PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Adhy Kurniawan Soedarsono NIM : 038114036
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh: Adhy Kurniawan Soedarsono NIM : 038114036
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Life is hard, so we must STRONG to STRUGGLE and WIN!!! (Ps Jonatan Setiawan)
Kaulah kuatku kebanggaanku, gunung batu dan keselamatanku Kuat tanganMu perlindunganku Kaulah Allah sumber kemenanganku (Franky Sihombing)
Tidak ada keberhasilan yang abadi tanpa kesungguhan (Anthony Robbins)
Dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur, ku persembahkan hasil karyaku ini kepada : Yesus Kristus Tuhan Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ibu Theresia Kurniawati dan Benny Kurniawan, serta Almamaterku.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember 2006”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Banyak bantuan dan dukungan yang penulis terima selama penyusunan skripsi ini, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2.
Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku pembimbing I yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3.
Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku pembimbing II yang juga telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4.
Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., selaku pemberi ide awal pada penelitian ini dan juga sebagai dosen penguji. Terima kasih untuk masukan, saran, dan kritik yang telah diberikan.
5.
Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji dan pembimbing akademik. Terima kasih untuk masukan, saran, dan kritik yang telah diberikan.
6.
Pemerintah Kabupaten Sleman yang telah memberikan izin sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
7.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, yang telah memberikan Data Apotek Kabupaten Sleman tahun 2005.
8.
Para Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
9.
Kedua orang tua serta adikku, Benny Kurniawan. Terima kasih atas doa, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.
10.
Ibu Theresia Kurniawati, yang telah memberikan motivasi pada penulis untuk selalu pantang menyerah dalam menghadapi kehidupan.
11.
Teman-teman seperjuangan : Monica, Bambang, Bangun, dan Totok atas kerjasama, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
12.
Keluarga Besar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2003 kelas A, khususnya Eriet, Yohana, Raya, Yeyen, Jevi, Sulis, Angger, Ratih, Ningrum, Nanda, Andika, dan Watik Terima kasih untuk kebersamaan dan bantuannya selama kuliah dan praktikum.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13.
Komsel “Healing” pimpinan Bapak Robby Kumoro Sugiarto, terima kasih untuk doa, sharing, dan dukungan yang telah diberikan.
14.
Teman-teman sharing dan berbagi: Agung, Dwi, Alex, Yudi, Yanuar, Budiaji, Andryan; Pradu, Stasia, dan Yuli. Terima kasih untuk doa, sharing, dan dukungan yang telah diberikan.
15.
Teman-teman Wisma Manunggal: Kris, Riko, Olzen, Hendrik, Bram, Doddy, Happy, Erick, Felix, Yoki, Agung, Ali, Ray, Dewi, Ratna, Yola, Ica, Pipin, Nonie, Lina, dan Rani. Terima kasih untuk persahabatan, dukungan, dan kebersamaannya.
16.
Teman-teman Kos Mulia, terutama Hartono, Wllliam, Winarto, dan Widi.
17.
Keluarga Eks Kolese Loyola 2003 dan sahabat-sahabatku: Henry, Samuel, Aldo, Adji, Yonathan, Faizal, Ellen, Angga, Maria, Helmy, Orlin, Hanny, dan Lisa. Terima kasih untuk persahabatan, doa, dan dukungannya.
18.
Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak
atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini. Maka dengan rendah hati, penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun.
Yogyakarta, 10 Oktober 2007
Penulis
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Oktober 2007 Penulis,
Adhy Kurniawan Soedarsono
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL……………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………...
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………
iv
PRAKATA…………………………………………………………………
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………...
viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………….
xiii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xviii
INTISARI…………………………………………………………………..
xix
ABSTRACT………………………………………………………………..
xx
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang………………………………………………………….
1
1. Rumusan masalah…………………………………………………..
3
2. Keaslian penelitian………………………………………………….
3
3. Manfaat penelitian…………………………………………………..
4
B. Tujuan Penelitian……………………………………………………….
5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Apotek…………………………………………………………………..
6
B. Apoteker…………………………………………………………………
7
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Pharmaceutical Care……………………………………………….
11
D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004………………………………….
12
E. Sumpah apoteker………………………………………………………..
16
F. Kode Etik Apoteker…………………………………………………….
17
G. Etika Bisnis……………………………………………………………..
17
H. Keterangan Empiris…………………………………………………….
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………
21
B. Definisi Operasional Penelitian………………………………………
21
C. Instrumen Penilitian……………………………………………………..
22
D. Populasi dan Sampel…………………………………………………….
22
1. Populasi……………………………………………………………..
22
2. Sampel………………………………………………………………
23
E. Tata Cara Penelitian………...…………………………………………..
25
1. Pembuatan kuesioner……………………………………………….
25
2. Pengujian kuesioner………………..……………………………….
26
3. Penyebaran kuesioner………………………………………………
27
4. Pengumpulan kuesioner…………………………………………….
27
5. Wawancara…………………………………………………………
28
F. Tata Cara Analisis Data…………………………………………………
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi responden…………………………………………………...
x
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Usia responden…………………………………………………….
30
2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang sekarang…………………………………………………………….
30
3. Posisi responden di apotek………………………………………….
31
4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker… `
32
5. Lama kerja responden dalam sehari………………………………
33
B. Pengelolaan Sumber Daya……………………………………………..
34
1. Sumber daya manusia………………………………………………
34
2. Sarana dan prasarana……………………………………………….
36
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya…..
42
4. Administrasi………………………………………………………..
49
C. Pelayanan……………………………………………………………….
56
1. Skrining resep………………………………………………………
56
2. Penyiapan obat……………………………………………………..
61
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi…………………………..
68
D. Evaluasi Mutu Pelayanan……………………………………………….
71
1. Tingkat kepuasan konsumen………………………………………..
71
2. Dimensi waktu……………………………………………………...
72
3. Prosedur tetap………………………………………………………
73
E. Rangkuman Pembahasan………………………………………………..
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………..
78
B. Saran……………………………………………………………………
78
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
80
LAMPIRAN………………………………………………………………
83
BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………
104
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Hal. Tabel I
Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005…
23
Tabel II
Apotek Sampel di Kabupaten Sleman….…………….
25
Tabel III
Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA………………………..
34
Tabel IV
Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek ……..…….
36
Tabel V
Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya..
37
Tabel VI
Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien…………………..
38
Tabel VII
Ketersediaan brosur / informasi kesehatan di apotek...
38
Tabel VIII
Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi.
39
Tabel IX
Adanya Ruang Racikan di Apotek ………………….
41
Tabel X
Ketersediaaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien…………………………………………………
Tabel XI
41
Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek…………………………………….
43
Tabel XII
Sumber Perolehan Obat di Apotek……………………
45
Tabel XIII
Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain…………………………………………...
46
Tabel XIV
Informasi yang Disertakan Pada Wadah Baru ……….
47
Tabel XV
Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan Khusus………………………………………………..
xiii
48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XVI
Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur Pembelian……………………………………………..
Tabel XVII
Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang Dipesan / Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan……….
Tabel XVIII
Apotek
yang
Selalu
Menyertakan
52
Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara Berurutan……………………………………………...
Tabel XXII
51
Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika…………………………..
Tabel XXI
51
Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam Buku Penjualan……………………………………….
Tabel XX
50
Faktur/Nota
Penjualan…………………………………………….. Tabel XIX
50
53
Apotek yang Selalu Melakukan Skrining Resep berdasarkan Persyaratan Administratif……………….
57
Tabel XXIII
Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik…
58
Tabel XXIV
Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis……
59
Tabel XXV
Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep……..
Tabel XXVI
Apotek yang Pernah Menerima Keluhan Tentang Etiket oleh Pasien…………………………………….
Tabel XXVII
60
62
Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan Etiket terhadap Resep Sebelum Obat Diserahkan pada Pasien…………………………………………………
xiv
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXVIII
Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung Dalam Penyerahan Obat ke Pasien…………………...
63
Tabel XXIX
Informasi Obat yang Diberikan Apoteker……………
64
Tabel XXX
Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek…………………………………
Tabel XXXI
Apoteker
yang
Memberikan
Konseling
Secara
Berkelanjutan………………………………………… Tabel XXXII
Apoteker
yang
Pernah
Melakukan
65
66
Diseminasi
Informasi Kesehatan …................................................
68
Tabel XXXIII
Apotek yang Pernah Melakukan Survei……………...
72
Tabel XXXIV
Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan…………..
73
Tabel XXXV
Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap
73
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1.
Diagram Usia Responden…………………………………
Gambar 2.
Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek yang
30
Sekarang…………………………………...
31
Gambar 3.
Diagram Posisi Responden di Apotek……………………...
31
Gambar 4.
Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden………….
32
Gambar 5.
Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari
33
Gambar 6.
Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA……………………………………………
35
Gambar 7.
Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling....................
40
Gambar 8.
Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek……………..
42
Gambar 9.
Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya………………………………………….
Gambar 10.
Apotek
yang
Selalu
Melaksanakan
48
Medication
Record………………………………………………………
54
Gambar 11.
Pelaksanaan Kegiatan Administrasi ………………………..
56
Gambar 12.
Pelaksanaan Skrining Resep…………………………….….
61
Gambar 13.
Pelaksanaan Penyiapan Obat……………………………….
67
Gambar 14.
Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker…………….…
69
Gambar 15.
Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi…
71
Gambar 16.
Bentuk Survei……………………………………………..
72
Gambar 17.
Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan…………………….
74
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 18.
Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotekapotek Kabupaten Sleman…………………………….………
xvii
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1.
Surat Pengantar Kuisioner Penelitian……………………….
83
Lampiran 2.
Kuesioner Penelitian………………………………………..
84
Lampiran 3.
Surat Izin Penelitian………………………………………..
90
Lampiran 4.
Sumpah/Janji Apoteker…………………………………….
91
Lampiran 5.
