ISSN: 1693-8917
SAINTEK Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa
Volume 9, Nomor 1, Juni 2012
DAFTAR ISI (CONTENTS) Halaman (Page) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pemodelan Kolektor Surya Plat Datar untuk Pemanas Air dengan Variasi Volume Storage (Modeling of Flat Plate Collector for Solar Water Heater with Storage Volume Variation) Sutomo, Suryono Adi Waluyo ...................................................................................................
1–6
Simulasi Pengujian Tahanan Model Kapal (The Resistance Ship Model Testing Simulation) Pramudya Imawan Santosa ......................................................................................................
7–11
Studi Prediksi Penentuan Daya Mesin Kapal dengan Metode Pengujian Model (The Determination Prediction Study of Power Engineering Ship Model Testing Methods) Pramudya Imawan Santosa ......................................................................................................
12–15
Formulasi Konsentrasi Urea dan Asam Asetat pada Pembuatan Nata dari Limbah Nanas (Acetic Acid and Urea Concentrate Formula for Nata Making from Pineapple Waste) Juwita Ratna Dewi, Endang Rusdiana Sriwaningsih, Gatut Suliana ...................................
16–20
Implementasi Pengolah Citra untuk Navigasi Autonomous Mobile Robot (Implementation of Image Processing for Autonomous Mobile Robot Navigation) Suryadhi ......................................................................................................................................
21–27
Kekuatan Bending Material Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) sebagai Lapisan Luar untuk Konstruksi Kapal Kayu (Bending Strength Material Laminate Bamboo Betung (Dendrocalamus Asper) as External Layer Wood Construction to Ship) Nur Yanu Nugroho, Akhmad Basuki Widodo, Nanang Hariyanto.......................................
28–35
Rancang Bangun Ketel Pemulih Kalor Limbah Penyulingan Minyak Nilam untuk Meningkatkan Proses Pemanasan Ketel (Design Build Waste Heat Boiler Restoration Patchouli Oil Distillation Process to Improve Heating Boiler) Urip Prayogi dan Bagiyo Suwasono ..........................................................................................
36–43
Analisis Risiko Proses Bangunan Kapal Baru pada Industri Galangan Skala Besar (Risk Analysis in Process New Building at A Big Shipyard Industries Scale) Minto Basuki, Anggi Suardi Widya Trihasta ..........................................................................
44–47
Prediksi Asam Amino pada Plasmid Salmonella typhi yang Resisten terhadap Kloramfenikol (Prediction of Amino Acids on the Plasmid of Salmonella typhi Resistant to Chloramphenicol) Supiana Dian Nurtjahyani ........................................................................................................
48–52
Dicetak oleh (printed by): Airlangga University Press. (081/07.12/AUP-75E). Kampus C Unair, Jln. Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Telp./Fax. (031) 5992248. E-mail:
[email protected];
[email protected] Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP
10. Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram dengan Media Modifikasi Piring Plastik pada siswa kelas VIII MTs. Khadijah Kota Malang (Efforts to Increase Effectiveness of Learning with Media Disc Throw Modified Plastics Plate VIII grade students MTs. Khadijah Malang) Nur Iffah .....................................................................................................................................
53–63
PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH
Jurnal ilmiah SAINTEK adalah publikasi ilmiah enam bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII Jawa Timur. Untuk mendukung penerbitan selanjutnya redaksi menerima artikel ilmiah yang berupa hasil penelitian empiris dan artikel konseptual dalam bidang Ilmu Teknik dan Rekayasa, termasuk bidang Ilmu Pertanian. Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa akademis dan efektif. Naskah terdiri atas: 1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya. Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris. 2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai gelar akademik maupun jabatan. Di bawah nama penulis dicantumkan instansi tempat penulis bekerja. 3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi. Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan, metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan, disertakan pula kata kunci.e 4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar pustaka. 5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi), kesimpulan dan daftar pustaka. 6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang diletakkan di bawah untuk gambar. Gambar berupa foto (kalau ada), disertakan dalam bentuk mengkilap (gloss). 7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian, bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat memecahkan masalah, faktor-faktor apa saja yang memengaruhi hasil penelitian dan disertai pustaka yang menunjang. 8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver, disusun berdasarkan urutan kemunculannya
bukan berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku urutannya sebagai berikut: nama penulis, editor (bila ada), judul buku, kota penerbit, tahun penerbit, volume, edisi, dan nomor halaman. Untuk terbitan berkala urutannya sebagai berikut: nama penulis, judul tulisan, judul terbitan, tahun penerbitan, volume, dan nomor halaman. Contoh penulisan Daftar Pustaka: 1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, 1994: 20: 355–6 2. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5th ed., St. Louis; Mosby Co 1994: 127–47 3. Morse SS, Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995 JanMar, 1(1): (14 screen). Available from: URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm. Accessed Desember 25, 1999. Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan 2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas kertas A4. Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal 12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar), naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 disket atau CD. Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat atau pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan tanggung jawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan ketentuan redaksi akan dikembalikan apabila disertai perangko. Naskah dapat dikirim ke alamat: Redaksi/Penerbit: Kopertis Wilayah VII Jawa Timur d/a Sub Bagian Kelembagaan dan Kerja Sama Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya Telp. (031) 5925418-5925419, 5947473, Fax. (031) 5947479 E-mail:
[email protected] Homepage: www.kopertis7.go.id.
1
Pemodelan Kolektor Surya Plat Datar untuk Pemanas Air dengan Variasi Volume Storage (Modeling of Flat Plate Collector for Solar Water Heater with Storage Volume Variation) Sutomo,1 dan Suryono Adi Waluyo 2 1 Staf Pengajar – Program Studi Teknik Mesin – FT Unmer Madiun 2 Staf Pengajar – Program Studi Teknik Mesin – FT Unmer Madiun
ABSTRAK
Model matematika dan software desain untuk detail model kolektor surya plat datar telah dibuat dan tervalidasi secara eksperimen untuk konsep kolektor surya plat datar yang berbeda. Peralatan desain ini bisa digunakan khususnya prototipe desain dan virtual untuk kolektor surya plat datar dalam analisis parametrik tertentu. Paper ini mempresentasikan analisis parametrik dari kolektor dan volume storage beserta modeling menggunakan software Mathlab. Kata kunci: analisis parametrik, volume storage, mathlab ABSTRACT
The mathematical model and design software for detailed modeling of solar thermal flat-plate collectors has been built and experimentally validated for different solar thermal flat-plate collector concepts. The design tool is applicable especially for design and virtual prototyping of new solar flat-plate collectors resulting in certain parametric analysis. Parametric analyses of collector area and volume storage along with modeling using software MathLab are presented in this paper. Key words: parametric analysis, volume storage, MathLab
PENDAHULUAN
Sistem distilasi tenaga surya dengan menggunakan kolektor plat datar untuk pemanas air maupun fluida yang lain secara umum terdiri kolektor, tangki penyimpan (storage) dan pipa-pipa, serta pompa jika dibutuhkan.
mencapai temperatur tertentu dan hasilnya bisa langsung dimanfaatkan. 1. Neraca Energi pada Plat Penyerap
Radiasi matahari yang mengenai plat penyerap melalui kaca akan diserap oleh plat hitam, kemudian kalor yang dihasilkan ditransfer ke fluida kerja yang mengalir dalam pipa-pipa di bawah plat penyerap. Pemakaian kaca tersebut dimaksudkan untuk mengisolasi energi radiasi surya yang sudah mengenai plat penyerap, sehingga energi radiasi surya (terutama inframerah) dapat dengan maksimal ditransfer ke fluida kerja.
Gambar 1. Skema sistem distilasi tenaga surya untuk etanol
Cara kerjanya adalah: setelah tangki penyimpan (storage) disi penuh, dalam kasus di atas tidak menggunakan pompa (termosifon), kolektor dipaparkan di bawah sinar matahari. Kolektor akan menyerap panas dari radiasi matahari dan mentransfer kalor ke fluida melalui pipa. Seiring dengan meningkatnya temperatur fluida maka fluida akan bergerak karena efek termisifon. Setelah beberapa waktu tertentu maka fluida akan
Gambar 2. Transfer kalor dari radiasi matahari ke kolektor
2
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 1–6
Persamaan neraca energi untuk transfer kalor radiasi matahari ke plat penyerap adalah sebagai berikut:
Ut =
1 ................................................... (4) Rp–c + Rc–a
• • • E acc = E in– E out ........................................................ (1) mPcP
dTP • = AC IT (ατ) – QU + ACUL (TP–Ta) dt
dengan asumsi kondisi steady state maka, mPcP
dTP =0 dt
sehingga persamaan di atas menjadi: • QU + ACUL (TP–Ta)................................................... (2) di mana: • QU = energi kalor yang dapat diserap fluida kerja AC = luas bidang tangkap plat penyerap terhadap radiasi matahari IT (ατ) = intensitas radiasi surya yang jatuh tegak lurus pada plat penyerap α = koefisien absorptivitas plat penyerap τ = koefisien transmisivitas kaca UL = koefisien rugi-rugi kalor total Tp = temperatur plat penyerap Ta = temperatur lingkungan (ambient) Kerugian kalor pada plat penyerap terjadi pada bagian atas, bagian samping dan bagian bawah plat, sehingga: UL = Ut + Ub + Ue .................................................. (3) di mana: Ut = koefisien kerugian kalor bagian atas Ub = koefisien kerugian kalor bagian samping Ue = koefisien kerugian kalor bagian bawah A. Kerugian kalor pada bagian atas
Kerugian kalor pada bagian atas terjadi karena konveksi dan radiasi, sedangkan kerugian kalor secara konduksi diabaikan sebab tebal kaca relatif kecil sehingga perbedaan temperatur tidak begitu signifikan.
1 1 1 hc,p–c +hr,p–c + hwind +hr,c–a
=
Dengan menggunakan persamaan empirik S.A. Klein yang telah dimodifikasi oleh Agarwal dan Larson, maka kerugian kalor bagian atas adalah: Ut =
C TP +
N Tp – Ta N+f
0,3
+
1 hwind
σ.(TP –Ta)(TP2 + Ta2) [εP + 0.05 N (1– εP)]–1 +
.......... (5)
Tp – Ta εc
dengan ketentuan: hwind = 5.7 + 3.8 v ( W/m2·K ) 2 )(1+0.091 N) f = (1–0.04 hwind + 0.0005 hwind C = 250 (1−0.0044(β − 90°)) di mana: v = kecepatan angin di atas permukaan kaca (m/s) N = jumlah penutup/cover εC = emisivitas cover ε = emisivitas plat absorber σ = konstanta Stefan Boltzman = 5.67×10−8 W/m2·K4 Tp = temperatur plat absorber (K) Ta = temperatur lingkungan (K) B. Kerugian kalor pada bagian bawah
Kerugian kalor pada bagian bawah terjadi secara konduksi dari plat penyerap ke panel bawah (bottom of panel), sedangkan kerugian konveksi dan radiasi diabaikan sebab nilainya lebih kecil dibandingkan kerugian secara konduksi.
Gambar 4. Koefisien kerugian kalor pada bagian bawah Gambar 3. Koefisien kerugian kalor bagian atas
Nilai koefisien kerugian kalor bagian atas secara teori dapat didekati dengan persamaan berikut:
Nilai koefisien rugi-rugi kalor bagian bawah didekati dengan persamaan berikut: k .............................................................. (6) Ue = L
Sutomo dan Waluyo: Pemodelan Kolektor Surya Plat Datar untuk Pemanas Air
di mana: k = konduktivitas termal insulator L = tebal insulator C. Kerugian kalor pada bagian samping
Untuk kerugian kalor pada bagian samping atau sisi tipis plat dapat diabaikan karena luasan kontak perpindahan kalor dari plat penyerap ke samping sangat kecil jika dibandingkan dengan luasan plat penyerap pada bagian atas atau bagian bawah. Sehingga secara keseluruhan, koefisien kerugian kalor pada plat penyerap dapat dirumuskan sebagai berikut: UL =
SΔx–ULΔx(Tx–Ta)–kδ
d2Tx UL = 2 dx kδ
Tx–Ta–
x+Δx =
0
UL
..................................... (8)
S UL
=
cosh (mx) W–D cosh m 2
................... (9)
di mana:
W D δ k UL Tb S
Neraca energi antar pipa
dT dx
S Tx–Ta–
S Tb–Ta – UL
m =
(a). Skema arah x dan y; (c) Distribusi Temperatur arah x; (d) Distribusi temperatur arah y sebuah kolektor plat datar; (b). Distribusi Temperatur
x+kδ
solusi persamaan (7) menghasilkan persamaan distribusi temperatur arah x melalui sirip-sirip dan dirumuskan sebagai berikut:
2. Neraca Energi Fluida Kerja pada Kolektor
Gambar 5.
dT dx
Bagi persamaan di atas dengan x dan limitkan x 0, sehingga dihasilkan persamaan diferensial berikut:
Tpm – Ta k + ......................................... (7) Rp–c + Rc–a L
Neraca energi fluida kerja pada kolektor dapat dijelaskan dengan beberapa gambar berikut.
3
= = = = = = = =
UL kδ jarak antar-pipa diameter luar pipa tebal sirip konduktivitas termal sirip koefisien kerugian kalor total emperatur pada dasar sirip IT (ατ) intensitas radiasi surya yang jatuh tegak lurus pada absorber
Besarnya fluks kalor antar pipa melalui sirip-sirip penghubung pipa dirumuskan: q’fin = (W–D)·F[S–UL(Tb–Ta)]................................ (10) di mana F adalah efisiensi sirip, yaitu perbandingan panas yang dipindahkan ke dalam sirip dibagi dengan panas yang dipindahkan apabila seluruh sirip itu ada pada temperatur dasar (Tb). F dirumuskan sebagai berikut: tanh
m
F= m
W–D 2 W–D
........................................ (11)
2
Sedangkan fluks kalor yang diterima fluida kerja dalam pipa dirumuskan sebagai berikut: q’u = W·F’[S–UL(Tf –Ta)] ....................................... (12) di mana F’ adalah faktor efisiensi fluks kalor ke fluida kerja dalam pipa, yang dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 6. Tranfer kalor pada arah x
4
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 1–6
1/UL
F’= W
.............. (13)
1 1 1 + + [D+(W–D)·F] Cb πDihfi
di mana: Di = diameter dalam pipa Tf = temperatur fluida kerja k ·D Cb = b γ
Bilangan Nusselt rata-rata dalam pipa pendek untuk berbagai bilangan Prandtl (Diambil dari J.A. Duffie and William A. Beckman, Solar Engineering of Thermal Processes, New York: John Wiley and Sons, 1980, berdasarkan data P. Goldberg, M.S. Thesis, Mech. Eng. Dept., MIT, 1958, dengan izin. b. Neraca energi arah y
= konduktansi perekat (bond conductance) kb = konduktivitas termal perekat γ = tebal perekat hfi = koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja Penentuan nilai hfi dilakukan dengan prosedur berikut: Tentukan Bilangan Reynold • 4m V · Di · ρ = Re = ............................... (14) μ π · Di · μ dengan V=
• 4m ρ · μ · Di2
•c T m P f
Y–
•c T m P f
Y+ΔY +
q’u · Δy = 0
Bagi persamaan di atas dengan Δy dan limitkan Δy →0, sehingga dihasilkan persamaan diferensial berikut: n·W·F’ dTf [S–UL(Tf–Ta)] = 0 ................................ (17) dy – •
mcP
di mana: V = kecepatan rata-rata fluida kerja dalam pipa (m/s) ρ = massa jenis fluida kerja (kg/m3) • = laju aliran massa (kg/s) m µ = viskositas fluida kerja (Pa.s) Tentukan Bilangan Prandtl C ·µ Pr = P .......................................................... (15) k di mana: cp = kalor jenis fluida (kJ/(kg.°C)) k = koefisien konduksi fluida kerja (W/(m.°C)) Tentukan Bilangan Nusselt rata-rata Di
Cari nilai Re·Pr L , kemudian dari grafik berikut c dapat ditentukan nilai bilangan Nusselt (Nu), LC adalah panjang pipa dalam kolektor. a. Koefisien transfer konveksi dari pipa ke fluida kerja hfi = Nu
Gambar 7. Transfer kalor arah y
k ............................................................. (16) Di
Karena F’ dan UL tergantung pada dimensi/ukuran kolektor dan bahan yang digunakan dalam kolektor maka dapat diasumsikan keduanya bernilai konstan untuk suatu rancangan tertentu, sehingga solusi pers (11). Tfo–Ta–S/UL Tfi–Ta–S/UL = exp
–
ACULF’ •c m
........................(18)
P
di mana: Tfi = temperatur fluida masuk kolektor Tfo = temperatur fluida keluar dari kolektor cp = kapasitas kalor fluida kerja • = jumlah massa fluida kerja yang dapat ditransfer m tiap detik (kg/s) Dengan menggunakan pers (18) kita dapat menentukan temperatur fluida kerja yang keluar dari kolektor. Dengan mengetahui besarnya faktor efisiensi fluks kalor ke fluida kerja dalam pipa (F’), kita dapat menentukan besarnya faktor pelepasan kalor (F R) dari kolektor. Faktor pelepasan kalor didefinisikan sebagai perbandingan antara energi berguna yang dapat dikumpulkan terhadap energi yang mungkin dikumpulkan, apabila temperatur fluida sepanjang pipa adalah sama dengan temperatur masuk (lebih dingin), Tfi.
FR =
• m · cP (Tfo – Tfi) Ac IT (ατ)–UL(Tfi – Ta)
.....................................19)
Sutomo dan Waluyo: Pemodelan Kolektor Surya Plat Datar untuk Pemanas Air
atau • m Ac FR =
·cP
UL
• m ·cP
Ac =
(Tfo – Tfi) IT (ατ) (T – T ) – fi a UL (Tfo–Ta)–
UL
=
UL
IT (ατ) UL
– (Tfi – Ta)–
– (Tfi – Ta)–
• m ·cP
Ac
TS AS US F’
Tfo–Ta – 1– Tfi – Ta –
IT (ατ) UL
IT (ατ) UL
IT (ατ) UL IT (ατ) UL
Dengan mensubstitusikan persamaan (18), diperoleh • m ·cP
FR =
Ac
1 – exp
UL
_
ACULF’
= = = =
5
temperatur air dalam storage luas permukaan storage koefisien transfer kalor total storage faktor efisiensi fluks kalor ke fluida kerja dalam pipa.
Dengan memakai persamaan (21) akan dapat dianalisis karakteristik dinamik dari perubahan TS, sehingga dapat diketahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk membuat air dalam storage memiliki temperatur TS. Data dan asumsi: v = 4 m/s N = 1 (jumlah cover) εc = 0.88 (kaca) εp = 0.15 (tembaga) σ = Konstanta Stefan Boltzman = 5.67 × 10−8 W/m2 · K 4 Ta = 32.5° C = 305.5 K Tp = 74.8° C = 347.95 K kiso = 0.043 Watt/(m2.K) (isolator berupa gabus butiran halus) L = 5 cm = 0.05 m (tebal isolator)
................... (20)
•c m P
Hasil simulasi dan pembahasan Hasil simulasi untuk intensitas matahari rata-rata harian dapat dilihat seperti gambar berikut:
3. Neraca Energi pada Tangki Penyimpan Air (Storage)
Gambar 8. Neraca energi pada tangki (storage)
Untuk kebutuhan praktis maka diasumsikan tidak ada pressure drop dalam aliran fluida kerja, fluida kerja • • • bersifat incompressible (m1 = m2 = m), dan kapasitas kalor fluida kerja relatif konstan. Gambar 9. Intensitas matahari rata-rata harian
mS·cPS
dTS • dt = mcP (Tfo – Tfi) – ASUS(TS – Ta) ....... (21)
mS.cPS
dTS ·F’– [IT (ατ) – UL(TP–Ta)] – ASUS(TS – Ta) dt = AC
di mana: m = massa air yang tertampung dalam storage cpS = kapasitas kalor air
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa intensitas radiasi matahari mencapai maksimum pada 6 jam setelah jam 6 pagi, dan mulai menurun sampai 6 jam berikutnya. Intensitas maksimum yang dapat dicapai adalah sebesar 400 Watt/m2. Hasil simulasi untuk kalor berguna rata-rata dapat dilihat seperti gambar berikut:
6
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 1–6
tangki mencapai 65° C dan mencapai maksimum 105° C setelah 12 jam. Untuk mass storage 30 liter setelah 6 jam temperatur air dalam tangki mencapai 55° C dan mencapai maksimum 80° C setelah 12 jam. Untuk mass storage 40 liter setelah 6 jam temperatur air dalam tangki mencapai 48° C dan mencapai maksimum 68° C setelah 12 jam. untuk mass storage 50 liter setelah 6 jam temperatur air dalam tangki mencapai 42° C dan mencapai maksimum 58° C setelah 12 jam.
KESIMPULAN
Gambar 10.
Kalor berguna rata-rata
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kalor berguna juga mencapai maksimum pada 6 jam setelah jam 6 pagi, dan mulai menurun sampai 6 jam berikutnya. Kalor berguna rata-rata maksimum yang dapat dicapai adalah sebesar 1250 Watt. Hasil simulasi untuk mass storage 20 liter, 30 liter, 40 liter dan 50 liter dapat dilihat seperti gambar berikut:
Gambar 11.
Distribusi temperatur untuk mass storage 20 liter, 30 liter, 40 liter dan 50 liter
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk mass storage 20 liter setelah 6 jam temperatur air dalam
1. Untuk keperluan pemanas air dengan kolektor plat datar dengan luasan kolektor 1 m2 maka hasil simulasi ini dapat digunakan sebagai acuan dengan pilihan temperatur yang dibutuhkan dan kapasitas mass storage yang sesuai. 2. Untuk perencanaan kolektor plat datar secara umum maka hasil simulasi ini dapat dipakai sebagai acuan dengan pilihan temperatur kerja, luasan kolektor berikut kapasitas mass storage yang direncanakan.
REFERENSI 1) Arismunandar, Wiranto, Prof., Teknologi Rekayasa Surya, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1995. 2) Duffie, J.A. and Beckman, W.A.: Solar Engineering of Thermal Processes Third Edition. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc., 2006. 3) Klein. Flat Plate Solar Collector Performance 4) Hanselman, Duane & Littlefield, Bruce., Matlab Bahasa Komputasi Teknis, Penerbit Andi Yogyakarta, 2002. 5) Mrih Mardihastuti, Simulasi Kolektor Panas Surya Plat Datar Pemanas Air menggunakan Software Borland® DelphiTM 7.0, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008. 6) Kristanto, P. dkk. Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar, http://puslit.petra. ac.id/journals/mechanical/ 7) Tomas Matuska, Vladimir Zmrhal, and Juliane Metzger, Detailed Modelling of Solar Flat-Plate Collectors with Design TOOL KOLEKTOR 2.2., Department of Environmental Engineering, Faculty of Mechanical Engineering Czech Technical University in Prague, Prague, Czech Republic, 2009. 8) T. Matuska, J. Metzger and V. Zmrhal , Design tool KOLEKTOR 2.2 for virtual prototyping of solar flat-plate collectors , Czech Technical University, Faculty of Mechanical Engineering, Department of Environmental Engineering, Technicka 4, 166 07 Prague 6, Czech Republic, 2009.
7
Simulasi Pengujian Tahanan Model Kapal (The Resistance Ship Model Testing Simulation) Pramudya Imawan Santosa Laboratorium Kolam Uji Jurusan Teknik Perkapalan, FTMK, ITATS Surabaya
ABSTRAK
Tahanan total suatu kapal ekuivalen dengan total gaya yang dibutuhkan utnuk mendorong kapal tersebut pada kecepatan tertentu. Salah satu cara untuk memprediksi tahanan kapal adalah dengan melalui uji model. Pertama, model kapal dibuat dengan menerapkan skala model terhadap kapal sebenarnya. Kemudian, model kapal yang sudah jadi ditarik dalam kolam uji (towing tank) untuk mengetahui besarnya gaya tahanan yang timbul. Di dalam tahap perencanaan, proses uji model sering dijadikan tolok ukur untuk mencari bentuk kapal yang optimum dari segi tahanan. Kata kunci: tahanan, model kapal, kecepatan ABSTRACT
Total ship resistant equivalent with total force to trust the ship on service speed. The way of prediction of ship resistant is throughly ship model test. Fisrt, the ship model fabricated applied from the Lines Plan of ship. Than, model test on Towing Tank to determine the magnitude of ship resistant. In design stage, the process of ship model test is basicaly to optimalize the design. Key words: resistant, ship model, service speed
PENDAHULUAN
Dalam proses pembuatan kapal, banyak aspek yang sangat berpengaruh di dalamnya, terutama bentuk lambung kapal. Bentuk lambung juga dipengaruhi oleh karakteristik gerakan kapal yang berkaitan erat dengan gelombang yang terjadi di lautan. Penentuan karakteristik gerakan kapal apabila dilakukan pada kapal yang sebenarnya akan memakan biaya yang sangat besar dan sangat tidak efisien. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah model dan dilakukan percobaan terhadap model tersebut, sehungga dari percobaan itu diharapkan dapat mewakili kondisi yang sesungguhnya.
TINJAUAN PUSTAKA DAN DATA
1. Tahanan Kapal
Definisi klasik menyatakan bahwa tahanan total suatu kapal ekuivalen dengan total gaya yang dibutuhkan utnuk mendorong kapal tersebut pada kecepatan tertentu. Definisi ini umumnya ditambahkan persyaratan bahwa pada saat kapal didorong, kondisi cuaca adalah kondidi laut tenang (tanpa gelombang) dan tanpa angin (calm water). Adapun Komponen dari Tahanan Kapal tersebut, adalah sebagai berikut:
RT = RF + RR ........................................................... (1) di mana: RT = Tahanan Total (Total Resistance) kN RF = Tahanan Gesek (Frictional Resistance) kN RR = Tahanan Sisa (Residuary Resistance) kN Metode ini berdasarkan pemikiran seorang ilmuan Inggris bernama William Froude’s, karenanya metode ini juga dikenal sebagai metode Froude dan merupakan dasar teori yang pertama kali digunakan untuk melakukan uji model. Di dalam metode ini, Froude mengelompokkan tahanan total kapal menjadi tahanan gesek dan tahanan selain tahanan gesek yang digolongkan menjadi tahanan sisa. Termasuk dalam tahanan sisa ini di antaranya adalah tahanan gelombang, tahanan angin, tahanan yang terjadi akibat tonjolan lainnya pada badan kapal (misal: bulbous bow, bow thruster atau shaft bracket pada kapal twin propeller). Kemampuan tenaga penggerak atau besarnya daya untuk menggerakkan kapal sesuai dengan kecepatan yang diinginkan merupakan faktor yang penting dalam pengoperasian kapal. Untuk menyempurnakan performa dari tenaga penggerak perlu dilakukan prediksi power yang akurat pada tahap perencanaan awal. Berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengujian di Towing tank maka akan didapat prediksi power yang sesuai.
8
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 7–11
2. Macam pengujian yang biasa dilakukan di kolam Uji (Towing Tank) untuk memprediksi besarnya daya mesin kapal (ship powering prediction), adalah sebagai berikut:
• • • • •
Resistance and self propulsion test Wake survey Analisa wave pattern Propeller open water test Flow visualization water test.
3. Lab. Kolam Uji Perkapalan ITATS
Spesifikasi teknis: • Ukuran • Carriage • Drive system • Nominal power • Maximum acceleratin • Maximum speed • Kemampuan wave generator • Wave maker
: 10 × 1.6 × 1 m : Manual : N/A : N/A : disesuaikan : disesuaikan : N/A : N/A
Peralatan: • Tali, Roller, Pengait Kemampuan tes: • Resistance and self propulsioning test in calm water
METODE SIMULASI
Santosa: Simulasi Pengujian Tahanan Model Kapal PEMBAHASAN
1. Pembuatan Model Kapal
•
•
•
Ada tiga (3) metode pembuatan model kapal, yaitu: Metode Glueing yaitu pembuatan model kapal dengan menggunakan sistem pengeleman di mana tiap-tiap lapisan kayu dengan garis air atau ketebalan kayu + 4 cm dilem dan ditekan di meja glueing dengan menggunakan mesin hidrolik. Metode Laminasi yaitu metode pembuatan model kapal dengan menggunakan penguat (gading-gading, penguat sisi, keel dll) dari kayu atau multiplek, sedangkan kulit lambung model terbuat dari galar-galar kayu atau triplek yang kemudian dilapisi fiberglass sebelum didempul. Metode Fibreglass yaitu pembuatan model dengan menggunakan material murni dari fiberglass yang dikenal dengan metode single skin. Konstruksi model dibuat dari serat malt dan roving yang diberi resin dengan ketebalan lapisan tertentu untuk dicor pada cetakan model atau mould.
