ANALISIS PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, INTERNAL CASH FLOW, INVESTMENT OPPORTUNITY, PROFITABILITY, RETAINED EARNING DAN SALES TERHADAP CAPITAL EXPENDITURES (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur di BEI Periode 2005-2009)
ARUM AULIANIFA DRS. H. MOHAMMAD KHOLIQ MAHFUD, MSI
The objectives of this study were to observe the effects of insider ownership, internal cash flow, investment opportunity, profitability, retained earning and sales on the capital expenditures in the company. Pecking order hypotheses and managerial hypotheses have a different argument about capital expenditures. Pecking order hypotheses say that managers choose the level of capital expenditures that maximizes the wealth of current shareholders regardless of the insider ownership in the firm. While the managerial hypotheses say that managers whose ownership proportion are small choose the level of capital expenditures higher than that which would maximize the wealth of other current shareholder. This study uses secondary data are taken from the manufacturing companies listed in Bursa Efek Indonesia. 49 companies as sample were taken using purposive sampling from the period of 2005-2009. The analytical method for this study uses The Ordinary Leas Square Regression with significance level of 5%. The result of this study shows that the internal cash flow, investment opportunity and sales have positive and significant impact on the capital expenditures. However, the insider ownership, profitability and retained earning haven’t significant impact on the capital expenditures. This study favour the pecking order hypotheses on Indonesian manufacturing company.
Keywords : Insider ownership, internal cash flow, investment opportunity, profitability, retained earning, sales, capital expenditures, pecking order hypotheses, managerial hypotheses.
2
1.
PENDAHULUAN
Perusahaan industri merupakan unit proses yang mengolah input berupa sumber daya menjadi output dengan formasi tertentu melalui proses penambahan nilai. Penentuan nilai perusahaan salah satunya dilakukan dengan melihat besarnya investasi yang akan dikeluarkan perusahaan pada masa yang akan datang. Salah satu komponen pengeluaran perusahaan yang dianggap penting dan berhubungan dengan konsep ini adalah pengeluaran modal atau capital expenditures. Secara sederhana, capital expenditures perusahaan adalah alokasi yang direncanakan (dalam budget) untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau penggantian segala sesuatu yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara akuntansi. Pentingnya peran capital expenditures perusahaan selain mempengaruhi kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap kondisi makroekonomi. Dornbusch dan Fisher (1987) dalam Griner dan Gordon (1995) menyebutkan bahwa pada level makroekonomi, capital expenditure yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan merupakan salah satu bagian dominan yang membentuk permintaan agregat untuk barang modal, komponen produk nasional bruto (GNP), variabel pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis. Beberapa motivasi manajer perusahaan untuk melakukan pengeluaran modal menurut Gitman (2003) diantaranya untuk menambah aset tetap perusahaan, mengganti aset yang dianggap sudah habis umur ekonomisnya dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Bagi perusahaan manufaktur, capital expenditures merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan perusahaan. Sebagian besar capital expenditures perusahaan manufaktur diwujudkan pada peralatan, mesin atau pabrik karena perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan barang berwujud atau pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Dua hipotesis mengenai keputusan manajemen keuangan yang termasuk dalam teori keagenan (agency theory), yaitu pecking order hypotheses dan managerial hypotheses mempunyai pandangan berbeda mengenai keputusan investasi
3
dan sumber pendanaan sebuah perusahaan. Pecking order hypotheses yang diajukan oleh Myers (1984) serta Myers dan Majluf (1984) menyatakan bahwa para manajer memilih
tingkat
pengeluaran
modal
yang
memiliki
kemampuan
untuk
memaksimalkan kekayaan para pemegang saham saat ini. Sedangkan managerial hypotheses berpendapat bila proporsi kepemilikan manajer atas saham suatu perusahaan kurang dari seratus persen manajer akan cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dengan mengabaikan kepentingan pemegang saham lain. Berbagai penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat capital expenditures perusahaan telah banyak dilakukan, misalnya oleh Myers (1984), Griner dan Gordon (1995), Pagalung (2001), Sartono (2001), Hamidi (2003), serta Yeannie dan Handayani (2007). Sedangkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh insider ownership, internal cash flow, investment opportunity, profitability, retained earning, dan sales terhadap capital expenditures.
4
2.
2.1
TELAAH PUSTAKA
Pecking order Hypotheses Pecking order hypotheses yang dikemukakan pertama kali oleh Donaldson
pada tahun 1961 mencoba menjelaskan tentang perilaku keuangan pada perusahaan. selanjutnya teori ini dikembangkan dan dimodifikasi oleh penelitian Myers (1984) serta penelitian Myers dan Majluf (1984), yang hasilnya menambahkan bahwa asimetri informasi dan biaya kebangkrutan juga berpengaruh terhadap pilihan struktur modal (capital structure) perusahaan. Pilihan struktur modal tersebut juga menyangkut perilaku manajemen terhadap capital expenditures perusahaan yang bersangkutan. Pada intinya, teori ini mengungkapkan tingkat urutan preferensi manajer dalam memilih sumber dana yang digunakan untuk mendanai kegiatan perusahaan (Myers, 1984; Myers dan Majluf, 1984), dengan urutan sebagai berikut: 1.
Penggunaan sumber internal untuk pendanaan karena biayanya lebih murah.
2.
Bila dana ekternal dibutuhkan, perusahaan akan memilih hutang karena dipandang lebih aman daripada menerbitkan ekuitas baru sebagai pilihan untuk memenuhi kebutuhan investasi. Pilihan selanjutnya adalah penerbitan obligasi konversi dan selanjutnya melakukan penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan terakhir.
