ANALISIS PENGARUH CASH POSITION, RETURN ON EQUITY, DEBT TO EQUITY RATIO, COMPANY’S GROWTH DAN COLLATERALIZABLE ASSETS TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN NON KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2007-2009 Rizky Arimawati Drs. H. Prasetiono, MSi
ABSTRACT This study is performed to examine the effect of Cash Position, ROE, DER, Company’s Growth and Collateralizable assets toward Dividend Payout Ratio (DPR) in non financial company that is listed in BEI. The objective of this study is to analyze the effect of the company financial ratios performance (Cash Position, ROE, DER, Company’s Growth and Collateralizable assets) toward DPR in non financial Company that is listed in BEI over period 2007-2009. Purposive sampling is used on this research with criterion (1) the company that represents their financial report per December 2007-2009; (2) the company that continually share their dividend over period 2007-2009. The data is obtained based on Indonesian Capital Market Directory (ICMD 2010) publication. Sample of this research amount of 14 companies from 381 companies those are listed in BEI. Multiple regression and hypothesis test using t-statistic is used to examine partial regression coefficient and f-statistic to examine the mean of mutual effect with level of significance 5%. In addition, classical assumption test also performed including normality test, multicolinearity test, heteroscedasticity test and autocorrelation test. This research results that Collateralizable assets gives significantly positive effect on dividend payout ratio (DPR). It also funds that the other variables which is Cash Position, ROE, DER, Company’s Growth are not significant to DPR. We suggest for investors in Indonesian Stock Exchange whose purpose to gain dividend should be pay attention for informations that issued by the company, because with those information they can make the best decision for their investments. On this research, collaterelalizable assets shows the most influencing variable toward DPR that pointed by the amount of beta standardized coefficients value 0591, DER are 0.288, ROE are 0.131, Cash position are 0.114, and company’s growth are -0.003. Keywords: Cash Position, Return on Equity, Debt to Equity Ratio, company’s growth dan Dividend Payout Ratio (DPR) 1
2
1. PENDAHULUAN Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam risiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk mengurangi kemungkinan risiko dan ketidakpastian yang akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang diperoleh dari kinerja perusahaan maupun informasi lain yang relevan seperti kondisi ekonomi dan politik dalam suatu negara. Informasi yang diperoleh dari perusahaan lazimnya didasarkan pada kinerja perusahaan (Ang, 1997). Investor dalam investasi saham dapat mengharapkan hasil (return) dalam bentuk dividen dan atau capital gain. Dividen merupakan bagian dari laba bersih perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham, sedangkan capital gain merupakan selisih positif antara harga perolehan saham dengan harga pasar saham (harga pasar saham > harga perolehan saham). Gordon dan Lintner dalam Brigham & Houston, 2001) menyatakan bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal (capital gain). Investor dalam investasi saham umumnya menyukai dividen karena merupakan unsur pendapatan yang pasti dibayar pada tahun berjalan sedangkan capital gain bersifat tidak pasti. Kebijakan dividen merupakan suatu keputusan yang sangat penting karena akan memiliki dampak pada pihak-pihak seperti perusahaan (manajemen, karyawan dan kondisi keuangan perusahaan), masyarakat ataupun pemerintah. Keputusan atas kebijakan dividen merupakan suatu alternatif apakah manajemen menaikkan, menurunkan, atau tidak merubah kebijakan pembayaran dividen. Oleh karena itu, pembagian dividen harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Masing-masing perusahaan menetapkan kebijakan dividen yang berbedabeda. Perusahaan perlu membuat kebijakan tentang besarnya laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham atau biasa disebut Dividend Payout Ratio (DPR), dan besarnya laba yang akan ditahan oleh perusahaan. Semakin besar laba yang dibagikan dalam bentuk dividen akan semakin menarik bagi calon investor.
3
Ini karena para calon investor menilai bahwa perusahaan dalam kondisi yang sehat dan memiliki prospek yang baik di masa mendatang. Dipilihnya perusahaan non keuangan yang go public sebagai objek penelitian ini karena perusahaan-perusahaan tersebut bersifat terbuka dalam hal pelaporan kinerja perusahaan karena selalu menyajikan laporan keuangan yang dipublikasikan. Dengan informasi tersebut, maka investor dapat memantau perkembangan kinerja perusahaan. Rata-rata pembayaran dividen dari 14 perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009 selalu berada dalam persentase diatas 30%. Rata-rata pembayaran dividen pada tahun 2007 adalah sebesar 51,65%. Pada tahun 2008, pembayaran dividen tersebut mengalami penurunan menjadi sebesar 49,02%, tahun 2009 menurun menjadi 37,22%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pembayaran dividen dari perusahaan non keuangan tersebut adalah tinggi. Kebijakan dividen menjadi masalah menarik karena akan memenuhi harapan investor, di sisi lain kebijakan tersebut jangan sampai menghambat pertumbuhan apalagi mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Kebijakan dividen adalah sebuah keputusan finansial yang sulit bagi pihak manajemen. Dengan demikian perlu bagi pihak manajemen mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen yang ditetapkan oleh perusahaan. Faktorfaktor yang diduga mempengaruhi kebijakan dividen tunai perusahaan dalam penelitian ini adalah Cash Position, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Company’s Growth, Collateralizable Assets. Banyak penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan dividen. Dari penelitian-penelitian tersebut terdapat beberapa research gap, diantaranya adalah : 1. Cash Position mempunyai pengaruh positif signifikan oleh Marlina dan Clara (2009) dan Efendi (2007), namun Sudarsi (2002) menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap DPR. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2006) menemukan bahwa Return On Equity (ROE) mempunyai arah hubungan yang positif terhadap DPR. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sunarto &
4
Kartika (2003) menemukan hasil yang berbeda yaitu Profitabilitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividen. 3. Hasil
penelitian
Hanafi
(2004),
menunjukkan
bahwa
struktur
permodalan yang diproksikan dengan Debt to equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap Dividen Payout Ratio, namun kontradiktif dengan hasil penelitian Jensen. et al (1992), Suhartono (2004) dan Bahtiar (2006) yang menyatakan bahwa Debt to equity ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividen payout ratio. Penelitian Suharli (2006), Sunarto & Kartika (2003) juga menemukan hasil yang berbeda yaitu leverage yang diproksikan dengan variabel DER tidak mempengaruhi jumlah dividen tunai. 4. Hasil penelitian Sartono (2001) menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan berhubungan secara terbalik terhadap kebijakan dividen. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2000) yang menunjukkan bahwa variabel Growth dengan DPR memiliki pengaruh yang signifikan dan arah hubungannya terbalik dengan DPR. Namun penelitian Hatta (2002) dan Marpaung (2009) menyebutkan bahwa variabel Growth tidak berpengaruh terhadap DPR. 5. Collateralizable Assets diyatakan signifikan positif terhadap DPR oleh Wahyudi (2008) tetapi dinyatakan tidak signifikan oleh Handoko (2002).
