Abstrak Faivina Rahmawati Fajrin Bagus Riyono Sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan kualitas kehidupan kerja serta kepuasan kerja para karyawannya. Karyawan yang merasa puas dengan perusahaan akan memberikan loyalitas dan kontribusi yang besar agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peranan kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja karyawan terhadap loyalitas karyawan, sehingga para karyawan mampu bertahan di perusahaan dalam kurun waktu yang cukup lama. Penelitian ini mengambil sampel 121 karyawan (N = 121) di PT. MAK dengan masa kerja minimal 3 tahun. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu penyebaran kuesioner yang berisi tentang kualitas kehidupan kerja, kepuasan kerja, serta loyalitas karyawan dengan lima pilihan jawaban skala likert melalui metode analisis regresi dua prediktor. Temuan dari penelitian ini mendukung hipotesis bahwa secara bersama-sama kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja dapat memprediksi loyalitas karyawan (R=0.372;F=9.404;p<0.05). Hasil menunjukkan prediktor terbesar untuk memprediksi loyalitas karyawan adalah kualitas kehidupan kerja (β=0.104 p<0,05), dengan arah positif yang berarti semakin tinggi kualitas kehidupan kerja maka semakin tinggi pula loyalitas karyawan. Sedangkan kepuasan kerja bukan merupakan prediktor untuk memprediksi loyalitas karyawan karena tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap loyalitas karyawan (β=-0.010 p>0,05). Kata Kunci : Kualitas Kehidupan Kerja, Kepuasan Kerja, Karyawan
Loyalitas
Perkembangan perusahaan di berbagai bidang industri akhir-akhir ini memiliki banyak peningkatan dan persaingan yang sangat signifikan. Hal itu dikarenakan banyaknya tuntutan dari pelanggan untuk selalu meminta hasil produksi yang terbaik. Kondisi ini menuntut setiap perusahaan harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif, respon yang cepat, fleksibel, dan mampu mengikuti perkembangan dunia agar dapat bersaing dengan perusahaan lain, khususnya dengan perusahaan yang bergerak di bidang yang sejenis. Kaitannya dengan industri berbasis teknologi, perusahaan bisa meraup untung besar atau mencapai bahkan
1
2
melampaui target kerja, karena kerjasama yang solid dari semua sumber daya manusianya. Sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan perusahaan, di samping sumber-sumber daya lain yang dimiliki oleh perusahaan. Sumber daya manusia salah satu faktor dari ketiga faktor utama yang dipelajari di studi perilaku keorganisasian, disamping kelompok dan struktur. Ketiga hal tersebut dipelajari pengaruhnya pada organisasi dengan tujuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan guna meningkatkan efektivitas suatu organisasi. Indikasi bahwa karyawan akan menetap atau meninggalkan perusahaan bisa diketahui dari tingkat loyalitas karyawan, yang secara garis besar berlawanan dengan tingkat turnover karyawan. Sebuah perusahaan dengan tingkat
turnover
yang
tinggi
memiliki
tantangan
khusus
bagi
pengembangan sumber daya manusia, karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan (Soegandhi, Sutanto & Setiawan, 2013). Kurniawan (2012) dalam artikelnya membahas bahwa loyalitas dan kesungguhan dalam bekerja yang dimiliki oleh karyawan di Indonesia ini sangat rendah. Hal tersebut terungkap dari survei yang dilakukan Towers Watson. perusahaan konsultan di bidang tenaga kerja merilis survei terbarunya mengenai Global Workforce Study 2012 yang mengikutkan 29 negara termasuk Indonesia dengan total responden sebanyak 32.000 karyawan. Khusus untuk Indonesia, hasilnya sekitar dua pertiga karyawan di Indonesia tidak memiliki loyalitas yang tinggi terhadap perusahaannya.
