Puasa Sunat (Tatawwu')
Normal 0
false false false EN-US X-NONE AR-SA
Puasa Tatawwu' atau Puasa Sunat
Editor: Edi Candra, Lc. M.E.I.
Sumber: Fiqh Islami wa Adillatuhu
Tatawwu' adalah upaya pendekatan diri kepada Allah Ta'ala melalui amal-amal ibadah yang bukan wajib. Istilah Tatawwu' diambil dari redaksi ayat:
[158 :2 ﻭَﻡَﻥْ ﺕَﻁَﻭَّﻉَ ﺥَﻱْﺭًﺍ ]اﻠﺒﻘرﺔ
Selain dengan istilah Tatawwu' juga diistilahkan dengan Nafilah, diambil dari ayat:
[79 :17 ﻭَﻡِﻥَ اﻠﻞَّﻱْﻝِ ﻑَﺕَﻩَﺝَّﺩْ ﺏِﻩِ ﻥَاﻒِﻝَﺓً ﻝَﻙَ ]اﻠإﺴراء
Tidak diragukan lagi, bahwa puasa termasuk amal ibadah paling afdhol. Disebutkan dalam dua kitab hadis shahih, Bukhari dan Muslim, "Barangsiapa berpuasa sehari di jalan Allah maka Allah menjauhkan hadapannya (mukanya) dari neraka sejauh 70 kharif". Di hadis lain juga disebutkan "Semua amal ibadah anak cucu Adam adalah untuknya kecuali amal puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya".
1/5
Puasa Sunat (Tatawwu')
Hari-hari yang dianjurkan berpuasa Tatawwu' adalah sebagai beriku:
1. Puasa sehari dan berbuka sehari (Puasa Daud) dari hadis: ﺃَﻑْﺽَﻝُ اﻠﺺِّﻱَاﻢِ ﺹَﻭْﻡُ ﺩَاﻮُﺩُ ﻙَاﻦَ ﻱَﺹُﻭْﻡُ ﻱَﻭْﻡًﺍ ﻭَﻱُﻑْﻁِﺭُ ﻱَﻭْﻡًﺍ
Puasa paling afdhol adalah puasa Daud. Ia puasa sehari dan berbuka sehari (selang-selang sehari). [1]
2. Puasa 3 hari dari setiap bulan Qomariyah (Hijriyah) Sebaiknya dilaksanakan pada hari-hari putih (ayyaam al-baydh), yaitu tanggal 13, 14 dan 15 dari setiap bulan Qomariyah. Hari-hari ini dinamai demikian karena 3 malam tanggal tersebut terang karen sinar bulan mencapai penuh. Adapun pahalanya ibarat puasa sepanjang masa karena kelipatan pahala, 1 kebaikan sama dengan 10 kebaikan.
Dalilnya adalah yang diriwayatkan Abu Dzar bahwa Nabi Saw berkata padanya: "Apabila engkau berpuasa 3 hari dari setiap bulan, maka puasalah di hari ke-13, 14 dan 15" (Hadis Turmudzi, Nasai dan Ahmad).
Di hadis lain juga disebutkan: Bahwa Nabi Saw. berpuasa 3 hari dari setiap bulan". [2]
3. Puasa hari Senin dan Kamis Dalilnya dari riwayat Usamah bin Zaid "Sesungguhnya Nabi Saw. berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu Nabi pernah ditanya mengapa harus di hari itu, Nabi menjawab "Amal manusia dilaporkan pada hari Senin dan Kamis" ditambah dengan pernyataan Nabi di riwayat lain "… dan saya senang sekali pada saat amalku dilaporkan aku sedang dalama keadaan berpuasa".
4. Puasa 6 hari di bulan Syawal Puasa ini boleh dilakukan meskipun tidak berturut-turut. Meskipun demikian, dengan dilakukan
2/5
Puasa Sunat (Tatawwu')
berturut-turut akan lebih afdhol. Dengan puasa ini – insya Allah – akan mendapat pahala meskipun di dalam melakukan sebagai puasa Qadha' atau sebagai amal membayar nadzar. Yang berpuasa pada 6 hari ini setelah selesai berpuasa penuh di bulan Ramadhan, maka seakan-akan ia sudah beramal setahun dengan puasa wajib. Dalilnya adalah diriwayatkan oleh Abu Ayyub "Orang yang puasa penuh di bulan Ramadhan kemudian ia menambahkan dengan puasa sunat 6 hari di bulan Syawal, maka itu ibarat puasa setahun". Diriwayatkan oleh Tsauban "Puasa sebulan sebanding 10 bulan, dan puasa 6 hari sama dengan 2 bulan, maka genap setahun". Hal itu dengan perbandingan kaidah pahala: 1 amal baik = 10 kebaikan. Maka (1 bulan = 10 bulan) + (6 hari = 2 bulan) = (1 tahun).
