SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI PANTAI INDAH MUKOMUKO
INDAH DWI TIARA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap di Pantai Indah Mukomuko adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2016 Indah Dwi Tiara NIM C44120081
ABSTRAK INDAH DWI TIARA. Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap di Pantai Indah Mukomuko. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan EKO SRI WIYONO. Pola hubungan nelayan dalam perikanan di Pantai Indah Mukomuko dapat dilihat dari ketergantungan nelayan penggarap kepada nelayan pemilik dalam peminjaman modal melaut serta biaya untuk kebutuhan sehari-hari. Praktek bagi hasil nelayan di Pantai Indah Mukomuko terjadi berdasarkan adat istiadat setempat tanpa adanya perjanjian tertulis. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi usaha penangkapan, pola hubungan nelayan, serta sistem bagi hasil perikanan tangkap di daerah tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus dengan responden yang ditentukan dengan metode purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hubungan nelayan yang terjadi di masyarakat nelayan Pantai Indah dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan Pantai Indah Mukomuko terbagi menjadi dua bentuk, yaitu bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan 40% untuk nelayan penggarap, serta bagi hasil 50% untuk nelayan pemilik dan 50% untuk nelayan penggarap yang sudah sesuai dengan pembagian yang terdapat dalam UU Nomor 16 Tahun 1964. Kata kunci: Bagi hasil, usaha penangkapan, hubungan nelayan
ABSTRACT INDAH DWI TIARA. Fishermen’s Profit Sharing System of Capture Fisheries in Indah Beach Mukomuko. Supervised by AKHMAD SOLIHIN and EKO SRI WIYONO. Fishermen relationship pattern of fisheries in Indah beach of Mukomuko can be seen from the dependency of fish workers to owner in the capital loaning as well as the cost for daily needs. Fishermen profit sharing practice in Indah beach of Mukomuko happened upon local customs without any written agreement. This research aims to identify the fishing business, fishermen relationships, and profit sharing system of fisheries capture in the area. The approach used in this research is a case study approach with respondents who specified by using purposive sampling method. Based on the research, the fishermen relationships that occur in fishermen communities can be classified into a relationship that is reciprocity. Profit sharing system that are applied by the Indah beach of Mukomuko fishermen divided into two forms, where the owner receives 60% and the fish workers receive 40%, the owner receives 50% and the fish workers receive 50% that already accordance with the apportionment contained in Act Number 16 of 1964. Keywords: Profit sharing, fishing business, fishermen relationship
SISTEM BAGI HASIL NELAYAN PERIKANAN TANGKAP DI PANTAI INDAH MUKOMUKO
INDAH DWI TIARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 ini ialah Bagi Hasil, dengan judul Sistem Bagi Hasil Nelayan Perikanan Tangkap di Pantai Indah Mukomuko. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Akhmad Solihin, SPi MH dan Bapak Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi selaku dosen pembimbing, Bapak Dr Ir Anwar Bey Pane, DEA selaku dosen penguji, dan Bapak Dr Iin Solihin, SPi MSi selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak dari Dinas Kelautan dan Perikanan Mukomuko dan nelayan-nelayan di Pantai Indah Mukomuko yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, kepada Banar Adentya Pragaswara yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi, serta kepada rekan-rekan PSP 49 dan rekan-rekan TITIK yang telah memberikan dukungannya. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Indah Dwi Tiara
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
Penelitian Terdahulu
2
METODE
3
Lokasi dan Waktu Penelitian
3
Objek dan Alat Penelitian
4
Metode Penelitian
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Usaha Perikanan di Pantai Indah Mukomuko
6 6
Pola Hubungan Nelayan di Pantai Indah Mukomuko
10
Sistem Bagi Hasil Nelayan di Pantai Indah Mukomuko
13
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1 Musim penangkapan per alat tangkap 2 Tingkat kepuasan nelayan terhadap pola hubungan nelayan di Pantai Indah Mukomuko 3 Pembagian hasil nelayan boat seine atau payang 4 Pendapatan nelayan boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip pada setiap musim penangkapan 5 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 6 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan 7 Pembagian hasil nelayan danish seine atau lore/dogol 8 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan 9 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 10 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan 11 Pembagian hasil nelayan gillnet atau jaring insang 12 Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan 13 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 14 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan 15 Pembagian hasil nelayan longline atau rawai 16 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan 17 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan 18 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan
6 13 14 15 15 15 16 16 16 17 18 18 18 19 19 20 20 20
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Peta lokasi penelitian Kapal boat seine atau payang di Pantai Indah Mukomuko Kapal Danish seine atau lore/dogol di Pantai Indah Mukomuko Kapal gillnet atau jaring insang di Pantai Indah Mukomuko Kapal longline atau rawai di Pantai Indah Mukomuko
4 7 8 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Biaya variabel (perbekalan) boat seine atau payang per trip Biaya tetap boat seine atau payang per trip Hasil tangkapan Biaya tetap boat seine atau payang per trip pada musim panen Hasil tangkapan Biaya tetap boat seine atau payang per trip pada musim sedang Hasil tangkapan Biaya tetap boat seine atau payang per trip pada musim paceklik Pendapatan nelayan Biaya tetap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip pada setiap musim penangkapan Biaya Variabel (perbekalan) danish seine atau lore/dogol per trip Biaya tetap danish seine atau lore/dogol per trip Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim panen Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim sedang Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim paceklik Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan Biaya Variabel (perbekalan) gillnet atau jaring insang per trip Biaya tetap gillnet atau jaring insang per trip Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim panen Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim sedang Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim paceklik Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan Biaya Variabel (perbekalan) longline atau rawai per trip Biaya tetap longline atau rawai per trip Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim panen Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim sedang Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim paceklik Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan Konstruksi alat tangkap boat seine atau payang Konstruksi alat tangkap danish seine atau lore/dogol Konstruksi alat tangkap gillnet atau jaring insang Konstruksi alat tangkap longline atau rawai
23 23 23 24 24 24 24 25 25 25 25 26 26 26 26 27 27 27 27 28 28 28 28 29 29 29 30 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya laut, sehingga memberikan peluang besar dalam mensejahterakan masyarakat Indonesia. Namun demikian, ditinjau dari aspek sosio-ekonomi, nelayan masih hidup dalam kondisi yang termarjinalkan. Salah satu factor penyebabnya adalah hubungan patronklien (nelayan pemilik-nelayan penggarap) dalam kegiatan penangkapan ikan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan penggarap (Ningsih 2011). Hubungan patron-klien ini umumnya terjadi karena kehidupan nelayan yang sangat bergantung pada alam, seperti kondisi cuaca dan perubahan iklim. Permasalahan semakin kompleks ketika musim paceklik, padahal kebutuhan rumah tangga harus terpenuhi dari hasil menangkap ikan. Kondisi sulit inilah mengakibatkan nelayan penggarap menambah jumlah pinjaman kepada nelayan pemilik, sehingga sistem bagi hasil berdasarkan perjanjian antara kedua belah pihak yang terus menerus dilakukan sangat tepat pada corak kegiatan penangkapan yang tidak menentu (Muninggar 2011). Sistem bagi hasil di setiap daerah berbeda-beda, namun pada umumnya, nelayan penggarap memiliki posisi tawar yang lemah dalam usaha perikanan tangkap, baik secara ekonomi maupun politik karena dihadapkan dengan struktur pasar yang tidak kondusif (PKSPL 2002). Harga yang ditawarkan untuk produk ikan (output) yang dihasilkan sering kali lebih rendah dari harga ekonomisnya. Sementara itu nelayan penggarap harus membayar biaya atas barang-barang input (faktor produksi), seperti alat tangkap (jaring), bahan bakar, dan mesin yang digunakan (Yonvitner et.al, 2007). Hal ini pula yang menjadi salah satu penentu tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh nelayan dari hasil kegiatan penangkapan ikan. Kabupaten Mukomuko merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Pantai Indah adalah sebuah kawasan pantai di Kecamatan Kota Mukomuko yang menjadi salah satu pusat mata pencaharian nelayan sekitar. Praktek bagi hasil yang terjadi di lingkungan nelayan terjadi berdasarkan adat istiadat setempat tanpa adanya perjanjian tertulis sehingga belum diketahui secara pasti bagaimana praktek bagi hasil nelayan yang berlangsung di lapangan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengkaji pola hubungan nelayan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap yang berimbas pula kepada sistem bagi hasil yang berlaku dalam masyarakat nelayan Pantai Indah Mukomuko saat ini.
