1
REDAKSIONAL Salam Redaksi: Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, untuk segala nikmat yang diberikan sehingga “Newsletter Logistics and Supply Chain Management” Edisi ke-9 ini dapat diterbitkan. Setelah beberapa waktu lamanya, akhirnya newsletter kembali hadir dengan menyuguhkan beritaberita menarik diantaranya penelitian-penelitian di bidang SCM dan logistik serta beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh lab LSCM. Untuk kedepannya, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sekalian untuk memperbaiki kualitas newsletter ini. Selain itu kami juga mengharapkan partisipasi pembaca sekalian untuk mememberikan sumbangsih melalui artikel ataupun informasi mengenai isu-isu terbaru seputar Logistik dan SCM, sehingga dapat memperkaya kontent dari newsletter ini ke depannya. Selamat membaca artikel-artikel yang telah ditampilkan pada newsletter ini, semoga bermanfaat.
DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab : Prof. Budi Santosa, PhD. (Ketua Jurusan T eknik Industri ITS) Pimpinan Redaksi : Prof. Ir.I Nyoman Pujawan, M.Eng., Ph.D Wakil Pimpinan Redaksi : Dr.Eng.,Ir. Ahmad Rusdiansyah M.Eng. Redaktur Pelaksana :
Daftar Isi: NEWS .................................................................................................... Global Logistics 2012 ............................................................................. Profil Iwan Vanany, ST, MT, PhD ........................................................... Forum Diskusi Sistem Logistik Nasional .................................................. Sistem Logistik Nasional ......................................................................... EVENTS ................................................................................................ Pelatihan Inventory Management PT Badak NGL ................................... Kunjungan LSCM Ke PT. Sinar Sosro Mojokerto ..................................... RESEARCH IN BRIEF ......................................................................... Pengembangan Model Vehicle Routing Problem Untuk Pendistribusian Produk Perishable Menggunakan Truk Berpendingin ............................. Pengembangan Model Dan Algoritma Tabu Search Untuk Penjadwalan Kapal Tanker Dengan Memperhatikan Kompatibilitas Muatan ................ Penelitian dan Thesis................................................................................
2
1 1 2 5 6 9 9 10 13 13 18 22
Pelaksana Teknis : Rangga Chrisna Megantara, ST. Dimas Riski Pradana, ST. Indica Wulansari, ST. Pranostika Heryanti Putu Eka Udiyani P. Winda Aprilia Kusuma P. Amal Najib Rama P. Respandy Aristya Purdiani Alvin Adi Kusuma Penyunting & T ata Letak : Karina Rizky Ismantia Mansur Maturidi Arief Dewi T. Saragih Galuh Putri Wahyuningtyas Alamat Redaksi : Gedung T eknik Industri - ITS Sukolilo, Surabaya T elp : 031-5939361 e-mail :
[email protected] website : www.centerscm.org
GLOBAL LOGISTICS 2012 Brazil Melakukan Investasi Infrastruktur Infrastruktur transportasi dan konek-tivitas telah lama diupayakan Brasil untuk meningkatkan perekonomiannya. Keberhasilan luar biasa dari Olimpiade Musim Panas London 2012, meningkatkan isu tersebut. Presiden Brazil Dilma Rousseff baru-baru ini mengumumkan paket investasi $ 60-miliar untuk memperbaiki jalan dan sistem rel sebagai upaya untuk mengatasi kemacetan transportasi untuk memacu perekonomian dan mungkin menyelamatkan muka kepada komunitas global ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016. Proyek ini meliputi penambahan 6.200 mil jalur kereta api dan membangun atau memperluas 4.660 mil dari jalan raya federal. Pemerintah diharapkan segera mengumumkan proyek-proyek lain di bandara, pelabuhan, peningkatan transportasi air, dan pembangunan daerah lain di mana kekurangan terjadi. Ekonomi Brazil telah menunjukkan perkembangan dengan baik selama dekade terakhir, dan tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global yang melanda seluruh Amerika Serikat dan mengganggu Eropa. Tapi ekspektasi jangka panjang pertumbuhan yang baik pada saat ini mungkin saja terganggu oleh buruknya transportasi dan sistem logistik. Sebagai contoh, logistik dan transportasi akan sangat berhubungan dengan pengiriman komoditas-komoditas dalam negeri untuk diekspor, jika logistik dan transportasi terganggu maka sektor ekspor akan terganggu.
re-ekspor pakaian dan fashion antar Asia, Colón Free Zone (CFZ), dan Amerika Latin. EBL, yang mengelola merek-merek mewah seperti Ralph Lauren, Calvin Klein, Michael Kors, Anne Klein, dan Izod, menyediakan layanan bernilai tambah, seperti kemasan dan pemberian label untuk fashion dan industri pakaian di CFZ, pusat distribusi komersial yang terletak di Atlantik gateway Terusan Panama. Berdasarkan perjanjian tersebut, Damco melengkapi kemampuan EBL dengan rantai pasokan, transportasi, dan jasa pengiriman barang dari sumber ke tujuan akhir. Bersama-sama, para mitra akan mempromosikan Panama sebagai pusat layanan logistik untuk strategi bisnis regional dan global, serta mencari biaya-kompetitif untuk membawa produk ke Amerika. Evolusi saat ini dalam infrastruktur logistik, Panama diperkirakan akan menjadi game-changer untuk rantai pasokan inbound dari Asia ke Amerika. Perusahaan yang ingin mengembangkan hub transformasional dan solusi distribusi akan mampu melakukan pengambilan keputusan lebih dekat ke pasar akhir dan bereaksi lebih cepat terhadap perubahan penawaran dan permintaan, akhirnya memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan akhir mereka, kata Alison Clafin, petugas komersial utama dalam Amerika Latin untuk Damco. Sumber : Joseph O’Reilly (http://www.inboundlogistics.com/cms/article/global-logistics-september-2012/ )
Panama Tips Hat to Apparel Dengan begitu banyak desas-desus tentang "grand re-opening" dari kanal pada 2015, Panama diam-diam merencanakan pengem-bangan perdagangan sendiri dengan strategi terbentuknya kemitraan baru antara perusahaan Panama Exclusive Merek Logistik (EBL) dan Damco Panama. Keduanya bersepakat mem-promosikan impor dan
Alvin Adi Kusuma Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Industri ITS Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management
1
PROFIL IWAN VANANY, ST, MT, PhD Iwan Vanany, ST, MT, PhD adalah salah seorang dosen di Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang turut aktif dalam riset di Laboratorium Logistics and Supply Chain Management (LSCM). Selain sebagai dosen yang tergabung dalam Laboratorium LSCM, beliau juga merupakan Sekretaris Pusat Studi Transportasi dan Logistik di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ITS. Dosen kelahiran Singaraja, 27 September ini tengah sibuk menjalani profesinya sebagai dosen baik dalam bidang pengajaran akademik, riset, maupun pengabdian masyarakat. Dalam penelitiannya, Pak Iwan cenderung fokus ke arah food supply chain dan traceability. Penelitian yang sudah dilakukan oleh beliau adalah terkait smart traceability. Beliau melakukan perancangan software dengan auto ID dan menggunakan Radio Frequency Identification dan teknologi barcode untuk melakukan pengembangan strategi nasional. Ke depannya, beliau memiliki ide untuk melakukan penelitian terkait penggunaan RFID untuk permasalahan pelabuhan, seperti penentuan check point untuk melakukan pelacakan peti kemas, dan penentuan informasi apa saja dan pihak mana saja yang membutuhkan informasi tersebut. Selain itu, beliau bersama dosen lain yang aktif dalam Laboratorium LSCM juga ingin mengembangkan penelitian di laboratorium dengan mendatangkan teknologi RFID untuk memperkaya riset terkait warehouse management dan retail. Tidak hanya melakukan riset, beliau juga turut serta dalam proyek pengabdian masyarakat. Saat ini kegiatan beliau adalah mengadakan Pelatihan Planning Product Inventory Control bagi UKM Manufaktur. Selain itu, beliau juga pernah menjadi narasumber di RRI Pro Surabaya tentang permasalahan logistik di Jawa Timur. Dalam kesempatan ini, redaksi Newsletter akan berbincang-bincang dengan beliau terkait permasalahan Sistem Logistik Nasional
Pak Iwan beserta Ibu Niniet, dan para asisten dalam Kegiatan Pengabdian Masyarakat
(Sislognas) di Indonesia. Berikut adalah hasil perbincangan kami dengan beliau. Menurut Bapak, bagaimana kondisi Sistem Logistik Nasional kita saat ini? Negara kita masih belum cukup kompetitif jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini bisa kita lihat berdasarkan Logistic Performance Index. (Berdasarkan Logistic Performance Index yang diselenggarakan Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat ke-75 dari 155 negara. Di sisi lain Singapura menempati posisi 2, Malaysia posisi 29, dan Thailand posisi 35) Biaya pengiriman barang di Indonesia juga bisa dikatakan mahal. Hal tersebut diprediksi mencapai 10 sampai 30 persen dari harga barang itu dibebankan ke biaya logistik, khususnya Indonesia di bagian timur contohnya semen, di sini (Jawa) harganya 45 ribu sampai 50 ribu, sedangkan di Papua kemungkinan bisa sampai 100 ribu. Kira-kira permasalahan apa yang bisa menyebabkan hal tersebut? Masalah terbesar dari sistem logistik kita adalah masalah konsolidasi. Contoh yang menarik adalah kapal dari Indonesia dari bagian barat ingin
2