3
Bahkan, survei itu juga menyebutkan bahwa sekitar 27% dari karyawan saat ini telah merencanakan untuk pindah dalam dua tahun kedepan. Tak hanya itu, 42% dari total responden di Indonesia yang sebanyak 1.005 karyawan, menyatakan bahwa mereka harus meninggalkan perusahaannya sekarang untuk meningkatkan karirnya di masa depan. Faktanya karyawan yang memiliki loyalitas terhadap perusahaannya dimana dia bekerja saat ini, jumlahnya hanya sekitar 36%. Hal yang sangat penting dan fundamental di dalam sebuah organisasi adalah loyalitas karyawan dalam perusahaan. Tanpa adanya loyalitas maka sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik bahkan terkadang tidak akan mampu bertahan apabila di dalamnya tidak diterapkan sikap loyal dan kebersamaan dengan baik. Loyalitas dapat dikatakan sebagai kesetiaan terhadap organisasinya. Apabila para anggota organisasi memiliki kesetiaan/loyalitas terhadap organisasinya, maka ia akan merasa memiliki kesadaran akan kewajiban untuk menggunakan semua fasilitas, kemampuan serta sumber daya yang dimilikinya demi kemajuan organisasinya. Selain itu bagi karyawan mereka menginginkan perusahaan tempatnya bekerja bukan hanya memberikan gaji dan bonus setiap bulan, tetapi juga menjadi tempat yang menarik bagi pengembangan karir, mempunyai kerjasama yang solid dalam bekerja, komunikasi yang efektif.
Mereka yang bekerja selalu menginginkan bekerja ditempat yang terbaik, oleh karena itu para karyawan bekerja dengan loyalitas tinggi dan menunjukkan keahlian mereka di tempat kerja.
4
Steers dan Porter (1983) membagi loyalitas ke dalam dua hal. Pertama, loyalitas kepada perusahaan sebagai sikap, yaitu sejauh mana seseorang
karyawan
mengidentifikasikan
tempat
kerjanya
yang
ditunjukkan dengan bekerja dan berusaha sebaik-baiknya. Kedua, loyalitas terhadap perusahaan sebagai perilaku, yaitu proses dimana seseorang karyawan mengambil keputusan untuk bertahan di perusahaan. Lain halnya dengan pendapat Herscovitch dan Meyer (dalam Coetzee, 2005) bahwa
loyalitas
merupakan
tingkatan
dimana
karyawan
mengidentifikasikan diri dengan tujuan dan nilai organisasi dan keinginan berusaha dengan keras untuk membantu keberhasilan organisasi. Allen dan Mayer (1997) juga berpendapat bahwa loyalitas karyawan bagi organisasi dilihat sebagai suatu sikap atau perilaku karyawan terhadap organisasi, dimana sikap yang dimaksud merupakan tindakan mendasar karyawan kepada organisasi. Sikap loyal tercermin dari terciptanya suasana yang menyenangkan dan mendukung ditempat kerja, menjaga citra organisasi dan adanya kesediaan untuk bekerja dalam jangka waktu yang lebih panjang. Loyalitas karyawan telah tercipta apabila pegawai merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari pekerjaannya, sehingga karyawan betah bekerja dalam suatu organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah adanya fasilitas-fasilitas kerja, tunjangan kesejahteraan, suasana kerja serta kontribusi yang diterima dari instansi (Rahma & Ranu, 2013).