2. Hukum Kesamaan
Model yang digunakan untuk pengujian harus memenuhi beberapa syarat yang dikenal dengan hukum kesamaan. Hukum ini terdiri dari: 1. Kesamaan Geometris Yaitu perbandingan antara model dengan kapal sebenarnya harus memiliki besaran skala yang dilambangkan dengan α. Perbandingan yang biasa digunakan antara lain: • L model = L mod el
α
• • •
B model = B mod el
α
H model = V model =
H mod el
α
V mod el
α
9
2. Kesamaan kinematis Yaitu kesamaan dalam sistem koordinat antara titik yang satu dengan titik yang lainnya sehingga perubahan yang terjadi pada koordinat titik tersebut adalah konstan. Perumusan yang sering digunakan adalah: X1 Y1 Z1 = = = λ = konstan X2 Y2 Z2 3. Kesamaan dinamis Yaitu apabila terdapat dua sistem di mana sistem yang pertama memiliki massa yang tetap dengan sistem kedua. Persamaannya diperoleh dari ketiga skala besaran di mana persamaan untuk skala massa adalah: M1 M= M2 Jadi massa model dapat dihitung dengan rumus: M1 M= M2 3. Pengujian Model Kapal
Suatu kapal yang bergerak dengan kecepatan tertentu, mengalami tahanan (resistance) yang berasal dari air (akibat gesekan antara bahan badan kapal dan air/gelombang) dan sebagian kecil berasal dari udara. Besarnya tahanan kapal ini tergantung pada besarnya kecepatan kapal. Jarak waktu antara pengujian pertama dan selanjutnya harus memperhatikan gelombang pada air towing tank. Pengujian baru bisa dilakukan kembali apabila keadaan di towing tank telah tenang. Hal ini untuk mengurangi gangguan gelombang pada pengujian selanjutnya. Pengujian model tidak terpaku pada jarak tempuh model, akan tetapi berdasarkan waktu tempuh dan kecepatan model. Pengujian tahanan kapal dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: 1. Metode pengujian model Salah satu cara untuk memprediksi tahanan kapal adalah dengan melalui uji model. Pertama, model kapal dibuat dengan menerapkan skala model terhadap kapal sebenarnya. Kemudian, model kapal yang sudah jadi ditarik dalam towing tank untuk mengetahui besarnya gaya tahanan yang timbul. Di dalam tahap perencanaan, proses uji model sering dijadikan tolok ukur untuk mencari bentuk kapal yang optimum dari segi tahanan. 2. Metode empiris Cara lain untuk memprediksi tahanan kapal adalah menggunakan rumus statistik. Rumus ini diturunkan dari hasil uji model yang telah dilakukan berkalikali dalam jangka waktu yang lama. Biasanya hanya laboratorium uji model yang sudah lama berdiri yang dapat menciptakan rumus statistik karena sudah melalui proses validasi secara berulang-ulang untuk jangka waktu yang lama. Beberapa jurnal tentang perhitungan tahanan kapal dengan rumus statistik banyak tersedia dan dapat dibaca serta langsung
10
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 7–11
diaplikasikan. Beberapa metode yang populer di antaranya menggunakan formula Holtrop (untuk kapal jenis cargo, container, roro, passenger, tug boat atau sejenisnya) atau De Groot (untuk kapal motor).
Tabel 1 menunjukkan pembagian wilayah antara kapal dan model kapal. Tetapi, tabel ini belum menunjukkan secara jelas bagaimana cara menghitung tahanan sisa V
pada model kapal. Rasio L ini disebut sebagai speed length ratio, dan merupakan besaran yang berdimensi. Untuk merubah menjadi besaran tanpa dimensi harus dikalikan dengan faktor m/det2),
1 g
(g = percepatan gravitasi. V
sehingga menjadi gL . Inilah yang disebut sebagai angka Froud / Froude number(Fn). Untuk menghitung tahanan gesek, Froude menggunakan asumsi bahwa besarnya tahanan gesek kapal sama dengan tahanan plat logam pipih (flat plate), yang mempunyai luas permukaan basah (Wetted Surface Area = WSA) dan panjang garis air (Lwl) sama dengan kapal, serta ditarik pada kecepatan yang sama dengan kecepatan dinas kapal. Untuk menghitung tahanan gesek ini, menggunakan persamaan sebagai berikut: RF = ½ × ρ × S × V2 × CF ....................................... (2) 4. Analisa Perhitungan Tahanan Kapal
Apabila panjang kapal dinyatakan dengan Lk dan panjang model kapal yang bersesuaian dengan Lm, Froude’s berpendapat bahwa asalkan kondisi Vm
di mana: ρ = Massa jenis fluida Kg/m3 S = Luas permukaan basah (WSA) m2 V = Kecepatan m/det CF = Koefisien tahanan gesek
Vk
=
Lk terpenuhi, di mana V m adalah kecepatan model dan Vk kecepatan kapal, maka (RR/k) = (RR/m) × (Lk/Lm)3. Dengan kata lain, Froude mempersyaratkan bahwa suatu uji model dilakukan harus dengan kondisi
Koefisien tahanan gesek di atas dapat dihitung menggunakan persamaan ITTC 1957 sebagai berikut: 0,075 CF = 10 ............................................... (3) ( LOGRn–2)2
kesamaan rasio L antara kapal dan model kapal. Rasio V ini disebut sebagai speed length ratio.
di mana:
Lm
V
L
Tabel 1. Prosedur perhitungan tahanan sisa berdasarkan metode Froude No. 1 Lk
2
Vm Lm
Kapal
=
Model Kapal Lm = Lk/λ (dimensi lainnya menyesuaikan dengan skala model λ)
Vk Lk
3 Vk 4 (RR/k) = (RR/m) × λ
Vm = 3
RR/m
Vk λ
VL Rn = Angka Reynolds = v L = Panjang garis air (LWL) m v = Kekentalan fluida m2/det Karena perhitungan tahanan gesek ini menggunakan asumsi flate plate, maka metode ini selain dikenal dengan metode klasik dan metode Froude, juga disebut sebagai metode 2-D (dua dimensi). Dengan asumsi ini seolaholah benda yang diukur (dalam hal ini : kapal) disamakan dengan plat logam pipih (bidang dua dimensi). Dengan demikian apabila definisi perhitungan tahanan sisa dan tahanan gesek di atas digabungkan, tahanan total kapal sebenarnya (skala penuh atau full scale) sudah dapat dihitung. Prosedur perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini.
Santosa: Simulasi Pengujian Tahanan Model Kapal
11
Tabel 2. Prosedur perhitungan tahanan total berdasarkan metode Froude No. Kapal 1 Dimensi = L × B × T 2 Vk
Metode Kapal Dimensi diperkecil dengan skala λ Vm =
Vk λ
Dari hasil uji model, dapat diketahui besarnya tahanan total model RT/m 3
Rn / k =
V k Lk Vairlaut
Rn / m =
0.075
0.075
4
10 CF/m = (10 LOG Rn / m − 2) 2
10 CF/k = (10 LOG Rn / k − 2) 2
5
RF / k =
1 × ρ airlaut × S k × Vk 2
2
× CF / k
6 7 8
V m Lm Vairtawar
RF / m =
1 2 × ρ airtawar × S m × Vm × C F / m 2
RR/m = RT/m – RF/m RR/k = RR/m x λ3 RT/k = RR/k + RF/k
Metode Froude masih dapat digunakan sebagai dasar perhitungan tahanan kapal, tentunya dengan memasukkan angka koreksi sebagai kompensasi bentuk tiga dimensi kapal, untuk mendapatkan hasil yang benar.
KESIMPULAN
HASIL
1. Tahanan total suatu kapal ekuivalen dengan total gaya yang dibutuhkan utnuk mendorong kapal tersebut pada kecepatan tertentu. 2. Kondisi air di Kolam Uji harus dalam keadaan tenang (Calm Water).
Suatu uji model dilakukan harus dengan kondisi V kesamaan rasio L antara kapal dan model kapal. Rasio
3. Selama kondisi Lm = Lk terpenuhi, di mana Vm adalah kecepatan model dan Vk adalah kecepatan kapal, maka (RR/k) = (RR/m) × (Lk/Lm)3.
Vm
V
L ini disebut sebagai speed length ratio. Apabila panjang kapal dinyatakan dengan Lk dan panjang model kapal yang bersesuaian dengan Lm, Froude’s berpendapat Vm
Vk
DAFTAR PUSTAKA
Vk
bahwa asalkan kondisi Lm = Lk terpenuhi, di mana Vm adalah kecepatan model dan Vk kecepatan kapal, maka (RR/k) = (RR/m) × (Lk/Lm)3.
Siswanto, Digul, Diktat Tahanan Kapal FTK ITS, 1980. Siswanto, Digul, Tahanan Dan Propulsi Kapal FTK ITS, 1985. Volter Bertram, Practical Ship Hydrodinamics, Oxford UK, 2000. KJ Rawson & EC Tupper, Basic Ship Theory Vol II, London England, 2001. Watson, David GM, Practical of Ship Design, Oxford UK, 2002. Susanto, RB, Laporan Kerja Praktik. JTP ITATS, 2011.
12
Studi Prediksi Penentuan Daya Mesin Kapal dengan Metode Pengujian Model (The Determination Prediction Study of Power Engineering Ship Model Testing Methods) Pramudya Imawan Santosa Laboratorium Kolam Uji Jurusan Teknik Perkapalan, FTMK, ITATS Surabaya
ABSTRAK
Kemampuan tenaga penggerak atau besarnya daya untuk menggerakkan kapal sesuai dengan kecepatan yang diinginkan merupakan faktor yang penting dalam pengoperasian kapal. Untuk menyempurnakan performa dari tenaga penggerak perlu dilakukan prediksi power yang akurat pada tahap perencanaan awal. Berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengujian di Towing tank maka akan didapat prediksi power yang sesuai. Kata kunci: daya mesin, kecepatan, pengujian ABSTRACT
The capabilities of ship powering to move the ship as fast as wanted is an important factor in the ship operational. To completely the performance of ship powering, need to be done is predicting the power accurately in the beginning of planning step. Based on data analized from the Towing Tank Test can be found the requirement power prediction. Key words: ship powering, speed, test
SELF PROPULSION TEST
Tujuan dari pengujian self propulsion test adalah untuk mengetahui performa kapal ketika berjalan dengan kecepatan servisnya (VS) di mana dengan memakai penggerak sendiri (self propulsion). Pada pembahasan ini akan diuraikan proses pengujian untuk model kapal cepat FPB (Fast Patrol Boat). Pada pengujian ini ada tiga percobaan yang dilakukan yaitu: 1. Beban yang bervariasi (kecepatan tetap dan beban bervariasi) 2. Variasi kecepatan model 3. Dummy Hub correction
4. Propeller dynamometer 5. Cek stern tube 1. Ballast model
PERSIAPAN PENGUJIAN
Sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan setup model. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada setup model yaitu: Pemasangan Perlengkapan pada Model
Pada pengujian kapal FPB, perlengkapan yang perlu dipersiapkan adalah: 1. Ballast model 2. Motor penggerak (motor DC) 3. Gear box
Pemasangan Ballast pada model kapal
Santosa: Studi Prediksi Penentuan Daya Mesin Kapal dengan Metode Pengujian Model
Agar diperoleh kondisi pada sarat mutan penuh atau sarat normal kapal, maka diperlukan ballast untuk menyimbangkan berat dari peralatan yang terpasang pada model agar diperoleh kondisi sarat air kapal. Ballast dapat berupa pemberat yang diletakkan pada bagian dalam model. 2. Motor penggerak (motor DC)
13
Dynamometer ini memiliki poros dengan kopling tipe cross joint yang terhubung langsung dengan poros propeller. Data yang diperoleh ditransfer menuju CCB dan selanjutnya menuju panel SCS untuk diperkuat. Tujuan dari penguatan ini adalah agar respon yang dihasilkan dari dynamometer dapat terbaca pada root data di komputer utama dengan penguatan memakai amplifier dan filter.
PEMASANGAN MODEL PADA CARRIAGE
-
-
Pengangkatan ke sub carriage Pemasangan pada resistance dynamometer Koneksi kabel sensor propeller dynamometer dan resistance dynamometer menuju CCB (Central Circuit Box) Pemasangan trimmeter pada haluan dan buritan model Pemasangan towing guide dihaluan dan belakang model Penyambungan kabel transmisi dari CCB menuju SCS (Signal Conditioning System)
PENGUJIAN
Motor penggerak untuk model kapal
Sebagai pemberat propeller, digunakan sebuah motor DC yang terhubung dengan cross joint kopling sebagai penghubung dengan propeller. Penggunaan motor DC lebih mempermudah pengerjaan di mana kecepatan putar dari motor lebih mudah untuk dikontrol. 3. Gear box
Gear box digunakan untuk meningkatkan kecepatan putar dari motor, karena kecepatannya terbatas di mana belum mencapai kecepatan putar propeller. Selain digunakan untuk meningkatkan kecepatan gear box juga dipakai untuk membagi daya dari motor menjadi dua bagian yang masing-masing terhubung dengan sebuah propeller (twin screw propeller). 4. Propeller dynamometer
Sensor yang digunakan untuk mengukur thrust dan torque yang dihasilkan oleh propeller ketika berputar.
Setelah semua peralatan terpasang dengan baik, proses selanjutnya adalah kalibrasi sensor dan alat ukur seperti trimmeter, Propeller dynamometer, resistance dynamometer dsb. Jika komponen pengukur telah terkalibrasi, kemudian dilakukan pengujian awal (zero test) dengan tujuan untuk mengkondisikan gelombang dan air pada tangki serta untuk mengetahui apakah kerja dari sistem baik pada cariage atau pada transmisi propeller model telah bekerja dengan baik tanpa adanya hambatan. Zero test ini juga dilakukan untuk memperoleh data awal yang selanjutnya digunakan sebagai referensi awal dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan pengujian model. Pada pengujian self propulsion ini, kecepatan antara kapal dan cariage harus sama (tidak ada selisih) dengan tujuan agar tidak ada gaya-gaya aksial yang memengaruhi gerakan kapal sehingga seolah-olah kapal berjalan tanpa hambatan. 1. Pengukuran thrust dan torque propeller
Thrust dan torque propeller terbaca oleh propeller dynamometer yang telah dihubungkan dengan propeller. Pada pengujian ini thrust dan torque dari propeller ditentukan oleh kecepatan putar serta geometri propeller (karakteristik propeller). Thrust dan torque propeller selanjutnya digunakan untuk menentukan harga efisiensi baling-baling pada kondisi behind the ship atau dibelakang kapal (ada pengaruh lambung) yang kemudian dibandingkan dengan
14
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 12–15
kondisi open water test untuk memperoleh efisiensi relatif rotatif. Hubungan antara efisiensi di belakang kapal dengan torsi dan thrust propeller ditunjukkan dengan persamaan berikut: ηb = J × KT’ ....................................................... (10) 2π × KQ’ Harga KT’ dan KQ’ diperoleh dari hasil pengukuran oleh propeller dynamometer. Secara matematis KT’ dan KQ’ ditentukan dengan persamaan berikut:
PENGUKURAN TRIM MODEL
Sebagai sensor digunakan trimmeter yang dipasang pada haluan dan buritan kapal. Trimmeter bekerja mengukur perubahan ketinggian haluan dan buritan kapal akibat pergerakan kapal dan gaya lift yang dihasilkan. Gerakan naik turun model mengaktuasi batang trimmmeter yang terhubung dengan mekanisme berputar pada bagian kepala trimmeter di mana terjadi konversi dari gerakan translasi ke atas atau bawah menjadi gerakan berputar yang selanjutnya dihubungkan menuju komputer utama untuk dikonversi menjadi data numerik.
KT’ = T × ρ × n2 × D4 ............................................ (11) KQ’ = Q × ρ × n2 × D5............................................ (12) Va dan J = n × D’ ....................................................... (13) di mana: J = koefisien maju baling-baling n = kecepatan putar propeller (rps) D = diameter propeller (m) Va = kecepatan maju baling-baling (m/s) KT’ = koefisien thrust propeller (behind the ship) KQ’ = Koefisien torque propeller (behind the ship) ρ = masa jenis air (kg/m3) T = thrust propeller (N) Q = torque propeller (Nm) Sedangkan efisien propeller pada open water test ditunjukkan dengan persamaan berikut (diperoleh dari hasil pengujian propeller terbuka): ηo = J × KT’ ....................................................... (14) 2π × KQ’ Dari hubungan antara efisien behind the ship dan open water selanjutnya diperoleh efisiensi relatif-rotatif yang merupakan rasio dari kedua efisiensi tersebut: η r’ ηrr = ηr’ ................................................................. (15) Semakin besar harga efisiensi relati-rotatif ini maka semakin maksimal efisiensi total propulsi kapal dan pada akhirnya kebutuhan daya motor penggerak dapat dioptimalkan: ηb = ηo × ηrr ......................................................... (16) ηT = ηH × ηb × ηS × ηm ........................................ (17) Untuk memperoleh harga efisiensi di belakang kapal, dilakukan dengan memvariasikan kecepatan putar propeller (dengan beban tetap) sehingga terjadi perubahan harga thrust dan torque propeller. Pada umumnya harga efisiensi ini lebih rendah dari efisiensi open water karena pengaruh dari bentuk buritan (stern) kapal yang menghasilkan wake (fraksi arus ikut). Diupayakan agar efisiensi pada kondisi di belakang kapal lebih baik atau sama dengan efisiensi open water.
PENGUKURAN TAHANAN KAPAL
Pengukuran tahanan kapal dilakukan ketika propeller belum terpasang. Sebagai sensor digunakan resistance dynamometer yang terhubung dengan badan model. Ketika model ditarik, maka pada dynamometer akan memperoleh gaya hambatan oleh badan kapal.
PENGUJIAN SELF PROPULSION TEST
Load Variation Test
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memperoleh beberapa kecepatan putar propeller yang paling optimal untuk mencapai kecepatan service kapal yang diinginkan. Pengujian awal model kapal FPB adalah dengan memvariasikan beban propeller, yaitu dengan mengatur kecepatan putar propeller hingga diperoleh thrust propeller yang sama dengan thrust yang dibutuhkan oleh kapal, yang artinya tidak terjadi selisih kecepatan atara kapal dengan cariage. Kecepatan awal propeller divariasikan dari harga terendah sampai harga maksimal (berdasarkan perhitungan) sedangkan kecepatan cariage dibuat maksimal (kecepatan service kapal). Pada kondisi ini seolah-olah kapal ditarik oleh cariage, sehingga diperoleh gaya yang terukur pada resistance dynamometer (di mana terbaca harganya resistance dari kapal tersebut). Penambahan kecepatan putar propeller hingga kecepatan tertentu hingga dicapai kecepatan kapal dan cariage sama dan force yang terbaca pada dynamometer sama dengan nol, artinya tidak terdapat resistance pada model. Urutan pengerjaannya: - Pemasangan model pada resistance dynamometer - Koneksi thrust dynamometer menuju CCB - Setup kecepatan cariage (kecepatan service kapal) - Setup kecepatan putar propeller - Variasi kecepatan putar propeller hingga force model pada dynamometer resistance sama dengan nol. Pada kondisi F (gaya tarik pada resistance dynamometer) sama dengan nol, diperoleh harga thrust
Santosa: Studi Prediksi Penentuan Daya Mesin Kapal dengan Metode Pengujian Model
(T) dan torque (Q) propeller. Dari kedua variable tersebut selanjutnya ditentukan harga koefisien beban balingbaling J yaitu: Va J = n × D’ di mana: Va = telah ditentukan dari perhitungan awal n = kecepatan putar propeller (m/s) D = diameter propeller (m) Speed variation test
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk memperoleh harga w (fraksi arus ikut atau wake), efisiensi hull, daya motor penggerak yang paling efektif. Data yang diperlukan pada pengujian ini adalah kurva KT, KQ dan J propeller pada kondisi open water dan pada kondisi behind the ship. Parameter yang digunakan adalah koefisien beban propeller untuk kondisi open water (J) dan kondisi behind the ship model (JV). Koefisien ini diperoleh dari pengujian model dengan harga J yang tetap (constant dari hasil percobaan load variation), dengan memvariasikan harga Va dan n propeller dan harga J yang tetap, maka diperoleh kurva KT dan KQ. Setelah diplotkan (kurva KT, KQ dan J propeller pada kondisi open water dan pada kondisi behind the ship) untuk masing-masing variasi Va dan n propeller. Maka diperoleh harga J yang bervariasi. Wake ditentukan dari open water dan JV behind the ship yang dirumuskan dengan persamaan berikut: Jv – J Jv Thrust deduction factor (t) ditentukan oleh persamaan berikut: T–R t= T dengan: T = thrust model propeller (N) R = resistance model (N) w=
Harga T dan R dapat diketahui dari percobaan resistance test dan load variation test. Kemudian dari parameter t dan w, efisiensi lambung kapal dapat diperoleh: 1–t ηH = 1–w
15
Setelah diperoleh efisiensi lambung maka efisiensi propulsi kapal dapat ditentukan yaitu dengan persamaan: ηB = ηH × ηrr × ηo Dengan melanjutkan ke sistem poros maka diperoleh daya motor penggerak. Dummy hub test (correction)
Pengujian terakhir yang dilakukan adalah dummy test yaitu pengujian dengan menggantikan propeller dengan sebuah Hub yang memiliki masa sama dengan masa propeller. Pengujiannya yaitu dengan memutar poros propeller sesuai dengan data kecepatan pada load variation test. data yang diperoleh adalah berupa torsi propeller tanpa thrust yang terukur pada propeller dynamometer. Torsi yang dihasilkan ini selanjutnya digunakan intuk koreksi dengan torsi yang dihasilkan ketika menggunakan propeller di mana harganya lebih besar. Selisih antara torsi ini selanjutnya menjadi losses yang terjadi pada poros propeller.
KESIMPULAN
1. Tahanan total suatu kapal ekuivalen dengan total gaya yang dibutuhkan untuk mendorong kapal tersebut pada kecepatan tertentu. 2. Kondisi air di Kolam Uji merupakan representatif dari kondisi lautan sebenarnya. 3. Tahanan total kapal yang terjadi adalah tdd: Tahanan kekentalan (Rv atau Viscous Resistance) dan Tahanan gelombang (Rw atau Wave Resistance) Vm
Vk
4. Selama kondisi Lm = Lk terpenuhi, di mana Vm adalah kecepatan model dan Vk adalah kecepatan kapal, maka (RR/k) = (RR/m) × (Lk/Lm)3.
DAFTAR PUSTAKA Siswanto, Digul, Diktat Tahanan Kapal FTK ITS, 1980. Siswanto, Digul, Tahanan dan Propulsi Kapal FTK ITS, 1985. Volter Bertram, Practical Ship Hydrodinamics, Oxford UK, 2000. KJ Rawson & EC Tupper, Basic Ship Theory Vol II, London England, 2001. Watson, David GM, Practical of Ship Design, Oxford UK, 2002. Susanto, RB, Laporan Kerja Praktek. JTP ITATS, 2011.
16
Formulasi Konsentrasi Urea dan Asam Asetat pada Pembuatan Nata dari Limbah Nanas (Acetic Acid and Urea Concentrate Formula for Nata Making from Pineapple Waste) Juwita Ratna Dewi, Endang Rusdiana Sriwaningsih, dan Gatut Suliana Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
ABSTRAK
Nata merupakan produk hasil fermentasi dari Acetobacter xylinum dengan media air kelapa atau sari buah. Adanya keterbatasan dari bahan baku tersebut maka perlu dilakukan pengembangan produksi nata dengan memanfaatkan limbah atau produk samping. Limbah yang berpotensi untuk diusahakan adalah limbah pengolahan buah nanas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi terbaik penambahan urea dan asam asetat dalam pembuatan nata dari limbah buah nanas (nata de pina). Penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 faktor, A = Urea 0,18% dan Asam Asetat 6,85%; B = Urea 0,23% dan Asam Asetat 6,9%; C = Urea 0,28% dan Asam Asetat 6,95%; D = Urea 0,33% dan Asam Asetat 7,0%; E = Urea 0,38% dan Asam Asetat 7,05%. Perlakuan penambahan urea dan asam asetat dalam pembuatan nata de pina berpengaruh nyata untuk parameter kadar serat kasar dan rendemen. Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan A = Urea 0,18% dan Asam asetat 6,85% dengan kadar serat kasar 3,19% dan rendemen 91,53%. Kata kunci: nata, limbah nanas, urea, asam asetat ABSTRACT
Nata is a fermentation product derived from coconut water or fruits extract with Acetobacter xylinum as culture starter. Due to low availability of these sources, it needs to explore a new alternative source, especially by utilize waste materials. Pineapple waste is potential source to be developed as a new source in nata production. The aim of this research is to find the best formulation of urea and acetic acid addition in the production of nata from pineapple waste (nata de pina). This research was conducted by Completely Randomize Design with 5 factors, A = Urea 0.18%; Acetic Aicd 6.85%; B = Urea 0.23% ; Acetic Acid 6.9%; C = Urea 0.28%; Acetic Acid 6.95%; D = Urea 0.33%; acetic acid 7.0%;E = Urea 0.38%; acetic acid 7.05%. The addition of urea and Acetic acid only significantly influence in fiber contents and yield. The best Result was obtained from A formulation with fiber content 3.19% and yield up to 91,53%. Key words: nata, pineapple waste, urea, acetic acid
PENDAHULUAN
Nata merupakan produk fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum. Jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam asetat atau asam asetat dan padatan putih yang terapung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata.1 Bahan baku yang umum digunakan pada pembuatan nata adalah air kelapa, oleh karena itu dikenal dengan nama nata de coco. Selain dibuat dari air kelapa, nata juga dapat dibuat dari berbagai jenis buah-buahan seperti nanas (nata de pina), tomat (nata de tomato), dan buahan lain yang banyak mengandung gula. Gula yang ada di dalam sari buah tersebut dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum untuk membentuk nata.2 Pengembangan produk nata diperkirakan mempunyai prospek yang cerah di masa yang akan datang. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semakin banyaknya industri nata yang berdiri dan semakin banyak pula
produk nata yang beredar di pasaran. Dalam rangka pengembangan produk nata, maka perlu dicari bahan baku selain air kelapa atau sari buah-buahan karena ketersediaan bahan baku ini terbatas. Salah satu alternatifnya adalah memanfaatkan limbah dari pengolahan buah segar. Nanas (Ananas comosus (L.) merupakan salah satu tanaman komoditas yang banyak ditanam di Indonesia. Saat ini peluang usaha nanas cukup menjanjikan dengan meningkatnya permintaan nanas untuk kebutuhan buah segar maupun sebagai bahan olahan. Permintaan nanas sebagai bahan baku industri pengolahan buah-buahan juga semakin meningkat misal untuk sirup, keripik, dan berbagai produk olahan nanas seperti nata. Pengolahan buah nanas menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Limbah buah nanas tersebut terdiri dari limbah kulit, limbah mata, dan limbah hati. Limbah nanas belum banyak dimanfaatkan, hanya dibuang begitu saja. Salah satu alternatif pemanfaatan limbah nanas yang dapat dilakukan adalah dengan
Dewi, dkk.: Formulasi Konsentrasi Urea dan Asam Asetat
17
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan nata karena limbah nanas masih mengandung banyak gula. Oleh karena itu, dalam penelitian akan dilakukan formulasi penggunaan urea dan asam asetat pada medium fermentasi dari limbah nanas dengan tujuan untuk menghasilkan nata de pina dari limbah nanas dengan kualitas dan rendemen terbaik.
kandungan air yang ada pada nata juga relatif sama dan menyebabkan kadar air nata yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Nata sebagian besar tersusun dari polisakarida (selulosa) di mana gugus hidroksil dari polisakarida dapat berikatan dengan gugus hidrogen air. Kadar air yang terdapat pada nata selain air bebas juga air yang terikat secara fisik dalam jaringan matriks tersebut akan memengaruhi kadar air nata.4 Penambahan sumber karbon yang berbeda mengakibatkan kadar air nata cenderung turun. Hal ini diduga karena dengan tersedianya glukosa yang lebih banyak Acetobacter xylinum akan lebih cepat dan lebih banyak merombak glukosa menghasilkan selulosa.5 Selain itu, dapat juga disebabkan oleh air yang terkandung di dalam nata berasal dari cairan yang terikat pada saat pelikel nata terbentuk dalam media cair yang sebagian besar komponennya adalah air. Jika konsentrasi urea diberikan pada jumlah yang cukup dalam medium maka Acetobacter xylinum akan tumbuh dengan baik sehingga Acetobacter xylinum dapat memetabolisir gula menjadi polisakarida (selulosa). Hal ini sesuai dengan pendapat, 6 bahwa untuk merangsang pertumbuhan Acetobacter xylinum diperlukan sumber nitrogen yang cukup baik yang berasal dari bahan organik maupun bahan anorganik.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Faktor yang akan diteliti adalah formulasi proporsi urea dan asam asetat sebanyak 5 formulasi, yaitu: A = Urea 0,18% dan Asam Asetat 6,85% B = Urea 0,23% dan Asam Asetat 6,9% C = Urea 0,28% dan Asam Asetat 6,95% D = Urea 0,33% dan Asam Asetat 7,0% E = Urea 0,38% dan Asam Asetat 7,05% Penelitian ini dilakukan berdasarkan modifikasi metode Rossi et al, 2008.3 Proses pembuatan nata de pina diawali dengan pembuatan filtrat dari limbah nanas. Limbah nanas disortasi dan dibersihkan, kemudian dihancurkan dengan perbandingan air:limbah nanas (1:1) dan disaring sehingga diperoleh filtrat. Pembuatan nata de pina dilakukan dengan mencampurkan 1 liter filtrat dengan gula pasir 10g/L; urea dan asam asetat sesuai perlakuan. Dididihkan selama 15 menit pada suhu 100° C, dimasukkan ke dalam wadah yang telah steril dan ditutup rapat. Setelah media dingin diinokulasikan starter A. xylinum sebanyak 20% dari total media. Proses fermentasi dilakukan selama 10 hari. Nata yang terbentuk akan dianalisis kadar air, kadar serat kasar, tekstur, rendemen dan pH.