ke Indonesia bagian timur. Sering sekali ketika mereka bersandar di Indonesia bagian tengah, mereka membutuhkan waktu yang lama dan tidak bisa pada saat bongkar langsung sudah bisa mengangkut lagi. Waktunya bisa memakan dua sampai tiga hari. Terkadang, mereka berpikir lebih baik pulang dengan kapal kosong daripada mereka menunggu ketidakpastian. Hal itu terjadi karena pelabuhan belum bisa melakukan konsolidasi dengan baik. Selain itu, kelancaran logistik darat juga mempengaruhi kelancaran kegiatan konsolidasi di pelabuhan, seperti adanya kemacetan dan ketidakjelasan koordinasi depo dengan kapal yang kurang baik. Faktor tersebut bisa terjadi karena kurang baiknya infrastruktur. Contohnya kita belum mampu membuat jalur khusus untuk membedakan jalur untuk transportasi barang dan jalur untuk transportasi masyarakat pada umumnya. Seperti jalur untuk pengiriman peti kemas yang harusnya membutuhkan jalan yang lebar dan kuat, justru harus memakai jalur yang sama dengan kendaraan biasa sehingga jalan menjadi sering rusak dan perjalanan menjadi terhambat. Kedua, kita belum memiliki warehouse besar di setiap pelabuhan kita. Warehouse tersebut mampu menampung sementara hasil-hasil produksi industri yang siap untuk dikirim. Selain itu, karena letak industri kita yang berpencar-pencar, kita tidak memiliki warehouse untuk setiap daerah industri tersebut. Kereta api, harusnya bisa menjadi jalur alternatif namun jarang dipakai. Berbeda dengan di luar negeri di mana kereta api kerap digunakan sebagai sarana transportasi, tidak hanya untuk transportasi masyarakat, tetapi juga sebagai transportasi barang karena memang biayanya lebih murah dibandingkan dengan mobil. Jumlah barang yang diangkut pun juga lebih banyak. Selain jumlah itu, dengan kereta api kita bisa menghemat biaya bensin pada mobil. Untuk saat ini bahan bakar minyak (BBM) bensin memang masih cukup terjangkau karena disubsidi pemerintah. Namun justru subsidi itu yang sebenarnya menggerogoti kita sendiri. Dengan murahnya bensin semakin
banyak orang menggunakan kendaraan sehingga jalan semakin padat. Subsidi itu sendiri bisa juga dilimpahkan untuk pembangunan infrastrukturinfrastruktur yang masih kurang baik ini. Dari segala permasalahan tersebut, sebenarnya potensi apa yang dimiliki Indonesia untuk bersaing dengan negara-negara lainnya? Sebenarnya Indonesia memiliki dua potensi yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Negara kita kaya akan sumber daya alam yang banyak dan beragam. Negara lain banyak yang bergantung dari kita. Misalnya Jepang. Kalau kita tidak mengirimkan gas ke mereka, bisa kalang kabut mereka. Dari segi manusia, kita juga memiliki potensi sumber daya manusia yang giat bekerja. Yang menjadi kekurangan adalah rasa percaya diri. Hal yang sebenarnya bisa kelola sendiri, justru dikelola negara lain. Potensi untuk bersaing sebagai pelabuhan internasional juga sebenarnya ada. Sumber bahan baku ada di kita, tujuan konsumen ada di kita, jadi kalau semua itu bisa kita kelola, seperti sumber minyak, batu bara, hasil bumi, dan sebagainya bisa dikelola oleh perusahaan nasional itu dampaknya bisa luar biasa. Misalnya Singapura, pelabuhannya bisa jadi kesusahan. Sebagai contoh ketika perkembangan mall di Indonesia yang kian pesat. Dahulu, orang Indonesia, dengan ekonomi kelas atas, jika ingin berbelanja akan cenderung mengunjungi Singapura, namun saat ini pusat perbelanjaan di Indonesia kian beragam dan mampu memfasilitasi keinginan konsumen. Jadi saat ini Singapura berpindah fokus untuk mengembangkan wisata hiburan seperti Universal Studio maupun Marina Bay Street Circuit. Lalu untuk perbaikan ke depan, langkah apa yang bisa dilakukan dalam waktu terdekat ini? Untuk perbaikan sistem logistik nasional, beliau pernah melakukan diskusi mengenai logistik di jatim. Hal yang perlu dikaji antara lain keberadaan rel kereta api. Ada beberapa teman yang melakukan studi bagaimana jika diwujudkan 3
rel kereta api dengan dua jalur untuk sarana angkut masyarakat maupun barang. Karena kondisi saat ini jalur yang tersedia masih minim terutama ke Jawa Tengah. Selain itu dengan adanya pembangunan pelabuhan Teluk Lamong itu bagus sekali, dan akan lebih bagus lagi jika dibangun jalur bagi kereta sehingga aliran barang lebih bisa terintegrasi tanpa harus melewati kemacetan di jalan darat. Di luar negeri, pelabuhan biasanya terintegrasi dengan kereta api. Berbeda dengan Indonesia yang selalu mengandalkan truk. Nb :TEKS YANG BIASA (yg atas itu format Tanya jawab) Terkait dengan Sistem Logistik Nasional (Sislognas), beliau berpendapat bahwa negara kita masih belum cukup kompetitif jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Berdasarkan Logistic Performance Index yang diselenggarakan Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat ke-75 dari 155 negara. Di mana Singapura menempati posisi 2, Malaysia posisi 29, dan Thailand di posisi 35. Seperti yang diketahui, biaya pengiriman barang di Indonesia bisa dikatakan mahal. Diprediksi 10 persen sampai 30 persen dari harga barang itu dibebankan ke biaya logistic, khususnya Indonesia di bagian timur. “Contohnya semen, di sini (Jawa) harganya 45 ribu sampai 50 ribu, sedangkan di Papua kemungkinan bisa sampai 100 ribu,” tutur beliau. Menurut beliau, masalah terbesar dari sistem logistik kita adalah masalah konsolidasi. “Contoh yang menarik, sering sekali kapal dari Indonesia dari bagian barat ingin ke Indonesia bagian timur. Ketika mereka bersandar di Indonesia bagian tengah, mereka membutuhkan waktu yang lama, tidak bisa pada saat bongkar langsung sudah diangkut lagi. Waktunya bisa memakan dua sampai tiga hari. Terkadang, mereka berpikir lebih baik pulang dengan kapal kosong daripada mereka menunggu ketidakpastian. Hal itu terjadi karena pelabuhan belum bisa melakukan konsolidasi dengan baik.” Selain itu, permasalahan logistik darat juga dianggap mempengaruhi kelancaran kegiatan
konsolidasi di pelabuhan, seperti adanya kemacetan dan ketidakjelasan koordinasi depo dengan kapal yang kurang baik. Faktor tersebut bisa terjadi karena kurang baiknya infrastruktur. Contohnya kita belum mampu membuat jalur khusus untuk membedakan jalur untuk transportasi barang dan jalur untuk transportasi masyarakat pada umumnya. Seperti jalur untuk pengiriman peti kemas yang harusnya membutuhkan jalur yang lebar dan jalan yang kuat. Jadinya jalan menjadi sering rusak, dan perjalanan menjadi terhambat. Kedua, kita belum memiliki warehouse besar di setiap pelabuhan kita. Warehouse tersebut mampu menampung sementara hasil-hasil produksi industri yang siap untuk dikirim. Selain itu, karena letak industri kita yang berpencar-pencar, kita tidak memiliki warehouse untuk setiap daerah industri tersebut. “Kereta api, harusnya bisa menjadi jalur alternatif namun jarang dipakai,” pendapat beliau. Berbeda dengan di luar negeri di mana kereta api kerap digunakan sebagai sarana transportasi, tidak hanya untuk transportasi masyarakat, tetapi juga sebagai transportasi barang. “Karena memang biayanya lebih murah dibandingkan dengan mobil karena yang diangkut lebih banyak,” tambah beliau. Selain jumlah barang yang diangkut bisa lebih banyak, menurut beliau dengan penggunaan kereta api bisa menghemat biaya bensin pada mobil. Untuk saat ini bahan bakar minyak (BBM) bensin memang masih cukup terjangkau karena disubsidi pemerintah. Namun justru subsidi itu yang sebenarnya menggerogoti kita sendiri. Dengan murahnya bensin semakin banyak orang menggunakan kendaraan sehingga jalan semakin padat. Subsidi itu sendiri bisa juga dilimpahkan untuk pembangunan infrastruktur-infrastruktur yang masih kurang baik ini. Di balik semua kekurangan tersebut, sebenarnya Indonesia memiliki dua potensi yang tidak dimiliki negara tetangga lainnya yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Negara kita kaya akan sumber daya alam yang banyak dan beragam. “Negara lain banyak yang bergantung dari kita. Misalnya Jepang. Kalau kita 4
tidak mengirimkan gas ke mereka, bisa kalang kabut mereka,” tutur beliau. Dari segi manusia, kita juga memiliki potensi sumber daya manusia yang giat bekerja, namun yang menjadi kekurangan adalah rasa percaya diri. Hal yang sebenarnya bisa kelola sendiri, justru dikelola negara lain. Potensi untuk bersaing sebagai pelabuhan internasional juga sebenarnya ada menurut beliau. “Sumber bahan baku ada di kita, tujuan konsumen ada di kita, jadi kalau semua itu bisa kita kelola, seperti sumber minyak, batu bara, hasil bumi, dan sebagainya bisa dikelola oleh perusahaan nasional itu dampaknya bisa luar biasa. Pelabuhan negara lain akan kesusahan,” menurut beliau. Sebagai contoh ketika perkembangan mall di Indonesia yang kian pesat. Dahulu, orang Indonesia yang ingin berbelanja akan cenderung mengunjungi Singapura, namun saat ini pusat perbelanjaan di Indonesia kian
beragam dan mampu memfasilitasi keinginan konsumen. Jadi saat sini Singapura berpindah fokus untuk mengembangkan wisata hiburan seperti Universal Studio maupun Marina Bay Street Circuit. Untuk perbaikan sistem logistik nasional, beliau pernah melakukan diskusi mengenai logistik di jatim. Hal yang perlu dikaji antara lain keberadaan rel kereta api. Ada beberapa teman beliau yang melakukan studi bagaimana rel kereta api dengan dua jalur untuk sarana angkut masyarakat maupun barang karena masih minimnya jalur yang tersedia, terutama ke Jawa Tengah. Selain itu dengan adanya pembangunan pelabuhan Teluk Lamong, akan lebih bagus lagi jika dibangun jalur bagi kereta sehingga aliran barang lebih bias terintegrasi tanpa harus melewati kemacetan di jalan darat.
