Analisis Brand Positioning Partai Politik di Indonesia (Studi Kasus: Golkar, Demokrat, PDIP, PKS, Gerindra) Muhammad Taufik, Harryadin Mahardika Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini secara khusus membahas tentang brand positioning dalam politik. Partai politik sebagai subjek dan unsur terpenting dalam demokrasi di Indonesia , Perbandingan brand positioning yang dimiliki masing-masing partai politik adalah inti dari penelitian ini. Dengan melihat berbagai atribut yang dimiliki, positioning partai dapat dideskripsikan secara jelas. Penelitian ini menggunakan variable yang terangkum dari berbagai jurnal penelitian. Terdapat Golkar, PDIP, Demokrat, PKS dan Gerindra atas pertimbangan pengalaman yang dimiliki dari Pemilu yang telah diikuti.. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software statistik IBM SPSS versi 21. Hasil menunjukkan bahwa perbedaan positioning partai politik dapat terkonfigurasi melalui perceptual map. Beberapa atribut yang tersaji dalam penelitian membantu pemilih dalam hal ini responden untuk dapat menilai image dari sebuah partai.
ABSTRACT This research specifically discover brand positioning in politics. Political party as the most important element for democracy in Indonesia. Comparison of party’s positioning is the essence of this recent research. By determining many attributes, party’s positioning can be defined clearly. This research is adapted many variables that combining many scientific articles. There are Golkar, PDIP, Demokrat, PKS and Gerindra considering their experiences of its successive election. Data processing of its research is using statistical software IBM SPSS version 21. The outcome distinct the positioning of political parties configured by its perceptual map. Furthermore, few attributes on this research help respondents to discover party’s images. .
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
1. Pendahuluan Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil (Friedrich, 2004). Namun menurut Budiardjo (1996), Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Seperti organisasi lainnya partai politik merupakan organisasi yang memiliki visi dan misi seperti organisasi lainnya. Beberapa karakteristik partai politik menurut Austin Ranney (1990) adalah sebagai berikut: Pertama, berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas; kedua, terdiri dari beberapa orang yang terorganisir, yang dengan sengaja bertindak bersama-sama untuk mencapai tujuan; ketiga, masyarakat mengakui partai politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka; keempat, beberapa tujuannya yaitu mengembangkan aktivitas-aktivitas, partai bekerja melalui mekanisme pemerintahan yang mencerminkan pilihan rakyat; dan kelima, aktifitas inti partai politik adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan publik. 2. Tinjauan Literatur Dalam tulisannya yang berjudul Understanding Political Marketing, Henneberg
(2002)
mengemukakan 8 fungsi political marketing: fungsi produk, fungsi distribusi, fungsi biaya, fungsi komunikasi, manajemen hubungan masyarakat, fungsi pencarian dana, fungsi manajemen kampanye paralel, serta fungsi manajemen kohesi internal. Fungsi produk berarti political marketing akan menjadikan partai politik memiliki program-program yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Fungsi distribusi merujuk pada kemampuan penyampaian produk partai untuk target pemilih. Fungsi biaya berarti political marketing berperan dalam meminimalisasi opportunity cost para pemilih ketika sudah menjatuhkan pilihannya saat Pemilu. Secara tradisional segmentasi, targeting dan positioning (STP) model (Lilien dan Rangaswamy, 2003), yang dianggap menjadi dasar untuk semua strategi pemasaran (Kotler, 2003). Langkah
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
pertama dalam model ini adalah segmentasi, yang melibatkan membagi pasar yang heterogen menjadi beberapa saling eksklusif subpasar, yaitu, kelompok homogen (juga disebut sebagai segmen). Secara formal, segmentasi adalah didefinisikan sebagai "proses pengelompokan pasar menjadi beberapa bagian yang berbeda dari pelanggan yang berperilaku dengan cara yang sama atau memiliki kebutuhan yang sama" (Bennett 1995;. p 165). Segmentasi sangat penting karena "Sebagian besar (mungkin semua) pasar tidak monolitik melainkan terdiri dari subpasar yang relatif homogen dalam hal apa yang mereka butuhkan atau inginkan dari perusahaan yang menawarkan sejenis produk jasa (Myers, 1996). Hal ini penting untuk membentuk segmen