ABSTRAK
SITI KHOLILLAH (105017000480), ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 21 Jakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Subyek penelitian ini adalah 70 siswa yang terdiri dari 34 siswa untuk kelas eksperimen dan 36 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VIII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari skor minat belajar matematika siswa. Instrumen yang diberikan berupa angket minat belajar matematika yang terdiri dari 25 butir pernyataan. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan tes U Mann-Whitney diperoleh harga Z ≤ -1,98 mempunyai kemungkinan di bawah H0 sebesar p < 0,0239. Karena harga observasi U mempunyai kemungkinan yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α = 0,05 (0,0239 < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) lebih tinggi dari pada rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) berpengaruh terhadap minat belajar matematika siswa. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Rotating Trio Exchange, Minat Belajar.
i
ABSTRACT
SITI KHOLILLAH (105017000480), " The Effect of Cooperative Learning type Rotating Trio Exchange (RTE) Interest on Student Learning Mathematics." Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2010. The purpose of this research is to determine whether the interest in learning mathematics students taught with cooperative learning type Rotating Trio Exchange (RTE) is higher than the interest in learning mathematics students taught with conventional learning. The research was conducted at SMP Negeri 21 Jakarta for academic year 2009/2010. The method used in this research is quasi experimental method with with Subject Two randomized posttest-only group. The subject of this research are 70 students consisting of 34 students for grade 36 students to experimental and control classes obtained by cluster random sampling technique in class VIII. The data collection after being given treatment obtained from scores students' interest in learning mathematics. Instruments are provided in the form of interest in learning mathematics questionnaire consisting of 25 grains statement. Based on the results of hypothesis testing with the MannWhitney U test was obtained prices have Z ≤ -1.98 under H0 possibility of p <0.0239. Because the price of U observations have an equal chance with, or smaller than α = 0.05 (0.0239 <0.05), then H0 rejected and Ha accepted. So it can be concluded that the "average interest in learning mathematics students taught with cooperative learning type Rotating Trio Exchange (RTE) is higher than average interest in learning mathematics students taught with conventional learning. " Thus, cooperative learning model type Rotating Trio Exchange (RTE) effect on students' interest in learning mathematics. Keywords: Cooperative Learning, Rotating Trio Exchange, Interest in Learning.
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, Dosen Penasehat Akademik sekaligus Pembimbing I dan Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Dosen Pembimbing II yang selalu sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika. 6. Bapak Drs. H. Imam Suyanto, Kepala SMP Negeri 21 Jakarta yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung. 7. Bapak Sugeng Dirgantoro, S.Pd, Guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian. 8. Ayahanda (Bpk. Hasanuddin) dan Ibunda (Ibu Kona’ah (alm) dan Ibu Rosidah) tercinta yang senantiasa memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis serta selalu memberikan semangat, dukungan moril dan materil selama menyelesaikan skripsi ini. 9. Kakak-kakakku (M. Imron, M. Ikhlas, S.Pd, Siti Hodijah, S.Pd, dan Siti Khoiriyah, S.Pd) dan adikku (M. Ikrom Rosyidin) tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
10. Keluarga Besar Bapak H. Masduki (alm) dan Ibu Hj. Salamah yang senantiasa mendoakan penulis dalam menuntut ilmu. 11. Ponakan-ponakan kecilku (M. Rizki, M. Fauzan dan A. Ardiansyah) tersayang yang selalu memberikan semangat baru pada penulis dengan canda dan tawanya. 12. Siswa dan siswi kelas VIII SMP Negeri 21 Jakarta, khususnya kelas VIII-5 dan VIII-6 yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian. 13. Teman-teman ku tercinta, Liria Oktarina, Fitriah, Mas’udah, Nurul Qomariyah, Feti Mutiawati serta seluruh mahasiswa dan mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan di masa mendatang. 14. Teman-teman seperjuanganku, Triwahyuni, Sakinah Komara, Alief Suciati dan Dwi Rahmi Restiani yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini. Semoga kita bisa wisuda bersamasama. 15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangankekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin. Jakarta, Juli 2010 Penulis
Siti Kholillah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
i
ABSTRACT .....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR....................................................................................
iii
DAFTAR ISI...................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................
6
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ...........................
6
D. Tujuan Penelitian ........................................................................
7
E. Manfaat Penelitian ......................................................................
7
BAB II DESKRIPSI
TEORITIK,
KERANGKA
BERPIKIR
DAN
PENGAJUAN HIPOTESIS ..........................................................
8
A. Deskripsi Teoritik .......................................................................
8
1. Minat Belajar Matematika ....................................................
8
a. Pengertian Minat ............................................................
8
b. Pengertian Belajar Matematika .......................................
11
c. Minat Belajar Matematika ..............................................
17
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar ........
18
e. Peranan Minat dalam Belajar Matematika......................
22
2. Pembelajaran Kooperatif ......................................................
23
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ..............................
23
b. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif ..............
25
v
c. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif .................
27
e. Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange...
29
3. Pembelajaran Konvensional..................................................
36
B. Kerangka Berpikir.......................................................................
38
C. Hipotesis Penelitian.....................................................................
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
40
A. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
40
B. Metode dan Desain Penelitian.....................................................
40
C. Populasi dan Sampel ...................................................................
41
D. Teknik Pengumpulan Data..........................................................
41
1. Definisi Konseptual ..............................................................
41
2. Definisi Operasional ............................................................
41
3. Instrumen Penelitian .............................................................
42
4. Uji Coba Instrumen Penelitian ..............................................
43
a. Uji Validitas ....................................................................
43
b. Uji Reliabilitas ................................................................
43
E. Teknik Analisis Data...................................................................
44
1. Uji Normalitas.......................................................................
44
2. Uji Homogenitas ...................................................................
45
3. Uji Hipotesis .........................................................................
46
F. Hipotesis Statistik .......................................................................
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................
50
A. Deskripsi Data.............................................................................
50
1. Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen...............
50
2. Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol .....................
51
B. Pengujian Persyaratan Analisis ...................................................
54
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan.........................................
56
1. Pengujian Hipotesis...............................................................
56
2. Pembahasan...........................................................................
57
vi
D. Keterbatasan Penelitian...............................................................
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
62
A. Kesimpulan .................................................................................
62
B. Saran............................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
64
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
66
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ....................................
27
Tabel 2. Rancangan Penelitian .......................................................................
40
Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Minat Belajar Matematika ...............................
42
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen........................................................................................
51
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol
52
Tabel 6. Perbandingan Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol......................................................................
54
Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas .....................................................
55
Tabel 8. Hasil Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .............................................................................................
viii
56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pola Pasangan Trio Putaran Pertama .............................................
35
Gambar 2. Pola Pasangan Trio Putaran Kedua ................................................
36
Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ..................................
53
Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol.........................................
53
Gambar 5. Kegiatan Siswa dalam Rotating Trio Exchange.............................
59
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen
67
Lampiran 2.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ......
96
Lampiran 3.
Lembar Kerja Siswa (LKS)...................................................... 113
Lampiran 4.
Daftar Nama Kelompok Kooperatif ........................................ 142
Lampiran 5.
Peta Rotating Trio Exchange (RTE) ........................................ 143
Lampiran 6.
Kisi-kisi Instrumen Minat Belajar Matematika Sebelum Validitas .................................................................................. 147
Lampiran 7.
Angket Minat Belajar Sebelum Validitas ............................... 148
Lampiran 8.
Kisi-kisi Instrumen Minat Belajar Matematika Setelah Validitas .................................................................................. 151
Lampiran 9.
Angket Minat Belajar Setelah Validitas................................... 152
Lampiran 10. Uji Validitas ............................................................................. 154 Lampiran 11. Uji Reliabilitas ........................................................................ 155 Lampiran 12. Perhitungan Uji Validitas dan Uji Reliabilitas......................... 156 Lampiran 13. Daftar Skor Minat Belajar Matematika ................................... 157 Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Varians, dan Simpangan Baku Kelompok Eksperimen ................................ 158 Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Varians, dan Simpangan Baku Kelompok Kontrol ....................................... 159 Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen................ 160 Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ...................... 162 Lampiran 18. Perhitungan Uji Hipotesis ....................................................... 164 Lampiran 19. Hasil Wawancara Prapenelitian .............................................. 167 Lampiran 20. Hasil Wawancara Siswa tentang Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) ............................................... 169 Lampiran 21. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment......................... 172 Lampiran 22. Luas Kurva Di Bawah Normal................................................. 174 Lampiran 23. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) .................... 175
x
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan (khususnya belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahuan. Sebagaimana Allah memerintahkan kepada seluruh umat manusia untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang terkandung dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 11: (١١ : ﻳﺮﻓﻊ اﷲ اﻟﺬ ﻳﻦ أﻣﻨﻮ ﻣﻨﻜﻢ واﻟﺬﻳﻦ أوﺗﻮااﻟﻌﻠﻢ درﺟﺖ )أﻟﻤﺠﺎ د ﻟﺔ... ... Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Q.S Al-Mujadalah: 11). Pendidikan merupakan suatu proses dari usaha dasar yang secara sengaja mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan seseorang, untuk mengaktualkan potensi kemampuan keimanan (tauhid), potensi kecerdasan (akal), potensi kemampuan memikul amanat dan tanggung jawab, serta potensi berkomunikasi melalui bahasa agar menjadi manusia muslim yang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan pendidikan segala potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia dapat dikembangkan, manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan tuntunan dalam kehidupannya dan dengan ilmu pengetahuan manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akherat. Nabi Muhammad SAW bersabda: (وﻣﻦ ﺳﻠﻚ ﻃﺮ ﻳﻘﺎ ﻳﻠﺘﻤﺲ ﻓﻴﻪ ﻋﻠﻤﺎ ﺳﻬﻞ اﷲ ﻟﻪ ﻃﺮ ﻳﻘﺎ إﻟﻰ اﻟﺠﻨﻪ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (H.R Muslim) 1 Secara
umum
pendidikan
bertujuan
untuk
menyempurnakan
kecerdasan-kecerdasan manusia yang secara basik (potensi) telah diberikan oleh Allah SWT pada setiap orang. Pendidikan mengarahkan agar manusia 1
Hussein Bahresi, Hadits Shahih Bukhari-Muslim, (Surabaya: Karya Utama), h. 30.
2
menggunakan kecerdasan yang ia miliki bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri melainkan untuk kebaikan umat manusia seluruhnya. Sedangkan tujuan pendidikan nasional menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut: Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 2 Untuk memenuhi tujuan pendidikan tersebut maka diselenggarakan rangkaian kependidikan secara sengaja, terarah, terencana, berjenjang dan sistematis melalui pendidikan formal seperti sekolah. Pendidikan yang diperoleh melalui sekolah diharapkan mampu menciptakan SDM yang berkualitas dan berwawasan sehingga dapat membentuk peradaban manusia yang bermartabat. Salah satu bidang studi yang penting dikuasai oleh siswa di sekolah adalah matematika. Tujuan umum diberikannya matematika pada pendidikan dasar dan menengah, yaitu: Untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-harinya dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. 3 Jadi dengan pembelajaran matematika di sekolah siswa diharapkan dapat menghadapi perubahan dunia yang selalu berkembang dan siswa dapat menggunakan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Mengingat 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, 2003 ), h. 8. 3 Erman, S.Ar, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICAUPI, 2002), h. 56.