Ditulis oleh: Aristiya Purdiani
Mahasiswi S1 Jurusan Teknik Industri ITS
Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management
FORUM DISKUSI SISTEM LOGISTIK NASIONAL Pada tanggal 19 Juni 2012, laboratorium LSCM bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS menggelar acara forum diskusi dengan media bertempat di gedung LPPM ITS, dengan topik mengangkat masalah sistem logistik nasional di Indonesia. Hadir pada acara tersebut kepala laboratorium LSCM, Prof Ir Nyoman Pujawan MEng PhD, bapak Iwan Vanany ST., MT., Ph.D, dan beberapa dosen ITS lainnya. Salah satu masalah yang dibahas dalam diskusi tersebut
adalah mengenai sistem logistik nasional yang belum berjalan secara efisien. Salah satu buktinya, harga-harga holtikultura melonjak tajam setelah tiba di kota. ''Logistic cost untuk produk pertanian masih di atas 40 persen,'' ujar Drs Kresnayana MSc, pakar statistik dari ITS. Harga panen yang awalnya sangat rendah menjadi begitu tinggi karena biaya transportasi dan logistik yang cukup besar. Bahkan karena terlalu besarnya, produk-produk sayuran dalam negeri justru memiliki harga yang lebih mahal dibanding produk-produk impor. Sebut saja
5
wortel dari Cina, yang harganya mencapai separuh harga wortel lokal.Hal ini tentu saja berpengaruh langsung terhadap daya saing produk lokal di pasar. Terlebih ketika bahan makanan telur, daging, dan susu yang menyumbang sekitar 15 persen. Setali tiga uang, masalah ini juga terjadi di transportasi laut. Sistem transportasi dan logistik di pelabuhan juga perlu diperhatikan secara serius. Apabila dibandingkan dengan Singapura, waktu bongkar muat logistik di pelabuhan Indonesia masih tertinggal sangat jauh. ''Di Singapura hanya perlu satu hari untuk bongkar muat, sedangkan di Indonesia lima hari,'' tutur Iwan Fanany ST, MT, PhD, Sekretaris Pusat Studi Transportasi dan Logistik ITS. Pemerintah sendiri sebenarnya telah mengeluarkan cetak biru Sistem Logitik Nasional (Sislognas) untuk membenahi permasalahan transportasi dan logistik. Namun, Sislognas dirasa masih perlu didukung dengan sejumlah perbaikan pada beberapa komponen lain. Contohnya, teknologi informasi, sumber daya manusia, regulasi, dan pelaku industri logistik sendiri. Akan tetapi menurut Prof. Nyoman Pujawan, dewasa ini masyarakat dan berbagai belah pihak sudah mulai aware terhadap permasalahan ini.
pokok termasuk holtikultura yang menyumbang sekitar 35 persen sumber inflasi. Begitu juga dengan kebutuhan harian masyarakat terhadap Forum diskusi yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS dengan sejumlah media massa ini rencanya dijadwalkan setiap bulan. Tentunya dengan berbagai bahasan isu-isu strategis. Harapannya melalui diskusi ini masyarakat dapat lebih sadar tentang permasalahan-permasalah yang tengah berkembang saat ini. Ditulis oleh: Rama P.Renspandy
Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Industri ITS
Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management
SISTEM LOGISTIK NASIONAL Pada tanggal 30 dan 31 Mei 2012 diadakan sosialisasi Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional yang diadakan di ruang aula gedung Pascasarjana, kampus Institusi Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Acara ini dibagi kedalam dua hari, hari pertama terdapat 6 paparan mengenai sosialisasi cetak biru pengembangan sistem logistik nasional. Paparan pertama yang dibawakan oleh Prof. Senator Nur Bahagia, PhD mengenai perpres 26 tahun 2012 tentang cetak biru pengembangan sistem logistik nasional, kemudian paparan kedua mengenai arti penting cetak biru sistem logistik nasional untuk jawa timur dan kawasan Indonesia timur yang
Suasana diskusi dalam sosialisasi Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
dibawakan oleh Drs. Kresnayana Yahya M.Sc. Dan seterusnya yang keseluruhan terdapat 6
6
paparan yang masing-masing mengenai permasalahan high cost di pelabuhan, kebijakan pengembangan consolidated container bagi least container load (LCL), pengembangan sumber daya manusia (SDM) logistik nasional, dan paparan terakhir mengenai pengembangan logistics center untuk memfasilitasi konektivitas seaport dan hinterland. Lalu hari kedua diadakan kunjungan ke beberapa tempat yaitu terminal peti kemas Surabaya, pelabuhan Tanjung Perak dan ke Depo Kalianak. Latar belakang diadakannya acara ini karena Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien diyakini mampu mengintegrasikan daratan dan lautan menjadi satu kesatuan yang utuh dan berdaulat, sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak bagi terwujudnya Indonesia sebagai negara maritim. Sistem logistik juga memiliki peran strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif, sekaligus menjadi benteng bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional (national economic authority and security). Untuk itu peran strategis Sistem Logistik Nasional tidak hanya dalam memajukan ekonomi nasional, namun sekaligus sebagai salah satu wahana pemersatu bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun kenyataannya saat ini kinerja Sistem Logistik Nasional masih belum optimal, karena masih tingginya biaya logistik nasional yang mencapai 27% (dua puluh tujuh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan belum memadainya kualitas pelayanan, yang ditandai dengan masih rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas maupun kualitas, masih adanya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, masih tingginya waktu pelayanan ekspor-impor dan adanya hambatan operasional pelayanan di pelabuhan, masih terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik nasional, dan faktor-faktor lainnya.
Cetak Biru (blue Print) ini bukan merupakan rencana induk (master plan) tetapi lebih menekankan pada arah dan pola pengembangan Sistem Logistik Nasional pada tingkat kebijakan (makro) yang nantinya dijabarkan kedalam Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga setiap tahunnya. Oleh karena itu, Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat berperan dalam mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, menunjang implementasi MP3EI, serta mewujudkan visi ekonomi Indonesia tahun 2025 (RPJPN) yaitu “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur” sehingga akan tercapai sasaran PDB perkapita sebesar 14.250-15.500 (empat belas ribu dua ratus lima puluh hingga lima belas ribu lima ratus) dolar Amerika pada tahun 2025, seperti pada Gambar dibawah ini.
Peran Sislognas dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
Peran pokok Cetak Biru Sistem Logistik Nasional adalah memberikan arahan dan pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha untuk membangun Sistem Logistik Nasional yang efektif dan efisien. Bagi pemerintah, Cetak Biru Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat membantu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menyusun rencana pembangunan di bidang logistik, serta meningkatkan transparansi dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga di
7
tingkat pusat maupun daerah. Bagi dunia usaha, Cetak Biru Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat membantu pelaku usaha untuk meningkatkan daya saingnya melalui penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dengan biaya yang kompetitif, meningkatkan peluang investasi bagi usaha menengah, kecil dan mikro, serta membuka peluang bagi pelaku dan penyedia jasa logistik nasional untuk menggalang kerjasama dalam skala global. Adapun tujuan dari Cetak Biru ini adalah: 1. Sebagai panduan dan pedoman dalam pengembangan Sistem Logistik Nasional bagi para pihak terkait (pemangku kepentingan), baik pemerintah maupun swasta, dalam: a. menentukan arah kebijakan logistik nasional dalam rangka peningkatan kemampuan dan daya saing usaha agar berhasil dalam persaingan global; b. mengembangkan kegiatan yang lebih rinci, baik pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lainnya; c. mengkoordinasikan, mensinkronkan dan mengintegrasikan para pihak terkait dalam melaksanakan kebijakan logistik nasional; d. mengkoordinasikan dan memberdayakan secara optimal sumber daya yang dibutuhkan, dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi nasional, pertahanan keamanan negara, dan kesejahteraan rakyat. 2. Sebagai alat untuk mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, arah kebijakan, dan strategi, serta rencana aksi pengembangan Sistem Logistik Nasional. Dalam acara ini diuraikan lengkap mengenai Cetak Biru ini mulai dari visi, strategi, kebijakan logistik nasional, tahapan implementasi, sampai rencana aksi terkait dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan pembangunan dan pengembangan Sistem Logistik Nasional, sebagai upaya untuk memperlancar arus barang baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri
secara efektif dan efisien. Keberadaan Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan Pemerintah untuk membangun dan mengembangkan sektor logistik di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan daya saing dunia usaha nasional di pasar global dan mensejahterakan kehidupan masyarakat, memudahkan bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam menyusun rencana pembangunan sehingga sumber daya nasional yang terbatas ini dapat dimanfaatkan secara optimal dalam rangka memberikan dampak yang signifikan bagi perbaikan kinerja Sistem Logistik Nasional, meningkatkan transparansi dan koordinasi lintas kementrian dan instansi, serta pemangku kepentingan lain yang terkait, dan memberikan gambaran kesempatan investasi bagi usaha menengah, kecil dan mikro serta membuka peluang penyedia jasa logistik nasional untuk menggalang kerjasama dalam skala global. Bagi berbagai pihak terkait, baik Pemerintah maupun Pemangku Kepentingan lainnya, Cetak Biru ini diharapkan dapat dijadikan sebagai: 1. Commitment Stakeholder Cetak Biru ini bukanlah hanya merupakan rencana dari pemerintah tetapi juga merupakan komitmen dari semua pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun pelaku usaha. Oleh sebab itu, implementasi cetak biru ini memerlukan dukungan penuh dari pimpinan pemerintahan dan pelaku usaha, sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Sebaik apapun suatu rencana, maka tingkat keberhasilannya akan sangat bergantung pada aspek pelaksanaan. Oleh sebab itu, pelaksanaan Cetak Biru ini sangat membutuhkan motivasi dan komitmen yang sungguh-sungguh, serta didukung oleh sumber daya yang memadai. 2. Pattern of Development Cetak Biru ini merupakan pola dasar dan acuan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait logistik untuk mengembangkan dan mewujudkan Sistem Logistik Nasional yang terintegrasi, efektif dan 8
efisien. Oleh sebab itu semua kegiatan yang dilakukan oleh jajaran pemerintah dan pemangku kepentingan perlu selalu mengacu pada Cetak Biru ini. 3. Focusing Resources Cetak biru ini akan menjadi acuan dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas dan menentukan fokus pengembangan sistem logistik nasional, sehingga pemanfaatan sumber daya yang terbatas ini dapat dikelola dengan baik dan memberikan hasil yang lebih optimal sesuai dengan arah pengembangan yang telah digariskan dalam Cetak Biru ini.