karena mereka cenderung untuk merespon secara berbeda terhadap berbagai kegiatan pemasaran (Myers, 1996) dan relevan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku pelanggan untuk tindakan pemasaran perusahaan (Wind dan Cardozo, 1974). positioning adalah perencanaan, proaktif dan proses berulang-ulang mendifinisikan, mengukur, memodifikasi dan persepsi konsumen terhadap objek yang dapat dipasarkan (Arnott, 1994),. Positioning adalah bagian dari strategi korporasi atau organisasi yang bernaung dalam domain marketing. Penentuan positioning dapat dilakukan dengan menentukan posisi preferensi organisasi sesuai dengan ceruk pasar yang ingin diraih. Terdapat dua jenis organisasi yaitu organisasi sebagian besar menjual jasa dan organisasi penjual produk. Menurut Assael (2005), positioning bidang jasa lebih sulit daripada posisi produk karena kebutuhan untuk berkomunikasi manfaat jelas dan tidak berwujud. Partai politik merupakan organisasi yang menjual jasa karena barang yang ditawarkan bersifat tidak terlihat dan semu. Oleh karena itu, janji politik adalah bentuk produk paling nyata dari sebuah organisasi partai politik. Partai politik yang menerapkan political marketing akan membuat positioning, yang dalam ilmu marketing diartikan sebagai segala aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh produsen yang bersangkutan dengan produk atau jasa produsen lain (Firmanzah, 2008). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa positioning politik adalah aktivitas untuk menanamkan kesan di benak masyarakat agar mereka dapat membedakan ideologi dan program kerja yang dimiliki oleh suatu partai politik dengan ideologi dan program kerja partai politik lainnya.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Produk dalam political marketing berarti sesuatu yang ditawarkan oleh partai politik, jika mereka terpilih. Niffenegger, seperti dikutip Firmanzah (2008), membagi produk politik dalam tiga kategori: (1) party platform (platform partai), yakni konsep, identitas, dan program kerja sebuah institusi politik; (2) past record yakni catatan tentang hal-hal yang dilakukan pada masa lampau; dan (3) personal characteristic (ciri pribadi), yakni karakteristk atau ciri pemimpin atau kandidat yang memberikan citra, simbol, dan kredibilitas pada sebuah partai politik. Newman (2009) berargumen bahwa produk politik yang sesungguhnya ialah platform partai selama kampanye. Hal tersebut mencakup sejumlah elemen: (1) program yang dikemukakan saat kampanye pemilihan umum dari kandidat yang berdasarkan panduan politik dan ekonomi partai tempat ia bernaung, (2) posisi kandidat pada permasalahan yang terjadi saat masa kampanye, (3) citra kandidat, (4) latar belakang politik kandidat serta kelompok-kelompok yang mendukung kandidat tersebut. Sedangkan Lees-Marshment (2005) mengemukakan setidaknya terdapat delapan hal yang dapat dimasukkan dalam kategori produk partai: 1.
Kebijakan-kebijakan partai (organisation policies) meliputi kebijakan politik yang sedang diusulkan atau pun sedang dilaksanakan oleh partai politk, serta janji-janji mereka yang diajukan dalam manifesto partai.
2.
Kepemimpinan partai (kepemimpinan) termasuk di dalamnya kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin partai, citra, pemimpin partai, karakter pemimpin partai, pendekatan yang dilakukan dalam memimpin, hubungannya dengan pengurus, anggota kabinet, anggota legislatif, anggota partai, serta hubungannya dengan media massa.
3.
Kinerja (Performance) Anggota legislatif, baik yang sedang dicalonkan atau pun mereka yang sudah menjabat sebagai anggota parlemen.
4.
Keanggotaan partai (membership) meliputi kekuasaan yang dimiliki anggota partai, pola rekrutmen, karakter ideologi, aktivitas, loyalitas, sifat serta hubungan anggota dengan pimpinan partai.
5.
Orang-orang yang bekerja untuk partai (staff) seperti para peneliti, profesional partai, dan juga penasehat partai. Mereka adalah orangorang yang juga memiliki peranan, pengaruh, dan kekuasaan dalam partai.
6.
Simbol-simbol partai (symbol)
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
seperti nama dan lambang partai. Simbol partai adalah alat komunikasi partai yang berisi pesan untuk dapat dicerna oleh konstituen. Alat promosi partai biasanya menjadi media untuk menyampaikan simbol-simbol partai seperti logo partai yang ada didalam kaos/merchandise partai. 7.
Aktivitas-aktivitas partai (activities) seperti musyawarah nasional partai, kampanye, demonstrasi yang dilakukan hingga pertemuan-pertemuan partai.