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis usaha perikanan tangkap di Pantai Indah Mukomuko 2. Menganalisis pola hubungan nelayan di Pantai Indah Mukomuko 3. Menganalisis sistem bagi hasil nelayan perikanan tangkap di Pantai Indah Mukomuko
2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan kepada pemerintah dan pihak yang berkepentingan dalam merumuskan kebijakan dan perbaikan sistem bagi hasil perikanan tangkap.
Penelitian Terdahulu 1.
2.
Implementasi Undang-Undang No 16 Tahun 1964 Tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan di PPI Muara Angke tahun 2014 (Utami 2014) Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: Sistem bagi hasil tertulis pada UU No. 16 Tahun 1964 dibagi berdasarkan jenis mesin yang digunakan yaitu perahu layar atau motor. Besarnya bagi hasil untuk perahu layar yaitu sebesar 25% nelayan pemilik dan 75% nelayan penggarap, kapal motor yaitu sebesar 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap. Pada undang-undang diatur pembagian beban-beban yang ditanggung oleh nelayan pemilik dan bersama (nelayan pemilik dan nelayan penggarap). Bebanbeban yang ditanggung nelayan pemilik yaitu ongkos pemeliharan dan perbaikan kapal serta biaya eksploitasi usaha penangkapan. Beban-beban yang ditanggung bersama yaitu ongkos lelang, uang rokok atau jajan, perbekalan, sedekah laut, dan iuran-iuran. Pola Sistem bagi hasil yang terjadi di PPI Muara Angke sudah sesuai menurut undang-undang yaitu kapal motor bagi hasilnya 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap untuk alat tangkap Purse Seine dan Gillnet atau jaring insang. Alat tangkap Boukeami beberapa menggunakan bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap. Perbedaan pendapatan antara praktek dan undang-undang yang didapatkan oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap terletak pada ketidaksesuaian pembagian beban-beban yang ditanggung bersama. Hal ini menyebabkan perbedaan pendapatan yang signifikan antara praktek dan undang-undang. Biaya operasional yang ditanggung bersama menyebabkan selisih pendapatan yang besar.
Sistem Bagi Hasil Perikanan Laut Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 di Desa Purworejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak tahun 2003 (Harini 2003) Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: Bagian yang diperoleh oleh nelayan penggarap dalam sistem bagi hasil perikanan laut yang berlaku secara turun temurun di desa Purworejo sudah jauh di atas ketentuan minimum yang ditetapkan dalam UU No. 16 Tahun 1964. Nelayan penggarap kapal, perahu potik, dan sampan di desa Purworejo bahkan bisa mendapatkan bagian hingga 75%, dan dapat dikatakan bahwa nelayan pemilik kapal berada di pihak yang selalu mengalah. Hal ini karena mereka menyadari kondisi ekonomi dan kesejahteraan hidup nelayan penggarap sangat rendah dan memprihatinkan.
3
3.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan sistem bagi hasil perikanan laut di desa Purworejo, masyarakat hanya berpedoman pada kebiasaan-kebiasaan yang sudah berlaku sejak lama. Mayoritas nelayan tidak mengetahui mengenai perjanjian bagi hasil perikanan yang sudah sejak lama diatur dalam suatu undang-undang, bahkan perangkat desa sendiri tidak mengetahui isi dari UU No. 16 Tahun 1964. Pada umumnya pendidikan di masyarakat nelayan di Desa Purworejo sangat rendah, hal tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat wawasan mereka dan kebiasaan buruk masyarakat yang biasa menyepelekan aturan yang berhubungan dengan nelayan Praktek Bagi Hasil Perikanan di Kalangan Nelayan Pandangan Wetan, Rembang, Jawa Tengah tahun 2009 (Sudaryanto 2009)
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: Proses perjanjian bagi hasil di kalangan nelayan bukanlah sebuah proses yang ketat dengan bentuk tertulis, tetapi hanya terjadi secara tidak tertulis yang dianggap sebagai kebiasaan yang telah turun-temurun. Awal perjanjian diawali dengan ajakan kepada ABK mengenai kapan akan berangkat melaut. Sementara akhir perjanjian terjadi saat adanya pembagian upah yang diterima oleh ABK. Sistem maro, pembagian 1 untuk majikan dan 1 bagian untuk ABK adalah aturan tidak tertulis yang umumnya diberlakukan di wilayah penelitian khususnya untuk kapal besar. Bagi kapal kecil hasil yang berjalan adalah dengan sistem mertelu atau mrapat. Hal ini dikarenakan masyarakat nelayan pandangan Wetan mengadopsi pola bagi hasil dari nelayan lain, seperti Tegal, Pekalongan, dan Batang. Namun, perjanjian tidak tertulis tersebut ada pengecualian untuk nahkoda. Nahkoda mendapat 2 bagian karena prestasi kerjanya.
METODE
Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli sampai Agustus 2015, bertempat di Pantai Indah, Kecamatan Kota Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah prapenelitian, tahap kedua adalah pelaksanaan penelitian, dan tahap ketiga yaitu pengolahan data. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
4
Gambar 1 Peta lokasi penelitian Obyek dan Alat Penelitian Obyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pola bagi hasil yang melibatkan nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, kuesioner, dan laptop.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi kasus, yang memfokuskan pada pola bagi hasil nelayan perikanan tangkap berdasarkan jenis alat tangkap. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jenis-jenis alat tangkap,
5 jumlah alat tangkap, dan jumlah armada yang diperoleh dari data statistik perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Mukomuko serta studi pustaka sebagai pelengkap dan penunjang. Data tersebut merupakan informasi untuk melakukan pengambilan data primer mengenai sistem bagi hasil, volume hasil tangkapan, harga ikan, biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya oprasional (solar, air tawar, es, ransum, oli). Selain itu data sekunder digunakan pula untuk mendapatkan data-data mengenai patron-klien nelayan, serta ketergantungan nelayan penggarap kepada nelayan pemilik dalam hal modal melaut maupun kehidupan sehari-hari. Data-data yang diperoleh melalui observasi dilapangan dilakukan dengan metode wawancara langsung dan pengisian kuisioner terhadap nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Penentuan responden (sampel) dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dimana responden akan dipilih berdasarkan tujuan penelitian, yang terdiri dari nelayan pemilik dan nelayan penggarap dengan alat tangkap berbeda. Jumlah nelayan yang ada di Pantai Indah Mukomuko yakni 378 orang (Dinas Kelautan dan Perikanan Mukomuko, 2014), sedangkan nelayan aktif yang ditemui di lapangan hanya berjumlah 296 orang . Banyaknya responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 32 orang terdiri dari nelayan alat tangkap boat seine atau payang sebanyak 8 responden, nelayan danish seine atau lore/dogol sebanyak 8 responden, nelayan gillnet atau jaring insang sebanyak 8 responden, dan nelayan longline atau rawai sebanyak 8 orang.
