswa baru tentang lingkungan sekolahnya yang baru. Mereka diharapkan mengawali kegiatan pendidikan dengan hal-hal yang menggembirakan sambil mengenal dan mempelajari sesuatu yang baru, baik yang berkaitan dengan lingkungan fisik, lingkungan sosial (termasuk norma-norma khusus yang berlaku di lingkungan sekolah barunya) maupun dengan cara-cara belajar yang baru.
31 2.2.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari MOS (Masa Orientasi Siswa ) adalah sebagai berikut : (1) Membantu siswa mengenal lebih dekat lingkungan sekolah barunya sehingga tercipta suasana edukatif dan kondusif. (2) Mendorong siswa untuk bersikap proaktif dalam mengenali guru, karyawan dan kakak-kakak kelasnya sehingga ia bisa merasa lebih aman berada bersama mereka. (3) Membantu siswa menyatu dengan warga sekolah dalam rangka pelaksanaan wawasan wiyatamandala sehingga fungsi sekolah,
guru, siswa, dan masyarakat lingkungan dapat mendukung terwujudnya tujuan pendidikan secara komprehensif. (4) Membantu siswa untuk beradaptasi dengan
lingkungan sekolah,
mengetahui hak dan kewajiban serta mampu bertanggung jawab dalam kehidupan bersekolah. (5) Mendorong siswa untuk memiliki kepercayaan diri sehingga berani mengungkapkan pendapatnya dan aktif menanyakan pendapat orang lain. (6) Mendorong siswa untuk memulai kebiasaan belajar baru melalui diskusi. (7) Mendorong siswa untuk aktif menambah pemahamannya melalui pengamatan terhadap lingkungan. 2.2.3 Sasaran MOS (Masa Orientasi Siswa) Sasaran MOS adalah siswa kelas I SMP dan kel;as I SMA / SMK sederajat dengan mengikutsertakan siswa kelas II, III, guru dan karyawan sekolah.
32 2.2.4 Materi MOS (Masa Orientasi Siswa) Pada dasarnya materi MOS adalah hal-hal yang berkaitan erat dengan upayaupaya mengantarkan siswa agar lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah serta segala tata pergaulannya. Oleh karena itu, materi pokok meliputi lima unsur yaitu : (1) Wawasan Wiyatamandala (2) Tata Krama Siswa (3) Diskusi aktual tentang kehidupan berbangsa dan bernegara (4) Program cara belajar yang baik (5) Upacara Bendera Dengan adanya perubahan sistem pendidikan nasional tentunya harus ada perubahan-perubahan di dalam pelaksanaan MOS. Masa Orientasi Siswa sekarang ini seharusnya lebih mengedepankan penyampaian nilai-nilai luhur dan menyiapkan murid baru agar tidak kaget dengan sistem pendidikan baru yang akan dihadapinya nanti. MOS diawali dengan upacara pembukaan. Peserta mengenakan seragam lengkap dengan berbagai “aksesoris” yang telah ditetapkan. Mengenai “aksesoris” ini sebagian masyarakat menganggap sesuatu yang tidak mendidik. Tetapi, bila dilihat dari sisi positifnya maka “aksesoris” ini masih diperlukan asalkan dalam taraf wajar, tidak menyalahi etika dan tidak merendahkan martabat peserta sebagai makhluk Tuhan. Keterlibatan siswa senior yang tergabung dalam OSIS sebagai panitia juga diperlukan untuk melatih mereka berorganisasi khususnya menyelenggarakan
33 suatu kegiatan. Sepak terjang senior inilah yang harus memerlukan pengawasan dan perhatian ekstra dari para guru pembimbing. Kreativitas para senior dituntut untuk menghasilkan suatu tatanan “aksesoris” seragam peserta. Kreativitas dan tanggung jawab peserta pun dilatih untuk dapat menyelesaikan “aksesoris” seragam ini. Kedisiplinan dapat diajarkan melalui hadirnya peserta tepat waktu di sekolah. Ketertiban dapat dilihat dari tertibnya seragam peserta dan tertibnya mereka menerima materi. Kedisiplinan dan ketertiban ini juga berlaku bagi panitia pendamping dari OSIS. Sesungguhnya dari pengurus OSIS yang tertib dan disiplin inilah dapat memberi contoh positif bagi adik kelasnya. Metode “reward” dan “punishment” masih perlu dilakukan. Peserta yang melanggar aturan perlu diberikan sanksi yang sesuai. Tentu saja sanksi ini tidak boleh melanggar etika dan bukan dalam bentuk hukuman fisik. Sanksi yang diberikan haruslah berupa sanksi yang mendidik. Sedangkan peserta yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik layak untuk mendapat penghargaan. Pengenalan lingkungan sekolah diberikan dalam bentuk klasikal dan jalanjalan berkeliling sekolah menjelajah setiap ruang yang ada. Kunjungan ke ruang kelas lain, kantor guru dan kepala sekolah, kantin, perpustakaan, masjid/musholla, laboratorium yang ada serta fasilitas diperlukan agar murid baru tidak kebingungan mencari ruang-ruang tersebut nantinya. Perkenalan dengan guru dan kakak kelas oleh murid baru dilakukan dengan cara mendapatkan data dan tanda tangan mereka. Ajang inilah yang biasanya dimanfaatkan oleh oknum kakak kelas untuk bertingkah aneh-aneh. Oleh karena
34 itu, pengawasan guru untuk kegiatan yang satu ini mutlak diperlukan.Selain itu, peserta masa orientasi siswa juga diberikan materi-materi lain yang sangat bermanfaat bagi mereka.
Cara belajar efektif diberikan dengan latihan baris berbaris, pengenalan atribut-atribut kebanggaan almamater misalnya hymne dan mars sekolah dan sosialisasi tata tertib adalah materi-materi yang disampaikan kepada murid baru. Dengan berbagai perubahan menuju ke arah yang baik, diharapkan akan mengubah stigma MOS di masyarakat dari negatif menjadi positif. Dan yang paling penting lagi adalah MOS dapat menjadi jembatan bagi para murid baru agar dapat menempuh pendidikan dengan lingkungan baru dengan baik (http://blog.caturstudio.com/2008/09/masa-orientasi-siswa/). Materi MOS tahun pelajaran 2008/2009 antara lain menengok KTSP menuju cita-cita, Indahnya belajar di SMA/SMK, Berdemokrasi sejak dini, Wawasan Wiyatamandala, Pengembangan diri berkepribadian masa depan, pembinaan kesegaran jasmani, dan ICT/IT. Masing-masing materi MOS akan dijelaskan dibawah ini : (1) Menengok KTSP menuju cita-cita KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (sekolah).
35 Di SMP/MTs, menurut KTSP tidak ditonjolkan adanya rangking siswa. Seorang siswa dikatakan berhasil dalam mengikuti pelajaran jika mendapat nilai sama atau lebih dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
(2) Indahnya belajar di SMA/SMK Secara umum memang ok mengikuti pelajaran di SMA/SMK, tetapi jangan lupa sampai sejauhmana kerangka dasar kurikulum yang semestinya harus dipahami oleh peserta didik. (3) Berdemokrasi sejak dini Demokrasi di sekolah dilaksanakan dengan memilih petugas kelas yang bertanggung jawab untuk mengkoordinir kelas seperti ketua kelas, bendahara, sekertaris,dsb. Selain itu, demokrasi dilaksanakan untuk memilih pejabat OSIS. (4) Wawasan Wiyatamandala Wawasan
wiyatamandala
adalah
suatu
pandangan
atau
sikap
menempatkan sekolah sebagai lingkungan pendidikan. (5) Pengembangan diri berkepribadian masa depan Salah satu usaha di lingkungan institusi pendidikan adalah dengan menerapkan kurikulum yang memberi bekal kepada peserta didik dalam mengimplementasikan perilaku positif di lingkungan pendidikan, di rumah dan di masyarakat.
36 (6) Pembinaan kesegaran jasmani pelajar Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki peranan yang strategis dan diharapkan mampu berfungsi secara baik untuk menyiapkan generasi muda yang berkualitas baik jasmani maupun rokhaninya.
(7) ICT/IT = TIK/IT v.1.0 ICT kependekan dari Information and Communication Technology. Kalau disulihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Teknologi Informasi dan Komunikasi atau TIK. TIK mulai terkenal saat komputer menjadi barang primer atau kebutuhan utama bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. 2.3 Manfaat MOS terhadap Penyesuaian Diri Siswa Manusia diciptakan tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Mereka saling membutuhkan antara satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kenyamanan dan kedamaian hati akan dirasakan oleh seseorang apabila dalam berinteraksi dapat mengikuti pola dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungannya, sehingga untuk dapat mempertahankan hidup dan diterima lingkungannya, individu harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia berada. Salah satu tugas perkembangan remaja yaitu penyesuaian diri. Penyesuaian diri di sekolah dilaksanakan dengan suatu masa orientasi yang dinamakan dengan MOS. MOS (Masa Orientasi Siswa) adalah suatu masa orientasi yang
37 dilaksanakan dalam upayanya membantu siswa mengenali berbagai kekhususan dari jenjang pendidikan barunya baik yang berupa fisik, lingkungan sosial maupun isi dan cara-cara belajar yang berbeda dengan lingkungan di jenjang pendidikan sebelumnya. MOS (Masa Orientasi Siswa) mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari MOS (Masa Orientasi Siswa) adalah memberikan kesan positif dan menyenangkan kepada siswa baru tentang lingkungan sekolahnya yang baru. Tujuan khusus dari MOS (Masa Orientasi Siswa ) adalah (1) Membantu siswa mengenal lebih dekat lingkungan sekolah barunya sehingga tercipta suasana edukatif dan kondusif, (2) Mendorong siswa untuk bersikap proaktif dalam mengenali guru, karyawan dan kakak-kakak kelasnya sehingga ia bisa merasa lebih aman berada bersama mereka, (3) Membantu siswa menyatu dengan warga sekolah dalam rangka pelaksanaan wawasan wiyatamandala sehingga fungsi sekolah, guru, siswa, dan masyarakat lingkungan
dapat
mendukung
terwujudnya
tujuan
pendidikan
secara
komprehensif, (4) Membantu siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah, mengetahui hak dan kewajiban serta mampu bertanggung jawab dalam kehidupan bersekolah, (5) Mendorong siswa untuk memiliki kepercayaan diri sehingga berani mengungkapkan pendapatnya dan aktif menanyakan pendapat orang lain, (6) Mendorong siswa untuk memulai kebiasaan belajar baru melalui diskusi, (7) Mendorong siswa untuk aktif menambah pemahamannya melalui pengamatan terhadap lingkungan.
