ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR IMPLEMENTASI DAN PEMBELAJARAN I-CATCH
Januari 2015 Pandangan penulis dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari United States Agency for International Development atau pemerintah Amerika.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR IMPLEMENTASI DAN PEMBELAJARAN I-CATCH
Januari 2015 Pandangan penulis dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari United States Agency for International Development atau pemerintah Amerika.
KATA PENGANTAR Secara alamiah, dampak perubahan iklim menyebabkan terjadinya gejala-gejala berubahnya kondisi iklim dan cuaca dari kondisi biasa atau normal menjadi kondisi yang tidak normal, seperti: terjadinya pola musim yang berubah secara ekstrim (kemarau dan hujan yang berkepanjangan), berubahnya pola migrasi ikan, kenaikan suhu air laut, kenaikan muka laut, kecepatan tiupan angin, dan lain-lain. Kondisi iklim dan cuaca tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa alam yang buruk, seperti: banjir air laut pasang (rob), sedimentasi laut, abrasi pantai, gelombang tinggi, angin puting beliung dan lain-lain. Dalam prosesnya, gejala-gejala berubahnya iklim dan cuaca tersebut secara langsung mempengaruhi kondisi sumberdaya alam dan lingkungan perairan di desa pesisir dan pulau-pulau kecil, aktifitas mata pencaharian masyarakat yang utamanya sebagai nelayan. Peristiwa-peristiwa ini akan terus berlanjut seiring berjalannya siklus alam yang memicu terjadinya perubahan iklim global. Dalam kurun waktu tertentu, dampak buruk akan semakin berat dialami dan dirasakan oleh masyarakat pesisir. Di desa pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, sehingga sangat berpotensi mengalami kondisi yang terburuk akibat perubahan iklim. Meskipun masyarakat memiliki naluri dan kebiasaan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, namun nampaknya belum mampu memberikan efek yang cukup berarti, baik terhadap keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan perairan maupun terhadap mata pencaharian masyarakat. Hal tersebut, disebabkan karena tindakan adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat masih dalam lingkup terbatas dan belum atas dasar data dan informasi yang lengkap (tidak terencana dengan baik). Aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim merupakan tindakan untuk mengantisipasi dan mengelola peristiwa-peristiwa buruk (baca: bencana) akibat perubahan iklim. Program atau aksi ini akan berdasarkan pengetahuan terhadap kondisi obyektif desa serta kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim, sehingga memungkinkan untuk menguatkan kemampuan adaptasi masyarakat untuk berperan melakukan program atau aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Program atau aksi ini diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia) bekerjasama dengan USAID (United State Agency for International Development) melalui proyek IMACS (Indonesian Marine and Climate Support) yang memfasilitasi semua stakeholder termasuk masyarakat lokal untuk mengidentifikasi dan mengelola dampak perubahan iklim secara terpadu, sehingga kerusakan yang besar bagi wilayah desa dan masyarakat tidak menjadi hambatan, tetapi justru menjadi kesempatan baru masyarakat dalam mengelola sumberdaya laut dan lingkungan pesisir serta pengembangan mata pencaharian masyarakat. Untuk memperkuat peran masyarakat dalam aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim secara terencana dan sistematis, maka dibuat I-CATCH (Indonesia Climate Adaptation Tool for Coastal Habitats) sebagai panduan yang dikembangkan melalui proyek IMACS
ROADMAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
i
sebagai alat untuk melakukan Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan menyusun Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)). Kumpulan Praktek Terbaik Implementasi I-CATCH ini juga untuk memberikan gambaran umum tentang hasil yang diperoleh dari kajian di 100 desa yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan di tingkat daerah maupun nasional dalam mengembangkan program guna membangun melaksanakan perencanaan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim berbasis masyarakat. Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada USAID, pemerintah daerah di lokasi kegiatan dan peran semua pihak atas dukungan dan fasilitasinya dalam pengembangan dan implementasi I-CATCH. Semoga kehadiran buku ini dapat memberikan manfaat bagi upaya mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Jakarta, Januari 2015
Direktur Pesisir dan Laut Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
Ir. M. Eko Rudianto, M. Bus. IT
ROADMAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
ii
KATA SAMBUTAN Mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim merupakan isu penting dan kontemporer di wilayah pesisir karena merupakan kawasan yang mengalami dampak atas terjadinya bencana dan perubahan iklim. Meningkatnya intensitas bencana yang dipengaruhi oleh iklim, seperti banjir, banjir air laut pasang (rob), gelombang ekstrim dan badai adalah sedikit contoh dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh masyarakat pesisir selain permasalah lainnya, seperti berubahnya pola musim dan pola migrasi ikan yang mempengaruhi mata pencaharian masyarakat pesisir. Selain bencana akibat iklim, wilayah pesisir juga rawan terhadap bencana lain, seperti gempa, tsunami, abrasi dan lainnya yang menambah permasalah dalam pembangunan wilayah pesisir. Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengurangi dan menanggulangi dampak bencana dan perubahan iklim baik berupa penanganan secara struktural maupun non-struktural. Tersedianya sejumlah dokumen yang terkait dengan mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim sangat diperlukan, sebagai upaya membantu proses penilaian atau kajian kerentanan, dan penyusunan rencana mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. Penguatan kapasitas penyuluh atau fasilitator dalam pendampingan dan pemberdayaan masyarakat juga diperlukan untuk mengembangkan kemampuan adaptasi masyarakat serta melaksanakan aksi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim. I-CATCH (Indonesia Climate Adaptation Tool for Coastal Habitats) adalah panduan yang dikembangkan oleh USAID melalui proyek IMACS sebagai alat untuk melakukan Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan menyusun Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) berbasis masyarakat. Hasil dari proses implementasi I-CATCH membantu masyarakat dalam mengenali ancaman, tingkat kerentanan serta potensi yang dimiliki sehingga dapat menyusun rencana mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim secara terpadu yang melibatkan pemangku kepentingan lainnya. Dokumen-dokumen ini diinisiasi dan dipersiapkan oleh USAID melalui proyek IMACS yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kemeterian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Akhirnya, saya menyampaikan penghargaan kepada tim penyusun yang telah berhasil menyelesaikan dokumen-dokumen ini. Saya juga berterima kasih kepada USAID yang telah memberikan dukungan dan fasilitasinya dalam proses penyusunan dokumen-dokumen ini melalui proyek IMACS. Semoga hadirnya dokumen-dokumen ini dapat membantu berbagai pihak dalam melaksanakan perencanaan dan implementasi mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir. Jakarta,
Januari 2015
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad
ROADMAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i KATA SAMBUTAN ............................................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................................ i 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 2 PROSES PENGEMBANGAN I‐CATCH ................................................................................. 5 3 IMPLEMENTASI I‐CATCH: HASIL KAJIAN KERENTANAN (VA) DAN RENCANA ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM (CAP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DAN SULAWESI TENGGARA ...................................................................................................................... 7 3.1 Provinsi Nusa Tenggara Barat .............................................................................................. 9 3.1.1 Kabupaten Lombok Tengah .............................................................................. 12 3.1.2 Kabupaten Lombok Timur ................................................................................. 13 3.1.3 Kabupaten Lombok Utara ................................................................................. 13 3.1.4 Kabupaten Sumbawa ........................................................................................ 13 3.1.5 Kabupaten Lombok Barat 3.2 Provinsi Sulawesi Tenggara ................................................................................................ 14 3.2.1 Kota Kendari ...................................................................................................... 17 3.2.2 Kota Bau‐bau ..................................................................................................... 18 3.2.3 Kabupaten Muna ............................................................................................... 19 3.2.4 Kabupaten Wakatobi ......................................................................................... 21 3.2.5 Kabupaten Konawe Selatan .............................................................................. 22 4 PEMBELAJARAN PENTING DARI PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI I‐CATCH ......... 24 4.1 Pembelajaran dari proses pengembangan I‐CATCH .......................................................... 24 4.2 Pembelajaran dari proses implementasi I‐CATCH ............................................................. 25 4.2.1 Dukungan dari Pemerintah dan pelibatan berbagai pihak ............................... 25 4.2.2 Materi diskusi I‐CATCH ...................................................................................... 26 4.2.3 Peserta diskusi ................................................................................................... 27 4.2.4 Peran dan kapasitas fasilitator .......................................................................... 27 4.2.5 Penyesuaian waktu implementasi I‐CATCH dengan proses proses perencanaan pembangunan .................................................................. 29 4.2.6 Perlunya peningkatan pengetahuan serta ketersediaan informasi tentang perubahan iklim bagi pemerintah dan masyarakat ............................. 29 4.2.7 Dukungan lanjutan dari berbagai pihak terhadap hasil CAP............................. 30 5 PETA JALAN INTEGRASI PERENCANAAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM TINGKAT MASYARAKAT KEDALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN .............................. 31 5.1 Kondisi Saat Ini dan Peluang Yang Ada .............................................................................. 31 5.1.1 Kondisi dan peluang di tingkat nasional ............................................................ 31 Program Pemerintah di tingkat nasional .......................................................... 31
Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir
i
5.1.2 Kondisi dan peluang di tingkat daerah .............................................................. 33 Program Pemerintah di tingkat daerah ............................................................. 33 Kegiatan universitas dan non‐pemerintah ........................................................ 33 Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) ................................................ 33 5.2 Strategi Integrasi Umum .................................................................................................... 35 5.2.1 Internalisasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Kebijakan Program Pemerintah Daerah ............................................................................. 35 5.2.2 Internalisasi Rencana Adaptasi Perubahan Iklim ke dalam Proses Pendanaan Daerah ............................................................................................ 37 5.3 Strategi Integrasi Khusus ................................................................................................... 42 5.3.1 Strategi khusus integrasi rencana masyarakat ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran ....................................................................... 42 5.3.2 Strategi khusus integrasi hasil Kajian Kerentanan masyarakat ke dalam penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil (RZWP3K) ................................................................................................... 43 Pentingnya integrasi .......................................................................................... 43 Pengertian kerentanan pada isu perubahan iklim ............................................ 44 5.3.3 Tahapan teknis integrasi Kajian Kerentanan kedalam proses penyusunan RZWP3K ......................................................................................... 49 Pengumpulan data dan survei .......................................................................... 49 Identifikasi potensi wilayah ............................................................................... 50 Penyusunan dokumen awal .............................................................................. 50 Penentuan usulan alokasi ruang ....................................................................... 52 6 PENUTUP ...................................................................................................................... 56 LAMPIRAN ......................................................................................................................... 57 1. Hasil Kajian Kerentanan (VA) Provinsi Nusa Tenggara Barat ............................................. 57 2. Matriks Laporan Kajian Kerentanan (VA) dan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Nusa Tenggara Barat ................................................................................. 89 3. Analisa Perhitungan Pembiayaan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Nusa Tenggara Barat .......................................................................................... 111 4. Hasil Kajian Kerentanan (VA) Provinsi Sulawesi Tenggara .............................................. 114 5. Matriks Laporan Kajian Kerentanan (VA) dan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Sulawesi Tenggara .................................................................................... 159 6. Analisa Perhitungan Pembiayaan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (CAP) Provinsi Sulawesi Tenggara ............................................................................................. 180 7. Daftar Fasilitator I‐CATCH ................................................................................................ 182
Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir ii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Kerjasama multi‐pihak dalam mengembangkan I‐CATCH .......................................................... 6 Gambar 2: Proses pembuatan, uji coba, dan implementasi kerangka I‐CATCH ........................................... 6 Gambar 3: Alur susunan kerangka I‐CATCH .................................................................................................. 7 Gambar 4: Perbandingan tingkat kerentanan berbagai desa di Provinsi dan SULTRA ................................ 7 Gambar 5: Perbandingan estimasi pembiayaan CAP di Provinsi NTB dan SULTRA ...................................... 8 Gambar 6: Perbandingan pembiayaan berdasarkan beberapa kategori aktifitas CAP antara Provinsi NTB dan SULTRA ............................................................................................................ 9 Gambar 7. Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di Provinsi NTB ........................... 10 Gambar 8: Daftar CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi NTB ........................................................... 11 Gambar 9: Daftar estimasi pembiayaan CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi NTB. ....................... 12 Gambar 10. Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim di Provinsi SULTRA .................... 15 Gambar 11: Daftar CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi SULTRA ................................................... 16 Gambar 12: Estimasi pembiayaan CAP yang diusulkan masyarakat di Provinsi SULTRA ........................... 16 Gambar 13: Tingkat kerentanan berbagai kelurahan di Kota Kendari ....................................................... 18 Gambar 14: Tingkat kerentanan berbagai desa di Kota Bau‐Bau ............................................................... 