Peringatan Hari Anti Korupsi,Workshop: Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Mengawasi Harta Kekayaan Pejabat Publik, KPK, Graha Sabha Permana, Yogyakarta, 9 Desember 2014
Optimalisasi LHKPN dan Reformasi Birokrasi untuk Mendukung NKRI 2515
Rimawan Pradiptyo Deputi Penelitian P2EB Fakultas Eknomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
1
Reformasi Birokrasi
NKRI 2515
Optimalisasi LHKPN
Korupsi Struktural
Pendahuluan 1975: 135 juta penduduk Indonesia
2013: 245 juta penduduk Indonesia. Apakah wilayah Indonesia bertambah? Bagaimana peran negara??
3
Peran Negara Menurut Teori Ekonomi • Dalam konsep teori ekonomi klasik dan neo-klasik sekalipun (madzab liberal), peran negara sangat besar untuk mendukung mekanisme pasar. Peran negara diperlukan di: – Sektor-sektor yang tidak dapat disediakan oleh mekanisme pasar: pengadaan barang publik (legislatif, eksekutif dan yudikatif) – Ketika terjadi eksternalitas negatif sebagai ekses pembangunan/aktivitas ekonomi (polusi udara, polusi air, dll) – Ketika terjadi distorsi pasar akibat adanya asymmetric information, praktik bisnis anti kompetisi, biaya tinggi akibat korupsi, dll. – Mengatur pemanfaatan sumberdaya umum (common resources) yang berpengaruh besar terhadap kesejahteraan umum, misalnya: pengelolaan hutan dan hasilnya, pengelolaan air, pengelolaan barang tambang, dll 4
Peran Negara: Mengatasi Kegagalan Pasar Asymmetric Information
Time Inconsistency Preference
Non-Competitive Market
Externalities
Public goods
Moral Hazard
Hyperbolic Discounting
Oligopoly/Oligopsony
Private vs social benefits
Pengadaan
Adverse Selection
Present Biasedness
Monopoly/Monopsony
Private vs social costs
Perawatan
Principal-Agency Problems
Sistem insentif dan disinseentif
• Bagaimana cara mengatasi kegagalan pasar dan sumber kekagalan pasar? 5
Evaluasi Peran Negara di Indonesia Indonesia
Negara Maju Kapitalis
Negara Maju Sosialis
Alokasi tanah cenderung diserahkan kepada pasar
Alokasi tanah dilakukan oleh negara secara ketat
Alokasi tanah dilakukan oleh negara secara ketat
Perencanaan pembangunan berjangka ultra pendek
Perencanaan pembangunan jangka panjang
Perencanaan pembangunan jangka panjang
Pengelolaan sumberdaya umum diserahkan kepada pasar
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Berbagai aspek kehidupan dibebaskan/tidak diatur
Berbagai aspek kehidupan diatur ketat oleh pemerintah
Berbagai aspek kehidupan diatur ketat oleh pemerintah
Supply barang strategis diserahkan mekanisme pasar
Kestabilan supply barangbarang strategis dilakukan oleh pemerintah
Kestabilan supply barangbarang strategis dilakukan oleh pemerintah
6
Evaluasi Peran Negara (lanjutan) Indonesia
Negara Maju Kapitalis
Negara Maju Sosialis
Sistem yang ada mendorong orang melakukan korupsi (korupsi struktural)
Sistem yang ada Sistem yang ada meminimalisasi meminimalisasi potensi korupsi potensi korupsi
Sistem disusun tanpa mengindahkan aspek rasionalitas dan tidak manusiawi
Sistem dibangun dengan menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Sistem dibangun dengan menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Tidak memiliki Single Identity Number (SIN)
Memiliki Single Identity Number
Memiliki Single identity Number
Sebagian besar sektor kesehatan diserahkan ke mekanisme pasar
Sektor kesehatan diatur ketat oleh pemerintah dan penggunaan asuransi intensif
Sektor kesehatan diatur dan dikelola penuh oleh pemerintah 7
Kompleksitas Peraturan di Indonesia Kompleksitas
Contoh
Ada fenomena tapi tidak ada peraturan
Peraturan di ruang publik (merokok, HP, penggunaan bahasa di TV, dll)
Peraturan dibuat tanpa dasar teori
BBM Subsidi, Optimalisasi APBN oleh Banggar
Ada peraturan tapi tanpa saksi
UU Parpol
Ada peraturan dan sanksi tapi sanksi tidak credible
UU Anti Korupsi, Ketentuan Reboisasi kepada HPH.