38 Dengan adanya orientasi studi (MOS), siswa baru dapat memperoleh pemantapan dalam hal tujuan belajar, gambaran mengenai lingkungan sekolah yang baru, keadaan guru dan karyawan serta dapat berkenalan dengan temanteman yang baru. Kegiatan orientasi ini biasanya dilakukan pada minggu pertama masuk sekolah selama tiga sampai enam hari. Pelaksanaannya diatur dan dilaksanakan oleh masing-masing sekolah. Setelah melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan dalam bentuk bagan di bawah ini : Karrc Garrison (dalam Mappiere, 1982:101) mengemukakan bahwa Tugas Perkembangan Remaja : 1. Menerima kondisi jasmani 2. Mendapat hubungan baru dengan teman-teman sebaya yang berlainan jenis 3. Menerima kondisi dan belajar sesuai jenis kelaminnya 4. Mendapatkan kesanggupan berdiri sendiri dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi 5. Memperoleh nilai-nilai dan filsafat hidup
Penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan sekolah (MOS) 1. Penyesuaian diri siswa terhadap fasilitas fisik sekolah 2. Penyesuaian diri siswa terhadap situasi kelas 3. Penyesuaian diri siswa terhadap teman sekolah 4. Penyesuaian diri siswa terhadap guru dan karyawan 5. Penyesuaian diri siswa terhadap kurikulum dan 6. Penyesuaian diri siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah.
Tujuan MOS 1. Membantu siswa mengenal lebih dekat lingkungan sekolah barunya sehingga tercipta suasana edukatif dan kondusif 2. Mendorong siswa untuk bersikap proaktif dalam mengenali guru, karyawan dan kakak-kakak kelasnya sehingga ia bisa merasa lebih aman berada bersama mereka 3. Membantu siswa menyatu dengan warga sekolah dalam rangka pelaksanaan wawasan wiyatamandala sehingga fungsi sekolah, guru, siswa, dan masyarakat. lingkungan dapat mendukung terwujudnya tujuan pendidikan secara komprehensif 4. Membantu siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah, mengetahui hak dan kewajiban serta mampu bertanggung jawab dalam kehidupan bersekolah 5. Mendorong siswa untuk memiliki kepercayaan diri sehingga berani mengungkapkan pendapatnya dan aktif menanyakan pendapat orang lain 6. Mendorong siswa untuk memulai kebiasaan belajar baru melalui diskusi 7. Mendorong siswa untuk aktif menambah pemahamannya melalui pengamatan terhadap lingkungan
BAB 3
METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dan analisis yang logis terhadap informasi atau data untuk mencapai tujuan tertentu. Penelitian ini tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat penyesuaian diri siswa baru. Dalam suatu penelitian, diperlukan suatu metode untuk mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian merupakan teknik yang sangat penting dalam keseluruhan rancangan dan pelaksanaan penelitian. Metode penelitian merupakan sejumlah langkahlangkah yang harus ditempuh untuk memperoleh suatu kesimpulan yang merupakan jawaban bagi permasalahan yamg diteliti dan kualitas suatu penelitian ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang meliputi jenis dan desain penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, serta metode analisis data.
3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian
deskriptif
adalah
penelitian
yang
bertujuan
untuk
menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta serta karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu (Azwar, 2003:7). Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Arikunto (2002:10) mendefinisikan “Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan memberikan penafsiran 39
40 terhadap hasilnya”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya mencari data sebanyak-banyaknya dan kemudian berusaha untuk mendeskripsikan sejelas-jelasnya.
3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel merupakan salah satu komponen penting dalam penelitian karena konsep-konsep dapat diteliti secara empiris jika dioperasionalisasikan menjadi sebuah variabel sehingga dapat diukur secara kuantitatif sehingga hasil pengukuran bisa konstan ataupun berubah-ubah. Variabel penelitian merupakan obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002:96). Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif maka tidak terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan dideskripsikan sebagai hasil penelitian. Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu penyesuaian diri. 3.2.2 Definisi Operasional Definisi Operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel yang dapat diamati. Alat-alat pengumpul data penelitian perlu ditentukan batasan operasional variabel-variabel penelitiannya. Batasan operasional variabel-variabel penelitian ini adalah : 3.2.2.1 Penyesuaian diri
41 Penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dengan memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik, maka seseorang akan memiliki ketenangan jiwa dan raga, mampu membuat hubungan yang memuaskan baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan sekitarnya. 3.2.2.2 Aspek-aspek Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dalam penelitian ini diungkap dengan menggunakan skala penyesuaian diri yang dikembangkan dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Mappiere yang meliputi : 1) Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain : tampang yang baik, atau paling tidak rapi serta aktif dalam urusan-urusan kelompok. 2) Kemampuan pikir antara lain meliputi : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya. 3) Sikap, sifat, perasaan antara lain meliputi : bersikap sopan, memperhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenagkan dirinya, suka menyumbangkan pengetahuannya pada orang lain terutama anggota kelompoknya. 4) Pribadi meliputi jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu meyesuaikan diri secara tepat dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial. 5) Aspek lain meliputi pemurah atau tidak pelit atau tidak kikir, suka bekerjasama dan membantu anggota kelompok.
42 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002:108). Dari populasi ini, kemudian diambil contoh atau sampel yang diharapkan dapat mewakili populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 37 Semarang Angkatan 2008/2009 yang terdiri dari 6 kelas. Jumlah siswa kelas VII secara keseluruhan adalah 240 orang. Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Siswa baru kelas VII SMP Negeri 37 Semarang setelah mengikuti MOS (2) Sama-sama berada dalam lingkungan yang baru Agar lebih jelas, data siswa untuk masing-masing kelas ditabulasikan dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Populasi Penelitian Kelas VII Jumlah Siswa A 40 B 40 C 40 D 40 E 40 F 40 Jumlah Siswa Kelas VII 240
3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:109). Menurut Arikunto (2002:120), subyek yang jumlahnya kurang dari
43 100 akan lebih baik diambil semua, sedangkan untuk subyek yang jumlahnya lebih dari 100 dapat diambil 10%-25%. Hal ini tergantung dari : (1) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan biaya. (2) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. (3) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel sebesar 25 % dari jumlah populasi siswa kelas VII. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Arikunto dengan menggunakan tingkat kesalahan sebesar 25 % dari populasi sejumlah 240. Jadi dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai sampel adalah sebanyak 25 % dari 240 yaitu sebanyak 60 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara sedemilian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel. Ini berarti semua angota populasi menjadi anggota dari kerangka sampel. Dalam random sampling, semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Arikunto, 2002:120). 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data adalah suatu langkah yang standar dan sistematis untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian. Data
44 merupakan hasil pencatatan peneliti baik yang berupa fakta maupun angka (Arikunto, 2002:96). Agar diperoleh data yang lengkap maka harus digunakan teknik pengumpulan data yang tepat sehingga dapat ditarik kesimpulan yang tepat dan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan alat ukur skala psikologis. Alasan peneliti menggunakan skala psikologis adalah sebagai berikut (Azwar, 2003:5-7) :
(1)
Data yang diungkap
berupa konstrak
atau konsep psikologis
yang
menggambarkan aspek individu. (2)
Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan subyek yang tidak disadari oleh respon bersangkutan.
(3)
Responden tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya oleh pertanyaan tersebut. Kelemahan dari skala psikologi antara lain :
(1)
Satu skala psikologi hanya diperuntukkan mengungkap satu atribut tunggal
(2)
Hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikometris dikarenakan relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus skala psikologi lebih terbuka terhadap error.
(3)
Validitas skala psikologi ditentukan oleh kejelasan konsep yang hendak diukur dan operasionalisasinya.
45 Untuk mengatasi kelemahan skala psikologi tersebut, maka dilakukan langkahlangkah sebagai berikut : (1)
Melakukan identifikasi kawasan ukur yaitu memilih satu definisi dan mengenali teori yang mendasari konstrak psikologis yang hendak diukur.
(2)
Membuat kawasan ukur berdasar konstrak yang didefinisikan oleh teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.
(3)
Merumuskan indikator-indikator perilaku.
(4)
Menentukan format stimulus yang hendak digunakan yang berkaitan dengan penskalaan dan penentuan skor.
(5)
Membuat Blue Print yang kemudian digunakan untuk menyusun aitem.
(6)
Melakukan reviu yaitu memeriksa ulang aitem yang telah ditulis.
(7)
Melakukan uji coba aitem atau skala psikologi kepada responden.
(8)
Menganalisis aitem yang telah diuji cobakan.
(9)
Melakukan seleksi aiten.
(10) Melakukan pengujian reliabilitas. (11) Menampilkan format skala yang menarik namun tetap memudahkan responden untuk membaca dan menjawabnya serta dilengkapi dengan petunjuk pengerjaan (Azwar, 2003:10-15). Untuk menyusun dan mengembangkan instrumen, maka peneliti terlebih dahulu membuat blue print yang memuat tentang indikator dari variabel penelitian yang dapat memberikan gambaran mengenai isi dan dimensi kawasan ukur dan akan dijadikan acuan dalam penulisan item.
46 Dalam penelitian ini menggunakan aitem skala yang berbentuk pernyataan dan sifatnya itemnya tertutup. Skala psikologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri. Skala penyesuaian diri untuk mengukur seberapa besar tingkat penyesuaian diri yang dimiliki subyek penelitian. Butir-butir item untuk mengukur skala penyesuaian diri berdasarkan aspek-aspek penyesuaian diri dari Mappiere.
