REVIEW PEMILU 2014 MENYONGSONG PEMILU 2019 DITINJAU DARI ASPEK PENEGAKAN HUKUM PEMILU Febry Chrisdanty1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Kota Malang
Abstraksi : Pemilihan Umum di Indonesia yang sebelumnya ada beberapa macam yaitu pemilu kepala daerah, pemilu legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden, saat ini yang disebut sebagai pemilu hanyalah pemilu legislatif dan pemilu Presiden dan wakil Presiden saja, sedangkan untuk kepala daerah disebut hanya pemilihan kepala daerah saja. Dimana ada aturan disana pasti ada upaya pelanggaran yang dilakukan, oleh karena itu selalu dibutuhkan penyempurnaan regulasi, dan aparat penegak hukum yang mampu memastikan penindakan terhadap pelanggaranpelanggaran yang dilakukan dalam pemilu sebagai upaya untuk melakukan penegakan hukum pemilu. Pemilu akan selalu menarik untuk dikaji, diantaranya keterkaitan antara aturan, penyelenggara, peserta dan masyarakat yang sangat menentukan keberhasilan suatu proses pemilu. Aturan yang baik tanpa penegak hukum yang kompeten maka akan sulit direalisasikan di lapangan, aturan yang baik, penegak hukum yang baik juga tetap akan kurang maksimal jika masyarakat tetap tidak perduli dengan aturan yang ada. Sehingga keterkaitan antara ketiganya tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lainnya. Pemilu tidak hanya diikuti oleh satu dua orang melainkan banyak orang. Banyaknya pihak yang ikut dalam pemilu ini sangat memungkinkan terjadinya banyak pelanggaran terhadap regulasi pemilu. Termasuk pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden terakhir yang dilaksanakan tahun 2014 lalu, ada banyak pelanggaran yang dilakukan oleh peserta pemilu, meskipun sosialisasi terhadap regulasi pemilu telah dilakukan oleh penyelenggara pemilu baik oleh KPU maupun Bawaslu. Tidak saja sosialisai, Bawaslu dan jajarannya juga melakukan pencegahan terhadap segala bentuk upaya untuk melakukan pelanggaran. Sosialisasi dan pencegahan tetap belum dapat meminimalkan dengan signifikan dari jumlah pelanggaran yang ada, karena pada kenyataannya pelanggaran tetap ada dan jumlahnya tidak sedikit, khususnya untuk tahapan kampanye. Oleh karena itu review pelaksanaan pemilu legislatif 2014 diharapkan dapat memberikan pencerahan untuk melakukan penyempurnaan baik dari sisi aturan, penyelenggara, maupun pesertanya. Kata Kunci : Pemilu, aturan, pelanggaran, penegakan hukum
1
Alamat Korespondensi :
[email protected]
44 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
A. Pendahuluan Tidak ada negara demokratis di era
yang aktif dalam pelaksanaan pemilu di la-
modern dewasa ini yang tidak menyeleng-
pangan yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU)
garakan pemilihan umum dalam mekanisme
dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Di-
ketatanegaraannya. Dalam negara demokrasi
mana KPU adalah penyelenggara teknis yang
pemilu merupakan mekanisme memperbarui
berfungsi sebagai pihak yang mempersiapkan
perjanjian sosial warga negara dan pemben-
segala keperluan untuk terlaksananya pemilu,
tukan kelembagaan demokrasi.
2
se-dangkan Bawaslu merupakan penyeleng-
Pemilihan Umum merupakan sarana
gara pemilu yang lebih berfungsi sebagai
bagi rakyat untuk dapat ikut serta secara lang-
pihak yang berfungsi untuk mengawasi dan
sung memilih dan menentukan pemimpin yang
menerima laporan dari berbagai jenis pe-
dipercaya untuk mengaspirasikan suara rakyat.
langgaran yang dilakukan dalam pelaksanaan
Oleh karena itu pelaksanaan pemilihan umum
tahapan pemilu.
tidak akan pernah lepas dari yang namanya pe-
Sudah menjadi tugas dari KPU dan
nyempurnaan. Beberapa pemilu telah dilaksa-
Bawaslu untuk melakukan berbagai macam
nakan di Indonesia, namun pembelajaran ter-
sosialisasi terkait dengan pelaksanaan pemilu,
hadap cara berdemokrasi ini tetap menjadi hal
sehingga masyarakat memiliki gambaran, dan
yang selalu dikedepankan untuk dapat berjalan
pembelajaran mengenai pelaksanaan pemilu
dan berkembang menuju titik dimana demo-
yang demokratis. Berbekal berbagai peraturan
krasi yang berjalan dianggap sudah berinte-
yang ada, KPU dan Bawaslu juga berfungsi
gritas secara utuh.
untuk melakukan penegakan terhadap pelang-
Berbicara mengenai pemilihan u-mum
garan aturan-aturan pemilu. Tidak berjalan
pasti juga akan berbicara mengenai penye-
sendiri, selain KPU dan Bawaslu, juga ada
lenggara pemilu, karena penyelenggara pemilu
lembaga lain yang terlibat dalam proses pene-
disini dibentuk untuk menjadi pihak yang
gakan hukum pemilu yaitu Kepolisian, Kejak-
bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu.
saan dan lembaga pengadilan.