2.2
Managerial Hypotheses Managerial hypotheses dalam agency theory menitikberatkan pada pemisahan
fungsi kepemilikan dan fungsi kontrol antara pemegang saham (principals) dan manajer perusahaan (agents). Menurut managerial hypotheses, seorang manajer yang tidak memiliki saham pada perusahaan akan menggunakan internal cash flow untuk membuat tingkat capital expenditures berada pada posisi yang melebihi tingkat yang memaksimalkan kemakmuran pemegang saham lain (Griner dan Gordon, 1995). Konsep yang disampaikan oleh managerial hypotheses sejalan dengan agency theory, bahwa perusahaan harus menanggung agency cost yang muncul akibat konflik
5
kepentingan. Cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul adalah dengan mensejajarkan kepentingan pihak manajemen sebagai agents dengan pihak pemegang saham sebagai principals dengan jalan menjadikan manajer sebagai pemegang saham.
2.3
Insider Ownership dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures Insider ownership menunjukkan seberapa besar tingkat kepemilikan saham
perusahaan oleh manajer dan direksi. Walaupun pecking order hypotheses yang disampaikan oleh Myers (1984) serta Myers dan Majluf (1984) menyampaikan bahwa tidak ada konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, namun managerial hypotheses menyampaikan hal yang berbeda. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa manajer yang kepemilikan sahamnya pada perusahaan (insider ownership) kurang dari seratus persen akan mendapatkan insentif dan kesempatan untuk melakukan tindakan yang menguntungkan bagi kepentingan dirinya serta mengesampingkan keuntungan pemilik lain. Managerial hypotheses berpendapat bahwa keberadaan insider ownership diharapkan mampu menekan over investment yang mungkin dilakukan perusahaan karena mereka ikut menanggung setiap risiko yang muncul dari setiap keputusan yang diambil oleh perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah sebagai berikut: H1: Insider Ownership memiliki pengaruh yang negatif terhadap capital expenditures.
2.4
Internal Cash Flow dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures Internal cash flow merupakan aliran kas perusahaan pada periode tertentu
yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendanaan internal perusahaan dalam menjalankan kegiatannya. Pecking order hypotheses serta managerial hypotheses memiliki pandangan yang sama mengenai pengaruh internal cash flow terhadap capital expenditures perusahaan, walaupun pecking order hypotheses tidak menjelaskan adanya konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
6
Pecking order hypotheses menyatakan bahwa ketersediaan internal cash flow menjadi
salah
satu
pertimbangan
untuk
melakukan
capital
expenditures.
Bergantungnya manajer pada ketersediaan internal cash flow disebabkan oleh usaha manajer untuk menghindari saham-saham bernilai rendah (under-value shares) yang diberlakukan oleh pasar-pasar modal yang kurang sempurna. Managerial hypotheses yang disampaikan oleh Griner dan Gordon (1995) berpendapat, manajer yang tidak memiliki saham pada perusahaan (insider ownership) akan menggunakan internal cash flow untuk berinvestasi pada capital expenditures sehingga jumlahnya melebihi tingkat capital expenditures yang dapat memaksimalkan kepentingan para pemegang saham. Selain penjelasan kedua teori tersebut, penelitian Griner dam Gordon (1995), Sartono (2001) dan Hamidi (2003) juga memberikan penekanan bahwa internal cash flow merupakan penentu bagi tingkat capital expenditures suatu perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah sebagai berikut: H2: Internal cash flow memiliki pengaruh yang positif terhdap capital expenditures.
2.5
Investment Opportunity dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures Investment opportunity adalah kombinasi antara aktiva riil (asset in place) dan
opsi investasi yang dimiliki perusahaan pada masa yang akan datang. Opsi investasi ini salah satunya ditunjukkan dari kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan investment opportunity dibanding dengan perusahaan yang setara dalam suatu suatu kelompok industrinya (Gaver dan Gaver dalam Hamidi, 2003). Berdasarkan pecking order hypotheses, jika investment opportunity dimasa yang akan datang lebih baik maka manajer berusaha mengambil peluang tersebut demi memakmurkan kepentingan pemegang saham, sehingga capital expenditures akan meningkat sesuai dengan investment opportunity perusahaan. Di sisi lain, managerial hypotheses berpendapat bahwa perusahaan akan mengalami over investment atau under investment sebagai akibat dari investasi berlebihan yang dilakukan oleh manajer karena
mereka
melakukan
capital
expenditures
tanpa
memperhitungkan
kesejahteraan pemegang saham dan investment opportunity yang ada. Meskipun
7
demikian, kedua teori ini sepakat bahwa investment opportunity berpengaruh positif terhadap capital expenditures perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas, baik pecking order hypotheses maupun managerial hypotheses sepakat bahwa investment opportunity berpengaruh positif terhadap capital expenditures perusahaan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Hamidi (2003), Yeannie dan handayani (2007) sepakat terhadap teori yang diungkapkan oleh kedua teori di atas. Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah : H3: Investment opportunity memiliki pengaruh yang positif
terhadap capital
expenditures.