Analisis Data Analisis usaha perikanan tangkap Usaha perikanan di Pantai Indah Mukomuko di analisis dengan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif, dimana metode ini digunakan untuk menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan usaha perikanan, antara lain armada dan mesin yang digunakan, alat tangkap, tenaga kerja, musim penangkapan dan hasil tangkapan. Analisis pola hubungan nelayan Pola hubungan nelayan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data deskriptif kualitatif. Metode ini bertujuan untuk menafsirkan data mengenai hubungan nelayan yang ada, yaitu tentang situasi yang dialami nelayan saat musim penangkapan (panen, sedang, paceklik), kegiatan pinjam-meminjam modal, pandangan nelayan penggarap terhadap nelayan pemilik atau sebaliknya, dan ketergantungan nelayan penggarap terhadap nelayan pemilik. Analisis bagi hasil Sistem bagi hasil yang terjadi di Pantai Indah Mukomuko terdiri dari 2 pola, yaitu bagi hasil 60% untuk nelayan pemilik dan 40% untuk nelayan penggarap, serta bagi hasil 50% untuk nelayan pemilik dan 50% untuk nelayan penggarap. Bagi hasil ini dianalisis dengan metode analisis deskriptif kuantitatif. Bagian yang diterima oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap diperoleh dari besarnya pendapatan bersih yang diterima dengan mengurangi jumlah penerimaan hasil produksi dengan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan selama kegiatan penangkapan, dan selanjutnya dibagi sesuai persentase bagi hasil yang telah disepakati oleh nelayan penggarap dan nelayan
6 pemilik (Pratama, Gumilar, Maulina. 2012), sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: ∏= TR-TC Keterangan: ∏ = pendapatan bersih/keuntungan TR = jumlah penerimaan TC = jumlah biaya produksi Jumlah penerimaan hasil produksi diperoleh dengan mengalikan volume hasil tangkapan dengan harga tangkapan itu sendiri, sedangkan biaya produksi terdiri dari biaya perbaikan (kapal, mesin, dan alat tangkap), dan biaya operasional (solar, air tawar, es, ransum, oli).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Usaha Perikanan di Pantai Indah Mukomuko Alat tangkap yang terdapat di Pantai Indah Mukomuko terdiri atas 58 unit boat seine atau payang, 51 unit danish seine atau lore/dogol, 109 unit gillnet atau jaring insang, dan 60 longline atau rawai (Dinas Perikanan dan Kelautan Mukomuko, 2014). Nelayan di Pantai Indah Mukomuko melaut rata-rata 5-6 hari (1 hari/trip) dalam satu minggu, dimana per tripnya, nelayan menghabiskan waktu untuk menangkap ikan sekitar 8 jam dimulai sekitar jam 03.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB. Tambat labuh kapal terjadi di muara pantai. Modal melaut para nelayan ada yang bersumber dari modal dari nelayan pemilik, modal dari nelayan penggarap, serta modal bersama yang berasal dari nelayan penggarap dan nelayan pemilik. Biaya perbekalan melaut merupakan biaya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Tabel 1 Musim penangkapan per alat tangkap No Alat tangkap Musim tangkapan Lama . trip Panen Sedang Paceklik (hari) 1. Boat seine atau AgustusFebruariMei-Juli 1 payang Januari April 2. Danish seine AgustusFebruariMei-Juli 1 atau lore/dogol Januari April 3. Gillnet atau MeiNovember- November1 jaring insang Oktober April April 4. Longline atau MeiNovember- November1 rawai Oktober April April Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
Frekuensi trip per bulan 20-24 20-24 20-24 20-24
7 Musim penangkapan terbagi menjadi 3 musim, yaitu panen, sedang, dan paceklik. Hasil tangkapan yang diperoleh pada setiap musim penangkapan pun berbeda-beda. Semakin banyak dan beragam jumlah tangkapan yang didapatkan, maka harga ikan akan semakin murah, begitu pun sebaliknya. Hasil tangkapan biasanya langsung dijual kepada nelayan pemilik atau dijual di pinggir pantai karena Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang sudah sejak lama tidak beroperasi. Pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap berbedabeda untuk tiap musim penangkapan. Namun, biaya variabel yang dikeluarkan untuk setiap musimnya tidak ada yang berubah karena tidak adanya pengurangan lamanya trip dan jauhnya fishing ground yang ditempuh. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim terhadap biaya tetap dan biaya variabel per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap, tanpa adanya potongan terkait iuraniuran rutin, atau biaya retribusi/ongkos lelang, karena sebagian besar hasil tangkapan langsung dibeli di pinggir laut setelah kapal mendarat.
Boat seine (payang) Alat tangkap boat seine atau payang yang terdapat di Pantai Indah Mukomuko menggunakan Perahu motor dengan jenis mesin 40 PK. Boat seine atau payang yang digunakan memiliki ukuran panjang sekitar 250 meter. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata adalah 12 orang, terdiri atas nahkoda, juru mesin dan ABK. Nelayan boat seine atau payang rata-rata melaut setiap hari, kecuali hari jumat, dimana pada hari tersebut biasanya nelayan memperbaiki alat tangkap dengan menggunakan olahan dari pohon “ubah” yang berfungsi untuk mengembalikan warna alat tangkap seperti bentuk baru, kemudian mereka juga menjurai untuk memperbaiki bagian-bagian jaring yang rusak.
Gambar 2 Kapal boat seine atau payang di Pantai Indah Mukomuko
8
Hasil tangkapan boat seine atau payang langsung dijual dipinggir pantai saat kapal mulai berlabuh. Masyarakat umumnya sudah mengetahui waktu kedatangan kapal, sehingga mereka sudah bersiap-siap untuk menunggu hasil tangkapan yang dibawa oleh para nelayan yang pulang melaut. Beberapa nelayan penggarap juga sudah memiliki langganan dalam penjualan hasil tangkapannya. Harga jual hasil tangkapan pada setiap musim penangkapan pun berbeda-beda, dimana pada musim panen hasil tangkapan diperoleh dalam jumlah yang relatif banyak dan beraneka jenis sehingga dapat dijual dengan harga normal, sedangkan ketika musim sedang, ikan dijual dengan harga yang sedikit tinggi dari musim panen, yaitu naik sekitar Rp 5000,/kg/jenis ikan dari harga panen. Musim paceklik, harga ikan kembali mengalami peningkatan rata-rata Rp 5000,-/kg/jenis ikan. Namun, kenaikan harga tersebut belum mampu menutupi biaya operasional yang dikeluarkan untuk melaut, sehingga nelayan penggarap harus menombok biaya perbekalan yang biayanya berasal dari pinjaman dari nelayan pemilik.
Danish seine (lore/dogol) Danish seine atau lore/dogol merupakan alat tangkap tradisional yang memiliki kantong, dan dapat digunakan untuk menangkap ikan-ikan demersal. Ukuran danish seine atau lore/dogol yang banyak ditemui di Pantai Indah Mukomuko yaitu sekitar 150 meter. Dalam satu kali trip penangkapan, kapal danish seine atau lore/dogol biasanya menggunakan tenaga kerja rata-rata sebanyak 4 orang yang terdiri dari nahkoda (merangkap juru mesin) dan ABK.
Gambar 3 Kapal danish seine atau lore/dogol di Pantai Indah Mukomuko Danish seine atau lore/dogol biasanya berlabuh sekitar jam 11.00 WIB. Hasil tangkapan yang diperoleh dari hasil melaut dengan menggunakan perahu motor dengan jenis mesin 15 PK langsung dijual kepada nelayan pemilik. Nelayan pemilik
9 biasanya membeli hasil tangkapan tersebut dengan harga yang tidak begitu rendah dibandingkan harga ekonomis hasil tangkapan yang dijual ke pasar atau masyarakat lainnya.
Gillnet (jaring insang) Jenis kapal yang digunakan gillnet atau jaring insang sama dengan jenis kapal yang digunakan alat tangkap danish seine atau lore/dogol. Gillnet atau jaring insang memiliki musim penangkapan per 6 bulan, sehingga nelayan gillnet atau jaring insang tidak mengalami musim paceklik yang begitu parah.
