Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
RAHASIA 'IBADAH PUASA (Bagian-2) Dikutip dari Buku Kumpulan Tausiyah Ramadhon & Khutbah ‘Ied (Yang Diterbitkan Secara Nasional), Penulis Ust.Ir.Al-Bahra,M.Kom
ABSTRAK
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Al-Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa kita buka untuk selanjutnya bisa kita rasakan kenikmatannya dalam ibadah Ramadhan. Rahasia puasa yang paling utama adalah Menguatkan Jiwa (nafsiah), disamping ada beberapa rahasia puasa yang lainnya. Aqal adalah lawan dari hawa. Kalau sifat hawa adalah cenderung kepada fujur (negatif), sedangkan aqal cenderung kepada taqwa (positif). Nafsiah yang dikuasai oleh aqal adalah nafsiah yang hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntunan Allah. Sabaliknya jika hawa yang menguasai nafsiah maka potensi-potensi nafsiah adalah kematian. Sedangkan nasiah yang dikuasai oleh hawa adalah nafsiah yang “mati”. Nafsiah yang mati ditandai dengan tidak berfungsinya potensi sam’a, abshor, dan af’idah, artinya ia tidak mampu lagi melihat, mendengar, dan mengetahu mana al-haq dan mana al-bathil, mana tujuan dan tugas serta tanggung jawab hidup sebenarnya yang harus ia laksanakan. Hawanya telah mendominasi nafsiahnya, sehingga segala tujuan dan aktivitas hidupnya tidak lain hanya untuk kepentingan hawa nafsunya tersebut.
233 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai” (QS:AlA’raaf[7]:179).
“Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkani (bacaan)mu, Padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan (kami letakkan) sumbatan di telinganya. dan jikapun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: "Al-Quran ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu." (QS:Al-An’am[6]:25) 234 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya[1]. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus” (QS:AlAn’am[6]:39). [1] Disesatkan Allah berarti, orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjukpetunjuk Allah. dalam ayat ini, karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat. Surat Al-A’raaf ayat 179, dan Al-An’am ayat 25 dan 39 ditas menggambarkan tentang orang yang potensi-potensi nafsiahnya telah mati (tidak berfugsi), penglihatan, pendengaran, dan hatinya telah tertutup, sehingga ia tidak lagi mampu merespon terhadap keadaan-keadaan yang dihadapinya. Tetapi sebaliknya keadaan atau alam fisiknyalah yang mengendalikan nafsiahnya. Akhirnya ia terjebak dalam kungkungan alam duniawi yag mengikatnya dan tidak mampu membebaskan dan melepaskan nafsiahnya dari belengu. Ketika nafsiah seseorang telah mati maka akibatnya ia tidak lagi memiliki perhatian dan keperdulian terhadap nilai-nilai kebaikan, kebenaran, kemuliaan, dan lain-lain, yang semua itu sesungguhnya adalah kebutuhan hakiki dirinya.
235 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
Agar nafsiah ini dapat hidup dan berkembang maka ia harus mendapat konsumsi. Konsumsi nafsiah jelas tidak sama denagn konsumsi jasmani. Kalau konsumsi jasmani bersumber dari alam (bumi/tanah), maka nafsiah karena ia bukan bersifat material, maka konsumsi nafsiah tidak dapat dipenuhi dari alam (bumi). Konsumsi nafsiah hanya dapat dipenuhi oleh Dinul qoyyim (Din Islam) dimana salah satu unsur din qoyyim ini adalah melaksanakan 'ibadah puasa di bulan ramadhon, melakukan shalat tarawih, membaca AlQur'an/Tadarrus, saling bertausiyah, mengeluarkan infaq dan zakat, dll. Sebaliknya, jika nafisah ini tidak medapat konsumsi yang sesuai dengan hakekatnya, maka ia lambat laun secara bertahap akan mengalami “kematian”. Ketika nafsiah tidak mendapat konsumsi din Islam maka hawaniyah yang menjadi konsumsinya, sehingga akhirnya ia pun akan menolak jika diberi kosumsi din Islam. Nafsiah adalah hakekat manusia, maka dapat dipahami mengapa Allah menilai seseorang dari nafsiahnya dan bukan dari segi fisik/jasmaniyah seperti ditegasan dalam hadits, “Sesungguhnya Allah tidakmelihat bentuk wajahmu dan tidak pula tubuhmu, akan tetapi Ia melihat isi hatimu dan perbuatanmu”. Karena dalam hal fisik-jasmani setiap manusia telah ditentukan oleh Allah sejak awal proses penciptaannya, sehingga seseorang tidak bisa menolak atau mengelak terhadap wujud jasmaninya sendiri, apakah ia berjenis kelamin wanita atau laki-laki, berkulit hitam atau bule, hidung mancung atau pesek, berambut pirang atau hitam, keturunan asia atau Afika atau Amerika dan lain sebagainya. Semua itu adalah mutlak ketentuan Allah dan diluar dari kehendak manusia itu sendiri. Karena masalah jasmani adalah ketetapan Allah semata, maka setiap manusia tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk merubah atau menggantinya. 236 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