Mempersiapkan, mengatur dan menertibkan
Proses penegakan hukum pemilu harus
pelaksanaan pemilu. Penyelenggara pemilu
didukung dengan regulasi yang mengatur secara jelas dan tidak ambigu. Selain itu juga
2
Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, hlm. 22.
personil dari aparat penegak hukum pemilu
44 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
juga harus memiliki visi dan misi yang sama
baga penyelenggara pemilu ini adalah
yaitu menegakkan aturan hukum pemilu. Ti-
sama dan sejajar. oleh karena itu pula
dak hanya itu saja, personil penegak hukum
memerlukan pemahaman yang sama dan
pemilu yang berasal dari beberapa lembaga
matang terhadap tugas dan wewenang
negara juga harus memiliki kesamaan penge-
mereka masing-masing yaitu semata-ma-
tahuan, dan pemahaman terhadap isi dari regu-
ta demi terlaksananya pemilihan umum
lasi pemilu sendiri. Namun saat ini ternyata
yang luber dan jurdil.
masih banyak ketidaksepahaman pemahaman
Oleh karena itu dalam hal ini
mengenai masing-masing tupoksi dari antar
mereka tidak hanya dituntut memahami
anggota personil penegak hukum pemilu sen-
posisi dan fungsi masing-masing, tetapi
diri. Hal ini lah yang menjadi salah satu peng-
juga harus menyadari posisi dan fungsi
hambat terhadap jalannya proses penegakan
lembaga yang lain. Sehingga persaingan
hukum pemilu, termasuk juga pemilu 2014
bisa berubah menjadi bentuk kerjasama
yang lalu.
yang saling mendukung satu dengan
Penyelenggaraan Pemilu yang bersifat
yang lain.
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
Masalah penegakan hukum pemilu
merupakan tujuan pemilu yang diharapkan se-
tidak berhenti sampai disini, ada bebe -
makin hari dapat terlaksana dengan maksimal.
rapa lembaga peradilan yang dianggap
Tidak saja sinergisitas antara lembaga negara
memiliki wewenang untuk menyelesai -
(Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan, Lembaga
kan pelanggaran aturan hukum pemilu,
Peradilan) yang berfungsi untuk menegakkan
juga menjadi masalah, dimana seringkali
hukum pemilu saja, di lapangan juga masih
putusan yang diberikan berbeda, sebagai
sering terjadi gesekkan antar lembaga
salah satu contoh terhadap pembatalan
penyelenggara pemilu sendiri, dimana
salah satu calon anggota legislatif Kota
seringkali mereka saling menonjolkan
Malang pemilu 2014 yang dilakukan
dirinya sendiri, beranggapan menjadi pi -
oleh KPU diputuskan tidak sah, karena
hak yang lebih tinggi daripada yang lain
dianggap calon legislatif tersebut tidak
demi untuk menunjukkan kinerja ter -
melakukan
baik. Padahal secara yuridis sudah cu-
PTUN Surabaya, yang jelas bertentang-
kup jelas bahwa kedudukan antara lem-
an dengan putusan dari Pengadilan Ne-
pelanggaran
pemilu
Oleh
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 45
geri Kota Malang yang sudah diputus-
sehingga masyarakat tidak saja mengkritisi na-
kan sebelumnya, dengan isi putusan
mun juga ikut berperan dalam proses pene-
yang bersangkutan terbukti telah mela -
gakan hukum pemilu. Berdasarkan uraian dia-
kukan pelanggaran pemilu. Hal -hal se-
tas, ada beberapa pokok masalah yang akan
perti inilah yang akhirnya membuat ke -
diangkat yaitu mengenai : bagaimana pene-
pastian hukum dari penegakan hukum
gakkan hukum Pemilu 2014?; apa sajakah
pemilu dipertanyakan, apakah regulasi -
kelemahan Penegakan Hukum Pemilu 2014;
nya yang tidak jelas? ataukah sumber
dan bagaimana konsep penyempurnaan Pene-
daya manusianya yang tidak faham atas
gakan Hukum untuk Pemilu 2019?.