3
pentingnya pembelajaran matematika, maka matematika diajarkan dari mulai Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir sehingga materi matematika membutuhkan daya ingat dan daya nalar yang cukup. Kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan siswa sering beranggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan kurang disukai oleh siswa. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati di MTs Al Hidayah Tajur didapatkan informasi bahwa yang terlintas dalam pikiran siswa saat pertama kali mendengar kata “matematika” adalah “susah, menegangkan, takut, dan menjadi salah satu pelajaran yang tidak menyenangkan.” 4 Bila siswa sudah merasa tidak suka ketika belajar matematika, maka erat kaitannya dengan minat mereka terhadap matematika. Menurut Slameto “minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. 5 Ini menandakan bahwa rasa tidak suka siswa ketika belajar matematika akan berdampak pada rendahnya minat siswa ketika belajar matematika, padahal menurut teori Gestalt “belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa”. 6 Pentingnya minat dimiliki oleh siswa ketika belajar matematika karena minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Namun kenyataannya masih banyak siswa yang belajar dengan minat yang rendah terhadap pelajaran yang dipelajarinya, seperti informasi yang diperoleh peneliti setelah melakukan wawancara dengan guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 21 Jakarta bahwa minat siswa ketika belajar matematika masih tergolong rendah. Rendahnya minat siswa ketika belajar matematika di SMP Negeri 21 Jakarta dapat dilihat dari 4
Nurhayati, “Penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Untuk Meningkatkan Minat Belajar Matematika Siswa”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 2, t.d. 5 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet ke-4, h. 180. 6 . Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, h. 10.
4
kurangnya partisipasi siswa dalam kelas dan kurangnya usaha siswa untuk menguasai materi yang belum dimengerti. Adapun faktor yang mungkin menyebabkan rendahnya minat siswa untuk mempelajari matematika adalah kurangnya dorongan yang kuat dari dalam diri siswanya sendiri ketika belajar matematika, siswa kurang berkonsentrasi ketika belajar, siswa kurang percaya diri untuk mengerjakan latihan soal sendiri, dan kurangnya kesempatan siswa untuk dapat belajar dan berdiskusi dengan teman yang lebih banyak karena guru hanya menerapkan pembelajaran secara konvensional. Rendahnya minat siswa SMP Negeri 21 Jakarta terhadap pelajaran matematika memberi dampak pada rendahnya hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan hasil observasi pada dua kelas yang dijadikan sampel yaitu kelas VIII.5 dan kelas VIII.6 diperoleh nilai rata-rata ulangan matematika siswa semester ganjil masing-masing sebesar 5,13 dan 4,85. Hal ini menandakan kemampuan matematika siswa masih tergolong rendah. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika akan mempengaruhi pusat pikiran mereka, selain itu akan menimbulkan ketidaknyamanan atau tidak adanya kebahagiaan dalam belajar matematika. Sebaliknya, dengan minat yang tinggi terhadap matematika maka proses belajar mengajar akan berjalan lancar, dan tujuan pendidikan akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Upaya meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika diantaranya guru dapat menggunakan berbagai model dan strategi pembelajaran yang bervariasi. Salah satunya yaitu dengan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif bersumber dari fitrah manusia sebagai makhluk sosial, yang senang hidup berkelompok. Ketika proses belajar berlangsung biasanya siswa lebih suka bertanya kepada temannya dengan bahasa yang saling dimengerti daripada bertanya kepada guru. Hal ini selaras dengan Johnson, Johnson & Smith yang dikutip oleh Anita Lie dalam bukunya Cooperative Learning “belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses
5
sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lainnya dan membangun pengertian dan pengetahuan yang sama.” 7 Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif ini siswa belajar, bekerja, dan berinteraksi di dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga siswa dapat bekerja sama, saling membantu, berdiskusi dalam memahami suatu materi pelajaran ataupun dalam mengerjakan tugas kelompok maupun tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif pada matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalahmasalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa tidak sukanya terhadap matematika dan meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika. Terdapat beberapa variasi metode dalam pembelajaran kooperatif, salah satu diantaranya adalah Rotating Trio Exchange (RTE). RTE dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung ke dalam pelajaran agar mereka belajar aktif dan membantu untuk membangun perhatian serta minat mereka, memunculkan keingintahuan mereka, dan merangsang berfikir. RTE memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan bekerja sama dengan lebih banyak teman, memberikan pengalaman baru berdiskusi dengan teman yang mungkin belum pernah diajak berdiskusi sehingga diharapkan siswa lebih terpacu semangatnya dan akhirnya timbul minat yang besar terhadap matematika. Dari uraian di atas, pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan minat belajar matematika siswa. Lebih lanjut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian masalah ini dengan mengangkat judul skripsi “Pengaruh Model
7
Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 5-6.
6
Pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Terhadap Minat Belajar Matematika Siswa”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kemampuan matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Jakarta rendah. 2. Siswa kurang antusias ketika belajar matematika. 3. Siswa tidak aktif bertanya dan menjawab dalam kelas. 4. Kurangnya usaha siswa untuk dapat menguasai materi yang belum dimengerti. 5. Kurangnya usaha siswa untuk mengerjakan latihan soal. 6. Pada proses pembelajaran matematika, guru belum pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif sehingga siswa kurang bekerja sama dalam kelas.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dari uraian identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas antara lain: 1. Masalah yang diteliti dibatasi pada pengaruh penerapan model pembelajaran koperatif dalam pembelajaran matematika. Pengaruhya dilihat dari perbedaan minat siswa terhadap pelajaran matematika yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. 2. Pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian adalah tipe Rotating Trio Exchange (RTE). 3. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Jakarta. 4. Minat belajar yang dimaksud adalah perhatian, perasaan senang, partisipasi, keinginan yang kuat dan ketekunan. Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas maka penulis menetapkan perumusan masalah sebagai berikut: ”Apakah model
7
pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) berpengaruh terhadap minat belajar matematika siswa?”
D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, bagi siswa maupun guru, antara lain: 1. Manfaat bagi siswa a). Menumbuhkan motivasi dan minat siswa dalam belajar matematika. b). Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa terhadap pelajaran matematika. 2. Manfaat bagi guru a). Metode ini dapat dijadikan alternatif dalam memilih metode pembelajaran guna meningkatkan minat belajar matematika siswa. b). Meningkatkan kreatifitas guru matematika dalam menyampaikan materi melalui berbagai model pembelajaran terbaru. 3. Manfaat bagi peneliti a). Dapat dijadikan tambahan wawasan pengetahuan yang bermafaat. b). Bukti pengabdian sebagai calon pendidik dalam memberikan alternatif solusi pemecahan masalah pendidikan mengenai minat belajar.
8
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik 1. Minat Belajar Matematika a. Pengertian Minat Setiap orang pasti mempunyai kecenderungan terhadap sesuatu yang menarik perhatiannya. Kecenderungan tersebut menandakan adanya minat terhadap suatu objek yang dituju. Hal ini sesuai dengan pengertian minat secara bahasa “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.” 1 Minat merupakan kecenderungan seseorang untuk selalu memperhatikan suatu objek secara terus menerus, seperti yang dikemukakan oleh Hilgard yang dikutip oleh Slameto “interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some activity or content. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.” 2 Minat juga berhubungan dengan keinginan
seseorang
terhadap
objek
tersebut
“minat
berarti
kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.” 3 Sedangkan Slameto menekankan bahwa minat sangat berkaitan erat dengan perasaan seseorang (terutama perasaan senang) terhadap sesuatu atau suatu kegiatan, sehingga ia melakukan kegiatan tersebut tanpa paksaan. Ia menerangkan bahwa ”minat adalah suatu rasa lebih suka atau rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang 1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Ed. 3. Cet-2, h. 744. 2 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 57. 3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet. XIV, h. 136.
9
menyuruh.” 4 Sependapat dengan hal tersebut, As’ad mengemukakan ”minat adalah sikap yang membuat seseorang senang akan objek situasi atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti oleh perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari objek yang disenanginya itu” 5 Minat adalah kesadaran seseorang akan adanya suatu hubungan antara dirinya dengan suatu objek, seseorang ataupun suatu situasi. Hal tersebut dijelaskan oleh Whitheringthon bahwa “minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya”. 6 Sehingga minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar, sebab jika tidak minat tidak punya arti sama sekali. Lebih lanjut Whitheringthon menggolongkan minat menjadi dua macam, yaitu: 1) Minat primitif yaitu minat yang timbul dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang terasa secara langsung, seperti pemenuhan kebutuhan pokok meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. 2) Minat kultural atau sosial yaitu minat yang timbul dari proses belajar yang dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. 7 Minat kultural atau sosial menandakan bahwa minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi belajar selanjutnya serta mempengaruhi minat-minat baru. Apakah siswa berminat terhadap suatu pelajaran atau tidak, maka dapat dilihat dari tanda-tanda yang diperlihatkannya ketika belajar. Menurut Crow minat memiliki beberapa karakteristik antara lain: 1) Minat timbul dari perasaan senang terhadap suatu objek atau situasi yang menarik perhatian seseorang.
4
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor ..., h. 180. Abdul Rahmat, Super Teacher, (Bandung: MQS. Publishing,2009), h. 178 6 Witherington, Psikologi Pendidikan, Terjemahan: M. Bukhori, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), h. 124 7 Witherington, Psikologi Pendidikan …, h. 125 5
10
2) Minat dapat menyebabkan seseorang menaruh perhatian secara sadar, spontan, mudah, wajar, tanpa dipaksakan dan selektif. 3) Minat dapat meragsang seseorang untuk mencari objek atau situasi yang diminatinya. 4) Minat bersifat personal karena setiap individu memiliki perbedaan dalam menentukan minatnya dan hal ini berkaitan dengan kepentingan pribadi seseorang. 5) Dapat bersifat konsisten sepanjang objek yang diminati efektif bagi individu. 6) Minat bersifat diskriminatif sepanjang objek yang diminati efektif bagi individu. 7) Minat bersifat diskriminatif karena dapat membantu seseorang membedakan hal-hal yang harus dan tidak harus dilakukan sehubungan dengan minatnya. 8) Minat tidak bersifat native atau bawaan melainkan tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pengalaman-pengalaman selama perkembangan individu, dan minat dapat juga menjadi “sebab” atau “akibat” dari pengalaman. 8 Secara lebih ringkas Windradini menyebutkan karakteristik minat, yaitu: 1) Adanya rasa ingin tahu dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan. 2) Mencari informasi ke berbagai pihak berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai atau diraih. 3) mengikuti program belajar tambahan agar dapat mempermudah pencapaian tujuan. 9 Sedangkan menurut Super & Sumarto untuk mengetahui minat dapat menggunakan empat cara, yaitu: 1) Dengan melihat kenyataan seseorang apakah ia senang atau tidak senang pada suatu objek atau barang, aktivitas atau pekerjaan. 2) Dengan melihat dan mengobservasi partisipasi seseorang ke dalam suatu aktivitas atau pekerjaan. 3) Dengan menggunakan tes objektif. 4) Dengan mengukur atau melihat jawaban-jawaban seseorang dari sejumlah pertanyaan tentang aktivitas atau pekerjaan yang
8 9
Abdul Rahmat, Super Teacher…, h. 181. Abdul Rahmat, Super Teacher…, h. 182.