Gambar 4 Kapal gillnet atau jaring insang di Pantai Indah Mukomuko Alat tangkap yang umumnya menggunakan 3 orang tenaga kerja (1 orang nahkoda (merangkap juru mesin) dan 2 orang ABK) dalam operasi penangkapan ikannya ini memiliki hasil tangkapan yang berbeda pada setiap musim, dimana pada musim panen hasil tangkapan diperoleh dalam jumlah yang relatif banyak dan beraneka jenis sehingga dapat dijual dengan harga normal. Saat musim sedang, ikan dijual dengan harga yang sedikit tinggi dari musim panen, yaitu naik sekitar Rp 3000,/kg/jenis ikan dari harga panen. Sedangkan untuk musim paceklik sendiri, hasil tangkapan dan harga ikan sama dengan hasil tangkapan dan harga ikan saat musim sedang karena pengaruh musim penangkapan alat tangkap gillnet atau jaring insang sehingga nelayannya tidak mengalami musim paceklik yang tidak terlalu parah, atau bisa dikatakan sangat jarang terjadi.
Longline (rawai) Longline atau rawai di Pantai Indah Mukomuko banyak memiliki kesamaan dengan alat tangkap gillnet atau jaring insang baik dari segi perahu dan ukuran mesin yang digunakan, musim penangkapan, sumber modal, sampai dengan pembagian hasil. Tenaga kerja kerja yang digunakan rata-rata adalah 3 orang yang terdiri dari 1 orang nahkoda yang merangkap sebagai juru mesin dan 2 orang ABK.
10
Gambar 5 Kapal longline atau rawai di Pantai Indah Mukomuko Setelah berlabuh, hasil tangkapan langsung didaratkan di tepi pantai untuk selanjutnya dijual langsung kepada masyarakat. Beberapa nelayan penggarap juga biasanya memiliki pelanggan dan menerima pesanan dengan jenis ikan tertentu. Biasanya ikan yang menjadi pesanan tersebut langsung disortir di atas kapal, sehingga saat mendarat, pelanggan yang memesan bisa langsung mengambil hasil tangkapan yang ia inginkan tersebut. Pada musim panen hasil tangkapan diperoleh dalam jumlah yang relatif banyak dan beraneka jenis sehingga dapat dijual dengan harga normal, sedangkan ketika musim sedang, ikan dijual dengan harga yang sedikit tinggi dari musim panen, yaitu naik sekitar Rp 5000,-/kg/jenis ikan dari harga panen. Longline atau rawai tidak memiliki musim paceklik yang cukup parah, sehingga hasil tangkapan dan harga jualnya relatif stabil.
Pola Hubungan Nelayan di Pantai Indah Mukomuko Pola Hubungan nelayan dalam struktur sosial sangat identik dengan kuatnya ikatan patron-klien. hubungan nelayan merupakan sebuah pranata yang lahir dari adanya rasa saling percaya antar beberapa golongan komunitas nelayan, yaitu golongan pemilik kapal (modal ekonomi) sebagai patron, dan golongan komunitas nelayan yang tidak memiliki modal ekonomi, tapi memiliki keahlian dan tenaga berperan sebagai klien (Sursiyamtini, Paresti, Sentosa. et.al 2012). Hubungan patronklien senantiasa menjadi fenomena perdebatan antara hubungan yang bersifat eksploitasi dan hubungan bersifat resiprositas. Eksploitasi merupakan suatu hubungan dimana terdapat individu, kelompok atau kelas yang secara tidak adil atau tidak wajar menarik keuntungan dari kerja, atau atas keinginan orang lain, sedangkan resiprositas mengandung prinsip bahwa orang harus membantu mereka yang pernah membantunya atau setidak-tidaknya tidak merugikan satu sama lain (Scott 1981 dalam Chaniago 2014). Relasi hubungan nelayan terjadi intensif pada masyarakat nelayan karena mereka belum menemukan alternatif institusi
11 yang mampu menjamin kepentingan sosial ekonomi, termasuk pada masyarakat nelayan di Pantai Indah Mukomuko. Hubungan patron-klien di pantai Indah Mukomuko dapat dilihat dari ketergantungan sebagian besar nelayan penggarap kepada nelayan pemilik terutama pada musim paceklik. Hal ini terjadi akibat tidak adanya matapencaharian alternatif atau matapencaharian tambahan nelayan yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan, terutama saat hasil tangkapan mulai menurun. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh nelayan dengan masing-masing alat tangkap yang berbeda.
Pola hubungan nelayan boat seine (payang) Nelayan penggarap boat seine atau payang di Pantai Indah Mukomuko umumnya melakukan aktivitas penangkapan ikan setiap hari. Meskipun sedang dalam musim paceklik, nelayan penggarap boat seine atau payang tetap melakukan operasi penangkapan ikan dengan lama trip dan jarak fishing ground yang sama dengan musim penangkapan lainnya. Kondisi inilah yang terkadang menyebabkan para nelayan penggarap boat seine atau payang harus menombok biaya operasional yang mereka keluarkan, karena hasil tangkapan yang didapatkan tidak mampu menutupi biaya yang mereka keluarkan untuk melakukan operasi penangkapan ikan tersebut. Sebagian besar nelayan juga tidak mempunyai tabungan atau biaya lebih yang mereka simpan untuk mengantisipasi apabila keadaan ini terjadi. Kesulitan-kesulitan ini menyebabkan para nelayan penggarap boat seine atau payang harus mencari pinjaman kepada nelayan pemilik agar bisa menutupi biaya operasional yang mereka keluarkan, dan juga sebagai modal untuk mereka melakukan kegiatan penangkapan ikan berikutnya. Nelayan penggarap boat seine atau payang biasanya meminjam sejumlah uang dengan nelayan pemilik dengan perjanjian-perjanjian tertentu yang telah disepakati bersama. Nelayan penggarap yang mendapat pinjaman modal dari nelayan pemilik biasanya dikenakan bunga sepuluh sampai dengan lima belas persen dari jumlah modal yang dipinjamkan. Pada kondisi tertentu, nelayan penggarap tidak mampu mengembalikan modal yang ia pinjam dalam waktu yang cepat karena rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh, sehingga merekapun kembali meminjam. Nelayan pemilik yang secara terus-menerus memberi pinjaman kepada nelayan penggarap lamakelamaan akan menjadi “induk semang” atau orangtua angkat bagi nelayan penggarap tersebut. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun induk semang sangat memperhatikan kehidupan nelayan penggarap, baik dalam keperluan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya, sehingga menimbulkan rasa simpati nelayan penggarap tersebut. Nelayan penggarap merasa sangat berhutang budi kepada induk semang sehingga sangat mematuhi apa yang diperintahkan oleh induk semang tanpa memperhitungkan bunga yang harus mereka tanggung dari pinjaman yang terusmenerus diberikan induk semang. Pinjaman biasanya dikembalikan apabila nelayan penggarap sudah memiliki uang dari hasil melaut (musim panen), sehingga tidak terlalu memberatkan nelayan. Induk semang juga biasanya meminjamkan kapal atau alat tangkap miliknya untuk keperluan melaut kepada nelayan penggarap baru yang ingin melakukan kegiatan penangkapan ikan, namun belum memiliki kapal atau alat tangkap. Beberapa induk semang yang meminjamkan kapal dan alat tangkap biasanya ikut pula melaut
12 bersama nelayan penggarap dan mewajibkan nelayan penggarap tersebut untuk menimbang setiap hasil tangkapan kepada induk semang untuk diketahui berapa besar perkiraan pendapatan yang akan diperoleh dari hasil penjualan tangkapan tersebut.
