SEMIOTIKA IKLAN POLITIK INDONESIA PASCA REFORMASI (Studi Kasus Iklan PPRN, Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP-Perjuangan) Dewi Kartika Sari Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Abstract This research was conducted because of the many problems of political advertising in the form of billboards that use pictures legislator candidates supported by the visualization of images the artist as an endorser of political advertising. The phenomenon of the use of photographs and photo artists candidate in political ads we encounter in the aftermath of reform. Before the reform era, we see only the logo image and the image of political parties only in billboard advertisements of political parties. The study, observed four billboard ads that use prospective legislators as endorsernya artist. Roland Barthes's semiotic theory is used to analyze political ads is to know the meaning of the sign is coded and not coded in the four studied political advertising. Meanwhile, the methodology used is descriptive qualitative research methodology. By using this methodology, expected to know the meaning of the sign system that works on four political ads. Keywords : Semiotics, Meaning, Signs, and Political advertising
PENDAHULUAN Latar Belakang Mencermati sejarah perjalanan iklan politik di Indonesia sangatlah menarik. Pelaksanaan Pemilu dan bentuk iklan politik di setiap era menunjukkan karakternya masingmasing. Mulai dari era Soekarno, era Soeharto, hingga era setelah runtuhnya kepemimpinan Soeharto yang kita kenal sebagai era Reformasi. Iklan awalnya hadir dalam industri jasa dan bisnis, baik menyangkut penjualan barang dan jasa maupun penguatan opini dan image (Setiyono, 2008:27). Pada masa kini, iklan benar-benar menjadi daya tarik masyarakat Indonesia dan diperbincangkan dengan hangat terutama di masa-masa Pemilu 1999.
1
Iklan politik memang bukanlah sesuatu yang baru. Iklan politik hadir dalam setiap lima tahun sekali ketika dilaksanakan pemilihan umum para wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hanya perbedaannya terletak pada iklan politik yang muncul selama kampanye Pemilu 1999 jauh lebih meriah (Setiyono, 2008:27). Kebebasan informasi yang ditandai dengan munculnya era Reformasi membuat bermacam-macam media, baik media cetak maupun media eletronik menjadi sarana efektif untuk berkampanye. Bahkan dikatakan Setiyono, jauh lebih efektif dibandingkan dengan pengerahan massa, meskipun model lama tersebut masih tetap digunakan selama kampanye Pemilu. Djohermansjah Djohan, yang pada masa itu menjabat sebagai Kepala Biro Humas KPU, dalam bukunya Setiyono menyatakan bahwa dampak iklan-iklan pada masa Pemilu 1999 itu cukup signifikan. Sinergi dengan program kampanye lainnya, target pemilih 30 persen terlampaui menjadi 90 persen. Ada beragam variasi iklan yang ditampilkan oleh partai politik peserta Pemilu. PKB yang pada waktu itu konsisten menampilkan almarhum GusDur. GusDur ditampilkan sedang menempelkan tangannya ke telinga, menyapa pendukungnya, “Saya Mendengar Indonesia Menangis”. Amien Rais mengajak seluruh bangsa membangun sebuah “Indonesia Baru”. Versi lainnya memperlihatkan Amien Rais mengangkat lambang PAN, “Inilah tanda gambar kita”. Megawati mensosialisasikan logo PDI-P dan motto “Perjuangan Tak Kenal Henti”, sementara Mega digambarkan sedang mengangkat tangan kanan dengan jari telunjuk dan jempol membentuk lingkaran diantara tulisan berbunyi “Ingat! Perjuangan Kita Sudah Bulat” (Setiyono, 2008: 39). Kemeriahan iklan politik yang diikuti dengan tampilnya tokoh-tokoh partai politik masing-masing partai nampaknya berbeda dengan apa yang diiklankan pada masa Soekarno. Setiyono menyebutkan bahwa kondisi yang lebih baik dalam konteks Pemilu Indonesia justru ditunjukkan ketika dilaksanakannya Pemilu 1955. Pemilu 1955 dianggap sebagai Pemilu yang paling demokratis sepanjang sejarah politik Indonesia. Kampanye dilaksanakan dengan melakukan pertemuan-pertemuan di semua tingkat daerah, di alun-alun kota atau balai desa, dengan pembicara dari Jakarta atau tokoh setempat. Peragaan lambang atau tanda gambar partai dipasang di jalan-jalan kota dan desa, rumah, bangunan, bus, pohon, kalender, dan lampu-lampu desa. Papan iklan dipasang, iklan-iklan ditampilkan di bioskop dan media cetak. Menurut pengamatan penulis, iklan-iklan yang dipasang pun hanya menampilkan lambang partai dan nomor urut partai. 2
Melihat perbedaan tersebut, maka penulis kemudian dapat merumuskan pertanyaan penelitian yakni “Bagaimana tampilan iklan partai politik setelah era reformasi? Apa makna dari simbol atau tanda-tanda tersebut?”
Rumusan Masalah Rumusan permasalahan yang dapat penulis kemukakan disini adalah “Bagaimana semiotika iklan politik pasca Reformasi, khususnya iklan politik PPRN, Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP-Perjuangan yang menampilkan sosok public figure atau artis di tanah air.
Tujuan Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana partai politik menyampaikan pesannya melalui iklan politik dalam tanda-tanda dan simbol serta apa makna dibalik tanda-tanda dan symbol-simbol tersebut.