11
disenangi atau tidak disenangi, di sini responden menjawab setiap item atau pertanyaan yang sesuai dengan minatnya.10 Lebih
lanjut
menurut
Slameto
”Suatu
minat
dapat
diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan
melalui
partisipasi
dalam
suatu
kegiatan” 11
Sependapat dengan hal tesebut, Crow & Crow menyebutkan bahwa minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan. Dari beberapa karakterisistik minat yang telah diungkapkan oleh para ahli di atas, maka penulis menetapkan indikator minat dalam penelitian ini adalah: perasaan senang, perhatian, keinginan yang kuat, ketekunan dan partisipasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan suatu objek secara sadar dan terus menerus dengan disertai perasaan senang tanpa paksaan. Minat akan menimbulkan adanya pemusatan perhatian lalu timbul usaha (untuk: mendekati/mengetahui/memiliki/menguasai/ berhubungan) yang dilakukan dengan perasaan senang karena adanya daya tarik dari objek yang dituju.
b. Pengertian Belajar Matematika ”Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.” 12 Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh daripada makhluk-makhluk lainnya, sehingga
10
Abdul Rahmat, Super Teacher…, h. 186. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor ..., h. 180. 12 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 59 11
12
ia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Menurut Slameto ”belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 13 Sehingga dapat dikatakan bahwa belajar adalah proses perubahan diri untuk memperoleh pengetahuan. Belajar akan menunjukkan adanya suatu perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman, hal tersebut diungkapkan oleh Cronbach ”Learning is show by a change in behavior as a result of experience” 14 Sedangkan Harold Spears memberikan batasan belajar pada memperhatikan, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, dan mengikuti tujuan ”Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction” 15 Dari beberapa pengertian belajar di atas, diketahui bahwa kata kunci dari pengertian belajar adalah perubahan tingkah laku. Dan ciriciri yang menunjukkan bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar adalah: 1) Perubahan tingkah laku yang aktual atau potensial. Aktual berarti perubahan tingkah laku itu dapat dilihat seperti: menulis dan membaca (psikomotorik), sedangkan perubahan yang potensial berarti perubahan yang tidak dapat dilihat dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang belajar saja seperti minat, keyakinan (afektif) atau peningkatan pengetahuan dan kemampuan analisis (konitif) .
13
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor ..., h. 2. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet ke-11, h. 20. 15 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), h. 54. 14
13
2) Perubahan tingkah laku yang diperoleh merupakan kemampuan baru dalam bidang kognitif, afektif atau psikomotorik. 3) Adanya usaha atau aktifitas yang sengaja dilakukan oleh orang yang belajar dengan pengalaman (memperhatikan, mengamati, memikirkan, merasakan, menghayati dan sebagainya) atau dengan latihan (melatih, menirukan). 16 Perubahan yang terjadi setelah proses belajar tidak hanya pada aspek kognitif berupa penambahan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga mencakup aspek afektif dan aspek psikomotorik berupa meningkatnya minat, menciptakan sikap positif, meningkatkan keterampilan dan lainlain. Seperti yang dijelaskan oleh Sardiman bahwa ”perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri.” 17 Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa belajar akan membawa perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik (dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang cuek menjadi perhatian, dari yang tidak berminat menjadi berminat, dan lain-lain) sebagai akibat dari pengalaman masing-masing individu yang belajar. Belajar bukanlah suatu tujuan tetapi belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Matematika disebut sebagai ratunya ilmu pengetahuan karena matematika merupakan ilmu yang mandiri, tanpa bantuan ilmu lain matematika dapat tumbuh dan berkembang untuk ilmunya sendiri. Namun dapat juga disebut sebagai pelayan ilmu pengetahuan karena perkembangan dan penemuan ilmu pengetahuan bergantung kepada matematika. Istilah matematika sendiri berasal dari bahasa Yunani, Mathematike, yang berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. 16 17
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan ..., h. 56-57. Sardiman, Interaksi dan Motivasi ..., h. 21.
14
Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). 18 James and James mengungkapkan bahwa matematika adalah ”ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsepkonsep yang berhubungan satu sama lain dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.” 19 Menurut Russeffendi matematika adalah ”ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema.” 20 Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika antara konsep matematika yang satu dengan konsep matematika yang lain saling berkaitan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks. Sedangkan menurut Paling “matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia.” 21 Manusia akan menggunakan informasi, menggunakan pengetahuannya menggunakan
tentang
bilangan,
kemampuan
bentuk,
berhitung
dan
dan
ukuran
mengingat
serta untuk
menemukan jawaban atas masalah yang dihadapinya sehari-hari. Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Karena itu, matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapai perkembangan
18
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA-UPI.2001), h. 18 19 Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ...., h. 18 20 Sri Anitah W, dkk., Materi Pokok Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.4. 21 Mulyono Abdurahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 252.
15
IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap siswa sejak SD, bahkan sejak TK. “matematika yang diberikan di sekolah baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pada jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK), disebut dengan matematika sekolah”. 22 Dari berbagai pengertian yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang tersusun secara hierarkis, sistematis, memiliki konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain, dapat diterapkan di sekolah untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama baik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) maupun pada jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK) dan dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika yang diajarkan di sekolah jelas berhubungan dengan siswa, sehingga dalam penyampaiannya perlu memperhatikan aspek psikologi terutama teori psikologi perkembangan. Karena ketika proses belajar, siswa memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan kognitifnya. Ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa ketika belajar matematika yaitu obyek tidak langsung dan objek langsung. 23 Obyek tidak langsung antara lain ialah kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain), bersikap positif terhadap matematika, dan mengetahui bagaimana semestinya belajar.
22
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ...., h. 54 Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Dalam Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung: Tarsito, 2006), h. 165. 23
16
Objek langsung ialah fakta, keterampilan, konsep dan aturan (principle). 1) Fakta. Contoh fakta ialah angka/ lambang bilangan, sudut, ruas garis, symbol, notasi. 2) Keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya membagi sebuah ruas garis menjadi 2 buah ruas garis yang sama panjang, melakukan pembagian cara singkat, membagi bilangan dengan pecahan, menjumlahkan pecahan, membagi pecahan decimal. 3) Konsep.
Adalah
ide
abstrak
yang
memungkinkan
kita
mengelompokkan benda-benda (obyek) ke dalam contoh dan non contoh. Contoh suatu konsep ialah garis lurus. Dengan adanya konsep itu memungkinkan kita untuk memisahkan obyek-obyek; apakah obyek itu garis lurus atau bukan. 4) Aturan (principle). Aturan ialah obyek yang paling abstrak. Aturan ini dapat berupa sifat, dalil atau teori. Contoh aturan ialah, “dua buah segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen”. Jerome Bruner mengemukakan bahwa belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur serta keterkaitan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Belajar matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. 24 Ada banyak alasan mengapa siswa perlu belajar matematika. Diantaranya menurut Cockroft ada enam alasan matematika perlu diajarkan kepada siswa, yaitu: 1) Selalu digunakan dalam segala kehidupan. 2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai. 3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas. 24
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ...., h. 55.
17
4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara. 5) Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, kesadaran ruang. 6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. 25 Enam alasan tersebut mengukuhkan betapa pentingnya matematika dipelajari oleh siswa di sekolah. Dari pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa belajar matematika adalah belajar yang cenderung melatih dan membimbing siswa yang mengarah pada kemampuan di bidang kognitif, yaitu berkenaan dengan berpikir, mengetahui, memahami, bernalar dan memecahkan masalah. Belajar matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
c. Minat Belajar Matematika Minat belajar matematika adalah kecenderungan siswa terhadap
pelajaran
matematika
yang
menyebabkan
timbulnya
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik dan semuanya dilakukan dengan perasaan senang tanpa paksaan. Minat merupakan kekuatan yang mendorong siswa dalam memberi perhatian ketika belajar matematika dan minat menjadi penyebab siswa ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Siswa yang berminat terhadap pelajaran matematika berarti ia sudah belajar matematika atau setidaknya mempunyai pengetahuan tentang matematika. Karena pengetahuan tentang matematika itulah yang akan menimbulkan anggapan-anggapan dalam diri siswa, seperti: apakah matematika bermanfaat bagi dirinya?, apakah matematika berguna untuk mencapai cita-citanya?, atau apakah matematika dapat menjadikannya orang kaya? dan lain-lain. Jika setelah belajar siswa beranggapan bahwa matematika ada sangkut paut dengan dirinya dan 25
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak ...., h.253
18
bermanfaat untuk hidupnya, maka ia dapat berkata bahwa ia berminat terhadap matematika. Tetapi jika seseorang tidak mempunyai pengetahuan atau informasi apapun tentang matematika kemudian ia berkata bahwa ia tidak berminat pada matematika maka itu tidak mungkin terjadi. Minat belajar matematika merupakan suatu aspek psikologis siswa yang terungkap melalui beberapa gejala seperti: gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi kegiatan memperhatikan, mencari pengetahuan dan pengalaman terhadap matematika, yang ditunjukkan melalui keantusiasan, keaktifan, ketekunan dan partisipasi siswa dalam belajar matematika. Siswa yang berminat terhadap pelajaran matematika akan selalu terdorong untuk rajin belajar, dengan membaca
buku
matematika,
memperhatikan
penjelasan
guru,
mengerjakan soal-soal latihan atau selalu bertanya untuk lebih memahami materi yang diberikan.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Belajar Minat belajar tiap-tiap siswa tidaklah sama. Ketidaksamaan itu disebabkan oleh banyak hal yang mempengaruhi minat belajar sehingga ia dapat belajar dengan baik atau tidak. Demikian juga halnya dengan minat siswa terhadap pelajaran matematika, ada siswa yang minatnya tinggi dan ada juga yang rendah. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi aktivitas dan hasil belajarnya dalam pelajaran matematika. Secara garis besar, timbulnya minat belajar pada diri siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (dari dalam individu) dan faktor eksternal (dari luar individu).
19
1) Faktor Internal a) Kebutuhan Seseorang akan melakukan sesuatu jika ada kebutuhan di dalam dirinya atau ada sesuatu yang hendak dicapainya. Kebutuhan sebagai faktor yang mempengaruhi minat dan menjadi tolak ukur tinggi rendahnya minat terhadap suatu objek. Misalnya, siswa yang ingin menang dalam olimpiade matematika, maka rasa ingin menang tersebut akan menimbulkan minat untuk belajar lebih giat dari sebelumnya. b) Bakat Menurut Chaplin “bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang” 26
Kemampuan
itu
baru
terealisasi
menjadi
keberhasilan setelah belajar dan berlatih. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya pun akan baik karena ia belajar dengan perasaan senang. Misalnya, siswa yang mempunyai bakat berhitung akan lebih senang dan mudah mengerti pelajaran metematika, dibandingkan siswa yang kurang berbakat dalam berhitung. c) Sikap Seseorang tentu memiliki kecenderungan untuk menerima atau menolak sesuatu berdasarkan penilaian, apakah sesuatu itu bermanfaat bagi dirinya atau tidak. Misalnya, apakah belajar matematika dirasakan bermanfaat bagi kehidupan siswa atau tidak? Apabila dirasakan bermanfaat bagi siswa, maka akan melahirkan sikap positif terhadap matematika. Namun sebaliknya, jika dirasakan matematika kurang atau tidak bermanfaat bagi siswa, maka akan melahirkan sikap negatif dalam diri siswa terhadap matematika. Sikap negatif yang terjadi terus menerus akan menjadi 26
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet. XIV, h. 135.