2.6
Profitability dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dalam satu periode tertentu. Manajer keuangan berusaha mengambil keputusan investasi, dalam hal ini capital expenditures, dengan mempertimbangkan tingkat profitabilitas yang ingin dicapai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba selanjutnya. Semakin tinggi profitabilitas yang akan didapat perusahaan atas investasi aset tetap, semakin besar pula capital expenditures yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Penjelasan di atas konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Baskin (1989) yang mengambil judul “An Empirical Investigation of the Peking Order Hypothesis”. Dari penjelasan tersebut, hipotesis alternatif yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : H4: Profitability mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures.
2.7
Retained Earning dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures Retained earning (laba ditahan) merupakan bagian dari earning after tax (laba
bersih setelah pajak) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Laba ditahan ini nantinya menjadi sumber dana internal perusahaan untuk digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan dalam melakukan pengeluaran modal atau investasi. Baik
8
buruknya kondisi perusahaan juga mempengaruhi besarnya proporsi laba ditahan serta dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Apabila perusahaan sedang ada pada kondisi yang baik, maka perusahaan lebih memilih untuk melakukan investasi
yang
lebih
menguntungkan
dibandingkan
harus
membagikan
keuntungannya dalam bentuk dividen kepada pemegang saham. Partington (1989) dalam Sudjono (2005) mengungkapkan bahwa terdapat ketergantungan antara dividen dan investasi, dimana rasio dividen berbanding terbalik dengan ketersediaan peluang investasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah : H5: Retained earning mempunyai pengaruh yang negatif terhadap capital expenditures.
2.8
Sales dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures Sales menunjukkan nilai penjualan yang dihasilkan oleh perusahaan pada
periode tertentu. Jumlah penjualan yang dicapai perusahaan merupakan salah satu ukuran tingkat keberhasilan atau realisasi dari pertumbuhan dari investasi masa lalu (Brigham dan Houston, 2001). Keberhasilan tersebut sering menjadi tolak ukur investasi untuk pertumbuhan pada masa yang akan datang. Perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi diharapkan akan memperoleh arus kas masuk bagi perusahaan (berupa earning) yang tinggi. Besarnya arus kas masuk akan berpengaruh positif terhadap alokasi pengeluaran perusahaan, termasuk peluang untuk melakukan capital expenditures. Fama (1974) dalam Wibowo dan Ekaningrum (2002) menemukan adanya hubungan positif antara pertumbuhan penjualan dengan investasi di Amerika. Konsisten dengan penelitian tersebut, Hamidi (2003) serta Griner dan Gordon (1995) juga mengungkapkan bahwa sales mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap capital expenditures. Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesiis alternatif yang akan diuji adalah : H6: Sales mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures.
9
3.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi satu variabel dependen
dan enam variabel independen. Penjelasan mengenai variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : 3.1.1
Variabel Dependen Capital Expenditures Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Capital expenditures. Definisi
capital expenditures menurut Griner dan Gordon (1995) sebagai sejumlah pengeluaran dana yang dilakukan oleh manajemen terhadap property, plant, equipment. Bambang Riyanto (2001) menyebut capital expenditures dengan istilah pembelanjaan perusahaan dan mendefinisikannya sebagai pengalokasian dana untuk diinvestasikan dalam berbagai aset perusahaan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa capital expenditures merupakan alokasi yang direncanakan (dalam budget) untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau penggantian segala sesuatu yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara akuntansi. Nilai capital expenditures dalam penelitian ini diproksi dengan menghitung selisih total fixed asset perusahaan pada tahun ini dengan total fixed asset perusahaan pada tahun sebelumnya (Griner dan Gordon, 1995; Sartono, 2001; Hamidi, 2003)
CAPEX pt = Total fixed asset t – Total fixed asset t-1
3.1.2
Variabel Independen Variabel-vaeiabel independen yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
3.1.2.1 Insider Ownership Insider Ownership adalah persentase atas kepemilikan saham dan option yang dimiliki oleh direksi dan komisaris perusahaan. Nilai insider ownership diperoleh dari persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direksi pada perusahaan i pada periode t untuk masing-masing periode pengamatan (Hamidi, 2001). Secara matematis, variabel insider ownership diformulasikan sebagai berikut :
10
IO =
Ʃ
Ʃ
3.1.2.2 Internal Cash Flow Internal cash flow merupakan aliran kas perusahaan pada periode tertentu yang diproksi dengan menselisihkan net operating profit after taxes (NOPAT) dengan net investment in operating capital (NIOC). Variabel NOPAT dan NIOC dipakai dengan pertimbangan angka-angka tersebut mampu mewakili nilai aliran kas atau kas aktual yang tersedia yang benar-benar dimilik perusahaan pada periode t (Hamidi, 2003). Secara matematis, nilai internal cash flow dirumuskan sebagai berikut :
FLOWit = NOPATit - NIOCit NOPAT = EBIT (1- tax rate) NIOC
= TOCt – TOCt-1
TOC
= NOWC + NFA
NOWC
= (all current assets that do not pay interest) – (all current liabilities that do not charge interest)
Dimana : NOPATit = net operating profit after taxes perusahaan i pada tahun t NIOCit
= net investment in operating capital perusahan i pada tahun t
EBIT
= earning before interest and taxes
TOC
= total operating capital
NOWC
= net operating working capital
NFA
= net fixed assets
3.1.2.3 Investment opportunity Kesempatan investasi (investment opportunity) adalah kombinasi antara aktiva riil (asset in place) dan opsi investasi dimasa yang akan datang (Myers, 1984). Variabel ini diukur dengan proksi perbandingan antara book value fixed assets dengan
11
total assets perusahaan yang bersangkutan. Secara matematis, nilai investmnet opportunity diperoleh dengan rumus :
Investment Opportunity =
3.1.2.4 Profitability Tingkat
profitabilitas
(profitability)
menunjukkan
kemampuan
aset
perusahaan untuk menghasilkan sejumlah keuntungan atau laba tertentu. Pada penelitian ini, tingkat profitability perusahaan diproksikan dengan Return on Assets (ROA), yang secara matematis dirumuskan dengan :