2. TELAAH PUSTAKA 2.1
Pengertian Dividen dan Dividend Payout Ratio Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak
dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) sebagai cadangan perusahaan. Dengan kata lain, dividen dapat juga diartikan pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan 1998: 381).
5
2.2
Teori kebijakan dividen Banyak perdebatan yang terkait dengan dividen. Pendapat mereka
berbeda-beda satu sama lain, bahkan saling bertentangan. Berikut ini adalah berbagai teori yang muncul seiring dengan penelitian terhadap dividen (Frankfurter, 2003): a. Dividend relevance theory (Gordon’s Model) Menurut Gordon, kebijakan dividen adalah relevan terhadap nilai perusahaan. Dalam hal ini, investor akan lebih menyukai pembayaran dividen yang akan diterima saat ini dari pada capital gains yang akan diterima pada masa mendatang. Menurut teori ini, investor akan merasa lebih aman untuk mendapatkan dividen sekarang dari pada capital gains di masa mendatang yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian. Pendapat ini banyak mendapat kritikan dari Modigliani dan Miller (1961). Modigliani dan Miller (1961) berpendapat dan telah dibuktikan secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gains di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividend payout ratio. b. Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Teori ini merupakan pendapat Modigliani dan Miller (M-M) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan. c. Tax preference theory Menurut teori ini, individu akan memilih apakah akan menerima distribusi pendapatan perusahaan sebagai dividen atau capital gains. Apabila kewajiban pajak atas distribusi keuntungan modal dari capital
6
gains lebih rendah dari pada pajak terhadap dividen, maka investor akan lebih memilih capital gains. Penelitian ini bermaksud untuk menguji teori yang pertama, yaitu dividend relevance theory, karena sesuai dengan kondisi yang ada di Negara Indonesia, investor akan menyukai dividen yang tinggi dibandingkan dengan capital gain yang masih belum jelas. Menurut teori ini, dividen akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Proksi yang digunakan adalah Cash position (CP), Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Company’s Growth dan Collateralizable Assets. Kelima proksi tersebut akan mencerminkan nilai perusahaan.
2.3
Pengaruh Cash position (CP) terhadap Dividend Payout Ratio Likuiditas dalam penelitian ini diproksikan dalam Cash Position (CP).
Likuiditas perusahaan yang merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Riyanto, 2001) Van Horne dan Wachowicz Jr. (1998:501) menyebutkan bahwa salah faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah posisi likuiditas di mana manajemen perusahaan mempertahankan tingkat likuiditas tertentu untuk memberikan perlindungan dan fleksibilitas keuangan terhadap ketidakpastian. Posisi kas dan likuiditas perusahaan yang besar meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen. Dalam teori relevan dividen, kebijakan dividen akan berpengaruh terhadap harga saham. Apabila harga saham naik, maka investor akan meningkat dan laba akan naik. Kenaikan laba ini akan menyebabkan peningkatan uang kas yang dimiliki perusahaan sehingga cash position (CP) akan meningkat. Semakin besar cash position (CP) maka perusahaan akan membayarkan dividen yang lebih besar pula. Dalam Free Cash Flow Theory, aliran kas bebas menggambarkan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan. Jensen (1986) dalam Frankfurter (2003) mendefinisikan aliran kas bebas (free cash flow) sebagai kas yang tersisa setelah
7
seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif dilakukan. Perusahaan dengan aliran kas bebas berlebih akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Perusahaan dengan aliran kas bebas tinggi bisa diduga lebih survive dalam situasi yang buruk. Sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru. Free cash flow ini sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer (Rosdini, 2009). Semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen Dengan semakin meningkatnya cash position juga dapat meningkatkan keyakinan para investor untuk memperoleh dividen tunai (cash dividen) yang diharapkan oleh investor Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis yang pertama yaitu : H1 :
Cash position (CP) berpengaruh positif terhadap Dividend Payout
Ratio.
2.4
Pengaruh Return On Equity terhadap Dividend Payout Ratio Daya tarik utama bagi pemilik perusahaan (pemegang saham) dan para
calon investor dalam suatu perusahaan adalah profitabilitas. Hanafi (2004) menyatakan bahwa profitabilitas mempengaruhi kebijakan pembayaran dividen karena dividen dibagikan dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka besarnya keuntungan tentu akan mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagikan. Dengan kata lain profitability mempengaruhi hubungan yang positif. Penelitian Suharli (2007) juga menyatakan bahwa profitabilitas mutlak diperlukan untuk perusahaan apabila hendak membayarkan dividen. Teori relevan dividen menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan, hal ini berarti kebijakan dividen akan mempengaruhi
8
harga saham. Apabila harga saham naik, maka banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut (investornya meningkat), dengan meningkatnya investor maka kemungkinan memperoleh laba perusahaan juga akan meningkat. Semakin besar laba maka perusahaan cenderung akan membayarkan dividen yang tinggi kepada pemegang saham. Penelitian ini menggunakan proksi ROE sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Return On Equity merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan (Suharli, 2006). Ekuitas pemilik adalah jumlah modal sendiri, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat diperoleh melalui perbandingan antara laba bersih (EAT) dengan total equity (modal sendiri). Return On Equity (rentabilitas modal sendiri) atau disebut juga rentabilitas usaha menunjukkan kemampuan perusahaan atau emiten dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan modal sendiri yang dimilikinya. Laba yang dimaksud disini adalah laba yang tersedia untuk para pemegang saham (earning for stockholders equity) atau laba setelah pajak (EAT). ROE adalah ukuran yang secara eksplisit mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi investor. Perusahaan hanya akan meningkatkan dividen apabila earnings meningkat. Jadi return on equity berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan uraian
tersebut diatas dapat dirumuskan hipotesis kedua
sebagai berikut : H2 :
2.5
Terdapat pengaruh positif ROE terhadap Dividend Payout Ratio.
