PENERAPAN MODEL KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI IMA SITI RAHMAWATI ABSTRAK Penelitian ini beranjak dari tiga permasalahan: Bagaimana aktivitas pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan model kontekstual? Apakah terdapat perbedaan kemampuan menulis karangan deskripsi pada kelas kontrol dengan menggunakan model ceramah dan kelas eskperimen dengan menggunakan model kontekstual pada pengukuran akhir (posttest)? Bagaimana karakteristik karangan deskripsi hasil kerja siswa menggunakan model kontekstual? Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X-1 dan X-3 SMAN 1 Sukahaji. Desain penelitian yang digunakan adalah Quacy Experimental Design dengan bentuk Nonequivalent Pretes-Posttest Control Group Design. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aktivitas pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan model kontekstual termasuk kategori sangat baik. Hal ini dibuktikan pada hasil observasi pada kelas eksperimen bahwa aktivitas siswa pada pertemuan pertama termasuk kriteria cukup, dan pada pertemuan kedua meningkat menjadi kriteria sangat baik. Sementara itu untuk kelas kontrol pada pertemuan pertama termasuk dalama kriteria cukup dan pada pertemuan kedua termasuk kriteria baik. Terdapat perbedaan kemampuan menulis karangan deskripsi pada kelas kontrol dengan menggunakan model ceramah dan kelas eskperimen dengan menggunakan model kontekstual hal ini dapat dilihat pada pengukuran akhir (posttest). Berdasarkan skor posttest diketahui peningkatan rata-rata kemampuan menulis karangan deskripsi kelas eksperimen termasuk kategori sedang, sedangkan rata-rata peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi kelas kontrol termasuk dalam kategori rendah. Karakteristik karangan deskripsi hasil kerja siswa dengan menggunakan model kontekstual sudah memperlihatkan hasil yang baik. Kata kunci: model kontekstual, menulis, karangan deskripsi.
37
A. PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan usaha yang konkret, baik dari pembelajaran, guru, masyarakat, maupun pemerintah. Sementara itu, pendidikan bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Tidak heran jika mata pelajaran bahasa Indonesia ini diberikan kepada para siswa sejak masih di bangku SD hingga lulus SMA, dengan harapan siswa mampu menguasai, memahami, dan dapat mengimplementasikan keterampilan berbahasa, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Akan tetapi, kualitas berbahasa Indonesia para siswa yang telah lulus SMA pun masih saja jauh dari apa yang dicita-citakan sebelumnya, yaitu mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kesalahan-kesalahan dalam berbahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan masih ada. Dengan demikian, tampaknya fungsi dari pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tidak terlihat maksimal. Berkaitan dengan upaya meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia, pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Sebagai wujud reformasi pendidikan, KTSP hadir dengan memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya masing-masing. KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan sebagai penggerak mesin utama pendidikan, yaitu pembelajaran. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebutkan bahwa Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus kurikulum operasional harus terpenuhi sepenuhnya. Dengan demikian, tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia untuk membentuk anak didik yang terampil berbahasa harus tercapai secara maksimal (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Dalam konteks pembangunan sumber daya manusia, salah satu keterampilan berbahasa yang dianggap penting adalah menulis. Menulis merupakan komponen penanda kemampuan literasi masyarakat di samping membaca. Bagi masyarakat di kelompok negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, penguasaan kemampuan menulis menemukan kendala karena harus berhadapan dengan pergeseran budaya: kelisanan menuju keberaksaraan.
