978-602-397-015-5
RESTORASI DAS CILIWUNG
i
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ii
Irfan Budi Pramono Endang Savitri Syahrul Donie Tyas Mutiara Basuki Agung Budi Supangat S. Andy Cahyono Ragil Bambang WMP
RESTORASI DAS CILIWUNG
UNS PRESS
iii
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Irfan Budi Pramono, dkk Restorasi DAS Ciliwung. Cetakan ke-1 . Surakarta . UNS Press . 2016 xxviii + 121 Hal; 16 x 24.5 cm RESTORASI DAS CILIWUNG. Hak Cipta @ Irfan Budi Pramono, dkk. 2016
Penulis Irfan Budi Pramono Endang Savitri Syahrul Donie Tyas Mutiara Basuki Agung Budi Supangat S. Andy Cahyono Ragil Bambang WMP Penyunting Prof. Dr. Purwanto Hadi, M.Si. Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc. Dr. Saparis Soedarjanto, M.Si. Tata Letak dan Sampul Tomy Kusuma AP Penerbit & Pencetak Penerbitan dan Pencetakan UNS (Anggota IKAPI) Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126 Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271 7890628 Website : www.unspress.uns.ac.id Email :
[email protected] Cetakan 1, Edisi I, Januari 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang All Right Reserved Dicetak : Dana Balitek DAS
ISBN 978-602-397-015-5
iv
KATA PENGANTAR Buku “Restorasi DAS Ciliwung” ditulis sebagai salah satu bentuk keprihatinan akan bencana banjir yang setiap tahun melanda kota Jakarta dengan frekuensi dan skala yang makin meningkat. Sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mempunyai tupoksi melakukan penelitian berkaitan dengan pengelolaan DAS, maka Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPTKPDAS) Surakarta mencoba berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan banjir di Kota Jakarta melalui penulisan buku. Disadari bahwa telah banyak penelitian dan publikasi mengenai permasalahan dan usulan penyelesaian banjir di Kota Jakarta, tetapi sampai saat ini penyelesaiannya belum signifikan. Untuk itu buku “Restorasi DAS Ciliwung” menawarkan penyelesaian melalui pendekatan Daerah Aliran Sungai. Buku ini berisi tentang apa dan bagaimana melakukan restorasi DAS secara teoritis, dan kemudian dicobakan pada DAS Ciliwung. Data yang digunakan dalam tulisan ini merupakan hasil penelitian dan desk study yang dilakukan oleh para peneliti Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS sejak tahun 2013. Titik berat dari buku ini adalah menetapkan tujuan akhir restorasi DAS Ciliwung, serta bagaimana membuat perencanaan untuk mencapai tujuan akhir tersebut. Diharapkan buku ini dapat membantu para pemangku kepentingan dari Provinsi DKI, Jawa Barat dan Banten dalam mengurangi dampak banjir Kota Jakarta. Disadari bahwa buku yang telah disusun masih memerlukan penyempurnaan melalui penelitian-penelitian yang lebih mendalam, lebih komprehensif v
dan melibatkan lebih banyak bidang kepakaran, disamping masukan yang diharapkan berasal dari para pemangku kepentingan. Oleh karena itu penyempurnaanya perlu terus dilakukan seiring dengan bertambahnya informasi dan teknologi yang juga berkembang. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Purwanto Hadi, M.Si., Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc. dan Dr. Saparis Soedarjanto, M.Si. yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan buku ini Apresiasi juga disampaikan kepada para peneliti Balai PenelitianTeknologi Kehutanan Pengelolaan DAS yang telah menyisihkan waktu untuk dapat menyelesaikan buku Restorasi DAS Ciliwung. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyelesaikan masalah banjir kota Jakarta. Surakarta, Januari 2016 Kepala BPTKPDAS
Dr. Nur Sumedi, S.Pi, MP.
vi
RINGKASAN EKSEKUTIF Banjir Jakarta bukan persoalan baru dan sudah terjadi sejak lama. Banjir di Batavia dan Jakarta sekarang ini merupakan “takdir sejarah”, akibat keputusan JP Coen yang membangun kota di dataran rendah dan di bawah permukaan air laut. Berbagai strategi sudah sejak lama diupayakan untuk memperbaiki takdir sejarah ini. Sebagian besar strategi tersebut diarahkan untuk mengurangi dampak negatif banjir. Namun demikian, seringkali strategi tersebut tidak komprehensif dan bersifat sporadis. Hal ini menyebabkan banjir terus terjadi di Jakarta. Studi ini memberi gambaran tentang restorasi DAS, tahapan restorasi DAS, dan perencanaan restorasi DAS. Secara khusus studi ini berupaya memberi pemahaman tahapan untuk membuat perencanaan restorasi DAS Ciliwung Dan Sekitarnya (DS). Perencanaan restorasi DAS menjadi fokus buku ini karena perencanaan dapat memberi arah yang jelas, efisiensi penggunaan sumberdaya, efektivitas pengerahan sumberdaya, serta acuan bagi monitoring dan evaluasi. Sudah lebih dari 30 tahun sejak pencanangan rehabilitasi DAS dilakukan, alhasil belum dapat menurunkan jumlah DAS yang kritis. Fakta ini didukung pula dengan semakin meningkatnya bencana hidrometerologis seperti banjir, sedimentasi, tanah longsor, dan kekeringan. Walaupun peraturan yang terkait dengan pengelolaan DAS sudah dengan jelas dan tegas mengatur tugas pokok, fungsi dan kewenangan parapihak dalam pengelolaan DAS, namun realitas menunjukkan bahwa DAS yang mengalami kerusakan belumlah berkurang. Mengapa pengelolaan DAS yang dilakukan selama ini belum dapat merestorasi kondisi DAS menjadi lebih baik, yang diindikasikan terus terjadinya banjir Jakarta untuk vii
DAS Ciliwung?. Bagaimana langkah-langkah untuk merestorasi DAS sehingga menjadikannya lebih baik? Oleh karena itu, diperlukan suatu cara bagaimana mengembalikan (restorasi) kondisi DAS yang mengalami kerusakan tersebut, minimal mendekati seperti keadaan semula. Kegagalan Mengidentifikasi Masalah Studi ini menunjukkan adanya kegagalan mengidentifkasi masalah dalam pengelolaan DAS Ciliwung DS berupa (1) identifikasi sumber banjir (bukan berasal dari hulu saja tetapi juga dari tengah dan hilir), (2) efektivitas cara pengendalian banjir (lebih banyak reaktif, sporadis, dan belum menggunakan DAS atau sub DAS sebagai satuan pengelolaan), (3) perilaku masyarakat dan institusi tidak berubah, (4) persepsi institusi berbeda-beda, (5) koordinasi belum optimal (banyak lembaga, pusat-daerah, otonomi daerah, resentralisasi kewenangan) (6) penegakan hukum lemah (political will tidak diikuti keputusan tegas, sumberdaya tidak tersedia secara memadai, termasuk peralihan penggunaan lahan menjadi perumahan), (7) kapasitas drainase di perkotaan menurun. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan lebih dari 50% lahan di DAS Ciliwung DS tertutup pemukiman padat. Konservasi tanah dan air dengan penanaman pohon sudah tidak memadai lagi karena sedikitnya lahan yang tersedia. Masalah di daerah hulu dan tengah adalah tingginya pasokan air banjir, menurunnya luas daerah resapan karena meningkatnya pemukiman dan berkurangnya jumlah situ yang ada. Adapun permasalahan di daerah hilir adalah: tidak memadainya saluran drainase baik dari segi jumlah dan kapasitasnya karena padatnya pemukiman, menumpuknya sampah, tingginya sedimentasi, rendahnya lokasi Jakarta dari permukaan laut, serta turunnya kapasitas rawa dan situ. Semua hal tersebut di atas menjadikan Jakarta rutin kebanjiran. viii
Restorasi: Dari Konsep ke Aplikasi Restorasi diartikan sebagai pengembalian atau upaya memperbaiki serta memulihkan kepada keadaan semula. Secara spesifik, restorasi ekologis sebagai proses untuk membantu pemulihan suatu ekosistem yang telah terdegradasi, rusak dan hancur. Pengembalian DAS ke keadaan seperti semula merupakan sesuatu yang sulit dilakukan, karena kondisi sudah berubah oleh tuntutan kebutuhan hidup manusia. Oleh karenanya, pemahaman restorasi DAS lebih diarahkan pada pencapaian kondisi masa depan yang diinginkan (peningkatan daya dukung DAS). Dalam implementasinya, tahapan restorasi DAS serupa dengan tahapan pengelolaan DAS, meliputi perencanaan, implementasi serta monitoring dan evaluasi. Dalam kajian ini lebih fokus pada aspek perencanaan terutama identifikasi masalah dan rencana tindak. Dalam studi ini, identifikasi masalah menggunakan karakteristik/tipologi DAS, identifikasi banjir dengan tipologi DAS, estimasi volume banjir dengan metode Curve Number, penanggulangan banjir dengan konservasi air dan perbaikan drainase. Perencanaan restorasi DAS merupakan bagian penting dalam rangkaian kegiatan restorasi DAS yang menentukan apakah kegiatan yang akan dilakukan tepat sasaran dan menyelesaikan masalah secara benar atau tidak. Secara umum, rencana restorasi DAS meliputi: 1) alasan mengapa restorasi diperlukan, 2) deskripsi kondisi DAS yang akan direstorasi, 3) tujuan dan sasaran dari restorasi DAS, 4) deskripsi kondisi DAS yang ingin dicapai, 5) bagaimana restorasi akan dilakukan, 6) rencana tata waktu dan anggaran yang diperlukan untuk restorasi DAS, 7) monitoring dan evaluasi pelaksanaan restorasi, dan 8) strategi jangka panjang untuk pemeliharaan DAS yang telah direstorasi.
ix
Pemilihan strategi dan pendekatan dalam restorasi DAS dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan restorasi. Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam restorasi yaitu: restorasi, rehabilitasi, reklamasi, mitigasi, fabrikasi, rekayasa ekologi, dan tidak melakukan apa-apa (to do nothing). Strategi restorasi yang dipergunakan dapat tunggal maupun lebih dari satu strategi yang disinergikan untuk mengatasi suatu pemulihan berdasarkan pada prioritas masalah yang ada. Setelah ditemukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah dalam DAS, selanjutnya perlu identifikasi cakupan/batasan kegiatan sesuai dengan masing-masing tujuan kegiatan. Sebelumnya, dilakukan sinkronisasi hasil pemetaan karakteristik DAS dengan peta Arahan Fungsi Kawasan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) maupun kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL). Selain itu dipertimbangkan juga kebijakan nasional maupun daerah terkait pengembangan wilayah yang bersangkutan. Hasil proses tersebut di atas, kemudian dituangkan menjadi matriks rencana kegiatan restorasi yang sifatnya indikatif pada tingkat DAS, dengan penekanan permasalahan pada tingkat yang lebih detail (kabupaten atau sub DAS prioritas). Matriks rencana tindak berisi kolom masalah, jenis kegiatan, lokasi, biaya, tata waktu, lembaga yang menangani. Rencana tindak restorasi DAS meliputi dua macam rencana yang berbeda skala yaitu: (1) Rencana tindak restorasi skala DAS, berupa matriks rencana indikatif kegiatan restorasi dalam skala DAS dan (2) Rencana tindak restorasi skala Sub DAS, berupa matriks rencana operasional kegiatan restorasi dalam skala Sub DAS yang menjadi prioritas. Selanjutnya ditetapkan bagian DAS mana yang memerlukan prioritas penanganan restorasi dalam satuan sub DAS (DTA dalam kabupaten) melalui penyusunan rencana restorasi
x
yang lebih operasional dengan menggunakan metode “Sidik Cepat Degradasi Sub DAS”. Restorasi DAS Ciliwung Dan Sekitarnya DAS Ciliwung DS mencakup wilayah Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok), Provinsi DKI (Kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara), Provinsi Banten (Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang). Areal terluas terletak di DKI Jakarta, yang meliputi 40% dari luas DAS Ciliwung DS. DAS Ciliwung DS merupakan DAS yang berpenduduk padat (di atas 2.000 orang/km2), strategis, dan penting. Implikasi dari perkembangan Jakarta membuat daerah sekitarnya maju dengan pesat untuk memenuhi kebutuhan kota Jakarta dalam penyediaan pemukiman, sarana pendukung, pangan, air bersih dan sebagainya. Perkembangan ini apabila tidak diantisipasi dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari. Dilihat dari struktur ekonomi, perekonomian DAS Ciliwung DS mengandalkan pada perkembangan sektor ekonomi tersier dan sekunder. Daerah dengan dominasi sektor sekunder terdapat di pinggir kota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Secara keseluruhan, karakterisasi sosial ekonomi DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan (nilai 2) dengan kerentanan penduduk agak rentan dan kerentanan ekonomi sedikit rentan. Hasil studi ini menunjukkan tingkat kerentanan lahan tinggi sampai dengan sangat tinggi banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Bogor yang meliputi luas 8.473 ha. Jika dilihat keseluruhan DAS, tingkat kerentanan lahan tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah sekitar 14%, terbanyak terjadi di sub DAS Ciliwung Hulu dan Tengah seluas 8.604 ha, diikuti DAS Kali Pesanggrahan dan DAS Kali Angke sebesar 5.367,7 ha dan 2.864,6
xi
ha. Jika ditinjau dari penutupan lahannya, wilayah tersebut di atas sebagian besar berupa tegalan. Sub DAS Ciliwung Hulu yang sering dianggap sebagai sumber bencana banjir Jakarta ternyata hanya memasok 8% dari seluruh pasokan air banjir dan Sub DAS Ciliwung Tengah hanya 9%. Total DAS Ciliwung DS sendiri hanya memasok 24% banjir Jakarta, dan sisanya merupakan sumbangan DAS Kali Angke (19%), DAS Kali Krukut dan yang lainnya. Pada DAS Ciliwung DS, wilayah yang mempunyai tingkat kerawanan banjir tinggi (rentan) dan sangat tinggi (sangat rentan) terbesar dijumpai pada wilayah Jakarta Timur (45%) dan Jakarta Selatan (17%). DAS Ciliwung DS dengan tingkat kerentanan lahan tinggi dan sangat tinggi terdapat di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah (Kabupaten Bogor). Daerah tersebut juga merupakan pemasok air banjir (17%) sebagai akibat jumlah curah hujan yang tinggi (ratarata hujan tahunan 3.156 mm/tahun). Tingginya pasokan air pada daerah hulu, selain karena curah hujan yang tinggi juga disebabkan berkurangnya situ-situ dan perubahan penutupan lahan dari tutupan lahan yang bervegetasi menjadi pemukiman sehingga kemampuan meresapkan air hujan menjadi berkurang. Disamping DAS Ciliwung Hulu dan Tengah, pemasok air banjir yang cukup besar lainnya adalah DAS Kali Angke (19%) dan DAS Kali Krukut (13%). Pasokan air yang tinggi dan letak Kota Jakarta yang datar memudahkan Jakarta mengalami kebanjiran. Jumlah penduduk yang meningkat pesat membuat perubahan penutupan lahan menjadi pemukiman juga meningkat baik dari sisi luas maupun pertumbuhannya. Pertumbuhan pemukiman tersebut tidak diikuti dengan pengembangan saluran drainase yang baik dan mencukupi sehingga saluran drainase yang ada pada saat hujan tidak mencukupi dan terjadi banjir. Upaya pembangunan Banjir Kanal Barat sudah tidak mampu lagi xii
menampung volume air banjir sejak tahun 1973. Kapasitas saluran drainase berkurang karena pemukiman, sampah, dan sedimentasi. Disamping itu juga disebabkan oleh menurunnya kapasitas tampung rawa. Jadi karakteristik dasar DAS Ciliwung DS adalah (1) tingginya pasokan air di daerah hulu, (2) bentuk lahannya yang dataran rendah, dan (3) pemukiman padat dengan masyarakat yang tidak sadar lingkungan. Ketiga hal inilah yang menjadi penyebab “takdir sejarah” Jakarta selalu terkena banjir sampai saat ini. Hasil analisis karakteristik DAS sejalan dengan kenyataan yang terjadi dan telaah literatur bahwa DAS Ciliwung DS merupakan DAS yang selalu menimbulkan bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya sejak jaman penjajahan Belanda hingga saat ini dengan kecenderungan frekuensi, luasan wilayah kebanjiran, dan tingkat kerugian yang semakin meningkat. Rencana Tindak Restorasi DAS Ciliwung DS ditujukan untuk mengurangi banjir di Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena pertambahan penduduk yang sangat pesat dan diikuti pembangunan di segala sektor yang cukup tinggi, restorasi DAS Ciliwung DS tidak bisa dikembalikan seperti kondisi ideal seperti semula. Oleh karena itu dalam merestorasi harus ada kriteria dan indikator yang dituju. Berdasarkan PP. No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS telah dikelompokkan kondisi DAS menjadi (1) DAS yang dipertahankan dimana kondisi DAS masih bagus dan (2) DAS yang harus dipulihkan daya dukungnya sebagai akibat terjadinya degradasi. Lebih rinci dalam Permenhut No. 61 Tahun 2014 tentang Monev Pengelolaan DAS telah ditetapkan kriteria DAS yang baik daya dukungnya dengan mempertimbangkan aspek tata air, lahan, dan sosek kelembagaan.
xiii
Untuk dapat merencanakan tindakan apa saja yang diperlukan, harus dilakukan sinkronisasi antara kondisi penutupan lahan yang ada (existing landcover), kelas Kemampuan Penggunaan Lahan, dan arahan fungsi yang ada. Berdasarkan kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kelas KPL, masih dijumpai penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering (tegalan) pada lahan yang tergolong kelas KPL VII (lahan diperuntukkan untuk hutan produksi terbatas). Rencana tindak yang bersifat indikatif untuk restorasi DAS Ciliwung DS disertai dengan penguatan kelembagaan berikut jenis, lokasi, biaya, tata waktu dan lembaga yang bertanggung jawab disusun dalam suatu matriks rencana tindak. Rencana tindak yang disarankan dalam buku ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu aspek perlindungan DAS, penanggulangan bencana, pengembangan dan penguatan kelembagaan. Aspek perlindungan lebih mengutamakan menjaga agar tidak terjadi penurunan daya dukung DAS. Daya dukung DAS dapat ditingkatkan dengan penyelenggaraan konservasi tanah dan air (UU 37 th 2014). Konservasi tanah dan air dilakukan dengan memperbanyak air yang masuk ke dalam tanah sehingga hanya sebagian kecil air hujan yang mengalir ke daerah hilir. Perlakuan konservasi tanah dan air yang diterapkan didasarkan kepada Permenhut No.70 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, yang meliputi sumur resapan, embung, rorak, teras, Dam Penahan (DPn), dan Dam Pengendali (DPi). Untuk pembuatan biopori dan sumur resapan dilakukan pada pemukiman yang ada di hulu dan tengah DAS. Lokasi penentuan konservasi tanah dan air didasarkan kepada hasil analisis antara arahan fungsi lahan, kelas Kemampuan Penggunaan Lahan, dan kondisi penutupan lahan.
xiv
Berbeda dengan aspek perlindungan, aspek penanggulangan bencana di DAS Ciliwung DS lebih dititikberatkan pada lokasi-lokasi yang telah mengalami bencana. Rencana tindak dari aspek penanggulangan bencana yang dapat dilakukan antara lain: (1) konservasi tanah dan air di daerah hulu dan tengah DAS, (2) peningkatan ruang terbuka hijau, (3) peningkatan kapasitas drainase di daerah hilir DAS dan (4) peningkatan kapasitas polder. Untuk kegiatan konservasi tanah dan air di daerah hulu dan tengah dilakukan dengan pembuatan rorak atau jebakan air di lahan hutan, pembuatan embung dan dam (pengendali dan penahan) di lahan pertanian, pembuatan sumur resapan di kawasan pemukiman, kolam resapan di kawasan industri dan perkantoran. Berdasarkan studi ini, sumur resapan mempunyai efektivitas paling tinggi, dan yang paling kecil adalah dam penahan (DPn). Pembuatan sumur resapan, biopori, rorak, embung, dam penahan dan pengendali serta mengintensifkan situ-situ yang ada pada DAS Ciliwung Hulu dan Tengah diperkirakan dapat mengurangi volume banjir Jakarta sebesar 34,39% dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 11 trilyun (Tabel III-26). Adapun untuk wilayah hilir, ruang terbuka hijau memungkinkan air hujan meresap ke dalam tanah. Peningkatan ruang terbuka hijau dilakukan dengan cara pembuatan hutan kota, taman-taman di komplek perumahan, perkantoran, dan pabrik. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta dan melibatkan partisipasi masyarakat. Untuk daerah hilir atau wilayah yang rawan kebanjiran pembuatan saluran dan pengaktifan drainase mutlak diperlukan karena saluran yang ada sudah tidak dapat menampung debit yang diestimasi terjadi. Selain itu perlu dilakukan pembersihan sampah di sungai sehingga dapat meningkatkan daya tampung sungai.
xv
Polder dibutuhkan untuk menampung air yang tidak dapat dialirkan terutama di daerah hilir. Selain pembangunan polder baru, revitalisasi polder lama sehingga lebih efektif dalam menampung air menjadi prioritas yang dapat dilakukan. Tidak kalah pentingnya adalah pemeliharaan polder dan pelibatan masyarakat sekitar dalam menjaga daya tampung polder. Untuk pemanfaatan Sungai Ciliwung dapat dikembangkan antara lain: pemanfaatan embung untuk budidaya ikan air tawar, pengelolaan air untuk sumber bahan baku air minum, pengendalian banjir Jakarta, pengelolaan kualitas air, pengelolaan Sungai Ciliwung sebagai kawasan wisata, dan pemanfaatan Sungai Ciliwung sebagai moda transportasi sungai. Masih banyak potensi ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun penguatan kelembagaan mencakup koordinasi kelembagaan, stakeholder engagement, dan mekanisme pembiayaan. Berdasarkan PP. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS dan Keppres No 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai bahwa DAS Ciliwung DS menjadi kewenangan Pemerintah (pusat). Hal ini disebabkan karena DAS Ciliwung DS merupakan DAS/Sungai Strategis Nasional dan melewati beberapa propinsi, yaitu Propinsi Jawa Barat, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), dan Propinsi Banten. Oleh karena itu, koordinasi menjadi penting dalam kelembagaan pengelolaan DAS, baik dalam hirarki pemerintahan maupun dalam hirarki masyarakat. Untuk mendapatkan pengelolaan DAS yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan parapihak diperlukan proses stakeholder engangement. Pertama, harus dibangun spirit parapihak bahwa sumberdaya alam DAS adalah “milik bersama” dan ditanamkan bahwa penggunaan sumberdaya alam DAS oleh pihak tertentu akan berpengaruh pada pihak lainnya. Kedua, diperlukan kejelasan
xvi
regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya alam DAS dan ketegasan penegakan aturannya. Ketiga, diperlukan struktur interaksi yang jelas di antara parapihak dalam memanfaatkan sumberdaya alam DAS. Pada setiap interaksi terdapat dua elemen penting, yaitu kontak dan komunikasi. Kontak terjadi apabila ada mimbar yang memungkinkan parapihak bisa saling menyapa dan bertemu untuk mendiskusikan berbagai masalah DAS, seperti Forum DAS yang ada saat ini. Kemudian, untuk membangun komunikasi dibutuhkan persamaan persepsi, konsepsi, dan strategi yang efektif serta efisien untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu, peningkatkan stakeholder engagement dilakukan dengan komunikasi intensif dengan memanfaatkan media online. Dalam media dan forum ini bisa dimuat kondisi dan keinginan pemangku kepentingan sekaligus bisa dikomunikasikan hak dan kewajiban tiap pemangku, termasuk hasil evaluasi, dan disosialisasikan siapa berbuat apa. Untuk mekanisme pembiayaan dalam perspektif perundangan, kewajiban pengelolaan DAS dan pemeliharaan lahan sudah diatur dengan jelas termasuk sanksi apabila tidak melaksanakannya dalam UU N0 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Pada Pasal 30 ayat (1-2) menyatakan bahwa setiap orang yang menggunakan tanah dan air pada setiap lahan (lindung, budidaya) wajib menyelenggarakan Konservasi Tanah dan Air. Dalam pasal 60 ayat 2 menyebutkan bahwa: Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan konversi lahan prima di kawasan lindung yang mengakibatkan degradasi berat lahan prima dipidana paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 7 Milyar, sedangkan pasal 60 ayat 5 memberikan sanksi untuk kawasan budidaya dengan pidana 4 tahun dan atau denda Rp. 3 Milyar. Selain ketentuan perundangan di atas, terdapat beberapa mekanisme pembiayaan yang dapat dipilih dalam pelaksanaan
xvii
kegiatan restorasi DAS, antara lain: (1) dana dari setiap pemangku/pemanfaat lahan sesuai peraturan yang ada, (2) dana konpensasi hulu hilir, (3) dana CSR (Cooperate Social Responsibility) perusahaan yang menikmati kelestarian DAS, (4) dana subsidi pemerintah, (5) dana pemerintah (pusat, daerah, sesuai dengan kewenangannya), khususnya untuk kegiatan pengelolaan DAS yang mempengaruhi orang banyak, seperti pembangunan bendungan, dam penahan, waduk, dam pengendali, dan sebagainya, (6) dana dimasukan ke dalam biaya pembangunan desa, dan (7) dana CSR dari luar negeri.