Pola hubungan nelayan danish seine (lore/dogol) Kapal dan alat tangkap yang digunakan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol dalam operasi penangkapan ikan sebagian besar berasal dari pinjaman nelayan pemilik atau induk semang berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama. Nelayan penggarap yang menggunakan pinjaman kapal atau alat tangkap dari induk semang harus menjual hasil tangkapan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan ke induk semang nya sendiri. Induk semang pun biasanya membeli hasil tangkapan tersebut dengan harga yang tidak begitu jauh dari harga jual nelayan kepada masyarakat pada umumnya sehingga tidak terlalu merugikan nelayan. Nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol tidak terlalu bergantung kepada nelayan pemilik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan untuk modal melautnya biasanya berasal dari modal bersama nelayan penggarap dan nelayan pemilik, sehingga masih bisa tertutupi dengan uang pribadi yang mereka miliki karena jumlah modal yang lebih kecil dibandingkan nelayan boat seine atau payang. Jika terjadi kekurangan modal pun, nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol biasanya lebih memilih untuk meminjam uang kepada sanak saudaranya daripada meminjam kepada induk semang, karena tidak dikenai bunga layaknya pinjaman yang diperoleh dari induk semang. Nelayan penggarap juga beranggapan bahwa bunga yang diberikan oleh induk semang terlalu tinggi untuk jumlah pinjaman yang mereka anggap cukup rendah, sehingga jarang sekali ditemui adanya hubungan pinjammeminjam modal antara nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol dengan induk semang nya.
Pola hubungan nelayan gillnet (jaring insang) dan longline (rawai) Nelayan gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai memiliki pola hubungan patron-klien yang sama dalam kegiatan operasi penangkapan ikannya. Nelayan penggarap gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai umumnya tidak memiliki ketergantungan kepada nelayan pemilik, baik dalam modal melaut maupun peminjaman alat tangkap atau kapal untuk kegiatan penangkapan ikan. Nelayan penggarap hanya meminjam sejumlah uang untuk tambahan modal kepada nelayan pemilik apabila hasil tangkapan benar-benar tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional yang mereka keluarkan. Hal ini tidak terjadi secara terus menerus karena jarang sekali nelayan penggarap gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai mengalami musim paceklik yang menyebabkan hasil tangkapan sangat rendah. Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang dan longline atau rawai bisa dikatakan cukup stabil dibandingkan nelayan boat seine atau payang dan danish seine atau lore/dogol, terutama pada musim paceklik. Berdasarkan wawancara terhadap responden dari masing-masing alat tangkap mengenai tingkat kepuasan hubungan nelayan yang terjadi di Pantai Indah Mukomuko, maka dari 32 orang responden yang terdiri dari 14 orang nelayan pemilik dan 18 orang
13 nelayan penggarap, diperoleh 27 orang responden yang merasa puas (14 orang nelayan pemilik, 13 orang nelayan penggarap), dan 5 orang responden yang merasa tidak puas (5 orang nelayan penggarap) dengan pola hubungan nelayan di Pantai Indah Mukomuko. Tabel 2 Tingkat kepuasan nelayan terhadap pola hubungan nelayan di Pantai Indah Mukomuko No. Alat Nama Status Nelayan Tingkat Kepuasan Tangkap Responden Puas Tidak Puas 1. Boat seine Yus Pemilik √ atau payang Dedi Pemilik √ Wawan Pemilik √ Ipin Pemilik √ Anton Penggarap √ Troy Penggarap √ Dodon Penggarap √ Kembit Penggarap √ 2. Danish seine Wan Abu Pemilik √ atau Satria Pemilik √ lore/dogol Ben Pemilik √ Tapa Pemilik √ Amran Penggarap √ Yogi Penggarap √ Awan Penggarap √ Rofiq Penggarap √ 3. Gillnet atau Cung Meran Pemilik √ jaring insang Ibrahim Pemilik √ Teken Pemilik √ Bus Penggarap √ Yansyah Penggarap √ Roy Penggarap √ Robi Penggarap √ Amir Penggarap √ 4. Longline Ari Pemilik √ atau rawai Jumadi Pemilik √ Anto Pemilik √ Rodi Penggarap √ Rudi Penggarap √ Afrizal Penggarap √ Meky Penggarap √ Busril Penggarap √ Jumlah 27 5 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
14 Sistem Bagi Hasil Nelayan di Pantai Indah Mukomuko Perjanjian bagi hasil perikanan Menurut pasal (1) huruf a, Undang-undang No. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan, merupakan perjanjian yang dilakukan dalam usaha penangkapan ikan antara nelayan, pemilik, dan penggarap tambak, menurut perjanjian dimana masing-masing menerima bagian dari hasil dan usaha tersebut menurut pertimbangan yang telah disetujui sebelumnya. Jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut (Undang-undang No. 16 Tahun 1964 pasal (3) ayat (1)): a. jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% dari hasil bersih b. jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% dari hasil bersih Sistem bagi hasil nelayan di Pantai Indah Mukomuko masih berdasarkan kebiasaan turun temurun. Pelaksanaan pola bagi hasil masih secara tradisional dan tidak melalui tertulis. Pembagian hasil didasarkan oleh prinsip n+2, dimana (n) merupakan jumlah nelayan penggarap yang ikut melaut. Boat seine (payang) Sistem bagi hasil yang digunakan nelayan boat seine atau payang yaitu 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya variabel (perbekalan) dan biaya-biaya tetap per trip. Nahkoda biasanya memperoleh bagian yang lebih besar dari bagian tersebut. Namun pada umumnya nahkoda memberikan kembali beberapa bagiannya tersebut kepada ABK yang memiliki pekerjaan lebih berat saat melakukan operasi penangkapan ikan.
Tabel 3 Pembagian hasil nelayan boat seine atau payang No. Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (60%:40%) 1. Nahkoda 1 2.5 2. Juru mesin 1 1.5 3. ABK 10 1 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Perbedaan bagian dari pembagian hasil nelayan penggarap tersebut disebabkan oleh tingkat kesulitan dan tanggung jawab masing-masing. Nahkoda yang ditunjuk biasanya merupakan orang yang sudah memiliki banyak pengalaman melaut, dapat mengantisipasi permasalahan yang terjadi selama melaut, dan dipercaya dapat memimpin operasi penangkapan ikan yang dilakukan. Juru mesin bertanggung jawab atas semua hal yang berkaitan dengan mesin kapal, mulai dari pengecekan BBM sebelum berangkat sampai dengan kapal mendarat kembali. Sedangkan ABK bertugas untuk mengoperasikan alat tangkap dengan sebaik mungkin agar mendapat hasil tangkapan yang maksimal.
15 Tabel 4 Pendapatan nelayan boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) per musim Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 7.108.368 5.119.368 2.817.368 2. Nelayan pemilik 4.265.021 3.071.621 1.690.421 (60%) 3. Nelayan penggarap 2.843.347 2.047.747 1.126.947 (40%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Pendapatan yang diperoleh nelayan pemilik dan nelayan pengggarap berbedabeda untuk tiap musim penangkapan. Namun, biaya variabel yang dikeluarkan untuk setiap musimnya tidak ada yang berubah. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengurangan lamanya trip dan jauhnya fishing ground yang ditempuh. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan apabila musim paceklik tiba. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim (Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5) terhadap biaya tetap (Lampiran 2) dan biaya variabel (Lampiran 1) per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Nelayan pemilik umumnya banyak yang memiliki pekerjaan lain sehingga baru pulang ke rumah sore atau malam hari, sehingga bagian bagi hasil baru bisa didapatkan nelayan penggarap pada malam hari setelah nelayan pemilik pulang atau dini hari ketika nelayan penggarap akan melaut kembali.