38
Dalam konteks pembelajaran, menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memerlukan kesabaran, keuletan, dan kejelian tersendiri. Menulis bukanlah kemampuan yang dapat dikuasai dengan sendirinya, melainkan harus melalui proses pembelajaran dengan waktu yang lama untuk menumbuhkan tradisi menulis. Hal tersebut diperkokoh dengan pendapat Tarigan (2008:4) yang mengemukakan bahwa keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diperoleh melalui proses praktik dan latihan secara teratur. Salah satu bentuk menulis adalah menulis karangan; salah satunya adalah menulis karangan deskripsi. Karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan atau memberikan sesuatu hal yang sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah menyaksikannya atau mengalaminya sendiri Akhadiah dalam Lahanto (2008:105). Melalui pembelajaran menulis, siswa diharapkan bukan hanya dapat mengembangkan kemampuan membuat karangan, tetapi juga dapat mengembangkan kreativitas serta menggunakan bahasa sebagai alat menyalurkan kreativitasnya itu dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, pengajaran bahasa, khususnya pengajaran menulis karangan deskripsi justru mengalami hambatan. Kegiatan menulis karangan deskripsi yang pada hakikatnya bersifat ekspresif justru menjadi sebuah kesulitan tersendiri bagi siswa dan guru sebagai pengajar. Berdasarkan wawancara sederhana yang penulis lakukan dengan beberapa guru bahasa Indonesia dan beberapa siswa SMA, pembelajaran menulis karangan deskripsi dianggap membosankan dan menyulitkan siswa. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya siswa terkadang sulit untuk menentukan ide atau tema untuk menulis karangan deskripsi, sulit merangkai kata-kata untuk di jadikan kalimat, memilih bahan, dan kekeliruan menerapkan ejaan. Menulis merupakan kegiatan yang paling sedikit dilakukan siswa karena dianggap pelajaran yang paling sulit. Selain itu, penggunaan model pembelajaran yang kurang inovatif membuat kegiatan pembelajaran menulis karangan deskripsi ini menjadi terhambat. Untuk menyiasati kesulitan ini, hendaknya guru harus lebih cermat memilih model yang digunakan dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi. Model yang berbeda dari biasanya dapat menjadi salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan motivasi siswa dalam menulis karangan deskripsi. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru diberikan kebebasan dalam memilih model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran menulis karangan, pemilihan model dapat bervariasi. Salah satu model yang layak dicoba dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi adalah model kontekstual. Joyce dan Weil (1980: 1) menyatakan bahwa model suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
39
untuk membentuk rencana pembelajaran jangka panjang, merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Model sangat diperlukan dalam pembelajaran karena akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Model kontekstual adalah konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagi anggota keluarga dan masyarakat Nurhadi dalam Dalman (2013:15). Pada awalnya, Model kontekstual hanya digunakan pada pembelajaran menulis cerpen. Akan tetapi, penulis berkeyakinan bahwa model kontekstual juga dapat digunakan pada pembelajaran menulis karangan deskripsi karena baik menulis cerpen maupun menulis karangan deskripsi memerlukan objek untuk dijadikan bahan tulisan; merupakan satu proses belajar supaya terampil menulis; merupakan satu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Yang membedakan hanyalah dari segi bahasa, yaitu deskripsi cenderung informatif sedangkan bahasa cerpen merupakan seni kreatif yang menggunakan bahasa sebagai media dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran. Selain itu, penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Oleh karena itu, penulis ingin mengujicobakan model kontekstual dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi. Sebuah penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Wahyuningsih (2012:3) dengan judul “Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan Catatan Harian dalam Pembelajaran Menulis Cerpen (Kuasi Eksperimen di Kelas X SMAN 2 Cirebon)” membuktikan bahwa pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan pendekatan contextual teaching and learning mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Dalam penelitian tersebut, terbukti bahwa siswa lebih mudah mendapatkan menulis cerpen setelah diberi tindakan pendekatan contextual teaching and learning. Model kontekstual diharapkan mampu merangsang kreativitas siswa dalam menulis khususnya dalam menulis karangan deskripsi. Melalui tanggapan yang didapat siswa setelah diberikan model kontekstual, siswa dilatih dan diarahkan untuk mengembangkan pikiran, perasaan, kreativitas, dan ide-ide yang dimilikinya dalam bentuk karangan deskripsi sehingga kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi pun dapat meningkat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menggunakan model kontekstual dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi pada siswa SMA. Oleh sebab itu, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Kontekstual dalam Pembelajaran Menulis Karangan Deskripsi”.