19 Gambar 15: Tingkat kerentanan berbagai desa di Kabupaten Muna ......................................................... 20 Gambar 16: Tingkat kerentanan berbagai desa di Kabupaten Wakatobi ................................................... 22 Gambar 17: Tingkat kerentanan berbagai desa di Kabupaten Konawe Selat ............................................ 23 Gambar 18: Internalisasi CAP ke dalam kebijakan program dan pendanaan daerah ................................ 36 Gambar 19: Proses penyusunan dan penyepakatan rencana program pembangunan ............................. 37 Gambar 20: Proses penyusunan dan penetapan APBD .............................................................................. 38 Gambar 21. Komponen utama penilaian kerentanan ................................................................................ 45 Gambar 22. Tahapan, proses dan output penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil .................................................................................................................... 47 Gambar 23. Komponen yang perlu diperhitungan untuk mengetahui Indeks Kerugian dalam proses penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil (RZWP3K) ......... 48 Gambar 24. Kerangka konseptual penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil (RZWP3K) di tingkat Kabupaten/Kota ............................................................................ 55 DAFTAR TABEL Tabel 1. Dampak perubahan iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau‐Pulau Kecil .............................................. 2 Tabel 2. Dampak perubahan iklim di desa/kelurahan Mitra IMACS di Provinsi NTB dan SULTRA ............... 3 Tabel 3: Skenario advokasi adaptasi perubahan iklim ke dalam dokumen program dan anggaran pemerintah ................................................................................................................... 39 Tabel 4: Karakter pembiayaan program dinas/badan Pemerintah Daerah ............................................... 41 Tabel 5. Peringkat Dampak Terpendam = Paparan + Kepekaan ................................................................ 51 Tabel 6. Kondisi umum kecamatan Lombok Tengah .................................................................................. 57 Tabel 7. Perubahan kondisi iklim dan cuaca (sumber: hasil diskusi kelompok) ........................................ 61 Tabel 8. Dampak perubahan kondisi iklim, cuaca, dan kejadian bencana................................................. 63 Tabel 9. Hasil penilaian VA ......................................................................................................................... 63 Tabel 10. Desa Kajian I‐CATCH di wilayah Kecamatan Jerowaru ............................................................... 67 Tabel 11. Perbandingan pola kondisi iklim dan cuaca (musim) pada tahun 1990‐an dan
Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir iii
Tahun 2000‐an ............................................................................................................................ 69 Tabel 12. Perubahan kondisi iklim dan cuaca ............................................................................................ 69 Tabel 13. Penilaian tingkat kerentanan desa di Kecamatan Jerowaru ...................................................... 71 Tabel 14. Ringkasan hasil kajian kerentan desa di Kab. Lombok Utara ..................................................... 78 Tabel 15. Gambaran umum desa ............................................................................................................... 79 Tabel 16. Pandangan masyarakat atas perubahan pola musim (iklim) ..................................................... 81 Tabel 17. Pandangan masyarakat atas kecenderungan kondisi cuaca ...................................................... 82 Tabel 18. Hasil VA Kabupaten Sumbawa ................................................................................................... 83 Tabel 19. Desa VA Kabupaten Lombok Barat............................................................................................. 83 Tabel 20. Perbandingan pola kondisi iklim dan cuaca (musim) pada tahun 1990‐an dan tahun 2000‐an ............................................................................................................................ 85 Tabel 21. Perubahan kondisi iklim dan cuaca ............................................................................................ 86 Tabel 22. Penilaian tingkat kerentanan desa di Kabupaten Lombok Barat ............................................... 87 Tabel 23. Matriks ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi NTB (Fase 1) ................................................... 89 Tabel 24. Matrikx ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi NTB (Fase 2) ................................................... 96 Tabel 25. Perhitungan prakiraan pembiayaan CAP di Provinsi NTB (Fase 1 Dan 2) ................................ 111 Tabel 26. Kondisi umum desa kajian ........................................................................................................ 114 Tabel 27. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian ...................................................................... 117 Tabel 28. Kecenderungan pandangan masyarakat atas perubahan cuaca .............................................. 119 Tabel 29. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing‐masing desa .................... 121 Tabel 30. Kondisi umum kelurahan kajian ............................................................................................... 123 Tabel 31. Kalendar musim ........................................................................................................................ 126 Tabel 32. Pola iklim dan perubahannya ................................................................................................... 129 Tabel 33. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing‐masing kelurahan ............ 130 Tabel 34. Kondisi umum desa kajian ........................................................................................................ 132 Tabel 35. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian ...................................................................... 136 Tabel 36. Pola iklim dan perubahannya saat ini ...................................................................................... 138 Tabel 37. Kondisi umum perubahan cuaca .............................................................................................. 139 Tabel 38. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing‐masing desa/kelurahan ................................................................................................ 141 Tabel 39. Kondisi umum desa kajian ........................................................................................................ 142 Tabel 40. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian ...................................................................... 145 Tabel 41. Kecenderungan pandangan masyarakat atas perubahan kondisi cuaca ................................. 147 Tabel 42. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing‐masing desa .................... 149 Tabel 43. Kondisi umum kelurahan kajian ............................................................................................... 150 Tabel 44. Kondisi musim dan kegiatan mata pencaharian ...................................................................... 153 Tabel 45. Perubahan pola musim ............................................................................................................ 155 Tabel 46. Pandangan masyarakat atas perubahan kondisi cuaca ........................................................... 156 Tabel 47. Masalah iklim paling membebani dan tingkat kerentanan masing‐masing kelurahan/kelurahan ....................................................................................... 157 Tabel 48. Matriks ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi SULTRA (Fase 1) ............................................ 159 Tabel 49. Matriks ringkasan laporan VA dan CAP Provinsi SULTRA (Fase 2) ........................................... 166 Tabel 50. Perhitungan prakiraan pembiayaan CAP di Provinsi SULTRA (Fase 1 Dan 2) ........................... 180
