Seminar Nasional: Ekonomi Korupsi dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 3 Desember 2014
Korupsi Struktural; Sumber dan Dampaknya Bagi indonesia
Rimawan Pradiptyo Deputi Penelitian P2EB Fakultas Eknomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
1 NKRI 2515
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara
Prinsip Ekonomika
Anomali Hukuman
Anomali Kebijakan Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
Korupsi Struktural • • • •
Korupsi di Indonesia tidak saja bersifat sistemik, namun lebih dari itu korupsi di Indonesia cenderung bersifat struktural Korupsi struktural adalah korupsi yang terjadi akibat sistem yang berlaku di suatu negara cenderung mendorong individu yang tinggal di negara tersebut untuk melakukan korupsi. Dalam korupsi struktural, sistem yang berlaku memberikan insentif lebih tinggi untuk melakukan korupsi daripada insentif untuk mematuhi hukum. Korupsi struktural terjadi akibat: – Perumus kebijakan tidak berorientasi pada optimasi kemakmuran masyarakat (social welfare function) – Perumus kebijakan mengedepankan rasionalitas pribadi (supply side) daripada berusaha memahami rasionalitas subyek yang terkena kebijakan (demand side) – Perumusan kebijakan tidak didasarkan suatu studi mendalam, berdasarkan fakta atau hard evidence, namun lebih dipengaruhi kepentingan politik jangka pendek.
Kecanggihan Korupsi di Indonesia Korupsi oleh anggota masyarakat
Makelar Kasus dan Joki Napi hanya ada di Indonesia
•Pra Pengadilan
Korupsi oleh Polisi
•Pra pengadilan
Makelar Kasus
Teori Korupsi di Ekonomika Kriminalitas
Korupsi oleh Jaksa dan Hakim
Teknologi Baru dalam Korupsi
• Pengadilan
Korupsi di LP
•Pasca Pengadilan
24 Metoda Praktik Makelar Kasus (Kompas, 2010)
Hakim Jaksa Polisi
LP
• Makelar kasus melibatkan polisi, jaksa, hakim, petugas penjara, dll. • Implikasi: – meningkatkan error types I and II dalam pengambilan keputusan – Praktik pungli merebak di lembaga penegak hukum – Meningkatkan ketidakpastian hukum • Meski India bergejolak akibat korupsi, namun makelar kasus BELUM DIKENAL di India
Keterkaitan Korupsi dan Pencucian Uang
6
Sumber Penyebab Makelar Kasus UU Tipikor
UU Lain
Apakah fenomena ini by accident ataukah by designed?
Definisi Korupsi dan Konsep Merugikan Negara
Setiap Orang atau Korporasi
Pasal 2 (Break of Law) - secara melawan hukum; - memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; Pasal 3 (Abuse of Power) - dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri, orang lain atau suatu korporasi; - menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan;
Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Mengapa tidak fokus ke ‘Kerugian Perekonomian?’
Sumber: Dr Haryono Umar (2009) disampaikan pada Seminar ‘Korupsi dan Money Laundering: Tantangan, Prospek dan 8 Dampak terhadap Perekonomian’ Magister Sains dan Doktor , FEB-UGM, 31 Januari 2009
Apa amanah UU Anti Korupsi? Pasal
Nilai Korupsi
Jenis Korupsi
Denda Maksimal
Penjara Maksimal
Pasal 5
Rp 5 jt - ∞
Penyogokan PNS/penyelenggara negara
Rp 50-250 juta
1-5 th
Pasal 6
Rp 5 jt - ∞
Penyogokan Hakim, aparat hukum & saksi ahli
Rp 150-750 juta
3-15th
Pasal 8
Rp 5 jt - ∞
Penggelapan uang oleh PNS
Rp 150 – 750 juta
3-15th
Pasal 12
Rp 5 jt - ∞
Korupsi oleh PNS
Rp 200 jt – Rp 1M
4-20th
Catatan: Jaksa dan hakim belum tentu menuntut/menjatuhkan hukuman pembayaran uang pengganti sebesar jumlah uang yang dikorupsi 9
UN CAC (PBB) • Penyogokan kepada PNS, pegawai negeri asing dan di sektor swasta • Penggelapan di sektor publik dan swasta • Memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan • Penyalahgunaan kekuasaan • Ellicit enrichment • Pencucian hasil korupsi • Penyembunyian hasil korupsi • Mempengaruhi proses pengadilan
UU Anti Korupsi (Indonesia • Penyogokan kepada PNS dan staff pengadilan • Penggelapan di sektor publik • Memperjualbelikan pengaruh/kekuasaan • Penyalahgunaan kekuasaan • Ellicit of enrichment
10
Kompleksitas Korupsi di Indonesia Diatur di UU Tipikor Yudikatif
Lembaga Internasional di Indonesia
Swasta Nasional
Swasta Internasional di Indonesia
Legislatif
Eksekutif
Belum Diatur di UU Tipikor
Korupsi
Non-Profit Organisation
Penjahat Konvensional
Koruptor
• Umumnya berpendidikan rendah dan berasal dari keluarga kurang mampu • Sebagian besar kejahatan akibat dorongan memenuhi kebutuhan hidup • Korban bullying bertendensi sebagai penjahat ketika dewasa(Bowles & Pradiptyo, 2005) • Perilaku kejahatan sensitif terhadap umur (Bowles and Pradiptyo, 2005) • Cenderung mudah terdeteksi
• Umumnya berpendidikan tinggi dan memiliki jabatan • Tindak korupsi cenderung kurang sensitif terhadap umur • Menggunakan metoda yang canggih dan tidak mudah dibuktikan • Menggunaan jabatan untuk menghalangi penyidikan • Pendeteksian cenderung rendah
NKRI 2515
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara
Prinsip Ekonomika
Anomali Hukuman
Anomali Kebijakan Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
2
Biaya Sosial Korupsi • Kejahatan, termasuk korupsi, adalah tindakan yang tidak diinginkan terjadi di masyarakat, mengingat kejahatan/korupsi bertentangan dengan norma masyarakat dan merugikan masyarakat. • Setiap tindak pidana, termasuk korupsi, menimbulkan dampak negatif (biaya sosial) terhadap individu, masyarakat dan pemerintah • Biaya jangka pendek • Biaya jangka panjang • Biaya eksplisit maupun biaya implisit (opportunity costs)
• Setiap upaya penanggulangan dan pencegahan korupsi membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan ditanggung renteng oleh Pemerintah dan Masyarakat • Tujuan penanggulangan dan pencegahan korupsi adalah untuk meminimalisasi biaya sosial yang diakibatkan oleh korupsi.