Tabel 5 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim Musim (Rp) sedang (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 507.741 365.669 201.241 2. Juru mesin 304.644 219.401 120.744 3. ABK 203.096 146.268 80.496 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
Tabel 6 Pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim Musim (Rp) sedang (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 12.185.774 8.776.059 4.829.774 2. Juru mesin 7.311.464 5.265.636 2.897.864 3. ABK 4.874.310 3.510.424 1.931.910 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa besar pendapatan nelayan penggarap boat seine atau payang pada setiap musim penangkapan ikan berada di atas, Upah Minimum Provinsi (UMP) Bengkulu tahun 2015 sebagaimana yang telah
16 ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor X.475.XIV tahun 2014 yaitu sebesar Rp 1.500.000,- per bulan. Namun, pendapatan tersebut belum dikurangi oleh biaya-biaya yang mereka pinjam dari nelayan pemilik.
Danish seine (lore/dogol) Sistem bagi hasil yang digunakan nelayan danish seine atau lore/dogol yaitu 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya variabel (perbekalan) dan biaya-biaya tetap per trip. Pembagian ini didasari oleh modal melaut yang bersumber dari modal bersama antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap, sehingga hasil melaut dibagi rata.
Tabel 7 Pembagian hasil nelayan danish seine atau lore/dogol Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (50%:50%) 1. Nahkoda (merangkap 1 3 juru mesin) 2. ABK 3 1 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 No.
Pembagian hasil nelayan penggarap dibagi lagi 6 bagian. Bagian yang paling besar biasanya diperoleh nahkoda yang juga bertugas sebagai juru mesin yaitu 3 bagian, dan sisanya adalah ABK biasa yakni 1 bagian. Bagian yang lebih besar tersebut didasarkan pada pertimbangan tanggung jawab, tugas, tenaga, dan pemikiran yang dibebankan kepadanya. Pembagian bagi hasilnya sendiri tidak dapat diambil langsung setelah penjualan hasil tangkapan, melainkan malam harinya, atau dini hari ketika nelayan penggarap akan melakukan kegiatan penangkapan ikan berikutnya. Tabel 8 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 1.532.715 986.785 422.715 2. Nelayan pemilik (50%) 766.357 493.392 211.358 3. Nelayan penggarap 766.357 493.392 211.358 (50%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
Tabel 9 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim sedang Musim (Rp) (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 383.179 246.696 105.679 2. ABK 127.726 82.232 35.226 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
17
Nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol memiliki pendapatan yang cukup tinggi pada musim panen dan sedang. Namun, pada musim paceklik pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol sangat kecil karena rendahnya hasil tangkapan yang diperoleh, baik dari segi jenis maupun jumlah hasil tangkapan tersebut. Harga yang ditetapkan nelayan pemilik juga lebih rendah dibandingkan harga ekonomis hasil tangkapan di masyarakat meskipun tidak berbeda terlalu jauh. Namun, kondisi ini tetap saja mempengaruhi pendapatan yang diperoleh nelayan penggarap pada setiap musim penangkapan. Di sisi lain, nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol juga tidak memiliki pekerjaan sampingan yang dapat menunjang pendapatan mereka. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim (Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11) terhadap biaya tetap (Lampiran 8) dan biaya variabel (Lampiran 7) per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Pendapatan bersih pada setiap musim penangkapan sangat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh setiap nelayan penggarap pada kapal yang ikut melaut.
Tabel 10 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim sedang Musim (Rp) (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 9.196.292 5.920.708 2.536.292 2. ABK 3.065.431 1.973.569 845.431 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Pendapatan nelayan penggarap danish seine atau lore/dogol pada musim paceklik yang berada di atas UMP hanya pendapatan nahkoda sedangkan pendapatan ABK berada di bawah UMP Bengkulu. Namun, pendapatan yang diperoleh nahkoda dan ABK tersebut sudah merupakan pendapatan bersih yang bisa mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari tanpa dipotong biaya pinjaman apapun, karena nelayan nelayan tidak bergantuk pada nelayan pemilik dalam hal modal dan biaya hidup.
Gillnet (jaring insang) Salah satu keuntungan yang dirasakan oleh nelayan penggarap gillnet atau jaring insang adalah bagian dari bagi hasilnya lebih cepat diperoleh dibandingkan alat tangkap lain. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat ketergantungan nelayan penggarap terhadap nelayan pemilik terutama dalam hal modal, sehingga hasil tangkapan melaut bisa langsung dijual dan uangnya bisa didapatkan secara langsung setelah hasil tangkapan terjual.
18 Tabel 11 Pembagian hasil nelayan gillnet atau jaring insang No. Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (50%:50%) 1. Nahkoda (merangkap 1 3 juru mesin) 2. ABK 2 1 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Nelayan gillnet atau jaring insang memiliki sistem permodalan yang berasal dari modal bersama antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap. menggunakan sistem bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap setelah dikurangi biayabiaya variabel (perbekalan) dan biaya-biaya tetap per trip.
Tabel 12 Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 1.442.715 1.117.715 1.117.715 2. Nelayan pemilik (50%) 721.357 558.858 558.858 3. Nelayan penggarap 721.357 558.858 558.858 (50%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
Tabel 13 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim Musim (Rp) sedang (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 432.814 335.315 335.315 2. ABK 111.771 111.771 144.271 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Pendapatan bersih nelayan gillnet atau jaring insang stabil dibandingkan pendapatan bersih alat tangkap boat seine atau payang dan danish seine atau lore/dogol, karena umumnya mereka tidak memiliki hutang atau pinjaman modal dari nelayan pemilik sehingga hasil yang diperoleh dari tangkapan melaut bisa langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim (Lampiran 15, Lampiran 16, Lampiran 17) terhadap biaya tetap (Lampiran 14) dan biaya variabel (Lampiran 13) per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap.
19 Tabel 14 Pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per bulan per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim Musim (Rp) sedang (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 10.387.550 8.047.550 8.047.550 2. ABK 3.462.517 2.682.517 2.682.517 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Nelayan penggarap gillnet atau jaring insang jarang terlibat dalam kegiatan pinjam-meminjam modal kepada nelayan pemilik. Hal inilah yang menyebabkan pendapatan nelayan penggarap gillnet atau jaring insang pada musim panen, sedang, dan paceklik yang berada di atas UMP dapat langsung mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa potongan-potongan lainnya.
Longline (rawai) Pembagian hasil nelayan longline atau rawai didominasi oleh nahkoda yakni 3 bagian, sedangkan ABK hanya mendapat 1 bagian. Nahkoda mengatur dan bertanggung jawab atas operasi penangkapan yang dilakukan.
Tabel 15 Pembagian hasil nelayan longline atau rawai Posisi Jumlah (orang) Pembagian Hasil (50%:50%) 1. Nahkoda (merangkap 1 3 juru mesin) 2. ABK 2 1 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 No.
Sama halnya dengan danish seine atau lore/dogol dan gillnet atau jaring insang, longline atau rawai juga memiliki sistem bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap setelah dikurangi biaya-biaya variabel (perbekalan) dan biayabiaya tetap per trip. Biaya-biaya tersebut pada umumnya ditanggung bersama oleh nelayan penggarap dan nelayan pemilik. Pendapatan bersih per trip per musim diperoleh dari hasil pengurangan dari pendapatan kotor per trip per musim (Lampiran 21, Lampiran 22, Lampiran 23) terhadap biaya tetap (Lampiran 20) dan biaya variabel (Lampiran 19) per trip pada setiap musimnya yang ditanggung bersama oleh nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Pendapatan bersih pada setiap musim penangkapan sangat mempengaruhi pendapatan yang diperoleh setiap nelayan penggarap pada kapal yang ikut melaut.
20 Tabel 16 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 1.292.715 902.715 902.715 2. Nelayan pemilik (50%) 646.357 451.357 451.357 3. Nelayan penggarap 646.357 451.357 451.357 (50%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
Tabel 17 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim Musim (Rp) sedang (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 387.815 270.815 270.815 2. ABK 129.271 90.271 90.271 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Nelayan longline atau rawai umumnya memiliki tingkat pendapatan yang cukup stabil. Hal ini dikarenakan musim penangkapan longline atau rawai yang terjadi per enam bulan sekali, sehingga mereka tidak mengalami musim paceklik yang parah. Hal ini pula yang menyebabkan minimnya peminjaman modal yang dilakukan nelayan penggarap kepada nelayan pemilik.
