Rumahtangga Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta) . Jurnal Pangan Volume 12, Nomor 2, Juni 2008. Smith, Lisa. C,. dan Ali. S. 2007. Measuring food Security Using Household Expenditure Surveys. International Food Policy Research Institute. Washington D.C. Soekirman .2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Sumarmi, Sri. 2010. Ketahanan dan Kerawanan Pangan. Pelangi Gizi UNAIR. Surabaya. Sukiyono, et all. 2008. Status Wanita dan Ketahanan Pangan Rumahtangga Nelayan dan Petani Padi di Kabupaten Muko-Muko Provinsi Bengkulu. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No. 2, Oktober 2008.
Suyastiri. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 13 No.1, April 2008, Hal 51-60 Swindale, A., DAN P. Bilinsky. 2007. Household Diet Diversity Score (HDDS) for Measurement of Household Food Access: Indicator guide. Food and Nutrition Technical Assistance (FANTA) Project and Academy for Educational Development (AED), Washington, D.C. Todaro, M. P, dan Smith Stephen C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia. Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Heterokedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada sebuah pengamatan di dalam model regresi. Dari grafik scatterplot dapat dilihat bahwa titik-titik tidak membentuk pola yang jelas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas. SIMPULAN Kemiskinan diukur dengan menghitung Garis Kemiskinan (GK). Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Kota Surakarta mengindikasikan terdapat peningkatan pengeluaran penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan. Skor PPH baru mencapai 47.27 dari skor PPH idial yaitu 100. Setiap kelompok pangan di wilayah penelitian masih dibawah skor ideal kecuali skor padi-padian dan kacangkacangan. Rumah tangga miskin rata-rata masih mengkonsumsi 6 kelompok pangan tiap rumah tangga dan sudah termasuk dalam kategori tahan pangan Pendapatan Rumah Tangga, Pendapatan Wanita, Pendidikan Wanita, Harga Bahan Pangan, Banyak anggota rumah tangga, Balita, Informasi secara bersama berpengaruh nyata terhadap Pola konsumsi pangan. Secara individu yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan rumah tangga yaitu Pendapatan Rumah Tangga, Pendapatan Wanita, Pendidikan Wanita, Harga Bahan Pangan dan informasi. Untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin, sebaiknya pemerintah lebih mengoptimalkan program penanggulangan kemiskinan terutama dalam hal lapangan pekerjaan. Anggota rumah tangga
miskin juga harus memberikan respon positif terhadap bantuanbantuan yang diberikan. Informasi merupakan hal yang berpengaruh sehingga sebaiknya pemerintah dapat memberikan informasi baik secara lisan maupun tertulis tentang pola konsumsi pangan yang beragam Sebaiknya rumah tangga miskin tidak terpaku dengan jenis makanan yang sama. Rumah tangga miskin dapat mengurangi mengkonsumsi beras dengan menggunakan umbiumbian sebagai gantinya sehingga makanan yang dikonsumsi lebuh beragam. DAFTAR PUSTAKA Astuti, F. D dan T.F Sulistyowati. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dan Tingkat Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Anak Prasekolah Dan Sekolah Dasar Di Kecamatan Godean. KES MAS Vol. 7 No. 1, Maret BPS. 2013. Data dan Informasi Kemiskinan Jawa Tengah 2007-2011. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. Semarang Kennedy, 2011. Guidelines for Measuring Household and Individual Dietary Diversity. Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). Lastinawaty, Endang. 2010. Diversifikasi Pangan dalam mencapai Ketahanan Pangan. AgronobiS, Vol. 2, No. 4, September 2010 Puspitaningrum. Dwi A. 2008. Ketahanan Pangan dan Peran Wanita untuk Mewujudkannya (Suatu Studi di Tingkat
terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai koefisien regresi harga bahan pangan yaitu sebesar 0,004 menggambarkan bahwa \ jika harga bahan pangan meningkat Rp 1 maka skor PPH akan meningkat sebesar 0,004. Hal ini dapat lebih kita utamakan kepada harga bahan pangan pokok. Ketika terjadi kenaikan harga pangan maka konsumsi bahan pangan akan berubah pula. Banyak anggota rumah tangga. Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikansi banyak anggota rumah tangga sebesar 0,176 lebih besar dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti variabel banyak anggota rumah tangga secara individu tidak berpengaruh terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 %. Rumah tangga yang tergolong miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika anggota rumah tangga yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Balita. Hasil uji t dari balita menunjukkan bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,067 lebih besar dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti balita secara individu tidak berpengaruh terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada Tabel 11. Uji multikolinearitas No 1 2 3 4 5 6 7
tingkat kepercayaan 95 %. Ibu rumah tangga pada rumah tangga miskin tidak memperhatikan keberagaman konsumsi pangan untuk anaknya yang masih balita karena masih rendahnya pendapatan yang mereka peroleh. Informasi. Hasil uji t menunjukkan bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti informasi secara individu berpengaruh terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai koefisien regresi informasi yaitu sebesar 2.207 menggambarkan bahwa jika informasi meningkat satu tahun maka skor PPH akan meningkat sebesar 2.207. Hal ini disebabkan informasi yang didapat anggota rumah tangga terutama ibu rumah tangga akan menambah pengetahuan dan semakin sadar akan pentingnya bahan pangan yang akan dikonsumsi. Tabel 11 menunjukkan variabel yang menyebabkan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance < 0,1 atau nilai VIF > 10. Dari output tersebut dapat dilhat bahwa nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
Variabel bebas Pendapatan Rumah Tangga (Rp/ Tahun) Pendapatan Wanita (Rp/tahun) Pendidikan Wanita (tahun) Harga Bahan Pangan (Rp) Banyak anggota rumah tangga (orang) Balita Informasi
Sumber : Analisis data Primer, 2013
Tolerance 0,404 0,556 0,557 0,405 0,712 0,805 0,923
VIF 2,473 1,797 1,794 2,471 1,404 1,243 1,084
Tabel 10. Analisis regresi faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga (Uji t) No 1 2 3 4 5 6 7
Variabel bebas Pendapatan Rumah Tangga (Rp/ Tahun) Pendapatan Wanita (Rp/tahun) Pendidikan Wanita (tahun) Harga Bahan Pangan (Rp) Banyak anggota rumah tangga (orang) Balita Informasi
Sumber: Analisis data primer, 2013 Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai signifikansi Pendapatan Rumah Tangga, Pendapatan Wanita, Pendidikan Wanita, Harga Bahan Pangan, informasi lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,05 berarti variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen pola konsumsi pangan pada tingkat kepercayaan 95. Pendapatan rumah tangga. Tingkat signifikansi sebesar 0,010 lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti variabel pendapatan rumah tangga secara individu berpengaruh terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai koefisien regresi Pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 2,551.10-7 yang berarti jika pendapatan rumah tangga naik sebesar Rp 1,00 maka skor PPH akan meningkat sebesar 2,551.10-7. Hal ini disebabkan rendahnya pendapatan rumah tangga menyebakan daya beli terhadap jenis makanan yang beragam tidak terpenuhi. Pendapatan wanita. Tingkat signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti variabel pendapatan wanita secara individu berpengaruh
Koefisien regresi 2,551.10-7 4.24. 10-7 0,664 0,004 -0,381 -1,685 2,207
Sig ,010 ,009 ,000 ,001 ,176 ,067 ,005
terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai koefisien regresi Pendapatan wanita yaitu sebesar 4,24. 10-7 yang berarti jika pendapatan wanita naik sebesar Rp 1 maka skor PPH akan meningkat sebesar 4,24. 10-7. Pendapatan ibu yang rendah berdampak pada pilihan bahan pangan sedikit dan tidak beragam. Pendidikan wanita. Signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti variabel pendidikan wanita secara individu berpengaruh terhadap Pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 95 %. Nilai koefisien regresi pendidikan wanita yaitu sebesar 0,664 menggambarkan bahwa jika pendidikan meningkat satu tahun maka skor PPH akan meningkat sebesar 0,664. Pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan juga sikap yang pada akhirnya akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Harga bahan pangan pokok. Signifikansi sebesar 0,001 lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,05 yang berarti variabel Harga bahan pangan secara individu berpengaruh
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin Untuk melihat berbagai faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat keanekaragaman konsumsi pangan (sebagai variabel Y) dilakukan dengan uji regresi linear berganda. Beberapa variabel yang diduga berpengaruh (sebagai variabel X) dan dimasukkan dalam uji regresi linear berganda meliputi pendapatan rumah tangga, pendapatan wanita, pendidikan wanita, harga bahan pangan pokok, jumlah anggota rumah tangga, balita dan informasi. Model regresi linear berganda faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga dapat kita lihat model persamaan yaitu sebagai berikut. Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +e ..................(1) Yi = 0.748 + 2,551.10-7 X1 +4,24. 10-6 X2 + 0,664 X3 + 0,004 X4 - 0,381 X5 – 1,685 D1 +2,207 D2 + e Keterangan: Yi = Pola Konsumsi bahan pangan pada tingkat rumahtangga ke – I , b0 = Konstanta, bi = Koefisien regresi (i = 1,2,3,,,), X1= Pendapatan rumahtangga (Rp/tahun), X2 = Pendapatan wanita (Rp/tahun), X3 = Pendidikan wanita (tahun), X4 = Harga Bahan Pangan Pokok (Rp), X5 = Jumlah anggota Tabel 8. Anova Model Regresi sisa Total
Jumlah Kuadrat 784,047 441,402 1225,449
Derajat Kebebasan 7 32 39
Sumber: Analisis Data Primer, 2013
keluarga (jiwa), D1 = Dummy balita ( D1 = 1 artinya mempunyai balita dan D1 = 0 artinya tidak mempunyai balita), D2 = Dummy informasi (D2 =1 artinya mempunyai akses terhadap informasi dan D2 =0 artinya tidak mempunyai akses terhadap informasi, e = Error. Nilai adjusted R2 sebesar 0,867 menunjukkan bahwa sumbangan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yaitu sebesar 86,7 % sedangkan sisanya sebesar 13,3 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini seperti usia, selera,dll. Anova atau analisis varian merupakan uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F) untuk menguji signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen. Tabel 8 yaitu tabel anova menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel independen sebesar 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikansi (α) 0,01 yang berarti variabel independen yaitu pendapatan rumah tangga, pendapatan wanita, pendidikan wanita, harga bahan pangan pokok, jumlah anggota rumah tangga, dummy balita dan dummy informasi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen yaitu pola konsumsi pangan rumah tangga pada tingkat kepercayaan 99%. Rata-rata kuadrat 120,967 3,233
F 37,412
Sig ,000
Analisis Pola konsumsi pangan. Diversifikasi pangan pada dasarnya Untuk mengukur keanekaragaman memperluas pilihan masyarakat konsumsi pangan dalam penelitian dalam kegiatan konsumsi sesuai ini digunakan dengan skor PPH (Pola dengan cita rasa yang diinginkan dan Pangan Harapan). Pola Pangan menghindari kebosanan untuk Harapan adalah komposisi/susunan mendapat pangan dan gizi yang sehat pangan atau kelompok pangan yang agar dapat hidup sehat dan aktif. didasarkan pada kontribusi energinya Dari Tabel 7 dapat diketahui baik mutlak maupun relatif yang bahwa rata-rata skor PPH baru memenuhi kebutuhan gizi secara mencapai 47,27 dari skor PPH ideal kuantitas, kualitas, maupun yaitu 100. Kualitas konsumsi pangan keragamannya dengan dianggap baik dan terdiversifikasi mempertimbangkan aspek sosial, sempurna