Menjembatani Kesenjangan Antara Aspirasi dan Aplikasi Studi ini menawarkan beberapa rekomendasi. Pertama, konservasi tanah dan air tidak cukup hanya dilakukan di DAS Ciliwung saja karena kontribusi banjir dari DAS di luar Ciliwung mencapai 76% terhadap banjir Jakarta. Kedua, konservasi air di daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung DS yang meliputi pembuatan sumur resapan, biopori, DPi, rorak, embung, dan DPn dapat mengurangi banjir sekitar 34% dengan biaya sekitar Rp. 11 trilyun. Ketiga, perlu dilakukan peningkatan koordinasi antar parapihak sebagai basis penguatan kelembagaan pengelolaan DAS lintas propinsi. Keempat, perlu disosialisasikan perubahan paradigma dari mengalirkan menjadi meresapkan dan dari mengelola sungai menjadi mengelola Daerah Aliran Sungai. Kelima, dimulainya keterbukaan informasi dalam pengelolaan DAS (dapat diakses secara online rencana, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasinya). Informasi tersebut berisi: apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, berapa biaya yang dibutuhkan, sehingga parapihak tahu hak dan kewajibannya. Keenam, perlu dibuat desa contoh yang bersahabat dengan air, yaitu membuat percontohan bagaimana memasukkan air sebanyak mungkin ke dalam tanah xviii
dan bagaimana memanen air hujan sebagai sumber air. Selain itu, diperlukan penambahan saluran drainase serta pemikiran yang terkait dengan ke-PU-an, contoh-contoh konservasi air di pinggir jalan dan di lahan parkir. Restorasi DAS merupakan upaya yang menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan untuk menyelesaikan masalah utama dalam DAS sehingga ekosistem DAS dapat pulih kembali seperti semula. Diperlukan waktu yang cukup lama dalam proses restorasi ini, namun pembelajaran pada kasus DAS Ciliwung DS diharapkan dapat menginspirasi, menjadi lesson learn, dan pemantik bagi pengelolaan DAS yang lebih baik. Pengalaman, pengetahuan, dan aspirasi yang terdokumentasikan dalam buku kecil ini setidaknya menjadi titik loncat baru bagi restorasi DAS yang dipulihkan (rusak) sehingga menjadi lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang disajikan dalam buku ini masih dalam aras panduan, pedoman, dan rencana indikatif, belum menyentuh implementasi secara luas dan masif. Implementasi restorasi DAS Ciliwung membutuhkan aksi bersama para pihak, sinergi antar institusi, penegakan aturan, komunikasi, dan penyatuan kepentingan bersama bahwa pengelolaan DAS Ciliwung merupakan tanggung jawab bersama. Semoga buku ini menjadi aransemen baru bagi pengelolaan DAS dan mengakhiri “takdir sejarah”, Jakarta kebanjiran.
xix
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................... v RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................. xx DAFTAR TABEL ....................................................................... xxii DAFTAR GAMBAR ................................................................... xxv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xxvii I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1 1.2. Tujuan ...................................................................................... 7 1.3. Sistematika Buku ..................................................................... 7 II. RESTORASI: DARI KONSEP KE APLIKASI ...................... 9 2.1. Berawal dari Konsep Restorasi ................................................ 9 2.2. Arah Restorasi ......................................................................... 9 2.3. Berakhir ke Aplikasi Restorasi .............................................. 10 2.4. Identifikasi Masalah............................................................... 17 2.5. Perhitungan Volume Banjir ................................................... 22 2.6. Rencana Tindak ..................................................................... 23 III. RESTORASI DAS CILIWUNG DS ...................................... 29 3.1. Kondisi Umum....................................................................... 29 3.1.1. Kerentanan Lahan ....................................................... 51 3.1.2. Kerentanan Banjir ....................................................... 53 3.1.3. Kerentanan Penduduk terhadap Lahan ........................ 56 3.1.4. Kerentanan Ekonomi Masyarakat ............................... 59 3.1.5. Kerentanan Sosial Ekonomi ........................................ 61 3.2. Isu Utama ............................................................................... 64
xx
3.3. Tujuan Restorasi .................................................................... 69 3.3.1. Tujuan.......................................................................... 69 3.3.2. Sasaran Restorasi......................................................... 69 3.3.3. Kondisi yang diinginkan ............................................. 70 3.4. Rencana Tindak ..................................................................... 70 3.4.1 Aspek perlindungan DAS............................................ 72 3.4.2. Aspek Penanggulangan Bencana ................................ 75 3.4.3. Aspek Pengembangan/Pemanfaatan............................ 77 3.4.4. Aspek Penguatan Kelembagaan .................................. 79 3.5. Rekomendasi.......................................................................... 88 IV. PENUTUP .............................................................................. 91 Daftar Pustaka................................................................................ 92 Lampiran ....................................................................................... 95
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel II-1. Tabel II-2.
Klasifikasi kerentanan DAS ...................................... 19 Penentuan kerentanan lahan (kekritisan lahan/kerentanan lahan terhadap erosi) ................. 20 Tabel II-3. Penentuan kerentanan pasokan air banjir ............... 20 Tabel II-4. Formulasi daerah rawan banjir ................................ 20 Tabel II-5. Formulasi kerentanan penduduk terhadap lahan ......................................................... 21 Tabel II-6. Formulasi kerentanan ekonomi DAS ........................ 21 Tabel II-7. Klasifikasi tingkat kerentanan Sub DAS .................... 24 Tabel III-1. Luas Sub DAS dalam setiap Kabupaten di DAS Ciliwung DS ....................................................... 31 Tabel III-2. Luas masing-masing sistem lahan DAS Ciliwung DS ............................................................... 34 Tabel III-3. Luas masing-masing arahan fungsi lahan pada DAS Ciliwung DS .............................................. 36 Tabel III-4. Penutupan lahan DAS Ciliwung DS .......................... 39 Tabel III-5. Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung DS ....................................................... 40 Tabel III-6. Jumlah penduduk per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ....................................................... 41 Tabel III-7. Kepadatan penduduk per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS (orang/km2) ............................... 42 Tabel III-8. Struktur ekonomi kabupaten kota di DAS Ciliwung DS, 2009—2013 ......................................... 44 Tabel III-9. Pendapatan perkapita di DAS Ciliwung DS, 2009-2013................................................................. 45 Tabel III-10. Garis kemiskinan masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ........................ 46
xxii
Tabel III-11. Jumlah penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ........................ 47 Tabel III-12. Persentase penduduk miskin masingmasing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS .............................................................................. 49 Tabel III-13. Laju pertumbuhan ekonomi per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ........................ 50 Tabel III-14. Tingkat kerentanan lahan tiap sub DAS di masing-masing kabupaten/kota............................... 51 Tabel III-15. Luas (ha) daerah rawan kebanjiran di tiaptiap Propinsi di DAS Ciliwung DS .............................. 55 Tabel III-16. Kerentanan penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS ....................................................... 57 Tabel III-17. Kerentanan dinamis penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS.......................................... 58 Tabel III-18. Kerentanan ekonomi kabupaten kota di DAS Ciliwung DS ....................................................... 59 Tabel III-19. Kerentanan dinamis ekonomi di DAS Ciliwung DS ............................................................... 60 Tabel III-20. Karakterisasi Kerentanan sosial ekonomi DAS Ciliwung DS ....................................................... 61 Tabel III-21. Tipologi dinamis sosial ekonomi DAS Ciliwung DS ............................................................... 62 Tabel III-22. Tingkat kerentanan dinamis sosial ekonomi DAS Ciliwung DS ........................................ 63 Tabel III-23. Kriteria daya dukung DAS yang tergolong baik menurut Permehut No. 61 Tahun 2014. ......................................................................... 70 Tabel III-24. Beberapa contoh penutupan lahan yang kurang sesuai dengan arahan fungsi lahan pada kelas Kemampuan Penggunaan Lahan VIIg dan VIIs. .................................................. 71
xxiii
Tabel III-25. Perlakuan yang diterapkan di daerah Hulu dan Tengah DAS ....................................................... 73 Tabel III-26. Jenis, volume, efektivitas dan biaya konservasi air............................................................ 75 Tabel III-27. Wilayah Administrasi yang Dilewati DAS Ciliwung DS ............................................................... 80
xxiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1.
Kejadian bencana banjir di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah tahun 1984 – 2014 ....................................................................... 4 Gambar I-2. Gambaran umum isi buku Restorasi DAS Ciliwung ................................................................. 8 Gambar II-1. Diagram alir proses program restorasi DAS....................................................................... 11 Gambar II-2. Bagan proses penyusunan rencana restorasi DAS........................................................ 12 Gambar II-3. Diagram alir untuk identifikasi strategi restorasi ............................................................... 15 Gambar II-4. Diagram alir karakterisasi DAS ............................ 18 Gambar II-5. Penghitungan volume banjir ............................... 22 Gambar II-6. Model analisis kerentanan potensi banjir ........... 25 Gambar II-7. Model analisis kerentanan daerah rawan banjir .................................................................... 25 Gambar II-8. Model analisis kerentanan kekeringan ................ 26 Gambar II-9. Model analisis kerentanan lahan......................... 26 Gambar II-10. Model analisis kerentanan tanah longsor ........... 27 Gambar II-11. Model analisis kerentanan sosial ekonomi kelembagaan ....................................................... 28 Gambar III-1. Peta administrasi DAS Ciliwung DS ...................... 30 Gambar III-2. Curah hujan maksimum harian (mm) dari tahun 1978 hingga 2008 ...................................... 32 Gambar III-3. Curah hujan tahunan (mm) dari tahun 1978 hingga 2008 ................................................ 33 Gambar III-4. Peta sistem lahan DAS Ciliwung DS ..................... 36 Gambar III-5. Pemukiman di DAS Ciliwung Tengah (Google Earth 2013) ............................................. 38 xxv
Gambar III-6. Gambar III-7. Gambar III-8. Gambar III-9. Gambar III-10. Gambar III-11.
Gambar III-12. Gambar III-13. Gambar III-14.
Penutupan lahan DAS Ciliwung DS ...................... 38 Penyebaran tingkat kerentanan lahan terhadap degradasi di DAS Ciliwung DS .............. 53 Distribusi spasial pasokan air banjir DAS Ciliwung DS .......................................................... 54 Distribusi spasial daerah rawan kebanjiran DAS Ciliwung DS................................. 56 Perkembangan penutupan lahan di Jakarta (Susandi, 2013) ........................................ 66 Contoh lokasi untuk pembuatan agroforestry dan embung (kiri) serta biopori dan sumur resapan (kanan) (Foto: T.M. Basuki, 2013) ............................................... 74 Teknik kontan yang diterapkan bagian Hulu dan Tengah DAS Ciliwung DS ...................... 74 Sampah di Pintu Air Manggarai (Foto: T.M. Basuki, 2013) ............................................... 76 Perbandingan saluran yang ada dengan prediksi debit yang akan terjadi .......................... 77
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1.
LAMPIRAN 2. LAMPIRAN 3. LAMPIRAN 4.
Formulasi dan teknik penyidikan parameter yang dibutuhkan dalam sidik cepat degradasi sub DAS (Paimin et al., 2012) .................................................................... 97 Sistem lahan DAS Ciliwung DS ........................... 115 Perhitungan volume banjir masingmasing Sub DAS. ................................................ 116 Rencana tindak pengendalian banjir Jakarta di DAS Ciliwung DS ................................ 117
xxvii
xxviii
Restorasi DAS Ciliwung
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jakarta kebanjiran di Bogor angin ngamuk Rumah ane kebakaran Gare-gare kompor mleduk Ane jadi gemeteran Wara-wiri keserimpet Rumah ane kebanjiran Gare-gare got mampet ……………………………………. Ayo-ayo bersihin got Jangan takut badan belepot Coba tenang jangan rebut Jangan pade kalang kabut “Kompor Mleduk” Benyamin Sueb (1939-1995) Lagu “Kompor Mleduk” karya Benyamin Sueb seakan mengambarkan dengan jelas persoalan Jakarta saat ini. Persoalan itu antara lain: banjir, kebakaran, pencemaran sungai, kemacetan
1
Restorasi DAS Ciliwung
lalu lintas, sampah, ketidakpedulian warga dan sebagainya. Diantara persoalan tersebut, banjir yang melanda Jakarta merupakan salah satu persoalan utama. Namun, sebagian besar masyarakat lebih suka menggerutu dan menyalahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tidak dapat mengelola dan menata kota Jakarta sebagai jantung negara. Pemerintah Pusat juga dikritik karena tidak mau ikut bertanggung jawab mengatasi persoalan Jakarta, tempat di mana presiden dan menterinya berada. Banjir Jakarta bukan persoalan baru. Sejak jaman Kolonial Belanda berkuasa, sekitar abad ke-16, Batavia sebagai jantung Belanda di Hindia Belanda sudah sering terkena banjir. Bahkan 60 gubernur jenderal Hindia Belanda dan 14 gubernur Jakarta yang berkuasa dan tinggal di Batavia tidak ada yang merasa bersalah atas kondisi ini. Banjir di Batavia dan Jakarta sekarang ini merupakan “takdir sejarah”, akibat keputusan JP Coen yang membangun kota di dataran rendah dan di bawah permukaan air laut. Berbicara masalah banjir berarti bicara soal air dan manusia. Air yang tidak terkelola dengan baik serta perilaku manusia yang abai terhadap diri dan lingkungannya menjadikan banjir terus terjadi. Sudah sejak lama berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk mengubah takdir sejarah tersebut. Salah satu pendekatan yang komprehensif dalam memahami interaksi alam, siklus air, dan manusia adalah pendekatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pendekatan pengelolaan DAS seyogyanya dapat menjadi solusi komprehensif atas permasalahan tersebut di atas. Namun realitanya berbeda dengan harapan, kondisi DAS di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya DAS kritis yang diprioritaskan untuk ditangani. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1984 sesuai dengan Surat Keputusan
2
Restorasi DAS Ciliwung
Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri No 19/1984, KH.059/Kpts-II/1984 dan PU.124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984 tentang penanganan konservasi tanah dalam rangka pengamanan daerah aliran sungai prioritas ditetapkan 22 DAS prioritas untuk ditangani, salah satu diantaranya adalah DAS Ciliwung dimana Jakarta berada. Namun demikian, belum lagi 22 DAS prioritas tersebut dapat ditangani, pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang penetapan urutan prioritas DAS, menetapkan lagi 472 DAS Prioritas dengan rincian 62 DAS Prioritas 1, 232 DAS Prioritas 2, dan 178 DAS prioritas 3. Dalam penetapan tersebut, DAS Ciliwung tetap menjadi DAS Prioritas 1. Pada tahun 2009, Kementerian Kehutanan, dengan pertimbangan derajat mendesak dan perlu segera diselamatkan, mengeluarkan lagi Surat Keputusan No 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai Prioritas, ditetapkan 108 DAS Prioritas yang perlu segera ditangani di seluruh Indonesia. Ke 108 DAS prioritas ini menjadi target pembangunan jangka menengah (RPJM) tahun 2010-2014, termasuk DAS Citarum dan DAS Ciliwung dan ditambah DAS-DAS lainnya seperti DAS Siak, DAS Kampar, DAS Kapuas dan DAS lainnya. Sudah lebih dari 30 tahun sejak pencanangan rehabilitasi DAS dilakukan, alhasil belum dapat menurunkan jumlah DAS yang kritis. Fakta ini didukung pula dengan semakin meningkatnya bencana hidrometerologis seperti banjir, sedimentasi, tanah longsor, dan kekeringan. Data yang dikumpulkan oleh Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan lebih dari 1000 kejadian banjir di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah sejak tahun 1984 sampai 2014 (BNPB, 2014), belum lagi dari daerah lain.
3
Restorasi DAS Ciliwung
Pada Gambar I-1 disajikan kejadian bencana banjir yang semakin meningkat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Data tersebut mengindikasikan pula masih tingginya bencana banjir selama lima tahun terakhir (mulai 2010).
Sumber : Data diolah dari BNPB (2014)
Gambar I-1. Kejadian bencana banjir di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah tahun 1984 – 2014 Fakta dan data tersebut di atas meneguhkan Presiden Joko Widodo dengan Nawacitanya untuk memasukkan DAS Ciliwung sebagai salah satu Quick Win yang harus diselesaikan di era pemerintahannya. Hal ini menunjukkan political will Jokowi bahwa konsep pengelolaan DAS dapat dipergunakan untuk mengelola sumberdaya dan mengatasi masalah banjir di Jakarta. Diharapkan dengan tuntasnya persoalan banjir di Jakarta dapat dijadikan lesson learn bagi pengelolaan DAS di daerah lain. Secara konseptual, pengelolaan DAS pada prinsipnya dapat dilakukan melalui pengelolaan lahan, pengelolaan air, pengelolaan hutan, dan pengelolaan manusia. Pengelolaan DAS harus dilakukan secara utuh (one river one management) dari hulu sampai hilir, tidak terfragmentasi dan melibatkan semua para pihak yang ada didalamnya (Adibroto, 2002). Pada kenyataannya pengelolaan DAS yang melibatkan semua parapihak relatif sulit dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Naik Sinukaban 4
Restorasi DAS Ciliwung
(Kompas, 2013) bahwa kerusakan DAS di Indonesia dikarenakan alih fungsi lahan yang tidak sesuai dan tidak mengikuti tata ruang yang disepakati. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa pengelolaan DAS masih belum dilakukan secara utuh. Secara perundang-undangan, pengelolaan DAS telah diatur dalam PP 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS, diantaranya mengatur tentang kewenangan pengelolaan DAS kabupaten, lintas kabupaten dan lintas propinsi. PP 37 tahun 2012 ini didukung oleh sejumlah peraturan perundangan, baik pada level UU, seperti UU 41 tahun 2009 tentang Kehutanan dimana pasal 3c mengatakan bahwa Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung DAS. Dalam hal peningkatan daya dukung DAS melalui kegiatan konservasi tanah dan air juga ditetapkan dalam Pasal 3d, UU No.37 Tahun 2014 tentang konservasi tanah dan air, sedangkan untuk menilai daya dukung DAS dijabarkan dalam Permenhut No.61 Tahun 2014 tentang monev kinerja DAS. Peraturan di atas diperkuat oleh UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pasal 14 menyebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi. Lebih lanjut, di dalam Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan No. BB.5. sub urusan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), pelaksanaan pengelolaan DAS lintas Daerah kabupaten/kota dan dalam Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, sedangkan Pemerintah Pusat menyelenggarakan pengelolaan DAS secara umum. UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria pasal 5 menyebutkan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburan serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiaptiap orang, badan hukum, atau industri yang mempunyai hukum dengan tanah. Pencegahan dan perbaikan kerusakan tanah juga 5
Restorasi DAS Ciliwung
diatur dalam PP. No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Walaupun peraturan yang terkait dengan pengelolaan DAS sudah dengan jelas dan tegas mengatur tugas pokok, fungsi dan kewenangan parapihak dalam pengelolaan DAS. Namun realitas menunjukkan DAS yang mengalami kerusakan belumlah berkurang. Mengapa pengelolaan DAS yang dilakukan selama ini belum dapat merestorasi kondisi DAS menjadi lebih baik, yang diindikasikan terus terjadinya banjir Jakarta untuk DAS Ciliwung?. Bagaimana langkah-langkah untuk merestorasi DAS sehingga menjadikannya lebih baik? Oleh karena itu, diperlukan suatu cara bagaimana mengembalikan (restorasi) kondisi DAS yang mengalami kerusakan tersebut, paling tidak mendekati seperti semula. Penerapan konsep restorasi DAS lebih terlihat apabila ada teladan nyata yang dapat dipelajari dan menjadi inspirasi bagi pengelolaan DAS lainnya. Untuk implementasi restorasi DAS dilakukan di DAS Ciliwung. DAS Ciliwung dalam buku ini menggunakan istilah DAS Ciliwung DS (Dan Sekitarnya) karena yang akan dianalisis tidak hanya Sungai Ciliwung saja, melainkan sungai-sungai lain yang bermuara di Jakarta. DAS Ciliwung DS yang menjadi penyebab banjir di Provinsi DKI Jakarta, mempunyai hulu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, melewati Provinsi Banten dan bermuara di Provinsi DKI Jakarta. Dilihat dari alirannya tersebut secara umum, untuk menyelesaikan permasalahan banjir di Provinsi DKI Jakarta, maka koordinasi paling tidak harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta di samping Kementerian LHK yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan DAS Lintas Provinsi. Mengingat banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat serta kompleksnya permasalahan untuk melakukan restorasi DAS, maka banyak hal yang harus dipertimbangkan dan direncanakan untuk merestorasi DAS Ciliwung DS. 6
Restorasi DAS Ciliwung
1.2. Tujuan Buku ini bertujuan memberikan gambaran tentang restorasi DAS, tahapan restorasi DAS, dan perencanaan restorasi DAS. Secara khusus buku ini berupaya memberi pemahaman tahapan untuk membuat perencanaan restorasi DAS Ciliwung DS. Perencanaan restorasi DAS menjadi fokus buku ini karena perencanaan yang tepat dapat memberi arah yang tepat, efisiensi penggunaan sumberdaya, efektivitas pengerahan sumberdaya, acuan bagi monitoring dan evaluasi. Buku ini diharapkan dapat digunakan bagi pengambil keputusan di pusat dan daerah dalam pengelolaan DAS Ciliwung, memberi inspirasi pengelolaan DAS lain, menjadi bahan ajar, dan pembuka pikiran bagi peneliti serta peminat perencanaan wilayah.
1.3. Sistematika Buku Restorasi merupakan konsep yang luas, komprehensif dan penuh idealisme. Untuk memberi gambaran utuh, menyeluruh dan sistematis mengenai restorasi DAS, buku ini menjelaskan mengenai bagaimana kegagalan mengidentifikasi masalah dapat menyebabkan kondisi DAS Ciliwung seperti saat ini. Dengan dilakukan restorasi DAS diharapkan kondisi DAS Ciliwung dapat mencapai keadaan yang ideal (Gambar I-2), sedangkan secara sistematika buku ini dirinci sebagai berikut: BAB I berisi tentang latar belakang dan tujuan penulisan buku ini. Bab II menjelaskan mengenai pustaka dan teori yang mendasari perencanaan restorasi DAS. Bab III berisi tentang keadaan DAS Ciliwung DS, mulai dari kondisi umum yang meliputi penentuan kerentanan lahan,
7
Restorasi DAS Ciliwung
kerentanan banjir, sosial ekonomi serta kerentanan penduduk terhadap lahan. Berikutnya adalah mencari isu utama dan akar permasalahan, kemudian menentukan rencana tindak yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Bagian terakhir dari Bab ini adalah rekomendasi mengenai kegiatan yang dapat dikerjakan untuk mengurangi banjir di Jakarta. Bab IV berisi penutup dari buku ini.
Gambar I-2. Gambaran umum isi buku Restorasi DAS Ciliwung
8
Restorasi DAS Ciliwung
II.
RESTORASI: DARI KONSEP KE APLIKASI
2.1. Berawal dari Konsep Restorasi Restorasi diartikan sebagai pengembalian atau upaya memperbaiki serta memulihkan kepada keadaan semula (KKBI, 2001). Secara spesifik Society for Ecological Restoration (SER) (2004) mendefinisikan restorasi ekologis sebagai proses untuk membantu pemulihan suatu ekosistem yang telah terdegradasi, rusak dan hancur. Ziemer (1997) menyatakan bahwa restorasi DAS lebih difokuskan untuk memperbaiki areal dalam DAS yang paling terdegradasi. Lebih lanjut Ziemer (1997) menjelaskan bahwa kemungkinan kegagalan dalam restorasi dikarenakan kurang memperhatikan permasalahan yang lebih luas, misalnya dalam konteks geografi, waktu dan ekologi. Dengan demikian restorasi yang berhasil tidak hanya mengerti permasalahan yang akan ditangani saja, melainkan juga mengerti keterkaitan antara permasalahan yang akan ditangani dengan komponen ekosistem yang lain, baik di dalam maupun di luar batas DAS yang bersangkutan (Ziemer, 1997).