Gambar 1. Rerata Kadar Air Nata de Pina HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Kadar air rata-rata nata de pina hasil percobaan di laboratoirum diperoleh paling tinggi pada perlakuan A yaitu mencapai 97,37% dan terendah pada perlakuan C sebesar 96,73 (Gambar 1). Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa harga F tabel lebih besar dari F hitung sehingga tidak ada perbedaan nyata antarperlakuan terhadap kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air pada suatu bahan. Kadar air nata berhubungan erat dengan rendemen dan kandungan serat kasar dalam bahan. Penambahan urea dan asam asetat pada media nata de pina tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air. Hal ini disebabkan komponen penyusun nata selain air adalah polisakarida di mana kemampuan polisakarida untuk mengikat air sama sehingga diduga
Kadar Serat Kasar
Berdasarkan hasil pegujian kadar serat kasar diketahui bahwa semakin besar urea dan asam asetat yang ditambahkan kadar serat nata de pina akan semakin turun. Analisis ragam menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel sehingga ada perbedaan nyata antarperlakuan terhadap kadar serat kasar nata de pina. Di mana kadar serat tertinggi ada pada perlakuan A yakni sebesar 3,19% dan terendah pada perlakuan E yakni sebesar 1,67%. Hasil analisis kadar serat kasar dapat dilihat pada Gambar 2. Serat yang terbentuk selama proses fermentasi merupakan hasil dari aktivitas metabolisme Acetobacter xylinum dalam merombak sumber karbon yang tersedia di dalam media. Semakin banyak karbon yang termetabolisme maka serat yang terbentuk akan semakin banyak. Serat kasar merupakan hasil perombakan gula
18
pada medium fermentasi oleh aktivitas A. xylinum.7,8 Menjelaskan bahwa Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membrane sel. Prekursor ini keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa di luar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa.
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 16–20 Tekstur
Gambar 3. Rerata Tekstur Nata de Pina
Gambar 2. Rerata Kadar Serat Kasar Nata de Pina.
Kadar serat kasar nata de pina memiliki kecenderungan menurun seiring semakin besarnya penambahan urea dan asam asetat dikarenakan aktivitas A. xylinum semakin menurun. Penurunan aktivitas A. xylinum kemungkinan disebabkan karena kondisi lingkungan medium fermentasi yang menjadi kurang sesuai akibat adanya penambahan urea dan asam asetat. Salah satu faktor yang memengaruhi aktivitas A. xylinum dalam merombak gula adalah kesesuaian kondisi medium baik dari jumlah nutrisi maupun pH medium. Di mana semakin tinggi penambahan asam asetat medium akan semakin menjadi asam dan menghambat aktivitas A. xylinum dalam menghasilkan serat. Kemampuan A. xylinum membentuk serat dipengaruhi oleh pH medium.9 Nata dapat dihasilkan dari proses fermentasi pada substrat yang mengandung gula dan nitrogen pada pH yang sesuai dengan perkembangan A. xylinum yaitu berkisar antara 4–4,5.10 Selain karena perubahan pH medium akibat penambahan asam asetat, penurunan kadar serat kasar pada nata juga bisa disebabkan oleh penambahan urea dengan konsentrasi tinggi. Urea sebagai sumber nitrogen memang sangat dibutuhkan oleh A. xylinum dalam menunjang pertumbuhannya. Jumlah sumber nitrogen yang sesuai dalam medium akan merangsang mikroorganisme dalam mensintesa selulosa dan menghasilkan nata dengan ikatan selulosa yang kuat sehingga tidak mudah luruh.11 Namun, pada penelitian ini didapatkan semakin banyak urea yang ditambahkan, maka semakin kecil kadar serat nata. Hal ini mungkin disebabkan adanya subtrat inhibisi. Konsentrasi nitrogen yang terlalu tinggi dapat meningkatkan nilai osmositas medium fermentasi. 12 Hal ini dapat menyebabkan terjadinya plasmoslisis pada mikroorganisme sehingga proses pembentukan selulosa terhambat dan dapat mematikan aktivitas A. xylinum.
Gambar 3 menunjukkan hasil analisa tekstur nata de pina. Pengukuran tekstur nata dilakukan menggunakan alat Penetrometer. Prinsipnya adalah semakin tinggi angka yang ditunjukkan oleh penetrometer, maka semakin dalam penetrasi probe dalam bahan, hal ini berarti semakin lunak bahan pangan tersebut. Hasil analisa ragam tekstur nata de pina menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antarsetiap perlakuan. Namun secara umum tekstur nata de pina memiliki kecenderungan semakin tinggi taraf penggunaan urea dan asam asetat maka tekstur yang dihasilkan semakin lunak. Tekstur nata dipengaruhi serat atau selulosa yang dihasilkan selama proses fermentasi. Semakin banyak selulosa yang dihasilkan tekstur akan semakin kenyal. Kekenyalan, rendemen dan ketebalan nata yang dibentuk oleh A. xylinum tergantung pada kerapatan fibriler penyusun nata, semakin rapat lapisan tersebut, makin kenyal tekstur nata yang dihasilkan.13 Kerapatan lapisan fibriler penyusun nata de pina ditentukan oleh kecepatan pembentukan berat fibriler tersebut. Pada proses pembentukan yang lebih cepat, akan diperoleh berat nata de pina yang lebih rapat dan kompak serta akan memengaruhi rasa. Kekenyalan nata dipengaruhi oleh banyak sedikitnya serat. Semakin banyak kandungan serat, maka semakin kenyal tekstur nata tersebut.14 Rendemen
Pengaruh perlakuan penambahan urea dan asam asetat terhadap rendemen nata yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4. Dari hasil percobaan pengolahan nata dengan menggunakan penambahan asam asetat dan urea diperoleh rendemen nata atara 40,99% sampai 91,53%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan urea dan asam asetat berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen produksi nata. Penambahan urea dalam dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan media lebih masam dan pH-nya turun sehingga tidak baik untuk pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum.
Dewi, dkk.: Formulasi Konsentrasi Urea dan Asam Asetat
Gambar 4. Rerata Rendemen Nata de Pina
Rendemen berkaitan erat dengan berat nata, di mana berat nata berbanding lurus dengan tebal nata. Semakin tebal nata maka semakin berat pula nata yang dihasilkan. Berat akhir nata dipengaruhi oleh kandungan air yang disebabkan oleh sifat selulosa dalam memperangkap air. Kadar air, kandungan serat dan sifat-sifat serat dalam mengikat dan memperangkap air sangat mendukung nilai rendemen nata yang dihasilkan. Adanya 3 gugus hidroksil yang dimiliki, selulosa mempunyai kesempatan membentuk cukup banyak ikatan hidrogen dengan air sehingga selulosa dapat membengkak.15
19
Namun, perubahan pH medium ini harus diperhatikan dengan baik karena tiap mikroorganisme memiliki kisaran pH tertentu yang dapat ditoleransi oleh mikroorganisme tersebut sehingga bisa tetap bertahan hidup. Aktivitas maksimum dari Acetobacter xylinum bisa tercapai jika bakteri ini ditumbuhkan pada kondisi optimum. Untuk mencapai pH optimum pertumbuhan Acetobacter xylinum, biasanya ditambahkan asam asetat dalam media fermentasi. A. xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3,5–7,5 dengan pH optimum 4–5. Peningkatan konsentrasi asam asetat akan menurunkan pH medium fermentasi sehingga aktivitas A. xylinum meningkat.16
KESIMPULAN
Perlakuan penambahan urea dan asam asetat dalam pembuatan nata de pina dari limbah nanas berpengaruh nyata untuk parameter kadar serat kasar dan rendemen, sedang parameter yang lain tidak berpengaruh nyata. Dan hasil terbaik diperoleh pada perlakuan A = Urea 0,18% + Asam asetat = 6,85%.
DAFTAR PUSTAKA
Analisa pH
Hasil pengukuran pH nata de pina dapat dilihat pada Gambar 5. Analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antarperlakuan terhadap pH nata de pina. Secara umum tidak terjadi perubahan nilai pH yang signifikan akibat perlakuan penggunaan beberapa konsentrasi urea dan asam asetat.
1. 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Gambar 5. Rerata pH Nata de Pina
Nilai pH yang rendah merupakan syarat tumbuh bagi A. xylinum.9 Derajat keasaman mempunyai peranan penting dalam fermentasi oleh bakteri Acetobacter. Menurut Sunarso (1992), semakin rendah pH media fermentasi akan diperoleh ketebalan nata yang tinggi. Hal ini disebabkan semakin terseleksinya pertumbuhan mikroba akibat turunnya pH, sehingga Acetobacter xylinum semakin sedikit mendapat saingan dengan mikroba yang lain, dalam hal mendapatkan nutrien dari media untuk pertumbuhannya.
10. 11.
12.
13.
Saragih YP. Membuat Nata de Coco. Puspa Swara. Jakarta. 2004. Djatmiko H. Pengolahan Kelapa. Fatemeta IPB. Bogor. 1983. Rossi E, Usman P, dan SR Damanik. Optimalisasi Pemberian Ammonium Sulfat Terhadap Produksi Nata de Banana Skin. SAGU. Vol. 7. No. 2: 30–36. ISSN 1412–4424. 2008. Sulandra K, Nada M, Sarjana P, dan Ekawati. Pengaruh Berbagai Pupuk ZA dan NPK Terhadap Produksi serta Karakteristik Nata de Coco. Laporan Penelitian Universitas Udayana. Denpasar. 2000. Ginanjar RA. Pengaruh Penambahan Sumber Karbon (sukrosa dan glukosa) dan Pengenceran Medium Fermentasi terhadap Kualitas Natade Pina. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 2000. Hubeis M, Arsatmojo E & Suliantri. Formulasi Pembuatan Nata De Pina. Bulletin Teknologi & Industri Pangan. Vol. VII. No. 2. Bogor. 1996. Hidayat T. Potensi Nata De Coco Pada Proses Pembuatan Kertas. Jurnal Riset Industri dan Perdangangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan, Jakarta. 2003. Ross P, H Weinhouse, Y Aloni, D Michaeli, P Weinberger-Ohana, R Mayer, S Braun, E De Vroom, GA Van Der Marel, JH Van Boom & M Benziman. Regulation of cellulose synthesis in Acetobacter xylinum by cyclic diguanylic acid. Nature. 1987. 325: 279–281. Nadiyah, Krisdianto dan Aulia Ajizah. Kemampuan Bakteri Acetobacter xylinum Mengubah Karbohidrat Pada Limbah Padi (Bekatul) Menjadi Selulosa. Bioscientiae, Vol. 2, No. 2, Hal. 37 – 47 Diakses dari http://bioscientiae.tripod.com. 2005. Pambayun R. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta. 2002. Prasetyana F. Pembuatan Nata de Aqua Tinjauan dari Jenis dan Sumber Nitrogen (Urea, NPK dan ZA). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian.Universitas Brawijaya. Malang. 2002. Rahadiyanto F. Pembuatan Nata De Aqua: Tinjauan dari Jenis Gula dan Konsentrasi Diamonium Hidrogen Fosfat terhadap Kualitas Nata yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. 2001. Widia. Pengolahan Nata de pine. Laporan Penelitian. LP Unsri. Tidak dipublikasikan. Hal 15. 1984.
20 14. Susanto, Rangga, Adhitia dan Yuniata. Pembuatan Nata dari Kulit Nenas Kajian dari Sumber Karbon dan Pengenceran Medium Fermentasi. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 1(2), hal. 50–56. 2000. 15. Billmeyer FW. Textbook of Polymer Science. Jonh Willey. New York. 1984.
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 16–20 16. Sunarso. Pengaruh Keasaman terhadap Ketebalan Felikel Nata de Coco. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. 1992. 17. Fardiaz S. Teknologi Pengawetan Starter Kultur Nata untuk Pengembangan Industri Nata dari Berbagai Limbah Pertanian. Laporan Penelitian. IPB, Bogor. 1992.
21
Implementasi Pengolah Citra untuk Navigasi Autonomous Mobile Robot (Implementation of Image Processing for Autonomous Mobile Robot Navigation) Suryadhi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah
ABSTRAK
Robot yang bergerak secara otomatis dan memiliki kemampuan untuk memutuskan arah sendiri untuk dilalui, dapat dibuat dengan memberikan penglihatan kepada robot. Penglihatan robot dapat dibuat dengan menyediakan kamera. Arah yang akan dilalui oleh robot dilakukan dengan mengolah gambar yang diambil dengan kamera menggunakan gambar digital. Gambar yang diproses adalah gambar yang memiliki pola tertentu yang telah diberi makna tertentu dalam program sebagai arah. Gambar yang diambil oleh kamera robot secara berkala dikirim ke komputer melalui media nirkabel untuk diproses. Setelah pengolahan citra dilakukan pada hasil komputer akan dikirim ke robot menggunakan nirkabel media. Data dari proses ini komputer akan diproses oleh mikrokontroler dalam robot untuk bergerak maju atau belok kiri atau belok kanan. Kata kunci: penglihatan robot, pengolah citra, mikrokontroller ABSTRACT
Robots that move automatically and have the ability to decide its own direction to be passed, can be made by giving sight to the robot. Robot vision can be made by providing a camera. Direction to be traversed by the robot is done by processing the images captured by the camera uses image processing technology. The processed image is an image that has a certain pattern that has been given a specific meaning within the program as the directions. Pictures taken by the robotic camera is periodically sent to the computer via the wireless media to be processed. After image processing is done on the computer results will be sent to the robot using the media wireless. Data from this computer process will be processed by the microcontroller in the robot to move forward or turn left or turn right. Key words: robot vision, image processing, microcontroller
PENDAHULUAN
Penggantian fungsi manusia dengan robot dalam berbagai bidang pekerjaan saat ini sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Hal ini diharapkan dengan adanya robot dapat jauh memperingan pekerjaan manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam proses produksi, hiburan atau pekerjaan sehari-hari. Di negara-negara maju, robot tidak hanya digunakan untuk kebutuhan industri, akan tetapi sudah mengarah sebagai alat pembantu manusia. Sehingga beban yang ditanggung oleh manusia akan semakin ringan. Ini dapat kita lihat pada sebuah perangkat yang bekerja sendiri secara otomatis tanpa bantuan manusia. Seperti contoh yaitu sebuah mobil autopilot komputer yang ada. Mobil tersebut dapat mengenali dan mengetahui arah jalan dan mengambil keputusan yang terbaik atas perintah manusia. Prinsip dari mobil autopilot ini sendiri adalah dengan bantuan pengolahan citra dalam pengambilan keputusan. Penggunaan kamera (digital) dalam dunia robotik dikenal sebagai robotics vision. Seperti halnya pada mata manusia, kamera dapat didisain sebagai mata
pada robot. Dengan mata, robot dapat lebih leluasa “melihat” lingkungannya sebagaimana manusia. Dalam dua dasawarsa terakhir ini teknologi robotics vision berkembang sangat pesat. Kemajuan ini dicapai berkat perkembangan teknologi chip IC yang makin kompak dan cepat dan kemajuan di bidang komputer (sebagai pengolah), baik perangkat keras maupun perangkat lunak.1 Agar objek yang ditangkap oleh kamera dapat dimengerti oleh robot maka dibutuhkan pengolahan citra (Image Processing). Pengolahan Citra akan merubah objek yang ditangkap oleh kamera menjadi citra digital yang berbentuk data numeris yang dapat diolah dengan komputer. Suatu citra digital melalui pengolahan citra digital menghasilkan citra digital yang baru, termasuk di dalamnya adalah perbaikan citra dan peningkatan kualitas citra (image enhancement). Sedangkan analisis citra digital (digital image analysis) menghasilkan suatu keputusan atau suatu data, termasuk di dalamnya adalah pengenalan pola (pattern recognition).2 Dalam penelitian ini menggunakan metode pengenalan gambar yang diidentifikasi sebagai bentuk
22
pola untuk diproses datanya, serta mengidentifikasi pola gambar sebagai penuntun robot dalam mengambil arah. Untuk pengendalian mobile robot jarak jauh menggunakan sistem wireless, sehingga pergerakan robot sendiri akan lebih fleksibel.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga bagian. Pada bagian pertama dibahas mengenai perencanaan sistem pergerakan robot. Yang kedua adalah perencanaan perangkat keras (hardware) yang dibuat. Perencanaan perangkat keras dimulai dengan perencanaan secara diagram blok terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan merancang rangkaian dari masing-masing blok dan mengintegrasikannya menjadi suatu rangkaian yang lengkap. Sedangkan pada bagian yang ketiga akan dibahas tentang perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengontrol atau mengendalikan perangkat keras dari keseluruhan sistem. Perencanaan Sistem Pergerakan Robot
Mobile robot memerlukan suatu penggerak agar dapat berpindah. Beberapa jenis penggerak pada mobile robot antara lain: Mobile robot yang digerakkan dengan roda dan terdapat dua penggerak yang bekerja secara diferensial. Ini adalah model yang umum untuk mobile robot dengan biaya yang murah, misal menggunakan motor DC atau servo motor; Mobile robot yang digerakkan dengan rodadan terdapat satu penggerak serta satu kemudi; Mobile robot yang digerakkan dengan pergerakkan seperti kaki.3
Gambar 1. Diagram Blok pada Pengontrol
Gambar 2. Diagram Blok pada Robot
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 21–27
Pada penelitian ini digunakan motor DC sebagai penggerak yang akan menggerakkan roda pada robot. Perencanaan Perangkat Keras
Sistem perangkat keras di sini dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada pengontrol dan pada robot. Pada sistem pengontrol terdiri dari rangkaian switching driver rangkaian transmitter mobil RC serta rangkaian transmitter mobil RC sendiri. Pada bagian robot terdiri dari sensor GP2D12, perangkat mikrokontroller, driver motor, rangkaian receiver mobil RC. Piranti pendukung untuk penelitian ini berupa kamera digital yang berfungsi sebagai indera penglihatan bagi komputer untuk mengenali pola, di sini jenis kamera sangat berpengaruh terhadap proses pengolahan image. Kemampuan kamera digital diukur dari resolusi tangkapan gambarnya dalam pixels/inch atau pixels/cm. Makin besar resolusinya makin ukuran hasil tanggapan gambarnya. Namun untuk aplikasi kontrol dalam robotic vision, resolusi yang makin besar justru membuat kecepatan akses kontroller menjadi menurun. Makin tinggi resolusinya akan makin besar data gambar (citra) yang harus diidentifikasi dan diolah oleh komputer, sehingga program akan bekerja lebih lama.1 Perencanaan Rangkaian ADC 0804
Dalam perancangan dan pembuatan alat ini menggunakan ADC 0804. IC ini berfungsi untuk mengubah besaran analog menjadi digital 8 bit. Secara Prinsip ADC mempunyai pin-pin penting sebagai berikut:4 - CS : Chip Select, digunakan untuk mengaktifkan dan mengnonaktifkan ADC. Pada ADC0804, CS aktif low sehingga perlu diberi sinyal low untuk aktif.
Suryadhi: Implementasi Pengolah Citra untuk Navigasi Autonomous Mobile Robot
23
Gambar 3. Rangkaian ADC 0804
-
-
-
WR : Write, jika pada pin ini diaktifkan maka memerintahkan ADC untuk mulai mengkonversi nilai analog yang diberikan ke ADC menjadi bit-bit digital. Pada ADC0804, WR bersifat aktif low. RD : Read, jika pin ini diaktifkan berarti akan mengambil/membaca hasil konversi yang telah dilakukan ADC, pulsa RD diberikan jika ADC sudah diberikan sinyal interrupt pada pin INTR yang menandakan proses konversi sudah selesai. Namun adakalanya tidak perlu menunggu sinyal INTR dari ADC, cukup diberi delay pada program dengan asumsi selama delay tersebut ADC sudah selesai mengkonversi, baru kemudian dikeluarkan sinyal RD untuk mengambil hasil konversi. Pada ADC0804, RD bersifat aktif low. INTR : Interrupt, sering juga disebut EOC (End of Conversion). Pin ini akan mengeluarkan pulsa aktif jika ADC sudah selesai mengkonversi data analog ke digital. Sehingga bisa menjadi pemicu bagi pin RD untuk mulai membaca hasil konversi.
Mode kerja IC ini ada beberapa macam di antaranya adalah mode WR-RD, yaitu: WR = 1, RD = 1 WR = 0, RD = 1 WR = 1, RD = 1 Apakah INT = 0, jika tidak tunggu dan jika ya ambil datanya dengan memberi WR = 1, RD = 1 WR = 1, RD = 1 Output dari ADC akan dikirim ke port 1 mikrokontroler dan clock dari ADC diatur oleh port 3.0 yang ada di mikrokontroler. Perancangan Interfacing I/O
Mikrokontroller AT89C51 mempunyai 40 kaki, 32 kaki di antaranya untuk keperluan Port paralel. Satu Port paralel terdiri dari 8 kaki, dengan demikian 32 kaki
tersebut membentuk 4 buah port paralel, yang masingmasing dikenal sebagai Port 0, Port 1, Port 2 dan Port 3. Nomor dari masing-masing jalur (kaki) dari Port paralel mulai dari 0 sampai 7, jalur (kaki) pertama Port 0 disebut sebagai P0.0 dan jalur terakhir untuk Port 3 adalah P3.7.5 Rangkaian I/O dari mikrokontroller mempunyai kontrol direksi yang tiap bitnya dapat dikonfigurasikan secara individual, maka dalam pengkonfigurasian I/ O yang digunakan ada yang berupa operasi port ada pula yang dikonfigurasi tiap bit I/O. Berikut ini akan diberikan konfigurasi dari I/O mikrokontroller tiap bit yang ada pada masing-masing port yang terdapat pada mikrokontroller AT89S51. Port 1 Pin-pin pada port ini digunakan untuk menerima input dari ADC, sehingga mikrokontroller menglah data biner ADC untuk sensor GP2D12. Port 2 Port ini digunakan untuk input dari rangkaian receiver RC. Port 2.0 untuk input motor berjalan mundur Port 2.1 untuk input motor belok kanan Port 2.2 untuk input motor belok kiri Port 2.3 untuk input motor berhenti Port 3 Pada port ini mikrokontroller mengatur driver motor DC yaitu L293D, agar sesuai dengan program dan memberikan clock pada ADC. Port 3.0 untuk input WR pada ADC Port 3.1 untuk input EN1 pada L293D Port 3.2 untuk input IN1 pada L293D Port 3.3 untuk input IN2 pada L293D Port 3.4 untuk input EN2 pada L293D Port 3.5 untuk input IN3 pada L293D Port 3.6 untuk input IN4 pada L293D
24
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 21–27
Gambar 4. Rangkaian Minimum Sistem Perencanaan Perangkat Lunak
Gambar 5. Diagram alir gerak robot Algoritma Sistem
Ketika robot aktif, robot akan memproses sensor halangan, apakah ada halangan atau tidak. Jika tidak ada robot akan maju tapi jika ada halangan robot akan memproses kamera, pola apakah yang dimaksud. Jika
pola segitiga maka robot akan mundur, jika pola lingkaran robot akan belok kanan, jika pola yang dimaksud kotak robot akan belok kiri, tapi jika tidak ada pola robot akan berhenti. Berikut pola yang akan diproses oleh kamera.
Suryadhi: Implementasi Pengolah Citra untuk Navigasi Autonomous Mobile Robot
25
Gambar 6. Pola yang akan digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut hasil pengujian software yang di buat terhadap pengenalan pola lingkaran dengan menscanning warna hitamnya. Gambar 8. Tampilan pengolahan kotak pada program
Dari hasil percobaan sebanyak 10 kali dapat dilihat persentase pada Tabel 2 bahwa nilai ralat nisbi yang didapat dalam pengujian tersebut adalah 2,27% dengan kata lain persentase kesaksaman adalah hanya 97,73%. Berikut tampilan pengujian pengenalan segitiga beserta analisisnya.
Gambar 7. Tampilan pengolahan lingkaran pada program
Dari hasil percobaan sebanyak 10 kali dapat dilihat persentase pada Tabel 1 bahwa nilai ralat nisbi yang didapat dalam pengujian tersebut adalah 4,89% dengan kata lain persentase kesaksamaan adalah hanya 95,11%. Berikut tampilan pengujian pengenalan kotak beserta analisisnya.
Gambar 9. Tampilan pengolahan segitiga pada program
Tabel 1. Tabel hasil pengujian pengenalan pola lingkaran. Percobaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pola Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran Lingkaran
Keterangan Belok kanan Belok kanan Belok kanan Belok kanan Belok kanan Belok kanan Belok kanan Belok kiri Belok kiri Belok kiri
Hasil Scanning 7125 7167 7877 7934 8099 7544 9901 10202 10226 10204
(x-X) -1502.9 -1460.9 -750.9 -693.9 -528.9 -1083.9 1273.1 1574.1 1598.1 1576.1
(x-X)2 2258708 2134229 563850,8 481497,2 279735,2 1174839 1620784 2477791 2553924 2484091
26
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 21–27
Tabel 2. Tabel hasil pengujian pengenalan kotak. Percobaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pola Kotak Kotak Kotak Kotak Kotak Kotak Kotak Kotak Kotak Kotak
Keterangan Belok kiri Belok kiri Belok kiri Belok kiri Belok kiri Belok kanan Belok kanan Belok kanan Belok kiri Belok kiri
Hasil Scanning 11051 10899 11011 10888 11899 9995 9987 9996 11877 11976
(x-X) 93,1 -58,9 53,1 -69,9 941,1 -962,9 -970,9 -961,9 919,1 1018,1
(x-X)2 8667,61 3469,21 2819,61 4886,01 885669,2 927176,4 942646,8 925251,6 844744,8 1036528
Hasil Scanning 2508 2689 2779 2899 2855 2764 3763 7007 7009 7004
(x-X) -1619,7 -1438,7 -1348,7 -1228,7 -1272,7 -1363,7 -364,7 2879,3 2881,3 2876,3
(x-X)2 2623428 2069858 1818992 1509704 1619765 1859678 133006,1 8290368 8301890 8273102
Tabel 3. Tabel hasil pengujian pengenalan segitiga. Percobaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pola Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga Segitiga
Keterangan Mundur Mundur Mundur Mundur Mundur Mundur Mundur Belok kanan Belok kanan Belok kanan
Dari hasil percobaan sebanyak 10 kali dapat dilihat persentase pada Tabel 3 bahwa nilai error ralat nisbi didapat dalam pengujian tersebut adalah 15,34% dengan kata lain persentase kesaksamaan adalah hanya 84,57%. Pengujian Sistem Keseluruhan
Berikut adalah tabel hasil pengujian sistem secara keseluruhan setelah robot diintegerasikan dengan kamera. Tabel 4. Tabel hasil pengujian sistem secara keseluruhan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pola Lingkaran Kotak Segitiga Lingkaran Kotak Segitiga Lingkaran Kotak Kotak Segitiga
Keterangan Robot belok kanan Robot belok kanan Robot mundur Robot belok kiri Robot belok kiri Robot mundur Robot tidak bergerak Robot bergerak kanan Robot belok kiri Robot mundur
KESIMPULAN
1. Ralat nisbi dari 10 kali percobaan adalah lingkaran 4,89%, kotak 2,27% dan segitiga 15,34%. Sedangkan tingkat keseksamaan dari percobaan tersebut adalah lingkaran 95,11%, kotak 97,73% dan segitiga 84,57%. 2. Error disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya: - Faktor pencahayaan sangat menentukan keakuratan dalam pengolahan image. - Posisi kamera dengan pola yang dicapture sangat memengaruhi hasil pengolahan image. 3. Meskipun pada kondisi yang telah ditentukan, terkadang juga terjadi error pada pengolahan image di antaranya sumber tegangan pada komponen elektroniknya, juga kondisi mekanik yang memengaruhi pergerakan robot.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
Pitowarno, Endra. Robotika: Desain, Kontrol dan Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Andi Offset. 2006 Achmad, Balza dan Firdausy, Kartika, Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi, Yogyakarta, Ardi Publishing. 2005.