Pengaruh Debt to equity Ratio terhadap Dividend Payout Ratio Debt to equity ratio dihitung dengan total hutang dibagi dengan total
ekuitas (Jensen et al., 1992). Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono 2001: 66). Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal
9
suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya (Ang, 1997). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividend. Teori relevan dividen menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang berarti kebijakan dividen akan mempengaruhi harga saham. Apabila harga saham naik, maka investor akan bertambah maka kemungkinan memperoleh laba akan bertambah. Peningkatan laba tersebut juga akan menyebabkan pertumbuhan perusahaan meningkat. Apabila pertumbuhan perusahaan meningkat, maka akan dibutuhkan banyak dana untuk membiayai pertumbuhan tersebut. perusahaan bisa memperoleh atau mencari dana dari pihak internal dan eksternal. Dana internal diperoleh dari penerbitan saham, sedangkan dana eksternal bisa diperoleh perusahaan dari pinjaman atau hutang, misalnya dengan menerbitkan obligasi dan hutang bank. Perusahaan yang memiliki rasio leverage lebih besar seharusnya membagikan dividen lebih kecil karena laba yang diperoleh digunakan untuk melunasi kewajibannya terlebih dahulu. Dengan demikian investor dapat mempelajari kewajiban perusahaan untuk memperkirakan pendapatan dari investasi berupa dividen, di masa yang akan datang ( Suharli, 2006). Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividend akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai pengaruh negatif dengan dividend payout ratio. Hasil penelitian Jensen et.al (1992), Hanafi (2004), Poerwadi (2003) menunjukkan bahwa struktur permodalan yang diproksikan dengan Debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap Dividen Payout Ratio. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis ketiga yaitu: H3 :
Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio.
10
2.6
Pengaruh Company’s Growth terhadap Dividend Payout Ratio Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen (Riyanto, 2001). Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang, perusahaan lebih senang untuk menahan labanya daripada membayarkannya sebagai dividen kepada pemegang saham (Riyanto, 2001) mengingat biaya modal dengan menggunakan laba ditahan lebih murah (Easterbrook dalam Marpaung (2009). Teori relevan dividen menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang berarti kebijakan dividen akan mempengaruhi harga saham. Apabila harga saham naik, maka investor akan bertambah dan kemunkinan memperoleh laba akan bertambah. Peningkatan laba tersebut juga akan menyebabkan pertumbuhan perusahaan meningkat. Apabila pertumbuhan perusahaan meningkat, maka akan dibutuhkan banyak dana untuk membiayai pertumbuhan tersebut sehingga DPR menjadi kecil. Pertumbuhan perusahaan berhubungan secara terbalik terhadap kebijakan dividen. Koefisien ini menunjukkan jika pertumbuhan meningkat akan berdampak pada penurunan dividen karena untuk membiayai pertumbuhan tersebut diperlukan dana yang besar. Akibatnya dividen yang akan dibagikan akan menurun (Sartono, 2001). Dalam
penelitian
ini,
pertumbuhan
perusahaan
diproksi
dengan
petumbuhan penjualan (sales growth). Berdasarkan uraian diatas maka, dapat dirumuskan hipotesis keempat sebagai berikut : H4 :
Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio.
2.7
Pengaruh Collateralizable Assets terhadap Dividend Payout Ratio Collateralizable Assets (aset perusahaan yang bisa dijaminkan) merupakan
rasio total aktiva bersih dibandingkan dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan (Handoko, 2002). Variabel ini memiliki hubungan yang positif terhadap dividend payout ratio dengan anggapan bahwa perusahaan yang
11
memiliki aktiva tetap dijaminkan yang lebih banyak akan mengurangi masalah keagenan antara pemegang saham dan pemegang obligasi dengan tingkat pembayaran dividen yang lebih tinggi (Handoko, 2002). Teori relevan dividen menyatakan bahwa kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang berarti kebijakan dividen akan mempengaruhi harga saham. Apabila harga saham naik, maka investor akan bertambah dan aset perusahaan akan bertambah. Peningkatan aset dapat dapat berupa aktiva tetap yang bisa dijaminkan (Collateralizable Assets). Mollah, et al. (2000) dalam Sugeng (2009) berargumen bahwa perusahaan dengan collateralizable assets yang tinggi memiliki agency problem yang kecil antara manajemen dengan pihak kreditor, karena dengan collateralizable assets yang tinggi mereka lebih terjamin dan tidak perlu pembatasan yang lebih ketat terhadap kebijakan dividen perusahaan sehingga perusahaan bisa membayarkan dividen lebih besar. Sebaliknya semakin rendah collateralizable assets yang dimiliki perusahaaan akan meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditor, sehingga kreditor akan menghalangi perusahaan untuk membayar dividen dalam jumlah besar kepada pemegang saham karena takut piutang mereka tidak dibayar (Sartono, 2001) Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis kelima, yaitu : H5 :
Collateralizable Assets berpengaruh positif terhadap Dividend
Payout Ratio.
3. METODE PENELITIAN 3.1. Pemilihan Populasi, Sampel, dan Pengumpulan Data Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan non keuangan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2007 sampai dengan 2009 yang mempublikasikan laporan keuangannya dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2007-2009. Pemilihan
12
sampel dilakukan berdasarkan metode Purposive Sampling dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 14 perusahaan non keuangan. Teknik pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi. Dokumentasi yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua data sekunder yang dipublikasikan oleh www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory tentang perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009.