20
suatu kebiasaan yang akhirnya akan mempengaruhi minat siswa terhadap matematika. 2) Faktor Eksternal a) Bahan Pelajaran Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, akan sering dipelajari oleh siswa yang bersangkutan. Dan sebaliknya bahan pelajaran
yang
tidak
menarik
minat
siswa
tentu
akan
dikesampingkan oleh siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Slameto bahwa “Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.” 27 b). Guru Guru adalah penanggung jawab dalam proses pembelajaran. Menurut Kurt Singer bahwa “guru yang berhasil membina kesediaan belajar murid-muridnya, berarti telah melakukan hal-hal yang terpenting yang dapat dilakukan demi kepentingan muridmuridnya.” 28 Guru yang pandai, baik, ramah , disiplin, serta disenangi siswa sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan minat siswa. Sebaliknya guru yang memiliki sikap buruk dan tidak disukai oleh siswa, akan sukar dapat merangsang timbulnya minat dan perhatian siswa. c). Metode Pembelajaran Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar tidak hanya bahan pelajaran dan guru, tetapi metode pembelajaran juga merupakan faktor yang dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar. Menurut Wina salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat siswa adalah “Gunakan
27 28
93.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor…, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 57. Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, (Bandung: Remadja Karya, 1987), h.
21
pelbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi.”
29
Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang tepat, efesien dan efektif yakni dengan pemilihan metode sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Selain faktor-faktor di atas yang dapat mempengaruhi minat siswa dalam belajar, ada juga beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar siswa. Diantaranya menurut Djamarah yaitu: 1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri siswa, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan. 2) Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki siswa, sehingga siswa mudah menerima bahan pelajaran. 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. 4) Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual siswa. 30 Beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa adalah: 1) Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. 2) Sesuaiakan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. 3) Gunakan pelbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi. 31
29
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 288. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 133. 31 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 288. 30
22
Menyampaikan materi pelajaran yang dapat menarik perhatian siswa juga dapat meningkatkan minat belajar siswa, seperti “menghubungkan antara materi pelajaran dengan kehidupan nyata, memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam kelas, dan memberi kesempatan siswa untuk menerapkan langsung apa yang telah dipelajarinya.” 32 Menurut Tanner & Tanner, guru dapat membentuk minat-minat baru pada siswa dengan ”memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang.” 33 Selain itu membangkitkan minat baru pada siswa juga dapat menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Secara umum, usaha yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah menghubungkan bahan pelajaran dengan pengalaman dan kebutuhan siswa, memberikan kesempatan
kepada
siswa
untuk
berpartisipasi
aktif
dalam
pembelajaran, dan menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang bervariasi. Namun jika usaha-usaha tersebut tidak berhasil, guru dapat
menggunakan
insentif
dalam
usaha
mencapai
tujuan
pembelajaran. Pemberian insentif diharapkan akan membangkitkan motivasi dan mungkin minat terhadap bahan pelajaran akan muncul.
e. Peranan Minat dalam Belajar Matematika Minat adalah suatu landasan yang paling meyakinkan demi keberhasilan suatu proses belajar. Minat berpengaruh besar terhadap belajar, karena jika bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya dan ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran
32 33
Kurt Singer, Membina Hasrat Belajar ..., h. 92. Slameto, Belajar dan Faktor…, h. 181.
23
tersebut. Siswa yang berminat terhadap matematika, akan berpeluang besar untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang memuaskan. Minat merupakan alat motivasi yang dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa karena minat berperan sebagai motivating force yaitu sebagai kekuatan yang mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat terhadap pelajaran matematika akan tampak terdorong terus untuk tekun belajar dan selalu berusaha untuk mencapai hasil yang memuaskan. Berbeda dengan siswa yang sikapnya hanya menerima pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk terus tekun karena tidak ada pendorongnya. Minat juga dapat menambah kegiatan belajar, dapat menjadi penyebab timbulnya suatu kegiatan dan dapat menjadi penyebab siswa ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut, misalnya siswa yang berminat terhadap pelajaran matematika maka ia akan memberikan perhatian lebih ketika belajar, ia akan mencari informasi yang mendalam tentang materi yang sedang dipelajari dan ia akan berpartisipasi aktif dalam kelas. Siswa
yang
telah
memiliki
minat
terhadap
pelajaran
matematika, kemungkinan akan menjaga pikirannya untuk selalu berpikir positif tentang matematika sehingga dia dapat menguasai pelajaran matematika dengan baik yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa tersebut. Karena minat yang besar terhadap matematika merupakan modal yang besar untuk mencapai tujuan belajar matematika.
2. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil
24
pada waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan tugastugas. “Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.” 34 Menurut Anita Lie “pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.” 35 Tugas-tugas tersebut perlu dipersiapkan secara matang, terencana dan terstruktur agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, dan guru juga harus selalu membimbing dan mengawasi jalannya pembelajaran agar seluruh siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif melibatkan lebih dari sekedar menempatkan siswa secara bersama dalam suatu kelompok kecil dan memberikan tugas kepada mereka. Akan tetapi didalamnya juga melibatkan pemikiran dan perhatian penuh pada berbagai aspek dari proses kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk saling bekerja sama dan saling membantu satu sama lain dalam menyelesaikan atau mempelajari suatu pokok bahasan. “Pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.” 36 Sedangkan menurut Slavin “Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.” 37 Dalam pembelajaran
34
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 41. 35 Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas, (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2002), h. 18. 36 Erman, S.Ar, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICAFPMIPA, 2002), h. 218. 37 Trianto, Model-Model Pembelajaran ...., h. 12.
25
kooperatif, kelas disusun dalam kelompok-kelompok kecil dengan kemampuan yang heterogen. Maksudnya setiap kelompok terdiri dari campuran siswa yang memiliki kemampuan akademik yang berbeda, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa dikondisikan agar dapat belajar dan dapat
saling
bekerjasama dengan siswa lainnya dalam kelompok kecil pada waktu menerima pelajaran atau menyelesaikan tugas-tugas yang telah disiapkan oleh guru. Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain, siswa perlu membina kerjasama yang baik dengan siswa lainnya ketika belajar. Menurut Roger dan David Johnson, tidak semua kerja kelompok dapat dikatakan kelompok belajar kooperatif setidaknya ada lima unsur yang harus diterapkan, yaitu: “saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, serta evaluasi proses kelompok.” 38
b. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif Penerapan pembelajaran kooperatif dapat memberikan manfaat yang besar apabila dilaksanakan secara terstruktur dan terencana dengan baik. Adapun manfaat dari pembelajaran kooperatif yaitu:
38
Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2002), h. 30.
26
1) Mampu mengembangkan aspek moralitas dan interaksi sosial. 2) Mampu mempersiapkan siswa untuk belajar bagaimana caranya mendapatkan berbagai pengetahuan dan informasi sendiri. 3) Meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerjasama dengan orang lain. 4) Dapat membentuk pribadi yang terbuka dan menerima perbedaan yang terjadi. 5) Membiasakan siswa untuk selalu aktif dan kreatif dalam mengembangkan analisisnya, serta dapat mengkomunikasikan hasil temuannya kepada siswa yang lain. 39 Manfaat dari pembelajaran kooperatif di atas tidak hanya berkaitan dengan keterampilan bersosialisasi dan bekerjasama dengan orang lain saja, namun bermanfaat juga untuk menambah pengetahuan karena jika belajar bersama-sama kemungkinan besar lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembelajaran kooperatif adalah ketika siswa belajar dalam kelompok mereka dapat saling menghargai pendapat orang lain, memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapat dan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Sedangkan menurut Ibrahim yang dikutip dalam Isjoni, pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan, yaitu: 1) Hasil belajar akademik: dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademik lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu: pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. 39
h. 44-45.
Yudha M. S, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung: Bintang WaliArtika, 2008),
27
3) Pengembangan keterampilan sosial: tujuannya adalah mengajarkan siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. 40 Dari uraian tersebut diketahui bahwa setidaknya ada 3 tujuan yang ingin dicapai melalui pembelajaran kooperatif yaitu: hasil belajar akademik,
penerimaan
terhadap
perbedaan
individu
dan
pengembangan keterampilan sosial. Dan semuanya itu dapat tercapai jika siswa dapat menerapkan pembelajaran kooperatif secara benar dan terstruktur.
c. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif peran guru sangat penting, karena dalam pelaksanaannya diperlukan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru dalam mengelola kelas. “Guru harus menjadi fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.” 41 Dan agar dapat mengelola kelas lebih efektif, guru harus melaksanakan langkahlangkah pembelajaran kooperatif dengan benar dan tepat. Berikut adalah langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang dinyatakan dalam tabel dibawah ini: 42 Tabel 1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
Menyampaikan
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
tujuan dan
memotivasi siswa belajar.
memotivasi siswa
40
Fase-2
Guru menyajikan informasi kepada siswa
Menyajikan
dengan cara demonstrasi atau lewat bahan
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 27-28. Isjoni, Cooperative Learning …, h. 62. 42 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif …, h. 48-49. 41
28
informasi
bacaan.
Fase-3
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
Mengorganisasikan
caranya membentuk kelompok belajar dan
siswa ke dalam
membantu setiap kelompok agar melakukan
kelompok kooperatif Fase-4 Membimbing kelompok bekerja
transisi secara efisien. Guru
membimbing
kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
dan belajar Fase-5
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
Evaluasi
materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Guru mencari cara untuk menghargai baik
Memberikan
upaya maupun hasil belajar individu dan
penghargaan
kelompok.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase, namun terdapat beberapa variasi model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dan langkahlangkahnya sedikit berbeda tergantung metode yang digunakan. Beberapa metode dari pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Student Team Achievement Division (STAD) 2) Jigsaw 3) Group Investigation (GI) 4) Rotating Trio Exchange 5) Group Resume.
29
d. Pembelajaran Kooperatif Tipe Rotating Trio Exchange (RTE) Pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) yang dikembangkan oleh Melvin L. Silberman adalah sebuah cara mendalam bagi siswa untuk berdiskusi mengenai berbagai masalah dengan beberapa teman kelasnya. Dalam Rotating Trio Exchange siswa dapat saling bekerjasama dan saling mendukung, selain itu juga dapat mengembangkan social skill siswa. 43 Hubungan yang baik dengan teman sekelas sangat penting dalam perkembangan siswa di kelas, namun terkadang siswa mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan beberapa siswa lainnya. Dengan Rotating Trio Exchange siswa diharapkan dapat berinteraksi dengan semua siswa dalam kelompok yang berbeda-beda. Selain itu, diharapkan juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik dengan anggota kelompoknya, anggota kelompok lain ataupun dengan guru. Dengan dasar itulah Rotating Trio Exchange dapat digunakan dalam upaya meningkatkan perkembangan social skill siswa. Pembelajaran
kooperatif
tipe
Rotating
Trio
Exchange
merupakan salah satu cara untuk membuat siswa aktif dari awal. Rotating Trio Exchange dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung ke dalam mata pelajaran untuk membangun perhatian serta minat mereka, memunculkan keingintahuan mereka, dan merangsang berfikir. 44 Sehingga jika perhatian serta minat mereka terhadap pelajaran sudah terbangun akan memungkinkan hasil belajar yang dicapai akan memuaskan. Rotating Trio Exchange memungkinkan siswa untuk berbagi apa yang mereka tahu dan mengerti berdasarkan unit studi. Rotating 43
Daniel Muijs dan David Reynolds, Effective Teaching, Evidence and Practice, (California:SAGE Publications Ltd, 2005), h.52 44 Melvin L. Silberman, Active Learning:101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007), h. 81.