isi dari regulasi pemilu?. Berdasarkan putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 maka pemilu serentak
B. Pembahasan 1. Penegakan hukum Pemilu 2014
merupakan bagian dari produk hukum di
Mengacu pendapat Friedman bahwa
Indonesia yang akan diberlakukan mulai
sistem hukum terdiri dari substansi hukum
tahun 2019 hingga seterusnya selama
(legal substance), struktur hukum (legal
ketentuan
meng-
structure) dan budaya hukum (legal cul-
hendaki. Menurut Ali Safa’at dkk sei -
ture). Penegakan hukum menurut Soerjono
ring diberlakukan pemilu serentak di
Soekanto adalah kegiatan menyerasikan hu-
Indonesia maka terdapat beberapa anali -
bungan nilai-nilai yang terjabarkan di da-
sis berkaitan dengan pelaksanaannya ke-
lam kaidah-kaidah yang mantap dan me-
depan. Yang paling krusial adalah pe-
ngejawantah dan sikap tindak sebagai rang-
milu serentak akan memberikan dampak
kaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
pada administrasi yang lebih rumit. 3
menciptakan, memelihara, dan memperta-
perundang-undangan
Oleh karena itu terkait dengan
hankan kedamaian pergaulan hidup.4 Se-
proses penegakan hukum pemilu Pe-
mentara itu Satjipto Rahardjo menyatakan
ngawasan dari masyarakat juga dibutuhkan
penegakan hukum bahwa hukum harus se-
dalam pelaksanaan penegakan hukum pemilu
cara nyata atau konkrit dilaksanakan dalam
3
Ali Safaat, dkk, Transformasi Model Pemilu Serentak Di Indonesia Tahun 2019Pasca Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
4
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 5
46 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
kehidupan masyarakat sehari-hari.5 Faktor-
pidana pemilu, pelanggaran administrasi pemi-
faktor yang dapat mempengaruhi adalah
lu, dan pelanggaran kode etik pemilu.
faktor substansi hukum, struktur penegak
Menurut Pasal 260 Undang-undang
hukum, sarana-fasilitas pendukung, masya-
No. 8 tahun 2012 definisi tentang tindak pi-
rakat dan kebudayaan.6
dana pemilu adalah tindak pidana pelang-
Dalam konteks hukum pemilu faktor
garan dan/atau kejahatan terhadap keten-tuan
substansi berupa peraturan perundang-un-
tindak pidana pemilu sebagaimana diatur da-
dangan pemilu. Pada pemilu 2014 pera-
lam UU ini. Sementara itu dalam pasal 253
turan perundangan yang digunakan adalah:
Undang-undang No. 8 tahun 2012, pelang-
1. Undang-undang Nomor 15 tahun
garan Administrasi Pemilu adalah pelanggaran
2011 tentang Penyelenggara Pemi-
yang meliputi tata cara prosedur, dan mekanis-
lu
me yang berkaitan dengan administrasi pelak-
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun
sanaan pemilu dalam setiap tahapan penye-
2012 tentang Pemilihan Umum
lenggaraan pemilu diluar tindak pidan pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD
dan pelanggaran kode etik penyelenggara pe-
3. Undang-undang Nomor 42 Tahun
milu. Sedangkan pengertian pelanggaran kode
2008 tentang Pemilihan Presiden
etik dirumuskan dalam pasal 251 Undang-un-
dan Wakil Presiden.
dang No. 8 tahun 2012 sebagai pelanggaran
Selain undang-undang tersebut diatas juga
terhadap etika penyelenggara pemilu yang ber-
terdapat peraturan yang dikeluarkan oleh Pe-
pedomankan sumpah dan/ atau janji sebelum
nyelenggara Pemilu baik peraturan Komisi
menjalankan tugas sebagai penyelenggara
Pemilihan Umum maupun peraturan Badan
pemilu.
Pengawas Pemilu. Berkaitan dengan penegakan hukum
1.1 Analisis Susbtansi Hukum
pemilu dalam peraturan perundang-undangan
Penanganan dan penyelesaian tin-dak
pemilu membagi beberapa jenis pelanggaran
pidana pemilu DPR, DPD dan DPRD secara
pemilihan umum, yaitu menjadi : pelanggaran
formil dilakukan melalui peradilan umum. Hukum acara yang digunakan berdasarkan pada
5
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hlm. 181 66 Soerjono Soekanto, Op.Cit. Hlm 8.
Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, ke-
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 47
cuali ditentukan lain dalam undang-undang
alat bukti, pengkaji-
No. 8 tahun 2012. Sehingga yang berlaku ada-
an, dan keputusan
lah asas Lex Spesialis Derogat Lex Generalis,
untuk ditindak lan-
bahwa ketentuan yang bersifat khusus menge-
juti atau tidak di Pe-
sampingkan ketentuan yang bersifat umum.
ngawas pemilu
Kedudukan undang-undang No. 8 tahun 2012
3
Proses di Kepolisian
14 hari
secara formil merupakan ketentuan khusus
4
Proses di Kejaksaan
5 hari
(Lex Spesialis) sehingga ketentuannya harus
5
Pemeriksaan sampai 7 hari
didahulukan dari pada ketentuan dalam KU-
putusan di Pengadi-
HAP.
lan Negeri Salah satu ketentuan khusus dalam
6
Permohonan
Ban- 3 hari
tindak pidana pemilu adalah ketentuan tentang
ding melalui Penga-
tenggang waktu penyelesaian penanganan tin-
dilan Negeri
dak pidana. Dalam Undang-undang No. 8 ta-
7
Pelimpahan ke Pe- 3 hari
hun 2012 ketentuan tentang tenggang waktu tersebut lebih singkat dibanding penyelesaian
ngadilan Tinggi 8
Proses pemeriksaan 7 hari
tindak pidana umum menurut KUHAP, yaitu
sampai putusan ban-
membutuhkan tenggang waktu paling lama 51
ding di Pengadilan
hari untuk menangani dan menyelesaikan tin-
Tinggi
dak pidana pemilu sampai putusan berkeku-
Total
atan hukum tetap di tingkat banding di Penga-
pelangaran pidana pemilu
dilan Tinggi.