Kode Etik Apoteker Indonesia……………………………..
93
Lampiran 6.
Jalur Distribusi Obat……………………..............................
96
Lampiran 7.
Tabulasi Data…………………………………….…………
97
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan standar profesi, kode etika, sumpah profesi masing-masing, dan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat, telah disusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang bersedia mengisi kuisioner sebagai instrumen dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Maka perlu peran pemerintah melalui Dinas Kesehatan, ISFI, dan perguruan tinggi farmasi dalam membina, membimbing, dan menyiapkan Apoteker untuk lebih meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek.
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, KepMenKes RI Nomor 1027/ MenKes/SK/IX/2004, Apotek
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The quality of health service will be good if every health profession gives service to the patient based on profession standard, ethic code, profession oath, according to the law and legal regulation. To guarantee the quality of pharmaceutical care which is given to society, it has been arranged The Pharmaceutical Care Standard at dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004. The aim of this research is to know the description of The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 in Sleman regency. This research includes the kind of non experimental research with descriptive research plan. The respondence is pharmacist at the dispensaries in Sleman regency, which are ready to fill questionnaires as the instrument in this research. The data analysis is done with using descriptive statistics. The result of research states that The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 has not been done all yet by pharmacists at the dispensaries in Sleman regency. Therefore, it needs the role of government through Public Health Service, ISFI, and the faculty of pharmacy in guiding, giving direction and preparing pharmacists to increase more their pharmaceutical care at dispensary.
Key words: The Pharmaceutical Care Standard, KepMenKes RI Nomor. 1027/MenKes/SK/IX/2004, Dispensary
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Apoteker sebagai tenaga kesehatan pada umumnya dan tenaga kefarmasian pada khususnya telah diakui secara universal sebagai pekerjaan yang tergolong profesi. Apoteker mempunyai kewenangan di bidang kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberikan otoritas dalam berbagai aspek kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya. Mengingat
kewenangan
menjalankan
tugasnya
keprofesian
yang
berdasarkan
dimilikinya,
Apoteker
prosedur-prosedur
harus
kefarmasian
(Anonim, 2003a). Pada saat ini, pelayanan kefarmasian telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi telah bergeser orientasinya menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien (Anonim, 2004). Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien didasarkan pada standar
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
profesi, sumpah, dan kode etik masing-masing profesi kesehatan (Anonim, 2003a). Dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kefarmasian yang berasaskan
Pharmaceutical
Care,
perlu
ditetapkan
Standar
Pelayanan
Kefarmasian dengan Keputusan Menteri (Anonim, 2004). Sebagai upaya agar para Apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, telah ditetapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004.
Standar
Pelayanan
Kefarmasian
ini
meliputi
pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan sebagai pedoman praktek Apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek. Menurut PerMenKes Nomor 184 tahun 1995 Pasal 17, Apoteker selama menjalankan tugas profesinya wajib menaati semua peraturan perundangundangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8 juga menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya, dalam hal ini terkait dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004. Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter, apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Anonim, 2003a). Akan tetapi, sampai sekarang masyarakat masih belum begitu mengenal profesi Apoteker dan belum merasakan peran yang maksimal dari profesi tersebut. Mereka berpendapat bahwa Apoteker adalah sosok yang masih susah ditemui di apotek. Mereka juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
merasa bahwa standar pelayanan yang diberikan oleh apotek masih kurang memuaskan. Karena inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
1027/MenKes/SK/IX/2004
tersebut
telah
sepenuhnya
dilaksanakan oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.
1. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah: Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman?
2. Keaslian penelitian Sejauh penelusuran penulis di Perputakaan Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan, belum pernah dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian sejenis yang pernah
dilakukan
Kefarmasian
di
sebelumnya Apotek
yaitu
Pelaksanaan
Berdasarkan
Standar
KepMenKes
RI
Pelayanan Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta (Sukmajati, 2007). Hasil penelitian Sukmajati adalah Apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
belum melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027/MenKes/SK/IX/2004 secara menyeluruh. Perbedaan penelitian Sukmajati dengan penelitian ini adalah: •
Wilayah penelitian Sukmajati (2007) berada pada Kota Yogyakarta dengan periode September-November 2006, sedangkan wilayah penelitian ini berada pada Kabupaten Sleman dengan periode Oktober-Desember 2006.
•
Penelitian Sukmajati (2007) tidak mencantumkan alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, sedangkan pada penelitian ini dilengkapi dengan alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu ruangan tertutup untuk konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Memberikan Kefarmasian
di
gambaran Apotek
pelaksanaan
berdasarkan
Standar
KepMenKes
1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman.
Pelayanan RI
No
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai : 1) bahan evaluasi bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas profesinya di Apotek, khususnya Apoteker Pengelola Apotek. 2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon Apoteker yang tertarik dalam pelayanan perapotekan. 3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek.
B.
Tujuan Penelitian
Mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Apotek
Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan bahwa apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan fungsi apotek, yaitu: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan, b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. Menurut Permenkes RI No. 922 tahun 1993 pasal 10, pengelolaan apotek meliputi : a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi Menurut KepMenKes No.1332 tahun 2002 maupun KepMenKes No.1027 tahun 2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
B.
Apoteker
Menurut peraturan perundang-undangan dengan hirarki tertinggi, yaitu Undang-Undang Obat Keras/St.No.419 tanggal 22 Desember 1949 Pasal 1, Apoteker adalah mereka yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di Indonesia sebagai Apoteker sambil memimpin sebuah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 2, Apoteker merupakan salah satu tenaga kefarmasian yang tergabung dalam tenaga kesehatan. Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027 tahun 2004 apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Mengacu pada definisi apoteker di KepMenKes RI No. 1027/MENKES/ SK/IX/2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang pendidikan profesi (Hartini dan Sulasmono, 2006). Setiap profesi harus disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya keahlian pekerjaan keprofesiannya (Anonim, 2003a). Menurut Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1, pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat kompetensi. Pada Pasal 5, dinyatakan bahwa sertifikat kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi. Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi, otoritas, teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi hirarkial dalam masyarakat. Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas. 2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi. 3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian. 4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom. 5. memberlakukan kode etik keprofesian. 6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan. 7. proses pembelajaran seumur hidup. 8. mendapat jasa profesi (Anonim, 2003a). Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing-masing. Untuk apoteker, pekerjaan tersebut didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperoleh nya dari negara sebagai otoritas keahlian, sehingga sebelum melaksanakan pekerjaan kefamasian, Apoteker perlu disumpah terlebih dahulu (Anonim, 2003a). Pada profesi, melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan produk profesinya tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya, client akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
bagi pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya (Anonim, 2003a). Dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian, peran Apoteker telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh tahun terakhir ini. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “Seven Star of Pharmacist” meliputi : 1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analisis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi. 2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan, keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. 3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan. 4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. 5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat. 6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar yang efektif. 7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan (Anonim, 2003a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
C.
Pharmaceutical Care
Peran Apoteker kini didasarkan pada filosofi “Pharmaceutical Care” atau diterjemahkan sebagai “asuhan kefarmasian” (Anonim, 2003a). Pharmaceutical care berkembang akibat dari sejarah perkembangan obat yang mengakibatkan makin banyaknya drug adverse reaction. (Kisdarjono, 2004). Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care juga merupakan kemampuan dari praktek farmasi yang memerlukan interaksi langsung dari Apoteker dengan pasien dengan tujuan kepedulian kepada pasien mengenai kebutuhan yang berkaitan dengan obat (Kisdarjono, 2004). Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter, Apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Proses ini merupakan proses yang harus ditingkatkan terus menerus agar penggunaan obat menjadi tanggung jawab bersama antara Apoteker, tenaga kesehatan lain, dan pasien memperoleh keluaran terapi yang optimal. Apoteker memberikan jaminan bahwa obat yang diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar, dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional Apoteker didasarkan pada pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek ekonomi yang menguntungkan pasien (Anonim, 2003a). Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
harga yang wajar, serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan evaluasi (Anonim, 2003a).
D.
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
PENGELOLAAN SUMBER DAYA 1. Sumber Daya Manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai menempatkan pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. 2. Sarana dan Prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur / materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. 4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. 3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan. Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat. 3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. 3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa. 2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan. 4. Administrasi. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1.Administrasi Umum. Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4.2.Administrasi Pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. PELAYANAN 1. Pelayanan Resep. 1.1.Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1.Persyaratan administratif : - Nama,SIP, dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
- Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya. 1.1.2.Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. 1.1.3.Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. 1.2.Penyiapan obat. 1.2.1.Peracikan. Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. 1.2.2.Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. 1.2.3.Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. 1.2.4.Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan. 1.2.5.Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. 1.2.6.Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
1.2.7 Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya. 2. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya. 3. Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record). EVALUASI MUTU PELAYANAN Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung. 2. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan). 3. Prosedur Tetap: Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk: • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan lain yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk penerapan standar. Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
E.
Sumpah Apoteker
Selain terikat secara horizontal dengan masyarakat termasuk tenaga kesehatan yang lain, Profesi Apoteker terikat pula dalam hubungan vertikal dengan Tuhan. Hal ini terlihat pada isi PP No. 41 tahun 1990 pada penjelasan Pasal 12, menyebutkan Profesi Apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab Apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sumpah apoteker. Menurut PP No. 20 tahun 1962 Pasal 1, sebelum seorang apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau mengucapkan janji Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya, sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada lampiran 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
F.
Kode Etik Apoteker
Sebagai pekerjaan profesi, terdapat hubungan khusus di antara sesama pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta berlakunya etika profesi Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu boleh atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek profesinya (Anonim, 2003a). Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai ramburambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184 tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan yang melanggar Kode Etik Apoteker. Oleh sebab itu seorang apoteker perlu memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006). Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005 dapat dilihat pada lampiran 5.
G.