Ada peraturan dan sanksi tapi sanksi tidak dapat ditegakkan
SPBU dan Pedagang eceran BBM
Perubahan Struktural pasca reformasi Birokrat Judikatif Politisi
• Perubahan struktur organisasi tidak diikuti perubahan perilaku dan pola berfikir • Reformasi di Indonesia mirip dengan English Civil War (1642–1651)
Politisi
Judikatif
• Reformasi dan otonomi daerah dimulai pada Birokrat saat yang hampir bersamaan
The Phantom of Indonesia Economy •
•
•
Sebagian besar UU di masa Presiden Habibie • bersumber dari LoI: – 77 UU selama 1,5 tahun LoI satu masalah, perilaku DPR dalam menghadapi LoI adalah masalah lain: – Pemecahan organisasi yang sebenarnya satu (Mengapa KPPU dan Lembaga Perlindungan Konsumen dipisah, mengapa KPK dan PPATK dipisah?) • 2001-2005 terjadi perubahan UU, namun ternyata tidak substansial karena tidak banyak berbeda dari UU di masa Presiden Habibie, dan UU tersebut berlaku hingga sekarang dan terakhir ditandai dengan UU OJK.
Salah satu dampaknya adalah: – Pembubaran PT IPTN – Bulog yang semula menguasai distribusi 9 bahan pokok, sekarang hanya fokus di beras dan itupun stok Bulog lebih kecil daripada stok swasta – 8 bahan pokok yang lain saat ini distribusinya dikuasai oleh kelompok bisnis tertentu.
Dampak utama the phantom of Indonesia Economy: – Terjadi monopoli barang pokok oleh swasta • Mafia sapi, mafia terigu, mafia beras, dll
– Tidak ada industri strategis
Perbandingan Sektor Strategis Negara Maju
Indonesia pasca Reformasi
Baja & Logam
Energi & Mineral
Kehutanan
Pangan
Sektor Strategis
Kehutanan
Energi dan Mineral
Pangan
11
Apa Tujuan Pembentukan NKRI?
• Tujuan NKRI sesuai Pembukaan • Memajukan kesejahteraan umum hanyalah 1 diantara 4 tujuan UUD 1945 alenia 4: NKRI 1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah • Kedaulatan dan persatuan RI darah Indonesia serta mencerdaskan kehidupan 2. memajukan kesejahteraan bangsa adalah tujuan NKRI umum, • Ketika suatu negara tetap utuh 3. mencerdaskan kehidupan selama ratusan tahun, berarti bangsa, dan tidak ada insentif dari komponen 4. ikut melaksanakan ketertiban negara tersebut yang ingin dunia yang berdasarkan memisahkan diri kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
– Pemisahan diri terjadi jika ada masalah dengan pemerataan 12 kesejahteraan
Maksimalisasi Kesejahteraan Minimalisasi Biaya/ Resiko x2
Kendala Biaya
z2
Fungsi Tujuan
x*
q
z* x1
Contours of objective function
z1
Existing: Maksimalisasi Kesejahteraan • Persatuan Indonesia dianggap ‘given’ sebagai pre-requisite untuk mencapai maksimalisasi kesejahteraan • Persatuan bukan merupakan tujuan pembangunan!! • Konsekuensi: Fokus pembangunan di daerah dengan jumlah penduduk besar (Jakarta dan Jawa) • Ketimpangan semakin besar antara kota vs desa dan antara Indonesia bagian barat vs bagian timur
14
NKRI 2515: Minimalisasi Resiko Perpecahan • Tujuan pembangunan: meminimalisasi resiko perpecahan NKRI untuk 500 tahun mendatang • Implikasi: Lakukan berbagai kebijakan agar NKRI tetap utuh untuk 500 tahun mendatang • Konsekuensi: orientasi dan fokus pembangunan dimulai dari wilayah Indonesia terluar • Pemerataan kesejahteraan menjadi pre-requisite persatuan!! • Menciptakan incentive compatiblity untuk menjadi bagian dari NKRI!! 15
Pembelajaran Keberhasilan • Tidak ada satu negara maju-pun yang tidak menjunjung tinggi budaya dan jati diri bangsa • Tidak ada satu negara maju-pun yang tidak mengutamakan kepentingan bangsanya di atas kepentingan bangsa lain • Tidak ada satu negara maju-pun yang tidak berorientasi jangka panjang dalam proses pembangunannya (berorientasi kepada generasi mendatang/anak-cucu)
Reformasi Birokrasi
NKRI 2515
Optimalisasi LHKPN
Korupsi Struktural
2
Korupsi Struktural • • • •
Korupsi di Indonesia tidak saja bersifat sistemik, namun lebih dari itu korupsi di Indonesia cenderung bersifat struktural Korupsi struktural adalah korupsi yang terjadi akibat sistem yang berlaku di suatu negara cenderung mendorong individu yang tinggal di negara tersebut untuk melakukan korupsi. Dalam korupsi struktural, sistem yang berlaku memberikan insentif lebih tinggi untuk melakukan korupsi daripada insentif untuk mematuhi hukum. Korupsi struktural terjadi akibat: – Perumus kebijakan tidak berorientasi pada optimasi kemakmuran masyarakat (social welfare function) – Perumus kebijakan mengedepankan rasionalitas pribadi (supply side) daripada berusaha memahami rasionalitas subyek yang terkena kebijakan (demand side) – Perumusan kebijakan tidak didasarkan suatu studi mendalam, berdasarkan fakta atau hard evidence, namun lebih dipengaruhi kepentingan politik jangka pendek.