30
Trio Exchange dapat digunakan pada akhir pelajaran untuk meringkas pelajaran yang telah dipelajari dengan mengajukan beberapa pertanyaan dan pertanyaan semakin sulit pada putaran selanjutnya. Tujuannya adalah agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dan berbagi pengetahuan. Para siswa dalam Rotating Trio Exchange diminta untuk membahas berbagai pertanyaan mengenai materi pelajaran dalam kelompok trio. Diskusi ini dapat membantu mereka saling mengenal satu sama lain, belajar tentang sikap, pengetahuan dan pengalaman. 45 Dengan memutar dua anggota kelompok maka kelompok-kelompok baru akan terbentuk sehingga jumlah siswa yang saling mengenal satu sama lain semakin bertambah. Perputaran ini disesuaikan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Beberapa ciri pembelajaran kooperatif yang sejalan dengan ciri metode Rotating Trio Exchange, yaitu antara lain; (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, dan (3) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. 46 Karakteristik yang dimiliki Rotating Trio Exchange tetap menggambarkan karakteristik pembelajaran kooperatif, meskipun dalam Rotating Trio Exchange siswa harus berdiskusi dengan teman yang berbeda-beda setiap perputaran. Karakteristik tersebut yaitu: 1. Rasa saling ketergantungan positif. Dalam Rotating Trio Exchange guru telah menyiapkan beberapa pertanyaan mengenai materi pelajaran dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini memungkinkan siswa untuk belajar, berdiskusi dan sharing secara
45
Mel Silberman, Active Training: A Handbook of Techniques, Design, Case Example, and Tips, (New York: Lexington Books, 1990), h. 49. 46 Muhammad Faiq Dzaki, Aktivitas Belajar Pada Model Pembelajaran Kooperatif, diakses dari http://Penelitiantindakankelas.Blogspot.Com/2009/03/Aktivitas-Belajar-PadaModel.Html, 15 Agustus 2010.
31
mendalam serta dapat mengevaluasi dirinya dan kelompok trionya dalam penguasaan dan kemampuan memahami materi pelajaran. Kondisi inilah yang memungkinkan setiap siswa merasa adanya ketergantungan
positif
pada
kelompok
trionya
ketika
menyelesaikan LKS yang diberikan, sehingga setiap siswa terdorong untuk saling bekerja sama. 2. Tanggung jawab perseorangan. Setiap siswa berkewajiban berbagi pengetahuan dan informasi yang diketahuinya kepada kelompok trionya ketika berdiskusi. Karena ketika presentasi hasil diskusi kelompok, guru akan memanggil siswa secara acak. Jadi setiap anggota kelompok harus menguasai materi yang dipelajari. 3. Tatap muka. Interaksi antar siswa yang terjadi dalam Rotating Trio Exchange terjadi secara langsung tanpa perantara. Para siswa dapat berinteraksi dan berdiskusi secara langsung dengan semua teman kelasnya. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan siswa untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. 4. Komunikasi antar anggota. Dalam Rotating Trio Exchange selain siswa belajar mengenai materi pelajaran, siswa juga belajar cara berkomunikasi
dengan
kelompok
trionya
seperti
ketika
mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, ataupun menyanggah pendapat orang lain. Berdiskusi dengan teman yang berbeda-beda setiap perputaran dalam Rotating Trio Exchange dapat melatih kemampuan berkomunikasi siswa dengan anggota kelompok lainnya. 5. Evaluasi proses kelompok. Guru melakukan evaluasi proses kelompok di setiap awal pertemuan, yaitu guru menghimbau kepada seluruh siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik dengan teman kelompoknya, siswa selalu diingatkan jangan hanya mengandalkan satu orang untuk menyelesaikan seluruh tugas yang
32
Pengelompokkan siswa yang dibuat kecil dalam dalam Rotating Trio Exchange yaitu dalam setiap kelompok beranggotakan tiga siswa bertujuan agar interaksi antar anggota kelompok menjadi maksimal dan efektif. 47 Dan keuntungan kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange antara lain: (1) Keuntungan kognitif yang diperoleh dari pengalaman belajar. Ada dua aspek keuntungan yang dapat diperoleh yaitu peningkatan kemampuan berpikir dan komunikasi. (2) Keuntungan Sosial yaitu dengan bekerjasama dan saling membantu anggota yang lain, dan (3) Keuntungan Personal yaitu siswa mempunyai kesempatan untuk menjadi aktif. 48 Selain keuntungan tersebut dengan dibentuknya kelompok kecil juga menghindari adanya dominasi kelompok tertentu sehingga dapat mengaktifkan siswa yang pasif. Isjoni
mengemukakan
langkah-langkah
pembelajaran
kooperatif tipe Rotating Trio Exchange, yaitu: Kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya di kiri dan kanannya, berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut, contohnya nomor 0, 1, dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 untuk memutar satu trio searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan arah jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap di tempat. Ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio baru
tersebut
pertanyaan-pertanyaan
baru
untuk
didiskusikan,
tambahkanlah sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali siswa sesuai dengan pertanyaan yang telah disiapkan. 49 47
Kevin Barry dan Len King, Beginning Teaching And Beyond, third edition, (Autralia; Thomson, 2006), h. 53. 48 Kevin Barry dan Len King, Beginning Teaching…h. 241-242 49 Isjoni, Cooperative Learning…,h. 59.
33
Sedangkan
prosedur pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange menurut Melvin L. Silberman adalah sebagai berikut: 1) Buatlah berbagai macam pertanyaan yang membantu peserta didik memulai diskusi tentang isi pelajaran. Guru menggunakan pertanyaan-pertanyaan dengan tidak ada jawaban betul dan salah. 2) Bagilah peserta didik dibagi menjadi kelompok yang masingmasing beranggota tiga. Aturlah kelompok-kelompok tiga itu di ruangan, agar masing-masing dari kelompok tiga (trio) itu dapat dengan jelas melihat sebuah trio disebelah kanannya dan satu trio di sebelah kirinya. Seluruh konfigurasi trio itu akan menjadi sebuah lingkaran atau sebuah persegi panjang. 3) Berilah
masing-masing
trio
sebuah
pertanyaan
pembuka
(pertanyaan yang sama bagi tiap-tiap kelompok trio) untuk didiskusikan. Pilihlah pertanyaan yang paling tidak menantang yang telah anda buat untuk mulai pertukaran trio. Anjurkanlah agar setiap orang dalam trio itu bergiliran menjawab pertanyaan. 4) Setelah masa waktu diskusi sesuai, mintalah trio-trio itu menentukan nomor 0, 1, atau 2 bagi masing-masing dari anggotanya. Arahkan para peserta didik dengan nomor 1 untuk memutar satu trio searah jarum jam. Mintalah peserta didik dengan nomor 2 untuk memutar dua trio searah jarum jam. Mintalah peserta didik nomor 0 untuk tetap di tempat, sebab mereka merupakan anggota-anggota tetap dari suatu tempat trio. Suruhlah mereka mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi agar peserta didik yang berputar dapat menemukannya. Hasilnya akan menjadi trio yang sangat baru. 5) Mulailah sebuah pertukaran baru dengan sebuah pertanyaan baru. Tingkatkan kesulitan atau “tingkat ancaman” dari pertanyaan ketika meneruskan pada putaran-putaran baru. 6) Trio dapat diputar berkali-kali sebanyak pertanyaan yang dimiliki untuk ditetapkan dan waktu diskusi tersedia. Tiap-tiap waktu,
34
menggunakan prosedur putaran yang sama. Sebagai contoh, dalam suatu pertukaran trio dari tiga rotasi, masing-masing peserta didik akan segera bertemu, secara mendalam, dengan enam peserta didik yang lain. 50 Dan variasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange adalah sebagai berikut: 1) Setelah masing-masing putaran pertanyaan, dengan cepat buatlah pool (jajak pendapat) pada kelompok penuh tentang berbagai respons mereka sebelum memutar siswa pada trio-trio baru. 2) Gunakan pasangan-pasangan atau kuartet sebagai ganti dari trio. Dari serangkaian langkah yang dikemukakan di atas, maka pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange ini secara sistematik adalah sebagai berikut: 1) Guru membuat berbagai macam pertanyaan dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk membantu siswa memulai diskusi tentang isi pelajaran. 2) Siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 3 orang siswa. Pengelompokkan siswa dilakukan oeh guru berdasarkan tingkat kemampuan akademik, yaitu dalam setiap kelompok terdiri dari siswa kemampuan tinggi (kartu merah), siswa kemampuan sedang (kartu kuning), dan siswa kemampuan rendah (kartu hijau). 3) Guru memberikan LKS pada setiap kelompok trio dengan pertanyaan yang sama dan dalam mengerjakan setiap LKS diberikan batas waktu. 4) Setelah batas waktu yang diberikan habis, guru akan berkata ”waktunya perputaran”. Maka siswa berputar sesuai dengan kartu yang dimilikinya. Siswa yang memiliki kartu kuning memutar satu trio searah jarum jam, siswa yang memiliki kartu hijau memutar
50
Melvin L. Silberman, Active Learning…, h. 85-86.
35
dua trio searah jarum jam, sedangkan siswa yang memiliki kartu merah tetap dikelompoknya. 5) Dalam kelompok trio baru, siswa diberi LKS putaran kedua dengan tingkat kesulitan berdasarkan tingkatan materi yang berikan. 6) Begitu seterusnya, sampai semua LKS selesai dijawab dan dianalisis. 7) Setelah itu dilakukan diskusi kelas (presentasi kelompok) untuk membahas LKS yang telah dikerjakan. Berikut ini adalah dua contoh pola pasangan Rotating Trio Exchange pada putaran I dan putaran II: kelompok 1 B1
C1
C4
A2
B4
B2
A4
C2
C3
B3
A3
kelompok 3 Gambar 1. Pola Pasangan Trio Putaran Pertama
kelompok 2
kelompok 4
A1
36
kelompok 1 B1
C3
C2
A1
B4
B2
A3
C4
C1
B3
kelompok 2
kelompok 4
A4
A2
kelompok 3 Gambar 2. Pola Pasangan Trio Putaran Kedua Keterangan: A = siswa yang memiliki kartu kuning B = siswa yang memiliki kartu merah C = siswa yang memiliki kartu hijau
3. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional yang dimaksud di sini adalah pembelajaran secara klasikal. ”Dimana guru mengajar sejumlah siswa, biasanya antara 30 - 40 siswa di dalam sebuah ruangan dan proses pembelajaran biasanya berpusat pada guru.” 51 Para siswa cenderung mempunyai kemampuan minimum dan diasumsikan mempunyai minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Dengan kondisi seperti ini, kondisi belajar siswa secara individual baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar dan minat belajar sukar diperhatikan oleh guru. Pada umumnya cara guru untuk menentukan kecepatan menyajikan dan tingkat kesukaran materi kepada siswanya berdasarkan pada informasi kemampuan siswa secara umum. Beberapa metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran konvensional antara lain, 51
metode ceramah, metode diskusi, metode
Erman, S.Ar, dkk, Strategi Pembelajaran …, h. 214.