2.2. Arah Restorasi Secara harfiah, restorasi merupakan suatu upaya untuk mengembalikan sesuatu pada kondisi awal/semula. Dalam skala 9
Restorasi DAS Ciliwung
DAS yang terdiri dari perpaduan berbagai sistem kehidupan, mengembalikan ke keadaan seperti semula adalah sesuatu yang sulit dan tidak mungkin dilakukan, karena kondisi sudah berubah oleh tuntutan kebutuhan hidup manusia. Dalam restorasi DAS biasanya lebih ditujukan pada kondisi sasaran (acuan) yang telah ditargetkan sebelumnya sesuai dengan tujuan utama restorasi (Johnston dan Moore, 1995). Oleh karenanya, pemahaman restorasi DAS lebih diarahkan pada pencapaian keadaan kondisi masa depan yang diinginkan, dimana fungsi daya dukung DAS dapat meningkat. Acuan tersebut dapat berupa kriteria dan indikator serta standar yang menunjukkan bahwa upaya restorasi secara teknis layak dilakukan, sumberdaya yang ada sebagai komponen dalam DAS tepat tersedia dan dapat menjaga fungsi DAS dan mendatangkan manfaat yang diharapkan. Restorasi DAS mempunyai arti yang berbeda dibandingkan dengan rehabilitasi DAS. Rehabilitasi DAS lebih menekankan pada proses perbaikan DAS sedangkan restorasi mencakup pembentukan kembali kondisi suatu DAS yang menekankan pada keintegrasian faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi suatu DAS seperti interaksi antara manusia, lahan, tanah, dan air, atau yang diistilahkan dengan budaya. DAS yang telah terestorasi diharapkan dapat dipertahankan kondisinya dengan penerapan kembali budaya atau kearifan lokal yang sejak dahulu sudah ada di tempat tersebut.
2.3. Berakhir ke Aplikasi Restorasi Seperti halnya tahapan dalam pengelolaan DAS, restorasi DAS sebagai program pemulihan DAS terdegradasi berupa upayaupaya perbaikan dan pengembalian fungsi-fungsi DAS, juga meliputi tahapan mulai dari perencanaan, implementasi serta monitoring dan evaluasi (Gambar II.1). 10
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber: dimodifikasi dari Paimin et.al., 2010
Gambar II-1. Diagram alir proses program restorasi DAS Dalam buku ini, hanya dibahas aspek perencanaan restorasi DAS saja, yaitu meliputi identifikasi masalah berikut rencana tindaknya. Perencanaan restorasi DAS merupakan bagian yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan restorasi DAS karena sangat menentukan apakah kegiatan yang akan dilakukan tepat sasaran dan menyelesaikan masalah secara benar atau tidak. Secara umum, rencana restorasi DAS meliputi: 1) alasan mengapa restorasi diperlukan, 2) diskripsi kondisi DAS yang akan direstorasi, 3) tujuan dan sasaran dari restorasi DAS, 4) diskripsi kondisi DAS yang ingin dicapai, 5) bagaimana restorasi akan dilakukan, 6) rencana tata waktu dan anggaran yang diperlukan untuk restorasi DAS, 7) monitoring dan evaluasi pelaksanaan restorasi, 8) strategi jangka panjang untuk pemeliharaan DAS yang telah direstorasi. Perencanaan restorasi meliputi tahapan kegiatan sebagai yang disajikan dalam Gambar II-2, sedangkan uraian masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
11
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber: Dimodifikasi dari Johnston dan Moore, 1995; Ziemer, 1997; dan SER International, 2004
Gambar II-2. Bagan proses penyusunan rencana restorasi DAS 1. Analisis DAS Langkah awal untuk melakukan restorasi suatu DAS adalah analisis DAS. Analisis DAS dilakukan melalui identifikasi kondisi aktual dari DAS untuk mengetahui permasalahan, karakterisasi potensi dan kerentanan DAS, serta tingkat kebutuhan upaya pemulihan. 2. Identifikasi masalah dan tujuan restorasi Berdasarkan hasil analisis kondisi aktual DAS, kemudian diidentifikasi dan dirumuskan permasalahan dan isu utama yang ingin dipecahkan melalui kegiatan restorasi, dipetakan lokasi sumber masalahnya, serta ditentukan arah dan tujuan restorasi. 3. Identifikasi prioritas restorasi Berdasarkan hasil pemetaan masalah dan sumbernya, kemudian dilakukan analisis untuk menentukan prioritas penanganan masalah berdasarkan satuan sub DAS. Prioritas
12
Restorasi DAS Ciliwung
didasarkan pada hasil analisis kerentanan baik biofisik maupun sosek-kelembagaan yang dilakukan sebelumnya. 4. Identifikasi strategi restorasi Pemilihan strategi dan pendekatan dalam restorasi dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan restorasi. Johnston dan Moore (1995) membedakan strategi restorasi menjadi: restorasi (restoration), rehabilitasi (rehabilitation), reklamasi, mitigasi (mitigation) dan tidak melakukan apa-apa (to do nothing). Lebih lanjut, SER International (2004) menambahkan dengan reklamasi, penciptaan/fabrikasi, dan rekayasa ekologi. Untuk jelasnya, diagram alir identifikasi strategi restorasi disajikan pada Gambar II-3. Strategi restorasi yang dipergunakan dapat tunggal maupun lebih dari satu strategi yang disinergikan untuk mengatasi suatu pemulihan berdasarkan pada prioritas masalah yang ada. Pemahaman masing-masing strategi restorasi diuraikan sebagai berikut: a. Restorasi Upaya restorasi merupakan upaya paling ekstrim dalam mengembalikan sumberdaya ke keadaan semula. Dalam banyak kasus restorasi DAS mungkin tidak praktis dan sulit dilakukan secara menyeluruh. Hal ini disebabkan sifat program restorasi yang jangka panjang dan tidak dibatasi oleh luasan wilayah dan cakupan sumberdaya alam yang direstorasi (SER International, 2004). Informasi tentang keadaan semula DAS sebagai acuan juga sulit dipenuhi. Untuk itu, upaya restorasi perlu dilakukan pembatasan keadaan atau tujuan yang ingin dicapai. Keadaan yang ingin dicapai tersebut dapat menggunakan indikator kriteria lahan, tata air, sosial ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah seperti yang dijelaskan dalam Permenhut No. P61/Menhut-II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS. Oleh 13
Restorasi DAS Ciliwung
karena itu, dalam program restorasi DAS biasanya meliputi banyak strategi kegiatan disesuaikan dengan permasalahan yang akan diselesaikan. b. Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan strategi yang lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan restorasi terutama terkait obyek sumberdaya hayati. Rehabilitasi lebih berfokus pada kegiatan yang mendatangkan nilai tambah ekonomis setempat dan berdampak baik bagi kesehatan DAS (terutama hilirnya). Ruang lingkup rehabilitasi lebih terbatas, secara teknis lebih sederhana dan investasinya lebih murah dibandingkan dengan restorasi. Oleh karena itu, rehabilitasi lebih sering dipergunakan terutama dalam cakupan yang sempit, lokal, dan segera terlihat hasilnya. c. Reklamasi Secara umum reklamasi dikaitkan dengan upaya memperbaiki dan memulihkan lahan yang kurang berguna menjadi lebih berguna. Strategi ini sering diidentikkan dengan peningkatan kemampuan produksi pertanian atau pemanfaatan lain seperti reklamasi pantai atau reklamasi lahan bekas tambang. Peningkatan manfaat ekonomi dengan tetap menciptakan kembali stabilitas ekosistem yang terganggu menjadi fokus kegiatan ini. Strategi ini seringkali menggunakan kegiatan revegetasi dan penggunaan sumberdaya dari lokasi lain.
14
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber: modifikasi dari Johnston dan Moore, 1995
Gambar II-3. Diagram alir untuk identifikasi strategi restorasi
d. Mitigasi Mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi/meringkankan dampak atau pengaruh sesuatu terhadap sumberdaya. Mitigasi sering dikaitkan dengan upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2008). Upaya mitigasi dapat menjadi strategi yang tepat ketika usaha untuk mencegah dan mengurangi resiko kerusakan lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan perbaikan yang dilakukan. Strategi ini dapat menjadi strategi yang berguna dalam skala lebih kecil, dimana peluang untuk pemulihan langsung (restorasi), rehabilitasi atau reklamasi sumberdaya fisik/hayati akibat gangguan dalam DAS yang rusak secara teknis terbatas, 15
Restorasi DAS Ciliwung
mahal, dan tidak efektif, tetapi mendatangkan manfaat yang signifikan bagi sumberdaya yang terganggu dan dapat diperbaiki. e. Penciptaan/Fabrikasi Strategi ini bertujuan untuk membuat perubahan lingkungan menjadi berbeda dibandingkan dengan keadaan semula. Misalnya, suatu wilayah tanpa vegetasi kemudian dilakukan penciptaan kondisi (arsitektur lanskap) menjadi wilayah bervegetasi agar memiliki nilai ekologis dan ekonomis. f. Rekayasa Ekologi Rekayasa ekologi merupakan penerapan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan tertentu untuk mencapai kondisi atau tujuan yang diinginkan dengan menggunakan manipulasi bahan alami organisme hidup dan lingkungan fisik-kimia untuk memecahkan masalah tertentu pula. g. To do nothing Strategi untuk tidak melakukan apa-apa (to do nothing) merupakan strategi dengan tidak melakukan intervensi, gangguan, dan perubahan terhadap sumberdaya dan berharap sumberdaya itu dapat pulih sendiri. Strategi ini dapat menjadi strategi terbaik jika sumberdaya dalam DAS yang rusak sedikit, tidak terlalu luas, tingkat kerusakan lebih rendah dari kemampuan pulih kembali secara alami, dan intervensi dapat menganggu kemampuan pulih kembali. 5. Identifikasi cakupan kegiatan berdasarkan tujuan restorasi Setelah ditemukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah dalam DAS, selanjutnya perlu identifikasi cakupan/batasan kegiatan sesuai dengan masing-masing tujuan kegiatan. Sebelumnya, dilakukan sinkronisasi hasil pemetaan karakteristik DAS dengan peta Arahan Fungsi Kawasan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) 16
Restorasi DAS Ciliwung
ataupun kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL). Selain itu juga perlu dipertimbangkan kebijakan nasional maupun daerah terkait pengembangan wilayah yang bersangkutan. Identifikasi cakupan kegiatan meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Jenis kegiatan yang akan dilakukan (sesuai tujuan) b. Batas spasial (luas wilayah) kegiatan c. Kerangka waktu untuk pelaksanaan kegiatan, dan d. Keterkaitan kegiatan dengan komponen kegiatan lainnya (antar kegiatan) 6. Penyusunan rencana restorasi DAS Hasil kerja dari tahapan-tahapan di atas, kemudian dituangkan menjadi matriks rencana kegiatan restorasi yang sifatnya indikatif pada tingkat DAS, dengan penekanan permasalahan pada tingkat yang lebih detail (kabupaten atau sub DAS prioritas). Matriks rencana tindak berisi kolom masalah, jenis kegiatan, lokasi, biaya, tata waktu, lembaga yang menangani. Aspek-aspek yang menjadi cakupan kegiatan dalam rencana tindak restorasi DAS meliputi beberapa hal, yaitu: a. Aspek Perlindungan DAS b. Aspek Pengembangan/Pemanfaatan c. Aspek Penanggulangan Bencana d. Aspek Penguatan Kelembagaan
2.4. Identifikasi Masalah Kegiatan pertama dalam analisis DAS adalah untuk mengidentifikasi masalah yang menjadi isu utama dalam DAS dan sumber masalahnya. Bencana banjir, sedimentasi, maupun pencemaran yang menimpa DAS-DAS di Indonesia merupakan dampak dari suatu proses sebelumnya yang mungkin disebabkan oleh faktor alami, faktor manajemen ataupun kombinasi keduanya. Untuk dapat mengetahui sumber-sumber 17
Restorasi DAS Ciliwung
permasalahannya perlu dilakukan identifikasi, apakah penyebab bencana dan dimana lokasi sumber permasalahannya? Hasil identifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan langkahlangkah restorasi yang tepat dan harus dikerjakan. Metode yang dipergunakan untuk identifikasi masalah menggunakan panduan yang dikembangkan Paimin et al. (2012). Pada metode ini identifikasi masalah merupakan karakterisasi DAS yang dilakukan pada faktor biofisik, faktor sosial ekonomi, dan kelembagaan. Dalam metode tersebut di atas, dianalisis pula potensi dan kerentanan DAS terhadap degradasi. Hasil karakterisasi kemudian diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerentanannya terhadap degradasi. Selanjutnya, hasil tersebut dapat digunakan untuk membuat skala prioritas areal yang harus segera direstorasi. Diagram alir karakterisasi DAS disajikan dalam Gambar II-4.
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-4. Diagram alir karakterisasi DAS
18
Restorasi DAS Ciliwung
Pada diagram tersebut di atas terlihat bahwa identifikasi meliputi faktor-faktor tunggal seperti penutupan lahan, hujan atau mengkombinasikan faktor-faktor yang ada untuk menentukan karakter DAS tertentu, seperti karakter hujan dengan lahan yang akan menentukan daerah yang merupakan pemasok air (potensi banjir). Secara detil karakterisasi dengan menggunakan formula Tipologi DAS disampaikan dalam buku Paimin et al. (2012) yang berjudul Sistem Perencanaan Pengelolaan DAS. Hasil analisis karakterisasi tersebut berupa kondisi (data dan peta) tingkat kerentanan, yang meliputi: 1. Kerentanan lahan (kekritisan lahan/kerentanan lahan terhadap erosi), 2. Kerentanan pasokan air banjir 3. Kerentanan daerah banjir 4. Kerentanan penduduk dan ekonomi Keseluruhan informasi kondisi potensi dan keretanan di atas kemudian digunakan untuk menentukan kondisi/tipologi banjir, tipologi sosial-ekonomi, tipologi Daerah Tangkapan Air, dan tipologi DAS. Klasifikasi/formulasi masing-masing tingkat kerentanan dan tipologi diperoleh dari Paimin et al. (2012) dan disajikan pada Tabel II-1 sampai dengan Tabel II-6 Tabel II-1. Kategori Nilai Sangat Tinggi > 4,3 Tinggi 3,5 – 4,3 Sedang 2,6 – 3,4 Rendah 1,7 - 2,5 Sangat Rendah < 1,7 Sumber: Paimin et al., 2012
Klasifikasi kerentanan DAS Tingkat Kerentanan/Degradasi Sangat Rentan/Sangat terdegradasi Rentan/Terdegradasi Agak Rentan Sedikit Rentan/Agak terdegradasi Tidak Rentan/Tidak terdegradasi
19
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel II-2.
Penentuan kerentanan lahan (kekritisan lahan/kerentanan lahan terhadap erosi)
(1)
H. lindung , H. Konser v (1) 1
(2)
1
1,5
1,5
2
2
2,5
(3)
1
2
2,5
3
3,5
4
Bentuk/Sistem Lahan*
Rawa-rawa, Pantai Dataran Aluvial, Lembah alluvial Dataran
Penutupan Lahan* Hut Sawah, Prod/ Pemu Rumput, Perke kiman Semak/ buna Belukar n (2) (3) (4) 1 1 1
Air Payau, Tawar, Gedun g (1) 1
Tegal, Tanah berbatu (5) 1
Kipas dan Lahar, (4) 1 2,5 3 3,5 4 4,5 Teras-teras Pegunungan & (5) 1 3 3,5 4 4,5 5 Perbukitan Keterangan: * Angka dalam kurung merupakan nilai/skor dari parameter yang bersangkutan Sumber: Paimin et al., 2012
Tabel II-3.
Penentuan kerentanan pasokan air banjir Kerentanan Lahan (Tabel II-1)
Hujan Harian Maksimum (mm)
<1,7 (Sangat Rendah) < 20 (Sangat Rendah) <1,7 21-40 (Rendah) 1,7 – 2,5 41-75 (Sedang) 1,7 – 2,5 76-150 (Tinggi) 2,6 – 3,4 >150 (Sangat Tinggi) 2,6 – 3,4 Sumber: Paimin et al., 2012
Tabel II-4.
2,6 – 3,4 (Sedang)
3,5 – 4,3 (Tinggi)
<1,7 1,7 – 2,5 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3
1,7 – 2,5 1,7 – 2,5 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3
1,7 – 2,5 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 >4,7
Formulasi daerah rawan banjir
Bentuk/Sistem Lahan Rawa-rawa, Pantai, Jalur kelokan Dataran Aluvial, Lembah alluvial Dataran Kipas dan Lahar, Teras-teras Pegunungan & Perbukitan Sumber: Paimin et al., 2012
20
1,7 – 2,5 (Rendah)
Skor 5 4 3 2 1
>4,3 (Sangat Tinggi) 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3 >4,7
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel II-5.
Formulasi kerentanan penduduk terhadap lahan
Kepadatan Penduduk (Org/km2) Jarang ( < 250) Sedang (250 – 400 )
(1) (3)
Pertanian (5) 3 4
Struktur Ekonomi Industri (3) 2 3
Jasa (1) 1 2
Padat ( > 400) (5) 5 4 3 Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai skor pada setiap parameter Sumber: Paimin et al., 2012
Tabel II-6.
Formulasi kerentanan ekonomi DAS
Pertumbuhan Ekonomi Pentil 4 Pentil 3 Pentil 2 Pentil 5 Pentil 1 Pendapatan (6,33% - (4,85% - (3,37% (> 7,81%) (< 3,37%) 7,81%) 6,32%) 4,84%) (1) (2) (3) (4) (5) > 1,5 SK (1) 1 1,5 2,0 2,5 3,0 1,26 – 1,5 SK (2) 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 1,1 – 1,25 SK (3) 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 0,67 – 1 SK (4) 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 <,67 – 1 SK (5) 3,0 3,5 4,0 45 5,0 Keterangan: SK = Standar Kemiskinan. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai skor pada setiap parameter Sumber: Paimin et al., 2012
Berdasarkan hasil karakterisasi DAS tersebut di atas, kemudian dimanfaatkan untuk analisis lebih lanjut, yaitu: 1. Menilai tingkat kerentanan pengelolaan masing-masing DAS, sekaligus mengidentifikasi permasalahan dan sumber masalah yang ada. 2. Mengklasifikasikan DAS berdasarkan tingkat kerentanan dan permasalahan. 3. Menilai tingkat kerentanan bagian DAS, sebagai dasar untuk menetapkan urutan prioritas pengelolaan bagian DAS (sub DAS) atau DTA dalam kabupaten. 4. Menyusun konsep pengelolaan DAS dalam kerangka program restorasi DAS. 21
Restorasi DAS Ciliwung
5. Menetapkan tujuan restorasi berdasarkan kerentanan/masalah dan sumber masalahnya
tingkat
2.5. Perhitungan Volume Banjir Persoalan banjir merupakan masalah utama yang diprioritaskan untuk ditangani di DAS Ciliwung DS. Banjir merupakan peristiwa tergenangnya daratan yang disebabkan volume air yang meningkat. Untuk itu penghitungan volume banjir dan darimana air tersebut berasal menjadi penting untuk diketahui. Banyak metode yang dapat digunakan untuk menghitung volume banjir, salah satunya metode “Curve Number” (CN) yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service USA (Dunne & Leopold, 1978). Dalam metode ini setiap sungai yang berkontribusi ke banjir Jakarta dibagi menjadi bagian hulu, tengah, dan hilir. Parameter yang digunakan antara lain hujan harian maksimum, penutupan lahan dan jenis tanah seperti Gambar II-5 berikut ini:
Sumber: modifikasi dari Tikno et al., 2013
Gambar II-5. Penghitungan volume banjir 22
Restorasi DAS Ciliwung
Metode perhitungan CN beranggapan bahwa hujan yang menghasilkan limpasan merupakan fungsi dari hujan kumulatif, tata guna lahan, jenis tanah dan kelembaban. Hubungan antara nilai kemampuan penyimpanan maksimum dengan nilai dari karakteristik DAS yang diwakili oleh CN adalah sebagai berikut:
Nilai CN bervariasi dari 100 untuk permukaan yang digenangi air hingga sekitar 30 untuk permukaan tak kedap air dengan nilai infiltrasi tinggi.
2.6. Rencana Tindak Penyusunan rencana tindak merupakan tahapan lebih lanjut setelah tujuan restorasi ditetapkan berdasarkan karakterisasi DAS. Rencana tindak restorasi DAS meliputi dua macam rencana dengan skala yang berbeda: 1. Rencana tindak restorasi skala DAS, berupa matriks rencana indikatif kegiatan restorasi dalam skala DAS 2. Rencana tindak restorasi skala Sub DAS, berupa matriks rencana operasional kegiatan restorasi dalam skala Sub DAS yang menjadi prioritas
23
Restorasi DAS Ciliwung
Berdasarkan tahapan pemilihan prioritas penanganan masalah, selanjutnya ditetapkan bagian DAS mana yang memerlukan prioritas penanganan restorasi dalam satuan sub DAS (DTA dalam kabupaten) melalui penyusunan rencana restorasi yang lebih operasional. Analisis selanjutnya dilakukan formulasi lebih detail di tingkat sub DAS prioritas, dengan menggunakan metode “Sidik Cepat Degradasi Sub DAS” (Paimin et al., 2010). Metode ini bertujuan untuk menilai secara detail kerentanan banjir, kekeringan, kekritisan lahan, tanah longsor serta sosialekonomi-kelembagaan di tingkat sub DAS. Klasifikasi tingkat kerentanan/ degradasi bagian DAS (sub DAS) disajikan pada Tabel II-7. Klasifikasi tingkat kerentanan DAS (Tabel II-2 serta serta klasifikasi tingkat kerentanan Sub DAS (Tabel II-7) nilainya sama. Tabel II-7. Kategori
Klasifikasi tingkat kerentanan Sub DAS Nilai
Sangat Tinggi > 4,3 Tinggi 3,5 – 4,3 Sedang 2,6 – 3,4 Rendah 1,7 - 2,5 Sangat Rendah < 1,7 Sumber : Paimin, et al. 2012
Tingkat Kerentanan/Degradasi Sangat Rentan/Sangat terdegradasi Rentan/Terdegradasi Agak Rentan Sedikit Rentan/Agak terdegradasi Tidak Rentan/Tidak terdegradasi
Teknik penyidikan masing-masing parameter penyusun metode kerentanan disajikan pada Lampiran 1 – 3. Teknik analisis untuk mendapatkan peta dan data masing-masing kerentanan tingkat sub DAS, disarikan dari Paimin et al. (2010) dan disajikan dalam diagram alir Gambar II-6 sampai dengan Gambar II-11.
24
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-6. Model analisis kerentanan potensi banjir
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-7. Model analisis kerentanan daerah rawan banjir
25
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-8. Model analisis kerentanan kekeringan
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-9. Model analisis kerentanan lahan
26
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-10. Model analisis kerentanan tanah longsor Berdasarkan informasi berupa peta-peta tematik dan data tingkat kerentanan sub DAS tersebut, selanjutnya dilakukan penyusunan perencanaan restorasi DAS tingkat sub DAS. Perencanaan restorasi DAS berupa matriks dan/atau peta usulan indikatif kegiatan seperti upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), reklamasi, revegetasi dan lain-lain. Usulan kegiatan untuk menentukan jenis dan volume kegiatannya harus selaras dengan arahan fungsi kawasan, arahan penggunaan lahan yang ada dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota dan kebijakan pembangunan daerah di wilayah sub DAS bersangkutan. Penselarasan antara tingkat kerentanan sub DAS dengan fungsi kawasan untuk menetapkan rencana lokasi kegiatan dilakukan menggunakan perangkat SIG dengan cara menumpang-susunkan (overlay) peta tingkat kerentanan dengan peta fungsi kawasan di sub DAS. Usulan kegiatan juga mempertimbangkan kecukupan luas hutan dalam DAS seperti diuraikan dalam perencanaan DAS lintas kabupaten (Paimin et al., 2010). 27
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-11. Model analisis kelembagaan
28
kerentanan
sosial
ekonomi
Restorasi DAS Ciliwung
III.
RESTORASI DAS CILIWUNG DS
3.1. Kondisi Umum Daerah Aliran Sungai Ciliwung DS mencakup areal seluas 150.946 ha, membentang di wilayah Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok), Propinsi DKI (Kota Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara), Propinsi Banten (Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang). Areal terluas terletak di DKI Jakarta, yang meliputi 40% dari luas DAS Ciliwung DS. Perincian luas masing-masing propinsi dan kabupaten serta luas masing-masing sub DAS dapat dilihat pada Tabel III-1 dan distribusinya disajikan dalam Gambar III-1
29
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-1. Peta administrasi DAS Ciliwung DS
30
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel III- 1. Luas Sub DAS dalam setiap Kabupaten di DAS Ciliwung DS
31
Restorasi DAS Ciliwung
a. Curah Hujan Data curah hujan yang mewakili hulu DAS Ciliwung DS berasal dari data hujan yang dikumpulkan di perkebunan Gunung Mas (Kecamatan Tugu Selatan). Berdasarkan data yang diperoleh, hujan maksimum harian setiap tahun dan curah hujan tahunan disajikan dalam Gambar III-2 dan Gambar III-3. Hasil analisis data selama 16 tahun menunjukkan bahwa curah hujan maksimum harian di stasun Gunung Mas yang tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebanyak 247 mm/hari, dan terendah terjadi pada tahun 1999 sebanyak 65 mm/hari. Di wilayah tengah DAS yang diwakili oleh stasiun Katulampa, hujan maksimum harian tertinggi juga terjadi pada tahun 2007, tetapi hanya sebesar 172 mm. Kondisi demkian tidak dijumpai pada stasiun pencatat hujan di Depok yang digunakan untuk menghitung hujan di wilayah DAS Ciliwung bagian hilir. Dalam kurun waktu tersebut, hujan tertinggi di wilayah Depok terjadi pada tahun 1998 sebesar 126 mm dan terendah justru terjadi pada tahun 2007 sebanyak 72 mm.