Metode Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif karena tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan topik penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai adanya tanda yang meliputi penanda dan petanda, denotasi dan konotasi, ikon, indeks dan simbol yang dibentuk antara produsen dan konsumen serta mendeskripsikan adanya pemakaian bahasa figuratif atau retorika pada iklan mobil di media cetak. Menurut Kriyantono (2008:67), jenis riset deskripsi bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Riset ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya (Kriyantono, 2008:56). Yang diutamakan dalam riset ini adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.
3
TELAAH PUSTAKA Dalam penelitian Semiotika Iklan Politik Indonesia Pasca Reformasi ini, penulis menggunakan beberapa teori semiotika, meliputi penanda dan petanda, denotasi dan konotasi, ikon, indeks, dan simbol antara produsen dan konsumen juga tentang bahasa retorika yang terdapat di dalam iklan politik Indonesia pasca Reformasi.
Sejarah Iklan Fenomena periklanan sebagai bagian dari bentuk ekspresi bahasa simbolik dalam kebudayaan manusia, secara historis sebenarnya merupakan realitas budaya, yang jejaknya sudah dikenal sangat tua, yakni sejak zaman Yunani dan Romawi Kuno ( Latif dan Idi Subandy dalam Kasiyan, 2008:144). Selanjutnya Kasiyan menyebutkan bahwa awal keberadaan iklan adalah berbentuk pesan berantai atau yang lebih dikenal dengan sebutan “the word of mouth”. Pesan yang disampaikan ini melalui komunikasi verbal. Ketika kemudian manusia mengenal tulisan sebagai sarana penyampai pesan, maka kegiatan periklanan mulai menunjukkan perkembangan dengan digunakannya iklan demi kepentingan pencarian budak yang hilang dalam sebuah pengumuman. Pengumuman ini dikenal dengan istilah “lost and found”. Perkembangan berikutnya, iklan menggunakan media gambar yang dipahatkan pada batu, dinding atau keramik. Iklan muncul biasanya berupa pengumuman tentang penyelenggaraan pesta pertarungan gladiator. Selain itu, pada zaman Romawi Kuno, juga dikenal iklan dalam bentuk stempel batu, yang banyak digunakan oleh para dukun untuk menjajakan obat-obatan, maupun oleh tuan untuk memberi cap pada punggung para budak belian (Kasiyan, 2008:145). Perkembangan selanjutnya yang fenomenal dalam industri periklanan adalah dengan ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg tahun 1450. Pada tahun inilah periklanan mengalami perkembangan yang amat pesat terutama dalam kaitannya dengan kepentingan komersial yang ditandai dengan penggunaan iklan melalui surat kabar. Dalam konteks Indonesia, fenomena periklanan juga mengalami perkembangan yang signifikan. Burger dan Wertheim mencatat perkembangan periklanan Indonesia. penampilan visual iklan surat kabar yang pada abad ke-19 dan ke-20 sederhana yakni berupa rangkaian tulisan dengan tipografi yang sederhana (iklan baris), nyaris tanpa sentuhan keindahan, mulai
4
mengalami transformasi design menjadi iklan display1 yang lebih kompleks dan artistik (dalam Kasiyan, 2008:146). Akhirnya seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, dunia periklanan di media massa juga berkembang semakin canggih. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kehadiran periklanan pada tiap-tiap era akan memberikan makna tersendiri.
Konsep Iklan dan Fungsi Iklan Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan istilah periklanan. (American Marketing Association) mendefinisikan periklanan (advertising) sebagai:
AMA
“…. any controlled form of non personal presentation and promotion of ideas, goods or services, by an identified sponsor that is used to inform and persuade the selected market”.2 Definisi lain tentang periklanan dapat kita amati dari pernyataan Frank Jefkins. Jefkins mengatakan bahwa advertising adalah: “… the means by which we make known what we have to sell or what we want to buy.” Jefkins menambahkan bahwa: “… advertising presents the most persuasive possible selling message to the right prospects for product or service at the lowest possible cost”.3 Istilah iklan secara etimologis berasal dari beberapa istilah asing, diantaranya ‘i’lan’ dari bahasa Arab, ‘advertere’ dari bahasa Latin, yang berarti berlari menuju ke depan, advertentie dari bahasa Belanda, dan ‘advertising’ dari bahasa Inggris. Istilah iklan juga mempunyai kesamaan makna dengan istilah ‘reklame’ yang berasal dari bahasa Perancis ‘reclamare’ yang berarti meneriakkan sesuatu secara berulang-ulang (Kasali dalam Kasiyan, 2008:147). Berdasarkan beberapa konsep tentang iklan yang dikemukakan sebelumnya, jelas terlihat bahwa secara substantif, makna yang terdapat dalam istilah iklan itu selalu terkait dengan kegiatan komunikasi perdagangan atau pemasaran suatu produk, baik berupa barang maupun jasa, dalam suatu sistem ekonomi. Selanjutnya, Jeffkins menyatakan bahwa maksud dari iklan adalah untuk membujuk seseorang agar membeli, “advertising aims to pursuadeto buy”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fungsi dari iklan lebih bersifat persuasif 1
2 3
Istilah iklan display adalah suatu istilah yang dipakai pada masa kini untuk menunjuk pada jenis iklan yang tampil dengan design grafis yang bersifat pictorial. http://kb.psu.ac.th/psukb/bitstream/2553/1365/6/237327_ch2.pdf idem.