3.4.1 Skala Penyesuaian Diri Skala penyesuaian diri ini disusun untuk mengungkap seberapa besar penyesuaian diri yang dimiliki oleh siswa SMP Negeri 37 Semarang. Butir-butir skala disusun berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi penyesuaian diri. Aspek-aspek penyesuaian diri yang akan diungkap adalah : (1) Penampilan yang mencakup : Tampang yang Baik atau Rapi, Aktif dalam Urusan Kelompok (2) Kemampuan Pikir yang mencakup : Mempunyai inisiatif, Memikirkan Kepentingan Kelompok (3) Mengemukakan Buah Pikiran yang mencakup : Bersikap Sopan, Memperhatikan Orang Lain atau Empati, Penyabar, Suka Menyumbangkan Pengetahuan pada Orang Lain (4) Pribadi yang mencakup : Jujur dan Dapat Dipercaya, Bertanggungjawab, Mentaati Peraturan Kelompok, Mampu Menyesuaikan Diri (5) Pemurah yang mencakup : Tidak Pelit, Suka Bekerjasama, Membantu Anggota Kelompok
47 Skala penyesuaian diri diatas akan disajikan dalam bentuk blue print berikut ini :
Tabel 3.2 Blue Print Instrumen Penyesuaian Diri Variabel
Aspek
Indikator
Item Favorable
Penyesuaian Penampilan Diri
Kemampuan pikir
Tampang yang 1,5,13,17 baik/rapi Aktif dalam 3,19,21 urusan kelompok Mempunyai 7,9,11,24 inisiatif Memikirkan 27,36 kepentingan kelompok Mengemukakan 29,31,33 buah pikiran
Sikap,sifat dan Bersikap sopan perasaan Empati
Pribadi
Pemurah
Unfavorable
Jumlah item valid
2,6,14,15,16,18
10
4,20,22,23
7
8,10,12,25, 26 28,37
9
30,32,34,35
7
38,42,46,50, 56 39,43,47,51,57, 58 40,44,48,52, 41,45,49,55 53,54 Penyabar 59,68,73 60,61,69,74, 75 Menyumbangkan 62,66,78,79 63,67,80 pengetahuan Jujur 64,70 65,71,72 Bertanggung 76,81,87,94 77,82,88,95 jawab Mentaati 83,89,96, 103 84,90,91,97, peraturan 98,104,105 Menyesuaikan 85,92,99,108 86,93,100, 109 diri Tidak pelit 101,110,115 102,111,116 Bekerjasama 106,112,117, 107,118,119
4
11 10 8 7 5 8 11 8 6 7
48 120 113,121
Membantu anggota kelompok
114,122
4
Total
122
Dalam skala psikologi ini, disediakan empat alternatif jawaban dan penyusunan pertanyaan dalam skala ini dikelompokkan menjadi aitem
favorable
untuk
menunjukkan
pernyataan
positif
dan
unfavorable
untuk
menunjukkan pernyataan negatif. Empat alternatif dipilih jawaban yaitu : Tabel 3.3 Kriteria dan Nilai Alternatif Jawaban Skala Psikologi Favorable Skor Unfavorable Skor SS (Sangat Sesuai)
4
SS (Sangat Sesuai)
1
S (Sesuai)
3
S (Sesuai)
2
TS (Tidak Sesuai)
2
TS(Tidak Sesuai)
3
STS (Sangat Tidak Sesuai)
1
STS (Sangat Tidak Sesuai)
1
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini terdiri atas validitas dan reliabilitas. 3.4.1 Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2002:144). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
49 Pengujian validitas alat ukur ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap aitem dengan skor totalnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan skor total digunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : rxy =
N XY X Y
N X
2
X N Y 2 Y 2
2
Keterangan: rxy
= koefisien korelasi antara x dan y
X
= jumlah skor masing-masing aitem
Y
= jumlah skor seluruh aitem (total)
= jumlah skor x dan y
XY
N
= jumlah subyek (responden)
X2
= kuadrat dari jumlah skor tiap aitem
Y2
= kuadrat dari skor total
3.4.2 Reliabilitas Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto. 2002:154). Untuk menguji keandalan instrumen dalam penelitian ini digunakan rumus alpha. Rumus alpha digunakan untuk instrumen dengan penskoran yang merupakan rentangan nilai 1 sampai 4. Rumus alpha tersebut adalah:
50 K r11 = K 1
b 2 1 2 t
Keterangan: r11 = reliabilitas instrumen k
= banyaknya butir pertanyaan
b2 = jumlah varians butir t 2 = varians total (Arikunto, 2003:193)
6 Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif persentase yang dapat dilihat dengan rumus :
Persentase (%) : n_ x 100% N Keterangan : n : nilai yang diperoleh (nilai faktual) yaitu bobot masing-masing jawaban angket kali jumlah skor N
: jumlah seluruh nilai yaitu jumlah sampel kali jumlah item
%
: tingkat persentase yang dicapai Besarnya prosentase yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan interval
skor. Penentuan interval nilai sebagai dasar mengklasifikasikan hasil perhitungan penerapan dengan cara : (1) Menentukan skor tertinggi dan skor terendah Skor tertinggi = Bobot Nilai Terbesar X 100% Bobot Nilai Terbesar
51
=
4
X 100%
4
Skor terendah = Bobot Nilai Terendah X 100% Bobot Nilai Terbesar
=
1
X 100%
4
(2) Menentukan Rentang Rentang Skor
= skor tertinggi-skor terendah = 100%-25% = 75%
(3) Menentukan Interval Nilai Interval Nilai
= skor tertinggi-skor terendah = 100-25 4 = 18,75
Tabel 3.4 Interval Nilai Persentase dan Klasifikasi Skor No 1 2 3 4 5
Interval μ + 1,5 σ < X μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ X ≤ µ – 1,5 σ
Kriteria Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
52
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian adalah hasil dari instrumen tertentu kemudian dianalisis dengan teknik dan metode tertentu yang telah ditentukan. Pada bab ini akan disajikan beberapa hal yang berkaitan dengan proses, hasil dan pembahasan penelitian, yang akan disajikan sebagai berikut: Persiapan Penelitian, Pelaksanaan Penelitian, Prosedur Pengumpulan Data, Deskripsi Hasil Penelitian, dan Pembahasan. 4.1 Persiapan Penelitian 4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ini menitik beratkan pada aspek-aspek penyesuaian diri dengan kesimpulan skala sebagai berikut : 1.
Penampilan (1) Tampang yang Baik atau Rapi (2) Aktif dalam Urusan Kelompok
2.
Kemampuan Pikir (1) Mempunyai inisiatif (2) Memikirkan Kepentingan Kelompok
3.
Mengemukakan Buah Pikiran (1) Bersikap Sopan (2) Memperhatikan Orang Lain atau Empati (3) Penyabar
53 (4) Suka Menyumbangkan Pengetahuan pada Orang Lain 4.
Pribadi (1) Jujur dan Dapat Dipercaya (2) Bertanggungjawab (3) Mentaati Peraturan Kelompok (4) Mampu Menyesuaikan Diri
5.
Pemurah (1) Tidak Pelit (2) Suka Bekerjasama (3) Membantu Anggota Kelompok Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 37 Semarang dengan
pertimbangan sebagai berikut : (1) Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa terdapat fenomena-fenomena yang berhubungan dengan penelitian. (2) Berdasarkan informasi yang didapat dari guru BK bahwa masih ada siswa yang belum dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. 4.1.2 Proses Perijinan Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan beberapa langkah untuk mempersiapkan perijinan penelitian. Peneliti meminta surat pengantar untuk melakukan penelitian dari kantor Bagian Tata Usaha Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang kemudian diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kota Semarang. Setelah mendapat surat ijin dari Dinas Pendidikan dengan nomor 070/6733 yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SMP Negeri 37 Semarang. Setelah mendapat ijin
54 secara lisan dari Kepala Sekolah, peneliti meneruskan meminta ijin kepada Kepala Bagian Kurikulum Sekolah. Setelah mendapat ijin dari Kepala Sekolah dan Kepala Bagian Kurikulum Sekolah, peneliti melanjutkan meminta ijin kepada Guru Bimbingan dan Konseling. Setelah mendapat ijin kemudian peneliti melakukan pelaksanaan penelitian dengan didampingi oleh guru BK. 4.1.3 Penentuan Sampel Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling (Random Sederhana) yaitu metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel. Ini berarti semua anggota populasi menjadi anggota dari kerangka sampel. Dalam simple random sampling, semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Arikunto, 2002:120). Menurut Arikunto (2002:120), subyek yang jumlahnya kurang dari 100 akan lebih baik diambil semua, sedangkan untuk subyek yang jumlahnya lebih dari 100 dapat diambil 10%-25%. Hal ini tergantung dari : (4) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan biaya. (5) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. (6) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Akhirnya peneliti mendapatkan sampel sebanyak 60 orang siswa kelas VII SMP Negeri 37 Semarang Tahun Ajaran 2008/2009. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 25% dari 240 yaitu sebanyak 60 orang siswa.
55 4.2 Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan mulai tanggal 17 sampai 19 Desember 2008 di SMP Negeri 37 Semarang yang berarti bahwa anak sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolah dengan menerapkan materi-materi yang diberikan saat MOS. Sebelum instrumen dibagikan, peneliti menjelaskan kepada responden cara pengisian instrumen. Skala yang diberikan kepada subyek penelitian sebanyak 9 ekslempar, peneliti menjadikan satu paket pernyataan dan jawaban. 4.3 Keterbatasan Penelitian Setelah penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penyesuaian diri siswa berada pada kategori tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak tepat menghubungkan antara MOS dengan penyesuaian diri. MOS bersifat kognitif dimana dalam melakukan penyesuaian, siswa kelas VII baru memasukkan secara kognitif materi-materi yang diberikan saat MOS sedangkan penyesuaian diri bersifat interaksional. Penyesuaian diri tidak bersifat instan akan tetapi membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. 4.4 Prosedur Pengumpulan Data Setelah melakukan pengumpulan data penelitian dengan memberikan respon pada skala yang telah diberikan, kemudian peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Memberikan skor pada masing-masing jawaban yang telah diisi oleh subyek penelitian. (2) Mentabulasi data berdasarkan jumlah item. (3) Menghitung prosentase tiap aspek penyesuaian diri.