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan PT. Perkebunan Nusantara
Gambar III-2. Curah hujan maksimum harian (mm) dari tahun 1978 hingga 2008 32
Restorasi DAS Ciliwung
Berbeda dengan hujan maksimum harian, curah hujan tahunan tertinggi di stasiun Gunung Mas terjadi pada tahun 1999 sebesar 5.664 mm, dan terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 2.862 mm. Curah hujan tahunan di stasiun Katulampa tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 4.921 mm, sedangkan terendah sebesar 2.690 mm terjadi pada tahun 1997. Dalam kurun waktu 1996 sd 2010 tersebut curah hujan tahunan di Depok selalu kurang daripada kedua stasiun di atasnya tersebut, dengan rerata 1.920 mm.
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan PT. Perkebunan Nusantara
Gambar III-3. Curah hujan tahunan (mm) dari tahun 1978 hingga 2008 b. Sistem Lahan Hulu DAS Ciliwung DS terletak di daerah Gunung Salak dan Gunung Pangrango, dengan fisiografi berbukit hingga bergunung. Lereng dapat mencapai sekitar 74% dengan panjang lereng mencapai 500 sd 700 m (Trisnadi, 2006). Sistem lahan DAS Ciliwung DS berdasarkan peta Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT) skala 1:250.000 menunjukkan bahwa di bagian paling Selatan merupakan pegunungan (TGM) yang merupakan gunung 33
Restorasi DAS Ciliwung
berapi strato muda dari batuan vulkanik berbasalt. Jenis batuannya shale, batu lanau, batu pasir, batu lumpur, dan tefra berbutir halus. Sebelah Tenggara BBG yang merupakan pegunungan dengan Punggung-punggung gunung tak teratur di atas batuan vulkanik berbasalt dengan batuan Andesit, basalt, diorit, tefra berbutir halus, dan tefra berbutir kasar. Persis di bagian bawah bentuk DAS yang menyempit dijumpai bentuk lahan BGR (Bogor) yang merupakan kipas aluvial dari bahan vulkanik yang sudah tertoreh. Di bawah BGR, terdapat sistem lahan JKT yang merupakan bentuk lahan paling dominan untuk wilayah DAS Ciliwung DS. Sistem lahan JKT juga terdiri dari kipas aluvial, namun tidak begitu tertoreh. Secara spasial sistem lahan DAS Ciliwung DS disampaikan dalam Gambar III-4 dan secara kuantitatif disajikan dalam Tabel III-2. Berdasarkan tabel tersebut terlihat dataran kipas aluvial menempati areal terluas mencapai 68% dari luas DAS. Tabel III- 2. Sub DAS Ciliwung Hilir Ciliwung Tengah Ciliwung Hulu Kali Angke Pesanggrah an Hilir Kali Angke Kali Cakung Hilir Kali Cakung Hulu Kali Krukut Kali Pesanggrahan Kali Buaran Hilir Kali Buaran
34
Luas masing-masing sistem lahan DAS Ciliwung DS Sistem Lahan
BBG
BGR
BTK
CSG
GSM
JKT 755,9
4.903,7 3.697,5
1.636,2 2.392,9
2.072,7
1.921,8
KJP
MKS TGM UPG 5.724,4
422,6 11.885,6 1.927,3
187,5
Juml 6.480,3
48,3
18.896,4
5.029, 3
13.234,5
683,0 1.392,1
281,8
2.357,0
16.824,9
135,5 4.485,4
529,9
24.048,4
30,1
9.158,7
51,3
9.240,1
4.612,6
891,2
16.182,1
39,3 6.075,9
19.894,7
561,1
897,0
3.315,2
3.638,9
5.503,9 96,0
22.393,3 22.377,7
157,1
4.369,3 3.638,9
Restorasi DAS Ciliwung
Sub DAS
Sistem Lahan BBG
BGR
BTK
CSG
GSM
JKT
KJP
MKS TGM UPG
Juml
Hulu Kali Sunter DAS Ciliwung DS
3.697,5
8.898,2
4.029,2
1.927,3
12.624,8
5.585,9
195,8
18.406,5
610,2 87.346,6
857,8 37.190,0
5.077, 1.312, 6 0
150.946,1
Keterangan: Singkatan kode sistem lahan pada Lampiran 2
c. Arahan Fungsi Lahan Data Arahan Fungsi Lahan diperoleh dari peta Arahan Fungsi Lahan yang diproduksi oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan. Luas masing-masing arahan fungsi lahan pada DAS Ciliwung DS disajikan pada Tabel III-3. Pada Tabel III-3 tampak bahwa beberapa Sub DAS masih mempunyai Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Kawasan Suaka dan Konservasi Pelestarian Alam (KSPA) serta Taman Wisata Alam (TWA). Sebagai contoh, DAS Ciliwung Hulu masih mempunyai 15% HP dan 16% KSPA.
35
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-4. Peta sistem lahan DAS Ciliwung DS Tabel III-3. Luas masing-masing arahan fungsi lahan pada DAS Ciliwung DS Luas (ha) Arahan Fungsi
APL
Ciliwung Hilir
10.260,52
Ciliwung Hulu
9.057,71
Ciliwung Tengah
14.836,91
Kali Angke
23.554,28
36
HL
HP
2.018,94
KSPA
(tdk terTWA identifikasi)
2.152,00 0,69 41,91
Total
190,56
10.451,08
5,98
13.234,63
87,97
14.925,58
452,22
24.048,41
Restorasi DAS Ciliwung
Luas (ha) Arahan Fungsi
APL
HL
HP
Kali Angke Pesanggrahan Hilir
7.418,87
69,42
162,98
Kali Buaran
KSPA
(tdk terTWA identifikasi) 147,69
7.866,35
8.007,78
0,40
8.008,18
Kali Cakung
14.736,79
7,04
14.743,82
Kali Krukut
21.467,79
818,06
22.393,42
Kali Pesanggrahan
16.783,54
84,72
16.868,26
Kali Sunter Hilir
15.215,82
319,38
15.535,20
Kali Sunter Hulu
2.859,11
12,06
2871,17
DAS Ciliwung DS
144.199,1
2.126,09
150.946,1
40,36
109,78
40,06
67,39
Total
27,14
2.221,98 2.179,84 109,30
d. Penutupan Lahan Penutupan lahan DAS Ciliwung DS berdasarkan citra Landsat tahun 2011 dan pengecekan tahun 2013 menunjukkan bahwa DAS Ciliwung DS didominasi oleh pemukiman dan gedung-gedung sebanyak 51%. Gambar III-5 memperlihatkan pemukiman dan gedung-gedung tersebut. Pertanian lahan kering berupa tegalan merupakan penutupan lahan kedua luasnya yang meliputi 13%. Hutan hanya menempati porsi 3% dari luas DAS. Tabel III-4 memperlihatkan masing-masing penutupan lahan yang dijumpai di DAS Ciliwung DS, dan secara spasial disajikan dalam Gambar III-6.
37
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-5. Pemukiman di DAS Ciliwung Tengah (Google Earth 2013)
Gambar III-6. Penutupan lahan DAS Ciliwung DS 38
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel III-4.
Penutupan lahan DAS Ciliwung DS
39
Restorasi DAS Ciliwung
e. Kemampuan Penggunaan Lahan Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL) DAS Ciliwung DS diperoleh dari peta Sistem Lahan. Sub DAS Ciliwung Hulu dan Tengah mempunyai kelas KPL tertinggi dengan faktor pembatas kelerengan (g) dan tanah (s). Lahan-lahan dengan kelas KPL yang tinggi (VII) sebaiknya dijadikan lahan dengan penutupan vegetasi yang permanen. Sebaran kelas KPL di DAS Ciliwung DS disajikan pada Tabel III-5.
Tabel III-5. Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung DS
f. Penduduk Terkait jumlah penduduk, Tabel III-6 menyajikan jumlah penduduk di kabupaten/kota dalam DAS Ciliwung DS. Jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahun menunjukkan
40
Restorasi DAS Ciliwung
pula tekanan penduduk pada lahan yang semakin tinggi. Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi sekaligus masalah dalam sebuah kota atau daerah. Jumlah penduduk yang besar menjamin ketersediaan sumberdaya manusia dan pasar bagi barang-barang yang dihasilkan. Namun jumlah penduduk yang besar juga menjadi masalah terkait pemukiman, pangan, ketersediaan air bersih, transportasi, limbah, pencemaran dan sebagainya. Tabel III-6. Jumlah penduduk per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS Kabupaten/Kota
Jumlah penduduk (orang) 2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
2.044.075
2.071.615
2.095.748
2.119.009
2.141.935
Jakarta Timur
2.672.435
2.705.821
2.734.666
2.763.061
2.791.065
Jakarta Pusat
890.259
895.371
898.979
902.856
906.600
Jakarta Barat
2.254.280
2.292.986
2.327.946
2.362.365
2.396.583
Jakarta Utara
1.630.715
1.653.179
1.672.885
1.692.334
1.711.038
Bogor
4.676.196
4.813.841
4.943.852
5.073.049
5.202.116
Sukabumi
2.335.363
2.358.275
2.376.636
2.393.090
2.408.346
Cianjur
2.168.978
2.186.951
2.201.027
2.213.959
2.225.371
Bekasi
2.540.441
2.656.905
2.769.154
2.884.281
3.002.097
Kota Bogor
937.845
958.052
976.790
995.060
1.013.016
Kota Bekasi
2.281.293
2.356.138
2.427.032
2.498.527
2.570.353
Kota Depok
1.685.321
1.755.655
1.823.206
1.891.979
1.962.126
Tangerang
2.743.870
2.852.258
2.953.178
3.055.717
3.157.699
Kota Tangerang
1.755.650
1.808.509
1.856.568
1.904.614
1.952.382
DAS Ciliwung DS 30.616.720 31.365.554 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
32.057.665
32.749.900
33.440.726
Selain jumlah penduduk, kepadatan penduduk merupakan salah satu indikator yang penting dalam suatu DAS. Kerusakan dan kelestarian sumberdaya dalam DAS Ciliwung DS sangat ditentukan oleh kepadatan penduduk. Semakin padat
41
Restorasi DAS Ciliwung
suatu daerah, peluang terjadinya kerusakan sumberdaya semakin besar. Gambaran kepadatan penduduk di DAS Ciliwung DS disajikan Tabel III-7.
Tabel III-7. Kepadatan penduduk per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS (orang/km2) Kabupaten/Kota
2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
13.246
13.424
13.581
13.731
13.880
Jakarta Timur
14.627
14.810
14.968
15.123
15.277
Jakarta Pusat
16.996
17.094
17.163
17.237
17.308
Jakarta Barat
18.115
18.426
18.707
18.984
19.259
Jakarta Utara
11.649
11.809
11.950
12.089
12.223
1.725
1.776
1.824
1.872
1.919
Sukabumi
563
569
573
577
581
Cianjur
Bogor
565
569
573
577
579
Bekasi
2.074
2.169
2.261
2.355
2.451
Kota Bogor
7.914
8.085
8.243
8.397
8.549
Kota Bekasi
11.042
11.404
11.747
12.093
12.441
Kota Depok
8.414
8.766
9.103
9.446
9.796
Tangerang
2.712
2.819
2.919
3.020
3.121
11.406
11.749
12.061
12.373
12.684
2.199
2.247
2.296
2.344
Kota Tangerang
DAS Ciliwung DS 2.146 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Sebagian besar kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS kepadatan penduduknya diatas 400 orang/km2. Secara total DAS Ciliwung DS mempunyai kepadatan penduduk di atas 2.000 orang/km2. Bahkan kota-kota di Provinsi Jakarta kepadatan penduduknya di atas 12.000 orang/km2 sampai mendekati 20.000 orang/m2. Statusnya sebagai ibukota negara membuat kota-kota di Jakarta harus menampung jumlah penduduk yang sedemikian besar. Jakarta sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, perdagangan, politik dan sebagainya
42
Restorasi DAS Ciliwung
menarik minat para migran dari daerah lain. Implikasi dari perkembangan Jakarta membuat daerah sekitarnya maju dengan pesat untuk memenuhi kebutuhan kota Jakarta dalam penyediaan pemukiman, sarana pendukung, pangan, air bersih dan sebagainya. Perkembangan ini apabila tidak diantisipasi dapat menimbulkan persoalan dikemudian hari. g. Ekonomi Dilihat dari struktur ekonomi, perekonomian DAS Ciliwung DS mengandalkan pada perkembangan sektor ekonomi tersier antara lain sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor angkutan dan transportasi, sektor keuangan dan sektor jasa. Perkembangan sektor ekonomi tersebut menunjukkan bahwa DAS Ciliwung DS sebagian besar merupakan kota-kota pusat perekonomian, perdagangan dan jasa. Di Ciliwung terdapat Kota DKI Jakarta yang merupakan pusat perekonomian, perdagangan, pemerintahan dan politik. Sehingga wajar apabila sektor tersier demikian mendominasi kondisi ekonomi DAS Ciliwung DS. Beberapa daerah di DAS Ciliwung DS juga didominasi oleh sektor sekunder (Industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, dan sektor bangunan). Daerah dengan dominasi sektor sekunder terdapat di pinggir kota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Daerah seperti Jakarta Utara, Bogor, Bekasi, Kota Bekasi, Tangerang dan Kota Tangerang mengandalkan perekonomiannya pada sektor industri atau sekunder. Pada daerah-daerah ini pusat industri berdiri dan permukiman berkembang dengan pesat. Tumbuhnya industri membutuhkan tenaga kerja yang berasal dari daerah sekitarnya atau daerah lain. Peningkatan jumlah penduduk menimbulkan persoalan dan peningkatan kebutuhan akan pangan, sandang, perumahan yang selanjutnya meningkatkan
43
Restorasi DAS Ciliwung
permintaan terhadap lahan. Struktur ekonomi DAS Ciliwung DS disajikan Tabel III-8. Tabel III-8 menunjukkan bahwa DAS Ciliwung DS
didominasi perekonomiannya oleh sektor tersier atau jasa. Sebagian besar kabupaten/kota mengandalkan perekonomiannya pada sektor tersebut dan beberapa daerah mengandalkan sektor sekunder (Industri). Peran sektor primer (pertanian dan tambang galian) relatif sedikit. Ini menunjukkan bahwa Kota di DAS Ciliwung DS merupakan pusat perekonomian, perdagangan, jasa, keuangan dan industri. Struktur ekonomi demikian membuat permasalahan perkotaan seperti pemukiman, sampah, limbah, kepadatan penduduk, kepadatan lalu lintas dan banjir menjadi persoalan utama. Pendapatan per kapita merupakan pendapatan yang diperoleh oleh setiap penduduk dalam suatu daerah pada suatu waktu tertentu. Besarnya pendapatan per kapita sering dipergunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan. Perkembangan pendapatan per kapita di DAS Ciliwung DS di sajikan pada Tabel III-9. Tabel III-8. Struktur ekonomi kabupaten kota di DAS Ciliwung DS, 2009-2013 Kabupaten/Kota Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta 44
primer sekunder tersier primer sekunder tersier primer sekunder tersier primer sekunder tersier primer
2009
2010
2011
2012
2013
0,08 18,85 81,07
0,08 19,14 80,79
0,07 19,67 80,26
0,07 19,83 80,11
0,06 19,58 80,35
0,09 42,05 57,87
0,09 42,21 57,71
0,08 42,48 57,44
0,08 42,41 57,51
0,07 41,63 58,3
0,02 11,6 88,39
0,02 11,74 88,25
0,01 11,71 88,27
0,01 11,71 88,27
0,01 11,71 88,27
0,09 21,83 78,08
0,09 21,62 78,28
0,09 21,55 78,37
0,08 21,7 78,22
0,08 21,39 78,53
0,15
0,15
0,14
0,13
0,13
Restorasi DAS Ciliwung
Kabupaten/Kota Utara
2009
2010
2011
2012
2013
sekunder tersier primer sekunder tersier primer sekunder tersier primer sekunder tersier
55,17 44,68
55,18 44,68
55,39 44,47
55,47 44,4
54,66 45,21
5,61 68,13 26,26
5,59 67,33 27,08
5,41 66,67 27,92
5,16 66,77 28,07
5,63 65,14 29,23
35,76 21,92 42,32
35,16 21,71 43,13
33,82 21,83 44,35
31,76 22,27 45,98
31,26 22,12 46,62
39,35 7,97 52,68
38,26 8,21 53,53
37,51 8,37 54,12
37,18 8,57 54,26
37,11 8,54 54,35
primer sekunder tersier
3,96 81,54
4,11 80,99
4,12 80,69
3,73 80,89
3,42 80,81
14,5
14,9
15,19
15,38
15,77
primer sekunder tersier
0,2 33,12
0,19 33,57
0,18 34,02
0,18 34,56
0,17 34,34
66,68
66,24
65,8
65,26
65,49
primer sekunder tersier
0,86 50,21
0,89 49,54
0,84 49,72
0,8 49,76
0,77 49,7
48,92
49,57
49,44
49,44
49,53
Kota Depok
primer sekunder tersier
2,21 45,02
2,21 44,65
2,09 44,09
1,96 44,34
1,93 43,87
52,77
53,14
53,81
53,7
54,2
Tangerang
primer sekunder tersier primer sekunder tersier
10,81 65,54
11,23 64,76
11,11 64,41
11,15 63,79
11,25 63,34
23,66
24,01
24,49
25,06
25,41
0,16
0,16
0,16
0,16
0,16
50,77
50,42
49,47
49,47
49,47
49,08
49,42
50,37
50,37
50,37
primer sekunder tersier
2,27 37,63
2,22 37,45
2,13 37,34
2 37,41
2,45 42,94
60,09
60,33
60,53
60,59
54,61
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bekasi
Kota Bogor
Kota Bekasi
Kota Tangerang
DAS Ciliwung DS
Tabel III-9 Pendapatan perkapita di DAS Ciliwung DS, 2009-2013 Kabupaten/Kota
PDRB perkapita ADH berlaku (Rp1000) 2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
82.836
91.699
103.271
115.294
128.517
Jakarta Timur
48.769
54.392
60.648
67.473
75.928
Jakarta Pusat
225.450
254.049
288.861
324.044
370.931
Jakarta Barat
50.350
56.071
62.428
69.016
77.618
45
Restorasi DAS Ciliwung
Kabupaten/Kota
PDRB perkapita ADH berlaku (Rp1000) 2009 2010 2011 2012
2013
Jakarta Utara
86.708
97.543
110.166
122.646
137.935
Bogor
14.132
15.331
16.795
18.905
21.082
Sukabumi
7.389
7.885
8.483
9.031
9.945
Cianjur
7.717
8.430
9.347
10.058
11.186
Bekasi
35.323
36.707
38.948
41.376
44.818
Kota Bogor
12.694
14.518
15.855
17.409
19.284
Kota Bekasi
13.797
15.143
16.699
18.324
20.184
Kota Depok
8.345
9.196
9.825
10.572
11.855
Tangerang
11.256
12.224
13.327
14.448
16.132
Kota Tangerang DAS Ciliwung DS
28.099 35.364
31.474 38.906
34.539 43.066
37.280 47.367
41.035 52.759
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Tabel III-9 menunjukkan adanya peningkatan besar
pendapatan/kapita yang beragam sesuai dengan perkembangan perekonomian kabupaten dalam DAS Ciliwung DS. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2009 pendapatan/kapita di DAS Ciliwung DS baru mencapai Rp 35 juta/tahun/kapita maka pada tahun 2013 pendapatan/kapita masyarakat di DAS Ciliwung DS mencapai Rp 53 juta/th per kapita. Semakin tinggi pendapatan/kapita mengindikasikan semakin sejahtera dan semakin jauh dari tingkat kemiskinan. Tabel III-10 menyajikan besarnya garis kemiskinan per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS. Tabel III-10. Garis kemiskinan masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS Kabupaten/Kota
Garis kemiskinan (Rp/kap/bulan) 2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
372.659
397.415
430.345
466.817
507.665
Jakarta Timur
305.674
325.980
352.614
366.674
381.984
Jakarta Pusat
322.184
343.587
370.897
402.570
436.869
Jakarta Barat
300.134
320.072
347.449
362.363
377.884
46
Restorasi DAS Ciliwung
Kabupaten/Kota
Garis kemiskinan (Rp/kap/bulan) 2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Utara
296.947
316.673
344.089
364.359
387.901
Bogor
197.319
214.338
235.682
252.542
271.970
Sukabumi
174.793
184.127
214.191
227.741
240.188
Cianjur
192.176
202.438
235.202
250.032
264.580
Bekasi
244.603
271.901
298.753
329.233
366.804
Kota Bogor
256.414
278.530
305.870
331.955
360.518
Kota Bekasi
299.432
332.849
365.721
403.033
449.026
Kota Depok
283.218
310.279
358.259
397.687
443.302
Tangerang
241.607
258.155
290.423
311.141
335.291
Kota Tangerang
284.093
303.551
337.543
365.205
398.513
DAS Ciliwung DS 269.375 289.992 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
320.502
345.096
373.035
Pada tahun 2009, di DAS Ciliwung DS secara rata-rata seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah Rp 269 ribu per bulan dan pada tahun 2013 seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya per bulan dibawah Rp 373 ribu. Besarnya garis kemiskinan yang merupakan batas untuk mengelompokkan seseorang dikatakan miskin atau tidak berbeda-beda antar daerah namun terus meningkat setiap tahun. Hal ini dikarenakan perubahan harga barang yang berbeda antar daerah dan adanya peningkatan harga barang. Berdasarkan garis kemiskinan tersebut akhirnya diperoleh berapa jumlah penduduk miskin di suatu daerah atau DAS (Tabel III-11). Tabel III-11. Jumlah penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS Kabupaten
Jumlah penduduk miskin (1.000 orang) 2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
73,7
78,6
71,8
74,1
74,6
Jakarta Timur
81,2
91,7
83,8
86,5
86,8
Jakarta Pusat
32,1
35,7
32,6
33,6
33,6
47
Restorasi DAS Ciliwung
Kabupaten
2009
Jakarta Barat
74
Jakarta Utara
76,2
Bogor
446
Sukabumi
265,5
Cianjur Bekasi
Jumlah penduduk miskin (1.000 orang) 2010 2011 2012 87,2
2013
79,7
82,3
83,2
92,7
84,7
87,2
90,9
477,2
470,5
451
499,1
249,6
246,1
234,6
222,8
311,1
311
306,6
292,2
267,9
136,7
161,8
Kota Bogor
91,7
90,2
88,9
84,8
83,3
Kota Bekasi
134,2
148
145,9
139,8
137,8
Kota Depok
47,1
49,6
48,9
47
45,9
Tangerang
256,2
205,1
188,7
176
183,9
Kota Tangerang
106,1
124,3
114,3
106,5
103,1
DAS Ciliwung DS
2.131,8
2.202,7
1.962,5
1.895,6
1.912,9
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Tabel III-11 menunjukkan bahwa upaya penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan pemerintah di DAS Ciliwung DS telah cukup berhasil. Apabila pada tahun 2009, jumlah penduduk miskin di DAS Ciliwung DS mencapai 2.132 ribu orang maka pada tahun 2013 turun menjadi 1.912 ribu orang. Berbeda dengan kecenderungan jumlah penduduk miskin secara keseluruhan DAS, jumlah penduduk miskin per kabupaten menunjukkan dinamika yang menarik. Terdapat beberapa daerah yang secara konsisten mengalami penurunan jumlah penduduk miskin, namun sebaliknya terdapat daerah yang belum berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Sukabumi, Cianjur, Kota Bogor, Depok dan Tangerang merupakan contoh daerah yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskinnya. Disisi lain kota dan kabupaten di DAS Ciliwung DS mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin atau juga berfluktuasi. Kemungkinan yang dapat dibaca dari data tersebut antara lain, (1) terjadinya perpindahan penduduk miskin dari suatu daerah ke daerah lain dengan 48
Restorasi DAS Ciliwung
harapan ia mendapat tingkat kesejahteraan yang lebih baik, (2) meningkatnya kemiskinan perkotaan, dan (3) banyak faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah penduduk miskin. Selain jumlah penduduk miskin yang perlu diperhatikan pula adalah komposisi penduduk miskin tersebut terhadap total penduduk (Tabel III-12). Tabel III-12. Persentase penduduk miskin kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS Kabupaten/kota
masing-masing
Persentase penduduk miskin (%) 2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
3,52
3,8
3,43
3,49
3,47
Jakarta Timur
3,42
3,41
3,06
3,12
3,1
Jakarta Pusat
3,68
3,97
3,56
3,72
3,7
Jakarta Barat
3,44
3,81
3,44
3,47
3,46
Jakarta Utara
5,34
5,62
5,01
5,14
5,3
Bogor
10,8
9,97
9,65
8,83
9,54
Sukabumi
11,78
10,65
10,28
9,79
9,24
Cianjur
14,14
14,32
13,82
13,18
12,02
Bekasi
5,97
6,1
Kota Bogor
8,82
9,47
9,16
8,48
8,19
Kota Bekasi
5,78
6,3
6,12
5,56
5,33
Kota Depok
2,93
2,84
2,75
2,46
2,32
Tangerang
6,55
7,18
6,42
5,71
5,78
Kota Tangerang
6,42
6,88
6,14
5,56
5,26
DAS Ciliwung DS 6,61 6,74 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
6,37
6,04
5,90
Persentase penduduk miskin di DAS Ciliwung DS mengalami penurunan. Pada tahun 2009 sebesar 6,61% dari jumlah penduduk DAS Ciliwung DS tergolong kelompok miskin dan turun menjadi 5,90% pada tahun 2013. Bila diperhatikan, daerah yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskin merupakan daerah-daerah dengan persentase jumlah
49
Restorasi DAS Ciliwung
penduduk miskin yang relatif lebih besar dibandingkan dengan daerah lain. Sedangkan pusat-pusat kota persentase jumlah penduduk miskinnya relatif kecil, namun karena jumlah penduduknya relatif besar maka memungkinkan jumlah absolute penduduk miskinnya menjadi besar. Selain tingkat kemiskinan, indikator lain yang dipergunakan untuk mengetahui perkembangan suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan persentase peningkatan atau perubahan ekonomi suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Semakin besar nilai laju pertumbuhan ekonomi mengindikasikan semakin pesat perkembangan perekonomian di suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi di DAS Ciliwung DS disajikan pada Tabel III-13.