ROA = 3.1.2.5 Retained Earning Retained earning (laba ditahan) merupakan bagian dari earning after tax (EAT) perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Retained earning ini dapat dijadikan salah satu pembiayaan investasi bagi perusahaan. Nilai retained earning diketahui dengan proksi logaritma natural dari retained earning. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Retained Earnings = Retained Earningst
3.1.2.6 Sales Tingkat penjualan (sales) menunjukkan nilai penjualan yang berhasil dihasilkan oleh perusahaan pada periode tertentu. Nilainya dapat diukur dari hasil logaritma natural sales. Secara matematis, rumus penghitungan sales adalah sebagai berikut :
Sales = net salest
12
3.2
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan manufaktur dipilih sebagai obyek penelitian karena industri ini mendominasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga diharapkan adanya konsistensi hasil dan dapat mewakili seluruh industri yang ada di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perusahaan selama 5 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Sampel penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pemilihan sampel yang didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan–perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. 2. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang berkaitan dengan insider ownership seperti direktur dan komisaris yang terdaftar sebagai shareholders. 3. Perusahaan-perusahaan yang melaporkan laporan keuangan secara lengkap dan dipublikasikan pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD) atau IDX. Prosedur pemilihan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1 Prosedur Pemilihan Sampel Keterangan Jumlah Perusahaan Perusahaan manufaktur yang terdaftar 146 di BEI dari tahun 2005-2009 Perusahaan manufaktur yang tidak (97) memiliki insider ownership selama periode penelitian Perusahaan manufaktur yang memiliki 49 insider ownership selama periode penelitian (sampel penelitian) 49 perusahaan x 5 tahun = 245 Jumlah Titik Amatan observasi Sumber: Kumpulan penelitian terdahulu
13
3.4
Metode Analisis Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
3.4.1
Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik terhadap model yang telah diformulasikan diperlukan untuk
menguji ada atau tidaknya masalah normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Metode regresi OLS Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) (Ghozali, 2006). 3.4.2
Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Adapun model regresinya adalah : Capext= α+β1IOt+β2ICFt+β3INVESTt+β4PROFITt+ β5REt +β6SALESt+e 3.4.3
(1)
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun bersamasama dengan menggunakan regresi OLS (Ordinary Least Square). Berikut langkahlangkah pengujian yang dilakukan: 3.4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi R2 dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Begitu juga sebaliknya, koefisien determinasi yang besar menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen lebih sempurna. 3.4.3.2 Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang akan diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol. Sedangkan hipotesis alternatifnya (Ha) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol.
14
3.4.3.3 Uji Statistik t Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang akan diuji adalah apakah suatu parameter (β i) sama dengan nol, atau H0 : βi = 0, yang artinya bahwa suatu variabel bebas bukan merupakan penjelasan yang signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau Ha : βi ≠ 0, yang dapat diartikan bahwa variabel tersebut merupakan variabel penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
15
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Uji Asumsi Klasik Hasil uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinearitas,
autokorelasi, dan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut : 4.1.1
Uji Normalitas Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji statistik non-
parametrik Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S). Tabel 2 berikut menyajikan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov yang dilakukan dengan SPSS. Tabel 2 Uji Kolmogorov-Smirnov Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b
Mean
Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
245 .0000000 1.38263905E4 .460 .460 -.402 7.207 .000
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi KolmogorovSmirnov sebesar 0,000 (<5%) yang berarti bahwa data belum terdistribusi secara normal. Oleh karena itu model regresi dalam penelitian ini kemudian diperbaiki dengan mengubahnya menjadi bentuk natural log baik variabel dependen maupun independennya, sehingga berubah menjadi persamaan (2) berikut: LnCapext= α + β1 LnIOt + β2 LnICFt + β3 LnINVESTt + β4 LnPROFITt + β5 LnREt + β6 LnSALESt + e
(2)
16
Tabel 3 Uji Kolmogorov-Smirnov Unstandardized Residual N Normal Parametersa,,b
Most Extreme Differences
108 Mean
.0000000
Std. Deviation
1.52928851
Absolute Positive Negative
.121 .121 -.074 Kolmogorov-Smirnov Z 1.259 Asymp. Sig. (2-tailed) .084 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,084 (> 5%) yang berarti bahwa data yang telah ditransformasi telah memenuhi kriteria normalitas. Selain itu dilakukan juga analisis grafik histogram dan grafik normal plot yang menunjukkan normalitas data. Hasil tersebut ditampilkan dalam Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini. Gambar 1 Grafik Histogram
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Gambar 2 Grafik Normal Plot
17
4.1.2
Uji Multikolinearitas Ada atau tidaknya Multikolinearitas dalam penelitian ini dilihat dari nilai
tolerance dan variance inflatiom factor (VIF) dari hasil uji statistik. Kriteria yang harus dipenuhi sehingga suatu model dinyatakan tidak terjadi Multikolinearitas adalah bila nilai tolerance berada di atas 0,10 dan VIF berada di bawah 10. Tabel 4 Uji Multikolinearitas Variabel
Collinearity Statistics Tolerance VIF
1
(Constant) LnIO .840 1.190 LnICF .240 4.171 LnINVEST .877 1.140 LnPROFIT .875 1.143 LnRE .236 4.235 LnSALES .175 5.716 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Tabel 5 Koefisien Korelasi LnSALES LnPROFIT LnINVEST LnIO LnICF LnRE Correlations LnSALES 1.000 .233 .282 .032 -.548 -.569 LnPROFIT .233 1.000 .160 .043 -.055 -.295 LnINVEST .282 .160 1.000 .069 -.261 -.038 LnIO .032 .043 .069 1.000 .185 -.013 LnICF -.548 -.055 -.261 .185 1.000 -.216 LnRE -.569 -.295 -.038 -.013 -.216 1.000 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Tabel 4 di atas menunjukkan nilai tolerance dan VIF masing-masing variabel sesuai dengan persyaratan asumsi bebas nilai Multikolinearitas. Analisis matrik korelasi variabel-variabel independen yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat korelasi masing-masing variabel independen berada di bawah 90% dan nilai tolerance serta VIF memenuhi persyaratan, maka dinyatakan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini bebas dari asumsi Multikolinearitas.