40
B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Model Kontekstual Model pembelajaran kontekstual merupakan model yang mengusahakan untuk membuat siswa aktif dalam menggali kemampuan diri siswa dengan mempelajari konsep-konsep sekaligus menerapkannya dan mengaitkannya dengan dunia nyata di sekitar lingkungan siswa. Sejalan dengan itu, Jhonson (dalam Rusman, 2012:187) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyususn pola-pola yang mewujudkan makna. Lebih lanjut lagi, Jhonson mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan seharihari siswa berada. Hal itu senada dengan apa yang dikatakan (Muslich, 2007: 41) bahwa model kontekstual merupakan konsep belajar yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sanjaya (2005:109) juga memaparkan bahwa kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkanna dalam kehidupan mereka. Model kontekstual pada intinya adalah keterkaitan setiap materi atau topik pembelajaran dengan kehidupan nyata. Artinya siswa dihadapkan pada suatu persoalan yang biasa dihadapi di lingkungan sehingga pada masanya nanti siswa dapat mampu mengatasi persoalan-persoalan yang nyata yang dihadapi di lingkungannya. Oleh sebab itu, melalui pembelajaran kontekstual, pembelajaran bukan suatu transformasi pengetahuan yang diberikan guru kepada siswa dengan cara menghafal beberapa konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan untuk bisa hidup (life skiil) dari apa yang dipelajarinya. Hal ini sangat erat kaitanya dengan tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan pemerintah. 1. Pengertian Menulis Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur. Akhadiah (1991: 9)kembali menyebutkan bahwa menulis merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan penulis kepada khalayak yang dibatasi jarak, tempat, dan waktu. Suparno dan Yunus (2008: 13), 41
menyatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang menyampaikan pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahsa tulis sebagai alat atau medianya. Hal itu senada dengan apa yang dikatakan Dalman(2014:3), menyatakan bahwa menulis merupakan alat penyampai pesan (informasi) kepada pihak lain. Zainurrahman (2011:xiv) menyatakan bahwa menulis sebagi suatu aktivitas berbahasa yang dapat menunjukan kemampuan berkomunikasi seseorang sebagi makhluk sosial. Widayamarta (1997:90) mengungkapkan bahwa menulis sebagai suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain atau kepada diri sendiri dalam tulisan. Dari beberapa pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa menulis adalah bentuk komunikasi atau penyampaian ide, pikiran dan gagasan berupa tulisan yang dapat dipahami sehingga pesan atau ide yang ingin disampaikan mampu dimengerti oleh pembaca. 2. Pengertian Karangan Deskripsi Kata deskripsi berasal dari bahasa Latin, yaitu describe yang berarti ‘menulis tentang atau membeberkan sesuatu’ atau dapa juga diartikan ‘pemerian’ yang berasal dari kata peri. Memerikan berarti melukiskan sesuatu hal. Keraf (1982:2) mengemukakan bahwa deskripsi merupakan sebuah tulisan yang bertalian dengan usaha para penulis untuk memberikan perincian-perincian dari objek yang dibicarakan. Lebih lanjut, Keraf menjelaskan bahwa dalam deskripsi memindahkan kesan-kesannya, pengamatan dan perasaannya kepada para pembaca. Ia menyampaikan sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan pada objek tersebut. Keraf pun menjelaskan bahwa tulisan yang bersifat deskriptif adalah tulisan yang bersifat melukiskan atau memerikan. Apa pun yang dipilih sebagai pokok pembicaraan, semua indra kita harus siap siaga sehingga kita dapat merasakan pengalaman itu dengan jelas dan lengkap serta kita harus menerjemahkan dan mengubah segala persepsi kita menjadi kata-kata yang berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pengalaman tersebut secara tepat, hidup, dan cerah pada orang lain. Deskripsi melukiskan suatu objek dengan kata-kata. Objek yang dilukiskan bisa berupa orang, benda, tempat,atau kejadian. Deskripsi merupakan karangan yang lebih menonjolkan aspek pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya (Finoza, 2002:190). Hal itu senada dengan apa yang dikatakan Akhadiah (Lahanto, 2008:105) bahwa karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan atau memberikan sesuatu hal yang sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah menyaksikannya atau mengalaminya sendiri. Wiyanto (2004:64) mengatakan bahwa karangan deskripsi yaitu menguraikan, memberikan, atau melukiskan. Demikian pula, Kosasih (2006:47)
42
mengemukakan bahwa deskripsi jenis paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan deskripsi merupakan karangan yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan. Tujuan menulis deskripsi adalah menciptakan gambaran objek dengan pancaindra yang digunakan untuk melihat, mendengar, dan merasakan objek.