Tabel III-13. Laju pertumbuhan ekonomi per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS Kabupaten Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Bogor Sukabumi Cianjur Bekasi Kota Bogor Kota Bekasi Kota Depok Tangerang Kota Tangerang DAS Ciliwung DS
50
laju pertumbuhan PDRB ADH konstan 2000 (%) 2009 2010 2011 2012 2013 5,34 6,55 6,97 6,69 6,24 4,64 6,06 6,28 6,50 6,08 5,75 6,62 6,94 6,76 6,44 4,98 6,07 6,25 6,39 6,24 4,03 6,02 6,36 6,04 5,80 4,14 5,09 5,96 5,99 6,04 3,65 4,02 4,07 4,34 4,70 3,93 4,53 4,74 5,08 4,67 5,04 6,18 6,21 6,19 6,11 6,02 6,14 6,19 6,14 5,86 4,13 5,84 7,08 6,85 6,81 6,22 6,36 6,58 7,15 6,92 5,29 6,33 6,39 5,80 6,11 5,74 6,68 6,85 6,42 5,91 4,92 5,89 6,21 6,17 6,00
Restorasi DAS Ciliwung
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Laju pertumbuhan ekonomi di DAS Ciliwung DS relatif tinggi antara 5 sampai 6% per tahun. Apabila dicermati di tingkat kabupaten kota, peningkatan perkembangan ekonomi antar daerah beragam dan berkembang sesuai dengan kondisi perekonomian daerah. 3.1.1. Kerentanan Lahan Kerentanan lahan ditentukan berdasarkan pada data sistem lahan dan penutupan lahan yang hasil analisisnya disajikan dalam Tabel III-14. Tingkat kerentanan tinggi sampai dengan sangat tinggi banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Bogor yang meliputi luas 8.473 ha. Jika dilihat untuk keseluruhan DAS, tingkat kerentanan tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah sekitar 14%, terbanyak terjadi di sub DAS Ciliwung Hulu dan Tengah seluas 8.604 ha, diikuti Kali Pesanggrahan dan Kali Angke masing-masing 5.367,7 ha dan 2.864,6 ha. Gambar III-7 memperlihatkan penyebaran tingkat kerentanan lahan di DAS Ciliwung DS. Jika ditinjau dari penutupan lahan, terlihat bahwa wilayah yang tingkat kerentanannya tinggi sampai dengan sangat tinggi terdapat di tegalan. Tabel III-14.
Tingkat kerentanan lahan tiap sub DAS di masingmasing kabupaten/kota Luas (ha) Masing-masing Tingkat Kerentanan Lahan
Provinsi/Kab/Kota
Sub DAS 1
2
3
4
5
DKI Jakarta Jakarta Barat
Jakarta Pusat
Ciliwung Hilir Kali Angke Pesanggrahan Hilir Kali Angke Kali Krukut Kali Pesanggrahan
15,6
198,8
-
-
-
290,1 581,0 194,2 3,7
596,8 3.511,6 2.279,0 562,2
1.326,4 1.180,2 1.458,0
43,3 21,3 106,7
-
Ciliwung Hilir Kali Krukut Kali Sunter
117,5 93,5 5,3
2.277,9 1.417,7 610,0
698,5
6,5
-
51
Restorasi DAS Ciliwung
Luas (ha) Masing-masing Tingkat Kerentanan Lahan Provinsi/Kab/Kota
Sub DAS 1
2
3
4
5
Ciliwung Hilir Ciliwung Tengah Kali Angke Kali Krukut Kali Pesanggrahan
17,2 0,7 0,0
546,1 190,0 0,1 639,2 39,7
580,5 1.093,2 111,3 8.717,1 2.355,7
11,8 137,2 18,6 559,0 271,4
-
Jakarta Timur
Ciliwung Hilir Ciliwung Tengah Kali Cakung Hilir Kali Cakung Hulu Kali Buaran Hilir Kali Buaran Hulu Kali Sunter
5,6 32,6 13,0 130,3 0,0 53,7
293,2 84,8 1.357,5 689,0 933,2 28,8 2.649,4
117,7 1.608,3 881,0 811,7 1.564,7 6.644,0
1,4 136,1 54,3 40,6 12,2 783,6
-
Jakarta Utara
Ciliwung Hilir Kali Angke Pesanggrahan Hilir Kali Angke Kali Cakung Hilir Kali Krukut Kali Buaran Hilir Kali Sunter
622,0
1.675,0
-
-
-
828,9
641,2
-
-
-
194,1 495,0 703,0 336,8 610,0
150,2 2.218,6 1.502,4 2.116,7 2.695,5
-
-
-
Bekasi
Kali Cakung Hilir
130,1
2.548,4
-
-
-
Bogor
Ciliwung Tengah Ciliwung Hulu Kali Angke Kali Pesanggrahan Kali Sunter
0,0 0,0 0,01 0,41 -
1.712,6 543,6 458,6 719,82 3,2
3.243,8 8.044,4 1.317,9 24,1
2.058,6 3.176,8 594,8 1.353,6 5,0
211,6 1.072,3 -
Jakarta Selatan
Jawa Barat
Cianjur
Ciliwung Hulu
Kota Bekasi
Kali Cakung Hilir Kali Cakung Hulu Kali Buaran Hulu Kali Sunter
Kota Bogor
2.026,79
-
-
293,9
51,5
-
27,3 1,9 0,02
2.400,4 707,0 205,6 114,0
30,1 2.805,8 1.650,2 628,5
352,0 177,4 131,0
-
Ciliwung Tengah Kali Angke Kali Pesanggrahan
-
265,2 132,17 69,0
1.962,8 974,61 708,4
685,0 499,86 355,1
-
Kota Depok
Ciliwung Tengah Kali Angke Kali Krukut Kali Pesanggrahan Kali Sunter
0,4 0,1 0,1 0,1
1.040,7 27,06 549,5 805,6 504,8
3.394,2 220,83 2.525,3 2.731,9 2.022,7
1.072,0 16,98 1.306,2 2.203,5 921,5
-
Sukabumi
Ciliwung Hulu
-
-
49,0
3,0
-
Banten Kota Tangerang
Kali Angke Kali Pesanggrahan
3,8 0,2
855,6 9,5
6.146,0 634,2
527,9 69,7
-
Kab. angerang
Kali Angke Kali Pesanggrahan
0,8 0,0
595,8 366,5
4.575,8 4.518,3
1.163,1 1.007,6
-
4.646,7
44.539,4
79.677,6
19.936,0
1.283,9
DAS Ciliwung DS
52
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-7. Penyebaran tingkat kerentanan lahan terhadap degradasi di DAS Ciliwung DS 3.1.2. Kerentanan Banjir Dalam karakterisasi lahan dibedakan antara daerah pasokan air banjir dan daerah yang rawan kebanjiran. DAS Ciliwung Hulu yang sering dianggap sebagai sumber bencana banjir Jakarta ternyata hanya memasok 8% dari seluruh pasokan air banjir dan Ciliwung Tengah 9%. Total DAS Ciliwung DS sendiri hanya memasok 24% banjir Jakarta, dan sisanya merupakan sumbangan DAS Kali Angke (19%), DAS Kali Krukut dan yang lainnya. Daerah pasokan air banjir serta persentase kontribusi anak sungai dalam memasok banjir secara spasial diilustrasikan dalam Gambar III-8. 53
Restorasi DAS Ciliwung
Sedangkan perhitungan volume banjir masing-masing Sub DAS secara lebih detail disajikan pada LAMPIRAN 2.
Gambar III-8. Distribusi spasial pasokan air banjir DAS Ciliwung DS Daerah rawan kebanjiran biasanya dicirikan oleh daerah datar. Pada DAS Ciliwung DS, wilayah yang mempunyai tingkat kerawanan banjir tinggi (rentan) dan sangat tinggi (sangat rentan) terbesar dijumpai pada wilayah Jakarta Timur (45%) dan Jakarta Selatan (17%), data secara detil disampaikan dalam Tabel III-15. Distribusi spasial daerah rawan kebanjiran disajikan dalam Gambar III-9.
54
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel III-15. Luas (ha) daerah rawan kebanjiran di tiap-tiap Propinsi di DAS Ciliwung DS Propinsi/Kabupaten/ Kota DKI JAKARTA Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara JAWA BARAT Bekasi Bogor Cianjur Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Sukabumi BANTEN Kota Tangerang Tangerang DAS Ciliwung DS
1
Tingkat Kerentanan 2 3 4
Total (ha)
5
23418,7
4364,4
5932,8
27744,2
5140,5
66600,5
2914,8
240,1
1084,5
7079,5
1049,8
12368,8
316,6
72,3
426,0
4239,9
172,3
5227,0
11221,8
1614,7
1639,8
798,3
14,1
15288,7
8965,4
2031,2
2670,8
5032,7
226,5
18926,6
406,0
111,8
10593,7
3677,9
14789,4
21101,3
6162,2
5601,0
158,4
63870,8
2548,4
130,1
2678,5
3041,6
184,9
0,4
26568,0
1023,5
2594,9
27,1
9231,3
30847,9 13968,1
9372,9
293,9
51,5
4093,4
1492,5
345,4
3120,0
1943,8
525,8
62,5
9323,6
8237,5
1571,3
210,3
0,8
19343,5 20474,9
5652,1
49,0
3,0
10107,7
3595,9
5766,6
999,9
4,7
52,0
3925,6
646,5
2854,6
816,3
3,9
8246,9
6182,1
2949,5
2912,0
183,7
0,8
12228,0
64374,2
29061,6
17861,7
34345,1
5303,8
150946, 1
55
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-9. Distribusi spasial daerah rawan kebanjiran DAS Ciliwung DS 3.1.3. Kerentanan Penduduk terhadap Lahan Kerentanan penduduk terhadap lahan merupakan interaksi antara kepadatan penduduk dengan struktur ekonomi daerah. Daerah yang padat penduduknya diperkirakan relatif lebih rentan dibandingkan dengan daerah atau DAS yang jarang penduduknya. Terkait dengan penggunaan lahan, daerah yang mengandalkan perekonomiannya pada pertanian dan tambang relatif lebih rentan dibandingkan dengan daerah yang struktur ekonominya mengandalkan pada sektor tersier atau jasa. Hasil perhitungan tingkat kerentanan penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS disajikan Tabel III-16.
56
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel III-16. Kerentanan penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS Kabupaten/kota Jakarta Selatan
Luas Wilayah (km2)
Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
Struktur ekonomi dominan
Skala Kerentanan (1-5)
Keterangan
154.32
13.880
Jasa
3
Agak rentan
Jakarta Timur
182.7
15.277
Jasa
3
Agak rentan
Jakarta Pusat
52.38
17.308
Jasa
3
Agak rentan
Jakarta Barat
124.44
19.259
Jasa
3
Agak rentan
Jakarta Utara
139.99
12.223
Industri
4
Rentan
2.710.62
1.919
Industri
4
Rentan
4145.7
581
Jasa
3
Agak rentan
Cianjur
3.840.16
579
Jasa
3
Agak rentan
Bekasi
1.224.88
2.451
Industri
4
Rentan
Kota Bogor
118.5
8.549
Jasa
3
Agak rentan
Kota Bekasi
206.61
12.441
Industri
4
Rentan
Kota Depok
200.29
9.796
Jasa
3
Agak rentan
1.011.86
3.121
Industri
4
Rentan
Jasa Jasa
3 3
Agak rentan Agak rentan
Bogor Sukabumi
Tangerang Kota Tangerang DAS Ciliwung DS
153.93 12.684 14.266.38 2.344 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Secara keseluruhan, kerentanan penduduk terhadap lahan DAS Ciliwung DS termasuk dalam tingkat kerentanan agak rentan (nilai 3). Dari 14 Kabupaten Kota di DAS Ciliwung DS, 9 (64,29%) kabupaten tingkat kerentanan penduduknya tergolong agak rentan dan 5 kabupaten (35,71%) termasuk rentan penduduknya terhadap lahan. Umumnya, kabupaten di DAS Ciliwung DS yang mengandalkan perekonomiannya pada sektor industri pengolahan (sekunder) tergolong daerah yang rentan. Kabupaten/kota Jakarta Utara, Bogor, Bekasi, Kota Bekasi, dan Tanggerang merupakan pusat industri di DAS Ciliwung DS yang penduduknya rentan terhadap ketergantungan pada lahan. Tingkat kerentanan penduduk terhadap ketergantungan lahan dipengaruhi banyak
57
Restorasi DAS Ciliwung
faktor. Perubahan waktu turut mengubah tingkat kerentanan tersebut sesuai perkembangan yang terjadi. Tingkat kerentanan dinamis penduduk terhadap ketergantungan lahan disajikan Tabel III-17 Tabel III-17. Kerentanan dinamis penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS Kabupaten/Kota
2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
3
3
3
3
3
Jakarta Timur
3
3
3
3
3
Jakarta Pusat
3
3
3
3
3
Jakarta Barat
3
3
3
3
3
Jakarta Utara
4
4
4
4
4
Bogor
4
4
4
4
4
Sukabumi
3
3
3
3
3
Cianjur
3
3
3
3
3
Bekasi
4
4
4
4
4
Kota Bogor
3
3
3
3
3
Kota Bekasi
4
3
4
4
4
Kota Depok
3
3
3
3
3
Tangerang
4
4
4
4
4
Kota Tangerang
4
4
3
3
3
3
3
3
3
DAS Ciliwung DS 3 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Tingkat kerentanan penduduk terhadap ketergantungan
lahan di DAS Ciliwung DS relatif tidak berubah. Namun penyelisikan lanjut menunjukkan Kota Bekasi dan Tangerang cukup dinamis. Pada awalnya Kota Tangerang rentan penduduknya terhadap lahan, namun sejak tahun 2011 tingkat ketergantungannya turun menjadi agak rentan. Perkembangan perekonomian yang tidak berbasis pada lahan telah mengubah kerentanan penduduk terhadap lahan di Kota Tangerang. Hal yang hampir sama terjadi di Kota Bekasi, dimana awalnya Kota Bekasi rentan penduduknya tergantung pada lahan. Pada tahun 58
Restorasi DAS Ciliwung
2010, kota ini mulai turun kerentanannya. Namun perkembangan ekonomi berbasis industri di daerah yang padat penduduk membuat kota Bekasi relatif rentan kembali. Perkembangan dinamika yang terjadi menunjukkan bahwa mungkin secara keseluruhan DAS relatif sedikit perubahan kerentanan yang terjadi namun pada tingkat kabupaten kota relatif dinamis perkembangannya.
3.1.4. Kerentanan Ekonomi Masyarakat Kerentanan ekonomi merupakan interaksi antara pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi. Pendapatan sendiri merupakan besaran pendapatan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan, dimana semakin besar rasio pendapatan terhadap kemiskinan mengindikasikan bahwa DAS tersebut relatif tidak rentan dibandingkan dengan daerah-daerah yang sebagian besar penduduknya miskin. Hasil perhitungan kerentanan ekonomi disajikan Tabel III-18. Tabel III-18. Kerentanan ekonomi kabupaten kota di DAS Ciliwung DS Kabupaten/Kota
Rasio pendapatan kemiskinan
Pertumb. ekonomi
Skala Kerentanan
Keterangan
Jakarta Selatan
21,1
6,2
2
Sedikit rentan
Jakarta Timur
16,6
6,1
2
Sedikit rentan
Jakarta Pusat
70,7
6,4
1,5
Tidak rentan
Jakarta Barat
17,1
6,2
1,5
Tidak rentan
Jakarta Utara
29,6
5,8
2
Sedikit rentan
Bogor
6,4
6,0
2
Sedikit rentan
Sukabumi
3,4
4,7
2,5
Sedikit rentan
Cianjur
3,5
4,7
2,5
Sedikit rentan
Bekasi
10,2
6,1
2
Sedikit rentan
Kota Bogor
4,4
5,9
2
Sedikit rentan
Kota Bekasi Kota Depok
3,7 2,2
6,8 6,9
1,5 1,5
Tidak rentan Tidak rentan 59
Restorasi DAS Ciliwung
Kabupaten/Kota
Rasio pendapatan kemiskinan
Pertumb. ekonomi
Skala Kerentanan
Keterangan
Tangerang
4,0
6,1
2
Sedikit rentan
Kota Tangerang
8,6
5,9
2
Sedikit rentan
DAS Ciliwung DS
11,8
6,0
2
Sedikit rentan
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Secara keseluruhan DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan secara ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan skala kerentanan ekonomi sebesar 2. Sebanyak 10 (71%) kabupaten kota di DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan dan sebanyak 4 (29) kabupaten tergolong tidak rentan. Tingkat kerentanan ekonomi di DAS Ciliwung DS tergolong kategori rendah. Kerentanan ekonomi bersifat dinamis sesuai perkembangan ekonomi dan kondisi daerahnya. Kerentanan dinamis ekonomi di DAS Ciliwung DS disajikan Tabel III-19. Tabel III-19. Kerentanan dinamis ekonomi di DAS Ciliwung DS Kabupaten/Kota
2009
2010
2011
2012
2013
2
1,5
1,5
1,5
2
Jakarta Timur
2,5
2
2
1,5
2
Jakarta Pusat
2
1,5
1,5
1,5
1,5
Jakarta Barat
2
2
2
1,5
1,5
Jakarta Utara
2,5
2
1,5
2
2
Bogor Sukabumi
2,5 2,5
2 2,5
2 2,5
2 2,5
2 2,5
Cianjur
2,5
2,5
2,5
2
2
Bekasi
2
2
2
2
2
Kota Bogor
2
2
2
2
2
Kota Bekasi
2,5
2
1,5
1,5
1,5
Kota Depok
2
1,5
1,5
1,5
1,5
Tangerang
2
1,5
1,5
2
2
Kota Tangerang
2
1,5
1,5
1,5
2
Jakarta Selatan
60
Tipologi Ekonomi
Restorasi DAS Ciliwung
Tipologi Ekonomi
Kabupaten/Kota DAS Ciliwung DS
2009
2010
2011
2012
2013
2
2
2
2
2
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Kerentanan ekonomi DAS Ciliwung DS sedikit rentan dalam beberapa tahun. Namun kerentanan ekonomi tiap tahun di DAS Ciliwung DS setiap kabupaten berubah tergantung pada perubahan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Beberapa daerah mengalami peningkatan dan penurunan tingkat kerentanan ekonomi DAS sesuai perkembangan dan kondisi yang terjadi. Terdapat kecenderungan belum berubahnya tingkat kerentanan ekonomi di DAS Ciliwung DS selama 5 tahun ini. 3.1.5. Kerentanan Sosial Ekonomi Metode karakterisasi sosek DAS disusun sebagai hasil sintesa interaksi antara kerentanan penduduk dan kerentanan ekonomi. Hasil analisis karakterisasi kerentanan sosial ekonomi DAS Ciliwung DS disajikan Tabel III-20. Tabel III-20. Karakterisasi Ciliwung DS
Kerentanan
sosial
ekonomi
DAS
Kabupaten/Kota
Kerentanan penduduk
Kerentanan ekonomi
Tipologi Sosial ekonomi
Keterangan
Jakarta Selatan
3
2
2,5
Sedikit rentan
Jakarta Timur
3
2
2,5
Sedikit rentan
Jakarta Pusat
3
1,5
2,25
Sedikit rentan
Jakarta Barat
3
1,5
2,25
Sedikit rentan
Jakarta Utara
4
2
3
Bogor
4
2
3
Sukabumi
3
2,5
2,75
Agak rentan
Cianjur
3
2,5
2,75
Agak rentan
Bekasi
4
2
3
Agak rentan
Kota Bogor
3
2
2,5
Sedikit rentan
Kota Bekasi
4
1,5
2,75
Agak rentan
Agak rentan Agak rentan
61
Restorasi DAS Ciliwung
Kerentanan penduduk
Kerentanan ekonomi
Tipologi Sosial ekonomi
Keterangan
Kota Depok
3
1,5
2,25
Sedikit rentan
Tangerang
4
2
3
Kota Tangerang
3
2
2,5
Sedikit rentan
DAS Ciliwung DS
3
2
2,5
Sedikit rentan
Kabupaten/Kota
Agak rentan
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Karakterisasi sosial ekonomi DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan (nilai 2) dengan kerentanan penduduk agak rentan dan kerentanan ekonomi sedikit rentan. Sebanyak 50 % kabupaten kota di DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan (1,7—2,5) dan 50% sisanya agak rentan (2,6–3,4). Tingkat kerentanan sosial ekonomi berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang terjadi. Hasil analisis tipologi dinamis sosial ekonomi DAS Ciliwung DS disajikan Tabel III-21. Tabel III-21. Tipologi dinamis sosial ekonomi DAS Ciliwung DS Tahun Kabupaten/Kota
2009
2010
2011
2012
2013
Jakarta Selatan
2,5
2,25
2,25
2,25
2,5
Jakarta Timur
2,75
2,5
2,5
2,25
2,5
Jakarta Pusat
2,5
2,25
2,25
2,25
2,25
Jakarta Barat
2,5
2,5
2,5
2,5
2,25
Jakarta Utara
3,25
3
2,75
3
3
Bogor
3,25
3
3
3
3
Sukabumi
2,75
2,75
2,75
2,75
2,75
Cianjur
2,75
2,75
2,75
2,5
2,75
Bekasi Kota Bogor
3 2,5
3 2,5
3 2,5
3 2,5
3 2,5
Kota Bekasi
3,25
2,5
2,75
2,75
2,75
Kota Depok
2,5
2,25
2,25
2,25
2,25
Tangerang
3
2,75
2,75
3
3
Kota Tangerang
3
2,75
2,25
2,25
2,5
62
Restorasi DAS Ciliwung
Tahun Kabupaten/Kota
2009
2010
DAS Ciliwung DS 2,5 2,5 Sumber : diolah dari data BPS, 2014
2011
2012
2013
2,5
2,5
2,5
Pada tingkat DAS Ciliwung DS belum terjadi perubahan tingkat kerentanan sosial ekonomi yang signifikan, dimana DAS Ciliwung DS selama 5 tahun masih tergolong sedikit rentan secara sosial ekonomi. Namun analisis per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS menunjukkan dinamika yang beragam. Terdapat beberapa kabupaten dengan dinamika tingkat kerentanan berubah-ubah sesuai perubahan yang terjadi seperti kota Jakarta (Utara, Selatan, Timur, Barat, Pusat), Bogor, Depok, Cianjur dan sebagainya. Sedangkan Bekasi, Sukabumi dan Kota Bogor relatif tidak berubah tingkat kerentanannya. Perubahan kerentanan mengindikasikan pertumbuhan dan perubahan sosial ekonomi yang terjadi baik pada kerentanan penduduk maupun kerentanan ekonomi. Hasil tipologi per kabupaten dan DAS berubah sesuai interaksi yang terjadi (Tabel III-22). Tabel III-22. Tingkat kerentanan dinamis sosial ekonomi DAS Ciliwung DS 2009
2010
Tahun 2011
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Agak rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Jakarta Pusat
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Jakarta Barat
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Jakarta Utara
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Bogor
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Sukabumi
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Sedikit rentan
Agak rentan
Cianjur Bekasi
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Sedikit rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Kabupaten/Kota Jakarta Selatan Jakarta Timur
2012
2013
63
Restorasi DAS Ciliwung
2009
2010
Tahun 2011
2012
2013
Kota Bogor
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Kota Bekasi
Agak rentan
Sedikit rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Kota Depok
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Tangerang
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Kota Tangerang Agak rentan
Agak rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Sedikit rentan
Kabupaten/Kota
DAS Ciliwung DS Sedikit rentan Sedikit rentan Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Secara sosial ekonomi DAS Ciliwung DS tergolong DAS yang sedikit rentan, sebaran tingkat kerentanan per kabupaten dilihat pada Tabel III-22. Dinamika yang terjadi di DAS Ciliwung DS menunjukkan perubahan antara agak rentan sampai sedikit rentan. Jakarta Timur dan Kota Tanggerang merupakan Kota yang mengalami kemajuan dengan terjadinya penurunan kerentanan sosial ekonomi dari agak rentan menjadi sedikit rentan secara konsisten selama 5 tahun ini.