Etika Bisnis
Menurut Miller dan Coady, etika kerja adalah keyakinan, nilai dan prinsip yang akan membimbing individu berinteraksi dalam kaitannya dengan pekerjaan dan tanggung jawab akan suatu tugas. Etika kerja akan membimbing bagaimana berperilaku, terutama ketika menghadapi dilema (Putra, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
Etika
berpengaruh
terhadap
citra
manusia,
hasil
pekerjaan,
dan
kelangsungan perusahaan. Dalam menjalankan kebijakan perusahaan, etika yang baik akan memberikan kejernihan berpikir, khususnya untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan publik (Putra, 2005). Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah moral yang kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan dalam proses pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005). Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis adalah : 1. Prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai dengan tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada pemilik perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan masyarakat yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya. 2. Prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak, mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence). Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal, minimal tidak merugikan orang lain. 4. Prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra. 5. Prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi lain (Isdaryadi, 2005) Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu : 1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented) Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented) Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberi keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang diperoleh dengan bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu sendiri (Anief, 1995).
H.
Keterangan Empiris
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI nomor 1027 tahun 2004 mempunyai tiga parameter utama, yaitu pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan. Dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027 tahun 2004 di Kabupaten Sleman berdasarkan tiga parameter utama dari KepMenKes RI No 1027 tahun 2004 tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. (Praktiknya, 2001). Rancangan penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998).
B. Definisi Operasional Penelitian 1. Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat, dalam hal ini yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. 2. Standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah patokan apoteker dalam menjalankan profesinya terkait bidang perapotekan, dalam hal ini berdasarkan pada Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004. 3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004
dikatakan
21
telah
dilaksanakan
apabila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka dikatakan belum dilaksanakan. 4. Apotek sampel adalah 35 apotek yang disampling dari Data Apotek Kabupaten Sleman 2005 menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. 5. Responden adalah Apoteker yang menjalankan profesinya di apotek sampel serta bersedia mengisi kuesioner.
C. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang 1. Deskripsi responden 2. Deskripsi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Menurut Nawawi (1998), populasi adalah keseluruhan penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memilikik karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi dari penelitian ini adalah semua apotek yang berada di wilayah Kabupaten Sleman. Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2005, jumlah apotek yang terdaftar di wilayah Kabupaten Sleman adalah sebanyak 125 apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Seratus dua puluh lima apotek yang berada di Kabupaten Sleman terbagi dalam
masing-masing
kecamatan
yang
ada
di
Kabupaten
Sleman.
Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel I. Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005 No.
Nama Kecamatan
Jumlah apotek
1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Depok Ngemplak Mlati Godean Ngaglik Prambanan Gamping Kalasan Sleman Berbah Turi Seyegan Moyudan Pakem Tempel Total
53 1 9 11 16 2 11 7 6 2 1 2 1 1 2 125
2. Sampel Menurut Sevilla dkk (1993), sampel adalah kelompok kecil yang kita amati dan populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi kita. Menurut Gay (1976), karena penelitian ini bersifat deskriptif, maka ukuran minimum sampel yang dapat diterima adalah 10 persen dari populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20 persen. Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan besar sampel, yaitu pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis. Pertimbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap populasi. Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data (hasil penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001). Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menetapkan sampel sebesar 20 % dari populasi yaitu sebanyak 35 apotek. Untuk menentukan apotek yang dipilih, peneliti menggunakan metode proportional cluster non random sampling, di mana apotek dikelompokkan berdasarkan kecamatan terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pengambilan sampel sebesar 20% dari jumlah apotek di setiap kecamatan sehingga diperoleh jumlah sampel yang berbeda di tiap kecamatan sesuai dengan jumlah apotek yang berada di kecamatan tersebut. Perincian dari 35 apotek sampel ini dapat dilihat pada tabel II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Tabel II.
Apotek Sampel di Kabupaten Sleman
No.
Nama Kecamatan
Jumlah apotek
1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Depok Ngemplak Mlati Godean Ngaglik Prambanan Gamping Kalasan Sleman Berbah Turi Seyegan Moyudan Pakem Tempel Total
11 1 2 3 4 1 3 2 2 1 1 1 1 1 1 35
E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan kuesioner Kuesioner merupakan suatu set pertanyaan yang berurusan dengan topik tunggal atau satu set topik yang saling berkaitan yang harus dijawab oleh subyek (Kartono,1990). Kuesioner yang digunakan memuat sejumlah pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis oleh responden. Kuesioner terbagi menjadi empat bagian, meliputi deskripsi responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
2. Pengujian kuesioner a. Uji pemahaman bahasa Fungsi uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui sejauh mana bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner dapat dipahami oleh responden. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan menyebar kuesioner tersebut kepada lima apotek yang terletak di luar populasi penelitian.
b. Uji validitas isi Yang dimaksud dengan validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran terhadap konsep (pengertian) variabel sebagaimana dirumuskan (Pratiknya, 2001). Prosedur validitas isi kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan hanya dengan analisis teoritik. Jadi penilaian setiap orang mengenai sejauh mana validitas isi kuesioner telah tercapai adalah belum tentu sama (Azwar, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
c. Uji reliabilitas Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).
3. Penyebaran kuesioner Peneliti menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden dan peneliti akan mendampingi responden selama pengisian kuesioner. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi adanya responden yang kurang paham terhadap maksud pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Namun, jika responden tidak bisa mengisi pada saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali setelah responden mengisinya. Adapun periode penyebaran kuesioner ini adalah pada bulan Oktober – Desember 2006.
4. Pengumpulan kuesioner Peneliti mengumpulkan kuesioner setelah responden selesai mengisi semua pertanyaan yang ada pada kuesioner. Jumlah kuesioner yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
dikumpulkan jumlahnya sama dengan jumlah kuesioner yang disebarkan, yaitu sebanyak 35 buah.
5. Wawancara Menurut Nawawi (1998), wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Wawancara ini dilakukan setelah peneliti melihat hasil penelitian Sukmajati dan hasil penelitian pribadi yang presentasenya di bawah 50%, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Kepmenkes RI No.1027 tahun 2004. Secara khusus, wawancara dititikberatkan pada tiga hal, yaitu adanya ruangan konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi melalui home care. hal tersebut serta bersedia untuk diwawancarai.
F. Tata Cara Analisis Data Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik (Kontour, 2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif. Statistik deskriptif merupakan teknik statistik yang memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Data pada umumnya disajikan dalam bentuk tertentu, misalnya tabel dan gambar, sehingga dapat dipahami dengan mudah dan cepat (Nurgiyantoro, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga parameter dalam KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kemudian menghitung jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Standar Pelaksanaan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 dikatakan telah dilaksanakan apabila persentasenya lebih dari 50% dan jika persentasenya kurang dari 50%, maka dikatakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 belum dilaksanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Responden Karakteristik responden yang ditanyakan meliputi usia, pengalaman kerja di apotek yang sekarang, posisi di apotek, adanya pekerjaan lain yang dimiliki, dan lama kerja dalam sehari. 1. Usia responden Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Usia Responden 14% 17%
21-35 thn 36-50 thn
69%
> 50 thn
Gambar 1. Diagram Usia Responden Sebagian besar responden, yaitu enam puluh sembilan persen, ada dalam rentang umur 21-35 tahun yang merupakan usia dewasa muda. Tujuh belas persen responden ada dalam rentang umur 18-35 tahun yang merupakan usia dewasa menengah dan 14% responden ada dalam umur di atas 50 tahun yang merupakan usia dewasa tua.
2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang sekarang Gambaran mengenai pengalaman kerja responden sebagai Apoteker di apotek yang sekarang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Pengalaman Kerja Reponden di apotek 14%
14% <1
20%
1 s/d 5 6 s/d 10
52%
>10
Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek Yang Sekarang Lebih dari jumlah separuh responden, yaitu 52%, rresponden memiliki rentang pengalaman kerja 1-5 tahun. Dua puluh persennya memiliki rentang pengalaman kerja 6-10 tahun dan masing –masing 14% responden mempunyai pengalaman kerja di bawah 1 tahun dan di atas 10 tahun.
3. Posisi responden di apotek Sebagian besar responden adalah Apoteker Pengelola Apotek dan yang lainnya adalah Apoteker Pendamping. Posisi Responde n 23% A poteker Pengelola A potek A poteker Pendamping 77%
Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993, apoteker di apotek ada yang disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti. Menurut PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 18 ayat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
(2) dan KepMenKes RI Nomor 1332 tahun 2002 Pasal 19 ayat (1), apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker Sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai apoteker. Adanya Pekerjaan Lain 40% Ya 60%
Tidak
Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden Menurut Surat KepMenKes RI Nomor 831/Ph/64/b, apotek-apotek yang didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja penuh (full-time). Responden seharusnya tidak memiliki pekerjaan lain apabila telah menjadi Apoteker di suatu apotek. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penuh pelayanan pada profesinya. Sebagai contoh adalah apoteker yang bekerja di apotek yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
5.
Lama kerja responden dalam sehari Gambaran mengenai lama kerja responden dalam sehari dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Lama kerja dalam sehari 11% 34% <4 4 s/d 6 55%
>6
Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari Sebagian besar responden bekerja 4-6 jam dalam sehari, di mana hal ini belum sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurut pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, waktu kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam. KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Bila apotek pada umumnya buka 13 jam dalam sehari (dari pukul 8.00 sampai 21.00 WIB), maka untuk 6 hari kerja dalam seminggu apotek akan buka 78 jam. UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 2 menyebutkan bahwa waktu kerja dalam seminggu adalah 40 (empat puluh) jam untuk 6 (enam) hari kerja, sehingga setiap apotek minimal harus memiliki 2 orang apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
B. Pengelolaan Sumber Daya 1. Sumber daya manusia Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Apoteker harus dapat mengambil keputusan yang tepat. Jadi, semua keputusan yang diambil dalam apotek harus diketahui dan disetujui oleh APA sebagai penanggung jawab apotek. Tabel III. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA No.