Kecanggihan Korupsi di Indonesia Korupsi oleh anggota masyarakat
Makelar Kasus dan Joki Napi hanya ada di Indonesia
•Pra Pengadilan
Korupsi oleh Polisi
•Pra pengadilan
Makelar Kasus
Teori Korupsi di Ekonomika Kriminalitas
Korupsi oleh Jaksa dan Hakim
Teknologi Baru dalam Korupsi
• Pengadilan
Korupsi di LP
•Pasca Pengadilan
Sumber Penyebab Makelar Kasus UU Tipikor
UU Lain
Apakah fenomena ini by accident ataukah by designed?
Kompleksitas Korupsi di Indonesia Diatur di UU Tipikor Yudikatif
Lembaga Internasional di Indonesia
Swasta Nasional Swasta Internasional di Indonesia
Legislatif
Eksekutif
Belum Diatur di UU Tipikor
Korupsi
Non-Profit Organisation
Definisi Korupsi dan Konsep Merugikan Negara
Setiap Orang atau Korporasi
Pasal 2 (Break of Law) - secara melawan hukum; - memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; Pasal 3 (Abuse of Power) - dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri, orang lain atau suatu korporasi; - menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Mengapa tidak fokus ke ‘Kerugian Perekonomian?’
Sumber: Dr Haryono Umar (2009) disampaikan pada Seminar ‘Korupsi dan Money Laundering: Tantangan, Prospek dan 22 Dampak terhadap Perekonomian’ Magister Sains dan Doktor , FEB-UGM, 31 Januari 2009
Apa amanah UU Anti Korupsi? Pasal
Nilai Korupsi
Jenis Korupsi
Denda Maksimal
Penjara Maksimal
Pasal 5
Rp 5 jt - ∞
Penyogokan PNS/penyelenggara negara
Rp 50-250 juta
1-5 th
Pasal 6
Rp 5 jt - ∞
Penyogokan Hakim, aparat hukum & saksi ahli
Rp 150-750 juta
3-15th
Pasal 8
Rp 5 jt - ∞
Penggelapan uang oleh PNS
Rp 150 – 750 juta
3-15th
Pasal 12
Rp 5 jt - ∞
Korupsi oleh PNS
Rp 200 jt – Rp 1M
4-20th
Catatan: Jaksa dan hakim belum tentu menuntut/menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti sebesar jumlah uang yang dikorupsi 23
Klasifikasi Koruptor Gurem < Rp10 juta Kecil Rp10 juta- Rp99 juta
Kakap Rp25M atau lebih Koruptor
Besar Rp1 M – Rp 24,99 M
Sedang Rp100 juta – Rp999 Juta
• Koruptor dapat diklasifikasikan sesuai nilai uang yang dikorupsi • Kakap • Besar • Sedang • Kecil • Gurem • Bagaimana penanganan terhadap koruptor? Apakah setiap koruptor mendapatkan perlakuan yang adil disesuaikan dengan kerusakan yang diakibatkannya?
Rata-Rata Hukuman Penjara Rata-rata tuntutan hukuman penjara oleh Skala Korupsi Jaksa (bulan) [A]
Gurem Kecil Sedang Besar Kakap Total
22.3 21.6 53.2 79.0 115.7 53.8
Rata-rata hukuman penjara oleh MA (bulan) [B]
13.7 15.2 32.8 43.5 58.0 31.7
B:A (%)
61.4% 70.3% 61.6% 55.0% 50.1% 58.8%
Intensitas Hukuman Finansial Kasus Korupsi Skala Korupsi
Tuntutan Rata-rata Nilai Korupsi Jaksa/Nilai (Harga Berlaku) korupsi
Gurem
Rp 4.586.634
1976.09%
1457.55%
1429.30%
Rp 47.538.801
185.07%
99.89%
132.26%
Rp 374.970.157
106.35%
60.90%
71.44%
Rp4.578.835.330
50.88%
29.42%
34.62%
Rp1.088.454.213.082
36.83%
4.53%
9.22%
Kecil Sedang Besar Kakap
Putusan PN/Nilai Korupsi
Putusan MA/Nilai Korupsi
Subsidi Rakyat Kepada Para Koruptor Nilai biaya eksplisit korupsi Rp168,19 Triliun, namun total nilai hukuman finansial hanya Rp15,09 Triliun (8,97%) Biaya oportunitas korupsi belum termasuk Biaya antisipasi dan biaya reaksi terhadap korupsi belum termasuk
Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp168,19 T – Rp15,09 T = Rp153,1 T??? Tentu saja para pembayar pajak yang budiman Ibu-ibu pembeli sabun colek dan mie instant Anak-anak yang membeli permen, mahasiswa yang top up pulsa Orang tua yang membelikan anaknya obat dan susu kaleng
Di Indonesia terjadi pemberian SUBSIDI dari RAKYAT KEPADA KORUPTOR, dan hal ini sesuai dengan amanah implisit UU TIPIKOR!!