3.2. Isu Utama Berdasarkan hasil karakterisasi pada DAS Ciliwung DS terlihat bahwa daerah yang mempunyai tingkat kerentanan lahan tinggi dan sangat tinggi mayoritas terdapat di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Daerah tersebut juga merupakan pemasok air banjir (17%) sebagai akibat jumlah curah hujan yang tinggi dengan rata-rata hujan tahunan 3.721 mm/tahun. Pada daerah hulu selain curah hujan yang memang tinggi, juga disebabkan pertambahan lahan untuk pemukiman sehingga daerah untuk meresapkan air hujan yang jatuh berkurang. Berkurangnya situ-situ yang dahulu berfungsi untuk penampung air hujan juga mempunyai andil yang besar terhadap terjadinya banjir. Situ yang ada sebelumnya berjumlah
64
Restorasi DAS Ciliwung
204 (tahun 2007) dan tahun 2010 tinggal 180 buah (Ditjen Sumberdaya Air, 2013). Disamping DAS Ciliwung Hulu dan Tengah, pemasok air banjir yang cukup besar lainnya adalah DAS Kali Angke (19%) dan DAS Kali Krukut (13%). Oleh karena pasokan air yang cukup tinggi dari Hulu dan Tengah DAS Ciliwung DS dan Kota Jakarta yang terletak di bawahnya datar akan mudah mengalami kebanjiran. Jika ditelaah lebih jauh penyebab banjir di bagian hilir adalah perkembangan pemukiman dan kurangnya saluran drainase. Jumlah penduduk yang meningkat pesat membuat perubahan penutupan lahan menjadi pemukiman juga meningkat luas dan pertumbuhannya. Hal ini didukung hasil analisis Susandi (2013) yang menunjukkan pada tahun 1972 kota Jakarta masih sedikit pemukiman, namun pada tahun 2002 sudah hampir semua tertutup pemukiman (Gambar III-10). Pertumbuhan pemukiman tersebut tidak diikuti dengan pengembangan saluran drainase yang baik dan mencukupi sehingga pada saat hujan membuat banjir terjadi. Upaya pembangunan Banjir Kanal Barat sudah tidak mampu lagi menampung volume air banjir sejak tahun 1973. Kapasitas saluran drainase berkurang karena pemukiman, sampah, dan sedimentasi. Disamping itu juga menurunnya kapasitas tampung rawa. Jadi karakteristik dasar DAS Ciliwung DS adalah (1) tingginya pasokan air di daerah hulu, (2) bentuk lahannya yang datar rendah, dan (3) pemukiman padat dengan masyarakat yang tidak sadar lingkungan. Ketiga hal inilah yang menjadi penyebab “takdir sejarah” Jakarta selalu terkena banjir sampai saat ini. Hasil analisis karakteristik DAS sejalan dengan kenyataan yang terjadi, penelaahan literatur yang ada dan berita-berita media massa bahwa DAS Ciliwung DS merupakan DAS yang selalu menimbulkan bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya sejak jaman penjajahan Belanda hingga saat ini. Selain itu terdapat kecenderungan banjir
65
Restorasi DAS Ciliwung
yang terjadi mempunyai frekuensi, luasan wilayah kebanjiran, dan tingkat kerugian yang semakin meningkat.
Sumber : Armi Susandi, DNPI, CC Vulnerability in Jkt
Gambar III-10. Perkembangan penutupan (Susandi, 2013)
lahan
di
Jakarta
Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1878 kota Jakarta (Batavia) mengalami banjir sebagai akibat meluapnya sungai Ciliwung karena hujan yang terjadi secara beruntun selama 40 hari (Cahayahati, 2012). Selanjutnya, banjir juga terjadi pada tahun 1918, 1919, 1923, 1931, 1932, dan 1933. Banjir di Jakarta masih terus terjadi setelah kemerdekaan RI yaitu pada dekade 1950 sd 1970. Sejak 1970-an frekuensi terjadinya banjir semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pembangunan yang menyebabkan alih 66
Restorasi DAS Ciliwung
fungsi lahan dari hutan ke pertanian dan pemukiman. Sebagai ilustrasi, pemukiman atau daerah urban di tahun 2008 menempati 47,6% dari luasan DAS Ciliwung DS, dan pada tahun 2030 diperkirakan dapat mencapai sebesar 71% dari luas DAS (Susandi, 2013). Perubahan penggunaan lahan tersebut telah menyebabkan terjadinya perubahan debit banjir. Beberapa penelitian seperti yang dilakukan Nedeco-PBJR (1973) dalam Pawitan (2004), mengestimasi debit banjir 2-tahunan sebesar 100 m3/detik dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m3/detik. Namun dinyatakan bahwa nilai estimasi tersebut telah meningkat sejalan dengan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam tiga dasawarsa terakhir ini. Lebih jauh dikatakan bahwa debit banjir 100 tahunan diperkirakan telah meningkat dari 370 m3/detik (1973) menjadi 570 m3/detik (2000) (Pawitan, 2004). Banjir besar yang terjadi pada tahun 2007 telah menggenangi areal seluas 232 km2 (45% luas DKI) dan menyebabkan 320.000 jiwa mengungsi dan 80 orang meninggal dunia (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2007) dengan perkiraan kerugian yang ditimbulkan sekitar 5,16 trilyun rupiah (Ratnaningsih, 2013). Penanganan banjir Jakarta telah diupayakan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu dengan Pemda Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tangerang dan Kota Depok. Kerjasama antar daerah tersebut diprakarsai oleh Biro Tata Pemerintahan, Pemda DKI dan khusus kerjasama dengan beberapa Kota dan Kabupaten di atas dilakukan oleh Sub Bagian Perbatasan, sedangkan kerjasama antar propinsi dilakukan oleh Sub Bagian Propinsi (BPTKPDAS, 2013). Hasil penelitian BPTKPDAS (2013) menunjukkan bahwa kerjasama tersebut di atas diwujudkan dalam bentuk bantuan pembiayaan ke Pemerintah di daerah hulu DAS Ciliwung DS yang didasarkan pada Pergub DKI No. 27 tahun 2011 dan diperbaharui dengan Pergub DKI No. 62 tahun 67
Restorasi DAS Ciliwung
2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 127 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemberian Hibah, Bantuan Sosial dan Bantuan Keuangan yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah. Sebelumnya bantuan dalam bentuk hibah sudah dilaksanakan sebelum tahun 2009. Oleh karena DAS Ciliwung Hulu dan Tengah yang perlu ditata kembali untuk pengendalian banjir Jakarta, pada tahun 2012 Pemda DKI Jakarta mengucurkan dana bantuan pembangunan sebesar Rp. 4,1 milyar. Dana tersebut digunakan untuk membangun 600 sumur resapan dan pelurusan sungai yang mengalir ke Situ Cikaret (BPTKPDAS. 2013). Penanggung jawab kegiatan pembuatan sumur resapan adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan sedangkan pelurusan sungai dilakukan oleh Dinas Jasa Marga dan Sumberdaya Air. Pada tahun 2015 Pemda DKI Jakarta menyediakan dana hibah sebesar Rp.358 milyar. Dana hibah ini diharapkan dapat digunakan untuk mengurangi banjir dan kemacetan lalu lintas di Jakarta. Perincian penerima dana hibah ini adalah sebagai berikut: Kabupaten Bogor Rp.67,4 milyar, Kota Tangerang Rp. 100 milyar, Kota Bekasi Rp.98,1 milyar, Kota Tangerang Selatan Rp 74,8 milyar, Kabupaten Tangerang Rp. 17,7 milyar, sedangkan Kota Bogor, Kota Depok, dan Kabupaten Bekasi belum mengajukan anggaran. Selain dari pemerintah, anggaran untuk pembangunan lingkungan hidup termasuk penanggulangan banjir Jakarta juga berasal dari CSR PT. Semen Cibinong dan PT. Antam (tambang emas). Pemerintah Daerah Kabupaten/kota juga aktif dalam upaya penanggulangan banjir ini diantaranya kegiatan konservasi air oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Bogor berupa pembuatan sumur resapan, retensi air, dan biopori. Hal tersebut didukung pula dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman bahwa setiap bangunan seluas 200 m 2
68
Restorasi DAS Ciliwung
diwajibkan untuk membuat 1 sumur resapan berkedalaman 2 – 2,5 m. Di Kota Depok, berdasarkan Perda No. 3 tahun 2006 tentang Ijin Mendirikan Bangunan juga menetapkan bahwa setiap orang yang mengajukan ijin mendirikan bangunan harus membuat 1 biopori setiap 9 m2 lahan yang akan dibangunnya. Selain itu, Kota Depok juga merencanakan membangun Ruang Terbuka Hijau seluas 20-30% dari luas Kota Depok.
3.3. Tujuan Restorasi 3.3.1. Tujuan Restorasi DAS Ciliwung DS ditujukan untuk mengurangi banjir di Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena pertambahan penduduk yang sangat pesat dan diikuti pembangunan di segala sektor yang cukup tinggi, restorasi DAS Ciliwung DS tidak bisa dikembalikan seperti kondisi ideal seperti semula. Oleh karena itu dalam merestorasi harus ada kriteria dan indikator yang dituju. Berdasarkan PP. No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS telah dikelompokkan kondisi DAS menjadi (1) DAS yang dipertahankan dimana kondisi DAS masih bagus dan (2) DAS yang harus dipulihkan daya dukungnya sebagai akibat terjadinya degradasi. Lebih rinci dalam Permenhut No. 61 Tahun 2014 tentang Monev Pengelolaan DAS telah ditetapkan kriteria DAS yang baik daya dukungnya dengan mempertimbangkan aspek tata air, lahan, dan sosek kelembagaan. 3.3.2. Sasaran Restorasi Sasaran yang hendak dicapai dalam restorasi DAS Ciliwung DS adalah terwujudnya DAS yang daya dukungnya baik berdasarkan kriteria yang tercantum dalam Permenhut No. 61 Tahun 2014.
69
Restorasi DAS Ciliwung
3.3.3. Kondisi yang diinginkan Kondisi DAS Ciliwung DS yang mempunyai daya dukung baik dengan kriteria seperti yang tercantum dalam Tabel III-23. Tabel III-23. Kriteria daya dukung DAS yang tergolong baik menurut Permehut No. 61 Tahun 2014. Kriteria Tata air
Lahan
Sosial ekonomi
Sub-kriteria Koefisien Regim Sungai (KRS) Koefisien Aliran Tahunan Sedimen Persentase Lahan Kritis< 10 %, Persentase Penutupan Vegetasi Indeks erosi Keberadaan dan penegakan aturan
Nilai < 50 < 0,3 < 10 ton/ha/th < 10% >60 % <1 Dipraktekkannya aturan yang ada
3.4. Rencana Tindak Untuk dapat merencanakan tindakan-tindakan apa saja yang diperlukan, harus dilakukan sinkronisasi antara kondisi penutupan lahan yang ada (existing landcover) (Tabel III-4), kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (Tabel III-5), dan arahan fungsi yang ada (Tabel III-3). Hal ini agar upaya yang akan dilakukan sesuai dengan prioritas permasalahan dan arahan fungsinya. Berdasarkan kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kelas KPL, masih dijumpai penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering dalam hal ini tegalan pada lahan yang tergolong kelas KPL VII, dimana pada kelas VII seharusnya lahan diperuntukkan untuk hutan produksi terbatas. Tabel III-24 menyajikan beberapa contoh penutupan lahan
yang kurang sesuai dengan kelas KPL dan arahan fungsi lahannya yang berada pada lahan yang rentan dan sangat rentan terhadap erosi atau degradasi. Pada tabel tersebut terlihat masih ada tegalan pada areal hutan produksi maupun Kawasan Suaka dan Konservasi Pelestarian Alam (KSPA). Lokasi-lokasi tersebut yang nantinya harus diprioritaskan untuk ditangani. 70
Restorasi DAS Ciliwung
Tabel III-24. Beberapa contoh penutupan lahan yang kurang sesuai dengan arahan fungsi lahan pada kelas Kemampuan Penggunaan Lahan VIIg dan VIIs. Arahan fungsi Tingkat Kerentanan
APL Rentan
HP Sangat rentan
Rentan
KSPA Sangat rentan
Rentan
Sangat rentan
Kelas KPL VIIg dan VIIs Ciliwung Hulu Belukar/Semak
430,1
20,1
Pemukiman
307,8
-
6,3
0,6
Rumput/Tanah kosong Sawah Tadah Hujan
440
116,1
Tegalan/Ladang
1006,7
57,3
8,3
Ciliwung Tengah Rumput/Tanah kosong
0,9
Sawah Irigasi
20,7
Sawah Tadah Hujan
30,0
Tegalan/Ladang
0,5 211,6
Rencana tindak yang bersifat indikatif untuk restorasi DAS Ciliwung DS yang disertai dengan penguatan kelembagaan berikut jenis, lokasi, biaya, tata waktu dan lembaga yang bertanggung jawab disusun dalam suatu matrik rencana tindak. Tabel matrik rencana tindak tersebut disajikan pada Lampiran 4. Rencana tindak yang disarankan dalam buku ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu aspek perlindungan DAS, penanggulangan bencana, pengembangan serta penguatan kelembagaan (Pegram et al., 2013). Perbedaan yang mendasar dari aspek perlindungan DAS dan penanggulangan bencana adalah pada tujuan 71
Restorasi DAS Ciliwung
melaksanakan restorasi tersebut. Untuk aspek perlindungan DAS, tujuan restorasi lebih diarahkan pada melindungi DAS dari erosi dan sedimentasi. Sedangkan penanggulangan bencana lebih diarahkan pada memperbaiki kerusakan lahan yang disebabkan oleh bencana. Jenis kegiatan konservasi tanah yang dipilih untuk kedua aspek di atas dapat sama. 3.4.1. Aspek perlindungan DAS Aspek perlindungan DAS lebih mengutamakan agar tidak terjadi penurunan daya dukung DAS. Sesuai dengan UU No. 37 tahun 2014 tentang konservasi tanah dan air, daya dukung DAS dapat ditingkatkan dengan melakukan kegiatan konservasi tanah dan air. Sebagai contoh untuk melindungi DAS dari bahaya banjir, pada daerah hulu dipilih kegiatan konservasi tanah yang pada prinsipnya memperbanyak air yang masuk ke dalam tanah agar hanya sebagian kecil air hujan yang jatuh mengalir ke daerah hilir. Perlakuan konservasi tanah (kontan) yang diterapkan didasarkan kepada Permenhut No.70 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, yang meliputi sumur resapan, embung, rorak, teras, Dam Penahan (DPn), Dam Pengendali (DPi). Pembuatan embung harus menghindari lokasi yang berpotensi longsor. Lokasi penentuan kontan didasarkan kepada hasil analisis antara arahan fungsi lahan, kelas Kemampuan Penggunaan Lahan, dan kondisi penutupan lahan dan hasilnya disampaikan dalam Tabel III-25. Data yang disampaikan dalam tabel tersebut merupakan areal yang kemampuan penggunaan lahannya tergolong kelas VII, namun dipergunakan sebagai tegalan. Khusus tegalan pada kawasan APL, maka disarankan untuk merubah menjadi agroforestry, walaupun seharusnya hutan produksi terbatas. Untuk pembuatan biopori dan sumur resapan dilakukan pada pemukiman yang ada di hulu dan tengah DAS. 72
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-11 memperlihatkan contoh lokasi pembuatan
agroforestry pada tegalan yang berada pada kelas KPL VII serta pembuatan biopori dan sumur resapan pada pemukiman padat penduduk. Posisi dimana perlakuan-perlakuan teknik kontan harus diterapkan disajikan dalam peta Gambar III-12. Tabel III-25. Perlakuan yang diterapkan di daerah Hulu dan Tengah DAS Penutupan lahan Tegalan
Fungsi/luas - APL (1218 ha)
- Hutan Produksi (57 ha)
- KSPA (8 ha)
Pemukiman
Semak
- Pemukiman & gedung u/ biopori (53.131 ha) - Pemukiman & gedung u/ sumur resapan (53.131 ha) APL (430 ha)
Perlakuan - Sistem agroforestri - Embung searah kontur ukuran 1 x 10 m, jarak embung dalam kontur 10 m dan sejajar kontur 30m - Rorak ukuran 1 x 0,25 x 0,30m, Jarak rorak sejajar 5m dan dalam kontur 10 m - Dam Pengendali (101 buah) - Dam Penahan (250 buah) - Reboisasi dengan jenis lokal - Reboisasi dengan jenis lokal - Biopori, diameter 10 cm dan dalam 1 m.
Efektivitas pengurangan banjir Jakarta - Agroforestry dan embung dengan jumlah 15 buah/ha, efektivitas 0,02% - Jumlah rorak 173/ha, efektivitas 0,002% - Efektivitas 0,14 % - Efektivitas 0,01 %
- Efektivitas 0,38% - Jumlah biopori/ha: 1000 buah
- Sumur resapan volume 6,075 m3
- Jumlah sumur 70/ha - Efektivitas 32,34%
- Rorak ukuran 1 x 0,25 x 0,30m, Jarak rorak sejajar 5m dan dalam kontur 10m - Situ/rawa sebanyak 60 buah di Kab Bogor, Kota bogor dan Kota Depok
- Jumlah rorak 173/ha - Efektivitas 0,01% - Efektivitas 1,48%
73
Restorasi DAS Ciliwung
Gambar III-11. Contoh lokasi untuk pembuatan agroforestry dan embung (kiri) serta biopori dan sumur resapan (kanan) (Foto: T.M. Basuki, 2013)
Total efektivitas pengurangan banjir Jakarta dengan beberapa perlakuan di Ciliwung Hulu dan Tengah sebesar: 22,17%
Gambar III-12. Teknik kontan yang diterapkan bagian Hulu dan Tengah DAS Ciliwung DS
74
Restorasi DAS Ciliwung
3.4.2. Aspek Penanggulangan Bencana Untuk penanggulangan bencana di DAS Ciliwung DS dapat dilakukan antara lain; (1) konservasi tanah dan air pada daerah hulu dan tengah DAS, (2) peningkatan ruang terbuka hijau, (3) peningkatan kapasitas drainase pada daerah hilir DAS dan (4) peningkatan kapasitas polder. 1. Kegiatan konservasi tanah dan air di hulu dan tengah Untuk kegiatan konservasi tanah dan air di daerah hulu dan tengah dilakukan melalui pembuatan rorak atau jebakan air pada lahan hutan, pembuatan embung dan dam (pengendali dan penahan) di lahan pertanian, pembuatan sumur resapan di kawasan pemukiman dan pembangunan kolam resapan di kawasan industri dan perkantoran. Dari pembuatan bangunan konservasi air di DAS Ciliwung bagian hulu dan tengah, sumur resapan yang mempunyai efektivitas paling tinggi, dan yang paling kecil adalah dam penahan (DPn). Tabel III-26 memperlihatkan jenis, volume, efektivitas dan biaya konservasi air di daerah hulu dan tengah. Tabel III-26. Jenis, volume, efektivitas dan biaya konservasi air Kegiatan konservasi tanah
Volume (unit)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sumur resapan Situ (Kab Bogor, Kota Bogor, Kota Depok) Biopori Dam Pengendali Rorak Embung Dam Penahan
Jumlah
Efektivitas (%)
Biaya (x Rp. juta)
3.719.148 60
32,34 1,48
11.157.444,0 --
53.131.000 101 84.251 18.270 250
0,38 0,14 0,02 0,02 0,01
531.310,0 19.761,8 379,1 13.340,7 4.737,5
34,39
11.726.973,1
Pembuatan sumur resapan, biopori, rorak, embung, dam penahan dan pengendali serta mengintensifkan situ-situ yang 75
Restorasi DAS Ciliwung
ada pada DAS Ciliwung Hulu dan Tengah diperkirakan volume banjir Jakarta dapat dikurangi sebesar 34,39%. Dana yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut sebesar Rp. 11 trilyun. 2. Peningkatan ruang terbuka hijau Ruang terbuka hijau memungkinkan air hujan meresap ke dalam tanah. Peningkatan ruang terbuka hijau dilakukan dengan cara pembuatan hutan kota, taman-taman di komplek perumahan, perkantoran, dan pabrik-pabrik. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta dan melibatkan partisipasi masyarakat. 3. Peningkatan kapasitas drainase di daerah hilir Untuk daerah hilir atau wilayah yang rawan kebanjiran pembuatan saluran dan pengaktifan drainase mutlak diperlukan karena saluran yang ada terlihat sudah tidak dapat menampung debit yang diestimasi terjadi. Selain itu perlu dilakukan pembersihan sampah dari sungai-sungai, karena hal ini juga mengurangi daya tampung sungai (Gambar III-13).
Gambar III-13. Sampah di pintu air Manggarai (Foto: T.M. Basuki, 2013)
76
Debit (m3/dt)
Restorasi DAS Ciliwung 800 700 600 500 400 300 200 100 0
Rencana Existing
Sumber: Ditjen Sumber Daya Air, 2002
Gambar III-14. Perbandingan saluran yang ada dengan prediksi
debit yang akan terjadi 4. Peningkatan kapasitas polder Polder dibutuhkan untuk menampung air yang tidak dapat dialirkan terutama di daerah hilir. Selain pembangunan polder baru, revitalisasi polder lama sehingga lebih efektif dalam menampung air menjadi prioritas yang dapat dilakukan. Tidak kalah pentingnya adalah pemeliharaan polder dan pelibatan masyarakat sekitar dalam menjaga daya tampung polder. 3.4.3. Aspek Pengembangan/Pemanfaatan Sungai Ciliwung dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain: 1. Pemanfaatan embung-embung untuk budidaya ikan air tawar Embung dapat dimanfaatkan terutama di bagian hulu untuk pengembangan budidaya ikan air tawar. Selain dapat memenuhi kebutuhan gizi rumah tangga petani, pengembangan ikan air tawar ini dapat meningkatkan ekonomi masyarakat.