3.2 Variabel Penelitian 3.1.2
Variabel Dependen Dividend payout ratio diukur dengan membandingkan dividen kas per
lembar saham terhadap laba yang diperoleh per lembar saham (Ang, 1997) Rumus:
3.1.3
Variabel Independen
3.1.3.1 Cash Position Cash position dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo kas akhir dengan laba bersih setelah pajak. Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen (Sudarsi, 2002), (Stanley & Geoffrey, 1987 dalam Prihantoro, 2003). Rumus:
3.1.3.2 Return On Equity Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan modal sendiri yang dimilikinya. ROE
13
adalah ukuran yang secara eksplisit mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi investor. Penelitian ini menggunakan proksi ROE sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Return On Equity merupakan tingkat pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan (Suharli, 2006). Ekuitas pemilik adalah jumlah modal sendiri, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat diperoleh melalui perbandingan antara laba bersih (EAT) dengan total equity (modal sendiri). Return On Equity (rentabilitas modal sendiri) atau disebut juga rentabilitas usaha menunjukkan kemampuan perusahaan atau emiten dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan modal sendiri yang dimilikinya. Laba yang dimaksud disini adalah laba yang tersedia untuk para pemegang saham (earning for stockholders equity) atau laba setelah pajak (EAT). Rumus: ROE =
Laba Bersih Total Ekuitas
3.1.3.3 Debt to Equity Ratio Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan utang) terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997). Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Hasil penelitian Hanafi (2004) dan Prihantoro (2003) menunjukkan bahwa struktur permodalan yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio brpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio. Rumus:
14
3.1.3.4 Company’s Growth Pertumbuhan berhubungan terbalik terhadap kebijakan dividen. Koefisien ini menunjukkan jika pertumbuhan meningkat akan berdampak pada penurunan dividen karena untuk membiayai pertumbuhan tersebut diperlukan dana yang besar. Akibatnya dividen yang dibagikan akan menurun (Sartono, 2001). Dalam penelitian ini, pertumbuhan perusahaan diukur dengan pertumbuhan penjualan. Rumus : St – St-1 SG
=
St-1 Dimana : ST
: Penjualan bersih tahun ke t
ST-1
: Penjualan bersih tahun ke t-1
3.1.3.5 Collateralizable Assets Collateralizable asset merupakan bagian dari aset perusahaan yang bisa dijaminkan kepada pihak ketiga (kreditur) dan biasanya terdiri dari fixed asset perusahaan. Fixed Assets merupakan bagian aset perusahaan yang dianggap bisa dijaminkan (collateralizable assets) terutama terhadap kreditur jangka panjang. Variabel ini diberi simbol (COLLAS) dan diukur dengan menggunakan hasil bagi antara fixed asset net terhadap total asset. (Titman dan Wessels, 1988 dan Moh’d, et al. 1998 dalam Wahidahwati (2002), Jensen, Solberg Zorn (1992) dalam Sartono (2001) Rumus :
3.3 Perumusan Model Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda yang persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
15
Y= b0 + b1X1+ b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e Dimana : Y= dividend payout ratio. b0 = konstanta b1, b2, b3, b4 b5 = koefisien regresi CP = Cash position ROE = Return On Equity DER = debt to equity ratio SG = Sales Growth ei = error Sebelum analisis regresi digunakan, maka terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Selain itu juga digunakan uji t untuk melihat pengaruh secara parsial dan uji f untuk melihat pengaruh secara simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Tabel 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Data
N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
CP
42
.03
15.82
2.5000
3.40352
ROE
42
.03
3.23
.2651
.48537
DER
42
.14
8.44
1.2519
1.37066
SG
42
-.47
1.00
.1952
.29867
COLLAS
42
.04
.58
.2607
.12966
DPR
42
.01
2.39
.4575
.41913
Valid N (listwise)
42
Sumber : Output SPSS 17
16
Pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 42 sampel data. Tabel 4.1 di atas juga menunjukkan bahwa rata-rata masing-masing variabel berada pada angka positif. Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa rata-rata dari nilai variabel DPR adalah 0,4575 dengan tingkat rata-rata penyimpangan sebesar 0,41913. Nilai DPR tertinggi adalah 2,39 sedangkan nilai terendah adalah 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel DPR memiliki sebaran yang tidak besar, karena standar deviasi lebih kecil dari nilai mean-nya. Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa rata-rata dari nilai variabel Cash Position (CP) adalah 2,5 dengan tingkat rata-rata penyimpangan sebesar 3,40352. Nilai Cash Position (CP) tertinggi adalah 15,82 sedangkan nilai terendah adalah 0.03. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel Cash Position (CP) memiliki sebaran yang besar, karena standar deviasi lebih besar dari nilai meannya. Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa rata-rata dari nilai variabel ROE adalah 0.2651 dengan tingkat rata-rata penyimpangan sebesar 0.48537. Nilai ROE tertinggi adalah 3,23 sedangkan nilai terendah adalah 0.03. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel ROE memiliki sebaran yang besar, karena standar deviasi lebih besar dari nilai mean-nya. Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa rata-rata dari nilai variabel Debt to Equity Ratio (DER) adalah 1.2519 dengan tingkat rata-rata penyimpangan sebesar 1.37066. Nilai Debt to Equity Ratio (DER) tertinggi adalah 8.44 sedangkan nilai terendah adalah 0,14. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel Debt to Equity Ratio (DER) memiliki sebaran yang besar, karena standar deviasi lebih besar dari nilai mean-nya. Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa rata-rata dari nilai variabel Sales Growth (SG) adalah 0.1952 dengan tingkat rata-rata penyimpangan sebesar 0.29867. Nilai Sales Growth (SG) tertinggi adalah 1,00 sedangkan nilai terendah adalah -0.47. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel Sales Growth (SG) memiliki sebaran besar, karena standar deviasi lebih besar dari nilai mean-nya.
17
Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa rata-rata dari nilai variabel Collateralizable Assets (COLLAS)
adalah 0.2607 dengan tingkat rata-rata
penyimpangan sebesar 0,12966. Nilai Collateralizable Assets (COLLAS) tertinggi adalah 0,58 sedangkan nilai terendah adalah 0.04. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel Collateralizable Assets (COLLAS) tidak memiliki sebaran yang besar, karena standar deviasi lebih kecil dari nilai mean-nya.
4.3
Uji Asumsi Klasik Penggunaan model regresi berganda dalam menguji hipotesis harus
menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian adalah uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas.
4.3.1
Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model
persamaan regresi penelitian terjadi hubungan linear yang sempurna atau pasti antar beberapa atau semua variabel bebas. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian multikolinearitas berdasarkan nilai TOL dan VIF. Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinearitas Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) CP
.734
1.362
ROE
.228
4.379
DER
.241
4.146
SG
.904
1.106
COLLAS .713 Sumber : Output SPSS 17
1.403
18
Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang memiliki nilai TOL (tolerance) kurang dari 0,1 dan juga nilai VIF yang lebih dari 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini bebas dari gejala multikolinearitas.