3. Metode Penelitian Teknik analisis digunkana secara khusus mengenai positioning produk berdasarkan data dan informasi yang didapat dan dikumpulkan. Teknik ini akan menghasilkan perceptual map berupa konfigurasi spasial dan penggambaran tentang positioning yang dimiliki oleh partai politik yang menjadi objek penelitian. Partai politik akan dinilai secara relatif atas positioning yang dimiliki. Penggunaan teknik analisis multidimensional scaling (MDS) dapat menggambarkan perbedaan antar objek yang tampil dalam pemetaan. Menuirut Cooper dan Schindler (2008), MDS dipakai untuk mengetahui preferensi dan persepsi yang ada pada benak konsumen. Preferensi terdiri atas rank order atas keinginan yang menjadi dambaan konsumen. Sedangkan perceptual adalah keadaan realita yang didapat dalam menilai sebuah brand melalui suatu atribut. Terdapat dua jenis MDS yakni direct dan derived. Direct mengukur secara langsung objek penelitian secara head-to-head untuk dibandingkan sedangkan derived untuk mendapatkan positioning menggunakan bantuan atribut sebagai media atau jembatan. Meskipun teknik pemetaan persepsi / preferensi dengan pendekatan berbasis atribut adalah metode yang sangat berguna dalam analisis positioning, metode ini dapat memiliki beberapa keterbatasan dan asumsi dalam konteks pengukuran efektivitas positioning yang mungkin membenarkan kebutuhan untuk alternatif atau komplementer instrumen pengukuran. Pertama, karena banyak merek harus dinilai dari segi atribut, kesamaan atau preferensi, ini teknik implisit mengasumsikan pengetahuan merek tingkat tinggi responden. Sebagai contoh, mencatat bahwa konsumen tidak begitu akrab dengan semua merek yang diminta untuk dievaluasi dan karena itu mungkin menghadapi kesulitan penilaian mereka berdasarkan atribut tertentu.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Kedua, dalam kasus metode berdasarkan peringkat atribut, atribut harus diketahui terlebih dahulu) dan diasumsikan bahwa atribut yang valid (relevan) dan lengkap. Sebagaimana dicatat dalam Cooper dan Schrindler (2008), "menyajikan semua konsumen dengan pertanyaan ang sama dari atribut yang ditetapkan mengasumsikan bahwa (1) semua atribut yang digunakan dalam penelitian ini adalah relevan untuk semua konsumen, (2) tidak ada atribut lain yang relevan dengan kelompok-kelompok tertentu dari konsumen. Ketiga, sebagian besar teknik pemetaan persepsi berasumsi bahwa semua produk dibedakan via hanya perbedaan tingkat atribut fisik atau persepsi umum, sehingga mengabaikan efek diferensiasi karena faktor persepsi seperti persepsi yang unik untuk produk. Akibatnya, faktor persepsi yang mungkin unik untuk sebuah merek tidak dapat cukup dijelaskan. Penelitian ini, terdapat dua variabel yang akan diukur yaitu pemeteaan produk dan preferensi pemilih. Pada penelitian ini konsep variabel yang diteliti adalah Perception dan Preferensi. Kelima variabel tersebut yaitu Kepemimpinan, Track Record, Organisation, Performance, Advertising. 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Variabel kepemimpinan yang akan dibahas merupakan salah satu product attribute. Selayaknya organisasi, kepemimpinan adalah unsur penting yang menjadi penilaian terhadap partai. Berikut adalah perceptual map:
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Partai memiliki positioning masing-masing sesuai dengan persepsi pemilih yang diwakili oleh responden. Hanya ada dua partai yang memiliki kesamaan dengan preferensi responden yaitu PKS dan Golkar. Kedua partai tersebut memiliki kecenderungan untuk dipilih atas penilaian kepemimpinan. Tiga partai lainnya dianggap tidak sesuai dengan keinginan sehingga kecenderungan untuk dipilih menjadi rendah. Namun bukan berarti partai yang berada diluar kuadran preferensi akan kalah, namun hanya memiliki elektabilitas yang rendah dibanding dengan partai yang ada dalam kuadran yang sama. Preferensi pemilih cenderung untuk menganggap bahwa partai yang ideal adalah partai yang demokratis. Kreteria tersebut dapat dilihat dari preferensi pemilih menginginkan “Demokratis Tingkat-3”. Partai yang memenuhi preferensi pemilih adalah PKS dan Golkar memiliki level demokratis yang hampir mendekati. PKS dianggap sebagai partai yang demokratis karena dipersepsikan menempati “Demokratis Tingkat-1”. Golkar menempati dianggap sebagai partai yang “Sedikit Demokratis” atau “Demokratis Tingkat-1”. Ketiga partai lainnya dianggap partai yang tidak mewakili preferensi responden karena penilaian yang ada dianggap bersebrangan dengan preferensi yang mereka inginkan