C. Metode Penelitian Dalam bagian ini akan dijelaskan metode penelitian. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen karena subjek tidak dikelompokan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Rusffendi, 2010: 52). Dalam penelitian ini, pengelompokan berdasarkan pertimbangan guru mata pelajaran dan saran dari wakil kepala sekolah bidang kurikulum.
D. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 1. Aktivitas Pembelajaran Menulis Karangan Deskripsi dengan Menggunakan Model Kontekstual. Proses pembelajaran yang dilakukan peneliti terdiri dari 2 kali pertemuan tatap muka, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pada kelas eksperimen pembelajaran menggunakan model kontekstual, dan di kelas kontrol menggunakan model ceramah. Dalam kegiatan pembelajaran, terdapat dua kegiatan yang saling mendukung dan berhubungan yaitu aktivitas guru mengajar dan aktivitas anak belajar. Guru memberikan arahan kepada siswa bagaimana seharusnya belajar.Siswa belajar melalui berbagai pengalaman belajar sehingga akan terjadi perubahan pada diri siswa yang bersangkutan baik dari aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Aktivitas siswa sangat mendukung dalam proses perolehan pengetahuan (pengalaman belajar) yang akan dimiliki oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Rohani (2010:8) bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas siswa yang diamati dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi ini meliputi tiga aspek yaitu (1) menjawab dan mengajukan pertanyaan; (2) memperhatikan penjelasan dari guru; (3) antusiasme siswa dalam pembelajaran: Hasil observasi pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa untuk aspek pertama yaitu menjawab dan mengajukan pertanyaan, siswa terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa berani untuk menjawab pertanyaan yang
43
diajukan guru, dan siswa yang berani mengeksplor dan memberikan respon terhadap rangsangan yang ada disekitarnya. Aspek kedua yaitu memperhatikan penjelasan guru, siswa yang terlihat perhatian pada apa yang disampaikan oleh guru, memperhatikan dan mengikuti peraturan yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran dengan menggunakan model kontekstual, dan siswa terlihat fokus pada guru ketika guru mengarahkan siswa untuk menulis karangan deskripsi tentang lingkungan sekolah dan lingkungan rumah, memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru, bagaimana aturan-aturan yang harus ditaati siswa dalam penulisan karangan, sampai pada cara mengevaluasi karangan yang sudah ditulis oleh siswa. Aspek ketiga yaitu antusiasme siswa dalam pembelajaran siswa yang terlihat aktif memberikan respon selama pembelajaran bagaimana cara mengerjakan tugas yang diberikan guru, dan mendengarkan arahan-arahan yang diberikan guru.Hal tersebut memberikan gambaran antusiasme siswa yang sangat baik dalam pembelajaran. Pendapat Islamiyah dalam www.academia.edu mengatakan bahwa dalam pandangan ilmu jiwa modern, teori aktivitas belajar itu menggambarkan bahwa jiwa manusia itu sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri dan dapat menjadi aktif bila didorong oleh berbagai macam kebutuhan. Dengan demikian, siswa harus dipandang sebagai organisme yang mempunyai dorongan untuk berkembang. Ketika siswa diberi rangsangan berupa model kontekstual, diharapkan siswa bisa menulis karangan deskripsi, timbul dalam diri siswa itu suatu kebutuhan untuk siswa bisa mencapai kemampuan menulis karangan deskripsi tersebut. Tampak jelas bahwa berbagai aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembelajaran itu akan membangun pengetahuan siswa secara mandiri tentang menulis karangan deskriptip dalam pelajaran bahasa Indonesia. Sementara itu, aktivitas siswa dalam pembelajaran yang diberikan model ceramah, terlihat belum aktif secara keseluruhan. Pada kelas kontrol guru hanya menerangkan materi yang akan dipelajari siswa, dan siswa menyimak apa yang disampaikan guru. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukan Roestiyah (2001: 139) bahwa dalam pembelajaran dengan ceramah, setiap guru selesai berceramah selalu diiringi dengan pemberian pertanyaan-pertanyaan, dan siswa harus berusaha untuk menjawab. Model ceramah ini dinilai kurang dapat memaksimalkan aktivitas siswa dalam pembelajaran karena siswa akan pasif dalam pembelajaran. Siswa kurang ditantang untuk terbiasa bertanya dan menjawab pertanyaan, dan antusiasme dalam pembelajaranpun kurang, sehingga siswa terlihat pasif dalam pembelajaran.