18
4.1.3
Uji Autokorelasi Deteksi uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-
Watson (DW test). Agar lolos dari uji autokorelasi dengan DW test maka nilai DW berada di antara batas atas (dU) dan (4-dU).
Model 1
R .802a
Tabel 6 Uji Autokorelasi Model Durbin-Watson Std. Error Adjusted R of the DurbinR Square Square Estimate Watson .643
.622
1.56645
1.866
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Berdasarkan Tabel 6 di atas diketahui bahwa nilai DW adalah 1,866. Jumlah variabel independen dalam penelitian ini adalah 6 (k=6) dan jumlah n=108, sehingga diketahui nilai Tabel untuk dL=1,5711 dan dU=1,805 (dilihat dari Tabel DurbinWatson dengan signifikansi 5%). Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif karena nilai DW sebesar 1,866 berada diantara batas atas (dU)=1,805 dan (4-dU)=2,195.
4.1.4
Uji Heteroskedastisitas Uji park dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dalam model regresi. Output hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji park pada Tabel 7 menunjukkan bahwa koefisien parameter beta dari persamaan regresi tidak signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 5%. Signifikansi masing-masing variabel berada di atas 0,05. Sedangkan grafik plot pada Gambar 3 menunjukkan bahwa titik-titik yang terdapat pada grafik scaterplot menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
19
Tabel 7 Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park
Model 1 (Constant)
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta .635 1.175
LnIO .045 .099 .047 LnICF .340 .212 .310 LnINVEST -.294 .194 -.153 LnPROFIT -.096 .154 -.063 LnRE -.261 .215 -.236 LnSALES -.325 .298 -.247 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
T .540
Sig. .590
.458 1.603 -1.514 -.624 -1.213 -1.091
.648 .112 .133 .534 .228 .278
Gambar 3 Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Asumsi homoskedastisitas pada model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat ditolak.
20
4.2
Pengujian Hipotesis
4.2.1
Uji Koefisien Determinasi (R2) Tabel 8 Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1
R
Adjusted R Square
R Square
Std. Error of the Estimate
.802a .643 .622 1.56645 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Tabel 8 di atas menunjukkan nilai adjusted R2 adalah sebesar 0,622. Hal ini menunjukkan 62,2% dari variasi variabel dependen yaitu capital expenditures dapat dijelaskan oleh varisi dari keenam variabel independennya yaitu insider ownership, internal cash flow, investment opportunity, profitability, retained earning dan sales. Sedangkan 37,8% variasi capital expenditures dijelaskan oleh sebab-sebab diluar model regresi ini.
4.2.2
Uji Signifikansi Simultan (Uji-F) Tabel 9 Hasil Uji-F ANOVAb Model 1 Regression
Sum of Squares 450.336
df 6
Mean Square 75.056
F 30.588
Sig. .000a
Residual 250.283 102 2.454 Total 700.619 108 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah. Berdasarkan hasil analisis Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 30,588 dan nilai FTabel sebesar 2,31. Nilai Fhitung yang lebih besar apabila dibandingkan dengan FTabel serta nilai signifikansi yang berada di bawah 0,05 menunjukkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen yaitu capital expenditures.