Tabel 18 Pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip per orang pada setiap musim penangkapan No. Posisi Musim panen Musim Musim (Rp) sedang (Rp) paceklik (Rp) 1. Nahkoda 9.307.550 6.499.550 6.499.550 2. ABK 3.102.517 2.166.517 2.166.517 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa besar pendapatan nelayan penggarap longline atau rawai berada di atas UMP yang telah ditetapkan pemerintah. Kondisi ntersebut terjadi pada musim panen, sedang, dan paceklik. Dalam praktek bagi hasil di Pantai Indah Mukomuko, nelayan penggarap hanya menyediakan sumber daya manusia (tenaga kerja), sedangkan biaya segala keperluan selama persiapan dan operasional penangkapan diambil dari hasil kotor sebelum dibagi oleh kedua belah pihak. Adapun keperluan selama persiapan dan penangkapan ikan adalah biaya tetap yang terdiri dari SIUP, perawatan mesin, kapal, dan alat tangkap, sedangkan biaya penyusutan ditanggung oleh nelayan pemilik, karena pembagian hasil nelayan penggarap sangat rendah. Biaya variabel merupakan biaya untuk keperluan perbekalan yakni BBM, ransum, oli, dan air tawar. Operasi penangkapan ikan di Pantai Indah Mukomuko terjadi dalam satu hari (one day fishing) sehingga para nelayan tidak memerlukan perbekalan es dalam setiap tripnya.
21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1) Usaha perikanan tangkap belum berjalan secara maksimal, khususnya dalam proses pemasaran. Hal ini disebabkan oleh TPI yang sudah tidak beroperasi dan banyaknya hasil tangkapan yang dijual langsung kepada nelayan pemilik, sehingga nelayan penggarap tidak memiliki kesempatan untuk menentukan harga dalam proses pemasaran hasil tangkapan tersebut 2) Berdasarkan tingkat kepuasan nelayan terhadap pola hubungan nelayan, maka hubungan nelayan yang terjadi di masyarakat nelayan Pantai Indah dapat digolongkan ke dalam hubungan yang bersifat resiprositas, dimana antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap saling memberi dan menerima tanpa ada yang merasa dirugikan 3) Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh nelayan Pantai Indah Mukomuko terdiri dari 2 bentuk, yaitu bagi hasil 60% nelayan pemilik dan 40% nelayan penggarap (boat seine atau payang), serta bagi hasil 50% nelayan pemilik dan 50% nelayan penggarap (danish seine atau lore/dogol, gillnet atau jaring insang, dan longline atau rawai). Bagi hasil tersebut sudah sesuai dengan pembagian yang terdapat dalam UU No. 16 Tahun 1964 Pasal (3) ayat (1), dimana pihak nelayan penggarap paling sedikit harus diberikan bagian minimum 40% dari hasil bersih jika dipergunakan kapal motor
Saran 1) Perlu adanya kegiatan khusus dari pemerintah maupun para nelayan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan pada musim paceklik 2) Perlu adanya alternatif matapencaharian bagi nelayan penggarap untuk meningkatkan pendapatan
22
DAFTAR PUSTAKA Chaniago. 2014. Pola Relasi Patron-Klien Nelayan Suku Duano [internet]. [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. hlm 8-21; [diunduh tanggal 2 Maret 2015]. Tersedia pada: repository.unand.ac.id/20180/1/BAB%201.pdf Harini S. 2003. Sistem Bagi Hasil Perikanan Laut Setelah Keluarnya UU No. 16 Tahun 1964 di Desa Purworejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak [Tesis]. Selarang: Universitas Diponegoro. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Edisi Kedua. Yogyakarta(ID): Erlangga. Muninggar R. 2011. Paradigm in Marine fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Ningsih DA. 2011. Pengaruh Ikatan Patron-Klien Terhadap Perilaku Nelayan Dalam Pemasaran Hasil Tangkapan (Kasus: Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pratama DS, Gumilar I, Maulina I. 2012. Analisis Pendapatan Nelayan Tradisional Pancing Ulur di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur [jurnal]. 3(3):107-116. PSKPL-IPB. 2002. Evaluasi Sistem Pengupahan dan Bagi Hasil Usaha Penangkapan di Pantai Utara (Pantura). Bogor (ID). Satria A 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Cidesindo. Harini S. 2003. Sistem Bagi Hasil Perikanan Laut Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 di Desa Purworejo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro Sudaryanto A. 2009. Praktek Bagi Hasil Perikanan di Kalangan Nelayan Pandangan Wetan, Rembang, Jawa Tengah [jurnal]. 21(3):409-628 Sukmadinata N S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung (ID): Remaja Rosda Karya. Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor X.475.XIV tahun 2014 tentang Upah Minimum Provinsi Bengkulu Tahun 2015 Sursiyamtini MCAS, Paresti S, Sentosa B et.al. 2012. Laporan Akhir Model Kurikulum Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Berbasis Ekonomi Produktif [internet]. [waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. hlm 8-21; [diunduh tanggal 6 Maret 2016]. Tersedia pada: pkpp.ristek.go.id/_assets/upload/docs/395_doc_20.pdf. Undang-Undang No. 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan Utami WP. 2014. Implementasi Undang-Undang No 16 Tahun 1964 Tentang Sistem Bagi Hasil Perikanan: Praktek Sistem Bagi Hasil Perikanan Di PPI Muara Angke [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
23 LAMPIRAN
Lampiran 1 Biaya variabel (perbekalan) boat seine per trip Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp) BBM (solar) 100 liter 6.900 690.000 Ransum 200.000 Oli 3 liter 35.000 105.000 Air tawar 1 galon (19 15.000 liter) Jumlah 1.010.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 No. 1. 2. 3. 4.
Lampiran 2 Biaya tetap boat seine atau boat seine atau payang per trip Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp) SIUP 1 Tahun 170.000 Perawatan kapal 1 Tahun 3000.000 Perawatan alat 1 Tahun 3000.000 tangkap 4. Perawatan mesin 1 Tahun 1500.000 Jumlah biaya tetap per tahun 7.670.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 26.632 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 No. 1. 2. 3.