3 Prinsip Utama Ekonomika 1. Ilmu ekonomi mempelajari bagaimana manusia mengelola dan mengatasi kelangkaan. – Individu selalu menghadapi trade off dalam mengatasi kelangkaan • Tidak ada makan siang gratis (there is no such thing as a free lunch) • Untuk mendapatkan sesuatu kita mengorbankan hal yang lain
2. Selalu ada opportunity cost dalam setiap kegiatan!! • •
3.
Mengapa Bapak/Ibu ingin menjadi jaksa KPK? Apa yang anda tidak dapatkan dengan menjadi jaksa KPK?
Manusia adalah mahkluk rasional yang selalu membandingkan marginal (tambahan) manfaat dan biaya dari suatu kegiatan/aktivitas. • Perilaku manusia sensitif dipengaruhi oleh insentif/disinsentif
Biaya Sosial Korupsi •
Biaya Eksplisit Korupsi
•
•
Biaya Antisipasi Korupsi Biaya Reaksi Terhadap Korupsi Biaya Implisit Korupsi
•
Biaya Eksplisit Korupsi – Nilai uang yang dikorupsi, baik itu dinikmati sendiri maupun bukan (kerugian negara secara eksplisit) Biaya Implisit Korupsi – Biaya oportunita akibat korupsi, termasuk beban cicilan bunga di masa datang yang timbul akibat korupsi di masa lalu Biaya Antisipasi Tindak Korupsi – Biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten – Reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat Biaya Akibat Reaksi Terhadap Korupsi – Biaya peradilan (jaksa, hakim, dll) – Biaya penyidikan (KPK, PPATK, dll) – Policing costs (biaya operasional KPK, PPATK dll) – Biaya proses perampasan aset di luar dan di dalam negeri 16
Contoh : Beban Biaya Dana Rekapitalisasi Perbankan (1998-2000)
• Pengelolaan aset oleh BPPN: • Jatuh tempo pengembalian
hutang dana BLBI adalah tahun Tagihan BLBI: Rp217.53 T 2043. Tagihan BBO dll: Rp194.66 T • Setiap tahun pemerintah harus Aset eks BBO dll: Rp112.02 T membayar angsuran dan bunga pinjaman Aset pemerintah di bank• Beban bunga pinjaman bank rekap : tersebut adalah opportunity Rp103.70 T cost peminjaman hutang luar negeri untuk dana rekapitulasi ________________________ akibat krisis ekonomi 1997/98 – – – –
Total
Rp618.13T
Revenu e Goods and services sold
MARKETS FOR GOODS AND SERVICES •Firms sell •Households buy
Kompleksitas Ekonomi
Goods and services bought
HOUSEHOLDS •Buy and consume goods and services •Own and sell factors of production
FIRMS •Produce and sell goods and services •Hire and use factors of production
Labor, land, and capital
Factors of production
Wages, rent, and profit
Spendin g
MARKETS FOR FACTORS OF PRODUCTION •Households sell •Firms buy
Incom e = Flow of inputs and outputs
• Perekonomian adalah bangunan yang kompleks dan terkait satu sama lain. • Terdapat keterkaitan antara rumah tangga, perusahaan, pasar barang, pasar faktor produksi dan pemerintah • Ganguan pada satu faktor, akan mengganggu perekonomian secara luas. • Korupsi menciptakan inefisiensi alokasi sumberdaya yang merugikan perekonomian secara luas
Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Keterkaitan Ke Depan
Sektor X
Keterkaitan Ke Belakang
• Setiap sektor dalam perekonomian pasti terkait dengan sektor lain • Setiap sektor memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) • Setiap kegiatan ekonomi menciptakan multiplier ekonomi: – Multiplier output – Multiplier pendapatan – Multiplier tenaga kerja
NKRI 2515
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara
Prinsip Ekonomika
Anomali Hukuman
Anomali Kebijakan Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
3
Kompleksitas Peraturan di Indonesia Kompleksitas
Contoh
Ada fenomena tapi tidak ada peraturan
Peraturan di ruang publik (merokok, HP, penggunaan bahasa di TV, dll)
Peraturan dibuat tanpa dasar teori
BBM Subsidi, Optimalisasi APBN oleh Banggar
Ada peraturan tapi tanpa saksi
UU Parpol
Ada peraturan dan sanksi tapi sanksi tidak credible
UU Anti Korupsi, Ketentuan Reboisasi kepada HPH.