Suryadhi: Implementasi Pengolah Citra untuk Navigasi Autonomous Mobile Robot 3. 4.
Budiharto, Widodo. Belajar Sendiri Membuat Robot Cerdas. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2006. Widodo, Romy Budhi dan Irawan, Joseph Dedy. Interfacing Paralel dan Serial Menggunakan Delphi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
5.
27
Putra, Agfianto Eko, Mikrokontroler AT89C51/52/55 (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Gava Media. 2003.
28
Kekuatan Bending Material Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) sebagai Lapisan Luar untuk Konstruksi Kapal Kayu (Bending Strength Material Laminate Bamboo Betung (Dendrocalamus Asper) as External Layer Wood Construction to Ship) Nur Yanu Nugroho, Akhmad Basuki Widodo, dan Nanang Hariyanto Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah, Surabaya
ABSTRAK
Bambu telah cukup lama dikenal sebagai salah satu bahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Indonesia sebagai salah satu negara tropis memiliki hasil bambu yang cukup melimpah. Sampai saat ini, penggunaan bambu untuk konstruksi khususnya bidang perkapalan masih relatif sangat kecil. Dengan adanya teknologi laminasi, diharapkan pemanfaatan bambu dapat digunakan untuk struktur konstruksi kapal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kekuatan tekuk (bending) dari masing-masing spesimen laminasi bambu Betung dengan kayu Jati, bambu Betung dengan kayu Kering, dan bambu Betung dengan kayu Bangkirai. Spesimen untuk pengujian tekuk dibuat dengan berbagai variasi, yang terdiri atas: spesimen kayu Jati solid, laminasi 3 lapisan, dan laminasi 5 lapisan. Bentuk dan ukuran spesimen menggunakan standar JIS (Japanese Industrial Standard) untuk pengujian tekuk. Dari variasi spesimen menunjukkan bahwa laminasi bambu Betung mempunyai sifat mekanik dan juga sifat kelelahan bahan yang lebih baik dibandingkan dengan spesimen kayu Jati (solid). Hasil pengujian tekuk menunjukkan bahwa laminasi bambu Betung dengan kayu Bangkirai (5 lapisan) yang diberi pembebanan vertikal mengalami defleksi sebesar 17,07%, lebih baik dari kayu Jati (solid). Laminasi bambu Betung dengan kayu Jati (3 lapisan), diberi pembebanan horisontal memiliki elastisitas sebesar 15,91% yang lebih baik dibandingkan dengan kayu Jati (solid). Sedangkan untuk tegangan patah, laminasi bambu Betung dengan kayu Bangkirai (5 lapisan) dengan pembebanan vertikal memiliki nilai 19,71%, lebih baik daripada kayu Jati (solid). Dari data pengujian dapat disimpulkan bahwa laminasi bambu Betung (Dendrocalamus Asper) yang menjadi bahan alternatif untuk konstruksi kapal kayu, mempunyai sifat mekanis yang baik jika dibandingkan dengan kayu Jati (Tectona Grandis Lf.) baik secara teknis maupun ekonomis. Kata kunci: kekuatan bending, laminasi bambu betung, kapal kayu ABSTRACT
Bamboo has long been recognized as one of the materials that can be used for various purposes. Indonesia as a tropical country has abundant bamboo results. Until recently, the use of bamboo for construction, especially the field of shipbuilding is still relatively very small. With the technology laminates, bamboo utilization is expected to be used for the construction of the ship structure. The purpose of this study to determine the bending strength of each specimen laminated Betung bamboo with Teak, Betung bamboo with Keruing wood, and Betung bamboo with Bangkirai wood. Specimens for bending tests made with different variations, which consists of: Teak solid wood specimens, 3 layer lamination, and lamination of 5 layers. The shape and size of the specimen using the standard JIS (Japanese Industrial Standard) for bending test. Variation of the specimens showed that the laminated Betung bamboo also have the mechanical properties and fatigue properties of the material better than Teak wood specimens (solid). Test results bending examination show that the laminated Betung bamboo with Bangkirai wood (5 layers) are given vertical load have deflection by 17.07%, better than Teak wood (solid). Betung bamboo laminated with Teak wood (3 layers), given a horizontal loading has an elasticity of 15.91% which compares favorably with Teak wood (solid). As for the fracture stress, laminate Betung bamboo with Bangkirai wood (5 layers) with vertical loading has a value of 19.71%, better than Teak wood (solid). From the test data can be concluded that the laminate Betung bamboo (Dendrocalamus Asper), which became an alternative material for construction of timber ships, has good mechanical properties when compared with Teak wood (Tectona Grandis Lf.) both technically and economically. Key words: bending strength, bamboo betung laminate, wooden ship
PENDAHULUAN
Dengan semakin terbatasnya bahan baku kayu untuk pembangunan kapal maka perlu dilakukan usaha untuk mencari material alternatif sebagai pengganti pemakaian
kayu secara ekonomis. Pembangunan kapal dibedakan menurut metode dan teknik pembangunannya, yaitu kapal kayu konvensional dan kapal kayu laminasi. Munculnya teknologi laminasi merupakan jawaban dari semakin berkurangnya persediaan bahan baku kayu dan
Nugroho, dkk.: Kekuatan Bending Material Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
keinginan untuk mendapatkan material yang memiliki karakteristik mekanik yang lebih baik (Jones, 1987). Dalam teknologi laminasi harus ditentukan bahwa konstruksi yang dilaminasi harus kayu yang cukup kering. Untuk konstruksi galar balok-balok geladak, kelembapan yang diijinkan maksimal 10%. Kayu yang akan dilem satu sama lain harus mempunyai kelembapan yang kurang lebih sama. Kapal yang konstruksinya dilem harus dibangun dalam ruang tertutup dengan suhu ratarata dalam ruangan minimal 15° C dan kelembapannya tidak boleh kurang dari 65%, dan harus dihindari adanya angin.1 Penelitian tentang material laminasi antara bambu Betung sebagai lapisan luar dengan kayu Jati, kayu Bangkirai, dan kayu Keruing yang memenuhi standar klasifikasi, diharapkan nantinya dapat digunakan pada industri perkapalan khususnya untuk pembangunan kapal kayu. Sehingga pembangunan kapal kayu tidak tergantung dari ketersediaan bahan kayu yang ada. Laminasi dapat didefinisikan sebagai susunan beberapa papan atau bilah kayu yang dipadukan satu sama lain dengan menggunakan perekat khusus (Manik, 1998). Pengujian bending untuk mengetahui sifat kekuatan bending terhadap beban/tekanan. Prinsip kerja dari pengujian bending yaitu benda uji diletakkan di mesin secara horisontal. Kemudian benda uji tersebut diberi beban sampai benda uji tersebut patah, dari hasil tersebut didapatkan data berapa tingkat kekuatan bending dari benda uji tersebut. Keunggulan kayu sebagai bahan pembangunan kapal adalah mudah dalam pekerjaan. Dibandingkan dengan bahan lainnya, kayu relatif tidak mahal dan mempunyai nilai estetika yang tinggi dibandingkan dengan kapal yang dibuat dari bahan lain seperti dari aluminium, baja ataupun fiberglass.2 Disamping kebutuhan kayu sebagai bahan pembangunan kapal yang semakin meningkat, dengan bertambahnya jumlah penduduk kebutuhan kayu untuk keperluhan perumahan mengalami kenaikan yang sangat signifikan (Perum Perhutani, 2008). Hal ini menyebabkan harga kayu khususnya kayu jati, semakin mahal dan semakin sulit untuk didapatkan. Salah satu alternatif pengganti kayu Jati adalah dengan menggunakan bambu Betung. Alasan penggunaan bambu betung untuk keperluan struktur perkapalan sebagai pengganti kayu jati adalah: bambu betung mempunyai sifat mekanik yang baik, ringan, mudah dalam penanganan dan pengerjaannya, mudah didapat serta murah harganya.2 Di samping keunggulan tersebut, bambu betung mempunyai sifat ulet, lurus, rata, keras dan mudah untuk dijumpai di mana-mana.2 Batang bambu berbentuk bulat silindris dengan beberapa buku (bamboo node) di setiap batangnya. Sedangkan bagian antara buku yang satu dengan buku yang lainnya disebut dengan buluh bambu (bamboo wall). Setiap batang bambu mempunyai jumlah buku dan panjang antarbuku yang berbeda.2 Bambu merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh (fast growing) dan pada
29
Gambar 1. Pohon Bambu Betung yang Tinggi dan Lurus.
umur 3–6 tahun sudah dapat dipanen.2 Secara umum, pada awal pertumbuhannya bambu mampu tumbuh ratarata sampai 5 centimeter untuk setiap jamnya. Komposisi batang bambu terdiri dari bagian luar (exsternal layer), bagian dalam (internal layer) dan bagian tengah (middle layer). Bagian luar bambu merupakan bagian yang mempunyai kekuatan tarik paling tinggi. Hal ini disebabkan adanya kulit bambu yang sangat keras dan kuat. Sedangkan bagian yang terlemah adalah bagian dalam (lihat Gambar 2).
Gambar 2. Susunan Struktur Bambu.2
Menurut Widodo (2007), bahwa sifat fisik dan sifat mekanik bambu dipengaruhi oleh posisi dalam bambu dan jenis bambu. Selain itu sifat mekanik bambu juga dipengaruhi oleh umur bambu dan tempat tumbuh bambu. Kuat tarik bambu paling tinggi dekat dengan kulit (eksternal) dan akan semakin menurun menuju kebagian dalam (internal). Perbedaan lain antara kayu dan bambu adalah kerusakan yang terjadi setelah menerima beban. Pada kayu kerusakan yang terjadi berupa patah atau terputusnya serat pembentuk kayu, sehingga saat terjadi putusnya serta kayu, maka kayu sudah mengalami kerusakan walaupun hanya beberapa serat kayu saja. Sedangkan pada bambu, kerusakan berupa lepasnya serat pembentuk bambu tetapi tidak sampai terjadi patah atau putusnya serat pembentuk bambu. Sifat kerusakan pada bambu tersebut merupakan satu penyebab bambu mempunyai kuat tarik yang sangat baik dibandingkan dengan kayu.2
30
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 28–35
Selain bambu memiliki kelebihan-kelebihan, bambu juga mempunyai beberapa kelemahan (drawback). Salah satu kelemahan bambu adalah adanya buku (node) yang terdapat pada setiap batangnya. Buku bambu merupakan struktur serat bambu yang arah seratnya tidak lurus seperti arah serat pada batang bambu. Kelemahan buku bambu dapat diperbaiki dengan sistem atau konstruksi laminasi. Menurut Widodo (2007), bahwa salah satu kelebihan laminasi adalah meningkatkan sifat atau kekuatan dari material yang sama. Kelemahan bambu yang lain adalah bambu mudah diserang oleh binatang laut, serangga atau rayap perusak kayu. Tipe kerusakan yang disebabkan oleh serangga ini adalah membuat lubang-lubang (holes) pada bambu, sehingga akan menurunkan kekuatan bambu.2 Tetapi ada beberapa cara perlakuan atau treatment dengan pemberian bahan pengawet, bambu mampu bertahan lama sampai 20 tahun terhadap serangga ataupun pelapukan. Salah satu syarat material pembuatan kapal kayu harus mempunyai sifat
mekanik yang tinggi tetapi mempunyai berat yang ringan serta mempunyai elastisitas yang baik. Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan performance kapal.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan eksperimen pengujian tekuk (bending test), susunan layer komposit antara lain: bambu Betung dengan kayu Jati (3 lapis dan 5 lapis), bambu Betung dengan kayu Bangkirai (3 lapis dan 5 lapis), bambu Betung dengan kayu Keruing (3 lapis dan 5 lapis), kayu Jati murni (3 lapis dan 5 lapis), bambu Betung murni (3 lapis dan 5 lapis), dan kayu Jati berbentuk balok (solid). Standar uji yang digunakan adalah JIS Z (Japanese Industrial Standard) 2113, pengujian bending statik dengan ukuran benda uji 20 × 20 × 320 (mm), a = 20 mm dan panjang span 14a = 280 mm. Pengujian tekuk (bending test) dilakukan
Gambar 3. Spesimen dan Dimensi Pengujian Tekuk (Three Point Bending). Keterangan: Panjang Lebar Tebal Span
: 320 mm : 20 mm : 20 mm : 280 mm
Gambar 4. Model Penampang Spesimen dari Masing-masing Laminasi.
Nugroho, dkk.: Kekuatan Bending Material Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
31
Tabel 1. Jumlah spesimen pada pengujian tekuk (bending test) secara horisontal. Solid/ Laminasi 1 3 5
Jati
Bambu & Jati
Bambu & Bangkirai
Bambu & Keruing
Bambu
2× 2× 2×
2× 2×
2× 2×
2× 2×
2× 2×
Tabel 2. Jumlah spesimen pada pengujian tekuk (bending test) secara vertikal. Solid/ Laminasi 1 3 5
Jati
Bambu & Jati
Bambu & Bangkirai
Bambu & Keruing
Bambu
2× 2×
2× 2×
2× 2×
2× 2×
2× 2×
untuk mengetahui sifat kekenyalan dari bahan (material) terhadap lengkungan. Prinsip kerja uji tekuk (bending test) batang uji pada bagian tengahnya diberi pendulum, kemudian ditekan sampai benda uji tersebut patah atau melengkung. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan pada Gambar 3. Jumlah spesimen untuk uji tekuk (bending test) secara horisontal yaitu sebanyak 22 buah dan untuk uji tekuk secara vertikal sebanyak 20 spesimen. Data mengenai spesimen uji tekuk ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Pengujian tekuk (bending test) dilakukan sejajar dengan garis rekat, di mana susunan layer yang demikian diharapkan dapat memperoleh data yang valid dari uji tekuk. Pemilihan perekat kayu yang digunakan adalah lem Phenol Formaldehyde Adhesive (PA-302), karena lem ini termasuk jenis perekat WBP (Weatherproof and Boilingproof). Perekat jenis ini mempunyai bahan dasar Phenol yang mempunyai dua komponen, yaitu lem PA302 dan filler. Perbandingan campuran kedua komponen tersebut adalah PA-302 = 220–250 gr dan filler = 75 gr, dengan viscosity (33° C) = 18–22 Poise. Spesification Ph (pH meter/25° C) Viscosity (Poise/25° C)
Gambar 5. PAI-302 dan Filler
: 10,0–13,6 : 1,5–3,0
Spesific Gravity (25° C) : Resin Content (%/135° C) : Cure Time (min./135° C) : Water Solubility (x/25° C) : Standing Time : Cold Press Time : Pressure : Open Assembly Time : Hot Press Time : Pressure : Temperature : Temperature Veneer :
1,180–1,200 41,0–43,0 6–16 more than powder (HP-1) 1–3 hours 20–30 minutes 10 kg/cm² 10 minute max 60 second/mm plywood 10 kg/cm² 130–135° C max 40° C
Dari pengujian tekuk (bending test) dapat diperoleh data dari masing-masing spesimen yang selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperoleh hasil komposisi laminasi yang paling baik. Perhitungan yang dilakukan meliputi: 1. Ukuran benda uji 3.ΔP.L 2. MPL = kg/cm2 2.b.h2
32
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 28–35
ΔP.L3 3. MOE = 4ΔYb.h3 kg/cm2 3BL 4. MOR = 2b.h2 kg/cm2 di mana: MPL = MOE = MOR = ΔP = L = ΔY = b = h = B =
Tegangan proporsional (kg/cm2) Keteguhan lentur (kg/cm2) 2 Modulus patah (kg/cm ) Beban di bawah batas proporsi (kg) Jarak sangga contoh uji (cm), (28 cm) Defleksi yang terjadi akibat beban P (cm) Lebar penampang contoh uji (cm) Tinggi penampang contoh uji (cm) Beban maksimum sampai patah (kg)
Gambar 6. Hasil Pengujian Kelenturan Bending Statik (Static Bending) pada Modulus Proportional Limit (MPL), (N/mm²).
Untuk dapat menganalisa data yang diuji di laboratorium pengujian, dapat dirumuskan dengan pendekatan statistik diskriptif. Pendekatan tersebut diharapkan dapat membuktikan bahwa dengan adanya variasi banyaknya lapisan laminasi akan berpengaruh pada kekuatan tekuk material komposit laminasi yang diuji.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesimen yang terdiri dari beberapa variasi laminasi sebelum dilakukan pengujian tekuk terlebih dahulu dilakukan pengukuran untuk mencari garis tengah yang membagi dua sama panjang. Garis tengah ini digunakan untuk memudahkan penempatan letak pendulum beban, sehingga beban berada tepat di tengah spesimen dan beban terdistribusi secara merata di sepanjang spesimen tersebut. Dari hasil pengujian tekuk didapatkan data-data tentang tegangan proporsi, tegangan patah, dan modulus elastisitas seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
Gambar 7. Hasil Pengujian Kelenturan Bending Statik (Static Bending) pada Arah Pembebanan yang Berbeda (Horisontal dan Vertikal), (%). Keterangan: J : Jati, BB : Bambu Betung, K : Keruing, BK : Bangkirai
Tabel 3. Hasil pengujian tekuk (bending) statik (kg/cm2). No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Model Spesimen BB 5 Lapis BB 3 Lapis BB + KJ 5 Lapis BB + KJ 3 Lapis BB + KK 5 Lapis BB + KK 3 Lapis BB + KB 5 Lapis BB + KB 3 Lapis KJ 5 Lapis KJ 3 Lapis KJ Solid
MPL Horisontal 185,7376 177,4922 146,2623 185,5272 185,3842 159,5514 147,8381 140,0425 158,1524 183,7563 192,5683
Vertikal 186,266 144,5551 170,7602 151,9926 137,031 174,9798 225,4472 172,8619 171,8824 167,7869
MOE (× 1000) Horisontal Vertikal 6182,2931 5466,903 6348,556 5827,565 3559,147 4288,866 7925,4 5086,955 5286,941 5474,622 5005,35 6477,45 7625,802 6031,195 6572,257 6924,516 4561,759 5011,522 5010,769 5210,201 6837,598
MOR Horisontal 609,1341 528,9601 609,0409 597,5421 565,8651 488,3622 521,1374 458,2283 442,996 505,2743 563,0795
Vertikal 594,667 424,5445 502,9291 460,5148 437,8834 514,6217 674,0174 551,7372 475,6256 526,9521
Keterangan: BB : Bambu Betung, KJ : Kayu Jati, KK : Kayu Keruing, KB : Kayu Bangkirai, MPL : Modulus Proportional Limit, MOE : Modulus of Elasticity, MOR : Modulus of Rupture
Nugroho, dkk.: Kekuatan Bending Material Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
33
Tabel 4. Hasil perbandingan pengujian bending statik dengan kayu Jati solid (%). Model Spesimen Jati Bambu betung Bambu Betung & Jati Bambu Betung & Keruing Bambu Betung & Bangkirai
3 5 3 5 3 5 3 5 3 5
MPL Horisontal Vevtikal -4,57% -12,86% -17,87% -10,74% -7,82% -24,93% -3,54% -5,34% -3,65% -21,07% -24,04% -11,32% -17,14% -9,13% -3,73% -28,84% -27,27% -10,23% -23,22% 17,07%
Dari grafik MPL (Modulus Proportional Limit) Gambar 6 dan 7, dapat dilihat bahwa laminasi antara bambu betung dan kayu bangkirai 5 lapis menunjukkan perbaikan kekuatan material yaitu sebesar 17,07% lebih baik dari kayu jati solid. Dengan pola pembebanan secara vertikal mempunyai batas kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembebanan secara horisontal. Dalam konstruksi kapal kayu, untuk pembentukan lambung atau badan kapal diperlukan material yang mempunyai elastisitas yang tinggi, hal ini akan cocok untuk bentuk kapal yang melengkung (streamline). Sedangkan komponen yang banyak menahan beban seperti pada gading, balok geladak dan balok galar memerlukan kekakuan yang tinggi. Demikian juga pada komponen lunas (linggi) memerlukan elastisitas yang tinggi karena kondisi kapal pada saat sagging dan hogging harus mampu menahan beban dari luar.2
Gambar 8. Hasil Pengujian Kelenturan Bending Statik (Static Bending) pada Modulus of Elasticity (MOE), (N/mm²).
Gambar 9. Hasil Pengujian Kelenturan Bending Statik (Static Bending) pada Arah Pembebanan yang Berbeda (Horisontal dan Vertikal), (%). Keterangan: J : Jati, BB : Bambu Betung, K : Keruing, BK : Bangkirai
Tabel 5. Hasil perbandingan pengujian bending statik dengan kayu Jati solid (%). Model Spesimen Jati Bambu Betung Bambu Betung & Jati Bambu Betung & Keruing Bambu Betung & Bangkirai
3 5 3 5 3 5 3 5 3 5
MOE (× 1000) Horisontal Vertikal -26,71% -23,80% -33,28% -26,70% -7,15% -14,77% -9,58% -20,04% 15,91% -25,60% -47,94% -37,27% -26,79% -5,26% -22,67% -19,93% -3,88% 1,27% 11,52% -11,79%
Dari grafik MOE (Modulus of Elasticity) Gambar 8 dan 9, dapat dilihat hasil uji kelenturan bending statis sampai batas elastisitas (MOE) dengan pola pembebanan secara horisontal dan vertikal. Batas elastisitas ini menunjukkan bahwa bahan spesimen mampu menahan beban sampai dengan batas elastisitas tanpa mengalami perubahan bentuk maupun penurunan kekuatan. Pada batas ini apabila beban dilepaskan, maka bahan tersebut akan kembali pada bentuk semula. Laminasi bambu betung dan kayu Jati 3 lapis mempunyai elastisitas yang lebih tinggi yaitu sebesar 15,91% lebih baik dari kayu Jati solid. Dengan pola pembebanan secara horisontal mempunyai batas kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembebanan secara vertikal.
34
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 28–35
Gambar 10.
Hasil Pengujian Kelenturan Bending Statik (Static Bending) pada Modulus of Rupture (MOR), (N/ mm²).
Gambar 11.
Hasil Pengujian Kelenturan Bending Statik (Static Bending) pada Arah Pembebanan yang Berbeda (Horisontal dan Vertikal), (%).
Keterangan: J : Jati, BB : Bambu Betung, K : Keruing, BK : Bangkirai
Tabel 6. Hasil perbandingan pengujian bending statik dengan kayu Jati solid (%). Model Spesimen Jati Bambu Betung Bambu Betung & Jati Bambu Betung & Keruing Bambu Betung & Bangkirai
3 5 3 5 3 5 3 5 3 5
MOR Horisontal Vertikal -10,26% -6,41% -21,32% -15,53% -6,05% -24,60% 8,17% 5,60% 6,12% -18,21% 8,16% -10,68% -13,26% -8,60% 0,49% -22,23% -18,62% -2,01% -7,44% 19,71%
Dari grafik MOR (Modulus of Rupture) Gambar 10 dan 11, dapat dilihat bahwa laminasi antara bambu Betung dan kayu Bangkirai 5 lapis menunjukkan perbaikan kekuatan material yaitu sebesar 19,71% lebih baik dari kayu Jati solid. Dengan pola pembebanan
secara vertikal mempunyai batas kelenturan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembebanan secara horisontal. Laminasi atau konstruksi laminasi yang menerima pembebanan secara vertikal mampu menahan beban lebih tinggi, tetapi sukar untuk dibentuk. Sehingga komponen kapal yang membutuhkan bentuk lengkung seperti pada lambung, maka penggunaan laminasi dengan pembebanan secara horisontal lebih cocok dan akan lebih mudah dilaksanakan dalam membentuk lambung kapal. Sedangkan komponen yang memerlukan kekakuan yang tinggi seperti pada balok gelagar dan gading-gading, maka penggunaan laminasi dengan pembebanan secara vertikal akan lebih baik. Kerusakan spesimen laminasi yang terjadi dalam uji bending statis terjadi pada kayunya. Kerusakan tersebut terjadi karena putus atau patahnya serat kayu, baik yang mengalami beban tekan (compression load) maupun pada beban tarik (tension load). Dari hasil pengujian tekuk menunjukkan bahwa kerusakan berupa terlepasnya antarikatan serat, tetapi bukan terjadi pada daerah rekatan (glue line). Hal ini menunjukkan bahwa perekat yang digunakan dalam penelitian ini sudah sesuai dengan persyaratan untuk marine use. Persyaratan perekat yang digunakan dalam bangunan kelautan, yaitu dalam pengujian kerusakan yang terjadi harus pada kayunya, bukan pada garis rekatannya.2 Sedangkan kerusakan pada uji bending yang terjadi pada bambu Betung adalah berupa terlepas ikatan antarserat bambu Betung, bukan putusnya serat bambu Betung seperti yang terjadi pada kayu.
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian tekuk (bending test) menunjukkan bahwa laminasi bambu Betung dengan kayu Bangkirai 5 lapis yang diberi beban secara vertikal mempunyai kelenturan sebesar 17,07% lebih baik jika dibandingkan dengan kayu Jati solid. Laminasi bambu Betung dengan kayu Jati 3 lapis yang diberi beban secara horisontal mempunyai elastisitas sebesar 15,91% lebih baik jika dibandingkan dengan kayu Jati solid. Sedangkan untuk tegangan patah laminasi bambu Betung dengan kayu Bangkirai 5 lapis yang diberi beban secara vertikal mempunyai nilai sebesar 19,71% lebih baik di bandingkan dengan kayu Jati solid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk laminasi yang menerima beban secara vertikal mempunyai kekuatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan laminasi yang menerima beban secara horisontal, tetapi sukar untuk dibentuk. Laminasi yang diberi beban secara vertikal tersebut sangat cocok untuk konstruksi kapal kayu yang membutuhkan kekakuan (stiffness) cukup tinggi seperti pada balok gelagar dan gading-gading. Untuk konstruksi yang menerima beban secara horisontal mempunyai elastisitas yang cukup tinggi di mana pada bagian ini sangat diperlukan untuk bentuk
Nugroho, dkk.: Kekuatan Bending Material Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)
kapal yang streamline seperti pada lambung.1 Apabila dalam konstruksi kapal kayu tersebut menggunakan kayu dengan spesifikasi yang lebih ringan, maka ukuran konstruksi kapal kayu dapat diperbesar sesuai dengan perbandingan kekuatan dan kerapatannya. Demikian juga apabila konstruksi kapal tersebut menggunakan spesifikasi yang lebih baik, maka ukuran konstruksi atau komponen kapal tersebut dapat diperkecil.1 Dalam konstruksi kapal kayu, dapat diijinkan untuk menggunakan kayu laminasi dan ukurannya dapat diperkecil sesuai dengan aturan dan tidak melebihi dari 30% dari konstruksi awalnya. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa laminasi bambu Betung (Dendrocalamus Asper) merupakan material alternatif yang baik sebagai pengganti kayu Jati (Tectona grandis L.f) yang selama ini terbukti baik sebagai bahan alternatif pembangunan kapal kayu, baik dari segi ekonomis dan teknis. Sifat laminasi
35
bambu Betung yang lebih baik daripada kayu Jati, maka penggunaan laminasi bambu Betung dalam struktur kapal dapat dilakukan lebih mudah dan lebih sederhana, seperti pada pembentukan gading-gading. Proses pembentukan dapat dilakukan dengan cara memakai peralatan jig, sehingga bentuk yang diharapkan dapat dibuat. Pembentukan komponen-komponen kapal lainnya yang dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih praktis.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
Biro Klasifikasi Indonesia, 1996, Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Kayu, Jakarta: BKI. Widodo AB, 2007, Karaterisasi Material Laminasi Kayu Jati (Tectona grandis L.f) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper) untuk Penggunaan Struktur Kapal. Surabaya.