Road Map Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir iv
1 PENDAHULUAN Organisasi Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dari Persatuan BangsaBangsa (PBB) dalam laporan 5th Assessment Report (AR5) menyatakan bahwa telah terjadi pemanasan dari sistem iklim yang ditandai dengan observasi peningkatan suhu di atmosfir dan permukaan laut, kenaikan muka air laut, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca dan derajat keasaman laut. IPCC menyimpulkan dengan tingkat konfidens yang tinggi bahwa pengaruh manusia telah menjadi faktor dominan yang menyebabkan peningkatan pemanasan suhu permukaan bumi sejak pertengahan abad ke-20. Food and Agriculture Organization (FAO) menjelaskan tiga kemungkinan dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan dan sumberdaya perairan yaitu: dampak sosial-ekonomi tidak langsung (misalnya konflik terkait penggunaan air yang mempengaruhi semua sistem produksi makanan, atau ketika strategi adaptasi dan mitigasi di sektor lain secara langsung mempengaruhi sistem perairan secara umum atau perikanan secara langsung, respons biologis dan ekologis terhadap perubahan fisik (misalnya produktivitas, ketersediaan spesies, stabilitas ekosistem, lokasi stok, tingkat dan dampak patogen, efek fisik secara langsung (misalnya kenaikan muka air laut, banjir atau badai). Dampak perubahan iklim sangatlah nyata dapat dilihat dan dirasakan, terutama di kawasan pesisir. Dampak paling nyata terutama dirasakan oleh masyarakat nelayan dan masyarakat lainnya yang bermukim di wilayah pesisir. Namun demikian dampak tersebut sesungguhnya bukan hanya dirasakan oleh masyarakat nelayan, namun juga dirasakan oleh berbagai pihak yang menjalankan fungsi dan aktivitasnya di wilayah pesisir seperti pemerintah, perusahaan swasta di wilayah pesisir, pelaku usaha pariwisata, pengelola infrastruktur di wilayah pesisir, peneliti yang menjalankan kegiatan penelitian di wilayah pesisir, pengelola pelabuhan, dan lain-lain. Menyadari bahwa fenomena perubahan iklim di wilayah pesisir ini membawa dampak yang luas bagi berbagai pihak, maka masyarakat desa dan kelurahan yang telah difasilitasi oleh IMACS telah mengembangkan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) di tingkat masyarakat sebagai upaya untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Namun demikian upaya untuk mengembangkan pola adaptasi ini masih bersifat terbatas. Selain itu implementasinya masih terbatas pada sumber daya yang ada di masyarakat wilayah pesisir dan juga Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP). Walaupun masyarakat telah terfasilitasi dalam mengkaji aspek-aspek kehidupan mereka yang rentan terhadap dampak perubahan iklim dan telah menyusun CAP, namun tantangannya adalah bagaimana mengimplementasikannya dan bagaimana dengan desa-desa pesisir lainya yang belum melakukan VA tersebut. Beberapa desa di lokasi program IMACS telah mengimplementasikan CAP, namun hanya terbatas pada kegiatan yang sifatnya tidak membutuhkan kemampuan teknis yang rumit serta alokasi dana yang besar seperti kegiatan menanam mangrove di lokasi yang rawan abrasi.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
1
Sedangkan kegiatan yang membutuhkan pendanaan yang besar belum dapat diimplementasikan, seperti contohnya membangun tanggul pemecah ombak serta pembangunan infrastruktur lainnya. Oleh karena ini, daftar rencana adaptasi tersebut, diharapkan dapat diakomodasi untuk mendapatkan dukungan baik melalui pendanaan pemerintah maupun sumber pendanaan lainnya. Kajian yang dilakukan oleh Pusat Perubahan Iklim Institut Teknologi Bandung (2013) menunjukkan bahwa potensi dampak perubahan iklim di wilayah pesisir adalah sebagai berikut: Tabel 1. Dampak Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Indikator Perubahan Iklim Kenaikan Temperatur Curah Hujan Yang Tidak Menentu
Bahaya Potensial di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Naiknya Suhu Permukaan Laut (SPL)
Naiknya Tinggi Permukaan Laut Akibat Kejadian iklim Ekstrem (ENSO, IOD/DMI, PIO/IPO) Kejadian Cuaca Ekstrem (hujan lebat, badai, angin kencang, gelombang Badai)
Pemanasan setempat akibat meningginya suhu udara pada siang hari Meluasnya sebaran populasi serangga vektor penyakit Kekeringan akibat jumlah presipitasi yang rendah Penurunan ketersediaan air (PKA) akibat jumlah presipitasi yang rendah Meningkatnya populasi nyamuk akibat banyaknya genangan air Meningkatnya penyebaran penyakit melalui sarana udara dan genangan air Perubahan pola migrasi ikan yang disebabkan oleh perubahan sirkulasi arus laut akibat distribusi kenaikan SPL Rusaknya terumbu karang (coral bleaching) karena peningkatan SPL dan keasaman air laut Meluasnya genangan air laut di daerah pesisir dapat menyebabkan mundurnya garis pantai Meluasnya daerah intrusi air laut melalui air tanah dan sungai Terjadinya tahun kering secara berturut- turut Peningkatan peluang terjadinya hujan lebat, angin kencang, badai dan gelombang badai Meningkatnya frekuensi dan intensitas erosi dan abrasi (akibat perubahan arus sejajar dan tegak lurus pantai) sehingga menyebabkan perubahan garis pantai Meningkatnya peluang kejadian banjir rob akibat badai dan gelombang badai Meningkatnya kerusakan pada sarana dan prasarana publik
Dipresentasikan di Bappenas, Jakarta, 4 Juli 2013 Sehubungan dengan itu, maka berbagai pihak secara alamiah telah mengerahkan upayanya masing-masing untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. IMACS telah memfasilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan DKP serta masyarakat untuk melakukan berbagai upaya strategisnya secara maksimal untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Upaya tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk pelibatan masyarakat dan pemerintah daerah untuk menilai tingkat kerentanan wilayahnya dan kondisi ketahanan mereka sendiri dalam situasi perubahan iklim. Kegiatan penilaian kerentanan ini dilakukan dengan
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
2
menggunakan metode I-CATCH. Berdasarkan kegiatan implementasi I-CATCH ini, masyarakat dapat mengidentifikasi kerentanan dan berhasil menyusun CAP untuk beradaptasi dengan perubahan iklim secara partisipatif. Kegiatan ini telah dilakukan di 100 desa, di 10 kabupaten/kota mitra IMACS, di 2 wilayah Provinsi yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil I-CATCH di 100 desa di kedua provinsi tersebut, maka diperoleh paparan sebagai berikut bahwa: a. Di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dari 50 desa survey terhadap dampak perubahan iklim di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa terdapat: 15 desa memiliki tingkat kerentanan tinggi 31 desa memiliki tingkat kerentanan sedang 4 desa memiliki tingkat kerentanan rendah b. Di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 50 desa dan kelurahan survey terhadap dampak perubahan iklim di Kabupaten Bau-Bau, Kota Kendari, Kota Konawe Selatan, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Wakatobi terdapat: 4 desa dan 5 kelurahan memiliki tingkat kerentanan tinggi 16 desa dan 8 kelurahan memiliki tingkat kerentanan sedang 12 desa dan 5 kelurahan memiliki tingkat kerentanan rendah. Pada wilayah desa dan kelurahan tersebut dapat dipetakan kondisi bahwa perubahan iklim telah membawa dampak seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Dampak perubahan iklim di desa/kelurahan mitra IMACS di Provinsi NTB dan Provinsi SULTRA Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Lombok Barat
Kabupaten Lombok Tengah Kabupaten Lombok Utara Kabupaten Lombok Timur Kabupaten Sumbawa
Dampak Perubahan Iklim Banjir pasang atau biasa disebut rob (banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan), gagal panen rumput laut, abrasi pantai, geloro (gelombang dan angin yang mengakibatkan abrasi, puting beliung, kekeringan, sedimentasi, dan longsor) Banjir, abrasi pantai, gagal panen, angin kencang, gelombang tinggi, hujan lebat, genangan air di beberapa tempat, dan erosi Angin kencang, banjir air laut pasang (rob), abrasi pantai, sulit melaut, dan sampah kiriman Gagal panen, abrasi, pematang jebol, sulit melaut, puting beliung, longsor, rob, tangkapan ikan menurun, dan kekeringan Abrasi, arus laut yang kuat, rob, kekeringan, air pasang, sulit melaut, dan wabah penyakit
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
3
Provinsi Sulawesi Tenggara Kota Bau-Bau
Kota Kendari
Kabupaten Konawe Selatan Kabupaten Muna