37
tanya jawab, metode ekspositori, metode drill atau latihan, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode permainan, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Terdapat beberapa karakteristik pada metode ekspositori, yaitu: a. Metode ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini. b. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. 52 Metode
ekspositori
merupakan
bentuk
dari
pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, karena dalam metode ini guru memegang peran yang dominan, namun tidak sedominan dalam metode ceramah. Dengan metode ekspositori guru tidak hanya berceramah melainkan juga memberikan latihan atau tugas, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Oleh karena itu, metode ekspositori ini dapat dikatakan sebagai gabungan dari metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode pemberian tugas.
52
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. VI, h. 179.
38
B. Kerangka Berpikir Minat adalah suatu rasa lebih suka atau rasa keterikatan pada sesuatu tanpa ada yang menyuruh. Orang yang menaruh minat pada suatu aktivitas akan memberikan perhatian yang besar, Ia tidak segan mengorbankan waktu dan tenaga demi aktivitas tersebut. Oleh karena itu, seorang siswa yang mempunyai minat terhadap suatu pelajaran, ia akan memberikan perhatian lebih terhadap pelajaran tersebut dan akan berusaha keras untuk memperoleh nilai yang bagus yaitu dengan belajar. Pentingnya minat dimiliki oleh siswa ketika belajar adalah karena minat yang besar terhadap suatu pelajaran merupakan modal yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Tidak terkecuali minat siswa pada pelajaran matematika, dengan adanya minat dalam diri siswa terhadap pelajaran matematika maka tujuan pembelajaran matematika akan mudah tercapai. Namun kenyataannya masih banyak siswa yang belajar dengan minat yang rendah terhadap pelajaran yang dipelajarinya. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika akan mempengaruhi pusat pikiran mereka, selain itu akan menimbulkan ketidaknyamanan atau tidak adanya kebahagiaan dalam belajar matematika. Adapun faktor yang mungkin menyebabkan rendahnya minat siswa untuk mempelajari matematika adalah kurangnya dorongan yang kuat dari dalam diri siswanya sendiri ketika belajar matematika, siswa kurang berkonsentrasi ketika belajar, siswa kurang percaya diri untuk mengerjakan latihan soal sendiri, dan kurangnya kesempatan siswa untuk belajar, berdiskusi, ataupun sharing dengan lebih banyak teman karena guru hanya menerapkan pembelajaran secara konvensional. Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar, berdiskusi, ataupun sharing dengan lebih banyak teman dan diharapkan juga dapat meningkatkan minat mereka dalam belajar matematika adalah pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE). RTE ini dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung ke dalam mata pelajaran untuk membangun perhatian serta minat mereka, memunculkan keingintahuan mereka, dan merangsang berfikir. Tujuan dari pembelajaran
39
kooperatif tipe RTE adalah agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dan berbagi pengetahuan serta memberikan pengalaman baru kepada siswa karena dapat belajar dengan teman yang mungkin belum pernah mereka ajak diskusi, sehingga diharapkan siswa lebih terpacu semangatnya dan akhirnya menumbuhkan minat yang besar untuk belajar matematika yang dianggap sulit. Dengan demikian, diduga bahwa model ini dapat berpengaruh positif terhadap minat belajar matematika.
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teoritik dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange lebih tinggi dari pada rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional.
40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 21 Jakarta pada semestar genap Tahun Ajaran 2009/2010. Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2010.
B. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen, dimana tidak memungkinkan peneliti untuk mengontrol semua variabel yang relevan kecuali dari variabel-variabel tertentu. Pelaksanaannya melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dan kelompok kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan desain penelitian berbentuk Two Group Randomized Subject Posttest Only, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2 Rancangan Penelitian Kelompok
Perlakuan
Posttest
R(e)
Xe
T
R(k)
Xk
T
Keterangan: R = Proses pemilihan subjek secara acak e
= Kelompok eksperiment
k
= Kelompok kontrol
Xe = Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperiment Xk = Perlakuan yang diberikan pada kelompok kontrol T = Tes yang sama pada kedua kelompok
41
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Target Seluruh siswa SMP Negeri 21 Jakarta. 2. Populasi Terjangkau Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran 2009/2010 yang terbagi ke dalam 6 (enam) kelas. 3. Sampel Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling, yaitu dimana pengambilan sampel dilakukan secara random pada kelompokkelompok unit yang kecil atau “kluster”, bukan secara individual. Setelah dilakukan sampling terhadap
enam kelas yang ada, diperoleh sampel
adalah kelas VIII-5 sebagai kelompok kontrol dan kelas VIII-6 sebagai kelompok eksperimen.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Definisi Konseptual Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sedangkan belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sehingga minat belajar adalah kecenderungan siswa terhadap sesuatu atau bidang studi tertentu yang menyebabkan timbulnya perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik dan semuanya dilakukan dengan perasaan senang tanpa paksaan. Siswa yang memiliki minat belajar dapat dilihat dari perhatiannya terhadap guru dan pelajaran, kemauannya untuk belajar, partisipasinya ketika proses belajar berlangsung, dan perasaannya ketika mengikuti pelajaran matematika. 2. Definisi Operasional Secara operasional yang dimaksud dengan minat belajar adalah skor yang diperoleh siswa dalam mengisi angket minat belajar
42
matematika. Dengan indikator minat belajar dalam penelitian ini adalah: perhatian, perasaan senang, partisipasi, keinginan yang kuat dan ketekunan. 3. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket minat belajar matematika, untuk penyusunan butir-butir pernyataan angket mengacu pada indikator-indikator pada variabel yang akan diukur. Dan bentuk skala yang dipakai adalah skala likert yaitu bentuk kuisioner yang mengungkap sikap siswa dalam bentuk jawaban (pernyataan) berupa Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Angket ini terdiri dari 35 butir pernyataan. Jawaban dari setiap pernyataan positif diberi skor dengan rentang nilai dari 4 sampai 1, sedangkan jawaban dari setiap pernyataan negatif diberi skor dengan rentang nilai dari 1 sampai 4. Untuk kisi-kisi instrumen minat belajar matematika dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Minat Belajar Matematika Variabel Minat Belajar Matematika
Indikator Perhatian Perasaan senang
Partisipasi Keinginan yang kuat Ketekunan Jumlah
Pernyataan Pernyataan Jumlah Positif
Negatif
Butir
13*, 29, 34
3, 15, 26*
6
1, 12, 30
2, 4*, 22,
7
33* 17*, 19, 27,
8, 24, 28
7
5, 9, 18*
7
11, 16, 35*
8
16
35
32 6, 10*, 21, 25* 7, 14*, 20, 23, 31 19
Keterangan : *) Invalid / butir pernyataan tidak valid
43
4. Uji Coba Instrumen Penelitian Sebelum angket diberikan pada siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, terlebih dahulu angket tersebut di uji cobakan kepada siswa di luar kedua kelompok tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas. a. Uji Validitas Untuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus korelasi Product Moment, yakni sebagai berikut: 1
rxy =
NΣ XY − (Σ X )(Σ Y ) ( NΣ X 2 − (Σ X ) 2 )( NΣY 2 − (ΣY ) 2 )
Keterangan: rxy
= koefisien korelasi antara variabel X dan Y
∑X = jumlah skor tiap-tiap butir ∑Y = jumlah skor tiap-tiap siswa N
= jumlah siswa Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal angket, maka
rhitung dibandingkan dengan rtabel product moment. Jika rhitung > rtabel maka butir angket tersebut valid. Dan jika rhitung < rtabel maka butir angket tersebut tidak valid. Dan Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan (lampiran 10), diperoleh 25 butir pernyataan yang valid dari 35 butir pernyataan yang diajukan. b. Uji Reliabilitas Untuk mengukur reliabilitas instrumen angket minat digunakan rumus Alpha, sebagai berikut: 2 2 ⎛ n ⎞ ⎛⎜ ΣS b r11 = ⎜ ⎟ ⎜1 − 2 St ⎝ n −1⎠⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
1
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Pusataka Setia, 2009), h.
2
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 175.
130.
44
Keterangan: r11
= reliabilitas instrumen
n
= banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal yang valid
ΣS b2 = jumlah varians butir
S t2 = varians total Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan (lampiran 11) pada 25 butir pernyataan yang valid diperoleh nilai reliabilitas soal sebesar 0,87.
E. Teknik Analisis Data Dari data yang telah diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan statistik dan melakukan perbandingan terhadap dua kelompok tersebut untuk mengetahui kontribusi pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa. Perhitungan statistik yang digunakan, yaitu: 1. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada dua kelompok sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal
atau
tidak.
Dalam
penelitian
ini,
pengujian
normalitas
menggunakan uji kai kuadrat (chi square). Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: 3 a. Menentukan hipotesis H0 : Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal b. Menentukan rata-rata. c. Menentukan standar deviasi. d. Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi. 1) Rumus banyak kelas: (aturan Struges)
K = 1 + 3,3 log (n), dengan n adalah banyaknya subjek 3
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar…, h. 149 – 150.
45
2) Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil 3) Panjang kelas (P) =
R K
e. Cari χ 2 hitung dengan rumus:
χ 2 hitung = ∑
(Oi
− Ei ) Ei
2
f. Cari χ 2 tabel dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (K) – 3 dan taraf kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi α = 5%. g. Kriteria pengujian: Jika χ 2 hitung ≤ χ 2 tabel , maka H0 diterima Jika χ 2 hitung > χ 2 tabel , maka H0 ditolak
2. Uji homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Fisher (F). Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut: 4 a. Menentukan hipotesis H0 : σ 1 = σ 2
2
H1 : σ 1 ≠ σ 2
2
2
2
b. Cari Fhitung dengan rumus:
F=
Varians terbesar Varians terkecil
c. Tetapkan taraf signifikansi (α) d. Hitung Ftabel dengan rumus:
Ftabel = Fα 2
4
( n1 −1, n2 −1)
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), Cet. III, h. 249.
46
e. Tentukan kriteria pengujian H0, yaitu: Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : Kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama. H1 : Kedua kelompok sampel mempunyai varians yang berbeda. 3. Uji hipotesis Untuk uji hipotesis, jika kedua sampel berdistribusi normal maka menggunakan rumus uji t. Rumus yang digunakan, yaitu: a. Untuk sampel yang homogen 5 t hitung =
X1 − X 2 s gab
dengan X 1 =
1 1 + n1 n2 ∑ fi X i ∑ fi X i dan X 2 = ∑ fi ∑ fi
Sedangkan S gab =
(n1 − 1)S1 2 + (n2 − 1)S 2 2 n1 + n2 − 2
Keterangan: thitung
: harga t hitung
X1
: nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen
X2
: nilai rata-rata hitung data kelompok kontrol
S1
2
: varians data kelompok eksperimen
S22
: varians data kelompok kontrol
Sgab
: simpangan baku kedua kelompok
n1
: jumlah siswa pada kelompok eksperimen
n2
: jumlah siswa pada kelompok kontrol Setelah harga t hitung diperoleh, kita lakukan pengujian
kebenaran kedua hipotesis dengan membandingkan besarnya thitung 5
Sudjana, Metoda Statistika…, h. 239.