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Dari respon yang didapat menunjukkan bahwa responden menganggap tidak ada partai yang menganut sistem desentralis seperti yang diinginkan oleh sebagian besar responden. dengan demikian menunjukkan bahwa tidak ada partai yang memenuhi preferensi pemilih. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa seluruh partai dianggap menganut sistem sentralis dimana pengambil keputusannya adalah para pengurus partai. Hal tersebut ditunjukkan bahwa Partai Golkar tergolong dalam kisaran “Sedikit Sentralis”. Selanjutnya Demokrat berada dalam kategori “Cukup Sentralis”. Pada tingkat “Dominan Sentralis” terdapat tiga partai yaitu Partai Gerindra, PKS dan PDIP. Partai yang tidak berada dalam satu kuadran adalah partai yang tertutup. Dengan demikian partai tersebut dianggap kurang menarik karena mayoritas responden menginginkan partai terbuka. Tiga partai tersebut adalah PDIP, PKS dan Gerindra. PDIP dan Gerindra dinilai oleh sebagian besar responden sebagai partai yang “Sedikit Tertutup”. Dikuadran terjauh PKS dengan kategori “Cukup Tertutup”. Dari atribut ini dapat dianalisis bahwa hanya Partai Golkar yang mendekati preferensi responden sedangkan keempat partai lainnya berada dalam penilaian yang berlawanan dengan preferensi pemilih.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Hanya tiga partai yang sesuai dengan keinginan mereka. Partai ini memiliki kecenderungan untuk dapat dipilih. Responden yang mewakili pemilih menganggap bahwa tiga partai tersebut berada dalam kuadran yang sama dengan keinginan mereka. Tiga partai yaitu Partai Demokrat, Golkar dan PKS. Mereka tergolong dalam partai yang menjalankan roda pemerintahan. Partai Demokrat berada dalam kategori “Sangat Mendukung Program Pemerintah” karena berada dalam pemerintahan sebagai partai pemenang pemilu, sedangkan PKS dan Golkar termasuk dalam kategori “Sedikit Mendukung Program Pemerintah”. Realitas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai bahwa tiga partai dianggap patut untuk dapat dijadikan referensi dalam memilih. Partai tersebut adalah Partai Gerindra, PKS dan PDIP mendapatkan penilaian dikuadran yang sama dengan preferensi responden. Dari persepsi tentang partai, PKS dan Gerindra dianggap memiliki level yang lebih tinggi yakni termasuk dalam “Fokus Jabatan Tingkat-3” melebihi ekspektasi yang ada dalam penilaian responden. PDIP yang termasuk dalam “Sedikit Fokus Jabatan” atau “Fokus Jabatan Tingkat-1”. Hal ini memberikan gambaran bahwa ketiga partai tersebut memiliki peluang lebih besar untuk dapat dipilih oleh pemilih karena telah memenuhi kriteria preferensi dari variabel kinerja
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Responden menyatakan bahwa partai ideal adalah partai yang berkuasa. Apabila kecenderungan pemilih akan dapat dengan mudah memilih partai apabila telah berada dalam kekuasaan karena telah terbukti hasil kerjanya. Dapat dilihat dari data perceptual map yang didapat diatas terlihat bahwa preferensi responden termasuk dalam kisaran kategori “Penguasa Tingkat-2” atau “Koalisi Kabinet”. Tiga partai yang masuk kedalam kriteria tersebut adalah Partai Golkar, Demokrat dan PKS. Mereka sebagai koalisi berada dalam pemerintahan. Argumentasi tersebut didukung dengan data bahwa Partai Demokrat tergolong dalam kategori “Penguasa Tingkat-3” atau “Koalisi Dominan”. Pemilih menyatakan bahwa partai yang ideal menurut mereka adalah partai yang dapat memperjuangkan proteksi dalam kebijakan pemerintahan. Kebijakan yang dihasilkan bagi Negara terbagi menjadi dua yakni kebijakan bersifat protektif dan bersifat liberal. Mayoritas responden menginginkan agar kebijakan mereka dapat melindungi kepentingan dalam negeri dan menahan tekanan dari luar. Dari perceptual map yang disajikan diatas terlihat bahwa preferensi responden cenderung “Proteksionis Tingkat-2”. Hanya ada tiga partai yang dapat mewakili suara mereka karena kebijakannya dinilai protektif. Partai yang diinginkan adalah partai yang berada dalam satu kuadran dengan preferensi partai proteksionis. Tiga partai yang dipersepsikan sebagai partai yang memiliki kebijakan proteksi yaitu Partai Golkar, PDIP dan Gerindra
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Partai ideal menurut pemilih adalah partai yang mengedepankan ideologi sebagai tema yang diangkat dalam promosi dan kampanye pada umumnya. Mereka lebih menginginkan partai mengkomunikasikan nilai-nilai ideologis partai dibanding figur partainya. Responden menginginkan bahwa partai lebih baik untuk dapat mengomunikasikan ideologi perjuangan partainya sehingga dapat dengan mudah dinilai. Pemilih menganggap hanya dua partai yang dapat dipilih oleh mayoritas pemilih. Dua partai ini memiliki kecenderungan untuk dapat dipilih lebih besar dibanding dengan partai lainnya. Memiliki kesamaan dalam persepsi tersebut yaitu Partai Gerindra dan Golkar dianggap mengedepankan ideologi. Pemilih menginginkan bahwa partai yang ideal adalah partai yang dapat langsung berinteraksi dengan rakyat. Kecenderungan untuk dapat dipilih menjadi lebih besar apabila partai memiliki kesamaan dalam penilaian dibandingkan partai yang berada diluar kuadran yaitu partai elitis. Kini interaksi antar figur yang mewakili partai dengan masyarakat adalah hal menentukan bahkan bisa jadi faktor utama keputusan memilih suatu partai. Dari preferensi yang diinginkan pemilih yang terwakili oleh responden, menyatakan bahwa mereka menginginkan “Interaksi Rakyat Tingkat-3” atau bisa disebut “Banyak Interaksi Dengan Rakyat”.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Hanya PDIP yang dianggap mewakili citra bahwa partai yang seringkali berinteraksi dengan rakyat. Dari hasil penelitian yang telah diolah, PDIP adalah partai dengan nilai terdekat relatif terhadap preferensi pemilih.