apabila skor PPH ekonomi, budaya, agama dan cita mencapai 100. Begitu pula bila rasa. dilihat per kelompok pangan, Skor PPH yaitu nilai yang sebagian besar skor PPH untuk setiap menunjukkan kualitas konsumsi kelompok pangan di wilayah pangan yang beragam, bergizi penelitian masih dibawah skor idial seimbang dan aman, yang dihitung kecuali skor padi-padian dan kacangberdasarkan metode PPH. Sesuai kacangan. Energi yang dikonsumsi konsep PPH, diversifikasi pangan masyarakat masih bertumpu pada tercapai pada saat skor PPH 100 pangan sumber karbohidrat terutama dengan distribusi keragaman pada padi-padian dan kacang-kacangan. kelompok pangan sesuai anjuran. Tabel 7. Penghitungan Pola Pangan Harapan No 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
Kelompok Pangan PadiPadian UmbiUmbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacangkacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total
Energi Aktual
Gram
% % Aktual AKE
Bobot
Skor Skor Skor Skor Aktual AKE Maks PPH
66,9 53,07
0,5
33,5
26,5
25,0
25,0
0
0,5
0
0
2,5
0
290
1061,4
0
0
11,9625
19,14
1,21 0,957
2,0
2,41
1,91
24,0
1,91
10,725
107,25
6,76 5,363
0,5
3,38
2,68
5,0
2,68
0
0
0
0,5
0
0
1,0
0
13,9 11,04
2,0
27,8
22,1
10,0
10,0
77,175 220,721
0
0
20
66,7
4,2 3,335
0,5
2,1
1,67
2,5
1,67
50,1
24,048
1,52 1,202
5,0
7,58
6,01
30,0
6,01
14,525
87,15 1586,41
5,49 4,358 100,0 9,32
0,0
0 76,8
0 60,9
0 0 100 47,27
Sumber : Analisis Data Primer, 2013
dan susu diperkirakan karena harganya yang relatif mahal. Derajat ketahanan pangan rumah tangga miskin ini dilihat dari beragam atau tidaknya pangan yang mereka konsumsi. Tabel 6 menunjukkan kategori jenis makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin. Setiap rumah tangga mengkonsumsi jenis makanan padipadian, minyak, gula, dan kopi/teh. Skor keragaman pangan rumah tangga miskin kota Surakarta yaitu sebesar 5,97. Skor keragaman pangan yang diperoleh yaitu sebesar 5,97 sehingga tergolong pada kategori sedang (4,5 - 6) yang berarti mengkonsumsi jumlah atau kelompok pangan rata-rata 6 macam per rumah tangga dan dapat diketahui bahwa rumah tangga miskin sudah termasuk dalam kategori tahan pangan (≥ 5,6). Tahan pangan meruapkan kebalikan dari rawan pangan. Skor keragaman pangan semakin tinggi menunjukkan semakin baiknya konsumsi pangan oleh rumah tangga, Tabel 6. Analisis diversifikasi pangan sebagai dasar derajat ketahanan pangan Pola Konsumsi Pangan Analisis Diversifikasi Pangan sebagai dasar derajat ketahanan pangan. Indikator diversifikasi pangan rumah tangga (HDDS/ Household Dietary Diversivity Score) mengukur derajat ketahanan pangan berdasarkan skor keragaman kelompok pangan yang dikonsumsi oleh rumahtangga. Konsumsi pangan rumah tangga dibagi dalam 12 kategori, yaitu: (1) padi-padian, (2) umbi, (3) sayur-sayuran, (4) buahbuahan, (5) daging, (6) telur, (7) makanan laut, (8) kacang-kacangan, (9) susu, (10) minyak, (11) gula, (12) kopi, teh. Skor keragaman pangan dihitung dengan menjumlahkan kelompok pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam periode 24 jam (Kennedy, 2011). Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa setiap rumah tangga mengkonsumsi jenis makanan padipadian, minyak, gula, dan kopi/teh. Tidak ada rumah tangga yang mengkonsumsi umbi, buah-buahn
No Kelompok Pangan 1. Padi-padian 2. umbi 3. Sayur-sayuran 4. Buah-buahan 5. Daging 6. Telur 7. Makanan laut 8. Kacang-kacangan 9. Susu 10. Minyak 11. Gula 12. Kopi, teh Total Rata-rata Sumber : Analisis Data Primer, 2013
Total 40 0 33 0 8 3 8 27 0 40 40 40 239 5,97
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Ibu rumah tangga miskin responden Tingkat Pendidikan (Tahun) Tidak Sekolah SD (6 tahun) SMP (7-9 Tahun) SMA (10-12 Tahun) Akademi dan setingkat PT (≥12 Tahun) Jumlah
Ibu Rumah Tangga Jumlah (orang) Persentase (%) 0 21 13 5 0 39