Ada peraturan dan sanksi tapi sanksi tidak dapat ditegakkan
SPBU dan Pedagang eceran BBM
Anomali Perumusan kebijakan di indonesia
Tanpa Teori • • • • •
‘Optimalisasi’ APBN Banggar Subsidi BBM Hukuman di UU Antikorupsi UU Parpol Gaji PNS rendah, tanpa jobs description, sulit (tak bisa) dipecat
Ekonomika Neo Klasik • Cukai Rokok • Bea Keluar Kakao • Pajak Buku, Pajak Susu Bayi
Ekonomika Keperilakuan
Dampak Korupsi Tanpa Korupsi Masyarakat Public Money
Korupsi
•Multiplier ekonomi tinggi • Cenderung terjadi di dalam negeri •Menurunkan kesenjangan pendapatan • Multiplier ekonomi relatif kecil • Meningkatkan kesenjangan pendapatan • Misallocation of
Individu
resources
Dampak Korupsi + Pencucian Uang ke Luar Negeri No Money Laundering
Uang Kejahatan
Money Laundering
• Tidak menekan nilai Rupiah • Multiplier ekonomi lebih banyak terjadi di dalam negeri Domestic market/bankyak
Demand for Foreign Currency Increase
Cash Outflow
• Memberikan tekanan terhadap nilai Rupiah • Meningkatkan loanable fund di LN • Multiplier ekonomi lebih dinikmati pihak asing •Dana sulit kembali ke dalam negeri
Rasionalitas Bisnis vs PNS Entry Sunk Cost
Pasar
Exit Sunk Cost
Bisnis • Sulit dipecat (bisa Entry Sunk Cost
PNS
masuk, tak bisa keluar) • Riskless prospect • Korupsi = upaya mengembalikan investasi ketika entry 25
Rasionalitas Bisnis
•
• Pelaku bisnis harus menanggung sunk costs ketika ybs ingin memasuki pasar • (mempelajari seluk-beluk bisnis, mencari informasi yang diperlukan dll) • • Ketika pelaku bisnis akan meninggalkan pasar pun, mereka menanggung sunk costs (closing • down sale hingga 70% untuk meminimasi kerugian) • Sunk costs adalah semua biaya yang • perlu dikeluarkan oleh pengusaha untuk memulai atau mengakhiri usaha dan biaya tersebut tidak dapat dialihkan ke konsumen.
Rasionalitas PNS Para calon PNS menanggung sunk cost untuk menjadi PNS (usaha untuk tes CPNS, kelengkapan administrasi dll) Ketika seseorang sudah menjadi PNS, terlepas dari kinerja ybs, kemungkinan dipecat hampir mendekati 0 Dampaknya PNS menghadapi riskless prospect. Meski sulit untuk menjadi PNS, namun setelah menjadi PNS ybs tidak pecatable. PNS pusat hanya bisa dipecat oleh Menteri dan proses ini bisa memakan waktu 3-4 tahun atau lebih (selama itu si PNS tetap menerima gaji) Di negara maju, apapun jenis pekerjaannya, setiap pekerja memiliki probabilitas yang cukup besar untuk dipecat selama ybs tidak memenuhi kinerja tertentu.
26
Sistem Gaji PNS di masa Orba Sistem Gaji PNS Ideal • Gaji rendah dan komponennya terpisah-pisah – Sulit termonitor total pendapatannya
• Proyek-proyek dipakai sebagai tambahan gaji • Pendapatan tidak bisa dinyatakan dalam satuan jam atau hari • Tidak ada job description • Tidak ada Indikan Kinerja Kunci • Sulit dipecat (tidak ada dasar teori yang melandasi sistem ini) • Rangkap jabatan dimungkinkan
– Gaji tinggi tanpa pemisahan komponennya. • Gaji harus bisa dinyatakan dalam satuan jam atau hari – Proyek-proyek dan kunjungan lapangan TIDAK akan menambah pendapatan PNS (at cost) – Job description jelas dan memperhitungkan beban kerja full time (40 jam seminggu) – Indikan Kinerja Kunci jelas dan bersifat mengikat • Promosi, penurunan pangkat, mutasi dan pemecatan berdasarkan hard evidence – Proses pemecatan cepat dan tidak berbelit-belit – Rangkap jabatan tidak dimungkinkan, kecuali ybs bersedia bekerja 2 x full time (tidak mungkin) 27
Rasionalitas Bisnis vs Keuangan Negara Pemasukan
Pengeluaran Pemasukan dan Pengeluaran via satu pintu
Pemasukan
Penerimaan
Anggaran
• Uang yang sudah dikeluarkan sulit dimasukkan kembali • Uang yang sudah terlanjur masuk, sulit dikembalikan
Pengeluaran 28
Rasionalitas Bisnis vs Rasionalitas Politisi Penerimaan Output
Biaya Input