5
yakni berfungsi menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima dengan tujuan mempengaruhinya agar menghubungkan representament dengan objek tertentu (Kasiyan, 2008:153). Namun, seiring dengan perkembangan zaman, serta perubahan yang terjadi dalam organisasi produksi sistem ekonomi kapitalisme, maka gaya, isi, dan fungsi iklan juga senantiasa mengalami perubahan. Awalnya iklan produk atau jasa selalu memiliki korelasi dengan nilai guna produk atau jasa tertentu yang diiklankannya, baik dari sisi fungsi, harga, maupun kualitasnya. Tetapi selanjutnya, iklan mulai bergeser gaya atau tipologi dan isinya, yakni ke arah fungsi pendefinisian konsumen sebagai bagian integral dari makna sosial budaya. Akhirnya, iklan kemudian mulai menekankan pada penciptaan simbol-simbol produk dan citra nilai. Dalam kaitan ini, suatu produk suatu produk tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, melainkan juga memiliki makna dan bertindak sebagai tanda makna dalam hubungan sosial, selalu memamerkan seperangkat nilai tertentu. Dengan demikian, bahwa dalam perputaran produk-produk terjadi pula pertukaran simbolik.
Teori Semiotika Analisis dalam penelitian ini akan menggunakan analisis dengan kajian semiotika. Secara singkat, semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Hal ini dapat kita amati pada pernyataan Saussure tentang semiotika itu sendiri. Berbicara tentang tanda, akan lebih baik jika kita juga melihat konsep tanda dalam buku karya Littlejohn. Tanda menurut Langer adalah stimulus yang memberikan sinyal kehadiran tentang sesuatu yang lain (Littlejohn, 2005:101). Littlejohn menyebutkan seorang filsuf bernama Susanne Langer untuk memberikan konsep tentang simbol tersebut. Menurut Langer, symbolism merupakan pokok kajian utama dalam filsafat sebab symbolism merupakan dasar dari seluruh pengetahuan manusia dan pemahaman manusia. Simbol, menurut Langer, adalah ‘sebuah instrumen’ pemikiran. Sedangkan meaning bagi Langer dilihat sebagai hubungan yang kompleks diantara simbol, objek dan person. Oleh karena itu, meaning terdiri dari aspek logis dan psikologis. Semiotika, dengan demikian dirasa sangat penting karena dapat memberikan kepada kita pemahaman tentang apa yang tengah terjadi dalam sebuah pesan – bagian dalam pesan tersebut – dan bagaimana bagian dalam pesan tersebut terorganisir dan terstruktur.
6
Pawito dalam bukunya yang berjudul Penelitian Komunikasi Kualitatif juga menyatakan hal yang tidak jauh berbeda dengan pendapat para ahli tersebut. Menurut Pawito, analisis semiotika merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan maknamakna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks (Pawito, 2007:155). Lebih lanjut Pawito menyebutkan bahwa teks yang dimaksud dalam kajian semiotika adalah segala bentuk sistem serta lambang (signs) baik yang terdapat dalam media massa (seperti dalam paket tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan maupun yang ada di luar media massa seperti lukisan, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival. Dengan demikian yang menjadi fokus kajian dari semiotika adalah pemaknaan pada lambang-lambang pada teks. Pada implementasinya, penggunaan kata semiotika atau semiologi cukup mendapatkan perhatian dalam diskusi akademis. Istilah mana yang lebih disukai, apakah semiotika ataukah semiologi? Yang jelas, baik kata semiotika atau semiologi keduanya masih dipakai hingga saat ini. Apabila seseorang menggunakan kata
‘semiologi’, maka asumsinya ia adalah
pengikut teori Saussure sebab dalam penerbitan-penerbitan di Perancis, istilah semiologie kerap dipakai. Elements de Semiologie adalah contoh salah satu karya yang dipakai oleh Roland Barthes. Barthes kita tahu adalah penerus pemikiran Saussure. Namun, istilah semiotics digunakan dalam kaitannya dengan karya Charles Sanders Pierce dan Charles Morris (Sobur, 2003:12). Sehingga sebenarnya istilah semiotika dan semiologi mengandung pengertian yang sama walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya. Mereka yang mengikuti pemikiran Peirce akan menggunakan istilah semiotika sementara mereka yang bergabung dengan pemikiran Saussure akan menggunakan istilah semiologi. Sobur mengatakan bahwa yang terakhir jika dibandingkan dengan yang pertama, kini kian jarang dipakai. Alasannya adalah istilah semiotika lebih populer sehingga terkadang para Saussurean pun menggunakan istilah semiotika. Yang perlu menjadi catatan disini adalah sebenarnya para ahli semiotika tidak mau memusingkan untuk penggunaan istilah ilmu ini sebab sekali lagi, sebenarnya mereka menganggap kedua istilah itu sama saja artinya.