Selain itu, perubahan paradigma dalam menatap masa depan yang disertai dengan langkah dan tindakan nyata menjadi salah satu kunci keberhasilan implementasi Cetak Biru ini. Dengan demikian proses transformasi menuju Sistem Logistik Nasional yang dicita-citakan ini perlu didasari pada landasan budaya (culture) dan paradigma baru yang sistemik dan terintegrasi, serta perlu dibentuk dan ditegakkan dalam rangka membangun Sistem Logistik Nasional yang tepat dan relevan.
Ditulis oleh: Amal Najib
Mahasiswa S1 Jurusan Teknik Industri ITS Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management
PELATIHAN INVENTORY MANAGEMENT PT Badak NGL Mengelola inventory dengan efektif merupakan hal yang sangat krusial bagi kelancaran suatu industri. Mengurangi inventory yang berlebih dan menginvestasikan inventory yang tepat sesuai kebutuhan customer, akan meningkatkan service level kepada pelanggan & inventory turnover yang lebih baik yang pada akhirnya meningkatkan profit margin. Hari Senin - Jumat (11 – 16 Juni 2012), Laboratorium Logistics & Supply Chain Management Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya menyelenggarakan pelatihan Inventory Management di Hotel Mercure Surabaya. Pelatihan yang dilaksanakan selama lima hari ini terdiri atas beberapa modul pelatihan, antara lain:
Manajemen Persediaan pada Supply Chain, Data Input untuk Manajemen Persediaan, Konsep Keandalan dan Kebutuhan Sparepart, Sifat-sifat dan Estimasi Kebutuhan Material, Pengantar Konsep MRP, Model Persediaan Dasar 1 (EOQ), Model Persediaan Dasar 2 (ROP, Safety Stock), Aplikasi ERP untuk Manajemen Persediaan, Model Persediaan Base Stock / Min – Max, dan Mengukur Kinerja Perusahaan. Menurut Rama Panji Renspandy, Koordinator Asisten, pelatihan ini merupakan kali ketiga di sepanjang tahun 2012. Adapun dua pelatihan sebelumnya yaitu Procurement Management yang diselenggarakan tanggal 23 – 28 April 2012 dan Warehouse Management yang diselenggarakan tanggal 12 – 17 Maret 2012.
9
Kegiatan pelatihan seperti ini merupakan kegiatan institusi pendidikan terhadap dunia industri. yang telah dilakukan Laboratorium Logistics & Beberapa dosen yang turut menjadi instruktur Supply Chain Management sejak tahun 2007, pelatihan Inventory Management, antara lain: dengan peserta dari PT Badak NGL. Dengan Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M.Eng, Ph.D; Dody dosen-dosen Institut Teknologi Sepuluh Hartanto, S.T., M.T.; Mokh. Suef, Ir., Nopember sebagai instruktur pelatihan, M.Sc.(Eng.); Iwan Vanany, S.T., M.T., Ph.D; diharapkan kegiatan ini mampu menjadi bentuk Mahendrawati, S.T., M.Sc., Ph.D; dan Dr. Imam nyata pengembanagan dan penerapan keilmuan Baihaqi, S.T., M.Sc. Ditulis Oleh: Winda Aprilia Kusuma Putri
Mahasiswi S1 Jurusan Teknik Industri ITS Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management
KUNJUNGAN LSCM KE PT. SINAR SOSRO MOJOKERTO
Pada Jumat, 23 Nopember 2012 asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management (LSCM) melakukan kunjungan ke PT. Sinar Sosro cabang Mojokerto. Pabrik PT. Sinar Sosro Mojokerto merupakan pabrik paling baru yang dibangun pada tahun 2008 sebagai pabrik ke-10 memiliki luas total 7,4 hektar dengan area bangunan sebesar 2 hektar. Pabrik ini dibangun untuk mencover pasar wilayah Jawa Timur, Madura, Maluku, Papua, Kalimantan, Sulawesi dan seluruh wilayah Indonesia Timur. Rencana kedepannya pada tahun 2013 PT. Sinar Sosro akan membangun pabrik ke-11 di kota Manado. Cita-cita yang ingin dicapai oleh perusahaan tertuang dalam visi perusahaan yaitu “Menjadi perusahaan minuman kelas dunia yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen kapan saja, dan dimana saja serta memberikan nilai tambah untuk semua pihak terkait”. Visi ini dijalankan dengan 7 misi perusahaan yaitu : 1) Membangun merk sosro sebagai merk the yang alami, berkualitas, dan unggul; 2) Melahirkan merk dan produk
minuman baru, baik yang berbasis the maupun non teh, da menjadikannya pemimpin pasar dalam kategorinya; 3) membangun dan memimpin jaringan distribusi; 4) Menciptakan dan melihara komitmen terhadap pertumbuhan jangka panjang baik dalam volume penjualan maupun penciptaan pelanggan; 5) Membangun sumber daya manusia dan melahirkan pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai utama perusahaan; 6) Membangun kepuasan kepada para konsumen; 7) Memberikan kontribusi devisa ke negara. PT. Sinar Sosro merupakan perusahaan yang pertama kali memproduksi teh dalam kemasan botol di Indonesia dan juga di dunia. Nama Sosro yang melekat pada nama perusahaan diambil dari nama keluarga yaitu Sosrodjoyo. Sosrodjoyo memulai usahanya pada tahun 1940 di Kota Slawi, Jawa tengah dimana produk pertamanya yaitu teh kering dengan merk Teh Cap Botol. Di tahun 1953 produk Teh Cap Botol ini diperkenalkan ke Jakarta
10
dengan menggunakan strategi cicip rasa (product sampling). Strategi ini dilakukan dengan mendatangi pusat-pusat keramaian, kemudian memasak dan menyeduh teh untuk selanjutnya disajikan kepada pelanggan. Ternyata cara ini tidak efektif sebab memerlukan waktu yang lama untuk menyajikannya. Berikutnya muncul ide untuk memasukkan teh ke dalam panci-panci besar kemudian dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil bak terbuka. Cara ini pun gagal sebab teh justru tumpah dalam perjalanan dari kantor ke pasar. Kemudian muncul ide untuk memasukkan teh yang sudah diseduh ke dalam botol kecap ataupun limun yang sudah dibersihkan. Cara ini berhasil sebab lebih praktis dan teh dapat langsung dikonsumsi pelanggan tanpa menunggu proses penyeduhan teh. Adapun kemasan botol yang
Kunjungan Asisten Lab LSCM ke PT. Sinar Sosro Mojokerto
digunakan telah tiga kali mengalami perubahan. Botol versi pertama yaitu pada tahun 1970, versi kedua pada tahun 1972, dan pada tahun 1974 keluar kemasan botol versi ketiga yang bertahan sampai sekarang. Pada 27 Nopember 2004, PT. Sinar Sosro bernaung di perusahaan induk yakni a Rekso Company. Produk dari PT. Sinar Sosro hingga saat ini telah memiliki banyak variasi tidak hanya Teh Botol Sosro. Produk PT. Sinar Sosro lainnya adalah Fruit Tea Sosro, Sosro Joy Green Tea, Teh Celup Sosro, Happy Jus, Country Choice, Tebs, S-Tee, dan Prim-A. PT. Sinar Sosro senantiasa menjalankan perusahaannya dengan tetap mempertahankan filosofi “niat baik” yang terangkum dalam 3K&RL
yaitu peduli Kualitas, Keamanan, Kesehatan, dan Ramah Lingkungan. Dimana bahan baku teh yang digunakan berasal dari perkebunan teh milik sister company yaitu PT. Gunung Slamet. Perkebunan teh terletak di daerah Cianjur, Garut, Pangalengan, serta Tasikmalaya. Selanjutnya daun teh tersebut didistribusikan ke 10 pabrik Sosro yang terletak di Cakung, Tambun, Pandeglang, Cibitung, Gianyar, Ungaran, Serdang, Gresik, Palembang, dan juga Mojokerto. PT. Sinar Sosro melakukan distribusi produknya melalui 150 kantor cabang penjualan yang tersebar di seluruh nusantara. Produk dari PT. Sinar Sosro tidak hanya memiliki sasaran konsumen nusantara, tetapi juga sudah mencapai pasar internasional. PT. Sinar Sosro mengekspor produknya yang menggunakan kemasan kotak, botol, dan kaleng ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, sebagian Timur Tengah, Afrika, Australia, dan Amerika. Proses produksi dari produk Teh Botol Sosro dimulai dari pemilihan bahan baku yaitu daun teh wangi, gula, dan pasir. Daun teh wangi adalah daun teh yang diambil hanya 3 pucuknya saja kemudian dicampur dengan bunga melati. Sedangkan gula pasir yang digunakan adalah gula pasir industri. Berbeda dengan gula pasir biasanya, gula pasir industri ini melalui dua kali proses penyaringan. Adapun air yang digunakan adalah air dalam bumi yang terletak 150 meter di bawah permukaan tanah. Proses selanjutnya adalah membuat teh cair manis. Proses ini dilakukan pertama-tama menyaring air hingga kotoran hilang. Kemudian air dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya teh diseduh di dalam tangki dengan air mendidih tersebut. Proses ini menghasilkan teh cair pahit. Untuk menjadikannya teh cair manis, maka dilarutkanlah gula ke dalam teh cair pahit. Setelah itu dilakukan proses penyaringan dan sterilisasi agar teh cair manis yang dibuat bebas dari kuman. PT. Sinar Sosro mendapatkan botol dari supplier botol seperti Iglass, Mulya Glass, dan lain sebagainya dimana standar botol yang diproduksi supplier harus sesuai dengan standar yang dirancang
11