Semurah mungkin
Semaksimal mungkin
Biaya Politik
Pendapatan dari jabatan
Politisi Sangat Mahal
Tidak Besar 29
Rasionalitas Bisnis vs Rasionalitas Parpol Output
Biaya Input
Sumber Pembiayaan jelas
Minimasi Biaya
Kegiatan Parpol
Sumbangan Parpol
Parpol Tidak Jelas
Cenderung Berbiaya Besar 30
Maksimalisasi Kesejahteraan x2
Kendala Biaya
z2
Fungsi Tujuan
Minimalisasi Biaya/ Resiko
x*
q
z* x1
Contours of objective function
z1
31
Maksimalisasi Anggaran oleh Banggar x2
x** x*
BL 2
BL 1
x1
• Anggota DPR, khususnya Banggar, sering menggunakan konsep ‘optimalisasi anggaran’. • Kenyataannya, bukan optimalisasi anggaran yang dilakukan namun maksimalisasi anggaran • Maksimalisasi anggaran dilakukan dengan cara mengubah-ubah asumsi makro sedemikian rupa agar potensi penerimaan pemerintah meningkat, sehingga spending juga akan meningkat. 32
Subsidi BBM dan Energi yang Membengkak • Konsep ‘optimalisasi’ sering dilupakan jika menyangkut kebijakan ekonomi yang dipolitisasi seperti kasus BBM bersubsidi • Berapapun konsumsi BBM, bagaimanapun gejolak harga minyak dunia, kebutuhan BBM selalu dicukupi dengan harga MURAH (compensated consumption) • Faktor penyebab pembengkakan subsidi:
x2
x**
x*
IC 2 IC 1
x1
– Volatilitas harga ICP; – Volatilias kurs; – Peningkatan konsumsi BBM-bersubsidi akibat peningkatan aktivitas ekonomi; – Pengalihan konsumsi dari BBM-non-subsidi ke BBM bersubsidi akibat perbedaan harga – Adanya pasar gelap dan penyelundupan akibat penerapan dua harga pada satu komoditas; 33
Jenis Perumusan Kebijakan Demand Side (bottom up) Approach
Supply Side (top down) Approach Pembuat Kebijakan
Obyek Kebijakan
Pembuat Kebijakan
Obyek Kebijakan • Didasarkan pada hard evidence perilaku pelaku ekonomi yang menjadi target kebijakan • Pemahaman terhadap rasionalitas pelaku ekonomi sangat penting
Obyek Kebijakan
• Rumusan kebijakan didasarkan pada rasionalitas penyusun kebijakan; • Subyektivitas perumus kebijakan sangat domunan dalam pendekatan ini 34
NKRI 2515
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara Anomali Hukuman
Prinsip Ekonomika
4 Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
Anomali Kebijakan
Database korupsi putusan MA Putusan MA Semua Kasus kejahatan dan perdata
Tersedia di website MA
Kasus Korupsi PDF
1365 kasus, 1842 terdakwa
Database Korupsi Excel
Software statistika
• Database korupsi dibangun secara mandiri berdasarkan pada putusan MA yang diupload di website MA • Database pertama dibangun untuk putusan MA 2001-2009 (549 kasus dan 831 terdakwa) • Update data dilakukan untuk penyempurnaan data putusan MA periode 2001-2012 (1365 kasus dan 1842 terdakwa) • Database ini memungkinkan kita mempelajari cara berfikir koruptor
Database korupsi putusan MA • Jika korupsi adalah ‘extra ordinary crime’ apakah hukuman terhadap koruptor juga ‘extra ordinary’? • Teori Ekonomika: – Hukuman optimal kepada koruptor adalah memiskinkan koruptir dengan merampas semua harta hasil korupsi (Bowles & Garoupa, 2005, Polinsky and Shavell, 2001, 2007)
• Apakah rekomendasi tersebut sudah dilakukan di Indonesia?
• Hukuman finansial = denda + biaya pengganti + perampasan barang bukti (terbatas pada uang) • Biaya pengadilan tidak diperhitungkan karena terlalu kecil (Rp2500-Rp10,000) • Aset yang disita tanpa nilai instriksik tidak diperhitungkan (sulit diestimasi)
Klasifikasi Koruptor Gurem < Rp10 juta
Kecil Rp10 juta- Rp99 juta
Kakap Rp25M atau lebih Koruptor
Besar Rp1 M – Rp 24,99 M
Sedang Rp100 juta – Rp999 Juta
• Koruptor dapat diklasifikasikan sesuai nilai uang yang dikorupsi • Kakap • Besar • Sedang • Kecil • Gurem • Bagaimana penanganan terhadap koruptor? Apakah setiap koruptor mendapatkan perlakuan yang adil disesuaikan dengan kerusakan yang diakibatkannya?