36
Rancang Bangun Ketel Pemulih Kalor Limbah Penyulingan Minyak Nilam untuk Meningkatkan Proses Pemanasan Ketel (Design Build Waste Heat Boiler Restoration Patchouli Oil Distillation Process to Improve Heating Boiler) Urip Prayogi* dan Bagiyo Suwasono** * Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah, Surabaya ** Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah, Surabaya
ABSTRAK
Inovasi dilakukan pada efisiensi energi panas pada ketel penyulingan dengan memanfaatkan panas buang gas cerobong untuk pemanas mula air umpan ketel melalui sebuah ketel pemulih kalor-limbah pipa-kalor komersial untuk menghasilkan pemanasan ketel yang optimum. Kemampuan ketel uap hasil inovasi: estimasi siklus tekanan kerja boiler pada kondisi optimum dengan interval waktu 150 menit mencapai Popt = 0,89525 ≈ 0,9 kg/cm2, estimasi temperatur uap boiler pada kondisi maksimum dengan interval waktu mencapai 260 menit dengan T1mak = 122° C, estimasi temperatur superheater pada kondisi maksimum, interval waktu mencapai 220 menit dengan T2mak = 160,068 ≈ 160° C, estimasi temperatur uap masuk ke kondensor 1 pada kondisi maksimum, interval waktu mencapai 260 menit dengan T3mak = 134,52 ≈ 135° C, estimasi temperatur uap masuk ke kondensor 2 pada kondisi maksimum dengan interval waktu mencapai 190 menit dengan T4mak = 56,197 ≈ 56° C, estimasi temperatur uap keluar dari kondensor 2 pada kondisi maksimum dengan interval waktu mencapai 200 menit dengan T5mak = 120° C, estimasi temperatur air masuk ke kondensor 2 pada kondisi maksimum dengan interval waktu mencapai 140 menit dengan T6mak = 30,944 ≈ 31° C, estimasi temperatur air masuk ke kondensor 1 pada kondisi maksimum dengan interval waktu mencapai 160 menit dengan T7mak = 55,042 ≈ 55° C. Kata kunci: minyak nilam, efisiensi energi panas, ketel pemulih kalor ABSTRACT
Innovations made in the efficiency of thermal energy by utilizing the distillation boiler flue gas exhaust heat for heating the boiler feed water first through a heat recovery boiler-pipe waste-heat boilers for commercial heating produces the optimum. Ability of the boiler innovation: the estimated cycle boiler working pressure at the optimum conditions to reach the interval of time 150 minutes Popt = 0.89525 ≈ 0.9 kg/cm2, the estimated temperature of the steam boiler at the maximum conditions to reach the 260 minute intervals with T1mak = 122° C, the estimated maximum temperature superheater conditions, the interval of time reached 220 minutes with T2mak = 160.068 ≈ 160° C, the estimated temperature steam into the condenser 1 at maximum conditions, the interval of time reached 260 minutes with T3mak = 134.52 ≈ 135° C, the estimated temperature steam into the condenser 2 to the maximum conditions to reach the 190-minute intervals with T4mak = 56.197 ≈ 56° C, the estimated temperature of the steam out of the condenser 2 in the state with the maximum time interval to 200 minutes with T5mak = 120° C, the estimated temperature of water entering the condenser 2 on the condition of maximum time interval to 140 minutes with T6mak = 30.944 ≈ 31° C, the estimated water temperature into the condenser 1 on the condition of maximum time interval to 160 minutes with T7mak = 55.042 ≈ 55° C. Key words: patchouli oil, efficiency of heat energy, heat recovery boilers
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara beriklim tropis kaya akan beraneka ragam flora, berbagai jenis tanaman yang mempunyai banyak manfaat dapat tumbuh dengan mudah, salah satu di antaranya adalah tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri. Indonesia memiliki potensi sebagai salah satu Negara pengekspor minyak atsiri, seperti minyak nilam, kenanga, akar wangi, sereh wangi, cendana, pala, dan daun cengkeh. Beberapa daerah produksi minyak atsiri antara lain daerah Jawa Barat (sereh wangi, akar wangi, daun cengkeh, dan pala), Jawa Timur (kenanga dan cengkeh), serta daerah Jawa
Tengah, Bengkulu, Aceh atau Sumatera utara sebagai penghasil minyak nilam.2 Indonesia sebagai negara penghasil minyak nilam terbesar di dunia dengan kapasitas pasokan tiap tahun sekitar 75% dari kebutuhan dunia. Dari jumlah itu, 60% diproduksi di Nanggroe Aceh Darussalam dan sisanya berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah.3 Republik Rakyat Cina merupakan produsen minyak nilam terbesar kedua setelah Indonesia. Negaranegara lain yang memproduksi minyak nilam adalah Brasil, Malaysia, India, dan Taiwan.4 Hampir seluruh produksi minyak nilam Indonesia diekspor terutama ke Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Jepang.
Prayogi dan Suwasono: Rancang Bangun Ketel Pemulih Kalor Limbah Penyulingan Minyak Nilam
Komponen utama yang menentukan mutu minyak nilam adalah patchouli alcohol.5 Minyak nilam merupakan bahan utama untuk mengikat bahan pewangi pada industri parfum dan kosmetik. Selain itu, minyak nilam dapat digunakan untuk mengendalikan hama.6 Sedangkan pengamatan lapangan untuk kondisi saat ini, harga BBM maupun BBG yang terus merangkak naik akan memberikan dampak langsung kepada sejumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Ketergantung sumber energi yang murah dalam mendukung keberlangsungan proses produksi akan memerlukan berbagai upaya efisiensi energi dan efektivitas uap panas. Salah satu UMKM tersebut adalah usaha penyulingan minyak nilam di desa Sumber Manjing Wetan Malang dan Sumber Sari Bumiaji kota Batu yang sebagian besar menggunakan minyak tanah, gas, atau kayu sebagai bahan bakar di tungku pemanas. Dengan semakin tingginya harga BBM maupun BBG yang tidak diimbangi oleh kenaikan harga minyak nilam, maka keuntungan secara ekonomi yang diperoleh pengusaha akan semakin menipis. Oleh karena itu peneliti berupaya melakukan berbagai upaya efisiensi energi dan efektivitas uap panas sebagai bentuk penghematan pemakaian bahan bakar. Inovasi terhadap efisiensi energi panas pada ketel penyulingan dilakukan dengan memanfaatkan panas buang gas cerobong untuk pemanas mula air umpan ketel melalui sebuah ketel pemulih kalor-limbah pipa-kalor komersial untuk menghasilkan pemanasan ketel yang optimum. Sedangkan inovasi terhadap efektivitas uap panas dilakukan dengan membuat masukan awal tekanan uap yang sesuai dan merata di lokasi bahan baku dengan memanfaatkan gas buang sebagai pemanas tambahan untuk memperkecil timbulnya air kondesat. Selain itu dilakukan perhitungan desain ketel pemulih kalor-limbah pipa-kalor, meliputi: dimensi, material, konstruksi, maupun pemilihan dan pengujian untuk menghasilkan pemanasan ketel yang optimum.
37
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penetian ini adalah dengan melakukan percobaan yaitu melakukan survei potensi nilam di sekitar kota Batu dan Malang untuk mendapatkan informasi mengenai beberapa lokasi budi daya nilam dan bengkel penunjang produksi yang memiliki kemampuan teknik pengelasan untuk material stainless steel 304 dengan fasiltas mesin las argon. Hasil akhir dari kegiatan ini adalah rancangan bagan proses sistem penyulingan dan sketsa alat penyulingan minyak daun nilam dengan uap (indirect distilation). Kemudian dilanjutkan menghitung ketebalan dinding tangki ketel dengan ada lubang pipa, perhitungan ketebalan pipa penguap, perhitungan ketebalan header dengan ujung tidak berlubang, penggambaran alat secara umum dan detail. Dari hasil rancangan tersebut di atas dapat digunakan sebagai acuan untuk memulai membangun alat penyuling minyak nilam. Tahap selanjutnya dalam tahapan ini dilakukan pembuatan alat penyuling minyak secara blok, yaitu: blok reaktor nilam, blok ketel pembangkit uap pada bagian bahan bakar dengan pipa-pipa air, blok ruang bakar, blok superheater, blok economizer, blok cerobong asap, blok cooling tower dan blok minyak nilam. Dilanjutkan proses grand assembly yang merupakan penggabungan/ perakitan dari beberapa blok untuk menjadi suatu sistem dan penghubungnya menggunakan pipa. Selain itu dipasang alat ukur, seperti: termometer, manometer dan pressure gauge. Uji performasi dari ketel uap sistem penyulingan, di mana nilam yang digunakan merupakan nilam budidaya warga sekitar.Terakhir semua data hasil pengujian dilakukan analisa secara diskripsi maupun inferensial untuk interpretasi performansi dari alat penyulingan tersebut.
Gambar 1. Bagan proses sistem penyulingan minyak nilam dengan uap (indirect distilation)
38
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 36–43
HASIL DAN PEMBAHASAN
th = 0,45 ×
Perhitungan ketebalan pelat
Ketebalan tangki ketel bila dihitung berdasarkan kemungkinan belah - tb adalah lebih tebal dibandingkan dengan hitungan berdasarkan kemungkinan putus - tp.1 tb =
p×D 2 × σt 1 +
D L
p = tekanan dalam tangki ketel = 0,5 N/mm2 D = diameter dalam tangki ketel = 1080 mm L = panjang dalam tangki ketel = 740 mm σt = tegangan tarik yang diijinkan = 515 N/mm2 (stainless steel 304)
tb =
0,5 × 1080
= 0,213 ≈ 0,5 mm
1080 2 × 515 × 1 + 740 Perhitungan ketebalan dinding tangki ketel dengan ada lubang pipa.1 tl =
p×D 2 × j × v × σt –p k
j k
= 1 bila p dan σt dinyatakan N/mm2 = 1,5 untuk baja biasa
ν
= faktor pelemahan =
s d
= jarak antar garis tengah lubang pipa-pipa = 677 mm = diameter lubang pipa-pipa = 63 mm
s–d = 0,906 s
0,5 × 1080 = 0,867 ≈ 1,0 mm 2 × 1 × 0,906 × 515 – 0,5 1,5 Perhitungan ketebalan pipa penguap.1
tl =
tp =
p × do 2 × j × v × σt +p k
do = diameter luar pipa = 63 mm
s–d = 0,117 s
ν
= faktor pelemahan =
s d k j
= jarak antar garis tengah lubang pipa = 68 mm = diameter lubang pipa = 60 mm = faktor keamanan untuk baja tuang = 2 = faktor konversi apabila p dan σt dinyatakan dalam N/mm2 = 1
5 × 602 × 1,5 = 1,03 ≈ 1,0 mm 1 × 515
Tabel 1. Rangkuman perhitungan dan rencana ketebalan pelat terpasang Tebal Tebal Estimasi Faktor No Item Perhitungan (mm) (mm) terpasang Keamanan Hitung Akhir (mm) 0,5 3 1,5 2,0 1 Dinding tangki ketel – tb 2 Dinding tangki 1,0 3 3,0 3,0 ketel dengan lubang – tl 3 1,5 2,0 3 Pipa penguap – tp 0,5 1,0 3 3,0 3,0 4 Header dengan ujung tidak berlubang – th
Berdasarkan justifikasi rangkuman perhitungan ketebalan dari Tabel 1, kesediaan material dilapangan, dan kemudahan dalam pemasangan alat dengan teknik pengelasan argon, maka direncanakan ketebalan pelat terpasang alat penyulingan adalah sebagai berikut: 1) Ketebalan dinding stainless steel 304 yang terpasang pada ruang bahan baku sebesar 2 mm. 2) Ketebalan dinding stainless steel 304 yang terpasang pada ruang pembangkit uap sebesar 3 mm. 3) Ketebalan dinding baja tuang yang terpasang pada ruang pembangkit uap sebesar 3 mm. 4) Ketebalan dinding pembatas stainless steel 304 yang terpasang antara ruang bahan baku dan pembangkit uap sebesar 3 mm dengan diberikan penguatan struktur pelat (stiffener) pada sisi bagian atas dan bawah dengan ketebalan yang sama besar. Uji coba
Uji coba yang dimaksud adalah melakukan percobaan awal yaitu dengan mengisi ketel pembangkit kalor dengan air, memasukkan daun nilam dalam tangki bahan baku serta menyalakan api untuk memanaskan pipa api. Dari sini bisa kita ketahui kinerja, tekanan uap, suhu air, suhu gas buang keefiktifan superheater ekonomizer serta kondensor dan cooling tower.
= 0,491 ≈ 0,5 mm 2 × 1 × 0,087 × 515 + 0,5 2 Perhitungan ketebalan header dengan ujung tidak berlubang.1 tp =
th = 0,45 ×
0,5 × 63
p × dh2× k j × σt
dh = diameter luar pipa = 60 mm
Gambar 2. Uji performansi sistem distillation
Prayogi dan Suwasono: Rancang Bangun Ketel Pemulih Kalor Limbah Penyulingan Minyak Nilam
39
Pada rangkaian uji performansi sistem destilasi ini bahan bakar yang digunakan adalah kayu. Dalam percobaan tersebut dilakukan pengamatan dan pemantauan terhadap kinerja dengan melihat alat ukur termometer, manometer dan kaca duga bagian air ketel.
Gambar 4. Bagian dari komponen yang diukur
Pengukuran data percobaan dari awal pemanasan hingga selesainya percobaan adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Bagian dari komponen yang diukur
Tabel 2. Data percobaan dari awal sampai air mendidih Parameter Uji T1 (°C) T2 (°C) T3 (°C) T4 (°C) T5 (°C) T6 (°C) T7 (°C) P1 (kg/cm2)
0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 38 40 38 38 28 26 26 0
Interval Waktu (menit) dari awal hingga air mendidih 20 30 40 50 40 40 42 96 44 50 78 100 38 38 36 38 38 38 38 38 28 28 28 28 26 26 26 26 26 26 26 26 0 0,1 0,7 1,1
60 102 114 104 70 32 26 30 1,05
Tabel 3. Data percobaan dari air mendidih hingga selesai (1/3) Parameter Uji T1 (°C) T2 (°C) T3 (°C) T4 (°C) T5 (°C) T6 (°C) T7 (°C) P1 (kg/cm2)
70 80 102 102 112 102 104 104 50 55 36 37 28 30 37 40 1 0,9
90 104 114 105 58 36 30 38 1
Interval Waktu (menit) dari air mendidih hingga selesai (1/3) 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 102 102 102 102 102 100 104 104 102 104 114 115 114 115 114 110 114 116 112 116 104 105 105 104 105 104 104 104 104 104 60 52 60 52 52 48 40 40 54 42 36 38 36 38 38 36 37 38 40 38 32 32 32 32 32 32 32 31 31 30 38 40 38 38 36 34 32 35 40 40 0,95 0,95 0,95 0,95 0,9 0,8 1 1,05 0,85 1
200 210 102 102 114 113 104 104 44 42 36 34 30 29 38 34 0,9 0,85
220 103 115 104 40 32 29 32 0,9
40
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 36–43
Tabel 4. Data percobaan dari air mendidih hingga selesai (2/3) Parameter Uji T1 (°C) T2 (°C) T3 (°C) T4 (°C) T5 (°C) T6 (°C) T7 (°C) P1 (kg/cm2)
Interval Waktu (menit) dari air mendidih hingga selesai (2/3) 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 102 105 102 102 102 102 102 101 102 102 102 102 100 114 110 114 116 116 112 110 109 112 112 112 110 110 104 104 104 104 104 104 104 100 102 104 104 104 104 42 40 42 40 40 40 40 40 38 40 40 40 40 32 32 32 32 32 32 32 29 30 30 30 30 30 29 29 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 32 32 32 32 32 32 30 28 28 30 30 30 28 0,9 0,95 0,9 1 1,03 0,8 0,7 0,7 0,9 0,9 0,85 0,7 0,8
360 102 110 104 40 30 28 30 0,8
370 380 102 100 112 110 104 104 40 38 30 30 28 28 30 28 0,85 0,8
Tabel 5. Data percobaan dari air mendidih hingga selesai (3/3) Parameter Uji T1 (°C) T2 (°C) T3 (°C) T4 (°C) T5 (°C) T6 (°C) T7 (°C) P1 (kg/cm2)
390 102 118 104 42 30 29 36 1
400 102 120 104 50 34 30 38 1,05
Interval Waktu (menit) dari air mendidih hingga air selesai (3/3) 410 420 430 440 450 460 102 102 102 102 102 103 118 110 116 118 116 115 104 104 104 102 104 104 60 55 50 50 60 50 38 40 40 38 40 40 30 31 31 32 32 30 40 40 40 40 40 40 1,05 0,8 0,9 1 1 0,9
Dari data pengukuran percobaan untuk mengetahui beberapa hal dari performansi kemampuan ketel uap hasil inovasi rancang bangun penyulingan minyak nilam dengan ketel pemulih kalor limbah pipa kalor komersial untuk meningkatkan proses pemanasan ketel dapat dilihat pada beberapa gambar di bawah ini.
470 102 114 104 52 40 30 40 0,9
Interval waktu 150 menit mencapai Popt = 0,89525 ≈ 0,9 kg/cm2 T1: temperatur uap boiler
P1: tekanan uap boiler
Gambar 6. Regresi linear untuk tungku api temperatur uap boiler
Gambar 5. Regresi linear untuk tekanan uap boiler
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi yang cukup (R2 = 69,1%) ŷ = 7.10–8x3 – 6.10–5 x2 + 0,013x + 0,059 •
Estimasi siklus tekanan kerja boiler pada kondisi optimum
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi memuaskan (R2 = 80,5%) ŷ = 5.10–6x3 – 0,004x2 + 1,076x + 25,11 •
Estimasi temperatur uap boiler pada kondisi maksimum
Interval waktu mencapai 260 menit dengan T1mak = 122° C
Prayogi dan Suwasono: Rancang Bangun Ketel Pemulih Kalor Limbah Penyulingan Minyak Nilam
T2: temperatur superheater
41
T4: temperatur uap masuk ke kondensor 2
Gambar 7. Regresi linear untuk temperatur superheater
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi memuaskan (R2 = 82,6%) ŷ = 6.10–6x3 – 0,004x2 + 1,184x + 29,30 •
Estimasi temperatur superheater pada kondisi maksimum
Gambar 9. Regresi linear untuk temperatur uap masuk ke kondensor 2
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi yang cukup (R2 = 52,5%) ŷ = 3.10–6x3 – 0,002x2 + 0,436x + 24,98
Interval waktu mencapai 220 menit dengan T2mak = 160,068 ≈ 160° C
•
Estimasi temperatur uap masuk ke kondensor 2 pada kondisi maksimum
T3: temperatur uap masuk ke kondensor 1
Interval waktu mencapai 190 menit dengan T4mak = 56,197 ≈ 56° C T5: temperatur uap keluar dari kondensor 2
Gambar 8. Regresi linear untuk temperatur uap masuk ke kondensor 1
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi memuaskan (R2 = 82,1%) ŷ = 5.10–6x3 – 0,004x2 + 1,152x + 17,52 •
Estimasi temperatur uap masuk ke kondensor 1 pada kondisi maksimum
Interval waktu mencapai 260 menit dengan T3mak = 134,52 ≈ 135° C
Gambar 10.
Regresi linear untuk temperatur uap keluar dari kondensor 2
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi yang cukup (R2 = 70,8%) ŷ = 2.10–6x3 – 0,001x2 + 0,341x + 16,43 •
Estimasi temperatur uap keluar dari kondensor 2 pada kondisi maksimum
42
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 36–43
Interval waktu mencapai 200 menit dengan T5mak = 120° C
Interval waktu mencapai 160 menit dengan T7mak = 55,042 ≈ 55° C
T6: temperatur air masuk ke kondensor 2 KESIMPULAN
Gambar 11.
Regresi linear untuk temperatur air masuk ke kondensor 2
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi yang cukup (R2 = 55,3%) ŷ = 1.10–6x3 – 0,001x2 + 0,222x + 16,72 •
Estimasi temperatur air masuk ke kondensor 2 pada kondisi maksimum
Interval waktu mencapai 140 menit dengan T6mak = 30,944 ≈ 31° C T7: temperatur air masuk ke kondensor 1
Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Panas yang dihasilkan dari proses penguapan air dalam ketel sudah cukup untuk melaksanakan proses destilasi, yaitu didasarkan pada hasil percobaan diperoleh suhu di atas 100° C. 2) Pengukuran percobaan untuk mengetahui beberapa hal dari performansi kemampuan ketel uap hasil inovasi rancang bangun penyulingan minyak nilam dengan ketel pemulih kalor limbah pipa kalor komersial untuk meningkatkan proses pemanasan ketel dapat diperoleh: Estimasi siklus tekanan kerja boiler pada kondisi optimum. Interval waktu 150 menit mencapai Popt = 0,89525 ≈ 0,9 kg/cm2; Estimasi temperatur uap boiler pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 260 menit dengan T1mak = 122° C; Estimasi temperatur superheater pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 220 menit dengan T2mak = 160,068 ≈ 160° C; Estimasi temperatur uap masuk ke kondensor 1 pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 260 menit dengan T3mak = 134,52 ≈ 135° C; Estimasi temperatur uap masuk ke kondensor 2 pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 190 menit dengan T4mak = 56,197 ≈ 56° C; Estimasi temperatur uap keluar dari kondensor 2 pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 200 menit dengan T5mak = 120° C; Estimasi temperatur air masuk ke kondensor 2 pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 140 menit dengan T6mak = 30,944 ≈ 31° C; Estimasi temperatur air masuk ke kondensor 1 pada kondisi maksimum. Interval waktu mencapai 160 menit dengan T7mak = 55,042 ≈ 55° C.
UCAPAN TERIMA KASIH
Gambar 12.
Regresi linear untuk temperatur air masuk ke kondensor 1
Interpretasi: • Data diasumsikan berdistribusi normal • Estimasi kurva sebagai fungsi kubik dengan korelasi yang cukup (R2 = 68,5%) ŷ = 2.10–6x3 – 0,001x2 + 0,358x + 15,17 •
Estimasi temperatur air masuk ke kondensor 1 pada kondisi maksimum
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No: 338/SP2H/PP/DP2M/IV/2010 dan Bapak Budtomo selaku pemilik Bengkel Teknik Utomo dengan alamat Dusun Sumbersari RT.05 RW.01 Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
Djokosetyardjo. 2003. Ketel Uap. Cetakan keenam. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Manurung TB. 2003. Usaha pengolahan dan perdagangan minyak atsiri Indonesia dan permasalahannya dalam menghadapi era perdagangan global, Sosialisasi Temu Usaha Peningkatan Mutu Bahan Olah Industri Minyak Atsiri, Dirjend Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan, Jakarta.
Prayogi dan Suwasono: Rancang Bangun Ketel Pemulih Kalor Limbah Penyulingan Minyak Nilam 3.
4.
Sumangat, Risfaheri. 1998. Standar dan masalah mutu minyak nilam Indonesia, Monograf Nilam (5). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Tasma IM, Hamid. 1989. Hasil penelitian dan pengembangan tanaman minyak atsiri Indonesia, Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Buku VII. Tanaman
5. 6.
43
Minyak Atsiri, hlm. 1075–1082, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor. Walker GT. 1968. The structure and synthesis of patchouly alcohol, Manufacturing Chemist and Aerosol, News. p. 27–28. Yusron M, Wiratno. 2001. Budidaya Tanaman Nilam, Circular (3). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.