oleh perusahaan. Sebelum digunakan, baik kerat maupun botol dicuci terlebih dahulu. Botol yang telah dicuci dengan menggunakan mesin bottle washer kemudian melalui proses pemeriksaan oleh mesin EBI (Empty Bottle Inspector). Mesin EBI dapat memeriksa kotoran dan benda asing di dalam botol. Botol yang telah lulus uji mesin EBI selanjutnya diisi teh cair manis oleh mesin filler & crowner kemudian diberi tutup botol. Botol-botol ini lalu diberikan kode produksi serta expired date menggunakan mesin printer dan video jet. Terakhir, botol-botol ini akan melalui mesin crater yang bekerja untuk memasukkan botol ke dalam kerat. Kerat akan melalui mesin palletizer yaitu mesin untuk mengatur kerat pada pallet. Produk teh botol sosro ini disimpan terlebih dahulu selama 3 hari masa inkubasi sebelum didistribusikan ke pasar. Tujuannya adalah untuk dilakukan uji coba oleh departemen QC (Quality Control). Untuk jenis produk yang berbeda, masa inkubasinya pun berbeda. Proses uji coba yang dilakukan untuk memeriksa kondisi fisik (kemasan botol), kimia (kadar gula, pH), mikrobiologi (mengecek perkembangan mikroba), serta organoleptik (pemeriksaan warna dan kejernihan). Pabrik PT. Sinar Sosro cabang Mojokerto ini memiliki area pengolahan limbah di dalamnya. Ada 2 jenis limbah yang dihasilkan pabrik untuk diolah yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa ampas teh yang selanjutnya diolah menjadi pupuk dan dedak yang digunakan sebagai pakan ternak kemudian diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat sekitar. Sedangkan limbah cair berasal dari sisa pencucian botol, mesin, dan lainlain yang diolah menjadi air bersih dengan kadar COD tidak lebih dari 250mg per liter sehingga ikan dapat hidup di dalamnya. Dalam kunjungan ini, para asisten LSCM diajak untuk melihat-lihat pabrik misalnya gudang teh dan gudang gula. Gudang teh hanya dapat dilihat dari luar saja karena daun teh mudah terkontaminasi. Gudang teh ini dilapisi oleh lapisan aluminium. Adapun daun teh dikirim setiap satu minggu sekali dari perkebunan teh sister company yaitu PT. Gunung Slamet. Pengiriman
bahan baku daun teh ini hanya dikirim selama satu minggu sekali untuk menjaga kualitas tehnya sebab daun teh hanya bertahan tiga bulan. Gudang gula berisi kumpulan gula industri yang berbentuk sak. Walaupun harga gula industri lebih mahal daripada gula biasa, namun gula industri tetap dipilih karena dapat larut dengan sendirinya, tidak meninggalkan endapan, serta memiliki kualitas yang lebih bagus daripada gula biasa. Gula industri ini dikirim dari Lampung setiap tiga bulan sekali karena bersifat tahan lama. Setelah melihat-lihat gudang, para asisten LSCM kemudian diajak untuk melihat kondisi di dalam pabrik. Untuk masuk ke dalam pabrik para asisten dilengkapi dengan cap kepala untuk menjaga kebersihan di dalam pabrik. Jumlah yang diproduksi oleh pabrik setiap harinya tidak tentu tergantung dari permintaan pasar apakah telah terpenuhi ataupun belum. Hal ini karena PT. Sinar Sosro bersifat market oriented yaitu mengikuti permintaan pasar. Sehingga pergantian produk dalam proses produksi bisa terjadi. Mesin filler yang tadinya mengisi botol dengan teh botol sosro dapat juga mengisi dengan produk lainnya. Pergantian produk ini disebut dengan istilah break down produk. Apabila akan terjadi break down produk, maka pipa-pipa penyaluran dibersihkan terlebih dahulu sampai rasanya hilang. Hal ini dilakukan agar produk selanjutnya tidak tercampur rasanya dengan produk sebelumnya. Para operator yang bekerja di dalam pabrik dalam menggerakkan mesin-mesin tersebut ataupun melakukan proses pengecekan produk senantiasa melakukan pertukaran posisi setiap 30 menit sekali untuk menghindari kebosanan operator. PT. Sinar Sosro memiliki sistem traceability pada setiap produknya yaitu melalui penggunaan kode produksi. Tujuannya adalah untuk dapat menelusuri proses produksi dan juga dalam distribusi. Misalnya kode T1639C, dimana kode T menunjukkan bahwa produk dibuat oleh pabrik yang berlokasi di Mojokerto, 1639 menunjukkan bahwa produk dibuat pada pukul 16.39 waktu setempat, sedangkan C menunjukkan produk dibuat dengan
12
menggunakan formasi C. Dalam hal proses distribusi harus menentukan rutenya sendiri baik dalam produknya, PT. Sinar Sosro menggunakan jasa mitra pendistribusian produk maupun untuk pengambilan distribusi termasuk dalam pendistribusian ke luar botol kosong. Retailler yang tidak dapat negeri. Proses distribusi dilakukan pada pagi hari, mengembalikan botol akan dikenakan biaya penalty namun ada juga yang dilakukan pada malam hari sebesar Rp. 500,00 untuk setiap botolnya. untuk memenuhi permintaan outlet yang khusus buka pada saat malam hari. Setiap sales penjualan Ditulis oleh: Putu Eka Udiyani P
Mahasiswi S1 Jurusan Teknik Industri ITS Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management
PENGEMBANGAN MODEL VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK PENDISTRIBUSIAN PRODUK PERISHABLE MENGGUNAKAN TRUK BERPENDINGIN Produk perishable, disamping memberikan keuntungan yang besar, peningkatan permintaannya juga memiliki karakteristik tersendiri yang akan menyebabkan terjadinya risiko baik pada proses transformasi maupun pada saat distribusi. Hal ini disebabkan produk perishable memiliki umur ketahanan (shelf life) yang relatif terbatas. Sepanjang shelf life tersebut, nilai (value) produk perishable secara kontinu menurun dan rentan menyebabkan kehilangan (loss). Kualitas merupakan salah satu karakteristik yang paling penting diperhatikan pada produk makanan (perishable) disuatu rantai pasok. Dan untuk mempertahankan kualitas produk, temperatur merupakan kondisi lingkungan utama yang paling berpengaruh. Pengelolaan temperatur berkontribusi signifikan mempertahankan shelf life, kualitas, serta keamanan produk perishable. Sehingga, diperlukan suatu sistem pendistribusian produk dengan menggunakan kendaraan
berpendingin untuk menjaga kualitas produk perishable yang didistribusikan. Penggunaan truk berpendingin, selain memberikan keuntungan tersendiri, juga menyebabkan biaya distribusi yang tidak sedikit. Hal ini disebabkan bahan bakar kendaraan tidak hanya digunakan selama perjalanan, namun juga untuk mengubah energi di ruang pendingin. Salah satu perusahaan ritel di Jepang, Seven Eleven telah menerapkan cold chain management yang disebut dengan combined delivery system. Pada penelitian ini, akan dikembangkan model jaringan distribusi produk perishable berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Trihandani, 2011. Namun pada penelitian Trihandani truk kontainer hanya didedikasikan untuk satu temperatur. Berbeda dengan penelitian ini, truk kontainer diatur dengan temperatur dinamis. Truk tersebut memiliki temperatur yang dapat berubah selama perjalanan sesuai dengan produk dan demand
13
disetiap customer. Tujuan dari adanya kontainer dengan suhu dinamis adalah untuk meminimumkan total biaya distribusi. Penelitian ini berfokus pada pengembangan model Vehicle Routing Problem with Soft Time Windows dengan multi temperature dan multi product. Tujuannya adalah meminimumkan total biaya distribusi yang terdiri dari biaya pengadaan kendaraan, transportasi, energi, persediaan (loss quality), dan penalti karena keterlambatan. Penyelesaian model akan dilakukan dengan dua strategi yaitu distance-dependent dan temperature dependent. Kemudian model yang telah dikembangakan akan diselesaikan secara heuristik dengan menggunakan metode Ant Colony Optimization (ACO). Terdapat beberapa penelitian yang telah membahas mengenai Vehicle Routing Problem (VRP), namun tidak cukup banyak yang membahas mengenai VRP pada perishable produk. Penelitian yang memperhatikan perishability antara lain Hsu dkk, (2007), berfokus pada distribusi produk perishable single item dengan single temperature dengan memperhatikan loss yang diakibatkan dari perjalanan dan pembukaan cold storage. Selain itu juga memperhatikan biaya energi yang dapat mempengaruhi total biaya distribusi secara signifikan. Penyelesaian dilakukan dengan Nearest Neighbour. Kemudian pada penelitian Osvald dan Stirn (2008) dikembangkan model dengan mempertimbangkan adanya loss quality (penurunan kualitas) yang akan berpengaruh pada total biaya distribusi. Penelitian berfokus pada distribusi produk perishable single item dengan single temperature. Penelitian ini diselesaikan dengan heuristik Tabu Search. Penelitian Trihardani (2011) merupakan penelitian yang berfokus pada distribusi produk perishable yang mempertimbangkan biaya energi dengan multi product dan multi temperature. Trihardani menyelesaiakan permasalahan distribusi dengan menggunakan dua strategi yaitu dependent distance dan dependent temperature. Kedua strategi ini akan dibandingkan hasilnya melalui analisis
sensitivitas untuk mengetahui mana yang lebih optimal pada kedua strategi tersebut. Rong dkk, (2011) mengintegrasikan produksi dan distribusi untuk menemukan suhu optimal pada pengiriman disetiap periode yang berbeda. Fungsi tujuannya adalah meminimalkan biaya produksi, transportasi dan loss kualitas. Loss kualitas yang diperhitungkan oleh Rong berbeda dengan lainnya yaitu dengan memperhatikan adanya perubahan temperatur pada kontainer dan lama waktu produk berada pada perubahan tersebut. Model yang dikembangkan oleh Rong diselesaikan dengan menggunakan metode eksak Mixed-Integer Linear Programming untuk menghasilkan suhu optimal dengan setiap perubahan harga dan kualitas yang diminta oleh customer. FORMULASI MODEL DISTRIBUSI PRODUK PERISHABLE Fungsi tujuan dari model yang akan dikembangkan adalah meminimumkan total biaya distribusi. Komponen biaya yang akan diminimumkan antara lain: dispatchingcost (biaya tetap penggunaan kendaraan), transportation cost (biaya transportasi), in-transit inventory cost (biaya persediaan yang merupakan risiko pada loss quality), energy cost (biaya energi yang digunakan untuk mendinginkan kontainer selama perjalanan), penalty cost (biaya keterlambatan yang dikonversikan sebagai loss revenue yang diderita retailer karena pengiriman terlambat). Perhitungan biaya energi dipengaruhi oleh spesifikasi kendaraan, jumlah muatan, serta temperatur eksternal dan di dalam kontainer itu sendiri. Energi yang diperlukan kompresor untuk mendinginkan kontainer dihitung dari thermal looses dan freeze power. Thermal losses merupakan panas terbuang (heat losses) yang umum terjadi pada barang-barang elektronik yang mengonsumsi energi.