4.3.2 Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear terjadi korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Untuk mengidentifikasi ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari besaran nilai Durbin-Watson (D-W). Hasil uji autokorelasi pada data sampel dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini. Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi
Model
DurbinWatson
1 1.645 Sumber : Output SPSS 17 Dalam tabel diatas didapatkan nilai DW sebesar 1,645. Nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan signifikansi 5%, jumlah sampel 38 (n) dan jumlah variabel independen 5 (k=5), maka di tabel DurbinWatson akan didapatkan nilai dL sebesar 1.204, dan dU sebesar 1.7916. Oleh karena nilai dL < dw < du, maka belum bisa dibuktikan apakah terjadi autokorelasi ataukah tidak, sehingga diperlukan uji statistik yang lain untuk membuktikan terjadi atau tidaknya autokorelasi. Cara lain untuk membuktikan ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan Run Test. Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (Ghozali,2006 p.107). Dimana H0 : residual (res_1) random dan HA : residual (res_1) tidak random
19
Tabel 4.4 Hasil Uji Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea Cases < Test Value Cases >= Test Value Total Cases Number of Runs Z Asymp. Sig. (2tailed) a. Median Sumber : Output SPSS 17
.03040 19 19 38 15 -1.480 .139
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui probabilitas sebesar 0,139 yang menunjukkan tidak signifikan pada 0.05. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak mengalami problem autokorelasi.
4.3.3
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidak samaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Data yang digunakan untuk uji heteroskedastisitas ini adalah data dari variabel independen setelah outlier dihilangkan. Berikut ini adalah tabel hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser.
20
Tabel 4.5 Hasil Uji Glejser Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
(Constant)
.071
.039
CP
.000
.004
ROE
-.002
DER SG COLLAS Sumber : Output SPSS 17 Dari
tabel
4.5
t
Sig.
1.799
.081
-.007
-.035
.972
.051
-.012
-.035
.973
-.009
.018
-.167
-.508
.615
.018
.041
.074
.437
.665
.214
.110
.373
1.950
.060
diatas
dapat
dikatakan
bahwa
tidak
terjadi
heteroskedastisitas pada model karena tingkat signifikansi variabel independen semuanya berada diatas 0,05. Hal ini dapat dilihat pada kolom Sig. yang semua nilainya berada diatas 0,05. Selain itu untuk menentukan ada tidaknya heteroskedastisitas dapat menggunakan
grafik
scatterplot,
Hasil
uji
heteroskedastisitas
menggunakan grafik scatterplot di tunjukan pada Gambar 4.1 di bawah ini:
Gambar 4.1 Grafik Scatterplot
Sumber : Output SPSS 17
dengan
21
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.3.4
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel pengganggu
atau residual mempunyai distribusi data yang normal atau tidak. (Ghozali, 2006). Identifikasi normal atau tidaknya distribusi data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan Normal Probability Plot.
Gambar 4.2 Normal Probability Plot
Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa plot data (digambarkan oleh titik-titik) adalah mengikuti garis diagonalnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data variabel residual adalah normal. Uji normalitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov – Smirnov untuk mengetahui apakah distribusi data dari variabel residual tersebut normal secara statistik. Tabel berikut ini menyajikan hasil uji Kolmogorov – Smirnov.
22
Tabel 4.6 Hasil Uji Kolmogorov - Smirnov Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b Most Extreme Differences
38 .0000000 .14172061 .127 .075 -.127 .784 .571
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Output SPSS 17
Dari tabel 4.6 diatas dapat dikatakan bahwa secara statistik, variabel pengganggu atau residual memiliki data yang terdistribusi secara normal karena tingkat signifikansinya berada diatas 0,05. Hal ini dapat diliht pada baris Asymp. Sig. (2-tailed) yang menunjukkan nilai 0,571.
4.4
Analisis Regresi Berganda Hasil
uji
asumsi
klasik
yang
terdiri
dari
uji
normalitas,
uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan memenuhi persyaratan untuk melakukan analisis regresi berganda (multiple regression analysis), untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis. 4.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) Selain untuk menguji hipotesis, analisis regresi berganda juga digunakan untuk mengukur pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen serta untuk mengukur koefisien determinasi model penelitian.
23
Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen, maka digunakanlah koefisien determinasi. Dalam penelitian ini, nilai koefisien determinasi yang dipakai adalah nilai adjusted R square. Tabel berikut ini menyajikan nilai koefisien determinasi dari model penelitian.
Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Adjusted R Square Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .717a .515 .439 .15239 a. Predictors: (Constant), COLLAS, DER, SG, CP, ROE b. Dependent Variable: DPR Sumber : Output SPSS 17
DurbinWatson 1.645
Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa nilai adjusted R square adalah sebesar 0,439. Ini berarti bahwa 43,9% variasi variabel DPR dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel independen. Sedangkan 56,1% (100% - 43,9%) sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian. Koefisien determinasi tersebut dapat dikatakan relatif kecil karena masih ada 56,1 persen sebab-sebab lain diluar penelitian ini yang dapat menjelaskan variasi variabel DPR.
4.4.2
Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) Uji-F statistik untuk mengetahui pengaruh antar variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen. Berikut ini merupakan hasil perhitungan Uji-F.
24
Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Uji-F ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Df
Mean Square
Regression
.788
5
.158
Residual
.743
32
.023
F
Sig.
6.787
.000a
Total 1.531 37 a. Predictors: (Constant), COLLAS, DER, SG, CP, ROE b. Dependent Variable: DPR Sumber : Output SPSS 17
Kriteria pengujian uji-F pada tabel 4.8 diatas adalah variabel independen berpengaruh
secara simultan
terhadap
variabel
dependen
apabila
nilai
signifikansinya kurang dari 0,05. Dari hasil analisis diatas terlihat bahwa nilai Fhitung adalah sebesar 6,787 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa secara simultan, variabel Cash Position, ROE, DER, Company’s Growth dan Collateralizable Assets berpengaruh signifikan terhadap variabel DPR.
4.4.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Uji-t Unstandardized Coefficients Model 1
B
Standardized Coefficients
Std. Error
(Constant)
.034
.080
CP
.007
.008
ROE
.053
DER SG COLLAS Sumber : Output SPSS 17
Beta
t
Sig. .425
.674
.114
.796
.432
.104
.131
.509
.615
.041
.036
.288
1.149
.259
-.002
.084
-.003
-.026
.980
.908
.224
.591
4.052
.000
25
Dari hasil analisis regresi tabel 4.9 di atas, tampak bahwa hanya variabel Collateralizable Assets (COLLAS) yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu DPR, dengan tingkat signifikasi 0,000. Sedangkan variabel Cash Position (CP), ROE, DER, Sales Growth (SG) memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap variabel DPR, hal ini dikarenakan nilai signifikansinya lebih besar daripada tingkat signifikansi yang digunakan yaitu 5%. Persamaan regresi linear berganda antara Cash Position, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Sales Growth, Collateralizable Assets dengan Dividend Payout Ratio adalah: DPR = 0,034 + 0,007 CP + 0,053 ROE + 0.041 DER - 0.002 SG + 0,908 COLLAS Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Konstanta sebesar 0,034
dapat diartikan bahwa ketika nilai Cash
Position, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Company’s Growth, Collateralizable Assets dan Jenis Perusahaan = 0, maka nilai absolute discretionary accruals sebagai proksi dari dividend payout ratio adalah sebesar 0,034. 2.