Rata-Rata Hukuman Penjara Skala Korupsi
Gurem Kecil Sedang Besar Kakap Total
Rata-rata tuntutan hukuman penjara oleh Jaksa (bulan) [A]
22.3 21.6 53.2 79.0 115.7 53.8
Rata-rata hukuman penjara oleh MA (bulan) [B]
13.7 15.2 32.8 43.5 58.0 31.7
B:A (%)
61.4% 70.3% 61.6% 55.0% 50.1% 58.8%
Intensitas Hukuman Penjara Kasus Korupsi Tuntutan Skala Rata-rata Nilai Korupsi Jaksa/Nilai Korupsi (Harga Berlaku) korupsi
Gurem
Putusan PN/Nilai Korupsi
Putusan MA/Nilai Korupsi
Rp 4.586.634
1976.09%
1457.55%
1429.30%
Rp 47.538.801
185.07%
99.89%
132.26%
Rp 374.970.157
106.35%
60.90%
71.44%
Besar
Rp4.578.835.330
50.88%
29.42%
34.62%
Kakap
Rp1.088.454.213.082
36.83%
4.53%
9.22%
Kecil
Sedang
Subsidi Rakyat Kepada Para Koruptor Nilai biaya eksplisit korupsi Rp168,19 Triliun, namun total nilai hukuman finansial hanya Rp15,09 Triliun (8,97%) Biaya oportunitas korupsi belum termasuk Biaya antisipasi dan biaya reaksi terhadap korupsi belum termasuk
Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp168,19 T – Rp15,09 T = Rp153,1 T??? Tentu saja para pembayar pajak yang budiman Ibu-ibu pembeli sabun colek dan mie instant Anak-anak yang membeli permen, mahasiswa yang top up pulsa Orang tua yang membelikan anaknya obat dan susu kaleng
Di Indonesia terjadi pemberian SUBSIDI dari RAKYAT KEPADA KORUPTOR, dan hal ini sesuai dengan amanah implisit UU TIPIKOR!!
Contoh Realokasi Rp153,1 triliun Kesehatan (vaksinasi gratis) Pendidikan (pendidikan gratis)
Ketahanan Energi
Realokasi Subsidi Koruptor Ketahanan Pangan
Infrastruktur
Lingkungan hidup (SILIN)
• Diperlukan dana Rp38,4 triliun per tahun untuk menyalurkan BLT Rp100ribu/bulan ke setiap orang miskin di Indonesia (32 juta jiwa) • Saat ini, hanya 5 dari 10 jenis vaksin yang diperlukan anak-anak Indonesia tersedia gratis. Peningkatan anggaran kesehatan 200% = Rp42 triliun • Diperlukan hanya Rp30 triliun/tahun untuk memastikan 500,000 mahasiswa S1-S3 kuliah gratis dengan kualitas pendidikan terbaik. • Diperlukan Rp19.2 triliun untuk meningkatkan produktivitas 2,4 juta HA (10%) hutan di Indonesia dengan teknis SILIN • Masih tersisa Rp37.5 triliun untuk peningkatan infrastruktur di daerah-daerah
NKRI 2515
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara
Prinsip Ekonomika
Anomali Hukuman
5
Anomali Kebijakan Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
Peran Microeconometrics Conviction analysis
Tobit
Kasus Korupsi Reconviction Analysis
Proportional Hazard Model
Probit/Logit
Kasus Korupsi
Multilevel Modeling
44
Evaluasi Putusan Pengadilan
• Becker (1968) deterrence effect (efek jera) akan optimum ditentukan oleh dua faktor: – Detection rate – Intensitas hukuman • Hypothesis: Jenis dan intensitas hukuman = f(social cost of crime) – Hanya biaya eksplisit korupsi yang diperhitungkan • Logistic Regressions: – Probabilitas pengenaan hukuman = f(criminogenic factors, biaya eksplisit korupsi, dll) • TOBIT (Tobin’s Logistic) Regressions: – Intensitas hukuman = f(criminogenic factors, biaya eksplisit korupsi, dll)
LOGIT (Denda) Gender Umur Biaya Ekplisit Korupsi D_Jawa* D_Jabodetabek D_Karyawan_BUMN D_Anggota_DPR D_Swasta D_Korupsi_Kakap D_Korupsi_Besar*** D_Korupsi_Kecil* D_Korupsi_Gurem D_Denda_PN*** D_Banding_PT D_Peninjuan_Kembali
TOBIT (Denda) 0.7496 0.4905 0.3908 0.0842 0.1963 0.0865 0.1479 0.8366 1 0.038 0.098 0.656 0.000 0.103 0.873
Gender Age Explicit Cost D_Jawa D_Jabodetabek D_Karyawan_BUMN D_Anggota_DPR D_Swasta** D_Korupsi_Kakap*** D_Korupsi_Besar*** D_Korupsi_Kecil*** D_Korupsi_Gurem Ln(DC_Denda)*** D_Banding_PT** D_Peninjauan_Kembali
0.400 0.498 0.241 0.289 0.132 0.806 0.523 0.029 0.000 0.004 0.006 0.150 0.000 0.018 0.257
Hukuman Denda • Intensitas Hukuman (ideal) – Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem • Probabilitas Menerima Hukuman (ideal) – Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem • Intensitas Hukuman (di lapangan) – Kakap atau Besar > Sedang = Gurem > Kecil • Probabilitas Menerima Hukuman (di lapangan) – Besar > Kakap = Sedang = Gurem > Kecil
LOGIT (Biaya Pengganti) Gender Umur Biaya Ekplisit Korupsi D_Jawa** D_Jabodetabek** D_Karyawan_BUMN D_Anggota_DPR D_Swasta** D_Korupsi_Kakap** D_Korupsi_Besar D_Korupsi_Kecil D_Korupsi_Gurem D_B_Pengganti_PN*** D_Banding_PT** D_Peninjauan_Kembali
TOBIT (Biaya Pengganti) 0.426 0.539 0.301 0.023 0.014 0.252 0.564 0.047 0.027 0.135 0.161 0.536 0.000 0.033 0.449
Gender Umur Biaya Ekplisit Korupsi D_Jawa D_GreaterJakarta D_Karyawan_BUMN D_Anggota_DPR D_Private Sector D_Korupsi_Kakap*** D_Korupsi_Besar D_Korupsi_Kecil D_Korupsi_Gurem D_B_Pengganti_PN*** D_Banding_PT D_Peninjaun_Kembali**
