MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK HERMEUNEUTIK DALAM MENGANALISIS PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR PADA SISWA KELAS X GILANG KENCANA GARUT TAHUN PELAJARAN 2010-2011 SITI JUARIAH 1021.0751 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012 KATA KUNCI PEMBELAJARAN APRESIASI TEKNIK HERMEUNEUTIK
ABSTRAK Skripsi ini berjudul Model Pembelajaran Apresiasi Sastra Dengan Menggunakan Teknik Hermeneutik dalam Menganalisis puisi Karya Chairil Anwar Pada Siswa Kelas X SMA gilang kencana Tahun Pelajaran 20112012. Latar belakang penelitian ini adalah penggunaan hermeneutik sangat penting dalam menganalisis sastra khususnya puisi-puisi karya Chairil Anwar agar mudah dipahami maksud dari puisi-puisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana puisi-puisi Chairil Anwar berdasarkan penganalisian hermeneutik, serta untuk mengetahui kemampuan siswa SMA gilang kencana memahami tentang penggunaan hermeunetik jika dikaitkan pada puisi karya Chairil Anwar. Rumusan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini. I). Bagaimanakah puisi-puisi Chairil Anwar berdasarkan penganalisian dengan hermeunetik, 2). Sesuaikah siswa gilang kencana memahami penggunaan hermeunetik jika dikaitkan pada puisi Chairil Anwar. Penelitian ini penulis lakukan bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai penggunaan hermeuneutik dalam menganalisis kumpulan puisi "Deru Campur debu karyra Chairil Anwar dan apakah dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di SMA gilang kencana berdasarkan kurikulum 2006. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskritif analisis. Metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai penggunaan hermeneutik yang terdapat dalam kumpulan puisi "Deru Campur Debu karya Chairil Anwar. Sementara itu, teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu teknik studi pustaka dan telaah buku. Teknik ini dipergunakan untuk menganalisis puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi 'Deru Campur Debu" dan untuk mempelajari beberapa acuan yang relevan dengan teknik penelitian Sumber data yang penulis analisis adalah kumpulan puisi "Deru Campur Debu" karya Chairil Anwar. Objek penelitian aspek hermeneutik yang terdapat pada kumpulan puisi tersebut. PENDAHULUAN Hermeneutik merupakan sistem semiotik tingkat kedua dalam memahami penganalisisan karya sastra. Hal ini untuk memahami dan mengungkap "sesuatu" yang terdapat di dalam karya sastra, yang disebut dengan istilah heuristik (heuristic) dan hermeneutik (hermeneutic). Kedua istilah ini biasanya dikaitkan dengan pendekatan semiotik. Hubungan antara heuristik dengan hermeneutik dapat dipandang sebagai hubungan yang bersifat gradasi, sebab kegiatan pembacaan dan atau kerja hermeneutik. Menurut Riffera (dalam Nurgiyantoro, 1984:34) hermeneutik disebut juga sebagai pembacaan retroaktif; memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis. Adapun cara kerja heuristik merupakan pembacaan karya sastra pada sistem semiotik tingkat pertama. Heuristik berupa pemahaman makna sebagaimana yang dikonvensikan oleh bahasa (yang bersangkutan); jadi bekal yang dibutuhkan adalah pengetahuan tentang sistem bahasa itu, kompetensi terhadap kode bahasa. Kerja heuristik menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna tersurat, actual meaning. Namun, dalam banyak kasus karya sastra, yang
sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang justru diungkapkan hanya tersirat, dan inilah yang disebut sebagai makna intensional, intentional meaning. Sementara itu, cara kerja hermeneutik yaitu untuk menafsirkan karya sastra. Menurut Teeuw (dalam Nurgiyantoro, 1984:123) menafsirkan karya sastra dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya, dan sebaliknya, pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhannya. Namun, teknik hermeneutik ini dapat diterapkan dalam karya-karya yang lain selain karya sastra, misalnya dalam hal penafsiran kitab suci; disinilah awal mulanya teori hermeneutik berkembang. Penafsiran karya sastra secara lebih baik, disamping memerlukan pengetahuan (dan atau kompetensi) kode bahasa dan kode sastra, juga memerlukan kode budaya. Pengetahuan kode budaya akan memperluas wawasan dan ketepatan penafsiran, mengingat karya sastra yang dihasilkan dalam suatu masyarakat akan mencerminkan kondisi Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tandatanda. Ilmu ini menganggap bahwa penomena sosial
1
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam lapangan kritik sastra, penelitian semiotik merupakan analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada sifatsifat yang menyebabkan bermacam-macam cara atau modus wacana mempunyai makna Prigmer (dalam Jabrohim, 2002:68). Tanda mempunyai dua aspek yaitu penenda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sementara petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya. Berdasarkan pada hubungan antara penanda dan petandanya; jenis – jenis tanda yang utama adalah ikon , indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya, hal ini merupakan hubungan persamaan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya. Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya). Hermeuneutik secara luas dikenal sebagai ilmu penafsiran atau interpretasi terhadap teks pada khususnya dan penafsiran bahasa pada umumnya. Istilah yang bermula dan bahasa Yunani kuno (hermeneuenin) ini pada zaman sekarang sangat akrab digauli para intelektual. Salah satu alasan penting menerapkan metode hermeneutik ini adalah objek (baca teks atau bahasa) tidak memungkinkan diartikan tanpa melalui metode penafsiran. Ketidakmungkinan tersebut selain karena disebabkan oleh situasi bahasa yang berbeda dan terus berubah, juga disebabkan alasan kesulitan para pembaca dalam memahami substansi makna yang terkandung dalam teksteks dan bahasa yang dipelajari. Hermeuneutika, baik sebagai ilmu maupun metode, memegang peranan yang sangat penting dalam filsafat. Dalam sastra, pembicaraannya terbatas yaitu sebagai metode. Di antara metode-metode yang lain, hermeneutika merupakan metode yang paling sering digunakan dalam penelitian karya sastra. Hermeneutika dianggap sebagai metode ilmiah yang paling tua, sudah ada sejak zaman Plato dan Aristoteles. Mula-mula berfungsi untuk menafsirkan kitab suci. Meskipun demikian, hermeneutika modem baru berkembang pada abad ke-19 melalui gagasan Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, Gadamer, Habermas, Ricoeur, dan sebagainya (Rama, 2004: 44-45). Dalam sastra dan filsafat hermeneutika disejajarkan dengan interpretasi, pemahaman, verstehen, dan retroakiif. KAJIAN TEORI DAN METODE Secara etimologis hermeuneutika berasal dari kata hermeuneutika, bahasa Yunani, yang berarti 'menafsirkan' atau 'menginterpretasikan'. Secara mitologis, hermeneutika dikaitkan dengan Hermes, nama Dewa Yunani yang menyampaikan pesan llahi kepada manusia. Pada dasarya medium pesan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Jadi, penafsiran disampaikan lewat bahasa, bukan bahasa itu sendiri. Karya sastra perlu ditafsirkan sebab di satu pihak karya sastra terdiri atas
bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan. Pengertian Sastra Berbicara tentang pengertian sastra yang mengarah pada keutuhan sastra itu sendiri belum ditemukan. Beberapa ahli baru mengemukakan batasanbatasan mengenai sastra berdasarkan aspek dan pandangan yang berbeda-beda. Seperti yang dikemukakan Sumarjo dan Saini (1994: 3) "Sastra adalah ungkapan pnbadi manusia, pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan bahasa." Menurut Luxemburg (1992: 9), tidak ada pengertian universal mengenai sastra. Sastra bukanlah suatu benda yang kita jumpai, sastra mempakan sebuah nama, dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan. Lebih lanjut Teeuw (2003: 19) mengemukakan, usaha untuk memberikan batasan tegas mengenai sastra dengan berbagai pendekatan, sejauh ini tidak memberikan hasil memuaskan karena umumnya hanya menekankan pada satu aspek saja, sehingga definisi tersebut hanya berlaku untuk sastra tertentu dan tidak mencakup pengertian keseluruhan. Begitu juga Gcnda dan Zoetmulder (dalam A. Teeuw, 1988: 23) mengungkapkan bahwa "Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta : akar kata sas dalam kata turunan berarti 'mengarahkan 'mengajar'/memberi petunjuk', atau ;intruksi'. Akhiran tra biasanya menunjukkan alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku intruksi, atau pengajaran..." Menurut Wellek dan Werren (1993: 11) salah satu batasan sastra yaitu sesuatu yang tertulis atau tercetak. Dengan kata lain bahwa batasan sastra yang paling konkret yaitu bahasa. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa sastra memerlukan bahasa, khususnya bahasa tulis sebagai medium penyampaiannya. Meskipun tidak dapat disebutkan nama yang lebih baik antara bahasa tulis dan bahsa lisan, tetapi dalam bahasa tulis sastra dapat menjelma dalam bentuk utuh. Menurut Culler dalam Teeuw (2003: 29), untuk mempelajari ragam kesastraan kita harus memusatkan perhatian pada konvensi-konvensi yang mengarahkan permainan perbedaan-perbedaan dan proses makna yang dibangun. Perbedaan antara ujaran dan tulisan menjadi sumber paradoks sastra fundamental; sastra menarik karena adanya sesuatu yang berbeda dari komunikasi biasa; sifat-sifatnya yang forma! dan bersifat rekaan menyingkapkan, daya organisasi, kelanggengan yang tidak ada dalam ujaran biasa. Akan tetapi, dorongan untuk meresapkan daya dan kelanggengan itu atau untuk membiarkan susunan formal itu mempengaruhi kita. Perbedaan yang sedianya kelihatan seakan-akan merupakan sumber nilai menjadi jarak yang harus dijembatani dengan kegiatan membaca dan menafsirkan.
Pengertian Puisi
Sama halnya dengan sastra, pengertian puisi yang tepat sangatlah sukar ditentukan oleh para ahli. Hal ini disebabkan oleh pemberian batasan puisi ditinjau dari
2
beberapa segi. Batasan puisi biasanya berhubungan dengan struktur fisik dan struktur isi dari puisi tersebut. Menurut Coulter (dalam Tarigan, 1993: 4) bahwa "kata poet berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat, mencipta. Dalam bahasa Inggris poet ini lama sekali disebut maker. Dalam bahasa Yunani sendiri kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya. Lebih lanjut Nadaek (1985:4) mengemukakan bahwa kata puisi atau sajak berasal dari bahasa Yunani poeises, artinya 'penciptaan'. Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata yang indah dan kaya makna (Kosasih, 2004.: 235). Sementara itu Watt dan Dunton (dalam Badrun, 1989: 2), "Puisi keindahan: ciptaan yang demikian menghasilkan sesuatu yang tidak terduga dan kejutan yang menyenangkan (Johnson dalam Nadaek, 1985: 18); c) Puisi adalah luapan secara spontan perasaan yang kuat yang bersumber dari perasaan yang terkumpul dalam ketenangan (William Wordsworth dalam Badrun, 1985: 18); d) Puisi adalah ekspresi pengalaman imajinatif yang bernilai dan berarti sederhana yang disampaikan dengan bahasa yang tepat (Lascalles dalam Badrun, 1989: 2); e) Puisi adalah rekaman saat-saat yang paling menyenangkan dari pikiran-pikiran yang paling baik dan paling menyenangkan (Blair dan Chandler dalam Tarigan, 1993: 3); f). Puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat menafsirkan dalam bahasa yang berirama (Altenberend dalam Badrun, 1989: 2). Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan ungkapan pemikiran, pengalaman batin, dan luapan emosi penyair melalui medium bahasa. Puisi merupakan wujud ekspresi dari pengalaman imajinatif dan emonif penyair. Jenis-jenis Puisi Berdasarkan isi yang dikandung puisi dikenal ada tiga jenis yaitu: puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik (Badrun, 1989: 115-123). a. Puisi Epik Menurut Cohen (1973: 67) puisi epik disebut juga puisi naratif. Biasanya puisi ini aagak panjang dan berisi cerita kepahlawanan, iokoh kebangsaan, masalah surga, neraka, Tuhan, dan kematiaR. Di Indonesia bentuk puisi seperti demikian dikenal dengan Syair dan Balada b. Puisi Link Puisi link adalah puisi yang seluruhnya berisi ungkapan pikiran, perasaan, dan sikap terhadap masalahmasalah yang bersumber dari dalam dan luar diri penyair. Puisi ini biasanya berisi tentang cinta, kematian, masalah muda dan tua. Adapun yang tennasuk puisi link antara lain; soneta, elegi, ode, himne, epigram, satire, dan parodi. c. Puisi Dramatik Jenis puisi ini dapat bersifat objektif dan subjektif. Dalam hal ini penyair seolah-olah keluar dari dirinya dan berbicara melalui tokoh !ain. Dengaa kata lain, dalam puisi ini penyair tidak menyampaikan seeara langsung pengalaman yang ingin diungkapkan tetapi disampaikan lewat tokoh lain sehingga tampaknya seperti dialog. Dalam puisi ini biasanya penyair memilih bentuk monolog artinya seorang tokoh berbicara untuk dirinya sendiri tentang masalah yang dihadapinya.
Pengertian Hermeneutik
Menurut Hardiman (2003: 37), kata hermeneutik atau hermeneutika adalah pengindonesiaan dari kata Inggris hermeneutics. Kata terakhir ini berasal dari kata kerja Yunani hermeneuo yang artinya mengungkapakan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata. Kata kerja itu juga berarti menerjemahkan dan juga bertindak sebagai penafsir. Hermeneutik adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (Richard dalam Sumaryono, 2006: 24). Lebih lanjut Robinson (dalam Richard, 2005: vi) mengemukakan dalam The New Hermeneutic telah menjelaskan bahwa tidak ada justifikasi filosofis penggunaan huruf s [a] pada akhir kata hermeneutik; sama halnya baik pada kata "atihmetic" maupun "rhetiric" tidak perlu memakai huruf s [a], dan keduanya menunjukka bidang umum. Karena itu, "hermeneutics" merupakan bentuk singular perempuan dalam bahasa modern yang lain. Robinson menambahkan bahwa memasukan huruf s [a] dapat juga mendorong suatu arah baru bagi teori hermeneutis yang dapat disebut Hermeneutik Baru. Pengertian lain mengenai hermeneutik dikemukakan oleh Hardiman (2007: 36), hermeneutik merupakan penafsiran teks yang juga dipakai di dalam berbagai bidang lainnya seperti ilmu sejarah, hukum, sastra, dan sebagainya. Dalam kaitan ini, hermeneutik berperan penting dalam menafsirkan sebuah karya sastra. Dengan demikian, hermeneutik dapat diartiakan sebagai ilmu tentang penafsiran terhadap sebuah karya sastra dengan proses mengubah teks karya sastra yang tidak dipahami menjadi mengerti. Metode Penelitian Menurut Teeuw (dalam Endraswara, 2003: 8), bahwa mempelajari sastra ibarat memasuki hutan; makin ke dalam makin belantara. Di dalam ketersesatan itu ia akan memperoleh kenikmatannya. Pendapat tersebut, menjelaskan bahwa karya sastra merupakan fenomena kemanusiaan yang kompleks dan dalam Di dalamnya penuh makna yang hams digali melalui penelitian mendalam. Hal itu menyebabkan metode penelitian sastra sangat diperlukan. Sementara itu menurut Hasan (2002: 20) bahwa metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah sistematis. Metode penelitian menyangkut masalah kerjanya, yaitu cara kerja untuk dapat memahami yang menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, meliputi prosedur penelitian dan teknik penelitian. Berdasarkan pengertian di atas penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisis, dan mengolah data yang diperoleh dari suatu populasi. Tujuannya yaitu untuk memahami mengenai objek penelitian secara sistematis, logis, dan akurat berdasar pada data yang relevan dengan objek penelitian. Hal ini berdasar pada alasan bahwa karya sastra merupakan dunia kata dan simbol penuh makna. Sastra bukanlah fenomena yang secara mudah mengikuti gejala ilmu alam dan dapat dihitung, melainkan fenomena yang layak mengundang penafsiran HASIL DAN PEMBAHASAN