7
PEMBAHASAN Kajian semiotika mengenai iklan politik telah cukup banyak dilakukan. Dan kajiankajian mengenai iklan politik dengan pendekatan semiotika tersebut diantaranya memfokuskan diri pada satu iklan saja. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menganalisa tentang semiotika iklan politik pasca era reformasi khususnya iklan-iklan politik yang menggunakan endorser atau tokoh kedua dalam iklan politik, menggunakan seorang artis atau public figure. Salah satu penelitian semiotika iklan yang sederhana dilakukan oleh Sudaryono Achmad. Ia melakukan penelitian terhadap iklan politik PKS. Iklan politik PKS pada masa itu cukup fenomenal, disebabkan karena munculnya ikon Soeharto dalam iklan tersebut. Soeharto dalam iklan PKS ini digambarkan sebagai guru bangsa. Sontak saja, iklan ini menuai berbagai kritikan dari berbagai kalangan. Ketika dikonfirmasi dengan Pimpinan PKS, Tifatul Sembiring, ia menyatakan bahwa terdapat kesalahan teknis dalam iklan tersebut. Namun anehnya, beberapa petinggi PKS seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah menyatakan bahwa ikon tersebut sebagai wujud rekonsiliasi, hendak mengakhiri dendam masa lalu. Dua pernyataan yang berbeda dari para petinggi partai PKS ini lantas semakin banyak memunculkan perdebatan. Temuan yang diperolah Achmad mengenai iklan ini adalah bahwa pada tahap reality PKS sebagai partai yang cukup profesional menampilkan sosok Soeharto dalam
iklan
tersebut bukan tidak disengaja, sosok Soeharto memang sengaja dimunculkan dalam iklan. Soeharto menurut PKS dinilai sebagai tokoh yang berpengaruh. Penempatan figur Soeharto tersebut nampaknya berdasarkan pertimbangan survey. Hasil survey LP3ES menyebutkan 34% responden memilih Soeharto sebagai presiden paling berpengaruh. Sementara, Soekarno 24% dan SBY hanya 12 %. Alasan cukup realistis walau mengandung resiko. Dengan demikian, berdasarkan data survei LP3ES, alasan kesalahan teknis yang dikemukakan oleh Pimpinan PKS kala itu terbantahkan Temuan kedua Achmad berdasarkan representation. Soeharto direpresentasikan sebagai sosok pahlawan dan guru bangsa. Harapannya, nampaknya untuk iklan ini bertujuan meraih simpati pada keluarga dan pendukung Soeharto. Hasilnya, bisa jadi memuaskan namun bisa pula pasca penayangan iklan tersebut banyak kader dan simpatisan yang tidak lagi memilih PKS pada pemilu selanjutnya, kecuali kader-kader yang loyal saja.
8
Temuan ketiga berada pada tataran ideologi. Ideologi (nilai) yang ingin disampaikan adalah rekonsiliasi. Sebuah pesan untuk mengakhiri dendam masa lalu. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa sosok yang dipilih mesti Soeharto?. Ideologi ini tidak ditangkap oleh publik. Yang publik pahami adalah bahwa PKS menempatkan Soeharto sebagai pahlawan dan guru bangsa. Lantas publik (selain pendukung setia Soeharto) mengecam keras. Tahap ideologisasipun gagal. Satu hal yang sesuai dari iklan PKS versi Soeharto guru bangsa ini adalah penempatan iklannya pada konteks atau moment yang tepat, yakni pada saat Sumpah Pemuda. Semiotika iklan politik PKS yang dijelaskan sebelumnya merupakan salah satu contoh riset semiotika untuk memaknai sign pada iklan politik. Untuk selanjutnya, penulis akan mengamati iklan politik lain yakni iklan-iklan politik yang menampilkan figur artis atau public figure pada iklan politik. Ada lima iklan yang akan penulis analisis pada riset kali ini. Yakni iklan Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), iklan Partai Demokrat, iklan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan dua iklan Partai Golongan Karya (Golkar). Untuk menganalisis iklan politik tersebut, penulis akan menggunakan analisis semiotika Roland Barthes, yakni analisis iklan berdasarkan pesan yang dikandungnya. Termasuk di dalamnya adalah pesan linguistik, pesan yang terkodekan dan pesan yang tak terkodekan. Pesan linguistik dan pesan yang tak terkodekan, menurut Barthes, merupakan pesan dalam tataran level denotasi, sedangkan pesan yang terkodekan merupakan pesan pada level konotasi. Berikut analisis penulis dalam memaknai simbol-simbol yang muncul dalam iklan politik pasca reformasi.