44
2. Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol pada Pengukuran Akhir (Posttest). Tingkat kemampuan menulis karangan deskripsi kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan hasil pengujian hipotesis adalah terdapat perbedaan kemampuan menulis karangan deskripsi pada kelas kontrol yang menggunakan model ceramah dan kelas eksperimen yang menggunakan model kontekstual pada pengukuran akhir (posttes). Perbedaan kemampuan menulis karangan deskripsi pada kelas eksperimen ini sebagai akibat dari penggunaan model kontekstual. Pembelajaran dengan menggunakan model kontekstual merupakan pembelajaran yang menyiapkan siswa untuk dapat aktif dalam PBM karena siswa didorong untk dapat mengaitkan dan membuat hubungan antara materi menulis yang sedang dipelajari siswa dengan kehidupan nyata sehari-hari yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dalman (2014:5) yang mengatakan bahwa: Menulis dalam prosesnya menggunakan kedua belahan otak. Menulis merupakan sebuah proses mengait-ngaitkan antar kata, kalimat, paragraf maupun antar bab secara logis agar dapat dipahami. Proses ini mendorong seseorang penulis harus berpikir secara sistematis dan logis juga kreatif. Hasil analisis yang menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan menulis karangan deskripsi di kelas kontrol dan kelas eksperimen, dapat terlihat pada perolehan rata-rata peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi berdasarkan pada data N_Gain menunjukkan kelas eksperimen mengalami peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi dikategorikan sedang, dan kelas kontrol dikategorikan rendah. Kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi yang terlihat dari hasil gain dengan kategori sedang ini diakibatkan oleh penerapan model kontekstual dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas, siswa yang menggunakan model kontekstual tidak hanya sekedar belajar mendengar dan mencatat, tetapi siswa pun belajar secara langsung dari apa yang mereka alami, sehingga peranan siswa dalam pembelajaran lebih diberdayakan. Siswa diberikan kebebasan untuk mencari informasi yang dibutuhkan guna menulis karangan deskripsi, sehingga siswa diharapkan dapat mengeksplor kemampuan masing-masing. Hal ini senada seperti yang diungkapkan oleh Komalasari (2011:8) yaitu: Pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT (Relating:belajar dalam konteks pengalaman hidup; Expriencing: belajar dalam konteks pencarian dan penemuan; Applying; belajar ketika pengetahuan diperkenalkan dalam kontks penggunaannya; Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal dan saling berbagi; Transfering; belajar penggunaan pengetahuan dalam suatu konteks atau situasi baru; Penerapan model kontekstual telah memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dengan model kontekstual dikatakan lebih efektif karena memberikan kegiatan45
kegiatan yang membangun keaktifan siswa pada kemampuan menulis karangan deskripsi. Sejalan dengan pendapat Trianto (2010:110) yaitu: Pendekatan kontekstual memiliki karakteristik yang membedakan dengan pendekatan pembelajaran lainnya, yaitu: (1) kerja sama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, mengasyikkan; (4) tidak membosankan (joyfull, comfortable); (5) belajar dengan bergairah; (6) pembelajaran terintegrasi; dan (7) menggunakan berbagai sumber siswa aktif; Mulyasa (2011:82) mengatakan bahwa efektivitas merupakan gambaran adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Sehingga bisa disimpulkan bahwa efektivitas mempunyai efek (akibat, pengaruh) dan dapat membawa hasil yang semuanya dilakukan sesuai dengan sasaran atau tujuan yang ditentukan. Efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan tentang usaha atau tindakan dalam pemanfaatan model kontekstual terhadap kemampuan menulis karangan deskripsi dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dimana kemampuan siswa menulis karangan deskripsi yang pembelajarannya menggunakan model kontekstual terlihat meningkat, dan hal tersebut dapat terlihat dari hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi ini, seorang siswa diukur tingkat kemampuan menulisnya