Partai Golkar berhasil menancapkan dirinya sesuai dengan keinginan pemilih yaitu pada variabel Rekam Jejak dimana partai telah berhasil memposisikan diri sebagai partai pemerintah dan selalu berpihak pada kepentingan nasional sehingga berhasil terpaut sangat dekat yaitu 0,03 terhadap titik preferensi. Bandingkan dengan Demokrat yang terpaut jarak 3,94. PDIP adalah partai yang secara umum tidak efektif melakukan komunikasi karena berada paling jauh diantara partai pesaing lainnya. Dengan paling buruk berada pada variabel kepemimpinan karena dianggap sebagai memiliki pemimpin yang otokratis walaupun berhasil mencitrakan diri sebagai pemimpin yang low profile. Semakin kecil nilai yang ada pada tabel menandakan bahwa partai tersebut semakin efektif menjalankan strategi komunikasi. Dengan jarak yang relatif dekat dengan titik preferensi partai dapat dikatakan berhasi menjalankan strategi komunikasi. 5. Kesimpulan Partai
politik memiliki persepsi masing-masing dimata konsumen sesuai dengan bentuk
komunikasi dan pesan yang dimaksud oleh masing-masing partai. Bentuk komunikasi yang efektif menentukan persepsi yang diterima oleh para pemilih dan masyarakat. Simpulan detil akan dijabarkan sebagai berikut:
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
a.
Partai yang memiliki efektifitas paling tinggi adalah Partai Golkar. Sedangkan PDIP adalah partai paling inefektif dalam menjalankan strategi komunikasi. Oleh karenanya seluruh partai harus kembali mengevaluasi brand positioning-nya.
b.
Semakin kecil nilai agregat jarak spasial maka semakin efektif partai menjalankan strategi komunikasi. Dengan mempertimbangkan pre-condition yang dimiliki masingmasing partai.
c.
Pencitraan Golkar diidentifikasi sebagai partai high profile, sangat jauh dari preferensi pemilih yang menginginkan pemimpin yang low profile. Ini berarti Golkar diasosiasikan negatif secara relatif terhadap preferensi pemilih. Partai Golkar juga dianggap negatif karena partai dianggap tidak merakyat dan cenderung sentralistik. Namun partai Golkar mendapatkan apresiasi sangat baik dari aspek kinerja karena berada dalam pemerintahan dan partai yang membela kepentingan nasional. Dari sisi partisipasi, Partai Golkar sudah cukup baik karena dianggap telah masuk kedalam partai yang sesuai dengan keinginan. Sejauh ini Golkar secara efektif
menerapkan strategi komunikasinya. Terbukti
banyaknya asosiasi positif yang berhasil dilekatkan kepada Golkar. d.
Pencitraan Partai Demokrat (PD) diidentifikasi sebagai partai yang jauh dari rakyat sehingga tidak mendapatkan tempat dihati rakyat, jauh dari preferensi pemilih yang menginginkan pemimpin yang low profile. Secara umum, PD terbilang buruk dalam komunikasi partai. Faktor figur sentral saja yang dapat mendongkrak suara yang dimiliki Demokrat. Oleh karenanya pola komunikasi yang dibangun sekarang ini haruslah lebih down-to-earth. Secara keseluruhan PD belum dapat menerapkan strategi komunikasi yang efektif.
e.
PDIP diidentifikasi positif sebagai partai yang merakyat dan pemimpin yang low profile. Hal ini diasosiasikan positif oleh persepsi pemilih karena proses komunikasi yang berjalan efektif. Namun disisi lain, PDIP dinilai negatif dengan persepsi sebagai partai yang otokratis, tidak memiliki organisasi yang bebas dan cenderung sentralistik dan terlalu menonjolkan figur partai. Ketiga hal tersebut tidak relevan dengan preferensi pemilih yang menginginkan hal sebaliknya. Secara keseluruhan PDIP berhasil menancapkan asosiasi positif dengan muncul sebagai partai merakyat dan low profile.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Namun diberbagai aspek PDIP mendapatkan respon negatif terutama dalam aspek organisasi, partisipasi, dan peran sentral figur. f.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang secara positif dipersepsikan sebagai partai demokratis yang anggotanya dapat menjalankan jabatan dalam pemerintahan. Secara negatif yang memdipersepsikan sebagai partai yang cenderung sentralistik, high profile dan menonjolkan figur individual dimana tidak relevan dengan keinginan pemilih.
g.