Iklan Cetak Partai Peduli Rakyat Nasional
Iklan politik Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN) pada level denotasi, pada bagian pojok kanan atas terdapat tulisan nama lengkap partai, singkatan nama partai diikuti nomor urut partai dalam Pemilu. Gambar bintang dalam lingkaran hitam menunjukkan simbol 9
lambang partai PPRN. Warna merah pada logo melambangkan gagah berani dan ksatria. Warna putih melambangkan kesucian, jujur dan bersih. Warna hitam melambangkan keteguhan dan keagungan. Bumi bulat melambangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mata angin melambangkan Partai Peduli Rakyat Nasional memberikan keadilan kepada seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Selanjutnya di bagian paling atas iklan PPRN, adalah tagline4 PPRN dalam kampanye, disebutkan bahwa “Rakyat Bebas dari Belenggu Penderitaan dan Ketidakadilan”. Selanjutnya dalam taraf linguistik, terdapat tulisan nomor urut calon legislatif diikuti dengan daerah pilihannya yakni di Kota Selatan dan Timur, Kota Gorontalo. Tulisan paling bawah pada iklan politik ini tertulis “Putra Asli Kampung Bugis”. Warna merah dipilih sebagai backgroud iklan politik disertai dengan foto calon wakil rakyat beserta dengan seorang artis bernama Cynthia Lamusu. Iklan politik PPRN dalam kajian pesan yang terkodekan mengimplikasikan bahwa calon wakil rakyat dari PPRN bernama Rafflin Lamusu, disingkat “RAPI” ingin menunjukkan bahwa Rafflin adalah calon dari daerah yang memang berasal dari daerah pilihannya. Penulis mengamati bahwa alasan pencantuman tulisan “Putra Asli Kampung Bugis” memiliki dua makna. Pertama, Rafflin ingin menunjukkan keseriusannya untuk menjadi wakil daerah yang benar-benar mewakili daerah aslinya. Sebab dalam beberapa kasus, terdapat calon anggota DPR yang mencalonkan diri menjadi anggota dewan namun daerah yang diwakilinya bukan daerah asal calon tersebut. Misalkan saja Angelina Sondakh. Angelina yang berasal dari Manado, maju mencalonkan diri untuk menjadi anggota dewan untuk daerah pilihan Jawa Tengah VI, meliputi Magelang, Purworejo, Temanggung, dan Wonosobo. Rafflin dalam hal ini ingin menunjukkan bahwa dirinya patut didukung di daerah pemilihannya sebab Rafflin memang putra Bugis. Makna kedua yang bisa diamati adalah makna kedekatan atau proximity. Kedekatan merupakan salah satu faktor sukses mencapai sebuah hubungan komunikasi. Makin dekat kita dengan seseorang, maka kita akan cenderung terdorong untuk berkomunikasi dengan orang tersebut. Dalam konteks iklan politik ini, kedekatan dapat dimaknai bahwa calon wakil rakyat dari daerah asli akan lebih bisa diterima oleh masyarakat setempat karena dianggap
4
Tagline adalah “ A slogan or phrase that visually conveys the most important product attribute or benefit that the advertiser wishes to convey. Generally, a theme to a campaign”. Jadi dapat disimpulkan bahwa tagline adalah sebuah slogan atau frase yang umumnya digunakan dalam sebuah iklan, yang menunjukkan atribut produk atau keuntungan produk yang diharapkan dapat dinikmati oleh konsumennya. Tagline umumnya merupakan sebuah tema kampanye produk dalam iklan.
10
mengetahui seluk beluk daerahnya diri dan paham dengan karakter masyararakat setempat. Isu kedekatan ini digunakan oleh Rafflin untuk memenangi hati masyarakat kota Gorontalo. Pemunculan foto artis, yakni Cynthia juga menunjukkan adanya pesan atau makna tertentu. Cynthia Lamusu, seorang penyanyi ibukota dari kelompok trio AB Three merupakan salah seorang pesohor di tanah air. Sebagai seorang artis atau penyanyi, wajahnya cukup banyak diekspose oleh media sehingga membuat dia dikenal oleh masyarakat di seluruh Indonesia. Popularitas Cynthia ini diharapakan menciptakan awareness pada masyarakat daerah pilihannya. Rafflin dalam iklan politiknya, mengatakan bahwa ia adalah papa (sebutan untuk ayah kandung) dari Cynthia Lamusu. Pencantuman status Rafflin tentunya memiliki alasan agar popularitas Cynthia juga bisa diikuti naiknya popularitas Rafflin. Rafflin ingin populer di mata masyarakat Kota Gorontalo seperti halnya Cythia yang populer di seluruh Indonesia, tak terkecuali masyarakat Kota Gorontalo.
Iklan Cetak Partai Demokrat
Iklan politik kedua yang akan penulis analisis adalah iklan cetak salah satu calon wakil rakyat dari Partai Demokrat. Nama calon dan nomor urut calon tidak terlihat dengan jelas. Yang nampak paling jelas adalah visualisasi dari calon wakil rakyat tersebut. Pada level denotatif yang dapat diamati adalah lambang Partai Demokrat dan simbol Partai Demokrat yakni bintang berwarna merah dan putih. Bintang Merah Putih bersegitiga bermakna suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari tiga wawasan: (a) Nasionalis-Religius; yang bermakna wawasan serta sekaligus bermoral agama, (b) Humanisme; yang bermakna mengakui dan menjunjung tinggi nilai dan martabat perikemanusiaan yang bersifat hakiki dan universal sebagai bukti bahwa Bangsa Indonesia adalah bagian yang integral dari masyarakat dunia, (c) Pluralisme; yang bermakna mengakui dan menghargai serta merangkul berbagai ras, suku bangsa, profesi, jenis kelamin, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta keberadaan ciri khas setiap daerah yang menyatu sebagai bangsa Indonesia. Warna 11
Biru Laut yang terdapat di tengah, melambangkan kesejukan penuh kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dalam perjuangan dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Warna Biru Tua yang terdapat pada bagian atas dan bawah, melambangkan bahwa dalam memperjuangkan dan mengupayakan terwujudnya cita-cita bangsa, bersikap tegas, mantap, percaya diri, dan penuh optimisme yang senantiasa menjadi ciri utama yang harus dianut semua unsur bangsa dan masyarakat. Dan warna Merah Putih di setiap sisi bintang dengan latar belakang Biru Laut, memberi arti warna Merah Putih adalah kebangsaan atau nasionalisme dan warna Biru artinya humanisme di tengah pergaulan masyarakat bangsabangsa di dunia atau internasionalisme dan pluralisme yang merupakan wawasan Partai Demokrat. Selanjutnya dalam iklan politik ini, terdapat foto calon wakil rakyat yang berbalikan badan dengan Barack Obama. Pesan yang terkodekan pada bagian ini adalah calon wakil rakyat tersebut ingin mengidentifikasikan dirinya dengan Barack Obama. Mulai dari potongan rambutnya, bentuk wajahnya, senyumnya hingga postur tubuhnya yang mirip dengan Barack Obama. Barack Obama merupakan pribadi yang banyak diliput oleh media. Popularitasnya bahkan sampai ke seluruh dunia. Barack Obama dikenal sebagai Presiden Amerika Serikat pertama yang berkulit hitam. Barack Obama diketahui pernah mengenyam pendidikan dasar untuk beberapa waktu di Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa selain ingin memperoleh popularitas seperti popularitas Barack Obama, calon wakil rakyat ingin menunjukkan kedekatannya pada sang Presiden. Wajah yang mirip dengan Barack Obama juga menjadi faktor untuk menarik perhatian warga, sebab sekali lagi wajah Barack Obama yang kerap muncul di televisi, akan memudahkan masyarakat daerah pilihan untuk mengenali calon anggota dewannya yang mirip dengan Barack Obama.