0.806 0.118 0.927 0.346 0.134 0.916 0.508 0.445 0.000 0.482 0.995 0.903 0.000 0.721 0.035
Hukuman Uang Pengganti • Intensitas Hukuman (ideal) – Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem • Probabilitas Menerima Hukuman (ideal) – Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem • Intensitas Hukuman (di lapangan) – Besar = Sedang = Kecil = Gurem > Kakap • Probabilitas Menerima Hukuman (di lapangan) – Besar = Sedang = Kecil = Gurem > Kakap
NKRI 2515
6
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara
Prinsip Ekonomika
Anomali Hukuman
Anomali Kebijakan Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
Peran Negara Menurut Teori Ekonomi • Dalam konsep teori ekonomi klasik dan neo-klasik sekalipun (madzab liberal), peran negara sangat besar untuk mendukung mekanisme pasar. Peran negara diperlukan di: – Sektor-sektor yang tidak dapat disediakan oleh mekanisme pasar: pengadaan barang publik (legislatif, eksekutif dan yudikatif) – Ketika terjadi eksternalitas negatif sebagai ekses pembangunan/aktivitas ekonomi (polusi udara, polusi air, dll) – Ketika terjadi distorsi pasar akibat adanya asymmetric information, praktik bisnis anti kompetisi, biaya tinggi akibat korupsi, dll. – Mengatur pemanfaatan sumberdaya umum (common resources) yang berpengaruh besar terhadap kesejahteraan umum, misalnya: pengelolaan hutan dan hasilnya, pengelolaan air, pengelolaan barang tambang, dll
Evaluasi Peran Negara di Indonesia Indonesia
Negara Maju Kapitalis
Negara Maju Sosialis
Alokasi tanah cenderung diserahkan kepada pasar
Alokasi tanah dilakukan oleh negara secara ketat
Alokasi tanah dilakukan oleh negara secara ketat
Perencanaan pembangunan berjangka ultra pendek
Perencanaan pembangunan jangka panjang
Perencanaan pembangunan jangka panjang
Pengelolaan sumberdaya umum diserahkan kepada pasar
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Berbagai aspek kehidupan dibebaskan/tidak diatur
Berbagai aspek kehidupan diatur ketat oleh pemerintah
Berbagai aspek kehidupan diatur ketat oleh pemerintah
Supply barang strategis diserahkan mekanisme pasar
Kestabilan supply barangbarang strategis dilakukan oleh pemerintah
Kestabilan supply barangbarang strategis dilakukan oleh pemerintah
52
Evaluasi Peran Negara (lanjutan) Indonesia
Negara Maju Kapitalis
Negara Maju Sosialis
Sistem yang ada mendorong orang melakukan korupsi (korupsi struktural)
Sistem yang ada Sistem yang ada meminimalisasi meminimalisasi potensi korupsi potensi korupsi
Sistem disusun tanpa mengindahkan aspek rasionalitas dan tidak manusiawi
Sistem dibangun dengan menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Sistem dibangun dengan menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Tidak memiliki Single Identity Number (SIN)
Memiliki Single Identity Number
Memiliki Single identity Number
Sebagian besar sektor kesehatan diserahkan ke mekanisme pasar
Sektor kesehatan diatur ketat oleh pemerintah dan penggunaan asuransi intensif
Sektor kesehatan diatur dan dikelola penuh oleh pemerintah 53
Perubahan Struktural pasca reformasi Birokrat Judikatif
Politisi
• Perubahan struktur organisasi tidak diikuti perubahan perilaku dan pola berfikir • Reformasi di Indonesia mirip dengan English Civil War (1642–1651)
Politisi
Judikatif
• Reformasi dan otonomi daerah dimulai pada Birokrat saat yang hampir bersamaan
Gambaran sistem pemerintahan di Indonesia Mesin + Chasis Colt T-120
Body = Alphard
Perbandingan Sektor Strategis Negara Maju
Indonesia pasca Reformasi
Baja & Logam
Energi & Mineral
Pangan
Sektor Strategis Kehutanan
Kehutanan
Energi dan Mineral
Pangan
56
The Phantom of Indonesia Economy •
•
•
Sebagian besar UU di masa Presiden Habibie • bersumber dari LoI: – 77 UU selama 1,5 tahun LoI satu masalah, perilaku DPR dalam menghadapi LoI adalah masalah lain: – Pemecahan organisasi yang sebenarnya satu (Mengapa KPPU dan Lembaga Perlindungan Konsumen dipisah, mengapa KPK dan PPATK dipisah?) • 2001-2005 terjadi perubahan UU, namun ternyata tidak substansial karena tidak banyak berbeda dari UU di masa Presiden Habibie, dan UU tersebut berlaku hingga sekarang dan terakhir ditandai dengan UU OJK.
Di awal era otonomi daerah, setiap UU pemekaran daerah hanya mencakup 1 daerah yang dimekarkan. Lambat laun 1 UU pemekaran berisi beberapa daerah sekaligus. – Biaya gaji pegawai membengkak akibat pemekaran karena dibutuhkan kepala daerah baru, kantor-kantor pemerintah baru (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, BPS, Rumah Sakit, dll) Sebagian besar UU teknis diajukan oleh birokrat. Jika DPR adalah principal dan Birokrat adalah agent, lalu mengapa RUU justru sebagian besar diajukan oleh agent?