5
Menurut Coughlan (2005) loyalitas adalah tindak etis seorang karyawan dalam melakukan pekerjaan dan dalam membina hubungan dengan rekan kerja. Sejalan dengan Coughlan, Antoncic & Antoncic (2011) menyatakan loyalitas terjadi ketika karyawan memiliki kesadaran dan tanpa paksaan untuk berkomitmen menjalankan tanggung jawab dan berupaya memberikan kinerja mereka yang terbaik bagi perusahaan untuk mendapatkan loyalitas dari karyawannya maka perusahaan harus senantiasa menjaga keharmonisan. Banyak faktor yang menjadikan seorang karyawan menjadi loyal, diantaranya kepuasan kerja, kompensasi atau insentif, komunikasi yang efektif, motivasi yang diberikan oleh perusahaan, tempat kerja yang nyaman, pengembangan karir, pengadaan pelatihan dan pendidikan karyawan, partisipasi kerja, pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja, serta hubungan dengan karyawan lain. Esensinya adalah ketika karyawan memiliki tingkat loyalitas yang tinggi di perusahaan menandakan bahwa karyawan tersebut mendapatkan kepuasan dari situasi kerja yang baik, karyawan menyenangi pekerjaannya, menikmati situasi kerja, serta memiliki persepsi positif terhadap pekerjaannya (Sari & Widyastuti, 2012). Menurut Nugraha (2013) adanya kepuasan karyawan dalam bekerja, memiliki prestasi kerja yang baik dapat memberikan pengaruh yang positif pada karyawan berupa keinginan untuk tetap bekerja pada organisasi. Semua organisasi biasanya menuntut kepada karyawannya
6
untuk mempunyai loyalitas yang tinggi tetapi jarang memperhatikan keinginan karyawannya. Pada masa sekarang ini, loyalitas karyawan tidak hanya terbentuk dari pemberian gaji saja tetapi mereka juga menuntut adanya apresiasi yang lebih sebagai penghargaan atas pekerjaannya serta lingkungan kerja yang mendukung mereka dalam menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu menurut Reichheld, semakin tinggi loyalitas para karyawan di suatu organisasi, maka semakin mudah bagi organisasi itu untuk
mencapai
tujuan-tujuan
organisasi
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya oleh pemilik organisasi (Utomo, 2002; dalam Stevanus, Saputra & Sutanto, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosanas dan Velila (2003) bahwa seorang karyawan itu akan loyal pada perusahaan ketika perusahaan memberikan loyalitas yang baik pada karyawannya, loyalnya perusahaan kepada karyawan bisa dengan memberikan upah yang sesuai atau dengan memberikan kenaikan gaji kepada karyawannya agar mereka tetap bertahan di perusahaan. Sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Elegido (2012) menyatakan bahwa menjadikan karyawan untuk loyal pada perusahaan merupakan suatu tugas yang sulit bagi perusahaan. Hal itu karena perusahaan harus menjadikan karyawan tersebut menjadi percaya pada perusahaan dan merasa statusnya di perusahaan sangat berharga, mampu menjadikan karyawan tersebut memiliki identitas pada perusahaan, memberi motivasi, memberi
7
perlindungan, dan meningkatkan kinerjanya agar karyawan merasa memiliki hubungan yang erat dengan perusahaan dimana ia bekerja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soegandhi, Sutanto, dan Setiawan
(2013),
perusahaan
harus
selalu
memperhatikan
serta
meningkatkan kepuasan dan loyalitas karyawan. Karyawan yang puas dan loyal akan memberikan kontribusi yang besar bagi pencapaian tujuan perusahaan, kepuasan kerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku karyawan untuk bertahan di perusahaan tersebut. Sedangkan Arifin dan Mutmainah (2009) berpendapat terkait dengan peningkatan
loyalitas
dosen
melalui
kepuasan
kerjanya,
bahwa