14
Temperatur eksternal
Temperatur netral (0 C)
Energi pendinginan (freeze power)
Temperatur cold storage
Konsep Freeze Power
Freeze power juga berkontribusi pada energi yang digunakan untuk mendinginkan kontainer, dimana model energi yang digunakan mempertimbangkan waktu kedatangan ke pelanggan, koefisien insulating material, luas area permukaan, berat muatan, spesifikasi panas muatan, dan temperatur, baik temperatur eksternal maupun temperatur kontainer. Waktu perjalanan adalah stokastik yang disebabkan karena faktor kepadatan lalu lintas. Pada batasan soft time windows, keterlambatan akan dihitung berdasarkan waktu keterlambatan yang dinilai berdasarkan nilai masing-masing barang yang dibawa. Kemudian biaya penurunan kualitas dihitung berdasarkan umur produk (shelf life) hingga batas maksimal produk tersebut dapat diterima pasar. Untuk perhitungan penurunan kualitas yang terjadi akibat dari ketidaksesuaian temperatur yang dipasang dalam kontainer di hitung berdasarkan persamaan Arrhenius yang merupakan rumus untuk reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Pendekatan quality level bergantung pada durasi atau lama waktu dan temperatur penyimpanan.
Ilustrasi Penurunan Kualitas Produk
ALGORITMA PENYELESAIAN Penyelesaian model ini akan menggunakan algoritma ACO yang disusun dalam VBA Excel 2007. Algoritma Ant Colony Optimization memiliki sistem dasar berpikir dari sekumpulan semut (colony) yang memiliki kemampuan untuk menemukan jarak yang lebih pendek dari sumber makanan ke sarangnya dengan menggunakan informasi feromon di setiap graph. Berikut langkah penyelesaian algoritma ACO: Langkah 1 : Inisialisasi parameter awal: jumlah semut (k), jumlah iterasi (max_iter), feromon awal (τ), parameter pengendali intensitas jarak semut (α), parameter pengendali visibility (β), dan tingkat penguapan feromon (ρ) Langkah 2 : Hitung nilai visibility (η) = 1/expected travel time Langkah 3 : Tentukan feromon (τ) Langkah 4 : Hitung probabilitas transisi (p) dari setiap node i ke j Langkah 5 : Pilih kota berdasarkan roulette wheel selection Langkah 6 : Evaluasi kontrain kapasitas kendaraan dan time windows Langkah 7 : Hitung total biaya transportasi Langkah 8 : Update feromon Langkah 9 : Iterasi maksimum Terdapat dua strategi yang akan digunakan dalam penyelesaian permasalahan, yaitu: dependent distance dan dependent temperature. Dependent distance, rute kendaraan dibuat berdasarkan jarak terdekat sehingga temperatur di dalam kontainer akan disesuaikan setelah rute terbentuk. Dependent temperature, pengambilan rute dilakukan dengan mengklaster berdasarkan temperatur produk yang beririsan terlebih dahulu, kemudian setelah terbentuk klaster akan dibentuk rute. Pada strategi ini terdapat kemungkinan bahwa setiap node dikunjungi lebih dari satu kali namun dengan kendaraan yang berbeda. Alur pengerjaan pada kedua strategi ditunjukkan pada gambar diagram alir setiap strategi di bawah.
15
PERCOBAAN NUMERIK Percobaan pertama dilakukan pada beberapa set data untuk meyakinkan bahwa hasil running program konsisten terhadap seluruh set data dengan kedua strategi distance-dependent dan temperaturedependent. Percobaan dilakukan pada data Solomon yaitu seri C102, C103, dan C104. Tabel 1 Total Biaya Distribusi pada Beberapa Set Data Strategi Distance Dependent Temperature Dependent
Jenis Data Kendaraan Transportasi C102 1,200,000 169,039 C103 1,200,000 190,848 C104 1,200,000 169,841 C102 2,600,000 337,333 C103 2,400,000 345,701 C104 2,400,000 312,770
Energi 724,035 632,565 753,345 691,996 667,229 687,370
Penalty Loss Quality Total Biaya 94,496 104,995 2,292,564 36,052 57,702 2,117,167 91,751 64,561 2,279,498 158,867 39,077 3,827,274 47,862 42,423 3,503,215 74,430 42,220 3,516,790
Berdasarkan hasil tabel di atas, ditunjukkan bahwa terdapat konsistensi pada yang dikeluarkan masing-masing elemen distribusi. Berikut perbandingan total distribusi pada setiap strategi:
telah biaya biaya biaya
Total Biaya Distribusi Distance-Dependent Vs Temp Dependent 4500000 4000000 3500000
3000000 Biaya Loss Quality
2500000
Biaya Penalty 2000000
Biaya Transportasi Biaya Energi
1500000
Biaya Kendaraan
1000000 500000 0 Distance - Dependent
Temperature Dependent
Grafik Total Biaya Distribusi Masing-masing Strategi
Jumlah kendaraan yang digunakan pada strategi temperature-dependent lebih besar hingga dua kali lipat dari pada strategi distance-dependent. Sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan juga akan semakin besar seiring dengan banyaknya jumlah kendaraan yang digunakan untuk kedua strategi. Namun berbeda pada biaya energi, pada strategi distance-dependent, biaya energi yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan dengan strategi temperature-dependent. Hal ini disebabkan oleh beratnya muatan kendaraan. Serta sedikitnya kendaraan yang digunakan juga menyebabkan muatan yang dibawa akan semakin besar. Kemudian
untuk biaya loss quality yang harus dikeluarkan dengan menggunakan strategi distance-depandent lebih besar sekitar 62.78% dibandingkan dengan loss quality yang terjadi pada strategi temperaturedistance. Berdasarkan hasil pada tabel 1 maka perimbangan biaya perlu dilakukan yaitu pada biaya loss quality. Jika distributor tidak mempertimbangkan biaya loss quality, maka akan terjadi loss biaya sebesar 4.8% untuk strategi distance-dependent dan 1.03% untuk strategi temperature-dependent. Kedua pada biaya energi yang memiliki kontribusi cukup besar yaitu 31.58% dan 18.08% untuk setiap strategi. Jika distributor tidak mempertimbangkan biaya energi, maka akan terjadi loss biaya energi yang cukup besar yaitu 46.16% dan 22.07% untuk masing-masing strategi. Ketiga pada biaya keterlambatan, perbedaan pertimbangan biaya loss revenue memang tidak terlalu besar yaitu 4.30% dan 4.33%. Namun biaya ini tetap harus diperhitungkan karena ketika nilai produk berubah semakin tinggi, biaya yang harus dikeluarkan oleh distributor juga akan semakin tinggi. Terdapat biaya yang terbuang pada strategi distance-dependent akibat dari setting temperatur yang kebanyakan tidak sesuai dengan kebutuhan produk. Penerapan temperatur dinamis, disamping pada pada konsumsi biaya energi yang tidak efisien, juga menyebabkan loss quality pada produk menjadi lebih tinggi Namun kondisi ini akan menjadi lebih baik ketika temperatur kendaraan dipasang secara tetap (statis) pada suhu minimum dari keseluruhan produk. Hal ini menyebabkan terjadinya pemborosan konsumsi energi yang lebih tinggi. Seperti pada grafik yang menyatakan bahwa biaya inefisien energi terjadi lebih besar ketika temperatur kendaraan dibuat tetap. Walaupun demikian, tetap akan terjadi trade-off pada loss quality yang terjadi. Percobaan berikutnya adalah dengan range temperatur produk yang besar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar range temperatur produk memberikan dampak pada total biaya distibusi. Berikut total biaya yang dihasilkan dapat
16
dilihat pada Tabel 2. Pada produk dengan range temperatur besar, distribusi produk dengan menggunakan strategi distance-dependent tidak mengalami perubahan pada biaya penggunaan kendaraan dan biaya transportasi karena range temperatur produk tidak memberikan dampak pada rute perjalanan kendaraan. Namun pada biaya energi akan semakin kecil dengan adanya pengaturan temperatur kendaraan dengan temperatur yang lebih tinggi. Semakin rendah temperatur yang digunakan pada kontainer, biaya energi juga akan semakin tinggi. Pada strategi temperature-dependent, perubahan range temperatur produk memberikan pengaruh pada jumlah kendaraan yang dibutuhkan, yaitu pengurangan sebanyak tiga kendaraan. Penyebab pengurangan ini karena pada range temperature (-2) terbentuk 3 cluster dan pada range (-10) terbentuk 2 cluster. Perbedaan jumlah cluster tersebut menyebabkan jumlah kendaraan yang digunakan menjadi lebih sedikit yaitu 10 kendaraan. Selain itu, biaya transportasi dan biaya energi juga semakin menurun karena jumlah muatan yang dibawa dan lama waktu perjalanan yang mengecil. Namun, jumlah pada loss quality semakin tinggi. Percobaan terakhir adalah percobaan pada umur hidup produk yang sempit yaitu 12 jam. Total
biaya yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 3. Pada distribusi dengan strategi distance-dependent, shelf life produk yang pendek berpengaruh pada penambahan jumlah kendaraan untuk memenuhi permintaan pelanggan agar pengiriman tidak melebihi batas waktu umur hidup produk. Dengan demikian, rute perjalanan menjadi semakin panjang dan biaya transportasi meningkat. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan, jumlah muatan yang dibawa akan semakin kecil dan menyebabkan biaya energi semakin kecil. Namun pada biaya loss quality semakin turun karena durasi perjalanan perjalanan juga semakin kecil. Hal yang sama terjadi pada strategi temperature-dependent, yang juga mengalami peningkatan akibat penambahan kendaraan. Dengan penambahan kendaraan, waktu perjalanan akan menjadi semakin pendek namun total waktu perjalanan tetap akan menjadi lebih besar secara keseluruhan karena jumlah cluster yang tetap dan harus melewati lebih banyak node. Pendistribusian dengan shelf life produk yang sempit pada strategi temperature-dependent secara umum juga akan meningkatkan total biaya distribusi yaitu sebesar 15%.