47
dengan ttabel, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan rumus: dk = (n1 + n2) – 2 dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi (α) 5%. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika thitung < ttabel maka H0 diterima Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak b. Untuk sampel yang tak homogen (heterogen) 6 1) Mencari nilai thitung dengan rumus: t =
X1 − X 2 2
2
S1 S + 2 n1 n2
2) Menentukan derajat kebebasan dengan rumus:
dk =
⎛ S1 2 S 2 2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ n + n ⎟ 1 2 ⎝ ⎠ 2
2
2
⎛ S22 ⎞ ⎛ S1 2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ n ⎟ ⎜ n ⎟ ⎝ 1 ⎠ +⎝ 2 ⎠ n2 − 1 n1 − 1
3) Mencari ttabel dengan taraf signifikansi (α) 5%. 4) Kriteria pengujian hipotesisnya: Jika thitung < ttabel maka H0 diterima Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ditolak Jika dalam perhitungan diperoleh sampel berasal dari populasi yang
tidak
berdistribusi
normal
maka
dapat
menggunakan
uji
nonparametrik, yaitu tes U Mann-Whitney. Adapun langkah-langkah dalam tes U Mann-Whitney adalah sebagai berikut: 7
6
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar..., h.164-166. Sidney Siegel, Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Terjemahan: Zanzawi Suyuti dan Landung, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 158. 7
48
a. Tentukan harga-harga n1 dan n2. n1 untuk jumlah siswa yang lebih sedikit, dan n2 untuk jumlah siswa yang lebih banyak. b. Berilah ranking bersama skor-skor kedua kelompok itu. c. Tentukan harga U dengan rumus: 8 U1 =
n 1n 2 +
U2 =
n 1n 2 +
n 1 (n 1 + 1) 2 n 2 (n 2 + 1) 2
− R1
dan
− R2
Dimana: n1
= jumlah sampel kelas eksperimen
n2
= jumlah sampel kelas kontrol
U1
= jumlah peringkat kelas eksperimen
U2
= jumlah peringkat kelas kontrol
R1
= jumlah rangking pada sampel kelas eksperimen
R2
= jumlah rangking pada sampel kelas kontrol
d. Metode untuk menetapkan signifikansi harga U observasi dengan rumus: Z=
Z=
U - μU
σU n1 n 2 2 (n 1 ) (n 2 ) (n 1 + n 2 + 1) 12 U-
e. Jika harga observasi U mempunyai kemungkinan yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α, tolaklah H0 dan menerima Ha. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 : Rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen sama dengan rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok kontrol.
8
Sugiyono, Statistik Nonparametris untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 61.
49
Ha : Rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok kontrol.
F. Hipotesis Statistik Hipotesis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: H0 : μ1 = μ2 Ha : μ1 > μ2 Keterangan : H0 = Hipotesis nol Ha = Hipotesis Alternatif
μ1 = Rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE).
μ 2 = Rata-rata minat belajar matematika pembelajaran konvensional.
siswa yang diajar dengan
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Sampel yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas VIII.5 dan kelas VIII.6. Kelas VIII.6 terdiri dari 34 orang siswa sebagai kelompok eksperimen yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE), dan kelas VIII.5 terdiri dari 36 orang siswa sebagai kelompok kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Untuk mengukur minat belajar matematika kedua kelompok tersebut maka diberikan posttes berupa angket minat belajar matematika. Angket tersebut diberikan setelah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi perlakuan yang berbeda. Namun sebelum angket tersebut diberikan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen pada kelas VIII.4 sebanyak 35 butir pernyataan. Setelah dilakukan uji coba instrumen selanjutnya dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh 25 butir pernyataan yang valid dengan nilai reliabilitas soal sebesar 0,87. Adapun skor minat belajar matematika yang didapatkan oleh kedua kelompok tersebut adalah sebagai berikut.
1. Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen Dari hasil posttes yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE), diperoleh skor terendah adalah 51 dan skor tertinggi adalah 82. Untuk lebih jelasnya, penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi skor minat belajar matematika kelompok eksperimen dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
51
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen Frekuensi
Interval Kelas Absolut
Relatif (%)
Kumulatif
51 – 55
2
5.88
2
56 – 60
5
14.71
7
61 – 65
5
14.71
12
65 – 70
10
29.41
22
71 – 75
7
20.59
29
76 – 80
3
8.82
32
81 – 85
2
5.88
34
Jumlah
34
100
Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran 14) diperoleh skor rata-rata ( X ) minat belajar matematika kelompok eksperimen adalah 67,71, varians (Se2) sebesar 60,52 dan simpangan baku (S) sebesar 7,78 dengan jumlah sampel (ne) sebanyak 34 orang siswa. Pada tabel tersebut terlihat bahwa skor yang paling banyak diperoleh siswa kelompok eksperimen terletak pada interval 65 – 70 yaitu sebesar 29,41%. Pola penyebaran data minat belajar matematika kelompok eksperimen dapat dilihat pada gambar 3 (grafik
histogram dan poligon frekuensi minat belajar matematika kelompok ekperimen).
2. Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol Dari hasil posttes yang diberikan kepada kelompok kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional, diperoleh nilai terendah adalah 48 dan nilai tertinggi adalah 84. Untuk lebih jelasnya, penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi skor minat belajar matematika kelompok eksperimen dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
52
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol Frekuensi
Interval Kelas Absolut
Relatif (%)
Kumulatif
48 - 53
7
19.44
7
54 - 59
0
0.00
7
60 - 65
15
41.67
22
66 - 71
10
27.78
32
72 - 77
0
0.00
32
78 - 83
3
8.33
35
84 - 89
1
2.78
36
Jumlah
36
100
Berdasarkan hasil perhitungan (lampiran 15) diperoleh skor rata-rata ( X ) minat belajar matematika kelompok kontrol adalah 64, varians (Se2) sebesar 81 dan simpangan baku (S) sebesar 9 dengan jumlah sampel (ne) sebanyak 36 orang siswa. Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai yang paling banyak diperoleh oleh siswa kelompok kontrol terletak pada interval 60 – 65 yaitu sebesar 41,67%. Pola penyebaran data minat belajar matematika kelompok kontrol dapat dilihat pada gambar 4 (grafik histogram
dan poligon frekuensi minat belajar matematika kelompok kontrol).
53
Frekuensi
10 7
5
3 2 0
Nilai 50,5
55,5
60,5
65,5
70,5
75,5
80,5
85,5
Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen
Frekuensi
15
10 7
3 1 0
Nilai 48,5
53,5
59,5
65,5
71,5
77,5
83,5
89,5
Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Frekuensi Minat Belajar Matematika Kelompok Kontrol
54
Untuk lebih jelasnya, perbandingan skor minat belajar matematika kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Perbandingan Minat Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Eksperimen
Kontrol
34
36
Rata-rata
67,71
64
Varians
60,52
81
Simpangan Baku
7,78
9
Kelompok Jumlah Siswa
B. Pengujian Persyaratan Analisis Berdasarkan prasyarat analisis sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pemeriksaan telebih dahulu terhadap data penelitian. Uji prasyarat yang perlu dilakukan adalah: ¾ Uji Normalitas Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji kai kuadrat (chi square). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika memenuhi kriteria χ2hitung < χ2tabel diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. •
Uji Normalitas Kelompok Eksperimen Dari hasil perhitungan uji normalitas minat belajar matematika kelompok eksperimen (lampiran 16), diperoleh harga χ2hitung = 1,75 sedangkan dari tabel harga kritis uji kai kuadrat (chi square) diperoleh χ2tabel untuk dk = 4 pada taraf signifikansi α = 5% adalah 9,49. Karena χ2hitung kurang dari χ2tabel (1,75 < 9,49), maka H0 diterima, artinya data
55
sampel pada kelompok eksperimen berasal dari populasi berdistribusi normal. •
Uji Normalitas Kelompok Kontrol Dari hasil perhitungan uji normalitas minat belajar matematika kelompok kontrol (lampiran 17), diperoleh harga χ2hitung = 21,39, sedangkan dari tabel harga kritis uji kai kuadrat (chi square) diperoleh χ2tabel untuk dk = 4 pada taraf signifikansi α = 5% adalah 9,49. Karena χ2hitung lebih dari χ2tabel (21,39 > 9,49), maka H0 ditolak, artinya data sampel pada kelompok kontrol berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Untuk lebih jelasnya, data perhitungan mengenai uji normalitas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 7 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok
dk
χ
2
χ2tabel hitung
Kesimpulan
(α = 5%)
Eksperimen
4
1,75
9,49
Kontrol
4
21,39
9,49
Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
Karena ada data sampel yang berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan tes statistik nonparametrik dan tidak perlu dilakukan pengujian homogenitas.
56
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 1. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengujian persyaratan analisis, didapatkan bahwa salah satu data sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Maka untuk pengujian hipotesis digunakan tes statistik nonparametrik. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata minat belajar matematika siswa
pada
kelompok
eksperimen
yang
dalam
pembelajarannya
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut: H0 : μ 1 = μ 2 H1 : μ 1 > μ 2 Keterangan: μ1
:
rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok eksperimen
μ2
:
rata-rata minat belajar matematika siswa pada kelompok kontrol Pengujian hipotesis dengan tes statistik nonparametrik menggunakan
tes U Mann-Whitney dengan α = 0,05 yaitu untuk menguji H0. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika harga oservasi U
mempunyai
kemungkinan yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α = 0,05, maka tolaklah H0 dan menerima Ha. Untuk lebih jelasnya, data perhitungan mengenai uji hipotesis dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 8 Hasil Uji Perbedaan Data Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok
U
Eksperimen
443,5
Kontrol
780,5
μU
σU
p
α
Kesimpulan
612
85,1
0,0239
0,05
Tolak H0
57
Dari tabel di atas diperoleh perhitungan bahwa Z ≤ -1,98 mempunyai kemungkinan di bawah H0 sebesar p < 0,0239 (lampiran 18). Karena harga observasi U mempunyai kemungkinan yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α = 0,05 (0,0239 < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe Rotating
Trio Exchange (RTE) lebih tinggi dari pada rata-rata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”.
2. Pembahasan Perbedaan rata-rata minat belajar matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe RTE lebih baik dari pada pembelajaran konvensional. Hal tersebut didukung oleh hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung serta hasil wawancara dengan beberapa orang siswa yang diambil secara acak. Pengamatan selama proses pembelajaran diperoleh beberapa informasi yaitu perilaku siswa kelompok eksperimen yang teramati adalah sebagai berikut: Perhatian, Ketika guru memberikan penjelasan atau arahan mengenai apa yang akan mereka bahas dalam LKS, mereka tampak memperhatikan dan mendengarkan dengan serius. Dan setelah selesai presentasi para siswa terlihat mencatat semua rangkuman materi yang telah dipelajari, walaupun pada awalnya hanya sebagian siswa saja yang mencatat dibuku catatan. Hal tersebut karena mereka menganggap sudah mengerjakan LKS jadi tidak perlu mencatat dan ditambah lagi pada awal-awal pertemuan waktu yang dibutuhkan untuk presentasi, mencatat dan mengerjakan latihan soal sangat kurang, namun setelah diberi arahan dan motivasi oleh guru akhirnya mereka mencatat rangkuman materi yang diberikan.