56 4.2.1 Validitas Uji validitas diharapkan memperoleh data yang tepat dan akurat. Dengan uji validitas, dapat diketahui sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsinya sebagai alat ukur. Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstrak yaitu tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukur. Sedangkan teknik uji validitas yang digunakan yaitu korelasi Product Moment Pearson. Item dikatakan valid jika signifikansinya lebih kecil dari α (alpha) = 0,05. Berdasarkan perhitungan dengan program SPSS diketahui bahwa dari 122 item yang diuji validitasnya terdapat 113 item yang valid dengan signifikansinya 0,000 s/d 0,049 yang berarti lebih kecil dari α = 0,05 dan 9 item tidak valid adalah item no 11, 15, 25, 38, 51, 89, 103, 109, dan 115 dengan signifikansinya 0,099 s/d 0,960 yang berarti lebih besar dari α = 0,05. Lebih jelasnya mengenai item yang valid dan item yang tidak valid dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Variabel
Tabel 4.1 Sebaran Item Valid Skala Penyesuaian Diri Aspek Indikator Item
Penyesuaian Penampilan Diri
Jumlah item Favorable Unfavorable valid Tampang yang 1,5,13,17 2,6,14,15*,16, 9 baik/rapi 18 Aktif dalam 3,19,21 4,20,22,23 7 urusan kelompok
57 Kemampuan Mempunyai 7,9,11*,24 pikir inisiatif Memikirkan 27,36 kepentingan kelompok Mengemukakan 29,31,33 buah pikiran
8,10,12,25*, 26 28,37
7
30,32,34,35
7
Sikap,sifat Bersikap sopan 38*,42,46,50, 39,43,47,51*, dan perasaan 56 57,58 Empati 40,44,48,52, 41,45,49,55 53,54 Penyabar 59,68,73 60,61,69,74, 75 Menyumbangka 62,66,78,79 63,67,80 n pengetahuan Pribadi Jujur 64,70 65,71,72 Bertanggung 76,81,87,94 77,82,88,95 jawab Mentaati 83,89*,96, 84,90,91,97, peraturan 103* 98,104,105 Menyesuaikan 85,92,99,108 86,93,100, diri 109* Pemurah Tidak pelit 101,110,115* 102,111,116 Bekerjasama 106,112,117, 107,118,119 120 Membantu 113,121 114,122 anggota kelompok Total Keterangan : (*) item yang tidak valid
4
9 10 8 7 5 8 9 7 5 7 4
113
4.2.2 Reliabilitas Setelah melalui pengkajian, item-item yang tida valid kemudian dibuang dengan mempertimbangkan bahwa masing-masing indikator sudah cukup terwakili oleh itemitem yang valid. Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2003:10). Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00) maka semakin
58 tinggi pula reliabilitas alat ukur tersebut. Uji reliabiitas yang digunakan adalah Koefisien Alpha Cronbach. Dari skala penyesuaian diri diperoleh reliabilitas sebesar 0,957 maka skala tersebut dinyatakan reliabel dalam kategori tinggi. Interprestasi reliabilitas didasarkan pada tabel berikut: Tabel 4.2 Interprestasi Reliabilitas Linier r 0,800-1.00 0,600-0,800 0,400-0,600 0,200-0,400 0,000-0,200
Interprestasi Tinggi Cukup Agak Rendah Rendah Sangat Rendah Arikunto (2002: 245)
4.4 Deskripsi Hasil Penelitian Deskripsi data penelitian berisi mengenai gambaran variabel penelitian yang berdasarkan pada hasil penelitian pada tiap-tiap variabel yang telah dikategorisasikan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Dalam menganalisis, peneliti menggunakan data-data numerical / angka yang dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistika. Kriteria analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kategorisasi berdasar model penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) menurut Azwar (2003 : 108), yang menggolongkan subyek ke dalam 5 kategori, yaitu sebagai berikut :
No 1 2 3
Tabel 4.3 Penggolongan Kriteria Analisis Interval Kriteria μ + 1,5 σ < X Sangat Tinggi μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ Tinggi µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ Sedang
59 µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ X ≤ µ – 1,5 σ
4 5
Rendah Sangat Rendah
Deskripsi tersebut diatas memberikan skor skala pada kelompok subyek yang dikenai pengukuran dan berfungsi sebagai sumber informasi mengenai keadaan subyek pada aspek atau variabel yang diteliti. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa baru SMP Negeri 37 Semarang setelah MOS, maka hasil penelitian yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut: 4.4.1 Gambaran Penyesuaian Diri Siswa Penyesuaian diri siswa kelas VII SMP Negeri 37 Semarang dapat dilihat dari aspek penyesuaian diri yaitu : Penampilan, Kemampuan Pikir, Sikap dan Perasaan, Pribadi, serta Pemurah (Mappiere, 1982: 170). Data mengenai penyesuaian diri siswa SMP Negeri 37 Semarang diambil dengan menggunakan skala penyesuaian diri sebanyak 113 item yang valid dengan jumlah subyek sebanyak 60 siswa. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003: 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 113 x 4
= 452
Skor terendah
= 113 x 1
= 113
Mean teoritik (µ)
= 113 x 2,5 = 282,5
SD (σ)
= skor tertinggi – skor terendah 6 = 452 -113 6 = 56,5 Tabel 4.4
60 Penggolongan Kriteria Tingkat Penyesuaian Diri No
Interval
Interval
Kriteria
1 2 3 4 5
μ + 1,5 σ < X μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ X ≤ µ – 1,5 σ
367,25 < X 310,75 < X ≤ 367,25 254,25 < X ≤ 310,75 197,75 < X ≤ 254,25 X ≤ 197,75
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa, apabila subyek memperoleh skor lebih besar 367,25 berarti subyek penelitian mempunyai tingkat penyesuaian diri yang sangat tinggi. Jika subyek penelitian memperoleh skor lebih besar dari 310,75 dan lebih kecil atau sama dengan 367,25, berarti subyek penelitian memiliki tingkat penyesuaian diri dalam kriteria tinggi. Apabila subyek penelitian memperoleh skor lebih besar dari 254,25 dan lebih kecil atau sama dengan 310,75 maka subyek penelitian tergolong memiliki tingkat penyesuaian diri yang sedang. Apabila seorang subyek mendapatkan skor lebih besar dari 197,75 dan lebih kecil atau sama dengan 254,25 maka dapat dikatakan subyek tersebut memiliki tingkat penyesuaian diri yang rendah, sedangkan subyek dengan skor lebih kecil dari 197,75 berarti subyek penelitian memiliki tingkat penyesuaian diri yang sangat rendah. Masing-masing aspek penyesuaian diri siswa akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut : 4.4.1.1 Aspek Penampilan Penampilan merupakan salah satu aspek dalam penyesuaian diri. Untuk mengukur penyesuaian diri berdasarkan aspek penampilan digunakan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 16 x 4
= 64
Skor terendah
= 16 x 1
= 16
Mean teoritik (µ) = 16 x 2,5 = 40
61 SD (σ)
= skor tertinggi – skor terendah 6 = 64 - 16 6 =8
Kategorinya adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Penampilan Interval Interval Kriteria μ + 1,5 σ < X 55 < X Sangat Tinggi μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ 44 < X ≤ 55 Tinggi µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ 36 < X ≤ 44 Sedang µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ 28 < X ≤ 36 Rendah X ≤ µ – 1,5 σ X ≤ 28 Sangat Rendah
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 50 orang siswa atau 83,33 % berada pada kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan aspek penampilan yang ditunjukkan dengan bagaimana penampilan siswa di sekolah misalnya sopan dalam berpakaian, memiliki tampang atau rupa yang menyenangkan, sering membantu orang lain dan mudah bergaul dengan orang lain. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMP Negeri 37 Semarang ini memiliki tingkat penampilan dalam taraf tinggi yang terlihat dari mean sebesar 49,9667 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada di atas mean teoritik aspek penampilan sebesar 40. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Penampilan Kriteria F % Sangat Tinggi 4 6,67 Tinggi 50 83,33 Sedang 6 10,00 Rendah 0 0
62 Sangat Rendah Jumlah
0 60
0 100
4.4.1.2 Aspek Kemampuan Berpikir Aspek yang kedua dalam penyesuaian diri yaitu kemampuan berpikir. Untuk mengukur penyesuaian diri berdasarkan aspek kemampuan berpikir digunakan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 18 x 4
= 72
Skor terendah
= 18 x 1
= 18
Mean teoritik (µ) = 18 x 2,5 = 45 SD (σ)
= skor tertinggi – skor terendah 6 = 72 - 18 6 =9
Kategorinya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7 Kategori Penyesuaian Diri berdasarkan Aspek Kemampuan Berpikir Interval Interval Kriteria μ + 1,5 σ < X 58,5 < X Sangat Tinggi μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ 49,5 < X ≤ 58,5 Tinggi µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ 40,5 < X ≤ 49,5 Sedang µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ 31,5 < X ≤ 40,5 Rendah X ≤ µ – 1,5 σ X ≤ 31,5 Sangat Rendah
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 31 orang siswa atau 51,67% berada pada kategori sedang ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan aspek kemampuan pikir yang ditunjukkan dengan keaktifan siswa di dalam kelas misalnya cepat mengambil keputusan, memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan
63 memiliki inisiatif. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMP Negeri 37 Semarang ini memiliki tingkat kemampuan berpikir dalam taraf tinggi. Hal ini terlihat dari mean sebesar 50,3667 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik aspek kemampuan berpikir sebesar 45. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Kemampuan Berpikir Kriteria F % Sangat Tinggi 2 3,33 Tinggi 31 51,67 Sedang 25 41,67 Rendah 2 3,33 Sangat Rendah 0 0 Jumlah 60 100
4.4.1.3 Aspek Sikap, Sifat, dan perasaan Aspek yang ketiga dalam penyesuaian diri yaitu sikap, sifat, dan perasaan. Untuk mengukur penyesuaian diri berdasarkan aspek sikap, sifat, dan perasaan digunakan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 34 x 4
= 136
Skor terendah
= 34 x 1
= 34
Mean teoritik (µ) = 34 x 2,5 = 85 SD (σ)
= skor tertinggi – skor terendah 6 = 136 - 34
64 6 = 17 Kategorinya adalah sebagai berikut : Tabel 4.9 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Sikap,Sifat, dan Perasaan Interval Interval Kriteria μ + 1,5 σ < X 110,5 < X Sangat Tinggi μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ 93,5 < X ≤ 110,5 Tinggi µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ 76,5 < X ≤ 93,5 Sedang µ – 1,5 σ < X ≤ µ – 0,5 σ 59,5 < X ≤ 76,5 Rendah X ≤ µ – 1,5 σ X ≤ 59,5 Sangat Rendah
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 33 orang siswa atau 55,00 % berada pada taraf tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan aspek sikap,sifat, dan perasaan yang ditunjukkan dengan bagaimana sikap, sifat, dan perasaan siswa terhadap siswa lain misalnya senang memperhatikan dan memahami orang lain, senang bergaul, dan suka akan humor. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang ini memiliki tingkat sikap, sifat, dan perasaan dalam taraf tinggi. Hal ini terlihat dari mean sebesar 103,1167 yang berada dalam kriteria tinggi dengan mean teoritik aspek sikap, sifat, dan perasaan sebesar 85. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Sikap,Sifat, dan Perasaan Kriteria F % Sangat Tinggi 15 25,00 Tinggi 33 55,00 Sedang 12 20,00 Rendah 0 0 Sangat Rendah 0 0 Jumlah 60 100
65 4.4.1.4 Aspek Pribadi Aspek yang keempat dalam penyesuaian diri yaitu pribadi. Untuk mengukur penyesuaian diri berdasarkan aspek pribadi digunakan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 29 x 4
= 116
Skor terendah
= 29 x 1
= 29
Mean teoritik (µ) = 29 x 2,5 = 72,5 SD (σ)
= skor tertinggi – skor terendah 6 = 116 - 29 6 = 14,5
Kategorinya adalah sebagai berikut :
Interval μ + 1,5 σ < X μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ X ≤ µ – 1,5 σ
Tabel 4.11 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Pribadi Interval 94,25 < X 79,75 < X ≤ 94,25 65,25 < X ≤ 79,75 50,75 < X ≤ 65,25 X ≤ 50,75
Kriteria Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 30 orang siswa atau 50,00 % berada pada taraf tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan aspek pribadi yang ditunjukkan dengan bagaimana kepribadian siswa dalam menjalankan tugasnya misalnya memiliki rasa percaya diri, cepat menyesuaikan diri