Kabupaten Wakatobi
Kekeringan, angin puting beliung terjadi hampir sepanjang tahun, sulit melaut, kerusakan rumput laut, hasil tangkapan ikan berkurang, lokasi penangkapan ikan menjauh, umpan cakalang berkurang Sulit melaut, susah mendapatkan air bersih, hasil pertanian dan tangkapan ikan berkurang, pengeringan ikan terhambat, wabah DBD dan malaria merajalela, banjir air laut pasang (rob), dan angin kencang Angin kencang dan ombak besar, kekeringan, banjir air laut pasang (rob), abrasi pantai, dan puting beliung Abrasi, banjir air laut pasang (rob), sulit melaut, kerusakan rumput laut, hasil tangkapan ikan berkurang, dan produksi jambu mete menurun Puting beliung, abrasi, ombak besar, banjir, sulit melaut, kerusakan rumput laut, dan hasil tangkapan ikan berkurang
Hasil I-CATCH tahun 2013 Adapun kegiatan-kegiatan adaptasi yang umumnya dilakukan sebagai respon adaptasi terhadap dampak perubahan iklim termasuk: Melakukan VA untuk mendapatkan informasi yang tepat dalam melakukan upaya adaptasi. Mempromosikan dan mempertahankan sisitem aliran air desa sehingga dapat mencegah banjir akibat curah hujan yang berlebihan dan cuaca buruk. Mengembangkan system evakuasi dan peringatan dini dalam kasus peristiwa cuaca buruk atau bencana. Menjaga dan memperbaiki ekosistem penting, seperti hutan bakau, terumbu karang dan vegetasi lainnya. Pemberian insentif kepada masyarakat lokal yang aktif terlibat dalam kegiatan alternatif yang ramah lingkungan yang dapat mengurangi kemiskinan. Melarang kegiatan yang merusak seperti penambangan pasir dan karang, bom ikan dan perusakan hutan bakau dan vegetasi di daerah pesisir. Mengadopsi kebijakan pembangunan yang mengantisipasi perubahan sumberdaya alam, seperti stok ikan, di mana kegiatan ekonomi bergantung. Mengantisipasi dan merencanakan relokasi rumah yang berada di daerah yang mulai atau telah terkikis akibat kenaikan muka air laut atau abrasi ke daratan yang lebih tinggi dan aman. Membangun sumur air tawar dan menanam tanaman pengikat air tawar lebih banyak di di lokasi yang terhindar dari intrusi air laut. Dalam perencanaan tata ruang di wilayah pesisir, mempertimbangkan aspek kebencanaan dalam mendirikan bagunan atau infrastruktur baru di zona yang rentan atas perubahan iklim.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
4
2 PROSES PENGEMBANGAN I‐CATCH Secara umum, pelaksanaan Kajian Kerentanan (Vulnerability Assessment (VA)) dan penyusunan Rencana Adaptasi Perubahan Iklim (Climate Change Adaptation Plan (CAP)) ini bertujuan untuk memperkaya wawasan, menguatkan cara pandang dan pengetahuan masyarakat dalam membaca, memahami dan menanggapi gejala-gejala perubahan iklim yang terjadi di wilayah desa dimana mereka tinggal, sehingga masyarakat mampu mengembangkan rencana mitigasi bencana dan adaptasi terhadap dampak buruk perubahan iklim. CAP merupakan tindakan untuk mengatasi dan mengelola kejadian-kejadian buruk (bencana) akibat perubahan iklim. CAP disusun berdasarkan pengetahuan terhadap kondisi obyektif desa serta kemampuan adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim. CAP merupakan rencana strategis masyarakat untuk mengatasi dan mengelola dampak perubahan iklim, sehingga pengaruh buruk yang timbul tidak lagi memberikan efek kerusakan yang besar bagi wilayah desa dan masyarakat, tetapi justru menjadi sumber manfaat baru bagi masyarakat dalam mengelola sumberdaya laut dan lingkungan pesisir serta pengembangan mata pencaharian masyarakat. Ada beberapa alasan kenapa I-CATCH dikembangkan. Gambar 1 menjelaskan pihak-pihak yang turut terlibat dalam proses pengembangan I-CATCH. USAID sebagai donor dari proyek IMACS, KKP terutama Ditjen KP3K sebagai counterpart, juga terdapat kerjasama dengan organisasi lain yang mempunyai mandat terkait perubahan iklim seperti Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), dan University of Rhode Islands (URI). I-CATCH pada awalnya dibuat untuk memenuhi permintaan pihak KKP untuk mendukung proyek Program Pengembangan Daearh Pesisir Tangguh (PDPT) terutama dibutuhkannya alat yang dapat menggali kerentanan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim. Pada proses awal dari pengembangan I-CATCH, ditemukan bahwa walaupun sudah banyak terdapat berbagai metodologi yang ditawarkan terkait VA, ada beberapa kekurangan yang ditemukan dari berbagai alat tersebut antara lain, mereka tidak fokus di level desa, belum menempatkan masyarakat aktor, dan VA yang ada belum diikuti dengan CAP. Berdasarkan hasil ini ini, dibuatlah I-CATCH yang menggabungkan aspek terbaik dari alat yang ada dan menutupi kekurangan dari alat kajian yang sudah ada sebelumnya. Gambar 2 menjelaskan proses penting mulai dari pembuatan dokumen, uji coba, pemilihan lokasi, ujicoba di 100 desa di 2 provinsi, dan terakhir, pengembangan I-CATCH menjadi modul Mitigasi Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim (MBAPI). MBAPI merupakan penyempurnaan alat kajian I-CATCH yang dikembangkan oleh IMACS, dan telah mendapatkan masukan dari para pihak terutama KP3K. MBAPI terdiri atas Penilaian Tingkat Kerentanan Desa, Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi Bencana dan Adaptasi, dan Penyusunan Rencana Pemantauan dan Evaluasi. Modul ini juga dapat
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR
5
y terpeengaruh beesar terhadaap perubahhan iklim seperti kesehatan, digunakkan pada yang pertaniaan, perkebunan atau beencana. Melaluii proses ini, MBAPI diharapkan d dapat menjadi rujukann bagi kemeentrian, pem merintah provinssi dan kabuupaten, khuususnya yanng dilakukaan bagi maasyarakat peesisir. Selaanjutnya, Gambarr 3 menjelaaskan keranngka utamaa dalam I-C CATCH, peendahuluan yang menjjelaskan tentang konsep pen nting terkaitt perubahann iklim di kaawasan pesiisir dan sekktor perikanaan, serta penjelassan tentangg pendekataan partisipaatif, dan diikuti denggan bagian yang menjjelaskan tentang VA, dan seelanjutnya bagian b terkaait CAP.
URI‐CRC U USAID D (DONO OR)
DNPI D
KLH
IMACS – KKP KP3K
BMKG
Gambarr 1: Kerjasaama multi-p pihak dalam mengembaangkan I-CA ATCH
Gambarr 2: Proses persiapan, p u coba, dan uji n implementtasi kerangk ka I-CATCH H
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR
6
ANALISA KERENTANAN K
PENDAH HULUAN
RENCANA ADAP PTASI PERUBAHA AN IKLIM
• Proffil desa • Konndisi iklim • Dam mpak perubahan iklim • Kappasitas adaptasi maasyarakat • Proffil kerentanan masyyarakat (renndah, sedang, tingggi)
• Perubahan P iklim • Konsep K kerentanan • Pendekatan P partisipatif
• Masalahh paling prioritas • Kondisi untuk u mencapai tujuan jangka panjang p • Strategyy mencapai tujuan • Rencanaa adaptasi • Rencanaa tindak lanjut
Gambarr 3: Alur susunan keran ngka I-CAT TCH
3 IM MPLEMEN NTASI I‐C CATCH: H HASIL KA AJIAN KEERENTAN NAN (VA)) DAN REENCANA ADAPTASI PER RUBAHAN N IKLIM M (CAP) DI PRO OVINSI NU USA TENGGARA BARAT D DAN SULA AWESI TTENGGAR RA TCH dilaksaanakan di dua proviinsi di Inddonesia, yaaitu Provinssi Nusa Penerappan I-CAT Tenggaara Barat (N NTB) dan Provinsi P Sulawesi Tengggara (SULTRA). Dalaam bagian ini akan dijelaskkan hasil Kajian Kerenntanan (Vullnerability A Assessment (VA)) dann Rencana A Adaptasi Perubahhan Iklim (Climate ( Chhange Adap ptation Plaan (CAP)) masing-masing di 2 provinsi. p Gambarr 4 menunjuukkan perbaandingan tig ga tingkat kerentanan k antara a kedu ua provinsi tersebut. t Dapat ddigambarkaan bahwa mayoritas m deesa di dua provinsi beerada pada tingkat kerrentanan sedang,, meskipun lebih banyyak jumlah desa yang tingkat kerrentanannyaa tinggi di Provinsi P NTB diibandingkann Provinsi Sulawesi S Teenggara. 35 31 30 24
25 20
17 15
15 10
Nussa Tenggara Barat B Sulaawesi Tenggarra
9 4
5 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Gambarr 4: Perband dingan tingk kat kerentan nan berbagaai desa di Prrovinsi NTB B dan SULT TRA
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR
7
C yang telah diidenntifikasi Gambarr 5 menunjjukkan perhhitungan peembiayaan aktivitas CAP masyaraakat. Sangaat jelas di Gambar G ini adalah, a berddasarkan haasil estimassi, dibutuhkkan lebih dari Rpp 286 (dua ratus delapan puluh en nam) milyaar untuk meendanai hassil CAP di Provinsi P NTB, aand hampir Rp R 130 (serratus tiga puuluh) milyaar untuk pen ndanaan di Provinsi SU ULTRA. Hal ini menunjukkkan bahwa dibutuhkan d pembiayaaan hampir dua d kali bannyaknya di Provinsi P NTB yaang memilikki lebih bannyak tingkatt kerentanann tinggi dann sedang, dibbandingkann dengan Provinssi SULTRA A.