5. Puasa tanggal 9 Zulhijjah (Hari 'Arafah) bagi yang tidak berhaji Dalilnya hadis yang diriwayatkan Muslim "Puasa hari Arafah aku harap dari Allah kebaikan yang dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya. Hari Arafah juga termasuk hari paling afdhol. Dalilnya hadis diriwayatkan Muslim "Satu-satunya hari yang padanya Allah paling banyak membebaskan manusia dari neraka adalah hari Arafah". Adapun hadis "Hari terbaik setiap matahari terbit adalah hari Jumat", maka dari hadis ini dipahami bahwa hari terbaik di Arafah adalah selain hari Jumat.
Adapun orang yang sedang berhaji maka tidak disunatkan baginya puasa pada hari Arafah, bahkan disunatkan baginya tidak berpuasa, meskipun ia mampu berpuasa. Tujuannya agar ia memiliki energi yang lebih untuk berdoa dan sebagai ittiba' sunnah rasul didasari hadis sahih Bukhari dan Muslim. Apabila ia tetap berpuasa pada hari itu, maka hukumnya adalah 'kilaf uwla', artinya menyalahi yang terbaik. Abu Hurairah berkata "Rasulullah Saw. melarang puasa hari Arafah di Arafah". Tidak mengapa melakukan itu bagi yang berhaji menurut pendapat mazhab Hanafi selama puasa itu tidak menyulitkannya.
6. Puasa dari tanggal 1 hingga 8 Zulhijjah (8 hari) Ini sunat dilakukan bagi yang berhaji atau yang tidak berhaji. Dalilnya dari perkataan Hafshah "Ada empat amal yang tidak ditinggalkan Rasulullah; puasa Asyura', puasa persepuluh pertama, puasa 3 hari tiap bulan dan sholat sunat 2 rakaat sebelum subuh".
7. Puasa sembilan (Tasuu'a) dan sepuluh ('Asyura) Yaitu puasa hari ke-9 dan 10 di bulan Muharram dan disunatkan dilakukan keduanya karena ada hadis dari Ibn Abbas –marfu'– "Jika saya masih panjang umur maka saya akan berpuasa hari ke-9 dan 10", dan kuat dugaan atas hal itu karena hadis Rasulullah "Aku berharap pahala
3/5
Puasa Sunat (Tatawwu')
dari Allah bahwa akan mengahapuskan dosa setahun yang sebelumnya". Puasa sepuluh Muharram ini tidak diwajibkan karena dalil dari hadis Bukhari dan Muslim "Hari ini adalah 'Asyura dan Allah tidak mewajibkan puasa atas kalian pada hari ini. Orang yang mau berpuasa maka silakan berpuasa dan orang yang ingin tidak berpuasa maka silakan berbuka". Dari hadis ini dipahami oleh beberapa ulama bahwa puasa 'Asyura itu sunat muakkad.
Hikmah berpuasa 'Asyura ada di riwayat Ibn Abbas: "Nabi Saw. sampai ke Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi puasa di hari 'Asyura, lalu Nabi menanyakan mengapa dilakukan puasa pada hari itu, lalu orang-orang Yahudi menjelaskan bahwa hari itu adalah hari baik di mana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Banu Israil dari musuh mereka lalu Nabi Musa berpuasa –karena ungkapan syukur. Lalu Nabi berkata setelah penjelasan itu: "Jika demikian, maka saya lebih patut lagi berpuasa dari kalian. Nabi berpuasa pada hari itu lalu beliau menganjurkan untuk berpuasa". [3]
Jika puasa hari 'Asyura itu tidak disertai dengan Tasu'a (hari ke-9) maka menurut mazhab Syafi'i dianjurkan puasa juga pada hari ke-11. Bahkan dalam keterangan Imam Syafi'i di buku Al-Umm dan Al-Imla' mensunatkan puasa 3 hari (9, 10 dan 11 Muharram). Adapun keterangan dari mazhab Hambali bahwa jika tidak pasti awal bulan Muharram, maka disunatkan puasa 3 hari supaya pasti ia mendapakan Tasu'a dan 'Asyura. Menurut Jumhur tidak makruh berpuasa meskipun hanya tanggal 10 saja.
Puasa di Syahrul-Haraam (Dzul Qo'dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab) Puasa di bulan Sya'ban.
[1] Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa tidak ada yang mengalahkan keafdholan puasa ini: Dari hadis Abdullah bin Amr "Berpuasalah sehari dan berbuka sehari. Itu adalah puasa Daud. Itu adalah pausa paling afdhol. Abdullah bin Amr berkata: "Saya masih sanggup jika ada yang lebih dari itu". Nabi menjawab, "Tidak ada lagi puasa yang lebih baik dibanding itu". (Nail Al-Authaar).
[2] Diriwayatkan oleh para penyusun kitab Sunnah dan dinyatakan shahih oleh Khuzaimah dari hadis Ibn Mas'ud. Selain itu, Muslim pun meriwayatkan dari hadis Aisyah "Rasulullah Saw.
4/5
Puasa Sunat (Tatawwu')
berpuasa 3 hari dari setiap bulan, dan beliau tidak peduli bulan apa ia puasa (selain ramadhan)". Subul as-Salam vol. 2 hal. 168.
[3] Muttafaq 'alaih, Nail al-Authaar vol. 4 hal. 241.
5/5