Oleh karena itu, Allah tidak menilai manusia dari segi jasmani seseorang yang memang telah ditetapkan-Nya, tetapi Allah menilai hati dan amaliyah orang tersebut, karena perkembangan dan pertumbuhan hati serta banyaknya amal seseorang adalah tergantung pada orang tersebut. Tertutup tidaknya hati (qolbu) dan banyak atau sedikitnya amal bukan sesuatu yang telah Allah tetapkan pada diri seseorang sejak lahir, tetapi semua itu tergantung pada sejauh mana orang tersebut berusaha untuk menghidupkan hatinya (potesi nafsiah), serta memperbanyak amal ibadahnya selama ia hidup di dunia ini. Yang dimaksud hati (qolbu) dalam hadits tersebut jelas bukan hati jasmani, tetapi hati nafsiah (jiwa), karena hanya hati/nafsiah-lah yang dapat mendorong seseorang untuk beramal ibadah di sisi Allah. Nafsiah adalah unsur yang menjadi pelaku dan pengendali kehidupan seseorang di dunia ini, maka nafsiah ini pula yang akan mengalami kematian.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan” (Ali-Imron[3]:185). Dalam surat Ali-Imron ayat 185 diatas, disebutkan bahwa setiap yang berjiwa (nafsiah) akan mengalami kematian. 237 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
Tentang nafsiah yang mengalami kematian ini juga dapat dilihat dalam Al-Qur'an dimana yang mengalami kematian bukan ruh atau jasmani tetapi anfus (jiwa) manusia. Ayat tersebut melukiskan keadaan orang dzolim pada saat menghadapi sakaratul maut. Ketika itu para malaikat mencabut ruh orang tersebut dengan tangannya sambil berkata ”akhrijuu anfusakum” (keluarkanlah jiwamu). Sedangkan yang diperintah untuk keluar dari jasad tersebut adalah nafsiah. Bagi orang yang dzalim akan merasakan kematian dengan sangat menyakitkan. Sebaliknya, bagi orang yang beriman, yakni orang yang mampu menghidupkan dan menumbuh-kembangkan nafsiahnya dengan baik, akan merasakan kematian dengan penuh kemudahan dan ketenangan, seperti Allah gambarkan dalam firman-Nya :
“Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku “(QS:Al-Fajr[89]:27-30). Demikian pula nafsiah ini-lah yang akan merasakan balasan nanti di akherat kelak. Pada hari itu Allah membalas mereka sesuai dengan amaliyah yang mereka lakukan selama hidup di dunia. 2. MENDIDIK KEMAUAN Puasa mendidik seseorang untuk memiliki kemauan yang sungguh-sungguh dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yang baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yang baik, meskipun 238 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
peluang untuk menyimpang begitu besar. Karena itu, Rasulullah SAW menyatakan:”Puasa itu setengah dari kesabaran”. Dalam kaitan ini, maka puasa akan membuat kekuatan nafsiah seorang muslim semakin prima. Kekuatan nafsiah yang prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri, meskipun telah mencapai keberhasilan atau kenikmatan duniawi yang sangat besar, karena ia sadar bahwa kenikmatan duniawi hanyalah konsumsi fisikjasadiah semata. Kekuatan nafsiah juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yang dialami sangat sulit. 3.MENYEHATKAN BADAN (FISIK/JASADIAH) Disamping kesehatan dan kekuatan nafsiah, puasa yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin, harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga lagi untuk udara. 4. MENGENAL KENIKMATAN Dalam hidup ini, sebenarnya sudah begitu banyak kenikmatan duniawi (Fisik/Jasad) yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa nikmat, karena menginginkan dua, dapat dua tidak terasa nikmat karena menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan 239 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
merenungi, apa yang diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan karena begitu banyak orang yang memperoleh sesuatu tidak lebih banyak atau tidak lebih mudah dari apa yang kita peroleh. Maka dengan puasa, manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang kenikmatan duniawi (Fisik/Jasad) yang sudah diperolehnya, tapi juga disuruh merasaakan langsung betapa besar sebenarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita. Hal ini karena baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yang kita alami, dan pada saat kita berbuka puasa, terasa betul besarnya nikmat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air. Disinilah letak pentingnya ibadah puasa, guna mendidik kita untuk menyadari tingginya nilai kenikmatan yang Allah berikan, agar kita selanjutnya menjadi orang yang pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti kenikmatan dari Allah. Rasa syukur memang akan membuat nikmat itu bertambah banyak, baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya, Allah berfirman yang artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasati Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS:Ibrahim[14]:7). 5. MENGINGAT dan MERASAKAN PENDERITAAN ORANG LAIN Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita 240 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah
Lembaran Da’wah Nurul Hidayah Vol.1 No.34 – Ramadhon 1431H/Agustus 2010M
ISSN: 2086-0706 Jum’at - III
kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi. Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar hilang kekotoran jiwa kita, seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS 9:103).
DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Bahra, Ust, Ir, M.Kom, Kumpulan Tausiyah Ramadhon & Khutbah ‘Ied Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, STMIK Muhammadiyah Banten, Serang, 2010 2. Al-Bahra, Ust, Ir, M.Kom, Penjelasan Surat Yaa Siin (Panduan Yaa Siin dan Tahlil Modern Buku-2), STMIK Muhammadiyah Jakarta, Jakarta, 2009 3. Al-Quran dan Terjemahnya 4. Shahih Al-Bukhari 5. Shahih Muslim 6. Tafsir Ibnu Katsir
241 Rahasia Ibadah Puasa (Bagian-2) 1 Ust. Ir. Al-Bahra, M.Kom, Ketua Dewan Redaksi Lembaran Da’wah Nurul Hidayah