44
Analisis Risiko Proses Bangunan Kapal Baru pada Industri Galangan Skala Besar (Risk Analysis in Process New Building at a Big Shipyard Industries Scale) Minto Basuki, dan Anggi Suardi Widya Trihasta Jurusan Teknik Perkapalan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
ABSTRAK
Industri galangan kapal adalah salah satu kelompok industri dengan risiko yang tinggi, karena industri ini dari hulu sampai hilir akan sangat tergantung pada industri lain. Kenyataan lain adalah banyaknya keterlambatan dalam proses delivery proyek bangunan baru yang dikerjakan pada galangan kapal di Indonesia. Dalam menjalankan sebuah proyek besar, risiko yang dihadapi juga akan semakin besar. Jika hal tersebut tidak diantisipasi dengan baik, kerugian bahkan mungkin bangkrutnya sebuah perusahaan tak mustahil akan terwujud. Dengan demikian, diperlukan perhitungan probabilitas dari tiap tiap faktor yang berpengaruh dalam pembangunan kapal baru. Data analisis didapatkan dari PT PAL Indonesia nomor pembangunan M 271. Analisa risiko dilakukan berdasarkan data historis dan perhitungan faktor probabilitas yang didapatkan dari data-data selama proses pembangunan kapal. Terdapat 3 faktor utama dan 18 sub faktor utama yang berpengaruh dalam pembangunan kapal baru. Dan 15 sumber risiko yang teridentifikasi dari proyek kapal dengan nomor pembangunan M 271, baik risiko internal maupun risiko eksternal, yaitu terdiri dari 4 kejadian risiko dari keterlambatan dalam desain dan perencanaan, 4 kejadian risiko dari keterlambatan dalam suplai material atau peralatan dan 7 kejadian risiko dari keterlambatan proses produksi. Faktor procurement menjadi masalah tersendiri yang perlu menjadi perhatian khusus karena sumber terbesar dalam keterlambatan sebuah proyek. Kata kunci: probabilitas, sumber risiko, procurement, bangunan baru ABSTRACT
Shipyard industry is group of industries having typical characteristics comparing with other industries in general. One of these characteristics is that this business has very high risk, in its management this industry has to involve risk assessment. In real others, many delays at delivery process for new building project in Indonesian shipyard industries. In carrying out a big project, the risk will be also be greater. If it is does not well anticipated, the losses maybe even possible bankruptcy of company can be realized. Thus the required calculationof probabilities of every factor in the development of new building vessel. As performed by PT PAL Indonesia to build a new building ship project with building number M 271. Analysis is based on historical data and the calculation of probability factor for the development of ship building. As a basis simplify the calculation was made a software using visual basic 6.0. There are three major factor and 18 sub major factor in the development of new vessel . And 15 source of risk identified by the number of ship construction project M271, both internal and external risk, which is composed of 4 (four) incident risk of delay in the design and planning, 4 (four) the incident of risk of delay in supply of materials or equipment and the risk of 7 (seven) events delays in the production process. Procurement of a factor that need to be a separate issue of particular concern because the biggest source of delay in a project. Key words: probability, source of risk, procurement, new building
PENDAHULUAN
Menurut Suryohadiprojo (2004), Industri galangan Indonesia, dengan perputaran uang untuk transportasi laut sebesar 50,7 triliun rupiah pertahunnya, seharusnya menjadi galangan kapal yang tangguh, modern dan sumber devisa Indonesia. Di sisi lain, saat ini Jepang dan Korea menguasai lebih dari 80% share market dunia. Industri galangan kapal Indonesia hanya menyerap 0,5% share market galangan kapal dunia. Akibat dari kesulitan pergerakan aktivitas galangan kapal Indonesia, industri pendukung seperti industri baja, industri permesinan, industri kelistrikan, industri kimia mengalami penurunan produktivitas dan banyak yang bangkrut.1 Perkembangan bisnis perkapalan dewasa ini semakin kompleks dengan berbagai persoalan yang semakin
rumit. Persaingan antar galangan kapal menuntut perhitungan yang matang dalam setiap pengambilan keputusan sehingga setiap keputusan yang diambil dapat memberi konstribusi terhadap kelanjutan sebuah galangan. Dengan terus meningkatnya arus perdagangan dunia, maka permintaan pasar terhadap pembuatan kapal baru juga akan terus meningkat. Pemilik kapal selalu menginginkan bahwa pesanan kapal yang dilakukan harus selesai tepat waktu, sehingga kesempatan untuk memperoleh profit tidak akan hilang dengan adanya keterlambatan pembangunan kapal baru. Pihak galangan kapal, sebagai pihak pembangun kapal harus juga menyusun dan merencanakan suatu perencanaan dan penjadwalan untuk pembangunan kapal supaya diterima pemilik kapal tepat waktu. Industri galangan kapal dunia
Basuki dan Trihasta: Analisis Risiko Proses Bangunan Kapal Baru pada Industri Galangan Skala Besar
akan menjadi perhatian internasional seiring dengan pertumbuhan ekonomi China sejak tahun 2003. Industri galangan kapal Korea juga salah satu yang menikmati, hal ini salah satunya dapat dilihat dari pertumbuhan order sampai 236% pada industri galangan kapal selama lima tahun terakhir, dan setelah tahun 2003 order tumbuh 5,2% pertahun. Pada tahun 2006 496 juta CGT order baru dimenangkan Korea 38,3%, China 29,6% dan Jepang 13,9%.3 Menurut Basuki (2008), ada beberapa alasan mengapa industri galangan kapal harus dikembangkan, antara lain: nilai ekonomis industri galangan kapal, di mana secara global memiliki nilai yang sangat besar; industri galangan kapal adalah industri induk dari industri pendukung. Berkembangnya industri ini akan turut mengembangkan industri lain yang akan memberikan multiplier-effect yang besar kepada proses industrialisasi dalam suatu negara. Sebagai bayangan, dalam pembangunan sebuah kapal, 50–70% biaya yang dikeluarkan adalah pembelian bahan baku dan peralatan. Di samping itu industri galangan merupakan industri padat karya yang mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar dengan nilai tambah yang cukup tinggi. Dengan berkembangnya industri ini, maka kemandirian sektor pertahanan dengan pembuatan alat pertahanan di dalam negeri akan dapat dicapai.4 Industri perkapalan adalah bisnis dengan karakteristik sebagai berikut: padat modal (capital intensive), padat karya (labour intensive), pengembalian modal lambat (slow yielding), pertambahan nilai rendah (low value added), rantai nilai komplek (complex value chain), berdaya saing rendah (low competitiveness), bisnis risiko tinggi (high risk business), pesanan kapal sedikit (low demand ship order), berteknologi tinggi (high technology contents), berkeahlian tinggi (high skilled ship design & fabrication), kandungan impor tinggi dan kandungan lokal rendah (high import contents and low local contents), kurangnya pengalaman (low experience), lamanya waktu penyelesaian (long term ship delivery).4 Menurut Sunaryo (2007), topik manajemen risiko menjadi mengemuka setelah terjadi banyak kejadian yang tidak terantisipasi yang menyebabkan kerugian pada perusahaan. Depresiasi tajam dan cepat terhadap rupiah pada saat terjadi krisis moneter, serangkaian kecelakan transportasi, kecurangan dalam perbankan, serta pada kasus lain yang menyebabkan kerugian (kasus lumpur panas Lapindo), memperbesar permintaan terhadap manajemen risiko. Risiko adalah kerugian karena terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, munculnya kejadian yang tidak diharapkan dapat mengakibatkan kerugian.2 Risiko dalam berbagai bentuk dapat hadir dalam setiap aktivitas bisnis, apalagi dalam pembuatan kapal baru. Proses urutan pembuatan kapal baru yang kompleks mulai dari kontrak kerja, perencanaan gambar sampai proses gambar kerja, pengadaan material, proses koordinasi dalam pembuatan hingga proses delivery membuat risiko
45
tidak dapat dihilangkan, namun dapat diolah berdasarkan kebutuhan galangan. Penanganan risiko yang dilakukan dengan terstruktur dan menyeluruh dapat berkontribusi terhadap perbaikan kerja perusahaan, sekaligus dapat menambah keuntungan dengan mengurangi terjadinya risiko yang tidak diharapkan dalam aktivitas pembuatan kapal baru.5 Dalam menilai risiko keterlambatan, perlu diketahui pula bahwa suatu risiko tertentu perlu dialokasikan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan proyek tersebut, yaitu pihak galangan, owner, atau ditanggung bersama, di mana alokasi tersebut dituangkan melalui kontrak kerja. Namun seringkali dalam praktiknya, antara pihak yang satu dengan pihak yang lain saling melepas tanggung jawab terhadap terjadinya suatu faktor risiko tertentu yang menyebabkan terjadinya keterlambatan, sehingga hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik antar pihak. Implementasi pelaksanaan sebuah proyek besar, risiko yang dihadapi juga akan semakin besar. Jika hal tersebut tidak diantisipasi dengan baik, kerugian bahkan mungkin bangkrutnya sebuah perusahaan tak mustahil akan terwujud. Dengan demikian, diperlukan strategi khusus untuk mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin terjadi. Hal ini jamak dikenal dengan manajemen risiko, yang fungsinya untuk melihat risiko-risiko yang dihadapi dan meninjau pengaruhnya terhadap sasaran kegiatan. (Basuki dan Novendi, 2010) Selanjutnya akan dapat direncanakan penanganan untuk meminimalisasi dampak buruknya sehingga dapat mendukung terwujudnya sasaran kegiatan.4
METODE PENELITIAN
Tahapan survey untuk pendahuluan perlu dilakukan sebelum tahapan pengambilan data kuantitatif dengan tujuan untuk lebih memahami sistem pada perusahaan yang akan dilakukan penelitian. Pada tahap ini observasi di proyek tersebut dilakukan hanya sebatas pada tahap pengamatan dan penggalian informasi dari data data yang sudah ada maupun data data yang masih terproses di PT PAL Indonesia. Tahap studi literatur akan dilakukan setelah ditetapkan apa yang menjadi tujuan dari penelitian. Tahapan ini berguna untuk memberikan referensi, konsep, teori, serta metode yang berhubungan dengan permasalahan yang dijadikan sebagai topik penelitian. Pada tahap pengumpulan data akan dilakukan langsung di proyek tersebut, yaitu dengan terlibat langsung di dalam proyek pembangunan kapal dengan nomor pembangunan M271 dan M272 di PT PAL Indonesia, data data tersebut diperoleh dari pengumpulan data data yang sudah ada dan yang masih proses berlangsungnya proyek tersebut. Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan pertanyaan where, when, why, and how terhadap kejadian-kejadian yang dapat menghambat atau memengaruhi pencapaian
46
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 44–47
tujuan proses operasional. Alat dan teknik yang dapat digunakan dalam pengidentifikasian risiko antara lain melalui checklist, penilaian berdasarkan pengalaman, dan dokumen yang sudah ada, observasi, serta wawancara dan interaksi langsung dengan proses yang akan diidentifikasi risikonya. Tahap analisis risiko dilakukan setelah proses indentifikasi terhadap risiko pada proses operasional pembangunan kapal nomor pembangunan M271 dan M272 di PT PAL Indonesia. Tahapan ini bertujuan untuk memisahkan risiko mayor dan risiko minor, menyiapkan data dan mempersiapkan tahap selanjutnya yaitu melakukan evaluasi dan penanganan risiko. Model simulasi yang digunakan adalah dengan memakai program Visual basic, yakni suatu database yang terbentuk dari suatu data/informasi yang diorganisasikan dan saling berhubungan untuk menarik suatu kesimpulan dari suatu risiko. Pada tahapan terakhir ini akan dilakukan pengambilan kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah dan dianalisis sebelumnya, apakah sudah dapat menjawab permasalahan yang ada pada proses pembangunan kapal dengan nomor pembangunan M271 dan M272 di PT PAL Indonesia.
HASIL PENELITIAN
Key Performance Indicator adalah indikator keberhasilan kunci/pokok/utama baik berupa finansial dari suatu aktivitas kunci proses maupun proyek yang dilakukan oleh suatu entitas di dalam organisasi. KPI dalam penelitian ini meliputi faktor desain, material dan produksi, seperti pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Key performance indicator Objektif
Key Perpormance Indicator
Meminimalisir kemunduran/ keterlambatan penyelesaian pekerjaan
Keterlambatan dalam desain dan perencanaan Keterlambatan dalam supply material (procurement) Keterlambatan dalam proses produksi
Tabel 2. Risiko potensial Kejadian Risiko Keterlambatan dalam desain dan perencanaan
Keterlambatan dalam Supply material/ equipment
Keterlambatan dalam proses pekerjaan produksi.
Sumber Risiko Gambar kerja salah. Masalah jenis pekerjaan baru (transfer of technology). Approval drawing dari klasifikasi terlambat Revisi disain dari pemilik kapal dan pihak klasifikasi. Keterlambatan datanganya Equipment Proses pembuatan Purchase Order lambat. Equipment yang di supply tidak sesuai. Koordinasi antar bagian yang kurang baik Fluktuasi harga material yang ada. Penundaan pekerjaan karena material belum datang. Kurangnya ketersediaan tenaga kerja yang memenuhi syarat dari subkontraktor. Respon instruksi yang lambat. Keputusan dari pemilik yang terlambat Pekerjaan perbaikan/revisi karena penyesuaian permintaan dari pemilik dan pihak klasifikasi. Kesadaran dari SDM untuk menyeleseikan proyek.
Dari setiap nilai dari group yang diketahui dan weight factor dari proyek yang ditentukan maka dapat diperoleh perhitungan nilai dari sub-design, procurement dan production sebagai berikut: 1. Untuk nilai project sub-design: Nilai dari Group Sub - Design × Bobot untuk design pada proyek 100% (total nilai dari group design
Cara Mengukur Frekuensi Akibat Frekuensi Akibat Frekuensi Akibat
Sumber risiko potensial yang menyebabkan kemunduran atau keterlambatan penyelesaian pekerjaan harus bisa diidentifikasi dengan baik, risiko potensial yang bisa diidentifikasi seperti pada Tabel 2 berikut.
2. Untuk nilai probability design: 1/3 (terdiri dari 3 unsur design, Procurement dan Production) × 5% (Nilai dari proyek design yang ditentukan) 3. Untuk nilai probability sub - design: 1/5 (terdiri dari 5 unsur sub-design) × Nilai probability design × Nilai dari tiap-tiap sub project design. Dan seterusnya untuk kelompok procurement beserta sub-kelompoknya serta kelompok produksi beserta subkelompoknya. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Basuki dan Trihasta: Analisis Risiko Proses Bangunan Kapal Baru pada Industri Galangan Skala Besar
47
Tabel 3. Perhitungan Probabilitas Item I
II
III
Deskripsi Design Basic Design Key Plan Yard Plan Production drawing Documentation Procurement Hull Construction Paint Materials Hull Outfitting Material Machinery Outfitting Material Electric Outfitting Material Production Work Preparation & General Hull Construction Leak Test Hull Outfitting Machinery Outfitting Electric Outfitting Painting & Corrosion Control Spare Part & Inventory
Bobot Group (%) 100 15 25 30 25 5 100 25,850 4,060 30,470 29,500 10,120 100 6,67 38,666 5,000 15,446 20,215 8,000 5,007 1,000
KESIMPULAN DAN SARAN
Didapatkan 3 atau faktor utama dalam pengklasifikasian pembangunan kapal baru yaitu Design, Procurement dan Production. Sumber sumber risiko yang berperan besar pada keterlambatan pembangunan kapal dengan nomor pembangunan M271 dan M272 di PT PAL Indonesia adalah pada bagian procurement. Begitu pula pada perhitungan probabilitas, nilai dari probabilitas yang muncul dan yang perlu dijadikan pertimbangan lebih lanjut adalah pada juga pada bagian procurement karena mempunyai persentase dan nilai probability yang cukup besar sehingga dapat menyebabkan keterlambatan pembangunan kapal yang cukup signifikan. Telah dibuat sebuah sistem baru dengan adanya suatu piranti lunak yang dapat menghitung nilai probabilitas suatu proyek. Piranti lunak sederhana yang diberi nama Probability of New Building dapat diaplikasikan untuk menghitung suatu peluang yang terjadi juga untuk kapal yang lain. Disarankan untuk semua galangan atau perusahaan pelayaran untuk mengadopsi sistem manajemen risiko pada bangunan kapal untuk mengetahui nilai dari probabilitas masing-masing item kegiatan yang berpotensi menyebabkan keterlambatan proyek. Pada
Proyek (%) 5 0,75 1,25 1,50 1,25 0,25 65 16,803 2,639 19,806 19,175 6,578 30 2,00 11,60 1,50 4,63 6,06 2,40 1,50 0,30
Probabilitas (%) 1,667 0,050 0,083 0,100 0,083 0,017 21,667 1,120 0,176 1,320 1,278 0,439 10,000 0,083 0,483 0,063 0,193 0,253 0,100 0,063 0,013
penelitian ini, procurement (pengadaan material) didapatkan nilai probabilitas yang paling besar di antara design dan production, diharapkan dengan ini pemerintah dapat lebih memperhatikan sektor industri pendukung di dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3.
4.
5.
6.
Suryohadiprojo A, Prospek pengembangan industri galangan kapal, Majalah BKI, Jakarta, 2004. Sunaryo T, Manajemen risiko finansial, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2007. Lee E, Shin JG, and Park YA, Statistical analysis of engineering project risk in the korean shipbuilding industry, Journal Ship Production, Volume 23, No 4, Page 223–230, 2007. Basuki M, Studi pengembangan model manajemen risiko usaha bangunan kapal baru pada industri galangan kapal, Tesis, Program Pasca Sarjana, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya, 2008. Basuki M, dan Novendi, I, Analisa risiko operasional pada proses konversi workboat menjadi supply vessel kapal MV. Sam Prosper I di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya, Prosiding SENTA 2010, FTK, ITS, 2010. Basuki M, Manfaat D, Nugroho S, dan Dinariyana AAB, Analisa risiko pada bisnis bangunan baru di industri galangan kapal menggunakan probabilitas, Jurnal Ventura Perbanas, Volume 15, No. 2, Agustus 2012.
48
Prediksi Asam Amino pada Plasmid Salmonella typhi yang Resisten terhadap Kloramfenikol (Prediction of Amino Acids on The Plasmid of Salmonella typhi Resistant to Chloramphenicol) Supiana Dian Nurtjahyani Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
ABSTRAK
Resistensi Salmonella typhi terhadap kloramfenikol sejak tahun 1972 banyak dilaporkan di seluruh dunia. Faktor resistensi ini dibawakan oleh plasmid yang inkompatibel antara lain kelompok IncH dan sejak tahun 1990 semakin banyak Salmonella typhi yang resisten terhadap obat-obatan yang diberikan secara oral yang dulunya sangat bermanfaat, contohnya: kloramfenikol, ampisilin dan kotrimoxasol. Kloramfenikol secara reversibel melekat pada ribosom 50S pada posisi tempat pengikatan asam amino di mana aminoacyl-tRNA akan mengikatkan asam amino pada daerah pengikatan tersebut, sehingga aktivitas peptidyl transferase dalam proses sintesis protein akan terhambat. Berdasarkan hal tersebut dii atas maka perlu dilakukan prediksi asam amino dari sekuens nukleotida plasmid yang resisten terhadap kloramfenikol. Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi asam amino pada plasmid Salmonella typhi yang resisten terhadap Kloramfenikol. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Post test only design. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biokimia Fakultas Saintek Unair dan TDC mulai bulan September sampai November 2009. Hasil prediksi asam amino terhadap DNA plasmid yang resisten terhadap kloramfenikol ternyata memiliki homologi 100% dengan hasil multiple alignment asam amino yang telah dipublikasikan di Vietnam dengan Acc. No. J01841. Simpulan dalam penelitian ini prediksi asam amino plasmid Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol memiliki homologi dengan multiple alignment asam amino yang telah dipublikasikan di Vietnam dengan Acc. No. J01841. Kata kunci: prediksi, asam amino, Salmonella typhi resisten, kloramfenikol ABSTRACT
Resistance of Salmonella typhi to chloramphenicol in 1972 was widely reported around the world. Resistance factor was presented by the incompatible plasmids include the inch and since 1990 a growing number of Salmonella typhi are resistant to the drugs that are given orally once very useful, eg, chloramphenicol, ampicillin and kotrimoxasol. Chloramphenicol is reversibly attached to the 50S ribosome binding site at amino acid position in which the aminoacyl-tRNA binds to the amino acid binding region, thus peptidyl transferase activity in the process of protein synthesis is inhibited. Based on the above it is necessary to dii predicted amino acid sequences of nucleotides that are resistant to chloramphenicol plasmid. The purpose of this study is to predict the amino acids in Salmonella typhi plasmid are resistant to chloramphenicol. This study is an experimental laboratory with research approach used is Post test only design. The research was conducted in the laboratory of Biochemistry and TDC Airlangga University Faculty Saintek from September to November 2009. Results predicted amino acid for plasmid DNA resistant to chloramphenicol was found to have 100% homology with the results of multiple alignment of amino acids that have been published in Vietnam with the Acc. No. J01841. The conclusions in this study predicted amino acid plasmids of Salmonella typhi resistant to chloramphenicol has homology with the multiple alignment of amino acids that have been published in Vietnam with the Acc. No. J01841. Key words: Prediction, amino acids, Salmonella typhi resistant, chloramphenicol
PENDAHULUAN
Kloramfenikol bekerja dengan cara melekat pada subunit ribosom 50S dari Salmonella typhi, akibatnya fungsi ribosom Salmonella typhi diblok sehingga menganggu aktivitas peptidyltransferase (PT ase) yang mengakibatkan terjadinya perubahan terminasi pada proses translasi.1 Kloramfenikol menghambat sintesis protein organisme, yang terjadi di dalam ribosom yaitu pada tahap elongasi. Kloramfenikol mempunyai kemampuan untuk berkompetisi dengan messenger RNA pada tempat pengikatan ribosom. Kloramfenikol
secara reversibel melekat pada ribosom 50S pada posisi tempat pengikatan asam amino di mana aminoacyl-tRNA akan mengikatkan asam amino pada daerah pengikatan tersebut, sehingga aktivitas peptidyl transferase dalam proses sintesis protein akan terhambat (Balbi, 2004). Berdasarkan hal tersebut dii atas maka perlu dilakukan prediksi asam amino dari sekuens nukleotida plasmid yang resisten terhadap kloramfenikol. Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi asam amino pada plasmid Salmonella typhi yang resisten terhadap Kloramfenikol. Kloramfenikol sebagai obat pilihan pada pengobatan demam tifoid di Indonesia telah lama digunakan
Nurtjahyani: Prediksi Asam Amino pada Plasmid Salmonella typhi
sehingga memungkinkan terjadinya perubahan kepekaan Salmonella typhi terhadap antibiotika tersebut. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika merupakan masalah besar dalam penanganan penyakit infeksi. Resistensi Salmonella typhi terhadap kloramfenikol sejak tahun 1972 banyak dilaporkan di seluruh dunia. Faktor resistensi ini dibawakan oleh plasmid yang inkompatibel antara lain kelompok IncH dan sejak tahun 1990 semakin banyak Salmonella typhi yang resisten terhadap obatobatan yang diberikan secara oral yang dulunya sangat bermanfaat, contohnya: kloramfenikol, ampisilin dan kotrimoxasol.2,3 Kloramfenikol bekerja dengan cara melekat pada subunit ribosom 50S dari Salmonella typhi, akibatnya fungsi ribosom Salmonella typhi diblok sehingga menganggu aktivitas peptidyltransferase (PT ase) yang mengakibatkan terjadinya perubahan terminasi pada proses translasi.1 Kloramfenikol menghambat sintesis protein organisme, yang terjadi di dalam ribosom yaitu pada tahap elongasi. Kloramfenikol mempunyai kemampuan untuk berkompetisi dengan messenger RNA pada tempat pengikatan ribosom. Kloramfenikol secara reversibel melekat pada ribosom 50S pada posisi tempat pengikatan asam amino di mana aminoacyl-tRNA akan mengikatkan asam amino pada daerah pengikatan tersebut, sehingga aktivitas peptidyl transferase dalam proses sintesis protein akan terhambat.4 Berdasarkan
49
hal tersebut dii atas maka perlu dilakukan prediksi asam amino dari sekuens nukleotida plasmid yang resisten terhadap kloramfenikol. Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi asam amino pada plasmid Salmonella typhi yang resisten terhadap Kloramfenikol.
BAHAN DAN CARA KERJA
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan Pendekatan penelitian yang digunakan adalah Post test only design (Stephen, 1988). Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Biokimia FMIPA Unair dan TDC mulai bulan September sampai November 2008. Bahan penelitian adalah bakteri Salmonella typhi yang diisolasi dari RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Laboratorium Kesehatan daerah Surabaya dan Laboratorium Mikrobiologi Unair Surabaya dan telah di sub kultur lagi dan diuji sensitifitasnya terhadap kloramfenikol dengan uji dilusi dan uji difusi. Kultur Salmonella typhi resisten kloramfenikol dan sensitif kloramfenikol diisolasi DNA plasmid pengkode CATnya dengan cara di biakkan dalam medium LB yang di tambah antibiotika kloramfenikol 100 µg/ml (Sambrook, 2001). Hasil isolasi DNA plasmid Salmonella typhi sensitif kloramfenikol dan resisten kloramfenikol dilakukan PCR.
Gambar 1. Hasil PCR DNA plasmid Salmonella typhi yang resisten dan sensitif Keterangan: M : marker yang berisi berbagai molekul dengan panjang nukleotida yang berbeda (Ø X 174 RF DNA/ Hae III Fragments) PR9 dan PR 12 fragmen DNA plasmid Salmonella typhi resisten hasil amplikasi PCR dengan primer yang spesifik (primer CAT) yang positif. PS13, PS14, dan PS15 fragmen DNA plasmid Salmonella typhi sensitif hasil amplikasi PCR dengan primer yang spesifik (primer CAT) yang negatif.
50
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 48–52
HASIL PENELITIAN
Hasil PCR DNA plasmid Salmonella typhi yang resisten dan sensitif dapat dilihat pada Gambar 1. Produk PCR yang positif untuk gen CAT tersebut selanjutnya dilakukan purifikasi untuk proses sekuensing. Dari keenam sampel tersebut di atas yang berhasil di PCR adalah lane nomer 2 dan 3 yaitu DNA plasmid Salmonella typhi resisten sampel nomer 9 dan 12 (PR9 dan P R12), yang kemudian dilanjutkan purifikasi. Hasil
produk PCR yang telah dipurifikasi tersebut kemudian di sekuensing. Sekuensing yang dilakukan ini merupakan teknik modern yang digunakan untuk menentukan urutan nukleotida secara langsung dari suatu fragmen DNA. Alat sekuensing (sequencer) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Automated DNA Sequencing menggunakan mesin sequencer ABI PRISM 310 Genetyx Analyzer dengan menggunakan POP-6 polymer. Urutan nukleotida hasil sekuensing DNA target (CAT) dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
1
ATTTTGAGGCATTTCAGTCAGTTGCTCAATGTACCTATAACCAGACCGTTCAGCTGGATA
61
TTACGGCCTTTTTAAAGACCGTAAAGAAAAATAAGCACAAGTTTTATCCGGCCTTTATTC
121
ACATTCTTGCCCGCCTGATGAATGCTCATCCGGAATTCCGTATGGCAATGAAAGACGGTG
181
AGCTGGTGATATGGGATAGTGTTCACCCTTGTTACACCGTTTTCCATGAGCAAACTGAAA
241
CGTTTTCAT
Gambar 2. Hasil sekuensing Salmonella typhi dengan kode PR9
1
ATTTTGAGGCATTTCAGTCAGTTGCTCAATGTACCTATAACCAGACCGTTCAGCTGGATA
61
TTACGGCCTTTTTAAAGACCGTAAAGAAAAATAAGCACAAGTTTTATCCGGCCTTTATTC
121
ACATTCTTGCCCGCCTGATGAATGCTCATCCGGAATTCCGTATGGCAATGAAAGACGGTG
181
AGCTGGTGATATGGGATAGTGTTCACCCTTGTTACACCGTTTTCCATGAGCAAACTGAAA
241
CGTTTTCAT
Gambar 3. Hasil sekuensing Salmonella typhi dengan kode PR12
F
E
A
F
Q
S
V
A
Q
C
T
Y
N
Q
T
V
Q
L
D
I
T
A
F
L
K
T
V
K
K
N
K
H
K
F
Y
P
A
F
I
H
I
L
A
R
L
M
N
A
H
P
E
F
R
M
A
M
K
D
G
E
L
V
I
W
D
S
V
H
P
C
Y
T
V
F
H
E
Q
T
E
T
F
S
Gambar 4. Prediksi asam amino plasmid R9(PR9)
Nurtjahyani: Prediksi Asam Amino pada Plasmid Salmonella typhi
51
F
E
A
F
Q
S
V
A
Q
C
T
Y
N
Q
T
V
Q
L
D
I
T
A
F
L
K
T
V
K
K
N
K
H
K
F
Y
P
A
F
I
H
I
L
A
R
L
M
N
A
H
P
E
F
R
M
A
M
K
D
G
E
L
V
I
W
D
S
V
H
P
C
Y
T
V
F
H
E
Q
T
E
T
F
S
Gambar 5. Prediksi asam amino plasmid R12(PR12)
Gambar 6. Multiple alignment prediksi asam amino dari nukleotida yang telah dipublikasikan di Vietnam dengan no.acc J01841 dibandingkan dengan prediksi asam amino hasil translasi plasmid R9 dan R12 (PR9 dan PR12).
Pada urutan nukleotida hasil sekuensing ini yaitu PR 9 dan PR 12 dilakukan analisis lebih lanjut dengan progam komputer (GENETYX-MAC versi 10), dibandingkan dengan urutan nukleotida plasmid Salmonella typhi yang sudah dipublikasikan di Vietnam dengan Acc.No. J01841. Analisis homologi dari nukleotida yang telah dipublikasikan dengan Acc.No. J01841 dan nukleotida yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu plasmid R9 dan R12 (PR9 DAN PR12). Dari urutan nukleotida hasil sekuensing dapat diprediksikan asam aminonya. Pada Gambar 4 dan 5 ditampilkan prediksi urutan asam amino plasmid R9 dan R12 (PR9 dan PR12). Hasil multiple alignment asam amino yang telah dipublikasikan di Vietnam dengan Acc. No. J01841 dibandingkan dengan prediksi asam amino hasil translasi plasmid R9 dan R12 (PR9 dan PR12) sebanyak 82 asam amino menunjukkan persamaan (sebesar 100%) homologinya dapat dilihat pada Gambar 6.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menemukan plasmid khusus pengkode enzim CAT yang mengkode resistensi terhadap kloramfenikol. Analisis DNA plasmid yang menyandi gen resisten terhadap kloramfenikol pada beberapa isolat Salmonella di Indonesia pernah dilakukan oleh
Yuwono, 1997. Secara mikrodilusi, Yuwono, 19975 dapat mengisolasi plasmid dari 3/14 sampel Salmonella typhi resisten terhadap kloramfenikol dan ditemukan 3 jenis plasmid, satu plasmid BM 23,0 kb dan dua plasmid kecil dengan BM 0,5 kb -2,0 kb. Penelitian Yuwono, 1997 tersebut hanya sampai pada BM plasmid sedangkan untuk plasmid khusus enzim CAT di Indonesia belum pernah diteliti. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wain et al., (2003), yaitu didapatkan gen pengkode enzim CAT yang bertanggungjawab terhadap resistensi kloramfenikol, yang merupakan golongan CAT tipe I di dalam plasmid Salmonella typhi. Hal ini terbukti dengan hasil amplifikasi gen menggunakan PCR yang memberikan hasil positif dan setelah dilakukan sekuensing serta dilakukan analisis nukleotida hasil sekuensing, homologinya 100% dengan plasmid yang ditemukan Wain et al., 2003. Berarti fragmen DNA plasmid yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu plasmid isolat Surabaya (Indonesia) sama dengan plasmid yang telah dipublikasikan dengan acc no. J01841 hasil temuan Wain, et al., 2003 tersebut di atas.6 Sekuens DNA plasmid CAT antara Salmonella typhi yang resisten dan sensitif dalam penelitian ini tidak dapat dibedakan karena hasil PCR untuk plasmid yang sensitif negatif sehingga tidak dilakukan sequencing. Hasil penelitian Mandal et al (2004) membuktikan bahwa
52
Salmonella typhi yang sensitif terhadap antibiotika tidak mengandung plasmid R sehingga dapat dikemukakan bahwa sensitifitas Salmonella typhi terhadap antibiotika dapat berubah menjadi resisten apabila Salmonella typhi memperoleh plasmid R dari bakteri enterik lainya seperti E coli, K pneumoniae dan P vulgaris yang mengalami suatu adaptasi yang dapat mengubah lingkungan antibiotika kuman sehingga dapat survival.7 Pada bakteri yang telah mengalami resistensi ternyata memiliki perbedaan profil whole protein dengan yang sensitif. Berat molekul protein yang bertanggungjawab terhadap pada enzim CAT sebesar 75 KDa,8 telah dikonfirmasi dengan metode Western blot dalam penelitian ini (hasil SDS PAGE dan Imunobloting) dapat dibuktikan adanya CAT yang berat molekulnya sebesar 76 Kda, tetapi belum dapat ditentukan tipe CAT karena anti CAT yang digunakan tidak spesifik, sehingga pada hasil pemeriksaan tampak banyak band (pita). Hal ini karena yang diperiksa adalah whole proteinnya. Lebih dari satu plasmid yang mengkode tipe gen CAT misalnya CAT tipe I, CAT tipe III, CAT B8, dan ada gen CAT yang di kode genom, misalnya CAT P, dll.6,9 Hasil prediksi asam amino terhadap DNA plasmid yang resisten terhadap kloramfenikol ternyata memiliki homologi 100% dengan hasil multiple alignment asam amino yang telah dipublikasikan di Vietnam dengan Acc. No. J01841. Perbedaan berat molekul protein pada CAT yang ditemukan juga dapat terjadi karena adaptasi bakteri pada lingkungan yang berbeda, misalnya susunan nukleotida yang mengkode asam aminonya terdapat perbedaan sehingga berat molekul proteinnya berbeda, sehingga ini merupakan awal untuk menentukan berat molekul protein yang karakteristik untuk resistensi Salmonella typhi terhadap kloramfenikol agar dapat memberikan informasi
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 48–52
tambahan tentang karakteristik reistensi Salmonella typhi terhadap kloramfenikol. Simpulan dalam penelitian ini prediksi asam amino plasmid Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol memiliki homologi dengan multiple alignment asam amino yang telah dipublikasikan di Vietnam dengan Acc. No. J01841.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3.