77
Restorasi DAS Ciliwung
2. Pengelolaan air untuk sumber bahan baku air minum Sungai Ciliwung yang mengalir membelah kota Jakarta memiliki potensi besar sebagai salah satu sumber bahan baku air minum. Namun karena kualitas air Sungai Ciliwung yang buruk mengakibatkan biaya operasional pengolahan air baku menjadi air bersih yang layak relatif mahal sehingga belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan air minum. Oleh karenanya sebagian besar sumber bahan baku perusahaan air minum di Jakarta berasal dari Sungai Citarum. Meskipun demikian, air sungai Ciliwung masih dimanfaatkan oleh masyarakat di pinggir sungai untuk kebutuhan minum, mandi, cuci dan kakus. Demikian juga dengan masyarakat miskin perkotaan Jakarta yang tinggal di daerah kumuh. Meskipun kurang layak dan kurang higenis, masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan lain sehingga tetap memanfaatkan air tersebut. 3. Pengendalian banjir Jakarta Pengembangan Sungai Ciliwung untuk pengendalian banjir Jakarta sangat diperlukan. Dengan melakukan konservasi air di wilayah hulu dan tengah serta perbaikan drainase di wilayah hilir akan dapat mengurangi banjir di Jakarta. Konservasi di Ciliwung hulu dan tengah meliputi pembuatan sumur resapan, embung, rorak, Dam Penahan, Dam Pengendali, serta pengaktifan situ-situ yang ada termasuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi volume air dari hulu. 4. Pengelolaan kualitas air Salah satu persoalan sungai Ciliwung adalah kualitas air yang rendah. Sungai Ciliwung banyak dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri sehingga menurunkan kualitas air sungai Ciliwung. Pengelolaan kualitas air ini seyogyanya dilakukan mulai dari hulu sampai
78
Restorasi DAS Ciliwung
hilir, terutama yang berasal dari industri-industri yang menjadikan sungai sebagai pembuangan limbahnya. 5. Pengelolaan Sungai Ciliwung sebagai wisata Sungai Ciliwung berpotensi besar dikembangkan sebagai tempat wisata. Potensi alam dan sejarah panjang wilayah di sekitar Ciliwung sangat menarik untuk dikunjungi. Pengemasan potensi ini secara baik dapat mengubah sungai Ciliwung menjadi lebih baik. 6. Pemanfaatan Sungai Ciliwung sebagai moda transportasi sungai Pemerintah DKI Jakarta sudah merencanakan untuk mengembangkan kembali sungai Ciliwung sebagai alternatif moda transportasi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Sungai Ciliwung sejak jaman dahulu merupakan jalur transportasi sungai yang menghubungkan daerah pedalaman dengan kota di pantai terutama Jakarta. 3.4.4. Aspek Penguatan Kelembagaan 1. Koordinasi Kelembagaan Salah satu faktor kunci dalam keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung adalah pentingnya peningkatan kapasitas koordinasi (Suwarno, et al., 2011). Pengelolaan DAS dapat berjalan dengan baik apabila ada koordinasi dan keselarasan antara: kepentingan kelembagaan, kepentingan para pihak, kepentingan pemerintah (pusat dan daerah), kepentingan antara pemerintah dengan masyarakat, kepentingan antara masyarakat dengan masyarakat, keterlibatan masyarakat pemangku, masyarakat pemilik dan masyarakat penggarap sumberdaya DAS. Berdasarkan PP. 37 Tahun 2012 dan Keppres No 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai bahwa Daerah Aliran 79
Restorasi DAS Ciliwung
Sungai (DAS) Ciliwung DS menjadi kewenangan Pemerintah (pusat). Hal ini disebabkan DAS Ciliwung DS selain merupakan DAS/Sungai Strategis Nasional, juga DAS Ciliwung DS melewati beberapa propinsi, yaitu Propinsi Jawa Barat, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), dan Propinsi Banten, melewati empat belas kabupaten/kota, dimana yang terluas ada di Kabupaten Bogor (17,60% dari total luas DAS), dan diikuti oleh Kota Depok (12,81%) dan Kota Jakarta Timur (12,53%), sedangkan yang terkecil ada di Kabupaten Sukabumi (0,03%). Tabel III-27. Wilayah Administrasi yang Dilewati DAS Ciliwung DS Propinsi DKI
Jawa Barat
Banten Total
Kabupaten/Kota Jakarta Barat Jakarta Pusat Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Utara Bekasi Bogor Cianjur Kota Bekasi Kota Bogor Kota Depok Sukabumi Kota Tangerang Tangerang
Luas Yang masuk DAS 12,368,80 5.227,03 15.288,71 18.926,63 14.789,37 2.678,50 26.568,01 345,39 9.231,29 5.652,11 19.343,51 52,01 8.246,86 12.228,02 150.946,25
Persentase 8,19 3,46 10,13 12,53 9,80 1,77 17,60 0,23 6,11 3,74 12,81 0,03 5,46 8,10 100
Berdasarkan aspek perwilayahan sungai, DAS Ciliwung DS memiliki setidaknya 12 anak sungai, yaitu Kali Ciliwung, Kali Angke, Kali Cakung, Kali Krukut, Kali Pesanggrahan, Kali Buaran dan kali Sunter. Terkait dengan Kali Ciliwung dapat dibedakan menjadi Ciliwung Hilir (6.480,28 ha), Kali Ciliwung Tengah (18.896,41 Ha) dan Kali Ciliwung Hulu (13.234,55 ha).
80
Restorasi DAS Ciliwung
Kalau dilihat dari perspektif kepemilikan lahan, terdapat tiga kategori kepemilikan lahan, yaitu lahan negara (perkebunan, hutan, sungai, dan sebagainya), lahan milik (perumahan, tegal, sawah, dan sebagainya), dan lahan Hak Guna Usaha (perkebunan, dan sebagainya). Berdasarkan informasi dari Wibowo (2013) luas lahan terbangun yang ada di DAS Ciliwung DS mencapai 55,84%. Untuk lahan milik, berdasarkan penguasaan dan pengusahaannya dapat dibagi dalam 4 pola (Wibowo, 2013), yaitu 1). Lahan yang dikuasai dan diusahakan warga setempat, 2). Lahan yang dikuasai orang lain tetapi dikelola warga setempat serta mendapatkan hasilnya dan di gaji, 3). Lahan yang dikuasai orang luar desa, digarap dan hasilnya untuk warga setempat, 4). Lahan yang dimiliki orang di luar desa dan hasilnya dimiliki sendiri dengan menggaji pegawai. Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, aspek koordinasi kelembagaan dalam pengelolaan DAS Ciliwung DS merupakan suatu keniscayaan walaupun dalam operasional lapangan cukup beragam dan rumit. Hal ini ditambah lagi dengan fakta bahwa sebagian pemilik lahan, terutama di wilayah hulu banyak digunakan sebagai tempat peristirahatan, berada diluar lahan yang dimilikinya (Jakarta) (Wibowo, 2013). Oleh karena itu, pelibatan perangkat pemerintahan mulai dari perangkat desa sampai perangkat yang lebih tinggi serta perangkat hukum yang ada mungkin dapat dilakukan, apalagi secara peraturan perundangan, pengelolaan DAS dan pelestarian sumberdaya alam (hutan, tanah dan air) menjadi kewajiban bagi pemangku dan pemanfaat dari sumberdaya alam tersebut (UUPA No 5 Tahun 1960, UU No 23 Tahun 2014, UU No 41 Tahun 1999, PP No 37 Tahun 2012 dan UU No 37 Tahun 2014).
81
Restorasi DAS Ciliwung
Masyarakat merupakan faktor penentu dan berperan besar dalam menentukan keberhasilan, kegagalan ataupun menghambat keberhasilan pengelolaan DAS (SCBFWM, 2012). Oleh karena itu, koordinasi menjadi penting dalam kelembagaan pengelolaan DAS, baik dalam hirarki pemerintahan maupun dalam hirarki masyarakat. Pemerintah sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas kelestarian sumberdaya alam di DAS harus bisa menumbuhkan sikap dan kesadaran pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan dan saling membutuhkan satu sama lain (Salim, 1998). Oleh karena itu hal-hal yang mungkin dapat dilakukan adalah: - Meningkatkan pemahaman bahwa dalam pengelolaan DAS membutuhkan partisipasi seluruh parapihak, baik aparatur pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. - Meningkatkan koordinasi para pemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS. - Mengembangkan kesadaran lingkungan dikalangan masyarakat sehingga timbul kesadaran berbuat. - Meningkatkan pemahaman semua pemangku dan pemanfaat lahan bahwa setiap aktivitas pemanfaatan lahan dapat berakibat pada lahan lainnya, perbuatan di daerah hulu akan berakibat di daerah hilirnya, termasuk perbuatan pembuangan sampah, pencemaran air dan erosi. Untuk itu digunakan pendekatan pembangunan indigenous development dan tidak terbelenggu kepada pembangunan yang bersifat top down-bottom up. Pada pembangunan indigenous development lebih mengutamakan empowerment bukan participation. Dalam indigenous develompment akan memunculkan dan mengembalikan rasa kesetiakawanan komunitas (Tjokrowinoto, 1996).
82
Restorasi DAS Ciliwung
2. Stakeholder engagement Sumberdaya alam di DAS merupakan salah satu jenis sumberdaya yang saling mempengaruhi satu sama lainnya (common pool resource) (Suwarno, et al., 2011). Pemanfaatan sumberdaya DAS oleh seseorang dapat mempengaruhi orang lain. Hubungan ini terlihat jelas pada konteks hidrologi, dimana pemanfaatan lahan di hulu akan berdampak pada lahan di hilirnya. Mengingat pentingnya fungsi-fungsi DAS maka dalam pemanfaatan sumberdaya DAS dibutuhkan suatu kesadaran (koordinasi) antara parapihak yang terkait dalam DAS tersebut. Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa dalam pengelolaan DAS melibatkan banyak pemangku kepentingan, baik dari pemerintahan, swasta maupun swadaya masyarakat. Semua para pemangku kepentingan ini memiliki tujuan dan kepentingan sendiri-sendiri. Namun demikian yang perlu disadarkan adalah semua pemangku tidak hanya memiliki hak, tetapi juga memiliki kewajiban dan tanggungjawab sosial. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pengelolaan DAS yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan parapihak diperlukan proses stakeholder engangement. Runga C. Ford (1993) dalam bukunya “Common Property and Collective Action in Economic Development” dalam Usman (2000) mengusulkan konsep common property dalam penggunaan sumberdaya alam (DAS). Pada dasarnya konsep ini sudah lama melembaga di sejumlah masyarakat, namun hilang ketika berkembangnya konsep sumberdaya alam sebagai faktor produksi. Dalam konsep common property, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama, para pihak (stateholder), apakah itu masyarakat, birokrat, politisi, pelaku bisnis, dan sukarelawan, harus dibangun spirit bahwa sumberdaya alam DAS adalah “milik bersama”. Pada konsep ini, pihak pemilik bukan tidak boleh menggunakannya, 83
Restorasi DAS Ciliwung
karena memang miliknya dan juga bukan menjadi open access property, sehingga setiap orang bebas menggunakannya. Hal yang perlu ditanamkan adalah bahwa penggunaan sumberdaya alam DAS oleh pihak tertentu berpengaruh terhadap pihak lainnya. Kedua, diperlukan kejelasan regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya alam DAS dan ketegasan penegakan aturannya. Peraturan atau perundang-undangan yang ada, seperti UUPA Nomor 5 Tahun 1960, UU Konservasi tanah No 37 tahun 2014, harus ada penjabaran yang jelas, khususnya dalam konteks pelestarian sumberdaya alam DAS. Regulasi yang ada harus diadopsi, diperhatikan dan ditegakan oleh semua para pihak. Semua parapihak harus menjadi bagian atau tunduk pada regulasi yang telah disepakati itu. Prinsip keadilan harus ditegakkan. Apabila terjadi perdebatan dalam interpretasi regulasi maka keputusan yang diambil haruslah yang paling menguntungkan masyarakat. Ketiga, diperlukan struktur interaksi yang jelas di antara parapihak dalam memanfaatkan sumberdaya alam DAS yang tersedia. Interaksi tersebut dikembangkan sedemikian rupa sehingga keinginan dan kepentingan masing-masing pihak dapat diakomodasi. Pada setiap interaksi terdapat dua elemen penting, yaitu kontak dan komunikasi. Kontak terjadi apabila ada mimbar yang memungkinkan parapihak bisa saling menyapa dan bertemu untuk mendiskusikan berbagai masalah DAS. Salah satu mimbar adalah adanya forum, seperti Forum DAS yang saat ini ada. Kemudian, untuk membangun komunikasi dibutuhkan persamaan persepsi, konsepsi, strategi yang efektif dan efisien dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Oleh karena itu untuk meningkatkan stakeholder engagement dalam pengelolaan DAS komunikasi dari forum-forum ini lebih ditingkatkan. Salah satu caranya 84
Restorasi DAS Ciliwung
adalah dengan menyediakan media komunikasi secara online. Dalam media dan forum-forum ini bisa dimuat kondisi dan keinginan pemangku kepentingan sekaligus bisa dikomunikasikan hak dan kewajiban tiap pemangku, termasuk hasil evaluasi, bahkan dalam media online tersebut bisa disosialisasikan siapa berbuat apa. 3. Mekanisme pembiayaan Pembiayaan merupakan salah satu yang penting dalam aspek kelembagaan pengelolaan DAS. Tanpa struktur pembiayaan yang jelas sulit mewujudkan rencana pengelolaan DAS yang telah disusun dengan baik oleh parapihak. Selama ini dalam pengelolaan DAS selalu mengandalkan pembiayaan yang berasal dari pemerintah, bahkan seolah-olah pemerintahlah yang berkewajiban dalam mengelolaan DAS. Problema pengelolaan DAS belum menjadi problema bersama parapihak dan masih menjadi problema pemerintah. Akibatnya, pemerintah yang berkepentingan dalam mengurusi masalahmasalah berkaitan dengan DAS. Pemahaman ini harus diubah dan diganti bahwa pengelolaan DAS adalah problema semua parapihak termasuk pembiayaan yang timbul dari kegiatan pengelolaan DAS. Dalam perspektif perundangan kewajiban pengelolaan DAS dan pemeliharaan lahan sudah diatur dengan jelas termasuk sanksinya apabila tidak melaksanakannya. UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, pasal 15 menyebutkan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum, atau industri yang mempunyai hukum dengan tanah. Demikian pula ketentuan hukum yang tertera dalam UU N0 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Pada Pasal 30 ayat (1-2) menyatakan bahwa setiap orang yang menggunakan tanah dan air pada setiap lahan (lindung, 85
Restorasi DAS Ciliwung
budidaya) wajib menyelenggarakan Konservasi Tanah dan Air. Pada pasal 31 ayat (1-3) disebutkan bahwa pendanaan penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air menjadi tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemegang hak atas tanah, Pemegang kuasa atas tanah, dan Pemegang izin atas tanah, dan apabila tidak melakukannya atau kelalaiannya dipidana paling lama 2 tahun atau denda satu milyar (pasal 59 ayat (1)). Dalam pasal 60 ayat 2 menyebutkan bahwa: Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan konversi lahan prima di kawasan lindung yang mengakibatkan degradasi berat lahan prima dipidana paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 7 Milyar, sedangkan pasal 60 ayat 5 memberikan sanksi untuk kawasan budidaya dengan pidana 4 tahun dan atau denda Rp. 3 Milyar. Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat beberapa mekanisme pembiayaan yang dapat dipilih dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS/konservasi tanah dan air. Mekanisme pertama, dana berasal dari setiap pemangku atau pemanfaat lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Oleh karena itu pemerintah sebagai organisator dalam pengelolaan DAS harus bisa menjelaskan kepada stakeholder bahwa para stakeholder/pemangku/pemanfaat wajib hukumnya untuk melaksanakan dan menjaga kelestarian DAS. Mekanisme kedua, dana berasal dari konpensasi hulu dan hilir. Hulu dapat juga diartikan sebagai pemberi manfaat sedangkan hilir dapat juga diartikan sebagai penerima manfaat. Sebagai contoh, masyarakat hilir seperti masyarakat Karawang atau Subang yang telah menikmati manfaat air yang berasal dari hulu sebagai hasil pemeliharaan lingkungan oleh masyarakat hulu untuk mengairi sawah-sawah mereka sudah sepantasnya untuk memberikan konpensasi, bisa berbentuk bahan, materi, untuk digunakan kembali memelihara 86
Restorasi DAS Ciliwung
lingkungan DAS. Pemerintah DKI sebagai salah parapihak yang ikut terpengaruh oleh pengelolaan DAS Ciliwung Hulu, diantaranya mengalami kebanjiran hampir setiap tahun, sudah mulai melakukan konpensasi pembiayaan hulu hilir ke pemerintah yang ada di hulunya. Mekanisme ketiga, menggunakan dana CSR (Cooperate Social Responsibility) dari perusahaan-perusahaan yang ikut menikmati kelestarian DAS yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Perusahaan-perusahaan penerima manfaat ini sudah sewajarnya mengeluarkan sebagian keuntungannya untuk pemeliharaan kelestarian lingkungannya termasuk kelestarian DAS. Meknisme keempat, dana merupakan subsidi oleh pemerintah. Mekanisme kelima dana dibiayai secara penuh oleh pemerintah (pusat, daerah, sesuai dengan kewenangannya), khususnya untuk kegiatan pengelolaan DAS yang mempengaruhi orang banyak, seperti pembangunan bendungan, dam penahan, waduk, dam pengendali, dan sebagainya. Mekanisme keenam, dana dimasukan kedalam biaya pembangunan desa. Sesuai dengan UU Desa Tahun 2013, desa diberi kewenangan untuk mengatur pembangunan serta mengelola sumberdaya lokal (community based resource management) di daerahnya sendiri, termasuk pembangunan pemeliharaan lahan atau lingkungan hidup di desanya. Untuk melakukan pembangunan tersebut desa oleh pemerintah sesuai dengan UU diberikan biaya yang sangat cukup untuk mengembangkan desanya. Dengan mengalokasikan sebagian dari dana desa tersebut ke kegiatan konservasi tanah dan air tentu sangat bermanfaat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Tjokrowitono (1996) bahwa pembangunan yang bersumber
87
Restorasi DAS Ciliwung
community based resource managemnet merupakan suatu solusi dalam mengentaskan kemiskinan, memburuknya lingkungan hidup, kurangnya partsisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Mekanisme ketujuh, dana dengan memanfaatkan CSR negaranegara maju dan kaya. Negara-negara maju dan kaya yang sudah menikmati sumberdaya daya alam di negara-negara berkembang dan belum maju sudah selayaknya untuk memberikan sebagaian kekayaan mereka dalam rangka memelihara lingkungan (DAS). Pada akhirnya kelestarian sumberdaya alam juga akan kembali kepada negara-negara maju dan kaya. Oleh karena itu agar semua mekanisme ini dapat dijalankan maka pemerintah sebagai organisastor pembangunan perlu mengatur agar tidak terjadi tumpangtindih dan penggunaan dana dapat akuntabel.
3.5. Rekomendasi - Konservasi tanah dan air tidak cukup hanya dilakukan di DAS Ciliwung DS saja karena kontribusi banjir dari DAS di luar Ciliwung mencapai 76% terhadap banjir Jakarta. - Konservasi air di daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung DS yang meliputi pembuatan sumur resapan, biopori, DPi, rorak, embung, dan DPn dapat mengurangi banjir sekitar 34% dengan biaya sekitar Rp. 11 trilyun. - Perlu dilakukan peningkatan koordinasi antar parapihak sebagai basis penguatan kelembagaan pengelolaan DAS lintas propinsi. - Untuk pengurangan banjir Jakarta, diperlukan penambahan saluran drainase dan perlu pemikiran yang terkait dengan ke-PU-an.
88
Restorasi DAS Ciliwung
- Perlu disosialisasikan perubahan paradigma dari mengalirkan menjadi meresapkan dan dari mengelola sungai menjadi mengelola Daerah Aliran Sungai. - Perlu dimulai keterbukaan informasi dalam pengelolaan DAS (dapat diakses secara online rencana, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasinya). Informasi tersebut berisi: apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, berapa biaya yang dibutuhkan, sehingga parapihak tahu hak dan kewajibannya. - Perlu dibuat desa contoh yang bersahabat dengan air, yaitu membuat percontohan bagaimana memasukkan air sebanyak mungkin ke dalam tanah dan bagaimana memanen air hujan sebagai sumber air. - Perlu dibuat contoh-contoh konservasi air di pinggir jalan dan di lahan parkir.
89
Restorasi DAS Ciliwung
90
Restorasi DAS Ciliwung
IV.
PENUTUP
Restorasi
DAS merupakan upaya yang menyeluruh, terintegrasi dan berkesinambungan untuk menyelesaikan masalah utama dalam DAS sehingga ekosistem DAS dapat pulih kembali seperti semula. Diperlukan waktu yang cukup lama dalam proses restorasi ini, namun pembelajaran pada kasus DAS Ciliwung DS diharapkan dapat menginspirasi, menjadi lesson learn, dan pemantik bagi pengelolaan DAS yang lebih baik. Pengalaman, pengetahuan, dan aspirasi yang terdokumentasikan dalam buku kecil ini setidaknya menjadi titik loncat baru bagi restorasi DAS yang rusak sehingga menjadi lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa apa yang disajikan dalam buku ini masih dalam aras panduan, pedoman, dan rencana indikatif, belum menyentuh implementasi secara luas dan masif. Implementasi restorasi DAS Ciliwung membutuhkan aksi bersama para pihak, sinergi antar institusi, penegakan aturan, komunikasi, dan penyatuan kepentingan bersama bahwa pengelolaan DAS Ciliwung merupakan tanggung jawab bersama. Untuk itu diharapkan peran aktif dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mensinergikan kegiatan Pengelolaan DAS Ciliwung dengan para pemangku kepentingan baik yang berada di DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten dalam aransemen restorasi DAS. Semoga buku ini menjadi aransemen baru bagi pengelolaan DAS dan mengakhiri “takdir sejarah”, Jakarta kebanjiran. 91
Restorasi DAS Ciliwung
Daftar Pustaka Adibroto, T. A. 2002. Pengembangan Teknologi Lingkungan dalam Pengelolaan DAS yang Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3 No. 1, Januari 2002 : 33-42 BP DAS Citarum-Ciliwung. 2007. Rencana Detail Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur. Departemen Kehutanan. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2013. Harian Business Indonesia, 7 Februari 2013 Dunne, T dan L.B. Leopold. 1978. WATER in Environmental Planning. W.H. Freeman & Company. New York. Johnston, N.T. dan G.D. Moore. 1995. Guidelines for Planning Watershed Restoration Projects. Watershed Restoration Technical Circular No. 1. Watershed Restoration Program. Ministry of Environment, Lands and Parks and Ministry of Forests. British, Columbia. Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2012 tentang Sungai Strategis Nasional Kompas, 2013. Restorasi DAS Lambat, Ancaman Bencana Meningkat. http://sains.kompas. com/read. 18 Juni 2013. Diunduh tanggal 16 Januari 2015. Kurniasih, N.A., 2002. Pengelolaan DAS Citarum Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol 3 No 2, Mei 2002. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat Paimin, I.B. Pramono, Purwanto dan D.R. Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan, Dep. Kehutanan, Bogor. Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan, Dep. Kehutanan, Bogor. Cetakan Kedua. 92
Restorasi DAS Ciliwung
Pawitan, H. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi Daerah Aliran Sungai. Laboratorium Hidrometeorologi FMIPA IPB, Bogor. Pegram, G., L. Yuanyuan, T.L. Quesne, R. Speed, L. Jianqiang, and S. Fuxin., 2013. River Basin Planning: Principles, Procedures and Approaches for Strategic Basin Planning. ADB, GIWP, UNESCO and WWF-UK. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.61/Menhut-II/2014 tentang Monitoring Dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000. tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS Pratama, M., 2014. Membangun Proses Pengelolaan Stakeholder Berkelanjutan. htpp://www.bandungmagazine.com/analysis/ Salim, E. 1998. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. [SCBFWM]. Strengthening Community Based Forest and Watershed Management. 2012. Peran Masyarakat dalam Pengelolaan DAS. http://www.scbfwm.org/id/ Society of Ecological Restoration International (SER international) 2004. The SER International Primer on Ecological Restoration (Terjemahan). Science and Policy Warking Group. www.ser.org & Tucson. Susandi, A. 2013. Vulnerability in Jakarta. Diskusi panel membumikan upaya mengatasi banjir Jakarta secara holistic & terintegrasi. Yayasan Sarana Wanajaya & Ditjen BPDAS PS Suwarno, J., H. Kartodihardjo, B. Pramudya dan S. Rachman, 2011. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol 8 N0 2, Agustus 2011: 115-131. 93
Restorasi DAS Ciliwung
Tikno, S., T. Heriyanto, M. Anwar dan A. Kasidi. 2013. Comprison Between the Calculation of Surface Runoff Using Curve Number Method and the Observation Data in the Upstream Ciliwung Watershed, West Java. J. Basic Appl. Sci. Res. Vol 3 (5): 386-397 Tjokrowinoto, M., 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar Trisnadi,
D. 2006. Optimasi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Model Simulasi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok agraria Usman,
S., 2000. Negara, Masyarakat dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional inisiatif Masyarakat dalam Mengelolaan Sumberdaya Alam di Kalimantan Timur. Kerjasama Plasman European Union, Samarinda 12-13 Agustus 2000.
Wibowo, L. R. 2013. Analisis Kebijakan Publik Pengembangan Model Kelembagaan Kompensasi DAS Ciliwung. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 20 No. 3: 353-366 Ziemer, R. R. 1997. Temporal and Spatial Scales. in J. E. Williams, C. A. Wood, and M. P. Dombeck, editors. Watershed Restoration: principles and practices. American Fisheries Society, Bethesda, MD. P:80-95.
94
Restorasi DAS Ciliwung
LAMPIRAN
95
Restorasi DAS Ciliwung
96
Restorasi DAS Ciliwung
LAMPIRAN 1. Formulasi dan teknik penyidikan parameter yang dibutuhkan dalam sidik cepat degradasi sub DAS 1.a.1. Formulasi Kekritisan dan Potensi Lahan No A. 1.
2.
3.
4.
5.
B. 1. a.
Parameter/Bobot Alami (45%) Solum tanah (Cm) (10%)
Besaran
Kategori Nilai
Skor
>90
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
1
Sangat Tinggi
5
Sangat rendah
1
60 - <90 30 - <60 15 - <30 <15 0 - <8
Lereng (%) (15%)
8 - <15 15 - <25 25 - <45 >45
Batuan Singkapan (%) (5%)
Morfoerosi (erosi jurang, tebing sungai, sisi jalan). Persen dari Unit Lahan (10%)
Jenis Tanah terhadap kepekaan erosi (5%)
<20 20 – <40 40 - <60 60 – 80 >80 0% 1 - <20 % 20 - <40% 40 - 60% >60 % Sand, lomy sand Silty clay, sandy loam, clay Clay loam, silty clay loam Loam, sandy clay loam, sandy clay Silt, silt loam
2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4
)
Manajemen (55%) * Kawasan Budidaya Pertanian (55%) Vegetasi Penutup (40%)
50 – 80% hutan/perkebunan + tanaman semusim
97
Restorasi DAS Ciliwung
No
b.