waktu
penanganan 51 hari
Sumber : UU No. 8 Tahun 2012
Rincian tenggang waktu penye-lesaian penanganan tindak pidana pemilu adalah sebagai berikut:
waktu yang diberikan oleh Undang-undang
No
Proses
1
Masuknya
2
Jika dilihat dari tabel diatas, tenggang
Waktu Temuan 7 hari
kepada penegak hukum pemilu untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran pida-
atau Laporan ke Pe-
na pemilu relatif cukup singkat, sehingga da-
ngawas Pemilu
lam hal proses penegakan hukumnya apabila
Proses pengumpulan 5 hari
melewati batas waktu yang telah ditentukan,
48 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
akan batal demi hukum. Dalam pelaksanaannya hal ini menjadi salah satu titik lemah dari penegakan hukum pemilu, karena dapat dengan mudah dimanfaatkan untuk tidak melanjutkan proses penindakan. Salah satu tahapam krusial dalam penyelenggaraan pemilu adalah tahapan kampanye. Secara substansi hukum terdapat beberapa problematika dalam perumusan redak-
“Setiap pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
sional pasal yang mengatur tentang larangan dalam kampanye menurut UU Nomor 8 tahun 2012. Terdapat kompleksitas dalam penerapan pasal-pasal yang mengatur tentang kampanye pemilihan umum yang harus mendapat pencermatan. Uraian dibawah ini merupakan analisis terhadap penormaan aturan kampanye dalam undang-undang yang menimbulkan kompleksitas dalam penerapannya ketika dihubungkan dengan peristiwa hokum konkrit sebagaimana yang terjadi pada penegakan hukum pemilu yang terjadi di wilayah hukum Kota Malang. Norma pelarangan kampanye di tempat pendidikan telah secara jelas diatur pada pasal 86 ayat (1) huruf (h), bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Sementara ketentuan pidananya jelas dicantumkan pada pasal 299 UU Nomor 8 tahun 2012:
Berdasarkan pasal 299 tersebut jelas bahwa ketentuan pasal 86 ayat (1) huruf (h) jelas memiliki konsekuensi pidana jika dilakukan pelanggaran. Namun terdapat pasal 86 ayat (4) yang dapat membuka penafsiran yang berbeda. Pasal 86 ayat (4) memiliki penegasan: pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana pemilu. Secara teori ada kalanya suatu peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undangundang, tetapi kebalikan dari suatu peristiwa diatur oleh undang-undang. Cara menemukan hukumnya ialah dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu maka peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan untuk peristiwa diluarnya berlaku kebalikannya. Penafsiran tersebut dikenal dengan
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 49
metode a contrario, ialah suatu cara penaf-
penalaran hukum (reasoning, redenering, dan
siran atau penjelasan undang-undang yang
argumentation). Namun analogi dan a con-
didasarkan pada pengertian sebaliknya dari
trario bukan merupakan argumentasi untuk
peristiwa yang diatur dalam undang-undang.
membenarkan rumusan peraturan tertentu,
Dalam konteks peraturan pada pasal 86 ayat (4) maka sebagian kalangan ber-pendapat
tetapi untuk mengisi kekosongan atau ketidaklengkapan undang-undang7.
bahwa secara a contrario dapat dimaknai bah-
Oleh karena pada pasal 299 UU No-
wa selain rumusan perbuatan kampanye yang
mor 8 Tahun 2012 telah secara eksplisit dise-
disebut dalam pasal 86 ayat (1) huruf c, huruf
butkan bahwa ketentuan pasal 86 ayat (1) hu-
f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2)
ruf h adalah norma larangan yang ditentukan
adalah bukan merupakan tindak pidana, ter-
sebagai pelanggaran pidana maka pandangan
masuk menggunakan fasilitas pemerintah,
yang didasarkan pada metode argumentum a
tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Hal
contrario tidak dapat diterima dan dikalahkan
tersebut karena menurut pasal 86 ayat (4) yang
dengan norma hukum yang telah mengaturnya
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pi-
sebagaimana dirumuskan pada pasal 299 UU
dana hanyalah ketentuan pada pasal 86 ayat
Nomor 8 Tahun 2012. Namun demikian tentu
(1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, huruf j,
lebih elok sekiranya pembentuk undang-un-
dan pasal 86 ayat (2) saja.
dang juga harus lebih hati-hati dalam meru-
Penggunaan metode argumentum a
muskan norma sehingga suatu peraturan pe-
contrario tersebut tentu akan bertentangan
rundang-undangan lebih sinkron sehingga ti-
dengan ketentuan pasal 299 UU Nomor 8 Ta-
dak mengakibatkan multi interpretasi.
hun 2012 yang jelas secara eksplisit menyebut
Catatan dari Perludem, terdapat bebe-
pasal 86 ayat (1) huruf h adalah tindakan yang
rapa kelemahan substansi peraturan perun-
dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana
dang-undangan atau Pengaturan Materi Hu-
pemilu yang disertai ancaman hukuman juga.
kum Kepemiluan yang menyebabkan terham-
Bagaimana kemudian mendudukkan bahwa
batnya proses penegakan hukum yaitu dian-
seolah telah terjadi konflik hukum? Menurut
taranya :
Soedikno, seringkali analogi dan a contrario
a. Difinisi kampanye yang multitafsir
dikategorikan
dalam
metode
interpretasi.