Iklan Cetak Partai PDI Perjuangan
Iklan politik calon wakil rakyat dari Partai PDIP bernama Arya dan menggunakan nama panggilan Mas Yudha ini juga mengandung serangkaian makna atau disebut dengan 12
sistem tanda. Sistem tanda denotatif dari iklan politik ini antara lain, warna merah sebagai background iklan merupakan warna khas partai berlambang banteng dengan moncong putih. Warna merah tersebut diadopsi oleh Mas Yudha untuk iklan politiknya. Gambar banteng bermoncong putih juga muncul dalam iklan politik ini. Gambar ini mengindikasikan partai tempat bernaung Mas Yudha yakni PDIP. Foto calon berada di pojok kiri bawah billboard. Wajahnya datar, menunjukkan keseriusan. Di bagian kanan pojok billboard, hampir dua pertiga bagiannya terdapat gambar yang dua kali lebih besar dari gambar Mas Yudha. Gambar tersebut adalah gambar pesepakbola terkenal dari Inggris bernama David Beckham. Beckham memiliki nomor punggung 7 (tujuh) yang selalu menjadi ciri khasnya ketika bermain di klub Manchaster United. Beckham menjadi pesepakbola terkenal karena kepiawaiannya mengolah bola di lapangan hijau. Beckham juga terkenal dengan tendangan melengkungnya yang indah, selain itu Beckham pernah menjadi kapten tim Inggris ketika negaranya mengikuti Piala Dunia. Popularitasnya kian melejit lantaran ketampanan yang dimiliki oleh Beckham. Banyak orang menyukai Beckham karena Beckham adalah figur muda dan berbakat. Mas Yudha mengambil tema nomor punggung Beckham sebagai tema central dalam iklan politiknya. Nomor punggung 7 (tujuh) dianggap bernilai bagi calon dari Partai PDIP ini. Hal ini dibuktikan dengan diasosiasikannya nomor punggung Beckham dengan nomor urut Mas Yudha dalam Pemilu. Mas Yudha menganggap nomor urut tujuh adalah nomor keberuntungan seperti halnya keberuntungan Beckham di lapangan hijau. Anggapan nomor tujuh sebagai nomor keberuntungan jelas tertulis di bawah foto David Beckham. Asosiasi lain adalah bahwa Mas Yudha mengambil tema usia muda sebagai usia untuk memulai sebagai pemimpin. Tagline “Saatnya Yang Muda Yang Di Depan” merupakan bukti ideologinya. Penulis mengamati bahwa calon wakil rakyat ini memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin. Kata “Saatnya” mengandung makna bahwa sebelumnya wakil rakyat didominasi oleh ‘golongan tua’, dengan demikian misi Mas Yudha adalah saatnya kini, dia sebagai seorang pemuda, menggantikan ‘golongan tua’ untuk menjadi pemimpin. Isu kepemuda-an juga diangkat dalam iklan politik tersebut, yakni “Muda, Pintar, Sopan Santun, dan Bekerja untuk Rakyat”. Sosok pemuda dalam iklan ini digambarkan seorang yang pintar, memiliki sopan santun dan bekerja bagi rakyat. Sementara kata “Bekerja untuk Rakyat” memiliki makna bahwa Mas Yudha memiliki harapan untuk bekerja mewakili rakyat jika seandainya memang terpilih menjadi wakil rakyat. Dalam iklan ini, Mas Yudha ingin menunjukkan harapannya bahwa dia akan memperjuangkan rakyat. 13
Kata sapaan ‘Mas’ dalam iklan ini juga mengandung makna tertentu. Kata ‘Mas’ dalam masyarakat di Jawa Tengah, adalah sapaan akrab antar warga Jawa Tengah. Dengan demikian, Mas Yudha ingin dilihat sebagai sosok yang akrab juga dimata masyarakat. Keakraban tersebut ditunjukkan dengan kesediaannya untuk dipanggil dengan kata ‘Mas’. Pemilihan kata sapaan ini menurut penulis menunjukkan kelompok sasaran calon pemilih. Dalam iklan ini, calon pemilih yang menjadi target sasaran mas Yudha adalah golongan anak muda. Sebab, sekali kali pemilihan public figure David Beckham dan nama sapaan ‘Mas’ mengindikasikan pendekatan pada kaum muda sebagai calon potensial pendukung Mas Yudha.