7
Reformasi Birokrasi
NKRI 2515
Optimalisasi LHKPN
Korupsi Struktural
Acknowledgement
• Analisis di bagian ini adalah hasil analisis ‘DJ’ atau Diskusi Jum’at; suatu kelompok diskusi di P2EB FEB UGM yang fokus mendiskusikan berbagai hal yang belum dipikirkan sebelumnya. • Analisis ini dilakukan oleh Rimawan Pradiptyo, Abraham Wirotomo, Khalifany Ash Shidiqqi dan Timotius Hendriks Partohap pada Maret 2014 • Hasil analisis ini telah dikirimkan sebagai masukkan kepada divisi LHKPN, Direktorat Pencegahan, KPK. 29
Pendahuluan • Idealnya setiap penyelenggara negara bertujuan untuk meningkatkan Social Welfare Function (SWF) • Penyelenggara negara: – Legislatif – Eksekutif – Yudikatif
• Khususnya pada jabatan politis, seharusnya: “do what you say, say what you do” (AACSB)
Fakta • Banyak korupsi melibatkan penyelenggara • negara. – Korupsi menurunkan Social Welfare • Function (SWF) (kontradiksi) – Korupsi menunjukkan si pelaku lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan • golongan di atas kepentingan publik
• Pada kasus-kasus korupsi, nilai aset yang dilaporkan pada LHKPN, biasanya jauh berbeda dibandingkan dengan hasil investigasi
Tantangan Bagaimana penyelenggara negara lebih mengedepankan kepentingan publik dibandingkan dengan kepentingan pribadi dan golongan? Ketika seseorang menduduki jabatan publik, maka selayaknyalah bahwa beberapa hak-hak privat ybs diserahkan kepada publik dalam bentuk transparansi Hal ini bisa dicapai melalui beberapa strategi:
– Transparansi harta kekayaan penyelenggara negara – Inform consent terhadap penyadapan pembicaraan – Inform consent terhadap monitoring transaksi keuangan
Game 1: Existing Condition
Tahap I: Inspection Game Agakum Inspeksi
Tidak Inspeksi
Salah Guna
a1 , a2
b1 , b2
Taat Azas
c1 , c2
d1 , d2
PN
Where: c1 > a1, b1 > d1 & a2 > b2, d2 > c2
Tahap II: Inspection Game KPK Inspeksi Lapor Akurat
Tidak Inspeksi
a1 , a2
b1 , b2
c1 , c2
d1 , d2
PN Lapor Tidak Akurat
Where: c1 > a1, b1 > d1 & a2 > b2, d2 > c2
Tahap 3: Chicken Game (Jika Salah Guna/ Taat Azas) PN Akurat Tidak Akurat Tegas a1 , a2 b1 , b2 K/L Tidak Tegas Where: a1>c1, d1>b1, a2>b2, c2>d2
c1 , c2
d1 , d2
Mekanisme Permainan • Terdapat tiga pemain:
• Tahap 1 (lanjutan)
– Penyelenggara negara – KPK – Kementerian/Lembaga
• Tahap I:
– Game ini dilakukan secara simultan – Penyelenggara negara memainkan inspectiong game dengan aparat penegak hukum (termasuk KPK) • – Penyelenggara negara memiliki dua strategi, melakukan penyalahgunaan keuangan negara atau tidak – Pada saat yang bersamaan KPK dan aparat penegak hukum memiliki alternatif strategi melakukan inspeksi atau tidak.
– Jika aparat negara melakukan penyalahgunaan keuangan dan aparat penegak hukum melakukan inspeksi, maka aparat tersebut akan diproses hukum dan bagi yang bersangkutan game berhenti di sini. – Alternatif outcomes yang lain memungkinkan penyelenggara negara memainkan game kedua
Tahap II:
– Game ini dilakukan secara simultan – Penyelenggara negara dan KPK memainkan inspection game dalam hal LHKPN – Penyelenggara negara memiliki strategi ‘melaporkan akurat’ atau ‘melaporkan tidak akurat’ LHKPN.
Mekanisme Permainan (lanjutan) • Tahap II (lanjutan):
• Tahap II (lanjutan):
– Implikasi dari purposive random sampling adalah adanya probabilitas temuan yang tidak merata (skewed) antar K/L.