66 dalam berbagai situasi, sportif, jujur, dan mentaati peraturan yang berlaku. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang ini memiliki tingkat pribadi dalam taraf tinggi. Hal ini terlihat dari mean sebesar 92,6333 yang berada dalam kriteria tinggi dengan mean teoritik aspek pribadi sebesar 72,5. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Pribadi Kriteria F % Sangat Tinggi 25 41,67 Tinggi 30 50,00 Sedang 5 8,33 Rendah 0 0 Sangat Rendah 0 0 Jumlah 60 100
4.4.1.5 Aspek Pemurah Aspek pemurah merupakan aspek yang kelima dalam penyesuaian diri. Untuk mengukur penyesuaian diri berdasarkan aspek pemurah digunakan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 16 x 4
= 64
Skor terendah
= 16 x 1
= 16
Mean teoritik (µ) = 16 x 2,5 = 40 SD (σ)
= skor tertinggi – skor terendah 6 = 64 - 16 6
67
=8 Kategorinya adalah sebagai berikut :
Interval μ + 1,5 σ < X μ + 0,5 σ < X ≤ μ + 1,5 σ µ – 0,5 σ < X ≤ μ + 0,5 σ µ – 1,5 σ < X ≤ μ – 0,5 σ X ≤ µ – 1,5 σ
Tabel 4.13 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Pemurah Interval 52 < X 44 < X ≤ 52 36 < X ≤ 44 28 < X ≤ 36 X ≤ 28
Kriteria Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebanyak 35 orang siswa atau 58,33 % berada pada kategori sedang ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan aspek pemurah yang ditunjukkan dengan bagaimana sifat seseorang dalam memperhatikan orang lain misalnya tidak pelit atau tidak kikir, suka bekerjasama, dan senang membantu orang lain. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang ini memiliki tingkat pemurah dalam taraf tinggi. Hal ini terlihat dari mean sebesar 48,0167 yang berada dalam kriteria tinggi dengan mean teoritik aspek pemurah sebesar 40. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Penyesuaian Diri Berdasarkan Aspek Pemurah Kriteria F % Sangat Tinggi 9 15,00 Tinggi 35 58,33 Sedang 16 26,67 Rendah 0 0 Sangat Rendah 0 0 Jumlah 60 100
68 Untuk lebih jelasnya, hasil analisis data tingkat penyesuaian diri siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Tingkat Penyesuaian Diri Aspek Interval Persentase Penampilan 367,25 < X 83,33 % Kemampuan Pikir 310,75 < X ≤ 367,25 51,67 % Sikap,Sifat,dan Perasaan 254,25 < X ≤ 310,75 55,00 % Pribadi 197,75 < X ≤ 254,25 50,00 % Pemurah X ≤ 197,75 58,33 %
No 1 2 3 4 5
Kriteria Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa tingkat penyesuaian diri siswa berada pada taraf tinggi. Aspek penampilan mempunyai prosentase yang paling tinggi yaitu sebesar 83,33 %, kemudian aspek pemurah dengan prosentase 58,33 %. Selanjutnya aspek sikap, sifat, dan perasaan dengan prosentase sebesar 55,00 % dan aspek kemampuan berpikir dengan prosentase 51,67 %. Dan yang memiliki prosentase paling rendah yaitu aspek pribadi dengan prosentase sebesar 50,00 %. Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata siswa SMP Negeri 37 Semarang memiliki tingkat penyesuaian diri yang tinggi.
Gambaran mengenai tingkat penyesuaian diri dapat dilihat dari grafik berikut ini :
Persentase (%)
100 80
Penampilan
60
kemampuan Pikir
40
Sikap, Sifat, dan Perasaan Pribadi
20
Pemurah
0 Aspek
69 Gambar 4.1. Grafik Penyesuaian Diri
Sedangkan kategorisasi per indikator untuk variabel penelitian penyesuaian diri adalah sebagai berikut : 4.4.2.1 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Tampang yang baik/rapi Tampang yang baik/rapi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator tampang yang baik/rapi, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 9 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 9x4
= 36
Skor terendah
= 9x1
= 9
Mean teoritik (µ) = 9 x 2,5 = 22,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6
= 36 - 9 6 = 4,5 Tabel 4.16 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Tampang yang Baik/Rapi No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
29,25 < X 24,75 < X ≤ 29,25 20,25 < X ≤ 24,75 15,75 < X ≤ 20,25 X ≤ 15,75 Jumlah
29 31 0 0 0 60
48,33 51,67 0 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
70
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa kategori siswa berada pada taraf tinggi ke atas yaitu sebanyak 31 orang atau 51,67 % siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator tampang yang baik/rapi. Hal ini ditunjukkan dengan bagaimana penampilan siswa ke sekolah seperti cara berpakaian siswa ke sekolah yang didukung dengan ratarata siswa SMPN 37 Semarang dengan Indikator tampang yang baik/rapi ini memiliki rata-rata mencapai 29,8167. Hal ini terlihat dari mean sebesar 29,8167 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik Indikator tampang yang baik/rapi, yaitu sebesar 22,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut :
Persentase (%)
40 30
29
31
20 10
0
0
0
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
KATEGORI
Gambar 4.2 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Tampang yang baik/rapi 4.4.2.2 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Aktif dalam Urusan Kelompok Aktif dalam urusan kelompok merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator aktif dalam kelompok, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 7 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut :
71 Skor tertinggi
=7x4
= 28
Skor terendah
=7x1
=7
Mean teoritik (µ) = 7 x 2,5 = 17,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 28-7 6 = 3,5
No 1 2 3 4 5
Tabel 4.17 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Aktif dalam Urusan Kelompok Interval F % Kriteria 22,75 < X 19,25 < X ≤ 22,75 15,75 < X ≤ 19,25 12,25 < X ≤ 15,75 X ≤ 12,25 Jumlah
8 28 24 0 0 60
13,33 46,67 40,00 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas bahwa kategori siswa berada pada taraf sedang ke atas yang yaitu sebanyak 28 orang atau 46,67 % siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator aktif dalam urusan kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan siswa di dalam kelas yang didukung rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Aktif dalam Urusan Kelompok ini memiliki rata-rata mencapai 20,1500. Hal ini terlihat dari mean sebesar 20,1500 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Aktif dalam Urusan Kelompok, yaitu sebesar 17,5.
72 Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 28
Persentase (%)
30
24
20 10
8 0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.3 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Aktif dalam Urusan Kelompok 4.4.2.3 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Mempunyai Inisiatif Indikator ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator mempunyai inisiatif, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 7 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
=7x4
= 28
Skor terendah
=7x1
=7
Mean teoritik (µ) = 7 x 2,5 = 17,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 28-7 6 = 3,5 Tabel 4.18 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Mempunyai Inisiatif
73
No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
22,75 < X 19,25 < X ≤ 22,75 15,75 < X ≤ 19,25 12,25 < X ≤ 15,75 X ≤ 12,25 Jumlah
6 27 27 0 0 60
10,00 45,00 45,00 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa kategori siswa berada pada taraf sedang ke atas yaitu sebanyak 27 orang atau 45,00 % siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator mempunyai inisiatif. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator mempunyai inisiatif yang ditunjukkan dengan inisiatif siswa di dalam kelas misal dengan bertanya tentang sesuatu yang belum dipahami atau dimengerti dalam pelajaran. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Mempunyai Inisiatif ini memiliki rata-rata mencapai 19,9333. Hal ini terlihat dari mean sebesar 19,9333 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Mempunyai Inisiatif, yaitu sebesar 17,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 27
Persentase (%)
30
27
20 10
6 0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.4 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Mempunyai Inisiatif 4.4.2.4 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Memikirkan Kepentingan Kelompok
74 Indikator mementingkan kelompok ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator memikirkan kepentingan kelompok, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 4 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 4 x 4 = 16
Skor terendah
=4x1
=4
Mean teoritik (µ) = 4 x 2,5 = 10 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 16 - 4 6 =2 Tabel 4.19 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Memikirkan Kepentingan Kelompok
No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
13 < X 11 < X ≤ 13 9 < X ≤ 11 7<X≤9 X≤7 Jumlah
3 21 27 9 0 60
5,00 35,00 45,00 15,00 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 27 orang atau 45,00 % berada pada kategori sedang ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator memikirkan kepentingan kelompok yang ditunjukkan dengan
75 bagaimana siswa lebih mementingkan kelompok daripada kepentingan pribadinya. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Memikirkan Kepentingan Kelompok ini memiliki rata-rata mencapai 11,0833. Hal ini terlihat dari mean sebesar 11,0833 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Memikirkan Kepentingan Kelompok, yaitu sebesar 10. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 27
Persentase (%)
30 21 20
9
10
3
0
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
KATEGORI
Gambar 4.5 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Memikirkan Kepentingan Kelompok 4.4.2.5 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Mengemukakan Ide Indikator
mengemukakan ide
ini merupakan salah satu
hal yang
mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator mengemukakan ide, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 7 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
=7x4
= 28
Skor terendah
=7x1
=7
Mean teoritik (µ) = 7 x 2,5 = 17,5
76 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6
= 28-7 6 = 3,5 Tabel 4.20 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Mengemukakan Ide No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
22,75 < X 19,25 < X ≤ 22,75 15,75 < X ≤ 19,25 12,25 < X ≤ 15,75 X ≤ 12,25 Jumlah
7 21 29 3 0 60
11,67 35,00 48,33 5,00 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 29 orang atau 48,33 % berada pada kategori sedang ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator mengemukakan ide yang ditunjukkan dengan keaktifan siswa mengemukakan pendapatnya dalam suatu rapat atau musyawarah. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Mengemukakan Ide ini memiliki rata-rata mencapai 19,3500. Hal ini terlihat dari mean sebesar 19,3500 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Mengemukakan Ide, yaitu sebesar 17,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut :
77 29
Persentase (%)
30 21 20 10
7 3
0
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
KATEGORI
Gambar 4.6 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Mengemukakan Ide 4.4.2.6 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Bersikap Sopan Indikator bersikap sopan ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator bersikap sopan, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 9 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 9 x 4 = 36
Skor terendah
= 9x1 =9
Mean teoritik (µ) = 9 x 2,5 = 22,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 36 - 9 6 = 4,5
78
Tabel 4.21 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Bersikap Sopan No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
29,25 < X 24,75 < X ≤ 29,25 20,25 < X ≤ 24,75 15,75 < X ≤ 20,25 X ≤ 15,75 Jumlah
22 35 3 0 0 60
36,67 58,33 5,00 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 35 orang atau 58,33 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator bersikap sopan yang ditunjukkan dengan sikap siswa terhadap guru atau siswa lain juga cara berpakaian siswa ke sekolah. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Bersikap Sopan ini memiliki ratarata mencapai 28,8500. Hal ini terlihat dari mean sebesar 28,8500 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Bersikap Sopan, yaitu sebesar 22,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 35
Persentase (%)
40 30
22
20 10
3