Jawaban
Jumlah
Persentase
1. 2.
Ya Tidak
20 7 27
74,1 % 25,9 % 100 %
Total
Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai leader, di mana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan. Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 6, disebutkan bahwa seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. Maka pengambilan keputusan tidak boleh berdasarkan kepentingan pribadi Apoteker, tapi berdasarkan pada kepentingan apotek tempat Apoteker bekerja. Dengan demikian, Apoteker dapat menjadi contoh yang baik di lingkungan kerjanya. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh dalam menjalankan tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja apoteker pendamping, asisten
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Apoteker Pendamping dapat menggantikan Apoteker Pengelola Apotek dalam hal pelayanannya, tetapi tidak pada pengambilan keputusan di apotek. Karena itulah, pengambilan keputusan di apotek harus berdasarkan persetujuan Apoteker Pengelola Apotek. Keputusan dalam apotek yang diambil berdasarkan persetujuan APA meliputi bidang administrasi obat (pemilihan, pesanan, dan pembayaran obat), penatalaksanaan terapi (penggantian obat pasien dan jam konseling pasien), pengaturan staf, dan pengelolaan keuangan di apotek. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sumber daya manusia dapat dilihat pada gambat I di bawah ini. 100% 74,10% Ya
50% 25,90%
Tidak
0%
Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Berdasarkan Persetujuan APA
Apotek
yang
selalu
Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian Pengelolaan Sumber Daya Manusia telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%, yaitu sebesar 74,1%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
2. Sarana dan prasarana a. Papan petunjuk apotek KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa pada halaman apotek harus terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Tabel IV. Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
Papan yang bertuliskan kata apotek bertujuan untuk menunjukkan identitas dari apotek yang telah berdiri dengan sah. KepMenKes RI No.278/MENKES/SK/V/1981 Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa setiap Apotek harus memasang papan nama pada bagian muka Apotek, yang terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang memadai. Dalam lampiran Form Apt-3 KepMenKes No.1332 tahun 2002, lebih jelas lagi disebutkan ukuran papan nama apotek, yaitu minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, tebal 5 cm.
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya PerMenKes RI No. 922 tahun 1993 Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, sedangkan ayat 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
menyebutkan bahwa apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Tabel V. No. 1. 2.
Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
21 14 35
60 % 40 % 100 %
Dari Tabel V, dapat disimpulkan bahwa pemisahan produk kefarmasian dari produk lainnya telah dilaksanakan dengan baik. Adapun penjualan produk non kefarmasian di apotek merupakan diferensiasi usaha apotek, di mana produk-produk tersebut masih berhubungan dengan bidang kesehatan. Contoh produk non kefarmasian yang dijual di apotekapotek Kabupaten Sleman adalah makanan bayi, susu, dan food supplement.
c. Ruang tunggu bagi pasien KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
Tabel VI. Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 juga menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang tunggu. Keberadaan ruang tunggu bagi pasien sangat penting karena pasien akan merasa nyaman berada di ruangan tunggu yang memiliki tempat duduk yang nyaman dengan ventilasi udara dan penerangan yang cukup. Sebagai sumber informasi dan hiburan, biasanya tersedia koran, majalah, maupun tayangan televisi.
d. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien Salah satu peran Apoteker dalam pelayanannya adalah sebagai manager. Artinya Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran, dan informasi. Apoteker harus tanggap terhadap informasi dan di apoteknya harus tersedia berbagai informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Informasi yang ada di apotek dapat berupa leaflet/brosur dan poster. Tabel VII. Ketersediaan Informasi Kesehatan di Apotek No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Informasi tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat membaca brosur-brosur tersebut. KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan materi informasi tersebut. Tabel VIII. No. 1. 2.
Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplai Informasi Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
32 3 35
91,4 % 8,6 % 100 %
Tempat untuk mendisplai informasi bertujuan untuk menjaga kerapian dalam apotek, sehingga staf maupun pengunjung apotek merasa nyaman ketika berada di apotek.
e. Ruangan tertutup untuk konseling pasien KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Ruangan tertutup untuk konseling pasien bertujuan untuk menjaga kerahasiaan (privacy) pasien dan kenyamanan pasien maupun Apoteker dalam melakukan konseling.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
Adanya ruang konseling 20%
Ya Tidak 80%
Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling Delapan puluh persen apotek di Kabupaten Sleman belum mempunyai ruang konseling. Dari 20 apotek di Kabupaten Sleman yang bersedia diwawancarai, semua apotek mengalami keterbatasan ruangan. Salah satu penyebabnya adalah pada saat pendirian apotek, belum ada peraturan yang mengharuskan setiap apotek mempunyai ruang konseling. Ada juga Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8, yang menyatakan bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
f. Ruang racikan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur dalam KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002, yang menyebutkan bahwa apotek harus memiliki ruang peracikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
Tabel IX. No. 1. 2. 3.
Adanya Ruang Racikan di Apotek Jawaban
Jumlah
Persentase
22 11 2 35
62,9 % 31,4 % 5,7 % 100 %
Ruang racikan kering dan basah Ruang racikan kering Tidak punya sama sekali Total
Sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman masih menjadikan ruang racikan basah dan kering dalam satu ruangan. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan meminta racikan basah. Untuk efisiensi tempat, maka apotek menyatukan ruang racikan basah dan kering. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan untuk memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan juga mempermudah proses pembersihannya.
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu fasilitas untuk menjaga kebersihan di apotek. Tabel X. No. 1. 2.
Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien Jawaban Untuk staf dan pasien Untuk staf Total
Jumlah
Persentase
33 2 35
94,3% 5,7 % 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian sarana dan prasarana 100%
100%
100% 91,40%
94,30%94,30%
60%
50%
20%
0% papan petunjuk apotek tempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnya ruang tunggu tempat displai informasi ruang tertutup untuk konseling ruang racikan keranjang sampah untuk staf dan pasien
Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sarana dan prasarana telah dilaksanakan dengan baik karena persentasenya sudah di atas 50 %. Pengelolaan sarana dan prasarana yang belum dilaksanakan yaitu adanya ruang tertutup untuk konseling (20%), sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
a. Perencanaan Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2006). Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, serta budaya masyarakat. Tabel XI.
No . 1.
2. 3. 4.
5. 6.
Latar Belakang Perencanaan Farmasi di Apotek
Pengadaan
Sediaan
Jawaban
Jumlah
Persentase
Pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat Pola penyakit Pola penyakit dan kemampuan masyarakat Tidak berdasarkan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat Kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat. Kemampuan masyarakat Total
25
71,4 %
4 2
11,4 % 5,7 %
2
5,7 %
1
2,9 %
1 35
2,9 % 100 %
Yang dimaksud dengan memperhatikan pola penyakit adalah mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk penyakit tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Yang dimaksud dengan memperhatikan kemampuan masyarakat adalah mengacu pada tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya belinya terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obatobatan yang harganya terjangkau, seperti obat generik berlogo. Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering diresepkan. Yang dimaksud dengan memperhatikan budaya masyarakat adalah pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat. Pandangan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi pemilihan obatobatan, khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut (Hartini dan Sulasmono, 2006).
b. Pengadaan Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang (Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
Tabel XII. Sumber Perolehan Obat di Apotek No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jawaban
Jumlah
Persentase
PBF, apotek lain, dan toko obat PBF dan apotek lain PBF PBF, apotek lain, toko obat, dan swalayan PBF, apotek lain, dan swalayan PBF dan toko obat PBF, pabrik farmasi, apotek lain, toko obat, dan swalayan PBF, pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat Total
13 8 6 2
37,1 22,9 17,1 5,7
2 2 1
5,7 5,7 2,9
1
2,9
35
100 %
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Sumber perolehan obat di apotek pada Tabel XII yang melalui jalur resmi adalah menurut Hartini dan Sulasmono (2006). Menurut Hartini dan Sulasmono (2006), pengadaaan sediaan farmasi melalui jalur resmi hanya berasal dari Pedagang Besar Farmasi (Pasal 3 PerMenKes RI No. 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi), pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat untuk golongan obat bebas. Jadi perolehan obat melalui swalayan termasuk jalur tidak resmi. Menurut Slamet (2001), jalur distribusi obat ke apotek dapat berasal dari Pedagang Besar Farmasi/distributor, sub-distributor untuk golongan obat keras, dan industri farmasi. Bagan jalur distribusi obat menurut Slamet (2001) dapat dilihat pada lampiran 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
c. Penyimpanan Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Tetapi dalam pengecualian atau darurat, isi dapat dipindahkan pada wadah lain sesuai ketentuan yang berlaku. Tabel XIII. Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
11 24 35
31,4% 68,6% 100 %
Pada umumnya, apotek memindahkan obat ke wadah baru dalam jumlah tertentu, di mana jumlah tertentu tersebut berdasarkan kebiasaan dokter meresepkan suatu obat dalam jumlah tertentu. Hal ini akan mempercepat pelayanan kepada pasien dengan hanya mengambil dari wadah baru tersebut. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat dalam jumlah yang dibutuhkan dan tidak harus membeli seluruh obat dalam wadah asli. Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, bila isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Gambaran mengenai informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada Tabel XIV berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Tabel XIV. No . 1
2
3 4 5 6
Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru Jawaban
Jumlah
Persentase
Produsen (pabrik), nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan Produsen (pabrik), tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan Produsen (pabrik) dan tanggal kadaluwarsa Tanggal kadaluwarsa dan aturan pakai Produsen (pabrik) Tidak ada informasi Total
6
54,5 %
1
9,1 %
1
9,1 %
1
9,1 %
1 1 11
9,1 % 9,1 % 100 %
Menurut KepMenKes RI No. 1332 tahun 2002 Pasal 12, Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Pencantuman informasi tersebut bertujuan untuk menjamin kepercayaan masyarakat terhadap apoteker, bahwa obat yang dibelinya dari apotek tersebut bermutu baik, dalam hal ini belum melewati tanggal kadaluwarsanya. Sedangkan pencantuman nomor batch bertujuan untuk penelusuran obat, apabila ada obat yang sudah beredar namun tidak memenuhi syarat, sehingga
mempermudah
penarikan
dari
peredaran
untuk
segera
dimusnahkan. KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004 juga menyebutkan bahwa semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Tabel XV. Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan Khusus No.