0 53,9 33,3 12,8 0 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Berdasarkan tabel 4 dapat tangga, Rumah tangga miskin pada diketahui bahwa tingkat pendidikan umumnya masih lebih formal yang paling banyak pada ibu mementingkan pemenuhan pangan rumah tangga reponden adalah secara kuantitas dan belum setingkat SD yaitu sebanyak 21 memperhatikan kandungan gizi di orang atau 55,9 % dari total dalam pangan sehingga terkesan responden, Banyaknya ibu rumah pangan yang dikonsumsi tidak tangga lulusan SMP sebanyak 13 bervariasi. Pendapatan wanita (istri) orang atau 33,3 % dari total dapat menjadi tambahan pemasukan responden, Banyaknya ibu rumah dalam rumah tangga, sehingga tangga lulusan SMA yaitu sebanyak pendapatan rumah tangga akan 5 orang atau 12,8% dari total bertambah sehingga dengan responden. bertambahnya pendapatan maka diharapkan terjadi diversifikasi Pendapatan rumah tangga Sumber pendapatan rumah tangga pangan rumah tangga. responden berasal dari pendapatan Tabel 5 menunjukkan bahwa suami, istri, anak yang tinggal dalam sebagian besar rumah tangga miskin satu rumah. Pekerjaan suami antara responden memiliki pendapatan lain buruh, pedagang, becak, supir, sekitar Rp 5,000,000,00 - Rp kondektur, serabutan, Pekerjaan istri 10,000,000,00. Tabel 5 juga antara lain buruh, PRT, penjahit, menunjukkan bahwa sebagian besar tukang pijat, pedagang. wanita (istri) di dalam rumah tangga Pendapatan rumah tangga miskin responden memiliki merupakan salah satu faktor dalam pendapatan sebesar Rp 1.000.000menentukan konsumsi pangan rumah Rp 5.000.000. Tabel 5. Pendapatan Rumah tangga dan pendapatan Wanita Rumah tangga miskin di Kota Surakarta Pendapatan (Rp/ tahun) Rp 1.000.000,00 - Rp 5.000.000,00 Rp 5.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 Rp 10.000.000,00 - Rp 15.000.000,00 Rp 15.000.000,00 – Rp 20.000.000,00 Jumlah
Sumber : Analisis Data Primer, 2013
Jumlah Rumah tangga 3 14 12 11 40
Jumlah Wanita (istri) 24 14 1 0 39
Tabel 2 menunjukkan bahwa di tahun 2011 terjadi penurunan pada kedua indeks tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan pengeluaran penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan. Selain itu ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga menjadi semakin kecil.
mampu untuk melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Berdasarkan tabel 3 juga dapat diketahui bahwa lama pendidikan suami rata-rata 6 tahun dan lama pendidikan istri yaitu 7 tahun. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap pola pikir responden, Rendahnya pendidikan responden terutama disebabkan oleh Karakteristik Rumah Tangga faktor biaya. Pendapatan yang Responden Karakteristik rumah tangga rendah menyebabkan keterbatasan responden meliputi data-data untuk melanjutkan sekolah. Terkait identitas responden dan anggota dengan diversifikasi pangan, peran keluarga responden, Data-data istri sebagai ibu rumah tangga sangat tersebut meliputi umur, tingkat berpengaruh kepada pengambilan pendidikan, banyaknya jumlah keputusan mengenai konsumsi anggota keluarga dan pekerjaan yang pangan karena ibu rumah tangga dilakukan oleh rumah tangga yang menyiapkan makanan bagi responden. Karakteristik responden seluruh anggota rumah tangganya. akan berpengaruh terhadap pola Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumsi pangan keluarga. Pada seorang ibu rumah tangga maka penelitian ini yang menjadi pengetahuan gizinya juga semakin responden ialah rumah tangga miskin baik. di kecamatan Pasar Kliwon kota Jumlah anggota rumah tangga Surakarta, dimana sampel berjumlah berdasarkan tabel 3 ialah rata-rata 40 orang yang tersebar di tiap-tiap sebanyak 4 orang. Jumlah anggota kelurahan. rumah tangga mempengaruhi Tabel 3 menunjukkan bahwa pengeluaran dan konsumsi keluarga, rata-rata umur suami ialah 52 tahun Semakin banyak anggota rumah sedangkan untuk istri adalah 49 tangga maka semakin banyak tahun. Rata-rata umur suami dan istri pengeluaran yang dikeluarkan dan responden masih berada pada usia semakin banyak konsumsi yang produktif, sehingga mereka masih dibutuhkan. Tabel 3. Karakteristik responden rumah tangga miskin di Kota Surakarta No 1.
2.
3.