didasarkan pada indikator pengukuran kemampuan menulis karangan deskripsi yakni meliputi: (1) isi gagasan yang dikemukakan; (2) organisasi isi; (3) tata bahasa; (4) gaya; (5) ejaan dan tata tulis. Berdasarkan pada hasil posttest menulis karangan deskripsi kelas eksperimen dan kontrol dengan acuan penilaian pada lima indikator penilaian itu dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang menulis karangan deskripsi itu harus dapat melukiskan atau menggambarkan suatu objek atau peristiwa tertentu dengan kata-kata yang jelas dan rinci, sehingga pembaca turut merasakan apa yang dideskripsikan oleh siswa yang bersangkutan. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dalman (2014:94) bahwa karangan deskripsi mempunyai ciri khas sebagai berikut: (1) Deskripsi lebih memperlihatkan detail atau perincian tentang objek (2) Deskripsi bersifat pengaruh sensitivtias dan membentuk imajinasi pembaca (3) Deskripsi disampaikan dengan gaya yang memikat dan dengan pilihan kata yang menggugah (4) Deskripsi memamparkan tentang sesuatu yang dapat dilihar, didengar dan dirasakan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, selama proses pembelajaran dengan model kontekstual berlangsung siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa terlihat semangat dalam belajar dan tidak malu untuk bertanya pada guru ketika siswa menghadapi kesulitan. Hal inilah yang turut mendukung tingginya nilai kemampuan menulis karangan
46
deskriptif pada siswa, karena siswa dan guru dengan aktif menjalin hubungan kerjasama dalam pembelajaran, sehingga tujuan yang sudah dirancang diawal dapat tercapai, yakni hasil kemampuan menulis karangan deskripsi siswa dikatakan baik. Hal itu salah satunya dapat terlihat dari hasil posttest siswa bahwa siswa memperoleh nilai menulis karangan deskripsi diatas KKM yang sudah ditentukan. Sementara itu, PBM dikelas kontrol yang menggunakan model ceramah, hasilnya menunjukkan lebih rendah dari kelas eksperimen. Hal tersebut dipengaruhi oleh penerapan model ceramah dalam pembelajarannya, yaitu siswa kurang aktif dalam aktivitas pembelajarannyan. Hal ini di karenakan siswa hanya memiliki satu sumber belajar yaitu dari guru saja, siswa menerima materi apa yang diberikan guru, siswa menjadi kurang bergerak aktif untuk mencari informasi dalam pembelajaran. Sehingga untuk mencapai kemampuan menulis karangan deskripsi, diperlukan peran serta dari guru untuk dapat mengkombinasikan model ceramah dengan model pembelajaran lainnya yang disesuaikan dengan materi yang sedang dipelajari siswa. 3. Karakteristik Karangan Deskripsi Hasil Kerja Siswa dengan Menggunakan Model Kontekstual. Penerapan model kontekstual dalam pembelajaran siswa mengakibatkan terjadinya peningkatan yang signifikan dalam kemampuan menulis karangan deskripsi siswa. Kemampuan siswa menulis karangan deskripsi dapat diukur dengan menilai karakteristik karangan deskripsi tersebut berdasarkan indikator menulis karangan deskripsi yaitu (1) isi gagasan yang dikemukakan; (2) organisasi isi; (3) tata bahasa; (4) gaya; (5) ejaan dan tata tulis. Indikator pertama adalah isi gagasan yang dikembangkan menunjukkan terdapat sebagian kecil siswa bisa menulis judul karangan yang sesuai, pengembangan karangannya cermat dan banyak fakta pendukung dalam karangannya. Sementara kebanyakan siswa lainnya dalam mengembangkan gagasannya masih kurang sesuai. Indikator kedua adalah organisasi isi, hasil analisis menunjukkan secara keseluruhan siswa membuat karangan deskripsi dimana organisasi isi sudah sesuai dengan gagasan pokok, dan susunan kalimatnya jelas serta kohesinya tinggi. Hasil tersebut tergambar dari data bahwa sudah banyak siswa yang karangannya sesuai dengan gagasan pokok. Namun masih ada beberapa orang siswa yang membuat karangan sudah sesuai dengan gagasan pokok namun kurang rinci,urutan karangannya logis tetapi tidak tepat. Indikator ketiga adalah tata bahasa menunjukkan secara keseluruhan siswa sudah dapat menggunakan tata bahasa yang kompleks dan hanya terjadi sedikit kesalahan. Hal ini terlihat pada data bahwa kebanyakan siswa sudah dapat menggunakan tata bahasan yang komplek dalam menulis karangan deskripsi.