Analogi dan a contrario merupakan bentuk
7
Sudikno Mertokusumo, , Mengenal Hukum, 2009, hlm. 71.
50 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
Pasal 1 angka 29 UU 8 Tahun 2012
perbedaan persepsi pemahanan peraturan
menyebutkan bahwa kampanye pemilu
perundang-undangan antara kepolisian de-
adalah “kegiatan peserta pemilu untuk me-
ngan jajaran pengawas pemilu.
yakinkan para pemilih dengan menawar-
b. Pasal salah rujuk untuk sanksi politik uang
kan visi, misi, dan program peserta pemi-
Terkait sanksi pelangaran rumusan
lu”. Pemahaman para penegak hokum khu-
dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 juga
susnya Kepolisian, kampanye dipahami se-
keliru membangun konstruksi pasal-pasal
cara kumulatif: mulai dari visi, misi, dan
yang saling merujuk, sehingga potensil
program haruslah secara jelas disampai-
memunculkan penafsiran yang menggang-
kan, baik itu di media cetak, media tele-
gu aspek kepasian hukum. Sebagai contoh
visi, radio, dan lainnya. Oleh karena itu
adalah rumusan pasal 90 UU No. 8 Tahun
dalam hal satu unsure saja tidak terpenuhi
2012 yang berbunyi:
maka suatu kegiatan yang dilakukan peserta kampanye tidak dapat dikatakan kampanye. Selain itu, visi, misi dan program yang disampaikan dalam kampanye haruslah sama dengan apa yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Misalnya ada partai politik yan menyampaikan visi, misi ataupun program di media cetak/elektronik di luar jadwal kampanye, namun apa yang disampaikan tersebut tidak sama dengan visi, misi dan program yang didaftarkanke KPU, maka itu tidak ter-masuk kampanye pemilu. Maka implikasinya tidak dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana pemilu. Dalam pemahaman yang lebih progresif tentu pemahaman seperti itu sulit diterima. Namun demikianlah adanya tidak jarang terdapat
“Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan berupa: a. pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota dari daftar calon tetap; atau b. pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.” Pasal yang dirujuk pasal 90 adalah pasal 88, yang berbunyi : “Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pe-
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 51
langgaran larangan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2) oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. Pasal 88 lebih lanjut juga merujuk pada pasal 86 ayat (1) dan (2).”
Substansi UU No. 8 Tahun 2012 juga memiliki titik lemah dalam merumuskan soal subjek yang disebutkan sebagai pihak yang dapat dikenai sanksi ketika melakukan perbuatan plitik uang. Pengaturan subjek sangat beragam, misalnya:
Pasal 86 yang mengatur larangan kampanye, pada ayat (1) menye-
Semestinya pasal 90 langsung merujuk
bukan bahwa subjek yang dapat di-
pada pasal 89 yang lebih tegas mengatur
kenai sanksi adalah: pelaksana, pe-
terkait adanya peserta, pelaksana kampa-
serta, dan petugas kampanye pemi-
nye pemilu yang menjanjikan uang atau
lu.
barang untuk mempengaruhi hak pilihnya,
tugas kampanye, hanya pelaksana
yang berbunyi : “Dalam hal terbukti pelaksana Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung untuk: a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupa ten/kota tertentu; atau e. memilih calon anggota DPD tertentu, dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Pasal 88, subjeknya tidak ada pe-
dan peserta kampanye pemilu saja.
Pasal 89, subjeknya hanya menyebut pelaksana kampanye pemilu saja.
Pasal 90, subjeknya adalah pelaksana kampanye pemilu yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk dapat dikenai sanksi pencoretan sebagai calon, dan pembatalan untuk dilantik.
Semestinya undang-undang konsisten menyebut bahwa setiap pelaksana kampanye, peserta kampanye, petugas kampanye, ser-
c. Identifikasi pelaku politik uang yang sering tidak konsisten
ta calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan PRD kabupaten/Kota dapat
52 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
dijerat denga sanksi seba-gaimana diatur
Namun catatan dalam prakteknya hal
dalam pasal 90. Kelemahan mendasar dari
tersebut diatas tidak semudah seperti apa yang
rumusan tersebut memberi konfirmasi bah-
dijabarkan, penegakan hukum terhadap pe-
wa sebenarnya UU memang tidak berniat
langgaran administrasi pemilu dirasa masih
member pengaturan yang tegas agar dapat
sangat lemah karena sanksi yang dirumuskan
menjerat pelaku tindak pidana politik
oleh Undang-undang tidak cukup memberikan
uang. Penegak hukum cenderung berpikir
efek jera kepada pelaku pelanggaran sehingga
positivis bahwa jika pelaku tindak pidana
sangat dimungkinkan pelanggaran tersebut
politik uang tidak termasuk dalam tim suk-
terjadi berulang-ulang baik oleh pelaku yang
ses dan pelaksana kampanye yang notabe-
sama ataupun lainnya.