0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.7 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Bersikap Sopan
79 4.4.2.7 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Empati Indikator empati ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator empati, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 10 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 10 x 4 = 40
Skor terendah
= 10 x 1 = 10
Mean teoritik (µ) = 10 x 2,5 = 25 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 40 - 10 6 =5 Tabel 4.22 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Empati
No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
32,5 < X 27,5 < X ≤ 32,5 22,5 < X ≤ 27,5 17,5 < X ≤ 22,5 X ≤ 17,5 Jumlah
17 30 13 0 0 60
28,33 50,00 21,67 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 30 orang atau 50,00% berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator empati yang ditunjukkan dengan kepedulian siswa terhadap siswa lain atau
80 teman. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Empati ini memiliki rata-rata mencapai 30,2833. Hal ini terlihat dari mean sebesar 30,2833 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Empati, yaitu sebesar 25. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 30 Persentase (%)
30 20
17 13
10 0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.8 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Empati 4.4.2.8 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Penyabar Indikator penyabar ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator penyabar, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 8 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 8x4
= 32
Skor terendah
= 8x1
=8
Mean teoritik (µ) = 8 x 2,5 = 20 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6
81 = 32 - 8 6 =4 Tabel 4.23 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Penyabar No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
24 < X 22 < X ≤ 24 18 < X ≤ 22 16 < X ≤ 18 X ≤ 16 Jumlah
15 12 29 2 2 60
25,00 20,00 48,33 3,33 3,33 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 29 orang atau 48,33 % berada pada kategori sedang ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator penyabar yang ditunjukkan dengan kesabaran siswa dalam menghadapi sesuatu hal yang didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Penyabar ini memiliki rata-rata mencapai 22,5833. Hal ini terlihat dari mean sebesar 22,5833 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Penyabar, yaitu sebesar 20. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 29
Persentase (%)
30 20
15
12
10 2
2
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang Rendah KATEGORI
Sangat Rendah
82 Gambar 4.9 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Penyabar 4.4.2.9 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Menyumbangkan Pengetahuan Indikator ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator berbagi ilmu, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 7 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
=7x4
= 28
Skor terendah
=7x1
=7
Mean teoritik (µ) = 7 x 2,5 = 17,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 28-7 6 = 3,5
No 1 2 3 4
Tabel 4.24 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Menyumbangkan Pengetahuan Interval F % Kriteria 22,75 < X 19,25 < X ≤ 22,75 15,75 < X ≤ 19,25 12,25 < X ≤ 15,75
22 21 17 0
36,67 35,00 28,33 0
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah
83 X ≤ 12,25 Jumlah
5
0 60
0 100
Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 22 orang atau 36,67 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator menyumbangkan pengetahuan yang ditunjukkan dengan sikap siswa dalam menyumbangkan pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Menyumbangkan Pengetahuan ini memiliki rata-rata mencapai 21,4000. Hal ini terlihat dari mean sebesar 21,4000 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Menyumbangkan Pengetahuan, yaitu sebesar 17,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut :
Persentase (%)
25
22
21 17
20 15 10 5
0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.10 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Menyumbangkan Pengetahuan
4.4.2.10 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Jujur Indikator jujur ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator jujur, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 5 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian.
84 Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 5x4
= 20
Skor terendah
= 5x1
=5
Mean teoritik (µ) = 5 x 2,5 = 12,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 20 - 5 6 = 2,5 Tabel 4.25 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Jujur
No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
16,25 < X 13,75 < X ≤ 16,25 11,25 < X ≤ 13,75 8,75 < X ≤ 11,25 X ≤ 8,75 Jumlah
18 31 7 4 0 60
30,00 51,67 11,67 6,67 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 31 orang atau 51,67 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator jujur yang ditunjukkan dengan kejujuran siswa dalam mengerjakan suatu hal yang didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Jujur ini memiliki rata-rata mencapai 15,3667. Hal ini terlihat dari mean sebesar 15,3667 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Jujur, yaitu sebesar 12,5.
85 Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut :
Persentase (%)
40
31
30 20
18 7
10
4
0
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
KATEGORI
Gambar 4.11 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Indikator Jujur 4.4.2.11 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Bertanggung Jawab Indikator bertanggung jawab ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator ini, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 8 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 8x4
= 32
Skor terendah
= 8x1
=8
Mean teoritik (µ) = 8 x 2,5 = 20 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 32 - 8 6 =4 Tabel 4.26 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Bertanggung Jawab
86
No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
24 < X 22 < X ≤ 24 18 < X ≤ 22 16 < X ≤ 18 X ≤ 16 Jumlah
31 14 15 1 0 60
51,67 23,33 25,00 1,67 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 31 orang atau 51,67 % berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator bertanggung jawab yang ditunjukkan dengan tanggung jawab siswa dalam menjalankan tugas. Hal tersebut didukung rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Bertanggung Jawab ini memiliki rata-rata mencapai 24,4167. Hal ini terlihat dari mean sebesar 24,4167 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Bertanggung Jawab, yaitu sebesar 20. Selain itu juga terlihat dari banyaknya siswa yang memiliki tingkat indikator Bertanggung Jawab sebanyak 31 orang atau 51,67 % dari 60 siswa SMP Negeri 37 Semarang pada kategori tinggi. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut:
Persentase (%)
40
31
30 20
14
15
10
1
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.12 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa indikator Bertanggung Jawab 4.4.2.12 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Mentaati Peraturan
87 Indikator mentaati peraturan ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator ini, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 9 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 9 x 4 = 36
Skor terendah
= 9x1 =9
Mean teoritik (µ) = 9 x 2,5 = 22,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 36 - 9 6 = 4,5
Tabel 4.27 Kategori Penyesuaian Diri berdasarkan indikator Mentaati Peraturan No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
29,25 < X 24,75 < X ≤ 29,25 20,25 < X ≤ 24,75 15,75 < X ≤ 20,25 X ≤ 15,75 Jumlah
38 21 1 0 0 60
63,33 35,00 1,67 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
88 Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 38 orang atau 63,33 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator mentaati peraturan yang ditunjukkan dengan bagaimana siswa mentaati peraturan yang ada di sekolah. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Mentaati Peraturan ini memiliki rata-rata mencapai 31,4167. Hal ini terlihat dari mean sebesar 31,467 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator, yaitu sebesar 22,5. Selain itu juga terlihat dari banyaknya siswa yang Mentaati Peraturan yang memiliki tingkat indikator Mentaati Peraturan sebanyak 38 orang atau 63,33 % dari 60 siswa SMP Negeri 37 Semarang pada kategori tinggi. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut :
40
38
Persentase (%)
30 21
20 10 1
0
0
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
KATEGORI
Gambar 4.13 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Indikator Mentaati Peraturan
89
4.4.2.13 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Menyesuaikan Diri Indikator menyesuaikan diri ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator ini, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 7 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
=7x4
= 28
Skor terendah
=7x1
=7
Mean teoritik (µ) = 7 x 2,5 = 17,5 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 28-7 6 = 3,5
No 1 2 3 4 5
Tabel 4.28 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Menyesuaikan Diri Interval F % 22,75 < X 19,25 < X ≤ 22,75 15,75 < X ≤ 19,25 12,25 < X ≤ 15,75 X ≤ 12,25 Jumlah
20 25 15 0 0 60
33,33 41,67 25,00 0 0 100
Kriteria Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
90 Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 25 orang atau 41,67 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan atau keadaan sekitarnya yang didukung dengan rata-rata mencapai 21,4333. Hal ini terlihat dari mean sebesar 21,4333 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Menyesuaikan Diri, yaitu sebesar 17,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut : 25 Persentase (%)
25
20
20
15
15 10 5
0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.14 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Indikator Menyesuaikan Diri
4.4.2.14 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Tidak Pelit Indikator tidak pelit ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator tidak pelit ini, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 5 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 5x4
= 20
Skor terendah
= 5x1
=5
Mean teoritik (µ) = 5 x 2,5 = 12,5
91 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 20 - 5 6 = 2,5 Tabel 4.29 Kategori Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Tidak Pelit Interval F %
No 1 2 3 4 5
16,25 < X 13,75 < X ≤ 16,25 11,25 < X ≤ 13,75 8,75 < X ≤ 11,25 X ≤ 8,75 Jumlah
11 38 7 4 0 60
18,33 63,33 11,67 6,67 0 100
Kriteria Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 38 orang atau 63,33 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator tidak pelit yang ditunjukkan dengan siswa tidak pelit dalam memberikan bantuan kepada orang lain. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Tidak Pelit ini memiliki rata-rata mencapai 15,3667. Hal ini terlihat dari mean sebesar 15,3667 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Tidak Pelit, yaitu sebesar 12,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut :
92 38
Persentase (%)
40 30 20
11
7
10
4
0
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
KATEGORI
Gambar 4.15 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Indikator Tidak Pelit 4.4.2.15 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Suka Bekerjasama Indikator Bekerjasama ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator bekerjasama ini, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 7 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
=7x4
= 28
Skor terendah
=7x1
=7
Mean teoritik (µ) = 7 x 2,5 = 17,5
SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 28 - 7 6 = 3,5 Tabel 4.30 Kategori Penyesuaian Diri berdasarkan indikator Suka Bekerja Sama
93
No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