Jawaban
1. 2.
Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
32 3 35
91,4 % 8,6% 100 %
KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 menyatakan bahwa apotek harus mempunyai ruang penyimpanan obat. Pada pasal 7 disebutkan contoh tempat penyimpanan khusus adalah untuk narkotika dan pada pasal 9 adalah lemari pendingin yang dipakai untuk menyimpan obat-obat yang mudah meleleh pada suhu kamar.
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
100%
86% 71,40%
68,60% 54,50%
50% 0% Perencanaan meliputi pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat pengadaan melalui jalur resmi penyimpanan dalam wadah asli pabrik Informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi tanggal kadaluwarsa dan nomor batch
Gambar 9. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
Berdasarkan Gambar 9, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik karena persentasenya sudah lebih dari 50%.
4. Administrasi KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004 memisahkan administrasi ke dalam dua bagian, yaitu administrasi umum dan administrasi pelayanan. 1. Administrasi Umum Administrasi umum ini meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. a. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian Faktur pembelian harus disertakan pada saat transaksi obat. Hal ini berfungsi untuk menghindari kemungkinan adanya pemalsuan obat bila pembelian obat tidak melalui jalur distribusi yang resmi. Faktur tersebut akan menjamin keaslian obat sehingga khasiat dan keamanan obat terjamin. Selain itu, adanya faktur pembelian akan mempermudah proses pengecekan jika terjadi keraguan terhadap obat yang telah dibelinya. Apabila obat yang sudah diterima tidak sesuai dengan permintaan apotek, maka dengan adanya faktur pembelian akan mempermudah komplain dan meretur obat tersebut kembali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Tabel XVI. Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur Pembelian No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
34 1 35
97,1 % 2,9 % 100 %
KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 Pasal 13(e) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan. Buku penerimaan berfungsi untuk kelengkapan administrasi apotek, jadi apotek mengetahui obat apa saja yang sudah masuk ke dalam apotek. Tabel XVII. Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang Dipesan/Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
b. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan. KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 pasal 13(d) menyatakan bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota penjualan. KepMenKes RI Nomor 280 tahun 1981 Pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota penjualan. ayat (3) menyatakan bahwa dalam nota penjualan, harus dicantumkan jenis, jumlah, harga, tanggal penyerahan, dan paraf yang menyerahkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Tabel XVIII. Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota Penjualan No.
Jawaban
1. 2.
Ya Tidak Total
Dari
Tabel
XVIII,
dapat
Jumlah
Persentase
22 13 35
62,9 % 37,1 % 100 %
disimpulkan
bahwa
penyerahan
faktur/nota penjualan tiap kali pasien membeli obat di apotek telah dilaksanakan dengan baik. Nota penjualan berfungsi sebagai bukti resmi bahwa obat sudah diterima oleh pasien dan pasien sudah membayar dengan lunas. Dalam hal pemberian nota tiap penjualan, masih terdapat apotek yang hanya memberikan nota apabila pasien memintanya. KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 Pasal 13(e) juga menyebutkan bahwa apotek harus tersedia buku penjualan dan penerimaan. Tabel XIX.
No. 1. 2.
Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam Buku Penjualan Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
32 3 35
91,4 % 8,6 % 100 %
Dari Tabel XIX, dapat disimpulkan bahwa pencatatan setiap penjualan ke dalam buku penjualan telah dilaksanakan dengan baik. Pencatatan setiap obat yang keluar dari apotek berguna untuk kelengkapan administrasi, yaitu untuk mengetahui obat apa saja yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
telah terjual dan untuk melacak kembali apabila ada pihak-pihak yang berkepentingan membutuhkannya di kemudian hari.
c. Pengeluaran narkotika dan psikotropika KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan psikotropika. Tabel XX
Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika
No.
Jawaban
1. 2.
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
Ya Tidak Total
Pencatatan dan pelaporan terhadap pengelolaan psikotropika diatur dalam Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1997 Pasal 33, yang menyatakan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai
kegiatan
masing-masing
yang
berhubungan
dengan
psikotropika. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 Pasal 11 juga menyebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai pengeluaran
narkotika.
menyebutkan
bahwa
Undang-Undang pencatatan
No.
narkotika
9
tahun
dilakukan
1976 dengan
menggunakan buku register narkotika (Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
2. Administrasi Pelayanan Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. a. Pengarsipan resep Gambaran mengenai pengarsipan resep dapat dilihat pada Tabel XIX berikut. Tabel XXI.
No. 1. 2.
Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara Berurutan Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 13 ayat (2) dan PerMenKes RI No.922 tahun 1993 Pasal 17 ayat (2) menyebutkan bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Sedangkan Pasal 7 KepMenKes No. 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
b. Medication record Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien. Pencatatan pengobatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker untuk melaksanakan pelayanan residensial (home care). Adanya Medication record 40% Ya 60%
Tidak
Gambar 10. Apotek yang Selalu Melaksanakan Medication Record Enam puluh persen Apoteker di Kabupaten Sleman belum melaksanakan pencatatan pengobatan. setiap pasien. Dari 20 Apoteker di Kabupaten Sleman yang bersedia diwawancarai, ditemukan alasan bahwa mereka kekurangan waktu dan sumber daya manusia untuk melakukan pencatatan pengobatan tiap pasien. Selain itu, masih adanya ketidaktahuan Apoteker akan adanya peraturan ini. Sampai sekarang, pencatatan pengobatan setiap pasien ini hanya dilakukan pada pasien tertentu yang biasanya merupakan pasien langganan apotek yang bersangkutan, penderita cardiovascular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. Pencatatan pengobatan tidak dilakukan pada setiap pasien karena pasien belum tentu membeli obat lagi di apotek yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaitkan deskripsi responden dengan pelaksanaan medication record. Dari analisis data,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
ternyata ditemukan ada pengaruh antara pelaksanaan medication record dengan usia Apoteker, posisi di apotek, dan adanya pekerjaan lain yang dimiliki oleh Apoteker. Bila dikaitkan dengan usia Apoteker, persentase pelaksanaan medication record adalah sebesar 50 % pada Apoteker dengan rentang usia 21-35 tahun dan 40% pada Apoteker dengan usia di atas 50 tahun, sedangkan Apoteker dengan rentang usia 36-50 tahun belum ada yang melaksanakannya. Dapat disimpulkan bahwa dalam semua rentang usia responden sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan medication record. Bila dikaitkan dengan posisi di apotek, persentase pelaksanaan medication record adalah sebesar 44,4 % pada Apoteker Pengelola Apotek dan 35 % pada Apoteker Pendamping. Dapat disimpulkan bahwa
baik
Apoteker
Pengelola
Apotek
maupun
Apoteker
Pendamping sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan medication record. Bila dikaitkan dengan adanya pekerjaan lain yang dimiliki oleh Apoteker, persentase pelaksanaan medication record adalah sebesar 42,9 % pada Apoteker yang tidak memiliki pekerjaan lain dan 35,7 % pada Apoteker yang memiliki pekerjaan lain. Dapat disimpulkan bahwa apoteker yang memiliki ataupun tidak memiliki pekerjaan lain sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan medication record
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi 100%
97,10% 100%
91,40% 100% 100% 62,90% 40%
50% 0% Penyertaan faktur pembelian Pencatatan pembelian penyertaan faktur/nota penjualan Pencatatan penjualan Pencatatan narkotika dan psikotropika pengarsipan resep pelaksanaan medication record
Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian administrasi telah dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaannya sudah di atas 50%. Kegiatan administrasi yang belum dilaksanakan yaitu pelaksanaan medication record (40%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
C. Pelayanan 1. Skrining resep Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, apoteker harus melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
a. Persyaratan administratif Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, persyaratan administratif dalam resep meliputi adanya nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep (inscriptio); tanda tangan/paraf dokter penulis resep (subscriptio); nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat (invocatio), potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas (signatura), dan informasi lainnya. Tabel XXII. Apoteker yang Selalu Melakukan Skrining Berdasarkan Persyaratan Administratif No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Resep
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
b. Kesesuaian farmasetik Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kesesuaian farmasetik dalam skrining resep meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian, dan lama pemberian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
Tabel XXIII. Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik No
Kesesuaian farmasetik
Jumlah
Persentase
1.
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosiscara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian Bentuk sediaan, dosis, potensi, inkompatibilitas, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, potensi, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara pemberian Bentuk sediaan, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, inkompatibilitas, cara pemberian Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian Dosis, potensi, cara pemberian, lama pemberian Bentuk sediaan, dosis, potensi, cara pemberian Dosis, cara pemberian, lama pemberian Total
15
42,9 %
3
8,6 %
3
8,6 %
3
8,6 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1 35
2,9 % 100 %
2.
3. 4. 5.
6.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Tabel XXIII menunjukkan bahwa sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman belum melaksanakan skrining resep berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
kesesuaian farmasetik secara menyeluruh, sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
c. Pertimbangan klinis Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, pertimbangan klinis yang dilakukan dalam skrining resep harus meliputi alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi, dan jumlah obat. Tabel XXIV. Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis No
Pertimbangan klinis
Jumlah
Persentase
1.