21
4.2.3
Uji Signifikansi Parsial (Uji-t) Tabel 10 Hasil Uji-t Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std. Error Beta t 1 (Constant) -3.236 .842 -3.843 LnIO -.075 .071 -.068 -1.059 LnICF .340 .152 .270 2.238 LnINVEST .507 .139 .231 3.650 LnPROFIT -.115 .111 -.066 -1.038 LnRE -.147 .154 -.116 -.954 LnSALES .928 .213 .616 4.353 Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Sig. .000 .292 .027 .000 .302 .343 .000
Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa variabel insider ownership, profitability dan retained earning memiliki koefisien dengan arah negatif, sementara variabel internal cash flow, investment opportunity dan sales memiliki koefisien dengan arah positif. Berdasarkan model regresi pada penelitian ini insider ownership dinotasikan dengan IO. Hasil output SPSS menunjukkan pengaruh negatif insider ownership terhadap capital expendiitures perusahaan dengan nilai thitung sebesar (-0,159) lebih kecil dari ttabel, (-1,660). Pengaruh negatif insider ownership tersebut tidak bernilai signifikan terhadap variabel dependen karena nilai signifikansinya sebesar 0,292, jauh di atas 0,05. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa insider ownership berpengaruh negatif terhadap capital expenditures tidak dapat diterima. Minimnya jumlah perusahaan manufaktur yang mempunyai data insider ownership dimungkinan menjadi penyebab tidak signifikannya hasil statistik pada variabel ini. Selain itu, tingkat insider ownership pada tiap perusahaan sampel masih tergolong rendah. Kemungkinan lain, seperti yang diungkapkan dalam penelitian Sartono (2001) adalah keputusan untuk melakukan capital expenditures dipegang
22
oleh manajer pada tingkat divisi (tidak termasuk dalam insider ownership), bukan oleh direktur atau komisaris yang masuk dalam jajaran top management. Hasil ini menunjukkan bahwa managerial hypotheses tidak berlaku pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Managerial hypotheses menyatakan bahwa
tingkat
capital
expenditures
dipengaruhi
oleh
pertimbangan
atau
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan rencana kompensasi berdasarkan insentif yang digunakan untuk menngupayakan keselarasan kepentingan manajer dan pemegang saham. Hasil pengujian yang menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara variabel insider ownership terhadap capital expenditures malah mendukung berlakunya pecking order hypotheses. Hipotesis ini menyatakan bahwa insider ownership tidak memberikan pengaruh terhadap keputusan capital expenditures perusahaan karena perusahaan telah melakukan pembelanjaan modal sesuai dengan yang seharusnya dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan pihak manapun. Hasil pengujian empiris pada variabel ini sejalan dengan hasil penelitian Hamidi (2003)
serta Yeannie dan Handayani (2007) yang
menyatakan bahwa insider ownership memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap keputusan capital expenditures perusahaan. tetapi hasil ini bertentangan dengan penelitian Ayu R (2004). Variabel internal cash flow yang dinotasikan dengan ICF menunjukkan pengaruh positif terhadap capital expenditures dengan koefisien regresi sebesar 0,340. Nilai thitung variabel internal cash flow sebesar 2,238 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,660. Selain itu tingkat signifikansi untuk variabel ini adalah sebesar 0,027 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa internal cash flow berpengaruh secara signifikan terhadap capital expenditures. Dengan demikian hipotesi kedua pada penelitian ini yang menyatakan bahwa variabel internal cash flow berpengaruh positif terhadap capital expenditures dapat diterima. Hasil ini mendukung teori yang diungkapkan oleh pecking order hypotheses maupun managerial hypotheses yang menyatakan bahwa internal cash flow berpengaruh positif terhadap capital expenditures. Meskipun kedua teori tersebut memiliki pendapat yang berbeda tentang pengaruh internal cash flow terhadap capital
23
expenditures, penelitian ini tidak melakukan pembahasan tentang teori manakah diantara kedua hipotesis tersebut yang berlaku pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa internal cash flow berpengaruh secara positif dan signifikan tehadap capital expenditures ini sejalan dengan hasil penelitian Griner dan Gordon (1995), Pagalung (2001), Sartono (2001), Hamidi (2003), serta Yeannie dan handayani (2007). Variabel investment opportunity dinotasikan sebagai INVEST dalam model regresi penelitian ini. Berdasarkan hasil uji-t, menunjukkan bahwa variabel ini mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependennya yang ditunjukkan oleh koefisien regresi sebesar 0,507. Nilai thitung (2,238) yang lebih besar daripada nilai ttabel (1,660) serta nilai signifikansinya sebesar 0,000 (>0,05) menunjukkan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa investment opportunity berpengaruh secara signifikan terhadap capital expenditures dapat diterima. Hubungan variabel investment opportunity terhadap capital expenditures ini mendukung keberadaan pecking order hypotheses yang menyatakan bahwa naiknya tingkat investment opportunity suatu perusahaan akan mendorong manajer untuk mengambil peluang tersebut guna memakmurkan pemegang saham, salah satunya berinvestasi dengan meningkatkan capital expenditures perusahaannya. Dengan kata lain bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI menjadikan kesempatan investasi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan capital expenditures. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Hamidi (2003). Penelitian ini menotasikan variabel profitability sebagai PROFIT. Hasil uji-t menunjukkan bahwa profitability mempunyai pengaruh negatif terhadap capital expenditures dengan koefisien regresi sebesar -0,115. Nilai thitung yang dihasilkan oleh variabel ini adalah -1,038 lebih kecil dibandingkan dengan nilai tTabel (-1,660). Nilai signifikansinya sebesar 0,302 (>0,05) menunjukkan bahwa pengaruh variabel ini tidak signifikan. Dari uji empiris tersebut dapat dinyatakan hipotesis ketiga dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa profitability mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures tidak dapat diterima.