4. 5.
6.
7.
8. 9.
Xaplanteri MA, Andrreou A, Dinos PG and Kalpaxis DL, 2003. Effect of polyamines on the inhibition of peptidyltransferase by antibiotics: revisiting the mechanism of chloramphenicol action. Nucleic Acids Research 17Vol 31: 5074–5083. Cooke J Fiona, Wain J, 2004.The emergence of antibiotic resistance in typhoid fever. Travel Medicine and infection Disease 2: 67–74. Ivannof, 2002. Proceedings of fifth International symposium on Typhoid Fever held at the Aga Khan. Pak J Med Sci 18 Vol. 2: 161–172. University Karachi-Pakistan Balbi HJ, 2004. Chloramphenicol. American Academy of Pediatrics. Pediatrics in Review 25: 284–288. Yuwono, Siti Sundari, 1987. Isolasi dan Karakteristik Protein E Virus Dengue Isolat Surabaya sebagai Bahan Diagnostik ...... Studi Karier Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi pada Pedagang Es ... Gambaran Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue di Jakarta Tahun 1986–1987 . Wain J, Nga Diem LT, Kidgell Claire, James Keitg, Fortune Sarah, Diep ST, Ali Tahir, Gaora O, Parry C, Parkhill J, Ferrar J, White JN, Dougan G, 2003. Molecularanalysis of incH11 antimicrobial resistance plasmids from Salmonella Serovar Typhi strains associated with typhoid fever. Antimicrobial Agents and Chemotherapy, p: 2732–2739. Mandal S, Mandal MD, Pal NK, 2004. Plasmid-encoded multidrug resistance of Salmonella typhi and some enteric bacteria in and around Kolkata, India: A Preliminary Study. Online J Health Allied Scs 4: 2. Sigma, 2005. Enzim Chloramphenicol acetyltransferase. Shaw WV, 1983. Chloramphenicol acetyltransferase enzymology and molecular biology CRC. Crit Rev. Biochem 14: 1–46.
53
Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram dengan Media Modifikasi Piring Plastik pada Siswa Kelas VIII MTs. Khadijah Kota Malang (Efforts to Increase Effectiveness of Learning with Media Disc Throw Modified Plastics Plate VIII grade students MTs. Khadijah Malang) Nur Iffah Program Studi PJKR IKIP Budi Utomo Malang
ABSTRAK
Factors mempengaruhi pembelajaran pendidikan jasmani: masih terjebak dengan kedinasannya rutin dan belum menyadari, memahami makna sebenarnya dari siswa membelajarkan (profesional) sertifikasi belum menjadi motivasi diri dan konsisten mempertahankan berkelanjutan (internal) dan tingkat kesejahteraan merupakan faktor eksternal (Mutohir. TC, 2002). Terkait dengan kompetensi yang harus dimiliki, dan harus melatih dan mendidik kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan menteri 43/U/1987 jumlah pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, intelektual dan emosional secara fisik aktivitas. Untuk dapat mengembangkan keterampilan motorik dasar sesuai dengan tahap perkembangan dan karakteristik siswa, guru harus melakukan berbagai pendekatan, model pembelajaran kreatif dan inovatif yang diperlukan untuk memberikan nuansa dan warna baru bagi siswa yang berdampak pada meningkatnya minat untuk berpartisipasi dalam belajar dengan menyenangkan. Untuk mendukung hal ini, dan terbatasnya sarana dan prasarana, kurangnya dana dan pengetahuan modifikasi media yang bukan alasan, hanya hiper dan dorongan untuk lebih kreatif dan inovatif, karena banyak guru meniru satu sama lain, seperti yang diajarkan oleh berlatih olahraga, dalam beberapa kasus memiliki kesamaan, namun ada perbedaan, agar kekaburan semacam, tingkat kesulitan, modifikasi (ukuran regulasi, jumlah diketahui (Samsudin, 2008:12), sehingga siswa menjadi kurang bahagia, meskipun fasilitas terbatas tersedia hanya satu disc, sedangkan rata-rata siswa di MTs. Khadijah ada 32 siswa, sehingga jumlah cakram dengan siswa tidak sebanding. Tampaknya piring plastik dapat menjadi alternatif, dari segi bentuk, ada kemiripan, itu ketersedia dan harga, sangat mudah untuk datang oleh pasar dengan harga yang sangat murah, maka penelitian yang diperlukan. Disk Tujuan penelitian melemparkan meningkatkan efektivitas pembelajaran dengan modifikasi media yang hasil disajikan dalam bentuk siklus yang berkelanjutan deskriptif kualitatif yang merupakan karakteristik dari penelitian tindakan.. Dengan mengamati negara untuk mengidentifikasi objek yang akan diperiksa, maka set berikutnya tindakan pembelajaran. Dalam pelaksanaan diamati lebih lama untuk menerapkan dan Rencana tindakan baru yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas sebelumnya.
Kata kunci: efektivitas, belajar, media, modifikasi ABSTRACT
Factors affecting the learning of physical education: still stuck with the routine kedinasannya and yet aware of, understand the true meaning of membelajarkan students (professional) certification has not become self-motivated and consistently maintain a sustainable (internal) and the level of welfare is an external factor (mutohir tc, 2002). Related to the competencies that must be owned, and must train and educate the ability to realize the goal of education minister 43/u/1987 number of physical education is an integral part of overall education aimed at improving individual organically, intellectually and emotionally through physical activity. To be able to develop basic motor skills according to the stage of development and characteristics of students, teachers have to perform a variety of approaches, models of creative and innovative learning that is needed to provide shades and new colors for students who have an impact on the growing interest to participate in learning with fun. To support this, and the limited facilities and infrastructure, lack of funds and knowledge of media modifications not an excuse, just hyper and encouragement to be more creative and innovative, because many teachers imitate each other, as taught by practicing the sport, in some cases have in common , but there is a difference, vagueness sort order, level of difficulty, modification (regulation size, number of unnoticed (samsudin, 2008:12), resulting in students being less happy, despite the limited facilities available only a single disc, while the average student in mts. Khadijah there are 32 students, so the number of discs with students is not comparable. It seems that plastic dishes can be an alternative, in terms of shape, there are similarities, ketersedia's and the price, very easy to come by the market with very cheap rates, then the necessary research. The research objective disc throwing improve the effectiveness of learning with media modifications. Results are presented in the form of qualitative descriptive continuous cycle that is characteristic of action research. By observing the state to identify the object to be examined, then the next set of action learning. In the implementation of the observed longer to implement and the new action plan which aims to improve the previous activity.
Key words: effectiveness, learning, media, modification
54 PENDAHULUAN
Guru mengajar karena menginginkan siswa belajar, satu hal yang paling menyedihkan dari semua situasi ketika para guru mengajar tetapi siswa tidak belajar. Guru diberi keleluasaan mengelola kelasnya secara mandiri, kemahiran dan kejelian menuntutnya selalu menyediakan model, pendekatan pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar, dengan berbagai strategi. Kemauan, kesenangan dan minat belajar perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh, karena belajar bukanlah sesuatu yang membosankan, apalagi membuat siswa tertekan dan sekadar memperoleh nilai. Indikator keberhasilan guru mampu memberi makna pembelajaran secara baik/bermanfaat. Dengan tujuan jangka panjang yang lebih komprehensif sebagaimana tersurat ”… berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu/cakap, kreatif, mandiri, serta bertanggung jawab.”10 Betapa pentingnya membangun potensi siswa menjadi manusia seutuhnya bisa terwujud dengan aktivitas olahraga atletik/lempar cakram sebagaimana tercermin dalam “gerakan 4–5 cabang olahraga (atletik, senam, pencak silat dan permainan) yang dipromosikan dibawah payung pembinaan olahraga, juga tertera dikurikulum pendidikan jasmani di semua tingkat pendidikan sebagai sarana proses pembelajaran. Untuk mencapai standar itu bukan hal yang mudah, kendalanya: 1) Banyak kalangan sekolah yang belum memahami pentingnya sarana dan prasarana dalam penjas. 2) Pelaksanaannya perlu dilandaskan pada perencanaan yang sungguh-sungguh tidak hanya teori, tapi dilaksanakan di dalam praktik/ diintegrasikan dengan pembelajaran keterampilan gerak. 3) Kurangnya alat dan sarana dalam penjas sehingga proses pembelajaran kurang efektif. 4) Pentingnya alat dan media yang dimodifikasi untuk mengganti kurangnya sarana. Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan “untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama”.11 Olahraga sangat efektif untuk memupuk sikap sportivitas, menerima kegagalan/ keberhasilan, semangat, lebih percaya diri, seperti tertera dalam Kompetensi Dasar Pembelajaran Penjasorkes, yang mensyaratkan nilai kejujuran, sportivitas, dan semangat yang tinggi. “Olahraga bisa meningkatkan daya ingat dan konsentrasi, serta berpengaruh positif pada perilaku anak di kelas”.12 Keterbatasan sarana dan prasarana, minimnya dana dan pengetahuan tentang modifikasi namun hendaknya tidak
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 53–63
dijadikan alasan, justru pemacu dan dorongan untuk lebih kreatif, inovatif, dan penuh semangat. Keberhasilan guru diketahui: 1) hasil belajar siswa meningkat ditunjukkan dengan ketuntasan belajar, 2) kepribadiannya meningkat dengan minimalnya pelanggaran, 3) hubungan sesama guru, siswa, kepada orang tua dan masyarakat menjadi lebih baik. ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai, melakukan pembimbingan dan pelatihan...” (Pasal 39, (2) UU No. 20 Th. 2003). Sebagai agen pendidikan, guru wajib membuat perencanaan hingga evaluasi pembelajaran, namun hingga kini belum optimal. Ternyata di lapangan masih ditemui beberapa guru belum melaksanakan tugasnya, banyak di antara mereka saling meniru, mengajar penjas sama dengan melatih cabang olahraga, dalam beberapa hal memiliki kesamaan, namun ada perbedaan. Dan tugas yang diberikan guru untuk SD, SLTP dan SLTA pada hakikatnya tidak berbeda. Memahami kebutuhan belajar siswa dan membangun karakter berakhlak mulia, hal ini memberi tantangan kepada setiap sekolah, bertekad untuk meningkatkan kemampuan hardware yakni dengan melengkapi sarana dan prasarana penunjang proses pembelajaran. Modifikasi dalam mata pelajaran penjas diperlukan dengan tujuan agar siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran, meningkatkan kemungkinan keberhasilan dengan berpartisipasi dan siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.1 Cukup banyak keterampilan inderawi jasmani yang rumit dan karenanya memerlukan upaya manipulasi (penggunaan secara cermat), koordinasi, dan organisasi rangkaian gerakan secara tepat. “… ketidakjelasan dalam tata urutan dan tingkat kesukaran, modifikasi baik dalam peraturan ukuran lapangan maupun jumlah pemain tidak terperhatikan”.2 Guna berhasil dan berdaya guna dalam melaksanakan tugas lebih arif, meskipun jumlah siswa yang overload tentu saja perhatian kepada masing-masing anak kurang, maka melakukan tes keterampilan perlu teman sejawat, peningkatan penampilan dan evaluasi diri, agar terjadi perubahan-perubahan berarti. Dari permasalahan di atas, perlu pemecahan masalah. Satu pemikiran, perlu adanya media modifikasi untuk mengganti cakram yang memang cukup mahal. Media tersebut harus bersifat bisa mewakili karakteristik cakram, dan nampaknya piring plastik bisa menjadi media alternatif, dari segi bentuk, ada kemiripan, ketersediaan dan harga, piring plastik sangat mudah sekali didapat dipasar dengan harga yang sangat murah. Rumusan masalah penelitian ini: Apakah media modifikasi piring plastik bisa meningkatkan efektivitas belajar lempar cakram, pada siswa kelas VIII MTs. Khadijah Malang? dan berapa besar peningkatan efektivitas belajar lempar cakram. Tujuannya untuk mengetahui peningkatan efektivitas belajar lempar cakram dengan media modifikasi piring plastik. Metode yang digunakan adalah metode tindakan kelas. Data hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif dengan siklus berkelanjutan yang merupakan
Iffah: Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram
ciri dari penelitian tindakan. Dengan mengobservasi untuk mengidentifikasi keadaan objek yang akan diteliti, maka ditetapkan tindakan pembelajaran berikutnya. Dalam pelaksanaan diobservasi lagi untuk melaksanakan dan merencanakan tindakan baru yang bertujuan untuk memperbaiki kegiatan sebelumnya. Efektivitas Belajar Lempar Cakram Pola pembelajaran yang sangat teoritis dan kurang bervariasi (sering berupa textbook oriented dan kurang dikaitkan dengan lingkungan) perlunya model agar pendidik mengenal elemen penting dalam proses pembelajaran, dapat mengontrol dan memprediksi perubahan prilaku. Pemahaman, penguasaan berbagai inovasi metode dan teknik yang dapat diaplikasikan dan nuansa, dan warna baru berdampak pada peningkatan minat mengikuti pembelajaran dengan menyenangkan, serta penerapkan model pembelajaran kooperatif (berlatih bersama dan saling membantu), keterampilan proses, dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas dan kompetensi siswa dan meningkatkan interaksi sosial yang positif. Selain memberi motivasi bahwa sebenarnya manusia itu memiliki kemampuan dengan berani mencoba/berusaha. Media modifikasi dapat merangsang siswa untuk melakukan lemparan, dengan tingkat kesulitan yang semakin lama semakin meningkat dan mengarah pada lempar cakram yang benar dan efektif, serta membantu siswa khususnya siswa perempuan dalam membangun rasa percaya diri dengan mencoba. Bucher 1979 dalam (Samsudin 2008:7): a) anak harus dipandang sebagai individu dengan kebutuhan fisik, mental/emosional dan sosial yang berbeda, b) keterampilan gerak dan kognitif harus mendapat penekanan, c) harus meningkatkan kemampuan otot, daya tahan, kelenturan, koordinasi serta belajar bagaimana faktor tersebut memainkan peran dalam meningkatkan kebugaran jasmani, d) pertumbuhan sosial dalam olahraga harus menjadi bagian penting dari semua program.2 Guru akan lebih efektif bila selalu membuat perencanaan, dengan persiapan akan mantap di lapangan, perencanaan yang matang dapat menimbulkan banyak inisiatif dan daya kreatif guru, dan meningkatkan interaksi. Agar “pengajaran penjas efektif, memiliki ketrampilan bergerak yang tinggi dengan sikap yang positif terhadap kegiatan fisik, memerlukan latihan praktik yang tepat dan memadai, harus memberi peluang tingkat sukses yang tinggi dan lingkungan perlu distrukturisasi sedemikian rupa sehingga menumbuhkan iklim belajar yang kondusif.2 Kegiatan belajar mengajar penjas amat berbeda pelaksanaannya dari mata pelajaran lain, karena ada satu kekhasan dan keunikan yang tidak dimiliki oleh program pendidikan yaitu dalam hal pengembangan psikomotor yang biasa dikaitkan dengan tujuan pengembangan kebugaran jasmani dan pencapaian keterampilan gerak. Lima tujuan yang hendak dicapai dari penjas: 1) Organik, aspek ini terkait dengan masalah dan kemampuan siswa mengembangkan
55
kekuatan otot, daya tahan kardiovaskuler dan kelentukan. 2) Neuromuskuler, terkait dengan masalah kemampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan lokomotor, keterampilan non lokomotor, dan bentuk-bentuk keterampilan dasar permainan, faktor-faktor gerak, keterampilan olahraga dan keterampilan rekreasi. 3) Interperatif, kemampuan siswa untuk menyelidiki, menemukan, memperoleh pengetahuan dan membuat penilaian. Memahami peraturan permainan, mengukur keamanan dan tata cara atau sopan santun. Menggunakan strategi dan teknik yang termasuk didalam kegiatan organisasi. Mengetahui fungsi tubuh dan hubungan dengan aktivitas fisik. Mengembangkan apresiasi untuk penampilan. Mengunakan penilaian yang dihubungkan dengan jarak, waktu, ruang, tenaga, kecepatan dan aturan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan, bola dan diri sendiri. Memahami faktor pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan gerak. Berkemampuan memecahkan permasalahan dan perkembangan. 4) Sosial, aspek ini terkait dengan masalah kemampuan siswa melakukan penilaian terhadap diri sendiri dan orang lain dengan menghubungkan individu untuk masyarakat dan lingkungannya. Kemampuan dalam membuat penilaian dan suatu situasi kelompok. Belajar berkomunikasi. Berkemampuan untuk merubah dan menilai ide-ide dalam kelompok. Pengembangan dari fase-fase sosial dari kepribadian, sikap dan nilainilai agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Mengembangkan sikap kepribadian yang positif, belajar membangun waktu senggang yang bermanfaat dan mengembangkan sikap yang mengembangkan karakter moral yang baik. 5) Emosional, kemampuan melakukan respons yang sehat terhadap kegiatan fisik melalui pemenuhan kebutuhan dasar, mengembangkan tindakan positif dalam menonton dan keikutsertaan baik pada saat berhasil maupun kalah. Menyalurkan tekanan melalui kegiatan fisik yang bermanfaat, mencari jalan keluar untuk ekspresi dan kreativitas. Mewujudkan suatu pengalaman seni yang berasal dari kegiatan yang terkait dan berkemampuan untuk memiliki kegembiraan atau kesengsaraan.2 Peningkatan belajar lempar sangat ditentukan oleh pendekatan pengajaran. Pendekatan langsung akan lebih efektif jika tujuannya mempelajari materi yang khusus (cara memegang, awalan, cara mengayun), guru melakukan kontrol dan bagaimana prosesnya (melempar dan saat kembali ke posisi semula) sangat cocok jika materi pelajaran mempunyai struktur yang hierarkis dan terutama berorientasi pada keterampilan dasar, serta ketika efisiensi pembelajaran lebih kompleks. Yang harus diperhatikan dalam lempar cakram: 1) Berputar dengan baik, 2) Dorong cakram melewati lingkaran, 3) Usahakan melakukan putaran yang besar antara badan bagian atas dan bawah, 4) Capai jarak yang cukup jauh pada saat melayang, 5) Mendaratlah pada jarijari kaki kanan dan putar secara aktif di atas (jari-jari tersebut), 6) Mendaratlah dengan kaki kanan di titik
56
pusat lingkaran dan kaki kiri sedikit ke kiri dari garis lemparan. Dan hindari: jatuh ke belakang pada awal putaran, berputar di tempat, membungkukkan badan, melompat, terlalu tegang, penempatan kaki salah dengan sudut lemparan. Strategi yang berhubungan dengan penataan pengalaman belajar penjas dengan pengajaran interaktif, sesama, kooperatif, strategi pengajaran diri. Belajar gerak sebagai kumpulan proses yang disatukan dengan praktik, pengalaman yang mengarah pada perubahan permanen dalam kecakapan untuk menghasilkan keterampilan.3 Menciptakan pembelajaran yang lebih efektif diperlukan syarat: 1) Belajar secara aktif baik mental maupun fisik. Di dalam belajar siswa harus mengalami aktivitas mental misalnya pelajar dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya, kemampuan berfikir kritis, kemampuan menganalisis. 2) Guru harus mempergunakan banyak metode dalam mengajar. Variasi metode akan mengakibatkan penyajian bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah di terima, suasana menjadi lebih hidup. Metode yang selalu sama akan membosankan. 3) Motivasi, sangat berperan pada kemajuan perkembangan siswa selanjutnya melalui proses belajar. Bila motivasi guru tepat mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan belajar. Dengan tujuan yang jelas siswa belajar lebih tekun dan bersemangat. 4) Guru perlu mempertimbangkan perbedaan individual, tidak hanya merencanakan pengajaran, karena setiap siswa mempunyai perbedaan, misalnya intelegensi, bakat, tingkah laku/sikap dan lainnya. Mengharuskan guru untuk membuat perencanaan secara individual, agar dapat mengembangkan kemampuan siswa secara individual. 5) Guru akan lebih efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum mengajar. Kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Seluruh keterampilan gerak bisa dianggap efektif jika mampu diselesaikan sesuai dengan tujuannya. 4 Perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran mempunyai ciri-ciri: perubahan yang disadari, kontinyu (berkesinambungan), memberikan manfaat bagi individu, positif, terjadi dengan sedirinya, permanen dan bertujuan. Faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas: waktu, kesempatan, dorongan, sarana, lingkungan yang merangsang, hubungan anak-orang tua dan cara mendidik. Belajar adalah proses yang kompleks, setiap orang mempunyai ciri yang unik, disebabkan oleh efisiensi mekanisme penerimaan dan kemampuan tanggapan. Semakin baik tanggapan suatu objek, orang, peristiwa, makin baik pula hal tersebut dimengerti dan diingat. Semua proses itu berlangsung saling menjalin, agar dapat berhasil, pedoman yang perlu diikuti, yaitu: siswa harus terlibat dan ikut aktif, kegiatan belajar harus sesuai, strategi mengajar harus sistematis, kreativitas dijadikan tujuan belajar. Keterlibatan siswa, bilamana sebaiknya dapat membantu, dipelajari, mencoba menyelesaikan menurut kemampuannya. Penjas harus mengacu pada pengembangan pribadi manusia secara
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 53–63
utuh.5 Tujuan pendidikan: ranah kognitif yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, ranah afektif perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi dan ranah psikomotor berisi perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik. Penjas bertujuan untuk ”mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabilitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui kegiatan aktivitas jasmani dan olahraga”.6 Penjas merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan motorik, kemampuan fisik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilainilai (sikap-mental-emosional-spiritual dan sosial) serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang. Dalam proses pembelajarannya diharapkan mengajarkan berbagai keterampilan gerak dasar, teknik/strategi permainan olahraga, internalisasi nilai (sportivitas, jujur, kerja sama) dan pembiasaan pola hidup sehat. Untuk itu, pelaksanaan penjas tidak hanya melalui pengajaran konvensional didalam kelas yang bersifat kajian teori, namun melibatkan unsur fisik, mental, intelektual, emosi dan sosial. Selain aktivitas yang diberikan dalam pengajaran mendapatkan sentuhan didaktik metodik, sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran. Kategori konsep gerak yang berguna dalam penjas yang harus tercakup dalam pengajaran: 1) Rangkaian aksi (action wods) merupakan kategori/ penjenisan gerakan secara luas mencakup respons khusus yang beragam, istilah seperti keseimbangan berpindah tempat memukul, menerima, berputar adalah rangkaian aksi yang bersifat konsep sebab aksinya dapat dilakukan dalam banyak cara dan dalam situasi yang berbeda. 2) Kualitas gerak (movement qualities) merupakan kelompok respons yang mengandung kualitas tertentu dilihat dari beberapa aspek (ruang, usaha, dan aspek keterhubungan). 3) Prinsip gerak (movement principles) pengelompokan konsep secara meluas yang memasukkan prinsip-prinsip yang mengatur efisiensi dan efektivitas gerak. 4) Strategi gerak (movement strategies) adalah konsep yang berhubungan dengan bagaimana gerakan digunakan dalam kaitannya dengan benda atau orang lain. 5) Pengaruh gerak (movement effects) konsep yang dikaitkan dengan pengaruh pengalaman gerak pelaku. Pengaruh latihan pada jantung dan tipe latihan menghasilkan daya tahan, kekuatan, kelentukan merupakan konsep pengaruh gerak. 6) Emosi gerak (movement affects) merupakan suatu pengelompokan khusus dari konsep yang berfokus secara khusus pada wilayah efektif dari perkembangan manusia, dihubungkan dengan perasaan, kenikmatan gerak, fail play, kerja sama, mengapa orang bergerak, pengaruh gerak dan emosi.2 Pengajaran gerak membantu dalam pembelajaran penjas secara keseluruhan, terutama memilih materi yang dapat ditransfer pada situasi lain yang identik. Misalnya, jika siswa sudah menguasai konsep bagaimana menerima respon, maka mereka mampu menerapkan konsep itu
Iffah: Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram
di situasi lain seperti saat, memegang, awalan, ayunan tangan, melempar. Kemampuan mentransfer itu adalah faktor yang sangat penting baik dalam pembelajaran mandiri maupun pemecahan masalah.2 Faktor yang Memengaruhi Belajar Lempar Cakram Kemampuan siswa dalam meraih prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dari dalam diri individu faktor jasmaniah (fisiologis), psikologis (intelektul/taraf intelegensi, kemampuan belajar, dan nonintelektual (motivasi belajar, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, dan kondisi akibat keadaan sosiokultur) dan kondisi fisik. Dan faktor eksternal: 1) Faktor pengaturan belajar disekolah (kurikulum, disiplin sekolah, guru, fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa); 2) Faktor sosial disekolah (sistem sosial, status sosial siswa, dan interaksi guru dan siswa); 3) Faktor situasional (keadaan politi ekonomi, keadaan waktu dan tempat atau iklim). Kondisi internal: tipe tubuh, motivasi, atau atribut lainnya, kondisi eksternal memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap penampilan gerak seseorang. Kedua faktor ini akan saling mendukung dan saling berinteraksi sehingga membuahkan sebuah hasil belajar.1 Pada dasarnya pencapaian keterampilan belajar gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang memengaruhi belajar gerak:2 1) Memahami apa yang harus dipelajari, merupakan hal penting. Kejelasan tujuan pembelajaran berupa keterampilan yang harus dikuasai harus diketahui siswa untuk membantu efektivitas pembelajaran. Instruksi secara verbal, demontrasi dan berbagai alat bantu mengajar dapat digunakan sebagai alat untuk memperjelas tujuan belajar. 2) Kesempatan untuk merespons, siswa harus termotivasi untuk mencapai tujuan belajar dan mendapatkan umpan balik mengenai usahanya tersebut. Ini menunjukkan kepada respons yang berkualitas yang harus didapatkan siswa. Memberikan kesempatan untuk lebih terlibat dalam pembelajaran merupakan cara untuk mencapai tujuan belajar. 3) Adanya umpan balik, sangat diperlukan. Tanpa itu belajar tidak akan terjadi, semakin tepat informasi yang diterima sebagai umpan balik, maka semakin cepat siswa belajar. Keuntungan pembelajaran gerak, kaya akan umpan balik, sebagian besar keterampilan gerak diberikan dalam penjas di sekolah. Guru harus belajar menjadi ahli dalam memberikan umpan balik yang meliputi kemampuan menganalisa performa dan jeli menetapkan kekurangan atau kelebihan penguasaan gerak serta memberikan koreksi yang sesuai dengan kebutuhan siswa berdasarkan analisis yang dilakukan. 4) Reinforcement. Penguatan biasanya digunakan sebagai rangkaian penguatan yang mengikuti suatu perilaku tertentu dalam meningkatkan kesempatan bahwa perilaku tersebut akan terulang. Sedangkan umpan balik mengikuti respons yang tampak. Penguatan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti kata-kata guru, pengakuan teman, memenangkan pertandingan, tanda penghargaan, perhatian dari orang
57