2. a.
b.
Parameter/Bobot
Konsevasi tanah mekanis (15%)
Kawasan hutan dan Perkebunan (55%) Kondisi vegetasi (45%)
Konservasi tanah (10%)
Besaran 30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat 30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang 10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat Tanaman semusim rapat 10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang Tanaman semusim jarang Teras bangku datar/miring ke dalam Teras bangku miring ke luar Teras campuran Teras gulud, hillside ditch, tanaman terasering Tanpa teras
Vegetasi hutan baik, Tanaman perkebunan baik + cover crop atau Tanaman perkebunan berseresah banyak Vegetasi utama <50% + semak belukar Semak belukar Alang-alang Vegetasi sedikit (>50% tanah tebuka) Teras gulud + tanaman penguat Tanaman terasering/alley cropping Guludan mulsa Teras gulud Tanpa tanaman terasering
Kategori Nilai Rendah
Skor
Sedang
3
Sedang
3
Sedang Tinggi
3 4
Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
5 1
Sangat Tinggi
5
Sangat rendah
1
Rendah
2
Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat rendah Rendah
3 4 5
2
2 3 4
1 2
Sedang 3 Tinggi 4 Sangat 5 Tinggi ) Keterangan: * Manajemen (55%) dibedakan antara “Kawasan Budidaya Pertanian” dan “Kawasan Hutan dan Perkebunan”. Sumber : Paimin et al., 2012
98
Restorasi DAS Ciliwung
1.a.2. Teknik Penyidikan Kekritisan Lahan No 1.
Parameter Solum Tanah
2.
Lereng
3.
Batuan Singkapan
4.
Morfoerosi
5.
Jenis Tanah
6.
Vegetasi Penutup
7.
Praktek Konservasi Tanah
Teknik Penyidikan . Peta tanah . Surai tanah/lapang . Deliniasi peta topografi/RBI secara manual atau otomatis . % batu menutup tanah atau batuan tersingkap – dengan foto udara atau citra satelit resolusi tinggi atau survai lapangan . menggunakan foto udara atau citra satelit resolusi tinggi atau survai lapangan . Peta tanah . Survai lapang . Peta RBI . Peta penggunaan lahan . Foto udara/Citra satelit . Survey lapang
Keterangan
. Otomatis dengan Arc-View pd peta digital
Vegetasi penutup dinyatakan dalam % permukaan tanah tertutup vegeasi
. Foto udara/Citra satelit resolusi tinggi . Survey lapang Sumber : Paimin et al., 2012
99
Restorasi DAS Ciliwung
1.b.1. Formulasi Kerentanan Tanah Longsor No
Parameter/Bobot
Besaran
Kategori Nilai
Skor
< 50 50 - 99 100 - 199 200 - 300 >300
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Lereng lahan (%) (15%)
< 25 25 - 44 45 - 64 65 - 85 > 85
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
c
Geologi (Batuan) (10%)
Dataran Aluvial Perbukitan Kapur Perbukitan Granit Perbukitan Bat. sedimen Bkt Basal-Clay Shale
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
d
Keberadaan sesar patahan/gawir (m) (5%) Kedalaman tanah (regololit) sampai lapisan kedap (m) (5%)
Tidak ada Ada
Sangat rendah Sangat tinggi
1 5
<1 1-2 2-3 3-5 >5
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Hutan Alam Hut Tan/Perkebunan Semak/Blkar/Rumput Tegal/Pekarangan Sawah/Pemukiman
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Tak Ada Jalan Memotong Lereng Lereng Terpotong Jalan
Sangat rendah
1
Sangat tinggi
5
<2000 2000-5000 5000-10000 10000-15000 >15000
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
A a
ALAMI (60%) Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan (mm/3 hari) (25%)
b
e
B a
MANAJEMEN (40%) Penggunaan Lahan (20%)
b
Infrastruktur (jika lereng <25% = skore 1) (15%)
c
Kepadatan Pemukiman 2 (org/km ) (jika lereng <25%, skor=1) (5%)
Catatan: Formula ini hanya berlaku pada lereng >25% Sumber : Paimin et al., 2012
100
Restorasi DAS Ciliwung
1.b.2. Teknik Penyidikan Parameter Kerentanan Tanah Longsor No 1.
Parameter Hujan Harian Kumulatif 3 hari berurutan (mm/3hari)
Teknik Inventarisasi Data hujan harian stasiun hujan yang ada di DAS Dipilih curah hujan berurutan 3 hari tertinggi 2. Lereng Lahan (%) Secara manual dg peta topografi: S = (c x l)/A Secara otomatis dg peta RBI digital & program ArcView 3. Geologi Jenis bahan/batuan induk 4. Jarak dari sesar/ Identifikasi patahan/gawir sesar/patahan/ gawir (m) pd peta geologi Buat buffer dengan lebar tertentu (100 m > 500 m) 5. Kedalaman Tanah Identifikasi kedalaman (regolit) ke regolit (m) pada jenis lapisan kedap (m) tanah yg ada di DAS 6. Penggunaan Data jenis & luas Lahan penutupan lahan di DAS 7. Infrastruktur Identifikasi jenis & sebaran infrastruktur yg ada di DAS 8. Kepadatan Pemetaan daerah Pemukiman pemukiman Data kepadatan penduduk per Desa/Kecamatan di DAS Sumber : Paimin et al., 2012
Keterangan Data 10 th terakhir Dihitung rata-ratanya, jika > 1 st hujan
c = interval kontur (m) l = total panj. kontur (m) 2 A = luas DAS (m )
Peta geologi DAS Peta geologi DAS Survey lapangan Contoh Tabel D.2.1
Peta jenis tanah Profil tanah Bor tanah Peta Landuse/RBI Citra Satelit/Foto Udara Peta landuse/RBI Survey lapangan Peta RBI/landuse Citra satelit/foto udara Kecamatan/Kabupaten Dalam Angka Survey lapangan
101
Restorasi DAS Ciliwung
1.b.3. Ilustrasi Tanda-Tanda Rawan Longsor Pada Peta Geologi No
Proses Geologi
Tanda Pada Peta Geologi
Sesar
1
U D
Patahan
2
Gawir
3
Sumber : Paimin et al., 2012
1.c.1. Formulasi Banjir dan Daerah Rawan Banjir No
Parameter/Bobot
Besaran
I A 1 a
POTENSI BANJIR (PEMASOK AIR BANJIR) ESTIMASI (100%) ALAMI (60%) < 20 Hujan harian maksimum 21-40 rata-rata pada bulan basah 41-75 (mm/hari) 76-150 (35%) >150
b
Bentuk DAS (5%)
c
Gradien Sungai (%) (10%)
d
Kerapatan drainase (5%)
102
Lonjong Agak Lonjong Sedang Agak Bulat Bulat < 0,5 0,5-1,0 1,1-1,5 1,6-2,0 > 2,0 Jarang Agak Jarang Sedang Rapat Sangat Rapat
Kategori Nilai
Skor
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Restorasi DAS Ciliwung
No
Parameter/Bobot
e
Lereng rata-rata DAS (%) (5%)
2 a
MANAJEMEN (40%) Penggunaan lahan (40%)
B a
PENGUKURAN (100%) Debit puncak spesifik 3 2 (m /dt/km ) (100%)
II 1 a
DAERAH RAWAN BANJIR ALAMI (55%) Bentuk lahan (10%)
b
Meandering Sinusitas (P) = panjang/jarak sungai sesuai belokan : jarak lurus (5%)
c
Pembendungan oleh percabangan sungai/air pasang (10%)
Besaran
Kategori Nilai
Skor
<8 8-15 16-25 26-45 > 45
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
Hutan Lindung/ Hutan Konservasi*) Hutan Produksi/ Perkebunan**) Pekarangan/Semak/ Belukar Sawah/Tegal-teras Tegal/Pemukimankota
Sangat Rendah
1
Rendah
2
Sedang
3
Tinggi Sangat Tinggi
4 5
< 0,58 0,58-1,00 1,01-1,50 1,51-5,00 > 5,00
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
Pegunungan Perbukitan Kipas, Lahar, Dataran Teras Dataran Aluvial, Lembah Aluvial Jalur kelokan
Rendah
1
Agak Rendah Sedang Agak Tinggi
2 3 4
Tinggi
5
1 – 1,1 1,2 – 1,4 1,5 – 1,6 1,7 – 2,0 >2
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
Tidak ada Anak Cab S Induk Cab S Induk S Induk/Bottle neck Pasang Air Laut
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
1 2 3 4 5
103
Restorasi DAS Ciliwung
No
Parameter/Bobot
d
Drainase (% lereng lahan kiri-kanan sungai) (30%) MANAJEMEN (45%) Bangunan air (45%)
2 a
Besaran
Kategori Nilai
Skor
> 8 (Sangat Lancar) 2 - 8 (Lancar ) <2 (Terhambat)
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
Waduk+Tanggul tinggi dan baik Waduk Tanggul/Sudetan/ banjir kanal Tanggul buruk Tanpa Bangunan, penyempitan dimensi sungai
Rendah
1
Agak Rendah Sedang
2 3
Agak Tinggi Tinggi
4 5
*) dan **) dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi kritis atau terganggu Sumber : Paimin et al., 2012
1.c.2.
Teknik Penyidikan Parameter-Parameter Kerentanan Banjir
No 1.
Parameter Hujan Harian Maksimum Ratarata (mm/hari)
Teknik Inventarisasi Data hujan harian dari stasiun hujan di DAS Pilih hujan maksimum
2.
Bentuk DAS
Ditetapkan secara kualitatif Bentuk DAS: bulat-lonjong
3.
Gradien Sungai (%)
Menghitung jarak lereng saluran antara 10% dan 85% dari outlet α = (h85-h10)(0,75 Lb)
4.
Kerapatan Drainase
Diklasifikasi dari bentuk & tingkat percabangan sungai (dissection factor) Percabangan sungai banyak sangat rapat; sedikit jarang
104
Keterangan Data 10 th terakhir Dihitung rata-ratanya, jika > 1 st hujan dg Poligon Thessien Diperoleh dari peta DAS Contoh pada Tabel A.1.a.1. Menggunakan metode Benson (1962) Lb = panjang sungai utama h10 & h85 = elevasi pd (0,1)Lb & (0,85)Lb Menggunakan metode kualitatif Peta jaringan sungai Contoh pada Tabel A.1.a.2.
Restorasi DAS Ciliwung 2
5.
Lereng rata DAS (%)
6.
Manajemen
7.
Secara manual dg peta topografi: S = (c x l)/A Secara otomatis dg peta RBI digital & program ArcGIS Dari jenis penutupan lahan aktual di DAS yang berssangkutan.
Debit Spesifik Dari data SPAS/ Stasiun Pos Maksimum Duga Air Tahunan Sumber : Paimin et al., 2012
Lereng dihitung pada setiap unit lahan
Peta RBI Citra satelit/Foto udara Survei lapangan Data 10 tahun terakhir
1.c.3. Teknik Penyidikan Parameter-Parameter Daerah Rawan Banjir No 1.
Parameter Bentuk Lahan
2.
Meandering
3.
Pembendungan oleh percabangan sungai/ air pasang
4.
Drainase atau lereng kira-kanan sungai
Teknik Inventarisasi Didasarkan klasifikasi bentuk lahan di Indonesia Bentuk dan perkembangan meander Tingkat dan keberadaan percabangan sungai Jarak dari suatu badan air/ muara/ pantai Lereng lahan < 2% Tingkat kekedapan tanah
Keterangan Peta geomorfologi Citra satelit/ foto udara Peta RePPProT Peta top/Citrasatelit/Foto udara Survei lapangan Peta topografi Citra satelit/ foto udara Survei lapangan
Peta topografi/landuse Peta tanah Peta RePPProT DEM
Sumber : Paimin et al., 2012
105
Restorasi DAS Ciliwung
1.d.1. Bentuk-bentuk DAS Lonjong
Agak Lonjong
Sedang
Agak Bulat
Bulat
Sumber : Paimin et al., 2012
106
Restorasi DAS Ciliwung
1.d.2. Kerapatan Drainase Sangat Rapat
Rapat
Sedang
Jarang
Sangat Jarang
Sumber : Paimin et al., 2012
107
Restorasi DAS Ciliwung
1.e.1. Formulasi Kerentanan Kekeringan Dan Potensi Air No A a
Parameter/Bobot Alami (60%) Hujan tahunan (mm) 20%
b
Evapotranspirasi aktual tahunan (mm) (17.5%)
c
Bulan kering (< 100 mm/bl) (12,5%)
d
Geologi (10%)
B a
Management (40%) Kebutuhan Air (Indeks Penggunaan Air) Kebutuhan Air 3 (m ) IPA = -----------------------3 Potensi Air (m ) (25%) Debit minimum spesifik 3 2 (m /dt/km ) (15%)
b
Sumber : Paimin et al., 2012
108
Besaran
Kategori Nilai
Skor
> 2000 1501-2000 1001-1500 500-1000 < 500
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
< 750 751-1000 1001-1500 1501-2000 > 2000 <2 3-4 5-7 7-8 >8) Vulkan Cmp Vulk-Pgn Lpt Pgn Lipatan Batuan Sedimen Batuan Kapur
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5i 1 2 3 4 5
< 0,3 0,3-0,49 0,5-0,79 0,8-1,0 > 1,0
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
> 0,035 0,022-0,035 0,015-0,021 0,010-0,014 < 0,010
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Restorasi DAS Ciliwung
1.e.2. Teknik Penyidikan/Inventarisasi Parameter Kerentanan Kekeringan dan Potensi Air No
Parameter
Teknik Inventarisasi
Keterangan
1.
Hujan Tahunan (mm)
Data hujan tahunan
St. Hujan di DAS
2.
Evapotranspirasi Aktual Tahunan (mm)
Data jenis & luas penutupan lahan di DAS
Peta Landuse/RBI
Bulan Kering
Data jumlah bulan kering 2 rata per tahun
CH < 150 mm/bl
3.
Citra Satelit/Foto Udara
Data 10 th terakhir
4.
Geologi
Jenis bahan/batuan induk
Peta geologi DAS
5.
IPA
IPA = kebutuhan/ potensi
Data hujan tahunan Data ET Data Kebutuhan air
6
2
Q min rata tahuanan Spesifik
Dari data SPAS/ Stasiun Pos Duga Air
Data 10 th terakhir
Sumber : Paimin et al., 2012
109
Restorasi DAS Ciliwung
1.f.1. Formulasi Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Kriteria SOSIAL (50%)
Parameter
Besaran 2
1 3 5 1
< 250 jiwa/Km 2 250 – 400 jiwa/Km 2 >400 jiwa/Km
Sangat rendah Sedang Sangat tinggi
Kepadatan Penduduk: Agraris (10%)
> 0,05 ha (kepadatan agraris < 20 orang/ha) 0,025 – 0,05 ha < 0,025 (kepadatan agraris > 40 orang/ha) - konservasi telah melembaga dalam masyarakat (masyarakat tahu manfaat konservasi, tahu tekniknya dan melaksanakan) - masyarakat tahu konservasi tetapi tidak melakukan -tidak tahu dan tidak melakukan konservasi - Adat istiadat (custom) pelanggar dikucilkan - Kebiasaan (folkways) pelanggar didenda dengan secara adat. - Tata kelakuan (Mores) pelanggar biasanya ditegur ketua adat/orang lain - Cara (usage) - pelanggar dicemooh Tidak ada hukuman Ada Tidak ada < 50% 50 – 75% > 75%
Sangat rendah
> 1,5 Std. Kemiskinan (SK) 1,26 – 1,5 SK 1,1 – 1,25 SK 0,67 – 1 SK < 0,67 SK
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
LQ < 1 LQ = 1 LQ > 1
Sangat rendah Sedang Sangat tinggi
Budaya : Hukum Adat (5%)
Nilai Tradisional (5%) Ketergantungan terhadap lahan (20%) )
Tingkat Pendapatan* (10%)
Kegiatan Dasar Wilayah (LQ pertanian) (10%)
110
Skor
Kepadatan Penduduk: Geografis (10%)
Budaya : Perilaku/tingkah laku konservasi (20%)
EKONOMI (40%)
Kategori Nilai
Sedang Sangat tinggi Sangat rendah
3 5 1
Sedang Sangat tinggi
Sangat rendah Rendah
3 5 1 2
Sedang
3 Tinggi Sangat tinggi
Sangat rendah Sangat tinggi Sangat rendah Sedang Sangat tinggi
4 5 1 5 1 3 5 1 2 3 4 5 1 3 5
Restorasi DAS Ciliwung
Kriteria Kelembag aan (10%)
Parameter Keberdayaan kelembagaan informal konservasi (5%) Keberdayaan lembaga formal pada konservasi (5%)
Besaran
Kategori Nilai
Skor
Ada dan berperan Ada tapi tidak berperan Tidak berperan
Sangat rendah Sedang Sangat tinggi
1 3 5
Sangat berperan Cukup berperan Tidak berperan
Sangat rendah Sedang Sangat tinggi
1 3 5
Catatan : *) standar kemiskinan yang digunakan adalah dua kali garis kemiskinan makanan yang dikeluarkan BPS tahun 2006 yaitu Rp. 114.619,/kapita/bulan atau Rp. 2.750.856,-/kapita/tahun *) Besaran rupiah yang digunakan sebagai standar kemiskinan tersebut akan berubah apabila standar kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS mengalami perubahan
1.f.2. Teknik Penyidikan Parameter Sosial Ekonomi Kelembagaan No.
1.
Parameter
Kepadatan Penduduk Geografis
- Kepadatan Penduduk Agraris
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
BPS Kab/Kecamatan
Data sekunder
BPS Kab/ Kecamatan
Data sekunder
2.
Perilaku konservasi tanah
Masyarakat
Survey/Diskusi Kelompok
3.
Hukum Adat
Masyarakat
Survey/Diskusi Kelompok
4.
Nilai Tradisi
Masyarakat
Survey/Diskusi Kelompok
111
Restorasi DAS Ciliwung
No.
5.
Parameter
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Ketergantungan Penduduk Terhadap Lahan - Pendapatan Masyarakat dari kegiatan pertanian (sawah, perkebunan, ternah, perikanan, dll) - Pendapatan masyarakat dari seluruh kegiatan usaha (pertanian, dagang, buruh, dll.).
6.
Tingkat pendapatan
Kepala Keluarga
Survey
Kepala Keluarga
Survey
BPS Kab/Kec
Data sekunder
Kepala Keluarga
Survey
7.
Kegiatan dasar wilayah
BPS Kab/Kec
Data sekunder
8.
Kelembagaan
Masyarakat
Survey
Keterangan Teknik survai ketergantungan terhadap lahan. Survey dilakukan secara proporsive sampling. Populasi adalah petani pada kecamatan dalam suatu kabupaten dimana Sub DAS berada. Sampelnya adalah rumah tangga petani. Jumlah sampel untuk seluruh populasi ditentukan sebagai berikut: (1)
dimana:
n = jumlah seluruh sampel (responden) yang akan dipilih untuk diwawancarai. N = jumlah seluruh populasi (ukuran populasi) N = N1 + N2 + N3 + . . . + Nk N1 + N2 + N3 + . . . + Nk = ukuran sub populasi pada strata 1, 2, 3, ..., dan k.
112
Restorasi DAS Ciliwung
z = nilai variabel normal (nilai di bawah kurva distribusi normal) – Tabel a. d = maksimum error yang masih diterima. p = proporsi perkiraan yang bisa dijangkau. Jumlah sampel pada masing-masing strata dihitung sebagai berikut:
n1 = jumlah sampel yang harus dipilih pada strata 1 N1 = jumlah unit (populasi) pada strata 1 n = jumlah seluruh sampel (responden) yang akan diambil dari hasil perhitungan dengan rumus (1) di atas. Perhitungan jumlah sampel untuk strata selanjutnya dilakukan dengan cara sama:
; dan seterusnya Hubungan antara reliabilitas dan nilai Z di bawah kurva normal: Reabilitas dalam nilai persen (reliability in percentage value)
80%
90%
95%
100%
Z
1,290
1,645
1,960
3,000
Contoh pemakaian rumus: Jumlah petani di seluruh sub DAS dapat dikelompokkan menjadi: Kecamatan 1 = 3.500 KK Kecamatan 2 = 2.175 KK Kecamatan 3 = 6.500 KK Kecamatan 4 = 1.003 KK -------------------------------------Jumlah = 13.178 KK 113
Restorasi DAS Ciliwung
Jika dikehendaki signifikansi level 95%, maka nilai Z = 1,960, error yang dapat diterima 8% maka d = 0,08, proporsi yang mungkin terjangkau 50%, sehingga p = 0,50 dan jumlah populasinya = 13178 KK, maka: 13.178 (1,960)2(0,50)(1 – 0,50) n= 13.178 (0,08)2 + (1,960)2(0,50)(1 – 0,50) 12.656,15 = 85,3 = 149 KK
(total sampel yang harus diwawancara dan seterusnya didistribusikan untuk masing-masing kecamatan sebagai berikut):
Kecamatan 1 = (3.500/1.378) x 149 = 40 KK Kecamatan 2 = (2.175/1.378) x 149 = 25 KK Kecamatan 3 = (6.500/1.378) x 149 = 73 KK Kecamatan 4 = (1.003/1.378) x 149 = 11 KK Jumlah seluruh responden = 149 KK
114
Restorasi DAS Ciliwung
LAMPIRAN 1. Sistem Lahan DAS Ciliwung DS No.
Sistim lahan
Deskripsi umum bentuk lahan
Litologi
1.
Pegunungan Bukit Balang (BBG)
Punggung-punggung gunung tak teratur di atas batuan vulkanik berbasalt
Andesit, basalt, diorit, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar
2.
Bogor (BGR)
Kipas aluvial bahan volkan yang tertoreh
Deposit kipas aluvial
3.
Dataran Barong Tongkok (BTR)
Dataran lahar basa yang berbukit
Basalt, andesit, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar
4.
Kipas dan Lahar Cisigung (CSG)
Lereng lahar agak terjal didataran tinggi
Aluvium vulkanik muda
5.
Perbukitan Gunung Samang (GSM)
Bukit-bukit yang agak curam di atas kerucut gunung berapi berbasalt
Basalt
6.
Jakarta (JKT)
Deposit kipas aluvial
7.
Rawa Pesut Kajapah (KJP)
Kipas aluvial bahan volkan agak tertoreh Dataran lumpur antar pasang surut di bawah bakau
8.
Dataran Aluvial Makasar (MKS)
Dataran-dataran paduan sungai/muara
Aluvium sungai muara pantai muda
9.
Pegunungan Tanggamus (TGM)
Gunung berapi strato muda dari batuan vulkanik berbasalt
Andesit, basalt, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar
10.
Ujung Petang (UPG)
“Coastal beach ridges and swales in dry areas”
Pesisir aluvial muda, pasir pantai, gravel
Aluvium, campuran estuarin dan marin yang masih muda
Sumber : Paimin et al., 2012
115
Restorasi DAS Ciliwung
LAMPIRAN 2. Perhitungan volume banjir masing-masing Sub DAS. Sub DAS
CN
H. Maks (mm)
S
(P-0,2)^2
P+0.8S
Runoff (mm)
Luas (ha)
Vol Banjir (m3)
Ciliwung Hilir
87
96
38,0
9.177,6
126,4
72,6
10.451
7.590.462
Ciliwung Tengah
78
120
71,6
14.352,0
177,3
80,9
13.265
10.736.946
61,7
128
157,7
16.332,8
254,1
64,3
14.925
9.592.034
K. Angke Pesanggrahan Hilir
86,45
96
39,8
9.177,6
127,8
71,8
7.866
5.646.601
Kali Angke
85,77
120
42,1
14.352,0
153,7
93,4
24.048
22.453.442
Kali Cakung
88,08
96
34,4
9.177,6
123,5
74,3
14.744
10.956.747
Kali Krukut
84,64
96
46,1
9.177,6
132,9
69,1
22.393
15.466.712
K.Pesanggrahan
78,58
120
69,2
14.352,0
175,4
81,8
16.868
13.802.968
Kali Buaran
86,6
96
39,3
9.177,6
127,4
72,0
8.008
5.766.900
Kali Sunter Hilir
86,6
96
39,3
9.177,6
127,4
72,0
15.535
11.187.411
Kali Sunter Hulu
81,25
120
58,6
14.352,0
166,9
86,0
2.838
2.440.561
Ciliwung Hulu
DAS Ciliwung DS Sumber : Penghitungan data sekunder
116
115.640.782
Restorasi DAS Ciliwung
LAMPIRAN 3. Rencana tindak pengendalian banjir Jakarta di DAS Ciliwung DS
117
Restorasi DAS Ciliwung
118
Restorasi DAS Ciliwung
119
Restorasi DAS Ciliwung
120
Restorasi DAS Ciliwung
121