24
Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi latar belakang dari hubungan profitability dengan capital expenditures yang ditunjukkan oleh penelitian ini. Pertama,
perusahaan menganut pecking order hypotheses. Ketika sumber dana
internal yang dimiliki perusahaan ada pada jumlah minimal atau perusahaan mengalami kekurangan dana untuk melakukan aktivitasnya, maka perusahaan akan memiliki kecenderungan untuk menggunakan dana eksternal dengan urutan risiko terendah. Jadi meskipun profitabilitas perusahaan sedang mengalami penurunan, perusahaan memiliki sumber dana lain untuk tetap melakukan capital expenditures. Kedua, rendahnya profitabilitas menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan perusahaan rendah dan tingginya beban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal tersebut mengindikasikan rendahnya produktifitas perusahaan yang disebabkan oleh rendahnya skala produksi dan kondisi aset tetap yang sudah tidak mendukung. Peran industri manufaktur terhadap kondisi perekonomian akan semakin terlihat dari keberhasilannya untuk mengoptimalkan kinerja pabrik dan mesin industri yang digunakan sehingga perusahaan perlu untuk melakukan penggantian terhadap aset tetap lama yang sudah hampir habis nilai ekonomisnya dengan yang baru demi memperbaiki kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, perusahaan akan tetap melakukan capital expenditures tanpa memperhatikan tingkat profitability yang didapatnya walupun perusahaan sedang mengalami penurunan profitabilitas. Variabel retained earning dinotasikan sebagai RE dalam model regresi penelitian ini. Dari output SPSS didapat hasil koefisien regresi variabel ini sebesar 0,147. Hal tersebut menunjukkan bahwa retained earning mempunyai hubungan yang negatif terhadap capital expenditures. Nilai thitung yang dihasilkan adalah sebesar -0,954 lebih kecil dari nilai ttabel (-1,660). Nilai signifikansi dari hasil uji-t menunjukkan bahwa variabel ini mempunyai pengaruh yang tidak signifikan karena signifikansinya sebesar 0,343 yang berarti bahwa nilai tersebut ada di atas tingkat alfa 5%. Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa hipotesis kelima yang yang menyatakan bahwa retained earning mempunyai pengaruh positif terhadap capital expenditures tidak dapat diterima.
25
Ada beberapa hal yang dimungkinkan menjadi penyebab perusahaan tidak mempertimbangkan retained earning yang dimilikinya untuk melakukan capital expenditures. Pertama, keyakinan perusahaan bahwa dengan meningkatkan capital expenditures maka secara bersamaan nilai perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Manajer yakin bahwa investasi yang dilakukan mempunyai net present value yang positif, sehingga investasi tetap dilakukan meskipun sumber dana internal perusahaan ada dalam jumlah minimum. Kedua, manajer memanfaatkan adanya assymetric information antara manajemen dengan calon investor baru. Dengan menggunakan sumber dana eksternal, perusahaan tetap melakukan investasi agar perusahaan dipandang sedang dalam kondisi baik. Padahal yang terjadi adalah perusahaan sedang mengalami penurunan earning power yang mengarah pada kebangkrutan akibat penurunan retained earning yang dialaminya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kaaro (2003), yang menyatakan bahwa perusahaan sedang mengalami kendala keuangan yang tinggi, sehingga ketika perusahaan kekurangan dana internal maka perusahaan mencari dana eksternal sebagai sumber dana untuk berinvestasi (dalam hal ini melakukan capital expenditures). Variabel sales dalam model regresi pada penelitian ini dinotasikan dengan SALES. Koefisien regresi yang dihasilkan oleh variabel ini bernilai positif, yaitu sebesar 0,928. Nilai thitung yang dihasilkan adalah sebesar 4,353 lebih besar dari nilai ttabel (1,660). Dengan nilai signifikansi 0,000 dan menggunakan tingkat alfa sebesar 5% dapat dinyatakan bahwa hipoteaia keenam yang menyatakan bahwa sales mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures dapat diterima. Sales diartikan sebagai nilai penjualan yang berhasil dicapai oleh perusahaan pada periode tertentu. Dapat diartikan bahwa perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi akan cenderung menggunakan pendapatan yang didapatnya untuk melakukan investasi kembali (dalam hal ini capital expenditures). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Pagalung (2001), Hamidi (2001) yang menyatakan bahwa sales mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap capital expenditures.
26
5.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan Masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
variabel dependen.Variabel insider ownership tidak berpengaruh terhadap capital
expenditures perusahaan yang mengindikasikan bahwa managerial hypotheses tidak berlaku pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Sedangkan hipotesis yang berlaku sesuai dengan hasil pengujian ini adalah pecking order hypotheses. Variabel internal cash flow flow menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap capital expenditures perusahaan sehingga mendukung teori yang diungkapkan oleh pecking order hypotheses maupun managerial hypothese. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI menjadikan kesempatan investasi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan capital expenditures. Variabel profitability tidak berpengaruh terhadap capital expenditures sehingga mendukung berlakunya pecking order hypotheses karena perusahaan ketika mengalami penurunan profitabilitas tidak hanya mengandalkan sumber dana internal dalam melakukan capital expenditures. Hasil uji-t selanjutnya menunjukkan bahwa variabel retained earning tidak berpengaruh terhadap capital expenditures. Retained earning bukan merupakan faktor pertimbangan utama yang digunakan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk melakukan capital expenditures. Berbeda dengan hasil tersebut, analisis terhadap sales menunjukkan bahwa variabel variabel berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap capital expenditures. Rata-rata perusahan manufaktur yang terdatar di BEI menggunakan pendapatan yang diperolehnya untuk melakukan investasi kembali, salah satunya dengan melakukan capital expenditures. Hasil analisis data secara parsial mendukung berlakunya pecking order hypotheses yang salah satunya dibuktikan dengan ditolaknya hipotesis pertama, bahwa insider ownership tidak berpengaruh terhadap capital expenditures perusahaan.
Keputusan
capital
expenditures
dibuat
berdasarkan
kebutuhan
perusahaan serta upaya untuk mensejahterakan pemegang saham, bukan berdasarkan
27
keinginan pihak manajemen untuk memaksimalkan keuntungan bagi pihaknya sendiri.