Alergi, efek samping, dosis, interaksi, durasi, jumlah obat Alergi, efek samping, dosis, durasi, jumlah obat Dosis, durasi, jumlah obat Alergi, efek samping, interaksi, dosis, jumlah obat Alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi Alergi, efek samping, dosis, jumlah obat Alergi, efek samping, dosis, jumlah obat Efek samping, dosis, durasi, jumlah obat Alergi, dosis, durasi, jumlah obat Efek samping, dosis, jumlah obat Dosis, jumlah obat Total
23
65,7 %
2
5,7 %
2 1
5,7 % 2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1
2,9 %
1 1 1 35
2,9 % 2,9 % 2,9 % 100 %
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tabel XXIV menunjukkan bahwa sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman yang sudah melaksanakan skrining resep mengenai pertimbangan klinis secara menyeluruh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
d. Konsultasi dengan dokter penulis resep Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Pasal 12 ayat (4) PerMenKes RI No.26 tahun 1981 menyatakan bahwa apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker wajib menanyakan kepada penulis resep. Dalam Pasal 16 ayat (1) PerMenKes RI No. 922 tahun 1993, disebutkan bahwa apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukannya kepada dokter penulis resep. Tabel XXV
No.
Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep Jawaban
1. 2.
Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
33 2 35
94,3 % 5,7 % 100 %
Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 14, disebutkan bahwa setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat
mengakibatkan
berkurangnya/hilangnya
kepercayaan
masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. Jadi Apoteker harus selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep demi keamanan pasien, yaitu untuk menghindari kesalahan dalam penyediaan obat maupun peracikannya. Bila terjadi kesalahan tersebut, kepercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan bisa berkurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian skrining resep 100%
94,30%
100% 50%
65,70% 42,90%
0% persyaratan administratif kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk sediaan, dosisi, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara pemberian, dan lama pemberian pertimbangan klinis meliputi: alergi, efek samping, interaksi, durasi, dan jumlah obat konsultasi dengan dokter penulis resep
Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa skrining resep sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaan di atas 50%. Skrining resep yang belum dilaksanakan yaitu skrining resep berdasarkan pertimbangan klinis (42,9%) sehingga perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
2. Penyiapan obat a. Etiket KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa etiket harus jelas dan dapat dibaca. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pasien dalam pemakaian obat serta mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemakaian obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Tabel XXVI.
No. 1. 2.
Apotek yang Pernah Menerima Keluhan tentang Etiket oleh Pasien Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
1 34 35
2,9 % 97,1 % 100 %
b. Penyerahan obat KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Tabel XXVII. Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan Etiket terhadap Resep Sebelum Diserahkan pada Pasien No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
35 0 35
100 % 0% 100 %
Tabel XXVII menyatakan bahwa semua apotek melakukan pengecekan kesesuaian obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien. Menurut UU RI No.8 Tahun 1999 Pasal 7, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku. Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, penyerahan obat harus dilakukan oleh Apoteker. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian informasi, mengingat ada obat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
membutuhkan perlakuan khusus, misalnya aturan dan cara pakai suppositoria. Sikap ini menunjukkan bahwa Apoteker bertanggung jawab atas obat yang diserahkan kepada pasien. Hal ini akan meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat terhadap profesi Apoteker itu sendiri. Tabel XXVIII.
No. 1. 2.
Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung Dalam Penyerahan Obat kepada Pasien
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
23 12 35
65,7 % 34,3 % 100 %
Tabel XXVIII menyatakan bahwa sebagian besar Apoteker sudah terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien. Sedangkan alasan Apoteker tidak terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien adalah keterbatasan sumber daya manusia di apotek, di mana Apoteker tidak selalu bisa hadir di apotek pada jam buka apotek dan apabila Apoteker sibuk karena pekerjaan di apotek, maka petugas apotek lain yang menyerahkan obat kepada pasien.
c. Informasi obat KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Dalam PerMenKes RI No.922 tahun 1993 Pasal 15 ayat (4), disebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat. Tabel XXIX. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker No.
Jawaban
Jumlah
Persentase
1.
Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dihindari Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari Cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas yang harus dihindari Cara pemakaian obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dihindari Cara pemakaian obat, makanan dan minuman yang harus dihindari Total
21
60
7
20
2
5,7
2
5,7
1
2,9
1
2,9
1
2,9
35
100 %
2.
3.
4.. 5.
6.
7.
Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyatakan bahwa seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 juga menyebutkan bahwa jika apoteker tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
informasi kepada pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
d. Konseling Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Tabel XXX.
No. 1. 2.
Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
22 13 35
62,9 % 37,1 % 100 %
Pelayanan konseling dilakukan dengan memberikan waktu bagi pasien yang ingin bertanya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan obat, pengobatan/terapi, maupun kesehatan. Konseling biasanya dilakukan saat pasien menanyakan obat dan saat pasien menerima obat. Tujuan diadakannya jam konseling pasien adalah untuk meningkatan kesehatan/kualitas hidup pasien. Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 9 tentang Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita, disebutkan bahwa seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormai hak asasi penderita dan melindungi makhluk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
hidup insani. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal 53 ayat (2) juga menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 22 ayat (1) disebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk menghormati hak pasien; menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien; memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan; dan meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan. Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. Untuk penyakit seperti itu dibutuhkan follow-up dalam terapi, karena pengobatan berjalan secara bertahap. Hal ini berguna untuk memonitoring terapi yang diberikan, apakah hasil terapi sudah sesuai dengan apa yang diharapkan, atau perlu dilakukan perubahan terapi apabila hasil terapi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Tabel XXXI. Apoteker yang Berkelanjutan No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Memberikan
Konseling
Secara
Jumlah
Persentase
11 24 35
31,4 % 68,6 % 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Tabel XXXI menyatakan bahwa sebagian besar Apoteker belum menyediakan jam konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit tertentu. Adapun alasan Apoteker tidak melakukan konseling secara berkelanjutan adalah keterbatasan sumber daya manusia di apotek dan keterbatasan waktu yang dimiliki Apoteker.
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian penyiapan obat 97,10%
100,00%
100%
65,70%
60% 31,40%
50%
31,40%
0% etiket jelas dan dapat dibaca pengecekan resep sebelum diserahkan keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat jam konseling tiap hari konseling berkelanjutan Informasi yang diberikan meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka w aktu pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari, dan aktivitas yang harus dihindari
Gambar 13. Pelaksanaan Penyiapan Obat Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas 50%. Pelayanan penyiapan obat yang belum dilaksanakan dengan baik adalah pelaksanaan konseling berkelanjutan (31,4%) dan kelengkapan informasi yang diberikan (31,4%), sehingga pelu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi a. Penyebaran informasi kesehatan Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi,
antara
lain
dengan
penyebaran
leaflet/brosur,
poster,
penyuluhan, dan lain-lainnya. Diseminasi
informasi
kesehatan
ini
sangat
berguna
untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, di mana masyarakat dapat mengetahui informasi lebih banyak tentang kesehatan. Tabel XXXII. Apoteker yang Pernah Informasi Kesehatan No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Melakukan
Diseminasi
Jumlah
Persentase
6 29 35
17,1 % 82,9 % 100 %
Sebagian besar Apoteker belum pernah melakukan penyebaran informasi kesehatan karena keterbatasan waktu yang mereka miliki.
b. Tindak lanjut terapi Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah (home care), khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
Menurut WHO, salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah care-giver, yaitu Apoteker bertindak sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analisis, dan teknis. Dalam memberikan pelayanan, Apoteker harus berinteraksi langsung dengan pasien secara individu maupun kelompok (Hartini dan Sulasmono, 2006). Adanya tindak lanjut terapi 17%
Ya Tidak 83%
Gambar 14. Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker Sebagian besar Apoteker di Kabupaten Sleman belum melakukan tindak lanjut terapi. Dari 20 Apoteker di Kabupaten Sleman yang bersedia diwawancarai, didapatkan alasan keterbatasan sumber daya manusia di apotek dan keterbatasan waktu yang dimiliki Apoteker. Selain itu, masih adanya ketidaktahuan Apoteker akan adanya peraturan ini. Apabila pasien bukan pasien langganan, maka Apoteker susah untuk melakukan tindak lanjut terapi. Hal ini dikarenakan pasien tidak selalu menggunakan jasa di apotek yang bersangkutan. Tetapi untuk pasien langganan umumnya termonitoring secara tidak langsung. Dengan mereka sering menggunakan jasa apotek yang bersangkutan maka sering terjadi komunikasi yang sekaligus dapat menjadi sarana untuk memonitoring hasil terapi pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Bila dikaitkan dengan usia Apoteker, persentase pelaksanaan home care adalah sebesar 20,8 % pada Apoteker dengan rentang usia 21-35 tahun dan 16,7 % pada Apoteker dengan rentang usia 36-50 tahun, sedangkan belum terlaksana sama sekali pada Apoteker dengan usia di atas 50 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada semua rentang usia apoteker sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care. Bila dikaitkan dengan posisi Apoteker di apotek, persentase pelaksanaan home care adalah sebesar 18,5 % pada Apoteker Pengelola Apotek dan 12,5 % pada Apoteker Pendamping. Dapat disimpulkan bahwa baik Apoteker Pengelola Apotek maupun apoteker pendamping samasama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care. Bila dikaitkan dengan adanya pekerjaan lain yang dimiliki Apoteker, persentase pelaksanaan home care adalah sebesar 19 % pada Apoteker yang tidak mempunyai pekerjaan lain dan 14,3 % pada Apoteker yang mempunyai pekerjaan lain. Dapat disimpulkan bahwa Apoteker yang memiliki ataupun tidak memiliki pekerjaan lain sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi 100% 50%
17,10%
17%
0% diseminasi informasi kesehatan
tindak lanjut terapi
Gambar 15. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi belum dilaksanakan dengan baik secara menyeluruh karena persentase pelaksanaannya belum mencapai 50%. Diseminasi informasi kesehatan (17,1%) dan tindak lanjut terapi (17%) perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung. Survei mengenai tingkat kepuasan konsumen perlu dilakukan untuk mengevaluasi sampai di mana tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap pelayanan di apotek. Melalui evaluasi tersebut, diharapkan mutu pelayanan apotek dapat ditingkatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
Tabel XXXIII. Apotek yang Pernah Melakukan Survei No. 1. 2.