3
Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan, ternyata dalam kumpulan puisi "Deru Campur Debu" Karya Chairil Anwar jika dilihat dari segi kriteria keterbacaan sangat sesuai untuk dijadikan Bahan Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA khususnya kelas X. Karena selain mudah untuk di pahami isi puisi tersebut juga mengandung pesan-pesan yang pantas untuk dijadikan bahan pembelajaran untuk siswa diantaranya ada pesan moral, budaya, agama, serta pesan tentang percintaan yang sesuai dengan perkembangan siswa. Adapun pesan moral terdapat dalam puisi "Penerimaan", dijelaskan bahwa kita sebagai manusia khususnya perempuan tidak boleh mengkhianati kepercayaan seseorang yang telah dibenkan kepada kita serta kita harus bisa menjaga harga diri kita sebagai perempuan jangan sampai harga diri kita ternoda. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian serta hasil analisis yang penulis lakukan tentang penggunaan hermeneutik dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu karya Chairil Anwar, penulis menarik simpulan sebagai berikut ini. Dilihat dari segi kriteria keterbacaan di dalam kumpulan puisi karya Chairil Anwar siswa mampu memahami kata-kata asing yang sukar untuk diartikan dengan cara membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia dan membaca arti kata yang mengandung majas-majas sehingga mampu menemukan pesan yang terkandung di dalam puisi tersebut. Dilihat dari segi kriteria kesesuaian di dalam puisi karya Chairil Anwar bahwa siswa SMA khususnya kelas X sangat sesuai menganalisis kumpulan puisi karya Chairil Anwar karena puisi karya Chairil Anwar mempunyai pesan tentang moral, agama, budaya, serta percintaan pun ada. Penggunaan hermeneutik dalam menganalisis puisi karya Chairil Anwar sesuai dengan pengajaran sastra, dan dapat digunakan sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA, khususnya kelas X. DAFTAR PUSTAKA
Effendi, S. (1972). Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Nusa Indah. Hardiman, F. (2007). Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius. Jabrohim. (2002). Metodologi Penelitian Sastra. Jogjakarta: Hanindita Graha Widya. Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Poerwadarminta, W. J. S. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
Amiuddin. (1999). Sekitar Masalah Sastra (Beberapa Prinsip Model Pengembangannya). Malang: Yayasan Asih Asah Asuh. Aminuddin. (2004). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensi Anwar, C. (2000). Deru Campur Debu. Jakarta: Dian Rakyat. Chaer, A. dan Agustina, L. (2004). Sosiolingustik (Perkenalan Awal). Jakarta: Rineka Cipta. Depdikbud. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depdiknas. (2006). Kurikulum SMA Tahun 2006 Kabupaten Garut. Jakarta: Depdiknas. Eagleton, T. (2006). Teori Sastra (Sebuah Pengantar Komprehensif). Yogyakarta: Jalasutra. Effendi, A. dkk. (1998). PengajaranApresiasi Sastra. Jakarta: Depdikbud.
4
MODEL PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK HERMEUNEUTIK DALAM MENGANALISIS PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR PADA SISWA KELAS X GILANG KENCANA GARUT TAHUN PELAJARAN 2010-2011
MAKALAH
SITI JUARIAH 1021.1284
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012 5
2