Perasaan senang, Ketika LKS dibagikan pada masing-masing kelompok trio, mereka terlihat bersemangat dalam mengerjakannya. Terlebih lagi jika ada soal yang harus dipraktekkan seperti mencari konsep
58
luas permukaan kubus dengan menggunakan potongan-potongan persegi yang diletakkan pada jaring-jaring kubus, menentukan rumus volume kubus dengan memasukkan kubus-kubus kecil ke dalam kubus yang lebih besar, atau membedakan jaring-jaring balok diantara 3 buah jaring-jaring dengan cara mengguntingnya. Mereka saling membantu dan bekerjasama untuk menyelesaikannya. Namun terkadang jika LKS yang diberikan berisi soal untuk mencari rumus-rumus, sebagian siswa terlihat pusing karena mereka harus mengingat kembali rumus-rumus yang sudah dipelajari dan jika mereka benar-benar tidak paham, mereka akan bertanya kepada guru.
Partisipasi, Pada saat diskusi kelompok, para siswa terlihat serius berdiskusi untuk menyelesaikan LKSnya dan mereka terlihat berani mengemukakan pendapat kepada teman lainnya dalam kelompok trio. Dalam mengerjakan LKS, kelompok-kelompok trio saling berbagi tugas yaitu setelah selesai berdiskusi dengan kelompok trionya mereka bergantian menulis. Dan ketika guru menunjuk salah satu anggota kelompok trio untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, mereka yang ditunjuk akan langsung maju ke depan kelas.
Keinginan yang kuat, Ketika siswa mengerjakan LKS pada pertemuan pertama, mereka tampak bingung dalam mengerjakannya karena mereka belum terbiasa menemukan dan memahami konsep matematika sendiri. Selain itu kekurangpahaman siswa menafsirkan petunjuk atau perintah yang diberikan dalam LKS mengakibatkan waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan setiap LKS tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan guru. Namun, pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit diskusi kelompok mulai kondusif. Siswa mulai terbiasa menyelesaikan LKS tepat waktu karena mereka saling berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS sehingga LKS pun cepat selesai dan ditambah lagi guru memberikan reward bonus 5 poin untuk setiap kelompok yang menyelesaikan LKS kurang dari waktu yang ditentukan.
Ketekunan, Pada awal pertemuan, banyak siswa yang tidak mengerjakan PR karena mereka tidak mencatat apa yang diberikan guru.
59
Namun setelah beberapa pertemuan, siswa rajin mengerjakan latihan soal ataupun PR yang diberikan oleh guru. Dan ketika guru menyuruh siswa membawa atau membuat alat untuk dipakai ketika mengerjakan LKS mereka membawanya pada pertemuan berikutnya.
Gambar 5. Kegiatan Siswa dalam Rotating Trio Exchange
Sedangkan perilaku siswa kelompok kontrol yang teramati adalah sebagai berikut: Perhatian, Ketika guru menerangkan materi, ada sebagian siswa yang mendengarkan dengan serius, tetapi ada juga yang tidak memperhatikan seperti bercanda, ataupun mengobrol dengan teman sebangkunya. Ketika ditegur oleh guru, baru mereka mau memperhatikan. Dan hanya siswa yang memperhatikan saja yang rajin mencatat semua materi yang diberikan guru.
Perasaan senang, Ketika pelajaran matematika berlangsung, sebagian siswa tampak semangat untuk belajar. Namun ada juga yang tampak gelisah ingin agar pelajaran cepat-cepat selesai, mereka terlihat pusing dengan pelajaran matematika. Partisipasi, Saat guru menyuruh siswa untuk mengerjakan latihan soal di depan kelas, tidak semua siswa langsung maju ke depan kelas. Mereka tampak kurang percaya diri untuk mengerjakannya karena takut apa yang dikerjakannya salah.
Keinginan yang kuat, Setelah guru menjelaskan materi dan memberikan kesempatan siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum
60
dipahami, siswa hanya diam saja. Ketika diberi latihan soal, ada sebagian siswa yang belum bisa mengerjakannya, tetapi tidak ada usaha dari siswa tersebut untuk bertanya kepada teman atau bertanya kepada guru.
Ketekunan, Ketika diberi tugas ataupun PR, hanya sebagian siswa saja yang selesai dan rajin mengerjakan tugasnya, sedangkan yang lainnya terlihat masih sibuk menyelesaikan tugasnya, ketika pelajaran matematika dimulai. Setelah dilakukan pengujian prasyarat analisis, diperoleh kesimpulan bahwa sampel kelompok kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Hal tersebut dikarenakan pada pembelajaran konvensional kondisi belajar siswa secara individual baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar dan minat belajar sulit terkontrol oleh guru. Dalam proses pembelajaran siswa tidak diberi kesempatan yang luas untuk berdiskusi dengan siswa lainnya sehingga tidak ada tanggung jawab dalam diri siswa untuk membantu siswa lain dalam memahami materi pelajaran. Jam pelajaran matematika pada kelompok kontrol pun kurang strategis yaitu 2 jam pelajaran matematika harus dijeda istirahat, jadi setelah istirahat siswa harus memulai berkonsentrasi lagi dari awal. Dan ada jam pelajaran matematika yang berada pada jam terakhir pelajaran sehingga kondisi siswa sudah mulai lelah dan
ingin
cepat-cepat
pulang
yang
mengakibatkan
siswa
susah
berkonsentrasi. Kondisi-kondisi seperti itulah yang menurut peneliti mengakibatkan sampel kelompok kontrol berdistribusi tidak normal. Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa kelompok eksperimen diperoleh informasi bahwa mereka senang belajar matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange karena materi yang dipelajari lebih dapat dipahami, selain itu mereka lebih bersemangat dalam belajar. Rasa senang inilah yang mempengaruhi minat siswa dalam belajar. Kenyataan ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Crow tentang beberapa karakteristik minat yaitu ”Minat timbul dari perasaan senang
61
terhadap suatu objek atau situasi yang menarik perhatian seseorang” 1 Dari informasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa siswa kelompok eksperimen
memberikan
respon
positif
terhadap
diterapkannya
pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE). Berdasarkan semua informasi di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) berpengaruh terhadap minat belajar matematika siswa.
D. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan agar memperoleh hasil yang maksimal. Namun demikian, masih terdapat hal-hal yang tidak dapat terkontrol dan tidak dapat dikendalikan sehingga hasil dari penelitian ini pun belum optimal. Hal-hal tersebut antara lain: 1. Kondisi siswa yang belum terbiasa belajar menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan dibatasi waktu ketika mengerjakannya membuat situasi kelas pada awal pertemuan sulit terkontrol. 2. Kekurangpahaman siswa menafsirkan petunjuk atau perintah yang terdapat dalam LKS sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama bagi siswa menyelesaikan LKSnya, yang mengakibatkan proses pembelajaran kurang efektif pada awal pertemuan. 3. Karena jumlah siswa yang banyak sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menunggu siswa berkumpul dengan kelompok trio-nya dalam setiap awal pertemuan.
1
Abdul Rahmat, Super Teacher, (Bandung: MQS. Publishing,2009), h. 181.
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh skor rata-rata minat kelompok eksperimen yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) adalah sebesar 67,71. Sedangkan, skor rata-rata minat kelompok kontrol yang diajar dengan pembelajaran konvensional adalah sebesar 64. Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan tes U MannWhitney maka diperoleh harga Z ≤ -1,98 mempunyai kemungkinan di bawah H0 sebesar p < 0,0239. Karena harga observasi U mempunyai kemungkinan yang sama besar dengan, atau lebih kecil dari α = 0,05 (0,0239 < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ”Ratarata minat belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) lebih tinggi dari pada rata-rata minat
belajar
konvensional”.
matematika Dengan
siswa
kata
lain,
yang
diajar
pembelajaran
dengan
pembelajaran
matematika
dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) mempunyai pengaruh terhadap minat belajar matematika siswa.
B. Saran Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Guru yang hendak menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat membuat LKS yang lebih simpel dengan pertanyaan yang sedikit, karena berdasarkan pengamatan penulis selama proses pembelajaran berlangsung, siswa dapat lebih mengerti dan paham jika pertanyaan dalam LKS tidak terlalu banyak.
63
2. Guru harus dapat melakukan persiapan dan pengaturan kelas yang baik, agar tahapan-tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) dapat terlaksana dengan baik. 3. Agar proses perputaran/rotasi berjalan dengan baik, guru harus menjelaskan prosedurnya dengan jelas dan rinci pada awal pertemuan (jika perlu gambarkan proses rotasinya pada kertas karton). 4. Karena beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, maka disarankan ada penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) pada pokok bahasan lain atau mengukur aspek yang lain, seperti meneliti secara lebih mendalam tentang “Bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap kemampuan berpikir siswa?” atau “Bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) terhadap hasil belajar matematika siswa?”
64
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. Anitah, Sri, Materi Pokok Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007. Bahresi, Hussein, Hadits Shahih Bukhari-Muslim, Surabaya: Karya Utama. Barry, Kevin dan Len King, Beginning Teaching And Beyond, third edition, Autralia; Thomson, 2006. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006. Faiq, Muhammad Dzaki, Aktivitas Belajar Pada Model Pembelajaran Kooperatif, diakses dari http://Penelitiantindakankelas.Blogspot.Com/2009/03/Aktivitas-BelajarPada-Model.Html, Isjoni, Cooperative Learning, Bandung: Alfabeta, 2009. Ismail, dkk., , Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2002. Lie, Anita, Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: Gramedia Widiasarana, 2002. Muijs, Daniel dan David Reynolds, Effective Teaching, Evidence and Practice, California: SAGE Publications Ltd, 2005. Nurhayati, ”Penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Untuk Meningkatkan Minat Belajar Matematika Siswa”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, t.d., Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2009. Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Rahmat, Abdul, Super Teacher, Bandung: MQS. Publishing, 2009. Rohman, Arif, Memahami Pendiidikan dan Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2009.
64
65
Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007. Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Cet. VI, Jakarta: Kencana, 2009. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Cet ke-11. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Siegel, Sidney, Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Terjemahan: Zanzawi Suyuti dan Landung, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997. Silberman, Mel, Active Training: A Handbook of Techniques, Design, Case Example, and Tips, New York: Lexington Books, 1990. Silberman, Melvin L., Active Learning:101 Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007. Singer, kurt, Membina Hasrat Belajar di Sekolah, Bandung: Remadja Karya, 1987. Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Cet ke-4. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, Jakarta: Pustaka Setia, 2005. Sudjana, Metoda Statistika, Cet. III, Bandung: Tarsito, 2005 Sugiyono, Statistik Nonparametrik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2007. Suherman, Erman, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA-UPI, 2001. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Cet. XI, Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2005. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama Republik Indonesia, 2003.
65
66
Wiranaputra, Udin S., dkk., Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007. Witherington, Psikologi Pendidikan, Terjemahan: M. Bukhori, Jakarta: Aksara Baru, 1978. Yudha M.S., Strategi Pembelajaran Kooperatif, Bandung: Bintang Wali Artika, 2008.
66