ne didaftarkan di KPU maka yang ber-
Selain itu di lapangan sering terjadi ge-
sangkutan tidak bisa dijerat pidana pemilu.
sekkan antara sesama penyelenggara pemilu, dimana kendala tersebut tidak lain adalah
1.2 Substansi Pengaturan Hukum Admi-
KPU tidak cukup taat dalam menjalankan re-
nistrasi Pemilu
komendasi pengawas pemilu untuk segera
Suatu peristiwa dianggap masuk se-
memberikan sanksi kepada peserta pemilu
bagai kategori dugaan Pelanggaran adminis-
yang melakukan pelanggaran administrasi.
trasi pemilu yaitu berasal dari hasil penga-
Termasuk juga sanksi awal telah dijatuhkan
wasan pengawas pemilu dan jajarannya di
berupa memberikan surat rekomendasi pelang-
lapang, yang menilai bahwa peristiwa tersebut
garan administrasi tersebut kepada stake hol-
telah melanggar ketentuan yang diatur dalam
ders (Satuan Polisi Pamong Praja) untuk se-
peraturan perundang-undangan yang setelah
gera mencabut alat peraga yang melanggar,
dikaji oleh pengawas pemilu memenuhi unsur-
hal ini tidak terlaksana dengan sempurna ka-
unsur pelanggaran administrasi. Setelah diten-
rena tidak ada eksekusi langsung di lapangan
tukan oleh pengawas pemilu sebagai pelang-
dari KPU. KPU hanya mengirimkan surat saja
garan administrasi, pengawas pemilu membe-
dan tidak ada tindakan yang memastikan ter-
rikan rekomendasi kepada KPU untuk segera
laksananya sanksi tersebut. Sehingga kembali
melakukan penindakan dengan cara mem-
lagi pengawas pemilu yang harus turun ke
berikan sanksi terhadap pelanggaran tersebut.
lapangan untuk memastikan pembersihan terhadap alat peraga yang melanggar tersebut.
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 53
Bahkan sering kali karena keterbatasan tenaga
terpadu atau gakkumdu yang terdiri dari: Pe-
dari satpol PP sebagai petugas yang bertugas
ngawas Pemilu, Kepolisian, dan Kejaksaan.
untuk menertibkan alat peraga, dibantu oleh
Filosofi terbentuknya Sentra Penegakan Hu-
personil pengawas pemilu untuk menertibkan
kum Terpadu adalah untuk merumuskan suatu
alat peraga yang melanggar. Padahal jika se-
proses penyelidikan, penyidikan, dan penun-
suai undang-undang pengawas pemilu hanya
tutan yang terintegrasi. Setiap laporan/temuan
berwenang untuk memberikan rekomendasi
yang diproses di pengawas pemilu sejak awal
saja bukan termasuk untuk turun ke lapangan
sudah dikomunikasikan untuk mendapat ma-
mengeksekusi secara langsung.
sukan dari penyidik kepolisian. Namun demikian proses itu sering tidak berlangsung
1.3 Analisis Struktur Penegak Hukum Lembaga-lembaga
penegak
secara efektif. Muncul ego kelembagaan ma-
hukum
sing-masing karena kepolisian cenderung me-
yang memiliki kewenangan dalam proses pe-
nginginkan setiap laporan/temuan yang dite-
negakan hukum pemilu
yaitu: peradilan
ruskan kepada kepolisian telah disertai alat
umum, kepolisian negara Republik Indonesia,
bukti yang lengkap. Posisi kelembagaan peng-
Kejaksaan, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Ne-
awas sendiri tidak memiliki kekuatan hukum
gara, Mahkamah Konstitusi.
untuk memaksa terlapor untuk memenuhi
Penegakan hukum pidana pemilu be-
panggilan pemeriksaan klarifikasi, sehingga
rada dalam satu sistem penegakan hukum
tuntutan untuk memberikan alat bukti yang
pidana (Criminal Justice System), yang terdiri
lengkap cukup sulit dipenuhi oleh pihak peng-
dari Pengawas Pemilu, Kepolisian, Kejaksaan
awas pemilu, belum lagi jangka waktu yang
dan lembaga Pengadilan. Aparat penegak hu-
diberikan untuk melakukan pengumpulan alat
kum melalui lembaganya pada dasarnya me-
bukti dan pengkajian terhadap dugaan pelang-
rupakan pihak-pihak yang diberi mandat oleh
garan cukup sempit.
peraturan perundang-undangan untuk menang-
Dalam praktek sering Sentra Penega-
ani dan menyelesaikan permasalahan-perma-
kan Hukum terpadu justru menjadi forum un-
salahan hukum.
tuk mengkondisikan suatu tindak pidana agar
Kelembagaan penegakan hukum pida-
tidak ditindaklanjuti pada tahapan berikutnya.
na pemilu oleh Undang-undang 8 Tahun 2012
Pengawas Pemilu, penyidik kepolisian, dan
diintegrasikan dalam sistem penegakan hukum
penuntut umum sering memiliki persepsi pe-
54 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
mahaman yang berbeda terkait posisi kasus
dibutuhkan dalam praktek penegakan hukum
dugaan tindak pidana pemilu.