Iklan Cetak Partai Golongan Karya
Iklan politik salah satu calon wakil rakyat dari Partai Golongan Karya (Golkar) juga mengambil tema utama selebritas sepakbola dunia yakni David Beckham. Bedanya, jika iklan politik dari Partai PDIP menggunakan nomor punggung 7 (tujuh), maka pada iklan partai politik calon wakil rakyat Partai Golkar ini, Beckham menggunakan nomor punggung 23 (dua puluh tiga). Nomor punggung 23 ini diperoleh Beckham di klub-nya yang baru, yakni Real Madrid. Real Madrid merupakan salah satu grup sepakbola asal negara Spanyol. Pada tataran makna konotatif, sang calon wakil rakyat mengasosiasikan nomor 23 memiliki kesamaan dengan Beckham. Dalam tagline-nya juga disebutkan ‘Beckham Aja Pilih 23’, hal ini bermakna persuasif yakni mengajak masyarakat juga memilih nomor 23 seperti halnya Beckham memilih nomor 23. Iklan politik ini ‘menumpang’ popularitas selebritas, dalam hal ini David Beckham, untuk menarik perhatian masyarakat. Hampir sama dengan Ma Yudha, tokoh ini ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah anak muda dan menunjukkan target sasarannya yakni anak muda.
14
Iklan Cetak Partai Golkar
Iklan politik kelima yang akan penulis analisis adalah iklan politik dari Partai Golongan Karya (Golkar) untuk Caleg DPRD DKI bernama H. Prya Ramadhani. Iklan politik ini memiliki warna dasar kuning dibagian atas dengan gradasi warna hijau dibagian bawah. Selanjutnya terdapat logo Partai Golkar dan nomor urut partai yakni 23 (dua puluh tiga). Dalam iklan ini divisualisasikan sang calon sedang mengendalikan delman, sementara dibelakangnya ada seorang artis yang kerap kita lihat di televisi. Artis tersebut adalah artis sinetron Nia Ramadhani. Dalam iklan tersebut, terdapat pernyataan Nia yang ditulis dalam bentuk gelembung seperti yang nampak dalam komik. Pernyataan tersebut adalah “Mohon doa restu buat bapak saya.. untuk menjadi wakil anda di DPRD DKI”. Dengan demikian kita dapat simpulkan bahwa sang caleg bernomor urut 1 (satu) ini adalah ayah dari Nia Ramadhani. Seperti halnya iklan politik bagian pertama di awal pembahasan, sang ayah kali ini mencoba ‘keberuntungan’ dengan mengikuti popularitas anaknya. Diharapkan dengan mencantumkan foto anaknya, dapat membuat sang ayah juga ikut dikenal oleh publik. Pesan politik yang ingin disampaikan oleh iklan ini terletak di pojok kanan bawah, berbunyi “Bersama meningkatkan ekonomi rakyat”. Kali ini Prya mengangkat isu ekonomi. Dengan demikian diasumsikan bahwa pada saat iklan tersebut dibuat, perekonomian rakyat di Dapil DKI cenderung turun. Melalui iklan caleg Prya ini, ia mencoba berempati dengan rakyat melalui pernyataannya yang bersedia bekerjasama dnegan rakyat untuk meningkatkan ekonomi rakyat. Pernyataan ‘Awas!! Hati-hati Lintasan Kereta Api’ menunjukkan empatinya kepada rakyat di sekitar untuk waspada dan berhati-hati jika ada kereta api yang melintas. Dari keseluruhan iklan yang ditampilkan dan dianalisis, kita dapat kategorikan analisis tersebut menjadi beberapa bagian. Pertama, masalah fungsi iklan. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa iklan memiliki beberapa fungsi, yakni fungsi informatif, fungsi persuasif dan fungsi reminder atau pengingat. Dari beberapa fungsi iklan tersebut, keempat iklan partai politik tersebut, menurut penulis hendak menyampaikan ketiga pesan dalam fungsi 15
periklanan. Iklan politik Golkar dengan tagline “Beckham Aja Pilih Nomer 23” merupakan pesan yang syarat dengan muatan persuasif, mengajak masyarakat untuk memilih nomor urut calon anggota dewan Golkar tersebut. Fungsi informatif dapat kita lihat bagaimana iklan-iklan tersebut menginformasikan asal daerah calon legislatif serta informasi tentang daerah pemilihan (Dapil). Penginformasian bahwa Rafflin adalah putra Bugis asli dan mewakili daerah Kota Gorontalo juga Prya sebagai calon anggota DPRD DKI merupakan informasi penting bagi calon untuk memberitahukannya pada masyarakat. Pemasangan iklan melalui media luar ruang billboard, merupakan cara calon anggota dewan ini untuk mengingatkan para calon pemilih tentang pencalonan mereka sebagai wakil rakyat yang duduk di DPR atau DPRD. Pemunculan iklan politik dengan gambar calon nampaknya hanya kita temui di masa setelah reformasi. Sebelum era reformasi, pemilihan anggota DPR, DPRD dan MPR hanya mencantumkan logo partai saja.