tua. Semua komponen dalam pembelajaran memerlukan motivasi agar mau belajar. Lempar Cakram dengan Media Modifikasi Media sebagai sarana komunikasi harus menunjang tujuan, berbagai media misalnya film instruksional pembelajaran suatu rangkaian gerak lempar cakram, dapat dilihat jelas oleh para siswa/diulang beberapa kali. Video kamera dapat memperlihatkan kembali gerakan yang telah dilakukan/dijadikan bahan untuk mengoreksi kegiatan selanjutnya, selain membuat alat bantu dengan jalan memodifikasi. Manfaat media antara lain:7 1) Penyampaian materi dapat diseragamkan, 2) Proses instruksional menjadi lebih menarik, 3) Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif, 4) Jumlah waktu belajarmengajar dapat dikurangi, 5) Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan, 6) Proses belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, 7) Sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan, 8) Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif. Kegiatan belajar yang sesuai, materi dan media membantu merangsang, menarik minat serta menimbulkan kesiapan siswa untuk terlibat situasi belajar, keterbatasan media yang dimiliki oleh tiap-tiap sekolah berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam mengelola. Media untuk penjas digolongkan: 1) Media mekanik (alat-alat diluar ketentuan dalam peraturan pertandingan cabang olahraga tertentu yang diciptakan untuk membantu membelajarkan gerak si pemakainya, tidak ada ketentuan tentang model dan ukuran alat ini). 2) Media kinestik berkaitan dengan informasi tentang kedudukan/ posisi badan dalam ruang dan hubungan dengan bagianbagiannya, hal ini menyangkut upaya meningkatkan kesadaran dan presepsi kinestetik seseorang guna gerak yang akurat. 3)Media sederhana yang dibuat dari alat seadanya, berarti pengantar atau apa saja yang digunakan untuk proses penyaluran informasi. Proses pendidikan melalui gerak maka media untuk penjas adalah apa saja yang dapat merangsang siswa untuk bergerak, bukan hanya alat-alat olahraga standar tetapi apa saja di sekitar kita dapat dimanfaatkan sebagai media. Pengembangan media di atas diharapkan bisa menambah wawasan dan berbagai pengalaman/penyegaran bagi para guru dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan secara operasional modifikasi permainan dengan kurangi jumlah pemain dalam setiap regu, ukuran lapangan diperkecil, waktu diperpendek. Sederhanakan alat yang digunakan, dan ubahlah peraturan menjadi sederhana agar lancar.13 Guru dalam memodifikasi pembelajaran, perlu memperhatikan prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) termasuk didalamnya “keadaan tubuh” diarahkan agar aktivitas belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik anak sehingga mendorong perubahan kemampuan kearah yang lebih baik. Esensi modifikasi adalah menganalisis, mengembangkan materi dengan cara meruntunkannya
58
dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga memperlancar siswa belajar, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, kurang terampil menjadi lebih terampil. Cara guru memodifikasi pembelajaran akan tercermin dari aktivitas pembelajarannya mulai awal hingga akhir pelajaran, modifikasi alat menuntut guru harus menguasai dan memahaminya dan dapat diterapkan dalam pembelajaran penjas. Modifikasi dalam mata pelajaran penjas diperlukan, dengan tujuan agar siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran, meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi dan dapat melakukan pola gerak secara benar.1 Lempar cakram dapat diajarkan dengan sangat menarik, mendidik dan menantang serta mendorong terbentuknya tubuh yang sehat dan kepribadian yang baik, juga mengembangkan kemampuan penalaran. Untuk itu dibutuhkan beberapa tehnik dasar yang harus dikuasai oleh pelempar dan mempunyai alat yang sesuai dan selaras dengan siswa. Persoalannya adakah alat yang sekarang bisa digunakan pelempar? Asumsi menggunakan piring plastik: 1) Cakram ukuran 1, 1.5 dan 2 kg termasuk cakram yang berat bagi siswa sehingga untuk melakukan lemparan memerlukan power yang lebih besar, jika menggunakan piring plastik kerja fisik dan motorik tidak terlalu besar. 2) Lebar telapak tangan dan panjang jari-jari tangan pelempar tidak seimbang dengan ukuran cakram sehingga kesulitan untuk, memegang (pelempar yang memiliki tangan cukup lebar, tangan lebar, dan pelempar yang jarijarinya pendek) memiliki cara memegang yang berbeda dalam perkenaan jari, ruas jari tangan dan telapak tangan dengan cakram, juga mengayunkan/melempar cakram, dengan piring plastik diharapkan siswa mampu melakukan lemparan dengan lebih mudah, serta teknik dasar lainnya akan mudah dilakukan. 3) Siswa dapat memegang cakram lebih kuat, semakin panjang jarijari tangan pelempar maka semakin mudah dan erat memegang cakram dan semakin kuat jari-jari tangan, semakin kuat (tidak mudah lepas/jatuh), dan 4) Siswa akan menjadi bosan karena kesulitan melakukan gerakan lempar cakram ukuran standar, dengan diperkecilnya ukuran/sesuai dengan ukuran tangan diharapkan minat siswa lebih antusias dan minat siswa bermain lempar cakram semakin bertambah. Pengembangan alat modifikasi ini melihat kondisi siswa yang mempunyai kekuatan, keterampilan, struktur tubuh, koordinasi dan psikologi yang lebih kecil dari orang dewasa, agar siswa lebih senang, sering, aktif melakukan makin banyak peluang dan lebih selaras dalam melakukan lemparan, karena pengalaman, pengayaan, efisiensi dan efektivitas gerak serta otomatisasi geraknya. Menciptakan suasana pembelajaran yang sebaik-baiknya, membangkitkan motivasi belajar, pendekatan dan latihan, menciptakan kegiatan yang beraneka ragam memerlukan kreatifitas, inovatif dan inisiatif guru dengan media modifikasi piring plastik tahap pelaksanaannya sama dengan saat menggunakan cakram sesungguhnya, mulai dari cara memegang, awalan, cara mengayun, melempar
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 53–63
dan saat kembali ke posisi semula, siswa responsif dengan pembelajaran yang diterimanya. Penggunaan media modifikasi piring plastik gerakan latihanya itu hanya mengarah pada proses pembelajaran yang benar untuk lempar cakram sehingga proses belajar mengajar lebih efektif dan tujuan tercapai. Dengan media modifikasi, siswa akan lebih mengerti, mampu melakukan lempar cakram, dan dengan adanya media yang lebih banyak, maka siswa lebih cepat mengerti, aktif dan terampil dibandingkan dengan alat yang terbatas.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan guru disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran. Model Kemmis dan Taggart.8 Pelaksanaannya direncanakan berlangsung 2 siklus, di mana dalam setiap siklus terdiri atas: 1) Rencana, berisi rencana tindakan yang akan dilakukan (telaah pustaka tentang model dan teknik, dilanjutkan dengan diskusi yang dilakukan dengan teman sejawat, ahli, pelatih dan siswa tentang permasalahan beserta tujuan yang ingin dikembangkan), berdasarkan analis pustaka dan diskusi kemudian disusun alternatife upaya peningkatan efektivitas belajar lempar cakram dengan media piring plastik, menyusun rencana tindakan secara konkret yang akan diujikan pada siklus penelitian dan menyusun rencana instrument monitoring, pedoman ketercapaian tujuan dan evaluasi. Berdasarkan permasalahan yang berhasil diidentifikasi maka alternative penyelesaian adalah dengan menerapkan model kooperatif dengan pengajaran langsung/praktik. 2) Tindakan, berisi kegiatan yang dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan/perubahan yang diinginkan. 3) Observasi, pengamatan atas hasil/ dampak dari tindakan yang dilakukan. 4) Analisis dan Refleksi, yang akan digunakan sebagai dasar menentukan langkah berikutnya, apakah tindakan yang diberikan akan diteruskan, dimodifikasi atau disusun rencana yang sama sekali baru. Jika terpaksa dimodifikasi atau disusun rencana yang baru maka tindakan yang baru tersebut selain akan disusun berdasarkan kajian secara teoretik juga didasarkan pada pengalaman yang didapat selama putaran pertama. Kegiatan siklus pertama dipaparkan sebagai berikut: 1) Rencana Tindakan. Tahap ini, peneliti menyiapkan beberapa perangkat pembelajaran yang diperlukan. Setelah melakukan persiapan awal dan dilanjutkan terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui keadaan yang ingin diteliti, melakukan seleksi dan koordinasi dengan elemen pendukung agar semua proses penelitian berjalan dengan tanpa hambatan. Seleksi subjek penelitian dilakukan dengan berpedoman pada kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Masalah yang di temukan: a) Kurangnya perhatian siswa terhadap materi yang disajikan dan siswa kurang aktif dalam proses
Iffah: Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram
belajar mengajar. b) Siswa kurang menguasai teknik dasar lempar cakram. c) Perlunya perhatian dan tindakan dalam belajar lempar cakram. d) Sangat terbatasnya lapangan, kurangnya sarana terutama alat lempar cakram hanya satu. Langkah selanjutnya menyiapkan lapangan, peralatan dan personil pendukung lainnya, kemudian menyususn rancangan model-model yang akan diujicobakan. 2) Pelaksanaan Tindakan. Tahap tindakan terdiri dari beberapa pertemuan. Pertemuan 1 adalah: a) Siswa melakukan pemanasan, dipimpin peneliti atau siswa yang ditugaskan guru secara bergiliran. b) Siswa dibagi menjadi 5 bersaf. c) Peneliti menjelaskan teknik dasar lempar cakram yaitu cara memegang cakram sesuai lebar telapak tangan dan panjang jari-jari tangan pelempar, peneliti mencontohkan, d) Siswa yang di saf pertama terdiri dari 5 orang melakukan cara memegang cakram dan penempatan jari tangan, lalu secara bergiliran satu-persatu dari kanan ke kiri. e) Peneliti mengoreksi dan memberikan solusi bagi yang mengalami kesulitan. Siswa melakukan secara bergiliran, lalu bergeser ke samping dan pindah ke belakang, lalu disusul saf kedua, saf ketiga hingga saf terakhir dengan aba-aba peneliti dan mengoreksinya. f) Latihan ini dilakukan berulangulang 4–5 kali sampai siswa menguasai dan mampu memegang cakram dengan baik. Kemudian mengevaluasi, memotivasi, caooling down berdoa/selesai. Pertemuan ke2 a) Pendahuluan/pemanasan, melanjutkan/mengingatkan latihan kemarin, menjelaskan teknik dasar awalan, ayunan tangan, siswa melakukan gerak seperti yang dicontohkan dengan aba-aba peneliti. Sesuai urutan saf secara bergiliran. Peneliti mengkoreksi dan memberikan solusi. Dilakukan 5–6 kali sampai siswa menguasai dan mampu melakukan dengan benar. Evaluasi, memotivasi, penutup. Pertemuan ke-3 pada intinya sama dengan sebelumnya, mengingatkan cara memegang, awalan, ayunan tangan dan teknik dasar yang ketiga dan keempat yaitu teknik melempar cakram dan gerakan lanjutan lempar, mencontohkan. Siswa melakukan 5–6 kali hingga menguasai/mampu melakukan dengan baik, peneliti mengkoreksi, memotivasi dan penutup. Pertemuan ke4, pemanasan, peneliti menjelaskan pedoman tes lempar cakram yang sah dan penilaiannya dibantu oleh panitia menyediakan alat-alat yang diperlukan, memberikan abaaba tes, memanggil siswa urut absen, dan mengamati jalannya tes dan proses pengambilan nilai, dibantu orang yang ahli dalam bidangnya. Siswa mencoba tes, lalu satu persatu melakukan, jadi sangat jelas jika ada siswa yang salah, diulangi dan mudah menilainya. Diberi kesempatan 3 kali tes dan dicatat nilai yang terbaik. Indikator penilaian (teknik cara memegang cakram, teknik awalan, teknik lemparan dan teknik gerak lanjutan serta penilaian sikap/perilaku). Peneliti dibantu guru pamong. Peneliti memberi tahu hasil tes awal, memotivasi, dan penutup. 3) Refleksi dan evaluasi. Setelah melakukan evaluasi dan mengkaji hasil siklus I dengan materi lempar cakram sebelum mendapat perlakuan, maka penelitian melanjutkan ke siklus II dengan materi
59
yang sama tetapi mendapat perlakuan yang berbeda yaitu dengan menggunakan media modifikasi piring plastik. Berdasarkan refleksi dan evaluasi pada siklus I permasalahan yang ditemukan: a) Siswa memahami dan mampu melakukan teknik dasar lempar cakram (cara memegang, teknik awalan, cara melempar cakram serta gerakan lanjutan. b) Perhatian siswa terhadap materi sudah sedikit meningkat dibanding dari hasil observasi. c) Hasil tes awal lempar cakram (pre-test) atau skor yang diperoleh sudah sedikit/cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan. Selanjutnya tahap-tahap siklus II, pertemuan ke5 sampai dengan pertemuan ke-8 pada dasarnya sama dengan siklus I, hanya tindakannya yang berbeda dengan siklus I. Penentuan tindakan pada siklus II ini didasarkan pada hasil refleksi siklus I tetapi proses pembelajaran ditambah menggunakan media agar semua siswa lebih aktif dan melakukan pengulangan latihan semakin banyak serta diusahakan mampu melakukan lempar cakram dengan baik dan benar. Mengenalkan piring plastik, manfaatnya sebagai media modifikasi, penggunaannya sama dengan pada penggunaan cakram sebagai media pembelajaran, teknik dasar cara memegang, teknik awalan, cara melempar cakram dan gerakan lanjutan dengan media modifikasi piring plastik dilakukan secara serentak/bersama-sama, berulang-ulang sebanyak 7– 8 kali. Ini dilakukan juga sama pada pertemuan 6 dan 7, berulang-ulang hingga 10 kali sampai diusahakan siswa mampu melakukan lempar cakram dengan baik. Pertemuan terakhir melakukan tes akhir (post-tes). Kemudian refleksi dan setelah mengadakan evaluasi peneliti mengkaji dan melihat tindakan-tindakan yang diberikan selama siklus II. Pemberian media modifikasi piring plastik kesekolah yang bersangkutan. Diadakan tes akhir yang nantinya skor atau nilai catatan digunakan untuk menentukan apakah standart ketuntasan siswa/ individu dan kriteria ketuntasan telah terpenuhi, maka penelitian akan dihentikan dan apabila terjadi sebaliknya nilai belum memenuhi standar ketuntasan maka akan dilanjutkan ke siklus berikutnya. Subjek penelitian siswa kelas VIII MTs. Khadijah Malang semua berjumlah 32 siswa, kelas VIII, kelas yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan kelas lain dan kalau dilihat dari kemampuan akademisnya mereka mempunyai nilai rata-rata yang baik dari kelas yang lain. Tetapi pada saat diadakan tes lempar cakram ternyata hasilnya justru paling rendah dibandingkan dengan kelas lain. Di samping hasil penilaian tes lempar cakram paling rendah, siswa tersebut pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran kurang antusias. Bahkan kadang-kadang mereka pada saat mengikuti pelajaran sambil membawa rangkuman/ catatan, yang kalau tidak ketahuan mereka sembunyisembunyi memanfaatkan waktunya untuk membaca dan lainnya, mungkin bagi mereka, pelajaran penjas lempar cakram yang disampaikan kurang menarik, hingga mereka mengikuti pelajaran hanya sekadar hadir dan nantinya mendapatkan nilai. Populasi penelitian semua
60
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 53–63
Indikator Penilaian Cara Memegang
Aspek Penilaian
Skor Penilaian
a. Letak jari-jari pada cakram
Jumlah skor yang di peroleh X5 Jumlah skor maksimal
Awalan
Lemparan
Gerak Lanjutan
Jauhnya Lemparan
a. Ayunan Tangan b. Posisi Badan c. Langkah Kaki
Jumlah skor yang di peroleh
a. Posisi kaki tumpu b. Posisi tangan saat melempar c. Posisi tangan yang tidak lempar d. Cara melepaskan cakram
Jumlah skor yang di peroleh
a. Posisi kaki b. Posisi badan c. Posisi tangan
Jumlah skor yang di peroleh
X 20 Jumlah skor maksimal X 30 Jumlah skor maksimal
X 20 Jumlah skor maksimal Jumlah skor yang di peroleh
a. Jauhnya lemparan
X 10 Jumlah skor maksimal Unsur Sikap perilaku
a. Kedisiplinan b. Semangat beraktivitas c. Tanggung jawab d. Keberanian/percaya diri
siswa kelas VIII MTs. Khadijah Malang, yang total keseluruhan sebanyak 32 orang. Penelitian ini dilakukan selama 8 minggu atau 2 bulan mulai dari tanggal 2 Januari 2010 sampai tanggal 2 Maret 2011. Dilakukan pada waktu jam pelajaran penjas, dan juga dilakukan di luar jam penjas atau kegiatan ekstrakurikuler. Bertempat dilapangan samping sekolah. Pengambilan data dilakukan dengan dua tahap yaitu pengambilan data awal di mana sebelum mendapat perlakuan latihan lempar cakram dengan media modifikasi, tahap ini mulai dari observasi, tes awal (pre test) setelah mendapat perlakuan latihan lempar cakram dengan media modifikasi piring plastik selanjutnya melakukan test akhir (post-test). Setelah memperoleh izin penelitian, melakukan observasi dan memperoleh kekurangan, yang harus mendapat perhatian. Melakukan test awal: peneliti menyediakan alat yang diperlukan untuk test, menjelaskan pedoman pelaksanaan tes serta indikator penilaian. Tes satu persatu urut absen, dilakukan siswa dan dibantu panitia dan orang yang ahli dalam bidangnya, kesempatan 3 kali. Test awal pada siklus I siswa-siswi mendapat teknik dasar dalam lempar cakram yaitu, teknik cara memegang cakram, teknik awalan, teknik cara lempar cakram dan teknik gerakan lanjutan. Setelah memperoleh materi tersebut baru peneliti menfokuskan untuk meningkatkan efektivitas belajar dengan menggunakan media modifikasi. Sedangkan untuk pengambilan data setelah mendapat perlakuan dilakukan test sama dengan tes awal yaitu, test lempar cakram, penilaiannya sama dengan siklus I. Hasil test kemudian dibandingkan antarsiklus I dan siklus II, dengan demikian memperlihatkan hasil dari proses pembelajaran
Jumlah skor yang di peroleh X 15 Jumlah skor maksimal
Teknik analisis data, sesuai dengan jenis penelitian menggunakan analisis deskriptif. Untuk menentukan ketuntasan individual peneliti mengunakan rumus: Berikut adalah nilai seandainya benar dan salah a. Cara memegang : benar nilai 5 b. Awalan : benar 1 nilai 6 : benar 2 nilai 13 : benar 3 nilai 20 c. Lemparan : benar 1 nilai 8 : benar 2 nilai 15 : benar 3 nilai 23 : benar 4 nilai 30 d. Gerak lanjutan : benar 1 nilai 7 : benar 2 nilai 13 : benar 3 nilai 20 e. Jauhnya lemparan : skor 1 nilai 2 : skor 2 nilai 5 : skor 3 nilai 7 : skor 4 nilai 10 e. Unsur sikap : benar 1 nilai 4 : benar 2 nilai 8 : benar 3 nilai 11 : benar 4 nilai 15 Jumlah nilai keseluruhan nanti dijumlah semua mulai dari teknik memegang, teknik awalan, teknik melempar dan teknik gerakan lanjutan, jauhnya/hasil lemparan serta penilaian sikap perilaku pelempar pada saat pelaksanaan. Untuk menentukan ketuntasan secara klasikal/keseluruhan menggunakan rumus sebagai berikut:9 KB =
Jumlah Siswa Tuntas × 100% Jumlah Siswa Keseluruhan
Keterangan: KB = Ketuntasan Belajar
Iffah: Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram
Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa dilakukan perskoran dan penentuan standart keberhasilan. Sistem penilaian dengan menggunakan sistem belajar tuntas, yaitu siswa berhasil bila mencapai 65% penguasaan materi sehingga penguasaan penelitian ini indikator keberhasilan ditentukan pada pencapaian materi secara klasikal 85%. Dan apabila pencapaian ketuntasan minimal 85% sudah tercapai maka penelitian dihentikan. Kriteria Penilaian Tingkat Penguasaan 90–100% 80–89% 70–79% 60–69% –59%
Nilai Huruf
Predikat
A B C D E
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) MTs. Khadijah Kota Malang untuk tugas ajar penjas adalah 70, jadi nilai yang di bawah angka 70 berarti hasil belajar tidak tuntas.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian pembelajaran lempar cakram, yang konversikan dengan kriteria tingkat penguasaan kompetensi yang berlaku di MTs. Khadijah Kota Malang. Data Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I. Berdasarkan data hasil belajar dan test upaya peningkatan pembelajaran lempar cakram pada siklus I dapat di analisis dalam lampiran, dengan itu dapat dikelompokkan menjadi kategori ketuntasan hasil belajar siswa. Sedangkan untuk Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) tugas ajar penjas MTs. Khadijah adalah 70. Sedangkan untuk menentukan ketuntasan secara klasikal menggunakan rumus berikut: KB =
Jumlah Siswa Tuntas × 100% Jumlah Siswa Keseluruhan
Keterangan: KB = Ketentasan Belajar
Kategori
1 Sangat baik 2 Baik 3 Cukup 4 Kurang 5 Sangat kurang Total
Rentang Nilai 90–100% 80–89% 70–79% 60–69% –59%
Jumlah Siswa 4 5 11 12 32
Tabel 2. Presentase ketuntasan hasil belajar lempar cakram siklus I No. Nilai 1 ≤ 70 2 > 70 Total
Jumlah Siswa Persentase 9 28,12 23 71,88 32 100
Keterangan Tuntas Tidak Tuntas
Dari data pada penelitian tindakan kelas siklus I dapat diketahui bahwa siswa yang tuntas sebesar 28,12% dengan jumlah siswa 9, sedangkan bagi siswa yang tidak tuntas sebesar 71,88% dengan jumlah siswa 23. Untuk mengetahui ketuntasan klasikal untuk materi lempar cakram adalah sebagai berikut. Ketuntasan Belajar =
Jumlah Siswa Tuntas × 100% Jumlah Siswa Keseluruhan
9 × 100% 32 = 28,12%
Ketuntasan Belajar =
Secara umum dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas pada seluruh siswa kelas VIII MTs Khadijah, pada siklus I untuk penguasaan materi/catatan secara klasik untuk materi lempar cakram sebesar 28,12% dengan tingkat kelulusan berada 0–59% dalam kriteria sangat kurang. Dari tingkat ketuntasan siswa secara klasikal terhadap materi lempar cakram pada siklus I sebesar 28,12% penelitian ini belum mencapai target minimal 85% secara klasikal oleh karena itu penelitian ini di lanjutkan ke siklus II. Data Hasil Penelitian Tindakan Kelas siklus II Berdasarkan data hasil tes lempar cakram dengan media modifikasi piring plastik pada siklus II dapat dianalisis di lampiran, dapat dikelompokkan kategori ketuntasan: Tabel 3. Kriteria tingkat penguasaan kompetensi lempar cakram siklus II
Tabel 1. Kriteria tingkat penguasaan kompetensi lempar cakram siklus I No.
61
Persentase 12,5 15,62 34,38 37,5 100
No
Kategori
1 2 3 4 5 Total
Sangat baik Baik Cukup Kurang Sangat kurang
Rentang Nilai (%) 90–100 80–89 70–79 60–69 –59
Jumlah Siswa 12 16 4 32
Persentase 37,5 50 12,5 100
62
Jurnal Saintek, Vol. 9. No. 1 Juni 2012: 53–63
Tabel 4. Persentase ketuntasan hasil belajar lempar cakram siklus II No Nilai 1 ≤ 70 2 > 70 Total
Jumlah Siswa 28 4 32
Persentase 87,5 12,5 100
Keterangan Tuntas Tidak Tuntas
Data penelitian tindakan kelas pada siklus II maka ketuntasan siswa secara klasikal untuk materi lempar cakram dengan mengunakan media modifikasi piring plastik sebesar 87,5% Jumlah Siswa Tuntas Ketuntasan Belajar = × 100% Jumlah Siswa Keseluruhan 28 × 100% 32 = 87,5%
Ketuntasan =
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan untuk tingkat penguasaan materi dan hasil tes untuk materi lempar cakram dengan menggunakan media modifikasi piring plastik secara klasikal telah berhasil dengan hasil sebesar 87,5% dengan tingkat kelulusan berada antara 80–89% dalam kriteria baik, dengan telah tercapainya hasil tersebut maka penelitian ini dihentikan. Hal ini dikarenakan batas minimal penguasaan materi secara klasikal oleh siswa kelas VIII MTs Khadijah sebesar 85% telah tercapai.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis data pada siklus I pada siswa, untuk penguasaan materi atau hasil tes untuk materi lempar cakram sebesar 28,12% dengan tingkat kelulusan berada 0–59% dalam kriteria sangat kurang. Sedangkan hasil analisis data pada siklus II pada siswa, untuk tingkat penguasaan materi dan hasil tes dalam materi lempar cakram dengan menggunakan media modifikasi piring plastik telah berhasil dengan hasil sebesar 87,5% dengan tingkat kelulusan berada antara 80–89% dalam kriteria baik. Melihat dari hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa meningkat dari 28,12% dengan tingkat kelulusan berada 0–54% dalam kreteria sangat kurang menjadi 87,5% dengan tingkat kelulusan berada antara 80–89% dalam kriteria baik, menggunakan media modifikasi piring plastik, dalam materi lempar cakram pada seluruh siswa kelas VIII MTs Khadijah Kota Malang tahun pelajaran 2010/2011.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Terjadinya suatu kompetensi yang terarah dari siswa sehingga merangsang, memotivasi siswa bertindak untuk belajar lempar cakram.
2) Hasil belajar lempar cakram pada siklus I persentase secara klasikal sebesar 28,12% berada dalam rentang 0–59% dalam kategori sangat kurang dan pada siklus II lempar cakram dengan menggunakan media modifikasi piring plastik persentase secara klasikal 87,5% berada dalam rentang 80–89% dengan kategori baik, bila dikonversikan kriteria tingkat penguasaan kompetensi yang berlaku di MTs Khadijah Kota Malang. 3) Pada siklus II terjadi peningkatan yang efektif setelah siswa latihan lempar cakram dengan media modifikasi. Ini berarti belajar lempar cakram dengan menggunakan media modifikasi piring plastik mempunyai manfaat yang besar dan mendapatkan hasil yang maksimal hingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan tujuan pembelajaran tercapai. 4) Peningkatan persentase siklus II tersebut membuktikan respons yang positif dari siswa terhadap materi lempar cakram dengan menggunakan media modifikasi piring plastik. 5) Media atau alat bantu itu sangat bermanfaat bagi keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran penjas dan juga bermanfaat bagi guru. Dalam pengadaannya juga tidak terlalu sulit, hanya butuh kemauan dan kreativitas dari guru. 6) Menggunakan media/alat bantu dalam pembelajaran penjas diyakini membantu proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, dengan pemikiran secara logika untuk melatih jumlah siswa kurang lebih 32 orang tanpa menggunakan media/alat bantu, sangat kecil kemungkinannya semua siswanya dapat melakukan apa yang diajarkan guru. Dari kenyataan yang diamati peneliti terhadap pembelajaran tanpa menggunakan media, kebanyakan siswanya komplain dan sebagai dampaknya siswa lebih senang bermain-main dan bahkan sama sekali tidak ikut dalam proses pembelajaran. Selain untuk mempermudah melakukan lemparan karena alatnya dapat disesuaikan dengan bentuk anatomi, fisiologis rata-rata siswa, pengadaan alat tidak terlalu sulit dan dapat digunakan untuk semua siswa. Perlunya sarana pendukung dari sekolah sehingga dapat memperlancar jalannya proses pembelajaran, dalam hal ini sekolah hendaknya memiliki sarana dan prasarana cakram, sehingga hasil modifikasi peralatan cakram dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan.
SARAN
Guru dalam memodifikasi pembelajaran, perlu memperhatikan prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP) termasuk di dalamnya “keadaan tubuh” diarahkan agar aktivitas belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan karakteristik anak sehingga mendorong perubahan kemampuan kearah yang lebih baik. Menerapkan media pembelajaran dengan modifikasi alat menuntut kreativitas, inisiatif dan pendekatan guru untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar yang beraneka ragam dan menyenangkan, sehingga siswa responsif, selain pihak sekolah dan pihak yang terkait diharapkan dapat menambah pengadaan
Iffah: Upaya Peningkatan Efektivitas Belajar Lempar Cakram
sarana dan prasarana guna pendidikan penjas agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan prestasi olahraga. Dan penerapan model pembelajaran dengan menggunakan media modifikasi piring plastik dapat digunakan sebagai acuan untuk referensi dan penelitian lanjut dalam cabang olahraga dan permainan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA 1. Lutan, Rusli, 1988. Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Dirjen Dikti Dep. P dan K. 2. Samsudin, 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. PT. Fajar Interpratama, Predanada Media Group. Jakarta. 3. Slameto, 2003, 2006. Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 4. E. Mulyasa, 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.
63 5. Toho Cholik Mutohir, 2002. Gagasan-Gagasan dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. UNESA Press: Surabaya. 6. Thomas, Jerry R, Khaterine T Thomas, Amelia M. Lee. 1988. Physical Education for Children: Concepts into Practice. Champaign Illinois: Human Kinetics Books. 7. Kemp and Dayton, 1985. Pentingnya Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. 8. Sudarsono FX. Pedoman PTK Bagian Kedua: Rencana, Desain dan Implementasi, Jakarta Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional. 1996/1997 9. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Pedoman Mengajar Penjas di Sekolah. 10. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, (2009). Tentang Sistim Pendidikan Nasional, Jakarta, Cempaka. 11. http://gudangmakalah.blogspot.com/2010/10/skripsi-ptk-penguasaanteknik-dasar.html 12. Yadihari.blogspot.com/6 Agu 2010 –/pengertian-dan-hubunganantara-tes-pengukuran- ..... perilaku anak di kelas,” tutur Rosa Hertamina, psikolog olah raga dari Universitas Tarumanegara Jakarta.(http://whandi.net). 13. Supartono, 2000.