– KPK memiliki strategi ‘inspeksi’ atau ‘tidak inspeksi’ – Inspeksi ini memiliki dua tahap, • Tahap III: yaitu tahap verifikasi – Berdasarkan hasil inspeksi, KPK administratif (pasti) dan melaporkan hasil inspeksi kepada dilanjutkan inspeksi dengan masing-masing K/L untuk mekanisme purposive random ditindaklanjuti (tidak dipublikasikan) sampling disesuaikan dengan – K/L memiliki strategi untuk tegas (k) atau tidak tegas (1-k) terhadap agenda KPK (targeted groups) ketidakakuratan LHKPN – Mengingat verifikasi administratif – Jenis sanksi bersifat perdata dan pasti dilakukan, maka hal ini administratif, namun hasil analisis diasumsikan embeded dalam LHKPN tidak diketahui oleh publik random inspection 37
Payoffs Permainan (perlu direvisi) • Payoffs Penyelenggara Negara
– Ketika penyelenggara negara mengisi LHKPN secara akurat, maka ybs tidak akan melanggar apapun, sehingga payoff-nya adalah 0 – Ketika penyelenggara negara mengisi LHKPN tidak akurat, selama LHKPN terverifikasi dan tidak diinspeksi, maka payoff akan 0 karena tidak ditemukan ketidakakuratan tersebut – Jika LHKPN tidak akurat dan diinspeksi KPK, maka ada internal reputation effect yang menjadi beban penyelenggara negara (Ri)
• Payoffs KPK:
– Payoffs KPK selalu 0 karena semua hal tersebut adalah tupoksi KPK
•
Payoffs K/L:
– Selama LHKPN diisi akurat, maka payoffs K/L adalah 0 karena tidak ada reputasi yang hilang – Jika LHKPN diisi tidak akurat, lolos verifikasi KPK namun tidak diinspeksi, maka payoffs adalah 0 karena tidak ada negative reputation effect. – Jika LHKPN diisi tidak akurat, lolos verifikasi KPK dan terinspeksi KPK, maka ada negative internal reputation effect yang ditanggung oleh K/L – RPi = internal reputational effect di tingkat individu (penyelenggara negara) •
RP1i > Rpi > RP2i > RP3i
– RLi = internal repulational effect di tingkat lembaga di mana penyelengara negara bekerja, dimana Rli = ε, dan ε-> 0 •
RLi > RL1i > RL2i
Solusi Permainan
• Karena RLi = epsilon dan epsilon mendekati 0, ketika K/L indifference terhadap 0 dan epsilon, konsekuensinya tidak ada insentif bagi K/L untuk bertindak tegas dari hasil referal KPK • Jika pejabat negara mengetahui bahwa K/L-nya cenderung indifference terhadap ‘tegas’ dan ‘tidak tegas’ maka probabilitas ‘salah guna’ dan ‘tidak akurat’ akan meningkat (potensi korupsi meningkat) 39
Game 2: Refinement
Tahap III Refinement: Prisoners’ Dilemma K/L Tegas Tidak Tegas PN
Akurat Tidak Akurat
a1 , a2
b1 , b2
c1 , c2
d1 , d2
Payoffs dan Solusi Permainan • Perbedaan antara existing game dengan refinement game adalah di refinement game, hasil inspeksi di publikasi di website, selain di refer kepada K/L • Implikasinya, muncul external reputational effect, selain adanya internal reputational effect yang telah ada di existing game. • Perbedaan kedua adalah inspeksi di tahap II idealnya dilakukan secara stratified random sampling daripada purposive random sampling – Probabilitas temuan makin merata
• Dapat diasumsikan bahwa external reputational effect lebih besar daripada internal reputational effect – Internal reputational effect hanya berlaku diantara K/L saja (RPi, RLi,) – External reputational effect terbuka untuk umum (RPe, RLe,) • RP1e > Rpe > RP2e >RP3e • RLe > RL1e > RL2e
Target Group
Eselon 3 & 4, DPRD II (100 – k2)
• Pelaksanaan inspeksi dilakukan dengan metoda stratified random sampling Eselon 1, DPR, • Untuk eselon 1 ke atas, menteri hingga & Menteri presiden dan anggota DPR berlaku 100% (100 %) surveillance (tidak ada pengecualian) • Untuk eselon dan DPRD I, dilakukan surveilance secara acak dengan probabitas Eselon 2, (100-k1) DPRD I • Untuk eselon dan DPRD I, dilakukan (100 – k1) surveilance secara acak dengan probabitas (100-k2) • Setiap anggota targeted group memiliki probabilitas yang sama untuk diinspeksi oleh KPK akibat penggunaan metoda stratified random sampling dalam inspeksi LHKPN
Solusi Refinement – Penyelenggara negara memiliki insentif untuk taat azas dalam mengelola uang negara serta mengisi LHKPN secara akurat – K/L memiliki insentif untuk menindak tegas terhadap setiap penyalahgunaan uang negara dan ketidakakuratan LHKPN, mengingat reputasi K/L dipertaruhkan dimuka publik 44
Optimalisasi LHKPN: Data Interfacing • Data interfacing dengan database terkait akan mengoptimalkan LHKPN