TOTAL 350,0 000,000,000 300,0 000,000,000
286,700,000 0,000
250,0 000,000,000 200,0 000,000,000 129,700,00 00,000
150,0 000,000,000 100,0 000,000,000 50,0 000,000,000 ‐ NTB
SULTRA A
Gambarr 5: Perband dingan estim masi pembiaayaan CAP di d Provinsi NTB N dan SU ULTRA
Gambarr 6 selanjuttnya menunj njukkan secaara detail klasifikasi k pembiayaan hasil impleementasi CAP daan menunjuukkan kategoori pembiay yaan berdassarkan 4 kattegori. Kebu utuhan pem mbiayaan untuk sarana s dan prasarana p m menempati posisi terattas, diikuti dengan keb butuhan rehhabilitasi dan konnservasi. Setelah itu, kebutuhan akan eksppansi dan relokasi r tem mpat tinggaal, lahan pertaniaan atau perikanan diikuuti dengan kebutuhan k a akan peningkkatan kapassitas nelayann.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR
8
160,000,000,000 0 140,000,000,000 0 120,000,000,000 0 100,000,000,000 0 80,000,000,000 0 NTB 60,000,000,000 0 SULTRA 40,000,000,000 0 0 20,000,000,000 ‐ PENINGKATAN REHABILITASI SARANA DAN DAN PRASARANA KONSERVASI
EKSPANSI ATAU R RELOKASI
PENINGKATAN INFORMASSI KAPASSITAS CUACA NELA AYAN
PERATURAN
KERJASAMA
Gambarr 6: Perband dingan pem mbiayaan berrdasarkan beberapa b ka ategori aktifiitas CAP an ntara Provinssi NTB dan Provinsi P SU ULTRA
Penjelasan detail tentang haasil implem mentasi I-CA ATCH di masing-mas m sing provinnsi akan dijelaskkan dibawahh ini.
3.1 P Provinsi Nusa N Tengggara Barrat Seperti ditunjukkaan di Gambbar 7, di Prrovinsi NTB dari 50 desa survei terhadap dampak perubahhan iklim di Kabupatten Lombook Barat, K Kabupaten Lombok Tengah, T Kaabupaten Lombokk Utara, Kaabupaten Loombok Timuur, dan Kabbupaten Sum mbawa terdaapat: o 15 desa d memiliiki tingkat kerentanan k y yang tinggi o 31 desa d memilliki tingkat kerentanan k yang sedanng o 4 deesa memilikki tingkat keerentanan yaang rendah..
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR
9
Nusa TTenggaraa Barat Rendaah, 4
Tinggi, 15
Sedang, 31
Gambarr 7. Tingkatt kerentanan n masyarakat terhadap p perubahan n iklim di Prrovinsi NTB
Gambarr 8 berikut ini menamppilkan penggkategorian CAP yang didiskusikaan oleh massyarakat di Provvinsi NTB. Gambar inni menunju ukkan frekuuensi disebutkannya suatu s aktifittas oleh masing--masing dessa. Ada 4 kaategori besaar aktifitas CAP C yang diusulkan d olleh masyaraakat: - Kelompok tertiinggi terkaitt dengan peembentukann kelompok masyarakatt, pengadaann sarana dan prasarana Perikanan, dan penyeediaan mataa pencahariian alternatiif seperti beternak, b buruuh dan berddagang. - Kategori terbaanyak selannjutnya adaalah pemennuhan kebuutuhan infrrastruktur penahan p d prasaran na terkait peerikanan abraasi dan banjjir disekitarr pantai sertta penyediaaan sarana dan sepeerti pelabuh han dan guddang, pengaddaan jalan dan d jembataan. Satu saraana terpentiing yang spessifik untuk berbagai daerah d di Prrovinsi NTB B adalah tiingginya keebutuhan saarana air berssih dan air minum. m Kebutuhan akkan modal usaha u juga sangat s dirassakan oleh berbagai b keloompok masyyarakat. - Berada di kaategori selaanjutnya adalah a penyyediaan modal m usahaa serta peelatihan, penyyuluhan daan perkenallan terhadaap teknologgi baru terrkait budidaaya perikannan dan pengelolaan haasil dan mannajemen keuuangan untuuk kelompok masyarak kat. - Kategori terkeccil adalah ekkspansi dann pemindahaan wilayah tangkap t dann budidaya.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR 10
Gambarr 8: Daftar CAP C yang diusulkan d masyarakat m d Provinsi NTB di N
Gambarr 9 menunjuukkan persentase pem mbiayaan yaang dibutuhkkan sesuai dengan hassil CAP. Hampirr separuh dari d kebutuuhan pembiayaan dibutuhkan unntuk peninggkatan saraana dan prasaranna, dan diseertai kebutuuhan terkaitt rehabilitassi dan konseervasi. Seteelah itu, massyarakat mengussulkan aktivvitas ekspaansi dan rellokasi. Hal terkecil daari kebutuh han CAP taapi juga sangat sering di ungkapkan u masyarakaat adalah pembiayaan untuk pen ningkatan kapasitas k nelayann. Lampiran 1 dan 2 selanjutnyaa memuat hasil h implem mentasi I-CA ATCH di masing-masi m ing desa di Provvinsi NTB, yang prinnsipnya menjelaskan kondisi k ikliim yang teeridentifikassi, hasil penilaiaan masyaraakat terhadaap tingkat kerentantan k n mereka teerhadap perrubahan ikllim, dan CAP yyang merekka usulkann. Perhitunggan secara detail meengenai prakiraan keebutuhan pembiayyaan CAP diberikan d dii lampiran 3. 3
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR 11
NTB 41,200,000 0,000 , 14%
0 ; 5.600.000.000 2%
PEENINGKATAN SARANA DA AN PRASARAN NA REEHABILITASI D DAN KO ONSERVASI 136,900,000 0,000 , 48% 103,000,000,0 000 , 36%
EK KSPANSI ATAU U RELOKASI PEENINGKATAN KAPASITAS NEELAYAN
Gambarr 9: Daftar estimasi e pem mbiayaan Rencana R Adaaptasi Perub bahan Iklim yang diusulkan masyaraakat di Provvinsi NTB.