pemilu adalah kemauan, dan keberanian ma-
Sentra gakummdu merupakan sarana untuk melakukan pengkajian
mengenai du-
syarakat untuk ikut mengawasi dan melaporkan suatu pelanggaran.
gaan pelanggaran pidana pemilu menurut tim
Menumbuhkan dan menanamkan jiwa
sentra gakummdu (pengawas pemilu, Kepoli-
ini di masyarakat tidaklah mudah, membutuh-
sian dan Kejaksaan), yang di dalam berita
kan kekuatan ekstra untuk bisa mengarahkan
acaranya berisi masing-masing penilaian dari
masyarakat berperan aktif dalam proses pene-
masing-masing unsur mengenai terpenuhinya
gakkan hukum pemilu. Perlindungan yang mi-
unsur-unsur pelanggaran pidana atau tidak,
nimal serta intimidasi dari pihak pelaku pe-
sehingga keputusan untuk melimpahkan atau
langgaran menjadi salah satu penyebab ma-
tidak berkas dugaan pelanggaran pidana terse-
syarakat enggan melaporkan peristiwa yang
but kepada Kepolisian menjadi kewenangan
diduga sebagai pelanggaran pemilu.
dari pengawas pemilu. 2. Konsep penyempurnaan penegakan hu 1.4 Analisis Budaya Hukum Masyarakat memiliki peran yang cukup penting dalam pelaksanaan pemilu. Dalam
kum untuk Pemilu 2019 2.1 Penyempurnaan substansi Hukum Pe milu
tahapan-tahapan pemilu masyarakat merupa-
Penanganan laporan pelanggaran yang
kan sasaran utama dari semua tahapan ter-
berbatas waktu diberlakukan secara selektif,
sebut. Misalnya dalam tahapan pemutakhiran
terhadap tindak pidana pemilu yang dikuali-
data pemilih, tahapan kampanye dan tahapan
fikasi menurut berat/ringannya pelanggaran,
pemungutan suara, semuanya berhubungan
misalnya terhadap politik uang harus diberikan
dengan masyarakat. Oleh karena itu dengan
tenggang waktu yang lebih panjang dan lebih
substansi hukum dan struktur hukum yang ba-
rasional untuk pengumpulan alat bukti, se-
ik tidak cukup jika kultur di dalam masyarakat
hingga pengawas pemilu memiliki ruang un-
belum terbentuk dengan baik. Dengan mem-
tuk melengkapi berkas yang akan dilimpahkan
pertimbangkan peran serta masyarakat sebagai
kepada Kepolisian.
pihak yang bersentuhan langsung dengan se-
Terkait undang-undang Nomor 15 ta-
mua proses tahapan di lapangan, kultur yang
hun 2011 mengenai penyelenggara pemilu
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 55
adanya ketidaksamaan masa jabatan antara se-
administrasi kepada KPU, maka untuk pemilu
sama penyelenggara pemilu, dimana KPU
kedepan Panwas harus diberikan wewenang
tingkat kota/kabupaten 5 tahun jauh lebih lama
lebih untuk memeriksa dan menjatuhkan pu-
dari pada pengawas pemilu tingkat kabupa-
tusan atas pelanggaran administrasi peserta pe-
ten/kota yang dibentuk beberapa bulan men-
milu serta mengeksekusi langsung pelangga-
jelang pelaksanaan pemilu. Hal ini berakibat
ran tersebut.
munculnya ego penyelenggara yang lebih la-
Penguatan di lembaga pengawas pemi-
ma dibentuk untuk tidak mengindahkan reko-
lu dilakukan dengan melengkapi posisi penyi-
mendasi dari penyelenggara pengawas yang
dik yang berasal dari Kepolisian yang diper-
notabene dibentuk hanya sebagai panitia ad
bantukan di dalam struktur lembaga pengawas
hoc.
pemilu. Dengan adanya penyidik di dalam peSelain itu perbedaan masa jabatan ini
ngawas pemilu maka diharapkan dapat mem-
pun juga berpengaruh pada kemampuan yang
permudah pengawas pemilu untuk melakukan
dimiliki panwaslu kabupaten/kota, karena ti-
tugasnya dalam melengkapi alat bukti dan ber-
dak memiliki waktu yang cukup lama untuk
kas dugaan pelanggaran pemilu, yang tidak la-
menguasai dan menggali lebih dalam menge-
gi hanya mengundang tetap berubah menjadi
nai obyek, subyek, strategi dan materi penga-
memanggil terlapor dan saksi, yang apabila
wasan yang harus dimiliki sebagai seorang pe-
tidak hadir dapat melakukan pemanggilan se-
ngawas. Bagaimanapun pengawas harus lebih
cara paksa.
memiliki kemampuan dan keahlian lebih dari
Terhadap pasal 267 ayat (1) Un-dang-
yang akan diawasi, sehingga tidak ada lagi
undang No. 8 tahun 2012 yang ber-bunyi “un-
pelanggaran-pelanggaran yang terlewat dari
tuk menyamakan pemahaman dan pola pe-
pengawasan karena kurangnya pengalaman
nanganan tindak pidana pemilu, Bawaslu,
dari pengawas pemilu khususnya tingkat kabu-
Kepolisian, Kejaksaan membentuk sentra Pe-
paten/kota.
negakan hukum terpadu”. Pasal ini menimbulkan penafsiran yang melemahkan posisi peng-
2.2 Penguatan kelembagaan pengawas:
awas pemilu, dimana tegasan “menyamakan
Jika dalam Undang-undang No 8 tahun
pemahaman” seakan-akan Bawaslu harus setu-
2012 Pengawas pemilu hanya memiliki we-
ju dan sama pemahaman persepsinya dalam
wenang untuk merekomendasikan pelanggaran
penindakan pemilu.