Variabel Cash Position (CP) menunjukkan pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20072009 dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,007. Tanda positif pada koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan yang terjadi pada variabel Cash Position (CP) akan mengakibatkan peningkatan pada variabel dividend payout ratio.
3.
Variabel ROE menunjukkan pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan Non Keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009 dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,053. Tanda positif pada koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan yang
26
terjadi pada variabel ROE akan mengakibatkan peningkatan pada variabel dividend payout ratio. 4.
Variabel Debt to Equity Ratio (DER) menunjukkan pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009 dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,041. Tanda positif pada koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan yang terjadi pada variabel Debt to Equity Ratio (DER) akan mengakibatkan peningkatan pada variabel dividend payout ratio.
5.
Variabel Sales Growth (SG) menunjukkan pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan Non Keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 20072009 dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,002. Tanda negatif pada koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan yang terjadi pada variabel Sales Growth (SG) akan mengakibatkan penurunan pada variabel dividend payout ratio.
6.
Variabel Collateralizable Assets (COLLAS) menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009 dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,908. Tanda positif pada koefisien regresi ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan yang terjadi pada variabel Collateralizable Assets (COLLAS) akan mengakibatkan peningkatan pada variabel dividend payout ratio.
4.4.3.1. Pengujian Hipotesis 1 Hipotesis pertama yang diajukan menyatakan bahwa Cash Position (CP) berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel Cash Position (CP) sebesar 0.007 dengan nilai signifikansi sebesar 0,432, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih tinggi dari 0,05.
27
Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Cash Position (CP) berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan tidak dapat diterima karena nilai signifikannya lebih besar dari 0.05. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarsi (2002) dan Winatha (2003). Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil yang inkonsistensi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marlina dan Clara (2009), Efendi (2007), Prihantoro (2003) yang menyatakan bahwa Cash Position (CP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen payout ratio. Hasil ini menunjukan bahwa Cash Position (CP) bukan merupakan faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan deviden pada perusahaan non keuangan yang mengeluarkan deviden dan terdaftar di BEI tahun 2007-2009. Akan tetapi, koefisien positif pada hasil penelitian ini sudah sesuai dengan teori yang ada bahwa makin kuatnya posisi kas atau likuiditas perusahaan berarti makin besar kemampuannya membayar dividen (Riyanto, 2001: 202).
4.4.3.2. Pengujian Hipotesis 2 Hipotesis kedua yang diajukan menyatakan bahwa ROE berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel ROE sebesar 0.053 dengan nilai signifikansi sebesar 0,615, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih tinggi dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan tidak dapat diterima karena nilai signifikannya lebih besar dari 0.05. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunarto dan Kartika (2003). Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil yang inkonsistensi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2006) yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividen payout ratio.
28
Berdasarkan pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ternyata semakin besar ROE yang diperoleh oleh perusahaan belum tentu mencerminkan bahwa dividen yang akan dibagikan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya karena sebagian besar laba yang diperoleh oleh perusahaan tersebut ditahan oleh perusahaan ataupun diinvestasikan dalam bentuk lainnya. Akan tetapi, koefisien positif pada variabel ROE ini sudah sesuai dengan teori yang ada bahwa besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Semakin besar tingkat laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan mengakibatkan semakin besarnya dividen yang akan dibagikan dan sebaliknya (Hanafi, 2004).
4.4.3.3. Pengujian Hipotesis 3 Hipotesis ketiga yang diajukan menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan non keuangan. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 0,041 dengan nilai signifikansi sebesar 0,259, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih tinggi dari 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan tidak dapat dapat diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarsi (2002). Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil yang inkonsistensi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prihantoro (2003) yang menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividen payout ratio. Hasil ini menunjukkan bahwa debt to equity ratio bukan merupakan faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan deviden pada perusahaan non keuangan yang mengeluarkan deviden dan terdaftar di BEI tahun 2007-2009.
29
Akan tetapi, koefisien positif pada variabel DER sesuai dengan adanya signal theory yang berpendapat bahwa deviden sebagai signal oleh perusahaan yang merupakan indikasi prospek perusahaan di masa yang akan datang. Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan deviden, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan deviden. Jika perusahaan merasa bahwa prospek di masa mendatang baik, pendapatan, aliran kas diharapkan meningkat atau diperoleh pada tingkat dimana deviden yang meningkat tersebut dibayarkan, maka perusahaan akan meningkatkan deviden. Pasar akan merespon positif pengumuman kenaikan deviden tersebut. Walaupun besarnya debt to equity ratio tinggi perusahaan bisa jadi tetap membayarkan deviden yang tinggi kepada pemegang saham agar perusahaan dianggap masih mempunyai prospek yang bagus, sehingga pemegang saham tetap menanamkan investasinya.
4.4.3.4. Pengujian Hipotesis 4 Hipotesis keempat yang diajukan menyatakan bahwa Sales Growth (SG) berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan non keuangan. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel Sales Growth (SG) sebesar -0,002 dengan nilai signifikansi sebesar 0,980, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih tinggi dari 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa Sales Growth (SG) berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan tidak dapat dapat diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hatta (2002) dan Marpaung (2009). Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil yang inkonsistensi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sartono (2001) dan Susilawati (2000) yang menyatakan bahwa
Sales Growth (SG)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap dividen payout ratio. Hasil ini menunjukkan bahwa Sales Growth (SG)
bukan merupakan
faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan deviden pada perusahaan non keuangan yang mengeluarkan deviden dan terdaftar di BEI tahun
30
2007-2009. Akan tetapi, koefisien negatif pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan berhubungan secara terbalik terhadap kebijakan dividen. Tanda negatif ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pertumbuhan yang meningkat akan berdampak pada penurunan dividen karena untuk membiayai pertumbuhan tersebut diperlukan dana yang besar (Sartono, 2001).