Perbandingan Fungsi DPR
Anggaran Legislasi
Pengawasan
Apa ukuran kinerja (outcome measures) untuk fungsi penganggaran bagi DPR?
DPR
Mengapa peran sebagai legislator minimum namun peran yang lain maksimum? 58
Peningkatan Peran DPR 2001: Asumsi makro dibahas di rapat kerja Panitia Anggaran (Panggar)
Tatib DPR (2010-2014) ps 61 & 65 tugas Banggar: 1) bersamaPemerintah tentukan kebijakan fiskal dan prioritas anggaran tiap K/L; 2) bersama pemerintah menetapkan APBN; 3) bersama pemerintah menetapkan asumsi makro
2004 dan 2005: Tsunami Aceh dan Peningkatan ICP konsultasi pemerintah dan DPR intensif
Tatib DPR (20052009) ps. 37: Banggar membahas dan mengajukan usul penyempurnaan RAPBN dengan Pemerintah
• Di Indonesia, Legislatif kurang memiliki informasi dan pengetahuan teknis terkait dengan penyusunan APBN dibandingkan eksekutif (asymmetric information dan asymmetric capacity) • DPR tidak dibantu oleh lembaga dengan kapasitas memadai seperti OCB dan GAO di USA. DPR juga tidak dibantu lembaga independen yang faham tentang APBN • Masalah: • Peran DPR sangat besar dalam penentuan APBN, bahkan berhak menentukan asumsi makro; • Asumsi makro sering menjadi outcome measures untuk evaluasi pemerintah (salah kaprah) 59
Dampak Otonomi Daerah Otonomi Daerah
Orba
• Pemerintah pusat bak seorang jenderal tanpa pasukan (jalur informasi dan kebijakan terputus), sehingga asymmetric information semakin memburuk – Moral hazard merebak – Adverse selection tumbuh
• Terjadi ‘displacement effect’ atau bahkan ‘pemerataan korupsi’ di setiap penjuru wilayah Nusantara pasca otonomi daerah.
7 NKRI 2515
Korupsi di Indonesia
Anomali Peran Negara
Prinsip Ekonomika
Anomali Hukuman
Anomali Kebijakan Evaluasi Hukuman Bagi Koruptor
Public Choice Theory: adakah yang memikirkan social welfare function? • Penyerapan Anggaran
• Maksimalisasi utilitas
• Kepentingan Parpol • Kepentingan Pribadi
Birokrat
Politisi
Pemilih (voters)
Interest Group • Kepentingan Kelompok • Redistribusi 62
Aspek Intertemporal vs Spasial Pembangunan Ekonomi Aspek Intertemporal
Aspek Spasial
Myopic
Non-Myopic
Orientasi ke Jawa dan Sumatera (hanya di daerah dengan penduduk padat)
Kondisi saat ini (tidak mendukung persatuan Indonesia dan menyusahkan anakcucu)
Meminimalisasi beban ke anak-cucu meski belum tentu kondusif untuk menjaga persatuan Indonesia
Orientasi ke Indonesia sebagai negara kepulauan yang utuh dan berdaulat
Mendukung persatuan Indonesia meski mungkin membebani anakcucu di masa datang
Kondisi Ideal (sangat mendukung persatuan Indonesia dan tidak menyusahkan anakcucu) 63
Peraturan Pemerintah vs Peran Negara
Peraturan Pemerintah
Banyak
Sedikit
Peran Negara Besar Proporsional
Regulasi Efektif dan Efisien
Kecil Penegakan Hukum Rendah Pemerintahan Malas 64
Mengapa Peran Negara Minim? Indikan Kinerja Bias ke Output (aktivitas) daripada Outcome Sistem insentif aparat negara yang keliru
Pemahaman Demokrasi yang Keliru
Peran Negara Minim
Pemahaman Konsep Kenegaraan yang Rendah
65
Heterogenitas Sistem Insentif Sektor Publik KPK, BI, OJK dan BRR
Kemenkeu dan K/L Reformasi Birokrasi
K/L non Reformasi Birokrasi
Single salary system dengan nilai gaji yang manusiawi (gaji = pendapatan)
Non single salary system namun elemen gaji tidak banyak dan total salary lebih manusiawi
Non single salary system, elemen gaji banyak dan nilai gaji tidak manusiasi
Pendapatan tidak terkait dengan jumlah kegiatan
Campuran (mixed)
Pendapatan meningkat sejalan dengan aktivitas (penyerapan)
Job description ada dan berorientasi Job description sudah ada meski ke outcome belum tentu berorientasi ke outcome
Job description tidak ada
Non-Pecatable
Non-Pecatable
Non-Pecatable
Dampak: orientasi kerja fokus ke outcome (kinerja)
Dampak: campuran (mixed)
Dampak: orientasi kerja fokus ke output atau upaya menciptakan kegiatan 66
Kesalahan KPI APBN untuk K/L • Kesalahan fatal indikan kinerja utama (Key Performance Indicator/KPI) Kementerian/Lembaga (K/L) adalah PENYERAPAN. • Fakta: – Kemampuan PENYERAPAN anggaran K/L dengan tingkat KESEJAHTERAAN belum tentu terkait!! – PENYERAPAN = Output, Dampak ke KESEJAHTERAAN = Outcome
• KPI ini tidak pernah berubah sejak jaman ORBA!!! 67
Konflik Sistem Insentif Sektor Publik
Sistem Insentif KPK, BI
PNS non Reformasi Birokrasi
• Di K/L yang belum melakukan reformasi birokrasi, gaji tidak sama dengan take home pay. • Orientasi: upaya meningkatkan kegiatan/aktivitas untuk maksimalkan take home pay • Di KPK, BI dan BRR (alm), gaji sama dengan take home pay. • Orientasi: fokus ke outcome (kesejahteraan) tanpa memikirkan maksimalkan take home pay karena gaji tidak terkait dengan aktivitas (output) • Sistem penggajian KPK mendukung maksimalisasi kesejahteraan masyarakat 68
Inefisiensi Sistem Penggajian di K/L Aktivitas x2
• Sistem penggajian di K/L:
KPI (outputs/kegiatan/pen yerapan) Compensated Activities???