3.1.1
Kabupaten n Lombok Tengah
k i tersebar di tiga kecamatan yan ini ng memilikii wilayah pesisir p di Proses ppenilaian kerentanan kabupatten Lombokk Tengah yaitu y kecam matan Pujut,, kecamatan n Praya Barrat, dan keccamatan Praya T Timur. Massyarakat di desa-desa yang menjadi objek penilaian p seetidaknya memiliki m lima suumber mata pencahariaan utama, yakni y sebagai nelayan, petani tam mbak, petanii garam, pedaganng, petani dan d peternaak. Lelaki dan d peremppuan di wilaayah kajian n ini saling berbagi tanggunng jawab dalam d melakksanakan kegiatan k maata pencaharrian. Nelay yan dan meenambak dikerjakkan oleh laaki-laki, sem mentara unttuk berdagaang dan meemindang ik kan sebagiaan besar dilakukkan oleh perrempuan. Pada beeberapa dessa di wilayaah kabupateen Lombokk Tengah yaang menjaddi lokasi I-C CATCH, garis paantainya mu ulai terkikis karena abbrasi dan gelombang g p pasang tingggi. Pesertaa diskusi mengunngkapkan bahwa kejaddian tersebuut berakibatt pada perub bahan kond disi fisik daan sosial desa. Perubahan inni misalnyaa masyarakaat pesisir yaang terpakssa harus meengungsi kee daerah yang leebih tinggi akibat rum mah merekaa terkena abbrasi. Conto oh lainnya adalah dibbeberapa lokasi yyang sebelu umnya terdaapat tambakk, terpaksa harus tutup p akibat lahannya juga terkena abrasi. Sebagai ko onsekuensinnya, masyarrakat yang selama ini bekerja dan n mengganntungkan hidupnyya sebagaii petani taambak maaupun buruuh tambak terpaksa harus kehhilangan pekerjaannya.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR 12
3.1.2
Kabupaten Lombok Timur
Proses penilaian kerentanan ini terfokus di satu kecamatan yang memilki wilayah pesisir di Kabupaten Lombok Timur, yaitu Kecamatan Jerowaru. Masyarakat yang berada di wilayah desa kajian setidaknya memiliki lima sumber mata pencaharian utama yaitu nelayan (tangkap dan budidaya), petani, buruh tani, petani tambak, dan petani garam. Beberapa desa yang menjadi wilayah kajian mengalami perubahan garis yang cukup signifikan dalam 20 tahun terakhir akibat abrasi. Beberapa desa lainnya juga mengalami penurunan produktifitas kegiatan mata pencaharian akibat banjir air laut pasang (rob) dan cuaca yang tidak menentu (angin kencang dan curah hujan tinggi). Dampaknya adalah tambak dan area budidaya masyarakat di Kabupaten Lombok Timur tidak dapat dioperasikan secara optimal, bahkan cenderung mengalami kegagalan. Akibatnya, keterbatasan akses terhadap sumber daya alam bagi masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan jenis atau tipologi mata pencaharian. Beberapa desa yang menjadi wilayah kajian mengalami perubahan garis yang cukup signifikan dalam 20 tahun terakhir akibat abrasi. Beberapa desa lainnya juga mengalami penurunan produktifitas kegiatan mata pencaharian akibat banjir air laut pasang (rob) dan cuaca yang tidak menentu (angin kencang dan curah hujan tinggi). Dampaknya adalah tambak dan area budidaya masyarakat di Kabupaten Lombok Timur tidak dapat dioperasikan secara optimal, bahkan cenderung mengalami kegagalan. Akibatnya, keterbatasan akses terhadap sumber daya alam bagi masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan jenis atau tipologi mata pencaharian. 3.1.3
Kabupaten Lombok Utara
VA di kabupaten Lombok Utara dilaksanakan di 10 Desa terpilih di sepanjang pesisir barat pulau Lombok. Termasuk di dalamnya adalah satu desa di pulau mikro yaitu desa Gili Indah. Sembilan desa lainnya masih berada di pesisir barat pulau Lombok mulai dari Malaka di selatan sampai Gondang di utara. Kondisi kesepuluh desa ini tentu saja berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya baik dari sisi fisik (lingkungan), sosial maupun ekonomi. Keseluruhannya berada di wilayah pesisir baik itu di sepanjang pantai barat pulau Lombok atau desa yang berada di pulau mikro. 3.1.4
Kabupaten Sumbawa
Proses penilaian kerentanan ini tersebar di lima kecamatan yang memiliki wilayah pesisir di kabupaten Sumbawa yaitu kecamatan Tarano, kecamatan Maronge, Kecamatan Moyo Hilir, kecamatan Lape dan Plampang. Masyarakat di desa-desa yang menjadi objek penilaian setidaknya memiliki lima sumber mata pencaharian utama, yakni sebagai nelayan, petani tambak, pedagang, petani dan peternak. Lelaki dan perempuan di wilayah kajian ini saling berbagi tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan mata pencaharian. Nelayan dan bertambak dikerjakan oleh laki-laki, sementara untuk berdagang dan mengurus rumah sebagian besar dilakukan oleh perempuan.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 13
Pada beberapa desa di wilayah kabupaten Sumbawa yang menjadi lokasi studi ini garis pantainya mulai terkikis karena abrasi dan gelombang pasang tinggi. Peserta diskusi mengungkapkan bahwa kejadian tersebut berakibat pada perubahan kondisi fisik dan sosial desa, seperti masyarakat pesisir yang terpaksa harus mengungsi ke daerah yang lebih tinggi akibat rumah mereka terkena abrasi dan dibeberapa lokasi yang sebelumnya terdapat tambak, terpaksa harus tutup akibat lahannya juga terkena abrasi. Konsekuensinya, masyarakat yang selama ini bekerja dan menggantungkan hidupnya sebagai petani tambak maupun buruh tambak terpaksa harus kehilangan pekerjaannya. 3.1.5
Kabupaten Lombok Barat
Proses Penilaian Kerentanan ini terfokus di dua kecamatan yang memiliki wilayah pesisir di Kabupaten Lombok Barat, yaitu Kecamatan Lembar dan Sekotong. Hampir seluruh desa dalam kecamatan ini merupakan desa yang saling bertetangga atau bahkan dahulunya berasal dari satu desa, yang kemudian dimekarkan. Masyarakat yang berada di wilayah desa kajian setidaknya memiliki lima sumber mata pencaharian utama yaitu nelayan (tangkap dan budidaya), petani, buruh tani, petani tambak, dan petani garam. Beberapa desa yang menjadi wilayah kajian mengalami perubahan garis yang cukup signifikan dalam 20 tahun terakhir akibat abrasi. Beberapa desa lainnya juga mengalami penurunan produktifitas kegiatan mata pencaharian akibat banjir air laut pasang (rob) dan cuaca yang tidak menentu (angin kencang dan curah hujan tinggi). Dampak samping adalah tambak dan area budidaya masyarakat di Kabupaten Lombok Barat tidak dapat dioperasikan secara optimal, bahkan cenderung mengalami kegagalan. Akibatnya, keterbatasan akses terhadap sumber daya alam bagi masyarakat mengakibatkan terjadinya perubahan jenis atau tipologi mata pencaharian. 3.2
Provinsi Sulawesi Tenggara
Di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, dari 50 desa dan kelurahan lokasi I-CATCH di Kabupaten Bau-Bau, Kota Kendari, Kota Konawe Selatan, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Wakatobi. Gambar 10 menunjukkan tingkat kerentanan yaitu: 4 desa dan 5 kelurahan memiliki tingkat kerentanan tinggi 16 desa dan 8 kelurahan memiliki tingkat kerentanan sedang 12 desa dan 5 kelurahan memiliki tingkat kerentanan rendah.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 14