4.4.3.5. Pengujian Hipotesis 5 Hipotesis kelima yang diajukan menyatakan bahwa Collateralizable Assets (COLLAS) berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio pada perusahaan non keuangan. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai koefisien regresi untuk variabel Collateralizable Assets (COLLAS) sebesar 0,908 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih rendah dari 0,05. Dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa Collateralizable Assets (COLLAS)
berpengaruh positif
terhadap dividend payout ratio perusahaan non keuangan dapat diterima. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2008). Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan hasil yang inkonsistensi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2002) yang menyatakan bahwa Collateralizable Assets (COLLAS) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap dividen payout ratio. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Mollah, et al. dalam Sugeng (2009) yang berargumen bahwa perusahaan dengan collateralizable assets yang tinggi memiliki agency problem yang kecil antara manajemen dengan pihak kreditor, karena dengan collateralizable assets yang tinggi mereka lebih terjamin dan tidak perlu pembatasan yang lebih ketat terhadap kebijakan dividen perusahaan sehingga perusahaan bisa membayarkan dividen lebih besar. Sebaliknya semakin rendah collateralizable assets yang dimiliki perusahaaan akan meningkatkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditor sehingga kreditor akan menghalangi perusahaan untuk membayar dividen dalam jumlah besar kepada pemegang saham karena takut piutang mereka
31
tidak dibayar.(Sartono, 2001). Teori ini sesuai dengan penelitian yang dihasilkan oleh Wahyudi (2008) dan Sunarto dan Kartika (2003). 5. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1
Simpulan Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan mengenai pengaruh variabel
Cash Position, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Company’s Growth, Collateralizable Assets terhadap Dividend Payout Ratio (DPR), maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil penelitian diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,439 yang berarti bahwa 43,9% variasi dividend payout ratio dapat dijelaskan oleh kelima variabel independen yaitu Cash Position, ROE, DER, Company’s Growth dan Collateralizable Assets. Sedangkan sisanya sebesar 56,1% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
2.
Hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan bahwa Cash Position berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009 . Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai probabilitas Cash Position sebesar 0,432 yang berada di atas 0.05 (tingkat signifikansi α=5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa Cash Position berpengaruh signifikan positif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) tidak diterima.
Hasil ini menunjukan bahwa Cash Position (CP)
bukan merupakan
faktor
yang menjadi pertimbangan
dalam
menentukan kebijakan deviden pada perusahaan non keuangan yang mengeluarkan deviden dan terdaftar di BEI tahun 2007-2009. 3.
Hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan bahwa ROE berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai probabilitas ROE sebesar 0,615 yang berada di atas
32
0.05 (tingkat signifikansi α=5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh signifikan positif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) tidak diterima. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya karena sebagian besar laba yang diperoleh oleh perusahaan tersebut ditahan oleh perusahaan ataupun diinvestasikan dalam bentuk lainnya. 4.
Hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan bahwa Debt to equity ratio (DER) berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai probabilitas DER sebesar 0,259 yang berada di bawah 0.05 (tingkat signifikansi α=5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa DER berpengaruh signifikan negatif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) tidak dapat diterima. Koefisien positif pada hasil penelitian ini dapat
disebabkan
oleh
beberapa
alasan,
diantaranya
karena
penambahan biaya yang berasal dari hutang. Sehingga perusahaan bisa tetap membagikan dividen yang tinggi. 5.
Hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan bahwa Company’s Growth berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai probabilitas Company’s Growth sebesar 0,980 yang berada di atas 0.05 (tingkat signifikansi α=5%). Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa
hipotesis
keempat
yang
menyatakan bahwa Company’s Growth berpengaruh negatif signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) tidak diterima. 6.
Hasil analisis menggunakan analisis regresi didapatkan bahwa Collateralizable Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2009. Hal ini
33
ditunjukkan dengan besarnya nilai probabilitas Collateralizable Assets sebesar 0,000 yang berada di bawah 0.05 (tingkat signifikansi α=5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima yang menyatakan bahwa Collateralizable Assets berpengaruh signifikan positif terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) diterima.
5.2
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan
bahan pertimbangan bagi peneliti berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik. 1. Keterbatasan jumlah sampel penelitian pada perusahaan non keuangan yang membagikan dividen tunai secara konsisten dari tahun 20072009 yang hanya mencakup sebanyak 14 perusahaan. 2. Periode pengamatan yang hanya tiga tahun yaitu dari tahun 2007 sampai dengan 2009, sehingga data tidak dapat menjelaskan proyeksi kebijakan jangka panjang dan sampel yang diperoleh adalah jumlahnya terbatas. 3. Nilai adjusted R² yang hanya sebesar 43,9% menunjukkan bahwa masih banyak faktor lain yang berpengaruh terhadap dividend payout ratio namun belum diuji dalam penelitian ini. 4. Pemilihan variabel yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan deviden hanya terdiri dari lima aspek saja (cash position, return on equity, debt to equity ratio, company’s growth dan collateralizable assets). Hal ini memungkinkan terabaikannya faktor lain yang justru dapat mempunyai lebih pengaruh terhadap kebijakan deviden.
5.3
Saran
5.3.1
Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan bagi seluruh
pihak yang berkepentingan dengan rasio pembayaran dividen. Hasil penelitian ini merumuskan bahwa collateralizable assets (aset yang bisa dijaminkan)
34
merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan jumlah pembagian dividen perusahaan non keuangan yang listed di BEI. Selanjutnya para investor dapat melihat faktor tersebut apabila mengharapkan pengembalian investasi berupa dividen tunai. Sedangkan bagi pihak manajemen membantu untuk pengambilan keputusan terkait dengan besaran rasio pembagian dividen. Penelitian ini diharapkan mampu membantu berbagai pihak untuk dapat memprediksi kebijakan mengenai jumlah dividen suatu entitas di masa depan dengan memperhatikan kelima faktor yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini, khususnya faktor collateralizable assets (aset yang bisa dijaminkan) yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan jumlah pembagian dividen.
5.3.2
Saran Adapun saran yang dapat diberikan peneliti untuk penelitian selanjutnya
adalah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan pengujian statistik yang dilakukan dalam penelitian ini, kemampuan prediksi dari kelima variabel bebas yaitu Cash Position, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Company’s Growth, Collateralizable Assets terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) sebesar 43,9 % sedangkan sisanya 56,1% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model (variabel lain diluar model regresi) maka penelitian mendatang disarankan untuk menggunakan variabel-variabel lain seperti struktur kepemilikan, personal tax, risiko pasar.