BPN (Tanah)
Kendaraan Bermotor
PPATK
LHKPN NIK
Pajak
Lembaga Keuangan (OJK/BI)
• Detection rate meningkat • Biaya pengawasan (policing costs) minimal • Aspek pencegahan optimum
• LHKPN diupload di internet, dan dapat diakses publik dengan login dan password khusus
• Meningaktkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pejabat negara 45
Optimalisasi LHKPN: Sisi Penerimaan • Kondisi Existing: LHKPN mencatat aset (stock), namun tidak mencatat income/gaji (flow). • Income/gaji akan membantu optimalisasi LHKPN jika digunakan single salary system. • Pencantuman gaji/income dalam LHKPN akan meningkatkan efektivitas LHKPN, dengan syarat, sistem penggajian yang digunakan adalah single salary system. 46
4 Reformasi Birokrasi
NKRI 2515
Optimalisasi LHKPN
Korupsi Struktural
Public Choice Theory: adakah yang memikirkan social welfare function? • Penyerapan Anggaran
• Maksimalisasi utilitas
• Kepentingan Parpol • Kepentingan Pribadi
Birokrat
Politisi
Pemilih (voters)
Interest Group • Kepentingan Kelompok • Redistribusi 48
Aspek Intertemporal vs Spasial Pembangunan Ekonomi Aspek Intertemporal
Aspek Spasial
Myopic
Non-Myopic
Orientasi ke Jawa dan Sumatera (hanya di daerah dengan penduduk padat)
Kondisi saat ini (tidak mendukung persatuan Indonesia dan menyusahkan anakcucu)
Meminimalisasi beban ke anak-cucu meski belum tentu kondusif untuk menjaga persatuan Indonesia
Orientasi ke Indonesia sebagai negara kepulauan yang utuh dan berdaulat
Mendukung persatuan Indonesia meski mungkin membebani anakcucu di masa datang
Kondisi Ideal (sangat mendukung persatuan Indonesia dan tidak menyusahkan anakcucu) 49
Peraturan Pemerintah vs Peran Negara
Peraturan Pemerintah
Banyak
Sedikit
Peran Negara Besar Proporsional
Regulasi Efektif dan Efisien
Kecil Penegakan Hukum Rendah Pemerintahan Malas 50
Mengapa Peran Negara Minim? Indikan Kinerja Bias ke Output (aktivitas) daripada Outcome Sistem insentif aparat negara yang keliru
Pemahaman Demokrasi yang Keliru
Peran Negara Minim
Pemahaman Konsep Kenegaraan yang Rendah
51
Heterogenitas Sistem Insentif Sektor Publik KPK, BI, OJK dan BRR
Kemenkeu dan K/L Reformasi Birokrasi
K/L non Reformasi Birokrasi
Single salary system dengan nilai gaji yang manusiawi (gaji = pendapatan)
Non single salary system namun elemen gaji tidak banyak dan total salary lebih manusiawi
Non single salary system, elemen gaji banyak dan nilai gaji tidak manusiasi
Pendapatan tidak terkait dengan jumlah kegiatan
Campuran (mixed)
Pendapatan meningkat sejalan dengan aktivitas (penyerapan)
Job description ada dan berorientasi ke outcome
Job description sudah ada meski belum tentu berorientasi ke outcome
Job description tidak ada
Non-Pecatable
Non-Pecatable
Non-Pecatable
Dampak: orientasi kerja fokus ke outcome (kinerja)
Dampak: campuran (mixed)
Dampak: orientasi kerja fokus ke output atau upaya menciptakan kegiatan 52
Sistem Penggajian Non-Single Salary • K/L Non Reformasi Birokrasi
•
– Gaji pokok rendah dan tidak manusiawi (a) – Banyak elemen gaji berupa tunjangan (a) – Tambahan income dari pelaksanaan proyek (PMK ttg SBU) (X) – Tambahan income dari perjalanan dinas dan meeting (X)
• Potensi fraud tinggi akibat tambahan income = f(kegiatan) • Take home pay:
– Y = a + bX, dimana a = gaji pokok, X = aktivitas, dan b = kecenderungan fokus ke aktivitas yang menghasilakan tambahan pendapatan
• •
•
K/L Reformasi Birokrasi – Gaji pokok rendah dan tidak manusiawi (a) – Tunjangan fungsional yang memadai (X1 ) dengan kontrak KPI – Tambahan income dari pelaksanaan proyek (PMK ttg SBU) (X2 ) – Tambahan income dari perjalanan dinas dan meeting (X3 ) Potensi fraud lebih rendah daripada K/L non reformasi birokrasi Take home pay: – Y = a + b1X1 + b2X2 + (1-b1-b2)X3, dimana a = gaji pokok, b1 & b2 = kecenderungan fokus ke X1, X2 dan X3. Jika kontrak credible, maka b1>>b2>b3, maka 53 Kinerja RB > Kinerja Non-RB
Sistem Penggajian Single Salary
• Gaji = take home pay = manusiawi • Optimum kinerja dengan threshold contract: – W = f(e), dimana e<e*, W = Rp0, dan (hidup layak) – Biaya perjalanan at cost/reimbursement – Tak ada insentif gaji – Tak ada insentif proyek
• Kontrak dengan KPI jelas dan credible • KPI fokus ke outcome (bukan output). • Praktik Baik: Semua negara maju menggunakan single salary system untuk penggajian PNS
e≥e* W=RpX.