kompetensi, kepemimpinan, promosi jabatan, dan motivasi berpengaruh terhadap kepuasan secara signifikan. Seiring dengan hasil riset yang dilakukan oleh Ikhram & Azzuhri (2011) bahwa program-program pelayanan yang disediakan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pegawai kantor perwakilan Bank Indonesia Kediri. Namun terkait dengan kompensasi pembayaran pada pekerjaan, perlindungan terhadap bahaya, tunjangan yang disyaratkan legal, keamanan dan kesehatan pegawai tidak memiliki dampak signifikan terhadap loyalitas pegawai di kantor Bank Indonesia perwakilan Kediri. Kaitannya dengan penelitian mengenai loyalitas karyawan, kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja karyawan di perusahaan PT. Mega Andalan Kalasan, penulis melihat fenomena di sekitarnya dimana terdapat orang-orang yang berdedikasi pada perusahaan tempat mereka bekerja,
8
dan bekerja secara maksimal serta memiliki loyalitas yang baik, hal ini dilihat dari proses kerja, lama bekerja, dan tingkat turnover yang rendah pada perusahaan. Tingkat turnover karyawan di PT. MAK selama 6 tahun terakhir digambarkan pada tabel 1. Tabel 1. Data Karyawan PT. Mega Andalan Kalasan Yogyakarta Tahun
Total Karyawan
Total Karyawan Masuk
2008 327 2009 339 2010 342 2011 351 2012 425 2013 443 (Sumber: PT. Mega Andalan Kalasan)
12 3 9 74 21 1
Turnover 0 0 0 0 3 3
Tabel 1 menunjukkan jumlah karyawan yang masuk dan jumlah turnover pada PT. Mega Andalan Kalasan dari tahun 2008-2013. Data pada Tabel 1 menjelaskan bahwa karyawan di PT. Mega Andalan Kalasan cenderung memiliki loyalitas dan kepuasan terhadap perusahaan, hal itu dapat dilihat dari jumlah turnover yang kecil dan banyaknya karyawan yang bekerja cukup lama di perusahaan ini. Bapak Samrat, S.E., MM. sebagai Direktur CS PT. Mega Andalan Kalasan melalui wawancara singkat dengan penulis mengemukakan bahwa, karyawan pada perusahaan memiliki kepuasan terhadap pekerjaannya, terlihat dari tingkat turnover yang kecil (Tabel 1), tingkat ketidakhadiran yang kecil, mau diajak bekerja sama,
serta
karyawan
patuh
terhadap
aturan-aturan
perusahaan.
Perusahaan menilai bahwa karyawan merasa enjoy dan nyaman dengan
9
pekerjaannya. Hal itu dikarenakan pemberian gaji, tunjangan dan fasilitas yang diberikan cukup baik, kecelakaan di perusahaan yang kecil, serta karyawan mendapatkan hak-hak mereka di perusahaan berupa asuransi semua resiko kesehatan kepada tiap karyawan. Perusahaan dalam meminimalisir karyawan yang memiliki loyalitas rendah perlu melihat faktor-faktornya salah satunya seperti meningkatkan kepuasan kerja dan meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan, sebab sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat berharga, maka perusahaan bertanggungjawab untuk memelihara kualitas kehidupan kerja dan membina tenaga kerja agar bersedia memberikan sumbangannya secara optimal untuk mencapai tujuan perusahaan (Pruijt, 2003). Kualitas kehidupan kerja merupakan keseluruhan kualitas dari pengalaman manusia di tempat kerja (Schemerhorn, Hunt dan Obsorn, 2005). Selain itu Wether dan Davis (1996) menegaskan bahwa kualitas kehidupan kerja yaitu adanya penyelia yang baik, kondisi kerja yang baik, gaji yang layak, dan adanya tantangan serta pemberian penghargaan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kualitas kehidupan kerja hakikatnya merupakan cara memperlakukan karyawan secara manusiawi, yaitu dengan mengakui dan menghargai harkat dan martabat karyawan sebagai manusia, meningkatkan kepedulian manajemen tentang dampak suatu pekerjaan pada manusia, efektifitas organisasi serta pentingnya karyawan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan terutama yang