5.2
Keterbatasan Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor
yang berpengaruh terhaadap capital
expenditures ini hanya menggunakan variabel-variabel independen yang telah diteliti sebelumnya. Selain itu sampel yang digunakan hanya terbatas pada kelompok industri manufaktur dan metode purposive sampling yang digunakan menyebabkan keterbatasan jumlah sampel sehingga hasil penelitian sulit untuk digeneralisasikan pada kelompok industri yang lain. Hal tersebut dimungkinkan menjadi penyebab dari tidak sempurnanya hasil penelitian sehingga tsemua hipotesis yang diajukan dapat dibuktikan oleh hasil analisis data yang dilakukan.
5.3
Saran Didukungnya pecking order hypothese secara parsial dalam penelitian ini
menjadikan insider ownership tidak terlalu berpengaruh terhadap setiap keputusan yang diambil perusahaan. Pihak investor tidak perlu memikirkan pemberian insider ownership pada pihak manajemen untuk menekan agency conflict yang mungkin muncul.
Sejalan
dengan
hal
ini,
pihak
manajemen
disarankan
untuk
mempertimbangkan variabel internal cash flow, investment opportunity serta sales dalam setiap keputusan capital expenditures yang diambil agar memberikan hasil yang maksimal. Bagi peneliti selanjutnya perlu menambahkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi capital expenditures yang belum dibahas dalam penelitian, diantaranya ukuran perusahaan, hutang jangka panjang, leverage, likuditas, serta faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap capital expenditures.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adejadi, Abimbola. 1998. Does the pecking Order Hypothesis Explain the Dividend Payout Ratios in the UK?. Journal of Business Finance & Accounting, V ol. 25, Issue 9-10, pp. 1127-1155.
Ayu R., Stephana Dyah. 2004. Pengaruh Aliran Kas Internal, Kepemilikan Manajer, Ukuran perusahaan dan Intensitas modal Terhadap pembelanjaan Modal (Studi Empiris terjadinya Pecking Order Hypotheses atau manajerial Hypotheses pada Perusahaan-Perusahaan manufaktur di Bursa Efek jakarta, Tesis, Program Studi Magister Akuntansi, Universitas Diponegoro.
Baskin, J. B. 1989. An Empirical Investigation of the Pecking Order Hypothesis. Financial. Management. Vol.18, pp. 26-35.
Brigham, Eugene F. dan Joe F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta: Erlangga.
Eklund, Johan E. 2009. Q-Theory of Investment and earnings Retention- Evidence from Scandinavia. http://www.ratio.se/pdf/wp/je_Q_theory.pdf.. Diakses tanggal 21 Februari 2011.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitman, Lawrence J. (2003). Principles of Managerial Finance. 10 th ed. San. Fransisco: Addison Wesley
29
Griner, Emmet H dan Lawrence A. Gordon. 1995. Internal Cash Flow, Insider Ownership and Capital expenditures: A Test of The Pecking Order and Managerial Hypotheses. Journal of Bussiness Finance and Accounting, 22(2), March 1995, pp. 179-199.
Gujarati, D. N. 1995. Basic Econometric. 3rd ed. Mc. Graw Hill, Inc.
Horne, James C. Van dan John M. Wachowicz, JR. 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. 1st ed. Jakarta: Salemba Empat.
Hamidi, Masyhuri. 2003. Internal Cash Flows, Insider Ownership, Investment Opportunity, dan Capital expenditures: Suatu Pengujian Terhadap Hipotesis Pecking Order dan Managerial. Jurnal ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 18, No. 3, Hal. 271-287.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. ed 4. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Inriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Jensen, M. C. dan W. H. Meckling. 1976. Theory of Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, October, 1976, V. 3, No. 4, pp. 305-360.
Kaaro, H. Dan Hartono, J. 2002. Perilaku Keputusan Inveestasi Berbasis peluang Investasi dan Ketersediaan Keuangan Internal. Simposium nasional Akuntansi 5, Sesi 2/B.
Keown, et al. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. 2001. Jakarta: Salemba Empat.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: AMP YKPN.
30
Myers, Stewart C. 1984. The Capital Structuire Puzzle. Journal of Finance, Vol. 39 (July), pp. 575-592.
Myers, S. C dan N. S Majluf (1984). Corporate Financing and Investment Decisions When Firms Have Information That Investors Do Not Have. Journal of Financial Economics 13, p:187-221.
Pagalung, Gagaring. Pengaruh Pengeluaran Modal Terhadap Aliran Kas Internal Perusahaan Industri: Suatu Pengujian Bentuk Fungsional Model Regresi. Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 3, No. 2, Mei 2110, pp. 145-158.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit UGM.
Sartono, Agus. Pengaruh Aliran kas Internal dan Kepemilikan Manajer dalam Perusahaan terhadap Pembelanjaan Modal: Managerial Hypotheses atau Pecking Order Hypotheses?. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No. 1, 2001, pp. 54-63.
Santoso, Singgih. 2003. Statistik Deskriptif – Konsep dan Aplikasi dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta: ANDI.
Tong, Guanqun dan J. Green. 2004. Pecking Order or Trade-off Hypothesis? Evidence on the Capital Structure of Chinese Companies. http://www.citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.127.2401. Diakses tanggal 21 Februari 2011.
Yeannie dan Ratih Handayani. 2007. Analisis Pengaruh Kesempatan Investasi, Internal Cash Flow, Insider Ownership Terhadap Capital expenditures: Perspective Pecking Order Theory. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 9, No. 2, Agustus, Hal. 153-164.