Jawaban
Jumlah
Persentase
7 28 35
20 % 80% 100 %
Ya Tidak Total
Sebagian besar Apoteker di Kabupaten Sleman belum pernah melakukan survei mengenai tingkat kepuasan konsumen dengan alasan mereka kekurangan waktu untuk melaksanakan hal tersebut. Persentase survei dalam bentuk angket dan wawanara dapat dilihat pada Gambar 16 di bawah ini.
29% Angket Waw ancara
71%
Gambar 16. Bentuk Survei Persentase survei dalam bentuk angket lebih sedikit daripada wawancara karena dilihat dari sisi kepraktisannya. Wawancara dapat dilakukan saat pasien datang ke apotek, sedangkan apabila survei dilakukan dalam bentuk angket, maka Apoteker perlu membuat angket, menyebarkan, dan mengumpulkannya kembali.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu Penetapan lama pelayanan berguna untuk membatasi waktu yang digunakan untuk melayani tiap pasien. Penetapan lama pelayanan bertujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
untuk kepuasan pelanggan, dalam hal kecepatan melayani pasien sehingga pasien tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat Tabel XXXIV. Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan No.
Jawaban
1. 2.
Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
6 29 35
17,1 % 82,9 % 100 %
Sebagian besar Apoteker belum menetapkan lama pelayanan di apotek karena pelaksanaan penetapan lama pelayanan tidak bisa mutlak dilakukan.
3. Prosedur Tetap : Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, prosedur tetap antara lain bermanfaat untuk memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai setiap saat dan adanya pembagian tugas dan wewenang di apotek. Tabel XXXV. Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap No. 1. 2.
Jawaban Ya Tidak Total
Jumlah
Persentase
11 24 35
31,4 % 68,6 % 100 %
Sebagian besar apotek masih belum mempunyai prosedur yang tertulis dan tetap dalam pelayanan pasien dengan alasan mereka merasa sudah terbiasa melakukan pelayanan sehari-hari tanpa suatu prosedur yang tertulis dan tetap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Prosedur tetap yang dimaksudkan oleh KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 bisa berbeda menurut pemahaman Apoteker. Hal ini disebabkan oleh pertanyaan yang tidak mengeksplorasi isi protap, sehingga jawaban bisa tidak sesuai dengan maksud pertanyaan.
4. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan 100% 50%
20%
17,10%
31,40%
0% survey tingkat kepuasan konsumen lama pelayanan tiap pasien prosedur tertulis dan tetap
Gambar 17. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan belum dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaannya belum mencapai 50%. Survei tingkat kepuasan konsumen (20%), penetapan lama pelayanan tiap pasien (17,1%), dan penetapan prosedur tertulis dan tetap (31,43%) perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
E.
Rangkuman Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman karena masih terdapatnya persentase pelaksanaan di bawah 50%. Pelaksanaan pengelolaan sumber daya yang masih di bawah 50% yaitu ruang tertutup untuk konseling (20%) dan pelaksanaan medication record (40%). Pelaksanaan pelayanan yang masih di bawah 50% yaitu pelaksanaan skrining resep berdasarkan kesesuaian farmasetik (42,9%), pelaksanaan konseling berkelanjutan (31,4%), kelengkapan informasi yang diberikan (31,4%), diseminasi informasi kesehatan (17,1%), dan pelaksanaan tindak lanjut terapi (17%). Semua aspek dalam pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan masih memiliki presentase di bawah 50%, yaitu pelaksanaan survei tingkat kepuasan konsumen (20%), penetapan lama pelayanan tiap pasien (17,1%), dan adanya prosedur tertulis dan tetap (31,4%). Urutan presentase pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 dari presentase terbesar ke presentase terkecil yaitu pelaksanaan pengelolaan sumber daya, pelaksanaan pelayanan, dan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan. Presentase terbesar dimiliki oleh pengelolaan sumber daya sedangkan presentase terkecil dimiliki oleh evaluasi mutu pelayanan, sehingga evaluasi mutu pelayanan perlu diberi perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya. Dari pelaksanaan medication record dan home care di apotek-apotek Kabupaten Sleman, ditemukan permasalahan dari pihak apoteker, perguruan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
tinggi farmasi, pasien, dan pemerintah. Permasalahan dari apoteker adalah keterbatasan sumber daya manusia dan waktu. Hal ini berkaitan dengan pembahasan pada lama kerja Apoteker, di mana seharusnya 1 apotek memiliki minimal 2 orang apoteker sehingga dapat lebih memaksimalkan pelayanannya. Sedangkan permasalahan dari pihak perguruan tinggi farmasi adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang diberikan kepada mahasiswa tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek. Sementara itu, permasalahan dari pasien adalah pasien belum merasa berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah tercantum dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Peran pemerintah dalam melatih dan membimbing profesi tenaga kesehatan khususnya Apoteker juga perlu ditingkatkan lagi. Dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal 6, disebutkan bahwa Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan. Hal ini ditegaskan lagi pada Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya dan Pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan. Sedangkan pada Pasal 31 ayat (2), disebutkan bahwa pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui (a)bimbingan, (b)pelatihan di bidang kesehatan, dan (c)penetapan standar profesi tenaga kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
100% 50% 0% Pengelolaan sumber daya pengambilan keputusan di apotek (74,1%) penempatan produk yang terpisah (60 %) tempat displai informasi (91,4%) ruang racikan (94,3%) Perencanaan (71,4%) penyimpanan (68,6%) Penyertaan faktur pembelian (97,1%) penyertaan faktur/nota penjualan (62,9%) Pencatatan narkotika dan psikotropika (100%) pelaksanaan medication record (40%) kesesuaian farmasetik (42,9%) konsultasi dengan dokter (94,3%) pengecekan resep sebelum diserahkan (100%) jam konseling setiap hari (60%) Informasi yang diberikan pada pasien (31,4%) tindak lanjut terapi (17%) lama pelayanan tiap pasien (17,1%)
Pelayanan
Evaluasi mutu pelayanan
papan petunjuk apotek (100%) ruang tunggu (100%) ruang tertutup untuk konseling (20%) keranjang sampah (94,3%) pengadaan (86%) Informasi pada w adah baru (54,5%) Pencatatan pembelian (100%) Pencatatan penjualan (91,4%) pengarsipan resep (100%) persyaratan administratif (100%) pertimbangan klinis (65,7%) etiket jelas dan dapat dibaca (97,1%) keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (65,7%) konseling berkelanjutan (31,4%) diseminasi informasi kesehatan (17,1%) survei tingkat kepuasan konsumen (20%) prosedur tertulis dan tetap (31,4%)
Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-apotek Kabupaten Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya persentase pelaksanaan yang kurang dari 50%
B.
Saran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY bekerja sama dengan ISFI untuk mensosialisasikan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 dengan mengadakan pelatihan, bimbingan, penyuluhan, dan seminar sehingga Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman mendapatkan persepsi dan pemahaman yang sama dengan Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) dan Juknis (Petunjuk Teknis) dari instansi yang terkait. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 dengan melibatkan ISFI sebagai organisasi profesi.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
3. Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan
Standar
Pelayanan
Kefarmasian di Apotek guna meningkatan mutu pelayanan kefarmasian di apotek. 4. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar sehingga dapat diketahui pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek secara global, seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 5. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan responden adalah pengguna jasa apotek, misalnya pasien atau pengunjung apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji Apoteker, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1964, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 831/Ph/64/b, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1981a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1981c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26/MENKES/ PER/I/1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, DepKes RI, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Anonim, 1997b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, DepKes RI, Jakarta Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, DepKes RI, Jakarta Anonim, 2003a, Kompetensi Farmasis Indonesia Tahun 2003, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Depnaker RI, Jakarta Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, DepKes RI, Jakarta Anonim, 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Depdiknas RI, Jakarta Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, APOTEK: Ulasan Beserta Naskah Peraturan Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Isdaryadi, F. W., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11 Kartono, K., 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, edisi kedua, Mandar Maju, Bandung Kisdarjono, H., 2004, Materi Pelatihan Sistem Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit (Pharmaceutical Care), Magister Manajemen Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105, PPM, Yogyakarta Nawawi, H., 1998, Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Nurgiyantoro, B., Gunawan, dan Marzuki, 2002, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Putra, I.S. dan Pratiwi, 2005, Sukses Dengan Soft Skills, Direktorat Pendidikan ITB, Bandung Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalon, T.E., Regala, B.P., and Uriartc, G.G., 1993, An Introduction to Research Method, diterjemahkan oleh Towu, A, edisi pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta Slamet, L.S., 2001, Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Farmasi untuk Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, Seminar Sehari Kebijakan Obat Nasional dalam Otonomi Daerah, Magister Manajemen dan Kebijakan Obat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sukmajati, M.A., Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Kepada Yth Apoteker Pengelola Apotek Kabupaten Sleman
Dengan hormat, Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud mengadakan Kefarmasian
penelitian di
dengan
Apotek
judul
“Pelaksanaan
Berdasarkan
Standar
Kepmenkes
RI
Pelayanan Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman”. Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiannya demi kepentingan ilmiah. Atas bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Adhy Kurniawan Soedarsono NIM: 038114036
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004 DI KABUPATEN SLEMAN
I.
Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar No 1.
Pertanyaan Berapakah umur Anda?
Jawaban a. 21-35 tahun b. 36-50 tahun c. >50 tahun
2.
Apakah posisi Anda di apotek ?
a. APA b. Apoteker Pendamping c. Apoteker Pengganti
3.
Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
a. <1 tahun
Apoteker di apotek yang sekarang?
b. 1-5 tahun c. 6-10 tahun d. >10 tahun
4.
Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain?
a. Ya b. Tidak
5.
Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek
a. <3 hari
dalam seminggu?
b. 3-5 hari c. 6-7 hari
6.
Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek
a. <4 jam
dalam satu hari?
b. 4-6 jam c. >6 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
II.
Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No
Pertanyaan
YA
Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat 1 papan yang tertulis kata apotek? Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi 2 pasien? a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan (misalnya obat-obat baru)? 3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk mendisplay
informasi
tersebut
(misalnya
penempatan brosur dalam suatu wadah)? Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk 4 konseling bagi pasien? Apakah apotek Anda memiliki : 5
a. ruang racikan kering? b. ruang racikan basah? Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
6 tersedia untuk staf? Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang 7 tersedia untuk pasien? Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi Anda memperhatikan : 8
a. pola penyakit? b. kemampuan masyarakat? c. budaya masyarakat?
TIDAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan? a. PBF b. Pabrik farmasi c. Apotek lain d. Toko obat 9 e. Swalayan 2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu disertai bukti/faktur pembelian? 3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu dicatat dalam buku penerimaan? Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari 10
pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum, vaksin)? 1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat dari wadah asli ke wadah lain? 2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan pada wadah baru tersebut?
11
a.Produsen (pabrik) b.Nomor batch c.Tanggal kadaluarsa d.Aturan pakai e.Cara penyimpanan Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya obat, kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang
12 terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya (misalnya pembalut wanita, alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
kontrasepsi, popok bayi)? Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan 13 faktur atau nota penjualan? Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku 14 penjualan? Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika 15
selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan psikotropika? Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan
16 tanggal dan nomor urut resep? 17
III.
Apakah Anda selalu melakukan medication record?
Kuesioner Tentang Pelayanan Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai No 18
Pertanyaan Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi : 1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF 2. KESESUAIAN FARMASETIK : a. Bentuk sediaan b. Dosis c. Potensi d. Stabilitas e. Inkompatibilitas f. Cara pemberian g. Lama pemberian 3. PERTIMBANGAN KLINIS : a. Alergi
YA
TIDAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
b. Efek samping c. Interaksi e. Durasi f. Jumlah obat Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan 19
dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam penulisan resep? Apakah
20
anda
selalu
melakukan
pengecekan
kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan kepada pasien? Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam
21 penyerahan obat kepada pasien? Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai: a. Cara pemakaian obat b. Cara penyimpanan obat 22 c. Jangka waktu pengobatan d. Makanan dan minuman yang harus dihindari e. Aktivitas yang harus dihindari Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai 23 etiket (tidak jelas/sulit dibaca)? Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan 24 farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu berdasarkan persetujuan APA ? Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari 25 bagi pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit 26 tertentu
seperti
cardiovascular,
diabetes,
TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya? Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya 27
melalui komunikasi telepon dengan pasien atau mengunjungi pasien)? Apakah
Anda
(penyebaran)
pernah
melakukan
diseminasi
informasi
kesehatan
(misalnya
28 penyebaran
brosur
dan
poster,
melakukan
penyuluhan)?
IV.
Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai No
Pertanyaan 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat
29 kepuasan konsumen? 2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa: a.Angket b.Wawancara Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu 30 pelayanan maksimal per pasien)? Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam 31 pelayanan pasien?
YA
TIDAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker
Lafal Sumpah/Janji Apoteker berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1962 pasal 1 : (1) Sebelum
seorang
mengucapkan
apoteker
sumpah
melakukan
menurut
cara
jabatannya, agama
yang
maka
ia
dipeluknya,
harus atau
mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah” bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masingmasing.
(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut : 1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan; 2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker; 3. Sekalipun
diancam,
saya
tidak
akan
mempergunakan
pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan; 4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguhsungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial; 6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan. (Anonim, 1962)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA Mukadimah Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu : BAB I Kewajiban Umum Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker. Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia. Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundangundangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.
BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita Pasal 9 Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani. BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Pasal 10 Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik. Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya. BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan Lainnya Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. BAB V Penutup Pasal 15 Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat INDUSTRI FARMASI
PBF / DISTRIBUTOR
SUBDISTRIBUTOR
APOTEK
INSTALASI FARMASI RS
TOKO OBAT BERIJIN
RS TANPA INSTALASI FARMASI
OBAT KERAS
OBAT BEBAS
(Slamet, 2001)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
Lampiran 7. Tabulasi Data Karakteristik Responden
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
v
v
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
∑
%
24 6 5 5 18 7 5 27 8 14 21 3 6 26 4 19 12
68,6 17,1 14,3 14,3 51,4 20 14,3 77,1 22,9 40 60 8,6 17,1 74,3 11,4 54,3 34,3
I 1
2
3 4 5
6
A B C A B C D A B A B A B C A B C
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v v
v
v v
v
v
v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
v
v v
v
v
v v
v v
v
v v
v
v
v
v v
v
v v
v v
v
v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v
v v
v
v v
v
v
v v
v
v
v
v v
v
v
v
v
v
v v
v v
v
v
v v
v v v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
v v
v
v
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Pelayanan, dan Evaluasi Mutu Pelayanan
NO
PILIHAN 1
RESPONDEN 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
∑
%
35 0 35 0 35 0 32 3 7 28 33 2 22 13 35 0 33 2
100 0 100 0 100 0 91,4 8,6 20 80 94,3 5,7 62,9 37,1 100 0 94,3 5,7
31
88,6
4 29 6
11,4 82,9 17,1
II 1 2 3 a b 4 5 a b 6 7 8 a b
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v
v
v
v v v v v v v
v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v
v
v
v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v
v
v v
v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v
v v v
v
v v v v v v v v v v
v v
v v
v
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
NO 8 c 9 1 a b c d e 2 3 10 11 1 2 3 a b
PILIHAN Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1 v v
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v
v v
v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v
v
v v v
v
v
v v v v v
v
v
v v v
v
v v v v
v
v v v v v
v v v v
v v
v v
v v v v v
v
v
v
v
v v
v v
v v
∑ 26 9 35 0 3 32 27 8 19 16 6 29 34 1 35 0 32 3 35 0 11 24 9 2 6 5
% 74,3 25,7 100 0 8,6 91,4 77,1 22,9 54,3 45,7 17,1 82,9 97,1 2,9 100 0 91,4 8,6 100 0 31,4 68,6 81,8 18,1 54,5 45,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
NO PILIHAN 11 3 c Ya Tidak d Ya Tidak e Ya Tidak 12 Ya Tidak 13 Ya Tidak 14 Ya Tidak 15 Ya Tidak 16 Ya Tidak 17 Ya Tidak III 18 1 Ya Tidak 2 a Ya Tidak b Ya Tidak c Ya
1
v
2 3 4 5 6 7 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v
v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v
v v
v
v v
v v v
v v v v
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 v v v v
v v v v
v v v
v v
v v
v
v v v v v V v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v
v v
v v v v v v v v v v v
v v v v v v
v v v
v v v v v v
v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v
v v v v v
v v v v v v v v v
v v
v v v v v v v
v v v v
v v v v
v
∑ 9 2 8 3 7 4 21 14 22 13 35 0 32 3 35 0 14 21 35 0 33 2 33 2 24
% 81,8 18,1 72,7 27,3 63,6 36,4 60 40 62,9 37,1 100 0 91,4 8,6 100 0 40 60 0 100 0 94,3 5,7 94,3 5,7 68,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
NO 18 2 d e f g 3 a b c d e f 19 20 21
PILIHAN Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya
1 v
v v
2 3 4 v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v
v
v
v v v v v v v v v v v v v
v v
5 6 7 8 9 10 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v
v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v
v v
11 12 v v v v v v v
13 14 15 16 17 v v v v v v v v v v v v v v v v
18 19 20 21 22 23 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
24 25 26 27 v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v
v v v v v
28 29 v v v v v v v v v
30 31 32 33 34 v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v
v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
35
v
v v v v v v v
v v v v v v v v v v
v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v v v v v v v v
v
v v v v
v v v
v
∑ 11 22 13 21 14 35 0 30 5 30 5 31 4 25 10 35 0 30 5 34 1 33 2 35 0 23
% 31,4 62,9 37,1 60 40 100 0 85,7 14,3 85,7 14,3 88,6 11,4 71,4 28,6 100 0 85,7 14,3 97,1 2,9 94,3 5,7 100 0 65,7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
NO 21 22 a b c d e 23 24 25 26 27 28 IV 29 1
PILIHAN Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1 v
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v
v v v
v v v
v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v
v
v v v v
v v
v v v v
v v v
v v v
v
v v v v v
v
v v
v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v
v
v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v
v v
v v v v v v v v v
v v v
v v v v
v
v v v v v
v v v v v
v v v
v v v v
v v v v
∑ 12 35 0 31 4 34 1 25 10 23 12 1 34 20 7 22 13 11 24 6 29 6 29 7 28
% 34,3 100 0 88,6 11,4 97,1 2,9 71,4 28,6 65,7 34,3 2,9 97,1 74,1 25,9 62,9 37,1 31,4 68,6 17,1 82,9 17,1 82,9 0 20 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
NO PILIHAN 29 2 a Ya Tidak b Ya Tidak 30 Ya Tidak 31 Ya Tidak
1 v v v v
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v
∑ 2 33 5 30 6 29 11 24
% 5,7 94,3 14,3 85,7 17,1 82,9 31,4 68,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
BIOGRAFI PENULIS
Adhy Kurniawan Soedarsono, lahir di Semarang pada tanggal 2 Oktober 1985. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Setijo Santoso Soedarsono dan Patricia. Penulis telah menempuh pendidikan di TK – SD Cor Jesu Semarang, SLTP PL Domenico Savio Semarang, SMU Kolese Loyola Semarang, dan melanjutkan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa kuliah, penulis pernah mengiringi Paduan Suara Fakultas “Veronica” dan menjadi panitia Pengucapan Sumpah/Janji Apoteker Baru Angkatan XI.