10
menyangkut pekerjaan, karir, penghasilan dan nasib pekerja (Yasa, 2007). Adanya kualitas kehidupan kerja juga menumbuhkan keinginan para karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang, hal itu dapat ditunjukkan dengan adanya hubungan positif antara praktek kualitas kehidupan kerja dengan komitmen dan loyalitas karyawan sebagai pengantar untuk menjadikan karyawan menjadi lebih loyal (Arifin, 2012). Menurut
Cascio
(1998)
kualitas
kehidupan
kerja
adalah
sekumpulan persepsi karyawan akan kesejahteraan mental dan fisik mereka di tempat kerja. Kualitas kehidupan kerja memberikan kesempatan pada karyawan untuk membuat keputusan tentang pekerjaan mereka, desain tempat kerja, dan kebutuhan untuk menghasilkan atau memberikan pelayanan yang paling efektif. Sementara itu, Walton (1975, dalam Timossi, Pedroso, Francisco, & Pilatti, 2008) memberikan penjelasan bahwa
kualitas
kehidupan
kerja
sebagai
cara
penting
untuk
menyelamatkan nilai-nilai manusia dan lingkungan yang telah diabaikan dalam mendukung produktivitas kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, Walton membagi dimensi kualitas kehidupan kerja sebagai berikut: (1) kompensasi yang layak dan adil (misalnya, remunerasi yang adil, upah yang seimbang, partisipasi pada hasil, keuntungan ekstra), (2) keamanan dan kesehatan lingkungan (misalnya, perjalanan mingguan,
11
beban kerja, proses teknologi, kesehatan yang baik, kelelahan, peralatan yang mendukung), (3) pengembangan kapasitas manusia (misalnya, otonomi, kepentingan tugas, evaluasi kinerja, tanggung jawab yang diberikan), (4) perkembangan dan keamanan (misalnya, perkembangan profesi, pelatihan, pengunduran diri, dorongan untuk belajar), (5) integrasi sosial (misal, diskriminasi, hubungan interpersonal, perjanjian tim), (6) konstitusional (misalnya, kebijakan karyawan, kebebasan bereksperasi, diskusi dan tata tertib, menghargai privasi), (7) rentang hidup keseluruhan (misalnya, pengaruh terhadap rutinitas keluarga, waktu luang, waktu bekerja dan istirahat), (8) relevansi sosial (misalnya, bangga dengan pekerjaan, citra organisasi, kejujuran komunitas, kualitas produk atau layanan, politik sumber daya manusia). Beberapa penelitian melihat kualitas kehidupan kerja sebagai upaya untuk memenuhi kepuasan kerja karyawan. Keterkaitan antara kualitas kehidupan kerja dengan kepuasan kerja dapat terlihat dari adanya penurunan turnover, berkurangnya kemangkiran dan keterlambatan, rendahnya tingkat keluhan, pencurian di tempat kerja, dan meningkatnya kewarganegaraan bersosial (seperti kesediaan menolong karyawan lain dan pelanggaran serta menjadi lebih kooperatif; Almalki, Fitzgerald, & Clark, 2012; Cohen, Chang, & Ledford, 1997; McRobert, Schmele, & Honsen, 1993). Sejalan dengan penelitian Yusuf (2011) ada peranan kualitas kehidupan kerja terhadap kepuasan kerja mengindikasikan bahwa kualitas
12
kehidupan kerja yang diciptakan oleh pihak manajemen, mampu bersinergi dengan visi-visi atau tepatnya dengan harapan karyawan, sehingga harapan karyawan relatif dapat terpenuhi oleh upaya manajemen meningkatkan kualitas kehidupan kerja, baik secara kuantitas maupun secara kualitas serta meningkatkan loyalitas karyawannya. Kemampuan utilitas pada karyawan dan hubungan yang baik di lingkungan kerja merupakan bagian dari faktor yang menurut Stoner (1996) menjadi bagian dari kualitas kehidupan kerja. Selain itu menurut Luthans (1995) bahwa
keuntungan yang didapat organisasi yang