Partai Gerindra diidentikan sebagai partai yang memperjuangkan kepentingan nasional yang pengurus partainya fokus pada jabatan yang dimiliki. Asosiasi negatif Gerindra sebagai memiliki pemimpin partai yang menjaga jarak atau biasa disebut high profile, tidak demokratis, sentralis dan dominasi figur sentral dinilai tidak relevan oleh responden. Secara umum Partai Gerindra belum memenuhi kriteria sebagai partai yang ideal. Disebabkan persepsi terhadap partai yang masih jauh dari harapan para pemilih. Oleh karena itu Partai Gerindra harus menerapkan repositioning sehingga dapat memenuhi favorability pemilih.
h.
Secara umum tidak ada partai politik yang memenuhi favorability pemilih. Oleh karena itu partai harus memperbaiki strategi komunikasi yang sebelumnya telah dilakukan dengan terus melakukan evaluasi. Efektifitas brand positioning belum dapat terlihat sebab persepsi terhadap partai yang menjadi objek penelitian belum sampai pada titik preferensi pemilih.
i.
Disisi lain brand positioning berguna untuk melihat perbedaan yang ada antar partai politik. Dengan dapat membedakan satu dengan yang lainnya, strategi partai politik dapat direview kembali untuk membuat persepsi masyarakat lebih baik. Kontras sangat jelas positioning yang dimiliki partai politik yang berada dalam pemerintahan dengan yang berada diluar pemerintahan.
j.
Semakin dekat jarak antar preferensi dengan positioning partai maka semakin besar pula kecenderungan partai tersebut untuk dapat dipilih. Preferensi yang dimiliki para pemilih adalah acuan bagi para pengambil keputusan baik bersifat strategis maupun operasional. Keputusan itu dapat menyesuaikan positioning partai politik dengan mempertimbangkan
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
selera pasar yang tergambar pada preferensi. Dengan demikian maka partai politik dapat memperbaiki citra sesuai dengan keinginan masyarakat dan pemilih. k.
Partai yang berada dalam satu kuadran adalah partai yang memiliki kecenderungan untuk dapat dipilih dan disukai oleh pemilih. Jarak antara keduanya menentukan seberapa besar peluang untuk dapat dipilih. Seperti Partai Golkar yang memiliki satu keberhasilan melalui variabel track record karena partai Golkar dianggap partai yang konsisten berada dalam pemerintahan dan selalu memperjuangkan kepentingan nasional (tidak liberalis).
l.
Partai Golkar adalah partai paling efektif melakukan komunikasi karena jarak paling kecil pada penilaian sebagai partai pemerintah dibandingkan dengan PDIP dari persepsi tentang pemimpin yang egaliter menurut pemilih.
m.
Positioning partai mencerminkan target pasar yang dimiliki oleh partai. Partai memiliki target pasar sendiri-sendiri, namun tidak menutup kemungkinan untuk mendapatkan suara dari ceruk pasar yang dimilikinya. Terbukti dari hasil pemilu 2014 yang memperlihatkan bahwa partai yang unfavorable seperti Gerindra tetap berada dalam tiga besar perolehan suara.
n.
Partai yang berada diluar kuadran preferensi adalah bukan berarti partai yang tidak dipilih. Melainkan atas variabel tersebut memiliki kecenderungan yang untuk tidak dipilih.
o.
Jarak yang tercermin dalam perceptual map yang ada merupakan diferensiasi partai. Jarak tersebut dapat dijadikan pertimbangan saat akan bekerjasama dengan partai, karena masing-masing positioning memiliki target pasar tersendiri. Hal ini terkait dengan fundamental dalam berkoalisi.
Partai yang paling banyak berada dalam satu kuadran dengan preferensi merupakan partai yang memiliki kencenderungan untuk dapat memperoleh suara paling tinggi dibanding yang lain atas dasar penilaian variabel yang diadaptasi. Partai Golkar dan PDIP memiliki kedekatan spasial terhadap preferensi dari variabel yang disajikan. Golkar yang menonjol dalam kinerja dan rekam jejak sedangkan PDIP menonjol dari sisi kepemimpinan dan nilai kerakyatan yang dikomunikasikan oleh partai.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
6. Saran Pada penelitian selanjutnya, saran yang dapat diberikan oleh peneliti terkait temuan dan kekurangan dalam penelitian ini adalah: a.
Penelitian selanjutnya sebaiknya memiliki teknik sampling yang lebih baik yaitu dengan proportion sampling agar data yang didapat bisa lebih objektif dan valid.
b.
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan cluster analysis untuk menentukan variabel penelitian.
c.