Tingggi, 9 R Rendah, 17
Sedan ng, 24
Sulawesii Tenggaara Gambarr 10. Tingkaat kerentanaan masyarak kat terhadap perubahaan iklim di Provinsi P SUL LTRA
Gambarr 11 menaampilkan pengkategor p rian CAP yang didisskusikan olleh masyarrakat di Provinssi SULTRA A. Gambar ini menunjukkan frekkuensi disebbutkannya suatu s aktifitas oleh masing--masing deesa. Kebutuuhan terhadaap informasi terkait ikklim beradaa di tingkaat paling pertamaa dari CAP P, misalnyaa informasii tentang kapan k wakttu terbaik untuk u melaaut bagi nelayann, yang keddua adalah sarana perikanan teruttama perahu u, karambaa, jaring apuung dan bagan, ddan yang keetiga adalahhteknologi dan d teknik baru b budidayya rumput laut. l Sebagaii antisipasi masyarakaat akan dam mpak perubbahan iklim m di masa yang akan datang, mereka juga telah memikirkaan untuk meeragamkan jenis pekerrjaan merek ka seperti beternak, b menjadi buruh, beerdagang ataaupun terlibbat di duniaa pariwisataa. Oleh karrena itu, penngadaan benih ddan bibit untuk u perikkanan dan rumput lauut serta terrsedianya modal m usahha yang memunngkinkan masyarakat m m meragamka an jenis pekkerjaan meereka sangaat diharapkkan bagi masyaraakat. Dua hal h terkait CAP oleh masyarakatt selanjutnyya adalah reehabilitasi terumbu t karang dan mangroove. Hal inii menunjukkkan bahwa masyarakatt sudah melihat dan meenyadari akan m mulai terjad dinya damppak negatiff dari berbbagai kejaddian cuaca dan musim m yang mengakkibatkan rusaknya ekoosistem teru umbu karanng dan maangrove di berbagai lookasi di SULTR RA.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR 15
Gambarr 11: Daftarr CAP yang diusulkan masyarakat m di Provinsi SULTRA
EKSSPANSI ATAU RELOKASI, 17,,600,000,000 , 13% %
PENIN NGKATAN KAPASSITAS NELAYYAN, 6,450,,000,000 , 5%
PENINGKATA AN SARANA DAN A, PRASARANA 59,400,000,000 , 46%
REHABILITASSI DAN KONSERVASII, 46,250,000,0 000 , PROV VINSI SULA AWESI TEN NGGARA 36%
Gambarr 12: Estimaasi pembiayyaan perubahan iklim yaang diusulk kan masyaraakat di Provinsi SULTR RA
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR 16
Lampiran 3 dan 4 selanjutnya memuat hasil implementasi I-CATCH di masing-masing desa di Provinsi Sulawesi Tenggara, yang prinsipnya menjelaskan kondisi iklim yang teridentifikasi, hasil penilaian masyarakat terhadap VA dan CAP yang diusulkan. Perhitungan secara detail mengenai prakiraan kebutuhan pembiayaan CAP diberikan di Lampiran 5. 3.2.1
Kota Kendari
Kelurahan-kelurahan dalam kajian ini berada pada wilayah Kecamatan Kendari dan Kecamatan Abeli. Masyarakat di kelurahan di Kecamatan Kendari memiliki setidaknya tiga sumber mata pencaharian utama, yakni sebagai nelayan dan petani kebun di darat. Mayoritas masyarakatnya memiliki beragam sumber mata pencaharian utama, terutama sebagai nelayan, petani berkebun, peternak dan sejumlah pekerjaan lain. Pada saat kegiatan melaut tidak dapat dilakukan, terutama pada saat ombak tinggi dan arus kencang di musim barat, nelayan masih memiliki kegiatan mata pencaharian lain. Kegiatan bidang pertanian dilakukan di lahan yang sebagian besar merupakan tanah berkapur. Kondisi lahan yang didominasi batu kapur menyebabkan hanya beberapa jenis tanaman saja yang bisa ditanam di lahan perkebunan masyarakat, yaitu; ubi kayu, jagung, sayur-sayuran dan sebagian kecil tanaman jangka panjang seperti; pisang, kelapa, nangka, mangga, dan jambu mete. Disamping sebagai nelayan dan petani, masyarakat di kelurahan-kelurahan kajian ini ada juga yang bekerja sebagai karyawan perusahaan perikanan, pedagang, tukang ojek, buruh pelabuhan, tukang kayu/batu, kuli bangunan, buruh kapal ikan, penambang batu gunung dan pasir, dan ada juga yang bergerak di sektor jasa, swasta, dan pegawai negeri. Lelaki dan perempuan di Kota Kendari ini saling berbagi tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan mata pencaharian. Nelayan pancing, bubu, nelayan jaring dan sero dikerjakan oleh laki-laki. Petani tanaman ubi, jagung dan sayur-sayuran di kesepuluh kelurahan dilakukan oleh lakilaki dan perempuan. Pada beberapa kelurahan di 2 kecamatan lokasi kajian ini, garis pantai terkikis karena abrasi dan gelombang pasang tinggi. Perubahan garis pantai terjadi di 10 kelurahan kajian, berlangsung karena kenaikan permukaan laut, pasang laut tinggi dan meningkatnya kecepatan arus laut. Di beberapa kelurahan ini, tembok pemecah ombak (talud) telah dibangun oleh pemerintah, namun saat ini air laut mulai melewati talud pada saat pasang tinggi. Seperti ditunjukkan di Gambar 13, secara umum hasil VA menunjukkan tingkat sedang terutama di daerah mulut sungai teluk Kendari, dan hijau di daerah yang lebih jauh dari pantai.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR 17
Gambarr 13: Tingka at kerentanaan berbagaii Kelurahan n di Kota Keendari
3.2.2
Kota Bau-bau
Kelurahhan dalam kajian inni berada pada wilaayah Kecaamatan Leaa-Lea, Keccamatan Kokalukkuna, Kecaamatan Baruu Puaro dan n Kecamataan Betoambbari. Masyaarakat di Keelurahan Palabussa, Kalialia,, Kolese dann Lowu-Loowu yang beerada dalam m wilayah Kecamatan K L Lea-Lea memilikki setidaknyya tiga sum mber mataa pencahariaan utama, yakni y sebaggai nelayann, petani budidayya dan petaani kebun di darat. Begitu B pulaa masyarakkat di kelurrahan-kelurrahan di Kecamaatan Kokaluukuna, Keccamatan Battu Puaro daan Kecamattan Betoam mbari juga memiliki m beragam m sumber mata penncaharian uttama, teruttama sebaggai nelayan, petani beerkebun, peternakk dan sejum mlah pekerjaaan lain. Keegiatan bidaang pertaniaan di dilakuukan di lahaan kebun yang seebagian bessar merupakkan tanah berkapur. Koondisi lahann yang dido ominasi battu kapur menyebbabkan hanyya beberappa jenis tannaman saja yang bisa ditanam dii lahan perkkebunan masyaraakat, yaitu;; ubi kayu, jagung, daan sebagiann kecil tanaaman jangkka panjang seperti; pisang, kelapa, naangka, manggga, dan siirsak. Sedaangkan untu uk wilayah yang cukuup subur seperti beberapa kelurahan k di Kecamataan Lea-Lea (Kelurahann Palabusa dan Kalia--lia) dan Kokalukkuna (Kelurrahan Lakologou) masyarakat mennanam padii dan sayur--sayuran. Disampping sebagaii nelayan daan petani, masyarakat m d kelurahann-kelurahann kajian ini ada di a juga yang bbekerja sebaagai pedaggang, tukanng ojek, buuruh pelabuuhan, tukanng kayu/baatu, kuli bangunan, buruh, dan ada jugga yang beergerak di sektor s jasa, swasta, daan PNS. Lellaki dan perempuan di Kotaa Bau-Bau ini i saling beerbagi tangggung jawab dalam melaaksanakan kegiatan k mata peencaharian. Nelayan paancing, jarinng, bagan, sero s dan bub bu hanya diikerjakan olleh lakilaki. Biidang pertan nian rumpuut laut, bertaani di sawaah, menanam m ubi dan jagung j sertaa sayursayurann di lokasi kajian k dilakuukan oleh laaki-laki dann perempuann.
ROAD MAP ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PEESISIR 18