Lampiran 3 Hasil tangkapan boat seine atau boat seine atau payang per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Cakalang 30 20.000 600.000 2. Kembung 120 20.000 2.400.000 3. Tongkol 125 15.000 1.875.000 4. Marlin 25 20.000 500.000 5. Tuna (kecil) 10 22.000 220.000 6. Kantung semar 130 15.000 1.950.000 7. Selar 40 15.000 600.000 JUMLAH 8.145.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
24 Lampiran 4 Hasil tangkapan boat seine atau boat seine atau payang boat seine atau payang per trip pada musim sedang No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Cakalang 15 25.000 375.000 2. Kembung 75 25.000 1.875.000 3. Tongkol 80 20.000 1.600.000 4. Marlin 5 25.000 125.000 5. Tuna (kecil) 3 27.000 81.000 6. Kantung semar 90 20.000 1.800.000 7. Selar 15 20.000 300.000 JUMLAH 6.156.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 5 Hasil tangkapan boat seine atau boat seine atau payang boat seine atau payang per trip pada musim paceklik No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Cakalang 10 30.000 300.000 2. Kembung 30 30.000 900.000 3. Tongkol 40 25.000 1.000.000 4. Marlin 3 30.000 90.000 5. Tuna (kecil) 2 32.000 64.000 6. Kantung semar 50 25.000 1.250.000 7. Selar 10 25.000 250.000 JUMLAH 3.854.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 6 Pendapatan nelayan boat seine atau boat seine atau payang boat seine atau payang bagi hasil 60% : 40% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) per musim Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 7.108.368 5.119.368 2.817.368 2. Nelayan pemilik 4.265.021 3.071.621 1.690.421 (60%) 3. Nelayan penggarap 2.843.347 2.047.747 1.126.947 (40%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 7 Biaya Variabel (perbekalan) danish seine atau lore/dogol per trip No. Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1. BBM 40 liter 6900 276.000 2. Ransum 50.000 3. Oli 1,5 liter 35000 52.500 4. Air tawar 1 galon (19 15.000 liter) Jumlah 393.500
25 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 8 Biaya tetap danish seine atau lore/dogol per trip No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp) 1. SIUP 1 Tahun 170.000 2. Perawatan Kapal 1 Tahun 2.000.000 3. Perawatan AT 1 Tahun 800.000 4. perawatan mesin 1 Tahun 1.000.000 Jumlah biaya tetap per tahun 3.970.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 13.785 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 9 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Teri 15 4.000 60.000 2. udang rebon 10 3.000 30.000 3. Mayung 40 12.500 500.000 4. Bawal 10 75.000 750.000 5. udang kelong 5 120.000 600.000 JUMLAH 1.940.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 10 Hasil tangkapan danish seine lore/dogol per trip pada musim sedang No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Teri 10 9.000 90.000 2. udang rebon 8 8.000 64.000 3. Mayung 35 17.500 612.500 4. Bawal 6 100.000 600.000 JUMLAH 1.366.500 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 11 Hasil tangkapan danish seine atau lore/dogol per trip pada musim paceklik No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Teri 5 12.000 60.000 2. udang rebon 5 11.000 55.000 3. Mayung 20 20.000 400.000 4. Bawal 3 105.000 315.000 JUMLAH 830.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
26 Lampiran 12 Pendapatan nelayan danish seine atau lore/dogol bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 1.532.715 986.785 422.715 2. Nelayan pemilik (50%) 766.357 493.392 211.358 3. Nelayan penggarap 766.357 493.392 211.358 (50%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 13 Biaya Variabel (perbekalan) gillnet atau jaring insang per trip No. Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1. BBM 40 liter 6900 276.000 2. Ransum 50.000 3. Oli 1,5 liter 35000 52.500 4. Air tawar 1 galon (19 15.000 liter) Jumlah 393.500 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 14 Biaya tetap gillnet atau jaring insang per trip No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp) 1. SIUP 1 Tahun 170.000 2. Perawatan Kapal 1 Tahun 2.000.000 3. Perawatan AT 1 Tahun 800.000 4. perawatan mesin 1 tahun 1.000.000 Jumlah biaya tetap per tahun 3.970.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 13.785 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 15 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. aso-aso 25 20.000 500.000 2. Layur 30 20.000 600.000 3. Kembung 20 25.000 500.000 4. Gulama 10 15.000 150.000 5. Kepiting 7 10.000 70.000 JUMLAH 1.820.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
27 Lampiran 16 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim sedang No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. aso-aso 20 23.000 460.000 2. Layur 20 23.000 460.000 3. Kembung 15 28.000 420.000 4. Gulama 5 18.000 90.000 5. Kepiting 5 13.000 65.000 JUMLAH 1.495.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 17 Hasil tangkapan gillnet atau jaring insang per trip pada musim paceklik No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. aso-aso 20 23.000 460.000 2. Layur 20 23.000 460.000 3. Kembung 15 28.000 420.000 4. Gulama 5 18.000 90.000 5. Kepiting 5 13.000 65.000 JUMLAH 1.495.000 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 18 Pendapatan nelayan gillnet atau jaring insang bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 1.442.715 1.117.715 1.117.715 2. Nelayan pemilik (50%) 721.357 558.858 558.858 3. Nelayan penggarap 721.357 558.858 558.858 (50%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 19 Biaya Variabel (perbekalan) longline atau rawai per trip No. Biaya Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp) 1. BBM 40 liter 6900 276.000 2. Ransum 50.000 3. Oli 1,5 liter 35000 52.500 4. Air tawar 1 galon (19 15.000 liter) Jumlah 393.500 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
28 Lampiran 20 Biaya tetap longline atau rawai per trip No. Biaya Unit Satuan Jumlah (Rp) 1. SIUP 1 Tahun 170.000 2. Perawatan Kapal 1 Tahun 2.000.000 3. Perawatan AT 1 Tahun 800.000 4. perawatan mesin 1 Tahun 1.000.000 Jumlah biaya tetap per tahun 3.970.000 Jumlah biaya tetap per trip dalam satu tahun 13.785 Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 21 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim panen No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Mayung 30 15.000 450.000 2. Malong 30 22.000 660.000 3. Pari 20 12.000 240.000 4. ikan karang 10 35.000 350.000 1.700.000 JUMLAH Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 22 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim sedang No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Mayung 20 20.000 400.000 2. Malong 20 27.000 540.000 3. Pari 10 17.000 170.000 4. ikan karang 5 40.000 200.000 1.310.000 JUMLAH Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 23 Hasil tangkapan longline atau rawai per trip pada musim paceklik No. Jenis Ikan Jumlah Hasil Harga Per Kg Jumlah (Rp) Tangkapan (Kg) (Rp) 1. Mayung 20 20.000 400.000 2. Malong 20 27.000 540.000 3. Pari 10 17.000 170.000 4. ikan karang 5 40.000 200.000 1.310.000 JUMLAH Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015
29 Lampiran 24 Pendapatan nelayan longline atau rawai bagi hasil 50% : 50% per trip pada setiap musim penangkapan No. Pendapatan per trip (Rp) Panen Sedang Paceklik 1. Pendapatan bersih 1.442.715 1.117.715 1.117.715 2. Nelayan pemilik (50%) 721.357 558.858 558.858 3. Nelayan penggarap 721.357 558.858 558.858 (50%) Sumber: Diolah dari hasil wawancara tahun 2015 Lampiran 25 Konstruksi alat tangkap boat seine atau boat seine atau payang
Sumber: http://download.portalgaruda.org
Lampiran 26 Konstruksi alat tangkap danish seine atau lore/dogol
Sumber: http://harry-vht.blogspot.co.id
30
Lampiran 27 Konstruksi alat tangkap gillnet atau jaring insang
Sumber: http://download.portalgaruda.org
Lampiran 28 Konstruksi alat tangkap longline atau rawai
Sumber: http://taninelayanku.blogspot.co.id
31
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bengkulu, tanggal 2 Oktober 1994, merupakan anak kedua dari Ir. Wismen A. Razak, M.Si dan Heni Rustika, S.Sos. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri 1 Mukomuko pada tahun 2006, kemudian menyelesaikan pendidikannya ke SMP Negeri 1 Mukomuko pada tahun 2009, dan lulus dari SMA Negeri 1 Mukomuko pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Uji Talenta Masuk IPB (UTMI) pada tahun 2012, dan menempuh pendidikan di Departemen Pemanfatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Profesi (Himpro) sebagai anggota Departemen Penelitian Pengembangan dan Keprofesian (Litbangprof) Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) selama dua periode, yakni tahun 2013-2014 dan 2014-2015, anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Bumi Raflesia (2012sekarang), anggota organisasi Ikatan Pemuda Mukomuko-Jabodetabek(2013sekarang), dan Future Leader for Anti Corruption (FLAC) sejak tahun 2015 . Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi, antara lain sebagai sekretaris umum Festival Perikanan Tangkap Indonesia 2014, sekretaris umum Festival Perikanan Tangkap Indonesia 2015, divisi acara Gema Perikanan 2013, divisi acara One Day Fishing 2014, divisi acara One Day Fishing 2014, dan sekretaris umum Masa Perkenalan Departemen tahun 2014. Penulis juga mempunyai pengalaman sebagai asisten pratikum di beberapa mata kuliah, diantaranya Eksploratori Penangkapan Ikan (2015), Rekayasa Tingkah Laku Ikan (2015), dan Kapal Perikanan (2015).