22,75 < X 19,25 < X ≤ 22,75 15,75 < X ≤ 19,25 12,25 < X ≤ 15,75 X ≤ 12,25 Jumlah
8 33 19 0 0 60
13,33 55,00 31,67 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 33 orang atau 55,00 % berada pada kategori tinggi ke atas. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator suka bekerjasama yang ditunjukkan dengan siswa suka bekerjasama dengan teman atau siswa lain. Hal tersebut didukung dengan rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Suka Bekerjasama ini memiliki rata-rata mencapai 20,4833. Hal ini terlihat dari mean sebesar 20,4833 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Suka Bekerjasama, yaitu sebesar 17,5. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai berikut:
Persentase (%)
40
33
30 19
20 10
8 0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.16 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Indikator Suka Bekerjasama 4.4.2.16 Penyesuaian Diri Berdasarkan Indikator Membantu Anggota Kelompok Indikator ini merupakan salah satu hal yang mempengaruhi penyesuaian diri siswa. Untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa dilihat dari indikator
94 membantu anggota kelompok, peneliti menggunakan instrumen angket dengan pertanyaan sejumlah 4 item. Berikut ini disajikan skor hasil penelitian. Berdasarkan penilaian dengan kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2003 : 108) diperoleh tingkat penyesuaian diri dengan kriteria sebagai berikut : Skor tertinggi
= 4 x 4 = 16
Skor terendah
=4x1
=4
Mean teoritik (µ) = 4 x 2,5 = 10 SD (σ)
= skor tertinggi-skor terendah 6 = 16 - 4 6 =2
Tabel 4.31 Kategori Penyesuaian Diri berdasarkan indikator Membantu Anggota Kelompok No
Interval
F
%
Kriteria
1 2 3 4 5
13 < X 11 < X ≤ 13 9 < X ≤ 11 7<X≤9 X≤7 Jumlah
49 7 4 0 0 60
81,67 11,67 6,67 0 0 100
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 49 orang atau 81,67 % berada pada kategori sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan indikator membantu anggota kelompok yang ditunjukkan dengan sikap siswa dalam
95 memberikan bantuan kepada teman atau siswa lain yang membutuhkan bantuan. Hal tersebut didukung rata-rata siswa SMPN 37 Semarang dengan indikator Membantu Anggota Kelompok ini memiliki rata-rata mencapai 12,6000. Hal ini terlihat dari mean sebesar 12,600 yang berada dalam kriteria tinggi dan berada diatas mean teoritik indikator Membantu Anggota Kelompok, yaitu sebesar 10. Apabila digambarkan dalam bentuk grafik akan diperoleh gambaran sebagai 49 Persentase (%)
berikut :
50 40 30 20 7
10
4
0
0
Rendah
Sangat Rendah
0 Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang KATEGORI
Gambar 4.17 Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Membantu Anggota Kelompok
Penjelasan secara deskriptif mengenai penyesuaian diri sebagaimana dipaparkan diatas, dapat disajikan secara ringkas pada tabel berikut :
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 4.32 Penjelasan Deskriptif Penyesuaian Diri Siswa Indikator Kriteria ST T S Tampang yang baik/rapi 29 31 0 Aktif dalam urusan kelompok 8 28 24 Mempunyai inisiatif 6 27 27 Memikirkan kepentingan 3 21 27 kelompok Mengemukakan ide 7 21 29 Bersikap sopan 22 35 3 Empati 17 30 13 Penyabar 15 12 29 Menyumbangkan pengetahuan 22 21 17 Jujur 18 31 7 Bertanggung jawab 31 14 15 Mentaati peraturan 38 21 1
R 0 0 0 9
SR 0 0 0 0
3 0 0 2 0 4 1 0
0 0 0 2 0 0 0 0
96 13 14 15 16
Menyesuaikan diri Tidak pelit Suka bekerjasama Membantu anggota kelompok
20 11 8 49
25 38 33 7
15 7 19 4
0 4 0 0
0 0 0 0
Sedangkan Ringkasan Hasil Penelitian Secara Deskriptif (Per Indikator) disajikan pada tabel berikut : Tabel 4.33 Penjelasan Deskriptif Penyesuaian Diri Siswa SMP Negeri 37 Semarang Per Indikator, dapat dilihat pada tabel berikut :
97
No
Indikator yang
Mean Teoritik 22,5
Mean Empirik 29,8167
Kategorisasi
Keterangan
Tinggi ke atas
Tampang (rupa) yang menyenangkan dan cara berpakaian siswa ke sekolah Keaktifan siswa dalam bertindak dan bertingkah laku Cepat mengambil keputusan
1.
Tampang baik/rapi
2.
Aktif dalam urusan kelompok
17,5
20,1500
Sedang ke atas
3.
Mempunyai inisiatif
17,5
19,9333
Sedang ke atas
4.
Memikirkan kepentingan kelompok
10,0
11,0833
Sedang ke atas
5.
Mengemukakan ide
17,5
19,3500
Sedang ke atas
6.
Bersikap sopan
22,5
28,8500
Tinggi ke atas
7.
Empati
25,0
30,2833
Tinggi ke atas
8.
Penyabar
20,0
22,5833
Sedang ke atas
9.
Menyumbangkan pengetahuan
17,5
21,4000
Tinggi ke atas
10.
Jujur
12,5
15,3667
11. Bertanggung jawab
20,0
24,4167
Tinggi ke atas Sangat tinggi
12. Mentaati
22,5
31,4167
Tinggi ke
Siswa lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan pribadinya Keaktifan siswa dalam mengemukakan pendapatnya dalam suatu rapat atau musyawarah Sikap siswa terhadap guru atau siswa lain dan cara berpakaian siswa ke sekolah Kepedulian siswa ditunjukkan dengan memperhatikan dan memahami orang lain Kesabaran siswa dalam menghadapi sesuatu hal Senang menyumbangkan pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain Kejujuran siswa dalam berperilaku Tanggung jawab siswa dalam menjalankan tugas Sikap siswa dalam
98
peraturan
atas
13. Menyesuaikan diri
17,5
21,4333
Tinggi ke atas
14.
12,5
14,9333
Tinggi ke atas
15. Suka bekerjasama
17,5
20,4833
Tinggi ke atas
16
10,0
12,6000
Sangat tinggi
Tidak pelit
Membantu anggota kelompok
mentaati peraturan yang ada di sekolah Siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan atau keadaan sekitarnya Siswa tidak pelit dalam memberikan bantuan kepada orang lain Siswa senang bekerjasama dalam menyelesaikan suatu pendapat Sikap siswa dalam memberikan bantuan kepada teman atau siswa lain yang membutuhkan bantuan
Pembahasan Penyesuaian diri adalah suatu proses pencapaian keharmonisan untuk mengadakan hubungan yang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan dalam dirinya dan merasakan ketenangan dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya. Pada studi awal menunjukkan bahwa setelah tiga hari mengikuti MOS, penyesuaian diri siswa kurang. Hal ini dikarenakan bahwa siswa secara kognitif baru memasukkan materi yang diberikan pada saat MOS. Tetapi setelah empat bulan, siswa sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang baru. Hal
99
ini dikarenakan bahwa siswa sudah menerapkan materi-materi yang diberikan saat MOS untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Pengukuran penyesuaian diri siswa SMP Negeri 37 Semarang dalam penelitian ini menggunakan skala penyesuaian diri dengan reliabilitas sebesar 0,957 yang berarti bahwa skala tersebut reliabel, karena koefisien reliabilitasnya mendekati angka 1,00 sehingga dapat digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian.
100 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa di SMP Negeri 37 Semarang. Dalam penelitian terdapat 122 item skala yang terdiri atas 113 item yang valid dan 9 item yang tidak valid sehingga ke-9 item skala tersebut diabaikan. Variabel penyesuaian diri terdapat lima aspek yaitu penampilan, kemampuan pikir, sikap dan perasaan, pribadi serta pemurah. Indikator yang digunakan untuk mengungkap adalah tampang yang baik/rapi, aktif dalam urusan kelompok, mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok, mengemukakan buah pikiran, bersikap sopan, empati, penyabar, menyumbang-kan pengetahuannya pada orang lain, jujur, bertanggung jawab, mentaati peraturan, mampu menyesuaikan diri, tidak pelit, suka bekerjasama, dan membantu anggota kelompok. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat penyesuaian diri siswa termasuk dalam kategori tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang masuk dalam kategori tersebut sebanyak 50,00% sampai 83,33% dengan rincian sebagai berikut : aspek penampilan dengan tingkat prosentase 83,33%; aspek kemampuan berpikir dengan tingkat prosentase 51,67%; aspek sikap,sifat,dan perasaan dengan tingkat prosentase 55,00%; aspek pribadi dengan tingkat prosentase 50,00%; dan aspek pemurah dengan tingkat prosentase 58,33%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek penampilan merupakan aspek yang memiliki tingkat prosentase paling tinggi yaitu 83,33%. Secara umum penampilan sering diidentikkan dengan manifestasi dari kepribadian seseorang, namun sebenarnya tidak karena apa yang tampil tidak selalu menggambarkan pribadi yang sebenarnya. Dalam hal ini, amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata sehingga orang yang memiliki penampilan
101 tidak
menarik
cenderung
dikucilkan
(http://whandi.net/
?pilih=news
&mod=yes&aksi=lihat&id=2301). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Calhoun dan Acocella (1995:14) mengatakan bahwa bahwa penyesuaian dapat diartikan sebagai interaksi individu yang kontinyu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia individu. Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian diri dapat digambarkan sebagai usaha individu untuk saling mempengaruhi antara dirinya sendiri, dengan orang lain, dunia luar atau lingkungannya. Penyesuaian diri tidak dapat terjadi secara instan tetapi membutuhkan waktu yang lama dalam proses penyesuaian diri. Berdasarkan analisis data diketahui bahwa aspek kemampuan pikir juga merupakan salah aspek dalam penyesuaian diri. Ciri yang bersangkutan dengan kemampuan pikir ditunjukkan dengan memilih pemimpin yang kecerdasannya lebih sedikit dibandingkan dengan anggota yang lainnya, kaya inisiatif dan lebih mementingkan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan pribadinya. Pada masa remaja bahwa peran kelompok dan teman sebaya amatlah besar. Seringkali remaja bahkan lebih mementingkan urusan kelompok dibandingkan urusan dengan keluarganya. Hal tersebut merupakan suatu yang normal sejauh kegiatan yang dilakukan remaja dan kelompoknya bertujuan positif dan tidak merugikan orang lain (http://whandi.net/?pilih=news&mod =yes&aksi =lihat& id=2301). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyesuaian diri siswa berada pada kategori tinggi dengan prosentase 51,67%. Hal ini berarti bahwa siswa dapat menyesuikan diri dengan tingkat kemampuan dalam pikirnya. Penyesuaian diri ditunjukkan dengan sikap, sifat, dan perasaan. Ciri yang bersangkutan dengan aspek ini ditunjukkan dengan memperhatikan dan memahami
102 orang lain, senang bergaul, serta suka akan humor. Hal ini sejalan dengan pendapat Kartono (1983: 142) yang mengatakan bahwa penyesuaian diri ditunjukkan dengan empati terhadap orang lain. Seseorang itu semestinya harus sensitif terhadap problem dan kesulitan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan tingkat penyesuaian diri berada pada kategori tinggi dengan prosentase 55,00%. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana siswa berempati dengan temannya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pribadi merupakan aspek dalam penyesuaian diri. Hal ini diperoleh dari hasil angket yang menunjukkan bahwa tingkat penyesuaian diri siswa berada pada kategori tinggi dengan prosentase 50,00% yang ditunjukkan dengan interes pada mata pelajaran di sekolah, mentaati peraturan dan disiplin sekolah serta mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi. Hasil ini mendukung Kartono (1983: 141) yang berpendapat bahwa sejak dini anak-anak harus dibiasakan terhadap disiplin dan peraturan-peraturan yang sangat penting bagi pengembangan inteligensi dan kepribadiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek pemurah juga merupakan salah satu aspek dalam penyesuaian diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penyesuaian diri siswa diperoleh prosentase 58,33% yang berada pada kategori tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan sejauhmana seseorang mau mengulurkan tangan untuk membantu orang lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soeparwoto dkk (2006: 196) bahwa penyesuaian dapat bersifat positif dan negatif. Penyesuaian diri secara positif pada dasarnya menimbulkan gejala perkembangan yang sehat yang ditunjukkan dengan kategori penyesuaian diri siswa yang berada pada kategori tinggi, sebaliknya penyesuaian diri secara negatif merupakan gejala yang kurang sehat yang dapat berakibat terjadinya hambatan perkembangan.