47
Indikator keempat adalah gaya, menunjukkan sebagian siswa sudah dapat menggunakan dan memilih kata yang efektif. Hal ini dapat terlihat dari data bahwa ada beberapa orang siswa dalam menulis karangannya sudah menggunakan kata yang efektif dan pemilihan katanya sudah tepat. Sementara itu, masih banyak siswa dalam membuat karangannya terkadang pemilihan katanya ada yang keliru tetapi tidak mengaburkan arti. Indikator yang kelima adalah ejaan dan tata tulis, menunjukkan sebagian siswa sudah menggunakan EYD dengan baik. Hal ini terlihat dari data bahwa terdapat beberapa orang siswa sudah dapat menulis karangan dengan menggunakan EYD, menguasai tanda baca dan menggunakan kaidah penulisan yang benar pula. Dan sisanya terdapat siswa yang sudah dapat menulis menggunakan ejaan yang sesuai hanya kadang terdapat sedikit kesalahan tetapi tidak menyebabkan pengaburan makna. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakteristik karangan deskripsi siswa sudah memperlihatkan kesesuaian judul, dan adanya pengembangan gagasan meskipun masih terbatas dan topiknya masih kurang rinci. Sebagian besar siswa sudah membuat karangan dengan susunan kalimat yang jelas, tata bahasa yang kompleks namun masih terjadi sedikit kesalahan, juga sudah menggunakan EYD dan memakai kaidah penulisan yang diperlukan dalam menulis karangan deskripsi.
E. SIMPULAN DAN SARAN 1. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan struktur hubungan model kontekstual dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Sukahaji. Sehingga diperoleh beberapa simpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Simpulan tersebut adalah: 1) Aktivitas siswa pada kelas eksperimen dan kontrol mengalami peningkatan, dan aktivitas siswa yang peningkatannya tinggi terlihat di kelas eksperimen. Hal ini dapat terlihat pada kelas eksperimen bahwa aktivitas siswa pada pertemuan pertama termasuk kriteria cukup, dan pada pertemuan kedua meningkat menjadi kriteria sangat baik. Sementara itu untuk kelas kontrol pada pertemuan pertama termasuk dalama kriteria cukup dan pada pertemuan kedua termasuk kriteria baik. 2) Terdapat perbedaan kemampuan menulis karangan deskripsi pada kelas kontrol yang menggunakan model ceramah dan kelas eksperimen yang menggunakan model kontekstual pada pengukuran akhir (posttes). Selanjutnya berdasarkan skor posttest diketahui peningkatan rata-rata kemampuan menulis karangan deskripsi kelas eksperimen termasuk kategori sedang, sedangkan rata-rata peningkatan kemampuan menulis karangan deskripsi kelas kontrol termasuk dalam kategori rendah.
48
3) Karakteristik karangan deskripsi hasil kerja siswa dengan menggunakan model kontekstual sudah memperlihatkan hasil yang baik. Hal ini dapat terlihat dari hasil penilaian setiap indikator menulis karangan deskripsi yaitu: (1) Indikator isi gagasan yang dikembangkan menunjukkan bahwa karangan deskripsi siswa sudah memperlihatkan kesesuaian judul; (2) Indikator organisasi isi menunjukkan bahwa siswa sudah dapat mengembangan gagasan meskipun masih terbatas dan topiknya masih kurang rinci; (3) Indikator tata bahasa menunjukkan bahwa siswa sudah dapat membuat karangan dengan susunan kalimat yang jelas, tata bahasa yang kompleks namun masih terjadi sedikit kesalahan; (4) Indikator gaya menunjukkan nilai bahwa siswa sudah dapat membuat karangan dengan menggunakan pemilihan kata dan tata bahasa yang kompleks namun masih terjadi sedikit kesalahan tetapi tidak mengaburkan arti; dan (5) Indilator ejaan dan tata tulis menunjukkan bahwa siswa dalam menulis karangan sudah menggunakan EYD dan memakai kaidah penulisan yang diperlukan dalam menulis karangan deskripsi. 2. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan., maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Kepala Sekolah a. Penerapan model kontekstual ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya agar aktivitas siswa dan kemampuan menulis karangan deskripsi dapat lebih berkembang. b. Pihak sekolah diharapkan dapat melengkapi sarana dan prasarana pendukung dalam pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih inovatif. 2. Bagi para guru a. Guru dapat menerapkan model kontekstual sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan deskripsi, namun gurupun dapat menggunakan berbagai model, metode maupun pendekatan pembelajaran yang bervariasi dalam kegiatan pembelajaran dan harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan. b. Guru perlu menjaga interaksi dengan siswa secara baik dan berkelanjutan agar siswa terus termotivasi dalam belajar.