2.
Tahun observasi sebaiknya diperpanjang karena periode yang lebih panjang untuk mengetahui konsistensi dari pengaruh variabel-variabel independen tersebut terhadap DPR.
3.
Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan jembatan untuk melakukan penelitian lanjutan khususnya di bidang kajian yang sama.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ang, R. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Mediasoft Bahtiar, Usman. 2006. ”Variabel penentu keputusan pembagian dividen pada perusahaan yang go public di Indonesia Periode 2000-2002 (Tinjauan terhadap signaling Theory)”. Media riset bisnis manajemen Vol.6. No.1 April 2006 pp 23-46 Brigham, Eugene F and Gapenski oise C. 1999. Intermediate Financial Management, 5th Edition. New York : The Dryden Press Brigham E dan Houston J. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta : Erlangga Cruthcley C.E and R.S Hansen, 1989. “A test of Agency Theory of Managerial Ownership, Corporate Leverage, and Corporate Dividend,
Financial
Management, pp. 34-46 Efendi. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dividend Payout Ratio Pada Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta Periode 20022004”. Tesis Magister Manajemen Universitas Diponegoro (Tidak dipublikasikan), Semarang. Frankfurter, George M & Bob G. Wood. 2003. DIVIDEND POLICY Theory and Practice. USA: Academic Press Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gujarati, D.N. 1995. Basic Econometric 3rd Edition, Mc. Graw Hill, Inc Hamidi, M. 2003. "Internal Cash Flow, Insider Ownership, Investment Opportunity, dan Capital Erpenditure: suatu Pengujian terhadap Hipotesis Pecking Order dan Managerial”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 18, No.3, pp. 271-278. Hanafi dan Fitri Ismiyanti. 2003. ”Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko Kebijakan Hutang dan Kebijakan Dividen : Analisis Persamaan Simultan”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya, 1617 Oktober, pp.260-278
36
Hanafi M. Mamduh. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Handoko, J. 2002. ”Pengaruh Agency Cost terhadap Kebijakan Dividen Perusahaan-Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, Vol. 2 Desember, pp. 180-190. Harjito, D Agus & Ambang Aries Yudanto. 2008. “The Influences of Agency Factors and Transaction cost Factors to Dividend Payout Ratio”. EKOBIS Vol.9, No.2, Juli 2008 :99-108 Hatta, Atika Jauhari. 2002. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebijakan dividen : Investigasi Pengaruh Teori Stakeholder”. JAAI Vol 6 N0 2 Desember Horne, James C Van dan John M. Wachowich. 1997.
Prinsip – Prinsip
Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Husnan, Suad. 1998. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Yogyakarta : UPP AMP YKPN Husnan,
Suad.
1997.
Manajemen
Keuangan
Teori
dan
Penerapan
(Keputusan) Jangka Panjang). Yogyakarta : BPFE-UGM Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2007 – 2009 Jensen, M.C., dan Meckling, W.H. 1976. "Theory ot the Firm : Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure", Journal of Financial Economic, October, V.3, No. 4, pp. 305-360. Jensen, Solberg and Zorn. 1992. “Simultaneous Determination of Insider Ownership, Debt and Dividend policies”. Journal of Financial and Quantitative Analysis, vol 27, No.2, pp 247-263 Marlina, Lisa dan Clara. 2009. ”Analisis Pengaruh Cash Position, Debt to Equity Ratio, Return on Assets terhadap Dividend Payout Ratio”. Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol 02 No 1 Januari. Marpaung dan Bram Hadianto. 2009. ”Pengaruh Profitabilitas dan Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Dividen : Studi Empirik pada Emiten Pembentuk LQ45 di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Akuntansi, Vol.1 No. 1, Mei 2009: 70-84
37
Mollah, A.S., dkk. 2000. "The Influence of Agency Cost on Dividend Policy in an Emerging Market: Evidence fiom Dhaka Stock Exchange". Makalah disajikan pada the Sirlh ENBS Workshop. Oslo 14-16 Mei 2000. Poerwadi, Anton. 2003. ”Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi Kebijakan Pembayaran Dividen”. Jurnal Penelitian Akuntansi-Bisnis Manajemen, Vol.10 No.2 Okt 2003 hal 109-131. Prihantoro. 2003. “Estimasi Pengaruh Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal Ekonomi & Bisnis, Vol. 8. No. 1. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE Rosdini, Dini. 2009. Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Dividend Payout Ratio. www.google.com Sartono, Agus R Drs M.B.A., 2001. Manajemen Keuangan (Teori dan Aplikasi). Edisi 4, Yogyakarta: BPFE UGM Santoso, Singgih. 2004. Latihan SPSS Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo: Jakarta Suhartono, 2004.” Pengujian terhadap keterkaitan antara kebijakan dividen dan kebijakan hutang secara simultan pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ”. Ventura, Vol 7 No 1. Sudarsi, Sri. 2002. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividen Payout Ratio pada Industri Perbankan yang Listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”. Jurnal bisnis dan Ekonomi, Vol. 9 No.1 Maret. Hal 76-88 Suharli, Michell. 2006. “Studi empiris mengenai pengaruh profitabilitas, leverage dan harga saham terhadap jumlah dividen tunai”. Jurnal MAKSI.Vol.6 No. 2 Agustus 2006, pp.243-256. Sunarto dan Andi Kartika. 2003. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividen Kas di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. Maret, 2003. Hal. 67-82
38
Susilawati, Erna. 2000. “Dampak Faktor-Faktor Keagenan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Transaksi Terhadap Rasio Pembayaran Dividen”. JSB. No.5 Vol. 2. Wahidahwati. 2002. ”Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang perusahaan : Sebuah Perspektif Theory Agency”. JRAI Vol.5 No.1 Januari 2002.Hal 1-16 Wahyudi, Eko. 2008. “Pengaruh Insider Ownership, Collateralizable Assets, Growth in Net Assets, dan Likuiditas Terhdap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2002-2006.” Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol. 6. No. 3 Winatha, I.K. 2003. "Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur di Indonesia yang Masuk Bursa Efek Jakarta", Jurnal Manajemen dun Keuangan, Vol. 1 No. 2, pp. 17-27. www.idx.co.id