Uraian Umur (Tahun) a. Suami b. Istri Lama Pendidikan a. Suami b. Istri Jumlah Anggota Rumah Tangga
Sumber : Analisis Data Primer (2013)
Rata-rata 52 49 6 7 4
Tabel 1 menunjukkan bahwa kemiskinan juga sekaligus harus dari tahun ke tahun Garis dapat mengurangi tingkat kedalaman Kemiskinan Kota Surakarta selalu dan keparahan dari kemiskinan. mengalami kenaikan. Persentase Indeks kedalaman kemiskinan penduduk miskin terbanyak terdapat (Poverty Gap Index - p1), merupakan di tahun 2008 sebesar 16,13 persen ukuran rata-rata kesenjangan sedangkan persentase penduduk pengeluaran masing-masing miskin terendah selama satu penduduk miskin terhadap garis dasawarsa ini sebanyak 12,90 persen kemiskinan. Dimana semakin tinggi terjadi di tahun 2011. Bila ditarik nilai P1 maka semakin jauh rata-rata rata-rata kenaikan GK terhitung pengeluaran penduduk miskin dari bahwa setiap tahunnya terdapat GK dan sebaliknya semakin rendah kenaikan GK kurang lebih sekitar nilai P1 maka semakin dekat rataRp. 24.727,-. Hal ini menunjukkan rata pengeluaran penduduk miskin bahwa untuk pengentasan dari GK. kemiskinan diperlukan suatu Indeks keparahan kemiskinan komitmen bersama yang tinggi. baik (Poverty Severity Index - p2) dari pemerintah, pihak swasta memberikan gambaran mengenai maupun masyarakat. penyebaran pengeluaran diantara Indeks kedalaman kemiskinan dan penduduk miskin. Semakin tinggi indeks keparahan kemiskinan. nilai p2 berarti menunjukan bahwa Persoalan kemiskinan bukan hanya semakin tinggi pula ketimpangan sekadar berapa jumlah dan pengeluaran diantara penduduk persentase penduduk miskin. miskin, dan apabila semakin rendah Dimensi lain yang perlu diperhatikan nilai p2 berarti menunjukan bahwa adalah tingkat kedalaman dan semakin rendah pula ketimpangan keparahan dari kemiskinan. Selain pengeluaran diantara penduduk harus mampu memperkecil jumlah miskin. penduduk miskin, kebijakan Tabel 2. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Kota Surakarta Tahun 2010 – 2011 Tahun 2010 2011
Indeks kedalaman kemiskinan (p1) 2,19 1,89
Sumber : BPS, 2013
Indeks keparahan kemiskinan (p2) 0,53 0,46
Multikolinearitas dan uji HASIL DAN PEMBAHASAN Heteroskedastisitas. minimum untuk perumahan, Profil Penduduk Miskin di Kota sandang, pendidikan dan kesehatan. Surakarta Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Kemiskinan absolut kota Surakarta. menentukan ukuran kemiskinan Cakupan kemiskinan absolut adalah menggunakan konsep kemampuan sejumlah penduduk yang tidak memenuhi kebutuhan dasar (basic mampu mendapatkan sumber daya needs approach). Untuk itu metode yang cukup untuk memenuhi yang digunakan BPS adalah dengan kebutuhan dasar. Mereka hidup di menghitung Garis Kemiskinan (GK). bawah tingkat pendapatan riil Penduduk miskin adalah penduduk minimum tertentu atau di bawah yang memiliki rata-rata pengeluaran garis kemiskinan per kapita per bulan di bawah Garis (Todaro dan Smith, 2003). Kemiskinan. Sejauh ini belum ada satu Dua komponen utama dari metode penghitungan yang sempurna penghitungan GK seperti yang telah dalam menentukan atau memotret disampaikan sebelumnya adalah kemiskinan. BPS seperti yang telah kebutuhan makanan dan non diterangkan sebelumnya, menghitung makanan, sehingga formula dari GK Garis Kemiskinan (GK) yang merupakan penjumlahan dari Garis merupakan batas kemiskinan absolut Kemiskinan Makanan (GKM) dan yang digunakan untuk menentukan Garis Kemiskinan Non Makanan bahwa penduduk dikategorikan (GKNM). Garis Kemiskinan miskin dan tidak miskin. GK dalam Makanan adalah nilai pengeluaran sisi pandang yang lain dapat dilihat kebutuhan minimum makanan yang sebagai jumlah minimum rupiah disetarakan dengan 2.100 Kilo Kalori yang diperlukan oleh seseorang per kapita per hari. Garis Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan dasar Non Makanan adalah kebutuhan makanan dan bukan makanan. Tabel 1. Persentase Penduduk miskin dan Garis kemiskinan kota Surakarta tahun 2007-2011 Tahun
Persentase Penduduk Miskin
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: BPS, 2013
14,23 15,00 13,72 13,34 15,21 13,64 16,13 14,99 13,98 12,90
Garis kemiskinan perkapita per bulan (Rp) 108.771 131.084 154.749 169.956 183.766 196.959 236.751 286.158 306.584 326.233
METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Kecamatan Pasar Kliwon merupakan kecamatan dengan proporsi jumlah KK miskin tertinggi, dengan jumlah penduduk miskin sebesar 89.164. Metode pengambilan responden menggunakan metode Simple Random Sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 responden Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan kuisioner kepada anggota rumah tangga miskin di tiap kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon, serta menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mengutip secara langsung dari instansi atau lembaga terkait dengan penelitian. Metode Analisis Data Metode analisis data untuk mengetahui Diversifikasi pangan atau ragam pangan yang menggambarkan ketahanan pangan diestimasi dengan cara menghitung jumlah jenis pangan atau kelompok pangan yang dikonsumsi oleh kelompok rumahtangga dimana survai dilakukan Swindale dan Bilinsky (2007) membagi derajat ketahanan pangan menjadi tiga, yaitu:tinggi, bila konsumsi pangan >6; Sedang bila konsumsi pangan 4,5 – 6; dan rendah bila konsumsi pangan < 4,5. Smith and Subandoro (2007) membagi derajat ketahanan
pangan menjadi dua, yaitu rawan pangan, bila konsumsi pangan <5,6 dan tahan pangan bila konsumsi pangan ≥ 5,6. Untuk mengukur kualitas pangan sekaligus juga keragaman/ diversifikasi konsumsi pangan dilakukan dengan memperhatikan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Kualitas konsumsi pangan dianggap baik dan terdiversifikasi sempurna apabila skor PPH mencapai 100 dan dapat dikatakan semakin tinggi skor, diversifikasi konsumsi pangan semakin baik. Untuk menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi pola konsumsi bahan pangan dalam rangka diversifikasi pangan pada tingkat rumahtangga di Kota Surakarta digunakan model analisis sebagai berikut: Yi = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 +e ..................(1) dimana Yi = Pola Konsumsi bahan pangan pada tingkat rumahtangga, b0=Konstanta,bi=Koefisien regresi, X1= Pendapatan rumahtangga (Rp/tahun), X2 = Pendapatan wanita (Rp/tahun), X3 = Pendidikan wanita (tahun), X4 = Harga Bahan Pangan (Rp), X5=Jumlah anggota keluarga (jiwa), D1 = Dummy balita ( D1 = 1 artinya mempunyai balita dan D1 = 0 artinya tidak mempunyai balita), D2 = Dummy informasi (D2 =1 artinya mempunyai akses terhadap informasi seperti TV, Radio, Surat Kabar, dan D2 =0 artinya tidak mempunyai akses terhadap informasi seperti TV, Radio, Surat Kabar). Pengujian model : Uji Adjusted R2, Uji F, Uji t (t test), dan Uji Asumsi Klasik : Uji
PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling asasi. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan ketentuan zat gizi yang cukup berimbang, sesuai dengan kebutuhan. Diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras. Lastinawati (2010) mengatakan Penganekaragaman (diversifikasi) pangan merupakan salah satu pilar utama dalam upaya mengatasi msalah pangan dan gizi yang pada akhirnya dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional. Diversifikasi pangan dan ketahanan pangan rumahtangga sangat dipengaruhi oleh posisi wanita. Secara kodrati, ibu rumahtangga adalah orang pertama yang berperan secara strategis dalam pemilihan bahan pangan, pengelolaan sampai mengolah dan menyajikan bagi anggota rumahtangganya ( Sukiyono, 2008). Puspitaningrum (2008) mengatakan wanita dari golongan berpendapatan rumahtangga rendah, konsumsi bahan pangan lebih pada pemenuhan bahan pangan yang mengenyangkan. Pendidikan wanita juga berpengaruh dalam diversifikasi pangan. Hasil penelitian Sari dalam Astuti dan Sulistyowati (2013) mengatakan Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi pola konsumsi makanan sehingga akan terjadi status gizi yang baik. Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Kemiskinan akan sangat berpengaruh pada diversifikasi