Tabel 2 Perbandingan Biaya pada Range Temperatur Produk -2 dan -10 Strategi DistanceDependent TemperaturDependent
Range Kendaraan Penggunaan Temperatur (Unit) Kendaraan (Rp) -2 6 1,200,000 -10 6 1,200,000 -2 13 2,600,000 -10 10 2,000,000
Transportasi (Rp) 169,039 169,039 337,333 263,625
Energi (Rp) 724,035 699,596 691,996 540,959
Penalty Loss Quality Total Biaya (Rp) (Rp) (Rp) 94,496 104,995 2,292,564 94,496 388,638 2,551,769 158,867 39,077 3,827,274 109,971 327,019 3,241,574
17
Tabel 3 Perbandingan Biaya Distribusi pada Produk dengan Shelf Life Pendek Strategi DistanceDependent TemperaturDependent
Shelf Life Panjang Pendek Panjang Pendek
Kendaraan Penggunaan Transportasi (Unit) Kendaraan (Rp) (Rp) 6 1,200,000 169,039 7 1,400,000 169,823 13 2,600,000 337,333 16 3,200,000 374,270
Energi (Rp) 724,035 671,724 691,996 516,040
Penalty (Rp) 94,496 98,554 158,867 170,809
Loss Quality (Rp) 104,995 74,615 39,077 129,064
Total Biaya (Rp) 2,292,564 2,414,716 3,827,274 4,390,183
Ditulis oleh: Pranostika Heryanti
Mahasiswi S1 Jurusan Teknik Industri ITS Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management PENGEMBANGAN MODEL DAN ALGORITMA TABU SEARCH UNTUK PENJADWALAN KAPAL TANKER DENGAN MEMPERHATIKAN KOMPATIBILITAS MUATAN Sebagian besar distribusi barang dilakukan melalui transportasi laut. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Hwang(2005) bahwa terdapat sekitar 90% dari volume dan 70% dari nilai barang ditransportasikan melalui jalur laut. Tingginya pemanfaatan transportasi laut tersebut menyebabkan semakin berkembangnya penelitian yang membahas permasalahan-permasalahan pada transportasi laut. Salah satu permasalahan pada transportasi laut adalah Inventory Ship Routing Problem (ISRP). ISRP merupakan permasalahan yang muncul akibat adanya kebijakan Vendor Managed Inventory (VMI) dimana pengelolaan inventory pada customer dilakukan oleh vendor. Pada ISRP keputusan mengenai vehicle routing dan inventory control dilakukan secara bersama-sama. Sehingga pada permasalahan ini vendor harus menentukan rute kapal dan jumlah produk yang harus diangkut untuk menjamin tidak terjadi stock out di sisi customer.
Penelitian ISRP untuk single product salah satunya pernah dilakukan oleh Christiansen dan Nygreen (2005). Penelitian tersebut mengkombinasikan antara permasalahan inventory control dengan vehicle routing problem with time windows. Sedangkan untuk penelitian ISRP multi product salah satunya dilakukan oleh Hwang (2005). Dalam pengiriman multi product kemudian muncul kendala baru yaitu permasalahan kompatibilitas produk. Al-Khayyal dan Hwang (2011) kemudian mengakomodasi permasalahan kompatibilitas tersebut dengan menerapkan aturan dedicated compartment pada kapal untuk pengiriman bahan kimia cair dari supply ke demand port. Artinya kompartemen kapal sudah dikhususkan penggunaannya untuk penempatan produk tertentu. Dari penelitian tersebut, kemudian Rani (2008) juga melakukan penelitian ISRP multi product dengan kapal undedicated compartment. Akan tetapi teknik solusi yang dikembangkan pada penelitian ini
18
menggunakan metode eksak yaitu mixed integer linear programming (MILP) seperti pada penelitian Al-Khayyal dan Hwang (2011). Untuk permasalahan kompatibilitas, Rani kemudian mengadopsi model kompatibilitas dari Hvattum et.al (2009). Akan tetapi karena permasalahan ISRP multi product dengan kompatibilitas ini memiliki kompleksitas yang tinggi, maka pencarian solusi menggunakan metode eksak memerlukan waktu komputasi yang lama. Di sisi lain penelitian untuk permasalahan ISRP multi product dengan single depot sudah pernah dilakukan oleh Rahman (2008). Rahman mengambil permasalahan nyata pengiriman bahan bakar di Indonesia. Pada penelitian tersebut produk yang berbeda harus diangkut dengan kapal yang berbeda. Dengan adanya pembedaan kapal ini variasi dari kendala kompatibilitas tersebut menjadi terbatas. Di lain pihak penerapan aturan pembedaan kapal tersebut akan berpengaruh terhadap utilisasi kapal dan efektifitas rute pengiriman. Teknik solusi untuk penjadwalan pada permasalahan tersebut adalah menggunakan algoritma heuristik yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah prototype perangkat lunak. Pada permasalahan ISRP multi product dengan single depot belum pernah ada penelitian yang menerapkan aturan kompatibilitas produk yang bermacam-macam. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengisi kekosongan tersebut. Teknik solusi yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan algoritma tabu search heuristik. Penggunaan metode heuristik ini dilakukan karena kompleksitas dari permasalahan yang besar. Selain itu pada penelitian ini juga akan dicoba beberapa uji numerik untuk mengetahui performansi algoritma dalam menggambarkan behavior system. Pada penelitian ini dikembangkan suatu model dan algoritma dari permasalahan penjadwalan kapal tanker dengan mempertimbangkan batasan kompatibilitas dari produk. Supplier harus membuat perencanaan penjadwalan untuk mengirimkan produk-produk dari depot ke beberapa pelabuhan
konsumsi. Tiap pelabuhan dapat mengkonsumsi semua atau hanya beberapa jenis dari produk. Tiap pelabuhan memiliki jam operasional layanan (time windows) yang sama. Artinya kapal baru bisa dilayani pada saat jam operasional berlangsung. Selain itu pada tiap pelabuhan terdapat batasan minimum dan maksimum dari produk yang dikonsumsi. Produk-produk yang diangkut memiliki batasan kompatibilitas pada saat dilakukan loading ke dalam kapal. Armada kapal yang digunakan dalam permasalahan ini bisa terdiri dari satu atau lebih kapal. Setiap kapal memiliki jumlah kompartemen yang sama, akan tetapi kapasitas kompartemen bisa berbeda-beda.Kompartemen kapal tidak diperuntukkan untuk satu jenis produk saja, atau disebut dengan undedicated compartment. Tentu saja pada kondisi nyata, kapal harus dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengangkut produk yang berbeda, tetapi pada penelitian ini proses pencucian tersebut diabaikan. Rate konsumsi produk pada sebuah pelabuhan adalah konstan. Rate konsumsi produk harian daily of take (DOT) ini digunakan untuk menentukan demand dari pelabuhan konsumsi. DOT kemudian digunakan untuk menentukan lama ketahanan stock (days of supply) dari tiap pelabuhan. 𝐷𝑎𝑦𝑠 𝑜𝑓 𝑆𝑢𝑝𝑝𝑙𝑦 = (Level Inventory − Minimum Level)/DOT
Sedangkan kuantitas pengiriman ditentukan berdasarkan DOT selama periode penjadwalan. Periode penjadwalan adalah 7 hari. Pelabuhan yang akan dilakukan proses replenishment adalah pelabuhan yang memiliki ketahanan stock kurang dari periode perencanaan. Fungsi tujuan adalah fungsi untuk meminimumkan total biaya yang terdiri dari biaya port charge, management fee, bunker consumption saat perjalanan, bunker consumption saat discharge, dan biaya intrinsik kapal. Batasan pada model terbagi menjadi 4 bagian, yaitu batasan untuk routing, loading/unloading, batasan waktu, dan
19
batasan inventory. Batasan untuk routing terdiri dari Unsplitted delivery constraint, Node Visited Indicator, Flow Conservation Constraint, Supply Visiting Constraint, Maximum Route Constraint. Batasan untuk aktivitas loading/unloading antara lain Depot Loading Constraint, Ship Initial Load Constraint, Ship Load Constraint, Compartment Capacity Constraint, Load/Unload Quantity Constraint, Homogenous Product Loading Constraint, Product Loading Compatibility Constraint. Batasan terkait waktu antara lain Service Time Constraint, Route and Schedule Compatibility Constraint, Time Windows Constraint, Coverage Constraint. Sedangkan batasan terkait inventory antara lain adalah Product Arrival Indicator, Initial Inventory Level Constraint, Inventory Level Constraint, dan Stock Level Bound. Selain itu juga dikembangkan algoritma tabu search sebagai teknik solusi untuk permasalahan ini. Algoritma yang dikembangkan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu pembentukan rute inisiasi, perhitungan biaya rute, improvement, dan pemilihan rute optimal. Secara garis besar algoritma utama dari proses penjadwalan ini digambarkan pada flowchart. Penentuan tabu length dilakukan dengan persamaan berikut ini. Tabu Length = Jumlah Kombinasi Swap Pada percobaan numerik ini, terdapat beberapa skenario yang akan diujicobakan. Percobaan skenario ini bertujuan untuk mengetahui performansi dari algoritma yang dikembangkan dalam menggambarkan behavior system. Skenario yang di uji cobakan antara lain adalah percobaan untuk mengetahui konsistensi algoritma dalam membuat penjadwalan, percobaan untuk menjadwalkan permasalahan nyata dengan skenario on demand dan full tanker capacity, dan percobaan dengan aturan kompatibilitas yang berbeda-beda. Pada percobaan pertama, algoritma diuji konsistensinya dalam membuat penjadwalan untuk beberapa dataset permasalahan. Terdapat 4 jenis kapal (V={1,2,3,4}) untuk mengirimkan 3 jenis
produk (k={1,2,3}) dari depot ke 6 pelabuhan tujuan (Ht={1,2,3,4,5,6}). Setiap pelabuhan memiliki demand dan deadline waktu pengiriman yang berbeda berdasarkan DOT, initial inventory dan karakteristik tangki penyimpan di tiap pelabuhan. Data DOT, initial inventory, waktu tempuh antar pelabuhan, dan karakteristik pelabuhan kemudian akan diubah-ubah pada kelima dataset yang diberikan. Aturan kompatibilitas yang diterapkan adalah masing-masing produk tidak boleh diangkut pada kompartemen yang bersebelahan langsung dengan kompartemen yang memuat produk lain. Pelabuhan yang akan disuplai hanya pelabuhan yang memiliki days of supply kurang dari periode penjadwalan. Kemudian setelah semua data input dan parameter ini dimasukkan ke dalam program, program dijalankan dengan periode penjadwalan 7 hari. Berdasarkan rekap hasil yang didapatkan dapat diketahui bahwa algoritma yang digunakan dalam percobaan ini konsisten dalam menentukan solusi terbaik yaitu, selalu memilh kombinasi dengan biaya minimum Selain batasan days off supply, tiap pelabuhan juga memiliki batasan jam operasional, yaitu pelayanan hanya bisa dimulai ketika kapal tiba diantara jam 06.00-18.00. Akan tetapi dalam hal ini ketika proses unloading sudah dilakukan, tidak akan ada interupsi walaupun sudah melebihi jam operasional pelabuhan. Pada percobaan kedua, algoritma akan digunakan untuk membuat penjadwalan dari suatu permasalahan nyata yang diadopsi dari permasalahan pada penelitian Rahman [7]. Pada permasalahan ini terdapat 4 jenis kapal (V={1,2,3,4}) yang memiliki 3 buah kompartemen (C={1,2,3}) dengan kapasitas berbeda yang digunakan untuk mengirimkan 3 jenis produk (K={1,2,3}) dari depot ke 5 pelabuhan konsumsi (Ht={1,2,3,4,5}). Masing-masing pelabuhan tersebut memiliki days of supply berbeda bergantung pada DOT, initial inventory, dan karakteristik tangki penyimpan pada tiap pelabuhan.