49
F. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, dkk. (1991). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Arikunto, Suharsimi. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Dalman. (2014). Keterampilan Menulis.. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Damaianti, Vismaia dkk. (2007). Metodologi Penelitian Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya. Depdiknas. (2004). Pendekatan Kontekstual: Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Finozza, Lauddin. (2002). Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia. Ida Agung Ayu Mila Pradnyani, I Made Sutama, I Made Astika.2014. Penerapan Metode Field Trip Sebagai UpayaMeningkatkan Keterampilan Menulis Karangan Deskripsi Siswa Di Kelas Vii A.3 Smp Negeri 1 Singaraja. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Ganesha, Vol 2(1). Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching & Learning, Menjadikan Kegiatan Belajar-mengajar Mengasyikkan dan bermakna, Terj. Ibnu Setiawan. Bandung: Mizan Learning Center (MLC). Joyce, Bruce, Marsha Weil., Emily Calhoun. (1980). Model Of Teaching: ModelModel Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Keraf, G. (1982). Eksposisi dan Deskripsi. Ende Flores: Nusa Indah. Komalasari, Kokom. (2011) Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Rapika Aditama.
50
Kosasih, E. (2008). Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya. Mahsun. (2014). Teks Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Margono. (1996). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta. Muslich, Mansnur. (2007). KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Pendekatan Kontekstual. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Nurgiantoro Burhan. (2013). Penilaian Pembelajaran Bahasa.Yogyakarta: BPFE. Nurhadi, dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual (Cooperatif Learning diRuang-ruang Kelas). Jakarta: Gramedia Widiasarana. Nurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang. Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Rozak, A.(2012). Menulis Skrispi itu Tidak Sulit. Cirebon: Unswagati Cirebon. Ruseffendi. (2010) Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang NonEksakta Lainnya. Bandung: Tarsito. Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Grafindo Persada. Rusyana, Y. (1986). Keterampilan Menulis Modul 1 s.d. 6 UT. Jakarta: Karunika. Saadie, M. dkk. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka. Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Sanjaya, Wina. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada media Semi, M. Atar. 1995. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Mugantara. Sri Rahayu, I.W. Rasna , G. Artawan . 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Dalam Pembelajaran Menulis Pada Siswa Kelas XII Smkn 1 Denpasar. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol 2.
51
Subana dan Sudrajat. (2005). Statiska pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Subana. (2009). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai Pendekatan, Metode, Teknik, dan Media Pengajaran. Bandung: Pustaka Setia. Sudjiman. (1992). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Dunia pustaka. Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alvabeta. Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif , kualitatif dan R & D. Bandung: Alvabeta. Sugiyono.(2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta. Suparno dan M. Yunus. (2008). Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. Suprijono, Agus (2009). Cooperative learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tarigan, H. G. (2008). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Tim Penyusun. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Trianto.(2007). Model-model Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Inovatif
Berorientasi
Usmani, Haryanti. (2013). Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Dan Minat Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling. Jurnal Ilmiah SPIRIT FKIP-UTP Surakarta ISSN; 14118319 Vol. 13 (2). Widyamarta. (1997). Kreatif Mengarang. Yogyakarta: Kanisius. Zainurrahman. (2013). Menulis: dari Teori Hingga Praktik. Bandung: Alfabeta.
52
Biodata Penulis Ima Siti Rahmawati lahir di Majalengka, 16 Maret 1989. Lulus S1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (FPBS UPI) Tahun 2012. Lulus S2 Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia (UNSWAGATI) Tahun 2015. Saat ini sebagai dosen tetap yayasan Universitas Majalengka Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
53