56 MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 43 - 57
Padahal dalam kenyataanya seringkali
turan itu dipisah dalam dua undang-undang
Bawaslu tidak sefaham dengan penilaian Ke-
yang berbeda. Jika salah satu dirumuskan ter-
polisian dan Kejaksaan terkait dengan peris-
lebih dahulu dan ditetapkan dalam suatu pera-
tiwa yang dianggap sebagai dugaan pelangga-
turan perundang-undangan maka sangat poten-
ran tersebut. Sehingga yang dibutuhkan adalah
sial akan tidak konsisten dengan peraturan pe-
penempatan dan pemahaman mengenai tupok-
rundang-undangan yang dibuat kemudian, pa-
si masing-masing dimana Kepolisian juga ha-
dahal kduanya merupakan satu kesatuan seba-
rus menerima pelimpahan hasil keputusan pe-
gai konsekuensi logis dari disatukannya pemi-
ngawas pemilu sesuai dengan hasil penilaian
lu legislatif dengan pemilu presiden.
pengawas pemilu, karena dalam hal ini sentra gakummdu bukan dalam posisi untuk mengambil keputusan terhadap suatu dugaan pelanggaran dapat dilanjutkan atau tidak.
C. Penutup Sinergisitas tidak hanya dibutuhkan antar lembaga penyelenggara pemilu
Di pemilu 2019 pemilu legislatif dan
saja, namun juga diperlukan kesamaan
pemilu presiden dan wakil presiden dijadkan
visi, misi, pemahaman dan pengetahuan
satu, sehingga pelaksanaan pengawasan kam-
mengenai aturan pemilu antar lembaga
panye akan semakin kompleks, sehingga hal
negara (penyelenggara pemilu, Kepolisi-
ini membutuhkan perumusan materi hukum
an, Kejaksaan dan Lembaga peradilan).
yang tidak multi tafsir, dengan peristilahan
Masing-masing lembaga tidak hanya di-
yang konsisten, dan menjamin kepastian hu-
tuntut memahami posisi dan fungsi ma-
kum dan penegakkannya.
sing-masing, tetapi juga harus menya-
Oleh karena pemilu 2019 adalah pe-
dari posisi dan fungsi lembaga yang lain
milu serentak antar dua jenis pemilu yang ber-
sehingga pemilu yang jurdil dapat ter-
beda maka perumusan peraturan perundang-
cipta. Beberapa hal yang perlu untuk di -
undangannya harus dilakukan secara terinte-
lakukan perubahan adalah mengenai pe -
grasi sehingga meminimalkan kontradiksi an-
nyempurnaan substansi hukum pemilu
tar keduanya. Ikhtiar yang bisa dilakukan ada-
dan penguatan kelembagaan pengawas
lah dengan merumuskan aturan pemilu legisla-
pemilu. Tidak hanya substansi hukum -
tif dan presiden dalam satu kesatuan undang-
nya dan struktur hukumnya yang dilaku-
undang. Akan ada resiko ketika dua penga-
kan penyempurnaan, peran kultur di ma -
Chrisdanty,Review Pemilu 2009 Menyongsong Pemilu 2019 Ditinjau Dari Aspek Penegakan Hukum 57
syarakat juga sangat menentukan, de-
B. Artikel Jurnal
ngan perbaikan dari ketiga hal tersebut
Ali Safaat, dkk, Transformasi Model Pemilu
akan berimplikasi pada proses pelaksa-
Serentak Di Indonesia Ta-hun 2019
naan pemilu secara umum dan proses
Pasca Putusan MK Nomor 14/PUU-
penegakan hukumnya. Aspek penegakan
XI/2013, Jurnal Fakultas Hukum Uni-
hukum pemilu yang pada pemilihan u-
versitas Brawijaya
mum 2014 masih dirasakan lemah ke depan harus diperbaiki untuk mewujudkan pemilihan umum DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang serentak pada 2019.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Gaffar, Janedjri, 2012, Politik Hukum Pemilu, Konstitusi Press, Jakarta. Junaidi, Veri; Ramadhanil, Fadli dan Firmansyah, Arifin, Evaluasi Penega-kan Hukum Pemilu 2014, Yayasan Perludem, Jakarta Rahardjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,. Soekanto, Soejono, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakar-ta. Wiyanto, Roni, 2014 Penegakan Hukum Pemilu
DPR,
DPD,
Mandar Maju, Bandung.
dan
DPRD,