Penelitian serupa selanjutnya disarankan untuk melakukan perluasan model dengan mengukur variabel penting dalam keputusan memilih partai.
d.
Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian agar lebih variatif misalnya membagi clustered positioning dimana data yang didapat dikelompokkan.
e.
Penelitian ini tidak dapat sepenuhnya menjelaskan memberikan gambaran tentang image partai politik di Indonesia. Maka sebaiknya untuk dapat memperluas scope penelitian dengan melibatkan lebih banyak partai politik sebagai objek penelitian.
f.
Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat dilakukan diberbagai macam field study salah satunya adalah kandidat individual yang lebih menarik dan dapat lebih mudah dipersepsikan oleh responden dan masyarakat.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Referensi Aaker, David A. (1991), Managing Brand Equity. New York: The Free Press. Arnott, D, C., “Positioning on defining the concept, Marketing Educators Group”, Conference Proceedings, University of Ulster, Coleraine, NI, 4-6 July. Assael, Henry. (2005). Consumer Behavior A Strategic Approach Indian. Dreamtech Press, 2005. Azwar, R. C. (2009). Politik Komunikasi Partai Golkar di Tiga Era: Dari Partai Hegemonik ke Partai Beorientasi “Pasar”. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Budiardjo. Miriam. (1992). , Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Utama, 1992 Budiman, A. (2000). Krisis 1998:. Harapan dan Kecemasan: Menatap Arah Reformasi Indonesia. Yogyakarta: Bigraf Publishing. Brodbeck, Felix C., Frese, Michael, Javidan, Mansour. (2002). Leadership made in Germany: Low on compassion, high on performance, Academy of Management Executive (AEX), ISSN: 1079-5545, Vol. 16, Iss:1, p.16 Chernev, Alexander (2007), “Jack of All Trades or Master of One? Product Differentiation andCompensatory Reasoning in Consumer Choice,” 33 (49), Churchill, Gilbert A. and Dawn Iacobucci (2002), Marketing Research: Methodological Foundations. 8th ed. Orlando: Harcout College Publishers. Cooper, C. R., & Schindler, P. S. (2008). Business research methods (10 ed.). Boston: McGrawHill Cwalina, W., Falkowski, A., & Newman, B. I. (2009). Political Management and Marketing. Dalam D.W. Johnson, Routledge Handbook of Political Management (hlm. 67-80). New York: Routledge. Cwalina, W. and Falkowski, A. (2007). “Political Marketing Concepts for Effective Leadership Behavior”. Sinaia, Romania, 19-21 April 2006. David & Richard S Crutchfield (1971): 'Perceiving the World'. In Wilbur Schramm and Donald F Roberts (Eds.): The Process and Effects of Mass Communication. Urbana, IL:
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
University of Illinois Press, pp. 235-264 [Excellent]. A version of this paper can also be found in David Krech, Richard S Crutchfield & Egerton L Ballachey (1962): Individual in Society: A Textbook of Social Psychology, Chapter 2 ('Cognition'). New York: McGraw-Hill, pp. 17-67 DeSarbo, Wanyne S., Young, M. R., and Rangaswamy (1997), “A Parametric Multidimensional Unfolding Procedure for Incomplete Nonmetric Preference/Choice Set Data in Marketing Research,” Journal of Marketing Research, 34 (4), 499-516. Dibb, Sally and L. Simkin (1996) The Market Segmentation Workbook: Target Marketing for Marketing Managers, London: Routledge. Dibb, Sally and L. Simkin (1993), “The Strength of Branding and Positioning in Services,”International Journal of Service Industry Management, 4 (1), 25-35.139 Dibb, Sally, L. Simkin, W. M. Pride, and O. C. Ferell (1997), Marketing: Concepts andStrategies, 3rd ed, Boston: Houghton Mifflin. Dillon, William R., Thomas J. Madden, Amna Kirmani, and Soumen Mukherjee (2001), “Understanding What Is in a Brand Rating: A Model for Assessing Brand and Attribute Effects and their Relationship to Brand Equity.” Journal of Marketing Research, 38 (November), 415-29. Evans, Martin J. (2003), “Market Segmentation,” In The Marketing Book, Eds. Michael J. Baker, Oxford: Butterworth-Heinemann, 246-82. Felix, Brodback. (2002). Leadership made in Germany: Low on Compassion, High on Performance. Academy of Management Executive. Berlin. Friedmann, Roberto and Parker V. Lessig (1987), “Psychological Meaning of Products and Product Positioning,” Journal of Product Innovation Management, 4 (4), 265-73. Friedrich, Carl J. (2004). Liberalism, Political Teology and Law. Harvard University Press. Cambridge. Friedrich, Carl J. (1963). Man and His Government. Newyork:McGraw-Hill. Fuchs, Christoph. (2008). Brand Positining through Consumer’s Lens. University of Wien. Henneberg, S. (2002). Understanding Political Marketing. Dalam O’Shaughnessy, The Idea of Political Marketing. London: London. Gerring, John. (2004). Normative Models of Democratic Governance. Journal of Social Science.