Homophily dan Empati Pengamatan lain yang menarik dari iklan politik pasca reformasi adalah masalah strategi pesan yang digunakan dalam iklan tersebut. Seperti halnya dalam sebuah pertempuran membutuhkan strategi agar memperoleh kemenangan, demikian pula dalam proses komunikasi, baik pihak komunikan maupun pihak komunikator, memiliki strategi agar komunikasi diantara keduanya dapat berjalan efektif. Pada kasus ini, penulis mengamati strategi pesan yang digunakan oleh komunikator, yaitu calon legislator, adalah pada derajad kedekatan dan empati. Effendy (2000) menyebut faktor kedekatan sebagai homophily. Istilah homophily sendiri jika kita gali dari akar katanya disebut’homoios’ (bahasa Yunani) yang artinya “sama”. Sama yang dimaksud disini adalah sama dalam hal sifat (atribute), seperti misalnya kepercayaan, nilai, pendidikan, status sosial, dan seterusnya. Dengan demikian istilah homophily secara umum yaitu istilah yang menggambarkan derajad pasangan perorangan yang berinteraksi dimana pasangan ini memiliki kesamaan. Faktor kedekatan atau proximity atau homophily dalam iklan politik ini misalnya pada iklan partai PPRN, Rafflin menggunakan kesamaan ras sebagai ‘senjata’ untuk memperkenalkan dirinya pada konstituen. Sementara iklan politik Golkar dan PDIP dalam penelitian ini, menggunakan kesamaan semangat pemuda dalam mendekati calon pemilihnya. Iklan politik Partai Demokrat menggunakan kemiripan wajah sebagai tanda pengenal dengan publiknya dan iklan Partai 16
Golkar dengan calon legislator Prya menggunakan kedekatan asal daerah sebagai cara untuk mendapatkan empati pemilih. Empati sendiri menurut Rogers dan Bhownik dalam Effendi (2000) didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada peranan orang lain. Apabila komunikator dan komunikan mempunyai kemampuan untuk berempati satu dengan yang lain, maka akan dicapai komunikasi yang efektif. Untuk alasan empati ini pula, maka keempat iklan politik yang dianalisis ini, menempatkan dirinya pada apa yang disukai konstituen termasuk empati pada suku dan ras konstituen.
Endorser Artis Endorser dalam periklanan secara umum disebut sebagai tokoh yang memerankan sebuah produk atau layanan jasa dalam sebuah iklan. Tokoh yang membintangi sebuah iklan tersebut bisa dari kalangan masyrakat pada umumnya, bisa pula dari kalangan pesohor atau public figure di suatu tempat. Dengan demikian, maka dapat kita amati bahwa endorser yang digunakan dalam iklan politik PPRN, Partai Demokrat, Partai Golongan Karya dan Partai PDI-P adalah endorser dari kalangan pesohor atau artis atau public figure Indonesia. Menurut Jewler and Drewniany (2001), ada beberapa pertimbangan mengapa pengiklan menggunakan artis sebagai endorsernya, diantaranya adalah : 1. Artis memiliki ‘stopping power’. Maksudnya adalah artis dapat menarik perhatian orang banyak dan dapat menghentikan perhatian audience sejenak ketika ada banyak iklan di sekitar audience. 2. Artis umumnya disukai. Pengiklan berharap dengan dipujanya seorang public figure oleh audience, akan berdampak pada dipujanya sebuah produk atau jasa. Dalam kaitannya dengan iklan politik, diharapkan pujian audience juga ter-transfer kepada calon legislator. 3. Artis dipersepsikan sebagai seorang ahli dibidangnya. Caranya adalah membuat sebuah kaitan antara keahlian yang dimiliki artis dengan atribut produk atau jasa atau atribut calon legislator tersebut. Dengan mengamati pada alasan-alasan penggunaan artis oleh calon legislator ini, maka harapan-harapan calon legislator dapat kita ketahui dari ketiga faktor alasan pemilihan endorser tersebut. Adanya stopping power, artis yang umumnya disukai khalayak dan artis yang dipersepsikan memiliki keahlian dibidangnya, seperti pada iklan politik yang 17
menggunakan endorser Beckham dan Barack Obama, merupakan alasan-alasan yang logis untuk dijadikan pertimbangan calon legislator untuk mndapatkan perhatian khalayak. Namun selanjutnya, tentunya kita perlu mengevaluasi, apakah penggunaan artis dalam iklan politik ini efektif dalam mengkomunikasikan pesan ataukah justru malah membuat distorsi pesan.
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian tentang Semiotika Iklan Politik Indonesia Pasca Reformasi (Studi Kasus Iklan PPRN, Partai Demokrat, Partai Golkar dan PDIP-Perjuangan) adalah sebagai berikut: 1. Pada level denotatif, umumnya keempat iklan politik tersebut menggunakan lambing partai, logo partai, nomor urut calon, tagline, foto calon dan foto artis sebagai endorsernya. 2. Foto artis yang digunakan adalah foto artis atau public figure dalam negeri dan luar negeri. 3. Pada level konotatif, calon legislator menggunakan strategi komunikasi kedekatan atau homophily dan empati. 4. Media yang digunakan dalam beriklan adalah media luar ruang atau billboard.
18