lingkungannya menyelenggarakan kualitas kehidupan kerja secara efektif, akan menciptakan dan mengembangkan loyalitas dan dedikasi yang tinggi pada organisasi dan bahkan pada para pemimpin (manajer). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ajami (1998, dalam Al Ma’ani, 2013) menyimpulkan bahwa loyalitas organisasi adalah hasil dari kepuasan kerja, dalam hal ini dijelaskan bahwa loyalitas karyawan terhadap organisasi didapat dari kepuasan kerja yang meliputi dari pengawasan demokratis, komunikasi yang baik, hubungan dengan kelompok kerja, ketersediaan kesempatan kerja, dan keinginan untuk terus bekerja terhadap perusahaan. Selain itu kepuasan kerja seperti yang didefinisikan oleh Locke (1976) adalah keadaan emosional yang menyenangkan yang positif sebagai hasil dari penilaian kerja berupa penghargaan. Bila hal ini mendapat perhatian dari perusahaan maka akan memberikan tingkat
13
kepuasan yang tinggi (Griffin, 2006). Dampak kepuasan kerja cenderung terpusat pada kinerja karyawan, tingkat kehadiran, dan tingkat keluar masuknya karyawan (turnover). Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung memiliki kinerja dan tingkat kehadiran yang lebih tinggi serta turnover yang lebih rendah dibandingkan dengan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang puas (Robbins, 2003). Menurut Martiwi, Triyono, & Mardalis (2012) menyimpulkan pendapat Padala bahwa istilah kepuasan kerja cukup sering digunakan untuk sikap individu terhadap aspek-aspek tertentu dari situasi kerja total. Sejak fenomena sosial kedudukan individu menjadi signifikan, ilmuwan sosial memusatkan perhatian mereka pada masalah kepuasan kerja. Sejalan dengan pendapat di atas kepuasan kerja merupakan salah satu faktor dalam pekerjaan yang cukup penting karena dapat mempengaruhi jalannya perusahaan secara keseluruhan. Kepuasan seseorang itu berdasarkan dari kesuksesan yang dimilikinya, penelitian ini dilakukan di Azerbeijan di beberapa perusahaan, bahwa upaya perusahaan meningkatkan kepuasan dengan berbagai faktor seperti
peluang,
kepemimpinan, stres, standar kerja, penghargaan yang adil, dan kewenangan yang memadai mampu menjadikan karyawan merasa bahagia dan puas, kecuali jika pihak perusahaan membayar lebih dalam menyediakan faktor-faktor yang lain untuk karyawan (Ozdemir, 2009). Sehingga ketika karyawan merasa bahagia, dia akan merasa puas dengan pekerjaannya. Selain itu menurut Pandey dan Khare (2012), karyawan
14
yang puas akan menjadi loyal ketika karyawan menganggap organisasinya menawarkan kesempatan untuk belajar, tumbuh dan pada saat yang sama menyediakan jalur karir yang sudah mapan dan karyawan dapat mengejarnya dalam organisasi. Kepuasan kerja berhubungan erat dengan prestasi kerja, absensi, dan pemogokan kerja, serta turnover (Handoyo, Davis dalam Riyono 1991). Kepuasan kerja juga dapat berakibat pada kesehatan fisik dan mental dari karyawan yang bersangkutan (Locke, 1976). Sedangkan menurut Davis (dalam Riyono, 1991) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah kesenangan atau ketidaksenangan karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini menggambarkan kualitas kesesuaian antara harapan pekerja terhadap jabatannya dan hadiah yang diberikan. Sedangkan menurut Riyono (1991) sendiri kepuasan adalah perasaan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya, yaitu merasa senang atau tidak, bangga atau jenuh, sebagai hasil dari penilaian individu yang bersangkutan terhadap pekerjaannya. Menurut Mobley (1977) mengungkapkan bahwa karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain dan berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih memuaskan. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar.