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Kahn, Kim Fridkin, & Kenney, Patrick J. (2001). The importance of issues in senate campaigns: Citizens’ reception of issue. Legislative Studies Quarterly, 26(4), 573–597. Kahneman, Daniel, & Tversky, Amos. (1979). Prospect theory: An analysis of decision under risk.Econometrica, 47(2), 263–292. Kaid, Lynda Lee, Postelnicu, Monica, Landreville, Kristen, yun, Hyun Jung, & LeGrange, Abby Gail. (2007). The effects of political advertising on young voters. American Behavioral Scientist, 50(9), 1137–1151.\ Kapferer, Jean-Noel (2004),
The New Strategic Brand Management. 3rd ed. London:
KoganPage. Keller, Kevin L. (1993), “Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based Brand Equity,” Journal of Marketing, 57 (January), 1-22. Keller, Kevin L. (2003) Strategic Brand Management. 2 ed. New Jersey: Prentice Hall. Köhler, Wartheimer and Koffka (1977). Gestalt psychology. New York, NY: Liveright. Kotler, Philip.(2003). Marketing Management. 11th ed. New Jersey: Prentice Hall. Ingram, & Lees-Marshment, J. (2002). The Anglicisation of Political Marketing: how Blair outmarketed Clinton. Journal of Public Affairs Loevinger, Lee. (1968), "The Ambiguous Mirror: The Reflective-Projective Theory of Broadcasting and Mass Communication." Journal of Broadcasting. Lees-Marshment, Jennifer. (2001). Political marketing and British political parties. Manchester: Manchester University Press. Lees-Marshment, Jennifer. (2005). Political marketing: Principles and applications. New York, NY: Routledge. Lees-Marshment, Jennifer. (2008). Managing a market-orientation in government: Cases in the U.K. and New Zealand. In Dennis W. Johnson (Ed.), The Routledge han Liddle, R. W. (1999). Modal Politik. Dalam Arief Budiman, Memilih Partai Mendambakan Presiden: Belajar Berdemokrasi di Ufuk Milenium. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Lilien, Garry L. and Arvind Rangaswamy (2003), Marketing Engineering, 2nd ed. New Jersey: Prentice Hall. Lippmann, W. (1955). The public philosophy. Boston, MA: Little, Brown. Lock, A. & Harris, P. (1996). Political Marketing-Vive la Différence!. European Journal of Marketing, vol. 30.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014
Kotler, Philip (2003), Marketing Management. 11th ed. New Jersey: Prentice Hall. Kotler, Philip, Veronica Wong, John Saunders, and G. Armstrong (2005), Principles of Marketing. (4th European ed.) Harlow: Pearson Prentice Hall. Mahajan, Vijay and Yoram Wind (2002) “Got Emotional Product Positioning?” Marketing Management 11 (3): 36-41. Madjid, Nurcholis. (1999). Cita-cita Politik Islam Era Reformasi.Jakarta: Paramadina Malhotra, Naresh K.(2010). “Marketing Research: An Applied Orientation”. Georgia Institue of Technology. New Jersey: Prentice Hall. Nursal, A. (2004). Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPRD, Presiden. Jakarta: Gramedia. Phillip B. Niffenegger (1980). Political Marketing Concept. Prenctice Hall, 1980. O’Cass, A. (1996). Political Marketing and The Marketing Concept. European Journal of Marketing. O’Cass, A. (2001). Political Marketing: An Investigation of The Political Marketing Concept and Political Market Orientation in Australian Politics. European Journal of Marketing Osgood, Charles (1967). Contemporary Bibliography of Research Related to the Semantic Differential Technique. Urbana: mimeographed. Padgett, Dan and Michael S. Mulvey (2007), “Differentiation via Technology: Strategic Positioning of Services following the Introduction of Disruptive Technology,” Journal of Retailing, 83 (4), 375-91.
Rachman, Aulia (2003). Citra Khalayak Tentang Golkar. Gramedia Press, 2003. Ranney, Austin. (1978). A Comparative Study of Practice and Theory. Washington, D.C. : American Enterprise Institute Rozin, Paul, & royzman, Edward b. (2001). Negativity bias, negativity dominance, and contagion. Personality and Social Psychology Review, 5(4). Slater, D. (2001) ‘Political discourse and the politics of Need’ in Bennett, W.L. and R. Entman (eds.) Mediated Politics: Communication in the Future of Democracy Cambridge: CUP Wind, Yoram and Richard N. Cardozo (1974) “Industrial Market Segmentation,” Industrial Marketing Management, 3, 153-66 Yusri, Popo. (2008). Analisis Brand Positioning Gudang Garam. University of Indonesia.
Analisis brand positioning partai..., Muhammad Taufik, FE UI, 2014