103 Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa kategorisasi tingkat penyesuaian diri siswa bila dilihat dari per indikatornya berada pada kategori sedang ke atas, tinggi ke atas, dan sangat tinggi. Kategori sangat tinggi ditunjukkan pada indikator bertanggung jawab dan indikator membantu anggota kelompok, kategori tinggi ke atas ditunjukkan pada indikator tampang yang baik, bersikap sopan, empati, menyumbangkan pengetahuan, jujur, mentaati peraturan, menyesuaikan diri, tidak pelit, dan suka bekerjasama. Sedangkan kategori sedang ke atas ditunjukkan pada indikator aktif dalam kelompok, mempunyai inisiatif, memikirkan kepentingan kelompok, mengemukakan ide, dan indikator penyabar. Setiap memasuki tahun pelajaran baru, pada umumnya hampir di setiap sekolah menyelenggarakan kegiatan Masa Orientasi Sekolah (MOS) yang wajib diikuti oleh setiap calon siswa. MOS memiliki tujuan yang positif yakni membantu para calon siswa baru untukmengenal dan memahami lingkungan sekolahnya yang baru. Berdasarkan hasil penelitian diatas, bahwa pengertian MOS adalah waktu dimana kita membuat pembiasaan atau pengertian yang baru akan sekolah yang baru kepada siswa-siswi yang baru saja lulus dan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah yang berbeda daripada yang sebelumnya. Pembiasaan lebih kepada pengenalan akan tradisi dan seluk-beluk sekolah baru tersebut bukan kepada arah senioritas
dan
tindakan-tindakan
lain
yang
melibatkan
fisik
seseorang
(http://ayaelectra.wordpress.com). Penyesuaian diri di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) diiringi dengan adanya MOS (Masa Orientasi Sekolah) yang diselenggarakan oleh masing-masing sekolah. Setiap siswa memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang MOS. Ada
104 sebagian siswa yang senang dengan MOS yang diselenggarakan oleh pihak sekolah maka siswa tersebut akan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sebaliknya ada sebagian siswa yang kurang setuju akan adanya MOS maka siswa akan susah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arist
Merdeka
Sirait
(http://www.kompas.com/
Sekretaris
Jendral
Komisi
ver1/Dikbud/0607/15/221058.htm)
Perlindungan yang
Anak
mengatakan
bahwa MOS rentan terhadap tindak kekerasan fisik, psikis maupun emosional yang dirasakan oleh siswa baru. Selain itu, Direktur Konsultan Manajemen dan Pendidikan Open Mind Tendi Naim (http://ikut memberi. blogspot..com/2007_12_01_arcive.html) mengatakan bahwa selama ini guru selalu memberitahu murid, padahal harusnya terjadi komunikasi dua arah sehingga mengerti tentang anak. MOS berpotensi sebagai dasar penciptaan komunitas belajar. Kegiatan ini juga bisa digunakan untuk mengenal anak dari awal termasuk potensi yang dimiliki oleh anak. MOS haruslah bertujuan untuk orientasi siswa, pondasi pengembangan komunitas pembelajar, serta mengembangkan keahlian dan nilai siswa. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa SMPN Negeri 37 Semarang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, salah satunya disebabkan karena siswa senang dengan adanya Masa Orientasi Siswa (MOS) yang diselenggarakan di sekolah. Hal ini dikarenakan bahwa di dalam MOS ada beberapa materi yang mengajarkan siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Materi MOS tahun pelajaran 2008/2009 antara lain menengok KTSP menuju citacita, Indahnya belajar di SMA/SMK,
Berdemokrasi sejak dini, Wawasan
105 Wiyatamandala, Pengembangan diri berkepribadian masa depan, pembinaan kesegaran jasmani, dan ICT/IT.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan dipaparkan tentang hasil penelitian secara sistematis dan ringkas, di samping itu juga akan dijabarkan mengenai saran-saran kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan hasil penelitian ini. 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa tujuan dari penelitian adalah mengetahui tingkat penyesuaian diri siswa baru kelas VII SMP Negeri 37 Semarang Setelah Mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS). Pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan mengambil data dengan menggunakan skala psikologis dalam bentuk pernyataan dan sifat itemnya tertutup. Berdasarkan hasil analisis data serta pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Tingkat penyesuaian diri siswa SMP Negeri 37 Semarang termasuk dalam kategori tinggi, artinya bahwa siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan rincian sebagai berikut : aspek penampilan dengan jumlah siswa sebanyak 50 orang siswa berada pada kategori tinggi; aspek kemampuan berpikir dengan jumlah siswa sebanyak 31 orang siswa berada pada kategori tinggi; aspek sikap, sifat, dan perasaan dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang siswa berada pada kategori tinggi; aspek pribadi dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang siswa berada pada kategori tinggi; dan aspek pemurah dengan jumlah siswa sebanyak 35 orang siswa juga berada pada kategori tinggi.
106
107 (2) Berdasarkan analisis data, diketahui bahwa kategorisasi tingkat penyesuaian diri siswa bila dilihat dari per indikatornya berada pada kategori sedang ke atas, tinggi ke atas, dan sangat tinggi. Kategori sangat tinggi ditunjukkan pada indikator bertanggung jawab dan indikator membantu anggota kelompok, kategori tinggi ke atas ditunjukkan pada indikator tampang yang baik, bersikap sopan, empati, menyumbangkan pengetahuan, jujur, mentaati peraturan, menyesuaikan diri, tidak pelit, dan suka bekerjasama. Sedangkan kategori sedang ke atas ditunjukkan pada indikator aktif dalam kelompok, mempunyai inisiatif, memikirkan kepentingan kelompok, mengemukakan ide, dan indikator penyabar. (3) Dari hasil penelitian diatas, bahwa pengertian MOS adalah waktu dimana kita membuat pembiasaan atau pengertian yang baru akan sekolah yang baru kepada siswa-siswi yang baru saja lulus dan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah yang berbeda daripada yang sebelumnya. Maka dapat disimpulkan bahwa Masa Orientasi Siswa (MOS) memiliki dampak yang positif bagi pembentukan penyesuaian diri siswa disekolah.
108 5.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, saran yang dapat peneliti ajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak sekolah, supaya lebih meningkatkan hal-hal yang dapat menjadikan siswa dapat menyesuaikan dengan keadaan di sekolah yaitu dengan mengadakan Masa Oreintasi Siswa (MOS) sebelum ajaran baru dimulai misalnya dengan memberikan fasilitas yang memadai. 2. Bagi guru, hendaknya lebih menciptakan suasana yang menyenangkan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. 3. Bagi siswa, hendaknya selalu menerapkan materi-materi yang diajarkan pada saat Masa Orientasi Siswa (MOS) dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang berhubungan dengan penyesuaian dengan situasi kelas, teman, guru dan karyawan, kurikulum, dan penyesuaian dengan peraturan sekolah . 4. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian sejenisnya, disarankan untuk mengacu pada jumlah sampel yang besar dan diharapkan juga memperhatikan faktor lain yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri siswa namun belum diteliti dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2003. Metode Penelitian. Cetakan 3. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ______________. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Cetakan 3. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Calhoun J.F dan Acocella (Alih bahasa R.S Satmoko). 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian Diri dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang : IKIP Semarang Press. Daradjat, Zakiat. 1979. Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Gunung Agung.
Depdiknas. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS). Semarang : Kanwil Propinsi Jawa Tengah. Fahmy, Mustafa. 1982. Penyesuaian Diri. Jakarta : Bulan Bintang. Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : Pustaka Setia. Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama. Haryadi, Sugeng. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Semarang : IKIP Semarang Press. Http://
akhmad sudrajat.wordpress .com/2008/02/14/masa-orientasi-sekolah-yanghumanis/. Diakses pada tanggal 15 Maret 2009.
Http:// ayaelectra. Wordpress.com. Diakses pada tanggal 15 Maret 2009.
Http:// ikut memberi. blogspot. com/2007_12_01_archieve.html. MOS yang Cerdas dan Asyik. Diakses pada tanggal 15 Maret 2009. Http:// www.kompas.com/ver1 / Dikbud /0607/15/221058.htm. Diakses pada tanggal 15 Maret 2009. Kartono, Kartini. 1983. Kesehatan Mental. Bandung : CV. Bandar Maju. 109
110 Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Pak Andri. http://blog.caturstudio.com/2008/09/masa-orientasi-siswa/). MOS (Masa Orientasi Siswa), masihkah seperti dulu?. Diakses pada tanggal 15 Maret 2009. Purnomo Iman Santoso.www.suara merdeka.com. Perpeloncoan. Diakses pada tanggal 26 April 2006. Sunarto dan Hartono. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Rineka Cipta. Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Soeparwoto, dkk. 2006. Psikologi Perkembangan. Semarang : IKIP Semarang Press. Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Edisi Ketiga. Yogyakarta : Penerbit Andi. Zainun Mu'tadin., SPsi., MSi. http://www. perempuan.com/new/index.php? aid=13928&cid= 11&01%2F20% 2F09%2 C 03%3A01%3A02. Saran untuk Pengembangan Keterampilan Sosial Remaja. Diakses Pada Tanggal 15 Maret 2009. ___________________.http://whandi.net/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=2301. Mengembangkan Ketrampilan Sosial pada Remaja. Diakses Pada Tanggal 15 Maret 2009.
111