15
Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain. Penelitian yang dilakukan oleh Vanderberg dan Lance (1992, dalam Aziri 2011) mensurvei 100 profesional dalam layanan informasi selama lima bulan, hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dan loyalitas karyawan. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan kerja maka lebih tinggi tingkat loyalitas karyawan. Chen dan Kroeger (2001) menggambarkan loyalitas sebagai sumber informasi yang menarik pada karyawan untuk mengembangkan sikap kerja. Sikap kerja ini dipengaruhi oleh kesetiaan termasuk kepuasan kerja. Hubungan antara kepuasan kerja dan loyalitas dianggap timbal balik. Beberapa penelitian pada komitmen kerja telah menyarankan bahwa komitmen atau loyalitas organisasi dapat dikorelasikan dengan tingkat kepuasan kerja (Becker 1992; Williams dan Hazer, 1986). Hasil survei dari Wyatt (2005) majalah Human Capital yang berjudul Satisfaction Of The Company's Employees menyatakan bahwa sebuah survei komprehensif pertama tentang pandangan karyawan perusahaan di Indonesia menunjukkan sejumlah fakta menarik. Karyawan merasa puas dengan pekerjaan saat ini, namun tetap ingin keluar jika mendapat tawaran remunerasi lebih baik sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi turnover di perusahaan. Dari hasil survei menyebutkan faktor-faktor yang membuat karyawan ingin pindah kerja antara lain (a)
16
faktor peluang karir yang lebih baik sebagai alasan utama (44%), (b) paket kompensasi yang lebih baik (40%), (c) perusahaan tersebut memiliki prospek sukses lebih baik di masa depan (25%), (d) menyediakan peluang pelatihan dan pengembangan diri yang lebih baik (23%) serta (e) memberikan peluang lebih baik untuk mendayagunakan keahlian (23%). Luthans (1995) mengemukakan lima dimensi kerja yang dapat menjadi sasaran kepuasan kerja yaitu kepuasan terhadap perusahaan, kepuasan terhadap atasan, kepuasan terhadap upah, kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri dan kepuasan terhadap kelompok kerja. Dari uraian Locke (1976) dan Luthans (1995) (dalam Riyono, 1991) tersebut dimensi kerja yang mempengaruhi kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok sebagai berikut: (a) pekerjaan itu sendiri yang meliputi kerja itu sendiri dan kondisi kerja, (b) upah dan kesejahteraan, (c) pengawasan, yang meliputi manajemen, perusahaan dan pengakuan, (d) rekan kerja dan (e) promosi. Di samping dimensi-dimensi kerja, kepuasan kerja juga berhubungan dengan proses mental dari masing-masing individu yang akan menimbulkan rasa puas atau tidak puas. Proses mental yang
mungkin
mempengaruhi
kepuasan
kerja
tersebut
adalah
pengharapan, kebutuhan, dan nilai (Locke, 1976). Dari fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa perlunya perusahaan berfokus pada kesejahteraan karyawan yang dapat berpengaruh pada kepuasan kerja dan loyalitas kerja, sehingga karyawan dapat memberikan kontribusi yang maksimal kepada perusahaan. Penelitian ini
17
bertujuan untuk menguji peranan kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja terhadap loyalitas karyawan pada PT. Mega Andalan Kalasan (MAK). Sehingga guna menjawab pertanyaan tersebut, maka gambaran konseptual dari rancangan penelitian ini dapat dilihat di gambar 1. Kualitas Kehidupan Kerja
(X1)
Loyalitas Karyawan (Y)
Kepuasan Kerja (X2)
Gambar 1. Kerangka Konseptual Alur Penelitian Berdasarkan gambar di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kualitas kehidupan kerja dan kepuasan kerja mampu memprediksi loyalitas karyawan. Metode Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan 121 orang karyawan PT. Mega Andalan Kalasan Yogyakarta. Kriteria subjek dalam penelitian ini yaitu (1) karyawan tetap, (2) telah bekerja di perusahaan minimal 3 tahun, (3) pendidikan minimal SMA/SMK Sederajat. Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling yaitu sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu namun secara kebetulan dijadikan sebagai sampel penelitian sesuai dengan kriteria peneliti (Sugiyono, 2012). Penggunaaan accidental sampling dalam satu perusahaan ini didasarkan pada jumlah karyawan