20
Pembentukan Rute Inisiasi
Perhitungan Biaya Rute
Improvement
Pemilihan Rute Optimal
Flowchart proses penjadwalan secara umum
Pada percobaan ini program akan dijalankan menggunakan 2 skenario pengisian yaitu dengan on demand dan full tanker capacity. Algoritma dalam pengisian full tanker capacity hampir sama dengan pengisian on demand tetapi apabila masih terdapat sisa kapasitas pada kompartemen yang digunakan akan ditambahkan muatan hingga kapasitas tanker terpakai seluruhnya. Perbedaan mendasar dari hasil penjadwalan menggunakan kedua sistem pengisian ini adalah pada kuantitas produk yang diangkut oleh setiap kapal. Perbedaan kuantitas pengiriman ini berpengaruh terhadap total biaya yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan salah satu dari komponen pembentuk total biaya adalah biaya intrinsik yang bergantung pada utilitas kompartemen. Semakin tinggi utilitas kompartemen maka biaya intrinsik akan semakin murah. Biaya penjadwalan yang dihasilkan dari sistem pengisian on demand adalah sebesar Rp. 894.214.563,41, sedangkan sistem pengisian full tanker menghasilkan biaya sebesar Rp. 810.964.163,03 dengan total waktu tempuh yang sama yaitu sebesar 105,2 jam. Pada percobaan ketiga akan diterapkan skenario terhadap aturan kompatibilitas produk. Skenario tersebut antara lain adalah aturan penggunaan jarak 1 kompartemen, 2 kompartemen, dan beda kapal. Produk yang memiliki kendala kompatibilitas disini adalah produk avtur, sedangkan produk lainnya saling kompatibel satu sama lain. Terdapat beberapa titik kritis yang harus disuplai oleh depot. Untuk mensuplai produk-produk tersebut digunakan 4 buah kapal dengan komposisi 8 kompartemen. Berdasarkan hasil yang didapatkan pada percobaan ketiga dapat diketahui penjadwalan dengan aturan jarak 1 kompartemen menghasilkan total biaya sebesar Rp 984.069.121,03. Penjadwalan dengan aturan 2 kompartemen, pada penjadwalan ini total biaya yang dihasilkan adalah sebesar Rp 1.020.609.134,21. Sedangkan aturan penjadwalan beda kapal menghasilkan biaya sebesar Rp 1.133.915.852,94
21
Pada penelitian ini dikembangkan sebuah model untuk ISRP multi product untuk single depot dengan memperhatikan kompatibilitas dalam pemuatan produk. Berdasarkan model tersebut kemudian dikembangkan algoritma tabu search yang kemudian diimplementasikan ke dalam prototype perangkat lunak untuk penjadwalan tanker. Berdasarkan uji numerik yang telah dilakukan diketahui bahwa algoritma yang dikembangkan dapat menghasilkan penjadwalan
dengan performansi yang baik dan dapat menggambarkan behavior system dengan baik pula. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan membuat penjadwalan untuk permasalahan multi depot dan ketersediaan produk di depot terbatas, serta permasalahan yang mempertimbangkan keterbatasan kapasitas loading dock pada pelabuhan setiap pelabuhan. Selain itu penelitian juga dapat dikembangkan dengan menambahkan perhitungan biaya inventory ke dalam model.
Ditulis oleh Dimas Riski Pradana
Mahasiswi S1 Jurusan Teknik Industri ITS Surabaya Asisten Laboratorium Logistics and Supply Chain Management Resumed from Siti Numinarsih Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
LSCM Researches Berikut ini adalah beberapa judul penelitian dan thesis dalam bidang Logistics and Supply Chain Management terbaru yang dilakukan oleh mahasiswa Teknik Industri ITS pada tahun 2012 : TA Berkaitan dengan LSCM (2012-II) :
ARIF Margono : Sistem Perencanaan Pasokan Darah untuk Meningkatkan Service Level dengan Mempertimbangkan Umur Darah (studi kasus UTD PMI Kota Malang) Siti Nurminarsih : Pengembangan Model dan Algoritma Tabu Search untuk Penjadwalan Kapal Tanker dengan Memperhatikan Kompatibilitas Muatan Rici Cakra Perwira : Identifikasi Faktor-Faktor Penentuan dalam Penerapan Green Supply Chain Management pada Industri Manufaktur
22
Suci Fujianti : Pengembangan Model Integrasi Antara Penjadwalan Produksi dan Perencanaan Pengiriman pada Produksi Makanan Perishable Dimar Reandra : Pemodelan Sistem Logistik dan Penaksiran Resiko pada PT. Jatim Graha Utama Nurul Izzati Dinillah : Pemodelan Rencana Produksi Gula dan Jadwal Tanam Tebang Terintegrasi untuk Multi Varietas Kombinasi Tebu Pertama dan Tebu Keprasan Santi Purwantini : Pengembangan Model Kompetisi Penetapan Harga Secara Dinamis Berbasis Waktu dan Persediaan Kursi untuk Penerbangan Paralel pada Low Cost Carrier dengan Mempertimbangkan Harga Tiket Kompetitor Sobiroh Ulin Nuha : Periodic Review Inventory Model untuk Build-To-Order Supply Chain di Bawah Ketidakpastian Produk Mix Wahyu Rosita Madasari : Analisis Biaya Distribusi dan Transportasi untuk Jaringan Distribusi Semen dengan Adanya Packing Plant (studi kasus: PT. Semen Gresik (Persero),Tbk) Marita Tania : Pengembangan Model Vehicle Routing Problem untuk Pendistribusian Produk Perishable Menggunakan Truk Berpendingin Yessie Ardiella Napitulu : Identifikasi Kebutuhan Informasi untuk Proses Infrmation Sharing pada Supply Chain Melalui Scor dan Analisis Resiko
THESIS :
M.Firdias Aulia Baskoro : Pengembangan Algoritma Cross Entropy-Genetic Algorithm untuk Menyelesaikan Capacitated Location-Routing Problem Rizkiyah Nur Putri : Pengintegrasian Aspek Keuangan dan Risikonya pada Model Jaringan Rantai Pasok di Bawah Kondisi Permintaan yang Tidak Pasti Mantya Hevar Rysta Kasih : Model Penempatan Pusat Distribusi Logistik Perkotaan untuk Modern Retailers dengan Pertimbangan Integrasi Intermodel untuk Kota Surabaya Idris : Pengembangan Model Reverse Logistics dengan Pendekatan Goal Programming pada Produk Original Equipment Manufacturers (OEMs) Muhammad Arif Budiman : Simple Iterative Mutation Algorithm For The Truck Scheduling Problem In A Cross Docking Environment Irmaduta Fahmiari : Pengembangan Algoritma Particle Swarm Optimization untuk Menyelesaikan Traveling Purchaser Problem Thina Ardliana : Pengembangan Inventory Ship Routing Problem with Transshipment (ISRPT) untuk Distribusi Liquefied Natural Gas (LNG) Paramita Setyaningrum : Pengembangan Model Integrasi Persediaan PemasokPembeli Tunggal pada Produk Umur Pendek dengan Permintaan Stokastik Dwi Iryaning Handayani : Mitigasi Risiko Berbasis Tracebility pada Rantai Pasok Makanan
23