pangan karena rumahtangga miskin tidak mampu menyediakan pangan dalam jumlah yang cukup, dan bergizi baik. Sumarmi (2010) mengatakan bahwa Kerawanan pangan terjadi manakala rumahtangga mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para individu anggotanya. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di wilayah Jawa Tengah. Pertubuhan penduduk menunjukkan angka yang fluktuatif dikarenakan mobilitas penduduk di Kota Surakarta yang cukup tinggi. Penduduk miskin dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 terus mengalami fluktuasi (naik turun). Berbagai upaya perbaikan gizi biasanya berorientasi pada tingkat pendapatan. Seiring makin meningkatnya pendapatan, maka kecukupan akan makanan dapat terpenuhi (Soekirman, 2000). Suyastiri (2008) mengatakan rumahtangga yang berpendapatan rendah pola konsumsi pangannya mengarah pada pangan pokok yang berbasis potensi lokal dan variasi pangan kurang mendapat perhatian sehingga pemenuhan gizinya masih perlu dipertanyakan. Oleh sebab itu tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui profil penduduk miskin di Kota Surakarta, mengetahui Pola Konsumsi pangan dalam mewujudkan diversifikasi pangan rumah tangga miskin di kota Surakarta, dan menganalisis faktorfaktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan dalam rangka diversifikasi pangan pada tingkat rumah tangga di kota Surakarta.
DIVERSIFIKASI PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN DI KOTA SURAKARTA Grace M Sipayung, Kusnandar, Agung Wibowo, Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta Jalan Ir. Sutami No. 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./ Fax.(0271) 637457 E-mail:
[email protected]. Telp. 081210703907 Abstract : The purpose of this study was to determine the profile of the poor in Surakarta, knowing pattern of food consumption in creating diversified food poor households in the city of Surakarta, and analyze the factors that affect food consumption patterns in order to diversify the food at the household level in the city Surakarta. The method used is descriptive, method of data analysis used was diversification analysis, analysis of food consumption patterns with the approach of Pola Pangan Harapan (PPH) and analyzes the factors that influence food consumption patterns by using multiple linear regression analysis. The data used are primary and secondary data. The results of this study indicate that the majority of poor households of respondents had revenues of approximately Rp 5.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 per year. Food diversity scores obtained in the amount of 5.97 so classified in the category (4.5-6) which means the amount or food groups consumed an average of 6 types and poor households are included in the category of food secure (≥ 5.6). The score of PPH is 47.27 which PPH ideal score is 100 so it can be said that the quality of food consumption is not considered good and perfectly diversified. Household income, the income of women, women's education, food prices, together influence the food consumption patterns of poor households in the city of Surakarta with adjusted R2 value of 0.867. Under the assumptions of classical test did not reveal any multicollinearity and heterocedastisity. Keywords : food diversification, poor households, PPH Abstrak : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penduduk miskin di Kota Surakarta, mengetahui Pola Konsumsi pangan dalam mewujudkan diversifikasi pangan rumah tangga miskin di kota Surakarta, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan dalam rangka diversifikasi pangan pada tingkat rumah tangga di kota Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan metode analisis data yaitu analisis diversifikasi pangan, analisis pola konsumsi pangan dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga miskin responden memiliki pendapatan sekitar Rp 5.000.000,00 – Rp 10.000.000,00 per tahun. Skor keragaman pangan yang diperoleh yaitu sebesar 5.97 sehingga tergolong pada kategori sedang (4.5-6) yang berarti mengkonsumsi jumlah atau kelompok pangan rata-rata 6 macam per rumah tangga dan rumah tangga miskin sudah termasuk dalam kategori tahan pangan (≥5.6). Rata-rata skor PPH baru mencapai 47.27 dari skor PPH ideal yaitu 100 sehingga dapat dikatakan kualitas konsumsi pangan belum dianggap baik dan terdiversifikasi sempurna. Pendapatan rumah tangga, pendapatan wanita, pendidikan wanita, harga bahan pangan, secara bersama-sama berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di kota Surakarta dengan nilai adjusted R2 sebesar 0.867. Berdasarkan uji asumsi klasik tidak ditemukan adanya multikolinearitas dan heterokedastisitas. Kata Kunci :Diversifikasi Pangan, Rumah Tangga Miskin, PPH