• Idealnya semua pekerja = pecat-able (dapat dipecat) • Semakin tinggi probabilitas dipecat, semakin tinggi produktivitas pekerja. Hal ini perlu diimbangi gaji yang memadai dan manusiawi • Diberbagai negara maju, tidak ada perbedaan sistem insentif antara sektor publik dan sektor swasta. Keduanya menggunakan single salary system dan sistem kontrak yang credible serta memiliki incentive compatibility. 54
Dampak PNS Non-Pecat-Able Entry Sunk Cost
Pasar
Exit Sunk Cost
Bisnis • Sulit dipecat (bisa
Entry Sunk Cost
PNS
masuk, tak bisa keluar) • Riskless prospect • Korupsi = upaya mengembalikan investasi ketika entry 55
Rasionalitas Bisnis • Pelaku bisnis harus menanggung sunk • costs ketika ybs ingin memasuki pasar (mempelajari seluk-beluk bisnis, • mencari informasi yang diperlukan dll) • • Ketika pelaku bisnis akan meninggalkan pasar pun, mereka menanggung sunk costs (closing down sale hingga 70% untuk • meminimasi kerugian) • Sunk costs adalah semua biaya yang perlu dikeluarkan oleh pengusaha untuk memulai atau mengakhiri usaha • dan biaya tersebut tidak dapat dialihkan ke konsumen.
Rasionalitas PNS
Para calon PNS menanggung sunk cost untuk menjadi PNS (usaha untuk tes CPNS, kelengkapan administrasi dll) Ketika seseorang sudah menjadi PNS, terlepas dari kinerja ybs, kemungkinan dipecat hampir mendekati 0 Dampaknya PNS menghadapi riskless prospect. Meski sulit untuk menjadi PNS, namun setelah menjadi PNS ybs tidak pecat-able. PNS pusat hanya bisa dipecat oleh Menteri dan proses ini bisa memakan waktu 3-4 tahun atau lebih (selama itu si PNS tetap menerima gaji) Di negara maju, apapun jenis pekerjaannya, setiap pekerja memiliki probabilitas yang cukup besar untuk dipecat selama ybs tidak memenuhi kinerja tertentu. 56
Sistem Gaji PNS di masa Orba Sistem Gaji PNS Ideal • Gaji rendah dan komponennya terpisah-pisah
– Sulit termonitor total pendapatannya
• Proyek-proyek dipakai sebagai tambahan gaji • Pendapatan tidak bisa dinyatakan dalam satuan jam atau hari • Tidak ada job description • Tidak ada Indikan Kinerja Kunci • Sulit dipecat (tidak ada dasar teori yang melandasi sistem ini) • Rangkap jabatan dimungkinkan
– Gaji tinggi tanpa pemisahan komponennya. • Gaji harus bisa dinyatakan dalam satuan jam atau hari – Proyek-proyek dan kunjungan lapangan TIDAK akan menambah pendapatan PNS (at cost) – Job description jelas dan memperhitungkan beban kerja full time (40 jam seminggu) – Indikan Kinerja Kunci jelas dan bersifat mengikat • Promosi, penurunan pangkat, mutasi dan pemecatan berdasarkan hard evidence – Proses pemecatan cepat dan tidak berbelit-belit – Rangkap jabatan tidak dimungkinkan, kecuali ybs bersedia bekerja 2 x full time (tidak mungkin) 57
Tidak ada yang GAGAH dengan Gaji Rendah
Anecdotal Evidence:
• Gaji PNS rendah menunjukkan pengabdian tinggi kepada negara • PNS akan beraktivitas tinggi karena dipaksa bekerja keras untuk meningkatkan pendapatannya • Gaji PNS rendah sebagai wujud solidaritas terhadap masyarakat miskin
Hard Evidence: • Gaji PNS rendah mendorong PNS korupsi karena kebutuhan (corruption by needs) • PNS terpaksa mencari tambahan penghasilan di luar sehingga kurang fokus terhadap pekerjaan utama • Tidak ada kaitan antara solidaritas rakyat miskin dengan gaji PNS rendah. Justru gaji PNS rendah membuat sulit PNS memikirkan upaya pengentasan kemiskinan • Tidak ada negara maju yang menerapkan gaji PNS rendah. 58
Jenis Korupsi dan Kebutuhan Maslow Corruption by Greed (Memaksa korupsi) Corruption by System (Dipaksa Korupsi)
Self-fulfillment Needs
Psychological Needs
Self Actualisation
Esteem Needs Belongingness and Love Needs
Basic Needs
Safety Needs
Corruption by Need (Terpaksa korupsi)
Physiological Needs 59
Kesalahan KPI APBN untuk K/L • Kesalahan fatal indikan kinerja utama (Key Performance Indicator/KPI) Kementerian/Lembaga (K/L) adalah PENYERAPAN.