SILPA adalah inefisiensi
E E*
– Tidak rasional dan tidak manusiawi – Gaji tidak sama dengan income – Besaran income berbanding lurus dengan aktivitas – KPI = output = kegiatan = penyerapan IC 1
Aktivitas x1
• Konsekuensi – Potensi pembengkakan biaya akibat manipulasi aktivitas = minimum – Sisa anggaran justru merupakan indikasi efisiensi 69
Efisiensi Sistem Penggajian di KPK • Sistem penggajian di KPK:
Aktivitas x2
KPI KPK (outcomes) SILPA adalah efisiensi SILPA
E*
IC 1
Aktivitas x1
– Manusiawi – Besaran gaji tidak dikaitkan dengan aktivitas – Gaji = income (single salary system) – Promosi/degradasi posisi terkait dengan capaian KPI – KPI mencerminkan outcome measures (bukan output)
• Konsekuensi – Potensi pembengkakan biaya akibat manipulasi aktivitas = minimum – Sisa anggaran justru merupakan indikasi efisiensi 70
Homogenitas Sistem Remunerasi • Di negara maju, baik yang • Hanya di Indonesia sektor kapitalis maupun sosialis, tidak publik memiliki 3 sistem ada perbedaan sistem penggajian penggajian yang berbeda antara sektor swasta dan sektor • Sistem penggajian sektor swasta pemerintah. dan publik berbeda – Semua pekerja digaji dengan single salary system, setiap pekerja • KPI PNS bukan pada outcome namun pada output (kegiatan) menghadapi probabilitas untuk dipecat (pecatable), – semua jenis pekerjaan job description, KPI berdasarkan outcome measures
– Konsekuensi: PNS selalu mengoptimalkan aktivitas namun tidak memiliki orientasi memaksimalkan social welfare function (outcome measures) 71
Dampak Sistem Insentif Fokus Kinerja (outcome vs aktivitas)
Tendensi Koordinasi antar K/L (potensi friksi)
Etos Kerja (produktivitas)
Sistem Insentif
Orientasi Kerja (individual goal vs social welfare function)
72
Mari Memikirkan Social Welfare Function • Penyerapan Anggaran
• Kepentingan Parpol • Kepentingan Pribadi
Birokrat
Politisi
Social Welfare Function
Pemilih (voters) • Maksimalisasi utilitas
Interest Group • Kepentingan Kelompok • Redistribusi
• Semua elemen masyarakat akan memikirkan social welfare function ketika: • Sistem insentif bersifat rasional, transparan dan manusiawi • Outcome menjadi KPI bagi birokrat • Pendanaan partai politik tidak menjadi permasalahan bagi politisi • Asymmetric Information dapat diminimalisasi 73
Apa Tujuan Pembentukan NKRI? • Tujuan NKRI sesuai Pembukaan • Memajukan kesejahteraan umum hanyalah 1 diantara 4 tujuan UUD 1945 alenia 4: NKRI 1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah • Kedaulatan dan persatuan RI darah Indonesia serta mencerdaskan kehidupan 2. memajukan kesejahteraan bangsa adalah tujuan NKRI umum, • Ketika suatu negara tetap utuh 3. mencerdaskan kehidupan selama ratusan tahun, berarti bangsa, dan tidak ada insentif dari komponen 4. ikut melaksanakan ketertiban negara tersebut yang ingin dunia yang berdasarkan memisahkan diri kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
– Pemisahan diri terjadi jika ada masalah dengan pemerataan 74 kesejahteraan
Maksimalisasi Kesejahteraan • Persatuan Indonesia dianggap ‘given’ sebagai pre-requisite untuk mencapai maksimalisasi kesejahteraan • Persatuan bukan merupakan tujuan pembangunan!! • Konsekuensi: Fokus pembangunan di daerah dengan jumlah penduduk besar (Jakarta dan Jawa) • Ketimpangan semakin besar antara kota vs desa dan antara Indonesia bagian barat vs bagian timur
75
Minimalisasi Resiko Perpecahan • Tujuan pembangunan: meminimalisasi resiko perpecahan NKRI untuk 500 tahun mendatang • Implikasi: Lakukan berbagai kebijakan agar NKRI tetap utuh untuk 500 tahun mendatang • Konsekuensi: orientasi dan fokus pembangunan dimulai dari wilayah Indonesia terluar • Pemerataan kesejahteraan menjadi pre-requisite persatuan!! • Menciptakan incentive compatiblity untuk menjadi bagian dari NKRI!! 76