– Kalaupun penyerapan K/L mencapai 100%, belum tentu kesejahteraan masyarakat meningkat
• Belum tentu semua program berdampak positif terhadap kesejahteraan • Akibat KPI Penyerapan, potensi fraud sangat besar meski di tahap pengajuan rencana program dalam proses perencanaan penganggaran
• Fakta:
– Kemampuan PENYERAPAN anggaran K/L belum tentu terkait dengan tingkat KESEJAHTERAAN!! – PENYERAPAN = Output, Dampak ke KESEJAHTERAAN = Outcome – Tidak semua program pasti efektif diterapkan di lapangan. KPI Penyerapan mengasumsikan SEMUA PROGRAM pemerintah SELALU efektif. Fakta di lapangan, belum tentu asumsi dasar ini terpenuhi.
• KPI ini tidak pernah berubah sejak jaman ORBA!!!
60
Konflik Sistem Insentif Sektor Publik • Di K/L yang belum melakukan reformasi birokrasi, gaji tidak sama dengan take home pay. • Orientasi: upaya meningkatkan PNS non kegiatan/aktivitas untuk maksimalkan Sistem Insentif Reformasi take home pay KPK, BI Birokrasi • Di KPK, BI dan BRR (alm), gaji sama dengan take home pay. • Orientasi: fokus ke outcome Salah satu sumber ego (kesejahteraan) tanpa memikirkan sektoral/miscoordination/ maksimalkan take home pay karena gaji coordination failure antar tidak terkait dengan aktivitas (output) K/L • Sistem penggajian KPK mendukung maksimalisasi kesejahteraan masyarakat 61
Inefisiensi Sistem Penggajian di K/L • Sistem penggajian di K/L:
Aktivitas x2 KPI
– Tidak rasional dan tidak manusiawi – Gaji tidak sama dengan income – Besaran income berbanding lurus dengan aktivitas – KPI = output = kegiatan = penyerapan
(outputs/kegiatan/pen yerapan) Compensated Activities???
SILPA adalah inefisiensi
E E*
IC 1
Aktivitas x1
• Konsekuensi
– Potensi pembengkakan biaya akibat manipulasi aktivitas = minimum – Sisa anggaran justru merupakan indikasi efisiensi 62
Efisiensi Sistem Penggajian di KPK • Sistem penggajian di KPK:
Aktivitas x2
KPI KPK (outcomes) SILPA adalah efisiensi SILPA
E*
IC 1
Aktivitas x1
– Manusiawi – Besaran gaji tidak dikaitkan dengan aktivitas – Gaji = income (single salary system) – Promosi/degradasi posisi terkait dengan capaian KPI – KPI mencerminkan outcome measures (bukan output)
• Konsekuensi
– Potensi pembengkakan biaya akibat manipulasi aktivitas = minimum – Sisa anggaran justru merupakan indikasi efisiensi 63
Homogenitas Sistem Remunerasi Hanya di Indonesia sektor publik memiliki 3 sistem penggajian yang berbeda Sistem penggajian sektor swasta dan publik berbeda • KPI PNS bukan pada outcome namun pada output (kegiatan)
• • Di negara maju, baik yang kapitalis maupun sosialis, tidak ada perbedaan sistem penggajian antara sektor swasta • dan sektor pemerintah. – Semua pekerja digaji dengan single salary system, setiap pekerja menghadapi probabilitas untuk dipecat (pecatable), – semua jenis pekerjaan job description, KPI berdasarkan outcome measures
– Konsekuensi: PNS selalu mengoptimalkan aktivitas namun tidak memiliki orientasi memaksimalkan social welfare function (outcome measures) 64
Dampak Harmonisasi Sistem Insentif Kemenkeu
KPK, BI, OJK
K/L non Reformasi Birokrasi
Sistem Insentif Rasional & Manusiawi
• Jika semua birokrat digaji manusiawi dengan single salary system: • Mereka fokus pada outcomes (kesejahteraan masyarakat) • Muncul eksternalitas positif akibat high effort • Upaya fraud minimum • Upaya korupsi minimum • Mudah berkoordinasi • APBN akan semkin optimum 65
Dampak Sistem Insentif Fokus Kinerja (outcome vs aktivitas) Tendensi Koordinasi antar K/L (potensi friksi)
Etos Kerja (produktivitas)
Sistem Insentif
Orientasi Kerja (individual goal vs social welfare function)
66
Mari Memikirkan Social Welfare Function • Penyerapan Anggaran
• Kepentingan Parpol • Kepentingan Pribadi
Birokrat
Politisi
Social Welfare Function
• Maksimalisasi utilitas
Pemilih (voters)
Interest Group
• Kepentingan Kelompok • Redistribusi
• Semua elemen masyarakat akan memikirkan social welfare function ketika: • Sistem insentif bersifat rasional, transparan dan manusiawi • Outcome menjadi KPI bagi birokrat • Pendanaan partai politik tidak menjadi permasalahan bagi politisi • Asymmetric Information dapat diminimalisasi 67